T~-
(c.). IJ! ' !JY IbI~rtlkY/~j ~.
/()- 6 - ~ ~.
y,.
ISSN 1410-4113
lO
u -6 - UV 6
Volume 17 Nomor 2
Aqustus
2005
Syafrial, Nuhfil Hanani A., dan B.M. Sinaga
125-134
Herlin Wijayati
135-142
Indrati, H. Riniwati, dan K. Sukesi
143-148
K. Sukesi,Marjuki, Sitawati, R. Dwiastuti, dan Y. Yuliati
149-164
Edi Susilo, D. Wisadadirana, R. Safa'at, M. Musa dan P. Purwanti
165 -174
Analisis Pilihan Sumber dan Kesediaan Membayar Air Bersih di Propinsi J~wa Timur
Iwan Nugroho
175-182
Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dalam Menunjang Pemanfaatan Potensi Perikanan di Kabupaten Malang
Nurdin Harahap, H. Riniwati, M. Musa, dan Z. Abidin
183-195
Musa,M., Nursyam. H., dan Harahap, N.
196-205
Peran Jender dan Asimetri dalam Akses Informasi Pertanian
Edi Dwi Cahyono
206 - 215
Peranan Sektor Pertanian dalam Pembentukan Produk Bruto Regional di Propinsi Kalimantan Barat
Rusli Burhansyah
216-224
Analisis Kebijakan Ekonomi Tanaman Pangan Indonesia Tahun 1985-1998:Suatu Pendekatan Multi Komoditi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Orang Asing dalam Karantina Imigrasi Faktor Pendukung dan Kendala Pelaksanaan Studi Jender di Perguruan Tinggi Pemberdayaan Perempuan Tani Kawasan Pinggiran Hutan dan Optimalisasi Model Permakultur
Penguatan Kelembagaan Masyarakat Nelayan Tradisi dan Proporsi tentang Adaptasi Manusia
Studi tentang Managemen Pengelolaan Budidaya Rumput Laut, Euchema spinosum di Madura Kepulauan dalam Rangka Pengembangan Industri Bahari
V
Penanggung Jawab Rekor Universitas Brawijaya Ketua Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya
DEWAN REDAKSI Ketua Prof. Dr. M. Harry Susanto, S.E., S.U. (Unibraw)
Anggota Prof. Dr. H.M. Yunus Rasyid, M.A. (Unibraw) Prof. Dr. Bambang Swasto Sunuharyo, M.E. (Unibraw) Prof. Dr. Made Sadhi Astuti, S.H. (Unibraw) Dr. Ir. Darsono Wisadirana, M.S. (Unibraw) Dr. Sanapiah Faisa/, M.Pd. (UM)
Penyunting Ahli Prof. Dr. Djumilah Zain, S.E. (Unibraw) Dr. David Kaluge, S.E., M.S. (Unibraw) Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.H. (Unibraw) Dr. Emy Susanti, M.A. (Unair) Brian 0 Flaherty (Ahli Bahasa Inggris) Ora. Francien Herlen Tomasowa, Ph.D (Lab. Bhs. Unibraw)
Alamat Redaksi/Penerbit Lembaga Pene/itian Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang-65145 Telp. (0341) 575824; 551611 psw. 301; Fak. (0341) 575828 E-mail LemlitubOBrawUaya.ac.ld
JURNAL ILMU-ILMU SOSIAL (Social Sciences)
_ VOL. 17 - NO.2_
Aguslus
2005
•
PERAN JENDER DAN ASIMETRI DALAM AKSES INFORMASI PERTANIAN
Edi Dwi Cahyono
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Diterima tanggal
7 Januari 2005, disetujui tanggal
3 Juni 2005
Selama ini dijumpai kesulitan untuk membuktikan apakah kecenderungan asimetri (ketimpangan) secara nyata terjadi dalam proses komunikasi pertanian, khususnya dalam penerirnaan informasi oleh petani perempuan dan petani laki-laki, Telah terjadi kesalahan asumsi yang dipegang oleh manajemen komunikasi pertanian (Iembaga penyuluhan pertanian), khususnya dalam memandang kebutuhan petani perempuan terhadap informasi. Penelitian ini membuktikan bahwa konsentrasi pengiriman jenis-jenis informasi pertanian tertentu kepada salah satu segmen jender, dalam hal ini petani kaki-laki, adalah kurang efektif. Petani perempuan membutuhkan informasi jauh lebih ban yak jumlahnya daripada yang diasumsikan, karena perannya yang signifikan dalam berbagai aktivitas pertanian. Dalam perspektif jender, dominasi petani laki-laki terhadap informasi mengindikasikan telah terjadinya asimetri informasi dalam penerimaan informasi di tingkat petani. Kata kunci: Peran, Jender, Asimetri
GENDER ROLES AND ASYMMETRY IN THE ACCESS TO AGRICULTURAL INFORMATION ABSTRACT Gender Roles And Asymmetry In The Access To Agricultural Information: It is difficult to proof the existence of asymmetric information in the agricultural communication process, especially in the case of information reception by men and women farmers. Agricultural communication management may hold wrong assumptions of women farmers' needs of information. This study proof that agricultural information transfer only to particular gender segment, namely men farmers, was not effective. Women farmers need information much more than expected, because their significant roles on several agricultural activities. From a gender perspective, the domination of men farmers to information has given an indication that asymmetric information is really exist in information reception at farmers' level. Keywords:
Asymmetric
information,
Agricultural
communication,
206
Gender
.'--
Peron Jender
PENDAHUWAAN
don Asimetri dolam Akses Informasi
Putonion
