WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 33 TAHUN 2013 Tentang PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DAN PELAYANAN ALTERNATIF KOMPLEMENTER WALIKOTA DEPOK, Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan Sertifikasi
Bidang
Kesehatan,
Tata
cara
perizinan
Tenaga
Kesehatan, Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA), Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (YANKESTRAD), sarana pelayanan kesehatan dan tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan, serta tata cara sertifikasi pada tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan dan industri pangan rumah tangga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan Sertifikasi Bidang Kesehatan, hal-hal yang belum cukup diatur berkaitan dengan Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang
Pelayanan
Kesehatan
Tradisional
dan
Pelayanan
Alternatif Komplementer;
Mengingat ...
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat
II
Cilegon
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun 1999 Nomor 49, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4438); 7. Undang-Undang
Nomor
27
Tahun
2009
tentang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5043); 8. Undang ...
8. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 13. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor : 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional; 14. Keputusan Nomor
Menteri
:
Kesehatan
Republik
1277/Menkes/SK/VIII/2003
Indonesia
tentang
Tenaga
Akupunktur; 15. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer
alternatif
di
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan; 16. Peraturan Nomor
:
Menteri
Kesehatan
1186/Menkes/Per/XI/
1996
Republik
Indonesia
tentang
Pemanfaatan
Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan;
17. Peraturan ...
17. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor : 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan; 18. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan
Wajib
dan
Pilihan
Yang
Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok tahun 2008 Nomor 07); 19. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 08) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 19); MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PELAYANAN
KESEHATAN
TRADISIONAL
DAN
PELAYANAN
ALTERNATIF KOMPLEMENTER. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Kota adalah Kota Depok. 2. Walikota adalah Walikota Depok. 3. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Depok. 4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok. 5. Pelayanan Kesehatan Tradisional selanjutnya disingkat Yankestrad adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
6. Pelayanan ...
6. Pelayanan Alternatif Komplemeter adalah pelayanan kesehatan tradisional yang mengacu pada tata cara dan teknologi yang telah teruji secara ilmiah melalui pemanfaatan ilmu biomedis yang pengetahuan dan keterampilannya di peroleh melalui pendidikan formal. 7. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 8. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 9. Tenaga kesehatan tradisional (Nakestrad) adalah seseorang yang memperoleh
pengetahuan
dan/atau
keterampilan
tentang
pelayanan kesehatan tradisional melalui pendidikan formal di perguruan tinggi. 10. Pengobat tradisional (battra) adalah seseorang yang melakukan pelayanan
kesehatan
tradisional
di
masyarakat
yang
ilmu
dan/atau keterampilannya diperoleh melalui pengalaman turun temurun, berguru maupun melalui pendidikan nonformal. 11. Pengobat Tradisional Asing adalah pengobat tradisional Warga Negara Asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tinggal tetap untuk maksud bekerja di Wilayah Republik Indonesia. 12. Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional adalah suatu alat dan/atau
tempat
yang
digunakan
untuk
menyelenggakan
pelayanan kesehatan tradisional baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dialkukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
13. Bahan ...
13. Bahan Kimia Obat adalah bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat. 14. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. 15. Surat Terdaftar Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat STPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang telah melaksanakan pendaftaran. 16. Surat Izin Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat SIPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. 17. Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang
selanjutnya
disebut
SBR-TPKA
adalah
bukti
tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan komplementer-alternatif 18. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/ Surat
Izin
Kerja
untuk
pelaksanaan
praktik
pengobatan
komplementer-alternatif. 19. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif. 20. Organisasi
profesi
Perhimpunan
adalah
Dokter
Gigi
Ikatan
Dokter
Indonesia
Indonesia
(PDGI),
serta
(IDI), wadah
perkumpulan/perhimpunan dokter-dokter seminat dalam bidang pelayanan pengobatan komplementer alternatif di bawah IDI serta organisasi profesi di bidang kesehatan lainnya. 21. Asosiasi Pengobat Tradisional adalah perhimpunan yang membina pengobat tradisional sesuai dengan jenis pelayanannya yang diakui oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
22. Griya ...
22. Griya
Tradisional
adalah
menyelenggarakan
fasilitas
pelayanan
yang
kesehatan
digunakan
untuk
tradisional
yang
dilakukan oleh pengobat tradisional 3 (tiga) orang atau lebih, baik yang metodenya sejenis maupun berbeda jenis. 23. Uji Kompetensi adalah proses penilaian kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1)
Ruang lingkup pelayanan kesehatan tradisional dalam Peraturan Walikota ini meliputi pelayanan kesehatan tradisional yang sifatnya empiris dan pelayanan kesehatan tradisional yang telah teruji secara ilmiah.
