1
ANALISIS KETIDAKEFEKTIVAN SANKSI EKONOMI AS TERHADAP IRAN DALAM PROGRAM COMPREHENSIVE IRAN SANCTIONS, ACCOUNTABILITY, AND DIVESTMENT ACT (CISADA) TAHUN 2010-2012 Widya Fitri Makmur Keliat Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRAK Penelitian ini menganalisis tentang penyebab ketidakefektivan implementasi Comprehensive Iran Sanctions, Accountability, and Divestment Act (CISADA) pada periode Pemerintahan Obama I. CISADA secara signifikan mengatur tentang pembatasan transaksi finansial dan perdagangan energi dengan Iran, transfer teknologi, dan aktivitas yang berhubungan dengan usaha pengembangan nuklir. CISADA bersifat lebih ekspansif dari sanksi-sanksi sebelumnya karena kebijakan unilateral AS ini memberi wewenang kepada Departemen Keuangan AS untuk memberi sanksi kepada individu, perusahaan, atau institusi keuangan negara lain yang diindikasikan terlibat dalam transaksi finansial di sektor energi Iran. Target akhir dari kebijakan sanksi ekonomi AS ini adalah untuk menekan rezim Iran agar bersedia menghentikan pengembangan proyek nuklirnya. Meskipun implementasi CISADA telah menekan perekonomian Iran, terbukti Pemerintah Iran konsisten menjalankan program pengayaan uraniumnya hingga sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi CISADA tidak efektif selama Pemerintahan Obama I. Setelah melakukan studi literatur dan in depth interview yang berdasarkan kerangka pemikiran economic sanction, penelitian ini menemukan bahwa ketidakefektivan CISADA disebabkan oleh dua faktor. Pertama, Pemerintah Iran memiliki resistensi yang tinggi terhadap kebijakan AS yang menentang kebijakan nuklirnya. Kedua, munculnya Cina sebagai mitra perdagangan alternatif Iran selama masa sanksi. Kedua faktor ini membuat Iran tidak bersedia menghentikan program nuklirnya. Kesulitan ekonomi selama sanksi terbantu oleh kerjasama ekonomi bilateral Iran dengan Cina.
Kata kunci: CISADA; program nuklir; transaksi finansial; resistensi; kerjasama.
ABSTRACT This research aims to identify the causes of Comprehensive Iran Sanctions, Accountability, and Divestment Act (CISADA) ineffectiveness during Obama’s first term. CISADA significantly regulates the limits of financial and trade transaction in energy sector with Iran, technology transfers, or any other related activities that supports Iran’s nuclear development program. CISADA is more expansive compared with the previous U.S. economic sanctions to Iran; it enables US Treasury Department to sanction foreign individual, companies, financial institution, or any states that are indicated being involved in energy transactions with Iran. The main goal of CISADA is to halt Iran’s nuclear development program. Though CISADA has prompted pressure
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
2
on Iran’s economy, Iran is still consistent on its nuclear program and is doing uranium enrichment up until now. This signifies the ineffectiveness of CISADA during Obama first term. Based on literature studies and in depth interview with using “economic sanction” concept, this research has discovered the two factors that cause this ineffectiveness. The first factor is the high resistance of Iran toward U.S. policies in stopping Iran’s nuclear program. The second factor is China’s involvement as Iran’s alternative trade partner during the sanction. These two factors have strengthened Iran’s reluctance to stop its nuclear program. In addition, Iran’s economic difficulty during the sanction has been solved by its bilateral economic cooperation with China.
Key Words: CISADA, nuclear program, financial transaction, energy, resistance, cooperation.
LATAR BELAKANG Secara historis, dinamika hubungan diplomasi Amerika Serikat (AS) dengan Iran selalu diwarnai oleh interaksi yang konfliktual, penuh kecurigaan dan unsur sinisme pasca-revolusi Iran di tahun 1979. Iran memandang AS sebagai hegemon yang arogan dengan kebijakan-kebijakan luar negeri unilateral dan koersif. Sementara itu, aktivitas militer dan pengembangan program nuklir Iran telah menjadi pertimbangan utama kecurigaan AS karena dikhawatirkan program nuklir Iran bukan dikembangkan untuk tujuan damai. AS semakin menaruh curiga kepada Pemerintah Iran karena tidak bersedia memberikan akses kepada lembaga supervisi nuklir internasional terkait dengan program pengayaan uraniumnya. Namun, Pemerintah Iran tetap bersikukuh bahwa keberadaan dua pembangkit nuklir yang mereka miliki hanya diperuntukkan untuk tujuan damai (Saghaye-Biria, 2007). Meskipun Iran selalu menyangkal intensinya dalam melakukan pengembangan senjata nuklir, pada Agustus 2002, ditemukan beberapa bukti terkait dengan aktivitas program senjata nuklir Iran yang diam-diam disembunyikan dari dunia internasional. Iran terbukti melakukan instalasi sentrifugal nuklir di tiga tempat di bawah pegunungan dekat Kota Qum dengan membersihkan wilayah di sekitarnya. Tindakan ini diyakini IAEA sebagai salah satu rangkaian proses eksperimen yang berhubungan dengan program senjata nuklir (Amuzegar, 2006). Dalam perkembangannya, AS semakin menaruh curiga dan pada akhirnya, di pemerintahan Obama isu program nuklir Iran kian ditanggapi serius dan menjadi prioritas utama. Tindakan tegas Pemerintah AS dilanjutkan dalam pemberian respon positif terhadap keputusan Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang disahkan pada tanggal 9 Juni 2010. DK PBB mengadopsi Resolusi 1929 yang berisikan penerapan sanksi internasional tambahan terhadap program nuklir dan aktivitas militer Iran. Dewan meraih kesepakatan sebanyak 12 dari
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
3
