WALIKOTA CIMAHI PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR 24 TAHUN 2012
TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DI KOTA CIMAHI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,
Menimbang
:
a.
bahwa ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
b.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dipandang perlu adanya pengaturan tata cara pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan di Kota Cimahi;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3259);
2.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2 Menjadi
Undang-Undang
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62. Tambanan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 3.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
4.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4116);
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6.
Undang-Undang
Nomor
Perbendaharaan
Negara
1
Tahun
(Lembaran
2004
tentang
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7.
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan
Tanggung
jawab
Keuangan
Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 8.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Page 2
3 9.
Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Penjualan
Barang
Sitaan
yang
dikecualikan
dari
Penjualan Secara Lelang dalam rangka Penagihan Pajak dengan
Surat
Paksa
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4050); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488); 14. Peraturan
Pemerintah
Nomor
58
Tahun
2005
tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pembagian
Pemerintah Urusan
Nomor
38
Tahun
Pemerintahan
2007
antara
tentang
Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Page 3
4 17. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2010
Nomor
153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179); 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya; 20. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pokok - pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2007 Nomor 80 Seri E); 21. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Cimahi (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2008 Nomor 86 Seri D); 22. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 2 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi Kota Cimahi (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2011 Nomor ..........);
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN PEMUNGUTAN
WALIKOTA PAJAK
TENTANG BUMI
DAN
TATA
BANGUNAN
PERKOTAAN DI KOTA CIMAHI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang di maksud dengan : 1. Kota adalah Kota Cimahi.
Page 4
CARA
5 2. Pemetintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah 3. Walikota adalah Walikota Cimahi. 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah dan/atau retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Dinas Pendapatan adalah Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Pajak Daerah. 6. Kepala Dinas Pendapatan adalah Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Pajak Daerah. 7. Kas Daerah adalah Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota untuk memegang Kas Daerah. 8. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah badi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 9. Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 10. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kota. 11. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pendalaman dan/atau laut. 12. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
dan Perkotaan, yang
selanjutnya disebut Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 13. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh
manfaat
atas Bumi, dan/atau
memiliki, menguasai , dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan
Page 5
6 14. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Perkotaan yang
selanjutnya disebut dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau
memiliki,
manfaat
atas
menguasai,
Bangunan
dan
dan/atau
memperoleh
dikenakan
kewajiban
membayar pajak. 15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainya, lembaga dan bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif. 16. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 17. Lampiran
Surat
Pemberitahuan
Objek
Pajak,
yang
selanjutnya disingkat LSPOP adalah Lampiran surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan
dan Perkotaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan lampiran tidak terpisahkan dari bagian SPOP. 18. Nilai Jual Obyek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti. 19. Pemeliharaan
basis
data
adalah
pelaksanaan
pemeliharaan basis data yang telah diterbrntuk karena adanya perubahan data objek dan subyek pajak. Dalam pelaksanaan pemeliharaan basis data yang menyangkut
Page 6
7 perubahan data seperti pendaftaran objek pajak baru, pemecahan
atau
penggabungan,
tidak
dibenarkan
