Ke Daftar Isi Prosiding Seminar Teknologi dan Keselama/all Ser/a Fasililas Nuklir
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR -BATAN
PLTN
WATAK "IN-PILE BAHAN BAKAR URANIUM DIOKSIDA DALAM REAKTORAIR RINGAN Oleh: Bambang Herutomo Pusat Elemen Bakar Nuklir - Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK Watak "in-pile" Bahan Bakar Uranium Dioksida dalam Reaktor Air Ringan. Uranium dioksida (U02) dalam bentuk pelet tersinter telah digunakan secara luas sebagai bahan bakar reaktor daya. Akibat iradiasi di dalam teras reaktor, pelet bahan bakar mengalami perubahan-perubahan baik dalam struktur mikronya maupun bentuk dan dimensinya. Perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelet tersinternya dan kondisi operasinya.
ABSTRACT In-pile Behaviour of Uranium Dioxide Fuels In The Light Water Reactor. The uranium dioxide (U02) in the form of sinter cd pellets have veen widely used as fuel of power reactor. Due to irradiation efects in the reactor core, the fuel pellets have undergone changes in their microstructure as well as their shape and dimension. Those changes are influenced by characteristics of their sintered pellets and their operation conditions.
I. PENDAHULUAN Penggunaan yang meluas·uranium dioksida (U02) dalam bentuk pelet tersinter sebagai bahan bakar reaktor daya terutama didasari olehsifat-sifat baikyangdimilikinya, sepertill,6j titik lelehnya tinggi, kestabilan dimensional dan struktural-nya baik, mampu menahan atom-atom hasil belah, sudah dipabrikasi, dll. Akan tetapi pelet tersinter U02juga memiliki sifat-sifatjelek, yaitu rapuh dan mudah retaj, daya hantar dan densitasnya rendah. Pembuatan pelet U02 yang memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar reaktor da ya dapat dilakukan dengan mudah dan ekonomis melalui proses "cold pressing, high temperature sintering and grinding" terhadap serbuk U02 dapat tersinter. Karakteristik pelet tersinter seperti densitas, struktur pori dan butir, dll. sangat dipengaruhi oleh mutu serbuk dan variabble-variable dalam proses penyinteran.I41
Akibat iradiasi di dalam teras, pelet bahan bakar U02 me'ngalami perubahan-perubahan dalam komposisi, strukturmikro, bentuk dan dimensinya sehingga mempengaruhi kinerja elemen bakar. Semua perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dan struktur-mikro pellet, temperaturdan daya operasi, "burnup", sejarah operasi, dll. Dalam makalah ini dibahas watak "in-pile" bahan bakar U02 dalam reaktordaya airringan, yaitu pembangkitan panas dan distribusi temperatur, restrukturisasi, perubahan dimensi, pelepasan gas hasil belah dan interaksi pelet kelongsong serta pengaruhnya terhadap kinerja elemen bakar. II. WATAK "IN-PILE" BAHAN BAKAR U02 ILL Pemban!!kitan Panas Distribusi Temperature
Temperatur merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi watak "in-pile" bahan bakar U02 karena banyak proses-proses fisis seperti ekspansi . volume, densifikasi, pelepasan gas hasil belah, restrukturisasi, watakmulur, dll. sangatdipengaruhi oleh temperatur operasi bahan bakar. Temperatur operasi dan distribusinya di dalam bahan bakar ditentukan oleh besar-kecilnya panas yang dibangkitkan dan daya hantarpanas bahan bakar. lumlah panas yang dibangkitkan umumnya dinyatakan dalam bentuk panas linier, yaitujum lah panas yang dibangkitkan per-satuan panjang bahan bakar. Untuk meningkatkan efisiensi pembangkitan tenaga diinginkan bahan bakar dengan daya linier setinggi-tingginya. Akan tetapi demi keselamatan operasi, pembangkitan panas tersebut dibatasi dalam jangkau 10 sid 17 kW/rt (reaktor air ringan).I'S] Distribusi temperatur di dalam bahan bakar sangat dipengaruhi oleh daya hantar panas pelet U02 yang harganya dipengaruhi oleh temperatur, porositas dan stoikiometri; yaitu menurun dengan kenaikan temperatur dan jumlah porositas serta maksimum pada kondisi stoikiometri.12.6]. Selama operasi distribusi temperatur di dalam bahan bakar akan berubah perlahan-lahan sebagai fungsi waktu yang disebabkan oleh berubahnyajumlah porositas, stoikiometri, terbentuknya gelembung-gelembW1g gas hasil belah, berubahnya lebar celah antara pelet - kelongsong, pelepasan gas hasil belah, terdepositnya pengotorpengotor di permukaan kelongsong, dll. II.2. Restrukturlsasl. Rendahnya daya hantar panas U02 tersinter telah memaksa bahan bakar dioperasikan pada temperatur
240
Prosiding Seminar Tekn%gi Serta Fasilitas Nuk/ir
dan Kese/amatan
PLTN
tinggi dalam usaha meningkatkan efisiensi pembangkitan tenaga. Keadaan ini mengakibatkan bahan bakar mengalamai restrokturisasi karena pertumbuhan butirdan pergerakan pori. Untuk bahan bakar berporositas tinggi yang dioperasikan pada temperatur (di pusat) di atas 1800 °c tetapi masih di bawah titik lelehnya, proses restrukturisasi akan menghasilkan kanal di tengah-tengah pelet bakar (lihat gambar 1).
