Working Paper Series No. Bulan 20..
Upaya Peningkatan Cakupan Kualitas Air Minum Berbasis Masyarakat: Studi Kasus Di Dusun Sekip Desa Lalang Kecamatan Manggar Leo Ardiansyah, Mubasysyir Hasanbasri, Retna Siwi Padmawati Abstract Background: Quality of water at District of Belitung Timur generally does not meet the requirement for use as drinking water. Some of water sources are polluted by mining waste or contain metal dissolved in water that is above the level allowed for drinking water that can cause various diseases. Meanwhile the community living in villages or islands cannot get access to local water company. Efforts to manage drinking water facility are made in order that stakeholders can participate and build partnership so that the program is not just a project without sustainability and the community can participate to build a healthy city. Objective: To identify the process of partnership, support and intersectoral cooperation in building community participation in the utilization and maintenance of drinking water processing facility at Sekip. Method: The study was qualitative that used descriptive case study design. Informen of the study were chosen purposively. Data were obtained through indepth interview, observation, document study and secondary data analysis. Result: Drinking water processing facility was not maintained and utilized by the community. Forums from district to village level had not functioned as facilitators, because the concept of program development was based on top down so that there was minimum participation from the community. The role of each sector was unclear due to lack of understanding of stakeholders outside health sector about their role in the program of healthy city. Intersectoral cooperation had not been established. The process of partnership and empowerment was still limited in the development of drinking water processing facility, not on its management both form the government and the private sector. Conclusion: Community participation in the utilization and maintenance of drinking water processing facility would be realized it the role and cooperation of stakeholders functioned synergically and the process of partnership in empowerment for the program healthy Belitung Timur District was well done. Keywords: healthy city, community participation, partnership, drinking water
PENDAHULUAN Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh sebab itu kesehatan baik individu, kelompok maupun masyarakat merupakan aset yang harus dijaga, dilindungi bahkan ditingkatkan. Perhatian untuk meningkatkan derajat kesehatan baik di kota maupun wilayah pedesaan merupakan prioritas. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pertumbuhan penduduk menunjukkan lonjakan yang cukup tinggi, sementara kualitas lingkungan permukiman cenderung menurun. Kabupaten Belitung Timur merupakan daerah dengan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi sekitar 1,0%-1,1%, sementara kualitas lingkungan sekitar cenderung menurun atau rusak akibat eksplorasi pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta dan masyarakat itu sendiri yang dilakukan di dekat permukiman penduduk, hutan lindung, sarana umum dan sumber air baku. Pengelolaan limbah pertambangan yang asal dan tidak memperhatikan lingkungan turut mengurangi sumber, 1
Working Paper Series No. Bulan 20..
cadangan dan volume air bersih yang tersedia. Air menjadi tidak layak dikonsumsi karena tingkat keasaman (pH) rendah dan mengandung logam berat1. Permasalahan kesehatan yang harus mendapat perhatian serta prioritas di Kabupaten Belitung Timur adalah menyangkut kebutuhan pokok manusia yaitu dalam hal penyediaan air minum karena sebagian besar air permukaan (danau, sungai) sebagai sumber air baku dan air tanah di Kabupaten Belitung Timur tidak memenuhi persyaratan untuk diminum dikarenakan air tercemar oleh limbah tambang, banyak mengandung logam berat antara lain timbal, tembaga, seng dan besi. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan. Beberapa penyakit yang sudah tampak dan diduga akibat dari paparan zat radioaktif yang terkandung dalam limbah pertambangan timah, antara lain terjadinya kasus gastro schizist (bayi lahir dengan usus terburai) sebanyak 6 kasus di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Angka normal perbandingan bayi yang lahir dengan gastro schizist adalah 1 banding 200.000 kelahiran, sedangkan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung perbandingannya adalah 5 banding 200.000 kelahiran1. Penyakit lainnya yaitu terjadinya kerusakan gigi pada sebagian besar masyarakat. Air yang dipergunakan sehari-hari mempunyai nilai keasaman rata-rata dibawah 6 serta kadar fluor dalam air hanya 0,24 ppm di bawah batas normal sebesar 1 ppm. Penyakit gigi dan mulut saat ini mendapat urutan ke lima dalam urutan sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten Belitung Timur2. Kemudian dalam prevalensi pengalaman kasus karies gigi saat ini Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan peringkat tertinggi secara nasional yaitu sebesar 86,6%3. Sementara itu perusahaan daerah yang mengelola air minum hanya dapat melayani penduduk yang tinggal di perkotaan dan dengan kapasitas air yang sangat terbatas. Jumlah rumah tangga yang dapat terlayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebanyak 1.867 dari sekitar 29.806 rumah tangga yang ada di Kabupaten Belitung Timur atau hanya sekitar 6,26%4, masih jauh di bawah target indikator Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar 85%. Penduduk yang bermukim di pinggir kota atau pedesaan serta pulau-pulau masih belum dapat terlayani. Dengan kondisi tersebut pemerintah daerah Kabupaten Belitung Timur berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara memudahkan akses masyarakat terhadap air minum melalui kegiatan penyediaan sistem pengolahan air minum pedesaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat salah satunya di Dusun Sekip Desa Lalang Kecamatan Manggar yang pengelolaan diserahkan kepada masyarakat. Program ini sudah dilaksanakan sejak tiga tahun yang lalu, tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi untuk menilai cakupan dan efektifitas program. Evaluasi dalam hal ini mengenai tingkat pemanfaatan dan pemeliharaan sarana oleh masyarakat serta keterlibatan pemerintah dan swasta dalam program peningkatan cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan berbasis masyarakat. Pembangunan sarana di atas diharapkan mampu membantu mengurangi permasalahan kesehatan yang timbul di masyarakat, serta dalam rangka mewujudkan Kabupaten Belitung Timur sebagai Kabupaten Sehat pada umumnya dan Dusun Sekip sebagai kawasan permukiman, sarana dan prasarana sehat. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif rancangan studi kasus deskriptif. Studi kasus mempelajari pertanyaan penelitian yang menanyakan bagaimana dan mengapa5. Penelitian studi kasus deskriptip menyajikan deskripsi lengkap dari suatu fenomena yang diamati dalam konteks nyata. Lokasi penelitian di Dusun Sekip Desa lalang Kecamatan manggar sedangkan 2
Working Paper Series No. Bulan 20..
