Vol. 22 No. 2, Juli 2014 1
Dari Redaksi
Daftar Isi
Salam redaksi, Indahnya alam Indonesia, menyejukkan jiwa. Namun sayangnya , keindahan itu selalu diiringi kerusakan yang membuat merana. Ibarat dua sisi mata uang, indah dan punah bak sepasang kata yang tidak dapat terpisahkan. Potret tersebut juga tersajikan pada tulisantulisan edisi kali ini.
Fokus Lahan Basah Restorasi dan Pelestarian Ekosistem Mangrove di Taman Nasional Kutai
3
Konservasi Lahan Basah Perlindungan Pesisir Berbasis Mangrove dan Peran Aktif Masyarakat di Desa Timbulsloko, Demak
4
Berita Umum Lahan Basah Keindahan dan Kerusakan Kawasan Ekosistem Mangrove Segara Anakan
6
Gerakan Pelestarian Pantai Kawasan Taman Wisata Teluk TOUTEFA
8
Pemanfaatan Gulma Air untuk Pakan Ikan
10
MAIGHIAN (Toona sureni), Kayu Perahu Nomor Satu Orang Waropen - Bagian 1 12
Mudah-mudahan informasi dan data yang tersaji ini, bisa menjadi pengetahuan dan motivasi untuk kita terus berfikir dan berkarya bagi pulihnya alam lingkungan dari segala kerusakan.
Flora & Fauna Lahan Basah Budidaya Ikan Gabus (Chana striata), Manipulasi Lingkungan Kolam untuk Usaha
14
TIGARON (Crataeva adansonii) Tumbuhan Lahan Basah, Bahan Jaruk Tigaron
16
Bertepatan dengan bulkan Ramadhan - bulan pengendalian diri yang penuh maghfiroh ini, mari kita bersihkan pikiran, hati dan raga kita, agar hasil karya nyata juga bersih dari segala kerusakan.
Dokumentasi Perpustakaan 19
Selamat membaca. Segenap anggota redaksi dan seluruh staff Wetlands International Indonesia UCAPAN mengucapkan selamat TERIMA KASIH UNDANGAN Idul FitriDAN 1435 H DEWANREDAKSI: REDAKSI: DEWAN
Kami haturkan terima Mohon Maaf Lahirkasih dan penghargaan setinggitingginya kepada seluruh penulis yang telah secara sukarela & Batin berbagi pengetahuan dan pengalaman berharganya untuk dimuat pada majalah ini.
: Pimpinan PimpinanRedaksi Redaksi: Direktur Program WIIP Direktur Program WII Anggota Redaksi: Anggota Redaksi: Triana Triana Ita Sualia RagilSatriyo SatriyoGumilang Gumilang Ragil “Artikel yang ditulis oleh para penulis, “Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya” jawab terhadap isinya”
2 Warta Konservasi Lahan Basah
Ditjen.PHKA PHKA Ditjen.
Kami juga mengundang semua pihak yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, gambar dan foto-foto terkait lahan basah, untuk Untuk informasi lebih lanjut, dimuat pada majalah ini. Tulisan sudah dalam bentuk soft silahkan hubungi: , jenis huruf Arial 10, spasi 1,5 maksimal 4 halaman A4 copy Triana (sudah berikut foto-foto). Divisi Publikasi Bahan-bahan dan Informasitersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Wetlands International Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Indonesia Wetlands International Indonesia e-mail:
[email protected] Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161 tel: (0251) 8312189 fax./tel.: (0251) 8325755 e-mail:
[email protected]
Fokus Lahan Basah
Restorasi dan Pelestarian Ekosistem Mangrove di Taman Nasional Kutai Wawan Gunawan* dan Tri Sayektiningsih*
Kondisi Mangrove TNK
S
alah satu ekosistem mangrove di Kalimantan Timur terletak di Taman Nasional Kutai (TNK) yang berbatasan dengan Selat Makassar. Menurut draft RPTN Kutai 2010-2029, hutan mangrove TNK memiliki luas 5.271,39 ha, yang terdiri dari hutan mangrove primer seluas 1.485,16 ha dan hutan mangrove sekunder seluas 3.786,23 ha. Jenis-jenis yang mendominasinya antara lain Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Bruguiera sexangula, dan Xylocarpus granatum. Selain itu, terdapat beberapa jenis penyusun yang lain maupun tumbuhan yang berasosiasi dengan mangrove seperti Derris trifoliata, Pongamia pinnata, Syzygium zaylanicum, Lumnitzera racemosa, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans, Semecarpus sp., Hibiscus tiliaceus, Maduca sp., dan Pandanus tectorius (Statistik Balai TNK, 2010).
Formasi mangrove TNK sebagian masih utuh dan tebal, sedangkan sebagian lainnya mengalami kerusakan. Hutan mangrove yang relatif utuh terletak di Teluk Kaba
dan pesisir Desa Teluk Pandan. Hutan mangrove yang rusak dapat dijumpai di Desa Sangkima Lama dan Desa Sangkima (Teluk Lombok). Tambak-tambak bandeng dan udang yang diusahakan oleh masyarakat menjadi salah satu penyebabnya. Selain tambak yang masih aktif, banyak pula tambak-tambak yang terlantar atau ditinggalkan masyarakat yang perlu direstorasi untuk mempercepat proses pemulihan ekosistem mangrove di kawasan tersebut.
Tanam Mangrove di TNK Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) melalui kegiatan penelitian Strategi Restorasi Ekosistem Mangrove di Kawasan Konservasi mencoba untuk berkontribusi dalam memperbaiki kondisi mangrove yang terganggu/ mengalami kerusakan di TNK dengan membuat demplot penelitian restorasi ekosistem mangrove di TNK pada 2 lokasi, yaitu di Sangkima (Teluk Lombok) dan Bontang Baru. Demplot penelitian/penanaman mangrove di Sangkima (Teluk
Lombok) merupakan areal yang dipengaruhi pasang surut air laut (tepi pantai) dan mengalami abrasi. Luas areal demplot penelitian/penanaman mangrove di Sangkima (Teluk Lombok) adalah seluas 1 ha dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m. Jumlah jalur tanam pada demplot terdiri atas 40 kolom (A, B, C, … AN) dan 40 baris (1, 2, 3, …, 40). Adapun jenis mangrove yang ditanam adalah jenis Rhizophora mucronata sebanyak 1.600 batang yang dibagi ke dalam empat kelompok bibit tanam. Masing-masing kelompok bibit tanam ditancapkan ajir dengan jumlah yang berbeda, yaitu kelompok 1 (400 bibit) menggunakan ajir 1 batang/bibit, kelompok 2 (400 bibit) menggunakan ajir 2 batang/bibit, kelompok 3 (400 bibit) menggunakan ajir 3 batang/ bibit, dan kelompok 4 (400 bibit) menggunakan ajir 4 batang/bibit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah ajir optimum dalam menjaga tanaman mangrove yang terkena pasang surut/gelombang air laut pada lokasi demplot penanaman mangrove di Sangkima (Teluk Lombok). .....bersambung ke hal 17
.....bersambung ke hal 14
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 3 Kondisi hutan mangrove TNK yang masih baik (Foto: Tri Sayektiningsih)
Sebagian mangrove TNK yang dibuka untuk tambak di Desa Sangkima Lama (Foto: Tri Sayektiningsih)
Konservasi Lahan Basah
Perlindungan Pesisir Berbasis Mangrove dan Peran Aktif Masyarakat di Desa Timbulsloko, Demak Apri Susanto Astra, Etwin K.S., Arief M.H., dan M. Bagus Maulana
S
alah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh kawasan pesisir di Indonesia adalah tingginya tingkat erosi pantai atau abrasi, yang diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan pergerakan sedimen dari dan ke pantai, dimana jumlah sedimen di pantai yang tergerus oleh gelombang lebih tinggi daripada jumlah sedimen yang dibawa oleh pasang surut ke pantai. Penyebab utama tingginya tingkat erosi/abrasi pantai adalah semakin menipisnya sabuk hijau dan maraknya konversi lahan di kawasan sempadan pantai. Beberapa strategi yang telah disiapkan pemerintah untuk menangani masalah ini antara lain dengan membangun pelindung pantai yang sesuai dengan karakter dan kondisi setempat, serta mengkombinasikan mangrove dan bangunan pelindung pantai sebagai alternatif dalam mitigasi bencana pesisir khususnya untuk menanggulangi erosi, abrasi dan gelombang ekstrim. Beberapa isu yang tertuang di dalam peraturan terkait bentuk perlindungan pesisir tersebut antara lain yaitu pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah erosi dan abrasi di kawasan sempadan pantai, serta mangrove sebagai salah satu vegetasi pantai yang ditempatkan menjadi
4 Warta Konservasi Lahan Basah
struktur/fisik untuk berbagai mitigasi bencana pesisir. Karena begitu pentingnya fungsi ini, pemerintah mewajibkan setiap daerah yang memiliki pantai untuk mempunyai sempadan pantai sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Isu Erosi dan Abrasi Desa Timbulsloko adalah sebuah desa yang terletak di pesisir Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Saat ini, Desa Timbulsloko adalah salah satu desa yang mengalami dampak erosi dan abrasi cukup parah di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Hampir setiap hari masyarakat harus terbiasa dengan masuknya air laut ke jalan-jalan desa hingga ke dalam rumah. Keadaan semakin buruk dan mengkhawatirkan saat cuaca ekstrim seperti adanya hujan dan badai sehingga dapat meningkatkan ancaman bencana bagi masyarakat yang tinggal di dekat garis pantai.
