VALUE Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan Volume I/No. 01/Juni/ 2012
Diterbitkan oleh:
Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
ii
VALUE
©
Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan
Terbit 2 edisi per tahun (Juni dan Desember)
ISSN: 2303-0070
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau keseluruhan dalam berbagai bentuk medium baik cetakan, elektronik, atau pun mekanik tanpa izin tertulis dari penerbit.
iii
akronim dari eVALUasi dan asEsmen, merupakan Jurnal di bidang Ilmiah Evaluasi dan Asesmen/Penilaian Pendidikan yang dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan (PUSPENDIK), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk menerbitkan hasil karya penelitian (original research), karya pengembangan, tinjauan kembali (review), dan ulasan topik khusus dalam bidang Evaluasi dan Asesmen/Penilaian Pendidikan. Kesempatan menulis terbuka untuk umum meliputi para peneliti dan perekayasa lembaga riset, pengajar perguruan tinggi maupun pekarya-tesis sarjana semua strata. Karya tulis harus ditulis sesuai pedoman penulisan yang tercantum dalam setiap edisi.
VALUE,
Dewan Pengurus Penangung Jawab Dewan Redaksi
Mitra Bestari Pemimpin Redaksi Tata Usaha Sekretaris Redaksi
: Hari Setiadi, Ph.D. : Dr. Mahdiansyah, MA, Drs. Giri Sarana Hamiseno, Dra. Arniati, M.Psi, Drs. Safari, MA, APU, Drs. Witjaksono, MA, Drs. Rogers Pakpahan, M.Si Dra. A. Hendriastuti,MA, Dra. Rahmah Zulaiha, MA. : Dr. Burhanuddin Tola, Jahja Umar, Ph.D, Bastari, Ph.D. : Bagus Hary Prakoso, SE, MA : Susi Mahyudin, M.Pd, Sidik Pranyoto, S.Kom : Drs. Didi Pujohadi, Wuri Rohayati, S.S.
Alamat Redaksi Pusat Penilaian Pendidikan (PUSPENDIK), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD), Jl. Gunung Sahari Raya no. 4, Jakarta Pusat, 10710 Tel. 62.21.3847537, 3847637, Fax. 3849451, Email:
[email protected]
iv
Pedoman Penulisan Artikel
1.
Redaksi menerima naskah berupa hasil penelitian, opini, wawasan, pandangan, kajian pustaka, berita, dan resensi buku dari peneliti, praktisi dan pemerhati di bidang penilaian pendidikan.
2.
Naskah dalam bentuk hard copy di kirim ke redaksi dan naskah soft copy dikirim melalui e-mail:
[email protected] dan disertai dengan biodata lengkap penulis.
3.
Ketentuan penulisan secara umum. a. Naskah ditulis dalam bentuk esai dan belum pernah diterbitkan di media lain. b. Naskah diketik dengan memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan ejaan, yang dimuat dalam pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). c. Naskah diketik dengan format MS-Word, Font Calibriukuran 10, spasi 1 jumlah halaman minimum 7 dan maksimum 20, ukuran kertas A4.
4.
Artikel hasil penelitian memuat judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta persentasi jumlah halaman sebagai berikut : a. Penulis harus mencantumkan nama, instansi, dan email di bawah judul artikel. b. Artikel dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris harus menuliskan abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. c. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian (10%). d. Kajian Literatur mencakup kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan (15%). e. Metode Penelitian yang berisi rancangan/model, sampel dan data, tempat dan waktu, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data (10%). f. Hasil dan Bahasan (50%). g. Simpulan dan Saran (15%) h. Daftar Pustaka. (Sistematika/struktur ini hanya sebagai pedoman umum, penulis dapat mengembangkannya sendiri asalkan sepadan dengan pedoman ini). Artikel pemikiran dan atau reviu teori memuat judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta persentasinya dari jumlah halaman sebagai berikut : v
a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penulisan (10%). b. Kajian Literatur mencakup kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan (75%). c. Simpulan dan saran (20%) d. Daftar Pustaka (Sistematika/struktur ini hanya sebagai pedoman umum, penulis dapat mengembangkannya sendiri asalkan sepadan dengan pedoman ini). Artikel resensi buku selain menginformasikan bagian-bagian penting dan buku yang diresensi juga menunjukkan bahasan secara mendalam kelebihan dan kelemahan buku tersebut serta membandingkan teori/konsep yang ada dalam buku tersebut dengan teori/konsep dari sumbersumber lain. 5.
Pustaka Acuan disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis. Bruner.J 1960, The process of education. New York. Vintage. Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Saran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi. Forum Penelitian, I (1) 33 - 47
vi
DAFTAR ISI VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan Volume I/No. 01/Juni/ 2012 Halaman
Dewan Pengurus dan Alamat Redaksi .......................................................................................................................
iv
Pedoman Penulisan Artikel .........…………………………………………………………………………………………..………………..…………….
v
Daftar Isi ..………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….….
vii
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011……………………………..……………………………................
1
Safari Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK dalam UN tahun 2011 ..........................................
16
Fahmi Studi Internasional Keterbacaan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010 ...............................
27
Benny Widaryanto dan Erika Kemampuan Siswa SMP dan MTs dalam Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif dalam Paragraf Berdasarkan Hasil UN 2010/2011……………………………………………………………………………………………………………….……...........................................
39
Safari Kualitas Tes Buatan Guru pada Mata Pelajaran Matematika di SD NEGERI Kota Kendari …………..…….…....................
49
Zamsir Logika dan Landasan Hukum UN Materi Keagamaan pada MA ……………………………………………………………….….............
66
Kholid Fathoni Penerapan Strategi Neighborhood Walk untuk meningkatkan keterampilan Menulis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMPN 2 Sigli.................................................................................................................................................................
73
Teuku Husni vii
viii
NILAI UN DAN NILAI SEKOLAH SMP DKI JAKARTA DALAM UN 2010/2011 Safari Peneliti Utama di Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud E-mail:
[email protected] ABSTRACT
The aim of this research is to know the difference between National Final Examination (NFE) and School Final Examination (SFE) grade in governmental and private junior high school in DKI Jakarta based on the result of 2010/ 2011 National Final Examination. A variant analysis is done towards the data of 2011 National Final th Examination participants, 12 grade students of 1.016 school (116.726 students) in five district of DKI Jakarta. The results of the analysis are first, the result of the examination in DKI Jakarta shows that the SFE grade is higher than the NFE grade. The averages of SFE and NFE grade for NFE subjects are as follows: (1) the SFE grade of Indonesian Language subject is 7,82 and the NFE grade is 6,95; (2) The SFE grade of English is 7,63 and the NFE grade is 7,02; (3) The SFE grade of Mathematics is 7,53 and the NFE grade is 6,49; and (4) the SFE grade of natural sciences is 7,61 and the NFE grade is 6,90. Second, the result of the examination in private school and governmental school shows that the SFE grade is higher than the NFE grade. The averages of SFE and NFE grade for NFE subjects are as follows: (1The SFE grade of Indonesian Language subject is 7,82 and the NFE grade is 6,95; (2) The SFE grade of English is 7,63 and the NFE grade is 7,02; (3) The SFE grade of Mathematics is 7,53 and the NFE grade is 6,49; and (4) The SFE grades of natural sciences is 7,61 and the NFE grade is 6,90. Third, there are significant differences between NFE and SFE grade in governmental and private junior high school. The differences are as follows: (1) Pvalue for the NFE grade of Indonesian subject is 0,005; (2) P-Value for the SFE grade of English subject is 0,002; (3) P-value for SFE grade of Mathematics is 0,008, and (4) P-value for SFE grade of Natural Sciences is 0,019. Meanwhile, the results also show that there are insignificant differences between NFE and SFE grade in governmental and private junior high school. They are: (1) P-value for SFE grade of Indonesian subject is 0,564; (2) P-value for NFE grade of English is 0,628; (3) P-value for NFE grade of Mathematics is 0,512; and (4) P-value for NFE grade of Natural Sciences is 0,976. Keywords: National Final Examination Grade, School Final Examination Grade, Junior High School.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
1
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) di SMPN dan SMPS di DKI Jakarta berdasarkan hasil UN 2010/2011. Berdasarkan hasil analisis varian dari data siswa kelas 12 peserta UN 2011 yang berasal dari 1016 sekolah (116726 siswa) di lima wilayah DKI Jakarta, maka diperoleh hasil penelitian seperti berikut ini. Pertama, nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di wilayah DKI Jakarta adalah seperti berikut ini. Nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional pada mata pelajaran yang di-UN-kan. Nilai total rata-rata untuk mata pelajaran: Bahasa Indonesia NS= 7,82 UN=6,95; Bahasa Inggris NS= 7,63 UN= 7,02; Matematika NS= 7,53 UN= 6,49; IPA NS= 7,61 UN= 6,90. Kedua, nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di SMPN dan SMPS adalah seperti berikut. Nilai sekolah baik di SMPN maupun di SMPS selalu lebih tinggi daripada nilai UN. Nilai total rata-rata untuk mata pelajaran: Bahasa Indonesia NS= 7,82 UN= 6,95; Bahasa Inggris NS= 7,63 UN= 7,02; Matematika NS= 7,53 UN= 6,49; IPA NS= 7,61 UN= 6,90.Ketiga, perbedaan nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di SMPN dan SMPS adalah seperti berikut. Nilai mata pelajaran yang terdapat perbedaan secara signifikan adalah: (1) nilai UN Bahasa Indonesia, Pvalue= 0,005, (2) NS Bahasa Inggris, P-value= 0,002, (3) NS Matematika, P-value= 0,008, dan (4) NS IPA, P-value= 0,019. Adapun nilai mata pelajaran yang tidak terdapat perbedaan adalah: (1) NS Bahasa Indonesia, P-value= 0,564, (2) UN Bahasa Inggris, P-value= 0,628, (3) UN Matematika, P-value= 0,512, dan (4) UN IPA, P-value= 0,976. Kata kunci: nilai UN, nilai sekolah, dan SMP
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
2
Safari
PENDAHULUAN Latar Belakang Ada kecenderungan nilai sekolah (NS) yang diberikan guru kepada siswa SMP adalah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional (UN). Hal ini wajar karena ujian sekolah, soal-soalnya disusun berdasarkan kisi-kisi lingkup sekolah yaitu disusun oleh guru di sekolah yang bersangkutan, sedangkan ujian nasional, soal-soalnya disusun berdasarkan kisi-kisi lingkup nasional yaitu oleh Kemdiknas Pusat berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL).Walaupun terdapat perbedaan kisi-kisinya, tetapi materi, kompetensi dasar (KD), dan standar kompetensinya (SK) adalah sama. Karena SKL disusun berdasarkan SK, KD, dan materi dalam silabus yang diajarkan guru kepada siswa di sekolah. Untuk UN, kisi-kinya sudah standar nasional, tetapi untuk ujian sekolah ini adalah otonomi sekolah. Bisa terjadi antarsekolah di kecamatan, kabupaten, provinsi, kisi-kisi soal ujian sekolah tidak standar. Apabila kisi-kisinya tidak standar, tingkat urgensitas materi yang ditanyakannya pun tidak standar. Jadi ada peluang memberikan nilai tinggi di tingkat sekolah bisa terjadi. Berdasarkan informasi ini, penulis ingin melihat seberapa jauh para guru telah memaksimalkan kemampuan siswa terhadap materi/kompetensi yang UKRK khususnya pada mata pelajaran yang di-UN-kan di SMP, yaitu mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA. UKRK adalah materi/kemampuan yang: Urgensi (wajib dikuasai siswa), Kontinuitas
(merupakan kemampuan/materi lanjutan), Relevansi (manfaatnya terhadap mata pelajaran lain tinggi), Keterpakaian (keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi). Seharusnya “setiap siswa belajar berkemampuan maksimal/tinggi terhadap materi yang diajarkan guru”. Ini sering disebut dengan “belajar tuntas.” Bila ada siswa yang berkemampuan menengah dan rendah, maka ini menjadi kewajiban guru untuk memaksimalkannya atau menuntaskannya. Penulis yakin, bila belajar tuntas dilaksanakan guru di sekolah, Insya-Allah, para guru malu meluluskan anak didiknya dengan kriteria kurang dari 50,01 melainkan 100,00. Karena nilai 50,1 menunjukkan belum tuntas materi yang dikuasainya. Sekarang pertanyaannya adalah Apakah nilai sekolah (NS) siswa SMP DKI Jakarta untuk mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matamatika, IPA lebih tinggi daripada nilai ujian nasional (UN)? Apakah siswa SMP di DKI Jakarta peserta ujian 2010/2011 yang lalu sudah memenuhi syarat ketuntasan belajarnya untuk semua materi pelajaran khususnya mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA. Bila jawabannya ya atau sudah, siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan UN karena peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Bila jawabannya belum, siswa pasti akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan UN karena peluang menjawab benar soal tergantung pada tingkat kemampuan siswanya. Bagaimana tingkat ketuntasan belajar siswa di setiap wilayah di DKI Jakarta? Apakah mereka sama-sama tuntas atau sebaliknya? Sesuai dengan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
3
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
lingkup penelitian ini, (1) Apakah terdapat perbedaan nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) di SMPN dan SMPS di DKI Jakarta berdasarkan hasil UN 2010/2011? (2) Apakah di SMPN dan SMPS DKI Jakarta untuk kelima mata pelajaran yang diujikan, nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional? (3) Apakah untuk kelima mata pelajaran yang diujian di wilayah DKI Jakarta, nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional? Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, permasalahan yang muncul adalah(1) Apakah terdapat perbedaan nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) di SMPN dan SMPS di DKI Jakarta berdasarkan hasil UN 2010/2011? (2) Apakah di SMPN dan SMPS DKI Jakarta untuk kelima mata pelajaran yang diujikan, nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional? (3) Apakah untuk kelima mata pelajaran yang diujian di wilayah DKI Jakarta, nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) terdapat perbedaan nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) di SMPN dan SMPS di DKI Jakarta berdasarkan hasil UN 2010/2011. (2) di SMPN dan SMPS DKI Jakarta untuk kelima mata pelajaran yang diujikan, nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional. (3) untuk kelima mata pelajaran yang diujian di wilayah DKI Jakarta, nilai sekolah lebih tinggi dari pada nilai ujian nasional.
Hipotesis Penelitian Hipotesis kerja/alternatif/satu penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) di SMPN dan SMPS di DKI Jakarta berdasarkan hasil UN 2010/2011. KAJIAN LITERATUR Perbedaan nilai sekolah dengan nilai ujian nasional tergantung pada tingkat kesukaran soal dalam masing-masing tesnya. Tingkat kesukaran soal dalam ujian sekolah bisa dikatakan lebih mudah bila dibandingkan dengan tingkat kesukaran soal dalam ujian nasional. Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal-soal dalam ujian nasional dilakukan uji coba pada sampel yang tepat terlebih dahulu, tetapi uji coba soal-soal untuk ujian sekolah masih dalam pertanyaan? Tingkat kesukaran butir sangat penting dalam perangkat tes. Karena tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar soal dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar soal. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
4
Safari
rata-rata yang diperoleh warga belajar/siswa pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal objektif. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko, 1996: 310). Tingkat kesukaran= (jumlah siswa yang menjawab benar butir soal) : (jumlah siswa yang mengikuti tes). Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah. Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Sebagai pedoman umum, klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini. 0,00 - 0,30soal tergolong sukar 0,31 - 0,70soal tergolong sedang 0,71 - 1,00soal tergolong mudah Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif skewed, sedangkan tes yang mudah (berisi soal dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk negatif skewed. Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310313).Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai
pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal. Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut koefisien alfa dan KR-20, semakin tinggi korelasi antarsoal, semakin tinggi reliabilitas (Nunnally, 1978: 270-271). Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan siswa dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah adalah seperti berikut. (1) Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi. (2) Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
5
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. (1) Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban. (2) Butir soal itu mempunyai2 atau lebih jawaban yang benar. (3) Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya,sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai. (4) Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan mempergunakan bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda). (5) Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang. Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel (Haladyna, 1994: 145). Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit (TK = < 0,40). Oleh karena itu memang merupakan kelebihan analisis secara IRT, karena IRT dapat mengestimasi tingkat kesukaran soal tanpa menentukan siapa peserta tesnya (invariance). Dalam IRT, komposisi sampel dapat mengestimasi parameter dan tingkat kesukaran soal tanpa bias. Di samping tingkat kesukaran soal, pelaksanaan ujian sekolah danUN pada keempat mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA) di SMP perlu dievaluasi. Apakah metode yang
dipergunakan sudah tepat termasuk pelaksanaannya di semua provinsi di Indonesia? Metode di sini sangat penting, karena metode itu sendiri merupakan prosedur atau operasi untuk mencapai tujuan (Matakupan, 1992: 14). Semakin baik dan tepatnya metode, makin efektif pencapaian tujuan dan untuk menetapkan lebih dahulu apakah suatu metode dapat disebut baik diperlukan paatokan yang bersumber dari beberapa faktor, faktor utama yang menentukan adalah tujuan akan dicapai, (Surakhmad, 1984: 95). Pekerjaan rumah (PR) kepala sekolah mulai saat ini bertambah, yang semula hanya memikirkan pelaksanaan keempat mata pelajaran yang di-UNkan. Mulai tahun 2012, kepala sekolah harus memikirkan sinkronisasi keempatmata pelajaran yang diujikan di sekolah dan yang di-UN-kan. Kalau tidak manajemen sekolah hanya terfokus pada mengejar target semua siswa di sekolah harus lulus UN. Dampaknya nilai sekolah selalu lebih tinggi daripada nilai UN. Di samping itu, guru menekankan siswa untuk latihan soal-soal UN sebelumnya dan melupakan fungsi mengajar yang sebenarnya di sekolah. Sesungguhnya mengajar adalah (1) menanamkan pengetahuan pada anak agar anak menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya yang diajarkan oleh guru, (2) menyampaikan pengetahuan pada anak agar anak mengenal kebudayaan bangsanya dan dunia pada umumnya, (3) aktivitas mengorganisasi (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannyadengan anak sehingga terjadi proses belajar, (Imansjah, 1984: 46). Di samping itu, dalam proses belajarmengajar di kelas hanya terjadi komunikasi satu
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
6
Safari
arah. “Pokoknya” hanya latihan dan latihan soal. Hal ini sudah menyimpang dari prinsip komunikasi dalam proses belajar-mengajar di kelas. Sesungguhnya komunikasi adalah proses penyamaan pikiran-pikiran yang berbeda di dalam otak berupa (gagasan, pesan, harapan) komunikator dengan pikiran yang berada di dalam otak komunikan, (Widjaja, 1993: 164-165). Oleh karena itu, sudah saatnya “setiap siswa belajar berkemampuan maksimal/tinggi terhadap materi yang diajarkan guru”. Bila ada siswa yang berkemampuan menengah dan rendah, maka ini menjadi kewajiban guru untuk memaksimalkannya atau menuntaskannya. Apabila belajar tuntas dilaksanakan guru di sekolah, Insya-Allah, para guru malu meluluskan anak didiknya dengan kriteria kurang dari 50,01 melainkan 100,00. Karena nilai 50,1 menunjukkan belum tuntas materi yang dikuasainya.
METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah semua siswa SMP Negeri dan Swasta di DKI Jakarta yang mengikuti ujian nasional (UN) 2011. Sampel penelitian adalah siswa kelas 12 peserta UN 2011 yang berasal dari 1016 sekolah (116726 siswa) di lima wilayah DKI Jakarta.Alasan penetapan sampel ini adalah adanya kelengkapan dan keakuratan data yang sudah siap diolah di lima wilayah, kecuali wilayah Pulau Seribu. Data selengkapnya dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Jumlah sekolah dansiswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Jumlah SMP No.
DKI
1.
Jumlah Peserta UN
Negeri
Swasta
Total
Negeri
Swasta
Total
Jakpus
36
84
120
7497
5380
12877
2.
Jakut
37
142
179
8707
8355
17062
3.
Jakbar
50
215
265
11960
12146
24106
4.
Jaksel
66
134
200
16532
11058
27595
5.
Jaktim
95
157
252
24545
10541
35086
284
732
1016
69241
47480
116726
Jumlah
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berbentuk skor nilai sekolah dan skor hasil UN SMP, negeri dan swasta, tahun pelajaran 2011 di lima wilayah DKI Jakarta untuk 4 mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA. Penentuan mata pelajaran ini didasarkan bahwa keempat mata pelajaran itu diujikan dalam UN tahun 2011. Skor yang dimaksud adalah skor yang diperoleh siswa pada keempat mata pelajaran baik nilai sekolah maupun nilai UN. Metode analisis yang dipergunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan mempergunakan statistik Anova. Data dianalisis dengan mempergunakan program SPSS 19.00 for Window.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
7
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Ujian Nasional (UN) dan Nilai Sekolah (NS) di Setiap Wilayah DKI a. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia di lima wilayah DKI dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut. Untuk kelima wilayah di DKI yaitu wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, NS selalu lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnya US= 7,82 UN=6,95.
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, NS selalu lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnya US= 7,63 UN=7,02. Tabel 3. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan Nilai Sekolah Mata Pelajaran Bahasa Inggrisdi Lima Wilayah DKI Jakarta Mean
Tabel 2. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan Nilai Sekolah Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Lima Wilayah DKI Jakarta Mean No.
DKI
1. 2.
No.
DKI
1.
Std Deviasi
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
Jakpus
6,88
7,61
0,23
0,18
2.
Jakut
6,69
7,59
0,85
0,17
3.
Jakbar
6,95
7,64
0,55
0,23
4.
Jaksel
7,61
7,62
0,61
0,00
5.
Jaktim
6,95
7,68
0,40
0,15
Total
7,02
7,63
0,54
0,13
Std Deviasi
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
Jakpus
6,86
7,78
0,29
0,07
Jakut
6,78
7,79
0,16
0,03
3.
Jakbar
7,05
7,85
0,13
0,01
4.
Jaksel
7,09
7,81
0,69
0,05
5.
Jaktim
6,98
7,89
0,62
0,07
Jakpus
6,95
7,82
0,35
0,06
c. Mata Pelajaran Matematika Nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Matematika dilima wilayah DKI dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut. Untuk kelima wilayah di DKI yaitu wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, NS selalu lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnya US= 7,53 UN=6,49.
b. Mata Pelajaran Bahasa Inggris Nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Bahasa Inggris di lima wilayah DKI dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut. Untuk kelima wilayah di DKI yaitu wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara,
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
8
Safari
Tabel 4. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan Nilai Sekolah Mata Pelajaran Matematika di Lima Wilayah DKI Jakarta Mean No.
DKI
1.
Std Deviasi
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
Jakpus
6,41
7,50
0,35
0,16
2.
Jakut
6,18
7,53
0,98
0,12
3.
Jakbar
6,23
7,57
0,62
0,19
4.
Jaksel
7,23
7,59
0,69
0,02
5.
Jaktim
6,41
7,59
0,27
0,13
Total
6,49
7,53
0,62
0,11
d. Mata Pelajaran IPA Nilai UN dan NS untuk mata pelajaran IPA di lima wilayah DKI dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut. Untuk kelima wilayah di DKI yaitu wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, NS selalu lebih besar daripada UN yang nilai ratarata totalnya US= 7,61 UN=6,90. Tabel 5. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan Nilai Sekolah Mata Pelajaran IPAdi Lima Wilayah DKI Jakarta Mean No.
DKI
1. 2.
Std Deviasi
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
Jakpus
6,55
7,57
0,10
0,11
Jakut
6,55
7,60
0,47
0,11
3.
Jakbar
7,01
7,62
0,49
0,14
4.
Jaksel
7,37
7,59
0,59
0,02
5.
Jaktim
7,00
7,69
0,45
0,08
Total
6,90
7,61
0,47
0,09
Nilai Ujian Nasional (UN) dan Nilai Sekolah (NS) di SMPN dan SMPS DKI a. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP negeri dan swasta DKI dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut. Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia baik di SMP negeri maupun swasta NS lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnyaNS=7,82 UN=6,95. Tabel 6. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan NS Mata Pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Mean
Mata Pelajaran
Std Deviasi
No.
Bahasa Indonesia
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
1.
SMPN
7,21
7,81
0,27
0,05
2.
SMPS
6,69
7,83
0,16
0,07
Total
6,95
7,82
0,35
0,06
b. Mata Pelajaran Bahasa Inggris Nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) untuk mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP negeri dan swasta DKI dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut. Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris baik di SMP negeri maupun swasta NS lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnyaNS=7,63 UN=7,02.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
9
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
Tabel 7. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan NS Mata Pelajaran Bahasa Inggris siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta No.
Mean
Mata Pelajaran
Std Deviasi
Bahasa Inggris
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
1.
SMPN
6,93
7,52
0,74
0,07
2.
