viii
PERAN REMITAN BURUH MIGRAN INTERNASIONAL BAGI RUMAH TANGGA DI PEDESAAN
ANGGI PRATAMA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014 Anggi Pratama NIM I34100003
ii
ABSTRAK ANGGI PRATAMA. Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI. Remitan merupakan salah satu aspek terpenting dalam migrasi internasional. Remitan memiliki peran yang penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran remitan buruh migran internasional bagi rumah tangga di pedesaan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat melalui pendekatan kuantitatif dengan dukungan data kualitatif. Penelitian dilakukan pada 40 rumah tangga yang salah satu anggotanya bekerja sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remitan lebih banyak dimanfaatkan untuk keperluan yang bersifat konsumtif, seperti membeli sembako, pakaian, perabot rumah, perhiasan, peralatan elektronik, dan memperbaiki rumah. Remitan yang dimanfaatkan untuk keperluan investasi hanya digunakan untuk biaya pendidikan, kesehatan, membeli ternak dan lahan, serta disumbang dan ditabung. Remitan mampu meningkatkan kondisi ekonomi rumah tangga, meskipun belum terlalu difokuskan untuk keperluan investasi dan produksi. Kata kunci: buruh migran, migrasi internasional, remitan ABSTRACT ANGGI PRATAMA. The Role of Migrant Workers’ remittances for the Households in Rural Areas. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI. Remittance is one of the most important aspects of international migration. Remittance has an important role for households economic survival and betterment. This research aims to examine the role of international migrant workers ' remittance for economic of households in rural areas. This research was carried out in the Gelogor Village, Kediri District, West Lombok Regency, West Nusa Tenggara through quantitative approach with qualitative data support. The research was carried out on 40 households that one of its members works as international migrant worker for at least four consecutively years. The research findings that households spend the most of remittance for consumption purposes, such as to buy food, clothing, furniture, electronic goods, and for house building and renovation, and some of it for investment in children education, livestock, agricultural land, and also for small business development and saving. Remittance is able to improve the economic conditions of the households, although it’s not too focused for investation and production purposes. Keywords: migrant workers, international migration, remittance
viii
PERAN REMITAN BURUH MIGRAN INTERNASIONAL BAGI RUMAH TANGGA DI PEDESAAN
ANGGI PRATAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iv
Judul Skripsi Nama NIM
: Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan : Anggi Pratama : I34100003
Disetujui oleh
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat, dan karunia yang senantiasa tercurah sehingga skripsi yang berjudul Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan serta saran yang sifatnya membangun selama proses pengerjaan skripsi; Bapak Martua Sihaloho, SP, Msi selaku dosen penguji utama; dan Bapak Ir Sutisna Riyanto, MS selaku dosen penguji akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis (Bapak Yusran dan Ibu Yuni Dafrita), adik penulis (Aldila Putri), dan seluruh keluarga besar penulis atas dukungan dan doa paling tulus yang senantiasa diberikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. H. Sahabuddin, MM selaku Kabid Litbang Kabupaten Lombok Barat; Ibu Salminah dan Ibu Saiyah; dan seluruh masyarakat Desa Gelogor atas partisipasi, kerjasama, serta kemurahan hati yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan HIMASIERA, Majalah Komunitas, PSM IPB Agria Swara, Javanication, serta teman-teman satu kelompok Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang telah menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan hidup penulis selama masa studi di IPB. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan SKPM angkatan 47, keluarga besar Departemen SKPM IPB, semua teman-teman penulis, serta seluruh pihak – baik yang secara langsung maupun tidak langsung– telah membantu dan memberikan kontribusi dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih dari hati yang paling dalam. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Bogor, Juni 2014 Anggi Pratama
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Migrasi Migrasi sebagai Strategi Nafkah Konsep Buruh Migran Internasional Konsep Remitan Pemanfaatan Remitan Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitan Lokasi dan Waktu Teknik Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Desa Kondisi Demografi Desa Potensi Desa KARAKTERISTIK MIGRAN, RUMAH TANGGA MIGRAN, DAN MIGRASI DI DESA GELOGOR Karakteristik Migran Karakteristik Rumah Tangga Migran Karakteristik Migrasi Ikhtisar ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MIGRAN DAN KARAKTERISTIK MIGRASI DENGAN TINGKAT PENGIRIMAN REMITAN Hubungan Karakteristik Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan Karakteristik Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Ikhtisar PEMANFAATAN REMITAN Bentuk dan Pola Pemanfaatan Remitan Ikhtisar
Ix X X 1 1 4 5 5 7 7 7 7 8 9 11 12 13 14 17 17 17 18 19 20 23 23 23 27 29 29 31 40 42 45
45 50 53 55 55 58
viii
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
59 59 59 61 65 69
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14
15
Jumlah dan persentase penduduk pada masing-masing dusun di Desa Gelogor tahun 2012 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Gelogor tahun 2012 Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa Gelogor tahun 2012 Karakteristik migran asal Desa Gelogor tahun 2013 Pendapatan rumah tangga buruh migran berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Gelogor tahun 2013 Jumlah dan frekuensi pengiriman remitan berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014 Perbandingan pendapatan tanpa remitan dan nilai remitan terhadap pendapatan dengan remitan rumah tangga Desa Gelogor tahun 2013 Pengeluaran rumah tangga buruh migran (sebelum dan setelah adanya remitan) di Desa Gelogor tahun 2013 Tingkat pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan rumah tangga berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor tahun 2013 Karakteristik migrasi di Desa Gelogor tahun 2013 Hubungan karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 Hubungan karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 Bentuk pemanfaatan remitan di Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014
24 24 25 30 32 33 35 37 39 40 46 50
51 53
55
viii
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran
13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 4 5
Peta lokasi penelitian Tabel jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 Dokumentasi penelitian Hasil analisis uji Rank Spearman dan Chi-Square
65 65 66 67
1
PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Sub bab latar belakang menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini yang kemudian diakhiri dengan General Research Question (GRQ). Sub bab masalah penelitian menguraikan permasalahan penelitian yang merupakan penjabaran dari General Research Question atau disebut Spesific Research Question (SRQ). Sub bab tujuan penelitian menjelaskan tujuan dari penelitian yang dilaksanakan. Sub bab kegunaan penelitian menjelaskan kegunaan dari penelitian bagi berbagai kalangan dan pihak terkait.
Latar Belakang Ketentuan mengenai buruh migran di negara Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004. Buruh migran ataupun yang disebut dengan TKI (tenaga kerja Indonesia) didefinisikan sebagai setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Negara berkewajiban untuk menjamin dan melindungi setiap TKI yang bekerja di luar negeri, mulai dari sebelum keberangkatan hingga kepulangan ke tanah air sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam kebijakan tersebut. Penduduk yang meninggalkan Indonesia dan bekerja sebagai tenaga kerja di luar negeri dari tahun ke tahun berjumlah besar, meskipun pada kenyataannya jumlah sebenarnya dapat jauh lebih besar mengingat masih banyaknya TKI yang tidak tercatat ataupun terdata. Berdasarkan data dari BNP2TKI (2010), pada tahun 2007 jumlah TKI di luar negeri adalah sebanyak 696.746, mengalami peningkatan menjadi 748.825 orang pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 jumlah TKI mengalami penurunan menjadi sebanyak 632.172. Data BNP2TKI (2012) lebih lanjut menjelaskan mengenai penurunan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri menjadi sebanyak 575.803 pada tahun 2010. Penurunan jumlah TKI pada tahun 2009 dan 2010 memiliki keterkaitan dengan adanya kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Moratorium TKI ke negara Malaysia yang dikeluarkan pada Juni 2009 dan mulai diterapkan pada Agustus 2009 dimaksudkan untuk membatasi jumlah pengiriman TKI ke negara tujuan, mengingat banyaknya aksi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang seringkali diterima oleh para TKI ketika berada di luar negeri. Dianningtyas (2011) dalam studinya menyebutkan bahwa pengiriman TKI mulai mengalami hambatan sejak adanya pembatasan tenaga kerja ke luar negeri melalui moratorium TKI dan berdampak pada semakin menurunnya jumlah TKI yang bekerja di luar negeri. Tahun 2011 jumlah TKI mengalami sedikit kenaikan menjadi sebanyak 581.081 orang, namun kembali mengalami penurunan menjadi 450.601 orang pada tahun 2012. Penurunan yang terjadi dari tahun 2011 ke tahun 2012 juga memiliki keterkaitan dengan adanya kebijakan moratorium baru mengenai pembatasan pengiriman TKI ke Arab Saudi yang mulai diberlakukan sejak Agustus 2011 (Moratorium ... 2011). Penurunan jumlah tenaga kerja asal
2
Indonesia akibat adanya kebijakan moratorium begitu terasa mengingat besarnya jumlah TKI yang bekerja di dua negara yang menjadi target kebijakan moratorium, yakni negara Malaysia dan Arab Saudi. Penempatan TKI atau buruh migran di luar negeri pada umumnya memiliki pengaruh yang positif terhadap berbagai aspek kehidupan. Selain dapat meminimalkan angka pengangguran akibat kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, buruh migran asal Indonesia yang bekerja di luar negeri juga berperan dalam peningkatan devisa negara. Para buruh migran yang kerap disebut sebagai “pahlawan devisa” memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemasukan/pendapatan negara, melalui uang kiriman hasil bekerja mereka yang disebut remitan (remittance). Data penerimaan remitan dari buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri ditunjukkan melalui data dari BNP2TKI (2012) yang mencatat bahwa pada tahun 2010 jumlah remitan yang diterima oleh negara adalah sebesar US$ 6.7 milyar. Seiring dengan menurunnya jumlah buruh migran Indonesia pada tahun 2011, jumlah remitan yang diterima juga mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar US$ 6.6 milyar, dan pada tahun 2012 sebesar US$ 6.3 milyar. Menurut laporan BNP2TKI (2013), jumlah penerimaan remitan di tahun 2013 (terhitung Januari-November) naik drastis menjadi US$ 7.3. Kenaikan remitan ini disebabkan oleh adanya kenaikan gaji atau upah bekerja buruh migran di berbagai negara tujuan, seperti Arab Saudi, Singapura, Hongkong, Taiwan. Selain itu, kenaikan remitan juga dipicu oleh adanya pergeseran penempatan buruh migran Indonesia dari sektor informal ke sektorsektor formal serta kenaikan nilai tukar mata uang asing. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi daerah pengirim buruh migran terbesar keempat setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. BNP2TKI (2011) mencatat, pada tahun 2011 sebanyak 12 persen buruh migran (72.835 orang) dari jumlah total buruh migran di seluruh Indonesia yang melakukan keberangkatan ke luar negeri berasal dari daerah tersebut. Seiring dengan diberlakukannya kebijakan moratorium tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, pada tahun 2012 jumlah buruh migran asal NTB mengalami penurunan menjadi sebanyak 42.121 orang atau sekitar sembilan persen dari total keseluruhan buruh migran Indonesia (BNP2TKI 2012). Jika dibandingkan dengan beberapa daerah lain di Indonesia yang persentase buruh migran perempuannya lebih banyak, maka di NTB persentase buruh migran lakilakinya yang lebih banyak. Data BNP2TKI (2011) mencatat dari total keseluruhan buruh migran asal NTB pada tahun 2011, 75.32 persen (54.861 orang) di antaranya adalah laki-laki, sedangkan 24.68 persen (17.970 orang) adalah perempuan. BNP2TKI (2012) pada tahun 2012 mencatat, persentase buruh migran laki-laki asal NTB meningkat menjadi 82.82 persen (34.883 orang) dan sisanya 17.18 persen (7.238 orang) adalah perempuan. Besarnya persentase penduduk laki-laki yang menjadi buruh migran disebabkan oleh keterbatasan lapangan pekerjaan serta gaji atau upah yang kurang memadai di daerah asal. Maka dari itu, sebagai kepala keluarga yang ingin memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Penduduk Nusa Tenggara Barat yang menjadi buruh migran di luar negeri pada umumnya berasal dari berbagai daerah yang ada di provinsi tersebut. Salah satu daerah asal buruh migran terbesar di provinsi NTB adalah Kabupaten Lombok Barat. Daerah ini menempati urutan ketiga setelah Kabupaten Lombok
3
Timur dan Kabupaten Lombok Tengah sebagai daerah yang menjadi penyumbang buruh migran terbesar di provinsi NTB. Berdasarkan data dari BPS NTB (2013), pada tahun 2011 daerah Lombok Barat menyumbang 10 persen penduduk (7.694 orang) dari total keseluruhan buruh migran asal NTB. Tahun 2012, meskipun dari segi jumlah mengalami penurunan menjadi 5.230 orang, namun dari segi persentase sumbangan buruh migran meningkat menjadi sebanyak 12 persen dari total keseluruhan buruh migran asal NTB. Mayoritas penduduk asal Lombok Barat yang melakukan migrasi internasional merupakan penduduk yang tinggal di pedesaan. Mereka bermigrasi ke berbagai negara seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Qatar, Bahrain dengan dilatarbelakangi oleh sulitnya akses pekerjaan di daerah asal serta tingginya upah bekerja di negara-negara tujuan tersebut. Meskipun daerah Lombok Barat merupakan daerah pengirim buruh migran terbesar ketiga di NTB, namun dari segi penerimaan remitan data dari BPS NTB (2013) justru menunjukkan bahwa jumlah total remitan yang dikirimkan oleh buruh migran ke daerah asal jauh lebih tinggi dibandingkan dua daerah lainnya (Lombok Timur dan Lombok Tengah). Jumlah remitan asal Lombok Barat yang tercatat pada tahun 2010 adalah sebesar 284.817 juta, jumlah ini kemudian turun menjadi 263.683 juta pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah remitan kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 250.249 juta. Jumlah remitan buruh migran asal Lombok Barat ini menempati urutan pertama sebagai remitan tertinggi di seluruh daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar remitan yang dihasilkan berasal dari buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasa Timur Tengah (57.41 %), sedangkan sisanya (42.59 %) berasal dari negara Malaysia dan negara-negara lainnya. Jumlah total remitan buruh migran ini bahkan menyumbang sekitar 46.58 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi daerah tersebut dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pembangunan daerah. Tingginya jumlah penerimaan remitan di daerah Lombok Barat pada kenyataannya kurang berimplikasi dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Data dari BPS Provinsi NTB (2012) menyimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat di Lombok Barat masih terbilang cukup rendah. Hal ini ditinjau dari indikator kesejahteraan rakyat berupa kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, kemiskinan dan pola konsumsi, serta perumahan dan lingkungan yang diperoleh dari sensus penduduk, survei sosial ekonomi nasional, survei angkatan kerja, dan sumber data lainnya. Berdasarkan pemaparan mengenai remitan di atas serta mengingat besarnya jumlah remitan yang masuk ke daerah Lombok Barat yang kurang berimplikasi pada tingkat kesejahteraan masyarakat dan mayoritas buruh migran internasional yang berasal dari daerah pedesaan, menjadi menarik untuk dikaji mengenai peran remitan buruh migran internasional asal Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat bagi rumah tangga yang berada di pedesaan.
4
Perumusan Masalah Desa Gelogor merupakan sebuah desa yang secara geografis terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Desa yang memiliki luas wilayah 168.162 ha ini dihuni oleh sekitar 2.420 jiwa dengan 1.970 kepala keluarga. Desa ini dikenal sebagai “kampung TKI”, karena merupakan salah satu daerah pemasok terbesar buruh migran internasional di Lombok Barat. Umumnya, migrasi internasional yang dilakukan oleh para penduduk desa bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dari segi perekonomian. Sekitar 75 persen buruh migran internasional dari desa ini dapat dikatakan berhasil dan sukses setelah bekerja di luar negeri. Hal tersebut tercermin dari besarnya jumlah remitan yang didapatkan dan dikirimkan ke daerah ataupun keluarga asal mereka. Remitan hasil bekerja inilah yang mereka alokasikan untuk berbagai keperluan hidup sehari-hari (Suprapto 2011). Jumlah remitan yang dikirimkan oleh setiap buruh migran yang bekerja di luar negeri pada umumnya berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan jumlah remitan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Irawaty dan Wahyuni (2011) menyebutkan bahwa karakteristik migrasi yang mencakup negara tujuan migrasi dan lama migrasi menjadi salah satu penentu tingkat remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional. Selain itu, karakteristik pelaku migrasi yang mencakup usia dan status pernikahan buruh migran juga berpengaruh. Khumairoh [tidak ada tahun] menambahkan bahwa selain usia dan status pernikahan, karakteristik pelaku migrasi yang mempengaruhi tingkat remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional dapat pula mencakup jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, serta jumlah tanggungan keluarga buruh migran. Effendi (2004), Herwanti (2011), Primawati (2011) dalam masing-masing studi menyebutkan bahwa karakteristik pelaku migrasi berupa sifat hubungan buruh migran dengan keluarganya di daerah asal turut mempengaruhi jumlah remitan yang dikirimkan. Berdasarkan pemaparan tersebut, perlu dikaji mengenai hubungan antara karakteristik migran dan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat. Remitan merupakan salah satu aspek penting yang dapat menjadi salah satu faktor pendorong bermigrasinya penduduk untuk menjadi buruh migran di negara tujuan. Remitan yang diperoleh saat bekerja di luar negeri pada umumnya dikirimkan ke daerah asal dan diharapkan mampu dialokasikan untuk berbagai keperluan hidup. Hasil studi dari Supriana dan Nasution (2010) mengungkapkan bahwa remitan yang diterima oleh buruh migran asal Medan, Sumatera Utara dialokasikan untuk berbagai kegiatan produksi dan pembukaan usaha di daerah asal. Sementara itu, hasil studi dari Primawati (2011) di Purworejo, Jawa Tengah menunjukkan bahwa remitan buruh migran asal daerah ini lebih banyak dialokasikan untuk keperluan investasi, seperti membeli lahan sawah dan membangun rumah, sedangkan alokasi untuk kebutuhan konsumsi tidak terlalu besar. Hasil studi lainnya dari Irawaty dan Wahyuni (2011) justru menemukan bahwa alokasi pemanfaatan remitan di Subang, Jawa Barat lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan utama berupa konsumsi. Setelah kebutuhan konsumsi terpenuhi, barulah remitan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain seperti investasi pendidikan dan ekonomi, serta kebutuhan produksi. Berbagai studi juga
5
menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan remitan untuk keperluan konsumsi, investasi, dan produksi juga berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan pola pemanfaatan dan tingkat alokasi pemanfaatan remitan di berbagai daerah di Indonesia menjadi perlu untuk dikaji mengenai bentuk dan pola vcxpemanfaatan remitan buruh migran internasional pada rumah tangga di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat. Cursor (1981) dalam Nugroho (2006) menyebutkan bahwa remitan yang dikirimkan ke daerah asal pada dasarnya bertujuan untuk membantu penghidupan keluarga buruh migran yang berada di daerah asal agar dapat mengalami peningkatan taraf hidup. Studi dari Abustam (1990) mengungkapkan bahwa remitan memiliki pengaruh yang positif terhadap kehidupan keluarga buruh migran. Remitan merupakan mekanisme perubahan sosial ekonomi di pedesaan serta meningkatkan status sosial dan mutu hidup rumah tangga buruh migran. Raharto et al. (1999) juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan remitan hasil kiriman dari buruh migran internasional secara langsung berpengaruh terhadap perbaikan kondisi perekonomian keluarga asal. Oleh sebab itu, menjadi perlu untuk dikaji mengenai peran remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat terhadap kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di daerah asal.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis peran remitan buruh migran internasional bagi rumah tangga di pedesaan dan secara khusus bertujuan untuk: 1. Mengkaji hubungan antara karakteristik migran dan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat. 2. Mengidentifikasi bentuk dan pola pemanfaatan remitan buruh migran internasional pada rumah tangga di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat. 3. Mengkaji peran remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat terhadap kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di daerah asal.
Kegunaan Penelitian Penelitian mengenai remitan buruh migran internasional diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk keperluan studi-studi terkait bagi kalangan akademisi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah pengetahuan, serta memberi informasi yang bermanfaat bagi kalangan umum.
6
7
PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan pustaka yang menjelaskan mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian. Sub bab berikutnya adalah kerangka pemikiran dan dilanjutkan dengan sub bab hipotesis, dan sub bab definisi operasional.