(2)
Pelayanan kesehatan tradisional yang telah teruji secara ilmiah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Pelayanan kesehatan tradisional yang dapat diintegrasikan kedalam fasilitas pelayanan kesehatan; b. Pelayanan kesehatan tradisional yang belum dapat dapat diintegrasikan kedalam fasilitas pelayanan kesehatan.
(3)
Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disebut alternatif komplementer. BAB III PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL Bagian Pertama Cara Pengobatan Pasal 3
Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terdiri dari : a.
Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan;
b. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
Pasal 4 ...
Pasal 4 (1)
Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, meliputi : a. Keterampilan secara manual; b. Keterampilan menggunakan alat dan teknologi; c. Keterampilan pikiran/mental.
(2)
Pelayanan
kesehatan
tradisional
dilakukan
oleh
pengobat
tradisional dan tenaga kesehatan tradisional. (3)
Pelayanan
kesehatan
keterampilan
dan
tradisional
yang
yang
menggunakan
menggunakan ramuan
dapat
diselenggarakan secara tunggal atau bersama-sama. (4)
Pelayanan kesehatan tradisional yang diselenggarakan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang terdiri lebih dari 3 (tiga) orang tenaga kesehatan tradisional, wajib memiliki izin griya kesehatan tradisional.
(5)
Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diselenggarakan di : a. Griya Kesehatan Tradisional; b. Balai Kesehatan Tradisional; c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pelayanan kesehatan tradisional (SP3T). Bagian Kedua Pelayanan Kesehatan Tradisional Keterampilan Pasal 5
(1)
Jenis Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan manual, antara lain : a. Pijat urut; b. Akupresur; c. Pijat patah tulang; d. Pijat refleksi; e. Pijat shiatsu; f.
Pijat tuina; dan
g. Metode sejenis lainnya. (2) Jenis ...
(2)
Jenis
Pelayanan
kesehatan
tradisional
keterampilan
menggunakan alat dan teknologi, antara lain : a. Khiroprakis; b. Bekam; c. Akupuntur; dan d. Metode sejenis lainnya. (3)
Jenis
Pelayanan
kesehatan
tradisional
keterampilan
menggunakan pikiran/mental, antara lain : a. Husada tenaga dalam; b. Husada reiki; c. Qigong (chikung); d. Yoga; e. Hipnoterapi; f.
Meditasi;
g. Kebatinan; h. Paranormal; dan i.
Metode sejenis lainnya. Pasal 6
(1)
Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan diberikan oleh pengobat tradisional yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)
Pelayanan
kesehatan
tradisional
keterampilan
dilaksanakan
dalam bentuk rawat jalan. (3)
Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan di Puskesmas dilaksanakan
oleh
tenaga
kesehatan
lulusan
pendidikan
terstruktur dalam bidang kesehatan tradisional atau tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat yang diakreditasi oleh Badan Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau organisasi profesi sesuai yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7 ...
Pasal 7 (1)
Pelaksana pelayanan kesehatan tradisional keterampilan terdiri dari : a. Tenaga kesehatan lulusan pendidikan terstruktur dalam bidang kesehatan tradisional; b. Tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat yang diakreditasi oleh Badan Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia organisasi
(BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau
profesi
sesuai
yang
ditetapkan
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pengobat tradisional keterampilan yang ilmunya diperoleh secara turun temurun atau melalui pendidikan non formal dibuktikan
dengan
pendidikan
yang
sertifikat
pendidikan
terakreditasi
atau
dari
asosiasi
lembaga pengobat
tradisional yang ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (2)
Pelatihan tenaga kesehatan difasilitasi pelayanan kesehatan, sertifikat
pelatihan
diterbitkan
dan
diakreditasi
di
Badan
Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau organisasi profesi sesuai yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3)
Bagi pengobat tradisional yang ilmunya diperoleh secara turun temurun dan tidak memiliki pendidikan formal atau non formal di bidang pelayanan kesehatan tradisional diwajibkan mengikuti pelatihan
yang
diselenggarakan
tradisional
yang
ditetapkan
undangan
yang
berlaku
oleh
sesuai
atau
asosiasi
peraturan
lembaga
pengobat perundang-
pendidikan
yang
terakreditasi.
