V. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN
5.1. Landasan Kebijakan PLIKAB Agar kelembagaan pengelolaan lingkungan yang dibentuk melalui kemitraan antar industri komponen alat berat ini dapat berjalan secara optimal, maka seluruh masyarakat perusahaan (karyawan) yang terkait selayaknya dapat berpartisipasi secara aktif sehingga lembaga ini dapat berjalan secara berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Sekartjakrarini (1993) menyatakan bahwa partisipasi stakeholder dalam suatu kemitraan akan dapat berjalan dengan baik apabila stakeholder tersebut memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan kemitraan, terjadi pembagian sumberdaya pada masingmasing stakeholder, dan memiliki kemampuan mengelola birokrasi dari lembaga mitra yang dibentuk bersama. Ini berarti bahwa stakeholder yang terlibat dalam suatu mitra setidaknya memiliki tujuan yang sama dan memiliki kemampuan yang sama dalam mencapai tujuan tersebut. Apabila stakeholder memiliki misi dan tujuan yang berbeda, maka mustahil lembaga mitra yang telah dibentuk dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan karena didalamnya akan muncul berbagai konflik kepentingan diantara anggota yang bermitra. Di sisi lain stakeholder yang bermitra ini harus mampu mengelola dengan baik jalannya kelembagaan yang dibingkai dengan aturan hukum yang ketat, sehingga semua kegiatan (birokrasi) dalam lembaga mitra tersebut tidak keluar dari rambu-rambu atau aturan-aturan kelembagaan yang telah disepakati bersama. Berkaitan dengan partisipasi dalam pengelolaan suatu sumberdaya, secara garis besar bentuk partisipasi dapat digolongkan atas tiga pola yaitu pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (PSBM), pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah (PSOM), dan co-management
yang merupakan bentuk kemitraan
antara masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan LSM (Nikijuluw, 2002). Berdasarka hasil survey yang telah dilakukan pada ketiga perusahaan indusktri komponen alat berat yaitu PT. Katsushiro Indonesia, PT. Hanken Indonesia, dan PT. United Tractors Pandu Engineering ditemukan pola partisipasi yang pertama yaitu pengelolaan sumberdaya khususnya limbah yang bernilai
92 ekonomis berbasis masyarakat (PSBM). Masyarakat yang dimaksud adalah karyawan pada perusahaan yang bersangkutan. Namun demikian pola partisipasi ini masih sebatas dalam internal perusahaan dan hanya dikelola oleh karyawan yang secara langsung terlibat dalam proses produksi limbah yang bernilai ekonomi tersebut yang selanjutnya disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Mengingat limbah ekonomis yang dihasilkan oleh setiap perusahaan cukup besar dan perlu dikelola dengan baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pendapatan perusahaan, maka pola partisipasi masyarakat (karyawan) ini perlu lebih diperluas lagi dengan melibatkan seluruh karyawan terkait baik di dalam maupun di luar perusahaan terutama perusahaan yang telah menjalin mitra bersama dalam mengelola limbah eknomis tersebut. Dalam hal ini PT. Katsushiro Indonesia, PT. Hanken Indonesia, dan PT. United Tractors Pandu Engineering, dan selanjutnya disalurkan kepada pihak lain diluar kelompok mitra. LINGKUNGAN
• •
• • •
Pelestarian lingkungan. Minimalisasi limbah & pencemaran.
Pemanfaatan limbah sesuai kebijakan. Peningkatan nilai ekonomi limbah. Peningkatan kinerja dlm lingkungan yg nyaman.
•
•
Pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian lingkungan; minimalisasi limbah & pencemaran Terciptanya EHS.
SPLIKAB BPKM
• •
Pemanfaatan limbah bernilai ekonomi. Efisiensi & efektivitas kerja.
EKONOMI
•
Peningkatan pendapatan masyarakat dari pengelolaan LIKAB
• • •
Partisipasi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat. Terciptanya keselamatan kerja.
