zz Mengurai Kelayakan Kredit Petani Indonesia zz Upaya Optimalisasi Penyerapan Kredit Sektor Pertanian zz Pengelolaan Air Minum di Indonesia: Serahkan pada Ahlinya zz Pembentukan Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan EDISI II Tahun 2013
JUNI 2013
Waspada Krisis Pangan
ISI_IRF_REV_4.indd 1
8/22/2013 7:45:26 PM
Daftar Isi
www.public-domain-image.com
UTAMA: l Pangan, Energi, dan Keberlangsungan Hidup Negara................................................................................................ 4-11 Syahrir Ika l Mengurai Kelayakan Kredit Petani Indonesia........................................................................................................... 12-16 Mohamad Nasir l Upaya Optimalisasi Penyerapan Kredit Sektor Pertanian........................................................................................ 17-22 Abdul Aziz l Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Mendukung Ketahanan Pangan .............................................. 23-25 Eko Nur Surahman l Menakar Daya Proteksi Pasar Produk Pertanian Indonesia..................................................................................... 26-30 Adrianus Dwi Siswanto OPINI: l Pengelolaan Air Minum di Indonesia: Serahkan pada Ahlinya............................................................................... 31-34 Sofia Arie Damayanty dan Hadi Setiawan l Penimbunan Penyebab Krisis Pangan?..................................................................................................................... 35-40 Akhmad Yasin EDUKASI FISKAL l Subsidi: Esensi, Efek, dan Solusi................................................................................................................................. 41-46 Syahrir Ika I HAVE A DREAM l Pembentukan Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan................................................................................. 47-50 Novijan Janis RESENSI l Risiko Fiskal Daerah, Menjaga Kesehatan Fiskal dan Kesinambungan Pembangunan.............................................. 51 Hadi Setiawan 2
ISI_IRF_REV_4.indd 2
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:28 PM
ge.com
Editorial WASPADA KRISIS PANGAN “Bonus sumber daya alam” merupakan kata yang pantas menjadi julukan Indonesia, setidak-tidaknya dalam hal pertanian dan pangan. Negeri ini memiliki daratan yang cukup luas (1.919.443 km2), begitu juga lautan (3.257.357 km2). Negeri ini juga dikaruniai iklim tropis karena dilalui garis khatulistiwa sehingga memiliki dua musim, kemarau dan penghujan. Matahari menyinari selama 12 jam sehari yang memungkinkan flora dan fauna dapat tumbuh dengan baik. Suhu berkisar antara 26,3 sampai 32 derajat Celcius, dalam rentang suhu seperti ini memungkinkan padi, kopi, jagung, tebu, kelapa, coklat, karet, dan kina dapat tumbuh dengan baik. Beberapa wilayah memiliki curah hujan yang rendah, sangat cocok untuk pengembangan usaha ternak (sapi, kambing, domba, ayam, dll). Iklim tropis membuat tanah menjadi subur sehingga dapat dimanfaatkan untuk menanam hehijauan dan umbi-umbian yang diperlukan untuk bahan pakan ternak. Iklim tropis juga sangat cocok untuk budidaya hortikultura atau tanaman kebun, yang mencakup tanaman buah (frutikultura), bunga (florikultura), sayuran (olerikultura) dan obatobatan (biofarmaka). Dengan potensi pangan yang dihadiahi Tuhan ini, mestinya Indonesia mengalami surplus pangan dan bahkan bisa memberi makan dunia (feed the world). Swasembada pangan, setidaknya untuk komoditas pangan tertentu, bukan lagi mimpi, semestinya nyata adanya. Namun, faktanya Indonesia mengalami kekurangan pangan, bahkan tingkat kekurangan pangan sudah mengarah kepada apa yang disebut “krisis pangan”; suatu kondisi dimana stok pangan makin berkurang dan harga pangan kian mahal. Defisit pangan Indonesia ternyata terus meningkat dari tahun ke tahun. Kementerian Perindustrian melaporkan bahwa pada tahun 2011 defisit pangan mencapai sekitar Rp81 triliundan meningkat pada tahun 2012 menjadi sekitar Rp125 triliun. Inilah ironi di negeri ini, menderita di lumbung pangannya sendiri. Pada tahun 2012, Indonesia mengimpor beras dari Vietnam, Thailand, Pakistan, dan China sebanyak 1,8 juta ton (US$945,6 juta). Indonesia juga mengimpor jagung dari India, Argentina, Brasil, dan AS sekitar 1,7 juta ton (US$501,9 juta). Indonesia mengimpor gula pasir dari Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Australia dan Selandia Baru sebanyak 91,1 ribu ton (US$62 juta). Indonesia juga mengimpor daging sapi dari Australia, Selandia Baru dan AS sebanyak 40.338 ton (US$156 juta), serta mengimpor daging ayam dari Australia, Selandia Baru, China dan Jerman sebanyak 2,2 juta ton (US$108 juta). Dari komoditas hortikultura, Indonesia mengimpor singkong dari Thailand, China, dan Vietnam sebanyak 13,3 ribu ton (US$3,4 juta). Mengimpor kentang dari Australia, AS, Kanada, dan Saudi Arabia 54,1 ribu ton (US$36,4 juta). Lalu, sebenarnya apa yang salah? Indonesia telah memiliki undang-undang tentang Pangan, yaitu UU No. 7/1996 yang sudah direvisi dengan UU No.18/2012. UU Pangan ini mengarahkan Indonesia untuk mengurangi impor pangan atau meningkatkan kemandirian pangan, tetapi faktanya hingga saat ini misi itu sulit terwujud. Indonesia memiliki UU Agraria 1960, namun kedaulatan petani untuk mengelola lahan pertanian semakin lemah (rata-rata kurang dari 0,3 ha/petani) dan sering terjadi konflik agraria (termasuk kasus-kasus terkait konversi lahan sawah atau alih fungsi lahan) yang tidak bisa diselesaikan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Pemerintah memiliki banyak BUMN pertanian dan pangan, sebagian besar adalah PTPN dan juga Bulog. Tetapi stok pangan masih tetap langka dan harga pangan makin mahal. Pemerintah juga telah memberi izin banyak perusahaan agribisnis swasta untuk masuk ke bisnis pangan. Pertanyaannya apakah perusahaan-perusahaan ini bersinergi dengan petani dan membantu pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan? Mungkin kita perlu belajar dari negara lain yang mampu berubah, dari “tidak mungkin menjadi mungkin”. India misalnya, negeri ini adalah importir besar gula dan beras, tetapi sekarang India berubah menjadi eksportir beras terbesar di dunia (mengalahkan Thailand) dan eksportir gula nomor tiga terbesar di dunia. Kesuksesan India dalam bidang pangan disebabkan karena pemerintahnya memiliki rencana yang matang dan langkah konsisten untuk meningkatkan produksi melalui insentif harga untuk petani. Dengan perencanaan yang tepat, berjangka panjang, dan serta dilaksanakan secara konsisten. Agar bisa keluar dari problema pangan ini, ada banyak agenda yang perlu dilakukan. (i) Pemerintah bisa menetapkan satu atau dua propinsi tertentu yang sebagai sentra produksi pangan tertentu. NTT dan NTB misalnya, bisa dijadikan daerah sentra peternakan sapi potong yang dapat mensuplai daging sapi secara nasional. (ii) Pemerintah perlu merevisi kebijakan subsidi pangan agar benar-benar efektif. (iii) Semua BUMN pangan perlu dievaluasi perannya, apakah telah menjalankan perannya dengan benar dan produktif. (iv) Pemerintah harus berani memberantas praktek kartel pangan. (v) Persoalan lahan pertanian harus menjadi prioritas untuk diselesaikan, agar setiap petani memiliki luas lahan garapan yang ekonomis. Penggunaan lahan (terutama oleh korporasi pangan) yang bias dari peruntukannya agar diberi sanksi fiskal (dikenakan pajak tinggi). (vi) Pemerintah perlu memiliki blue print yang jelas mengenai strategi pengurangan impor pangan dan secara konsisten mengupayakan tercapainya swasembada pangan. Bila pemerintah bisa melakukan semua hal diatas, maka kita akan terhindar dari ancaman krisis pangan yang membahayakan. n Syahrir Ika.
INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 3
Juni 2013
Mengurai Kelayakan Kredit Petani Indonesia Upaya Optimalisasi Penyerapan Kredit Sektor Pertanian Pengelolaan Air Minum di Indonesia: Serahkan pada Ahlinya Pembentukan Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan EDISI II TAHUN 2013
JUNI 2013
Waspada Krisis Pangan
Penanggung jawab: Freddy R. Saragih Sri Bagus Guritno Dewan Redaksi: Abdul Aziz Hadi Setiawan Rahmat Mulyono Penyunting: Syahrir Ika Hidayat Amir Desain Grafis dan Layout: Imam Prasetyo Sekretariat: Indra Setiawan Sigit Purnomo Moh. Kharis Syukron Penerbit: Pusat Pengolahan Risiko Fiskal Alamat: Gedung R.M. Notohamiprodjo Lantai 4, Jalan Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710. Telp: (021) 3846725 Fax: (021) 3452571 Email:
[email protected] Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Tulisan dan artikel ditulis dalam huruf arial 11, spasi 1,5, maksimal 10 halaman A4. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi.
3
8/22/2013 7:45:30 PM
utam a
utama Sumber: www.indianahumanities.org
Pangan, Energi, dan Keberlangsungan Hidup Negara Pendahuluan
Pangan dan energi tidak saja menentukan keberlangsungan hidup manusia, tetapi juga sebagai “bahan bakar” untuk menggerakan sebuah negara. Pangan dan energi memiliki keterkaitan fungsi. Kelangkaannya akan berimplikasi pada ketidakstabilan ekonomi makro dan politik suatu negara. Produktivitas pertanian membutuhkan suntikan pupuk yang dihasilkan oleh industri pupuk, di sisi lain produksi pupuk yang dihasilkan oleh pabrik pupuk sangat ditentukan oleh pasokan gas. Pabrik pupuk akan langsung berhenti beroperasi bila tidak mendapatkan pasokan gas. Gas menjadi satu-satunya sumber energi untuk memastikan beroperasinya industri pupuk, karena itu kebutuhan gas lebih sensitif bagi industri pupuk ketimbang pembangkit listrik. Industri makanan dan minuman membutuhkan listrik untuk melakukan proses pengolahan pangan, terutama produksi berbasis tepung dan kembang gula. Bila tarif listrik meningkat, maka industri makanan dan minuman akan menaikan harga jual untuk mempertahankan margin labanya. Karena itu, pemerintah 4
ISI_IRF_REV_4.indd 4
Oleh: Syahrir Ika Peneliti Utama PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: syahrir_ika@ yahoo.com
perlu mewaspadai risiko langkanya bahan pangan dan energi bagi keberlangsungan hidup negara. Langkanya pasokan pangan dan energi juga berpotensi menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat, bahkan pada tingkat tertentu dapat mengganggu stabilitas politik di suatu negara. Rakyat yang merasa lapar dan susah bergerak ke mana-mana akan kecewa terhadap pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik (public services). Rakyat akan turun ke jalan menuntut tanggung jawab pemerintah bahkan bisa bertindak anarkis dan menurunkan rezim pemerintahan yang sedang berkuasa. Mengingat tingginya risiko pangan ini, maka Presiden RI Pertama, Bung Karno, pernah mengingatkan rakyat Indonesia dalam salah satu pidatonya, “Pangan merupakan mati hidupnya suatu bangsa. Bila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi, maka malapetaka.”1 Pernyataan Bung Karno terbukti dengan adanya sejumlah kekacauan politik di beberapa negara yang bermula dari masalah pangan. Krisis roti di Mesir berakhir dengan jatuhnya Presiden Mesir, Hosni Mubarak. Tingginya harga pangan INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:31 PM
utam a di Tunisia berakhir dengan jatuhnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali. Sementara krisis pangan di Aljazair membuat rakyat Aljazair turun ke jalan meminta Presiden Abdelaziz Bouteflika turun dari jabatannya. Sumber Terbatas, Potensi Ancaman Tinggi
Indonesia tidak saja menghadapi ancaman krisis pangan, tetapi juga ancaman krisis energi fosil, khususnya minyak bumi karena cadangan memang terbatas. Frans Seda, mantan Menteri Keuangan pada era pemerintahan Soekarno, pernah mengatakan bahwa masalah Indonesia yang mendesak adalah beras dan bensin. Dalam kasus minyak bumi, negara maju memiliki suatu rumus if you want to control the world, control the oils then. Itu sebabnya muncul aksi negara maju untuk menguasai ladang minyak di negara-negara penghasil minyak dan gas bumi (migas), terutama di kawasan Timur Tengah dengan cara perang (resource war). Perang minyak muncul karena pemerintah Amerika Serikat (AS) mencium adanya ancaman Uni Soviet yang memiliki akses ke ladang minyak di kawasan Timur Tengah dan mineral di Afrika. Setelah Uni Soviet pecah, AS akan mengawasi China yang saat ini merupakan konsumen terbesar minyak nomor dua dunia setelah AS. Kehadiran beberapa perusaahaan migas China di Indonesia (seperti PetroChina, CNIIC, dan Sinopee di Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua) akan mendapat perhatian khusus perusahaanperusahaan minyak multinasional asal Amerika dan Eropa yang dikenal sebagai “The Seven Sisters” (Shell, British Petroleum, Gulf, Texaco, Exxon Mobil, dan Chevron). Pertanian Pangan di Indonesia
Banyak orang menilai bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber pangan yang melimpah, padahal INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 5
Juni 2013
tidak demikian adanya. Indonesia memiliki iklim tropis, banyak turun hujan, dan tanah yang subur di sebagian wilayah sehingga sangat mendukung untuk budidaya pertanian. Walaupun demikian, tidak semua lahan di Indonesia subur untuk menghasilkan bahan pangan. Lahan yang potensial untuk sawah hanya terdapat di beberapa daerah, yaitu Jawa, sebagian Sumatera dan Sulawesi serta sedikit di NTB. Di sisi lain, luas areal sawah juga semakin sempit, hanya mencapai 8 juta hektar (ha), kalah dibandingkan dengan di Thailand (9 juta ha). Rata-rata petani di Indonesia hanya menguasai 0,3 ha sawah per kepala, kalah dari Thailand (3 ha sawah per kepala). Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk,
Berdasarkan laporan USDA Mei 2012, Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia. luas lahan sawah yang dipunyai Indonesia seluas dengan yang dimiliki Vietnam, padahal penduduk Vietnam hanya 78 juta (32,5% penduduk Indonesia). Thailand memiliki lahan sawah 9 juta ha tetapi penduduknya hanya 80 juta orang (33% penduduk Indonesia). Australia lebih fenomenal lagi karena memiliki lahan seluas 50 juta ha padahal penduduknya hanya 19 juta orang (8% penduduk Indonesia). Jadi, potensi pangan Indonesia tidak sekaya yang diduga, kalah dibandingkan negara lain. Dari sisi produksi, tidak semua bahan pangan bisa diproduksi di dalam negeri. Gandum (bahan baku roti) misalnya, tidak bisa diproduksi di Indonesia karena iklim dan tanahnya kurang cocok. Untuk memenuhi kebutuhan gandum, Indonesia harus
impor dari Australia. Pabrik-pabrik terigu nasional membeli gandum Australian Standard White sekitar $ 350 atau Rp 3,4 juta per ton cost and freight (C&F). Sedangkan gandum jenis Australian Premium White diimpor seharga $ 354 atau Rp 3,5 juta per ton C&F. Berdasarkan laporan United States Department of Agriculture (USDA) Mei 2012, Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia, diprediksi menembus 7,1 juta ton. Hal ini terjadi karena gandum telah menjadi preferensi kedua masyarakat Indonesia setelah beras. Begitu juga dengan susu sapi, ternyata tidak semua daerah di Indonesia cocok untuk mengembangkan usaha sapi perah karena memerlukan kondisi iklim yang khusus, biasanya di daerah pegunungan dengan ketinggian 700-800 meter dpl karena sejuk (16-23 derajat Celsius). Daerah yang potensial mengembangkan sapi perah hanya Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY. Selain karena iklimnya yang cocok, juga berdekatan dengan lokasi industri pengolahan susu. Populasi sapi perah di Indonesia hanya mencapai sekitar 622 ribu ekor dengan produksi susu sebanyak 1,2 juta ton per hari, sementara kebutuhan susu nasional mencapai 3,1 juta ton per hari, sehingga harus impor sebanyak 1,9 juta ton dari Asutralia, New Zealand, dan Belanda.2 Artinya, hanya 39% saja yang bisa disuplai dari dalam negeri. Begitu juga dengan kedelai, bahan baku pembuatan tahu dan tempe yang merupakan kebutuhan sekitar 90% penduduk Indonesia. Iklim Indonesia ternyata kurang cocok untuk tanaman kedelai sehingga luas panen hanya sebesar 629 ribu ha dengan produktivitas hanya mencapai 13,58 kuintal per ha. Daerah yang cocok untuk tanaman kedelai adalah daerah yang mempunyai suhu antara 25-27 derajat Celsius, kelembaban udara sekitar 65%, penyinaran ma5
8/22/2013 7:45:32 PM
utam a tahari 10-12 jam per hari, dan curah hujan antara 100-200 mm per bulan dan berada di ketinggian lebih dari 1000 meter dpl. Sementara jenis tanah pertanian yang cocok adalah tanah aluvial, regosol, mosol, latosol, dan andosol3, yang ternyata tidak banyak di Indonesia. AS adalah salah satu negara yang iklimnya cocok untuk tanaman kedelai dengan luas area panen kedelai di AS mencapai sekitar 24-28 juta ha dengan produktivitas 2,6 ton per ha, dan produksi per tahunnya mencapai sekitar 68 juta ton4 sehingga Indonesia menjadi salah satu negara konsumen kedelai terbesar yang menjadi sasaran ekspor kedelai AS. Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka impor bahan pangan tertentu seperti gandum, kedelai, dan susu sapi, mutlak harus dilakukan. Beras dan jagung pun perlu impor bila kondisi iklim tidak kondusif untuk meningkatkan produksi. Tindakan impor yang salah adalah mengimpor bahan pangan yang persediaannya berlimpah di Indonesia. Ini terjadi karena ada pedagang (importir) yang nakal bekerja sama dengan oknum pajabat negara. Kesimpulan dari uraian di atas adalah negara ini butuh peran negara lain untuk mengisi kekurangan pangan domestik. Masyarakat tidak boleh memiliki persepsi yang negatif terhadap globalisasi perdagangan. “Bila negara anda memiliki kelebihan produksi dan kemudian mengekspor ke negara saya, maka negara anda juga harus bersedia menerima kelebihan produksi dari negara saya untuk diekspor ke negara anda”. Persoalan Energi
Indonesia juga tidak banyak memiliki cadangan energi, khususnya energi fosil yang merupakan energy tak terbarukan (non-renewable energy) seperti minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa Indone6
ISI_IRF_REV_4.indd 6
sia kaya akan energi terbarukan (renewable energy) seperti panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga gelombang, tenaga angin, dan biomasa. Suatu hal yang perlu dipahami publik bahwa tidak semua sumber daya migas yang ditemukan (discovered initially in place) dapat dijual, hanya sebagian kecil saja yang dapat dijual (commercial resources). Para pakar minyak mengestimasi cadangan minyak Indonesia hanya mencapai sekitar 4 miliar barrel. Bila diasumsikan diproduksi setiap hari sebanyak 930 ribu barrel dan tidak ada temuan cadangan baru, maka
Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa Indonesia kaya akan energi terbarukan (renewable energy) seperti panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga gelombang, tenaga angin, dan biomasa. diperkirakan cadangan tersebut akan habis sekitar 11 tahun lagi. Ada kemungkinan Indonesia mengalami krisis energi pada tahun 2025 mendatang bila tidak demukan cadangan minyak baru. Saat itu, semua kebutuhan minyak dalam negeri harus dipasok dari impor. Impor minyak mentah dan BBM yang pada tahun 2012 mencapai 550 ribu barel ekuivalen per hari, akan melonjak menjadi 1,4 juta barel ekuivalen per hari dengan asumsi cateris paribus. Bila hal ini terjadi, maka efek fiskalnya akan sangat besar. Defisit APBN akan membengkak dan pemerintah harus memperbesar pinjaman/utang untuk
menutup defisit APBN. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan Pertamina? Dengan posisi Pertamina sebagai Kontraktor KKS berdasarkan ketentuan UU No. 22 Tahun 2001, Pertamina memiliki ruang untuk melakukan berbagai improvisasi pengembangan energi nasional, tidak saja minyak bumi dan gas bumi tetapi juga energi baru dan terbarukan. Pertamina sudah memulainya dengan melakukan transformasi bisnisnya diawali dengan membuat visi dan misi baru. Visi baru Pertamina adalah “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”, sementara misi baru Pertamina adalah “Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat”. Misi tersebut dilaksanakan dengan beberapa strategi seperti Enhanced Oil Recovery dengan membentuk dan mengoptimalkan peran Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi (PHE), dan Pertamina EP Cepu. Melalui strategi ini Pertamina berharap dapat menambah produksi minyak sebanyak 80 ribu barrel per hari pada tahun 2025 mendatang.5 Pertamina juga mengoperasikan kapal tanker, serrta membangun beberapa proyek besar di bidang gas dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).6 Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan juga bermimpi akan membawa Pertamina masuk dalam Fortune 100 agar bisa bersaing dengan Petronas yang kini berada pada rangking 68 dalam Fortune 500. Untuk itu, tidak salahnya kalau Pertamina perlu belajar dari Petronas, yang dulu jadi berguru kepada Indonesia. Kini, total aset Petronas mencapai US$ 157.37 billion bandingkan dengan Pertamina yang baru mencapai US$ 40,82 miliar pada akhir tahun 2012. Sementara revenue Petronas mencapai US$ 97,35 miliar, bandingkan dengan Pertamina sebesar US$ 65,2 miliar. Salah satu faktor sukINFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:33 PM
utam a sesnya Petronas adalah sebagai perusahaan publik, BUMN Malaysia ini mampu menjalin bisnis minyak dan gas dengan 35 negara.7 Walaupun demikian, Pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap proses transformasi Pertamina, antara lain, pertama, menyerahkan urusan usaha hulu migas (setelah bubarnya BP Migas) ke PT Pertamina (Persero) sehingga Pemerintah tidak perlu membentuk BUMN baru sebagai pengganti BP Migas. Kebijakan seperti ini, menurut beberapa pakar migas, dianut oleh negara-negara seperti Saudi Arabia, Malaysia, dan Vietnam.8 Langkah ini harus diawali dengan mengajukan usul atas perubahaan UU No. 22 Tahun 2001. Kedua, Pemerintah perlu menetapkan pilihan apakah status Pertamina yang non-listed company saat ini akan diarahkan menjadi non-listed public company (terbuka tetapi tidak ada saham yang terjual karena 100 dikuasai negara) atau menjadi listed public company (melakukan go public terbatas, di mana sebagian saham dilepas ke publik). Ketiga, Pemerintah perlu mengurangi besaran dividen yang harus ditarik dari Pertamina untuk mendorong visi pertumbuhan Pertamina. Dalam 4 tahun terakhir ini, dividen yang disetor Pertamina berkisar antara Rp 10 triliun s. d. Rp 14 triliun atau rata-rata 60-70% dari laba bersih. Akibatnya, capex Pertamina menjadi sangat kecil (berkisar antara Rp 80 triliun s. d. Rp 89 triliun) untuk mendukung proyek-proyek pengembangan.9 Komitmen Negara dan Distribusi Kewenangan
Komitmen negara dalam urusan pangan tercermin dalam UUD 1945, Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2), dan pasal 33, yang kemudian dijabarkan dalam UndangUndang UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang telah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 7
Juni 2013
(lihat Box 1). Sementara komitmen negara dalam urusan energi tercermin dalam UUD 1945 pasal 33, yang kemudian dijabarkan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 4, Pasal 8, Pasal 38, dan Pasal 41 (lihat Box 2). Pemerintah telah mengatur distribusi kewenangan pemerintah dalam pengelolaan migas (lihat Bagan 1). Daerah penghasil migas memperoleh alokasi penerimaan migas berdasarkan mekanisme bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tugas BP Migas (sekarang berganti nama dengan SKK Migas) adalah mengawasi dan mengendalikan KKKS melalui pre audit, current audit, dan post audit serta pengawasan khusus; dan selanjutnya melaporkan perkembangan lifting kepada Kementerian Keuangan untuk diverifikasi dan di-
lakukan perhitungan besarnya Dana Bagi Hasil (DBH) untuk dialokasikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ancaman Krisis Pangan
Krisis pangan dimaknai sebagai high and volatile food prices have become the new normal.10 Tanda-tanda krisis pangan sudah semakin terlihat. Negara-negara yang semula bisa memberi makan kepada penduduk dunia, kini harus mengimpor pangan untuk mengisi sebagian kebutuhan yang tidak bisa dipasok dari dalam negeri. Salah satu contoh negara yang dimaksud adalah Indonesia (lihat Grafik 1). Banyak bahan pangan yang diimpor Indonesia, tidak saja beras tetapi juga jagung, gula, kedelai, garam, susu, dan daging sapi, bahkan juga pisang dan ubi kayu walaupun dalam jumlah sedikit.11 Produk-produk pangan tersebut sebagian besar dipasok dari Amerika
BOX 1
Komitmen Negara Tentang Pangan (Dalam UU No. 18 Tahun 2012) i. Tujuan utama UU No. 18 Tahun 2012 adalah mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. ii. Perencaan pangan terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah. iii. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan dan pengembangan produksi pangan lokal. iv. Impor pangan diperketat. Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi dan atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. v. Ekspor pangan diperketat, hanya dapat dilakukan dengan mendahulukan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan pokok dan cadangan pangan nasional. vi. Adanya lembaga yang mempunyai otoritas yang kuat untuk mengoordinasikan berbagai kebijakan dan program terkait pangan. Lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. vii. Penegasan keamanan pangan, di antaranya melalui kewajiban pencantuman label di dalam dan atau pada kemasan pangan yang berisi nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, tanggal dan kode produksi, halal bagi yang dipersyaratkan.
