Volume 10, No 2, 2016 Daftar Isi: Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema Hilman Ferdinandus Pardede
47-56
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus : Produksi Pangan Antonius Bima Murti Wijaya
57-66
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman
67-74
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulik Adnan Rafi Al-Tahtawi
75-80
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang berbasis WSN dan IoT Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan
81-86
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy
87-105
2/2016 Pusat Penelitian Informatika - LIPI Jurnal INKOM
Vol. 10
No. 2
Hal. 47-105
p-ISSN 1979-8059 Bandung, November 2016 e-ISSN 2302-6146
p-ISSN 1979-8059, e-ISSN 2302-6146 Volume 10, No 2, November 2016 Penanggung Jawab Kepala Pusat Penelitian Informatika - LIPI Ketua Anggota
Dewan Redaksi Dr. Esa Prakasa Prof. Dr. Ir. Engkos Koswara N., M.Sc. Dr. Ir. Ashwin Sasongko Sastrosubroto., M.Sc. Drs. Tigor Nauli Dr. Edi Kurniawan Dr. Kadek Heri Sanjaya Dr. Nasrullah Armi
Penyunting Tata Letak Penyunting Naskah Desain Grafis
Pusat Penelitian Informatika LIPI Pusat Penelitian Informatika LIPI Pusat Penelitian Informatika LIPI Pusat PenelitianInformatika LIPI Pusat Penelitian Fisika LIPI Pusat Penelitian Telimek LIPI P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI
Redaksi Pelaksana Nurhayati Masthurah, M.Kom Puslit Informatika LIPI Riyo Wardoyo,M.T. Puslit Informatika LIPI Arwan Ahmad Khoiruddin, M.Cs Puslit Informatika LIPI Dicky Rianto Prajitno, M.T. Puslit Informatika LIPI
Mitra Bestari Dr. Adhistya Erna Permanasari (Informatika), Dr. Irwan Purnama (Otomasi), Dikdik Krisnandi, M.T (Otomasi), Dr. Edward Yazid (Otomasi), Dr. M. Agni Catur Bhakti (Informatika), Iman Firmansyah, M.Si (Otomasi), Dr. Kadek Yota Ernanda Aryanto (Informatika) Sekretariat Asri Rizki Yuliani, MBA Puslit Informatika LIPI Rini Wijayanti, M.Kom Puslit Informatika LIPI Nana Suryana,M.T Puslit Informatika LIPI Alamat Redaksi Jurnal INKOM Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komp. LIPI Gd. 20 Lt. 3 Jln Sangkuriang, Bandung, 40135 Telp: +62 22 2504711, Fax: +62 22 2504712 Email:
[email protected], Website: http://jurnal.informatika.lipi.go.id Pertama terbit: Mei 2007 Frekuensi terbit: Dua kali setahun, setiap bulan Mei dan November Jurnal INKOM adalah jurnal yang mengkaji masalah yang berhubungan dengan Informatika, Sistem Kendali, dan Komputer dengan keberkalaan penerbitan dua kali setahun pada Mei dan November. Tulisan yang dipublikasikan berupa hasil penelitian, pemikiran atau pengembangan untuk kemajuan keilmuan atau terapan. Kelayakan pemuatan dipertimbangkan oleh penilai dengan double blind review berdasarkan keaslian (originalitas) dan keabsahan (validitas) ilmiah. c
2016 Hak cipta dilindungi undang-undang
Volume 10, No 2, 2016
Daftar Isi
Hasil Penelitian
Halaman
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema Hilman Ferdinandus Pardede
47-56
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus : Produksi Pangan Antonius Bima Murti Wijaya
57-66
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman
67-74
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulik Adnan Rafi Al-Tahtawi
75-80
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang berbasis WSN dan IoT Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan
81-86
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy
87-105
•
i
Volume 10, No 2, 2016
Editorial Pembaca yang terhormat, Jurnal INKOM Volume 10 Nomor 2 Tahun 2016 akhirnya diterbitkan dengan menyajikan 6 karya tulis ilmiah terpilih dan telah melalui proses double-blind review para mitra bestari. Karya tulis pertama berjudul ”Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema”. Naskah ini memaparkan metode yang bisa digunakan untuk menaikkan tingkat ketahanan sistem pengenalan ucapan (speech recognition system) terhadap gema. Implementasi metode ini akan sangat membantu dalam meningkatkan unjuk kerja sistem pengenalan ucapan. Perbandingan dengan metode-metode normalisasi lain yang bersifat konvensional juga disajikan di dalam naskah ini. Karya tulis kedua berjudul Algoritma ”Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus: Produksi Pangan”. Dengan menggunakan penyelesaian linier, naskah ini memaparkan cara penentuan jumlah bahan baku pada sebuah proses produksi bahan pangan. Naskah ketiga berjudul ”Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy”. Naskah ini memaparkan pengembangan mesin panggang (sangrai) kopi dengan mengimplementasikan logika fuzzy. Metode logika fuzzy dipilih agar sistem yang dikembangkan mempunyai kemampuan menyangrai kopi sebagaimana para ahli kopi. Karya tulis keempat berjudul ”Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulink”. Dengan menggunakan model arus searah sebagai komponen utama kendaraan listrik, maka penulis bisa melakukan simulasi keperluan daya atas segala skenario perjalanan. Naskah berjudul ”Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis WSN dan IoT” disajikan sebagai naskah kelima. Beberapa parameter yang diperlukan dalam kegiatan budidaya udang - DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity dan temperatur berhasil direkam dan diintegrasikan dengan menggunakan teknologi WSN dan IoT. Hasil pengumpulan data parameter kemudian disimpan di internet agar mudah dimanfaatkan dalam pengelolaan industri budidaya. Karya tulis keenam dengan judul ”Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture” ditampilkan sebagai penutup di penerbitan ini. Naskah ini memaparkan integrasi sistem informasi yang bisa digunakan untuk memantau potensi tsunami di Indonesia. Akhir kata kami mewakili Dewan Editor mengucapkan terima kasih kepada para anggota Dewan Pengarah, Dewan Redaksi, Editor Pelaksana, Sekretariat, Reviewer dan para penulis yang telah banyak berkontribusi dalam proses penerbitan Jurnal INKOM Volume 10 Nomor 2 Tahun 2016. Redaksi Jurnal INKOM juga mengundang para peneliti, akademisi maupun praktisi untuk megirimkan naskah-naskah terbaiknya ke Jurnal INKOM. Sesuai dengan kebijakan yang ada di Redaksi, maka mulai tahun 2017 dan seterusnya naskah yang diterbitkan harus dalam bentuk bahasa Inggris. Hal ini diperlukan agar cakupan pembaca Jurnal INKOM lebih luas sekaligus meningkatkan mutu penerbitan. Semoga terbitan Jurnal INKOM kali ini semakin lebih baik dari penerbitan sebelumnya dan bermanfaat bagi komunitas ilmiah di Indonesia. Ketua Dewan Redaksi ii
•
Volume 10, No 2, 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya Hilman Ferdinandus Pardede (Pusat Penelitian Informatika-LIPI) Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema INKOM, 10(2) 2016: 47-56 Gema menurunkan performa sistem pengenalan ucapan (SPU) atau automatic speech recognition secara signifikan. Salah satu teknik yang paling populer untuk mengurangi efek gema adalah dengan menormalisasi fitur pada SPU. Pada penelitian sebelumnya, q -log spectral mean normalization (q -LSMN) telah diperkenalkan untuk mengurangi efek distorsi aditif dan convolutif. Metode ini merupakan pengembangan teknik normalisasi konvensional pada domain q -log. Metode ini dikembangkan untuk mengurangi efek gema dan teknik adaptif untuk menentukan nilai q terbaik untuk q -LSMN diperkenalkan. Hasil percobaan pada pengenalan angka (digit recognition) menunjukkan bahwa teknik tersebut meningkatkan ketahanan SPU terhadap gema. Metode ini lebih baik dibandingkan metode normalisasi konvensional seperti cepstral mean normalization dan log spectral mean normalization. (Penulis) Kata kunci : normalisasi fitur, q -logarithma, gema, sistem pengenalan ucapan Antonius Bima Murti Wijaya (Universitas Kristen Immanuel) Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam pemrograman linier integer, Studi Kasus : Produksi Pangan INKOM, 10(2) 2016: 57-66 Dalam laporan analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 16 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong rawan, efisiensi penggunaan bahan baku pangan menjadi sangat penting peranannya. Efisiensi bahan baku bisa digunakan juga untuk mencapai keuntungan dalam industri makanan. Dalam penelitian ini masalah pangan tersebut dipandang dan diformulasikan dengan menggunakan pemrograman linier yang diselesaikan dengan model integer. Algoritma criss-cross yang dikombinasikan dengan algoritma branch and bound diusulkan dalam penyelesaian masalah integer linear programming. Penelitian ini berfokus pada penerapan kedua algoritma tersebut dalam studi kasus produksi makanan dan pencarian kondisi batasan yang sesuai. Penelitian ini berhasil menerapkan penggabungan algoritma criss-cross dan branch and bound. Penelitian ini mendefinisikan 4 batasan yang dapat diperhatikan untuk mengurangi pencabangan dalam pencarian nilai integer. (Penulis) Kata kunci: algoritma criss-cross, branch and bound, integer linear programming
•
iii
Volume 10, No 2, 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman (Pusat Penelitian Elektronika dan Instrumentasi - LIPI) Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy INKOM, 10(2) 2016: 67-74 Mesin pemanggang kopi merupakan sebuah mesin yang digunakan untuk menyangrai biji kopi agar matang, sehingga siap untuk diproses lebih lanjut. Prinsip kerja mesin ini adalah produk dipanaskan dalam ruang sangrai yang berputar dengan suhu tertentu, sehingga pemanasan bisa merata. Salah satu jenis pemanas pemanggang kopi adalah elemen pemanas listrik, dimana sistem kerjanya masih banyak dikendalikan secara manual dengan saklar atau semi otomatis menggunakan timer yang dioperasikan oleh seorang operator. Proses pemanggangan (roasting) kopi sangat menentukan cita rasa kopi, sehingga dibutuhkan seorang operator yang ahli dibidang ini. Pada paper ini akan didesain sebuah sistem pengendali pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan dibangun, didasarkan atas keahlian atau pengalaman seorang operator. Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan pada sebuah mikrokontroler dengan menggunakan pemrograman bahasa C. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah sistem pengendali pada pemanas pemanggang dengan logika fuzzy, sehingga proses roasting biji kopi dapat bekerja secara otomatis. Hasil penelitian ini adalah sebuah prototype yang merepresentasikan sistem kerja pengendali pemanas pemanggang kopi menggunakan logika fuzzy. (Penulis) Kata kunci: pemanggang kopi, fuzzy, mikrokontroller Adnan Rafi Al-Tahtawi (Program Studi Teknik Komputer, Politeknik Sukabumi) Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulik INKOM, 10(2) 2016: 75-80 Kendaraan listrik merupakan jenis kendaraan yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara. Saat ini penelitian terkait kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, masih terus dilakukan baik secara simulasi maupun eksperimen langsung. Pada makalah ini, akan dimodelkan dan disimulasikan mobil listrik menggunakan MATLAB/Simulink berbasis motor arus searah (MAS). Interaksi antara roda mobil dengan permukaan jalan dapat disimulasikan menggunakan dua buah MAS yang saling terhubung sumbu putarnya. MAS1 dan MAS2 berturut-turut diasumsikan sebagai motor listrik dan profil jalan. Masukan pada MAS1 adalah profil kecepatan dan masukan MAS2 adalah profil sudut kemiringan jalan. Dengan digunakannya model ini, besarnya konsumsi daya yang diperlukan oleh mobil listrik untuk setiap skenario yang dirancang dapat diamati dengan mudah. (Penulis) Kata kunci: Mobil listrik, daya, motor arus searah (MAS), MATLAB/Simulink
iv
•
Volume 10, No 2 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan (Pusat Penelitian Elektronika dan Instrumentasi LIPI) Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya udang berbasis WSN dan IoT INKOM, 10(2) 2015: 81-86 Dalam tulisan ini dijelaskan desain dan pengembangan sistem online monitoring kualitas air berbasis wireless sensor network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Sistem ini didesain dan dikembangkan untuk memantau parameter DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity, dan temperatur pada budidaya udang. Sistem terdiri dari beberapa node sensor dengan komponen utama arduino uno yang terhubung dengan Xbee board dan master board dengan komponen utamanya adalah Raspberry Pi 2 (RPi2) board dan Xbee. Data dikirim dari masing-masing node ke RPi2 menggunakan jaringan WSN dengan paket data yang dilengkapi dengan masing-masing ID, setelah itu data disimpan di database internal RPi2 dan ditampilkan di graph. Timer update server digunakan untuk update data dari RPi2 ke server menggunakan jaringan internet melalui wifi. Data di server dapat dilihat menggunakan website, selain itu juga data dapat dilihat pada aplikasi Telegram Messenger yang ter-install di perangkat ponsel. Program RPi2 dikembangkan menggunakan bahasa python dan komponen matplotlib. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem memiliki prospek yang besar dan dapat digunakan untuk keperluan budidaya udang dengan memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu. Data hasil pengumpulan tersebut dapat digunakan untuk penelitian dan analisa lebih lanjut. (Penulis) Kata kunci: budidaya udang, Internet of Things, kualitas air, sensor, wireless sensor network Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy (Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG) Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture INKOM, 10(2) 2016: 87-105 Sistem monitoring gempa bumi dan tsunami diperlukan untuk memberikan informasi yang akurat mengenai parameter mekanisme sumber terjadinya gempa bumi. Pengembangan yang dilakukan menurut pembagian segmen tingkat aktivitas seismik untuk model kecepatan lokal di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua. Model kecepatan ini bermanfaat untuk keakurasian penentuan parameter magnitude, koordinat, kedalaman dan waktu terjadinya gempa bumi. Beberapa tujuan pengembangan terbaru, diantaranya instalasi hasil upgrading Jisview di stasiun pencatat gempa bumi BMKG yang ditempatkan di seluruh Indonesia (UPT), kemudian clustering pada processing data waveform menjadi beberapa segmen monitoring untuk tujuan efisiensi dan akurasi pengunduhan data waveform. Dilakukan juga kompilasi pada beberapa software pendukung seperti : Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc, media dissemination sebagai desain instalasi ramah pengguna yang mudah dioperasikan staf monitoring gempa bumi. Lebih jauh, dilakukan validasi akurasi sistem monitoring gempa bumi dan penentuan potensi tsunami yang akurat melalui Tdur, Td dan T50x di Puslitbang BMKG. Pengembangan tersebut saling terintegrasi dalam penguatan pengembangan sistem monitoring gempa bumi. Output dari informasi parameter gempa bumi yang di rilis secara near realtime adalah koordinat, waktu, magnitudo (Mw), kedalaman, strike, dip dan slip, sedangkan output informasi potensi tsunami yang di rilis adalah Td, Tdur, T50x, Td*Tdur dan Td*T50x. (Penulis) Kata kunci: monitoring gempa bumi, penentuan potensi tsunami, durasi rupture
•
v
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Hilman Ferdinandus Pardede (Research Center for Informatics, Indonesian Institute of Sciences) Adaptive Feature Normalization for Speech Recognition Robust Against Reverberation INKOM, 10(2) 2016: 47-56 Reverberation degrades the performance of speech recognition significantly. Normalizing the features is arguably the most popular method to reduce the effect of reverberation on speech recognition. In previous works, q -log spectral mean normalization (q -LSMN) has been shown effective to remove convolutional and additive distortions in speech recognition. This method is an extension of traditional mean normalization on q log domain. This method is extended in order to deal with reverberation and an adaptive technique to determine a suitable q in q -LSMN is proposed. Recognition results on digit recognition tasks for real recordings show the proposed method improves the robustness of speech recognition against reverberation. It is better than traditional techniques such as cepstral or log spectral mean normalization. (Author) Keywords: feature normalization, q -logarithm, reverberation, automatic speech recognition Antonius Bima Murti Wijaya (Christian Immanuel University) Criss-cross Algorithm and Branch and Bound in Integer Linear Programming, Case Study: Food Production INKOM, 10(2) 2016: 57-66 The Special Region of Yogyakarta on their reports of food situation analysis in 2014 by Body of Food Security and Counseling told that there are 16 villages in category of vulnerable risk of food and 26 villages in category of wary risk of food and nutrition. In food industry, then efficiency of food ingredients using has an important role. This efficiency could also lead to profit for food industry. Integer linear programming become the mathematical view that suggested by this research to formulated the problem. Criss-cross algorithm will be combined with branch and bound algorithm to solve the integer linear programming problem. The focus of this research is to applied both of the algorithm in the case of food production and finding the right bound condition. This research succeeded to applied and combined the criss-cross and branch and bound algorithm. This research also defined 4 bounds condition that could be consider to diminish the branch while finding the optimal integer value. (Author) Keywords: criss-cross algorithm, branch and bound, integer linear programming
vi
•
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman (Research Center for Electronics and Telecommunications, Indonesian Institute of Sciences) Heater Coffe Roaster Controller System Using Fuzzy Logic INKOM, 10(2) 2016: 67-74 Coffee roaster is commonly used for transforming the chemical and physical properties of green coffee beans into roasted coffee products. The working principle of coffee roaster is roasting raw coffee beans in a rotating drum using high temperature for a limited period of time. One of roaster heater element is using electric system which is operated manually using switch or semi-automatic timer by an operator. Good taste coffee is determined by excellent roasting process by an expert operator. Therefore, in this article a heater element control concept is introduced using fuzzy logic system. Fuzzy rules are build based on expertise or experience of expert operator. Logic fuzzy is implemented with microcontroller using C. The purpose of this work is to develop fuzzy controller system for automatic heating of coffee roasting process. The output of this research is a prototype which is represent of heater coffee roaster controller using fuzzy logic. (Author) Keywords: coffe roaster, fuzzy, microcontroller Adnan Rafi Al-Tahtawi (Politechnic Sukabumi) Modeling and Simulation of an Electric Vehicle Based on Direct Current Motor on MATLAB/Simulink INKOM, 10(2) 2016: 75-80 Electric vehicle is one of vehicles which not have pollution due to environmental-friendly characteristic. Recently, the researches about electric vehicles, especially electric car, are still being conducted as well as hardware realization or software simulation. In this paper, modeling and simulation of an electric vehicle based Direct Current Motors (DCMs) using MATLAB/Simulink will be presented. Interaction between vehicles wheels and the road can be simulated using two units of DCM with linked axis of rotation. DCM1 and DCM2 are assumed respectively as electric motor drive and various road profiles. Input of DCM1 is speed profile, while the other is roads slope angle profile. Therefore, with using this model, the amount of power consumption which is needed by the vehicle for each scenario designed can be observed easily. (Author) Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
•
vii
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan (Research Center for Electronics and Telecommunications, Indonesian Institute of Sciences) Online Water Quality Monitoring in Shrimp Aquaculture based on WSN and IoT INKOM, 10(2) 2016: 81-86 The paper describes the design and development of online water quality monitoring system based on wireless sensor network (WSN) and Internet of Things (IOT). The system has been designed and developed to monitor some parameters such as Dissolved Oxygen (DO), pH, conductivity and temperature on a shrimp aquaculture. The system consists of several sensor nodes with the main components of an Arduino Uno connected to XBee and a master board. The main components of master board are Raspberry Pi 2 (RPi2) and XBee board. Data were sent from each node to RPi2 using WSN with a data packet that comes with an unique ID. The data was stored in the internal database of the RPi2 and displayed in graph. Timer update server was used to update the data from RPi2 to a server using WiFi network. Data on the server can be viewed using website, but it also can be seen using Telegram application installed in the mobile devices. The RPi2 program was developed using Python language and matplotlib components. The experimental results show that the system has great prospects and can be used for shrimp aquaculture by providing information that is relevant and timely. The collected data can be used for further research and analysis. (Author) Keywords: Development Current Enterprise, General Hospital Bandung, inpatient services Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy (Research Center and Development BMKG) Information System on Jisview Earthquake Monitoring and Tsunami Potential Determination using Duration Rupture INKOM, 10(2) 2016: 87-105 Information systems in the earthquake and tsunami monitoring is required to provide accurate information regarding the occurrence of the earthquake source mechanism parameters. Development is done by dividing the segment level seismic activity for the local velocity model in Sumatra, Java, Bali, Sulawesi and Papua. The velocity model is useful for determining the accuracy of the parameter magnitude, coordinates, depth and time of occurrence of earthquakes. Some of the latest development goals, including the installation of upgrading Jisview result in earthquake recording station BMKG placed throughout Indonesia (UPT), then clustering in the data processing waveform into several segments for the purpose of monitoring the efficiency and accuracy of waveform data download. Do also compile on some supporting software such as: Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C ++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dynamics Active Report, MySql connector odbc, media dissemination as installation design user friendly easy to operate staff monitoring earthquakes. Furthermore, validated the accuracy of the monitoring system of earthquake and tsunami accurate determination of potential through Tdur, Td and T50x at the Center for BMKG. The development of an integrated, in strengthening the development of earthquake monitoring system. Output of earthquake parameter information to be released in near real-time is coordinates, time, magnitude (Mw), depth, strike, dip and slip, while the output potential of tsunami information in the release is, Td, Tdur, T50x, Td * Tdur and Td * T50x. (Author) Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
viii
•
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema Adaptive Feature Normalization for Speech Recognition Robust Against Reverberation Hilman Ferdinandus Pardede1 1
Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, Indonesia Email:
[email protected] Abstract
Reverberation degrades the performance of speech recognition significantly. Normalizing the features is arguably the most popular method to reduce the effect of reverberation on speech recognition. In previous works, q-log spectral mean normalization (q-LSMN) has been shown effective to remove convolutional and additive distortions in speech recognition. This method is an extension of traditional mean normalization on q-log domain. This method is extended in order to deal with reverberation and an adaptive technique to determine a suitable q in q-LSMN is proposed. Recognition results on digit recognition tasks for real recordings show the proposed method improves the robustness of speech recognition against reverberation. It is better than traditional techniques such as cepstral or log spectral mean normalization. Keywords: feature normalization, q-logarithm, reverberation, automatic speech recognition Abstrak Gema menurunkan performa sistem pengenalan ucapan (SPU) atau automatic speech recognition secara signifikan. Salah satu teknik yang paling populer untuk mengurangi efek gema adalah dengan menormalisasi fitur pada SPU. Pada penelitian sebelumnya, q-log spectral mean normalization (q-LSMN) telah diperkenalkan untuk mengurangi efek distorsi aditif dan convolutif. Metode ini merupakan pengembangan teknik normalisasi konvensional pada domain q-log. Metode ini dikembangkan untuk mengurangi efek gema dan teknik adaptif untuk menentukan nilai q terbaik untuk qLSMN diperkenalkan. Hasil percobaan pada pengenalan angka (digit recognition) menunjukkan bahwa teknik tersebut meningkatkan ketahanan SPU terhadap gema. Metode ini lebih baik dibandingkan metode normalisasi konvensional seperti cepstral mean normalization dan log spectral mean normalization. Kata kunci: normalisasi fitur, q-logarithma, gema, sistem pengenalan ucapan
1. Pendahuluan Aplikasi sistem pengenalan ucapan (SPU) atau automatic speech recognition pada kondisi bebas genggam (hands-free) yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan SPU tanpa menggunakan tangan, semakin diminati belakangan ini [1]. Contohnya pada applikasi rumah otomatis, mobil pintar, atau robot. Pada aplikasi ini, SPU harus dapat beroperasi dimana terdapat gema/gaung, derau, ataupun adanya pembicara lain. Gema merupakan salah satu tantangan tersulit dan memiliki efek yang sangat besar dalam menurunkan performa SPU [2], [3], [4].
Received: 8 August 2016; Revised: 21 December 2016; Accepted: 23 c 2016 September 2016; Published online: 22 February 2017 INKOM 2016/16-NO475 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.475
Untuk meningkatkan performa SPU terhadap gema, berbagai metode telah diperkenalkan dalam beberapa dekade terakhir. Metode-metode ini secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua: metode berbasis front-end (FE) dan berbasis back-end (BE). Metode berbasis FE bertujuan untuk menghilangkan gema dari sinyal ucapan sehingga fitur yang dihasilkan mendekati fitur yang dihasilnya sinyal ucapan bersih (tanpa gema). Metode ini biasanya beroperasi di domain sinyal, spektrum, ataupun fitur. Di domain sinyal, contohnya adalah penggunaan multimicrophone [5], [6], [7] dan menemukan inverse dari room impulse response (RIR) [8], [9], [10]. Di domain spektrum, teknik speech enhancement seperti spectral subtraction, dan Ephraim Malah (EM) [11] biasanya digunakan. Sementara itu, Vector Taylor series (VTS) [12] and missing data theory [13] adalah beberapa contoh penggunaan INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
metode berbasis FE di domain fitur. Metodemetode berbasis FE biasanya memerlukan estimasi RIR, reverberation time (T60) dan/atau estimasi spektrum gema. Parameter-parameter ini umumnya bersifat non-stationary dan dapat berubah-ubah dipengaruhi berbagai faktor, misalnya pergerakan pembicara, variabilitas ruangan, dan karakteristik sinyal ucapan yang bersifat quasi-stationary. Oleh karena itu, sulit mendapatkan estimasi yang baik dari paramenter-parameter tersebut. Sementara itu, metode berbasis BE berusaha mengadaptasi model akustik yang biasanya diperoleh untuk keadaan tanpa gema, kepada kondisi dengan gema. Metodemetode berbasis BE antara lain dengan melatih kembali (retraining) model akustik dengan sinyal ucapan bergema [14], menggunakan maximum a posteriori (MAP) [15], dan maximum likelihood linear regression (MLLR) [16] sebagai teknik adaptasi. Akan tetapi, mengadaptasi model kedalam kondisi bergema mengakibatkan model akustik yang diperoleh menjadi sangat dipengaruhi oleh ruangan, sehingga performa SPU dapat menurun ketika SPU digunakan diruangan lain dengan parameter ruangan yang berbeda. Mel-Frequency Cepstral Coeffient (MFCC) [17] dapat dikatakan sebagai fitur yang paling sering digunakan untuk SPU. MFCC diperoleh dengan melakukan analisis waktu pendek (sekitar 2050 ms), dengan asumsi sinyal ucapan bersifat stationary selama periode tersebut. MFCC menggunakan skala Mel dan fungsi logaritma (log) untuk mengadopsi sistem pendengaran manusia dan mengompresi fitur. Fungsi log digunakan karena fungsi ini bersifat homomorphic, dapat mentransformasi operasi perkalian menjadi penjumlahan. MFCC menunjukkan performa yang baik untuk kondisi bersih, namun performanya sangat tidak tahan ketika terdapat gema, ataupun derau. Salah satu alasannya adalah penggunaan log yang sangat sensitif pada daerah dimana spektrum memiliki energi yang rendah. Daerah ini merupakan tempat dimana informasi dari sinyal ucapan berada. Selain itu, pola sinyal ucapan bersifat kompleks. Unit dari ucapan berupa kata atau fonem memiliki durasi yang berbeda-beda yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari periode analisis pada MFCC (yakni sekitar 20ms). Oleh karena itu, pada domain spektral, komponen spektral dari sinyal ucapan memiliki korelasi satu sama lain. Ketika sinyal ucapan dipengaruhi gema, energi spektra menjadi tersebar lebih panjang, mengakibatkan korelasinya menjadi lebih tinggi. Keterbatasan MFCC menyebabkan banyak penelitian telah memperkenalkan fitur-fitur lain sebagai pengganti MFCC, misalnya minimum variance distortion-less response (MVDR) [18], [19]. Fitur ini diperoleh dengan menggunakan FIR filter pada sinyal ucapan sehingga sinyal keluaran 48
•
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
memiliki unit gain. Dengan demikian, pengaruh bias dan variance dapat dikurangi. Frequencydomain linear prediction (FDLP) adalah contoh fitur lain [20]. Pada fitur ini linear prediction digunakan pada sinyal pita sempit (narrow-band) untuk memperoleh temporal-envelope sinyal ucapan tersebut. Sehingga dengan menormalisasi sinyal tersebut, efek gema dapat dikurangi. Sinyal pita sempit digunakan agar periode analisis lebih panjang dibandingkan T60 sehingga gema dapat diasumsikan sebagai gain terhadap sinyal bersih. Pendekatan lain untuk fitur baru adalah penggunaan fungsi akar menggantikan log pada ekstraksi fitur [21]. Perceptually linear prediction (PLP) [22] adalah salah satu contoh penggunaan fungsi akar. Power normalized cepstral coefficient (PNCC) [23] adalah contoh lain fitur yang menggunakan fungsi akar. PNCC telah terbukti lebih tahan terhadap distorsi dari lingkungan dibandingkan MFCC, PLP, dan MVDR, serta teknik speech enhancement seperti VTS [24], [25]. PNCC memiliki proses ekstraksi fitur yang menyerupai MFCC, kecuali dalam tiga hal. Pertama, PNCC menggunakan Gammatone filterbank sedangkan MFCC menggunakan mel filterbank. Kedua, PNCC memiliki teknik penghilang noise: medium duration power bias subtraction and power peak normalization dan ketiga, PNCC menggunakan fungsi akar menggantikan log pada MFCC. Efektifitas fitur berbasis fungsi akar dibandingkan log dikarenakan fungsi akar lebih tidak sensitif terhadap perubahan pada spektra berenergi rendah seperti log [26]. Akan tetapi performa fitur berbasis fungsi akar sangat tergantung dengan teknik normalisasi yang digunakan [27], [28]. Teknik normalisasi konvensional [27], bukanlah teknik terbaik untuk fitur ini karena sifat properti fungsi akar tidak sama dengan log. Fungsi q -logarithma (q -log) adalah merupakan contoh fungsi akar dan generalisasi fungsi natural logaritma (log). Fungsi ini banyak digunakan dalam statistika Tsallis [29], [30]. Dalam statistika Tsallis, fungsi ini digunakan untuk menjelaskan fenomena non-extensive pada sistem kompleks. Teknik normalisasi berbasi fungsi q -log based telah diperkenalkan [31], [32]. Teknik ini dinamakan q -log spectral mean normalization (q -LSMN), menggunakan sifat/properti fungsi q -log dan terbukti efektif mengurangi efek derau additif dan convolutif. Pada studi ini, hanya satu nilai q yang digunakan yang ditentukan secara empiris. Beberapa studi mengindikasikan, penggunaan akar lebih dari satu lebih baik dibandingkan penggunaan nilai akar tunggal [33], [34]. Pada makalah ini, metode q-LSMN dikembangkan untuk mengatasi masalah gema pada SPU dan teknik adaptif untuk menentukan nilai q diperkenalkan. Teknik adaptif ini memungkinkan
dilakukan berbagai kompresi pada bagian berbeda sinyal ucapan. Hasil evaluasi menunjukkan teknik ini lebih baik dibandingkan penggunaan nilai q tunggal dan berbagai teknik normalisasi lainnya. 2.