SOSIAL BUDAYA
Gambar 44. Sistem manajemen lingkungan (SML) dalam PLIKAB. Beberapa alasan perlunya memperluas pola partisipasi masyarakat (karyawan) dalam pengelolaan limbah ekonomis, antara lain : 1. Dalam pemanfaatan limbah eknomis komponen alat berat, tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik kepentingan antar stakeholder baik inter maupun antar perusahaan dan masyarakat umum, sehingga pengelolaannya tidak bersifat sinergis. Permasalahan yang sering terjadi adalah munculnya
93 kecemburuan diantara para karyawan yang tidak terlibat secara langsung dalam pengelolaan limbah ekonomis tersebut. 2. Melalui kerjasama yang baik dan saling membutuhkan antar kelompok mitra, maka jika terjadi konflik kepentingan diantara kelompok mitra, diperlukan suatu kolaborasi baik dalam pengelolaannya maupun dalam penyelesaian konflik tersebut sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 3. Mendapatkan dukungan yang lebih luas dan terarah dalam pengelolaan limbah ekonomis sehingga limbah tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak. 4. Membantu para pihak yang berkepentingan dan membutuhkan dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada tetapi tidak terlibat secara langsung dalam pengelolaannya, untuk merasakan bersama keuntungan yang diperoleh dari sumberdaya yang dikelola tersebut. Dalam hal ini limbah komponen alat berat yang bernilai ekonomis. Dengan partisipasi karyawan yang lebih luas dalam pengelolaan limbah komponen alat berat yang ekonomis akan memberikan keuntungan-keuntungan seperti masyarakat (karyawan) yang merupakan target akan merasa lebih memiliki dan memberikan kontribusi yang nyata dalam rangka peningkatan kesejahteraan bersama baik karyawan maupun perusahaan. Di sisi lain melalui partisipasi ini, pemantauan kegiatan akan lebih mudah dilaksanakan dan lebih transparan sehingga dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Adapun keuntungan yang diperoleh dalam pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan disajikan pada Gambar 45. Kesejahteraan Karyawan dan Perusahaan PT. Katsushiro KEMITRAAN DAN PARTISIPASI
Kualitas Lingkungan Terpelihara dengan baik
PT. UTPE
PT. Hanken Indonesia
Minimisasi Konflik Kepentingan
Gambar 45. Keuntungan dalam PLIKAB melalui kemitraan dan partisipasi.
94 Berbagai tujuan yang diharapkan tercapai dalam pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat yaitu kualitas lingkungan tetap terjaga dengan baik, pendapatan karyawan meningkat, peningkatan daya saing perusahaan, dan minimisasi konflik.
5.2. Konsep Kebijakan PLIKAB Secara umum keberhasilan sistem pengelolaan limbah akan sangat terkait dengan aspek institusi atau lembaga pengelolanya, kebijakan atau tata cara pengelolaannya, serta anggaran yang menunjang kelancaran pengelolaanya. Isu strategis pengelolaan limbah industri komponen alat berat terutama harus diawali oleh terbentuknya institusi yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan. Hal ini dimungkinkan karena limbah tersebut masih bernilai ekonomi, bahkan dengan proses tambahan masih bisa ditingkatkan nilainya (added value). Kejelasan pihak pengelola ini akan menjadi pendorong disusunnya tata cara dan sumber pendanaan bagi keberhasilan pengelolaan limbah tersebut. Kebijakan pengelolaan akan dituangkan dalam bentuk model konseptual pengelolaan yang terdiri dari penentuan pengelola kawasan (manager) dan penyusunan sistem pengelolaannya (management) yang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Model pengelolaan diawali dengan pembentukan lembaga pengelola (institutional arrangement) melalui partisipasi dari para pihak, baik pihak perusahaan, pihak masyarakat, maupun institusi pemerintah. Secara lebih rinci, beberapa permasalahan terkait dengan pengelolaan limbah adalah: (1) belum terbentuknya secara resmi pihak yang bertanggung jawab dan disepakati bersama untuk secara khusus menangani pengelolaan limbah, (2) belum terjalinnya komunikasi dan kerjasama, serta peran serta yang optimal antar berbagai pihak (stakeholder) terkait secara partisipatif; (3) terbatasnya kebijakan terkait pengelolaan limbah; dan (4) belum jelasnya pengelolaan anggaran dan bagi hasil dari nilai ekonomi limbah yang dikelola. Berdasarkan sistem manajemen lingkungan (SML) dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing sektor.