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR -BATAN
"vapour transport" at au "evaporation-condentation". Pergerakan pori tersebut meninggalkanjejak berbentuk garis-garis sepanjang lintasan yang dilalui yang merupakan ciri khas zona butir kolumnar. Akumulasi pori di pusat bahan bakar akan menghasilkan kanal dalam arah aksial. Proses restrukturisasi tersebut beIjalan sang at cepat, yaitu sejak reaktor mencapai tingkat daya dan akan ber-
Gambar 1 : Tampang lintang bahan bakar U02 setelah mengalami restrukturisasi. Dari gambartersebut secarajelas dapat dilihat bahwa tampang lintang pelet terbagi dalam beberapa zona berdasarkan bentuk butirnya, yaitu [1,2,6,10,11] Zona tcrluar,yaituzona yang tersusun atas butiran yang relatifsama, baik bentukmaupun ukuratmya, dengan hasil pabriksai. Zona ini berlaku untuk yang memiliki temperatur di bawah 1500 °C. Zona butlr "coualxed",yaituzona terjadinya pertumbuhan butir secara merata dan isotropis (zona yang bertemperaturantara 1500 - 1800 0e). Laju pertumbuhan butir ini juga dipengaruhi oleh densitas pelet, yaitu semakin tinggi densitas semakin tinggi laju pertumbuhan butirnya. Efek nyata dari pertumbuhan butir "equaixid" adalah mereduksi laju pelepasan gas hasil belah dan temperatur operasi bahan bakar. Zona butir kolumnar, yaitu zona yang memiliki butiran panjang dan sempit serta berorientasi ke arah pus at bahan bakar (temperaturtinggi). Butiran ini terjadi pada zona yang bertemperatur > 1800 °c tetapi masih di bawah titik lelehnya. Butiran ini terbentuk karena gerakan pori menuju ke pusat bahan bakar melalui mekanisme
henti kira-kira setelah 24 jam. Efek nyata restro1
241
Prosiding Seminar Tekn%gi Serta Fasililas Nuklir
dall Kese/amatan
PLTN
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR - BATAN
"r'
I I
!I
Gambar 2 : Tipikal retakan aksial dan radial bahan bakar D02 Adanya aliran plastis dari pelet bagian dalam tersebut dapat menyebabkan retakan (fragmen) pelt pada daerah luarmengalami relokasi. Sedangkan aliranplastis ke arah aksial akan mengakibatkan ujung-ujung pelet mengalami deformasi yang menghasilkan bentukseperti bambu (melebarpada kedua ujungnya). Dntuk mengatasi keadaaan tersebut, pada ujung-ujung peletdibuat cekungan ("dishing"). Selain dipengaruhi temperatur, sifat plastisitas D02 juga dipengaruhi oleh perbandingan O/U, yaitu semakin besarperbandingan O/U semakin meningkat kekuatannya terhadap deformasi plastis. Hal ini bermanfaat untuk mereduksi tegangan pada kelongsong akibat relokasi retakan pelet. II.4. Perubahan
Dimensi Bahan Bakar.