Pada awalnya, kawasan pesisir Desa Timbulsloko merupakan kawasan dengan sebaran lahan pertanian dan tambak serta mangrove di sepanjang pantainya. Akan tetapi, pada tahun 1980an terjadi konversi lahan pertanian dan mangrove menjadi lahan pertambakan dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada tahun 2000an, erosi mulai terjadi di pesisir Desa Timbulsloko, dan pada tahun 2013 desa tersebut telah kehilangan sekitar 400 – 1300 meter daerah pesisirnya. Untuk mengurangi dampak akibat erosi tersebut, berbagai usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak, seperti pembangunan alat pemecah ombak (APO) dari struktur keras, pemasangan talud (sea wall), serta penanaman kembali mangrove.
Konservasi Lahan Basah
Peran Masyarakat dalam Perlindungan Pesisir Kegiatan terkait hybrid engineering harus melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran dalam membuat kebijakan terkait rencana pelaksanaan kegiatan serta rencana berkelanjutan pengelolaan lahan dari hasil kegiatan
ri )
Ap
o:
ot
u
Struktur permeabel dapat ditempatkan di depan garis pantai, dimana struktur dapat dilalui oleh air laut tetapi tidak memantulkan gelombang. Sehingga, energi dan ketinggian gelombang akan berkurang sebelum mencapai garis pantai. Struktur permeabel memungkinkan lumpur untuk melewatinya, dan meningkatkan jumlah sedimen terperangkap di dalam ruang yang dibatasi dinding-dinding struktur permeable. Perangkat ini meniru proses alam, yaitu meniru fungsi sistem perakaran mangrove alami.
te m
Hybrid engineering merupakan sebuah pendekatan dari beberapa tahapan perlindungan pesisir, yang dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia secara lokal seperti kayu, bambu dan ranting pohon. Struktur permeabel ini berfungsi untuk mengembalikan kondisi pantai melalui proses alami seperti sedimentasi sehingga kondisi hidrodinamika dan ekologi akan kembali seperti sedia kala dan merangsang pertambahan lahan yang sebelumnya sudah terkikis oleh erosi.
Salah satu tantangan dalam kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat Desa Timbulsloko tentang hybrid engineering antara lain bagaimana masyarakat t an ka dapat memahami bahwa hybrid ra da a nd engineering tidak secara otomatis asy is k u si p ers i a p n d e n g a n m akan menyelesaikan masalah banjir a gelombang pasang (rob). Mekanisme hybrid engineering adalah sebuah • aturan baru khusus untuk area proses bertahap dan butuh waktu larang tangkap yang berada di yang cukup lama. Perlunya penjelasan dalam kawasan perlindungan tentang peran mangrove sebagai pesisir Desa Timbulsloko antara bagian akhir dari tahapan proses yang lain yaitu dilarang melintas dengan akan memberikan fungsi perlindungan perahu, dilarang menjaring, dilarang terakhir bagi masyarakat dan pesisir. ngakar (mencari kepiting dengan membongkar lubangnya pakai besi), Untuk mendukung peningkatan peran dilarang njebak (mencari kepiting dan pemahaman masyarakat terkait dengan alat semacam perangkap pengelolaan kawasan perlindungan tikus yang diberi umpan mati), pesisir dan laut di Desa Timbulsloko, dilarang ngoyor (mencari udang maka dilakukan beberapa tahapan dan ikan dasaran dengan jaring kegiatan pertemuan masyarakat, berbentuk segitiga didorong dari yaitu tahap persiapan (meliputi belakang), dan dilarang menjala. pengumpulan data/informasi dan penyusunan rencana pertemuan) dan • usulan prioritas kegiatan tahap pelaksanaan pertemuan. perlindungan pesisir di wilayah Desa Timbulsloko seperti tambahan Dari kegiatan-kegiatan pertemuan pembuatan APO di Dukuh masyarakat tersebut, dihasilkan Wonorejo, pembuatan APO dari beberapa kesepakatan terkait Kali Kadas ke Kali Telu, tambahan pengelolaan dan perlindungan pesisir pembuatan APO kayu di Dukuh Desa Timbulsloko, sbb: Bogorame, dan pembuatan APO/ talud di belakang permukiman • ditetapkannya batas kawasan Dukuh Bogorame. perlindungan pesisir Desa Timbulsloko, yaitu dari darat (saat • merevisi Peraturan Desa Nomor pasang tertinggi) hingga surut 145/78/XII/2012 tentang terendah. Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut Desa Timbulsloko. Revisi akan • kawasan perlindungan pesisir dilakukan dengan menambahkan Desa Timbulsloko dibagi dua hal tersebut diatas yaitu batas menjadi 3 zona utama yaitu kawasan perlindungan pesisir dan area mangrove, area rehabilitasi aturan di dalam kawasan tersebut. dan area larang tangkap. Area mangrove adalah area vegetasi Kesepakatan bersama tersebut mangrove. Area rehabilitasi tertuang dalam bentuk peraturan adalah area yang diprioritaskan desa baru (hasil revisi Peraturan sebagai lahan rehabilitasi baik itu Desa Nomor 145/78/XII/2012), yang berupa pemulihan lahan maupun disahkan pada tanggal 8 April 2014 di penanaman mangrove. Sementara Balai Desa Timbulsloko. itu, area larang tangkap adalah area khusus sebagai kawasan pemulihan. .....bersambung ke hal 18 P er
Untuk menghentikan proses erosi dan mengembalikan garis pantai agar stabil, langkah pertama yang diperlukan adalah membalikkan proses hilangnya sedimen. Jumlah sedimen yang terdeposit di pantai harus lebih banyak daripada jumlah yang tersapu. Cara terbaik untuk melakukan ini adalah bekerjasama dengan alam, menggunakan ilmu teknik sipil yang cerdas dan memberikan alam sedikit bantuan, tetapi membiarkan alam bekerja untuk kita.
hybrid engineering tersebut. Sementara itu, masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara struktur hybrid engineering.