unit analisis dalam penelitian ini adalah sarana pengolahan air minum dan sumber daya manusia yang terkait dalam pengelolaan sarana ini. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Program Penyediaan Air Minum Pedesaan Tahun 2006 dilakukan pembangunan sarana pengolahan air minum dengan menggunakan teknologi reverse osmosis di 3 lokasi yaitu di Desa Gantung, Dusun Sekip dan Dusun Gusong Cine. Pembangunan ini dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum sebagai leading sector melalui kegiatan penyediaan air minum pedesaan dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK). Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana, pembelian alat serta gallon air di Dusun Sekip sebesar Rp. 819.873.000,-. Alat-alat yang digunakan sudah sangat canggih karena sudah menggunakan sistem penyaringan reverse osmosis. Sarana pengolahan air minum ini memanfaatkan air baku (raw water) dari kolong (danau) Nek Tinik dengan luas 2 Ha menjadi air minum dengan kapasitas produksi per hari sampai dengan 48.000 liter atau sekitar 2.400 gallon. 2. Karakteristik Informan Informan pada penelitian ini berjumlah 12 orang yang dilihat dari usia, pendidikan dan pekerjaan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari para stakeholder yang merupakan para pembuat dan pendukung kebijakan program kabupaten sehat serta masyarakat sekitar pabrik air minum. 3. Pemanfaatan Dan Pemeliharaan Sarana Pengolahan Air Minum Oleh Masyarakat Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Minum Tingkat pemanfaatan dan pemeliharaan sarana air minum oleh masyarakat memberikan gambaran tentang keberhasilan atau kegagalan dari suatu program pembangunan sarana pelayanan publik. Hal tersebut perlu mendapat perhatian untuk mengukur tingkat efektifitas dan memecahkan permasalahan yang muncul dalam proses pengelolaannya a. Pemanfaatan sarana air minum Sarana pengolahan air minum di sekitar permukiman warga sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang mempunyai keterbatasan dalam akses terhadap air bersih dan sumber daya air dan mereka yang tidak dapat terlayani oleh PDAM. Sarana pengolahan air minum ini diserahterimakan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa untuk dapat dikelola dengan melibatkan masyarakat atau berbasis masyarakat. Masyarakat memanfaatkan sarana tersebut karena mereka sudah yakin kalau air minum yang dihasilkan oleh pabrik sudah memenuhi syarat kesehatan. “..airnya sama bersihnya dengan air gallon yang biasa saya beli di tempat lain....” (masyarakat pengguna 2, 2 Oktober 2009, 16.35 WIB) Tetapi ada sebagian masyarakat yang masih belum yakin kalau air minum yang dihasilkan oleh pabrik telah memenuhi syarat kesehatan. “ ..kurang yakin karena air kolong tersebut kurang layak sebagai air minum karena airnya agak kuning “ (masyarakat bukan pengguna 2, 31 Oktober 2009,16.00 WIB) Dalam pengelolaannya pengurus pabrik air minum melakukan penetapan dan penentuan tarif harga air minum berdasarkan jenis layanan yang diberikan. Uang yang didapat dari hasil 3
Working Paper Series No. Bulan 20..
penjualan air minum dipergunakan pengurus untuk dapat menutupi biaya operasional, pemeliharaan pabrik dan membayar upah karyawan setiap bulannya.