Tinjauan Pustaka
Konsep Migrasi Secara sederhana, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Lee (1984) mengemukakan konsep migrasi sebagai sebuah perpindahan dan perubahan tempat tinggal yang terjadi secara permanen dengan tidak memperhatikan jarak tempuh dalam perpindahan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya berbagai studi mengenai migrasi, Mantra (1994) menyebut bahwa migrasi sebagai sebuah perpindahan yang dilakukan oleh penduduk yang tidak hanya terjadi secara permanen namun dapat pula terjadi secara tidak permanen (untuk jangka waktu tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau mengalami perpindahan dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Sejalan dengan definisi tersebut, Rusli (2012) juga menyebut migrasi sebagai suatu gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal dari tempat asal ke tempat tujuan, baik secara permanen maupun tidak permanen. Jika dikaitkan dengan aspek spasial (space), migrasi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni migrasi internal dan migrasi internasional. Dalam migrasi internal, perpindahan penduduk terjadi di antara unit-unit geografis dalam suatu wilayah negara, misalnya antar provinsi, antar kota ataupun kesatuan administrasi lainnya, sedangkan dalam migrasi internasional perpindahan penduduk terjadi dari suatu negara ke negara lain (Raharto et al. 1999).
Migrasi sebagai Strategi Nafkah Dharmawan (2006) menjelaskan mengenai strategi nafkah yang lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Livelihood strategy sesungguhnya memiliki makna yang lebih luas daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah dapat didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah dapat berarti cara bertahan hidup atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku. Scoones (1998) dalam Wasito (2012) menggolongkan strategi
8
nafkah (pada petani) setidaknya menjadi tiga golongan, yakni rekayasa sumber nafkah pertanian, pola nafkah ganda, dan rekayasa spasial. Rekayasa spasial merupakan salah satu strategi penghidupan yang dilakukan oleh penduduk dengan dengan cara mobilisasi/perpindahan penduduk baik (migrasi). Migrasi merupakan salah satu fenomena sosial yang ditempuh oleh banyak penduduk terutama yang berasal dari desa dan memiliki kondisi perekonomian yang rendah demi kelangsungan kehidupan mereka. Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari kian sulitnya akses pekerjaan dan berbagai hal yang menyangkut aspek perekonomian penduduk. Effendi (2004) melihat bahwa mobilitas pekerja tersebut dapat dipandang sebagai salah satu strategi mempertahankan kelangsungan hidup rumah tangga perdesaan untuk merespon perubahan-perubahan cara produksi sebagai akibat perluasan sistem pasar dan tidak meratanya akses untuk menguasai faktor-faktor produksi. Melalui migrasi, penduduk dapat menghasilkan remitan yang akan dikirimkan kepada keluarga yang berada di daerah asal. Kontribusi remitan tersebut lah yang menjadi pemasukan dalam keluarga dan dapat digunakan untuk kelangsungan hidup sehari-hari.
Konsep Buruh Migran Internasional Buruh migran internasional merujuk pada tenaga kerja yang bekerja dalam cakupan internasional dan berbeda dengan konsep tenaga kerja pada umumnya. Buruh migran merupakan salah satu pelaku dari migrasi internasional yang digolongkan ke dalam jenis migrasi tenaga kerja kontrak sementara atau yang disebut dengan international contract workers. Buruh migran internasional umumnya tinggal di negara tujuan migrasi dalam jangka waktu tertentu, yakni minimal dua tahun (Pratiwi 2007). Pigay (2005) dalam bukunya yang berjudul “Migrasi Tenaga Kerja Internasional” mendefinisikan istilah buruh migran sebagai orang yang bermigrasi secara internasional akibat adanya globalisasi pada sumber daya manusia. Definisi ini mengesampingkan kelompok wisatawan dan komunitas diplomatik yang tidak berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi produksi. Lebih lanjut, buruh migran internasional didefinisikan (Koser 2007 dalam Zid 2012) sebagai seseorang yang tinggal di luar negara asal selama periode tertentu. Ketentuan mengenai buruh migran di negara Indonesia sendiri diatur dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004. Buruh migran atau yang disebut TKI (tenaga kerja Indonesia) didefinisikan sebagai setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Berdasarkan berbagai definisi dan penjelasan yang diuraikan, istilah buruh migran internasional dapat dikatakan merujuk pada salah satu pelaku migrasi internasional yang bertempat tinggal dan melakukan suatu pekerjaan di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Buruh migran internasional melakukan perpindahan secara tidak permanen, artinya pada umumnya mereka terikat suatu kontrak kerja khusus dalam jangka waktu yang sudah ditentukan dan disepakati. Setelah kontrak kerja berakhir atau selesai, para buruh migran internasional akan meninggalkan daerah migrasinya dan akan kembali ke daerah asalnya. Kontrak kerja buruh migran pada umumnya beragam dan disesuaikan dengan negara tujuan migrasi dan tempat bekerja dari para buruh migran tersebut.
9
Konsep Remitan Istilah remitan pada awalnya didefinisikan sebagai uang atau barang yang dikirim oleh migran ke daerah asal. Connell et al. (1976) dalam buku yang berjudul Migration from Rural Areas: the Evidence from Village Studies berpendapat bahwa remitan adalah pengiriman uang atau barang antara migran dan anggota keluarga di desa. Migration Information Source 2003 dalam Wulan (2010) juga menjelaskan konsep remitan sebagai pengiriman uang dalam bentuk tunai atau berwujud yang lain dari para migran kepada rumah tangga atau keluarga di negara asalnya. Lebih lanjutnya, IMF mendefinisikan remitan sebagai transfer dalam bentuk cash atau sejenisnya dari pekerja asing kepada keluarganya di kampung halaman (Warsito et al. 2010). Definisi mengenai remitan kemudian mengalami perluasan, yang mana tidak hanya sebatas uang atau barang namun keterampilan dan ide juga dapat dikarakteristikkan sebagai remitan. Definisi mengenai remitan yang dikemukakan (Mantra 1988 dalam Murdiyanto 2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa selain berupa uang dan barang, remitan dapat juga berupa gagasan atau ide-ide, pengetahuan, dan pengalaman baru yang diperoleh selama bekerja di luar negeri. Wulan (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa konsep remitan tidak hanya sebatas persoalan material (uang ataupun barang), namun juga aspek-aspek lain seperti ide-ide, perilaku, identitas, dan kapital sosial. Lebih lanjut, Hani (2011) mengemukakan konsep remitan sebagai segala sesuatu (uang, barang, inovasi) yang diterima oleh rumah tangga dari orang yang bermigrasi, yang mana remitan dalam bentuk uang ataupun barang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan remitan dalam bentuk inovasi digunakan untuk merubah pola pikir anggota rumah tangga agar berpikir lebih maju. Setidaknya terdapat tiga pandangan mengenai kontribusi remitan sebagai hasil dari proses migrasi bagi rumah tangga yang berada di daerah asal. Pandangan pertama dari kalangan migration optimists pada era 1950-an dan 1960an yang menganggap bahwa remitan ekonomi (kiriman uang) dan remitan sosial (pengalaman, keterampilan, pengetahuan) yang diperoleh buruh migran di negara tempat bekerja dapat membantu perekonomian negara. Buruh migran kembali juga dianggap sebagai salah satu agen perubahan, inovator, dan juga investor tidak hanya bagi negara namun juga bagi daerah asal. Hal berbeda justru diungkapkan dalam pandangan kedua dari kalangan migration pessimists pada era 1970-an dan 1980-an yang menganggap bahwa kiriman uang berupa remitan dihabiskan ataupun dialokasikan hanya untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif (seperti membangun ataupun merenovasi rumah) dan jarang diinvestasikan untuk kegiatan usaha produktif. Pandangan ini juga mengungkapkan berbagai efek negatif lainnya dari remitan yang dapat menimbulkan ketergantungan bahkan menyebabkan keterbelakangan terutama di negara-negara berkembang. Pandangan mengenai migrasi dan remitan lainnya datang dari kalangan pluralist perspectives pada era 1980-an dan 1990-an yang mengungkapkan bahwa remitan memberikan kontribusi terhadap penghidupan rumah tangga yang lebih stabil dan aman. Migrasi memainkan peran penting dalam menyediakan sumber potensial berupa modal dan dapat dianggap sebagai mata pencaharian strategi untuk mengatasi berbagai kendala pasar. Selain itu, dengan adanya remitan sebagai hasil
10
dari migrasi memungkinkan rumah tangga untuk berinvestasi dalam kegiatan produktif dan meningkatkan mata pencaharian mereka (de Haas 2007). Secara umum, remitan yang dikirimkan oleh buruh migran kepada keluarga yang berada di daerah asalnya memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat remitan yang dikirimkan oleh para buruh migran ini disebabkan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian Irawaty dan Wahyuni (2011) mengemukakan bahwa negara tujuan migrasi bekerja para buruh migran akan menentukan tingkat remitan yang dikirimkan, karena pada umumnya masingmasing negara memiliki tingkat upah atau gaji bekerja yang berbeda-beda. Penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat upah di negara-negara kawasan Asia Timur, seperti Malaysia, Hongkong, Taiwan lebih besar dibandingkan negaranegara kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi. Perbedaan tingkat upah dari negara-negara tujuan ini pada akhirnya berpengaruh pada tingkat atau jumlah remitan dikirimkan oleh para buruh migran yang bekerja di negara-negara tersebut ke daerah asal. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lama waktu migrasi dari buruh migran juga turut menentukan tingkat remitan yang mereka kirimkan, semakin lama waktu seorang buruh migran melakukan migrasi maka akan semakin tinggi pula tingkat remitan yang dikirimkan ke keluarga asal. Selain itu, karakteristik dari buruh migran juga turut menentukan tingkat remitan yang mereka kirimkan kepada keluarga dan daerah asalnya. Buruh migran yang mulai bekerja pada usia di bawah 21 tahun cenderung mengirimkan remitan dengan tingkat yang rendah, sedangkan buruh migran yang berusia di atas 21 tahun cenderung mengirimkan remitan dengan tingkat yang tinggi. Berdasarkan status pernikahan, buruh migran yang sudah menikah cenderung mengirimkan remitan lebih banyak dibandingkan yang belum menikah ataupun janda. Berdasarkan tingkat pendidikan, buruh migran yang tingkat pendidikannya tinggi (tamat SMP dan SMA cenderung mengirimkan remitan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tingkat pendidikannya sedang (tamat SD) ataupun rendah (tidak tamat SD). Khumairoh [tidak ada tahun] dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa karakteristik buruh migran yang mencakup tingkat pendidikan, lama bekerja, jenis pekerjaan, status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, jenis kelamin, dan jarak layanan pengiriman dengan tempat tinggal buruh migran memiliki pengaruh terhadap tingkat remitan. Berdasarkan tingkat pendidikan, dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir buruh migran, maka akan semakin tinggi pula jumlah remitan yang didapatkan karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang akan didapatkan di negara tujuan. Berdasarkan waktu atau lama bekerja, buruh migran yang sudah lama bekerja di luar negeri akan memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan, sehingga biasanya akan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan yang baru bekerja beberapa tahun di luar negeri. Berdasarkan jenis pekerjaan, buruh migran yang bekerja sebagai buruh bangunan akan mengirimkan remitan lebih banyak karena adanya waktu bekerja lembur yang mereka terima. Berdasarkan status pernikahan, buruh migran yang telah menikah akan mengirimkan remitan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang belum menikah atau sudah tidak menikah. Buruh migran yang telah menikah, terutama yang menjadi tulang punggung utama keluarga memiliki tanggung jawab yang lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga ia akan mengirimkan remitan lebih besar. Berdasarkan jumlah
11
tanggungan keluarga, semakin banyak anggota keluarga di daerah asal maka remitan yang dikirimkan akan jauh lebih besar. Berdasarkan jenis kelamin, dijelaskan bahwa buruh migran laki-laki akan lebih sering mengirimkan remitan dalam jumlah besar dibandingkan buruh migran perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki yang bekerja di luar negeri pada umumnya merupakan tulang punggung dan memiliki tanggung jawab utama atas keluarganya di daerah asal. Berdasarkan jarak layanan pengiriman, semakin dekat jarak pengiriman maka akan semakin sering remitan dikirimkan ke daerah asal. Namun, berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak layanan pengiriman pada dasarnya tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pengiriman remitan, karena para buruh migran tetap akan mengirimkan remitan yang mereka terima tanpa terlalu mempertimbangkan jarak layanan pengiriman dari tempat tinggal mereka. Hasil penelitian Primawati (2011) mengungkapkan bahwa besar kecilnya remitan ditentukan oleh berbagai karakteristik migrasi (sifat mobilitas migrasi dan lama migrasi) dan karakteristik pelaku migrasi (tingkat pendidikan buruh migran, penghasilan buruh migran, dan sifat hubungan buruh migran dengan keluarga yang ditinggalkan di daerah asal). Sejalan dengan hal tersebut, Effendi (2004) mengemukakan bahwa besar kecilnya remitan yang dikirimkan oleh buruh migran dipengaruhi oleh sifat mobilitas migrasi dan sifat hubungan buruh migran dengan keluarga serta kebutuhan-kebutuhan keluarga buruh migran di daerah asal. Lebih lanjutnya, Herwanti (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan tiga faktor yang mempengaruhi tingkat pengiriman remitan, yakni faktor penghasilan atau pendapatan yang diterima, faktor lama bekerja, dan faktor status hubungan keluarga. Secara umum, ketiga penelitian tersebut menunjukkan hasil yang sama dan tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya. Akan tetapi, ketiga penelitian ini melihat atau memasukkan status hubungan dengan keluarga sebagai salah satu variabel yang memengaruhi tingkat pengiriman remitan yang tidak dijelaskan oleh berbagai penelitian lainnya. Status hubungan dengan famili atau keluarga dijelaskan sebagai sebuah bentuk hubungan antara pelaku migrasi dengan keluarga yang berada di daerah asalnya. Apabila keluarga yang ditinggalkan oleh buruh migran di daerah asal merupakan keluarga intinya (bapak, ibu, suami, saudara kandung, anak), maka remitan yang dikirimkan akan jauh lebih besar. Namun, apabila keluarga yang ditinggalkan oleh buruh migran bukan merupakan keluarga inti maka jumlah remitan yang dikirimkan tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kedekatan (ikatan batin) dan rasa tanggung jawab dari buruh migran terhadap kondisi perekonomian keluarga intinya, sehingga jumlah remitan yang dikirimkan lebih besar dibandingkan dengan bukan keluarga inti.
Pemanfaatan Remitan Pelaku migrasi internasional pada umumnya berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah dan berusaha untuk memperbaiki taraf hidup mereka melalui pemanfaatan remitan yang diperoleh dari hasil bekerja di luar negeri. Berbagai studi mengenai pemanfaatan remitan bagi keluarga asal buruh migran internasional sebelumnya menjelaskan mengenai bentuk-bentuk serta pola dalam pemanfaatan remitan di berbagai daerah di Indonesia.
12
Hasil studi Warsito et al. (2010) mengungkapkan bahwa di daerah Sragen dan Kendal, Jawa Tengah remitan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan, serta keperluan renovasi rumah dan tabungan. Penelitian Irawaty dan Wahyuni (2011) di Desa Pusakajaya, Subang, Jawa Barat mengungkapkan bahwa alokasi pemanfaatan remitan di daerah tersebut lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumsi, investasi pendidikan, investasi ekonomi, dan produksi. Masyarakat akan memanfaatkan remitan untuk memenuhi kebutuhan utama mereka (berupa kebutuhan konsumsi) terlebih dahulu. Setelah kebutuhan utama tersebut terpenuhi, barulah remitan yang ada mereka manfaatkan untuk keperluan lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khumairoh [tidak ada tahun] di Desa Dalegan, Gresik, Jawa Timur yang mengungkapkan bahwa sebagian besar remitan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari (konsumsi). Tidak hanya itu, remitan yang diterima oleh masyarakat di daerah penelitian juga dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti membuat atau merenovasi rumah, menabung, membuka usaha, dan membeli tanah atau lahan. Penelitian lainnya dari Primawati (2011) mengungkapkan bahwa remitan pada masyarakat di daerah Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah dimanfaatkan untuk empat jenis kebutuhan yang paling utama, yakni mulai dari membeli tanah/sawah, menyimpan di bank, merenovasi rumah, hingga untuk kebutuhan konsumsi pokok sehari-hari. Dari segi alokasi, remitan buruh migran internasional juga dialokasikan oleh keluarga buruh migran dengan tingkatan yang berbeda-beda dan merujuk pada suatu pola pemanfaatan tertentu yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola pemanfaatan, yakni pertama, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif; kedua, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan investasi; dan ketiga, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan produksi.
Kerangka Pemikiran Migrasi atau rekayasa spasial dipandang sebagai salah satu bagian dari strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga. Migrasi secara lintas negara (internasional) merupakan fenomena yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan kalangan menengah ke bawah untuk memperbaiki dan menjaga kelangsungan hidup keluarga mereka. Buruh migran internasional menerima upah bekerja yang sebagian dikirimkan ke keluarga yang berada di daerah asal dalam bentuk remitan. Tingkat atau jumlah pengiriman remitan yang dilakukan oleh buruh migran berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan tingkat pengiriman remitan dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yakni karakteristik pelau migrasi (migran) dan karakteristik migrasi. Faktor karakteristik migran mencakup usia migran, jenis kelamin migran, tingkat pendidikan migran, status pernikahan migran, jumlah tanggungan migran, dan posisi migran dalam keluarga, sedangkan faktor karakteristik migrasi mencakup negara tujuan migrasi dan lama migrasi. Kedua faktor ini berhubungan dengan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran kepada keluarga yang berada di daerah asal. Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran akan dimanfaatkan oleh keluarga yang berada di daerah asal untuk berbagai keperluan hidup. Pemanfaatan remitan yang dilakukan dapat berupa kebutuhan konsumsi, kebutuhan investasi, ataupun kebutuhan produksi.
13
Remitan yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga buruh migran pada akhirnya berdampak pada terjadinya perubahan kondisi ekonomi keluarga buruh migran tersebut.
Strategi nafkah Karakteristik migran - Usia - Jenis kelamin - Tingkat pendidikan - Status pernikahan - Jumlah tanggungan - Posisi
Karakteristik Rumah tangga - Pendapatan - Pengeluaran - Kekayaan - Jumlah tanggungan
Migrasi Karakteristik migrasi - Negara tujuan - Lama migrasi
Tingkat pengiriman remitan
Pemanfaatan Remitan - Konsumsi - Investasi - Produksi
Kondisi ekonomi rumah tangga
Keterangan : bagian dari : berhubungan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis 1. Usia migran, jenis kelamin migran, tingkat pendidikan migran, status pernikahan migran, jumlah tanggungan migran, posisi migran dalam keluarga, negara tujuan migrasi, dan lama migrasi berhubungan dengan remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional. 2. Remitan dimanfaatkan oleh rumah tangga buruh migran internasional untuk keperluan konsumsi, investasi, dan produksi. 3. Remitan berperan dalam terjadinya perubahan kondisi ekonomi rumah tangga buruh migran internasional.
