Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
ISSN 0853-7127
Rm. Prof.Dr. Franz Magnis Suseno, SJ
Rm. Jost Kokoh, Pr.
Dr. Moch. Jasin, MM
Dr. Ary Ginanjar
Drs. Petrus Beda Peduli
Pelindung: Direktur Jenderal Bimas Katolik
Penasihat: Sekretaris DITJENBIMAS Katolik
Penanggungjawab: Yohanes Dwimbo Kamil
Ketua: Yohan Koesmantoro
Dewan Redaksi: Sumardiyono Alexander Joko Kurnianto Pormadi Simbolon Seven Simbolon Maria Loek Nama Masang Marcus Supriyanto Bhethania Bahar Barani Albertus Nugroho Budi Pranoto Yosephina S. Djeer
Salam Redaksi Selamat Paskah
P
askah bisa berarti pembaharuan. Pembaharuan dalam spirit dan niat. Mengawali edisi baru di tahun ini, media ini hadir dalam format baru dengan nama yang berbeda dari sebelumnya, Majalah Bimas Katolik. Perubahan format ini, juga disertai pembaharuan niat untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan berguna bagi para pembaca, khususnya karyawan/wati Bimas Katolik. Setelah memperbaharui Nomor ISSN, maka majalah ini memenuhi standar sebagai media publikasi ilmiah, yang harapannya dapat berguna bagi pengembangan nilai dalam bentuk tulisan ilmiah. Pembaharuan spirit, juga tengah digaungkan Menteri Agama RI dalam penghayatan roh LIMA NILAI BUDAYA KERJA, yang di dalam rubrik Kebijakan terangkum dalam penjabaran INPRINTAK (Integritas, Profesionalitas, Inovatif, Tanggung jawab, Keteladanan). Arah Kebijakan ini dipaparkan pula oleh Inspektur Jenderal Kemenag, Dr. Moch. Jasin, MM di Rubrik Wawancara.
e-Mail:
Meski spirit ‘Ayo Kerja’ bukan sekali ini dikampanyekan Pemerintah, namun dengan moment Paskah, diawali spirit INPRINTAK, semoga menjadi tekad kita bersama untuk lebih baik lagi dalam menghayati dan mengawali tugas sebagai abdi negara yang bekerja bagi kepentingan Gereja dan umat Katolik. Seperti yang disarankankan Rm. Franz Magnis Suseno dalam Rubrik Fokus, bahwa bekerja sebagai PNS berarti berkomitmen pada pelayanan yang sebaik mungkin dan kesediaa n untuk sungguh- sungguh memba ntu masyarakat.
[email protected]
Selamat bekerja, Tuhan memberkati !
Alamat Redaksi: Jln. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat
Majalah Bimas Katolik menerima tulisan berupa: liputan berita/opini/artikel lainnya yang sesuai dengan visi dan misi DITJENBIMAS Katolik. Kriteria tulisan: asli, bukan plagiasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain, tidak menyinggung Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk blog, dan tidak bisa dikirim bersamaan ke media/ majalah lain. Setiap tulisan disertai identitas lengkap (nama, pekerjan, alamat, nomor kontak), foto penulis, dan foto-foto penunjang tulisan. Tulisan diketik dengan spasi satu setengah, font times new roman, size 12, maksimal 3 (tiga) halaman, ukuran kertas A4. Tulisan yang dimuat akan mendapat 1 (satu) eksemplar Majalah Bimas Katolik. Tulisan yang tidak dimuat akan dikembalikan. Tulisan dikirim ke Redaksi Majalah Bimas Katolik melalui e-Mail
[email protected]
Daftar Isi 4
2
7
Fokus-1:
Fokus-2:
Fokus-3:
Rm.Prof.Dr. Franz M.Suseno, SJ
Drs. Petrus Beda Peduli
Dr. Ary Ginanjar
Serambi ................................................................................................................................................................ Sorotan: Program dan Anggaran DITJENBIMAS Katolik Tahun 2014 ......................................................... Kebijakan: Aloma Sarumaha: INPRINTAK dalam Semangat Berkarya ....................................................................... Pelaksanaan Program RB di Lingkungan DITJENBIMAS Katolik ............................................................ Verval NRG Guru PAK melalui Website Padam Negeri .............................................................................. Liputan: Pemberkatan Kapela St. Rafael Kupang ....................................................................................................... Wisuda STP IPI Malang .................................................................................................................................. Dialog Agama: Kementerian Agama RI—Media ........................................................................................... Kemitran Pemerintah dan Media ................................................................................................................... Perempuan: Aktor Pencipta Kerukunan ........................................................................................................ Dirjen Resmikan Taman Seminari Suara Alam ............................................................................................ Penguatan Kelembagaan PTAKS ................................................................................................................... Profil: STIPAS Don Bosco, Tomohon ................................................................................................................ Liputan Daerah: Evaluasi dan Program Kerja Bimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTB ........................................... Kerukunan di Serambi Medinah .................................................................................................................... Tahbisan Imam Baru di Keuskupan Amboina .............................................................................................. Bogor Youth Day 2015 ..................................................................................................................................... Varia: Standarisasi Norma dan Ketentuan Pelayanan Tugas Bimas Katolik TA. 2014 ...................................... Kronika RDP ..................................................................................................................................................... Pelaksanaan Ujian Akhir SMAK Berstandar Nasional ................................................................................. Opini: Mengenal dan Memahami Kurikulum 2013 ........................................................................................... Oase: Gerakan Ayo Kerja dan Makna Paskah .................................................................................................... Galeri Foto ...........................................................................................................................................................
9
Wawancara:
Dr. Moch. Jasin, MM
44
Refleksi Paskah: Rm. Jost Kokoh, Pr.
1 13 15 20 22 24 24 24 25 27 28 29 31 33 36 38 38 39 41 43 46 50 52
Serambi
T
ahun 2015 ini, Kementerian Agama RI berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai integritas, profesionalitas, inovatif, tanggung jawab, dan keteladanan sebagai ruh budaya kerja kementerian. Demi mendukung upaya tersebut, setiap pegawai yang bernaung di instansi kementerian, diajak untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut ke dalam lingkungan kerja seharihari, sehingga membawa dampak bagi perubahan mental birokrasi dan mewarnai wajah organisasi kementerian. Sebagai bagian dari Kemenag, DITJENBIMAS Katolik mendukung niat ini dengan membudayakan ke-lima nilai tersebut. Dan Majalah Bimas Katolik menempatkan penghayatan tersebut dalam fokus edisi perdana tahun ini, dengan menghadirkan para narasumber Rm. Prof. Dr. Franz Magnis Suseno SJ, Drs. Petrus Beda Peduli, dan Dr. Ary Ginanjar. Dirangkai wawancara khusus dengan Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Dr. H. Moch. Jasin, MM. Pembahasannya berdasar pada latar pemahaman kognitif, regulasi, dan refleksi iman Katolik. Bagi seorang Katolik, kerja merupakan wujud doa dengan menghadirkan kerajaan Allah. Bekerja tidak semata karena tuntutan materi atau aktualisasi diri, namun juga dilatarbelakangi hati dan budinya bahwa bekerja itu sesuatu yang suci dan mulia sehingga apapun yang dikerjakannya, membuat lingkungan kerja yang dinaunginya menjadi semakin baik. Rm. Magnis pun menanggapi pemahaman ini sebagai inisiatif pimpinan maupun pribadi. Bahwa Budaya Kerja (Kristiani) tersebut, dapat dikembangkan atas arahan Pimpinan atau kesadaran kolektif masing-masing Pegawai di lingkungan lembaga tempat ia bernaung. Penghayatan ini juga mendukung upaya Negara dalam membangun birokrasi yang sehat di lingkungan PNS, seperti yang diungkapkan salah satu Pimpinan Ombudsman, Petrus Beda Peduli. Menurutnya, dalam membangun birokrasi yang sehat, diperlukan empat hal, yakni: struktur yang sehat, kompetensi yang sehat antarpegawai, tata kerja/tata laksana, serta tanggung jawab yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan. Ia menambahkan, situasi kondusif tersebut, sangat bergantung pada integritas seorang pimpinan. Pimpinan atau pejabat di instansi bersangkutan, harus mampu mengarahkan stafnya sehingga tercipta budaya kerja yang sehat yang berimbas kepada birokrasi yang sehat. Hal yang sama juga disoroti oleh Dr. Ary Ginanjar. Motivator tingkat Nasional dan Internasional ini mengatakan, dengan menegakkan nilai integritas, seorang pemimpin harus mampu menjadi role model keteladanan, sebab kalau role model itu goyah, maka goyah pula semuanya, baik sistem yang dibangun, maupun lingkungan kerja yang dipimpinnya. Dan di lingkup Kementerian Agama, dipaparkan dengan jelas oleh Irjen Dr. H. Moch. Jasin, MM yang juga menempatkan nilai integritas sebagai perhatian utama dari lima budaya kerja tersebut. (MM)
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
1
Fokus-1 Rm. Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
―Budaya Kerja (Kristiani) dapat dikembangkan atas arahan pimpinan atau kesadaran kolektif masing-masing pegawai di lingkungan lembaga tempat ia bernaung‖
M
anusia adalah subyek kerja yang sebenarnya karena sebagai seorang pribadi, tindakan-tindakan kerja haruslah mewujudkan kemanusiaan seseorang. Dan karena pribadinya pula, maka manusialah yang menentukan mutu dan kualitas pekerjaan dan hasil kerjanya. Hal ini tergambar jelas dalam Laborem Exercens (LE) yang dibuat ol eh Paus Y ohanes Pa ul us I I. N a s k a h l a i nn y a y an g m e m u a t tentang kerja, tercantum dalam ensiklik Paus Leo XIII dengan judul ―Rerum Novarum‖. Kedua dokumen Gereja Katolik ini merupakan bagian tradisi ajaran Gereja mengenai masalah-masalah sosial, termasuk pandangan Gereja tentang Kerja. Bagi seorang Katolik, kerja meru pakan wujud doa dengan menghadir kan ke raj aan Al l ah. Bekerja tidak semata karena tuntutan materi atau aktualisasi diri, namun juga dilatarbelakangi oleh hati dan budinya bahwa bekerja itu sesuatu yang su ci da n mul i a s ehi ngga apapun yang dikerjakannya, membuat lingkungan kerja yang dinaunginya menjadi semakin baik. Rm. Franz Magnis Suseno SJ, bahkan menyebut , Pekerjaan (Kerja) a d a l a h p e r b u a t an y a n g l u h u r . Penghargaan atas kerja pun, menjadi masalah hakiki (utama) dari segala masalah-masalah sosial, karena menyangkut kemaslahatan umat.
2
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Kerja manusia bukan dihargai berdasarkan corak atau bentuk pekerjaan yang sedang dilakukannya, tetapi bagaimana manusia menempatkan kerja sebagai sarana pemenuhan pribadi sebagai gambar dan rupa Allah. Menurut imam yang biasa disapa Romo Magnis ini, pekerjaan pertamatama dilihat sebagai usaha menjamin penghidupan serta pencapaian harapanharapan kehidupan. ―Pekerjaan juga dihayati sebagai ungkapan kreativitas manusia,‖ demikian pernyataan Rm. Magnis, menjawab pertanyaan Tim Majalah Bimas Katolik. Merujuk kepada dokumen LE, Rm. Magnis mengungkapkan bahwa makna dari pekerjaan adalah ikut sertanya manusia dalam karya penciptaan Allah. Di bagian ini, manusia diberi kewenangan sekaligus tugas untuk melanjutkan karya tersebut dengan memelihara dan memanfaatkan alam. Upaya tersebut menghasilkan terpenuhinya kebutuhan hidup tiap umat manusia. Dan pemahaman ini pun tetap tumbuh hingga kini. ―Sekarang pekerjaan di maknai sebagai usaha menjamin penghidupan serta ‗alat‘ untuk mencapai harapan-harapan kehidupan,‖ ungkap Romo.
Dengan bekerja dan menghasilkan materi, seseorang dapat memenuhi keinginannya bila hara pan i tu ‗ men sy ar a tka n‘ materi di dalamnya. Sebagian lain menganggap bahwa dengan bekerja maka kreativitas dan kedudukannya dalam masyarakat menjadi lebih baik. Anggapan ini memandang bahwa pekerjaan adalah proses untuk mengeksplorasi kemampuan dalam dirinya.
Beberapa unsur penting dalam budaya kerja menurut Rm. Magnis adalah komitmen pada pelayanan yang sebaik mungkin dan kesediaannya untuk sungguh-sungguh membantu masyarakat yang —misalnya— datang ke sebuah instansi untuk mendapatkan pelayanan; tanggungjawab bahwa setiap pegawai tetap menghasilkan sesuatu yang bermutu, sesuai dengan standar yang berlaku; kreativitas sejauh itu mungkin.
Namun, apapun pandangan seseorang terhadap nilai pekerjaan, menurut Rm. Magnis, seorang pegawai yang bekerja di sebuah instansi, semisal PNS, perlu membangun kebersamaan dalam bekerja. Pola kerjasama yang telah ditentukan oleh hirarki melalui kewenangan yang diberikan, harus menjadi pedoman bagi tiap pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsin ya. ―Artinya, tiap pegawai harus diberitahu apa yang harus dikerjakan. Di situ perlu kerjasama dan tanggung jawab,‖ lanjut Rm. Magnis. P e m a h a m a n i n i pu n se j a l a n dengan ajaran yang tertuang dalam LE tadi. Melalui kerja, manusia bukan saja buah hasil kegiatan melainkan juga martabat kemanusiaan terbangun lewat kebersamaan, kerjasama, persaudaraan, da n a ktual isa si diri da la m ra n g ka mengembangkan kemanusiaannya. Situasi ini disebut Rm. Magnis sebagai budaya kerja dalam sebuah organisasi atau instansi. Nilai-nilai yang diu n g ka p ta di bisa dik emba n g ka n melalui arahan pimpinan atau kesadaran para pegawainya. Hal yang mendasari adalah melalui perpaduan antara kerja dan doa. Spritualitas yang dibangun, memahami tempat kerja bukan hanya dalam kemajuan duniawi melainkan juga dalam pengembangan kerajaan Allah.
Unsur-unsur dalam Budaya Kerja Beberapa unsur penting dalam budaya kerja menurut Rm. Magnis adalah komitmen pada pelayanan yang sebaik mungkin dan kesediannya untuk sungguh-sungguh membantu masyarakat yang —misalnya— datang ke sebuah instansi untuk mendapatkan pelayanan; tanggung jawab bahwa setiap pegawai tetap menghasilkan sesuatu yang bermutu, sesuai dengan standar yang berlaku; kreativitas sejauh itu mungkin. Artinya, mengembangkan pekerjaan untuk tujuan mulia. Sedangkan unsur rohani, tergambar dalam dokumen LE, yang diantaranya menyebutkan bahwa kerja dihidupi dengan penuh tanggung jawab, disiplin, kerja keras, inisiatif, dan kreatif dalam kerja, jujur dalam melaksanakan kerjanya, mengembangkan sikap yang baik dalam kerjanya, kecermatan dalam pekerjaan dan melayani orang lain melalui kerjanya. Lebih lanjut, dokumen tersebut menyatakan, bahwa usaha kerja manusia diresapkan sebagaimana dan mestinya, dibutuhkan suatu usaha batin pada budi manusiawi, dibimbing oleh iman, harapan dan cinta kasih, supaya melalui butir-butir itu kerja manusia diberi makna yang ada padanya dalam pandangan Allah, sehingga dengan demikian kerja mendapat tempat dalam proses penyelamatan, setaraf dengan dimensi-dimensi lain tetapi penting sekali dalam keseluruhan itu. Gereja memandang sebagai tugasnya menyampaikan ajarannya tentang kerja dari sudut pandang nilai manusiawinya maupun tata susila yang mencakupnya, menganggap itu salah satu kewajiban penting dalam pengabdiannya kepada amanat Injil secara keseluruhan. Dengan demikian, seluruh ajaran ini mengajak umat kristiani untuk berani merubah sikap dan penilaian terhadap kerja, agar sungguh-sungguh menerjemahkan spiritualitas kerja kristiani dalam pelaksanaan kerja seharihari. Karena itu, disiplin, kejujuran, dan tanggungjawab dengan semangat kerja keras perlu dimantapkan dalam setiap jenis pekerjaan yang dipercayakan pada orang-orang beriman kristiani, apapun jenis pekerjaannya. (Maria Masang dan Seven Simbolon). ***
Disiplin itu mensejahterakan Bangsa sudah disiplinkah saya melayani Tuhan dan Sesama ?? "Pemerintahan yang baik mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur (disiplin) " (Sirakh 10 : 1)
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
3
Fokus-2 Drs. Petrus Beda Peduli
Pimpinan Ombudsman (Bidang Penyelesaian Masalah)
S
alah satu lembaga yang memberikan penilaian dan pengawasan terhadap kinerja pegawai negeri adalah Ombudsman. Dalam pelaksanaan tugasnya, institusi ini mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan Pemerintah, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan. Oleh Negara, badan-badan tersebut diberi kewenangan menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. dan semua pihak yang terlibat, menyelesaikan laporan dengan cara yang disepakati oleh pihak yang bersangkutan, membuat rekomendasi untuk penyelesaian laporan, mengumumkan hasil pertemuan, serta menyampaikan saran kepada lembaga negara dengan tujuan perbaikan demi pelayanan publik yang lebih baik.
Menurut salah satu pimpinan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Bidang Penyelesaian Masalah, Drs. Petrus Beda Peduli, dalam menjalankan tugasnya, Ombudsman memiliki tiga fungsi. Pertama, pengawasan pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara Negara baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah. Kedua, fungsi penyelesaian masalah dengan melakukan investigasi terhadap laporan atau keluhan yang masuk dan memberikan alternatif penyelesaian atau memberi rekomendasi kebijakan atas pengaduan tersebut. Ketiga, fungsi pencegahan dengan melakukan usaha preventif dalam ketidaksesuaian pelayanan publik. Karena didasarkan pada pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, maka Ombudsman memiliki wewenang dalam hal meminta keterangan dari pelapor berdasarkan pengaduan yang disampaikan, memeriksa berkas-berkas kelengkapan mengenai laporan tersebut, meminta salinan berkas yang diperlukan untuk pemeriksaan, melakukan pemanggilan terhadap pelapor
4
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Kepada Tim Majalah Bimas Katolik (Maria Masang dan Seven Simbolon) yang menemuinya di Kantor ORI, Jln. Rasuna Said – Jakarta, beliau menyampaikan bahwa tugas Ombudsman salah satunya menangani pengaduan masyarakat tentang maladministrasi publik, misalnya pelayanan yang buruk, ketidakadilan, diskriminasi dan lainnya. “Dan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara termasuk Kementerian Agama,” ungkap anggota Komisioner Ombudsman sejak Tahun 2011 ini. Dengan demikian, lembaga ini pun membantu aparatur negara dalam melaksanan pemerintahan atau pelayanan publik secara bertanggungjawab, efisien dan adil.
M e sk i le m b a g a i n i m il i k Pemerintah, namun laporan terhadap pelanggaran etik kepegawaian tetap diproses dan diberi sanksi atas penyimpangan tersebut. “Menjadi kewenangan Ombudsman untuk menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Tidak ada pembedaan dalam penanganannya, semua akan diproses karena sifatnya wajib,” lanjut Petrus. Penegasan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada pasal 46. Aturan tersebut mengamanatkan bahwa Ombudsman wajib menerima dan berwenang memroses pengaduan dari masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman juga wajib menyelesaikan pengaduan tersebut a p a b i la p e n ga d u m e ng h e n d a k i p e n y e le sa i a n p e n g a d u a n tid a k dilakukan oleh penyelenggara atau instansi yang bersangkutan. Penanganan awal adalah proses klarifikasi terhadap laporan yang masuk, baik itu yang sifatnya kasusper kasus maupun kasuistik. Klarifikasi dilakukan dengan mendengarkan penjelasan dari saksisaksi terkait kasus tersebut. “Dari keterangan ini dapat disimpulkan apakah terjadi maladministrasi di lapangan atau tidak,” ungkap mantan Staf Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini. Bila dalam pemeriksaan ditemukan penyimpangan a d m in i stra si a ta u p e lan g g a ra n pelayanan publik, maka Ombudsman mengeluarkan rekomendasi yang sifatnya mengikat dan wajib dilaksanakan. Nantinya, naskah tersebut disampaikan kepada lembaga terkait sebagai upaya perbaikan demi pelayanan publik yang lebih baik. Rekomendasi tersebut memuat
uraian singkat tentang laporan, hasil pemeriksaan, perundang-undangan, dan unsur-unsur maladministrasi. Dalam perkembangannya, Ombudsman juga berwenang menggelar sidang pengaduan layanan publik mirip sidang pengadilan. Mekanisme dan tata cara ajudikasi tersebut, diatur secara khusus. Para pihak yang bersengketa dihadapkan dalam sidang yang dipimpin komisioner Ombudsman. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang diputus Ombudsman. Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang yang sama menyebut dalam hal penyelesaian ganti rugi, Ombudsman dapat melakukan mediasi, konsiliasi, dan ajudikasi khusus. “Maka dalam rangka menanggapi peraturan ini, kami sangat mendorong setiap penyelenggara pelayanan publik membuat standar pelayanan,” ungkap Petrus. Jika dilihat dari proses pelaksanaan pemeriksaan peradilannya, baik putusan pengadilan, putusan arbitrase maupun putusan ajudikasi dan rekomendasi, Ombudsman mempunyai tahapan proses penyelesaian perkara yang hampir sama. Diawali dengan adanya gugatan atau permohonan, dilanjutkan dengan jawab menjawab serta proses pembuktian dan kesimpulan. Pada tahap akhir sebagai penutupnya hakim atau arbiter menetapkan putusannya. Demikian juga dengan rekomendasi Ombudsman, diawali dari laporan masyarakat atau pemeriksaan inisiatif, kemudian dilanjutkan dengan klarifikasi dan tanggapan yang merupakan proses jawab menjawab dalam tahapan pemeriksaan litigasi. Dilengkapi juga dengan pemeriksaan bukti-bukti, saksi dan keterangan ahli, bahkan juga diambil sumpah. Semua keterangan saksi dan ahli tersebut tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pada tahapan terakhir, diputuskan dalam rapat pleno yang dihadiri para anggota Ombudsman dengan menyampaikan anjuran, saran, perintah, larangan dan juga dilengkapi dengan pemberian sanksi administatif dan/atau penetapan ganti rugi bagi pelapor yang menjadi korban maladministrasi. “Maka antara putusan Hakim dan rekomendasi Ombudsman, dilihat dari proses pemeriksaannya tidak ada perbedaan. Semuanya diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kepastian hukum dan juga kemanfaatan bagi kedua belah pihak,” ungkap mantan Asisten Deputi Bidang Ketatalaksanaan Menpan ini.
“Empat hal yang diperlukan dalam membangun birokrasi yang sehat: struktur yang sehat, kompetensi yang sehat antarpegawai, tata kerja/tata laksana, serta tanggungjawab yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.”
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
5
Korupsi termasuk kasus Maladministrasi Sepanjang Tahun 2014, Ombudsman telah menangani 6.678 kasus. Dari jumlah itu, ada 900 kasus kepegawaian yang melibatkan ASN (Apartur Sipil Negara) atau yang biasa dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil. Kasus lainnya, menyangkut ti n d a k k o ru p si y a ng te n ga h m en ja di mo mo k ne geri ini. Menurut Petrus, pada dasarnya korupsi juga merupakan salah satu bentuk maladministrasi, misalnya permintaan imbalan dalam bentuk uang, barang ataupun jasa, pungutan melebihi tarif resmi yang ditetapkan peraturan, pungutan liar atau pungutan tanpa dasar hukum yang sah saat masyarakat mengurus administrasi ke pendudukan di kantor-kantor Pemerintah. Kurangnya kesadaran masyarakat, budaya ewuh pakewuh (takut, risih, dan segan), banyaknya pungutan liar (pungli), penundaan berlarut, panjang dan rumitnya birokrasi, serta kebiasaan pejabat publik yang minta dilayani; bukan melayani dalam pengurusan
administrasi di kantor pe merintahan, adalah merupakan gambaran keadaan birokrasi yang ada di Indonesia saat ini. Situasi ini mengakibatkan masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk melakukan tindakan melanggar hukum karena tidak ingin repot dalam mendapatkan p e la y a n a n d i ka n to r - k a n to r Pemerintah dan instansi pelayanan publik lainnya. Penyelenggara pelayanan publik juga memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan dan kepentingan pribadi. Maka untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan sosialisasi tentang keberadaan dan fungsi Ombudsman. “Sehingga masyarakat, khususnya para pegawai negeri memahami, bahwa selain pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, ada Ombudsman yang secara eksternal juga menangani pelanggaran atau penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparatur negara,” papar mantan Staf Ahli MenPan Bidang Kajian Publik ini. Namun dalam penanganan kasus, Ombudsman tetap berkoordinasi dengan Itjen.
Di lingkungan Kementerian Agama, Itjen menetapkan terciptanya birokrasi yang sehat yang harus dibangun oleh tiap unit. Hal ini diapresiasi oleh Petrus sebagai langkah menuju revolusi mental yang digagas Presiden Joko Widodo. “Kuncinya memang revolusi mental, tanpa itu tidak dapat merubah mindset,” ungkap pejabat publik yang pada tahun 2003 lalu mengenyam pendidikan LEMHANNAS-KRA Angkatan XXXVI. Menurutnya, dalam membangun birokrasi yang sehat, diperlukan empat hal. Yakni, struktur yang sehat, kompetensi yang sehat antarpegawai, tata kerja/tata laksana, serta tanggung jawab yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan. “Saya kira D i tje n B ima s K a to l i k t e la h mengupayakan hal ini, sehingga tidak perlu berurusan dengan Ombudsman,” ungkapnya, berkelakar. Petrus menambahkan, situasi kondusif tersebut sangat bergantung pada integritas seorang pimpinan yang mampu mengarahkan stafnya sehingga tercipta budaya kerja yang sehat y a n g b e r imb a s p u la k e p a d a birokrasi yang sehat. “Poin utama adalah integritas. Tanpa integritas yang baik, niscaya seorang pejabat tidak bisa diteladani stafnya.”
Drs. Petrus Beda Peduli motto : “mampukan dirimu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan katakan itu salah jika salah, katakan kebenaran itu, jika benar”
6
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Fokus-3 Dr. Ary Ginanjar Pendiri Training ESQ – Jakarta
“Dengan menegakkan nilai integritas, seorang pemimpin harus mampu menjadi role model keteladanan. Sebab kalau role model itu goyah, maka goyah pula semuanya, baik sistem yang dibangun, maupun lingkungan kerja yang dipimpinnya.”
