ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 2477 (Online)
Vol. 4 No. 1 Oktober 2015
LANTAI 5 6000
Percepatan (mm/detik2)
4500 3000 1500 0 -1500 0
10
20
30
40
50
60
-3000 BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
-4500 -6000 Waktu (detik)
Diterbitkan oleh:
Program Studi Magister dan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya http://cantilever.unsri.ac.id cantilever.unsri.ac.id
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 – ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober Pembina: Rektor UNSRI Dekan Fakultas Teknik UNSRI Penanggung Jawab: Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil UNSRI Ketua Jurusan Teknik Sipil UNSRI Dewan Redaksi: M. Baitullah Al Amin, ST, M.Eng. Ir. Sarino, MSCE Ir. Yakni Idris, M.Sc., MSCE Dr. Saloma, ST, MT Bimo Brata Adhitya, ST, MT Yulindasari Sutejo, ST, M.Eng. Mirka Pataras, ST, MT Penyunting Ahli: Prof. Dr. Ir. Anis Saggaff, MSCE (Universitas Sriwijaya) Prof. Dr. Ir. Erika Buchari, M.Sc. (Universitas Sriwijaya) Prof. Dr. Ir. R. Anwar Yamin, MT (Pusjatan Kementerian PU) Dr. Ir. Gunawan Tanzil, M.Eng. (Universitas Sriwijaya) Dr. Ir. Maulid M. Iqbal, MS. (Universitas Sriwijaya) Dr. Ir. Dinar D. A. Puteranto, MSPJ (Universitas Sriwijaya) Heni Fitriani, ST, MT, Ph.D. (Universitas Sriwijaya) Redaksi Pelaksana: Reni Yuniarti, SE Agustini Alamat Redaksi: Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Padang Selasa No. 524, Palembang, Sumatera Selatan (30139) Telepon/Fax: (0711) 354222 ext. 113 Email:
[email protected];
[email protected] Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id Cantilever merupakan jurnal penelitian dan kajian teknik sipil yang menyajikan hasil-hasil penelitian di bidang struktur, transportasi, pengembangan sumberdaya air, geoteknik, manajemen infrastruktur, dan rekayasa lingkungan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2006. Redaksi mengundang para pakar, civitas akademika, pemerhati, dan praktisi untuk mengirimkan makalahnya berupa naskah ilmiah yang belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain. Metode pengiriman naskah ilmiah dan petunjuk penulisan bagi penulis dapat dibaca pada bagian dalam sampul belakang. Naskah yang masuk akan direview oleh penyunting ahli dan selanjutnya diproses oleh dewan redaksi untuk diterbitkan. Redaksi berhak mengedit redaksional naskah tanpa mengubah maksud dan artinya, serta isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi.
i
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 – ISSN : 1907-4247 (Print), ISSN : 2477-4863 (Online) Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober
DAFTAR ISI Hal. ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN SKEMA MASSA KONSISTEN (Binsar Hariandja) STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK DENGAN VARIASI DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA (Ahmad Muhtarom)
1–6
7 – 13
ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAXIAL (Yulindasari Sutejo, Ratna Dewi, Dwi Haryadi, dan Reffanda Kurniawan)
14 – 19
ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE ISOLATION DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS (Saloma)
20 – 26
STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP (Ulfa Fitriati, Novitasari, Achmad Rusdiansyah, dan Andi Rahman)
27 – 33
KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) DI SUNGAI LEMATANG KOTA PAGAR ALAM (Handy Wibowo, Arifin Daud, dan M. Baitullah Al Amin)
34 – 41
ii
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 1 - 6, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN SKEMA MASSA KONSISTEN Binsar Hariandja Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung (Jalan Ganesha 10, Bandung) E-mail:
[email protected]
Abstract The paper deals with frequency analysis of irreguler framed structures. The analysis used finite element method cast in matrix formulation. Apart from frequency analysis of framed structures that assumed to be of frame with relative rigid floor system, and the mass of structure is lumped at each floor, the analysis adopted consistent mass formulation. To reduce structural degrees of freedom, static condensation and multi-point constraint algorithms where used. The natural frequency resulted out of proposed analysis was then compared to that obtained by assuming rigid floor. The difference was due to the different schemes used in the consideration of inertial mass forces. Key Words: dynamic analysis, finite element method, multi-point constraints, static condensation, natural frequency.
gaya lateral (misalnya gempa), lantai per lantai dianggap sebagai sub-sistem diafragma yang kaku, sehingga perpindahan sistem struktur hanya merupakan simpangan horizontal dari tiap lantai. Lihat Gambar 1 sebagai penjelasan. Untuk contoh portal bidang ini, ada 6 x 3 = 18 derajat kebebasan aktif pada titik simpul (nodes) 2, 3, 5, 6, 8 dan 9. Jika dianggap bahwa lantai merupakan sub-sistem kaku, maka hanya ada 2 derajat kebebasan berupa simpangan (sway) lantai 1 dan lantai 2. Dengan pengambilan asumsi ini, jumlah derajat kebebasan direduksi dari 18 menjadi 2. Model inilah yang lazim digunakan dalam analisis sistem struktur portal terhadap gaya lateral, yang untuk sistem portal yang reguler, solusi masih memberikan hasil yang cukup baik. Sekarang, tinjaulah sistem struktur dalam Gambar 2 yang pada hakekatnya merupakan sistem struktur Gambar 1, tetapi dengan kolom tengah bawah 45 yang dihilangkan. Terhadap gaya lateral,
1. PENDAHULUAN Dalam konteks penerapan metoda numerik, lazimnya analisis dilakukan dengan menggunakan model diskrit sebagai representasi struktur yang sebenarnya. Model diskrit disusun dengan mengambil beberapa asumsi yang menyederhanakan kerumitan geometri sistem struktur. Agar asumsi yang diambil tidak menimbulkan deviasi yang tidak bisa diterima dari pada solusi, model diskrit yang digunakan diambil lebih halus. Sayangnya, penghalusan model diskrit menimbulkan jumlah derajat kebebasan yang semakin besar. Untuk mengatasi hal ini, diambil beberapa teknik reduksi jumlah derajat kebebasan, misalnya dengan mengasumsikan suatu hubungan antar komponen derajat kebebasan. Teknik ini lazim dinamakan sebagai proses kondensasi. Cara lain adalah dengan mengambil asumsi dari pada medan perpindahan sistem struktur. Dalam analisis sistem struktur berdinding geser terhadap 1
Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6)
maka selain mengalami perpindahan horizontal, sistem struktur juga akan mengalami perpindahan vertikal di titik simpul 5 dan dengan demikian juga perpindahan vertikal titik simpul 6. Perpindahan ini lazim dinamakan efek Vierendel. Kalau dalam model struktur Gambar 1, keseimbangan cukup diterapkan di arah kedua perpindahan horisontal, maka dalam model struktur Gambar 2, keseimbangan juga harus ditinjau di arah perpindaha vertikal dan juga di arah rotasi titik-titik simpul. Pengandaian bahwa lantai per lantai merupakan subsistem yang kaku, tidak lagi akan memberikan hasil yang cukup teliti. Maksud dan tujuan tulisan ini adalah menyusun suatu analisis sistem struktur yang merupakan sistem portal yang ireguler, atau sistem struktur yang tidak merupakan sistem portal sama sekali, dengan menggunakan model diskrit serta medan perpindahan dan massa yang konsisten. Dalam hal ini, derajat kebebasan yang aktif semua disertakan dalam analisis dengan konsekuensi jumlah derajat kebebasan yang besar. Jumlah derajat kebebasan kemudian diredusir dengan menerapkan kondensasi statis (statical condensation) atas beberapa derajat kebebasan.
U2
U2
P2
STRUKTUR
Dalam pasal ini dilakukan pembahasan analisis sistem struktur reguler terhadap gaya eksitasi gempa, dengan mengambil asumsi bahwa lantai per lantai merupakan sub-sistem yang kaku. Struktur dalam Gambar 1 ditampilkan kembali dalam Gambar 3 dengan menuliskan gaya-gaya beserta konsiderasi keseimbangan gaya horizontal. Keseimbangan gaya-gaya horizontal pada level tingkat 1 dan tingkat 2 memberikan sistem persamaan simultan yang dalam notasi matriks dituliskan dalam bentuk 36EI 72EI − 3 U M 0 U&& M L3 1 && 1 L 1 + 1 36EI 36EI && = −M Ut U 0 M U 2 2 2 2 − L3 L3 5
10
12
3
18
1
9
16
14
8
4
(1)
17
11 2
6
U2
7
15
13 20
19
9
6
3
2. ANALISIS SISTEM PORTAL REGULER
Gambar 3. Derajat Kebebasan Struktur Ireguler
P1
U1 2
U1
5
8
1
4
7
U1
dalam
mana
{ U1 , U 2 }
adalah
perpindahan
horisontal lantai 1 dan lantai 2, { M1 , M 2 } massa lantai 1 dan lantai 2, { U&&1 , U&&2 } percepatan lantai 1
Gambar 1. Struktur Reguler, Lantai per Lantai Kaku
&& percepatan tanah, EI kekakuan lentur dan 2, U t kolom dan L panjang kolom. Untuk struktur dalam Gambar 2 diperoleh persamaan
3
9
6
36EI 60EI − 3 U M L3 0 U&&1 M1 && 1 + 1 =− U (2) 36EI 36L EI U2 0 M2 U&&2 M2 t − 3 3 L L
8
2 1
5
4
7
Dengan menggunakan prosedur yang standard, dari Pers. (1) dapat dihitung frekuensi alami dengan ragam yang koresponden.
Gambar 2. Struktur Ireguler, Lantai per Lantai Tidak Kaku
2
Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6)
[K ff ] [K fr ]{U f } {Pf } = [K ] [K ] rr {U r } {Pr } rf
3. ANALISIS SISTEM STRUKTUR DENGAN MODEL MASSA KONSISTEN Dalam model massa yang konsisten seperti ini, semua derajat kebebasan dianggap aktif dan disertakan dalam persamaan keseimbangan struktur seperti dalam Gambar 4. Untuk dapat memperhitungkan gaya-gaya akibat akselerasi tanah, perletakan 1 dan 7 diberi derajat kebebasan horisontal. Dengan demikian ada 20 derajat kebebasan. Derajat kebebasan diatur sedemikian
yang secara konsisten dapat digunakan untuk menyusun gaya-gaya inersia akibat percepatan tanah dan keseimbangan sistem struktur. Pertama, untuk mendapatkan vektor gaya dalam struktur akibat akselerasi gaya gempa, disusun persamaan-persamaan sebagai berikut. Karena medan percepatan merupakan turunan dari pada medan perpindahan terhadap waktu, maka percepatan tanah juga mengikuti pola medan perpindahan yang secara kinematis dimungkinkan (kinematically admissible) maka dapat dituliskan
hingga U1 dan U 2 merupakan derajat kebebasan dasar (master degrees of freedom), U 3 hingga U 18
[K ff ] [K fr ]{U&& f } {0} [K ] [K ] && = (5) rr {U r } {0} rf
merupakan derajat kebebasan terkondens (slave degrees of freedom), semua ini merupakan derajat kebebasan yang bebas (free degrees of freedom), sedangkan U 19
dan
U 20
merupakan derajat
Percepatan gempa mengakibatkan pondasi struktur sebesar
kebebasan terkekang (restrained degrees of freedom). Dengan demikian, vektor perpindahan {U } didekomposir atas vektor perpindahan dasar
{U&& } = PP r
{U m } , vektor perpindahan terkondensir {U s } , dan vektor
perpindahan
terkekang
(4)
{U r } . Vektor
19 && Ut 20
akselerasi
= {Pr }U&&t
(6)
yang dengan Pers. (5) memberikan
perpindahan dasar {U m } dan vektor perpindahan
{U&& } = −{[K ] [K ]{P }}U&& = {P }U&& −1
f
terkondens {U s } membentuk vektor perpindahan bebas {U f } . Dengan demikian, keseimbangan
ff
fr
r
t
f
t
(7)
sehingga percepatan struktur menjadi
dalam Pers. (1) didekomposir dalam bentuk
{U&&} = {{PP }}U&& f
2
r
t
[ ] [ ]{ }
K −1 K fs = ff U&&r (8) [I ]
Perpindahan ini kemudian digunakan untuk menyusun gaya inersia pada elemen sebagai berikut. Pertama, percepatan ujung elemen dihitung dengan
1
{U&&e }= [Te ]{U&&} pada tata sumbu global, dan
Gambar 4. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Lantai
[Kmm] [Kms ] [Kmr ]{Um} {Pm} [K ] [K ] [ K ] {U } = {P } s ss sr s sm [Krm ] [ Krs ] [Krr ] {Ur } {Pr }
(9)
{u&&e } = [Re ]{U&&e } (3)
(10)
pada tata sumbu lokal. Percepatan titik bermateri elemen menjadi
atau
0 0 N4 (x) 0 0 u(x) N1(x) = {u&&e} (11) 0 N ( x ) N ( x ) 0 N ( x ) N w ( x ) 2 3 5 6 (x)
3
Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6)
gaya inersia struktur digabungkan dalam sistem persamaan keseimbangan dinamis dalam bentuk
dalam mana [3] N1(x) = 1− x / L
[Kmm] [Kms ] [Kmr ]{Um} [M mm] [Mms ] [Mmr ]{U&&m} {0} [K ] [K ] [K ]{U } + [M ] [M ] [M ]{U&& } = {0} (18) ss sr s sm ss sr s sm [Krm ] [Krs ] [Krr ]{Ur } [Mrm ] [M rs ] [M rr ] {U&&r } {0}
N2 (x) = 1 − 3(x / L)2 + 2(x / L)3 N3 ( x) = L[(x / L) − 2(x / L)2 + (x / L)3 ] N4 (x) = x / L
(12)
(12)
dalam mana sub-sub matriks yang berkaitan dengan matriks massa dalam Pers. (18) disusun berdasarkan komputasi beban inersia ekivalen dalam Pers. (8). Bentuk persamaan keseimbangan juga dapat dipartisi dalam bentuk
N5 (x) = 3(x / L)2 − 2(x / L)3 N6 (x) = L[−2(x / L)2 + (x / L)3 ]
Kerja luar yang dilakukan oleh gaya inersia di arah perpindahan { u , w } menjadi
δW = ∫ {δu} [N]mdx+ ∫∫{δu} [N]mda T
T
{ } { }
&& {0} [Kmm] [Kms]{Um} [Mmm] [Mms] U m [K ] [K ]{U } + [M ] [M ] && = (19) ss s sm ss Us {0} sm
(13)
Solusi dari pada Pers. (18) adalah dengan terlebih dahulu melakukan proses kondensasi yang merupakan penyelesaian sebagian dari pada submatriks yang berkaitan dengan perpindahan terkekang. Solusi antara untuk perpindahan terkekang memberikan
yang jika perpindahan maya juga diinterpolasikan serupa dengan Pers. (11), akan menghasilkan matriks massa elemen dalam bentuk
l
[me ] = ∫ 0
N1N1 0 0 N4N1 0 0
0 0 N1N4 0 0 N2N2 N2N3 0 N2N5 N2N6 N3N2 N3N3 0 N3N5 N3N6 {u&&e}mAdx 0 0 N4N4 0 0 N5N2 N5N3 0 N5N5 N5N6 N6N2 N6N3 0 N6N5 N6N6
{Us} = −[Kss]−1{[Ksm]{Um} +[Msm]{U&&m}+[Mss]{U&&s}}
(14)
dan kemudian digunakan untuk mendapatkan persamaan
dengan hasil
[K ]{U ' mm
L / 3 0 m e = 0 mA m/ 6 0 0
[ ]
0 0 2 13L / 35 11L / 210 2 3 11L / 210 L / 105 0 0 2 9L / 70 3L / 420 2 3 11L / 210 L / 140
0 0 2 9L / 70 11L / 210 2 3 0 13L / 420 L / 140 (15) L/3 0 0 2 0 13L / 35 11L / 210 2 3 0 11L / 210 L / 105
L/ 6 0
[K ] = [K [M ] = [M ' mm
' mm
' } + [M mm ]{U&&m }= {0}
( 21)
] − [K ms ][K ss ]−1 [K sm ] −1 mm ] − [M ms ][K ss ] [M sm ]
mm
(22)
Solusi dari pada Pers. (21) untuk {U m } kemudian dimasukkan ke dalam Pers. (20) untuk mendapatkan {U s } dalam melengkapi solusi. Dengan demikian, didapatkan orde yang lebih rendah dalam menentukan frekuensi alami dari pada sistem struktur. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagai mana memilih derajat kebebasan yang akan dikondensir dalam {U s } dan derajat kebebasan yang akan dipertahankan dalam {U m } . Umumnya, derajat kebebasan paling luar yang merupakan batas-batas sistem struktur perlu dipertahankan. Kemudian, dapat dilakukan proses sensitivitas untuk mengenali derajat kebebasan yang dominan serta yang perlu ikut dipertahankan. Ini dilakukan dalam proses pemrograman dalam bab berikut ini.
