viii
EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DALAM UPAYA PENANGANAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DAN KONTRIBUSI KEPADA PENERIMAAN PAJAK NEGARA (STUDI KASUS PADA KANWIL DJP JAWA BARAT II) Name
:
Antonius Harianto Sinaga (University of Indonesia) and Christine Tjen (University of Indonesia)
Title
:
Evaluation of Initial Evidence Audit Implementation Regarding The Handling of Crime in Taxation Field and Contributions to The State Tax Revenue (Study Case at Kanwil DJP Jawa Barat II)
ABSTRACT Initial Evidence Audit is a phase carried out by the Direktorat Jenderal Pajak in the beginning of the handling of criminal acts committed in the field of taxation . Initial Evidence Audit is an audit to get the initial evidence of the existence of the alleged crime in the field of taxation. Initial Evidence Audit can be carried out by the Direktorat Intelijen dan Penyidikan as well as the Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. The Initial Evidence Audit is carried out with audit standard and resolved by making proposals in the Initial Evidence Audit Report. The proposals of The Initial Evidence Audit suggested in the report can be an investigation or other follow-up proposals. The follow-up proposals of Initial Audit Evidence will bring the implications in terms of sanctions imposed on taxpayers. This study discusses the implementation of Initial Evidence Audit conducted by Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II in 2010. This study will refers to the process of Initial Evidence Audit and the results obtained from Initial Evidence Audit regarding the handling of a criminal matter in the field of taxation and contributions to state revenue. This study uses descriptive analysis based on qualitative data and bolstered by interviews with the parties involved. The conclusion of this study is that the Initial Evidence Audit undertaken by the Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II has supported the vision and mission of the Direktorat Jenderal Pajak in tackling crimes in the field of taxation and has also contributed to the state tax revenue. The Initial Evidence Audits completed in 2010 is as many as 50 while the follow-up proposals to investigate are as many as 3, yielding tax revenue as much as Rp. 21,859,557,248. Considerations in determining followup proposals of Initial Audit Evidence are based on the proper identification of the facts obtained and cooperation of the parties involved. Key Words: Proper Identification, Initial Evidence Audit, Tax Revenue PENDAHULUAN Latar Belakang Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan tahapan kegiatan awal dalam penanganan tindak pidana dibidang perpajakan yang dilakukan oleh DJP. Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilaksanakan berdasarkan : hasil analisis informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP); laporan pengamatan intelijen; pengembangan dari suatu pemeriksaan bukti permulaan atau pengembangan suatu penyidikan. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan oleh unit pemeriksa pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan Kantor Wilayah DJP. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dengan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
ix
yang berisi hasil pemeriksaan bukti permulaan dan tindak lanjut yang diambil atas pemeriksaan bukti permulaan. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor Per-47/PJ/2009 tanggal 1 September 2009, tindak lanjut pemeriksaaan bukti permulaan dapat berupa usul penyidikan atau tindakan lainnya. Pada bagian tindakan lainnya terdapat beberapa pilihan tindakan yang memiliki unsur pemaafan kepada kondisi ditemukannya bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Pemaafan atas ditemukannya bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan ini mengakibatkan Wajib Pajak terhindar dari sanksi pidana perpajakan. Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan berupa tindakan lainnya yang memberi pemaafan atas ditemukannya bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan ini adalah pada tindakan: 1. Penerbitan surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP; dan 2. Pembuatan laporan sumir apabila Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP. Tindakan lainnya diatas diaggap memberi pemaafan atas ditemukannya bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan karena memberi kesempatan Wajib Pajak untuk ”menghindari” sanksi pidana pajak. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan penyetoran pajak yang tidak atau kurang dibayar menurut hasil pemeriksaan bukti permulaan. Atas kegiatan penyetoran pajak yang tidak atau kurang dibayar ini maka Wajib Pajak terhindar dari sanksi pidana pajak dan hanya dikenakan sanksi administrasi pajak sesuai Pasal 13A dan Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Kedua pasal tersebut mengisyaratkan pemeriksaan bukti permulaan tidak akan ditindaklanjuti kepada proses penyidikan asal Wajib Pajak mau melakukan penyetoran pajak yang tidak atau kurang sesuai hasil temuan pemeriksaan bukti permulaan. Tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan diatas memperlihatkan bahwa pemeriksaan bukti permulaan tidak sepenuhnya bertujuan memberikan sanksi pidana pajak, tetapi juga dapat memberikan sanksi berupa sanksi administrasi pajak. Pengambilan tindak lanjut seperti ini bagi beberapa pandangan dianggap telah sejalan dengan misi DJP, dimana pemeriksaan bukti permulaan juga memiliki misi untuk menghimpun penerimaan pajak negara. Namun, disisi lain ada beberapa pandangan yang menganggap ”alasan” kontribusi pemeriksaan bukti permulaan untuk menghimpun penerimaan pajak negara ini sebagai celah yang masih bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindar dari sanksi pidana yang merupakan tujuan dari penanganan tindak pidana dibidang perpajakan. Kanwil DJP Jawa Barat II merupakan salah satu unit kerja DJP yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan. Berdasar hal tersebut peneliti ingin mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan ini selanjutnya akan dikaitkan dengan tujuan pemeriksaan bukti permulaan sebagai suatu tahapan dalam penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan juga hubungannya dengan kontribusi kepada penerimaan pajak negara. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui adakah pemeriksaan bukti permulaan yang ditindaklanjuti dengan usul penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindakan lainnya, serta mengetahui apa kriteria yang menentukan tindak lanjut yang diambil dalam pemeriksaan bukti permulaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan evaluasi mengenai pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan Kanwil DJP Jawa Barat II dalam upaya penanganan
x
tindak pidana dibidang perpajakan dan dalam upaya penambah kontribusi penerimaan pajak negara. Tujuan Penelitian Penelitian ini hendak melihat evaluasi atas pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II dan untuk mengetahui pertimbangan-pertimabangan yang diambil pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan bukti permulaan untuk menentukan tindak lanjut atas pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. TINJAUAN LITERATUR Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan atau audit dalam arti luas berarti proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. (Elder, Beasley, Arens, dan Jusuf 2011: 4). Adapun pengertian pemeriksaan pajak menurut International Tax Glossary (1992) sebagaimana yang dikutip Gunadi (2004: 41) pemeriksaan pajak atau tax audit didefinisikan : ”Tax audit is an investigation carried out by tax authorities, of a taxpayers books and accounts and/or the general accurary of returns and declarations either as a routine operation, or where evasion is suspected”. ”Pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak yang berwenang terhadap buku-buku dan dokumen rekening bank Wajib Pajak atau meneliti kebenaran Surat Pemberitahuan atau laporan dan keterangan Wajib Pajak, baik dalam rangka pemeriksaan rutin maupun pemeriksaan khusus adanya dugaan penggelapan pajak”. Selain pemeriksaan pajak, dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dikenal juga istilah Pemeriksaan Bukti Permulaan. Dalam UU KUP dijelaskan bahwa pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Dari pengertian diatas terdapat unsur-unsur dari pemeriksaan bukti permulaan, yaitu: pemeriksaan, bukti permulan, tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam UU KUP disebutkan bahwa bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/ atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pengertian diatas menerangkan bahwa bukti permulaan merupakan petunjuk yang memastikan apakah adanya dugaan kuat telah atau sedang terjadi tindak pidana dibidang perpajakan. Kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan Pasal 43A ayat (1) UU KUP menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP) berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Terhadap IDLP yang diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak akan dilakukan analisis dan pengembangan yang dari hasil analisis dan pengembangan IDLP tersebut maka dapat ditentukan tindak lanjut yang akan diambil oleh DJP. Hasil analisis dan pengembangan IDLP yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pengembangan dan Analisis IDLP (LHPA-IDLP) yang memenuhi kriteria terdapatnya indikasi tindak pidana dibidang perpajakan akan ditindaklanjuti dengan usul dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.