(F
Hybrid Engineering, Konsep Membangun Bersama Alam
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 5
Keindahan dan Kerusakan Kawasan Ekosistem Mangrove Segara Anakan (sebuah catatan perjalanan) Saniyatun Mar’atus Solihah*
H
utan mangrove Segara Anakan yang terletak di sebelah utara Pulau Nusakambangan Cilacap, merupakan ekosistem mangrove terluas di Jawa. Segara Anakan memiliki 27 spesies tumbuhan mangrove yang terdiri dari 13 spesies mayor, 8 spesies minor, dan 6 spesies tumbuhan asosiasi. Juga diketahui lebih dari 85 jenis burung air hidup di dalamnya, termasuk jenis Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), dimana keduanya tercatat sebagai burung yang terancam punah (Setyawan, et al., 2002 ). Kawasan Segara Anakan setiap tahunnya terus mengalami tekanan dan ancaman yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Konversi
6 Warta Konservasi Lahan Basah
(Foto: Eko B.P.)
hutan mangrove menjadi tambak, pencurian kayu mangrove untuk kayu bakar hingga perburuan burung air menjadi penyebab rusaknya / hilangnya hutan mangrove dan terancamnya kelestarian burungburung air di Segara Anakan. Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap, Harnanto (2013) melaporkan bahwa luasan hutan mangrove yang 25 tahun lalu mencapai 21.000 ha terus menyusut dari tahun ke tahun, dan kini hanya menyisakan 8.429 ha. Dari jumlah itu, hanya sekitar 2.000 ha hutan mangrove yang kondisinya masih bagus, selebihnya dalam kondisi rusak parah. Selama 5 tahun terakhir, hutan ini mengalami kerusakan. Terbukti
dengan adanya dominasi tumbuhan muda berupa pohon-pohon kecil yang membentuk semak dengan tinggi sekitar 5 m, sedangkan pohon-pohon besar telah ditebang dan banyak dijual sebagai kayu bakar. Tempattempat terbuka bekas penebangan didominasi Derris trifoliata, Finlaysonia maritima, dan Acanthus illicifolius yang berkompetisi dengan seedling pohon mangrove (Soemodihardjo et al., 1988). Rusaknya mangrove ini juga ditandai dengan tumbuhnya pohon nipah (Nypa fruticans) yang mengakibatkan minimnya biota laut yang hidup di kawasan ini. Padahal, sekitar tahun 1990-an kawasan laguna ini mampu menyumbang potensi ekonomi hasil perikanan dari kawasan Cilacap, Pangandaran, dan Kebumen senilai Rp 76 miliar.
Berita Umum Lahan Basah
Gambar 1. Kondisi Mangrove Segara Anakan saat ini yang di dominasi oleh Nypa fruticans (Foto: Saniyatun M.S.)
Kerusakan mangrove Segara Anakan juga disebabkan akibat sedimentasi lumpur dari sungaisungai besar yang bermuara di kawasan tersebut, terutama sedimentasi sungai Citanduy yang menyumbang 75 persen lumpur tiap tahunnya. Menurut Dwiprabowo dan Wulan (2003) penumpukan sedimen Citanduy dan beberapa sungai lain selama bertahun-tahun mendangkalkan dan menyempitkan perairan Segara Anakan yang merupakan habitat ikan, udang, kerang totok, kepiting dan biota lainnya. Hilangnya laguna juga akan berdampak merugikan bagi sektorsektor perikanan dan kelautan, wisata, pertanian, hingga keamanan Pulau Nusakambangan yang selama ini difungsikan sebagai lembaga pemasyarakatan terisolasi.
Beberapa objek wisata menarik lainnya di kawasan Segara Anakan adalah Gua Masigit Sela yang terletak di sisi barat Pulau Nusakambangan; Pantai Pasir putih di utara Pulau Nusakambangan di daerah Rancababakan, Kalijati; keindahan alam hutan mangrove di sekitar di kawasan LP Nusakambangan; pemancingan dengan beragam ikan dan hewan laut; petualangan menelusuri hutan dan gua-gua alam seperti Gua Pawon, Gua Ronggeng dan Gua Payung; serta menikmati uniknya budaya dan pemukiman di Kampung Laut. Februari tahun 2013 Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji meresmikan tracking Mangrove di kawasan minawisata desa Ujung Alang Kampung Laut Cilacap. Tracking mangrove sepanjang 400 meter tersebut dilengkapi dengan empat buah gasebo dan lampu penerangan bertenaga surya. Betapa indahnya lingkungan di kawasan Nusakambangan ini. Keindahan mulai terasa ketika kita memasuki perairannya yang dihiasi tumbuhan mangove di kanan kirinya. Menurut Saad (2013) lingkungan perairan dengan tumbuhan mangrove, manakala dikelola dan ditata dengan baik, maka akan memberi manfaat baik secara ekonomi, sekaligus juga mendukung kelestarian mangrove.
Kampung Laut, Wisata Eksotis di Nusakambangan Kampung laut adalah julukan pemukiman di kawasan Segara Anakan Nusakambangan Kabupaten Cilacap. Banyak hal menarik dan eksotis yang dapat dinikmati disini. Tempat ini dapat dijadikan destinasi wisata yang unik di Kabupaten Cilacap. Kampung Laut dapat ditempuh dengan menyusuri Segara Anakan melalui Pelabuhan Sleko yang terletak di pusat kota Cilacap, dengan menggunakan perahu motor (compreng), sekitar 90 menit.
Gambar 2. Keindahan alam hutan mangrove di sepanjang LP Nusakambangan (Foto: Umar I.)
Gambar 3. Pemukiman Dusun Lempong Pucung Desa Ujung Galang, Kampung Laut yang eksotis dan unik (Foto: Saniyatun M.S.)
Gambar 4. Pantai Pasir Putih di Nusakambangan (Foto: Saniyatun M.S.)
Upaya Konservasi Mangrove Segara Anakan Laju pendangkalan laguna Segara Anakan di Cilacap, Jawa Tengah, yang tak terkendali menyebabkan luas permukaan air kawasan menyusut 10.7% per tahun. Pulau Jawa dan Nusakambangan terancam menyatu dalam waktu kurang dari 10 tahun. Beberapa upaya Pemerintah Daerah Cilacap untuk mengurangi laju kerusakan mangrove di Segara Anakan, diantaranya: 1. Mengidentifikasi perilaku/kebiasaan masyarakat dalam memperlakukan dan memanfaatkan hutan mangrove, serta dampak-dampak yang timbul. Termasuk pengidentifikasian kegiatan-kegiatan industri, pertambakan, pembuangan limbah dsb. di sekitar hutan mangrove Segara Anakan; .....bersambung ke hal 18
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 7
Gerakan Pelestarian Pantai Kawasan Taman Wisata Teluk YOUTEFA “Penanaman 1000 bibit mangrove di Kota Jayapura” Alfred A. Antoh, S.Hut, M.Si*
K
erusakan pantai di wilayah Taman Wisata Teluk Youtefa Distrik Abepura, Kota Jayapura terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia di bagian hulu dan hilir yang tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar dan bersifat merusak. Di bagian hulu, kegiatan pembuangan sampah rumah tangga ke sungai, memberikan dampak menurunnya kualitas air sungai serta meningkatnya pendangkalan di wilayah muara. Kondisi ini diperparah lagi dengan banyaknya sampah-sampah yang dibuang ke sungai dari aktivitas pasar Youtefa di wilayah administrasi Kota Jayapura. Sementara di bagian hilir atau di bagian pantai Teluk Youtefa,
8 Warta Konservasi Lahan Basah
telah terjadi penebangan dan pembabatan hutan mangrove oleh masyarakat, diantaranya untuk diambil kayunya sebagai bahan bakar, bahan perahu dll. Akibat kegiatan-kegiatan yang merusak tersebut, menyebabkan wilayah pesisir Teluk Youtefa terus mengalami kerusakan dan degradasi. Masyarakat kampung Tobati dan Enggros yang merupakan dua kampung terbesar di kawasan Teluk Youtefa, merekalah yang sangat merasakan dampak dari semua kerusakan yang timbul. Dimana sebagian besar mereka hidup dengan mengandalkan hasil laut di sekitarnya seperti ikan, udang dan kepiting.
Kerusakan yang terjadi harus segera dicegah dan ditanggulangi agar Taman Wisata Teluk Youtefa dapat kembali pulih dan dapat memberikan manfaat serta fungsinya bagi kehidupan khususnya masyarakat sekitar. Sebagai salah satu kepedulian untuk menyelamatkan kawasan Teluk Youtefa, Forum Peduli Port Numbay Green yang bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih telah mempelopori suatu gerakan moral melalui kegiatan penanaman mangrove sepanjang kawasan pesisir Teluk Youtefa. Penanaman sekitar 1000 bibit mangrove tersebut juga diikuti oleh para mahasiswa Universitas Cendrawasih, pemuda pemudi masyarakat sekitar dan komunitas mobil Jeep Papua.
