xvii
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Teacher-Centered Learning (TCL)
Harden dan Crosby (2000) dalam tulisan O’Neill dan McMahon (2005) menyebutkan bahwa teacher-centered learning (TCL) adalah sebuah paradigma atau pendekatan dalam dunia pendidikan di mana guru selaku pakar (expert) di bidangnya memfokuskan diri untuk menyampaikan (transfer) ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada siswa-siswanya selaku orang awam (novice).
McDonald (2002) dalam tulisan Brown (2003) menyatakan bahwa di dalam paradigma ini, guru merancang sebuah kurikulum yang dimaksudkan untuk mengantarkan siswa-siswanya ke jenjang pengetahuan yang lebih baik. Namun sayangnya, ketika sang guru bersemangat untuk mengejar standar kurikulum yang ia terapkan, para siswa justru menjadi korban karena ketidakmampuan atau ketidaksiapan dalam mengikuti standar tersebut.
Brown (2003) mengatakan bahwa guru yang berada dalam lingkungan TCL lebih memfokuskan dirinya dan siswa-siswanya untuk memahami materi-materi yang sudah ditetapkan di dalam kurikulum ketimbang memperhatikan proses pembelajaran yang dialami oleh siswa-siswanya sendiri.
Dalam perkembangannya, paradigma seperti ini seringkali disamakan dengan sebuah ungkapan yang berbunyi: “satu gaya sudah cukup untuk semua siswa”. Untuk beberapa kondisi kegiatan belajar-mengajar, TCL sebenarnya sudah cukup baik. Namun ketika harus berhadapan dengan kondisi siswa-siswa yang berbeda-beda
Universitas Sumatera Utara
xviii
karakternya, maka paradigma ini sudah tidak bijak lagi untuk tetap diterapkan (Brown, 2003).
2.2 Student-Centered Learning (SCL)
Istilah student-centered learning (SCL) digunakan secara luas di dalam literatur yang membahas masalah-masalah pengajaran dan pendidikan. Istilah ini seringkali dikaitkaitkan dengan istilah-istilah lain seperti flexible learning, experiential learning, collaborative learning, constructivist learning, active learning, vicarious learning, cooperative learning dan self-directed learning. Oleh karena itulah, SCL seringkali didefinisikan dengan makna yang berbeda-beda pula (Kurhila, 2004).
2.2.1 Definisi
Gibbs (2002) dalam tulisan Sparrow dkk (2000) menyatakan bahwa SCL adalah suatu pendekatan pengajaran dalam dunia pendidikan. Di dalam paradigma ini, guru dan penyelenggara pendidikan memberikan otonomi dan kendali lebih besar kepada siswa untuk menentukan materi pelajaran, model pembelajaran dan cepat-lambat tahapan dalam pembelajaran.
McCombs (1997) dalam tulisan Brown (2003) menyatakan bahwa yang menjadi fokus dalam paradigma ini adalah siswa-siswa itu sendiri dengan segenap pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhannya. Oleh karena itu, suatu kegiatan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa agar (hampir) semua siswa yang berada di dalamnya dapat meraih kesuksesan.
Menurut Weimer (2002), paradigma SCL atau learner centered teaching memberikan perhatian yang lebih pada materi apa yang dipelajari oleh para siswa, bagaimana para siswa belajar, kondisi atau lingkungan tempat para siswa belajar, apakah para siswa dapat menyerap dan menerapkan apa yang dipelajarinya, serta
Universitas Sumatera Utara
xix
bagaimana posisi sang siswa di masa depan dengan mengukurnya dari pembelajaran yang dialaminya saat ini.
Sementara itu, terkait dengan collaborative learning, Gerlach (1994) menyatakan bahwa pembelajaran bertipe seperti ini berlandaskan pada sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa kegiatan belajar-mengajar itu sendiri sebenarnya merupakan suatu aksi atau tindakan sosial yang alamiah di mana para pesertanya saling berbicara atau berhubungan (talk) satu sama lain.