xi
Berdasarkan usul dari LHPA-IDLP yang ada maka diterbitkan instruksi pemeriksaan bukti permulaan yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP). SPPBP diterbitkan dengan perintah kepada Tim Pemeriksa Bukti Permulaan yang diperintahkan untuk melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan terhadap Wajib Pajak. Selanjutnya pemeriksa bukti permulaan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan juga kepada Wajib Pajak sebagai pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan. Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor Per-47/PJ/2009 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan dengan membuat suatu Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) menyimpulkan suatu usul tindak lanjut yang diambil dari proses pemeriksaan bukti permulaan. Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan bukti permulaan ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan atau tindakan lainnya. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan adalah: 1. Penerbitan surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; 2. penerbitan surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak badan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (3a) Undang-Undang KUP, tetapi tidak ditemukan Bukti Permulaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; 3. pembuatan laporan kepada pihak lain yang berwenang apabila ditemukan Bukti Permulaan yang mengandung adanya unsur tindak pidana selain di bidang perpajakan; 4. pembuatan laporan sumir apabila Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP; atau 5. pembuatan laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan, Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dilakukan dengan mengidentifikasi capaian penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan dan faktor-faktor penentu tindak lanjut yang diambil dalam penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada lingkungan penelitian berupa organisasi Kanwil DJP Jawa Barat II dengan unit analilis yang lebih spesifik yaitu Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak serta Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak. Dari lingkungan penelitian (unit analisis) tersebut akan dilakukan penelitian dengan time horizon cross-sectional dimana peneliti akan mengumpulkan semua data capaian pemeriksaan bukti permulaan pada kurun waktu tahun 2010. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian deskriptif ini adalah dengan teknik dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data berupa laporan dari
36
xii
Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kanwil DJP Jawa Barat II yang memuat informasi mengenai capaian pemeriksaan bukti permulaan selama tahun 2009 dan 2010. Selain dari laporan tersebut peneliti akan melakukan pengumpulan data lain yang masih berhubungan dengan capaian pemeriksaan bukti permulaan selama tahun 2010. Selain pengumpulan data dengan teknik dokumentasi data berupa data dalam bentuk laporan dan data pendukung laporan dari Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, peneliti juga akan melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Metode Pemilihan Sample Data Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara nonprobabilitas. Pengambilan sampel ditujukan untuk 3 bagian besar sampel yang diambil dari data-data yang telah di kumpulkan sebelumnya. Sampel akan dibagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut : laporan capaian pemeriksaan bukti permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II dan hasil wawancara dari pihak-pihak yang terkait dengan capaian pemeriksaan bukti permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010. Wawancara dilakukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, Fungsional Pemeriksa Pajak sebagai pemeriksa bukti permulaan, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak sebagai pihak yang dapat melakukan penelaahan hasil pelaksanaan pekerjaan fungsional pemeriksa pajak, Kepala Seksi Administrasi Penyidikan sebagai pihak yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan urusan administrasi penyidikan termasuk pemeriksaan bukti permulaan, Analis IDLP, Praktisi Pajak dan Akademisi Teknis Analisis Data Peneliti melakukan analisis terhadap sampel yang mewakili data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti untuk tujuan penelitian sebagaiman dimaksud sebelumnya. Data sampel tersebut diolah sesuai dengan bentuk data dan dari hasil analisis ini akan digambarkan kondisi obyek penelitian. Analisis deskriptif akan dilakukan terhadap data sampel seperti berupa laporan capaian pemeriksaan bukti permulaan dan hasil wawancara kepada pihak yang terkait dengan pemeriksaan bukti permulaan. Deskripsi Obyek Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada struktur organisasi Kanwil DJP Jawa Barat II yang ada pada Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak serta Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak. Pada Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak diutamakan pada seksi administrasi penyidikan. Seksi administrasi penyidikan merupakan seksi yang mengurusi administrasi dari kegiatan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan yang dilakukan oleh fungsional pemeriksa pajak yang ada. Pihakpihak yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan pada Kanwil DJP Jawa Barat II adalah fungsional pemeriksa pajak, seksi administrasi penyidikan, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak serta Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II. Komposisi pegawai pada objek penelitian ini adalah: Tabel 3.1 Daftar Pegawai Pada Objek Penelitian No Jabatan Jumlah 1 Kepala Kantor Wilayah 1 2 Fungsional Pemeriksa Pajak 10 3 Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak 1 4 Kepala Seksi Administrasi Penyidikan 1 5 Pelaksanana Seksi Administrasi Penyidikan 3
xiii
Jumlah Pegawai Sumber: Diolah dari Daftar Pegawai Kanwil DJP Jawa Barat II
13