Berita Umum Lahan Basah
Bibit mangrove yang akan ditanam
Seluruh anggota Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG) yang didukung para praktisi atau pemerhati lingkungan, berkomitmen untuk terlibat aktif memelihara dan menjaga lingkungan mereka. Kegiatan lain dari FPPNG adalah melakukan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga dan memelihara hutan mangrove. Hutan mangrove memberikan manfaat yang sangat besar bagi segenap kehidupan di sekitarnya. Fungsi dan manfaat hutan mangrove antara lain: dapat mencegah erosi/abrasi pantai; meredam gelombang laut; sumber perikanan (ikan, udang dan kepiting) yang mendukung kehidupan masyarakat; serta memiliki potensi pariwisata. Rusak dan hilangnya hutan mangrove, berarti juga hilangnya seluruh manfaat-manfaat tersebut. Kegiatan penyadartahuan masyarakat dan penghijauan kembali wilayah pesisir yang rusak, adalah langkah tepat dan
Mahasiswa terlibat dalam penanaman, didampingi ketua FPPNG, Bapak Fredrik Wanda
arif bagi terciptanya wilayah pesisir yang sehat dan kuat. Pemulihan wilayah pesisir di Taman Wisata Teluk Youtefa khususnya, diharapkan dapat mendukung pengembangan wisata di wilayah kota Jayapura.
Sasaran Kegiatan Dari seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilakukan oleh FPPNG beserta para mitra termasuk masyarakat, selain penghijauan wilayah pesisir ada sasaransasaran lain yang akan dicapai, antara lain: 1. meningkatnya kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dan menjaga wilayah pesisir mereka dari ancaman kerusakan (abrasi, erosi, dll);
3. masyarakat terlibat aktif dalam setiap kegiatan perencanaan dan penanaman (mangrove), serta tumbuhnya rasa tanggung jawab untuk menjaga dan memilihara ekosistem angrove; 4. terbangunnya konsep pengelolaan ekosistem pesisir Teluk Youtefa yang berkelanjutan; 5. terjalinnya hubungan dan kerjasama yang erat antara pemerintah, tokoh masyarakat/ agama serta lembaga-lembaga non pemerintah untuk ikut bertanggungjawab di dalam menjaga kelestarian kawasan Teluk Youtefa.
*Dosen Universitas Cenderawasih Jayapura-PAPUA Email:
[email protected]
2. terjalinnya kerjasama lintas komunitas pemuda dalam bentuk gerakan moril;
Komunitas mobil Jeep Papua, turut serta dalam penanaman
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 9
Pemanfaatan Gulma Air untuk Pakan Ikan Herliwati*
Apa Itu Gulma Air ?
G
ulma air merupakan tumbuhan yang hidup pada waktu, tempat dan kondisi yang tidak diinginkan oleh manusia/tidak pada tempatnya (Sukma dan Yakub 2002; Klieiber 1968). Sedangkan menurut definisi secara ekologis gulma air merupakan tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990). Mengingat keberadaan gulma menimbulkan efek yang dapat merugikan maka dilakukan usahausaha pengendalian secara teratur dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi merupakan usaha sambilan, tapi merupakan
10 Warta Konservasi Lahan Basah
usaha tersendiri yang memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukma dan Yakub, 2002). Keberadaan gulma air sangat tidak diinginkan oleh petani terutama apabila tanaman air ini tumbuh di daerah persawahan, karena akan mengganggu tumbuhan padi. Namun lain halnya dengan petani ikan keberadaan gulma ini bisa digunakan sebagai tempat persembunyian ikan dari predator, tempat menempelnya pakan alami, tempat bernaungnya ikan. Namun yang tidak kalah penting gulma air dari jenis eceng gondok ini juga dapat digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan pakan ikan. Berdasarkan hasil penelitian Herliwati (2012), keberadaan gulma air eceng gondok (Eichhornia crassipes) sangat diperlukan oleh
ikan yang hidup di perairan rawa, kerena pada akar tanaman tersebut selain digunakan untuk menyerap kotoran yang ada di dalam perairan rawa juga dapat digunakan sebagai tempat menempelnya organisme perifiton. Berdasarkan hasil penelitian eceng gondok (Eichhornia crassipes) mengandung protein kasar 6,31%, lemak kasar 2,83%, serat kasar 26,61%, Ca 0,47%, P 0,66%, abu 16,12% serta BETN 48,14% (Mahmilia, 2005). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan seratnya dan menaikkan kandungan proteinnya adalah tehnologi fermentasi. Fermentasi dengan menggunakan T. harzianum menunjukkan peningkatan nilai gizi tepung eceng gondok, yaitu: protein kasar 61,81% dan penurunan serat kasar sebesar 18%.
Berita Umum Lahan Basah
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pakan buatan adalah pakan yang sengaja di buat untuk menggantikan sebagian besar atau keseluruhan pakan alami. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan. Semakin tinggi kandungan protein pada pakan buatan maka semakin baik pula pertumbuhan pada ikan. Secara umum ikan membutuhkan protein 20 - 60%, kadar optimum berkisar 30 – 36 %, lemak 4 – 18%, karbohidrat, serat kasar <7 %, vitamin dan mineral 2 – 5% (Mudjiman, 1985). Kadar protein optimum dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar 25 – 50%, tingkat protein untuk ikan laut lebih tinggi (40 – 50%) berat kering untuk pertumbuhan yang optimal. Lemak 4 – 18% dan serat kasar <10%. Terlalu banyak serat dapat mengakibatkan daya cerna menurun, penyerapan menurun, meningkatnya sisa metabolisme dan penurunan kualitas air kultur. Kebutuhan vitamin bergantung pada jenis ikan, laju pertumbuhan, komposisi pakan, kondisi fisiologis ikan dan lingkungan/kondisi kultur. Kebutuhan akan vitamin menurun dengan meningkatnya ukuran ikan. Kekurangan vitamin dapat menyebabkan ketidaknormalan dalam morfologis maupun fisiologis, penurunan aktivitas enzim, gangguan fungsi sel, penurunan nafsu makan, pertumbuhan menjadi abnormal, laju pertumbuhan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
ke m ar au
im
a k (E p ad ichho rnia crassipes)
us m
go
nd
im
ce .E r2 ba Gam
ng
do
hu jan
en gg on
ok
(Eic h
s mu a d hornia crassipes) pa
Dalam pembuatan pakan buatan sebaiknya semua bahan yang digunakan dijadikan tepung . Hal ini dilakukan agar mudah dalam
Proses Pembuatan Pakan Buatan Berbahan Gulma Air (Eceng Gondok) Semua bahan yang akan digunakan dijadikan tepung termasuk eceng gondok. Setelah itu semua bahan tersebut dicampur sempurna, kemudian tambahkan tepung kanji sebagai perekat. Bahan yang sudah tercampur sempurna dimasukkan ke dalam mesin pencetak. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven. Setelah kering kemudian disimpan di tempat yang kering. (Gambar 3). ••
m
l
et
Gulma air yang hidup pada perairan ada beberapa jenis diantaranya adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes), Kiambang (Pistia stratiotes L.), kiapu (Pistia stratiotes L.), teratai / water Lily (Nymphaea sp), gulma itik / Duct wet (Lemna minor) dll. Dari sekian banyak jenis tanaman air tersebut maka eceng gondoklah yang paling banyak digunakan orang untuk pembuatan pakan ikan. Hal ini disebabkan karena keberadaan eceng gondok lebih banyak dan lebih mudah ditemukan dibandingkan tanaman air jenis lainnya. Pada saat musim kemarau pertumbuhannya kurang subur namun pada saat musim hujan tanaman ini akan subur (berbunga) dan kepadatannya semakin meningkat (Gambar 1 dan 2).
proses pencampurannya. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan pakan buatan antara lain tepung eceng gondok, tepung ikan, tepung jagung, dedak halus, vitamin dan mineral serta tepung kanji sebagai perekat. Dalam proses pembuatan pakan ikan pengeringan sebaiknya menggunakan oven dengan suhu 60 °C. Hal ini bertujuan agar kandungan gizi yang terdapat dalam pakan tidak mengalami kerusakan dan pakan yang kita buat dapat kering secara sempurna.