15 suara dalam merespon penolakan Iran untuk menerima pengawasan dan pengamanan dari IAEA. (United Nations Department of Public Information). Menanggapi lebih serius, Obama pada akhirnya mengesahkan Comprehensive Iran Sanctions, Accountability, and Divestment Act (CISADA) pada tahun 2010 sebagai wujud tindakan unilateral AS melalui sanksi di sektor energi Iran, industri perbankan, dan aktivitas Iranian Revolutionary Guard Corps (IRGC) / militer Iran pada 1 Juli 2010 (Remark). Kebijakan unilateral AS ini tentunya akan berdampak pada dunia bisnis internasional yang menjalin kerjasama dengan Iran, terutama sektor perbankan dan energi. AS memberikan penalti bagi negara-negara yang terlibat dalam kerjasama energi dan ekonomi dengan Iran. Ketegasan AS ini pada hakikatnya ditekankan untuk melemahkan rezim Iran melalui tekanan ekonomi. Target akhir dari sanksi ekonomi diekspektasikan sebagai instrumen untuk menggiring Iran menuju meja negosiasi; supaya Pemerintah Iran bersedia menghentikan program pengembangan nuklirnya dan memfasilitasi supervisi internasional. Dalam prosesnya, program CISADA cukup mampu menekan perekonomian Iran. AS telah berhasil menghimbau negara-negara di Eropa dan internasional untuk memutuskan hubungan ekonomi dan finansial dengan Iran, termasuk penutupan akses ekspor minyak Iran. Ekspor minyak Iran mengalami penurunan hingga 1 juta barel dalam sehari, angka ini setara dengan 40% penurunan dibandingkan dengan ekspor rata-rata di tahun 2011 (Marcus). Angka inflasi mencapai 22,2 dan angka pengangguran dari umur 15-29 tahun berkisar 22,5%. (Bozorgmehr). Akibatnya, harga bahan-bahan pokok menjadi meningkat tajam dan menimbulkan protes dari rakyat Iran. Hingga sekarang, kondisi perekonomian Iran semakin memburuk. Sanksi unilateral AS ini telah berhasil mencegah kemampuan negara-negara lain untuk membiayai dan membayar transaksi minyak Iran, dan laporan terbaru menyatakan bahwa Iran telah kehilangan kemampuan untuk menghasilkan minyak untuk dijual (Bozorgmehr). Departemen Keuangan AS menyatakan bahwa penurunan ekspor minyak Iran yang mencapai 1 juta barel dari level 2,4 juta barel per hari pada tahun 2011 telah merugikan Iran sebesar US$5 miliar dalam sebulan, dan menuntut Pemerintah Iran untuk memangkas anggaran karena pendapatan yang menurun (Spicer). Iran telah kehilangan 50% dari nilai mata uangnya antara Bulan September 2011 hingga September 2012 dan nilai tukar Rial mencapai 28.000 terhadap 1 Dollar (Erdbrink).
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
4
Secara normatif, penjatuhan sanksi yang telah melemahkan perekonomian suatu negara, apalagi oleh negara besar seperti AS, seharusnya bisa mengubah kebijakan rezim sebagai goal sanksi ekonomi. Logika konvensional penjatuhan sanksi adalah untuk meraih respon rasional dari negara target berdasarkan analisis untung-rugi (Werk). Peningkatan tekanan ekonomi selama sanksi akan mempengaruhi negara target untuk mengubah kebijakannya. Sehingga, terkait dengan kasus Iran, sudah saatnya Pemerintah Iran mempertimbangkan keinginan AS untuk mengurangi aktivitas nuklirnya. Meskipun demikian, Pemerintah Iran belum menunjukkan keinginan untuk berunding dengan AS. Ketua organisasi atom Iran, Fereydoon Abbasi, menyatakan: “We have no reason to retreat from producing the 20 percent, because we need 20 percent uranium just as much to meet our needs,” (Sanger). Pernyataan Abbasi ini adalah bentuk konsistensi Pemerintah Iran dalam melakukan pengayaan uranium lebih lanjut di tahun 2012 dengan menolak permintaan AS menghentikan pengayaan uraniumnya. Realita menunjukkan bahwa Iran terus melakukan eskalasi pengayaan uranium yang merupakan bagian signifikan dari kelanjutan proses program senjata nuklir. Artinya, perekonomian Iran yang semakin memburuk semenjak dijatuhkannya sanksi belum bisa mempengaruhi kebijakan nuklir Pemerintah Iran agar bersesuaian dengan goal CISADA. Bisa dikatakan bahwa selama dua tahun ini agenda AS dalam implementasi CISADA tidak mencapai output yang diinginkan. Singkatnya, implementasi CISADA dari tahun 20102012 hingga periode Pemerintahan Obama yang pertama dianggap tidak efektif mempengaruhi kebijakan Pemerintah Iran agar bersesuaian dengan agenda AS. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan: “Mengapa sanksi ekonomi AS terhadap Iran dalam program Comprehensive Iran Sanctions, Accountability, and Divestment Act (CISADA) tahun 2010-2012 tidak efektif?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan inefektivitas sanksi ekonomi AS terhadap Iran dalam program CISADA dari tahun 2010-2012. Tujuan ini berkaitan dengan analisis perilaku AS sebagai negara hegemon yang sering melakukan tindakan unilateral penjatuhan sanksi ekonomi.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
5
TINJAUAN TEORITIS Economic Sanction Untuk menjelaskan penelitian ini, kerangka konsep yang digunakan adalah digunakan adalah sanksi ekonomi. Sanksi ekonomi menjadi pilihan kebijakan ekonomi koersif untuk mengubah perilaku negara target agar bersesuaian dengan tujuan negara pengirim sanksi (sender) (Pape, 1998). Beberapa asumsi penting terkait dengan sanksi ekonomi adalah: (et.al., 2003) 1. Sanksi dianggap sebagai alat yang efektif dan peaceful dalam memaksakan hukum internasional. Artinya, sanksi dijatuhkan pada negara yang melanggar norma-norma internasional. Dalam Piagam PBB pasal 41, DK PBB membolehkan penjatuhan sanksi berdasarkan kesepakatan negara-negara anggota seperti memotong perdagangan dan investasi dan mencegah negara target untuk membeli dan menjual produk di pasar global. 2. Sanksi dijatuhkan oleh negara dengan power yang besar. Hanya entitas internasional yang kuat memiliki kapabilitas untuk menjalankan kebijakan sanksi ekonomi. Penjatuhan sanksi ekonomi baik dalam bentuk embargo, blokade, atau larangan ekonomi lainnya, membutuhkan sumberdaya yang sangat besar karena entitas pengirim sanksi melakukan pengaruh komersial yang sangat tinggi agar meraih konsensus dan dukungan. 3. Sanksi adalah bentuk dari keputusan policy choices yang dilakukan berdasarkan pertimbangan untung rugi.
