Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X untuk Departemen A Joko Yulianto1, Tanti Octavia2
Abstract: PT. X is one of company that concerns with continuous improvement. PT. X attempts to apply the concept of lean manufacturing in order to identify waste. Value stream mapping is one of the tools from lean manufacturing that can illustrate the entire process and identify waste ranging from the arrival of raw materials to the delivery of finished goods. Value stream mapping will be carried out at PT. X for department A. Through the current state value stream mapping can be seen that there are some waste in PT. X for department A ranging from the arrival of raw materials to become finished goods, among others is waste motion, over-processing waste, defect waste, inventory waste, and waste waiting. Design of future state value stream mapping is based on the proposed improvement given to the company. Future state value stream mapping can reduce lead time 41% from the current state value stream mapping. Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Value Stream Mapping, Lead Time
Pendahuluan
Metode Penelitian
PT. X merupakan salah satu perusahaan yang selalu melakukan continuous improvement dalam kegiatan sehari-harinya. Salah satu konsep continuous improvement yang diterapkan di PT. X adalah Lean manufacturing. Lean Manufacturing merupakan salah satu konsep untuk mengurangi waste dan proses yang tidak memberikan nilai tambah di dalam perusahaan. Terdapat sembilan proses yang ada di PT. X, yaitu maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer, dan palletizing. Salah satu tools dari lean manufacturing yang dapat memetakan prosesproses pada PT. X adalah value stream mapping. Melalui value stream mapping dapat dilihat kegiatan-kegiatan yang value added dan non value added. Kegiatan yang non value added pada proses produksi merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk. Kegiatan non value added dibagi menjadi dua, yaitu non value added necessary dan non value added waste. Kegiatan non value added waste merupakan kegiatan yang harus dikurangi atau harus dihilangkan. Pembuatan value stream mapping ini nantinya diharapkan dapat mengidentifikasi waste yang terdapat di PT. X untuk departemen A. Tujuan dalam mengidentifikasi waste adalah untuk mengetahui letak waste pada PT. X dengan menggunakan value stream mapping dan memberikan usulan perbaikan yang dapat mengurangi waste di proses produk A.
Metodologi yang akan digunakan adalah metode lean manufacturing dan value stream mapping. Metode Lean Manufacturing Metode ini dikembangkan oleh Taichii Ohno, dimana lean manufacturing ini merupakan kegiatan yang mengurangi pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added). Waste yang terdapat di lean manufacturing meliputi: over production, waiting, transportasi, over processing, inventory, motion, defect, dan kreativitas yang tidak dimanfaatkan. Metode Value Stream Mapping Metode ini adalah suatu metodologi dari lean untuk membuat suatu gambaran dan pemetaan dari setiap proses yang ada. Value stream mapping memetakan menjadi tiga hal, yaitu: value added activities, non value added activities, dan required non value added activities.
Hasil dan Pembahasan PT. X adalah perusahaan rokok yang menerapkan konsep lean manufacturing. Pembuatan value stream mapping (VSM) dilakukan untuk mengidentifikasi waste pada produk A. Proses produksi di PT. X meliputi maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer dan palletizing. PT. X mempunyai empat supplier material, yaitu B, C, D, dan E. Proses
Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri, Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Email: antonio_jox_9@hotmail.com, tanti@peter.petra.ac.id 1,2
127
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