Formulasi Masalah: Efek Gema Terhadap Sinyal Ucapan
Gema, yang ditandai dengan room impulse response (RIR), biasanya dimodelkan memiliki relasi konvolusi dengan sinyal ucapan pada domain waktu. Hubungan antara sinyal bersih x(t), terdistorsi oleh gema dengan RIR h(t) dan sinyal terdistorsi y(t) dapat diformulasikan sebagai berikut: (1)
y(t) = h(t) ∗ x(t).
RIR ditentukan oleh parameter reverberation time (T60). T60 adalah waktu yang dibutuhkan oleh sinyal ucapan untuk berkurang sebesar 60 desibel dibawah level normalnya. Walaupun sinyal ucapan dan gema adalah konvolutif di domain waktu, hubungan keduanya tidak menjadi multiplikatif di domain frekuensi ketika T60 lebih besar dibandingkan periode analisisnya yang biasanya sebsar 2050 ms. Untuk memudahkan analisis, RIR dapat dibagi menjadi 2, gema awal (early reverberation) dan gema akhir (late reverberation) berdasarkan kapan sinyal tersebut mencapai microphone. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: he (t) for 0 ≤ t < td ; h(t) = (2) hl (t) for t ≥ td ,
dimana he dan hl merepresentasikan gema awal dan gema akhir, td adalah nilai yang digunakan untuk membedakan gema awal dan gema akhir. Persamaan 1 dapat ditulis menjadi: y(t) =
td X τ =0
he (τ )s(t − τ )+
T X
τ =td
|Y (m, k)| = |X(m, k)||He (k)| + λ(m, k), (4)
dimana |Y (m, k)| dan |X(m, k)| adalah spektra magnitude dari y(t) dan x(t) pada frame ke-m dan index frekuensi k . |He (k)| adalah spectra magnitide untuk he (t) dan notasi λ(m, k) merepresentasikan spektra gema akhir yang dapat dijabarkan sebagai berikut: λ(m, k) =
t=td
3.
Normalisasi Fitur pada Sinyal Ucapan Terdistorsi Gema 3.1. Metode Normalisasi Fitur Konvensional Metode normalisasi konvensional dilakukan dengan mengurangkan fitur dengan nilai rata-rata fitur tersebut. Metode normalisasi tradisional seperti Contoh teknik normalisasi konvensional adalah Cepstral mean normalsation (CMN) [35], [36] dan log spectral mean normalisation (LSMN) [37]. Kedua metode ini bekerja erdasarkan prinsip yang sama namun dilakukan di domain yang berbeda yaitu cepstral dan log. Metode ini efektif untuk menghilangkan efek gema awal, yaitu hanya ketika T60 adalah relatif singkat [38], [39], [40]. Namun, metode ini tidak efektif menghilangkan gema akhir seperti dijelaskan sebagai berikut. Sinyal ucapan dan gema adalah multiplikatif di domain spektral sehingga keduanya menjadi aditif di domain log. Dinotasikan: λ(m, k) . (6) α(m, k) = 1 + |X(m, k)||He (k)| Maka persamaan 4 menjadi:
|X(m − t, k)||Hl (m, k)|,
(5)
|Y (m, k)| = |X(m, k)||He (k)|α(m, k).
(7)
y(m, k) = x(m, k) + he (k) + α(m, k),
(8)
Dengan mengambil log dari persamaan 7, maka 7 dapat dituliskan menjadi:
hl (τ )s(t − τ ). (3)
Dengan menggunakan Short-time Fourier Transform (STFT) terhadap Persamaan 3, dan dengan mengasumsikan td lebih kecil dari panjang jendela analisis, Persamaan 3 dapat dituliskan dalam domain frekuensi sebagai berikut:
L X
dimana |Hl (m, k)| adalah spektra magnitude dari hl (t). Berdasarkan persamaan 4, gema dapat memiliki relasi multiplikatif dan additif terhadap sinyal ucapan ketika RIR memiliki T60 yang panjang. Gema awal bersifat stationary dan memiliki pengaruh kecil terhadap performa SPU sedangkan gema akhir bersifat non-stationary dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan performa SPU. Untuk memudahkan solusi untuk persamaan 4, λ(m, k) dan |X(m, k)| diasumsikan tidak tercorelasi.
dimana y, x, he , dan α adalah log spektrum dari Y , X , He dan α. Dengan menormalisasi persamaan 8, diperoleh: (9)
˜ (m, k) = x ˜ (m, k) + α(m, ˜ y k)
˜ = x − x dan α ˜ = α − α, adalah hasil dimana x normalisasi mean dari x and α. Karena gema awal bersifat stationary, melakukan normalisasi dapat menghilangkannya. Akan tetapi, gema akhir tidak dapat dihilangkan.
3.2.
Q-Logaritma
Fungsi q -log dari variable x didefinisikan sebagai berikut: x1−q − 1 logq (x) = . (10) 1−q
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede
•
49
3.4. Q-Log Mean Normalization (Q-LSMN)
5
Q-LSMN pada yq diformulasikan sebagai berikut:
Logq(x)
2.5
˘q = y
0 q=0 q = 0.5 q =1 q = 1.5 q =2
-2.5 -5 0
1
2
3
4
5
x
Figure 1. Fungsi q-logarithma terhadap variable x untuk berbagai nilai q.
Fungsi ini asimtotik mendekati logaritma natural ketika q mendekati 1 seperti terlihat pada Gambar 1. Inverse dari fungsi ini disebut fungsi q eksponensial, didefinisikan sebagai berikut: 1
expq (x) = (1 + (1 − q)x) 1−q .
(11)
Fungsi q -log telah diterapkan di beberapa bidang, misalnya dalam pengolahan sinyal ucapan [41], dalam statistika Tsallis [29], [30]. Fungsi q log menyediakan platform non-aditif saat q 6= 1 [42], [43]. Dalam Tsallis statistik, platform ini digunakan untuk menjelaskan fenomena nonekstensif yang banyak ditemukan dalam berbagai sistem yang kompleks dalam fisika, biologi, ekonomi, keuangan, dll. Fenomena non-ekstensif ini disebabkan adanya korelasi yang belum diketahui. Parameter q digunakan dan ditentukan secara empiris agar perilaku sistem dapat dijelaskan. 3.3.
Efek Normalisasi Konvensional Terhadap Fitur Berbasis Q-Log
Untuk fitur berbasis q-log, Hasi normalisasi fitur dengan teknik normalisasi konvensional menghasilkan fitur sebagai berikut, dengan asumsi sinyal ucapan dan gema akhir tidak berkorelasi (indeks frame dan frekuensi diabaikan): ˜ q = 1 + (1 − q)heq (˜ ˜ q + (1 − q)˜ ˜ q) , y xq + α xq α (12)
dimana heq adalah spektrum q -log dari |He |, ˜ q dan α ˜ q adalah fitur yang ternormalisasi x dari xq dan αq .Dari persamaan 12 jelas bahwa menerapkan metode normalisasi konvensional tidak menghilangkan komponen gema awal dan akhir. Gema awal masih menjadi gain terhadap sinyal ucapan. Oleh karena itu normalisasi gain biasanya diterapkan pada fitur berbasis fungsi root seperti pada PNCC [23]. Pada PNCC, Dalam PNCC, power peak normalisation dan power bias subtraction diterapkan sebelum dinormalisasi. Ini menyebabkan efek derau dan derau konvolutif seperti gema awal berkurang. 50
•
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
yq − y q , 1 + (1 − q)yq
(13)
˘ q adalah hasil normalisasi setelah q -LSMN dimana y dan yq adalah nilai rata-rata (mean) dari yq . Perlu diingat, akibat perbedaan sifat dan properti dari q log dan log maka rata-rata aritmatikal yq di domain spektrum bukanlah rata-rata geometris ketika q 6= 1, melainkan diformulasikan sebagai berikut: M 1 X yq = yq (m, k) M m=1
1 logq (|X(1, k)| ×q ... ×q |X(M, k)|) , = M (14)
dimana M adalah jumlah total dari frame dan ×q merupakan generalisasi dari operator perkalian [43], [42] yang didefinisikan sebagai berikut: 1 a ×q b = a1−q + b1−q − 1 1−q (15)
Dari persamaan 14 dapat dilihat bahwa nilai ratarata y berada diantara nilai rata-rata aritmatis dan rata-rata geometris ketika q adalah antara 0 dan 1. Ketika q -LSMN diterapkan kepada sinyal ucapan terdistorsi gema, dengan mengambil q -log pada persamaan 7 dan menerapkan q -LSMN seperti pada persamaan 13, dan mengasumsikan sinyal ucapan dan gema tidak terkorelasi, maka, spektrum ternomalisasi hasil q -LSMN adalah sebagai berikut: ˘q = y
˘q x 1 + (1 − q)αq ˜ q + (1 − q)˜ ˜q α xq α + . (1 + (1 − q)αq ) (1 + (1 − q)xq )
(16)
Dapat dilihat bahwa hasil normalisasi menggunakan q -LSMN tidak memerlukan normalisasi gain seperti pada PNCC. Berdasarkan persamaan (16), maka ketika q = 1, q-LSMN identik dengan LSMN dan αq yang merupakan representasi dari gema akhir tidak dapat dihilangkan. Ini juga mengonfirmasi keterbatasan fungsi log untuk gema akhir. Ketika q < 1 digunakan, maka nilai rata-rata aritmatis dari yq lebih tinggi dari nilai rata-rata q = 1 dan efek q -LSMN dapat dianalisa sebagai berikut. Jika sinyal ucapan memiliki energi yang lebih besar dibandingkan gema, atau secara matematis ˘q α ˜ q , maka energi sinyal dapat dituliskan x bersih dapat menekan gema tersebut (lihat bagian kedua persamaan (16). Akibatnya efek gema akhir akan berkurang. Ini bisa terjadi dibagian sinyal ucapan yang berisi suara (seperti bunyi vokal atau konsonan bersuara seperti nasal). Sebaliknya ketika
Figure 2. Diagram blok proses ekstraksi dari metode yang diusulkan.
˘q α ˜ q , maka energi sinyal ucapan lebih kecil, x bagian pertama dari persamaan (16) akan menjadi ˜q sangat kecil dan sinyal menjadi didominasi oleh α yang akan teramplifikasi. Ini umumnya terjadi pada sinyal yang berisi konsonan tidak bersuara seperti bunyi letup (b, p, t, d) dan desis (f, s). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai q harus dipilih secara hati-hati, dan nilai q harus dibedakan untuk sinyal yang memiliki energi rendah dan energi tinggi. Dimotivasi hal ini, maka diusulkan penggunaan dua nilai q yang berbeda untuk daerah berenergi tinggi dan rendah. Untuk mengidentifikasi hal tersebut dapat dilakukan dengan mengenali apakah sinyal berisi informasi konsonan atau vokal. Akan tetapi hal tersebut, sehingga untuk mengidentifikasi suatu sinyal berdasarkan apakah sinyal tersebut merupakan puncak dari spektrum atau lembah. Tentu hal ini dengan asumsi bahwa efek gema tidak mengubah informasi lembah atau puncak suatu sinyal. Lebih detail mengenai metode ini akan dijelaskan dibagian selanjutnya.
4.
Metode
Pada bagian sebelumnya, telah ditunjukkan bahwa penerapan q yang berbeda untuk bagian yang berbeda dari sinyal ucapan berpotensi meningkatkan ketahanan fitur terhadap gema dibandingkan penggunaan nilai q tunggal. Hal ini menjadi motivasi untuk mengembangkan teknik adaptif untuk menentukan nilai q . Fokus makalah ini adalah penggunaan dua nilai q yang berbeda
yang akan diterapkan pada lembah spektrum dan puncak spektrum. Penentuan apakan suatu spektrum masuk kategori lembah atau puncak adalah dengan menentukan apakah power dari spektrum dari spektrum tersebut lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai rata-rata geometris dari setiap ucapan. Ketika power spektrum lebih rendah dari nilai rata-rata tersebut, spektrum tersebut dikategorikan lembah sedangkan ketika power spektrum lebih besar dikategorikan sebagai puncak. Nilai q = 0, 8 diberikan untuk daerah lembah, sedangkan q = 0 untuk puncak spektrum. Nilai ini berdasarkan pengamatan empiris bahwa pasangan nilai ini mencapai kinerja terbaik. Metode ini dinamakan teknik adaptif q -log spectral mean normalization (dinotasikan sebagai q -LSMN A). Gambar 2 menunjukkan ekstraksi fitur dari q -LSMN A. Pertama, sinyal ucapan dilewatkan melalui filter pre-emphasis, 1 − 0, 97z −1 dan kemudian Hamming window diterapkan pada output dari filter pre-emphasis. Untuk setiap frame, panjang jendela (frame-length) adalah 25 ms dan pergeseran setiap frame (frame-shift) adalah 10 ms. Untuk setiap frame,, Fast Fourier Transform (FFT) diterapkan dan kemudian diambil spektrum power dengan mengkuadratkan magnitude dari keluaran FFT. Setelah itu, untuk setiap frame ditentukan apakah nilai spektrum power lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata geometrisnya. Nilai rata-rata ini ditentukan secara offline untuk setiap kalimat. Kemudian nilai q yang sesuai dipilih. Kemudian,
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede
•
51
Table 1. Perbandingan kinerja q-LSMN A dan q-LSMN pada q = 0, 5 (q-LSMN memiliki kinerja terbaik pada q = 0, 5 ketika hanya satu nilai q yang dipakai)
30
WER (%)
25
Method
20
15
10 0
0.2
0.4
0.5
0.6
0.8
Figure 3. Kinerja q-LSMN ketika hanya satu nilai q yang diterapkan. Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata WER untuk semua mikrofon. Kinerja terbaik diperoleh ketika q = 0, 5
spektrum ditransformasi ke domain q -log dan q LSMN diterapkan sesuai dengan nilai q masingmasing spektrum. Setelah normalisasi, fitur yang kemudian diubah kembali ke domain spektral. Dalam makalah ini, MFCC tetap digunakan sebagai fitur akhir, untuk menunjukkan bahwa efek pada kinerja ASR dikarenakan oleh metode normalisasi, bukan karena efek transformasi ke domain q -log semata. 5. Percobaan 5.1. Pengaturan Percobaan Untuk evaluasi metode ini, Corpus Aurora-5 digunakan [44]. Untuk pelatihan (training), digunakan standar set dari Aurora-5 untuk kondisi training bersih, berisi 8623 kalimat. Sedangkan untuk testing (Pengujian) digunakan set Meeting Recorder Digit (MRD). MRD adalah bagian dari Aurora-5 basis data yang terdiri dari rekaman nyata 2400 ucapan-ucapan dari 24 pembicara dalam ruang rapat, dengan total total 7800 kalimat. Setiap set direkam menggunakan 4 mikrofon yang berbeda (berlabel 6, 7, E, F) ditempatkan di tengah-tengah meja. Data ini mengandung sedikit derau. Sistem Pengenalan Ucapan (SPU)
SPU dibangun berbasis Hidden Markov Model (HMM) menggunakan Hidden Markov Model toolkit (HTK) [45]. Sebagai fitur, digunakan 39 dimensi fitur yang meliputi 13 statis MFCC, (dengan zeroth cepstra) ditambah turunan pertama dan keduanya (fitur delta dan delta-delta). Kinerja ASR adalah diukur sebagai tingkat kesalahan kata (word error rate atau disingkat WER). Sebagai perbandingan, berbagai metode dan fitur lain digunakan, antara lain ceptral mean normalisation (CMN), mean variance normalisation (MVN), dan PNCC. Untuk PNCC, kami menerapkan dimensi yang sama (13 dimensi fitur statis + pertama dan turunan kedua). 52
•
AVE
6
7
E
F
Q-LSMN A
10,97
16,66
17,49
12,78
14,48
Q-LSMN
14,55
21,61
21,81
15,86
18,46
1.0
q
5.2.
MIC
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
Table 2. Perbandingan kinerja q-LSMN A dan beberapa metode-metode lain Method
MIC
AVE
6
7
E
F
MFCC
34,15
51,70
36,87
31,49
38,55
CMN
25,33
35,85
33,36
25,48
30,01
MVN
25,74
33,71
31,93
26,50
29,47
PNCC
10,37
14,31
16,00
13,15
13,46
Q-LSMN A
10,97
16,66
17,9
12,78
14,48
Untuk HMM, digunakan 8623 kalimat dengan rasio sampling (sampling rate) 8 kHz untuk melatih HMM untuk setiap digit. Setiap digit dimodelkan menggunakan HMM kiri-ke-kanan yang terdiri dari 16 state dan masing-masing state dimodelkan dengan Gaussian Mixture model (GMM) dengan 4 mixtures. Untuk model jeda, “sil”, dimodelkan dengan tiga states HMM dan masing-masing state dimodelkan dengan GMM yang memiliki 4 mixtures. 5.3.
Hasil Percobaan dan Analisa
Gambar 3 menunjukkan kinerja q-LSMN ketika hanya 1 nilai q yang diterapkan. Peningkatan performa dapat dicapai ketika q 6= 1, ketika q -log sama dengan log. Hasil ini mengkonfirmasi penggunaan fungsi power lebih baik dibandingkan dengan log. Dapat dilihat performa terbaik diperoleh ketika q = 0, 5. Berdasarkan Tabel 5.3., q-LSMN A mendapatkan pengurangan rasio WER (error rate reduction atau disingkat ERR) sebesar 51,80% dibandingkan q -LSMN ketika q = 1 dan 21,54% EER untuk q = 0, 5, dimana q -LSMN mendapatkan performa terbaik. Dibandingkan metode lainnya seperti CMN, LSMN, dan MVN, q -LSMN A menghasilkan performa lebih baik dibandingkan ketiganya (Table 2). Hasil ini menunjukkan q-LSMN A lebih efektif untuk mengurangi efek gema dibandingkan CMN dan LSMN. CMN dan LSMN (sama dengan q LSMN ketika q = 1) memiliki performa yang sedikit berbeda. Hal ini tidak begitu mengherankan karena operasional CMN dan LSMN memiliki domain operasi yang berbeda: CMN beroperasi
(a) MFCC
(b) MFCC+CMN
600
C0
C0
clean reverberated
650
700
750 frames
800
850
900
600
650
600
750 frames
800
850
900
850
900
C0
(d) MFCC+q-LSMN_A
C0
(c) PNCC
700
650
700
750 frames
800
850
900
600
650
700
750 frames
800
Figure 4. Perbadingan C0 (zeroth cepstral) dari sinyal ucapan bersih dan sinyal ucapan terkontaminasi gema.
pada mel filterbank sementara LSMN pada linear domain spektral, dan karenanya panjang dari kanal frekuensi yang berbeda. Dibandingkan dengan CMN, q -LSMN A mencapai 51,75% ERR. Secara rata-rata, q -LSMN A sedikit lebih buruk dari PNCC. Hasil ini dapat dijelaskan menggunakan Gambar 4. Pada gambar ini, ketidakcocokan (mismatch) antara sinyal ucapan bersih dan bergema di zeroth cepstra (C0) untuk beberapa fitur: MFCC, MFCC + CMN, MFCC + q -LSMN A, dan PNCC, dibandingkan. Terlihat jelas bahwa q -LSMN A memiliki mismatch (ketidakcocokan) lebih kecil dari CMN. Dibandingkan dengan PNCC, dapat dilihat bahwa q -LSMN A memiliki mismatch yang lebih kecil untuk puncak spektrum, tetapi mismatch untuk lembah spektral lebih besar. Namun demikian, hasil ini juga mengonfirmasi bahwa keuntungan menerapkan q = 0 pada puncak spektrum. Pada lembah spektral, q LSMN A terlihat tidak seefektif pada puncak spektrum. Ini mungkin dikarenakan energi dari frame sebelumnya dapat mempengaruhi seluruh ucapan karena ekor gema yang sangat panjang. Ini terjadi pada kondisi apabila SPU digunakan pada ruangan dengan ukuran yang besar. Oleh karena itu, energi dari lembah dapat bertambah dan mereka salah diidentifikasi sebagai puncak dan nilai q yang dipilih menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, spektrum menjadi overcompressed dan mismatch akan menjadi lebih besar. Untuk PNCC, perlu diingat bahwa selain normalisasi, PNCC juga mencakup beberapa proses tambahan dalam proses ekstraksi fitur diantaranya teknik menghilangkan
derau seperti power peak normalization dan power bias subtraction. Proses-proses tambahan ini ini juga bisa berkontribusi atas performa PNCC. 6.
Kesimpulan
Dalam makalah ini, metode q -LSMN untuk mengurangi efek gema pada SPU telah diperkenalkan. Metode ini merupakan pengembangan dari q -LSMN yang merupakan teknik normalisasi dalam kerangka fungsi q -log. Tenik adaptif untuk menentukan nilai q merupakan kontribusi terutama pada makalah ini. Penggunaan dua nilai q : q = 0 ketika spektrum power lebih tinggi dari nilai rata-rata geometrinya sementara q = 0, 8 untuk lembah spektrum dimana nilai spektrum power lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata spektrum. Hasil eksperimen menunjukkan metode ini lebih ampuh untuk menghilangkan efek gema pada SPU dibandingkan ketika hanya satu nilai q yang digunakan. Metode ini juga lebih baik daripada teknik normalisasi tradisional seperti CMN dan MVN dan memiliki performa sebanding kinerja dengan PNCC. Metode ini belum dapat diaplikasikan secara real-time karena membutuhkan informasi tentang spektrum di masa depan. Oleh karena itu teknik impelemtasi real-time menjadi rencana masa depan studi ini. Pengamatan empiris terhadap hasil percobaan mengindikasikan adanya pengaruh luas ruangan (hal ini berhubungan dengan parameter T60) dengan nilai q yang optimum. Hal ini menarik untuk diselidiki untuk penelitian di masa yang akan datang.
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede
•
53
References [1] M. W¨olfel and J. McDonough, Distant speech recognition. Wiley, 2009. [2] T. Yoshioka, A. Sehr, M. Delcroix, K. Kinoshita, R. Maas, T. Nakatani, and W. Kellermann, “Making machines understand us in reverberant rooms: Robustness against reverberation for automatic speech recognition,” Signal Processing Magazine, IEEE, vol. 29, no. 6, pp. 114–126, Nov 2012. [3] A. Sehr, E. A. Habets, R. Maas, and W. Kellermann, “Towards a better understanding of the effect of reverberation on speech recognition performance,” in Internat. Workshop on Acoustic Echo and Noise Control, 2010. [4] E. Vincent, J. Barker, S. Watanabe, J. Le Roux, F. Nesta, and M. Matassoni, “The second ’CHiME’ speech separation and recognition challenge: An overview of challenge systems and outcomes,” in IEEE Workshop on Automatic Speech Recognition and Understanding, Dec 2013, pp. 162–167. [5] J. Dennis and T. H. Dat, “Single and multichannel approaches for distant speech recognition under noisy reverberant conditions: I2r’s system description for the aspire challenge,” in 2015 IEEE Workshop on Automatic Speech Recognition and Understanding (ASRU), Dec 2015, pp. 518–524. [6] M. Wolf and C. Nadeu, “Channel selection measures for multi-microphone speech recognition,” Speech Communication, vol. 57, pp. 170 – 180, 2014. [7] M. Omologo, P. Svaizer, and M. Matassoni, “Environmental conditions and acoustic transduction in hands-free speech recognition,” Speech Communication, vol. 25, no. 13, pp. 75 – 95, 1998. [Online]. Available: http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/S0167639398000302 [8] M. Miyoshi and Y. Kaneda, “Inverse filtering of room acoustics,” IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process., vol. 36, no. 2, pp. 145–152, Feb 1988. [9] I. Kodrasi, T. Gerkmann, and S. Doclo, “Frequencydomain single-channel inverse filtering for speech dereverberation: Theory and practice,” in 2014 IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing (ICASSP), May 2014, pp. 5177–5181. [10] S. Mosayyebpour, M. Esmaeili, and T. A. Gulliver, “Single-microphone early and late reverberation suppression in noisy speech,” IEEE Transactions on Audio, Speech, and Language Processing, vol. 21, no. 2, pp. 322–335, Feb 2013. [11] F. Xiong, B. T. Meyer, and S. Goetze, “A study on joint beamforming and spectral enhancement for robust speech recognition in reverberant environments,” in 2015 IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing (ICASSP), April 2015, pp. 5043–5047.