(16)
dan merakitkannya ke dalam matriks massa struktur dengan menggunakan matriks tujuan n
[M ] = ∑[Ti ]T [Ri ]T [mi ][Ri ][Ti ]
m
dalam mana
dalam mana m adalah massa balok per meter kubik, A luas penampang dan L panjang balok. Terlihat bahwa matriks massa bersifat simetri dan dapat dirakitkan ke dalam matriks massa struktur dengan melakukan transformasi dari tata sumbu lokal ke tata sumbu global
{me } = [Re ]{M e }
(20)
(17)
i =1
yang identik dengan perakitan matriks kekakuan global. Matriks kekakuan, matriks massa dan vektor 4
Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6)
memisalkan bahwa lantai per lantai adalah kaku, dan bahwa sistem struktur ireguler dianalisis secara matriks konsisten, namun dengan meninggalkan derajat kebebasan yang sama dengan analisis yang pertama, yaitu simpangan horisontal lantai 1 dan lantai 2. Lihat Tabel 1 sebagai penjelasan.
4. PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTER Suatu program paket komputer untuk analisis dinamis sistem struktur yang telah dipaparkan dalam Bab III, telah disusun dengan menggunakan bahasa tinggi Fortran. Program tersebut disusun mampu melakukan perhitungan-perhitungan analisis, termasuk proses kondensasi statis [1] dan proses kekangan multi titik [3] sebagai mana telah diuraikan dalam Bab III tersebut. Pertama, diatur urutan derajat kebebasan menurut pola dalam Pers. (18) untuk mendapatkan susunan dalam urutan {U m } , {U s } dan {U r } .
Tabel 1. Pembagian Pola Analisis
Analisis I 1 II 2
Keterangan portal 2 tingkat, reguler, lantai kaku portal 2 tingkat, ireguler, lantai kaku portal 2 tingkat, ireguler, model konsisten
Berdasarkan hasil dari pada ketiga ragam analisis dalam Tabel 1, didapatkan kaji banding hasil keluaran sebagai berikut. Pertama, untuk dua ragam, didapatkan hasil frekuensi alami seperti dalam Tabel 2. Terlihat bahwa frequensi alami Ragam II.1 identik dengan frequensi alami Ragam I karena didasarkan atas asumsi yang sama. Namun, frequensi alami Ragam II.2 berbeda dengan frequensi alami kedua ragam yang pertama, karena didasarkan atas massa yang konsisten. Jika pada analisis kedua ragam yang pertama, massa dipusatkan (lumbed) pada level perpindahan 1 dan 2, maka massa pada analisis yang ketiga tersebar seturut dengan lokasi titik bermateri komponen batang.
Dengan demikian, derajat kebebasan dasar, terkondensir dan terkekang tersusun berkelompok seperti dalam Pers. (3) atau (18). Sayangnya, proses ini akan memperbesar lebar pita (bandwidth) dari pada matriks kekakuan struktur. Cara kedua adalah dengan tidak perlu menyusun derajat kebebasan {U m } , {U s } dan {U r } secara berurutan. Kemungkinan derajat kebebasan terkondens berada di antara derajat kebebasan dasar. Dengan demikian, penyelesaian antara seperti dalam Pers. (19) dan solusi dalam Pers. (21) tidak dapat diterapkan karena persamaan keseimbangan tidak terpartisi seperti dalam Pers. (18). Untuk pola proses seperti ini, pelaksanaan proses kondensasi dapat dilakukan secara baris per baris (row wise) ketimbang secara partisi matriks (matrix wise) [2]. Program yang sudah tersusun kemudian diterapkan terhadap kasus struktur portal reguler dalam Gambar 1 dan portal irreguler dalam Gambar 2. Proses studi kasus ini dipaparkan dalam bab berikut ini.
Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Alami
Analisis I II.1 II.2
5. STUDI KASUS
Frekuensi Alami (rad/det) ragam 1 ragam 2 1.684 0.202 1.684 0.202 1.197 0.5366
Dengan demikian, analisis ragam yang ketiga akan lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan analisis ragam yang memisalkan tingkat kaku dibandingkan dengan kolom, dan massa dipusatkan pada level tingkat. Kesalahan yang diakibatkan oleh asumsi ini relatif kecil untuk portal reguler, namun kesalahan akan semakin besar untuk portal yang semakin ireguler. Untuk portal ireguler atau struktur yang paling umum, analisis lebih tepat jika menggunakan massa yang konsisten.
Studi kasus dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan program paket komputer yang telah disusun terhadap sistem struktur dalam Gambar 1. Analisis dilakukan dalam dua pola. Pertama, analisis dilakukan dengan mengikuti asumsi bahwa lantai per lantai adalah kaku. Kedua, analisis digunakan terhadap struktur ireguler dalam Gambar 2. Dalam model ini, dilakukan dua jenis analisis, yaitu dengan 5
Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 – 6) 3) Hariandja, B., 2015, Metoda Elemen Hingga, Penerbit Teknik Sipil, Universitas Pancasila, Jakarta.
6. KESIMPULAN Dari kaji banding hasil analisis yang dilakukan dalam Bab 5, disimpulkan bahwa penyederhanaan sistem struktur yang lazim diambil dalam analisis dinamis sistem struktur portal, yang mengasumsikan bahwa lantai per lantai adalah kaku, menghasilkan ketelitian hasil analisis yang tergantung kepada reguler tidaknya sistem struktur. Untuk sistem struktur portal yang reguler, pengandaian tersebut masih memberikan hasil yang cukup baik. Namun, untuk struktur yang ireguler, selain perpindahan yang bersifat simpangan ke samping (side sway), muncul pula pola perpindahan yang vertikal serta perpindahan rotasi titik-titk simpul. Untuk kasus yang demikian ini, sebaiknya digunakan model diskrit dan analisis yang konsisten, sebagai mana telah dibahas dalam tulisan ini. Program yang telah disusun khusus untuk analisis frekuensi dalam tulisan ini, siap dikembangkan untuk digunakan dalam analisis dinamis sistem struktur yang reguler maupun yang tidak. Program tersebut telah dilengkapi dengan algoritma kondensasi statis untuk mengurangi derajat kebebasan sistem diskrit struktur, dan dilengkapi pula dengan algoritma kekangan multi titik untuk dapat memproses persamaan yang mengkaitkan hubungan antar komponen perpindahan struktur. UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan program komputer yang dituliskan dalam bahasa Fortran serta khusus diperuntukkan bagi penelitian ini dibantu oleh Jeply Murdiaman, pengetikan naskah serta penggambaran yang teliti dilakukan oleh Setriwaldi. Untuk itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih. REFERENSI 1) Paz, M., 1987, Dinamika Struktur: Teori dan Perhitungan, alih bahasa oleh Manu, A.P., Penerbit Erlangga, Jakarta. 2) Hariandja, B., 1997, Analisis Struktur Berbentuk Rangka Dalam Formulasi Matriks, Penerbit Aksara Hutasada, Bandung.
6
Vol. 4,, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 7 - 13, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 2477 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK DENGAN VARIASI DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Ahmad Muhtarom Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM.32 Inderalaya, Sumatera Selatan) Email :
[email protected]
Abstract Modification technology of castellated beams of Wide Flange beam (I WF) are now varied, starting from addition high beam variation so that moment of inertia larger than origin beam, until the hole dimension variation for the aesthetic and mechanical-electrical ical installations. In the castellated beams design should be noted weakening effect shear forces and buckling due to the hole modified. This study was to determine the behavior of castellated beam with hexagonal holes dimensional variations using the fini finite te element method. The method in this research is to create a numerical model of the castellated beam 225x75x7x5 mm span of 1 meter with a hexagonal hole openings using the finite element method are verified first by the results of an experimental model. G Geometry, eometry, material properties and loading both models are the same. After the numerical model results closer to experimental model results, then made 9 other castellated beam numerical models with variations in the dimensions of the hexagonal holes. The results res showed that the higher and the wider hole so the larger tensile stress and compressive stress. Deflection is proportional to tensile stress and compressive stress. The smaller the ratio of the hole and holes number so the smaller the shear stress. stress Key Words: castellated beam, finite element method
dengan pola zigzag,, kemudian kedua potongan tersebut diangkat dan disatukan dengan pengelasan. Modifikasi ini membuat tinggi balok lebih tinggi dari tinggi awal. Sistem pembuatan balok kastela dapat dilihat pada Gambar 1.
1. PENDAHULUAN Teknologi konstruksi menggunakan balok kastela saat ini berkembang pesat, kelebihan menggunakan balok kastela dibandingkan balok baja profil I wide flange (WF) adalah momen inersia nya menjadi lebih besar dikarenakan penambahan tinggi balok tanpa menambah berat sendiri balok sehingga kekakuan lenturnya menjadi lebih tinggi. Kelebihan elebihan kedua adalah sisi estetika dar dari lubang heksagonal hasil dari modifikasi, selain itu lubang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tempat instalasi mekanikal-elektrikal. Selain memiliki kelebihan balok kastela juga memiliki kelemahan, yaitu terhadap gaya aya geser dan tekuk akibat lubang hasil modifikasi tersebut.Untuk Untuk mereduksi kelemahan tersebut diperlukan batasan batasan-batasan dalam memodifikasi balok kastela terutama perilaku balok kastela akibat variasi dimensi lubang heksagona heksagonal hasil modifikasi. Sistem pembuatan balok kastela adalah pemotongan pada bagian badan balok baja I biasa
Gambar 1. Pola potongan dan penggabungan balok kastela (Boyer, 1964)
Dengan adanya bukaan lubang pada badan, perilaku balok kastela akan berbeda dengan balok tanpa adanya bukaan. Kerdal dan Nethercott (1984) 7
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4,, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
menentukan bahwa terdapat tujuh mode kegagalan dari balok kastela : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Formasi dari mekanisme Vierendeel Tekuk Lateral-Torsi dari Web Post Torsi dari keseluruhan bentang Buckling Lateral-Torsi Buckling Web Post Buckling pada Lower Tee atau Upper Tee Kegagalan pada sambungan Las Formasi dari mekanisme lentur
Gambar 3.Tegangan yang terjadi pada daerah lubang balok (Boyer, 1964)
(2) Metode Elemen Hingga
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengetahui perilaku balok kastela bentang 1 meter dengan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal yang sesuai standar di pasaran dengan menggunakan metode elemen hingga. Tujuan penelitian adalah mengetahui perilaku balok kastela dengan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga sehingga bisa didapatkan batasan batasan-batasan dalam merancang rancang balok kastela tersebut ditinjau dari kelemahan dan kelebihan akibat modifikasi balok tersebut.
Dalam analisis struktur metode elemen hingga, elemen sangat mempengaruhi perhitungan, dalam penelitian ini balok kastela di idealisasikan sebagai elemen 3 dimensional solid dikarenakan mempunyai sayap yang lebar dan terbuat dari material solid baja. Menurut Suhendro (2002), jenis elemen pada 3-dimensional dimensional solid yang paling banyak digunakan adalah 3 macam yaitu : (RS bentuk a. Element Rectangular Solid (RS-8), elemen ini adalah sepertti bata (brick) ( yang mempunyai titik nodal al minimal 8 buah. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang beraturan saja karena bentuk be nya yang menyerupai kubus. b. Elemen Hexahedron Solid (H-8), (H elemen ini adalah pengembangan dari elemen Rectangular Solid (RS-8), 8), mempunyai 6 sisi (hexahedron ( side)) tapi bentuknya tidak berbemtuk kubus sempurna. Elemen ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur yang agak beraturan saja. (T elemen ini c. Elemen Tetrahedron Solid (T-4), mempunyai 4 sisi (Tetrahedron Tetrahedron side), side elemen ini cocok digunakan untuk k menganalisis bentuk struktur yang tidak beraturan. Dalam peneltian ini elemen ini yang dipakai untuk meng idealisasikan struktur balok kastela dengan bukaan atau lubang heksagonal yang bentuknya tidak beraturan. Gambar elemen 3 dimensional solid dapat dilihat ilihat pada Gambar 4 di bawah ini :
2. TINJAUAN PUSTAKA (1) Balok Kastela Menurut Boyer (1964) bahwa balok kastela berperilaku seperti Vierendeel Truss,, dimana pada daerah tepi lubang heksagonal tersebut terjadi gaya tarik dan ditepi lain terjadi gaya tekan, sehingga deformasi yang terjadi seperti apa yang terjadi pada truss. Analogi Vierendeel Truss tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2. Analogi Vierendeel Truss pada balok kastela (Boyer, 1964)
Menurut Boyer (1964) tegangan pada serat longitudinal dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser balok. Diagram tegangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini : Gambar 4. Elemen 3 dimensional solid (Suhendro, 2002)
8
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
Load Cell, dan beban tersebut direkam dan dibaca oleh Data Logger. c. Untuk mengetahui lendutan yang t terjadi pada balok kastela dipasang LVDT (Linear Variable Differential Transformer) pada 5 titik. Titik 1 dipasang pada sayap bawah bagian tengah, titik 2 dan 3 pada sayap bawah tepat di bawah pembebanan dan titik 4 dan 5 pada Web Post tepat di bawah pembebanan. d. Pembebanan yang dilakukan pada dua titik dan diletakkan di atas badan balok yang tidak ada lubangnya karena paling efektif (Blodgett, 1982). e. Bukaan lubang yang berada di dekat perletakan ditutup kembali dengan baja supaya tidak terjadi kegagalan awal pada perletakan.
3. METODOLOGI Secara umum metode penelitian ini dibagi tiga tahap, yaitu : 1. Membuat satu model numeris balok kastela dengan bukaan lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10. Hasil analisis model tersebut berupa tegangan-tegangan, defleksi dan beban ultimit yang terlebih dahulu diverifikasi dengan hasil model eksperimen dengan geometri, properties material dan setting pengujian yang sama. 2. Setelah hasil keduanya konvergen kemudian dibuat 9 model numeris lain dengan penampang, bentang, propertis material dan setting pembebanan yang sama menggunakan berbagai variasi dimensi lubang heksagonal sesuai standar dari produsen baja yang ada di pasaran. 3. Menganalisis perilaku hasil pemodelan berupa tegangan tarik maksimum, tegangan tekan maksimum, tegangan geser maksimum dan defleksi maksimum.