Dalam praktiknya, sanksi berlaku untuk beberapa barang tertentu, seperti senjata dan minyak. Bisa berupa pemutusan jalur dagang, pemutusan hubungan diplomatik, menghentikan investasi, dan pembekuan deposit bank internasional (O’Callaghan, 2002). Sanksi ekonomi tidak terlepas dari upaya-upaya politis. Penggunaan tekanan diplomatik terhadap negara lain juga bisa digunakan untuk menghentikan perdagangannya dengan negara tergat sanksi. Propaganda bisa digunakan untuk menurunkan kepercayaan nilai tukar mata uang negara target, dan serangan militer bisa digunakan untuk melumpuhkan pabrik-pabrik (Baldwin, 1985). Sanksi bisa diterapkan secara multilateral atau unilateral. Sanksi unilateral selalu memiliki beberapa dampak,
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
6
baik terhadap negara yang menerapkannya dan tentu saja negara target sanksi. Sanksi unilateral digunakan sebagai tindakan terakhir jika opsi-opsi lainnya tidak berjalan (Council). Efektivitas Sanksi Ekonomi dan Konsensus (Dukungan) Internasional Sebagai salah satu bentuk kebijakan luar negeri, sanksi ekonomi adalah purposive behavior. Sehingga, untuk menentukan efektivitas suatu sanksi, terlebih dahulu harus ditentukan tujuan akhir yang diharapkan dari sebuah kebijakan sanksi. Jika tujuan akhir suatu kebijakan sanksi tercapai, maka sanksi yang dijatuhkan efektif. Adapun beberapa kategori tujuan akhir sanksi ekonomi yang bisa menjadi indikator bagi peneliti untuk melihat efektivitas penjatuhan sanksi ekonomi, yaitu (Hufbauer, 2007): 1. Mengubah kebijakan negara target secara relatif dan terbatas. Pengubahan yang dimaksud bisa bervariasi, bisa berupa pelemahan rezim, termasuk mengubah kebijakan negara target. 2. Mengganggu aktivitas militer negara target. 3. Merusak potensi militer negara target. Sanksi ini biasanya menimbulkan kerusakan dalam konteks yang besar. Negara-negara dengan intensi pengembangan nuklir biasanya menjadi target oleh sanksi ekonomi AS dalam kategori ini. 4. Mengubah kebijakan negara target dalam konteks yang luas. Kategori ini biasanya terjadi dalam bentuk penyerahan teritori dan penurunan rezim secara total, seperti menyerahnya Saddam Husein dari Kuwait di tahun 1990, biasanya melibatkan kebijakan keamanan nasional negara lain, seperti sanksi terhadap India supaya mundur dari garis batas Nepal. Untuk penelitian ini, peneliti akan menggunakan kategori efektivitas nomor 1. Hal ini disesuaikan dengan target akhir dari sanksi ekonomi AS. Sanksi CISADA diekspektasikan sebagai instrumen untuk menggiring Iran menuju meja negosiasi; supaya Pemerintah Iran bersedia menghentikan program pengembangan nuklirnya dan memfasilitasi supervisi internasional. Untuk mendukung ini, peneliti akan menggunakan indikator dari dari tulisan Haufbauer et.al. yang menyatakan bahwa efektivitas sanksi terjadi jika terjadi pengubahan positif terhadap tujuan negara sender yang dilihat dari dimensi pengubahan kebijakan, perilaku, atau rezim.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
7
Jika ketiga poin di atas tidak tercapai, maka sanksi menjadi tidak efektif. Masalah utama inefektivitas sanksi ekonomi adalah kesulitan dalam meraih dukungan atau konsensus internasional dalam sebuah sanksi (Griffiths ). Konsensus internasional yang dimaksud di sini adalah dukungan politik internasional berupa aliansi negara sender yang secara ideal harus memiliki kekuatan ekonomi yang besar (Eyler, 2007). Dalam rangka mencapai dukungan internasional yang solid, negara sender harus memastikan beberapa hal seperti: -
Power negara sender; menjadi rujukan peneliti untuk melihat kekuatan dan pengaruh negara sender dalam dunia internasional untuk mendukung kebijakan sanksi ekonominya. Semakin kuat hegemoni negara sender, maka pengaruhnya di dunia internasional akan semakin tinggi.
-
kekuatan aliansi; peneliti akan melakukan pemetaan negara-negara aliansi negara sender
dan
mengidentifikasi
kekuatan
ekonomi
dan
komposisi
total
perekonomiannya dalam aktivitas perekonomian negara target. Semakin besar skala ekonomi aliansi negara sender, maka dukungan internasional dalam penerapan sanksi semakin kuat. -
Tidak adanya mitra perdagangan alternatif untuk negara target; keberadaan rekan dan rute perdagangan alternatif bagi negara target memberi kesempatan kepada negara target untuk tetap memiliki akses perdagangan dan aktivitas perekonomian yang bisa menghambat efektivitas sanksi ekonomi. Peneliti akan mempertegas poin yang terakhir ini dengan tulisan Hufbauer yang memperlihatkan bagaimana negara target bisa tetap bertahan di masa sanksi karena kehadiran negara ketiga, yaitu (Hufbauer, 2007):
1. Resistensi domestik negara target; sanksi ekonomi menyebabkan negara target memperkokoh persatuan nasionalnya dan mencari upaya komersial alternatif. Contohnya, saat AS menjatuhkan sanksi ke Italia pada tahun 1935, Benito Mussolini menantang AS dengan mengekspresikan semangat nasionalisme Italia. Idealisme negara target semakin kuat, kemudian mendekati negara yang mendukungnya. Semenjak dijatuhkan sanksi ekonomi oleh AS, Iran memanfaatkan kerjasama strategisnya dengan Cina sebagai solusi sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS (Harold). 2. Sanksi ekonomi akan menyebabkan aliansi negara target muncul sebagai penolong di masa sanksi. Aliansi negara target harus berupa negara yang kuat secara ekonomi dan
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
8
politik. Contohnya, kampanye Liga Arab untuk memboikot Israel tidak berhasil karena bantuan dari AS dan Eropa Barat tetap mengalir untuk Israel. Poin ini tepat untuk menggambarkan kondisi hubungan Cina dan Iran. Cina merupakan satu-satunya negara yang menentang rezim sanksi internasional terhadap Iran. Tidak hanya itu, Cina juga turut membantu Iran dalam mengembangkan kapabilitas nuklirnya. (Maloney).