D
alam beragam teori, menurut Dr. Ary Ginanjar Agustian, budaya kerja atau corporate culture dapat diartikan sebagai: Apa yang kita lakukan di sekitar kita (The way we do things around here); „Sesuatu‟ yang akan kita tinggalkan kepada generasi berikutnya (Lessons learned that are important to pass on to the next generation); Mindset yang mengatur perilaku pegawai (Software of the mind that organized the behavior of people); Apa yang kita lakukan ketika tidak ada yang melihat (What we do when no one is looking). Motivator skala nasional dan internasional ini menghayati budaya keja sebagai salah satu faktor penentu di dalam keberhasilan kinerja sebuah instansi atau lembaga. Asumsi ini lantaran budaya yang berarti attitude atau karakter menjadi 80% kemampuan yang dimiliki manusia. Sedangkan 20% lainnya adalah skill dan knowledge. Sayangnya nilai „kemanusiaan‟ itu seolah terabaikan dalam perputaran roda organisasi. “Selama ini yang banyak terjadi di lembaga, organisasi, juga perusahaan hanya terfokus di bidang Renstra atau Rencana dan Strategi. Namun ada yang kita lupakan bahwa Renstra yang diputuskan oleh para pimpinan pada akhirnya dilaksanakan oleh manusia atau SDM,” ungkap Doctor Honoris Causa di Bidang Pembangunan Karakter, Universitas Negeri Yogyakarta ini menjawab pertanyaan Tim Majalah Bimas Katolik. Akibatnya, banyak program kerja yang dibuat, tidak berjalan sesuai target lantaran perilaku kerja yang kurang optimal. Maka, lanjut Ary, bila tahun ini Kementerian Agama menempatkan lima budaya kerja (integritas, profesionalitas, inovatif, tanggung jawab, keteladanan) sebagai prioritas pengembangan SDM, a d a la h la ngk ah k e b ija ka n y a ng te pa t da la m meningkatkan kinerja organisasi. Namun Ary mengingatkan agar nilai-nilai tersebut diaplikasikan dalam ruang kerja sehari-hari. “Perlu dilegalisir dan dilindungi oleh sistem. Dan yang penting lagi adalah keteladanan seorang pemimpin dalam memegang amanah untuk melaksanakan nilai-nilai yang telah disepakati,” ungkap motivator yang kerap berbicara Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
7
di forum-forum internasional seperti SQ in Islam di Oxford, Inggris; The Asia HRD Congress Kuala Lumpur, Malaysia; dan Program for A dva nc e d Le a de r s hip a nd Management (PALM) Medinah , Saudi Arabia ini. Dalam penelahaannya, komitmen lima budaya tersebut tentu saja harus diinternalisasikan, karena apa yang dihasilkan yaitu r umusan nila i -nilai tersebut baru tahap awareness atau pengenalan. Pijakan berikut adalah tahap understanding atau pemahaman. Seluruh pegawai harus memiliki pemahaman yang s a ma a tas ke bija ka n ya ng dibuat, sehingga saling mendukung untuk tujuan yang sama. Selanjutnya tahap buy in. Pada tahap ini para pegawai sudah merasa memiliki nilai-nilai tersebut. Terakhir tahap o w n er s h ip , y a i t u p e r a s a a n memiliki kemudian menerapkan nilai-nilai itu ke dalam aktivitas kerja sehari-hari. “Intinya, apa yang telah disepakati sejak awal sebagai tujuan bersama, harus diteruskan dengan langkah berikutnya, mulai dari proses internalisasi, aplikasi, hingga menjadi agen perubahan dan role model serta menjaga lima nilai budaya itu,” papar tokoh yang pernah digelari Agents of Change di tahun 2005 oleh Harian Republika itu. Menurut Tokoh Inspiratif Tahun 2013 versi Balai Pustaka d a n M a ja la h Hor is o n i ni , menjadi „agen perubahan‟ dalam
8
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
s e b u a h o r g a n is a s i a p a l a g i instansi Pemerintah, tidaklah mudah. Salah satu contoh nilai yang disebutnya adalah, menegakkan nilai integritas, dengan menjaga kewibawaan sebagai Pemimpin (baca: Pejabat Negara). “Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan dan role model dari nilai tersebut. Termasuk Eselon I, II, III, dan IV. Harus ada pemimpin yang ikhlas menjadi teladan ini. Nah, ini yang susah. Tapi jika mereka sudah committed menjadi teladan, niscaya ke depan hal itu akan menjadi budaya baru di Kementerian Agama,” ungkap Pendiri Yayasan Wakaf Bangun Nurani Bangsa yang dua tahun lalu dinobati sebagai Tokoh Integritas Nasional oleh Komunitas Pengusaha Anti Suap Indonesia ini. Menurutnya, pemimpin adalah role model pe r ta ma da n u ta m a da la m sebuah organisasi, selain sistem kerja. “Dengan menegakkan nilai integritas, seorang pemimpin harus mampu menjadi role model keteladanan. Sebab kalau role model itu goyah, maka goyah pula semuanya. Baik sistem yang dibangun, maupun lingkungan kerja yang dipimpinnya. Bila ditakar secara prosentase maka peran pemimpin sebesar 40 persen, 35 persen untuk sistem, sedangkan 25 persennya adalah kebijakan,” papar penulis buku Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang telah diterbitkan sebanyak 11.281.730 eksemplar ini. Pengagum Abraham Maslow ini mengatakan bahwa pekerjaan yang bersentuhan pada pelayanan masyarakat atau abdi negara, memiliki level tertingi karena berupaya meme-nuhi kebutuhan masyarakat. “Di tahap awal, hal
itu harus diinternalisasikan diberikan kesadaran pemahaman melalui sebuah metode tepat dan komprehensif bahwa ketika dia menjadi seorang pegawai negeri apalagi di Kemeterian Agama itu sudah bukan bekerja tapi sebuah panggilan, dia harus menjadi semacam sufi pegawai negeri, atau pegawai negeri yang berjiwa sufi. Tentu tidak sama d e n ga n pe ng us a ha d i l ua r , orientasinya beda sekali,” tandas pendiri Yayasan Ary Ginanjar Agustian sejak Tahun 2007. Kemuliaan tugas ini, lanjutnya, langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. S e hi n gg a k e ti ka s e s e or a n g melakukan pelayanan, bukan hanya menyoal tentang what tapi how, bukan apa yang dikerjakan tapi bagaimana mengerjakan. Bila merunut kepada lima budaya kerja berarti, “Bagaimana me nge r ja ka n de ngan jujur , penuh integritas, dikerjakan d e n g a n pr o fe s i o n a l, s e m u a pekerjaan harus berinovasi agar tujuan te rca pa i, dike rjaka n dengan tanggung jawab, dan harus menjadi teladan. Sehingga kalau hal ini bisa dilaksanakan, pada akhirnya masyarakat yang akan merasakan pelayanannya. Bahkan bukan hanya pelayanan masyarakat, mungkin hal-hal buruk bisa hilang, dan masyarakat akan merasakan inilah wajah ba r u K e me nter ia n A ga ma , ” demikian penjelasan motivator kelahiran Bandung, 24 Maret 1965 ini. Di akhir wawancara, Ary memberi motivasi untuk melanjutkan program internalisasi nilai budaya kerja kepada para pegawai.“Ciptakan agen-agen perubahan, ciptakan pemimpin yang bersedia menjadi contoh,” tandasnya.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI Dr. H. Moch. Jasin, MM
P
ada Hari Amal Bakti Kementerian Agama RI ke69 tanggal 3 Januari 2015 lalu, Menteri Agama menyampaikan bahwa Kementerian Agama berkomitmen untuk menegakkan nilainilai integritas, profesionalitas, inovatif, tanggung jawab, dan keteladanan sebagai ruh budaya kerja kementerian. Menteri Agama juga mengajak agar nilai-nilai tersebut diimplementasikan sehingga membawa dampak bagi perubahan mental birokrasi dan mewarnai wajah organisasi kementerian. Komitmen ini harus menjadi niatan bersama seluruh unsur jajaran kementerian, utamanya dalam mendongkrak penilaian kinerja kementerian di tahun-tahun mendatang, yang nantinya berdampak pula terhadap peningkatan kesejahteraan. Untuk mengetahui kebijakan dan program apa saja yang akan dibuat oleh Kementerian Agama sepanjang Tahun Anggaran 2015 ini, tim Majalah Ditjen Bimas Katolik
(Maria Masang dan Yosephina S. Djeer) bersama Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi, Aloma Sarumaha, menemui Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI Dr. H. Moch. Jasin, MM di Kantor Inspektorat Jenderal Kemenag, Jl. Fatmawati Nomor 33, Cipete, Jakarta Selatan. Berikut rangkuman wawancara tersebut.
Bapak Menteri Agama RI menetapkan lima nilai budaya kerja yang menjadi ruh seluruh pelayanan tugas Kementerian Agama. Bagaimana Bapak menanggapi hal ini? Budaya kerja adalah prinsip dasar yang harus dipakai oleh seluruh jajaran Kementerian Agama sebagai acuan dalam melaksankan tugas dan fungsi yang diemban masing-masing Unit atau Satuan Kerja (Satker). Prinsip kerja itu mengharuskan setiap pegawai memiliki integritas, jujur, berkompetensi, dan profesional. Apabila telah memiliki integritas dalam menjalankan tugasnya, maka nilai-nilai lain akan mengikuti. Dalam hal penggunaan uang misalnya, dia tunduk pada peraturan dan ketentuan Kementerian Keuangan dan sesuai
prosedur akuntansi negara. Lalu melaporkan apa yang telah dilakukannya secara jujur. Nilai kejujuran dan integritas itu menjadikannya akuntabel dalam berkreasi dan berinovasi sehingga dapat dijadikan teladan. Maka yang paling penting adalah INTEGRITAS. Ini pula yang ditetapkan Kementerian Agama sebagai nilai pertama dalam pencanangan lima nilai budaya kerja tersebut. Lima unsur ini pun in line dengan penilaian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui survey yang telah dilakukan tahun 2012-2014. Materi penilaian merujuk pada evaluasi penyelenggaraan, penerapan, dan pelaksanaan prinsipprinsip tata kelola pemerintahan yang baik, melalui 26 indikator Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
9
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah B i r o k r a s i Be r s i h d a n M e l a ya n i (WBBM). Indikator -indikator penilaian dikelompokkan menjadi dua besaran, yakni indikator pengungkit dan indikator hasil. Indikator pengungkit dibagi dalam beberapa kriteria dasar, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Pe nguatan Akuntabilitas, Penguatan Pengawasan, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Untuk komponen Manajemen Perubahan, tahun 2014 lalu kita mendapatkan nilai 2,56 dari bobot yang telah ditetapkan yakni lima. Sehingga kita hanya mendapatkan capaian 51,22 persen. Pada Penataan Pe run dan g - un dan ga n di pe role h penilaian 2,71 atau 19,9 persen dengan bobot maksimal yang harus dipenuhi lima. Untuk komponen Penataan dan Penguatan Organisasi, kita mencapai poin 1,17 dengan nilai prosentase 19,44 persen. Berikutnya, Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), dengan penilaian maksimal limabelas. Pada komponen ini, kita mampu mencapai nilai 6,11 atau 40,76 persen. Penilaian selanjutnya, Pe na taan Tata Laksa na de nga n perolehan nilai 3,3 atau 65,95 persen dari bobot yang distandarkan, yakni lima. Komponen lain, penguatan akuntabilitas. Nilai capaian kita hanya 1,92 dari nilai maksimal sepuluh, artinya kita hanya mencapai 32,07 pe rse n. Se lanjutnya, Pengua ta n Pengawasan, nilai capaian 6,51 dari nilai maksimal limabelas sehingga kita h a n ya me n d a pa t 54 , 2 4 p e r se n . Kemudian komponen Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 3,34 dengan nilai maksimal sepuluh, jadi kita hanya dapat 55,70 persen. Berikutnya untuk komponen hasil, terbagi dalam tiga kapasitas penilaian. Pertama, Akuntabilitas Kinerja Organisasi kita mendapat penilaian 7,78 atau 70 persen dari bobot yang dis tanda rka n ya itu sepuluh. Kedua, Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN, mendapat capaian 13
10
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
atau mendapat 65 persen dari penilaian duapuluh. Ketiga, Kualitas Pelayanan Publik dengan nilai 7,95 dari maksimal sepuluh, atau kita berhasil mencapai 70,47 persen. Berdasarkan jabaran penilaian tadi, maka di Tahun 2014 kita mendapat nilai 54,83. Ini adalah hasil penilaian evaluasi yang dilakukan Menpan terhadap Kementerian Agama. Survey semacam ini dilakukan tahun 2012, kemudian dilengkapi lagi di tahun 2014, yang semula terdapat 20 indikator komponen penilaian, menjadi 26 komponen.
Dari gambaran penilaian-penilaian tersebut, apa yang bisa dijelaskan tentang kinerja Kementerian Agama menurut evaluasi Menpan tadi dan hal-hal apa yang perlu dilakukan? Terlihat bahwa yang menjadi pemberat kita adalah pada indikator komponen pengungkit, yang rata-rata penilaian hanya mencapai angka 50 atau dibawah limapuluh persen. Kalau komponen hasil sudah relatif lumayan. Tapi komponen pengungkitlah yang menyebabkan kita bergerak lebih rendah, sehingga kita hanya mampu mencapai 54,83 persen. Ini yang harus kita e va luasi untuk se lanjutnya dilakukan perbaikan dengan indikasi perubahan tata kelola yang baru. Caranya, kita berupaya memacu seluruh Satker agar berinovasi melakukan pembaharuan menurut ketentuan 26 komponen itu. Misalnya dengan memperbaharui kinerja menurut target tiap komponen yakni, komponen manajemen perubahan sebesar 5 persen, penataan tata laksana 5 persen, penataan sistem manajemen SDM 15 persen, penguatan akunta bilitas kine rja 10 pe rse n, penguatan pengawasan 15 persen, dan penguatan kualitas pelayanan publik 10 persen. Sehingga bobot komponen pe ngungkit itu 60 pe rse n. Atau menjadi lebih baik dari yang kita dapatkan sekarang. Maka pencanangan lima nilai budaya kerja yang disampaikan oleh Menteri Agama pada 3 Januari 2015 lalu, adalah juga berupaya untuk
mendorong komitmen kita ke arah yang lebih baik. Karena lima unsur yakni integritas, profesionalitas, inovatif, tanggung jawab, dan keteladanan sudah tercover dalam zona integritas menurut standar Kemenpan dan RB. Penilaian itu juga akan membawa Kementerian Agama menuju zona integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi yang Bersih dan Melayani. Untuk memantapkan komitmen kita bersama, yang perlu dilakukan sekarang adalah pemantapan manajemen perubahan yakni dengan membuat tim kerja. Selanjutnya harus ada dokumen rencana pembangunan zona integritas. Dari dokumen itu, diupayakan pula penataan dan evaluasi pembangunan WBK dan WBBM, serta perubahan pola pikir dan budaya kerja. Selanjutnya, pada komponen penataan tata laksana, yang harus diperhatikan adalah penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap kegiatan utama. Nantinya, setiap Satker harus menyusun SOP atas pekerjaan utamanya, kalau perlu yang sudah ada diperbaharui lagi. Pembaharuan lainnya menyangkut penerapan e-office dengan memanfaatkan fasilitas elektronik. Misalnya pengadaan barang dan jasa elektronik yang sudah dilakukan melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP). Kedepan, kegiatan sosialisasi kebijakan maupun koordinasi tugas ke tiap Satker akan dilakukan menggunakan teleconference, sehingga dapat menghemat biaya. Ke g ia tan la i n, e - budg et i n g untuk menangani laporan keuangan dalam jumlah besar, dilengkapi pula dengan e-audit. Sedangkan untuk pemantauan pelaksanaan tugas, bisa memanfaat-kan e-kinerja atau e-performance. Hal ini juga mendorong keterbukaan informasi publik, sehingga masya-rakat tahu dan memahami apa yang menjadi pelayanan tugas kita. Selanjutnya, untuk komponen sistem manajemen SDM, yang perlu dilakukan adalah membuat PMA Mutasi dan PMA Promosi, serta pembuatan database tingkat pendidikan, masa pensiun, dan pe m b inaa n p ur na tu gas se baga i
penyempurnaan sistem informasi kepegawaian. Catatan menyangkut kepegawaian, perencanaan penempatan pegawai harus sesuai dengan kebutuhan. Dan ini harus disiapkan oleh seluruh Satker hingga jajaran dibawahnya. Kemudian pola mutasi internal, harus dibuat SOP dan penilaian secara obyektif, bukan karena kedekatan dengan pimpinan. Sehingga prosesnya pun harus dilakukan melalui sistem open promotion atau open r ecruit ment . P e nge mba nga n pegawai juga harus berbasis kompetensi atau berdasarkan sistem yang fair. Seluruh data-data ini harus diupload pada Website Ditjen Bimas Katolik. Hal lain yang menyangkut manajemen SDM adalah kode etik khusus dan penegakannya. Misalnya, menggelapkan uang SPD atau SPD fiktif. Minta dibuatkan SPD untuk kegiatan, tapi tujuannya pulang ke keluarganya. Nggak boleh. Dan kode etik ini harus disusun secara internal. Berikutnya, penguatan akuntabilitas. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah keterlibatan pimpinan. Nanti akan dinilai, Pimpinan ikut merancang perubahan atau tidak? Ikut mendesain, ikut mengarahkan pegawainya dalam melaksanakan tugas atau tidak? Pimpinan pun harus melakukan apa yang dia instruksikan kepada stafnya. Untuk keterlibatan pimpinan otomatis masuk dalam unsur keteladanan dalam lima nilai budaya kerja kementerian. Sedangkan unsur akuntabilitas kinerja, dibuktikan dengan penyusunan kontrak kerja dalam bentuk Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang dibuat secara berjenjang antara staf dengan Kasubbagnya, Kasubbag dengan Kabagnya, Kabag dengan eselon II-nya, dan seterusnya. Dan materi SKP itu harus sesuai dengan tugas dan fungsinya. Ini yang harus dipahami seluruh Satker. Jangan cuma siap kerja, kerja, kerja t a p i n g g a k j e la s a p a y a n g m a u dikerjakan. Kalau siap kerja berarti siap untuk diaudit kinerja-nya dan sia p untuk die valuasi me nurut indikator kinerjanya. Tujuannya untuk memberikan penilaian, apakah target yang ditetapkan tersebut sudah tercapai.
Hal ini pun sesuai dengan unsur integritas. Jangan sampai hanya mengandalkan kepintaran tetapi integritasnya sering melanggar aturan. Sebagai pembantu Menteri Agama, kita perlu mendukung kebijakan dan program kementerian, sehingga visi kementerian dapat tercapai. Salah satunya dengan budaya integritas lewat membangun brand image positif yang dibuat oleh masing-masing Satker. Komponen lainnya, penguatan penga wasan. Subko mpo ne n yang pertama adalah soal pengendalian gratifikasi. Item ini mensyaratkan bahwa tiap unit atau Satker harus membuat satuan tugas pengendalian gratifikasi. Pola yang diterapkan adalah Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), dimana Inspektorat Jenderal Kementerian menjadi koordinator. Tugasnya setelah me nga udit kinerja pe gaw ai, bila ditemukan pelanggaran terkait korupsi, a k a n d i la po rka n ke pa d a Ko m i s i Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai ‗pengawas‘ internal, fungsi SPIP juga menjadi early warning system atau melakukan upaya pencegahan tindak korupsi dan kegiatan-kegiatan penyimpangan lainnya. Komponen selanjutnya, penguatan kualitas pelayanan publik, dengan bobot penilaian 10. Dari penilaian Menpan, progres untuk komponen ini adalah, padaitem standar pelayanan; perlu dibuat pedoman pelaksanaannya. Misalnya layanan aduan masyarakat, SPM Haji Reguler, Penghulu, dan sebagainya. Selain pedoman, keberadaan Litbang kementerian juga akan diberdayakan dengan membuat survey internal ter-hadap penilaian kepuasan pelayanan. Sekarang, mengenai penilaian indikator hasil. Di era keterbukaan ini, kinerja kementerian dinilai secara transparan dan fair oleh lembagalembaga yang memiliki kewenangan didalamnya, yaitu Kemenpan dan RB, KPK, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan Ombudsman. Inilah penilai eksternal yang secara independen memberikan
penilaian terhadap kinerja kita. Bukan lembaga yang bisa kita bayar sehingga bisa memberi penilaian yang bagusbagus semua, karena ‗membela yang bayar‘. Muatan penilaian itu misalnya, adanya laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang SPD fiktif atau pemeriksaan Itjen tentang pengadaan barang dan jasa yang di mark-up. Bila terjadi temuan-temuan seperti itu, harus ditindaklanjuti. Dan karena penilaian itulah, maka Kemenag mendapat nilai 54,83% di tahun 2014. Di tahun 2015, kita canangkan peningkatan nilai menjadi 70%. Upaya ini harus menjadi ko mi t me n da n ge raka n be rs a ma. Caranya, seluruh Satker siap dievaluasi kinerjanya berdasarkan komponen pe ngungkit yang digariskan o le h Menpan tadi. Perlu usaha dan kerja keras, sehingga berdampak kepada kenaikan remunerasi kita. Selama ini kan, remunerasi hanya berdasarkan absen. Padahal bukan itu pemahamannya. Remunerasi sesungguhnya berdasarkan capaian pelaksanaan reformasi birokrasi, penilaian terhadap kinerja pegawai dan unit. Karena kita hanya mendapat penilaian 54,83 maka remunerasi yang didapat pun hanya 40%. Di Inspektorat Jenderal sendiri, sudah bekerja atas dasar Sasaran Kerja Pe gawai. Pe nilaian ini dilakukan per-individu sebagai pengganti DP3. Selain kehadiran, tiap pegawai juga dinilai dari kinerjanya. Apakah sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya, sesuai dengan ketentuan administrasi keuangannya, sehingga dapat meminimalisir adanya penyimpangan yang berindikasi korupsi atau pidana.
Untuk menghindari indikasi tindak pidana tadi, bagaimana upaya Kementerian Agama dalam menciptakan birokrasi yang sehat sehingga penilaian 70% bisa tercapai? Dengan melakukan pemantapan dalam hal penguatan pengawasan melalui pengaduan masyarakat dan penanganan benturan kepentingan. Misalnya, dalam hal pengaduan masyarakat dibangun sistem Humas Online, SMS Centre, kotak saran, dan Whistle Blowing System (WBS). Melalui sistem ini, dapat disampaikan adanya penyimpangan yang dilakukan teman sekerjanya atau atasannya. Baik itu
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
11
perbuatan yang berindikasi moral maupun penyimpangan yang berindikasi korupsi. Kalau saya, jangan hanya dilaporkan ke Menteri, laporkan ke penegak hukum. Kemudian penanganan benturan kepentingan, misalnya, benturan kode etik dan benturan kepentingan pada seorang PNS yang merangkap dua jabatan. Entah keterlibatannya di partai politik, atau rangkap jabatan, selain PNS juga kepala sekolah Katolik. Itu namanya terjadi benturan kepentingan. Hal lain misalnya, pengadaan barang atau jasa yang dilakukan secara tidak fair tanpa diumumkan, tapi langsung dimenangkan. Nah, ini yang berbahaya. Itu yang me nya ngkut pe ngaw asa n inte rnal. Sedangkan pengawasan eksternal dalam bentuk persepsi kualitas pelayanan, yang diketahui dari penilaian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kemenpan dan RB, KPK, UKP4, dan Ombudsman. Jadi nilai ini yang memotret orang luar, dan kita harus surrender atau menyerah terhadap penilaian itu. Nah, bagaimana penilaian kita menjadi baik, ya harus dilakukan bersama-sama. Itjen sudah melakukan beberapa hal. Misalnya, melakukan open promotion, laporan SKP, tidak menerima gratifikasi, tidak dibawakan oleh-oleh, tidak dijemput atau dibayarkan hotelnya jika melakukan tugas daerah, aplikasi WBS, penandatanganan pakta integritas, buka warung kejujuran, membangun unit gratifikasi, dan sebagainya. Tapi bila hal-hal itu hanya dilakukan oleh Itjen tanpa diikuti oleh semua unit, ya tidak ada nilainya. Bagus—tidaknya Kementerian Agama kan, nggak cuma tergantung Itjen. Bimas-bimas yang lain juga dong. Kita kan punya 10 eselon I, termasuk Ditjen Bimas Katolik. Mari kita dongkrak reformasi birokrasi ini sehingga mendapat penilaian yang baik. Kita kan, Kementerian Agama, harusnya menjadi contoh keteladanan bagi kementerian-kementerian yang lain. Judulnya saja, agama. Harus mampu menjadi contoh. Tunduk pada nilai-nilai agama, taat pada peraturan perundang -undangan. Laksanakan lima budaya kerja yang sudah dicanangkan Bapak Menteri Agama.
Soal peraturan tadi, ada ketentuan tentang pelarangan kegiatan di hotel. Bagaimana Kementerian merespon hal ini? Sebelum ada edaran mengenai petunjuk pelaksanaan atas edaran Kemenpan dan RB tersebut, kita harus mengikuti peraturan itu (secara harafiah—red). Baik untuk kegiatan internal maupun kegiatan eksternal yang mengundang pihak lain, misalnya kegiatan Pertemuan Tokoh Agama–Tokoh Masyarakat.