54
•
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
[12] P. J. Moreno, B. Raj, and R. M. Stern, “A vector Taylor series approach for environment-independent speech recognition,” in Proc. IEEE Internat. Conf. on Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. 2, Atlanta, USA, May 1996, pp. 733 –736. [13] K. J. Palomaki, G. J. Brown, and J. Barker, “Missing data speech recognition in reverberant conditions,” in Acoustics, Speech, and Signal Processing (ICASSP), 2002 IEEE International Conference on, vol. 1, May 2002, pp. I–65–I–68. [14] D. Giuliani, M. Matassoni, M. Omologo, and P. Svaizer, “Training of hmm with filtered speech material for hands-free recognition,” in IEEE Internat. Conf. on Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. 1, Mar 1999, pp. 449–452 vol.1. [15] J. Gauvain and C.-H. Lee, “Maximum a posteriori estimation for multivariate gaussian mixture observations of markov chains,” IEEE Trans. Speech and Audio Processing, vol. 2, no. 2, pp. 291–298, Apr 1994. [16] C. Leggetter and P. Woodland, “Maximum likelihood linear regression for speaker adaptation of continuous density hidden markov models,” Computer Speech and Language, vol. 9, no. 2, pp. 171 – 185, 1995. [17] S. Davis and P. Mermelstein, “Comparison of parametric representations for monosyllabic word recognition in continuously spoken sentences,” IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process., vol. 28, no. 4, pp. 357 – 366, aug 1980. [18] S. Dharanipragada and B. Rao, “Mvdr based feature extraction for robust speech recognition,” in IEEE Internat. Conf. on Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. 1, 2001, pp. 309–312 vol.1. [19] M. Wolfel and J. McDonough, “Minimum variance distortionless response spectral estimation,” IEEE Signal Processing Magazine, vol. 22, no. 5, pp. 117– 126, Sept 2005. [20] S. Thomas, S. Ganapathy, and H. Hermansky, “Recognition of reverberant speech using frequency domain linear prediction,” IEEE Signal Processing Letters, vol. 15, pp. 681–684, 2008. [21] J. Lim, “Spectral root homomorphic deconvolution system,” IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process., vol. 27, no. 3, pp. 223 – 233, jun 1979. [22] H. Hermansky, “Perceptual linear predictive (PLP) analysis of speech,” J. Acoust. Soc. Am., vol. 87, no. 4, pp. 1738–1752, 1990. [23] C. Kim and R. M. Stern, “Power-normalized cepstral coefficients (pncc) for robust speech recognition,” in 2012 IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing (ICASSP), March 2012, pp. 4101–4104. [24] F. Kelly and N. Harte, “Auditory features revisited for robust speech recognition,” in Internat. Conf. Pattern Recognition, Aug 2010, pp. 4456–4459. [25] G. Sarosi, M. Mozsary, P. Mihajlik, and T. Fegyo, “Comparison of feature extraction methods for speech recognition in noise-free and in traffic noise
[26]
[27]
[28] [29] [30]
[31]
[32] [33]
[34]
[35]
environment,” in Conf. Speech Technology and Human-Computer Dialogue, May 2011, pp. 1–8. P. Alexandre and P. Lockwood, “Root cepstral analysis: A unified view. application to speech processing in car noise environments,” Speech Commun., vol. 12, no. 3, pp. 277 – 288, 1993. S. Baek and H. Kang, “Mean normalization of power function based cepstral coefficients for robust speech recognition in noisy environment,” in IEEE Internat. Conf. Acoustics, Speech and Signal Processing, May 2014, pp. 1735–1739. M. J. Hunt, “Spectral signal processing for ASR,” in IEEE Workshop Automatic Speech Recognition and Understanding, Colorado, USA, 1999, pp. 17–25. C. Tsallis, “Possible generalization of boltzmanngibbs statistics,” J. Stat. Phys., vol. 52, pp. 479–487, 1988. ——, “Nonadditive entropy: The concept and its use,” Eur. Phys. J. A., vol. 40, pp. 257–266, 2009, 10.1140/epja/i2009-10799-0. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.1140/epja/i2009-10799-0 H. Pardede, K. Iwano, and K. Shinoda, “Feature normalization based on non-extensive statistics for speech recognition,” Speech Commun., vol. 55, no. 5, pp. 587 – 599, 2013. H. F. Pardede and K. Shinoda, “Generalizedlog spectral mean normalization for speech recognition,” in Interspeech, 2011, pp. 1645–1648. P. Lockwood and P. Alexandre, “Root adaptive homomorphic deconvolution schemes for speech recognition in noise,” in IEEE Internat. Conf. Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. i, Apr 1994, pp. I/441–I/444 vol.1. C. S. Yip, S. H. Leung, and K. K. Chu, “Optimal root cepstral analysis for speech recognition,” in IEEE Internat. Symp. Circuits and Systems, vol. 2, 2002, pp. II–173–II–176 vol.2. B. S. Atal, “Effectiveness of linear prediction characteristics of the speech wave for automatic speaker identification and verification,” J. Acoust. Soc. Amer., vol. 55, no. 6, pp. 1304–1312, 1974.
[36] S. Furui, “Cepstral analysis technique for automatic speaker verification,” IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process., vol. 29, no. 2, pp. 254 – 272, Apr. 1981. [37] C. Avendano and H. Hermansky, “On the effects of short-term spectrum smoothing in channel normalization,” IEEE Trans. Speech Audio Process., vol. 5, no. 4, pp. 372–374, 1997. [38] N. R. Shabtai, B. Rafaely, and Y. Zigel, “The effect of reverberation on the performance of cepstral mean subtraction in speaker verification,” Applied Acoustics, vol. 72, no. 2-3, pp. 124 – 126, 2011. [39] D. Gelbart and N. Morgan, “Double the trouble: handling noise and reverberation in far-field automatic speech recognition.” in Internat. Conf. Spoken Language Processing, 2002, pp. 2185– 2188. [40] R. Petrick, K. Lohde, M. Wolff, and R. Hoffmann, “The harming part of room acoustics in automatic speech recognition.” in INTERSPEECH. ISCA, 2007, pp. 1094–1097. [41] T. Kobayashi and S. Imai, “Spectral analysis using generalized cepstrum,” IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process., vol. 32, no. 5, pp. 1087 – 1089, Oct. 1984. [42] L. Nivanen, A. L. M´ehaut´e, and Q. Wang, “Generalized algebra within a nonextensive statistics,” Rep. Math. Phys., vol. 52, no. 3, pp. 437 – 444, 2003. [43] E. P. Borges, “A possible deformed algebra and calculus inspired in nonextensive thermostatistics,” Physica A,, vol. 340, pp. 95–101, Sep. 2004. [44] H.-G. Hirsch and H. Finster, “The simulation of realistic acoustic input scenarios for speech recognition systems.” in INTERSPEECH. Citeseer, 2005, pp. 2697–2700. [45] S. J. Young, G. Evermann, M. J. F. Gales, T. Hain, D. Kershaw, G. Moore, J. Odell, D. Ollason, D. Povey, V. Valtchev, and P. C. Woodland, The HTK Book, version 3.4. Cambridge, UK: Cambridge University Engineering Department, 2006.
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede
•
55
56
•
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus: Produksi Pangan Criss-cross Algorithm and Branch and Bound in Integer Linear Programming, Case Study: Food Production Antonius Bima Murti Wijaya Universitas Kristen Immanuel, Jl. Solo Km. 11,1 Kalasan, Kab. Sleman Email:
[email protected]
_______________________________________________________________________________________ Abstract The Special Region of Yogyakarta on their reports of food situation analysis in 2014 by Body of Food Security & Counseling told that there are 16 villages in category of vulnerable risk of food and 26 villages in category of wary risk of food and nutrition.In food industry, then efficiency of food ingridients using has an important role. This efficiency could also lead to profit for food industry. Integer linear programming become the mathematical view that suggested by this research to formulated the problem. Crisscross algorithm will be combined with branch and bound algorithm to solve the integer liniear programming problem. The focus of this research is to applied both of the algrorithm in the case of food production and finding the right bound condition. This research succeeded to applied and combined the criss-cross and branch and bound algorithm. This research also defined 4 bounds condition that could be consider to diminish the branch while finding the optimal integer value. Keywords: criss-cross algorithm, branch and bound, integer linear programming
Abstrak Dalam laporan analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 16 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong rawan, efisiensi penggunaan bahan baku pangan menjadi sangat penting peranannya. Efisiensi bahan baku bisa digunakan juga untuk mencapai keuntungan dalam industri makanan. Dalam penelitian ini masalah pangan tersebut dipandang dan diformulasikan dengan menggunakan pemrograman linier yang diselesaikan dengan model integer. Algoritma criss-cross yang dikombinasikan dengan algoritma branch and bound diusulkan dalam penyelesaian masalah integer linear programming. Penelitian ini berfokus pada penerapan kedua algoritma tersebut dalam studi kasus produksi makanan dan pencarian kondisi batasan yang sesuai. Penelitian ini berhasil menerapkan penggabungan algoritma criss-cross dan branch and bound. Penelitian ini mendefinisikan 4 batasan yang dapat diperhatikan untuk mengurangi pencabangan dalam pencarian nilai integer. Kata kunci: algoritma criss-cross, branch and bound, integer linear programming
_______________________________________________________________________________________ 1. Pendahuluan 1
Pangan merupakan masalah yang penting bagi negara Indonesia, sebagai contoh di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam laporan analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta masih terdapat 16 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong rawan[1]. Oleh karena itu perlu adanya keamanan pangan untuk menjaga ketersediaan pangan yang ada. Jika dilihat dari sisi konsumen penjualan Received: 19 July 2016; Revised: 25 October 2016; Accepted: 6 December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO473 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.473
pangan, hal ini bisa dilakukan dengan efisiensi penggunaan bahan baku pangan, guna melakukan pemanfaatan secara optimal sehingga tidak membuang bahan baku. Isu ketahanan pangan nasional yang ada perlu ditanggapi dengan teknologi-teknologi yang mampu mendukung ketahanan pangan. Optimalisasi pemanfaatan bahan baku untuk produksi bahan pangan sangatlah perlu untuk mengurangi bahan baku yang tidak terpakai dalam pengolahan bahan pangan. Dalam Industri pangan kegiatan meningkatkan keuntungan yang dimiliki bagi para produsen makanan salah satunya bisa dilakukan dengan melakukan efesiensi bahan baku. Sehingga efisiensi bahan baku disini bisa digunakan baik
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
untuk mencapai keuntungan dan atau penggunaan bahan baku secara maksimal. Proses optimalisasi penggunaan bahan baku pangan ini termasuk dalam P-Problem, sehingga secara matematis dapat diselesaikan dengan menggunakan pemrograman linier. Penyelesaian dengan metode matematika yang ditawarkan oleh program linier bersifat exact sehingga dalam kasus P-Problem ini beban komputasinya lebih ringan dibanding metode pencarian heuristik. Algoritma criss-cross disini dipilih karena memiliki kelebihan memiliki perhitungan yang lebih ringan karena tidak melibatkan variabel tambahan lain seperti artificial, slack, dan surplus seperti yang dilakukan simplex. Kasus pada penilitian ini akan menggunakan nilai integer pada hasilnya karena nilai produksi jumlah makanan tidak mungkin menggunakan nilai desimal. Sehingga Algoritma criss-cross akan dikombinasikan dengan algoritma branch and bound dengan model penelusuran Breadth First Search. Algoritma branch and bound dipilih karena merupakan salah satu metode yang dimungkinkan bisa dikombinasikan pada metode criss-cross. Metode ini hanya merubah pada tatanan matriks inisialisasi awal saja dengan menambah fungsi batasan. Semenjak penggunaan nilai integer pada pemrograman linier ini kasus berubah menjadi NP-Problem. Sehingga dalam penelitian ini terjadi kombinasi permasalahan algoritma antara P-Problem dan NP-Problem. Pada penerapan algoritma criss-cross dengan branch and bound ini fokus pemecahan solusi tidak hanya fokus pada pertimbangan bagaimana suatu bahan baku bisa habis terpakai seluruhnya tetapi juga bagaimana bisa mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. 2. Penerapan program linier Pemrograman linier sering digunakan untuk optimasi pemanfaatan bahan pokok seperti yang dilakukan oleh Sundary [2] yang mengembangkan pemrograman linier untuk optimasi biaya pakan ikan. Dalam hal ini Sundary menggunakan metode simplex untuk pemecahan masalahnya. Okubo [3] juga melakukan penelitian perihal pemanfaatan pemrograman linier untuk kasus optimasi menu makanan untuk mencapai nutrisi yang optimal bagi orang dewasa di Jepang. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Wijaya [4] yang mengembangkan pemrograman linier untuk optimalisasi biaya produksi dari bahan baku, biaya listrik, dan banyak roti yang diproduksi. Dalam penelitiannya permasalahan pemrograman linier dipecahkan dengan Metode Criss-cross. Metode criss-cross
58 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
yang dikembangkan masih belum menggunakan integer linear programming melainkan pembulatan, sehingga akurasi nilai bulat optimalnya masih kurang. 3. Algoritma Criss-cross dalam program linier Pemrograman linier berfokus pada masalah optimalisasi baik itu memaksimalkan ataupun meminimalkan sebuah fungsi linier tujuan dengan memenuhi batasan maupun pelanggaran dari suatu persamaan dan atau ketidaksamaan linier [11]. Fungsi tujuan pemrograman linier secara matematis didefinisikan: dan akan dinotasikan dengan simbol Z. Fungsi tujuan tersebut bisa diminimalkan maupun dimaksimalkan tergantung dari kasus yang terjadi. Nilai c1,c2,c3,...,cn merupakan variabel-variabel keputusan yang akan ditentukan. Misal untuk kasus minimasi suatu permasalah pemrograman linier dapat didefinisikan dengan: Minimalkan Dengan Kendala
⁞
⁞
⁞
⁞
Di bawah fungsi tujuan, terdapat fungsi ketidaksamaan atau disebut juga dengan fungsi kendala. Nilai didefinisikan sebagai nilai koefisien teknis sebagai pembentuk aturan nilai batasan yang disimbolkan dengan . Penelitian mengenai linear programming telah berkembang untuk metode penyelesaiannya juga implementasinya. Dhal [12] menggunakan pemodelan permasalahan pemrograman linier untuk memodelkan permasalahan kehidupan sektor pertanian di negara berkembang. Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memaksimalkan margin kotor dari sektor pertanian dengan batasan batasan seperti jumlah ladang, jumlah sumber daya, margin kotor setiap ladang. Pengembangan pemrograman liniear dalam hal metode juga masih dikembangkan sampai saat ini seperti menggunakan algoritma simplex atau criss-cross. Dibandingkan dengan simplex, criss-cross memiliki keunggulan ordo matriks yang dibuat tidak sebesar simplex karena
simplex membutuhkan tambahan untuk variabel artificial-nya. Criss-cross pertama kali dikembangkan oleh zionts yang dipublikasikan pada tahun 1969. Bonates [13] membandingkan algoritma-algoritma yang termasuk dalam keluarga criss-cross untuk mengetahui performanya. Sebagai hasilnya algoritma jenis non-combinatiorial criss-croos memiliki performa optimasi yang lebih baik dari pada jenis combinatorial criss-cross. Beberapa penelitian dalam pengembangan algoritma crisscross telah dilakukan seperti mengembangkan tipetipe algoritma untuk kasus masalah komplemenaritas linier dengan matriks yang cukup, sehingga bisa memulai iterasi dengan berbagai macam matriks tanpa ada tambahan informasi terkait dengan kelengkapan matriks [14] Berikut merupakan contoh bentuk matriks dari algoritma criss-cross jika dimisalkan model permasalahan pemrograman linier adalah: Contoh 1 Maksimumkan Dengan batasan Berdasarkan fungsi program linier tersebut, matriks criss-cross yang dibentuk menjadi:
Z B1 B2
R1 -5 1 10
R2 -4 1 6
RES 0 5 45
Algoritma criss-cross akan memanfaatkan kondisi primal dan dual yang dimiliki oleh permasalahan pemrograman linier. Iterasi primal terjadi jika pada kolom Z ada yang bernilai negatif, sementara iterasi dual akan dilakukan jika koefisien fungsi tujuan bernilai negatif. Jika semua hal tersebut terjadi maka bisa memilih salah satu iterasi yang berlawanan dari iterasi sebelumnya. Jika hal ini terjadi di iterasi pertama maka akan dipilih iterasi dual terlebih dahulu. Nilai Z akan dikali dengan -1 ketika permasalahannya adalah maksimasi, bentuk akan diubah menjadi dengan mengalikan setiap elemennya dengan -1. Tahapan iterasi dalam criss-cross akan terus dilakukan hingga nilai Z dan koefisien ruas kanan sudah bernilai positif semua. Berikut merupakan tahapan iterasi dari algoritma criss-cross: Tahapan Iterasi Criss-cross Tahap 1 Mencari baris atau kolom pivot
Tahap 1.1 Iterasi Primal Mencari Z yang memiliki nilai negatif terkecil sebagai kolom pivot. Tahap 1.2 Iterasi Dual Mencari Koefisien ruas kanan yang nilainya negatif terkecil sebagai baris pivot. Tahap 2 Tahap 2.1 Iterasi Primal Mencari nilai dari koefisien ruas kanan yang bernilai positif dibagi dengan nilai mutlak koefisien kolom pivot yang hasil baginya bernilai terkecil sebagai baris pivot, dengan syarat koefisien kolom pivot tidak boleh lebih kecil sama dengan 0. Tahap 2.2 Iterasi Dual Mencari nilai dari fungsi tujuan (Z) yang bernilai positif dibagi dengan nilai mutlak koefisien baris pivot, dan hasil baginya yang bernilai paling kecil sebagai kolom pivot, dengan syarat koefisien baris pivot tidak boleh lebih kecil sama dengan 0. Jika nilai tidak diperoleh dan bisa dilakukan iterasi primal/dual lainnya maka ulangi tahap 1 dengan iterasi yang berbeda. Tetapi jika nilai tidak diperoleh dan tidak ada iterasi lain yang bisa dilakukan maka permasalahan dianggap tidak memiliki solusi. Tahap 3 Menukar posisi nama kolom dan baris pivot. Tahap 4 Menentukan nilai baru elemen pivot, nilai basis, baris pivot, kolom pivot. [1]
[2] Dimana, NBB=Nilai Basis Baru BL=Basis Lama KPL=Kolom Pivot Lama NBPB=Nilai Baris Pivot Baru Tahap 5. Mencari Nilai Baris Pivot Baru dan Kolom Pivot Baru Tahap 5.1 Iterasi Primal [3] [4] Tahap 5.2 Iterasi Dual [5] [6]
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya
59
Dimana, BPB=Baris Pivot Baru BPL=Baris Pivot Lama NPB=Nilai Pivot Baru KPB=Kolom Pivot Baru KPL= Kolom Pivot Lama NPB= Nilai Pivot Baru Jika pada contoh 1 diberlakukan algoritma crisscross maka berikut matriks hasil iterasi pada proses yang terjadi setelah matriks inisialisasi terbentuk: Iterasi 1 X B3 R2 RES Z 0,50 -1,00 22,50 B2 -0,10 0,40 0,50 R1 0,10 0,60 4,50 Iterasi 2 X B3 Z 0,25 R2 -0,25 R1 0,25
B2 2,50 2,50 -1,50
RES 23,75 1,25 3,75
Hasil R1=3,75 R2=1,25
maupun tidak linier campuran [8-10].
Dalam mengembangkan kasus linear programming, ada kasus yang menginginkan hasil berupa bilangan bulat. Misalnya dalam kasus bahan makanan jadi ini, jumlah makan jadi yang diproduksi berupa bilangan bulat seperti 3 buah lumpia, sementara itu tidak mungkin memproduksi lumpia sebanyak 3.4 buah. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan ulang untuk nilai desimalnya sehingga bisa mendapatkan nilai optimum dalam bentuk bilangan bulat. Salah satu metode dalam pemrograman linier untuk bilangan bulat adalah metode branch and bound. Saat ini, metode branch and bound digunakan dalam beberapa kasus seperti untuk memecahkan masalah penjadwalan produksi [5], optimalisasi bidang potong dua dimensi [6], dan dalam kasus penentuan dalam menempatkan fasilitas-fasilitas pada pesawat untuk memenuhi permintaan dari penumpang dengan harga transportasi minimal [7]. Selain itu penelitian mengenai metode branch and bound saat ini sering dipakai dalam kasus integer programming khusus seperti pemrograman linier
60 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
bilangan
bulat
4.1. Branching Branching atau pencabangan berarti memisahkan permasalahan menjadi 2 permasalahan baru, dimana permasalahan baru itu diperoleh dari kondisi branching. Dalam kasus pemrograman linier bilangan bulat ini menggunakan strategi most infeasible branching. Strategi ini memiliki tujuan untuk memilih pembulatan ke atas atau ke bawah sebual nilai decimal [15]. Kondisi dari branching ini diperoleh dengan beberapa tahapan: Tahap 1 Menentukan nilai variabel pada fungsi tujuan hasil dari algoritma criss-cross yang bernilai tidak bulat. Jika memiliki lebih dari satu solusi tidak bulat maka pilih salah satu yang nilai desimalnya paling mendekati desimal 0.5. Tahap 2 Mencabangkan pembulatan menjadi cabang pembulatan ke atas dan cabang pembulatan ke bawah. Jika nilai hasil yang dipilih dimisalkan sebagai Xj dan nilai bulat dari Xj adalah , maka kedua permasalahan dapat di notasikan sebagai berikut: Permasalahan 1
Z =5(3,75)*4(1,25)=23,75 4. Metode branch and bound dengan breadth first search
untuk
Permasalahan 2 Masukkan setiap cabang permasalahan ini ke dalam matriks inisialisasi criss-cross di awal sebagai tambahan fungsi pembatas, sehingga masing-masing cabang mendapatkan tambahan satu fungsi pembatas. Tahap 3 Mengerjakan matriks criss-cross yang dibentuk pada kedua cabang untuk mendapatkan nilai variabel pada fungsi tujuan baru. Ketiga Tahapan branching ini akan terus dilakukan hingga suatu keadaan berhenti ditentukan. Proses pemberhentian branching ini disebut dengan proses bounding. 4.2. Bounding Proses bounding atau pembatas dalam kasus pemrograman linier ini dapat dikatakan sebagai proses pembatasan pencabangan dan perhitungan jika sudah diketahui proses tersebut akan berlangsung sia-sia. Proses branching yang ada akan membentuk mekanisme tree atau pohon. Jika dilihat dalam tiap perhitungan ketika matriks awal dikenakan branching dan dikenakan fungsi pembatas tambahan, maka semakin dalam tree
yang dihasilkan semakin rendah pula tingkat optimalisasinya atau nilainya semakin menjauhi nilai optimum desimal. Karena adanya fakta yang demikian maka pembatasan proses branching dapat dilakukan apabila 1. Tidak ada solusi dari proses criss-cross pada branch atau cabang tersebut. (batasan 01) 2. Sudah ditemukan solusi integer pada branch yang ada pada level yang memiliki nilai optimum lebih tinggi. Pada umumnya terletak dilevel atas atau pada level yang hampir sama dengan branch yang akan diproses.(batasan 02) Proses Branch and Bound ini akan menjadi tidak berguna jika menggunakan proses penulusuran tree dengan cara depth first search, dimana cabang paling dalam akan diproses terlebih dahulu. Solusi yang baik dalam pemecahan masalah ini adalah menggunakan model penelusuran breadth first search dimana semua branch pada suatu level akan diproses terlebih dahulu sebelum turun ke level di bawahnya. Untuk menyelesaikan proses breadth first search dibutuhkan bantuan semacam array penampung dalam skema antrian (first in first out). Ilustrasi antrian dan tree yang dibentuk dapat dilihat pada gambar 1. 1 1 2
2 2 3
1
3 3 4 1 3 4 2 3 4 5 1 4 5 2 3 ... 4 5 6 Gambar 1. Model queue BFS 2
5. Implementasi branch and bound Dalam proses implementasi algoritma integer linear programming akan menggunakan contoh 1 yang digunakan untuk menjelaskan algoritma criss-cross. Dari algoritma criss-cross di atas telah diperoleh data hasil R1=3,75 dan R2=1,25. Tahap 1 memilih hasil yang tidak bulat: Kedua hasil bernilai tidak bulat, maka akan dicari nilai mana yang akan dikerjakan dengan mencari nilai desimal dari hasil tersebut yang paling mendekati 0.5.
Nilai
dan
memiliki nilai dengan jarak
yang sama ke angka 0.5 maka bisa dipilih secara sembarang. Dalam perhitungan kali ini yang dipilih adalah nilai yang bernilai 1,25. Tahap 2 Mencabangkan pembulatan menjadi pembulatan ke atas dan ke bawah Cabang pembulatan ke bawah: 1 Cabang pembulatan ke atas : Tahap 3 Memasukkan masing-masing cabang ini menjadi fungsi pembatas matriks inisialisasi. Matriks Inisialisasi untuk cabang Initial criss-cross matrix: X R1 R2 RES Z -5,00 -4,00 0,00 B2 1,00 1,00 5,00 B3 10,00 6,00 45,00 VA21 0,00 1,00 1,00
1
Matriks Inisialisasi untuk cabang X R1 R2 RES Z -5,00 -4,00 0,00 B2 1,00 1,00 5,00 B3 10,00 6,00 45,00 VA22 0,00 -1,00 -2,00 Tahap 5 Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai baru. Algoritma criss-cross digunakan untuk mendapatkan nilai baru pada masing masing matriks inisialisasi. Nilai yang di dapatkan akan dimasukkan dalam queue untuk proses penelusuran menggunakan BFS. Matriks Hasil Matriks Inisialisasi untuk cabang 1 Hasil 1 X B3 VA21 RES Z 0,50 1,00 23,50 B2 -0,10 -0,40 0,10 R1 0,10 -0,60 3,90 R2 0,00 1,00 1,00 Matriks Inisialisasi untuk cabang Hasil 2 X B3 B2 RES Z 1,00 5,00 23,00 R2 -1,00 0,00 2,00 R1 1,00 1,00 3,00 VA22 -4,00 -10,00 3,00
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya
61
Pada cabang sudah didapatkan nilai R1 dan R2 dalam bilangan bulat yaitu R1=3 dan R2=2, sehingga hasil perhitungan ini akan disimpan terlebih dahulu. Tahap 6 Melakukan pencabangan lagi untuk cabang yang memiliki nilai variabel pada fungsi pembatas yang bernilai tidak bulat. Hasil dari keseluruhan proses tersebut akan membentuk skema tree. Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat ada 9 proses criss-cross yang dibentuk berdasarkan batasan yang telah dibuat. Namun jika dilihat proses no 8 dan 9 memiliki nilai hasil yang melanggar ambang batas. Hal ini terjadi, karena batasan yang terjadi pada tahap itu sudah terlalu banyak, bertentangan, dan tidak ada solusi untuk kasus itu. 23,75 1 (3,75;1,25) R2 ≥ 2
R2 ≤ 1
23 2
23,5 3
(3;2)
(3,9;1) R1 ≤ 3
R1 ≥ 4 23,34 4
19 5
(4;0,83)
(3;1) R2 ≤ 0
R2 ≥ 1 23,17 6
22,5 7
(4,1;0,67) R2 ≥ 1 20,48 8
(4,5;0) R2 ≤ 0 22,67 9
(5,71;0,67)
(4,4;0,17)
Gambar 2. Pohon pencabangan implementasi
Gambar 3. Model queue list
62 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Pada proses no.8 matriks awal yang terbentuk adalah sebagai berikut: X Z B2 B3 VA21 VA14 VA26 VA28
R1 -5,00 1,00 10,00 0,00 -1,00 0,00 0,00
R2 -4,00 1,00 6,00 1,00 0,00 -1,00 -1,00
RES 0,00 5,00 45,00 1,00 -4,00 -1,00 -1,00
Dimana nilai VA tersebut adalah nilai batasan yang dibentuk dari percabangan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa va26 dan va28 memiliki nilai batasan yang sama, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi. Algoritma criss-cross ini mulai tidak memberikan hasil yang konsisten pada langkah no. 6 dimana batasan cabang yakni memiliki nilai R2’ hasil adalah 0,67. Untuk mengatasi ketidak-stabilan data ini maka akan diberikan batasan tambahan yaitu: Proses pencabangan berhenti jika nilai batasan pencabangan sudah pernah dilakukan(batasan 03). Melihat dari bentuk studi kasus tentang integer linear programming pada kasus produksi makanan ini, nilai fungsi tujuan adalah nilai diskret dan bukan kontinyu, begitu pula yang terjadi dengan nilai-nilai hasilnya disamping itu semakin dalam tree yang dibentuk juga menghasilkan nilai fungsi tujuan yang semakin kecil. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dibuat sebuah batasan baru yakni: Proses pencabangan dan pencarian nilai bulat berhenti jika sudah ditemukan nilai hasil fungsi tujuan bernilai bulat positif yang nilainya adalah pembulatan ke bawah nilai hasil fungsi tujuan node induknya. (batasan 04) Dalam kasus pencabangan yang memuat nilai x ≤ 0 maka akan diberi perlakuan berbeda yakni nilai kolom x akan dihilangkan bukan memasukkan batasan dari matriks. Jika masuk dalam matriks batasan, nilai tersebut tidak akan terpilih sebagai kolom atau baris pivot karena nilai 0 tidak valid dalam seleksi. Contoh: R1≤ 0 X R2 RES Z -4,00 0,00 B2 1,00 5,00 B3 6,00 45,00 Matriks ini berlaku juga untuk percabangan dibawahnya. Dari tambahan batasan 03 dan batasan 04 maka proses yang terjadi pada kasus di atas menjadi lebih singkat, yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Proses pencabangan yang terjadi dalam kasus tersebut hanyalah satu kali, karena pada proses awal sistem langsung menemukan nilai bulat yang adalah pembulatan ke bawah dari nilai fungsi tujuan induknya 23,75 yakni 23.
kasus di atas nilai roti 3 (R3) adalah variabel dominan. Berikut dengan kasus yang sama hanya, dengan nilai perbandingan keuntungan untuk masing masing roti yang dibuat berbeda-beda.
