56
V. KONSEP MODEL EKOWISATA Bab ini bertujuan untuk menjabarkan dan merancang model dinamik pengembangan ekowisata pada kawasan suaka margasatwa. Metode yang dipergunakan adalah pendekatan sistem, dimana jabaran analisis yang telah dijabarkan dalam bab IV metodologi penelitian. 5.1 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dilakukan untuk dapat menghasilkan sebuah model operasional dari pengembangan ekowisata. Dalam pendekatan sistem terdapat beberapa tahapan analisis yang dilakukan oleh peneliti diantaranya adalah; analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pembuatan pemodelan, verifikasi dan validasi model serta implementasi. Sehingga untuk dapat menyusun sistem ekowisata perlu diketahui elemen atau faktor penting yang menyusunnya. Fokus dalam penyusunan model ekowisata adalah mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada dalam sebuah kawasan untuk dapat melestarikan atau mempertahankan kondisi habitat dan ekosistem yang menjadi syarat minimum bagi keberlanjutan suaka margasatwa Analisis kebutuhan merupakan awal dari pengkajian dari sebuah sistem, dalam melakukan analisis ini dicoba untuk mendata kebutuhan dari para stakeholder. Hal yang pertama dilakukan adalah mengidentifikasi stakeholder utama dalam sistem ekowisata. Kemudia n dilakukan tahap identifikasi terhadap kebutuhan masing masing stakeholder tersebut. Dalam analisis ini telah ditetapkan pengelompokkan stakeholder atas: 1. Pemerintah didefinisikan sebagai pemerintah pusat diwakili ole h balai konservasi sumberdaya alam (BKSDA) mengingat skala penelitian pada kawasan suaka margasatwa, sedangkan pemerintah daerah diwakili oleh pemerintah daerah kabupaten Polewali- mandar serta beberapa instansi terkait diantaranya; BAPEDA, Dinas perkebunan dan kehutanan, BAPEDALDA. 2. Pelaku wisata diwakili oleh Asosiasi Tours and
Travel
(ASITA),
Perhimpunan Hotel Republik Indonesia (PHRI), Asosiasi Kerajinan Nasional (AKN), Perhimpunan Pemandu wisata Indonesia (PGI). 3. Masyarakat adalah masyarakat lokal yang berada dalam kawasan, dan terkait dengan pengembangan wisata, termasuk didalamnya Lembaga Sosial
57
Masyarakat (LSM)
setempat yang menfasilitasi kegiatan wisata dan
pelestarian lingkungan. 4. Wisatawan dalam hal ini akan terbagi atas aktual wisatawan yang datang langsung ke ODTW dan shifting tourist atau wisatawan yang berada dalam kawasan wisata lainnya pada daerah tujuan wisata Sulawesi Selatan yang mempunyai minat terhadap kegiatan yang berbasis ekowisata. Berdasarkan
hasil
wawancara
terbatas
dihasilkan
analisis
stakeholder (stakeholder need analysis) seperti yang terdapat
pada Tabel 14
dibawah ini: Tabel 14. Analisis kebutuhan stakeholder. Stakeholder
Analisa kebutuhan
Masyarakat Lokal
Peningkatan pendapatan masyarakat, Perluasan lapangan kerja Kelestarian lingkungan- sosial budaya Keamanan – Kepastian hukum
Pemerintah pusat
Peningkatan devisa negara
Pemerintah daerah
Kelestarian lingkungan dan budaya Pengawetan dan perlindungan satwa dan habitat Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Peningkatan lapangan kerja Keamanan
Wisatawan
Pelayanan yang baik Aksesibiltas yang baik ke kawasan Informasi yang akurat dan terpercaya Keamana n dan kenyamanan berwisata Fasilitas minimum yang cukup
Industri pariwisata: travel Kesinambungan usaha agent
Keuntungan yang layak Keamanan Diversifikasi usaha dan ODTW
Sumber: diolah dari data primer
kebutuhan
58
Setelah mengindentifikasi kebutuhan dari masing masing stakeholder utama kemudian dicoba mengkasifikasikan masing masing kebutuhan tersebut untuk dapat memfokuskan kebutuhan utama seperti dalam Tabel 15.