dilakukan perubahan data numeris sebelum dilakukan pemutakhiran data grafis 20. Basis Data adalah Kumpulan informasi objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan serta data pendukung lainnya dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu serta disimpan dalam penympan data 21. Blok adalah Zona Geografis yang terdiri dari sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/atau buatan manusia yang bersifat permanen/tetap, seperti jalan, selokan,
sungai
dan
sebagainya
untuk
kepentingan
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan 22. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) adalah Daftar yang
dibuat
untuk
memudahkan
perhitungan
nilai
bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/atau biaya komponen material bangunan dan biaya komponen fasilitas bangunan. 23. Daftar Hasil Rekaman (DHR) adalah Daftar yang memuat rincian data tentang Objek dan Subjek Pajak serta besarnya nilai objek pajak sebagai hasil dari perekaman data. 24. Pemutakhiran Basis Data adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyesuaikan data yang disimpan di dalam basis data dengan data yang sebenarnya di lapangan. 25. Peta Blok adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas dan/atau batas buatan manusia, seperti :
jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk
kepentingan
pengenaan
Pajak
Bumi
dan
Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintah Kelurahan 26. Peta Kelurahan adalah Peta wilayah administrasi kelurahan dengan skala tertentu yang memuat segala informasi mengenai informasi mengenai jenis tanah, batas dan nomor blok, batas wilayah administrasi pemerintahan, dan keterangan lainnya yang diperlukan. 27. Peta Zona Nilai Tanah adalah Peta yang menggambarkan suatu zona gografis yang terdiri dari atas sekelompok objek
Page 7
8 pajak yang mempunyai suatu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatsi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam suatu wilayah administrasi kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada batas blok. 28. Zona Nilai Tanah yang selanjutnya disingkat ZNT adalah suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi kelurahan yang tidak terikat kepada batas blok 29. Nilai Indikasi Rata-rata yang selanjutnya disingkat NIR adalah nilai yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah 30. Penilaian Massal adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan. 31. Penilaian individu adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
terhadap
objek
pajak
dengan
cara
memperhitungkan karakteristik dari setiap objek pajak 32. Klasifikasi NJOP adalah pengelompokan nilai jual rata-rat atas permukaan bumi atas permukaan bumi berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan penghitungan pajak terutang 33. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT adalah
surat yang digunakan oleh
Pemerintah Daerah untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan yang terutang kepada wajib pajak. 34. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. 35. Surat Tagihan Pajak Daerah , yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrative berupa bunga dan/atau denda 36. Surat Setoran Pajak Daerah yang selajutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota
Page 8
9 37. Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Lebih
Bayar,
yang
selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang 38. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang
selanjutnya
disingkat
SKPDKBT,
adalah
surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 39. Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Keberatan atas SPPT, SKPD dan STPD 40. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SPPT, SKPD dan STPD 41. Banding adalah upaya hokum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku 42. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak 43. Surat
Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan
yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yeng terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Surat Tagihan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 44. Surat Keputusan Keberatan adalah surat Keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan. 45. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Page 9
10 46. Pemeriksa
Pajak
adalah
Pegawai
Negeri
Sipil
di
lingkungan Dinas Pendapatan Kota Cimahi atau seorang ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak 47. Dokumen adalah data dan informasi yang berkaitan dengan objek dan subjek PBB antara lain identitas Wajib Pajak, data kepemilikan, data perijinan, data pembayaran PBB 48. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di Dinas Pendapatan 49. Pemeriksaan
Lapangan
adalah
pemeriksaan
yang
dilakukan di tempat kedudukan, ditempat objek pajak, tempat kegiatan usaha, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Dinas Pendapatan 50. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disebut LHP adalah Laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan 51. Surat Perintah Pemeriksaan adalah Surat perintah untuk melaksanakan Pemeriksaan yang selanjutnya disebut dengan SP2