produksi di PT. X dikerjakan oleh prodtech. Berikut ini adalah jumlah prodtech yang bertugas pada setiap mesin untuk produk A:
Berikut ini adalah uptime dari proses maker, over rolling, perforating, over tipping, packer, dan boxer: Tabel 2. Uptime setiap proses
Tabel 1. Prodtech yang bertugas di PT. X Uptime
Helper
Team leader
Proses
Prodtech
Maker
55.18%
Maker
1
2
-
Over rolling
48.71%
Over rolling
6 -
6
-
Perforating
66.21%
1
-
Over tipping
50.60%
2
1
-
Packer
64.24%
2
-
Boxer
64.24%
Sortir
1 -
6
1
Packer + Boxer
2
4
-
Material Supply
-
1
-
Proses
Dehumidifier Perforating Over tipping
Perhitungan Inventory dan WIP Perhitungan inventory dan WIP dilakukan dengan mengambil beberapa shift kemudian di rata-rata. Hasil rata-rata tersebut kemudian dibagi dengan BOM untuk memproduksi satu juta batang rokok dikali cycle time mesin yang menggunakan material tersebut. Berikut adalah perumusannya:
Perhitungan Cycle time Perhitungan cycle time setiap proses dikonversikan ke dalam satuan sepuluh ribu batang rokok. Pengambilan data dilakukan secara actual dengan menggunakan stopwatch. Pengambilan waktu untuk menghitung cycle time menggunakan dua cara, yaitu menghitung waktu downtime selama satu shift dan menghitung waktu untuk menghasilkan satu tray. Perhitungan cycle time dengan menggunakan cara menghitung waktu untuk menghasilkan satu tray pada mesin maker adalah sebagai berikut: Cycle time/batang =
Inventory =
Begitu pula dengan perhitungan untuk WIP. Material yang sisa di akhir shift dihitung kemudian diambil data beberapa kali dan di rata-rata, setelah itu dihitung menggunakan rumus di atas. Current State Value Stream Mapping Aliran informasi di PT. X bermula dari (4.1) customer yang memesan produk A kepada bagian sales and marketing, kemudian bagian sales and marketing memberikan jadwal permintaan kepada bagian SCM setiap bulannya. Bagian SCM merencanakan target produksi untuk setiap plant yang ada. Bagian SCM akan memberikan target produksi ke bagian Production Planning untuk masing-masing plant. Production planning tersebut melakukan breakdown untuk masing-masing mesin yang ada di plant tersebut setiap minggunya. Production planning membuat weekly production planning berdasarkan laporan dari SCM. Material scheduler akan menerima weekly production planning dari production planning dan memesan material kepada supplier yang dilakukan secara harian dan mingguan. Material yang telah tiba di PT. X akan dibongkar di unloading area dan akan dibawa ke material staging area untuk disimpan. Materialmaterial tersebut nantinya akan di supply ke setiap mesin oleh material supply. Bagian produksi bertugas mengawasi keseluruhan jalannya aktivitas produksi secara langsung. Current state value stream mapping dibuat berdasarkan pengumpulan aliran material dan
(1)
Cycle time = Cycle time/batang x 5000 (double bunch) x 60 (2) Perhitungan cycle time dengan menggunakan cara menghitung downtime selama satu shift pada mesin over rolling adalah sebagai berikut: Desain speed actual = Cycle time =
(3) x 60
(4)
Perhitungan Uptime Perhitungan uptime diperoleh dengan menghitung uptime secara actual, yaitu melalui data cycle time tiap mesin sehingga uptime yang dihasilkan actual. Berikut ini cara menghitung uptime melalui cycle time: Uptime =
(6)
(5) 128
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
informasi yang telah dilakukan di awal penelitian serta cycle time yang telah dihitung terlebih dahulu.
Berikut ini adalah current state value stream mapping:
PPIC Production Scheduler
Weekly
Weekly
SCM
Shiftly
Material Scheduler
Monthly Sales and Marketing
Daily DIM Warehouse
Filter
sec 542
se c
Weekly Customer
Bobinized Leaf
Cut Filler
Shiftly
Team Leader
585 sec
39 8
Shift Manager
Weekly
Daily Daily
Loading 1 Operator Unloading 75.5 sec
Inventory Material Staging
38 sec
1 Operator C/T = 2.64 sec
C/T = 16.30 sec
sec .28 19
Lem Binder LT = 453703.8 sec Q = 16667000 stick