II.4.a. Ekspansi Thermal Ekspansi thermal mengakibatkan pertambahan dimensi pelet dalam arah radial dan aksial. Ekspansi dalam arah radial akan mengurangi lebar celah antara pelet dan kelongsong sehingga meningkatkan daya hantar panas celah. Jika ekspansi tersebut lebih besar dibandingkan lebar celah yang disediakan maka kontak antara pelet dan kelongsong akan terjadi. Keadaan ini tidak diinginkan karena dapat membahayakan integritas kelongsong. Akibat ketidak seragaman ekspansi maka pada ujung-ujung pelet akan melebar sedangkan pada daerah tengah menyempit (deform as i). II.4.b. Dcnsifikasi Densifikasi merupakan penyebab utama kegagalan elemen bakar pada era 1970-an (kelongsong pecah). Densifikasi adalah penyusutan volume tanpa pengaruh gaya dari luar sebagai akibat berkurangnya porositas
(jumlah atau ukuran). Menurut Ainscough(6J, peristiwa densifikasi pada bahan bakar D02 sudah terjadi pada temperatur serendah 400°C dan lajunya cenderung naik dengan kenaikan temperatur. Kecepatan berkurangnya porositas sangat dipengaruhi 0 leh ukuran pori. D ntuk pori dengan diameter kurang dari 1mikron diel iminasi lebih cepat dibanding dengan pori yang berdiameter lebih besar dari 1 mikron. Laju densifikasi menurun sesuai dengan kenaikan "burn up" dan akan berhenti setelah mencapai sekitar 30000 MWDrrUl'4). Mekanisme densifikasi telah diterangkan secarajelas oleh Sthele dan Assman[S.6), yaitu dimulai dengan pembentukan kekosongan di dalam kisi D02 melalui "fission spikepore interaction process". Dengan aktivasi thermal, kekosongan yang terbentuk bennigrasi bersamasama dengan pori menuju bidang batas butir. Selanjutnya, kekosongan dan pori akan mengalami annihilasi setelah mencapai batas butir yang mengakibatkan konstraksi volume. Selama proses migrasi dimungkinkan terjadinya pemakanan kekosongan atau pori halus oleh pori yang mempunyai ukuran relatif besar sehingga pori besar dika-takan mempunyai kecenderungan untukbertambah besar. Hal ini telah ditunjukkan oleh hsail penelitian Fhesley dkk.l6) yaitu untuk pori yang berdiameter lebih dari 10 mikron meningkatjumlahnya selama densifikasi dan penyusutanjumlah pori sangatterasa untukpori yang berdiameter kurang dari 1 mikron. Efek nyata dari densifikasi adalah membesamya lebar celah pelet - kekosongan yang mengakiba~kan turunnya day a hantar panas celah dan tekanan dalam elemen bakar. Penurunan tekanan dalam yang cepat dapat merusak integritas kelongsong
242
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan Serta Fasililas Nuklir
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR -BATAN
PLTN
II.4.c. "Swelling" "Swelling" terjadi sebagai hasil dari penumpukan nuklida hasil belah, baik padatan maupun gas di dalam matrik bahan bakar. Dari hasil-hasil penelitian ditunjukkan bahwa laju "swelling" meningkat dengan kenaikan temperatur. Hal ini erat kaitannya dengan pengintian atom-atom gas hasil belah xenon dan kripton membentuk gelembung-gelembung gas dengan diameter sekitar 500 A. Dikarenakan gelembung-gelembung gas tersebut mempunyai densitasjauh lebih rendah dibanding dengan densitas UOz maka akan menempati ruang yang besar di dalam matrik bahan bakar. Aktivasi thermal menyebabkan gelembung gas berdifusi yang kemudian diendapkan di batas butir. Selama berdifusi gelembung-gelembung gas tersebut dapat tumbuh meneapai radius 1 sampai 5 mikron dan menyebakan "swelling" lokal sekitar 10 % (tergantung "burn up" dan temperatur). Terbentuknya gelembung-gelembung gas tersebut mengakibatkan penurunan daya hantarpanas bahan bakar sehingga akan terjadi kenaikan temperatur operasinya dan keadaan ini akan meningkatkan laju difusi dan pengendapan gelembung-gelembung gas di batas butir yang selanjutnya meningkatkan laju "swelling". Efek nyata dari peristiwa "swelling" adalah berkurangnya lebar eelah antara pelet dengan kelongsong yang mengakibatkan kenaikan koefisien hantaran panasnya. Akan tetapi apabila "swelling" lebih besar dibanding dengan eelah yang disediakan maka akan terjadi interaksi antara pelet dengan kelongsong
Karakteristik perubahan dimensi pelet akibat densifikasi dan "swelling" sebagai fungsi "burn-up" dan struktur-mikro dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tampak bahwa peristiwa densifikasi sangat dominan pada awal irradiasi dan lajunya menurun sesuai dengan kenaikan "burn-up" dan jenuh setelah meneapai 6000 10000 MWD/tU (khususnya untuk pelet dengan struktur pori halus - grafik A). Setelah itu, perubahan dimensi lebih didominasi oleh peristiwa "swelling".
II.4.d. Karaktcrlstik Mulur ("Creep")
VOz
Laju mulur bahan bakar UOz sangat dipengaruhi oleh tegangan temperatur, ukuran butirdan perbandingan I oksigen dengan uranium (O/U)l2J• Karakteristik laju mulur UOz sebagai fungsi tegangan menunjukkan hubungan linier yang diskontinyu. Pada daerah tegangan rendah, kemiringan garis yang menyatakan hubungan laju mulur dengan tegangan lebih landai dibanding pada tefangan tinggi seperti terlihat pada gambar 4. Diskonti-nyuitas tersebut disebabkan oleh perubahan mekanisme mulur, yaitu dari mulur difusi ke mulur panjatan dislokasi. Tegangan transisi terjadinya perubahan mekanisme mulur dipengaruhi oleh ukuran butir dan stoikiometeri (O/U). Semakin besar angka O/U dan ukuran butir, semakin keeil tegangan transisinya[2,6]. Pengaruh ukuran butirterhadap lajumulurterutama sangat terasa pada daerah di bawah tegangan transisi, yaitu samin keeil ukuran butir maka semakin besar laju mulumya .. Sedangkan stoikiometeri, pengaruhnya terasa
!IV ,tl.t~.