Bagian Ketiga ...
Bagian Ketiga Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan Pasal 8 (1)
Pelayanan kesehatan tradisional ramuan merupakan pelayanan kesehatan tradisional yang diberikan oleh seseorang yang telah mengikuti pendidikan atau pelatihan yang diselenggarakan oleh asosiasi atau lembaga berwenang atau berdasarkan ilmu yang diperoleh secara turun temurun.
(2)
Sarana prasarana pelayanan kesehatan tradisional ramuan merupakan fasilitas pelayanan yang memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi untuk memberikan pelayanan kesehatan tradisional ramuan.
(3)
Produk yang digunakan dalam pelayanan kesehatan tradisional ramuan merupakan ramuan/simplisia serta produk jadi yang memenuhi persyaratan, keamanan dan mutu.
(4)
Produk jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memiliki nomor izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pasal 9
Jenis pelayananan kesehatan tradisional ramuan yang terdapat di masyarakat, anatar lain : a. Pengobatan tradisional ramuan asli Indonesia; b. Perawatan kecantikan tradisional; c. Gurah; d. Spa; e. Hidroterapi; f.
Aromaterapi;
g. Epiterapi; h. Pengobatan shinse/Tradisional Chinese Medicine (TCM); i.
Naturopati; dan
j.
Homoeopati.
Pasal 10 ...
Pasal 10 Battra ramuan yang melaksanakan pelayanan perorangan maupun berkelompok, harus memiliki : a. Sertifikat ijazah kursus/diploma yang sesuai dan dikeluarkan oleh lembaga yang diakui oleh Kementerian Pendidikan Nasional; b. Lulus ujian kompetensi; c. Sertifikat
ijazah
kursus/diploma
dan
tanda
Lulus
ujian
kompetensi harus dipasang di sarana pelayanan atau dibawa saat diperlukan; d. Diperbaharui setiap 2 (dua) tahun sekali, dengan persyaratan : 1) Ada bukti pengembangan diri melalui kursus, seminar, forum diskusi; 2) Tidak ada pelanggaran kode etik asosiasi pengobat tradisional. Pasal 11 (1)
Pengobat tradisional dapat memberikan : a. Obat tradisional yang telah memiliki nomor registrasi dan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); b. Obat tradisional yang diramu sendiri harus diolah secara higienis dan hanya dapat diberikan kepada kliennya sendiri; c. Obat tradisional yang diramu sendiri tidak boleh dalam bentuk
sediddn
intravaginal,
tetes
mata,
parentral,
supositoria kecuali digunakan untuk wasir; d. Surat permintaan tertulis ramuan atau obat tradisional pada klien. (2)
Pengobat tradisional dapat memberikan ramuan sesuai dengan penetapan gangguan kesehatan klien
(3)
Pengobat tradisional dilarang memberikan atau menambahkan ramuan tradisional dengan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika dan psikotropika, bahan yang dilarang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB IV ...
BAB IV PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL (YANKESTRAD) Bagian Pertama Perizinan Yankestrad Pasal 12 (1)
Semua tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang
menjalankan
pekerjaan
pengobatan
tradisional
wajib
memiliki izin dari Kepala Dinas. (2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa STPT atau SIPT.
(3)
Blanko STPT atau SIPT untuk Pelayanan Kesehatan Tradisional berwarna Biru.