Tabel 1. Tarif air minum Jenis Layanan
Harga Air Minum per Gallon (Rp.) Pengisian langsung di pabrik 2.000 Layanan antar ke rumah 2.500 (Sumber : Wawancara informan, Oktober 2009) Tarif ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga air minum isi ulang di pasaran. Harga rata-rata air minum isi ulang di Kabupaten Belitung Timur berkisar pada harga Rp. 2.500 sampai dengan Rp. 3.000 tanpa pelayanan antar ke tempat. “ Kalau harganya lumayan murah lah di banding harga depot air minum yang biasa saya gunakan..” (informan 10, 3 november 2009, 14.15 WIB) Hal ini disebabkan karena pabrik tidak terlalu berorientasi pada profit tetapi lebih mengutamakan pada aspek operasional. Namun timbul permasalahan dalam pengelolaannya karena hanya sedikit warga masyarakat yang memanfaatkan air minum dari pabrik, yaitu hanya sekitar 2 sampai 3 gallon dalam sehari, jadi dalam sebulan hanya sekitar kurang lebih 80 gallon yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. “ Saat ini setiap hari paling hanya 2 sampai 3 orang saja warga sekitar yang menggunakan air dari pabrik..”(informan 5, 30 Oktober 2009, 09.10 WIB) “ Kalau sebulan kira-kira kami menggunakan 7 sampai 8 gallon dengan biaya kurang lebih Rp. 25.000,-“ (informan 10, 3 november 2009, 14.15 WIB) Karena tidak adanya dokumen pendukung tentang hasil penjualan maka diasumsikan dalam sebulan satu kepala keluarga mengkonsumsi 8 gallon air, jadi jika di Dusun Sekip ada 217 kepala keluarga maka gallon air yang digunakan dalam sebulan sebanyak 1.736 gallon dan sebanyak 10.536 gallon air untuk wilayah Desa Lalang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.317. Jadi masyarakat yang memanfaatkan air minum dari sarana ini hanya sekitar 4,6% untuk cakupan Dusun Sekip dan 0,76% untuk cakupan Desa Lalang. Kurangnya pemanfaatan tersebut menurut informan antara lain disebabkan kondisi danau yang dipergunakan sebagai sumber air baku kotor dengan tumbuhan yang menutupi permukaan air, dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi dan mencuci sehingga air danau rawan pencemaran. “..kondisi lingkungan yang kurang bersih, lokasinya terbuka dan digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi dan mencuci pakaian selain itu banyak juga tanaman eceng gondok..”(stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB)
4
Working Paper Series No. Bulan 20..
“..kami sudah tahu asal usulnya jadi tidak yakin dengan air minumnya sebab air danau untuk air minumnya kotor “ (masyarakat bukan pengguna 1, 30 Oktober 2009, 16.00 WIB) Selain itu mereka tidak memanfaatkan sarana ini juga dikarenakan adanya pengaruh keputusan dari wanita sebagai ibu rumah tangga serta kebiasaan perilaku secara turun temurun. “..sebab istri saya tidak mau alasannya karena air danau tersebut digunakan warga untuk mandi dan mencuci..” (masyarakat bukan pengguna 3, 3 november 2009, 14.15 WIB) “..saya sudah terbiasa mengambil air di sumur mat yasi dari dulu dari belum kawin sampai sekarang sudah punya cucu 3..” (masyarakat bukan pengguna 5, 7 november 2009, 10.00 WIB) Untuk masyarakat sekitar pabrik sudah diberikan harga khusus yaitu sebesar Rp. 1.500 untuk pengisian isi ulang di tempat dan Rp. 2.000 dengan layanan antar ke rumah. Namun masyarakat masih tidak mau memanfaatkannya, sehingga penjualan lebih banyak kepada konsumen di luar desa bahkan di luar kecamatan yang tidak melihat langsung kondisi pabrik dan danau sebagai sumber air baku. “..dimanfaatkan oleh masyarakat yang agak jauh dari tempat tersebut yang tidak melihat langsung kondisi air baku yang digunakan sebagai air minum..” (stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB) Selain itu tidak ada usaha penyuluhan dan pembinaan kepada warga masyarakat tentang Informasi bahwa air minum dari pabrik tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan dan aman untuk dikonsumsi sebagai air minum, dibandingkan dengan mereka menggunakan air sumur untuk dikonsumsi sebagai air minum yang belum tentu memenuhi syarat kesehatan. b. Pemeliharaan sarana air minum Pemeliharaan dan pengelolaan sarana ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desa. Pengelolaan ini meliputi seluruh aspek manajemen pabrik termasuk pembiayaan (financing) dan pemasaran produk (marketing). Pemeliharaan dapat terwujud dengan baik bilamana pemakai sarana mau dan mampu melaksanakan perawatan dan perbaikan. Untuk mempermudah proses pemeliharaan dan perbaikan, mekanismenya dilakukan melalui suatu bentuk organisasi (kelembagaan) pemeliharaan dan perbaikan sarana dengan uraian tugas dan tanggungjawab yang jelas. Pengelolaan pabrik diharapkan peran dari warga sehingga dalam kepengurusannya melibatkan individu dari beberapa dusun supaya seluruh warga ikut serta memelihara sarana ini dengan baik. “..mereka itu wakil dari beberapa dusun yang ada dan ada pula warga sekitar pabrik yang bekerja di situ..” (stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB). Tetapi dalam proses pemilihan kepengurusan, masyarakat tidak dilibatkan secara demokratis. “..Saya rasa tidak karena kita tidak pernah berkumpul untuk membahas masalah itu..” (masyarakat bukan pengguna 4, 7 november 2009, 9.45 WIB)
5
Working Paper Series No. Bulan 20..
