ANALISIS BAHASA YANG DIGUNAKAN MAHASISWA DALAM KEGIATAN BERPRESENTASI (BERBICARA FORMAL) (Studi Kebahasaan pada Mahasiswa Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indobesia FKIP UNSIL Tasikmalaya) Welly Nores Kartadireja Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNSIL Tasikmalaya
[email protected]
Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan bahasa sebagai sarana yang digunakan untuk berkomunikasi. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan pesan, maksud, informasi kepada orang lain. Khususnya dalam kegiatan formal yang menghendaki penggunaan bahasa yang taat asas, sesuai dengan kaidah bahasa. Salah satunya kegiatan perkualiahan di perguruan tinggi yang menuntut mahasiswa mampu menggunakan bahasa lisan dan tulis sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya kegiatan berbicara akademik misalnya: mengampaikan gagasan, ide, bertanya, berpendapat,berdiskusi, dan semua kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan berbicara lainnya. Data penelitian ini berupa rekaman vidio ketika beberapa kelompok mahasiswa melakukan kegiatan berpresentasi, mereka mempresentasikan makalah yang sudah mereka buat. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dan tinjauan pustaka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dalam kegiatan berpresentasi masih banyak mahasiswa yang menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Baik dalam pelafalan, pilihan kata, kalimat: pengulangan kalimat, kalimat tidak bisa dipahami, kalimat tidak gramatikal, dan kalimat tidak komunikatif.
Kata Kunci: Bahasa, Berbicara Formal, Berpresentasi
Abstract In everyday life we need the language as a means by which to communicate. With language we can convey the message, purpose, information to others. Especially in formal activity that requires consistent use of language, in accordance with the rules of the language. One of these activities perkualiahan in college requires students are able to use spoken language and written in accordance with the Indonesian language is good and true, especially speaking activities academic for example: hang out in the ideas, ideas, ask questions, argue, discuss, and all activities related to the speaking activities Other. This research data be recorded vidio when some groups of students conducting a presentation, they presented a paper that they have created. Data collection techniques using observation and review of the literature. The method used in this research is the analysis method. Results of this study prove that in presenting the activities there are many students who use a language that is not in accordance with the rules of Indonesian. Both in pronunciation, word choice, sentence: the repetition of the sentence, the sentence can not be understood, the sentence is not grammatical and sentence are not communicative. Keywords: Language, Speaking Formal, presentation
A. Pendahuluan Bahasa merupakan media yang digunakan untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya, tujuannya untuk saling memahami dalam satu persepsi. Tidak dapat kita bayangkan apabila suatu bangsa tidak memiliki bahasa, karena bahasa itu mencerminkan jati diri bangsa. Sesuai dengan paparan Abidin (2009: 2) mengenai bahasa yaitu: Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia, bukan bunyi yang dihasilkan alat lain. Bahasa berasal dari udara yang keluar dari paru-paru menggetarkan pita suara di kerongkongan dan kemudian terujar lewat mulut. Udara yang keluar dari paru-paru itu ada yang terhambat ada pula yang tidak terhambat, ada yang keluar lewat mulut ada pula yang keluar lewat hidung. Oleh sebab itu, bahasa itu manusiawi, artinya hanya manusia yang mampu menghasilkan bahasa. Sejalan dengan hal tersebut Sasangka (2013: 10) menyatakan “Fungsi hakiki bahasa adalah sebagai alat berpikir. Hal itu dapat dibuktikan ketika seseorang sedang menyendiri, tanpa seorang pun di sekelilingnya, ia sebenarnya sedang berpikir, mengingat-ingat, atau berangan-angan
sesuatu. Bahasa yang digunakan untuk menata pikirannya itu lazimnya
adalah bahasa yang pertama kali dikuasai ”. Berdasarkan pendapat di atas, bahasa hanya milik manusia dan digunakan untuk menyampaikan gagasan, pesan, ide dan perasaan kepada orang lain baik lisan maupun tulis, formal maupun nonformal, dengan pemahaman yang sama atara pembicara dan pendengar.
