Variabilitas dan Heritabilitas Populasi Mutan Padi Lokal Pasang Surut Kalimantan Selatan Selama Empat Musim Tanam Raihani Wahdah1, Gusti Rusmayadi1, dan Rahmi Zulhidiani1 1 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru Jalan A Yani Km 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email:
[email protected] Abstrak Lahan rawa pasang surut potensial untuk pertanaman padi dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan. Penggunaan varietas unggul berumur pendek merupakan pilihan dalam pengembangan lahan pasang surut, namun preferensi petani lebih kepada varietas lokal yang pada umumnya berumur panjang. Penggunaan Varietas unggul yang berasal dari varietas lokal diharapkan dapat diadopsi petani, antara lain varietas yang berumur pendek, tanaman pendek, spesifik lokasi, dan mempunyai daya hasil lebih tinggi. Peningkatan keragaman populasi dasar telah dilakukan melalui induksi mutasi dengan sinar gamma. Evaluasi varians genetik dan heritabilitas bertujuan untuk memperoleh bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi galur mutan. Data yang digunakan adalah data penelitian tahun 2010 -2013 di Desa Sungai Rangas Hambuku, Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Bahan utama adalah populasi mutan (M1, M2, M3, dan M4) dan tetua (V1 = Siam Harli, V2 = Siam Unus,V3 = Siam Kuatek, V4 = Siam 11, V5 = Siam Gumpal). Pendugaan varians genetic dan heritabilitas dilakukan pada karakter umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, % gabah hampa, bobot per rumpun dan bobot 1000 butir. Terdapat keragaman yang tinggi pada beberapa karakter tanaman populasi M1 tetapi belum dapat dipastikan apakah akibat mutasi atau bukan. Ragam genetic dan heritabilitas karakter sebagai respon terhadap iradiasi gamma antar populasi mutan tidak sama. Ragam genetic dan heritabilitas yang tinggi pada beberapa karakter terjadi pada generasi M3. Kata kunci : Heritabilitas, padi lokal, populasi mutan, variabilitas Pendahuluan Dalam diversifikasi pangan, sumber karbohidrat tidak hanya bertumpu pada beras, namun tidak bisa dipungkiri bahwa beras merupakan makanan pokok sumber karbohidrat. Di Kalimantan Selatan kalori yang dipenuhi dari padi adalah 1119,4 (56,0 %) dengan skor aktual sebesar 28,0 lebih besar dari skor Pola Pangan Harapan 25,0 (BKP Kal-Sel dalam Wahdah, 2007). Tahun-tahun terakhir ini produksi padi nasional cenderung melandai. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh berkurangnya lahan-lahan subur akibat alih fungsi lahan menjadi lahan non pertanian (non sawah). Lahan rawa luasnya mencapai 25,29 juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Djaenudin, 2008). Luas persawahan pasang surut di Kalimantan Selatan adalah 143738 ha yang sebagian besar (132438 ha) ditanami varietas lokal 1 kali setahun (Sulaiman dan Imberan, 1996). Rawa Pulau Rimau di Kab. Musi Banyuasin Sumsel juga ditanami 1 x setahun karena berumur panjang (6-7 bulan) dengan hasil 1-2 t GKG/ha (Wirosoedarmo dan Apriadi, 2008). Pertanaman 1 kali setahun juga disebabkan oleh kendala lahan dan iklim (Suciantini at al., 2008). Lahan rawa pasang surut semakin penting peranannya dalam upaya peningkatan produksi padi dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan. Sudana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lahan rawa harus mengacu antara lain kepada jenis tanaman yang cocok (termasuk varietas adaptif).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
81
Penggunaan padi varietas unggul berumur pendek spesifik lokasi merupakan pilihan dalam pengembangan lahan pasang surut, namun preferensi petani lebih kepada varietas lokal (Wahdah dan Langai, 2010). Rasa dan bentuk gabah merupakan salah satu factor yang mempengaruhi adopsi petani terhadap varietas unggul (Sulaiman dan Imberan, 1996). Varietas lokal hasilnya stabil, input rendah, bentuk gabah kecil ramping yang disukai petani dan konsumen (Sulaiman et al., 1995). Varietas unggul yang berbasis varietas lokal diharapkan dapat di adopsi oleh petani, antara lain varietas yang berumur pendek, pendek, adaptif pada lingkungan setempat (spesifik lokasi), dan mempunyai daya hasil lebih tinggi daripada varietas local. Peningkatan