XI. FITOREMEDIASI
Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk fitoremediasi
Fitoremediasi adalah proses bioremediasi yang menggunakan berbagai tanaman untuk menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminan dalam tanah dan air bawah tanah. Konsep penggunaan tanaman untuk penanganan limbah dan sebagai indikator pencemaran udara dan air sudah lama ada, yaitu fitoremediasi dengan sistem lahan basah, lahan alang-alang dan tanaman apung. Selanjutnya konsep fitoremediasi berkembang untuk penanganan masalah pencemaran tanah. Secara tradisional, tanaman telah lama digunakan untuk proses penjernihan air. Mekanisme yang terjadi adalah proses koagulasi menggunakan ekstrak tanaman yang bersifat koagulan. Tanaman enceng gondok (Eichornia crassipes) telah lama digunakan untuk pengolahan air limbah secara tradisional. Di daerah hilir banyak saluran-saluran air yang dipenuhi dengan enceng gondok, yang secara alami dapat membersihkan air limbah. Tanaman air lain seperti kapu-kapu (Pistia stratiotes) dan kiambang (Salvinia natans) juga dapat dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Akhir-akhir ini tanaman alangalang juga dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah menggunakan sistem wetland (lahan basah). Jenis alang-alang yang sudah dicoba digunakan adalah Phragmites australis, Typha latifolia, dan Schoenoplectus lacustris. Fitoremediasi dapat dilakukan secara in situ (langsung di tempat terjadinya pencemaran), maupun secara ex situ atau menggunakan kolam buatan yang merupakan bioreaktor besar untuk penanganan limbah. Tanaman dapat digunakan secara langsung dalam bentuk alaminya lengkap terdiri bagian akar, batang, dan daun, maupun dalam bentuk kultur jaringan tanaman. Adanya batas konsentrasi polutan yang dapat ditolelir oleh tanaman, menyebabkan teknik fitoremediasi biasanya menggunakan jenis-jenis tanaman yang toleran terhadap polutan tertentu. Konsentrasi polutan yang tinggi melebihi batas toleran menyebabkan tanaman mengalami stres dan akhirnya mati, pada kondisi seperti ini diperlukan pengenceran atau dikombinasikan dengan metode lain. Tanaman secara umum hanya dapat hidup pada limbah dengan BOD kurang dari 300 miligram per liter.
Tanaman dapat membersihkan polutan dari tanah, air maupun udara, dengan berbagai cara. Tanaman dapat merusak atau merombak polutan organik, maupun menyerap dan menstabilisasi logam polutan. Dalam hal ini polutan organik dapat dibersihkan oleh tanaman melalui satu mekanisme atau kombinasi proses-proses fitodegradasi, rizodegradasi, dan fitovolatilisasi. Polutan organik seperti crude oil, pelarut, dan polyaromatic hydrocarbons (PAHs) telah dibuktikan dapat diatasi dengan teknik ini. Sedang polutan logam berat dan unsur radioaktif dapat dibersihkan oleh tanaman melalui proses fitoekstraksi/fitoakumulasi, rizofiltrasi, dan atau fitostabilisasi.