Terdapat 18 material di material staging dengan Lead Time Terbesar pada material Lem Binder
WIP material 35 sec
Inventory Maker
Lem Binder LT = 320617.3 sec Q = 11778000 stick Terdapat 6 material dengan Lead time terbesar di Lem Binder
13.78 sec
25 sec
Waste Binder CGS Pergantian Binder
1 Maker
20.14 sec
1 Operator + 2 Helper C/T = 129 sec
Various Dehum Processing Time
Waiting time cleaning
C/T = 272.22 sec Double Bunch in Tray Uptime = 55.18 % LT = 12,870.61 sec Q = 263,333.33 stick QA Check Visual, Circumference and Weight
Lem Bobinized Leaf LT = 16204.75 sec Q = 332000 stick
9 Over Rolling 1 Operator + 1 Helper
75.67 sec
1 Dehumidifier
3 Perforation
66.71 sec
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Lem Bobinized leaf
Double Bunch in Tray C/T = 359.55 sec LT = 4,349.23 sec Uptime = 66.21 % Q = 120960 stick QA
s .87 40
Motion Waste Code Date
Inventory Over Tipping 25.71 sec
2 Operator + 1 Helper
1 Helper
C/T = 488.75 sec Double Bunch in Tray C/T = 672.9 sec LT = 81,400 sec Uptime = 48.71 % Q = 1209600 stick
22.12 sec
Loose End
Double Bunch in Tray LT = 7,176.07 sec Q = 241920 stick
Check OV
Lem Tipping (outer) LT = 40253.64 sec Q = 1357000 stick
1 Over Tipping 1 Operator + 2 Helper C/T = 296.63 sec Uptime = 50.6 %
Sortir
10.28 sec
1 Team Leader + 6 Helper
Cigarette in Tray LT = 4,587.18 sec Q = 420000 stick
C/T = 218.437 sec
Inventory19 Packer sec Cigarette in Tray Inner Frame LT = 3,064.28 sec LT = 11872.24 sec Q = 168000 stick Q = 651000 stick
1 Packer
1 Boxer
6.42 sec
1 Operator +3 Helper C/T = 182.39 sec Pack in tray Uptime = 64.24 % LT = 0.25 sec Q = 237 stick
Inventory Palletizing 5 sec
1 Operator + 1 Helper
TTR Sloff LT = 185489.1 sec Q = 11791000 stick
Palletizing Manual 1 Helper
C/T = 157.32 sec Uptime = 64.24 %
Sloff in Box Ribbon LT = 0.53 sec LT = 41029.95 sec Q = 67433 stick Q = 15364000 stick
35
ec
FG Staging Area LT = 13009.24 sec Q = 7582000 stick
c .62 se
Deep Freeze Chamber 3 / 4 LT = 11550.8 sec Q = 6732000 stick
C/T = 13.35 sec
QA
QA
Terdapat 2 material dengan Lead time terbesar di Lem Tipping (outer)
Code Date Changeover
C/T = 334 sec
Inventory Boxer
Terdapat 4 material dengan Lead time terbesar di Inner Frame
Check Visual
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Ribbon
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di TTR Sloff
Check Visual and Weight
QA QA
Inventory Over rolling Check Visual
Check Visual
Core product and material flow
272.22 sec 2.64 sec
38 sec
320617.3 sec
453703.8 sec
129 sec
488.75 sec 12,870.61 sec
16204.75 sec
272.22 sec Core Product flow
Material Flow
129 sec
2.64 sec
38 sec
320617.3 sec
19.28 sec
129 sec
672.9 sec 81,400 sec
488.75 sec 12,870.61 sec
20.14 sec
20.14 sec 16204.75 sec
359.55 sec 4,349.23 sec
672.9 sec
296.63 sec 7,176.07 sec
40253.64 sec
359.55 sec
182.39 sec 4,587.18 sec
296.63 sec
81,400 sec 75.67 sec
4,349.23 66.71 sec sec
7,176.07 25.71 sec sec
75.67 sec
66.71 sec
25.71 sec
218.437 sec
3,064.28 sec 11872.24 sec
334 sec
218.437 sec 3,064.28 sec
10.28 sec
19 sec
13.35 sec
185489.1 sec
182.39 sec
4,587.18 sec 10.28 sec 40253.64 sec
157.32 sec 0.25 sec
0.53 sec
157.32 sec
19 sec
334 sec
0.25 sec
6.42 sec
11872.24 sec
334 sec
6.42 sec
185489.1 sec
35.62 sec 11550.8 sec
41029.95 sec
40.87 sec 13009.24 sec 75.5 sec
16.30 sec
35.62 sec 11550.8 40.87 sec 13009.24 sec 75.5 sec sec
16.30 sec
13.35 sec 0.53 sec
5 sec
5 sec
41029.95 sec
Gambar 4.1 Current State Value Stream Mapping
Gambar 1. Current state value stream mapping