14
Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Buruh migran internasional merupakan salah satu pelaku migrasi internasional yang bertempat tinggal dan melakukan suatu pekerjaan di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Buruh migran melakukan perpindahan secara tidak permanen, artinya terikat suatu kontrak kerja khusus dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Buruh migran internasional dalam penelitian ini dibatasi dengan syarat pernah bekerja minimal dua kali masa kontrak kerja dalam empat tahun terakhir. 2. Remitan merupakan hasil bekerja buruh migran internasional baik berupa remitan ekonomi (uang dan/ataupun barang), maupun remitan sosial (pengalaman, ide-ide, inovasi, pengetahuan, pengalaman). Remitan yang diidentifikasi adalah remitan dalam bentuk ekonomi yang dikirimkan. 3. Rumah tangga merupakan seseorang atau sekelompok orang yang tinggal bersama dalam suatu bangunan yang pengelolaan makanannya dari satu dapur. Rumah tangga dalam penelitian ini adalah rumah tangga keluarga. 4. Karakteristik migran berkenaan dengan hal-hal yang melekat pada diri orang yang melakukan kegiatan migrasi internasional yang dapat menunjukkan identitasnya. Karakteristik pelaku migrasi meliputi: a. Usia menunjukkan jumlah tahun hidup pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : 25-32 tahun - Kategori 2 : 33-40 tahun - Kategori 3 : 41-50 tahun b. Jenis kelamin menunjukkan ciri seksual pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi dua, yakni: - Kategori 1 : Laki-laki - Kategori 2 : Perempuan c. Tingkat pendidikan menunjukkan jenjang pendidikan formal terakhir pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (tidak sekolah, tidak tamat, SD) - Kategori 2 : Sedang (SMP/sederajat) - Kategori 3 : Tinggi (SMA/sederajat) d. Status pernikahan menunjukkan status yang dimiliki oleh pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Belum menikah - Kategori 2 : Menikah - Kategori 3 : Pernah menikah e. Jumlah tanggungan menunjukkan banyaknya jumlah anggota rumah tangga yang berada dalam satu rumah dan secara ekonomis masih menjadi tanggungan pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< 2 orang) - Kategori 2 : Sedang (2-3 orang) - Kategori 3 : Tinggi (> 3 orang)
15
f. Posisi dalam keluarga menunjukkan posisi pelaku migrasi dalam rumah tangga yang berada di daerah asal. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Suami/bapak - Kategori 2 : Istri/ibu - Kategori 3 : Anak (laki-laki, perempuan) 5. Karakteristik migrasi berkenaan dengan kegiatan migrasi yang dilakukan oleh buruh migran. Karakteristik migrasi meliputi: a. Negara tujuan migrasi menunjukkan daerah tujuan migrasi yang merupakan tempat bekerja para buruh migran. Variabel ini dikategorikan menjadi dua, yakni: - Kategori 1 : Malaysia - Kategori 2 : Timur Tengah b. Lama migrasi menunjukkan rentang waktu atau lama bekerja buruh migran di negara tujuan. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : < 5 tahun - Kategori 2 : 5-7 tahun - Kategori 3 : > 7 tahun 6. Tingkat pengiriman remitan merujuk pada jumlah pengiriman remitan yang menunjukkan banyaknya remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional ke keluarga dalam satuan Rupiah.Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< Rp15.890.516,-) - Kategori 2 : Sedang (Rp15.890.516,- - Rp24.399.484,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp24.399.484,-) 7. Karakteristik Rumah Tangga berkenaan dengan hal-hal yang melekat pada rumah tangga buruh migran internasional yang dapat menunjukkan identitasnya. Karakteristik rumah tangga buruh migran meliputi: a. Pendapatan rumah tangga merujuk pada pemasukan dalam rumah tangga sebagai hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan dalam satuan Rupiah. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< Rp25.991.973,-) - Kategori 2 : Sedang (Rp25.991.973,- - Rp37.053.027,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp37.053.027,-) b. Pengeluaran rumah tangga merujuk pada banyaknya uang yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk berbagai keperluan dalam satuan Rupiah. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< Rp15.593.293,-) - Kategori 2 : Sedang (Rp15.593.293,- - Rp25.149.207,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp25.149.207,-) c. Kekayaan merujuk pada aset-aset bernilai yang dimiliki oleh rumah tangga. Variabel ini diukur melalui indikator nilai kepemilikan barang elektronik, alat transportasi, dan perhiasan/simpanan. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< Rp7.241.403,-) - Kategori 2 : Sedang (Rp7.241.403,- - Rp21.637.097,-) - Kategori 3 : Tinggi (>Rp21.637.097,-)
16
d. Jumlah tanggungan keluarga menunjukkan banyaknya jumlah anggota rumah tangga yang berada dalam satu rumah dan secara ekonomis masih menjadi tanggungan dalam keluarga. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni: - Kategori 1 : Rendah (< 2 orang) - Kategori 2 : Sedang (2-3 orang) - Kategori 3 : Tinggi (> 3 orang) 8. Pemanfaatan remitan menunjukkan bentuk dan pola alokasi remitan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga. Pola alokasi remitan dibagi menjadi tiga macam, yakni: a. Konsumsi menunjukkan pengalokasian remitan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan hidup berupa konsumsi primer (sandang, pangan, papan), konsumsi sekunder (kebutuhan nonpangan, seperti membayar hutang, biaya pernikahan, biaya hajatan, dan biaya-biaya lainnya), dan konsumsi tersier (barang-barang mewah). b. Investasi menunjukkan pengalokasian remitan dalam bentuk tabungan/simpanan, investasi pendidikan, investasi kesehatan, investasi ekonomi, dan investasi sosial. c. Produksi menunjukkan pengalokasian remitan dalam bentuk pembelian barang-barang yang menunjang proses produksi, seperti pupuk, bibit, dan lain-lain.
17
PENDEKATAN LAPANGAN
Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama memaparkan metode yang digunakan dalam penelitian. Sub bab berikutnya adalah lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian survai. Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1987). Penelitian survai yang dilakukan adalah penelitian penjelasan (explanatory research) yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif berupa karakteristik migran, rumah tangga migran, migrasi, tingkat pengiriman remitan, tingkat pemanfaatan remitan, serta kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di lokasi penelitian. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen utama berupa kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Pengumpulan data kualitatif sebagai informasi tambahan agar data dapat menjadi lebih kaya dan fenomena sosial yang diteliti dapat lebih dipahami, dilakukan melalui observasi serta wawancara mendalam dengan para responden dan informan. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif diperoleh melalui hasil wawancara melalui instrumen kuesioner, observasi, dan wawancara mendalam yang dilakukan selama proses penelitian di lapangan. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui berbagai sumber rujukan/literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik penelitian, profil dan data monografi lokasi penelitian, serta data dari beberapa badan atau pihak. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan adanya kesesuaian topik penelitian yang diangkat dengan lokasi penelitian. Desa Gelogor merupakan salah satu daerah di Kabupaten Lombok Barat dengan tingkat pengiriman buruh migran internasional tertinggi. Daerah tersebut dikenal atau sering dijuluki sebagai “Kampung TKI”, karena tingginya arus migrasi internasional yang dilakukan oleh penduduknya ke berbagai negara di luar negeri.
18
Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak desa, mayoritas penduduk Desa Gelogor bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Sekitar 22 persen dari total penduduk desa adalah buruh migran internasional. Selain itu, dipilihnya Desa Gelogor sebagai lokasi penelitian juga berdasarkan pertimbangan proporsi antara jumlah buruh migran laki-laki dan perempuan di desa tersebut yang cenderung seimbang dibandingkan dengan daerah-daerah pengirim buruh migran internasional lainnya di Indonesia. Keseimbangan proporsi inilah yang menjadikan daerah tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian, karena pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini tidak hanya berfokus pada buruh migran laki-laki atau buruh migran perempuan saja, namun keduanya. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, mulai dari Februari hingga Juni 2014.
Teknik Penentuan Informan dan Responden Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah tangga di Desa Gelogor. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya sedang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Rumah tangga dalam konteks penelitian ini adalah rumah tangga keluarga yang tinggal bersama sebagai satu keluarga dan memiliki hubungan atau ikatan kekerabatan. Proses pembuatan kerangka sampling dimulai dengan mendatangi kantor Desa Gelogor dengan tujuan untuk mendapatkan data populasi rumah tangga yang sesuai dengan karakteristik yang ditetapkan serta data lengkap mengenai anggota rumah tangga yang merupakan buruh migran internasional. Data rumah tangga desa (populasi) tercatat dengan lengkap di kantor desa, akan tetapi untuk data mengenai buruh migran internasional hanya terdapat data jumlah buruh migran internasional, sedangkan daftar lengkap yang memuat nama-nama buruh migran tidak tercatat. Proses kemudian berlanjut dengan mendatangi agen-agen PJTKI (Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia) untuk mendapatkan data lengkap mengenai buruh migran internasional asal desa. Terdapat lebih dari 15 agen PJTKI di Desa Gelogor yang mengurus dan menyalurkan secara resmi penduduk desa yang ingin menjadi buruh migran di berbagai negara di luar negeri. Setelah mendatangi beberapa agen PJTKI, tidak ada satu pun agen yang bersedia memberikan daftar lengkap mengenai buruh migran internasional. Hari berikutnya, proses pengumpulan daftar nama buruh migran internasional asal desa untuk keperluan pembuatan kerangka sampling berlanjut dengan mendatangi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lombok Barat. Akan tetapi, data mengenai buruh migran internasional yang ada di Disnakertrans tidak diperbaharui dan tidak tercatat secara lengkap. Hingga akhirnya, data lengkap mengenai buruh migran internasional asal Desa Gelogor diperoleh dengan mendatangi seluruh kepala dusun di Desa Gelogor. Masing-masing kepala dusun memiliki catatan lengkap yang ditulis secara manual mengenai daftar nama buruh migran internasional. Berdasarkan pertimbangan proporsi jumlah dan jenis kelamin buruh migran internasional pada masingmasing dusun, akhirnya diputuskan untuk mengambil satu dusun yakni Dusun Gelogor Tengah sebagai fokus dari penelitian yang akan dilakukan.
19
Kerangka sampling dibuat berdasarkan data populasi dan data buruh migran internasional yang telah didapatkan. Pembuatan kerangka sampling dilakukan dengan mengelompokkan seluruh anggota rumah tangga yang berada di Dusun Gelogor Tengah ke dalam dua kelompok, yakni kelompok pertama (kelompok rumah tangga yang salah satu anggotanya ada yang menjadi buruh migran internasional) dan kelompok kedua (kelompok rumah tangga yang tidak ada salah satu anggotanya menjadi buruh migran internasional). Kelompok yang akan dijadikan kerangka sampling adalah kelompok pertama, sedangkan kelompok kedua diabaikan karena tidak dapat dijadikan responden penelitian. Seluruh daftar rumah tangga di kelompok pertama dipilih yang memenuhi kriteria kerangka sampling yang diinginkan, yakni rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya sedang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Hingga akhirnya, didapatkan sebanyak 86 rumah tangga yang dibuat sebagai kerangka sampling dalam penelitian ini. Setelah kerangka sampling dibuat secara lengkap, dilakukan pembagian daftar kerangka sampling menjadi dua kelompok, yakni kelompok pertama (rumah tangga yang anggota keluarganya merupakan buruh migran laki-laki) dan kelompok kedua (rumah tangga yang anggota keluarganya merupakan buruh migran perempuan). Berdasarkan pengelompokkan yang dibuat, pada kelompok pertama teridentifikasi sebanyak 43 rumah tangga dan pada kelompok kedua juga sebanyak 43 rumah tangga. Kemudian, responden penelitian pun akhirnya ditentukan dengan melakukan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan mengambil 20 responden dari kelompok pertama (rumah tangga yang buruh migrannya adalah laki-laki) dan 20 responden dari kelompok kedua (rumah tangga yang buruh migrannya adalah perempuan). Sebanyak 40 rumah tangga tersebut pada akhirnya terpilih dan diambil sebagai responden dalam penelitian ini. Selain responden, penelitian ini juga melibatkan beberapa informan yang memberikan informasi ataupun keterangan tambahan yang berkaitan dengan penelitian. Informan dalam penelitian ini ditentukan secara langsung, yang mana berasal dari pihak pemerintah desa, agen-agen PJTKI, pihak Disnakertrans, kepala dusun, mantan buruh migran internasional yang telah kembali ke daerah asal, serta beberapa masyarakat desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai migrasi internasional di desa.
Teknik Pengumpulan Data Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian adalah berupa kuesioner. Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data-data kuantitatif yang di dalamnya didalamnya terdapat enam poin utama yang berisikan daftar pertanyaan-pertanyaan, yakni (a) karakteristik responden; (b) karakteristik pelaku migrasi/migran; (c) karakteristik migrasi; (d) tingkat pengiriman remitan; (e) bentuk pemanfaatan remitan; serta (f) kondisi ekonomi rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan setelah pembuatan kerangka sampling dan penentuan responden selesai. Sebelum kuesioner disebarkan kepada 40 responden penelitian, dilakukan uji coba kuesioner pada rumah tangga yang bertempat
20
tinggal di dusun lain yakni Dusun Gelogor Selatan yang memiliki karakteristik sama dengan responden. Uji coba kuesioner dilakukan untuk mengevaluasi seluruh isi kuesioner yang telah disusun dan mencoba menerapkannya di lapangan. Uji coba kuesioner diterapkan pada lima rumah tangga di Dusun Gelogor Selatan dan dilakukan selama satu hari penuh. Berdasarkan hasil uji coba kuesioner yang dilakukan, terdapat beberapa pertanyaan dalam kuesioner yang urutannya masih belum sistematis dan memiliki maksud yang sama namun ditanyakan dengan poin pertanyaan yang berbeda. Selain itu, beberapa istilah yang terdapat dalam kuesioner kurang dipahami oleh para responden yang dikenai uji coba. Para responden uji coba juga mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang berhubungan dengan nilai pengeluaran dan kekayaan yang mereka miliki. Proses wawancara pada uji kuesioner yang dilakukan juga berlangsung agak lama dan kurang efektif. Selebihnya, pertanyaan-pertanyaan lainnya yang dicantumkan dalam kuesioner mampu dijawab dengan baik oleh kelima responden yang dikenai uji coba. Berdasarkan hasil evaluasi kuesioner penelitian, dilakukan beberapa perbaikan pertanyaan kuesioner serta pembenahan dalam teknik mewawancarai responden. Pengumpulan data berlanjut pada hari berikutnya. Berdasarkan daftar nama-nama responden yang telah disusun secara lengkap, 40 responden dalam penelitian ini didatangi satu per satu dalam kurun waktu sekitar 12 hari. Responden yang diwawancarai adalah salah satu anggota rumah tangga migran yang berada di rumah, yakni pasangan, orang tua, saudara kandung, serta anak dari buruh migran. Didapatkan data dari tiga sampai empat responden dalam satu hari. Masing-masing dari responden tinggal saling berdekatan, sehingga proses pengumpulan data menjadi lebih mudah dan cepat. Hampir semua responden pada umumnya tidak memiliki pekerjaan di luar rumah, sehingga dapat ditemui mulai dari pagi hingga sore hari. Data primer berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui hasil wawancara pada responden melalui instrumen kuesioner dicatat dalam lembaran kuesioner, sedangkan data primer berupa data kualitatif yang berfungsi sebagai informasi pelengkap dicatat secara rinci di dalam catatan harian dan lembaran kertas kecil yang telah disiapkan. Hasil wawancara pada responden juga direkam dalam bentuk rekaman audio dengan menggunakan telepon seluler. Data sekunder berupa data pendukung diperoleh melalui informasi tertulis dari berbagai sumber rujukan.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh secara kuantitatif melalui kuesioner diolah melalui program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 20. Sebelum data diolah dan dianalisis, tahap pertama yang dilakukan adalah mengecek kembali kelengkapan dan kekonsistenan jawaban yang diperoleh pada lembaran kuesioner, catatan harian, lembaran kertas kecil, dan rekaman audio. Setelah dilakukan pengecekan, tahap kedua yang dilakukan adalah mengkode data. Semua data kuantitatif yang diperoleh pada lembaran kuesioner dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2007 secara lengkap dan diuraikan per variabel. Beberapa variabel dihitung nilai rata-ratanya berdasarkan sebaran jawaban yang
21
didapatkan dari seluruh responden untuk dikelompokkan ke dalam kategori jawaban. Setelah itu, semua data dikodekan dengan memberi simbol-simbol berupa angka sesuai kategori jawaban yang telah ditentukan atau dikelompokkan. Tahap berikutnya dilakukan pengolahan data dengan menghitung jumlah dan persentase jawaban responden dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Beberapa data juga diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (data ordinal) dan Chi-square (data nominal) melalui program SPSS for Windows versi 20. Terakhir, dilakukan analisis data secara kualitatif sebagai pendukung hasil data kuantitatif dengan mereduksi hasil wawancara mendalam dengan para responden dan informan. Variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat kekayaan, serta jumlah remitan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga bentuk yakni rendah, sedang, dan tinggi. Pengategorian ini didasarkan pada data emik atau data yang diperoleh dari sebaran jawaban semua responden di lapangan. Pengategorian tingkat pendapatan, tingkat kekayaan, dan jumlah atau besarnya remitan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata pendapatan, pengeluaran, kekayaan, jumlah remitan dari seluruh rumah tangga yang menjadi responden penelitian. Setelah nilai rata-rata diperoleh, lalu dihitung nilai standar deviasi dan nilai ½ standar deviasi dari data pendapatan, pengeluaran, kekayaan, jumlah remitan dari seluruh rumah tangga melalui program Microsoft Excel. Terakhir, dilakukan operasi pengurangan nilai rata-rata dengan nilai ½ standar deviasi dan operasi penambahan nilai rata-rata dengan nilai ½ standar deviasi. Tingkat pendapatan, pengeluaran, kekayaan, jumlah remitan yang dikategorikan rendah adalah yang nilainya kurang dari hasil operasi pengurangan, sedangkan tingkat pendapatan, pengeluaran, kekayaan, jumlah remitan yang dikategorikan tinggi adalah yang nilainya lebih dari hasil operasi penambahan. Sementara itu, tingkat pendapatan, pengeluaran, kekayaan, jumlah remitan yang dikategorikan sedang adalah yang nilainya berada di antara hasil kedua operasi tersebut.
22
23
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan pemaparan mengenai profil lengkap lokasi penelitian yang dibagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab kondisi geografis desa memaparkan gambaran dan kondisi lokasi penelitian secara geografis. Sub bab kondisi demografi desa memaparkan gambaran kondisi kependudukan di lokasi penelitian. Sub bab potensi desa memaparkan potensi sumber daya alam, kelembagaan, dan kondisi sarana dan prasarana di lokasi penelitian. Sub bab mobilitas penduduk desa memaparkan gambaran umum perpindahan penduduk desa ke luar negeri.
Kondisi Geografis Desa Desa Gelogor merupakan salah satu dari sepuluh desa yang terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa ini terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Gelogor Pusat, Dusun Gelogor Selatan, Dusun Gelogor Tengah, Dusun Gelogor Timur, Dusun Gelogor Utara, Dusun Gersik Selatan, dan Dusun Gersik Utara. Desa yang memiliki luas wilayah sebesar 168.162 ha ini merupakan desa hasil pemekaran dari Desa Induk Rumak pada tahun 1998 dan 2007. Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bagik Olak Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kediri Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ombe Baru Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rumak Desa ini berjarak sekitar dua km ke ibukota kecamatan, sekitar delapan km ke ibukota kabupaten, dan sekitar 13 km ke ibukota provinsi. Desa ini memiliki bentang wilayah yang datar dengan ketinggian 5-50 mdl, rata-rata suhu 310 C, dan memiliki curah hujan sekitar 1.602 mm per tahun. Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya, desa ini memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musik penghujan.
Kondisi Demografi Desa Jumlah Penduduk Data desa tahun 2012 menunjukkan jumlah total penduduk Desa Gelogor adalah sebanyak 6.097 jiwa yang tersebar di tujuh dusun. Jumlah penduduk lakilaki di desa ini adalah sebanyak 2.420 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 3.677 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) yang ada di desa ini adalah sebanyak 1.940 KK dan jumlah penduduk yang tergolong miskin adalah sebanyak 886 rumah tangga. Seluruh penduduk desa tersebar dalam tujuh dusun yang memiliki letak berdekatan dan bertempat tinggal di 33 Rukun Tetangga (RT) yang terdapat di ketujuh dusun. Jumlah dan persentase penduduk Desa Gelogor pada masing-masing dusun disajikan secara lengkap pada Tabel 1.