(2) Metode Numeris Pemodelan numeris yang dibuat untuk studi parameter dimensi lubang heksagonal dibuat sama dengan benda uji eksperimen yaitu balok baja dengan ukuran 225x75x7x5 mm yang menggunakan standar dimensi lubang produsen baja. Variasi parameter input yang digunakan adalah tinggi lubang (Ds), tinggi stem (Dt), dan lebar lubang (c dan a). Parameter input tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
(1) Metode Eksperimental Benda uji a. Dimensi balok kastela yang digunakan adalah 225x75x7x5 mm dengan dimensi balok sebelum dimodifikasi 150x75x7x5 mm, menggunakan standar dimensi lubang heksagonal produsen baja di Indonesia. Alasan digunakannya dimensi tersebut adalah faktor literatur yang digunakan, persediaan di pasaran dan faktor ekonomis. b. Bentang balok kastela yang digunakan adalah sekitar 1 meter atau untuk bentang pendek. c. Perletakan yang digunakan adalah sendi dan rol dan di bagian badan balok yang berada di atas perletakan dipasang pengaku atau stiffener. d. Idealisasi sambungan las web post pada pemodelan numeris adalah sempurna sedangkan pada model eksperimen sesuai di lapangan Alat dan Setting Up benda uji eksperimen : a. Untuk mengetahui regangan dan menghitung tegangan yang terjadi pada balok kastela dipasang Strain Gauges dan Rectangular Rosette pada 4 titik. Titik A pada sayap atas bagian tengah, titik B pada bagian Web Post, titik C pada bagian Upper Tee atau Stem, dan titik D pada sayap bawah bagian tengah. b. Untuk pembebanan pada balok kastela dipasang 2 titik dengan Hydraulic jack, untuk mengukur beban yang akurat dari Hydraulic jack digunakan
Gambar 5. Gambar dan poto Setting pengujian balok kastela eksperimen (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)
9
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
Variasi 1
Gambar 6. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal Tabel 1. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal No. Variasi
ds
dt
c
a
s
L
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
1*
154.00
35.50
38.50
44.66
166.32
1036.42
2
105.00
60.00
26.25
30.45
113.40
1046.85
3
105.00
60.00
31.50
36.75
136.50
987.00
4
105.00
60.00
42.00
42.00
168.00
1050.00
5
150.00
37.50
37.50
43.50
162.00
1009.50
6
150.00
37.50
45.00
52.50
195.00
1020.00
7
150.00
37.50
60.00
60.00
240.00
1020.00
8
195.00
15.00
48.75
56.55
210.60
1101.75
9
195.00
15.00
58.50
68.50
254.00
1074.50
10
195.00
15.00
78.00
78.00
312.00
1014.00
Variasi 2
Variasi 3
Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen
Perhitungan variasi tinggi lubang : Syarat : Ds = 0.7 h s/d 1.3 h h = 150 mm hc = 225 mm dan hc = Ds + 2Dt 1. Untuk Ds = 0.7 h Ds = 0.7 x h = 0.7 x 150 = 105 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-105) = 60 mm 2. Untuk Ds = 1 h Ds = 1 x h = 1 x 150 = 150 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-150) = 37.5 mm 3. Untuk Ds = 1.3 h Ds = 1.3 x h = 1.3 x 150 = 195 mm Dt = ½ x (hc – Ds) = ½ (225-195) = 15 mm
Variasi 4
Variasi 5
Perhitungan variasi lebar lubang : Syarat : S = 1.08 Ds s/d 1.6 Ds 1. Untuk S = 1.08 Ds S = 2A + 2C, A = 0.29 Ds, dan C = 0,25 DS 2. Untuk S = 1.3 Ds S = 2A + 2C, A = 0.35 Ds, dan C = 0,30 DS 3. Untuk S = 1.6 Ds S = 2A + 2C, A = 0.40 Ds, dan C = 0,40 DS
Variasi 6
10
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
Variasi 7
Gambar 8. Foto hasil pengujian balok kastela (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)
Variasi 8
Variasi 9
Gambar 9.Output analisis model numeris balok kastela menggunakan perangkat lunak ANSYS V.10
Pembahasan: Dari perbandingan hasil model eksperimen dengan model numeris diatas dapat dilihat bahwa beban ultimit yang didapat dari kedua model sudah mendekati yaitu, sebesar 140.5 kN dan 145 kN dengan persentase selisih 3.20%. Begitu juga dengan tegangan maksimum yang didapat yaitu, sebesar 397 MPa dan 423 MPa dengan persentase selisih 6.55%. Sedangkan pada defleksi yang terjadi hasil yang didapatkan agak berbeda yaitu, 1.84 mm pada model eksperimen dan 2.44 mm pada model numeris dengan persentase selisih diatas 10% yaitu 32.61%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terjadinya tekuk pada badan balok terlebih dahulu (web buckling) karena perlemahan las yang tidak sempurna pada sambungan web post sewaktu modifikasi pembuatan balok kastela di awal. Pada model numeris sambungan web post tersebut di idealisasikan sebagai las sempurna sehingga tidak terjadinya web buckling terlebih dahulu dan defleksi yang terjadi lebih besar dari model eksperimen. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa model numeris yang dibuat sudah mendekati (konvergen) hasil model eksperimen. Dengan demikian model numeris tersebut dapat digunakan
Variasi 10 Gambar 7. Sepuluh variasi dimensi lubang heksagonal model numeris balok kastela
4. HASIL DAN PEMBAHASAN (1) Perbandingan Hasil Satu Model Numerik dengan Hasil Model Eksperimen Hasil analisis pemodelan numeris menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10 dan hasil eksperimen balok kastela dengan dimensi 225x75x7x5 mm dan bentang 1 meter dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 9, dan Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Perbandingan hasil model eksperimen dengan hasil model numeris Tegangan max. Defleksi Beban Ultimit Model (MPa) (mm) (kN) Eksperimen
397.00
1.84
140.50
Numeris selisih (%)
423.00
2.44
145.00
6.55
32.61
3.20
11
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13)
sebagai dasar untuk membuat 9 variasi dimensi lubang heksagonal balok kastela lainnya. (2) Hasil Model Numeris dengan Dimensi Lubang Heksagonal
5. KESIMPULAN (1) Kesimpulan Bedasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Model numerik hasil analisis metode elemen hingga lebih kaku dibandingkan dengan model eksperimen. Hal ini disebabkan pengelasan pada model numeris di idealisasikan lebih sempurna dibandingkan model eksperimen. 2. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang heksagonal didapatkan hasil bahwa semakin tinggi lubang dan lebar lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi dan nilai defleksi yang terjadi berbanding lurus dengan nilai tegangan tarik dan tegangan tekan tersebut. 3. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang heksagonal didapatkan hasil bahwa Semakin kecil rasio lubang dan semakin sedikit jumlah lubang yang dibuat maka semakin kecil tegangan geser yang terjadi.
Variasi
Hasil analisis pemodelan numeris balok kastela dengan variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ANSYS V.10 dapat silihat pada Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis variasi dimensi lubang heksagonal menggunakan metode elemen hingga σ tarik
σ tekan
σ geser
Defleksi
Rasio Lubang
Jumlah lubang
(MPa)
(MPa)
(MPa)
(mm)
(%)
(buah)
1*
381
423
340
2.44
25.89
4
2
478
459
451
3.89
18.86
7
3
379
403
329
2.61
17.21
5
4
478
486
327
3.63
15.92
4
5
524
529
334
3.51
22.82
4
6
577
583
338
4.00
20.39
3
7
356
358
192
2.53
16.73
2
8
704
724
436
5.09
26.50
3
9
446
449
190
2.85
21.85
2
10 567 550 196 3.27 14.22 Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen
1
Variasi
(2) Rekomendasi Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah kualitas pengelasan dalam modifikasi pembuatan balok kastela untuk model eksperimen harus bermutu baik agar didapatkan hasil verifikasi dengan model numeris menggunakan metode elemen hingga lebih konvergen.
Pembahasan : 1. Semakin tinggi lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10. 2. Semakin lebar lubang maka semakin besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10. 3. Semakin dekat jarak antar 2 titik pembebanan tehadap tengah bentang maka semakin besar tegangan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 5,6,8, dan 10. 4. Semakin jauh jarak antar 2 titik pembebanan terhadap bentang tengah maka defleksi yang terjadi semakin kecil. Ini bisa terlihat pada variasi 1,3,7 dan 9. 5. Defleksi yang terjadi berbanding lurus dengan nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 2,4,5,6,8 dan 10. 6. Semakin kecil rasio lubang dan semakin sedikit jumlah lubang yang dibuat maka semakin kecil tegangan geser yang terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 7,9 dan 10.
REFERENSI 1) Apriyatno, Henry, 2000, Pengaruh Rasio Tinggi dan Tebal Badan Balok Castella Pada Kapasitas Lentur, Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2) Blodgett. O.W., 1982., Design of Welded Structures, The James F. Lincoln Arc Welding Foundation, Vol. 14, Cleveland, Ohio. 3) Boyer J.P., 1964, Castellated Beams-New Developments, AISC National Engineering Conference, Omaha. 4) Dervinis, B., Kvedaras, A.K., 2008, Investigasi of Rational Depth of Castellated Steel I-Beam, Journal of Civil Engineering and Management, vol. 14. No. 3 pp 163-168. 5) Kerdal. D., Nethercott. D.A., 1984, Failure Modes of Castellated Beams, Journal of Construction Steel Research 4, pp. 295-315. 6) Moaveni, Saeed., 2003, Finite Element Analysis : Theory And Application With ANSYS, Pearson Education Inc., New Jersey. 7) Muhtarom, A., 2012, Optimasi Dimensi Lubang Heksagonal Balok Kastela Bentang Pendek Dengan Metode Artificial Neural Network, Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 8) Nakasone, Y., Yoshimoto, S., Stolarski T. A., 2006, Engineering Analysis With ANSYS Software, Elsevier Butterworth-Heinemann, Vol. 1, Burlington, UK. 9) Pirmoz, A., Daryan, A.S., 2008, Nonlinear Behavior of Castellated Beams Subjected to Moment Gradient Loading, Special Report, Civil Engineering Dept., Toosi University of Technology.
12
Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 – 13) 10) Pradipta, D.A., 2012, Perilaku Geser Balok Komposit Castellated Bukaan Heksagonal Dengan Selimut Mortar Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11) Salmon, C.G., 1996, Struktur Baja Desain dan Perilaku, Gramedia, Jakarta. 12) Showkati H., 2008, Lateral-Torsional Bucklingof Castellated Beam, Iranian Journal of Science & Technology, vol. 32, No. B2, pp 153-156. 13) Showkati H., Kohnehpooshi O., 2009, Numerical Modeling and Struktur Behavior of Elastic Castellated Section, European Journals of Scientific Research, Vol. 31. No. 2, pp. 306-318. 14) Suhendro, Bambang, 2000, Metode Elemen Hingga dan Aplikasinya, UGM, Yogyakarta. 15) Castellated Beam
(March, 5, 2015). 16) Castellated Shape Honey Comb (March, 12, 2015).
13
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 14 - 19, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAXIAL Yulindasari Sutejo1, Ratna Dewi2, Dwi Haryadi3, dan Reffanda Kurniawan4 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected] 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected] 4 Jurusan Teknik Sipil, Universitas PGRI (Jl. A.Yani Lr. Gotong Royong 9-10 Ulu, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected]
Abstract The soil plays an important role in a construction site. One type is the soft clay soil that has a value compressibility and high water levels so low soil shear strength that reduce the bearing capacity of the soil. In this study conducted by the method of soil improvement, soil stabilization using a mixture of urea fertilizer with percentage of 5 %, 10 %, and 15 % with a treatment period of 3 , 7, and 14 days with Triaxial test. Soft clay soil samples taken in the area around UNSRI, Inderalaya, OI, South Sumatra. The test results of soil properties, ω 35.20 %; 2.53 Gs; PL 21.14 %; LL 42 % and IP 20.86 %. According to the USCS, the soil categorized CL, while according to AASHTO, the soil is categorized class A-7-6. Results of Triaxial testing , the value of cohesion (c) 5 % maximum on the addition of urea fertilizer (14 days) is 1.138 kg /cm2 . While the value of shear angle (φ) and shear strength (τ) maximum on the addition of 15 % urea fertilizer (3 days) of 26,42o and 3.93 kg /cm2 . Key Words : Urea Fertilizer, Shear Strength, Triaxial, Soft Clay
pondasi melampaui ketahan geser tanah pondasi maka akan berakibat keruntuhan geser dari tanah pondasi. Tanah lempung lunak merupakan suatu tanah yang mempunyai kandungan mineral-mineral lempung dan nilai kadar air yang tinggi sehingga kuat geser tanahnya rendah. Selain itu, tanah lempung lunak juga mempunyai nilai kompressibilitas tanah yang tinggi menyebabkan daya dukung tanahnya menjadi rendah. Stabilisasi tanah merupakan rekayasa terhadap pondasi atau tanah dasar dengan atau tanpa bahan campuran, untuk menaikkan kemampuan menahan beban dan daya tahan terhadap tegangan fisik atau kimiawi akibat cuaca atau lingkungan, selama masa guna fasilitas keteknikan (engineered facility). Dari
1. PENDAHULUAN Seperti yang diketahui, tanah berperan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi sipil. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau sebagai penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah. Jadi tanah selalu berperan pada setiap pekerjaan teknik sipil (Suyono, S. & Kazuto, N., 1983). Tanah mempunyai sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila mendapat tekanan. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi telah melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan di dalam tanah 14
Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)
sifat teknisnya, stabilisasi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu stabilisasi fisik, stabilisasi mekanis, dan stabilisasi kimiawi (Ingel dan Metcalf, 1977). Sifat dasar tanah seperti: kekuatan, kekakuan, mampumampat, sensitifitas, potensi mengembang, daya tembus air, dan perubahan volume, dengan sifat beragam tersebut, sehingga kecenderungannya memerlukan variasi perbaikan tanah yang berbeda. Stabilitas tanah yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu, dengan penambahan bahan kimia tersebut dapat mempengaruhi karakteristik tanah lempung lunak. Adapun tujuan dari perbaikan tanah adalah sebagai berikut : Menaikkan daya dukung dan kuat geser; Mengurangi kompressibilitas; Mengontrol stabilitas volume (shringking dan swelling); Memperbaiki kualitas material untuk bahan konstruksi; dan Memperkecil pengaruh lingkungan. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan tanah dengan pengujian terhadap pengaruh campuran pupuk urea pada tanah lempung lunak dalam skala laboratorium. Sampel tanah lempung lunak yang digunakan untuk penelitian diambil pada daerah sekitar Universitas Sriwijaya Inderalaya. Penggunaan pupuk urea sebagai bahan campuran diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah lempung lunak dengan parameter kuat geser tanah (pengujian Triaxial).
menentukan kemampuan tanah menahan tekanan-tekanan tanpa mengalami keruntuhan. Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas pondasi/dasar yang dibebani, stabilitas tanah isian/timbunan di belakang bangunan penahan tanah dan stabilitas timbunan tanah. d. Pemadatan Tanah (compaction) Tingkat kepadatan tanah dasar dapat mempengaruhi daya dukungnya. Tanah dengan tingkat kepadatan yang tinggi mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang sejenis tetapi mempunyai tingkat kepadatan yang lebih rendah. Tanah lempung lunak adalah jenis tanah yang memiliki daya dukung batas yang rendah dan daya mampat yang tinggi. Sifat-sifat yang dimiliki lempung adalah sebagai berikut: Ukuran butirannya halus (0,005 mm); Permeabilitas rendah; Kenaikan air kapiler tinggi; Kembang susutnya tinggi; Bersifat sangat kohesif, dan Proses konsolidasi lambat. Tanah dapat dibedakan berdasarkan ukuran butiran dan konsistensi. Ukuran partikel tanah bervariasi dari 100 mm sampai kurang dari 0.001 mm. Berdasarkan ukuran partikel tanah dapat dikelompokkan sebagai tanah butir kasar (coarse grained soil) dan tanah butir halus (fine grained soil). Ada empat macam klasifikasi tanah yaitu British Standard (BS), American Standard Testing Manual (ASTM) yang pada dasarnya samamdengan Sistem Klasifikasi Unified (USCS: Unified Soil Classification System) dan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A7. Tanah berbutir diklasifikasikan ke dalam kelompok A-1 sampai A-3, dimana kurang dari 35% dari jumlah butir tanah tersebut lolos saringan no. 200. Tanah lempung dan lanau sebagian besar di kelompokkan ke dalam kelompok A-4 sampai A-7, dimana 35% atau lebih dari jumlah butiran tersebut lolos saringan No. 200. Secara garis besar Sistem Klasifikasi Unified membagi tanah dalam dua kelompok besar, yaitu : tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih besar dari 50% berat total dari contoh tanah lolos saringan No.200 dan tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No. 200.
2. TINJAUAN PUSTAKA Dalam ilmu mekanika tanah yang disebut “tanah” adalah semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan tetap (G. Djatmiko S., & S.J. Edy P., 1993). Pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, tanah berguna sebagai bahan bangunan. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran, kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung terhadap beban, dan lain-lain. Beberapa sifat-sifat penting dari tanah dapat diuraikan sebagai berikut: a. Permeabilitas (permeability) Sifat ini untuk mengukur/menentukan kemampuan tanah dilewati air melalui pori-porinya. Sifat ini penting dalam konstruksi bendung tanah urugan (earth dam) dan persoalan drainase. b. Konsolidasi (consolidation) Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban. Sifat ini dipergunakan untuk menghitung penurunan (settlement) bangunan. c. Tegangan Geser (shear strength) Untuk 15
Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)
Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan atau beban bangunan pada tanah dengan aman tanpa menimbulkan keruntuhan geser dan penurunan berlebihan menurut Najoan, T. F. (2002). Kekuatan geser tanah merupakan parameter yang paling tinggi untuk menilai kestabilan struktur yang mengandung berbagai mineral. Parameter kuat geser dapat diuji dengan melakukan pengujian laboratorium atau di lapangan untuk menyelidiki kegagalan struktur. Nilai dari kuat geser tanah ini antara lain diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah karena kekuatan geser tercapai apabila butir-butir tanah tergeser satu sama lain. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kekuatan geser tanah antara lain: pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test), pengujian Triaxial (Triaxial test) dan pengujian geser langsung (Direct Shear Test). Pengujian Triaxial dapat dilakukan dalam beberapa kondisi yaitu Unconsolidated Undrained (UU), Consolidated Undrained (CU), dan Consolidated Drained (CD). Pada pengujian UU contoh tanah mengalami tekanan sel tertentu. Penjelasan masing-masing keadaan diberikan pada bagian kekuatan geser tanah. Keadaan ini pada percobaan triaxial dapat dibedakan dengan cara membuka dan menutup saluran-saluran yang ada (Gambar 1). Harga c dan φ yang didapat tergantung dengan derajat kejenuhan contoh tanah. Sebaiknya dilakukan pada tanah lempung dengan derajat kejenuhan mendekati 100 %.
apakah campuran pupuk urea dengan tanah lempung lunak dapat meningkatkan daya dukung tanah. Pupuk urea adalah pupuk kimia mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih. Pupuk urea dengan rumus kimia NH2 CONH2 merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat. Pupuk urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg Nitrogen, Moisture 0,5 %, Kadar Biuret 1 %, ukuran 1 3,35MM 90 % Min serta berbentuk Prill. Standar pupuk urea SNI-02-2801-1998.
3. METODOLOGI Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Pengambilan sampel tanah lunak adalah pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed sample). Jenis tanah yang diambil yaitu jenis tanah lempung lunak di daerah sekitar Kampus Universitas Sriwijaya Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Pengujian soil properties yang dilakukan adalah Pengujian Kadar Air (standar ASTM D-2216-90); Pengujian Berat Jenis (Gs) Butiran Tanah (ASTM D-854); Pengujian Atterberg Limit (ASTM D 42366 dan ASTM D 424-74); serta Pengujian Analisis Saringan (ASTM D 421 dan ASTM D 422). Pengujian pemadatan tanah dilakukan sebelumn pengujian uji kuat geser Triaxial UU (Unconsolidated Undrained). Sebelum dilakukan pemadatan tanah, terlebih dahulu tanah dicampur air dengan persentase kadar air yang berbeda-beda dari jumlah tanah yang akan diuji. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan kadar air optimum sebelum dilakukan pengujian Triaxial UU. Sistem pemadatan yang digunakan adalah standar proctor. Pengujian dilakukan pada tiap variasi persentase campuran pupuk urea (5 %, 10 %, dan 15 %) pada tanah lempung lunak. Pada setiap variasi persentase campuran pupuk urea terdapat 9 benda uji sehingga jumlah benda uji sebanyak 27. Setelah benda uji siap, benda uji selanjutnya ditutup dengan plastik dan disimpan dalam desikator sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu 3 hari, 7 hari, dan 14 hari. Setelah 3 hari maka tanah tersebut dapat diuji dengan pengujian Triaxial UU selanjutnya untuk 7 hari dan 14 hari.
Gambar 1. Lingkaran Mohr untuk Hasil Pengujian Triaxial
Analisis perhitungan daya dukung tanah lempung yang dikembangkan para ahli mengasumsikan tanah lempung dalam keadaan undrained. Teori ini dikembangkan dari persamaan Mohr-Coulomb : τ = c +σ tanφ
(1)
Pada penelitian ini, pupuk urea digunakan sebagai campuran pada tanah lempung lunak untuk pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan adalah uji kuat geser tanah (Triaxial test). Dari hasil pengujian tersebut didapatkan 16
Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)
kadar air optimum (ωopt) 19,40 % dengan berat isi kering maksimum (γd maks) 1,62 gr/cm3. Parameter yang dicari dari pengujian Triaxial UU adalah untuk mengetahui perubahan nilai parameter kohesi (C), sudut geser (φ) dan nilai kuat geser tanah (τ) setelah penambahan pupuk urea dengan persentase 5 %, 10 %, dan 15 %. Adapun perbandingan nilai kohesi untuk masing-masing persentase penambahan pupuk urea pada setiap masa perawatan dapat dilihat pada gambar 3. Nilai kohesi maksimum terjadi pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 14 hari yaitu 1,138 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 169,35 %. Hal ini menunjukkan kekuatan ikatan antar partikel tanah akan menjadi lebih kuat dan maksimum pada persentase 5 %. Pada saat pencampuran nilai kohesi terendah adalah 0,329 kg/cm2 untuk kadar campuran 15 % urea dengan masa perawatan 3 hari.
Setelah masa perawatan, kemudian dilakukan uji Triaxial UU kondisi Unsoaked dengan tekanan sel 1 kg/cm2 , 1,5 kg/cm2 , dan 2 kg/cm2. Tujuan dari pengujian Triaxial tanah campuran ini adalah untuk mengetahui parameter kuat geser tanah yaitu c (kohesi) dan ϕ (sudut geser dalam) setelah tanah dicampur dengan pupuk urea dan menjalani masa perawatan. Hasil dari pengujian Triaxial tanah campuran akan dibandingkan dengan hasil dari pengujian Triaxial tanah asli, kemudian dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari penambahan pupuk urea terhadap parameter kuat geser tanah lempung lunak yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun gambar alat pengujian Triaxial UU terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Alat Pengujian Triaxial
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan sifat fisis tanah meliputi pengujian kadar air asli, analisis saringan, pengujian berat jenis dan pengujian Atterberg Limit. Pemeriksaan ini mengacu pada standar ASTM. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis dan klasifikasi tanah lempung lunak dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 3. Diagram Nilai Kohesi Tanah Lempung Lunak Tabel 1. Data Karakteristik Tanah Asli
Pemeriksaan Laboratorium Kadar Air Asli (w, %)
35,20
Tanah Lolos Saringan No.40 (%)
84,90
Tanah Lolos Saringan No.200 (%)
72,65
Batas Cair (LL, %)
42,00
Batas Plastis (PL, %)
21,14
Indeks Plastis (IP, %)
20,86
Berat Jenis (Gs)
2,53
Klasifikasi Tanah (AASHTO) Klasifikasi Tanah (USCS)
Perbandingan nilai sudut geser untuk masingmasing persentase penambahan pupuk urea pada setiap masa perawatan dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. Pada diagram batang dibawah ini, nilai sudut geser tanah maksimum pada persentase penambahan 15 % pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari yaitu 26,42o dengan persentase kenaikan 76,84 %. Dan nilai sudut geser tanah minimum pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 7 hari yaitu 13,71o. Sudut geser tanah merupakan salah satu parameter dalam menentukan kestabilan tanah sehingga semakin tinggi sudut geser suatu tanah maka kondisi tanah tersebut semakin stabil.
Hasil
A-7-6 CL
Hasil dari pengujian pemadatan tanah asli di sekitar Kampus Universitas Sriwijaya, Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan didapatkan 17
Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)
2. a.
Gambar 4. Diagram Nilai Sudut Geser Tanah Lempung Lunak
Variasi nilai kuat geser tanah pada setiap persentase pencampuran pupuk urea dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5 diketahui bahwa nilai kuat geser untuk tanah asli sebesar 1,55 kg/cm², kemudian meningkat setelah ditambahkan pupuk urea kedalamnya.
b.
c.
d.
plastis (PL), batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) berturut-turut 21,14 %, 42 % dan 20,86 %. Menurut USCS, tanah dengan parameter demikian dikategorikan dalam CL yang memiliki plastisitas rendah hingga plastisitas sedang. Sedangkan menurut AASHTO, tanah dengam parameter demikian dikategorikan dalam golongan A-7-6 dengan karakteristik tanah cukup sampai dengan buruk. Dengan demikian tanah diklasifikasikan sebagai tanah lempung lunak. Untuk pengujian Triaxial didapatkan hasil : Nilai kohesi maksimum terjadi pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 14 hari yaitu 1,138 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 169,35 %. Nilai kohesi terendah adalah 0,329 kg/cm2 untuk kadar campuran 15 % urea dengan masa perawatan 3 hari. Nilai sudut geser tanah (φ) maksimum pada persentase penambahan 15 % pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari yaitu 26,42o dan nilai sudut geser tanah minimum pada persentase penambahan 5 % pupuk urea dengan masa perawatan 7 hari yaitu 13,71o. Nilai kuat geser untuk tanah asli sebesar 1,55 kg/cm². Nilai kuat geser maksimum dicapai pada kadar campuran 15 % pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari, yaitu 3,93 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 170,97 %. Pada tiga variasi campuran 5 %, 10 %, dan 15 % terjadi perubahan pada nilai sudut geser berupa penurunan dan peningkatan bila dibandingkan dengan kondisi tanah asli dan non campuran. Sedangkan untuk nilai kuat geser dan nilai kohesi tanah cenderung meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tanah asli dan non campuran.
UCAPAN TERIMA KASIH Gambar 5. Diagram Nilai Kuat Geser Tanah Lempung Lunak
Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Dosen Muda SATEKS UNSRI 2014.
Pada persentase campuran 5 % dan 10 % urea nilai kuat geser tanah meningkat seiring lamanya masa perawatan, sedangkan untuk persentase campuran 15 % urea nilai tersebut menurun seiring dengan lamanya masa perawatan. Nilai kuat geser maksimum dicapai pada kadar campuran 15 % pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari, yaitu 3,93 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 170,97 %.
REFERENSI 1) Antonius, Jonry. 2004. Pengaruh Penambahan 20 %, 25 %, 30 % Pupuk Urea Terhadap Kuat Geser Tanah Lempung Ekspansif Dengan Pengujian Triaxial. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Inderalaya. 2) Bowles, Joseph E. 1993. Sifat-ifat Fisis dan Geoteknik Tanah: Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta. 3) Bowles, Joseph E, 1993, Analisa dan Disain Pondasi: Jilid kedua: Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. 4) Chen, F.H.1975. Foundation on Expansive Soil. Development in Geotechnical Engineering 12, Esevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. 5) Das, M.B. 1988, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis), P.T. Gelora Aksara Pratama, Surabaya. 6) G. Djatmiko S., dan S.J. Edy P., 1993, Mekanika Tanah 1. Kanisius. Yogyakarta.
5. KESIMPULAN Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan sampel tanah lunak yang diambil di daerah kampus UNSRI, OI, SUMSEL didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil pengujian sifat-sifat fisis tanah, didapatkan kadar air tanah asli (w) 35,20 %, berat jenis (Gs) 2,53, persentase butiran tanah lolos saringan No. 200 adalah 72,65 % serta batas 18
Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 – 19)
7) Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah I. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 8) Holtz, R.D and Kovacs, W.D. An Introduction to Geotechnical Eng, Practice-Hall Inc. 9) Mitchell, J.K., John Wiley and Sons. 1995. Fundamental of Soil Behavior third edition. Inc New York. 10) Oemar, Bakrie, Nurly Gofar, dan Ratna Dewi, Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah. Universitas Sriwijaya, Inderalaya, 2010. 11) Pedoman Kimpraswil. 2002, Panduan Geoteknik 1. Edisi Pertama Bahasa Indonesia, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 12) Suranta Adi, Swastika. 2004. Pengaruh Penambahan 5 %, 10 %, 15 % Pupuk Urea terhadap Kuat Geser Tanah Lempung Ekspansif dengan Pengujian Triaxial. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Inderalaya. 13) Suyono, S. dan Kazuto, N., 1983., Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta
19
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 20 - 26, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE ISOLATION DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS Saloma Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Palembang - Prabumulih KM 32 Inderalaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected]
Abstract This paper discussed the usage of base isolation in the form of leading rubber bearing which is applicated on steel structure of five floor. The analysis is done on steel structure by using base isolation. It is compared with steel structure without base isolation. The usage of base isolation on steel structure with loading earthquake can reduce response structure either displacement, velocity or accelaration. Key Words: base isolation, lead-rubber bearing.
mekanisme kerjanya lebih efektif bila dibandingkan dengan kontrol pasif. Hal ini dikarenakan sistem kontrol aktif dapat memberikan gaya kontrol pada parameter struktur seperti perpindahan, kecepatan dan percepatan sampai batasan tertentu. Beberapa contoh sistem kontrol aktif yaitu active bracing systems, active mass dampers, variable stiffness atau damping systems, smart material dan aktif tendon. Keunggulan masing-masing sistem kontrol tentunya memberikan pilihan bagi para engineer untuk mengaplikasikannya pada bangunan struktural. Walaupun teknologi kontrol yang banyak berkembang pada abad ke-20 adalah sistem kontrol aktif dan hybrid, namun penggunaan sistem kontrol pasif masih menjadi alternatif yang lebih relevan dikarenakan total biaya konstruksi yang lebih murah dan pemasangan alat yang lebih sederhana. Paper ini menganalisis tentang base isolation sebagai peredam gempa secara pasif pada struktur rangka baja 5 lantai. Tujuan utama paper ini adalah membandingkan perilaku struktur baik yang menggunakan base isolation maupun tanpa base isolation. Perbandingan dilakukan dengan melihat hasil displacement, kecepatan dan percepatan struktur dengan time history analysis.
1. PENDAHULUAN Seiring perkembangan teknologi perencanaan struktur tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan tahan gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Sistem kontrol pada struktur terdiri dari sistem kontrol pasif dan sistem kontrol aktif. Sistem kontrol pasif bekerja tanpa menggunakan tambahan energi luar, sehingga gaya kontrol hanya dapat memberikan respon pada struktur dalam batasan tertentu. Walaupun demikian, penggunaan sistem ini masih diminati karena kemudahan pengerjaan dan ketahanannya. Selain itu, penerapan sistem kontrol pasif tidak beresiko menimbulkan kondisi yang tidak stabil pada struktur. Sistem kontrol pasif dibedakan atas sistem isolasi gempa (seismic isolation system) seperti elastomeric bearings, lead rubber bearings, sliding friction pendulum dan alat penyerap energi mekanik (passive energy dissipation devices) seperti tuned mass dampers, tuned liquid dampers, metallic dampers, viscoelastic dampers, dan viscous fluid dampers. Sedangkan sistem kontrol aktif bekerja menggunakan tambahan energi luar, sehingga 20
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26)
[ M]{&&x} + [C]{x& } + [ K]{x} = −&&x g [ M]{1}
2. TINJAUAN PUSTAKA
(5)
(1) Pemodelan Base isolation Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada isolator seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 2. Model struktur MDOF dengan base isolation
m1 [M ] =
Gambar 1. Pemodelan hysteresis bilinier
Dalam analisis struktur, isolator dapat dimodelkan sebagai model linier atau bi-linier. Untuk analisis linier digunakan kekakuan efektif, sedangkan untuk analisis nonlinier ada tiga parameter yang menentukan karakteristik dari isolator, yaitu: kekakuan awal, kekakuan pasca leleh, dan perpindahan leleh. Hubungan parameter ini diberikan seperti pada persamaan berikut: Q (1) k eff = k p + D Q (2) Dy = ke − kp (3) Fy = Q + k p D y
(4)
dimana: ED = Energi dissipasi per cycle (luas kurva hysterisis
(
loop) yaitu E D = 4Q D − D y
0
0
m2
0 M
0
O
mm L sym
0 c n −1 + c n 0 0
L
0
O k n −1 + k n
= {x& 1 x& 2 K x& m K x& n −1 x& n }
{&&x}
= {&& x1 && x 2 K && x m K && x n −1 && xn }
{x} = [Φ]{x '}
21
L O
{x& }
T
Model struktur multi degree of freedom terdapat pada Gambar 2. Persamaan (5) menyatakan persamaan gerak MDOF pada gedung dengan base isolation:
0 0
= {x1 x 2 K x m K x n −1 x n }
T
(2) Persamaan Gerak MDOF pada Gedung dengan Base isolation
m n −1
0 0 0 m n
{ x}
T
)
0
O
−c 2 0 c1 + c 2 c + c 0 2 3 O M c m + c m +1 [C ] = sym −k 2 0 k1 + k 2 k + k 0 2 3 O M k m + k m +1 [K ] = sym
dimana: D = perpindahan maksimum yang terjadi pada isolator Q = kekuatan karakteristik Effective damping didapat sebagai berikut: ED β eff = 2 πk eff D 2
0
0 0 0 −c n c n 0 0 0 −k n k n
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26)
φ1,1 φ 2,1 K [ Φ ] = φm,1 K φn −1,1 φ n ,1
φ1,2
K
φ1,m
K
φ1,n −1
φ2,2 K
K K
φ2,m K
K K
φ2,n −1 K
φm,2 K
K K
φm,m K
K K
φ m,n −1 K
φn −1,2 K φ n −1,m K φn −1,n −1 φn ,2 K φn ,m K φn ,n −1
φ1,n φ 2,n K φm,n K φn −1,n φn ,n
3. Shear yield force pada masing-masing arah = 7 kips. 4. Perbandingan post yield shear stiffness dan initial shear stiffness 0,2.
[ M ][Φ ]{&&x '} + [ C ][ Φ ]{x& '} + [ K ][ Φ ]{x '} = − &&x g [ M ]{1} 3. MODEL STRUKTUR Kasus I. Struktur rangka baja tanpa base isolation Data struktur: 1. Jenis struktur rangka baja 2. Bentang per portal = 8 m 3. Tinggi per lantai = 3,5 m 4. Dimensi balok = W27x94, kolom = W21x248 Data material: 1. Baja: Berat jenis = 7850kg/m3 E = 200.000 MPa fy = 240 MPa fu = 370 MPa 2. Beton: Berat jenis = 2400 kg/m3 fc’ = 30 MPa
Gambar 3. Model struktur rangka baja tanpa base isolation
Kasus II. Struktur rangka baja dengan base isolation Data struktur: 1. Jenis struktur rangka baja 2. Bentang per portal = 8 m 3. Tinggi per lantai = 3,5 m 4. Dimensi balok = W27x94, kolom = W21x248 Data material: 1. Baja: Berat jenis = 7850kg/m3 E = 200.000 MPa fy = 240 MPa fu = 370 MPa 2. Beton: Berat jenis = 2400 kg/m3 fc’ = 30 MPa
Gambar 4. Model struktur rangka baja dengan base isolation
4. HASIL DAN PEMBAHASAN (1) Modal Periods and Frequencies Tabel 1 dan 2 memperlihatkan periode struktur hasil analisis untuk struktur dengan base isolation dan tanpa base isolation. Model struktur tanpa base isolation memiliki periode maksimum 4,916 detik, hal ini menjadi dasar memberikan tambahan base isolation sehingga periode maksimum menjadi 1,029 detik.