Aliran informasi di PT. X bermula dari customer yang memesan produk A kepada bagian sales and marketing, kemudian bagian sales and marketing memberikan jadwal permintaan kepada bagian SCM setiap bulannya. Bagian SCM akan merencanakan target produksi untuk setiap plant yang ada. Bagian SCM akan memberikan target produksi ke bagian Production Planning untuk masingmasing plant. Production planning tersebut melakukan breakdown untuk masing-masing mesin yang ada di plant tersebut setiap minggunya. Production planning membuat weekly production planning berdasarkan laporan dari SCM. Material scheduler akan menerima weekly production planning dari production planning dan memesan material kepada supplier yang dilakukan secara harian dan mingguan. Material yang telah tiba di PT. X akan dibongkar di unloading area dan akan dibawa ke material staging area untuk disimpan. Material-material tersebut nantinya akan di supply ke setiap mesin oleh material supply. Bagian produksi bertugas mengawasi keseluruhan jalannya aktivitas produksi secara langsung. Proses produksi yang terdapat di PT. X, adalah maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer dan palletizing yang dilakukan secara manual. Berikut ini merupakan input dan output dari masing-masing proses produksi tersebut:
Input
TE, FI, TP (inner), LT (Inner), BI, L BI
Double bunch A
Over rolling
BL, LB
Double A
Dehumidifier
-
Double A
Perforating
Double A
Sortir
Tipping (outer), LT (outer) -
Packer
ET, LP, AL, IF
Pack
Boxer
TS, OS, SC
Box
Palletizing
R, ST, LB
Box
Over tipping
A Stick A Stick
Proses palletizing digunakan untuk mempermudah proses loading finished goods nantinya. Finished goods tersebut kemudian dipindahkan ke deep freeze chamber agar finished goods tersebut terhindar dari beetle. Finished goods yang di deep freeze selama kurang lebih 5 hari kemudian diletakkan ke finished goods staging area. Finished goods yang sudah siap dikirim akan dipindahkan ke loading area untuk dilakukan loading dengan menggunakan forklift. Pengiriman finished goods menggunakan dua macam jenis container, yaitu container biasa dan river container. River container digunakan jika finished goods tersebut belum dilakukan deep freeze tetapi sudah harus dijadwalkan dikirim. Loading untuk produk A tidak dikirim langsung bersama palletnya, karena untuk produk A ini akan di ekspor. Pada waktu loading terdapat beberapa helper yang akan membantu menata finished goods tersebut di container dan dilapisi dengan layer.
Tabel 3. Input dan output proses produksi Process
Maker
Output
129
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
Finished goods yang telah ditata kemudian akan disegel dan siap dikirim ke customer. Berikut ini adalah jumlah mesin yang digunakan untuk proses produksi produk A:
dimana waktu untuk pergantian BI tidak memakan waktu yang lama. Melalui sensor tersebut nantinya juga akan bisa menaikkan uptime dari mesin maker tersebut. Berikut ini adalah data waktu pergantian BI:
Tabel 4. Jumlah mesin di PT. X Proses Maker Over rolling Dehumidifier Perforating Over tipping Sortir Packer Boxer
Deskripsi Proses pembuatan double bunch A Proses pelapisan double bunch A dengan TE Proses pengeringan double A Proses pemberian lubang pada double A Proses pembelahan double A menjadi A dan pemasangan tiping paper outer Proses penyortiran A Proses pengemasan A ke dalam pack Proses Pengemasan pack A ke dalam box
Tabel 5. Data waktu pergantian BI
Jumlah Mesin 1 12
Not Continuous (sec)
Continuous (sec)
Waste Time (sec)
129
35,7
93,2
Satu shift dapat melakukan pergantian BI sebanyak 18 kali, maka jika hal ini terjadi selama satu shift terus menerus dapat menjadikan waste time dalam bentuk cigarette. Berikut adalah perhitungannya:
2 4 1
Tabel 6. Perhitungan waste cigarette Eq. Waste Time in Cigarette Sticks
3
= 27,9 menit * 2.000 st/menit – 1.439 sticks
3
= 55.971 sticks/shift
Pembuatan current state value stream mapping meliputi value added (VA) activity dan non value added (NVA) activity. Berikut ini adalah tabel perhitungan lead time pada product dan material timeline yang terdapat dalam current state value stream mapping: Lead time untuk menghasilkan finished goods adalah 1210776,1 detik atau sama dengan 336,3 jam.
