ISSN:1411-9455
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Whistleblowing System VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
1
Contens
Auditorial
3
Auditama
4
Liputan Khusus
15
Auditoase
18
Wawancara
27
Ex-Auditor
20
SpeakOut
24
Kang Jejen
26
Ragam Pengawasan
27
Alexander on Leadership
44
Kartun
45
Profil
46
Pojok Psikologi
48
Sudut Kantor
50
Resonasi
52
Hobby
54
Berita Keluarga
56
Gadget
58
Resensi Buku
59
18
27
36 42
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai Standar Biaya Umum (SBU). Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi, Penanggung jawab :Alexander Zulkarnaen, C.M. Susetya, Redaktur :M. Hisyam Haikal, Penyunting : Dedhi Suharto, Budi Prayitno, Tito Juwono Pradekso, M.C. Kinanti Raras Ayu, Desain Grafis/ Fotografer :Putra Kusumo Bekti, Nyoman Andri Juniawan, Sekretariat :Suryani, Istianah, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Ari Hapsari, Talitha Sya'banah Fajrin Sudana, Johan Ridzky Aditya, Delima Frida P.,Agus Rismanto, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih, Mujaini, Taufik Danar P, Nur Imroatun Sholihat, Hermulia Hadie P., Pius Apriano G., Retno Wulan S., Irsyad Qomar ISSN : 1411 - 9455 Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII, Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710 e-mail :
[email protected]
2
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
auditorial
enyambut pergantian tahun, Auditoria mendapat angin segar berupa tambahan beberapa personel baru. ‘Darah-darah muda’ ini hadir dengan semangat baru, inovasi baru, ide-ide baru. Adalah harapan kita semua bahwa tambahan ini akan semakin meningkatkan kualitas Auditoria sebagai media cetak yang mampu membangun (aparat) pengawas yang berkompeten. Oleh karena itu, mengusung misi sebagai pembangun pengawas berkompeten, Auditoria mencoba membawakan materi-materi yang berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada peningkatan kompetensi pembacanya.
M
Pembahasan utama Auditoria kali adalah seputar Whistleblowing System atau dikenal dengan ‘panggilan akrab’ WiSe. Bukan tanpa alasan kami mengulas soal WiSe. Reformasi birokrasi yang telah 5 tahun lebih dilaksanakan di Kementerian Keuangan rupanya masih menyisakan peluang untuk terus disempurnakan. Celah-celah kecil yang berkelindan dengan kelemahan integritas yang (mungkin) masih menghinggapi sebagian personel, di beberapa kesempatan meninggalkan noktah bagi Kementerian. Dengan ekspektasi publik yang demikian besar, noktah - sekecil apapun itu - bukanlah sesuatu yang diharapkan. Sebagaimana digagas Menteri Keuangan, kesempurnaan, excellence, itulah yang jadi dambaan publik terhadap Kementerian Keuangan. WiSe bukanlah sekadar aplikasi, melainkan solusi. Solusi yang ditawarkan Inspektorat Jenderal dalam mengeliminasi ‘celah-celah kecil’ dan ‘kelemahan integritas’ yang mungkin masih tersisa. Peran serta dan keterlibatan berbagai pihak, yang dengan mudahnya melaporkan dugaan pelanggaran ‘kapanpun, dimanapun’ -sepanjang tersedia koneksi internet- diharapkan meningkatkan awareness kita semua, bahwa pelanggaran tidak lagi mendapat tempat di instansi kita. Auditoria mengucapkan selamat bergabung kepada segenap pegawai yang baru ditempatkan di Inspektorat Jenderal. Selamat bergabung dengan unit strategic business partner di Kementerian Keuangan dan selamat berkontribusi! Kami juga berupaya membangun ‘kompetensi non-teknis’ pembaca sekalian. Melalui rubrik-rubrik andalan seperti AuditOase, Resonansi, hingga kartun, kami coba selipkan hal-hal yang ringan namun menggugah kesadaran, empati dan ‘rasa’ kita semua. Kepada pembaca, tak henti-hentinya kami harapkan kritik dan tegurannya agar Auditoria semakin bermanfaat dan mampu memenuhi harapan pembaca sekalian. Selamat menikmati edisi kali, semoga bermanfaat!
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
3
auditama
Pada Mulanya WiSe “para peniup peluit” (whistleblowers) akan mengungkapkan penyimpangan integritas mereka dalam menjalankan tugas dan akan berakibat pada penjatuhan sanksi hukuman tanpa pandang bulu
S
epanjang tahun 2010, Kementerian Keuangan diuji dengan pemberitaan-pemberitaan mengenai kasus korupsi yang melibatkan beberapa pegawainya. Media-media nasional menempatkan berita tersebut sebagai headline selama beberapa waktu. Nama Kementerian Keuangan seketika menjadi topik panas yang dibicarakan masyarakat. Reformasi birokrasi yang didengungkan di Kementerian Keuangan sontak seakan-akan dipertanyakan. Menyikapi hal tersebut, Menteri Keuangan terus menginstruksikan kepada seluruh jajaran di lingkungan Kementerian Keuangan untuk membangun semangat reformasi birokrasi guna menciptakan pemerintahan yang bersih, terbebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu langkah konkrit yang ditempuh adalah pengembangan sistem penanganan pengaduan yang mudah diakses, dipantau dan ditindaklanjuti. Sistem tersebut diharapkan mampu menjadi alat pemberantasan korupsi yang efektif.
Reformasi birokrasi yang didengungkan di Kementerian Keuangan sontak seakan-akan dipertanyakan
Lahirnya Aplikasi WiSe Secara historis, sejarah berdirinya WiSE ini diawali dari peran Inspektorat I yang menyusun peraturan tentang tata cara pengelolaan dan tindak lanjut pelaporan di Kementerian Keuangan. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010. Seiring dengan maraknya pemberitaan mengenai dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) diminta oleh Menkeu untuk membuat tata cara atau petunjuk teknis pelaporan pelanggaran. Petunjuk
4
teknis yang dimaksudkan untuk melengkapi tata cara pelaporan yang dikhususkan untuk penanganan pelaporan pelanggaran. IBI, bekerjasama dengan Inspektorat I, Biro Bantuan Hukum dan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal, menyusun peraturan yang memuat tentang bagaimana agar penanganan pengaduan dapat terintegrasi untuk seluruh Kementerian Keuangan. Turut disusun pula aturan yang memudahkan pelapor untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran. Sebagai muara dari proses penyusunan petunjuk teknis pelaporan pelanggaran, pada tanggal 10 Mei 2011 diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Menurut M. Dody Fachrudin, Auditor IBI, KMK tersebut juga secara khusus mengamanatkan pengembangan sistem pengelolaan dan tindak lanjut pelaporan pelanggaran serta pelaporan hasil
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
auditama pengelolaan pelaporan pelanggaran yang akan digunakan oleh seluruh eselon I. “Sekitar satu bulan sejak diterbitkannya KMK No. 149/KMK.09/2011, IBI, Bagian Sistem Informasi Pengawasan (SIP) dan Pusintek mulai membangun aplikasi WiSe”, lanjut Dody. Kriteria penting dari aplikasi yang hendak dibangun adalah yang mudah diakses, mudah dimengerti penggunaannya, dan dapat menjaga kerahasiaan pelapor Sebagai langkah awal, gambaran proses bisnis WiSE disampaikan oleh IBI, kemudian SIP menanggapi atau mengonfirmasi hal-hal yang kurang jelas. “Kami bahkan meminta flowchart dari proses bisnis tersebut agar lebih jelas”, demikian dijelaskan oleh Tri Achmadi, Kasubbag Pengembangan Sistem dan Aplikasi Bagian SIP. Selain dari konsep yang diajukan oleh IBI, konsep WiSE yang dibuat juga berdasarkan perbandingan dengan sistem serupa yang dimiliki oleh KPK, yaitu KPK Whistleblowers System (KWS). Namun, konsep KWS tidak terlalu diikuti, karena terlalu banyak yang harus diisi oleh pelapor. KWS menekankan kepada si pelapor (whistleblowers), sedangkan WiSE lebih menekankan kepada pengaduannya (whisthleblowing). Henrajaya, salah satu penggagas dibentuknya aplikasi WiSE, menyatakan bahwa aplikasi WiSE diciptakan tidak hanya melalui koordinasi internal di lingkungan Kementerian Keuangan. IBI melakukan benchmarking dengan pihak-pihak eksternal yang telah lebih dulu mengoperasikan aplikasi WiSE, baik di pihak swasta, KPK dan Kantor Akuntan Publik (KAP). IBI juga seringkali melaksanakan diskusi bulanan dengan CFE Indonesia. “Biasanya hadir untuk diskusi dan mengadakan sharing session mengenai masalah penanganan pengaduan whistleblowing”, pungkas Henrajaya. Kriteria penting dari aplikasi yang hendak dibangun adalah yang mudah diakses, mudah dimengerti penggunaannya, dan dapat menjaga kerahasiaan pelapor. Untuk itu, menurut Tri Achmadi, dalam proses pengembangannya, user requirement yang digunakan mengikuti format baku Pusintek, agar output yang dihasilkan benar-benar sesuai yang diharapkan pemilik proses bisnis, dalam hal ini IBI.
Setelah melalui proses pengembangan selama kurang lebih empat bulan, pada bulan September 2011, aplikasi WiSe telah sepenuhnya siap digunakan. Pada tanggal 5 September 2011, aplikasi WiSe secara resmi diluncurkan oleh Menteri Keuangan. Dalam sambutannya, Menteri Keuangan menegaskan bahwa pihaknya tengah berupaya membangun budaya yang mengutamakan integritas, profesionalitas, religiusitas, dan semangat reformasi birokrasi. Harapannya, upaya membangun nilainilai tersebut berjalan benar. “Kalau tidak, akan ada peniup peluit dan berakibat pada sanksi, bahkan sampai dibawa ke proses hukum,” pungkasnya di acara yang berlangsung di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I tersebut. Kini, aplikasi WiSe sudah dapat diakses dan digunakan melalui www.wise.depkeu. go.id.
WiSe: Kini dan Selanjutnya Pembangunan aplikasi WiSE memperhatikan empat prinsip, yaitu kerahasiaan, mudah dan cepat, terintegrasi, dan pemantauan. Dalam peresmian aplikasi WiSE lalu, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Loho menyampaikan bahwa WiSE memiliki empat keunggulan, yaitu kerahasiaan sang pelapor sangat dijaga dan dipastikan aman. Setiap pelapor tak perlu menyebutkan identitasnya, “Boleh dengan nama samaran yang menarik,” katanya. Kemudian, lanjut beliau mengenai keunggulan WiSe, aplikasi ini dapat diakses dengan mudah dan cepat melalui situs www.wise.depkeu.go.id, sepanjang tersedia koneksi internet. Selain dari sisi eksternal, dari sisi internal kelebihan aplikasi WiSe adalah adanya fitur dashboard yang berguna bagi pimpinan dalam melakukan pemantauan. Selain itu, integrasi dan pelaporan
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
5
auditama dioperasikan seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan yang dipantau oleh Inspektorat Jenderal. Peluncuran sistem baru ini telah sesuai dengan komitmen Kementerian Keuangan memerangi tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut Inspektur Jenderal, harus diakui bahwa masih saja ada pegawai belum meninggalkan tindakan KKN tersebut, “Jadi dengan WISE ini masyarakat dapat berperan memantau kinerja pegawai Kemenkeu,” demikian lanjut mantan Direktur Akuntansi dan Pelaporan ini.
perbaikan dan penyempurnaan telah dan sedang diimplementasikan. Fokus pertama adalah perbaikan proses bisnis melalui perubahan terhadap PMK 103 tahun 2010 dan KMK 149 tahun 2011. Perubahan tersebut tentu saja akan berdampak pada aplikasi WiSe karena akan ada perubahan alur penanganan pengaduan. Selanjutnya, penyempurnaan aplikasi dilakukan mengacu pada perubahan proses bisnis tersebut. Selain itu, akan dilakukan pula integrasi antar sistem penanganan pengaduan yang ada di Kementerian Keuangan. Penanganan whistleblowing yang baik diharapkan akan menumbuhkan kesadaran bahwa pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan harus terus menjaga integritasnya
Epilog
Mengenai pengaduan masyarakat, Dody dari IBI menyatakan saat ini terdapat beberapa saluran yang dapat digunakan oleh masyarakat. Selain WiSe, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sudah memiliki sistem penanganan pengaduan serupa, yaitu Sistem Aplikasi Pengaduan Masyarakat (SIPUMA) di DJBC dan Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP) di DJP. Kedua aplikasi tersebut disiapkan untuk menampung, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat. Selain SIPUMA dan SIPP, pengaduan juga terkadang langsung ditangani oleh Inspektorat sebagai pengawasan fungsional yang terkait. Unit Kontrol Intern (UKI) tiap-tiap eselon I juga memiliki saluran pengaduan yang dapat digunakan. “Seringkali ada tumpang tindih tindak lanjut karena IBI tidak dapat memonitor pengaduan yg tidak direkam dalam WiSe”, demikian salah satu kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pengaduan WiSe menurut Dody.
Dalam rangka mewujudkan clean government dan good governance, reformasi birokrasi telah diterapkan di lingkungan Kementerian Keuangan sejak tahun 2007. Hal ini didorong oleh adanya stigma mengenai kurang baiknya kinerja pegawai pemerintah dari masyarakat. Inilah yang mendorong diciptakannya suatu sarana untuk meminimalisasi dan menghilangkan praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di lingkungan Kementerian Keuangan. Pengaturan mengenai whistleblowing Keuangan merupakan perwujudan pembangunan nilai integritas di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan adanya mekanisme yang baik dalam penanganan whistleblowing diharapkan akan meningkatkan integritas para pegawai/pejabat Kementerian Keuangan. Penanganan whistleblowing yang baik diharapkan akan menumbuhkan kesadaran bahwa pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan harus terus menjaga integritasnya, karena bila tidak, akan ada “para peniup peluit” (whistleblowers) yang akan mengungkapkan penyimpangan integritas mereka dalam menjalankan tugas dan akan berakibat pada penjatuhan sanksi hukuman tanpa pandang bulu. (GIL/KIN/ARH/RHM/)
Sebagai sebuah sistem, aplikasi WiSe senantiasa berkembang, seiring perkembangan kebutuhan proses bisnisnya. Untuk itu, beberapa
6
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
auditama
Ketemu Pegawai Kemenkeu ‘Nakal’? Laporkan Melalui WiSE!
P
ernah mengalami ribetnya bikin KTP kalau seandainya hilang? Ataupun betapa berbelitbelitnya proses mengurus Surat Keterangan Kelakuan Baik? Baru membayangkan saja sudah terbayang betapa malasnya harus berhadapan dengan birokrasi. Kalau mau cepat jadi? Bisa! Namun biasanya harus ada “uang pelicin” dulu. Secara umum, paradigma masyarakat kita mengenai birokrasi adalah masih jauh dari sosok ideal seorang pelayan masyarakat. Lamban, berbelit-belit, prosedural dan tidak efisien kerap diidentikkan dengan birokrasi di Indonesia. Padahal yang menjadi produk dari suatu organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (public service) yang diberikan untuk memenuhi hak mereka, tidak heran tuntutan masyarakat akan profesionalisme birokrasi pun semakin tinggi.
Saat ini Kementerian Keuangan telah memiliki fasilitas sarana pengaduan online atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawainya, sehingga baik masyarakat maupun pegawai Kemenkeu sendiri dapat menjadi whistleblower kapanpun dan dimanapun. Jadi bila kita menemukan adanya indikasi pelanggaran, kemana harus melaporkannya tanpa takut akan ditekan? Yaitu cukup dengan mengakses laman www.wise. depkeu.go.id, maka pengaduan secara langsung, mudah, cepat dapat dilaporkan. Sang pelapor juga tidak perlu khawatir identitasnya akan terungkap karena akan dirahasiakan, Kementerian Keuangan hanya fokus pada informasi yang dilaporkan. Agar
Kementerian Keuangan saat ini menerapkan reformasi birokrasi karena dinilai dapat mendorong institusi/lembaga pemerintahan menjadi lebih transparan, sehingga akan mudah memantau atas terjadinya pelanggaran. Kebijakan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang dilengkapi dengan Whistleblowing System (WiSe) adalah upaya dari pemerintah untuk mengajak semua pihak ikut memantau indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu. Dengan diterapkannya WiSe, diharapkan dapat menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional dan bertanggung jawab serta birokrasi yang efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat memberikan layanan kepada publik secara maksimal. VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
7
auditama kerahasiaan lebih terjaga harus diperhatikan antara lain: jangan memberitahukan data-data pribadi, seperti nama/hubungan Anda dengan pelaku; jangan memberitahukan data/ informasi yang memungkinkan bagi orang lain untuk melakukan pelacakan siapa Anda; dan hindari orang lain mengetahui username, password serta nomor registrasi Anda. Sang pelapor dapat memonitor tindak lanjut dari pengaduannya melalui website, pengaduan Anda akan mudah ditindaklanjuti bila memenuhi unsur-unsur antara lain: what (perbuatan berindikasi pelanggaran yang diketahui); where (dimana perbuatan tersebut dilakukan); when (kapan perbuatan tersebut dilakukan); who (siapa saja yang terlibat dalam perbuatan tersebut); dan how (bagaimana modus/cara perbuatan tersebut dilakukan). Hasil atas penanganan pengaduan masyarakat ini kemudian akan dipublikasikan secara transparan.