Dengan model pendekatan seperti ini, para siswa justru dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya melebihi tanggung jawab yang diembannya seperti ketika berada dalam lingkungan teacher-centered learning. Hal ini cukup beralasan mengingat siswa-siswa tersebut tidak hanya akan mengurus materi yang akan diujikan, tapi juga berdialog dengan guru tentang materi apa yang akan dipelajari, bagaimana materi tersebut akan disajikan, dan kapan sebaiknya materi itu dipelajari (Sparrow dkk, 2000).
2.2.2 Elemen-Elemen dalam SCL
Untuk memenuhi standard SCL, Seitzinger (2006) mendaftar empat (4) elemen yang harus dipenuhi oleh lembaga yang ingin mengimplementasikan paradigma ini. Berikut keempat elemen tersebut:
1. Adanya kontrol dari siswa/pembelajar. Ini berarti bahwa guru lebih bertindak sebagai fasilitator ketimbang hanya berfungsi sebagai pemberi materi. Pada saat yang sama, siswa diberi kesempatan lebih besar untuk aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.
Universitas Sumatera Utara
xx
2. Siswa memiliki sifat-sifat pembelajar aktif (active learner). Pembelajar aktif adalah siswa yang mampu mengerjakan hal-hal berikut ini:
1) Mampu menentukan topik, masalah, kasus, serta membuat keputusan berdasarkan opini yang masuk akal (logis). 2) Berani menyajikan/mempresentasikan karyanya kepada publik, mengajari orang lain, memberi tanggapan serta dukungan kepada rekan kerja. 3) Berani memilih dan menentukan cara untuk menyelesaikan tugas masingmasing. 4) Mampu
mengaplikasikan
materi-materi
yang
telah
dipelajari
serta
mengimplementasikan ide-ide sesuai dengan konteks yang diinginkan. 5) Berani, mampu, sekaligus aktif turut serta dalam diskusi, baik itu sebelum, selama, atau setelah kelas/forum berakhir (baik itu forum yang bersifat online maupun off-line).
3. Refleksi dan artikulasi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan suatu area atau aktivitas yang bisa digunakan oleh para siswa untuk menuangkan pemahamannya atas sesuatu yang selama ini telah dipelajarinya. Misalnya dengan membuat semacam jurnal harian atau aktivitas semacamnya.
4. Fleksibel. Ini bisa berarti dua hal. Pertama, suatu kegiatan belajar-mengajar yang fleksibel harusnya memberikan kesempatan bagi para siswa untuk memilih bahkan menentukan beberapa elemen pembelajaran seperti waktu, tempat, cepat lambat tahapan belajar (pace), sekaligus kemudahan akses, kenyamanan, serta kebebasan. Kedua, para siswa memiliki kemudahan untuk mentransfer dan menggunakan ilmu yang dimiliki untuk kasus-kasus lain, juga kesempatan untuk mengaplikasikan keahliannya di situasi lain yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
xxi
2.3 Perbedaan Antara TCL dengan SCL
Harsono (2005) mendaftar beberapa perbedaan antara TCL dengan SCL (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Antara TCL dengan SCL NO 1
TCL
SCL
Lingkungan yang terpusat pada guru.
Lingkungan yang terpusat pada siswa (pembelajar).
2
Kuasa dan tanggung jawab hampir Kuasa dan tanggung jawab hampir sepenuhnya berada di tangan guru sepenuhnya berada di tangan siswa.
3
Guru adalah instruktur sekaligus pengambil keputusan.
4
Kegiatan belajar diwarnai dengan kompetisi antara siswa dengan siswa lainnya. Biasanya siswa menggunakan ide-idenya untuk mengalahkan temantemannya.
5
Beberapa kelompok guru (team teaching) mendefinisikan tugas yang diatur ke dalam subjek ilmu yang terpisah
6
Kegiatan belajar berlangsung di dalam Kegiatan belajar sangat mungkin kelas. berlangsung di luar kelas. Cara materi atau informasi diproses dan Materi adalah hal terpenting yang digunakan merupakan hal yang lebih menjadi tujuan dalam pembelajaran. diprioritaskan
7
Guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus pembimbing sementara siswa menjadi pengambil keputusan. Kegiatan belajar diwarnai dengan sesuatu yang bisa bersifat kooperatif, kolaboratif, atau mandiri. Siswa-siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Siswa tergerak untuk saling tolong satu sama lain dan saling tukarmenukar ide dan keahlian. Siswa berkompetisi dengan performa dirinya sendiri di waktu lampau bukan dengan siswa lainnya. Tugas bersifat autentik dan interdisipliner.