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Target Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat II merupakan upaya yang dilakukan untuk menangani tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi di wilayah kerja Kanwil DJP Jawa Barat II. Pada tahun 2010 Kanwil DJP Jawa Barat II mendapatkan target pelaksanaan berupa Rencana Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebanyak 30 Pemeriksaan Bukti Permulaan. Penyelesaian ini ditandai dengan diselesaikannya pemeriksaan bukti permulaan dengan membuat Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP). Rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan ini terdapat dalam Surat Direktur Intelijen dan Penyidikan nomor S-143/PJ.05/2010 tanggal 16 Februari 2010. Dalam surat tersebut, disebutkan jumlah pemeriksaan bukti permulaan yang harus diselesaikan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II adalah sebanyak 30 LPBP. Dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan sebanyak 30 LPBP tersebut Kanwil DJP Jawa Barat II ditargetkan dapat menghasilkan 3 LPBP yang mengusulkan tindakan penyidikan tindak pidana perpajakan dari hasil pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. Selain tindakan penyidikan yang ditargetkan, Kanwil DJP Jawa Barat II ditetapkan rencana penerimaan pajak dari pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan sebesar Rp. 36.000.000.000. Tabel 4.1. Rencana Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II – Tahun 2010 Target No. Uraian Kanwil DJP Jawa Barat II 1. Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan 30 LPBP 2. Penerimaan SSP dari Pemeriksaan Bukti Rp. 36.000.000.000. Permulaan 3. Pelaksanaan Penydikan Pajak sebagai Tindak 3 LPBP yang Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan penyidikan. Sumber: Diolah dari surat Direktur Intelijen dan Penyidikan nomor S143/PJ.05/2010 Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Dari laporan triwulan pemeriksaan bukti permulaan yang dikeluarkan Kanwil DJP Jawa Barat II dapat digambarkan perkembangan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan pada tahun 2009 dan 2010. Dari laporan triwulan pemeriksaan bukti permulaan akan digambarkan mulai dari saldo awal triwulan dari pemeriksaan bukti permulaan yang belum diselesaikan, penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP) dari pemeriksaan bukti permulaan yang baru dalam triwulan, penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan dalam triwulan tersebut dan juga saldo akhir pemeriksaan bukti permulaan yang belum diselesaikan pada tiap akhir triwulan tahun berjalan. Pekembangan tersebut dapat dilihat dari tabel 4.2 dan 4.3 berikut: Tabel 4.2. Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 Triwulan Tahun 2009 I II III IV Saldo Awal 29 31 30 30 Pemeriksan Bukti Permulaan Baru (SPPBP Terbit) 2 0 2 21 Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP Terbit) 0 1 2 0
xiv
Saldo Akhir 31 30 30 51 Sumber: Diolah dari Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 Tabel 4.3. Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2010 Triwulan Tahun 2010 I II III IV Saldo Awal 51 31 31 33 Pemeriksan Bukti Permulaan Baru (SPPBP Terbit) 2 0 2 38 Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP 22 0 0 28 Terbit) Saldo Akhir 31 31 33 43 Sumber: Dioalah dari Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2010 Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Dari tabel 4.2 dan tabel 4.3 diatas diperlihatkan bahwa penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan pada periode tahun 2009 sebanyak 3 pemeriksaan bukti permulaan dan tahun 2010 sebanyak 50 pemeriksaan bukti permulaan. Dari penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dicapai oleh Kanwil DJP Jawa Barat II ini dapat dirinci untuk tiap tindak lanjut yang diusulkan dalam setiap penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan. Perincian usul tindak lanjut dimaksud digambarkan pada tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4. Usul Tindak Lanjut dari Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) Tahun 2009 dan 2010 Usul Tindakan Lainnya Usul selain Penyidikan Tindakan No. Tahun Jumlah Penyidikan (1) (2) (3) (4) (5) 1. 2009 1 0 0 0 0 2 3 LPBP 2. 2010 3 0 0 0 26 21 50 LPBP Sumber: Diolah dari Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 dan 2010 Keterangan Usul Tindakan Lainnya selain Tindakan Penyidikan 1. Penerbitan surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; 2. penerbitan surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak badan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (3a) Undang-Undang KUP, tetapi tidak ditemukan Bukti Permulaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; 3. pembuatan laporan kepada pihak lain yang berwenang apabila ditemukan Bukti Permulaan yang mengandung adanya unsur tindak pidana selain di bidang perpajakan; 4. pembuatan laporan sumir apabila Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP; atau 5. pembuatan laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan, Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Dalam Menghasilkan Penerimaan Pajak Bagi Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jawa Barat II Pada bagian ini akan dipaparkan jumlah penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada kurun waktu tahun 2009 dan 2010. Perincian penerimaan pajak dari
xv
pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan digambarkan dalam tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5. Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 dan 2010 Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Penerimaan Pajak Tahun 2009 (3 Laporan Pemeriksaan) Rp. 0 Tahun 2010 (50 Laporan Pemeriksaan) Rp. 21.859.557.2 48 Sumber: Diolah dari Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 dan 2010 Penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan ini merupakan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP dimana selain melakukan pengungkapan ketidakbenaran, Wajib Pajak juga melakukan penyetoran pajak yang kurang dibayar beserta sanksi administrasi sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Dari penelitian terhadap data Laporan Triwulanan Pemeriksaan Bukti Permulaan tahun 2009 dan 2010 diketahui bahwa pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II terdiri dari berbagai tahun pajak. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan perlakuan peraturan perpajakan. Perbedaan yang dikenakan terutama dalam hal penerapan UU KUP dimana terhadap Wajib Pajak yang diperiksa untuk tahun pajak sebelum tahun pajak 2008 maka menggunakan UU KUP sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan terhadap Wajib Pajak yang diperiksa untuk tahun pajak 2008 dan setelahnya diberlakukan Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Analisis Data Analisis Produktivitas Pemeriksaan Bukti Permulaan Dari data-data yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat dihitung produktivitas pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2009 dan 2010 sebagai berikut : Tabel 4.6. Produktivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan) Tahun 2009 dan 2010 Keterangan Tahun 2009 Tahun 2010 Pemeriksaan Bukti 54 Pemeriksaan 93 Pemeriksaan Permulaan yang dikerjakan Pemeriksaan Bukti 3 Pemeriksaan 50 Pemeriksaan Permulaan diselesaikan Produktivitas 3 50 penyelesaian X 100 % = 5,56 % X 100 % = 53,76 % 54 93 Dari data diatas dapat terlihat secara umum produktivitas penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan pada Kanwil DJP Jawa Barat II meningkat dari sebesar 5,56% pada tahun 2009 menjadi 53,76% pada tahun 2010. Peningkatan ini cukup signifikan dari sisi jumlah penmeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan maupun dari sisi persentase produktivitas. Penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan mengalami peningkatan jumlah yaitu dari sebanyak 3 pemeriksaan bukti permulaan pada tahun 2009 menjadi 50 pemeriksaan bukti permulaan pada tahun 2010.