Kita bisa menggunakan Pusdiklat kementerian atau wismawisma lain milik Pemerintah. Dan kegiatan itu harus difoto bahkan dikemas dalam bentuk video kalau mau lebih baik lagi. Dokumen itu menjadi penilaian dari Menpan. Dan ini harus dipahami oleh semua Satker baik yang ada di Pusat maupun di Daerah, supaya setiap pimpinan punya persepsi yang sama. (pada saat itu juga, Irjen langsung menginstrusikan Kasubbag Kepegawaian, M. Ali Zakiyudin—yang turut dalam wawancara—untuk menetapkan jadwal rapat internal Kementerian Agama terkait sosialisasi Surat Edaran Kemenpan dan Reformasi Birokrasi tentang pelarangan kegiatan di hotel) Setelah Kementerian Agama mengalami peristiwa terkait pelanggaran pelaksanaan dan kewenangan di tahun lalu, sebagai Pejabat di lingkungan Inspektorat, strategi dan k eb ij ak a n apa ya n g B ap ak la k uk a n d a la m ra n gk a mengembalikan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Agama? Kasusnya itu kan, terjadi di tahun 2012 – 2013. Tahun 2014 saya membenahi layanan ibadah haji, tidak tanggungtanggung. Semua hotel bagus, tidak ada hotel yang jelek, khususnya di Mekkah. Kita ikut memantau (pelaksanaan pembangunan hotel—red) itu. Dan sejak tahun 2014, mulai kelihatan. Tidak ada hotel yang standarnya di bawah bintang tiga. Kalau dulu hanya pemondokan -pemondokan kumuh, sekarang sudah bagus dan modern, setiap kamar punya kamar mandi sendiri. Transportasi juga lebih baik. Pengawasannya pun dilakukan secara transparan. Pokoknya kita terus mendorong Dirjen PHU untuk mempertahanankan standar ini. Dan untuk pelaksanaan di tahun 2015, pengawasan dilakukan secara bersama. Kita semua turun, baik Irjen, Dirjen PHU, bahkan Bapak Menteri juga ikut. Semuanya dilakukan secara transparan. Nggak Ada kongkalikong dengan aparat. Semua memakai bukti. Ada foto-fotonya. Kalau ada yang mainmain, kita sikat (tindak-red). Orang mau ibadah kok, malah cari cari kesempatan (meminta uang—red) di situ. Memang kalau mau macam-macam (dalam hal keuangan—red) bisa milyaran jumlahnya. Karena mata uang yang dipakai adalah Real. Tapi sejak tahun lalu, yang seperti itu sudah nggak ada lagi.
Bagaimana penilaian Inspektorat Jenderal terhadap kinerja Ditjen Bimas Katolik dalam Tahun Anggaran 2014 lalu? Sudah relatif baik. Hanya memang untuk pelaksanaan tugas maupun program kegiatan, harus disiapkan pula Juklak atau Juknisnya, serta SOP supaya pelaksanaan tugas tersebut dapat lebih terarah.
DITJENBIMAS Katolik mendukung pelaksanaan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani 12
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Sorotan Program dan Anggaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 2015
D
alam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik menyelenggarakan tiga fungsi. Fungsi Pelayanan Umum berupa pelayanan dukungan manajemen terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. Fungsi Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan kerukunan intern umat beragama dan pembinaan agama masyarakat Katolik. Fungsi Pendidikan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembinaan pendidikan agama dan keagamaan Katolik. Dari Alokasi Anggaran Tahun 2015, sebesar Rp 171.581.012.000,- (seratus tujuh puluh satu miliar lima ratus delapan puluh satu juta dua belas ribu rupiah) atau 19,54% dialokasikan untuk Fungsi Pelayanan Umum. Kemudian sebesar Rp62.505.000.000,(enam puluh dua miliar lima ratus lima juta rupiah) atau 7,12% dialokasikan untuk penyelenggaraan Fungsi Agama dan sebesar Rp 643.802.558.000,- (enam ratus empat puluh tiga miliar delapan ratus dua juta lima ratus lima puluh delapan ribu rupiah) atau 73,34% untuk penyelenggaraan Fungsi Pendidikan. Secara lebih jelas, Alokasi Anggaran Tahun 2015 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik berdasarkan Fungsi dapat dilihat pada Tabel berikut ini: Alokasi Anggaran Tahun 2015 berdasarkan Fungsi (Rp.000)
NO
FUNGSI
ALOKASI ANGGARAN 2015
Program yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dijabarkan pelaksanaannya melalui 4 (empat) Kegiatan, sebagaimana terdapat pada Tabel berikut ini: Alokasi Anggaran Tahun 2015 berdasarkan Kegiatan (Rp.000)
%
Alokasi Anggaran 2015
%
1
Pelayanan Umum
171.581.012
19,54
No
2
Agama
62.505.000
7,12
1
182.947.950
20,84
3
Pendidikan
643.802.558
73,34
Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik
2
62.505.000
7,12
Total
877.888.570
100
Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik
3
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
171.581.012
19,54
4
Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Pendidikan Bimas Katolik
460.854.608
52,50
877.888.570
100
APBN-P Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 2015 Be r dasa rk a n su ra t Me n te r i Ke ua n ga n No. S-18 /MK.2/2015 tanggal 9 Februari 2015 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P TA 2015 dan melalui proses pembahasan oleh Badan Anggaran, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp36.875.573.000,- (tiga puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta lima ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) sehingga APBN Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik tahun 2015 menjadi sebesar Rp914.764.143.000,- (sembilan ratus empat belas miliar tujuh ratus enam puluh empat juta seratus empat puluh tiga ribu rupiah). Adapun Perbandingan Alokasi Anggaran dan APBN-P Tahun 2015 seperti tabel di samping:
Kegiatan
Total
(Rp.000) PROGRAM
ALOKASI ANGGARAN 2015
APBN-P 2015
Bimbingan Masyarakat Katolik
877.888.570
914.764.143
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
13
Pemanfaatan Tambahan Melalui APBN-P TAHUN 2015
Sebaran siswa penerima KIP
Tambahan anggaran yang diperoleh Direktorat J e n d e r a l B i m b i n g a n M a s y a r a ka t Ka t o l i k s e be sa r Rp36.875.573.000,- (tiga puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta lima ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah ) akan digunakan untuk Mendukung kegiatan prioritas Pemerintah melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 600 siswa Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) di 8 Provinsi di Indonesia yaitu: Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua dan Kepulauan Bangka Belitung, sebesar Rp 607.800.000,(enam ratus tujuh juta delapan ratus ribu rupiah), seperti terlihat pada tabel di samping.
No
Adapun Tunjangan Kinerja Pegawai Tahun Anggaran 2015 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik pada tingkat Pusat, tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/ Kota sebanyak 884 pegawai (termasuk tambahan 21 orang CPNS tahun 2015), sebesar Rp 36.267.773.000,- (tiga puluh enam miliar dua ratus enam puluh tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah), seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
PROVINSI
1
Jawa Timur
2
Sumatera Utara
39
3
Kalimantan Barat
75
4
Kalimantan Timur
21
5
Maluku
94
6
Nusa Tenggara Timur
135
7
Papua
21
8
Kepulauan Bangka Belitung
65
150
Total
600
Alokasi Tunjangan Kinerja Tahun 2015
No
14
Provinsi
Anggaran Tunjangan Kinerja
JUMLAH SISWA CALON PENERIMA KIP
No
Provinsi
Anggaran Tunjangan Kinerja
18
Sulawesi Utara
4.924.096
19
Sulawesi Tengah
207.999
1.252.631
1
Pusat
2
DKI Jakarta
440.846
20
Sulawesi Selatan
350.563
3
Jawa Barat
604.264
21
Sulawesi Tenggara
158.844
4
Jawa Tengah
1.268.582
22
Maluku
538.155
5
DI Yogyakarta
1.106.180
23
Bali
338.737
6
Jawa Timur
961.449
24
Nusa Tenggara Barat
338.737
7
Aceh
133.429
25
Nusa Tenggara Timur
8
Sumatera Utara
2.514.575
26
Papua
9
Sumatera Barat
287.997
27
Bengkulu
161.296
10
Riau
207.999
28
Maluku Utara
188.370
11
Jambi
222.815
29
Banten
242.444
12
Sumatera Selatan
587.984
30
Kep. Bangka Belitung
144.791
13
Lampung
569.715
31
Gorontalo
149.709
14
Kalimantan Barat
1.470.063
32
Kepulauan Riau
240.217
15
Kalimantan Tengah
421.575
33
Papua Barat
16
Kalimantan Selatan
289.477
34
Sulawesi Barat
17
Kalimantan Timur
533.147
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
10.225.770 3.576.010
Total
1.448.969 282.600 36.267.773
Kebijakan Aloma Sarumaha:
INPRINTAK dalam
D
itemui di ruang kerjanya, lantai 12 G e d u n g K e m e n te r i a n Ag a m a RI , Jl. Thamrin No. 6, Jakarta pada Rabu,
21 Januari 2015, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem
Semangat Berkarya
Informasi Setditjen Bimas Katolik mengulas banyak tentang lima nilai budaya kerja yang telah dilaunching oleh Menteri Agama RI pada upacara peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) ke-69, 3 Januari 2015. Lima nilai budaya kerja tersebut adalah Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung jawab, dan Keteladanan. Oleh Kabag I, ke-5 nilai ini disingkat INPRINTAK. Berikut wawancara Tim Majalah Bimas Katolik dengan Kepala Bagian Perencanaan dan
“Kalau saya dianggap baik, maka saya tidak lebih baik dari yang lain. Kalau saya dianggap buruk, maka saya tidak lebih buruk dari yang lain.”
Sistem Informasi, Aloma Sarumaha.
K
etika ditanya definisi INPRINTAK dan bagaimana INPRINTAK itu diturunkan ke dalam sebuah kebijakan, Kabag I menekankan pentingnya memahami bahwa lima nilai budaya kerja itu tidak dilihat sebagai sendirisendiri, tetapi dilihat sebagai sebuah kesatuan yang tidak dipisah-pisahkan. Proporsionalitasnya sama. Tidak ada satu nilai yang lebih tinggi dari nilai lainnya. Menurut pendapat beliau, lima pilar budaya kerja yang dikembangkan di Kementerian Agama merupakan bentuk revitalisasi atas semangat yang selama ini sudah dibangun oleh pemimpin sebelumnya. Lima indikator itu selama ini sudah ada, dan tercermin. Masalahnya belum dijadikan sebagai sebuah konsep yang digunakan secara spesifik di lingkungan Kementerian Agama. Lepas dari itu, kejadian yang membuat banyak orang terperangah, yaitu korupsi yang melanda negeri ini mendapat reaksi masyarakat karena dianggap sudah menggerogoti
perikehidupan bangsa, membuat bangsa kita susah untuk mewujudkan cita-c ita hidupnya, seba gaima na termaktub dalam tujuan Negara. Kementerian Agama sebagai salah satu lembaga yang dibentuk oleh Negara untuk membantu Negara memfasilitasi pemba ngunan kehidupan bida ng agama, merasa terpanggil untuk menguatkan dan meningkatkan iman dan taqwa masyarakat Indonesia. Apa itu integritas? Aloma Sarumaha mendefinisikan integritas sebagai sebuah konsep yang menggambarkan keterpaduan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan sesuatu hal. Integritas menjelaskan kesatuan pemahaman, penghayatan, nilai dan tindakan. Di dalamnya terkandung unsur total, penuh. Dalam literatur, integritas dijelaskan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; k ejujura n; integritas adala h konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Lainnya adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas dia rtik a n se ba ga i k ej ujura n dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari hypocrisy (hipokrit atau munafik). Seseorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). Mudahnya, ciri seseorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan, bukan seseorang yang kata-katanya tidak dapat
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
15
dipegang. Seseorang yang mempunya i integritas buk an tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Bagi seorang pemimpin, integritas menjadi karakter kunci. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi tindakannya. Kandungan integritas seorang pemimpin antara lain adalah komitmen dan loyalitas, tanggung jawab, dapat dipercaya, konsisten, menguasai dan mendisiplin diri; berkualitas. Bagi seorang pegawai, melakukan tugasnya masing-masing sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat, yang terekam dalam SKP: Sasaran Kinerja Individu yang berk emba ng menja di Sasa ran Kinerja Organisasi adalah sebuah bentuk integritas. Ba gaima na integritas itu bisa dilihat pada orang yang bekerja dalam sebuah tim. Koordinasi yang berjalan baik, setiap orang mengetahui tugasnya dan melaksanakan tugas itu sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dan kemudian di buktikan. Penghargaan atas waktu, juga orientasinya tentu tidak lagi ke ego, tetapi ke alter, orang lain. Orang lain disini bisa jadi lembaga atau instansi. Orang yang berintegritas itu adalah orang yang mempunyai Niat, Minat, Tahu, Mau dan Melakukan (sebuah siklus). Nilai ke-dua dari INPRINTAK adalah profesionalitas. Jika bicara profesionalitas, kita teringat kata profesi yang merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. 16
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi berasal dari bahasa latin “proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Sementara itu profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga berpengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Penyandangan dan penampilan “profesional” ini telah mendapat pengakuan, baik secara formal maupun informal. Maka orang yang p r o f e s i o na l m e s t i k om p e t e n , kapabel. Ketika orang serius belajar menemukan sesuatu yang keliru, mencoba dan mencoba, maka ia dalam proses menguasai betul bidang itu. Hanya tidak mudah bagi seseorang jika dirinya dikomentari telah melakukan yang keliru. Bagi orang yang mau maju, dia harus siap: siap untuk dikritik, siap dipuji, tetapi siap juga untuk dicela. Orang yang profesional di dalam kepala kita, itu pasti orang yang bertanggungjawab. Ada yang disebut dengan moral profesi. Dan itu hanya b a g i o r a n g y a n g b e t ul - b e t u l menyadari bahwa profesinya itu menghidupkan dirinya secara profesional, ada tanggung jawab di dalamnya.
Sehingga misalnya orang yang profesional kalau ngomong, menyampaikan sesuatu selalu dipikir baik-baik. Motifnya itu bukan untuk kepentingan diri tetapi lebih ke motif kepentingan kelompok, kepentingan organisasi. Di situlah tanggung jawab itu bekerja. Jadi, berani berbuat, berani bertanggung jawab; tidak menghindar. Bicara menghindar, kita ingat apa yang disampaikan Dirjen di akhir tahun kemarin menyebut 10 hal yang dinamakan sebagai racun (istilah ekstrim; karena bisa juga disebut sebagai kemampuan yang tidak umum) yakni suka menghindar (lari dari kenyataan), ketakutan, egois, stagnasi, rendah diri, narsistik, mengasihi diri, malas, intoleran, benci. Untuk saya itu adalah sebentuk mekanisme yang dibangun seseorang untuk membuat dirinya eksis dalam sebuah situasi. Mungkin yang ingin saya garisbawahi bagaimana memperlakukan kualitas diri negatif (racun) tersebut; atau malah kalau betul ada, maka pertanyaan untuk kita adalah mengapa hal itu timbul. Bicara kepribadian memang sema k i n me na r ik k a r e na k e pribadian yang dicermati adalah kepribadian manusia, kompleks. Kepribadian diperlihatkan dalam seperangkat tingkah laku. Ekspresi tingkah laku juga tergantung oleh situasi dan kondisi yang dihadapi. Karena tingkah laku yang terlihat oleh mata, adalah tingkah laku yang mengandung unsur pertahanan diri terhadap lingkungan sekitar. Kalau kita belajar kepada Carl G. Jung, dikenal dengan istilah introvert dan ekstrovert. Ini dapat dijelaskan sebagai orang tertutup dan orang terbuka. Dalam teori topeng, kedua sisi ini dapat saling bertukar peran sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Paus sendiri di Vatikan menyebut ada 15 penyakit di dalam curia dalam pesannya menyambut Natal 22 Desember 2014. Penyakitpenyakit itu diantaranya sikap imun/tidak peduli/lalai, penyakit mental dan spiritual yang parah, kemiskinan koordinasi (kolaborasi tidak bekerja karena spirit persatuan atau tim hilang), penyakit p er sa i nga n da n k ea ng k u h a n, kegilaan eksistensial, bergosip, dan lain sebagainya. Nah, menurut saya, setidaknya ada tiga titik yang perlu dicermati yakni pertama, faktor internal pribadi yang bersangkutan. Ada yang dikenal dengan istilah tidak berhasil menyesuaikan diri pada lingkungannya (maladjustment). Bisa jadi faktornya adalah kepribadian atau jiwa atau kelainan genetic (disintegrasi) yang m em p e ng a r uh i di na mi k a k epribadiannya (maladjusted). Kedua, faktor pemimpin. Seorang pegawai dapat mengembangkan kebiasaan tersebut karena tidak menyukai pimpinan. Menghindar di sini dapat bermakna sebagai bentuk perlawanan halus atau lembut, dibandingkan dengan melawanfrontal. Ketiga, faktor eksternal lingkungan kerja. Ada yang disebut dengan hopeless, tidak ada yang diharapkan pada sesuatu hal. Tampaknya di sini tidak memiliki pegangan untuk melakukan sesuatu yang membuat atau meneguhkan kepercayaan diri (self-confidence). Orang-orang yang gagal dalam perkembangannya cenderung untuk mengembangkan gejala kepribadian tersebut. Kegagalan itu dapat melahirkan manusia-manusia baru yang berkarakter manusia baru yang berkarakter membangun imajinasi tertentu, misalnya dengan mengembangkan gosip atau suka mencaritahu kelemahan sesamanya.
Dengan mengembangkan gosip atau menemukan dan mendistribusi kelemahan sesama, seolah menemukan diri yang sejati. Lebih mudah melihat sisi negatif sebuah relasi daripada sisi positifnya. Berikutnya, inovasi. Inovasi merupakan suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang- barang, yang dapat diamati atau dirasakan sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Jadi, inovasi/ pembaharuan penemuan diadakan untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan. Inovasi itu jangan dibayangkan kita membuat pesawat. Inovasi itu dalam hal sederhana, misalnya cara kerja orang sebelumnya biasa biasa saja, lalu bulan berikutnya menjadi rajin. Inovasi itu bekerja pada pemimpin yang memotivasi stafnya. Sekarang di era modern, seorang pemimpin itu diharapkan mempunyai sejumlah, katakanlah kemampuan. Seorang pemimpin yang mampu memotivasi, menstimulasi, merangsang timnya itu supaya bisa mempunyai kebebasan berekspresi, pemimpin itu juga telah melakukan inovasi. Inovasi bisa bekerja dalam sebuah situasi atau lingkungan yang nyaman dan kondusif. Nyaman saat dulu berbeda dengan nyaman saat sekarang. Nyaman saat dulu berarti sunyi, senyap, hening, tenang. Maka semedi dilakukan di gunung atau di ten ga h huta n. N ya ma n z a ma n sekarang, di kota, adalah bahasa metafora. Simbol suasana hati. Itu hanya dimungkinkan bagi orang yang sudah dewasa, sudah matang secara pribadi, sosial dan rohani. Artinya dia bisa bekerja dengan tenang di situasi kacau, misalnya bekerja di tengah suara musik yang keras. Bagi orang yang matang itu bisa diatasi, tapi bagi orang yang tidak matang, bisa stress dan marah. Kita tidak lagi bisa beromantisasi mengatakan situasi
nyaman itu adalah sepi, senyap, seperti rahib zaman dulu untuk memperoleh inspirasi. Tetapi di zaman sekarang, di tengah keramaian dia bisa merasa tenang. Kuatirnya saya, salah satu aspek yang membuat orang tidak betah di tempat kerja adalah karena tidak nyaman. Orang tidak bisa berimprovisasi karena situasi tidak nyaman. Itulah nyaman: fisik dan batin. Di Subbag Sistem Informasi, misalnya, p en g el ola a n da ta sa m p a i p a da publikasi juga perlu inovasi. Nilai ke-empat dari INPRINTAK adalah tanggung jawab. Tanggung jawab, adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, a rt in ya s uda h m en ja d i ba g ia n kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggungjawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula ba hwa pihak la in memerl uka n pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perl u ditempuh usa ha mel a l ui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam tanggung jawab ada unsure konsistensi dan kejujuran. Orang yang profesional juga adalah orang yang bertanggung jawab. Dalam kerja tim, setiap orang juga harus mengingatkan satu sama lain karena itu bentuk dari tanggung jawab. Setiap orang harus bisa memberi masukan, tidak hanya mengikut saja. Hanya karena orang itu sudah omong bagus dan kita iya saja.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
17
Semua mempunyai ruang untuk bertanya, mempunyai ruang untuk berdebat, tetapi memang tentu juga mempertimbangkan rasionalitas, tidak asal-asalan yang orang bilang asbun. Di dalam tim itu nanti hasilnya bisa dilihat, bisa dirasakan.
pemimpin tidak mau disebut salah. Di dalam patologi birokrasi, pemimpin itu diposisikan sebagai benar terus. Itu yang tidak bisa. Kebenaran birokrasi adalah kebenaran khusus, kebenaran yang disepakati baik langsung maupun tidak.
Terakhir, keteladanan. Banyak orang mengerti tentang apa itu keteladanan. Tetapi pengertian itu sepertinya lebih banyak pada ranah mental; seperti asumsi saja. Maka, teladan bagi seorang anak kecil yang sedang dalam pertumbuhan masih bersifat imitasi, artinya dia akan mencontoh apa yang dia lihat secara konsisten. Tetapi bagi orang dewasa, literasi sudah dilampaui, orang meneladani pada tataran abstrak. Keteladanan, dari kata teladan, berarti sesuatu yang dapat ditiru atau dicontoh. Dalam pikiran, teladan dapat diposisikan di depan atau di belakang atau di mana saja. Keteladanan itu muara.
Beberapa saat lalu, ketika Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi melakukan koordinasi internal, saya mengemukakan bahwa di tahun 2015 primadona kita a d a l a h t e k n o l o g i . Ma k s u d n y a b a ga i m a n a k i t a melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing dengan menggunakan jasa teknologi seoptimal mungkin. Mengingat situasi dan kondisi kita, sangat variatif, maka jalan tengah untuk mencapai harapan itu adalah kerja sama semua pihak. Untuk bisa bekerja sama dengan orang yang latar belakangnya berbeda-beda, perlu dibangun yang namanya kemampuan mengerti kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dinamika kemampuan memahami dan menerima satu sama lain untuk menyukseskan rencana kerja, saya sebut sebagai sebuah kompetisi. Kompetisi yang kita bangun adalah kompetisi yang fair, positif dan saling mensupport. Kita selalu berusaha untuk menemukan sesuatu yang mampu memotivasi. Setiap pegawai harus memiliki motivasi yang tinggi untuk menjalankan perannya. Demikian pendapat Kabag yang sedang mengambil program Doktoral bidang Antropologi di Universitas Indonesia, ini.
Dari hal pokok atau isi budaya kerja di atas, dapat dikemukakan bahwa seorang pegawai Kementerian Agama adalah figur yang menunjukkan kesatuan antara pikiran, penghayatan dan tindakan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, secara penuh. Ia dapat dicontoh karena apa yang dikatakan tidak beda dengan apa yang dilakukan; menjadi contoh yang hidup bagi lingkungannya. Dalam Kitab Suci ada yang disebut dengan iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Anggaplah bahwa integritas, profesionalitas, inovasi, dan tanggung jawab adalah ranah iman/keyakinan, maka teladan itu kita kategorikan sebagai perbuatan. Integritas, profesionalitas, inovasi, dan tanggungjawab, kalau tidak terwujud dalam perilaku hidupnya yang bisa diteladani, untuk saya, bisa disebut sebagai iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Mekanisme yang paling pas ketika INPRINTAK itu diturunkan dalam sebuah kebijakan adalah Sosialisasi. Sosialisasi penting untuk menyamakan pemahaman. Tapi tidak berarti bahwa dengan begitu memberangus kebebasan individu, karena ada yang namanya komitmen. Komitmen mensyaratkan bahwa kedua belah pihak meyakini sesuatu hal dan melakukannya. Karena kita tidak juga bisa melaksanakan sesuatu secara buta, kan. Kita sadari plus minusnya seperti apa. Di Perencanaan, budaya ini bekerja. Memang kita sadari bahwa kurvenya tidak stabil, karena kita mau mengakomodir ragam kebutuhan yang tidak mudah; tidak mudah untuk menyatukan kebutuhan-kebutuhan manusia itu. Ada kebutuhan yang dipikirkan, ada kebutuhan yang dirasakan, dan ada kebutuhan riil. Tidak semua orang mudah membedakan. Untuk menyatukan ini, tidak jarang kita terjebak dalam konflik. Ada konflik realistik, ada konflik non-realistik. Konflik yang non-realistik itu yang tidak jarang berujung pada tanda petik dendam kecilkecil. Dendam kecil-kecil itu bisa berbuah gosip. Itu mekanisme manusia dalam mempertahankan kepentingannya. Berbagai macam cara dibuat. Di lembaga, dimana saja, orang memang mempunyai strategi-strategi untuk tetap survive, apalagi kalau kita ingat apa yang pernah disampaikan oleh Sondang Siagian dalam bukunya tentang Patologi Birokrasi. Lima budaya tadi kalau dibawa dalam patologi birokrasi tidak mudah. Di situ salah satunya adalah 18
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Ketika ditanya terkait berbagai pendapat tentang kebijakan; ada yang mengatakan kebijakan itu berkah ada juga yang berpendapat bahwa kebijakan itu tidak jarang dipandang sebagai musibah. Contoh sederhana, tunjangan kinerja yang berdampak pada aturan ketat yang harus diikuti seluruh pegawai. Aturan-aturan ini bagi sebagian orang dianggap beban tetapi hasil pelaksanaan aturan itu dalam bentuk peningkatan kesejahteraan tidak dianggap beban. Kabag yang juga mengambil S2-Ilmu Psikologi di Universitas Tarumanagara, mengatakan bahwa kita ini bergerak ke depan. Gerak ke depan ini juga dipengaruhi oleh kondisi semasa. Sekarang globalisasi, tuntutannya tinggi. Remunerasi atau apalah namanya itu, untuk saya, itulah kriteria yang diciptakan untuk mengimbangi produk yang akan dihasilkan. Maka, di Perencanaan, tahun ini adalah Tahun Kompetisi. Setiap orang harus berkompetisi, harus berjuang untuk mencapai cita-cita organisasinya. SKP itu bernuansa kompetitif. Setiap orang harus mengejar itu. Ketika orang menetapkan kriteria, maka berlaku hukum seleksi. Siapa yang bisa mengikuti seleksi bisa selamat, siapa yang tidak, ya dia harus mengakui. Pengakuan itupun ada dua macam: ada pengakuan positif, ada pengakuan negatif. Yang negatif, dia akan mundur teratur, putus asa. Tetapi kalau pengakuan positif, misalnya saya; saya mengakui kekurangan saya pada titik ini, maka saya harus kejar supaya saya bisa mengikuti, supaya bisa masuk di dalam tanda petik ranah pertarungan. Ketika dikatakan bahwa tunjangan kinerja ini berkah; kita orang beragama, kita melihat semuanya dari sisi berkah. Itu namanya berkah dalam ranah ekonomi. Ketika kita bangun pagi, itu berkah. Ketika kita sudah bisa senyum kepada orang atau kepada diri sendiri, itu berkah. Tapi tidak juga berarti bahwa dengan tunjangan kinerja segalanya beres.