Sensor BI tersebut diharapkan dapat menambah uptime mesin maker sebanyak 5,83 % dengan perhitungan sebagai berikut: Uptime = Sensor ini juga digunakan untuk memberikan peringatan kepada prodtech, agar prodtech dapat mengganti BI dengan segera. Motion waste yang kedua adalah motion waste pada pergantian code date. Pergantian code date yang dilakukan pada awal shift oleh prodtech membutuhkan waktu 334 detik untuk mengganti. Hal ini dikarenakan tempat code date yang sekarang sangat berantakan, semua angka dan huruf menjadi satu sehingga prodtech kesulitan dalam mencari code date. Usulan perbaikan untuk motion waste adalah dengan membuat tempat code date yang rapi, yang nantinya prodtech dapat dengan mudah mengganti code date tanpa terlalu lama mencari angka-angka atau huruf yang berantakan.
Identifikasi Waste dan Usulan Perbaikan Terdapat beberapa waste yang diidentifikasi pada proses produksi produk A, yaitu motion, over processing, defect, inventory, dan waiting yang akan dibahas pada subbab berikut: Motion Waste Motion waste terjadi akibat terdapat gerakangerakan yang tidak perlu, sehingga dapat menghambat proses produksi. Motion waste yang pertama yang ada di proses produksi A adalah motion waste pergantian BI. Prodtech sering lupa menghentikan mesin saat melakukan pergantian BI. Pergantian BI dilakukan dengan cara menghentikan mesin, kemudian menggabungkan BI yang lama dan yang baru dengan menggunakan isolasi. Kondisi yang ada di lapangan adalah prodtech lupa menghentikan mesin, sehingga waktu untuk melakukan pergantian BI lebih lama. Usulan perbaikan untuk hal ini adalah dengan memasang sensor BI pada mesin maker. Melalui sensor BI ini diharapkan dapat mengurangi motion waste,
Gambar 2. Usulan perbaikan tempat code date
Over Processing Waste Over processing waste diidentifikasi dengan melakukan pengamatan pada proses dehumidifier. 130
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
Proses dehumidifier merupakan proses dengan cycle time terlama sebesar 672,9 detik. Proses dehumidifier berfluktuatif tinggi dalam proses pengeringannya. Hal ini merupakan bukti bahwa proses dehumidifier yang berfluktuatif tinggi, dimana variasinya sekitar 14,8 jam. Faktor yang mempengaruhi lamanya proses dehumidifier adalah proses over rolling, dimana di proses over rolling double bunch A dilapisi kembali dengan TE atau BL. Hipotesa awal untuk BL adalah spray yang dilakukan pada inner core BL mempunyai MC yang lebih tinggi daripada MC di mid core dan outer core. Hal ini dikarenakan spray yang menyemprot di outer core diduga akan menembus sampai inner core, sehingga MC yang ada di inner core akan lebih tinggi dari outer core. Melalui hasil trial MC di atas, maka hipotesa awal yang mengatakan spray yang dilakukan pada inner core BL mempunyai MC yang lebih tinggi daripada MC di mid core dan outer core tidak benar. MC yang terdapat di inner core sebesar 47,55% sedangkan MC yang di mid core dan inner core adalah 46,54 % dan 46,31%. Variasi MC antara inner core, mid core dan outer core tidak besar, oleh karena itu dilakukan analisa lebih lanjut dengan root cause analysis. Berikut ini adalah root cause analysis:
Gambar 0. Fishbone loose end
Defect loose end pada mesin perforating disebabkan karena roller yang kotor, prodtech yang meratakan terlalu keras, dan getaran pada conveyor belt. Beberapa usulan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat metode cleaning pada mesin perforating, Mensosialisasikan kepada prodtech untuk meratakan double A dengan perlahan dan Memasang roller tambahan pada conveyor belt bagian bawah. T1 lebih besar daripada T2, sehingga conveyor belt bagian bawah lebih kendur dan dapat menghasilkan getaran. Roller tambahan pada bagian bawah nantinya akan berfungsi mengencangkan conveyor belt pada bagian bawah yang kendur, supaya tidak menghasilkan getaran yang besar.
