VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI (Studi Kasus : Tsunami di Tasikmalaya) VALIDATION ON INPUT DATA METHODE FOR MODELING TSUNAMI (Cases Study : Tsunami in Tasikmalaya) Wiko Setyonegoro1 dan Jimmi Nugraha1 Puslitbang BMKG : Jl. Angkasa I No.2 Kemayoran Jakarta Pusat, 10720, Indonesia
[email protected],
[email protected]
1
ABSTRAK Pembahasan pada jurnal ini merupakan pengembangan metode pemodelan tsunami difokuskan pada input data dari software JISView yang menghasilkan output berupa parameter sumber gempabumi, kemudian output tersebut dijadikan input pada pemodelan tsunami untuk dilihat run-up tsunaminya pada beberapa titik pengamatan. Daerah pengamatan yang diambil disini adalah gempabumi dan tsunami untuk Tasikmalaya 2 September 2009. Kemudian hasil run-up tsunami dibeberapa titik pengamatan tersebut divalidasi dengan sumber input dari hasil perhitungan yang dihasilkan oleh beberapa instansi lain di Indonesia, seperti BMKG dan USGS. Hasilnya, Pada gempabumi Tasikmalaya, data input dari metode penentuan mekanisme sumber gempabumi dengan JISView, BMKG dan USGS menghasilkan run-up tsunami yang tidak berbeda secara signifikan. Untuk Tsunami Tasikmalaya pada titik acuan dititik M, yaitu daerah Pameungpeuk metoda JISView memiliki run-up tsunami 0.22 m, sedangkan metoda BMKG=0.28 dan USGS = 0.26. Kata Kunci: tsunami, pemodelan, sesar ABSTRACT The discussion in this paper is the development of tsunami modeling method focused on data input from JISView software that produces output in the form of earthquake source parameters, then the output is used as input in the modeling of tsunami run-up to look at floor depth at some points of observation. Regional observations taken here is that earthquakes and tsunamis to Tasikmalaya 2 September 2009. Then the results of the tsunami run-up in some point of observation is validated with the input of the calculation results produced by some other agencies in Indonesia, such as BMKG and USGS. As a result, for the Tasikmalaya earthquake, the input data of the method of determination of the earthquake source mechanism JISView, BMKG and USGS produced tsunami run-up did not differ significantly. To Tsunami Tasikmalaya at a reference point in the point M, which is the area Pameungpeuk, the method has JISView tsunami run-up 0.22 m, while the method USGS = 0.28 and BMKG = 0.26. Keywords: tsunami, modeling, fault
1. PENDAHULUAN Kepulauan di Indonesia merupakan wilayah dengan kondisi tektonik aktif yang seringkali menimbulkan bencana gempabumi dengan
beberapa kejadian tsunami. Hal ini dijelaskan oleh kondisi tektonik wilayah Indonesia yang mendapat tekanan lempeng Eurasia dari arah utara dan tekanan lempeng Australia dari arah selatan, ditambah dengan
VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha 106
ISSN 0215-1952 pergerakan lempeng pasifik dari arah timur (gambar 1). Kejadian bencana gempabumi dan tsunami seringkali menimbulkan korban jiwa dan materi. 1) Beberapa gempabumi yang telah menimbulkan tsunami diantaranya adalah gempabumi Aceh 26 Desember 2004, gempabumi Pangandaran M 7,7 Skala Richter tanggal 17 Juli 2006, gempabumi Tasikmalaya dengan magnitudo 7,3 Skala Richter pada tanggal 2 September 2009 dan tsunami Mentawai 25 Oktober 2010. Dengan beberapa contoh kejadian bencana tersebut maka pengembangan model tsunami ini menjadi sangatlah penting mengingat potensi tsunami di Indonesia masih sangat besar. Pada kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada bidang sistem data (database) dibidang geofisika dari software JISView untuk mekanisme gempabumi dan pemodelan tsunaminya. N
E $
W
S Gambar 1. Tatanan tektonik di Indonesia.