Kita masih ingat apa yang dikatakan oleh Weber, bahwa setiap orang harus membuktikan bahwa ia pilihan Tuhan dan buktinya harus menghasilkan sesuatu. Berarti orang harus kerja mati-matian supaya membuktikan bahwa ia adalah pilihan Tuhan. Kalau kita mau merefleksi apa yang disebut Weber dalam Etika Protestan, itu sangat kapital. Semua orang harus menghasilkan. Menghasilkan apa: ada yang menghasilkan uang, ada juga yang menghasilkan semangat. Menghasilkan situasi kondusif. Orang juga berjuang untuk menciptakan situasi kondusif. Dengan suasana kondusif, ide itu akan muncul, masalah bisa diselesaikan dengan mudah. Jalan keluar bisa terpikir dengan baik. Dalam suasana kondusif, kritik itu positif. Semakin orang dikritik, semakin orang senang. Ada ide yang terselubung di dalam kritik itu. Tetapi kalau situasinya tidak kondusif, orang akan gontok-gontokan, selalu berpikir itu musuh saya. Bagaimana menemukan ide itu tidak gampang karena sudah pre-asumsi, dia kritik saya berarti tidak senang dengan saya, itu yang membuat orang agak sulit maju. Jadi, dibilang remunerasi itu berkah, ya berkah. Tapi berkah juga tidak bebas nilai. Kalau kita, misalnya, mengutip Kitab Suci, kita menemukan bahwa Tuhan menciptakan semuanya untuk kita, tetapi setelah itu Dia mengatakan kuasailah. Itu sebetulnya sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan: merawat, membuat kondusif dunia yang diciptakan Tuhan, sehingga semakin berkenan kepada-Nya; berbuah terus. Nah, itulah yang disebut Kerajaan Allah, dimana Allah hadir dan bekerja. Setiap orang merasa saling memiliki. Setiap manusia memiliki kebutuhan. Kalau kita flashback melihat rentang atau struktur kebutuhan Maslow: ada kebutuhan fisik, rasa aman, dihargai, di-terima, dan yang terakhir aktualisasi diri. Orang bisa beraktualisasi diri mengekspresikan siapa dia kalau dia nyaman. Nyaman itu berarti situasinya kondusif. Ketika ditanya tentang motto, semangat hidup atau living value, Kabag yang sudah 23 tahun berkarya di Bimas Katolik, memiliki motto kerja, yakni kalau mau cepat, jalan sendiri, kalau berhasil baik, bersama-sama. Hal ini dilatari oleh filosofi hidup beliau yakni “kalau saya dianggap baik, maka saya tidak lebih baik dari yang lain. Kalau dianggap buruk, maka saya tidak lebih buruk dari yang lain”. Untuk menjembatani situasi itu, maka beliau berpikir bahwa setiap orang perlu: ANTISIPASI: untuk antisipasi dengan baik, maka cari dan cari, temukan, baca, kuasai; gunakan strategi apa yang dianggap sebagai mungkin dan terjangkau. LUWES: wawasan yang luas dan berkualitas akan membuat jiwa menjadi enteng dan perilaku luwes sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat manusia. OBJEKTIF: wawasan yang luas dan luwes tidak menghapus objektivitas. Fokus pada persoalan dan tujuan yang harus dicapai adalah prinsip yang harus dapat dipertanggungjawabkan.
MANAJEMEN: karena fokus pada tujuan yang jelas (sebagai hasil kesepakatan atau kompromi), maka kelola dengan manajemen yang baik dan benar – manajemen modern, yang memberikan ruang luas kepada tim kerja. AMAN: jika semua dilakukan dengan benar, maka pada akhirnya semua akan aman. Jika semua aman, maka fungsi dan peran yang diemban dianggap sebagai amanah, direstui; mendapat rahmat atau berkat dari Yang Kuasa. Sebelum mengakhiri wawancara, Kabag I mengingatkan setidaknya ada tiga dimensi kerja yang dilakukan oleh individu. Pertama, dimensi antropologis, yakni manusia itu sendiri mempunyai kemampuan evolutif. Struktur biologinya mensyaratkan pertumbuhan dan perkembanagn. Pertumbuhan dan perkembangan itu jembatannya adalah aktivitas, dan itulah kerja. Maka dikatakan, semakin seseorang aktif melakukan sesuatu, semakin ia mengembangkan kemampuan (potensi) dirinya yang belum mencapai kematangan. Misalnya belajar mengucapkan kata-kata, berjalan, dsb. Kedua, dimensi sosiologis. Ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah homo duplex artinya manusia adalah individu sekaligus sosial. Kemampauan atau potensi individu akan berkembang bila bersinggungan dengan manusia lain. Relasi dengan sesama membuat seseorang berjuang untuk meng-ekspresikan potensi yang dimiliki. Ahli dari Harvard, Howard Gardner menyebut ini sebagai kemampaun atau kecerdasan ganda; dan itu dapat berkembang baik bila bersama dengan sesama; sementara John Field menyebutnya sebagai modal sosial. Ketiga, dimensi agama-teologis. Kemampuan yang dimiliki manusia pada tataran agama diyakini sebagai anugerah Tuhan. Karena itu ketika manusia bekerja juga berarti melaksanakan amanat Tuhan yang tersimpan dalam potensi manusia itu sendiri. Kombinasi dari tiga dimensi itulah yang membuat manusia dapat menemukan dirinya sebagai makhluk unggul. Manusia adalah ciptaan Tuhan. (MM/JDj.)
Biodata: Nama: Aloma Sarumaha Tempat, tanggal lahir: Nias, 8 Desember 1964 Pendidikan: SD, SMP, PGA: Nias S1: IPI Malang S2: Psikologi Tarumanagara S2: Antropologi UI S3: Antropologi UI
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
19
PELAKSANAAN PROGRAM REFORMASI BIROKARASI DI LINGKUNGAN DITJEN BIMAS KATOLIK TAHUN 2015
D
i tengah berbagai kesibukan yang semuanya serba mendesak, rasanya waktu yang tersedia untuk menulis sangat singkat karena baru hari ini (13 April 2015) saya diminta menulis, besok ( 14 April 2015) batas waktu tulisan ini harus disampaikan kepada Redaksi, maka saya hanya akan memberikan catatan ringkas terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) di lingkungan Ditjen Bimas Katolik sbb:
Banner pendukung RB di kantor DITJENBIMAS Katolik
4.
1.
RB Tahun ini akan simultan dengan pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) yang diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Refor masi Birokrasi Nomor 52 tahun 2014 yang ditandatangani oleh Menteri PAN-RB Aswar Abubakar tanggal 17 Oktober 2014.
2.
Reformasi Birokrasi merupakan langkah awal penataan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien, dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional. Cita-cita ini sudah dibangun sejak diterbitkannya Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi.
3.
Tiga target sebagai sasaran hasil Utama RB adalah: Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Organisasi; Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN, dan Peningkatan Pelayanan Publik.
Tahun 2015 ini pelaksanaan RB di lingkungan Kementerian Agama sudah dimulai sejak awal tahun. Tanggal 20 Januari 2015 kami mengikuti rapat di Inspektorat Kementerian Agama tentang pelaksanaan program RB/WBK-WBBM. Target capaian dan rencana kerja yang mencakup 26 indikator sudah dijadwalkan kapan indikator tersebut akan diupayakan pemenuhannya. Pemantauan dan evaluasi pembangunan WBK/WBBM akan dilihat dalam jangka waktu 6 bulan sekali. Dari penjadwalan yang dapat kami catat antara lain sbb: Tim kerja, Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan ZI ditargetkan bulan Januari sudah tersedia/ terbentuk. Penyempurnaan SOP untuk Kegiatan Utama, Penanganan benturan kepentingan, Standar Pelayanan, bulan Februari sudah dilaksanakan.
5.
20
Hemat kami banyak hal yang semestinya sudah dilaksanakan yaitu:
Penilaian SKP tahun 2014, Penyusunan SKP/Penetapan Kinerja Individu Tahun 2015 harus sud ah se le sai p ad a akhir bulan Januari 2015.
Perubahan Pola Pikir dan Budaya Kerja
Perencanaan Kebutuhan Pegawai
Pola Mutasi Internal
Pengembangan Pegawai Berbasis Kompetensi
Penegakkan aturan disiplin/ kode etik perilaku pegawai, dst yang sepanjang tahun harus terus menerus dicermati dan diupayakan agar semakin baik.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
6.
Tim RB dan Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM di lingkungan Ditjen Bimas Katolik sudah dibentuk dan Dirjen Bimas Katolik telah memberikan pengarahan bukan hanya kepada Anggota Tim Kerja saja tetapi kepada seluruh pegawai pada tanggal 7 April 2015. Dalam langkah taktis strategis, Tim dipecah menjadi beberapa sub Tim dengan target capaian masing-masing Sub Tim diatur dengan jelas. Tim /Sub Tim yang telah terbentuk ini perlu secara intensif melakukan pertemuan berkala dan terjadwal agar capaian kinerja yang diharapkan sungguh dapat diwujudkan dengan baik.
7.
Ada kendala-kendala yang kiranya bukan pada tingkat eselon I yang harus mencapai target dimaksud. Misalnya: Penanganan Whistle Blowing System. Dari perangkatnya saja kiranya agak sulit di kendalikan pada setiap unit eselon I. Pekerjaan ini lebih tepat menjadi target capaian dari Inspektorat jenderal dari pada tiap unit eselon I. Di samping itu pekerjaan ini merupakan rincian dari tugas Penguatan Pengawasan. Sistem Aplikasi WBS tentu cukup mahal pengadaannya. Dan menjadi tidak hemat dan efisien apabila diadakan pada setiap eselon I. Kendala Teknis di Tingkat eselon I yang kami rasakan hingga saat ini adalah menyangkut pendokumentasian dokumendokumen penting setiap capaian yang belum dilakukan dengan cermat. Perlu diupayakan pendokumentasian secara elektronik sehingga mudah dicari kembali pada saat diperlukan. 8.
Yang amat perlu mendapat perhatian, karena belum pernah dilakukan oleh Ditjen Bimas Katolik adalah melakukan survey terkait Nilai Pesepsi Korupsi dan bebas KKN di lingkungan Ditjen Bimas Katolik dan survey menyangkut Nilai Persepsi Kualitas Pelayanan di lingkungan Ditjen Bimas Katolik. Sedapatnya ini perlu dilakukan secara internal terlebih dahulu. Dokumen Pambangunan RB perlu dilihat kembali, saat ini sudah sampai pada teng gat waktu ke-2 dari Grand Design RB yang ditetapkan dalam Perpres 81 Tahun 2010. Kiranya perlu dilihat kembali capaian dari tenggat waktu-1, 2010-2014. Dan dirancang kembali Desain Dokumen RB tenggat waktu ke-2, 2005-2019 dengan berbagai penyesuaian yang diperlukan. Demikian catatan singkat ini kami sampaikan semoga dapat menjadi perhatian untuk langkah pelaksanaan selanjutnya.
Jakarta, 13 April 2015 Kepala Bagian Ortala dan Kepegawaian Drs. Hari, M.Hum Peserta serius mendengar Arahan Dirjen tentang Reformasi Birokrasi di Lingkungan DITJENBIMAS Katolik
Arahan Dirjen tentang Reformasi Birokrasi di Lingkungan DITJENBIMAS Katolik
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
21
Verifikasi dan Validasi NRG Guru PAK melalui Website PADAMU NEGERI
M 1.
2. 3.
4.
enindaklanjuti Surat Edaran Kepala BPSDMPK – PMP Nomor 664/J/Ll/2015, tanggal 14 Januari 2015 dan Surat Edaran Direktur Pendidikan Katolik Nomor DJ.IV/Dt.II/PP.00.11/204/2015, tanggal 26 Januari 2015, kami sampaikan informasi sebagai berikut: VerVal NRG diwajibkan bagi seluruh Guru PAK yang sudah memiliki Sertifikat Pendidik baik yang sudah memiliki NRG maupun yang belum memiliki NRG paling lambat tanggal 30 Juni 2015. Apabila tidak melaksanakan VerVal NRG di Padamu Negeri hingga batas 30 Juni 2015 maka NRGnya dinyatakan tidak valid/tidak sah. NRG bagi Guru PAK yang lulus sertifikasi 2014 bisa dilihat diwebsite PADAMU NEGERI (kolom Verval NRG) masingmasing PTK. Proses verifikasi dan validasi (VerVal) NRG bagi Guru PAK yang sudah lulus sertifikasi pada tahun 2008-2014 dan proses konversi NRG dengan dua (2) digit awal 00 dan 02 diproses oleh Guru/Pengawas secara mandiri melalui PADAMU NEGERI. NRG dan Sertifikat Pendidikan yang digunakan dalam VerVal NRG mulai 1 Februari – 30 Juni 2015 adalah NRG dan Sertifikat yang diperoleh pertama oleh PTK. Sedangkan Sertifikasi kedua akan di VerVal pada tahap selanjutnya. Contoh, Guru PAK a.n. Maria Derozari pernah mengikuti Sertifikasi dua (2) kali yaitu tahun 2010 sebagai sebagai Guru Kelas/Guru Mata pelajaran lain selain Agama dan pada tahun 2014 mengikuti Sertifikasi sebagai Guru Pendidikan Agama Katolik. Maka Maria Derozari wajib melakukan VerVal NRG periode 1 Februari – 30 Juni 2015 berdasarkan sertifikat pendidik yang ia perloleh tahun 2010 sebagai Guru Kelas/Guru Mata pelajaran lain. Sedangkan Sertifikat Pendidik yang diperoleh tahun 2013 sebagai Guru PAK akan diVerVal pada tahap selanjutnya. Proses VerVal NRG sebagai berikut : Masuk ke alamat website: www.padamu.siap.web.id Pilih Menu Login PTK
Pilih
Masukan ID dan Password ID Guru diisi dengan NUPTK/PEG id, bila Guru PAK tidak mengetahui atau lupa dengan Password, segera hubungi admin sekolah masing-masing untuk meminta password baru.
Pilih menu VerVal NRG, kemudian pilih menu Ajukan VerVal
22
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Bagi guru yang telah memiliki NRG, maka pilih opsi Telah memiliki NRG dan mengisi form Nomor NRG dan Nomor Peserta, kemudian klik Benar & Lanjut.
Kemudian ikuti proses selanjutnya sampai tercetak Form S26b. Hasil Cetak Form S26b diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kab/Kota. Bila telah disetujui maka NRG akan muncul pada akun PTK di PADAMU NEGERI.
Bagi Guru yang belum memiliki NRG atau memiliki NRG sementara (kode 00/02) pilih opsi Belum (Ajuan NRG Baru)
Selanjutnya isi form Verval NRG PTK, sebagai berikut:
Langkah 1 : Langkah 2 : Langkah 3 : Langkah 4 : Langkah 5 : Langkah 6 : Langkah 7 :
Langkah 8 :
Bila sudah terisi semua selanjutnya klik Benar & Lanjut. Kemudian ikuti proses selanjutnya sampai tercetak Form S26a. Hasil Cetak Form S26a out diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kab/Kota. Bila telah disetujui maka NRG akan muncul pada akun PTK di PADAMU NEGERI.
Langkah 9 :
Pilih PSPL/PLPG Masukan Nomor Sertifikat Tanggal Sertifikat Pendidik Pilih LPTK tempat mengikuti PLPG Masukan Nomor Peserta Sertifikasi Langsung Pilih Kolom 7 (dilewati) Bidang Studi Sertifikasi (Pendidikan Agama dan Budi Pekerti) Upload file scan Sertifikat Pendidik, jika Guru PAK memiliki Surat Keterangan dari LPTK terkait kesalahan dalam penulisan pada Sertifikat Pendidik (No. Peserta atau No. Sertifikat), di upload bersama dengan sertifikat pendidik. Upload file scan Ijazah Terakhir Asli saat Sertifikasi
Subdit Pendidikan Dasar Direktorat Pendidikan Katolik
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
23
Liputan Pemberkatan Kapela St. Rafael Kupang
D
ire kt ur Je n de ra l Bi m b in ga n Masyarakat Katolik, Drs. Eusabius Binsasi menghadiri pemberkatan Kapela Seminari Menengah Santo Rafael, di Oepoi Kupang – Nusa Tenggara Timur tanggal 23 Februari 2015 lalu. Peristiwa iman ini, dirayakan dalam Misa Pemberkatan Kapela yang dihadiri para pejabat Gereja, tokoh umat, donatur, Praeses Seminari Menengah St. Rafael, dan Pemerintah Daerah setempat. Dalam sambutannya, Dirjen menegaskan bahwa peristiwa pemberkatan kapela seminari ini merupakan bukti bahwa perkembangan kehidupan beragama dan terlebih pertumbuhan iman umat Katolik di Keuskupan Agung Kupang, cukup berkualitas. ―Semuanya ini adalah bukti perwujudan iman umat yang terus bertumbuh dan berkembang dalam sekulerisasi yang sangat menantang kehidupan beragama dewasa ini,‖ tandas Dirjen.
Wisuda STP IPI Malang
D
irektur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, menghadiri acara wisuda para lulusan Sekolah Tinggi Pastoral Insitut Pastoral Indonesia Malang, Program Dual Mode System (DMS) Pangkalan Belajar Wilayah Sumatera Barat (Padang), Tahun Akademik 2014/2015, tanggal 7 Maret 2015 lalu. Dalam amanatnya, Dirjen memberi ‗wejangan‘ kepada para lulusan untuk memaknai peristiwa ini sebagai pijakan baru dalam kehidupan di masyarakat dengan karya nyata. ―Para lulusan akan dipandang sebagai seorang intelektual, baik dalam cara berpikir, dan bertindak,‖ ungkap Dirjen. Masyarakat juga menilai secara khusus para alumni dan alumna STP. Alasannya, mereka dipandang memiliki pengetahuan agama yang memadai, pemahaman agama yang memadai, serta kemampuan menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai agama secara baik dan benar. ―Sebagai Sarjana Agama, Anda akan dianggap sebagai orang yang mempunyai kualitas yang memadai tentang kehidupan moral, etika, dan spiritual,‖ lanjut Dirjen.
Lebih lanjut Dirjen menyatakan, kehidupan menggereja, kehidupan berbangsa dan bernegara umat Katolik, akan semakin bermakna dan bermartabat, jika orang Katolik selalu ‗mau menjadi‘ manusia baru dengan memahami, menghayati dan mengimplementasikan kehidupan keagamaan dan kehidupan iman secara baik dan benar dalam tindakan nyata setiap hari.
Selain itu, dengan menyandang gelar Sarjana Agama, tanggung jawab sebagai calon-calon Pendidik, nantinya memberi peningkatan terhadap pendidikan keimanan para peserta didik. Gelar kesarjanan ini membawa pula perbaikan dalam peningkatan profesi dan kinerja sebagai guru serta peningkatan kesejahteraan, karena hal-hak sebagai seorang pegawai tentu akan tumbuh dengan meningkatnya tunjangantunjangan yang diterima. ―Oleh karena itu sangat diharapkan semua pihak, terutama masyarakat Katolik, termasuk IPI Malang, serta Pemerintah untuk terus membimbing dan memberi perhatian kepada para Sarjana baru ini, sehingga mereka dapat memberikan yang terbaik kepada masyarakat,‖ ungkap Dirjen.
(Bhethania Bahar Barani)
(Bhethania Bahar Barani)
Dialog Agama: Kementerian Agama RI – Media
D
alam rangka menjaring kritik, saran, dan masukan dari publik, utamanya dari awak media, Kementerian Agama mengadakan dialog agama bertajuk ―Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB), Kenapa, dan Bagaimana?”. Kegiatan yang menghadirkan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, sebagai narasumber utama ini, digelar tanggal 26 Februari 2015 di Operation Room Kemenag, lantai 2, Lapangan Banteng, Jakarta. Selain wartawan cetak dan elektronik, para Pejabat yang tampak hadir dalam gelaran acara coffee morning tersebut diantaranya Dirjen Bimas Katolik beserta Sekretaris, Sekretaris Je nde ral Ke me nag, D irje n Bima s Kriste n,
24
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Dirjen Bimas Islam, Dirjen PHU, Dirjen Bimas Buddha, Dirjen Bimas Hindu, Inspektur Jenderal, beserta segenap Sekretaris di masing-masing unit, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan, Staf Ahli Menteri Bidang Kerukunan Umat beragama, Kepala PKUB, dan Staf Khusus Menteri Agama. Dialog ini dimaksudkan untuk; pertama, mensosialisasikan penyusunan RUU PUB. Kedua, sebagai upaya menggali saran, kritik, dan masukan dari para narasumber dan awak media terkait RUU PUB. Ketiga, merumuskan isu-isu strategis bagi penyempurnaan rumusan RUU PUB. Menurut Menteri Agama, RUU PUB ini mengandung makna filosofis, sosiologis, dan kontekstual. Pada ranah filosofis, dipahami bahwa manusia pada hakekatnya tidak terpisah dari masyarakat dan alam semesta. Kelekatan itu diwujudkan dalam agama yang pada inti ajarannya meningkatkan jatidiri seseorang sebagai manusia. ―Nilai-nilai yang ada dalam agama itulah, yang memanusiakan manusia. Maka perlu dilindungi agar ajaran tersebut dapat terpelihara sehingga manusia dapat menjalin hubungan baik dengan sesama dan alam semesta,‖ papar Menang. Pada nilai sosiologis, agama memiliki misi menyiarkan ajarannya kepada siapa saja yang menerima keyakinan tersebut. Persoalannya adalah, ketika ajaranajaran tadi disiarkan, terjadi potensi kesalahpahaman dalam masyarakat bahkan menimbukalkan gesekan. ―Maka perlu peraturan yang mengatur keberagaman tersebut hingga tidak menimbulkan konflik,‘ tandas Menag lagi. Sedangkan kontekstual yang memayunginya, tercermin dalam pasal 29 UUD 1945, yang mengamanatkan
agar negara menjamin kemerdekaan memeluk dan menjalankan agamanya. ―Namun hal ini belum diturunkan menjadi Undang-Undang. Sehingga kami, Kementerian Agama mewakili fungsi negara tersebut, mengakomodir kebutuhan atau kekosongan hukum ini dalam bentuk RUU Perlindungan Umat Beragama,‖ ungkap Menag. Sebelumnya di bulan September, Kementerian menggelar Focus Group Discussion (FGD) dan Seminar Nasional tentang Pemetaan Masalah Layanan Negara Terhadap Umat Beragama. Hadir dalam kegiatan tersebut, para tokoh agama yaitu enam agama resmi dan tokoh kepercayaan lainnya. ―Salah satu rekomendasi dalam FGD adalah perlunya kita memiliki UU Perlindungan Umat Beragama,‖ tandas Menteri. Menyambut harapan tersebut, Kemenag pun menempatkan penyusunan RUU ini sebagai salah satu prioritas program kementerian. Lebih lanjut Menteri mengatakan, RUU PUB ini diharapkan dapat memperkuat posisi UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Beberapa hal yang termaktub dalam RUU PUB ini antara lain terkait definisi agama, kebebasan beragama beserta rambu-rambunya, perlindungan negara atas kebebasan beragama, penodaan agama berikut definisi dan larangannya, majelis dan o rma s k e a gamaa n (de f i nis i dan kewajiban), aliran-aliran keagamaan, hari libur keagamaan, penyiaran atau penyebaran agama, pendirian rumah ibadat, pendanaan dan bantuan dari luar negeri, serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dari rumusan itu, masalah penyiaran dan pendirian rumah ibadat menjadi isu
krusial yang bakal mewarnai penyusunan RUU PUB ini. Selama ini pengaturan hukum terhadap masalah tersebut diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 ―Dalam ko nte ks kekinian, apakah rumusan tersebut perlu dikukuhkan atau disesuaikan dan disempurnakan materinya? Hal-hal semacam, ini yang perlu kita dalami bersama selama uji materi RUU ini,‖ ungkap Menag.Selain Menag, hadir pula sebagai narasumber yang berbicara secara paralel dalam diskusi ilmiah dalam forum dialog agama tersebut. Yakni, Yudi Latif selaku Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia, Adian Husaini dari Intitute for the Study of Islamic Thought and Civilization, dan Albertus perwakilan Persatuan Gereja-Gereja Indonesia. Di awal analisisnya, Yudi Latif mengapresiasi hadirnya peraturan ini, b i l a n a n t i j a d i d i s a h kan . K a re n a menurutnya, negara memang memiliki peran dalam melindungi keberadaan agama di masyarakat, bahkan menjadi mediator untuk menjembatani persoalanpersoalan agama yang terjadi di Indonesia. ―Inilah posisi negara itu, sebagai medium civil religion,” tandas Yudi. Menanggapi RUU, ia menyarankan agar memaknai aturan te r se b ut se ba ga i RU U Be ra ga ma . Alasannya, materi aturan tidak hanya membahas soal ekspresi ritual keagamaan individu atau komunal, namun hak keagamaan seseorang juga harus dilindungi. Misalnya, ungkapan terhadap agama atau keyakinan tertentu, jangan sampai malah menyakiti agama atau kelompok lainnya. ―Sehingga ekspresi keagamaan itu, tidak menjadi penodaan atau penistaan agama tertentu,‖ ungkap Yudi. (Maria Masang)
Kemitraan Pemerintah dan Media
U
ndang – Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 7 (2) menyebutkan bahwa Badan Publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan. Sebagai Badan Publik, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik pun harus memenuhi ketentuan tersebut, pelaksanaan bentuk tanggung jawabnya dalam rangka penyediaan informasi keagaamaan yang akurat, benar dan tidak menyesatkan. Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
25
Informasi yang dimaksud adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Informasi ini diperlukan oleh instansi untuk berbagai keperluan, yaitu: pengetahuan (knowledge), perkiraan (estimasi), pertimbangan (judgement), dan pengambilan keputusan (decision). Dalam kaitan itu pula, di hadapan para wartawan dan juru kamera TVRI, TV One, dan Harian Sindo, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, didampingi Sekretaris dan Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi, menyampaikan keterangan pers seputar Program Bimbingan Masyarakat Katolik serta Program Anggaran Ditjen Bimas Katolik Tahun 2015. Hadir pula dalam kegiatan tersebut, Manager HRD Sindo Media, Dr. Nicolaus Uskono. Dalam pemaparannya, Dirjen menyampaikan bahwa Ditjen Bimas Katolik mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp. 877.888.570.000. Dari jumlah itu, sejumlah Rp. 171.581.012.000, atau 19,54% dialokasikan untuk Fungsi Pelayanan Umum. Dan sebesar Rp 62.505.000.000 atau 7,12% dialokasikan untuk penyelenggaraan Fungsi Agama. Sedangkan sebesar Rp. 643.802.558.000 atau 73,34% diperuntukkan bagi penyelenggaraan Fungsi Pendidikan. Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Keuangan No. S-18 /MK.2/2015 tanggal 9 Februari 2015 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P TA 2015 dan melalui proses pembahasan oleh Badan Anggaran, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp. 36.875.573.000, sehingga APBN Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik tahun 2015 menjadi sebesar Rp. 914.764.143.000. Tambahan anggaran yang diperoleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik sebesar Rp. 36.875.573.000, akan digunakan sebesar Rp. 607.800.000 untuk mendukung kegiatan prioritas Pemerintah melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 600 siswa Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) di delapan Provinsi di Indonesia yaitu: Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua dan Kepulauan Bangka Belitung.