kinan karena didasari oleh adanya stereotype di pihak manajemen komunikasi pertanian. Selama ini, otoritas yang terkait dengan proses transfer informasi pertanian memegang berbagai asumsi: I) seluruh informasi pertanian yang disampaikan telah sesuai dengan kebutuhan petani (informasi yang disampaikan ke petani sebelumnya telah "diminta" olehpetani sendiri), 2) petani merupakan sebuah segmen tunggal, ataupunjika bukan segmen tunggal, maka petani laki-laki akan "menggulirkan" informasi yang diterima dari penyuluh kepetani perempuan secara sempurna, sehingga faktor jender menjadi kurang relevan untuk dipertimbangkan, 3) kalaupun petani perempuan membutuhkan inforrnasi, maka kebutuhannya akan sama dengan petani laki-laki (tidak ada kebutuhan spesifik petani perempuan). Asumsi di atas muncul karena kemungkinan terkait dengan keyakinan dasar, dan dilestarikan dalam sebuah "tradisi", yang cenderung menempatkan perempuan pada posisi "second-line" dalam struktur sosial yang ada. Dalam konteks aktivitas pertanian, hal ini sebenarnya kontradiksi dengan kenyataan yang ada; perempuan bukanlah sebagai pemeran pernbantu, tetapi terlibat secara intensif dalam berbagai kegiatan produksi pertanian. Bukti empiris mengenai hal ini misalnya dapat dilihat pad a peran jender di berbagai tingkat aktivitas usahatani padi (Anggraeni, 1994), tebu (Sukesi, 1995), dan terutama industri hortikultura bunga (Smith et.al., 1990) serta tanaman obat-obatan (Andiani, 1998). Jika konsekwen, maka seharusnya perempuan mendapatkan kesempatan yang sam a sebagaimana mitra laki-lakinya untuk mengakses informasi langsung dari sumber utama, karena perannya yang signifikan dalam aktivitas usahatani. Sayangnya, penelitian mengenai penerimaan inforrnasi, dan kaitannya dengan peran petani, khususnya ditinjau dari perspektif jender masih jarang dilakukan. Kalaupun ada, studi yang ada belum mengidentifikasikan letak titik-titik kemungkinan terjadinya asimetri penerimaan informasi pada berbagai aktivitas pertanian yang berlangsung. Situasi ini tentu saja menyulitkan pengambil ke-
Sistem tukar-menukar inforrnasi, setidaknya dalam transfer informasi pertanian dari lembaga penyuluhan ke petani, di Indonesia saat ini dirasa masih jauh dari efektif. Secara tidak langsung hal ini terindikasikan dari sering berubahnya struktur organisasi terse but dari waktu ke waktu. Dugaan tentang kemungkinan adanya asimetri dalam mengakses informasi pertanian (ditinjau dari pihak petani) tercermin dari isu rendahnya tingkat kehadiran petani, khususnya petani perempuan, dalam berbagai kegiatan penyuluhan. Perempuan sering mengalami hambatan untuk mendapatkan akses penyuluhan secara langsung, karena jalur informasinya sering "dipotong"oleh penyuluh sendiri; penyuluh cenderung memberi ruang gerak yang lebih leluasa kepada petani laki-laki (Rivera dan Corning, 2002). Indikasi ini menjurus pad a suatu fenomena yang dikenal sebagai "ketimpangan informasi", atau informasi yang asimetris (asymmetric information) (Akerlof et al., 2002). Secara definitif, istilah tersebut mengacu pad a pengertian bahwa informasi tertentu cenderung ditransfer kepada, dan dikuasai oleh, pihak-pihak yang lebih kuat posisinya (cf Saptari, 1997). Segmen sosial yang lebih lemah, dalam hal ini perernpuan, adalah salah satu pihak yang sering terkalahkan dalam kompetisi untuk mendapatkan akses ke sumber-surnber informasi. Diasumsikan bahwa bila petani (perempuan atau laki-laki) mendapat kesempatan yang lebih besar dan berimbang untuk mengakses informasi, maka akan semakin efektif pula kinerja keseluruhan usahataninya. Hal ini sangat beralasan, karena kedekatan terhadap informasi -yang seringkali di dalamnya terkandung pembaharuan gagasan dan keterampilan pertanian akan berkontribusi bagi perbaikan kinerja usahatani secara keseluruhan. Tulisan berikut ini akan mengungkapkan buktibukti empiris dan membahas kemungkinan terjadinya asimetri informasi di bidang pertanian. khususnya dalam pengaksesan petani terhadap informasi dilihat dari perspektif jender. Terjadinya asimetri informasi besar kernung207
JURNAL /LMU·/LMU
SOSIAL (Social Sciences)
_ VOL. 17 - NO.2_
Agustus 2005
•
METOOE PENELITIAN
putusan untuk melakukan transfer informasi secara efektif kepada petani. Efektif dalam pengertian jenis informasi apa yang dibutuhkan, dan kepada siapa harus disampaikan, petani perempuan atau petani laki-laki. Identifikasi lokasi asimetri informasi secara akurat hanya mungkin dilakukan bila terlebih dulu diketahui berbagai aktivitas utama yang dikerjakan, baik oleh petani perempuan maupun petani laki-laki. Studi-studi terdahulu pada urnumnya telah menyadari pentingnya pengungkapan peran petani yang dipisahkan menurut segmen jender. Namun belum ada yang mencoba mengkaitkannya dengan apakah pada peran yang dilakukan oleh suatu segmen jender, juga diikuti dengan penerimaan informasi yang memadai oleh pihakpihak yang berkepentingan (petani perempuan atau petani laki-laki). Pengambil kebijaksanaan dapat mengambil manfaat dari studi ini untuk mengambil langkahlangkah yang tepat dalam memenuhi kebutuhan petani perempuan dan petani laki terhadap suatu informasi pertanian yang spesifik sifatnya, secara berimbang. FAO, mereview hasil-hasil