keragaman populasi dasar salah satunya dapat dilakukan dengan induksi mutasi dengan sinar gamma (Michi and Donini, 1983 serta Duncan at al, 1995 dalam Herison, 2008) sehingga dapat mempersingkat pemuliaan tanaman (Riwidiharso dan Susanto, 1996). Evaluasi varietas local sebagai calon tetua dilakukan Kabupaten Tanah Laut dan Barito Kuala (Wahdah dan Langai, 2009). Masing-masing dipilh 20 varietas terbaik berdasarkan metode MPE (Wahdah dan Langai, 2011), dan berdasarkan metode kekerabatan dipilih 5 varietas untuk diaplikasi dengan sinar gamma (Wahdah et al., 2012). Keragaman genetik populasi merupakan dasar dalam perakitan varietas (Fehr, 1987). Heritabilitas adalah proporsi varians genetik dengan varians total (Fehr, 1987), yang menggambarkan proporsi seberapa besar variabilitas tanaman dipengaruhi oleh factor genetik dan factor lingkungan. Tujuan evaluasi variablitas genetic dan heritabilitas populasi mutan M1 –M4 adalah untuk memperoleh bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi galur mutan. Metodologi Bahan utama adalah populasi mutan M1, M2, M3, dan M4 dan tetua mutan, yaitu V1 = Siam Harli, V2 = Siam Unus,V3 = Siam Kuatek, V4 = Siam 11, V5 = Siam Gumpal. Data yang digunakan adalah hasil penelitian tahun 2010 -2013 di Desa Sungai Rangas Hambuku, Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 50 cm 1 galur 1 baris, tanpa ulangan (keculai M1) karena merupakan populasi bersegregasi. Pemupukan Phonska 300 kg ha-1 diberikan sekaligus pada 4 mst. Urea 50 kg ha-1 diberikan pada 1 mst dan 50 kg ha-1 pada 4 mst. Penyiangan dilakukan 2 kali dan pengendalian OPT sesuai kebutuhan. Panen dilakukan terhadap rumpun yang telah 90 % masak penuh, dilakukan setiap hari. Karakter yang diamati adalah umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai (anakan produktif), panjang malai, jumlah gabah isi per malai, % gabah hampa, bobot per rumpun dan bobot 1000 butir. Heritabilitas dihitung sebagai berikut : h2 = (VG/VL + VG) x 100 % VG (varians genetik) = varians mutan – varians tetua VL (varians lingkungan
= varians tetua
Kriteria : > 50 % tinggi, 25-50 % sedang, < 25 % rendah Hasil dan Pembahasan Nilai varians genetik, varians lingkungan, varians total dan h2 generasi M1 dapat dilihat pada Tabel 1. Bobot 1000 butir gabah dan % gabah hampa memperlihatkan nilai h2 yang tinggi pada mutan M1 kelima varietas local. Umur panen dan jumlah gabah hampa mempunyai nilai h2 yang tinggi pada 4 populasi mutan sedangkan tinggi tanaman mempunyai nilai h2 yang tinggi
82
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
pada 3 populasi mutan. Jumlah gabah isi mempunyai nilai h2 yang tinggi pada 1 populasi. Jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot gabah per malai, dan jumlah gabah total mempunyai nilai h2 rendah sampai sedang. Data pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa respon varietas padi yang diiradiasi sinar gamma tidak sama. Variabilitas genetic yang luas memberi peluang keberhasilan seleksi untuk sifat yang dikehendaki (Riwidiharso dan Susanto, 1996). Iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan variasi genetik dan h2 dalam arti luas pada tinggi tanaman (Ratma dan Soemanggono, 1998).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
83
84
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tingginya ragam pada populasi M1 mungkin disebabkan oleh kerusakan kromosom atau gangguan fisiologis. Mutagen dapat memunculkan efek sitologis yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan sel, baik yg permanen ataupun sementara (Fehr, 1987). Ragam genetik < ragam lingkungan pada mutan M2, sehingga nilai h2 berkisar dari sedang sampai rendah, kecuali pada tinggi tanaman populasi V3 (Tabel 2). Hal ini dapat disebabkan mutagen yang digunakan belum tentu mengenai sasaran yang diinginkan. Keragaman yang tinggi dapat dilihat pada M3 (Tabel 3). Umur panen mempunyai nilai h yang tinggi, kecuali pada populasi mutan V4, sedangkan pada tinggi tanaman h2 yang tinggi 2