(4)
Untuk memperoleh STPT baru/perpanjangan tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan
kepada
Kepala
Dinas
dengan
melampirkan : a. biodata Pengobat Tradisional (formulir I); b. fotokopi Identitas diri (KTP/ Paspor/ SIM); c. surat Keterangan Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad); d. rekomendasi dari asosiasi/ organisasi profesi di bidang pengobatan
tradisional
yang
bersangkutan
yang
diakui
Kementerian Kesehatan; e. fotokopi
sertifikat/
ijazah
sebagai
tenaga
Pelayanan
Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang dimiliki; f. surat pengantar Puskesmas setempat; g. pas foto berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) lembar; h. rekomendasi
Kejaksaan
Kota
bagi
tenaga
Pelayanan
Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dengan cara supranatural (seperti prana, paranormal, reiky master, qigong, batra kebatinan) dan Rekomendasi Kantor Departemen Agama Kota bagi tenaga Yankestrad dengan cara pendekatan Agama;
i. khusus ...
i. khusus untuk tenaga Yankestrad dengan pendekatan Agama Islam disertai rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota; j. peta lokasi dan denah ruangan. k. untuk
penggunaan
ramuan,
melampirkan
hasil
uji
laboratorium yang sudah terakareditasi untuk ramuan yang bukan simplisia atau tidak ada nomor edar. (5)
Surat
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam formulir II Lampiran Peraturan Walikota ini. (6)
Bentuk format STPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam formulir III Lampiran Peraturan Walikota ini.
(7)
Untuk pembuatan STPT dilakukan survei untuk menilai metode, sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(8)
Bentuk format survei sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tercantum dalam formulir IV Lampiran Peraturan Walikota ini.
(9)
STPT hanya berlaku untuk 1 (satu) kota.
(10)
Setiap Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) hanya boleh memiliki 3 (tiga) STPT/SIPT.
(11)
Bagi tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang memiliki memiliki STPT harus membuat papan nama dengan ukuran 80 x 60 cm, tulisan huruf latin (balok) dengan menggunakan bahasa Indonesia (tercantum dalam formulir XII), dibuat dengan warna dasar putih dan tulisan berwarna hijau mencantumkan nama pengobat tradisional, waktu pelayanan, nomor STPT serta nama dan nomor anggota asosiasi pengobat tradisional yang menaunginya.
(12)
Bagi tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang memiliki memiliki SIPT harus membuat papan nama dengan ukuran 80 x 60 cm, tulisan huruf latin (balok) dengan menggunakan bahasa Indonesia (tercantum dalam formulir XII), dibuat dengan warna dasar hijau dan tulisan berwarna putih mencantumkan nama pengobat tradisional, waktu pelayanan, nomor SIPT serta nama dan nomor anggota asosiasi pengobat tradisional yang menaunginya. (13) Permohonan ...
(13)
Permohonan
perpanjangan
STPT/SIPT
diajukan
selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku STPT/SIPT. (14)
Dalam hal belum terdapatnya asosiasi pengobat tradisional di kota, maka pemohon wajib memperoleh rekomendasi dari asosiasi pengobat tradisional sejenis di provinsi atau di tingkat pusat. Pasal 13
(1)
Tenaga
Yankestrad
yang
metodanya
telah
memenuhi
persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan SIPT. (2)
Yankestrad
yang
telah
memenuhi
persyaratan
aman
dan
bermanfaat adalah Yankestrad akupunktur, herbal (fitofarmaka) dan hiperbarik. (3)
Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi Akupunktur Indonesia (LSKAI) dapat diberikan SIPT.
(4)
Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat melakukan praktik perorangan, berkelompok atau di sarana pelayanan kesehatan.
(5)
Untuk memperoleh SIPT baru/perpanjangan tenaga Yankestrad yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan : a. Biodata tenaga Yankestrad (formulir I); b. Fotokopi Identitas diri (KTP/ paspor/ SIM); c. Surat Keterangan Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai pengobat tradisional; d. Peta lokasi usaha dan denah ruangan; e. Rekomendasi dari asosiasi/ organisasi profesi di bidang pengobatan
tradisional
yang
bersangkutan
yang
diakui
Kementrian Kesehatan RI;
f. Fotokopi ...
f. Fotokopi sertifikat/ ijazah Yankestrad/sertifikat kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi Akupunktur Indonesia (LSKAI); g. Surat pengantar Puskesmas setempat; h. Pas foto berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. (6)
Surat
permohonan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(5)
tercantum dalam formulir V Lampiran Peraturan Walikota ini. (7)
Bentuk format SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir VI Lampiran Peraturan Walikota ini.