Sektor-sektor tersebut terdiri dari kepentingan
lingkungan hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial budaya. Sektor
95 lingkungan hidup
menginginkan terciptanya pelestarian lingkungan dan
tercapainnya upaya minimalisasi limbah dan pencemaran.
Sektor ekonomi
mengharapkan adanya pemanfaatan limbah bernilai ekonomi, serta tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
Sementara sektor sosial budaya bertujuan
terwujudnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta terciptanya keselamatan kerja. Setiap kepentingan sektor tersebut bisa dielaborasi menjadi sebuah sistem pengelolaan yang menjaga kesetimbangan setiap kepentingan, sehingga tercipta sebuah optimalisasi pengelolaan yang bisa mewadahi semua tujuan tanpa saling meniadakan antar sektor.
Hal ini bisa diwujudkan secara operasional dalam
bentuk strategi kebijakan yang terintegrasi untuk mendorong semua pencapaian tersebut. Kebijakan operasional ini diwujudkan dalam berbagai bentuk program antara lain: (1) kebijakan pengelolaan limbah industri komponen alat berat (PLIKAB) sebagai landasan kebijakan terintegrasi lainnya; (2) kebijakan peningkatan kinerja melalui pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia guna menunjang pencapaian sektor ekonomi; (3) kebijakan poengembangan UKM LIKAB untuk menunjang pemberdayaan masyarakat sekaligus mendorong nilai ekonomi; (4) kebijakan upaya pelestarian lingkungan yang mendorong tercapainya tujuan sektor lingkungan hidup; serta (5) kebijakan stabilisasi sosial masyarakat yang bertujuan mendorong pencapaian tujuan sektor sosial budaya. Sementara dari sisi aktor, pengelola secara kemitraan dengan kepemilikan saham yang berbeda merupakan alternatif terbaik yang dimungkinkan. Institusi pemerintah, terutama pihak badan lingkungan hidup daerah (BLHD) berperan sebagai pengarah dan pengawas terkait isu lingkungan dalam pengelolaan limbah tersebut. Sementara pihak perusahaan melalui Bagian Pengelola Lingkungan dan Koperasi Karyawan bersama-sama masyarakat melakukan kemitraan sebagai pengelola limbah (Gambar 46).
96
dana pemberdayaan masukan
BPLHD
pendampingan LSM
Lembaga Penelitian/ Perguruan Tinggi
Bag. PL Kesepakatan Partisipasi
Masyarakat
musyawarah CSR
Koperasi
bantuan pengeloaan
Lembaga Kemitraan
Perusahaan
penelitian & informasi
Kebijakan PLIKAB
Inventarisasi
Teknologi
Penyusunan Kebijakan
Upaya Pelestarian Lingkungan
Pengembangan UKM LIKAB
Kinerja
SDM
Pemberdayaan Masyarakat
Peningkatan Nilai Ekonomis
Minimalisasi Limbah
Minimalisasi Pencemaran
Pemanfaatan Limbah
Regulasi Teknis
umpan balik & informasi
SPLIKAB BPKM evaluasi
Gambar 46. Model konseptual PLIKAB.
Stabilisasi Sosial Masyarakat
Minimalisasi Konflik
97
Implikasi pendanaan dan pengelolaan pendapatan awalnya berasal dari investasi berbagai pihak dalam bentuk saham dan hasil pendapatan dari penjualan limbah.
Selain itu, perusahaan memberikan dorongan melalui program CSR
(Corporate Sosial Responsibility).