Gambar 5. Usulan perbaikan roller tambahan
Gambar 3. Fishbone various dehum processing time
Usulan perbaikan untuk hal tersebut adalah dengan melakukan cleaning secara regular pada nozzle dan selang spray wrapper supaya terhindar dari macet dan adanya udara pada selang.
Waiting Waste Waiting waste yang terdapat di proses produksi A ada dua, yang pertama adalah waiting waste selang compressor pada mesin over rolling. Setiap shift wajib dilakukan cleaning pada mesin, hal ini untuk menghindari terjadinya reject. Mesin yang kotor dapat menyebabkan double bunch A yang di proses over rolling menjadi reject. Kondisi yang ada di lapangan adalah prodtech saling tunggu menunggu untuk melakukan cleaning karena hanya terdapat tiga selang compressor dari dua belas mesin. Usulan perbaikan yang dilakukan agar tidak terjadi waiting waste adalah dengan menambah selang compressor, masing-masing 1 selang untuk 2 mesin. Motion waste yang kedua adalah waiting waste untuk mencari mechanic atau electrician.
Defect Waste Defect terjadi karena terdapat produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh departemen QA. Produk yang tidak sesuai dengan standar akan mengalami reject dan diidentifikasi sebagai defect waste. Defect loose end dikarenakan oleh beberapa hal, berikut ini adalah root cause analysis untuk loose end:
131
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
Breakdown mesin yang prodtech tidak bisa memperbaiki maka prodtech akan memanggil mechanic atau electrician. Biasanya mechanic dan electrician sangat sulit untuk dicari, sehingga prodtech selalu lama menunggu untuk mencari mechanic atau electrician. Usulan perbaikan untuk hal tersebut adalah dengan menggunakan sistem paging, dimana dengan paging tersebut mechanic atau electrician dapat langsung menghampiri mesin yang breakdown.
Total Material = Perkiraan kebutuhan material/shift + safety stock (9)
Inventory Waste
Stock akhir ini kemudian dihitung lead timenya dan dirubah ke bentuk batang. Total lead time WIP material yang baru kemudian dibandingkan dengan total lead time WIP yang lama. Lead time WIP material yang lama dengan jumlah sekitar 171 jam dan lead time WIP material yang baru dengan jumlah sekitar 34 jam. Hal ini dapat menurunkan sekitar 80% dari lead time yang baru.
Total material adalah jumlah maksimum yang ada di material staging. Masing-masing material tersebut kemudian dilakukan pembulatan sesuai kemasan masing-masing material. Kebutuhan material di shift berikutnya (Q): Q = total mat- stock akhir periode sebelumnya
Inventory waste yang terdapat pada proses produksi A terdiri dari beberapa material, yaitu material L BI yang berada di DIM storage, BL L maupun R pada cold storage, inventory dekat mesin. Materialmaterial tersebut merupakan tiga material dengan lead time tertinggi. Inventory waste yang terdapat di dekat mesin diberikan satu kali setiap shift, apabila material yang diberikan terlalu banyak dapat membuat lead time inventory menjadi besar. Usulan perbaikan untuk inventory waste tersebut adalah dengan melakukan perhitungan untuk inventory di dekat mesin. Safety stock = standard deviasi x service level
(10)
(7)
Service level yang digunakan adalah 95%, yang kemudian dicari pada tabel z dan ditemukan nilai 1,65. Perhitungan kebutuhan material tiap shift didapatkan dari perhitungan berikut: Perkiraan kebutuhan material/shift = Mb x Ds x Uptime x T (8)
Gambar 6. Perbandingan lead time WIP material beside machine