Selayang pandang WiSe Tampilan laman www.wise.depkeu.go.id dan menu yang disediakan cukup user friendly serta informatif, sehingga sang pelapor dapat dengan mudah menggunakannya. Cara melapor pertamakali adalah klik tombol “Login”, lalu isikan username dan password. Jika nama Anda belum terdaftar maka klik tombol “Register” dan isikan data diri Anda, lalu klik kembali tombol “Register”. Username dan password yang dibuat harus unik dan tidak menggambarkan identitas Anda agar kerahasiannya dapat terjaga. Klik menu “Pengaduan” untuk merekam pengaduan baru dan klik tombol “Tambah Pengaduan” untuk menambahkan pengaduan baru. Selanjutnya mengisi form Tambah Pengaduan sesuai informasi yang anda ketahui, lalu klik tombol “Lanjut”. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengisian antara lain: semua kotak yang diberi tanda (*) wajib diisi dan pastikan informasi yang diberikan sedapat mungkin memenuhi unsur 4W + 1H. Bukti dalam bentuk file foto atau dokumen lain dapat dilengkapi di halaman pengaduan setelah ada petunjuk untuk menyertakan lampiran, lalu klik kotak kecil di bawah petunjuk tersebut dan lanjutkan prosesnya. Setelah selesai mengisi, klik tombol “Kirim” untuk melanjutkan atau klik tombol “Hapus” untuk membatalkan proses pelaporan Anda. Jika ingin
8
m e n c eta k nomor register pengaduan, maka menu tersedia di halaman berikutnya. Apakah nomor register itu? Nomor register adalah nomor yang digunakan sebagai identitas pelapor dalam melakukan komunikasi tidak langsung antara pihak pelapor dengan penerima laporan, yang didapatkan setelah pelapor menyampaikan laporan pelanggaran melalui aplikasi WiSe ini. Username dan password harus disimpan baik-baik, begitupun dengan nomor register yang diperoleh saat melakukan pengaduan untuk mengetahui status/tindak lanjut pengaduan yang disampaikan. Bila pengaduan yang disampaikan belum memenuhi kriteria untuk ditindaklanjuti, maka pihak Kemenkeu akan menghubungi sang pelapor melalui saluran yang telah dicantumkan dalam form pengaduan. Pengaduan yang Anda berikan akan direspon dan tercantum dalam aplikasi Wise ini serta akan ter-update secara otomatis sesuai dengan respon yang telah diberikan oleh pihak penerima pengaduan. Untuk dapat melihat respon yang diberikan, sang pelapor harus login terlebih dahulu dengan username yang telah diregistrasikan di aplikasi ini dan baru dapat melihat status pengaduan dalam histori pengaduan sesuai dengan nomor register pengaduan yang didapatkan.
WiSe lebih Rinci Pengelolaan aplikasi WiSe ternyata tidak bisa begitu saja di share untuk masyarakat luar. Pihak admin mengaku karena ada beberapa hal teknis
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
auditama yang memang harus tetap dijaga kerahasiannya sehingga tidak boleh sembarangan dipublikasikan keluar. Seperti penuturan Diana M. Ginting sebagai tim WiSe, “mungkin kita tidak bisa menjelaskan secara rinci ya prosedural internal di lingkup kita tapi kita bisa men-share hal-hal yang umum.” Pada dasarnya semua pengaduan yang masuk selain dari aplikasi baik melalui sms, fax, surat ataupun langsung datang sendiri akan tetap di entry dalam aplikasi. Hal ini membantu pihak internal dalam administrasi database pengaduan agar lebih mudah dipantau dan ditindaklanjuti.
kasus yang sudah ditangani bisa berupa hukuman disiplin, pengembalian kerugian negara, penyampaian kepada Kepolisian Negara RI atau bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selama ini, pengaduan yang masuk lebih banyak melalui surat ketimbang melalui web. Oleh sebab itu, tim WiSe hingga kini terus melakukan sosialisasi ke seluruh pegawaipegawai Kementerian Keuangan. Dengan harapan aplikasi ini bisa lebih di kenal dan memudahkan para calon pelapor.
Pengaduan yang masuk akan dipelajari dan dipilah. Apakah layak untuk ditindaklanjuti atau harus dilimpahkan ke unit eselon I lain yang bersangkutan. Orang-orang yang berada dibalik verifikasi pengaduan adalah mereka para auditor yang ada di Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Namun bukan berarti semua auditor di IBI bisa mengakses secara bebas database yang ada di aplikasi. Tetap ada batasannya, hanya beberapa orang saja yang bisa melihat database aplikasi WiSe. Verifikasi ini akan menghasilkan dua jenis kelompok yaitu aduan yang akan ditangani IBI langsung dan aduan yang akan dilimpahkan kepada unit eselon I lain yang terkait. Sebelum melakukan audit investigasi/pemeriksaan mendalam, tim harus melakukan kajian terlebih dahulu. Kajian yang berisi tentang dugaan kasus, unit kerja terkait, materi pelanggaran,aturan yang dilanggar, kesimpulan dan rekomendasi untuk menentukan langkah pemeriksaannya seperti apa. Dalam prosesnya, pertimbangan pimpinan Itjen dan unit eselon I lain juga sangat diperlukan.
Tim dalam pengelolaan WiSe sendiri terbagi menjadi dua yaitu sebagai admin dan pemantaunya. Setiap orang memiliki tugasnya masingmasing dan tidak ada yang merangkap sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menyelesaikan suatu kasus. Semua sudah memiliki porsi dan fungsinya masingmasing. Terdapat 7 fungsi dalam tim WiSe : Verifikator, Pejabat yang berwenang, analisis pengkaji, peng-entry, helpdesk, administrasi, dan pimpinan.
Audit investigasi setiap kasus memiliki cara yang berbeda, sesuai dengan rekomendasi dari hasil kajian sebelummya. Hasil investigasi wajib didokumentasikan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi/Laporan Hasil Pemeriksaan. Dalam laporan tersebut mengandung rekomendasi atas
Mereka dibalik WiSe
Verifikator bertugas menyeleksi di awal pengaduan untuk menentukan statusnya. Terbagi menjadi 4 status yaitu dilanjutkan ke analisis kajian, tidak dapat dilanjuti, belum dapat dilanjuti, dan dilimpahkan ke unit lain. Verifikator ini biasanya adalah koordinator kelompok (korkel). Korkel ini juga merupakan sebagai pejabat yang berwenang karena tahap analisis kajian akan mendisposisikan kajian ini ke pengaji. Anilisis pengkaji menerima pengaduan lalu melakukan kajian tapi masih bersifat umum dan hasilnya akan masuk ke inspektur. Hasil kajian dari pengkaji dan setelah dari inspektur akan di entry pada aplikasi WiSe. Jika hasil kajian berupa rekomendasi untuk dilakukan audit investigasi, peng-
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
9
auditama entry akan menginput hasil audit investugasi seperti surat tugas kesimpulan. Sedangkan untuk helpdesk adalah tempat dimana orang bisa memberikan pengaduan secara langsung. Petugas helpdesk ini akan meng-entry pengaduan itu pada aplikasi WiSe. Selain itu juga membantu menginput pengaduan diluar web seperti surat atau media lainnya. Admin aplikasi WiSe ini lebih kepada jika ada masalah pada aplikasi misal, membuat akun baru untuk pengelolanya, manajemen user. Sedangkan pimpinan disini adalah Inspektur Bidang Investigasi, Inspektur Jenderal, Menteri Keuangan, dan beberapa Pimpinan unit eselon 1 lainnya.
Kelebihan WiSe: WiSe merupakan aplikasi pengaduan untuk Kementerian Keuangan yang berarti mencakup seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan. Dalam WiSe semua bisa terintegrasi, oleh karenanya ada yang langsung ditangani oleh Inspektorat Jenderal dan ada yang dilimpahkan ke unit eselon I lain seperti Pajak, Bea Cukai ataupun Sekjen. Tapi unit lain hanya bisa melihat apa yang dilimpahkan dan bukan data yang utuh. IBI akan terus memonitor apa yang sudah dilimpahkan. Jadi bukan berarti lepas tangan karena sudah ditangani oleh yang lain.
tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjutb Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan dan KMK Nomor 149/KMK.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) Serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Secara garis besar PMK 103 mengenai pengaduan secara umum, sedangkan KMK 149 untuk aplikasi WiSe-nya. Dalam kedua peraturan tersebut disebutkan bahwa pihak pengelola WiSe wajib menjaga kerahasiaan pelapor. “Nanti memang kita lagi mengkaji hal-hal apa saja yang bisa menjadi masukan kita ke depan untuk aplikasi WiSe, apakah kita nanti harus mengacu tentang peraturan-peraturan di luar wise tentang perlindungan informan. Tapi itu pun harus kita lihat menyesuaikan dengan keterbatasan yang kita miliki”, kata Diana M. Ginting. Mekanisme perlindungan informan ini memang belum diatur secara rinci dalam peraturan. Namun tim WiSe sudah memiliki ramburambu tersendiri untuk menjaga keamanan informasi dan informan itu sendiri. Misalnya, pelapor meminta bertemu langsung dengan tim IBI lalu tim memberi pilihan kepada pelaor untuk bertemu dimana dia merasa aman. Ketika bertemu pun tidak akan ada dokumentasi apapun. Penggalian informasi tidak selalu dilakukan secara bertemu langsung. Tim IBI lebih menyesuaikan dengan kenyamanan pihak pelapor. Jika mereka tidak bersedia bertemu secara langsung, bisa lewat telpon, hanya sms atau lewat surat pos. Media apapun yang membuat pelapor aman dan nyaman. Tim akan menghubungi si pelapor, mengkonfirmasi laporan lebih lanjut. Lalu menentukan apakah pengaduannya patut dilanjutkan atau hanya mengarah ke fitnah/ pengaduan kosong.
Bagi para pelapor tidak perlu khawatir akan keamanan aduannya karena sudah ada peraturan tentang WiSe. Peraturan yang terkait dengan WiSe bisa dilihat di PMK Nomor 103/PMK.09/2010
10
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Kondisi aktual pengelolaan WiSe Sesuai dengan KMK 149 tahun 2011, jawaban/ respon atas pengaduan yang disampaikan wajib diberikan
auditama aplikasi ini disamakan kebutuhan pemeriksaan IBI sehingga ketika ada kasus yang harus dilempar ke unit esolon 1 lain, mereka sedikit kesulitan untuk menyesuaikan. Akhirnya memakan lebih banyak waktu dalam prosesnya. Jadi masih belum adanya UKI untuk di eselon I lain. Selain itu masih sering terjadi error pada aplikasi dan terus berkoordinasi dengan Pusintek.
dalam kurun waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pengaduan diterima. Untuk respon yang disampaikan tertulis melalui surat dapat diberikan bila sang pelapor mencantumkan identitas secara jelas (nama dan alamat koresponden). Untuk respon dari media pengaduan lainnya akan disampaikan dan diberikan sesuai identitas pelapor yang dicantumkan dalam media pengaduan tersebut. Tentu saja segala sesuatu selalu ada lika liku dan banyak pengalaman dibaliknya. Seperti pengakuan beberapa sumber daya manusia dibalik WiSe ini. Kondisi yang mereka hadapi di lapangan maupun yang berhubungan dengan aplikasi itu sendiri. Setiap aplikasi pasti ada kelemahannya, dibutuhkan pengembangan terus. Konsep awal dari
Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa belum adanya peraturan khusus untuk perlindungan pelapor yang sekarang ini masih dalam proses. Sehingga masih banyak pelapor yang merasa ragu akan keamanan mereka padahal dari pihak tim WiSe sudah melakukan segala sesuatu dengan menyesuaikan keinginan pelapor agar merasa nyaman. Dari pihak pimpinan pun kadang tim menemui beberapa hambatan misal mengenai kebijakan-kebijakan baru yang berarti aplikasi harus mengesuaikannya. Jika dengan informan juga ketika mereka tidak mau dihubungi kembali untuk konfirmasi atau bahkan nomor yang tercantum ternyata tidak aktif. Semoga aplikasi WiSe ini dapat digunakan secara efektif untuk menjaga citra Kementerian Keuangan. Masyarakat tidak takut lagi untuk melapor. (GIL/KIN/JO)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
11
auditama
WiSe Terkenal, WiSe Optimal!
T
WiSe diharapkan memberi dampak besar dan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja Kementerian Keuangan
ak kenal maka tak sayang. Suatu ungkapan populer yang sering diucapkan orang, terlebih ketika menemukan ‘barang’ baru yang yang belum dikenalnya. Kecenderungan untuk menggali informasi atas ‘barang baru tersebut adalah hal yang lumrah dilakukan, bahkan merupakan suatu keharusan yang bersifat mutlak. Sama dengan halnya dalam organisasi pemerintahan, puluhan atau bahkan ratusan program dapat disusun oleh suatu instansi. Namun, tidak semua publik tahu semua program-program tersebut.
Salah satu program unggulan yang dimiliki Inspektorat Jenderal adalah Whistleblowing System, atau dikenal juga dengan sebutan aplikasi “WiSe”. Seperti diketahui, WiSe merupakan sistem berupa aplikasi pengaduan (whistleblower) yang dapat digunakan sebagai wadah untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan. Melalui Wise, cukup dengan via online, masyarakat dan pegawai bisa menjadi peniup peluit kapanpun dan dimanapun Dikenalkan oleh Kementerian Keuangan di akhir Tahun 2011, WiSe merupakan layanan unggulan yang diusung Itjen. Seorang “whistleblower” dapat menyampaikan laporannya melalui sebuah sistem yang memang dirancang secara khusus untuk menampung laporan dari masyarakat ataupun pegawai internal Kementerian Keuangan. Dengan adanya WiSe, masyarakat dan pegawai dapat berperan aktif secara langsung untuk ikut melaporkan tindak pelanggaran yang terjadi. Cukup via online, masyarakat dan pegawai bisa menjadi peniup peluit kapanpun dan dimanapun. Aplikasi ini juga memiliki fitur follow up dari laporan tersebut kepada stakeholders. Dapat dikatakan, aplikasi WiSe memungkinkan interaksi dua arah, dari pelapor kepada Itjen dan sebaliknya,
12
atau bersifat interaktif. Kemampuan interaksi dua arah ini diharapkan menjadi terobosan bagi pemberantasan korupsi secara khusus, maupun berbagai pelanggaran di lingkungan Kementerian Keuangan secara umum. Agar mampu menjawab tuntutan stakeholders dalam memberantas korupsi, WiSe harus didukung oleh infrastruktur yang mumpuni. Namun yang juga tidak kalah penting, atau justru lebih penting, adalah dikenalnya WiSe oleh khalayak luas. Pertanyaannya kemudian adalah, seberapa luas masyarakat dan pegawai Kementerian Keuangan telah mengenal whistleblowing system (WiSe)?
WiSe di Mata Pegawai Kemenkeu Dari hasil on the spot interview yang dilakukan terhadap para pegawai Kemenkeu di beberapa Unit Eselon I, ternyata belum semua pegawai Kemenkeu aware mengenai WiSe. Vidya dari Setjen, Andre dari DJP dan Micky dari DJPb mengaku belum pernah mendengar tentang WiSe sama sekali. “Kami belum pernah mendapat sosialisasi mengenai ini di kantor masing-masing”, tukas mereka. Sementara Siti dari BPPK mengetahui tentang WiSe dari situs www.depkeu.go.id. Menurutnya, WiSe merupakan tempat pelaporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran di lingkungan Kemenkeu. “Kalau sifatnya untuk mencegah adanya pelanggaran, keberadaan WiSe ini saya nilai cukup efektif”, tambahnya. Siti sendiri secara pribadi belum memanfaatkan aplikasi tersebut karena sejauh ini belum pernah menemukan indikasi pelanggaran di lapangan. Sementara Agung dari DJBC mengaku mengetahui WiSe dari sosialisasi yang dilakukan oleh Itjen di kantornya. “WiSe adalah Whistleblowing System, berupa aplikasi pengaduan masyarakat di
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
auditama Kementerian Keuangan”, ujar pegawai yang seharihari bekerja di kantor Pusat DJBC ini. Menurut Agung, sejak adanya WiSe, maka pelanggaran disiplin pegawai yang sebelumnya tidak diketahui dapat terdeteksi. Namun hal ini juga tidak menutup adanya ketidakefisienan terhadap proses penanganan pengaduan, terkait adanya pengaduan melalui surat kaleng, email yang tidak lengkap dan tidak jelas materinya serta adanya pengaduan yang tidak ada tindak lanjutnya. Lia dari Bapepam LK mengungkapkan bahwa sosialisasi atas WiSe telah dilaksanakan oleh Bagian Kepatuhan IV yang juga ditunjuk sebagai PIC WiSe, “Aplikasi Whistleblowing System (WiSE) merupakan media yang mengakomodasi adanya bentuk penyimpangan kepada organisasi, sistem ini menurut saya efektif karena tanpa harus bertemu langsung dan menjadi media yang tepat tanpa ada unsur tekanan oleh pihak lain”. Secara umum, para responden tersebut memberikan masukan agar sosialisasi mengenai WiSe dapat lebih ditingkatkan lagi, karena selama ini dinilai masih kurang. “… sistem ini menurut saya efektif karena tanpa harus bertemu langsung dan menjadi media yang tepat tanpa ada unsur tekanan oleh pihak lain” Selain itu, juga perlu ada support berupa sosialisasi sebagai ajang promosi untuk memperkenalkan produk ini kepada masyarakat. Melalui kegiatan ini, WiSe dikenalkan ke pengguna, baik internal maupun eksternal, sebagai wadah yang mampu mengakomodasi kepedulian pengguna dalam hal pengaduan atas indikasi pelanggaran disiplin yang dilakukan oknum pegawai Kemenkeu. Dengan adanya Wise, masyarakat dan pegawai dapat berperan aktif secara langsung untuk ikut mengawasi tindak pelanggaran secara mudah dan gampang.
terdiri dari pihak internal Kemenkeu yang meliputi unit Direktorat Jenderal Pajak, Bea dan Cukai, serta pihak eksternal yaitu masyarakat luas.
Untuk lingkungan internal, sosialisasi dilakukan melalui kunjungan ke daerah dan melalui media lainnya seperti penyebaran pamflet, stiker, banner, dll. Sosialisasi terhadap pihak internal dirasa kian penting karena sebagian besar laporan pengaduan terhadap indikasi penyimpangan berasal dari pihak internal. Terlebih kebanyakan laporan pengaduan dari pihak internal, substansi dari isi laporannya sudah merujuk pada hal teknis, akurat, dan jelas menyebutkan tindak pelanggarannya. Dengan informasi awal yang cukup akurat dan jelas, kajian dan analisis masalah akan lebih mudah dilakukan. Disisi lain, sosialisasi Wise kepada pihak eksternal, saat ini dirasa kurang optimal. Pemanfaatan media yang belum maksimal, seperti media massa dan elektronik, merupakan faktor utama yang menjadi tantangan. Sosialisasi kepada pihak eksternal diharapkan mampu mendorong peran serta aktif masyarakat untuk ikut aktif mengawasi setiap tindakan pegawai Kemenkeu.
Namun dalam perjalanannya agar Wise bisa digunakan secara efektif dan dikenal secara luas, dibutuhkan usaha yang tidak mudah.
Sosialisasi Wise Sosialisasi dilakukan sebagai wujud promosi dan publikasi WiSe. Sasaran kegiatan sosialisasi Wise VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
13
auditama Beberapa kelemahan dalam sosialisasi eksternal yang dilakukan misalnya pemasangan billboard WiSe di beberapa persimpangan jalan di daerah tertentu, dirasa belum memberikan outcome yang maksimal. Informasi yang belum up-to-date yang ditampilkan pada billboard, seperti laporan dalam bentuk sms pengaduan, juga menjadi masalah dalam sosialisasi WiSe pada pihak eksternal. Hal inilah yang masih perlu untuk dibenahi dan perlu dikembangkan metode dan cara sosialisasi Wise yang lebih tepat, menjangkau sebanyak mungkin lapisan masyarakat, dan hasilnya maksimal.