7
8/22/2013 7:45:33 PM
utam a BOX 2
Komitmen Negara Tentang Migas (Dalam UU No. 22 Tahun 2001) Pasal 4 (1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. (3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23. Pasal 8 (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 38 Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilakukan oleh Pemerintah Pasal 41 (2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. (3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan oleh Badan Pengatur.
Serikat, Kanada, Brazil, Australia, dan New Zealand, juga dari sejumlah negara Asia seperti Srilangka, Malaysia, China, India, dan Thailand. Neraca perdagangan ini memberikan gambaran bahwa Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi pertaniannya dalam menghasilkan bahan-bahan pangan bagi memenuhi kebutuhan penduduknya. Ancaman krisis pangan juga di ditandai dengan masih banyaknya penduduk yang kelaparan dan kekurangan gizi. WHO melaporkan bahwa pada tahun 2010 terdapat sekitar 925 juta orang atau 15% dari 6,8 miliar penduduk dunia mengalami kelaparan (termasuk sekitar 29 juta orang merupakan penduduk Indonesia) dan sekitar 1,2 miliar orang menderita kekurangan gizi (undernourished population). Indonesia merupakan negara kekurangan gizi nomor 5 terbesar di dunia pada tahun 2012 dengan sekitar 900 ribu jiwa penduduk yang mengalami kekurangan gizi. Jumlah tersebut merupakan 4,5% dari jumlah balita Indonesia seba-
Bagan 1. Distribusi Kewenangan Pemerintah Dalam Pengelolaan Migas
Sumber: A. Rinto Pudyantoro, 2012, A to Z “Bisnis Hulu Migas”, hal 203.
8
ISI_IRF_REV_4.indd 8
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:33 PM
utam a Grafik 1. Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia 2009-2012 (dalam miliar USD)
Sumber : BPS, 2012, diolah
nyak 23 juta jiwa, dan tersebar merata di di seluruh Indonesia. Indonesia menjadi sasaran pasar pangan dunia karena jumlah penduduknya yang banyak, sekitar 240 juta orang lebih. Dengan kapasitas produksi yang rendah, Indonesia belum bisa menjadi pemain pangan dunia, kalah dengan Vietnam dan Thailand dalam hal beras. Penentu pasar pangan dunia adalah Amerika serikat, China, India, Jerman, Prancis, dan Australia. Selain negara-negara tersebut konsisiten dalam membangun pangan, negara-negara tersebut juga melakukan akuisisi lahan-lahan pertanian di sejumlah negara seperti Kamerun, Etiopia, Madagaskar, Zambia, Rusia, dan juga Indonesia (khusus untuk Indonesia, lihat Tabel 2).
penduduk dunia selama 30 tahun ke depan. Khusus di Indonesia, cadangan total minyak bumi yang meliputi cadangan terbukti dan cadangan potensial, hanya mencapai sekitar 4 miliar barel dan diperkirakan hanya akan mampu bertahan sekitar 11 tahun mendatang. Seorang geolog Amerika bernama M. King Hubbert dalam salah
Tabel 2. Perusahaan Asing yang Menguasai Ekonomi Pangan di Indonesia
Bidang Usaha yang Dikuasai
Nama Perusahaan
Pangan serat, perdagangan, dan pengolahan bahan mentah
Syngenta, Monsanto, Dupont, dan Bayer
Ritel pangan
Carrefour, Wal Mart, Metro, dan Tesco
Pengolahan pangan dan minuman
Nestle, Kraft Food, Unilever, dan Pepsi Co
Impor Kedelai
PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama (GCU).
Lahan perkebunan sawit di Sumatra
Wilmar Group, Cargill, dan Sime Derby
Impor gula
Kwee Gee, Wee Tiong, Louis Dryfuss, Olam
Ancaman Krisis Energi
Krisis energi dimaknai sebagai (i) any great bottleneck (or price rise) in the supply of energy resources to an economy12, (ii) coal, petroleum, electrical power, even water has inadequate availability13, dan (iii) oil prices are soaring and it looks less and less likely that this is a bubble14. Tandatanda krisis energi sudah semakin terlihat. Negara-negara yang semula bisa memberi memasok energi kepada penduduk dunia, kini harus mengimpor energi untuk mengisi sebagian kebutuhan yang tidak bisa dipasok dari dalam negeri (lihat Grafik 2). Banyak analis perminyakan memprediksi bahwa cadangan terbukti minyak dunia sekarang hanya tinggal sekitar 1,2 triliun barel, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 9
Juni 2013
satu studinya menyimpulkan bahwa the aggregate production rate from an oil field over time usually grows until the rate peaks and then declines—sometimes rapidly—until the field is depleted. Kesimpulan studi ini kemudian dikenal dengan Hubbert Peak Theory atau The Hubbert Curve. Kini, The Hubbert Curve tersebut ternyata mulai terbukti.15 Produksi minyak dunia sudah melewati masa puncak (peak) dan saatnya sedang bergerak menurun. Pada saat yang bersamaan harga minyak dunia juga berada pada momen untuk menanjak. Bila mengacu pada teori The Hubbert Curve, maka setiap negara harus merancang strategi yang tepat untuk mengantisipasi dampak dari krisis energi. Amerika Serikat yang
Sumber : (i) Aswin Pulungan, 2012, (ii) PT. KBB Nusantara, 2013,(iii) Sawit Watch, 2010.
Grafik 2. Neraca Perdagangan Indonesia, 2004-2012 (dalam juta USD)
Sumber : BPS, 2013.
9
8/22/2013 7:45:33 PM
utam a
Sumber: www.columbiatechnologies.com
merupakan konsumen minyak terbesar di dunia memilih strategi tidak hanya bergantung pada pasokan minyak dari Venezuela, tetapi juga pasokan minyak dari Arab Saudi, Asia Selatan, dan Afrika. Sementara China memilih strategi membangun kilang-kilang minyak di Iran. Pemerintah China memiliki strategi Top 1000 Enterprises Program yang berfokus pada pengurangan konsumsi energi di perusahaan-perusahaan besar dan 10 Key Projects yang menawarkan insentif untuk membangun hidroelektrik dan sumber bahan bakar yang bisa diperbaharui. Sementara Indonesia memilih strategi mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan, menaikan harga BBM bersubsidi, dan mengoptimalkan pemanfaatan cadangan yang ada melalui mekanisme KPS.16 Penutup
Suatu negara dapat mengalami krisis pangan dan krisis energi yang pada tingkat tertentu tidak saja meengancam kesinambungan fiskal APBN, tetapi juga keberlangsungan 10
ISI_IRF_REV_4.indd 10
hidup negara. Indonesia saat ini sudah berada dalam ancaman krisis kedua komoditas tersebut. Karena itu, Pemerintah harus memiliki strategi yang tepat untuk mengantisipasi potensi risiko tersebut. Beberapa strategi di bawah ini bisa menjadi masukan kepada pemerintah. Bidang Pangan
Pemerintah perlu melakukan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan program-program pertanian dan pangan nasional, misalnya membentuk Kementerian Khusus Pangan. Status Bulog juga perlu diubah, dari BUMN menjadi Lembaga Pemerintah yang kedudukannya di bawah Menteri Pertanian agar diposisikan menjadi operator yang handal dalam menjalankan kebijakan pemerintah di bidang pangan. Dalam rangka pengelolaan pertanahan nasional, pemerintah perlu membentuk Kementerian Agraria. Badan Pertanahan Nasional yang ada saat ini perlu dinaikan statusnya menjadi Kementerian Negara. Selan-
jutnya Kementerian Agraria mengupayakan adanya sebuah Undangundang Agraria yang sesuai dengan tuntutan era sekarang, terutama untuk melindungi petani dan harmonisasi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang dilakukan Pemerintah Daerah. Para petani dan korporasi (pangan maupun non-pangan) yang menterlantarkan lahan lahannya diberi dikenakan pajak sebagai saksi. Bidang Energi
Strategi energi nasional ke depan adalah (i) mengurangi penggunaan lifting minyak secara boros, (ii) memberikan sejumlah insentif kepada investor, termasuk Pertamina untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan, (iii) memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa cadangan minyak Indonesia akan habis pada 11 tahun mendatang dan mendorong masyarakat untuk hemat BBM, (iv) memberikan insentif kepada industri otomotif yang mendesain mobil barunya berbasis bakar non-BBM, (v) melarang perusahaan otomotif yang INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:35 PM
utam a mengkampanyekan mobil murah berbahan bakar bensin, (vi) kesuksesan pemerintah dalam mengeksekusi kebijakan menaikan harga BBM pada Juni lalu hendaknya dijadikan momentum untuk meneruskan kebijakan itu secara bertahap, (vii) hasil penghematan subsidi energi sebaiknya diprioritaskan untuk menambah alokasi subsidi pertanian (pangan, pupuk, dan benih), mencetak sawah baru, dan memperbaiki infrastruktur irigasi.
Kesuksesan pemerintah dalam mengeksekusi kebijakan menaikan harga BBM pada Juni lalu hendaknya dijadikan momentum untuk meneruskan kebijakan itu secara bertahap. Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada proses transformasi Pertamina, antara lain (i) menyerahkan urusan usaha hulu migas ke PT Pertamina (Persero) sehingga pemerintah tidak perlu membentuk BUMN baru sebagai pengganti BP Migas. Untuk itu, UU No. 22 Tahun 2001 perlu direvisi, (ii) mengarahkan Pertamina menjadi non-listed public company atau menjadi listed public company agar Pertamina lebih mandiri dalam melakukan transformasi bisnisnya, dan (iii) mengurangi besaran dividen yang harus disetor Pertamina kepada Pemerintah untuk memberi ruang bagi Pertamina pengembangan proyek-proyek besarnya. Selanjutnya pemerintah bisa mengoptimalkan penerimaan Pertamina dari sumber pajak yang dihasilkan dari pengembangan proyek-proyek Pertamina. n INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 11
Juni 2013
Catatan 1 Pernyataan Soekarno ini dikutip dari artikel Dewi Aryani berjudul “Krisis Pangan, Krisis Regenerasi”, Seputar Indonesia, 17 Oktober 2012, halaman 7. 2 Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Fauzi Luthan, “Kebutuhan Susu Nasional Baru Mencapai 30%”, Investor Daily, 28 Mei 2012. 3 Rahmat Rukmana dan Yuyun Yuniarsih, dalam karya berjudul “Kedelai, Budi Daya dan Pasca Panen”, Penerbit Kanisius. 4 Menurut Sumaro, pakar kedelai (Prof. Riset) Pada Puslitbang Tanaman Pangan Bogor, AS memiliki lahan yang sangat luas dan subur, panjang penyinaran bisa mencapai 1316 jam, sehingga tanaman kedelai bisa tumbuh lebih optimal, tidak terdapat gangguan hama penyakit yang berarti. 5 Target tersebut disampaikan kata Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, dalam peresmian 8 Proyek Pertamina di KRI Makassar yang berlayar di Teluk Jakarta, Kamis 6 Desember 2012. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/372872-pertaminatargetkan-tembus-100-perusahaan-terbesar-fortune 6 Seperti gas processing plant Sungai Kenawang dan Pulau Gading senilai US$325 juta dengan tambahan migas sebanyak 26 ribu barel setara minyak sehari. Proyek lainnya adalah proyek NGL Plant Perta Samtan Gas senilai US$193 juta yang akan menambah pasokan LPG dan kondesat, proyek FSRU Jawa Barat senilai US$93,28 juta yang dapat menghemat subsidi listrik dari pemakaian BBM oleh PLN sebesar Rp16 triliun, proyek Terminal LPG Tanjung Sekong berkapasitas US$35 juta, pembangunan SPBG milik Pertamina untuk sektor transportasi senilai US$3,7 juta, serta mengoperasikan tiga unit kapal tanker (Kakap, Meditran, dan Gamkonora) senilai US$78,8 juta dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu unit 1 dan 2 dengan investasi sebesar US$114 juta. 7 Perusahaan besar Asia lainnya yang masuk dalam Fortune 500 adalah perusahaan minyak Thailand-PTT (207) dan perusahaan elektronik Singapore-Flextronic International (378). 8 Antara lain Direktur Eksekutif Indonesia Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara. http://www.tempo.co/read/news/2012/11/16/090442070/ 9 RJPP Pertamina 2011-2015. 10 http://www.worldbank.org/foodcrisis/bankinitiatives.htm 11 Pada tahun 2007, BPS melaporkan bahwa Indonesia mengimpor tidak kurang dari 1 juta ton beras, 1,5 juta ton jagung, 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1 juta ton garam, 616 ribu ton susu, dan 52 ribu ton daging sapi. Sedangkan pada tahun 2012, impor pangan meningkat lagi, masing-masing beras (1,8 juta ton), jagung (1,7 juta ton), kedelai (1,9 juta ton), dan daging sapi (43 ribu ton). 12 http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_energi 13 http://theworldsenergycrisis.wikidot.com/ 14 Mohamed El Baradei, “Tackling the Global Energy Crisis, IAEA Bulletin, Table of Contens, Vol.50.1 15 http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://conspiracywiki.com/images/article/ images/hubbert-oil-production-rate.jpg&imgrefurl=http://conspiracywiki.com/articles/ peak-oil/hubbert-peak-oil-theory/&h=640&w=948&sz=57&tbnid=ujoEB Pi8WcceRM: &tbnh=81&tbnw=120&zoom=1&usg=__sA6JzjhOy01RRgAPopcVNTbWvk=&d ocid=hzMbYwrytu0hTM&sa=X&ei=AiOcUdKtH42Prge1qI GYBA&ved=0CFwQ 9QEwBg&dur=45 16 Hingga saat ini, pengelolaan migas di Indonesia masih di kuasai oleh perusahaanperusahaan asing berskala besar (sekitar 74%), terutama perusahaan-perusahaan Prancis dan Inggris. Data kementerian ESDM menunjukkan bahwa pada tahun 2011, dari total produksi gas di Indonesia sebesar 3,26 TCF, di mana produsen utamanya dipegang oleh Total-Prancis (27%), Conoco-AS (17%), Britis Petrolium-Inggris (12%), serta Pertamina bersama mitranya-Indonesia (13%). Dengan kata lain, sekitar 87 % gas nasional dikelola oleh perusahaan swasta asing.
11
8/22/2013 7:45:36 PM
utam a
Mengurai Kelayakan Kredit Petani Indonesia Pengantar
Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita seputar perkembangan pertanian di Indonesia. Berita tersebut memuat suatu kenyataan bahwa Indonesia telah bergantung kepada negara lain akan produk-produk pertanian. Indonesia harus mengimpor garam, beras, daging sapi, buah-buahan, sayur-mayur, dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini diperkuat dengan perkembangan defisit ekspor-impor Indonesia sebagaimana terlihat dalam Grafik 1. Selain masalah impor, Indonesia harus pula menghadapi kenyataan akan tingginya harga daging sapi, cabai, bawang merah, bawang putih, dan yang terakhir adalah kenaikan harga petai dan jengkol. Kondisi ini sebuah ironi bagi Indonesia
Oleh: Mohamad Nasir Peneliti Muda dan Kasubbid BUMN Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi, PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: annasiru@ gmail.com
mengingat Indonesia terkenal sebagai negara agraris yang kaya akan tanah yang subur dan luas, serta terkenal dengan kepulauan yang memiliki ribuan pulau dan pantai yang panjang. Kondisi di atas tidak dapat dilepaskan dari kinerja pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri. Sektor pertanian tumbuh sekitar 3,97% pada tahun 2012 (BPS, 2013), namun pertumbuhan tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Beberapa faktor utama diindikasikan sebagai penyebab terjadinya kondisi seperti ini, dan salah satunya adalah permasalahan kesulitan akses pembiayaan kredit pada lembaga keuangan khususnya perbankan. Modal yang minim dianggap sebagai penghalang bagi petani untuk meningkatkan usaha dan produktifitasnya.
Sumber: www.wikimedia.org
12
ISI_IRF_REV_4.indd 12
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:37 PM
utam a Grafik 1. Defisit Perdagangan Produk Pertanian
Sumber: Kementan. 2013. Ekspor-Impor Pertanian Menurut Sub Sektor-Data BPS Diolah Pusdatin.
Terkait dengan akses pembiayaan, artikel ini mencoba akan mengulas tentang kelayakan kredit petani dengan pendekatan prinsip 5C (character, capacity, capital, condition of economy, dan collateral) dan mencoba untuk memberikan rekomendasi isu kebijakan bagi Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun sebelum mengulasnya, artikel ini akan terlebih dahulu akan menguraikan tentang konsep risk and return dan 5C tersebut yang selama ini dipegang teguh dalam setiap kegiatan analisis penyaluran kredit. Konsep Risk and Return
Dalam setiap aktivitas penyaluran kredit, pada umumnya perbankan akan selalu mempertimbangkan risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return) dari dana yang disalurkan tersebut. Risiko dalam kredit merujuk pada potensi ketidakmampuan debitur membayar pokok pinjaman dan bunganya. Sementara itu, return dapat merujuk pada biaya pokok penyaluran kredit, margin, dan risiko yang dimiliki oleh calon debitur. Biaya pokok penyaluran adalah biaya-biaya yang terjadi dalam proses penyaluran kredit ke calon debitur. Biaya ini dapat terdiri dari cost of fund dan overhead cost bank. Cost of fund perbankan dapat berupa bunga yang dibayarkan oleh bank kepada para nasabah bank seperti penabung, deposan, dan pemegang obligasi. Hal ini terjadi karena perbankan meruINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 13
Juni 2013
pakan lembaga intermediasi dana, di mana bank bekerja mengumpulkan dana dari pemilik dana, kemudian menyalurkan dana tersebut kepada pihak tertentu (debitur). Agar pemilik dana bersedia menempatkan dananya, bank harus memberikan insentif atau kompensasi berupa bunga kepada mereka sesuai dengan kesepakatan dan ekspektasinya. Pemberian bunga ini tentunya menjadi suatu kewajiban dan diperlakukan sebagai biaya bagi bank. Overhead cost dapat berupa biaya administrasi, biaya gaji pegawai, prasarana bank, dan lain sebagainya. Biaya-biaya ini terjadi dalam proses intermediasi dana (penyaluran) tersebut. Margin adalah keuntungan yang akan diperoleh oleh bank. Sudah
menjadi hal yang umum bahwa setiap bank atau lembaga usaha lainnya menginginkan adanya keuntungan ketika menyalurkan kredit. Margin dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan usaha. Investor terutama pemegang saham menginginkan keuntungan dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam saham bank tersebut. Margin juga dapat meningkatkan kepercayaan pemegang obligasi dan nasabah bank untuk menempatkan dana di bank. Selain itu, margin juga dibutuhkan sebagai insentif bagi pegawai bank agar terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. Ketika menyalurkan kredit, bank akan menghadapi risiko di mana debitur tidak mampu lagi membayar pokok kredit dan bunganya. Dengan kata lain bank kehilangan dana dan pendapatan. Di sisi lain, bank harus tetap membayar dana yang diterima berikutnya cost of fund-nya dan telah mengeluarkan overhead cost. Bila kondisi ini terjadi maka bank akan mengalami kerugian. Atas dasar kondisi seperti ini berlakulah konsep risk dan return dalam penyaluran kredit. Risk dan return memiliki hubungan yang searah, artinya setiap adanya kenaikan risiko pada debitur maka return (bunga) diminta oleh
Grafik 2. Kerangka Hubungan Risk dan Return
Sumber: avivaindia.com.
13
8/22/2013 7:45:39 PM
utam a bank akan mengalami kenaikan pula. Gambaran hubungan risk dan return dapat dilihat dalam Grafik 2. Kenaikan bunga ini merupakan kompensasi yang diterima bank sebagai implikasi dari penambahan risiko yang dimiliki oleh debitur. Bank membutuhkan insentif tambahan ketika menghadapi debitur berisiko lebih tinggi karena bank akan memberikan perlakuan yang berbeda, lebih intensif atau perhatian khusus atau kebijakan khusus terhadap debitur berisiko lebih tinggi sebagai upaya untuk menghindari risiko gagal bayar dengan tanpa menghilangkan potensi pendapatan yang akan diterima. Sebagai contoh, bank melakukan transfer risiko gagal bayar dengan membeli premi penjaminan kredit, dan biaya pembelian premi tersebut dapat diperoleh dari kenaikan bunga yang dibebankan pada debitur tersebut. Kelayakan Kredit Petani
Suatu yang sudah menjadi hal umum bahwa ketika bank menerima pengajuan kredit dari petani, bank akan melakukan apa yang disebut dengan analisis kelayakan kredit. Analisis ini dilakukan untuk memutuskan apakah petani (calon debitur) layak mendapatkan kredit atau tidak. Dalam melakukan analisis tersebut, bank pada umumnya menggunakan prinsip 5C (Hidayat H., 2009). Berikut di bawah ini akan diuraikan tentang kelayakan kredit petani Indonesia secara umum dengan menggunakan pendekatan 5C. Analisis Character
Secara umum, petani Indonesia rata-rata berpendidikan antara SD tidak lulus – SMA, hidup sederhana, menerima apa adanya, dan jujur. Yang paling penting adalah mereka sangat memegang komitmen. Namun demikian, pendidikan yang rendah ini membuat kurangnya wawasan dan pengetahuan sehingga gampang tertipu atau dibelokan oleh informa14
ISI_IRF_REV_4.indd 14
si, dan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Terkait dengan kredit perbankan, petani tidak memiliki wawasan yang luas terhadap hal ini. Di benak mereka, bank adalah sesuatu yang eksklusif, tempat orang berdasi atau pengusaha dan lain-lain sehingga mereka merasa enggan atau tidak layak berhubungan dengan bank. Di samping itu, petani pada umumnya menyukai hal-hal yang sederhana (tidak ruwetruwet). Hal ini berdampak pada pilihan kemana mereka meminjam uang untuk menambah modal usahanya.