pada V3, V4, dan V5. Nilai h2 bervariasi pada V1 (tinggi-sedang), pada V2 hanya tinggi tanaman yang rendah sedangkan lainnya rendah – sedang. Nilai h2 umur panen tergolong tinggi kecuali pada V2. Nilai h2 jumlah anakan, anakan produktif, dan panjang malai yang tinggi adalah pada V2. Bobot gabah per malai tergolong sedang pada V1, V2, dan V5. Bobot per rumpun tergolong tinggi pada V2, jumlah gabah isi dan jumlah gabah tergolong tinggi pada V1, % gabah hampa pada V5, dan bobot 1000 butir pada V1 dan V2. Variabilitas yang luas memberi peluang
keberhasilan seleksi untuk sifat yang
dikehendaki (Riwidiharso dan Susanto, 1996). Iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan variasi genetik dan h2 dalam arti luas pada tinggi tanaman (Ratma dan Soemanggono, 1998). Panjang plumula kecambah padi bervariasi akibat perlakuan sinar gamma (Wahdah dan Zulhidiani, 2014). Ragam genetik pada mutan M2 nampak lebih kecil porsinya daripada ragam lingkungan, sehingga nilai h2 berkisar dari sedang sampai rendah, kecuali pada tinggi tanaman populasi V3 (Tabel 2). Hal ini dapat disebabkan mutagen yang digunakan belum tentu mengenai sasaran yang diinginkan. Namun demikian, keragaman yang tinggi dapat dilihat pada M3 (Tabel 3). Nilai h2 umur panen generasi M3 tinggi, kecuali pada mutan V4, h2 tinggi tanaman tinggi pada V3, V4, dan V5. Nilai h2 jumlah anakan, anakan produktif, dan panjang malai yang tinggi adalah pada V2. Bobot gabah per malai tergolong sedang pada V1, V2, dan V5. Bobot per rumpun tergolong tinggi pada V2, jumlah gabah isi dan jumlah gabah tergolong tinggi pada V1, % gabah hampa pada V5, dan bobot 1000 butir pada V1 dan V2 (Tabel 3).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
85
86
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
87
Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya mutasi akibat irradiasi gamma yang dapat dilihat dari nilai heritabilitas yang sangat variatif (Tabel 3). Adanya keragaman yang berbedabeda mengindikasikan bahwa mutasi terjadi secara acak (Harsanti dan Ishak, 1999; Wahdah dan Zulhidiani, 2011). Nilai varians total, varians lingkungan, varians genetik, dan heritabilitas (h2) generasi M4 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai varians total (VT), varians lingkungan (VL), varians genetik (VG), dan heritabilitas (h2) beberapa karakter pada populasi mutan padi loKal pasang surut Kalimantan Selatan generasi M4 Umur Panen
Parameter
Tinggi Tanaman
Jumlah Anakan
Jumlah Malai
Panjang Malai
Bobot per Malai
V1 (VT)
11.07
D0 (VL)
6.99
48.93
42.05
40.03
1.48
0.11
VG
4.08
-37.65
-18.46
-14.00
-0.54
-0.02
36.85++
-333.76+
-78.23+
-53.79+
-58.19+
-27.54+
6.47
22.25
27.70
21.34
2.98
0.15
h2 V3 (VT) D0 (VL)
11.28
23.59
26.03
0.93
0.09
19104.80
13223.76
2560.62
2350.69
2945.86
257.76
VG
-19098.33
-13201.51
-2532.92
-2329.34
-2942.89
-257.61
h2
-295395.75+ -59330.41+ Bobot per Rumpun
-10913.0+ Jumlah Gabah Total
-98890.+
Parameter
-9143.85+ Jumlah Gabah Hampa
-176065.5+ Bobot 1000 Gabah
Jumlah Gabah Isi
% Gabah Hampa
V1 (VT)
129.50
140.59
18.13
171.04
19.81
1.67
D0 (VL)
361.44
306.91
39.42
439.17
0.12
0.55
-231.93
-166.32
-21.29
-268.12
19.70
1.12
+
+
+
+
+++
67.14+++
VG h2
-179.10
-118.31
-117.43
-156.76
99.42
V3 (VT)
112.34
165.99
17.67
191.86
27.87
2.06
D0 (VL)
5799.58
13814.50
2396.22
17607.13
239.53
1992.67
-5687.24
-13648.51
-2378.55
-17415.28
-211.66
-1990.62
+
+
+
+
+
VG h2
-5062.51
Keterangan :
+++
= tinggi;
++
-8222.29
-13461
-9077.25
-759.49
96815.4+
+
= sedang; = rendah
Seleksi yang dilakukan pada generasi M2 dan M3 menyisakan populasi V1 dan V3 pada generasi M4. Seleksi yang telah dilakukan pada generasi M2 dan M3 menyebabkan ragam populasi berkurang yang terlihat dari tidak adanya karakter yang mepunyai nilai heritabilitas yang tinggi melainkan sedang sampai rendah. Tinggi tanaman dan umur tanamana sebagai target utama tidak lagi mempunyai heritabilitas yang tinggi seperti pada M3, karena seleksi telah dilakukan sejak generasi M2 sehingga tanaman cenderung seragam dalam hal tinggi dan umur panen. Seleksi mulai dilakukan pada generasi M2 dan dilanjutkan pada generasi M3 dan M4 shorgum (Soeranto et al., 2001), generasi M2-M5 pada jagung (Rustikawati et al., 2010). Respon varietas terhadap dosis irradiasi sinar gamma tidak sama antara lain pada padi (Wahdah dan Zulhidiani,2011) dan shorgum (Surya dan Hoeman, 2009).