Yang Unik dan Menarik Dalam Sosialisasi Setiap kegiatan sosialisasi di daerah, selalu memberikan kesan tersendiri bagi tim Inspektorat Jenderal. Banyak hal unik yang dialami tim selama proses sosialisasi tersebut. Hal unik yang terjadi diantaranya adanya para pejabat/pegawai yang menyampaikan unekuneknya selama ia bekerja sehingga pelaksanaan sosialisasi ini dijadikan ajang penyampaian curhat para pegawai. Namun jika memang layak untuk ditindaklanjuti, hal itu bisa menjadi perhatian tim Inspektorat Jenderal dalam menanggulangi adanya tindakan kecurangan di lingkungan Kemenkeu. Selain itu, selama sosialisasi terdapat banyak pertanyaan mengenai gratifikasi. Hal ini menjadi sulit untuk dijawab ketika mencakup ukuran dan takaran gratifikasi, terutama yang belum diatur secara rinci di lingkup Kemenkeu, seperti gratifikasi berupa pemberian pulsa. Meskipun umumnya gratifikasi ini sudah jelas ada di Undang-Undang KPK.
adalah mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan untuk mendukung good governance. Selain itu, sistem pengawasan yang paperless dapat diwujudkan dengan adanya aplikasi ini. Pelaksanaan kajian dan pelimpahan kasus, akan lebih mudah dilaksanakan mengingat integrasi aplikasi sudah pada Eselon-eselon I yang ada dalam Kemenkeu. Seperti yang disampaikan Henrajaya, salah satu Koordinator Kelompok di Inspektorat Bidang Investigasi. Dalam wawancarannya, ia berharap ke depannya konsolidasi dalam pengelolaan layanan pengaduan dengan UKI atau Unit Tertentu Eslon lain, terutama Eselon I yang cukup besar, semakin baik sehingga upaya pemberantasan pelanggaran dan tindak pidana korupsi lebih mudah dilakukan. Selain itu, Aplikasi WiSe semakin baik secara teknis dan sistem, dan secara substansi pengaduan yang masuk ke WiSe semakin sedikit, dengan artian aplikasi ini semakin efektif dalam fungsi preventif dan represif sehingga terwujud tata kelola pemerintahan yang semakin bersih. Secara luas, Wise diharapkan mampu menjadi sebuah program kebanggaan Kementerian Keuangan dan mampu memberikan nilai tambah bagi unit-unit eselon I yang ada di dalamnya. WiSe diharapkan memberi dampak besar dan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja Kementerian Keuangan. (KIN/VIN/NYM) Narasumber : Tim Whistleblowing System Inspektorat Bidang Investigasi (red).
Harapan Terhadap Wise Sebagai fungsi pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal, WiSe merupakan salah satu alat dalam upaya pemberantasan korupsi dan penindakan terhadap tindak kecurangan yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Peluncuran aplikasi ini ke publik diharapkan memberikan dampak besar pada tugas dan kinerja yang dilakukan Itjen dalam rangka membantu Kemenkeu untuk menciptakan tata kelola yang bersih dan akuntabel. Secara khusus banyak harapan besar yang digantungkan dalam aplikasi ini. Salah satunya
14
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Liputan Khusus
U
ndang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 November 2011, Undang-Undang tersebut mengamanatkan bahwa fungsi, tugas dan wewenang Bapepam-LK akan beralih ke OJK mulai awal tahun 2013 ini. Adapun latar belakang pembentukan UU OJK sendiri yaitu terkait oleh faktor yuridis maupun kondisi sektor jasa keuangan. Latar belakang yuridis pembentukan UU OJK adalah Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia yang mengamanatkan dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang mencakup pengawasan, perbankan pasar modal, industri keuangan non bank, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Sementara latar belakang pembentukan UU OJK karena faktor kondisi jasa keuangan diantaranya adalah perkembangan sistem keuangan yang semakin kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan serta kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan. Dengan mempertimbangkan berbagai latar belakang tersebut maka dipandang perlu untuk melakukan penataan kembali struktur
pengorganisasian dari lembaga-Iembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan agar kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan tersebut maka dibentuklah suatu lembaga pengawasan yang mandiri yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Setelah pengawasan beralih ke OJK, BI hanya akan mengurusi kebijakan moneter dan sistem pembayaran, sementara kewenangan regulasi perbankan seperti pemberian izin pendirian bank dan kesehatan bank, berpindah ke OJK.
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
15
Liputan Khusus Kisah Kepindahan dari Bapepam-LK ke Itjen Seiring dengan peralihan Bapepam-LK menjadi OJK, maka terdapat transisi perpindahan pegawai Bapepam-LK untuk ditarik ke OJK ataupun masih menetap di Kemenkeu. Sebagai langkah awal, pada bulan Desember 2012 para pejabat dan pegawai Bapepam-LK diminta untuk memilih apakah ingin melanjutkan ke OJK atau memilih tetap menjadi pegawai Kemenkeu dan membuat permohonan tertulis, dengan berdasarkan rekomendasi atasan tentunya. Lalu pada bulan Maret 2013, mereka kembali diberi opsi untuk memilih institusi penempatan kerja. Terdapat 9 (sembilan) unit eselon I yang mendapat pengalihan eks pegawai BapepamLK, yakni Setjen, DJP, DJBC, DJA, DJKN, DJPU, BPPK, BKF dan Itjen. Itjen sendiri menerima sepuluh pegawai baru berasal dari Bapepam-LK yang disebar ke beberapa unit, nama-nama kesepuluh pegawai tersebut antara lain Nur Iskandar, Hulman Panjaitan, Haykal, Suryani Wardah, Yusi M, Winaryati, Fadyan, Aroma Patria Perdana, Sulardi dan Dalvin E.F. Duha. Menurut Aroma Patria Perdana yang saat ini ditempatkan di Subbagian Tata Usaha Inspektorat I, proses kepindahannya ke Itjen Kemenkeu adalah melalui serangkaian seleksi administratif dan seleksi kompetensi bagi pejabat dan pegawai Bapepam-LK. Secara resmi namanama pejabat dan pegawai Bapepam-LK yang dialihkan ke OJK diajukan oleh Kemenkeu kepada OJK sesuai dengan tahapan dan batas waktu yang diatur dalam undang-undang. Proses tersebut terus berjalan melalui serangkaian kegiatan lainnya.
Tanggal 5 Desember 2012 bertempat di Dhanapala, OJK mengadakan penyerahan SK pengangkatan pejabat dan pegawai OJK. “Pada saat-saat terakhir beroperasinya Bapepam-LK, kami menerima surat dari Setjen yang menyampaikan instruksi Menteri Keuangan atas pembatalan pengajuan pelaksana di Bapepam-LK bagi mereka yang berstatus masih ikatan dinas maupun sedang dan akan tugas belajar, untuk dialihkan menjadi pegawai OJK”, tukas alumni STAN tahun 2003 tersebut. Sebagai bentuk pelaksanaan instruksi dimaksud, maka kurang lebih 140 orang pelaksana akhirnya batal menjadi pegawai OJK dan ditempatkan sementara di Setjen. Jika digabung dengan jumlah yang sedari awal memilih tetap menjadi pegawai di Kementerian Keuangan adalah total menjadi sekitar 220 orang. “Mengenai penempatan di Itjen sendiri, penentuan formasi eks pegawai Bapepam-LK dilakukan oleh Setjen. Kami menerima pengumuman SK penempatan dimaksud dari Bapak Sekretaris Jenderal pada tanggal 2 Januari 2013”, demikian ujarnya. Kesan dan Gambaran Tentang Itjen Ibu Suryani Wardah, eks pegawai BapepamLK yang saat ini ditempatkan di Inspektorat VII untuk mengurus tupoksi terkait dengan kode etik, menuturkan perasaannya senang saat mengetahui mendapat penempatan di Itjen, “karena masih di lingkungan Lapangan Banteng dan banyak hal baru yang saya temui”, tukasnya. Kesan terhadap Itjen saat pertama kali memasukinya adalah teratur dan selalu berbenah, baik dalam hal lingkungan maupun sistem kerjanya. Menurut beliau, lebih banyak suka daripada dukanya selama penempatan di Itjen ini. “Sukanya antara lain dapat mempelajari hal-hal baru sehingga saya dituntut untuk terus belajar dan juga mendapat teman-teman baru. Kalau dukanya paling ingat teman-teman lama, kangen dengan suasana Bapepam-LK yang dinamis”, tambahnya. Bapak Nur Iskandar, eks pegawai BapepamLK lainnya yang juga ditempatkan di Itjen, mengaku senang dengan penempatan dirinya di Itjen. Saat ini beliau ditempatkan di Bagian Perencanaan dan Keuangan untuk mengurus kearsipan. “Sejauh ini saya belum menemui kendala berarti dalam melaksanakan pekerjaan. Gambaran mengenai pegawai-pegawai Itjen di mata saya adalah cukup baik dan menyambut dengan tangan terbuka, mereka bersedia membuka
16
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Liputan Khusus diri serta berbagi pengalaman dan pengetahuannya” terang Bapak Nur yang mengaku sudah banyak kenal dengan para pegawai Itjen ini karena pernah berkantor satu gedung dengan mereka. Begitupun dengan Aroma yang mengaku sangat bersyukur atas penempatannya di Itjen karena masih memiliki relevansi dengan bidang tugasnya di Bapepam-LK terdahulu, yaitu sebagai pemeriksa. “Satu hal lagi, Itjen juga hanya berkedudukan di Jakarta, jadi cukup membuat saya tenang dengan tidak memikirkan mutasi ke daerah sebagaimana yang mungkin dialami rekan-rekan di unit eselon I
pendekatannya, dimana dulu lebih kepada fungsi watchdog namun kemudian saat ini lebih berfungsi sebagai partner konsultasi yang dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh para auditee. Semakin banyak belajar mengenai Itjen maka semakin terlihat keunikan yang dimiliki Itjen, dimana lingkup kerjanya meliputi seluruh lini organisasi dan isu strategis Kemenkeu. Dengan luasnya cakupan tersebut, mereka pribadi merasakan tantangan untuk memahami lebih baik lagi mengenai business process unit-unit eselon I di Kemenkeu dan mengikuti current issues yang berkembang, selain tentunya memenuhi tuntutan kemampuan teknis sebagai seorang auditor.
Harapan Pribadi dan Harapan Bagi Itjen Harapan bagi Itjen kedepannya dari para pegawai baru Itjen ini adalah semoga Itjen selalu menjadi yang terdepan dalam hal penerapan kode etik dan integrasi di lingkungan Kemenkeu, selain itu juga menjadi panutan bagi unit APIP lainnya di Indonesia, serta menjadi think-tank Kemenkeu yang inovatif. Adapun harapan bagi mereka pribadi, semoga pengetahuan, pengabdian dan pengalaman yang didapat selama berkarir di Bapepam-LK tidak sia-sia dan mereka diberikan kesempatan untuk berkontribusi sebaik-baiknya di Itjen. “Tentunya kami yang merupakan pindahan dari Bapepam-LK mengharapkan adanya program pengembangan yang berkesinambungan, khususnya dari Sekretariat Itjen untuk mengakselerasi kemampuan dan pengetahuan kami agar tidak tertinggal dengan rekan-rekan lain yang sudah terlebih dahulu berkarir di Itjen”, tukas Aroma menutup perbincangan. (DIT/GUS/ARH)
lainnya”, paparnya. Sewaktu masih bekerja di BapepamLK, para pegawai baru Itjen ini mengaku sempat berinteraksi dengan para auditor dari Inspektorat VI. Yang mereka rasakan adalah Itjen telah mengubah
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
17
Auditoase
Mengaudit dengan
S
aya rasa tak ada seorang pun auditor Inspektorat Jenderal (ITJEN) Kementerian Keuangan, termasuk aku, yang pernah bercita-cita menjadi seorang auditor. Hanya karena takdirlah yang kemudian menjadikan kita semuanya menjalani pekerjaan audit. Sebuah pekerjaan yang sulit untuk dijelaskan kepada anak-anak kecil, yang lebih mengenal pekerjaan polisi, tentara, guru, dan sebagainya. Namun demikian, tidak pantas tatkala kita sudah menjadi seorang auditor lantas kita bisa berargumentasi untuk mengerjakan aktivitas audit dengan setengah hati. Sudah sepantasnya kita tetap mengerjakan aktivitas audit dengan hati. Itu yang diminta oleh nilai Profesionalisme, salah satu dari lima nilai Kementerian Keuangan. Mengaudit dengan hati menunjukkan bahwa kita penuh kesungguhan dalam menjalani aktivitas audit itu dan mengerahkan usaha yang optimal. Setiap penugasan kita lakukan tanpa meremehkan suatu penugasan tersebut, meski penugasan tersebut tampak remeh. Misalnya, tatkala kami mendapatkan penugasan untuk mengaudit seorang PNS di salah satu unit eselon I yang tidak masuk-masuk kerja. Ah, ini kelihatannya remeh. Tapi kami tetap melakukannya sama seperti tatkala kami mendapatkan penugasan untuk audit investigasi terhadap kasus-kasus yang tampak lebih menantang. Ketika kami melakukan entry meeting, ternyata kami mulai menyadari bahwa seremeh apa pun sebuah penugasan audit tetap memiliki tantangan tersendiri. Pihak kepegawaian Kanwil unit eselon I tersebut menyampaikan kendalanya dalam menghubungi PNS yang tidak masuk-masuk kerja tersebut. Padahal mengingat hukumannya bisa dijatuhkan hukuman disiplin berat berupa pemecatan, tentu alangkah baiknya bila kami berhasil menghadirkan yang bersangkutan agar kami bisa mengetahui kondisi yang sebenarnya. Dengan demikian keputusan hukuman disiplin yang akan
18
Hati
dikeluarkan telah mendapatkan landasan yang kuat. Boleh saja sih langsung kami putuskan saja nasib yang bersangkutan tanpa kehadiran yang bersangkutan. Toh pemanggilan sebagaimana yang disyaratkan sesuai SOP telah dilakukan beberapa kali. Tapi tetap saja kami khawatir bila kemudian ternyata ada kondisi “khusus” yang semestinya pantas mendapatkan perhatian sebelum menjatuhkan hukuman disiplin. Bila itu terjadi, itu akan membuat kami menyesali apa yang kami lakukan. “Usahakan kita bisa bertemu dengan pegawai tersebut,” begitu arahan Pengendali Teknis kami saat itu. Arahan yang bijak tentu saja. Oleh karena itu sejak entry meeting kami berusaha mencermati sedikit apa pun informasi yang kami terima untuk kami pertimbangkan. Misalnya, informasi bahwa pegawai yang bersangkutan memiliki seorang kakak yang seorang penyanyi. Dengan penuh kesungguhan kami tanyakan,”Siapa nama kakak yang bersangkutan itu, Bu?” Pejabat kepegawaian Kanwil tersebut memberitahukan sebuah nama. Kami mencatatnya dengan sungguh-sungguh. Dari bincang-bincang tersebut kami dapati bahwa para pejabat kepegawaian Kanwil tersebut tidak memiliki alamat sang kakak dari pegawai tersebut sehingga tidak mampu menemuinya untuk bisa mendatangkan sang adik, si pegawai tersebut. Mereka hanya telah menghubungi si pegawai di rumahnya yang ternyata telah dikosongkan. Surat telah diletakkan begitu saja di rumah tersebut dengan harapan si pegawai datang ke rumah itu dan kemudian membaca surat panggilan lalu datang ke kantor untuk memberikan penjelasan. Tetapi ternyata ... it doesn’t work. Tidak berhasil. Mungkin si pegawai memang tidak pernah lagi datang ke rumahnya. Dengan informasi yang sangat minim tersebut kami berpikir,” Bagaimana cara menemukan sang pegawai?” Bukankah kami tidak lebih tahu dari
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Auditoase para pejabat kepegawaian Kanwil tersebut? Terlebih surat tugas kami hanyalah sebentar, tidak mencapai hitungan bulan. Mereka saja yang menangani kasus tersebut berbulan-bulan tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Karena kami mengerjakan audit tersebut dengan hati, maka pertanyaan tersebut terngiangngiang dalam benak kami. Rasanya tak enak kalau istirahat saja setelah pulang dari kantor auditan. Keinginan untuk mengatasi tantangan pekerjaaan membuat saat kami pulang dan masuk ke kamar hotel kami tidak bisa rebahan begitu saja. Tapi kami lanjutkan dengan membuka laptop dan searching di google. “Kalau kakaknya seorang penyanyi tentulah namanya pernah muncul di internet,” pikirku. Apalagi kami dengar bahwa sang kakak suka diundang menyanyi di istana. Tentulah ia seorang yang cukup terkenal, meski aku terus terang baru mengenal nama tersebut setelah mendapatkan informasi dalam penugasan ini. Benar ternyata. Saat searching nama tersebut di google, muncullah berita-berita terkait si penyanyi. Tapi berita-berita itu tidak relevan karena kami tidak menemukan alamat dari sang penyanyi. Bagaimana kami bisa menghubunginya? Tentu saja kami tak mau menyerah begitu saja. Kami mesti mengerjakan tugas kami dengan penuh kesungguhan, dengan hati. Maka kami pantengin berita tentang sang penyanyi tersebut dan berharap ada informasi yang bisa membuka tirai yang menutupi. Satu-satu kami baca. Perlu kesabaran ekstra untuk membuka halaman-halaman website yang banyak, yang memuat berita-berita sang penyanyi tersebut. Hingga akhirnya mataku terpaku kepada sebuah berita yang kubaca di layar laptopku. Aha ! Ternyata sang penyanyi bukanlah sekedar penyanyi. Ia seorang dokter! Lalu apa yang menarik? Yang menarik adalah sebuah berita yang mengabarkan bahwa sang dokter tersebut dilantik
dalam suatu jabatan pada rumah sakit umum suatu daerah. Ini sebuah jejak ! Kini kami tahu kemana langkah kaki kami harus kami arahkan untuk bisa menemukan pegawai yang “menghilang”. Keesokan paginya kami datangi rumah sakit umum tersebut. Ternyata benar, kami bisa menemukan sang penyanyi tersebut. Setelah itu, tirai terbuka lebar karena sang kakak memiliki kewibawaan di hadapan adiknya. Ia ikut membiayai kuliah sang adik rupanya. “Kamu harus datang sekarang,” kata sang kakak melalui telepon di depan kami.” Kamu dicari bapak-bapak dari ITJEN, mereka di depan Kakak sekarang. O, kamu gak bisa datang sekarang? Ok, besok kamu harus datang ke kantormu untuk menemui bapak-bapak ITJEN ini. Ingat, kamu harus datang ya! Harus datang ! Awas kalau tidak datang !” Kami sangat berterima kasih kepada sang kakak. Akhirnya, kami bisa menemukan pegawai yang “menghilang”. Segera kami mintakan penjelasan dari yang bersangkutan apa saja yang sebenarnya terjadi. Dan kami pun mendengarkan penjelasannya dengan hati, dengan penuh kesungguhan. Hingga akhirnya kami dapat menuntaskan penugasan itu dengan baik. Kisah tersebut menunjukkan bahwa betapa kesungguhan hati dalam menghadapi sebuah penugasan audit sangat memainkan peranan penting dalam menyelesaikan tugas audit. Ini sesuai dengan konsep Professor Yohanes Surya: konsep mestakung. Semesta mendukung. Yang maknanya, alam semesta akan mendukung kesungguhan yang kita pancarkan. Atau, seperti yang orang arab katakan “man jadda wajada”. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu akan dapat mewujudkan keinginannya. Karena itu, tepatlah bila salah satu dari lima nilai Kementerian Keuangan mencantumkan Profesionalisme yang salah satu nilai perilaku utamanya adalah bekerja dengan hati. Yuk, kita lakukan audit dengan hati. Semoga itu mampu membukakan rezeki kita dari arah yang tidak disangka-sangka. (Dedhi Suharto)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
19
Ex-auditor Tetap mendukung Itjen meskipun tak lagi bersama..