xvi
Analisis Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Analisis ini dilakukan untuk dapat mengevaluasi pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Analisis pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan ini meliputi pencapaian rencana yang ditetapkan untuk Kanwil DJP Jawa Barat II yang meliputi 3 hal : penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan, perolehan penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan dan pencapaian rencana tindak lanjut penyidikan dari pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010. Pencapaian rencana tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Rencana dan Realisasi Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2010 Uraian Rencana / Kegiatan Rencana/Target Realisasi % Penyelesaian Pemeriksaan Bukti 166,66 30 LPBP 50 LPBP Permulaan % Rp. 60,72 Perolehan Penerimaan Pajak dari Rp. Pemeriksaan Bukti Permulaan 36.000.000.000 21.859.557.248 % Usul Tindak Lanjut Penyidikan dari 3 LPBP 3 LPBP 100 % Pemeriksaan Bukti Permulaan Sumber: Diolah dari Laporan Triwulan Pemeriksaan Bukti Permulaan tahun 2010 Dari data-data diatas memperlihatkan Kanwil DJP Jawa Barat II belum memenuhi secara keseluruhan dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditetapkan. Rencana yang tidak tercapai adalah rencana perolehan penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan dimana hanya mencapai 60,72% dari rencana yang ditetapkan. Pencapaian yang jauh melebihi rencana terjadi pada target penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yaitu dimana Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010 dapat menyelesaikan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) sebanyak 50 LPBP dari target yang ditetapkan sebesar 30 LPBP. Pada masa dilakukannya penelitian ini, peneliti juga mendapatkan data berupa surat dari Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak nomor S-329/PJ.05/2011 tanggal 25 Februari 2011 hal Evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2010, yang berisi mengenai evaluasi pencapaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan Kanwil DJP Jawa Barat II di tahun 2010. Dalam surat disebutkan: 1. Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II selama tahun 2010 menerbiktan 50 LPBP sebagai penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan. 2. Penerimaan Surat Setoran Pajak Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan. Surat Setoran Pajak (SSP) hasil pemeriksaan bukti permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II adalah sebesar Rp. 21.859.557.248 3. Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2010 Pencapaian target kinerja dan IKU sehubungan pemeriksaan bukti permulaan tahun 2010 Kanwil DJP Jawa Barat II adalah sebagai berikut : Kuantitas Realisasi % Realisasi Target Pekerjaan Target 2010 /Target Target Penyelesaian 30 LPBP 50 166 % Pemeriksaan Bukti Permulaan IKU I – LPBP dengan tindak 3 LPBP 3 100 % lanjut Penyidikan (20 % x 15 LPBP)
xvii
IKU II – Realisasi LPBP
15 LPBP (50% x 30 50 333,33% LPBP) Surat dari Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak diatas merupakan suatu gambaran evaluasi dari proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Dari gambaran tersebut peneliti melihat beberapa hal penting atas evaluasi pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Bukti Permulaan di Kanwil DJP Jawa Barat II merupakan pekerjaan yang diukur dengan menggunakan standar target pencapaian rencana oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan. 2. Target yang diberikan tersebut merinci pada 3 hal yaitu : target rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan (jumlah LPBP), pencapaian target rencana penerimaan negara dari pemeriksaan bukti permulaan (nominal setoran pajak dari setiap LPBP) dan pencapaian rencana target Indikator Kinerja Utama pada usul tindakan penyidikan dari setiap pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaiankan (LPBP dengan tindak lanjut penyidikan). Analisis Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan. Dari data pada tabel 4.4 diketahui bahwa jumlah pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II sebanyak 50 pemeriksaan bukti permulaan. Pemeriksaan bukti permulaan tersebut diselesaikan dengan usul tindak lanjut: 1. usul tindak lanjut penyidikan sebanyak 3 LPBP 2. usul tindakan lainnya sebanyak 47 LPBP. Adapun perincian usul tindakan lainnya dari 47 LPBP diatas adalah: 1. Sebanyak 26 LPBP dengan usul tindakan berupa pembuatan laporan sumir dimana Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Dimana ditemukan bukti permulaan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan namun dikarenakan Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi sesuai UU KUP maka tidak akan ditindaklanjuti dengan penyidikan. 2. Sebanyak 21 LPBP dengan usul tindakan berupa pembuatan laporan sumir dimana terjadi berbagai kondisi seperti tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan, dll Dari data-data diatas terlihat bahwa terdapat 2 (dua) kondisi utama yang menentukan usul tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan yaitu kondisi didapatkannya bukti permulaan adanya indikasi tindak pidana dibidang perpajakan dan kondisi tidak didapatkannya bukti permulaan indikasi tindak pidana dibidang perpajakan. Kondisi yang pertama akan diselesaikan dengan usul berupa tindak lanjut penyidikan atau usul tindakan lainnya berupa pembuatan laporan sumir dimana Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) UU KUP. Sedangkan kondisi kedua ditindaklanjuti dengan usul tindakan lainnya berupa pembuatan laporan sumir dimana tidak ditemukan indikasi tindak pidana di bidang perpajakan pada Wajib Pajak dimaksud. Pada pencapaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010 terdapat kondisi dimana dalam pemeriksaan bukti permulaan didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang
xviii
perpajakan sebanyak 29 pemeriksaan bukti permulaan. Dari 29 pemeriksaan bukti permulaan yang didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan tersebut, Kanwil DJP Jawa Barat II menindaklanjuti dengan usul dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) berupa usul penyidikan sebanyak 3 LPBP dan usul tindakan lainnya berupa pembuatan laporan sumir sesuai pasal 8 ayat (3) UU KUP sebanyak 26 LPBP. Dari data berupa usul tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan ini peneliti menemukan bahwa di Kanwil DJP Jawa Barat II pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan ditindaklanjuti dengan tindakan yang berbeda-beda. Tindak lanjut yang berbeda-beda tersebut tentu saja akan mengakibatkan implikasi yang berbeda juga bagi Wajib Pajak. Tindakan penyidikan akan mengakibatkan Wajib Pajak terancam dikenakan sanksi pidana dari suatu proses penuntutan di peradilan, sedangkan tindakan lainnya berupa pembuatan laporan sumir sesuai Pasal 8 ayat (3) menghilangkan ancaman sanksi pidana atas Wajib Pajak yang didapatkan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Pembahasan Pencapaian Rencana Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Rincian mengenai pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan telah diungkap pada bagian-bagian sebelumnya dimana Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010 telah dapat menyelesaikan 50 pemeriksaan bukti permulaan. Pencapaian ini melebihi dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditetapkan kepada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II yaitu penyelesaian sebanyak 30 pemeriksaan bukti permulaan. Hasil ini sebesar 166,67 % dari rencana penyelesaian yang ditetapkan terhadap Kanwil DJP Jawa Barat II. Selain pencapaian dalam rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan, Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II juga telah dapat memberikan kontribusi penerimaan pajak yang diperoleh dari pemeriksaan bukti permulaan sebesar Rp. 21.859.557.248. Pencapaian rencana penerimaan pajak ini hanya sebesar 60,72 % dari rencana penerimaan pajak yang ditetapkan oleh Direkorat Intelijen dan Penyidikan sebesar Rp. 36.000.000.000. Namun Direktorat Intelijen dan Penyidikan tidak membahas mengenai tidak tercapainya rencana penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010. Hal