(8)
Untuk pembuatan SIPT dilakukan survei untuk menilai metode, sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(9)
Bentuk format survei sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam formulir IV Lampiran Peraturan Walikota ini. Pasal 14
(1)
Tenaga
pelayanan
pengobatan
tradisional
berkewajiban
menyediakan : a. ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,5 m2; b. ruang tungggu; c. papan nama pengobat tradisonal dengan mencantumkan surat terdaftar/ surat izin pengobat tradisional, serta luas maksimal papan 1 x 1,5 m2. d. kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan; e. penerangan yang baik; f. sarana dan prasarana yang memnuhi persyaratan hygiene dan sanitasi; g. ramuan/ obat tradisional yang memenuhi persyaratan; h. pencatatan status pasien; i. membuat laporan kegiatan tiap 4 (empat) bulan sekali kepada Puskesmas setempat dengan tembusan ditujukan kepada Kepala Dinas;
j. setiap ...
j. setiap tindakan pengobatan tradisonal yang mengandung risiko
tinggi
harus
dengan
persetujuan
tertulis
yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Bagian Kedua Tenaga Kesehatan Tradisional Warga Negara Indonesia yang Memiliki Ijazah Luar Negeri Pasal 15 (1)
Tenaga kesehatan tradisional yang telah memperoleh pendidikan dan telah memperolah ijazah luar negeri dan akan melakukan pekerjaan sebagai tenaga kesehatan tradisional di kota, harus mengajukan pemohonan STPT/SIPT ke Kepala Dinas.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan : a. Biodata tenaga Yankestrad (tercantum dalam formulir I Lampiran Peraturan Walikota ini); b. Fotokopi identitas diri (KRP/SIM/Paspor); c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; d. Fotokopi sertifikat/ijazah yankestrad yang telah dilegalisir oleh
Kemendikdasmen/lembaga
yang
menerbitkan
sertifikat/ijazah tersebut; e. Terjemahan ijazah yang telah diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah; f. Surat persetujuan tertulis dari Dinas Kesehatan Provinsi. Bagian Ketiga Tenaga Kesehatan Tradisional Asing Pasal 16 (1)
Tenaga Kesehatan Tradisional asing yang akan melakukan pekerjaan di kota dan telah memperolah izin Menteri Kesehatan, wajib lapor kepada Kepala Dinas.
(2)
Tenaga Kesehatan Tradisional asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat bekerja sebagai konsultan dalam rangka alih teknologi. (3) Tenaga ...
(3)
Tenaga Kesehatan Tradisional asing disamping wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melampirkan : a. kegiatan per tiga bulan; b. kegiatan selama 1 (satu) tahun pada masa akhir tugasnya. Bagian Keempat Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Pasal 17
Pelayanan kesehatan tradisional harus terjamin keamanan dan manfaatnya bagi kesehatan serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Pasal 18 (1)
Setiap tindakan pada pelayanan kesehatan tradisional yang akan dilakukan terhadap klien harus mendapat persetujuan dari klien dan/atau keluarganya.
(2)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah klien memperoleh penjelasan secara lengkap dari pemberi pelayanan.
(3)
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup : a. tata cara tindakan yang akan dilakukan; b. tujuan dilakukan tindakan; c. risiko dan kerugian yang mungkin terjadi; d. manfaat yang akan didapat; e. perkiraan biaya.
(4)
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diberikan secara lisan atau tertulis.
(5)
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang mengandung risiko tinggi harus ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Pasal 19 ...
Pasal 19 (1)
Pemberi pelayanan kesehatan tradisional dalam memberikan pelayanan wajib membuat dan menyimpan catatan klien.
(2)
Catatan pasien/klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi : a. identitas klien; b. gejala penyakit atau keluhan klien; dan c. tindakan dan obat yang diberikan. Pasal 20
(1)
Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib menyimpan rahasia klien.