Dana CSR digunakan untuk membantu
kemitraan yang ada dan pemberdayaan masyarakat terutama yang terlibat dan terkena dampak dari pengelolaan limbah. Sistem pengelolaan limbah sendiri terbagi menjadi program kebijakan pengelolaan limbah industri komponen alat berat (PLIKAB), program kinerja (terkait SDM dan teknologi), program pengembangan UKM LIKAB, program pelestarian lingkungan dan program stabilisasi sosial budaya masyarakat sekitar perusahaan.
5.2.1. Kebijakan PLIKAB Kebijakan PLIKAB merupakan landasan yang penting bagi penyusunan kebijakan lanjutan yang bersifat lebih operasional. Kebijakan ini perlu disusun untuk memperjelas landasan pengelolaan LIKAB. Kebijakan ini secara normatif bisa ditempuh dengan kesepakatan para stakeholder kunci untuk menetapkan regulasi teknis sebagai landasan awal untuk melangkah pada tahap berikutnya. Stakeholder kunci tersebut terdiri dari para pihak yang bermitra melalui arahan pihak ketiga dari institusi pemerintah. Program yang bisa dilaksanakan dalam ruang lingkup kebijakan ini, antara lain: 1. Mengupayakan inventarisasi permasalahan, kondisi eksisting, dan para pihak terkait PLIKAB; 2. Mengupayakan penyusunan kebijakan berdasarkan hasil inventarisasi; 3. Mengupayakan penyusunan regulasi teknis.
5.2.2. Kebijakan Kinerja Kebijakan kinerja akan dilandasi oleh hasil studi kinerja dalam penelitian ini. Kinerja yang ditelaah terdiri dari teknologi yang diterapkan dan SDM terkait PLIKAB. Program berkaitan dengan kinerja adalah: 1. Melakukan peningkatan teknologi pengolahan limbah yang lebih efisien dan efektif. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
98
• Mengusulkan kepada pihak industri alat berat agar limbah (scrap sisa hasil potong plat baja) sebelum dikirim ke peleburan dipotong-potong kecil dan dikemas dalam boks kemudian dikirim, sehingga scrap tersebut dapat langsung dilebur dan memiliki nilai tambah. • Untuk scrap yang masih lebar dipotong rapih dan ditawarkan ke subkontrak untuk bahan baku komponen kecil-kecil. • Memanfaatkan sisa potongan plat untuk komponen kecil guna menaikkan nilai tambah • Sisa hasil machining di pass dengan usia pass sehingga menaikkan nilai tambah. 2. Melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui pelatihan dan pendidikan yang lebih luas terkait kemampuan pengelolaan lingkungan di perusahaan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melakukan eduksi kepada pihak kemitraan yang dibentuk: • cara-cara pemotongan plat menjadi kecil-kecil dan ditata dalam boks secara rapi; • teknik-teknik pengelasan untuk pembuatan komponen-komponen kecil; • meningkatkan skill karyawan. 5.2.3. Kebijakan Pengembangan UKM LIKAB Kebijakan pengembangan UKM LIKAB bertujuan meningkatkan nilai tambah (added value) dari limbah yang ada dengan meningkatkan keterampilan SDM (masyarakat dan karyawan), serta teknologi pengelolaan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dari pemanfaatan limbah tersebut. Program pengembangan UKM LIKAB ini meliputi: 1. Melakukan pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini pihak karyawan dan para pihak
lainnya
yang terkait
pengelolaan limbah industri alat
berat.
Pemberdayaan ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dalam memproduksi komponen-komponen alat berat yang berasal dari pemanfaatan limbah industri itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: • Melakukan kerja sama dengan masyarakat pengambil limbah dan memanfaatkannya;
99
• Meningkatkan kerjasama dalam pengamanan lingkungan. 2. Melakukan peningkatan nilai ekonomi limbah industri alat berat dengan melakukan peningkatan kualitas SDM pengolah (masyarakat) dan teknologi pengolahannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan nilai jual barang produksi yang berasal dari limbah industri alat berat.