BAB ll RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Tata cara pemungutan PBB dalam peraturan ini meliputi: a. Tata cara pendaftaran objek pajak baru; b. Tata cara pendataan, penilaian dan penetapan objek pajak; c. Tata cara penerbitan SPPT /SKPD PBB. d. Tata cara pembayaran PBB; e. Tata cara mutasi objek dan subjek pajak PBB; f. Tata cara penerbitan salinan SPPT PBB; g. Tata cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB h. Tata cara Pembetulan atau Pembatalan SPPT / SKPD PBB, i. Tata Cara Penentuan Kembali Tanggal Jatuh Tempo;
Page 10
11 j. Tata cara pengelolaan kelebihan pembayaran PBB; k. Tata cara pengurangan PBB; l. Tata cara Penagihan PBB; m. Tata cara pengajuan keberatan; n. Tata cara
penghapusan piutang PBB yang sudah
kedaluarsa. (2) Pendaftaran objek pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pendaftaran objek pajak PBB yang belum terdaftar pada administrasi Pemerintah Daerah. (3) Pendataan dan penilaian dan penetapan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah pelaksanaan pembentukan basis data PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (4) Penerbitan SPPT / SKPD PBB sebagaimana dimaksud pada
ayat
berdasarkan
(1)
huruf
cetak
c
adalah
massal
PBB
proses atau
penerbitan berdasarkan
pendaftaran langsung wajib pajak. (5) Pembayaran PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah proses pembayaran PBB yang dilakukan oleh Wajib Pajak melalui payment online system pada Tempat Pembayaran
PBB atau Tempat Pembayaran
Elektronik yang harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT / SKPD PBB oleh Wajib Pajak. (6) Mutasi objek/subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah perubahan atas data objek/subjek pajak yang diakibatkan oleh jual beli, waris, hibah, dan lainlain. (7)
Penerbitan
salinan
SPPT/SKPD
PBB
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah proses penerbitan SPPT/SKPD PBB sebagai pengganti SPPT/SKPD PBB yang hilang/belum diterima wajib pajak. (8)
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g adalah proses
pengurangan
atau
penghapusan
sanksi
administrasi PBB sebagai akibat dari kekhilafan wajib pajak (9)
Pembetulan dan/atau Pembatalan SPPT/SKPD/STPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h adalah proses
penerbitan
Page 11
Keputusan
Pembatalan
dan/atau
12 Pembetulan
SPPT / SKPD / STPD
PBB sebagai
akibat penerbitan SPPT/SKPD/STPD PBB yang tidak benar sebagai akibat kesalahan tulis, dan/atau kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. (10) Penentuan kembali tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i adalah proses penentuan kembali
tanggal
jatuh
tempo
akibat
keterlambatan
diterimanya SPPT/SKPD PBB pada tahun berjalan. (11) Pengelolaan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
huruf
j
adalah
proses
penyelesaian atas kelebihan pembayaran PBB kepada wajib pajak. (12) Pengurangan PBB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
huruf
k
adalah
pemberian
pengurangan
pembayaran atas permohonan wajib pajak terhadap ketetapan PBB yang terutang. (13) Penagihan PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l adalah proses penagihan wajib pajak yang tidak dibayar
atau
kurang
dibayar
setelah
jatuh
tempo
pembayaran. (14) Pengajuan keberatan PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m adalah proses penyelesaian administrasi akibat perbedaan penafsiran ketentuan peraturan. (15) Penghapusan piutang PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l adalah akibat tidak bia tertagih dan/atau sudah kedaluarsa.
BAB llI TATA CARA PEMUNGUTAN PBB Bagian Pertama Tata cara Pendaftaran Objek PBB baru Pasal 3 (1) Pendaftaran objek PBB baru, dilakukan oleh subjek pajak atau wajib pajak dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan kepada Walikota melalui Dinas; b. Mengisi SPOP, termasuk LSPOP dengan jelas, benar dan lengkap;
Page 12
13 c. Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh dengan cuma-cuma di Dinas; d. Wajib Pajak yang memiliki NPWP/ NPWPD wajib mencantumkan NPWP/NPWPD dalam kolom yang tersedia dalam SPOP; e. Surat
permohonan
dan
SPOP
termasuk
LSPOP
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, ditandatangani oleh subjek pajak atau wajib pajak dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau wajib pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai; f. Surat
permohonan
dan
SPOP
termasuk
LSPOP
disampaikan kepada Walikota melalui Dinas selambatlambatnya
30
(tiga
puluh)
hari
terhitung
sejak
diterimanya SPOP oleh subjek pajak atau kuasanya; g. Melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut : 1) Fotocopy KTP atau identitas diri lainnya; 2) Fotocopy
bukti
pemanfaatan
kepemilikan
/
penguasaan
/
tanah (sertifikat/AJB/Girik/dokumen
lain yang sejenis); 3) Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi yang memiliki bangunan; 4) Fotocopy
NPWP/NPWPD
(bagi
yang
memiliki
NPWP/ NPWPD); 5) Fotocopy SSB/SSPD BPHTB; 6) Surat Keterangan Tanah dari Lurah yang diketahui oleh Camat setempat. (2) Pengenaan PBB atas pendaftaran objek pajak baru di tetapkan sampai dengan 5 tahun sebelumnya termasuk tahun pajak berjalan. (3) Atas pendaftaran objek pajak baru Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan.