Terkait dengan kredit perbankan, petani tidak memiliki wawasan yang luas terhadap hal ini. Di benak mereka, bank adalah sesuatu yang eksklusif, tempat orang berdasi atau pengusaha dan lain-lain sehingga mereka merasa enggan atau tidak layak berhubungan dengan bank. Pada akhirnya mereka lebih menyukai memilih rentenir atau tengkulak (lewat ijon) dan lainnya yang ada di sekitarnya karena mengenal atau berhubungan dalam kegiatan sehari-hari. Fakta membuktikan bahwa yang berhasil menyalurkan kredit ke petani adalah bank yang mau blusakblusuk ke lingkungan mereka. Selama ini, petani berhubungan dengan bank karena dikemas dalam bentuk program pemerintah, itu pun dapat dikatakan terjadi karena tidak disengaja atau melalui orang tertentu yang bertindak sebagai agen
(channel). Kondisi ini membuat petani dengan mudah dimanfaatkan oleh agen. Petani hanya dipakai sebagai nama saja dan belum tentu menikmati kredit. Petani juga tidak merasa berutang, tetapi hanya menerima bantuan program dari pemerintah. Karena merasa tidak berutang, mereka tidak memiliki kemauan untuk mengembalikan utangnya. Kejadian ini terjadi ketika pemerintah menjalankan program kredit usaha tani (KUT). Tidak sedikit kasus penyelewengan yang dilakukan oleh agen atas dana KUT dengan mengatasnamakan petani, dan tidak sedikit pula petani yang tidak membayar pinjaman KUT karena merasa tidak berutang. Akibatnya, gagal bayar pinjaman KUT mencapai sekitar Rp 5,7 triliun. Kasus KUT sedikit banyak dapat memengaruhi bank untuk menyalurkan kredit ke sektor pertanian. Mereka khawatir kalau kredit yang diberikan dianggap sebagai hibah atau bantuan pemerintah sehingga tidak perlu dikembalikan. Analisis Capacity
Usaha di sektor pertanian pada dasarnya juga dapat menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang cukup baik. Ihsan N. (2011) dalam laporan penelitiannya melaporkan bahwa untuk luas 1 ha lahan sawah, dapat diperoleh tingkat pengembalian untuk bertanam padi sekitar 295,5%. Dengan pengeluaran sekitar Rp 5,08 juta per musim tanam, diperkirakan akan diperoleh pendapatan sekitar Rp 20,1 juta dan keuntungan sekitar Rp 15,1 juta. Jika per musim tanam 4 bulan maka keuntungan yang diperoleh sekitar Rp 3,75 juta per bulan. Namun demikian, perhitungan kelayakan usaha di atas menggunakan perhitungkan luas lahan sekitar 1 ha, padahal petani Indonesia rata-rata hanya memiliki lahan atau sawah pertanian sekitar 0,3 ha (Suswono, 2013). Dengan lahan seluas itu, secara otomatis kapasitas usaha INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:40 PM
utam a
Sumber: www.wikimedia.org
akan kecil dan otomatis tingkat pengembaliannya juga kecil. Dengan hitungan sederhana, maka perkiraan keuntungan yang diterima petani sekitar Rp 1,12 juta per bulan nya (Rp 3,75 juta x 0,3). Di samping kapasitas yang kecil, ibarat “sudah jatuh tertimpa tangga”, penurunan kapasitas ini diperparah dengan kondisi sebagian besar petani yang menggantungkan kehidupan sehari-harinya hanya dari bertani. Dengan asumsi kebutuhan biaya hidup sehari-hari per bulan petani Rp 1 juta, maka uang hasil usaha hanya tersisa Rp 120 ribu. Uang sisa ini tentunya tidak cukup atau break event point (BEP) untuk membayar pokok utang dan berikut bunganya. Analisis Capital
Petani Indonesia rata-rata memiliki modal sendri yang nilainya kecil. Mereka hanya memiliki lahan sawah dan rumah tempat tinggal. Dengan kemampuan modal sendiri yang kecil plus kapasitas usaha yang kecil, maka kapasitas meminjam petani pun dapat dikatakan kecil. Bagi INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 15
Juni 2013
bank, kapasitas meminjam juga menjadi perhatian ketika akan menyalurkan kredit. Secara umum, petani Indonesia yang memiliki lahan 0,3 ha ini otomatis memiliki kapasitas meminjam yang kecil, sekitar Rp 2 juta s. d. Rp 3 juta. Kapasitas meminjam bagi bank sangat penting karena dapat menentukan biaya dan pendapatan bank. Semakin besar kapasitas meminjam debitur, maka dapat dikatakan semakin besar pula pendapatannya. Namun demikian, biaya yang dikeluarkannya tetap bahkan dapat diperkecil karena bank dapat menekan biaya variabel. Sebagai contoh, debitur A (petani) mengajukan proposal pinjaman Rp 1 juta untuk mengolah sawah 0,3 ha yang dimilikinya, sedangkan di sisi lain terdapat debitur B (pedagang) mengajukan pinjaman Rp 500 juta. Masing-masing akan dikenakan bunga 10% per tahun. Untuk menyetujui kedua proposal tersebut, bank mengeluarkan biaya prapersetujuan dan pascapersetujuan. Biaya pra ersetujuan da-
pat berupa biaya analisis kelayakan dan keuangan, survei lapangan dan lain-lain sedangkan biaya pascapersetujuan dapat berupa biaya monitoring debitur. Biaya-biaya yang terjadi tersebut baik untuk debitur A dan B relatif sama bahkan ada potensi biaya buat debitur A lebih besar karena biasanya data petani tidak lengkap, risikonya tinggi sehingga membutuhkan monitoring yang lebih sering. Di sisi lain, debitur B akan memberikan pendapatan bunga yang lebih besar (10% x Rp 500 juta) dibandingkan dengan debitur A (10% x Rp 1 juta). Analisis Condition of Economic
Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi ekonomi makro Indonesia cukup bagus. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang positif, yaitu sebesar 6,5% di 2011, 6,2% di 2010, 4,6% di 2009, 6,0% di 2008, dan 6,3% di 2007 (DJA-Kemenkeu, 2013). Pertumbuhan ekonomi yang positif ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi cukup mendorong usaha pertanian di Indonesia. 15
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a Selain kondisi ekonomi, Indonesia juga memiliki advantage yang luar biasa yaitu jumlah penduduk. Badan Pusat Statistik (2013) melaporkan bahwa penduduk Indonesia mencapai 239,2 juta penduduk. Secara alamiah, manusia membutuhkan makanan untuk menjalani hidupnya. Karena itu, jumlah penduduk yang luar biasa yang dimiliki oleh Indonesia ini merupakan kekuatan daya serap produk pertanian yang luar biasa pula. Petani tidak perlu khawatir tidak ada yang menyerap produk pertanian yang dihasilkannya. Petani cenderung dituntut untuk menghasilkan hasil pertanian dalam jumlah yang banyak, berkualitas, dan harganya terjangkau. Analisis Collateral
Bagi bank, collateral/jaminan adalah alat untuk meminimalisir risiko gagal bayar petani. Bank akan mengesekusi dan melikuidasi aset yang dijaminkan oleh petani ketika petani tersebut gagal bayar. Nilai collateral dijaminkan pada umumnya berkaitan dengan nilai kredit yang disalurkan. Semakin besar kredit yang diajukan, maka semakin besar pula aset barang jaminan yang dipersyaratkan oleh bank kepada petani. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab analisis capital bahwa petani Indoanesia rata-rata memiliki aset yang bernilai kecil. Dengan aset yang kecil, tentunya kredit yang disetujui oleh bank akan kecil pula. Kondisi ini otomatis akan menjadi hambatan bagi petani untuk meningkatkan kapasitas pinjamannya. Petani hanya dapat meminjam sesuai dengan proporsi collateral yang mereka miliki. Di samping nilai aset yang kecil, petani di Indonesia rata-rata memiliki masalah administrasi kepemilikan akan barang jaminan, misalnya tanah atau lahan atau sawah atau rumah tempat tinggal. Petani pada umumnya hanya memiliki bukti kepemilikan berupa petok C atau girik, 16
ISI_IRF_REV_4.indd 16
seharusnya dalam berupa sertifikat hak milik (SHM). bank mengakui SHM sebagi bukti kepemilikan, sedangkan petok C atau girik tidak diakui. Di sisi lain, ketika petani akan mengupayakan SHM, mereka kesulitan melakukannya karena harus mengeluarkan biaya yang cukup besar meskipun secara resminya tidak. Bila kesulitan pengurusan sertifikasi tanah dikaitkan dengan kebutuhan dana pinjaman yang kecil, maka petani mengalami demotivasi untuk melakukan pinjaman kredit ke bank. Akhirnya mereka lebih menyukai meminjam ke tengkulak dan rentenir Penutup
Uraian di atas menunjukan bahwa secara karakter rata-rata petani Indonesia layak mendapatkan kredit perbankan. Namun, kurangnya wawasan membuat mereka mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sehingga memberikan pandangan yang salah terhadap kredit dari perbankan. Anggapan kredit perbankan merupakan hibah atau bantuan dari pemerintah membuat mereka enggan membayar kembali pinjamannya. Catatan yang buruk terhadap program kredit membuat perbankan kurang
mempercayai para petani Indonesia. Dari sudut kapasitas, modal, dan collateral, petani Indonesia tidak layak untuk menerima kredit perbankan. Perbankan dihadapkan pada risiko yang tinggi, biaya yang besar, dan potensi keuntungan yang kecil ketika menyalurkan kredit kepada para petani. Yang memberikan nilai positif hanya dari sisi faktor condition of economy, di mana Indonesia mempunyai catatan pertumbuhan ekonomi yang bagus, dan memiliki jumlah penduduk yang besar atau potensi permintaan yang besar. Untuk mendorong akses pembiayaan perbankan oleh petani, pemerintah dituntut untuk menyelesaikan persoalan fundamental di petani. Beberapa persoalan tersebut meliputi kecukupan lahan, pendidikan petani untuk meningkatkan program intensifikasi pertanian, sertifikasi kepemilikan lahan. Jika ketiga persoalan ini belum terselesaikan, maka masalah akses perbankan tidak akan selesai, kecuali pemerintah campur tangan terus menerus, misalnya memberikan subsidi bunga untuk meningkatkan kelayakan usaha, dan memberikan subsidi premi penjaminan kredit untuk meningkatkan bankability petani. n
Daftar Pustaka Aviva. Fund Management : Risk Return Matrix. Diakses 20 Juni 2013. http://www.avivaindia. com/FundManagement/FundConcepts.aspx?p=1. Badan Pusat Statistik. 2013. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Diakses 24 Juni 2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12. -------------------------. 2013. Pertumbuhan Ekonomi Per Lapangan Usaha. DJA-Kemenkeu. Data Pokok APBN 2007–2013. Diakses 19 Juni 2013. http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/Data%20Pokok%20APBN%202013.pdf. Hidayat H. 2009. Prinsip Pemberian Kredit (5C Principle). Diakses 24 Juni 2013. http://ngenyiz.blogspot.com/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5c-principle.html. Ihsan N. 2011. Analisa Usaha Tani Padi Sawah. Diakses 24 Juni 2013. http://ceritanurmanadi.wordpress.com/2011/08/29/analisa-usaha-tani-padi-sawah/. Kementerian Pertanian. 2013. Ekspor-Impor Pertanian Indonesia Menurut Sub Sektor-Data BPS Diolah Pusdatin. Kompas. Luas Sawah Indonesia Kalah Dibanding Thailand. Diakses 24 Juni 2013. http:// bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/01/0713124/Luas.Sawah.Indonesia.Kalah. Dibanding.Thailand.utm.source.WP.utm.medium.box.utm.campaign.Khlwp.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a
Upaya Optimalisasi Penyerapan Kredit Sektor Pertanian Pengantar
Sektor pertanian dianggap masih memegang peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peran strategis ini setidaknya tercermin dari keberhasilan sektor ini dalam upayanya memenuhi target kebutuhan pangan nasional pada setiap tahunnya. Kondisi ini tergambar pada Grafik 1. Di samping itu, sektor pertanian ini juga masih diharapkan menjadi salah satu penopang dalam perbaikan pendapatan karena masih ada sekitar 39,96 juta penduduk Indonesia (pada tahun 2012) yang memiliki mata pencaharian di sektor ini.1 Kondisi dan harapan di atas sejalan dengan target utama sektor pertanian yang direncanakan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2010-2014, yaitu meningkatkan peran sektor ini melalui program (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Untuk mencapai target tersebut, Kementan telah menetapkan strategi-strategi untuk merevitalisasi sektor ini dengan fokus pada tujuh aspek dasar (Program Tujuh Gema Revitalisasi) yang terdiri atas (1) pembiayaan petani, (2) perbenihan dan perbibitan, (3) infrastruktur dan sarana, (4) sumber daya manusia, (5) lahan, (6) kelembagaan petani, serta (7) teknologi dan industri hilir.2 Permasalahan Sektor Pertanian
Harapan Indonesia untuk meningkatkan peran sektor pertanian dalam pembangunan akan berhadapan dengan banyak hambatan. Hal ini karena masih adanya masalah mendasar sektor ini yang belum INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 17
Juni 2013
Oleh: Abdul Aziz Peneliti Madya, PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: kingabaz@ gmail.com
dapat dipecahkan dengan tuntas. Permasalahan tersebut dapat dilihap pada Box 1. Di antara berbagai masalah pertanian di atas, penulis akan fokus pada pembahasan tentang pembiayaan kredit sektor ini karena pembiayaan melalui program kredit ini tidak hanya merupakan kebutuhan mendesak yang dapat membantu usaha para petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya tetapi program ini juga telah menjadi fokus dari Pemerintah saat ini dalam upayanya untuk mengevaluasi kinerja dan efektivitas program ini, hal ini karena adanya kenyataan masih rendahnya tingkat realisasi penyerapan kredit pada sektor ini padahal program ini sudah berjalan cukup lama. Pembiayaan Sektor Pertanian
Pemerintah sebenarnya telah menggulirkan 2 model skema pembiayaan kredit (khususnya untuk sektor pertanian) yang sudah banyak dikenal masyarakat yaitu skema subsidi bunga dan skema penjaminan risiko. Skema subsidi bunga untuk para debitur yang mempunyai karakteristik bankable tapi masih not-feasible. Sementara itu, skema penjaminan risiko gagal bayar (default) untuk para debitur yang mempunyai karakteristik not-bankable tapi sudah feasible. Skema dan jenis kredit program sektor ini dapat dipaparkan secara ringkas dalam Tabel 1. Sementara itu, jika dilihat dari kelayakan usaha dan kemampuan calon debitur (perorangan/UMKM) dalam memenuhi persyaratan kredit pembiayaan (yang sumber dananya dari perbankan) maka penggolongan kredit program sektor pertanian di atas baik yang bergerak di sektor pertanian 17
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a Grafik 1.Target dan Realisasi Produksi Pangan Indonesia (dalam juta ton)
Sumber: Media Indonesia 13 Feb 2012; Abdul Aziz, IRF Edisi 2 Tahun 2012.
maupun sektor lainnya dapat dibagi dalam 4 kelompok jenis pembiayaan (kredit) sebagaimana tergambar dalam Matriks 1. Seperti disebutkan di atas bahwa karakteristik calon debitur dapat didefinisikan dengan isitilah feasible dan bankable. Yang dimaksud dengan istilah feasible dalam Matriks 1 adalah adanya usaha calon debitur yang menguntungakan/memberikan laba sehingga mampu membayar bunga/ marjin dan mengembalikan seluruh kewajiban/utang pokok kredit/pembiayaan dalam jangka waktu yang disepakati antara bank pelaksana dengan debitur dan memberikan sisa keuntungan untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah bankable adalah debitur yang sudah memenuhi syarat perkreditan/pembiayaan dari bank pelaksana yang tercermin dalam hal penyediaan agunan dan pemenuhan persyaratan perkreditan/pembiayaan yang sesuai dengan ketentuan bank pelaksana.3 Pemahaman terhadap skema dari kredit sektor pertanian ini akan lebih baik jika merujuk juga pada perbandingan ketentuan dan persyaratan keempat jenis kredit dimaksud seperti dipaparkan dalam secara singkat dalam Tabel 2. 18
ISI_IRF_REV_4.indd 18
Realisasi Pembiayaan Kredit Program
Program pembiayaan yang ditawarkan pemerintah khususnya di sektor pertanian sebenarnya sudah cukup baik karena sudah mencakup variasi komoditas yang bisa dibiayai, variasi sistem kredit (skema kredit), variasi besarnya bunga, variasi masa pinjaman dan cara pelunasan, dan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kesungguhan pemerintah dalam memecahkan salah satu masalah be-
sar dalam sektor ini dan juga menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan peran sektor ini dalam pembangunan. Selain itu juga sebagai upaya untuk meningkatkan kemudahan dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan bagi petani/UMKM sehingga modal kerja dan atau modal investasi para petani/ UMKM tersebut dapat diperoleh dengan lebih baik dan lancar. Namun demikian, niat pemerintah yang baik tersebut terkadang tidak seindah realisasinya di lapangan. Hal ini terbukti dari cukup rendahnya penyerapan kredit sektor ini, baik yang menggunakan skema subsidi bunga maupun penjaminan, seperti terlihat dalam Tabel 3. Meskipun program KUR terlihat sangat bagus dalam penyerapannya (karena melebihi plafon yang telah ditentukan pemerintah), namun jika dilihat lebih jauh penyerapan per sektornya maka dapat dilihat bahwa penyerapan KUR pada sektor pertanian sampai dengan 31 Desember 2012 secara nominal (KUR outstanding) hanya sekitar 18,11% dari total sedangkan jumlah debitur sektor ini hanya sekitar 14,13% dari total.4 Pencapaian ini
BOX 1
Permasalahan Sektor Pertanian 1. Keterbatasan akses petani terhadap pembiayaan (karena banyak petani yang masih not-bankable dan atau not-feasible, dan dianggap mempunyai risiko tinggi jika dibebabkan bunga tinggi). 2. Rendahnya kualitas sarana infrastruktur pertanian, lahan, dan air. 3. Kapasitas dan kelembagaan penyuluh pertanian, kelompok petani, dan kelembagaan petani lainnya yang masih lemah. 4. Mayoritas petani Indonesia yang rata-rata hanya memiliki lahan yang sempit seluas < 0,5 hektar. 5. Belum berkembangnya industri hilir yang dapat menghasilkan value added yang lebih besar jika dibandingkan dengan penjualan bahan baku pertanian. 6. Proses transfer teknologi sektor pertanian yang masih berjalan lambat. 7. Alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian dan penyusutan lahan sawah yang berkurang sebesar ± 110 ribu ha per tahun. Sumber: Kajian Usulan Kebijakan Skema Kredit dengan Subsidi Bunga dan Penjaminan Untuk Pertanian, Kementerian Pertanian, 2010.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a Tabel 1. Skema dan Jenis Kredit Program Sektor Pertanian
Skema Kredit Subsidi Bunga
Penjaminan Risiko
KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi) KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi) KPEN-RP (Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revialisasi perkebunan
KUR (Kredit Usaha Rakyat)
Sumber: Kementerian Pertanian, 2010, diolah.
Matriks 1. Empat Kelompok Kredit Pembiayaan Sektor Pertanian (Sektor Lainnya)
UMKM/Petani
Feasible
Not-Feasible
Bankable
Kredit Komersial, Kredit Syariah
KKPE, KUPS, KPEN-RP
Not-Bankable
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Bantuan Sosial, PUAP, PKBL, CSR
Sumber: Bustanul Arifin, 2013, diolah.
tentu tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini (sekitar 39,96 juta penduduk) dan nilai output PDB sektor ini di tahun yang sama yaitu sebesar Rp 1.190 triliun.5 Padahal program kredit ini diharapkan dapat mendukung produktivitas dan nilai tambah dari sektor ini. Sedangkan untuk skema program kredit pertanian lainnya (KKPE, KPEN-RP dan KUPS), dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyerapannya masih sangat kecil karena secara absolut total trealisasi kredit hanya sekitar Rp 5 triliun (tahun 2012). Jumlah ini juga masih tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja dan output PDB di atas. Faktor Penyebab Rendahnya Realisasi Penyerapan Kredit dan Usulan Solusinya
Ada beberapa faktor dari berbagai aspek yang dapat diduga sebagai penyebab dari rendahnya penyerapan/ realisasi dari kredit program sektor ini dan bagaimana usulan solusinya. a. Aspek Aturan Main/Skema Program Kredit Terlalu banyaknya variasi program kredit yang menangani sektor INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 19
Juni 2013
ini baik dari sisi nama, persyaratan dan ketentuan peminjaman, jenis komoditas, skema/mekanisme pengajuan dan penyerapannya dan lain-lain, berkemungkinan membuat para calon debitur berfikir dua kali untuk mengajukan pinjaman melalui kredit jenis ini. Penulis mengusulkan agar Pemerintah menyederhanakan skema kredit sektor ini misalnya dengan hanya membuat satu jenis skema kredit induk yang berbasis jenis/golongan komoditas dengan satu nama saja. Kemudian, dari skema kredit induk tersebut dijabarkan syarat dan ketentuan kredit pada masing-masing jenis/golongan komoditas yang akan diberikan fasilitas kredit. Usulan ske-
Perlu dibentuk semacam komite bersama di tingkat daerah (tidak hanya di pusat) yang beranggotakan seluruh unsur/ instansi terkait termasuk petani/ kelompok tani.
ma kredit induk tersebut dapat penulis ilustrasikan dalam Tabel 4. b. Aspek Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kurangnya sosialisasi program, kurangnya penyuluhan baik dari sisi teknis maupun keuangan, kurangnya koordinasi antar instansi pusat dan daerah, kurangnya koordinasi antar pemerintah dan pemda dengan bank, kurangnya evaluasi oleh instansi yang bertanggung jawab, dan kurangnya monitoring dan pengawasan, kemungkinan menjadi sebab dari rendahnya penyerapan kredit progam. Usulan solusinya adalah pembagian tugas dan koordinasi yang jelas antara pemerintah pusat, pemda, perbankan, dan instansi terkait lainnya. Ini adalah salah satu kunci utama keberhasilan program kredit. Perlu dibentuk semacam komite bersama di tingkat daerah (tidak hanya di pusat) yang beranggotakan seluruh unsur/instansi terkait termasuk petani/kelompok tani baik yang menjadi debitur atau yang belum untuk evaluasi dan monitoring program, mengeksplorasi bottleneck dan solusinya secara periodik. c. Aspek Perbankan Bank pelaksana juga disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya realisasi kredit sektor pertanian ini. Misalnya adalah sangat ketatnya aspek prudentiality dari perbankan terkait dengan agunan, pengalaman usaha, dan syarat lainnya termasuk juga sangat beragamnya persyaratan tambahan pada masing-masing bank (terutama pada program KUR) sehingga hal ini bisa membingungkan dan mempersulit calon debitur. Sebagai contoh, berdasarkan sosialisasi pemerintah bahwa debitur yang akan meminjam KUR sampai dengan Rp 20 juta tidak memerlukan agunan. Namun, pada praktiknya di lapangan, sebagian bank pelaksana tetap meminta agunan kepada pelaku 19
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a Tabel 2. Ketentuan dan Persyaratan Kredit Program
No. Keterangan
KKP-E
KPEN-RP
KUPS
KUR
1. Definisi
Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberi kan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan energi
Kredit yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Ba- kar Nabati dan Program Revitalisasi Perkebunan
Kredit yang diberikan kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi
Kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM dan Koperasi yang feasible tapi belum bankable (usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan)
2. Sasaran Pembiayaan
Pengembangan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, pengadaan pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan perikanan, peternakan, penangkapan dan pembudidayaan ikan, pengadaan /peremajaan peralatan, dan lainnya.
Pengembangan perkebunan yang meliputi perluasan, rehabilitasi dan peremajaan tanaman Kelapa Sawit, Karet dan Kakao
Kegiatan usaha pembibitan sapi
UMKM dan Koperasi yang feasible tapi belum bankable
3. Penerima Kredit Program
Kelompok tani dan/ atau koperasi, petani, peternak, pekebun,nelayan dan pembudidaya ikan
Petani yang termasuk dalam daftar yang diusulkan memperoleh KPEN-RP yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota atau pejabat yang dikuasakan
Perusahaan peternakan, Koperasi, Kelompok/Ga- bungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi
UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam.
4. Bunga Bank
5 % - 7%
10,5%
11,5%
13 – 22%
5. Bunga di Petani (Jenis Tanaman)
Tebu : 12,25% Lainnya: 13,25%
Karet, Kako: 5% Sawit: 6%
Sapi: 5%
Ritel: 13 % Mikro: 22%
6. Subsidi Bunga
5,25% - 8,25%
4,5% - 5,5%
6,5%
Tidak ada
7. Maksimal Kredit
Per Debitur: Rp 100 juta dan Poktan/Gapoktan/ Koperasi Rp 500 juta
Rp 172 juta
Rp 65 miliar (sapi potong), Rp 70 miliar (sapi perah)
Untuk KUR Mikro s. d. Rp 20 juta dan untuk KUR Ritel: Rp 21 juta s. d. Rp 500 juta
8. Jangka Waktu
Sesuai siklus usaha, paling lama 5 tahun
13 – 15 Tahun
6 tahun
Modal Kerja :3 – 6 tahun, Investasi: 5-10 tahun, khusus tanaman perkebunan: 13 tahun
9. Komoditas/Usaha yang Dibiayai
Tanaman pangan, hortikultura,tebu, ternak, dan lainnya
Sawit, kakao, karet.