“ Itu urusan kepala desa.. kepala desa lah yang memilih mereka..” (masyarakat pengguna 2, 2 Oktober 2009, 16.35 WIB) Keinginan warga untuk turut serta memelihara sarana air minum dengan gerakan gotong royong belum terlihat, hal ini karena kurangnya rasa memiliki terhadap program dan tidak adanya pemimpin yang dapat menggerakan masa untuk bergotong royong. “..Kami tidak menggunakan air dari pabrik itu jadi kami tidak perlu memeliharanya dan itu kan sudah ada pengurusnya jadi merekalah yang bertanggungjawab untuk itu..” (masyarakat bukan pengguna 3, 3 november 2009, 14.15 WIB) “..kalau untuk pemeliharaan sudah ada pengurus tapi kalaupun diminta saya pasti siap membantu..” (masyarakat pengguna 1, 2 november 2009, 09.45 WIB) Pemeriksaaan terhadap kualitas air minum yang dihasilkan pada laboratorium kesehatan menunjukkan bahwa air minum tersebut memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan tersebut hanya dilakukan pada saat pertama kali pabrik akan beroperasi pada tahun 2007 sedangkan untuk pemeriksaan rutin tidak dapat dilakukan menginggat keterbatasan dana. 4. Peran Dankerjasama Intersektoral Dalam Upaya Pengelolaan Sarana Pengolahan Air Minum Dalam pengelolaan sarana air minum ini peran dan kerjasama intersektoral dirasakan sangat kurang karena tidak ada sektor yang saling bekerjasama baik dalam proses perencanaan, pembangunan, pembinaan, pengawasan serta evaluasi pengelolaannya dan ego sektor dirasakan masih sangat dominan. ..begitu juga dengan instansi lain dalam program mereka kita juga tidak dilibatkan padahal menyangkut urusan kesehatan Seharusnya kan kita mesti dilibatkan karena secara teknis kesehatan kita yang lebih paham..”(Stakeholder 1, 14 Oktober 2009, 10.30 WIB) Dalam pengelolaannya tidak ada sektor dalam hal ini satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mendampingi dan mendukung sehingga pengelolaannya berjalan seadanya sesuai kemampuan dari pengurus tanpa ada peningkatan dan inovasi ke arah yang lebih baik. “..selama ini kita berusaha sendiri untuk survive dalam menutupi biaya operasional dengan penjualan yang sangat terbatas..” (pengelola, 30 Oktober 2009, 09.10 WIB) Pengawasan kualitas air minum pun pegawai hanya mengikuti petunjuk pada buku petunjuk pengoperasian alat. Tidak ada tenaga ahli yang membina serta mendampingi. Dalam hal pemasarannya inisiatif pengurus cukup baik dengan cara mencari konsumen sampai keluar desa bahkan kecamatan demi untuk keberlangsungan pabrik. Dalam pembangunan sarana ini pun tidak melibatkan aspirasi masyarakat secara langsung baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya, sehingga wajar jika masyarakat kurang memanfaatkan dan tidak mempunyai rasa memiliki terhadap sarana tersebut. “..Pembangunannya langsung ditempatkan di danau tersebut karena desa mana saya lupa yang seharusnya menerima program ini tidak siap makanya dialihkan ke lokasi tersebut..” (stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB)
6
Working Paper Series No. Bulan 20..
Aspirasi Masyarakat Dinas Pekerjaan Umum Badan lingkungan Hidup Dinas Pertambangan Kantor Pemberdayaan masyarakat
Sarana Pengolahan Air Minum
Dinas Kesehatan Dinas Pertanian dan Kehutanan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
= Hubungan yang berjalan Gambar 1. Hubungan Stakeholder dalam pengelolaan sarana air minum Keterlibatan stakeholder selama ini hanya melalui pendekatan top down. Masyarakat masih saja menganggap bahwa program ini dibuat dan dipersiapkan oleh pemerintah dan masyarakat tinggal menjalani perintah tersebut dan tidak sedikit yang tidak mendukungnya dan menghambat warga untuk berpartisipasi. “..program ini diluar pengusulan kita dalam musrenbang..” (stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB). Kendala-kendala yang dihadapi satuan kerja perangkat daerah dalam melakukan tugas dan fungsiny antara lain masalah anggaran, SDM dan kesadaran dari masarakat untuk hidup sehat masih kurang. “ Anggaran kami yang terbatas karena dalam pemeriksaan kualitas air sampel masih harus di kirim ke luar daerah dan memakan waktu yang lama..Selain itu kita juga masih terbatas dalam SDM yang dapat kita turunkan ke lapangan untuk membina masyarakat. dan kesadaran dari masyarakat untuk hidup sehat pun masih kurang.. sehingga memerlukan waktu untuk merubahnya “ (Stakholder 1, 14 Oktober 2009, 10.30 WIB) “ waktu kita agak terbatas untuk turun ke masyarakat karena masing-masing pegawai saat ini sedang turun kelapangan mengawasi kegiatan proyek “ (Stakeholder 2, 22 Oktober 2009, 09.30 WIB) 5. Proses Kemitraan Dalam Pengelolaan Sarana Pengolahan Air Minum Dalam pengelolaan sarana air minum ini kemitraan terjadi hanya sebatas pembangunan sarana saja oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum kepada masyarakat. Untuk selanjutnya tidak ada satu pun pihak yang mendampingi dalam pengelolaannya maupun yang melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat. “..kita yang mengurusi sendiri sarana pengolahan air minum yang diserahkan ke pihak desa..” (stakeholder 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB) 7
Working Paper Series No. Bulan 20..
