Uji Adaptasi Galur Harapan (Yusuf & Yardha)
UJI ADAPTASI GALUR HARAPAN/ VARIETAS PADI GOGO PADA EKOSISTEM DATARAN RENDAH DI KABUPATEN DELI SERDANG (ADAPTION TEST OF GOGO RICE VARIETIES ON LOWLAND ECOSYSTEM AT DELI SERDANG REGENCY) Amrizal Yusuf1) dan Yardha2) 1)
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara 2) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi
ABSTRACT Adaptation of upland rice promising lines and varieties at ecosystem in lowland Deli Serdang regency. The trials were conducted at Pasar Miring Experimental Farm during dry season of 2009. Activities conducted during that season two was introduced six promosing line and two varieties (Situ Bagendit and Towuti namely) of expectations as a comparison yielding varieties are planted on dry land. The experimental design using randomized block design with three replications. Plot size was 4 x 5 m and plant spacing 20 x 25 cm. Assessment results indicated that the obtained 4 (four) upland rice strains capable of providing results in over 4 t/ha dry grain milling (GKG). Results obtained by comparison of varieties of Towuti and Situ Bagendit respectively 4.58 and 4.87 t/ha GKG, therefore in this study found that 3 strains have the potential of approaching potential outcomes is owned by a variety of the strains comparison SEB. 8FA-281-2, SEB.BSL-4-2, and strain CIRAD 141. While the potential outcome under 4 t/ha are owned by strain of SEB. 8FA-67-5, strains SEB.8FA-300-2, and strain SEB. 8FA-37-2. Strains that have a short harvesting age (under 100 days) obtained in strain SEB. 8FA-281-2 and strains of SEB. 8FA-300-2 while the age crop varieties that are owned by comparison Towuti and Situ Bagendit are 106 and 109 days. Keywords: Promising lines, upland rice, lowland
PENDAHULUAN Padi gogo memegang peranan penting dalam sistem pertanian rakyat Indonesia. Pada tahun 2008, luas pertanaman padi gogo di Sumatera Utara hanya 51.818 ha dengan produksi 151.036 ton menurun tajam dibanding tahun 2004 seluas 81.444 ha dengan produksi mencapai 204.000 ton (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2009). Secara nasional luas panen padi gogo sekitar 1,12 juta yang tersebar di delapan provinsi. Pertanaman terluas ada di Pulau Jawa, diikuti Kalimantan, Sumatera, Bali & Nusa Tenggara dan lainnya, masingmasing seluas; 357.333 ha (32,0%), 302.971 ha (27,1%), 301.367 ha (27,0%) dan 115.174 ha (10,6%). Potensi pengembangan padi gogo terdapat di Pulau Sumatera, Kalimatan dan Papua. Khusus di Sumatera Utara, peluang pengembangan padi gogo selain pada lahan tradisional juga sebagai tanaman tumpang sari sejalan dengan pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Menurut Harahap (1995), di
areal hutan tanaman industri (HTI), padi gogo berpotensi dikembangkan terutama di antara tanaman HTI yang masih muda. Pertanaman padi gogo sebagai tanaman tumpangsari perkebunan karet muda dapat diusahakan sampai tahun ketiga dan sampai tahun keempat pada perkebunan kelapa sawit (Suryana, 2008). Selama ini andalan produksi padi nasional terfokus pada lahan sawah irigasi terutama di Pulau Jawa. Sedangkan sumbangan lahan kering atau padi gogo yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia masih sangat terbatas (Suryana, 2008). Rata-rata produksi padi nasional selama 5 tahun terakhir (2000-2004) mencapai 52,010 juta ton, dari produksi tersebut sumbangan padi gogo hanya 2,699 juta ton (5,2%). Hal ini erat kaitannya dengan proporsi luas areal padi gogo yang relatif lebih kecil, dan tingkat produktivitas padi sawah yang telah mencapai 5,68 t/ha, sementara padi gogo baru mencapai 2,44 t/ha atau baru mencapai 43% dari produktivitas padi sawah (BPS, 2007). 29
Jurnal Agroteknologi, Vol. 1 No. 2, Februari 2011:29-35
