W#2 Review Arsitektur
Arsitektur Arsitektur memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga dibutuhkan batasan untuk penelitian ini. Batasan mencakup pengertian, cabang ilmu yang se-suai, dan relasinya dengan bidang ilmu lain yang mendukung. Berdasar batasan ini dapat diketahui konsep-konsep hunian yang perlu ditinjau lebih mendalam. Arsitektur dapat dimengerti melalui dua aspek, yaitu etimologis (kebahasaan) dan aspek praktis. Secara etimologis, kata arsitektur berasal dari bahasa Yunani kuno, architectonice yang berasal dari kata architectonice techne yang menanda-kan techne of architectone. Architectone merupakan gabungan dari kata arche yang berarti utama; unggul, dan tectone yang berarti pengrajin, sedangkan techne berarti teknologi. Menurut orang Yunani, arsitektur bukan hanya persoalan kete-rampilan, melainkan sebuah seni yang dilakukan oleh orang yang memiliki penge-tahuan tantang penguasaan atas semua teknologi. Adapun secara etimologi, akar kata ‘architect’ berasal dari bahasa Yunani arkhi dan tekton, yang berarti pemim-pin dalam proses pembangunan. Untuk itu istilah architecture dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang bangunan. Selain secara etimologi, terdapat juga pengertian arsitektur menurut para ahli. Roth (1993) mengartikan arsitektur sebagai wadah fisik untuk kegiatan manusia; Pevsner (1943) menyatakan bahwa sejarah arsitektur merupakan sejarah manusia dalam membentuk ruang; Wright (dalam de Ven, 1991) mengatakan bahwa ruang merupakan esensi dari arsitektur; Khan (dalam de Ven, 1991) menyatakan bahwa arsitektur berarti menciptakan ruang dengan cara yang direncanakan dan dipikirkan; Johnson (dalam de Ven, 1991) menyatakan bahwa arsitektur adalah masalah menciptakan ruang; sementara Norberg-Schulz (1971) menyatakan bahwa ruang dalam arsitektur dapat dipandang melalui dua cara, yaitu sebagai perwujudan ke-giatan manusia dan terkait upaya menciptakan estetika untuk mendefinisikan ke-indahan. Meskipun terdapat beragam pengertian arsitektur tersebut, namun pada hakikatnya tetap sama, yaitu tentang ruang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran manusia, berkembang pula pelbagai pengertian arsitektur, khususnya pengertian secara praktis. Beberapa pengertian arsitektur tersebut dikemukakan para ahli berikut:
1|Page
W#2 Review Arsitektur
Perhaps the broadest definition of architecture is that which one often finds in dictionaries: ‘architecture is the design of buildings’ (Unwin, 2003 hal.13). The three ancient principles of design quality still hold true, and I suspect that they always will (Cook, 2007 hal. 1). However, there is invariably a route back to the ancient treatise of Vitruvius, even if it is sometimes through the enduring legacy of modern architects such as the American, Robert Venturi ... Venturi also invokes Vitruvius’ three principles, but famously changes the formula Firmness + Commodity + Delight = Architecture, into a criticism of Modernism’s ‘form follows function’ dictact which implies that Firmness + Commodity = Delight. Design quality in architecture must ensure the first two ingredients and also integrate the third and final ingredient to achieve a high quality of architecture (Cook, 2007 hal. 5). ... it follows the old paradigm of architecture as an art object that only accepts as valid architectural knowledge that which addresses architectural form and space. ... Perhaps because the resistance of current theory to the authority of explanation is not well understood, ironically, many people who are involved in developing the new knowledge insist on the old definition of architectural knowledge that locates their work as outside the architectural mainstream (Robinson, 2001 hal. 68).