ini terlihat dari Surat Direktur Intelijen dan Penyidikan nomor S-329/PJ.05/2011 hal Evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2010. Selain kedua pencapaian rencana pemeriksaan bukti permulaan diatas, pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II juga dapat memenuhi target indikator Kinerja Utama (IKU) dalam target pekerjaan berupa penyelesaian LPBP dengan tindak lanjut penyidikan. Pada pemenuhan Indikator Kinerja Utama diketahui Kanwil DJP Jawa Barat II telah mencapai target berupa penyelesaian 3 LPBP dengan usul tindak lanjut penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Pada tahapan ini Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II telah melaksanakan tugas pokok dan fungsi dari pada pekerjaan pemeriksaan bukti permulaan dengan baik. Hal ini juga diperkuat dengan adanya Surat Direktur Intelijen dan Penyidikan nomor S-329/PJ.05/2011 tanggal 25 Februari 2011 yang menerangkan mengenai evaluasi pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II pada tahun 2010. Pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II dari sisi jumlah pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan telah jauh meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan di tahun 2010 ini
xix
juga berbanding lurus dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPBP) yang baru diterbitkan. SPBP yang baru diterbitkan ditahun 2009 adalah sebanyak 25 SPBP dan di tahun 2010 adalah sebanyak 42 SPBP . Sehingga jika dilakukan pembandingan dari antara penerbitan SPBP sebagai awal dari pemeriksaan bukti permulaan dan penerbitan LPBP sebagai penyelesaian dari pemeriksaan bukti permulaan maka dapat dilihat bahwa presentase penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang terjadi di tahun 2009 dan 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Perbandingan Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPBP) dan Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Tahun 2009 dan 2010 Keterangan Tahun 2009 Tahun 2010 SPBP diterbitkan 25 Pemeriksaan 42 Pemeriksaan Pemeriksaan Bukti 3 Pemeriksaan 50 Pemeriksaan Permulaan diselesaikan 3 50 X 100 % = 12,00 % X 100 % = 119,05 Persentase penyelesaian % 25 42 Selain itu, dari penelitian terhadap Laporan Triwulanan Pemeriksaan Bukti Permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2009 dan 2010 maka dapat diketahui jumlah penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan pada tahun yang sama dengan tahun penerbitan SPBP. Tabel 4.9 Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan Pada Tahun Yang Sama Dengan Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPBP) Tahun 2009 dan 2010 Keterangan Tahun 2009 Tahun 2010 SPBP diterbitkan di tahun 25 Pemeriksaan 42 Pemeriksaan berjalan Penyelesaian Pemeriksaan 0 Pemeriksaan 13 Pemeriksaan Bukti Permulaan dari SPBP yang diterbitkan ditahun berjalan 0 13 Persentase penyesleaian X 100 % = 0 % X 100 % = 30,95 % 25 42 Dari beberapa pejelasan dan analisis diatas maka dapat dilihat gambaran pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II dari sisi jumlah pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan. Gambaran tersebut memperlihatkan adanya peningkatan kinerja pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II di tahun 2010 dibanding tahun 2009. Peningkatan kinerja ini melihat kepada peningkatan jumlah penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Selain melakukan penelitian terhadap pengumpulan data pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan, penulis juga melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II. Dari wawancara yang dilakukan kepada beberapa narasumber seperti Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (Kepala Bidang P4), Kepala Seksi Administrasi Penyidikan, para analis Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (Analis IDLP), para fungsional pemeriksa pajak diketahui bahwa pencapaian rencana penyelesaiaan pemeriksaan bukti permulaan ini merupakan kerjasama
xx
dari bagian-bagian yang bekerja keras dalam proses pemeriksaan bukti permulaan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari Kepala Kantor Wilayah, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, Kepala Seksi Administrasi Penyidikan, Analis IDLP, Tim Pembahas dan Pemeriksa Bukti Permulaan. Kerjasama bagian-bagian ini dimulai dari adanya proses analisis terhadap berbagai bahan baku berupa Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh seksi administrasi penyidikan dibawah supervisi dari Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak. Proses analisis IDLP ini menghasilkan Laporan Hasil Pengembangan dan Analisis IDLP (LHPA IDLP) yang berisi usulan untuk dilakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap Wajib Pajak tertentu. LHPA IDLP yang disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah dimaksud akan dilanjutkan dengan menerbitkan instruksi melakukan pemeriksaan bukti permulaan dan surat perintah pemeriksaan bukti permulaan yang dimana selanjutnya proses pemeriksaan bukti permulaan akan dilaksanakan oleh fungsional pemeriksa pajak sebagai pemeriksa bukti permulaan. Selama proses pemeriksaan bukti permulaan belangsung kerjasama tim tetap terjadi dimana seluruh tim bekerja sama berupaya pada penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan dan hal ini terus berlangsung sampai pada penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan dengan diterbitkannya Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP). Dari wawancara yang dilakukan juga diungkapkan bahwa pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II untuk tahun 2010 merupakan hasil yang luar biasa dimana apabila dibandingkan terhadap hasil yang dicapai pada tahun 2009. Tahun 2010 pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan jauh lebih besar dari segi jumlah banyakanya pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan dan juga produktivitas penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dicapai. Pada tahun 2010 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan sebanyak 50 pemeriksaan dengan produktivitas penyelesaian sebesar 53,76%. Sedangkan ditahun 2009 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaiakn sebanyak 3 pemerikaaan dengan produktivitas penyelesaian sebesar 5,56%. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Dilihat Dari Perincian Usul Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan Dari pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010 diketahui bahwa dari 50 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan terdapat 29 buah pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan adanya tindak pidana dibidang perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak. 29 Pemeriksaan Bukti Permulaan ini terdiri dari 3 buah Pemeriksan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti ke penyidikan dan 26 buah pemeriksaan bukti permulaan yang ditindaklanjuti dengan tindakan lainnya yaitu berupa pembuatan Laporan Sumir dimana Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP. Dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditetapkan kepada Kanwil DJP Jawa Barat II diketahi bahwa Kanwil DJP Jawa Barat II telah memenuhi sebagian besar dari rencana yang ditetapkan tersebut. Dari penelitian terhadap tindak lanjut yang dilakukan dalam setiap pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan dapat dilihat bahwa Kanwil DJP Jawa Barat II telah menindaklanjuti setiap pemeriksaan bukti permulaan yang menemukan adanya bukti permulaan dengan tindakan yang sesuai dengan peraturan mengenai pemeriksaan bukti permulaan. Dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditetapkan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan, Kanwil DJP Jawa Barat II telah
xxi