studi yang ada, mengungkapkan bahwa pada tingkatan global, perempuan mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan laki-Iaki dalam setiap kegiatan pembangunan, termasuk kemungkinan dalam penerimaan informasi pertanian. Sebuah sistem yang berkelanjutan membutuhkan penguatan pada semua segmen sosial terkait, termasuk kelompokkelompok marjinal, khususnya petani perempuan. Penelitian ini memungkinkan pengambil keputusan mendeteksi secara cepat aliran informasi pertanian dari teknisi pengirim informasi (agen penyuluhan) ke petani laki-Iaki dan perempuan, dan menandai bagian-bagian aktivitas yang mengalami asimetri informasi. Akses informasi yang simetris diharapkan akan dapat mengatasi ketidakadilan pembagian kekuasaan (inequality in the sharing of power) saat ini, khususnya antara perempuan dan pria dalam kegiatan pembangunan (FAO, 1995), dan terutama dalam manajemen informasi pertanian.
Penelitian ini, merupakan sebuah studi kasus, dilakukan pada pertengahan sampai akhir tahun 2003. Kelompok Tani "Karya Tani I", yang berada di Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, ditetapkan secara sengaja sebagai studi kasus. Terbentuk sejak tahun 1970an, kelompok tani berbasis tanaman padi ini, termasuk pad a kategori kelas kelompok tani "madya" (sedang), menurut versi dinas pertanian setempat. Pembinaan secara relatif intensif dilakukan oleh penyuluh pertanian setempat kepada anggota kelompok terse but. Daerah Tumpang sendiri dikenal sebagai salah satu sentra produksi padi untuk daerah Malang. Secara tradisional, petani perempuan terlibat dalam aktivitas usahatani ini, sehingga memungkinkan dilakukan studi lintas jender, untuk membandingkan peran dan penerimaan informasi. Teknik diskusi terfokus digunakan sebagai basis utama untuk pengumpulan data. Teknik ini diperlukan untuk "rnernetakan" peran jender dalam berbagai aktivitas usahatani dan penerimaan informasi pada berbagai aktivitas tersebut. Melibatkan beberapa perwakilan petani (5 petani perempuan dan 3 petani laki-laki), mereka diminta mendiskusikan dan memberikan penilaian atas beban atau intensitas peran dan penerimaan informasi yang dirasakan pada berbagai aktivitas pertanian yang sudah diidentifikasikan sebelumnya. Aktivitas pertanian dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu sub aktivitas-aktivitas persiapan tanam, pemeliharaan, dan panen serta pasca panen. Kesepakatan kelompok diwujudkan dalam bentuk nilai (skor), dimana semakin tinggi skornya berarti semakin tinggi pula beban aktivitas atau tingkat intensitas penerimaan informasinya. Kisaran skor adalah 0 sampai dengan 3 (nilai 0 = tidak ada aktivitas kerja atau penerimaan informasi, I = sedikit, 2 = sedang, dan 3 = banyak). Teknik wawancara juga dilakukan untuk melengkapi data yang didapat melalui diskusi terfokus. Wawancara secara bebas digunakan untuk
208
•
Peran Jender
merekam "ungkapan emosi" responden, sedang wawancara secara terstruktur juga dilakukan untuk menangkap persentase sampel yang merespon atas suatu isu tertentu. Untuk itu, 20 petani perempuan diminta menjawab pertanyaan tertutup yang telah disiapkan. Nama-nama petani perempuan didapatkan secara tidak langsung, yaitu dari daftar nama petani yang tergabung dalam kelompok tani terpilih (semuanya yang terdaftar adalah nama petani lakilaki). Selanjutnya, atas dasar nama tersebut, peneliti mendatangi pasangan (isteri) petani bersangkutan sebagai sampel penelitian. Ke duapuluh petani perempuan tersebut merupakan pasangan dari seluruh petani laki-laki yang relatif aktif dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas pertanian. Seluruh data yang terkumpul dipisah atas dasar segmen perempuan dan laki-laki tgender-disaggregated data). sebagaimana yang disarankan oleh FAO (2001). Data yang telah dipilah atas dasar segmen jender tersebut dianalisis dan diintepretasikan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan hanya menghitungjumlah aktivitas pertanian yang dilakukan oleh masing-rnasing petani perempuan dan laki-laki (dengan kata lain yang memiliki skor di luar 0), tanpa memperhitungkan beban atau intensitasnya. Cara ke dua adalah dengan mernpertimbangkan pula tingkat beban atau intensitas (dalam bentuk skor) pad a masing-masing aktivitas, relatif terhadap skor maksimumnya (dalam bentuk persentase); skor 0 = 0%, skor 1 = 33.3%, skor 2 = 66.6%, skor 3 = 100%) Selanjutnya data yang didapat dibandingkan antar jender, misalnya siapa yang memiliki peran yang lebih besar dalam suatu aktivitas atau kelompok aktivitas tertentu, dan siapa yang lebih banyak mendapat akses ke informasi tertentu, baik dalam hal "jenis'inya (informasi yang terkait suatu aktivitas pertanian) dan tingkat intensitasnya. Kemudian pembahasan akan dilakukan untuk melihat sejauhmana telah terjadi pengiriman atau penerimaan informasi yang asimetris: siapa yang relatif mendapat posisi yang lebih diuntungkan, ditinjau dari perspektif jender.