SMPS
7,10
7,73
0,27
0,07
Total
7,02
7,63
0,54
0,13
Untuk mata pelajaran IPA baik di SMP negeri maupun swasta NS lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnyaNS=7,61 UN=6,90. Tabel 9. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan NS Mata Pelajaran IPA siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta No.
c. Mata Pelajaran Matematika Nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) untuk mata pelajaran Matematika di SMP negeri dan swasta DKI dapat dilihat dalam Tabel 8 berikut. Untuk mata pelajaran Matematika baik di SMP negeri maupun swasta NS lebih besar daripada UN yang nilai rata-rata totalnyaNS=7,53 UN=6,49. Tabel 8. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai UN dan NS Mata Pelajaran Matematika siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Mean
Mata Pelajaran
Mata Pelajaran
Mean
Std Deviasi
IPA
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
1.
SMPN
6,89
7,55
0,64
0,06
2.
SMPS
6,90
7,67
0,29
0,07
Total
6,90
7,61
0,47
0,09
Perbedaan Nilai Ujian Nasional (UN) dan Nilai Sekolah (NS) di SMPN dan SMPS DKI a. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Hasil anova pada perbedaan nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia pada SMPN dan SMPS dapat dilihat pada Tabel 10.
Std Deviasi
No.
Matematika
Nilai UN
Nilai Sekolah
Nilai UN
Nilai Sekolah
1.
SMPN
6,35
7,45
0,87
0,05
2.
SMPS
6,62
7,61
0,24
0,09
Total
6,49
7,53
0,62
0,11
d. Mata Pelajaran IPA Nilai ujian nasional (UN) dan nilai sekolah (NS) untuk mata pelajaran IPA di SMP negeri dan swasta DKI dapat dilihat dalam Tabel 9 berikut. VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
10
Safari
Tabel 10. Hasil Anova pada Perbedaan Nilai UN dan NS untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta
NILAI_BIN_U N
NILAI_BIN_US
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
,713
1
,713
14,275
,005
Within Groups
,400
8
,050
Total
1,112
9
Between Groups
,001
1
,001
Within Groups
,027
8
,003
Total
,028
9
,363
,564
Nilai uji F faktor nilai UN mata pelajaran Bahasa Indonesia pada Tabel 4 adalah 14,28 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta Pvalue= 0,005. Karena P-value lebih kecil daripada α 0,05, maka H0 ditolak dan diterima H1. Artinya terdapat perbedaan pada nilai UN di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah terdapat perbedaan nilai UN bila ditinjau dari status sekolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini. Nilai uji F faktor nilai NS mata pelajaran Bahasa Indonesia pada Tabel 4 adalah 0,36 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta Pvalue= 0,564. Karena P-value lebih besar daripada α 0,05, maka H1 ditolak dan diterima Ho. Artinya tidak terdapat perbedaan pada nilai NS di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah tidak terdapat
perbedaan hasil NS bila ditinjau dari status skolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini. b. Mata Pelajaran Bahasa Inggris Hasil anova pada perbedaan nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Bahasa Inggris pada SMPN dan SMPS dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Anova pada Perbedaan Nilai UN dan NS untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Sum of Squares NILAI_BING _UN
NILAI_BING _US
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
Between Groups
df
Mean Square
,079
1
,079
Within Groups
2,501
8
,313
Total
2,581
9
Between Groups
,106
1
,106
Within Groups
,038
8
,005
Total
,144
9
F
Sig.
,253
,628
22,264
,002
Nilai uji F faktor nilai UN mata pelajaran Bahasa Inggris pada Tabel 11 adalah 0,253 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta Pvalue= 0,628. Karena P-value lebih besar daripada α 0,05, maka H0 diterima dan ditolak H1. Artinya tidak terdapat perbedaan pada nilai UN di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah tidak terdapat perbedaan nilai UN bila ditinjau dari status sekolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini.
11
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
Nilai uji F faktor nilai NS mata pelajaran Bahasa Inggris pada Tabel 11 adalah 22,264 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta Pvalue= 0,002. Karena P-value lebih kecil daripada α 0,05, maka H1 diterima dan ditolak Ho. Artinya terdapat perbedaan pada nilai NS di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah terdapat perbedaan hasil NS bila ditinjau dari status skolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini.
value= 0,512. Karena P-value lebih besar daripada α 0,05, maka H0 diterima dan ditolak H1. Artinya tidak terdapat perbedaan pada nilai UN di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah tidak terdapat perbedaan nilai UN bila ditinjau dari status sekolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini. Nilai uji F faktor nilai NS mata pelajaran Matematika pada Tabel 12 adalah 12,53 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta Pvalue= 0,008. Karena P-value lebih kevcil daripada α 0,05, maka H1 diterima dan ditolak Ho. Artinya terdapat perbedaan pada nilai NS di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah terdapat perbedaan hasil NS bila ditinjau dari status skolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini.
c. Mata Pelajaran Matematika Hasil anova pada perbedaan nilai UN dan NS untuk mata pelajaran Matematikapada SMPN dan SMPS dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Anova pada Perbedaan Nilai UN dan NS untuk Mata Pelajaran Matematika siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Sum of Squares NILAI_MA T_UN
NILAI_MA T_US
Between Groups
df
Mean Square
,193
1
,193
Within Groups
3,285
8
,411
Total
3,478
9
Between Groups
,067
1
,067
Within Groups
,043
8
,005
Total
,110
9
F
Sig.
,471
,512
12,533
,008
d. Mata Pelajaran IPA Hasil anova pada perbedaan nilai UN dan NS untuk mata pelajaran IPA pada SMPN dan SMPS dapat dilihat pada Tabel 13.
Nilai uji F faktor nilai UN mata pelajaran Matematika pada Tabel 12 adalah 0,471 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta PVALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
12
Safari
Tabel 13. Hasil Anova pada Perbedaan Nilai UN dan NS untuk Mata Pelajaran IPA siswa SMPnegeri dan swasta peserta UN tahun 2011 DKI Jakarta Sum of Squares NILAI_IPA_ Between Groups UN Within Groups Total NILAI_IPA_ Between Groups US Within Groups Total
df
Mean Square
,000
1
,000
1,997
8
,250
1,998
9
,035
1
,035
,032
8
,004
,067
9
F
Sig.
,001
,976
8,681
,019
Nilai uji F faktor nilai UN mata pelajaran IPA pada Tabel 13 adalah 0,001 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta P-value= 0,976. Karena P-value lebih besar daripada α 0,05, maka H0 diterima dan ditolak H1. Artinya tidak terdapat perbedaan pada nilai UN di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah tidak terdapat perbedaan nilai UN bila ditinjau dari status sekolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini. Nilai uji F faktor nilai NS mata pelajaran IPA pada Tabel 13 adalah 8,681 dengan derajat kebebasan (df) 1, serta P-value= 0,019. Karena P-value lebih kecil daripada α 0,05, maka H1 diterima dan ditolak Ho. Artinya terdapat perbedaan pada nilai NS di SMPN dan SMPS di wilayah DKI Jakarta. Maksudnya adalah terdapat perbedaan hasil NS bila ditinjau dari status skolah antara SMPN dan SMPS dalam penelitian ini. VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
Adanya perbedaan nilai UN dan NS dimungkinkan terdapat 2 hal. (1) Karena kisikisi tesnya berbeda. Kisi-kisi untuk NS disusun berdasarkan lingkup sekolah, sedangkan kisikisi UN didasarkan pada SKL. (2) Tingkat kesukaran kedua tes berbeda. Untuk soal UN sebelum dipergunakan, soal diujicobakan kepada responden yang tepat sehingga soal bisa disusun 80% soal sedang, 10% masingmasing untuk soal mudah dan sukar, sedangkan untuk soal yang dipergunakan ujian sekolah belum diketahui apakah soalnya diujicobakan terlebih dahulu atau tidak. Tingkat kesukaran butir sangat penting dalam perangkat tes. Karena tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar soal dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar soal. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310-313).Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep 13
Nilai UN dan Nilai Sekolah SMP DKI Jakarta dalam UN 2010/2011.
terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tandatanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal. Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut koefisien alfa dan KR-20, semakin tinggi korelasi antarsoal, semakin tinggi reliabilitas (Nunnally, 1978: 270-271). SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis varian dari data UN SMP tahun 2011 di 5 wilayah DKI Jakarta,diperoleh beberapa hasil penelitian seperti berikut ini. Pertama, nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di wilayah DKI Jakarta adalah seperti berikut ini. Nilai sekolah lebih tinggi daripada nilai ujian nasional pada mata pelajaran yang di-UN-kan. Nilai total rata-rata untuk mata
pelajaran: Bahasa Indonesia NS= 7,82 UN=6,95; Bahasa Inggris NS= 7,63 UN= 7,02;Matematika NS= 7,53 UN= 6,49; IPA NS= 7,61 UN= 6,90. Kedua, nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di SMPN dan SMPS adalah seperti berikut. Nilai sekolah baik di SMPN maupun di SMPS selalu lebih tinggi daripada nilai UN. Nilai total rata-rata untuk mata pelajaran: Bahasa Indonesia NS= 7,82 UN= 6,95;Bahasa Inggris NS= 7,63 UN= 7,02; Matematika NS= 7,53 UN= 6,49; IPA NS= 7,61 UN= 6,90. Ketiga, perbedaan nilai UN dan nilai sekolah untuk 4 mata pelajaran di SMPN dan SMPS adalah seperti berikut. Nilai mata pelajaran yang terdapat perbedaan secara signifikan adalah: (1) nilai UN Bahasa Indonesia, P-value= 0,005, (2) NS Bahasa Inggris, P-value= 0,002, (3) NS Matematika, Pvalue= 0,008, dan (4) NS IPA, P-value= 0,019. Adapun nilai mata pelajaran yang tidak terdapat perbedaan adalah: (1) NS Bahasa Indonesia, Pvalue= 0,564, (2) UN Bahasa Inggris, P-value= 0,628, (3) UN Matematika, P-value= 0,512, dan (4) UN IPA, P-value= 0,976. Berdasarkan ketiga hasil penelitian di atas, maka sebagai penutup penelitian ini ada dua saran penting seperti berikut ini. Pertama, untuk memperkecil subjektifitas nilai sekolah, Direktur Pendidikan Menengah dan BSNP perlu membuat pedoman yang dipergunakan dalam ujian sekolah secara standar. Kedua, kepada guru khususnya guru yang mengajar mata pelajaran yang di-UNkan: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA perlu memaksimalkan kemampuan siswa terhadap materi urgen karena nilai UN 2011 menunjukkan bahwa nilai UN untuk semua mata
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
14
Safari
pelajaran nilai rata-ratanya di bawah7 di semua wilayah di DKI Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Aiken, Lewis R. (1994). Psychological Testing and Assessment,(Eighth Edition). Boston: Allyn and Bacon. Haladyna, Thomas M. (1994). Developing and Validating Multiple-Choice Test Items. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Imansjah. (1984). Didaktik Metodik Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha Nasional. Matakupan. (1992). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dinas Pendidikan dan Pengajaran DKI Jakarta. Nitko, Anthony J. (1996). Educational Assessment of Students, Second Edition. Ohio: Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs. Nunally, Jum C. (1978). Psychometric Theory, Second Edition. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. Surakhmad, W. (1984).Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Widjaja, AW. (1993). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
15
ANALISIS BUTIR SOAL DAN KEMAMPUAN BAHASA INDONESIA SISWA SMK DALAM UJIAN NASIONAL TAHUN 2011 Fahmi Peneliti Muda di Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud E-mail:
[email protected] ABSTRACT The aim of the research is to compare the proportional correct and the vocational senior high school students’ ability in the National Final Examination. There are three sets of test analyzed in the research. The analysis done by using Bigsteps software. The sample of the research is 20.000 students each set of test. The result of the analysis shows that the proportional correct of Indonesian Language subject is medium. The proportional correct of set 1 of the test is 0,000, set 2 is 0,295, and set 3 is 0,000. The average of the linking items’ proportional correct in set 1 is -0,800, set 2 is -1,096, and set 3 is -0,800. Meanwhile, the proportional correct of non linking items in set 1 is 0,088, set 2 is 0,416, and set 3 is 0,088. North Sumatera Province gets the highest average of the National Final Examination grade for Indonesian Language subject. The average is 7,77. Meanwhile, the lowest average is 6,36, reached by Central Sulawesi Province. Keywords: proportional correct, mean, equating, linking item (anchor item)
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat kesukaran butir soal dan kemampuan siswa SMK dalam Ujian Nasional (UN). Paket tes yang dianalisis sebanyak 3 paket dan analisis butir soal dilakukan menggunakan software Bigsteps. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 20.000 siswa setiap paket tes. Dari hasil analisis diperoleh informasi bahwa tingkat kesukaran Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK termasuk kategori sedang. Tingkat kesukaran Ujian Nasional paket 1adalah 0,000, paket 2adalah 0,295, dan paket 3adalah 0,000. Rata-rata tingkat kesukaran soal linking paket 1adalah -0,800, paket 2 adalah -1,096, paket 3 adalah 0,800. Tingkat kesukaran butir soal non linking paket 1 adalah 0,088, paket 2 adalah 0,416, dan paket 3 adalah 0,088. Rata-rata nilai Ujian Nasional Bahasa Indonesia nasional tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (7,77) dan nilai rata-rata terendah adalah Provinsi Sulawesi Tengah (6,36) Kata kunci: Tingkat kesukaran, mean, equating(penyetaraan), linking(anchoritem)
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
16
Fahmi
LATAR BELAKANG Dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Bab XVI pasal 57 sampai dengan 59dijelaskan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi penilaian sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi peserta didik dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Kegiatan evaluasi tersebut dapat dilaksanakan secara baik bila dilakukan secara profesional dan melembaga. Evaluasi pendidikan dilaksanakan oleh guru, sekolah, dan pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2005 diamanatkan bahwa Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional mempunyai tugas untuk mengembangkan sistem penilaian pendidikan. Dalam rangka menilai pencapaian standar nasional, Pusat Penilaian Pendidikan (PUSPENDIK) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penilaian yang bersifat nasional yaitu Ujian Nasional (UN) mulai dari jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Ujian Nasional berfungsi untuk mengukur sejauh mana program pendidikan telah tercapai sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.Selain itu, Ujian Nasional SMP, SMA, dan SMK, maupun Ujian UN SD berfungsi sebagai alat penentu keberhasilan (sertifikasi) siswa dalam
menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sebagai alat seleksi bagi siswa yang hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta sebagai masukan untuk perbaikan mutu pendidikan bagi pengelola pendidikan, baik di tingkat sekolah, daerah, maupun di tingkat pusat. Salah satu alat ukur yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai siswa terhadap materi pelajaran adalah dalam bentuk tes prestasi belajar. Hasil tes prestasi belajar (hasil pengukuran) diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi yang akurat, serta dapat dipercaya. Tes prestasi belajar dituntut untuk memenuhi segala persyaratan bagi sebuah alat ukur yang baik. Menurut Saifudin Azwar (1987), mutu informasi yang didapat dari hasil pengetesan ditentukan oleh mutu tes, sedangkan mutu tes ditentukan oleh mutu butir soal yang dirakit dalam testersebut. Pengujian mutu setiap butir soal dilakukan melalui analisis butir soal, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penggunaan tes objektif khususnya tes pilihan ganda sudah banyak dilakukan guru atau lembaga, misalnya pada tes formatif, tes subsumatif ataupun tes sumatif. Sedangkan dalam skala yang lebih besar, misalnya pada Ujian Nasional. Tes sebagai alat ukur dalam Ujian Nasional untuk jenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK disusun di tingkat pusat dan untuk jenjang SD/MI disusun di tingkat provinsi. Paket tes terdiri dari paket tes utama, paket tes susulan, dan paket tes cadangan yang disusun dan dirakit dari kisi-kisi yang sama sehingga seluruh paket tes yang digunakan diharapkan tetap dalam koridor “paralel
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
17
Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK Dalam Ujian Nasional Tahun 2011
secara sempurna”. Dalam Ujian Nasional tahun 2011 paket tes yang digunakan dikelompokkan ke dalam tiga zone, yaitu cluster Barat, cluster Tengah, dan cluster Timur. Namun demikian sangat sulit membuat tes yang paralel secara sempurna. Tes yang paralel tidak menjamin tingkat kesulitan setiap paket tes akan sama dengan paket tes lainnya. Selalu ada perbedaan tingkat kesulitan, walaupun kecil sekali. Di lain pihak, hasil tes seharusnya memberikan informasi kemampuan peserta tesyang tidak diintervensi oleh perbedaan tingkat kesukaran paket tes. Dua orang siswa yang kemampuan matematikanya sama, maka nilai tes matematikanya harus setara terlepas dari paket tes mana yang dikerjakannya. Oleh karena itu, jika beberapa paket tes digunakan pada suatu penilaian, maka sangat penting dilakukan penyetaraan antar paket tes. Penyetaraan (equiting) antara paket tes dilakukan untuk meletakkan hasil tes berupa tingkat kesukaran dan skor siswa dalam satu skala yang sama. Dalam Ujian Nasional jenjang SMK tahun 2011 khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia perlu penyetaraan antara paket tes, sehingga kemampuan siswa yang mengerjakan paket tes yang berbeda dapat dibandingkan.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas terdapat beberapa masalah mengenai paket tes yang digunakan dalam Ujian Nasional (UN) SMK tahun 2011 yaitu: 1. Bagaimanakah penyebaran tingkat kesukaran butir soal mata pelajaran Bahasa Indonesia UN SMK tahun 2011? 2. Bagaimanakah penyebaran nilai mata Pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMK dalam UNSMK tahun 2011? 3. Bagaimanakah perbandingan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam UN SMK tahun 2011 antar provinsi? Tujuan Studi Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi penyebaran tingkat kesukaran soal pada perangkat Ujian Nasional yang berbeda untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia UN SMK tahun 2011. 2. Mengidentifikasi penyebaran nilai mata Pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMK dalam UN tahun 2011. 3. Membandingkan kemampuan Bahasa Indonesia siswa SMK dalam UN tahun 2011 antar provinsi.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
18
Fahmi
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada semua pihak tentang tingkat karakteristik butir soal khususnya tingkat kesukaran dan keterbandingan kemampuan siswa antarprovinsi dan nasional serta dapat menjadi masukan bagi pengelola pendidikan untuk memperbaiki sistem dan mutu pendidikan.
tingkat kesukaran soal dan kemampuan siswa menggunakan software BIGSTEPS dan Microsoft Excel. Pertama-tama dilakukan analisis butir soal paket 1 sebagai paket tes referensi, kemudian dilakukan proses equiting (penyeteraan) dengan menggunakan fixed item parameter calibration (kallibrasi dengan parameter butir soal anchor telah ditentukan) dengan paket 2 dan paket 3.
METODE PENELITIAN
KAJIAN LITERATUR
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMKyang mengikuti Ujian Nasional (UN)utama Tahun 2011. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik stratified random sampling dan jumlah siswa yang menjadi sampel sebanyak 20.000 siswa dari tiap paket Ujian Nasional. Provinsi yang menggunakan paket Ujian yang sama dikelompokkan dalam cluster yang sama. Cluster 1 sebanyak 15 provinsi, cluster 2 sebanyak 11 provinsi, dan cluster 3 sebanyak 4 provinsi. Penyetaraan skor menggunakan teori Rasch Model (satu parameter). Skema tes mengikuti pola “Non Equavalent Anchor Test” (NEAT). Disebut tidak ekuivalenkarenaada tiga kelompok siswa dari 3 paket tes yang digunakan, kelompok siswa pertama (cluster 1), kelompok siswa kedua (cluster 2), dan kelompok siswa ketiga (cluster 3)masingmasing kelompok mengerjakan paket tes berbeda dan diasumsikan ketiga kelompok siswa tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda atau tidak sama. Untuk mengukur perbedaan kemampuan ketiga kelompok siswa tersebut digunakan soal anchor (soal linking) dan untuk menganalisis
Menurut Crocker dan Algina (1986), menyatakan bahwa dua skor hasil pengukuran yang menggunakan instrumen X dan instrumen Y dapat disetarakan skornya jika kedua instrumen mengukur kemampuan atau trait yang sama. Menurut Hambleton (1991) penyetaraan skor adalah membandingkan skor yang diperoleh dari perangkat tes yang satu (X) dan skor yang diperoleh dari perangkat tes lainnya (Y) yang dilakukan melalui proses penyetaraan skor pada kedua perangkat tes tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, penyetaraan merupakan prosedur yang dilakukan secara sistematis berdasarkan data empiris untukmenyetarakan skor dari dua perangkat tes berbeda sehingga skor tersebut barada pada skala yang sama dan dapat dilakukan perbandingan secara langsung.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
19
Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK Dalam Ujian Nasional Tahun 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Paket tes dan jumlah soal mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Ujian Nasional SMK seperti pada tabel 1 berikut:
Tabel 2. Rata-rata Tingkat Kesukaran Soal Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK Antar Cluster Cluster Mata Pelajaran
1 Bahasa Indonesia
Tabel 1.Mata Pelajaran, Paket Tes, Jumlah Soal UNBahasa Indonesia. No Kelompok
Mata Pelajaran
1
SMK-Tek
B. Indonesia
E1
50
2
SMK-Par
B. Indonesia
E1
50
5
1,5,20,2 2,24
1
2
3
3
SMK-Akun B. Indonesia
E1
50
5
1,5,20,2 2,24
1
2
3
1
2
3
Dari tabel 1, seluruh siswa SMK dari bidang keahlian kelompok teknik, kelompok pariwisata, dan kelompok akuntansi mengikuti Ujian Nasional Bahasa Indonesia. Tiap kelompok keahlian dalam Ujian Nasional SMK menggunakan paket tes yang sama pada setiap cluster. Provinsi pada cluster 1 menggunakan paket 1, provinsi pada cluster 2 menggunakan paket 2, dan provinsi pada cluster 3 menggunakan paket 3. Jumlah soal Bahasa Indonesia dalam Ujian Nasional sebanyak 50 butir soal termasuk 5 soal linking (anchor item). Hasil analisis butir soal linking tersebut setelah diequiting dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Linking
Non Linking
Jumlah Kode Paket Tes Kode Soal No. Soal Utama Mata Linking Cluster Cluster Cluster Uji Total Link 1 2 3 1,5,20,2 5 2,24
Statistik
Total
2
3
Mean -0,800 -1,096 -0,800 SD
0,588 0,490 0,470
Mean
0,088 0,416 0,088
SD
1,066 1,055 1,038
Mean
0,000 0,295 0,000
SD
1,059 1,078 1,034
Soal linking mata pelajaran Bahasa Indonesia termudah adalah cluster 2 dan tersulit adalah cluster 1 dan 3. Standar deviasi tingkat kesukaran soal linking pada cluster 1 lebih besar dibandingkan dengan standar deviasi tingkat kesukaran soal linking pada cluster 2 dan cluster 3, hal ini menunjukkan penyebaran tingkat kesukaran soal linking pada cluster 1 lebih bervariasi dibandingkan dengan penyebaran soal linking pada cluster 2 dan cluster 3. Soal non linking mata pelajaran Bahasa Indonesia termudah adalah cluster 1 dan 3, sedangkan yang tersulit adalah cluster 2. Standar deviasi tingkat kesukaran soal non linking pada cluster 1 lebih besar dibandingkan dengan standar deviasi tingkat kesukaran soal non linking pada cluster 2 dan cluster 3, hal ini menunjukkan penyebaran tingkat kesukaran soal non linking pada cluster 1 lebih bervariasi dibandingkan dengan cluster 2 dan cluster 3. Total soal (50 soal) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia yang termudah adalah Cluster 1
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
20
Fahmi
dan 3, sedangkan yang tersulit adalah cluster 2. Standar deviasi tingkat kesukaran di ketiga cluster relatif sama, hal ini menunjukkan penyebaran tingkat kesukaran diketiga cluster relatif sama. Penyebaran soal linking tiap mata pelajaran antar cluster disajikan dalam grafik berikut: Grafik 4.1 Perbandingan Tingkat Kesukaran soal linking Bahasa Indonesia Ujian Nasional SMK Antara Cluster 1 dan Cluster 2.