V.
volum.
clu"94
o r.sultant
~ ~,.
2· ~O
BO
•
I
OW.d/IV
__
b\1r"..up
-- -- -- -- -- -"
-u .•.
rJ::\ '
----
'-
-
pOri
-
_
- - - - -
-_
-
.hrlnk'04
--=--:--=--:......•..-
Gambar 3 : Tipikal perubahan volume pelet UOz sebagai fungsi "bum up" dan struktur pori
243
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamalan PLTN Serla Fasililas Nuklir
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR - BATAN
untuksegala daerah tegangan, yaitusemakin besarangka OIU maka semakin besar pula laju mulumya (pada temperatur dan tegangan yang sama)[2].
~
18·110\
o
o
g7.~--'; 11"lui(y 5S4pm 9'~inl
~, .i1'\1
DS.5%
0121014·"m
LlI:t\liIY
~"in, I'. to 19·•.•m 9".8~.dtntily
, 0"
T, 100'C
'6
14 12
~,
:I
10 I
8
. 6
r-r---t--
I
!i
I
10-4 ..:: 10-~ I
...;
0 97.5-. IO·,.,m thntity 9'1ins
,
9, .•;nl SJ7;';'density
10-8
l ':i < 10·'
c:
8
b~
6
\ \ \ \
c:
Induct
\ \ 1
.c..;
\
10-8
6.0
0.0
10.0 liT,
1.
7
J
1
STAE5S.
kN/m1
Gambar 5 : Karakteristik
7 •
Gambar 6: Karakteristik
I
10··
laju mulur
V02.
Karakteristik mulur "in-pile" V02juga dipengaruhi oleh temperatur operasinya. Pada temperatur> 1200 °C, laju mulumya didominsi oleh mekanisme aktivasi thermal sedangkan pada temperatur< 1200 °C,laju mulumya diperkuat oleh adanya kerusakan bahan karena iradiasi ("irradiation-echanced creep"). Karakteristik laju mulur "out-of pile" dan "in-pile" V02 sebagai fungsi temperatur dapat dilihat pada gambar 6. Efek nyata dari peristiwa mulur adalah bertambahnya dimensi pelet, baik dalam arah radial maupun aksial. Pertambahan dimensi dalam arah radial akan mempersempit leqar celah (koefisien hantaran panas naik) maupun interaksi pelet kelongsong. Sedangkan mulur ke arah aksial menyebabkan timbulnya tegangan yang besar pada ujung-ujung pelct sehingga pada ujung-ujung pelet tersebut terjadi pertambahan diameter yang lebih besar dibanding yang di tengah ("bamboing"). Selain itu adanya distribusi temperaturdi dalam pelat menyebabkan terjadinya perbedaan laju mulur. Pada bagian tengah pelet, yaitu pada daerah yang memiliki temperatur > 1200 °C laju mulumya jauh lebih besar dibanding dengan daerah luar yang bertemperatur < 1200 °C, sehingga bagian pelet sebelah luar mengalami retak dan relokasi.
12.0
IG.O
104 °K-'
mulur "in-pile" V02
11.5. PclcDasan Gas-Gas Hasil Bclah Gas stabil hasil belah xenon (Xe) dan kripton (Kr) memegang peranan penting dalam mempengaruhi keinerja elemen bakardikarenakan gas-gas tersebut tidak larut di dalam matrik bahan bakar sehingga dapat terlepas dari bahan bakar kemudian mengisi ruang-ruang kosong yang ada di dalam elemen bakar (pori, retakan, celah, dB.). Gas-gas yang terlepas akan menyebakan kenaikan tckanan dalam elemen bakar dan komposisi gas pengisi celah. Mekanisme pelepasan gas hasil belah dari matrik bahan bakar sangat dipengaruhi oleh temperatur operasi(I,2,s,6J. Hubungan antara temperaturdengan fraksi gas yang terlepas dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan gambar 6 dapat dilihat hubungan antara daya linier dengan fraksi gas yang terlepas. Tabel1: Fraksi gas hasil belah yang terlepas dari matrik bahan bakar V02 sebagai fungsi temperatur Jangkau temperatur (0C)
< 1000 1000 - 1300 1300 - 1600 > 1600
Fraksi gas yang terlepas
(%) < 0,5 setelah 3 tho < 10 setelah 3 tho < 60 setelah 3 tho < 95
Secara garis besar, hubungan antara temperatur dengan mekanisme pelepasan gas hasil belah diringkaskan sbb: Pada temperatur rendah « 1000 0C), mobilitas a-
244
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR-BATAN
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasililas Nuklir
tom-atom gas hasil belah masih terlalu rendah (seolaholah dibekukan di dalam matrik bahan bakar). Hanya atom-atom gas yang tertentu di dekat permukaan bebas yang dapat terlepas melalui mekanisme langsung (akibat energi kinetik) maupun dengan "recoil" dan "knockout". Dikarenakan pelepasan hanya terjadi di dekat permukaan (sedalam 10 mikron dari permukaan) maka fraksi yang terlepas relatif kecil.