Siapa tidak kenal dengan Ibu dari 2 (dua) anak ini. Masa kerja yang cukup lama di Inspektorat Jenderal selama kurang lebih 25 tahun membuatnya paham benar dengan hal-hal terkait audit. Sosok ex-auditor yang akan diangkat pada edisi kali ini adalah Ane Serfiana, yang familiar dengan sapaan Ane ini dikenal sebagai pribadi yang ramah dan juga cukup aktif dalam segala kegiatan yang diselenggarakan Inspektorat Jenderal. Sambutan hangat dan senyum renyah beliau menjadi bumbu yang tidak terlupakan bagi kami awak Auditoria dalam wawancara ini.
Bagaimana kabar Ibu? Baik dan selalu semangat tentunya. Bagaimana riwayat kerja Ibu selama bekerja di Itjen? Saya lulus dari STAN tahun 1988 jurusan Akuntansi. Awal karir saya di Inspektorat Jenderal selama kurang lebih 25 tahun. Selama masa kerja tersebut saya mengalami mutasi 5 kali. Awalnya saya di Sekretariat, namun itu tidak lama, hanya beberapa bulan. Lalu pindah di Inspektur Keuangan selama 3 tahun, kemudian di Inspektur Bea Cukai selama
20
4 tahun. Pada tahun 2002 saya dipindahkan ke Inspektorat Bidang IV selama 7 tahun, sebagai Auditor Ahli Pertama selama kurang lebih 4 tahun dan kemudian sebagai Auditor Ahli Muda selama 3 tahun. Dan sejak tahun 2009 hingga 2012 ini saya di Inspektorat Bidang VII, sampai pada akhirnya saya mutasi ke Sekretariat Jenderal Bidang Akuntansi dan Pelaporan sejak bulan Februari lalu. Apakah ada pengalaman paling berkesan selama bertugas di Itjen? Boleh ga diceritakan ke kita.. Apa ya pengalaman berkesan…Ya, ada pengalaman
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Ex-auditor
berkesan selama saya memeriksa dulu yaitu ditangkap polisi ketika spotcheck. Waktu itu memang baru rawan-rawannya pegawai Bea Cukai semua ditangkap polisi. Ketika itu saya masih bertugas di IR Bea cukai. Waktu itu, kita sedang ikut bongkar muat dan kita diminta untuk ikut ke Polda. Ya kita menunjukkan surat tugas kita dan merekapun juga menunjukkan surat tugas mereka. Kita sempat adu argument saat itu dan akhirnya membiarkan kita menyelesaikan pemeriksaan dulu. Kalau untuk pengalaman dinas luar kota yang jauh, saya sih pada umumnya jarang mengalami.
sudah mulai sekolah, saya baru berani meninggalkan anak.
Bagaimana dengan suka dan duka sepanjang bekerja di Itjen?
Situasi kerja jelas berbeda 180 derajat, dari load pekerjaannya, dari tugasnya, dari tanggung jawabnya juga. Dulu saya hanya membawa sebuah tim yaitu sekitar 3-4 orang. Dan sekarang saya membawahi kurang lebih 30 orang dan 4 Kasubbag.
Wah..untuk suka dan duka sudah lupa, sudah silih berganti dan saya menganggap sebagai rutinitas saja, sudah tidak memikirkan suka dan duka nya lagi. Paling ya ketika saya mendapat penugasan luar kota, ketika anak masih kecil umur setahun, itu anak saya bawa. Jadi dulu di Bea Cukai saya terkenal dengan julukan “ibu yang bawa anak”. (tertawa). Jadi jaman dulu, yang lain ada sisa uang dinas, kalau saya selalu tekor, karena saya bawa anak dan pengasuh. Padahal dulu tiket mahal, dan tidak ada tiket promo kayak sekarang. Dulu kalau ga ada pengasuh yang dibawa, saya harus menyewa suster disana. Agak sulit sih karena saya tinggal di hotel. Ini karena suami saya dulu kerja di luar kota. Jadi anak saya dari kecil sudah hafal dengan tempat-tempat di daerah yang saya datangi. Biasanya, saya selalu menelpon dulu tempat penugasan, disitu ada penitipan anak atau suster disewa harian, jadi ketika suster datang, saya berangkat, saya datang suster pulang. Ketika anak
Selama di Itjen saya selalu upayakan untuk meminta dinas di sekitar Jakarta. Tapi kan tidak bisa terus menerus, saya sudah perjanjian kalau memang harus dinas keluar daerah saya harus bawa anak. Semenjak di Inspektorat 7 saya sudah tidak pernaha da masalah, saya hampir tidak pernah dinas keluar kota. Boleh diceritakan bagaimana situasi kerja di lingkungan kerja baru Ibu sekarang? Apakah sama dengan di Itjen dulu?
Dulu saya tidak pernah memikirkan administrasi dan kegiatan rutin administrasi, seperti disposisi. Dan kegiatan lainnya. Belum lagi terkait pegawai. Dulu saya bisa bekerja untuk pekerjaan saya sendiri, selama pekerjaan saya beres itu oke. Tapi sekarang saya harus menilai kinerja pegawai saya. Bedanya lagi, dulu di tjen saya bisa mengatur waktu saya, karena hasil pemeriksaan berdasarkan pada kertas kerja yang saya buat, selama itu lengkap, maka penilaian saya bagus. Apabila saya semangat, maka hasilnya pun akan lebih mendalam. Kalau disini tidak bisa, tidak bisa memanage waktu semau saya. Karena semuanya berbenturan dengan deadline dan tanggung jawab yang lebih besar. Disini saya tidak bisa menunda pekerjaan, dulu waktu ketika menjadi auditor lebih fleksibel.
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
21
Ragam Pengawasan bagus atau membuat permasalahan selesai? Namun kita tahu Itjen sudah mulai berubah. Kita sudah menyadari itu, jadi sejak saat itu. Untuk penyusunan TPU sendiri, kita minta persetujuan unit untuk penyusunannya. Tapi mungkin kurang boomingnya, tapi mungkin karena ini masih berjalan beberapa tahun. Tapi kalau terjun langsung, akan lebih tahu lagi.
Kondisi dulu Ibu seorang Auditor dan sekarang sebagai Auditee, Apakah bisa diceritakan kepada kita pegalaman ketika Itjen datang ke Unit Ibu sekarang? Wah..sekarang saja ada 2 (dua) tim dari Inspektorat VI yang mengaudit di kita. Mereka sedang memeriksa di Biro Cankeu, namun bukan di Bagian Akuntansi dan Pelaporan. Selama saya disini, sudah pernah sih beberapa kali, tapi selama ini kan lebih terkesan reviu, jadi terkesan kerjasama nya, bukan ngaudit. Intinya kita punya tujuan yang sama yaitu membuat Laporan Keuangan yang benar. Bagaimana kesan dan tanggapan dari pegawai disini ketika pertama kali Ibu menjabat di Bagian Aklap? Dulu di Itjen kita bekerja tim dan cukup bebas, kalau disini struktural. Jadi ketika pertama kali masuk di sini berbeda situasi kerjanya, seperti ada jarak saya dengan pelaksana disini. Dulu di Itjen atasan dan bawahan itu biasa sering diskusi. Kalau di sini awalnya tidak. Tapi sekarang mulai saya terapkan untuk bisa saling diskusi. Apalagi disini personilnya muda-muda, hampir semua anak muda. Dan Sumber Daya Manusia (SDM) di sini menurut saya sudah baik, dan merasa beruntung.. Pekerjaan juga sudah jalan. Bagaimana pendapat Ibu mengenai peran auditor secara umum dan khusus di Itjen? Kalau saya bilang Itjen harusnya di rolling dulu ke unit yang bukan Itjen, paling tidak selama 3 - 4 tahun. Saya sangat setuju itu, tidak perlu pindah selamanya. Saya setuju untuk itu diterapkan, jadi tahu apa sih yang auditee butuhkan? Di Inspektorat VII dulu sering kami diskusikan. Sebetulnya Unit butuh ga sih Itjen itu? Sepertinya kan ga butuh padahal sebenarnya butuh. Apakah ada dan tidaknya Itjen membuat lebih
22
Jadi selama disini , saya selalu bekerja sama dengan Itjen untuk reviu keuangan. Dari laporan keuangan sebetulnya sudah bisa dipetakan atas gambaran unit eselon I di kemenkeu dan permasalahannya. Saya biasanya menghubungi rekan-rekan Itjen dan saya sampaikan juga dalam rapat terkait hal ini. Jadi selama ini kerjasama nya cukup baik dan menerima masukan kita. Seharusnya memang begitu, Itjen sebagai penggerak. Itjen powernya besar, namun belum dikeluarkan saja. Kalau dikeluarkan pas dengan yang dibutuhkan sangat bagus menurut saya. Jadi kalau mau ditingkatkan lagi, bisa dilihat dari laporan keuangan dan audit BPK. Jadi untuk membuat TPU, sebetulnya bisa melihat dan mengacu pada laporan keuangan, jika itjen bisa memetakan itu, sangat bagus. Jadi ketika BPK masuk, kita sudah bisa mengantisipasi. Sebetulnya kalau itjen mau difungsikan secara maksimall, sangat bagus sekali menurut saya. Jika sampai itjen bisa memetakan di titik ini permasalahannya, ini sangat bagus. Berarti peran itjen sebagai konsultan dan katalisator sudah berjalan berarti karena auditi sudah minta untuk di audit? Yaa, kalau saya saya minta, karena menurut saya mereka belum turun semua, belum bisa memetakan sendiri, beberapa saya mintakan untuk mereka bisa turun untuk memetakan. Cita-cita Inspektorat VII adalah sebetulnya kita mau apa sih, apa unggulan kita. TPU adalah untuk mendukung tujuan tertentu, kerjaan yang lain boleh, tapi tetap unggulannya mengarah pada pencapaian tujuan Itjen sendiri, yang akan mengarah pada perbaikan. Menurut Ibu, penyampaian survey kepuasan kepada auditee apakah sudah efektif? Itu kan sudah dicoba, tapi belum sempat saya kompilasi, saya sudah mutasi di sini. Saya sih punya
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Ragam Pengawasan gambaran bahwa auditi itu sangat mau dibantu, semua orang tidak suka kalau diperiksa. Tapi kalau tujuannya membantu ya tidak apa-apa, toh nantinya juga akan diperiksa juga oleh BPK, jadi sangat baik kalau temuan itu ditemukan terlebih dahulu oleh Itjen, jadi kita bisa dilakukan perbaikann sebelum BPK datang memeriksa.
apalagi bekerja sama dengan bagian ini sangat bagus, karena bisa memantau dan mendalami laporan keuangan eselon I. Dan dari laporan keuangan itu kita bisa memetakan permasalahan yang ada pada unit tersebut. Apalagi dengan kualitas pegawai itjen yang baik dan kuasa nya pun ada. (DIT/GUS/ARH)
Kalau memang kita sudah mengarah ke situ, menurut saya compliance tetap ada, kalau memang ada yang menyimpang ya harus ditindak. Tapi menurut saya tujuannya sebaiknya jangan kesitu, harusnya tujuan kita adalah lebih ke perbaikan. Jadi misalnya dia salah, tapi siapa tau memang dari sistemnya, kalau bisa jangan ditangkap-tangkapin orangnya tapi perbaikan dulu sistemnya. Jadi kalau sistemnya sudah betul, dan orangnya masi nakal ya itu lain lagi, jadi lebih fokus perbaikan akarnya dulu. Seperti penerapan audit kinerja, ini kan kita akan menuju ke akar permasalahan, kalau kita bisa
BIODATA Nama lengkap : Anne Serfiana, S.E. Nama Panggilan : Anne TTL
: Bandung, 27 Juni 1965
Agama
: Kristen
Status
: Menikah
Anak
: 2 (dua) anak
Alamat : Jl. Dr. Sahardjo No. 20 A Kompleks AKABRI, Jakarta Selatan Awal Mula di Itjen (TMT) : 1 Maret 1987 Riwayat jabatan : • Rikban Keuangan Wil I. 1.1 (1995-1998) • Rikban Bea dan Cukai Wil II. 3.1 (1998-2002) • Auditor Ahli Pertama Inspektorat Bidang IV (2002-2006) • Auditor Ahli Muda Inspektorat Bidang IV (2006-2009) • Auditor Muda Inspektorat VII (2009-2012) menjalankan dengan benar, pasti hasilnya akan sangat baik. Adakah masukan untuk Itjen agar lebih baik lagi? Kalau itjen mau difungsikan maka akan sangat baik,
• Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Biro Cankeu Setjen (2012-sekarang)
Pendidikan terakhir : S1 (Sarjana) Universitas Indonesia Jurusan Manajemen Tahun Lulus : 19 Agustus 1995
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
23
SpeakOut Kata mereka yang Baru di Itjen.. Guindra Pramudi Nugraha – Bag. PK Aku baru paham Itjen ketika aku sudah diterima di KementerianKeuangan. Yang aku pikirkan waktu daftar di KementerianKeuangan, aku melihat struktur yang paling tinggi. Karena aku nggak bisa jadi menteri, jadi yang dibawahnya dululah : Setjen atau Itjen. Hehehe... Karena Setjen terdengar feminine dan Itjen terdengar maskulin, jadi aku masuknya di Itjen. Hahaha... Tapi sebenernya sebelumnya sudah searching-searching juga kok tentang Itjen, jadi sudah kebayang tugas Inspektorat Jenderal. Banyak orang yang bilang kalau kamu kerja, yang pertama kali kita lihat tempat kerja yang paling berprestasi di bidang yang sama. Misalnya di pemerintahan, mana nih yang paling baik. Aku melihat Itjen seperti itu. Tempat favorit OJT aku di IR 3 karena waktu itu pernah sempat sampai jam 3 pagi ikut kajian tentang utang luar negeri.
Widiastuti – Bag. Umum Sebelumnya, aku sudah ngerti Itjen itu semacam unit pemeriksaan dari ibuku yang seorang PNS juga di Kemenkes. Sebelum rekrutmen, aku buka web Kemenkeu dulu, aku lihat Itjen tugasnya apa saja. Terus, dari jaman kuliah juga sudah suka dengan mata kuliah audit. Kesanku tentang Itjen, dari cerita-cerita auditor nih, Itjen Kemenkeu itu yang paling bagus. Kesan terhadap pegawai Itjen itu ganteng-ganteng dan cantik-cantik dan sangat welcome. Aku ditempatin di bagian umum. Harapan buat Itjen kedepan semoga Itjen semakin baik. Semoga Itjen lebih punya taring nih dalam kasus-kasus yang terjadi. Harapan saya bekerja di Itjen bisa segera menjadi auditor. Tempat OJT favorit saya adalah IR V karena ketika itu langsung terjun ke lapangan.
Irma Suryaningtyas –Bag Kepegawaian Bayangan umum tentang tugas Inspektorat Jenderal adalah mengawasi dan juga mengaudit di lingkup kementerian keuangan. Kesan saya selama ini bergabung di itjen untuk pegawai sangat welcome dan tidak sulit untuk share ilmu kepada junior-juniornya. Jadi kita sebagai junior juga dihargai dan merasa sangat diterima oleh para senior. Kemudian, untuk tahap awal ini, saya senang ditempatkan di sekretariat dahulu. Kalau untuk Itjennya, sudah sangat baik menurut saya. Selain berperan menjadi watchdog, sekarang sudah asistensi dan menjadi partner. Tidak hanya menyalah-nyalahkan auditee tapi juga memberikan solusi. (IIM/HAD/TAU)
24
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
SpeakOut WiSe adalah.. Diana M. Ginting (Auditor Madya Inspektorat Bidang Investigasi) Implementasi WISE dilaksanakan sejak April 2012, Aplikasi WISE telah digunakan oleh seluruh unit eselon I di lingkungan Kemenkeu. Dalam rangka penyempurnaan Aplikasi WISE, kami menerima berbagai masukan dan dilakukan perbaikan dan pengembangan secara rutin terhadap Aplikasi WISE. Disadari masih terdapat kekurangan dalam tindak lanjut atas pengaduan WISE terutama yang dilakukan oleh unit eselon I terkait karena pengelolaan WISE tidak dilaksanakan secara khusus (terdapat tusi diluar pengelolaan WISE). Harapan saya adalah Aplikasi WISE menjadi alat komunikasi yang efektif dalam rangka melaporkan berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan Kemenkeu dan terdapat tindak lanjut yang tepat dan cepat, sehingga citra Kemenkeu sebagai kementerian yang bebas KKN dapat terjaga. Terkait proses bisnis, dapat saya sampaikan bahwa pengelolaan WISE tidak hanya dilaksanakan oleh Itjen saja, tetapi oleh seluruh unit eselon I. Saya berharap bahwa seluruh unit eselon I dapat melaksanakan pengelolaan Aplikasi WISE secara efektif dan penuh integritas. Disamping itu saya berharap Aplikasi WISE (baik dari sisi aplikasi maupun proses bisnisnya) merupakan saluran pengaduan yang telah mengikuti prinsip-prinsip best practice.