Selain program kegiatan Ditjen, para wartawan media cetak dan elektronik tersebut juga menanyakan tentang penyerapan anggaran di Ditjen Bimas Katolik. Dijelaskan Dirjen, Pemerintah berkomitmen memberikan pelayanan bantuan kepada umat Katolik Indonesia Indonesia sebagai prioritas utama baik di daerah yang mayoritas beragama Katolik maupun daerah yang jumlah umat Katoliknya sedikit. Dirjen dan Sekretaris berharap kemitraan antara Pemerintah dan Media tetap terbina dengan baik. ―Melalui media, masyarakat memahami keberadaan Ditjen Bimas Katolik dan program-program bantuan yang diberikan. Selain sebagai perwujudan dari keterbukaan informasi publik,‖ tandas Dirjen. Menyambung tujuan yang sama, Nicolaus menyatakan bahwa media, khususnya MNC Group, senantiasa terbuka untuk bermitra dengan Pemerintah, termasuk Ditjen Bimas Katolik.
Minggu berikutnya, Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon, S.Th.,MM, menerima dua wartawan Kementerian Agama dalam sebuah jumpa pers di ruang kerja Dirura, tanggal 12 Maret 2015. Kepada para pekerja media, Direktur menyampaikan makna Pra Paskah dan Paskah bagi umat Katolik. Wartawan juga menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan bidang Pendidikan. Misalnya, keberadaan 17 SMAK yang telah didirikan oleh Keuskupan setempat dengan ijin operasional dari Ditjen Bimas Katolik. Dijelaskan Direktur, ke-tujuhbelas SMAK tersebut adalah SMAK Bhakti Luhur, Malang; SMAK St. Thomas Aquinas, Kalimantan Barat; Seminari Mario John Boen, Bangka Belitung; SMAK Maria Mediatrix, Maluku; SMAK St. Paulus Saumlaki, Maluku Tenggara Barat; SMAK St. Thomas Morus, Ende; SMAK Seminari St. Thomas Rasul, Sumatera Utara; SMAK Aweidabi Paniai, Papua; SMAK St. Arnouldus Janssen Keerom, Papua; SMAK St. Dominikus Tambolaka, NTT; SMAK St. Ignatius Loyola Ngabang, Kalimantan Barat; SMAK St. Petrus Kewapante, Maumere; SMAK St. Ignatius, Timika; SMAK St. Fransiskus Asisi, NTT; SMAK St. Yoseph, Kalimantan Timur; SMAK Johanes Aerts Katlarat, Maluku; dan SMAK St. Lukas Olilit Timur, Maluku Tenggara Barat. (Maria Masang)
26
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Perempuan; Aktor Pencipta Kerukunan (memperingati Hari Kartini, 21 April 2015) Dalam sebuah Konferensi ―Agama, Tradisi, Hak, dan Status Perempuan di Indonesia‖ Kepala Badan Litbang Diklat Kementerian Agama, Prof. H. Abdurrahman Mas‘ud Ph.D, mengatakan bahwa sejarah menunjukkan bahwa perempuan pada masyarakat lokal telah menjadi aktor terciptanya harmoni, kerukunan. Ia pun mencontohkan, ketika terjadi konflik antara masayarakat Madura dan Dayak beberapa tahun lalu, ada suatu masa dimana kedua kelompok etnis tersebut sama sekali tidak saling berinteraksi. Meski begitu, perempuan Madura bisa lebih diterima di masyarakat Dayak untuk urusan menjual barang-barang sisa kerusuhan. Relasi ini berlangsung terus, bahkan melahirkan kembali bibit-bibit persaudaraan yang telah hancur akibat konflik. ―Oleh karena itu agama semestinya menjadi acuan bagi manusia untuk menjalani hidup secara bermoral berdasarkan nilai-nilai etika universal,‖ ungkap Abdurrahman. Menurutnya, Kementerian Agama, dalam hal ini Litbang dan Diklat, tengah menyiapkan konsep regulasi atau naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama. RUU PUB ini mencerminkan adanya perlindungan bagi semua umat beragama, termasuk umat di luar enam agama yang diakui. Dalam urusan administrasi tentu pengaturan itu memiliki persyaratan teknis sehingga secara administrasi dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian dalam pembahasannya, selain religion dan tradition, aturan ini juga melihat tradisi sebagai perilaku atau budaya yang melekat di setiap masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat tersebut. Dalam kaitan tradisi yang terintegrasi dalam budaya lokal, Litbang Kemenag melakukan pengkajian tentang pengembangan wawasan multikultural. Penelitian dilakukan dengan mengunjungi 33 provinsi untuk identify dan revive local wisdom yang ada di Indonesia. Misalnya pada masayarakat Jambi, dikenal kearifan lokal lindung melindung bak daun sirih, pada masyarakat Jawa dikenal kearifan lokal toto tentrem karto raharjo, pada masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dikenal rumah wetang, dan lain-lain. Kearifan lokal tersebut pada taraf tertentu telah berhasil mendamaikan masyarakat meski berbeda agama karena memiliki kemiripan budaya. Tetapi perubahan struktur, penduduk, karena desakan migrasi dan mobilisasi terus menguat, sehingga kearifan lokal tidak berfungsi maksimal untuk menjadi pegangan masyarakat adat. ―Jika dikaitkan status perempuan saat ini, maka sebetulnya konsep dan kebijakan agama maupun tradisi kearifan lokal yang ada di masyarakat kita cukup berdampak bagi status perempuan,‖ lanjut Abdurrahman. Rangkaian hasil penelitian tersebut, dipaparkannya pada Kongres Tingkat Nasional tersebut, yang dilaksanakan di Jakarta, tanggal 5 Maret 2015. Hadir sebagai narasumber Prof. Ahmed Fekry Ibrahim dari Islamic Studies McGill University Montreal Canada, Alissa Wahid dari Nahdlatul Ulama, Syafiq Hasyim Ph.D dari Deputy Director International Center for Islam and Pluralism, dan Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia selaku Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace. Kepada Majalah Bimas Katolik yang menemuinya di sela-sela kongres, putri sulung mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yakni Alissa Wahid menyampaikan, di negara-negara yang cukup dominan pengaruh agama dan tradisinya, idelogi atau keyakinan yang dimiliki seseorang menjadi demikian besar pengaruhnya. ―Jadi ketika tadi kita melihat bahwa mainstream publik ternyata sudah menjadi lebih abu-abu dan mengikuti, justru yang melawan keadilan gender dengan berbasis faith, teologis. Nah, disinilah kita punya persoalan besar,‖ papar Alissa. Dampak lainnya, sebagian besar masyarakat cenderung memperkuat faith based tetapi kurang kuat di tingkat respek. ―Jadi kita tidak secara sistematis menginfiltrasi tradisi yang ada atau mengkapitalisasi tradisi yang ada untuk penguatan keadilan gender ini. Ini adalah kondisi sepuluh tahun terakhir. Sebelum itu Indonesia dikenal justru sebagai negara yang menjadi salah satu model keberhasilan melakukan mainstreaming gender. Kalau kita tidak mengambil respons yang cukup adequate, atau cukup layak, maka ini akan semakin menurun,‖ papar Alissa lagi. Maka ia pun menyambut baik rencana Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan, misalnya dengan RUU yang tengah dibahas. Menurutnya, pada tingkat regulasi, memang Pemerintah memiliki peranan mengawasi bahkan melindungi kelompok-kelompok minoritas. ―Pemerintah punya andil juga dalam membentuk mainstream publik untuk mengkampanyekan kesetaraan atau sikap penghargaan kepada kelompok-kelompok lain, diluar kelompok atau dirinya sebagai individu,‖ ungkapnya. (Maria Masang)
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
27
DIRJEN Resmikan Taman Seminari Suara Alam
T usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan aman Seminari adalah salah bentuk satuan pendidikan anak
program pendidikan dengan kekhasan agama Katolik bagi anak berusia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun. Taman Seminari merupakan bentuk lain yang sederajat dengan taman kanak-kanak (TK), atau Raudatul Athfal (RA) yang berada dalam lingkungan Kementerian Agama RI. Izin operasional Taman Seminari didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Bimas Katolik Nomor 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di Lingkungan Ditjen Bimas Katolik. Dengan adanya petunjuk teknis ini akan menjadi dasar untuk membentuk lembaga formal bagi jenjang pendidikan anak usia dini yang berciri khas agama Katolik. Sebagai awal, maka berdirilah Taman Seminari Suara Alam Kubu Raya Kalimantan Barat yang telah mendapat supervisi dari Ditjen Bimas Katolik pada tanggal 5 s.d. 8 April 2015. Berdasarkan telaah administratif dan persyaratan teknis sebagaimana Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di Lingkungan Ditjen Bimas Katolik serta didukung dengan kesiapan dan kelayakan, maka Tim Supervisi menyimpulkan bahwaTaman Seminari Alam Kubu Raya layak untuk diberikan Ijin Operasional. Hal ini adalah awal untuk lahirnya taman seminari-taman seminari yang lain di seluruh Indonesia. Sebagai kelanjutan dengan diberikannya ijin operasional, Dirjen Bimas Katolik meresmikan Taman Seminari Suara Alam Percontohan Kubu Raya didampingi Direktur Pendidikan Katolik pada tanggal 10 April 2015. Acara diisi dengan penyerahan SK Izin Operasional yang ditandatangani Dirjen kepada Ketua Pembina Yayasan, Dr. Andreas Muhrotien, M.Si. Peresmian tersebut juga disaksikan oleh Pemda Kubu Raya, Kepala Badan Nasional Penanaman Modal Terpadu yakni Maria Agustina, Uskup Emeritus Mgr. H. Bumbum OFMCap, Pst. Paulus Kota OFMCap Pastor Paroki St. Sisilia, serta para tokoh masyarakat setempat. Dalam sambutannya Dirjen mengungkapkan selamat seraya mendukung berdirinya satuan pendidikan ini. Menurutnya, sebuah wadah pembinaan dan pendidikan harus menghantarkan para peserta didik, khususnya siswa usia dini, untuk belajar menjadi warga negara yang baik, sekaligus menjadi seorang Katolik yang meneladani spritualitas kekristenan. Untuk itu, “Diperlukan para pendidikan yang mampu menjadi pelayanan pendidikan yang bermutu,” tandas Dirjen. Dengan bekal tersebut, calon-calon penerus bangsa ini memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Katolik. Pelayanan urusan agama Katolik tersebut, lanjut Dirjen, juga harus sungguh-sungguh menghayati nilai-nilai Pancasila. Pemerintah pun membantu tugas mulia ini, melalui program-program kemitraan, salah satunya lewat program pendidikan Katolik. “Dengan kemitraan yang terjalin antara Pemerintah dan Gereja, membuktikan bahwa negara hadir dalam usahanya mencerdaskan kehidupan bangsa, lewat lembaga kemasyarakatan, yang dibangun atas inisiatif masyarakat pula,” ungkap Dirjen. Menurut Andreas, dalam sambutannya, diungkapkan bahwa Taman Seminari dijiwai oleh semangat multi etnis dan agama. Tujuannya, untuk membangun harmonisasi di anta ra a nak -a nak ba ngsa ya ng ma mpu menghargai kebersamaan dan perbedaan sebagai kekayaan dalam membangun bangsa yang multi etnis. “Kami berharap agar kehadiran Yayasan Suara Alam ini, mampu menjadi inspirasi hidup dalam membentuk karakter batin yang berusaha mengutamakan etika dan iman,” papar Andreas.
28
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
PENGUATAN KELEMBAGAAN PTAKS
P
ada Hari Rabu - Jumat tanggal 08 sampai 10 April 2015 Tim Visitasi Ditjen Bimas Katolik Fransiskus Endang, SH, MM (Direktur Pendidikan Katolik), Aloma Sarumaha (Kasubdit Pendidikan Tinggi), Nikolaus Nohos (Kasi Pengembangan Akademik dan Akreditasi) melakukan Verifikasi Lapangan terkait Pembukaan Dua Program Studi Baru STP St. Agustinus Pontianak yaitu Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar (PG PAK SD) dan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Katolik Anak Usia Dini (PG PAK AUD) dengan hasilnya sebagai berikut: 1. Usulan pembukaan dua Prodi baru ini tidak bisa diteruskan sampai kepada diterbitnya SK Ijin Operasional dari Dirjen Bimas Katolik karena karakteristik, tercakup didalamnya struktur kurikulum dan sebutan gelar lulusannya dalam usulan pembukaan Prodi ini termasuk ke dalam rumpun ilmu umum dan itu ranahnya Kemenristek Dikti berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. 2. Kesepakatan: dalam rencana tindaklanjut STP Santo Agustinus Pontianak akan melakukan studi kelayakan dengan melibatkan unsur dari Gereja lokal. 3. Usulan Prodi baru yang relevan adalah:
Pastoral Konseling Pastoral Berkebutuhan Khusus
Saat ini jumlah PTAKS yang berada dibawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik sebanyak 23 PTAKS yang terdiri dari 20 PTAKS Program S1 dan 3 PTAKS Program S2. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam penguatan kelembagaan ini adalah pengembangan program studi karena pogram studi yang sudah ada masih minim. Program Studi di sebagian besar PTAKS adalah Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik, Pelayanan Pastoral, Pastoral Kateketik, dan Teologi. ***Subdit Pendidikan Tinggi Direktorat Pendidikan Katolik
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
29
Matriks Program Studi PTAKS No 1
NAMA PTAKS STP- IPI Malang
NILAI PROGRAM AKREDITASI BAN PT
PRODI
JURUSAN
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
Pelayanan Pastoral
Pastoral Sosial
S1
C C
2
STP- IPI Malang Program S2
Pastoral Kateketik
Pastoral
S2
3
STIPAR Ende
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
Ket
Belum Visitasi Borang sudah BAN PT masuk
4
STIPAS Keuskupan Agung Kupang
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
5
STIKPAR Toraja
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
6
STIPAS St. Sirilus, Ruteng
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
7
STK. St. Yakobus Merauke
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
8
STP St. Agustinus Keuskupan Agung Pontianak
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
9
STP St. Agustinus Keuskupan Agung Pontianak Program S2
Kateketik Pastoral
Kateketik Pastoral
S2
Belum Visitasi Borang sudah BAN PT masuk
10
STPK St. Yohanes Rasul
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
11
STPKat St. Fransiskus Asisi
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral dan Kateketik
S1
C
12
STPK St. Benediktus Sorong
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral Kateketik
S1
C
13
STP Dian Mandala Gunung Sitoli Nias Keuskupan Sibolga
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral dan Kateketik
S1
C
14
STP St. Petrus Keuskupan Atambua
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral dan Kateketik
S1
C
15
STP Reinha Waibalun, Larantuka
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral dan Kateketik
S1
C
16
STKPK Bina Insan, Samarinda
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
Belum Visitasi Borang sudah BAN PT masuk
17
STPAK St. Yohanes Penginjil, Ambon
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
C
18
STP St. Don Bosco Tomohon
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Pastoral
S1
C
19
STP St. Bonaventura Delitua, Medan
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik dan Pastoral
S1
C
20
STP Tahasak Danum Pambelum, Palangkaraya
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Kateketik Pastoral
S1
B
21
STFK Ledalero, Nita, Maumere
Teologi
Teologi
S2
B
22
STIKAS St. Yohanes Salib Bandol, Kalbar Teologi
Teologi
S1
Belum
23
STK “Touye Paapaa Deiyai, Papua
Kateketik
S1
Belum
30
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik
Baru berdiri Th. 2014
Profil
STIPAS Don Bosco – Tomohon Dengan mengusung visi, menjadi pusat pembinaan dan pelatihan calon-calon pemimpin awam Wilayah Timur Indonesia, Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAS) Don Bosco mewadahi para calon tenaga pastoral mendalami ilmu keagamaan. Lembaga ini berada di kelurahan Matani – Tomohon, Sulawesi Utara dan termasuk dalam wilayah Keuskupan Manado. Tokoh -tokoh yang berperan dalam merintis dan mendirikan lembaga ini adalah Bapak Uskup Mgr. Josephus Suwatan MSC, Pastor Hans Dahua MSC, H.J. Renwarin, dan Frater Pieter Jan van Lierop CMM. Komitmen dalam jaringan institusional diakumodir, sehingga bersama pihak pemerintah, Gereja dan Yayasan, bukan hanya memaksakan namun juga memandang penting dan perlu agar didirikan sebuah lembaga Perguruan Tinggi di Keuskupan Manado, khususnya bagi kalangan kaum awam, yang diharapkan kemudian mampu menghasilkan tenagatenaga profesional dan berkualitas di bidangnya, yang kelak menjadi ―guru‖ iman Katolik, ilmu pengetahuan dan moral di pelbagai tempat dan lingkup berada dan berkarya di seluruh pelosok nusantara. Kepada Majalah Bimas Katolik, Ketua STIPAS Don Bosco, Rm.Fecky E. Singal, Pr menyatakan Sekolah Tinggi Pastoral Don Bosco Tomohon didirikan dengan maksud untuk berpartisipasi dalam program pencerdasan hidup bangsa, secara khusus dalam hal agama dan keagamaan. Sekolah tinggi ini telah didirikan untuk menanggulangi kekurangan guru agama Katolik seiring dengan penutupan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang sejak dulu sangat berjasa dalam pendidikan guru-guru agama Katolik. Sesuai dengan mottonya, lembaga pendidikan ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga profesional dan berkualitas di bidangnya, yang pantas diandalkan dalam hal iman Katolik (fides), ilmu pengetahuan (scientia) dan keutuhan karakter
(integritas). Karena itu, kompetensi utama dari lulusan sekolah tinggi ini adalah menjadi guru agama Katolik. Adapun kompetensi lulusan lainnya adalah menjadi katekis paroki, menjadi tenaga pastoral dan menjadi motivator anak dan kaum muda Katolik. Pada tanggal 9 April 2010, sekolah tinggi ini mendapatkan akreditasi internal dari Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI, menandai persiapan untuk mengajukan ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi permohonan Akreditasi Program Studi Sarjana untuk meningkatkan status Sekolah Tinggi dari Status Ijin Operasional ke Status Terakreditasi. Pada bulan Juli 2011, berdasarkan SK No. 009/ BAN-PT/ 2011, Sekolah Tinggi Pastoral Don Bosco Tomohon dinyatakan sebagai Perguruan Tinggi TERAKREDITASI. Dalam hal kemitraan dengan Ditjen Bimas Katolik, dijelaskan Rm. Fecky, selain aspek yuridis juga pemberian bantuan dana operasional dan beasiswa bagi mahasiswa maupun dosen. ―STIPAS Don Bosco Tomohon mengalami bahwa hubungan
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
31
dan kerjasama ini sungguh sangat membantu dalam proses penyelenggaraaan kegiatan perkuliahan dan kegiatan ekstra lainnya sehingga kami berharap kerjasama ini akan berlanjut terus. Kami juga mendapat perhatian dari Ditjen, misalnya, kunjungan dan supervisi demi peningkatan mutu serta kehadiran dalam acara wisuda mahasiswa,‖ papar Rm. Fecky. Karya pelayanan STIPAS Don Bosco disemai pada tiga kegiatan utama. Misalnya, melalui kegiatan pengajaran dan pendidikan, sekolah tinggi tersebut mempersiapkan calon -calon pemimpin awam untuk masa depan Gereja dan Bangsa, khususnya di wilayah timur Indonesia. Selain itu, melalui kegiatan penelitian, STIPAS Don Bosco melatih para peserta didik menemukan teoriteori atau metode-metode baru baik di bidang pengajaran dan pendidikan agama Katolik. Kegiatan lainnya, pengabdian masyarakat yang menawarkan pembinaan dan pelatihan kepemimpinan kepada para pemimpin awam di sekolah maupun di lingkungan gereja atau paroki. Adapun pola kepemimpinan dan pembinaan mahasiswa yang diterapkan adalah, berupaya mengembangkan bidang penelitian dan pengabdian pada masyarakat, membina tenaga pendidik dan kependidikan, mahasiswa, dan hubungan dengan lingkungannya. Dalam menjalankan fungsi tersebut, Rm. Fecky mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada para pembantu Ketua dan Ketua
32
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
program studi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Pola pembinaan dan pendekatan terhadap mahasiswa tidak bercorak top-down (berupa instruksi atau perintah), tetapi lebih diarahkan pada upaya untuk membantu mereka menyadari sendiri apa yang seharusnya mereka buat sambil memberi teladan dan kesaksian hidup.
Karena itu, praktik mengajar sebagai bagian dari kuliah dialokasikan dalam 3 semester: semester V praktik mengajar SD; semester VI praktik mengajar SMP dan semester VII praktek mengajar SMA. Saat ini, lanjut Rm. Fecky, STIPAS Don Bosco mendidik sebanyak 145 mahasiswa reguler aktif. Serta menyelenggarakan program Dual Mode System atau program akselerasi guru agama dalam jabatan jenjang Sarjana untuk 10 mahasiswa yang te nga h m en y el e sa i ka n tug as a kh i r .
Menurut Rm. Fecky, hal paling menonjol yang ada di STIPAS yakni keanekaragaman latar belakang mahasiswa yang datang dari berbagai daerah dan suku di antaranya: Sulawesi Utara (Minahasa, Sanger dan Talaud); Sulawesi Tengah (Buol, Tolitoli, Tolai, Poso, Beteleme, Luwuk dan Banggai); Maluku; Papua; NTT; dan Kalimantan. Kenaekaragaman ini membentuk sikap para mahasiswa untuk saling menghargai dan memperkaya satu sama lain dalam interaksi dan perjumpaan di kampus. Selain itu, STIPAS Don Bosco mengusahakan kegiatan ekstra sebagai prioritas dan program unggulan untuk setiap tingkat sesuai dengan perkem-bangan dan kebutuhan pel ayanan nanti. Misal nya, Tingkat I difokus -kan pada pelayanan dan kunjungan ke panti asuhan dan lembaga pemasyarakatan. Tingkat II dibekali dengan kegiatan pel atihan memimpin l iturgi (termasuk pelatihan dirigen dan menyanyi mazmur). Tingkat III diarahkan pada workshop katekese sekolah khususnya metode bercerita. Tingkat IV dibimbing untuk memiliki kemampuan dalam katekese umat dan memimpin rekoleksi. Salah satu kompetensi lulusan yakni menjadi Guru Pendidikan Agama Katolik.
Pa ra do sen ( tet ap) p en gam pu berdasarkan SK Yayasan PTK Keuskupan Manado berjumlah sembilan orang, tujuh diantaranya terhitung masih aktif mengajar. Sedangkan dosen todak tetap berdasarkan SK Ketua STIPAS Don Bosco sejumlah 16 orang. ― Dalam rangka pengembangan kualifikasi akademik dan profesional dosen, ada tiga orang yang sedang menyelesaikan program Pascasarjana di Pascasarjana Unima, serta dua dosen tengah menyelesaikan studi lanjut di Roma,‖ ungkap Rm. Fecky sembari melanjutkan, kini STIPAS telah memiliki tiga orang dosen yang telah m e n d a pa t k an N o m o r In d u k D o s e n (NIDN) dan Jabatan Fungsional Dosen. Selain bidang Pendidikan, Don Bosco juga terlibat dalam Lomba Paduan Suara Antar PTAKS Tingkat Nasional Tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Katolik. Prestasi lainnya, Juara I Lomba menulis Artikel Ilmiah pada Pertemuan Berkala Mahasiswa Katolik se-Keuskupan Manado tahun 2013, Juara I Pentas Seni Budaya dan Kreativitas pada Pertemuan Berkala Mahasiswa Katolik se-Keuskupan Manado tahun 2013, dan Juara I Kontes ―King and Queen‖ pada pertemuan berkala Mahasiswa Katolik se-Keuskupan Manado tahun 2013. (Maria Masang)
Liputan Daerah Evaluasi Program Kerja Tahun 2014 dan Program Kerja Bimas Katolik Tahun 2015 Provinsi NTB Oleh : Benediktus Haro (Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Nusa Tenggara Barat) Dewan Pastoral Dekenat Nusa Tenggara Barat mengadakan pertemuan dengan Bimas Katolik terkait evaluasi dan rencana pr og ra m ke rja B i ma s Ka t ol i k Provinsi NTB Tahun 2015, di Puri Saron Senggigi, beberapa waktu lalu. Selama ini kemitraan yang dibangun, perlu ditelaah dan dikembangkan lagi sehingga mutu dan kualitas pelayanan kepada umat Katolik, lebih optimal. Pertemuan ini juga menjadi salah satu jalan untuk mencari alternatif pemecahan dengan sharing pengalaman dari paroki-paroki bagaimana mengatasi problem perkawinan dalam keluarga -keluarga Katolik serta bagaimana program pastoral ke depan untuk mengatasi masalah keluargakeluarga Katolik agar tetap menjaga keu tuha n perka win a n seba g a i sebuah lembaga yang tak terceraikan. Evaluasi Program Kerja Bimas Katolik Provinsi NTB Tahun 2014 1. Melihat Perjalanan Kerjasama Bimas Katolik-Dekenat Melihat perjalanan kita selama tahun 2014 dan tahun tahun-tahun sebelumnya tentang kerjasama yang disepakati di Keuskupan Denpasar sudah berjalan dengan baik. Apakah ini a kan kita bicarakan ulang dalam pertemuan lebih lanjut untuk tahun 2015 terutama berkaitan dengan hambatan dan tantangan? Perjalanan selama tahun 2014 diwarnai dengan informasi
yang berubah-ubah. Hal ini dikarenakan perubahan kebijakan dari pimpinan atau presiden kita, sehingga pelaksanaan di kementerian dan lembaga harus mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh presiden; misalnya tentang penghematan anggaran, penundaan bantuan sosial, dsbnya. 2. Kegiatan 2014 Bimas Katolik dan Dekenat NTB telah melaksanakan satu kegiatan sebagai ker jasama antara Bimas Katolik dengan Dekenat NTB yang di laksanakan di Hotel Puri Saron pada bulan Mei 2014 yaitu kegiatan Pertemuan Interen Tokoh Agama Kato lik. Kesan yang diperoleh atas kegiatan tersebut ―baik‖ karena kegiatan itu dilaksanakan sesu da h PILEG teta pi sebel um PILPRES. Kegiatan tersebut menghasilkan sebuah Rekomendasi kaitan dengan upaya-upaya kita dalam menjaga kerukunan hidup umat beragama, kerukunan hidup berbangsa dan bernegara dan hasil pertemuan tersebut tertuang dalam sebuah Rekomendasi yakni ―Kesepaka tan Puri Sa ron‖. Rekomendasi tersebut telah dikirim ke setiap paroki seDekenat NTB untuk disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Katolik Nusa Tenggara Barat.