24
Tabel 1
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah dan persentase penduduk pada masing-masing dusun di Desa Gelogor tahun 2012
Dusun Gelogor Pusat Gelogor Selatan Gelogor Tengah Gelogor Utara Gelogor Timur Gersik Selatan Gersik Utara Total
L 212 422 321 292 432 407 334 2420
Jumlah (jiwa/KK) % P % KK 8.76 355 9.66 174 17.44 590 16.05 308 13.26 515 14.01 286 12.07 409 11.12 225 17.85 602 16.37 319 16.82 676 18.39 332 13.80 531 14.44 296 100 3677 100 1940
% 8.97 15.88 14.74 11.60 16.44 17.11 15.26 100
Tingkat Pendidikan Mayoritas penduduk Desa Gelogor merupakan tamatan SMP/sederajat, SD, dan SMA/sederajat. Hal ini terlihat dari tingginya persentase (21-30 %) penduduk berada pada tingkat pendidikan tersebut. Akan tetapi, persentase penduduk usia produktif yang tidak menempuh pendidikan dan/atau tidak tamat sekolah juga terbilang tinggi. Penduduk yang tidak sekolah dan/atau tidak tamat sekolah pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki keterbatasan dari segi ekonomi. Mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar membuat orang tua atau keluarga memutuskan untuk tidak menyekolahkan ataupun memberhentikan pendidikan anak-anak mereka. Berdasarkan informasi yang diperoleh, selain karena faktor ekonomi masih rendahnya kesadaran keluarga di desa akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak menjadi penyebab lain dari tingginya angka tidak sekolah dan/atau putus sekolah pada penduduk usia produktif di desa ini. Selain itu, penduduk yang menempuh pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) di desa ini juga terbilang rendah. Selain karena faktor biaya dan letak perguruan tinggi yang berada jauh di luar desa, mayoritas penduduk yang tamat SMA lebih memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya, namun lebih memilih untuk berangkat dan bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Selain itu, beberapa dari tamatan SMA juga banyak yang menjadi pengangguran karena minimnya lapangan pekerjaan yang memadai. Tabel 2
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah dan persentase penduduk Desa Gelogor berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2012
Tingkat pendidikan Usia produktif (15-45 tahun) tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Diploma Tamat S1/S2/S3 Total
Jumlah (orang) 253 179 1.648 1.790 1.144 105 210 5329
% 4.75 3.35 30.93 33.59 21.47 1.97 3.94 100
25
Mata Pencaharian Informasi dan data mengenai profil desa menunjukkan mayoritas penduduk di Desa Gelogor bekerja di luar negeri sebagai buruh migran (TKI/TKW). Sebesar 22.02 persen dari total penduduk desa yang bekerja adalah buruh migran. Selain itu, penduduk di desa ini juga banyak yang bekerja sebagai buruh lepas, petani, pengemudi (ojek dan cidomo), buruh tani, dan pedagang. Pada umumnya, penduduk yang bekerja di bidang pertanian sawah merupakan petani penggarap yang menggarap sawah milik orang lain, sedangkan di bidang pertanian sayuran penduduk di desa ini memiliki lahan yang ditanami sayuran berupa kangkung untuk keperluan keluarga dan juga untuk dijual di pasar. Angka pengangguran di desa ini terbilang sangat tinggi. Berdasarkan data desa, sebesar 36.25 persen penduduk desa ini tidak memiliki pekerjaan atau menganggur. Mayoritas dari para pengangguran merupakan penduduk usia produktif, terutama para pemuda yang baru menyelesaikan pendidikan formal. Tabel 3
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jumlah dan persentase penduduk Desa Gelogor berdasarkan mata pencaharian tahun 2012 Mata pencaharian pokok
Petani Pedagang Buruh tani Buruh lepas Tukang Peternak PNS/ TNI/Polri Karyawan swasta Karyawan BUMN Pembantu rumah tangga TKI/TKW luar negeri Pengemudi Pengrajin Total
Jumlah (orang) 389 357 368 568 223 83 117 346 36 59 856 459 26 3887
% 10.00 9.18 9.47 14.61 5.74 2.14 3.01 8.90 0.93 1.52 22.02 11.81 0.67 100
Mobilitas Penduduk Mobilitas penduduk Desa Gelogor ke luar negeri telah berlangsung sejak lama. Diperkirakan pada pertengahan tahun 1980-an penduduk desa sudah melakukan migrasi internasional untuk bekerja sebagai buruh migran. Saat itu, jumlah penduduk yang berangkat ke luar negeri masih terbilang sedikit. Awalnya, penduduk yang melakukan migrasi internasional berangkat secara pribadi/mandiri ke luar negeri. Keberangkatan ke luar negeri tersebut didasari oleh lemahnya kondisi perekonomian keluarga dan sulitnya akses pekerjaan di desa. Awal tahun 1990-an jumlah penduduk yang melakukan migrasi internasional dan bekerja di luar negeri kian bertambah. Keberhasilan dan kesuksesan penduduk desa yang sebelumnya bekerja di luar negeri membuat penduduk desa lainnya berbondong-bondong ingin melakukan hal yang sama. Mereka ingin mengikuti jejak sukses buruh migran yang ketika kembali ke desa
26
membawa banyak uang dan kondisi perekonomian keluarganya mengalami perubahan yang cukup drastis. Sejak saat itu, migrasi internasional dijadikan sebagai alternatif pilihan penduduk desa untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka dalam berbagai aspek. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi internasional, agen-agen penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) pun kian bermunculan di Desa Gelogor. Agen-agen PJTKI menaungi dan mewadahi para penduduk yang ingin berangkat ke luar negeri dan bekerja sebagai buruh migran. Agen-agen tersebut tersebar di seluruh desa dan melayani penduduk yang ingin berangkat ke berbagai negara di luar negeri. Sejak munculnya agen-agen PJTKI, hampir seluruh penduduk desa yang berangkat ke luar negeri melalui jasa mereka. Jumlah penduduk Desa Gelogor yang melakukan migrasi internasional dari tahun ke tahun kian meningkat pesat. Mayoritas penduduk laki-laki pada umumnya bermigrasi ke negara Malaysia, sedangkan penduduk perempuan ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Selain ke kedua daerah tersebut, beberapa penduduk desa juga melakukan migrasi ke negara-negara lain seperti Jepang, Taiwan, Hongkong, Singapura, Brunei Darussalam. Akan tetapi jumlahnya sangat sedikit dan kian menurun hingga sekarang, karena mahalnya biaya administrasi yang harus dibayarkan serta memiliki sistem atau pola kerja yang berbeda dengan negara Malaysia dan negara-negara kawasan Timur Tengah. Kebijakan pembatasan pengiriman buruh migran (moratorium) ke negara Arab Saudi dan Malaysia yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia sekitar tahun 2010 berdampak pada menurunnya jumlah buruh migran asal Desa Gelogor. Selain itu, banyak agen-agen PJTKI yang tutup terutama agen yang mengurus buruh migran ke Arab Saudi, karena sepinya jumlah penduduk yang bermigrasi. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan dari segi jumlah buruh migran, Desa Gelogor ini tetap dikenal sebagai salah satu daerah penyumbang buruh migran terbesar di Lombok Barat bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan kerap disebut sebagai “Kampung TKI”. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, dari 286 rumah tangga di Dusun Gelogor Tengah 86 rumah tangga (30.07 %) adalah rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya melakukan migrasi internasional lebih dari empat tahun, 139 rumah tangga (48.60 %) memiliki anggota keluarga yang baru melakukan migrasi atau kurang dari empat tahun, 54 rumah tangga (18.88 %) pernah melakukan migrasi dan sudah tidak bermigrasi lagi, serta 7 rumah tangga (2.45 %) tidak pernah sama sekali melakukan migrasi karena merupakan pendatang dari luar daerah dan tergolong kalangan berada. Agama Mayoritas penduduk yang tinggal di Desa Gelogor (99.92 %) beragama Islam, sedangkan sisanya (0.08 %) beragama Hindu. Penduduk yang beragama Hindu merupakan warga pendatang yang berasal dari Provinsi Bali yang menetap di daerah ini untuk bekerja. Etnis Penduduk Desa Gelogor terdiri atas beragam etnis. Mayoritas penduduk desa ini berasal dari etnis asli, yakni etnis Sasak (99.15 %). Etnis-etnis lainnya yang terdapat di desa ini adalah etnis Sunda (0.13 %), etnis Bima (0.08 %), etnis
27
Bali (0.08 persen), etnis Sumbawa (0.26 %), dan etnis lainnya (0.30 %). Penduduk yang berasal dari selain etnis Sasak yang tinggal di desa ini merupakan penduduk pendatang yang berasal dari luar daerah Lombok.
Potensi Desa Secara umum, sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Gelogor terbilang cukup baik. Desa ini memiliki beberapa jalan yang menjadi prasarana transportasi, yakni jalan dusun sepanjang 1.5 km; jalan desa sepanjang satu km; jalan kabupaten sepanjang 1.5 km; dan jalan provinsi sepanjang 2.2 km. Kondisi jalan di desa ini pun terbilang baik dan lancar, sehingga akses masuk dan keluar desa menjadi lebih mudah. Akses masuk ke desa ini dapat ditempuh dengan menggunakan beberapa alat transportasi umum yang beroperasi, yakni berupa ojek dan cidomo (delman). Akan tetapi, pada umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan alat transportasi pribadi berupa sepeda motor, karena mayoritas masyarakat di desa ini memilikinya di setiap rumah. Desa ini sudah dilengkapi dengan fasilitas penerangan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), jaringan telepon rumah dan telepon selular, serta fasilitas internet. Desa Gelogor memiliki beberapa lembaga pendidikan yang tersebar di tujuh dusun. Jumlah TK/PAUD di desa ini adalah sebanyak enam buah, jumlah SD sebanyak empat buah, jumlah SMP/sederajat sebanyak dua buah, jumlah SMA/sederajat sebanyak tiga buah, serta satu buah pondok pesantren. Secara umum, kondisi lembaga pendidikan di desa ini terbilang baik dan beberapa di antaranya merupakan sekolah-sekolah unggulan yang cukup dikenal. Selain itu, untuk prasarana pemerintahan desa ini memiliki satu gedung kantor desa dengan kondisi yang baik dan dilengkapi dengan gedung aula, ruang BPD, rumah jaga, komputer, mesin tik, meja dan kursi kerja, meja dan kursi rapat, kursi pojok, lemari arsip, rak buku, brangkas, sepeda motor dinas, kipas angin, podium, wireless, dan televisi. Desa ini juga memiliki lembaga keamanan berupa pos kamling sebanyak sepuluh unit dengan jumlah hansip sebanyak satu orang. Banyaknya jumlah buruh migran asal Desa Gelogor yang bekerja di luar negeri secara tidak langsung berdampak terhadap kondisi desa. Pekerjaan sebagai buruh migran yang menjadi alternatif pekerjaan masyarakat desa dapat meminimalkan angka pengangguran dan juga kemiskinan di desa tersebut, karena memang pada dasarnya daerah ini belum tersedia lapangan dan akses pekerjaan yang cukup memadai bagi masyarakat setempat. Oleh sebab itu, migrasi internasional menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka. Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran disumbangkan untuk berbagai keperluan pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur desa seperti perenovasian masjid, jalan raya, jembatan, dan lain sebagainya. Sumbangan remitan juga kerap dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti kegiatan kepemudaan desa (karang taruna), kegiatan keagamaan, dan kegiatan lainnya yang melibatkan masyarakat di desa tersebut. Tidak hanya itu, remitan buruh migran yang digunakan oleh rumah tangga untuk merenovasi bangunan rumah yang dimiliki, secara tidak langsung dapat memperindah dan membuat kondisi fisik Desa Gelogor menjadi lebih tertata rapi.
28
29
KARAKTERISTIK MIGRAN, RUMAH TANGGA MIGRAN, DAN MIGRASI DI DESA GELOGOR
Karakteristik Migran Usia Usia minimal seseorang untuk dapat menjadi buruh migran internasional adalah 18 tahun. Ketentuan ini mengacu pada pasal 9a dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang menyatakan bahwa calon TKI/buruh migran internasional harus berusia sekurang-kurangnya 18 tahun, kecuali bagi TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya 21 tahun (Permen 19 tahun 2006). Semua buruh migran dalam penelitian ini memiliki rentang usia mulai dari 25 tahun hingga 50 tahun yang artinya memenuhi kriteria usia ketentuan minimal yang ditetapkan. Secara keseluruhan, mayoritas buruh migran asal Desa Gelogor baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia di antara 25 hingga 40 tahun. Banyaknya jumlah buruh migran pada usia 25 hingga 40 tahun dikarenakan pada usia tersebut buruh migran masih tergolong baru sebagai buruh migran dan masih cukup produktif untuk bekerja, sedangkan pada usia di atas 40 tahun jumlahnya lebih sedikit karena pada umumnya buruh migran pada usia tersebut memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke daerah asal. Selain karena faktor usia yang tidak terlalu produktif lagi untuk bekerja, kembalinya buruh migran ke daerah asal pada usia-usia di atas 40 tahun juga disebabkan oleh adanya kejenuhan dan kerinduan akan kampung halaman yang dirasakan. Jenis Kelamin Jumlah buruh migran yang diidentifikasi dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Informasi yang diperoleh dari beberapa responden dan informan menyebutkan bahwa secara umum jumlah buruh migran internasional yang berasal dari Desa Gelogor adalah cenderung seimbang antara laki-laki dan perempuan. Keinginan untuk menjadi buruh migran di desa ini memang tidak terbatas pada satu jenis kelamin tertentu. Penduduk baik laki-laki dan perempuan memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk menjadi buruh migran. Banyaknya agen penyalur tenaga kerja (PJTKI) resmi yang berada di daerah penelitian membantu para penduduk yang ingin menjadi buruh migran. Agen-agen PJTKI yang menawarkan jasa penyaluran tenaga kerja ke berbagai negara mempermudah penduduk laki-laki dan perempuan untuk bermigrasi sesuai dengan daerah tujuan yang diinginkan dan/atau sesuai permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan dari negara tujuan. Tingkat Pendidikan Sebesar masing-masing 35 persen buruh migran laki-laki dalam penelitian ini tamat SD dan SMA, sedangkan sebesar 30 persen sisanya tamat SMP. Sementara itu, mayoritas buruh migran perempuan merupakan tamatan SMP dengan persentase sebesar 40 persen. Sebesar 35 persen lainnya tamat SD dan 25 persen lainnya tamat SMA.
30
Penduduk yang pendidikan terakhirnya SMA ke bawah pada umumnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai di daerah asal. Lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah asal memiliki tingkat penghasilan yang terbilang kecil. Maka dari itu, banyak penduduk yang tingkat pendidikannya rendah memilih untuk melakukan migrasi internasional dan bekerja sebagai buruh migran informal di luar negeri. Hal ini dikarenakan bekerja sebagai buruh migran di luar negeri tidak terlalu mengutamakan atau mementingkan tingkat pendidikan, sehingga mereka dapat lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang terbilang cukup besar. “Rata-rata TKI di desa sekolahnya SMA ke bawah. Di sini susah kerja kalau sekolah cuma sampai SMA, ya ujung-ujungnya jadi TKI. Kalau tamatan kuliah ya gak mau jadi TKI”. (N, 30 tahun) Tabel 4
No 1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik migran asal Desa Gelogor tahun 2013
Variabel Usia 25-32 tahun 33-40 tahun 41-50 tahun Tingkat pendidikan Rendah Sedang Tinggi Status pernikahan Belum menikah Menikah Pernah menikah Jumlah tanggungan < 2 orang 2-3 orang > 3 orang Posisi Suami Istri Anak TOTAL
Laki-laki n %
Perempuan n %
7 6 7
35 30 35
7 10 3
35 50 15
7 6 7
35 30 35
7 8 5
35 40 25
3 17 0
15 85 0
6 8 6
30 40 30
15 5 0
75 25 0
0 14 6
0 70 30
13 0 7 20
65 0 35 100
0 6 14 20
0 30 70 100
Hasil penelitian tidak menemukan adanya buruh migran yang memiliki jenjang pendidikan terakhir di perguruan tinggi. Penduduk yang tamat dari perguruan tinggi pada umumnya tidak terlalu berminat untuk bekerja sebagai buruh migran di luar negeri dan lebih memilih untuk mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni di perguruan tinggi.
31
Status Pernikahan dan Posisi dalam Keluarga Mayoritas buruh migran laki-laki dalam penelitian ini memiliki status menikah dengan persentase sebesar 85 persen, sedangkan 15 persen lainnya belum menikah. Sementara itu, sebesar 40 persen buruh migran berstatus menikah dan masing-masing sebesar 30 persen berstatus belum menikah dan pernah menikah (janda). Status pernikahan buruh migran pada dasarnya memiliki keterkaitan dengan posisi buruh migran tersebut dalam keluarganya. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa 65 persen buruh migran laki-laki merupakan suami dan 35 persen merupakan anak, sedangkan untuk buruh migran perempuan sebesar 70 persen merupakan anak dan 30 persen sisanya adalah istri. Besarnya persentase buruh migran laki-laki dengan status menikah disebabkan oleh adanya tanggungan ekonomi keluarga yang harus ditanggung sebagai suami (kepala rumah tangga). Adanya kewajiban suami untuk menafkahi keluarga mengharuskan mereka melakukan migrasi ke luar negeri. Sementara itu, buruh migran laki-laki yang belum menikah dalam penelitian ini merupakan anak laki-laki tertua dalam keluarga yang menggantikan peran orang tuanya sebagai tulang punggung keluarga, karena semakin menurunnya produktivitas orang tuanya dalam hal bekerja. Mayoritas buruh migran perempuan dalam penelitian ini juga memiliki status menikah. Beberapa perempuan memilih bekerja sebagai buruh migran meskipun memiliki suami disebabkan oleh adanya keterbatasan fisik yang dimiliki oleh suami mereka, sehingga tidak memungkinkan untuk bekerja. Pekerjaan ini juga dilakukan untuk menambah pendapatan keluarga di samping pendapatan utama yang berasal dari anggota keluarga mereka. Buruh migran perempuan yang belum menikah merupakan anak tertua dalam keluarga dianggap paling produktif dan mampu bekerja dengan baik di luar negeri. Sementara itu, buruh migran yang berstatus janda, dicerai ataupun ditinggal mati oleh suaminya. Sepeninggalnya suami, mereka harus berperan sebagai pencari nafkah utama untuk dirinya dan keluarganya. Jumlah Tanggungan Keluarga Mayoritas buruh migran laki-laki dalam penelitian ini memiliki jumlah tanggungan kurang dari dua orang atau sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen sisanya memiliki tanggungan dua hingga tiga orang. Kebalikannya, buruh migran perempuan memiliki jumlah tanggungan yang cenderung lebih besar. Sebesar 70 persen buruh migran perempuan memiliki jumlah tanggungan sebanyak dua hingga tiga orang, sedangkan 30 persen sisanya lebih dari tiga orang. Anggota keluarga yang menjadi tanggungan buruh migran pada umumnya adalah orang tua, anak, dan saudara-saudara kandung yang tinggal dalam satu rumah.
Karakteristik Rumah Tangga Migran Pendapatan Rumah Tangga Migran Pendapatan rumah tangga dihitung dari total sumbangan penghasilan yang diberikan oleh seluruh anggota rumah tangga selain buruh migran. Rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Gelogor dalam setahun terakhir adalah sebesar Rp11.377.500,-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setengah dari rumah tangga buruh migran laki-laki memiliki tingkat pendapatan antara Rp8.949.816,- hingga
32
Rp13.805.184,- dalam setahun terakhir. Sementara itu, tingkat pendapatan pada mayoritas rumah tangga buruh migran perempuan berada pada tingkat yang tergolong tinggi, yakni lebih dari Rp13.805.184,-. Pendapatan rumah tangga buruh migran disumbang dari anggota rumah tangga yang bekerja dan berpenghasilan. Penelitian ini mengidentifikasi empat jenis pekerjaan utama anggota rumah tangga buruh migran di Desa Gelogor, yakni mengelola warung, berdagang atau berjualan, buruh, dan guru honorer. Nilai ratarata pendapatan berdasarkan jenis pekerjaan masing-masing anggota rumah tangga buruh migran tersaji pada tabel 5 berikut. Tabel 5
No 1. 2. 3. 4.