Kita mengetahui bahwa negara Indonesia memiliki beranekaragam bahasa daerah, bahasa pertama yang dikuasai oleh masyarakat Indonesia yaitu bahasa daerah atau bahasa ibu. Hal tersebut merupakan kekayaan yang patut kita banggakan. Keberagaman bahasa itu bukan suatu hambatan bagi masyarakat Indonesia dalam berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya, kerena bangsa Indonesia memiliki bahasa kedua yaitu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Walau berbeda tetapi tetap satu jua. Hal ini sesuai dengan UU No 24 Tahun 2009 Pasal 25 yang menyatakan: (1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. (2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu barbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Sejalan dengan pernyataan di atas, bahasa Indonesia secara umum digunakan sebagai sarana komunikasi dan pemersatu bangsa. Salah satunya digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Tetapi bukan hanya sekadar pengantar saja, pembelajaran bahasa Indonesia juga diberikan secara formal, di sekolah-sekolah. Bahkan sejak PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, mata pelajaran atau mata kuliah bahasa Indonesia masih dipelajari. Semakin tinggi jenjang dan tingkatan maka makin tinggi pula pemahaman dan kemampuan mengimplementasikan bahasa tersebut. Penguasaan dan pemahaman bahasa Indonesia di perguruan tinggi diharapkan mahasiswa terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai kegiatan yang sifatnya formal. Salah satu contohnya yaitu kegiatan berpresentasi. Dalam kegiatan ini mahasiswa dituntut untuk terampil berbicara di muka umum; menyampaikan pertanyaan, menjawab, berpendapat, menjelaskan, menyanggah dan lain-lain. Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis ingin mengetahui apakah bahasa yang digunakan oleh mahasiswa pada kegiatan berpresentasi (Berbicara Formal) sudah tepat atau belum? Sesuaikah dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar? Dan sesuaikah dengan kaidah kebahasaan? Untuk mengetahui hal tersebut penulis melakukan observasi, pengamatan, pengumpulan data, dan pendeskripsian data tersebut. Data yang penulis peroleh
dari kegiatan presentasi makalah yang dilaksanakan oleh mahasiswa secara berkelompok dan penulis menganalisis bahasa yang digunakan oleh mahasiswa ketika berpresentasi.
B. Landasan Teori Bahasa yang digunakan dalam kegiatan formal, khususnya dalam berpresentasi yaitu bahasa yang benar sesuai dengan kaidah kebahasaan. Ilmu bahasa disebut juga dengan istilah linguistik. Kata “linguistik” berasal dari kata Latin lingua ‘bahasa’. Dalam bahasa-bahasa “Roman” (yaitu bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa Latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua Latin itu, yaitu langue dan langage dalam bahasa Prancis, dan lingua dalam bahasa Itali. Dalam bahasa Indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah “linguistis”atau “linguistik” (dalam Verhaar, 2001: 3). Kaidah kebahasaan atau aturanaturan kebahasaan meliputi tataran linguistik/tataran kebahasaan yaitu; fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi, sesuai yang dikemukakan oleh Alwi (1998: 26) “Tiap bahasa diwujudkan oleh bunyi. Bunyi itu disebut bunyi bahasa. Di antara bunyi-bunyi itu, ada yang sangat berbeda kedengarannya dan ada yang mirip kedengarannya. Bunyi bahasa yang minimal yang membedakan bentuk dan makna kata dinamakan fonem”. Sejalan dengan pendapat Verhaar (2001: 10) “Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bukan sembarang bunyi saja, melainkan bunyi tertentu, yang agak berbeda-beda menurut bahasa tertentu. Bunyi tersebut diselidiki oleh fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya, dan menurut sifat-sifat akustiknya. Berbeda dengan fonetik, ilmu fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya”. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata, sejalan dengan pendapat Verhaar (2001: 11) “Ilmu morfologi menyangkut struktur “internal” kata. Beberapa contoh akan menjelaskan hal itu. Perhatikanlah kata seperti tertidur. Kata ini terdiri atas dua “morfem”, yakni ter- dan tidur. Penganalisisan seperti itu disebut “morfologi”. Kata tidur itu sendiri terdiri atas satu morfem saja, yaitu tidur.” Sesuai pula dengan pendapat Alwi (1998: 28-29) “Dalam bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat “dipotong-potong” menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi, tidak mempunyai makna”.
Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari struktur kalimat. Menurut Verhaar (2001: 11) “ Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat.” Selanjutnya pengertian sintaksis menurut Alwi (1998: 35) yaitu: Kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya. Kata yang mempunyai bentuk serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna kalimat. Sesuai dengan pendapat Alwi (1998: 38) “Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis tertentu. Contoh Farida menunggui adiknya. Dari peran semantis, Farida adalah pelaku, yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui. Adiknya pada kalimat ini adalah sasaran, yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.” Sekait dengan pendapat di atas Verhaar (2001: 13) menyatakan “Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti dan makna. Contoh jelas dari perian atau “deskripsi”semantis adalah leksikografi: masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya: perian semantis.” Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa kita perlu memahami, memperhatikan, dan menerapkan ilmu bahasa ini dalam kehidupan kita sehari-hari, ketika kita berbahasa dalam situasi yang formal. Berbicara di muka umum sebetulnya bukan hanya faktor kebahasaannya saja yang diperhatikan, tetapi faktor nonkebahasaannya juga misalnya : penguasaan materi yang disampaikan, kesiapan, keberanian, sikap, gerak gerik, volume suara, dan kelancaran dalam berbicara. Selain kedua faktor tersebut kita juga harus memperhatikan variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia yang sesuai dengan latar belakang daerah masingmasing. Indonesia memiliki beragam bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Menurut Sasangka (2013: 14-15) Variasi bahasa dapat muncul karena bangsa Indonesia terdiri atas keanekaragaman suku, bangsa, bahasa, budaya, adat-istiadat, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda yang mendiami tempat yang berbeda-beda pula sehingga menjadikan bangsa ini bersifat heterogen dalam semua hal. Keheterogenan tersebut, salah satunya, menyebabkan munculnya variasi bahasa meskipun variasi bahasa juga dapat muncul dalam masyarakat yang homogen. Secara garis besar variasi atau ragam bahasa dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (a) dialek, (b) sosiolek, (c) tempolek, dan (d) fungsiolek.
Dialek adalah variasi bahasa berdasarkan perbedaan letak geografis yang menyebabkan bahasa Indonesia digunakan dengan bermacam-macam dialek oleh masyarakat Indonesia. Contohnya bahasa Indonesia dialek Sunda, bahasa Indonesia dialek Jawa, bahasa Indonesia dialek Batak dan banyak lagi yang lainnya. Hal ini dibuktikan bahwa orang Sunda dan orang Jawa mengalami kesulitan ketika melafalkan bunyi f, v, dan z, kata maaf, virus, dan zat dilafalkan menjadi maap, pirus dan jat. Sosiolek adalah variasi bahasa yang terjadi karena adanya perbedaan sosial. Misalnya perbedaan tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, ataupun status. Contohnya bahasa anak kepada orang tua harus menggunakan bahasa yang halus, sebaliknya orang tua tidak. Tempolek yaitu variasi bahasa yang terjadi karena perbedaan waktu. Bahasa Indonesia tahun 1950-an akan berbeda dengan bahasa Indonesia tahun 1970-an, begitu pula dengan tahu 2000-an. Dulu kata tuan-tuan dan nyonya-nyonya sering digunakan untuk menyapa hadirin, tetapi sekarang kata itu jarang dan hampir tidak digunakan lagi, dan diganti dengan kata bapak-bapak dan ibu-ibu. Fungsiolek merupakan variasi bahasa berdasarkan fungsinya. Kita mengenal adanya bahasa Indonesia yang baik dan bahasa Indonesia yang benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan konteks situasi, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik).
C. Analisis bahasa yang digunakan mahasiswa dalam kegiatan berpresentasi (Berbicara Formal) Setelah penulis menganalisis bahasa yang digunakan oleh mahasiswa dalam kegiatan berpresentasi, maka terkumpullah data sebagai berikut. 1. Lafal Dilihat dari segi lafal, maka ditemukan pelafalan yang salah seperti: pokus, pisik, pungsi, paktor, pondasi, plu, paktor, inpormasi, manpaat, inpeksi, tranpusi, epek, syarap, napsu, alternatip, epektip, produktip, pasip, maap, kreatip, positip, replek, respon, replek. Berdasarkan data di atas, terlihat jelas bahwa mahasiswa yang tinggal dan asli orang sunda tidak bisa melafalkan fonem (f), baik yang terletak di awal, tengah, maupun akhir. Hal tersebut terjadi karena pengaruh dialek orang Sunda yang tidak dapat melafalkan fonem (f).