3. Pengadaan dan Bantuan Barang Pada tahun 2014 ada pengadaan LCD dan pakaian Misa masingmasing sebanyak 6 set yang akan didistribusikan ke parokiparoki, dan sekarang pengadaan itu sedang proses. Kita berharap pada bulan November 2014 sudah bisa selesai dan parokiparoki akan menerima bantuan berupa satu set pakaian Misa dan LCD. Kami berharap agar apabila baranganya sudah ada kita perl u menanda ta ng a ni berita acara serah terima barang. Sedangkan untuk pengadaan bu k u n ya n y ia n ka m i t i da k ren canakan baik pada tahun 2014 maupun 2015 yang akan datang karena kami merasa masih cukup yang ada di parokiparoki dari pengadaan pada tahun-tahun sebelumnya. 4. Bantuan Sosial Ka mi perlu menya mpa ikan kepada para Romo dan Bapak Ibu sebagai anggota DPD tentang Bantuan Sosial baik bantuan rehabilitasi pembangunan rumah ibadat, bantuan sosial lembaga keagamaan mapun bantuan beasiswa miskin yang beberapa tahun lalu kita kucurkan tetapi tahun ini hingga sekarang kami belum meminta nama dari paroki-paroki untuk dibantu, serta bantuan kepada kelompok-kelompok kategorial. Bahwa sejak tahun 2014
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
33
menjadi polemik yang berkembang hingga sekarang ini tentang bantuan sosial baik dari segi pengertian bantuan sosial, tujuan bantuan sosial, sasaran bantuan sosial dan prosedur yang ditempuh dalam pencairan bantuan sosial. Bantuan Sosial Tahun 2014 dan permasalahannya : Adapun masalah yang dialami kaitan dengan bantuan sosial yang sudah beberapa tahun dilaksanakan, namun pada tahun 2014 mengalami permasalahan dan penundaan sampai saat ini dan hal ini tidak hanya terjadi pada unit Bimas Katolik seluruh Indonesia, tetapi dialami disemua kementerian dan lembaga sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Adapun beberapa jenis bantuan sosial yang dikelola oleh Bimas Katolik di Provinsi Nusa Tenggara selama beberapa tahun yakni : 1) Bantuan beasiswa miskin Sejak tahun 2014 Bimas Katolik tidak lagi melakukan kebijakan membantu siswa/i miskin yang beragama Katolik di paroki-paroki, karena siswa/i kita sekolah di sekolah-sekolah dasar baik negeri maupun swasta yang setiap tahun sudah mendapat alokasi beasiswa miskin dari Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota masing-masing. Maka ―tidak‖ dibenarkan Bimas Katolik provinsi memberikan bantuan lagi kepada anak-anak yang sekolah di sekolah di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, kalau hal ini terjadi, maka akan terjadi tumpang tindih dalam penerimaan bantuan; satu murid bisa menerima lebih dari satu. Jadi Kementerian Agama hanya memberikan bantuan beasiswa miskin kepada siswa/i yang kurang mampu kalau sekolahsekolah tersebut di bawah naungan Kementerian Agama, atau sekolah agama seperti Seminari, Sekolah Menengah Agama Katolik, atau Perguruan Tinggi Agama Katolik. Diluar dari lembaga -lembaga
34
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
tersebut Kementerian Agama tidak boleh memberikan bantuan kepada siswa/i miskin karena sudah dibantu melalui BOS (Biaya Operasional Sekol ah) maupun BOP (Biaya Operasional Pendidikan). Bimas Katolik hanya boleh memberi bantuan berupa kegiatan keagamaan siswa/i Katolik di sekolah-sekolah. 2) Bantuan Rehabilitasi Rumah Ibadat, bantuan kelembagaan maupun bantuan kepada kelompok kategorial Dalam tahun 2014 Kementerian Keuangan menangguhkan pemberian bantuan sosial baik kepada lembaga maupun kepada kelompokkelompok kategorial dengan alasan bahwa bantuan sosial yang diberikan selama ini, belum transparan dan tidak akuntabel dan bantuan yang diberikan kepada lembaga atau kepada masyarakat apabila mengalami resiko sosial seperti bencana alam atau keadaan kahar. Bantuan sosial tidak diberikan berulang-ulang karena logikanya kalau setiap tahun diberikan kepada kelompok yang sama atau lembaga yang sama, maka kelompok lain atau lembaga lain tidak mendapat bantuan sosial. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Keuangan perlu mencari akun baru bagi bantuan sosial yang tidak ada resiko sosialnya, dan yang dapat diberikan berulang-ulang; seperti penyuluh agama non-PNS.
3) Bantuan ke lembaga; Dekenat Nusa Tenggara Barat Bantuan ke lembaga Dekenat NTB dan juga bantuan kepada kelompok kategorial yang selama ini sudah berjalan dengan baik namun pada tahun ini hingga saat ini masih ditangguhkan dengan alasan harus ada akun baru dari Kementerian Keuangan untuk proses pencairan keuangan bantuan sosial. Kita berharap semoga sebelum berakhir tahun 2014 ada kebijakan baru dari Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan akun baru sehingga proses pencairan bantuan sosial dapat berjalan dengan baik. Bantuan kepada lembaga Dekenat NTB beberapa tahun diberikan dengan pertimbangan supaya operasional sekretariat Dekenat bisa berjalan dengan baik maupun untuk pertemuan-pertemuan yang dianggap penting dan mendesak dapat dilaksanakan. 4 ) B a nt ua n P e n yul u h A g a ma Katolik non PNS Bantuan penyuluh agama Katolik non PNS setiap tahun dialokasikan ke paroki-paroki baik untuk pastor paroki yang melaksanakan tugas pelayanan penggembalaan dan penyuluhan kepada umat Katolik dan juga kalau masih ada kuota, kita alokasikan juga untuk para Pembina Sekami atau aktivis yang ada di paroki-paroki namun beberapa hal yang perlu dikemukakan
disini yakni kaitan dengan beberapa hal yang menjadi tuntutan adminstrasi. Kalau dilihat dari besarnya keuangan yang diterima hanya sedikit, tetapi tuntutannya banyak yang harus dikerjakan antara lain program kerja tahunan, laporan keuangan. Walaupun yang diterima sangat sedikit, tetapi Negara harus tahu kejelasan sasaran penggunaan uang tersebut. Perlu kami informasikan kepada para romo dan bapak/ibu sekalian bahwa laporan setiap tahun kaitan dengan program kerja tahunan dan laporan penerimaan keuangan dari masing-masing penyuluh kita masih menjadi temuan. Pada kesempatan yang baik ini sekaligus kami menginformasikan bahwa ke depan kami sangat mengharapkan bantuan kepada penerima bantuan penyuluh agar menyerahkan laporan penerimaan keuangan dan program kerja tahunan, karena itu menjadi bukti bagi kami ketika dilakukan audit oleh badan pengawas. 5) Bantuan Kelompok Kategorial Bantuan kelompok kategorial yang sudah beberapa tahun dialokasikan seperti kelompok ME. Untuk tahun ini mengalami kendala yang sama, bahwa bantuan itu ada dan persyaratannya sudah lengkap, namun belum dapat dieksekusi karena masalah yang sama yaitu kaitannya dengan akun. 6) Catatan BPK tentang hasil temuan kaitan dengan BANSOS Rencana Program Bimas Katolik Tahun 2015 Bimas Katolik Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2015 mempunyai program-kerja strategis baik berupa kegiatan maupun bantuan yang dikucurkan kepada lembaga agama maupun kelompok kategorial dan kelompok fungsional yang ada kaitan dengan Gereja Katolik. 1. Kegiatan : Ada kegiatan yang menjadi tawaran untuk kerjasama antara Bimas Katolik dengan Dekenat NTB, hanya bagaimana bentuk kerjasama tersebut apakah akan melanjutkan model yang selama ini kita laksanakan atau ada model lain? Kegiatan yang bisa melanjutkan kerjasama Bimas Katolik dengan Dekenat NTB yakni Pertemuan Interen Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat NTB. Untuk kegiatan ini materi dan narasumber kami serakan kepada pihak Dekenat walapun kaitan dengan honor dan transportasi tetap menjadi tanggungjawab Bimas Katolik karena sudah satu paket dalam DIPA. 2. Bantuan Adapun bantuan yang akan dikucurkan pada tahun 2015 yang berkaitan dengan Gereja Katolik yakni : Bantuan Kepada kelompok kategorial, Bantuan kepada lembaga keagamaan/Dekenat NTB, Bantuan tunjangan penyuluh non PNS, Bantuan Rehabilitasi rumah ibadat untuk 2 lokasi.
3. Pengadaan Untuk tahun 2015 pengadaan sama dengan tahun tahun 2014, yakni pakaian misa. Membangun Publikasi Media Untuk jaman sekarang berbuat baik saja itu belum cukup, tetapi perlu dikomunikasikan dengan orang lain/publik sehingga orang menjadi tahu, hal ini tidak berarti sogok atau narsis kepada publik agar tidak dikomplain tentang hal yang kita lakukan tetapi kita perlu memberikan informasi kepada publik agar tidak menimbulkan kecurigaan atas aktivitas yang kita lakukan. Hal-hal yang dipublikasikan melalui media sosial seperti untuk kepetingan: Publikasi/penyiaran agama melalui media sebagai sebuah kesempatan yang mempunyai nilai-nilai positif maka perlu diperhatikan : - Moral spiritual suci. Sebagai sebuah kesempatan untuk memperkuat moral bangsa - Ekspektasi tinggi artinya harapan besar dari para pemirsa/pendengar dan juga dari narasumber yang memberikan inspirasi, renungan, motivasi spiritual kepada umat beragama akan kondisi sosial yang kita hadapi dan bagaimana sebagai umat beragama apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama. Pihak kita sebagai pelaksana pada sesuatu yang dianggap akan mampu membawa dampak yang baik atau lebih baik. Dari pihak kita sebagai pelaksana bahwa mimbar agama yang disiarkan melalui media akan menjadi referensi pengetahuan dan menjadi refleksi dalam penguatan iman bagi umat Katolik ditengah arus globalisasi, dan bagi yang bukan Katolik, penyiaran itu sebagai sebuah informasi atau pengenalan. - Can do no wrong ( kita tidak boleh berbuat salah sedikitpun karena dilihat oleh publik), maka perlu ada pelatihan yang bekerjasama dengan pihak terkait, agar Gereja Katolik Dekenat NTB mempunyai tenaga-tenaga yang terampil serta mempunyai kompetensi yang memadai berkaitan dengan mimbar agama melalui media. Untuk wilayah Nusa Tenggara Barat kita belum mempunyai media sendiri yang sering kita gunakan untuk mempublikasikan tentang Ajaran Gereja Katolik yaitu media publik. Dalam beberapa tahun terakhir Bimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Prov. NTB bersama dengan Bimas-Bimas lain melakukan kerjasama dengan media publik untuk melakukan penyiaran agama berupa mimbar agama Katolik yang dilaksanakan secara live maupun melalui rekaman. Media sosial yang selama ini digunakan atas dasar kerajasama antara lembaga penyelenggara dengan Kementerian Agama yakni RRI dan TVRI. Kerjasama dengan kedua media sosial ini gratis atau tidak dipungut biaya walaupun durasi waktunya
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
35
sangat singkat yakni 30 menit setiap kali melakukan siaran. Namun kita perlu bersyukur kepada pihak terkait karena merupakan salah satu program pemerintah untuk melakukan penyiaran agama kepada umat beragama dan pengenalan kepada umat lain, dan ini kesempatan penting yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh pihak Gereja Katolik. Agar publikasi atau penyiaran agama yang dilakukan melalui media ini bermanfaat, tepat sasaran, efisien, efektif dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan penyiaran itu akan bermanfaat baik bagi umat Katolik maupun sebagai informasi dan pengetahuan bagi umat beragama lain, maka hal-hal yang perlu kita perhatikan bersama dalam melakukan penyiaran agama, atara lain: Perlu koordinasi yang baik dengan pihak
terkait. Perlu ada penjadwalan; Perlu ada persiapan yang baik; Metode yang ditampilkan selama ini masih berupa dialog antara narasumber dan pemandu acara yang diawali dan diakhiri dengan lagu; Pemilihan tema dan lagu yang mendukung tema; Penampilan harus menarik; Harus menghindari hal-hal yang menimbulkan reaksi negatif dari pihak lain; Bisa dipakai untuk kesempatan promosi lembaga-lembaga keagamaan; komunikasi, sosialisasi, publikasi, promosi; persepsi, opini, citra diri perlu ada naskah yang disampaikan kepada Bimas Katolik sebagai bentuk pertanggungjawaban yang melakukan kerjasama dengan pihak terkait dan bukti fisik ketika dilakukan audit oleh badan pengawas. ***
Kerukunan di Serambi Medinah Oleh : Frankie Paris Melo, SS., M.Si Sebelum menjadi sebuah provinsi, Gorontalo terbagi dua yakni Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. Kedua daerah ini berada di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Lahirnya Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 38 Tahun 2000 tertanggal 22 Desember 2000 menjadika n Gorontal o seba gai daerah pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo menjadi provinsi yang ke-32 dengan nama Pr ovi nsi G o ro nta l o. R esm inya Gorontalo menjadi sebuah Provinsi ditandai dengan pelantikan Drs. Tursnadi Alwi sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Gorontalo oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Surjadi Soedirja, pada tanggal 16 Februari 2001. Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau berbatasan langsung di bagian barat dari Provinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini ± 12.215 km². Daerah Provinsi Gorontalo beriklim tropis-agraris dengan beberapa keunggulan di bidang pertanian, perkebunan, kalautan, kerajinan dan perdagangan. Ciri khas yang terkenal di daerah ini antara lain: bindhe biluhuta (makanan sejenis sop berba ha n da sa r ja gung muda , parutan kelapa muda dan jantung pisang), karawo (kain suji) dan karanji (kopiah kreasi dari rotan).
36
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Kerukunan Antarumat Beragama di Gorontalo Di Provinsi Gorontalo k eruk u na n hidu p a nta r uma t beragama sangat terpelihara dengan baik. Penduduk dengan penganut agama Islam sebagai mayoritas yakni 95% memiliki karakter yang sangat kuat sebagai masyarakat yang ramah dan sopan terhadap kaum pendatang tanpa memandang suku, ras dan agama yang dianut. Karakter ini sudah sangat membudaya dalam diri masyarakat Gorontalo sehingga para pendatang di daerah berjulukan "Serambi Medinah" ini akan disambut dengan baik. Keadaan ini membuat setiap orang yang datang akan merasa kerasan berada di daerah ini karena situasi masyarakatnya yang rukun dan aman. Sejak daerah ini masih menjadi bagian dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara hingga sekarang, belum pernah terjadi keributan atau perselisihan yang bernuansa suku atau agama. Kegiatan-kegiatan keagamaan nonmuslim yang diselenggarakan baik di rumah pribadi maupun di tempattempat umum seperti di lapangan terbuka, di jalan raya atau di gedung pertemuan tidak pernah mengalami hambatan ataupun gangguan. Misaln y a , d e n g a n d a l ih ma y o r i t a s minoritas atau pendatang dan pribumi sebagaimana lazim terjadi di tempat lain.
Pelaksanaan kegiatan keagamaan Katolik di daerah ini tidak pernah sekalipun menghadapi tantangan dan gangguan dari luar. Umat Katolik di daerah ini pada umumnya pendatang dari berbagai daerah di Indonesia yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Gorontalo. Akan tetapi pelaksanaan ibadah di Gereja bahkan dari rumah ke rumah seperti Doa Rosario, Ibadah Wilayah Rohani/Lingkungan dan sebagainya dapat berjalan dengan aman tanpa ada gangguan sedikitpun. Umat bisa leluasa berdoa dan menyanyikan kidung pujian kendatipun tetangga sekitar umumnya beragama muslim. Pada perayaan hari besar keagamaan justru kaum remaja/pemuda masjid turut menjaga keamanan di sekitar pelaksanaan kegiatan peribadatan. Ada salah satu peristiwa besar yakni peristiwa pada hari Jumat Agung, umat Katolik di kota Gorontalo mengikuti Jalan Salib hidup yang dilaksanakan di salah satu tanah lapang yang ada di pusat kota menuju ke gedung Gereja. Pelaksanaan Jalan Salib ini berlangsung dengan khidmat, tenang dan sangat kushuk kendati maysarakat yang datang menyaksikan apa yang sedang berlangsung, begitu banyak. Pelaksanaan kegiatan keagamaan serupa juga terjadi di kabupaten dan hal itu terselenggara dengan baik, aman dan damai.
Kemitraan dalam Membudayakan Kerukunan K e g i a ta n- k e g ia ta n l i n ta s agama di Gorontalo lebih terorganisir pada program kegiatan FKUB (Forum Kerukunan antar Umat Beragama) baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Syukurlah FKUB pada semua lini di Gorontalo berjalan dengan baik dan begi tu a k tif d enga n b er ba ga i kegiatan kerukunan. Selain itu di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Gorontalo juga terdapat beberapa kegiatan kerukunan yang melibatkan semua unsure agama yang ada, misalnya kegiatan Kemah Pemuda Lintas Agama, Sosialisasi Hukum dan HAM untuk Pemuda Lintas Agama dan sebagainya. Kegiatan seperti ini biasanya dilanjutkan dengan kunjungan ke tempat-tempat ibadah masing-masing agama untuk berdialog di tempat itu dan saling me ni n gk a tk a n k ea k ra b a n da n kerukunan. Kegiatan yang secara langsung muncul sebagai inisiatif umat Katolik dalam kerja sama dengan umat nonKatolik memang masih relatif kurang. Umumnya yang biasanya dilakukan adalah kegiatan yang lebih bersifat sosial karitatif seperti kunjungan dan bantuan kepada Panti Asuhan dan Panti Jompo milik non Katolik, pengobatan gratis, donor dara h, ba ntua n untuk korban bencana alam. Kemitraan Pemerintah-Gereja Ada kebiasaan baik yang sudah berlangsung lebih dari 30 tahun yakni Pemerintah Provinsi dan seluruh jajarannya serta Pemerintah Kota mendatangi pimpinan umat Katolik (Pastor Paroki) di rumah kediaman pastor untuk memberi ucapan selamat pada setiap hari Natal. Biasanya setiap tanggal 25 Desember sekitar pkl 18.30 tokohtokoh umat, pimpinan Dewan Pastoral bersama Pastor paroki sudah siap di pastoran untuk menyambut kedatangan rombongan Pemerintah yang datang secara terpisah. Acara berlangsung
tidak resmi melainkan lebih bersifat kekeluargaan. Mereka tiba langsung jabat tangan ucapan selamat hari Natal dan tuan rumah mempersilahkan menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Sambil makan Gubernur langsung mengadakan pembicaraan dalam pertemuan khusus dengan Pastor paroki dan Dewan Pastoral Paroki. sementara rombonga n lainnya menik mati hida nga n. A da juga yang ikut mengungkapkan kegembiraan dengan menyumbangkan lagu natal sambil diiringi musik keyboard. Begitu pula suasana sukacita Natal yang terjadi saat rombongan Walikota serta jajarannya memasuki area pastoran. Kebetulan rumah dinas Walikota hanya berbatasan tembok pagar dengan rumah kediaman pastor. Pada saat Hari Raya Idul Fitri giliran pimpinan umat Katolik mendatangi pemerintah Provinsi dan Kota untuk memberi ucapan selamat. Biasanya kunjungan hanya terbatas pada Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Kakanwil Kem ent eria n A ga ma , Wa l ik ota Gorontalo, Wakil Walikota, Sekretaris Kota, dan Kakankemenag Kota. Kebiasaan saling mengunjungi ini terjadi juga di beberapa tempat di kabupaten. Perhatian pemerintah tidak hanya terbatas pada pemberian ucapan selamat pada hari raya keagamaan. Pemerintah sangat menunjang kegiatan-kegiatan lain seperti penggunaan sarana umum untuk melangsungkan kegiatan keagamaan seperti lapangan dan alun alun kota untuk ibadah jalan salib, rally rosario dan sebagainya. Bahkan Pemerintah memberikan dana untuk pelaksanaan Pertemuan Berkala Muda-mudi Katolik tingkat Keuskupan dan Pertemuan Kaum Bapak Katolik tingkat Keuskupan. Selain itu Pemerintah meminjamkan sejumlah mobil dinas untuk digunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Di beberapa kabupaten juga perhatian Pemerintah sangat nyata yakni Pemerintah setempat menyumbangkan sejumlah dana
untuk pelaksanaan hari raya Natal dan Paskah bagi masyarakatnya. Beberapa hal di atas bisa dijadikan gambaran umum betapa ha rmonisnya hubungan a nta ra Pemerintah dan Gereja. Ada harapan semoga relasi yang sudah sangat baik ini dipelihara terus dan dikembangkan untuk lebih merekatkan tali persaudaraan dan persatuan Pro Ecclesia et Patria. Selain itu, ada satu salah satu terobosan yang pernah dilakukan oleh Pembimas Katolik yakni melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten supaya bisa mengangkat tenaga Guru Pendidikan Agama Katolik. Memang selama Kanwil Kementerian Agama berdiri di Gorontalo belum pernah ada pengangkatan khusus Guru Agama Katolik kendatipun sudah berulang kali setiap tahun diusulkan adanya pengangkatan untuk itu. Sejak beberapa tahun terakhir ini pengangkatan guru agama tidak lagi melalui Kementerian Agama, maka terobosan itu yang ditempuh. Alhasil di satu kabupaten sudah ada 2 orang bergelar sarjana agama diangkat sebagai Guru Pendidikan Agama Katolik dengan status honor daerah. Tentang penulis: Penyuluh Agama Ahli Madya Kanwil Kementerian Agama Provinsi Grorontalo, pernah memenangi lomba cipta lagu gereja yang diselenggarakan oleh Komisi Liturgi KWI. Tahun 2007 sebagai pelatih dan dirigen Paduan Suara Gorontalo Inovasi binaan Pemda Provinsi Gorontalo pada ajang Lomba Paduan Suara tingkat Asia Pasifik dengan hasil Bronze Medal. Tahun 2008, salah satu pelatih merangkap dirigen Paduan Suara Gorontalo Inovasi pada ajang World Choir Games di Graz Austria dengan hasil Gold Medal pada babak kualifikasi dan Gold Medal juga pada babak Kompetisi. Tahun 2009, salah satu pelatih merangkap dirigen Paduan Suara Gorontalo Inovasi pada ajang World Choir Games di Korea Selatan dengan hasil Silver Medal. Aktif sebagai pelatih koor di paroki sejak 2002 sampai sekarang, mencipta lagu Ordinarium dan Proprium. Melatih DWP Kanwil Kementerian Agama Provinsi Gorontalo pada lomba Trio, Vokal Group dan Qasidah Tingkat Provinsi. Serta Juri pada ajang Pemilihan Bintang Radio, Gita Bahana, Band, Marching Band, Alat Musik Etnik, Keroncong, Nasyid, Vokal Group, Paduan Suara, Lomba Cipta Lagu Tingkat Madrasah, Lomba Disain dan Peragaan Busana Muslim Tingkat Madrasah.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
37
TAHBISAN LIMA IMAM PROJO BARU DI KEUSKUPAN AMBOINA Oleh: Santi Setiadjid
P
ada hari Sabtu tanggal 7 Februari 2015 pukul 17.00 WITA, bertempat di Katedral Ambon, sekitar 1.500 umat dan 86 Imam yang berkarya di Keuskupan Amboina mengikuti acara tahbisan lima Imam baru yang semuanya adalah putera daerah Provinsi Maluku. Perayaan tahbisan dipimpin oleh Uskup Amboina Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC. Dalam homilinya, Mgr. Mandagi menegaskan bahwa Imamat bukan sebuah jabatan melainkan Sakramen. Umat perlu bersyukur dan memohon berkat bagi semua Imam. Beliau juga berharap agar lima Imam tertahbis setia berkarya sampai mati di Keuskupan Amboina. Hadir dalam acara ini, antara lain Wakil Gubernur Maluku, Dr. Zeth Sahubarua; Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Rosa Far-Far; dan sejumlah tokoh agama lainnya. Adapun ke lima Pastor putra daerah yang ditahbiskan adalah: Pastor Yani Maturbong, Pr; Pastor Misael Batmomolin, Pr; Pastor Martinus Ohoiwutun, Pr; Pastor Yopi Uweubun, Pr; dan Pastor Novly Masriat, Pr. Ke lima pastor yang ditahbiskan didampingi oleh orangtuanya. Setelah selesai tahbisan, ke-lima pastor baru mendapat tugas masing-masing, antara lain: Pastor Yani Maturbong, Pr mendapat tugas sebagai Pastor Paroki Wabar, Pastor Misael Batmomolin, Pr mendapat tugas sebagai Staf Seminari Langgur, Pastor Martinus Ohoiwutun, Pr mendapat tugas sebagai Kepala SMAK Elat, Pastor Yopi Uweubun, Pr mendapat tugas sebagai Pastor Paroki Poka Rumag Tiga dan Pastor Novly Masriat, Pr mendapat tugas melanjutkan pendidikan ke Philipina (Manila).
BOGOR YOUTH DAY (BYD) 2015
T
anggal 13 s.d 15 Februari 2015 Wilayah Keuskupan Bogor, termasuk Paroki Kristus Raja Serang dan Paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung melaksanakan Bogor Youth Day (BYD) 2015, lahirnya Orang Muda Katolik (OMK). Tema BYD Tahun 2015 adalah BERSUKACITALAH OMK, SUMBER INSPIRASI (Bdk, Lukas 2: 51-82). Tema ini relevan dengan tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) Keuskupan Bogor Tahun 2015 yaitu KELUARGA SUMBER SUKACITA.
Laporan : Maria Christ Sri S Pengevaluasi Pembinaan Umat Bimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Banten Keluarga dan elemen-elemennya (termasuk OMK) merupakan bagian yang penting bagi terciptanya sukacita. Selain membangun iman, rangkaian kegiatan tersebut juga menyalakan semangat evangelisasi di wilayah Keuskupan Bogor.
Dihadiri kurang lebih 1500 Orang Muda Katolik, acara ini dibuka dengan Misa Agung yang dipimpin Mgr. Antonio Guido Filipazzi (Nuncio Apostolik untuk Indonesia); Uskup Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM; para Pastor dari berbagai Paroki se-Keuskupan Bogor; Biarawan/wati serta umat.