8
Siswa menguasai materi melalui drill Siswa mengevaluasi, membuat keputusan dan latihan. sekaligus bertanggung jawab atas kegiatan belajar yang dijalaninya. Siswa menguasai materi dengan cara membangunnya sendiri.
9
Materi dipelajari dalam konteks yang Materi dipelajari dalam konteks yang relevan menurut siswa-siswa relevan menurut siswa-siswa
Universitas Sumatera Utara
xxii
2.4 Blog
Sulit untuk mendefinisikan blog secara pasti mengingat masing-masing pihak yang terkait dengan perkembangan blog ternyata memiliki selera masing-masing dalam mendefinisikannya. Dalam makalahnya, Boyd (2006) menguraikan definisi blog berdasarkan sudut pandang dari beberapa kalangan sekaligus. Kalangan yang dimaksud tersebut antara lain perusahaan penyedia jasa layanan blog (Blogger, Typepad, Xanga dan LiveJournal), Kamus (Oxford 2003 dan Merriam-Webster 2005), Peneliti, Media Massa (New York Times), dan Praktisi (orang-orang yang menggunakan blog).
2.4.1 Definisi
Dalam penelitian skripsi ini, definisi blog yang akan digunakan adalah definisi yang diuraikan oleh Lindahl dan Blount (2003). Dalam artikel yang dimuat dalam majalah Computer IEEE ini, keduanya menyebutkan bahwa weblog atau blog adalah suatu situs yang menggunakan format catatan (log) bertanggal (date and time) yang digunakan untuk menerbitkan informasi secara berkala (periodical).
Ada beberapa alasan atau fakta yang membuat blog menjadi sesuatu yang sangat populer seperti sekarang (Burns dan Cox, 2005). Berikut faktor-faktor yang dimaksud:
1. Non-Techy. Pengguna atau calon pengguna blog tidak harus mengetahui teori HTML (Hypertext Markup Language) atau FTP (File Transfer Protocol) terlebih dahulu untuk menggunakannya.
2. Mudah digunakan. Pengguna bisa menerbitkan tulisannya kapan pun dan dimanapun asalkan terhubung ke internet. 3. Murah. Umumnya penyedia jasa blog memberikan layanannya secara gratis. 4. Kemudahan komunikasi. Komunikasi berjalan dengan instant alias sangat cepat dan langsung siap untuk digunakan.
Universitas Sumatera Utara
xxiii
5. Fleksibel. Blog umumnya menyediakan fasilitas untuk archive, hyperlinks, komentar dari pengunjung, akses untuk beberapa penulis sekaligus, dan kemampuan untuk mengelola berkas multimedia (audio dan video).
Setidaknya ada dua bukti yang bisa menguatkan popularitas blog di dunia. Bukti tersebut ialah ketika “blogger” terpilih sebagai “Word of The Year 1999” versi Oxford English Dictionary (http://www.askoxford.com/, 2007) dan ketika “blog” terpilih sebagai “Word of The Year 2004” versi Merriam-Webster Dictionary (http://www.m-w.com/, 2007).
2.4.2 Blog sebagai Alat Pendukung SCL
Salah satu laporan penelitian yang diterbitkan oleh ECAR (EDUCAUSE Center for Applied Research) pada tahun 2005 memuat komentar seorang siswa mengenai manfaat blog bagi aktivitas akademiknya, “Mata kuliah mengenai percetakan dan desain media elektronik yang saya ambil merupakan mata kuliah online yang mengharuskan kami untuk belajar secara mandiri. Selain itu, kami juga belajar untuk menangani proyek menggunakan Photoshop, Dreamweaver, dan Quark. Perluasan (baca: pengayaan) dari apa yang telah kami pelajari sepenuhnya diserahkan kepada kami sendiri, tapi menyampaikan (posting) kritik melalui blog benar-benar sesuatu yang sangat membantu, dan kami bisa belajar banyak darinya.” (Kvavik dan Caruso, 2005).