88
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1.
Kesimpulan Terdapat keragaman yang tinggi pada beberapa karakter tanaman populasi M1 tetapi belum
2.
dapat dipastikan apakah akibat mutasi atau bukan. Varians genetik dan h2 karakter antar populasi mutan tidak sama.
3.
Varians genetik dan h2 yang tinggi pada beberapa karakter terjadi pada generasi M3.
Daftar Pustaka Djaenudin, D. 2008. perkembangan penelitian sumber daya lahan dan kontribusinya untuk mengatasi kebutuhan lahan pertanian di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(4):137145. Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol.I. Theory and Tecnique. Macmillan Publ. Co., New York. Harsanti, L. Dan Ishak. 1999. Evaluasi sifat agronomis genotip mutan padi arias (Oryza sativa, L.) pada generasi R3M4 dan R4M5. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. BATAN. Jakarta. Herison, C., Rustikawati, S.H. Sutjahjo, dan S.I. Aisyah. 2008. Jurnal Akta Agrosia. 11(1):57-62. Maamun, M.Y. & M. Sabran. 1998. Sintesis hasi penelitian tanaman pangan lahan rawa. Dalam M.Sabran, M.Y.Maamun, Sjachrani, A., B.Prayudi, I.Noor, dan S.Sulaiman (eds.). Prosiding Hasil Penelitian Menunjang Akselarasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balitbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. H. 27-39. Ratma, R. dan A.M.R. Sumanggono. 1998. pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap mutasi klorofil dan variasi genetik sifat agronomi pada tanaman kedelai.Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi 51-54 Soeranto, H., T.M. Nakanishi and M.T. Razzak. 2001. Mutation Breeding in Sorghum in Indonesia. Radioisotopes, 50(-):169-175. Suciantini, Impron, dan R. Boer. 2008. Penilaian resiko iklim pada sistem pertanian ekologi lahan rawa pasang surut (Studi Kasus di Desa Telang I, Desa Telang II, dan Delta Air Saleh, Banyu Asin Sumatera Selatan). J.Agromet 22(2):118-131. Sudana, W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawa sebagai sumber produksi pertanian . Analisis Kebijakan Pertanian 3(2):141-151. pse.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 27 November 2012 Sulaiman, S. & M. Imberan. 1996. Varietas unggul padi peka fotoperiod diperlukan untuk lahan rawa. Dalam B.Prayudi, M.Y.Maamun, S.Sulaiman, D.I.Saderi, dan I.Noor Ieds.). Prosiding Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa & Lahan Kering. Balitbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru. H.227-231. Surya, M.I. dan S.Hoeman. 2009. Evaluasi keragaman Genetik Sorgum pada Mutan generasi ke2 Hasil Iradiasi Gamma. Agrivit 31(2):142-148 Wahdah, R. 2007. Pemberdayaan Ekonomi dan Gizi Keluarga di Kalimantan Selatan Dalam kaitan Dengan Ketahanan Pangan. Makalah. Pada Rakor Tim Ahli Ketahanan Pangan Nasional. Badan Ketahanan Pangan Pusat. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
89
Wahdah, R. dan B.F.Langai.2009. Observasi Varietas Padi Lokal di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan.Agroscientiae 16(3):177-184 Wahdah, R. dan B.F.Langai. 2010. Preferensi Petani Terhadap Varietas Padi Lokal di Area Pasang Surut Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala. Media Sains 2(1):114120. Wahdah, R. dan B.F.Langai. 2011. Seleksi awal varietas padi lokal di lahan rawa pasang surut Kabupaten Barito Kuala dan Tanah Laut Kalimantan Selatan sebagai bahan mutasi. Agroscientiae 18(1):44-50. Wahdah, R., B.F.Langai, dan T. Sitaresmi. 2012. Keragaman varietas lokal padi pasang surut Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian 31(03):158-165. Wirosoedarmo, R. dan U.Apriadi. 2008. Studi Perencanaan pola tanam dan pola operasi pintu air jaringan reklamasi rawa Pulau Rimau di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jurnal Teknologi Pertanian 3(1):56-66.
90
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016