Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain
WAHANA REHABILITASI TERUMBU KARANG BERBASIS EKOWISATA DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI MATAHARI Fransisca Callista
Dr. Andar Bagus Sriwarno, M.Sn
Program Studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : biorock, ekowisata, energi matahari, rehabilitasi, terumbu karang
Abstrak Terumbu karang merupakan sumber daya laut yang berpotensi besar di Indonesia. Saat ini, sebagian besar kondisi terumbu karang di Indonesia dalam kondisi buruk dan sangat buruk. Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh alam dan perilaku manusia yang memiliki kesadaran yang rendah akan pentingnya upaya pelestarian terumbu karang. Terumbu karang memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai tempat hidup biota laut, pemecah ombak, dan pendukung sektor pariwisata. Salah satu tujuan wisata terumbu karang di Indonesia yang menjalankan kegiatan ekowisata atau kegiatan wisata berbasis lingkungan adalah Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Upaya rehabilitasi dilakukan untuk mempertahankan dan memperbaiki ekosistem terumbu karang yang rusak. Sampai saat ini, upaya rehabilitasi terumbu karang yang dapat menumbuhkan karang dengan cepat adalah metode Biorock. Biorock membantu mempercepat pertumbuhan terumbu karang dengan bantuan listrik bertegangan rendah. Energi alternatif di Pulau Pramuka yang berpotensi besar dikembangkan adalah energi matahari. Untuk menunjang kegiatan ekowisata dan rehabilitasi terumbu karang, dirancanglah sebuah wahana rehabilitasi terumbu karang dengan metode Biorock dengan sumber energi matahari. Wahana rehabilitasi ini didesain untuk mengakomodasi kebutuhan wisata bawah laut dengan fasilitas penunjang kegiatan selam dan glass bottom view.
Abstract Coral reefs are potential marine resources for Indonesia. Currently, most of the coral reefs in Indonesia is either in poor or very poor condition. The damages inflicted to coral reefs are due to the nature and human behavior that have a low awareness about how important it is to conserve coral reefs. Coral reefs have many benefits such as supporting marine life by being their habitat, as breakwaters, and supporting the tourism sector. For instance, Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, is one of the tourist destination in Indonesia for coral reefs which run ecotourism activities or environment-based tourism activities. To maintain and repair a damaged reef ecosystems, some steps for rehabilitation are taken. Until now, the best effort in rehabilitating coral reefs to be able to grow rapidly is by a Biorock method. Biorock helps accelerate the growth of coral reefs by making use of low-voltage electricity. Alternative energy in Pulau Pramuka with a huge development potential is solar energy. To support ecotourism activities and rehabilitation of coral reefs, I designed a diving station for rehabilitation with Biorock methods using solar energy as its fuel. It is designed to accommodate underwater tourism with a facility to support diving activities and a glass bottom view.
Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dengan 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia yang memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds) (Dahuri et al. 1996). Salah satu potensi sumber daya alam yang melimpah di Indonesia adalah terumbu karang. Luasan terumbu karang Indonesia mencapai 51% dari luasan di Asia Tenggara, namun prosentasenya mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dimana 30,96% yang masih dalam keadaan baik, sedangkan 69,04% dalam kondisi buruk (Coremap, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan upaya rehabilitasi agar kondisi terumbu karang dapat pulih kembali. Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk merehabilitasi terumbu karang, salah satunya adalah Biorock. Metode ini ditemukan oleh Prof. Wolf Hilbertz pada tahun 1974 yang kemudian sejak 1988 bekerja sama dengan Dr. Tom Goreau mencoba mengembangkannya di seluruh dunia. Biorock merupakan teknik terumbu buatan melalui proses akresi mineral dengan menggunakan struktur kerangka kokoh yang dialiri oleh arus listrik bertegangan rendah. Teknologi ini memanfaatkan proses elektrolisis dengan adanya anoda dan katoda sehingga menyebabkan mineral terlarut dalam air laut membentuk endapan padatan mineral yang menempel pada struktur kerangka. Pertumbuhan karang dengan metode Biorock terbukti 6 kali lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan alami. Kini dilakukan pengembangan Biorock dengan menggunakan sumber listrik dari energi alternatif, seperti yang dilakukan di Pemuteran, Bali. Di Bali, area rehabilitasi dikembangkan menjadi objek wisata selam. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 1