Jarvik Fuad R. (Auditor Pelaksana Inspektorat Bidang Investigasi) Setiap Unit Eselon I diwajibkan menggunakan aplikasi WiSe sebagai sarana pengelolaan pengaduan Kementerian Keuangan. Dalam perkembangannya banyak hal yang memang harus dibenahi, misal terkait dengan SOP pengelolaan pengaduan setiap unit eselon I dan dari segi aplikasi itu sendiri. Harapan saya tentunya, (aplikasi WiSe – red.) bisa menjadi benchmark bagi instansi lain dan menjadi sebuah sistem yang sesuai dengan best practice dalam pengelolaan pengaduan baik pengaduan yang bersifat complaint maupun whistleblower dan sebagainya. Aplikasinya lebih user friendly, lebih interaktif, integrasi yang efektif/efisien/aman, punya server database sendiri, paperless dan sebagainya. Adanya jaminan terhadap pengadu sehingga pengadu dapat menyampaikan apa yang menjadi permasalahannya dengan transparan dan detail.
Angga Junaimi (Auditor Pertama Inspektorat Bidang Investigasi) WiSe adalah Aplikasi yang dibuatoleh ITJEN Kemenkeu (IBI+SIP) bekerjasama dengan PUSINTEK untuk mengakomodir pengaduan yang disampaikan baik dari internal maupun eksternal Kemenkeu terkait dengan Tupoksi yang dikerjakan oleh pegawai Kemenkeu dengan menjamin kerahasiaan pelapor untuk mendukung upaya mewujudkan reformasi birokrasi (good and clean governance) di Kemenkeu. Impelementasinya sejauh ini sudah memenuhi harapan pimpinan. Meskipun proses bisnisnya terus dikembangkan untuk mencapai kondisi ideal. Harapan saya, secara Aplikasi, dibuatkan notifikasi (alert) kepada pemberi disposisi maupun pengkaji pengaduan yang masuk. Misalnya dikirimkan ke email yang bersangkutan sehingga mereka bisa mengetahui secara cepat pengaduan yang harus mereka tindak lanjuti. (IIM/HAD/TAU)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
25
Kang Jejen
26
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RAGAM PENGAWASAN
UNIT KONTROL INTERN Antara Dinamika, Harapan, dan Tantangan (Muhaimin Zikri, Ak. – Auditor Muda pada Inspektorat V)
A. Overview Diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 152/KMK.09/2011 tentang Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di lingkungan Kementerian Keuangan menunjukkan komitmen yang tinggi dan sungguh-sungguh dari pimpinan Kementerian Keuangan untuk menyelenggarakan dan membentuk suatu Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang kuat, handal, dan efektif di lingkungan Kementerian Keuangan. Selain merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, kehadiran KMK tersebut seolah laksana gayung bersambut dengan keinginan Presiden RI untuk mempercepat penyelenggaraan SPIP demi terwujudnya pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah yang efisien dan efektif, pelaporan keuangan yang dapat diandalkan, pengelolaan aset Negara yang tertib dan akuntabel, serta ketaatan terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana tertuang dalam Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara. Di samping itu, selain menjadi milestone peningkatan implementasi SPIP di lingkungan Kementerian Keuangan, KMK dimaksud juga menjadi suatu road-map yang memuat rencana dan tindakan strategis dalam penyelenggaraan dan peningkatan penerapan pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan untuk periode 2011 s.d. 2015. Salah satu poin penting dalam KMK tersebut dan menjadi target yang harus terealisasi pada tahun 2012 adalah terbentuknya struktur Unit Kontrol Intern (UKI) yang permanen pada setiap unit eselon I secara berjenjang, yang bertanggung jawab sebagai motor penggerak penerapan pengendalian intern yang efektif pada unit kerja bersangkutan. B. Dinamika Faktual Sejalan dengan merebaknya berbagai kejadian risiko terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan KKN (fraud) serta isu-isu penting yang terjadi akhir-akhir ini pada beberapa unit eselon
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
27
RAGAM PENGAWASAN I yang mempunyai peran dan stakeholders cukup besar di lingkungan Kementerian Keuangan (seperti isu mafia perpajakan di DJP, isu pencairan dana untuk proyek fiktif di DJPBN, dan isu-isu penganggaran proyek Kementerian/Lembaga yang bermasalah di DJA), pembentukan UKI menjadi suatu kebutuhan prioritas dan harus segera difungsikan. Fungsi pengendalian intern yang menjadi tanggung jawab mutlak manajemen pada berbagai tingkatan dan seharusnya dapat menjadi filter dalam pencegahan dan pendeteksian dini terhadap penyimpangan yang terjadi, sepertinya tidak berjalan secara efektif. Hal ini dapat dimaklumi karena ternyata sampai dengan tahun 2011 belum ada unit atau personil baik secara struktural maupun fungsional yang ditugaskan untuk melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap implementasi dan kinerja pengendalian intern pada masing-masing unit eselon I. Meskipun beberapa eselon I seperti DJA, DJP, DJBC, DJKN, DJPU, Bapepam-LK, dan BPPK telah membentuk suatu unit kepatuhan internal (compliance unit), namun ternyata struktur, tugas, dan fungsi unit-unit tersebut tidak sama (terstandardisasi) dan belum sepenuhnya merefleksikan fungsi kepatuhan sebagaimana
28
lazimnya praktik-praktik terbaik yang ada (best practices). Bahkan beberapa di antaranya cenderung hanya menduplikasi dan atau mengambil alih tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan. C. UKI sebagai 2nd line pada Three Lines of Defense Model Dengan memperhatikan dinamika perubahan dalam proses bisnis dan meningkatnya risiko yang dihadapi organisasi serta eksistensi unit kepatuhan internal yang dirasakan belum mampu memberikan kontribusi optimal tersebut, maka sudah saatnya Kementerian Keuangan menerapkan penanganan risiko dalam kerangka pengendalian intern dengan model “Pertahanan Tiga Lini” (Three Lines of Defense – 3LoD), sebagaimana gambar berikut: Pada model ini, peran, tanggung jawab, dan koordinasi setiap lini pertahanan pada lingkup Kementerian Keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RAGAM PENGAWASAN 1. Lini Pertama Pertahanan, diperankan Manajemen Operasional dengan perangkat Pengendalian Intern Sebagaimana dinyatakan INTOSAI dalam Guidelines for Internal Control Standards for Public Sector (2004), pengendalian intern merupakan suatu proses integral yang dipengaruhi oleh manajemen dan personil suatu entitas, dan dirancang untuk mengatasi risiko dan memberikan jaminan yang memadai (reasonable assurance) dalam mengejar misi entitas dan agar tujuan umum entitas berikut dapat tercapai, yaitu:
v melaksanakan operasi secara tertib, beretika, ekonomis, efisien, dan efektif; v memenuhi kewajiban akuntabilitas; v mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku; dan v pengamanan kehilangan, kerusakan.
sumber daya terhadap penyalahgunaan, dan
Pengendalian intern pada dasarnya merupakan proses yang terintegrasi dengan proses dasar manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian) atau bersifat built-in pada infrastruktur entitas/organisasi, yang berbeda dari perspektif dari beberapa pengamat yang kadangkala melihatnya sebagai sesuatu yang harus ditambahkan pada kegiatan entitas/ organisasi (built-on). Sebagai lini pertama pertahanan, manajemen memiliki peran, tanggung jawab, dan akuntabilitas untuk menilai, mengendalikan, dan memitigasi risiko dalam menjalankan fungsi operasional entitas/organisasi sehari-hari. Dalam hal ini mereka diharapkan mampu:
§ memastikan adanya lingkungan pengendalian (control environment) yang kondusif di unit organisasi mereka misalnya dengan adanya keteladanan (tone at the top), panduan kode etik, pakta/piagam integritas, komitmen pada kompetensi, kebijakan dan praktik SDM, agent of change, dan sebagainya. § menerapkan
kebijakan
manajemen
risiko dalam menjalankan tugas dan fungsi, dan secara penuh kesadaran mempertimbangkan faktor risiko dalam setiap pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan. § menunjukkan adanya pengendalian intern yang efektif pada unit mereka dengan adanya pemantauan berkelanjutan (ongoing monitoring) melalui supervisi rutin dan berjenjang, control self assesment, reviu kinerja, dan transparansi terhadap efektivitas pengendalian intern tersebut. 2. Lini Kedua Pertahanan, diperankan oleh Unit Kontrol Intern (eksisting di Kementerian Keuangan: Unit Kepatuhan Internal dan Manajemen Risiko) Dalam permainan sepakbola modern, untuk memperkuat banteng pertahanan dari serangan lawan yang datang secara bergelombang (tsunami attack) diperlukan pelapis pertahanan yang dikenal dengan sebutan libero (sweeper). Posisi ini merupakan peran vital pada sistem “Grendel” (Catenaccio). Namun pada saat serangan lawan mereda, sang libero dapat beralih fungsi menjadi seorang gelandang serang (attacking midfielder). Konsep inilah sepertinya yang diadopsi dalam model pertahanan tiga lini. Pada saat kejadian risiko sangat tinggi, maka peran lini kedua pertahanan ini menjadi vital untuk meminimalisasi dampak (impact) dan frekuensi kejadian (likelihood). Namun pada saat kejadian risiko rendah, maka peran lini kedua pertahanan ini dapat digeser menjadi lini pendukung pencapaian target kinerja entitas/organisasi. Tentunya jika dalam sepakbola peran libero menjadi gelandang serang ditentukan oleh keputusan pelatih/manajer, maka sama halnya dengan pergeseran fungsi lini kedua pertahanan ini menjadi lini pendukung pencapaian kinerja, tentunya juga membutuhkan keputusan dari senior management, yang dalam lingkungan Kementerian Keuangan direfleksikan oleh Menteri Keuangan. Sebagai lini kedua pertahanan, fungsi manajemen risiko dan kepatuhan yang nantinya mungkin akan dilaksanakan oleh UKI, berperan memfasilitasi dan memantau implementasi praktik manajemen risiko (risk
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
29
RAGAM PENGAWASAN management) yang efektif oleh manajemen operasional (termasuk di dalamnya penerapan pengendalian intern) dan membantu pemilik risiko dalam pelaporan risiko yang memadai terkait dengan informasi ke atas dan ke bawah organisasi, menguji kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan (compliance), dan penjaminan mutu hasil suatu proses/ kegiatan (quality assurance). Struktur UKI dapat dibangun pada tingkat kementerian, unit eselon I, maupun instansi vertikal (sesuai kebutuhan) dengan alur pertanggungjawaban sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Kelemahan implementasi risk management & internal control yang tidak signifikan, cukup disampaikan dan menjadi masukan bagi manajemen operasional. Tetapi pada saat kelemahan membawa dampak yang signifikan dan atau mengindikasikan terjadinya fraud, maka pertanggungjawabannya langsung kepada senior management (Menteri Keuangan). Sebagian fungsi lini kedua pertahanan ini, pada saat ini masih dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dalam bentuk asistensi penyusunan profil/peta risiko unit eselon I dan penilaian kepatuhan penerapan manajemen risiko (compliance office for risk management) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/ PMK.09/2008.
3. Lini Ketiga Pertahanan, diperankan oleh Internal Auditor (c.q. Inspektorat Jenderal) Inspektorat Jenderal, melalui pendekatan audit berbasis risiko (riskbase audit), memberikan penjaminan yang independen (independence assurance) kepada Menteri Keuangan (senior management) tentang seberapa efektif manajemen pada unit eselon I menilai dan mengelola risikonya termasuk menilai efektivitas operasional Unit Kontrol Intern pada berbagai tingkatan. Terkait dengan kelemahan yang berdampak signifikan dan atau fraud, Inspektorat Jenderal dapat melakukan audit dan atau investigasi yang lebih mendalam sebagai bentuk corrective control dan dalam kerangka law enforcement. Inspektorat Jenderal dapat menjadi katalisator (consulting) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi lini pertama dan kedua serta membantu menghilangkan irisan dan tumpang tindih yang tidak perlu antar lini
30
pertahanan. Agar 3LoD model ini dapat berjalan dengan baik dan efektif, tentunya diperlukan koordinasi dan komunikasi yang efektif pula antar lini pertahanan serta pemahaman yang memadai terhadap peran dan tanggung jawab masing-masing lini. Di luar pertahanan tiga lini, masih terdapat fungsi pengawasan lain yang bersifat eksternal organisasi yang diperankan oleh eksternal auditor (c.q. BPK-RI), komisi-komisi independen, dan masyarakat, yang sifatnya lebih kepada corrective control, dibandingkan dengan peran UKI yang lebih bersifat preventive dan detective control.
D. Harapan dan Tantangan Sejatinya, dengan eksistensi UKI diharapkan dapat meningkatkan ketahanan (resilience) organisasi terhadap ancaman dan tantangan yang datang silih berganti. Namun harapan untuk menjadikan UKI sebagai bagian dari early warning systems dan filter kedua dalam mencegah dan atau mendeteksi kegagalan pengendalian yang akan mengakibatkan terjadinya risiko dan atau menghambat pencapaian tujuan, tentunya tidak akan berjalan dengan mudah. Faktor karakteristik dan kapasitas sumber daya manusia dengan berbagai persepsi dan kompetensinya merupakan tantangan utama. Tidak sedikit pelaksana kegiatan yang masih beranggapan bahwa pembentukan UKI hanya akan menambah beban administrasi dan tumpang tindih dalam pengawasan. Manajemen secara berjenjang (atasan langsung) melakukan supervisi rutin (pengawasan melekat), UKI melakukan pemantauan pengendalian intern, Inspektorat Jenderal/BPKP dan BPK-RI melakukan reviu/audit, bahkan masyarakatpun turut serta dengan pesan pengaduan dan aktivitasaktivitas LSM, sehingga para pelaksana kegiatan merasa hanya akan menjadi obyek penyedia data dan administrasi secara berulang-ulang. Tidak sedikit pula para pelaksana kegiatan bahkan sampai tingkat pejabat terutama pada instansi vertikal di daerah yang sampai saat ini masih belum dapat membedakan dan memahami secara jelas mengenai pengendalian intern, pengawasan fungsional, penjaminan kualitas, dan manajemen risiko. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pertanyaan mendasar
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RAGAM PENGAWASAN yang mengemuka pada saat sosialisasi dan focus group discussion tentang penerapan manajemen risiko dan pengendalian intern, seperti apa sebenarnya substansi dan manfaat dari manajemen risiko dan pemantauan pengendalian intern, mengapa tabel-tabel yang digunakan terkesan rumit dan tidak informatif, apakah setelah semua tabeltabel tersebut terisi dan ditandatangani pimpinan permasalahan menjadi selesai, dan masih banyak lainnya. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa masih banyak pelaksana pemantauan pengendalian intern yang belum melakukan pemantauan pengendalian intern sesuai dengan jadwal dan mekanisme yang telah ditetapkan. Tantangan lain yang tak kalah pentingnya adalah pembangunan budaya sadar/peduli risiko dan pengendalian (risk & control awareness). Banyak pelaksana kegiatan yang sampai saat ini bekerja hanya berdasarkan dengan kebiasaan dan instruksi, tanpa pernah memahami risiko potensial yang terkandung di dalam pekerjaannya dan pengendalian yang harus dilaksanakannya untuk meminimalisasi terjadinya risiko tersebut maupun dampak yang akan ditimbulkannya. Di sisi lain, banyak pula manajemen
yang hanya berorientasi pada hasil (target) dan permisif terhadap penyimpangan. Sepanjang target tercapai, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses pencapaian tersebut menjadi sesuatu yang dapat ditoleransi. Bahkan sebuah janji layanan pun dapat menjadi tantangan, manakala percepatan waktu layanan dilakukan dengan memangkas beberapa alur proses yang didalamnya terintegrasi suatu pengendalian utama (key control) yang ditujukan untuk meminimalisasi terjadinya risiko potensial. Faktor cost & benefit (skala prioritas) dapat pula menjadi tantangan pada saat dana dan SDM tidak cukup tersedia untuk membangun struktur UKI yang kuat. Tentunya tantangan-tantangan ini harus dapat dikonversi nantinya menjadi peluang dalam rangka terlaksananya model Pertahanan Tiga Lini yang efektif di lingkungan Kementerian Keuangan. *******mhz*******
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
31
RAGAM PENGAWASAN Model Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online
“Suatu Adopsi Model Common Assesment Framework dari Eropa” (Bagian dua dari dua tulisan) Disusun oleh Antonius Susilo Auditor Madya Inspektorat Jenderal Kemenkeu Sistem Penilaian pada Komponen Pengungkit di atas, berdasarkan siklus quality management atau siklus Plan, Do, Check, Act (PDCA) dengan skor dari 0 sampai dengan 100, seperti berikut: FASE
PANEL PENILAIAN PENGUNGKIT (ENABLERS)
SKOR 0-10
Plan Do Check Act PDCA
Kami belum melakukan hal ini/tidak memiliki informasi mengenai hal ini Kami telah merencanakan hal ini Kami telah melaksanakan hal ini Kami telah memantau pelaksanaan hal ini Kami melakukan langkah penyesuaian/perbaikan Kami telah melakukan semua FASE dan telah belajar dari pengalaman organisasi lain. Saat ini kami sedang berada dalam siklus perbaikan terus-menerus atau berkelanjutan terhadap hal ini
Skor Sub Kriteria 4.3
11-30 31-50 51-70 71-90 91-100
a. Penilaian oleh Responden secara Online - bobot 40% Responden akan dipilih secara random dan stratified dan akan mengisi survei PDCA pada 5 kriteria Komponen Pengungkit untuk 115 pernyataan/pertanyaan (guiding questions), dengan skala jawaban antara 0 - 5. Contoh Komponen Pengungkit – Kriteria 4 - Kemitraan dan Sumberdaya - Sub Kriteria 4.3 Pengelolaan Keuangan No
Pernyataan
1
Para pemimpin menerapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan dan penganggaran (mulai tahap formulasi, eksekusi dan akuntabilitas anggaran) Instansi meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran sehingga lebih optimal Instansi menerapkan anggaran berbasis kinerja Instansi memiliki upaya berkesinambungan dalam menerapkan SAP guna mendapatkan opini WTP dr BPK
2 3 4
32
Sangat Tidak Setuju (0)
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
(1)
(2)
(3)
(4)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Sangat Setuju Sekali (5)
RAGAM PENGAWASAN No
Pernyataan
5
Instansi konsisten dlm melakukan TL thd seluruh rekomendasi pengawasan baik dari APIP maupun BPK Instansi mengaplikasikan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa Instansi memerintahkan pejabatnya untuk menandatangani dan melaksanakan Pakta Integritas bagi para pimpinan Instansi mendorong secara aktif para pejabatnya untuk menyerahkan LHKPN
6 7
8
Sangat Tidak Setuju (0)
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
(1)
(2)
(3)
(4)
A. Komponen (Results) meliputi 4 kriteria yaitu:
2) Indikator kinerja dalam bidang kemasyarakatan yang dicapai oleh institusi
a. Kriteria 6 Hasil pada Masyarakat /Pengguna Layanan: 1) Hasil pengukuran kepuasan masyarakat/ pengguna layanan
Sangat Setuju Sekali (5)
d. Kriteria 9 Hasil Kinerja Utama: 1) Pemenuhan Target Indikator Internal (IKU 9 Program Mikro RB)
2) Indikator pengukuran yang berorientasi pada masyarakat/pengguna layanan
2) Pemenuhan Target Indikator Eksternal (IKU K/L pada RPJMN):
b. Kriteria 7 Hasil pada SDM Aparatur: 1) Hasil pengukuran motivasi dan kepuasan pegawai
Actionable Indicator:
2) Indikator dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
(2) Integritas pelayanan publik dari KPK
(1) Opini WTP dari BPK (3) Peringkat kemudahan berusaha
c. Kriteria 8 Hasil pada Komunitas Lokal, Nasional, Internasional: 1) Hasil yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan, berdasarkan hasil pengukuran sosial
(4) Instansi pemerintah yang akuntabel dari Menpan RB
Non Actionable Indicator: (1) Indeks persepsi korupsi (2) Efektivitas pemerintahan
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
33
RAGAM PENGAWASAN Sistem penilaian pada Komponen Hasil berdasarkan pada kecenderungan dan pencapaian target, seperti berikut:
Panel Penilaian Hasil
Skor
Tidak ada hasil dan/atau tidak tersedia informasi terkait hal ini
0 - 10
Hasil menunjukkan kecenderungan negatif dan/atau hasil yang dicapal tidak relevan 11 - 30 dengan target yang ingin dicapai Hasil Menunjukkan kecenderungan mendatar dan/atau beberapa target yang relevan 31 - 51 terpenuhi Hasil menunjukkan kecenderungan perbaikan dan/atau sebagian besar target yang 51 - 71 relevan belum terpenuhi Hasil menunjukkan perkembangan dan/atau sebagian besar target yang relevan 71 - 90 terpenuhi Hasil yang sangat baik dan berkesinambungan telah dicapai dan/atau semua target 91 - 100 yang relevan telah terpenuhi. Perbandingan dengan instansi lain untuk semua hasil yang dicapai bersifat positif Hasil akhir penilaian PMPRB adalah penjumlahan antara nilai pada Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil dengan rentang nilai sebagai berikut: No
Level
1.