1)
Gambar 2. Arah pergerakan lempeng tektonik pada busur sunda (P. Sumatra dan P. Jawa). 3)
Manfaat dari pengembangan pada metoda input software tsunami L-2008 ini adalah untuk melihat tingkat akurasi sumber input data. Dalam penelitian ini dititikberatkan pada software JISView untuk mekanisme fokus gempabumi. Dimana output parameter pada software tersebut dapat memberikan informasi yang cepat (kurang dari 5 menit) dan mendekati informasi parameter sumber yang diberikan oleh sumber lain seperti BMKG dan USGS, diharapkan software tersebut dapat berguna bagi keperluan operasional BMKG. Evolusi tektonik pada busur sunda (P. Sumatra dan P. Jawa) sebelum Jaman Neogen dicirikan oleh pemekaran tektonik (rifting tectonic) yang diikuti oleh terjadinya tumbukan, amalgamasi, dan akrasi yang lebih lanjut mengakibatkan terbentuknya pegunungan, perlipatan, dan pensesaran (Simanjuntak, 2004). Tersingkapnya batuan bancuh (melange) di Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang berumur Kapur menunjukkan terdapatnya sistem penunjaman yang berhubungan dengan komplek akrasi (Asikin, 1974; Simanjuntak, 1980; Sukamto, 1986; Wajzer dkk, 1991 dalam Simandjuntak, 2004). (gambar 2)2)
Tujuan dari penelitian ini adalah Memvalidasi output dari software JISView yang berupa parameter sumber gempabumi dengan parameter sumber yang dikeluarkan oleh BMKG, GFZ dan USGS, dimana proses validasi dilakukan dengan membandingkan run-up tsunami yang dihasilkan dari hasil running software tsunami L-2008. ©BULETIN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 7 No. 2 JUNI 2011
107
1.1. Teori Dasar Propagasi Tsunami
Gambar 3. Distribusi Mekanisme Sumber Gempabumi di Pulau Jawa dan Sekitarnya Berdasarkan (Plot dengan GMT). 3)
Pada Zaman Paleogen sistem penunjaman ini bergeser relatif ke arah barat dengan ditemukannya batuan bancuh di Pulau Nias, Pagai, dan Sipora yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera (Katili, 1973; Karig dkk., 1978; Hamilton, 1979; Djamal dkk., 1990; Andi-Mangga, 1991 dalam Simandjuntak, 2004). Dalam istilah geotektonik perubahan jalur batuan bancuh yang berhubungan dengan komplek akrasi dikenal dengan sebutan roll back. Orogenesa pada zaman Neogen di kawasan ini menghasilkan Pegunungan Bukit Barisan dan penunjaman di sebelah barat pulau Sumatera bersifat penunjaman miring berkisar 50o – 65° (oblique subduction), Sesar Sumatera serta kegiatan magmatisme. 3)
Busur Sunda di Indonesia merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin) dunia yang dicerminkan tingginya frekuensi kejadian gempabumi di wilayah ini. Sebaran gempabumi di wilayah ini tidak hanya bersumber dari aktivitas zona subduksi, tetapi juga dari sistem sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera dan Jawa. Berdasarkan data mekanisme sumber gempabumi dari Harvard CMT, kegempaan bersumber dari zona subduksi pada umumnya memperlihatkan sesar naik, sedangkan di darat memperlihatkan mekanisme sesar mendatar (Gambar 3). 3)
Tsunami berasal dari bahasa Jepang, yang terdiri dari 2 (dua) kata yaitu tsu = pelabuhan, nami = gelombang ; Secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan" adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan dasar laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempabumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang tsunami di laut dalam hanya sekitar 1 meter.4) Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin pada lahan pertanian, tanah, dan air bersih. 4)
VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha 108
ISSN 0215-1952 1.2. Hubungan Amplitudo Gelombang Run- Up dan Inundasi Tsunami Propagasi gelombang tsunami akan memiliki puncak gelombang yang rendah di pusat gangguan (dalam hal ini gempabumi) di tengah samudera, dan akan mengalami kenaikan amplitudo puncak gelombangnya saat mencapai daratan. Hal ini disebabkan penjalaran gelombang yang dipengaruhi oleh struktur batimetri dasar laut dari pusat gempabumi ke daratan.(gambar 4) 5)
Gambar 4.