memenuhi pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditindak lanjuti dengan penyidikan. Kanwil DJP Jawa Barat II telah berhasil menyelesaikan 3 pemeriksaan bukti permulaan yang ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. Pada saat dilakukannya penelitian ini diketahui bahwa tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil Jawa Barat II telah diselesaikan dengan penyerahan berkas penyidikan kepada Keajaksaan Negeri Cibinong dan saat ini telah berada pada tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong. Berbeda halnya dengan pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan yang ditindaklanjuti dengan usul penyididikan, Kanwil DJP Jawa Barat II tidak memenuhi pencapaian rencana penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan. Dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan di tahun 2010, Kanwil DJP Jawa Barat II hanya memenuhi 60,72% rencana penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. Atau dalam nilai rupiah, Kanwil DJP Jawa Barat II berhasil mengumpulkan penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan sebesar Rp. 21.859.557.248 dari rencana yang ditetapkan sebesar Rp. 36.000.000.000. Atas tidak tercapainya rencana penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan ini, diperoleh informasi dari Kepala Bidang P4 dalam suatu proses wawancara. Dalam informasi tersebut disampaikan bahwa Kanwil DJP Jawa Barat II memang tidak memenuhi rencana penerimaan pajak atas pemeriksaan bukti permulaan yang ditetapkan Direktorat Intelijen dan Penyidikan, namun disisi lain Bidang P4 Kanwil DJP Jawa Barat II telah menyumbangkan lebih dari 120 miliar rupiah dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh Bidang P4. Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan pemeriksan bukti permulaan dan kegiatan diluar pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. Dari kegiatan yang dilakukan ini, Bidang P4 Kanwil DJP Jawa Barat II telah melaporkan kepada Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan atas pencapaian hasil ini Kanwil DJP Jawa Barat II mendapatkan apresiasi dari Direktorat Intelijen dan Penyidikan. Selanjutnya menurut penuturan Kepala Bidang P4 Kanwil DJP Jawa Barat II, penerimaan negara yang berhasil dihimpun terdiri dari : kegiatan pemeriksaan bukti permulaan yang telah diselesaikan dengan menbuat Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) senilai Rp. 21.859.557.248, kegiatan pemeriksaan bukti permulaan yang belum diselesaikan namun Wajib Pajak telah melakukan penyetoran pajak sebesar Rp. 8.571.106.915, dan kegiatan diluar pemeriksaan bukti permulaan sebesar Rp. 31.901.751.418 dan $ 6.730.000. Mengenai tidak tercapainya rencana penerimaan pajak dari pemeriksaan bukti permulaan, Kepala Bidang P4 Kanwil DJP Jawa Barat II menyampaikan bahwa hal tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain seperti adanya pemeriksaan bukti permulaan yang harus ditindak lanjuti dengan penyidikan sehingga menutup kemungkinan masuknya setoran pajak dari Wajib Pajak yang mengungkapkan kesalahannya seperti pada Pasal 8 ayat (3) UU KUP, ataupun memang dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan dan tidak adanya potensi pajak yang masih harus diabayar Wajib Pajak. Kepala Bidang P4 melanjutkan bahwa pada dasarnya pemeriksa bukti permulaan adalah pihak yang bekerja berdasar Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diberikan kepadanya, sedangkan yang tidak kalah penting adalah adanya bahan baku pemeriksaan bukti permulaan. Bahan baku pemeriksaan bukti permulaan yang dimaksud ini adalah hasil analisis atas Informasi, Data. Laporan dan Pengaduan (IDLP). Semakin banyaknya IDLP yang diperoleh dan dilakukan analisis yang tepat akan menghasilkan pemeriksaan
xxii
bukti permulaan yang memenuhi tujuannya. Namun kembali lagi bahwa pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan bertujuan utama untuk mendapatkan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada. Mengenai dalam proses pemeriksaan bukti permulaan tersebut berhasil menghimpun penerimaan pajak, selama hal tersebut memang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan maka hal itu dapat dianggap sebagai penerimaan pajak dari proses pemeriksaan bukti permulaan. Pertimbangan Dari Pihak-Pihak Yang Berhubungan Dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan Dalam Menentukan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan. Dalam penelitian ini dibahas khusus menegenai pertimbanganpertimbangan dari pihak-pihak yang berhubungan dengan pemeriksaan bukti permulaan dalam menentukan usul dan tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. Seperti yang dibahas pada bagian-bagian sebelumnya, pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II adalah sebanyak 50 pemeriksaan bukti permulaan dengan perincian sesuai tabel 4.4. Dari penyelesaian yang dilakukan diketahui bahwa pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan sebanyak 29 pemeriksaan bukti permulaan. Dari 29 pemeriksaan bukti permulaan tersebut terdapat 3 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan dengan usul penyidikan dan sebanyak 26 pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan dengan usul tindakan lainnya berupa pembuatan Laporan Sumir dimana Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tindakan yang dilakukan terhadap pemeriksaan bukti permulaan yang menemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Berdasar penuturan dari beberapa narasumber yang ada diketahui bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai suatu organisasi bertujuan mewujudkan visi dan misi DJP. Adapun tindakantindakan tersebut dilakukan DJP berdasarkan kepada aturan dan koridor hukum yang ada, sehingga dalam mewujudkan visi dan misi maka DJP akan bertindak berdasarkan peraturan perpajakan yang tetap bertujuan mewujudkan visi dan misi DJP. Visi DJP adalah menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Sedangkan misi DJP salah satunya adalah menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakana yang efektif dan efisien. Pemeriksaan bukti permulaan juga merupakan tindakan DJP yang dilakukan masih dalam upaya mewujudkan misi DJP. Pemeriksaan bukti permulaan merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan. Sedangkan tindak pidana perpajakan adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang perpajakan. Selanjutnya pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang ada. Pemeriksaan bukti permulaan merupakan langkah-langkah yang dipersiapkan untuk melakukan tindakan penyidikan. Kepala Bidang P4 dalam suatu wawancara menyatakan bahwa pemeriksaan bukti permulaan dilakukan sebagai upaya mendapatkan bukti permulaan adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya dapat dilakukan
xxiii
penyidikan oleh penyidik yang merupakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Dengan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan maka apabila selanjutnya dilakukan tindakan penyidikan maka tidak akan menyalahi ketentuan acar sesuai Ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) Selanjutnya disampaikan juga bahwa DJP tidak menggunakan istilah penyelidikan tetapi menggunakan istilah pemeriksaan bukti permulaan dikarenakan didalam Pasal 1 KUHAP disebutkan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Selanjutnya disebutkan juga bahwa penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang melakukan penyelidikan. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia saja. Maka dari itu DJP menggunakan istilah pemeriksaan bukti permulaan yang bertujuan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan tealh terajdi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukti permulaan ini dilakukan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan. Pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh DJP dapat ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik. Dalam pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II terdapat 29 pemeriksaan bukti permulaan yang telah mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan. Dari 29 pemeriksaan bukti permulaan tersebut terdapat 3 pemeriksan bukti permulaan yang dalam proses pemeriksaan bukti permulaan didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) UU KUP. Sedangkan 26 pemeriksaan bukti permulaan lainnya berhasil mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP. Selanjutnya menurut beberapa narasumber diketahui bahwa atas 3 pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perapajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) UU KUP ditindaklanjuti dengan usul penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan, sedangkan untuk 26 pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP ditindaklanjuti dengan usul tindakan lainnya berupa pembuatan Laporan Sumir dimana Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). Pengungkapan yang dilakukan oleh Wajib Pajak disini sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) dari Undang-undang nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 16 tahun 2000. Dari penuturan beberapa narasumber yang ada diketahui bahwa pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan telah ditindaklanjuti dengan tindakan yang tepat. Setiap bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan yang didapat dalam proses pemeriksaan bukti permulaan ditindaklanjuti dengan usul yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang melanggar tindak pidana alpa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP mendapatkan tindakan berupa tidak akan dilakukan tindakan penyidikan selama Wajib Pajak tersebut melakukan pengungkapan sendiri mengenai ketidakbenaran perbuatannya dan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi
xxiv
administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar sesuai pasal 8 ayat(3) UU KUP. Sementara untuk Wajib Pajak yang dalam pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perapajakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) UU KUP maka akan ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Mengenai adanya kesan pemaafan pada proses pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan dengan kesediaan Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenarannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) UU KUP, diketahui dari beberapa narasumber bahwa hal tersebut telah sesuai dengan misi DJP. Dimana DJP memiliki misi utama berupa menghimpun penerimaan pajak negara, dan atas proses pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP tidak akan dilakukan tindakan penyidikan apabila Wajib Pajak melakukan pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Pada dasarnya DJP tidak pernah memiliki misi untuk memenjarakan Wajib Pajak sebagai bentuk sanksi pidana kurungan kepada Wajib Pajak yang didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana dibidang perpajakan. Namun dalam perjalanan perwujudan visi dan misi DJP diperlukan suatu tindakan law enforcement yang bertujuan memberi efek jera atas proses pengujian kepatuhan Wajib Pajak. Pemeriksaan bukti permulaan juga merupakan tindakan law enforcement yang dilakukan oleh DJP sedangkan tindakan law enforcement terakhir yang dilakukan oleh DJP adalah tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Tindakan penyidikan ini pun pada akhirnya bertujuan memberikan efek jera dan kepada Wajib Pajak dan untuk mewujudkan misi utama DJP yaitu menghimpun penerimaan pajak negara bersarakan Undang-undang perpajakan. Dalam adanya proses pengambilan keputusan usul tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan, beberapa narasumber menyatakan bahwa pertimabangan yang terpenting dalam suatu pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan adalah mengidentifikasi fakta dari bukti permulaan tersebut. Identifikasi ini dapat dilakukan melalui serangkaian pengujian-pengujian dan wawancara tertulis dengan Wajib Pajak. Dengan identifikasi fakta dari bukti permulaan yang didapatkan serta kerjasama yang baik dari seluruh bagian tersebut maka akan dapat ditentukan usul dan tindak lanjut yang dapat diambil dalam penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan. Sebagai contoh yang sederhana penentuan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 UU KUP atau Pasal 39 ayat (1) UU KUP akan menyebabkan usul tindak lanjut yang berbeda dari setiap pemeriksaan bukti permulaan. Pertimbangan dan kendala terbesar justru di saat mengidentifikasikan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Mengenai hal lain yang menjadi pertimbangan tim pemeriksa bukti permulaan, beberapa narasumber menuturkan bahwa pemeriksaan bukti permulaan merupakan pekerjaan bagian-bagian yang tidak hanya terdiri dari pemeriksa bukti permulaan itu sendiri. Dalam proses pemeriksaan bukti permulaan beberapa pihak yang berhubungan adalah pemeriksa bukti permulaan, Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) dan staf strukturalnya, Tim Permbahas hasil pemeriksaan bukti permulaan serta Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II. Sedangkan untuk pemeriksaan bukti
xxv
permulaan yang dilakukan atas instruksi Direktur Jenderal Pajak ataupun Direktur Intelijen dan Penyidikan akan melibatkan pihak Direktorat Intelijen Penyidikan dalam proses pelaksanaan pemeriksaan buki permulaannnya. Pihak-pihak yang saling berhubungan ini akan saling memberikan masukan atas proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh pemeriksa bukti permulaan. Sedangkan apabila semua hasil pemeriksaan bukti permulaan yang dibuat oleh pemeriksa bukti permulaan mulai dari pelaksanaan sampai pada penyelesaianannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, serta dilaksanakan dengan cara-cara profesional, berlandaskan integritas yang baik dan inovasi dari pemeriksa bukti permulaan maka pihak lainnya yang juga memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tidak akan dapat melakukan intervensi pertimbangan tim pemeriksa bukti permulaan dalam memutuskan usul tindak lanjut hasil pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan. KESIMPULAN Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh kantor Wilayah DJP Jawa Barat II sebagai upaya penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan upaya kontribusi kepada penerimaan pajak negara. Dari proses penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun 2010 yang ditetapkan, Kanwil DJP Jawa Barat II telah memenuhi sebagian besar rencana penyelesaian pemeriksan bukti permulaan tersebut. Pada tahun 2010 pencapaian rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan Kanwil DJP Jawa Barat II adalah sebagai berikut: a. Penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan sebanyak 50 dari rencana yang ditetapkan sebanyak 30 (pencapaian 166,67%) b. Penerimaan setoran pajak dari pemeriksaan bukti permulaan sebanyak Rp. 21.859.557.248 dari rencana yang ditetapkan sebesar Rp. 30.000.000.000 (pencapaian 60,72%) c. Penyelesaian Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP) dengan usul tindak lanjut penyidikan sebanyak 3 LPBP dari rencana yang diteapkan sebesar 3 LPBP (pencapaian 100%) 2. Pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan oleh Kanwil DJP Jawa Barat II pada tahun 2010 adalah sebanyak 50 pemeriksaan bukti permulaan, dengan usul perincian usul tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan berupa: a. 3 pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan yang usul tindak lanjutnya berupa tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. b. 26 pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan yang usul tindak lanjutnya berupa pembuatan Laporan Sumir dimana Wajib Pajak yang diperiksa dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya disertai pelunasan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU KUP. c. 21 pemeriksaan bukti permulaan yang usul tindak lanjutnya berupa pembuatan Laporan Sumir dimana atas Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tidak didapatkan bukti permulaan adanya tindak pidana di bidang perpajakan dan juga
xxvi