METODE PENELITIAN Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif eksploratif yakni dengan mengkaji realita sebenarnya dari tindakan-tindakan AS dalam menekan Iran untuk menghentikan kebijakan pengembangan senjata nuklirnya. Tindakan AS ini akan dilihat dari berbagai dimensi; tekanan langsung terhadap Iran melalui penjatuhan sanksi CISADA serta upaya meraih konsensus internasional. Menurut Prasetya Irawan, penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) mengkonstruk realitas makna sosial budaya, (2) meneliti interaksi peristiwa dan proses, (3) melibatkan variabel-variabel yang kompleks dan sulit diukur, (4) memiliki keterkaitan erat dengan konteks, (5) melibatkan peneliti secara penuh, (6) memiliki latar belakang alamiah, (7) menggunakan sampel purposif, (8) menerapkan analisa induktif, (9) mengutamakan “makna” di balik realitas, dan (10) mengajukan pertanyaan “mengapa” (“why”), bukan “apa” (“what”) (Irawan, 2006). Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dua teknik yaitu; pertama melalui studi literatur, yakni dengan memahami sumber-sumber tertulis seperti artikel maupun dokumen yang berkaitan dengan proses penjatuhan sanksi ekonomi AS kepada Iran serta faktorfaktor yang menjadi penghambat efektivitas penjatuhan sanksi ekonomi AS di Iran. Teknik kedua adalah melalui in depth interview ke sumber yang komprehensif yaitu Ibu Dina Y. Sulaiman merupakan akademisi dan penulis yang pernah belajar dan menetap di Iran selama 8 tahun. Tahun 1999 meraih beasiswa S2 dari pemerintah Iran untuk belajar di Faculty of Teology, Tehran University. Tahun 2011, ia menyelesaikan studi magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Tahun 2002-2007 ia berkarir sebagai jurnalis di Islamic Republic of Iran Broadcasting. Sejumlah buku telah ditulisnya, antara lain, Pelangi di Persia, Ahmadinejad on Palestine, Obama Revealed, Journey to Iran, dan lain-lain. Aktif menulis artikel opini politik Timur Tengah yang dimuat di media massa dan berbagai website, dan David J. Wolff merupakan
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
9
pengacara di Crowell & Moring LLP, Washington DC. Crowell & Moring LLP merupakan Lembaga Hukum Internasional. Sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang membantu penanganan kasus global dan berbagai industri, Crowell & Moring juga turut membantu industri-industri yang terkena dampak implementasi CISADA. Untuk mendapatkan beberapa elaborasi yang jelas tentang perspektif AS selama implementasi CISADA, peneliti melakukan wawancara via email dengan Dj Wolff.
PEMBAHASAN Isi Dokumen CISADA (Stategov) Pada tanggal 1 Juli 2010, Presiden Obama mengesahkan Comprehensive Iran Sanctions, Accountability, and Divestment Act (CISADA), yang secara signifikan berhubungan dengan aktivitas energi yang dijatuhi sanksi pada program Iran Sanctions Act (ISA) 1996. CISADA memiliki beberapa tipe sanksi tambahan. Program baru ini menangani hubungan potensial antara sektor energi Iran dengan program nuklirnya yang disorot dalam Resolusi 1929 DK PBB. CISADA
mendukung upaya untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran untuk bersedia
melakukan perundingan diplomatik terkait dengan kekhawatiran dunia internasional mengenai NPT, dan pengawasan IAEA. AS memutuskan untuk menjalankan ISA sepenuhnya dan otoritas lainnya di dalam CISADA sebagai alat tambahan untuk meyakinkan pemerintah Iran mengubah perhitungan strategisnya, sesuai aturan wajib pengembangan nuklir, dan bersedia untuk membangun negosiasi yang konstruktif di masa depan tentang program nuklirnya. CISADA merupakan peraturan ekstra-teritorial. Warga AS telah dilarang melakukan bisnis di Iran selama lebih dari satu dekade. Melalui sanksi ini, AS memiliki kemampuan untuk menargetkan sanksi kepada perusahaan asing dan anak perusahaan asing dari perusahaanperusahaan AS. Menurut ketentuan CISADA, setiap perusahaan yang ditemukan melanggar undang-undang akan dikenakan setidaknya tiga dari sembilan menu sanksi (Bidgoly). CISADA terdiri atas empat bagian. Bagian I berisi tentang definisi sanksi dan bentukbentuk aktivitas yang dikenakan sanksi. Bagian ini mengadopsi aktivitas sanksi di bawah dokumen ISA, sebagaimana yang diamendemen dalam CISADA, meliputi hal-hal sebagai berikut: Program ini mengharuskan Pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi kepada individu atau grup yang menjalankan aktivitas berkaitan dengan sektor energi Iran, berupa:
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
10
Melakukan investasi yang secara langsung dan signifikan berkontribusi untuk pengembangan kemampuan dan pembangunan sumber daya petroleum Iran. - US$20 juta atau lebih; atau - Menanamkan US$5 juta untuk tiap investasi, dengan total US$20 juta atau lebih selama 12 bulan.
Menjual, menyewakan (1), atau menyediakan barang-barang dan jasa yang secara langsung dan signifikan memfasilitasi pemeliharaan atau ekspansi produksi domestik petroleum Iran (2), senilai: - Nilai Harga pasar sekitar US$1 juta atau lebih; atau - Agregat harga pasar senilai US$5 juta atau lebih dalam periode 12 bulan.
Menjual atau menyediakan produk olahan minyak bumi untuk Iran, dengan: - Harga pasar US$1 juta atau lebih; atau - Agregat harga pasar senilai US$5 juta atau lebih dalam periode 12 bulan.
Menyediakan benda-benda atau jasa-jasa yang secara langsung dan signifikan berkontribusi untuk pengembangan kemampuan Iran dalam mengimpor produk olahan minyak bumi, termasuk: - Asuransi atau jasa reasuransi; - Pembiayaan atau jasa makelar, atau - Kapal dan jasa pengiriman, dengan: Harga pasar senilai US$1 juta atau lebih, atau Agregat harga pasar senilai US$5 juta atau lebih dalam periode 12 bulan. Sementara itu, bagian II dari CISADA mengatur tentang “Divestment from Certain
Companies that Invest in Iran”. Bagian ini termasuk dalam ketentuan finansial CISADA yang memberi kewenangan kepada Kepala Departemen Keuangan untuk menjatuhkan sanksi keras, atau melarang pembukaan atau menjaga laporan akun keuangan dan institusi keuangan yang tertangkap teridentifikasi melakukan: -
Memfasilitasi usaha Pemerintah Iran, termasuk IRGC, untuk mencapai WMD atau sistem pengiriman untuk WMD atau membantu terorisme internasional.