Dimana: Mb = Kebutuhan material tiap batang Ds = Desain speed T = Waktu satu shift (480 menit)
Future State Value Stream Mapping Future state value stream mapping adalah kondisi ke depannya suatu proses setelah dilakukan perbaikan-perbaikan. Kondisi future state didapatkan melalui perhitungan-perhitungan yang telah diterima dan dapat di realisasikan. Berikut ini adalah future state value stream mapping:
Kebutuhan material tiap shift akan ditambah dengan safety stock material sehingga didapatkan jumlah material tiap shift yang baru. PPIC Production Scheduler
Weekly
Weekly
SCM
Shiftly
Material Scheduler
Monthly Sales and Marketing
Daily DIM Warehouse
Daily
Filter
sec 542
Cut Filler
Weekly Customer
Bobinized Leaf
Shiftly
Team Leader
585 sec
39 8 se c
Shift Manager
Weekly
Daily
Loading 1 Operator Unloading
C/T = 2.64 sec
C/T = 16.30 sec
75 .5
se c
Inventory Material Staging
38 sec
1 Operator
c 8 se .2 19
Lem Binder LT = 453703.8 sec Q = 16667000 stick
Terdapat 18 material di material staging dengan Lead Time Terbesar pada material Lem Binder
WIP material
35 sec
Inventory Maker
Lem Binder LT = 33428.4 sec Q = 2046651 stick Terdapat 6 material dengan Lead time terbesar di Lem Binder
13.78 sec
25 sec Waste Binder CGS Pergantian Binder
C/T = 35.7 sec
C/T = 272.22 sec Uptime = 61.01 %
Various Dehum Processing Time
Waiting time cleaning
1 Maker
20.14 sec
1 Operator + 2 Helper
Double Bunch in Tray LT = 12,870.61 sec Q = 263,333 stick QA QA Check Visual, Circumference and Weight
Lem Bobinized Leaf LT = 5418.4 sec Q = 184772 stick
9 Over Rolling 1 Operator + 1 Helper C/T = 488.75 sec Uptime = 48.71 %
75.67 sec
1 Dehumidifier
Double Bunch in Tray C/T = 672.9 sec LT = 81,400 sec Q = 1209600 stick
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Lem Bobinized leaf
22.12 sec
Inventory Over Tipping 25.71 sec
2 Operator + 1 Helper
Double Bunch in Tray C/T = 324.3 sec LT = 4,349.23 sec Uptime = 66.21 % Q = 120960 stick QA
c se .87 40
Motion Waste Code Date
Loose End 3 Perforation
66.71 sec
1 Helper
Double Bunch in Tray LT = 7,176.07 sec Q = 241920 stick
Check OV
1 Over Tipping 1 Operator + 2 Helper
Lem Tipping (outer) LT = 5528.8 sec Q = 310646 stick
C/T = 296.63 sec Uptime = 50.6 %
10.28 sec
Cigarette in Tray LT = 4,587.18 sec Q = 420000 stick
Sortir 1 Team Leader + 6 Helper C/T = 218.437 sec
Inventory19 Packer sec Cigarette in Tray LT = 3,064.28 sec Q = 168000 stick
Inner Frame LT = 764.4 sec Q = 42947.5 stick
C/T = 120 sec
Inventory Boxer
1 Packer
6.42 sec
1 Operator +3 Helper C/T = 182.39 sec Uptime = 64.24 %
Pack in tray LT = 0.25 sec Q = 237 stick
TTR Sloff LT = 57918.9 sec Q = 6135999 stick
Inventory Palletizing
1 Boxer
5 sec
1 Operator + 1 Helper C/T = 157.32 sec Uptime = 64.24 %
Palletizing Manual 1 Helper
Sloff in Box Ribbon LT = 0.53 sec LT = 17707.3 sec Q = 67433 stick Q = 22106515 stick
35.62
FG Staging Area LT = 13009.24 sec Q = 7582000 stick
sec Deep Freeze Chamber 3 / 4 LT = 11550.8 sec Q = 6732000 stick
C/T = 13.35 sec
QA
QA
Terdapat 2 material dengan Lead time terbesar di Lem Tipping (outer)
Code Date Changeover
Terdapat 4 material dengan Lead time terbesar di Inner Frame
Check Visual
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Ribbon
Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di TTR Sloff
Check Visual and Weight
QA QA QA
Inventory Over rolling Check Visual
Check Visual
Core product and material flow
272.22 sec 2.64 sec
38 sec
320617.3 sec
33428.4 sec
35.7 sec