Rendahnya hasil padi gogo di tingkat petani, karena teknik budidaya yang diterapkan masih belum optimal di antaranya varietas yang digunakan masih varietas lokal dan berumur panjang. Usaha peningkatan produksi padi gogo dilakukan dengan perbaikan intensifikasi, diantaranya dengan penggunaaan varietas unggul dan perbaikan pemupukan. Varietas padi dengan sifat-sifat unggul tertentu merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia (Balitpa, 1996). Selanjutnya menurut Datta (1975) cit. Pirngadi et al. (2008) pada kondisi iklim yang menunjang disertai pemupukan yang tepat, hasil padi gogo pernah mencapai 7,2 t/ha di Peru. Penggunaan varietas unggul yang disertai dengan perbaikan pemupukan dan pengaturan air dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan prduksi sebesar 75% (Fagi et al., 1966). Pengalaman empiris sejak 1960an membuktikan bahwa penerapan teknologi memegang peran penting dalam peningkatan produksi padi nasional, terutama setelah dihasilkan dan dikembangkannya varietas unggul berdaya hasil tinggi melalui program intensifikasi (Suryana, 2008). Oleh karena itu introduksi varietas unggul merupakan salah satu usaha peningkatan produksi padi pada suatu lokasi. Untuk mengembangkan varietas unggul baru di suatu lokasi perlu diuji dahulu daya adaptasinya terhadap kondisi lingkungan yang spesifik. Sementara itu dalam pengujian adaptasi galur harapan harus memasukkan varietas lokal setempat atau varietas unggul yang sudah dominan sebagai pembanding. Varietas unggul padi gogo sangat rentan terhadap serangan penyakit utama yaitu blas daun maupun blas leher, kerugian yang disebabkan penyakit blas dapat menyebabkan tanaman puso, dan akan merugikan sekali bagi petani bila seranggannya setelah memasuki masa generatif. Menurut Widiarta (2008), pergiliran varietas akan memperpanjang masa ketahanan varietas terhadap suatu jenis hama, atau penyakit yang disebabkan oleh patogen yang mudah berubah ras/patotipenya. Penyakit utama padi gogo adalah blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea, sementara itu patogen penyebab
penyakit ini termasuk yang mudah berubah ras/patotipenya dalam waktu yang cepat. Di samping pergiliran varietas, prospek pertanaman multivarietas atau mozaik maupun campuran varietas perlu dikaji untuk mengurangi tekanan dari penyakit blas. Berdasarkan rujukan di atas, ketersediaan berbagai varietas unggul baru padi gogo yang diperlukan untuk pengembangannya di tingkat petani perlu terus dilakukan. Mendapatkan beberapa varietas unggul baru melalui program pelepasan varietas unggul spesifik dapat ditempuh dengan melakukan uji multi lokasi galur harapan pada berbagai lokasi dan musim tanam. Dengan tersedianya varietas unggul spesifik lokasi melalui uji multi lokasi galur harapan pada berbagai musim dan lokasi secara berkesinambungan merupakan langkah awal untuk pengembangan padi gogo di lahan kering. Pengembangan padi gogo dengan model PTT padi gogo yang telah dilakukan di Lampung mampu mencapai produktivitas 4-5 t/ha. Selanjutnya bila program ini dikembangkan dalam skala nasional akan mencapai lebih dari 7 juta ton/tahun cukup signifikan untuk menunjang program P2BN yang ditargetkan meningkat 5% per tahun (Suryana, 2008). Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa potensi hasil padi gogo dari varietas unggul bisa mencapai mendekati produktivitas padi sawah. Hasil pengkajian pengembangan model PTT padi gogo di Lampung, 3 varietas unggul yaitu Batutegi, Limboto, dan Situ Patenggang memberikan rata-rata hasil dari 3 musim pertanaman (MH 2002/2003; MH 2003/2004; MH 2004/2005), masing-masing mencapai 5,42 t/ha, 5,27 t/ha dan 4,72 t/ha GKP (Toha, 2006). Sementara pada pengkajian padi gogo sebagai tanaman tumpangsari perkebunan karet di Sumatera Utara MH 2007/2008, varietas Limboto memberikan hasil 3,61 t/ha (GKG), diikuti oleh Batutegi (3,46 t/ha GKG) dan Situ Patenggang sebesar 3,24 t/ha GKG (Yusuf, 2008). Program ini akan dapat terlaksana tentunya bila didukung oleh ketersediaan benih bermutu dari berbagai varietas unggul spesifik lokasi setiap musimnya yang dibutuhkan petani. Sebelum melaksanakan kegiatan pengadaan benih sumber, tentunya perlu diketahui varietas-varietas unggul padi 30
