VOL. VIII • No. 8. AGUSTUS 2013
I
N
D
MAJALAH BULANAN • RP. 30 .000 ,-
o
s
I
A
Coloring
Consumer Appetite
HOW COLOR
AFFECTS Perception
PEWARNA
PANGAN
MATTERS
1- LABORATORI
P8ngukuran Warna Produk Pangan Oleh Dr. Dede R. Adawiyah Dosen Departemen IImu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPS
Warna merupakan salah satu indikator primer dalam pen ilaian kualitas produk panga n. Penilaian kualitas produk pangan segar terutama daging, buah dan sayur pertama kal i dilihat dari warna. Dari sisi proses, warna juga dapat dijadikan sebagai indikator kritis dalam penentuan titik akhir proses, misalnya pembentukan warna coklat pada produk bakery. Dengan demikian, kriteria keseragaman warna dijadikan sebagai salah satu pa rameter dala m pengawasan mutu berbagai produk pangan .
W
arna p roduk secara ilm iah juga sud ah dibuktikan mempen garuhi persepsi atribu t lain seperti arom a, rasa dan flavor. Warna kuning selalu d iasosiasikan dengan flavor jeruk, m erah dengan strawberi, hijau dengan melon, ungu dengan anggur dan seterusnya. Beberapa penelitian
52
I
juga membuktikan bahwa warna mempengaruhi nilai threshold rasa dasar tertentu. Larutan gula yang berwarna gelap dinilai memiliki threshold rasa manis 2-10% lebih tinggi dibandingkan dengan yang berwarna lebih terang. Larutan berwarna kuning memiliki nilai threshold rasa manis yang lebih tinggi dibandingkan larutan
FOODREVIEW INDONES IA I VO L. VIII/NO. 8/AGUSTUS 2013
yang tidak berwarna dan larutan berwarna hijau memiliki nilai threshold rasa manis yang lebih rendah daripada larutan yang tidak berwarna. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa warna merupakan salah satu parameter yang penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan
k u al::~~:--e- ::-~ jan penerimaan kons:.:.::- - ,,' : .it? emilihan dan
sen:"o ::-.:::.:?..:r men ggunakan ins rurrt?:' ,
Apa itu ' .... arna? '"rna ada lah persepsi yang dihasil 1 an akibat dari deteksi cah a,'a se elah be rinteraksi dengan su atu obiek. Persepsi warna dari su atu obiek dipe ngaruhi oleh tiga hal yaitu : (1) komposisi fisik dan kim ia objek; (2) komposisi spektral da ri sumber cahaya; dan (3) sensiti vitas spektral dari mata atau instrumen pengukur. Pad a saat cahaya m engen ai bahan atau objek lain maka cah aya tersebut dapat (1) dipan tulkan baik secara teratur rna up un acak tergantung dari sifat permukaan bahan; (2) diserap atau berdifusi ke dalam bahan; (3) diteruskan atau ditransmisikan melewati bahan tergantung dari sifat bahan itu sendiri. Selama proses transmisi cahaya yang melalui bahan, jumlah cahaya yang diserap tergantung pada panjang gelombang, sifat bahan/ medium, dan jarak. Jika seluruh energi cahaya pada kisarasn radiasi elektromagnet cahaya tampak dipantulkan, maka objek akan terlihat berwarna putih. Sebaliknya, jika seluruh kisaran cahaya tampak diserap oleh objek, maka mata kita akan melihat benda berwarna hi tam. Mata normal dapat melihat spektrum warna pada kisaran cahaya tampak pada panjang gelombang 380-780 nm yang tersusun atas warna-warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu (Gambar 1). Cahaya dengan panjang gelombang terpanjang adalah merah (700-770 nm), sedangkan panjang gelombang