Pembibitan Sapi
Semua usaha, produktif (semua sektor termasuk pertanian)
9 Bank Umum 13 BPD
9 Bank Umum, 7 BPD
4 Bank Umum, 7 BPD
5 Bank Umum, 1 Bank Syariah, 26 BPD, 4 Perusahaan Penjamin
10. Bank Pelaksana dan Instansi Lain yang Terlibat Dari berbagai sumber, diolah.
20
ISI_IRF_REV_4.indd 20
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a Tabel 3. Realisasi Penyerapan Kredit Program dan Subsidi APBN 2010 – 2012
Program
KUR Untuk Seluruh Sektor
KKP-E
KPEN-RP
KUPS
Uraian
2010
2011
2012
Target penyerapan
Rp 20 triliun
Rp 20 triliun
Rp 30 triliun
Realisasi Total
Rp 17,23 triliun
Rp 29,00 triliun
Rp 33,47 triliun
IJP (subsidi lainnya)
Rp 223,16 miliar
Rp 636,19 miliar
Rp 801,13 miliar
Target penyerapan
-
-
-
Realisasi
Rp 714,42 miliar
Rp 3,77 triliun
Rp1,31 triliun
Subsidi Bunga
Rp 132,06 miliar
Rp 179,39 miliar
Rp196,08 miliar
Target penyerapan
-
-
-
Realisasi
Rp 1,26 triliun
Rp 2,20 triliun
Rp 2,72 triliun
Subsidi Bunga
Rp 42,32 miliar
Rp 74,50 miliar
Rp 76,99 miliar
Target penyerapan
-
-
-
Realisasi
Rp 133,75 miliar
Rp 351,82 miliar
Rp 556,77 miliar
Subsidi Bunga
Rp 3,66 miliar
Rp 20,08 miliar
Rp 26,980 miliar
Sumber: Direktorat Sistem Manajemen Investasi, DJPb, 2013, diolah.
usaha. Untuk mengatasi masalah ini, perlu diperjelas fungsi dari komite kebijakan pusat agar program kredit ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak multitafsir di tingkat perbankan. Di samping itu, perlu diperbaharui MoU antara berbagai pihak terutama dengan perbankan khususnya terkait target realisasi penyerapan per bank per tahun serta terkait dengan persyaratan dan ketentuan kredit harus clear dan seragam untuk program kredit yang sama. d. Aspek Debitur Kualitas sumber daya manusia (debitur) kemungkinan juga bisa menjadi sebab dari rendahnya penyerapan kredit di sektor ini. Sebagian besar petani adalah mereka yang hidup di pedesaan yang tidak banyak menerima wawasan/informasi tentang segala sesuatu seperti kredit, pengelolaan keuangan baik sebelum maupun setelah menerima kredit, mungkin juga belum mengetahui secara pasti teknik bertani modern dengan teknologi yang modern juga. Kondisikondisi inilah yang mungkin menyebabkan produktivitas dan produksi pertanian masih rendah sehingga jaINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 21
Juni 2013
Tabel 4. Usulan Skema Kredit Pertanian
Skema Kredit No Syarat dan Ketentuan
Skema Penjaminan
Skema Subsidi Bunga
Gol. Komoditas *)
Gol. Komoditas *)
A
B
C
D
E
A
B
C
D
E
1 Sasaran Pembiayaan
2 Sasaran Penerima
3 Bunga Bank
4 Bunga di Petani
5 Subsidi Bunga
6 Grace Period
7 Maksimal Kredit
8 Jangka Waktu Pelunasan
8 Jenis Agunan
9 Besaran Agunan
10 Bank Pelaksana
11 Instansi Penjamin
.... dan lainnya…
*) Jumlah golongan komoditas bisa ditambah/dikurangi sesuai dengan hasil kajian yang mendalam. Sebagai contoh: Golongan A adalah Komoditas Tanaman Pangan, Golongan B Komoditas Tanaman Hortikultura, Golongan C Komoditas Tanaman Pepohonan, Golongan D Komoditas Perikanan, dan Golongan E Komoditas Peternakan. Penggolongan ini nantinya bisa dikaitkan dengan leveling pengenaan bunga, atau besaran porsi penjaminan pemerintah, dan lainnya. 21
8/22/2013 7:45:41 PM
utam a ngankan untuk menyejahterakan petani tersebut, untuk sekedar menutup cicilan pinjaman saja para petani/debitur tersebut akan kesulitan. Adalah tugas berbagai pihak terutama pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan wawasan petani sehingga para petani tersebut mempunyai bekal pengetahuan yang cukup dalam menjalankan usaha pertaniannya, bagaimana mengelola keuangannya, dan lain sebagainya. Inilah pentingnya penyuluhan yang intensif atau mengadakan unit/balai latihan kerja buat para petani dan tenaga kerja di bidang pertanian (seperti yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja). Upaya ini seharusnya terus dilakukan oleh pemerintah, pemda, dan khususnya Dinas Pertanian terutama di daerahdaerah yang menjadi obyek sasaran program pembiayaan kredit pertanian ini. e. Aspek Karakter Usaha/Sektor Pertanian Karakter dari sektor pertanian secara umum adalah sektor yang mempunyai kerentanan risiko yang cukup tinggi. Tingginya risiko ini tercermin dari ancaman gagal panen, sangat sensitif dengan perubahan cuaca, sangat rentan dengan bencana alam, rentan dengan serangan penyakit/ hama pada tanaman dan hewan peliharaan, serta kerentanan dan ketidakpastian lainnya. Karakter sektoral inilah yang membuat perbankan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya sehingga ‘wajar’ jika realisasi kredit program di sektor ini masih rendah. Solusinya adalah mengubah skema penjaminan risiko yang harus ditanggung Pemerintah yang sebelumnya hanya sebesar 80% jika terjadi default (pada sektor pertanian yang diberlakukan secara umum untuk seluruh komoditas pertanian, sebagaimana terdapat dalam aturan program KUR) menjadi pemberi22
ISI_IRF_REV_4.indd 22
Harapan Indonesia untuk meningkatkan peran sektor pertanian dalam pembangunan di masa yang akan datang akan berhadapan dengan banyak hambatan. an besaran penjaminan pemerintah (jika terjadi default) diperhitungkan berdasarkan kadar tinggi rendahnya potensi risiko (kerentanan) pada masing-masing komoditas atau golongan komoditas yang memang layak dimasukkan dalam skema penjaminan (bukan skema subsidi bunga), begitu pula dengan kredit pertanian yang menggunakan skema subsidi bunga perlu diperluas leveling pemberian subsidi bunganya bergantung pada kadar tinggi rendahnya potensi risiko (kerentanan).
Kesimpulan
Sektor pertanian dianggap masih memegang peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, hal ini di antaranya dibuktikan dengan pencapaian sektor ini dalam upayanya memenuhi target kebutuhan pangan nasional dan masih banyaknya penduduk Indonesia yang bekerja di sektor ini. Harapan Indonesia untuk meningkatkan peran sektor pertanian dalam pembangunan di masa yang akan datang akan berhadapan dengan banyak hambatan karena masih adanya masalah mendasar sektor ini yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. Diantara masalah-masalah mendasar tersebut adalah tentang pembiayaan kredit sektor ini. Banyak hal yang perlu dievaluasi dari sisi pembiayaan ini terutama terkait dengan penyebab rendahnya realisasi penyerapan pembiayaan/ kredit ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan usulan dan langkah strategis untuk memecahkan permasalahan tersebut seperti yang ditawarkan penulis pada paparan di atas. n
Catatan 1 Data BPS 2013. 2 Kementrian Pertanian, 2010; 3 Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan, 2012, hal. 20 4 Komite KUR, Kemenko Bidang Perekonomian, 2012; 5 http://www.bps.go.id/pdb.php Daftar Pustaka Arifin, Bustanul, Best Practice Kredit Sektor Pertanian, FGD Penyusunan Model Penyerapan Kredit Sektor Pertanian, BKF-Kementerian Keuangan, Jakarta, 4 Maret 2013. Aziz, Abdul, Krisis Pangan, Irigasi, dan Dampaknya Terhadap APBN, Majalah Info Risiko Fiskal Edisi 2 Tahun 2012, Kementerian Keuangan. Kementerian Pertanian, Kajian Usulan Kebijakan Skema Kredit Dengan Subsidi Bunga dan Penjaminan Untuk Pertanian, Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian, Jakarta, 2010. Komite Kredit Usaha Rakyat, Sebaran Penyerapan KUR Periode November 2007 – Desember 2012, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, WWW.komitekur. com, 2012. Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi, Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (SOP-KUR), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Jakarta, 2012.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:42 PM
utam a
Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Mendukung Ketahanan Pangan Ketersediaan dan kesiapan infrastruktur yang memadai memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Keterkaitan antara infrastruktur dan ketahanan pangan tersebut dapat dipahami dengan mengetahui faktor-faktor yang mengancam ketahanan pangan di Indonesia. Secara umum, laju pertumbuhan penduduk menjadi faktor yang sangat mempengaruhi ketahanan pangan.1 Selain pertumbuhan penduduk, faktor lain yang mengancam ketahanan pangan disebabkan oleh (1) peningkatan harga pangan, baik produk lokal atau impor yang disebabkan biaya transportasi atau spekulasi harga di pasar internasional (2) produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan konsumsi di suatu daerah tertentu; dan (3) produksi pangan terhambat, misalnya karena perubahan iklim, cuaca, kekeringan atau banjir.2 Masalah ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Pada Tabel 1 dapat dilihat tren kenaikan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia, dimana pada kurun waktu tahun 2005 penduduk Indonesia mencapai 218 juta jiwa, meningkat tajam dari dekade sebelumnya yang mencapai 193 juta jiwa dan 146 juta jiwa pada dua dekade sebelumnya. Pertumbuhan jumlah penduduk ini banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Tren kenaikan jumlah penduduk ini diperkirakan akan terus terjadi ke depan seiring dengan meningkatnya sektor perekonomian di Indonesia. Konsekuensi dari pertumbuhan ini adalah keharusan peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan untuk mendukung populasi penduduk yang semakin meningkat. BKKBN dalam studinya menyebutkan bahwa pertambahan penduduk akan meINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 23
Juni 2013
Oleh: Eko Nur Surachman Kasubbid Risiko Infrastruktur Transportasi, PPRF, BKF, Kementerian Keuangan.
email: e.nursurachman@ gmail.com
ningkatkan kebutuhan pangan sekaligus juga menurunkan luas dan kemampuan lahan untuk menyediakan pangan dikarenakan penduduk yang demikian banyak akan menggunakan lahan untuk perumahan, perkantoran, industri dan fasilitas lain yang akan mengurangi ketersediaan sumber daya lahan pertanian untuk produksi pangan. Namun demikian, masalah pangan yang dihadapi Indonesia tidak semata karena laju pertumbuhan penduduk, tetapi juga persebaran penduduk yang tidak merata, di mana penduduk hanya terkonsentrasi di kota besar di pulau tertentu saja. Hal ini bertolak belakang dengan daerah sentra penghasil pangan yang umumnya terletak di pulau yang tidak menjadi konsentrasi jumlah penduduk. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, konsentrasi jumlah penduduk ada di Pulau Jawa, di mana sekitar 70% penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa. Sedangkan informasi pada Tabel 2 menunjukkan produksi beras per kapita di Pulau Jawa hanya berkisar 40 kg/tahun. Angka produksi ini berbeda jauh dengan Pulau Sulawesi serta Bali dan Nusa Tenggara yang mencapai sekitar 80 kg/tahun, atau pun Pulau Kalimantan yang berkisar 70 kg/tahun. Perbandingan data ini memunculkan kesimpulan adanya arus distribusi produksi beras dari daerah surplus produksi seperti Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Kalimantan ke daerah yang produksi pangannya lebih rendah namun konsumsinya lebih tinggi seperti Pulau Jawa. Berkaca pada fakta tersebut, infrastruktur transportasi sangat dibutuhkan guna mendukung kelancaran arus distribusi produksi beras tersebut. Dukungan sektor transportasi, selain dalam memperlancar arus distribusi fisik barang, juga sangat berpengaruh pada pro23
8/22/2013 7:45:42 PM
utam a sia mencapai 14% dari ses penentuan harga koTabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia biaya produksi total, jauh moditas di pasar. Semamelebihi biaya di Jepang kin bagus infrastruktur misalnya yang hanya transportasi maka biaya mencapai 4,9%. Besarnya logistik barang akan juga biaya logisitik ini sangat semakin murah. mempengaruhi besaran Data pada Tabel 3 meharga pokok penjualan nunjukkan harga gabah barang ke pasar. Di dakering di daerah sentra lam sektor pangan, hal ini surplus beras yaitu Bali tercermin dari disparidan Nusa Tenggara serta Sumber: BPS. tas harga gabah antarpuSulawesi pada tahun 2010 lau yang diuraikan pada mencapai Rp 2.761/kg Tabel 2. Produksi Beras Per Kapita (Kg) bagian tulisan di atas. dan Rp 2.596/kg. Namun Studi LPEM UI tersebut harga tersebut meningjuga menjelaskan bahwa kat sebesar 20% di Pulau kemacetan (congestion) Jawa dan Sumatera. Depergerakan barang baik mikian juga pada tahun di dalam maupun di luar 2011, disparitas harga pelabuhan, terbatasnya antara pulau surplus proinfrastruktur, terbatasduksi dan pengkonsumsi nya crane, administrasi, tersebut mencapai lebih dan manifest kargo mengdari 20%, di mana harga Sumber: BPS, diolah. akibatkan tersendatnya gabah di Pulau Jawa menTabel 3. Harga Gabah Kering Panen (Rp per Kg) pengiriman barang dan capai Rp 3.525/kg dan Pumengakibatkan kapal halau Sumatera Rp 3.609/ rus menunggu lebih lama kg, sedangkan di Bali dan di pelabuhan. Hal-hal terNusa Tenggara hanya Rp sebut membuat pelayan3.118/kg, bahkan di Sulaan pelabuhan yang tidak wesi hanya Rp 2.884/kg. maksimal sehingga meDalam teori, perbenyebabkan biaya logisdaan kapasitas produksi tik meningkat. Data dari per daerah ini dan tingINSA (Indonesia National kat harga beras ini meSumber: BPS. 3 Shipowner Association)6 nurut Sutawi akan memgara kepulauan dengan luas lautan buat komoditas beras mengalir dari menyebutkan kerugian akibat konhampir 75,3% dari total luas wilayah daerah surplus dengan tingkat harga gesti bagi operator kapal kargo unIndonesia.4 Sebagai negara kepurendah ke daerah defisit dengan tingtuk biaya bongkar di luar biaya pelakat harga yang lebih tinggi. Namun buhan dan biaya overhead, jika kapal lauan tentunya sektor perhubungan hal tersebut akan sangat bergantung harus antri menunggu di Pelabuhan laut sangat memegang peranan penkepada infrastruktur dan sarana disTanjung Priok mencapai US$ 3.500 ting dalam arus distribusi barang di tribusi yang mumpuni guna menduper hari atau US$ 20 juta per tahun. Indonesia. Pelabuhan menjadi simkung kelancaran arus barang antar Oleh karena banyaknya penundaan pul penting dalam arus perdagangan pulau. bongkar muat di Pelabuhan Tanjung dan distribusi barang di Indonesia, di Priok maka banyak perusahaan pemana perdagangan melalui jalur laut Dukungan Infrastruktur layaran melakukan kegiatan bongmencapai 90%.5 Oleh karena itu, peTransportasi kar di pelabuhan-pelabuhan sekilayanan yang buruk dari pelabuhan tar seperti Singapura dan Malaysia. akan berdampak besar bagi kegiatan Diskusi tentang infrastruktur Sementara itu, Pelabuhan Tanjung perdagangan dan distribusi barang transportasi guna mendukung kePriok hanya bertindak sebagai pedi Indonesia. lancaran arus distribusi barang di labuhan pengumpan (feeder port). Lebih jauh, studi tersebut meIndonesia tidak lepas dari bentuk Permasalahan Pelabuhan Tanjung nyebutkan biaya logistik di Indonegeografis Indonesia yang berupa ne24
ISI_IRF_REV_4.indd 24
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:43 PM
utam a Priok tersebut memberi gambaran bahwa pelayanan pelabuhan belum berjalan dengan baik dan akan berpengaruh pada distribusi barang di Indonesia. Data tahun 2008 menunjukkan bahwa volume arus bongkar muat barang dalam negeri 60% melalui Tanjung Priok dan untuk volume arus bongkar muat angkutan luar negeri mencapai 83,6% melalui Tanjung Priok. Tabel 4. Prioritas Pembangunan Pelabuhan Utama di Indonesia
1. Sumatera 1. Sabang 2. Belawan 3. Dumai 4. Batuampar 5. Sekupang 6. Kabil 7. Lobam 8. Tanjung Balai Karimun 9. Teluk Bayur 10. Tua Pejat 11. Palembang 12. Panjang 2. Jawa 13. Bojonegoro 14. Tanjung Priok 15. Tanjung Intan 16. Tanjung Emas 17. Tanjung Perak 3. Bali-Nusa Tanggara EC 18. Benoa 19. Tenau Kupang 4. Kalimantan EC 20. Pontianak 21. Balikpapan 22. Sampit 23. Banjarmasin 24. Mekar Putih 5. Sulawesi EC 25. Makasar 26. Pantoloan 27. Bitung 6. Papua-Kepulauan Maluku EC 28. Ambon 29. Ternate 30. Sorong 31. Jayapura 32. Merauke Sumber: Kementerian Perhubungan RI.
INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 25
Juni 2013
Mendukung Ketahanan Pangan
Dari uraian diatas, hendaknya pembangunan infrastruktur transportasi terutama di sektor kelautan dan kepelabuhanan menjadi prioritas dalam pembangunan nasional guna mendukung tercapainya ketahanan pangan di Indonesia. Ketersediaan sarana transportasi ini merupakan salah satu pilar utama program pencapaian ketahanan pangan nasional. Hal ini terutama dilihat dari sudut pandang dukungannya terhadap kelancaran arus barang produksi pertanian dan bahan pangan lain dari daerah sentra produksi seperti Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi ke daerah konsumsi pangan yang notabene terpusat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pembangunan infrastruktur transportasi ini bisa difokuskan ke pembangunan sarana pendukung kepelabuhanan sehingga arus bongkar muat barang hasil pertanian dan bahan pangan lainnya bisa berjalan dengan efektif dan efisien dari segi waktu maupun biaya. Mengingat banyaknya pelabuhan di Indonesia, pembangunan pelabuhan dilakukan dengan prioritisasi berdasarkan klasifikasi pelabuhan yaitu pelabuhan utama (main), pelabuhan pengumpul (collector), dan pelabuhan pengumpan (feeder). Pelabuhan utama dibangun untuk melayani lalu lintas dan perdagangan internasional dan domestik dengan kapasitas volume sebesar 100.000 kontainer 20 kaki (TEU/twentyfoot equivalent unit), Pelabuhan pengumpul melayani sektor domestik dan berfungsi sebagai penghubung ke pelabuhan utama, dengan kapasitas sampai dengan 25.000 TEU, sedangkan pelabuhan pengumpan berfungsi melayani pelabuhan pengumpul dan melayani lalu lintas perdagangan antarpropinsi. Dengan pengklasifikasian jenis pelabuhan yang akan dibangun tersebut, diharapkan akan terdapat sinergi di antara pelabuhan
tersebut sehingga mendukung sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien, atau yang dikenal dengan Pendulum Nusantara. Selain pembangunan fisik pelabuhan, pembangunan institusi kepelabuhanan (PA/Port Authority) dan sumber daya manusia yang mendukung PA juga patut mendapatkan perhatian. Port Authority yang ideal harus mandiri dan otonom dalam aspek finansial dan pendanaan, mempunyai skema rekruitmen SDM yang mandiri, serta bertanggung jawab dalam sebuah kontrak kinerja dengan menteri yang membidangi transportasi.7 Dengan pembangunan aspek fisik dan nonfisik kepelabuhanan, diharapkan infrastruktur transportasi kepelabuhanan akan dapat memberikan pelayanan bongkar muat barang yang efisien dari segi waktu dan biaya, sehingga secara keseluruhan akan memperlancar arus distribusi barang produksi pertanian dan bahan pangan lainnya. Kelancaran arus distribusi ini merupakan salah satu faktor pendukung tercapainya ketahanan pangan nasional, selain tentunya faktor intensifikasi dan ekstensifikasi di dalam sektor pertanian itu sendiri. n
Catatan 1 Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Ketahanan Pangan, Kajian Dampak Lingkungan, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN, 2011/2012. 2 African Development Bank. 3 Tinjauan Distribusi Pangan : Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang. 4 http://www.dekin.kkp.go.id/ 5 Infrastruktur dan Logistik, Arianto Patunru, LPEM UI. 6 http://www.insa.or.id/en/site/landing 7 Studi Indii National Port Development Planning, 2011.
25
8/22/2013 7:45:43 PM
utam a
Sumber: en.academic.ru
Menakar Daya Proteksi Pasar Produk Pertanian Indonesia Trade rules stabilize the world economy by discouraging sharp backward steps in policy and by making policy more predictable. They deter protectionism; they increase certainty. They are confidence-builders. (WTO – 2013) Dewasa ini kegiatan perdagangan internasional telah meningkat pesat. World Trade Organization (WTO) mencatat bahwa nilai perdagangan dunia terus mengalami pertumbuhan. Tabel 1 menunjukkan bukti kegiatan ekspor – impor adalah masa depan perekonomian dunia. Pergerakan bahan baku maupun barang konsumsi dari satu sumber/negara, mencerminkan adanya saling ketergantungan satu dengan lainnya. Saat ini hampir dipastikan tidak ada negara yang secara mutlak menutup diri dari perdagangan dunia. Buat negara maju maupun berkembang, ekspor menjadi salah satu sendi per26
ISI_IRF_REV_4.indd 26
Oleh: Adrianus Dwi Siswanto Peneliti Muda PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: dwisiswantoadrianus76@ gmail.com
ekonomian nasional. Masing-masing negara berlomba-lomba untuk meningkatkan posisi surplus neraca perdagangannya. Mari membaca data perdagangan kedua negara ini, Amerika Serikat (AS) dan China. Tahun 2012, AS mencatat nilai ekspor dan impor mencapai US$ 3,82 triliun (sumber: www.vibiznews.com, “China Berhasil Lampaui AS Menjadi Negara Dengan Transaksi Perdagangan Barang Terbesar di 2012”). Di tahun yang sama, China melaporkan bahwa nilai total ekspor dan impor mencapai US$ 3,87 triliun. China unggul dalam transaksi barang (surplus US$ 231,1 miliar) sedangkan AS pada nilai transaksi jasa (surplus US$ 195,3 miliar). Informasi ini diperkuat oleh laporan Dana Moneter Internasional (IMF). Menurut IMF, sejak 2009, China menjadi negara eksportir terbesar di dunia (Kompas, 11 Februari 2013). Fokus perdagangan China
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:45 PM
utam a Tabel 1. Total Transaksi Perdagangan Dunia (triliun dolar AS)
Transaksi Perdagangan
2008
2009
2010
2011
2012
Ekspor
16,15
12,55
15,29
18,29
18,32
Impor
16,57
12,78
15,50
18,49
18,57
Sepertinya diperlukan waktu lama untuk beranjak menuju produk-produk manufaktur dan padat teknologi. Dari Tabel 3, pembaca dapat mengetahui komoditas pertanian kontribusinya mencapai lebih dari 50% dari total ekspor.
Sumber : http://stat.wto.org/StatisticalProgram
Tabel 2. Kontribusi Ekspor Indonesia terhadap Ekspor Dunia
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Trend (%) 2006-2012
12.042,9
13.849,3
15.997,8
12.339,5
15.055,3
17.855,7
17.855,7
6
100,8
114,1
137
116,5
157,8
203,5
190
12,1
0,84
0,82
0,86
0,94
1,05
1,14
1,06
5,8
Uraian Ekspor Dunia (miliar US$) Ekspor Indonesia (miliar US$) Kontribusi Indonesia (%)
Sumber : Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan RI 2012
Tabel 3. Share 10 Komoditas Utama Ekspor
No. Komoditas Utama
2008
2009
2010
2011
2012
1. Tekstil dan Produk Tekstil
0,23
0,21
0,25
0,30
0,28
2. Elektronik
0,21
0,21
0,25
0,26
0,26
3. Karet dan Produk Karet
0,18
0,11
0,22
0,34
0,25
4. Sawit
0,18
0,14
0,19
0,20
0,20
5. Produk Hasil Hutan
0,04
0,04
0,06
0,08
0,08
6. Alas Kaki
0,06
0,04
0,06
0,07
0,12
7. Otomotif
0,03
0,02
0,02
0,03
0,03
8. Udang
0,03
0,04
0,04
0,03
0,02
9. Kakao
0,02
0,02
0,02
0,03
0,03
-
-
-
-
-
0,05
0,04
0,50
0,70
0,60
10. Kopi Total Kontribusi Produk Pertanian Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah.
adalah kegiatan impor bahan baku dan komponen. Namun tidak berhenti pada tahap tersebut, China kemudian merakitnya menjadi barang jadi untuk diekspor kembali. Kekuatan China terletak pada kemampuannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Dengan kemampuan tersebut, China mampu memposisikan dirinya sebagai produsen sekaligus eksportir. Ekspor dan Impor Komoditas Pertanian Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia, terutama yang terkait dengan perdagangan produk-produk pertanian? Dari sisi data makro, posisi Indonesia dalam ekspor dunia masih kecil (Tabel 2). Dengan nilai ekspor tersebut, INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 27
Juni 2013
memang masih ada potensi untuk memperbesar pangsa. Problemnya terletak pada kemampuan Indonesia untuk merebut dan memperbesar pangsa pasar tersebut. Dengan strategi perdagangan yang selama ini dilakukan, sulit mengharapkan adanya perubahan dalam postur perdagangan luar negeri Indonesia secara signifikan. Sampai sekarang, konsentrasi perdagangan ekspor unggulan Indonesia masih pada produk-produk alam, khususnya produk pertanian. Dari 10 komoditas utama ekspor, setidaknya ada 6 komoditas yang berasal dari sektor pertanian. Dalam lima tahun terakhir, sektor pertanian masih dominan dan belum ada tanda-tanda bergeser ke sektor lainnya.
