PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
Pengantar.
Sudah menjadi tradisi dikalangan para lulusan sesuatu lembaga pendidikan mencoba memelihara tetap terjalinnya hubungan antara satu dengan yang lain dengan membentuk sebuah identitas yang digunakan sebagai tempat untuk berkomunikasi dan sesekali bertemu. Lembaga semacam itu lazim diberi identitas sebagai Paguyuban. Demikian pula para lulusan pendidikan militer, seperti lulusan KMA (Akademi Militer Belanda) Breda, MA (Akademi Militer) Jogya, AMN (Akameni Militer Nasional) Magelang, AKMIL (Akademi Militer) Magelang, Akademi Zeni AD Bandung, ATEKAD (Akademi Teknik AD ) Bandung, AKMIL JURTEK (Akademi Militer Jurusan Teknik) Bandung dan lain-lain. Juga lulusan ATEKAD (Akademi Teknik AD Bandung) lulusan tahun 1960, dimana saya termasuk didalamnya mempunyai wadah komunikasi dan pertemuan atau Paguyuban yang diberi nama PANORAMA LIMA. Nama PANORAMA LIMA tentu ada ceritanya, mengapa nama tersebut dipilih menjadi identitas forum yang menjadi sarana komunikasi dan momen dimana lulusan ATEKAD tahun 1960 tiga bulan sekali bertemu, terakhir bertemu awal Januari 2010, dimana keberadaan website Panorama ini diinformasikan oleh mas Mochtar (yang pernah menjadi Ketua Golkar Bidang ABRI dan Sekretaris Wapres Try Sutrisno).
Pada tahun 1957 dibukalah penerimaan Taruna untuk Akademi Zeni AD Angkatan ke Lima di Bandung. Maka tersebutlah, setelah seleksi berakir, dilapangan Perwira milik Pusat Pendidikan Zeni AD di Bogor, pada 26 Nopember 1957, dilantik 103 calon Taruna Akademi Zeni AD yang berasal dari seluruh Indonesia, saya beruntung termasuk didalamnya dan untuk pertama kali saya bekenalan dan hidup bersama dengan teman-teman yang berasal dari seluruh Nusantara.
Setelah mengalami basic training enam bulan, kami dikirim ke Akademi Zeni AD di Bandung dilantik menjadi Taruna Tingkat Satu, atau Kopral Taruna Akademi Zeni AD Angkatan ke Lima, dengan kampus yang terletak di Jalan Panorama, yang terletak didekat gedung pada saat itu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) , Bumi Siliwangi Bandung. Jadi pada saat itu untuk mencapai kompleks Akademi Zeni AD Bandung, harus melalui Jalan Cipaganti menuju Lembang dan sebelum sampai di Bumi Siliwangi akan bertemu dengan Jalan Panorama menuju kearah Timur, sebuah jalan yang disebelah kiri dan kanan jalan penuh dengan perumahan Perwira dan perumahan penduduk, namun jalan tersebut akan berujung di kompleks Akademi Zeni AD. Yah mirip Jalan Raya Cipayung, Cilangkap, Pondok Gede
1/6
PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
Jakarta, yang begitu panjang dan merupakan fasilitas umum, berujung di Markas Besar TNI Cilangkap.
Meskipun ketika Taruna Akademi Zeni AD Angkatan ke Lima lulus sudah ada perubahan-perubahan nama, yaitu Akademi Zeni Angkatan Darat yang semula berubah menjadi Akademi Teknik AD (ATEKAD), pada menjelang pelantikan Perwira bulan Desember 1960, berubah namanya menjadi Akademi Militer Jurusan Teknik (AKMIL JURTEK) dan berada dalam satu atap dengan Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang, dibawah Pimpinan Kolonel Inf Soerono.
Oleh karena itulah kami para lulusan Akademi Zeni AD Angkatan ke Lima yang sekaligus juga lulusan Akademi Teknik AD (ATEKAD) dan Akademi Militer Jurusan Teknik (AKMIL JURTEK) Angkatan Pertama memilih nama bagi paguyuban kami PANORAMA LIMA. Ketika kami meninggalkan ATEKAD pada tahun 1961, jalan memasuki kompleks ATEKAD sudah dipindahkan dari arah Cipaganti membelok kearah Hegarmanah selanjutnya ke kompleks ATEKAD. Teman-teman mengatakan kata-kata PANORAMA LIMA terdengar lebih lembut dan menyentuh perasaan.