terpendek adalah ungu (380-400 nm). Warna dapat digambarkan dan diungkapkan menjadi 3 elemen yaitu (1) hue, yang biasanya dikenal dengan istilah umum "warna" objek seperti merah, hijau biru, kuning dan seterusnya; (2) kecerahan (brightness/lightness); dan (3) saturasi yang dapat dikatakan dengan istilah ketajaman atau kemurnian warna. Nilai hue suatu objek adalah persepsi warna yang suatu objek yang dihasilkan dari perbedaan antara energi radiasi yang diserap objek pada panjang gelombang tertentu. Jika objek menyerap lebih banyak cahaya dengan panjang gelombang yang lebih tinggi dan memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek, maka objek akan terlihat sebagai biru. Objek dengan cahaya refleksi maksimum pada panjang gelombang yang medium akan menghasilkan warna kuning-hijau, dan objek dengan cahaya pantul maksimum pada
400
500
hubungan antara cara yang dipantulkan dan yang diserap dan tidak berhubungan dengan panjang gelombang tertentu dan intensitasnya dapat dibedakan dari cerah - gelap. Warna kuning dari lemon memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dari kuningnya jeruk. Beberapa jenis warna juga telah diketahui memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dari warna lain. Contohnya warna kuning memiliki kecerahan yang lebih tinggi dari warna merah. Lightness dapat diukur secara independent dari setiap hue. Nilai kroma (saturasi atau kemurnian) warna mengindikasi seberapa besar warna spesifik dapat dibedakan dari warna abu-abu. Saturasi juga dapat didefinisikan sebagai kriteria yang menjelaskan apakah warna yang terlihat jelas atau buram. Kita dapat membedakan tingkat saturasi warna kuningnya lemon dan kuningnya pir. Lemon yang berwarna kuning cerah dapat dikatakan memiliki tingkat saturasi warna yang lebih tinggi
600
700
,). (nm)
Gambar 1. Spektrum wama pad a kisaran panjang gelombang ca haya tampak
panjang gelombang yang lebih tinggi (600-700 nm) akan memiliki warna merah. Pencampuran dua warna menghasilkan klasifikasi, misalnya oranye atau jingga merupakan campuran warna merah dan kuning, ungu adalah campuran warna merah dan biru, dan seterusnya. Spektrum kontinyu hu e dapat dilihat p ad a Gamb ar 2. Nilai kecerahan d ari warna suatu objek menunjukkan
Gambar 2. Cakram wama
FOODREVIEW INDONESIA I VO L VII I/NO. 8/AGUSTUS 20 13
I 53
r----------~~------------------
__
==~
II =.
'A
. ,-'"
.". ~.----=---
", t '
to-.
.....,
,-
r
Jf
.... ~
... ...,
~.----==---
Gambar 3 A. Kecerahan (lightness) dan saturasi
/ /
/ / / /
I
I
I I I / / / / / /
Gambar 3 B. Hue , lightness dan saturasi dalam konfigurasi tiga dimensi
~ ~)
Deportemen G"t Kosonatan Ma.yerakat FoWles Kesehoton Masyorokol
~ Unrversllos Indone sia
GIZI UNTUK BANGSA "Menebar II u, Membangun Negeri"
3-5 SEPTEMBER 2013 @ FKM UI, KAMPUS UI DEPO
Seminar Diseminasi Hasil Penelitian Mahasiswa Prodi Gizi FKM UI Tahun 20 13
98 penelitian di 20 wilayah Indonesia lebih dari 20.00 orang terlibat
t.)
06566106665
@GiziBangsa
[email protected]
-,
gizibangsa .org
Media Partners
54
I
dari kuningnya buah pir yang relatif lebih buram. Kombinasi an tara kecerahan dan saturasi dapat dilihat di gambar 3A. Ketiga elemen warna tersebut dapat disatukan membentuk bangunan tiga demensi seperti dapat dilihat pada Gambar 3B. Hue membentuk bidang terluar dari bangun dengan lightness sebagai poros dan saturasi sebagai jarijarinya.