Rubber Isolator properties: 1. Vertikal (axial) stiffness = 10.000 k/in (linier) 2. Initial shear stiffness pada masing-masing arah = 10 k/in. 22
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26) Tabel 1. Periode dan frekuensi struktur tanpa base isolation Mode
Period (detik)
Frequency (Cyc/detik)
CircFreq (rad/detik)
Eigen value rad2/sec2
1
4.916
0.203
1.278
1.634
2
4.863
0.206
1.292
1.669
3
4.279
0.234
1.469
2
4
0.551
1.815
11.404
130
5
0.337
2.972
18.670
349
6
0.329
3.043
19.120
366
7
0.255
3.924
24.654
608
8
0.158
6.333
39.792
1583
9
0.103
9.678
60.807
3698
10
0.090
11.061
69.499
4830
11
0.076
13.108
82.360
6783
12
0.044
22.582
141.890
20132
Hasil analisis struktur dengan base isolation dan tanpa base isolation dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Parameter yang dianalisis adalah displacements antar lantai, kecepatan dan percepatan pada lantai. Selanjutnya, grafik hubungan antara displacements vs waktu, kecepatan vs waktu dan percepatan vs waktu pada masing-masing lantai dapat dilihat pada Gambar 5 sampai 19. Tabel 3. Response struktur dengan base isolation Lantai
1 2
Tabel 2. Periode dan frekuensi struktur dengan base isolation Period (detik)
Frequency (Cyc/detik)
CircFreq (rad/detik)
Eigen value rad2/sec2
1
1.029
0.972
6.106
37.287
2
0.537
1.862
11.699
136.86
3
0.350
2.859
17.963
322.66
4
0.219
4.561
28.657
821.2
5
0.175
5.721
35.943
1291.9
6
0.165
6.048
38.002
1444.2
7
0.102
9.821
61.710
3808.1
8
0.086
11.636
73.113
5345.5
Mode
9
0.075
13.363
83.963
7049.7
10
0.069
14.574
91.573
8385.6
11
0.060
16.644
104.580
10936
12
0.028
35.248
221.470
49049
3 4 5
Maks
Respon struktur base isolation Displacements Kecepatan Percepatan (mm) (mm/detik) (mm/detik2) 12.804 123.283 2119.618
Min
-13.212
-123.302
-2000.426
Maks
17.064
237.404
2913.795
Min
-13.856
-231.747
-2929.471
Maks
45.917
378.779
2936.555
Min
-48.165
-351.017
-3318.336
Maks
54.266
423.474
2915.129
Min
-57.337
-383.501
-3419.486
Maks
58.111
463.945
3108.316
Min
-61.416
-417.244
-3570.214
Tabel 4. Response struktur tanpa base isolation Lantai
1 2 3
(2) Response Struktur
4
Hasil analisis perbandingan sistem struktur dengan dan tanpa base isolation dilakukan pada arah x dan y. Parameter yang diperiksa adalah perpindahan antar lantai, percepatan pada lantai, dan gaya geser dasar. Berdasarkan gaya geser yang terjadi, sistem struktur dengan base isolation mampu menyerap energi gempa tambahan hingga empat kali jika dibandingkan dengan sistem biasa. Hal ini dapat dilihat dengan periode struktur yang semakin kaku dari 4,916 detik menjadi 1,029 detik. Perilaku struktur dengan base isolation memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan struktur tanpa base isolation. Hal ini dikonfirmasi oleh tingkat perpindahan lantai maupun antar lantai yang lebih kecil.
5
Maks
Respon struktur tanpa base isolation Displacements Kecepatan Percepatan (mm) (mm/detik) (mm/detik2) 34.808 289.632 3634.539
Min
-33.793
-281.042
-3770.839
Maks
51.193
523.816
4599.961
Min
-41.569
-478.901
-4607.726
Maks
126.681
822.611
5423.085
Min
-126.136
-648.454
-3717.955
Maks
153.675
887.451
4680.351
Min
-148.617
-728.989
-4927.122
Maks
167.502
913.057
5479.828
Min
-160.681
-791.325
-5726.660
LANTAI 1
200
Displacements (mm)
150 100 50 0 -50
0
10
20
30
40
50
-100
BASE ISOLATION
-150
TANPA BASE ISOLATION
-200
Waktu (detik)
Gambar 5. Respon displacement vs waktu lantai 1
23
60
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26) LANTAI 2
800
100
600
50 0 -50
0
10
20
30
LANTAI 1
1,000
150 Kecepatan (mm/detik)
Displacements (mm)
200
40
50
60
-100
BASE ISOLATION
-150
TANPA BASE ISOLATION
400 200 0 -200 0
10
20
30
40
-600 Waktu (detik)
800
100
600
50 0 -50
0
10
20
30
LANTAI 2
1,000
150
Kecepatan (mm/detik)
Displacements (mm)
Gambar 10. Respon kecepatan vs waktu lantai 1
LANTAI 3
200
TANPA BASE ISOLATION
Waktu (detik)
-1,000
Gambar 6. Respon displacement vs waktu lantai 2
40
-100
50
60
BASE ISOLATION
400 200 0 -200 0
10
20
30
40
50
60
-400 -600
-150
60
BASE ISOLATION
-800
-200
50
-400
BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION
-800 Waktu (detik)
-200
Gambar 7. Respon displacement vs waktu lantai 3
Gambar 11. Respon kecepatan vs waktu lantai 2
LANTAI 4
200
TANPA BASE ISOLATION Waktu (detik)
-1,000
LANTAI 3
1,000 800
150
Kecepatan (mm/detik)
Displacements (mm)
600 100 50 0 -50
0
10
20
30
40
-100 -150 -200
50
60
-800
20
30
40
50
60
BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
Waktu (detik)
-1,000
Gambar 12. Respon kecepatan vs waktu lantai 3
LANTAI 5
LANTAI 4
1,000 800 600
100
Kecepatan (mm/detik)
Displacements (mm)
10
-400 -600
150
50 0 0
10
20
30
-100 -150 -200
0 -200 0
TANPA BASE ISOLATION
Gambar 8. Respon displacement vs waktu lantai 4
-50
200
BASE ISOLATION
Waktu (detik)
200
400
40
50
60
400 200 0 -200 0
BASE ISOLATION
-600
TANPA BASE ISOLATION
-800 -1,000
Waktu (detik)
10
20
30
40
50
BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
Waktu (detik)
Gambar 13. Respon kecepatan vs waktu lantai 4
Gambar 9. Respon displacement vs waktu lantai 5
24
60
-400
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26) LANTAI 4
LANTAI 5
1,000
6000
800
4500 Percepatan (mm/detik2)
Kecepatan (mm/detik)
600 400 200 0 -200 0
10
20
30
40
50
60
-400 -600
BASE ISOLATION
-800
3000 1500 0 -1500 0
10
20
30
40
50
60
-3000 BASE ISOLATION
-4500
TANPA BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION
-6000 Waktu (detik)
-1,000
Waktu (detik)
Gambar 14. Respon kecepatan vs waktu lantai 5
Gambar 18. Respon percepatan vs waktu lantai 4
LANTAI 5 6000
4500
4500
Percepatan (mm/detik2)
Percepatan (mm/detik2)
LANTAI 1 6000
3000 1500 0 -1500 0
10
20
30
-3000
40
50
60
BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
-4500 -6000
Percepatan (mm/detik2)
3000 1500 0 40
50
60
BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
-4500 -6000
Waktu (detik)
Gambar 16. Respon percepatan vs waktu lantai 2
LANTAI 3 6000 4500 Percepatan (mm/detik2)
30
40
50
60
-3000 BASE ISOLATION TANPA BASE ISOLATION
Berdasarkan perbandingan Gambar 5 – 19 dapat dijelaskan beberapa analisis terhadap kinerja struktur base isolation, antara lain: 1. Respon struktur perpindahan, kecepatan, dan percepatan bertambah besar terutama pada lantai atas. 2. Struktur dengan base isolation membuat kinerja struktur, khususnya perpindahan (displacement) menjadi lebih baik. 3. Struktur dengan base isolation mulai bekerja efektif pada detik ke-20 eksitasi beban luar. Hal ini dapat diketahui dari response struktur secara umum mengecil setelah detik ke-20. Hal yang sama terjadi pada perpindahan yaitu respon semakin mengecil. 4. Penggunaan base isolation menyebabkan respon struktur percepatan dan kecepatan secara umum bertambah, yang membuat struktur tidak nyaman (comfortable) untuk digunakan.
4500
-3000
20
Gambar 19. Respon percepatan vs waktu lantai 5
6000
30
10
Waktu (detik)
LANTAI 2
20
0 -1500 0
-6000
Waktu (detik)
10
1500
-4500
Gambar 15. Respon percepatan vs waktu lantai 1
-1500 0
3000
3000 1500 0 -1500 0
10
20
30
40
50
(3) Hubungan Gaya Geser Dasar (Base Shear) dan Displacements
60
-3000 BASE ISOLATION
-4500 -6000
TANPA BASE ISOLATION
Gambar 20 memperlihatkan respon gaya terhadap deformasi struktur. Dapat dilihat kurva yang dihasilkan pada setruktur dengan base isolation bersifat nonlinier. Hal ini menunjukkan bahwa struktur dengan base isolation menyerap
Waktu (detik)
Gambar 17. Respon percepatan vs waktu lantai 3
25
Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 – 26)
energi lebih besar dibandingkan struktur tanpa base isolation.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemodelan dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penggunaan base isolator pada struktur rangka baja yang dikenai beban gempa mampu mereduksi respon struktur baik perpindahan, kecepatan maupun percepatan. 2. Kinerja struktur yang menggunakan base isolator lebih baik dibandingkan kinerja struktur tanpa base isolator. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya simpangan lantai atau gaya geser akibat beban gempa. 3. Base isolation pada lantai 1 mendisipasi energi lebih besar dari lantai di atasnya. 4. Lokasi penempatan base isolation pada arah x dan y terbukti mampu meningkatkan kinerja struktur.
1500 1200 900
Base shear
600 300 0 -120
-100
-80
-60
-40
-20 0 -300
20
40
60
80
100
-600 -900 -1200 -1500 Displacement (mm)
Gambar 20. Hubungan base shear vs displacement pada struktur dengan base isolation
(4) Energi Redaman Plot grafik hubungan energi redaman vs waktu dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa base isolation bekerja sesuai dengan pemodelan base isolation yang diajukan sebelumnya.
REFERENSI 1)
Fracklin Y. Cheng, Hongping Jiang, and Kangyu Lou, 2008, “Smart Structures Innovative Systems for Seismic response Control”, CRC Press.
1400000 1200000
Input energy
1000000 800000 600000 400000 200000 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (detik)
Gambar 22. Hubungan modal damping energy vs waktu
120000 Modal damping energy
Anil K. Chopra, 2007, “Dynamics of Structures – Theory and Application to Earthquake Engineering”.
100000 80000 60000 40000 20000 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (detik)
Gambar 21. Hubungan input energi vs waktu
26
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 27 - 33, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP Ulfa Fitriati1, Novitasari2, Achmad Rusdiansyah3, dan Andi Rahman4 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (Jl. A. Yani Km. 35 Banjarbaru, Kalimantan Selatan) E-mail : [email protected]
Abstract To fulfilling the demands of irrigation water in the region SWS Barito mostly farming community life is indispensable. Due to the presence of water balance studies in Sub SWS Barito is the basis for preparing the development strategy of water resources, particularly water management in irrigation area as one sub DAS Pitap Barito River. The method used to perform the analysis of the availability of water by using methods Mock and irrigation water needs analysis to see the balance of water in the water supply for paddy in Pitap Irrigation Area. Balance of water in the dam Pitap still insufficient to meet the water demands Pitap irrigation area of 4000 ha. Key Words: water availability, water demand, water balance and irrigation area Pitap
1.
PENDAHULUAN
2.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi bahan pangan, diantaranya adalah dengan pembukaan lahan pertanian. Usaha ini ditempuh karena dilihat mulai berkurangnya lahan pertanian akibat perkembangan suatu daerah yang diikuti dengan pembangunan pemukiman-pemukiman penduduk. Di lain sisi juga terjadi penyusutan kawasan hutan yang dinilai sudah sangat mengkhawatirkan, maka usaha untuk peningkatan pertanian perlu ditekankan pada usaha intensifikasi daripada ekstensifikasi. Salah satu wujud usaha intensifikasi ini adalah dengan meningkatkan fungsi tata saluran atau fasilitas jaringan irigasi dan drainase yang ada pada lahan pertanian dengan melakukan penelitian imbangan air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi. Kurang optimalnya penggunaan air irigasi untuk budidaya pertanian diperkirakan sebagai akibat belum konsistennya manajemen pengoperasian serta kondisi sarana tata air yang ada. Melalui studi ini diharapkan didapatkan gambaran secara jelas bagaimana ketersediaan dan kebutuhan air pada beberapa anak Sungai Barito yang pada akhirnya dapat dijadikan bahan tinjauan manajemen pengelolaan sumberdaya air.
TINJAUAN PUSTAKA
(1)
Imbangan Air Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air (water balance). Analisis neraca air atau sering juga disebut imbangan air merupakan bagian penting dalam tahapan kegiatan analisis hidrologi. Neraca air dimaksudkan merupakan perhitungan jumlah masukan (inflow) dan keluaran (outflow) dalam tinjauan periode waktu tertentu pada suatu sub-sistem hidrologi (Sri Harto, 2000) Persamaan dasar hitungan neraca air adalah sebagai berikut : = ± ∆
(1)
keterangan : I : total inflow, O : total outflow, ∆S : perubahan tampungan atau selisih antara jumlah inflow dan outflow. (2) Evapotranspirasi Penguapan merupakan salah satu mata rantai proses dalam siklus hidrologi. Penguapan merupakan proses alami berubahnya molekul cairan menjadi molekul gas/uap. Penguapan dapat saja terjadi dari semua permukaan yang lembab 27
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
(moisture), baik dari permukaan tanah, permukaan tanaman (transpiration from vegetated surface) maupun dari permukaan air seperti rawa, danau dan lautan. Besarnya laju penguapan mempunyai peran berbeda untuk berbagai kepentingan analisis hidrologi. Untuk satu kasus tertentu, penguapan dapat mempunyai nilai yang sangat penting seperti irigasi dan waduk, sehingga besarannya sama sekali tidak dapat diabaikan. Akan tetapi untuk kasus lainnya seperti banjir, besar penguapan umumnya diabaikan, karena peran/pengaruhnya sangat kecil. Meskipun demikian berbagai cara pendekatan untuk mengukur dan memperkirakan nilai penguapan perlu dicermati benar. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penguapan cukup banyak, baik faktor fisis maupun faktor meteorologis, meskipun faktor panas merupakan faktor utama. Faktor-faktor lain yang tidak sangat menonjol seperti kualitas air dan bentuk permukaan air. Dari banyak penelitian ditemukan bahwa upaya untuk memisahkan pengaruh masingmasing faktor sangat sulit, karena tingginya ketergantungan sifat antar faktor tersebut. Faktorfaktor meteorologis yang dimaksudkan tersebut diantaranya suhu, kelembaban (humidity), tekanan udara (barometer), angin. Dengan diperlukannya data fisis dan meterorogis yang banyak sedangkan ketersediaan data yang lengkap amat terbatas terutama di Kalimantan Selatan maka FAO PenmanMonteith memberikan solusi untuk perhitungan evapotranspirasi dengan data yang tidak lengkap. Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas. Lebih spesifik dapat ditakrifkan bahwa penguapan adalah proses transper air dari permukaan bumi ke atmosfer. Transpirasi adalah penguapan air yang terserap tanaman, tidak termasuk penguapan dari permukaan tanah. Evapotranspirasi adalah penguapan yang terjadi dari permukaan bertanaman. Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi yang terjadi apabila kandungan air tidak terbatas. Beberapa pendekatan teoritik yang digunakan dalam memperkirakan besarnya penguapan yaitu: Persamaan-persamaan empirik (empirical equations) 1. Keseimbangan air (water balance method) 2. Aerodynamic method 3. Energy balance method 4. Combination method 5. Priestley-Taylor method
laju penguapan yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengukuran laju penguapan secara langsung, terdapat paling tidak tiga kelompok yaitu : 1. Panci penguapan (evaporation pan) 2. Atmometer 3. Lysimeter Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan, yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi evapotranspirasi berdasarkan keadaan meteorologi seperti temperatur, sinar matahari, kelembaban dan angin dimana tersedia cukup air untuk pertumbuhan tanaman. Untuk perhitungan evapotranspirasi, dianjurkan untuk menggunakan rumus FAO Penman-Monteith. Metode FAO Penman-Monteith dalam hitungannya menggunakan data iklim secara maksimum seperti data temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari dan kecepatan angin, maka prakiraan besarnya evapotranspirasi dianggap mempunyai derajat ketelitian yang cukup tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Metode FAO Penman-Monteith juga menggunakan beberapa kalibrasi lokal sesuai daerah setempat. Selain itu Metode FAO Penman-Monteith juga menyediakan alternatif perhitungan untuk data terbatas (under standard conditions). Bentuk persamaan FAO Penman-Monteith yang telah dimodifikasi berikut ini. 900 0.408∆ ( Rn − G ) + γ u 2 (e s − ea ) T + 273 (2) ET0 = ∆ + γ (1 + 0.34u 2 ) Keterangan: ETo : evapotranspirasi tetapan (mm/hari), Rn : radiasi netto pada permukaan lahan (MJ/m2.hari), G : fluks panas tanah (MJ/m2.hari), T : rata-rata suhu udara harian pada ketinggian 2 m (°C), u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/detik), es : tekanan uap air jenuh (kPa), ea : tekanan uap air nyata (kPa), es-ea : penurunan tekanan uap air (kPa), ∆ : kemiringan kurva tekanan uap air L (kPa/°C), γ : konstanta psychrometric (kPa/°C). (3) Ketersediaan Air Ketersediaan air adalah jumlah air yang tersedia di dalam dan sekitar lahan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Besaran ini dapat berasal dari curah hujan dan debit sungai yang berada disekitar lahan pertanian yang ditinjau.