1. Biodegradasi dalam rizosfer Dalam proses ini, tanaman mengeluarkan senyawa organik dan enzim melalui akar (disebut eksudat akar), sehingga daerah rizosfer merupakan lingkungan yang sangat baik untuk tempat tumbuhnya mikroba dalam tanah. Mikroba di daerah rizosfer akan mempercepat proses biodegradasi kontaminan. 2. Fitostabilisasi Dalam proses stabilisasi, berbagai senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dapat mengimobilisasi kontaminan, sehingga diubah menjadi senyawa yang stabil. Tanaman mencegah migrasi polutan dengan mengurangi runoff, erosi permukaan, dan aliran air bawah tanah. 3. Fitoakumulasi (fitoekstraksi) Akar tanaman dapat menyerap kontaminan bersamaan dengan penyerapan nutrien dan air. Massa kontaminan tidak dirombak, tetapi diendapkan di bagian trubus dan daun tanaman. Metode ini digunakan terutama untuk menyerap limbah yang mengandung logam berat. 4. Rizofiltrasi (Sistem hidroponik untuk pembersihan air) Rizofiltrasi prinsipnya sama dengan fitoakumulasi, tetapi tanaman yang digunakan untuk membersihkan ditumbuhkan dalam media cair (sistem hidroponik). Sistem ini dapat digunakan untuk mengolah air bawah tanah secara ex-situ. Air bawah tanah dipompa ke permukaan untuk diolah menggunakan tanaman. Sistem hidroponik memerlukan media cair buatan yang dikondisikan seperti dalam tanah, misalnya
diberi campuran pasir dan mineral perlit, atau vermikulit. Setelah tanaman jenuh dengan kontaminan, kemudian dipanen dan diproses lanjut. 5. Fitovolatilisasi Dalam proses ini, tanaman menyerap air yang mengandung kontaminan organik melalui akar, diangkut ke bagian daun, dan mengeluarkan kontaminan yang sudah didetoksifikasi ke udara melalui daun. 6. Fitodegradasi Kontaminan organik diserap ke dalam tanaman. Dalam proses metabolisme, tanaman dapat merombak kontaminan di dalam jaringan tanaman menjadi molekul yang tidak bersifat toksis. 7. Pengendalian hidrolis Tanaman yang berbentuk pohon, secara tidak langsung dapat membersihkan lingkungan, dengan cara mengendalikan pergerakan air bawah tanah. Pohon merupakan pompa alami, saat akar yang berada pada lapisan air bawah tanah menyerap air dalam jumlah besar. Sebagai contoh satu pohon Poplar dapat menyerap 30 galon air per hari. Pohon Cottonwood dapat menyerap lebih dari 350 galon per hari.
A. Penyerapan Karbon Emisi karbon ke udara terutama dihasilkan oleh kendaraan, mesin-mesin dan pembakaran berbagai senyawa karbon untuk berbagai keperluan. Selama hidupnya tanaman menyerap karbon dalam bentuk CO2 pada proses fotosintesis. CO2 dan air diubah menjadi karbohidrat dalam jaringan tanaman, dan dalam proses tersebut dihasilkan gas O2. Jadi secara alami tanaman mengurangi karbon yang ada di udara. Kemampuan tanaman menyerap karbon dipengaruhi ukuran tanaman, bentuk kanopi,, morfologi daun dan sifat fisiologi tanaman. Secara fisiologi terdapat tanaman C3 dan C4, yang mempunyai senyawa penangkap CO2 berbeda dalam reaksi fotosintesis. Tanaman C3 seperti bunga matahari dapat menangkap 68 mg CO2 / dm2/jam, sedang tanaman jagung mampu menangkap 100mgCO2 /dm2/jam. Kebanyakan tanaman rumput-rumputan
termasuk tanaman C4 yang mempunyai kemampuan tinggi menangkap CO2. Umumnya tanaman yang berbentuk pohon termasuk kelompok C3. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman dapat memperbaiki kualitas udara, dan mengurangi energi yang digunakan untuk mendinginkan atau menghangatkan gedung. Tanaman dapat memperbaiki kualitas udara lokal secara langsung dengan cara menghilangkan polusi udara, dan secara tidak langsung mengubah iklim mikro menjadi lebih sejuk dan mengurangi kecepatan angin. Secara umum, polusi udara dapat dihilangkan dari atmosfer melalui 3 cara, yaitu: melalui pengendapan, hujan, dan angin. Melalui proses pengendapan kering, polutan diendapkan di dekat kanopi tanaman, terutama di permukaan daun. Partikel dari udara terkumpul di permukaan daun karena gaya gravitasi dan pergerakan angin. Partikel di permukaan daun dapat di resuspensikan ke atmosfer oleh tiupan angin, atau tercuci oleh hujan, atau terkumpul di atas tanah saat daun dan bunga/buah gugur. Saat polutan yang berbentuk gas berada di dekat daun, maka dapat diabsorbsi oleh permukaan daun, atau terdifusi ke dalam sel-sel daun melalui lubang kecil di permukaan daun yang membuka yang disebut stomata. Naungan dan transpirasi dari tanaman mempengaruhi iklim mikro dengan cara mengatur suhu ambien, radiasi