1,01) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 1 (-0,56). Tingkat kesukaran soal linking nomor 20 pada cluster 1 (-1,53) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 2 (-0,97). Tingkat kesukaran soal linking nomor 22 pada cluster 2 (-0,57) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 2 (0,3). Tingkat kesukaran soal linking nomor 24 pada cluster 1 (-0,42) lebih sulit dibandingkan dengan soal linking pada cluster 2 (-0,70). Grafik 4.2
Dari grafik 4.1 di atas, tingkat kesukaran soal linking Bahasa Indonesia termudah pada cluster 1 adalah butir soal nomor 20 (-1,75) dan butir soal tersulit adalah nomor 22 (-0,3). Tingkat kesukaran soal linking termudah pada cluster 2 adalah butir soal nomor 20 (-1.67) dan butir soal tersulit adalah nomor 22 (-0,57). Tingkat kesukaran soal linking nomor 1 pada cluster 2 (-1,53) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 2 (-0,97). Tingkat kesukaran soal linking nomor 5 pada cluster 2 (-
Perbandingan Tingkat Kesukaran Soal Linking Bahasa Indonesia Ujian Nasional SMK Antara Cluster 2 dan Cluster 3.
Dari grafik 4.2 di atas, tingkat kesukaran soal linking Bahasa Indonesia termudah pada cluster 2 adalah butir soal nomor 20 (-1,67) dan butir soal tersulit adalah nomor 22 (-0,57). Tingkat kesukaran soal linking termudah pada cluster 1 adalah butir
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
21
Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK Dalam Ujian Nasional Tahun 2011
soal nomor 20 (-1.27) dan butir soal tersulit adalah nomor 24 (-0,38). Tingkat kesukaran soal linking nomor 1 pada cluster 2 (-1,53) lebih sulit dibandingkan dengan soal linking pada cluster 3 (-1,34). Tingkat kesukaran soal linking nomor 5 pada cluster 2 (1,01) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking padacluster 3 (-0,61). Tingkat kesukaran soal linking nomor 20 pada cluster 2 (-1,67) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 3 (-1,27). Tingkat kesukaran soal linking nomor 22 pada cluster 2 (-0,57) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 3 (0,40). Tingkat kesukaran soal linking nomor 24 pada cluster 2 (-0,70) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada provinsi cluster 3 (-0,38). Grafik 4.3 Perbandingan Tingkat Kesukaran Soal Linking Bahasa Indonesia Ujian Nasional SMK Antara Cluster 1 dan Cluster 3.
Dari grafik 4.3 di atas, tingkat kesukaran soal linking Bahasa Indonesia termudah pada cluster 1 adalah butir soal nomor 20 (-1,75) dan butir soal tersulit adalah nomor 22 (-0,3). Tingkat kesukaran soal linking termudah pada cluster 3 adalah butir soal nomor 20 (-1.27) dan butir soal tersulit adalah nomor 24 (-0,38). Tingkat kesukaran soal linking nomor 1 pada cluster 1 (-0,97) lebih sulit dibandingkan dengan tingkat kesukaran soal linking pada cluster 3 (1,34). Tingkat kesukaran soal linking nomor 5 pada cluster 1 (-0,56) lebih sulit dibandingkan dengansoal linking pada cluster 3 (-0,61). Tingkat kesukaran soal linking nomor 20 pada cluster 1 (1,75) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada cluster 3 (-1,27). Tingkat kesukaran soal linking nomor 22 pada cluster 1 (-0,30) lebih sulit dibandingkan dengansoal linking pada provinsi cluster 3 (-0,40). Tingkat kesukaran soal linking nomor 24 pada cluster 1 (-0,42) lebih mudah dibandingkan dengan soal linking pada provinsi cluster 3 (-0,38). Tingkat Kesukaran Butir Soal Non Linking Tingkat kesukaran dan selisih tingkat kesukaran antar cluster dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
22
Fahmi
Grafik 4.16 Tingkat Kesukaran Soal Non Linking Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK Antar Cluster 1 dan Cluster 2.
Grafik 4.17Tingkat Kesukaran Soal Non Linking Ujian Nasional Bahasa IndonesiaSMK Antar Cluster 2 dan Cluster 3.
Dari grafik 4.16 di atas, tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia tersulit yang digunakan pada cluster 1 adalah butir soal nomor 41 (2,01) dan termudah adalah butir soal nomor 28 (-2,19). Tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia yang digunakan padacluster 2 tersulit adalah butir soal nomor 49 (2,70) dan termudah adalah butir soal nomor 28 (-1,55). Butir soal pada cluster 1 lebih sulit dari cluster 2, yaitu butir soal nomor 3, 4, 10, 11, 12, 16, 18, 19, 21, 26, 27, 29, 32, 34, 35, 37, 38, 40, 42, 45, 48, dan 50. Butir soal pada provinsi cluster 1 lebih mudah dari cluster 2, yaitu butir soal nomor 2, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 17, 23, 25, 28, 30, 31, 33, 36, 39, 41, 43, 44, 46, 47, dan 49.
Dari grafik 4.17 di atas, tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia tersulit yang digunakan pada cluster 2 adalah butir soal nomor 49 (2,70) dan termudah adalah butir soal nomor 28 (-1,55). Tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia yang digunakan padacluster 3 tersulit adalah butir soal nomor 35 (2,60) dan termudah adalah butir soal nomor 23 (-1,85). Butir soal pada cluster 2 lebih sulit dari cluster 3 adalah butir soal nomor 2, 4, 6, 7, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 23, 30, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, dan 49. Butir soal pada cluster 2 lebih mudah dari cluster 3 adalah butir soal nomor 3, 8, 9, 10, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 35, dan 50. Selisih tingkat kesukaran butir soal pada cluster 1 dan cluster 3 seperti ditunjukkan pada tabel 4.3.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
23
Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK Dalam Ujian Nasional Tahun 2011
Grafik 4.18Tingkat Kesukaran Soal Non Linking Ujian Nasional Bahasa IndonesiaSMK Antar Cluster 1 dan Cluster 3.
Nilai rata-rata Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK setelah diequiting dengan cluster 1 sebagai referensi dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Nilai rata-rata Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK. NO.
Dari grafik 4.18 di atas, tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia tersulit yang digunakan pada cluster 1 adalah butir soal nomor 41 (2,01) dan termudah adalah butir soal nomor 28 (-2,19). Tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia yang digunakan padacluster 3 tersulit adalah butir soal nomor 35 (2,60) dan termudah adalah butir soal nomor 23 (-1,85). Butir soal pada cluster 1 lebih sulit dari cluster 3, yaitu butir soal nomor 4, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 17, 23, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, dan 48. Butir soal padacluster 1 lebih mudah dari cluster 3,yaitu butir soal nomor 2, 3, 8, 9, 13, 14, 15, 17, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 43, 47, 49, dan 50. Selisih tingkat kesukaran butir soal pada cluster 1 dan cluster 3 seperti ditunjukkan pada tabel 4.4.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
PROVINSI
NILAI RATA-RATA
1
DKI JAKARTA
7,36
2
JAWA BARAT
7,60
3
JAWA TENGAH
7,75
4
DI YOGYAKARTA
7,68
5
JAWA TIMUR
7,75
6
ACEH
6,80
7
SUMATERA UTARA
7,77
8
SUMATERA BARAT
7,06
9
RIAU
7,24
10
JAMBI
6.97
11
SUMATERA SELATAN
7.60
12
LAMPUNG
7,34
13
KALIMANTAN BARAT
6.72
14
KALIMANTAN TENGAH
7,01
15
KALIMANTAN SELATAN
6,90
16
KALIMANTAN TIMUR
7,00
17
SULAWESI UTARA
7,23
18
SULAWESI TENGAH
6,36
19
SULAWESI SELATAN
7,23
20
SULAWESI TENGGARA
6,65
21
MALUKU
7,18
22
BALI
7,39
24
Fahmi 23
NUSA TENGGARA BARAT
6,57
24
NUSA TENGGARA TIMUR
6,56
25
PAPUA
7,09
26
BENGKULU
7,17
27
MALUKU UTARA
7,08
28
BANGKA BELITUNG
6,99
29
GORONTALO
6,88
30
BANTEN
7,45
31
KEPULAUAN RIAU
7,16
32
SULAWESI BARAT
6,62
33
PAPUA BARAT
7,02
NASIONAL
7,49
Dari Tabel 4.2 di atas, nilai rata-rata Ujian Nasional Bahasa Indonesia tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (7,77) dan nilai terendah adalah Provinsi Sulawesi Tengah (6,36). Nilai rata-rata Ujian Nasional Bahasa Indonesia di bawah nilai rata-rata nasional terdapat di Provinsi DKI Jakarta, Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Bengkulu, Maluku Utara, Bangka Belitung, Gorontalo, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, dan Provinsi Papua Barat. Nilai rata-rata Ujian Nasional Bahasa Indonesia di atas rata-rata nasional terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Di Yagyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
SIMPULAN Secara umum tingkat kesukaran soal Bahasa Indonesia SMK dalam Ujian Nasional 2011 adalah sedang kecuali paket soal yang digunakan pada cluster 2. Tingkat kesukaran soal linking diketiga cluster adalah sedang, penyebaran tingkat kesukaran soal antar cluster seperti pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Tingkat Kesukaran Soal Linking Antar Cluster. No. Soal
Cluster Cluster Cluster 1 2 3
Ratarata
1
-0,97
-1,53
-1,34
-1,28
5
-0,56
-1,01
-0,61
-0,73
20
-1,75
-1,67
-1,27
-1,56
22
-0,3
-0,57
-0,04
-0,30
24
-0,42
-0,7
-0,38
-0,50
Soal linking Bahasa Indonesiatersulit adalah nomor 22 (-0,30) dan termudah adalah butir soal nomor 20 (-1,56). Paket soal Ujian Nasional diketiga cluster adalah sedang, paket soal yang paling mudah adalah paket soal yang digunakan pada cluster 1 (0,00) dan cluster 3 (0,00) dan paket soal termudah adalah pada cluster 2 (0,295). Nilai rata-rata Nasional Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK adalah 7,49. Nilai rata-rata tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (7,77) dan nilai rata-rata terendah adalah Provinsi Sulawesi Tengah (6,36).
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
25
Analisis Butir Soal dan Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa SMK Dalam Ujian Nasional Tahun 2011
SARAN Dari hasil simpulan di atas diperlukan saran-saran sebagai berikut: 1) Paket soal yang digunakan dalam Ujian Nasional sedapat mungkin dibuat/disusun separalel mungkin, sehingga tingkat kesukaran paket soal antar provinsi relatif sama, 2) Provinsi dengan nilai Ujian Nasional di bawah ratarata nasional atau masih rendah perlu melakukan pembinaan kepada sekolah-sekolah agar nilai Ujian Nasional tahun depan dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA Crosker, Linda dan James Algina. Introduction To Classical & Modern Test Theory. New York: Holt, Rinehart and Wiston. Inc. 1986. Saifudin Azwar, 1987.Test Prestasi, Liberty, Yogyakarta. Hambleton, R. K., Swaminathan, H., & Rogers, H. J. (1991). Fundamentals of item response theory. Newbury Park, CA: Sage.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
26
Studi Internasional Keterbacaan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010 Benny Widaryanto & Erika Afiani Perekayasa di Pusat Penilaian Pendidikan E-mail:
[email protected] ABSTRACT The aim of the study is doing PIRLS 2011’s test instrument and questioner trial. The result of PIRLS study is used for measuring fourth grade students’ reading literacy which will be compared with the result of other PIRLS 2011’s participant countries. The study uses systematic random sampling. There are 26 sample schools cosist of 34 classes with 1001 students as the respondents of this study. The sample schools are spread out in 15 provinces in Indonesia. Randomly sampling intact class technique is used for determining sample class. The result of the analysis shows that the proportional correct’s average of reading literature is 0,03 (scale -5 till +5), meanwhile the proportional correct’s average of reading informative text is 0,37 (scale -5 till +5). The proportional correct’s average of multiple choice test is 0,54 (the lowest is -3,85 and the higest is 2,72), meanwhile the proportional correct’s average of essay test is 0,63 (the lowest is 0,63 (the lowest is -3,20 and the highest is 3,00). Keywords: reading literacy, proportional correct, literacy
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk melakukan ujicoba keterbacaan instrumen tes dan kuesioner PIRLS 2011. Hasil studi utama PIRLS digunakan untuk mengukur kemampuan membaca siswa kelas empat jenjang sekolah dasar yang akan dibandingkan dengan negara lain peserta PIRLS 2011. Teknik sampling yang digunakan adalah systematic random sampling. Jumlah sekolah sampel adalah 26 sekolah dengan total kelas sampel 34 kelas yang terdiri dari 1001 responden siswa yang menyebar di 15 propinsi di Indonesia. Untuk teknik penentuan sampel kelas digunakan teknik randomly sampling intact classes. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaran tes membaca cerita sastra sebesar 0.03 (skala -5 s.d +5), sedangkan rata-rata tingkat kesukaran tes membaca teks informasi sebesar 0.37 (skala -5 s.d +5). Dilihat dari bentuk soal, rata-rata tingkat kesukaran soal bentuk pilihan ganda sebesar 0.54 (paling rendah -3.85;paling tinggi 2.72), sedangkan rata-rata tingkat kesukaran soal bentuk isian sebesar 0.63 (paling rendah -3.20; paling tinggi 3.00). Kata kunci: kemampuan membaca, tingkat kesukaran, dan literasi. VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
27
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden nomor 47 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 022F/10/1980 membentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian, dibawah naungan Balitbang Kementerian Pendidikan. Secara umum misi Puspendik adalah mengembangkan dan menyelenggarakan sistem penilaian pendidikan dalam rangka pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan yang diwujudkan dalam salah satu aktivitasnya memantau mutu pendidikan melalui survei nasional dan internasional. Mutu pendidikan bisa dinilai salah satunya dari kebiasaan masyarakat gemar membaca. Membaca adalah kegiatan awal setiap anak untuk mempelajari sesuatu. Dimulai sejak usia dini setiap anak diwajibkan untuk belajar membaca.Proses belajar yang efektif untuk seluruh bidang studi antara lain dilakukan melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca menambah pengetahuan dan wawasan yang dapat meningkatkan kecerdasan yang mampu memberi solusi tantangan hidup dimasa kini maupun masa mendatang. Sejak tahun 2005 Puspendik bekerjasama dengan IEA (The international Association for The Evaluation of Educational Achievement) membantu Pemerintah dalam meningkatkan proses pembelajaran membaca dengan mengembangkan studi penilaian kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar Kelas 4. IEA adalah lembaga internasional yang menyelenggarakan studi-studi komperatif berfokus pada kebijakan dan implementasi pendidikan, yang memiliki kantor
sekretriat di Amsterdam, Netherland dan Pusat Pengolahan Data di Hamburg, Jerman. Studi ini dikenal dengan sebutan PIRLS (The Progress In International Reading and Literacy Study). PIRLS memberikan kesempatan setiap negara peserta untuk membandingkan data secara internasional tentang perkembangan membaca anak usia dini sampai tahun ke empat di jenjang sekolah dasar. Selain itu setiap negara memperoleh informasi perihal dukungan lingkungan rumah dan sekolah dalam proses pembelajaran membaca. Pada tahun 2011 untuk kedua kalinya Indonesia berpartisipasi dalam studi ini, PIRLS 2011 setelah PIRLS 2006.Sebelum melakukan studi PIRLS 2011, seperti negara peserta lainnya, Indonesia di bawah pengelolaan Puspendik Balitbang Depdikbud melakukan Field Trial atau ujicoba PIRLS 2011. Dalam melakukan ujicoba ini, setiap negara peserta harus mengikuti prosedur baku yang telah ditetapkan oleh IEA, antara lain: pelaksanaan survey, penggunaan instrumen tes dan Kuesioner yang sama, penentuan sampel, pengelolaan data, dan quality control. Pengembangan instrumen tes dan kuesioner dilaksanakan oleh International Study Internasional Center, School of Education College yang berpusat di Boston, USA; penentuan sampel ditetapkan oleh Statistics Canada di Ottawa Canada, dan pengolahan data dilakukan oleh Data Processing and Research Center di Hamburg, Jerman. Berikut ini adalah daftar negara-negara peserta PIRLS 2011.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
28
Benny Widaryanto & Erika Afiani
Tabel 1. Daftar Negara Peserta PIRLS 2011 No
Negara
No
Negara
1
Australia
27
Kuwait
2
Austria
28
Libya
3
Azerbaijan
29
Lithuania
4
Belgium, French
30
Malta
5
Botswana
31
Mongolia
6
Bulgaria
32
Morocco
7
Canada
33
Netherlands
8
Chinese Taipei
34
New Zealand
9
Colombia
35
Northern Ireland
10
Croatia
36
Norway
11
Czech Republic
37
Oman
12
Denmark
38
Poland
13
England
39
Portugal
14
Finland
40
Qatar
15
France
41
Romania
16
Georgia
42
Russian Federation
17
Germany
43
Saudi Arabia
18
Guatemala
44
Singapore
19
Honduras
45
Slovak Republic
20
Hong Kong SAR
46
Slovenia
21
Hungary
47
South Africa
22
Indonesia
48
Spain
23
Iran, Islamic Rep. Of
49
Sweden
24
Ireland
50
Trinidad and Tobago
25
Israel
51
United Arab Emirates
26
Italy
52
United States
Tujuan Ujicoba Ujicoba ini bertujuan untuk : 1. Membantu IEA dalam penyusunan instrumen tes untuk studi utama PIRLS 2011 2. Melakukan uji keterbacaan instrumen tes dan Kuesioner PIRLS 2011 di negara peserta 3. Melakukan adaptasi prosedur teknis pelaksanaan studi yang ditetapkan IEA di negara peserta
METODE UJICOBA Indonesia memilih siswa Sekolah Dasar Kelas 4 menjadi sampel studi karena anak-anak pada tahun ke empat masa sekolah dasar merupakan masa transisi perkembangan membaca anak, pada masa ini anak-anak sudah belajar membaca dan memulai dengan membaca untuk belajar. Informasi dasar yang akan diperoleh dari study PIRLS adalah tidak hanya informasi yang berkaitan dengan prestasi kemampuan membaca melalui tes membaca secara tertulis, melainkan juga informasi yang berkaitan dengan proses perkembangan pembelajaran membaca melalui beberapa faktor seperti; kebiasaan siswa, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah melalui Kuesioner yang diberikan kepada siswa, orangtua, guru, dan sekolah. Untuk menjaring informasi tersebut dibutuhkan pengakuan siswa, guru membaca atau guru kelas, orangtua, dan kepala sekolah menjadi responden dalam studi ini. Sampel sekolah telah ditetapkan oleh IEA, Puspendik bertugas memberikan data seluruh
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
29
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah baik negeri maupun swasta di seluruh indonesia yang diperoleh dari data UASBN 2008/2009, kecuali sekolah dasar di Propinsi Papua dan seluruh SLB tidak termasuk dalam populasi studi ini. Hal ini disebabkan lemahnya kondisi teknis pelaksanaan studi untuk sekolah kategori tersebut. Secara umum kegiatan tersebut meliputi: 1. Penyusunan Instrumen Tes 2. Pengumpulan Biodata Siswa 3. Proses Sampling dan Penyusunan Formulir Identifikasi Siswa serta guru 4. Pengumpulan Data Tes 5. Penskoran Hasil Tes 6. Entri Data 7. Verifikasi dan Analisis 8. Data Penyusunan Laporan Ujicoba dilakukan pada bulan april 2010. Jumlah sekolah sampel adalah 26 sekolah dengan total kelas sampel 34 kelas yang terdiri dari 1001 responden siswa yang menyebar di 15 propinsi. Untuk memperoleh 26 sekolah tersebut, IEA melakukan teknik sampling dengan pendekatan systematic random sampling untuk data survei ujicoba dan kemudian menentukan setidaknya satu kelas untuk setiap sekolah sampel, sering disebut dengan istilah sampling kelas utuh secara random (randomly sampling intact classes).
Tabel 1. Daftar sekolah sampel ujicoba PIRLS 2011. No
ID Sek
Nama Sekolah
Provinsi
1
9021
SD NEGERI 10 SIMEULUE TENGAH
Aceh
2
9001
SD 1 PUJUNGAN
Bali
3
9020
SDN 04 TAPUS
Bengkulu
4
9019
SD NO. 164/III TANJUNG GENTING
Jambi
5
9002
SD NEGERI PAKUWON 2
6
9003
SD NEGERIKARSANAGARA
7
9017
SD NEGERI SUKAMULYA 06
8
9018
SD NEGERI PASIRTANJUNG III
9
9004
SDN 1 BEJI
10
9015
SDN 02 BOTOSARI
11
9016
SD 2 SOJOMERTO
12
9024
SD KUSUMA BHAKTI
13
9025
MI MUHAMMADIYAH SUMBER MENDEN
14
9026
MI SIROJUL MUTA'ALIMIN
15
9005
SDN KROPOH 1
16
9006
SDN MINDI I
17
9014
SDN WARUNGDOWO I
18
9023
SD ISLAM
19
9013
SD NEGERI 014 KUARO
Kalimantan Timur
20
9022
SD NEGERI 3 HALONG
Maluku
21
9012
SD NEGERI 1 TOTODOKU
Maluku Utara
22
9011
SD NEGERI 001 KABUN
Riau
23
9007
SDN INPRES 3/77 PATTIMPA
Sulawesi Selatan
24
9010
SDN 1 WASILOMATA II
Sulawesi Tenggara
25
9009
SDN 4 SURULANGUN
Sumatera Selatan
26
9008
SDN 106164SAMBI REJO TIMUR
Sumatera Utara
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
30
Benny Widaryanto & Erika Afiani
Dalam kerangka kerja PIRLS 2011, survei kemampuan membaca ini dirancang untuk mengetahui kemampuan anak Sekolah Dasar dalam memahami bermacam ragam bacaan dengan cara melibatkan anak-anak dalam proses membaca. Penilaian difokuskan pada tiga aspek dalam belajar membaca siswa, yaitu: a) tujuan membaca, b) proses pemahaman, dan c) kebiasaan dan perilaku membaca Setiap orang yang gemar membaca dikarenakan adanya suatu ketertarikan terhadap sesuatu, ingin mendapatkan kesenangan, membutuhkan informasi di kalangan sosial, atau membaca untuk mempelajari sesuatu. PIRLS membagi aspek tujuan membaca menjadi dua hal, yaitu; 1) Membaca cerita atau karya sastra, 2) Membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi. Tujuan membaca menjadi panduan dalam memilih bahan bacaan yang ada dalam masing-masing soal. Masing-masing bacaan yang terpilih memiliki karakteristik yang berbeda yang digunakan sesuai dengan salah satu dari kedua tujuan membaca di atas. Persentase masingmasing aspek tujuan, dan proses pemahaman bahan bacaan, yang diberikan dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Persentase Pembagian Aspek Membaca dalam Buku Tes TUJUAN MEMBACA Membaca cerita/karya sastra
50%
Membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi
50%
PROSES PEMAHAMAN Mencari informasi yang dinyatakan secara eksplisit
20%
Menarik kesimpulan secara langsung
30%
Menginterpretasikan dan mengiintegrasikan gagasan dan informasi
30%
Menilai dan menelaah isi bacaan, penggunaan bahasa, dan unsur-unsur teks
20%
Ujicoba dilakukan dengan memberikan tes pada siswa dibagi menjadi dua bagian, sesuai dengan buku tes yang terdiri dari dua bagian. Kedua bagian tes tersebut harus dikerjakan oleh siswa pada hari yang sama dengan jeda waktu istirahat diantaranya.Masing-masing bacaan diberi waktu 40 menit dan waktu istirahat tidak lebih dari 20 menit. Berdasarkan temuan PIRLS Reading Development Group, asesmen yang valid untuk menguji kemampuan membaca dengan kedua aspek membaca adalah setidaknya enam jam menempuh asesmen. Dikarenakan faktor manajerial asesmen dan kesanggupan siswa menempuh waktu yang cukup lama, akhirnya diputuskan waktu asesmen adalah 80 menit untuk masing-masing siswa dengan waktu pengisian kuesioner 15-30 menit. Untuk merangkum enam jam menjadi 80 menit, PIRLS melakukan teknik matrix sampling, dengan cara membagi bacaan ke
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
31
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
dalam beberapa blok. Dalam PIRLS 2011, sama dengan PIRLS 2006, lebih dari lebih dari enam jam waktu tes dibagi menjadi 40 menit untuk setiap bacaan, sehingga didapat 10 blok bacaan. Untuk ujicoba digunakan hanya delapan blok. Tipe pertanyaan yang diberikan pada bacaan PIRLS adalah pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) dan uraian (constructed response). PIRLS menggunakan kedua tipe soal dengan tujuan untuk menjaring informasi pemahaman dan kesulitan siswa, tidak hanya memberikan perangkat penilaian yang mudah dengan pilihan ganda tetapi menggunakan tipe soal uraian supaya dapat melihat hasil pemikiran siswa. Setiap pertanyaan pilihan ganda bernilai satu, sedangkan untuk pertanyaan uraian bernilai satu, dua, atau tiga tergantung dengan seberapa jauh pemahaman bacaan yang dibutuhkan.Di bawah ini framework bacaan yang diteskan pada ujicoba PIRLS 2011.