Pendapatan rumah tangga buruh migran berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Gelogor tahun 2013
Jenis pekerjaan Usaha warung Berdagang Buruh Guru honorer TOTAL
n 14 11 12 3 40
% 35 27 30 8 100
Pendapatan setahun (ribuan Rupiah) 11 000 12 000 10 000 12 510 11 377
Mayoritas anggota rumah tangga buruh migran bekerja mengelola usaha warung (35 %). Usaha ini merupakan usaha pribadi yang dikembangkan secara kecil-kecilan yang biasanya menjual beraneka makanan kecil (snack) dan sembako. Umumnya, warung-warung ini telah dikembangkan sejak dulu bahkan sebelum ada anggota keluarga yang menjadi buruh migran dengan tujuan untuk menambah pemasukan keluarga. Penghasilan dari usaha warung ini diungkapkan para responden cukup membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga selain dari remitan, meskipun dalam jumlah yang masih relatif kecil. Jika remitan dari buruh migran telat dikirimkan, maka penghasilan dari usaha warung inilah yang akan digunakan sepenuhnya untuk membeli berbagai kebutuhan pokok. Jenis pekerjaan lainnya yang juga banyak dilakukan oleh anggota rumah tangga adalah buruh (30 %), mulai dari buruh bangunan, buruh penambang pasir, hingga buruh yang bekerja di bidang pertanian. Buruh bangunan dan buruh penambang pasir bekerja setiap hari dan mendapatkan upah bekerja harian, sedangkan buruh tani bekerja menggarap lahan pertanian miliki orang lain dan mendapatkan upah bekerja setiap masa panen. Rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya bekerja sebagai pedagang (27 %), seperti pedagang pakaian, sayuran, hewan/ternak, kerupuk, dan lain sebagainya pada umumnya bekerja di luar desa setiap harinya. Beberapa rumah tangga ada yang anggota rumah tangganya bekerja sebagai guru honorer (8 %). Rumah tangga buruh migran yang memiliki tingkat pendapatan tergolong tinggi pada umumnya memiliki anggota keluarga yang bekerja sebagai guru honorer yang bekerja di berbagai sekolah, baik di dalam maupun di luar desa. Pekerjaan sebagai guru honorer pada umumnya dilakukan oleh suami ataupun saudara kandung dari buruh migran. Gaji yang diperoleh sebagai guru honorer sedikit lebih besar dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya yakni sebesar rata-rata 12.5 juta Rupiah per tahun. Gaji yang besar tersebut membuat nilai pendapatan yang diterima dan masuk ke dalam keluarga pun menjadi lebih besar.
33
Beberapa anggota rumah tangga buruh migran juga ada yang bekerja sebagai pedagang dengan tingkat penghasilan yang cukup besar dan tidak berbeda jauh dengan pendapatan guru honorer. Mereka yang bekerja sebagai pedagang atau penjual (sayuran dan pakaian) menjajakan dagangan mereka ke Pulau Bali. Setiap dini hari, mereka berangkat melalui pelabuhan yang berada tidak jauh dari desa dengan menaiki kapal penyeberangan Lombok-Bali. Mereka berdagang di beberapa pasar yang ada di Pulau Bali dari pagi hingga siang hari, setelah dagangan mereka laku terjual biasanya mereka akan kembali ke desa pada siang hingga sore hari. Setiap harinya, mereka mendapatkan uang yang cukup besar dari berdagang sayuran atau pakaian di Pulau Bali, karena rata-rata harga yang mereka patok untuk setiap barang dagangan yang mereka jual cukup tinggi. Pekerjaan ini pada umumnya dilakukan oleh saudara-saudara dari buruh migran dengan nilai rata-rata pendapatan sebesar 12 juta Rupiah per tahun. Sementara itu, rumah tangga buruh migran yang memiliki tingkat pendapatan yang tergolong sedang dan rendah pada umumnya hanya memperoleh penghasilan dari usaha menjual kerupuk dan kacang keliling desa, serta usaha warung kecil-kecilan di depan rumah yang dijalankan oleh istri ataupun orang tua mereka. Penghasilan yang diperoleh dari jenis pekerjaan tersebut tidak terlalu besar dan sangat tidak menentu setiap harinya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden yang mengelola warung di depan halaman rumahnya. “Ya dari warung paling dapat berapa Dek sehari. Kadang rame, kadang juga sepi. Jadi tidak menentu pemasukannya, tapi kalau dihitung-hitung ya kecil lah dapatnya. Tapi namanya juga usaha, jadi lumayan nambah buat makan sehari-hari”. (M, 33 tahun). Setelah adanya salah satu anggota dalam rumah tangga bermigrasi ke luar negeri, nilai pendapatan rumah tangga mengalami perubahan karena adanya sumbangan pemasukan tambahan dari remitan. Nilai rata-rata remitan yang dikirimkan oleh buruh migran dalam setahun terakhir adalah sebesar Rp20.145.000,-. Tabel 6
No 1.
2.
Jumlah dan frekuensi pengiriman remitan berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014 Laki-laki n %
Variabel Jumlah remitan (setahun terakhir) < Rp15 890 516 18 90 Rp15 890 516- Rp24 399 484 2 10 > Rp24 399 484 0 0 TOTAL 20 100 Frekuensi pengiriman remitan (setahun terakhir) 12 60 2 bulan sekali 3-4 bulan sekali 4 30 ≥ 5 bulan sekali 2 10 TOTAL 20 100
Perempuan n % 0 3 17 20
0 15 85 100
7 8 7 20
35 30 35 100
34
Mayoritas buruh migran laki-laki (90 %) mengirimkan remitan dalam jumlah yang tergolong rendah, yakni kurang dari Rp15.890.516,-. Sebesar 10 persen lainnya mengirimkan antara Rp15.890.516,- hingga Rp24.399.484,-. Sebaliknya, buruh migran perempuan justru mengirimkan remitan dalam jumlah yang tergolong besar. Sebesar 85 persen buruh migran perempuan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih dari Rp24.399.484,-. Besarnya jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran perempuan dikarenakan buruh migran perempuan cenderung akan mengirim hampir seluruh total gaji bekerja yang diterimanya kepada keluarganya yang berada di daerah asal. Biaya hidup buruh migran perempuan yang cenderung rendah karena sebagian besar ditunjang dan dipenuhi oleh majikan tempat bekerja, membuat jumlah remitan yang dapat dikirimkan lebih banyak. Sementara itu, buruh migran laki-laki mengirimkan remitan dalam jumlah yang sedikit karena pada umumnya mengirimkan hanya sebagian dari gaji yang diterima. Gaji yang diterima oleh buruh migran laki-laki harus dibagi untuk kebutuhan keluarga yang berada di daerah asal dan kebutuhan hidup diri mereka sendiri di negara tempat bekerja. Umumnya, biaya hidup buruh migran laki-laki cukup besar karena semua keperluan dan kebutuhan sehari-hari sepenuhnya ditanggung oleh diri mereka sendiri. Tidak seperti buruh migran perempuan yang mendapatkan segala fasilitas dan kebutuhan sehari-hari dari majikannya, mayoritas buruh migran laki-laki yang bekerja sebagai buruh di negara Malaysia harus menyewa tempat tinggal secara pribadi dan mengeluarkan biaya untuk keperluan sehari-hari secara pribadi pula. Remitan buruh migran laki-laki cenderung tidak dikirimkan dalam jumlah yang besar karena mereka menyimpan remitan secara pribadi untuk keperluan di masa mendatang. Remitan yang disimpan ini biasanya akan dibawa pada saat buruh migran kembali ke daerah asal ataupun akan dikirim pada waktu tertentu dalam jumlah yang besar. Oleh sebab itu, remitan yang dikirimkan oleh buruh migran laki-laki dalam setahun terakhir pada umumnya bernilai lebih kecil jika dibandingkan remitan buruh migran perempuan. Berdasarkan frekuensi pengiriman remitan, buruh migran laki-laki mengirimkan remitan lebih sering dibandingkan buruh migran perempuan. Mayoritas buruh migran laki-laki (60 %) mengirimkan remitan setiap satu hingga dua bulan sekali, sebesar 30 persen lainnya mengirimkan setiap tiga hingga empat bulan sekali, dan 10 persen sisanya mengirimkan setiap lebih dari lima bulan sekali. Sementara itu, buruh migran perempuan yang mengirimkan remitan setiap satu hingga dua bulan sekali hanya memiliki persentase sebesar 35 persen. Sebesar 35 persen lainnya mengirimkan remitan setiap lebih dari lima bulan sekali, dan 30 persen sisanya mengirimkan setiap tiga hingga lima bulan. Buruh migran laki-laki mengirimkan remitan lebih sering terkait perannya sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga harus mengirimkan uang kepada keluarganya secara rutin dengan intensitas yang sering. Selain itu, mayoritas rumah tangga buruh migran laki-laki memiliki tingkat pendapatan yang rendah sehingga remitan memiliki peran yang penting dalam menunjang kehidupan sehari-hari keluarga dan harus dikirimkan lebih sering (dalam waktu satu hingga dua bulan sekali). Setiap periode waktu pengiriman, mayoritas buruh migran mengirimkan remitan dalam jumlah yang berbeda-beda (63 %). Sementara itu, hanya sebesar 37 persen buruh migran yang mengirimkan remitan dengan jumlah yang sama setiap waktu pengiriman.
35
Remitan dikirimkan melalui jalur pengiriman yang berbeda-beda. Sebesar 78 persen buruh migran mengirimkan remitan uang melalui bank/ATM, sedangkan 12 persen lainnya mengirimkan melalui wesel, dan 10 persen sisanya melalui kantor pos. Mayoritas rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya bekerja atau pernah bekerja di luar negeri pada umumnya memiliki akses terhadap bank ataupun memiliki ATM secara pribadi. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu responden. “Biasanya dikirim pakai ATM sendiri, Dek. Biar gampang, lebih aman pula. Dari pada dikirim atau nitip orang, bahaya. Selama ini lewat ATM kalau kiriman ga pernah ada masalah, uangnya juga bisa diambil kapan saja”. (Z, 30 tahun) Selain dalam bentuk uang, remitan juga dapat berbentuk barang yang memiliki nilai. Mayoritas buruh migran (70 %) tidak pernah mengirimkan barangbarang kepada keluarga. Sementara itu, sisanya sebesar 30 persen lainnya pernah mengirimkan. Semua buruh migran yang mengirimkan remitan dalam bentuk barang-barang merupakan buruh migran perempuan. Adapun jenis barang-barang yang dikirimkan yakni berupa pakaian, peralatan rumah tangga, handphone, perhiasan, makanan, dan juga sajadah. Selain dibeli sendiri oleh buruh migran barang-barang yang dikirimkan juga merupakan sumbangan atau pemberian dari majikan tempat mereka bekerja. Remitan dalam bentuk barang-barang dikirimkan oleh melalui jalur pengiriman yang berbeda-beda. Sebesar 50 persen dari buruh migran perempuan mengirimkan barang-barang melalui teman sesama buruh migran yang pulang ke daerah asal. Barang-barang tersebut sengaja dikirimkan melalui teman agar lebih aman dan lebih menghemat biaya pengiriman. Sementara itu, sebesar 42 persen lainnya mengirimkan melalui jasa pengiriman khusus barang dari luar negeri ke Indonesia, sedangkan 8 persen sisanya mengirimkan melalui kerabat yang pulang. Barang-barang yang dikirimkan melalui jasa pengiriman khusus pada umumnya merupakan barang-barang berharga atau barang-barang dalam jumlah yang cukup banyak. Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran berpengaruh terhadap peningkatan nilai pendapatan rumah tangga. Nilai rata-rata pendapatan rumah tangga yang semula hanya sebesar Rp11.377.500,- setelah ditambah sumbangan remitan meningkat menjadi sebesar Rp31.522.500,-. Tabel 7
No
1. 2. 3. 4.
Perbandingan pendapatan tanpa remitan dan nilai remitan terhadap pendapatan dengan remitan rumah tangga Desa Gelogor tahun 2013 Jenis Pekerjaan
Usaha warung Berdagang Buruh Guru honorer Rata-rata
Tanpa remitan (ribuan Rupiah) 11 000 12 000 10 000 12 510 11 377
%
41.4 37.5 40.0 29.4 37.1
Remitan (ribuan Rupiah) 15 580 20 000 15 000 30 000 20 145
%
58.6 62.5 60.0 70.6 62.9
Dengan remitan (ribuan Rupiah) 26 580 32 000 25 000 42 510 31 522
%
100 100 100 100 100
36
Tabel 6 menyajikan perbandingan nilai rata-rata pendapatan awal (tanpa remitan) rumah tangga dan nilai rata-rata remitan yang masuk terhadap nilai ratarata pendapatan akhir (setelah ditambahkan remitan) rumah tangga di Desa Gelogor yang dirinci berdasarkan jenis pekerjaan. Setelah adanya kiriman dan sumbangan dari remitan, nilai rata-rata pendapatan rumah tangga pada masingmasing bidang pekerjaan mengalami perubahan. Tabel tersebut juga menunjukkan nilai proporsi sumbangan antara pendapatan rumah tangga dari dalam negeri (tanpa remitan) dengan pendapatan dari luar negeri (remitan). Sumbangan pendapatan dari anggota rumah tangga yang bekerja mengelola usaha warung teridentifikasi hanya sebesar 41.4 persen, sedangkan remitan memberi sumbangan yang lebih besar yakni sebesar 58.6 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga tersebut. Rumah tangga yang anggotanya berdagang/berjualan menyumbang pendapatan lebih kecil yakni hanya sebesar 37.5 persen dan 62.5 persen sisanya disumbang dari kiriman remitan. Sementara itu, anggota rumah tangga yang bekerja sebagai buruh menyumbang nilai pendapatan dalam rumah tangga tersebut sebesar 40.0 persen, sedangkan remitan yang dikirimkan memberi sumbangan sebesar 60.0 persen. Terakhir, rumah tangga yang anggotanya bekerja sebagai guru honorer menyumbang pendapatan sebesar 29.4 persen dan selebihnya dari remitan sebesar 70.6 persen. Secara umum, nilai pendapatan rumah tangga yang didapat dari hasil pekerjaan anggota rumah tangga dalam negeri hanya menyumbang sebesar 37.1 persen, sedangkan remitan yang dikirimkan dari luar negeri menyumbang sebesar 62.9 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga dalam setahun terakhir. Lebih dari setengah pendapatan rumah tangga di Desa Gelogor dalam setahun terakhir diperoleh dan ditunjang dari kiriman remitan. Hal ini menunjukkan besarnya peran remitan bagi pendapatan rumah tangga yang berada di daerah asal. Pengeluaran Rumah Tangga Migran Pengeluaran rumah tangga dihitung dari tiga jenis pengeluaran yakni pengeluaran untuk konsumsi (primer, sekunder, tersier), investasi, dan produksi. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata pengeluaran rumah tangga buruh migran di Desa Gelogor dalam setahun terakhir sebesar Rp20.371.250,-. Nilai pengeluaran tersebut mengalami peningkatan dari Rp8.557.407,- saat sebelum adanya sumbangan dari remitan buruh migran. Sebelum adanya sumbangan remitan, rata-rata pengeluaran rumah tangga lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi primer (64 %) berupa pembelian sembako dan lauk-pauk. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling utama yang harus selalu dipenuhi dalam setiap rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan konsumsi lainnya juga digunakan untuk keperluan biaya kesehatan dan pendidikan anak yang digolongkan dalam kebutuhan konsumsi sekunder (23 %). Biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh rumah tangga tersebut mencakup pembelian peralatan sekolah/kuliah dan juga uang jajan per harinya. Pengeluaran lainnya yang dilakukan oleh rumah tangga adalah modal pembelian barang-barang untuk usaha warung yang mereka kelola. Pengeluaran ini digolongkan sebagai kebutuhan investasi dengan persentase sebesar 11 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Selain itu, sebesar 2 persen pengeluaran lainnya digunakan untuk kebutuhan produksi yakni pembelian bibit dan pupuk
37
untuk tanaman sayur yang dikelola. Hasil penelitian mengidentifikasi tidak adanya biaya untuk kebutuhan tersier (barang-barang berharga/mewah) yang dikeluarkan oleh rumah tangga sebelum adanya remitan. Tabel 8
No
Pengeluaran rumah tangga buruh migran (sebelum dan setelah adanya remitan) di Desa Gelogor tahun 2013
Jenis pengeluaran
Konsumsi Primer Sekunder Tersier 2. Investasi 3. Produksi TOTAL Selisih (pendapatanpengeluaran)
Rata-rata pengeluaran (sebelum)
%
Rata-rata pengeluaran (setelah)
%
1.
Rp5 500 000 Rp2 000 000 Rp957 407 Rp100 000 Rp8 557 407 Rp2 820 093
64 23 0 11 2 100
Rp6 500 000 Rp2 287 125 Rp9 834 125 Rp1 500 000 Rp250 000 Rp20 371 250 Rp11 151 250
32 11 48 8 1 100
Setelah adanya sumbangan remitan, nilai rata-rata pengeluaran rumah tangga mengalami perubahan. Nilai pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi primer, terutama pembelian sembako dan lauk-pauk meskipun mengalami peningkatan namun peningkatan yang terjadi tidak terlalu besar, karena baik sebelum maupun setelah adanya remitan mayoritas rumah tangga mengonsumsi jenis makanan dan lauk-pauk yang tidak terlalu berbeda. Peningkatan nilai pengeluaran untuk sembako dan lauk-pauk hanya terjadi karena adanya peningkatan harga barang di pasaran. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu responden. “Kalau dulu makan masih murah, tapi semenjak harga-harga semakin naik ya untuk makan rata-rata di sini paling keluar biaya sekitar 30 sampai 50 ribu seharinya. Itu udah termasuk beli berasnya sama lauknya. ”. (F, 25 tahun) Sama halnya dengan kebutuhan konsumsi primer, nilai pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi sekunder, investasi, dan produksi juga mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar. Setelah adanya sumbangan remitan, beberapa rumah tangga tidak hanya mengalokasikan biaya untuk kebutuhan warung namun mengeluarkan biaya untuk kebutuhan investasi lainnya berupa pembelian ternak dan lahan di sekitar desa. Perubahan yang sangat drastis terjadi pada pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan tersier. Setelah adanya sumbangan remitan, semua rumah tangga mengeluarkan biaya untuk membeli barang-barang berharga bahkan mewah, mulai dari alat transportasi berupa sepeda motor, alat elektronik, perhiasan emas, hingga perabot rumah. Mayoritas rumah tangga juga mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk melakukan renovasi rumah mereka. Konsumsi tersier menjadi
38
kebutuhan dengan alokasi biaya pengeluaran terbesar rumah tangga dengan persentase 48 persen dari nilai total pengeluaran. Tabel 8 juga menunjukkan terjadinya perubahan persentase alokasi pengeluaran untuk masing-masing jenis pengeluaran. Setelah adanya sumbangan remitan, meskipun nilai pengeluaran untuk masing-masing jenis pengeluaran rumah tangga meningkat, namun persentase alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan konsumsi primer dan sekunder, investasi, serta produksi menjadi lebih kecil (menurun) dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan nilai pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi tersier yang sangat besar, sehingga proporsi persentase untuk jenis pengeluaran ini meningkat sementara persentase pengeluaran kebutuhan lainnya menurun. Jika dilihat secara keseluruhan untuk masing-masing jenis pengeluaran, peningkatan nilai rata-rata dan persentase pengeluaran rumah tangga terjadi pada kebutuhan konsumsi. Biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga dialokasikan lebih besar untuk kebutuhan tersebut dibandingkan kebutuhan investasi dan produksi. Nilai rata-rata pengeluaran rumah tangga baik sebelum maupun setelah adanya sumbangan remitan jauh lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata pendapatan. Berdasarkan hasil perhitungan, selisih antara nilai pendapatan dengan nilai pengeluaran rumah tangga sebelum adanya remitan adalah sebesar Rp2.820.093,- sedangkan setelah adanya remitan sebesar Rp11.151.250,-. Selisih (sisa uang) pada umumnya harus sama dengan nol atau tidak ada sama sekali, karena seharusnya nilai pengeluaran rumah tangga tidak lebih rendah dari nilai pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakakuratan data mengenai nilai pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini. Ketidakakuratan disebabkan oleh sulitnya mengidentifikasi dan mendata secara rinci mengenai nilai pengeluaran dalam rumah tangga. Mayoritas rumah tangga mengetahui secara persis nilai pendapatan mereka, namun tidak mengingat secara persis berapa biaya pengeluaran mereka dalam setahun terakhir. Akibatnya, rumah tangga dalam penelitian ini hanya menaksir perkiraan biaya pengeluaran yang telah mereka keluarkan, sehingga hasil identifikasi untuk nilai pengeluaran pun menjadi sedikit tidak akurat dan sesuai jika dibandingkan dengan nilai pendapatan rumah tangga mereka. Kekayaan Rumah Tangga Migran Kekayaan rumah tangga buruh migran dihitung berdasarkan nilai total dari kepemilikan aset dalam rumah tangga, yakni berupa kepemilikan peralatan elektronik, kepemilikan alat transportasi, serta kepemilikan perhiasan dan simpanan/tabungan. Rata-rata nilai kekayaan yang dimiliki oleh rumah tangga buruh migran di Desa Gelogor sebelum adanya migrasi adalah sebesar Rp2.096.750,-. Jenis aset yang dimiliki oleh rumah tangga buruh migran pada saat itu hanya sebatas peralatan elektronik berupa televisi dan peralatan rumah tangga. Setelah adanya kiriman remitan dari buruh migran, nilai kekayaan rumah tangga buruh migran mengalami peningkatan yang cukup besar. Nilai rata-rata kekayaan rumah tangga dalam setahun terakhir menjadi sebesar Rp14.439.250,-. Aset yang paling banyak dimiliki oleh mayoritas rumah tangga adalah alat transportasi berupa sepeda motor. Umumnya, setiap rumah tangga membeli satu buah sepeda motor yang mereka manfaatkan untuk berbagai keperluan sehari-hari. Sepeda motor inilah yang menyumbang nilai kekayaan terbesar dalam rumah tangga
39
buruh migran. Selain itu, aset lainnya yang juga banyak dimiliki oleh rumah tangga setelah adanya kiriman remitan adalah berupa perhiasan emas (anting, cincin, kalung, gelang), serta kepemilikan alat elektronik yang paling banyak dimiliki adalah televisi, handphone, dan kipas angin. Mayoritas rumah tangga buruh migran laki-laki memiliki tingkat kekayaan yang tergolong rendah, yakni memiliki aset yang bernilai kurang dari Rp7.241.403,-. Sementara itu, mayoritas rumah tangga buruh migran perempuan jauh lebih besar dengan nilai kekayaan di atas Rp7.241.403,-. Perbedaan tingkat kekayaan antara kedua rumah tangga ini disebabkan oleh rumah tangga buruh migran perempuan cenderung membeli banyak barang-barang dari hasil kiriman remitan tersebut. Mayoritas buruh migran perempuan juga mengirimkan remitan dalam bentuk barang dari negara tempat bekerja kepada keluarga yang berada di daerah asal, sehingga total nilai kekayaan yang dimiliki dalam setahun terakhir pun menjadi lebih besar dibandingkan buruh migran laki-laki. Selain aset dalam bentuk alat transportasi, alat elektronik, dan perhiasan, penelitian ini juga mengidentifikasi kepemilikan aset lain dan kondisi perumahan pada rumah tangga di Desa Gelogor. Mayoritas rumah tangga buruh migran memiliki aset lain berupa rumah pribadi sebagai tempat tinggal keluarga mereka. Hanya beberapa rumah tangga yang ketika penelitian berlangsung masih menumpang tinggal dengan orang tua namun sedang membangun rumah pribadi. Sebelum migrasi, sebesar 95 persen rumah tangga memiliki aset hanya berupa rumah. Sementara itu, 5 persen atau dua rumah tangga lainnya memiliki aset lain berupa rumah dan juga lahan kebun yang ditanami berbagai jenis sayuran. Setelah adanya migrasi atau pada saat penelitian berlangsung, hanya dua rumah tangga yang mengalami perubahan dari segi kepemilikan aset, yang mana setelah adanya migrasi kedua rumah tangga tersebut mampu membeli lahan di sekitar desa. Tabel 9
No 1.