FOODREVIEW INDONESIA I VOL. VIII/NO . 8/AGUSTUS 201 3
Pengukuran Warna Secara Visual Cahaya yang dipantulkan dari objek atau cahaya
yang dilewatkan melalui suatu objek akan masuk ke mata melalui kornea dan akhirnya diterima oleh retina mata. Retina mata memiliki dua jenis sel yang sentitif terhadap cahaya yaitu sel kerucut (kromatis) dan sel batang (akromatis). Sel kerucut mengandung pigmen yang sensitif terhadap 3 warna yaitu merah, hijau dan biru. Orang yang kekurangan salah satu pigmen tersebut mengalami buta warna dengan berbagai tingkatan. Buta warna individual dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok. Kategori pertama adalah protanopes atau protoanomalous trichromats yaitu orang yang tidak memiliki kemampuan atau kemampuan yang kurang untuk melihat warna merah dan merupakan seperempat dari pupoluasi orang buta warna. Grup kedua adalah deuteranopes atau deuteroanomalous trichromats yaitu orang yang tidak memiliki atau berkurangnya kemampuan untuk melihat warna hijau. Dan yang terakhir adalah tritanopes yaitu orang yang tidak punya kemampuan melihat warna biru. Dalam pengukuran kemampuan penilaian warna oleh kelompok panelis, maka sebaiknya seluruh panelis atau kelompok orang yang melakuka pengujian warna harus lulus dari tes buta warna. Tes buta warna yang paling banyak digunakan karena murah adalah test Ishihara yaitu satu seri gambar dengan pola dot pictures berupa angka atau pola lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian warna secara visual menggunakan mata adalah: 1. Warna latar belakang ruangan tempat pengujian. Idealnya warna latar belakang ruangan adalah netral dan tidak menyebabkan pantulan, seperti abu-abu terang, krem atau putih tulang. 2. Sumber pencahayaan yang berwarna netral dan memiliki color rendering index tinggi.
II 3. Sudut pandang panelis dan sudur cahaya datang yang mengenai sampel. Letak lampu dalam bilik pengujian sebaiknya diatas sampel dan sudut pandang panelis terhadap sampel adalah 45°. 4. Jarak sumber cahaya terhadap produk karena akan mempengaruhi jumlah cahaya yang mengenai sampel. 5. Sifat bahan yang dinilai, apakah memiliki sifat memantulkan atau mentransmisikan cahaya. 6. Selain pengukuran warna, mata dapat juga digunakan untuk mengukur faktor kenampakan lain seperti kekeruhan (turbidity) dan sifat kilap (glossiness).
Pengukuran warna menggunakan instrumen Penilaian warna dengan penilaian secara visual dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sudah dijelaskan di atas. Pengukuran menggunakan instrumen memberikan keuntungan terutama dari fleksibilitas dan konsistensi data yang dihasilkan.
.4!J
o
[R] [G][B] filter.
White
White
light
light
Gambar4 . Peng ukuran warna menggunakan mata dan instrument trisitumulus colorimeter
Colorimeter Colorimeter dengan filter tristimulus (merah - hijau - biru) didesain untuk menghasilkan sensasi psikofisik seperti mata melihat warna (Gambar 4). Alat ini menggunakan sensor yang meniru cara mata manusia bekerja dalam melihat warna dan selanjutnya mengkuantifikasi perbedaan warna antara warna standar dengan warna sampel. Colorimeter biasanya mengandung dua komponen utama sensor optis yang terdiri dari sumber cahaya dan mikro-prosesor, yang secara otomatis mengkonversi warna menjadi sistem numerik. Terdapat tiga sistem notasi warna yang digunakan dalam mengkuantifikasi warna
Munsell Colo r System
L-100
·1/
WHITE
Chromo
'fEllOW
/
J
GREEN
/ ,
-. f
/
j,~
FOODREVIEW INDONESIA I VOL. VIII /NO . 8/AGUSTU S 2013
RED
/
BlLE ,
~
Gambar 5. Sistem notasi warna Munsell dan Hunter
I
••
f
•
56
photocell
_SLACK L-O
/
,I