(2)
Rahasia klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka
untuk
kepentingan
kesehatan
pasien/klien,
atas
permintaan/persetujuan klien sendiri dan/atau atas permintaan hakim pengadilan, dan/atau untuk (3)
keperluan pendidikan dan penelitian. Pasal 21
Penyelenggara
pelayanan
kesehatan
tradisional
dilarang
mempublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan kesehatan
baru
yang
belum
dapat
dibuktikan
manfaat
dan
keamanannya sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 22 (1)
Pemberi pelayanan kesehatan tradisional tidak boleh menerima klien yang tidak sesuai dengan keahlian dan keilmuan yang dimilikinya.
(2)
Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib segera mengirim pasien/klien ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila tidak mampu menangani masalah kesehatan yang diderita klien.
(3)
Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib memberikan pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat sebelum mengirim klien ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 23 ...
Pasal 23 (1)
Tenaga yang melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional dilarang : a. menggunakan
peralatan
kedokteran
dan
penunjang
diagnostik kedokteran; b. menggunakan obat tradisional yang diproduksi oleh industri obat tradisional (pabrikan) yang tidak terdaftar dan obat tradisional racikan yang bahan bakunya tidak memenuhi persyaratan kesehatan. (2)
Praktik perseorangan tenaga yankestrad dilarang melakukan rawat inap klien. BAB V PERIZINAN DAN PENYELENGARAAN TENAGA PENGOBATAN KOMPLEMENTER ALTERNATIF Bagian Pertama Perizinan Tenaga pengobatan komplementer alternatif Pasal 24
(1)
Tenaga pengobatan komplementer alternatif yang melaksanakan pengobatan komplementer alternatif harus memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh organisasi profesi atau sertifikat yang diakui organisai profesi terkait.
(2)
Tenaga
pengobatan
komplementer-alternatif
hanya
dapat
melaksanakan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan
yang
dapat
digunakan
untuk
melaksanakan sinergi pelayanan pengobatan komplementeralternatif. (3)
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Rumah Sakit Pendidikan; b. Rumah Sakit Non Pendidikan; c. Rumah Sakit umum; d. Rumah Sakit Khusus;
e. Rumah Sakit ...
e. Rumah Sakit Swasta; f. Griya Kesehatan Tradisional g. Praktik Perorangan; h. Praktik Berkelompok; i. Puskesmas. (4)
Rumah Sakit yang akan memberikan pelayanan pengobatan komplementer alternatif harus memenuhi persyaratan : a. Rumah Sakit tersebut harus mempunyai kebijakan yang ditetapkan melaui Keputusan Direktur Rumah Sakit; b. Terakreditasi untuk minimal 5 (lima) pelayanan utama; c. Penggunaan
pengobatan
komplementer
alternatif
harus
sinergi dengan pelayan lainnya yang ada di Rumah Sakit. (5)
Praktik perorangan pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi.
(6)
Praktik berkelompok pengobatan komplementer-alternatif harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi sebagai penanggung jawab secara medis dalam pengobatan komplementer-alternatif. Pasal 25
(1)
Pimpinan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
hanya
dapat
mempekerjakan tenaga pengobatan komplementer alternatif yang
memiliki
SBR-TPKA
dan
ST-TPKA/SIK-TPKA
sesuai
ketentuan Peraturan Daerah. (2)
Dokter,
dokter
gigi
yang
akan
melaksanakan
pengobatan
komplementer alternatif harus memiliki SIP yang berlaku dan wajib memiliki ST-TPKA. (3)
Tenaga
kesehatan
lainnya
yang
memberikan
pelayanan
pengobatan komplementer-alternatif dan telah ada peraturan registrasi dan perizinan tenaga kesehatannya harus memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja sesuai SIK -TPKA dan peraturan yang berlaku. (4)
Untuk tenaga kesehatan lainnya yang belum ada peraturan registrasi dan perizinan tenaga kesehatannya, wajib memiliki SIK-TPKA. (5) Dokter ...