Menyampaikan kritik sebagai salah satu bentuk komentar dalam dunia blog (blogosphere) adalah sesuatu yang sangat lazim terjadi. Selain untuk mengkritik, semua siswa yang diwawancarai dalam laporan ECAR tersebut sependapat bahwa blog memang dapat meningkatkan kemampuan siswa-siswa dalam hal tulis-menulis. Khususnya dari sisi gaya (style) dalam menulis, tapi bukan (baca: belum) pada tanda baca dan pengejaan (Kvavik dan Caruso, 2005).
Universitas Sumatera Utara
xxiv
Dari Inggris, laporan yang dikeluarkan oleh Information Service Working Group on Collaborative Tools (2006) menyajikan hasil yang sedikit berbeda. Menurut studi yang dilakukan oleh grup yang beranggotakan tujuh peneliti ini, blog banyak digunakan oleh dosen dan mahasiswa sebagai venue atau “tempat penampungan” untuk refleksi, opini, fakta, dan pertanyaan terkait suatu mata kuliah atau topik-topik tertentu (Adie dkk, 2006).
Menurut Richardson (2004) dalam tulisan Downes (2004), blogging sebagai salah satu genre dalam dunia tulis-menulis dapat digunakan oleh siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis (critical thinking skills), tulismenulis serta meraih standar kompetensi (information literacy) di bidang-bidang tertentu. Richardson sendiri meyakini bahwa blog memungkinkan siswa untuk melakukan tiga hal sekaligus :
1. Merefleksikan diri melalui apa yang ditulis dan dipikirkannya. 2. Menunjukkan kepedulian atau minat pada topik yang disukai untuk periode waktu tertentu atau bahkan untuk seumur hidupnya. 3. Menarik para pembaca dan pengunjung melalui suatu percakapan yang pada akhirnya bisa membawa keduanya kepada penelitian lebih lanjut.
Namun Downes (2004) dalam tulisan yang sama menganggap bahwa blogging sendiri sebenarnya bukanlah murni soal tulis-menulis. Menurutnya, pada awalnya, seorang siswa yang ingin memanfaatkan blog, harusnya menjadi pembaca yang baik terlebih dahulu. Selain itu, materi yang dibaca oleh siswa di dalam suatu blog haruslah materi yang memang disukainya (antusias), karena jika tidak, maka akan sulit untuk membuatnya sampai pada tahapan-tahapan yang diharapkan, yakni refleksi, kritis, berani bertanya, serta reaktif terhadap suatu isu.
2.5 Podcast
Istilah podcast berasal dari dua kata: iPod dan broadcast (Meng, 2005). iPod merupakan MP3 player buatan Apple, Inc. yang sangat populer di dunia. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
xxv
riset yang dilakukan oleh Forrester, ada sekitar 42 juta iPod yang terjual pada tahun 2006 (McLaughlin, 2006). Jumlah ini masih akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang Meskipun begitu, para penikmat podcast tidak harus menggunakan iPod kalau hanya ingin mendengarkan berkas audio dari podcast yang disukainya.
Berkas hasil pengunduhan podcast bisa didengarkan melalui komputernya secara langsung atau dimainkan menggunakan MP3 Player atau perangkat bergerak lainnya seperti telepon seluler, dan PDA (Personal Digital Assistant). Sementara broadcast, berdasarkan Concise Oxford English Dictionary 11th Edition, adalah suatu tindakan yang dikerjakan dengan tujuan agar orang-orang atau masyarakat bisa mengetahui sesuatu.
2.5.1 Definisi
Menurut situs Apple (http://www.apple.com/itunes/store/podcastingfaq.html), podcast adalah sebuah program acara berepisode yang disebarkan oleh produser podcast (podcaster) melalui internet menggunakan berkas XML (eXtensible Markup Language) yang populer dengan istilah RSS (Really Simple Syndication). Meskipun podcast lebih populer untuk berkas-berkas audio berformat *.mp3, itu bukan berarti berkas non-audio tidak bisa diikutkan (enclosure) dalam berkas RSS. Beberapa format berkas video seperti *.flv dan *.mov atau dokumen populer seperti *.pdf juga bisa diikutkan (enclose) dalam RSS tersebut.