don Asimetri
dalam Akses Informasi
Pertanian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Jender pada Usahatani: Padi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat divisi peran jender yang jelas dalam aktivitas usahatani padi. Petani perempuan, sebagaimana petani pria, melakukan berbagai aktivitas di berbagai tingkat budidaya dan produksi padi, dengan tingkat intensitas yang berbeda. Melalui diskusi terfokus, berhasil diidentifikasikan 32 jenis pekerjaan pertanian dari pra-tanarn sampai dengan pasca panen (10 jenis kegiatan pad a persiapan tanam, 10 kegiatan pada kegiatan pemeliharaan tanaman, dan 12 kegiatan lainnya dari panen hingga pasca panen). Pad a aktivitas persiapan tanam, tingkat beban kerja petani perempuan terhadap seluruh pekerjaan di tahap tersebut relatif masih rendah, yaitu 30% (atau bila dilihat darijumlah aktivitasnya adalah 4 dari 10 aktivitas yang teridentifikasikan; bandingkan dengan petani laki-laki yang mencapai intensitas 80% (atau 9 aktivitas disajikan pada Tabel I). Petani perempuan, pada tahap ini, terutama mengerjakan aktivitas perendaman benih dan pemeraman benih (proses pengecambahan). Dalam intensitas yang lebih rendah, petani perempuan juga mengerjakan pekerjaan penataan bibit sebelum tanam. Pada tahap pemeliharaan tanaman, beban petani perempuan sedikit meningkat (curahan intensitas kerjanya mencapai 43.3% (6 dari 10 aktivitas), sedang peran petani laki-laki relatif besar sebagaimana sebelumnya, yaitu 80% (8 aktivitas disajikan pada Tabel 2). Pada tahap ini, petani perempuan banyak melakukan pekerjaan penanaman, penyiangan, dan sedikit pekerjaan (membantu petani laki-laki) dalam pengeringan lahan, pemupukan, pemasangan perangkap tikus,"pengomporan" (pemberantasan) tikus, dan perbaikan saluran air. Pada kegiatan panen dan pasca panen, tingkat intensitas peran perempuan secara nyata meningkat. Dibanding dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya (kegiatan terkait budidaya), peningkatannya men-
209
JURNAlllMU-llMU
Tabel I
SOSlAl (Social Sciences) _ VOl. 17 - NO.2_
Agustus 2005
•
Peran, Kebutuhan dan Akses lender terhadap lnformasi Pertanian pada Persiapan Tanam Akses ke Informasi Penyuluhan
Peran/Partisipasi Aktivitas
No
Pra-tanam
lender P
L
P
L
0 0
3 3
3
3 3A
0
IA
3A 3A 3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Aktivitas pada Pra-tanam Persentase Rata-rata lntensitas
4
9
0
3
Kerja atau Penerimaan Informasi pada Pra-tanam (%)
30
00
0
26,7
I. 2. .,
-'. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
Pengolahan tanah Membuat Lahan Persemaian Perendaman benih Pengeraman Penyebaran benih Meratakan tanah Menata bibit (banjar) Membuat pematang lahan Pemindahan bibit Pengeringkan lahan (ngesat)
IA 3 3A
0 0 2 0 0
2
2 0 0 0 0 0
3 0 0
Keterangan: 0= tidak ada aktivitas kerja atau pcncrirnaan informasi. I = intcnsitas kecil. 2 = intensitas sedang. dan 3 = intensitas besar
Tabel2
No
Peran, Kebutuhan dan Akses lender terhadap Informasi Pertanian pad a Pemeliharaan Tanaman
Aktivitas Pemeliharaan Tanaman
Peran/Partisipasi lender P
Akses ke Informasi Penyuluhan L
P
L 3A 2
I.
A3
0
A2
2.