Tabel 4. Tabel Matrik Bacaan Buku Tes Ujicoba PIRLS 2011 Judul Bacaan
Soal Pilihan Ganda
Soal Uraian
Jumlah Soal
Buku Tes
Blok
Sang Pemburu
7
10
17
1
L1
Misteri Gigi Raksasa
9
6
15
1
I1
Wawancara dengan Seorang Ilmuwan
6
8
14
2
I2
Kisah Pot yang Kosong
11
6
17
2
L2
Monster Laut
7
9
16
3
L3
Dimana Ada Madu
8
6
14
3
I3
Mengendarai Angin
6
9
15
4
I4
Kue Untuk Musuh
7
10
17
4
L4
Tabel 3. Tabel Desain Buku Tes Ujicoba PIRLS 2011 Tujuan Membaca
BLOK
Membaca cerita/karya sastra (Literasi)
L1
L2
L3
L4
Membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi (Informasi)
I1
I2
I3
I4
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
32
Benny Widaryanto & Erika Afiani
HASIL UJICOBA DAN PEMBAHASAN Bacaan Ujicoba PIRLS Berdasarkan hasil analisis data ujicoba PIRLS, diperoleh informasi sebagai berikut: 1. Ketepatan jawaban siswa dalam membaca teks dan tingkat kesukaran soal. a. Rata-rata ketepatan jawaban siswa berkaitan dengan tes membaca, hanya 34.12%siswa yang menjawab secara tepat. Rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling rendah adalah 3.4%, sedangkan rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling tinggi adalah 94.1%. Rata-rata angka ketepatan jawaban siswa untuk soal pilihan ganda lebih tinggi daripada soal isian. b. Dilihat dari tingkat kesukaran soal, ratarata tingkat kesukaran tes membaca sebesar 0.01 Tingkat kesukaran soal yang paling rendah adalah sebesar-3.85,(soal mudah) sedangkan yang paling tinggiadalah sebesar 3.00 (soal sukar). Rata-rata tingkat kesukaran bentuk soal pilihan ganda lebih rendah daripada bentuk soal isian. c. Rata-rata ketepatan jawaban siswapada membaca cerita/karya sastra (literacyexperience) hanya sebesar 38.32%. Rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling rendah adalah 3.4%, sedangkan rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling tinggi adalah 94.1%. Rata-rata angka ketepatan jawaban
untuk soal pilihan ganda lebih tinggi daripada soal isian. d. Rata-rata tingkat kesukaran tes membaca cerita/karya sastra (literacyexperience)sebesar 0.03 (skala -5 s.d. +5).Tingkat kesukaran soal yang paling rendah adalah sebesar -3.85, sedangkan yang paling tinggiadalah sebesar 3.00. Rata-rata tingkat kesukaran bentuk soal pilihan ganda lebih rendah daripada bentuk soal isian. e. Rata-rata ketepatan jawaban siswa pada membaca teks yang berjenis memperoleh dan menggunakan informasi (acquire, use info) hanya sebesar 29.53%. Rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling rendah adalah 4.10%, sedangkan rata-rata angka ketepatan jawaban yang paling tinggi adalah 88.00%. Rata-rata angka ketepatan jawaban untuk soal pilihan ganda lebih tinggi daripada soal isian. f. Rata-rata tingkat kesukaran tes membaca teks yang berjenis memperoleh dan menggunakan informasi (acquire, use info)sebesar 0.37 (skala -5 s.d. +5).Tingkat kesukaran soal yang paling rendah adalah sebesar -3.20, sedangkan yang paling tinggiadalah sebesar 2.72. Jika dilihat dari bentuk soal, maka rata-rata tingkat kesukaran bentuk soal pilihan ganda lebih rendah daripada bentuk soal isian 2. Kemampuan siswa dalam proses pemahaman teks a. Rata-rata ketepatan jawaban siswa dalam proses pemahaman teks yang berkaitan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
33
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
dengan mengambil informasi secara eksplisit merupakan rata-ratayang paling tinggi, sedangkan proses pemahaman teks yang berkaitan dengan menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi merupakan rata-rata yang paling rendah. b. Kemampuan siswa dalam memahami teks yang berjenis literacy experience (berpengalaman sastra) yang berkaitan dengan mengambil informasi secara eksplisit merupakan rata-rata yang paling tinggi yaitu 55.45%, sedangkanyang paling rendah adalah pemahaman teks yang berkaitan dengan menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi, yaitu sebesar 27.31%. c. Kemampuan siswa dalam memahami teks yang berjenis Acquire, Use Info (memperoleh dan menggunakan informasi) yang berkaitan dengan mengambil informasi secara eksplisit merupakan rata-rata yang paling tinggi yaitu 50.21%, sedangkanyang paling rendah adalah pemahaman teks yang berkaitan dengan menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi, yaitu sebesar 17.88%. d. Jika dibandingkan antar-pemahaman teks berjenis berpengalaman bersastra, dalam mengambil informasi secara eksplisit, maka besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 55.45. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks HUNTER paling tinggi yaitu sebesar 64.86,
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
e.
f.
g.
h.
sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks PIE, yaitu sebesar 39.07. Dalam pemahaman teks yang membuat kesimpulan secara langsung, maka besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 40.71. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks MONSTER paling tinggi yaitu sebesar 48.56, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks PIE, yaitu sebesar 31.42. Dalam pemahaman teks yang menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi, maka besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 27.31. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks HUNTER paling tinggi yaitu sebesar 35.10, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks PIE, yaitu sebesar 14.24. Dalam pemahaman teks yang mengevaluasi isi, bahasa, dan unsur teks, besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 31.48. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks POT paling tinggi yaitu sebesar 50.00, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks MONSTER, yaitu sebesar 19.30. Jika dibandingkan antar-pemahaman teks berjenis Acquire, Use Info, dalam mengambil informasi secara eksplisit, maka besar rata-rata pemahaman siswa
34
Benny Widaryanto & Erika Afiani
terhadap teks adalah 50.21. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks INTERVIEW paling tinggi yaitu sebesar 55.07, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks WIND, yaitu sebesar 44.03. i. Dalam pemahaman teks berjenis Acquire, Use Info yang membuat kesimpulan secara langsung, besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 34.53. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks WIND paling tinggi yaitu sebesar 42.33, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks GIGI, yaitu sebesar 29.38. j. Dalam pemahaman teks berjenis Acquire, Use Info yang menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi, maka besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 17.87. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks WIND paling tinggi yaitu sebesar 23.93, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman siswa terhadap teks HONEY, yaitu sebesar 14.23. k. Dalam pemahaman teks berjenis Acquire, Use Info yang mengevaluasi isi, bahasa, dan unsur teks, maka besar rata-rata pemahaman siswa terhadap teks adalah 21.25. Rata-rata pemahaman siswa terhadap teks WINDpaling tinggi yaitu sebesar 28.95, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata pemahaman
siswa terhadap teks HONEY, yaitu sebesar 15.90. 3. Tingkat kesukaran soal ditinjau dari bentuk soal. a. Dilihat dari bentuk soal, rata-rata TK soal bentuk pilihan ganda lebih mudah daripada soal TK bentuk isian. Rata-rata TK soal bentuk pilihan ganda sebesar -0.54 (paling rendah -3.85; paling tinggi 2.72), sedangkan rata-rata TK soal bentuk isian sebesar 0.63 (paling rendah-3.20; paling tinggi 3.00). b. Dilihat dari perbandingan jenis teks, ratarata TK soal berpengalaman bersastra lebih mudah daripada soal TKmemperoleh dan menggunakan informasi. Rata-rata TK berpengalaman bersastra sebesar -0.03 (paling rendah-3.85; paling tinggi 3.00), sedangkan rata-rata TK soal memperoleh dan menggunakan informasi sebesar 0.37 (paling rendah-3.20; paling tinggi 2.72). c. Soal-soal tersebut adalah soal pilihan ganda nomor P31I02M yang menunjukkan angka discrimination -0.05, dan soal pilihan ganda nomor P31I14M yang menunjukkan angka discrimination 0.13 pada bacaan Interview. d. Pada bacaan Riding The Wind terdapat satu soal yaitu soal nomor P31R12M yang memperlihatkan angka discrimination sebesar 0.10. Demikian pula, pada bacaan Enemy Pie, ada satu soal yang angka discrimination hanya sebesar 0.02 yaitu soal nomor P31P04M. Selanjutnya pada
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
35
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
bacaan Honey, terdapat 3 soal yang angka discriminationnya rendah yaitu soal nomor P31W05M sebesar 0.13, soal nomor P31W12M sebesar 0.14, dan soal nomor P31W14M sebesar 0.08. Kuesioner Ujicoba PIRLS Berdasarkan hasil analisis data ujicoba PIRLS 2011, diperoleh informasi bahwa: a. Dalam angket siswa, nomor item yang perlu dievaluasi adalah jenis kepemilikan. Untuk kepemilikian TV, DVD/VCD, apakah kepemilikan ketiga benda tersebut ataukah cukup diwakili salah satu. Kemudian kepemilikan alat transportasi yang mengukur tingkat SES seseorang. Usul yang perlu dipertimbangkan untuk Negara Indonesia adalah kepemilikan ternak. Detil kecil seperti pada hari sekolah, di luar jam sekolah, hendaknya ditonjolkan jika penjelasan tersebut penting, dengan cara memberi garis bawah atau huruf miring, sehingga siswa tidak mengabaikannya ketika merespon pertanyaan.Apakah responden mengerti bedanya buku cerita dan dongeng merupakan pertanyaan dari penulis. b. Dalam angket orangtua, nomor item 1 yang membuat kerancuan data, nomor 2-6 orangtua diminta mengingat kejadian 4 sampai 5 tahun yang lalu. Nomor 7 tentang penguasaan menghitung sampai dengan 100 atau lebih sepertinya tidak terlalu penting ditanyakan karena materi itu akan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
diajarkan ketika mereka masuk sekolah. Nomor 18 pilihan jawaban tidak relevan dan lain-lain sepertinya tidak perlu ditawarkan karena tidak akan memberikan informasi apapun. c. Dalam angket guru, nomor 5A dan 5B hendaknya direvisi bentuk pertanyaan agar tidak memperoleh informasi ganda. Nomor 16 (Tentang Pengajaran di Kelas PIRLS) dan pilihan jawaban soal nomor 3 (Mengajarkan membaca pada kelas PIRLS) hendaknya dikaji ulang. d. Dalam angket Sekolah, tidak ditemukan adanya item yang mencurigakan. e. Selain itu untuk keempat angket mohon dipertimbangkan dan diperhatikan tentangpilihan jawaban yang menyatakan persetujuan. Karena sangat setuju, agak setuju, agak tidak setuju, dan sangat tidak setuju, gradasi tingkat persetujuannya belum tentu dimengerti oleh responden. Demikian juga dengan sangat baik, cukup baik, tidak terlalu baik, dan tidak baik sama sekali. Selain itu penyusun angket harus mempertimbangkan tingkat kemampuan membaca responden.
36
Benny Widaryanto & Erika Afiani
SIMPULAN DAN SARAN Ujicoba PIRLS 2011 telah dilaksanakan dan diorganisir dengan baik oleh Puspendik sesuai prosedur yang telah ditentukan oleh IEA. Data hasil ujicoba PIRLS 2011 menunjukkan bahwa siswasiswi Indonesia merasa kesulitan untuk memahami soal-soal tes membaca yang panjang bacaannya beberapa halaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembiasan memberi tes membaca yang bacaannya panjang-panjang di sekolah. Selain itu, siswa-siswi Indonesia juga merasa kesulitan untuk soal-soal tes membaca yang berjenis berpengalaman bersastra, terutama yang isi bacaannya TERSIRAT, bukan TERSURAT. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembiasan memberi tes membaca yang pertanyaannya tentang hal yang tersirat. Data hasil analisis ujicoba PIRLS juga menunjukkan bahwa soal bentuk isian dirasa sulit bagi siswa-siswa. Oleh karena itu perlu dilakukan pembiasaan tes membaca dengan bentuk isian/uraian. Dalam angket siswa, nomor item yang perlu dievaluasi adalah jenis kepemilikan barang di rumah. Untuk kepemilikian TV, DVD/VCD, apakah kepemilikan ketiga benda tersebut ataukah cukup diwakili salah satu. Kemudian kepemilikan alat transportasi yang mengukur tingkat SES seseorang. Usul yang perlu dipertimbangkan untuk Negara Indonesia adalah kepemilikan ternak. Detil kecil seperti pada hari sekolah, di luar jam sekolah, hendaknya ditonjolkan jika penjelasan tersebut penting, dengan cara memberi garis bawah atau huruf miring, sehingga siswa tidak mengabaikannya ketika merespon pertanyaan.
Dalam angket orangtua, untuk pertanyaan, seperti pertanyaan tentang orangtua diminta mengingat kejadian 4 sampai 5 tahun yang lalu, membuat kerancuan data. Pertanyaan tentang penguasaan menghitung sampai dengan 100 atau lebih sepertinya tidak terlalu penting ditanyakan karena materi itu akan diajarkan ketika mereka masuk sekolah. Dalam angket guru, ada pertanyaan yang mengulang, hendaknya direvisi bentuk pertanyaan agar tidak memperoleh informasi ganda. Pertanyaan tentang Pengajaran di Kelas PIRLS dan tentangcara mengajarkan membaca pada kelas PIRLS hendaknya dikaji ulang. Dalam angket Sekolah, tidak ditemukan adanya item yang mencurigakan. Selain itu untuk keempat angket perlu dipertimbangkan dan diperhatikan tentangpilihan jawaban yang menyatakan persetujuan. Karena sangat setuju, agak setuju, agak tidak setuju, dan sangat tidak setuju, gradasi tingkat persetujuannya belum tentu dimengerti oleh responden. Demikian juga dengan sangat baik, cukup baik, tidak terlalu baik, dan tidak baik sama sekali. Selain itu penyusun angket harus mempertimbangkan tingkat kemampuan membaca responden. Dengan hasil analisis nasional ini, semoga dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam melakukan terjemahan dan adaptasi instrumen main survey PIRLS 2011.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
37
Studi Internasional KeterbacaanProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2010.
DAFTAR PUSTAKA Ina V. S Mullis, Michael O. Martin, Ann M. Kennedy dan Pierre Foy, PIRLS 2006 International Report (2007) Michael O Martin, Ina V.S. Mullis, Ann M. Kennedy, PIRLS 2006 Technical Report (2007) Ina V.S Mullis, Michael O, Martha, Ann M. Kennedy, Kathleen L. Trong, dan Marian Sainsbury, PIRLS 2011 Assesment Framework. (2009).
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
38
KEMAMPUAN SISWA SMP DAN MTs DALAM MEMPERBAIKI KALIMAT TIDAK EFEKTIF DALAM PARAGRAF BERDASARKAN HASIL UN 2010/2011 Safari Peneliti Utama di Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud E-mail:
[email protected] ABSTRACT The aim of this research is to know if there is a correlation between the ability of the student of junior high school/ Islamic junior high school and the ability of the students in correcting ineffective sentences within the paragraph of a discourse in the 2010/2011 Junior High School/ Islamic Junior High School’s National Final Examination. The results of the analysis are as follows. First, the ability of Junior High School and Islamic Junior High School students in correcting ineffective sentences within the paragraph of a discourse in the 2010/2011 Junior High School/ Islamic Junior High School National Final Examination is “good” (60,54 and 60,53). The ability of the students in some provinces varies from very good to very poor (very good, good, poor, and very poor. Second, the Junior High School students’ ability in correcting ineffective sentences (Mean 60,54 and SD 13,27) is better than Islamic Junior High School students’ ability (Mean 60,53 and SD 15,13).Third, the difference between Junior High School and Islamic Junior High School students’ ability and their ability in correcting ineffective sentences is insignificant (P-value= 0,996). Keywords: students’ ability, effective sentence, paragraph, National Final Examination.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
39
ABSTRAK Tujuan utama studi ini adalah menjawab pertanyaan berikut. Apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan siswa SMP dan MTs terhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf pada Ujian Nasional SMP/MTs Tahun Pelajaran 2010/2011 di 33 Provinsi. Berdasarkan hasil analisis varian diperoleh hasil seperti berikut. Pertama,Klasifikasi kemampuan secara nasional, baik siswa SMP maupun MTs, kemampuan dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah “baik” (60,54 dan 60,53) walaupun ada beberapa provinsi yang termasuk dalam klasifikasi baik sekali, sedang, kurang, atau kurang sekali. Kedua, klasifikasi kemampuan siswa SMP dan MTs menunjukkan bahwa kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf pada siswa SMP (Mean 60,54 dan SD 13,27) adalah lebih baik daripada siswa MTs (Mean 60,53 dan SD 15,13). Ketiga, perbedaan kemampuan siswa SMP dan MTs terhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah tidak signifikan. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa SMP dan MTs terhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf (Pvalue= 0,996). Kata kunci: kemampuan siswa, kalimat efektif, paragraf, dan UN.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
40
Safari
LATAR BELAKANG
Dalam ujian nasional (UN) SMP/MTs tahun pelajaran 2010/2011 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia terdapat butir soal yang memberi tugas untuk memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf. Menulis kalimat secara efektif termasuk salah satu tujuan utama pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa SMP dan MTs. Karena suatu tulisan yang efektif menunjukkan bahwa penulisnya memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Dalam kurikulum SMP/MTs, menulis efektif dijabarkan ke dalam empat kompetensi dasar (KD). (1) Pada aspek berbicara, menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif (Kls 7 semester 1). (2) Pada aspek berbicara, bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun (Kls 7 semester 2). (3) Pada aspek menulis, Menulis pesan singkat sesuai dengan isi dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun (Kls 7 semester 2). (4) Pada aspek menulis, menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif (Kls 8 semester 1). (4) Pada aspek menulis, menulis teks pidato/ceramah/khotbah dengan sistematika dan bahasa yang efektif (Kls 9 semester 2). Secara sederhana, kalimat efektif itu adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Namun
masalahnya tidak sesederhana seperti ini. Apakah siswa SMA/MA dan mahasiswa di perguruan tinggi tidak memiliki masalah dalam hal penulisan kalimat efektif? Kalau mereka saja masih banyak menulis kalimat yang tidak efektif, bagaimana dengan siswa SMP/MTs? Kemudian apakah terdapat perbedaan kemampuan dalam menulis kalimat efektif pada siswa SMP dan MTs? Masalah yang sering muncul dalam penulisan kalimat sehingga menjadi kalimat yang tidak efektif adalah masalah: kesepadanan atau kesatuan, kesejajaran bentuk (paralelisme), penekanan dalam kalimat, kehematan, kevariasian, dan kelogisan. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi penyebab kalimat tidak efektif ini, siswa harus sering latihan menulis atau mengedit tulisan. Karena keterbatasan waktu belajar di kelas, guru menyuruh siswanya agar belajar mandiri. Penerapan metode belajar mandiri untuk penulisan kalimat efektif terdapat keunggulan dan keterbatasannya bagi siswa. Keunggulan belajar mandiri di antaranya adalah siswa lebih keras belajarnya, siswa mampu lebih lama untuk mengingat hal yang dipelajarinya, siswa memiliki rasa percaya diri dan tanggung jawab pribadi dapat. Adapun kelemahannya di antaranya adalah kurang adanya interaksi antara guru dengan siswa atau antarsiswa dengan siswa, apabila hanya dipakai metode satu jalur, kegiatan belajar bisa membosankan dan tidak menarik, program belajar mandiri belum tentu cocok untuk semua siswa atau semuaguru. Sekarang pertanyaannya adalah “Apakah siswa SMP dan MTs peserta ujian 2010/2011 sudah memenuhi syarat ketuntasan belajarnya untuk
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
41
Kemampuan Siswa SMP dan MTs Dalam Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif Dalam Paragraf Berdasarkan Hasil UN 2010/2011.
semua materi pelajaran khususnya materi kalimat efektif?” Bila jawabannya sudah, siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan UN karena peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Bila jawabannya belum, siswa pasti akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan UN karena peluang menjawab benar soal tergantung pada tingkat kemampuan siswanya. Bagaimana tingkat ketuntasan belajar siswa di setiap propinsi? Apakah mereka sama-sama tuntas atau sebaliknya? Bagaimana tingkat ketuntasan belajar antara siswa SMP dan MTs? Sesuai dengan lingkup penelitian ini, “Apakah siswa peserta ujian sudah memenuhi ketuntasan belajarnya untuk materi memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf?” Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Pertama, apakah tingkat kemampuan siswa SMP dan MTs dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf di 33 provinsi di Indonesia adalah sama? Kedua, apakah kemampuan siswa SMP lebih baik daripada kemampuan siswa MTs dalam hal memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf? Ketiga, apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf antara siswa SMP dan MTs? Oleh karena itu, permasalahan ini merupakan tujuan utama dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah seperti berikut ini. Pertama, untuk menentukan apakah tingkat kemampuan siswa SMP dan MTs dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf di 33 provinsi di Indonesia adalah sama. Kedua, untuk menentukan apakah kemampuan siswa SMP lebih baik daripada kemampuan siswa MTs dalam hal memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf. Ketiga, untuk menentukan apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf antara siswa SMP dan MTs. KAJIAN LITERATUR Kalimat (sentence) adalah sekelompok kata yang mengungkapkan pemikiran lengkap dan arti yang dapat dipahami secara umum (jelas), (Hariyanto dan Hariyono, 2009:11). Kalimat juga merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan pikiran ataugagasan kepada orang lain agar dapat dipahami dengan mudah. (Widjono, 2007:153). Adapun ciri-ciri kalimat adalah: (1) dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya atau tanda seru, (2) kalimat aktif sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, (3) predikat transitif disertai objek, predikat intransitive dapat disertai pelengkap, (4) mengandung pikiran yang utuh, (5) mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok yang mendukung fungsi disusun dalam satuan menurut fungsinya, menggunakan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
42
Safari
satuan makna, ide, atau pesan yang jelas, (Widjono, 2007:147). Pada prinsipnya kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis. Ada sebuah penelitian tentang kalimat efektif yaitu penelitian tentang “Kalimat Efektif: Struktur, Tenaga, dan Variasi” yang ditulis oleh Epraim (1992) menyimpulkan bahwa struktur kalimat yang benar merupakan dasar kalimat efektif, tenaga kalimat ialah kemampuan kalimat untuk menimbulkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan yang diinginkan penulis. Setelah memiliki struktur dan tenaga masih dibutuhkan adanya variasi. Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya. Menyimak beberapa definisi di atas, kalimat efektif memiliki ciri-ciri: kesepadanan atau kesatuan, kesejajaran bentuk (paralelisme), penekanan dalam kalimat, kehematan, kevariasian dan kelogisan. Untuk mengaplikasikan ciri-ciri ini diperlukan kemampuan siswa dalam praktik
menyusun kalimat yang efektif. Karena kemampuan adalah kemahiran individu untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya (Sanjaya, 2006: 70). Di samping itu, kemampuan merupakan rahmat insaniah yang dapat digolongkan sebagai rahmat umum karena seluruh potensi ini telah dianugerahkan Tuhan secara imanen dan inharen ketika manusia belum lahir ke dunia (Sinarno, 2010: 11). METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode survei. Dasar penggunaan metode survei adalah disesuaikan dengan tujuan utama penelitian ini di antaranya adalah untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual berdasarkan data penelitian ini. Populasi penelitian ini adalah semua butir soal Bahasa Indonesia pada UN SMP/MTs 2011, sedangkan sampelnya adalah 1 butir soal tentang kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf. Alasan pemilihan sampel adalah dari 50 butir soal yang diujikan hanya satu butir soal yang menanyakan kalimat efektif. Data dalam penelitian ini berbentuk skor tes yang dijawab siswa SMP dan MTs di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah siswa SMP yang mengikuti Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2010/2011 adalah 2853718 siswa yang belajar di 29951 SMP dan MTs 766783 siswa yang belajar di 13990 MTs. Jumlah siswa setiap provinsi dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
43
Kemampuan Siswa SMP dan MTs Dalam Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif Dalam Paragraf Berdasarkan Hasil UN 2010/2011
Tabel 1 Jumlah Siswa dan Sekolah SMP dan MTs Peserta Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011 di 33 Provinsi
Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis varian. Analisis varian dipergunakan untuk menghitung perbedaan tingkat tingkat kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf pada siswa SMP dan MTs. Agar hasil analisis penelitian ini dapat diperoleh secara akurat, maka semua data dalam penelitian ini diolah atau dianalisis dengan mempergunakan program SPSS 19.00. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Kemampuan Setiap Provinsi Klasifikasi kemampuan pada setiap provinsi dapat dilihat pada hasil analisis Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Nilai Rata-rata Persentase Menjawab Benar pada Pertanyaan tentang Kemampuan Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif dalam Paragraf pada Ujian Nasional SMP/MTs Tahun Pelajaran 2010/2011 di 33 Provinsi
Sumber: Puspendik, Balitbang Kemdikbud 2011
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
44
Safari
Tabel 3. Klasifikasi nilai UN RATA-RATA NILAI UN
Sumber: Puspendik, Balitbang Kemdikbud 2011
Untuk mengetahui apakah nilai rata-rata dalam Tabel 1 di atas termasuk klasifikasi baik sekali, baik, sedang, kurang, atau kurang sekali, nilai-nilai itu dikonversi atau disesuaikan dengan klasifikasi nilai pada Tabel 3 berikut (Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 2007: 7).