Hal ini menyebabkan pabrik air minum ini tidak mengalami kemajuan bahkan cenderung menurun, seiring dengan bertambahnya jumlah usaha depot air minum isi ulang di sekitar permukiman warga. Peran dari dinas terkait masih kurang bahkan dapat dikatakan tidak ada baik terhadap sarana tersebut maupun terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar. Selain itu selama ini kontribusi elemen swasta melalui dana CSR (Corporate Social responsibility) terhadap pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan dirasakan masih kurang. “..tidak pernah ada dinas terkait yang membantu dalam pengelolaannya apalagi perusahaan-perusahaan swasta..“ (responden 3,26 Oktober 2009,10.00 WIB) Dalam kaitannya dengan program kabupaten sehat itu sendiri, forum-forum yang sudah terbentuk kurang begitu berperan. Forum sendiri belum mempunyai visi dan program kerja yang jelas, tepat serta prioritas dalam mewujudkan Kabupaten sehat. “..kegiatan forum belum berjalan.. baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan jadi saya tidak tahu program apa saja yang akan dilaksanakan..” (Responden 4, 26 oktober 2009, 11.00 WIB) PEMBAHASAN 1. Pembangunan Dan Penguatan Inisiatif Lokal Dalam Pengelolaan Sarana Pengolahan Air Minum Pembanguna dan penguatan inisiatif lokal merupakan hal yang penting dan krusial dalam suatu pelaksanaan program pembangunan, untuk keberlanjutan program dan tidak menyebabkan program menjadi stagnasi setelah proyek selesai dilaksanakan. Beberapa pendekatan atau metode yang dapat dipergunakan dalam rangka untuk membangun dan menguatkan inisiatif serta kearifan lokal dalam hal pengelolaan sarana air minum adalah : a. Pendekatan bottom up dalam setiap program pembangunan Manfaat yang diharapkan dengan adanya sarana pengolahan air minum tersebut supaya masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan air minum dengan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan. Kemudian dapat dengan mudah dijangkau karena berada di sekitar permukiman warga dengan harga yang murah. Kebijakan pembangunan pemerintah perlu mengalami reformasi dari kebijakan yang mengarah pada konsep pembangunan dari konsep top down ke arah konsep bottom up. Datangnya ide dan perencanaan pembangunan hendaknya dilakukan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan aspek-aspek lokal yang bersifat kasuistik6. Prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam pembangunan sarana air minum mempunyai sasaran akhir masyarakat yang berkemampuan mengoperasikan, memelihara, mengelola, dan mengembangkan prasarana dan sarana yang telah dibangun. Untuk itu, pembangunan sarana air minum harus lebih terbuka, transparan, serta memberikan peluang kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan. Penerapan konsep pembangunan top down ini tidak aspiratif dan dianggap tidak bijaksana terhadap permasalahan yang dihadapi, kurang mampu memancing inovasi, pemanfaatan potensi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai penerima program pembangunan. Sehingga menimbulkan dampak pada tingginya tingkat kegagalan pada berbagai program yang dilaksanakan. Sebagian besar strategi pembangunan gagal karena strategi tersebut tidak melibatkan masyarakat7. Oleh karena itu maka perlu dipikirkan secara mendesak untuk merumuskan kembali konsep pembangunan yang berpihak kepada golongan kecil dan mengakar 8
Working Paper Series No. Bulan 20..
pada masyarakat di bawah melalui pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dengan bottom up planning, yang aspiratif dan apresiatif dengan melibatkan mereka pada proses pembangunan secara menyeluruh. Meskipun demikian penerapan kedua pendekatan tersebut tidak dapat di pisahkan secara menyeluruh karena dalam pendekatan bottom up masih dirasakan pengaruh top down meskipun relatif kecil. Demikian sebaliknya dalam perencanaan top down, harus tetap memperhatikan aspirasi masyarakat bawah. Kunci sukses dalam pengembangan partnership di tingkat kampung adalah penggabungan pendekatan bottom up dan top down8. b. Pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar lokasi program Pemanfaatan dan pemeliharaan sarana pengolahan air minum saat ini masih kurang sehingga memerlukan pihak lain untuk ikut serta merubah kondisi ini. Hal ini sangat penting mengingat masing-masing pihak mempunyai keterbatasan baik dalam hal ide, tenaga, dana dan material sehingga pemberdayaan sangat diperlukan dengan mempertimbangkan ke dua pendekatan tadi. Proses pemberdayaan bisa dilakukan melalui individu maupun kelompok, namun pemberdayaan melalui kelompok mempunyai keunggulan yang lebih baik9. Mereka dapat saling memberikan masukan satu sama lainnya, untuk memecahkan masalah yang dihadapinya tidak hanya sebatas ekonomi saja tetapi juga secara politis dan berkesinambungan. Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui media massa lokal misalnya koran dan radio serta stasiun televisi lokal. Radio Mara dapat menjadi media untuk menyuarakan kepentingan publik Bandung yang menjadi pendengarnya dan mencoba mempertemukan warga dengan Pemeritah Daerah10. Bentuk pemberdayaan yang diharapkan dalam program ini adalah berupa partisipasi warga dengan mengerahkan ide, tenaga dan penghasilan warga untuk disumbangkan bagi perawatan dan pemeliharaan sarana tersebut. Menurut Pelanggan membayar pemakaian air untuk pengelolaan sarana air bersih. Uang yang terkumpul dipergunakan untuk pengeluaran rutin, yaitu pembayaran listrik, honor pengurus, pembelian peralatan kantor, perbaikan pipa dan kegiatankegiatan lain yang bersifat insidentil11. Dalam partisipasi masyarakat berlaku juga prinsip pertukaran dasar, yang menyatakan bahwa semakin banyak manfaat yang akan diperoleh dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, semakin kuat pihak itu akan terlibat dalam kegiatan tersebut12. Peran serta masyarakat yang tampak dalam suatu program pembangunan secara fisik salah satunya adalah melaui kegiatan gotong royong warga baik dalam proses pembangunan, pengelolaan maupun proses pemeliharaan terutama untuk masyarakat di pedesaan yang masih memiliki sifat toleransi yang masih kuat. Keinginan warga untuk melakukan gotong royong tidak boleh atas dasar paksaan. Untuk pengajuan proyek yang membutuhkan tenaga bersama dari warga desa, pihak atasan atau siapa saja yang mengajukan proyek itu harus bisa meyakinkan warga desa. Dengan demikian warga desa akan merasakan seolah-olah sebagai proyeknya sendiri dan mereka bekerja secara sukarela, bersemangat serta tanpa paksaan. Implementasi program Kabupaten sehat diawali dengan pembentukan Forum Kabupaten Sehat dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai ke tingkat desa. Tujuan di bentuknya forum ini supaya masyarakat dapat berperan serta dalam proses pembangunan dan dapat menentukan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka serta dapat memberdayakan warga. Tetapi semua fungsi tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena selama ini mereka belum mempunyai rencana strategis dalam menentukan arah kebijakan tatanan dan indikator pada tahap awal serta di masa yang akan datang yang akan dilaksanakan berdasarkan skala prioritas dan potensi daerah yang mendukung untuk pengembangannya. Perencanaan 9
Working Paper Series No. Bulan 20..