Dalam prakteknya besaran penguapan tidak dapat diperoleh dengan rumus-rumus yang ada, misalnya karena keterbatasan data, sehingga diperlukan upaya lain untuk memperoleh besaran 28
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
Potensi ketersediaan air permukaan pada umumnya dapat diketahui melalui berbagai analisis debit aliran sungai, namun untuk keperluan tersebut dibutuhkan data debit aliran sungai masa lalu yang panjang. Data debit aliran yang terlalu pendek tidak dapat digunakan sebagai informasi untuk mengetahui ketersediaan air dengan tepat. Berbagai model analisis yang telah dikembangan untuk mengetahui potensi ketersediaan air pada suatu daerah aliran sungai salah satunya adalah Model Mock yang merupakan penyederhanaan dari Model Tangki. Model Mock merupakan salah satu model yang umum digunakan di Indonesia, karena model ini cukup sederhana, mudah penerapannya dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit (Sinaro, 1987). Pada dasarnya hitungan simulasi hujan-aliran menurut Model Mock adalah berupa hitungan imbangan air pada tiga zona, yaitu di permukaan, sub surface dan akuifer. Imbangan air pada zona permukaan dimaksudkan untuk menentukan nilai aliran permukaan yang ditaksir sebagai selisih antara water surplus dan infiltrasi. Kelebihan air (water surplus) adalah sisa air dari curah hujan setelah dikurangi untuk evapotranspirasi dan pengisian lengas permukaan tanah. Imbangan air di zona sub surface merupakan representasi pengisian lengas tanah oleh curah hujan efektif (setelah dikurangi evapotranspirasi) dan proses infiltrasi untuk mengetahui potensi recharge ke zona akuifer. Pengaruh aliran horisontal di zona sub surface ini diabaikan dan dianggap menyatu dengan aliran permukaan sebagai direct runoff. Proses hitungan imbangan air di zona akuifer dimaksudkan untuk memperkirakan laju aliran air tanah sebagai baseflow. Untuk itu imbangan air dihitung berdasarkan nilai infiltrasi sebagai masukan, baseflow sebagai keluaran dengan memperhatikan karakteristik kemampuan pengaturan di zona ini, yaitu ditentukan oleh koefisien resesi aliran air tanah.
SM BF GWS IGWS SF
: Soil Moisture : Baseflow : Ground Water Storage : Initial Ground Water Storage : Stream Flow
Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh pada suatu DAS sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan menjadi limpasan langsung (direct runoff) dan sebagian lagi akan masuk ke tanah sebagai infiltrasi, kemudian jika kapasitas lengas tanah (soil moisture capacity) telah terlampaui air akan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi (percolation) ke air tanah (groundwater) yang akhirnya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (baseflow). Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari pada Gambar 1. Perhitungan model ini didasarkan pada data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai yang ditinjau untuk menaksir/memperkirakan ketersediaan air di sungai, bila data debit tersedia minimal atau bahkan tidak ada. Gambar 2 menunjukkan struktur Model Mock yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu hujan, penguapan (evaporasi), aliran permukaan dan aliran dasar. Persamaan dasar Model Mock digunakan dalam perhitungan pengalihragaman hujan menjadi aliran (debit). (Nurrochmad, 1998).
Gambar 2. Struktur Model Mock Sumber: Mock (1973) dalam Nurrochmad (1998)
AET = CF*PET ER = P – AET ∆SM = SMC – ISM WS = ER - ∆SM I = Cds*WS ; I = Cws*WS GWS = (0,5*(1+ K )*I)+(k* IGWS ) ∆S = GWS – IGWS BF = I- ∆S
Gambar 1. Skema Water Balance
Keterangan: P : Presipitasi ET : Evapotranspirasi I : Infiltrasi SRO : Surface Runoff 29
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
DRO = WS – I TRO = DRO + BF QRO = TRO*A
dengan koefisien korelasi (R) dan volume error. Disini diberi batasan R ≥ 0,99 dan volume error (VE) ≤ 0,0005. Batasan-batasan lain yang diinginkan adalah sebagai berikut: ISM ≥ 0,0001, SMC ≥ 50, SMC ≤ 250, IGWS ≥ 0,0001, k ≤ 0,9999, k ≥ 0,0001. Koefisen korelasi dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
Keterangan: DRO : Direct runoff/aliran langsung TRO : Total runoff /total aliran A : Luas daerah aliran sungai QRO : Debit runoff/debit aliran AET : Aktual evapotranspirasi/evapotranspirasi sebenarnya CF : Crop factor/faktor tanaman /koefisien tanaman PET : Evapotranspirasi potensial ER : Excces rainfall/hujan yang langsung sampai kepermukaan tanah P : Curah hujan tengah bulanan SM : Soil moisture/kelembaban tanah ISM : Initial soil moisture/kelembaban tanah awal WS : Water surplus/kelebihan air I : Infiltrasi Cds : Koefisien infiltrasi pada musim kemarau Cws : koefisien infiltrasi pada musim hujan GWS : Groundwater storage/tampungan air IGWS : Initial groundwater storage/tampungan air tanah awal K : konstanta resesi air tanah ∆S : Perubahan tampungan BF : Baseflow/aliran dasar
( Dt 2 − D 2 ) Dt 2
R= dimana: Dt2 =
(3)
N
∑ (Q i obs − Q ) 2 i =1
D2 =
N
∑ (Q i obs − Q i sim ) 2 i =1 N
∑ Qi obs Q=
i =1
N
Sedangkan volume error (VE) dihitung dengan formula: N
N
∑ Qi obs − ∑ Q i sim VE = i =1
i =1 N
(4)
i
∑ Q obs i =1
Keterangan: Qisim : debit simulasi periode ke-i (m3/det) Qiobs : debit observasi periode ke-i (m3/det)
Hitungan neraca air diterapkan pada zona atas untuk menetapkan hujan neto (excess rainfall) setelah dikurangi evapotranspirasi, kemudian di zona permukaan tanah dengan menghitung perubahan kelembaban tanah (SM) akibat pengisian hujan neto (ER) dengan memperhitungkan kapasitas penjenuhan (soil moisture capacity). Selanjutnya infiltrasi (I) dihitung berdasarkan nilai koefisien infiltrasi dan sisa air setelah pengisian lengas tanah (WS). Limpasan permukaan (DRO) merupakan sisa pengurangan lengas tanah (WS) oleh infiltrasi. Bagian akhir hitungan neraca air diterapkan di aquifer, yaitu menetapkan kondisi akhir tampungan air tanah akibat masukan infiltrasi dan keluaran oleh aliran air tanah (groundwater flow atau baseflow). Jumlah limpasan permukaan dan aliran air tanah (BF) dianggap sebagai aliran total di sungai (QRO) (Jayadi, R., 2006). Agar rumusan dengan Model Mock ini dapat mendekati hasil yang diinginkan maka perlu adanya penyesuaian/kalibrasi untuk mengindentifikasi parameter-parameter model sehingga didapatkan selisih yang relatif kecil antara besaran terukur dengan besaran yang dihitung. Yang dinyatakan
Q N
: debit observasi rerata (m3/det) : jumlah data
(4) Kebutuhan Air di Sawah (Water Requirement) Dalam rangka peningkatan pemakaian air irigasi yang terbatas terutama pada permulaan musim hujan dan musim kemarau maka diadakan pengaturan tata tanam, misalnya pengaturan golongan. Dengan pengaturan ini ditentukan waktu, luas, tempat dan jenis tanaman yang dijamin air irigasinya. Pola tata tanam merupakan cara yang terpenting dalam perencanaan tata tanam. Tujuan tata tanam adalah untuk memanfaatkan persediaan air irigasi seefisien dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. (5) Curah Hujan Efektif Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan 30
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang jatuh pada periode tertentu 2. Curah hujan efektif, yaitu sejumlah air hujan yang jatuh pada suatu daerah atau petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bendung Pitap terletak di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan yang menyuplai kebutuhan irigasi Pitap seluas 4000 ha. Dari data Dinas Pertanian Balangan selama tahun 2012 produksi padi mencapai 119.494,46 ton, turun sebesar 14,6 % dari tahun sebelumnya. Analisis hidrologi yang dilakukan mencakup analisis hidrologi aliran rendah (curah hujan andalan) dan ketersediaan air (debit andalan). Dalam metode aliran rendah, jenis tipe data curah hujan/debit yang diperlukan adalah suatu data yang bersifat menerus (continue data). Hal ini dikarenakan dalam perhitungan untuk mengetahui kondisi ketersediaan air pada selang waktu tertentu, maka variabel waktu juga sangat penting untuk diketahui. Untuk menentukan besarnya keandalan dibutuhkan seri data yang panjang, sehingga metode yang sering dipakai untuk analisa keandalan adalah metode rangking. Penetapan rangking dilakukan menggunakan analisis probabilitas dengan rumus Weibul. Data klimatologi yang digunakan data klimatologi Banjarbaru tahun 2005-2010.
(6) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang diperlukan untuk pertanian dimulai dari pengolahan tanah sampai menjelang panen. Besarnya kebutuhan air ini ditetapkan dengan memperhitungkan besarnya kebutuhan air efektif, evapotranpirasi, perkolasi, pengolahan tanah, macam tanah, efisiensi irigasi dan sebagainya. Secara umum perkiraan banyaknya air irigasi yang diperlukan untuk tanaman padi dan palawija diuraikan sebagai berikut: 1. Kebutuhan air untuk padi 2. Kebutuhan air untuk palawija 3. Penggantian Lapisan air (WLR) 4. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (PL) 5. Kebutuhan Air Konsumtif (ETc) 6. Perkolasi 7. Efisiensi Irigasi 8. Asumsi Dalam Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Tabel 1. Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Acuan
Bulan Januari Februari
3.
METODOLOGI Maret
Penelitian di lapangan yang meliputi penelitian pada DAS-DAS yang menjadi anak-anak Sub SWS Barito yaitu Sungai Pitap. Penelitian ini meliputi studi imbangan air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi terutama pada sistem irigasi dengan adanya Bendung Pitap.
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
31
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
ETo (mm/tengah bulan) 46,59 49,70 47,05 50,18 51,79 51,79 51,45 51,45 49,52 52,82 43,78 49,22 46,14 46,70 54,05 57,65 57,83 57,83 54,27 57,89 50,30 50,30 44,05 46,99
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
Data curah hujan untuk perhitungan Model Mock digunakan data curah hujan Kabupaten Balangan tahun 2000-2013, data debit untuk proses kalibrasi dalam Model Mock digunakan data debit Sungai Pitap tahun 2000 dari Balai Wilayah Sungai Kalimantan II. Dengan keandalan lebih 80 % didapat debit andalan untuk ketersediaan air Bendung Pitap pada tabel berikut.
Juli Agustus September Oktober November
Tabel 2. Debit Andalan untuk Ketersediaan Air Bendung Pitap
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Desember
3
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Debit (m /det) 15,116 14,885 8,926 7,119 11,033 10,325 6,771 6,813 3,426 3,186 3,722 5,109 3,363 3,128 3,327 3,094 3,291 3,265 3,425 8,283 7,878 7,850 19,059 18,823
Januari Februari Maret April Mei Juni
I II I II I II I II I II I II
2,371 0,520 0 0 Pasca Panen 4,896 4,928 0,666 0,633 1,513 1,548
Imbangan air terjadi jika air yang masuk sama dengan air keluar dari sistem irigasi yaitu ketersediaan air sama dengan kebutuhan air. Tabel 4. Imbangan Air Daerah Irigasi Pitap
Kebutu- Keterahan Air ngan 3 (m /det) I 15,116 0,112 + II 14,885 0 + I 8,926 0 + II 7,119 0 + I 11,033 Pasca + Panen II 10,325 + I 6,771 5,625 + II 6,813 5,625 + I 3,426 2,009 + II 3,186 2,116 + I 3,722 1,598 + II 5,109 1,608 + I 3,363 2,371 + II 3,128 0,520 + I 3,327 0 + II 3,094 0 + + I 3,291 Pasca Panen II 3,265 + I 3,425 4,896 II 8,283 4,928 + I 7,878 0,666 + II 7,850 0,633 + I 19,059 1,513 + II 18,823 1,548 + : (+) Terpenuhi (-) Tidak terpenuhi
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Tabel 3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air
Bulan
I II I II I II I II I II I II
Oktober
Kebutuhan Air (m3/det) 0,112 0 0 0 Pasca Panen
November Desember Keterangan
Debit (m3/det)
Dari hasil perhitungan imbangan air untuk Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha hanya pada kebutuhan air Bulan Oktober I ketersedian airnya tidak mencukupi yaitu pada tahap penyiapan lahan yang membutuhkan air cukup banyak.
5,625 5,625 2,009 2,116 1,598 1,608 32
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 – 33)
5.
KESIMPULAN
Imbangan air di Bendung Pitap masih mencukupi untuk melayani Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha.
REFERENSI 1) Anonim, 1996, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi (KP 01), Direktorat Jenderal Pengairan, CV. Galang Persada, Bandung 2) Anonim. 2000. HEC-HMS Technical Reference Manual, Hydrologic Engineering Center US Army Corps of Engineers. Davis, CA. 3) Doorenbos, J and W.O Pruitt. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water Requirements. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. 4) Franchini, M., and Pacciani, M. 1991. “Comparative Analysis of Several Conceptual Rainfall-runoff Models” Journal of Hydrology, Vol. 122, pp. 161-219. 5) Jayadi, R. 2006. Modul Pelatihan Hidrologi dan Hidrometri Pekerjaan Peningkatan Kemampuan Perencanaan Teknis Jaringan Irigasi Rawa dan Tambak. Direktorat Rawa dan Pantai. Yogyakarta. 6) Nurrochmad.R. 1998. Optimasi Parameter Modul Hujan Aliran Mock dengan Solver. Media Teknik No.2 Tahun XX edisi Mei. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 7) Sinaro, R dan Yusuf I.A. 1987. Perhitungan Simulasi Debit Sungai dengan Cara Mock untuk Menaksir Debit Andalan. HATHI. Bandung. 8) Sri Harto, Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 9) Sri Harto, Br. 2000. Hidrologi Teori, Masalah dan Penyelesaian. Penerbit Nafiri Offset. Yogyakarta.
33
Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 34 - 41, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) DI SUNGAI LEMATANG KOTA PAGAR ALAM Handy Wibowo1, Arifin Daud2, dan M. Baitullah Al Amin3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected] 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan) E-mail: [email protected]
Abstract Indonesia has a potential of renewable energy resources for mini-hydropower up to 450 MW. The energy resources development in Indonesia refers to Presidential Decree No.5/2006 on National Energy Policy, where the government aims to increase the capacity installed in micro-hydro power plants become 2,846 MW by year 2025. Pagar Alam City is a hilly area with an altitude range of 400 m – 3,400 m above sea level. The topography varies from 0° - 15°, to 45° slope. The average rainfall ranges 1,462 - 5,199 mm per year. In addition, Pagar Alam has several rivers, one of them is Lematang River. These conditions make Pagar Alam supposed to become potential area to develop micro-hydro power plants. This study deals with the planning of a micro-hydro power plant within Lematang River based on engineering and economic aspects. The study was done through several steps, i.e. 1) surveying and collecting data of river discharges, rainfall intensity, climatology parameters, and topographic map; 2) analysis of water availability, 3) hydraulic head analysis, 4) analysis of generated power for micro-hydro power plant, and 5) investment feasibility analysis for the constructions. The results of this study show that the availability of water in the river is 3.076 m3/s, the net hydraulic head is 11.442 m, the generated power is 165 kW for total efficiencies 47.9%, and the annual hydroelectricity production is 1.3 GWh/year. The investment feasibility analysis for the construction indicates that the planning of micro-hydro power plant development is feasible to implement. Key Words: hydropower, green energy, micro-hydro, engineering economics
dengan biomassa, nuklir, air, surya, dan angin berkontribusi sebesar 5%. Untuk itu langkah yang akan diambil pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikrohidro menjadi 2.846 MW pada tahun 2025. Mikrohidro atau yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan jumlah debit air. Kota Pagar Alam merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis berada pada posisi 40° Lintang Selatan (LS) dan
1. PENDAHULUAN Tenaga air atau hydropower adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir. Energi listrik yang berasal dari energi kinetik air ini sering disebut sebagai hydroelectric. Hydroelectric menyumbang sekitar 715.000 MW atau sekitar 19% kebutuhan listrik dunia. Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk minihidro sebesar 450 MW. Saat ini pengembangan EBT mengacu pada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam perpres tersebut disebutkan bahwa kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% 34
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 – 41)
103,150° Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah 63.366 Ha atau sama dengan 633,66 km2 dan terletak sekitar 298 km dari Kota Palembang serta berjarak 60 km di sebelah barat daya dari ibu Kota Kabupaten Lahat. Kota Pagar Alam merupakan daerah berbukit dengan ketinggian 400-3.400 di atas permukaan laut. Kondisi topografi bervariasi dari 0 sampai 15 derajat, sampai kelerengan 45 derajat. Kota Pagar Alam mempunyai beberapa sungai, di antaranya Sungai Lematang, Sungai Selangis Besar, Sungai Selangis Kecil, Sungai Air Kundur, Sungai Betung, Sungai Air Perikan, sedangkan Sungai Endikat merupakan sungai yang membatasi dengan Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat. Rata-rata curah hujan berkisar antara 1.462 mm – 5.199 mm per tahun dengan kelembaban udara berkisar antara 75% − 89% dan temperatur udara berkisar antara 22°C − 28°C dan intensitas cahaya matahari antara 6 jam – 10 jam per hari. Dengan kondisi topografi dan iklim tersebut, maka dapat dimungkinkan untuk dilakukan perencanaan pengembangan PLTMH di Kota Pagar Alam di mana penelitian ini berfokus pada lokasi Sungai Lematang.