2.
3.
Tingkat pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan rumah tangga berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor tahun 2013
Variabel Pendapatan (setahun terakhir) < Rp25 991 973 Rp25 991 973-Rp37 053 027 > Rp37 053 027 TOTAL Pengeluaran (setahun terakhir) < Rp15 593 293 Rp15 593 293-Rp25 149 207 > Rp25 149 207 TOTAL Kekayaan (setahun terakhir) < Rp7 241 403 Rp7 241 403-Rp21 637 097 > Rp21 637 097 TOTAL
Laki-laki n %
Perempuan n %
16 2 2 20
80 10 10 100
1 4 15 20
5 20 75 100
8 10 2 20
40 50 10 100
7 7 6 20
35 35 30 100
10 7 3 20
50 35 15 100
4 12 4 20
20 60 20 100
40
Berdasarkan kondisi perumahan yang dimiliki oleh rumah tangga buruh migran, perubahan fasilitas rumah yang paling banyak ditemui adalah perubahan fasilitas lantai, dinding, dan atap. Sebelum migrasi, mayoritas rumah tangga memiliki rumah dengan lantai yang terbuat dari semen, dinding yang terbuat dari tembok bata yang belum rapi, dan atap yang terbuat dari seng bahkan beberapa rumah terbuat dari alang-alang/rumbia. Setelah migrasi, fasilitas lantai rumah yang digunakan adalah keramik, dinding yang terbuat dari tembok beton, serta atap yang terbuat dari genteng. Fasilitas sumber penerangan, sumber air bersih, MCK, dan pagar rumah tidak terlalu mengalami banyak perubahan. Sumber penerangan yang digunakan oleh seluruh rumah tangga berupa listrik yang dipasang langsung dari PLN. Sumber air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pada umumnya masih berasal dari air sumur yang dimiliki di setiap rumah dan beberapa lainnya menggunakan air ledeng meteran yang dipasang langsung dari PAM. MCK yang digunakan sehari-hari terbuat dari semen dan beberapa lainnya dari keramik. Sementara itu, mayoritas rumah tidak memiliki pagar karena letaknya yang berdekatan satu sama lain dan berada di dalam gang.
Karakteristik Migrasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua hal utama yang menjadi faktor penyebab migrasi yang dilakukan oleh buruh migran asal Desa Gelogor. Mayoritas responden (77 %) mengemukakan bahwa kondisi perekonomian keluarga menjadi alasan utama dibalik keputusan bermigrasinya salah satu anggota keluarga mereka. Keinginan untuk memperbaiki kehidupan dan merubah nasib mendorong mereka untuk melakukan keberangkatan ke luar negeri dan bekerja sebagai buruh migran. Sementara itu, sebesar 23 persen sisanya mengemukakan bahwa kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah asal menjadi penyebab migrasi internasional yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka. Lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Gelogor seperti di bidang pertanian, bidang jasa (sopir ojek, sopir cidomo), buruh, dan lainnya kurang diminati dan kurang memadai dari segi penghasilan yang diterima. Tabel 10
No 1.
2.
Karakteristik migrasi berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor tahun 2013
Variabel Negara tujuan Malaysia Timur Tengah TOTAL Lama migrasi < 5 tahun 5-7 tahun > 7 tahun TOTAL
n
Laki-laki %
n
Perempuan %
19 1 20
95 5 100
0 20 20
0 100 100
0 8 12 20
0 40 60 100
12 7 1 20
60 35 5 100
41
Negara Tujuan Migrasi Umumnya, penduduk laki-laki di Desa Gelogor melakukan migrasi ke negara Malaysia, sedangkan penduduk perempuan ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, diidentifikasi sebesar 95 persen buruh migran laki-laki bekerja di negara Malaysia dan 5 persen sisanya di Arab Saudi. Sementara itu, seluruh buruh migran perempuan bekerja di negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Dubai, dan Riyadh. Hasil ini menunjukkan adanya kesesuaian antara fakta dan informasi yang menyebutkan mengenai negara tujuan yang khas pada mayoritas penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Gelogor. Akan tetapi, dari 40 responden terdapat satu orang responden yang anggota keluarganya adalah seorang laki-laki namun bekerja bukan di negara Malaysia, melainkan di negara Arab Saudi. Buruh migran tersebut merupakan migran yang awalnya memang bekerja di negara Malaysia, namun setelah kontrak kerja tahun pertama berakhir memutuskan untuk berpindah ke negara Arab Saudi. Perpindahan ke negara tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kerabat dekat buruh migran yang menetap di sana dan bersedia membantu mencarikan pekerjaan untuk buruh migran tersebut. Pemilihan negara tujuan migrasi yang dilakukan buruh migran di Desa Gelogor disebabkan oleh berbagai alasan. Hal utama yang menjadi alasan dari para buruh migran dalam memilih negara tujuan bekerja di luar negeri adalah kedekatan jarak antara daerah asal dengan negara tujuan. Sebesar 30 persen responden yang anggota keluarganya bekerja di negara Malaysia mengemukakan alasan bahwa selain karena mayoritas penduduk laki-laki di Desa Gelogor memang bekerja di Malaysia, negara tersebut dipilih karena secara geografis letaknya yang cukup dekat dengan Indonesia. Kedekatan jarak ini dapat mempermudah akses para buruh migran terutama dalam hal keberangkatan dan kepulangan ke tanah air. Selain itu, kedekatan jarak ini juga dapat lebih mempermudah para buruh migran beradaptasi dengan lingkungan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan seharihari. “Suami saya sudah tujuh tahun di Malaysia, Dek. Ya sengaja ke sana biar dekat kalau mau pulang ke rumah. Apalagi negara kita kan tidak jauh beda sama Malaysia, kayak bahasa, makanan, agama, semua hampir sama. Jadi biar gampang lah suami saya di sana”. (BH, 31 tahun) Selain karena faktor kedekatan jarak, sebesar 15 persen responden mengemukakan alasan lain berupa murahnya biaya keberangkatan di negara tujuan yang dipilih. Sementara itu, 15 persen lainnya mengemukakan adanya keinginan untuk melaksanakan ibadah haji, sehingga memilih negara-negara di kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi sebagai tempat bekerja. “Adik saya mau sekalian naik haji atau umroh, makanya waktu itu milih kerja di Arab Saudi. Sekarang sudah empat tahun di sana, dia sudah bergelar haji”. (LS, 45 tahun)
42
Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para responden mengenai pemilihan negara tujuan migrasi salah satu anggota keluarga mereka adalah karena gaji besar (12 %), mayoritas penduduk beragama Islam (12 %), prosedur keberangkatan mudah (8 %), dan memiliki kerabat di negara tujuan (8 %). Buruh migran asal Desa Gelogor yang bekerja di luar negeri pada umumnya memiliki jenis pekerjaan yang seragam. Sebesar 47 persen responden mengemukakan bahwa anggota keluarganya yang merupakan buruh migran di negara-negara kawasan Timur Tengah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Pekerjaan ini memang paling banyak dilakukan oleh para buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah, karena besarnya permintaan dari negara-negara tersebut untuk pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Sementara itu, sebesar 37 persen buruh migran bekerja sebagai buruh perkebunan dan 7 lainnya sebagai buruh bangunan di Malaysia. Sebanyak tiga orang atau sebesar 1 persen buruh migran bekerja masing-masing sebagai buruh bangunan, pelayan di pusat perbelanjaan (mall), dan petugas kebersihan gedung. Ketiga buruh migran ini berangkat ke luar negeri tidak melalui perantara agen PJTKI setempat, karena memiliki kerabat yang tinggal di negara tujuan, sehingga dapat memilih jenis pekerjaan secara bebas. Lama Migrasi Rentang waktu migrasi yang dilakukan oleh buruh migran asal Desa Gelogor bervariasi mulai dari waktu empat tahun hingga sembilan tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 60 persen buruh migran laki-laki bermigrasi lebih dari tujuh tahun, sedangkan 40 persen sisanya sekitar lima hingga tujuh tahun. Berbanding terbalik dengan buruh migran laki-laki, mayoritas buruh migran perempuan berada pada rentang waktu migrasi kurang dari lima tahun, sebesar 35 persen lainnya sekitar lima hingga tujuh tahun, dan hanya 5 persen yang bermigrasi lebih dari tujuh tahun. Perbandingan lama migrasi antara laki-laki dan perempuan ini dapat dijelaskan karena pada umumnya buruh migran laki-laki akan terus melakukan perpanjangan kontrak kerja dibandingkan perempuan. Mayoritas laki-laki di desa ini memiliki waktu migrasi yang akan sedikit lebih lama karena adanya kewajiban utama untuk menafkahi ataupun membantu perekonomian keluarga yang membuat mereka bertahan di luar negeri. Kontrak kerja yang diterapkan di berbagai negara tujuan migrasi yakni minimal selama dua tahun. Umumnya, setelah kontrak kerja berakhir buruh migran jarang pulang atau kembali ke daerah asal. Setelah berakhirnya kontrak, buruh migran langsung melakukan perpanjangan kontrak kerja di tempat yang sama atau melakukan perpindahan ke tempat lainnya. “Jarang ada TKI yang pulang, Dek. Kalaupun ada, pasti cuma beberapa tahan beberapa bulan di sini, terus berangkat lagi sampai beberapa tahun. Malah ada yang sudah puluhan tahun engga pulang-pulang ke desa ini”. (LS, informan). Sebesar 90 persen buruh migran tidak pernah pulang atau mengambil cuti pulang ke desa selama kurun waktu migrasi. Sebesar 4 persen lainnya pernah pulang hanya pada waktu tertentu, seperti saat bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri serta pada saat perayaan hari besar keagamaan lainnya.
43
Ikhtisar Mayoritas buruh migran di Desa Gelogor memiliki karakteristik sebagai berikut: usia penduduk yang menjadi buruh migran berkisar antara 25 hingga 50 tahun, jenjang pendidikan formal terakhir adalah kurang dari SMP ke bawah, status pernikahan pada umumnya adalah menikah dan beberapa orang juga berstatus belum menikah dan janda, mayoritas tanggungan masih tergolong rendah/sedikit yakni kurang dari tiga orang tanggungan, mayoritas buruh migran laki-laki yang berangkat ke luar negeri adalah suami, sedangkan buruh migran perempuan adalah anak perempuan dalam keluarga dan juga istri. Sementara itu, karakteristik dari migrasi di Desa Gelogor adalah penduduk laki-laki melakukan migrasi internasional ke negara Malaysia dengan lama lebih dari lima hingga tujuh tahun. Mayoritas buruh migran perempuan melakukan migrasi internasional ke negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan lama kurang dari tujuh tahun. Sebelum adanya sumbangan remitan, pendapatan rumah tangga diperoleh dari anggota rumah tangga yang bekerja di dalam negeri yakni mengelola warung, buruh, pedagang, dan pegawai negeri sipil. Setelah adanya remitan, nilai-rata pendapatan rumah tangga meningkat dengan sumbangan remitan sebesar 62.9 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga. Tidak hanya pendapatan, nilai pengeluaran dan kekayaan yang dimiliki oleh rumah tangga juga mengalami peningkatan.
45
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MIGRAN DAN KARAKTERISTIK MIGRASI DENGAN TINGKAT PENGIRIMAN REMITAN
Hubungan Karakteristik Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan Usia Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan metode tabulasi silang antara usia dengan tingkat pengiriman remitan, menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah dikirim oleh semua tingkatan usia buruh migran dengan persentase yang sama sebesar 33.3 persen. Sementara itu, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang berada pada usia 25 hingga 32 tahun dan 33 hingga 40 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 40 persen dan tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada usia yang sama dengan masing-masing persentase sebesar 35 persen. Hasil analisis hubungan antara kedua variabel tidak menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara variabel usia buruh migran dengan tingkat remitan yang dikirimkan kepada keluarganya. Kenyataan ini semakin diperkuat dengan hasil analisis dengan menggunakan Rank Spearman pada program SPSS for Windows versi 20 yang menunjukkan bahwa nilai sig. (2-tailed) pada kedua variabel ini sama dengan 0.830 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.830 > 0.05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antar kedua variabel sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel usia dengan tingkat pengiriman remitan ditolak. Hasil penelitian Irawaty dan Wahyuni (2011) di Subang, Jawa Barat menyebutkan bahwa adanya hubungan antara usia dengan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran. Buruh migran yang berusia lebih dari 21 tahun akan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan buruh migran yang berusia kurang dari 21 tahun. Penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan yang serupa antara variabel usia dengan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran di Desa Gelogor, Nusa Tenggara Barat. Usia buruh migran tidak menjadi penentu besarnya remitan yang akan dikirimkan kepada keluarga di daerah asal. Jumlah remitan yang dikirimkan bukan berdasarkan usia dari buruh migran, namun karena faktor-faktor lain yang menjadi penentu besar kecilnya jumlah remitan. Akan tetapi, jika dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan tabulasi silang, tingkat remitan yang tergolong tinggi cenderung dikirimkan oleh buruh migran yang memiliki usia 25 hingga 32 tahun dan 33 hingga 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut merupakan masa-masa awal dan produktif menjadi buruh migran, sehingga jumlah remitan yang dikirimkan sedikit lebih banyak. Banyaknya jumlah remitan yang dikirimkan pada masa awal menjadi buruh migran digunakan untuk membayar cicilan hutang atau pinjaman biaya keberangkatan buruh migran.