0
3A
0 0 0 0
Penanaman (nanem) Mengukur jarak tan am (ngerek) 3. Penyiangan (mat un) 4. Pengobatan tanaman (nyemprot) 5. Pengairan (ngeleh) 6. Pemupukan (ngemes) 7. Penyemprotan nutrisi tanaman 8. Memasang perangkap tikus 9. Pengomporan tikus 10. Memperbaiki saluran air Jumlah Aktivitas pada Pemeliharaan Tanaman Persentase Rata-rata Intensitas Kerja atau Penerimaan Informasi pada Pemeliharaan Tanaman (%)
.,
-'
0
0 0
3A 3A
I
-'
.,
IA
0
3A 3 3 3 2A 3A
2 2A 2
3A 3 3A 3
0 0 0 0
6
8
2
9
43,33
00
10
00
0
2
Keterangan: 0= tidak ada aktivitas kcrja atau pcncrimaan informasi. I = intcnsitas kecil. 2 = intcnsitas sedang. dan 3 = intcnsitas besar
210
.---'
Tabel3
No
Peron Jender
Peran, Kebutuhan
dan Akses Jender terhadap
Inforrnasi Pertanian
don Asimetri dolom Akses Informosi Pertonion
pada Panen dan Pasca Panen
Peran/Partisipasi Jender
Aktivitas Panen dan Pasca Panen
I. Pemanenan (ngerit) 2. Merontokkan padi (ngeblok) ~ Sortasi (nyilir) .). hasil pan en (produk olahan) 4. Pengolahan/pemrosesan 5. Pembelian saran a produksi pengolahan 6. Pengepakan 7. Penjemuran 8. Pencarian pasar 9. Negosiasi harga 10. Transaksi produk (beras) 11. Transaksi produk (padi) 12. Transaksi uang penjualan 13. Jumlah Aktivitas padaPanen dan Pasca Panen 14 Persentase Rata-rata Intensitas Kerja at au Penerimaan Inforrnasi padaPanen dan Pasca Panen (%) 15. Jumlah Seluruh Aktivitas 16. Persentase Rata-rata Intensitas Kerja atau Penerimaan Inforrnasi padaSeluruh Aktivitas (%)
Akses ke Informasi Penyuluhan
P
L
P
L
2 2 3A.
3 3A 2A.
IA 3A.
0 0 Al AI 0 0 0 5 22.22 21 40,86
A2 A3 1A A3 12 80,56
A3 Al 3A A3 12 80,56
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 54,84
29 79,57
2 5,38
~
.)
A.3 A2 3A 2A.
2 2 3A. Al 3A.
0 0 2A.
"kelihatan") lebih didominasi oleh laki-laki, tidak mengherankan, bila informasi yang diberikan oleh penyuluh lebih diarahkan kepada petani laki-laki juga. Pad a Tabel I terlihat bahwa, pada tahap persiapan tan am, petani perempuan sarna sekali tidak mendapat akses informasi dari penyuluh (sementara petani laki-laki juga hanya sedikit menerimanya, yaitu dengan intensitas penerimaan informasi sebesar 26.7%). Bila pada tahap aktivitas ini perbedaan penerimaan informasi antara petani laki-Iaki dan perempuan belum nyata, maka pad a tahap berikutnya perbedaan tersebut sangat menyolok. Pada tahap pemeliharaan tanaman, akses in formas i petan i perem puan (dari penyuluh) hanya mencapai 10%, sebaliknya petani laki-laki mendapat akses yang hampir penuh (intensitas penerimaan informasi 80%, atau bila dilihat dari jenis informasinya adalah 9 dari 10 jenis informasi terkait aktivitas pada tahap tersebut). Pola di atas juga berlaku pada tahap
capai hampir dua kali lipat (yaitu 80.6% dari kapasitas total pada kegiatan ini atau terlibat dalam seluruh 12 aktivitas yang ada). Nilai tersebut setara dengan beban petani laki-laki pad a aktivitas yang sarna, namun dengan jenis aktivitas yang berbeda. Sebagai contoh, petani laki-laki memiliki beban yang ringan pada kegiatan penjemuran dan transaksi beras (gabah), tetapi petani perempuan justru memiliki beban besar di aktivitas tersebut. Sebaliknya bila transaksi tersebut dilakukan dalam bentuk padi, peran petani laki-Iaki meningkat, sedang peran petani perempuan menurun disajikan pad a Tabel 3. Enam aktivitas utama pasca produksi yang dikerjakan petani perempuan adalah sortasi gabah, pengolahan/pemrosesan hasil panen, pembelian sarana produksi, pengolahan, penjernuran, transaksi produk (beras) dan transaksi uang penjualan. Akses Jender terhadap Informasi: Oleh karena aktivitas budidaya pertanian (yang cenderung 211
JURNAL ILMU·ILMU
SOSIAL (Social Sciences)
_ VOL 17 - NO.2_
Agustus 2005
•