Bagian Kedua Tata cara pendataan, penilaian dan penetapan objek pajak;
Pasal 4 (1) Pendataan objek dan subjek PBB dilakukan oleh Dinas
Page 13
14 dengan menuangkan hasilnya ke dalam formulir SPOP dan Peta. (2) Pendataan objek dan subjek PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara penyampaian SPOP, pengidentifikasian objek pajak, verifikasi data objek dan subjek
pajak,
pengukuran
bidang
objek
pajak,
penggambaran peta dan pengolahan data grafis. (3) Hasil pendataan dan pemutakhiran data objek dan subjek pajak dikelola dalam sebuah sistem manajemen informasi objek dan subjek pajak. (4) Dinas dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang memiliki data yang berkaitan dengan objek dan/atau subjek pajak untuk pemutakhiran data PBB. (5) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta
Tanah
Sementara
(PPATS),
Notaris,
Kantor
Pertanahan, Kantor yang membidangi pelelangan negara, wajib melaporkan data Akta, Risalah Lelang, Sertifikasi Tanah kepada Walikota melalui Dinas.
Tata Cara Penilaian Objek PBB Pasal 5 (1) Penilaian objek PBB dilakukan oleh Dinas secara massal untuk objek pajak standar dan
secara individual untuk
objek pajak non standar dan objek pajak khusus, dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditentukan dengan kriteria objek pajak sebagai berikut : a. Objek pajak standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : 1) Tanah : < 10.000 m2 2) Bangunan : jumlah lantai < 4 3) Luas bangunan < 1.000 m2 b. Objek Non Standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi salah satu dari berikut : 1) Tanah : > 10.000 m2 2) Bangunan : jumlah lantai > 4 3) Luas bangunan > 1.000 m2
Page 14
kriteria-kriteria sebagai
15 c. Objek Pajak khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki yang kkhusus seperti : Lapangan Golf, Pelabuhan udara, jalan Tol, Pompa bensin, Tower, Pipa Migas, Jalan dan Stasiun Kereta Api) (2) Hasil penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikonversi ke dalam klasifikasi nilai bumi dan klasifikasi nilai bangunan yang besarnya sebagaimana dalam lampiran.
Pasal 6 (1) Penilaian massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat berupa : a. penilaian massal tanah; b. penilaian massal bangunan dengan menyusun Daftar Biaya Komponen Bangunan objek pajak standar; c. Penilaian massal bangunan dengan menyusun Daftar Biaya Komponen Bangunan objek pajak non standar.
Pasal 7 (1) Penilaian secara individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat berupa : a. penilaian
individual
untuk
objek
pajak
dengan
pendekatan data pasar; b. penilaian individual objek pajak dengan pendekatan biaya; c. penilaian
individual
untuk
objek
pajak
dengan
pendekatan kapitalisasi pendapatan. (2) Penilaian objek pajak dapat dibantu dengan aplikasi penilaian yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Informasi subjek dan objek pajak.
Bagian Ketiga Tata Cara Penerbitan SPPT / SKPD PBB Pasal 8 (1) SPPT
/
SKPD
PBB
ditetapkan,
diterbitkan
dan
ditandatangani oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan tugas,
Page 15
16 khususnya yang terkait dengan penandatanganan SPPT / SKPD PBB, maka penandatanganan SPPT / SKPD PBB dapat dilakukan dengan cetakan tandatangan dan cap basah: (3) SPPT / SKPD PBB dapat diterbitkan melalui : a. Pencetakan massal; b. Pencetakan dalam rangka : 1) Pembuatan salinan SPPT / SKPD PBB; 2) Penerbitan SPPT / SKPD PBB sebagai tindak lanjut atas
keputusan
keberatan,
pengurangan
atau
pembetulan; 3) Tindak lanjut pendaftaran objek pajak baru; 4) Mutasi objek dan/atau subjek pajak.