Wahana Rehabilitasi Terumbu Karang Berbasis Ekowisata Dengan Memanfaatkan Energi Matahari Di Kawasan Laut
Gambar 1. Ilustrasi Biorock (sumber: http://goneawol.net/)
Gambar 2. Biorock di Pemuteran, Bali (sumber: dokumentasi Eun Jae Im)
Melihat permasalahan pada penyediaan wahana wisata terumbu karang dan adanya potensi pengembangan sistem rehabilitasi dengan menggunakan energi alternatif, penulis membuat topik penelitian mengenai produk rehabilitasi terumbu karang dengan memanfaatkan energi matahari yang terintegrasi dengan kegiatan ekowisata. Lingkup kajian penelitian ini adalah Pulau Pramuka yang sedang menggiatkan ekowisata dan melakukan upaya rehabilitasi terumbu karang dengan fokus penelitian pada permasalahan produk rehabilitasi yang dapat mengakomodasi kebutuhan wisata dan sebagai media sosialisasi pelestarian terumbu karang serta kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan pengembangan berdasar pada penelitian. Sarana dan prasarana di Pulau Pramuka belum memadai untuk kegiatan ekowisata sehingga kegiatan wisata sekaligus kegiatan rehabilitasi dan sosialisasi tidak maksimal dilakukan. Rehabilitasi berjalan lambat, namun jumlah wisatawan semakin meningkat di setiap tahunnya. Selain itu, wahana wisata terumbu karang yang ada belum dapat mengakomodasi kebutuhan wisatawan dan potensi energi belum dimanfaatkan dengan maksimal. Perancangan ini mempunyai prioritas perancangan di permasalahan ergonomi dan lingkungan. Wahana ini dapat mengakomodasi kebutuhan wisata dan media sosialisasi pelestarian terumbu karang. Hal ini digagas berdasar pada kebutuhan wisata Pulau Pramuka yang berbasis ekowisata. Analisis Permasalahan Berikut ini adalah tujuan perancangan produk rehabilitasi terumbu karang dengan memanfaatkan energi alternatif yang terintegrasi dengan kegiatan ekowisata: Menganalisis potensi ekowisata yang dapat dikembangkan di Pulau Pramuka. Menganalisis potensi sumber daya energi alternatif yang dapat digunakan sebagai sarana penunjang rehabilitasi terumbu karang. Menganalisis wahana yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pulau dan wisatawan.
2 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Fransisca Callista
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah gagasan produk untuk mengakomodasi kegiatan wisata selam berbasis lingkungan. Produk ini mengakomodasi kegiatan diving, wisata terumbu karang glass bottom view, dan kegiatan rehabilitasi yang bersumber dari energi matahari. Dive spot yang dikunjungi, salah satunya ditentukan dari tingkat keindahan alam bawah lautnya. Survey yang melibatkan 30 orang responden ini mendapatkan jawaban beragam yang lebih spesifik mengenai dive spot yang dituju, namun secara garis besar responden menginginkan tempat yang unik dan berbeda dari setiap tempat penyelamannya.
Fasilitas untuk melakukan diving 96% 94% 92% 90% 88% 86% 84%
Fasilitas untuk melakukan diving
82% 80%
Ada bangku untuk duduk
Scuba tank holder
Penyimpanan barang pribadi
Penerangan
Akses naik dan turun (tangga, ekstensi buat lompat)
Gambar 3. Grafik yang menunjukkan prosentase fasilitas yang diharapkan ada untuk menunjang kegiatan diving
Hasil Studi dan Pembahasan Berikut ini merupakan permasalahan pada pengembangan produk dengan uraian pemecahan masalahnya. Pengunjung lebih banyak menggunakan kapal kayu dibandingkan dengan speed boat untuk melakukan kegiatan wisata selam karena kapal kayu lebih terbuka dan lebih luas. Pengunjung merasa kurang nyaman dengan bau solar yang menjadi bahan bakar kapal dan menginginkan wisata yang aktif siang dalam malam, karena fasilitas penerangan untuk melakukan penyelaman malam (night diving) di Pulau Pramuka masih belum memadai. Beberapa pengunjung yang tidak bisa berenang cenderung menunggu di dalam kapal. Kapal yang ada memiliki kekurangan dalam mengakomodasi kebutuhan wisata selam di Pulau Pramuka. Pulau pramuka sebagai tempat yang sedang aktif melakukan kegiatan rehabilitasi terumbu karang dapat memaksimalkan potensi energi