62,72 1
23,75 1
(R6=1;R10=4,72;R3=57) R10 ≤ 4
(3,75;1,25) R2 ≥ 2 23 2
62 2
(3;2)
(R6=1;R10=4;R3=57)
Gambar 4. Pohon pencabangan dengan 4 batasan
6. Hasil dan pembahasan Dalam kasus produksi roti ini data yang diambil dari kasus adalah sebagai berikut: Terdapat tiga buah roti yang akan dipertanyakan jumlah produksinya yakni pastel tutup, roll batik, dan roti mandarin. Masing-masing roti sudah tersimpan takaran dari bahan bakunya, dimana dalam produksi ini memiliki batasan adalah minimal satu buah roti masing-masing harus diproduksi, sementara batasan bahan baku yang harus dipenuhi adalah gula pasir tidak melebihi 3000 gram, tepung tidak melebihi 20000 gram, telur 100 butir, margarin 10000 gram dan penggunaan listrik yang tidak bisa melebihi angka 8000 rupiah, dengan asumsi harga listrik 500 rupiah per Kwh dan semua roti memiliki keuntungan yang sama. Tujuan utama kasus ini adalah berapa roti yang harus diproduksi untuk masing-masing jenis roti sehingga mampu memaksimalkan keuntungan. Dari kasus tersebut bentuk matriks pemodelan pemrograman linier yang terjadi setelah dilakukan penyamaan satuan untuk bahan baku dan penggunaan daya listrik adalah sebagai berikut : X R3 R6 R10 RES Z -3,00 -2,00 -1,00 0,00 B1 30,00 100,00 0,00 20.000,00 B2 0,00 6,00 2,00 100,00 B3 5,00 150,00 60,00 10.000,00 B16 50,00 150,00 0,00 3.000,0 BR3 -1,00 0,00 0,00 -1,00 BR6 0,00 -1,00 0,00 -1,00 BR10 0,00 0,00 -1,00 -1,00 L 0,23 0,36 0,50 16,00 Dalam kasus produksi roti, hasil dari algoritma criss-cross akan selalu menonjolkan variabel yang dalam kasusnya adalah paling dominan, dalam
Gambar 5. Pohon pencabangan kasus produksi roti
Nilai perbandingan keuntungan tiap roti dibuat berbeda-beda agar bisa menghasilkan variasi hasil dan jumlah proses pencabangannya, hal ini dikarenakan nilai perbandingan keuntungan tiap roti atau nilai variabel fungsi tujuan bisa dengan mudah merubah variabel dominan: Tabel 1. Hasil pencarian Algoritma Criss-cross non-int No VR3 VR6 VR10 nR3 nR6 nR10 Hmax 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 1 3 3 2 2
3 5 4 5 1 4 2 1 3 2
5 1 1 3 18,04 11,88 5 1 8,13 4 1 8,31 4 1 1 1 21,94 12,69 1 57 1 2 57 1 2 56,98 1,01 4 57 1
30,81 15,04 25,68 25,56 30,81 12,69 4,72 4,72 4,74 4,72
158,7 122,6 161,92 144,8 125,26 85,37 177,72 181,44 126,46 134,87
Dimana: VR3,VR6, dan VR10: nilai variabel fungsi tujuan, nR3,nR6 dan nR10: jumlah masing masing variabel fungsi tujuan, Hmax: hasil maksimum dari fungsi tujuan berdasarkan batasan-batasan yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai integer melalui proses branch and bound seperti pada Tabel 2.
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya
63
Tabel 2. Hasil pencarian nilai integer pada Tabel 1 No nR3i nR6i nR10i Hmax HPB nCab niCab nCC
Sl adalah sisa penggunaan listrik, SG adalah sisa gula, STp adalah sisa tepung, SM adalah sisa margarin, STl adalah sisa telur. Tabel 3 menunjukan dengan menggunakan pemrograman linier integer ini nilai salah satu bahan baku yang digunakan bisa digunakan semaksimal mungkin. Kombinasi sisa bahan baku yang ada pada Tabel sudah tidak bisa digunakan untuk membuat sebuah roti lagi, yang dikarenakan salah satu bahan baku dari rotinya habis atau tidak mencukupi.
1
0
2
30
156
154
54
29 373
2
22
12
13
121
118
48
43 281
3
2
7
26
160
158
26
15 148
4
2
8
25
142
141
22
7 128
5
2
1
30
123
122
14
7
6
20
13
11
83
81
38
7
57
1
4
177
177
2
1
10
8
57
1
4
180
180
2
1
10
9
56
1
4
123
123
14
7
79
1
140
28
19800
2700
28
10
56
1
5
134
132
16
9 105
2
27
100
18140
7310
2
3
7
1850
19240
7380
6
4
77
1700
19140
7290
2
5
87
2750
19840
8040
34
6
580
50
18100
7290
0
7
180
0
18190
9325
86
8
180
0
18190
9325
86
9
296
50
18220
9330
86
10
46
50
18220
9270
84
85
31 266
Dimana: nR3i, nR6i, dan nR10i: jumlah masing-masing variabel fungsi tujuan yang bernilai bulat, Hmax: hasil maksimum dari fungsi tujuan dengan nilai bulat, HPB: hasil maksimum dari fungsi tujuan dengan nilai bulat menggunakan model pembulatan ke bawah untuk nilai nR3,nR6,nR10, nCab: banyak pencabangan yang dibentuk, niCab: urutan pencabangan yang menemukan nilai global optimal integer, nCC: banyaknya iterasi criss-cross yang dilakukan. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2 selain baris no 7 dan 8, metode branch and bound yang dikembangkan ini masih memiliki cabang yang banyak. Banyaknya cabang ini terjadi karena nilai iterasi cabang yang nilai solusinya masih di atas nilai integer optimal tidak segera turun nilainya karena masih mencari solusi pada area tersebut, kondisi ini dapat ditemukan pada sampel no 1,3,4,5,9, dan 10, sampel tersebut sudah menemukan solusi jauh sebelum cabang terakhir diperoleh namun cabang lainnya masih melakukan iterasi berkenaan dengan nilai yang belum di bawah integer maksimumnya. Hal lain yang mempengaruhi banyaknya cabang yang dibentuk dalam kasus ini adalah nilai integer pada awal tidak segera kunjung ditemukan sehingga iterasi cabang terus dilakukan, hal ini bisa ditemukan dari sampel no 2 dan 6 pada Tabel 2 dimana nilai cabang optimum baru ditemukan pada cabang yang relatif akhir yakni 43 dan 31. Efisiensi yang dilakukan pada algoritma branch and bound ini ditunjukkan pada Tabel 3 yaitu Tabel hasil perhitungan sisa bahan baku yang didapat dari batasan bahan baku dikurangi dengan penggunaan berdasarkan roti yang dihasilkan. sebagai keterangan pada Tabel 3.
64 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Tabel 3. Hasil perhitungan sisa bahan baku No SL SG STp SM STl
7. Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian di atas, algoritma criss-cross dengan branch and bound dapat digunakan untuk mencari nilai integer dalam kasus optimalisasi produksi makanan. Dalam mencari nilai maksimum integer, algoritma branch and bound bekerja dengan membuat pencabangan pilihan untuk nilai desimal ke nilai integer atas atau bawah dari salah nilai desimal yang muncul. Nilai integer atas dan bawah yang dicabangkan diwujudkan dengan memberi fungsi pembatas tambahan pada matriks inisialisasinya. Selain memberi pencabangan, kondisi batasan pun harus ditentukan supaya tidak menulusuri cabang-cabang yang sudah bisa diketahui akan menghasilkan nilai yang sia-sia. Berdasarkan kasus optimalisasi produksi makanan yang memiliki ciri nilai-nilai pada fungsi tujuan yang bernilai integer dan bentuk dari algoritma criss-cross maka dapat ditentukan 4 kondisi batasan yaitu: tidak ada solusi pada pencabangan yang dibuat, sudah ditemukan nilai integer pada cabang lain yang memiliki nilai fungsi tujuan lebih tinggi, proses pencabangan berhenti jika nilai batasan pencabangan sudah pernah dilakukan, sudah ditemukan nilai hasil fungsi tujuan bernilai bulat positif yang nilainya adalah pembulatan ke bawah nilai hasil fungsi tujuan node induknya.
Hasil percobaan yang telah dilakukan dapat terlihat banyaknya iterasi yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu kasus bervariasi tergantung dimana letak solusi nilai integer optimal pada pencabangnnya. Penggunaan bahan baku dalam kasus ini bisa dikatakan maksimum jika disandingkan pula dengan keuntungannya yang dapat dilihat dari habis nya salah satu bahan baku atau tidak tercukupinya bahan baku untuk memproduksi roti lagi. 8. Saran Nilai integer optimal dalam penelitian ini dapat ditemukan tergantung juga dengan pemilihan nilai desimal yang akan dilakukan pencabangan jika terdapat lebih dari satu nilai desimal. Dalam kasus penelitian ini metode yang dipakai adalah dengan menghitung selisih nilai decimal dengan nilai 0.5 sehingga yang akan dikerjakan adalah dahulu adalah nilai desimal terjauh dengan nilai integernya, sementara banyaknya iterasi untuk menemukan solusi integer optimal tidak dipengaruhi oleh hal tersebut. Daftar Pustaka [1] Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP), 2014, Analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 SeDIY, Yogyakarta, (http://bkpp.jogjaprov.go.id/download/index/ 3/ kategori/Data+dan+Informasi), diakses 17 Januari 2016. [2] Sundary, Beby, Penerapan Program Linier Dalam Optimasi Biaya Pakan Ikan Dengan Metode Simpleks (Studi Kasus Pt. Indojaya Agrinusa Medan, Informasi dan Teknologi Ilmiah (INTI), Volume : IV, No 3, (hlm. 156161), LPPM Budi Darma, Medan, 2014. [3] Okubo, Hitomi, Satoshi Sasaki, Kentaro Murakami3, Tetsuji Yokoyama1, Naoko Hirota4, Akiko Notsu5, Mitsuru Fukui and Chigusa Date, Designing optimal food intake patterns to achieve nutritional goals for Japanese adults through the use of linear programming optimization models, Nutrition Journal, DOI 10.118, BioMed Central, 2015, pp. 1-10. [4] Wijaya, Wenny, Implementasi Metode Criss Cross Untuk Optimalisasi Pada Studi Kasus Produksi Roti Berdasarkan Biaya Energi Sebagai Biaya Produksi, Universitas Kristen Duta Wacana, 2015. [5] Wang, Shinjin, dan Ming Liu, A branch and bound algorithm for single-machine production scheduling integrated with preventive maintenance planning,
International Journal of Production Research, Vol. 51, No. 3, Taylor & Francis, 2011, pp. 491-506. [6] Kang, M and K.Yoon, An improved best-first branch-and-bound algorithm for unconstrained two-dimensional cutting problems, International Journal of Production Research Vol. 49, No. 15, Taylor & Francis, 2011, pp. 4437-4455. [7] Akyüz, M. Hakan, I. Kuban Altınel, Temel Öncan, Location and allocation based branch and bound algorithms for the capacitated multi-facilityWeber problem , Ann Oper Res, 222, Springer, 2012, pp. 45-71. [8] Oberdieck, Richard, Martina W.H, Efstratios N. Pistikopoulos, A branch and bound method for the solution of multiparametric mixed integer linear programming problems, J Glob Optim, Vol. 59, Springer, 2014, pp. 527-543. [9] Melo, Wendel, Marcia Fampa , Fernanda Raupp, Integrating nonlinear branch-andbound and outer approximation for convex Mixed Integer Nonlinear Programming, J Glob Optim Vol. 60, Springer Science+Business Media, New York, 2012, pp. 373-389. [10] Wang, Lizhi, Branch-and-bound algorithms for the partial inverse mixed integer linear programming problem, J Glob Optim 55, Springer Science+Business Media, New York, 2013, pp. 491-506. [11] Bazaraa, Mokhtar S, John J. Jarvis, Hanif D. Sherali, Linear Programming and Network Flows, 4th Edition, Willey, 2011. [12] Dhal, Dipty R, P.K. Mishra, Linear Programming in Subsistence Agriculture, International Journal of Multidisciplinary Approach and Studies Vol. 2 No. 4, 2015, pp. 143-150. [13] Bonates, Tiberius, nelson maculan, Performance evaluation of a family of crisscross algorithms for linear programming, International Transcation of Operational Research, Vol. 10, Blackwell, 2003, pp. 5364. [14] Csizmadia, Zsolt And Tibor Illés, New crisscross type algorithms for linear complementarity problems with sufficient matrices, Optimization Methods and Software, Vol. 21, No. 2, Taylor& Franchis, 2006, pp. 247-266. [15] Achterberg, Tobias, Thorsten Koch, Alexander Martin, Branching rules revisited, Operations Research Letters, Vol. 33, Elsevier, 2005, pp. 42-54.
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya
65
66 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy Heater Coffee Roaster Controller System Using Fuzzy Logic Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, dan Arief Nur Rahman Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi – LIPI Komplek LIPI Gd 10 Lt 2, JL. Sangkuriang, Bandung 40135 Email:
[email protected]
_______________________________________________________________________________________ Abstract Coffee roaster is commonly used for transforming the chemical and physical properties of green coffee beans into roasted coffee products. The working principle of coffee roaster is roasting raw coffee beans in a rotating drum using high temperature for a limited period of time. One of roaster heater element is using electric system which is operated manually using switch or semi-automatic timer by an operator. Good taste coffee is determined by excellent roasting process by an expert operator. Therefore, in this article a heater element control concept is introduced using fuzzy logic system. Fuzzy rules are build based on expertise or experience of expert operator. Logic fuzzy is implemented with microcontroller using C. The purpose of this work is to develop fuzzy controller system for automatic heating of coffee roasting process. The output of this research is a prototype which is represent of heater coffee roaster controller using fuzzy logic. Keywords: coffee roaster, fuzzy, microcontroller
Abstrak Mesin pemanggang kopi merupakan sebuah mesin yang digunakan untuk menyangrai biji kopi agar matang, sehingga siap untuk diproses lebih lanjut. Prinsip kerja mesin ini adalah produk dipanaskan dalam ruang sangrai yang berputar dengan suhu tertentu, sehingga pemanasan bisa merata. Salah satu jenis pemanas pemanggang kopi adalah elemen pemanas listrik, dimana sistem kerjanya masih banyak dikendalikan secara manual dengan saklar atau semi otomatis menggunakan timer yang dioperasikan oleh seorang operator. Proses pemanggangan (roasting) kopi sangat menentukan cita rasa kopi, sehingga dibutuhkan seorang operator yang ahli dibidang ini. Pada paper ini akan didesain sebuah sistem pengendali pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan dibangun, didasarkan atas keahlian atau pengalaman seorang operator. Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan pada sebuah mikrokontroler dengan menggunakan pemrograman bahasa C. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah sistem pengendali pada pemanas pemanggang dengan logika fuzzy, sehingga proses roasting biji kopi dapat bekerja secara otomatis. Hasil penelitian ini adalah sebuah prototype yang merepresentasikan sistem kerja pengendali pemanas pemanggang kopi menggunakan logika fuzzy. Kata kunci: pemanggang kopi, fuzzy, mikrokontroler
_______________________________________________________________________________________ 1. Pendahuluan 1
Pemanggang kopi adalah sebuah mesin yang digunakan untuk menyangrai biji kopi agar matang dan kering sehingga siap untuk diproses lebih lanjut. Prinsip kerja mesin pemanggang ini adalah produk dipanaskan dalam ruang sangrai yang berputar dengan suhu tertentu, sehingga pemanasan bisa merata. Salah satu jenis pemanas mesin pemanggang adalah elemen pemanas listrik, dimana sistem kerjanya masih dikendalikan secara
manual dengan saklar atau semi-otomatis menggunakan timer yang dioperasikan oleh seorang operator [1]. Suhu pemanasan pada pemanggang kopi berkisar antara 0-200oC. Terdapat 16 tahapan warna biji kopi, dari biji kopi mentah sampai matang, yaitu mulai dari warna hijau, kuning, agak coklat, coklat, dan hitam. Gambar 1 menunjukkan standar kematangan biji kopi [2].
Received: 22 March 2016; Revised: 28 December 2016; Accepted: 6 December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO457 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.457
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Gambar 1. Standar kematangan biji kopi.
Paper ini membahas desain sebuah sistem pengendali elemen pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan dibangun, didasarkan atas keahlian atau pengalaman seorang operator. Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan pada sebuah modul mikrokontroler Arduino ATmega 328 dengan menggunakan pemrograman bahasa C. Toolbox fuzzy Inference Syste (FIS) editor pada Matlab digunakan untuk memverifikasi perhitungan logika fuzzy pada mikrokontroler. Batasan masalah pada perancangan ini adalah rancangan hanya dilakukan untuk mengendalikan elemen pemanas pada mesin pemanggang kopi berdasarkan tingkat warna kopi dan temperatur ruang sangrai. Proses logika fuzzy yang digunakan adalah model mamdani dengan defuzzikasi Mean of Maximum (MOM). Prototype yang dibuat, hanya akan mengilustrasikan prinsip kerja pengendali elemen pemanas dari mesin pemanggang kopi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengendalikan tingkat pemanasan elemen pemanas listrik pada mesin pemanggang kopi menggunakan logika fuzzy, sehingga proses pemanggangan biji kopi dapat terkendali secara otomatis dengan aturanaturan fuzzy yang didasarkan pada keahlian seorang operator. 2. Dasar Teori
digunakan dalam penalaran logika fuzzy, diantaranya: 1. Kurva Segitiga Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear). Nilai-nilai di sekitar b memiliki derajat keanggotaan turun cukup tajam (menjauhi 1) sesuai dengan Gambar 3.
Gambar 3. Kurva segitiga
Representasi fungsi keanggotaan untuk kurva segitiga adalah sebagai berikut [3]: (
) {
(1) 2.
Kurva Bentuk Bahu
Gambar 4. Kurva Bentuk Bahu
Representasi fungsi keanggotaan untuk kurva bahu adalah sebagai berikut [3]:
2.1. Logika Fuzzy Logika fuzzy diciptakan untuk mengurangi kekakuan dari logika kendali biner yang berlogika 1 dan 0. Pada logika fuzzy berlaku logika diantara 1 dan 0, logika fuzzy pada umumnya terdiri dari fuzzification, membership function, rule dan defuzzification [3]. Gambar 2 menunjukkan diagram blok dari fuzzy Logic Controller [3].
[
]
{
(2) Untuk menentukan derajat keanggotaan dengan menggunakan metode max-min menggunakan persamaan seperti di bawah [3]: (3) Sedangkan untuk metode defuzzifikasi menggunakan Mean of Maximum (MOM), yang dapat digambarkan oleh Gambar 5 [3], menggunakan persamaan 4:
Gambar 2. Blok diagram Fuzzy Logic Controller
Fungsi keanggotaan logika fuzzy digunakan untuk menghitung derajat keanggotaan suatu himpunan fuzzy. fungsi keanggotaan yang biasa 68 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Masukan +
-
-
Fuzzy Logic Controller
Elemen Pemanas (Aktuator)
Mesin Sangrai
Keluaran
Sensor 1 (Warna) Sensor 2 (Temp)
Gambar 7. Diagram blok sistem pengendali elemen pemanas pemanggang kopi Gambar 5. Metode defuzifikasi Mean of Maximum (MOM).
(4) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum. 2.2. Mikrokontroler Modul mikrokontroler yang digunakan untuk rancangan ini adalah modul Arduino UNO dengan IC mikrokontroler Atmega 328. Gambar 6 menunjukkan susunan pin dari modul Arduino UNO [4].
Sensor pertama merupakan sensor warna yang akan mendeteksi tingkat kematangan biji kopi, sensor kedua adalah sensor temperatur yang akan mendeteksi nilai temperatur di dalam ruang sangrai. Nilai kedua sensor tersebut digunakan sebagai variabel masukan logika fuzzy yang akan menghasilkan variabel nilai keluaran berupa nilai PWM untuk menentukan besarnya daya listrik pada elemen pemanas. Gambar 8 menunjukkan blok diagram sistem pengendali elemen pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy menggunakan mikrokontroler. Prototype yang dibuat hanya akan mengilustrasikan prinsip kerja pengendali pemanas dari mesin roaster. Sensor warna dan sensor temperature akan digantikan oleh dua buah variabel resitor, yaitu VR 1 dan VR 2. Sedangkan untuk pemanas listriknya menggunakan lampu pijar 25 watt yang dilengkapi driver 4A. Supply 5 VDC digunakan untuk catu daya mikrokontroler dan supply 12 VDC sebagai catu daya pemanas.
Gambar 6. Modul Arduino UNO
Spesifikasi Modul Arduino UNO adalah sebagai berikut: - Jenis IC: ATMEGA328 - Memory : 32 KBytes Flash dan 1024 EPROM - I/O : 23 Programable I/O Lines - Speed Grade : 0-20 MHz - ADC : 8-channel, 10-bit - 6 PWM channel 3. Perancangan Sistem. 3.1. Perangkat keras Rancangan sistem yang akan dibuat, ditunjukkan oleh Gambar 7. Sebuah pemanggang kopi dengan dua buah sensor dan sebuah elemen pemanas listrik. Masukan berupa nilai set poin tingkat kematangan biji kopi yang diinginkan.
Gambar 8. Blok diagram sistem
LCD 2x16 digunakan untuk menampilkan nilainilai hasil perhitungan logika fuzzy yang dilakukan oleh mikrokontroler, yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai hasil simulasi di Matlab. Alarm berfungsi untuk memberikan informasi bahwa biji kopi yang disangrai telah mencapai tingkat kematangan tertentu. Tombol alarm digunakan untuk mematikan alarm secara manual. Desain schematic perangkat keras dapat dilihat pada Gambar 9. Perangkat keras terdiri dari modul mikrokontroler Arduino UNO, yang merupakan
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman
69
pengendali utama dari sistem embedded yang dibuat. 3.2. Logika fuzzy Berdasarkan blok Fuzzy Logic Controller pada Gambar 2, maka: Masukan : u1 (warna kopi (tingkat ke matangan)) u2 ( temperatur ruang sangrai(0C)) Keluaran : y (pemanas (% dari nilai maksimum)) Terdapat tiga buah variabel data yang nantinya akan digunakan untuk membangun aturan-aturan fuzzy, yaitu dua data masukan dan satu data keluaran. Data masukan pertama berupa warna biji kopi, data masukan kedua temperatur ruang sangrai, sedangkan data keluaran berupa nilai elemen pemanas. Langkah pertama adalah menentukan fungsi keanggotaan atau membership function (MFs). Dalam rancangan ini kita menggunakan fungsi segitiga, baik untuk MFs masukan dan keluaran. Gambar 9 menunjukkan MFs masukan dan keluaran.
Operator : AND Banyaknya rule : jumlah input = 2 jumlah MFs = 5, maka jumlah rule = 52 = 25 rule Tabel 1 menunjukkan aturan-aturan fuzzy yang digunakan dalam perancangan sistem logika fuzzy untuk kendali pemanas pemanggang kopi. Tabel 1. Aturan-aturan fuzzy U1
Agak Coklat Hitam Coklat
Hijau
Kuning
Dingin
VL
VL
LG
MD
ZR
Sedang Agak Panas
VL
VL
LG
MD
ZR
VL
VL
LG
LW
ZR
Panas Sangat Panas
VL
LG
MD
LW
ZR
VL
LG
MD
ZR
ZR
U2
Proses terahir adalah defuzzifikasi, proses defuzzifikasi pada perangcangan ini menggunakan persamaan 4. Nilai hasil defuzzifikasi ini akan dirubah kedalam bentuk nilai PWM. 3.3. Simulasi dengan Matlab
(a)
Toolbox FIS pada matlab digunakan untuk mensimulasikan rancangan logika fuzzy yang sudah dibuat. Gambar 10 menunjukkan FIS editor dari sistem logika fuzzy pengendali pemanas pemanggang kopi.
(b)
(c) Gambar 9. (a) Fungsi keanggotaan masukan warna, (b) Fungsi keanggotaan masukan temperature, (c) Fungsi keanggotaan keluaran pemanas.
Langkah selanjutya adalah proses fuzzifikasi yaitu suatu proses untuk mengubah suatu masukan dari bentuk tegas (crisp) menjadi fuzzy (variable). Pada proses ini kita akan menentukan derajat keanggotaan untuk setiap nilai masukan. Menentukan aturan-aturan fuzzy (fuzzy Rule Base). Dalam perancangan ini aturannya ditentukan sebagai berikut: Antecendent : warna (u1), temperatur (u2) Consequence : pemanas (y)
70 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Gambar 10. FIS editor sistem logika fuzzy pengendali pemanas pemanggang kopi
Sedangkan Gambar 11 menunjukkan rule viewer yang mensimulasikan nilai masukan dan keluaran dengan aturan-aturan fuzzy yang dibuat. Data-data ini digunakan untuk memverifikasi hasil hitungan logika fuzzy yang dilakukan oleh mikrokontroler.