Uji Adaptasi Galur Harapan (Yusuf & Yardha)
gogo spesifik lokasi. Varietas-varietas ini dapat diketahui dengan melaksanakan Uji Adaptasi Galur Unggul Padi Gogo secara berkesinambungan pada berbagai lokasi dan musim tanam. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di lahan kering Kebun Percobaan Pasar Miring, Desa Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Waktu pengkajian pada Musim Kemarau 2009 (Februari-Mei 2009). Jenis tanah Entisol dan terletak pada ekosistem lahan kering dengan ketinggian 26 m dpl dan tipe iklim B1. Metode pengkajian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Benih galur unggul dan varietas padi gogo sebagai perlakuan ditanam dengan cara tugal pada petak berukuran 5x4 m, dengan jarak tanam 25x20 cm 6 biji/lobang. Perlakuan terdiri dari 8 galur/varietas unggul yang diberikan oleh Badan Litbangtan (cq Balai Besar Penelitian Sukamandi Jawa barat) (Tabel 1). Tabel 1. Daftar Galur/Varietas Uji Adaptasi Galur Harapan/Varietas Padi Gogo pada Ekosistem Dataran Rendah Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kode A B C D E F G H
Galur/Varietas SEB. 8FA-281-2 SEB. 8FA-300-2 SEB. BSL-4-2 CIRAD 141 SEB. 8FA-37-2 SEB. 8FA-67-5 TOWUTI SITU BAGENDIT
Pelaksanaan Lapang Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna, yaitu dicangkul 1 kali, kemudian diratakan sambil membuang sisa-sisa gulma. Setelah tanah rata dibuat plot-plot percobaan dan saluran drainase dengan ukuran lebar 0,5 m (antar ulangan), sedangkan antar perlakuan diberi jarak 0,4 m namun tidak dibuat saluran drainase pada awal tanam. Saluran drainase antar perlakuan dibuat pada saat melakukan pembumbunan tanaman.
Untuk mengendalikan lalat bibit (Agromyza phaseolis) dan ulat tanah (Agrotis sp) serta semut merah dan orongorong sebelum tanam benih diberi insektisida Marshal 25 ST dengan takaran 10 g/kg benih. Untuk mengendalikan hama dan penyakit seperti pengerek batang (Sundep dan Beluk), Lembing, Walang Sangit dan penyakit utama blas daun dan leher dilakukan secara optimal. Mulai umur 3-4 minggu disemprot dengan fungisida b.a. difenokonazol dan b.a. isoprothioline untuk mengendalikan penyakit blas daun (leaf blast) dan insektisida b.a. fipronil untuk ulat daun dan hama penggerek batang. Saat berbunga 100%, disemprot dengan fungisida b.a. difenokonazol dan b.a. isoprotiolene untuk mengendalikan penyakit leher malai (neck blast) dan insektisida b.a. beta alfa sipemetrin untuk mengendalikan walang sangit dan kepik. Pengendalian gulma dilakukan secara intensif tiga kali secara manual dengan cangkul. Pembersihan saluran drainase dilakukan dua kali dengan cara menaikkan tanah ke plot-plot percobaan setelah rerumputan dibuang ke luar areal pertanaman. Tanaman dipupuk NPK(Ponska) 300 kg NPK/ha dan urea 100 kg/ha. Waktu pemberian dan takaran pupuk adalah: 1) 10 hari setelah tanam (HST) dengan 200 kg NPK/ha, 2) 35 HST dengan 100 kg NPK/ha dan 3) saat primordia bunga dengan 100 kg Urea/ha. Pemupukan pertama dilakukan dengan cara tugal sedangkan pupuk susulan dengan cara larikan. Panen dilakukan saat 95% gabah telah menguning. Panen dilakukan dengan cara memotong malai dengan sabit kemudian dikumpul dan dirontok dengan cara diirik (injak dan putar dengan kaki), gabah hasil irikan dijemur dan dibersihkan dari kotoran, diukur kadar air, dimasukan ke dalam karung dan ditimbang untuk masingmasing galur/varietas. Pengamatan Data yang dikumpulkan meliputi, komponen pertumbuhan (persentase tumbuh dan tinggi tanaman), komponen hasil (jumlah anakan produktif/rumpun, jumlah gabah isi/malai, persentase gabah hampa/malai (5 rumpun contoh), berat 1000 butir (k.a. 14%) dan hasil gabah kering per 31