Bagian Keempat Tata Cara Pembayaran PBB Pasal 9 (1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT PBB oleh wajib pajak. (2) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD PBB harus dilunasi selambat-lambatnya satu bulan sejak tanggal diterimanya SKPD PBB oleh wajib pajak. (3) Pajak yang terutang dengan SPPT / SKPD pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT / SKPD sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 10 Pajak yang terutang dapat dibayar melalui Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota.
Pasal 11 (1) Pembayaran pajak terutang melalui Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan secara langsung ke tempat pembayaran yang ditunjuk sebagaimana tercantum dalam
Page 16
17 SPPT/SKPD PBB. (2) Pembayaran dengan cek Bank/Giro Bilyet Bank, baru dianggap sah apabila telah dilakukan kliring. (3) Wajib Pajak menerima STTS / SSPD PBB/bukti lain yang sah sebagai bukti telah melunasi pembayaran PBB dari Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota.
Bagian Kelima Tata cara Mutasi Objek dan Subjek PBB Pasal 12 (1) Atas dasar pengalihan objek PBB, wajib pajak dapat mengajukan permohonan mutasi antara lain : a. Mutasi sebagian yaitu mutasi atas objek pajak yang dialihkan sebagian kepada wajib pajak lain dengan sisa objek pajak masih atas nama wajib pajak semula atau nama lain. Terhadap objek pajak pecahan diberikan NOP baru dan dilakukan pemutakhiran data grafis . b. Mutasi seluruhnya yaitu, mutasi atas objek pajak yang dialihkan seluruhnya kepada wajib pajak lain. (3) Kelengkapan permohonan mutasi objek dan subjek PBB, meliputi : a. Surat permohonan mutasi; b. Bukti perolehan/pengalihan objek pajak; c. Bukti lunas PBB 5 (lima) tahun sebelumnya; d. Mengisi SPOP dan LSPOP; e. Fotocopy SSB/SSPD BPHTB; f.
Fotocopy identitas kepemilikan KTP/SIM;
g.
Fotocopy bukti kepemilikan/ penguasaan/ pemanfaatan tanah (sertifikat/AJB/Girik/dokumen lain yang sejenis);
h. Surat Keterangan dari Lurah; i.
Surat Kuasa (apabila dikuasakan);
(4) Penyelesaian mutasi sebagian dan/atau seluruh objek dan/atau subjek PBB melalui penelitian kantor/lapangan dituangkan dalam uraian penelitian.