matahari, aliran angin, dan kelembaban relatif. Perubahan iklim mikro juga mempengaruhi konsentrasi polusi udara lokal. Dengan menempatkan pohon pohon dengan tepat, dapat sebagai pemecah angin misalnya di daerah pantai. Iklim mikro dapat diubah dengan cara lain. Sebagai contoh, Tanaman yang ditanam tersebar dapat mengurangi pemanasan permukaan tanah dan juga mengurangi kecepatan angin. Pada keadaan ini angin mencegah lingkungan dari suhu dingin, dan polutan dijerap pada kanopi tanaman. Jadi penting untuk mengetahui aliran udara di daerah tersebut dan cara menempatkan tanaman yang dapat mempengaruhi aliran udara tersebut. Tanaman menghasilkan bahan organik alami yang disebut senyawa organik volatil. Senyawa ini dapat mempengaruhi kualitas udara karena dapat bereaksi dengan polutan dan membentuk kabut asap pada kondisi iklim tertentu. Dalam hal ini tanaman dapat mengurangi panas dan emisi polusi yang dihasilkan oleh aktivitas kendaraan, dan mesin-mesin industri di perkotaan.
B. Penyerapan Gas Beracun Pada proses fotosintesis, tanaman juga dapat menyerap senyawa/gas selain karbon, seperti nitrogen oksida, gas amonia, sulfur dioksida, dan ozon, dan lainnya. Polutan-polutan tersebut sering mengotori udara di perkotaan. Dengan demikian tanaman dapat berfungsi sebagai filter udara alami, dengan adanya proses fotosintesis dan evepotranspirasi. Udara seperti disaring melalui tanaman, dibersihkan, didinginkan, dan dikembalikan lagi ke atmosfer. Peneliti dari USDA Forest Service menggunakan model komputer yang disebut Urban Forest Effects (UFORE) untuk memperkirakan jumlah polusi udara yang dihilangkan dengan menggunakan hutan kota di kota Jacksonville, Tampa dan Miami, di Florida. Polusi gas yang diatasi termasuk partikel berukuran <10 mikron, ozon, NO2, SO2, dan CO. Kota Jacksonville total pengurangan polusinya tertinggi, karena diperkirakan kota tersebut mempunyai pohon yang ditanam meliputi 53% dari luas kota, dan tingkat pengurangan polusi per unit pohon lebih rendah dari kota Miami dan Tampa. Miami hanya mempunyai luas penanaman 3,7% dan Tampa mempunyai 10% luas penanaman dari luas kota. Hasil penelitian pengaruh hutan kota terhadap pengurangan tingkat polusi udara dapat dilihat pada tabel berikut:
Pengurangan polusi di tiga hutan kota di Florida Tingkat pengurangan polusi Total pengurangan (pounds per acre luas tanam) polusi (ton)
Kota Jacksonville
95
12,236
Tampa
127
424
Miami
113
268
Sumber: Nowak, D.J, Crane D.E., dan J. Stevens. 2006. Strategi yang dapat digunakan untuk merancang dan mengelola hutan kota untuk meningkatkan kualitas udara adalah: 1. Memperbanyak penanaman pohon akan mengurangi polusi; 2. Merapatkan kanopi hijau akan memperbaiki tangkapan partikel polutan udara; 3. Curah hujan yang lebih tinggi pada suatu area, menurunkan polusi yang mengendap di area penanaman;
4. Tanaman hanya memerlukan sedikit pemeliharaan, dibandingkan dengan fungsi dan perannya dalam mengurangi polusi udara; 5. Pepohonan yang mempunyai umur lebih panjang akan berfungsi mengurangi polusi dalam waktu yang lebih lama; 6. Pepohonan dapat mengurangi pemanasan karena radiasi matahari atau efek panas dari penggunaan mesin-mesin maupun kendaraan. 7. Pepohonan akan mengurangi polusi di area yang mempunyai konsentrasi polusi udara tinggi; 8. Menghindari penggunaan tanaman yang tidak tahan terhadap polusi udara. Tanaman
indoor
juga
mampu
membersihkan
lingkungan
dengan
kemampuannya menyerap polutan udara dalam ruang. Tanaman hias indoor mampu menyerap polutan udara tingkat rendah. Akar tanaman berfungsi seperti penyaring karbon aktif, dapat menghilangkan polusi udara dengan konsentrasi tinggi. Filter tersebut ada di sekitar tanaman dan secara biologis dapat merombak polutan sebelum polutan terakumulasi. Polusi udara indoor, merupakan masalah yang ditimbulkan karena efisiensi energi dalam gedung, menyebabkan partikel dan gas yang terjebak di udara dalam ruang yang tidak baik sirkulasinya atau tidak mempunyai filter udara yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa tanaman mampu mengurangi polusi udara dari gas seperti formaldehid dan benzen. Selain itu tanaman indoor dapat membersihkan sebagian besar partikel polutan udara indoor, seperti asbes, pestisida, CO2, CO, dan gas lain; juga bahan kimia dari deterjen, pelarut, larutan pemutih, serat-serat dari pakaian, perabotan, gelas, karpet, insulator, jamur dan bakteri serta asap rokok.