Jurnal Agroteknologi, Vol. 1 No. 2, Februari 2011:29-35
plot (k.a. 14%) tanpa 2 baris keliling. Ketahanan terhadap penyakit Blast diamati dari luasan 1 m2 sebanyak 10 sampel menggunakan score 0-5. 0 = tidak ada serangan, 1 = serangan 20%, 2 = serangan 21-40%, 3 = serangan 4160%, 4 = serangan 61-80%, dan 5 = serangan mencapai di atas 80%. Intensitas serangan digunakan rumus sbb:
I =
∑ (n × v ) × 100 % N ×V
I = Intensitas serangan, n = Jumlah rumpun yang diamati untuk setiap kategori serangan, v = nilai skala dari setiap kategori serangan, N = Jumlah rumpun yang diamati, dan V = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi. Metoda Analisis Untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai dan keluaran yang diharapkan, data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis dengan metoda Uji DMRT 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Tanaman Pertumbuhan Awal Secara umum pertumbuhan awal cukup baik, hal ini dicirikan dengan persentase tumbuh yang cukup tinggi. Pengamatan terhadap persentase tumbuh dilakukan 10 hari setelah benih ditanam, secara rata-rata semua galur/varietas memberikan persentase tumbuh yang sangat baik yaitu di atas 94% (Tabel 2). Dari 6 galur dan 2 varietas yang diuji, menunjukkan bahwa galur SEB. 8FA-300-2 memberikan persentase tumbuh sangat baik yaitu rata-rata 98,8% diikuti oleh galur SEB. 8FA-281-2 (98,1%), CIRAD 141 (96,8%), dan SEB. 8FA-67-5 serta Towuti masingmasing sebesar 96,7%. Persentase tumbuh terendah (94,0%) dimiliki oleh galur SEB. 8FA-37-2. Sangat baiknya persentase tumbuh diduga karena sumber benih berasal dari BB Penelitian Padi serta lingkungan tumbuh sangat mendukung yaitu 4 hari setelah tanam ada hujan yang cukup untuk melembabkan tanah.
Tabel 2. Keragaan Persentase Tumbuh Galur/Varietas Padi Gogo pada Uji Adaptasi Galur Harapan/Varietas Padi pada Ekosistem Dataran Gogo Rendah. KP Pasar Miring, Desa Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, MK 2009 Persentase tumbuh (%) A SEB. 8FA-281-2 98,1 a B SEB. 8FA-300-2 98,8 a C SEB. BSL-4-2 95,1 a D CIRAD 141 96,8 a E SEB. 8FA-37-2 94,0 a F SEB. 8FA-67-5 96,7 a G TOWUTI 96,7 a H SITU BAGENDIT 95,6 a Angka-angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Kode
Galur/varietas
Keragaan komponen pertumbuhan Tinggi Tanaman Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3. Terhadap komponen pertumbuhan tinggi tanaman, terlihat bahwa galur CIRAD 141 memiliki tinggi tanaman yang tinggi (119,6 cm) berbeda nyata dengan dua varietas pembanding dan galur lainnya kecuali dengan galur SEB. 8FA-67-5 dan galur SEB. 8FA-300-2, tinggi tanaman yang paling rendah dimiliki oleh galur SEB. 8FA-37-2 (103,1 cm) termasuk varietas Situ Bagendit (104,1 cm) dan Towuti (106,2 cm). Tabel 3. Keragaan komponen pertumbuhan galur/varietas padi gogo pada uji adaptasi galur harapan/varietas padi gogo pada ekosistem dataran rendah. KP Pasar Miring, Desa Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, MK 2009 Kode A B C D E F G
Galur/varietas
Tinggi Umur 50% Umur tanaman berbunga panen (hari) (cm) (hari)
SEB. 8FA-281-2 108,9bc 75d SEB. 8FA-300-2 110,9abc 72e SEB. BSL-4-2 105,5bc 82ab CIRAD 141 119,6a 78cd SEB. 8FA-37-2 103,1c 62g SEB. 8FA-67-5 113,0ab 68f TOWUTI 106,2bc 84a SITU H BAGENDIT 104,1bc 80bc Angka-angka selajur yang diikuti huruf yang tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
95de 95de 106b 101c 94e 100c 106b 109a sama
32
Uji Adaptasi Galur Harapan (Yusuf & Yardha)