Ga
Apa itu Pakan Buatan
c .E r1 ba Gam
Jenis Gulma Air
ba
r3
Pa k a
n Bu ata n D al a m B
ent
P uk
el
*Fak Perikanan Univ. Lambung Mangkurat Banjar Baru, Kalimantan Selatan Email:
[email protected]
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 11
Berita Umum Lahan Basah
MAIGHIAN [Toona sureni (Blume) Merr.] Kayu Perahu Nomor Satu Orang WAROPEN
Bagian 1 Elieser Y.I. Viktor Sirami*
Orang Waropen dan Lingkungan Alamnya
W
aropen adalah sebutan untuk sebuah etnis masyarakat yang menempati pesisir pantai Teluk Cenderawasih di Papua bagian utara. Wilayah yang mereka diami meliputi kampung Ambumi di Teluk Wondama pada bagian Barat, sampai muara sungai Mamberamo di sebelah Timur serta mulai dari Teluk Saireri dan Laut Pasifik di Utara sampai pegunungan van Rees di sebelah Selatan.
Held (1947), membagi etnis Waropen ke dalam tiga kelompok sub etnis berdasarkan kesamaan bahasa yaitu Waropen Ambumi, Waropen Kai dan Waropen Ronari. Waropen Ambumi adalah masyarakat Waropen yang menempati daerah Ambumi, Napan, Moor, Mambor, Masipawa, Makimi, di kabupetan Nabire, serta Yandeman, Syabes, Kayob, War dan Menarbu di kabupaten Teluk Wondama. Waropen Kai adalah mereka yang menempati kampung-kampung pesisir seperti Waren, Sanggei, Paradoi, Nubuai, Mambui, Saponi, Woinui, Risei Sayati dan Wonti Beroro. Waropen Ronari adalah masyarakat Waropen yang berasal dari daerah pedalaman mulai kampung Nadofuai sampai Teba di muara sungai Mamberamo dan kampung Baitanisa di sebelah Selatan. Lingkungan alam orang Waropen terdiri dari hutan pegunungan dataran rendah, terbagi dalam habitat terumbu karang, padang lamun, hutan pantai, hutan rawa pasang surut dan asosiasi hutan mangrove yang tumbuh di atas pasir dan lumpur. Kebudayaan orang Waropen adalah kebudayaan yang bersumber dari hutan mangrove. Bahasa yang dituturkan hingga peralatan rumah tangga maupun seni masyarakat sangat kental dengan nuansa hutan mangrove sebab itu mereka terkenal sebagai peramu hutan mangrove yang sangat ulung.
12 Warta Konservasi Lahan Basah
Sketsa Daun, Pembungaan dan Buah Maighian [Toona sureni (Blume) Merr.] (Sumber: foc.eflora.cn/illast/Toona sureni.jpg)
Orang Waropen sangat mahir menggunakan perahu diantara rapatnya hutan mangrove karena mereka memiliki konsep budaya tersendiri mengenai hutan mangrove. Hutan mangrove tidak hanya dimaknai sebagai tempat memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga sebagai bagian dari budaya berperahu. Held (1947) menjelaskan bahwa orang Waropen sangat ahli dalam membuat perahu dan menggunakannya. Setiap bagian dari konstruksi perahu memiliki sebutan tersendiri dalam bahasa Waropen. Orang Waropen tidak hanya berperahu dalam hutan mangrove di sekitar kampung-kampung mereka, namun mereka juga melakukan pelayaran
Berita Umum Lahan Basah
melewati lautan dalam perjalanan dagang ke beberapa daerah di Teluk Cenderawasih bahkan sampai kepulauan Maluku. Menurut beberapa tetua dari Kampung Wonti, marga Nussi di Maluku Tengah sebenarnya berasal dari marga Nussi di kampung Wonti. Jika informasi ini benar, sudah tentu ada hubungannya dengan kegiatan berperahu orang Waropen di masa lalu.
Kebudayaan Perahu Orang Waropen: Sebuah Perspektif Antropogi Kehutanan Orang Waropen dan perahu adalah dua sisi yang tak dapat dipisahkan. Orang Waropen adalah bagian dari perahu dan berperahu adalah bagian dari kehidupan orang Waropen. Perahu adalah alat transportasi utama karena pada masa lalu rumahrumah orang Waropen terletak di atas air (rumah panggung) dan aktivitas sehari-sehari mereka selalu dilakukan di tengah hutan mangrove, sungai-sungai, pantai dan laut. Namun dalam konsep budaya tradisional orang Waropen, perahu atau aktivitas berperahu dimaknai sebagai sebuah kehidupan, perahu adalah sebuah kebersamaan, perahu adalah kesetaraan dan kerukunan. Perahu adalah sebuah wadah untuk mencapai tujuantujuan sosial, ekonomi dan budaya secara komunal. Dalam mengajarkan pengetahuan tradisional, para orang tua menggunakan perahu sebagai sarana pembelajaran. Parahu adalah sebuah ruang kelas untuk mengajarkan cara meramu hutan, mengajarkan kosa kata baru bahasa Waropen, perahu adalah silsilah keluarga dan sejarah kampung. Perahu adalah wadah untuk mengenal ilmu pelayaran tradisional, sumber nyanyian dan musik rakyat, seni ukir dan seni tari. Perahu adalah potret cinta kasih antara kaum lakilaki dan perempuan, bahkan perahu adalah simbol kejayaan, namun perahu juga sumber terjadinya tipu daya dan perbuatan dosa. Sebab itu banyak filosofi hidup yang dibangun menggunakan simbol-simbol perahu dan aktivitas berperahu.
Keberadaan perahu adalah simbol sebuah kebutuhan akan kebersamaan karena untuk menjadi kuat perlu ada kebersamaan seperti semboyan kabupaten Waropen “ndi sowosio, ndi korako – bersama-sama kita kuat”; bersama dalam prosesproses pembangunan di bidang kehutanan dan bidang lainnya. Kebersamaan adalah filosofi yang terbangun dari sebuah perahu, sejak perahu masih dalam wujud sebuah batang pohon hingga perahu digunakan sebagai wadah menanam tanaman atau (dahulu) sebagai peti jenasah yang diletakkan di atas akarakar mangrove. Dengan demikian kayu perahu adalah perwujudan dari material kongkrit dan abstrak yang perlu dipahami peranannya dari aspek sosial budaya dan ekonomi maupun ekologi. Kayu perahu adalah sebuah istilah etnobotanis yang digunakan untuk menyebut kelompok jenis kayu tertentu yang menurut konsep arsitektur tradisional masyarakat, memenuhi persyaratan fisik dan sosial untuk dijadikan perahu dan bagian-bagian perahu. Kayu perahu bukan saja material yang hanya cocok secara fisik dan mekanis untuk membuat perahu, namun juga memiliki nilai sosial yang diakui masyarakat sebagai bagian dari budaya mereka. Kayu perahu adalah salah satu topik pembelajaran dari masyarakat lokal yang menghubungkan ranah antropologi budaya dan ilmu manajemen hutan dalam rangka pelestarian lingkungan hutan di pesisir Waropen. Menurut catatan Held (1947), terdapat kurang lebih tujuh jenis kayu yang digunakan orang Waropen untuk membuat perahu, yaitu Na, Marano, Sigha (Camnosperma brevipetiolata), Rewonawo, Sifara, Ainuko dan Maeghean atau Maighian (Toona sureni), lima jenis belum terlalu jelas nama botaninya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian berikutnya di beberapa tempat, diketahui ada 28 jenis kayu digunakan sebagai bahan baku perahu tradisional oleh masyarakat
Waropen. Dari 28 jenis kayu yang dimaksud, Maighian atau Surian/ Suren (Meliaceae) adalah jenis paling penting dalam tatanan budaya orang Waropen karena memiliki nilai sosial yang sangat tinggi. Perahu yang terbuat dari jenis kayu ini disebut dengan nama “Maighiana”. Menurut Raymu (2007), di kampung Masipawa distrik Napan, perahu yang bisa dijadikan mas kawin hanya perahu yang terbuat dari jenis Toona sureni. Sebenarnya masih banyak kelebihan lain dari kayu maighian bagi masyarakat Waropen, namun sejauh ini belum banyak terungkap karena jarang dilakukan penelitian secara komprehensif tentang jenis-jenis kayu perahu orang Waropen. Pada beberapa daerah di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi, Maighian sangat baik digunakan sebagai kayu olahan maupun berupa tegakan. Kayunya sangat cocok sebagai bahan bangunan meubel, kapal dan perahu. Kandungan bahan kimia dalam kulit dan daunnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat-obatan atau bahan bioaktif. Tegakannya dijadikan tanaman pagar atau pembatas kebun dalam beberapa pola agroforestri karena batangnya berperan sebagai pohon pelindung dari tiupan angin kencang, tajuknya mengontrol cahaya dan kelembaban lingkungan tetanaman, daun mudanya sebagai pakan ternak, alelopati yang dikeluarkan sangat penting sebagai pembatas aktivitas serangga perusak tanaman pokok. Jenis ini juga dikenal sebagai jenis yang cepat tumbuh serta permudaan atau bibitnya sudah mulai diproduksi dalam jumlah besar. (bersambung) •• *Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari (e-mail:
[email protected]; elisirami4@ gmail.com)
bagaimana kajian ilmiah terhadap Maighian yang memiliki nilai sosial budaya tinggi ... serta strategi untuk melestarikannya?? simak lanjutan tulisan ini pada WKLB mendatang .....