KODE
KLASIFIKASI
Rata-rata nilai UN > 7,50
A
Baik Sekali
6,50 < Rata-rata nilai UN ≤ 7,50
B
Baik
5,50 < Rata-rata nilai UN ≤ 6,50
C
Sedang
4,50 < Rata-rata nilai UN ≤ 5,50
D
Kurang
Rata-rata nilai UN ≤ 4,50
E
Kurang Sekali
Berdasarkan klasifikasi Tabel 3, data dalam Tabel 2 dengan mudah terlihat provinsi yang termasuk klasifikasi A= baik sekali, B= baik, C= sedang, D= kurang atau E=kurang sekali.Secara nasional, baik siswa SMP maupun MTs, kemampuan dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah “baik” (60,54 dan 60,53) walaupun ada beberapa provinsi yang termasuk dalam klasifikasi baik sekali, sedang, kurang, atau kurang sekali. Klasifikasi “baik sekali”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Sumatera Utara, Lampung, dan Papua Barat; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Jawa Barat, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Klasifikasi “baik”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Bengkulu, Maluku Utara, dan Kepulauan Riau; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Bengkulu, Banten, dan Papua Barat. Klasifikasi “sedang”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, Bangka Belitung,
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
45
Kemampuan Siswa SMP dan MTs Dalam Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif Dalam Paragraf Berdasarkan Hasil UN 2010/2011
Gorontalo, dan Banten; untuk MTs terdapat pada Provinsi: DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat. Klasifikasi “kurang”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Bangka Belitung. Klasifikasi “kurang sekali”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Barat; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan informasi di atas, kita dapat melihat seberapa jauhpara guru telah memaksimalkan kemampuan siswa terhadap materi/kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf. Kompetensi ini termasuk kategori UKRK khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. UKRK adalah materi/kemampuan yang: Urgensi (wajib dikuasai siswa), Kontinuitas (merupakan kemampuan/materi lanjutan), Relevansi (manfaatnya terhadap mata pelajaran lain tinggi), Keterpakaian (keterpakaian dalam kehidupan seharihari tinggi). Seharusnya “setiap siswa belajar berkemampuan maksimal/tinggi terhadap materi yang diajarkan guru”. Ini sering disebut dengan “belajar tuntas.” Bila ada siswa yang berkemampuan menengah dan rendah, maka ini menjadi kewajiban
.
guru untuk memaksimalkannya atau menuntaskannya. Penulis yakin, bila belajar tuntas dilaksanakan guru di sekolah, Insya-Allah, para guru malu meluluskan anak didiknya dengan kriteria kurang dari 50,01 melainkan 100,00. Karena nilai 50,1 menunjukkan belum tuntas materi yang dikuasainya. Klasifikasi Kemampuan Siswa SMP dan MTs Bila dilihat dari nilai rata-rata nasional, antara kemampuan siswa SMP dan MTs dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah sama walaupun nilai standar deviasinya tidak sama. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Skor Siswa pada Pertanyaan tentang Kemampuan Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif dalam Paragraf pada Ujian Nasional SMP/MTs Tahun Pelajaran 2010/2011 di 33 Provinsi Group Statistics SMP_MTs
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
NILAI_RATA2 1. SMP
33
60,5448
13,27373
2,31066
2. MTs
33
60,5288
15,13093
2,63396
Berdasarkan data dalam tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf pada siswa SMP (Mean 60,54 dan SD 13,27) adalah lebih baik daripada siswa MTs (Mean 60,53 dan SD 15,13). Perbedaan Kemampuan Siswa SMP dan MTs Tabel 5 berikut merupakan hasil uji homogenitas setiap data dalam variabel sebelum
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
46
Safari
dianalisis dengan analisis varian satu jalur. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel adalah homogen (Sig. > 0,05). Tabel 5 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic ,100
df1 1
df2
Sig.
64
,753
Karena kedua variabel adalah homogen, variabel itu dapat dianalisis dengan analisis varian satu jalur dengan hasilnya seperti pada tabel 6 berikut ini. Tabel 6 ANOVA Sum of Squares Between Groups
df
,004
1
Within Groups
12964,376
64
Total
12964,380
65
Mean Square
F
Sig.
,004 ,000 ,996 202,568
Tabel 6 menunjukkan bahwa perbedaan kemampuan siswa SMP DAN MTs terhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah tidak terbukti. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan siswa SMP DAN MTsterhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf (Pvalue= 0,996). SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan semua uraian di atas, hasil penelitian dapat disimpulkan dengan adanya temuan-temuan dan saran seperti berikut ini.
Pertama, Klasifikasi kemampuan secara nasional, baik siswa SMP maupun MTs, kemampuan dalam memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah “baik” (60,54 dan 60,53) walaupun ada beberapa provinsi yang termasuk dalam klasifikasi baik sekali, sedang, kurang, atau kurang sekali. Klasifikasi “baik sekali”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Sumatera Utara, Lampung, dan Papua Barat; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Jawa Barat, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Klasifikasi “baik”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Bengkulu, Maluku Utara, dan Kepulauan Riau; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Bengkulu, Banten, dan Papua Barat. Klasifikasi “sedang”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Banten; untuk MTs terdapat pada Provinsi: DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat. Klasifikasi “kurang”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Bangka Belitung.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
47
Kemampuan Siswa SMP dan MTs Dalam Memperbaiki Kalimat Tidak Efektif Dalam Paragraf Berdasarkan Hasil UN 2010/2011.
Klasifikasi “kurang sekali”, untuk SMP terdapat pada Provinsi: Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Barat; untuk MTs terdapat pada Provinsi: Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Kedua, klasifikasi kemampuan siswa SMP dan MTs menunjukkan bahwa kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf pada siswa SMP (Mean 60,54 dan SD 13,27) adalah lebih baik daripada siswa MTs (Mean 60,53 dan SD 15,13). Ketiga, perbedaan kemampuan siswa SMP dan MTs terhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf adalah tidak terbukti. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa SMP dan MTsterhadap kemampuan memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf (P-value= 0,996). Berdasarkan hasil penelitian di atas, ada dua saran penting seperti berikut ini. Pertama, kepada guru khususnya guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu mata pelajaran yang di-UNkan perlu memberi contoh dan praktik memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf dari jenis teks bacaan yang berbeda-beda, seperti jenis teks kontinyus (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dll.) dan non-kontinyus (tabel, grafik, gambar, dll.). Dalam penerapannya di kelas, gunakanlah contoh konkret penyebab utama kalimat tidak efektif di antaranya karena: kontaminasi, pleonasme, ambiguitas, tidak jelas unsur subjek/predikat, preposisi yang mubazir, kesalahan logika, ketidaktepatan bentuk kata tau makna kata, pengaruh bahasa daerah atau asing.
Kedua, kepada para siswa kelas 9SMP dan MTs baik sekolah negeri maupun swasta yang sedang mempersiapkan ujian perlu meningkatkan kemampuan dalam hal-hal yang menyebabkan kalimat tidak efektif dan praktik memperbaiki kalimat tidak efektif dalam paragraf. Selamat belajar! DAFTAR PUSTAKA Badudu, J.S. 1995.Inilah Bahasa Indonesia yang Benar IV. Jakarta: GramediaPustaka Utama Epraim. 1992.”Kalimat Efektif: Struktur, Tenaga, dan Variasi(Skripsi)”. Medan: Fakultas Sastra USU Hariyanto, Doni and Rudy Hariyono. 2009. English Grammar for General Application. Yogyakarta: Gita Media Press Putrayasa, I.B. 2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung: ReflikaAditama Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media. Sinamo, Jansen. 2010. 8 Etos Keguruan. Bogor : Grafika Mardi Yuana. Widjono, Hs. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
48
KUALITAS TES BUATAN GURU PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SD NEGERI KOTA KENDARI Zamsir Dosen FKIP Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara E-mail:
[email protected] ABSTRACT The aim of this research is to know the quality of the test structured by the Mathematics teachers of governmental elementary schools in Kota Kendari. The indicators of the test quality are appropriateness, proportional correct and point biserial. This research also reveals the difficulties faced by the teachers in structuring the test and the students’ conception towards the learning evaluation given by their teacher. This research is a descriptive explorative research which is conducted in six elementary schools in Kota Kendari. The sample of the research is formative test in the first semester in 2008. The research uses both qualitative and quantitative data analysis methods. Descriptive statistics is used in the qualitative data analysis. The result of the research shows that Mathematics test structured by the teachers, based on the appropriateness, proportional correct and point biserial, have a good quality. 90% of the questions are appropriate with the specific aim of the learning process. 55,7% of the questions have medium proportional correct. Meanwhile, 78,8% of the questions have a good and quite point biserial. In structuring the test, the teachers face problems in measuring the quality of the test, determining the number of the questions compared with the allocated time, and structuring the scoring manual or the criteria of the answers. The students’ conception toward the learning evaluation given by their teacher is good. It means that the teachers have done the planning, implementation, test quality, feedback, and follow-up after the evaluation. Keywords: test, proportional correct, point biserial, evaluation, assessment.
.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
49
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tes buatan guru pada mata pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari. Indikator kualitas tes dibatasi pada tiga aspek, yaitu: kesesuaian isi soal-soal dengan tujuan khusus pengajaran (TKP), tingkat kesukaran, dan daya beda. Di samping itu, diungkap pula kesulitankesulitan yang dialami guru dalam membuat tes serta tanggapan siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif di laksanakan pada 6 SD Negeri di Kota Kendari. Sampel penelitian adalah tes formatif (ulangan harian) pada semester I Tahun 2008. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kuantitatif menggunakan statistik deskriptif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa Tes Matematika buatan guru dilihat dari segi kesesuaian isi soal-soal dengan tujuan khusus pengajaran, tingkat kesukaran, dan daya pembeda memiliki kualitas yang baik. Proporsi soal-soal yang sesuai dengan tujuan khusus pengajaran adalah 0,9. Sebanyak 55,7% soal mempunyai tingkat kesukaran sedang, dan sebanyak 78,8% soal mempunyai daya pembeda cukup dan baik. Kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes terutama dalam tiga hal, yaitu: menilai kualitas tes, menentukan jumlah butir soal dengan waktu yang tersedia, dan membuat pedoman pemberian skor/kriteria jawaban. Tanggapan/pendapat siswa tentang evaluasi yang dilaksanakan oleh guru adalah baik. Hal ini berarti bahwa guru dalam melaksanakan kegiatan evaluasi telah dilakukan dengan baik mulai dari persiapan, pelaksanaan, kualitas tes, umpan balik, dan tindak lanjut setelah kegiatan evaluasi itu selesai. Kata kunci: tes, tingkat kesukaran, daya pembeda, evaluasi, penilaian
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tes buatan guru pada mata pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari. Indikator kualitas tes dibatasi pada tiga aspek, yaitu: kesesuaian isi soal-soal dengan tujuan khusus pengajaran (TKP), tingkat kesukaran, dan daya beda. Di samping itu, diungkap pula kesulitankesulitan yang dialami guru dalam membuat tes serta tanggapan siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif di laksanakan pada 6 SD Negeri di Kota Kendari. Sampel penelitian adalah tes formatif (ulangan harian) pada semester I Tahun 2008. Analisis data dilakukan secara kualitatif danPendidikan, kuantitatif. Analisis data secara kuantitatif menggunakan statistik deskriptif. Dari50 VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Vol.I/No.01/Juni/2012 hasil penelitian disimpulkan bahwa Tes Matematika buatan guru dilihat dari segi kesesuaian isi soal-soal dengan tujuan khusus pengajaran, tingkat kesukaran, dan daya pembeda memiliki kualitas yang baik. Proporsi soal-soal
Zamsir
PENDAHULUAN Latar Belakang Melakukan evaluasi merupakan salah satu tugas pokok seorang guru dalam dunia pendidikan formal. Evaluasi berkaitan dengan pencapaian hasil dari proses belajar mengajar. Pencapaian kualitas hasil belajar di sekolah menuntut pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang berkualitas. Oleh karena itu,guru sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut dituntut untuk memiliki sekurang-kurangnya tiga kemampuan pokok yakni kemampuan merencanakan kegiatan belajar mengajar, kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, dan kemampuan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar (Gagne & Leslie, 1979). Ketiga tugas pokok di atas merupakan suatu rangkaian tugas yang menjadi tanggungjawab guru untuk dilaksanakan di sekolah. Perencanaan kegiatan pengajaran menunjuk pada pembuatan satuan pelajaran (SP) untuk materi yang telah ditetapkan dalam silabus mata pelajaran dan memberikan arah pada pelaksanaannya di kelas. Pengelolaan menyangkut pada manajemen pembelajaran, sedangkan evaluasi menunjuk pada upaya mengukur dan menilai keberhasilan pengajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi sebagai upaya mengukur dan menilai keberhasilan pengajaran yang dilaksanakan, menduduki posisi yang tidak kalah pentingnya dari kegiatan merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Salah satu bagian dari kegiatan evaluasi ini adalah pembuatan tes prestasi
belajar atau tes hasil belajar. Tes yang dimaksud adalah tes buatan guru (teacher made test) untuk menilai keberhasilan belajar siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah. Tes buatan guru merupakan tes hasil belajar yang disusun oleh guru sendiri untuk pengukuran dan penilaian hasil belajar siswa, baik pada ujian formatif (ulangan harian) maupun ujian sumatif (Popham, 1981: Arikunto, 1992). Tesbuatan guru mempunyai fungsi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Fungsipertama terfokus pada perbaikan program pembelajaran yang sedang dikembangkan (orientasi proses), sedangkan fungsi yang kedua terfokus pada pengukurandanpenilaiantentangkeberhasilansiswa dalammeraih tujuan-tujuan pembelajaran tertentu (orientasi hasil). Sudjana (1991), mengemukakan bahwa urgensi tes buatan guru pada esensinya tercakup pada kedua fungsi evaluasi di atas. Penilaian kualitas tes buatan guru meliputi kriteria-kriteria seperti: (a) tarafkesesuaian dengan tujuan khusus pengajaran (validitas isi), (b) kelayakan tingkat kesukarannya, (c) kelayakan daya pembedanya, (d) tingkat kehandalannya, dan (e) kecermatan rakitan soal-soalnya. Di samping itu, tes harus memiliki sifat-sifat: objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis, serta mudah untuk dilaksanakan (Djemari Mardapi, 1991; Arikunto, 1992). Kelemahan tes buatan guru di sekolah SD sampai SLTA antara lain terungkap melalui soalsoal ujian formatif dan ujian sumatif yang sudah diujikan seperti: konstruksi soal yang umumnya kurang tepat menurut kaidah penulisan soal, pemakaian jenis soal objektif pada umumnya
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
51
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari
belum tepat, pemakaian soal esai yang cenderung terlampau sempit dan amat luas (kabur) sasarannya, dan naskah tes yang terkesan tanpa didesain atau lebih merupakan duplikasi dari soalsoal terdahulu tanpa review dan revisi. Sementara itu, tes buatan guru dalam mata pelajaran Matematika, khususnya di SD selain mengandung kelemahan yang dipaparkan di atas, juga masih terdapat kekurangan-kekurangan seperti: (1) umumnya masih kurang relevan dengan tujuan pengajaran Matematika, (2) isi dan bentuk soal-soalnya umumnya lebih merupakan duplikasi dari soal-soal yang ada dalam buku pelajaranmatematika(buku paket)ataubukubukuyang beredar di pasaran, (3) orientasi soalsoalnya masih kurang diarahkan pada penguasaan konsep, pemahaman,penerapan,sintesis dan evaluasi. Hudoyo (1989), mengemukakan bahwa tesMatematikasemacamitu umumnya masih ditemukan pada jenjang SD hingga SLTA. Penelitian tentang kualitas tes buatan guru, khususnya mata pelajaran Matematika sampai saat ini belum banyak dilakukan, padahal urgensi serta permasalahannya seperti telah dikemukakan tidak kalah pentingnya dengan masalah-masalah kependidikan lainnya. Tes buatan guru adalah salah satu instrumen evaluasi untuk pengukuran pencapaian tujuan pembelajaran sekaligus sumber masukan yang akurat untuk perbaikan proses pembelajaran. Oleh karena itu, masalah tentang kualitas tes buatan guru menarik untuk dikaji. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini mencoba untuk mengkaji sejauhmana kualitas tes buatan guru pada mata pelajaran Matematika, khususnya di SD
Negeri Kota Kendari. Dengan mengetahui sejauhmana kualitas tes buatan guru, diharapkan menjadi bahan masukan bagi kepala sekolah dan Diknas kota/kabupaten dalam upaya peningkatan kemampuan guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar siswa, khususnya bagi guru SD di KotaKendari. Rumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini, adalah: (1) Bagaimanakah kualitas tes buatan guru pada mata pelajaran matematika di SD Negeri Kota Kendari?, (2) Hambatan atau kesulitan apa yang dialami guru dalam membuat tes?, dan (3) Bagaimana pendapat siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) kualitas tes buatan guru pada mata pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari, (2) kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes, dan (3) pendapat siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru.
KAJIAN LITERATUR Evaluasi dalam arti luas adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehmann, 1973). Sesuai dengan pengertian ini
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
52
Zamsir
maka setiap kegiatan evaluasi merupakan proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data. Berdasarkan data itu, kemudian dicoba untuk membuat suatu keputusan. Dalam hubungannya dengan kegiatan pengajaran atau pendidikan, Gronlund (1976: 6) merumsukan pengertian evaluasi sebagai berikut: “Evaluation a systematic process of determining the exient to which instructional objectives are achieved by pupils”. Menurut pengertian tersebut, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi dalam pendidikan merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung, dan pada akhir program setelah program itu dianggap selesai. Program yang dimaksud adalah program satuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam satu pertemuan atau lebih dalam kegiatan belajar mengajar, program semester, dan program yang dirancang untuk periode satu tahun pembelajaran. Kegiatan evaluasi memerlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi. Dalam kegiatan pendidikan, data yang dimaksud mungkin berupa perilaku atau penampilan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, hasil ulangan harian atau tugastugas pekerjaan rumah, nilai ulangan semester, dan sebagianya.
Di samping itu, kegiatan evaluasi khususnya evaluasi hasil belajar tidak terlepas dari tujuantujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Berkaitan dengan hal ini, Purwanto (1984) mengemukakan bahwa tanpa merumuskan atau menentukan tujuan-tujuan terlebih dahulu tidak mungkin menilai sejauh mana pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena setiap kegiatan penilaian memerlukan suatu kriteria tertentu sebagai acuan dalam menentukan batas ketercapaian objek yang dinilai. Pendidikan merupakan suatu usaha yang disengaja dengan tujuan agar peserta didik mengalami perkembangan melalui proses belajar.Program pembelajaran dibuat sedemikian rupa, kemudian dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Hopkins dan Stanley (1990) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses di dalamnya paling tidak ada tiga unsur pokok yang saling berhubungan erat,yaitu: tujuan pendidikan (learning purposes), pengalaman belajar (learning experiences), dan prosedur evaluasi (evaluation procedures). Dengan demikian, evaluasi merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada akhir suatu program pendidikan untuk menilai seberapa jauh tujuan pendidikan telah tercapai dengan menggunakan prosedur tertentu. Anderson (1976) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi belajar adalah penyiapan informasi untuk pengambilan keputusan mengenai efektivitas dan efisiensi perolehan suatu kegiatan pengajaran diukur dari tujuan yang hendak dicapai. Dinyatakan pula bahwa proses penyiapan informasi dalam evaluasi belajar idealnya memenuhi ukuran-
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
53
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari
ukuran objektivitas, reliabilitas, dan validitas. Dengan demikian, faktor subjektivitas yang kerap mencemari evaluasi bisa diredam. Evaluasi belajar dalam wawasan sementara guru dewasa ini, sering lebih diartikan sebagai kegiatan berkala berupa ujian formatif dan sumatif. Hal ini merupakan refleksi kekeliruan persepsi sebagian guru mengenai evaluasi belajar, seperti diungkapkan di atas. Dalam wawasan semacam ini menurut Nitko (1983), makna evaluasi belajar cenderung sebagai pengulangan kegiatan rutin dalam menetapkan siswa yang naik kelas atau tinggal kelas, lulus atau gagal dalam ujian akhir pada suatu jenjang pendidikan. Evaluasi hasil belajar tidak sesempit dengan makna yang berorientasi pada hasil ujian sematamata. Maknanya lebih luas, meliputi siswa, guru, konselor, sekolah, serta orang tua siswa. Makna evaluasi belajar bagi siswa terutama berkenaan dengan penumbuhan motivasi belajar siswa. Siswa yang berprestasi baik, diharapkan akan lebih terpacu meraih prestasi yang lebih baik lagi, sedangkan siswa yang berprestasi rendah diharapkan bangkit memperbaiki prestasinya. Hal ini memang tidak selalu terwujud, karena masalahnya ada sejumlah faktor yang selalu berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Salah satu faktor diantaranya adalah tidak semua guru dapat menilai hasil belajar siswa secara akurat. Oleh sebab itu, masih sering ditemukan nilai hasil belajar seorang siswa tidak sesuai dengan kemampuannya. Menurut Raka Joni (1986) nilai seperti itu hilang makna motivasinya dalam proses belajar siswa.