Umur 50% Berbunga Dari 6 galur yang diuji, 5 galur memiliki umur 50% berbunga lebih pendek dan berbeda nyata dibanding 2 varietas pembanding (Towuti=84 hari dan Situ Bagendit=80 hari) sedangkan 1 galur yaitu SEB. BSL-4-2 141 umur 50% berbunga (82 hari) tidak berbeda nyata dengan 2 varietas pembanding dan galur CIRAD 141 (78 hari) tidak berbeda nyata dengan varietas Situ Bagendit (Tabel 3). Umur Panen Didapat 3 galur yang memiliki umur panen yang pendek (94-95 hari) yaitu galur SEB. 8FA-37-2, galur SEB. 8FA-281-2 dan galur SEB. 8FA-300-2. Varietas pembanding Towuti dan Situ Bagendit memiliki umur panen yang agak panjang yaitu masing-masing 106 dan 109 hari, berbeda nyata dengan umur panen yang dimiliki oleh seluruh galur yang diuji kecuali 1 galur yaitu galur SEB. BSL-4-2 (106 hari) yang tidak berbeda dengan varietas Towuti. Terlihat juga bahwa didapat 2 galur yang memiliki umur 50% berbunga yang sangat pendek yaitu SEB. 8FA-37-2 (62 hari) dan SEB. 8FA-67-5 (68 hari) namun umur panennya relatif panjang (100 dan 101 hari), hal ini diduga bahwa kedua galur ini belum stabil. Pengamatan visual di lapangan terhadap keragaan kedua galur ini menunjukkan pertumbuhan yang tidak seragam, artinya masih terlihat adanya sifat dominan yang dipengaruhi faktor genotife seperti tinggi tanaman yang tidak rata atau seragam, bentuk gabah yang tidak sama (ada bulat dan ramping) serta keluar bunga yang tidak bersamaan. Keragaan Komponen Hasil Anakan Produktif Keragaan komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 4. Terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa, secara ratarata galur SEB. 8FA-300-2 memiliki anakan produktif tertinggi (30 anakan/rumpun) berbeda nyata dengan 2 varietas dan 4 galur lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan 1 galur yaitu SEB. 8FA-281-2 (28 anakan/rumpun) dan terendah dimiliki oleh galur CIRAD 141 sebanyak 21 anakan/rumpun namun tidak berbeda nyata dengan jumlah anakan yang dimiliki oleh 2
varietas pembanding. Varietas Situ Bagendit dan Towuti secara rata-rata menghasilkan jumlah anakan yang cukup tinggi yaitu masing-masing 23 anakan/rumpun dan 25 anakan/rumpun. Tabel 4. Keragaan Jumlah Anakan Produktif Galur/Varietas Padi Gogo pada Uji Adaptasi Galur Harapan/Varietas Padi Gogo pada Ekosistem Dataran Rendah. KP Pasar Miring, Desa Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, MK 2009 Anakan Gabah Gabah Isi/ Produktif Hampa/ Malai (Batang/ Malai (Butir) Rumpun) (%) A SEB. 8FA-281-2 28ab 115ab 12,4c B SEB. 8FA-300-2 30a 116ab 15,0bc C SEB. BSL-4-2 25bc 108b 18,0ab D CIRAD 141 21c 123ab 17,9ab E SEB. 8FA-37-2 22c 127ab 18,0ab F SEB. 8FA-67-5 23c 129ab 20,5a G TOWUTI 25bc 123ab 20,6a H SITU BAGENDIT 23c 126ab 14,7c Angka-angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Kode
Galur/ Varietas
Jumlah Gabah Isi/ Malai dan Persentase Gabah Hampa/ Malai. Pengamatan terhadap komponen hasil seperti jumlah gabah isi/malai dan persentase gabah hampa dilaksanakan setelah panen. Keragaannya menunjukkan bahwa galur SEB. 8FA-67-5 memiliki jumlah gabah isi/malai tertinggi yaitu sebanyak 129 butir dan terendah dimiliki oleh galur SEB. BSL-4-2 (108 butir) namun diantara galur dan varietas yang diuji satu sama lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Varietas Situ Bagendit dan Towuti memberikan jumlah gabah isi/malai cukup tinggi masing-masing yaitu 126 butir dan 122 butir. Terhadap persentase gabah hampa/malai terlihat bahwa 1 galur yaitu SEB. 8FA-281-2 dan varietas Situ Bagendit memiliki persentase gabah hampa/malai yang relatif rendah yaitu masing-masing 12,4% dan 14,7% berbeda nyata dengan varietas Towuti dan 4 galur lainnya. Galur yang memiliki persentase gabah hampa/malai yang relatif tinggi dimiliki oleh galur SEB. 8FA-67-5 (20,5%) dan varietas Towuti sebesar 20,6%.