strategis dapat membantu suatu organisasi dalam 1) berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi yang efektif, 2) memperjelas arah masa depan, 3) menciptakan prioritas, 4) memperbaiki kinerja organisasi, 5) memecahkan masalah utama organisasi, 6) menangani keadaan yang berubah dengan cepat secara efektif, membangun kerja kelompok, dan keahlian, 7) menggunakan keleluasaan yang maksimum dalam bidang–bidang yang berada di bawah kontrol organisasi, 8) membuat keputusan sekarang dengan mengingat konsekuensi masa depan13. c. Pelibatan kaum perempuan dan keterwakilan elemen masyarakat dalam setiap program pembangunan Peranan perempuan sangat penting dalam suatu program pembangunan. Keikutsertaan perempuan dalam pengambilan keputusan memperbesar jaminan tercapainya keberlanjutan program. Perempuan adalah pemeran utama di rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap penyediaan air minum bagi keluarga, baik kebutuhan yang terkait dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait dengan kesehatan. Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untuk kepentingan sehari-hari sangat dominan. Sebagai pihak yang langsung berhubungan dengan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang mereka butuhkan dalam hal kemudahan mendapatkan air dan kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap proyek-proyek air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia, pelibatan perempuan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang dibangun14. Sehingga sudah sewajarnya menempatkan perempuan sebagai pelaku utama dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Dalam proyek perbaikan rumah kumuh di Kalkuta perempuan memprotes dan meminta penilian ulang peletakan latrine. Mereka berargumentasi bahwa fasilitas tersebut disediakan untuk perempuan maka perempuan harus memainkan peran utama dalam menentukan apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Mereka tahu dimana kamar mandi harus dibangun dan dimana lampu lalu lintas harus diletakkan10. Dalam pemilihan pemimpin dan keanggotan dari pengelola sarana air minum serta forum-forum tersebut tidak dilakukan secara musyawarah, sehingga tidak mewakili suara dari warga. Kemudian tidak di manfaatkannya sumber daya manusia yang mampu mempengaruhi dan dapat memobilisasi kegiatan warga dalam mendukung kebijakan kabupaten sehat, misalnya tokoh masyarakat dan pemuda, pemuka agama dan yang tidak kalah penting adalah peranan pemuka adat atau dukun kampong (dukun kampung) di setiap desa. Dukun Kampong berperan memimpin masyarakat desa secara adat dalam wilayah perdukunan dengan berpedoman kepada hukum adat yang telah diwariskan oleh tetua adat secara turun temurun. Dengan pengetahuan yang dimilikinya tentang kondisi, potensi dan permasalahan yang ada pada suatu lokasi, Dukun Kampong berperan dalam mencegah terjadinya konflik serta memberikan perlindungan dan keselamatan bagi masyarakat kampong dari segala bentuk melapetaka atau kesulitan hidup15. Keterwakilan elemen masyarakat dalam kepengurusan sarana air minum serta keanggotaan forum mempunyai pengaruh kuat dalam memobilisasi warga dan memberikan pengaruh besar dalam keberlangsungan pengelolaan sarana pengolahan air minum ini dan program-program pembangunan lainnya. 10
Working Paper Series No. Bulan 20..