Tabel 15. Matriks analisa kebutuhan sistem ekowisata Analisis Kebutuhan
Stakeholder Masyarakat Pemerintah
Wisatawan
Industri wisata
Kelestarian lingkungan
*
**
Faktor pendapatan
**
**
*
Lapangan kerja
**
**
*
Keamanan
*
**
Partisipasi masyarakat
**
**
Diversifikasi ODTW
*
**
**
* *
**
**
Sumber: diolah dari data primer Keterangan : * = mempunyai kepentingan rendah ** = mempunyai kepentingan tinggi
Dengan adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda beda dari para stakeholder maka akan menimbulkan konflik kepentingan sebagai akibat dari terbatasnya sumberdaya. Karenanya ruang lingkup model ekowisata ya ng akan dibangun,
merupakan
bagian
dari
pendekatan sistem
dinamik
pengembangan konseptual dari sistem ekowisata. Ruang lingkup
melalui model
didasarkan pada hasil wawacara pada beberapa stakeholder kepariwisataan di Sulawesi Selatan dan pemerintah daerah kabupaten Polewali- mandar. Dalam wawancara tersebut juga terkaitkan beberapa aspek dalam pengambilan kebijakan pengembangan kawasan. Berdasarkan wawancara ditemukan beberapa isu pokok diantaranya; 1. Potensi dampak lingkungan dan sosial budaya sebagai akibat pengembangan wisata. 2. Potensi konflik sosial dalam pemanfaatan ruang sebagai akibat tidak terkontrolnya penggunan lahan pada kawasan.
59
3. Lemahnya kemampuan dari sumberdaya manusia (SDM) dan partisipasi masyarakat mengelola dan mengembangan daerah tujuan wisata (DTW). 4. Lemahnya manajemen kepariwisataan regional sebagai akibat tidak adanya koordinasi antar stakeholder. Untuk
itu
diperlukan pemetaan permasalahan dalam
pengembangan
ekowisata seperti yang terlihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisa formulasi masalah Stakeholder (para-pihak)
Masalah
Masyarakat Lokal
Dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial budaya Efek kemahalan
Pemerintah (dalam hal ini pemerintah
Biaya yang sangat besar terutama untuk biaya promosi
pusat dan daerah)
dan pembangunan infrastruktur . Pengaruh suku bunga serta nilai tukar rupiah Kurangnya koordinasi antar stakeholder Pemanfaatan ruang dalam kawasan
Wisatawan
Lemahnya kualitas sarana dan prasarana wisata, keamanan Informasi dan Aksesibilitas ke kawasan yang cukup jauh
Industri pariwisata: travel agent, travel Rendahnya kualitas sumberdaya manusia wholeseller
Manajerial yang sangat kurang Mentalitas pemandu yang sangat lemah
Sumber: diolah dari data primer
Secara garis besarnya, variabel yang mempengaruhi kinerja suatu sistem ada 6 (enam) bagian yakni: (1) variabel output yang dikehendaki; ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, (2) variabel input terkontrol; variabel yang dapat divariasikan untuk menghasilkan prilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan, (3) variabel output yang tidak dikehendaki; merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan, (4) variabel input lingkungan; varabel yang berasal dari luar sistem yang mempengaruhi sistem tapi tidak dipengaruhi oleh sistem, dan (6) variabel kontrol sistem; merupakan pengendali terhadap pengoperasian sistem dalam
60
menghasilkan output yang dikehendaki (Eriyatno 2003). Variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja sistem tersebut disajikan pada diagram input-output
Sistem Lingkungan • Undang Undang dan Peraturan pemerintah • Hubungan dengan negara lain • Keamanan
Input tidak terkendali Pemandangan alam Potensi wilayah /Iklim Demografi Pasar wisata Keamanan Kelestarian Flora dan Fauna
Output yang dikehendaki Peningkatan pendapatan masyarakat,PAD dan devisa Partisipasi masyarakat Terjaganya daya dukung lingkungan Diversifkasi ODTW