33
Jurnal Agroteknologi, Vol. 1 No. 2, Februari 2011:29-35
Keragaan Hasil Keragaan bobot 1000 butir dan hasil padi gogo dapat dilihat pada Tabel 5. Peubah bobot 1000 butir yang cukup berat di atas 28 gr dimiliki oleh 2 galur (berturutturut galur SEB. 8FA-37-2 dan galur SEB. 8FA-67-5) namun hanya berbeda nyata dengan varietas Towuti dan 2 galur lainnya sedangkan yang memiliki bobot 1000 butir yang relatif rendah adalah galur SEB. 8FA281-2 dan galur SEB. 8FA-300-2 yaitu hanya 25,4 gr dan 25,5 gr/1000 butir namun hanya berbeda nyata lebih rendah dengan varietas Situ Bagendit. Rata-rata hasil padi gogo yang diperoleh pada pengkajian ini menunjukkan bahwa 4 (empat) galur mampu memberikan hasil di atas 4 t/ha (GKG). Bila ditinjau dari hasil yang didapat oleh varietas Towuti dan Situ Bagendit yang masing-masing memberikan hasil sebesar 4,58 dan 4,87 t/ha (GKG), terlihat bahwa didapat 2 galur yang memiliki potensi hasil yang cukup baik walaupun tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding tersebut yaitu galur SEB. 8FA-281-2 (4,60 t/ha) dan galur CIRAD 141 (4,75 t/ha). Potensi hasil di bawah 4 t/ha dimiliki oleh galur SEB. 8FA67-5 (3,72 t/ha) dan galur SEB. 8FA-37-2 sebesar 3,88 t/ha. Tabel 5. Keragaan Hasil Galur/Varietas Padi Gogo pada Uji Adaptasi Galur Harapan/Varietas Padi Gogo pada Ekosistem Dataran Rendah. KP Pasar Miring, Desa Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, MK 2009 Bobot Produksi t/ha 1000 butir (gr) (k.a. 14%) (k.a. 14%) A SEB. 8FA-281-2 25,4d 4,60ab B SEB. 8FA-300-2 25,5d 4,34ab C SEB. BSL-4-2 26,8bcd 4,11ab D CIRAD 141 27,3abc 4,75ab E SEB. 8FA-37-2 28,6a 3,88ab F SEB. 8FA-67-5 28,3ab 3,72b G TOWUTI 26,6cd 4,58ab H SITU BAGENDIT 27,4abc 4,87a Angka-angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Kode
Galur/varietas
Secara rata-rata, hasil genotife yang diuji relatif lebih tinggi daripada hasil yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya dengan genotife yang sama. Toha (2006) melaporkan bahwa hasil gabah kering giling
varietas Situ Bagendit pada penelitian model PTT Padi Gogo di Desa Raman Murti, Kecamatan Sei Putih Raman-Lampung MH 2002/2003 mencapai 3,88 t/ha dan Towuti 3,06 t/ha. Perbedaan hasil ini diduga karena lingkungan penelitian merupakan penyebab perbedaan hasil tersebut. Lokasi uji adaptasi ini dilakukan pada lahan kering dengan agroekosistem lahan sawah irigasi, sehingga tingkat cekaman lingkungan tumbuh terhadap potensi hasil sangat rendah. Ganguan Biotik Dari hasil pengamatan di lapangan gangguan biotik berupa serangan hama dan penyakit, menunjukkan bahwa tingkat perkembanggannya sangat rendah. Keadaan ini diduga karena pengendalian yang dilakukan cukup intensif. Untuk mengendalikan lalat bibit dan orong-orong dilakukan perlakuan benih dengan insektisifda Marshal 25 ST (takaran 10 gr/1 kg benih), pengendalian hama penggerek batang (Sundep) dilakukan penyemprotan dengan insektisida sistemik bahan aktif Fipronil (Regent 50 SC) sejak umur 3 minggu dengan interval 1 minggu serta pemberian insektisida bahan aktif carbofuran (Curater 3G) saat pemupukan susulan dengan cara mencampur insektisida tersebut dengan pupuk. Selanjutnya untuk mengendalikan hama walang sangit dilakukan penyemprotan dengan insektisida bahan aktif alfasipemetrin (Bestok) sejak tanaman berbunga dengan interval 1 minggu. Namun demikian terhadap tingkat serangan hama pengerek batang saat generatif yaitu hama beluk, menunjukkan seluruh varietas terserang dengan tingkat serangan 5-8% per petak perlakuan. Keadaan ini diduga karena berbedanya fase primordia sehingga pemberian insektisida kurang efektif bila dilakukan secara periodik, oleh karena itu waktu pengendalian harus disesuaikan dengan tingkat fase pertumbuhan dari masing-masing genotif. Selain adanya serangan hama, penyakit utama padi gogo adalah penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea. Pada penelitian uji multi lokasi ini tidak dijumpai penyakit blas daun maupun blas leher, hal ini diduga karena pengendalian yang intensif sejak fase vegetatif sampai generatif. Pengendalian 34