Dengan kekuatan komoditas utama terletak pada produk pertanian, ternyata hanya ada 2 produk yang memberikan kontribusi signifikan. Itupun kedua komoditas tersebut terus berfluktuasi volume ekspornya. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Jika bertumpu hanya pada kedua komoditas tersebut, ekspor Indonesia bisa dikatakan sangat rentan. Sumber kerentanan bisa karena pengaruh persaingan dari produk negara lain, atau karena ketersediaan pasokan pasar domestik mengalami gangguan. Bandingkan dengan produk industri seperti elektronik yang relatif stabil pertumbuhan ekspornya. Produk-produk pertanian Indonesia belum dikelola dengan pendekatan industri. Dari sisi impor produk pertanian, Indonesia menghadapi persoalan yang tidak kalah seriusnya. Walaupun merupakan negara agraris, Indonesia mengimpor dalam jumlah cukup besar beberapa produk pertanian pangan. Setidaknya tercatat ada 8 jenis produk pertanian yang terus tumbuh volume impornya. Impor terbesar adalah gandum, diikuti dengan ampas sisa industri makanan (Grafik 1). Meningkatnya impor tidak lepas dari adanya pertumbuhan permintaan pasar dalam negeri yang ditopang oleh semakin membaiknya daya beli masyarakat. Namun fenomena ter27
8/22/2013 7:45:46 PM
utam a Grafik 1. Perkembangan Impor Produk Pertanian Tahun 2008 - 2012
Sumber: http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile
sebut juga menandakan bahwa produksi lokal belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Bahkan untuk produk pertanian seperti sayur dan buah-buahan yang nilai impornya terus mengalami pertumbuhan selama 5 tahun terakhir ini. Tidak berlebihan kemudian Kementerian Pertanian bersama-sama dengan Kementerian Perdagangan, mengeluarkan paket kebijakan hambatan impor. Tujuannya adalah mengurangi masuknya impor-impor komoditas tersebut. Harapannya konsumen dalam negeri beralih membeli produkproduk pertanian lokal. Secara global, pasar komoditi pertanian dunia memperlihatkan adanya pertumbuhan permintaan. Data yang dikeluarkan oleh International Trade Statistics (2011) menyebutkan bahwa pangsa produk-produk pertanian dalam total perdagangan dunia, mencapai 9,2% di tahun 2010. Meningkat menjadi 9,3% di tahun 2011. Kawasan Asia mencatat pertumbuhan tertinggi, yaitu 0,6%. Sementara itu, kawasan benua Amerika dan Afrika turun sebesar 0,1% dan 0,8%. Pertanyaannya mampukah Indonesia merebut peluang dari pertumbuhan pasar produk pertanian dunia? Mengingat data membuktikan 28
ISI_IRF_REV_4.indd 28
partisipasi Indonesia baru sebatas sebagai konsumen dan menjadi pasar bagi produk-produk impor. Dari sisi kebijakan domestik, setidaknya ada dua kementerian, yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, yang fokus pada kegiatan di sektor pertanian dan perdagangan produknya. Kedua kementerian tersebut mengeluarkan paketpaket kebijakan yang diharapkan mampu mendongkrak ekspor komoditas pertanian. Namun demikian, sampai saat ini kinerja ekspor belum berubah secara signifikan. Perlu kerja keras untuk mencapai target sebagai eksportir utama di pasar produk pertanian global. Kepentingan Pasar Domestik
Pasar produk pertanian merupakan pasar yang akan terus berkembang. Mengingat sektor pertanian merupakan kontributor utama pasokan pangan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan terus membaiknya daya beli masyarakat, pasar pangan dari komoditas pertanian akan terus tumbuh. Setidaknya, jumlah penduduk dan daya beli akan menjadi daya dorong meningkatnya permintaan produk pertanian dunia. Oleh karena itu, sizing pasar akan menjadi semakin besar. Tentu
saja hal tersebut berimbas naiknya volume perdagangan global. Dengan kata lain, transaksi ekspor dan impor akan mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan ekspor dunia, termasuk Indonesia, tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan perdagangan internasional. Baik dalam bentuk proteksi tarif maupun non-tarif yang diberlakukan di banyak negara. Negara maju maupun berkembang, biasanya memiliki kebijakan-kebijakan spesifik untuk melindungi pasar domestik. Namun demikian, aturan perdagangan global tetap menjadi acuan. Walaupun kondisi tersebut menciptakan sengketa-sengketa perdagangan namun tidak mengurangi hadirnya perdagangan bebas di berbagai kawasan. Pasar terus tumbuh semakin besar seiring dengan meningkatnya kebebasan iklim perdagangan. Sengketa perdagangan yang saat ini terjadi, kerap kali berasal dari keinginan masing-masing negara untuk memproteksi pasar domestik. Misalnya, kebijakan Uni Eropa dalam impor buah pisang yang ditentang oleh AS dan negara-negara pengekspor lainnya seperti Guatemala, Meksiko, dan Honduras. Persoalan ini kemudian dibawa ke forum arbitrasi di mana keputusan akhirnya adalah memberikan kompensasi dalam bentuk konsesi untuk AS. AS dapat menambahkan tarif sebesar 100% untuk beberapa produk impor Uni Eropa dengan total nilai US$ 191,4 juta. Contoh lain, pelarangan produk daging sapi masuk ke pasar Uni Eropa berkaitan dengan regulasi bidang sanitary dan phitosanytary. Akibat kebijakan tersebut, negara-negara produsen sapi dunia mengalami hambatan perdagangan apabila mengekspor ke Uni Eropa. Uni Eropa sendiri kemudian merevisi kebijakan proteksinya. Kasus untuk Indonesia, khususnya untuk komoditi impor daging sapi, produk tersebut dikenakan kebijakan kuota. Tujuan untuk melindungi perdagangan daging sapi lokal. INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:46 PM
utam a Dari kedua peristiwa tersebut, penulis menyimpulkan bahwa di berbagai belahan dunia manapun, pasar domestik menjadi perhatian pemerintah masing-masing negara tanpa membedakan sistem ekonominya. Buktinya adalah bahwa negara maju yang meskipun pro pasar tetapi tetap memproteksi pasar domestik. Menurut mereka, proteksi masih ada dan perlu untuk memberikan perlindungan bagi industri-industri dalam negeri. Perbedaannya terletak pada apakah intervensi proteksi secara langsung atau tidak langsung. Bentuk proteksi pasar tidak lagi dalam bentuk konvensional namun telah berkembang dalam kebijakan proteksi yang bersifat technical barriers. Celakanya pendekatan proteksi ini mudah diterapkan untuk produkproduk di sektor pertanian. Dengan alasan kesehatan dan pencegahan penyebaran penyakit, pasar domestik memperoleh proteksi. Melalui kampanye keamanan makanan (food safety) dan kesehatan hewan serta tanaman, pasar domestik terus diproteksi dari produk negara lain. Strategi Indonesia
Strategi apa yang dilakukan Indonesia agar menang dalam persaingan perdagangan global? Bagaimana pemerintah melindungi pasar domestik tanpa khawatir mendapat serangan balasan dari negara lain akibat tindakan proteksi tersebut? Kebijakan apa yang harus dikeluarkan pemerintah untuk bisnis produk-produk pertanian di tengah gencarnya serbuan impor produk dari berbagai negara, khususnya China, Vietnam, Australia, dan Thailand. Dalam melindungi pasar domestik, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan regulasi, baik untuk kepentingan konsumen maupun pelaku usaha. Untuk konsumen, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang NoINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 29
Juni 2013
mor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pada tataran regulasi teknis, diberlakukan beberapa regulasi pengenaan tarif bea masuk atas impor produkproduk pertanian. Kementerian Keuangan selama ini telah menetapkan sejumlah regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan yang umumnya dalam bentuk pengenaan bea masuk (tarif). Contoh, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 175/ PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Pisang Cavendish dari Negara Filipina. Impor produk pertanian Filipina tersebut, dikenakan bea masuk anti dumping sebesar 35%. Alasan diterapkannya kebijakan ini adalah melindungi produsen pisang dalam negeri dari praktek persaingan yang tidak fair. Regulasi ini merupakan salah satu bentuk proteksi yang diterapkan pemerintah untuk melindungi petani pisang dan pengusaha lokal. Secara sektoral, di samping kebijakan tarif, ada bentuk kebijakan non-tarif yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk produkproduk tertentu. Kedua kementerian tersebut, secara khusus mengeluarkan aturan tentang pelabuhan/ban-
dar udara tertentu yang menjadi pintu masuk produk pertanian impor. Dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 83/M-DAG/ PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Regulasi ini menyebutkan bahwa produk makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen makanan, kosmetik, pakaian jadi, alas kaki, elektronik, dan mainan anak-anak hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan dan bandar udara tertentu saja. Ini menandakan bahwa untuk masuk pasar domestik, hanya pelabuhan/bandar udara tertentu saja yang bisa menjadi pintu masuk komoditas tersebut. Senada dengan itu, Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa perlu persyaratan teknis terkait dengan Good Agriculture Practices sebagai upaya menerapkan keamanan pangan. Dengan pendekatan keamanan pangan, produk impor hakekatnya dihambat untuk masuk pasar domestik secara bebas. Namun demikian, baik kebijakan tarif sebagaimana dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan kebijakan non tarif yang dikeluarkan
Sumber: www.cinecoup.com
29
8/22/2013 7:45:47 PM
utam a oleh kementerian terkait, tidak serta merta mengurangi volume impor. Dalam jangka pendek kebijakan tersebut memang cukup efektif. Namun kurang memberi dampak yang lebih berkelanjutan di masa akan datang. Sebab sifat kebijakan tarif dan non tarif tersebut lebih merupakan reaksi mengatasi persoalan pasar domestik yang sifatnya sesaat. Untuk itu perlu dikembangkan kebijakan yang lebih menguatkan pasar dalam negeri di semua lini kegiatan ekonomi, baik pada aspek produksi, distribusi hingga dikonsumsi oleh masyarakat. Penutup
Karakteristik pasar Indonesia unik dari sisi geografis. Secara geografis, hadir sumber proteksi yang bersifat alami. Adanya karakteristik negara kepulauan telah menciptakan persoalan distribusi. Sebagai negara kepulauan, pasar menjadi tersebar di seluruh nusantara. Perlu waktu untuk sampai ke konsumen. Beberapa produk pertanian sifatnya mudah busuk sehingga tidak layak konsumsi. Perlu jaringan distribusi dan layanan transportasi guna mendekatkan produk dengan masyarakat konsumen. Produk domestik semestinya memperoleh keunggulan dari karakteristik geografis Indonesia. Keunggulan lain berasal dari potensi lahan pertanian yang terus menerus dapat diperluas, tugas pemerintah adalah meningkatkan belanja untuk mendukung usaha pertanian guna menghasilkan produk-produk pertanian dalam jumlah cukup dan kualitas baik. Kebijakan belanja pemerintah merupakan kunci utama untuk menghadirkan produk-produk pertanian yang mampu bersaing mengalahkan produk impor. Kebijakan tarif dan non tarif sifatnya sementara. Hanya efektif dalam jangka waktu pendek. Sebaiknya pemerintah memiliki kebijakan utama sebagai pilar. Pilar kebijakan tersebut kemudian didukung oleh kebijakan 30
ISI_IRF_REV_4.indd 30
lain. Kebijakan pilar tersebut harus terkait secara langsung dengan peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan, sebagai solusi utama mengatasi kelangkaan suplai di pasar domestik. Beberapa negara saat ini masih mengandalkan kebijakan yang sifatnya memberikan hambatan prosedural. Jenis hambatan ini bisa dalam bentuk yang sangat sederhana hingga kompleks namun efektif untuk melindungi pasar domestik. Bentuk hambatan prosedural ini bisa berupa persyaratan pemrosesan makan-
Indonesia bisa mencontoh China. Bila Pemerintah siap, kebijakan dapat diarahkan untuk fokus pada persyaratan teknis yang bersifat prosedural. Tindakan tersebut lebih bersifat rasional dan tidak emosional. an, tanaman, dan hewan. Bentuk lain seperti persyaratan pemberian label, pemberian tanda, dan pengemasan. Pemberian label ini juga mencakup persyaratan dalam bahasa lokal yang akan digunakan. China sudah memberlakukan hambatan yang bersifat prosedural. Beberapa produk pertanian, seperti buah salak dan manggis telah dilarang masuk ke pasar China dengan alasan mengandung organisme pengganggu tanaman dan ada kandungan logam berat. Larangan tersebut jelas merupakan bentuk dari persyaratan teknis yang terkait dengan perlakuan produk akhir sebelum masuk pasar lokal. Dalam situasi tersebut, Otoritas China tidak
dapat dikenakan sanksi mengingat ini terkait dengan perlindungan kesehatan konsumen lokal. Kecenderungan larangan yang menggunakan pendekatan unsur-unsur higienitas terus dipraktekkan sebagai upaya melindungi pasar domestik. Indonesia bisa mencontoh China. Bila Pemerintah siap, kebijakan dapat diarahkan untuk fokus pada persyaratan teknis yang bersifat prosedural. Tindakan tersebut lebih bersifat rasional dan tidak emosional. Perang dagang bisa dicegah dan sekaligus proteksi terhadap pasar domestik dapat terwujud. Penerapan hambatan prosedural sejalan dengan pendekatan regulasi yang berbasis pada pendekatan food security, ecological security, dan livelihood security. Pendekatan ini cukup ampuh dalam jangka pendek menjaga pasar domestik sebelum benar-benar siap untuk bersaing secara total di pasar global. Pada akhirnya kerja sama pemerintah dan pelaku usaha harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa perlindungan pasar domestik terus berkelanjutan. Peran pemerintah yang selama ini telah dilakukan, seperti kebijakan subsidi untuk inputinput bahan baku pertanian, seperti pupuk, obat-obatan, dan bibit. Termasuk perbaikan infrastruktur irigasi, jaringan distribusi, dan kredit usaha pertanian. Harus terus dilanjutkan dengan catatan lebih fokus menyelesaikan persoalan-persoalan struktural. Pemerintah harus bisa memastikan bahwa produksi memperoleh dukungan nyata dalam bentuk ketersediaan faktor-faktor produksi. Melalui kombinasi kebijakan fiskal jangka pendek dan jangka panjang, termasuk dukungan kebijakan sektoral, sebagaimana disampaikan di atas, pertanian Indonesia dapat memproduksi produk-produk pertanian yang dibutuhkan masyarakat dan laku di pasar. Dengan sendirinya pasar terproteksi tanpa menciptakan konflik perdagangan. Semoga! n INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:47 PM
opini
Pengelolaan Air Minum di Indonesia:
Serahkan pada Ahlinya “Worldwide, more than a billion people lack access to safe drinking water, while two and a half billion lack access to adequate sanitation services. This is the world’s biggest water problem. The failure to meet basic human needs for water – it’s inexcusable.” Dr. Peter H. Gleick - leading expert, innovator, and communicator on water and climate issues, co-founder and leader of Pacific Institute Air, seperti halnya pangan dan juga listrik, merupakan kebutuhan utama bagi manusia sehingga ketersediaannya haruslah menjadi perhatian utama pemerintah. Tanpa air selama beberapa hari, manusia tidak akan bisa bertahan hidup. Namun, pada kenyataannya, permasalahan air bersih sering kali belum menjadi prioritas dalam penanganannya. Mungkin karena ketersediaan air sebagai public goods atau commercial goods masih menjadi perdebatan pada sebagian orang, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Tercatat ada beberapa pendapat dari beberapa forum dunia tentang status air, diantaranya adalah (i) air adalah hak asasi (water is a right), menurut UN Decade for Drinking Water and Sanitation (1981-1990); (ii) air adalah kebutuhan (water is a need), menurut World Water Council dan World Water Forum; (iii) air sebagai barang—yang komersial (water as a good), menurut World Trade Organisation dan European Union; (iv) air sebagai barang sosial dan budaya, akses terhadapnya adalah hak asasi (water a social and cultural good, access to it is a human right), menurut UN Commission for Economic, Social, and Cultural Right; dan (v) air adalah bisnis (water is business), menurut Global Water Partnership.1 Bagi sebagian masyarakat yang tidak mengalami rawan air, ketersediaan air bersih dapat diusahakan secara mandiri, baik melalui akses langsung ke sumber air seperti mata air, sungai, dan air tanah, sehingga minimnya peran pemerintah dalam penyediaan air bersih kurang menjadi perhatian mereka. Namun, bagi sebagian masyarakat lain yang hidup pada daerah INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 31
Juni 2013
Oleh: Sofia Arie Damayanty dan Hadi Setiawan Peneliti Pertama PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: momizzan@ gmail.com email: hadi.setia@ gmail.com
rawan air, ketersediaan air bersih menjadi masalah besar. Mereka rela untuk membayar lebih dan pergi ke tempat yang jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan air bersih. Di sinilah peran pemerintah menjadi krusial dan nyata dibutuhkan untuk mengusahakan bagaimana pengadaannya dan bagaimana mendistribusikannya. Kondisi Global
Pada kenyataannya, penyediaan dan distribusi air bersih merupakan masalah yang pelik, bukan hanya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga seluruh negara di dunia, tak terkecuali negara maju. Pada tahun 2011, rata-rata orang Amerika mengkonsumsi hampir 30 galon air minum dalam kemasan per tahun, meningkat dari hanya 1 galon per tahun pada tahun 1980. Salah satu alasan meningkatnya konsumsi air minum dalam kemasan ini adalah karena semakin berkurangnya sarana air minum publik (water fountains) yang disediakan oleh pemerintah.2 Kondisi penyediaan air bersih dan sanitasi pada negara-negara berkembang tentunya mengalami kondisi yang lebih terbelakang dibandingkan dengan negara maju. Menurut laporan Joint Monitoring Program for Water Supply and Sanitation yang dilakukan UNICEF dan WHO, pada tahun 2010 masih terdapat 780 juta orang yang belum memiliki akses terhadap sumber air minum yang memadai. Dua pertiga dari jumlah tersebut berada di 10 negara, dan 5% di antaranya atau 43 juta orang berada di Indonesia (lihat Gambar 1). Menurut Montgomery (2007), di banyak negara berkembang, kurangnya dukungan 31
8/22/2013 7:45:48 PM
opini Gambar 1. Sepuluh Negara dengan Populasi Terbesar Masyarakat Tanpa Akses Air Minum Memadai (Tahun 2010, dalam jutaan)
Sumber: UNICEF and WHO, 2012.
finansial dan rendahnya prioritas pemerintah pada permasalahan air bersih dan sanitasi menghambat peningkatan layanan kepada masyarakat. Selain itu, kurangnya akuntabilitas, korupsi, dan manajemen yang tidak efisien juga menjadi kendala dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan air bersih dan sanitasi. Belum adanya standar kualitas air dan kesulitan dalam menegakkan standar juga membatasi kemampuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Bahkan di negara-negara di mana sudah ada penetapan standar kualitas air, masih terdapat permasalahan kurangnya personil, peralatan pemantauan, dan political will untuk penegakan pedoman kualitas kesehatan. Namun demikian, walaupun jumlah penduduk dunia yang belum memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak masih sangat besar, menurut laporan UNICEF/WHO, sejak tahun 2010 sasaran poin 7C dari Millenium Development Goals (MDGs)3 untuk air minum sudah mencapai target yang ditetapkan. Sejak tahun 1990, lebih dari 2 miliar orang telah mendapatkan akses terhadap sumber air minum. Prestasi ini merupakan bukti komitmen pemerintah, entitas sektor publik dan swasta, masyarakat, serta setiap individu yang me32
ISI_IRF_REV_4.indd 32
lihat akses terhadap air minum dan sanitasi merupakan langkah penting menuju peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, Dr. Peter H. Gleick4, memiliki data dan perhitungan berbeda terkait pencapaian target MDGs. Gleick menyatakan bahwa sampai dengan tahun 2011, masih terdapat lebih dari 1 miliar orang penduduk dunia yang belum memiliki akses air bersih. Gleick juga memprediksi bahwa MDGs tidak dapat memenuhi target air minum dan sanitasi pada tahun 2015. Selain itu, angka infeksi penyakit sehubungan dengan tercemarnya air tidak mengalami penurunan, malah sebaliknya menunjukan peningkatan. Terkait pencapaian target MDGs, Patunru (2013) mengemukakan adanya ketidakjelasan dalam hal penetapan tahun yang menjadi baseline pencapaian target penyediaan air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Dengan target to halve, by 2015, the proportion of the population without sustainable access to safe drinking water and basic sanitation, pengukuran pencapaian target MDGs menjadi bias apabila tahun dasar yang digunakan tidak ditentukan secara eksplisit. Menurut Patunru, apabila tahun 2000 digunakan sebagai baseline, maka Indonesia tidak dapat mencapai target, dan sebaliknya jika menggunakan ta-
hun 1990 sebagai baseline, maka target MDGs dapat tercapai pada tahun 2015. Hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya perbedaan persepsi antara laporan UNICEF/ WHO dengan data dari Dr. Gleick. Terlepas dari perbedaan data tentang jumlah penduduk dunia yang belum memiliki akses terhadap air minum yang memadai serta realiasi pencapaian target MDGs, masalah penyediaan air minum merupakan masalah global. Dengan semakin cepatnya pertumbuhan penduduk dan semakin menurunnya kualitas daya dukung alam, sudah saatnya semua pihak memberikan perhatian lebih untuk mencari solusi pemenuhan kebutuhan air bersih bagi seluruh umat manusia. Kondisi Penyediaan Air Minum di Indonesia
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2011 mayoritas penduduk (25,42%) menggunakan air minum yang berasal dari sumur terlindungi, 22,29% menggunakan air minum dalam kemasan, 15,36% menggunakan air dari pompa, dan baru 11,57% yang menggunakan air minum perpipaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah baru memegang sebagian kecil peran penyediaan air minum, dalam hal ini melalui penyediaan air minum melalui pipa. Di Indonesia, pelayanan penyediaan air minum melalui pipa sebagian besar dilakukan oleh PDAM. Berdasarkan data PERPAMSI (Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia), sampai dengan akhir 2010 jumlah entitas penyelenggara pelayanan air bersih/air minum perpipaan di seluruh Indonesia berjumlah 402 entitas, yang terdiri dari 382 perusahaan daerah air minum (PDAM), 10 entitas di bawah Dinas Pekerjaan Umum, dan 10 perusahaan swasta. Keseluruhan entitas itu tersebar di 83 kota dan 319 kabupaten di Indonesia. Bila dibandingkan dengan jumINFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:48 PM
opini lah penduduk tahun 2010 sebesar 237 juta, maka rasio perusahaan air minum per jumlah penduduk adalah 1 : 1,7 juta. Pada kenyataannya, sampai dengan Agustus 2010, jumlah pelanggan secara nasional baru mencapai sekitar 8 juta pelanggan, dengan cakupan layanan nasional sebesar 24% (terdiri dari 47% perkotaan dan 11% pedesaan). Bila diasumsikan 1 pelanggan terdiri dari 5 orang, maka secara nasional jumlah penduduk yang terlayani air minum perpipaan tahun 2010 baru mencapai 40 juta orang atau sekitar 17% dari total jumlah penduduk Indonesia. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dibanding pertumbuhan layanan air minum, maka diperlukan upaya-upaya pengembangan pelayanan air minum yang bersifat masif dan terencana dengan baik. Saat ini Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan air minum bagi masyarakat, salah satunya dengan adanya Program 10 Juta Sambungan Air Minum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010. PDAM diharapkan dapat menjadi ujung tombak pemerintah dalam menyukseskan program mulia ini. Namun, pada kenyataannya performa PDAM sebagai badan usaha milik daerah sebagaian besar masih belum seperti yang diharapkan. Walaupun potret kesehatan PDAM mengalami perbaikan setiap tahunnya, namun jumlah PDAM yang sehat baru mencapai sekitar setengah dari total PDAM seluruh Indonesia (Grafik 1). Demikian juga kecepatan peningkatan pelayanannya masih belum mampu mengejar pertumbuhan kebutuhan air minum yang ada. Hal ini disebabkan oleh banyaknya persoalan/masalah yang dihadapi oleh PDAM, diantaranya yaitu persoalan political will dari para stakeholders PDAM, di mana tidak adanya unit khusus yang paling bertanggungjawab dalam pengelolaan INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 33
Juni 2013
Grafik 1. Kinerja PDAM Seluruh Indonesia
Sumber: BPPSPAM, 2013
air, mulai dari regulasi, pengelolaan sampai dengan koordinasi dan monitoring serta evaluasinya. Tumpang tindih kewenangan antarinstansi menyebabkan pengelolaan bisnis PDAM menjadi kurang berkembang. Aspek lain yang menjadi masalah di hampir semua PDAM adalah rendahnya profesionalisme pengelolaan PDAM sebagai entitas bisnis. Selain itu, air sering kali bukan menjadi prioritas utama pemerintah. Regulasi yang mengatur tentang kelembagaan PDAM juga tergolong sudah sangat tua, yaitu UU No. 5 Tahun 1962 jo UU No. 6 Tahun 1969 tentang Perusahaan Daerah sehingga aturan ini sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman. Overlapping authority5 dan seringnya terjadi intervensi politik dalam manajemen dan pengawasan PDAM juga merupakan masalah yang membuat PDAM sulit berkembang. Serahkan pada Ahlinya
Bagaimana pun juga, right or wrong is my country. Kita harus tetap optimistis dan tetap berjuang memperbaiki pelayanan penyediaan air bersih di Indonesia. Success story pengelolaan air bersih di Indonesia baik oleh PDAM atau pun swasta yang melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah atau PDAM, maupun pengelolaan air bersih di negara lain yang lebih maju harus diduplikasi, agar penyediaan air bersih di Indone-
sia lebih berkualitas dan menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah daerah selaku pemegang saham PDAM bersama-sama dengan DPRD harus benar-benar menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pengelolaan PDAM, dimana transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness harus benarbenar bisa diterapkan. Sebagai contoh, dalam pemilihan direksi, tidak boleh ada intervensi politik dari pihak mana pun dan direksi yang terpilih harus benar-benar profesional. Calon direksi harus di-fit and proper oleh suatu komite independen yang ditetapkan Bupati/Walikota. Banyak contoh PDAM di Indonesia yang dipimpin oleh orang yang profesiona,l yang dari sebelumnya “sakit” kemudian bisa menjadi “sehat”, antara lain PDAM Surabaya dan PDAM Semarang. Ketika PDAM tersebut “sehat”, maka fungsi pelayanan penyediaan air bersih ke masyarakat dapat terus ditingkatkan dan menjadi lebih mudah. Hal ini antara lain karena revenue yang di dapat semakin besar sehingga kondisi keuangan PDAMnya sehat dan menjadi lebih mudah mencari tambahan modal ke investor atau ke perbankan. Karena itu, agenda ke depan yang utama adalah memprioritaskan pembenahan profesionalisme pengelolaan PDAM. Untuk penyediaan air yang dilakukan swasta bekerja sama dengan 33
8/22/2013 7:45:48 PM
opini Pemerintah (KPS), proyek KPS di Kabupaten Tangerang dapat menjadi contoh. Pihak swasta (PT Aetra Air Minum Tangerang) tertarik untuk berinvestasi pada proyek ini karena adanya komitmen yang kuat dari Pemkab Tangerang dalam memberikan dukungan sejak awal pelaksanaan lelang sampai saat bisnis sudah berjalan (dalam hal penetapan tarif, perizinan, dan koordinasi dengan berbagai pihak seperti Pemerintah Provinsi, dan Kementerian Pekerjaan Umum). Selain itu ,karena adanya kepastian baik dalam hal bisnis (keuntungan, harga, dan risiko), perizinan, dan politik. Di samping itu, Aetra memiliki expertise dalam bidang air sehingga mereka dapat memperkirakan segala kemungkinan gain dan risk dari bisnis ini.6 Dalam hal komitmen pemerintah, Pemerintah China yang merupakan negara dengan penduduk terbanyak di dunia, juga sudah mulai memberikan perhatian yang lebih besar kepada penyediaan air bersih bagi warganya. Pada bulan Januari 2011, pemerintah China juga mengeluarkan keputusan untuk mempercepat pengembangan reformasi air (dikenal dengan istilah “No.1 Document”), yang isinya mengamanatkan adanya investasi dari pemerintah pusat sebesar CNY 4 triliun (sekitar Rp 6,4 triliun) selama 10 tahun ke depan untuk konservasi air dan mewajibkan pemerintah daerah untuk menginvestasikan 10% dari pendapatan penjualan tanah untuk proyek air bersih di pedesaan. Selain itu pada tahun 2012, Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China (NDRC) merilis revisi katalog Foreign Investment Industrial Guidance, yang antara lain memperbarui status industri pelayanan air limbah serta pembangunan dan pengelolaan air di wilayah perkotaan, yang semula berstatus permitted list’menjadi encouraged list. NDRC mendorong investasi asing di sektor pengolahan air perkotaan sehingga tidak ada pemba34