Untuk mendengarkan berkas-berkas yang disebarkan melalui podcast oleh para podcaster, pengguna membutuhkan perangkat lunak yang dapat membaca berkas XML. Perangkat lunak ini dikenal dengan istilah RSS Reader atau RSS Aggregator. Sebenarnya ada banyak RSS Reader di internet, tapi dua diantaranya yang khusus dibuat untuk para pelanggan (subscriber) podcast adalah iTunes dan Juice. Keduanya lebih sering disebut sebagai podcatcher karena fungsi dan antarmukanya yang lebih diperuntukkan untuk pengunduhan berkas audio dan video podcast ketimbang untuk membaca teks isi situs/blog.
Universitas Sumatera Utara
xxvi
Dietz (2004) dalam tulisan Connaghan (2005) menyebutkan empat komponen penting yang ada dalam proses podcast:
1. Adanya berkas berformat *.mp3 (atau format lain yang sudah didukung) yang diikutkan (enclose) dalam RSS feed. 2. Adanya berkas RSS milik podcaster yang tersimpan di server yang memungkinkan pengguna untuk berlangganan melalui RSS Reader yang digunakannya. Misalnya iTunes atau Juice.
3. Berkas tersebut bisa didengarkan oleh pelanggannya secara fleksibel, baik melalui komputer atau MP3 player. 4. Adanya fasilitas dari RSS Reader untuk meng-update RSS feed secara otomatis.
Visualisasi untuk model penyebaran dan berlangganan podcast bisa dilihat pada Gambar 2.1 (Meng, 2005).
Gambar 2.1 Model Penyebaran dan Berlangganan Podcast
Universitas Sumatera Utara
xxvii
Berikut keterangan untuk setiap nomor pada Gambar 2.1:
1. Produser podcast (podcaster) membuat dan mengedit berkas audio atau video yang berformat *.mp3, *.ogg, *.wav, *.mov, dan seterusnya.
2. Podcaster meletakkan (publish) berkas tersebut ke dalam server. 3. Dari icon RSS atau podcast yang ada di situs milik podcaster tersebut (Gambar 2.2), pelanggan berlangganan podcast dengan cara menyalin lokasi RSS feed ke dalam podcatcher seperti iTunes atau Juice.
4. Situs milik podcaster menjadi antarmuka yang digunakan untuk menyebarkan podcast. Umumnya, para podcaster akan menyertakan icon seperti yang tampak pada Gambar 2.2. Para pelanggan podcast bisa memanfaatkan iTunes dan Juice untuk mengunduh berkas yang disebarkan (publish) oleh podcaster. Selain untuk mengunduh, baik iTunes maupun Juice bisa digunakan untuk memantau langsung berkas baru yang diterbitkan oleh podcaster di server-nya.
5. Jika berkas yang diinginkan sudah berhasil diunduh, pelanggan bisa memindahkan (sync) berkas tersebut dari komputernya ke perangkat bergeraknya, seperti MP3 Player, PDA, telepon seluler, dan sebagainya.
Gambar 2.2 Dua Icon Representasi Podcast
Universitas Sumatera Utara
xxviii
2.5.2 Podcast sebagai Alat Pendukung SCL
Menurut Kaplan dan Leiserson (2005) dalam tulisan Seitzinger (2006), ada beberapa manfaat yang bisa diambil oleh dunia pendidikan melalui podcast. Manfaat tersebut antara lain:
1. Podcast bisa membantu para auditory learner (pembelajar yang memiliki nilai lebih ketika menggunakan segala hal yang berkaitan dengan audio dalam kegiatan belajar-mengajar) dan non-native speakers untuk meningkatkan kemampuan di dalam perkuliahan.