Tujuan diadakan BYD, adalah: 1) OMK Keuskupan Bogor dapat berkumpul dan bertukar pengalaman iman dalam lingkungan Paroki, Dekenat dan Keuskupan; 2) Mempertebal solidaritas, jejaring dan iman OMK di seluruh Keuskupan Bogor; 3) Menyadarkan OMK sebagai sumber inspirasi bagi terciptanya kebahagiaan (sukacita) keluarga.
Acara yang berlangsung di Gua Maria Rangkasbitung Paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung dilatarbelakangi harapan agar OMK mampu untuk menjadi inspirasi yang membawa sukacita dalam keluarga Katolik.
Dari serangkaian kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa dari anak mudalah yang akan mewarisi tegaknya bangsa dan Negara yang berkualitas, dan sumber awal terciptanya generasi muda berawal dari keluarga yang harmonis dan sejahtera yang dilandasi oleh iman.
38
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Varia Standarisasi Norma dan Ketentuan Pelayanan Tugas Bimas Katolik Tahun Anggaran 2014
P
eraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Bimas Katolik mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang bimbingan masyarakat Katolik. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Ditjen Bimas Katolik menyelenggarakan fungsi, diantaranya adalah penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang bimbingan masyarakat Katolik. Fungsi ini diharapkan dapat menghasilkan standarisasi norma dan ketentuan, sebagai ramburambu pelaksanaan tugas di bidang pembangunan agama, khususnya agama Katolik. Selama tahun anggaran 2014 ini, Ditjen Bimas Katolik telah menghasilkan 14 pedoman atau p et u nj uk t ek n is p el a k sa na a n kegiatan maupun bantuan-bantuan yang tercakup dalam pelaksanaan tugas Sekretarit, Direktorat Urusan Agama Katolik, dan Direktorat Pendidikan Katolik. Pedoman yang dihasilkan juga menjadi bahan acuan para pemangku dan pelaku kebijakan, lembaga, maupun pihakpihak terkait yang menjadi sasaran pelayanan Ditjen Bimas Katolik. Sekretariat 1.
Pedoman Perencanaan dan AnggaranProgram Bimbingan Masyarakat Katolik
Suatu sistem akan berjalan efektif bila standarisasi norma dan perangkat ketentuannya diatur dalam pedoman. Dengan adanya Pedoman Perencanaan dan Anggaran Program Bimbingan M a sy a rak a t Ka tol ik ini, pa ra operator perencanaan Pusat dan Daerah dapat mengacu pada prinsip tata kelola yang baik serta menggunakan pola dan mekanisme yang sesuai dengan ketentuan,
seh in gga da pa t m e ng ha sil k a n rencana program dan anggaran yang sist ema t is, k om p re h en sif da n aplikatif. Selain itu, dalam era multi DIPA, perencanaan dan anggaran secara strategis semakin diperlukan untuk menyusun RKA-K/L dan memerlu-kan adanya sinkronisasi kegiatan Pusat dan Daerah serta antardaerah. 2. Pedoman Sistem Informasi Proses pengembangan sistem informasi menghasilkan suatu laporan teknis dari bentuk-bentuk masukan dan keluaran serta signifikasi teknis perangkat lunak yang akan berfungsi sebagai sarana pengolah data sekaligus penyaji informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya, penyajian informasi tersebut dipublikasikan dan diakses oleh pengguna informasi sebagai informasi publik. Pedoman Pengembangan Sistem Informasi ini dimaksudkan sebagai acuan dalam membangun dan mengembangkan sistem informasi secara optimal, efektif, efisien, dan akuntabel serta menjadi acuan dalam pembuatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengelolaan sistem informasi di lingkungan Bimas Katolik Pusat dan Daerah. 3. P e d o m a n P e l a p o r a n d a n Evaluasi Program Maksud dibuatkannya pedoman ini adalah sebagai acuan atau panduan penyusunan pelaporan dan evaluasi program di lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik sebagai wujud akuntabilitas instansi Pemerintah. Dan tujuan penyediaan Pedoman Pelaporan dan Evaluasi Program adalah untuk memperkuat sistem k erja te re nca na ya ng ma mpu mendukung kelancaran pelaksanaan penyusunan Pelaporan dan Evaluasi Program; serta menyediakan informasi berkaitan input aplikasi eMPA dan e-MONEV penyelenggaraan Program Bimbingan Masyarakat Katolik.
4. P e d o m a n Anggaran
Pelaksanaan
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, perlu diselenggarakan pengelolaan keuangan secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kaitan tersebut, Ditjen Bimas Katolik menetapkan Pedoman Pelaksanaan Anggaran untuk menyamakan pandangan dan pemahaman mengenai pelaksanaan kegiatan di lingkungan Satker Bimas Katolik. Pedoman ini menjabarkan tentang tugas dan kewenangan serta tanggung jawab pengelola anggaran yang meliputi, antara lain mekanisme penyelesaian tagihan dan penerbitan SPP, mekanisme pembayaran dengan UP/TUP/LS, rambu-rambu pelaksanaan kegiatan, serta pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Direktorat Urusan Agama Katolik 1. Petunjuk Teknis Penyuluh Agama Katolik Penyuluh agama Katolik dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang pokok-pokok ajaran agama Katolik (kompetensi profesional), keterampilan mengkomunikasikan bahan penyuluhan kepada kelompok binaan (kompetensi pedagogik), kemampuan menjalin komunikasi dan relasi dengan orang lain (kompetensi sosial), serta motivasi religius yang tinggi (kompetensi kepribadian). Untuk mewujudkan kompetensi-kompetensi sebagai seorang Penyuluh Agama Katolik tersebut, maka dibutuhkan sebuah pedoman atau petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan, pelaksanaan jabatan fungsional Penyuluh Agama Katolik dapat lebih optimal, khususnya dalam melayani umat Katolik sebagai sasaran binaannya.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
39
Direktorat Pendidikan Katolik 1. P e t u n j u k T e k n i s P r o s e s Penegerian Sekolah Menengah Agama Katolik Dalam ra ngka memenuhi kebutuhan masyarakat Katolik akan sekolah negeri, Ditjen Bimas Katolik menyusun Petunjuk Teknis Proses Penegeria n Sekolah M enengah Katolik Agama Katolik dengan maksud agar aspirasi masyarakat Katolik melalui Gereja Katolik dapat dipenuhi sebagaimana mestinya. Selain itu, Juknis ini juga berfungsi sebagai panduan bagi semua pihak terkait yakni Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah serta Gereja Katolik/Keuskupan dalam rangka proses penegerian SMAK. 2. Pedoman Penyelenggaraan Ujian Nasional Sekolah Menengah Agama Katolik Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tentang penyelenggaraan UN SMAK bagi pihak-pihak terkait, diperlukan pedoman yang memuat prinsip-prinsip umum penyelenggaraannya. Dengan tujuan mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik pada akhir jenjang satuan pendidikan, sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang ditetapkan secara nasional. UN SMAK ini berfungsi sebagai; bahan dalam pemetaan dan umpan balik untuk perbaikan program pembelajaran pendidikan umum dan pendidikan keagamaan di SMAK, serta bahan pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan SMAK kepada stakeholder. 3. Panduan Penyusunan Nomor Statistik Sekolah Menengah Katolik Dalam rangka mendukung peningkatan tata kelola dan pelaksanaan administrasi pada lembaga pendidikan Katolik, maka dipandang perlu untuk melakukan Penyusunan Nomor Statistik Lembaga Pendidikan Katolik SMAK yang menjadi binaan Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama di seluruh wilayah Indonesia. Nomor Statistik SMAK merupakan nomor identitas yang diperuntukkan bagi SMAK.
40
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
4. Petunjuk Teknis Pengisian dan Penulisan Blanko Ijazah dan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Agama Katolik Ijazah dan Surat Keterangan Hasil Ujian Akhir Nasional (SKHUN) diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti Ujian Akhir Nasional mata pelajaran umum dan mata pelajaran keagamaan Katolik yakni Kitab Suci, Doktrin Gereja Katolik dan Moral Kristiani untuk semua p r og ra m , da n d it a m b a h ma ta pelajaran Liturgo untuk program Keagamaan pada tingkat SMAK. Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu adanya petunjuk pengisian dan penulisan blanko ijazah dan SKHUN sebagai pedoman dalan pengelolaannya di SMAK. Diharapkan dengan adanya pedoman ini, maka ketepatan dan kebenaran dalam pengisian blanko ijazah dan SKHUN semakin meningkat, serta dapat meminimalisasi kesalahan dalam penulisan (penggunaan blanko menjadi lebih efisien). 5. Petunjuk Teknis Pendirian S ekol ah Meneng ah A gama Katolik Keberadaan Juknis ini sebagai media penjelasan tentang berbagai syarat dan mekanisme pendirian SMAK. Adapun tujuan Juknis Pendirian SMAK ini adalah menja ba rka n seca ra rinci tenta ng pendirian SMAK, dan memberikan acuan yang jelas dan benar tentang mekanisme pendirian SMAK. Dalam Petunjuk Teknis ini ditetapkan pula persyaratan administratif dan teknis, pedoman penyusunan proposal dan studi kelayakan, penilaian meja (desk evaluation), survey pendirian SMAK ya ng terdiri da ri tim survey, mekanisme survey, dan kode etik pelaksanaan survey. 6. Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Sarana dan Prasarana Bagi Sekolah Menengah Agama Katolik Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, antara lain: penyediaan anggaran yang telah memadai melalui APBN/ APBD, perumusan kembali tujuan pendidikan nasional, standarisasi pendidik dan peningkatan mutu
pendidik, standarisasi penyelenggaraan pendidikan, serta peningkatan ke-sejah-teraan pendidik. Kebijakan Pemerintah di bidang pendidikan tersebut merupakan tantangan bagi penyelenggara pendidikan oleh masyarakat, termasuk penyelenggaraan pendidikan keagamaan Katolik oleh lembaga Gereja Katolik. Untuk mengatur dan mengelola pemberian ini, maka pedoman ini berfungsi sebagai panduan dalam pengajuan, pelaksanaan, penilaian, dan pelaporan penggunaan dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan bagi SMAK di lingkungan Ditjen Bimas Katolik. 7. Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Operasional Pendidikan Bagi Sekolah Menengah Agama Katolik di lingkungan Ditjen Bimas Katolik Pemberian bantuan operasional bagi lembaga pendidikan swasta merupakan amanat UndangUndang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak diskriminatif t e rha da p p e n di dik a n ya n g d i selenggarakan oleh masyarakat. Pemberian Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) kepada lembaga pendidik a n k ea ga ma a n Ka tol ik merupakan amanat peraturan Pemerintah tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan keagamaan Katolik, yang akhirnya dapat meningkatkan mutu kehidupan beragama masyarakat Katolik dan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya secara berkesinambungan. 8. Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Beasiswa Siswa Miskin Sekolah Menengah Agama Katolik di Lingkungan Ditjen Bimas Katolik Sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Agama, Ditjen Bimas Katol ik melaksa nakan program berupa pemberian beasiswa bagi siswa miskin yang sedang belajar di SMAK. Ditjen Bimas Katolik yang dulunya hanya membina satu Sekolah Menengah Agama Katolik, yaitu SMAK Bhakti Luhur Malang, tahun ini membina 15 (lima belas) SMAK. Dalam rangka menjamin kelangsungan studi para siswa yang akan menjadi calon-calon tenaga Pastoral di lingkungan Gereja, maka program pemberian bantuan beasiswa b a g i si s wa m i sk i n d i ja l a nk a n .
Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Beasiswa Siswa Miskin adalah acuan dasar sebagai alat untuk melaksanakan pemberian bantuan beasiswa bagi siswa miskin. 9. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik Pada Sekolah di Lembaga Keagamaan Katolik Secara Nasional konsern pembinaan, pengembangan dan pengelolaan pendidikan agama Katolik bagi peserta didik (siswa) beragama Katolik pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama.
Dalam kerangka kewenangan dan tanggung jawab tersebut di atas, maka Ditjen Bimas Katolik perlu menyusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik pada Sekolah di Lembaga Keagamaan Katolik, sebagai arah dan pedoman pelaksanaan pendidikan agama Katolik di Lembaga Keagamaan Katolik agar berjalan dengan baik, efektif dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (MM–sumber Pedoman/Juknis Sekretariat, Direktorat Urusan Agama Katolik, dan Direktorat Pendidikan Katolik)
KRONIKA Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dirjen Mendampingi Menteri Agama Dalam Rapat Kerja DPD RI
D
irektur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Eusabius Binsasi mendampingi Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dalam rapat kerja bersama para anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pertemuan yang membahas seputar penyelenggaraan Ibadah Haji dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) tersebut, dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 22 Januari 2015. Hal krusial dalam materi RUU PUB, tentang sistem perlindungan terhadap umat beragama, khususnya keamanan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. Aturan ini sangat penting, karena akan menjadi pegangan bagi umat dan aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan hukum terkait persoalan tersebut.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
41
Laporan Evaluasi Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014
P
ada tanggal 3 Februari 2015, di hadapan para anggota Komisi VIII DPR-RI, Dirjen Bimas Katolik menyampaikan laporan evaluasi pelaksanaan APBN Tahun 2014 serta tindak lanjut pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran dalam penggunaan atau pemanfaatan APBN-P Tahun 2015. Dalam keterangannya, Dirjen menyebutkan bahwa, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik melalui Program Bimbingan Masyarakat Katolik mendapat alokasi anggaran pada tahun 2014 sebesar Rp646.492.367.000,- (enam ratus empat puluh enam miliar empat ratus sembilan puluh dua juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu rupiah). Sedangkan Realisasi atau penyerapan anggaran Program Bimbingan Masyarakat Katolik sampai dengan 31 Desember 2014 tercatat sebesar Rp 672.657.238.096,- atau 95,48 %. Adapun Guru yang tersertifikasi di tahun lalu sejumlah 1.329 orang, dengan realisasi sebesar Rp2.371.200.
RDP seputar Anggaran Berdasarkan Kegiatan Prioritas (RKP) Pemerintah
P
embahasan tentang penyerapan anggaran dan pelaksanaannya, berlanjut pada 16 Februari 2015. Kali ini, pemaparan yang dilakukan dihadapan para anggota Komisi VIII DPR RI tersebut, menekankan tentang rencana pemanfaatan anggaran 2015 berdasarkan RKP. Pada Program Bimas Katolik, Prioritas RKP terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Prioritas Nasional dan Prioritas Bidang. Anggaran yang menjadi Prioritas Nasional, yaitu anggaran pendidikan sebesar Rp643.802.558.000,- untuk mendukung kegiatan prioritas:Kualitas Pendidikan Agama dan Keagamaan, Bimbingan Teknis Kurikulum 2013, MOU Sertifikasi, Pembinaan Mutu Pendidikan Tinggi Agama Katolik, Tunjangan Profesi Guru Non PNS, Subsidi Tunjangan Fungsional Guru Non PNS Katolik, Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik, Kualifikasi Guru Program S1, Sertifikasi Dosen, Sarana Prasarana Pendidikan Tinggi, Bantuan Peningkatan Mutu dan Sarana PTAKS, Sarana Prasarana Sekolah Menegah Agama Katolik, Bantuan Peningkatan Mutu dan Sarana SMAK, Beasiswa Mahasiswa Miskin, Beasiswa Siswa Sekolah Menengah Agama Katolik, Penelitian untuk Penguatan Prodi, Belanja Pegawai dan TPG PNS. Sedangkan anggaran yang menjadi Prioritas Bidang adalah anggaran pada Fungsi Agama dan Pelayanan Umum sebesar Rp234.086.012.000,- untuk mendukung kegiatan prioritas: Peningkatan Kinerja Penyuluh Agama Katolik, Kualitas Rumah Ibadah, Pembinaan Lembaga Sosial Keagamaan, Penyediaan Sarana Prasarana Keagamaan (Kitab Suci dan Buku Ibadat Sabda), Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama dan Kerukunan Umat Beragama.
42
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
AK
riSM a d a t i r e B
Kamis, 26 Maret 2015
Pelaksanaan Ujian Akhir SMAK Berstandar Nasional 2015
SMAK Santo Thomas Morus, Ende. Peserta Ujian Nasional sebanyak 54 Siswa/siswi.
SMAK Aweidabi, Paniai. Peserta Ujian Nasional sebanyak 6 Siswa/siswi.
SMAK Santo Thomas Aquinas, Bengkayang. Peserta Ujian Nasional sebanyak 30 Siswa/siswi.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
43
Mimbar Membangun Pola Hidup dan Birokrasi yang Sehat Refleksi Paskah Bersama: Rm. Jost Kokoh, Pr (Paroki St. Robertus Bellarmininus – Jakarta) Pengantar:
P
ola Hidup Sehat dan Berkecukupan menjadi tema gerakan Aksi Puasa Pembangunan yang ditetapkan Hirarki di Tahun 2015 ini. Gerakan ini mempunyai sasaran dan mewujudkan pembaharuan iman umat dalam memelihara jasmani dan perilaku hidup yang sehat. Sehat dalam bertindak, bertutur kata, dan membangun relasi dengan sesama di lingkungannya, termasuk di lingkungan kerjanya. Gerakan yang sama juga tengah digaungkan Kementerian Agama, lewat lima budaya kerja. Seperti yang diungkap Menteri Agama pada Hari Amal Bakti ke-69 tanggal 3 Januari 2015 lalu, bahwa nilai Intregritas, Profesionalitas, Inovatif, Tanggung jawab, Keteladanan (INPRINTAK) menjadi acuan dalam membangun birokrasi yang sehat di lingkungan kementerian. Berkaitan dengan tema majalah edisi kali ini, juga diangkat pemahaman tentang membangun budaya kerja dalam rangka menciptakan birokrasi yang sehat melalui nilai-nilai INPRINTAK. Hal ini m enjadi perhat ian uta m a Kementerian Agama RI dalam upayanya melayani publik sebagai stakeholders, di bidang keagamaan dan pendidikan keagamaan Karena itu pula, Majalah Bimas Katolik, mewawancarai Rm. Jost Kokoh Pr, Imam kelahiran 14 November 1978 ini, untuk mendalami makna membangun budaya kerja yang Sehat. Beberapa waktu lalu, dalam kesahajaan dan keramahannya, tim Majalah (Yohan Koesmantoro, Maria Masang, S e v e n S i m b o l o n ) mewawancarai penggiat SOCIUS (rumah singgah untuk para mantan narapidana dan korban narkoba) serta Light of Jesus Family—Komunitas Orang Muda Katolik. Berikut petikan wawanc ara tersebut yang disusun secara narasi.
44
Bekerja berarti seseorang berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus sebuah proses aktualisasi diri, untuk mengembangkan diri dan kemampuannya. Umat Katolik menyebut dengan Ora et Labora. Berdoa dan bekerja. Maknanya, siap bekerja dan mewartakan cinta lewat pekerjaannya itu. Orang Batak bilang, Horas Bah Hayo kerja keras, jangan cuma kotbah. Semuanya merujuk pada satu upaya, bekerja sebagai wujud doa. Karena
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
den ga n me ng em ba ngk a n dir inya , seseorang itu mensyukuri pekerjaan yang dia miliki. Dan dengan karya nyata—tidak cuma kotbah—seseorang secara konkrit menghidupi diri dan orang-orang di sekitarnya melalui buah dari pekerjaan itu. Artinya pula, kehadirannya seharusnya bermakna pula bagi orang lain. Namun pemahaman ini, mengalami pergeseran. Pekerjaan justru membuat dirinya menjadi terasing dari k el ua rga nya, sa ha ba t -sa ha ba tnya , bahkan dengan Tuhan sendiri.
Nah, bagaimana seorang Katolik dapat mengembangkan kerja dengan konsep Ora et Labora? Harus ada spritualitas kerja. Bahwa dengan bekerja, ia sesungguhnya tengah melayani Tuhan dan sesama sebagai ABDI. Selain itu, orang Katolik harus punya API yang dapat memotivasi lingkungan kerjanya dengan karya nyata, bahwa bekerja harus disyukuri lewat nilai-nilai budaya kerja yang menjadi p e d o m a n d i s e t ia p i ns t a ns i . Misalnya, Ditjen Bimas Katolik yang memiliki motivasi dan mengabdi kepada Gereja dan masyarakat lewat penerapan lima budaya kerja, yaitu: Intregritas, Profesionalitas, Inovatif, Tanggung jawab, Keteladanan. Sesungguhnya, lingkungan kerja yang sehat, memiliki tiga indikasi. Pertama, Happy. Seseorang bisa bekerja dengan nyaman, dengan baik, penuh sukacita bila situasi kondusif. Kedua, Healthy. Jiwa dan pikirannya sehat. Tidak menyakiti hati sesama dengan perkataan maupun perbuatan. Tidak sering berguncing di tempat kerja, apalagi gosip tersebut mengarah kepada fitnah. Sebaliknya, dia pengertian, mudah memahami masalah atau kesulitan rekan sekerja, atau stafnya bila dia seorang pimpinan. Ketiga, Holly. Bahwa pekerjaan tersebut mulia. Maka ketika diberi tanggung jawab atau kewenangan menjadi pimpinan, tidak tinggi hati. Tidak arogan. Dia bekerja secara ikhlas, bahwa apa yang dia kerjakan, selain sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, juga berupaya mensejahterakan para karyawannya secara adil dan jujur. Gerakan Pola Hidup Sehat dan Berkecukupan menjadi Gerakan APP Prapaskah tahun 2015 ini. Pola hidup sehat berarti melakukan kegiatan olah rohani dan jasmani
yang teratur, terus menerus dan seimbang dalam mencapai pemenuhan kebutuhan mendasar hidup manusia. Pelaku pola hidup sehat akan selalu berusaha dalam setiap tindakan hidupnya untuk selalu tera tu r da n seimba ng dal a m menjaga dan merawat kesehatan jiwa dan tubuhnya. Adapun sasaran dan tujuan untuk membangun dan mewujudkan pembaharuan iman umat adalah dalam hal; Pertama, menghargai dan menghormati tubuh sebagai kenyataan yang sangat pribadi sebagai tanda dan wahana untuk membangun hubungan-hubungan denga n sesama, dengan Allah dan alam semesta demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Kedua, perilaku hidup yang manusiawi: keadilan, kebenaran, kejujuran, kasih dengan menjaga, memelihara dan membangun lingkungan hidup yang baik dan berkelanjutan. Dengan membangun situasi dan kondisi ini, manusia mempunyai daya hidup untuk memberdayakan segala sesuatu denga n mak simal , ba ik ya ng dimilikinya maupun lingkungan hidupnya demi membangun dan mewujudkan kesejahteraan hidup bersama. Kemampuan menciptakan situasi kondusif, juga harus dimiliki setiap karyawan. Utamanya, seorang pemimpin. Pemimpin harus memberi sema nga t, memberi ‘jiwa’—menghidupkan karya nyata, dan mampu menjembatani antara karyawan dengan mitranya, atau dia sebagai Kepala dengan para stafnya. Bila ia mampu mengelola situasi kerja seperti itu menjadi lebih nyaman, maka para stafnya pun bisa bekerja dengan lebih giat lagi. Inilah peran vital pimpinan tersebut.
Tuhan Yesus sebagai Guru, telah memberikan teladan, bagaimana profil seorang pemimpin atau pimpinan tersebut. Pemimpin diteladani pertama dari katak a ta n ya . Ka ta- k a ta nya ha rus menyentuh ‘hati orang’. Tidak hanya memberi janji, tapi mau turun ke bawah, menyapa para stafnya. Bagaimana caranya ? Ada tiga langkah. Dia mau mendengarkan apa yang menjadi kerisauan atau kesulitan para k a rya wa nnya . Kemudi a n, dia mel ihat sendiri—tidak hanya menerima laporan dari orang lain— t e n t a n g k ea da a n k e r ja ya n g sebenarnya. Bila ada perselisihan, dia mampu mendamaikan. Dia juga bisa bersikap bijaksana dan adil dalam memutuskan sesuatu, karena ia melihat dengan jelas persoalan yang dihadapi. Berikutnya, dia mau berbuat atau melaksanakan. Artinya, dia tidak hanya mengatakan ‘Ayo Kerja’ tapi tidak melakukan apa-apa. Bahkan dia tidak mampu merumuskan, bagaimana pola kerja tersebut. Maka, bila nilai-nilai budaya kerja yang tengah dibangun oleh Ditjen Bimas Katolik tersebut dalam berjalan efektif, maka yang diperlukan adalah keteladanan, integritas, dan kejujuran seorang pemim pin. B a hk a n a pa ya ng dikatakan dan yang diinstruksikannya, juga dijalani oleh pemimpin itu sendiri. Dalam bahasa iman, seora ng pemimpin itu ha rus memiliki anggur. Anggur adalah lambang Spirit, Joy, Love, Justice. Dia mampu menciptakan semangat (spirit) kerja yang penuh sukacita (joy), dilandasasi cinta (love), dan bersikap adil (justice). Semangat ini harus menjadi habitus dalam sebuah lingkungan kerja, termasuk Ditjen Bimas Katolik.
***
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
45
Opini Mengenal dan Memahami Kurikulum Pendidikan Agama Katolik Tahun 2013 Marcus Supriyanto, S.Si., M.Pd (Pengembang Kurikulum pada Subdit Pendidikan Dasar Ditjen Bimas Katolik) substantif, metodologis, maupun pedagogis.