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 13
Flora & Fauna Lahan Basah
Budidaya Ikan Gabus (Chana striata) Manipulasi Lingkungan Kolam untuk Usaha Mijani Rahman*
I
kan gabus (Chana striata) merupakan salah satu ikan primadona dan sangat disenangi oleh masyarakat Kalimantan Selatan, karena rasanya yang enak, gurih dan mengandung albumen yang memiliki khasiat mempercepat penyembuhan luka. Bahkan ada sejumlah ahli gizi mengatakan Ikan Gabus memiliki nilai asam amino yang sangat lengkap, baik esensial maupun non esensial. Selain itu, juga mengandung Allisin, Allil Sulfida dan Furostanol Glicosida.
Ikan gabus adalah salah satu jenis predator yang hidup di perairan tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama seperti bocek (Riau). Haruan/aruan (Kal-sel), kocolan (Btw), bogo (Sd), bayong, bogo, licingan (Bms.), kutuk (Jw.), kabos (Mhs.) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, dan striped snakehead. Nama ilmiahnya adalah Channa striata (Bloch, 1793). Berdasarkan hasil pengamatan, Ikan gabus banyak ditemukan di perairan rawa daerah pedalaman, hidup di dasar perairan yang dangkal, juga ditemukan di bagian
14 Warta Konservasi Lahan Basah
bawah rumah panggung serta saluran saluran air hingga ke sawah. Bersifat carnivor atau pemakan daging, terutama ikanikan kecil yang mendekatinya serta suka makan serangga dan hewan kecil. Ikan ini suka hidup secara berkelompok dengan kondisi lingkungan alami dan memijah pada musim hujan yaitu sekitar bulan Oktober hingga Desember.
Manipulasi Lingkungan Kolam untuk Usaha Budidaya Ikan Gabus (Chana Striata) Sebelum melakukan pemijahan terhadap ikan gabus, terlebih dahulu kita harus mengetahui mana ikan jantan dan mana ikan betina. Cara praktis yang bisa dilakukan untuk membedakannya adalah dengan melihat tandatanda pada tubuh ikan tersebut. Ikan jantan ditandai dengan kepala lonjong, warna tubuh lebih gelap, lubang kelamin memerah dan apabila diurut keluar cairan putih bening. Betina ditandai dengan kepala membulat, warna tubuh lebih terang, perut membesar dan lembek, bila diurut keluar telur.
Kolam Pemijahan Ikan Gabus (Chana striata) Pemijahan dilakukan dalam bak beton atau fibreglass. Caranya, siapkan sebuah bak beton ukuran panjang 5 m, lebar 3 m dan tinggi 1 m; keringkan selama 3 – 4 hari; masukan air setinggi 50 cm dan biarkan mengalir selama pemijahan; sebagai perangsang pemijahan, masukan eceng gondok hingga menutupi sebagian permukaan bak; masukan 30 ekor induk betina; dan 30 ekor induk jantan; biarkan memijah; ambil telur dengan sekupnet halus; telur siap untuk ditetaskan (Yusri Azmi, 2013) Pemijahan ini juga bisa dilakukan di dalam kolam tanah, dengan cara memanipulasi lingkungan kolam tersebut seperti kondisi alami /perairan rawa (Gambar 1). Caranya adalah dengan memasukkan tumbuhan air seperti eceng gondok, kiambang, kiapu dan tumbuhan air lainnya kedalam kolam. Pemasukan tanaman air ini bertujuan untuk tempat berlindung ikan dari terik matahari, tempat menempelnya pakan alami dan menjaga agar suhu perairan tidak terlalu tinggi. Namun perlu diingat tumbuhan air yang dimasukkan jangan sampai
Flora & Fauna Lahan Basah
an
a
str
iat
a)
menutupi seluruh permukaan kolam. Setelah itu baru dimasukkan induk jantan dan induk betina. Jumlah induk yang digunakan tergantung dari luasan kolam. Setelah terjadi pemijahan telurnya didiamkan di dalam kolam sampai menetas, dan usahakan setelah pemijahan ikan betina diangkat dan dimasukkan ke kolam penampungan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian pada larva ikan (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan beberapa peneliti telur ikan gabus ini bersifat mengapung di permukaan air. Satu ekor induk betina bisa menghasilkan telur mencapai 10.000 – 11.000 butir. Ga
m
ba
r2
. Ko lam pe
m e l i h a ra a n l a r
va
n i ka
ga
b
( us
Ch
Kolam Pembesaran Benih Ikan Gabus (Chana striata)
Kolam Pemeliharaan Larva Ikan Gabus (Chana striata) Pemeliharaan larva ikan di lakukan pada kolam tanah. Caranya adalah sebagai berikut; siapkan kolam ukuran 200 m2 atau sesuai dengan luasan lahan yang tersedia; keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm. Namun apabila air kolam terlalu asam maka dilakukan pengapuran. Pengapuran tidak perlu dilakukan apabila pH airnya normal saja. Setelah persiapan kolam selesai kemudian kolam diisi air setinggi kurang lebih 50 cm, kemudian pasang beberapa unit hapa. Pada masingmasing hapa dimasukkan larva ikan gabus dan pakan alami berupa daphnia dan tanaman air secukupnya (Gambar 2). Agar larva tersebut tidak kekurangan makanan maka setiap harinya diberi pakan fengli 0 dalam bentuk serbuk. Pemeliharaan dilakukan selama 1 bulan. Biasanya ukuran benih ikan gabus tersebut sudah mencapai berat ± 15 gram, dengan ukuran panjang 6 – 12 cm.