2. Memberikan alternatif bagi para siswa untuk melakukan review dari perkuliahan yang diikutinya menggunakan materi berbasis audio, ketimbang teks. 3. Menyediakan umpan-balik (feedback) untuk para siswa. 4. Sebagai suplemen tambahan atau yang lebih dikenal dengan istilah pengayaan materi untuk para siswa.
Selain keempat fungsi di atas, Norman dan Sloan (2004) dalam tulisan Seitzinger (2006) menyebutkan lima manfaat podcast yang bisa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar:
1. Sebagai fasilitator self-paced learning. 2. Sebagai media baru bagi fakultas untuk memberikan materi-materi pengayaan kepada siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi. 3. Sebagai media untuk memasyarakatkan dan menyebarkan rekaman-rekaman wawancara antara pihak kampus dengan pakar atau ahli yang berasal dari luar kampus.
4. Memungkinkan guest lecture untuk menyajikan kuliahnya di sebuah kesempatan untuk kemudian didengarkan atau ditonton ulang oleh banyak orang di waktu lainnya. 5. Menawarkan lingkungan pembelajaran yang lebih bervariasi.
Universitas Sumatera Utara
xxix
Berbeda dengan blog yang bisa menawarkan interaksi langsung antara penulis dengan pembacanya, podcast justru lebih berfungsi sebagai media komunikasi satu arah. Ini berarti, fungsinya sebagai tool untuk membangun interaktivitas, membangun pengetahuan, dan kolaborasi antara pembuat (podcaster) dengan pengguna (subscriber) mungkin agak terbatas (Seitzinger, 2006). Tapi, sebagai sebuah media distribusi yang berbasis multimedia, podcast masih dianggap mampu memberi kontribusi yang signifikan dalam kegiatan belajar-mengajar, khususnya bagi siswa yang cenderung termasuk ke dalam auditory learning (Spectrum, 2006) dan sebagai salah satu alternatif media selain teks (Seitzinger, 2006).
2.6
Drupal
Suatu definisi singkat Drupal sulit didapatkan, karena banyak orang menggunakan Drupal untuk berbagai hal. Oleh karena itu berikut diuraikan beberapa defenisi Drupal.
2.6.1 Definisi
Berikut beberapa defenisi Drupal menurut penggunaannya:
a. Drupal adalah pengendali basis data aplikasi berbasis web yang ditulis dalam PHP. b. Drupal adalah Content Management System (CMS) open source yang tersedia secara bebas di bawah GPL (GNU General Public License). c. Drupal adalah suatu platform pembangun komunitas. d. Drupal adalah suatu framework pengembangan web, dapat digunakan sebagai platform untuk membangun berbagai aplikasi web. Berdasarkan situs resmi Drupal (http://drupal.org/about), Drupal adalah paket perangkat lunak free (dalam arti gratis, juga dalam arti bebas) yang bisa digunakan
Universitas Sumatera Utara
xxx
oleh umum untuk mempublikasi, mengelola dan mengatur dengan mudah berbagai jenis konten yang diinginkan. Puluhan ribu orang dan organisasi menggunakannya untuk beragam jenis situs, di antaranya: 1) Portal komunitas 2) Forum diskusi 3) Situs perusahaan 4) Aplikasi intranet 5) Blog atau situs pribadi 6) Aplikasi e-commerce 7) Direktori 8) Situs jejaring sosial Fungsionalitas bawaan standarnya digabung dengan puluhan modul tambahan yang tersedia gratis, sehingga mudah dalam membangun situs atau menambahkan fitur: 1) Sistem Pengelolaan Konten (CMS, content management system) 2) Blog 3) Lingkungan penulisan kolaboratif 4) Forum 5) Jaringan Peer-to-peer 6) Newsletter 7) Podcasting 8) Galeri foto/gambar 9) Unduh dan unggah berkas (file uploads and downloads) 10) dan banyak yang lainnya
Universitas Sumatera Utara
xxxi
2.6.2 Sejarah dan Perkembangan Drupal mulai dibangun sekitar tahun 1998 dan 1999, oleh Dries Buytaert, PhD Ilmu Komputer pada 27 Januari 2008 di Universitas Ghent. Saat belajar di kampus dengan kawan-kawannya, Dries belajar dengan menggunakan internet nirkabel. Mereka mencoba membangun jaringan lokal (Local Area Network, LAN). Karena dibutuhkan banyaknya komunikasi dan pertukaran informasi dalam proyek LAN tersebut, Dries memutuskan untuk membuat aplikasi Forum Diskusi. "Forum Diskusi" ini bisa diakses lewat LAN mereka dan setelah Dries lulus, diputuskannya untuk memindahkan "Forum Diskusi" tadi ke internet dengan sebuah situs. Sekitar tahun 2000 atau 2001, Dries mendapatkan banyak ide dan fitur baru dari orang lain yang tertarik dengan "Papan Pesan" buatannya. Dries kemudian melakukan penelitian pada pasokan RSS, Moderasi Konten dan teknologi internet lain. Saat permintaan akan fitur baru bertambah, Dries memutuskan perangkat lunaknya menjadi open source supaya komunitas bisa bereksperimen sendiri dengan perangkat lunak tersebut, dan dia tetap memiliki waktu sendiri dalam eksperimen dan pengembangan. Saat itulah kemudian "Papan Diskusi"nya menjadi perangkat lunak open source "Drupal". Drupal terus berkembang dan Drupal.org, situs utama Drupal yang kini memiliki lebih dari 350.000 anggota, menyediakan dukungan dan dokumentasi untuk implementasi Drupal. Jutaan salinan perangkat lunak ini sudah diunduh sejak dirilis. Drupal.org didaftarkan pada tanggal 26 April 2001.
2.6.3 Jenis-jenis Drupal Drupal terbagi menjadi dua jenis, yakni: Drupal SU (Single-User) dan Drupal MU (Multi-User). Seperti namanya, Drupal SU diperuntukkan bagi para pengguna yang menginginkan fleksibilitas penuh atas blog miliknya. Sementara versi Multi-User diperuntukkan bagi para pengguna yang ingin menampung sekaligus membangun komunitas di atas host yang sudah dimilikinya. Meskipun sama-sama berbasis Drupal,
Universitas Sumatera Utara
xxxii
Drupal jenis pertama dengan jenis kedua memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Tabel 2.2 mendaftar beberapa perbedaan yang terdapat diantara keduanya.
Tabel 2.2 Perbedaan Drupal SU dengan Drupal MU No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perbedaan Upload plugin Upload themes Nama domain Instalasi Jumlah hosted-user Proteksi komentar spam
Drupal Single-User bisa bisa fleksibel oleh user satu atur sendiri
Drupal Multi-User ditentukan admin ditentukan admin ditentukan admin oleh admin jutaan built-in
2.6.4 Fitur-fitur Drupal untuk Student-Centered Leaarning
Drupal dilengkapi paduan fitur-fitur yang kuat sehingga bisa mendukung berbagai jenis tingkatan situs web, mulai dari blog pribadi, brosur perusahaan, dan komunitas yang besar berbasis web. Menurut situs Drupal (http://drupal.org/features), sampai saat tulisan ini dibuat, ada 25 fitur yang menjadi fitur penting dan ada juga modul hasil kontribusi yang menambah fitur dan fungsionalitas Drupal. Namun dalam skripsi ini, fitur-fitur yang akan dibahas adalah fitur-fitur yang hanya memiliki kaitan erat dengan SCL.
Adapun dasar yang digunakan dalam pemilihan fitur ini adalah uraian dalam subbab 2.2.2, 2.4.2, 2.5.2. Berikut ini adalah fitur-fitur yang dimaksud:
1. Modul Komunitas Drupal membuat banyak kontribusi modul yang menyediakan fungsionalitas tambahan untuk situs. 2. Blog entry Fitur ini adalah fitur yang paling penting dari sebuah perangkat lunak blogging. Melalui fitur ini, seorang siswa bisa menulis, berdiskusi, meletakkan link gambar, musik, video, dan sebagainya. Hampir segala sesuatu yang ada di blog bermula dari fitur ini.
Universitas Sumatera Utara
xxxiii
3. Buku Kolaboratif adalah fitur unik yang dimiliki Drupal untuk membuat sebuah "buku" atau kumpulan artikel yang terstruktur, kemudian memberi akses pada anggota untuk berkolaborasi menyumbangkan konten.