Periode Basic Training.
Latihan dasar pendidikan infanteri atau yang biasa disebut basic training seperti disebut dimuka dilaksanakan di Pusat Pendidikan Zeni AD (PUSDIKZI AD) Bogor dari tanggal 26 Nopember 1957 sampai dengan bulan Mei 1958, yaitu ketika kami dipindahkan ke Akademi Zeni AD di Jalan Panorama Bandung. Kami lama bertahan di PUSDIKZI AD Bogor bukan karena masalah konsep basic training yang istimewa, tetapi karena gedung tempat kami hidup sekitar hampir empat tahun kemudian di Akademi Zeni AD Bandung, baru selesai pembangunannya sekitar April 1958. Kami di PUSDIKZI AD Bogor tinggal digedung-gedung peninggalan pasukan Jepang (mungkin juga peninggalan pasukan Genie Belanda, KNIL) yang besar kokoh dan keker. Berbeda dengan kondisi pada tahun 1968 ketika kami mengikuti Pendidikan SUSLAPA, maka kondisi PUSDIKZI AD Bogor pada tahun 1957 masih boleh dikata prima, khususnya dalam hal kebutuhan air untuk MCK, kami bisa mandi sepuasnya. Pada saat mengikuti SUSLAPA tahun 1968, kebutuhan untuk MCK agak menjadi masalah.
Hawa dingin Bogor, apalagi diwaktu malam, masih memberikan kenangan yang tidak mudah dilupakan, khususnya ketika terompet bangun berbunyi dan dalam suasana dingin kami harus
2/6
PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
senam pagi. Saya agak lupa mungkin kami senam pagi tanpa baju kaos dalam. Sebagai cacatan terompet bangun pagi adalah bunyi terompet yang paling kami benci apalagi kalau ditiup sangat dekat degan gedung dimana kami tidur. Beberapa teman pernah membujuk Tamtama peniup terompet agar mendelay peniupan terompet sekitar lima atau sepuluh menit, agar tidur pagi bisa panjang sedikit, tetapi tidak berhasil, karena bisa mengganggu seluruh jadwal pagi, para tamtama peniup terompet hanya tersenyum saja, mereka masih melihat kita sebagai anak-anak lulusan SMA.
Daerah latihan yang mengesankan dan mengenangkan adalah tentu jalan-jalan raya didalam kota Bogor, ketika latihan terjun kendaraan (truck jumping) dilakukan, karena dilihat banyak orang meskipun sangat ngeri kami mencoba melaksanakannya dengan baik. Ingat-ingat waktu itu berat badan masih sekitar lima puluh kilo dan usia masih sekitar 20 tahun, sehingga komando yang diteriakkan instruktur untuk meloncat masih bisa direspond dengan baik, paling tidak tidak pernah ada laporan keseleo atau luka-luka. Tetapi sebelum diterjunkan dijalan, para instruktur PUSDIKZI juga bijaksana, kami di drill dulu dilapangan Sareal Bogor.
Tempat latihan kedua yang mengesankan dan mengenangkan tentu kawasan kuburan Tionghoa yang terletak diantara Rancamaya (sekarang lapangan golf) dengan Batutulis. Beberapa waktu yang lalu (akhir 2009) saya menghadiri pemakaman keluarga seorang teman orang Tionghoa disalah satu daerah pemakaman Tionghoa yang luas tersebut, masih terasa seram, padahal jumlah penduduk yang lalu lalang sudah sangat ramai. Bayangkan situasi di daerah itu pada tahun 1957, setelah jam empat sore suasana sudah sunyi senyap, suara belalang dan kupupun tidak terdengar. PUSDIKZI menyelenggarakan latihan Perajurit malam melalui makam Tionghoa tersebut. Untung semua berjalan lancar, tetapi tetap ngeri juga sekarang kalau membayangkan kembali situasi pada saat itu, untung pada saat itu cerita-cerita horor belum banyak beredar. Tentu banyak peristiwa-peristiwa lain yang juga mengesankan telah dialami oleh teman-teman yang jumlahnya saat itu sekitar 103 orang. Namun sejauh pengamatan saya tidak ada diantara teman-teman yang dikemudian hari menyunting gadis Bogor, kalau mojang Priangan dari kota Bandung banyak. Beberapa teman nampaknya tidak cocok dengan kehidupan militer sehingga mengundurkan diri setelah basic training selesai, sehingga ketika berada di Bandung seingat saya jumlahnya tidak sebanyak itu lagi.