Uji Adaptasi Galur Harapan (Yusuf & Yardha)
dilakukan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif fenobukonazol (Score 250 EC) dan b.a. isoprotiolene (Fujiwan 500 EC) interval 1 minggu secara bergantian. Disamping itu dengan ditanamnya berbagai varietas atau genotife yang berbeda dalam satu lokasi dan waktu yang sama, mampu mengurangi dan menekan penyebaran dalam waktu yang singkat terhadap penyakit blas. Srtategi pengendalian penyakit blas dapat dilakukan dengan penanaman varietas yang tahan dan sistem tanam multi variretas atau mozaik. Hasil penelitian Toha (2006), pertanaman padi gogo di Lampung dengan menggunakan 3-5 varietas dapat menekan serangan blas, sehinga hasil panen mencapai 5,14 t/ha selama tiga musim tanam.
KESIMPULAN 1. Varietas pembanding Towuti dan Situ Bagendit masing-masing memberikan rata-rata hasil GKG sebesar 4,58 t/ha dan 4,82 t/ha. 2. Didapat 2 galur yang mampu memberikan potensi hasil GKG mendekati dan sama dengan potensi hasil yang dimiliki oleh varietas pembanding yaitu galur SEB. 8FA-281-2 (4,60 t/ha) dan galur CIRAD 141 (4,58 t/ha). 3. Galur yang potensi hasilnya di bawah 4 t/ha didapat oleh galur SEB. 8FA-37-2 (3,88 t/ha) dan galur SEB. 8FA-67-5 (3,72 t/ha). 4. Didapat 5 galur yang umur panennya termasuk pendek dibanding varietas pembanding, 2 galur di antaranya memiliki umur yang sangat pendek (95 hari) yaitu SEB. 8FA-281-2 dan SEB. 8FA-300-2. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2007. Statistik Indonesia 2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 608 p. Balitpa. 1996. Rencana strategis Balai Penelitian Tanaman Padi Tahun 1997-2005. Balai Penelitian Tanaman Padi, Puslitbangtan, Badan Libang Pertanian. Hal. 10-37
Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara. 2007. Pertanian Dalam Angka Propinsi Sumatera Utara. 2007. Fagi, A.M., I. Las, dan Hasanuddin. 1996. Keterpaduan penelitian dan pengembangan lahan sawah beririgasi. Rapat Kerja Badan Litbang 1996. Harahap, Z., Suwarno, E. Lubis, dan Susanto. Tw. 1995. Padi Unggul toleran kekeringan dan naungan. Puslitbang Tanaman Pangan. Pirngadi, K., H.M. Toha, dan B Nuryanto. 2008. Pengaruh pemupukan N terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo dataran sedang. Prosiding. Seminar Apresiasi. Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. hal 326. Suryana, A. 2008. Petunjuk Teknis lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Gogo. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. hal. 7. Toha, H.M. 2006. Peningkatan produksi padi gogo melalui pendekatan model pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT). Jurnal Penelitian Pertanian, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Widiarta, IN dan Hendarsih Suharto 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi secara Terpadu. Padi. Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008 Yusuf. A. 2008. Pengkajian empat varietas padi gogo sebagai tanaman tumpangsari perkebunan. Makalah Seminar Nasional. Pekan Padi Nasional II. Balai Besar Penelitian Sukamandi. Badan Litbang Pertanian.
35