4. Trackback Trackback adalah sebuah kerangka kerja (framework) yang dapat digunakan untuk komunikasi peer-to-peer dan pemberitahuan antar situs atau blog (Six Apart, 2004). Fitur ini membantu siswa A untuk memberitahu rekannya ketika ia menulis sesuatu yang berkaitan dengan materi yang sudah ada di blog rekannya itu tanpa harus secara eksplisit membuat link ke blog yang dituju. Berikut ini adalah contoh pemanfaatan Trackback dalam sebuah post di dalam beberapa blog: (1) Siswa A menulis artikel X dalam blog miliknya. (2) Siswa B ingin memberi komentar artikel X milik A tapi ia juga ingin agar pengunjung dan pembaca blognya melihat apa yang telah ia komentari. (3) Siswa B menulis artikel Y di blognya lalu mengirim Trackback ke blogging software milik Siswa A. (4) Blogging software milik siswa A akan menerima Trackback tersebut lalu menampilkannya sebagai komentar yang bisa dilihat di artikel X miliknya. Komentar dari Siswa B ini menyertakan link untuk menuju ke artikel Y yang ditulis oleh Siswa B sendiri.
5. Pingback Pingback adalah sebuah metode untuk para pemilik situs web atau blog untuk meminta pemberitahuan ketika seseorang merujuk (links) ke dokumen miliknya (Langridge dan Hickson, 2002). Fitur ini memungkinkan seorang siswa memberitahu rekannya yang tulisannya di link oleh siswa ini secara eksplisit dalam tulisannya. Berikut ini adalah contoh pemanfaatan Pingback dalam sebuah post di beberapa blog: (1) Siswa A menulis artikel Y (post) dalam blog miliknya. Artikel yang ditulisnya ini menyertakan sebuah link yang merujuk (refer to) ke artikel X dalam blog milik Siswa B. (2) Blogging software milik Siswa A kemudian akan menghubungi blogging software milik Siswa B.
Universitas Sumatera Utara
xxxiv
(3) Hasilnya, blogging software milik Siswa B kemudian akan menyertakan link yang mengacu ke artikel Y Siswa A tersebut di artikel X yang telah diacu oleh Siswa A sendiri. (4) Pembaca artikel X di blog Siswa B kemudian bisa mengikuti link yang mengacu ke artikel Y di blog Siswa A.
6. Taxonomy (Categories) Seperti namanya, dengan fitur ini siswa bisa mengelompokkan post yang sudah diterbitkannya ke dalam satu atau beberapa sekaligus. Selain itu, siswa juga bisa membuat subkategori untuk memudahkan navigasi dan pengelompokkan segala sesuatu yang sudah diterbitkannya melalui blog.
7. Blogroll Fitur ini memungkinkan siswa untuk meletakkan alamat situs lain ke dalam situsnya. Dengan Blogroll, siswa bisa mengelompokkan links ke situs temantemannya ke dalam kategori; misalnya friend. Sementara link yang menuju situs dosen disusun di dalam kategori dosen. Fitur ini akan memudahkan siswa untuk memantau situs-situs yang sering dikunjunginya sekaligus memberi petunjuk kepada para pengunjung tentang hal-hal yang disukainya.
8. Sistem Pengaturan Akses Bertingkat Pengelola situs Drupal tidak perlu pusing mengatur sistem pembagian akses pada tiap anggota. Pengaturan akses bisa dilakukan menurut kelompok tertentu. 9. Komentar Berjenjang Drupal menyediakan modul komentar dengan sistem komentar berjenjang yang memberikan akses untuk mendiskusikan materi yang ditampilkan. Komentar yang ada dibuat secara hirarkis seperti pada newsgroup atau forum.
10. Agregator Berita Drupal sudah memiliki Agregator Berita dalam distribusi standarnya untuk membaca dan membuat blog atas berita atau konten dari situs lain. Agregator berita akan membuat cache artikel dalam database dan waktu penyimpanan cache-nya bisa diatur sendiri.
Universitas Sumatera Utara