Makna evaluasi belajar bagi guru terutama untuk perbaikan dan perkembangan sistem pembelajaran. Hasil belajar siswa menjadi acuan dalam penilaian menyangkut: (1) ketepatan disain pembelajaran yang digunakan oleh guru, (2) konsistensi pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan disain yang dipilih, (3) pencapaian tujuantujuan pembelajaran yang ditetapkan, (4) kesulitan belajar yang dialami siswa, dan (5) tindak lanjut berupa program perbaikan dan atau pengayaan bagi siswa yang memerlukannya (Tuchman, 1979; Arikunto, 1992).Dalam konteks ini, terungkap bahwa evaluasi belajar berdimensi ganda, yaitu menilai hasil belajar siswa sekaligus menilai kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Pelaksanaan evaluasi dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan melalui tes formatif, tes penempatan serta tes diagnostik. Dalam penelitian ini hanya akan ditinjau pelaksanaan evaluasi formatif dalam bentuk ulangan harian. Bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian (esai). Pelaksanaan ulangan harian dilakukan oleh guru setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran satu atau lebih kompetensi dasar. Tes Buatan Guru sebagai Tes Hasil Belajar Tes hasil belajar dalam pendidikan formal, dibedakan atas dua macam, yakni: tes baku (standardized tests), dan tes buatan guru. Tes baku terutama ditandai oleh kesempurnaan isi, terkalibrasi, serta cara pengadministrasiannya, sehingga hasilnya benar-benar sahih dan handal. Segi-segi kesempurnaan tes itu pula yang amat lemah pada tes buatan guru sekaligus sebagai cirri-
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
54
Zamsir
ciri utama yang membedakan antara kedua macam tes tersebut. Tes hasil belajar yang baku di sekolahsekolah kita dari SD hingga SLTA relatif belum ada. Tes Ebtanas atau sekarang disebut tes ujian nasional saat ini relatif baru pada pembakuan isi dan bentuk soal-soalnya (Raka Joni, 1986). Tes buatan guru merupakan tes hasil belajar yang disusun dan dirakit sendiri oleh guru untuk keperluan sendiri, khususnya digunakan untuk evaluasi formatif dan sumatif. Wujudnya berupa tes formatif, tes ulangan harian, dan tes sumatif dalam ragam soal-soal esai dan atau soal-soal objektif. Tes ini mengacu pada tujuan khusus pengajaran (TKP) atau target kompetensi. Jadi, fungsi utama tes ini adalah sebagai instrumen pengukuran tentang pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena tujuan pembelajaran adalah operasionalisasi pencapaian standar kompetensi, maka tes buatan guru pada akhirnya bermuara pada penilaian mengenai pencapaian kompetensi dasar. Untuk dapat mewujudkan fungsi yang demikian itu, maka tes ini diharapkan dapat memenuhi syarat-syarat tes yang baik, yaitu: sahih, handal, praktis, dan ekonomis. Selanjutnya, untuk memperjelas gambaran peranan tes buatan guru dalam proses belajar mengajar (PBM) dapat diperhatikan Gambar 1 dari Furst (Mehrens & Lehmann, 1973). Objectives
Educational Esperiences
Evaluation Procedures
Gambar 1. Hubungan Pengajaran, Tujuan dan Evaluasi Berdasarkan gambar di atas, dapat dinyatakan bahwa tujuan pendidikan berupa hasil belajar siswa dapat dicapai melalui proses belajar mengajar dan kualitas proses belajar mengajar menentukan baik dan buruknya hasil belajar siswa. Agar diperoleh informasi keefektifan pembelajaran dan tercapainya tujuan maka evaluasi harus dilakukan. Dalam hal inilah tes buatan guru mengambil peranan penting (Gronlund, 1982). Jadi, terdapat hubungan yang sangat erat antara proses belajar mengajar, tujuan pengajaran, dan sistem evaluasi. Sistem evaluasi yang dilakukan di sekolah pada dasarnya adalah program sekolah yang digunakan untuk mengukur kemajuan belajar siswa dan menentukan keefektifan PBM. Sistem ini berisi tujuan yang akan dicapai, alat yang digunakan dan ukuran serta kriteria yang dijadikan panduan dalam menentukan prestasi belajar siswa dan keberhasilan guru dalam mengelola PBM yang diselenggarakan di sekolah. Tes buatan guru di sekolah, digunakan untuk evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Peranan masing-masing evaluasi ini sangat penting di dalam PBM untuk menjadi panduan guru dalam menentukan tingkat keberhasilan program pembelajarannya dan menjadi indikator tingkat keberhasilan belajar siswa. Tes formatif digunakan untuk mengevaluasi kemajuan belajar siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah. Hasil tes ini menjadi indikator penguasaan siswa atas materi
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
55
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari.
pelajaran yang diajarkan (Prawironegoro, 1980). Jadi, penilaian tes formatif terletak pada pengukuran daya serap siswa dalam setiap unit pembelajaran yang diajarkan. Siswa yang gagal dalam mengerjakan tes formatif akan diberikan pengajaran remidial, demikian pula siswa yang mengalami kesulitan yang bersifat tetap. Siswa ini akan diketahui kesulitan belajar yang dialaminya setelah mengikuti tes diagnostik. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (1982) bahwa tes diagnostik merupakan bagian dari tes formatif. Bersama-sama dengan siswa yang telah memperoleh pengajaran remidial, siswa yang berhasil dalam tes formatif, selain memperoleh pengajaran tambahan untuk memperkaya pengetahuannya juga akan diberi pelajaran selanjutnya yang sudah direncanakan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tes formatif umumnya digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi pelajaran yang telah diajarkan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang penguasaan siswa, guru harus mempunyai kriteria tertentu yang menjadi indikator sampai sejauh mana siswa sudah memahami materi pelajaran yang diajarkan. Dalam hal ini penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan patokan (Mehrens & Lehmann, 1973). Tes sumatif digunakan untuk menentukan nilai siswa pada setiap akhir program pembelajaran dalam periode waktu tertentu. Hasil tes sumatif digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menyerap materi pelajaran selama satu semester, penentuan kenaikan kelas dan indikator
prestasi siswa dalam kelompoknya (Prawironegoro, 1980). Cakupan materi pada tes sumatif lebih luas dan hasilnya digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar siswa dalam satu semester. Sistem penilaian yang digunakan dalam tes sumatif pada umumnya penilaian acuan norma (Mehrens & Lehmann, 1973). Dengan memperhatikan prinsip dasar tes hasil belajar dan fungsinya dalam evaluasi belajar di sekolah, maka jelaslah bahwa tes buatan guru yang digunakan untuk evaluasi formatif dan sumatif sangat penting peranannya dalam menentukan prestasi belajar siswa, keberhasilan PBM yang dikelola guru, dan menentukan mutu pendidikan. Oleh karena itu, dalam menyusun dan mengembangkan tes guru harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baik dan benar.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif, sampel penelitian adalah guru-guru dan siswa-siswa pada 6 SD Negeri di Kota Kendari. Objek penelitian adalah naskah tes formatif (ulangan harian) pada semester I tahun pembelajaran 2008/2009 yang ditulis oleh 6 orang guru. Naskah tes yang diambil sebagai sampel sebanyak 33 buah tes bentuk uraian (esai) dengan jumlah soal 203. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, format kartu telaah soal, angket, dan wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data hasil uji coba instrumen
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
56
Zamsir
angket untuk guru dan siswa menggunakan Program SPSS for Windows pada sub program analisis faktor. Analisis data hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk nilai rerata, proporsi, modus, grafik/diagram, dan tabeltabel distribusi skor. Analisis tes secara kualitatif dilakukan dengan berpedoman pada data respons penilai yang diperoleh dengan menggunakan kartu telaah soal, sedangkan analisis tes secara kuantitatif menggunakan teori tes klasik berdasarkan data hasil uji empiris. Kriteria suatu butir soal dikatakan baik dilihat dari segi adanya kesesuaian dengan tujuan khusus pengajaran, kelayakan tingkat kesukaran, dan kelayakan daya pembedanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil analisis kualitatif berdasarkan telaah yang dilakukan oleh tiga orang ahli (pakar) terhadap 33 naskah tes yang diamati, diperoleh sebanyak 128 butir (63,1%) yang baik (diterima tanpa revisi), 64 butir (31,5%) diterima dengan revisi, dan 11 butir (5,4%) ditolak (drop). Proporsi soal-soal yang diterima, direvisi, dan ditolak masing-masing adalah: 0,6 : 0,3 : 0,1. Persentase butir soal yang diterima tanpa revisi, diterima dengan revisi, dan ditolak berdasarkan hasil telaah soal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Jumlah dan Persentase Butir Soal yang Diterima, Direvisi, dan Ditolak Diterima
Direvisi
Ditolak
Sekolah N
%
N
%
N
%
SDN 03 Kendari Barat
26
70,3
10
27,0
1
2,7
SDN 07 Kendari Barat
21
58,3
12
33,2
3
8,3
SDN 01 Mandonga
27
64,3
14
33,3
1
2,4
SDN 04 Poasia
25
59,5
15
35,7
2
4,8
SDN 12 Baruga
24
77,4
4
12,9
3
9,7
SDN 10 Mandonga
5
33,3
9
60,0
1
6,7
128
63,1
64
31,5
11
5,4
Jumlah P
0,6
0,3
0,1
Selanjutnya, soal-soal yang diterima dengan direvisi dapat diuraikan lebih lanjut menurut bidang/aspek telaah, yaitu: aspek materi, aspek konstruksi, dan aspek bahasa. Rangkuman jumlah dan persentase butir soal yang direvisi berdasarkan bidang telaah dapat dilihat pada Tabel 2.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
57
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari
Tabel 2Jumlah dan Persentase Butir Soal yang Direvisi Menurut Bidang Telaah Materi
Konstruksi
Bahasa
Sekolah N
%
N
%
N
%
SDN 03 Kendari Barat
7
70,0
0
0
3
30,0
SDN 07 Kendari Barat
5
41,7
0
0
7
58,3
SDN 01 Mandonga
9
64,3
2
14,3
3
21,4
SDN 04 Poasia
6
40,0
3
20,0
6
40,0
SDN 12 Baruga
1
25,0
1
25,0
2
50,0
SDN 10 Mandonga
3
33,3
1
11,1
5
55,6
Jumlah
31
48,4
7
10,9
26
40,6
P
0,5
0,1
0,4
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa butir soal yang direvisi pada aspek materi sebanyak 31 butir (48,4%), yang direvisi pada aspek konstruksi sebanyak 7 butir (10,9%), dan yang direvisi pada aspek bahasa sebanyak 26 butir (40,6%). Dengan demikian, kecenderungan kelemahan penulisan tes buatan guru terjadi pada aspek materi dan bahasa. Proporsi butir soal yang direvisi menurut bidang telaah materi, konstruksi, dan bahasa adalah 0,5 : 0,1 ; 0,4. I. Grafik persentase soal-soal yang direvisi menurut bidang telaah disajikan pada Gambar 2.
Hasil analisis selanjutnya adalah untuk mengetahui tentang ada tidaknya kesesuaian antara butir soal dengan tujuan khusus pengajaran (TKP) atau target kompetensi. Indikator tentang kesesuaian ini terlihat dari sesuai tidaknya butir soal yang ditulis dengan target kompetensi yang ingin dicapai. Butir soal yang baik adalah butir yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah telah ditetapkan. Rangkuman hasil analisis kesesuaian soal-soal dengan TKP nya dapat dilihat ditabel 3.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
58
Zamsir
Tabel 3 Jumlah dan Persentase Soal Menurut Kesesuaian dengan TKP Sesuai TKP
Tidak Sesuai TKP
Sekolah N
%
N
%
SDN 03 Kendari Barat
34
91,9
3
8,1
SDN 07 Kendari Barat
32
88,9
4
11,1
SDN 01 Mandonga
35
83,3
7
16,7
SDN 04 Poasia
35
83,3
7
16,7
SDN 12 Baruga
27
87,1
4
12,9
SDN 10 Mandonga
11
73,3
4
26,7
Jumlah
174
85,7
29
14,3
P
0,9
0,1
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa soal-soal yang sesuai dengan TKP sebanyak 174 butir (85,7%) dan yang tidak sesuai dengan TKP sebanyak 29 butir (14,3%). Dengan demikian, soalsoal yang ditulis oleh guru cenderung sesuai dengan TKPnya. Hal ini dipertegas lagi dilihat dari segi proporsi soal-soal yang sesuai dengan TKP mencapai 0,9.Grafik persentase soal-soal yang sesuai dengan TKP nya disajikan pada Gambar 3.
85. 70%
S ES U A I TI DAK
14. 30%
Ga m b a r 3 . Gr a f i k K e se su a i a n S o a l d e n g a n T K P
Hasil analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kualitas tes dari segi parameter tingkat kesukaran dan daya beda. Rangkuman hasil analisis tingkat kesukaran soal yang dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: mudah, sedang, dan sukar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4Jumlah dan Persentase Tingkat Kesukaran Soal Menurut Kategori Tingkat Kesukaran Mudah
Sedang
Sukar
Sekolah N
%
N
%
N
%
SDN 03 Kendari Barat
14
37,8
23
62,2
0
0
SDN 07 Kendari Barat
18
50,0
18
50,0
0
0
SDN 01 Mandonga
14
33,3
22
52,4
6
14,3
SDN 04 Poasia
18
42,9
19
45,2
5
11,9
SDN 12 Baruga
10
32,3
21
67,7
0
0
SDN 10 Mandonga
5
33,3
10
66,7
0
0
Jumlah
79
38,9
113
55,7
11
5,4
P
0,3
0,6
0,1
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 11 butir (5,4%) yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori soal sukar, sebanyak 113 butir (55,7%) yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori soal sedang, dan 79 butir (38,9%) yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori soal mudah. Dengan demikian, sebagian besar soal-soal yang dibuat guru termasuk soal yang tingkat kesukarannya sedang. Artinya soal-soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Proporsi soal-soal sukar, sedang, dan mudah
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
59
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari.
adalah 0,1 : 0,6 : 0,3. Grafik persentase tingkat kesukaran soal menurut kategori mudah, sedang,dan sukardisajikan pada gambar 4.
SDN 04 Poasia
11
26,2
11
26,2
20
47,6
0
0
SDN 12 Baruga
2
6,5
11
35,5
18
58,1
0
0
SDN 10 Mandonga
2
13,6
3
20,0
10
66,7
0
0
39
19,2
64
31,5
96
47,3
4
2,0
Jumlah
Sukar
Mudah
Sedang
Hasil analisis daya pembeda yang dikelompokkan dalam empat kategori ditemukan sebanyak 39 butir (19,2%) mempunyai daya pembeda jelek (drop), 64 butir (31,5%) mempunyai daya pembeda cukup, 96 butir (47,3%) mempunyai daya pembeda baik, dan 4 butir (2,0%) mempunyai daya pembeda baik sekali. Rangkuman jumlah dan persentase soal menurut kategori daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan Persentase Daya Pembeda Soal Menurut Kategori Indeks Daya Pembeda DB Jelek
DB Cukup
DB Baik
Sekolah
DB Baik Sekali
N
%
N
%
N
%
N
%
SDN 03 Kendari Barat
11
29,7
8
21,6
18
48,6
0
0
SDN 07 Kendari Barat
4
11,1
13
36,1
18
50,0
1
2,8
SDN 01 Mandonga
9
21,4
18
42,9
12
28,6
3
7,1
Tabel 5 memperlihatkan bahwa meskipun mayoritas soal-soal yang dibuat guru memiliki daya pembeda dalam kategiri cukup dan baik (78,8%), tetapi soal yang memiliki daya pembeda jelek nampaknya perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena porsinya masih di atas 10%.Soal-soal yang memiliki daya pembeda jelek ini tentu saja tidak bisa dipakai untuk menjelaskan tingkat keberhasilan belajar siswa, meskipun dalam tes siswa berhasil menjawabnya dengan benar. Kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes diungkap berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada guru. Berdasarkan hasil analisis kuesioner/angket tentang kesulitankesulitan yang dialami guru dalam membuat tes, diperoleh sebanyak 72,7% guru menyatakan sulit dalam menilaikualitas tes, 54,5% guru menyatakan sulit dalam menentukan jumlah butir tes dengan waktu yang tersedia, dan 45,5 % guru menyatakan sulit dalam membuat pedoman pemberian skor/kriteria jawaban (khususnya pada soal esai). Grafik persentase tentang kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes disajikan pada gambar 5.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
60
Zamsir
Menilai Kualitas Tes Menentukan Kriteria Jawaban Menentukan Jumlah Soal
Gambar 5 memperlihatkan bahwa kecenderungan guru mengalami kesulitan dalam membuat tes lebih banyak pada masalah menilai kualitas tes yang dibuatnya. Hal ini dipertegas lagi berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terungkap bahwa salah satu penyebabnya adalah karena sebagian besar guru belum tahu teknik/cara melakukan analisis soal untuk menilai kualitas tes. Disamping itu, dalam melakukan tes sering tidak dilakukan pemerikasaan secepatnya sehingga informasi dari hasil tes tidak segera bisa diketahui. Analisis terakhir dilakukan mengenai tanggapan atau pendapat siswa terhadap evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru. Pendapat siswa mengenai evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru dilihat dari 4 (empat) indikator, yaitu: (1) pendapat siswa tentang persiapan tes, (2) pendapat siswa tentang pelaksanaan tes, (3) pendapat siswa tentang kualitas tes, dan (4) pendapat siswa tentang umpan balik guru. Berdasarkan hasil analisis kuesioner, diperoleh sebanyak 178 orang (77,4%) mempunyai pendapat bahwa persiapan tes formatif/ulangan harian yang dilakukan oleh guru sangat baik,152
orang (66,1%) mempunyai pendapat bahwa guru dalam melaksanakan/ memberikan tes sangat baik, 179 orang (77,8%) mempunyai pendapat bahwa kualitas tes yang dibuat guru cukup baik, dan 151 orang (65,7%) mempunyai pendapat bahwa pemberian umpan balik yang dilakukan oleh guru adalah baik. Dengan demikian, tanggapan atau pendapat siswa terhadap pelaksanaan evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh guru adalah baik. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis butir secara kualitatif terhadap 33 naskah tes yang diamati dari 3 kali tes formatif/ulangan harian dengan jumlah soal 203, menunjukkan bahwa butir-butir soal tersebut cukup baik. Hal ini terlihat dari cukup banyaknya butir-butir yang baik (diterima tanpa revisi), yakni sebanyak 128 butir (63,1%). Butir yang direvisi sebanyak 64 butir (31,5%) dan hanya 11 butir ((5,4%) yang ditolak. Proporsi butir soal yang diterima, direvisi, dan ditolak masing-masing adalah: 0,6: 0,3: 0,1. Ini berarti bahwa dalam 10 soal, ditemukan ada sekitar 6 soal yang diterima tanpa revisi, 3 soal yang direvisi, dan hanya 1 soal yang ditolak. Butir soal yang diterima tetapi harus direvisi disebabkan oleh adanya kelemahan guru dalam menulis tes pada bidamg materi, konstruksi, dan bahasa. Kelemahan dalam penulisan butir soal ini dapat saja terjadi karena seorang penulis soal (guru), di samping harus menguasai teknik penulisan soal, juga harus menguasai beberapa kemampuan yang lain, yaitu: keahlian dalam bidang studi (mata pelajaran) yang diujikan,
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
61
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari
keahlian dalam pengukuran, dan keahlian dalam membahasakan gagasan (Suryabrata, 1987). Keahlian tersebut nampaknya belum dikuasai oleh guru yang butir-butir soalnya perlu direvisi pada beberapa aspek/bidang telaah. Bidang telaah yang ditemukan mempunyai kelemahan terbesar berturut-turut dari segi materi (48,4%), segi bahasa (40,6%), dan segi konstruksi (10,9%). Jika diamati lebih rinci, ditemukan butir soal yang direvisi bukan hanya direvisi dalam satu aspek, tetapi juga direvisi pada aspek lain. Misalnya, pada tes formatif I ada 2 butir (2,9%) yang direvisi dari segi materi dan bahasa, dan 1 butir (1,5%) yang direvisi dari segi konstruksi dan bahasa. Butir soal yang direvisi dari segi materi umumnya butir-butir yang tidak sesuai dengan indikatornya, isi materi yang ditanyakan tidak sesuai dengan tingkat kedalaman dan keluasaannya, dan batasan pertanyaan dan jawaban (ruang lingkup) tidak jelas. Butir soal yang tidak sesuai dengan indikator ini, ditemukan menyebar pada semua soal yang direvisi. Hal ini terjadi karena penulis soal (guru) hanya memusatkan perhatian pada materi soalnya tanpa memperhatikan aspek yang ingin ditanyakan. Ditinjau dari segi konstruksi tes, secara keseluruhan sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari butir soal yang direvisi pada bidang konstruksi hanya 7 butir soal atau kurang dari 10%. Butir soal yang direvisi pada bidang konstruksi adalah butirbutir yang rumusan soalnya kurang singkat atau tidak jelas dan tegas, dan butir yang kurang atau tidak mempunyai batasan tentang masalah yang ditanyakan.
Dilihat dari segi bahasa, jumlah butir soal yang direvisi mendudukiperingkat kedua setelah bidang materi. Bila dibandingkan banyaknya butir yang direvisi antarkriteria telaah dalam segi ini, jumlah butir yang direvisi hampir merata di semua kriteria. Butir soal yang direvisi adalah butir-butir yang rumusan soalnya tidak mudah dipahami maksudnya, soal tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (tidak sesuai EYD), rumusan soal menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda. Hasil penelitian ini mengungkap lebih jauh tentang kualitas tes buatan guru dalam pelajaran matematika dilihat dari tiga indikator, yakni kesesuaian isi soal-soal dengan TKP, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Parameter tingkat kesukaran dan daya beda dihitung berdasarkan teori tes klasik. Ketiga indikator tersebut dinilai cukup memadai mengingat analisis soal difokuskan pada tes formatif yang hanya memiliki jumlah respon peserta cukup terbatas. Tes buatan guru SD Negeri yang diteliti ini, ditemukan adanya kesesuaian butir-butir soal dengan TKP acuannya. Kadar kesesuaian itu cukup meyakinkan. Hal ini dapat dilihat dari persentase soal-soal yang sesuai dengan TKPnya mencapai 85,7%. Demikian pula, dilihat dari segi proporsi soal-soal yang sesuai dengan TKP acuannya mencapai 0,9. Ini berarti bahwa dalam 10 soal, hanya ada 1 soal yang menyimpan dari TKPnya. Tingkat kesukaran soal yang diselidiki dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: mudah, sedang, dan sukar. Dari hasil perhitungan yang dilakukan ditemukan bahwa sebagian besar soalsoalnya termasuk kategori soal sedang (55,7%). Hal
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
62
Zamsir
ini menunjukkan bahwa soal-soal yang dibuat guru memiliki tingkat kesukaran tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal-soal ini bermodus pada nilai indeks kesukaran (P) antara 0,30 hingga 0,70. Ini berarti sebanyak 30% hingga 70% siswa bisa menjawab soal-soal dengan benar. Dengan demikian, bila dilihat dari proporsi soalsoal antara kategori mudah, sedang, dan sukar idealnya dalah: 0,2: 0,5: 0,3, maka soal-soal yang dibuat guru dalam penelitian ini belum memenuhi kriteria proporsi yang ideal. Kondisi ini diperkuat dari tampilan naskah soal-soal yang diamati memang sebagian besar soal-soalnya tidak memerlukan taraf berpikir tinggi untuk menjawabnya. Selanjutnya, dari hasil analisis daya pembeda soal yang dikelompokkan dalam empat ketegori, yaitu: jelek, cukup, baik, dan baik sekali, ditemukan bahwa mayoritas soal-soal yang dibuat guru memiliki daya pembeda dalam kategori cukup dan baik (78,8%). Meskipun demikian, keadaan ini belumlah menggembirakan oleh karena soal-soal yang memiliki daya pembeda jelek masih ada sebanyak 19,2%(lebih dari 10%). Soal yang memilki daya pembeda jelek merupakan soal-soal yang tidak mampu menbedakan kemampuan objek ukurnya, sehingga hasil ukurnya kurang dapat dipercaya. Siswa yang berhasil menjawab dengan benar tidaklah berati bahwa mereka memang telah menguasai konsep materi yang diteskan itu. Penelitian yang dilakukan ini juga mengungkap beberapa kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes. Kesulitan-kesulitan tersebut ditemukan terutama dalam hal menilai kualitas tes, menentukan jumlah butir tes dengan waktu yang
tersedia, dan membuat pedoman pemberian skor/kriteria jawaban (soal esai). Mayoritas guru menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam hal menilai kualitas tes. Kondisi ini tentu perlu mendapatkan perhatian serius agar ada upaya yang dapat mendorong para guru selalu menilai kualitas tes yang dibuatnya. Di samping kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes, dalam penelitian ini juga diungkap mengenai pendapat/tanggapan siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru. Hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa sebagian besar (61,7%) siswa mempunyai pendapat baik. Dalam kaitannya dengan kualitas tes yang dibuat guru, ditemukanbahwa sebagian besar (77,8%) siswa mempuyai pendapat tes yang dibuat guru memiliki kualitas yang baik. Dengan demikian, hasil analisis butir soal terhadap soalsoal matematika yang dibuat guru memberikan hasil yang relatif sama dengan hasil tanggapan/pendapat siswa, yakni dalam kategori berkualitas baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: (a) Tes buatan guru pada mata pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari memiliki kualitas yang baik. Proporsi soal-soal yang sesuai dengan tujuan khusus pengajaran (TKP) atau target kompetensi adalah 0,9. Sebanyak
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
63
Kualitas Tes Buatan Guru Pada Mata Pelajaran Matematika di SD Negeri Kota Kendari
55,7% soal mempunyai tingkat kesukaran sedang, dan 78,8% soal mempunyai daya beda cukup dan baik. (b) Kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam membuat tes terutama dalam tiga hal, yaitu: menilai kualitas tes, menentukan jumlah butir soal dengan waktu yang tersedia, dan membuat pedoman pemberian skor/kriteria jawaban. (c) Tanggapan atau pendapat siswa tentang evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru adalah baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, kualitas tes, umpan balik, dan tindak lanjut setelah kegiatan evaluasi itu dilaksanakan. Saran Penelitian ini menemukan adanya kesesuaian isi soal-soal dengan TKP. Hal tersebut belum merupakan jaminan kebermaknaan suatu tes, jika TKP acuannya cacat isi. Oleh karena itu, seyogyanya para guru lebih memberikan perhatian khusustentangperumusanTKP yangbaikdan benar. Konkritnya, TKP dan soal-soalnya lebih diarahkan untuk menumbuhkan kemampuan penguasaan konsep dan berpikir kreatif dengan jalan meredam seminimal mungkin soal-soal yang cenderungberorientasi pada hafalan. Penelitian ini juga menemukan kesulitan guru dalam menilai kualitas tes yang dibuatnya. Oleh karena itu, diharapkan pimpinan sekolah selalu memberikan bimbingan dan mengingatkan agar para guru melakukan analisis kualitas tes sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
pengujian baik itu tes formatif, tes ulangan harian, maupun tes sumatif. Dengan demikian, guru akan memperoleh informasi tentang kualitas tes yang digunakannya untuk mengukur hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, S. B. 1976. The profession and practice of program evaluation. San Franscisco: JosseBass. Arikunto, S. 1992. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Djemari Mardapi. 1991. Konsep dasar teori respons butir: Perkembangan dalam bidang pengukuran pendidikan. Cakrawala Pendidikan X (3):1-16. Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. 1986. Esentials of educational measurement. Engleewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Gagne, R. M., & Leslie J. Briggs. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston. Gronlund, N. E. 1976. Measurement and evaluationin teaching. London: Macmillan Publishing Company, Inc.1982. Constructing achievement test. Engelwood Cliffs: Prentice Hall, Inc. Hopkins, K. D., Stanley, J.C., & Hopkins, B. R. 1990. Educational and psychological measurement and evaluation. Engelwood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
64
Zamsir
Hudoyo, H. 1989. Mengajar belajar matematika. Jakarta: P2LPTK Depdikbud. Mehrens, W.A., & Lehmann, I. J. 1973. Measurement and evaluation in education and psychology. New York: Holt, Rinehart and Wiston, Inc. Nitko, A.J. 1983. Educational test and measurement . New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc. Popham, W.J. 1981. Modern educational measurement. Engelwood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Purwanto, M. N. 1984. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prawironegoro, P. 1980. Teknik evaluasi bidang studi matematika. Jakarta: Depdfikbud. Raka Joni. 1986. Pengukuran dan penilaian pendidikan. Surabaya: Karya Anda. Sudjana, N. 1991. Penilaian hasil belajar mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryabrata, S. 1987. Pengembangan tes hasil belajar. Jakarta: Rajawali Press. Tuchman, B.W. 1979. Evaluating instructional programs. Boston: Allyn and Bacon.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
65
LOGIKA DAN LANDASAN HUKUM UN MATERI KEAGAMAAN PADA MA Kholid Fathoni Peneliti Muda di Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The subjects tested in National Final Examination (UN) are usually subjects that develop students’ logic in knowledge and technologies, especially for subjects having universality in all nations in the world such as Mathematics, Physics, Economics, etc. However, lately Indonesia has a set of test in National Final Examination that focuses on religious subjects which have difference characteristics with other subjects. Keywords: legal basis, National Final Examination’s religious subjects, group of knowledge and technologies subjects.