P
endapat tentang guru pada umumnya, dan Guru Pendidikan Agama Katolik pada khususnya dengan berbagai dimensi dan keunikan peran guru dalam proses pembelajaran di kelas, saat ini tengah berkembang di masyarakat. Banyak pujian, ekspektasi, dan bahkan kritik di sana-sini terkait peran guru dalam proses dan hasil pem bel a ja ra n. Apa l a gi den ga n diimplementasikannya Kurikulum 2013 saat ini, diskusi tentang peran profesi guru serasa tidak akan ada habisnya. Ini disebabkan karena guru memegang kunci utama dalam suksesnya sebuah implementasi kurikulum. Guru yang profesional sebenarnya mampu dan sanggup mengubah kurikulum sekalipun menjadi sebuah program pembelajaran yang bermakna bagi para siswa. Apalagi, kalau ada hubungan yang positif antara guru yang baik dengan kurikulum yang jelas arahnya, tentu proses pembelajaran akan berjalan dengan sempurna, baik secara 46
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Sejak tahun 1947 sampai sekarang kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Kalau dihitung selama hampir 60 tahun kemerdekaan, pendidikan di Indonesia telah mengalami 10 jenis kurikulum. Kurikulum di Indonesia dimulai tahun 1947 yang pada waktu itu disebut sebagai Rentjana Pelajaran. Tahun 1957 diganti menjadi Rentjana Pelajaran Terurai. Tahun 1964 diganti menjadi Rentjana Pendidikan. Setelah itu ada Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2006 yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan akhirnya Kurikulum 2013. Tentu saja perubahan kurikulum tersebut mengalami tingkat perubahan atau penyempurnaan yang berbeda-beda. Mungkin karena alasan itulah muncul ungkapan “ganti menteri, ganti kurikulum”. Sebenarnya pergantian atau perubahan kurikulum adalah sesuatu yang diperlukan dalam jangka waktu tertentu. Karena tantangan kehidupan selalu berubah, bahkan makin cepat, selain itu teoriteori dan temuan-temuan baru di bidang pemikiran pendidikan juga terus berkembang. Persoalannya lebih terletak pada ketepatan arah perubahan kurikulum dan bagaimana
melaksanakan implementasi kurikulum yang baru. Dalam rangka pelaksanaan implementasi Kurikulum 2013, Ditjen Bimas Katolik Pusat telah melaksanakan sosialisasi dan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum PAK 2013 bagi guru pendidikan agama Katolik tingkat dasar dan menengah di beberapa regio dan provinsi di Indonesia. Pada tahun 2014 Ditjen Bimas Katolik Pusat telah berhasil melaksanakan pembinaan guru dalam bentuk Bimtek Kurikulum PAK 2013 kepada 309 orang guru pendidikan agama Katolik tingkat dasar dan menengah pa da 8 regio da n provinsi di Indonesia. Diharapkan para guru yang telah mendapat Bimtek ini dapat membantu menyebarkan ilmu dan informasi hasil Bimtek tersebut kepada guru lain di daerah masingmasing. Bagi para guru pendidikan agama Katolik yang belum pernah mendapatkan sosialisasi dan Bimtek Kurikulum PAK 2013, tulisan ini semoga dapat membantu untuk mengenal dan memahami Kurikulum Pendidikan Agama Katolik Tahun 2013. Konsep dasar Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 merupakan pengemba nga n da ri kurik ul um sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan yang dilakukan mencakup beragam terobosan penting yang amat dibutuhkan. Termasuk di dalamnya pengurangan mata pelajaran, pengakomodasian minat siswa (SMA) melalui sistem lintas minat dan pendalaman minat, penekanan sikap moral dan spiritual (pendidikan karakter), pendekatan kecerdasan majemuk, penerapan pembelajaran be rba sis problem da n project , penekanan pada pendekatan saintifik, adopsi metode tematik terpadu
(khusus SD), penerapan penilaian otentik, serta perubahan dengan buku rapor yang menambahkan capaian dan deskripsi. Elemen perubahan dalam Kurikulum 2013 dibandingkan kurikulum sebelumnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Elemen Perubahan: Elemen Kompetensi Lulusan
Deskripsi SD
SMP
SMA
SMK
• Adanya peningkatan dan keseimbangan kompetensi yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Kedudukan • Matapelajaran dikembangkan dari Kompetensi, mata pelajaran dalam kurikulum sebelumnya Kompetensi (ISI) diturunkan dari matapelajaran Pendekatan (ISI)
Kompetensi dikembangkan melalui: • Tematik Terpadu
• Tematik • Mata • Vokasional Terpadu pelajaran dan Mata pelajaran
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Berdasarkan Permendikbud No. 54 Tahun 2013 dan berdasarka n a nalisis k ebutuha n, Sta ndar Kompetensi Lulusan (SKL) dirumuskan dengan memperhatikan keseimbangan kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Dalam kompetensi sikap (dan perilaku) diungkapkan dalam sikap menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan sikap dan perilaku beriman, toleransi, ramah lingkungan dan sebagainya. Dalam kompetensi keterampilan dilaksanakan dalam kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar,dan mencipta yang diterapkan dalam kegiatan membaca, menulis, menghitung, menggambar, mengarang, merangkai, memodifikasi, mencipta dan sebagainya. Sedangkan dalam kompetensi pengetahuan dilaksanakan dalam proses mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi, yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni-budaya, manusia, bangsa, negara, tanah air dan dunia. Standar Isi
Salah satu hal yang menarik dan baru dalam kurikulum 2013 adalah penerapan metode tematis terpadu khusus untuk siswa di sekolah dasar. Mengapa metode tematik terpadu ini dianggap penting untuk diterapkan untuk anak SD? Alasannya adalah pertama, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak melihat dunia sebagai suatu keutuhan yang terhubung, bukannya penggalan-penggalan lepas dan terpisah. Kedua, beberapa mata pelajaran (mapel) di sekolah dasar dengan definisi kompetensi yang berbeda-beda ternyata menghasilkan banyak keluaran yang sama. Ketiga, keterkaitan satu sama lain antar mapel-mapel di SD menyebabkan keterpaduan konten pada berbagai mapel dan ketika siswa diarahkan untuk mengaitkan (mengintegrasikan) antar mapel yang berbeda justru akan meningkatkan hasil pembelajaran siswa. Dengan demikian manfaat tematik terpadu adalah menciptakan fleksibilitas pemanfaatan waktu dan menyesuaikannya dengan kebutuhan siswa; menyatukan pembelajaran siswa untuk konvergensi pemahaman yang diperolehnya sambil mencegah terjadinya inkonsistensi antar mata pelajaran; merefleksikan dunia nyata yang dihadapi anak di rumah dan lingkungannya; selaras dengan cara anak berfikir, dimana hasil penelitian otak mendukung teori pedagogi dan psikologi bahwa anak menerima banyak hal dan mengolah serta merangkumnya menjadi satu. Sehingga mengajarkan secara holistik terpadu adalah sejalan dengan bagaimana otak anak mengolah informasi. Jadi sederhananya kita melihat bahwa perubahan Kurikulum 2013 mencakup empat aspek utama, yaitu Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses Pembelajaran, dan Standar Penilaian. Untuk lebih jelas, marilah kita melihat aspek ini satu persatu.
Berdasarkan SKL, Standar Isi dirumuskan. Atau Standar Isi diturunkan dari Standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran. Kompetensi inti mencakup sikap religius, sosial, pengetahuan, dan aplikasi pengetahuan. Dalam setiap pembelajaran apapun mata pelajarannya terkandung kompetensi inti. Pada KBK 2004 dan KTSP 2006, Standar isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (standar kompetensi lulusan mata pelajaran) yang dirinci menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran. Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Hal itu bisa terjadi karena semua mata pelajaran diikat dengan kompetensi inti. Pada KBK 2004 dan KTSP 2006 ada pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap (agama PPKN, sejarah), pembentuk keterampilan, seni olahraga TIK (teknologi ilmu komputer), mulok, dan pembentuk pengetahuan (bahasa, matematika, IPA, IPS). Standar Proses Pembelajaran Proses pembelajaran mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, bertanya, benalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreatifitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaring melalui Colaborative learning (active learning). Pada KBK 2004 dan KTSP 2006, proses pembelajaran berpusat pada guru (guru sentris), sementara siswa menjadi objek pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang digunakan adalah : Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
47
Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; Da ri p e m b el a ja ra n b e r ba s is k o n t e n m e n uju pembelajaran berbasis kompetensi; Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju p em bel a ja ra n denga n ja wa ba n ya ng kebenarannya multi dimensi; Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisik dan mental; Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan; Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Standar Penilaian Proses penilaian menekankan pada proses dan hasil, sehingga diperlukan penilaian berbasis portofolio (pertanyaan yang tidak memiliki jawaban tunggal, memberi nilai bagi jawaban nyeleneh, menilai proses pengerjaannya dan bukan hanya hasilnya, penilaian spontanitas/ ekspresif, dan lain-lain). Penilaian terdiri dari tiga yaitu penilaian kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penilaian kompetensi sikap berarti pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Penilaian kompetensi pengetahuan berarti pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Sedangkan penilaian kompetensi keterampilan berarti pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta 48
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar mind map dibawah ini : Sedangkan untuk memahami sistem penilaian Kurikulum 2013 dapat dilihat dalam gambar di bawah ini : OBSERVASI
PENILAIAN DIRI ANTAR PESERTA DIDIK
PENILAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN
JURNAL PENILAIAN KOMPETENSI SIKAP
PRAKTIK
PENILAIAN TEST TERTULIS
PROJEK
TEST LISAN
PORTOFOLIO PENILAIAN KOMPETENSI PENGETAHUAN
PENUGASAN
Setelah melihat gambaran umum dan konsep dasar Kurikulum 2013, bagaimana konsep dasar ini diterapkan dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti? Untuk itu marilah kita melihat Hakekat, Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Sistem Penilaian Kurikulum 2013 1. Penilaian Otentik Waktu: terus menerus 2. Penilaian Projek Waktu: Akhir Bab/Tema 3. Ulangan Harian Waktu: Sesuai rencana 4. UTS/AUS Waktu: Semesteran
1. Ujian Tingkat Kompetensi (yang bukan UN) Waktu: Tiap tingkat kompetensi 2. Ujian Sekolah Waktu: Akhir jenjang sekolah
Guru
Pemerintah 1. Ujian Tingkat Kompetensi (UN) Waktu: Akhir jenjang sekolah 2. Ujian mutu Tingkat Kompetensi Waktu: Tiap akhir tingkat kompetensi
Sekolah
Siswa Penilaian Diri Waktu: Sebelum ulangan harian
Hakikat Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama Katolik, dengan tetap memerhatikan penghormatan terhadap umat agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman kristiani. Artinya membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki
keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan. Sedangkan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti terdiri dari empat yaitu Pribadi peserta didik, Yesus Kristus, Gereja dan Masyarakat. Pribadi peserta didik membahas tentang pemahaman diri sebagai pria dan wanita yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya. Yesus Kristus membahas tentang bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah, seperti yang terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Gereja membahas tentang makna Gereja, bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari. Masyarakat membahas secara mendalam tentang hidup bersama dalam masyarakat sesuai firman/sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja. Pola pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dalam PAK, pola pembelajaran yang digunakan melalui tiga proses yaitu proses pemahaman, pergumulan yang diteguhkan dalam terang Kitab Suci/ajaran Gereja dan pembaharuan hidup yang terwujud dalam penghayatan iman sehari-hari (pola katekese). Beberapa contoh penerapan pembelajaran PAK berdasarkan kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan dan pola pendekatan saintifik : Kegiatan mengamati : Mengamati gambar Melihat video Mengamati lingkungan sekitar Mengamati orang lain (teman, pegawai sekolah, guru dsb) Membaca cerita Mendengarkan cerita langsung/melalui audio Kegiatan menanya : Setelah melihat gambar tumpukan sampah di atas, guru mendorong peserta didik untuk membuat pertanyaan, misalnya: mengapa orang melakukan ini? tindakan apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah hal ini? Dan sebagainya.
Kegiatan mengeksplorasi : Sediakan bahan bacaan/sumber informasi Sediakan narasumber (atau suruh cari) Guru dapat mempersiapkan sumber terlebih dahulu dan diletakkan di perpustakaan untuk diekplorasi oleh peserta didik Kegiatan mengasosiasi dan mempersiapkan diri Peserta didik merumuskan apa yang telah ditemukan dalam eksplorasi Dorong peserta didik untuk memilih format presentasi yang terbaik mereka Bantu siswa mengembangkan presentasinya (alur, dan kalimat-kalimatnya) Tetapkan tempat presentasi masing-masing & Simulasikan (kalau perlu) Kegiatan mengomunikasikan : Ajak anak bergantian mempresentasikan Pasang dan pajangkan hasil karya Adakan lomba pajangan terbaik (menurut versi siswa, menurut versi guru, menurut versi pengunjung luar) Kesimpulan Menurut Kemendikbud Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan. Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio dapat saling melengkapi. Indikator keberhasilan implementasi Kurikulum PAK 2013 adalah ketika proses pembelajaran PAK menghasilkan peserta didik yang mampu menghayati imannya, dalam arti mampu memahami, merefleksi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Pengetahuan yang cukup tidak selalu membuat hidup seorang menjadi sukses dan bermutu. Seorang akan berhasil dan bermutu dalam hidupnya karena kemampuan dan keuletannya mencerna dan menerapkan apa yang diketahuinya dalam hidup nyata. Dalam hidup beragama, seseorang diselamatkan dan dinyatakan berhasil bukan oleh pengetahuan tentang imannya, tetapi terutama oleh usahanya menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Daftar Pustaka Romo Leo Sugiyono, MSC, Desain Kurikulum 2013, Jakarta, 2014; Romo Leo Sugiyono, MSC, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (PAKat) Dalam Kurikulum 2013, Jakarta, 2014; L. Atrik Wibawa, S.Pd, MM, Implementasi Kurikulum PAK 2013: Silabus, KI dan KD, Bogor, 2014; Maman Sutarman, SFK, MM, Teknik Penyusunan Instrumen Penilaian PAK Berdasarkan Kurikulum 2013, Bandung, 2014
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
49
Oase Gerakan Ayo Kerja dan Makna Paskah Oleh Pormadi Simbolon (Kepala Seksi Pengembangan Program Penyuluhan-Direktorat Urusan Agama Katolik)
B
ekerja dan kerja merupakan panggilan manusia untuk menunjukkan harkat dan martabatnya, yang membedakannya dengan makhluk lain. Hanya manusialah yang bekerja dengan menggunakan daya jasmani dan daya rohaninya guna mencapai hasil yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Penulis tertarik menyoroti budaya kerja yang digerakkan Jokowi dalam perspektif iman kristiani yang relevan dengan perayaan Paskah.
Gerakan "Ayo Kerja" Menarik, dalam Naskah Pidato Presiden Jokowi pada pelantikan Presiden pada 20 Oktober 2014 terdapat paling tidak 16 kata ‗bekerja‘ dan ‗kerja‘. Kata tersebut tak jarang selalu diikuti kata ‗keras‘ sehingga ditemukan istilah ‗bekerja keras‘ atau ‗kerja keras‘. Hal ini menunjukkan ada pe sa n da n se ma nga t ya ng ma u digerakkan oleh Jokowi pada masa pemerintahannya ke depan. Pesan itu semakin jelas dan kuat ketika Kabinet pemerintahan Jokowi dinamakan menjadi Kabinet Kerja. Penamaan kabinet tersebut mengandung harapan agar semua pembantunya memiliki semangat kerja sehingga pelayanan pemerintahannya melalui Program Nawacita-nya benar-benar dirasakan oleh masyarakat Indonesia mulai dari daerah terpinggir sampai ke daerah yang lebih dalam, dari masyarakat terkecil sampai kepada masyarakat elit.
50
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Semangat bekerja dan kerja itu hendak ditularkan kepada semua warga negara Indonesia. Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, P O L R I , p e n g u sa h a d a n k a l a n g a n profesional, Jokowi menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong royong membangun Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Semangat bekerja semakin menebal di ranah publik ketika Jokowi meluncurkan Gerakan Nasional ―Ayo Kerja‖ yang merupakan rangkaian peringatan hari Kemerdekaan Indonesia ke-70 dari Tugu Titik Nol Kilometer Kota Sabang, Selasa (10/3/2015). Melalui kerja dan bekerja, diyakini Jokowi Indonesia bisa menjadi bangsa yang berdikari dan bermartabat. Bekerja itu Suci Beryukurlah kepada Tuhan kalau kita sudah memiliki kerja. Masih banyak orang-orang yang mencari kerja ke mana-mana, namun tidak mendapatnya. Mereka berharap dapat bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari bersama keluarga. Bahkan ada orang dengan terpaksa melakukan ―pekerjaan‖ tidak halal hanya untuk mencari sesuap nasi. Bekerja dan kerja merupakan sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga dan masyarakat
dan untuk merealisasikan eksistensinya dengan memanfaatkan sumber-sumber pemberian Tuhan. Barang siapa bekerja maka ia akan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun barang siapa tidak bekerja maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Hal ini menandakan bahwa kerja dan bekerja itu memiliki makna penting dalam hidup manusia dan lingkungan sosialnya. Kerja manusia memiliki dua makna: makna obyektif dan makna subyektif. Dalam makna obyektif ke rja me rupakan jumlah aneka kegiatan, sumber daya, sarana dan teknologi untuk menghasilkan barang -barang dan jasa. Kerja dalam arti obyektif merupakan segi yang dapat berubah dari kegiatan manusia, yang senantiasa bervariasi dalam bentuk ungkapannya sesuai dengan kondisikondisi teknologi, budaya, sosial dan politik yang tengah berubah. Dalam arti subyektif, kerja adalah kegiatan pribadi manusia se bagai makhluk dina mis yang mampu melaksanakan aneka ragam tindakan yang merupakan bagian dari proses kerja dan yang bersepadanan dengan panggilan pribadinya. Sebagai pribadi ia bekerja, ia menjalankan pelbagai tindakan proses kerja dan sekaligus juga semua kegiatan itu
harus mendukung realisasi kemanusiaannya, sebagai pribadi. Sebagai manusia, ia adalah yang mampu bertindak secara berencana dan rasional, mampu mengambil keputusan tentang dirinya, dan membawa dorongan ke arah aktualisasi diri. Bagi orang beriman, bekerja dan kerja merupakan perintah dari Allah Maha Pencipta. Bekerja adalah bagian dari perwujudan imannya. Allah Maha Pencipta yang menciptakan manusia seturut citra-Nya dan baik adanya dan lalu mengundang dia untuk mengolah tanah (Bdk. Kej 2:5-6) serta mengusahakan dan memelihara alam semesta di mana Allah menempatkannya. Kepada pasangan manusia pertama Allah mempercayakan tugas untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup (bdk. Kej 1:28). Namun undangan untuk menguasai semua makhluk lainnya bukanlah sesuatu yang lalim atau sewenangwenang, sebaliknya mengusahakan dan memelihara (Bdk. Kej 2:15) harta benda yang telah diciptakan Allah. Mengusahakan bumi berarti tidak membiarkan dan menelantarkannya; me na klukannya bera rti me me liharanya, seperti seorang raja arif yang mengayomi rakyatnya dan seorang gembala yang menjaga kawanannya (Bdk. Kompendium Ajaran Sosial Gereja No. 255). Di tengah perayaan Paskah tahun ini, orang Kristiani sedang merenungkan perjalanan salib Yesus, yaitu perjalanan bekerja keras me-laksanakan mandat Sang Pengutus -Nya, Allah. Sejatinya, teladan bekerja dan kerja yang paling dekat bagi orang Kristiani adalah Yesus (Isa Almasih). Ia hidup di keluarga Nazaret dengan Yusuf, seorang tukang kayu dan bersama dengan Maria. Yesus juga mencela perilaku hamba yang tidak berguna, yang menyembuny ikan talentanya di dalam tanah (Bdk. Mat 25:14-30) dan memuji hamba yang
setia lagi bijaksana yang didapati sang Tuan sedang melakukan tugas yang telah dipercayakan kepadanya (Bdk. Mat 24:46). Yesus sendiri menjelaskan bahwa misi-Nya adalah bekerja: ―Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga‖ (Yoh 5:17). Di lain kesempatan, Yesus mengungkapkan bahwa Dia diutus untuk melayani, bukan dilayani. Semasa hidup-Nya, Yesus terus bekerja, bekerja dan bekerja. Pekerjaan itu a ntara lain me wartakan Injil, menyembuhkan yang sakit, membuat yang buta melihat, yang lumpuh berjalan, y a ng be rdo sa be rto bat, dan pada akhirnya pelaksanaan pekerjaannya diakhiri dengan sengsara, wafat dan me na n g de nga n ke bang kitan-N ya (Paskah) yang mulia. Tujuan Yesus untuk bekerja adalah menghadirkan Allah yang bekerja untuk menyelamatkan dan menyejahterakan semua yang percaya kepada-Nya. Ia rela mengorbankan nyawa-Nya di salib, demi menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan Sang pemberi kerja. Selama hidup-Nya, bisa disimpulkan bahwa Yesus bekerja dengan penuh keteladanan, tanggung jawab, integritas, profesional dan inovatif. Menurut hemat penulis, Paus Fransiskus dalam Seruan Apostoliknya berjudul Evangelii Gaudium (Sukacita Injili), 26 November 2013, juga mengharapkan umat Katolik seantero jagat untuk bekerja keras dan menciptakan sebuah budaya tandingan (counterculture) di tengah dunia yang terpasung oleh budaya konsumerisme. Seturut teladan Yesus, Paus Fransiskus mengharapkan Gereja membagikan sukacita Injili (baca: bekerja) secara baru, bahkan hingga penuh luka dan kotor karena menceburkan diri ke jalan-jalan, ketimbang Gereja yang sakit lantaran tertutup dan mapan mengurus dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa bekerja dan kerja itu adalah sejatinya suci jika dilaksanakan dengan jujur, tanggung
jawab, gembira, bijaksana dan mensejahterakan serta menyelamatkan banyak orang. Makna Kerja Mulai Hilang Dewasa ini makna dan semangat bekerja terkesan mulai pudar atau hilang. Orang bekerja melulu karena upah, bukan karena pengabdian sejati. Ada pula orang bekerja untuk mengejar materi sebanyak-banyaknya, serakah. Kerja dan bekerja menjadi kehilangan makna dan kesuciannya. Cara kerja yang tidak jujur dan tujuannya untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya memudarkan makna kerja itu sendiri. Melalui media massa, kita melihat bahwa tidak sedikit oknum aparat di lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif dengan teganya ikut mem-"begal" uang rakyat untuk perutnya dan keluarganya. Melihat kenyataan demikian, menjadi relevan mengapa Jokowi menyerukan gerakan ayo kerja. Gerakan dan semangat ayo kerja yang digemakan Jokowi merupakan bagian dari upaya untuk merevolusi mental segenap warga Indonesia. Jokowi mau membuka mata semua rakyat bahwa hanya dengan bekerja keras, bahu-membahu dan bergotong royong, Indonesia bisa berdikari dalam ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian dalam kebudayaan. Teladan bekerja keras untuk kepentingan rakyat banyak itu sudah diteladankan banyak kepala daerah, termasuk Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sampai sekarang di saat menjadi Presiden dan Gubernur DKI Jakarta. Bagi umat kristiani sebagai salah satu komponen bangsa ini, makna perayaan Paskah dan budaya kerja menjadi sangat klop yaitu mengikuti teladan Yesus yang diutus bekerja untuk melayani sesuai tugas dan perannya masing-masing, bukan untuk dilayani. Semoga.
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
51
Galeri
Upacara HAB Kementerian Agama Ke-69, 3 Januari 2015
Audiensi Presidium KWI dengan Menteri Agama, 22 Januari 2015
Acara HAB Kementerian Agama Ke-69, 9 Januari 2015
Penampilan Paduan Suara Bimas Katolik dalam rangka HAB Kemenag ke-69, 28 Januari 2015
Audiensi Anggota DPRD Provinsi Maluku dengan Dirjen Bimas Katolik, 30 Januari 2015
52
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Tim Gerak Jalan Bimas Katolik memeriahkan HAB Kemenag ke-69, 1 Februari 2015
Penerimaan Piala sebagai Juara I Lomba Paduan Suara dalam rangka HAB Kemenag ke-69, 13 Februari 2015
Rapat dengan Komite III DPD-RI, 16 Februari 2015
Sosialisasi Bansos dengan DJA Kementerian Keuangan, 27 Februari 2015
Bermain Futsal, kegiatan rutin pegawai DITJENBIMAS Katolik setiap hari Jumat.
Persiapan Soal Ujian Akhir SMAK, 4 Maret 2015
Kampanye Minum Jamu, 13 Maret 2015
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
53
Pelantikan Mutasi Eselon II: Direktur Pendidikan Katolik, Sihar Petrus Simbolon, S.Th., MM menjadi Direktur Urusan Agama Katolik dan Direktur Urusan Agama Katolik, Fransiskus Endang,SH.,MM menjadi Direktur Pendidikan Katolik. (4 Maret 2015)
Pelantikan Mutasi Eselon III: Kabag Perencanaan dan Sistem Informasi, Aloma Sarumaha menjadi Kasubdit Pendidikan Tinggi; Kabag Umum, Dra. Eka Yuliarsih menjadi Kasubdit Kelembagaan; Kasubdit Kelembagaan, Drs. FX.Rudy Andrianto,M.Pd menjadi Kasubdit Pendidikan Dasar; Kasubdit Pendidikan Dasar, Yohanes Dwimbo Kamil,S.Sos.,M.Si menjadi Kabag Perencanaan dan Sistem Informasi, Kasubdit Pendidikan Tinggi Albertus Triyatmojo,SS.,M.Si menjadi Kabag Umum. Pelantikan Mutasi Eselon IV: Kasubbag Sistem Informasi Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi, Antonius Heru Supriyanto,S.Sos.,M.Si menjadi Kasubbag Perlengkapan dan BMN Bagian Umum; Kasubbag Perlengkapan dan BMN Bagian Umum, Yohan Koesmantoro,SE.,M.Si menjadi Kasubbag Sistem Informasi Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi; Kasi Kurikulum dan Evaluasi Subdit Pendidikan Menengah, Dra. Elisabeth Sri Juniarti, MM menjadi Kasi Ketenagaan dan Kesiswaan Subdit Pendidikan Dasar; Kasi Ketenagaan dan Kesiswaan Subdit Pendidikan Dasar, Sri Mardiyati, SFK.,M.Si menjadi Kasi Kurikulum dan Evaluasi Subdit Pendidikan Menengah. (10 Februari 2015)
54
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Audiensi AYUB dengan Dirjen Bimas Katolik
Audiensi Panitia Kongres Kerahiman Ilahi dengan Menteri Agama
Dirjen menerima Trofi Kemenangan Lomba Paduan Suara dari Dirigen Paduan Suara DITJENBIMAS Katolik
Wisuda STP Santo Agustinus Pontianak
Dirjen dan Sekretaris berpartisipasi pada perayaan Hari Kartini Kemenag (Membuat Nasi Goreng—Juara III)
Dharma Wanita Persatuan Unit Ditjen Bimas Katolik berpartisipasi pada perayaan Hari Kartini Kemenag (Menghias Tumpeng—Juara III)
Audiensi Bimas Katolik Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat dengan Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi
Rapat Tim Majalah Bimas Katolik
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
55
Supervisi Pendirian SMAK Boven Digoel, 19-24 April 2015
56
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Pengawasan Pelaksanaan Ujian Negara Sekolah Tinggi Katolik St. Yakobus, Merauke. 20-24 April 2015
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
57
Sekretaris DITJENBIMAS Katolik, Drs. Agustinus Tungga Gempa, MM berfoto bersama Tim Paduan Suara DITJENBIMAS Katolik.
58
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
Selamat dan Sukses Kepada
Reinne F. Koraag, SS Yang telah dilantik menjadi PEMBIMAS KATOLIK Kanwil Kemenag Provinsi Gorontalo
Semoga Tuhan menyertai karya pelayanan kepada umat Katolik Provinsi Gorontalo
Vol. 25 No. 1, Januari-April 2015
59