C. Penyerapan logam berat Logam berat dapat mencemari lingkungan tanah maupun perairan. Prinsip fitoekstraksi/fitoakumulasi, rizofiltrasi, maupun fitostabilisasi dapat digunakan untuk membersihkan logam tersebut dari lingkungan. Sudah banyak diketahui bahwa beberapa tanaman air mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap logam berat. Logam yang terlarut air diserap oleh tanaman tertentu yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat dalam jumlah besar. Logam disimpan di bagian trubus. Sebagai contoh, tanaman air
Ceratophyllum demersum mampu mengakumulasi Cd sebesar 10 mg/liter. Tanaman air lain yang dapat mengakumulasi logam berat serta menurunkan kadar logam berat dalam air adalah enceng gondok, Typha, dan Scirpus. Dari penelitian parameter rekayasa untuk rancangan pengolah limbah skala bangku (kapasitas10 liter) telah diperoleh dengan debit aliran 4 liter per hari dan waktu tinggal 2 hari. Untuk mengatasi pencemaran logam berat seperti Cd, Hg, dan logam lain di dalam tanah dapat digunakan proses fitoekstraksi. Dalam proses fitoekstraksi, akar tanaman mengekstrak logam berat dalam tanah untuk diserap masuk ke dalam jaringan akar, kemudian logam berat diakumulasi pada bagian tanaman tertentu, selanjutnya dapat dipanen secara periodik. Umumnya, logam yang mudah ketersediaannya untuk diserap oleh tanaman adalah logam Cd, Ni, Zn, As, Se, dan Cu. Logam yang agak mudah tersedia untuk tanaman adalah Co, Mn, dan Fe. Sedangkan Pb, Cr, dan unsur radioaktif Uranium serta Cesium 137 sulit tersedia untuk diserap tanaman. Akan tetapi Pb dapat dibuat lebih tersedia untuk diserap tanaman dengan pemberian bahan agen khelasi ke dalam tanah. Dengan teknik yang sama, ketersediaan Uranium ditingkatkan menggunakan asam sitrat dan Cesium 137 dapat lebih tersedia setelah diberi ammonium nitrat. Sitrat mengikat Uranium yang tidak larut dalam tanah, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman. Setelah pemberian sitrat, konsentrasi Uranium dalam trubus tanaman meningkat 100 kali lipat mencapai lebih dari 2000 ppm. Penggunaan tanaman gulma Amaranthus retroflexus, meningkatkan 40 kali lipat penyerapan Cesium 137 dari tanah tercemar. Dalam waktu 3 bulan penanaman dapat menyerap 3% dari total kontaminan. Apabila menggunakan tanaman tahunan (pepohonan) diperlukan waktu sedikitnya 15 tahun. Proses fitoekstraksi akan ekonomis apabila tanaman yang digunakan mampu mengakumulasi logam berat minimal 1-2%. Telah ditemukan tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi menyerap logam berat yang disebut sebagai hiperakumulator. Sebagai contoh adalah Sebertia accuminata, mampu mengakumulasi 25% nikel per berat kering, dan Thlaspi caerulescens yang mampu mengakumulasi seng (Zn) mencapai 4 % tanpa adanya kerusakan jaringan tanaman. Indian mustard (Brassica juncea) mampu mengakumulasi 3,5% Pb atau dapat mengekstrak 630 kg Pb/ha. Akan tetapi penerapan teknik
fitoekstraksi
ini
masih
mempunyai
beberapa
kendala,
yaitu
tanaman