alternatif. Sistem pengaliran listrik Pulau Pramuka masih menggunakan kabel bawah laut dengan pasokan listrik dari daratan Jakarta (PLN), sehingga apabila listrik dari pusat mati akan berpengaruh kepada listrik di pulau. Pengembangan Biorock di tempat ini dapat didukung oleh pengembangan energi alternatif. Dari hasil wawancara dengan pengelola salah satu dive operator Pulau Pramuka, didapat informasi bahwa terdapat 4 titik selam di Pulau Pramuka (2 titik selam dengan terumbu karang alami dan 2 titik selam dengan terumbu karang buatan). Perlunya intergrasi satu jenis wisata dengan jenis wisata lainnya, misalkan pemanfaatan canoe dan banana boat yang masih kurang maksimal dan tetap diberlakukannya rental kapal karena menjadi sumber pemasukan bagi warga pulau. Dibutuhkan perluasan rehabilitasi terumbu karang agar terumbu karang yang direhabilitasi dapat menyebar habitatnya, Alternatif pemecahan masalah untuk mengaktifkan sosialisasi dan partisipasi pengunjung terhadap kegiatan rehabilitasi terumbu karang adalah dengan memberikan fasilitas yang nyaman untuk melakukan persiapan diving dan melibatkan mereka dalam kegiatan penyelaman di tempat rehabilitasi. Menurut para responden, tempat yang nyaman untuk melakukan persiapan diving memiliki beberapa kriteria. Kriteria tersebut antara lain adalah:
Tempat stabil Bebas bau solar Tempat duduk tidak berdesakan Terdapat scuba tank holder (tempat penyimpanan tabung scuba) Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Wahana Rehabilitasi Terumbu Karang Berbasis Ekowisata Dengan Memanfaatkan Energi Matahari Di Kawasan Laut
Tempat penyimpanan barang pribadi Luas (dapat berjalan-jalan) dan tidak membatasi aktivitas di dalamnya
Sementara, konsep produk secara keseluruhan adalah:
Gambar 4. Konsep produk
Citra yang akan dibentuk produk adalah citra dinamis, kokoh, ringan, dan natural.
Gambar 5. Image board (sumber: kompilasi dari berbagai sumber)
Studi ergonomi dilakukan untuk menentukan peletakan interior yang akan digunakan di dalam wahana serta ukuran total wahana yang sesuai dengan kondisi lingkungan di kawasan Pulau Pramuka. Pemilihan ukuran dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan yang sesuai dengan kebutuhan di dalam sebuah produk agar tercapai manfaat dan tujuannya. Selain pertimbangan dimensi manusia (antropometri), pertimbangan lainnya dalam mendesain sebuah produk adalah pertimbangan penggunaan produk. Produk yang didesain memiliki kriteria wilayah, yaitu wilayah duduk bagi wisatawan yang akan menikmati keindahan alam bawah laut dengan menggunakan glass bottom view dan wilayah persiapan diving bagi wisatawan yang akan menikmati keindahan alam bawah laut dengan terjun langsung ke dalam air. Fasilitas penunjang lain yang akan didesain adalah: Area penyimpanan barang pribadi Tiang pengaman Area penyimpanan perlengkapan wisata air Akses untuk naik dan turun Dua alternatif desain di bawah ini secara garis besar memenuhi kriteria yang diharapkan ada. Berikut ini adalah analisis keunggulan dan kelebihan dari masing-masing alternatif desain yang ditawarkan. 4 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Fransisca Callista
Gambar 6. Alternatif desain 1
Keunggulan alternatif desain 1 adalah: - Atap berdiri kokoh dengan 4 tiang penyangga - Area persiapan diving (lantai atas) lebih luas Kelemahan alternatif desain 1 adalah: - Tidak stabil di bagian badan wahana - Akses naik & turun tidak menjangkau berbagai kalangan (muda - tua) - Permukaan glass bottom view tidak rata - Orang di lantai atas tidak dapat menikmati glass bottom view
Gambar 7. Alternatif desain 2
Keunggulan alternatif desain 2 adalah: - Badan wahana lebih stabil karena bentuknya pipih - Tangga penghubung lantai 1 & 2 dapat dijangkau oleh berbagai kalangan (muda - tua) - Permukaan glass bottom view rata Kelemahan alternatif desain 2 adalah: - Atap disangga oleh 1 tiang (kurang kokoh) - Bagian pelampung masih terpisah sebagai alat penstabil wahana - Area persiapan diving (lantai atas sempit dengan adanya fasilitas duduk tambahan) Alternatif desain yang dikembangkan adalah alternatif desain 2 dengan mempertimbangkan keunggulan dari alternatif desain 1.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Wahana Rehabilitasi Terumbu Karang Berbasis Ekowisata Dengan Memanfaatkan Energi Matahari Di Kawasan Laut
Gambar 8. Proses desain