Rentang Nilai Akhir PMPRB 0 – 10
2. 3. 4. 5. 6.
11 – 30 31 – 50 51 – 70 71 – 90 91 – 100
1 2 3 4 5
0
Bagi Instansi yang baru mengajukan dokumen usulan RB, minimum nilai akhir PMPRB berada pada rentang 31 sampai dengan 50 atau Level 2, sedangkan untuk Instansi yang sudah melaksanakan RB, peninjauan Tunjangan Kinerja dilakukan setelah Instansi minimal berada pada Level 4 atau rentang nilai mulai 71.
KESIMPULAN 1. Dalam mengimplementasikan program RB, setiap K/L dan pemda tetap mengacu pada Peraturan Presiden No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design RB tahun 20102025 dan Permenpan RB No 20 tahun 2010 tentang Road Map RB. 2. Model PMPRB ini mengadopsi Model Common Assesment Framework (CAF) dari Eropa dengan beberapa proses modifikasi. Model ini lebih luas dari Model Penilaian QA (73 parameter) sehingga otomatis parameternya menjadi lebih banyak. 3. Tujuan dilaksanakannya PMPRB adalah a) sebagai informasi perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi dan upaya-upaya perbaikan, b) untuk menyusun profil nasional pelaksanaan reformasi
34
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RAGAM PENGAWASAN SARAN 1. Kementerian Keuangan --sebagaimana K/L dan pemda lainnya—segera melaksanakan PMPRB dan menyampaikan hasilnya kepada Kemenpan RB secara Online; 2. Kementerian Keuangan c.q. Inspektorat Jenderal segera menyusun rencana aksi untuk mengimplementasikan PMPRB sesuai jadwal yang ditetapkan;
birokrasi bagi Kementerian PAN dan RB. Selain itu, untuk memfasilitasi benchlearning, c) untuk melakukan penilaian mandiri (self-assessment) atas pelaksanaan reformasi birokrasi di Instansi masing-masing. 4. Koordinator Penilaian Mandiri di setiap K/L dan Pemda adalah:
a. Pimpinan Instansi Pemerintah (Menteri/ Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati) menugaskan Inspektorat Jenderal/ Inspektorat Utama/Inspektorat sebagai penanggungjawab pelaksanaan PMPRB b. Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat memberikan sosialisasi kepada para pejabat dan staf masing-2 instansi; c. Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat memimpin dan mengkoordinasikan persiapan dan pelaksanaan survey untuk instansinya. 5. Fokus penilaian model PMPRB pada langkahlangkah reformasi birokrasi yang dilakukan oleh setiap instansi pemerintah dikaitkan dengan “Hasil yang Diharapkan” pada Roadmap RB 2010-2014 dan dikaitkan dengan Indikator Utama instansi pemerintah dalam pencapaian sasaran dan indikator keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi secara nasional sebagaimana ditetapkan dalam GDRB 2010-2025 (Perpres No 81 tahun 2010).
3. Inspektorat Jenderal segera mensosialisasikan substansi PMPRB kepada para Asesor di lingkungan Kemenkeu agar mereka memahami dan mempunyai persepsi yang sama mengenai parameter yang akan dinilai pada Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil. 4. Inspektorat Jenderal segera berkoordinasi dengan para Asesor di lingkungan Kemenkeu untuk menyiapkan dokumentasi di setiap level PDCA pada Komponen Pengungkit dan menentukan jumlah dan distribusi responden yang akan menjawab survey online pada Komponen Pengungkit; 5. Inspektorat Jenderal bekerjasama dengan pihak terkait segera mengkoordinasikan proses survey baik pada Komponen Pengungkit (internal) dan Komponen Hasil (internal dan eksternal). 6. Inspektorat Jenderal berkoordinasi dengan pihak Kemenpan RB agar pelaksanaan PMPRB di lingkungan Kemenkeu dapat berjalan dengan baik dari aspek substansi dan jadwal. ---oo0oo---
6. Penilaian Mandiri dilaksanakan oleh K/L & Pemda dan data/informasi hasil Penilaian Mandiri PRB tersebut disampaikan kepada Kemenpan RB secara Online dan Kemenpan RB dapat melakukan pendalaman terhadap hasil penilaian tersebut.
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
35
RAGAM PENGAWASAN
Ahmad Adil
1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 pasal 17 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan antara lain pihak pelapor yang mempunyai kewajiban menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas transaksi yang dilakukan pengguna jasa kepada penyedia barang dan/atau jasa lain, salah satunya adalah balai lelang. Balai lelang adalah badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang. Namun demikian kegiatan di bidang lelang tidak hanya dilakukan oleh balai lelang, tapi juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). KPKNL merupakan kantor vertikal pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang mempunyai fungsi antara lain pelaksanaan pelayanan lelang. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) DJKN diketahui dalam tahun 2010 jumlah frekuensi lelang adalah 26.304 dengan nilai pokok lelang Rp4,2 trilyun sedangkan dalam tahun 2011 jumlah frekuensi lelang adalah 35.463 dengan nilai pokok lelang Rp7,2 trilyun, namun demikian DJKN dalam hal ini KPKNL tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan transaksi lelang kepada PPATK.
36
Adanya kewajiban tersebut menggambarkan kegiatan di bidang lelang merupakan kegiatan yang rawan digunakan untuk money laundering (pencucian uang).
2. Pengertian 1) Money Laundering Secara umum pencucian uang (money laundering ) adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2) Tahapan Money Laundering Pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi :
a. Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system), atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan,
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RAGAM PENGAWASAN
terutama sistem perbankan. b. Transfer (Layering), adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke Penyedia Jasa keuangan yang lain. Sebagai contoh adalah dengan melakukan beberapa kali transaksi atau transfer dana. c. Penggunaan harta kekayaan (Integration), adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan pembelian aset dan membuka/ melakukan kegiatan usaha. 3) Modus Money Laundering Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh pelaku pencucian uang adalah: a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil. c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya. d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan “proceed of crime”. e. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status kepemilikan dari aset/ barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan. f. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh system keuangan. g. Underground Banking/Alternative Remittance Services, yaitu kegiatan
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
37
RAGAM PENGAWASAN pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan. h. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana. i. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya. j. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang.
atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan melakukan pembelian aset dan membuka/melakukan kegiatan usaha. Modus yang digunakan yaitu dengan menyembunyikan status kepemilikan dari aset termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan. Salah satu cara pembelian asset adalah melalui kegiatan lelang. Sedikitnya terdapat 2 (dua) hal yang dapat menyuburkan money laundering pada kegiatan lelang, yaitu:
1) Belum Dilakukan kepada PPATK
4) Lelang Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Jenis barang yang dilelang antara lain: Barang Bergerak, seperti kendaraan (mobil, motor, kapal bobot kurang dari 20 ton, dsb), barang inventaris (stok bahan baku, perabot kantor, perabot rumah tangga, barang antik, perhiasan, hasil seni, dsb), Elektronik (TV, Kulkas, Komputer, Peralatan Audio-Video,dsb); Barang Tidak Bergerak seperti Tanah (Tanah Perumahan, Pabrik, Hotel Apartemen, dsb) Kapal Terbang, Kapal dengan bobot di atas 20 ton (Kapal Penumpang, Kapal Pesiar, Kapal Tanker, Kapal Keruk, dsb).
3. Pembahasan Salah satu tahapan dari money laundering adalah penggunaan harta kekayaan (Integration), yaitu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan
38
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Pelaporan
Transaksi
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 2010, pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK meliputi: a) Penyedia jasa keuangan, yaitu: bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/ atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. Penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: (a) Transaksi keuangan mencurigakan (b) Transaksi keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau (c) Transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
RAGAM PENGAWASAN
Kewajiban pelaporan atas transaksi keuangan tunai dikecualikan terhadap: a. Transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan pemerintah dan bank sentral; b. Transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan c. Transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK. b) Penyedia barang dan/atau jasa lain, yaitu: perusahaan properti/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, dan balai lelang.
di salah satu KPKNL di Jakarta, dalam bulan Januari s.d Juli 2012 terdapat 48 transaksi lelang dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas. Sementara untuk periode yang sama, balai lelang di Jakarta belum ada transaksi lelang dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas. Mengingat tidak adanya transaksi dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas yang dilaksanakan di balai lelang dan sebaliknya transaksi dengan nilai yang sama cukup banyak dilaksanakan di KPKNL, mengindikasikan pembeli lelang di KPKNL memanfaatkan celah hukum transaksi yang tidak perlu dilaporkan oleh KPKNL.
Penyedia barang dan/atau jasa lain wajib menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan pengguna jasa dengan mata uang rupiah dan/ atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. Untuk penyedia barang dan/atau jasa lain tidak ada pengecualian dalam kewajiban pelaporan kepada PPATK sebagaimana untuk penyedia jasa keuangan. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak termasuk dalam pihak pelapor yang disebutkan dalam undang undang tersebut, padahal KPKNL sebagai penyedia jasa di bidang lelang mempunyai kegiatan yang sama dengan balai lelang sebagai penyedia barang dan/atau jasa lain. Sebagai contoh pelaksanaan lelang
2) Persyaratan Peserta Lelang Dalam mengikuti pelaksanaan lelang, peserta lelang harus memenuhi persyaratan dalam pengumuman lelang yang dibuat oleh penjual. Dalam pengumuman lelang biasanya hanya menyebutkan kewajiban untuk menyetor uang jaminan lelang, memenuhi persyaratan administrasi seperti KTP, NPWP, Surat Setoran Pajak (SSP) SIUP, TDP dan lain-lain.
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
39
RAGAM PENGAWASAN KPKNL sebagai penyedia jasa lelang tidak melakukan analisis terhadap profile peserta lelang menyangkut sumber dana peserta lelang sebagai pengguna jasa. Pemenang lelang yang tidak mempunyai dana untuk melunasi nilai lelang dapat dilunasi oleh pihak lain atas nama pemenang lelang. Seharusnya KPKNL dapat menambahkan persyaratan mengenai kemampuan finansial peserta lelang untuk mengikuti lelang dengan melakukan analisis laporan keuangan peserta lelang yang dilampirkan dalam SPT, atau menyampaikan rekening koran peserta lelang pada bulan dilaksanakan lelang, sehingga pelaksanaan lelang diikuti oleh peserta lelang yang serius dan mempunyai kemampuan finansial. Hal ini disebabkan tidak adanya mekanisme atau SOP yang mengatur untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dalam hal ini peserta lelang mengenai sumber dana peserta lelang. Akibatnya dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan memakai nama pemenang lelang sebagai kendaraan untuk melakukan money laundering . Sebagai contoh adalah pelaksanan lelang atas salah satu dari scrap Barang Milik Negara (BMN) Eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di Jakarta. Dalam salah satu risalah lelang tahun 2010 diketahui hasil lelang scrap tersebut kurang lebih sebesar Rp13 milyar, pemenang lelang dalam risalah lelang adalah CV X. Dari hasil penelitian terhadap rekening koran KPKNL diketahui pelunasan lelang tersebut dibayar oleh Y yang merupakan salah satu peserta lelang atas nama pemenang lelang (CV X). Dari hasil penelitian lebih lanjut terhadap berkas SPT Tahunan CV X termasuk laporan keuangannya tidak menggambarkan kemampuan CV X dalam membayar hasil lelang tersebut.
40
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Hal ini dapat diketahui dari nilai kas/bank yang dimiliki CV X, di sisi lain CV X juga tidak mempunyai utang dalam laporan keuangannya. Walaupun apabila uang tersebut benar milik CV X berarti CV X tidak melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT Tahunan. Dengan demikian terdapat indikasi adanya pengalihan aset dari pemenang lelang (CV X) tersebut kepada pihak lain (Y) yang tidak terdeteksi sistem keuangan. Di sisi lain hal ini merupakan upaya penghindaran pajak (tax evasion) dari CV X untuk tidak melaporkan penghasilan dari pengalihan aset kepada Y dalam SPT Tahunan yang merupakan salah satu tindak pidana di bidang perpajakan. Hal ini dimungkinkan karena Undang-Undang No. 8 tahun 2010 belum memasukkan KPKNL sebagai pihak pelapor yang harus membuat laporan kepada PPATK atas transaksi Rp500.000.000,00 ke atas.
RAGAM PENGAWASAN dalam SPT Tahunan atas pengalihan aset dari pemenang lelang kepada pihak yang memiliki modal dapat mengindikasikan adanya tindak pidana perpajakan.
4. Penutup Kegiatan lelang memungkinkan adanya pengalihan aset dari pemenang lelang kepada pihak lain yang memiliki modal untuk melakukan money laundering, karena pengalihan aset tersebut tidak dapat dideteksi oleh sistem keuangan dan pemenang lelang hanya dipakai sebagai kendaraan untuk memperoleh aset tersebut. Selain itu adanya upaya penghindaran pajak atas penghasilan yang tidak seluruhnya dilaporkan
Inspektorat Jenderal sebagai mitra dari Eselon I Kementerian Keuangan dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk mengatur tentang kewajiban pelaporan transaksi lelang kepada PPATK dan mekanisme prinsip mengenali pengguna jasa (peserta lelang) dalam pelaksanaan lelang terkait dengan sumber dana peserta lelang. Selain itu perlunya sinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani tindak pidana perpajakan dari kegiatan lelang dalam rangka meningkatkan penerimaan negara.
Referensi 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Peraturan Menteri Keuangan No. 93/ PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang 3. Pengertian, Tahapan dan Modus Laundering @Bankirnews.com
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Money
41
Alexander on Leadership
PEMIMPIN YANG BERANI
“It takes a great deal of bravery to stand up to our enemies, but just as much to stand up to our friends”
K
etika Clive Warrilow mengambil alih Volkswagon AG divisi Amerika, divisi tersebut sedang bermasalah, dengan penjualan yang mengalami perlambatan dan tenaga kerja yang mengalami penurunan semangat. Bagi banyak eksekutif di Kantor pusat Volkswagen, situasi tersebut harus membutuhkan pemimpin yang kuat dan tangan besi. Sebagai sebuah perusahaan, Volkswagen sudah sejak lama lebih memilih model hierarki dan pengendalian yang ketat dalam mengelola organisasi. Akan tetapi, Warrilow berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tersebut tidak lagi memadai. Setelah sekian tahun mendaki hierarki perusahaan, Warrilow memiliki keberanian untuk mempertaruhkan kariernya dengan menantang status quo. Sebelumnya, manajer cabang harus minta ijin kepada kantor pusat bahkan keputusan yang tidak material. Warrilow, sebaliknya, mengijinkan manajer cabang untuk menjalankan cabangnya dengan cara mereka sendiri. Jika manajer cabang akan memotong biaya iklan dan membayar bonus, sebagai contoh, mereka dapat melakukan hal tersebut,
42
mereka tidak akan dipertanyakan kebijakannya. Warrilow juga mengubah hubungan dengan dealerdealer mobil. Warrilow tidak memperingatkan, mengejek, atau menghentikan kontrak dealer yang gagal memenuhi target penjualan, melainkan menanyakan apa yang dapat dipelajari dari situasi tersebut untuk perbaikan di masa mendatang. Warrilow menekankan kepercayaan (trust) sebagai dasar kepemimpinannya dan mendorong manajer lain untuk membina hubungan yang baik dengan bawahannya. Dia bahkan mengajak jajaran eksekutifnya sebanyak tiga bis ke lahan pertanian di Solvang, California, dan mereka menyaksikan Monty Roberts, sang pelatih kuda (“Horse Whisperer”), menciptakan lingkungan bagi kuda liar untuk belajar dan bukannya menghancurkan semanagat hewan tersebut. Model pelatihan kuda tersebut merupakan metofora yang diinginkan oleh Warrilow agar jajaran eksekutifnya mempraktekannya dalam memimpin organisasi. Sebuah model kepemimpinan yang memenangkan hati manusia dan bukan berkeliling bertolak pinggang laksana boss. Volkswagen Amerika membuat pembalikan keadaan yang dramatis, karena keberanian Warrilow menerapkan gaya kepemimpinan yang tidak status quo. Meskipun demikian, eksekutif VW di Jerman masih tidak percaya dan ragu akan pendekatannya yang lebih “lunak”. Setelah empat tahun memimpin, Warrilow diganti dan memutuskan untuk pensiun, meninggalkan perusahaan dalam keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan waktu ia menanganinya pertama kali. Sampai saat ini masih belum jelas apakah penggantiannya berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang dipraktekannya. Warrilow memiliki keberanian untuk menentang kebiasaan lama dan melakukan apa yang diyakininya baik bagi organisasi meskipun mungkin berakibat kurang baik bagi kariernya. Tapi Warrilow telah pergi dengan sepenuh kehormatan………
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Alexander on Leadership Jadi apakah keberanian itu? Jenderal Carl Von Clausewitz (17801831) membagi keberanian (courage) menjadi dua yaitu keberanian fisik ddalam bentuk keberanian menantang bahaya yang mengancam seseorang dan keberanian moral atau keberanian untuk bertanggung jawab baik terhadap kekuasaan eksternal maupun kekuatan internal/ kesadaran pribadi. Pemimpin seringkali dilenakan dengan kondisi yang ada saat ini (status quo). Seringkali pemimpin nyaman dengan kedudukannya saat ini dan tidak menyukai perubahan. Pilot angkatan laut konon lebih sering mengalami kefatalan karena tidak mau menyelamatkan diri dengan parasut atau perahu karena merasa nyaman dengan kokpit pesawatnya yang rusak. Melakukan perubahan memang akan menghadapi kemungkinan kegagalan yang menyedihkan, ejekan, bahkan kehilangan karier, dan kenyamanan yang selama ini dinikmati.
lain, apalagi oleh bos, sehingga cenderung untuk mengatakan hanya yang ingin bos dengar. Pemimpin yang berani akan mengatakan apa yang ada dalam pikirannya meskipun mengetahui bahwa orang kain akan menolak atau bahkan menyingkirkannya. Pemimpin yang berani berarti pemimpin yang berjuang demi keyakinannya. Keberanian adalah ketika kita memperjuangkan apa yang terbaik bagi keseluruhan organisasi. Kadang hal tersbeut menjadi sulit. Kita kadang lebih mudah menjadi berani melawan musuh kita tetapi seringkali gagal menjadi berani mempertahankan keyakinan kita kepada teman kita atau sekutu kita sebagaimana kutipan di awal tulisan ini ( Kutipan tersebut bukan dari ahli filsafat atau agamawan kondang. Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwart yang mengatakannya.). Pemimpin yang berani memang mengambil risiko tetapi semua dilakukan untuk kebiakan yang lebih besar. Mengambil risiko tanpa ada nilai yang lebih besar yang diperjuangkan adalah kekonyolan yang tidak masuk akal.