-
Memfasilitasi kegiatan seseorang yang berhubungan dengan Iran yang berkenaan dengan sanksi keuangan di bawah resolusi DK PBB.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
11
-
Memfasilitasi transaksi yang signifikan atau memberikan jasa keuangan yang signifikan untuk IRGC atau agen atau afiliasinya yang memiliki properti dan kepentingan di bawah blokir International Emergency Economic Powers Act (IEEPA); atau lembaga keuangan yang memiliki properti dan kepentingan yang berada di bawah blokir IEEPA dan berhubungan dengan proliferasi WMD Iran atau sistem pengiriman untuk WMD atau mendukung Iran untuk terorisme internasional. Bagian III dokumen CISADA membahas mengenai “Pencegahan Pengiriman, Re-
eksportasi, atau Pengalihan Barang-Barang Sensitif ke Iran”. Pelarangan ini melingkupi barangbarang yang berasal dari AS yang dikirim ke pengguna akhir di Iran yang identitasnya tidak dapat diverifikasi atau ke entitas di Iran yang melanggar hukum atau peraturan AS, termasuk dengan: (1) pengiriman melalui satu atau lebih negara asing, atau (2) menggunakan informasi palsu mengenai negara asal.
Selanjutnya juga mengatur tentang pelaporan wajib oleh Direktur
Intelijens Nasional AS untuk mengidentifikasi negara-negara yang sensitif mengirimkan teknologi AS secara illegal ke Iran. Bagian ini mengandalkan kinerja Departemen Perdagangan untuk melakukan kontrol dan monitor perdagangan terhadap volume barang-barang dari AS yang berakhir pada penerima yang tidak teridentifikasi, ketidaktepatan ekspor dan re-ekspor, dan keengganan atau ketidakmampuan suatu negara untuk bekerjasama dengan AS dalam merespon isu pengalihan kontrol eskpor. Bagian terakhir adalah bagian IV yang memuat tentang jadwal efektif pelaksanaan sanksi CISADA. CISADA mulai berjalan 120 hari setelah tanggal berlakunya Undang-undang ini. Berakhirnya CISADA adalah 30 hari setelah tanggal dimana Presiden menyatakan kepada Kongres bahwa: (1) pemerintah Iran telah berhenti mendukung tindakan terorisme internasional dan tidak lagi memenuhi persyaratan tertentu untuk penunjukan sebagai negara sponsor terorisme, dan (2) Iran telah berhenti melakukan akuisisi, dan pengembangan senjata nuklir, kimia, biologi, dan balistik. Jika ditemukan entitas individu, negara, ataupun organisasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan finansial dan pengiriman barang-barang ekspor ke Iran seperti yang disebutkan di dalam dokumen CISADA, maka, sanksi yang dijatuhkan oleh Pemerintah AS akan berlaku dalam bentuk pembekuan properti dan kepentingan properti serta pelarangan transaksi valuta asing dan bentuk lainnya, seperti penolakan terhadap:
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
12
1. Asistensi ekspor dari Bank Ekspor-Impor AS; 2. Lisensi untuk barang ekspor militer AS, "dual use”, atau barang yang terkait dengan teknologi nuklir; 3. Pinjaman bank swasta melebihi US$ 10 juta dalam jangka waktu 12 bulan; 4. Jika pihak yang diberikan sanksi adalah institusi keuangan suatu negara, maka institusi ini ditetapkan sebagai dealer utama dalam instrumen utang Pemerintah AS atau menjadi tempat penyimpanan dana Pemerintah AS; 5. Pengadaan kontrak dengan Pemerintah Amerika Serikat; 6. Devisa transaksi tunduk pada yurisdiksi AS; 7. Tunduk pada yurisdiksi transaksi keuangan AS; 8. Transaksi sehubungan dengan properti tunduk pada yurisdiksi AS; 9. Impor ke Amerika Serikat dari pihak yang dikenakan sanksi. Keringanan ISA tidak memberikan keringanan tertentu. Keringanan dapat diterapkan berdasarkan kasus-per kasus terhadap pihak yang dikenakan sanksi tergantung pada kepentingan AS dalam setiap kasus. Presiden dapat mengabaikan sanksi baik untuk kegiatan yang terkait dengan energi atau senjata jika Presiden menentukan itu
"perlu untuk kepentingan nasional." Selain itu,
Presiden dapat mengabaikan penerapan ketentuan sanksi terhadap seseorang selama enam bulan jika penting bagi kepentingan keamanan nasional AS atau selama dua belas bulan jika "vital bagi kepentingan keamanan nasional" dan pemerintah dengan yurisdiksi utama jika orang tersebut bekerja sama dengan AS dalam upaya multilateral untuk mencegah Iran memperoleh senjata pemusnah massal atau senjata konvensional modern. Implementasi CISADA Uni Eropa dan sekutu AS lainnya telah mendukung AS secara penuh terhadap penjatuhan sanksi unilateral AS. Pada tanggal 21 November 2011, dalam sebuah tindakan bersama yang diambil oleh Departemen Keuangan AS, Inggris dan Kanada mengumumkan mereka tidak akan lagi melakukan bisnis dengan lembaga keuangan Iran, termasuk Bank Sentral Iran. Dunia internasional pun juga turut terkena dampak dari sanksi CISADA ini, sehingga volume perdagangan minyak negara-negara di dunia juga turut menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berikut merupakan tabel yang memperlihatkan penurunan pembelian minyak Iran oleh negara-negara pengimpor utama minyak dan energi dari Iran.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
13
Tabel 1. Penurunan Tingkat Pembelian Minyak Iran (oleh Negara Pembeli Utama) (jumlah dalam barel/hari)
No.
1.
Negara / Blok Uni Eropa ( khususnya Italia, Spanyol, dan Yunani)
Pembelian tahun 2011
Pembelian (rata-rata) 2012
600.000
Diabaikan
2.
Cina
550.000
380.000
3.
Jepang
325.000
170.000
4.
India
320.000
28.000
5.
Korea Selatan
230.000
180.000
6.
Turki
200.000
150.000
7.
Afrika Selatan
80.000
0
8.
Malaysia
55.000
30.0000
9.
Srilanka
35.000
20.000
10.
Taiwan
35.000
20.000
11.
Singapura
20.000
15.000
12.
Lainnya
55.000
25.000
13.