Propagasi Gelombang Tsunami dari pusat gangguan sampai ke garis pantai. (Nakamura, M. 2006) 5)
Gambar 5. Hubungan Ketinggian Gelombang dan Ketinggian Run-Up Tsunami.
1. Perhitungan persamaan penjalaran gelombang tsunami dari sumber gempabumi. 2. Mengkaitkan mekanisme sumber gempabumi dengan potensi ketinggian tsunami di pantai. 3. Data Input parameter. 4. Metode JISView. Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan validasi dari beberapa metode input data untuk memodelkan tsunami. Dengan cara ini diharapkan dapat diketahui lebih jauh tingkat akurasi dari beberapa metode input pemodelan dalam tulisan ini. Beberapa metode tersebut diantaranya JISView, BMKG dan USGS. Untuk melakukan perbandingan tersebut dilakukan perhitungan penjalaran dan kecepatan tsunami pada software (gambar 6). Untuk panjang gelombang >> 50 m, percepatan vertikal dapat diabaikan. Dan untuk tinggi gelombang << 50 m kedalaman, maka pengaruh nonlinier dapat diabaikan (gambar 7) 5). Berikut adalah persamaan perambatan gelombang tsunami yang dirumuskan oleh gangguan yang berasal dari lantai samudera. Gelombang massa air laut yang menjalar dari koordinat tempat terjadinya gangguan sampai ke garis pantai yang sangat dipengaruhi oleh kondisi batimetri dasar samudera.
5)
Gelombang tsunami yang menjalar kearah pantai akan mengalami kenaikan amplitudo dan berbanding lurus dengan inundasi gelombang dari garis pantai. Luasan inundasi bergantung pada struktur topografi daratan dekat pantai. (gambar 5) 5)
2. METODA PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Persamaan Penjalaran Gelombang 5) Tsunami Untuk Perairan Dalam
©BULETIN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 7 No. 2 JUNI 2011 109
t : waktu M,N : debit flux dalam arah x dan y
Gambar 7. Persamaan Penjalaran Gelombang Tsunami Untuk Perairan Dangkal.5)
2.1. Teori Perairan Dangkal Berikut adalah pesamaan yang memberikan hubungan antara momentum masa gelombang air batimetri di dasar samudera terhadap ketinggian gelombang dari mean sea level. Untuk ketinggian gelombang (h1) << kedalaman (h2), dimana kedalaman > 50 m, Jika h1/ h 2 mendekati nol, maka pengaruh nonlinear dapat diabaikan. 5)
η : Deformasi Vertikal dari permukaan air D : Total Kedalaman Air g : Percepatan Gravitasi x,y : Koordinat Horizontal (axes) t : waktu M,N : debit flux dalam arah x dan y c : Koefisien bawah permukaan
2.2. Data Input Parameter Ada beberapa metode input data yang diperlukan untuk menjalankan software tsunami L-2008 dalam memodelkan tsunami, data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh melalui website Seperti NOAA dan BMKG. Input data yang diperoleh dari hasil output penentuan mekanisme sumber gempabumi adalah sebagai berikut : 1. Data mekanisme sumber gempabumi yang diperoleh dari output Software Focal JISView untuk sumber gempabumi. 2. Data Batimetri
Menjadi,
Persamaan 1. pesamaan hubungan momentum masa gelombang air batimetri. η D g x,y
Persamaan 2. pesamaan hubungan momentum masa gelombang air batimetri (2). 5)
: Deformasi Vertikal dari permukaan air : Total Kedalaman Air : Percepatan Gravitasi : Koordinat Horizontal (axes)
Pada penelitian ini akan dipaparkan mengenai gempabumi yang berpusat di samudera dengan magnitudo > 7 SR dan dalam kaitannya dengan potensi tsunami yang ditimbulkannya. Dalam hal ini mekanisme sumber gempabumi jelas memiliki perbedaan menurut beberapa pemodelan tsunami yang akan dibahas dibawah ini. Untuk mendukung operasional,
VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha 110
ISSN 0215-1952 SOP yang disyaratkan untuk gempabumi yang berpotensi tsunami adalah : Gempa berlokasi di laut dan magnitude > 7.0 SR, sehingga dalam penelitian ini pembahasan difokuskan pada gempabumi dengan potensi tsunami. Adapun pengolahan data pada penelitian ini akan dibandingkan hasil output dari tsunami wilayah Tasikmalaya dan Mentawai, sehingga dapat dianalisa input dari beberapa metoda penentuan parameter sumber (JISView, BMKG dan CMT USGS). 2.3. Output Software JISView Sebagai Input Pemodelan Tsunami Pengembangan model tsunami pada penelitian ini dititikberatkan pada pengembangan format dari input data pada software, yaitu menggunakan output dari software JISView untuk mekanisme fokus gempabumi, kemudian dijalankan menggunakan Software Tsunami L-2008. Output dari masing-masing metoda input akan dimodelkan dan divalidasi akurasinya. 9),10)
N
W
E $
S Gambar
9.