2. Dukungan Dan Kerjasama Stakeholder Dalam Pengelolaan Sarana Pengolahan Air Minum Dukungan dan kerjasama stakeholder dalam setiap program pembangunan sangat diperlukan, karena setiap stakeholder mempunyai keterbatasan dalam sumber-sumber yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan program serta keberlanjutannya di masa yang akan datang. Untuk meningkatkan sumber-sumber dan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka mereka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: a. Stakeholder intersektoral yang mau bekerjasama Stakeholder intersektoral dalam pembangunan dan pengelolaan sarana air minum di Kabupaten Belitung Timur terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum sebagai leading sector dalam perencanaan dan pembangunan sarana sedangkan Dinas Kesehatan sebagai pendukung fasilitator dan regulator dalam pemanfaatan dan pengawasan kualitas air minum. Keterlibatan stakeholder harus sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kemudian diharapkan dapat menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder lainnya, sehingga dapat saling mendukung dan melengkapi segala kekurangan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan tujuan intersektoral yaitu untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif, efisien dan sustainibilitas daripada hanya dilakukan satu sektor saja. Oleh karena itu mereka perlu menjalin suatu kerjasama untuk melipatgandakan dukungan dan melengkapi kekurangan masing-masing serta memanfaatkan sumber daya mereka yang terbatas sebaik mungkin10. Kemudian untuk mencapai keberhasilan dalam program perlu dilakukan strategi komunikasi yaitu 1) advokasi, terutamaa ditujukan kepada kalangan pembuat kebijakan, 2) sosialisasi, kepada masyarakat secara luas terutama kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi kegiatan, 3) membangun jaringan komunikasi sosial, terdiri dari tokoh-tokoh yang diasumsikan berpengaruh dan dapat memobilisasi masa, serta 4) penanganan keluhan dan pengaduan masyarakat secara intensif baik secara langsung maupun melalui media massa16. b. Membangun kemitraan Dalam pengelolaan sarana pengolahan air minum membutuhkan keterlibatan yang partisipatif dari seluruh pihak yang terkait baik pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi termasuk warga itu sendiri yang dapat menyerap aspirasi dan melibatkan seluruh stakeholder. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ada 3 elemen kunci keberhasilan program dalam suatu komunitas masyarakat yaitu, komitmen pemimpin daerah dan stafnya, keterlibatan sukarelawan dan komunitas masyarakat serta kemampuan membuka kesempatan bagi pihak lain yang ingin berpartisipasi dalam program ini17. Kebijakan program kota sehat telah dicanangkan semenjak tahun 2008 melalui keputusan Bupati Belitung Timur. Hal ini menyatakan bahwa pemimpin daerah telah berkomitmen untuk menjadikan Kabupaten Belitung Timur sebagai kabupaten yang sehat. Dengan demikian program peningkatan cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan yang ada saat ini sudah sesuai dengan kebijakan politik daerah. Program yang tidak sesuai dengan agenda politik daerah akan kurang mendapat dukungan. Apabila kepala daerah memiliki suatu gagasan inovatif, prospek untuk merealisasikannya lebih besar dibandingkan dengan aparat di level yang lebih rendah10. Faktor kedudukan memungkinkan mereka mendapat dukungan dari dalam maupun dari luar. Dukungan pemimpin yang kuat dan konsisten terhadap program kota sehat telah memberikan legitimasi dan menyediakan jaringan yang kuat antara proyek kota sehat dan pemerintah daerah18. Akan tetapi kebijakan ini kurang didukung oleh kebijakan-kebijakan daerah serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi bidang-bidang teknis terkait tatanan yang akan di capai dalam pengembangan Kabupaten Belitung timur sehat. Hal ini terjadi 11
Working Paper Series No. Bulan 20..
karena tidak adanya suatu kebijakan keterpaduan program pembangunan dan kurangnya sosialisasi serta keinginan untuk membangun jaringan komunikasi terkait program ini dengan Satuan Kerja perangkat Daerah diluar bidang kesehatan. Manfaat umum kemitraan adalah adanya sinergi dan kombinasi kekuatan dari mitra yang berbeda19. Dengan sinergi tujuan lebih cepat dapat dicapai daripada hanya masing-masing mitra bertindak individual.
Kawasan permukiman, sarana dan prasarana sehat
Meningkatnya cakupan Air minum yang memenuhi syarat kesehatan Pemanfaatan dan pemeliharaan sarana air minum
Dana CSR LSM
Warga masyarakat
Organisasi profesi
SKPD Forum
Gambar 2. Proses Kemitraan yang Diharapkan dalam Pengelolaan Sarana Air Minum Setiap Satuan Kerja perangkat Daerah lainnya mempunyai persepsi masing-masing tentang program kabupaten sehat itu sendiri. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan dalam program Kabupaten Sehat sebagian besar sudah termasuk dalam program rutin masing-masing Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD). Kekurangpahaman dan kurangnya komitmen terhadap konsep Kabupaten Sehat sehingga program kurang mempunyai daya ungkit serta menghalangi mereka untuk berpartisipasi dalam program kabupaten sehat. Demikian juga forum-forum yang ada di tingkat kecamatan sampai ke tingkat desa diharapkan dapat berpartisipasi aktif sebagai fasilitator antara warga dengan tim pembina yang ada di kabupaten maupun pusat. Kemudian sebagai wadah tukar pengalaman dan memecahkan masalah yang timbul di masyarakat, serta mampu menjadi penghubung dalam menyampaikan informasi program kabupaten sehat kepada warga. Keterlibatan pihak swasta dalam hal ini melalui dana corporate social responsibility melalui program kemitraan belum ada, karena selama ini belum adanya suatu regulasi di tingkat daerah yang menjadi payung hukum mengenai kebijakan pengelolaan dana tersebut. Jadi kalau pun perusahaan turut membantu masyarakat di sekitarnya itu hanya bersifat amal (charity) bukan kewajiban sosialnya terhadap masyarakat. Hal ini dijelaskan sebagai Triple Bottom Lines yaitu Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya, dalam arti ekonomi dan sosial jadi harus di pahami sebagai suatu 12
Working Paper Series No. Bulan 20..