Pelafalan yang benar seharusnya fokus, fisik, fungsi, faktor, fondasi, flu, faktor, informasi, manfaat, infeksi, tranfusi, efek, syaraf, nafsu, alternatif, epektif, produktif, pasif, maaf, kreatif, positif, reflek, resfon, replek. Selain fonem (f), mahasiswa tidak dapat melafalkan fonem (v). Data yang diperoleh sebagai berikut: HIP, pirus, propinsi, surpey, aktipitas seharusnya pelafalan yang tepat yaitu: HIV, virus, provinsi, survey, dan aktivitas. Kata-kata lain yang pelafalannya tidak benar antara lain : jat kimia, jaman, kongkrit, karna, kalow, atow, sampey, husus, memakey, has, ahir, pleus, mahluk, sodari/sodara atau sudari/sudara. Pelafalan yang tepat harusnya zat kimia, zaman, kongkret, karena, kalau, atau, sampai, khusus, memakai, khas, akhir, plus, mahkluk, dan saudara/saudari. Data yang lain menunjukkan adanya pengaruh bahasa pertama (bahasa Sunda) terhadap penggunaan bahasa
Indonesia.
Hal tersebut
menandakan bahwa
dialek
kedaerahannya sangat kental seperti melafalan kata apa, ini, lagi, itu, namanya, begini, begitu, saya, saja, lain, bedanya, sekitarnya, sebelumnya, buruknya, bangsanya, secukupnya, penggunaannya, penyebabnya, dampaknya, keparahannya, pemakaiannya, perhatiannya, kenyataannya, biasanya, di sana menjadi apah, inih, lagih, ituh, namanyah, ginih, gituh, sayah, sajah, lainnyah, bedanyah, sekitarnyah, sebelumnyah, buruknyah, bangsanyah, secukupnyah, penyebabnyah, dampaknyah, keparahanyah, pemakaiannyah, perhatiannyah, kenyataannyah, biasanyah, di sanah. Kekentalan dialek kedaerahan tersebut terlihat pada akhir kata ditambah fonem (h). 2. Pilihan kata Beberapa data menunjukkan adanya pilihan kata yang tidak tepat dan kata yang digunakan tidak baku, seperti dalam kalimat di bawah ini. a) Narkoba bikin pemakai ketagihan. b) Kenapa di Indonesia hal itu sangat penting. c) Seperti yang barusan kami bahas. d) Racun dalam tubuh dapat dikeluarkan sama air. e) Jadi, maksudnyah gituh. f) Caranya ginih. g) Penyakit itu bukan cuman berbahaya.... h) Kesehatan sangan penting, tapi ...
i)
Kita pengen sekali memiliki keluarga sehat. Berdasarkan kalimat di atas terdapat kata bikin, kenapa, barusan, sama, maksudnyah
gituh, ginih, cuman, tapi, dan pengen. Seharusnya menggunakan kata yang baku membuat, mengapa, baru saja, dengan, maksudnya, begitu, begini, hanya, tetapi, dan ingin. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh bahasa daerah (bahasa Sunda) terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan berpresentasi(berbicara formal) yang dilaksanakan oleh mahasiswa, yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. kebiasaan ini sulit dihilangkan tanpa adanya latihan-latihan yang inten. 3. Kalimat a. Pengulangan bagian-bagian kalimat (1) Organ paru-paru juga bisa eh terdampak bisa terkena dampaknyah, nah bisa menimbulkan penyakit yang , penyakit eh pnemonia serta bronhitis. Selain organ-organ di atas, merokok juga memiliki dampak, memiliki dampak buruk bagi kesehatan. (2) Contohnyah, contoh penyakit, contoh penyakit, penyakitnyah adalah diabetes, gangguan pada mulut, gangguan pada gigi eh, kangker mulut, kemandulan, kemandulan pada pernapasan, gangguan pada pernapasan. (3) Yang ketujuh, latih mengendur, eh, untuk mengendurkan otot-otot mata latih dengan menutup mata. Kalimat-kalimat di atas mengalami pengulangan bagian sehingga kalimat tidak efektif. Perbaikannya sebagai berikut: (1) Merokok berdampak buruk bagi kesehatan, dapat merusak paru-paru dan menimbulkan penyakit seperti pnemonia dan bronhitis. (2) Contohnya penyakit diabetes, gangguan pada mulut, gangguan pada gigi, kangker mulut, kemandulan, dan gangguan pada pernapasan. (3) Ketujuh, untuk mengendurkan otot-otot mata, latih dengan menutup mata.