Periode Akademik, OJT di Sumatera Barat.
Inti pendidikan di Akademi Zeni AD Bandung menurut kesan saya adalah pertama-tama memantapan jiwa, watak dan kepribadian serta perilaku sebagai Perwira TNI yang bagaimanapun adalah sebuah elit pimpinan dengan jiwa Sapta Marganya, termasuk pelajaran
3/6
PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
berdansa sebagai alat pergaulan dan etiket makan atau table manner (makan resmi). Kemudian pendidikan diarahkan mendidik kami sebagai seorang teknikus, seorang pemikir, perencana sekaligus pemimpin sejumlah Perajurit di lapangan, yang mumpuni. Waktu itu sepertinya belum pernah dihembuskan idola-idola sebagai DAN YON, DAN BRIG, DAN REM dan PANGDAM atau jabatan yang tinggi lainnya. Kami masih sering dibuat pessimis, dengan warning jangan bicara muluk-muluk sebab setelah lulus dan dilantik sebagai Perwira kita masih akan diuji apakah mampu menjadi “qualified platoon leader dan sebagai potential company commander”. Inti-inti pendidikan tersebut meskipun merupakan konsepsi umum pendidikan Perwira TNI yang kapanpun akan tetap begitu bunyinya, bahkan ditambah berbagai macam kualitas sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya umat manusia sendiri, tetapi bukan sesuatu yang mudah. Dengan modal intelektualisme dan disiplin kita benar-benar belajar dan berlatih sehingga mencapai sasaran akhir pendidikan: dilantik sebagai Letnan Dua TNI dari berbagai jurusan.
Apa yang saya catat adalah meskipun ada beberapa teman yang mengundurkan diri sehabis mengikuti basic training, karena merasa tidak cocok dengan kehidupan militer, tetapi justeru kami yang melanjutkan di Akademi Zeni AD Bandung sangat terangsang jiwa dan semangat kami pada umumnya kepada kehidupan militer, sehingga hasrat memilih kecabangan Zeni tempur lebih menonjol, dibanding misalnya tugas difungsi Zeni bangunan. Kesempatan dapat ditunjuk ikut latihan PARA atau latihan amphibie menjadi issue yang menarik. Apakah sistuasi tersebut karena mata kuliah Matematika Tingkat Tinggi, ilmu Mekanika Praktek, Ilmu Gaya/Diagram Kremona, Konstruksi Baja/Las lumer, Konstruksi Beton Bertulang. dan Ilmu Bangunan, Jembatan Improvisasi, Konstruksi Jalan dan Lapangan Terbang, Bangunan Air dan last but not least juga Jembatan Bailey, meskipun membuat jembatan berdasar tabel, tetapi hitungan-hitungan tetap mendominasi prosesnya. Penguasaan mengenai hal-hal itulah nampaknya seseorang Taruna akan dapat atau tidaknya ditetapkan sebagai seorang teknikus militer. Kualifikasi ini memang kelihatannya cukup sulit dikuasai apabila jam belajar hanya sampai jam 22.00 ketika Piket berkeliling dan memerintahkan lampu kamar dimatikan. Entahlah, tetapi kenyataan kami terpaksa mohon ijin khusus wayangan (belajar sampai malam) apabila akan ada ujian. Untung diantara kami ada tokoh seperti Mas Wahyudi yang begitu menguasai masalah-masalah yang perlu kecerdasan atau otak encer tersebut, sehingga mas Wahyudi dapat berfungsi memberikan asistensi apabila minggu tenang untuk menghadpi ujian telah tiba. Mas Wahyudi sendiri berhasil melanjutkan ke ITB dan memperoleh gelar Insinyur Sipil. Sekarang saya dengar mas Wahyudi menjadi seorang konsultan yang sangat sibuk dari sebuah Perusahaan