Total
2,5 juta barel/hari
1,27 juta barel/hari
Sumber: http://www.fas.org/sgp/crs/mideast/RS20871.pdf
Ketidakefektivan CISADA Terhadap Kebijakan Nuklir Iran Untuk memperlihatkan ketidakefektivan implementasi sanksi CISADA ini, peneliti akan menggunakan indikator kesuksesan sanksi ekonomi yang telah dituliskan dalam kerangka konsep. Indikator tersebut terdiri dari: 1. Pengubahan Kebijakan Negara Target
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
14
Kebijakan negara target yang menjadi fokus penelitian ini adalah kebijakan nuklir Iran yang menjadi tujuan utama penjatuhan sanksi CISADA. Untuk mengukur indikator ini, peneliti akan melihat efek sanksi terhadap kapabilitas proliferasi nuklir Iran setelah masa efektif sanksi dijalankan. Grafik 1. Pengayaan Uranium Iran
Sumber:http://www.nytimes.com/interactive/2012/09/02/world/middleeast/growth-of-irans-nuclearprogram.html?ref=nuclearprogram
Grafik di atas bisa menggambarkan pengayaan uranium Iran yang kian meningkat dari pertengahan tahun 2011 hingga 2012. Pada Bulan September 2011, Iran memulai pengoperasian pengayaan uraniumnya dan terus berlanjut hingga Bulan November 2011. Setelah itu, Iran lanjut ke tahap yang lebih krusial. Di awal tahun 2012, dimana implementasi sanksi semakin diketatkan dan meningkatnya dukungan internasional untuk menekan rezim Iran di sektor energi, Pemerintah Iran meningkatkan penginstalan di pengayaan uraniumnya. Penginstalan proyek nuklir Iran bahkan mengalami peningkatan drastis sebanyak 1.064 sentrifugal dari Bulan Mei hingga Agustus 2012. 2. Pengubahan Perilaku Negara Target Untuk melihat pengubahan perilaku negara target, peneliti memperlihatkan dinamika tawaran negosiasi dengan Iran yang akan menjadi indikator sukses atau tidaknya sanksi CISADA
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
15
mengubah perilaku Iran mengakomodasi kehadiran inspeksi internasional di sektor nuklirnya. AS, P5+1, PBB, dan IAEA telah mengerahkan upaya negosiasi kepada Iran dalam berbagai bentuk dan resolusi. Untuk melihat pola perilaku Iran dalam perundingan selama masa sanksi, kita bisa melihat hasil perundingan yang dilakukan selama tahun 2012 di Istanbul pada 13-14 April, Baghdad 23-24 Mei, dan di Moskow pada tanggal 18-19 Juni. Rangkaian pertemuan selama periode sanksi CISADA yang diprakarsai AS dan 5 negara besar lainnya ini terbukti hingga akhir Pemerintahan Obama I tidak berhasil mengubah sikap Iran untuk bersedia melakukan bargain insentif sanksi dengan penundaan pengayaan uraniumnya. 3. Pengubahan Stabilitas Rezim Sanksi CISADA diharapkan dapat menyebabkan keretakan di dalam kepemimpinan senior Iran. Pada tahun 2011, memang ada perselisihan antara Presiden Ahmadinejad dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, tapi hal ini tidak disebabkan oleh sanksi ekonomi AS, namun oleh perbedaan arah kedua tokoh dalam menghadapi revolusi Islam (Wyler). Tiga indikator di atas telah menunjukkan ketidakefektivan implementasi sanksi CISADA pada Pemerintahan Obama I. Sehingga, penelitian ini telah berhasil menunjukkan data indikator variabel dependen yaitu inefektivitas sanksi CISADA tahun 2010-2012. Penelitian ini akan dilanjutkan dalam analisis penyebab inefektivitas sanksi dalam bab berikutnya.
Analisis: Penyebab Ketidakefektivan CISADA 1. Nuklir Iran dan Politik Harga Diri: Resistensi Rezim Iran Di Teheran, semua orang baik pejabat, media, akademisi, dan warga sipil memiliki keseragaman pandangan tentang harga diri bangsa Iran. Ketika ditanya mengapa mereka memiliki sentimen yang dalam terhadap AS, mereka menyatakan: “negara kami independen dan punya harga diri”. Sentimen masyarakat Iran terhadap AS ini melingkupi kebijakan politik termasuk kebijakan sanksi ekonomi AS yang terbaru; CISADA. Kekhawatiran AS terhadap program nuklir Iran ini direspon dengan kritikan oleh masyarakat Iran. Mereka memprotes mengapa orang berdiam saja ketika AS dan Israel memiliki senjata nuklir, namun mengkritik program energi nuklir Iran untuk tujuan damai (Wen). Menanggapi hal ini, Dina Y. Sulaiman menyatakan bahwa masyarakat Iran memiliki kekompakan dalam memandang program nuklir negaranya. Masyarakat Iran memiliki semangat nasionalisme yang masih tinggi dan fanatisme terhadap Pemimpin Tertinggi mereka yaitu
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
16
Ayatollah Khamenei. Sehingga, kebijakan Barat yang menentang hak Negara Iran untuk mengembangkan program nuklir merupakan kebijakan yang dipandang hostile bagi masyarakat Iran. Di tataran domestik, jika ada politisi yang menentang kebijakan nuklir Iran, popularitas politiknya akan segera hilang. Tingginya dukungan rakyat terhadap program nuklir Iran merefleksikan kebanggaan bangsa Iran terhadap peradabannya. Dukungan dan rasa bangga masyarakat Iran terhadap program nuklir Iran tentunya tidak semata-mata merupakan kondisi yang given. Peran rezim dalam membangun semangat nasionalisme di sektor pengembangan nuklir adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Dalam kondisi politik Iran yang sekarang, program nuklir telah menjadi instrumen rezim untuk memobilisasi rakyat dalam menentang arogansi Barat. Upaya ini semakin dipermudah semenjak tahun 2005 dimana lembaga eksekutif maupun legislatif Iran didominasi oleh kelompok konservatif. Dalam prosesnya, kebijakan nuklir menjadi sebuah kebijakan yang populer dan dimanfaatkan oleh Ahmadinejad dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei untuk melakukan stigmatisasi kepada kelompok reformis. Isu nuklir menjadi instrumen bagi Pemerintah Iran untuk meredam segmentasi politik domestik Iran. Bagi Ahmadinejad dan Khamenei, keinginan untuk menyerah dalam pengembangan nuklir berarti mengancam kepentingan Iran. Stigmatisasi ini bisa dianggap berhasil karena Ahmadinejad meraih banyak dukungan dari rakyat Iran melalui aksi populis Ahmadinejad yang menghimpun dukungan rakyat Iran dalam mendukung hak-hak nuklir Iran. Ahmadinejad mengumumkan bahwa program nuklir Iran layaknya “kereta tanpa rem" yang tidak rentan terhadap tekanan dari luar. Propaganda domestik Ahmadinejad disampaikan dalam bentuk slogam di perangko, uang kertas, medali, dan lain-lain (Chubin). 2. Kehadiran Cina Sebagai negara dengan kebutuhan energi yang besar, Cina telah mengimpor energi dari Iran dalam jumlah yang tidak sedikit. Cina membeli sekitar 20% dari total ekspor minyak Iran-senilai dengan US$16 miliar di tahun 2011. Angka ini menjadikan Cina sebagai satu-satunya pelanggan utama Iran. Jumlah ini telah cukup untuk mengimbangi sekitar US$12 miliar untuk membeli barang-barang dari Cina oleh Iran, dengan hutang sebesar US$4 miliar oleh Cina ke Pemerintah Iran. Departemen Keuangan AS melaporkan bahwa hutang ini tidak dibayarkan melalui Bank Sentral Iran, namun sebagian besar diselesaikan dalam mata uang lokal atau dengan ekspor barang tambahan dari Cina untuk Iran (Katzman).