ISI_IRF_REV_4.indd 34
tasan kepemilikan saham maksimum dalam kategori ini. Investor asing dapat berinvestasi pada sistem jaringan distribusi di kota-kota besar dengan mengambil saham minoritas (hingga 49%) dalam dalam bentuk joint venture dengan BUMD setempat. Kerja sama tersebut dapat dalam bentuk konsesi dengan kontraktor untuk mengelola jaringan yang ada.7 Sementara itu, Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Keuangan, juga sudah memberikan dukungan terhadap pembangunan penyediaan air bersih di Indonesia. Dukungan tersebut antara lain (i) pemberian subsidi bunga dan penjaminan terhadap kredit PDAM kepada Bank (Perpres 29 tahun 2009 dan PMK 229 tahun 2009), (ii) memberikan fasilitas restrukturisasi utang
PDAM, dan (iii) pemberian dukungan dan jaminan bagi proyek air bersih yang dilakukan dengan KPS (salah satu dukungan yang diberikan adalah Viability Gap Fund atau Dukungan Kelayakan yang berbentuk kontribusi finansial). Pada akhirnya political will dan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholders sangat diperlukan dalam penyediaan dan pengelolaan air bersih di Indonesia. Pemerintah dan seluruh stakeholders lainnya harus mempunyai persepsi yang sama tentang air dan menjadikan pembangunan atau penyediaan air bersih bagi seluruh masyarakat Indonesia sebagai prioritas utama. Dengan demikian, air bersih dengan harga terjangkau dapat segera dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. n
Catatan 1. Goerge Hormat Kulas, 2008, diunduh dari hormat.net tanggal 10 Juli 2013. 2. Where Have All Our Drinking Water Fountains Gone? Find Them with “WeTap”, Peter H. Gleick, 2011. (http://blog.sfgate.com/gleick/2011/04/25/where-have-all-our-drinkingwater-fountains-gone-find-them-with-wetap/, diakses 21 Juni 2013) 3. Millenium Development Goals adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. 4. Pendiri Pacific Institute, sebuah lembaga penelitian yang berpusat di Oakland, California, Amerika Serikat, yang melakukan kajian, seputar masalah lingkungan hidup, 5. Terdapat otoritas yang mengurusi PDAM yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PU, Kementerian Keuangan, Pemda, dan DPRD. 6. Hasil wawancara dengan Direksi Aetra terkait permasalahan pengembangan air bersih di Indonesia. 7. KPMG (2012), Water In China, Key Themes and Developments in The Water Sector. Daftar Pustaka Biro Pusat Stastistik (2012), Statistik Indonesia 2012. (http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/ si_2012/index3.php?pub=Statistik%20Indonesia%202012 diakses 21 Juni 2013). Goerge Hormat Kulas, 2008, diunduh dari hormat.net tanggal 10 Juli 2013. KPMG (2012), Water In China, Key Themes and Developments in The Water Sector. Montgomery, Maggie A and Menachem Elimelec (2007), Water and Sanitation in Developing Countries: Including Health in the Equation. American Chemical Society, Yale University. PERPAMSI (2010), Peta masalah PDAM, Ringkasan Eksekutif. The World’s Water Vol.7 (2011), (http://www.wilsoncenter.org/event/report-launch-theworld%E2%80%99s-water-vol-7, diakses 21 Juni 2013. UNICEF and World Health Organization (2012), Progress on Drinking Water and Sanitation 2012 Update.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:48 PM
opini
Penimbunan Penyebab Krisis Pangan? “Hendaknya mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.” (QS 106: 3 – 4). “Barang siapa menimbun makanan selama 40 hari, ia akan lepas dari tanggungan Allah dan Allah pun cuci tangan dari perbuatannya, dan penduduk negeri mana saja yang pada pagi hari di tengah-tengah mereka ada orang yang kelaparan, sungguh perlindungan Allah Ta’ala telah terlepas dari mereka.” (HR Ahmad dan Hakim). “Barangsiapa menimbun barang, maka dia telah berbuat dosa”. (HR. Muslim) Pendahuluan
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar dan utama, dan pemenuhan kebutuhan pangan ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh negara berdasarkan undangundang. Ketersediaan pangan ini merupakan kewajiban negara yang tidak boleh terputus atau langka sebagaimana kondisi yang terjadi saat ini. Ada hal-hal mendasar yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan pangan. Besarnya jumlah penduduk yang tidak sebanding atau tidak didukung dengan peningkatan hasil produksi pertanian merupakan hal mendasar yang dapat memicu kelangkaan pangan. Selain faktor tersebut, kelangkaan pangan juga bisa ditimbulkan karena beralihnya peruntukan lahan pertanian menjadi lahan industri. Dimana-mana dijumpai banyak lahan persawahan telah berubah menjadi komplek perumahan, pabrik-pabrik, terminal, dan pusat-pusat perbelanjaan serta jenis industri lainnya. Kelangkaan bahan kebutuhan pokok ini bisa juga disebabkan karena adanya penimbunan bahan kebutuhan pangan oleh beberapa oknum pedagang atau pengusaha. Akibat dari penimbunan ini, harga bahan pangan di pasaran mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Selain itu, dengan ditimbunnya kebutuhan-kebutuhan pokok itu, barang-barang tersebut hilang dari peredaran, padahal rakyat sangat membutuhkannya. INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 35
Juni 2013
Oleh: Akhmad Yasin Peneliti Pertama PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: akhmadyasin08@ gmail.com
Pada akhirnya rakyat lah yang merasakan betapa berat hidupnya akibat kelangkaan pangan ini dan yang paling menderita akibat kelangkaan pangan ini tentunya rakyat kecil dengan pendapatan yang sangat kecil sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari. Lalu, di mana peran negara yang semestinya memberikan jaminan terhadap kesediaan pangan? Kewajiban negara lah untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal.1 Penimbunan dan Krisis Pangan
Penimbunan barang adalah membeli sesuatu dengan jumlah besar, agar barang tersebut berkurang di pasar sehingga harganya (barang yang ditimbun tersebut) menjadi naik dan pada waktu harga menjadi naik baru kemudian dilepas (dijual) ke pasar, sehingga mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.2 Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dinyatakan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak di35
8/22/2013 7:45:48 PM
opini olah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/ atau pembuatan makanan atau minuman. Namun, pemerintah saat ini sedang menghadapi masalah pangan yang cukup memprihatinkan. Masalah pangan, gizi, dan kurangnya pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di bidang pertanian masih tergolong kritis di Indonesia. Persoalan ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa kalangan. Masalah pangan menurut UU Pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan keamanan pangan. Sedangkan krisis pangan adalah kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh antara lain kesulitan distribusi pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan
lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang. Dampak Penimbunan Pangan
Setiap tindakan positif pasti ada dampaknya, apalagi bila tindakan negatif, pasti muncul dampak yang jauh lebih besar. Dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan positif bisa dipastikan lebih besar menciptakan manfaat atau kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan perbuatan negatif juga dipastikan dapat membawa kepada dampak atau akibat buruk, terutama terhadap pihak lain. Jika terjadi penimbunan pangan, tentu akan membawa kepada dampak yang buruk karena penimbunan pangan merupakan perbuatan dosa dan perbuatan dosa adalah perbuatan yang bersifat buruk. Pada tingkat internasional, penimbunan pangan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi global. Dampak penimbunan pangan secara umum adalah terjadinya kelangkaan pangan. Kelangkaan pangan berarti supply lebih sedikit dibandingkan demand atau produksi
lebih rendah daripada konsumsi. Hukum permintaan dan penawaran dipastikan berlaku dalam kondisi seperti ini, yaitu kenaikan harga pangan yang tidak terkendali. Sebagai alat negara, pemerintah akan berusaha untuk mengendalikan harga ini melalui berbagai kebijakan, salah satu diantaranya melalui operasi pasar dengan tujuan untuk menekan harga agar tidak membebani masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun, langkah yang ditempuh pemerintah ini terkadang tidak efektif. Masih banyak kita jumpai hargaharga kebutuhan pokok masyarakat masih membumbung tinggi. Pemerintah hanya melaksanakan kebijakannya secara parsial tidak dengan perencanaan dan pengawasan yang baik. Sering kita melihat dan membaca melalui media masa bahwa pemerintah melakukan operasi pasar untuk minyak goreng, gula pasir , dan kebutuhan pokok lainnya, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah berupa tingginya harga-harga kebutuhan pokok tersebut. Harga masih tetap saja tinggi. Ketidakmampuan rakyat
Pe n im b u n an
Sumber: www.globalbhasin.blogspot.com
36
ISI_IRF_REV_4.indd 36
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:49 PM
opini kecil membeli kebutuhan pangannya mengakibatkan terjadinya kelaparan di mana-mana. Ketika rakyat dalam kondisi lapar, maka akan terjadi banyak kekacauan. Kerusuhan dan penjarahan terjadi di mana-mana. Apalagi jika dibarengi dengan tingginya hargaharga kebutuhan pokok, otomatis kondisi chaos bagi negara suatu saat pasti terjadi. Berapa banyak rezim pemerintahan yang tumbang sebagai akibat kudeta atau demonstrasi dari lawan politik atau rakyatnya sendiri. Semua itu gara-gara rakyatnya lapar, tetapi pemerintahnya tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka. Bahan pokok pangan sudah langka, harganya pun membumbung tinggi, maka wajar jika masyarakat kehabisan kesabaran dan berubah menjadi beringas dan pada akhirnya merusak semua fasilitas umum yang sudah susah payah dibangun. Jadi, kecukupan pangan yang membuat perut rakyat menjadi kenyang berdampak terhadap rasa aman suatu negeri. Semakin lapar seseorang, akan menimbulkan keresahan dan kegelisahan sosial di masyarakat. Kestabilan ekonomi maupun politik bagi suatu negara tentunya menjadi tolok ukur keberhasilan atau kegagalan pemerintahan dalam membangun ekonomi rakyatnya. Pangan yang mestinya menjadi penguat rezim pemerintahan malah berubah drastis menjadi penghancur segalanya, baik secara politik, ekonomi, sosial dan hankam. Secara sosial ekonomi, akan semakin banyak masyarakat yang hidup dalam kondisi memprihatinkan dan cenderung di bawah garis kemiskinan. Potensi Risiko Fiskal
Kelangkaan pangan yang terjadi karena adanya penimbunan pangan ini, menjadikan masyarakat sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Penimbunan pangan ini akan menyebabkan kelangkaan pasokan keINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 37
Juni 2013
butuhan pokok, sedangkan permintaan dari konsumen melebihi pasokan yang tersedia. Untuk memenuhi permintaan yang melebihi pasokan yang ada, pemerintah biasanya menempuh kebijakan berupa impor pangan. Kebijakan ini otomatis akan semakin mengurangi penerimaan negara jika pemerintah mempermudah masuknya impor pangan ini dengan kebijakan fiskal yang berupa penurunan bea masuk. Bahkan pemerintah pun pernah melakukan suatu kebijakan yang membuat rakyatnya sendiri tertawa dalam rangka mengatasi jumlah stok pangan yang terbatas, yaitu membarter pesawat terbang hasil produksi PT DI dengan beras dari negara lain. Masyarakat menganggap apa yang
Bahan pokok pangan sudah langka, harganya pun membumbung tinggi, maka wajar jika masyarakat kehabisan kesabaran dan berubah menjadi beringas dan pada akhirnya merusak semua fasilitas umum. diakukan oleh pemerintah ini seperti kembali pada masa kuno ketika masyarakat belum mengenal alat tukar berupa uang dalam melakukan transaksi ekonominya. Di sisi lain, kebijakan impor ini akan semakin membuat neraca perdagangan internasional Indonesia menjadi defisit. Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Kegiatan ekonomi dalam negeri yang menurun mengurangi kegairahan pengusaha-pengusaha untuk meningkat-
kan produksi terhadap hasil pangan. Penurunan produksi pangan ini bisa memicu kelangkaan pangan sehingga mengakibatkan persediaan pangan dalam negeri pun semakin sedikit. Lagi-lagi negara terjebak dalam lingkaran setan impor pangan. Dibukanya kesempatan impor pangan yang seluas-luasnya oleh pemerintah ini akan mengakibatkan produsen pangan dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produkproduk impor. Rendahnya daya saing ini mengakibatkan ketidakpercayaan swasta asing untuk berinvestasi di Indonesia. Akibatnya banyak modal asing yang lari ke luar negeri sehingga semakin memperparah kondisi perekonomian nasional karena rendahnya nilai investasi. Selain itu, akibat dari impor yang lebih besar dari ekspor akan menjadikan penerimaan negara berkurang sehingga APBN pun mengalami defisit yang cukup besar. Biasanya solusi pemerintah untuk mengatasinya agar anggaran negara menjadi berimbang adalah dengan menambah utang. Sekali lagi beban fiskal pemerintah semakin berat karena harus menanggung beban utang yang semakin besar. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, utang adalah variabel yang bisa saja mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi. Mendorong perekonomian maksudnya jika utang tersebut digunakan untuk membuka lapangan kerja dan investasi yang pada akhirnya dapat mendorong kegiatan perekonomian. Sedangkan menghambat pertumbuhan maksudnya apabila utang tersebut tidak dipergunakan secara maksimal karena masih kurangnya fungsi pengawasan dan integritas atas penanggung jawab utang tersebut.3 Dampak buruk lain dari adanya krisis pangan ini adalah semakin banyak pengangguran dari sektor pertanian. Di samping karena semakin terbatas atau menyempitnya lahan 37
8/22/2013 7:45:49 PM
opini pertanian, berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian ini juga diakibatkan oleh tidak diberdayakannya para petani dan didayagunakannya lahan pertanian yang ada untuk menghasilkan produk-produk pertanian unggulan. Jika tingkat pengangguran tinggi, sumber daya mejadi terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat akan merosot. Situasi ini menimbulkan kelesuan ekonomi yang berpengaruh pula pada emosi masyarakat dan kehidupan keluarga sehari-hari. Jika tingkat pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin kecil. Dengan demikian nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil. Oleh karena itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita. Pengangguran bisa juga berdampak pada penerimaan negara yang digali dari penerimaan pajak, khususnya pajak penghasilan. Pajak penghasilan diwajibkan bagi orangorang yang memiliki penghasilan. Apabila tingkat pengangguran meningkat, maka jumlah orang yang membayar pajak penghasilan berkurang. Akibatnya penerimaan negara pun berkurang. Pengangguran juga dapat menimbulkan beban psikologis. Semakin lama seseorang menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung. Secara psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak psiologis ini mempunyai efek domino di mana secara sosial,orang menganggur akan merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas. Dengan semakin besarnya jumlah pengangguran, semakin besar pula biaya sosial yang harus ditanggung pemerintah. Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas medis, biaya keamanan, dan biaya proses 38
ISI_IRF_REV_4.indd 38
peradilan sebagai akibat meningkatnya tindak kejahatan.4 Kelangkaan pangan menimbulkan banyak masalah di bidang kesehatan juga, seperti balita bergizi buruk, penyakit busung lapar, dan penyakit-penyakit lainnya yang disebabkan menurunnya daya tahan tubuh. Sebagai akibatnya, mudah ditebak bahwa biaya kesehatan juga meningkat. Pemerintah bisa jadi kewalahan atau tidak mampu ketika harus menanggung semua biaya pengobatan untuk mengatasi berbagai macam dampak buruk kelangkaan pangan bagi kesehatan ini. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memberikan
makanan kepada rakyatnya agar terlepas dari gizi buruk. Berapa banyak anggaran yang harus disediakan pemerintah untuk memproduksi dan membeli obat yang akan diberikan kepada para pasien yang datang berobat. Sekali lagi, risiko fiskal pemerintah akan meningkat untuk mengcover dana jaminan kesehatan. Kemakmuran dalam Konsep Islam
Islam memandang kemakmuran sebagai hak individu maupun kolektif. Ketika individu telah mencapai kesejahteraan atau kemakmuran, maka otomatis kemakmuran kolektif pun akan terwujud. Namun, Is-
Tabel 1. Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Indonesia
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi (Ton)
2008
12.327.425
48.94
60.325.925
2009
12.883.576
49.99
64.398.890
2010
13.253.450
50.15
66.469.394
2011
13.203.643
49.80
65.756.904
2012
13.443.443
51.36
69.045.141
65.111.537
250.24
325.996.254
TOTAL
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 2. Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Jagung Indonesia
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi (Ton)
2008
4.001.724
40.78
16.317.252
2009
4.160.659
42.37
17.629.748
2010
4.131.676
44.36
18.327.636
2011
3.864.692
45.65
17.643.250
2012
3.959.909
48.93
19.377.030
20.118.660
222.09
89,294,916
TOTAL
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 3. Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Kedelai Indonesia
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi (Ton)
2008
590.956
13.13
775.710
2009
722.791
13.48
974.512
2010
660.823
13.73
907.031
2011
622.254
13.68
851.286
2012
567.871
15.00
851.647
3.164.695
69.02
4.360.186
TOTAL
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:49 PM
opini lam melarang setiap individu melakukan tindakan yang melampaui batas atau berlebihan dalam makan dan minum atau perilaku konsumtif lainnya. Batasan-batasan moral atau akhlak yang baik harus menjadi pondasi dasar bagi aktivitas manusia dalam mencapai cita-cita yang diinginkannya. Menurut Ibnu Taimiyah, kemakmuran dalam persepsi Islam bertujuan untuk mencapai moral kehidupan yang baik. Petikan ayat Al Quran permulaan tulisan ini mengindikasikan bahwa untuk mencapai ketahanan pangan, hal pertama yang mesti dilakukan adalah mengingat keberadaan Allah SWT. Melalui cara ini integritas moral akan terinternalisasi di dalam setiap pribadi masyarakat suatu bangsa. Ketika integritas moral sudah terpatri pada benak masing-masing individu, maka tidak akan pernah terjadi eksploitasi sumber daya yang bertujuan menguntungkan secara sepihak baik secara individu maupun kelompok. Fenomena kelangkaan pangan akibat adanya penimbunan tidak akan terjadi karena orang dengan pribadi yang baik akan berpikir untuk melakukan tindakan yang bisa menyelamatkan kehidupan orang lain. Begitu juga jika orang-orang yang telah ditunjuk untuk menjadi pemimpin bagi masyarakatnya adalah orang dengan integritas moral yang dipercaya, niscaya mereka akan memimpin rakyatnya dengan penuh amanah. Pemimpin yang amanah tentunya tidak akan pernah menggadaikan apalagi menjual lahan pertanian milik rakyatnya kepada pihak asing hanya untuk keuntungan pribadi. Pengalihan lahan pertanian dari skala kecil ke skala besar seperti pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan pabrik dan real estate atau properti hanya akan membuat anak cucu kita tidak memiliki warisan yang berharga. Akibatnya mereka menjadi generasi yang lemah, baik lemah secara ekonomi maupun INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 39
Juni 2013
intelektual. Secara ekonomi mereka tidak lagi mempunyai mata pencarian utama dari sektor pertanian yang selama ini selalu mereka andalkan. Sementara lapangan kerja yang lain belum tersedia secara luas sebagai sumber nafkah bagi mereka. Sekali lagi pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup rakyatnya sebagai akibat pengalihan lahan tersebut. Dari segi intelektual, mereka tidak bisa menikmati pendidikan yang lebih tinggi karena lahan pertanian mereka sebagai satusatunya sumber penghidupan sudah tidak bisa lagi menopang kehidupan
Akibatnya krisis pangan tidak bisa dielakkan lagi karena pembelian lahan dalam skala besar untuk kepentingan produksi bahan pangan. mereka. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan dan sandang saja susah, bagaimana mereka bisa memikirkan untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Padahal Tuhan melalui firman-Nya melarang kita meninggalkan generasi mendatang dalam keadaan yang lemah. Dengan alasan untuk mengatasi krisis pangan, para penguasa mempromosikan jalan keluarnya adalah dengan menggenjot produksi dan produktivitas pertanian pangan, dengan mengandalkan perluasan pertanian skala raksasa (food estates), dan melibatkan industri pertanian (perusahaan-perusahaan agrobisnis). Akibatnya krisis pangan tidak bisa dielakkan lagi karena pembelian lahan dalam skala besar untuk ke-
pentingan produksi bahan pangan. Saat ini, krisis pangan telah memicu terjadinya perampasan tanah secara global. Di satu sisi, pemerintah dari negeri-negeri yang rentan pasokan pangannya dan menggantungkan kebutuhan pangan penduduknya pada impor melakukan perampasan tanah pertanian secara besar-besaran di luar negeri untuk kebutuhan produksi mereka sendiri. Sementara di sisi lain, perusahaan pangan dan investor swasta, yang rakus akan keuntungan di saat terjadi krisis berkepanjangan, melihat investasi atas lahan pertanian di luar negeri sebagai sebuah sumber utama keuntungan yang baru. Alhasil, lahan pertanian yang subur sedikit demi sedikit telah menjadi milik swasta dan terpusat. Jika tidak dikendalikan, perampasan lahan pertanian yang dilakukan secara global ini akan berdampak pada berakhirnya model pertanian skala kecil dan kehidupan pedesaan di banyak tempat di seluruh dunia. Beberapa negeri yang menggantungkan kebutuhan pangannya pada impor dan merasa khawatir pada pasar yang semakin ketat, padahal memiliki dana tunai untuk itu, berupaya memenuhi kebutuhan pangan mereka dari luar negeri melalui penguasaan kontrol atas tanah pertanian di negeri lain. Negeri-negeri tersebut melihat cara ini sebagai strategi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat mereka yang memberi keuntungan baik dari segi harga maupun jaminan ketersediaan pangan dibandingkan yang terjadi saat ini.5 Dari ketiga tabel jenis komoditas pangan tersebut, baik dilihat dari luas panen, produktivitas, maupun produksi, secara umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Namun, hal ini tidak menjamin ketersediaan pangan yang berkesinambungan bagi masyarakat karena pemerintah masih melakukan impor terhadap produk pangan tersebut. 39
8/22/2013 7:45:49 PM
opini Mungkin hanya jagung yang bukan merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia dimana pemerintah belum melakukan impor. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah kebijakan seperti itu sesuai dengan kaedah Islam? Sungguh suatu ironi yang sangat memprihatinkan. Tentunya Islam mengatur bagaimana seharusnya kemakmuran suatu bangsa dapat tercapai, khususnya kecukupan sandang pangan tanpa mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Kemakmuran dapat dicapai jika tidak terjadi hal-hal sebagai berikut. Pertama, persatuan dan persaudaraan sesama manusia belum dapat ditegakkan, sehingga manusia hidup saling curiga, saling berburuk sangka dan berpecah belah. Perpecahan akan merusak setiap upaya mencapai kemakmuran dan oleh sebab itu Islam sangat menolak perpecahan. Kedua, orientasi manusia cenderung berlebihan kepada meraih kekayaan, sedangkan kekayaan itu cenderung kepada menuntut hak sehingga belum terjadi keseimbangan dengan upaya kemakmuran yang mendahulukan kewajiban. Ketiga, sifat egoisme individu lebih dominan ketimbang jiwa sosial di masyarakat, sehingga orang hanya berpikir tentang dirinya sendiri dan enggan memikirkan nasib sesamanya. Keempat, ketika kekuasaan dijalankan tanpa mengenal arah dan tujuan, sehingga para pemimpin berebut mencari kepuasan nafsu sementara rakyat dijadikan alat untuk mencapai kepuasan para tuan tanah, raja-raja dan para pemilik modal. 6 Selain hambatan tersebut, ada beberapa hambatan menuju kemakmuran yang lain, yaitu (i) tidak tegaknya integritas nasional dalam ekonomi kerakyatan (al-Wahdah alWathoniyah yang tidak paripurna), (ii) tercabutnya keadilan (al-‘adalah) di tengah kehidupan bermasyarakat, (iii) ketiadaan supremasi hukum di dalam negara, (iv) ditelantarkannya 40
ISI_IRF_REV_4.indd 40
nasib orang-orang dhuafa dan anakanak yatim serta meluasnya pengangguran tanpa ada upaya serius untuk mencegahnya lebih jauh, dan (v) terlalu banyaknya teori-teori yang tidak mampu dipraktekkan sehingga kesejahteraan menjadi terhalang akibat konsep-konsep yang sulit diamalkan secara nyata.7 Jadi konsep kemakmuran dalam Islam adalah sebagaimana firman Allah dalam ayat Al Qur’an di atas, bahwa melalui integritas moral yang baik, tujuan pembangunan nasional dalam rangka menyejahterakan masyarakat dapat terwujud. Sejahtera yang dipahami sebagai kondisi tercukupinya semua kebutuhan hidup masyarakat, dimana dapat berpengaruh pada kestabilan ekonomi, politik dan keamanan. Rakyat kenyang, negara aman. Penutup
Krisis pangan sebagai akibat dari adanya penimbunan pangan telah menimbulkan berbagai dampak yang sangat merugikan masyarakat dan negara. Akibat krisis pangan, harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan yang cukup signifikan yang semakin memberatkan kehidupan mereka. Tingkat pengangguran semakin
tinggi khususnya tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin tingginya tingkat pengangguran berdampak terhadap penurunan penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan. Penerimaan negara juga semakin berkurang ketika pemerintah melakukan impor pangan karena berkurangnya devisa sebagai hasil ekspor. Biaya jaminan kesehatan yang harus ditanggung pemerintah juga meningkat ketika banyak masyarakat yang terkena penyakit sebagai akibat gizi buruk dan mal nutrisi. Jika krisis pangan terjadi berlarut-larut akan berdampak terhadap kestabilan ekonomi, politik dan hankam negara. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan pemerintah di sektor pertanian untuk meningkatkan hasil produksi pertanian melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Pemerintah harus menyediakan bibit unggul, ketersediaan pupuk dengan harga yang terjangkau, dan obat-obatan atau pestisida yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal yang tidak ketinggalan adalah meningkatkan lahan pertanian yang luas karena dengan ketersediaan lahan yang luas diharapkan dapat menjamin stok pangan yang cukup. n
Catatan 1 Konsiderans Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. 2 Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal 47. 3 Arif Lukman Rachmadi, “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Studi Kasus Tahun 2001-2011),” dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi dan BIsnis, Universitas Brawijaya Malang, 2013. 4 Dampak Pengangguran Terhadap Pembangunan Nasional, (http://desmaputrii.blogspot.com/2012/04/dampak-pengangguran-terhadap.html), diunduh pada Senin, 17 Juni 2013. 5 Krisis Pangan Dunia: Kedok di Balik Perampasan Tanah Rakyat (http://herlindahpetir. lecture.ub.ac.id/2012/04/bacaan-menarik-krisis-pangan-dunia-kedok-di-balik-perampasan-tanah-rakyat/), diunduh pada Senin, 17 Juni 2013. 6 Arief Chalid AR Sutan Mansur, “Pandangan Islam Tentang Kemakmuran,” (http:// arifpmb.wordpress.com/2009/01/02/pandangan-islam-tentang-kemakmuran/), diunduh pada Selasa, 18 Juni 2013. 7 Ibid.