b. Kalimat tidak bisa dipahami Kesatu, miopi, miopi itu seseorang yang tidak bisa melihat benda secara jauh. Kalimat ini tidak bisa dipahami karena janggal dan tidak logis, miopi dikatakan sebagai seseorang atau manusia, sedangkan makna miopi adalah penyakit mata yang menyebabkan seseorang tidak bisa melihat jauh. Seharusnya kalimat yang efektif dan mudah dipahami sebagai berikut.
Kesatu, miopi. Miopi adalah penyakit yang menyebabkan seseorang tidak bisa melihat benda yang jauh. Bisa dibantu dengan kaca mata yang berlensa cembung. c. Kalimat tidak gramatikal ketidakgramatikalan ditunjukkan pada kalimat di bawah ini. Bisa dibantu dengan kaca mata yang berlensa cembung. Jika kita perhatikan kalimat ini, apa yang bisa dibantu dengan kaca mata yang berlensa cembung? Maka dapat dibuktikan bahwa kalimat di atas, tidak memiliki subjek. Perbaikannya sebagai berikut: Penderita miopi bisa dibantu dengan kaca mata yang berlensa cembung. Dengan ditambah Penderita miopi maka kalimat itu jelas subjeknya dan efektif. d. kalimat yang tidak komunikatif Kalimat yang tidak komunikatif ditunjukkan pada kalimat di bawah ini. (1) Vertikultur tidak hanya digunakan dalam perorangan atau kelompok, tetapi vertikultur dikembangkan dalam pertanian. (2) Vertikultur inih sama dengan petani di sawah-sawah. Kalimat di atas tidak jelas maksudnya sehingga kalimat itu terkesan tidak komunikatif. Seharusnya kalimat yang komunikatif jelas maknanya seperti perbaikan di bawah ini. (1) Vertikultur dikembangkan dalam pertanian, baik secara perorangan maupun kelompok. (2) Vertikultur dikembangkan oleh petani di sawah-sawah.
D. Penutup Bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi baik dalam bentuk lisan maupun tulis, berkaitan dengan keterampilan berbicara dan menulis yang sifatnya sama-sama produktif dan ekspresif, hanya saja dibedakan
media penyampaiannya. Bahasa lisan digunakan dalam
kegiatan berbicara sesuai apa yang dilakukan oleh mahasiswa di setiap kegiatan perkuliahan yang menuntut mahasiswa terampil dalam berbicara. Terampil berbicara bukan hanya berani berbicara saja, tetapi mampu tidaknya menggunakan bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan situasi formal dan sesuai dengan kaidah kebahasaan. Berbahasa dalam situasi formal khususnya pada kegiatan berpresentasi harus memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik serta faktor nonkebahasaan. Agar pembicaraan atau informasi yang kita sampaikan dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Pemahaman tentang kebahasaan mahasiswa harus betul-betul ditingkatkan supaya tidak terjadi kesalahan-kesalahan berbahasa dalam kegiatan berpresentasi (berbicara formal).
Selain
itu pula dibutuhkan latihan-latihan berbicara secara inten yang dapat mengasah
keterampilan dan pengalaman mahasiswa dalam berbahasa.
Daftar Pustaka Abidin, Yunus. (2009). Kemampuan Menulis dan Berbicara Akademik. Bandung: Rizqi press. Alwasilah, A. Chaedar. (1993). Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Alwi, Hasan dkk. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2011). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud. Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. Gapura Bahasa Inndonesia. Yogyakarta:
Elmatera.
Tarigan, Henry Guntur. (2008). Berbicra sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.