Pembangunan Jalan, sehingga karena sibuknya jarang berkesempatan hadir apabila ada acara kumpul-kumpul dalam rangka kegiatan paguyuban. Berbagai mata kuliah seperti saya sebut merupakan Mata Kuliah Pokok yang mematikan, artinya kalau nilainya dibawah nilai minimal (“on voldunde” kata Pewira lulusan KMA Breda), bisa tidak lulus. Dengan sistem open book-pun belum tentu satu soal bisa selesai pada waktunya. Barangkali beruntung Taruna masa kini, dimana sudah ada kalkulator, pada tahun lima puluhan, hitungan masih harus diselesaikan dengan, mistar hitung (regen linial)
4/6
PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
Suasana tentang adanya hasrat yang menyenangi tugas-tugas tempur yang sedemikian mengebu-gebu dikalangan para Taruna Akademi Zeni AD nampaknya terdengar dan sampai kepada Brigadir Jenderal TNI GPH Djatkusumo, waktu itu Direktur Zeni AD sehingga entah bagaimana proses pembahasannya ditingkat Mabes TNI AD, tetapi Batalyon Korps Taruna Akademi Zeni AD mendapat kesempatan untuk ber OJT (On the Job Training) ke Sumatera Barat, yang pada saat itu (1959) masih berada dalam status Daerah Operasi Tempur. Batalyon Korps Taruna Akademi Zeni AD yang berjumlah kalau tidak salah sekitar 250 orang ditugaskan ke daerah operasi militer di Sumatera Barat selama tiga bulan, ditugaskan didaerah RTP (Resimen Team Pertempuran) III Solok. Agar sesuai dengan ciri kecabangan yang menjadi jurusan pendidikan Taruna Akademi Zeni AD, Batalyon Korps Taruma Akademi Zeni AD mendapat Tugas Pokok untuk memulihkan lagi transportasi kereta api dari Solok sampai ke Batutabal, sebuah desa diperbatasan Kabupaten Solok-Padangpanjang yang termasuk daerah RTP (Resimen Team Pertempuran) II Bukit Tinggi. Analisa terhadap Tugas Pokok menyimpulkan Batalyon Taruna harus mengamankan daerah sepanjang Solok-Batutabal dengan melakukan tugas-tugas sebagai pasukan infanteri, memasang kembali rel kereta api yang rusak akibat situasi gangguan keamanan yang terjadi dan melakukan kegiatan-kegiatan teritorial yang memungkinkan rakyat disekitar daerah tersebut paham dan bahkan membantu pemasangan kembali rel kereta api dan rakyat/penduduk terdorong serta terstimulasi untuk menggunakan kembali kereta api yang mensejajari pantai danau Singkarak sebagai alat angkut. Apabila kita memperhatikan gambar kereta api turis Semarang-Ambarawa yang masih ada dewasa ini, maka begitu itulah kira-kira wujud kereta api Solok - Batutabal pada saat itu (1959). Alhasil ketika tugas berakhir dan Batalyon Taruna harus kembali ke Bandung kehidupan pasar disepanjang jalur jalan kereta api Solok-Batutabal sudah mulai berfungsi lagi, paling tidak sayur mayur, berbagai keperluan dapur dan lemang tapai sudah dengan tanpa rasa takut dijual belikan oleh Ibu-ibu dan Uni-uni nan rancak. Sementara itu selama kami tiga bulan berada disekitar danau Singkarak yang indah tersebut, tidak pernah terjadi pertempuran yang berarti, paling-paling adalah tembakan dari jarak jauh yang segera berhenti, yang nampaknya sekedar mengganggu, tetapi telah melatih para Taruna terampil melaksanakan prinsip-prinsip didaerah pertempuran, yaitu waspada dan dengan cekatan mengambil posisi tempur apabila situasi berbahaya terjadi.