{ if { if {
member_warna=(c-warna)/(c-b); } (warna<2||warna>14) member_warna=1;} (warna>c||warna
Sedang pemrograman evaluasi aturan dapat dilihat pada list di bawah:
Gambar 11. Rule viewer
3.4 Aplikasi pada mikrokontroler Program mikrokontroler dibangun menggunakan bahasa C dengan algoritma seperti yang ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram alir program mikrokontroler
Proses pertama adalah inisialisasi pin-pin yang digunakan. Nilai ADC 0 dirubah menjadi skala masukan warna, yaitu 1-16, ADC 1 dirubah menjadi skala masukan temperatur yaitu 0-200. Kode program dalam bahasa C untuk proses ini adalah sebagai berikut: adc0=analogRead(0); adc1=analogRead(1); warna=(adc0*16)/1023; temp=(adc1*200)/1023;
Nilai-nilai masukan sensor selanjutnya dirubah kedalam bentuk MFs dengan menggunakan kode program sebagai berikut: //rumus membership “warna” (segitiga) float MF_warna(float 1, float b, float c) { if (warna>=a&&warna=b&&warna
//mencari nilai minimum (25 rule) float fs[25]={0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,2 3,24} { if (hijau==1 && dingin==1) {fs[0]=min(md_hijau,md_dingin;} else {fs[0]=0;} if (hijau==1 && sedang==1) {fs[0]=min(md_hijau,md_sedang;} else {fs[1]=0;} if (hijau==1 && agakpanas==1) {fs[0]=min(md_hijau,md_agakpanas;} else {fs[2]=0;} if (hijau==1 && panas==1) {fs[0]=min(md_hijau,md_panas;} else {fs[3]=0;} if (hijau==1 && sangatpanas==1) {fs[0]=min(md_hijau,md_sangatpanas;} else {fs[4]=0;} if (kuning==1 && dingin==1) {fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;} else {fs[5]=0;} if (kuning==1 && sedang==1) {fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;} else {fs[6]=0;} if (kuning==1 && agakpanas==1) {fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;} else {fs[7]=0;} if (kuning==1 && panas==1) {fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;} else {fs[8]=0;} if (kuning==1 && sangatpanas==1) {fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;} else {fs[9]=0;}
Berdasar persamaan 4, proses defuzzifikasi dapat ditulis seperti kode program berikut: //***PROSES DEFUZZYFIKASI MOM*** if ((st_zero==1)&&(st_low==0)&&(st_middl e==0)&&(st_large==0)&&(st_verilarge== 0)) { pmns=(zero)/2; } if ((st_zero==0)&&(st_low==1)&&(st_middl e==0)&&(st_large==0)&&(st_verilarge== 0))
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman
71
{ pmns=(low_min+low_max)/2; } if ((st_zero==1)&&(st_low==1)&&(st_middl e==0)&&(st_large==1)&&(st_verilarge== 1)) { pmns=(low_min+zero)/2; } if ((st_zero==0)&&(st_low==0)&&(st_middl e==1)&&(st_large==0)&&(st_verilarge== 0)) { pmns=(middle_min+middle_max)/2; }
Setelah mendapatkan nilai defuzzifikasi, langkah terakhir adalah merubah nilai tersebut kedalam bentuk PWM. Kode programnya seperti dibawah ini. float pmns_pwm = (pmns/100)*255; analogWrite (3, pmns_pwm);
4. Hasil dan analisa Gambar 12 menunjukkan grafik respon elemen pemanas pemanggang kopi terhadap warna biji kopi dan temperatur ruang sangrai.
sistem, dimana algoritma logika fuzzy ditanamkam ke dalam memory mikrokontroler tersebut. Port masukan analog Arduino menggunakan tegangan 0-5V. Port masukan analog ini sudah terintegrasi dengan komponen ADC yang memiliki resolusi sebesar 10 bit. VR 1 akan memberikan nilai masukan ke ADC yang merepresentasikan nilai sensor warna dan VR 2 merepresentasikan nilai temperatur ruang sangrai. Masing-masing nilai ADC tersebut akan dirubah menjadi skala nilai warna biji kopi dan temperature ruang sangrai. Sedangkan keluaran dari proses dufuzzifikasi dikeluarkan oleh pin 3 yang didalamnya sudah terintegrasi dengan Pulse Width Modulation (PWM). Pin ini memiliki jangkauan integer 0-255, nilai ini digunakan untuk menggerakkan rangkaian driver pemanas dalam hal ini direpresentasikan oleh lampu pijar. Rangkaian driver akan merubah nilai PWM menjadi tegangan kerja lampu pijar yaitu 0 VDC sampai 12 VDC dengan keluaran arus maksimal 4A. Nilai-nilai masukan dan keluaran dapat dilihat pada tampilan LCD. Saat kita merubah-rubah nilai tahanan VR, secara real time mikrokontroler akan melakukan perhitungan logika fuzzy yang telah dibuat. Dan respon dari pemanas dapat langsung dilihat. Dalam sistem ini terdapat tambahan fitur alarm. Alarm akan aktif saat tingkat kematangan biji kopi bernilai > 15, ini untuk menandakan bahwa tingkat kematangan biji kopi mendekati batas maksimal. Alarm ini bisa dinonaktifkan secara manual menggunakan alarm switch .
Gambar 13. Grafik respon pemanas pemanggang kopi terhadap warna biji kopi dan temperatur ruang sangrai
Dari Gambar 12 membuktikan bahwa logika fuzzy yang dibangun untuk sistem pengendalian elemen pemanas pemanggang kopi, sudah bisa dikatakan sesuai dengan keahlian seorang operator pada saat melakukan proses roasting. Sebagai contoh, saat biji kopi masih ditingkat kematangan 2 yang berarti warna biji kopi antara hijau dan kuning, sedangkan suhu ruang sangrai masih 40⁰C, maka tingkat pemanasan elemen pemanas harus 100%. Contoh lain saat warna biji kopi mendekati tingkat kematangan 16, berapapun suhu ruang sangrai pada saat itu, tingkat pemanasan elemen pemanas harus dibawah 5%. Karena pada tingkat kematangan ini proses roasting biji kopi harus segera diakhiri, agar biji kopi tidak rusak. Gambar 13 menunjukkan prototype yang mengilustrasikan prinsip kerja pengendali elemen pemanas dari mesin pemanggang kopi. Mikrokontroler merupakan pengendali utama
72 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Gambar 14. Prototype pengendali pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy menggunakan mikrokontroler.
Perbandingan antara hasil simulasi matlab dan perhitungan logika fuzzy yang dilakukan oleh mikrokontroler, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian perhitungan logika fuzzy dengan matlab dan mikrokontroler. INPUT VALUE NO WARNA SUHU
OUTPUT VALUE MATLAB HARDWARE
ERROR (%)
(U1)
(U2)
1
0
0
100
100
0
2
2,08
20,14
100
99,67
0,33
3
5,08
28,54
97,5
97,33
0,17
4
7,99
49,27
75
75
0
5
9,23
113
75
75
0
6
10,01
125,5
25
25
0
7
10,56
64,13
50
50
0
8
11,03
113
25
25
0
9
12,89 153,27
4,5
4,64
0,14
10
13,75
200
1
1,05
0,05
11
16
200
0
0
0
rata-rata error 0,06%. Prototype yang dibuat sudah bisa merepresentasikan sistem kerja pengendali pemanas roaster kopi yang sebenarnya dengan baik. Daftar Pustaka [1] Mulato, Sri. Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi tipe silinder. Pelita Perkebunan, 18, 31-45, 2002 [2] http://www.rumahkopi.com/2012/02/roastingkopi.html. diakses tanggal 24 November 2014 [3] Suyanto. Soft Computing Membangun Mesin Ber IQ Tinggi. Penerbit Informatika. 2008. [4] McRoberts, Michael. Beginning Arduino. Technology In Action, 2010 [5] Pudjo Widodo, Pabowo dan Rahmadya. Penerapan Soft Computing dengan Matlab. Rekayasa Sains. 2012
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai keluaran yang dihasilkan simulasi matlab dan perhitungan mikrokontroler, menunjukkan nilai yang relatif sama, dimana rata-rata nilai error hanya 0,06% atau mendekati 0 %. Ini membuktikan bahwa algoritma logika fuzzy untuk kendali pemanas pemanggang kopi, yang ditanam di sistem mikrokontroler dapat dikatakan berhasil. Penerapan logika fuzzy pada mesin sangrai kopi akan menyebabkan prosedur kerja mesin ini berubah. Pengendalian tingkat elemen pemanas yang semula dikendalikan secara manual oleh serorang operator, dengan sistem ini, proses tersebut akan digantikan dengan sebuah sistem embedded menggunakan mikrokontroler sehingga prosesnya bisa berjalan otomatis. Dari hasil pengujian perangkat keras, prototype yang dibuat dapat bekerja sesuai dengan rancangan yang dikehendaki. Untuk meningkatkan performa pengendalian, diperlukan tambahan variable masukan, seperti sensor temperature untuk pemanas dan variabel waktu roasting. Diperlukan pengujian untuk implementasi yang sebenarnya, yaitu mengganti VR dengan sensor-sensor yang sebenarnya dan mengganti lampu pijar dengan jenis elemen pemanas yang dipakai di pemanggang kopi 5. Kesimpulan Dari hasil simulasi dan analisis data yang dihasilkan dapat diambil beberapa kesimpulan. Logika fuzzy yang dibangun untuk sistem pengendalian pemanas roaster kopi, sudah bisa dikatakan sesuai dengan keahlian seorang operator pada saat melakukan proses roasting. Algoritma Logika fuzzy yang ditanamkan ke mikrokontroler dapat dikatakan berhasil dengan Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman
73
74 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulink Modeling and Simulation of an Electric Vehicle Based on Direct Current Motor on MATLAB/Simulink Adnan Rafi Al Tahtawi Program Studi Teknik Komputer, Politeknik Sukabumi, Jl. Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi Email: [email protected]
_______________________________________________________________________________________ Abstract Electric vehicle is one of vehicles which not have pollution due to environmental-friendly characteristic. Recently, the researches about electric vehicles, especially electric car, are still being conducted as well as hardware realization or software simulation. In this paper, modeling and simulation of an electric vehicle based Direct Current Motors (DCMs) using MATLAB/Simulink will be presented. Interaction between vehicle’s wheels and the road can be simulated using two units of DCM with linked axis of rotation. DCM1 and DCM2 are assumed respectively as electric motor drive and various road profiles. Input of DCM1 is speed profile, while the other is road’s slope angle profile. Therefore, with using this model, the amount of power consumption which is needed by the vehicle for each scenario designed can be observed easily. Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
Abstrak Kendaraan listrik merupakan jenis kendaraan yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara. Saat ini penelitian terkait kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, masih terus dilakukan baik secara simulasi maupun eksperimen langsung. Pada makalah ini, akan dimodelkan dan disimulasikan mobil listrik menggunakan MATLAB/Simulink berbasis motor arus searah (MAS). Interaksi antara roda mobil dengan permukaan jalan dapat disimulasikan menggunakan dua buah MAS yang saling terhubung sumbu putarnya. MAS1 dan MAS2 berturut-turut diasumsikan sebagai motor listrik dan profil jalan. Masukan pada MAS1 adalah profil kecepatan dan masukan MAS2 adalah profil sudut kemiringan jalan. Dengan digunakannya model ini, besarnya konsumsi daya yang diperlukan oleh mobil listrik untuk setiap skenario yang dirancang dapat diamati dengan mudah. Kata kunci: Mobil listrik, daya, motor arus searah (MAS), MATLAB/Simulink
_______________________________________________________________________________________ 1.
Pendahuluan
1
Jumlah kendaraan bermotor yang semakin hari semakin bertambah akan berdampak pada lebih besarnya lagi tingkat polusi udara di muka bumi. Hal ini tentu saja menjadi tugas besar bagi umat manusia untuk terhindar dari kondisi tersebut. Penelitian-penelitian terkait kendaraan yang ramah lingkungan pun masih terus dilakukan, salah satunya yaitu tentang mobil listrik. Seperti yang diketahui bahwa energi listrik merupakan salah satu jenis energi yang ramah lingkungan. Dengan adanya kendaraan yang menggunakan sumber energi listrik, maka tingkat pencemaran udara dapat ditekan.
Received: 6 June 2016; Revised: 3 January 2017; Accepted: 4 January 2017; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO464 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.464
Saat ini penelitian terkait mobil listrik telah banyak dilakukan baik secara eksperimen hardware langsung maupun secara simulasi software. Pada makalah ini akan dimodelkan serta disimulasikan sebuah mobil listrik dengan menggunakan motor arus searah (MAS) sebagai komponen utamanya pada MALAB/Simulink. Sebelumnya, simulasi mobil listrik secara software telah dilakukan. Pemodelan mobil listrik berbasis MATLAB/Simulink menggunakan mesin sinkron sebagai komponen utamanya telah dilakukan oleh [1]. Selain itu pada [2]-[4], mobil listrik juga telah dimodelkan pada MATLAB/Simulink dengan menggunakan persamaan dinamika kendaraan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada makalah ini skema pemodelan digunakan dengan menggunakan dua unit MAS sebagai komponen utamanya. Kedua MAS tersebut saling terhubung sumbu putarnya satu sama lain. MAS1 diasumsikan sebagai mobil listrik sedangkan INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
MAS2 diasumsikan sebagai beban yang diterima. Dengan menggunakan skema ini, simulasi secara hardware dapat lebih mudah dilakukan karena digunakannya MAS yang memiliki karakteristik lebih sederhana jika dibandingkan dengan motor listrik lainnya, seperti yang dilakukan pada [5] dan [6]. Selain itu, dengan menggunakan model yang dirancang, besarnya konsumsi daya mobil listrik yang diperoleh dapat diketahui untuk setiap skenario profil jalan yang dirancang. 2. Pemodelan baterai Model baterai yang digunakan yaitu terdiri dari sumber tegangan variabel dan resistansi internal yang tersusun seri. Sinyal variabel untuk sumber tegangan mengacu pada [7] yaitu sebagai berikut: (
)
(1) (2)
dengan E adalah tegangan kendali, E0 adalah tegangan konstan baterai, K adalah tegangan polar, Q adalah kapasitas baterai, A adalah amplitudo daerah eksponensial, B adalah invers konstanta waktu daerah eksponensial, Vbatt adalah tegangan aktual baterai, R adalah resistansi dan i adalah arus.
Gaya yang berinteraksi pada mobil bergerak dimodelkan pada Gambar 2. Besarnya perubahan kecepatan mobil saat melintas dipermukaan jalan adalah: ∑
∑
(3)
dimana adalah perubahan kecepatan terhadap waktu (percepatan), ∑ adalah total gaya traksi kendaraan, ∑ adalah total gaya resistif, adalah faktor massa dan adalah total massa kendaraan. Gaya resistif kendaraan terdiri dari gaya resistif putaran roda ( ), gaya aerodinamis ( ) dan gaya gravitasi ( ). Ketiga gaya tersebut diperoleh berdasarkan persamaan berikut: (4) ( ) ( ) (
)
(
( )
)
(5) (6)
dimana adalah kecepatan, adalah kecepatan angin, adalah massa kendaraan, adalah percepatan gravitasi, adalah sudut kemiringan jalan, massa jenis udara, dan berturutturut adalah koefisien resistansi roda dan aerodinamis, terakhir adalah ruas area depan kendaraan. Untuk kesederhanaan, massa jenis udara ( ) pada kondisi udara kering dapat ditentukan sebesar 1 kg/m3 dan kecepatan angin ( ) dapat diabaikan. Dengan demikian total gaya traksi yang diperlukan dapat ditulis: ( ) ( )
(7) Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat dihitung besarnya torsi yang diperlukan roda sebagai berikut: (8) Gambar 1. Model baterai
3. Pemodelan gaya pada mobil bergerak Interaksi antara roda mobil dengan permukaan jalan dapat dimodelkan dengan dua buah MAS yang saling terhubung sumbu putarnya. MAS1 diasumsikan sebagai kendaraan (mobil) sedangkan MAS2 diasumsikan sebagai profil beban. Karena model yang digunakan adalah MAS, maka diperlukan perhitungan tegangan masukan MAS yang mampu merepresentasikan kondisi interaksi sebenarnya antara mobil dan permukaan jalan.
dimana adalah torsi, adalah jari-jari roda.
adalah skala torsi dan
Gambar 2. Gaya yang berinteraksi
4. Pemodelan motor arus searah (MAS) Pada bagian ini akan dimodelkan dua buah MAS yang terhubung sumbu putarnya seperti pada Gambar 3. Kedua MAS tersebut dimodelkan
76
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
secara elektrik dan mekanik. Persamaan elektrik MAS dapat ditulis: (9) dimana adalah tegangan masukan MAS, dan berturut-turut adalah resistansi dan induktansi, adalah arus dan adalah tegangan yang disebabkan gaya balik elektromotif. Sedangkan persamaan mekanik MAS ketika terhubung sumbu putar dengan MAS lain adalah:
5. Desain model pada MATLAB/Simulink Model mobil listrik berbasis MAS dirancang pada MATLAB/Simulink. Tahapan pemodelan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4. Komponen utama yang digunakan yaitu DC Machine pada library Simscape/SimPowerSystems/Machines. Model yang dirancang ditunjukkan pada Gambar 5
(10) dimana dan adalah torsi MAS1 dan MAS2, adalah momen inersia dan adalah percepatan sudut. Dengan menggunakan hubungan: (11) dan (12) dimana adalah konstanta motor dan adalah kecepatan sudut, maka persamaan elektris dan mekanis kedua MAS adalah (13) (14) dimana dan kedua MAS.
adalah tegangan masukan
Gambar 4. Diagram alir pemodelan
Gambar 3. Dua unit MAS yang terhubung
Gambar 5. Model mobil listrik berbasis MAS
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah.....: A.R. Al Tahtawi
77
Kedua MAS tersebut dihubungkan dengan menggunakan kedua torsi yang dihasilkan (T1 dan T2). Tegangan masukan yang diperlukan untuk kedua MAS (Vdcm1 dan Vdcm2) tersebut diperoleh berdasarkan persamaan (13) dan (14). Tegangan tersebut diperoleh dari kecepatan dan profil kemiringan jalan yang ditentukan. Selanjutnya, kedua tegangan tersebut diberikan ke kedua MAS melalui sinyal PWM.
Gambar 7. Profil jalan berbukit beserta sudut kemiringannya
6. Hasil simulasi Untuk mengetahui hasil dari model yang dirancang, maka dilakukan simulasi pada MATLAB/Simulink. Simulasi dilakukan dengan menggunakan solver ODE45 dan waktu sampling 1e-03 s. Adapun parameter kendaraan yang digunakan tersaji pada Tabel 1. Parameter tersebut diperoleh dengan mengacu pada [9]. Profil kecepatan yang diujikan terdapat dua jenis, yaitu konstan dan stop and go, sedangkan profil jalan yang dirancang yaitu datar dan berbukit. Profil kecepatan konstan yang dirancang yaitu 36 km/jam (10 m/s), sedangkan profil kecepatan stop and go tersaji pada Gambar 6. Profil jalan berbukit dirancang pada MATLAB/M-file dengan menggunakan persamaan linier parsial dan tersaji pada Gambar 7. Besarnya tegangan yang diperoleh untuk empat skenario yang dirancang juga tersaji pada Gambar 8.
(a)
(b)
Tabel 1. Parameter kendaraan Parameter Massa body Massa roda dan motor Jari-jari roda Rasio gearbox Luas area depan Koefisien resistansi roda Koefisien aerodinamis
Nilai 800 Kg 10 Kg 0,3 m 1:5 1,8 m2 0,01+3,6 0,55
(c)
(d) Gambar 6. Profil kecepatan stop and go
Gambar 8. Tegangan kedua MAS: (a) kecepatan konstan dan jalan berbukit, (b) kecepatan konstan dan jalan datar, (c) kecepatan stop and go dan jalan berbukit, (d) kecepatan stop and go dan jalan datar
Gambar 8 memperlihatkan besarnya tegangan yang diperoleh berdasarkan persamaan (13) dan (14) sesuai skenario yang dirancang. Baterai yang digunakan sebagai model yaitu Lithium-Ionium dengan tegangan nominal 3,7 V dan rated capacity 1 Ah. Banyaknya baterai yang digunakan yaitu 12 78
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
unit sehingga menghasilkan tegangan 51,68 V. Besarnya tegangan pada Gambar 8 terlihat tidak melebihi batas maksimum tegangan baterai. Hal ini terjadi karena proses scaling yang telah dilakukan sebelumnya. Besarnya daya yang diperlukan baterai untuk setiap skenario disajikan pada Gambar 9 dibawah ini. (b) Gambar 10. SOC: (a) kecepatan konstan, (b) kecepatan stop and go
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 9. Daya yang diperlukan: (a) kecepatan konstan dan jalan berbukit, (b) kecepatan konstan dan jalan datar, (c) kecepatan stop and go dan jalan berbukit, (d) kecepatan stop and go dan jalan datar
Sesuai dengan Gambar 9, besarnya daya yang diperlukan pada skenario (a) berbanding lurus dengan besarnya sudut permukaan jalan. Hal ini terjadi karena beban yang diterima lebih besar pada kondisi jalan uphill, sedangkan saat downhill daya yang dihasilkan bernilai negatif dimana kondisi ini dimanfaatkan untuk pengereman regeneratif. Pada skenario (b), daya yang dihasilkan hampir mendekati nol. Hal ini dikarenakan profil kecepatan yang dirancang bersifat konstan dan profil jalan yang dirancang pun memiliki kemiringan 0ᴼ. Akan tetapi, diperlukan daya yang besar selama 0,5 detik sesaat ketika mobil memulai perjalanan. Skenario (c) dan (d) pada Gambar 9 memperlihatkan besarnya daya yang diperlukan ketika kecepatan tidak konstan. Perbedaan antara skenario (c) dan (d) terlihat saat mobil berada pada kondisi uphill dan downhill. Ketika kecepatan berakselerasi diperlukan daya yang lebih besar, sedangkan ketika mobil melakukan perlambatan daya yang dihasilkan bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan kondisi pengereman regeneratif pada mobil listrik. Gambar 10 menunjukkan SOC baterai yang dihasilkan. SOC diperoleh sesuai skenario kecepatan dan kondisi jalan yang dirancang. Gambar 10(a) merupakan SOC ketika kondisi kecepatan konstan, sedangkan Gambar 10(b) diperoleh ketika digunakan kecepatan tidak konstan (stop and go). Kedua SOC tersebut berlaku untuk profil jalan berbukit dan datar. Dari beberapa skenario yang diujikan, terlihat bahwa dengan digunakannya MAS sebagai model dari mobil listrik, maka besarnya daya yang diperlukan dapat dianalisa untuk berbagai skenario perjalanan. SOC baterai juga dapat diamati sesuai skenario yang dirancang. Selain itu, model ini juga lebih mudah direalisasikan kedalam perangkat keras sehingga sistem yang dirancang akan lebih mendekati kondisi sebenarnya.
(a)
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah.....: A.R. Al Tahtawi
79
7. Kesimpulan Model mobil listrik berbasis MAS telah dirancang dan disimulasikan pada MATLAB/Simulink. Dengan digunakannya dua unit MAS yang terhubung sumbu putarnya sebagai komponen utama, besarnya daya yang diperlukan untuk setiap skenario perjalanan mobil dapat dianalisa. SOC baterai juga dapat diamati sesuai skenario perjalanan yang dirancang. Selain itu, realisasi perangkat keras pun akan lebih mudah dilakukan. Dengan demikian, model ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif simulasi mobil listrik dalam skala kecil baik secara software maupun hardware. Daftar Pustaka [1] Kaloko, B.S., Soebagio, Purnomo, M.H., Design and Development of Small Electric Vehicle using MATLAB/Simulink, International Journal of Computer Applications Vol. 24 No. 6, June 2011, pp. 19-23. [2] Gao, et. al., Modeling and Simulaion of Electric and Hybrid Vehicles, Proceedings of the IEEE Vol. 95 No. 4, April 2007, pp. 729-745. [3] Karen L., Butler, et. al., A Matlab-Based Modeling and Simulation Package for Electric and Hybrid Electric Vehicle Design, IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. 48, No. 6, Nov 1999. [4] Salem, Farhan A., Modeling and Control Solution for Electric Vehicles, European Scientific Journal Vol. 9 No. 15, May 2013, pp. 221-240. [5] Diaz, Stephanie, Protodrive: Simulation of Electric Vehicle Powertrains, NSF Summer Undergraduate Fellowship in Sensor Technologies, Binghamton University, 2012. [6] Al Tahtawi, A.R., Rohman, A.S., Simple Supercapacitor Charging Scheme in Electrical Car Simulator Using Direct Current Machines, Proceeding of The 5th International Conference on Electrical Engineering and Informatics (ICEEI) Bali, August 2015, pp. 623-628. [7] Tremblay, O., et. al., A generic battery model for the dynamic simulation of hybrid electric vehicle, IEEE Vehicle Power and Propulsion Conference, 2007. [8] Ehsani, M., et. al., Modern Electric, Hybrid Electric and Fuel Cell Vehicles, Fundamentals, Theory and Design, CRC Press LCC, 2004. [9] Schaltz, Erik. Electric Vehicle Design and Modeling. Aalborg University, Denmark, INTECH Open Acces Publisher, 2011.
80
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis WSN dan IoT Online Water Quality Monitoring In Shrimp Aquaculture Based On WSN and IoT Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Sangkuriang Kompek LIPI Gedung 20 lantai IV Bandung 40135, Indonesia Email: [email protected]
Abstract The paper describes the design and development of online water quality monitoring system based on wireless sensor network (WSN) and Internet of Things (IOT). The system has been designed and developed to monitor some parameters such as Dissolved Oxygen (DO), pH, conductivity and temperature on a shrimp aquaculture. The system consists of several sensor nodes with the main components of an Arduino Uno connected to XBee and a master board. The main components of master board are Raspberry Pi 2 (RPi2) and XBee board. Data were sent from each node to RPi2 using WSN with a data packet that comes with an unique ID. The data was stored in the internal database of the RPi2 and displayed in graph. Timer update server was used to updatethe data from RPi2 to a server using WiFi network. Data on the server can be viewed using website, but it also can be seen using Telegram application installed in the mobile devices. The RPi2 program was developed using Python language and matplotlib components. The experimental results show that the system has great prospects and can be used for shrimp aquaculture by providing information that is relevant and timely. The collected data can be used for further research and analysis. keywords: aquaculture shrimp, internet of things, quality of water, sensor, Wireless Sensor Network
Abstrak Dalam tulisan ini dijelaskan desain dan pengembangan sistem online monitoring kualitas air berbasis wireless sensor Network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Sistem ini didesain dan dikembangkan untuk memantau parameter DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity dan temperatur pada budidaya udang. Sistem terdiri dari beberapa node sensor dengan komponen utama arduino uno yang terhubung dengan Xbee board dan master board dengan komponen utamanya adalah Raspberry Pi 2 (RPi2) board dan Xbee. Data dikirim dari masing-masing node ke RPi2 menggunakan jaringan WSN dengan paket data yang dilengkapi dengan masing-masing ID, setelah itu data disimpan di database internal RPi2 dan ditampilkan di graph. Timer update server digunakan untuk update data dari RPi2 ke server menggunakan jaringan internet melalui wifi. Data di server dapat dilihat menggunakan website, selain itu juga data dapat dilihat pada aplikasi Telegram Messenger yang ter-install di perangkat ponsel. Program RPi2 dikembangkan menggunakan bahasa python dan komponen matplotlib. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem memiliki prospek yang besar dan dapat digunakan untuk keperluan budidaya udang dengan memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu. Data hasil pengumpulan tersebut dapat digunakan untuk penelitian dan analisa lebih lanjut. . kata kunci : budidaya udang, internet of things, kualitas air, sensor, wireless sensor network
1. 1Pendahuluan Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, mengelola sumber daya air telah menjadi isu mendasar yang telah dibahas serius oleh pemerintah dan organisasi publik selama dekade terakhir. Tujuannya adalah untuk menjamin keberlanjutan sumber daya air untuk generasi
Received: 17 March 2016; Revised: 27 January 2017; Accepted: 30 January 2017; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO456 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.456
mendatang. pengelolaan sumber daya air tidak hanya kekhawatiran tentang konservasi air, tetapi juga mencakup penyediaan informasi tentang kualitas air, yang harus dapat diakses oleh publik sehingga persiapan awal dapat diambil oleh mereka yang terkena dalam kondisi degradasi air [1]. Informasi tersebut dapat disediakan oleh jaringan pengukuran kualitas air terencana yang diaplikasikan untuk penggunaan tertentu, seperti air minum [2], industri [3], pertanian [4], budidaya [5], dan lain-lain. Masalah utama dalam meralisasi suatu jaringan sistem online monitoring
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
kualitas air di negara kepulauan seperti Indonesia terkait dengan lokasi geografis akan terpisah sumber daya air dan manajemen. Di masa lalu, masalah geografis diselesaikan dengan cara konvensional atau manual dalam pengumpulan data, dengan mengandalkan kemampuan manusia untuk mengumpulkan data sampel air dan kemudian menganalisisnya di laboratorium. Proses ini tidak hanya memakan waktu (tidak praktis), tetapi juga tenaga kerja mahal dan rendah resolusi waktu. Tapi dengan kemajuan di bidang Teknologi Informasi, sekarang data dapat dikumpulkan di lokasi dan ditransmisikan ke seluruh wilayah yang luas dengan menggunakan Wireless Sensor Network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Hal ini tidak mengherankan bahwa selama beberapa tahun terakhir, WSN dan IoT telah menerima banyak perhatian dari akademisi maupun industri karena telah diaplikasikan secara luas [6]. Keuntungan utama dari WSN adalah murah implementasi dan pemeliharaan, karena penyiapan tidak memerlukan infrastruktur fix. Selain itu, WSN membutuhkan daya rendah [7], dan dapat di-install di setiap tempat yang sulit dijangkau dan jauh terisolasi, meliputi wilayah yang luas dari berbagai jenis sumber daya air [8]. Keuntungan ini telah menarik peneliti lingkungan dalam menerapkan WSN untuk memantau kondisi lingkungan termasuk parameter kualitas air [9]. Dalam kebanyakan arsitektur WSN baru-baru ini, tren telah menggunakan sistem data logging kustom untuk memperoleh data kualitas lingkungan dan mengirimkannya ke server data jarak jauh, dimana kemudian data akan didistribusikan ke situs web atau perangkat ponsel [10,11]. Temperature Conductivity PH DO
Dalam tulisan ini, desain dan implementasi dari WSN untuk monitoring parameter kualitas air akan dijelaskan. Sistem ini terdiri dari sensor untuk memantau parameter kualitas air (DO, pH, dan suhu), sebuah Raspberry Pi 2, dan server database dengan aplikasi perangkat lunak. Sistem ini telah diuji di lapangan untuk memantau kualitas air dari budidaya udang dan mampu memberikan data yang online melalui situs web (www.ppet.org/water/home.php) dan Telegram Messenger. 2. Desain dan realisasi alat Sistem di desain untuk beberapa node dalam satu lokasi, setiap node mempunyai ID masing-masing yang berbeda dan setiap Lokasi mempunyai ID masing-masing yang berbeda pula. Sistem ini dirancang untuk dapat menerima data dari beberapa stasiun/lokasi tambak udang atau lokasi yang lain yang terdiri dari beberapa node WSN untuk setiap lokasinya. Struktur utama terdiri dari modul node sensor, master dan web server. Data awal kualitas air dari lokasi instalasi dikumpulkan di node sensor, Dalam hal ini, empat parameter kualitas air adalah DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity dan temperatur. Data dari node sensor dikirimkan ke master menggunakan pemancar wireless Xbee (WSN) kemudian master mengolahnya, menampilkan lalu mengirimkan data ke server menggunakan Wireless Fidelity (wifi). Data akan di-upload ke situs web dan dikirim ke beberapa ponsel yang ditunjuk dengan aplikasi Android. Konsep dasar dari sistem online monitoring kualitas air berbasis jaringan WSN dan IoT untuk tambak udang ditunjukkan pada Gambar 1.