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:49 PM
e dukasi f isk al
Subsidi: Esensi, Efek, dan Solusi Kata “subsidi” sudah tidak asing lagi di telinga publik, sering juga menjadi topik diskusi yang cangat menarik di berbagai seminar atau diskusi, bahkan sering dipersoalkan publik dengan melakukan protes atau unjuk rasa seperti ketika Pemerintah ingin mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN 2013. Namun, apakah publik paham benar apa esensi dari subsidi itu, apa tujuannya, apa efeknya, dan cara mengatasinya. Bila publik tidak memiliki pemahaman yang baik, atau apa yang publik pahami berbeda dengan apa yang Pemerintah pahami, maka sikap publik akan selalu menolak kebijakan subsidi yang akan ditempuh pemerintah. Penolakan publik atas kenaikan harga BBM atau penurunan subsidi BBM merupakan sikap yang wajar karena dalam pandangan publik, tugas pemerintah adalah melindungi kepentingan rakyat dan melayani kebutuhan rakyat. Mereka juga berargumen bahwa DPR adalah wakil rakyat, karena itu DPR harus dengar suara rakyat. Dalam isu kenaikan harga BBM, publik merasa kepentingan mereka kurang terlindungi atau kebutuhan mereka kurang terlayani. Namun, menjadi tidak fair bila publik tidak bersedia mendengar alasan pemerintah mengapa kebijakan itu diambil pemerintah. Publik juga perlu memahami bahwa tugas pemerintah tidak hanya melalayani kepentingan atau kebutuhan rakyat, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas ekonomi makro, meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, meningkatkan efisiensi pemINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 41
Juni 2013
Sumber: www.blog.timesunion.com
Oleh: Syahrir Ika Peneliti Utama PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: syahrir_ika@ yahoo.com
bangunan, serta meningkatkan daya saing industri agar setara atau melebihi industri-industri di Negara lain. Publik mestinya percaya bahwa tidak ada pemerintah yang ingin membuat rakyatnya menjadi miskin dan hidupnya semakin susah. Konstitusi telah mengamanatkan kepada pemerintah agar mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Tidak itu saja, pemerintah juga memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan negara bahkan ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maju di dunia pada tahun 2025 mendatang. Publik perlu memahami bahwa setiap kebijakan pemerintah pasti berkaitan dengan bagaimana menciptakan keseimbangan, keadilan, dan kepentingan nasional yang lebih besar. Untuk tujuan itu, pemerintah perlu mengoreksi suatu kebijakan yang dahulu mungkin saja tepat, akan tetapi untuk saat ini sudah tidak tepat, atau justru menimbulkan beban yang berat bagi anggaran pemerintah sehingga 41
8/22/2013 7:45:50 PM
e dukasi f isk al memerlukan kebijakan baru sebagai revisinya. Walaupun demikian, pemerintah menyadari bahwa setiap kebijakan pasti ada efek atau dampaknya, dan pemerintah harus menghitung semua efek atau dampak tersebut untuk dimitigasi. Bagi pemerintah, pro dan kontra atas suatu kebijakan pemerintah itu selalu ada, tidak saja di Indonesia, tetapi juga hamper di semua negara. Karena itu, tugas pemerintah adalah bagaimana memastikan bahwa sebuah rancangan kebijakan sudah tepat, kemudian melakukan sosialisasi publik secara efektif, meyakinkan DPR RI untuk mendapat dukungan politik, dan menyiapkan strategi untuk mengimplementasikannya dan kiat-kiat mengatasi dampak yang mungkin timbul. Terminologi Subsidi
Menurut kamus ensiklopedia Indonesia, subsidi berasal dari kata “subsidium” atau “bantuan” yang dimaknai sebagai sejumlah uang yang diberikan pemerintah guna membantu mendirikan atau membantu suatu usaha yang dianggap memberikan sesuatu keuntungan tertentu kepada masyarakat. Sedangkan menurut Wikipedia, subsidi adalah bantuan keuangan yang dibayarkan kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi. Sebagian subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen atau distributor dalam suatu industri untuk mencegah kejatuhan industri tersebut (misalnya karena operasi merugikan yang terus dijalankan) atau peningkatan harga produknya atau hanya untuk mendorong industri tersebut untuk mempekerjakan lebih banyak buruh (seperti dalam subsidi upah). Subsidi dapat juga dianggap sebagai suatu bentuk proteksi atau penghalang perdagangan dengan memproduksi barang dan jasa domestik yang kompetitif terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat juga dipandang sebagai pajak negatif (negative tax) karena subsidi me42
ISI_IRF_REV_4.indd 42
nambah pendapatan riil. Beberapa contoh subsidi yang diterapkan di banyak negara adalah subsidi untuk mendorong penjualan ekspor, subsidi pada beberapa bahan pangan untuk mempertahankan biaya hidup di wilayah perkotaan, dan subsidi untuk mendorong perluasan produksi pertanian dan mencapai swasembada pangan. Sementara definisi subsidi yang dianut Pemerintah Indonesia dalam menyusun APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah “alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa,
UUD 1945 mengamanatkan negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat”. Dalam konteks kebijakan publik, subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen atau konsumen agar barang atau jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah sehingga jumlah yang dapat dibeli masyarakat lebih banyak. Subsidi diberikan untuk membantu golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah, di mana pemerintah menanggung sebagian dari biaya produksi dan pemasaran sehingga diharapkan harga barang bisa menjadi lebih rendah. Berdasarkan definisi atau terminologi subsidi di atas, maka esensi dasar dari subsidi (baca: kebijakan
subsidi) adalah (i) bantuan kepada yang mereka yang paling berhak, (ii) melindungi kepada mereka yang paling tertindas, (iii) memberdayakan mereka yang paling tidak berdaya, (iv) keseimbangan dan keselarasan hak bagi golongan yang terampas haknya atau tertindas keadilannya. Karena itu, dalam teori kebijakan publik, subsidi diletakkan pada salah satu fungsi pemerintah, yaitu equity, di samping dua fungsi pemerintah lainnya, yaitu efficiency dan macroeconomic growth and stability (Samuelson and Nordhaus,1992).1 Mengapa subsidi diletakan pada konteks equity? Karena pasar tidak selalu menghasilkan distribusi pendapatan secara adil. Dalam ekonomi laissez-faire (liberal) murni sekalipun, bisa menghasilkan tingkat ketimpangan pendapatan dan konsumsi yang sangat tinggi. Karena itu, perlu campur tangan negara untuk menciptakan keadilan, keseimbangan, dan keserasian. Terminologi ini sejalan dengan amanat UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. UUD 1945 mengamanatkan negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, negara harus menjadikan penguasaan terhadap cabang produksi yang dikuasainya itu untuk memenuhi tiga hal yang menjadi kepentingan masyarakat, yaitu (i) ketersediaan yang cukup, (ii) distribusi yang merata, dan (iii) terjangkaunya harga bagi orang banyak.2 Jenis Subsidi
Pemerintah Indonesia membedakan subsidi ke dalam dua golongan, yaitu subsidi energi dan subsidi nonenergi. Subsidi energi meliputi subsidi BBM jenis tertentu dan listrik, sementara subsidi nonenergi meliputi INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:50 PM
e dukasi f isk al pangan, pupuk, benih, Public Service Obligation (PSO), bunga kredit program, minyak goreng, kedelai, dan Pajak Ditanggung Pemerintah atau DTP (Nota Keuangan dan RAPBN, 2012, halaman IV-92).3 Esensi dari masingmasing subsidi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, subsidi BBM diberikan dengan maksud untuk mengendalikan harga jual BBM jenis tertentu sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat sehingga dapat terjangkau oleh daya beli mayarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini disebabkan harga jual BBM dalam negeri sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada saat ini, BBM bersubsidi hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu, yaitu minyak tanah, solar, dan premium. Selain subsidi BBM jenis tertentu, pemerintah juga memberikan subsidi untuk bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas/LPG tabung 3 kg dan liquefied gas for vehicle/LGV). Kedua, subsidi listrik diberikan dengan tujuan agar harga jual tenaga listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Pemerintah harus memberikan subsidi listrik karena rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL) lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut. Subsidi listrik (yang disalurkan melalui PT PLN) hanya diperuntukkan bagi pelanggan listrik tertentu yang menjadi sasaran subsidi, yaitu kelompok pelanggan sosial, rumah tangga, bisnis, dan industri, dengan daya terpasang sampai dengan 450 VA untuk konsumsi sampai dengan 60 kwh per bulan. Subsidi diberikan dalam bentuk penetapan tarif dasar listrik (TDL) di bawah harga pokok produksinya bagi kelompok tersebut, sehingga INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 43
Juni 2013
akan lebih mencerminkan keadilan dan pemerataan. Ketiga, subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK) beras Bulog. Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi dan ketersediaan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Subsidi ini disalurkan melalui Perum Bulog (Badan Urusan Logistik). Keempat, subsidi pupuk, yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya
Subsidi bisa menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar. kebijakan pemerintah dalam rangka penyediaan pupuk bagi petani dengan harga jual pupuk yang lebih rendah dari harga pasar. Tujuan utama dari subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani dapat tetap terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas petani, dan mendukung program ketahanan pangan. Subsidi pupuk disalurkan melalui BUMN produsen pupuk, yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Kaltim, dan PT Pupuk Iskandar Muda. Bantuan langsung pupuk disalurkan melalui PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani dalam rangka mendukung program revitalisasi pertanian. Kelima, subsidi benih, yaitu subsidi pengadaan benih unggul padi,
kedelai, jagung hibrida, jagung komposit, dan ikan budi daya, sehingga petani bisa mendapatkan benih berkualitas dengan harga yang terjangkau. Subsidi ini disalurkan melalui perusahaan negara penyedia benih, yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero), dan penangkar swasta dalam koordinasi PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Keenam, subsidi PSO, yaitu penugasan khusus kepada BUMN tertentu untuk melaksanakan kewajiban pelayanan umum atau public service obligation (PSO). Menurut UndangUndang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Ketujuh, subsidi bunga kredit program adalah subsidi yang disediakan untuk menutup selisih antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih rendah oleh pemerintah untuk berbagai skim kredit program seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA), Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS), dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), termasuk beban resiko (risk sharing) bagi kredit yang tidak dapat ditagih kembali (default). Tujuan dari subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga pasar.
43
8/22/2013 7:45:50 PM
e dukasi f isk al Efek Subsidi
Subsidi bertujuan mulia, tetapi bila disalurkan secara tidak tepat dan jumlahnya semakin besar cenderung bisa berdampak negatif bagi perekonominan nasional. Subsidi bisa menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar. Akibatnya, ada kecenderungan konsumen menjadi tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi pemerintah dan terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi. Bila subsidi diarahkan untuk programprogram yang populer atau subsidi harga yang berlaku umum untuk semua masyarakat tanpa memperhatikan golongan ekonomi masyarakat, maka penyaluran subsidi menjadi tidak efisien. Mereka yang berhak mendapatkan subsidi menjadi tidak atau kurang memperoleh subsidi dan sebaliknya pemerintah menyubsidi orang kaya. Untuk memahami efek subsidi ini, kita coba pelajari pada kasus subsidi BBM (premium dan solar) dan subsidi listrik. Subsidi BBM
Subsidi BBM bertujuan untuk menekan harga jual BBM agar dapat terjangkau oleh golongan masyarakat yang tidak mampu, terutama ketika terjadi peningkatan harga minyak dunia. Pemerintah menetapkan harga jual premium sebesar Rp 4.500/liter dan solar Rp 4.500/liter yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Di sisi lain harga ICP (Indonesia Crude Oil) di pasar internasional bergerak naik hingga mencapai Rp 9.000/liter-Rp 11.000/liter. Jadi, pemerintah mensubidi 44
ISI_IRF_REV_4.indd 44
harga BBM (premium) sekitar Rp 4.500/liter – Rp 6.500/liter. Masalahnya adalah subsidi BBM ini salah sasaran. Hal ini terjadi karena ketika menyalurkannya sulit membedakan mana konsumen yang merupakan rumah tangga miskin dan mana konsumen yang merupakan rumah tangga kaya. Baik mereka yang miskin maupun mereka yang kaya memperoleh fasilitas subsidi BBM yang sama, jadi asas keadilannya menjadi tidak ada. Dengan kata lain, pemerintah menyubsidi orang kaya. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa secara rata-rata rumah tangga kaya menikmati subsidi bensin 10 kali lipat dari pada rumah tangga miskin. Subsidi BBM juga telah mendorong proses pembangunan nasional yang boros sumber daya. Mengapa bisa boros? Karena harga BBM yang murah (disubsidi pemerintah) mendorong permintaan masyarakat terhadap kenderaan bermotor (sepeda motor dan mobil) meningkat pesat. Peluang ini dimanfaatkan dengan baik oleh industri otomotif untuk memproduksi sepeda motor maupun mobil dalam jumlah yang banyak.
Jumlah sepeda motor di Indonesia saat ini mencapai sekitar 59,22 juta unit (AISI,2011) dan jumlah itu merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Antara tahun 1997 hingga 2011, jumlah mobil di Indonesia bertambah sekitar 6 juta unit atau 600 ribu unit per tahun. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta orang, maka rasio sepeda motor terhadap penduduk mencapai sekitar 1:4. Artinya, setiap 4 orang ada sebuah sepeda motor. Begitu juga jumlah mobil di Indonesia pada tahun 2011 mencapai sekitar 9,55 juta unit sehingga rasio mobil terhadap penduduk mencapai 1:20. Artinya, setiap 20 orang ada sebuah mobil (BPS, 2011). Rasio ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di China (1:37 orang) dan India (1:68 orang). Apa yang terjadi dengan jumlah kendaraan yang demikian banyak? Konsumsi BBM bersubsidi meningkat melewati kuota BBM bersubsidi yang dilakokasikan dalam APBN. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi sekitar 38-40 juta kiloliter atau jauh dari tingkat permintaan yang ada. Volume BBM bersubsidi terbatas karena produksi minyak mentah dalam negeri (lifting) makin menurun sejalan dengan penurunan cadangan minyak Indonesia. Bila tingkat konsumsi BBM bersubsidi tidak bisa dikendalikan (akibat sulitnya mengendalikan tambahan jumlah sepeda motor dan mobil), maka untuk memenuhi kebutuhan BBM, pemerintah terpaksa impor sehingga beban APBN bertambah berat. Apabila penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak di bawah target atau tidak dapat me-
Sumber: www.kimroybailey_com
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:52 PM
e dukasi f isk al menuhi kebutuhan belanja negara karena external shock, maka untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi dan sasaran-sasaran pembangunan nasional, pemerintah harus memperbesar defisit anggaran yang kemudian harus ditutup dengan utang. Bila tidak ada solusi untuk mengendalikan risiko ini, maka upaya bangsa Indonesia untuk menurunkan volume utang menjadi semakin sulit diwujudkan, bahkan yang terjadi adalah volume utang makin meningkat. Apakah pemerintah tetap membiarkan masalah ini terus berlangsung? Tentu tidak. Pemerintah sudah berupaya mencari instrumen yang tepat untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Namun, hingga saat ini sejumlah instrumen yang ada dinilai belum tepat, karena selain rumit dalam pelaksanaannya, juga rumit dalam pengawasannya. Pada tahun anggaran 2013, pemerintah menilai subsidi BBM sudah semakin membahayakan kelangsungan APBN, karena itu pemerintah mengajukan usul kebijakan menyesuaikan harga BBM bersubsidi untuk mendapat persetujuan DPR-RI. Melalui Sidang Paripurna yang berlangsung alot, mayoritas anggota DPR RI menyetujui usulan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi, dan sejak Juli 2013, pemerintah sudah menerapkan harga baru, baik bensin premium maupun solar. Mengurangi subsidi BBM bukan berarti pemerintah antisubsidi, karena penghematan subsidi BBM dapat dialokasikan untuk penggunaan lain yang juga sangat penting seperti menambah pembiayaan untuk membangun infrastruktur atau bila perlu memperbesar subsidi pangan untuk mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan. Subsidi Listrik
Contoh kasus yang kedua adalah subsidi listrik. Tujuan dari kebijakan subsidi listrik adalah agar harga jual tenaga listrik dapat terjangkau oleh INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 45
Juni 2013
pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Besaran subsidi listrik adalah selisih antara biaya pokok penyediaan ditambah margin dengan harga jual, dikalikan dengan volume penjualan. Dengan demikian, besaran subsidi listrik bisa meningkat bila biaya pokok penyediaan (BPP) dan/atau volume penjualan listrik meningkat. Penerima subsidi listrik terbesar adalah konsumen rumah tangga dengan skala daya tersambung 450 VA (22,17 juta konsumen), yaitu sebesar Rp 21,15 triliun (data perkiraan 2013) atau rata-rata memperoleh subsidi listrik sebesar Rp 79 ribu/bulan/
Subsidi listrik yang diberikan secara terus juga bisa membawa efek negatif. Salah satu efek yang terbesar adalah PT PLN (Persero), BUMN yang diberi tugas memproduksi litsrik, menjadi semakin tidak efisien. konsumen. Sementara subsidi listrik yang diterima konsumen industri besar dengan skala daya tersambung > 200 kVA (10.486 konsumen), yaitu sebesar Rp 12,9 triliun atau rata-rata menikmati subsidi listrik Rp 103 juta/ bulan/konsumen. Sedangkan subsidi listrik yang diterima konsumen industri dengan skala daya tersambung >30 MVA (74 konsumen), yaitu sebesar Rp 4,9 triliun atau rata-rata menikmati subsidi listrik Rp 5,5 miliar/bulan/konsumen. Dengan demikian, pengusaha industri skala sangat besar menerima subsidi listrik sekitar Rp 5,5 miliar per bulan per konsumen. Sementara konsumen rumah tangga sangat kecil hanya menerima
bantuan subsidi listrik sebesar Rp 79 ribu per bulan per konsumen.4 Dampak positif dari kebijakan subsidi listrik adalah makin banyaknya jumlah rumah tangga di Indonesia yang teraliri listrik. Rasio elektrifikasi di Indonesia meningkat dari 59% pada tahun 2005 menjadi 75,83% pada tahun 2012 (RUPTL PLN 20102020 dan sindonews.com, 2012). Pemerintah merencanakan rasio elektrifikasi bisa mencapai di atas 90% pada tahun 2020 melalui berbagai program diversifikasi energi pada proyek FTP-I dan FTP-II. Begitu juga dengan dunia usaha, baik usaha kecil maupun menengah dan besar, telah memanfaatkan listrik untuk mendukung proses produksi atau menjalankan usaha mereka, sehingga produksi kian meningkat yang kemudian mendorong naiknya pendapatan nasional (Gross Domestic Product/GDP). Seberapa besar pengaruh listrik terhadap pertumbuhan ekonomi? Studi yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI) menunjukkan bahwa elastisitas penyediaan listrik terhadap PDB mencapai 0,5% hingga 0,67%. Artinya, kenaikan 1% penyediaan listrik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,5-0,67%. Jadi, untuk pertumbuhan ekonomi 7% dibutuhkan input berupa penjualan listrik sebesar 11-14% per tahun (Muhammad Chatib Basri, 2008).5 Di sisi lain, subsidi listrik yang diberikan secara terus juga bisa membawa efek negatif. Salah satu efek yang terbesar adalah PT PLN (Persero), BUMN yang diberi tugas memproduksi litsrik, menjadi semakin tidak efisien karena didorong oleh kebijakan bahwa berapapun BPP PLN pasti dibayar (dikembalikan) oleh pemerintah. Jadi, motif manajemen PT PLN untuk menyehatkan perusahaan bisa tergoda oleh kebijakan subsidi. Konsekuensinya adalah semakin tinggi BPP PLN yang termasuk kontribusi 45
8/22/2013 7:45:52 PM
e dukasi f isk al dari ketidakefisienan PT PLN, semakin tinggi pula beban APBN. Dalam rentang waktu 2006 hingga 2011 misalnya, realisasi anggaran subsidi listrik secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp3 5,2 triliun atau tumbuh rata-rata 6,6% tiap tahun. Kenaikan ini terjadi karena naiknya BPP sebagai dampak dari masih dominannya penggunaan BBM dalam sistem pembangkit listrik nasional, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan meningkatnya penjualan tenaga listrik yang mencapai 157,4 tera watt hour (TWH). Beban APBN yang berat atas subsidi energi tecermin dari besarnya pengeluaran subsidi BBM dan listrik yang dewasa ini sudah mencapai sekitar 20% dari seluruh pengeluaran negara dan lebih dari 26% dari pengeluaran Pemerintah Pusat pada tahun anggaran 2013. Kedua pos anggaran subsidi ini sudah mencapai sekitar 126% dari belanja pegawai, hampir dua kali lipat dari belanja barang, lebih dari 160% dari belanja modal, dan 535% dari pembayaran bunga utang (Anwar Nasution, 2013).6 Menurut perhitungan Dana Moneter Internasional (IMF), diukur sebagai persentase terhadap produk domestik bruto, pada 2011, Indonesia memberikan post-tax subsidies 3,87% pada BBM, 0,72% pada listrik, 0,30% pada gas alam, dan 0,47% pada batubara. Dengan semakin besarnya porsi APBN untuk keperluan subsidi energi, semakin berkurang dana yang tersedia bagi pendidikan dan kesehatan masyarakat, padahal, kedua jenis pengeluaran ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM yang diperlukan bagi pembangunan nasional guna meningkatkan produktivitas dalam menghadapi persaingan regional dan global. Tanpa SDM bermutu dan infrastruktur memadai, kita akan tetap jadi pemasok bahan mentah dan tenaga kerja kasar dengan pendidikan serta keahlian rendah ke mancanegara. 46
ISI_IRF_REV_4.indd 46
Karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan subsidi listrik dengan cara menurunkan BPP dan melakukan penyesuaian TDL. Bila tidak ada perubahan BPP dan perubahan TDL, maka setiap tahun pemerintah harus menambah alokasi subsidi listrik sebesar 10%. Untuk mengatasi naiknya beban subsidi listrik, pemerintah melaksanakan beberapa program antara lain (i) melakukan penghematan pemakaian listrik dengan menerapkan tarif nonsubsidi untuk pelanggan di atas 6.600 VA dan penurunan susut jaringan, (ii) melakukan penghematan di pembangkit listrik dengan melakukan optimalisasi penggunaan gas, panas bumi, batubara, biodiesel, dan penggantian high speed diesel (HSD) dengan marine fuel oil (MFO). Bila subsidi listrik dapat dikurangi, maka pemerintah memiliki fleksibilitas untuk mengalokasikan pendapatan negara kepada sektor lainnya seperti pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, lapangan terbang, perbaikan layanan pendidikan dan kesehatan, dan lain lain. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa subsidi