Sistem Pengembangan Ekowisata Input terkendali Penduduk dan tenaga kerja Hotel dan restaurant Transpotasi wisata Travel agent Sanitasi dan kesehatan Luasan lahan yang digunakan wisatawan Sampah
Output yang tidak dikehendaki Polusi dan kerusakan lingkungan Degradasi budaya local / tradisional Efek kemahalan Kualitas sarana dan prasarana yang kurang
Manajemen pengendalian sistem Ekowisata Gambar 9. Konsep input -output model pengembangan ekowisata 5.2 Ruang Lingkup Kajian Model Ruang lingkup dari penelitian ini dibuat dengan berdasarkan beberapa asumsi ; 1. Model ini hanya difokuskan untuk tujuan pengembangan ekowisata pada kawsan suaka margasatwa yang didasarkan pada kriteria dalam RENSTRA ekowisata nasional yaitu : a. perlindungan dan kelestarian yang diwakili oleh sub model perlindungan b. dampak negatif minimum yang diwakili oleh sub model polusi c. partisipasi masyarakat yang diwakili oleh sub model tenaga kerja
61
d. pendapatan lokal yang diwakili oleh sub model pendapatan lokal dan wisatawan yang juga memperhitungkan jumlah kunjungan aktual yang dihubungkan dengan sub model tenaga kerja. 2. Dengan melihat kompleksitas dari pengembangan ekowisata, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada potensi sediaan wisata pada kawasan suaka margasatwa diantaranya: areal lahan untuk melakukan kegiatan wisata, transportasi sedangkan pada daerah penyangga diperuntukkan
untuk
akomodasi dan konsumsi/restaurant, transportasi, telekomunikasi dan lain sebagainya. 3. Dalam model tersebut tidak diperhitungkan isu politik, pertahanan dan keamanan wilayah serta faktor pendidikan dan pembelajaran mengingat hal ini sangat dinamik tergantung pada persepsi, sikap dan perilaku wisatawan. Mengingat tingkat kesulitan yang tinggi untuk dapat memprediksi kondisi tersebut, walaupun dalam kenyataannya hal ini sangat berpengaruh teradap jumlah actual wisatawan. 5.3 Integrasi Model Dengan mencoba mengintegrasikan semua aspek maka disusun model yang struktur sistem ekowisata pada kawasan suaka margasatwa. Dengan batasan waktu, data, sumberdaya maka model yang dikembangkan merupakan simplifikasi dari sistem pariwisata, keterangan terdapat beberapa faktor faktor tertentu yang diasumsikan tidak termasuk dalam causal loop.
62
Pendidikan dan pembejalaran
Gambar 10. Model pengembangan ekowisata
Sistem yang dibangun ini terdiri atas 4 sub sistem yang merupakan persyaratan minimum bagi pengembangan ekowisata dan pemanfaatan kawasan suaka margasatwa diantaranya: 1. Sub sistem kelestarian kawasan, berdasarkan PP no. 68 tahun 1994 dimana slah satu fungsi kawasan SM adalah menjaga kelestarian habitat sehingga dalam sub sistem ini luasan kawasan konservasi menjadi kunci utama dari luas total kawasan Suaka margasatwa, dinyatakan secara kuantitatif sebagai luasan kawasan suaka margasatwa yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata termasuk daerah penyangga pada kawasan. 2. sub sistem partisipasi masyarakat merupakan penjabaran dari jumlah tenaga kerja langsung pada sektor pariwisata. 3. sub sistem polusi (dampak negatif minimum) dalam sub sistem ini dampak negatif minimum yang dapat dikuatifikasi adalah jumlah polusi yang dihasilkan, baik itu polusi udara, air dan sampah. Dalam sistem ini sub
63