46
Tabel 11
No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hubungan karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013
Variabel
Tingkat pengiriman remitan Rendah Sedang Tinggi n % n % n %
Usia 25-32 6 33.3 33-40 6 33.3 41-50 6 33.3 TOTAL 18 100 Jenis kelamin Laki-laki 18 100 Perempuan 0 0 TOTAL 18 100 Tingkat pendidikan Rendah 7 39 Sedang 5 28 Tinggi 6 33 TOTAL 18 100 Status pernikahan BM 3 17 Menikah 15 83 PM 0 0 TOTAL 18 100 Jumlah tanggungan keluarga < 2 orang 15 83 2-3 orang 3 17 > 3 orang 0 0 TOTAL 18 100 Posisi dalam keluarga Suami 11 61 Istri 0 0 Anak 7 39 TOTAL 18 100
n
Total %
2 2 1 5
40 40 20 100
6 6 5 17
35 35 30 100
14 14 12 40
35 35 30 100
2 3 5
40 60 100
0 17 17
0 100 100
20 20 40
50 50 100
1 2 2 5
20 40 40 100
6 7 4 17
35 41 24 100
14 14 12 40
35 35 30 100
1 3 1 5
20 60 20 100
5 7 5 17
29 42 29 100
9 25 6 40
22 62 16 100
0 5 0 5
0 100 0 100
0 11 6 17
0 65 35 100
15 19 6 40
37 47 16 100
2 0 3 5
40 0 60 100
0 6 11 17
0 35 65 100
13 6 21 40
32 16 52 100
Hubungan Jenis Kelamin Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan menggunakan metode tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran laki-laki (100 %) dan tingkat remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada buruh migran perempuan (60 % dan 100 %). Hubungan antara kedua variabel juga dianalisis dengan menggunakan dengan menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel jenis kelamin pelaku migrasi dengan tingkat remitan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square dari kedua variabel sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.000 < 0.005),
47
sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel jenis kelamin pelaku migrasi dengan tingkat remitan diterima. Buruh migran laki-laki pada umumnya mengirimkan remitan sesuai dengan jumlah kebutuhan yang dibutuhkan, sedangkan buruh migran perempuan biasanya selalu mengirim remitan secara lebih dari jumlah yang dibutuhkan oleh keluarga. Beberapa buruh migran perempuan juga mengirimkan remitan dalam bentuk barang, sehingga jumlah remitan total yang dikirimkan menjadi lebih besar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden. “Ya namanya juga perempuan, biasanya suka beli ini beli itu terus dikirim ke rumah. Biasanya juga kalo ngirim suka lebih lah buat keperluan anak terutama”. (LS, 45 tahun) Penjelasan lainnya mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah remitan yang dikirimkan telah dijelaskan pada pemaparan pada bab sebelumnya, yang mana buruh migran laki-laki memiliki biaya hidup di negara tempat bekerja yang lebih besar dibandingkan perempuan, serta mayoritas buruh migran laki-laki menyimpan sebagian remitan untuk ditabung secara pribadi. Oleh sebab itu, jumlah remitan yang dikirimkan menjadi lebih kecil dibandingkan remitan dari buruh migran perempuan. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian lainnya yang justru menemukan hal sebaliknya, yang mana buruh migran laki-laki lah yang mengirimkan remitan lebih besar. Hubungan Tingkat Pendidikan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Berdasarkan hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang didapatkan bahwa tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran dengan pendidikan rendah yakni sebesar 39 persen, tingkat remitan yang tergolong sedang berada pada buruh migran dengan tingkat pendidikan sedang dan tinggi yakni masing-masing sebesar 40 persen, dan tingkat remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran dengan tingkat pendidikan yang sedang yakni sebesar 41 persen. Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang diperkuat dengan hasil analisis hubungan dengan menggunakan korelasi Rank Spearman pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa sig. (2-tailed) pada kedua variabel ini sama dengan 0.849 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.849 > 0.05), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat remitan ditolak. Jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh buruh migran tidak terlalu berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan gaji yang mereka terima. Mayoritas buruh migran yang bekerja di sektor informal pada dasarnya tidak terlalu dibedabedakan dalam hal tingkat pendidikan terakhirnya, sehingga jumlah remitan yang mereka terima dan kirimkan juga tidak akan jauh berbeda. Riwayat pendidikan tidak menjadi pertimbangan utama bagi perekrut tenaga kerja seperti agen-agen PJTKI dalam menempatkan buruh migran di luar negeri. Begitu pun halnya dengan para majikan di luar negeri tidak akan terlalu memerhatikan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para buruh migran, karena apapun tingkat pendidikannya akan ditempatkan pada pekerjaan yang kurang lebih sama dengan
48
gaji yang sama pula. Hal ini seperti yang dikutip dari penuturan salah satu responden. “Mau tamat sekolah apa juga kalau di sana (luar negeri) ga terlalu dilihat. Kerjanya ya sama-sama aja. Ga ngaruh ke besar kecil gaji yang didapat, di sana yang paling penting kemampuan sama keahlian kerjanya, bukan sekolahnya. Makanya orang yang tamatan SMA sama yang tamatan SD atau ga sekolah sekalipun ya sama-sama aja gaji yang didapat”. (MI, 26 tahun). Berbeda halnya dengan buruh migran yang bekerja di sektor-sektor formal di luar negeri, tingkat pendidikan menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan jenis pekerjaan dan jumlah gaji yang akan diterima. Berhubung seluruh buruh migran yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah buruh migran yang bekerja di sektor informal, sehingga tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jumlah remitan. Hubungan Status Pernikahan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang untuk variabel status pernikahan dengan tingkat pengiriman migran menunjukkan tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran yang telah menikah yakni sebesar 83 persen. Sementara itu, tingkat remitan yang tergolong sedang dan tinggi juga berada pada buruh migran yang berstatus menikah yakni masing-masing sebesar 60 persen dan 42 persen. Hasil analisis ini kurang menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara status pernikahan buruh migran dengan jumlah remitan yang dikirimkan. Hubungan antara kedua variabel yang juga dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square juga menunjukkan hasil mengenai tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square pada kedua variabel ini sama dengan 0.082 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.082 > 0.05), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel status pernikahan dengan tingkat remitan ditolak. Berbagai hasil penelitian lain menyebutkan bahwa antara status pernikahan dengan jumlah remitan terdapat hubungan. Buruh migran yang berstatus menikah akan mengirimkan remitan lebih besar dibandingkan buruh migran yang belum dan/atau pernah menikah. Hal tersebut tidak terlihat dalam penelitian ini karena mayoritas buruh migran yang menikah adalah laki-laki (suami), yang mana pada pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa memang memiliki tingkat pengiriman remitan yang rendah. Sementara itu, untuk tingkat pengiriman remitan yang tinggi pada buruh migran dengan status menikah adalah buruh migran perempuan (istri). Hubungan Tanggungan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran yang jumlah tanggungannya kurang dari dua orang yakni sebesar 83 persen. Sementara itu, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada buruh migran dengan jumlah tanggungan dua
49
hingga tiga orang dengan yakni masing-masing sebesar 100 persen dan 65 persen. Hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat pengiriman remitan semakin juga dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa correlation coefficient antar dua variabel adalah sebesar 0.825, artinya terdapat hubungan yang positif dan tergolong sangat kuat antara jumlah tanggungan pelaku migrasi dengan tingkat remitan. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa sig. (2-tailed) pada kedua variabel ini sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.000 > 0.05), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel jumlah tanggungan dengan tingkat remitan diterima. Semua buruh migran yang jumlah tanggungannya sedikit (kurang dari dua orang) akan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan buruh migran yang jumlah tanggungannya banyak. Hal ini didasarkan pada semakin kecilnya jumlah tanggungan dalam keluarga buruh migran, maka akan semakin kecil pula kebutuhan dan keperluan ekonomi dalam keluarga tersebut sehingga remitan yang dikirimkan oleh buruh migran pun tidak terlalu besar. Sementara itu, bagi rumah tangga buruh migran yang jumlah tanggungannya banyak maka secara otomatis memiliki kebutuhan yang banyak atau besar, sehingga remitan yang dikirimkan akan lebih besar pula. Menurut para responden, faktor jumlah tanggungan dalam keluarga merupakan salah satu faktor utama yang sangat menentukan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor. Hubungan Posisi Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan antara posisi migran dalam keluarga dengan tingkat pengiriman remitan ditunjukkan melalui metode tabulasi silang. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran yang memiliki posisi sebagai suami dalam keluarga yakni sebesar 61 persen, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang berada pada buruh migran yang memiliki posisinya sebagai anak yakni sebesar 60 persen, dan tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran yang posisinya sebagai anak dan istri yakni masing-masing sebesar 65 persen dan 35 persen. Hasil analisis hubungan dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara posisi buruh migran dalam keluarga dengan tingkat remitan yang dikirimkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square antara dua variabel yang diuji adalah sebesar 0.001 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.001 < 0.05), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel posisi migran dengan tingkat remitan diterima. Penjelasan mengenai hubungan antara tingkat pengiriman remitan dengan posisi buruh migran sebagai suami ataupun istri telah dipaparkan pada penjelasan sebelumnya. Sementara itu, buruh migran yang posisinya sebagai anak dalam keluarga cenderung mengirimkan remitan dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dikarenakan mayoritas buruh migran yang merupakan anak dalam penelitian ini berstatus belum menikah dan bertanggung jawab terhadap keluarganya di daerah asal dan menjadi pencari nafkah utama keluarga, karena keterbatasan orang tua mereka. Sebagai penanggung jawab utama dalam keluarga, mereka juga bertanggung jawab terhadap saudara-saudara yang bersekolah. Oleh sebab itu, remitan yang mereka kirimkan cenderung lebih besar jumlahnya.
50
Tabel 12
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013
Variabel Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Status pernikahan Jumlah tanggungan Posisi dalam keluarga
Rank Spearman Sig. (2-tailed) Correlation coefficient 0.830 -
-0.035 -
Chi-Square Asyimp. Sig. (2-sided) 0.000
0.849
-0.031
-
-
-
0.082
0.000
0.825**
-
-
-
0.001
Hasil analisis hubungan antar masing-masing variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 12 di atas. Tabel tersebut memuat nilai yang diperoleh dari uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman untuk variabel dengan data ordinal dan Chi-Square untuk variabel dengan data nominal.
Hubungan Karakteristik Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan Negara Tujuan Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Berbagai hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa karakteristik migrasi berupa negara tujuan migrasi memiliki hubungan dengan jumlah atau tingkat remitan yang dikirimkan oleh seorang buruh migran internasional. Hasil analisis dengan menggunakan metode tabulasi silang, terlihat dengan jelas bahwa tingkat pengiriman remitan dari negara-negara di kawasan Timur Tengah memiliki kecenderungan yang jauh lebih tinggi/besar dibandingkan negara Malaysia. Sebesar 100 persen tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah berada pada negara Malaysia, sedangkan 80 persen dan 100 persen tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada negara-negara di kawasan Timur Tengah. Hubungan antara negara tujuan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan juga diuji dengan menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel negara tujuan migrasi dengan tingkat remitan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square dari kedua variabel sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.000 < 0.005), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel negara tujuan dengan tingkat remitan diterima. Menurut para responden dan informan penelitian, gaji atau upah bekerja di negara-negara yang berada di kawasan Timur Tengah lebih tinggi dari pada di gaji
51
atau upah bekerja di negara Malaysia. Buruh migran yang bekerja di negaranegara Timur Tengah mendapatkan gaji berkisar antara tiga juta Rupiah hingga empat juta Rupiah per bulan, sedangkan di negara Malaysia gaji bekerja yang didapatkan adalah sekitar dua juta Rupiah hingga tiga juta Rupiah per bulan. Mengacu pada jumlah gaji atau upah bekerja pada masing-masing negara, para buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah menerima gaji yang lebih tinggi dibandingkan para buruh migran yang bekerja di negara Malaysia, sehingga mereka dapat mengirimkan remitan kepada keluarganya yang berada di daerah asal dalam jumlah yang besar/tinggi pula. Oleh sebab itu, hasil analisis hubungan pada tabulasi silang menunjukkan bahwa jumlah dan persentase buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah memiliki kecenderungan pada tingkat remitan yang tergolong tinggi, sedangkan sebaliknya jumlah dan persentase buruh migran yang bekerja di negara Malaysia memiliki kecenderungan pada tingkatan remitan yang tergolong rendah. “Ya di sini rata-rata yang kerja di Arab gajinya lebih banyak. Biasanya ngirim ke keluarga juga lebih besar dari pada yang berangkat ke Malaysia. Di Arab, majikannya kadang suka ngasih uang tambahan, jadi lebih banyak lah”. (M, 43 tahun) Akan tetapi, jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran kepada keluarganya yang berada di daerah asal tidak sepenuhnya ditentukan oleh negara tujuan migrasi. Meskipun dalam penelitian ini kecenderungan remitan dari buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah jauh lebih besar dibandingkan buruh migran di negara Malaysia, terdapat faktor lain yang juga turut menentukan besar kecilnya remitan yang akan dikirimkan oleh buruh migran. Hubungan antara negara tujuan migrasi dengan jumlah kiriman remitan didasarkan hanya pada jumlah gaji atau upah bekerja buruh migran di negara tersebut. Tabel 13
Hubungan karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013
No
Variabel
1.
Negara Malaysia TimTeng TOTAL Lama < 5 tahun 5-7 tahun > 7 tahun TOTAL
2.
Tingkat pengiriman remitan Rendah Sedang Tinggi n % n % n %
Total n %
18 0 18
100 0 100
1 4 5
20 80 100
0 17 17
0 100 100
19 21 40
48 52 100
0 6 12 18
0 33 67 100
0 4 1 5
0 80 20 100
12 5 0 17
71 29 0 100
12 15 13 40
30 38 32 100
52
Hubungan Lama Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan antara variabel lama migrasi dengan tingkat pengiriman remitan dilihat dari pengujian hubungan dengan menggunakan metode tabulasi silang. Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah berada pada lama migrasi yang lebih dari tujuh tahun (67 %), tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang berada pada lama migrasi lima hingga tujuh tahun (80 %), dan tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada lama migrasi yang kurang dari lima tahun (71 %). Hal ini bermakna bahwa semakin lama migrasi yang dilakukan oleh buruh migran, maka akan semakin kecil jumlah remitan yang dikirimkan ke daerah asal, sedangkan semakin sebentar atau pendek waktu migrasi maka jumlah remitan yang dikirimkan akan semakin besar. Adanya hubungan antara lama migrasi dengan tingkat remitan juga terbukti dari hasil analisis hubungan dengan menggunakan korelasi Rank Spearman pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa correlation coefficient antar dua variabel yang diuji adalah sebesar -0.810**, artinya terdapat hubungan yang negatif antara lama migrasi dengan tingkat remitan, yang mana semakin tinggi/panjang rentang waktu migrasi buruh migran maka remitan yang dikirimkan akan semakin rendah, sedangkan semakin rendah/pendek rentang waktu migrasi buruh migran maka remitan yang dikirimkan akan semakin tinggi. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa sig. (2-tailed) pada kedua variabel ini sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti (0.000 < 0.05), sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel lama migrasi dengan tingkat remitan diterima. Buruh migran yang baru melakukan migrasi internasional (kurang dari lima tahun) pada umumnya mengirimkan remitan kepada keluarganya dalam jumlah yang lebih besar dengan intensitas yang lebih sering. Hal ini disebabkan oleh adanya tanggungan untuk membayar pinjaman/hutang yang digunakan oleh keluarga sebagai biaya administrasi dan keberangkatan buruh migran ke luar negeri. Kewajiban untuk melunasi hutang inilah yang menyebabkan gaji yang diterima oleh buruh migran pada tahun-tahun awal bekerja di luar negeri dikirim secara rutin dalam jumlah yang cukup besar. Buruh migran yang telah bermigrasi lebih dari tujuh tahun mengirimkan remitan dengan jumlah atau tingkatan yang tergolong rendah disebabkan oleh tidak adanya lagi kewajiban untuk membayar hutang atau keperluan mendesak yang harus segera diselesaikan, sehingga remitan pun dapat dikirim dalam jumlah yang lebih rendah dari tahun-tahun awal. Selain itu, kecilnya jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran yang telah bermigrasi lama (lebih dari tujuh tahun) disebabkan oleh adanya uang remitan yang disimpan atau ditabung oleh buruh migran tersebut, sehingga remitan yang dikirimkan ke keluarganya yang berada di daerah asal tidak terlalu besar jumlahnya. Buruh migran yang telah lama migrasi sengaja menabung uangnya secara pribadi untuk keperluan setelah buruh migran tersebut berhenti bekerja dan kembali ke daerah asal. Hasil analisis hubungan antar masing-masing variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 14. Tabel tersebut memuat nilai yang diperoleh dari uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman untuk variabel dengan data ordinal dan Chi-Square untuk variabel dengan data nominal.
53
Tabel 14
Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013
No
Rank Spearman Variabel Sig. (2-tailed) Correlation coefficient
1. 2.
Negara Lama
0.000
-0.810**
Chi-Square Asyimp. Sig. (2-sided) 0.000 -
Ikhtisar Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran kepada keluarga yang berada di daerah asal berhubungan dengan jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, posisi dalam keluarga, negara tujuan migrasi, dan lama migrasi. Hubungan antara masing-masing variabel dengan tingkat remitan tergambar dari hasil analisis melalui metode tabulasi silang dan terbukti dari hasil analisis korelasi Rank Spearman atau Chi-Square yang menunjukkan bahwa hipotesis antar variabel tersebut diterima. Tingkat pengiriman remitan tidak berhubungan dengan variabel usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan dari buruh migran. Perbedaan jenis kelamin buruh migran, posisi pelaku buruh migran, jumlah tanggungan dalam keluarga, negara tujuan migrasi, dan lama migrasi menyebabkan perbedaan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran tersebut kepada keluarganya. Sementara itu, perbedaan usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan buruh migran tidak terlalu memengaruhi jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran.
54
55
PEMANFAATAN REMITAN
Bentuk dan Pola Pemanfaatan Remitan Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran dimanfaatkan keluarga yang berada di daerah asal untuk berbagai keperluan sehari-hari. Hasil penelitian mengidentifikasi beberapa bentuk pemanfaatan remitan yang dilakukan oleh rumah tangga buruh migran. Adapun bentuk-bentuk pemanfaatan remitan rumah tangga buruh migran disajikan secara lengkap pada tabel 15 berikut. Tabel 15
No 1.
2.
3.
Bentuk pemanfaatan remitan di Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014
Bentuk pemanfaatan Konsumsi Membeli sembako/makanan Membeli pakaian Membeli perabot rumah Memperbaiki rumah Membeli perhiasan Membeli alat transportasi Membeli alat elektronik TOTAL Investasi Disimpan/ditabung Biaya pendidikan Biaya kesehatan Membeli ternak Membeli lahan Disumbang TOTAL Produksi Membeli bahan pokok usaha Membeli bibit TOTAL
Persentase pemanfaatan (%) 27 5 5 24 3 7 5 76 7 5 1 3 2 1 19 3 2 5
Berdasarkan hasil identifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan remitan dari buruh migran, terlihat bagaimana pola pemanfaatan remitan yang dilakukan oleh rumah tangga buruh migran di Desa Gelogor. Mayoritas rumah tangga memanfaatkan remitan untuk keperluan konsumsi (76 %), sedangkan 19 persen lainnya untuk keperluan investasi, dan 5 persen untuk keperluan produksi. Bentuk pemanfaatan remitan yang paling besar digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Sebesar 76 persen alokasi remitan dimanfaatkan untuk masing-masing kebutuhan-kebutuhan berupa pembelian sembako (27 persen), pakaian (5 %), perabot rumah (5 %), perhiasan (3 %), alat transportasi (7 %), alat elektronik (5 %), dan perbaikan rumah (24 %).
56
Dua bentuk pemanfaatan remitan konsumsi paling besar digunakan untuk pembelian sembako dan perbaikan rumah. Sembako merupakan kebutuhan primer/pokok yang harus selalu dipenuhi setiap harinya, maka dari itu alokasi remitan yang terlebih dahulu dilakukan oleh semua rumah tangga adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah satu responden. “Kiriman dari Bapak (suami) pastinya buat sembako. Salah satu alasan Bapak berangkat ke Malaysia ya buat makan keluarga kita sehari-hari”. (M, 33 tahun) Bentuk pemanfaatan lainnya yang juga banyak dilakukan adalah pemanfaatan remitan untuk keperluan memperbaiki/merenovasi rumah. Menurut para responden dan beberapa informan, salah satu tujuan masyarakat asal Desa Gelogor melakukan migrasi internasional ke berbagai negara tujuan adalah untuk membangun atau merenovasi rumah mereka agar lebih terlihat bagus. Rumah yang bagus dan juga mewah bagi mereka merupakan salah satu indikator dari keberhasilan atau kesuksesan para buruh migran di desa tersebut. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika remitan yang dikirimkan oleh buruh migran akan dimanfaatkan dalam jumlah yang besar untuk keperluan renovasi rumah. Remitan untuk keperluan membangun atau merenovasi rumah pada umumnya mulai dialokasikan setelah dua tahun pertama buruh migran bekerja. Hal ini dikarenakan, pada tahun-tahun awal remitan buruh migran hanya dimanfaatkan untuk keperluan penting dan mendesak semata, yakni berupa pembelian sembako/makanan sehari-hari keluarga dan pelunasan hutang. Setelah dua tahun pertama dan semua hutang telah lunas, maka barulah remitan mulai dialokasikan untuk keperluan membangun atau merenovasi rumah. Berdasarkan jawaban dari 40 responden penelitian, sebanyak 30 responden (75 %) dalam setahun terakhir masih memanfaatkan remitan untuk keperluan merenovasi rumah, sedangkan 25 persen lainnya tidak memanfaatkan karena beberapa di antaranya masih belum memulai perenovasian rumah mereka dan beberapa lainnya telah menyelesaikan perenovasian rumah mereka. Bentuk pemanfaatan remitan untuk kebutuhan konsumsi lainnya yang teridentifikasi adalah untuk keperluan membeli pakaian, alat elektronik, dan perabot rumah dengan persentase masing-masing sebesar 5 persen. Pemanfaatan remitan untuk membeli pakaian pada umumnya dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran dalam setahun terakhir dialokasikan untuk membeli pakaian baru untuk seluruh anggota keluarga. Pemanfaatan untuk keperluan alat elektronik digunakan untuk membeli berbagai peralatan, terutama televisi, kipas angin, rice cooker, dispenser, handphone, dan juga play station untuk anak buruh migran yang masih remaja. Sementara itu, pemanfaatan untuk perabot rumah digunakan untuk membeli berbagai peralatan seperti sofa, meja, guci, lemari, kasur, hiasan dinding. Pemanfaatan remitan buruh migran di desa penelitian lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumsi. Mayoritas rumah tangga memanfaatkan remitan untuk berbagai keperluan yang sifat pemenuhannya saat sekarang (jangka pendek), seperti untuk membeli sembako/makanan sehari-hari. Selain itu, rumah tangga di desa penelitian juga memanfaatkan remitan untuk hal-hal yang bersifat
57
konsumtif lainnya, seperti keperluan perumahan, pakaian, serta berbagai peralatan elektronik dan transportasi. Menurut mereka, memanfaatkan remitan untuk membeli barang-barang tersebut merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan eksistensi dan status sosial mereka di mata masyarakat setempat. Salah satu indikator dari keberhasilan buruh migran di luar negeri bagi masyarakat adalah adanya perubahan gaya hidup dan kondisi fisik aset (misalnya rumah) yang dimiliki oleh keluarga buruh migran tersebut. Oleh sebab itu, pemanfaatan remitan untuk keperluan konsumsi menjadi prioritas utama pada sebagian besar rumah tangga buruh migran di desa penelitian dengan persentase yang tinggi. Pemanfaatan remitan di bidang investasi kurang diperhatikan oleh rumah tangga buruh migran. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya persentase rumah tangga yang memanfaatkan remitan untuk keperluan investasi. Hanya 19 persen rumah tangga dari total responden yang mengalokasikan remitan yang dikirimkan oleh buruh migran untuk keperluan yang bersifat jangka panjang tersebut. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan untuk kebutuhan investasi adalah disimpan/ditabung, investasi untuk biaya pendidikan, investasi untuk biaya kesehatan, membeli ternak, membeli lahan, dan investasi sosial berupa sumbangan ke sarana-sarana publik desa. Rumah tangga yang memanfaatkan remitan untuk disimpan/ditabung pada dasarnya juga untuk keperluan perumahan. Mereka menyisihkan sebagian remitan yang dikirimkan oleh buruh migran untuk disimpan secara pribadi ataupun di lembaga penyimpanan uang (bank) sebagai dana untuk keperluan membangun atau merenovasi rumah. Uang tabungan tersebut dipersiapkan dan akan digunakan jika ada keperluan mendadak yang tidak diperkirakan sebelumnya, ketika membangun atau merenovasi rumah. Selain itu, investasi biaya pendidikan tidak terlalu diperhatikan oleh mayoritas buruh migran, karena mereka lebih memilih untuk memikirkan segala keperluan pendidikan (misalnya biaya sekolah anak) saat anaknya sudah mulai masuk sekolah dan bukan dipersiapkan pada waktu sebelumnya. Sementara itu, rumah tangga yang memanfaatkan remitan untuk keperluan investasi dengan membeli lahan adalah rumah tangga yang telah menyelesaikan perenovasian rumah, sehingga membeli beberapa hektar lahan untuk ditanami berbagai macam sayuran. Pola pemanfaatan remitan paling rendah di desa penelitian adalah pemanfaatan di bidang produksi. Hanya 5 persen rumah tangga yang mengalokasikan remitan yang dikirimkan oleh buruh migran untuk keperluan tersebut. Rumah tangga yang memanfaatkan remitan untuk keperluan produksi adalah rumah tangga yang memiliki lahan sayuran (kangkung) yang ditanami di lahan kecil yang mereka miliki di belakang rumah. Remitan dimanfaatkan untuk membeli berbagai kebutuhan produksi tanaman sayuran, seperti pembelian bibit, pupuk, dan berbagai kebutuhan lainnya. Pengambil keputusan terbesar dalam pemanfaatan remitan dalam rumah tangga adalah pasangan (suami/istri) dari buruh migran itu sendiri. Hampir semua buruh migran yang menikah akan menyerahkan keputusan kepada pasangan mereka dalam menentukan alokasi remitan yang akan dimanfaatkan, karena pasangan yang berada di daerah asal menjadi kepala keluarga sementara ketika buruh migran bekerja di luar negeri. Oleh sebab itu, sebagai kepala keluarga pasanganlah yang bertanggung jawab terhadap keluarga yang tinggal di daerah asal, termasuk dalam menentukan pengalokasian remitan untuk keperluan seharihari. Pengambil keputusan lainnya dalam rumah tangga buruh migran adalah
58
orang tua dari buruh migran. Sebesar 23 persen orang tua menentukan pengalokasian remitan dalam keluarga, karena buruh migran yang bekerja tersebut belum menikah dan masih tinggal bersama orang tua. Maka dari itu, semua keputusan dalam penggunaan remitan masih diambil oleh orang tua. Sementara itu, sebesar 18 persen keputusan dalam pemanfaatan remitan yang diambil oleh buruh migran. Setiap kali mengirimkan remitan, buruh migran akan memutuskan sendiri untuk keperluan apa saja remitan yang ia kirimkan tersebut digunakan. Hanya sebesar 7 persen pengambil keputusan dalam pemanfaatan remitan dilakukan oleh saudara kandung buruh migran (kakak/adik) dan 2 persen sisanya diambil oleh anak dari buruh migran. Satu orang responden yang merupakan anak dari buruh migran menjadi pengambil keputusan dalam pemanfaatan remitan yang dikirimkan ibunya, karena ibunya telah bercerai dan hanya tinggal berdua dengan adiknya yang masih kecil. Apabila remitan dari buruh migran telat dikirimkan, maka mayoritas rumah tangga akan memanfaatkan uang penghasilan dari pekerjaan anggota rumah tangga lainnya, seperti pemasukan dari usaha warung yang dikelola. Selain itu, beberapa rumah tangga juga ada yang meminjam uang pada kerabat dekat atau tetangga di sekitar rumah. Uang pinjaman tersebut digunakan untuk keperluan makan keluarga sehari-hari dan beberapa keperluan penting lainnya. Mereka sengaja meminjamkan uang kepada kerabat atau tetangga dekat, karena selain saling mengenal satu sama lain juga tidak memerlukan proses yang rumit. Uang pinjaman tersebut akan mereka kembalikan setelah buruh migran mengirimkan remitannya kembali.