(5)
Dokter dan dokter gigi yang memberikan pelayanan pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat memiliki maksimal 3 (tiga) ST-TPKA sesuai ketentuan Surat Izin Praktik Dokter/ Dokter Gigi.
(6)
Tenaga
kesehatan
lainnya
yang
memberikan
pelayanan
pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat memiliki 1 (satu) ST-TPKA/SIK-TPKA. (7)
Blanko ST-TPKA/SIK-TPKA berwarna biru. Pasal 26
(1)
Untuk
memperoleh
ST-TPKA/SIK-TPKA
di
wilayah
Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dokter, dokter gigi
dan
tenaga
kesehatan
lainnya
harus
mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas dengan melampirkan : a. fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor) yang masih berlaku; b. fotokopi SBR-TPKA yang masih berlaku; c. fotokopi Surat Izin Praktik/Surat Izin Kerja tenaga kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. fotokopi ijazah pendidikan tenaga pengobatan komplementeralternatif
yang
disahkan
oleh
pimpinan
penyelenggara
pendidikan yang bersangkutan; e. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP; f. pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar; g. surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja, untuk yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan; h. surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri. i. untuk warga negara asing melampirkan juga Fotokopi Surat Izin Praktik di negaranya. (2)
Bentuk permohonan ST-TPKA/SIK-TPKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir VII Lampiran Peraturan Walikota ini. (3) Bentuk ...
(3)
Bentuk format ST-TPKA/SIK-TPKA tercantum dalam formulir VIII.a dan VIII.b Lampiran Peraturan Walikota ini.
(4)
Untuk pembuatan ST-TPKA/SIK-TPKA dilakukan survei untuk menilai sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5)
Bentuk format survey untuk pembuatan ST-TPKA/SIK-TPKA tercantum dalam formulir IX Lampiran Peraturan Walikota ini. Bagian Kedua Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Asing Pasal 27
(1)
Tenaga
asing
yang
melaksanakan
komplementer-alternatif
dilarang
pelayanan
untuk
pengobatan
melakukan
praktik
perorangan/berkelompok. (2)
Tenaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh melaksanakan
pelayanan
pengobatan
dengan
prinsip
alih
teknologi dalam bidang pengobatan komplementer-alternatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3)
Tenaga asing setelah memperoleh SBR-TPKA dari provinsi, harus mengajukan permohonan SIK-TPKA kepada Kepala Dinas. Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Pelayanan Pengobatan Komplementer Alternatif Pasal 28 (1)
Pengobatan komplementer alternatif dilakukan sebagai upaya pelayanan yang berkesinambungan mulai dari peningkatan kesehatan
(promotif),
pencegahan
penyakit
(preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan atau pemulihan kesehatan (rehabilitatif). (2)
Dokter,
dokter
gigi
dan
tenaga
kesehatan
lainnya
yang
memberikan pelayanan pengobatan kompplementer alternatif tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan biomedik maka yang bersangkutan dinyatakan sebagai tenaga yankestrad. (3) Dalam ...
(3)
Dalam pelaksanaan pengobatan komplementer alternatif harus sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan kesehatan komplementer
alternatif
dengan
melakukan
anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa, terapi dan proses rujukan. (4)
Hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya.
(5)
Dalam melaksanakan kewenangannya, dokter, dokter gigi dan tenaga
kesehatan
lainnya
yang
melakukan
pelayanan
pengobatan komplementer alternatif berkewajiban untuk : a. menghormati hak klien; b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani atau belum selesai ditangani dengan sistem rujukan yang berlaku; c. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi klien; d. memberikan informasi dalam lingkup pelayanan pengobatan komplementer alternatif; e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan; f.
melakukan pencatatan dengan baik. BAB VI PERIZINAN GRIYA KESEHATAN TRADISIONAL Pasal 29
(1)
Pelayanan kesehatan tradisional yang jumlah tenaga yankestrad dan/atau tenaga TPKA melebihi 3 orang harus mengajukan Izin Griya Kesehatan tradisional.