5.2.4. Kebijakan Pelestarian Lingkungan Kebijakan pelestarian lingkungan bertujuan untuk melakukan minimalisasi pencemaran yang dihasilkan dari kegiatan industri alat berat, terutama dari limbah yang dihasilkannya. Program ini meliputi: 1. Melakukan minimalisasi limbah dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan produksi, sehingga menghasilkan limbah seminimal mungkin. Hal ini bisa ditunjang dengan peningkatan kualitas perencanaan penggunaan bahan, kualitas SDM pengolah, serta teknologi dan peralatan yang digunakan. Hal ini juga sekaligus menunjang peningkatan nilai ekonomi limbah yang dihasilkan, karena bisa dimanfaatkan kembali (reuse) secara optimal. 2. Melakukan minimalisasi pencemaran dengan menaati SOP penanganan limbah dan bahan pencemar hasil dari kegiatan produksi industri alat berat. Minimalisasi pencemaran bisa dilakukan dengan penggunaan peralatan dan SOP yang ramah lingkungan. 5.2.5. Kebijakan Stabilisasi Sosial Masyarakat Kebijakan stabilisasi sosial masyarakat terkait adanya potensi konflik antar para pihak yang ingin memperoleh nilai ekonomi dari pemanfaatan limbah industri alat berat. Program terkait kebijakan stabilisasi sosial masyarakat ini meliputi: 1. Melakukan minimalisasi konflik dengan mempertemukan semua pihak terkait pengelolaan limbah industri alat berat, terutama limbah yang bernilai ekonomi. Selain itu dilakukan kesepakatan semua pihak untuk berpartisipasi dalam pengelolaannya, serta membentuk kemitraan yang adil dan disepakati semua pihak.
100
5.3. Verifikasi & Validasi Model Kebijakan Hasil verifikasi melalui studi komparatif dan wawancara mendalam mengindikasikan suatu proses pemahaman mengenai pendekatan sistem dalam PLIKAB.
Secara keseluruhan validasi model PLIKAB
secara berkelanjutan
dapat merepresentasikan kondisi nyata terkait PLIKAB saat ini. Kesetaraan yang dibangun antar stakeholder masih sulit untuk diwujudkan di lapangan, sehingga peran masyarakat lokal sering terabaikan.
Selain kesetaraan, masih terdapat
konflik kepentingan dalam pemanfaatan PLIKAB oleh berbagai pihak terkait. Pemanfaatan PLIKAB secara ekstraktif oleh masyarakat diakibatkan desakan ekonomi yang perlu dicarikan solusinya.
Pelaksanaan program pengelolaan
seringkali tidak jelas dalam pembagian peran para stakeholder kuncinya. Jangka waktu pelaksanaan program pengelolaan harus ditentukan secara bertahap dan terukur. Model yang dibangun diharapkan bisa diimplementasikan pada PLIKAB saat ini dan masa yang akan datang. 5.4. Implikasi Kebijakan Berdasarkan verifikasi yang dilakukan, perlu disusun strategi untuk memperkuat sistem yang telah disusun guna meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan.
Perlu dilakukan manajemen konsensus dalam menentukan keputusan
bersama berdasarkan kesepakatan antar pihak guna mencapai tujuan bersama. Hal ini untuk mengeliminasi ketidaksetaraan, ego sektoral dan konflik kepentingan di antara para pihak yang terkait PLIKAB.
Pemberdayaan masyarakat guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan menjadi fokus utama dalam menjalankan kebijakan PLIKAB.
Penyusunan tahapan program dan
penanggung jawabnya secara jelas dan transparan berdasarkan kesepakatan akan menghasilkan implementasi yang optimal saat pelaksanaannya. Model
konseptual
kebijakan PLIKAB dimulai dengan perlunya
komunikasi dan kesepakatan antara para pihak terkait. Sebagai langkah awal kerangka musyawarah harus dibangun dengan memperhatikan kriteria kesetaraan (equity).