Beberapa pendapat ahli di atas memperjelas pengertian ruang yang ada hingga saat ini. Ruang (space) tidak hanya berarti sepetak luas yang memiliki panjang dan lebar, melainkan sebagai keseluruhan wadah manusia beraktivitas. Ruang memiliki komponen dasar. Menurut Vitruvius, terdapat dua komponen dasar dalam setiap desain ruang, yaitu komponen komoditi (elemen-elemen fisik) dan komponen keindahan (estetika). Kedua komponen inilah yang menjadi perhatian dalam setiap desain. Komponen ini berkaitan dengan seni dan teknik mengolah/merancang/mendesain ruang dan bentuknya. Komponen dasar ruang selalu menjadi fokus perhatian meskipun diungkap melalui beragam istilah. Tabel berikut menunjukkan komponen dasar ruang sebagai unsur desain menurut beberapa ahli.
Tabel 1. Unsur-unsur desain Vitruvius
Wotton
Utilitas
Commoditie
Function
NorbertSchulz Building Task
Venustas
Delight
Expression
Form
Technics
Technics
Firmitas Firmenes Sumber: Lang, 1987 (hal. 22).
2|Page
Gropius
Steele Task Instrumentality Shelter and security Social Contact Symbolic Identification Pleasure Growth
W#2 Review Arsitektur
Diantara tiga unsur desain arsitektur (walaupun Steele menyebutkan enam, namun secara umum masih terklasifikasi atas tiga unsur sebagaimana pendapat ahli lainnya), unsur pada keindahan (venustas/deligh/expression/form/symbolic- identification-pleasure) adalah yang tersulit bagi para arsitek. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi setiap orang akan nilai-nilai keindahan. Selanjutnya, sebagaimana disiplin ilmu lainnya, arsitektur juga terus berkem-bang hingga ke luar batas tradisional sebagai seni dan ilmu bangunan. Saat ini ilmu arsitektur sangat terkait dengan bidang-bidang pengetahuan dari disiplin ilmu lain. Arsitektur membutuhkan teori substantif yang dapat menjelaskan alasan (why) sebuah desain diciptakan. Teori substantif sangat penting untuk melengkapi teori prosedural yang sudah ada yang hanya menjelaskan bagaimana (how) sebuah desain seharusnya diciptakan. Gambaran perkembangan lingkup disiplin ilmu arsitektur dijelaskan oleh Robinson (2001) sebagaimana gambar berikut.
Gambar 1. Perkembangan lingkup disiplin ilmu arsitektur Sumber: Robinson, 2001 (hal. 69).
3|Page
W#2 Review Arsitektur
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa cakupan disiplin ilmu arsitektur telah melebar jauh hingga ke luar lingkup seni mencipta/mengolah ruang dan bentuknya. Perkembangan lingkup tersebut terjadi seiring meningkatnya keingintahuan dan kebutuhan manusia akan solusi pelbagai permasalahan yang dihadapi. Berdasar pengertian dan lingkup arsitektur di atas, dapat disimpulkan bahwa arsitektur adalah kegiatan manusia mencipta atau mengolah ruang (space). Kegiatan ini berlangsung secara terusmenerus seiring perkembangan akal-pikiran manusia dan kebutuhan akan ruang. Kegiatan inilah yang menghasilkan karya-karya arsitektur (lingkungan binaan atau buatan) sebagai tempat manusia berak-tivitas. Berdasar batasan di atas, penelitian ini melihat balai-adat sebagai hasil kegiatan masyarakat SDB mencipta atau mengolah ruang guna wadah aktivitas. Adapun perubahan yang terjadi merupakan upaya mencipta dan mengolah ruang yang berlangsung secara terus-menerus mengikuti perkembangan pemikiran dan kebutuhan ruang (hunian) yang terus meningkat. Perkembangan cakupan ilmu arsitektur memungkinkan pelbagai topik-topik yang spesifik tumbuh menjadi ‘cabang baru’. Selain itu, menyebabkan persentuhan dengan disiplin ilmu lain tidak dapat dihindari. Saat ini cabang-cabang ilmu arsitektur sudah sangat beragam. Ilmu Arsitektur telah bersentuhan dengan hampir seluruh bidang ilmu lain dan seakan tidak ada lagi batas–batas pemisah yang ketat. Sebagai contoh, kajian ruang-hunian yang selama ini dianggap ‘milik’ ilmu arsitektur sudah tidak lagi menjadi domain ilmu arsitektur semata. Para antropolog, sosiolog, psikolog, fisikawan, ahli kesehatan, dan ahli bidang ilmu lainnya juga mengkaji topik ruang-hunian. Semakin intensif pertemuan/persentuhan dengan bidang ilmu lain, semakin terbuka peluang lahirnya cabang-cabang baru. Dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan hal ini sangat bermanfaat.