adalah satu kebijakan yang mulia untuk melindungi penduduk Indonesia dari ancaman eksternal yang tidak bisa dipikul atau diatasi sendiri. Perlu campur tangan pemerintah untuk mengatasinya. Campur tangan pemerintah tentunya melalui kebijakan yang tepat dan dukungan anggaran yang memadai. Karena itu, bila subsidi kepada rakyat dilakukan dengan cara yang tidak tepat, maka beban anggaran negara akan membengkak. Pemerintah harus hati-hati menghadapi risiko ini, karena pada saat besaran subsidi diturunkan, artinya ada tambahan beban yang harus dipikul rakyat, maka rakyat akan menolak dengan berbagi unjuk rasa, yang pada dalam kadar tertentu bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan politik nasional. Perlu leadership yang kuat untuk menciptakan kondisi yang seimbang antara bagaimana memihak pada kepentingan negara tetapi kepentingan rakyat juga tidak terlupakan atau tidak terberatkan. Di sisi lain, perlu kesadaran publik untuk memandang pemerintah secara proporsional, bahwa tidak ada pemerintah yang mau membuat rakyatnya susah. Semua pemerintah ingin rakyatnya sejahtera di dalam negara yang sehat dan aman. n
Catatan 1 Lihat bukunya berjudul “Economic”, Fourteenh Editions, McGraw Hill, International edition,Singapore, halaman 42-45. 2 Pernyataan ini merupakan bagian isi dari Permohonan pengujian materiil dalam putusan MK Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tentang UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. 3 Ditailnya dapat dibaca pada Nota Keuangan dan APBN 2012 dan juga artikel yang ditulis oleh Rudi Handoko dan Pandu Patriadi. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 9, Nomor 4 Desember 2005. Departemen Keuangan RI. 4 PT PLN (Persero) Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat. “Tanya Jawab Seputar Pengurangan Subsidi (Kenaikan Tarif Listrik) 2013”. http://www.pln.co.id/sulselrabar/?p=799 5 Lihat artikelnya berjudul Indonesia Kembali dalam “Radar Screen” . Harian KOMPAS, Senin, 4 Agustus 2008 6 Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia http://regional.kompas.com/ read/2013/04/16/02382533/Dampak.Ekonomi.Subsidi.Energi
INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:52 PM
i hav e a dre am
Pembentukan Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan Pendahuluan
Kebutuhan akan infrastruktur yang memadai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan. Namun keterbatasan anggaran pemerintah menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan impian dimaksud. Dalam rangka memecahkan masalah tersebut, Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan skema kerja sama pemerintah dan swasta/ KPS (Public Private Partnership/PPP) untuk menyediakan infrastruktur. Skema dimaksud dapat melibatkan sektor swasta baik dari sisi teknologi maupun dari sisi pendanaannya. Skema ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2005 yaitu melalui Indonesia Infrastructure Summit I. Skema KPS dan Perkembangannya di Indonesia
Dari sisi institusional, Pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrsatruktur (KKPPI) dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur. Komite tersebut mempunyai empat (4) tugas utama yaitu (a) merumuskan strategi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur; (b) melakukan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur; (c) merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur; dan (d) menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur. Selanjutnya Pemerintah Indonesia juga membentuk Public Private Partnership CenINFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 47
Juni 2013
Oleh: Novijan Janis Kasubbid Risiko Ekonomi, Keuangan dan Sosial, PPRF, BKF, Kementerian Keuangan. email: janiszai@ yahoo.com
tral Unit (P3CU) di bawah Bappenas. Institusi dimaksud dibentuk dengan asistensi teknis dan pembiayaan dari World Bank (Bank Dunia). Pada dasarnya lembaga ini difungsikan untuk memberikan bantuan teknis terhadap beberapa proyek infrastruktur yang diajukan dengan skema KPS. Proyek-proyek infrastruktur tersebut diantaranya adalah Jakarta Airport Rail, Batch 4 Toll Roads, West Java Geothermal Power Projects, dan Project Prioritization for West Java Province. Dalam pembentukan institusional, disebutkan bahwa tugas utama dari P3CU adalah (1) membangun kebijakan tentang KPS yang mencakup metode, prosedur, dan petunjuk pelaksanaannya; (2) melakukan evaluasi dan koordinasi atas penerapan konsep KPS; (3) melakukan peningkatan kapasitas, training, dan memberikan dukungan teknis kepada pelaku dalam KPS; (4) melakukan evaluasi terhadap kelayakan pemberian dukungan pemerintah; (5) menyusun daftar prioritas proyek infrastruktur dengan skema KPS. Untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja P3CU, Asian Development Bank (ADB) memberikan dukungan pendanaan melalui program Infrastructure Reform Sector Development Project (2264-INO) untuk periode tahun 2006 – 2012. Dukungan pendanaan dimaksud diantaranya digunakan untuk menyusun daftar prioritas proyek infrastruktur dengan skema KPS yang sering dikenal dengan PPP Book. Pada dasarnya PPP Book merupakan pedoman bagi investor swasta tentang proyek yang berpeluang bagi penanaman modal. Dengan adanya program dari ADB dimaksud, P3CU menyediakan bantuan teknis kepada Badan Kontrak Pemerintah (sering juga disebut dengan Penanggung Jawab Proyek Ker47
8/22/2013 7:45:52 PM
i hav e a dre am jasama) untuk melakukan persiapan proyek seperti penyusunan feasibility study, penyiapan perjanjian kerja sama, dan hal lainnya. Bantuan teknis tersebut diberikan bagi proyekproyek yang diprioritaskan dalam PPP Book. Namun demikian, sejak dimunculkannya konsep KPS tersebut dan terbentuknya institusi pendukung, sampai dengan saat ini baru satu proyek infrastruktur KPS yang berhasil melalui proses lelang untuk mendapatkan badan usaha. Proyek dimaksud adalah Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1000 MW atau yang sering dikenal dengan nama CJPP (Central Java Power Plant). Proyek itu pun saat ini sedang (dengan harap-harap cemas) dalam proses menuju financial close dalam rangka menentukan tanggal awal dari pembiayaan proyek (financing date). Apabila proses tersebut tidak memperoleh hasil yang positif maka sejarah kelambatan akan implementasi dari skema KPS di Indonesia akan menjadi semakin panjang. Selain proyek tersebut masih ada beberapa proyek infrastruktur yang pernah masuk dalam proses penyiapan dengan skema KPS namun sampai saat ini belum mencapai tahap lelang yang berhasil diperoleh badan usaha pemenang lelang. Proyek tersebut di antaranya adalah proyek Pelabuhan Kapal Pesiar Tanah Ampo, Karangasem – Bali; proyek Terminal Peti Kemas Kalibaru – Jakarta, dan proyek Jalan Kereta Api Kalimantan Tengah. Kajian OECD Terhadap Tata Kelola KPS di Indonesia
Melihat perkembangan skema KPS yang tidak sesuai harapan, pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia meminta Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk melakukan evaluasi/reviu terhadap tata kelola (governance) skema KPS di Indonesia. Permintaan dimak48
ISI_IRF_REV_4.indd 48
sud mendapat respon yang positif dari OECD sehingga pada bulan Oktober 2011 OECD melakukan kajian terhadap governance skema KPS di Indonesia. Kajian tersebut dilakukan dengan metode kajian literatur dan penyebaran kuesioner serta wawancara terhadap beberapa institusi pemerintah dan institusi swasta yang terlibat dalam proses penyediaan infrastruktur dengan skema KPS. Konsentrasi dari kajian tersebut adalah pada hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan, proses bisnis, dan struktur kelembagaan dari skema KPS.
Pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia meminta Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk melakukan evaluasi/ reviu terhadap tata kelola (governance) skema KPS di Indonesia. Hasil kajian tersebut dituangkan dalam bentuk laporan dengan judul PPP Governance In Indonesia: Policy, Process and Structure. Laporan tersebut dipresentasikan di forum the 5th Annual Meeting of Senior Public Private Partnership (PPP) Officials, pada tanggal 26 – l27 Maret 2012 di Kantor Pusat OECD, Paris. Selanjutnya hasil kajian Tim OECD dimaksud dibahas oleh dua (2) negara anggota OECD yaitu Jerman dan Korea Selatan. Pada forum tersebut, delegasi Indonesia mendapat kesempatan untuk memberikan respon terhadap hasil kajian dan pembahasannya. Secara umum, Tim OECD menyimpulkan bahwa persoalan gover-
nance dari skema KPS di Indonesia berasal dari tiga hal, yaitu (1) masalah koordinasi antara unit perencana (Bappenas), unit penanggung jawab proyek (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama/PJPK), dan unit pengelola fiskal (Kementerian Keuangan); (2) masalah transparansi, konsistensi, dan kepastian regulasi; serta (3) penyediaan lahan. Kurang harmonisnya koordinasi diantara unit-unit perencana, PJPK dan pengelola fiskal berdampak kepada tidak adanya dukungan pemerintah dan jaminan infrastruktur yang memadai terhadap proyek infrastruktur yang diajukan dengan skema KPS. Sumber dari koordinasi yang kurang harmonis tersebut lebih lanjut diperjelas oleh OECD menjadi 3 (tiga) hal pokok, yaitu (1) PJPK menyusun proposal proyek secara tertutup dan mengabaikan persyaratan untuk mendapatkan jaminan dan dukungan pemerintah; (2) P3CU memiliki keterbatasan untuk memperoleh transaction advisory yang memadai; dan (3) P3CU memiliki keterbatasan dalam membantu PJPK untuk mempersiapkan proyek dan juga feasibility study proyek. Hal tersebut mendorong munculnya situasi dimana masing-masing unit mempunyai standar yang berbeda terhadap persyaratan memperoleh dukungan pemerintah dan jaminan infrastruktur. Pada akhirnya hal ini menyebabkan keengganan pihak kreditur (lenders) dan penyedia modal (sponsors) untuk membiayai proyek infrastruktur tersebut. Pada akhirnya Tim OECD memberikan beberapa rekomendasi. Di antara rekomendasi tersebut, rekomendasi yang berkaitan dengan koordinasi adalah perlunya dibentuk suatu unit pengelola KPS yang berada dalam struktur Kementerian Keuangan atau dibentuknya unit pengelola KPS di luar struktur Kementerian Keuangan yang dapat bekerja sama secara erat dengan Kementerian Keuangan. Selanjutnya rekomendasi INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:52 PM
i hav e a dre am BOX 1
Rekomendasi OECD tentang Pembentukan PPP Unit As the experience of some of the countries that implemented successful PPP programs show, there mainly are two options with regards to locating the PPP unit: 1. Placement of the PPP unit inside the MoF. This is the model used by among other South Africa, and the Australian states of New South Wales and Victoria. 2. Placement of the PPP unit as an independent agency that is closely aligned with the MoF. This is the model used int the UK. Sumber: OECD, 2012.
tersebut menjelaskan peran utama institusi/unit dimaksud adalah untuk membantu PJPK dalam hal pengadaan Badan Usaha. Secara umum proses pengadaan dimaksud mencakup tahapan pre-tender, tender, dan postaward. Tahap pre-tender meliputi kajian value for money (VFM) dan kelayakan, pembiayaan serta penetapan proyek untuk dilaksanakan dengan skema KPS. Tahapan tender meliputi prakualifikasi, penyampaian proposal, negosiasi, dan penetapan hasil lelang. Sedangkan post-award mencakup pelaksanaan kontrak dan pembayaran. Implementasi dari tahap pre-tender adalah dimulai dari seleksi proyek infrastruktur. Yang dimaksud dengan seleksi disini adalah suatu proses untuk menentukan apakah proyek dimaksud layak untuk disediakan dengan skema KPS atau cukup dengan skema pengadaan biasa. Referensi yang sering diapakai pada tahap seleksi ini adalah perhitungan VFM. Selanjutnya terhadap proyek yang telah terseleksi dengan VFM tersebut akan dilakukan kajian atas kelayakan proyek dari sisi finansial. Kajian atas kelayakan finansial proyek infrastruktur dalam skema KPS diperlukan untuk menilai kemampuan proyek dalam mengembalikan pembiayaannya. INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 49
Juni 2013
Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan
Implementasi dari rekomendasi OECD terkait pembentukan unit pengelola KPS di Kementerian Keuangan tidaklah mudah. Hal ini disebabkan fungsi dari PPP unit sangat luas. Fungsi dimaksud dapat mencakup tahap pemberian bimbingan teknis dan non teknis, tahap pemilihan proyek, perencanaan, peningkatan kapasitas para pelaku proyek KPS sampai dengan tahap promosi proyek. Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi-fungsi tersebut bukan merupakan fungsi pengelolaan fiskal. Namun demikian apabila fungsi dimaksud akan dilaksanakan dalam pengelolaan fiskal maka perlu dilakukan penyesuaian seperti : pemberian bimbingan teknis atas penyusunan struktur pembiayaan proyek, tahap pemilihan proyek yang akan layak mendapatkan dukungan pemerintah dan jaminan infrastruktur. Ilustrasi dari kompleksitas fungsi PPP unit dijelaskan dalam kajian OECD tentang Dedicated Public Private Partnership (PPP) Unit – A Survey of Institutional and Governance Structures. Kajian tersebut dilakukan pada tahun 2010. Gambaran tentang fungsi unit pengelola KPS dalam kajian dimaksud adalah sebagaimana pada Box 2. Hal lain yang perlu dipertim-
bangkan dalam mengimplementasikan rekomendasi OECD diatas adalah keberadaan unit serupa pada institusi pemerintah lainnya seperti KKPPI dan P3CU. Pada dasarnya kedua unit dimaksud sudah melaksanakan sebagian besar dari fungsi-fungsi tersebut pada Box 2. Sehingga apabila unit pengelola KPS yang akan dibentuk di Kementerian Keuangan juga memiliki fungsi-fungsi tersebut maka akan timbul ovelapping (tumpang tindih) kewenangan diantara institusi pemerintah. Hal ini akan menimbulkan kebingungan di kalangan para pelaku bisnis. Oleh karena itu, perlu dirumuskan fungsi unit pengelola KPS di Kementerian Keuangan yang berbeda dengan fungsi unit serupa di institusi lain. Fungsi dimaksud hendaknya tetap berkaitan dengan fungsi Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal. Dalam implementasi rekomendasi OECD khususnya yang terkait dengan pembentukan unit pengelola KPS dimaksud di atas, Kementerian Keuangan melakukan kajian secara komprehensif. Menimbang pentingnya implementasi hal dimaksud, World Bank melalui International Finance Corporation (IFC) membantu dalam penyediaan tenaga ahli yang memberikan masukan dan pengalaman tentang negara-negara yang memiliki PPP unit di Kementerian Keuangan-nya. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah terselenggaranya sebuah workshop dengan tema Actualizing the Dedicated PPP Unit within Ministry of Finance in Indonesia. Workshop dimaksud diselenggarakan atas kerja sama antara Kementerian Keuangan dan IFC dengan mengundang tenaga ahli yang berasal dari lembaga multilateral yaitu IFC (World Bank), OECD, ADB, dan JICA. Tujuan utama dari workshop dimaksud adalah untuk mendapatkan masukan dari para ahli di bidang KPS terkait dengan ide pembentukan unit pengelola KPS di Kementerian Keuangan. 49
8/22/2013 7:45:52 PM
i hav e a dre am BOX 2
Fungsi PPP Unit Berdasarkan Kajian OECD The functions of PPP Dedicated Unit (may include): 1. Policy guidance, including: - advising on the content of national legislation; - defining eligible sectors and public-private partnership methods/schemes; - project procurement and implementation processes; - as well as procedures for conflict resolution/termination. 2. Green lighting projects - i.e. deciding on whether or not a project move forward. This function refers to the so-called “gate-keeping” role that some PPP units play at various stages, ranging from the inception stage to final approval of the contract to be signed by the different partners. 3. Technical support to government organisations during the various stages of project identification, evaluation, procurement, contract management. 4. Capacity building including training to public sector officials interested or engaged in PPPs. 5. PPP Promotion among the public and/or private sector, and possibly in international forums. Sumber: OECD, 2010.
Pada umumnya para ahli yang hadir menyatakan bahwa posisi unit pengelola KPS bisa berada di kementerian mana saja sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan, fokus dan fungsi yang diharapkan. Namun demikian, untuk kondisi di Indonesia, unit dimaksud sebaiknya berada di bawah Kementerian Keuangan dengan pertimbangan koordinasi pembiayaan dan dukungan pemerintah. Pertimbangan ini muncul karena adanya perbedaan tentang persyaratan pemberian dukungan pemerintah diantara lembaga perencana (Bappenas), pelaksana proyek (Kementerian/Lembaga) dan lembaga pengelo fiskal (Kementerian Keuangan). Selanjutnya unit tersebut juga diharapkan memiliki otoritas yang jelas. Para ahli juga menyampaikan bahwa sebaiknya unit pengelola KPS dimaksud merupakan unit yang terpisah dengan unit yang memiliki fungsi pengelolaan risiko fiskal. Hal tersebut muncul dengan pertimbang50
ISI_IRF_REV_4.indd 50
an bahwa unit pengelola KPS akan lebih banyak berkonsentrasi pada pemilihan proyek yang akan dibiayai dengan skema KPS dan pemberian fasilitas penyiapan proyek (project development facility/PDF). Sedangkan unit pengelola risiko fiskal akan lebih banyak berkonsentrasi pada pengelolaan jaminan infrastruktur dan dukungan pemerintah. Berkenaan dengan kondisi penanggung jawab proyek (PJPK) di Indonesia yang tidak cukup memiliki kapasitas dalam mengidentifikasi proyek dan melakukan proses persiapan proyek, para ahli sepakat bahwa unit pengelola KPS sebaiknya dapat bekerja maksimal dalam membantu proses persiapan proyek dengan cara memberikan bantuan finansial dan tenaga konsultan yang dibutuhkan. Dalam hal ini unit pengelola KPS di Kementerian Keuangan akan fokus kepada proyek infrastruktur yang akan dibangun dengan skema KPS. Fasilitas yang akan disediakan
bagi proyek infrastruktur KPS melalui unit dimaksud adalah fasilitas penyiapan proyek/project development facility (PDF), dukungan kelayakan (Viability Gap Fund/VGF), jaminan untuk proyek infrastruktur, dan available loan. Pada dasarnya nilai dari dukungan kelayakan akan ditentukan oleh Komite Dukungan Kelayakan dan jaminan untuk proyek infrastruktur akan ditentukan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, namun peran unit pengelola KPS adalah untuk melakukan sinergi atas fasilitas-fasilitas dimaksud. Di antara skema dari sinergi atas fasilitas untuk proyek KPS adalah melalui pintu PDF. Unit pengelola KPS akan menentukan proyek KPS yang layak mendapatkan fasilitas penyiapan proyek/PDF. Hasil dari PDF dimaksud akan menyatakan besaran dukungan kelayakan/VGF, ketersediaan jaminan untuk proyek infrastruktur, dan penawaran dari available loan. Kesimpulan
Memperhatikan perkembangan sejarah penerapan skema KPS di Indonesia, kajian OECD terhadap tata kelola KPS di Indonesia dan masukan para ahli KPS kiranya dapat disimpulkan bahwa pembentukan unit pengelola KPS di bawah Kementerian Keuangan menjadi sebuah kebutuhan bagi harapan yang lebih baik untuk perkembangan KPS di Indonesia. Namun demikian, fungsi PPP unit dimaksud tetap berada pada koridor tugas dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara (fiskal). Sehingga keberadaan unit-unit yang berfungsi sebagai PPP unit di beberapa Kementerian lainnya dapat saling bersinergi. Mempertimbangkan beban yang berat sehingga membutuhkan konsentrasi yang penuh maka PPP unit di Kementerian Keuangan dimaksud di atas perlu dipisahkan dari unit pengelola risiko fiskal. n INFO RISIKO FISKAL
Juni 2013
8/22/2013 7:45:52 PM
re se nsi
Risiko Fiskal Daerah,
Menjaga Kesehatan Fiskal dan Kesinambungan Pembangunan
T
erminologi risiko fiskal merupakan tema yang relatif baru di Indonesia. Tema ini mulai dikaji secara khusus mulai tahun 2005 dan baru mulai disajikan dalam Nota Keuangan APBN pada tahun 2008. Menurut Cebotari, dkk (2008), risiko fiskal sendiri adalah “the possibility of deviations in fiscal variables from what was expected at the time of the budget or other forecast”. Sementara itu, dalam subbab Risiko Fiskal di Nota Keuangan dan APBN 2013 disebutkan bahwa risiko fiskal adalah segala sesuatu yang di masa mendatang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN. Khusus tema risiko fiskal daerah sendiri masih merupakan sesuatu yang sangat baru di Indonesia. Di kalangan para ahli sendiri bahkan terjadi perbedaan yang sangat mencolok dalam memandang risiko fiskal daerah. Di satu pihak ada yang mengatakan bahwa tidak ada risiko fiskal daerah, sementara di pihak lain risiko fiskal itu melekat dalam setiap aliran uang negara yang dikelola pemerintah termasuk di dalamnya pemerintah daerah. Pihak yang mengatakan bahwa risiko fiskal daerah tidak ada berargumen bahwa pemerintah daerah cukup fleksibel untuk mengamankan anggarannya dari tekanan defisit dengan menggunakan berbagai skenario sehingga tidak perlu khawatir muncul risiko fiskal di daerah. Sementara itu, pihak yang mengatakan bahwa ada risiko fiskal di daerah memberikan argumen dengan didukung oleh kajian teoritik, fakta, dan praktik di daerah, bahkan termasuk pengalaman di dunia internasional lengkap dengan bagaimana identifikasi, pengukuran, dan manajemen risikonya. Buku ini disajikan dalam bentuk bunga rampai yang merupakan karya para peneliti di Kementerian Keuangan. Buku ini mencoba membuka sebuah diskusi tentang risiko fiskal daerah yang memang relatif INFO RISIKO FISKAL
ISI_IRF_REV_4.indd 51
Juni 2013
Peresensi : Hadi Setiawan Penulis : Syahrir Ika, dkk Penerbit : Era Adicitra Intermedia Tahun : I, 2012; II, Mei 2013 Tebal : xxvi + 478 halaman
sangat baru. Peneliti Kementerian Keuangan membahas isu-isu tentang risiko fisiko daerah dalam dua bagian. Bagian pertama penulis membahas tentang demokrasi, otonomi dan desentralisasi fiskal. Syahrir Ika yang merupakan salah satu penulis bagian ini menceritakan bagaimana sejarah demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Kemudian juga dibahas tentang konsekuensi desentralisasi fiskal terhadap APBN dari mulai masa Soeharto sampai Era SBY serta beberapa catatan yang dapat dijadikan barometer kesuksesan desentralisasi fiskal. Kemudian Prof. Dr. Heru Subiyantoro, membahas tentang Manajemen Hubungan Keuangan Pusat – Daerah: Beberapa Isu dan Dilema. Menurut pandangan beliau desentralisasi di Indonesia merupakan fenomena Black Swans (Angsa Hitam), yaitu sebuah peristiwa langka yang berdampak besar. Efeknya akan menimbulkan berbagai isu permasalahan bahkan dilemma. Misalnya desentralisasi membuka peluang terjadinya partisipasi publik dalam pengambilan keputusan di bidang politik dan ekonomi. Hal ini merupakan hal yang baik karena lebih menjamin stabilitas nasional, namun di sisi lain ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah bahkan biaya yang tidak sedikit dalam konteks menciptakan pola koordinasi yang baik antara berbagai stakeholder. Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena menyajikan sesuatu yang baru dan membuka bahan diskusi yang lebih dalam dan pada tingkat yang lebih tinggi tentang risiko fiskal daerah di Indonesia, bagaimana identifikasi, indikator, pengukurannya, serta bagaimana me-manage dan memitigasi risiko tersebut. Buku ini sangat layak untuk menjadi salah satu referensi bagi siapa saja yang ingin mendalami tentang risiko fiskal khususnya risiko fiskal daerah. n 51
8/22/2013 7:45:53 PM
BKF Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI
ISI_IRF_REV_4.indd 52
8/22/2013 7:45:54 PM