488.75 sec 12,870.61 sec
5418.4 sec
12,870.61 sec
20.14 sec
272.22 sec Core Product flow
Material Flow
35.7 sec
2.64 sec
38 sec
320617.3 sec
19.28 sec
35.7 sec
672.9 sec 81,400 sec
488.75 sec
20.14 sec 5418.4 sec
324.3 sec 4,349.23 sec
672.9 sec
296.63 sec 7,176.07 sec
182.39 sec 3,064.28 sec
LT = 764.4 sec
120 sec
4,587.18 sec 10.28 sec
4,587.18 sec
3,064.28 sec
19 sec
120 sec
10.28 sec
19 sec
LT = 5528.8 sec
324.3 sec
296.63 sec
81,400 sec 75.67 sec
4,349.23 66.71 sec sec
7,176.07 25.71 sec sec
75.67 sec
66.71 sec
25.71 sec
218.437 sec 218.437 sec
LT = 5528.8 sec
Gambar 4.1 Current State Value Stream Mapping
132
157.32 sec 0.25 sec
57918.9 sec
0.25 sec
6.42 sec
6.42 sec
57918.9 sec
182.39 sec
LT = 764.4 sec
120 sec
13.35 sec 0.53 sec
35.62 sec 11550.8 sec
17707.3 sec
157.32 sec
40.87 sec 13009.24 sec
75.5 sec
16.30 sec
75.5 sec
16.30 sec
13.35 sec 0.53 sec
5 sec
5 sec
17707.3 sec
35.62 sec
11550.8 sec
40.87 sec
13009.24 sec
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
Gambar 7. Future state value stream mapping
Perhitungan future state value stream mapping dihitung dengan mengurangi nilai non value added. Nilai non value added terbesar terdapat pada inventory, sehingga lead time pada inventory harus diturunkan. Inventory terbesar terdapat pada DIM storage, akan tetapi terdapat kebijakan-kebijakan dari perusahaan yang tidak dapat diubah sehingga nilai inventory pada DIM storage tidak bisa dirubah. Lead time inventory yang bisa dirubah terdapat pada inventory di dekat mesin. lead time untuk menghasilkan finished goods adalah 715732,9 detik atau sama dengan 198,8 jam. Perhitungan waktu tersebut adalah waktu yang dibutukan untuk memproduksi sepuluh ribu batang rokok. Perhitungan lead time tersebut merupakan perhitungan lead time yang baru untuk keadaan ke depannya setelah dilakukan perbaikan-perbaikan. Lead time pada kondisi future tersebut berbeda dengan lead time pada kondisi current, dimana lead time pada kondisi current adalah 336,3 jam dan lead time kondisi future adalah 198,8 jam. Berikut adalah grafik perbandingan lead time kondisi current dengan kondisi future:
lama dapat turun sekitar 80% dari lead time yang baru. Perancangan future state value stream mapping dilakukan berdasarkan usulan pengurangan waste dari current state value stream mapping. Penurunan lead time current state value stream mapping yang semula 336,2 jam menjadi 199,2 jam. Hal ini menurunkan lead time sebesar 41% dari current state value stream mapping. Daftar Pustaka 1. Liker, Jeffrey K. (2006). The toyota way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia. Jakarta: Erlangga 2. Liker, Jeffey K. and Meier, David. (2007). The Toyota Way Fieldbook: A Practical Guide for Implementing Toyota’s 4Ps. Jakarta:Erlangga
Gambar 9. Perbandingan Total Lead Time Current dan Future
Simpulan Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan pada PT. X untuk produk A, dilakukan perancangan current state value stream mapping. Terdapat lima jenis waste yaitu motion waste, over processing waste, inventory waste, waiting waste, dan defect waste. Waste terbesar yang ditemukan pada keseluruhan proses adalah inventory. Usulan perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan inventory berdasarkan uptime dan minimum stock pada proses produksi A. Lead time WIP material yang 133
Yulianto & Octavia / Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X / Jurnal Titra, Vol. 1, No. 2, Juli 2013, pp. 127–134
134