Bagian Keenam Tata Cara Penerbitan Salinan SPPT PBB
Page 17
18 Pasal 13 (1) Atas dasar belum diterimanya SPPT PBB atau sebab lain, wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan salinan SPPT PBB secara perorangan ataupun secara kolektif ke Dinas. (2) Dalam hal SPPT PBB sedang dilakukan cetak massal, untuk keperluan informasi NJOP dalam rangka transaksi atas objek pajak, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan NJOP. (3) Kelengkapan persyaratan pengajuan penerbitan SPPT PBB antara lain : a. Surat Permohonan Penerbitan Salinan/Surat keterangan NJOP; b. Surat pengantar dari Kelurahan; c. STTS/SSPD/Tanda lunas lain PBB 5 Tahun terakhir; d. Kartu tanda identitas pemohon KTP/SIM; e. Surat Kuasa (apabila dikuasakan);
Bagian Ketujuh Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB Pasal 14 Walikota atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatan atau atas permohonan
Wajib
Pajak
dapat
Mengurangkan
atau
menghapuskan sanksi administrasi PBB yang dikenakan karena kekhilafan wajib pajak; Pasal 15 Untuk
mendukung
permohonan
pengurangan
dan/atau
penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, permohonan dilampiri dengan : a. Surat permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi. b. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan. c. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) atas SPPT / SKPD tahun berjalan. d. Surat kuasa bermaterai dalam hal dikuasakan;
Page 18
19 Bagian Kedelapan Tata Cara Pembetulan atau Pembatalan SPPT/ SKPD / STPD PBB Pasal 16 1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan Pembetulan atau pembatalan SPPT / SKPD / STPD PBB 2) Pembetulan meliputi pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan
yang
bersifat
manusiawi
yang
tidak
mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, yaitu : a. Kesalahan tulis, antara lain kesalahan penulisan Nomor Objek Pajak, nama Wajib Pajak, alamat Wajib Pajak, alamat objek pajak PBB, nomor surat keputusan atau surat ketetapan, luas tanah, luas bangunan, Tahun Pajak, dan/atau tanggal jatuh tempo pembayaran; b. Kesalahan hitung, antara lain kesalahan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; dan/atau c. Kekeliruan
penerapan
ketentuan
tertentu
dalam
peraturan perundang-undangan PBB atau BPHTB, antara lain kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
dan
kekeliruan
penerapan
sanksi
administrasi.
3) Pembatalan SPPT / SKPD/ STPD diajukan dalam hal Wajib pajak menerima SPPT lebih dari satu atas objek pajak yang sama. 4) Persyaratan permohonan pembatalan SPPT/SKPD /STPD PBB antara lain : a. Surat permohonan pembatalan SPPT/SKPD /STPD b. Surat Pernyataan alasan pembatalan dari pemohon, bermaterai; c. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; d. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan. e. SPPT/ SKPD/ STPD 5) Pengenaan PBB atas pembetulan objek pajak di tetapkan sampai dengan 5 tahun sebelumnya termasuk tahun pajak berjalan.
Page 19
20 6) Atas pembetulan objek pajak Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan. Pasal 17
Bagian Kesembilan Tata Cara Penentuan Kembali Tanggal Jatuh Tempo Pasal 18 (1) Atas dasar keterlambatan diterimanya SPPT/SKPD PBB tahun berjalan wajib pajak dapat mengajukan permohonan penentuan kembali tanggal jatuh tempo. (2) Batas waktu penundaan jatuh tempo maksimal bulan Desember tahun berjalan. (3) Permohonan penentuan kembali tanggal jatuh tempo diajukan dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut : a. Surat permohonan. b. SPPT/SKPD PBB yang sudah diterima dilengkapi dengan tanggal bukti penerimaan c. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; d. Fotocopy identitas Wajib Pajak atau fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan.
Bagian Kesepuluh Tata Cara Pengelolaan Kelebihan Pembayaran PBB
Pasal 19 (1) Kelebihan pembayaran pajak terhutang wajib pajak dikompensasikan pada tagihan PBB tahun berikutnya. (2) Pengajuan kompensasi disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi persyaratan sebagai berikut : a. Surat permohonan. b. STTS/SKPD PBB asli dan fotocopy; c. Bukti lunas PBB tahun sebelumnya; d. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; e. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan;
Page 20
21 Bagian Kesebelas Tata Cara Pengurangan PBB Pasal 20 (1) Pengurangan PBB dapat diberikan
kepada wajib pajak
karena : a. kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak; b. karena sebab-sebab tertentu lainnya dalam hal objek pajak terkena bencana alam dan/atau sebab lain yang luar biasa. (2) kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut : a. Untuk wajib pajak orang pribadi meliputi : 1) Objek pajak pribadi dan subyek pajak pribadi anggota veteran pejuang kemerdekaan/janda atau dudanya; 2) Objek pajak pribadi untuk masyarakat tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). b. Wajib pajak badan
yang mengalami kerugian
dan
kesulitan likuiditas diatas Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar rupiah) pada tahun sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik.
Pasal 21 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diberikan kepada wajib pajak atas PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT/SKPD PBB. (2) SPPT/SKPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diberikan pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasinya.
Pasal 22 Pengurangan PBB dapat diberikan :
Page 21
22 a. Sebesar 75 % dari PBB Objek pajak pribadi dan subyek pajak pribadi anggota veteran pejuang kemerdekaan/janda atau dudanya; b. Sebesar 30 % Objek pajak pribadi untuk masyarakat tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). c. Sebesar paling tinggi 100 % dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b.
Pasal 23 (1) Pengurangan PBB terutang berdasarkan permohonan wajib pajak. (2) Permohonan pengurangan PBB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan oleh masingmasing wajib pajak atau kolektif. (3) Permohonan pengurangan secara kolektif diberikan bagi wajib pajak orang pribadi karena sebab-sebab tertentu dalam hal objek pajak terkena bencana alam dan/atau sebab lain yang luar biasa.
Pasal 24 Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan harus memenuhi persyaratan : a.
Satu permohonan untuk satu SPPT/SKPD PBB;
b.
Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya permohonan pengurangan;
c.
Diajukan kepada Kepala Dinas;
d.
Melampirkan foto copy SPPT/SKPD PBB yang dimohon;
e.
Permohonan ditandatangani oleh wajib pajak, dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh kuasa wajib pajak dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai.
f.
Melampirkan dokumen pendukung antara lain: 1) Untuk
Wajib
Pajak
Veteran/Janda
Vetreran
melampirkan SK Veteran. 2) Untuk Wajib pajak pribadi yang tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) g.
Diajukan dalam waktu :
Page 22
23 a. Tiga bulan sejak diterimanya SPPT/SKPD PBB; b. Tiga bulan terhitung sejak terjadinya bencana alam dan/atau kejadian luar biasa; h.
Tidak mempunyai tunggakan atas tunggakan pajak tahun sebelumnya dengan melampirkan STTS/ SSPD / tanda bukti lunas lain yang sah.
Pasal 25 Permohonan Pengurangan secara kolektif dapat diajukan dengan persyaratan : a. Satu permohonan untuk beberapa objek Pajak dalam tahun yang sama; b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan besaran persentase pengurangan yang dimohonkan; c. Diajukan oleh Lurah setempat; d. Dilampiri fotocopy SPPT/ SKPD PBB yang dimohon; e. Diajukan dalam jangka waktu : a) Tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT/ SKPD PBB; b) Tiga bulan sejak terjadinya bencana alam dan/atau kejadian luar biasa. f. Tidak sedang diajukan permohonan keberatan atas SPPT/ SKPD PBB yang dimohon pengurangan. Pasal 26 Atas Permohonan pengurangan Dinas melakukan penelitian administrasi dan penelitian lapangan terhadap objek dan subjek pajak dengan
dibuatkan Berita Acara penelitian
lapangan.
Pasal 27 (1)
Keputusan sebagaimana dapat berupa mengabulkan seluruhnya, sebagian atau menolak
permohonan wajib
pajak. (2)
Keputusan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
ditetapkan berdasarkan hasil penelitian. (3)
Wajib pajak yang sudah diberikan suatu keputusan pengurangan tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan untuk SPPT /SKPD PBB yang sama.
(4)
Pemberian pengurangan diberikan atas suatu objek PBB
Page 23
24 yang dimiliki dan ditempati.
Bagian Keduabelas Tata Cara penagihan PBB Pasal 28 (1) SPPT, SKPD, STPD PBB, Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding, sebagai dasar penagihan PBB. (2) Walikota menunjuk Dinas untuk penagihan PBB. (3) Dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang menerbitkan: a. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Surat Perintah Penagihan; c. Surat Paksa; d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; e. Surat Perintah Penyanderaan; f. Surat Pencabutan Sita; g. Pengumuman Lelang; h. Surat Penentuan Harga Limit; i. Pembatalan Lelang; j. Surat
lain
yang
diperlukan
untuk
pelaksanaan
penagihan pajak; (4) Surat Teguran/Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran setelah dikeluarkan STPD. (5) Surat Perintah Penagihan diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.