"yang datang itu bapak-bapak, soalnya bapakbapak yang paharn." Pernyataan di atas memberi kesan bahwa seolah-olah pihak perempuan sendiri tidak ingin terlibat dalam kegiatan penyuluhan, atau tidak membutuhkan informasi pertanian. Namun hasil survei lebih lanjut menunjukkan sesuatu yang rnenarik, bahwa petani perempuan terindikasi ingin berpartisipasi dalam bagian aktivitas usahatani yang dipandang penting. Lebih dari separuh jumlah responden (55%) menyatakan "tidak setuju" dengan pernyataan bahwa perencanaan usahatanil budidaya pertanian sebaik nya dilakukan oleh petani pria saja. Hal ini memberi suatu konsekwensi bahwa petani perempuan sebetulnya memerlukan informasi untuk mampu berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan terse but. Bila tidak mendapat akses informasi yang memadai dari penyuluh, petani perempuan sebenarnya berharap akan mendapat kompensasinya dari petani laki-Iaki. Hasil survei lebih lanjut menunjukkan bahwa 65% responden petani perempuan memang pernah mendapat informasi dari suami atau laki-Iaki serumah, namun lebih dari separuh j umlah tersebut merasa bahwa infonnasi yang diterimanya adalah "kurang jelas", atau "sangat kurang jelas", menguatkan minimnya penerimaan informasi yang diterima petani perempuan. Betapa pentingnya informasi bagi petani perernpuan, dan keinginan untuk berhubungan dengan sumber utama informasi, tercermin dari pernyataan seorang responden: "dalam tiap hal itu pingin saya tahu pingin lebih paham walaupun saya nggak pernah nangani, tapi sampai sekarang itu belum pernah bicara dengan petugas penyuluh tentang pertanian secara panjang lebar." Pendapat umum yang cenderung mengatakan bahwa kegiatan pertanian (dalam konteks ini usahatani padi) dipersepsi sebagai "dunia laki-laki" nampaknya memerlukan tinjauan ulang. Melalui peneropongan terhadap pembagian peran (gender division), dapat diketahui bahwa kegiatan tersebut juga merupakan domain perempuan. Pembagian peran kerjanya (yang dianggap lazim oleh masya-
panen dan pasca panen; petani perempuan tetap mengalami kesulitan dalam mendapatkan infonnasi secara langsung dari penyuluh (0%), sedang petani pria tetap mendapat informasi, walau terbatas (22.22% atau 5 dari 12 jenis infonnasi terkait aktivitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja yang yang dilakukan oleh petani perempuan tidak diimbangi dengan penerimaan infonnasi yang memadai. Tanpa melihat intensitas kerja dan intensitas infonnasi yang diterima, secara umum petani perempuan hanya menerima dua jenis informasi, padahal total aktivitasnya mencapai 22 buah (hanya 9% jenis infonnasi yang diterirnanya ditinjau dari asktivitasnya). Pada sisi lain, petani laki menerima 21 jenis informasi, sedang aktivitasnya mencapai 29 buah (72%). Bila beban atau intensitas kerja dan infonnasi diperhitungkan, persentase perimaan infonnasi tersebut semakin mengicil. Secara keseluruhan petani perempuan memiliki beban kerja pertanian lebih dari separuh bagian (54,84%) dari kemungkinan seluruh pekerjaan yang bisa dilakukannya (petani laki-Iaki lebih dari tiga perempat bagian, atau 79,57%). Narnun, ditinjau dari penerimaan informasi terkait aktivitas pertanian yang dikerjakannya, petani perempuan menerima jauh lebih sedikit, yaitu hanya 5,38% (kurang lebih sepersepuluh aktivitasnya). Petani laki-Iaki jauh lebih beruntung karena menerima 40,86% informasi, sedang beban kerjanya adalah 79.57% (sekitar 51% relatif terhadap beban kerjanya, atau lebih dari separuhnya). Dengan kata lain, petani laki-laki kurang lebih menerima infonnasi lima kali lipat dibanding dengan petani perempuan, sedang beban kerjanya kurang lebih "hanya" satu setengah kali lipat perempuan. Hal ini konsisten dengan hasil survei, bahwa 90% responden (petani perempuan) menyatakan tidak pernah secara langsung diundang dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Bahkan petani perempuan yang pemah datang juga umumnya menjawab "jarang sekali" mengikuti kegiatan penyuluhan tersebut. Persepsi petani perempuan mengenai penyuluhan seperti ini digambarkan dengan ungkapan 212
e----------------
Peran Jender