4|Page
W#2 Review Arsitektur
Gambar 2. Arsitektur: cabang ilmu dan hubungannya dengan disiplin ilmu lain Sumber: Robinson, 2001 (hal. 70). Salah satu ‘cabang baru’ dalam disiplin ilmu arsitektur adalah arsitektur vernakular. Dalam sejarahnya, kajian atas tradisi-tradisi vernakular telah ada sejak tahun 1880-an, namun kemajuannya sangat lambat karena terbatasnya tenaga peneliti. Kajian atas tradisi vernakular umumnya hanya dilakukan untuk kepen-tingan politik kolonialisasi, akibatnya hingga awal abad XX capaian kajian tradisi vernakular ini masih sangat minim (Oliver, 2006). Sebelum awal abad XX, tradisi-tradisi vernakular yang diteliti tidak dikhususkan pada aspek arsitektur saja melainkan pada tradisi suatu masyarakat secara keseluruhan. Sekali lagi, hal ini disebabkan alasan politik kolonialisasi. Bagi disiplin ilmu arsitektur, topik vernakular adalah kajian yang relatif baru. Meski istilah vernakular telah diperkenalkan sejak tahun 19641, namun baru tahun 1997 penelitian arsitektur 1
Istilah ‘vernacular’ pertama kali secara formal diperkenalkan dalam bidang arsitektur pada tahun 1964 oleh Bernard Rudofsky saat kegiatan pameran di Museum of Modern Art (MoMA) dan sekaligus peluncuran buku yang berjudul: Architecture Without Architects: a short introduc-tion to non-pedigreed architecture. Dalam buku
5|Page
W#2 Review Arsitektur
vernakular mulai mendapat perhatian serius; yaitu sejak terbitnya Encyclopedia of Vernacular architecture of the World (EVAW) oleh Paul Oliver ([ed.] 1997). Sejak saat itu studi dan penelitian tentang arsitektur verna-kular mulai diakui dan diterima sebagai bagian dari disiplin ilmu arsitektur (Rapoport, 2006:179). Pentingnya kajian vernakular didasari fakta bahwa saat ini hanya 2% bangunan di seluruh dunia yang ditangani oleh arsitek, sedangkan 98% bangunan lainnya dibangun dengan tanpa bantuan tenaga arsitek profesional atau dikenal sebagai arsitektur vernakular (Rapoport, 2006, hal. 179). Begitu berharganya karya-karya arsitektur vernakular, AlSayyad (2006) me-nyebutnya sebagai sebuah penemuan di abad XIX. Sayangnya, dalam ranah aka-demis, topik arsitektur vernakular baru dikategorikan dan dikonsolidasikan dalam perkuliahan dan program penelitian sejak dua dekade terakhir dari abad XX (AlSayyad, 2006, hal. xvii). Sejak kurun waktu itu hingga kini pelbagai kajian arsitektur vernakular yang ada di pelbagai belahan dunia, khususnya dari dunia timur, telah diajarkan dan diteliti di sekolah-sekolah arsitektur.
tersebut disebutkan: "For want of a generic label we shall call it vernacular, anonymous, spontaneous, indigenous, rural, as the case may be".
6|Page