hiperakumulator hanya mengakumulasi unsur tertentu, dan tanaman tumbuh lambat dengan bimassa yang rendah. Di masa kini upaya yang dicoba untuk meningkatkan kemampuan hiperakumulator adalah menggunakan teknik rekayasa genetik. Contoh keberhasilan rekayasa genetik tersebut adalah mutan tanaman Pisum sativum mampu mengakumulasi besi (Fe) 10-100 kali lebih besar dari tanaman aslinya. Mutan tanaman Arabidopsis mampu mengakumulasi Mn 10 kali lebih besar dari tanaman aslinya. Penggunaan teknik kultur jaringan untuk penyerapan logam berat masih merupakan hal yang langka. Namun sudah dibuktikan bahwa kultur akar rambut dapat digunakan untuk pengambilan logam berat. Akar rambut (hairy root) adalah kultur akar tanaman hasil transformasi genetik yang dilakukan oleh bakteri tanah Agrobacterium rhizogenes. Kultur akar rambut dapat diinisiasi dengan cara infeksi langsung eksplan tanaman yang peka terhadap bakteri tersebut. Infeksi ini menyebabkan masuknya satu atau dua transfer DNA (tDNA: TL atau TR) yang ada dalam plasmid bakteri ke dalam gen tanaman. Integrasi DNA bakteri ke dalam DNA tanaman terjadi secara acak, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme auksin yang mengatur pembentukan akar. Akar rambut akan terbentuk di tempat infeksi, dan menunjukkan pembentukan percabangan akar lateral yang sangat banyak dan mensintesis asam amino khusus yang disebut opin. Akar rambut tersebut dapat dipotong-potong dan dikulturkan kembali dalam media cair tanpa hormon. Kultur akar rambut dari Beta vulgaris (gula bit), Nicotiana tabacum (tembakau), Calystegia sepium, dan Solanum nigrum (leunca) sudah dibuktikan dapat digunakan untuk mengakumulasi Cd. Untuk membersihkan air bawah tanah, dapat digunakan prinsip rizofiltrasi. Konsep rizofiltrasi mirip dengan fitoekstraksi, polutan logam atau unsur radioaktif dijerap di permukaan akar atau diserap masuk ke dalam akar. Tanaman ditumbuhkan tidak secara langsung di tempat terjadinya polusi, tetapi diaklimatisasi dengan polutan di tempat pengolahan air (ex situ). Pertama tanaman ditanam secara hidroponik (tanpa tanah) dengan air bersih sampai sistem perakaran berkembang banyak. Selanjutnya air digantikan secara bertahap menggunakan air yang terkontaminasi agar terjadi aklimatisasi tanaman terhadap polutan. Setelah tanaman teraklimatisasi maka sepenuhnya tanaman dapat digunakan untuk proses rizofiltrasi air yang terkontaminasi. Akar tanaman setelah menyerap polutan, suatu saat tanaman menjadi jenuh oleh polutan. Selanjutnya
tanaman dapat dipanen dan dengan proses yang sama diganti dengan tanaman baru. Demikian dilakukan secara berulang-ulang sampai lingkungan bersih dari polutan. Penggunaan tanaman bunga matahari dengan cara ini, telah dibuktikan dapat membersihkan kontaminasi radioaktif di bawah tanah akibat peristiwa Chernobyl. Selain bunga matahari, berbagai tanaman lain juga dapat digunakan dalam proses rizofiltrasi, seperti Agrostis tenuis, Poa pratensis, Agrostis palustris, Brassica juncea dan lain-lain. Pencemaran logam berat dalam tanah pada konsentrasi tinggi, juga dapat dikendalikan menggunakan prinsip fitostabilisasi. Polutan