Rehabilitasi terumbu karang dengan metode Biorock mendapat pasokan listrik dari pemanfaatan energi matahari (bagian atap wahana). Kabel-kabel menghubungkan bagian atap dan Biorock dengan sirkulasi kabel di bagian tiang penyangga. Tiang penyangga ditambah di dua titik agar memperkokoh berdirinya atap. Agar statis dan stabil, produk ini dijangkar ke laut oleh 3 tali baja. Produk ini akan bergeser merehabilitasi area lain dalam jangka waktu tertentu sehingga area yang direhabilitasi semakin meluas dari tahun ke tahun. Fasilitas yang diakomodasi oleh produk berkapasitas 12 - 15 orang ini adalah: -Tempat duduk melingkar untuk menikmati glass bottom view yang merangkap sebagai tempat penyimpanan barang -Tempat persiapan kegiatan selam luas dan stabil -Tempat untuk melakukan dive jump dari segala penjuru wahana -Tempat untuk menyimpan tabung scuba (scuba tank) dan perlengkapan selam lainnya
Gambar 8. Lawi-lawi (sumber: dokumentasi pribadi)
Bentuk produk mengadaptasi morfologi bentuk lawi-lawi yang mempunyai bentuk membulat. Bentuk wahana yang mengambil bentuk lawi-lawi mempunyai bagian cembung di bagian atas. Bagian atas dengan energi alternatif dapat dilindungi. Keunggulan bentuk ini adalah bentuk membulat membuat lebih stabil dibandingkan dengan bagian bawah yang mengecil (meruncing). Pelindung dengan bentuk cembung juga membuat tidak adanya air yang tergenang di atas jika terjadi hujan. Bentuk yang membulat dan tanpa sudut meruncing merepresentasikan sesuatu yang berjalan lambat, stabil, dan santai. Desain Akhir
Gambar 9. Desain akhir 6 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Fransisca Callista
Gambar 10. Gambar potong
Gambar 11. Gambar ungkah
Baja dipilih sebagai material pembuatan badan kapal karena ketahanannya. Baja dapat difinishing dengan beberapa cara dan warna sehingga dapat menjadi material yang warnanya sesuai dengan kriteria aspek lingkungan.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
Wahana Rehabilitasi Terumbu Karang Berbasis Ekowisata Dengan Memanfaatkan Energi Matahari Di Kawasan Laut
Gambar 12. Operasional di darat
Produk akan menggunakan beberapa warna, berdasar pada faktor psikologi terhadap manusia, dan kemudahan dalam identifikasinya. Warna yang diambil berdasar pada warna-warna ikan ornamental dan biota laut yang ada di Kepulauan Seribu. Produk yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan tali pelampung dan dengan menyediakan rental canoe. Tidak disediakan parkir, namun kapal akan standby melakukan antar-jemput di bagian daratan.
Gambar 13. Operasional di laut (1)
Gambar 14. Operasional di laut (2) 8 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Fransisca Callista
Penutup Perkembangan wisata berbasis lingkungan di Pulau Pramuka membutuhkan lebih banyak titik penyelaman wisata. Rehabilitasi yang bertahap dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pengunjung pulau menjadi sangat penting. Kegiatan ekowisata di Pulau Pramuka dapat mengandalkan energi alternatif yang bersumber dari matahari untuk membantu rehabilitasi terumbu karang agar lebih cepat dan berjalan maksimal tanpa ada hambatan pasokan listrik dari daratan Jakarta. Penelitian ini menghasilkan sebuah gagasan produk untuk mengakomodasi kegiatan wisata selam berbasis lingkungan. Produk ini mengakomodasi kegiatan diving, wisata terumbu karang glass bottom view, dan kegiatan rehabilitasi yang bersumber dari energi matahari.
Pembimbing Artikel ini merupakan laporan perancangan Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Produk FSRD ITB. Pengerjaan tugas akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Andar Bagus Sriwarno., M.Sn. Daftar Pustaka Biorock International Corporation. 2012. Biorock Method dalam http://www.biorock.org/ (diakses tanggal 15 Mei 2012) Burke, L., E. Selig & M. Spalding. 2002. Reef at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute, Washington D.C. Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pramadya Paramita, Jakarta. Ikawati, Y. Dan H. Parlan., et. al. 2009. Coral Reef in Indonesia (From Journalist Perspective). Jakarta: Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (COREMAP II – DKP) Triutami, Hesti Woro. 2009. Keterlibatan Warga Pulau Pramuka Dalam Usaha Ekowisata Di Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Yusri, Safran. Ekowisata Bahari dalam http://www.terangi.or.id/ (diakses tanggal 20 Mei 2012)
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 9