(2)
Untuk
memperoleh
Izin
Griya
Kesehatan
tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan pelayanan
Perizinan
Terpadu
(BPMP2T)
Kota
dengan
melampirkan : a. surat
permohonan
ke
Badan
Penanaman
Modal
dan
pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kota di atas materai Rp. 6000,-; b. KTP ...
b. KTP Pemohon; c. pas foto berwarna 4 x 6 sebanyak 2 lembar; d. fotokopi
usaha
perseorangan
atau
berbadan
usaha
(melampirkan Akte Pendirian Usaha); e. rekomendasi dari Dinas; f. peta lokasi dan denah ruangan; g. fotokopi IPR dan IMB; h. fotokopi surat izin gangguan (HO); i. dokumen
lingkungan
SPPL
(MOU
untuk
pembuangan
limbah); j. status bangunan (milik/perjanjian kontrak); k. profil griya tradisional yang akan didirikan meliputi struktur organisasi, kepengurusan, daftar tenaga meliputi jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana, peralatan serta jenis pelayanan yang diberikan. (3)
Rekomendasi Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, diberikan setelah dilakukan survei untuk menilai metode, sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai ketentuan yang berlaku.
(4)
Format permohonan Griya Kesehatan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Formulir X Lampiran Peraturan Walikota ini.
(5)
Format Survei Griya Kesehatan Tradisional tercantum dalam Formulir XI Peraturan Walikota ini. Pasal 30
(1)
Izin penyelenggaraan griya tradisional wajib diperpanjang setiap 5 (lima) tahun.
(2)
Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sema dengan saat pengajuan pertama.
(3)
Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diajukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir.
(4) Apabila ...
(4)
Apabila terjadi pergantian penanggungjawab pelayanan agar dilaporkan ke Dinas.
(5)
Griya tradisional wajib membuat laporan kegiatan setiap 4 (empat) sekali kepada Puskesmas setempat dengan tembusan ditujukan kepada Kepala Dinas, sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31
(1)
Dinas
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
Pelayanan Kesehatan Tradisonal dan Pengobatan Komplementer Alternatif. (2)
Pembinaan
dan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan pengobatan tradisional. (3)
Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan secara bersama dengan lintas sektor terkait dan mengikutsertakan organisasi profesi di bidang kesehatan, asosiasi/ organisasi profesi dibidang pelayanan
kesehatan
tradisonal
dan
lembaga
swadaya
masyarakat. (4)
Puskesmas mempunyai tugas dan tanggungjawab membantu Dinas
dalam
pemantauan
melaksanakan terhadap
inventarisasi,
pelayanan
pembinaan
kesehatan
dan
tradisional
di
wilayah kerjanya. (5)
Dinas dapat menetapkan larangan terhadap pengobat, tenaga kesehatan tradisional dan dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan
kesehatan
komplementer
alternatif
yang
membahayakan kesehatan.
BAB VIII ...
BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 32 (1)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas dapat melakukan tindakan administratif terhadap pengobat tradisioal, tenaga kesehatan tradisional, dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan pengobatan komplementer alternatif yang
melaksanakan
kegiatan
yang
tidak
sesuai
dengan
ketentuan dalam Peraturan Walikota ini. (2)
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan, 2 minggu dan 1 minggu c. penghentian
sementara
kegiatan
untuk
jangka
waktu
tertentu; d. pencabutan izin tenaga Yankestrad dan TPKA; e. rekomendasi pencabutan izin sarana tempat dilakukan pelayanan
kesehatan
tradisional,
komplementer
dan
alternatif. Pasal 33 Bagi tenaga kesehatan tradisional asing yang kegiatannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota, maka izin sarana pelayanan kesehatan
tradisional
yang
mensponsorinya,
direkomendasikan
dicabut. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dan Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA) yang sebelum Peraturan Walikota ini ditetapkan telah memiliki izin, dan izin tersebut belum berakhir, maka izin tersebut dinyatakan tetap berlaku sampai masa izinnya berakhir. BAB X ...
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Depok. Ditetapkan di Depok pada tanggal 5 September 2013 WALIKOTA DEPOK
H. NUR MAHMUDI IS MA’IL Diundangkan di Depok pada tanggal 5 September 2013 SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK
Hj. ETY SURYAHATI LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2013 NOMOR 33