(1) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu atau flow capacity, sedangkan beda ketinggian daerah aliran sampai ke instalasi dikenal dengan istilah tinggi jatuh air atau head. Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan terjemahan bebas bisa dikatakan sebagai energi putih. Jika ditinjau berdasarkan output daya yang mampu dihasilkan, pembangkit listrik tenaga mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air yang mampu menghasilkan daya dalam rentang 5 – 100 kW yang biasanya berfungsi sebagai pemasok daya listrik yang berjumlah sedikit atau industri pedesaan yang terpisah jauh dari sistem grid. Formulasi sederhana untuk analisis daya bersih (Pnet) yang dibangkitkan dari suatu pembangkit PLTMH adalah:
Pnet = g . Q . H e . E o Kab. Empat Lawang Prov. Sumsel Kec. Pagar Alam Utara
Kab. Lahat Prov. Sumsel
dimana
Kec. Pagar Alam Selatan
Kec. Dempo Utara
(1)
Eo = E turbin . Egenerator . Edrive system . Eline . E transformer (2) Kec. Dempo Tengah
Kab. Lahat Prov. Sumsel
Kab. Bengkulu Selatan Prov. Bengkulu
Kec. Dempo Selatan
dengan: Pnet : Daya bersih yang dapat dibangkitkan (kW) Q : Debit air (m3/s) g : percepatan gravitasi, 9,81 (m/s2) He : head efektif (m) Eo : Efisiensi dari sistem Eturbin : 0,70 ~ 0,85 (tergantung dari jenis turbin yang dipakai) Egenerator : 0,80 ~ 0,95 (tergantung dari kapasitas generator) Edrive system : 0,97 Eline : 0,90 ~ 0,98 (tergantung dari panjang transmisi) Etransformer : 0,98
Kab. Lahat Prov. Sumsel
Kab. Kaur Prov. Bengkulu
Gambar 1. Peta wilayah administrasi Kota Pagar Alam (Sumber: Pemkot Pagar Alam, 2012)
Tujuan dari penelitian perencanaan PLTMH di Sungai Lematang Kota Pagar Alam ini adalah sebagai berikut: 1. Menghitung debit aliran sungai untuk perencanaan PLTMH berdasarkan analisis ketersediaan air dengan Model Mock. 2. Menghitung tinggi jatuh air atau head efektif berdasarkan skema layout perencanaan PLTMH. 3. Menganalisis potensi daya listrik yang dapat dibangkitkan dari PLTMH. 4. Mengevaluasi kelayakan investasi dari perencanaan PLTMH berdasarkan metode NPV, BCR, PBP dan IRR.
Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) merupakan pembangkit listrik yang menggunakan energi potensial air dan dapat dikelompokkan berdasarkan metode mendapatkan head, sistem operasi dan jenis turbin yang digunakan. Secara singkat prinsip kerja dari suatu pembangkit PLTMH ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
2. TINJAUAN PUSTAKA 35
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 (3 – 41)
diperhatikan dalam pemilihan turbin adalah putaran kecepatan generator yang tersedia. Hal ini berpengaruh terhadap usia guna generator. Kecepatan turbin sama dengan kemampuan kecepatan generator. Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik. Beberapa daerah operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin pada daerah operasi yang overlapping ini memerlukan perhitungan yang lebih mendalam. Grafik pada Gambar 3 di bawah ini dapat membantu untuk pemilihan jenis turbin.
uatu PLTMH Gambar 2. Prinsip kerja suatu
(2) Pemilihan Turbin Turbin air berperan untuk mengubah energi air yaitu energi potensial, tekanan dan energi kinetik menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya turbin air dibagi menjadi dua kelompok yaitu turbin impuls dan turbin reaksi Cara kerja kedua tipe turbin tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Turbin Impuls Turbin jenis ini meliputi crossflow,, pelton, dan turgo,, menggunakan tekan yang sama pada setiap sisi sudut geraknya atau runner di mana bagian turbin yang berputar. 2. Turbin Reaksi Turbin ini meliputi jenis francis dan kaplan/propeller, menggunakan energi kinetik dan tekanan dikonversikan di runner.. Secara umum, jenis turbin ini tidak menerima tumbukan dan hanya mengikuti aliran air.
t Gambar 3. Grafik emilihan jenis turbin
(3) Desain Struktur Sipil PLTMH Sebuah PLTMH adalah sebuah sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga air sebagai sumber energinya dan memiliki komponenkomponen komponen paling tidak adalah sebagai berikut: 1. Bendung Pengalihan dan Intake 2. Bak Pengendap atau Settling Basin 3. Saluran Pembawa atau Headrace 4. Bak Penenang atau Headtank 5. Pipa Pesat atau Penstock 6. Rumah Pembangkit atau Powerhouse 7. Turbin air dan sistem transmisi mekaniknya 8. Kontrol beban dan atau control turbin tu serta variasinya 9. Generator listrik 10. Sistem jaringan dan distribusi listrik, dan 11. Sambungan rumah hingga pada pembatas atau meter
jenisTabel 1 berikut menunjukkan pembagiaan jenis jenis turbin berdasarkan prinsip kerja serta tinggi jatuh air. Tabel 1. Klasifikasi dan rentang penggunaan turbin
Turbine Type Impulse
Reaction
High > 40 m Pelton Turgo
Head (Pressure) Medium 20 m – 40 m Crossflow (Banki) Turgo Pelton Francis Pump as Turbine (PAT) Kaplan Propeller
Low 5 m – 20 m Crossflow (Banki) Propeller Kaplan
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa daerah kerja operasi turbin dapat dibagi menjadi low head power plant, medium head power plant, dan high head power plant. Hal yang perlu
Pada Gambar 4 di bawah ini dapat dilihat bagaimana skema layout PLTMH yang ada pada umumnya. 36
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 – 41)
2. Evapotranspirasi potensial Nilai evapotranspirasi dihitung menggunakan persamaan Penman Modifikasi berdasarkan data klimatologi yaitu temperatur udara, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin. Data tersebut merupakan data klimatologi kota Pagar Alam dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Tabel 2 berikut menyajikan data klimatologi bulanan dan hasil perhitungan evapotranspirasi potensial bulanan untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 menggunakan persamaan Penman modifikasi.
Gambar 4. Skema sistem PLTMH
Tabel 2. Data klimatologi bulanan dan hasil perhitungan evapotranspirasi potensial tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 bulanan menggunakan persamaan Penman modifikasi
Jenis turbin tidak dibatasi, namun penggunaan kincir air serta pemanfaatan energi air tanpa tekanan tidak dimasukkan dalam definisi sistem PLTMH. Instalasi di dalam rumah tidak dimasukkan sebagai komponen peralatan PLTMH.
Bulan
T (°C)
RH (%)
n/N (%)
u (m/s)
PET (mm/bulan)
Jan
26,475
86,600
41,575
1,543
147,560
Feb
26,625
87,950
44,250
1,285
135,576
Mar
27,075
86,500
51,150
1,285
145,886
Apr
27,600
84,975
58,325
1,157
144,780
Mei
28,100
84,000
61,525
1,285
138,229
Jun
27,700
83,600
63,375
1,414
129,840
Jul
27,350
82,350
62,700
1,543
144,553
Agus
27,700
79,650
68,800
1,671
166,470
Sept
28,100
77,775
61,250
1,671
182,100
Okt
27,600
82,025
56,325
1,157
173,135
Nov
27,325
84,850
48,325
1,028
157,950
Des
26,775
86,675
39,300
1,285
148,707
3. METODOLOGI PENELITIAN Langkah – langkah dalam perencanaan PLTMH ini terdiri dari: 1. Pengumpulan data Data yang digunakan terdiri dari data primer yaitu pengamatan debit sungai, dan data sekunder yaitu data curah hujan, klimatologi dan topografi. 2. Perhitungan debit ketersediaan air Debit ketersediaan air dihitung dengan menggunakan Metode Mock berdasarkan data curah hujan dan perhitungan evapotranspirasi dengan Metode Penman modifikasi. 3. Penentuan tinggi jatuh air bersih Penentuan didasarkan pada skema layout perencanaan PLTMH. 4. Perhitungan daya terbangkitkan dan produksi energi tahunan 5. Analisis kelayakan investasi Parameter yang digunakan dalam analisis adalah nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Payback Period (PBP), dan Internal Rate Return (IRR).
3. Parameter DAS Parameter DAS yang digunakan dalam perhitungan debit ketersediaan air dengan model Mock yaitu koefisien infiltrasi (Ic), initial soil moisture storage (ISM), soil moisture capacity (SMC), initial groundwater storage (IGWS), dan groundwater recession constant (K). Nilai parameter DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Parameter DAS
4. HASIL DAN PEMBAHASAN No
(1) Perhitungan Debit Ketersediaan Air
1
Debit ketersediaan air dihitung dengan menggunakan Model Mock, dimana data yang dibutuhkan untuk perhitungan yaitu: 1. Curah hujan Data curah hujan yang dipakai adalah data curah hujan bulanan Kota Pagar Alam dari tahun 2003 sampai dengan 2012.
2 3 4 5
37
Parameter DAS Dikalibrasi
Simbol
Satuan
Nilai Optimasi
Koefisien Infiltrasi
Ic
-
0,75
Initial Soil Moisture
ISM
mm
50
SMC
mm
85
IGWS
mm
65
K
-
0,9
Soil Moisture Capacity Initial Groundwater Storage Groundwater Recession Constant
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 (3 – 41)
Nilai optimasi pada Tabel 3 ditentukan berdasarkan hasil kalibrasi dengan cara membandingkan data pengamatan debit sungai dengan hasil perhitungan debit ketersediaan air dengan Model odel Mock. Kalibrasi dilakukan dengan bantuan fungsi add-on Solver pada Micros Microsoft Excel 2010. Nilai optimasi diatur sedemikian rupa sehingga data yang dibandingkan memiliki koefisien korelasi ≥ 0,7 dan volume kesalahan ≤ 5%. erhitungan debit ketersediaan air dengan Hasil perhitungan Model odel Mock menggunakan data curah hujan tahun 2009 sampai dengan 2012 dimana hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
(2) Perhitungan Tinggi Jatuh Air A Perhitungan tinggi jatuh air (He) dilakukan berdasarkan pada Gambar 6,, dimana Hg adalah beda tinggi antara muka air pada intake dan tinggi muka air pada saluran pembuang atau tailrace, H adalah beda tinggi antara tinggi muka air pada headtank atau bak penenang dan elevasi instalasi turbin, HL1 adalah headloss dari intake ke headtank, HL2 adalah headloss pada pipa pesat atau penstock, HL3 adalah headloss antara instalasi turbin dan tailrace. Dari hasil pengukuran di lapangan dan analisis topografi menggunakan teknik sistem informasi geografis (SIG) diperoleh: diperoleh
Tabel 4. Hasil perhitungan debit ketersediaan air dengan model Mock Debit (m3/s) 2009
2010
2011
2012
Qmin (m3/s)
Jan
5,956
5,735
6,26
9,01
5,735
Feb
3,241
13,216
6,238
9,021
3,241
Bulan
Mar
3,076
9,035
8,338
6,302
3,076
Apr
3,937
8,951
14,675
8,477
3,937
Mei
4,221
10,608
9,745
6,308
4,221
Jun
2,585
7,853
9,202
5,852
2,585
Jul
2,252
9,67
8,4
5,447
2,252
Agus
2,585
11,247
7,109
4,593
2,585
Sept
2,028
10,379
6,042
4,448
2,028
Okt
4,698
9,123
6,819
3,484
3,484
Nov
8,997
10,342
10,416
6,256
6,256
Des
11,242
7,168
11,455
4,139
4,139
+721, mdpl Elevasi muka air headtank = +721,930 Elevasi instalasi turbin = +710,214 mdpl HL2 = 0,274 m maka, H = 721,930 – 710,214 = 11,716 716 m He = 11,716 – 0,274 = 11,442 m
Gambar 6. Penentuan tinggi jatuh air
(3) Pemilihan Turbin Berdasarkan pada Gambar 3, untuk debit ketersediaan air sebesar 3,076 m3/s dan tinggi jatuh air bersih sebesar 11,442 m diketahui bahwa terdapat dua jenis turbin yang sesuai yaitu turbin Crossflow dan turbin Kaplan. aplan. Dalam penelitian ini dipilih turbin Kaplan karena cocok untuk tinggi jatuh air yang relatif rendah. (4) Perhitungan Daya Terbangkitkan Produksi Energi Tahunan
Gambar 5. Kurva massa debit ketersediaan air
dan
Perhitungan daya terbangkitkan berdasarkan pada rumus 1, dimana mana efisiensi total ditentukan ditentuk sebesar 47,9%, sehingga
Berdasarkan kurva massa aliran pada Gambar 5 di atas,, dengan menetapkan bahwa besarnya debit ketersediaan air untuk PLTMH adalah dipilih probabilitas 90% dengan pertimbangan bahwa perencanaan PLTMH merupakan on-grid system, maka debit ketersediaan air adalah sebesar 3,076 m3/s yang ditentukan dalam perencanaan PLTMH ini.
38
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 – 41)
Untuk menghitung produksi energi listrik tahunan ditentukan bahwa bnerdasarkan kurva durasi aliran Gambar 5.
Listrik Negara (Persero), harga beli tenaga listrik untuk tegangan rendah (≤ 250 kW) untuk lokasi atau wilayah Sumatera untuk tahun ke-1 sampai tahun ke-8 adalah 1.270 IDR/kWh dan untuk tahun ke-9 sampai dengan tahun ke-20 adalah 770 IDR/kWh. Sehingga,
+ ! ! %
Keuntungan tahunan, AB: <>? +ℎ'(ℎ)* . 849ℎ <>? ... 849'(ℎ)* <>? 71:;(/ 849'(ℎ)* <>@ +ℎ'(ℎ)* 849ℎ <>@ ... 849'(ℎ)* <>@ 71:;(/ 849'(ℎ)*
Diambil, Plant factor = 90% Load factor = 100% (untuk PLTMH sistem ongrid) #$ ! .. ℎ'(ℎ)* +ℎ'(ℎ)*
Pada perencanaan PLTMH ini ditetapkan bahwa umur investasi n selama 20 tahun terhitung setelah proses pelaksanaan fisik PLTMH selesai dikerjakan. Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 8% yang merupakan tingkat suku bunga untuk fasilitas pinjaman Bank Indonesia periode 14 Juli 2015. Tingkat suku bunga 8% ini juga akan ditetapkan sebagai nilai MARR untuk analisis nilai IRR. Maka,
(5) Analisis Kelayakan Investasi Dengan diketahui bahwa Pnet sebesar 165 kW dan Pannual sebesar 1,2 GWh/tahun. Biaya konstruksi ditetapkan 5.000 $/kW, sementara itu biaya operasional dan perbaikan diambil 2% dari biaya konstruksi. Nilai ini diambil dari Global Sustainable Electricity Partnership (2005). Sehingga,
, 8 + <, < % '(ℎ)*! 71:;(/ + =)'( .. . 849 71:;(/ 849
Biaya konstruksi dihitung: ,-*.'/)0'1-* ,-. . 234 . 234 Biaya operasional dan perbaikan dihitung: 5&7 ,-.' % ,-*.'/)0'1-* ,-.' % . 234 . 234 '(ℎ)*
> <>? − <>@ ! < % '(ℎ)*! + <>@ < % '(ℎ)*! =)'( + 71:;(/ ... 849 71:;(/ 849
Jika kemudian biaya konstruksi dianggap merupakan nilai investasi, I dan biaya operasional dan perbaikan dianggap merupakan biaya pengeluaran tahunan, AC, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika berada pada kisaran 13.000 IDR. Maka diperoleh bahwa,
Berikut ini perhitungan nilai NPV BCR, dan k(PBP) BC > − , 71:;(/ 849 − 71:;(/ 849 71:;(/ 849 >,9 > , 71:;(/ 849 71:;(/ 849
Nilai investasi, I: 8 . 234 . 849234 8 ... 849 8 71:;(/ 849
DED! 8 <> − <,! 8 <>? − <,! 71:;(/!/ 71:;(/ − =)'(! ! '(ℎ)*
Biaya pengeluaran tahunan, AC: <, . 234'(ℎ)* . 849234 <, .. 849'(ℎ)* <, =)'( 849'(ℎ)*
Selanjutnya dihitung nilai IRR dengan tingkat suku bunga 8%, 9%, 10% dan 11%, yaitu kondisi di mana cash flow investasi menghasilkan nilai NPV =
Berdasarkan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga air oleh PT. Perusahaan 39
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 – 41)
head efektif yang tersedia untuk pengoperasian PLTMH adalah sebesar 11,442 m. 3. Dengan pertimbangan batas bawah dari efisiensi total PLTMH yaitu sebesar 47,9%, maka besarnya daya yang dapat dibangkitkan minimal dari PLTMH yang direncanakan adalah 165 kW dengan produksi energi listrik tahunan sebesar 1,3 GWh/tahun. 4. Pada evaluasi kelayakan investasi ditetapkan umur investasi selama 20 tahun dengan tingkat suku bunga 8%.Besarnya nilai investasi yaitu biaya konstruksi PLTMH adalah 825 ribu USD atau 10,7 milyar IDR jika kurs rupiah terhadap dollar amerika berada pada kisaran 13.000 IDR. Biaya operasional dan perbaikan tahunan diambil 2% dari biaya konstruksi. Harga beli listrik dari PLN untuk setiap kWh yang dihasilkan PLTMH adalah 1.270 IDR dari tahun ke-1 sampai tahun ke-8 dan 770 IDR dari tahun ke-9 sampai tahun ke-20. Dari hasil perhitungan didapat nilai NPV sebesar 1 Milyar IDR (NPV > 0), nilai BCR sebesar 1,078 (BCR > 1), nilai kPBP atau periode pengembalian selama 7,203 tahun (kPBP < umur investasi), dan nilai IRR sebesar 9,50% (IRR > MARR = 8%). Sehingga perencanaan PLTMH ini berada dalam status layak investasi.