ABSTRAK Materi tes yang termasuk dalamUjian Nasional (UN) biasanya berupa materi yang membangun logika pengetahuan dan teknologi. Terlebih lagi materi yang memiliki universalitas di semua negara, seperti matematika, fisika, ekonomi, dan semacamnya. Namun beberapa tahun terakhir Indonesia memberlakukan UN pada sekelompok materi keagamaan yang tentunya memiliki ciri sedikit berbeda. Kata kunci: landasan hukum, UN materi keagamaan, kelompok mata pelajaran ilmu dan teknologi.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
66
Kholid Fathoni
PENDAHULUAN Nomenklatur UN materi keagamaan hanyalah penyederhanaan ungkapan atas pelaksanaan ujian nasional mata pelajaran Tafsir, Hadist, dan Fikih pada Madrasah Aliyah (MA). Ketiga mata pelajaran ini sudah diujikan secara nasional tiga kali dalam empat tahun terakhir. Sebelumnya, ujian nasional atas materi keagamaan diberlakukan di MA-PK (Program Keagamaan) untuk tiga mata pelajaran berbeda, yakni ilmu tafsir, ilmu hadis, dan ilmu kalam. Seiring dengan penghapusan MAPK, muatan UN untuk MA-pun berubah. Satuan pendidikan MA-PK dihapuskanberdasarkan Permenag No 2 yang menggantinya dengan pembukaan jurusan keagamaan pada madrasah aliyah biasa. Sehingga, selain MA bisa membuka jurusan IPA, IPS, ataupun Bahasa, seperti yang selama ini ada, MA bebas membuka jurusan keagamaan. Hingga tahun 2011 ini, MA yang membuka program keagamaan ternyata belum banyak. Di Jakarta saja misalnya, MA negeri yang membuka jurusan keagamaan tidak lebih dari tigaMA. Ada banyak alasan mengapa jurusan keagamaan masih jarang. Ada guru yang mengeluhkan nihilnya buku teks untuk pegangan pembelajaran (mungkin karena masih mata pelajaran baru). Atau minat siswa MA masih tetap memvaforitkan jurusan IPA dan IPS. Urutan besaran minat siswa terhadap jurusan keagamaan adalah yang terakhir setelah jurusan bahasa. Ada juga siswa beralasan, bukankah semua jurusan di
MA memang berciri keagamaan, jadi mengapa dipersempit lagi dengan jurusan keagamaan? Di tataran peraturan perundang-undangan, pembukaan jurusan keagamaan pada MA bukan merupakan implementasi atas Pasal 30 UU Sisdiknas No 20/2003 yang berbicara tentang pendidikan keagamaan. Juga bukan merupakan pelaksanaan PP No 55/2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Hal ini karena pendidikan keagamaan dalam Pasal 30 UU Sisdiknas ataupun PP No 55 didefinisikan sebagai “jenis pendidikan” tersendiri. Bukan sebagai jurusan. Sehingga pembukaan jurusan keagamaan ini sesungguhnya merupakan upaya melayani pembukaan jurusan untuk pendalaman bidang studi tertentu, sejajar dengan jurusan IPA dan IPS. Permasalahan dan tujuan Permasalahan yang diketengahkan pada tulisan ini adalah pertanyaan: Logika dan landasan hukum apa yang mendasari materi keagamaan sehingga masuk dalam Ujian Nasional? Tujuan penelusuran masalah ini adalah mengetahui legalitas dan logika berpikir yang mendasari sekelompok mata pelajaran keagamaan sehingga pada akhirnya dapat dipahami urgensinya masuk dalam penyelenggaraan UN MA.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
67
Logika dan Landasan Hukum UNMateri Keagamaan Pada MA
KAJIAN LITERATUR Kandungan Pasal 57 Undang-Undang No 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional antara lain mengamanatkan perlunya “evaluasi hasil belajar peserta didik” dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Selanjutnya, dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2004 Tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, oleh satuan pendidikan, dan oleh Pemerintah. Lebih jelas, Pasal 67 ayat (1) PP 19 memerinci bahwa Pemerintah dalam hal ini menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyelenggarakan “ujian nasional” bagi peserta didik satuan pendidikan jalur formal tingkat dasar dan menengah serta jalur nonformal kesetaraan. Kedua Pasal 63 dan Pasal 67 PP 19 ini memperjelas Pasal 58 ayat (2) UU Sisdiknas yang mengatur evaluasi atas peserta didik harus dilakukan oleh suatu lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Ujian Nasional sendiri dalam Pasal 66 diselenggarakan dengan tujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran “ilmu pengetahuan dan teknologi”. Taksonomi
kelompok mata pelajaran merujuk pada Pasal 6 sebelumnya, yang membaginya ke dalam empat kelompok, yakni (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) kelompok mata pelajaran estetika; dan (e) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Meski mata pelajaran yang diujikan dalam UN terkadang mengalami perubahan, namun cakupannya tetap tidak keluar dari kategori “kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi”. Pada UN tahun pembelajaran 2010/2011 yang baru lalu, mata pelajaran yang diujikan pada MA meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi),IPS (Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi), bahasa asing, Sastra Indonesia, Sejarah Budaya, Antropologi, serta Tafsir, Hadis, dan Fikih. Penyelenggaraan UN materi keagamaan selain berlandaskan pada Peraturan Menteri Agama (Permenag) No 2/2008 Tentang Ujian Nasional Madrasah Aliyah Jurusan Keagamaan Permenag No 2/2008, sesungguhnya berada di bawah payung hukum yang lebih besar, yakni PP No 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Ini berarti bahwa penyelenggaraan UN secara keseluruhan berada di bawah pengelolaan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Soal-soal UN keagamaan sendiri dikembangkan oleh para guru bidang studi yang dihimpun secara nasional dan bersifat rahasia di bawah supervisi Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang, Kemdiknas.Permenag No.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
68
Kholid Fathoni
2/2008 itu sendiri antara lain berisi Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Standar Kompetensi Lulusan materi keagamaan serta bahasa arab. Agama dari sisi Ilmu Pengetahuan Bagaimana menjelaskan materi keagamaan di MA, yakni mata pelajaran Fikih, Hadis, dan Tafsir, termasuk dalam kategori kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat di-UN-kan? Bukankah materi keagamaan termasuk dalam taksonomi pertama (agama dan akhlak mulia) yang bukan materi UN? Penjelasan atas pertanyaan ini penting dikemukakan agar penyelenggaraan UN materi keagamaan memiliki legitimasi hukum yang jelas, serta jauh dari indikasi melanggar peraturan perundang-undangan. Sebagian pihak beranggapan, bahwa materi keagamaan seharusnya tidak bisa diikutkan dalam UN karena lebih tepat dikategorikan ke dalam kelompok mata pelajaran agama dan budi pekerti (sebagaimana ketentuan Pasal 66 PP 19). Dengan kata lain, agama dan budi pekerti adalah perilaku, bukan ilmu pengetahuan dan teknologi,yang pengukurannya menggunakan kadar keagamaan serta moralitas, dan itu maknanya tidak cocok dengan tipikal UN. Namun pendapat ini sesungguhnya bisa dipatahkan, yakni bahwa materi keagamaan juga mempunyai sisi ilmu pengetahuan. Indikasinya karena para siswa dituntut mengetahui pengertian dan menghafal bacaan dan hukum-hukum syariat. Kiranya dengan alasan inilah legalitas penyelenggaraan UN pada materi keagamaan dapat dibenarkan. Tanpa
mempunyai sisi ilmu pengetahuan, materi keagamaan sudah barang tentu masuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan budi pekerti, yang memang bukan materi UN. Logika hukum seperti ini pada dasarnya bisa terjadi pada materi materi lain yang sejenis, misalnya PAI (pendidikan agama Islam) di sekolah, sepanjang memiliki sisi ilmu pengetahuan dan/atau teknologi juga memiliki novum sama. Ada banyak argumentasi yang mendasari mengapa hanya mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi saja yang di-UN-kan. Sebut saja misalnya karena tipikal ilmu pengetahuan dan teknologi lebih mudah diukur dengan menggunakan penilaian kognitif. Meski hanya menguji ranah kognitif, juga terbuka peluang siswa untuk menebak kunci jawaban, namun model ini memiliki banyak keunggulan. Misalnya penskorannya lebih mudah, cepat,dan objektif, sehingga sangat cocok untuk ujian yang pesertanya sangat banyak/massal. Selain itu, model soal UN juga dapat meraup lingkup bahan/materi yang lebih luas (Lihat topik penilaian model Pilihan Ganda pada: Tes Tertulis, Puspendik 2000). Bandingkan dengan penilaian kelompok mata pelajaran perilaku, misalnya kewarganegaraan dan kepribadian, estetika,pelajaran jasmani, olah raga, ataupun kesehatan. Pengukuran atas kompetensi siswa di sini menyulitkan skoring yang dilakukansecara massal. Juga ada masalah cakupan materi yang lebih sempit, sehingga otomatis kurang cocok untuk model UN. Karena hanya menjangkau tes pada ranah kognitif, kelemahan materi ujian dalam UN biasanya diperlengkapi dengan pentingnya ujian sekolah dan ulangan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
69
Logika dan Landasan Hukum UN Materi Keagamaan Pada MA
harian, sehingga setidaknya ranah lainnya, semisal afektif dan psikomotorik tetap tidak terabaikan melalui ujian di luar UN. Alasan yuridis UN materi keagamaan, seperti sudah dijelaskan, hanya salah satu dari beberapa landasan mengapa pada akhirnya Kementerian Agama menerbitkan Permenag No 2/2008 Tentang Jurusan Keagamaan pada MA. Landasan sosial dan mungkin yang lain sudah barang tentu ikut pula melatarbelakangi keputusan penting semacam ini. Pada kasus UN yang belum diberlakukan untuk mata pelajaran agama di sekolah, para guru sudah sering bersuara mengapa pendidikan agama (misalnya) yang di negeri ini menjiwai sila lain dalam Pancasila justru belum di UN-kan? Guru juga berargumentasi, jika hanya karena pelajaran UN menjadi demikian penting setelah di-UN-kan, maka pada saat itulah materi keagamaan menemukan urgensinya untuk juga di-UN-kan. Materi keagamaan pada MA sesungguhnya adalah entitas mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) pada sekolah umum yang lebih diperdalam. Di sekolah, materi ini disebut PAI karena cakupan isinya yang lebih sempit dan waktunya yang terbatas. Sedangkan pada MA (madasah pada umumnya), agama dibelajarkan dalam bobot alokasi waktu dan materi yang lebih leluasa. Karenanya digunakanlah ragam namenklatur mata pelajaran yang lebih rinci, seperti Tafsir, Hadist, Fikih, SKI (sejarah kebudayaan Islam), dan lain-lain.
Penilaian Materi Keagamaan Agama sebagai suatu mata pelajaran memiliki dua sisi permukaan yang selalu dijadikan isu: pengetahuan dan sikap. Sebenarnya, semua mata pelajaran dinyatakan mempunyai dua sisi ini, karenanya konsep penilaian keduanya oleh guru di kelas merupakan kewajiban semua guru mata pelajaran (Ramli Zakaria, 2011). Hal itu karena modul pembelajaran suatu mata pelajaran selalu memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sekaligus. Hanya saja, PP 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan mengelompokkan agama sebagai satu rumpun mata pelajarandengan akhlak mulia. Ini artinya,penilaian sikap dibebankan secara lebih menonjol kepada dua nomenklatur mata pelajaran ini. Agama dididentikkan sebagai pendidikan moral bukan hal baru. Bunyi sebuah hadis Rasulullah SAW seolah mengukuhkan karakter itu: “ Aku diutus (membawa agama ini) untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Hadis ini juga memberikan makna bahwa konsep akhlak yang baik sudah ada sebelum nabi. Nabi hanya menyempurnakannya (termasuk memperbaiki konsepnya). Selain itu, akhlak lebih penting dari ilmu pengetahuan, sebab seluas apapun pengetahuan yang dimiliki manusia, sesungguhnya tiadalah bermakna baginya bila tidak dibarengi dan bermuara pada akhlak mulia. Sudah sering menjadi kesimpulan bahwa kompetensi keberagamaan seseorang tidak ditentukan oleh penguasaan materinya atas ajaran agama. Misalnya kalau seseorang bisa menjelasakan sisi buruk bohong dan hukumnya, tidak berarti bahwa kompetensi komunal keagamaannya sebaik itu. Antara ilmu agama yang
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
70
Kholid Fathoni
dikuasai secara kognitif dan perilaku afektifpsikomotorik seseorang terkadang seperti tidak berhubungan. Kasus korupsi yang sedang marak dilakukan di Indonesia dewasa ini sebagian di antaranya dilakukan oleh para petinggi dengan latar belakang pengetahuan agama memadai. Karenanya mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni (dikutip oleh Febriyanti Rahmawati, 2009, dalam Tempo Interaktif) pernah mengakui,pendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung lebih mengedepankan aspek kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa), dan psikomotorik (tingkah laku). Mensimplifikasi persoalan pendidikan agama (untuk kasus Tafsir, Hadis, dan Fikih) yang dimasukkan dalam Ujian Nasional dengan maksud agar pendidikan agama semakin memperoleh perhatian penting di hati siswa dan guru, hanyalah kesimpulan tergesa-gesa dan keliru. Pertama, karena seluruh materiyang di UN-kan selama ini tidak mempunyai tujuan agar dipandang lebih penting dari mata pelajaran yang lain. Kedua, urgensi penguasaan siswa atas pendidikan agama sesungguhnya perlu lebih menitikberatkan proses iinternalisasi dalam sikap siswa dibanding kompetensi menguasai materi (kognitif) itu sendiri. Pada konteks agama sebagai bahan evaluasi sikap dan moral, Ramli Zakaria (2009, hal 12) mengajukan beberapa cara, antara lain pengukuran sikap melalui: (a) observasi perilaku; (b) pertanyaan langsung; (c) laporan pribadi; dan (d) skala sikap.Cakupan evaluasi atas sikap yang disebut Ramli sebagai hal kompleks ini memberi indikasi bahwa penyelenggaraan UN materi keagamaan sesungguhnya hanyalah setetes usaha kecil dalam
ikhtiar meningkatkan mutu pembelajaran agama pada MA. Di luar itu, ikhtiar pendidikan dengan dimensi lebih luas jauh lebih diperlukan. Karenanya, jangan sampai UN materi keagamaan justru mereduksi urgensi pendidikan agama dalam makna yang seharusnya. SIMPULAN DAN SARAN Penyelenggaraan UN materi keagamaan merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara materi, keikutsertaan materi keagamaan dalam UN diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 2/2008 Tentang Ujian Nasional Madrasah Aliyah Jurusan Keagamaan. Selain landasan hukum, logika keikutsertaan UN materi keagamaan perlu diketahui para pemangku kepentingan yang terlibat dalam UN MA. Alasannya karena selain materi ini memiliki ciri yang berbeda, juga dapat mengarahkan tujuan pelaksanaan UN secara umum untuk menghindari kesalahpahaman yang terkadang masih dilakukan oleh sebagian kalangan.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
71
Logika dan Landasan Hukum UNMateri Keagamaan Pada MA
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Pemerintah No 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Rahmawati, Febriyanti 16 Maret 2009 dari Tempo interaktif, diunduh di: http://febrianyr.blog spot.com/2009/03/hpendidikankeagamaan.html). Tim Puspendik, Tes Tertulis, Puspendik 2011. Undang-UndangNo 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zakaria, Ramli, T. Pedoman Penilaian Sikap, pusat Penilaian Pendidikan, 2011.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
72
PENERAPAN STRATEGI NEIGHBORHOOD WALK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SIGLI Teuku Husni Guru SMP Negeri 2 Sigli, Aceh E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The background of this research is the lack ability of the second grade of SMP N 2 Sigli students in writing descriptive text. The problem of this research is how to improve students’ ability in writing descriptive text using neighborhood walk strategy for the second grade students of SMP N 2 Sigli. The data sources used in this research are an English teacher and 40 second grade students of SMP N 2 Sigli, Kabupaten Pidie. The data used in this research are both verbal and nonverbal data. The data are classified based of the problems of the research. The data are as follows: (1) planning data; (2) applying data; (3) and assessment data. The result of the research shows that there are an improvement in the learning and teaching process in writing descriptive text. The improvement can be seen from the process and the results of the teacher and students’ learning and teaching process in the class. The improvement in learning and teaching process done by the teacher can be seen from the teacher’s ability in planning, applying, and assessing during the learning and teaching process. The improvement in learning and teaching process done by the students can be seen from the students’ ability in collecting writing materials, writing, and publishing the writing. Besides, the involvement of the students in the learning and teaching process, from the planning till publishing the writing, is also an indicator of the improvement. The students also involve in the assessment through editing both their own writing and others’.Based on the result of the research, the junior high school teachers are advised to: (1) apply neighborhood walk strategy as a means to improve the learning and teaching process in writing descriptive text through planning, applying, and assessing step; and (2) apply neighborhood walk strategy as a means to improve the learning and teaching process in writing other kinds of text. The headmaster is advised to give opportunity to the teachers to apply the neighborhood walk strategy in the learning and teaching process in writing descriptive text. Keywords: learning and teaching process improvement, writing descriptive text, neighborhood walk
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
73
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan siswa kelas 2 SMP Negeri 2 Sigli dalam menulis deskripsi. Oleh sebab itu, permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah upaya meningkatkan keterampilan menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas 2 SMP Negeri 2 Sigli?” Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan 40 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie. Data penelitian berupa data verbal dan data nonverbal. Data penelitian itu dikelompokkan sesuai dengan permasalahan penelitian, yakni (1) data perencanaan, (2) data pelaksanaan, dan (3) data penilaian. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada pembelajaran menulis deskripsi. Peningkatan itu dapat dilihat dari proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa. Peningkatan pembelajaran yang dilakukan guru dapat dilihat dari kemampuan guru dalam membuat perencanaan, melaksanakan pembebelajaran, dan melakukan penilaian. Adapun peningkatan pembelajaran yang dilakukan siswa dapat dilihat dari mudahnya siswa dalam mengumpulkan bahan tulisan, membuat tulisan, dan memublikasikannya, serta keterlibatannya dalam pembelajaran, sejak tahap pramenulis sampai tahap memublikasikan tulisan. Siswa juga terlibat aktif dalam melakukan penilaian melalui kegiatan perbaikan dan penyuntingan, baik terhadap tulisannya sendiri maupun terhadap tulisan siswa lain. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada guru-guru SMP, yakni (1) untuk menerapkan strategi neighborhood walk sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran, dan (2) untuk menerapkan strategi ini pada pembelajaran jenis tulisan lain. Kepada kepala sekolah disarankan agar memberikan peluang kepada guru untuk menerapkan strategi neighborhood walk dalam pembelajaran menulis deskripsi. Kata kunci: peningkatan pembelajaran, menulis deskripsi, neighborhood walk
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
74
Teuku Husni
PENDAHULUAN Secara teoretis ada dua alasan mengapa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis. Pertama, menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Adakemampuan tertentu yang harus dikuasai dan mempengaruhikeberhasilan seseorang dalam menulis. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) pengolahan gagasan, (2) penataan kalimat, (3) pengembangan paragraf, dan (4) pengembangan tulisan dalam jenis wacana tertentu (Corbert & Burke dalam Widodo, 1987: 44). Kedua, seseorang akan memiliki keterampilan menulis yang baik apabila aktivitas menulis itu dilakukan secara berulang dan terus-menerus. Oleh karena itu, memberikan kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses menulis merupakan cara yang baik untuk mengembangkan keterampilan menulis. Suparno dan Yunus (2002:1.5) menyatakan bahwa keterampilan menulis akan menjadi kompetensi yang dimiliki seseorang jika dilatihkan secara berulang-ulang . Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran menulis karangan deskriptif di SMP Negeri 2 Sigli masih kurang efektif. Hal tersebut diduga karena kurang tepatnya strategi yang diterapkan guru. Strategi yang diterapkan guru tidak cocok dengan karakteristik materi menulis deskripsi dan karakteristik belajar siswa. Karakteristik yang dimaksud adalah pemanfaatan penginderaan yang terdiri dari indera penglihatan, indera pendengaran, indera perabaan, indera penciuman, dan indera perasa untuk menggambarkan objek. Pemanfaatan pengindera-an itu untuk menggam-
barkan objek dapat dilakukan dengan mengajak siswa secara langsung bertemu dengan objek yang akan digambarkan. Cara ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki perbedaan karakteristik belajar untuk menggambarkan objek melalui tulisanya secara baik. Salah satu strategi pembelajaran yang memanfaatkan objek secara langsung sebagai media dan sumber belajar adalah neighborhood walk. Berdasarkan paparan yang diuraikan pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Bagaimanakahupaya meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli?” Secara khusus rumusan masalah penelitian itu dirinci dalam uraian berikut ini. 1. Bagaimanakah upaya meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap perencanaan? 2. Bagaimanakah upaya meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap pelaksanaan? 3. Bagaimanakah peningkatan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap penilaian? Peningkatan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk dilakukan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
75
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi.
melalui kegiatan berjalan-jalan di lingkungan sekitar sekolah, menentukan objek, mengamati objek, mengidentifikasi objek yang diamati, mengembangkannya menjadi tulisan, dan mempresentasikan (Thorsnberry dan Carson, 2002). Upaya untuk meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi itu dilaksanakan pada tiga tahap, yakni (1) tahap perencanaan pembelajaran, (2) tahap pelaksanaan pembelajaran, dan (3) tahap penilaian pembelajaran. Penelitianini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli. Tujuan penelitian itu secara khusus dirinci sebagai berikut. 1. Meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap perencanaan. 2. Meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap pelaksanan. 3. Meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap penilaian. Hasil penelitian ini juga bermanfaat sebagai alat pengembangan profesi keguruan dengan mencoba melakukan penelitian tindakan pada pembelajaran yang lain. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa kegiatan belajar yang lebih menyenangkan, menarik, dan kontekstual. Bagi sekolah hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat sumbangan pemikiran untuk memajukan kualitas pendidikan melalui inovasi pembelajaran. KAJIAN LITERATUR Deskripsi adalah bentuk tulisan yang menggambarkan suatu objek. Penggambaran suatu objek dilakukan melalui proses pengamatan yang tajam serta penuh perhatian. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menimbulkan kesan objek yang digambarkannya. Penggambaran juga dilakukan dengan menambahkan detil-detil yang spesifik serta penggunaan indera yang lain, seperti melalui bunyi-bunyi yang sensasional, melalui sentuhan, melalui penciuman, dan melalui pengecapan. Kesemuanya itu dilakukan untuk memberikan gambaran yang hidup tentang objek kepada pembaca (Tompkins, 1994:111). Semi (1990:43) mengungkapkan lima penanda yang merupakan karakteristik tulisan deskripsi. Kelima karakteristik tulisan deskripsi yang dimaksud adalah (1) tulisan deskripsi lebih berupaya memeperlihatkan detil atau perincian tentang objek, (2) tulisan deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi pembaca, (3) tulisan deskripsi disampaikan dengan gaya yang memikat dan menggunakan pilihan kata yang menggugah, (4) tulisan deskripsi banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan sehingga objek tulisannya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia, serta (5) organisasi penyampaian yang digunakan tulisan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
76
Teuku Husni
deskripsi lebih banyak menggunakan susunan ruang (spartial order). Strategi pembelajaran neighborhood walk didasarkan pada pendekatan belajar yang memanfaatkanlingkungan (environment approach). Menurut Frederict (dalam Ramli, 1999:30-31) pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar (neighborhood walk) didasarkan pada gagasan bahwa seorang anak pertama kali harus dapat mengenal lingkungan sekitar mereka lebih dekat. Dari kedekatan dengan lingkungannya mereka menuju ke lingkup yang lebih luas secara sistematis. Lingkungan sekitar merupakan sumber belajar yang sangat kaya. Oleh sebab itu, dengan mengajak siswa belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, bukan saja akan menjadikan anak bertambah pengetahuannya. Anak juga akan memiliki kepekaan sosial yang sangat tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Thornsberry dan Carson (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk. Ketujuh langkah itu adalah (1) melakukan persiapan dan pengorganisasian kelas, (2) melakukan curah pendapat, (3) mempersiapkan
format-format pencatatan untuk mengidentifikasi hasil pengamatan, (4) berjalan-jalan di lingkungan yang telah direncanakan dan mengidentifikasi objek yang diamati, (5)melaksanakan diskusi dengan teman sekelompok tentang hasil pengamatan yang dilakukan, (6) melakukan kegiatan menulis, serta (7) mengumpulkan dan mempresentasikan. Penerapan strategi neighborhood walk dalam pembelajaran dapat dipadukan dengan pendekatan proses menulis. Menurut Burns, dkk. (1991:386), pendekatan proses dalam menulis merupakan aktivitas menulis yang terdiri dari tahap-tahap tertentu, yaitu pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, publikasi, dan/atau curah pendapat. Sementara itu, Tompkin (1991:225) menyatakan bahwa dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses, guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator dan siswa berpartisifasi aktif, mulai dari menentukan tema, merumuskan judul, menyusun kerangka, membuat buram, merevisi sampai pada tahap publikasi. Rencana tindakan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
77
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi. Tahap Pramenulis
Fokus pembelajaran
Tindakan pembelajaran
1. Memulai kegiatan pembelajaran
Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Menentukan objek (lingkungan pengamatan)
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.