sistem polusi (yang merupakan sub sistem ekologi) yang hanya diberikan dalam bentuk indeks 4. sub sistem pendapatan lokal dan wisatawan sedangkan sub sistem ini mencakup pendapatan yang mungkin dihasilkan dari wisatawan dan jumlah wisatawan actual ke kawasan wisata. Setiap sub-model yang berada dalam sistem ekowisata diatas dihubungkan dengan beberapa variabel lainnya. Hal ini dilakukan untuk dapat melihat sejauh mana daya dukung kawasan dapat mendukung pertumbuhan jumlah wisatawan. Untuk itu disusun asumsi model sebagai berikut: Ekowisata = f (kelestarian, dampak negatif minimum, partisipasi masyarakat, pendapatan lokal/wisatawan, pendidikan dan pembelajaran) Sub sistem kelestarian dA/ dt = f (luas peruntukan kawasan) Sub sistem partisipasi dW/ dt = f ( tenaga kerja langsung) Sub sistem wisatawan dT/ dt = f (obyek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, keamanan, luas kawasan dan polusi dan pendapatan lokal) Sub sistem polusi
dPol/ dt = f ( polusi air, udara , sampah)
Fungsi Kendala yang dibangun dalam penyusunan model tersebut didasarkan pada interaksi maksimum pemanfaatan blok rimba pada suaka margasatwa, dimana asumsi yang dipergunakan diambil dari PP no. 68 tahun 1999 dan PP no. 18 tahun 1994. Adapun asumsi tersebut dinyatakan sebagai: A = As + Aw + Ac +Ao Aw = 10% dari Ac A = 2000 Ha Tujuan : Optimalisasi pemanfaatan kawasan untuk dapat mempertahankan kondisi habitat dari burung endemis Rallidae dan Pelicanus Conspilatus, meningkatkan perekonomian lokal, partisipasi masyarakat, mencegah dampak negatif. Analisis fungsi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut : dP/ dt = (a1* N + ß1 * W +?1 * S (A) +d1* P + ? * J + ?* K + ? * R+ 8 * T) dW/dt = (a2* P + ß2* W+ ?2 * S (As+Aw+Ac+ Ao) +d2* P + ? * J + ?*K+ 8*T) dA/ dt = (a3* P + ß3* W+ ?3* S (As+Ac+ Ao) +d3* P + ? * J + ?* K+ 8 T ) jika dW/ dt-(a1* N1 + ß1*W + ?1*S (As+Ac+ Ao) + d1*P + ?*J+ ?*K+8*T )= 0 dan terdapat nilai e maka
64
dW/ dt -(a1*N1 + ß1 * W +?1 * S (As+Aw+Ac+ Ao) +d1* Pol+ ? * J + ?* K) = e demikian seterusnya , hingga ditemukan nilai e ˜ 0 Keterangan N = populasi. W = tenaga kerja T = wisatawan A = luas kawasan sebagai indikator kelestarian lingkungan P = polusi sebagai indikator dampak minimum J = jalan sebagai indikator aksesibilitas K = keamanan sebagai indikator keamanan As = lahan pemukiman, Ac = area konservasi Aw = lahan wisatawan, Ao= area dan lain lain 5.4 Model Pengembangan Ekowisata (MESM) Dengan merujuk pada konsep pembangunan yang berkelanjutan, hubungan antara manusia, dan lingkungannya selalu dikaitkan dengan konsep daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang didefinisikan sebagai jumlah maksimum manusia yang dapat did ukung oleh sejumlah sumberdaya. Untuk dapat menyederhanakan dari kondisi tersebut maka didalam model difokuskan untuk menghitung pertumbuhan penduduk dengan asumsi pertumbuhan populasi sebagai akibat dari fungsi kelahiran, kematian dan migrasi. Dimana fungsi Populasi pada saat ini (Pt) diestimasi dari populasi tahun sebelumnya (Pt0 ), jumlah kelahiran (Lh), jumlah kematian (Km) dan net migrasi (Nm). sehingga dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan: Pt = Pt0 + (B-D+ M) ........(1) Keterangan ; Pt = Populasi tahun ke t ( jiwa) Pt0 = Populasi tahun sebelumnya (jiwa) B = jumlah kelahiran (jiwa) D = jumlah kematian (jiwa) M = net migrasi (jiwa) Sehingga dapat dikatakan bahwa populasi akan bertumbuh apabila pengembangan ekowisata akan menarik tenaga kerja profesional untuk bekerja pada sektor wisata dalam kabupaten Polewali- mandar.
65
5.4.1 Sub-model kelestarian kawasan Secara umum dapat dinyatakan bahwa kegiatan manusia dalam pembangunan selalu berhubungan dengan kemampuan lahan untuk dapat menampung berbagai aktifitas manusia.