kesatuan sebab corporate social responsibility merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yaitu profit, people dan planet20. KESIMPULAN Masyarakat di Dusun Sekip Desa Lalang masih kurang memanfaatkan dan memelihara sarana pengolahan air minum. Program pembangunan masih berkonsep top down dan menyebabkan warga kurang berpartisipasi. Kegiatan pemberdayaan terhadap masyarakat belum berjalan sehingga warga kurang berinovasi dan berinisiatif serta berpartisipasi. Peran perempuan dalam program ini masih di kesampingkan dan keterwakilan unsur masyarakat belum berjalan secara demokratis. Belum adanya suatu kebijakan mengenai keterpaduan dan integrasi program pembangunan serta keinginan untuk membangun jaringan komunikasi antar sektor, sehingga kerjasama intersektoral belum terjalin. Proses kemitraan dan pemberdayaan yang timbul hanya dalam hal pembangunan sarana pengolahan air minum, sedangkan dalam proses pengelolaannya tidak ada pihak yang berpartisipasi termasuk pemerintah dan swasta. SARAN Dalam setiap penyelenggaraan program pembangunan diharapkan mengarah pada pendekatan bottom up yang lebih mengutamakan inisiatifdan inovasi serta dukungan dari warga. Perlu dilakukan endorsement oleh instansi terkait secara intensif, dalam hal ini Dinas Kesehatan bahwa air minum tersebut memenuhi syarat kesehatan. Pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat untuk tidak mencemari sumber air baku serta melindunginya. Peran dan kerjasama stakeholder perlu diperjelas dan ditingkatkan, perlu dilakukan komunikasi dan pertukaran informasi yang lebih intensif dan tepat untuk mencapai hasil yang lebih baik serta melakukan perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi suatu program secara tepat dan terpadu. Pembinaan terhadap kaum perempuan perlu menjadi perhatian dan ditingkatkan, karena perempuan bertanggungjawab terhadap keputusan penyediaan air minum di rumah tangga. Peran dari pihak swasta dalam hal kemitraan dan pemberdayaan masih kurang sehingga perlu disusun suatu regulasi daerah yang mengatur pengelolaan mengenai kewajiban sosial atau Corporate Social responsibility (CSR) dari perusahaan. Peran pemerintah diharapkan dapat menyusun suatu kebijakan program pembangunan yang dapat memberdayakan masyarakat dalam konsep kesehatan, ekonomi dan sosial dalam menghadapi era pasca tambang. Kebijakan mengenai kabupaten sehat perlu dituangkan dalam rencana pembangunan daerah dan sistem kesehatan daerah sehingga pelaksanaannya lebih terarah dan tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. (2008) Timah Berlimpah, Lingkungan dan Kesehatan Terancam. Gender, Health and Environmental Linkages Program [internet]. November. Available from:
[Accessed 12 Desember 2009]. 2. Dinas Kesehatan. (2008) Profil Kesehatan Kabupaten Belitung Timur. Belitung Timur: Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung Timur. 3. Departemen Kesehatan RI. (2008) Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Bapelkes. 4. Dinas Pekerjaan Umum. (2007) Data Pembangunan Sistem Penyediaan Prasarana Air Minum Kabupaten Belitung Timur. Belitung Timur: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Belitung Timur. 5. Yin, R. K. (2003) Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 6. Sulistiyani. (2004) Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Yogyakarta: Gaya Media. 13
Working Paper Series No. Bulan 20..
7.
8. 9. 10. 11.
12.
13. 14. 15.
16. 17.
18.
19. 20.
Mukheli, A., Mosupye, G. & Awatuk, L.A. (2002) Is the Pungwe Water Supply Project a Solution to Water Accsessibility and Sanitatian Problem For The Households of Sakuba. Zimbabwe. Journal Physics and Chemistry of The Earth. Silas, J. (1992) Government-Community Partnership in Kampung Improvement Programes in Surabaya. International Union for Health Promotion and Education, 4 (2). Suharto, E. (2009) Membangun Masyarakat memberdayakan maasyarakat, Bandung: PT. Refika Aditama. Sumarto, H. Sj., (2009) Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Masduki, A., Endah, N. & Soedjono, S.E. (2008) Sistem Penyediaan Air Bersih Perdesaan Berbasis Masyarakat: Studi Kasus HIPPAM di DAS Brantas Bagian Hilir. Naskah dipresentasikan dalam seminar nasional Pascasarjana VIII-ITS, Surabaya. Desrizal. (2006) Peran Serta Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pengadaan Sarana Air Bersih Distribusi Program WSLIC di Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman. Tesis, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kadir, A.T.M. (2005) Persepsi Stakeholder dan Evaluasi: Perencanaan Strategis di Dinas Kesehatan Kulonprogo. Tesis, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, (2003) Kebijakan Nasional Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Bappenas. Noviansyah, M. (2009) Peran Dukun Kampong dan Batas Perdukunan Dalam Pemanfaatan Ruang di Desa Kelubi Kecamatan Manggar Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tesis, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Purba, J. (2005) Pengelolaan Lingkungan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Twiss, J., Dickinson, J., Duma, S., Kleinman, T., Paulsen, H. & Rilvera, L. (2003) Community gardens : Lessons Learned From California Healthy Cities and Communities. American Journal of Public Health, 93 (9). Pg. 1435-1438. Baum, F., Jolley, G., Hichs, R., Saint, K. & Parker, S., (2006) What Makes for Sustainable Healthy Cities Initiatives?—a Review of The Evidence From Noarlunga, Australia After 18 Years. Health promotion International, 21 (4). Graas, S., Bos, A., Figueres, A. & Adegoke, T. (2007) Partnership in the Water and Sanitation Sector. International Water and Sanitation Centre,18. Anonim. (2009) Triple Bottom Lines. Wikipedia online [internet], November. Available from: [Accessed 3 desember 2009].
14