diakumulasi oleh akar, kemudian dijerap di permukaan akar atau diendapkan dan diakumulasi di daerah perakaran (rizosfer). Hal ini akan mengurangi atau mencegah mobilitas kontaminan, sehingga mencegah migrasinya ke dalam air bawah tanah atau ke udara. Selain itu dapat mengurangi masuknya logam berat ke dalam rantai makanan. Teknik ini dapat digunakan untuk reklamasi menggunakan tanaman. Tanaman-tanaman yang toleran dapat ditanam untuk mencegah meluasnya pencemaran oleh karena terjadinya erosi atau pelindihan. Ada tiga kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam proses fitostabilisasi, yaitu reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan pengikatan bahan organik ke dalam bagian lignin tanaman. Untuk meningkatkan kemampuan penyerapan logam-logam oleh akar, akhirakhir ini juga dicoba tanaman yang perakarannya bersimbiosis dengan mikoriza. Mikoriza adalah sejenis jamur yang hidup dalam jaringan akar tanaman, dengan miselium yang tumbuh keluar akar. Miselium mikoriza telah diketahui dapat berfungsi seperti akar, sehingga adanya mikoriza akan meningkatkan penyerapan air dan logam-logam dari dalam tanah. Mikoriza dapat bersimbiosis dengan tanaman semusim seperti jagung atau dengan tanaman keras seperti pinus.
D. Teknologi hilir logam berat Setelah tanaman hiperakumulator menyerap logam berat dalam jumlah besar, tanaman menjadi jenuh oleh polutan. Logam yang disimpan di bagian trubus, dapat dipanen dan dilebur untuk mengambil kembali logam (metal recycle), atau dibuang sebagai limbah B3. Proses ini dilakukan berulangkali sampai mencapai di bawah ambang batas aman. Dalam berbagai kasus, pengambilan kembali logam disebut sebagai
phytomining (penambangan menggunakan tanaman), yaitu untuk mengambil logamlogam tertentu melalui proses fitoekstraksi. Logam-logam yang berhasil diambil oleh tanaman hiperakumulator seperti Zn, Cu, dan Ni. Tanaman yang telah jenuh dilebur untuk memisahkan logam dengan bahan lain. Dengan demikian logam-logam yang masih mempunyai nilai ekonomi dapat dipergunakan kembali. Teknologi untuk mengambil atau memekatkan logam dari tanaman yang telah dipanen dapat melalui proses pemanasan, pelindihan mikrobial, secara kimia maupun fisik. Cara-cara pembakaran, pengabuan, peleburan, dan pelindihan sering digunakan untuk memproses logam yang akan diambil kembali dari biomassa tanaman.
Tahap yang dilalui untuk aplikasi fitoremediasi adalah: 1. Memilih tanaman yang toleran dan dapat mengakumulasi bahan pencemar dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati 2. Merancang proses fitoremediasi, setelah tanaman terpilih, menetapkan metode menumbuhkannya, komposisi media pertumbuhan dan parameter teknis yang diperlukan 3. Pemeliharaan tanaman, dan menetapkan pola pertumbuhan serta kecepatan pertumbuhan dan pertambahan biomassanya. 4. Penetapan pola penyerapan logam berat dan atau transformasi bahan organik dari tanaman yang digunakan dalam proses fitoremediasi 5. Penetapan parameter rekayasa (debit dan waktu tinggal limbah) untuk rancangan pengolah limbah skala bangku.