Bagi kami On the Job Training di Sumatera Barat pada tahun tersebut (1959) adalah salah satu dari kenangan dan kesan yang indah dan tidak mungkin kami lupakan, sebagai bentuk latihan yang mencakup banyak pelajaran dalam masa-masa akademi yang berlangsung sekitar empat tahun di kota Bogor dan Bandung dari tahun 1957 sampai dengan tahun 1961. Saya satu perasaan dengan Mayjen TNI Darwanto (Akademi Zeni AD lulus tahun 1959, sudah alm), yang waktu itu masih berpangkat Sersan Mayor Taruna ditunjuk sebagai DAN TON Taruna, sehabis melakukan patroli dan berdiri ditepi pantai danau Singakarak di desa Singkarak memandang keindahan danau Singkarak, mas Darwanto mengatakan “ Pada suatu saat nanti kita akan kembali lagi kesini sebagai turis”.
Kenangan lain yang tidak dapat dilupakan adalah tentu ketika kami dilantik sebagai Letda TNI
5/6
PANORAMA LIMA Written by SUDIBYO Tuesday, 02 February 2010 22:11 - Last Updated Tuesday, 02 February 2010 22:25
AD pada 20 Desember 1960, bersama Taruna AMN Magelang Angkatan Pertama setelah dibuka kembali tahun 1957. Diantara lulusan Taruna AMN Magelang tersebut adalah Letda Inf Soegiarto (sudah alm), yang kemudian pada tahun 1978 dengan pangkat Brigjen TNI menjadi Pangdan XIV/Hasanuddin Ujung Pandang (Makasar) dimana saya menjadi salah seorang Stafnya, sebagai AS INTEL KAS KODAM XIV/Hasanuddin dan ketemu lagi di Mabes ABRI, beliau menjabat sebagai AS PERS ABRI dan saya bertugas di BAIS ABRI. Mayjen Soegiarto, terakhir berpangkat Letjen TNI, adalah lulusan AMN angkatan pertama setelah dibuka kembali tahun 1957 yang pertama meraih pangkat Kolonel, setelah berhasil mempimpin pendaratan dari udara (LINUD) atas kota Baucao di Timot Timur pada 5 Desember 1975.
Periode Pengabdian dan Purna Tugas.
Ketika kami lulus Letda TNI AD dan melanjutkan pemantapan kecabangan Zeni sampai Desember 1961 dan meninggalkan ATEKAD yang sudah berganti nama menjadi AKMIL JURTEK, kami membuat Buku Kenangan yang berisi tulisan-tulisan mengenai pengalaman kami yang lucu-lucu selama mengikuti pendidikan di Akademi Zeni AD yang kemudian berganti nama menjadi ATEKAD dan berubah lagi menjadi AKMIL JURTEK. Buku tersebut kalau masih ada tentu sudah berusia lebih dari 40 tahun, sehingga hampir pasti sulit diketemukan kembali. Seperti juga teman-teman para Perwira lulusan AMN, AKMIL JURTEK dan AKMIL setelah lulus telah mengabdikan diri kepada ABRI, TNI bahkan Pemerintahan Sipil pada berbagai pengabdian. Saya yakin belum seluruhnya telah menulis pengalaman dan kesan-kesan pengabdian tersebut baik sebagai buku maupun sebagai tulisan-tulisan yang bersifat parsial. Mudah-2an dalam kesempatan yang akan datang website Panorama ini dapat menjadi tempat bagi teman-teman menuliskan pengalamannya, lebih-lebih pada saat periode Purna Tugas tentu kita tidak terlalu sibuk dibanding ketika kita masih aktif, sehingga banyak peluang untuk menulis. Website Panorama menunjukkan cukup mempunyai daya tarik, sampai tanggal 2 Februari 2010 sudah dikunjungi lebih dari 4 ribu orang. Kenyataan ini tentu penting untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saya gembira dengan adanya website Panorama ini, sebuah temuan dan aplikasi teknologi yang mendekatkan umat manusia yang hidup ditempat yang berjauhan sekalipun.
Sekian.
Jakarta, 2 Februari 2010.
6/6