Lalu apakah artinya menjadi pemimpin yang berani itu? Menjadi pemimpin yang berani adalah menjadi pemimpin yang mendobrak zona kenyamanannya sendiri. Ketika seseorang mendobrak zona kenyamanannya sendiri, sebenarnya ia sedang mendobrak “ tembok ketakutan” nya. Anda ingin mengetahui apa rasanya mendobrak tembok ketakutan itu? Cobalah dalam kereta Jabotabek yang sedang penuh sesak anda meminta tempat duduk kepada seseorang. Nah, perasaaan ketakutan semacam itulah yang dihadapi. Tembok ketakutan akan muncul pula jika kita mencoba mengajak kencan lawan jenis, melawan bos kita, memulai proyek yang mahal dan rumit, atau mengganti karier. Menghadapi dan mendobrak “tembok ketakutan” diri sendiri tersebut membutuhkan keberanian yang besar. Pemimpin yang berani harus mampu melakukan hal itu.
Pada hakekatnya setiap orang dapat memiliki keberaniannya jika telah dapat melampauai ketakutannya terhadap sesuatu. Tapi bagaimana mengatasi rasa takut itu?
Menjadi pemimpin yang berani berarti menjadi pemimpin yang meminta apa yang dibutuhkan dan mengatakan apa yang dipikirkannya. Pemimpin memang harus berbicara untuk mempengaruhi orang lain. Akan tetapi, keinginan untuk menyenangkan orang lain sering menghambat kebutuhan untuk berbicara benar. Setiap orang ingin dirinya diterima oleh orang
Yakin akan tujuan yang lebih tinggi. Keberanian akan muncul dengan mudah apabila kita memperjuangkan apa yang kita yakini. Pemimpin yang memiliki komitmen pada tujuan yang lebih besar akan memiliki keberanian untuk menghadapi ketakutannya. Ini yang tidak mudah. Keyakinan kadang mudah goyah. Hanya pemimpin yang memiliki keteguhan hati dan amat yakin akan
Lalu, bagaimana cara pemimpin menemukan keberaniannya?
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
43
Alexander on Leadership tujuan hidupnya yang berani mempertaruhkan apa pun untuk mencapai tujuannya tersebut. Pemimpin yang gagal meyakini tujuannya sendiri akan menjadi pemimpin yang ketakutan. Pemimpin yang ketakutan akan mudah mengorbankan bawahannya untuk membuat dirinya diterima oleh bos yang lebih besar. Dapatkan kekuatan dari orang lain. Memperhatikan orang lain khususnya bawahan akan menghasilkan timbal balik berupa dukungan yang tulus. Mencintai merupakan sumber kekuatan utama keberanian karena membuat kita rela berkorban untuk yang kita cintai. Pemipin yang dengan tulus memperhatikan bawahannya akan mengambil risiko untuk membantu bawahannya tersebut sukses dan berkembang. Dukungan dari bawahan juga merupakan sumber keberanian, pemimpin yang baik tidak segan untuk bergantung pada bawahannya sekalipun jika memang dibutuhkan. Bukankah orang yang penyendiri lebih sering ketakutan? Keyakinan bahwa pemijmpinnya memperhatikannya juga akan membuat bawahan menjadi semakin berani mengambil risiko dalam menyelesaikan pekerjaan dan mencapai tujuan. Prinsipnya adalah keberanian akan menghasilkan keberanian yang lain. Pemimpin yang berani menghasilkan bawahan yang pemberani. Pemimpin yang pengecut akan menghasilkan bawahan yang pengecut pula. Terima kesalahan. Walt Disney pernah mengalami kebangkrutan waktu memulai usahanya. Meskipun demikain, dia tidak putus asa dan bahkan berkata,” Hal yang penting adalah memiliki pengalaman kegagalan yang buruk pada waktu muda.” Dewasa ini beberapa orang menginginkan keberhasilan tanpa adanya kesulitan, masalah, atau bahkan perjuangan. Penerimaan terhadap
kegagalan, atau kesalahan akan meningkatkan keberanian. Pemimpin yang dapat menerima kesalahan bawahannya dan menyemangatinya untuk bangkit dan berjuang kembali akan meningkatkan keberanian seluruh organisasi. Kegagalan akan membuat orang kreatif karena semua dapat belajar dari kegagalan tersebut. Pemimpin yang berani, alihalih menyalahkan anak buahnya, dia akan mendorong bawahannya untuk meningkatkan kreatifitasnya. Pemimpin yang penakut, sebaliknya, bahkan akan menggunakan kesalahan bawahan bagi keuntungan pribadinya. Pemimpin yang dapat menerima kesalahan atau kegagalan dirinya dan anak buahnya akan bertumbuh menjadi pemimpin yang lebih berani. Akrabi frustasi dan kemarahan. Orang yang marah akan hilang rasa takutnya. Kemarahan dan rasa frustasi yang muncul akan membuat pemimpin berani melakukan hal-hal yang tidak berani dilakukannya pada saat tidak marah. Rasa marah dan frustasi yang diarahkan secara positif yaitu meningkatnya keberanian untu kbangkit dan berjuang tanpa kenal takut dan malu, akan meningkatkan keberanian pemimpin. Jadi, sebagai pemimpin, beranikah anda? Jika tidak, bangkitkan keberanian dengan cara- cara di atas. Pemimpin yang pengecut akan membuat organisasi terpuruk dan menjadi pria dilingkungannya. Organisasi internal audit yang menjadi paria diantara divisi lain tidak akan bisa berkontribusi bagi organiasi secara keseluruhan. Kalau sekian lama keberanian anda tidak muncul juga, segeralah menyingkir. Berarti anda tidak layak memimpin. Hidup tanpa keberanian adalah hidup yang tidak layak dijalani…. Pemimpin yang berani mati satu kali. Pemimpin yang pengecut mati berkali-kali. Setuju….?
44
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
kartun
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
45
Profil PROFIL Bung Darwan Fabianto Bendahara Pengeluaran Belanja Pegawai Inspektorat Jenderal
Tanggal muda... Gajian... Sesuatu hal yang dinanti oleh banyak orang. Muda tua, pegawai lama pegawai baru banyak yang menantikannya. Kebanyakan orang pasti menginginkan penghasilan yang banyak tetapi juga halal dan membawa berkah.
B
y the way.... bicara soal gaji, pernahkah kita berpikir siapa sih orang yang selama ini mengurusi hal ikhwal gaji kita sehingga bisa masuk ke account atau rekening kita? Sudahkah kita kenal siapa Bendahara Pengeluaran Belanja Pegawai Inspektorat Jenderal?
Nah, kali ini kita akan berkenalan dengan Bendahara Pengeluaran Belanja Pegawai Inspektorat Jenderal atau Bendahara Gaji kita. Namanya Darwan Fabianto. Suami dari Fitri Rovitasari inilah yang selama ini membantu agar arus kas di rekening kita tetap lancar. Mas Darwan dan Mbak Fitri menikah pada 7 November 2009. Mereka sudah dikaruniai seorang princess yang bernama Sheva Nabita Ramadhani.
berjumlah 20 orang ke Departemen Dalam Negeri. 20 orang tersebut “dipesan” oleh Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Pak Daeng M. Nazier yang statusnya adalah pegawai Departemen Keuangan yang dipekerjakan pada Departemen Dalam Negeri. Alih-alih diterima disana, ternyata birokrasi yang berbeda dengan departemen keuangan tenaga muda dari STAN seperti dianaktirikan dan harus melalui berbagai macam proses yang berbelit-belit. Terjadi miscommunication antar elit pejabat disana.
Bung Darwan dilahirkan tanggal 16 Februari 1984 di Jakarta. Setelah cukup umur kemudian ia sekolah di SD Muhammadiyah 24 Rawamangun, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMP Negeri 74. SMA pun tak jauh dari Rawamangun, bung Darwan sekolah di SMA Negeri 21, di daerah sekitar Pulomas. Baru setelah lulus SMA, kuliah D III-nya “agak jauh sedikit” yaitu di STAN, di daerah Bintaro. Untuk Strata satunya, mas Darwan kuliah di Mercubuana, yang baru saja lulus pada bulan November 2011. Ternyata, perjalanan Bang Darwan dari STAN menuju Inspektorat Jenderal tidak semulus yang diduga dan memang tidak terduga. Lulus dari “kampus plat merah” milik Departemen Keuangan kala itu pada tahun 2005. Menjelang kelulusan ada pengumuman pilihan penempatan di Departemen Dalam Negeri. Sehingga mas Darwan beserta kawankawan, sebanyak 20 orang, memenuhi lowongan tersebut. Alasannya adalah biar bisa penempatan di Jakarta terus. Sambil menunggu penempatan bung Darwan pernah juga bekerja sebagai sopir dan magang di KAP. Setelah pengumuman penempatan, berangkatlah anak-anak muda lulusan STAN yang
46
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Profil Akhirnya dikembalikanlah mereka berdua puluh ke Departemen Keuangan. Empat bulan lamanya mereka terlunta-lunta menunggu hiruk pikuk pejabat di Depdagri. Pada akhirnya, diperintahlah mereka untuk menemui Pak Hekinus di Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Departemen Keuangan. Nah, dicarilah Pak Hekinus di Lapangan Banteng. Saat itu gak tau mereka siapa Pak Hekinus itu. “Entah Kabag atau Kasubag gak ngerti saya. E... setelah ketemu ternyata Direktur kaget juga saya kan,” papar mas Darwan. Alhasil, setelah menemui Pak Hekinus diperoleh keterangan bahwa DJPB bersedia menampung sementara. Kurang lebih setahun disana, banyak juga tawaran, mau tetap di Perbendaharaan atau ke Bapepam, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian BUMN. Namun, pada akhirnya malah berlabuh ke Itjen. Setelah diterima dengan baik di Itjen, berpisahlah mereka berdua puluh ada yang ke Inspektorat, Bagian Perencanaan dan Tatalaksana (BPT), Bagian Analisis Hasil Pengawasan, dan lainlain. Dan mas Darwan kala itu ditempatkan di Bagian Analisis Hasil Pengawasan I (AHP I). Bagian ini bisa dibilang “auditornya sekretariat” karena bisa merasakan aura pekerjaan auditor, yaitu monitoring tindak lanjut hasil pengawasan. Dua tahun di AHP I, kemudian ada reorganisasi sesuai PMK nomor 100 tahun 2008. Dipindahlah Bang Darwan ke Bagian Perencanaan dan Keuangan (BaPeKa), dan langsung menjadi bendahara. Kira-kira kesulitan gak sih dari pegawai AHP kok langsung jadi bendahara? Cara belajarnya gimana ya? Menurut penuturan mas Darwan, kalau belajarnya kan dulu didiklatin dulu. Setelah diklat ya dilaksanakan di pekerjaan. Memang banyak orang bilang sih tantangannya luar biasa, tapi setelah
dijalani bisa juga kok. Gak terlalu ribet, malah sisi humanismenya banyak, kita bisa belajar bagaimana berhadapan dengan orang, menghadapi masalah gitu kan, itu justru menariknya disini. Ya pekerjaannya sih gak susah-susah amat lah cuma tanggung jawabnya aja yang besar. Bagaimana pesan dan kesan Bung Darwan untuk Itjen? BaPeKa sampai saat ini merupakan bagian terbaik yang pernah saya singgahi. Usahanya luar biasa temen-temen disini. Semuanya saling support baik dalam pekerjaan maupun bukan pekerjaan. Semuanya kompak. Mungkin karena dari dulu atasannya sudah membentuk untuk jadi bagian yang solid. Dengan fungsi yang ada sekarang, kalau bisa Itjen itu bukan hanya sekedar tangan kanan Menteri. Tangan kanan dalam artian memberikan masukan/rekomendasi atas hasil pemeriksaan. Itjen Kemenkeu kalau bisa juga mempunyai kekuatan lebih yang menjadi pembeda dari Inspektorat Jenderal kementerian lain. Karena sifat Itjen Kementerian Keuangan berbeda dengan Itjen kementerian lain. Tiap pagi di BaPeKa ada acara semacam sharing morning, hal ini adalah ide yang luar dari BaPeka. Kalau bisa diwajibkan kepada yang lain, tetapi pengemasannya dibuat sekreatif mungkin. Pada pagi hari kita bisa mengetahui siapa aja rekan kita di ruangan dan ada saling komunikasi sehingga kita tidak terkotak-kotak. Sharing-sharing motivasi di pagi hari ini juga sangat bermanfaat menambah semangat, ditambah juga update informasi terkini yang sangat bermanfaat sehingga tidak ketinggalan berita di lingkungan Itjen. Saya berharap penguatan kelembagaan Itjen Kemenkeu ini bisa lebih. Kalau direktorat lain punya Undang-Undang, saya harap Itjen juga punya. Saya harapkan kita bisa menemukan jalan untuk menjadikan Itjen supaya lebih “bertaring” dan “strongggg”. (DIT/GUS/ARH)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
47
Pojok psikologi
Ditempat Kerja Selamat Pagi, Semangat Pagi.. Apakah anda merasakan stress dikantor? Kepala pusing, ingin teriak, marah and then flip the table? :D Dont worry, a lot of working people feel the same way.. J Apa sih itu stress? Apakah semua stress itu jelek dan bikin kita uring-uringan? Apakah stress menghambat kinerja anda dikantor? Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres yang terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya (Handoko 1997:200). Dari pendapat diatas, secara tersirat dapat dikatakan ada stress yang tidak terlalu besar, alias stress ringan. Stress ringan justru bisa membantu kita dalam menyelesaikan pekerjaan, stress ringan memberikan dorongan kepada kita untuk menyelesaikannya. Ada sebuah cerita untuk menggambarkan hal itu. Suatu hari, ada seorang nelayan yang sedang menjual ikan tangkapannya ditepi laut, datanglah seorang pembeli lalu terjadilah percakapan diantara mereka : Penjual
: Ayooo bu paakkk, beli ikan saya, masih segar looohhh, baru tadi subuh ditangkap.
Pembeli : Pak, saya beli ikannya setengah kilo, coba habis ditangkap pakai es ya pak, mungkin jadi tambah segar, dan saya akan beli lebih banyak. Lalu sang nelayan melaut kembali dengan membawa tong besar + es untuk menampung ikan tangkapannya. Kemudian diapun menjual ditempat biasanya. Penjual
: Ayooo buu paakkk, ikannya segar dan dingin..
Pembeli : pak, ikannya bagus-bagus yaa, segar dan terjaga kualitasnya karena pakai es, saya beli satu kilo, tapi sayang ya pak, sudah pada mati, mungkin kalau masih hidup saya akan beli lebih banyak lagi. Penjual
: Baiklah bu, esok saya bawakan yang masih hidup.
Lalu sang nelayan melaut kembali dengan membawa tong besar + air untuk menampung ikan tangkapannya. Ketika menjelang pagi, sang nelayanpun menggelar ikan dagangannya, pembeli mulai berdatangan. Penjual
48
: Ayooo bu, dipilih-dipilih ikannya masih hidup, fresh from the ocean.. VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Pojok psikologi Pembeli : waaah, bapak menepati janji, ikannya masih hidup.. saya beli satu setengah kilo, tapi pak ikannya qo lemes ya, seandainya ikan ini masih lincah saya akan beli lebih banyak lagi. Nelayan pun bingung, gimana ya caranya supaya ikannya tetap lincah sampai kedaratan, setelah seharian berpikir sang nelayan kembali melaut dengan membawa tong besar + air untuk menampung ikan, yang pertama dia cari adalah si hiu kecil, hap dia dapat dan memasukannya ke dalam tong air, baru setelah itu sang nelayan menangkap ikan yang lain dan memasukkannya ke dalam tong. Pagi harinya saat berjualan ikan tangkapannya sang pembelipun kembali. Pembeli : waaahhh, ikannya lincah sekali, pak, saya beli 5 kilooo, usaha sushi saya butuh ikan yang seperti ini, konsumen saya pasti senang karena ikan yang mereka makan rasanya akan manis dan gurih lebih dari biasanya.. rahasianya apa pak? Penjual
: si ibu ini, permintaannya macam-macam tapi setiap saya ikuti penjualan saya makin bertambah dan pembelipun makin banyak. Permintaan terakhir cukup sulit bu, butuh renungan seharian tapi akhirnya saya menemukan jawaban, yaitu hiu kecil.. hiu kecil akan berusaha memakan mereka jadi mereka lincah karena punya semangat bertahan hidup. Walaupun saya dapat lebih sedikit daripada yang biasanya tetapi kualitas mereka sangat bagus, segar, hidup dan lincah.