rakat tani) adalah bahwa petani laki-laki melakukan pekerjaan yang memerlukan beban tenaga yang besar (memerlukan power). Jenis aktivitas yang dimaksud banyak ditemui pada pekerjaan budidaya (pra-tanam dan pemeliharaan tanaman), seperti pengolahan lahan sebelum tanarn, manajemen air (baik pad a pra-tanam maupun pemeliharaan), dan pekerjaan pemeliharaan lainnya, seperti aplikasi sarana produksi (pemupukan dan pengobatan tanaman). Petani laki-laki juga mendapat beban besar untuk menangani pekerjaan yang mendesak sifatnya, seperti pengendalian hama tikus. Petani perempuan, pada sisi lain, dipandang sesuai untuk jenis pekerjaan yang memerlukan ketelitian, kesabaran dan ketahanan dalam waktu yang panjang (endurance). Jenis pekerjaan seperti ini terutama nyata pada kelompok aktivitas panen dan pasca panen. Divisi peran jender sebenamya tercermin dari berbagai terminologi yang berkembang di lapang. Dalam istilah petani (juga penyuluh pertanian), pekerjaan menyangkut budidaya adalah jenis pekerjaan "teknis", sedangjenis pekerjaan di luar itu (termasuk kegiatan manajerial dan pekerjaan lain yang memerlukan beban tenaga yang relatif lebih kecil) adalah pekerjaan "non teknis" (pekerjaan "halus"). Sehingga, mengikuti jalan pikiran petani, laki-laki diberi ruang untuk mengerjakan pekerjaan teknis, sedang perempuan mengerjakan pekerjaan non-teknis. Nampaknya, baik petani perempuan dan laki-laki, tidak mempermasalahkan hal ini. Sekuen (urut-urutan) aktivitas kerja juga sudah ditetapkan secara tetap dan konsisten, dan telah teruji oleh waktu (berkelanjutan sifatnya). Hasil observasi di lapang menguatkan gambaran tersebut. misalnya perempuan cenderung tidak terlibat di pengolahan tanah karena struktur tanahnya relatif keras (berlempung), sehingga mernbutuhkan tenaga yang besar untuk menanganinya, sementara teknologi yang ramah perempuan untuk pekerjaan ini tidak atau belum tersedia. Masalahnya menjadi menarik, karena petani (khususnya laki-laki), dan jajaran rnanajemen-tek-
don Asimetri
dalam Akses Informasi
Putanian
nisi komunikasi pertanian, sering menyederhanakan persoalan dengan menganggap bahwa pertanian adalah identik dengan dunia pria. Masalah perseptual di atas membawa implikasi yang sangat serius: pertama, peran nyata petani perernpuan menjadi tersembunyikan dari pengamatan publik. Kedua, karena tidak terlihat perannya, manajemen dan teknisi komunikasi pertanian cenderung memberikan akses informasi kepada, kebanyakan, petani laki-Iaki saja. Ketiga, karena laki-laki identik dengan aktivitas budidaya, maka jenis informasi yang diberikan juga didominasi dengan materi terkait budidaya, yang berarti pula dari sisi benefit yang diharapkan kebutuhan perempuan akan jenis informasi tertentu menjadi terabaikan. Reduksi persoalan di atas terjadi karena, secara visual, yang cenderung terlihat adalah budidaya di sawah, dimana petani laki-laki mendominasi pekerjaan ini; pekerjaan "halus", seperti kegiatan perneliharaan dan aktivitas dalam rumah yang cenderung kurang kelihatan, yang justru menjadi domain petani perempuan, lepas dari perhatian. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila perempuan seringkali dipahami sebagai "pemeran pernbantu" dalam dunia pertanian, sebagai generalisasi yang salah karena tekanan pandang yang berlebihan atas aktivitas teknis-budidaya. Sementara aspek sosio-ekonornis yang lebih luas, misalnya menyangkut pemasaran dan kemungkinan aktivitas manajerial yang lebih luas, sering terabaikan. Inilah yang kemungkinan menyebabkan manajemen komunikasi pertanian gagal melihat kebutuhan petani perempuan terhadap informasi. Sebagai akibatnya, jiwa rnaskulinitas cenderung mendominasi sistem dan prosesproses komunikasi pertanian yang berlangsung. Perempuan tani secara sistematis terpinggirkan dari arena srategis penerimaan informasi. Hal ini semakin meneguhkan kecenderungan "pernbangunan lewat pintu pria" (Cahyono, 1994). Padahal, apa yang dianggap oleh petani laki-laki sebagai masalah utarna, belum tentu sebagai sebuah prioritas bagi perempuan (Cahyono, 1998). Sebagai akibatnya, informasi yang "segar" sifatnya dikuasai
213
JURNAL ILMU-ILMU
SOSIAL (Social Sciences)
_ VOL. 17 - NO.2_
Agustus 2005
•
meningkatkan berbagai produksi pertanian antara 20 sampai dengan 80 persen (FAO, 1995). Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sistem komunikasi infonnasi pertanian-padi saat ini masih jauh dari keadilan (inequity), karena adanya faktor asimetri transfer dan penerimaan informasi dari sisi jender.