Pasal 29 (1)
Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN
YANG
MAHA
ESA",
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2)
Surat Paksa diterbitkan apabila : a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Penanggung
Page 24
Pajak
tidak
memenuhi
ketentuan
25 sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Bagian Ketiga belas Tata Cara Pengajuan Keberatan PBB Pasal 30 (1) Keberatan PBB dapat diajukan atas SPPT/SKPD PBB; (2) Keberatan dapat diajukan dalam hal : a. Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak bumi dan/atau bangunan tidak sesuai sebagaimana mestinya; b. Terdapat perbedaan penafsiran ketentuan peraturan PBB.
Pasal 31
(1) Pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 harus memenuhi persyaratan : a. Satu surat permohonan Keberatan untuk satu SPPT/ SKPD PBB; b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; c. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas; d. Dilampiri
asli
SPPT/SKPD
PBB
yang
diajukan
Keberatan; e. Dicantumkan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; f. Diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal Surat yang diajukan keberatan, kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; dan g. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai. (2) Tanggal penerimaan surat Keberatan yang dijadikan dasar untuk
memproses
surat
Keberatan
adalah
tanggal
diterimanya surat Keberatan yang disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya
Page 25
kepada
26 petugas Tempat Pelayanan, atau tanggal pada tanda pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat. (3) Untuk memperkuat alasan pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e pengajuan Keberatan disertai dengan :
a. Surat permohonan keberatan. b. Asli SPPT, SKPD, STPD. c. Fotocopy identitas Wajib Pajak, dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; d. Fotocopy bukti kepemilikan tanah; e. Fotocopy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau f. Fotocopy bukti pendukung lainnya.
Pasal 32
(1) Pengajuan Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dianggap bukan sebagai surat keberatan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
(2) Atas permohonan keberatan objek pajak Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan serta dibuatkan uraian penelitian (3) Berdasarkan uraian penelitian Walikota menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Bagian Keempat belas Penghapusan Piutang PBB Kedaluarsa Pasal 33
(1) Hak untuk melakukan penagihan PBB, termasuk denda administrasi dan biaya penagihan PBB daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan STP, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
(2) Walaupun batas waktu penagihan PBB telah lewat, upaya
Page 26
27 penagihan PBB tetap dapat dilaksanakan apabila Wajib Pajak setetah batas waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang PBB atau tindak pidana lainnya
yang
dapat
menimbulkan
kerugian
pada
pendapatan negara bedasarkan putusan pengadiian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penghapusan Piutang Pajak Pasal 34 (1) Walikota dapat menghapuskan piutang pajak dikarenakan tidak bisa tertagih dan/atau sudah kedaluarsa; (2) Penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota bedasarkan usulan Kepala Dinas Pendapatan; (3) Permohonan penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat : a. Nomor Objek pajak (NOP) b. nama dan alamat wajib pajak; c. Alamat objek pajak d. jumlah piutang pajak; e. tahun pajak; f. alasan penghapusan piutang pajak. (4) Piutang Pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. SPPT; b. SKPD; c. STPD; d. Surat
Keputusan
Pembetulan,
Surat
Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Pasal 35 (1) Dinas Pendapatan menyusun daftar usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan uraian penelitian. (2) Kepala Dinas Pendapatan menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang pajak yang telah diteliti kepada Walikota. (3) Usulan penghapusan piutang pajak yang sudah di tandatangani oleh Walikota ditindaklanjuti penghapusan
Page 27
28 pada basis data. BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Walikota ini diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis Kepala Dinas.
Pasal 37 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cimahi.
Ditetapkan di Cimahi pada tanggal
WALIKOTA CIMAHI,
ITOC TOCHIJA Diundangkan di Cimahi pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA CIMAHI,
BERITA DAERAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012 NOMOR......
Page 28