Ikhtisar Bentuk-bentuk pemanfaatan remitan yang teridentifikasi adalah sebanyak 15 bentuk, yakni membeli sembako/makanan, membeli pakaian, membeli perabot rumah, memperbaiki rumah, membeli perhiasan, membeli alat transportasi, membeli peralatan elektronik, disimpan/ditabung, biaya pendidikan, biaya kesehatan, membeli ternak, membeli lahan, disumbang, membeli bahan pokok usaha, dan membeli bibit. Persentase pemanfaatan remitan paling besar adalah digunakan untuk kebutuhan membeli sembako/makanan dan renovasi rumah. Pola pemanfaatan remitan dalam rumah tangga di Desa Gelogor berfokus pada pemanfaatan di bidang konsumsi. Sebesar 76 persen rumah tangga memanfaatkan remitan untuk kebutuhan konsumsi, sedangkan 19 persen lainnya memanfaatkan remitan untuk investasi, dan 5 persen sisanya untuk kebutuhan produksi.
59
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran remitan buruh migran internasional bagi rumah tangga di pedesaan yang dilakukan di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin migran, posisi migran, jumlah tanggungan dalam keluarga, negara tujuan migrasi, dan lama migrasi berhubungan secara signifikan terhadap jumlah pengiriman remitan yang dilakukan oleh buruh migran internasional asal Desa Gelogor. Sementara itu, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan tidak berhubungan. Bentuk dan pola pemanfaatan remitan pada rumah tangga di Desa Gelogor adalah berupa konsumsi, investasi, dan produksi. Pemanfaatan remitan lebih berfokus pada kebutuhan konsumsi terutama untuk membeli sembako dan keperluan perumahan. Pemanfaatan remitan untuk kebutuhan yang bersifat investasi dan produksi tidak terlalu diperhatikan dan bukan menjadi prioritas utama bagi mayoritas rumah tangga di desa tersebut. Remitan menyumbang 62.9 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga dalam setahun terakhir dan memainkan peran yang cukup penting bagi rumah tangga di Desa Gelogor. Kontribusi remitan yang dikirimkan mampu meningkatkan kondisi ekonomi rumah tangga dari segi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, kekayaan, kepemilikan aset, dan fasilitas rumah.
Saran Beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran antara lain adalah (a) pencatatan dan pendataan mengenai buruh migran internasional sebaiknya dikelola dan diperbaharui secara lengkap oleh pemerintah daerah setempat dan/atau pihak-pihak terkait; (b) para calon buruh migran internasional dan/atau rumah tangga buruh migran sebaiknya diarahkan untuk dapat menggunakan remitan sebagai modal pembukaan atau pengembangan usaha di desa setempat. Usaha ini dimaksudkan agar buruh migran beserta keluarga memiliki semacam investasi yang dapat digunakan secara lebih lama (jangka panjang), serta agar remitan yang ada tidak hanya dimanfaatkan atau dihabiskan untuk keperluan yang bersifat konsumtif; (c) berdasarkan pengamatan selama di lapangan, banyak mantan buruh migran internasional yang mengalami perubahan pada diri mereka, seperti perubahan dalam hal pengetahuan, pola pikir, keterampilan, sikap, dan lain sebagainya. Maka dari itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengkaji dan meneliti secara lebih lanjut mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada diri para mantan buruh migran, ataupun kontribusi remitan sosial para mantan buruh migran terhadap masyarakat desa setempat. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat mengkaji mengenai perubahan peranan dalam keluarga buruh migran internasional.
60
61
DAFTAR PUSTAKA Abustam MI. 1990. Gerak penduduk, pembangunan dan perubahan sosial: kasus tiga desa komunitas padi sawah di Sulawesi Selatan. Jakarta (ID): UI Press. [BNP2TKI]. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. 2010. Penempatan tenaga kerja di luar negeri tahun 2010. [Internet]. [dikutip tanggal 01 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan.html. ---------------. 2011. Penempatan tenaga kerja di luar negeri tahun 2011. [Internet]. [dikutip tanggal 01 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan.html. ---------------. 2012. Penempatan tenaga kerja di luar negeri tahun 2012. [Internet]. [dikutip tanggal 01 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan.html. ---------------. 2013. Remitansi TKI tahun 2013 capai Rp 81,34 trilyun. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Desember 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/9227-remitansi-tkitahun-2013-capai-rp-8134-trilyun.html. [BPS]. Badan Pusat Statistika Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2012. Lombok Barat dalam angka 2012. [Internet]. [dikutip tanggal 28 Januari 2014]. Dapat diunduh dari: http://bappeda.lombokbaratkab.go.id. -------------------------------------------------------------------------. 2013. Lombok Barat dalam angka 2013. [Internet]. [dikutip tanggal 28 Januari 2014]. Dapat diunduh dari: http://bappeda.lombokbaratkab.go.id Basrowi, Juariyah S. 2010. Analisis kondisi sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. [Internet]. [dikutip tanggal 01 Februari 2014]. 7 (1): 58 – 82. Dapat diunduh dari: http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/viewFile/577/434. Connell J, Dasgupta B, Laishley R, Lipton M. 1976. Migration from Rural Areas: the Evidence from Village Studies. Delhi (IN): Oxford University Press. 228 hal. de Haas H. 2007. Remittances, Migration and Social Development: A Conceptual Review of the Literature. Geneva [SZ]: UNRISD. Dharmawan A. 2006. Sistem penghidupan dan nafkah perdesaan pandangan sosiologi nafkah (livelihood sociology) mahzab barat dan mahzab Bogor. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol. 01 (02). Dianningtyas MW. 2011. Penerapan kebijakan TKI informal terhadap remittance dan implikasinya terhadapa perekonomian Indonesia: pendekatan FSAM. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Effendi TN. 2004. Mobilitas pekerja, remitan dan peluang berusaha di pedesaan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. [Internet]. [dikutip tanggal 30 September 2013]. 8 (2): 213-230. Dapat diunduh dari: http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/203.
62
Hani ES. 2011. Dampak remitan migran internasional terhadap peningkatan usaha produktif. J-Sep (Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian). [Internet]. [dikutip tanggal 01 Oktober 2013]. 5 (1): 36-46. Dapat diunduh dari: http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/view/380/238. Herwanti T. 2011. Pengaruh pendapatan, lama kerja, dan status famili terhadap remitan tenaga kerja wanita propinsi Nusa Tenggara Barat. Ekuitas. [Internet]. [dikutip tanggal 02 Oktober 2013]. 15 (1): 108-129. Dapat diunduh dari: http://stiesia.ac.id/jurnal/index.php/article/download_selection_article/2/2 0130730006/1. Irawaty T, Wahyuni ES. 2011. Migrasi internasional perempuan desa dan pemanfaatan remitan di desa Pusakajaya, kecamatan Pusakajaya, kabupaten Subang, provinsi Jawa Barat. Sodality. 5 (3): 297-310. Khumairoh Z. [tidak ada tahun]. Kajian tentang TKI dari desa Dalegan kecamatan Panceng kabupaten Gresik ke Malaysia. Swara Bhumi. [Internet]. [dikutip tanggal 30 September 2013]. 2(1): 151-160. Dapat diunduh dari: http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/swara-bhumi/article/view/871. Lee E. 1984. Suatu teori migrasi. (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh Hans Daeng). Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Lestarini W. 2007. Pengaruh status sosial ekonomi terhadap pemilihan moda transportasi untuk perjalanan kerja (studi kasus karyawan PT. SSSWI Kabupaten Wonosobo). [tesis]. [Internet]. [dikutip tanggal 31 Januari 2014]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. 108 hal. Dapat diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/17736/1/Wiji_Lestarini.pdf. Mantra IB. 1994. Mobilitas sirkuler dan pembangunan daerah asal. Warta Demografi. No. 3. Moratorium TKI-larangan pengiriman TKI ke Arab Saudi. 2011 01 Agustus. Teks TV. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Desember 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.teks.tv/2011/08/moratorium-tki-larangan-pengirimantki.html. Murdiyanto E. 2001. Remitan migran sirkuler dan gejala perubahan struktur sosial di perdesaan Jawa. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugroho, WB. 2006. Analisis dampak remitan tenaga kerja wanita terhadap pengembangan desa: studi kasus di Desa Budiharja, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung. [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. [Permen] Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 19 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pigay N. 2005. Migrasi tenaga kerja internasiona, sejarah, fenomena, masalah dan solusinya. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Pratiwi YW. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi internasional tenaga kerja Indonesia ke luar negeri tahun 2007 (studi kasus tenaga kerja Indonesia asal kabupaten Majalengka kabupaten Jawa Barat). [skripsi]. [Internet]. [dikutip tanggal 24 September 2013]. Dapat diunduh dari: http://eprints.uns.ac.id/3617/1/66201806200904331.pdf. Primawati A. 2011. Remitan sebagai dampak migrasi pekerja ke Malaysia. Sosiokonsepsia. 16 (2): 209-222.
63
Raharto A, Hugo G, Romdiati H, Bandiyono S, editor. 1999. Migrasi dan pembangunan di kawasan timur Indonesia: isu ketangakerjaan. Jakarta (ID): Kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan dan LIPI dengan The Australian National University dan The Australian Agency for International Development. Rusli S. 2012. Pengantar ilmu kependudukan. Jakarta [ID]: LP3ES Singarimbun M.1987. Bab 1 Metode dan proses penelitian. Dalam: Effendi S, Singarimbun M editor. Metode penelitian survai. Jakarta (ID): LP3S. Hal. 3-15. Soekanto S. 2005. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Sulistiyo PA. 2012. Dampak remitan ekonomi terhadap posisi sosial buruh migran perempuan dalam rumahtangga di desa Kedungwungu kecamatan Anjatan dan desa Sukra Wetan kecamatan Sukra kabupaten Indramayu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Suprapto. 2011. Potret desa TKI di Lombok Barat. [Internet]. [dikutip tanggal 02 Februari 2014]. Dapat diunduh dari: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/229458-potret-desa-tki-dilombok-ntb. Supriana T, Nasution VL. 2010. Peran usaha TKI purna terhadap pengembangan ekonomi lokal dan faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha TKI purna di provinsi Sumatera Utara. Makara (Sosial Humaniora). 14 (1): 42-50. [UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri. [Internet]. [dikutip tanggal 02 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.kemsos.go.id/unduh/pdf/418_UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.pdf. Warsito R, Prihtanti TM, Hartono G. 2010. Tenaga kerja Indonesia (TKI) peran dan pengaruhnya terhadap ekonomi rakyat di wilayah pedesaan di propinsi Jawa Tengah. [Laporan akhir]. [Internet]. [dikutip tanggal 30 September 2013]. Salatiga (ID): Universitas Kristen Satya Wacana. 87 hal. Dapat diunduh dari: http://bp3m.uksw.edu/uploads/documents/Laporan_Akhir_TKI_Peran_P engaruhnya_Ekonomi_Rakyat_di_Pedesaan.pdf. Wasito. 2012. Strategi coping dan nafkah serta dampaknya terhadap keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga petani miskin di Kabupaten Blora. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wulan TR. 2010. Pengetahuan dan kekuasaan: penguatan remiten sosial sebagai strategi pemberdayaan buruh migran perempuan. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yulisanti AI. 2000. Status sosial ekonomi dan perilaku konsumtif kelas menengah baru. Yogyarta (ID): APMD. Zid M. 2012. Migrasi internasional perempuan, penguasaan lahan dan kesetaraan gender: kajian di komunitas Desa Sawah Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
64
65
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
Lampiran 2 Tabel jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji petik skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Feb
Maret
April
Mei
Juni
66
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian
(Agen PJTKI di Desa Gelogor)
(Kantor Disnakertrans Lombok Barat)
(Rumah hasil remitan buruh migran)
(Usaha warung keluarga buruh migran)
(Usaha sampingan istri buruh migran)
(Ibu Salminah, mantan buruh migran)
67
Lampiran 5 hasil analisis uji korelasi Rank Spearman dan Chi-Square 1. Hubungan variabel usia dengan tingkat pengiriman remitan Correlations
Usia Spearman's rho Remitan
Usia 1,000 . 40 -,035 ,830 40
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Remitan -,035 ,830 40 1,000 . 40
2. Hubungan variabel jenis kelamin dengan tingkat pengiriman remitan
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 35,200 2 ,000 48,722 2 ,000 34,149
1
,000
40
3. Hubungan variabel tingkat pendidikan dengan tingkat pengiriman remitan Correlations Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Spearman's rho Remitan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Remitan
1,000
-,031
. 40
,849 40
-,031
1,000
,849 40
. 40
4. Hubungan variabel status pernikahan dengan tingkat pengiriman remitan
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Chi-Square Tests Value df a 8,276 4 10,495 4 ,646 40
1
Asymp. Sig. (2-sided) ,082 ,033 ,422
68
5. Hubungan variabel jumlah tanggungan dengan tingkat pengiriman remitan Correlations Jumlah Remitan Tanggungan Jumlah Tanggungan Spearman's rho Remitan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
,825**
. 40
,000 40
,825**
1,000
,000 40
. 40
6. Hubungan variabel posisi dengan tingkat pengiriman remitan
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Chi-Square Tests Value df a 19,434 4 26,189 4 7,951
Asymp. Sig. (2-sided) ,001 ,000
1
,005
40
7. Hubungan variabel negara tujuan dengan tingkat pengiriman remitan
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 36,792 2 ,000 50,348 2 ,000 34,333
1
,000
40
8. Hubungan variabel lama migrasi dengan tingkat pengiriman remitan Correlations
Lama Spearman's rho Remitan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Lama Remitan 1,000 -,810** . ,000 40 40 ** -,810 1,000 ,000 . 40 40
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 05 Oktober 1992 di Kerinci, Jambi. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Yusran dan Yuni Dafrita. Penulis merupakan alumni Sekolah Dasar Negeri 1 Rawang (1998-2004), Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Sungai Penuh (2004-2007), dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungai Penuh (2007-2010). Tahun 2010, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama masa studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Pengantar Ilmu Kependudukan, asisten matakuliah Dasar-dasar Komunikasi, asisten matakuliah Komunikasi Bisnis selama dua periode, dan asisten matakuliah Komunikasi Massa selama dua periode. Penulis pernah diterima sebagai peserta magang pada divisi redaksi (desk Humaniora) di Kompas Gramedia Jakarta. Penulis juga aktif dalam beberapa organisasi kampus, seperti Paduan Suaran Mahasiswa (PSM) IPB Agria Swara sebagai sekretaris Divisi Kesejahteraan pada periode kepengurusan tahun 2012, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai anggota Divisi Jurnalistik selama dua periode kepengurusan, Majalah Komunitas Fakultas Ekologi Manusia sebagai anggota Divisi Redaksi pada periode kepengurusan tahun 2012 dan sebagai pimpinan umum pada periode kepengurusan tahun 2013. Tidak hanya itu, penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan kampus, seperti panitia lapang konser angkatan dan konser tahunan PSM IPB Agria Swara, panitia the 5th of Ecology Sport and Art Event, panitia talkshow Extraordinary Youth and Young On Top Campus Roadshow, panitia Liaison Officer Class with Melanie Subono, panitia Hari Penglepasan Sarjana FEMA, panitia Masa Perkenalan Departemen SKPM angkatan 2011, panitia Pelatihan Jurnalistik HIMASIERA, panitia HIMASIERA Goes to Kompas and The Jakarta Post. Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kegiatan pelatihan dan seminar, serta pernah menjadi penampil di berbagai acara kampus. Beberapa prestasi yang pernah didapatkan oleh penulis selama masa studi di IPB, yakni sebagai juara pertama lomba vocal group dalam acara the 5th of Ecology Sport Art and Event tahun 2012 dan the 6 th of Ecology Sport and Art Event tahun 2013, juara kedua lomba vocal group pada acara IPB Art Contest tahun 2012 dan IPB Art Contest tahun 2013. Penulis pernah menjadi presenter yang mempresentasikan paper penelitian berjudul “Strategi Pengembangan Potensi Pariwisata Daerah Istimewa Aceh” pada kegiatan Aceh Development International Conference di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada Maret 2013. Penulis juga pernah menjadi presenter dalam kegiatan the 2nd ASEAN Academic Society International Conference yang diselenggarakan di Kasetsart University, Bangkok, Thailand pada November 2013 dengan judul paper penelitian “The Dualism Inside the Existence of Informal Sector in Relation with Indonesian Employment”. Penulis memiliki ketertarikan di bidang komunikasi dan berbagai isu-isu sosial.