Dari cerita diatas, kita semua diibaratkan ikan tangkapan si pak nelayan, ikan tangkapan awal jelas mati karena begitu saja dikumpulkan dengan tidak punya kerjaan apa-apa. Potensi dan gairah hidup begitu saja meredup dan mati. Ikan tangkapan kedua bagaikan pegawai yang sudah mati potensi dan gairah hidupnya tapi masih saja dilestarikan, seperti beberapa pegawai kuadran “dead wood” diinstansi kita. Ikan tangkapan ketiga bagai pegawai yang bekerja dengan “air yang tenang” lama-lama bosan dan jadi tidak semangat, alias lesu. Ikan tangkapan terakhirlah yang paling bagus, ini adalah pegawai dengan stress ringan yang terus punya gairah kerja dan mengejar deadline karena ada si hiu kecil sebagai faktor pembangun stress ringannya. Tentu saja kalau yang dipilih pak nelayan adalah hiu besar, lain cerita, ikannya akan habis tak tersisa, begitu juga pegawai dengan stress kerja yang tinggi, karena kembali lagi ke awal, stress yang terlalu besar akan menganggu kemampuan pegawai menghadapi lingkungan pekerjaan dan mengganggu kinerjanya. So, kalau stressnya masih ringan dan bisa dihandle, kita harus berterimakasih pada Pak Bos karena sudah memberikan kita dorongan dan gairah bekerja dikantor. Kalau stressnya sudah terlalu besar maka segera hubungi dokter terdekat.. :P
Don’t worry, be happy.
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
49
Sudut kantor
S
eorang teman datang memasuki ruang kerja sambil menggerutu. Tanpa diminta, teman tersebut menceritakan bagaimana dia hampir saja terlambat melakukan finger print (absensi) karena sistem pengamanan yang baru. Dalam hati, saya mengiyakan cerita teman saya berdasarkan apa yang saya lihat pagi ini. Antrian di gerbang utama yang lebih panjang dari biasanya, jumlah pegawai yang berlari ke ruang absen pun lebih banyak dari biasanya. “Biasanya pakai manual juga lancar”, ujar teman saya yang sepertinya enggan menyudahi topik ‘sistem pengamanan yang baru’ ini. Saya pikir ini bukan tentang lancar atau tidak lancar. Tapi lebih kepada masalah keamanan. Sesuatu yang mungkin teman saya dan beberapa rekanrekan lain menempatkan keamanan di posisi ke sekian. Hanya mungkin manfaat dari sistem pengamanan baru ini belum dapat dirasakan sekarang. “Belum lagi, kartu ini ga boleh sampai hilang. Ah, ribet!” Ujar teman saya sambil menunjukkan kartu berwarna biru, kartu yang sama dengan yang saya simpan secara hati-hati di dalam tas kerja saya. Sepanjang hari, saya perhatikan status bbm teman-temanpun bertopik sama. Ternyata masalah ini telah menjadi topik hangat di gedung Djuanda selama beberapa waktu. Sistem pengamanan di pintu gerbang dan pintu masuk gedung. Sebenarnya sayapun ikut merasakan. Mengantri di gerbang utama menjadi lebih lama dari biasanya, dan menyebabkan langkah saya menuju ke ruang absen pun lebih cepat dari biasanya. Tidak nyaman awalnya, memang. Namun, apapun kebijakan yang ditetapkan,
50
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
Sudut kantor
meskipun dengan mengorbankan kenyamanan yang ada, pasti ada tujuannya. Dan tentu saja untuk sesuatu yang lebih baik. Keluhan atas ketidaknyamanan ini mungkin sudah didengar oleh si pembuat kebijakan. Atau mungkin juga si pembuat kebijakan merasakan ketidaknyamanan serupa. Hingga akhirnya kebijakan tersebut sedikit kembali seperti semula. Tidak seluruhnya. Tapi kurang lebih sama. Saya yakin semua pegawai di gedung Djuanda termasuk rekan saya itu akan senang. Hingga suatu hari ketika hendak pulang kantor, teman saya terlihat panik sambil mencari-cari karcis parkir sambil membongkar2 isi tasnya. “Dimana ya kertas parkirnya, mending kartu biru yang kemarin. Ga bakal ketekuk dan langsung kelihatan kalau dicari”. Begitu ujarnya. Dan saya hanya bisa tersenyum mendengarnya. Nyaman atau tidak nyaman, semua itu hanya masalah terbiasa, bukan?? (RHM/NYM)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
51
resonasi
Cukup
Mampu Untuk
Mau 07.18. Waktu berjalan begitu cepatnya. Oh
no! telat niiii…
Kutarik pengait tasku, kukencangkan supaya pas melekat di punggung. Kupercepat langkah melewati jembatan sebrangi jalan. Bung bung bung, debuman sepatuku makin nyaring oleh lari-lari kecil. Keringat di dahi, ngos-ngosan aku mengejar waktu (waktu kok di kejar).
kasihan, tapi uangku ada di dalam. Nanti sajalah, aku sedekahnya ke masjid (iya kalau ke masjid).
Tak ada sebenarnya yang memenuhi pikiranku, selain rekaman jalan yang penuh, makin macet dan ancaman flexi time. Hari ini aku flexi lagi. Padahal sudah dari kemaren kemaren aku berkomitmen untuk ndak flexi lagi. Dasar komitmen gombal.
Kicauan pikiranku riang sekali. Dari kiri, jembatan sambungan dari halte Transjakarta, sesosok mbak-mbak berjalan menggendong anaknya. Langkahnya pelan. Pasti berat yang di gendongnya. Meski takkan mungkin si anak jatuh, tangan kirinya menelingkupi gendongan. Tambah pulas saja si anak tidur di pelukan ibunya. Tangan kanan menopang dorongan troli bayi yang dilipat. Kasian amat ni si mbak, sendirian. Terbersit pikiran, mana suaminya? Teganya dibiarkan pulang sendiri. Eh, emang mau pulang? Sok tau.
Bisingnya pagi sudah tak kupeduli lagi. Meski tak peduli, pikiran tetap saja mengomentari. Beberapa orang yang berpapasan denganku tak luput dari candaan dan kicauan pikiran sendiri. Bajunya ndak pas, warnanya nabrak. Eh sepatunya sama dengan yang kupunya. Batiknya bagus eui, beli dimana ya? Jadi pengen belanja. Bapaknya
Tiba secepatnya aku dibelakang mbaknya itu. Langkahku yang buru-buru agak terhenti di belokan turunan jembatan. Terhenti sejenak menunggu si mbak yang dengan dirinya, di kiri badan menggendong anaknya, di tangan kanan berusaha membetulkan letak troli yang tadi di dorongnya. Mungkin kurang nyaman kali ya. Kelebaran ini cukup
52
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
resonasi memenuhi lorong turunan jembatan. Menjaga perasaan, tak timbul rasa dongkol meski aku jadi makin telat. Aku, menunggu di belakang si mbak, antri jalan. Tapi sebentar, si mbak ndak bermaksud membetulkan letak troli yang dari tadi didorongnya. Dengan lemotnya aku berpikir si mbak mau membetulkan troli. Bukan. Dia tolehkan sedikit kepalanya ke belakang, lalu ke troli. Si mbak agak kepayahan mangangkat lipatan troli itu dengan satu tangan kanannya. Oh my God, ndak ngehnya aku. Ini kan turunan undakan, mana mungkin si mbak mendorong troli. Otomatislah si mbak mengangkatnya. Dengan satu tangan. Wah…kuat ya… Komentar bodoh! Tanganku nganggur duaduanya. Lenggang kangkung. Dan masih dengan sopannya memuji. Tapi emang iya lho… kuat nian si mbak ini. Coba bayangkan. Menggendong bayi aja udah sempoyongan. Jalan dengan tubuh agak doyong sebelah. Jadi seimbang sekarang bawa beban troli kanan. Tambah kepayahan. Wanita kuat. Salut.
Tapi. Tidaaak. Ada apa dengan diriku. Tanganku nganggur dua-duanya. Seperti tak melihat, tetap kalem membuntut di belakang. Menunggu jalannya si mbak karena merasa ndak enak mau mendului. Sebentar. Ada yang salah. Ndak enak? Karena ndak enak itu harusnya bantu dia. Bantu bawakan trolinya. Cukup bantu bawa troli turuni tangga saja. Just it. Dan ajaibnya aku masih tetap sabar menunduk jalan di belakang. Berkutat dengan pikiran sendiri. Satu tangga tersisa. Pikirku, ndak apaapalah. Sudah terlanjur juga sampai bawah. Hello Jeng…knapa ndak dari tadi nawarin waktu masih di tangga atas? Apa yang kulakukan? Nothing. Sudah, sudah terlanjur. Waktu habis tersita hanya untuk mempertimbangkan antara iya atau tidak. Habit. Selalu dan lagi-lagi terulang seperti ini. Teruslah. Teruslah berdebat dengan pikiran sendiri. Maka yang tersisa adalah..TIDAK ADA. Malu. Seorang aku. Mampu. Mampu bantu. Tapi tak cukup mampu untuk mau. (ENO)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
53
HOBBY Mendaki Gunung, Mencintai Negeri..
B
erbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya.. Itulah sebait lagu yang menjadi soundtrack film “GIE”. Film yang menceritakan seorang tokoh muda Indonesia yang sangat mencintai negaranya. Mencintai negaranya dengan terus menyuarakan kebenaran dan mencintai alam. Pecinta alam merupakan salah satu hobi yang menyenangkan. Salah satu kegiatan pencinta alam adalah kegiatan pendakian gunung. Mendaki gunung dengan rombongan rekanrekan sekantor merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Saat kita mendaki gunung, rasa percaya dan solidaritas kepada teman adalah hal yang utama. Dalam satu tim pendakian, biasanya ada yang bertugas menjadi penentu arah dan kepada dialah kita harus percaya kemana kita akan melangkah. Apabila dalam perjalanan pendakian ada teman kita yang tertinggal karena kelelahan, dengan kesadaran kita akan beristirahat bersama sampai teman kita itu sanggup melanjutkan pendakian. Mendaki gunung mengajarkan kita bahwa sebagai manusia kita tak bisa hidup sendiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain. Tujuan orang mendaki gunung antara lain untuk mencapai puncak dan menikmati pemandangan yang tidak biasa. Pemandangan yang hanya bisa kita lihat dari ketinggian yang tidak biasa juga tentunya. Di tempat tertinggi untuk menyentuh langit kita akan menikmati pemandangan yang
54
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
HOBBY selama ini disembunyikan Tuhan Sang Maha Pencipta. Pemandangan yang hanya diberikan kepada orang-orang yang bersungguh-sungguh karena mendaki gunung adalah bukan perkara mudah. Dengan mencapai puncak tertinggi kita akan melihat kebesaran Tuhan dan mendekatkan diri kita dengan-Nya. Di Indonesia banyak gunung yang menjadi favorit pendakian. Gunung Gede di Bogor, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Kerinci di Jambi, Gunung Semeru di Lumajang, Gunung Papandayan di Garut dan masih banyak lagi. Masing-masing gunung memiliki cerita masing-masing bagi para pendaki. Cerita-cerita mistis pun kadang menjadi bumbu bagi pengalaman-pengalaman tidak terlupakan yang dialami oleh para pendaki. Ada pelajaran berharga dari proses pendakian gunung. Saat mendaki gunung biasanya kita akan melengkapi diri kita dengan kantong plastik besar yang nantinya akan kita gunakan untuk menyimpan sampah yang kita hasilkan selama proses pendakian karena sampah tidak boleh dibuang sembarangan. Misi penting pendakian gunung adalah menjaga kelestarian alam. Dengan mendaki gunung kita telah belajar bagaimana cara untuk mencintai alam. Mencintai negeri ini yang telah dilengkapi Tuhan dengan keindahan-keindahan alam. Rasa cinta yang merupakan awal dari rasa cinta kita yang lain yang harus kita berikan kepada negara ini. “Mendaki gunung bikin kita menjelajah sambil menumbuhkan kecintaan pada negeri.”, ujar Bernat I. Purba, salah seorang pegawai Inspektorat Jenderal yang hobby mendaki gunung. Seperti kata Presiden John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang dapat negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang dapat kamu berikan kepada negaramu”. Mulailah memberikan rasa cintamu kepada negara ini dengan mendaki gunung. (BPG)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
55
BERITA KELUARGA
PENSIUN
S
elamat memasuki masa purnabhakti, umur adalah hanya sejumlah, sebuah sandi untuk catatan. Seorang pria tidak bisa pensiun dari pengalamannya, dia harus menggunakannya.. (Bernard Baruch) Terimakasih banyak atas kontribusi Bapak selama ini untuk Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.. J
Januari 2013
Saleh Pelaksana Bagian Umum
Ruslan S.Sos Auditor Muda Inspektorat III
Februari 2013
Usman Ompusunggu, S.E. Auditor Muda Inspektorat I
Suanwar Pelaksana Bagian Umum
56
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
BERITA KELUARGA
Menikah Tidak ada hubungan, persekutuan atau persahabatan yang lebih indah, lebih mesra dan mempesona daripada pernikahan yang baik. (anonymous). Happy Wedding..
Dianita Wahyuningtyas (Pelaksana Bagian Umum) &
Dony Perdana 20 Desember 2012
Dede Yunianto, S.E. (Auditor Inspektorat II) &
Desi Susanti, S.IP 21 Desember 2012
Irham Zuhri Muhammad (Pelaksana Bagian Kepegawaian) &
Maulinawati Laila, S.E. 29 Desember 2012
Muhammad Fachrudin, S.Kom (Pelaksana Bagian SIP) &
Ly Fairuzah ‘Aisyah, S.Ei 30 Desember 2012
Danu Winata, S.Si, MM (Pelaksana TU Inspektorat II) &
Selvia Wellyanti, S.E. 25 Januari 2013 VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
57
GADGET Smartphone Centil dari SHARP
B
agi para perempuan, ini mungkin bisa dijadikan pilihan untuk kamu yang tidak ingin memiliki smartphone yang sama dengan para pria. Ya, Sharp telah membuat satu ponsel dengan warna ‘centil’ yang ditujukan untuk para kaum hawa yang tetap ingin bergaya stylish.
Bernama Sharp Aquos EX SH-04E, smartphone ini memiliki layar berukuran 4,5inci HD 720p. Dapur pacu pada smartphone ini juga cukup bagus, dengan prosesor quad-core 1,5GHz Snapdragon S4 Pro dengan RAM sebesar 2 GB sehingga tidak kalah dengan ponsel-ponsel para pria. Didukung dengan kamera sebesar 13 MP dan memory 16 GB akan mampu menampung hasrat foto-foto narsis kamu. Dengan sistem operasi Android 4.1 Jelly Bean, smartphone ini tentu sajar bertambah kesan high-end-nya. Selain itu, umur baterainya juga tergolong panjang karena menggunakan kapasitas 2000 mAh. So, sudah siap bercentil ria dengan smartphone ini. (Referensi:GAL)
Memotret Layaknya Kamera Profesional dengan Menggunakan iPhone
i
Phone 5 memang salah satu smartphone yang mengasyikan jika digunakan untuk fotografi. Kamera 8 MP yang dimilikinya tergolong memiliki tangkapan gambar yang baik. Dan, bagi mereka yang merindukan sensasi kamera profesional DSLR di perangkat iPhone-nya, ini lah jawabannya.. Sekarang, membidik gambar lewat viewfinder seperti kamera DSLR adalah hal yang pasti dengan perangkat yang diusung Photojojo ini. Ya, view finder khusus iPhone ini memungkinkan pengguna iPhone memotret layaknya menggunakan kamera profesional. Pemasangannya pun mudah sekali tinggal plug and play. Tapi agar lebih maksimal, kamu harus menggunakan aplikasi daylight view finder yang bisa kalian unduh gratis di Apple App Store. (Referensi:GAL)
58
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
RESENSI BUKU Judul Pengarang Penerbit Tahun Terbit
: : : :
Jangan Anggap Sepele Soft Skills Peggy Klaus Libri 2012
O
rang memang perlu memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan, namun sayangnya ada beberapa keterampilan yang kadang justru diremehkan. Keterampilan ini dikenal sebagai soft skills, yang meliputi sikap, perilaku, dan keterampilan interpersonal. Di era konstan seperti sekarang, bisnis dijalankan dengan mengedepankan sikap-sikap sosial, sehingga pemahaman dan nilai soft skills untuk sebuah organisasi berkembang setiap saat. Buku ini menyingkap pentingnya soft skills dalam dunia kerja serta menguraikan berbagai teknik dan tips dalam mengembangkan soft skills anda. Soft skills menyangkut banyak aspek dalam keperibadian, yang meliputi atribut positif serta kompetensi dalam meningkatkan harmonisasi relasi, prestasi kerja, dan nilai pasar. Ini mencakup kemampuan untuk mendengarkan dengan baik, berkomunikasi secara efektif, menjadi menyenangkan dan positif, menerima tanggung jawab, menangani konflik, menerima kritik, menunjukkan rasa hormat, membangun kepercayaan, mengelola waktu secara efektif, bekerja di bawah tekanan, serta menunjukkan perilaku yang baik.
Judul Pengarang Penerbit Tahun Terbit
H
: : : :
Kompas Menjadi Perkasa Karena Kata Mamak Sutamat Galang Press 2012
arian Kompas adalah contoh, bagaimana sebuah usaha yang tidak didesain sebagai perusahaan besar, namun akhirnya menjadi perusahaan multimedia yang meraksasa di Indonesia. Para perintisnya meyakini bahwa semua itu kersaning Gusti , kehendakNya jua. Berbagai peristiwa “kebetulan” membuat mereka yakin bahwa campur tangan Yang Mahakuasa membuat mereka bernasib baik. Harian Kompas adalah hasil sebuah kerja keras sekelompok anak muda yang punya jiwa, dan semangat yang sama. Apa yang mereka kerjakan dilandasi dengan sikap dan niat baik sehingga penerbitan yang dirintis dari tidak punya apa-apa itu menjadi apa-apa punya. Dua perintisnya PK Ojong dan Jakob Oetama, dua sosok satu jiwa, pendidik dan humanis, membada anak-anak mudanya hidup dengan filosofi serta tujuan yang jelas. Buku ini disusun dari catatan-catatan yang tidak bisa dilupakan penulisnya karena begitu membekas. Para perintisnya menyampaikan nilai-nilai itu kepadanya bukan seperti menulis di pasir pantai yang lenyap dalam sekejap terhapus ombak. Mereka menuliskannya di batu karang yang keras, menyakitkan namun tak terhapuskan. Membaca buku ini membuat kira merenung, berefleksi, dan berkarya dengan hati. (Referensi:MUJ)
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013
59
60
VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013