INTERNET
XBee
LCD
NODE 1 (Arduino Uno)
XBee Master (RPi 2 Board)
Temperature
Conductivity PH DO
XBee
WIFI MODEM
WEB SERVER
INTERNET
NODE 2 (Arduino Uno)
.
USER HOME
WEB PAGE
SMART PHONE
Gambar 1. Blok diagram sistem online monitoring kualitas air berbasis jaringan WSN dan IoT
82
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
2.1 Node sensor START
Node sensor adalah bagian depan seluruh sistem WSN. Ini terdiri dari empat sensor kualitas air, rangkaian antarmuka, mikrokontroler Arduino Uno, dan pemancar wireless Xbee Pro. Node sensor telah didukung oleh 50 Watt panel surya, dan dengan demikian bisa dipasang di hampir semua lokasi. sensor pH yang digunakan adalah dari Atlas Scientific dengan probe sensitifitas dari 0 - 14. Sensor DO dari Atlas Scientific dengan probe range sensitivitas 0 - 20 mg/l. Sensor conductivity juga dari Atlas Scientific dengan probe range sensitivitas 5 µS/cm to 200,000 µS/cm. Sensor suhu ini dari jenis DS18B20 Maxim Integrated dengan range pengukuran -55 sampai 125°C. Diagram blok dari seluruh node sensor dapat dilihat pada Gambar 2. Sirkuit PH, DO dan conductivity ini diperlukan untuk mengkonversi output dari ketiga sensor ke dalam format digital untuk dapat dibaca oleh mikrokontroler Arduino. Operasi node sensor dilakukan oleh mikrokontroler Arduino menggunakan set instruksi dari memulai perangkat keras dan perangkat lunak koneksi untuk mengumpulkan dan mengirimkan data sensor menggunakan pemancar Xbee yang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. file protokol dari node ke master/ RPI2 dan Flow chart Arduino Uno dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
UART
Arduino UNO
U A R T
UART
XBee Pro
One Wire UART
PH Circuit
DO Circuit
Conductivity Circuit
PH Sensor
DO Sensor
conductivity Sensor
Temperatur Sensor
Gambar 2. Diagram blok node sensor Header nodeID data_PH
‘A’ data_DO ‘B’ data_Cond ‘C’ data_Temp Tail
INISIALISASI SERIAL XBEE, DO, PH, COND, ONE WIRE TEMPERATURE
N
CEK DATA XBEE DAN ID NODE
Y AMBIL DATA SENSOR DO, PH, TEMP, COND KIRIM DATA KE MASTER (RPi2)+ID_NODE CLEAR BUFFER DATA
Gambar 4. Flow chart program Arduino UNO
2.2. Master Unit utama dari master adalah Raspberry Pi 2, yang digunakan untuk mengontrol komunikasi dari dan ke node sensor menggunakan Xbee Pro, pengiriman data ke server menggunakan modem Wifi, dan menampilkan data menggunakan LCD. Xbee Pro yang digunakan untuk menerima data yang dikirimkan dari node sensor. Setelah diterima, data akan segera ditampilkan pada LCD bersama dengan tanggal dan waktu data diterima. Semua data (sensor dan waktu data) kemudian ditransmisikan ke server menggunakan Wifi secara periodik yaitu setiap 10 menit sekali dan dapat diatur sesuai dengan keperluan user. Gambar 3 menunjukkan diagram blok dan realisasi komponen data yang logger. LCD
Header = 1 byte data karakter ‘@’
nodeID = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst data_PH, data_DO, data_Cond, data_Temp = n byte data string data Identifier : ‘A’,’B’,’C’,’D’ = 1 byte data char type
UART
XBee Pro
UART
Wifi Modem
Raspberry Pi 2
Tail = 1 byte data karakter ‘#’
Gambar 3. File protokol dari node ke master/RPI2
Gambar 5. Diagram blok master
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis..... : Y.Y. Maulana, G. Wiranto, D. Kurniawan
83
START
INISIALISASI SERIAL XBEE, MYSQL, MATPLOTLIB, TIMER REQUEST DATA SENSOR, TIMER UPDATE SERVER, TELEGRAM CLIENT
CEK TIMER REQUEST DATA SENSOR
Y
KIRIM REQUEST DATA KE NODE+ID_NODE
Y
KIRIM PAKET DATA KE SERVER+ID_LOKASI
Y
EXTRACT DATA SAVE TO DATABASE, PLOT TO GRAPH
N
CEK TIMER UPDATE SERVER
N CEK DATA SERIAL XBEE
N
Gambar 6. Flow chart program RPi2 Header IDlokasi nodeID data_PH
‘A’ data_DO
‘B’
data_Cond
‘C’ data_Temp Tail
ter-record dengan baik dari waktu ke waktu. Sistem manajemen database ini sangat diperlukan untuk pengolahan data baik itu untuk menampilkan data dalam grafik, melihat record data-data pada waktu yang lampau. Dalam sistem ini database yang digunakan adalah mySQL. Untuk melakukan query (insert, update, delete, dll.) terhadap database mySQL digunakan bahasa pemrograman berbasis web yaitu PHP. Disain tampilan dari website sistem online monitoring ini menggunakan komponen utama Bootstrap. Disain website dengan bootstrap akan memudahkan dalam membuat tampilan website yang akan menyesuaikan dengan ukuran layar dari web client atau browser yang digunakan baik itu di laptop, PC ataupun di ponsel. Web server dalam sistem ini didisain dengan beberapa fitur yaitu menampilkan data dalam bentuk grafik dan tabel, export data dalam bentuk excel, image dan pdf. Selain itu web server juga didesain memiliki user access management sehingga antara user satu dengan yang lain akan memiliki hak akses yang berbeda-beda. Node Sensor
Header = 1 byte data karakter ‘@’ IDlokasi = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst nodeID = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst data_PH, data_DO, data_Cond, data_Temp = n byte data string data Identifier : ‘A’,’B’,’C’,’D’ = 1 byte data char type Tail = 1 byte data karakter ‘#’
Gambar 7. File protokol pengiriman paket data dari RPI2 ke server
RPi 2 board mempunyai peranan penting dalam sistem ini karena difungsikan sebagai gateway ke jaringan internet. RPi 2 board dapat di remote dari luar menggunakan layanan waeved yang sudah ter-install di RPi2. Data dari master akan dikirimkan ke server dengan ID lokasi yang berbeda seperti pada Gambar 7. Dengan konfigurasi seperti ini akan sangat memungkinkan dalam expansi berbagai titik lokasi untuk memonitor kualitas air tambak udang. Selain itu RPi 2 juga dapat memberikan report data kualitas air melalui Telegram Messenger yang ter-install pada smartphone melalui bot dengan alamat bot @wqmppet. Semua program di RPi 2 dibuat dengan menggunakan python 2.7. 2.3 Web server Sistem online monitoring ini didesain agar datadata sensor untuk setiap titik pengamatan dapat dimonitor secara online melalui website dimanapun user berapa selama terkoneksi dengan internet baik itu melalui laptop, PC ataupun perangkat ponsel. Web server mempunyai tugas untuk menampilkan data-data sensor melalui web client dan menyimpan data-data sensor dalam sistem database, sehingga data-data tersebut dapat 84
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
Server
Master
Gambar 8. Lokasi node sensor di pulau Bangka dan server di Bandung
3. Hasil dan diskusi Sistem ini telah diterapkan untuk mengukur parameter kualitas air dari budidaya udang yang terletak di pulau Bangka, dan database server terletak di Bandung, Jawa Barat. Seperti dapat dilihat pada Gambar 8, node sensor dipasang di tengah tambak udang, menggunakan 50 Watt panel surya sebagai sumber listrik. Master ditempatkan di sisi kolam dalam 20 meter jarak dari node sensor. Sejak instalasi pertama pada bulan November 2015, sistem telah terus-menerus mengirimkan data ke server tanpa gangguan lainnya yang signifikan, kecuali selama masa pemeliharaan. Ini berarti bahwa sistem telah membuktikan diri cocok untuk jangka panjang, pemantauan aplikasi luar ruangan. Pada Gambar 9, dapat dilihat tampilan website data kualitas air yang diperbarui setiap interval 10 menit. Informasi ini dapat diakses oleh publik dari situs web http://www.ppet.lipi.go.id/water/home.php,
namun, untuk tampilan sejarah dan grafis dari data, membutuhkan akses login ke dalam sistem. Selain itu data pada aplikasi telepon seluler juga diperbarui setiap 10 menit. Beberapa nomor ponsel ini dipilih milik manajemen bisnis budidaya untuk menerima informasi dari parameter kualitas air. Pada Gambar 10, tampilan grafis data parameter kualitas air ditunjukkan, dengan jangka waktu 24
jam untuk parameter DO, pH, conductivity dan temperatur. diambil pada tanggal 13 Januari 2017. Hal ini dapat dilihat bahwa nilai DO, pH, conductivity dan temperatur keadaannya normal. Nilai optimal untuk budidaya udang adalah DO (4 – 7,5 ppm), pH (6,5 – 8) dan Suhu (25 – 310 C). Data-data sensor ini juga dikirimkan ke Telegram Messenger Notification seperti yang terlihat pada Gambar 11.
Gambar 9. Screen shot dari tampilan website
Gambar 10.Tampilan grafis dari parameter DO, pH, conductivity dan temperatur
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis..... : Y.Y. Maulana, G. Wiranto, D. Kurniawan
85
[2]
[3]
[4]
Gambar 11. Notifikasi data dengan Telegram Messenger Notification
[5]
4. Kesimpulan Dalam tulisan ini, desain dan realisasi sistem online monitoring kualitas air berbasis jaringan WSN dan IoT telah dijelaskan. Sistem ini telah diterapkan untuk memantau parameter DO, pH, conductivity dan temperatur di salah satu pusat budidaya udang. data yang dikumpulkan dari pengukuran sensor di setiap budidaya dapat dimonitor secara online melalui website (laptop, PC ataupun perangkat ponsel). Sistem yang terintegrasi ini merupakan pengembangkan dari sistem online monitoring yang menggunakan teknologi IoT, perangkat yang support IoT adalah Raspberry Pi board dengan harga terjangkau atau murah. Di masa depan, diharapkan semacam sistem monitoring secara online dapat diterapkan di semua pusat budidaya udang di Indonesia. Data kualitas air yang dikumpulkan dari masingmasing pusat budidaya kemudian dapat diintegrasikan dengan informasi lain seperti sumber daya air, bisnis dan informasi geografis, sehingga database akan berfungsi sebagai alat pendukung pemberi keputusan untuk pengelolaan industri budidaya.
[6]
[7]
[8]
[9]
[10] [11]
Ucapan terima kasih Karya ini secara finansial didukung oleh LIPI di bawah skema Kegiatan Pemanfaatan Iptekda LIPI 2015. Daftar Pustaka [1]
86
J.J. Hernandez, L.P. Fernandez, L.A. Vargas, J.A. Ochoa, and J.F. Trinidad, “Water quality assessment in shrimp culture using analytical hierarchical process”, Ecological indicators, Vol. 29, June 2013, pp. 148 – 158.
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
[12]
[13]
R.C. Summerfelt, “Water quality considerations for aquaculture”, http://truchasdelarcoiris.com/pdf/06.pdf, accessed on Dec. 31, 2014. S.B. Basavaraddi, H. Kousar, and E.T. Puttaiah. "Dissolved oxygen concentration - a remarkable indicator of ground water pollution in and around Tiptur town, Tumkur District, Karnataka, India," Bull. Env., PHarm. & Life Sci, Vol. 1, iss 3, February 2012, pp. 48-54. Monitoring water quality, Volunteer stream monitoring: A methods manual, http://southcenters.osu.edu/sites/southc/files/site -library/siteimages/WaterQualityConsiderations.pdf, accessed on Dec 01, 2015. D. Inbakandan, R. Rajasree, L.S. Abraham, V.G. Kumar, N. Manoharan, R. Venkatesan, and and S.A. Khan, “Aquaculture informatics: Integration of information technology and aquaculture in India”, Int. J. Appl. Bioeng., Vol. 13 No. 1, 2009, pp. 35 – 42. M. Seneviratne, A Practical Approach to Water Conservation for Commercial and Industrial Facilities. Oxford, UK. Sridharan, S., Water Quality Monitoring System Using Wireless Sensor Network. International Journal of Electronic Communications Engineering Advanced Research, 3, 2014, pp. 399-402. Boonsong, W. and Ismail, W. Wireless Monitoring of Household Electrical Power Meter Using Embedded RFID with Wireless Sensor Network Platform. International Journal of Distributed Sensor Networks, Article ID: 876914, 2014. Hong, J.; Zhu, Q.; Xiao, J. Design and Realization of Wireless Sensor Network Gateway Based on ZigBee and GPRS. 2009 2nd International Conference on Information and Computing Science, Manchester, UK, 2009, pp. 196–199. Getting Started with Zigbee and IEEE 802.15.4, Daintree Networks Inc, 2004. N.S. Haron, M.K. Muhamad, I. A. Aziz, and M. Mehat, “Remote water quality monitoring system using wireless sensors”, Proc. 8th WSEAS Int. Conf. Elect., Hard, Wi. Opt. Comm., 2009, pp. 148 – 154. Santoshkumar and V. Hiremath, “Design and development of wireless sensor network system to monitor parameters influenching fresh water fishes”, Int. J. Comp. Sci. Eng., Vol. 4, No. 6, 2012, pp. 1096 – 1103. R. Fantacci, T. Pecorella, R. Viti, and C. Carlini, “A network architecture solution for efficient IOT WSN backhauling: challenges and opportunities,”IEEE Wireless Communications, Vol. 21 No.4, 2001, pp.113–119.
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture Information System on Jisview Earthquake Monitoring and Tsunami Potential Determination using Duration Rupture Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jl. Angkasa I No.2 Kemayoran Jakarta Pusat 10720 Email: [email protected]
________________________________________________________________________________ Abstract Information systems in the earthquake and tsunami monitoring is required to provide accurate information regarding the occurrence of the earthquake source mechanism parameters. Development is done by dividing the segment level seismic activity for the local velocity model in Sumatra, Java, Bali, Sulawesi and Papua. The velocity model is useful for determining the accuracy of the parameter magnitude, coordinates, depth and time of occurrence of earthquakes. Some of the latest development goals, including the installation of upgrading Jisview result in earthquake recording station BMKG placed throughout Indonesia (UPT), then clustering in the data processing waveform into several segments for the purpose of monitoring the efficiency and accuracy of waveform data download. Do also compile on some supporting software such as: Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C ++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dynamics Active Report, MySql connector odbc, media dissemination as installation design user friendly easy to operate staff monitoring earthquakes. Furthermore, validated the accuracy of the monitoring system of earthquake and tsunami accurate determination of potential through Tdur, Td and T50x at the Center for BMKG. The development of an integrated, in strengthening the development of earthquake monitoring system. Output of earthquake parameter information to be released in near real-time is coordinates, time, magnitude (Mw), depth, strike, dip and slip, while the output potential of tsunami information in the release is, Td, Tdur, T50x, Td * Tdur and Td * T50x. Keywords: monitoring earthquakes, jisview, determination of potential tsunami, the duration of the rupture
Abstrak Sistem monitoring gempa bumi dan tsunami diperlukan untuk memberikan informasi yang akurat mengenai parameter mekanisme sumber terjadinya gempa bumi. Pengembangan yang dilakukan menurut pembagian segmen tingkat aktivitas seismik untuk model kecepatan lokal di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua. Model kecepatan ini bermanfaat untuk keakurasian penentuan parameter magnitude, koordinat, kedalaman dan waktu terjadinya gempa bumi. Beberapa tujuan pengembangan terbaru, diantaranya instalasi hasil upgrading Jisview di stasiun pencatat gempa bumi BMKG yang ditempatkan di seluruh Indonesia (UPT), kemudian clustering pada processing data waveform menjadi beberapa segmen monitoring untuk tujuan efisiensi dan akurasi pengunduhan data waveform. Dilakukan juga kompilasi pada beberapa software pendukung seperti : Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc, media dissemination sebagai desain instalasi user friendly yang mudah dioperasikan staf monitoring gempa bumi. Lebih jauh, dilakukan validasi akurasi sistem monitoring gempa bumi dan penentuan potensi tsunami yang akurat melalui Tdur, Td dan T50x di Puslitbang BMKG. Pengembangan tersebut saling terintegrasi dalam penguatan pengembangan sistem monitoring gempa bumi. Output dari informasi parameter gempa bumi yang di rilis secara near real-time adalah koordinat, waktu, magnitudo (Mw), kedalaman, strike, dip dan slip, sedangkan output informasi potensi tsunami yang di rilis adalah Td, Tdur, T50x, Td*Tdur dan Td*T50x. Kata kunci: monitoring gempa bumi, jisview, penentuan potensi tsunami, durasi rupture
_______________________________________________________________________________________ 1. 1Pendahuluan Sistem informasi pada monitoring gempa bumi Received: 7 June 2016; Revised: 18 January 2017; Accepted: 28 December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO465 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.465
Jisview digunakan untuk menggambarkan informasi gempabumi secara near realtime yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan bangunan, infrastruktur vital dan berbagai fasilitas umum [8]. Telah dilakukan pengembangan sistem monitoring gempa bumi
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
pada tahun 2013, pada tahun ini dibangun sistem monitoring gempa bumi dengan penentuan parameter gempa bumi dan mekanisme sumber gempa bumi secara real time dan otomatis, dan pada tahun 2014 dilakukan upgrading fungsifungsi penting pada sistem [9].
Gambar 1. Fitur sistem informasi dari monitoring gempa bumi Jisview
Pada tahun 2015, dilanjutkan dengan pengembangan PC Cluster (server) di Lab. Puslitbang Geofisika BMKG dengan tujuan untuk melakukan pembagian pemrosesan data atau mempersempit lokasi stasiun penerima dalam mengolah sinyal hingga diperoleh sinyal yang lebih presisi. Melalui beberapa pengembangan versi sebelumnya Jisview terdiri
dari beberapa fitur penting dalam memberikan informasi gempa bumi, diantaranya: Auto/Manual Locating Hypoinverse 2000. Model Kecepatan : IASP91. Akuisisi data melalui fitur real time SEEDLINK pada JISSTREAM disimpan dalam bentuk file binary sesuai channel dan waktu datanya (Gambar 1). Perhitungan focal mechanism dan Plotting bola fokus Menggunakan MODUL DASAR WINAZMTAK 1.0. Derivator : Model Gutenberg & Richter, Model Wald dan Model Lepolt Linkimer. INTEGrator : Velocity Displacement. Fitur untuk mengkonversi atau menyimpan data waveform sensor tunggal tiga komponen ke dalam format DIMAS agar dapat dianalisa melalui software analisa single station WGSNPlot. Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc. Butterworth filter (reguler & zero phase filter) : FFT. Pada Gambar 2 ditampilkan akses data yang terhubung ke sistem monitoring gempa bumi Jisview mencakup stasiun pencatat gempa bumi dari hampir di seluruh dunia. Fitur ini berfungsi untuk melakukan request data sinyal maupun instrumen respon ke server Arclink BMKG;159 stasiun, GFZ (Germany);1246 dan IRIS/USGS; 339 stasiun. Dengan total akses data real time yang terhubung pada sistem monitoring Jisview hingga 1744 sensor gempa bumi (Gambar 3).
Gambar 2. Stasiun sensor pencatat kejadian gempa bumi yang terhubung pada Jisview melalui server arclink di InaTEWS BMKG sebanyak 1744 stasiun/ sensor.
88
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 3. Alur akses data near real time pada sistem monitoring gempa bumi Jisview.
1.1
Sistem informasi penentuan potensi tsunami menggunakan duration rupture
Aplikasi lainnya pada kegiatan tahun 2015 ini adalah sistem informasi penentuan potensi tsunami T-dur, Td dan T50x. Peringatan dini tsunami yang cepat, tepat dan akurat sangat berpengaruh terhadap usaha mitigasi bahaya tsunami. Pada tahun 2012, telah dilakukan rancang desain perangkat lunak info dini tsunami dengan metode durasi rupture (Tdur) [7], periode dominan (Td) dan T50Ex. Pada tahun 2013, Puslitbang BMKG telah melakukan kajian hasil monitoring peringatan dini tsunami dengan menggunakan metode durasi rupture (Tdur), periode dominan (Td) dan T50Ex [21]. Tahun 2014, dilakukan kajian dan evaluasi kehandalan sistem peringatan dini tsunami dengan metode yang telah dikembangkan [22]. Untuk historis pengembangan penentuan potensi tsunami dengan T-Dur, pada tahun 2012, Puslitbang telah dibuat script program aplikasi penentuan potensi tsunami menggunakan perhitungan Tdur, Td Dan T50Ex. Program penentuan potensi tsunami juga telah diuji secara offline dengan beberapa gempa bumi yang berpotensi tsunami [17], yang ditunjukkan dengan nilai parameter yang sesuai dengan kriteria perhitungan Tdur, Td dan T50Ex. Pada tahun 2013, Puslitbang BMKG telah mengembangkan program aplikasi penentuan potensi tsunami menggunakan perhitungan Tdur, Td dan T50Ex dengan data real time waveform dari stasiun pengamatan yang masuk jaringan Ina-TEWS. Aplikasi penentuan potensi secara manual juga telah dibuat supaya bisa dilakukan
perhitungan manual terhadap gempa bumi-gempa bumi yang sudah terjadi. Hasil penelitian menunjukkan dari 81 kejadian gempa bumi pada tahun 2013 yang sudah dihitung oleh aplikasi peringatan potensi tsunami secara real time, memberikan hasil 97.53% konsisten (79 kejadian) dengan pengujian perbandingan menggunakan simulasi tsunami lainnya [23], yaitu parameter dibawah kriteria potensi tsunami, dan kondisi sebenarnya tidak terjadi tsunami [6]. Dari hasil ujicoba terhadap 171 kejadian gempa bumi secara manual, dapat dilihat bahwa aplikasi memberikan hasil 96.5% (166 kejadian) konsisten, yaitu parameter dibawah kriteria potensi tsunami, dan kondisi sebenarnya juga tidak terjadi tsunami. Dari uji statistik terhadap hasil ujicoba secara manual maupun real time dapat dilihat bahwa parameter periode dominan (Td), Tdur * Td, dan Td * T50Ex lebih konsisten dibandingkan parameter Tdur, dan T50Ex [5]. 1.2 Visi pencapaian dan hasil pengembangan terbaru Visi pengembangan sistem monitoring gempa bumi Jisview secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Dikembangkan sistem yang membantu operasional monitoring dan analisa gempa bumi. 2. Automatic dan Manual Picking (QC) sinyal. 3. All-In Processing. a. Input : Data waveform. b. Output : Informasi Focal Mechanism dan magnitudo. c. Advance Output : Informasi dini gempa bumi. 4. Menyediakan akses real-time dan archiving
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
89
5.
6. 7. 8.
data waveform dari jaringan monitoring gempa bumi. Mampu mendiseminasikan informasi gempa bumi ke masyarakat (Twitter & Whatsapp application). Ringan, portable, dapat diinstall dimana saja. User Friendly (Mudah dioperasikan). Mampu memanfaatkan jaringan publik (internet).
Dalam mendukung pencapaian visi tersebut maka dilakukan penambahan jaringan monitoring gempa bumi di mini regional BMKG sebagai integrasi informasi yang lengkap dari stasiun gempa bumi di daerah. Juga dilakukan instalasi PC Cluster di Lab Puslitbang Bidang Geofisika. Pada tahap ini membentuk jaringan PC Cluster pada Sistem Monitoring Gempa bumi untuk dapat melakukan pembagian pemrosesan data atau memfokuskan lokasi stasiun penerima dalam mengolah sinyal, hingga diperoleh sinyal yang lebih presisi. Informasi gempa bumi digunakan untuk menggambarkan informasi gempa bumi secara real time yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan bangunan, infrastruktur vital dan berbagai fasilitas umum. Telah dilakukan pengembangan sistem monitoring gempa bumi pada tahun 2013, pada tahun ini dibangun sistem monitoring gempa bumi dengan penentuan parameter gempa bumi dan mekanisme sumber gempa bumi secara realtime dan otomatis, dan pada tahun 2014 dilakukan upgrading fungsifungsi penting pada sistem. Fokus pengembangan fungsi-fungsi Jisview akan dititik beratkan pada pengembangan model kecepatan. Ada beberapa software untuk menentukan model kecepatan, diantaranya : memakai tomografi, dari data waveform cross corelasi, hasilnya akan lebih baik daripada hasil yang ada selama ini, yaitu picking-nya yang baik hanya P nya saja. Dapat dilakukan juga dengan memakai receiver function. Tomografi menggunakan katalog dapat dilakukan, akan tetapi untuk cross corelasi belum bisa dilakukan. Receiver function dapat dilakukan 1D dulu dan lebih jauh untuk 2D [2]. Model kecepatan ini yang nantinya akan dilakukan ujicoba sebagai hasil pengembangan Puslitbang BMKG dan STMKG. Sebelum dirilis tentunya akan melalui tahapan validasi dengan model kecepatan lainnya yang telah publih terlebih dahulu, seperti IASP. Pada tahun 2015 ini telah dihasilkan model kecepatan berdasarkan pembagian segmen di beberapa lokasi di Indonesia seperti di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Bali, Banda dan Sulawesi [3].
90
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
2. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangan fitur sistem monitoring gempa bumi dan tsunami melalui validasi pengolahan model kecepatan pada Jisview serta validasi penentuan Potensi Tsunami menggunakan Tdur, Td dan T50x. 3. Metode Berikut adalah beberapa metode yang dikembangkan pada sistem monitoring gempa bumi Jisview. Metode yang digunakan dalam penentuan model kecepatan adalah metode inversi. Proses inversi adalah proses pengolahan data yang melibatkan teknik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan parameter fisis batuan dari data observasi. Salah satu metode solusi inversi adalah model coupled hypocenter velocity. Untuk mendapatkan solusi model coupled hypocenter velocity, digunakan program velest 3.3 yang diperkenalkan oleh Kissling & dkk. [10]. Prinsip metode ini adalah melakukan inversi secara simultan terhadap model kecepatan dan hiposenter yang dibatasi pada fase pertama waktu tiba gelombang P (Pwave first arriving phases). Ada empat file input yang diperlukan untuk melakukan pengolahan data dengan menggunakan velest 3.3, yaitu data gempa bumi, inisial model kecepatan gelombang P 1-D, dan kontrol parameter. Dalam pengamatan waktu tiba gelombang dinyatakan dalam suatu formula , dengan koordinat stasiun, parameter hiposenter termasuk origin time, dan model struktur kecepatan. Fungsi adalah fungsi non-linear dari parameter dan yang tidak diketahui sebelumnya. Untuk menentukan waktu tiba teoritis terhadap setiap pasangan stasiun, diterapkan teori penjalaran gelombang dengan inisial model struktur kecepatan. Hubungan linear antara waktu residual dengan parameter dan m yang tidak diketahui, dinyatakan sebagai berikut.