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
17
Meskipun Cina telah menurunkan konsumsinya terhadap energi Iran,tetap saja sejauh ini Cina menjadi negara yang menjalankan aktivitas perdagangan energi dengan Iran selama masa sanksi Rusia, Cina, dan beberapa negara lainnya telah menjadi perhatian khusus DK PBB. Khusus untuk Cina, dilaporkan bahwa beberapa perusahaan Cina berpotensi untuk mengisi kekosongan dalam industri energi Iran yang ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan tambang (pengerukan) Eropa. Tindakan ini dinamakan sebagai backfill (Katzman). Tidak hanya itu, Cina juga telah melakukan beberapa kali dukungan diplomatis terhadap rezim Iran dan menentang kebijakan sanksi ekonomi unilateral AS. Selama prosesnya, Cina telah membantu Iran mengurangi tekanan ekonomi di tengah masa sanksi. 3. Ketidakmampuan AS Merangkul Cina Cina merupakan negara pemegang sekuritas AS terbesar di dunia. Bagaimanapun, Cina adalah negara yang memiliki kekuatan kunci dalam kekuatan finansial AS. AS memiliki banyak pertimbangan jika harus memutuskan tindakan koersif terhadap Cina. Sejauh ini AS telah melakukan negosiasi dan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan Cina yang terbukti melanggar CISADA. Meskipun begitu, AS belum memperlihatkan ketegasan terhadap Pemerintah Cina yang dari waktu ke waktu secara progresif melakukan pelanggaran CISADA, seperti peningkatan investasi di sektor energi Iran dan lainnya seperti yang dibahas di bagian sebelumnya. Menurut International Monetary Fund (IMF), pada tahun 2011 AS merupakan penerima modal asing terbesar di dunia (38,5 % dari total modal asing di tingkat global). Sementara itu, Cina merupakan investor asing terbesar di dunia (12,5% dari total investasi global) (IMF, 2012). Bank Sentral Cina merupakan pembeli terbesar aset keuangan AS. Tingginya utang AS ke Cina ini disebabkan oleh rendahnya suku bunga tabungan di AS yang diciptakan untuk meningkatkan angka konsumsi domestik AS daripada produksi. Namun, efek kebijakan ini memaksa AS untuk meminjam ke defisit keuangan federal dan kebutuhan modal privatnya. Sehingga, AS bergantung pada negara lain dengan suku bunga tabungan yang tinggi, seperti Cina untuk melakukan investasi di pasar modal AS.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
18
Grafik 2. Pemegang Utama Cadangan Devisa AS Kuarter Ke-3 2012 (dalam Juta Dolar)
Sumber: http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf
Grafik di atas memperlihatkan keunggulan Cina dibandingkan negara-negara lain di dunia sebagai pemegang devisa utama AS. Kondisi ini menjadikan AS bersandar pada investasi asing dari Cina untuk menjalankan aktivitas produksi di dalam negeri AS. Pemerintah Cina telah mengkonversi cadangan devisa AS yang dimilikinya menjadi sekuritas finansial AS, termasuk sekuritas Departemen Keuangan AS, utang lembaga AS, utang korporat AS. Sekuritas Departemen Keuangan AS merupakan sekuritas terbesar yang dipegang oleh Cina. Pada Bulan September 2012, total sekuritas ini mencapai US$1,16 triliun atau 21,8% dari total sekuritas kepemilikan asing di AS (Labonte, 2012). Implikasi kepemilikan sekuritas dan cadangan devisa AS oleh Cina ini juga turut mempengaruhi sikap AS dalam merespon agresivitas kerjasama energi Cina dan Iran. Cina memiliki daya tawar yang tinggi jika AS sewaktu-waktu berpikir untuk menekan Cina agar menghentikan perdagangan dan kerjasama energi dengan Iran. Sejauh ini, kepentingan Cina di Iran adalah untuk memperoleh aksesibilitas energi yang diperlukan sebagai pemenuhan kebutuhan energi Cina. Cina merasa keberatan jika AS menekan kerjasama energi di Iran karena akan mengganggu keamanan energi Cina. Di satu sisi, AS juga dituntut untuk menjaga hubungan
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
19
bilateral yang baik dengan Cina terkait dengan kepemilikan cadangan devisa dan sekuritas AS oleh Cina.
Kesimpulan Untuk menjawab penyebab ketidakefektivan CISADA, penelitian ini menggunakan menganalisis konsensus internasional selama masa sanksi. Konsensus internasional dibentuk oleh tiga indikator yang berhasil dianalisis dalam penelitian ini. Pertama, ada atau tidaknya mitra perdagangan alternatif negara target sanksi. Dalam kasus Iran, Iran berhasil mendekati Cina dan meningkatkan kerjasama di sektor energi dan nuklir. Kedua, kekuatan aliansi negara sender. Penurunan demand aliansi AS berakibat signifikan terhadap sektor energi Iran. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa aliansi AS solid mendukung kebijakan CISADA. Namun, dalam praktiknya, Iran berhasil mengalihkan pasar ekspor energinya ke Cina. Cina meningkatkan permintaan minyak ke Iran dan melakukan backfill di beberapa perusahaan yang ditinggal Uni Eropa karena CISADA. Ketiga, kekuatan hegemoni AS. Kekuatan hegemoni AS dalam penelitian ini diukur dari keterbatasan kapabilitas ekonomi AS untuk mempengaruhi Cina. Analisis penelitian ini mengindikasikan bahwa Cina memiliki leverage yang lebih tinggi dalam menyikapi kebijakan politik luar negeri AS jika bersifat mengancam kepentingan Cina. Alasannya, Cina merupakan pemegang sekuritas AS yang terbesar di dunia. Temuan yang lain namun sangat signifikan dalam penelitian ini adalah tingginya resistensi Pemerintah Iran terhadap CISADA. Rezim Iran berhasil memobilisasi nasionalisme dan patriotisme Iran untuk mendukung kebijakan nuklirnya. Rekomendasi dan Saran Agar implementasi sanksi ekonomi terhadap Iran berjalan lebih efektif, maka sebaiknya: 1.