bung yang dapat terbentuk dapat mencapai batas butir dalam waktu yang relatif singkat (orde hari sampai beberapa bulan). Apabila terbentuk butir kolurnnar, yaitu pada daerah yang bertemperatur > 1800 °C, mekanisme evaporasi-kondensasi menuju kanal at au lubang di pusat bahan bakar.
II. 6. Interaksl Pelet - Kelon2:son2: Interaksi pelet-kelongsong tetjadi apabila lebar celah antarpelet kelongsong yang disediakan tidak mampu lagi mengakomudasi pertambahan diameter pelet maupun "creep-down" kelongsong akibat aplikasi tekanan pendingin. Ditinjau dari segi hantaran panas. Interaksl memJO bawa keuntungan karena panas yang dibangkitkan bahan bakar langsung dipindahkan ke kelongsong tanpa melalui celah sehingga mereduksi temperatur bahan bakar. Selain itu, interaksijuga dapat merusak integritas kelongsong, baik akibat interaksi mekanik maupun korosi tegangan. lradiasi neutron cepat menyebabkan keuletan I' . 70'bahan kelongsong menurun sehingga rapuh. Pada kondisi ~ ini apabila terjadi penaikan daya reaktor secara tiba-tiba, UI oJ VJ adanya interaksi dapat mengakibatkan pecahnya kelongIe song. Pengalaman operasi menunjukkan bahwa kerusakan kelongsong akibat korosi tegangan lebih banyakdijurnpai dibanding akibat interaksi mekanik. Besamya kerusakan 10 akibatkorosi tegangan tergantungpada besamya tegangan dan konsentrasi iodiurn. Dari hasil penelitian Peeh dkk,l2J ditunjukkan bahwa harga ambang konsentrasi iodiurn untukterjadinya retakan kelongsong karena korosi tegangan adalah 1 - 3 x 10-2 g/m3 ; di bawah harga ambang tersebut retakan tidak terjadi. Selain dipengaruhi o oleh tegangan dan konsentrasi iodiurn,lama waktu untuk J50 gagal juga dipengaruhi oleh temperatur dan "fluence" LlUE An rowEn. W/cm - neutron cepat. Untuk mengurangi efek interaksi pelet-kelongsong, Gambar 7 : Hubungan antara daya linier dengan fraksi beberapa usaha telah dilakukan mulai dari disain bahan gas belah yang terlepas dari UOr bakar maupun mode pengoperasian reaktor, yang antara lain dengan mengurangi tempcratur operas ibahan bakar, Pada temperatur antara 1000 - 1600 °C, mobilitas mengikat iodiurn bebas, melapisi permukaan kelongsong gas di dalam matrik bahan bakar bertambah besar sesuai bagian dalam dengan zirkoniurn, mereduksi "swelling" dengan kenaikan temperatur. Pada daerah ini terjadi dan mulur, mengurangi gerakan batang kendali dan proses pengintian atom-atom gas membentukgelembungmenghindari terjadinya perubahan daya yang cepat, dll. gel em bung gas dan berdifusi dengan kecenderungan ke arah temperatur tinggi yang kemudian diendapkan di batas butir. Proses pelepasan gas terjadi apabila bidang batas butir sudahjenuh dengan gel em bung sehingga terjadi persambungan antargelembungyang mengakibatkan terbentuknya terowongan atau pori terbuka. Selain itu akumulasi gelembung di batas butir akan memperlemah ikatan antar butir sehingga peristiwa retak ("crack") mudah terjadi. Untuk selanjutnya, gas-gas hasil belah akan dilepaskan melalui pori terbuka atauretakan tersebut. Dikarenakan temperatur masih relatifrendah dan proses difusi merupakan difusi gelembung maka difusi berjalan lambat dan hanya gelembung-gelembung yang terbentuk di dekat batas butir saja yang dapat tcrlepas. Pada temperatur tinggi (> 1600 0c) semua gel em-
I•
245
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamaran PLTN Serra Fasililas Nuklir
UOz prorllo
(alter
Serpong, 9-10 Febroarl 1993 PRSG, PPTKR-BATAN
.. "
the ramp) ••,."
-:--.
dishing
"",
..
cllJddlng
.~ "~_ ~ i"_'
UO 2.