Wajib Pajak yang tidak ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. 3. Usul tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan akan ditentukan oleh fakta yang didapatkan pada saat pemeriksaan bukti permulaan. Terhadap pemeriksaan bukti permulaan yang mendapatkan adanya bukti permulaan maka hal utama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi atas bukti permulaan yang didapatkan. Dengan identifikasi fakta dari bukti permulaan yang didapatkan serta kerjasama yang baik dari seluruh bagian tersebut maka akan dapat ditentukan usul dan tindak lanjut yang dapat diambil dalam penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan. Sepanjang telah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang berdasarkan fakta yang ditemukan serta tahapan pemeriksaan bukti permulaan yang telah sesuai dengan aturan pemeriksaan bukti permulaan serta dilakukan secara profesional, maka tidak dibutuhkan pertimbangan lain untuk memutuskan usul dan tindak lanjut atas pemeriksaan bukti permulaan yang diselesaikan. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian ini berusaha untuk mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan juga bertujuan memberikan gambaran (deskripsi) mengenai proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat. Dalam mencapai tujuan dari penelitian masih memiliki keterbatasan dan kekurangan/ kelemahan dalam penyusunannya dan masih jauh dari kesempurnaan. Beberapa keterbatasan yang dapat diungkapkan seperti: 1. Penelitian tidak sampai kepada data perpajakan dari Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan sehingga tidak dapat diketahui persis mengenai bukti permulaan yang didapatkan dalam pemeriksaan bukti permulaan. 2. Dalam hal memberikan gambaran (deskripsi) mengenai pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan masih terbatas pada pemeriksaan bukti permulaan yang telah diselesaikan, apabila hendak dilakukan penelitian berikutnya sebaiknya dapat membahas sampai kepada detail tahapan proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan sehingga akan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai proses pemeriksaan bukti permulaan. Dari penelitian yang dilakukan dengan tidak terlepas dari keterbatasan yang diungkapkan, peneliti mencoba memberikan saran mengenai pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan dalam upaya penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan kontribusi kepada penerimaan negar. Saran-saran tersebut sebagai berikut: 1. Agar Direktorat Jenderal Pajak dapat membuat aturan-aturan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang lebih terperinci sehingga dapat menjadi panduan yang jelas bagi pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan dalam upaya penanganan tindak pidana di bidang perpajakan. Hal ini diperlukan mengingat identifikasi yang tepat terhadap jenis tindak pidana yang didapatkan dalam pemeriksaan bukti permulaan akan menentukan tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan. 2. Agar Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan penetapan target pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan lebih memfokuskan kepada pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan sesuai tahapan-tahapan yang diatur dalam
xxvii
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor Per-47/PJ/2009. Peneliti menyarankan agar perolehan setoran pajak dari pemeriksaan bukti permulaan (dalam hal Wajib Pajak melakukan pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP) tidak dimasukan dalam kategori target / rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan. Hal ini diperlukan mengingat tujuan utama dari pemeriksaan bukti permulaan adalah mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan sedangkan pengungkapan sebagai dimaksud dalam Pasal ayat (3) UU KUP merupakan tindakan kemauan sendiri yang dilakukan Wajib Pajak atas ketidakbenaran perbuatan yang dilakukannya. Apabila perolehan setoran pajak sehubungan dengan pengungkapan tersebut dimasukan dalam kategori target/ rencana penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan maka akan dikhawatirkan motivasi penanganan tindak pidana di bidang perpajakan akan akan melemah dan lebih berorientasi pada penerimaan pajak. DAFTAR REFERENSI Atikah, Hetty Dewi (2010). Evaluasi Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan atas Surat Peberitahuan Tahunan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Setiabudi Satu. Universitas Indonesia : Skripsi. Brotodihardjo, R. Santoso (1995). Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT. Eresco. Brotodihardjo, R. Santoso (1998). Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT. Refika Aditama. Burton, Richard (2009). Kajian Intelektual Perpajakan, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Devano, Sri Rahayu (2010). Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta : Prenada Media Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 6/PJ.5/1985 tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
nomor
Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE04/PJ.5/1986 tahun 1986 tentang Penjelasan Tentang Bukti Permulaan Adanya Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE03/PJ.56/1988 tahun 1988 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain Dalam Rangka Mendapatkan Bukti Permulaan Tentang Telah Terjadinya Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP02/PJ.7/1990 tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksaanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP272/PJ/2002 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan,
xxviii
Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan. Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE04/PJ.07/2005 tahun 2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan Direktur Jenderal Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 47/PJ/2009 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulan Terhadap Wajib Pajak Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Elder, Beasley, Arens, dan Jusuf (2011). Jasa Audit dan Assurance Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia), Jakarta : Penerbit Salemba Empat Gunadi (2004). Bunga Rampai Pemeriksaan Penyidikan & Penagihan Pajak, Jakarta: MUC Publishing. Mardiasmo (2008). Perpajakan, Yogyakarta : CV. Andi Offset. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 199/PMK.03/2007 tahun 2007 tentang Tatacara Pemeriksaan Pajak Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 202/PMK.03/2007 tahun 2007 tentang Tatacara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Pandiangan, Liberty (2010). Cara Menghindari 37 Larangan Perpajakan, Jakarta : Elexmedia Komputindo Parulian, Ondis (2007). Analisis Hak Mendahulu Dalam Perpajakan Atas Hutang Pajak Perusahaan Pailit: Studi Kasus Kepailitan pada PT. ABC Dan PT. XYZ. Universitas Indonesia : Tesis Putri, Rani Kartika (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pembayaran Pajak dan Pelaporan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Cibinong). Universitas Indonesia: Skripsi. Rini, Indah (2008). Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban Perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Dua. Universitas Indonesia : Tesis Rochim SH (2010). Modus Operandi Tindak Pidana Pajak, Jakarta : Penerbit Solusi Siahaan, Marihot P. (2004). Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Saputro, W.S. (2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaanpada Direktorat Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak. Universitas Indonesia : Tesis
xxix
Sihotang, Ferdy A.S. (2002). Analisis Kebijakan Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Universitas Indonesia : Tesis Silitonga, Robert Christian (2010). Analisis Pelaksanaan Fungsi Pemeriksaan Pajak dalam Konsep Modernisasi Direktrorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak Badan dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Negara, Studi Kasus Pada KPP Pratama Koja. Universitas Indonesia: Skripsi. Sitanggang, Mart T.P. (2009). Model Hubungan Kausal Kesadaran Wajib Pajak Badan, Modernisasi Sistem Administrasi Pajak dan Tindakan Penegakan Hukum dibidang perpajakan dan pengaruhnya terhadap kepatuhan Pajak. Universitas Indonesia : Tesis Sekaran, Uma (1992). Research Methods for Business, New York : John Willey & sons Inc. Soemitro, Rochmat (1994). Definisi Pajak, In Mardiasmo (1997). Perpajakan, Yogyakarta: Penerbit Andi. Sommerfeld, Ray. M, Anderson, Hershel M. and Brock, Horace R., (1983). An Intoduction to Taxation, New York : Harcourt Brace Jovanovic, Inc. Susilo, Henricus (2010). Evaluasi Pemblokiran Rekening dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan di Bank pada Tahap Penagihan Pajak (Studi Kasus pada KPP Madya Jakarta Selatan. Universitas Indonesia: Skripsi. Waluyo, Bambang (1987). Paramita
Tindak Pidana Perpajakan. Jakarta : Pradnya
Yin, Robert K. (2002). Studi Kasus (Desain dan Metode), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada -------------------. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan -------------------. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai -------------------. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan