WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR
1 TAHUN 2011
TENTANG RETRIBUSI DIBIDANG PELAYANAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,
Menimbang
: a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta memperhatikan tuntutan kebutuhan dan dinamika masyarakat, maka Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2006 tentang Pelayanan di Bidang Pertanian perlu disesuaikan; b. bahwa dinamika dan perkembangan komoditi pertanian yang beredar dan diperdagangkan harus dijamin kualitasnya, terutama bagi keamanan dan keselamatan konsumen dari bahaya bahan-bahan aktif dan mikroorganisme yang terkandung didalamnya sebagai akibat dari perlakuan selama proses produksi penyimpanannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan b tersebut diatas perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelayanan di Bidang Pertanian dan Perikanan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penepatan UndangUndang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 8. Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3509); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; 16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; 17. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin Nomor 16 Tahun 1992 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin (Lembaran daerah Tahun 1993 Nomor 3 Seri D Nomor 2);
18. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 12 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah Kota Banjarmasin Tahun 2008 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 10); 19. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 18 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARMASIN dan WALIKOTA BANJARMASIN MEMUTUSKAN Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERTANIAN DAN PERIKANAN
DIBIDANG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Banjarmasin; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Banjarmasin; 3. Walikota adalah Walikota Banjarmasin; 4. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjarmasin; 5. Dinas adalah Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Banjarmasin; 6. Badan Lingkungan Hidup adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengurusi teknis ijin gangguan; 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Banjarmasin; 8. Izin Usaha adalah Bentuk izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota melalui Dinas dan diberikan kepada pelaku usaha dibidang Pertanian dan Perikanan; 9. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan; 10. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan; 11. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta; 12. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; 13. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu; 14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untukmemanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
15. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah; 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang; 17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang; 18. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda; 19. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpundan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yangdilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkansuatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhanpemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusidan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah; 20. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya; 21. Ikan adalah segala jenis biota perairan dalam bentuk binatang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia; 22. Ikan Air Tawar adalah ikan atau biota perairan yang dihasilkan oleh kolam, sawah dan perairan air tawar(sungai dan rawa) seperti, ikan mas, Nila, sepat siam, gurame, lele, gabus, belut, tawes dan lain-lain; 23. Ikan Hias adalah ikan atau binatang air yang dipelihara, dikembang biakan hanya untuk dijadikan hiasan atau hobi; 24. Lingkungan Sumber Daya Ikan adalah bentuk perairan tempat kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan factor alamiah sekitarnya; 25. Benih atau anak-anak ikan adalah ikan yang masih dipelihara oleh induknya atau ikan yang umurnya masih bersifat anak anak dan belum layak untuk dikonsumsi, ikan tersebut secara alamiah diharapkan berkembang menjadi besar; 26. Perlindungan Sumber Daya Ikan adalah bentuk pengelolaan perikanan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan pelestarian yang berkelanjutan; 27. Pengelolaan Sumber Daya Ikan adalah semua upaya yang bertujuan agar sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung terus menerus; 28. Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan diperairan umum (sungai, danau dan lain-lain) yang tidak menjadi tempat budidaya ikan dengan alat atau cara apapun termasuk yang menggunakan kapal/ perahu/ jukung untuk memuat dan mengangkut; 29. Alat setrum adalah alat yang mengandung energi listrik baik yang bersumber dari listrik PLN maupun dari ACCU atau sejenisnya; 30. Pencemaran sumber daya ikan adalah tercampurnya sumber daya ikan dengan makhluk hidup, zat, energi dan / komponen lain akibat perbuatan manusia sehingga sumber daya ikan menjadi kurang atau tidak berfungsi sebagaimana seharusnya dan atau berbahaya bagi yang memanfaatkannya; 31. Kerusakan Sumber daya ikan adalah terjadinya penurunan potensi sumber daya ikan yang dapat membahayakan kelestariannya disuatu lokasi perairan tertentu yang diakibatkan perbuatan orang pribadi atau badan yang menimbulkan gangguan sedemikian rupa terhadap kesinambungan biologi dan daur hidup sumber daya ikan; 32. Budidaya Ikan adalah pemeliharaan ikan secara teratur dan terencana yang diatur oleh tata cara teknis perikanan, seperti budidaya ikan di kolam, budidaya ikan di sawah, budidaya ikan terpadu Mina unggas dan Mina padi ( menanam ikan bersama padi); 33. Pembenihan Ikan adalah budi daya ikan yang dibatasi hanya sampai menghasilkan benih ikan ukuran tertentu; 34. Kolam Pemancingan adalah tempat pemeliharaan ikan sementara sampai habis dipancing;
35. Pasar Ikan adalah pasar khusus tempat transaksi jual beli khusus produksi perikanan, baik untuk ikan air tawar, laut, dan ikan hias; 36. Transportasi sungai adalah Kapal, Perahu, Klotok yang mengangkut ikan air tawar; 37. Tempat pendaratan ikan air tawar adalah pelabuhan untuk transaksi ikan tradisional dan sebagian kecil ikan budidaya yang dibawa oleh nelayan atau pelaku usaha perdagangan perikanan baik melalui sungai maupun angkutan darat; 38. Hewan Peliharaan adalah Binatang yang Didomestikasikan dan sebagian dan atau seluruh cara hidupnya ditentukan manusia dengan maksud tertentu; 39. Unggas adalah Semua jenis Burung yang dimanfaatkan untuk kepentingan manusia termasuk Ayam, Itik/bebek, Burung dara, Kalkun, Angsa, Burung Puyuh dan Belibis; 40. Pemotongan Hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaaan post mortem; 41. Rumah Potong adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan beserta peralatannya dengan desain yang memenuhi persyaratan sebagai tempat menyembelih hewan, antara lain, sapi, kerbau, kambing, domba, kuda dan unggas bagi konsumsi masyarakat; 42. Pemeriksaan Ante Mortem adalah pemeriksaan/ pengujian Kesehatan Ternak sebelum dipotong; 43. Pemeriksaan Post Mortem adalah pemeriksaan pengujian daging dari ternak setelah dipotong; 44. Daging Beku adalah daging yang dibekukan dengan suhu sekurang-kurangnya minus 10`C; 45. Limbah Peternakan adalah buangan dari proses peternakan dapat berupa limbah cair maupun padat; 46. Dokter Hewan adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus serta berijazah kedokteran hewan; 47. Dokter Hewan yang berwenang adalah Dokter Hewan yang masih aktif bekerja pada Pemerintah Kota; 48. Penampungan ternak sapi dan kerbau adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung sementara sapi dan kerbau sebelum hewan tersebut dipotong; 49. Penampungan Unggas adalah adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung sementara Unggas sebelum unggas tersebut dipotong; 50. Usaha Budidaya Peternakan adalah usaha masyarakat dibidang peternakan dengan kapasitas tertentu dan bersifat komersial; 51. Ternak adalah hewan yang didomistifikasikan dengan tujuan konsumsi dimana sebagian dan atau seluruh hidupnya tergantung pada manusia; 52. Tanaman Pangan adalah tanaman yang dibudidayakan untuk konsumsi utama masyarakat, seperti Padi dan Palawija; 53. Tanaman Hortikultura adalah tanaman yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, bungabungaan, (tanaman hias) dan tanaman obat keluarga; 54. Tanaman Perkebunan adalah jenis tanaman industri yang mempunyai nilai ekonomis seperti kelapa, pinang, kelapa sawit, karet dan lain-lain; 55. Kas daerah adalah kas daerah Kota Banjarmasin.
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Bagian Kesatu Maksud Pasal 2 Memberi pelayanan kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, dan kewenangan yang diberikan oleh Perundang undangan demi kepastian hukum.
Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
BAB III OBYEK DAN SUBYEK PELAYANAN Bagian Kesatu Obyek Pelayanan Pasal 4
Obyek Pelayanan adalah pemberian ijin, rekomendasi, pemeriksaan, dan pemanfaatan Fasilitas dibidang Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Perkebunan , bidang Peternakan, bidang Perikanan, dan bidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan.
Bagian Kedua Subyek Pelayanan Pasal 5 Subyek Pelayanan adalah setiap orang atau badan yang menyelenggarakan usaha dibidang Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Perkebunan, bidang Peternakan, bidang Perikanan, dan bidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan.
BAB IV RUANG LINGKUP PELAYANAN Pasal 6 Termasuk Pelayanan Perijinan di bidang Pertanian dan Perikanan meliputi : a. pemberian ijin penggilingan padi; b. pemberian ijin Praktek Dokter Hewan; c. pemberian ijin usaha perikanan; d. pemberian ijin kapal pengangkut ikan; e. pemberian ijin penangkapan ikan; f. pemberian ijin penjualan daging ayam.
Pasal 7 Termasuk Pelayanan Pemberian Rekomendasi di bidang Pertanian dan Perikanan meliputi : a. pemberian rekomendasi penjualan pupuk, dan pestisida; b. pemberian rekomendasi keluar masuk hewan (sapi, kerbau, kuda, kambing, domba , unggas, anjing, dan kucing ). Pasal 8 Termasuk Pelayanan Pemeriksaan di bidang Pertanian dan Perikanan meliputi : a. pemeriksaan ulang kesehatan daging (sapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan unggas); b. pemeriksaan kesehatan hewan.
Pasal 9 Termasuk Pelayanan Pemanfaatan Fasilitas di bidang Pertanian dan Perikanan meliputi : a. penyediaan bibit dan pengembangan tanaman holtikultura dan perkebunan; b. penyediaan fasilitas kandang penampungan hewan (sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas) beserta fasilitas penunjang lainnya; c. penyediaan fasilitas Rumah Potong Hewan (sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas); d. penyediaan fasilitas tempat rekreasi Kebun Binatang Mini; e. penyediaan fasilitas dan pelayanan Poliklinik Hewan; f. penyediaan fasilitas Pelabuhan Pendaratan Ikan Air Tawar dan fasilitas penunjang lainnya; g. penyediaan fasilitas kolam pembesaran ikan; h. penyediaan fasilitas show room ikan hias; i. penyediaan benih ikan konsumsi dan Hias; j. penyediaan pakan ikan konsumsi; k. penyediaan es batu untuk pengawetan ikan; l. penyediaan fasilitas lumbung pangan, data ketersediaan distribusi dan keperluan pangan; m. penyediaan informasi penyuluhan pertanian (pengembangan budidaya dan pengolahan hasil yang dianjurkan).
BAB V PROSEDUR Pasal 10 Setiap Orang atau Badan yang ingin menyelenggarakan usaha dibidang Pertanian dan Perikanan sebagaimana dimaksud Pasal 6 harus mendaftarkan Usahanya kepada Pemerintah Kota melalui Dinas untuk memperoleh ijin tertulis dari Walikota. Pasal 11 (1) Dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum mendapatkan ijin dari Walikota. (2) Permohonan ijin diajukan secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas. (3) Tata cara dan Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Walikota. BAB VI REKOMENDASI KELUAR DAN MASUK TANAMAN, HEWAN SERTA IKAN Pasal 12 (1) Setiap orang atau badan yang membawa tanaman, hewan dan ikan keluar masuk daerah, harus mendapat rekomendasi dari Dinas. (2) Rekomendasi keluar dan masuk tanaman, hewan serta ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Walikota.
BAB VII PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN Pasal 13 Setiap Instansi/ Badan/ Perusahaan Pengelola Pemotongan Hewan/Unggas diwajibkan mengelola limbahnya dengan baik dan melaksanakan hal-hal sebagai berikut : a. Rumah Potong Hewan dan Rumah Potong Unggas diwajibkan membuat Usaha Perbaikan dan Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Usaha Perbaikan dan Pengelolaan Kelestarian Lingkungan (UKL); b. Rumah Potong Hewan dan Rumah Potong Unggas diharuskan memisahkan limbah padat, limbah cair dan memprosesnya sehingga ramah lingkungan.
BAB VIII KOMISI PUPUK DAN PENGAWAS PESTISIDA Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban membentuk Komisi Pupuk dan Pestisida untuk Pengawasan Peredaran Pupuk Bersubsidi dan Pengawasan Peredaran Pestisida. (2) Pembentukan Komisi Pupuk dan Pestisida ditetapkan oleh Walikota. (3) Penentuan penerima pupuk bersubsidi melalui rencana definitive kelompok yang dipandu Petugas Penyuluh Lapangan dan dihimpun melalui Dinas. (4) Penentuan kebutuhan pupuk kota ditetapkan oleh Walikota. Pasal 15 Setiap orang atau badan yang membuat dan atau menyimpan dan atau menyalurkan pupuk dan petisida untuk diperdagangkan di daerah harus memiliki Rekomendasi Usaha dari Dinas.
Pasal 16 (1) Petugas Pengawas pupuk dan pestisida yang berwenang apabila diperlukan dapat meminta pengusaha untuk melakukan pengujian ulang mutu pupuk dan pestisida yang diedarkan. (2) Dalam rangka pengujian ulang mutu pupuk atau pestisida, pengusaha wajib menyerahkan sampel pupuk sebanyak 1.000 gram apabila dalam bentuk granula atau pupuk dan sebanyak 1.000 cc apabila dalam bentuk cairan, kepada Petugas Pengawas pupuk dan Pestisida yang berwenang, sedangkan sampel pestisida ditentukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Pembiayaan Pengujian Ulang mutu pupuk dan pestisida, dibebankan kepada pengusaha. (4) Tata cara lebih lanjut mengenai Pengujian Mutu Pupuk atau Pestisida sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB IX PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN
Pasal 17 Perlindungan sumber daya ikan bentuk pengelolaan perikanan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, dan kelestarian yang berkelanjutan.
Pasal 18 (1) Dinas diwajibkan untuk membentuk dan membina Sistem Kelompok Pengawas Perikanan (SISWASNAS) di masyarakat dan ditetapkan oleh Surat Keputusan Walikota. (2) Tugas kelompok pengawas perikanan di masyarakat adalah mengawasi dan melaporkan penangkapan ikan ilegal yang merusak Plasma Nutfa dilingkungannya kepada aparat yang berwenang.
BAB X LARANGAN Pasal 19 (1) Dilarang melakukan usaha budidaya komersial di bidang peternakan (babi, sapi, kerbau, kambing, domba, dan unggas) yang berpotensi menimbulkan limbah sehingga menyebabkan keresahan warga sekitar. (2) Pelanggaran terhadap ayat (1), Pemerintah Daerah dapat memberikan teguran dan menutup usaha budi daya komersil di bidang peternakan dan tidak diberikan ganti rugi. (3) Tata cara pemberian teguran dan penutupan diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Pasal 20 Dilarang melakukan penangkapan ikan menggunakan : a. Penyetruman; b. Peracunan baik menggunakan racun tradisional (tuba dan sejenisnya) maupun racun pabrikan seperti potas, kaporit , pestisida dan lain-lain; c. Penangkapan anak-anak ikan untuk dikomsumsi dengan cara apapun juga.
BAB XI NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 21 (1) Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan. (2) Dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut retribusi atas pemakaian kekayaan daerah pertanian dan perikanan. (3) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut retribusi atas pelayanan pemberian izin untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. (4) Dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga dipungut retribusi atas pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga. Pasal 22 (1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah pelayanan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pemakaian kekayaan daerah dibidang pertanian dan perikanan. (3) Dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga dipungut retribusi atas penyediaan pelayanan tempat rekreasi, parawisata, dan olah raga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (4) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pelayanan pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Pasal 23 (1) Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola Pemerintah Daerah. (2) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kekayaan daerah dibidang pertanian dan perikanan.
(3) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (4) Subjek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin untuk melakkukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
BAB XII GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 24 (1) (2) (3) (4)
Retribusi Rumah Potong Hewan termasuk dalam golongan Retribusi Jasa Usaha. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah termasuk dalam golongan Retribusi Jasa Usaha. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga termasuk dalam golongan Retribusi Jasa Usaha. Retriibusi Izin Usaha Perikanan termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB XIII CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNA JASA Pasal 25 Tingkat Penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.
BAB XIV PRINSIP YANG DIANUT DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 26 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, dan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan Jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Pasal 27 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
BAB XV STRUKTUR DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 28 (1) Setiap orang atau badan usaha yang telah memperoleh ijin usaha dan memanfaatkan fasilitas milik pemerintah kota dipungut retribusi.
(2) Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana dinyatakan dalam tabel dibawah ini : TARIF RETRIBUSI PELAYANAN DI BIDANG PERTANIAN DAN PERIKANAN N JENIS PELAYANAN TARIF o A Retribusi Rumah Potong Hewan 1. Pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) Rp. 35.000,-/ekor; 2. Pemotongan di Rumah Potong Unggas (RPU) Rp. 75,-/ekor; 3. Pemeriksaan Hewan di Rumah Potong Hewan (RPH) Rp. 5.000,-/ekor; 4. Pemeriksaan Hewan di Rumah Potong Unggas (RPU) Rp. 25,-/ekor; B Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 1. Pemeriksaan di Poliklinik Hewan untuk Sapi / Kerbau 2. Pemeriksaan di Poliklinik Hewan untuk Kambing/ domba 3. Pemeriksaan di Poliklinik Hewan untuk unggas 4. Pemeriksaan dan pengobatan ringan (antibiotika dan vitamin) di Poliklinik Hewan untuk Kucing Ras/Local Ukuran Besar 5. Pemeriksaan dan pengobatan ringan (antibiotika dan vitamin) di Poliklinik Hewan untuk Kucing Ras/Local Ukuran Kecil 6. Pemeriksaan dan pengobatan ringan (antibiotika dan vitamin) di Poliklinik Hewan untuk Anjing Ras/Local Ukuran Besar 7. Pemeriksaan dan pengobatan ringan (antibiotika dan vitamin) di Poliklinik Hewan untuk Anjing Ras/Local Ukuran Kecil 8. Penitipan di Poliklinik Hewan untuk Kucing Ras/Local Ukuran Besar 9. Penitipan di Poliklinik Hewan untuk Kucing Ras/Local Ukuran Kecil 10. Penitipan di Poliklinik Hewan untuk Anjing Ras/Local Ukuran Besar 11. Penitipan di Poliklinik Hewan untuk Anjing Ras/Local Ukuran Sedang 12. Penitipan di Poliklinik Hewan untuk Anjing Ras/Local Ukuran Kecil 13. Jasa Penyuntikan Vaksinasi Hewan Kesayangan 14. Peredaran dan Pemeriksaan Ulang Kesehatan daging Hewan 15. Peredaran dan Pemeriksaan Ulang Kesehatan daging Unggas 16. Sewa Kandang Hewan
17. Sewa Kandang Unggas 18. Sewa kolam Ikan 19. Sewa Showroom Ikan Hias
C Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 1. Tiket Masuk Dewasa 2. Tiket Masuk Anak-anak D Retribusi Izin Usaha Perikanan 1. Surat Ijin Usaha Penangkapan Ikan 2. Surat Ijin Usaha Kapal Pengangkut Ikan 3. Surat Ijin Usaha Perikananan
Rp. 20.000,-/ekor; Rp. 10.000,-/ekor; Rp. 5.000,-/ekor; Rp. 25.000,-/ekor; Rp. 15.000,-/ekor; Rp. 30.000,-/ekor; Rp. 20.000,-/ekor; Rp. 15.000,/ekor/hari; Rp. 10.000,/ekor/hari; Rp. 25.000,/ekor/hari; Rp. 20.000,/ekor/hari; Rp.15.000,/ekor/hari; Rp. 15.000,-/ekor; Rp. 200,-/Kg; Rp. 100,-/Kg; Rp. 1.000,- / hari perekor atau Rp.150.000 /bulan perpetak; Rp.100.000 /bulan perpetak; Rp.1.000/meter/ tahun; Rp.1.500.000/ tahun.
Rp.4.000,-/ orang; Rp.2.000,-/ orang.
Rp. 10.000/gt/tahun; Rp. 10.000/gt/tahun; Rp.100.000/tahun;
(3) Retribusi Ijin Usaha dibayar setiap 1 (satu) tahun sekali. (4) Hasil pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah.
Pasal 29 (1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB XVI WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 30 Retribusi dipungut di wilayah Kota Banjarmasin.
BAB XVII PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN Pasal 31 (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. (3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran. (5) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Pasal 32 (1) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SKRD dan STRD. (2) Apabila pembayaran retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota. (3) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) dilakukan dengan menggunakan SSRD. Pasal 33 (1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan sekaligus lunas.
(2) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib Retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam kurun waktu tertentu,setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan denda sebesar 2% (dua persen ) sebulan dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar. (4) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan dengan dikenakan denda 2% (dua persen ) sebulan dari jumlah retribusi yang belum atau kurang dibayar. (5) persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) dan ayat ( 4 ), ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 34 (1) Setiap pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk jenis isi ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.
BAB XVIII PENAGIHAN DAN KEBERATAN Bagian Pertama Penagihan Pasal 35 (1) Surat Teguran atau surat Peringatan atau surat izin lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) dalam jangka waktu 7 (tujuh ) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis,wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Pasal 36 (1) Apabila jumlah retribusi yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat Teguran atau Surat peringatan atau surat lain yang sejenis,jumlah retribusi yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. (2) Pejabat menerbitkan Surat paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Pasal 37 Apabila jumlah retribusi yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa Pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 38 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib retribusi belum juga melunasi utang retribusinya.setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat perintah melaksanakan penyitaan,pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada kantor Lelang Negara.
Pasal 39 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib retribusi. Pasal 40 Bentuk,jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi daerah ditetapkan oleh Walikota.
Bagian Kedua Keberatan Pasal 41 (1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. Pasal 42 (1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Walikota (3) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIX PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 43 (1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. (2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikot tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XX KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 44 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 45 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XXI PEMERIKSAAN Pasal 46 (1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan Retribusi. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau memberikan keterangan yang diperlukan. c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak dan Retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XXII INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 47 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan pencapaian kinerja tertentu.
Retribusi dapat diberi insentif atas dasar
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif ebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Walikota sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.
BAB XXIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 48 (1) Selain dikenakan ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51 ayat (1) terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: a. Teguran; b. Peringatan tertulis; c. Pembatalan kegiatan usaha; d. Pembekuan kegiatan usaha; e. Pembatalan persetujuan; f. Pembatalan pendaftaran; g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; h. Pencabutan ijin. (2) Prosedur tata cara dan pelaksanaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB XXIV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 49 (1) Selain oleh Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 31 Peraturan Daerah ini, dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. (2) Dalam Melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya denagn pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertangung jawabkan. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat Berita Acara sebagai tindakan tentang : a. Pemeriksaan Tersangka; b. Pemasukan rumah; c. Penyitan barang; d. Pemeriksaan saksi; e. Pemeriksaan Surat; f. Pemeriksaan Tempat Kejadian g. Dan mengirimkannya kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXV KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 51 (1) Setiap Orang atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 19 dan Pasal 20 diancam pidana kurungan paling lama 3 (Tiga ) bulan penjara atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan. (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 52 Selain Ketentuan Pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 dan Pasal 51 terhadap pelaku tindak Pidana dapat dikenakan Pidana atau denda sesuai Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
BAB XXVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 53 Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua izin di bidang Pertanian dan Perikanan masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin tersebut.
BAB XXVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pelayanan di bidang Pertanian, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 55 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Pasal 56 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan dipenempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Banjarmasin