-'--./.',
---
grain Ilsslol1
growth gas worscns
I1c<Jt transler
stress
paths 01 tllc volillile fission products
<Jnd
Iodine pClJk
0.1 mill . I
I
. I CIi1lltJlng
,/
(ZlrclJloy)
.\
Gambar 7 : Sketsa mekanisme interaksi pelet-kelongsong
III. PEMBAHASAN Watak "in-pile" bahan bakar U02 seperti yang diterangkan diatas sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelat tersintemya seperti kandungan bahan dapat belah dan bahan penyerap, kemurnian kimia (kandungan uap air, gas-gas residu), stoikiometri, densitas dan strukturmikro (strukturpori,struktur butir), dimensi dan geometri serta kekasaran permukaan pelet, dll. maupun kondisi operasinya seperti daya linier atau temperatur, "bumup", modus pengoperasian reaktor, dll. Jumlah kandungan bahan dapat belah ~3S) yang terdapat qi dalam bahan bakar menentukan besamya panas yang dapatdibangkitkan. Sedangkan bahan penyerap (racun dapat bakar) digunakan untuk mengatur distribusi (aksial) pembangkitan panas. Kemurnian kimia bahan bakarerat kaitannya dalam menjaga integritas kelongsong. Pengotor-pengotor kimia seperti hidrogen, halida dan nitrogen yang terlepas dari bahan bakardapat menimbulkan kerusakan pada kelongsong. leh karena itu keberadaannya harus dikendal ikan dalamjumlah sekecil-kecilnya. Hidrogen yang terlepas dari bahan bakar darpat bereaksi dengan bahan kelongsong (zirkaloy) membentuk zirconium hidride ("sunburst") yang menyebabkan kelongsong menjadi rapuh. Pengotor-pengotor halida (F, Cl) merupakan sumber korosi dan dapat mcnambah cfck hidrogcn mclalui pcla-
°
dan "microphotograph"
.
penetrasi retakan.
rutan lapisan oksida yang menempel di permukaan dlam kelongsong membentuk oksida halida. Sedangkan pengotor nitrogen menyebabkan turunnya daya tahan korosi logam zirconium. dan U (O/U) Stoikiometri atau perbandingan sangat berpengaruh terhadap daya hantar panas dan sifat-sifat plastisitas pelet bahan bakar serta pembebasan hasil belah iodium. Daya hantar panas U02 mencapai maksimum untuk OIU = 2 (stoikiometri). Pengikatan iodum oleh cesium (CsI) terjadi apabila harga OIU antara 2,0 - 2,02. Untuk harga OIU lebih besar dari 2,02, hasiI
°
belah volatil iodium akan berupa iodium bebas (12), Dalam hal lain, kenaikan harga OIU juga menyebabkan kenaikan sifat plastisitas U02• Densitas, struktur butir dan strukturpori sangat berpengaruh terhadapdaya hantarpanas, sifat-sifat mekanik, laju mulur, densifikasi, "swelling" maupun penahanan gas-gas hasiI belah. Pada dasamya diinginkan bahan bakardengan densitas setinggi-tingginya agardaya hantar panasnya baik. Akan tetapi adanya porositas juga diperlukan untuk mereduksi "swelling" dan pelepasan gas-gas hasiI belah. Dimensi dan geometri pelet maupun kekasaran permukaan erat kaitannya dengan efisiensi hantaran panas ke pendingin. Semakin kecil dimensi bahan bakar maka semakin besar pula transfer panas ke pendingin.
246
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan Serta Fasilitas Nuklir
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
PLTN
Semakin kecil dimensi bahan bakar maka semakin besar pula transfer panas ke pendingin sehingga temperatur operasi bahan bakar dapat lebih rendah. Reduksi temperatur operasi bahan bakar banyak membawa manfaat dalam perbaikan kinerjanya seperti mereduksi laju densifikasi, ekspansi thermal, swelling", pelepasan gas hasil belah, laju mujur, maupun interaksi pelet-kelongsong. Selain .itu, disain dan pabrikasi pelet dengan kanal di pusat juga telah dilakukan dalam usaha mereduksi temperatur di pusat bahan bakar dan sebagai penampung gas hasil belah. Tipe bahan bakar ini diaplikasikan untuk mengatasi problema-problema yang timbul dalam bahan bakar "burn-up" tinggi. Sedangkan kekasaran permukaan berpengaruh terhadap hantaran panas celah. Permukaan pelet yang halus akan memperkecil toleransi lebar celah sehingga diperoleh lebar celah yang optimum. Daya atau temperaturbahan pakarmerupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap watak "in-pile" bahan bakar sehingga harus dikendalikan. Reduksi temperatur operasi dengan jalan memperkecil panas linieryangdibangkitkan oleh bahan bakarmerupakan "trend" disain elemen bakar maju ("burn-up" tinggi). Reduksi temperatur dilakukan denganjalan memperkecil diameter pelet atau membuat pelet bahan bakar dengan kanal di pusatnya. "Burn-up" sangat mempengaruhi komposisi kimia bahan bakar, "swelling", kenaikan tekanan dalam, dl!. Problema utama dalam aplikasi bahan bakar "bum-up" tinggi adalah kenaikan tekanan dalam elemen bakar. Pengaturan "burn-up" dapat dilakukan dengan mengatur kandungan bahan dapat belah dan racun dapat bakar. Pengoperasian reaktor mengikuti beban ("load following") merupakan modus operasi reaktor masa depan. Dalam modus operasi seperti ini peristiwa peretakan dan relokasi bahan bakar serta interaksi pelet kelongsong menjadi sangat dominan. Perubahan daya yang tiba-tiba akan memperbesar laju terjadinya peretakan. Sedangkan kenaikan daya secara cepat dapat menimbulkan tegangan
sentak yang besar pada kelongsong sebagai ekspansi thermal bahan bakar ke arah radia!.