Koordinat lokasi terjadinya gempabumi Tasikmalaya 2 September. 6)
Input pemodelan tsunami tersebut diperoleh dari output running Software Focal JISView untuk mekanisme fokus gempa bumi. Dari sejumlah lokasi penelitian disini, akan dibahas kejadian gempabumi yang
menimbulkan tsunami, seperti pada kasus gempabumi Mentawai, kemudian dianalisa perbedaan mekanisme sumbernya dengan kejadian gempabumi yang tidak menghasilkan tsunami, seperti pada gempabumi Tasikmalaya. 9,10 Prinsip yang mendasari pemodelan tsunami ini adalah menganalisa deformasi pada lantai samudera (ocean bottom) dari gempabumi yang menimbulkan tsunami dan tidak menimbulkan tsunami. Sehingga dapat dipahami mekanisme tipe sumber gempagempa yang berpotensi tsunami. 8),9),10) Studi kasus uji validitas dalam tulisan ini difokuskan pada kejadian gempabumi tektonik yang mengguncang Tasikmalaya dan sekitarnya, berkekuatan 7,3 Skala Richter 2 September 2009 pukul 14:52. Gempa 7,3 skala richter (SR) yang berpusat di 142 kilometer barat daya Tasikmalaya itu setara dengan peristiwa gempa di Pangandaran yang mengakibatkan tsunami pada 17 Juli 2006 lalu, mekanisme sumber gempabumi inilah yang akan dijadikan fokus dalam validasi metode input data dari metode JISView, karena wilayah gempabumi ini memiliki aktivitas seismik yang cukup tinggi dari sejarah kegempaannya dimasa lalu. (gambar 9) 6) Gempabumi pada tanggal 2 September 2009 merupakan gempabumi dengan tsunami. Tsunami yang dihasilkan memang tidak signifikan dan sulit dibedakan dengan gelombang laut biasa, namun jaringan tide gauge mendeteksi adanya perubahan tinggi gelombang laut yang diakibatkan gempabumi tersebut. 6 Stasiun yang digunakan untuk pemodelan mekanisme sumber gempabumi dari gempabumi tersebut sebanyak 10 stasiun. Berdasarkan analisa mekanisme sumber gempabumi, nodal plane yang dipilih adalah nodal plane 2 dengan strike 174°, dip 72° dan rake 73°. Meskipun tipe patahan gempabumi ini adalah patahan naik namun
©BULETIN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 7 No. 2 JUNI 2011 111
tsunami yang dihasilkan kurang signifikan, disebabkan karena gerakan oblique patahan masih cukup dominan. Hal ini terlihat dari aktivitas seismik yang tinggi pada selatan Jawa. (gambar 10)6) Berikut merupakan output software JISView dan merupakan metode input pada pemodelan tsunami (gambar 2.5), juga ditampilkan perbandingan hasil analisa parameter sumber gempabumi dari JISView dan beberapa Institusi Internasional lainnya seperti BMKG dan USGS CMT Global (table 1). N
W
Tabel 1. Data Mekanisme Sumber Gempabumi Tasikmalaya Tanggal 2 September 2009
Data mekanisme sumber tersebut dijadikan input pada pemodelan tsunami menggunakan software Tsunami L-2008. Hasil keluaran pemodelan inilah yang akan divalidasi tingkat akurasinya. 2.4. Data Batimetri
E $
Untuk mendapatkan hasil simulasi yang baik diperlukan data batimetri yang detail setidaknya sama dengan daerah yang dimodelkan. Data batimetri yang di pakai dalam Tsunami L2008 adalah data Etopo2 yaitu peta batimetri yang dikeluarkan oleh British Oceanographic Data Centre (BODC). Batas daerah model meliputi 98 0 – 1350 BT dan 50 LS - 100 LS.7) 2.5. Software
S Gambar 10. Sejarah Kegempaan di wilayah 6) Tasikmalaya.