oleh petani laki-laki, sedang petani perempuan hanya menerima menerima infonnasi yang sudah "basi", atau "second-hand information" (Cahyono, 1996). Dalam kasus yang lebih ekstrim, petani perempuan bahkan sarna sekali tidak mendapatkan infonnasi yang diperlukannya. Asimetri infonnasi ini menjadikan petani perempuan sebagai "second decision maker" (Cahyono, 1997), dan menempatkannya pad a status-posisi sosial yang lebih rendah dibanding petani laki-laki (Cahyono, 1997 dan 1998). Invisibilitas dan rendahnya status-posisi sosial ini telah menyebabkan dua rentetan kejadian penting: (I) otoritas komunikasi pertanian tidak bisa melihat kebutuhan spesifik petani perempuan yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, pada tingkat transfer infonnasi dari teknisi infonnasi ke petani, infonnasi cenderung diarahkan ke petani laki-laki; dan (2) pada tingkat petani sendiri, petani pria yang diasumsikan akan meneruskan infonnasi dari penyuluh gagal meneruskannya ke mitra perernpuannya; infonnasi dari petani laki-laki tidak terekspansi (dis-ekspansi) ke petani perempuan. Dua situasi inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya asimetri infonnasi di tingkat petani, dimana petani perempuan mendapatkan akses infonnasi yang lebih kecil dibanding petani lakilaki. Konsekuensinya adalah, bukan hanya perempuan tani yang dirugikan baik dari sisi untuk mengakses infonnasi yang dibutuhkan maupun rendahnya status-posisi mereka di mata publik, tetapi secara keseluruhan sistem transfer infonnasi pertanian saat ini sangat tidak efektif. Karena kinerja pertanian salah satunya tergantung pada input informasi, maka dalam jangka panjang hal ini akan menjadi penyebab rendahnya produktivitas pertanian secara umum. Padahal peningkatan produktivitas pertanian terkait dengan sistem tukarmenukar informasi secara lengkap antara agenagen pembaruan pertanian dengan stakeholder utamanya, yaitu petani (perempuan dan laki-laki), Laporan FAO menunjukkan bahwa bila petani perempuan dilibatkan secara langsung dengan kegiatan komunikasi, hal ini ternyata mampu
KESIMPULAN
DAN SARAN
Asimetri informasi telah terbukti terjadi pada sistem transfer dan penerimaan infonnasi pertanian, khususnya pada kegiatan berbasis tanaman padi. Informasi cenderung diarahkan pada aspek-aspek menyangkut budidaya, padahal peran perempuan dalam kegiatan tersebut justru relatif kecil, menjadikan petani laki-laki relatif lebih diuntungkan dalam penerimaan infonnasi. Infonnasi lain yang dibutuhkan oleh petani perempuan (khususnya di luar kegiatan budidaya dimana petani perempuan banyak berperan) justru sangat sulit diakses. Kesimpulan di atas memberikan indikasi yang kuat, bahwa manajemen komunikasi pertanian perlu meninjau ulang asumsi yang dipakai selama ini dalam aktivitas transfer informasi (setidaknya untuk budidaya padi), khususnya terkait dengan peran petani perempuan. Kami menyarankan bahwa kebijaksanaan selama ini, yang lebih menekankan pada transfer informasi mengenai budidaya pertanian, dan cenderung kurang memberi perhatian pad a aspek lain, seperti pasca panen misalnya perlu direvisi. Sementara itu, mengandalkan transfer informasi hanya kepada petani laki-laki saja cenderung kurang efektif, karena infonnasi yang diperolehnya jarang yang diteruskan kepada petani perempuan. Untuk keperluan generalisi yang lebih luas atas temuan di atas, diperlukan studi yang lebih komprehensif yang meliputi aspek-aspek manajerial usahatani dan komoditas yang lebih beragam.
214
e------------------
Peran J enoer clan ~simetri
UCAPAN TERIMA KASIH
dalam Akses Informasi
Pertanian
FAO, 2001. SEAGA Intermediate Level Handbook. Prepared by Rosalie Norem in collaborationwith the Soci-economic and Gender Analysis (SEAGA) Programme, Gender and Development Service. Rome. Italy. Sukesi, Keppi. 1995. Hubungan Kerja dalam Sistem Pengolahan Tebu Rakyat, Dinamika Hubungan Gender dan Pengaruhnya Terhadap Status Wan ita. Pasca Sarjana IPB. Bogor. Saptari, Ratna. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi Perempuan. PT. Anem Kosong Anem. Jakarta. Rivera, William M., Coming, Susan L. 2002. Empowering Women Through Agricultural Extension: A Global Perspective. Center for International and Extension Development Journal Agricultural Extension Winter 1990Volume28 Number 4. Smith, Suzanna; Swisher, M.E.; Shehan, Constance. 1990. Targeting Women in Agribusiness. Journal of Agricultural Extension Winter 1990 Volume 28 Number4.
Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian yang didanai oleh bagian proyek peningkatan kualitas sumberdaya manusia Direktorat Jendera Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Surat Perjanjian Kerja Nomor 2501 P4T/DPPM/PHBXIIIII/2003 DAITAR PUSfAKA
Akerlof, George A; Spence, Michael and Stiglitz, Joseph E. 2001. For Their Analyses of Markets with Asymmetric Information. The Bank of Sweden Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Noble. Andiani. 1998. Nilai Ekonomis dan Peran Wan ita dalam Agribisnis Tanaman Obat Keluarga di Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo Kabupaten Malang. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Anggraeni, Cicilia Dwi. 1994. Analisis Jender dalam Usahatani Padi di Kabupaten Lumajang. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Cahyono, Edi Dwi. 1992. Farmers' Perception of the Supra Program in Blitar, Indonesia. Master Thesis. The University of Melbourne. Australia Cahyono, Edi DwL dkk.1994. Persepsi Masyarakat Setempat tentang Profil Wanita Miskin. Pusat Studi Wan ita Universitas Brawijaya Malang Cahyono, Edi Dwi. 1996. Poor Alleviation Program: Access to Information and Decision Making from A Gender Perspective. Seminar Presentation in Interdiciplinary Congress on Women. Adelaide. Cahyono, Edi Dwi. 1997. SensitivitasJenderdalam Pernbangunan Pariwisata: Kasus Daerah Wisata Bromo. Universitas Brawijaya. Malang. Cahyono. Edi Dwi. 1998. Peranan Wanita dalam Transfer Ni la i-n i la i Budaya: Kasus pada Masyarakat Asli Tengger. Universitas Brawijaya. Malang. FAO.1995. A synthesis report of the Africa Region Women, agriculture and rural development. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
215