akibat
IV. KESIMPULAN Kinerja, baik thermik maupun mekanik, dari suatu elemn bakar reaktor air ringan sangat dipengaruhi oleh watak "in-pile" bahan bakarnya (pelet U02 tersinter), seperti pembangkitan panas dan distribusi temperatur, restrukturisasi dan perubahan struktur-mikro, pelepasan gas hasil belah, peretakan dan relokasi, densifikasi, "swelling", maupun mulur. Sedangkan watak "in-pile" bahan bakar U02 tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelet tersinternya serta kondisi operasinya. I Temperatur operasi bahan bakar merupakan salah satu parameter kunci karena banyak peristiwa-peristiwa di dalam bahan bakar yang dipengaruhi oleh temperatur. Rendahnya daya hantar panas bahan bakar U02 telah memaksa bahan bakar tersebut dioperasikan pada temperatur yang relatif tinggi dalam usaha meningkatkan efisiensi pembangkitan daya reaktor. Efekyang perlu diperhatikan dalam operasi temperaturtinggi tersebut adalah meningkatnya fraksi gas hasil belah yang terlepas dari bahan bakar dan terganggunya stabilitas dimensi pelet karena ekspansi thermal, kenaikan laju mulur, densifikasi, maupun "swelling". Reduksi temperaturoperasi dan pelepasan gas hasil belah merupakan "trend" disain bahan bakar reaktor air ring at maju ("burn-up" tinggi). Reduksi temperatur telah dilakukan dengan cara memperbanyak susunan elemen bakar dalam satu perangkat elemen bakar (memperkecil diameter bahan bakar) maupun dengan mempabrikasi pelet dengan kanal di pusatnya. Reduksi pelepasan gas hasil belah dilakukan dengan meningkatkan kekuatan bahan bakar untuk menahan gelembung gas hasil belah yang antara lain dilakukan dengan memperbesarukuran butir dan mengatur struktur pori. Reduksi temperatur dengan sendirinya juga ikut mereduksi pelepasan gas hasil belah.
DAFT AR PUST AKA 1. Brian R.T. Frost, "Nuclear Fuel Element (Design, Fabrication and Performance)", 1982.
Pergamon Press First Edition,
2. Donald R. Olander, "Fundamental Aspect of Nuclear Reactor Fuel Elements", TID-26711-Pl, 1976 3. H. Assman et.a!., "Oxide Fuel for Light Water Reactor- A Standarized Industrial Product", 4th International Meeting on Modern Ceramic Tech., CIMTEC, May 28 - 31 1979, Saint Vincent, Italy. 5. H. Stehle, "Performance of Oxide Nuclear Fuel in Water Cooled Power Reactor", J. Nuc. Mat. 153 (1988) 3 - 15 6. H. Stehle et.a!., "Uranium Dioxide Properties for LWR Fuel Rods", Nuc. Eng. and Dsg. 33 (1975) 230 - 260 7. G. Milleret.a!., "ResinterTesting in Relation to In-Pile Densification", Journal ofNuc. Mat. 153 (1988) 213 - 220 8. G. Muhling, "Spesification, Fabrication and Characterization of Fuel" , Kernforschungszentrum Karlshuree GmbH, Germany. 9. GB. Greenough et.a!., "Uranium Dioxide Fuel in The MK II Gas Cooled Reactor (AGR)", Nconf.49/P/501 10. JAL Robertson et.a!., "U02 Performance - the Importance of Temperature", Int. Conf. on the Peaceful Uses of Atomic Energy Vo!. 11 p. 472 11. T.J. Pashos et.a!., "Irradiation of Ceramics Fuels" Proc. of the Fourth Int. Conf. on the Peaceful Uses of Atomic Energy, Vol II p 472. 12. J.T. Adrian Roberts, "Struktucal Material in Nuclear Power System", Plenumpress, New York & London. 1981
247
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamalan PLTN Serla Fasililas Nuklir
13. -----------------------, "Review of Fuel Element Developments for Water Cooled Nuclear Power Reactors" IAEA TechDoc. No. 299, 1989. 14. Robert G. Cochran et.a!., "The Nuclear Fuel Cycle: Analysis and Management", ANS-1990.