Gambar 11.
Model Focal Mechanism Gempabumi Tanggal 2 September 2009.
Software Tsunami L2008 merupakan software yang dapat menganalisis mekanisme sumber dari sesar saat terjadinya gempabumi, lalu dihubungkan dengan outputnya berupa run-up tsunami pada garis pantai. Dari sekian banyak software yang telah publish dan dikenal seperti WINITDB, Tunami N-2, TTT, telah dikembangkan software tsunami yang diberi nama Tsunami L-2008 dan dipelopori oleh Dr. Mamoru Nakamura dari Nagoya University dan dikembangkan format outputnya oleh Nguyen Anh Duong dari Institute of Geophysics Vietnam. Melalui pemodelan tsunami ini dikembangkan beberapa metoda untuk penentuan parameter sumbernya seperti ; USGS, BMKG, GFZ dan JISView untuk mekanisme sumber gempabumi. 8) ,9),10)
VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha 112
ISSN 0215-1952
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Mekanisme Sumber Gempabumi Hasil perbandingan data dari beberapa metoda penentuan sumber (mekanisme fokus) gempabumi Tasikmalaya dengan parameter gempabumi ; Mw, Epicenter, Kedalaman (depth), Slip (D), Strike (0), Dip (0) dan Slip (0) ditampilkan pada gambar 11, dimana parameter tersebut merupakan input dari ketiga metoda penentuan sumber gempabumi (JISView, BMKG dan CMT USGS), untuk selanjutnya masing-masing parameter tersebut akan divalidasi. Pada gempabumi tasikmalaya ini tsunami yang ditimbulkan tidak merusak secara signifikan, korban jiwa yang timbul diakibatkan oleh kejadian gempabuminya bukan oleh tsunaminya. Berikut pada gambar 11 input dari ketiga metode (JISView, BMKG dan CMT USGS). Posisi strike hampir sama dengan arah sesar tidak menghadap langsung ke garis pantai, dan tidak signifikan searah dengan proses subduksi yang normalnya bergerak dari lempeng samudera ke arah lempeng benua sehingga potensi tsunami sangat minim terjadi.
Slip=1310, B. Posisi strike dari sesar Output data BMKG dengan vertical displacement = 0.167 m, asumsi tiap parameter input mekanisme fokus gempabumi adalah sama, pada gambar ini yang berubah adalah adalah Strike= 340, Dip=410, Slip= 1120. C. Posisi strike dari sesar Output data USGS dengan vertical displacement = 0.166 m, asumsi tiap parameter input mekanisme fokus gempabumi adalah sama, pada gambar ini yang berubah adalah adalah Strike= 540, Dip=460, Slip= 1120.
Menit ke 13.20
Menit ke 16.40
Gambar 12. Run-Up Tsunami dengan metode JISView.
Gambar 11.A. Posisi strike dari sesar Output data JISView dengan vertical displacement = 0.04 m, dengan MW = 7.0, Epicenter = -7.825 LS dan 107.396 BT, Kedalaman (depth) = 53.2 km, Slip (D) = 4 m Strike=380, Dip=230,
Run-Up maksimum tsunami diambil di titik M (Daerah “Pameungpeuk” koordinat : 7.61 LS 107.68 BT) = 0.22 m untuk Output data JISView (gambar 12) , Run-Up maksimum tsunami (Daerah “Pameungpeuk” koordinat : 7.61 LS 107.68 BT) = 0.28 m untuk Output data BMKG dan Run-Up maksimum tsunami di titik M (Daerah “Pameungpeuk” koordinat : 7.61 LS 107.68 BT) = 0.26 m untuk Output data USGS.