0 pada suatu tingkat suku bunga. Perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Cash flow investasi dengan berbagai tingkat suku bunga Tingkat Suku Bunga (i)
Cash Flow
Ket
Cost
9%
10%
11%
9,50%
10,7 Milyar 2,1 Milyar
10,7 Milyar 2,0 Milyar
10,7 Milyar 1,8 Milyar
10,7 Milyar 1,7 Milyar
10,7 Milyar 1,9 Milyar
4,0 Milyar 9,8 Milyar 1 Milyar
3,9 Milyar 9,1 Milyar 300 Juta
3,7 Miyar 8,5 Milyar -300 Juta
3,6 Milyar 8,0 Milyar -800 Juta
3,8 Milyar 8,8 Milyar
PWC
10,7 Milyar 214,5 Juta
I AC*)
Benefit
PWB
700,0 Juta 1,0 Milyar
AB1AB2**)
NPV
8%
AB2*) PWBPWC
0
Ket: *) n = 20 tahun; **) n = 8 tahun
Dari Tabel 5 di atas diketahui bahwa cash flow investasi akan menghasilkan NPV = 0 pada tingkat suku bunga antara 9% dan 10%, sehingga nilai IRR ditentukan dengan cara coba-coba. Kemudian ditetapkan bahwa nilai IRR adalah sebesar 9,50%. Hasil evaluasi kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Hasil evaluasi kelayakan investasi perencanaan PLTMH Uraian
Syarat
Keterangan
NPV > 0
Layak
>,9 *)
BCR ≥ 1
Layak
DED! '(ℎ)* * '(ℎ)*
k(PBP) ≤ n
Layak
IRR ≥ MARR
Layak
BC 71:;(/ 849
899 % 7<99 %
*)
(2) Saran Saran yang dapat diambil setelah melakukan perencanaan PLTMH ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi perencanaan PLTMH harus dipertimbangkan dengan baik, lokasi yang dipilih sebisa mungkin mudah untuk dijangkau, selain itu hal ini juga berkaitan erat dengan desain bangunan PLTMH yang ekonomis serta untuk mendapatkan tinggi jatuh air atau head yang paling efektif. 2. Karena letak sungai Lematang yang berada di dasar tebing, maka perencanaan desain bangunan PLTMH harus mempertimbangkan kemungkinan akan bahaya tanah longsor dan banjir bandang. 3. Analisis perhitungan seperti perhitungan debit ketersediaan air dilakukan dengan cermat dan menggunakan sumber data yang memadai sehingga hasil perhitungan akan sesuai atau paling tidak mendekati kondisi aktual. 4. Karena daya yang dapat dibangkitkan dari potensi sungai Lematang sebesar 165 kW, maka dapat dikategorikan ke dalam Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (daya yang dapat dibangkitkan kisaran antara 100 kW – 1 MW).
Ket : *) Tingkat suku bunga (i) = 8% dan umur investasi (n) = 20 tahun
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
(1) Kesimpulan Dari hasil tinjauan dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan analisis data curah hujan dan klimatologi diketahui besarnya debit yang tersedia untuk perencanaan PLTMH dengan probabilitas 90%, karena pertimbangan bahwa perencanaan PLTMH merupakan on-grid system, yaitu sebesar 3,076 m3/s. 2. Dari skema layout perencanaan PLTMH yang telah direncanakan diketahui tinggi jatuh air atau
40
Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 – 41)
REFERENSI 1) Bank Indonesia, 2013. Kurs Transaksi Bank Indonesia. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/id/ moneter/informasi-kurs/transaksi-bi/Default.aspx [Diakses 30 Agustus 2015]. 2) Bank Indonesia, 2013. Siaran Pers. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/ Pages/sp_175615.aspx [Diakses 30 Agustus 2015]. 3) Department of Energy (DOE)-Energy Utilization Management Bureau, 2009. Manual for Design, Implementation and Management for Micro-Hydropower Development, s.l.: Japan International Cooperation Agency. 4) Department of Energy (DOE)-Energy Utilization Management Bureau, 2009. Training Manual for MicroHydropower Technology, s.l.: Japan International Cooperation Agency. 5) European Small Hydropower Association (ESHA), 1998. Layman's Guidebook on How to Develop a Small Hydro Site, s.l.: Comission of The European Communities. 6) Giatman, M., 2011. Ekonomi Teknik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 7) Global Sustainable Electricity Partnership, 2005. Renewable Energies Workshop Majuro, Marshal Island Module 4 – Micro-Hydro Power. [Online] Available at: http://www.globalelectricity.org/Projects/Majuro/MicroHydro_fichiers/4x%20Appendix.pdf [Diakses 30 Agustus 2015]. 8) Hartono, A., 2015. Saat Terbaik Investasi di Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro - PLTM. [Online] Available at: https://adienergy.wordpress.com/ 2015/06/07/saat-terbaikinvestasi-di-pembangkit-listrik-tenaga-minihidro-pltm/ [Diakses 30 Agustus 2015]. 9) Kadir, R., 2010. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani. Tugas Akhir. Universitas Tadulako. 10) Kamiana, I. M., 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu. 11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014. Peraturan Menteri Tahun 2014. [Online] Available at: http://www.esdm.go.id/regulasi/pp/ cat_view/64regulasi/70-peraturan-menteri/276-peraturan-menteriesdm/ 383-tahun-2014.html [Diakses 30 Agustus 2015]. 12) Kurniawan, A. et al., 2009. Buku 2A Pedoman Studi Kelayakan Hidrologi. s.l.:Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 13) Kurniawan, A. et al., 2009. Buku 2B Pedoman Studi Kelayakan Sipil. s.l.:Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 14) Wikipedia, 2015. Mikrohidro. [Online] Available at: https://id.wikipedia.org/ wiki/Mikrohidro [Diakses 30 Agustus 2015]. 15) Wikipedia, 2015. Tenaga Air. [Online] Available at: https://id.wikipedia.org/ wiki/Tenaga_air [Diakses 30 Agustus 2015].
41
(FORMAT PENULISAN NASKAH JURNAL CANTILEVER)
Vol. x, No. x, Bulan Tahun, Halaman: xx - xx, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
JUDUL MAKALAH (Times New Roman, 16pt, bold, ditulis dengan huruf besar) Penulis I1, Penulis II2, dan Penulis III3 (Times New Roman 12pt, bold Tanpa Gelar) 1
Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt) (Alamat instasi Penulis I) E-mail: [email protected] 2 Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt) (Alamat instasi Penulis II) E-mail: [email protected] 3 Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt) (Alamat instasi Penulis III) E-mail: [email protected]
Abstract (Times New Roman 12pt, bold) Abstract is written in English by using font Times New Roman size 10 pts, maximum 250 words. Abstract contents should be fully describe the essence of the paper sistematically, and should contain the background, research objectives, methodology, analysis, and results obtained. Key Words: arranged alphabetically, times new roman, italic, 10pt, 3 to 5 words
1. PENDAHULUAN (Times New Roman 12pt)
2. TINJAUAN PUSTAKA
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris pada kertas berukuran A4, dengan margin atas (top) 20 mm, margin bawah (bottom) 20 mm, margin kiri (left) 25 mm dan margin kanan (right) 15 mm menggunakan Microsoft Word. Jumlah halaman 6 – 10 di luar referensi. Awal penulisan naskah harus berada kira-kira 1 cm di bawah key words. Naskah ditulis dengan huruf Times New Roman dengan ukuran font 11pt dengan format 2 kolom terpisah 6 mm. Jarak spasi tulisan naskah adalah satu spasi dan jarak antara sub judul adalah 2 spasi. Huruf pertama pada tiap paragraf ditulis menjorok ke dalam dengan jarak 5 ketukan. Nomor halaman diletakan pada bagian tengah bawah tiap halaman. Karena nomor halaman halaman akan diatur lagi oleh redaksi, buatlah nomor halaman mulai dari 1. Pendahuluan hendaknya berisikan latar belakang, kajian penelitian sebelumnya dan kaitan dengan penelitian yang dilakukan, perumusan masalah, tujuan penelitian dan lingkup penelitian.
Berisikan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Contoh penulisan sumber pustaka dalam kalimat: 1. Black, dkk. (2006) menyebutkan bahwa fleksibilitas ... 2. Metode Vertex (Dong dan Wong, 1987) digunakan untuk menghitung operasi .... (1) Penulisan Persamaan Matematis (11pt, bold) Gunakan kualitas penulisan yang baik untuk persamaan matematis dan berikan penomoran pada persamaan tersebut. Contoh penulisan persamaaan matematis adalah sebagai berikut:
G=
∞
∑ bn (t )
(1)
∫Γ sin z dz
(2)
n =0
F=
Penulisan persamaan matematis sebaiknya menggunakan Microsoft Equation 3.0 yang terdapat dalam Microsoft Word dengan pengaturan ukurannya sebagai berikut: 1
Penulis I, dkk. / Judul Makalah / Cantilever, Vol. x, No. x, Bulan Tahun (Halaman)
1. 2. 3. 4. 5.
Full: 11 pt Subscript/Superscript: 7 pt Sub- Subscript/Superscript: 5 pt Symbol: 14 pt Sub-symbol: 11 pt
Untuk makalah yang menggunakan pemodelan matematis, metodologi berisi pendekatan model, justifikasi model, algoritma penyelesaian modelmodel, teknik penyelesaiannya. Untuk makalah yang merupakan penelitian eksperimental, metodologi berisi bahan percobaan, alat percobaan dan prosedur percobaan.
(2) Penulisan Angka dan Simbol Untuk naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia digunakan tanda koma (,) sebagai desimal. Contoh: 2,5 cm. Untuk naskah yang ditulis dalam Bahasa Inggris digunakan tanda titik (.) sebagai desimal. Contoh: 2.5 cm. Simbol dituliskan dengan menggunakan huruf Times New Roman, 11 pt, dan dicetak miring (italic). Contoh: ρ = 1.000 kg/m3.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelaskan hasil yang didapat beserta pembahasannya yang dijabarkan secara jelas. Data dan hasil pembahasan dapat disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
5. KESIMPULAN Berisikan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian.
(3) Gambar dan Tabel Gambar dan tabel sedapat mungkin diletakkan pada bagian bawah atau atas halaman dimana gambar atau tabel tersebut pertama kali disebutkan. Gambar dan tabel jangan diletakan secara bersamasama pada bagian akhir artikel. Gunakan gambar dan tabel dengan ukuran yang proporsional dan kualitas yang baik (siap cetak). Contoh posisi dan penulisan gambar dan tabel diperlihatkan pada Gambar 1 dan Tabel 1.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dapat dituliskan bila diperlukan dengan diletakkan setelah kesimpulan dan menggunakan format penulisan seperti ini.
REFERENSI 1) Hill, R., 1965, A self-consistent mechanics of composite materials, J. Mech. Phys. Solids., Vol. 13, pp. 213-222. (Untuk penulisan pustaka berupa dari jurnal, proceeding atau majalah, dengan ukuran font 9 pt) 2) Blevins, R.D., 1990, Flow-Induced Vibration, 2nd ed., Van Nostrand Reinhold, New York. (Untuk penulisan pustaka berupa buku) 3) Rini, A., 2005, Optimalisasi Pemeliharaan Jalan, Master Thesis, Institut Teknologi Bandung, Bandung. (Untuk penulisan pustaka berupa skripsi/tesis/disertasi)
Tabel 1. Ukuran benda uji (Times New Roman, 9 pt, jika judul terlalu panjang ditulis seperti ini)
No Benda Uji 1 2 3
Tinggi (cm) 1,50 1,75 2,00
Lebar (cm) 0,50 0,50 0,50
25
Counts
20 15
Case I
10
Case III
5 0 0
2
4
6
Events
Gambar 1. Letakkan judul gambar di bawah gambar
3. METODOLOGI Metodologi menjelaskan langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam penelitian.
2
PENGIRIMAN MAKALAH 1. Makalah yang dikirim harus merupakan naskah ilmiah yang relevan dengan bidang Teknik Sipil dan belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain. 2. Makalah dapat dikirimkan melalui pos, email redaksi, atau online submission. a. Pengiriman melalui pos ke alamat: Redaksi Jurnal Cantilever Program Studi Magister Teknik Sipil FT Unsri Jl. Padang Selasa No. 524 Palembang, Sumatera Selatan (30139). Makalah yang dikirim sebanyak 2 eksemplar disertai dengan soft copy (copy file) disimpan dalam CD. b. Pengiriman melalui email dapat dilakukan ke alamat email redaksi: [email protected] atau [email protected]. c. Pengiriman melalui online submission dapat dilakukan setelah penulis mendaftar sebagai Author ke alamat website Cantilever. Petunjuk registrasi dan online submission secara lebih rinci dapat dilihat pada http://cantilever.unsri.ac.id. 3. Informasi bahwa kiriman makalah anda telah diterima redaksi akan dikirim ke alamat email anda. Informasi mengenai status makalah anda dapat ditanyakan melalui email redaksi. 4. Format penulisan naskah dapat diunduh di http://cantilever.unsri.ac.id.
PETUNJUK PENULISAN NASKAH UNTUK JURNAL CANTILEVER ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online) 1. Sistematika penulisan untuk: a. Hasil Penelitian, terdiri dari: 1) ABSTRACT, ditulis dalam Bahasa Inggris, berisi masalah penelitian yang diteliti, cara pelaksanaannya, hasil dan kesimpulan (dibuat 1 kolom, dalam 1 paragraf) 2) Key Words, ditulis di bawah ABSTRACT dengan posisi rata kiri. 3) 1. PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup, posisi rata kiri. 4) 2. TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori yang digunakan dan atau hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terbaru untuk menyelesaikan masalah penelitian. 5) 3. METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang bahan dan peralatan yang digunakan serta cara melaksanakan penelitian. 6) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil yang berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan dalam bentuk tabel, grafik, atau foto/gambar, sedangkan pembahasan berisi tentang analisis data hasil penelitian dengan mengacu kepada teori-teori yang ditulis pada tinjauan pustaka dan pustaka-pustaka yang diacu dalam penelitian. 7) 5. KESIMPULAN, menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh. 8) REFERENSI, berisikan pustaka-pustaka yang diacu dalam makalah. b. Kajian Teknologi dan Science, terdiri dari: 1) ABSTRACT, ditulis dalam Bahasa Inggris, berisi masalah yang dikaji, cara pelaksanaannya, hasil dan kesimpulan. 2) Key Words, ditulis di bawah ABSTRACT dengan posisi rata kiri. 3) 1. PENDAHULUAN, berisi latar belakang, permasalahan, tujuan dan ruang lingkup, posisi rata kiri. 4) 2. TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori yang mendukung pada kajian topik yang dibahas. 5) 3. PEMBAHASAN, berisi tentang analisis terhadap teori-teori dalam tinjauan pustaka dengan mengetengahkan keunggulan dan kelebihannya. 6) REFERENSI, berisikan pustaka-pustaka yang diacu dalam makalah. 2. Daftar Pustaka disusun menurut alphabet pengarang atau nomor urut. Penulisan daftar pustaka disusun sebagai berikut: a. BUKU: nama pengarang (tanpa gelar, mendahulukan nama keluarga), tahun penerbitan, judul buku, edisi, nama penerbit, nama kota penerbitan, halaman. b. JURNAL: nama pengarang (tanpa gelar, mendahulukan nama keluarga), tahun publikasi, judul artikel, nama jurnal, nomor dan volume, halaman. 3. Redaksi berhak mengedit redaksional naskah tanpa mengubah arti dan isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi. 4. Naskah yang tidak memenuhi aturan di atas tidak akan diterbitkan. 5. Hal-hal lain yang tidak tercantum dapat ditanyakan kepada redaksi melalui email maupun telepon.