(1) Formula di atas merupakan persamaan model coupled hypocenter velocity[1], dengan sebagai jumlah parameter model kecepatan dan sebagai kesalahan (error) dari waktu penjalaran, kesalahan penggunaan model kecepatan, kesalahan pada koordinat hiposenter serta
kesalahan pada pendekatan linear yang digunakan. Hasilnya adalah nilai yang baru akan dibandingkan misfit-nya dengan sebelumnya untuk satu iterasi. Dalam setiap iterasinya tercantum nilai RMS antara dan . Gambar 2 menunjukkan diagram alur proses pengolahan data dengan menggunakan velest 3.3. 3.1 Melakukan kompilasi software Jisview Kompilasi software ini mendukung pengembangan dari segi teknis pemrograman, dimana dengan melakukan kompilasi program yang support untuk dilakukan instalasi pada versi Windows yang diperlukan maka akan semakin mudah dilakukan peningkatan masukkan dan brain storming dari staf operator monitoring mengenai kesalahan dan kekurangan yang wajib untuk ditingkatkan pada pengembangan sistem monitoring gempa bumi. Kompilasi pada beberapa software pendukung Jisview dilakukan pada beberapa software pendukung Jisview, seperti: Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc, media dissemination. 3.2 Upgrading Jisview di stasiun, dalam meningkatkan jumlah analisa sinyal. Pada tahap ini membentuk jaringan PC Cluster pada Sistem Monitoring Gempa bumi dengan tujuan untuk melakukan pembagian monitoring dan pemrosesan data atau membagi lokasi stasiun penerima dalam mengolah sinyal suatu event gempa bumi, hingga diperoleh sinyal yang lebih terklasifikasi berdasarkan segmentasi tingkat aktivitas seismiknya. Untuk clustering pada wilayah monitoring gempa bumi di lab geofisika Puslitbang BMKG. Di lab. geofisika dilakukan pembagian wilayah monitoring gempa bumi. Pengklasifikasian ini dilakukan berdasarkan segmen area dengan tingkat aktivitas seismic yang berbeda. 3.3 Validasi akurasi sistem informasi gempa bumi Jisview Beberapa instansi perilis informasi gempa bumi dan tsunami seperti USGS, NOAA, IRIS, dan BMKG (Operasional) akan mengeluarkan atau
merilis parameter-parameter gempa bumi ketika tercatat suatu kejadian gempa bumi. Maka, di Puslitbang BMKG telah dikembangkan sistem informasi hasil monitoring gempa bumi Jisview. Sebelum Jisview dikukuhkan menjadi sistem informasi dengan akurasi yang tepat maka diperlukan validasi parameter outputnya. Untuk menunjang proses validasi tersebut maka dilakukan pengolahan data gempa dari beberapa even gempa yang pernah terjadi. Dari hasil pengolahan data gempa tersebut dapat divalidasi dengan beberapa instansi yang telah lama malang melintang, dan dapat kita gunakan untuk melakukan karakterisasi penyebab dari gempa tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan event gempa yang akan dijadikan bahan validasi. Katalog event gempa tersebut di peroleh dari GFZ, setelah diseleksi dan mendapatkan beberapa event gempa selanjutnya dilakukan pengolahan gempa dengan menggunakan Linuh. Secara default, model kecepatan yang digunakan pada software ini adalah IASP91. Akan tetapi, dapat dilakukan perubahan pada model kecepatan tersebut dengan cara merubah pada option pengaturannya. Sehingga dapat digunakan beberapa model kecepatan sebagai bahan perbandingan. Linuh itu sendiri merupakan software yang mengintegrasikan akses data online, pengolahan sinyal seismik, komputasi dan manajemen dari data waktu kejadian, lokasi hypocenter dan focal mechanism gempa bumi dalam satualur proses. Sistem Jisview ini didesain untuk memungkinkan pemuatan data archive waveform secara online dengan menggunakan protocol Arclink. Sistem mampu mengakses server layanan data seismik online yang disediakan oleh institusi BMKG, GFZ dan IRIS/USGS. 3.4 Penentuan potensi tsunami dengan T-dur Validasi sistem penentuan secara online dilakukan dengan mengamati kejadain gempa bumi selama tahun 2014, dengan melihat web aplikasi potensi tsunami dengan alamat http://172.19.0.13/www seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
91
Gambar 4. Tampilan aplikasi penentuan potensi tsunami menggunakan Tdur, Td dan T50Ex secara real time
Tercatat 624 kejadian gempa bumi di tahun 2014 yang dihitung oleh sistem dan hasilnya 99.19% (619 kejadian) [4], [20]. Sesuai dengan kejadian sebenarnya, artinya sistem menyatakan tidak berpotensi tsunami dan tidak ada kejadian tsunami juga di lapangan. Sementara itu 0.81% (5 kejadian) yang tidak tepat [23], artinya sistem menyatakan gempa bumi tersebut berpotensi tsunami, tetapi kenyataan tidak terjadi tsunami. Dari 5 kejadian gempa bumi tersebut, ternyata 4 kejadian merupakan ghost event berdasar data dari InaTEWS. Ujicoba secara offline terhadap 28 kejadian tsunami yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri yang tahun 1994 – 2012 (Setyonegoro, W and Masturyono, 2013), untuk kejadian tsunami dengan tinggi gelombang < 1 meter diperoleh ketepatan 72.7% dan untuk kejadian tsunami dengan tinggi gelombang > 1 meter diperoleh ketepatan 58.82%. Pada Gambar 4 ditampilkan sistem penentuan potensi tsunami menggunakan parameter duration rupture (Tdur), periode dominan (Td), T50Ex, Td * Tdur, Td*T50Ex cukup konsisten untuk penentuan potensi tsunami secara real time. Jika nanti dioperasionalkan perlu ada sistem manual yang bisa memvalidasi jika ada data sinyal yang kualitasnya kurang bagus untuk diolah [11]. Software perhitungan Td, Tdur dan T50Ex merupakan program komputer yang berfungsi untuk mengestimasi parameter sumber
92
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
gempa bumi; durasi rupture (Tdur) [11], periode dominan (Td), durasi lebih dari 50 detik (T50Ex) dari gelombang P yang terekam oleh stasiun seismik lokal dengan menggunakan metode prosedur langsung. Software ini juga mengkomputasi perkalian antara Tdur dengan Td (Tdur * Td) dan perkalian antara Td dengan T50Ex (Td * T50Ex). Kedua hasil perkalian ini memberikan deskripsi tentang luas rupture. Oleh karena itu, hasil perkalian ini menjadi indikator kuat terjadi/tidaknya tsunami. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua hasil perkalian tersebut, maka perkalian antara T50Ex dengan Td yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan apakah gempa bumi tersebut menimbulkan tsunami atau tidak. Indikator potensi tsunami dari masing-masing parameter adalah jika: Tdur > 65, Td > 10, T50Ex > 1, Tdur * Td > 650, Td * T50Ex > 10. Aplikasi di-setting untuk gempa bumi dengan magnitude > 4, untuk wilayah di Indonesia. Warning potensi tsunami diberikan jika parameter Td*T50Ex > 10 dan Td*Tdur > 650, artinya keduanya melewati threshold. Parameter yang dialirkan dari aplikasi Seiscomp3 adalah parameter awal atau automatic location yang didapat 3 menit setelah kejadian gempa bumi. Waktu yang dibutuhkan untuk transfer data, membaca sinyal (waveform), picking gelombang P, dan perhitungan parameter potensi sekitar
1 menit, jadi total waktu yang dibutuhkan sekitar 4-5 menit. 4. Hasil dan pembahasan 4.1 Model kecepatan pada sistem monitoring gempa bumi Jisview Pada tahun 2015 ini telah dihasilkan model kecepatan berdasarkan pembagian segmen di beberapa lokasi di Indonesia seperti di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Bali, Banda dan Sulawesi. Ditampilkan hasil model kecepatan wilayah Banda. Model kecepatan baru hasil inversi dengan menggunakan model coupled hypocenter velocity ini memiliki nilai yang berbeda dengan inisial model kecepatan yang digunakan. Pada kedalaman kurang dari 35 km, model kecepatan hasil inversi sedikit lebih cepat dibandingkan dengan model kecepatan inisial. Sedangkan pada rentang kedalaman 35 km - 140 km, model kecepatan hasil inversi lebih lambat daripada model kecepatan inisial. Kemudian pada kedalaman 140 km – 271 km, model kecepatan hasil inversi hampir sama besarnya dengan model kecepatan inisial. Perbedaan antara model kecepatan inisial dengan model kecepatan hasil inversi menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki model kecepatan gelombang P 1D yang berbeda sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan. Model kecepatan hasil inversi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kedalam maka semakin besar pula kecepatan gelombang P. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kedalam lapisan penyusun bumi semakin rapat. Selain menghasilkan model kecepatan baru, coupled hypocenter velocity juga digunakan untuk merelokasi hiposenter. 4.2 Analisa dari kompilasi program Kompilasi pada beberapa software pendukung Jisview telah dilakukan pada beberapa software pendukung Jisview, seperti : Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dynamic Active Report, MySql connector
odbc, media dissemination. Sistem Jisview telah support untuk dilakukan instalasi pada windows 8 dan windows 10 untuk 64 bit. Hal ini penting dilakukan dimana interaktif pengembangan dari installer Jisview sangat diperlukan dalam mengikuti kemajuan sistem operasi Windows. 4.3 Upgrading Jisview di stasiun dalam mengklasifikasi monitoring dan analisa sinyal Versi sistem monitoring Jisview sebelumnya, seringkali terjadi over quota akibat penerimaan jumlah bandwidth dan merupakan permasalahan utama sistem monitoring gempa bumi Jisview. Akses data berupa sinyal gempa bumi dari server BMKG sebenarnya dapat memiliki koneksi hanya ke 1 PC monitoring Jisview saja di BMKG pusat. Akan tetapi suplai sinyal dari stasiun monitoring gempa bumi dari hampir seluruh area di seluruh dunia menyebabkan kinerja streaming sinyal yang dapat dilakukan oleh 1 (satu) PC saja akan menurun. Sehingga diperlukan pembagian PC dalam monitoring gempa bumi. Diantaranya di kantor pusat BMKG dibagi dalam 5 (lima) segmen wilayah monitoring gempa bumi. Sementara untuk mengoptimalkan perolehan data monitoring, pada beberapa stasiun mini regional BMKG daerah pun telah dilengkapi PC monitoring gempa bumi yang diatur melakukan monitoring gempa bumi menurut wilayah stasiun pengamatannya. Instalasi PC monitoring pada stasiun mini regional BMKG telah dilakukan a.l.: Banjarnegara, Tretes, Sawahan dan Karangkates pada kegiatan penelitian tahun 2015. Dengan output tampilan Sistem monitoring gempa bumi seperti pada Gambar 2. 4.4 PC Cluster menurut segmentasi aktivitas seismik Dilakukan pengaturan stasiun manager pada sistem monitoring gempa bumi Jisview untuk mengaktifkan stasiun monitoring pada tiap PC menurut segmentasi aktivitas seismik area masing-masing (Gambar 5).
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
93
Gambar 5. Tampilan output dari sistem monitoring gempa bumi Jisview yang ter-install di BMKG dan mini regional BMKG
Gambar 6. Pengklasifikasian area monitoring gempa bumi menurut segmentasi aktivitas seismiknya
Cluster I : • Pantai Barat Sumatra • Pulau Sumatra • Selat Sunda Cluster II : • Pulau Jawa, Bali & Nusa Tenggara • Subduksi Selatan • Back ArcThrust Flores Cluster III : • Selat Makassar • Pulau Sulawesi • Sulawesi Bagian Utara • Sulawesi Bagian Selatan • Laut Banda Bagian Utara Cluster IV : • Laut Banda Bagian Selatan/Laut Arafura • Pulau Papua • Samudra Pasifik 4.5 Validasi sistem informasi pada monitoring gempa bumi Jisview
Gambar 7. Aktifasi stasiun monitoring segmen Sumatra pada stasiun manager streaming Jisview
Pembagian wilayah monitoring pada lab geofisika Puslitbang BMKG telah dilakukan berdasarkan segmentasi aktivitas seismik kegempaan pada masing-masing wilayah (Gambar 6 dan Gambar 7), sebagai berikut :
94
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Ditampilkan 6 event dari 15 validasi event gempa yang telah dilakukan. Data sinyal dari tiap event gempa dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Linuh sehingga menghasilkan nilai-nilai parameter gempa. Data kedua adalah data parameter gempa yang diambil dari GFZ, ISC, dan USGS yang digunakan sebagai data pembanding. Data hasil pengolahan menggunakan Linuh dan data dari ketiga instansi perilis gempa disajikan pada Gambar 8 sampai Gambar 13 berikut ini :
Parameter Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth(km) Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
Jisview IASP91 -8.118 117.825 23:40:01,00 5.32(MLv) 19 86.5 237.7 16.6 75.3 117.8 82.1
AK135F -8.118 117.833 23:40:01,66 5.33(MLv) 33 123.8 225.7 3.8 89.2 168.1 86.3
Koulakov -8.096 117.858 23:39:59,42 5.34(MLv) 68 216.6 119.9 54.4 80.7 -168.6 -36.1
GFZ
ISC(IPGP)
USGS
-8.2 117.88 23:40:04,3 5.4(Mw) 40 121 226 26 82 163 65
-8.218
117.816 23:40:00, 5.6 Mw 22 49 235 13 77 85 91
-8.194 117.815 23:40:01 5.6 Mww 13.5 124 234 15 85 160 76
Gambar 8. Data Gempa Dompu 31 Juli 2016. Parameter Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
Jisview IASP91 -9.719 119.389 10:02:23,49 6.2 (Ms_BB) 10 101.5 273.2 41.3 49 96.3 84.5
AK135F -9.725 119.37 10:02:24,44 6.23 (Ms_BB) 18 117.7 272.1 51.1 41.8 106.7 70.4
Koulakov -9.742 119.367 10:02:22,83 6.13 (MLv) 75 95.3 259.3 2.5 87.6 -74.1 -90.7
GFZ
ISC(GCMT)
USGS
-9.87 119.35 10:02:26,2 6.2 (Mw) 58 97 253 72 19 98 67
-9.87 119.35
-9.634 119.401 10:02:24 6.3 Mww 50.5 96 259 72 19 95 74
10:02:29,00 6.2 (Mw) 38 97 265
65 26 95 79
Gambar 9. Data Gempa Sumbawa 12 Februari 2016. Parameter Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
Jisview IASP91 -8.375 107.326 14:45:25,94 6.25(MB((Ms_BB)) 1 348.6 189.7 43.8 48.1 -105.6 -75.6
AK135F -8.466 107.266 14:45:26,81 6.26(MB((Ms_BB)) 17 85.8 263.6 51.6 38.5 91.3 88.3
Koulakov -8.621 107.243 14:45:24,19 6.27 (MB(Ms_BB)) 58 64.9 324.1 87.5 13.2 77.1 169
GFZ -8.07 107.41 14:45:33,7 6.0 (Mw) 61 109 294 62 28 88 94
ISC(IPGP)
USGS
-8.198
-8.204 107.386 14:45:29,0 6.1 Mww 45.5 101 282 66 24 90 91
107.419 14:45:30,0
6.2 (Mw) 34 108 300 64 26 85 101
Gambar 10. Data Gempa Jawa 6 April 20016
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
95
Parameter Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
Jisview IASP91 -9.222 110.187 11:45:21,10 5.45(Ms_BB) 10 278.2 185.5 84.8 62.8 -152.7 -5.8
AK135F -9.241 110.179 11:45:21,98 5.45(Ms_BB) 23 86.9 200.8 71 40.3 126.3 30.2
Koulakov -9.308 110.171 11:45:19,84 6.2(MbLg) 74 123.3 296.4 16.4 73.7 -83.4 -91.9
GFZ
ISC(GCMT)
USGS
-8.79 110.21 11:45:25,4 5.4 (Mw) 96 118 271 21 71 -63 -99
-8.99 110.33 11:45:23,90 107.5 133 270 20 75 -49 -104
-8.942 110.219 11:45:23 5.5 Mww 90.5 115 271 15 76 -67 -96
GFZ
ISC(IPGP)
USGS
-9.23 112.7 7:05:09,0 5.8 (Mw) 62 17 128 57 61 145 38
-9.247 112.694 7:05:08,0 5.9 Mw 52 17 146 53 50 126 52
9.259 112.67 7:05:10,00 5.9 Mww 52 15 139 47 59 136 52
5.5 Mw
Gambar 11. Data Gempa Jawa 11 November 2015
Parameter Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
Jisview IASP91 -9.511 112.64 07:05:05,03 5.6(MLv) 10 23.6 282.1 74.1 55.2 -143.6 -19.2
AK135F -9.509 112.639 07:05:07,04 5.8(Ms_BB) 36 289.3 184.3 33.2 80.4 17.7 122
Koulakov -9.632 112.64 07:05:03,26 5.88(Ms_BB) 9 31.8 272.4 62.9 46.1 -128.9 -39.2
Gambar 12. Data Gempa Selatan Jawa 26 Juli 2015
96
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Jisview
Parameter
IASP91 -8.451 107.289 20:08:27,84 5.27(Ms_BB) 1 138.5 304.7 44.1 46.7 -80 -99.5
Lattitude Longtitude Origin time Magnitudo Depth Strike 1 Strike 2 Dip 1 Dip 2 Rake 1 Rake 2
AK135F -8.368 107.298 20:08:30,95 5.27(Ms_BB) 21 39.4 210.8 49.9 40.4 95.5 83.5
Koulakov -8.382 107.324 20:08:30,95 5.26(Ms_BB) 27 41.8 207.4 53 37.9 98.8 78.6
GFZ
ISC(GCMT)
USGS
8.01 107.42 20:08:35,6 5.2 (Mw) 70 40 194 42 51 110 73
-8.13 107.35 20:08:34,60
8.043 107.225 20:08:31,00 5.4 Mww 45.5 18 210 39 51 81 97
5.3 Mw 49.7 30 204 40 50 95 86
Gambar 13. Data Gempa Jawa 4 September 2015.
Berikutnya adalah hubungan dari nilai kedalaman yang dihasilkan dengan pengolahan menggunakan Jisview dengan variasi tiga model kecepatan dan perbandingannya dengan nilai kedalaman dari sumber gempa yang telah dirilis instansi. Dibawah ini merupakan tabel nilai dari kedalaman sumber gempa bumi.
4.6 Korelasi Nilai Magnitudo Sebelum melakukan plot magnitudo terlebih dahulu diseragamkan tipe dari magnitudo tersebut. Nilai dari magnitudo diseragamkan kedalam tipe Mw atau moment magnitude. Dibawah ini adalah tabel persamaan yang digunakan untuk melakukan konversi nilai magnitudo.
Tabel 1. Korelasi konversi antara beberapa skala magnitude untuk wilayah Indonesia (Asrurifak dkk, 2010) Korelasi Konversi Mw=0.143Ms2 - 1.051Ms+7.285 Mw =0.114mb2 - 0.556mb +5.560 Mw=0.787ME + 1.537 mb=0.125ML2 - 0.389x + 3.513 ML= 0.717MD + 1.003
Jml Data (Events) 3.173 978 154 722 384
Range Data 4.5 ≤ Ms ≤ 8.6 4.9 ≤ mb ≤ 8.2 5.2 ≤ ME ≤ 7.3 3.0 ≤ ML ≤ 6.2 3 ≤ MD ≤ 5.8
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan diatas, maka nilai dari magnitudo
Kesesuaian (R2) 93.9% 72.0% 71.2% 56.1% 29.1%
yang telah dikonversi menjadi tipe moment magnitude ditampilkan seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai magnitudo yang telah dikonversi kedalam bentuk moment magnitude Event 1 2 3 4 5 6
IASP91 5.6 6.3 6.3 5.8 5.8 5.7
AK135F 5.6 6.3 6.3 5.8 6.0 5.7
Koulakov 5.6 6.2 6.3 6.5 6.0 5.7
GFZ 5.4 6.2 6.0 5.4 5.8 5.2
ISC 5.6 6.2 6.2 5.5 5.9 5.3
USGS 5.6 6.3 6.1 5.5 5.9 5.4
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
97
Gambar 14. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan GFZ
Gambar 15. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan ISC
Gambar 16. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan USGS
Hasil perhitungan magnitudo dengan menggunakan model kecepatan IASP91 dengan Nilai dari GFZ (Gambar 14) menunjukkan koefisien determinasi yang kecil yaitu 0,4655 hal ini disebabkan karena pada event gempa ke-9 perbedaan nilai magnitudo mencapai M1,3. Tetapi terjadi sebaliknya pada nilai RMSE, nilai tersebut tergolong kecil yaitu 0,353412 karena meskipun terjadi perbedaan yang signifikan dari keduanya tetapi variasi yang terjadi rata-rata memiliki selisih yang kecil. Hasil perhitungan magnitudo dengan menggunakan model
98
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
kecepatan IASP91 dengan Nilai dari ISC (Gambar 15) menunjukkan korelasi yang kurang sesuai. Berdasarkan nilai koefisien determinasi tidak mencapai 0,5 disini juga terjadi anomali pada event ke-9 nilai dari magnitudo keduanya mempunyai selisih M1,2. Jika dilihat dari nilai RMSE nilainya tak jauh berbeda dengan ilia RMSE sebelumnya, bisa jadi ini disebabkan oleh keadaan yang telah dijelaskan diatas. Hasil perhitungan magnitudo dengan menggunakan model kecepatan IASP91 dengan Nilai dari USGS (Gambar 16) menunjukan hasil korelasi
yang kurang sesuai. Koefisien determinasi memiliki nilai yang kecil 0,273. Koefisien determinasi yang kecil menunjukkan variasi perbedaan yang besar. Berbanding lurus dengan nilai RMSE, nilai error RMS ini juga besar 0,428 menujukkan korelasi keduanya kurang sesuai.
Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Arah dari strike ini berguna untuk menentukan penyebab terjadinya gempa atau sumber gempa. Didalam mekanisme fokus terdapat dua arah strike, strike utama dan strike pendukung. Dibawah ini merupakan tabel dari arah Strike-1.
4.7 Korelasi Arah Strike Tabel 3. Arah strike-1 sumber gempa bumi dari hasil pengolahan LINUH dan beberapa Instansi Event 1 2 3 4 5 6
IASP91 86.5 101.5 348.6 278.2 23.6 138.5
AK135F 123.8 117.7 85.8 86.9 289.3 39.4
Koulakov 216.6 95.3 64.9 123.3 31.8 41.8
GFZ 121 97 109 118 17 40
ISC 49 97 108 133 17 30
USGS 124 96 101 115 15 18
Gambar 17. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan GFZ.
Gambar 18. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan ISC
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
99
Gambar 19. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan USGS.
4.8 Korelasi Kedalaman Berikutnya adalah hubungan dari nilai kedalaman yang dihasilkan dengan pengolahan menggunakan JISView LINUH dengan variasi tiga model kecepatan dan perbandingannya
dengan nilai kedalaman dari sumber gempa yang telah dirilis instansi. Perhitungan untuk menentukan telah dibahas sebelumnya. Dibawah ini merupakan tabel nilai dari kedalaman sumber gempa bumi.
Tabel 4. Nilai kedalaman sumber gempa bumi dari hasil pengolahan LINUH dan beberapa Instansi LINUH
Event 1 2 3 4 5 6
IASP91 19 10 1 10 10 1
AK135F 33 18 17 23 36 21
Koulakov 68 75 58 74 9 27
GFZ
ISC
USGS
40 58 61 96 62 70
22 38 34 107.5 52 49.7
13.5 50.5 45.5 90.5 52 45.5
Gambar 20. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan GFZ
100
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 21. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan ISC.
Gambar 22. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan USGS.
Hubungan nilai kedalaman yang diperlihatkan antara model kecepatan IASP91 dan GFZ (Gambar 20) meperlihatkan hubungan yang bagus ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu. Selisih kedalaman yang direpresentasikan keduanya paling besar mempunyai selisih kedalaman 80 km pada salah satu event. Pada hubungan model kecepatan IASP91 dan ISC (Gambar 21) menunjukkan korelasi yang bagus. Nilai koefisen determinasi menunjukkan nilai 0,9676 secara teori dengan nilai determinasi ini menunjukkan korelasi yang bagus. Hubungan antara model kecepatan IASP91 dan USGS (Gambar 22) menunjukkan nilai koefisen determinasi yang bagus masih disekitaran 0,9. Dari ketiga korelasi ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa nilai kedalaman hasil pengolahan dengan LINUH dengan model kecepatan IASP91 untuk penentuan kedalaman memiliki nilai yang sesuai.
Progress report ini dilakukan untuk memvalidasi hasil pengolahan sinyal gempa bumi dengan software LINUH. Pengolahan sinyal tersebut menggunakan tiga model kecepatan yaitu IASP91. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan beberapa parameter hasil pengolahan dengan LINUH dibandingkan dengan instansi perilis gempa bumi. Parameter yang digunakan untuk validasi antara lain, magnitudo, kedalaman, dan arah strike. Faktor pertama yang menyebabkan perbedaan dalam penentuan parameter gempa bumi adalah dari segi Subjek. Analisator sinyal atau orang yang mengolah sinyal memiliki peran penting disini. Peredaan dalam menentukan picking gelombang menyebabkan perbedaan pula pada hasil pengolahan yang dilakukan. Selain itu pengalaman dari subyek ini sangat diperhitungkan. Faktor yang kedua adalah pemilihan stasiun gempa yang mencatat. Jarak
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
101
stasiun pencatat dan sumber gempa mempengaruhi sinyal yang diterima. Dalam pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini, pemilihan stasiun pencatat berbeda dengan pemilihan stasiun pencatat yang dilakukan oleh instansi seperti USGS, ISC, atau GFZ. Jadi perbedaan yang ada dapat disebabkan oleh hal ini. Selain itu karena perbedaan dalam pemilihan stasiun ini juga akan menyebabkan perbedaan dari azimuth stasiun dengan sumber gempa, hal ini sangat mempengaruhi nilai dari focal mechanism.
Validasi sistem penentuan potensi tsunami untuk gempa bumi tahun 2015 telah menghitung 662 kejadian gempa bumi M>4 di Indonesia tahun 2015. Gempa M ≥ 6 Tahun 2015 di Indonesia (Gambar 8). Kejadian gempa bumi tahun 2015 yang berhasil dihitung oleh sistem potensi tsunami secara real time sebanyak lebih dari 752 kejadian gempa bumi, semuanya menunjukkan tidak ada peringatan potensi tsunami (Gambar 9). Di beberapa hari server kadang mati sehingga tidak terdapat hasil perhitungan potensi tsunami. Besar dan dampak tsunami sangat terpengaruh oleh pergeseran lantai dasar laut yang berhubungan dengan panjang (L), lebar (W), mean slip (D), dan kedalaman (z), dari rupture gempa bumi. Lomax dan Michelini [6-7], telah menemukan bahwa parameter panjang rupture dari suatu gempa bumi merupakan parameter yang paling dominan sebagai penyebab tsunami.
Distribusi dari stasiun pencatat gempa sebisa mungkin dapat melingkari dari daerah gempa tersebut. Tetapi karena keterbatasan yang ada maka dalam penglahan sinya yang dilakukan dalam penelitian ini tidak dapat mengkover hal tersebut, maka dapat pula hal ini yang menyebabkan dari kurang sesuainya hasil pengolahan yang telah dilakukan.