)
a) triat bus (Chana s
ta
ijah an ika n ga
ria
pem
st
.K o la m
Ga
na
ba m Ga
r1
Pembesaran benih ikan gabus dilakukan di kolam tanah. Caranya sama seperti halnya persipan kolam untuk pemeliharaan larva. Dalam kolam pendederan ini kondisi perairan dimanipulasi seperti kondisi perairan rawa alami yaitu dengan memasukkan tumbuhan dan pakan alami daphnia, serta ikan-ikan kecil. Ikan-ikan kecil ini diharapkan nantinya juga digunakan sebagai makanan untuk ikan-ikan gabus setelah berukuran agaka besar (Gambar 3). Agar benih ikan gabus tidak kekurangan makanan maka diberi pakan buatan (pellet). ••
m
ba
r3
. Ko
la m p
e m b e s a ra n b e n
an ih ik
ga
b
( us
Ch
a
*Fakultas Perikanan Univ. Lambung Mangkurat, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Email:
[email protected]
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 15
Flora & Fauna Lahan Basah
TIGARON (Crataeva adansonii)
Tumbuhan Lahan Basah, Bahan Jaruk Tigaron Mochamad Arief Soendjoto* , Maulana Khalid Riefani** , Ahmad Ready***
T
Daunnya bertangkai dan susunannya tidak lengkap. Stipula berlekatan menjadi satu dan terdapat di ketiak daun. Helaian daun melebar di bagian tengah dengan perbandingan panjang dan lebar (2.5 – 3 : 1). Helaian memanjang dengan pangkal dan ujung daun meruncing. Urat daun berbentuk jala. Tulangtulang cabang dekat tepi daun membengkok ke atas dan bertemu
ar
1.
jo to )
b m
Tigaron termasuk tumbuhan berkayu, mengeras, menahun, dan membentuk pohon (Gambar 1). Potongan melintang batangnya membundar. Batang tumbuh tegak lurus vertikal. Percabangan sukar ditentukan, tetapi mengarah ke tegak sampai terkulai. Akarnya termasuk akar tunggang.
dengan 1 lingkaran daun-daun kelopak, 1 lingkaran daun-daun mahkota, 1 atau 2 lingkaran benangbenang sari dan 1 lingkaran daundaun buah. Ga
igaron adalah nama daerah untuk tumbuhan yang bernama ilmiah Crataeva adansonii (Capparaceae). Dalam bahasa Jawa (halus), ron berarti daun. Apakah tigaron berarti tiga daun belum diketahui dengan pasti. Yang pasti, tumbuhan ini berdaun majemuk; pada satu tangkai terdapat tiga helai daun. Dalam bahasa Inggris, tigaron disebut Three-leaf Caper.
Po nd hon oe S f Tigaro e i n (Foto: M. Ar
dengan tulang cabang yang ada diatasnya. Tepi daun rata. Daging daun tipis lunak. Daunnya termasuk daun majemuk menjari dengan tiga anak daun. Tangkai daun bundar berongga dengan warna hijau bernoktah putih menyerupai lentisel. Pada setiap buku ranting hanya terdapat satu tangkai daun dan letaknya tersebar. Letak daun pada ranting mempunyai rumus 3/8 dengan sudut divergensi 1350. Tigaron termasuk tumbuhan berbunga banyak. Bunga berada pada ujung ranting dan termasuk bunga majemuk tak berbatas. Tangkai bunga tidak bercabang-cabang, sehingga bunga (bertangkai atau tidak) langsung terdapat pada ibu tangkainya dan termasuk dalam tipe tandan (bunga bertangkai nyata duduk pada ibu tangkainya). Bunganya lengkap dan sempurna
Berdasarkan alat kelamin, bunganya termasuk kelompok bunga banci atau berkelamin dua. Bunga jantan dan bunga betina ada pada satu individu, sehingga termasuk berumah satu. Kelopak, mahkota, benang sari, dan daun buah terletak berhadapan atau tumpang tindih. Buah tigaron termasuk dalam kelompok buah telanjang atau buah sejati. Buah berdaging dan termasuk buah buni. Saat buahnya membesar dan masak, daun berguguran hingga pohon tanpa daun sama sekali. Pada saat seperti ini, orang mengira pohon tigaron mati. Bagi orang Banjar (etnis di Kalimantan Selatan), tigaron termasuk tumbuhan bermanfaat. Bunganya dimanfaatkan sebagai bahan utama jaruk tigaron; jaruk (bahasa Banjar) berarti awetan. Rasa jaruk tigaron asam, tetapi menyegarkan. Makanan ini enak disantap bersama dengan nasi panas/hangat, sambal terasi, dan ikan kering. .....bersambung ke hal 19
16 Warta Konservasi Lahan Basah Bunga Tigaron (Foto: M. Arief Soendjoto)
Daun Tigaron (Foto: M. Arief Soendjoto)
Buah Tigaron (Foto: M. Arief Soendjoto)
Fokus Lahan Basah
..... sambungan dari halaman 3
Restorasi dan Pelestarian Ekosistem Mangrove di TNK .....
n)
wa
na Gu
k(
bo
Lo
m
Kreativitas Pemanfaatan Buah Mangrove Suatu pengalaman menarik dan berharga saat melihat kreativitas masyarakat di Bontang Baru, dalam mengolah buah mangrove (jenis Sonneratia ovata) menjadi dodol mangrove dan sirup tanpa menggunakan bahan pengawet buatan/kimia. Keterampilan tersebut diperoleh setelah mereka mengikuti kursus atau pelatihan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Bontang bekerjasama dengan kelompok tani, swasta, dan perguruan tinggi.
Penanaman mangrove di demplot ini selain bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan persentase hidup tanaman mangrove yang ditanam juga
na
Wa wa n G un
a Pen
awan)
Dalam perkembangannya, diperlukan teknik pengemasan yang lebih menarik serta teknik agar produk tahan lebih lama tanpa bahan pengawet/ kimia. Yang terpenting lagi adalah pola-pola pemanfaatan tanaman mangrove haruslah lestari agar peran dan manfaat mangrove dapat terus terjaga, termasuk dalam menyediakan pakan bagi satwa liar.
n ma
t Fo
o:
m
Selain untuk bahan baku pangan, masyarakat juga memanfaatkan mangrove untuk usaha pembibitan. Hal ini terkait permintaan bibit oleh berbagai instansi terutama
g( Ceriops tagal di Bontan
Gun
an aw
n)
p s tag a l (F o t o:
W
u
up
ot
o:
nG
man
g r ov e m a s y a ra ka
t
to (Fo
a :W
menjelang bulan penanaman. Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata merupakan dua jenis mangrove yang cukup banyak dipesan.
Penutup Keberadaan hutan mangrove beserta segala manfaat dan fungsinya perlu dijaga kelestariannya. Peranan kita semua sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki/memulihkan ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan melalui berbagai kegiatan penanaman mangrove. Mari menanam mangrove agar kelestariannya dapat terjaga dan manfaatnya dapat terus dirasakan oleh generasi kini dan yang akan datang. •• Pustaka Arief, A. 2007. Hutan Mangrove: Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta. Balai Taman Nasional Kutai. 2009. Draft Rencana Pengelolaan Taman Nasional 2010 – 2029. Balai Taman Nasional Kutai. Bontang.
Setyawan, A.D., K. Winarno. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas 7 (2), 159-163. Balai Taman Nasional Kutai. 2010. Statistik Balai Taman Nasional Kutai Tahun 2009. Balai Taman Nasional Kutai. Bontang.
W
wa
C erio
a aw
r
an
Si
ng
ur
tan
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N.Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.
na
Pe uk
bi
Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi, dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
a w a n)
jeni s
bi
m
l uk ra mucronata di Te
Sementara, demplot penelitian/ penanaman mangrove di Bontang (Saleba) dilakukan di areal bekas tambak yang ditinggalkan, dengan luas demplot 1,0143 ha (147 m x 69 m), dan jarak tanam 3 m x 3 m. Jumlah jalur tanam pada demplot terdiri atas 49 kolom (A, B, C, … AW) dan 23 baris (1, 2, 3, …, 23). Adapun jenis tanaman mangrove yang ditanam adalah jenis Ceriops tagal sebanyak 1.127 batang.
an gr ov e
Pe
v ro ng ma
Rh i zoph o
an
n ma
ej en is
Setelah melakukan kegiatan penanaman mangrove, perjalanan dilanjutkan dengan observasi kegiatan olahan buah mangrove oleh masyarakat di Bontang Baru.
w
na Pena
Fo t n) wa o: Wa wan Guna
untuk mengetahui jenis mangrove yang mampu tumbuh secara alami di lokasi tersebut.
ma
n gr
ov e p r o d u k s i m a s y a
r
t aka
(F
* Peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, email:
[email protected] dan
[email protected]
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 17
Konservasi Lahan Basah
..... sambungan dari halaman 5
Perlindungan Pesisir Berbasis Mangrove ..... Pertemuan yang difasilitasi oleh Wetlands International Indonesia (WII) ini, dihadiri oleh Kepala Desa Timbulsloko, perangkat pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan tim dari WII. Pada pertemuan ini telah ditandatangani dan disahkan beberapa dokumen-dokumen tersebut, yaitu berita acara pengesahan Peraturan Desa, Peraturan Desa Timbulsloko Nomor 145/236/IV/2014 dan peta Kawasan Perlindungan Pesisir, serta beberapa peta tematik Desa Timbulsloko seperti peta batas administrasi, peta perubahan garis pantai, peta tutupan lahan dan peta usulan prioritas.