Sebagai contoh aplikasi fitoremediasi untuk mengatasi berbagai polutan dan tanaman yang dapat dipilih, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Aplikasi
Media
Tanah, air bawah tanah, air lindi, 1. Fitovolatilisasi tempat pengolahan air limbah
Polutan Herbisida (atrazine, alachlor); Aromatik (BTEX); Alifatik berklor (TCE); Nutrien; Limbah amunisi (TNT,RDX)
Jenis Tanaman Pohon Phreatophyte (poplar,willow, cottonwood,aspen); Rumput(rye, Bermuda, sorghum, fescue); Legum (clover, alfalfa, cowpea)
Tanah, sedimen, tempat pengolahan air limbah
Organik (pestisida, aromatik, dan Penghasil fenolik (mulberry, apel, osage, polynuclear aromatic jeruk); Rumput (rye,fescue,bermuda); hydrocarbon /PAH) Tanaman air untuk sedimen
3.Fitostabilisasi
Tanah, sedimen
Logam (Pb,Cd,Zn,As,Cu,Cr,Se,U), Organik hidrofobik (PAH,PCB,DDT,dieldrin)
4. Fitoekstraksi
Tanah, rawa, sedimen
Logam (Pb,Cd,Zn,As,Cu,Cr,Se,U) Bunga matahari; Indian Mustard; Rape dengan pemberian EDTA untuk seed ; Barle, Hops; Crucifera; tanaman Pb dan Selenium Serpentine; Nettle, dandelion
5. Degradasi
Tanah, air bawah tanah, air lindi, tempat pengolahan air limbah
Herbisida (atrazine, alachlor); Aromatik (BTEX); Alifatik berklor (TCE); Nutrien; Limbah amunisi (TNT,RDX)
2. Stimulasi mikroba
Pohon Phreatophytedengan transpirasi tinggi (kontrol hidrolis); Rumput pencegah erosi; Sietem perakaran rapat untuk menyerap kontaminan.
Pohon Phreatophyte (poplar,willow, cottonwood,aspen); Rumput (rye, Bermuda, sorghum, fescue); Legum (clover, alfalfa, cowpea)
Sumber: Zynda (2007) Ada tiga sistem pengolahan limbah yang dibuat berdasarkan karakteristik penguraian limbah oleh tanaman air, yaitu sistem kolam alir horisontal (horizontal flow bed), kolam alir ke bawah (down flow bed), dan kolam alir permukaan (overland flow bed). Kolam alir horizontal terdiri dari matriks tanah atau kerikil sebagai tempat menanam tanaman air, misal alang-alang. Sistem ini digunakan untuk pengolahan sekunder dengan panjang kolam kurang lebih 70 meter. Diperlukan waktu pengolahan beberapa hari. Sedang untuk pengolahan tersier dengan panjang kolam antara 5-10 meter. Rancangan kolam alir horizontal dan kolam alir ke bawah dapat dilihat pada gambar berikut:
Kolam alir horizontal
Kolam alir ke bawah
Kolam alir ke bawah tersusun atas lapisan pasir, kerikil halus, kerikil dan batu dengan ketebalan tertentu. Oksigen dapat diberikan ke dalam lapisan tersebut melalui pipa berpori. Apabila konsentrasi limbah tinggi, maka sistem ini dapat disusun bertingkat yang terdiri beberapa kolam identik.
Daftar Pustaka Cunningham, SD, Berti, WR, and Huang, JW. 1995. Remediation of contaminated soils and sludges by green plants in Bioremediation of inorganics. Battelle Press. Ohio. Escobedo, F. 2007. Urban Forests in Florida: Do They Reduce Air Pollution? Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. First published: October 2007. http://edis.ifas.ufl.edu. Dushenkov, V., Nanda Kumar, PBA., Motto, H., and Raskin, I. 1995. Rhizofiltration: The use of plants to remove heavy metals from aqueous streams. Environmental Science and Technology: 29 (5). Nanda Kumar, PBA., Dushenkov, V., Motto, H., and Raskin, I. 1995. Phytoextraction: The use of plants to remove heavy metals from soils. Environmental Science and Technology: 29 (5). Relf, D. 1996. Plant Actually Clean the Air. Consumer Horticulture, Virginia Tech, Blacksburg Subroto, MA. 1996. Fitoremediasi. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya “Peranan Bioremediasi dan Pengelolaan Lingkungan. LIPI/BPPT/HSF. Cibinong, Bogor Zynda, T. 2007. Phytoremediation, Technical Assistance for Brownfields (TAB) Program, Michigan State University http://cluin.org/PRODUCTS/CITGUIDE/Phyto.htm