3. Meningkatkan kemampuan menentukan tema, topik, dan berdasarkan objek.
Memotivasi dan membangkitkan skemata siswa melalui kegiatan curah pendapat tentang lingkungan yang akan dijadikan objek pengamatan.
4. Membuat kerangka tulisan.
Mengorganisasikan siswa dalam beberapa kelompok kecil.
Membimbing siswa untuk memulai berjalan-jalan di sekitar lingkungan sekolah. Membimbing siswa menentukan dan melakukan pengamatan terhadap objek yang ditentukannya. Meminta siswa mengidentifikasi objek dan menuliskannya pada format yang telah disiapkan. Meminta kepada siswa untuk menentukan tema dan topik, menjabarkan topik menjadi beberapa subtopik, serta menentukan judul tulisan berdasarkan hasil pengamatan terhadap objek yang dilakukannya. Meminta kepada siswa untuk membuat kerangka tulisan.
Pengedrafan
1. Mengembangkan kerangka tulisan menjadi tulisan deskripsi secara spontan.
Mengarahkan siswa untuk mulai mengembangkan pokok-pokok pikiran yang ada pada kerangka tulisan menjadi kalimat topik.
Mengarahkan siswa untuk menguraikan kalimat topik dengan berbagai kalimat penjelas menjadi 2. Memperhatikan aspek isi (koherensi) sebuah paragraf dan wacana. dan aspek gramatikal (kohesi) kara Membimbing siswa agar memperhatikan penanda unsur isi dan unsur gramatikal pada proses ngan. pembuatan tulisan deskripsi yang dilakukan. Perbaikan
1. Membentuk kemampuan melakukan Mengarahkan siswa untuk memperhatikan model dan penjelasan cara memperbaiki tulisan. penilaian sejawat Membimbing kepada siswa untuk mencari dan memeriksa kelengkapan dan kesalahan yang ada 2. Meningkatkan kemampuan mencari pada tulisan deskripsi, terutama dalam menggunakan pilihan kata dan kalimat, serta penanda dan memperbaiki kesalahan deskripsinya. penggunaan kata dan kalimat dalam Mengarahkan dan membimbing siswa untuk memperbaiki kesalahan yang ada pada tulisan sebuah tulisan deskripsi siswa. Mengarahkan siswa untuk menulis kembali draf/tulisan yang telah diperbaiki
Penyuntingan
1. Meningkatkan kemampuan mencari dan memperbaiki kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca 2. Meningkatkan kemampuan menggunakan tanda baca dan ejaan secara benar dalam tulisan/tulisan
PemublikaSian
Meningkatkan kemampuan untuk memublikasikan tulisan/tulisan
Mengarahkan siswa untuk memperhatikan contoh cara menyunting, serta model tulisan yang telah mengalami proses penyuntingan. Membimbing setiap siswa untuk menyunting tulisan siswa lain pada kelompok yang berbeda, yang difokuskan pada penggunaan tanda baca, hurup kapital, penulisan kata depan/awalan, dan pemenggalan kata. Meminta kepada setiap siswa untuk memperbaiki tulisannya, dengan cara menuliskan kembali tulisan yang telah melalui proses penyuntingan. Meminta kepada siswa untuk membacakan hasil tulisannya di depan kelas Meminta siswa memajang di dinding/majalah dinding kelas/sekolah.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
78
Teuku Husni
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli. Lokasi penelitian ini terletak di Jalan Banda Aceh – Medan kilometer 114 Sigli, Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemilihan SMP Negeri 2 Sigli tersebut sebagai tempat penelitian didasari alasan; (1) kemampuan siswa dalam menulis deskripsi masih rendah, (2) pembelajaran menulis deskripsi monoton dan kurang menarik, (3) perencanaan pembelajaran yang dibuat guru kurang bervariasi, serta (4) penilaian yang dilakukan guru hanya pada hasil belajar siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A SMP Negeri 2 Sigli yang berjumlah 40 siswa tanpa disampel atau dipilih secara sistematik. Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Kedua variabel tersebut menjadi tolok ukur pelaksanaan penelitian. Penjabaran kedua variabel tersebut sebagai berikut 1. Variabel bebas dalam variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi varabel lain. Dengan demikian, variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi neighborhood walk. 2. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabellain (Hasan, 2002:18). Dengan demikian, variabel terikat dalam penelitian ini adalah menulis deskripsi.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data nonverbal, berupa tindakan yang berupa responsi tingkah laku guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran di kelas. Data-data penelitian tersebut dikelompokkan sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Data yang dimaksud, yakni (1) data pada tahap perencanaan, (2) data padapelaksanaan, dan (3) data pada tahap evaluasi. Data-data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, perekaman, dan studi dokumentasi, yang dilakukan sejak pembuatan rencana tindakan pembelajaran sampai pelaksanaan tindakan pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, perekaman, dan studi dokumentasi. Instrumen pengumpul data yang dipergunakan, yakni (1) pedoman observasi, (2) pedoman wawancara, (3) pedoman studi dokumentasi, dan lembar kerja siswa (LKS). Untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) data dalam penelitian ini maka diperlukan alat pemeriksaan keabsahan data. Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data dilakukan denganteknik ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan sejawat. Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik “Analisis data model alir” yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:18). Analisis data dilakukan melalui empat tahap, yaitu (1) menelaah data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penyimpulan data.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
79
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi.
Keberhasilan semua komponen ditentukan dengan kualifikasi sangat baik (SB), baik (B), cukup (C), dan kurang (K). Penentuan kualifikasi itu didasarkan pada indikator pencapaian yang diperoleh siswa untuk setiap komponen. Sementara itu, penentuan kualifikasi keberhasilan terhadap tulisan siswa secara utuh ditentukan oleh jumlah skor yang diperoleh siswa pada seluruh komponen. Kualifikasi sangat baik (SB) jika siswa memperoleh skor 85 sampai 100. Kualifikasi baik (B) jika siswa memperoleh skor antara 70 sampai 84. Kualifikasi cukup (C) jika siswa memperoleh skor antara 55 sampai 69. Sementara itu, kualifikasi kurang (K) jika siswa memperoleh skor antara 36 sampai 54. Indikator keberhasilanyang menjadi ukuran ketercapaian penelitian ini sebagai berikut 1. Penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) siklus. 2. Setiap siklus dilaksanakan dalam 2 (dua) kali pertemuan. 3. Penelitian difokuskan pada kompetensi dasar; (1) menulis laporan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, dan (2) menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif. 4. Peningkatan efektivitas pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi neighborhood walk bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian mencapai 80%
5. Adanya peningkatan kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli dalam menulis deskripsi mencapai 75% 6. Penerapan strategi neighborhood walk pada pembelajaran menulis deskripsi bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sigli mencapai 80% HASIL PENELITIAN Siklus I Penyusunan skenario pembelajaran di bagi dalam lima tahap pembelajaran, yaitu tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan pemublikasian. Kelima tahap itu disampaikan dalam waktu 6 jam pelajaran (6X40 menit) yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Tahap-tahap dalam skenario pembelajaran diuraikan berikut ini. Guru melakukan pembimbingan terhadap siswa untuk membantu merumuskan tema tulisan. Bimbingan dilakukan dengan mengarahkan siswa untuk merumuskan tema tulisan berdasarkan objek yang diamatinya masing-masing. Melalui proses pembimbingan itu, terlihat semua siswa dapat merumuskan tema tulisan. Setelah itu, siswa diminta untuk menjabarkan tema tulisan menjadi sebuah topik dan beberapa subtopik untuk memudahkan pembuatan kerangka tulisan. Dan terakhir, guru mengarahkan siswa agar menentukan judul yang tepat untuk tulisan untuk yang akan dibuatnya.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
80
Teuku Husni
Setelah proses penentuan tema, topik, dan judul tulisan selesai, guru meminta siswa untuk menjabarkannya menjadi kerangka tulisan. Untuk membuat kerangka tulisan, guru mengarahkan siswa sesuai dengan topik dan subtopik yang telah dijabarkannya. Guru juga mengarahkan siswa agar memperhatikan detil-detil sensoris yang ada pada objek yang diamati. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa sebagian besar siswa terlibat aktif dalam proses pembuatan kerangka tulisan. Dalam membuat kerangka tulisan, siswa mengacu pada hasil identifikasi pengamatan yang telah dilakukannya. Siswa berusaha sendiri secara aktif menyusun kerangka tulisan yang akan ditulis dalam kelompoknya masing-masing. Sementara itu, guru tidak terlalu banyak melakukan intervensi terhadap hasil kerja yang dilakukan siswa. Dalam proses membuat draf siswa bekerja secara individu. Akan tetapi, siswa juga dianjurkan untuk saling mendiskusikan pekerjaannya dengan siswa lain dalam kelompoknya. Siswa terlihat begitu serius dalam membuat draf tulisan sehingga suasana kelas tampak tenang walaupun ada beberapa orang siswa yang berjalan-jalan untuk melihat hasil kerja siswa lain.. Berdasarkan hasil refleksi, perlu adanyaPerbaikan dan penambahan pada siklus II, yaitu (1) penyusunan materi pembelajaran agar dilakukan lebih mendetil dan mendalam sesuai dengan spesifikasi pembelajaran, (2) media yang digunakan agar dilengkapi untuk setiap tahap pembelajaran, dan (3) pada skenario pembelajaran tahap pramenulis, kegiatan penyampaian tujuan
pembelajaran dilakukan setelah kegiatan curah pendapat dan penambahan kegiatan pemodelan pada pembelajaran pemublikasian. Dari hasil pengamatan dan analisis keberhasilan tindakan tahap penilaian disimpulkan dua hal. Pertama, penilaian proses yang dilakukan guru masih perlu ditingkatkan lagi. Observasi dan pencatatan terhadap aktivitas siswa, baik secara individu maupun secara kelompok perlu ditingkatkan. Kedua, penilaian terhadap hasil tulisan deskripsi siswa juga perlu ditingkatkan dengan memberikan komentar catatan dan balikan langsung. Hal ini diperlukan agar siswa dapat mengetahui kesalahan dan tahu cara memperbaiki kesalahan itu. Sementara itu, kemampuan menulis deskripsi siswa pada siklus I masih pada kualifikasi cukup. Kemampuan menulis deskripsi siswa yang berkualifikasi baik hanya pada komponen I, sedangkan komponen SP, TB, KK, dan E&TP ratarata masih berkualifikasi cukup. Siklus II Secara umum, perencanaan pembelajaran siklus II yang dibuat tidak jauh berbeda dengan perencanaan siklus I. Perbedaan hanya terdapat pada aspek pengorganisasian materi, media, dan sumber belajar dan aspek penyusunan skenario pembelajaran. Pada aspek media pembelajaran perbedaan dengan rencana sebelumnya berupa penambahan media setiap tahap dan kegiatan pembelajaran. Penambahan dilakukan pada penggunaan media untuk memudahkan guru
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
81
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi.
menyampaikan tujuan pembelajaran dan media berupa model teks. Pengembangan kerangka tulisan menjadi tulisan deskripsi diawali dengan arahan dan penjelasan guru. Guru memberikan penjelasan tentang hal-hal apa dapat dilakukan siswa untuk mengembangkan kerangka menjadi tulisan deskripsi. penjelasan yang disampaikan guru juga dilakukan dengan pemberian model tulisan deskripsi. Model yang diberikan berupa contoh teks pengembangan tulisan deskripsi. Kegiatan guru berikutnya adalah memberikan penjelasan dan pemodelan. Guru memberikan penjelasan tentang apa saja yang dilakukan siswa pada proses perbaikan serta apa saja yang diperbaiki. Untuk memudahkan memberikan pemahaman kepada siswa, guru menggunakan model. Model yang diberikan adalah model memperbaiki sebuah draf tulisan dan model teks yang telah mengalami proses perbaikan. Guru meminta siswa mengamati dengan cermat model yang diberikan. Sementara itu, penjelasan yang disampaikan guru ditekankan pada perbaikan aspek isi tulisan. Guru menyampaikan hal-hal yang perlu diperiksa dan diperbaiki, seperti kelengkapan rincian objek dan kelengkapan gagasan tulisan. Proses perbaikan draf awal tulisan dilakukan oleh siswa lain dalam satu kelompok. Perbaikan draf awal tulisan dilakukan dengan cara memindah, menambah informasi yang kurang, membuang bagian yang berulang atau salah, serta mengubah/mengganti tulisan. Setelah proses perbaikan selesai dilakukan, guru meminta siswa
memberikan kembali draf perbaikan pada penulisnya untuk ditulis ulang. Dari penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap draf akhir tulisan deskripsi pada siklus II, menunjukkan adanya peningkatan dibanding pada siklus I. Peningkatan itu dilihat dari lima komponen yang dinilai pada draf akhir tulisan. Kelima komponen itu adalah (1) komponen I, (2) komponen SP, (3) komponen TB, (4) komponen KK, serta (5) komponen E&TP. Hasil penilaian terhadap komponen I. Dari 40 orang siswa sebagai subjek penelitian, 9 siswa memperoleh kualifikasi sangat baik (SB), 20 siwa berkualifikasi baik (B), 7 siswa memperoleh kualifikasi cukup (C) dan 4 siswa berkualifikasi kurang (K). Hasil penilaian komponen SP. Dari 40 siswa sebagai subjek penelitian, 8 orang siswa berkualifikasi sangat baik (SB), 24 siswa berkualifikasi baik (B), 7 siswa memperoleh kualifikasi cukup (C), dan 1 orang siswaberkualifikasi kurang (K). Rata-rata kemampuan siswa dalam menulis deskripsi pada siklus II menunjukkan dua hal. Pertama, kemampuan rata-rata siswa menulis tulisan deskripsi dilihat dari komponen I, SP,TB, dan KK adalah baik (B), sedangkan komponen E&TP berkualifikasi cukup (C). Kedua, kemampuan menulis deskripsi siswa secara keseluruhan menunjukkan 4 siswa berkualifikasi sangat baik (SB) 26 siswaberkualifikasi baik (B), 8 siswaberkualifikasi cukup (C), dan 2 subjek berkualifikasi kurang (K). Dengan demikian, kemampuan rata-rata siswa
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
82
Teuku Husni
dalam menulis deskripsi pada siklus II adalah Baik (B). Siklus III Sumber belajar diorganisasikan sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, dalam perencanaan sumber belajar yang digunakan adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dipilih sebagai sumber belajar karena sesuai dengan strategi yang dipergunakan dalam pembelajaran. Ada tiga alternatif yang dirumuskan dalam perencanaan, yaitu (1) lingkungan di sekitar kelas, (2) lingkungan sekolah, dan (3) lingkungan di sekitar sekolah. Fokus kegiatan yang pertama adalah melakukan kegiatan awal/pembuka kegiatan pembelajaran. Ada empat kegiatan yang dilakukan untuk mengawali kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang dimaksud adalah (1) melakukan kegiatan curah pendapat untuk membangkitkan skemata siswa tentang tema, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) mengorganisir siswa menjadi beberapa kelompok, dan (4) menjelaskan kegiatan belajar yang akan dilakukan. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memulai kegiatan pembelajaran gurumelakukan kegiatan curah pendapat. Curah pendapat dilakukan guru untuk membangkitkan pengetahuan awal siswa tentang tema “Lingkungan” dengan teknik tanya jawab. Siswa juga terlihat lebih aktif untuk memberikan jawaban pertanyaan yang diberikan guru. Hasil curah pendapat dicatat guru di papan tulis.
Draf awal yang dihasilkan siswa menunjukkan kemajuan dibandingkan pada pembelajaran siklus sebelumnya. Siswa tidak lagi terlihat kaku dalam membuat draf tulisan deskripsi. Pengembangan draf tulisan yang dilakukan siswa tidak hanya mengacu pada hasil identifikasi objek, tetapi sudah berani mengembangkan berdasarkan perasaan dan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan, kerangka tulisan yang dibuat siswa sebelumnya sudah dilakukan secara sistematis dan tidak hanya terpaku pada hasil identifikasi, tetapi juga dari hasil pemikiran dan pengetahuan yang dimilikinya tentang objek. Kemampuan menulis siswa juga sebagai alat untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Oleh karena itu, dalam setiap penilaian yang dilakukan, guru juga memberikan catatan atau komentar balikan untuk memudahkan siswa dalam melakukan perbaikan terhadap kekurangan/ kesalahan yang ada pada tulisannya. Hal ini dilakukan sebagai perbaikan terhadap tindakan penilaian yang dilakukan pada siklus II. Penilaian pada draf akhir tulisan deskripsi siswa dilakukan dengan melihat semua komponen yang ada pada profil. Komponen-komponen yang terdapat pada profil tulisan, yaitu komponen I, komponen SP, komponen TB, komponen KK, serta komponen E&TP.Masing-masing komponen dibagi dalam empat kualifikasi meliputi kualifikasi sangat baik (SB), kualifikasi baik (B), kualifikasi cukup (C), dan kualifikasi kurang (K). Penilaian dalam bentuk penentuan kualifikasi keberhasilan terhadap draf akhir tulisan dilakukan oleh guru. Hasil penilaian juga dijadikan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
83
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi.
sebagai bahan refleksi penelitian. Setelah penilaian selesai dilakukan, guru menyerahkan kembali draf akhir tulisan deskripsi itu kepada siswa. Hal ini dilakukan agar siswa mengetahui hal-hal yang perlu diperbaikinya. SIMPULAN DAN SARAN Peningkatan pada tahap perencanaan difokuskan pada kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran menulis deskripsi dengan SNW. Upaya peningkatan dilakukan melalui kegiatan diskusi bersama dengan peneliti, untuk memahami dan membuat perencanaan sesuai strategi yang diterapkan dan mensimulasikannya. Melalui kegiatan itu, pemahaman guru tentang hakikat sebuah perencanaan pembelajaran menjadi lebih baik. Hal itu dilihat dari perencanaan yang dihasilkan melalui tindakan setiap siklus, yakni (a) perencanaan disusun secara sistematis dan terorganisasi dengan baik, (b) tujuan pembelajaran dirumuskan secara jelas dan operasional, (c) pengorganisasian materi, media, dan sumber belajar dirumuskan secara lengkap, (d) langkahlangkah pembelajaran yang dirumuskan pada skenario pembelajaran dijabarkan secara detil, lengkap, dan jelas, serta (e) prosedur penilaian pembelajaran yang dilakukan dilengkapi dengan alat dan tekniknya secara jelas dan lengkap. Peningkatan pada tahap pelaksanaan difokuskan pada aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Melalui pemanfaatan objek secara langsung yang ada di luar kelas, aktivitas dan
kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran semakin baik. Guru bukan lagi sebagai sebagai satu-satunya sumber informasi, tetapi berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mengumpulkan bahan tulisan dengan melihat objek secara langsung sampai membuat tulisan jadi. Guru juga dapat menciptakan kondisi belajar yang memberi peluang kepada siswa untuk terlibat aktif dari tahap pramenulis sampai tahap pemublikasian. Adapun peningkatan aktivitas siswa dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam proses belajar. Melalui penerapan SNW,siswa semakin aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari kegiatan mengamati untuk mengumpulkan bahan tulisansampai pada kegiatan memublikasikannya. Peningkatan pada tahap penilaian difokuskan pada aktivitas guru dan siswa dalam proses penilaian pembelajaran. Dalam melakukan penilaian, guru tidak lagi hanya pada hasil, tetapi juga pada proses menulis yang dilakukan siswa. Keseriusan, keaktifan, dan kerjasama merupakan salah satu fokus penilaian proses yang dilakukan guru. Teknik penilaian sejawat yang diterapkan guru juga telah menumbuhkan keterlibatan siswa dalam proses penilaian. Adapun dilihat dari aktivitas siswa, peningkatan tahap penilaian dilihat dari keterlibatan siswa dalam melakukan penilaian, baik terhadap tulisannya sendiri maupun terhadap tulisan siswa lain. Artinya, selain memiliki kesempatan untuk melakukan penilaian terhadap tulisan deskripsi siswa lain pada kegiatan perbaikan dan penyuntingan, siswa juga memiliki kesempatan
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
84
Teuku Husni
untuk menilai tulisannya sendiri melalui kegiatan menulis kembali. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dikemukakan beberapa saran yang ditujukan kepada guru-guru SMP dan kepala sekolah. Saran-saran yang dimaksud dipaparkan berikut ini. 1. Kepada guru-guru bahasa Indonesia SMP umumnya dan khususnya yang ada di SMP tempat penelitian, disarankan dua hal, yakni (1) untuk menerapkan strategi neighborhood walk sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian(2) untuk memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai upaya meningkatkan pembelajaran menulis jenis yang lain. 2. Kepada Kepala SMP, khususnya kepala SMP di tempat penelitian ini dilakukan, disarankan untuk memberi peluang kepada guru-guru untuk menerapkan strategi neighborhood walk dalam pembelajaran menulis.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Muksin.1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: YA3 Malang. Burns, Paul C. Betty D. Roe, Elinor P. Ross. 1996. Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Boston: Houghton Miffin. Campbell, David. 1998. Mengembangkan Kreativitas. Terjemahan Mangunhardjana. Yogyakarta: Kanisius. Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas. Gall, M.D. 1990. Tools for Learning: Guide to Teaching Study Skills. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia. Kemmis, S. dan R. McTaggart. 1992. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University. Milles, Muberman B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penterjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
85
Penerapan Strategi Neihgborhood Walk Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menuluis Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP N 2 Sigi .
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual(Contextual Teaching and Learning). Malang: Universitas Negeri Malang. Ramli, A. 1999. The Expanding Environment Approach in Elementary Social Studies Education. Dalam Jurnal Ilmu Pendidikan. Tahun 29 Nomor 1 Januari 1999. Hal 29-40. Semiawan, Conny. 1986. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa. Jakarta: Gramendia. Suparno dan Muhammad Yunus. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Thornberry, Holly & Lisa Carson. 2003. Neighborhood Walk.http://education. Baisestate.Edu/interchange/Lesson2000.N eighborhoodWalk/htm. Tompkins, G. E. dan Hoskisson, K. 1994. Language arts Contens and Teaching Strategies. New York: Macmillan Publishing Company.
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
86
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
87
VALUE, Jurnal Evaluasi & Asesmen Pendidikan, Vol.I/No.01/Juni/2012
88