Untuk mensosialisasikan peraturan desa ini kepada masyarakat Desa Timbulsloko dan sekitarnya, WII telah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dan pemerintah daerah Kabupaten Demak. Untuk memantau implementasi peraturan desa tersebut, Wetlands International Indonesia akan bekerjasama dengan UKM KeSEMaT dan pendamping lapangan program PDPT Desa Timbulsloko akan melakukan monitoring secara berkala.
Replikasi Proses Keterlibatan Masyarakat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak berkeinginan
untuk mengadopsi proses yang berlangsung di Desa Timbulsloko dan mengaplikasikannya di dua desa lainnya yang masih berdekatan dengan Desa Timbulsloko yaitu Desa Bedono dan Desa Sriwulan. Kedua desa yang masih terletak di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak itu memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda dengan Desa Timbulsloko. Harapan yang ingin dicapai adalah munculnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir secara baik dan berkelanjutan serta tersedianya dokumen pengelolaan kawasan pesisir dan laut berupa peraturan desa dan peta kawasan perlindungan pesisir. ••
Berita Umum Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 7
Keindahan dan Kerusakan Ekosistem Mangrove Segara Anakan ..... 2. Berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait dalam pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan mensosialisasikan peraturan dan undang-undang terkait pengelolaan mangrove kepada masyarakat luas, termasuk sanksi bagi para pelanggarnya; 3. Menetapkan kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi dan sebagai jalur sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai, keberadaannya tidak diperbolehkan untuk ditebang, dikonversi atau dirusak. Rusila, et al., (2006) melaporkan
Gamba r 5. Ke
giatan penana man ma ngrove d i desa
18 Warta Konservasi Lahan Basah
kebijakan pemerintah untuk merumuskan suatu jalur hijau dimulai pada tahun 1975 ketika dikeluarkan SK Dirjen Perikanan (No H.I/4/2/18/ 1975) yang mengatur perlunya dipertahankan areal di sepanjang pantai selebar 400 meter dari rata-rata pasang rendah; 4. Menerapkan pola tambak ramah lingkungan (silvofishery) bagi para petani tambak sekitar; 5. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai rencana pengelolaan pesisir dan hutan mangrove yang berkelanjutan. Dengan didukung kegiatan penyuluhan
dan penyadartahuan, diharapkan masyarakat akan lebih menyadari dan peduli untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove di lingkungannya; 6. Setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Universitas Jenderal Soedirman, PT. Holcim, Pertamina, dan Kesemat Universitas Diponegoro melakukan penanaman mangrove di titik-titik lokasi yang rusak dan rawan banjir dan tsunami. •• * Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI Jl. Ir. H. Juanda No.13, Bogor 16003 Email:
[email protected]
Ujung Gala ng Kecamata n Kampung Lau t Kabupaten Cilacap (F oto: Saniyatun M.S.)
Dokumentasi Perpustakaan
Anonim. Mengenal Lebih Dekat Ekoteknologi sebagai Pengendalian Pencemaran Air Peringkat II Apresiasi Karya Ilmiah Litbang Departemen PU. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 2007, xix + 70 pp. Faisal, T.M. Struktur Komunitas Udang (Kelas Crustacea, Sub Ordo Natantia) di Ekosistem Mangrove Teluk Awur Jepara. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2009, xiii + 75 pp. Kahono, S., M. Amir, P. Aswari and {et.al}. Serangga Tamana Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. JICA dan PHKA, s.a, xi + 207 pp.
Kardono, P. Hermana, N. Zuliasri dan {et.al}. Data Bencana Indonesia Tahun 2009. Badan Nasional Penaggulangan Bencana, 2009, xxxiv + 257 pp.
Schaik, C.V. Di Antara Orangutan Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo, 2006, xv + 266 pp.
Maclvor, A. T. Spencer, I. Moller and M. Spalding Storm Surge Reduction by Mangroves. Natural Coastal Protection Series Report.2 Cambridge Coastal Research Unit Working Papaer 41. TNC and Wetlands International, 2012, 35 pp.
Sualia, I.dan Triana Jasa Lingkungan Ekosistem mangrove. Wetlands International, 2013, 24 pp.
Pytri, M.R., S. Hadi, D.E.D. Setyo dan F. Suciaty Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ISO 2008 Bandung 11 November 2008. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia, 2009, xvii + 251 pp.
Weimin, M.,C.V. Mohan, W. Ellis and B. Davy Adoption of Aquaculture Assessment Tools for Improving the Planning and Management of Aquaculture in Asia and The Pacific. FAO, 2013, ix + 136 pp.
Flora & Fauna Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 16
Tigaron (Crataeva adansonii), Tumbuhan Lahan Basah .....
Pencelupan diduga juga bermanfaat untuk menghilangkan bau langu (bahasa Jawa) atau mahung (bahasa
to) djo
en So
m
Ga
Karena mudah luruh, bunga biasanya tidak dicuci sebelum atau setelah dipisahkan dari daun. Untuk mematikan kuman dan sekaligus melemaskan jaringan bunga agar tidak luruh, bunga dicelupkan dalam air mendidih sekitar 3 menit. Lama pencelupan ini biasanya ditandai dengan pemudaran/pemucatan warna bunga atau perubahan warna air dari bening ke kuning kehijauan.
Mahyudin dan istrinya (pembuat jaruk tigaron) cukup cerdas menyiasati rasa pahit ini. Penduduk Desa Panjaratan, Kabupaten Tanah Laut ini menaburi rendaman bunga tigaron dengan nasi dingin, sebelum rendaman itu didiamkan minimal 3 hari dan jaruk tigaron kemudian bisa disantap. Cara ini memang mengubah warna air rendaman menjadi kemerahan, tetapi terbukti menghilangkan rasa pahit dan membuat orang tanpa ragu menikmati dengan lahap jaruk tigaron sebagai “teman” makan nasi.
Sayangnya jaruk tigaron (Gambar 2) tidak bisa disantap setiap waktu. Makanan ini hadir hanya sekali setahun sesuai dengan masa (akhir) pembungaan, yaitu sekitar Pebruari – Maret. ••
ie f
Pembuatannya cukup mudah. Petik bunga dari pohon dengan menyertakan daun. Cara ini tidak hanya memudahkan dan mempercepat pemetikan, tetapi juga mengurangi peluruhan bagianbagian bunga (seperti mahkota, benang sari).
Banjar), menghilangkan getah, atau mengurangi kadar senyawa yang dikandung oleh bunga atau tangkainya dan mungkin berbahaya. Jaruk tigaron sering terasa pahit, ketika disantap atau dimakan. Beberapa penyantap kadang merasa pusing, setelah menyantap makanan ini. Walaupun demikian, tidak ada kasus yang menunjukkan bahwa penyantap jaruk tigaron menderita sakit.
Ar
Harganya cukup murah. Bunga yang belum dijaruk (diawetkan) hanya Rp. 2.500,- per ikat, sedangkan yang sudah dijaruk Rp. 3.000,-. Satu ikat berisi 10 tangkai bunga.
ba
r2
. Jar
u k T i g ar o n s i a p s a n t a
p
to (Fo
:M
.
*Fakultas Kehutanan, Univ. Lambung Mangkurat, Jl. Ahmad Yani Km 36 Banjarbaru Email:
[email protected] ** Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univ. Lambung Mangkurat, Jalan Hasan Basry Banjarmasin *** Pascasarjana Pendidikan Biologi, Univ. Lambung Mangkurat, Jalan Hasan Basry Banjarmasin
Vol. 22 No. 2, Juli 2014 19
20 Warta Konservasi Lahan Basah