Untuk mengukur panjang rupture diperlukan metode yang komplek dan membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama, sehingga tidak layak digunakan untuk peringatan dini tsunami. Lomax and Michelini [6-7], juga telah menemukan hubungan antara L dan durasi rupture yang bisa dinyatakan bahwa durasi rupture sebanding dengan panjang rupture. Untuk mengestimasi durasi rupture (To atau Tdur) bisa dilakukan dengan cara menganalisis seismogramseismogram grup gelombang P yang dominan dari seismogram frekuensi tinggi dari gempa bumi, sehingga durasi rupture gempa bumi bisa digunakan untuk peringatan dini dari tsunami (Geist dan Yoshioka, 1996; Geist and Parsons, 2005; Olson and Allen, 2005, [15] (Gambar 4), (Tabel 2). Parameter lain yang bisa dijadikan parameter peringatan dini tsunami adalah periode dominan dari gelombang P, yang merupakan nilai puncak dari Time Domain (τc) [13]. T50 Exceedance (T50EX) juga bisa dijadikan indikator potensi tsunami. T50Ex adalah nilai perbandingan RMS amplitudo saat durasi rupture (Tdur) mencapai 50-60s dengan rms amplitude saat durasi rupture 0–25 s, [14] (Gambar 23).
Perbedaan yang terakhir adalah karena faktor model kecepatan, dalam penelitian ini terlihat bahwa dengan picking yang sama dan sinyal yang sama tetapi tetap menghasilkan perbedaan dalam nilai parameter. Model kecepatan ini memiliki peran dalam merepresentasikan keadaan dibawah permukaan. Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang paling bagus, seharusnya digunakan model kecepatan yang lokal. Terjadi perbedaan dalam melakukan pengolahan fokus dapat terjadi karena pemilihan sinyal gempa pada stasiun yang mempunyai jarak yang jauh dengan gempa tersebut terjadi. Karena software LINUH ini lebih bagus ketika pemilihan stasiun pencatat dekat dengan sumber terjadinya gempa, ini merupakan akibat dari penggunaan first motion ketika stasiun pencatat jauh dengan sumber gempa maka first motion dari gelombang gempa tersebut sudah terkena pengaruh dari medium yang dilewati.
4.9 Validasi sistem penentuan potensi tsunami Tabel 5. Data gempa bumi M ≥ 6 di Indonesia Date 27/02/2015 3/03/2015 15/03/2015 17/03/2015 28/03/2015 27/07/2015
102
Time 45:04.9 37:32.8 17:17.5 12:30.2 28:52.2 41:21.8
Latitude Longitude Depth -7.39 -0.74 -0.55 1.72 0.47 -2.75
122.51 98.77 122.38 126.51 122.02 138.55
547 47 30 64 111 51
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Mag
TypeMag
6.8 6.1 6 6.2 6 6.9
Mw(mB) Mw Mw(mB) Mw mb Mw
Region Flores Southern Sumatra Minahassa Peninsula Northern Molucca Sea Minahassa Peninsula Irian Jaya
16/09/2015 24/09/2015 4/11/2015
40:59.5 53:28.7 44:16.5
1.92 -0.59 -8.28
126.57 131.24 124.93
51 13 23
6.3 6.3 6.4
Mw mb Mw
Northern Molucca Sea Irian Jaya Region Timor Region
Tabel 6. Hasil perhitungan sistem penentuan potensi tsunami Date 27/02/2015 3/03/2015 15/03/2015 17/03/2015 28/03/2015 27/07/2015 16/09/2015 24/09/2015 4/11/2015
Mag 6.8 6.1 6 6.2 6 6.9 6.3 6.3 6.4
Region Flores Sea Southern Sumatra Minahassa Peninsula Northern Moluuca Sea Minahassa Peninsula Irian Jaya Northern Molucca Sea Irian Jaya Region Timor Region
Tdur
Td
136.12 204.36 5.32 183.89 157.91 4 379.65 11.84 227.12
4.6 0.62 0.5 0.52 0.99 0.12 23.74 33.99 17.23
T50Ex Td*Tdur Td*T50Ex INFO 0.37 0.03 1.35 1.25 9.05 0.79 1.03 1.11 0.37
566 126 2 95 156 0 9000 373 4774
1.54 0.01 0.67 0.65 9.04 0.1 24.46 37.72 6.37
nT nT nT nT nT nT T nT nT
Gambar 17. Aplikasi sistem penentuan potensi tsunami secara manual.
Aplikasi mulai disempurnakan dengan menggunakan sinyal masukan 3 menit awal sinyal (waveform). Indikator potensi tsunami dari masing-masing parameter adalah jika: - Tdur > 65 - Tdur * Td > 650 - Td > 10 - Td * T50Ex > 10. - T50Ex > 1
• Potensi tsunami dikeluarkan jika kedua parameter: Tdur*Td > 650 dan Td*T50Ex > 10
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
103
5. Kesimpulan Kesimpulan dari pengembangan sistem monitoring gempa bumi Jisview, pada penentuan model kecepatan diperoleh root mean square (RMS) residual sebelum dilakukan proses perhitungan yaitu 2.044126. Setelah dilakukan proses perhitungan dengan menggunakan program velest3.3 sampai dengan iterasi ke-17 diperoleh nilai RMS residual menjadi 0.646223. GAP rata-rata yang didapatkan dari seluruh proses perhitungan yaitu sebesar 161. Nilai ini dianggap baik karena masih dibawah 180. Namun ada beberapa event yang memiliki nilai GAP lebih dari 180 yang karenakan sebaran geometri stasiun seismik penerima sehingga nilai GAP yang terdeteksi cukup besar. Akan tetapi model kecepatan yang dihasilkan ini masih memerlukan validasi dan relokasi kembali untuk diujicobakan pada beberapa event gempa bumi. Kemudian pada teknis validasi pengolahan data gempa bumi dengan menggunakan software JISVIEW adalah bahwa penetuan parameter magnitudo gempa bumi bumi dengan menggunakan model kecepatan IASP91, AK135F, dan Koulakov diperoleh beberapa hasil perbandingan yang diperoleh adalah selisih nilai magnitudo dibawah atau sama dengan M0,3, 82,96% dan selisih kedalaman dibawah atau sama dengan 25 km, yang berarti secara keseluruhan 54.07% dari 135 kali pengolahan dari 15 event gempa bumi, dihasilkan nilai magnitudo, dengan koefisien korelasi R : 0.43 0.96 dan RMSE 0.353 - 0.428 dan koefisien korelasi kedalaman 0.0022 s.d 0.94. Faktor penyebab perbedaan nilai parameter output antar instansi dalam merilis informasi gempa bumi antara lain lebih disebabkan oleh, picking gelombang tiba, perumusan penentuan hypocenter gempa bumi yang menyesuaikan dengan jarak tempuh sinyal gempa bumi yang dipengaruhi oleh koreksi efek kelengkungan bumi, kondisi dan kestabilan instrument sensor gempa bumi dan pemilihan serta distribusi stasiun pencatat yang berkaitan dengan kemutakhiran dari masing-masing sistem monitoring gempa bumi tersebut. Kemudian kesimpulan ukuran akurasi perolehan data dan informasi tsunami diperoleh validitas sistem informasi potensi tsunami Tdur, Td dan T50x untuk gempa bumi tahun 2015 untuk 662 kejadian gempa bumi M>4 di Indonesia tahun 2015. Gempa M ≥ 6 Tahun 2015 di Indonesia. Dengan melihat hasil perhitungan web aplikasi potensi tsunami dengan alamat
104
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
http://172.19.0.13/www, dan membandingkan konsistensinya dengan kejadian sebenarnya terjadi tsunami signifikan atau tidaknya. Kejadian gempa bumi tahun 2015 yang berhasil dihitung oleh sistem potensi tsunami secara real time sebanyak lebih dari 752 kejadian gempa bumi, semuanya menunjukkan tidak ada peringatan potensi tsunami. Beberapa kali jaringan dan server mengalami gangguan sehingga mengakibatkan tidak semua potensi tsunami pada gempa bumi M > 4 dapat terhitung. Dilakukan perhitungan potensi tsunami secara manual untuk 12 kejadian gempa bumi M > 6 dengan hasil 11 kejadian tidak berpotensi tsunami (tepat), dan 1 kejadian berpotensi tsunami (tidak tepat), dengan tingkat konsistensi dengan kejadian sebenarnya mencapai 91%. Sistem potensi tsunami yang telah diujicoba dengan kejadian gempa bumi tahun 2015 memiliki konsistensi mencapai 91% dengan kejadian sebenarnya. Sistem potensi bisa dipakai sebagai sistem pendukung InaTews di operasional, dimungkinkan sebagai second warning. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
Garini, A. Sherly, dkk., Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Reloksi Hiposenter Menggunakan Metode Inversi, 2014. Nina, Iswati, dkk., Estimasi Model Kecepatan Lokal Gelombang Seismik 1D Dan Relokasi Hiposenter Di Daerah Sumatera Barat Menggunakan Hypo-GA Dan Velest 3.3., Jurnal Fisika, Vol. 02 No.02, 2013, pp. 1 - 6. Rachman, Deni Tri dan Nugraha, Andri Dian, Penentuan Model 1-D Kecepatan Gelombang P Dan Relokasi Hiposenter Secara Simultan Untuk Data Gempa bumi Yang Berasosiasi Dengan Sesar Sumatera Di Wilayah Aceh Dan Sekitarnya, JTM, Vol. XIX No.1, 2012. Lay, T., Kanamori, H., Ammon, C. J., Nettles, M., Ward, S. N., Aster, R. C., Beck, S. L., Bilek, S. L., Brudzinski, M. R., Butler, R., DeShon, H. R., Ekstrom, G., Satake, K. and Sipkin, S., The great Sumatra- Andaman earthquake of 26 Dec 2004, Science, 308, 2005, pp. 1127–1133. Lomax, A. & Michelini, A., Mwpd: a durationamplitude procedure for rapid determination of earthquake magnitude and tsunamigenic potential from P waveforms, Geophys. J. Int., 176, 2009, pp. 200–214. Lomax, A. & Michelini, A., Tsunami early warning using earthquake rupture duration, Geophys. Res. Lett., 36, L09306, 2009. Lomax, A. And A. Michelini, Tsunami early warning using earthquake rupture duration and P-
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
wve dominant period: the importance of length and depth of faulting, Geophys. J. Int. 185, 2011, pp. 283-291. Jimmi Nugraha, Januar Arifin, Wiko Setyonegoro, Thomas Hardy, Pupung Susilanto, "Pembangunan Sistem Monitoring Gempa bumi Jisview", Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG, 2013, pp. 76-86. Jimmi Nugraha, Januar Arifin, Daryono, Iman Suardi, Ariska Rudyanto, Hapsoro Agung Nugroho, Bambang Sunardi, Wiko Setyonegoro, Drajat Ngadmanto, Suliyanti Pakpahan, Thomas Hardy, Pupung Susilanto, Sulastri, Angga Setiyo Prayogo, Nanang T. Puspito, Irwan Meilano, Fachrizal, "Teknik Identifikasi Polaritas dan Kualitas Impulse Pertama Gelombang P dan Signal Processing Dalam Sistem Monitoring Gempa bumi Jisview", Seminar Ilmiah Hasil-hasil Penelitian dan pengembangan Puslitbang BMKG, 2014, pp. 70-83. Kissling, E., Program Velest User’s Guide – Short Introduction, Institute of Geophysics, ETH Zuerich, 1995. Madlazim, Assessment Of Tsunami Generation Potential Through Rapid Analysis Of Seismic Parameters Case Study: Comparison Of The Earthquakes Of 6 April And Of 25 October 2010 Of Sumatra, Science Of Tsunami Hazards 1 (32), United States, 2013. Madlazim, Toward tsunami early warning system in Indonesia by using rapid rupture durations estimation, AIP Conf. Proc. 1454,International Conference On Physics And Its Applications, 2011, pp. 142-145. Madlazim, Toward Indonesian Tsunami Early Warning System By Using Rapid Rupture Durations Calculation, Science Of Tsunami Hazards, 4(30), United States, 2011. Madlazim, Bagus Jaya Santosa, Jonathan M. Lees and Widya Utama, Earthquake Source Parameters at Sumatran Fault Zone: Identification of the Activated Fault Plane, Cent. Eur. J. Geosci. 2(4), 2010. Masturyono, Madlazim, Thomas Hardy, and Karyono, In the 3rd International Symposium on Earthquake and Disaster Mitigation (ISEDM), Yogyakarta, 17-18 December 2013.
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
Permen Kominfo. No. 20, Tahun 2006, Tentang : Peringatan Dini Tsunami atau bencana lainnya Melalui Lembaga Penyiaran di Seluruh Indonesia, Pasal 6 Ayat 2, 2006. Setyonegoro, W., Tsunami Numerical Simulation Applied to Tsunami Early Warning System, Journal of Meteorology and Geophysics (BMKG), Vol.12 No.1, Mei 2011, pp. 21-32. Setyonegoro, W, et al., Analisis Sumber Gempa bumi dengan Potensi Tsunami pada Segmen Mentawai, Jurnal Meteorlogi dan Geofisika (BMKG), Vol.13 No.2, 2012, pp. 138-139. Setyonegoro, W and Masturyono, Pengaruh Profil Kedalaman Lautan Pada Penjalaran Tsunami (Studi Kasus : Gempa bumi Aceh 11 April 2012), Edisi ke-8 Prosiding Seminar Scientific Jurnal Club, 2013, pp. 105-110. Setyonegoro, W., Sayyidatul Khoiridah, Moh. Ikhyaul Ibad, "Validasi Pemodelan Tsunami Berdasarkan Software L-2008 Menggunakan Data Sumber Gempa bumi USGS, IRIS, CMT dan GFZ untuk Studi Kasus Tsunami Nias 28 Maret 2005". Jurnal Meteorlogi dan Geofisika (BMKG), Vol.16 No.1, 2015, pp. 25-36. Thomas Hardy, Madlazim, Jimmi Nugraha, Suliyanti Pakpahan, Wiko Setyonegoro, "Pengembangan dan Automatisasi Sistem Penentuan Potensi Tsunami dengan Perhitungan Durasi Rupture (T-Dur), Periode Dominan (Td) dan T50EX, Prosiding Seminar Tahunan Hasilhasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG, 2013, pp. 87-92. Thomas Hardy, Madlazim, Masturyono, Karyono, Fachrizal, Sugeng Pribadi, Angga Setiyo Prayogo, Pupung Susilanto, Bambang Sunardi, Wiko Setyonegoro, Rasmid, Bagus Pradana, "Validasi Sistem Penentuan Potensi Tsunami Dengan Perhitungan Metode Durasi Rupture (TDur), Periode Dominan (TD) dan T50EX", Seminar Ilmiah Hasil-hasil Penelitian dan pengembangan Puslitbang BMKG, 2014, pp. 108114. Wallansha R and Setyonegoro, W., "Skenario Tsunami Menggunakan Data Parameter Gempa bumi Berdasarkan Kondisi Batimetri (Studi Kasus : Gempa bumi Maluku 28 Januari 2004)", Jurnal Segara Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Vol.11 No.2, 2015, pp. 159-168.
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy
105
Indeks Penulis INKOM Volume 10, 2016
Adnan Rafi Al-Tahtawi, 75 Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulik, 10(2), 75 Antonius Bima Murti Wijaya, 57 Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam pemrograman linier integer, Studi Kasus : Produksi Pangan, 10(2), 57 Arief Nur Rahman, 67 Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy, 10(2), 67 Budhi Anto Sistem Kendali Pengasutan Genset Portabel Dari Jarak Jauh Tanpa Kabel, 10(1), 37, 47 Budhi Anto, 37, 47 Candiwan Kesadaran Keamanan Informasi pada Pegawai Bank X di Bandung Indonesia, 10(1), 19, 47 Candiwan, 19, 47 Dayat Kurniawan, 81 Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya udang berbasis WSN dan IoT, 10(2), 81 Dian Chisva Islami Kesadaran Keamanan Informasi pada Pegawai Bank X di Bandung Indonesia, 10(1), 19, 47 Dian Chisva Islami, 19, 47 Edi Surya Negara Analisis Data Twitter: Ekstraksi dan Analisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47 Edi Surya Negara, 27, 47 Eko Joni Pristianto, 67 Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy, 10(2), 67
Folin Oktafiani Modul Antena dengan Susunan Uniform untuk Sistem Antena Radar Generasi Kedua, 10(1), 9, 47 Folin Oktafiani, 9, 47 Goib Wiranto, 81 Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya udang berbasis WSN dan IoT, 10(2), 81 Hana Arisesa, 67 Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy, 10(2), 67 Hilman Ferdinandus Pardede, 47 Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema, 10(2), 47 Januar Arifin, 87 Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture, 10(2), 87 Khodijah Bunga I.H Kesadaran Keamanan Informasi pada Pegawai Bank X di Bandung Indonesia, 10(1), 19, 47 Khodijah Bunga I.H, 19, 47 Prihambodo Hendro Saksono Analisis Data Twitter: Ekstraksi dan Analisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47 Prihambodo Hendro Saksono, 27, 47 Ria Andryani Analisis Data Twitter: Ekstraksi dan Analisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47 Ria Andryani, 27, 47 Seng Hansun Optimasi Pemilihan Emiten Pasar Modal Berdasarkan Aspek Fundamental
dengan Menggunakan Algoritma Dynamic Programming, 10(1), 1, 47 Seng Hansun, 1, 47 Stanley Sutedi Optimasi Pemilihan Emiten Pasar Modal Berdasarkan Aspek Fundamental dengan Menggunakan Algoritma Dynamic Programming, 10(1), 1, 47 Stanley Sutedi, 1, 47 Thomas Hardy, 87 Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture, 10(2), 87 Wiko Setyonegoro, 87 Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration
Rupture, 10(2), 87 Yudi Yuliyus Maulana, 81 Modul Antena dengan Susunan Uniform untuk Sistem Antena Radar Generasi Kedua, 10(1), 9, 47 Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya udang berbasis WSN dan IoT, 10(2), 81 Yudi Yuliyus Maulana, 9, 47 Yussi Perdana Saputra Modul Antena dengan Susunan Uniform untuk Sistem Antena Radar Generasi Kedua, 10(1), 9, 47 Yussi Perdana Saputra, 9, 47 Yuyu Wahyu Modul Antena dengan Susunan Uniform untuk Sistem Antena Radar Generasi Kedua, 10(1), 9, 47 Yuyu Wahyu, 9, 47
Pedoman Penulisan Naskah 1. Ruang Lingkup Jurnal INKOM menerima naskah yang berisi hasil penelitian, pengembangan, dan/atau pemikiran di bidang Informatika, Sistem Kendali, dan Komputer. Naskah harus orisinil dan belum pernah dipublikasikan serta tidak sedang dalam proses publikasi di jurnal/media lain. Setiap naskah yang diterima akan dievaluasi substansinya oleh paling sedikit 2 orang pakar mitra bestari (peer reviewer) sebagai juri dalam bidang yang sesuai. Untuk menjunjung fairness proses penilaian dilakukan hanya pada isi naskah dengan menghilangkan identitas penulis (blind review). Penulis/para penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap akurasi naskah. Penulis utama bertanggung jawab untuk sebelumnya menyelesaikan ijin penulisan yang berkaitan dengan hasil kerja anggota kelompoknya. Naskah yang diterima dianggap sudah menyelesaikan seluruh kewajiban (clearance) dan ijin reproduksi bila memuat hal-hal yang mengandung hak cipta (copyright) pihak lain. 2. Standar Umum Penulisan a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. b. Judul, Abstrak, dan Kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa(Indonesia dan Inggris) c. Ditulis menggunakan word processor (Microsoft Word, Open Office, atau Latex). Naskah diketik dalam 2 kolom (ukuran kertas A4) dengan huruf Times New Roman ukuran 11, rata kanan-kiri. Panjang naskah sekurang - kurangnya 6 halaman, dan tidak lebih dari 10 halaman, tidak termasuk lampiran. d. Naskah diawali dengan judul, nama penulis, instansi, alamat surat, dan alamat email untuk korespondensi. e. Materi yang akan dicetak, meliputi teks, gambar ilustrasi, dan grafik harus berada dalam area pencetakan yaitu bidang kertas A4 (297mm x 210mm), dengan margin 2cm di semua sisi kertas. Format yang dianjurkan adalah dalam format LATEXkarena redaksi hanya mengedit makalah dalam format LATEX. Namun, redaksi masih dapat menerima format yang lain seperti word atau odt sesuai dengan template yang redaksi telah sediakan. Jangan menuliskan atau meletakkan sesuatu diluar bidang cetak tersebut. Seluruh teks ditulis dalam format dua kolom dengan jarak antar kolom 1 cm, kecuali bagian abstrak yang dituliskan dalam format satu kolom. Seluruh teks harus rata kiri-kanan. Template ini menggunakan format yang dianjurkan. Untuk mempermudah penulis dalam memformat makalahnya, format ini dapat digunakan sebagai petunjuk atau format dasar penulisan. f. Isi naskah setidak-tidaknya berisi/menerangkan tentang pendahuluan, metoda, hasil, diskusi, kesimpulan, daftar pustaka. Ucapan terimakasih bila diperlukan dapat dituliskan setelah bagian kesimpulan. Sistematika penulisan mengacu pada Peraturan Kepala LIPI Nomor 04/E/2012 tentang pedoman karya tulis ilmiah. 3. Cara Penulisan Judul Judul utama (pada halaman pertama) harus dituliskan dengan jarak margin 2cm dari tepi kertas, rata tengah dan dalam huruf Times 16-point, tebal, dengan huruf kapital pada huruf pertama dari kata benda, kata ganti benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan; jangan menggunakan huruf kapital pada kata sandang, kata hubung, terkecuali jika judul dimulai dengan kata-kata tersebut. Sisakan satu 11-point baris kosong sesudah judul. 4. Cara Penulisan Nama dan Afiliasi Nama penulis dan afiliasi diletakkan ditengah dibawah judul. Nama penulis dituliskan dengan huruf Times 12-point, tidak tebal. Afiliasi dan email penulis dituliskan dibawahnya dengan huruf Times 10-point, miring. Penulis yang lebih dari satu orang dituliskan dengan menggunakan superscript angka yang merujuk pada masing-masing afiliasi. Sedangkan email cukup dituliskan korespondensi email saja, misal email dari penulis pertama saja.
5. Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci Abstrak dalam bahasa Indonesia ditulis dengan rata kiri-kanan dengan inden 0.5cm, sesudah abstrak dalam bahasa Inggris, dengan satu spasi dan satu kolom. Kata Abstrak sebagai judul ditulis dalam huruf Times 11-point, tebal, rata tengah, dengan huruf pertama dikapitalkan. Teks abstrak ditulis dengan huruf Times 10-point, satu spasi, sampai lebih kurang 150 kata. Sesudah abstrak bahsa Indonesia tuliskan kata kunci dari makalah tersebut dalam daftar kata kunci. Kemudian dilanjutkan dengan teks utama makalah. 6. Cara Penulisan Bab (Heading)
1.
Judul pertama
Sebagai contoh, 1. Pendahuluan, dituliskan dalam huruf Times 11-point, tebal, huruf pertama kata pertama ditulis dengan huruf kapital. Gunakan tanda titik (.) sesudah nomor judul.
1.1.
Judul kedua
Sebagaimana judul pertama, judul kedua dituliskan dengan huruf Times 11-point, tebal. Nomor judul terdiri dari dua angka yang dibatasi dengan tanda titik. 1.1.1.
Judul ketiga
Untuk uraian yang lebih panjang dan tidak dapat dituliskan dalam bentuk uraian terurut, digunakan judul ketiga. Judul ketiga menggunakan ukuran huruf yang sama yaitu huruf Times 11-point, tetapi miring. Nomor judul terdiri dari tiga angka yang dibatasi dengan tanda titik. Tidak dianjurkan penggunakan judul hingga tiga tingkatan, sebaiknya hinggal Judul kedua saja. 7. Cara Penulisan Text Utama Ketik teks utama dengan menggunakan huruf Times 11-point, satu spasi. Jangan menggunakan dua spasi. Pastikan teks ditulis dengan rata kiri-kanan. Jangan menambahkan baris kosong di antara paragraf. Istilah dalam bahasa asing (foreign language) yang tidak dapat diterjemahkan dalam bahasa utama makalah harus dituliskan dalam huruf miring. Terdapat dua jenis uraian yaitu: enumarasi dan itemisasi. Untuk enumerasi gunakan digunakan huruf alfabet kecil dengan titik, sebagai contoh: a. Uraian yang memiliki aturan pengurutan b. Uraian yang terkait dengan uraian lainnya c. Uraian yang setiap itemnya akan diacu pada tulisan utama Sedangkan itemisasi dituliskan dengan bullet adalah: • Uraian yang tidak memiliki aturan pengurutan
• Uraian yang tidak terkait dengan uraian lainnya 8. Cara Penyajian Tabel Penyajian tabel harus berada dalam lingkup ukuran A4. Keterangan tabel dituliskan dengan huruf Times 10-point. Keterangan tabel diletakkan sebelum tabel dengan rata kiri. Tabel dibuat tanpa menggunakan garis vertikal. Tabel harus diacu dalam tulisan seperti Tabel 1.
9. Cara Penyajian Gambar Penyajian gambar harus berada dalam lingkup ukuran A4. Keterangan gambar dituliskan dengan huruf Times 10-point. Sedangkan pengacuan gambar pada teks menggunakan huruf Times 11-point sesuai dengan teks utama.
Gambar 1: Contoh Gambar Keterangan gambar diletakkan di bawah, tengah gambar yang dijelaskan. Gambar diletakkan di tengah satu kolom. Jika tidak memungkinkan atau gambar terlalu lebar gambar bisa diletakkan di tengah dalam format dua kolom. Gambar harus diacu dalam tulisan seperti Gambar 1. 10. Cara Penulisan Persamaan (equation) Penulisan formula/persamaan/rumus matematika dapat menggunakan microsoft equation apabila penulis menggunakan Microsoft Word. Sedangkan apabila penulis menggunakan latex, maka penulis dapat menggunakan penulisan formula standar dalam latex dengan menggunakan paket amsmath. Label persamaan ditulis dibagian kanan persamaan menggunakan huruf arabic didalam kurung. Berikut ini adalah contoh penulisan persamaan matematika: G(x, y) = exp(−
x,2 + γ 2 y ,2 x, ) sin(i2π + ψ) 2σ 2 λ
(1)
Penulis dapat menggunakan kata ”persamaan (1)” apabila akan mengacu pada rumus/formula/persamaan yang memiliki label (1). Label persamaan ditulis berurutan sesuai dengan posisi kemunculan dalam halaman. Berikut ini adalah contoh bagaimana penulis mengacu sebuah persamaan: ”Formula (1) merupakan rumusan Gabor Filter untuk bagian imajiner ...” 11. Cara Penulisan Ucapan Terimakasih Berikut ini adalah contoh penulisan ucapan terimakasih dalam naskah: Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas dukungan dana penelitian melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012.
12. Cara Penulisan Kutipan dan Daftar Pustaka Daftar pustaka memuat daftar bacaan yang diacu dalam tulisan utama. Daftar pustaka ditulis dengan metode penulisan kepustakaan IEEE transaction, dengan huruf Times 10-point. Kutipan dalam teks utama yang mengacu kepada daftar pustaka dituliskan dengan angka dalam kurung siku [?]. Jika acuan lebih dari satu, pengacuan ditulis seperti ini ([?, ?]). Daftar rujukan yang dikutip dituliskan pada bagian akhir naskah dengan judul Daftar Pustaka dan diberikan nomor urut sesuai dengan urutan pengutipan pada naskah. Bagian naskah yang mengacu pada satu atau beberapa literatur lain hendaknya mencantumkan nomor urut referensi pada daftar pustaka. Pengacuan acuan pada naskah dengan menggunakan notasi [nomor acuan] seperti: [?] (artikel pada jurnal), [?] (artikel pada prosiding) dan [?] (buku). Berikut ini adalah contoh daftar pustaka: 13. Template Penulisan Naskah Template tata penulisan naskah dapat didownload di http://jurnal.informatika.lipi.go.id/index.php/inkom/about/submissions#authorGuidelines
Jurnal INKOM Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komp. LIPI Gd. 20 Lt. 3 Sangkuriang, Bandung, 40135 Email: [email protected] Telp: +62 22 2504711 Fax: +62 22 2504712 http://jurnal.informatika.lipi.go.id