DISKUSI GUNANJAR I. Definisi pelet U02 mengakibatkan penyusutan volume lebih lanjut dapat menyebabkan pecahnya kelongsong. Mohon dijelaskan berapa % penyusutan volume pelet U02 tersebut ? Apakah hal tersebut disebabkan karena kurang sempurnanya proses sintering pelet U02 pada waktu fabrikasi ? 2. Menurot hem at kami % penyusutan volume pelet U02 itu relatifsangat kecil, sehingga pecahnya kelongsong bukan karena penyusutan tersebut. Mohon penjelasan ! BAMBANG
HERUTOMO
1. Besamya penyusutan volume karena densifikasi sangat dipengaruhi oleh ukuran (struktur) pori yang terdapat di dalam bahan bakar. Untuk bahan bakar dengan struktur pori halus ( < 1 /Am)maka penyusutan volumenya akan lebih besardibanding dengan yang mempunyai strukturpori kasar(dengan densitas yang sarna). Untuk bahan bakar dengan struktur pori halus « 1 /Am), laju penyusutan (Ll VNo) dapat emncapai sekitar 8 %. Efek ketidaksempumaan dalam proses sintering akan berpengaruhjuga terhadap penyusutan volume. Akan tetapi efeknya tidak begitu besar. Hal ini telah dibuktikan dengan proses sintering (2000° C) terhadap pelet yang telah disinter (T=1400 , 8-24 jam) temyata setelah diiradiasi masih mengalami densifikasi dengan prosentase penyusutan yang lebih besar. Selain itu proses densifikasi telah teramati pada temperaturserendah 400°C. Menurot Stehle dan Assman, Densifikasi disebabkan karena adanya proses pembentukan kekosongan di dalam kisi U02 melalui "fission Spike-Pore Interaction Process". Dengan adanya aktivasi thermal, kekosongan yang terbentuk bermigrasi bersama-sama dengan pori menuju ke bidang batas butir. Selanjutnya kekosongan dan pori mangalami annihilasi setelah mencapai batas butir sehingga terjadi konstraksi. 2. Bila ditinjau dari prosentase penyusutan volume memang kecil (sekitar 8 %). Akan tetapi, karena laju penyusutannya besar, maka seolah-olah kelongsong mendapatlmenerima tegangan kejut (dari pendingin) sebagai akibat reduksi tekanan dalam elemen bakar. Adanya tegangan kejut ini yang diduga keras menyebabkan beberapa bahan bakar gagal ("clad collapse) pada era 1970-an. Setelah dilakukan perbaikan struktur pori (posi stabil, ukuran relatif besar) temyata "clad collapse" setelah dimasukkan dalam reaktor dapat direduksi.
TRIWlKANTORO Pada operasi Temperaturtinggi, gas hasil belah tinggi. Bagaimana pengaruh temperaturoperasi ukuran butir dan sifat mulur bahan bakar ? BAMBANG
yang tinggi terhadap
HERUTOMO
Secara umum dikatakan bahwa Temperatur mempengaruhi laju pertumbuhan butir (bukan ukuran butir) dan laju mulur, yaitu semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula laju pertumbuhan butir dan laju mulumya. Untuk terjadi bahan bakar U02, maka pertumbuhan butir hanya terjadi pada T> 1500°C. Di bawah temperaturtersebutbelum pertumbuhan butir dan bentuk maupun ukuran butir masih identik dengan hasil fabrikasi. Pada temperatur antara 1500°C - 1800°C akan terjadi pertumbuhan butir secara isotropis yang disebut butir "Equixed". Pertumbuhan butir "equaixed" ini terjadi karena adanya difusi atom-atom yang melintasi batas butir dari daei"ah yang mempunyai kerapatan atom jarang yang disebabkan oleh aktivasi terma!. Sedangkan pada temperatur di atas 1800°C sid titik lelehnya akan terbentuk butir kolumnar dengan bentuk panjang dan sempit serta berorientasi ke arah pusat bahan bakar sebagai hasil difusi/migrasi porosiats melalui mekanisme "Vapour Transport". Sedangkan pengaruh temperatur terhadap laju mulur U02 adalah semakin tinggi temperatur (untuk tegangan yang sarna) maka semakin tinggi laju mulumya. Di dalam "In-pile", laju mulur bahan bakar U02 selain dipengaruhi oleh Temperatur operasi juga dipengaruhi oelh kerusakan bahan akibat iradiasi neutron. Pada T > 1200°C laju mulurnya didominasi oleh mekanisme aktivasi thermal (Thermal Crup). Sedangkan pada T < 1200°C laju mulumya diperkuat oleh kerusakan karena iradiasi neutron ("irrdiation enhanced Crup").
248
Ke Daftar Isi