©BULETIN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 7 No. 2 JUNI 2011 113
Output yang diperoleh dari metoda penginputan JISView memperlihatkan bahwa runup tsunami pada garis pantai, dalam hal ini diambil dititik M (Daerah “Pameungpeuk” koordinat : 7.61 LS 107.68 BT) setinggi 0.22 m, sehingga jika diambil selisih perbedaan antar vertical displacement data JISView dan data CMT USGS = 0.12 tidak signifikan menunjukkan perbedaan pada run-Up tsunaminya (gambar 13).
Untuk selanjutnya run-up dibeberapa titik/lokasi wilayah sekitar Tasikmalaya dapat dilihat lengkap pada tabel 2. Tabel 2. Table perbandingan run-up tsunami dari ketiga metode penentuan mekanisme fokus gempabumi.(JISView, BMKG dan CMT USGS) di daerah Tasikmalaya.
Menit ke 03.20
4. KESIMPULAN Pada gempabumi Tasikmalaya, data input dari metode penentuan mekanisme sumber gempabumi dengan JISView, BMKG dan CMT USGS menghasilkan run-up tsunami yang tidak berbeda secara signifikan. Untuk Tsunami Tasikmalaya pada titik acuan dititik M, yaitu daerah Pameungpeuk) metoda JISView memiliki run-up tsunami 0.22 m. Sedangkan metoda BMKG=0.28 dan CMT USGS = 0.26
Menit ke 13.20
Pada gempabumi Mentawai, data input dari metode penentuan mekanisme sumber gempabumi dengan JISView, BMKG dan CMT USGS menghasilkan deformasi vertikal yang rendah (1.53 m) dibandingkan input dari metode BMKG =2.37m dan CMT USGS=1.87m, akan tetapi masih menunjukkan nilai run-up tsunami yang tidak berbeda secara signifikan pada titik acuan pada titik K yaitu daerah Purorougat, untuk metode JISView=3.9 m, metode BMKG=4.8 m dan untuk CMT USGS=4.6 m
Menit ke 16.40
5. DAFTAR PUSTAKA Gambar 13. Run-Up Tsunami dengan metode CMT USGS
1)
Bock, L. Y. and Prawirodirdjo, J. F.2003. Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements. Journal of Geophysical Research, Vol.
VALIDASI METODE INPUT DATA UNTUK PEMODELAN TSUNAMI Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha 114
ISSN 0215-1952 108, No. B8, 2367, doi:10.1029/2001JB000324, 2003. 2)
Simandjuntak, T. O., 2004. Tektonika. Publikasi Khusus, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 216 p.
3)
Lasitha, S., Radhakrishna, M., Sanu, T. D., 2006. Seismically Active Deformation In The Sumatera – Java Trench Arc Region : Geodynamic Implications. Current Science, 90 (5), pp. 690 – 696.
4)
Dudley, Walter C. & Lee, Min, “Tsunami”. ISBN 0-8248-1125-9. 1988.
5)
Nakamura, M. 2006. Source fault model of the 1771 Yaeyama Tsunami- Southern Ryukyu island Japan Inferred from Numerical Simulation, Pure Appl. Geophys., 163, 41-54.
6)
Java earthquake. (2011). (http://earthquake.usgs.gov/earthquake s/recenteqsww/Quakes/us2009lbat.php, diakses 5 Februari 2012.
7)
National Geophysical Data Center , GEODAS Grid Translator. (2009). (http://www.ngdc.noaa.gov/mgg/gdas/g d_designagrid.html. NOAA, diakses 8 Augustus 2009).
Meteorologi dan Geofisika BMKG, Vol.12.No.1, Hal : 21 -32, Mei 2011.
8)
Wells,D.L. & Coppersmith, K.J. 1994. New Empirical Relationships among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface Displacement. Bulletin of the Seismological Society of America, 84(4). 1994.
9)
Hanks, Thomas C.; Kanamori, Hiroo. "Moment Magnitude Scale". Journal of Geophysical Research 84 (B5): 2348– 2350. Retrieved October 2007.
10)
Setyonegoro, W. (2011). Tsunami Numerical Simulation Applied to Tsunami Early Warning System, Jurnal ©BULETIN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 7 No. 2 JUNI 2011 115