menggunakan colorimetri yaitu Munsell, Hunter dan ClE. Pada notasi Munsell, hue diklasifikasikan menjadi 9 kategori (Y=yellow, YR= yellow red, R=red, RP=red purple, P=purple, PB=purple blue, B=blue, BG=blue green, G=green); kecerahan dari O=hitam (sangat gelap) sampai 10=putih (sangat cerah); dan nilai saturasi maksimum bervariasi dari 10 sampai 15. Pada notasi Hunter, nilai hue terdiri dari a (merah - hijau) dan b (kuning biru); kecerahan dari 0 (sangat gelap/hitam) sampai 100 (sangat cerah/putih) dan saturasi dari osampai 60. Diagram sistem notasi warna Munsell dan Hunter dapat dilihat pada Gambar 5. Munsell juga mengembangan sistem grafik skala numerik visual yang dapat digunakan dengan cara membandingkan warna dari setiap skala dengan warna produk pada kondisi pencahayaan dan penglihatan tertentu. Metode lain yang dipakai dalam mengekpresikan warn a dikembangkan oleh sebuah organisasi internasional yang memiliki perhatian terhadap cahaya dan warna, Commission International de I Eclairage (CIE). Nilai tristimulus XYZ dan sa tuan warna Yxy membentuk dasar sa tuan warna CIE saat ini. Diagram notasi warna ClE dapat dilihat pada Gambar 6. Satuan warna L*a*b* merupakan hasil
L*=116
(~ J
- 16
a*=500[U)" -(~}"l
b*=20o[(~r -(~rl konversi nilai XYZ menjadi notasi Hunter yang dihitung dengan persamaan berikut. Selain itu dikenal juga satuan warna L*C*h , dimana nilai Lightness L* sarna dengan L* dalam L*a*b* sedangkan metric chroma C*, dan Hue Angle h didefinisikan dengan persamaan berikut:
Hue-Angle: h = tan - I
(~:)
(derajat)
Spektrofotometer Spektrofotometer cahaya yang ditransmisikan atau diserap oleh suatu produk terhadap standar referen tertentu yang diukur pada panjang gelombang tertentu dalam kisaran panjang gelombang cahaya tampak (380-720 nm). Warna yang teramati oleh suatu bahan merupakan warna komplementer dari warna yang teramati. Nilai absorb ansi (A) terukur merupakan rasio dari intensitas cahaya datang terhadap cahaya yang diteruskan pada panjang gelombang tertentu. Spetrofotometer memiliki aplikasi yang sangat luas terutama banyak digunakan u ntuk mendukung kimia analis dalam menentukan komposisi bahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. menguku~
58
I
berdasarkan seri kalibrasi menggunakan 0.8 filter gelas berwarna merah (R), kuning 0.1 (Y) dan biru (B). Pengukuran 0.6 dilakukan dengan membandingkan warna 05 produk secara subjektif dengan seri standar 0.4 warna gelas Lovibond. Warna yang terukur 0.3 dikuantifikasikan sebagai skala nilai D.2 Lovibond yaitu R (0-70), Y (0-70) dan B 0.1 (0-40). Hal yang perlu diperhatikan dalam 0 0.1 X metode ini, sampel 0.6 0.4 05 D.2 03 OJ 0 harus betul-betul cair Gambar 6. Notasi warna CIE dan jernih. Lemak (Commission International de L Eclairage) yang berbentuk padat harus dipanaskan Adanya hukum Lamber-beer terlebih dahulu sampai semuanya yang menyatakan bahwa jumlah cairoOperator harus dipilih yang radiasi cahaya tampak yang tidak buta warna dan memiliki diserap dan ditransmisikan oleh kemampuan dalam membedakan suatu larutan merupakan suatu warna. Menggunakan operator fungsi eksponen dari konsentrasi yang tidak terlatih dapat zat mendasari penggunaan menyebabkan pengukuran spektrofotometer untuk menjadi terlalu lama terutama menentukan komposisi kimia jika produk yang diukur adalah bahan. Alat ini lebih akurat dan lemak padat yang dicairkan jauh lebih mahal dibandingkan terlebih dahulu akibat terjadinya dengan colorimeter. Selain itu proses pemadatan sam pel jika alat ini hanya cocok digunakan pengukuran dilakukan terlalu untuk cairan jernih yang mampu lama. Akan tetapi metode ini mentransmisikan cahaya. Hal merupakan metode standar tersebut membatasi penggunaan internasional yang digunakan alat ini untuk mengukur warn a dalam penetapan standar warna produk karena perlu persiapan secara universal untuk produk sam pel yang spesfik sehingga lemak dan min yak. kurang menggambarkan warna yang sebenarnya. y
I13
Lovibond Lovibond tintometer adalah metode pengukuran warna dengan prisip pengukuran seperti colorimeter yang digunakan khusus untuk mengukur warna produk lemak dan minyak. Metode ini ditemukan pertama kali pad a tahun l800-an oleh Joseph Lovibond yang dibuat
FOODREVIEW INDONESIA I VOL. VIl I/NO. 8/AGUSTUS 2013
Referensi Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Aspen publication, Maryland Lawless, H. T , Heyman, H. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer Academic, NY