Menemukan metode pendekatan baru ke Iran Cara untuk mencapai hasil yang efektif adalah dengan memulai serangkaian perundingan
rahasia tingkat tinggi dengan Pemimpin Iran. Perundingan ini akan dibutuhkan mengidentifikasi mekanisme bagi Iran supaya bersedia
untuk
menghentikan atau setidaknya
menangguhkan program nuklirnya dengan imbalan relaksasi sanksi AS. 2. Mendekati Cina AS bisa memberikan insentif kepada Cina agar bersedia mengurangi impor minyak dari Iran. AS juga disarankan untuk melobi Cina agar meningkatkan impor dari Negara-negara Teluk
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
20
lainnya, seperti Saudi Arabia untuk menggantikan suplai minyak dari Iran. Upaya ini cenderung lebih efektif karena pada dasarnya Cina juga memiliki pertimbangan dan tidak ingin kehilangan pasarnya di AS jika Cina secara ideal mendukung kebijakan rezim Iran yang menjadi objek penjatuhan sanksi CISADA.
Kepustakaan Amuzegar, J. (2006). Nuclear Iran: Prospects And Perils. Middle East Policy, 90-112. Baldwin, D. (1985). Economic Statecraft. New Jersey: Princeton University Press. Bidgoly, F. (n.d.). Retrieved from http://www.sustainalytics.com/sites/default/files/Iran_Sanctions_Trends_and_Risks_Susta inalytics.pdf Bidgoly, F. (n.d.). Retrieved from http://www.sustainalytics.com/sites/default/files/Iran_Sanctions_Trends_and_Risks_Susta inalytics.pdf Bozorgmehr, N. (n.d.). Retrieved September 9, 2012, from http://www.ft.com/intl/cms/s/0/95061748-c04d-11e1-982d00144feabdc0.html#axzz25yLPXgTs Chubin, S. (n.d.). Retrieved December 23, 2012, from http://iranprimer.usip.org/resource/politics-irans-nuclear-program Council, N. (n.d.). Retrieved November 12, 2012, from http://www.niacouncil.org/site/DocServer/Unilateral_Sanctions__Working_Against.pdf?docID=184 Erdbrink, T. (n.d.). Retrieved November 19, 2012, from http://www.washingtonpost.com/world/irans-rial-slides-under-latest-ussanctions/2012/01/02/gIQAHX8MWP_story.html et.al., H. G. (2003). Economic Sanctions: Examining Their Philosophy and Efficacy. Westport: Greenwood Publishing Group. Eyler, R. (2007). Economic Sanctions: International Policy and Political Economy at Work. New York: Palgrave Macmillan. Harold, S. (n.d.). Retrieved from http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/occasional_papers/2012/RAND_OP351.pdf Harold, S. (n.d.). Retrieved from http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/occasional_papers/2012/RAND_OP351.pdf Hufbauer, G. C. (2007). Economic Sanctions: Reconsidered 3rd edition. Washington DC: Peter G. Peterson Institute for International Economics.
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013
21
IMF. (2012). Global Financial Stability Report, the Quest for Lasting Stability. Irawan, P. (2006). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. Katzman, K. (n.d.). Retrieved from http://fpc.state.gov/documents/organization/187388.pdf Katzman, K. (n.d.). Retrieved from http://fpc.state.gov/documents/organization/187388.pdf Labonte, W. M. (2012). China’s Holdings of U.S. Securities: Implications for the U.S. Economy. Maloney, E. D. (n.d.). Retrieved August 12, 2012, from http://www.foreignaffairs.com/articles/67465/erica-downs-and-suzanne-maloney/gettingchina-to-sanction-iran Marcus, J. (n.d.). Retrieved August 12, 2012, from http://www.bbc.co.uk/news/world-middleeast-18659506 O’Callaghan, M. G. (2002). International Relations: The Key Concepts. New York: Routledge. Pape, D. A. (1998). Evaluating Economic Sanction. International Security, 189. Remark, P. (n.d.). Retrieved September 6, 2012, from http://www.whitehouse.gov/the-pressoffice/remarks-president-signing-iran-sanctions-act Saghaye-Biria, F. I. (2007). A Discourse Analysis Of Elite American Newspaper Editorials: The Case Of Iran’s Nuclear Program. Journal of Communication Inquiry, 140-165. Sanger, D. E. (n.d.). Retrieved September 9, 2012, from http://www.nytimes.com/2012/05/28/world/middleeast/iran-wont-halt-production-ofhigher-grade-uranium.html?_r=1 Spicer, J. (n.d.). Retrieved November 19, 2012, from http://in.reuters.com/article/2012/09/12/usasanctions-idINL1E8KCKRX20120912 Stategov. (n.d.). Retrieved September 2012, from http://www.state.gov/e/eb/esc/iransanctions/docs/160710.htm United Nations Department of Public Information. (n.d.). Retrieved June 9, 2010, from http://www.un.org/News/Press/docs/2010/sc9948.doc.htm Wen, W. (n.d.). Retrieved November 13, 2012, from http://www.globaltimes.cn/NEWS/tabid/99/ID/698144/Dignity-is-Irans-greatest-weaponagainst-US.aspx Werk, N. (n.d.). Retrieved October 1, 2012, from http://yalejournal.org/2012/07/misunderstanding-rationality-the-failure-of-sanctionsagainst-iran/ Wyler, G. (n.d.). Retrieved December 17, 2012, from http://www.businessinsider.com/politicalrift-grows-between-irans-president-and-the-ayatollah-2011-4
Analisis ketidakefektivan..., Widya Fitri, FISIP-UI, 2013