Kegiatan tersebut akan menentukan
seberapa banyak sumberdaya yang dapat dimanfaatkan. Asumsi dasarnya adalah setiap perubahan dari pemanfaatan lahan akan menyebabkan perubahan pada lingkungan yang akan berpengaruh pada karakteristik bio- fisik kawasan dan kekayaan biodiversity. Pada kawasan diluar kawasan suaka margasatwa Mampie lampoko, pemanfaatan lahan secara umum dipergunakan untuk kegiatan pertanian dan pertambakan. Dengan asumsi bahwa sektor pariwisata akan menghasilkan nilai tambah terhadap pemanfatan kawasan dan mengoptimalkan nilai lahan (land rent). Asumsi yang lain adalah dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan berkembangnya sektor pariwisata, maka kawasan konservasi dan kawasan pertanian akan mengalami tekanan akibat kebutuhan untuk sarana penginapanan dan restorant serta fasilitas wisata lainnya.
Apabila pemanfaatan lahan tidak
direncanakan secara terintegratif akan menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan, peningkatan biaya untuk dapat merehabilitasi lahan sehingga menurunkan kemampuan layanan ekologis kepada masyarakat setempat. Untuk dapat melihat secara keseluruhan dari sub sistem yang akan dibangun, dapat dilihat pada Gambar 11.
66
Gambar 11. Sub- model kelestarian kawasan Dari gambaran sub sistem diatas maka total lahan yang ada dalam kawasan termasuk kawasan sekitar suaka margasatwa Mampie lampoko dapat dibagi atas lahan yang dipergunakan untuk pemukiman, lahan yang dipergunakan untuk pertanian (termasuk didalamnya peternakan, dan perikanan darat), lahan untuk kawasan konservasi dan lahan yang dipergunakan untuk peruntukan lainnya. Fokus utama dari model ini adalah terletak pada lahan kebutuhan lahan konservasi dan seberapa besar penurunannya sebagai akibat bertumbuhnya sektor pariwisata. Kesulitan yang paling utama dalam konteks ini adanya inkonsistensi data untuk peruntukan lahan dan definisi lahan yang dipergunakan oleh pemerintah daerah (BAPEDA dan BPS) sehingga diperlukan koreksi untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Adapun model dapat dijabarkan sebagai berikut;
67
1. Lahan pemukiman Komponen paling utama dalam pemanfaatan lahan adalah lahan yang dipergunakan untuk kebutuhan pemukiman yang terdiri atas; lahan untuk perumahan, lahan untuk komersial (penginapan dan restorant). Kedua komponen tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah wisatawan dan populasi. Pertumbuhan jumlah populasi tentunya akan menimbulkan peningkatan pemanfaatan lahan untuk dipergunakan untuk tempat tinggal. Pertumbuhan jumlah wisatawan tentunya akan meningkatkan kebutuhan lahan untuk komersial, disamping itu dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja sebagai akibat dari pertumbuhan jumlah wisatawan maka kebutuhan lahan untuk perumahan akan meningkat. Lahan untuk komersial dapat dibagi atas lahan untuk peruntukan penginapan, kebutuhan restorant dan areal untuk kebutuhan lain dari sektor pariwisata seperti kawasan untuk pengrajin, galeri dan pertunjukan atraksi wisata yang berada pada daerah diluar kawsan suaka margasatwa. Sehingga total kebutuhan lahan yang dipergunakan untuk pemukiman dapat diformulasik an sebagai berikut; LS rg = (LR rg + LW rg+ LI rg) x ( 1 + Fl).......(2) FSA
= LS rg/ TA rg............(3)
Keterangan; LS rg = kebutuhan penggunaan lahan untuk pemukiman sekitar kawasan (ha) LR rg = kebutuhan penggunaan lahan untuk perumahan (ha) LW rg = penggunaan lahan untuk wisata (ha) LI rg = penggunaan lahan untuk komersil (ha) Fl = fraksi pertumbuhan pertahun FSArg = Fraksi penggunaan lahan / region TA rg = total penggunan lahan dalam kawasan (ha) 2. Penggunaan lahan untuk perumahan Dengan menggunakan asumsi bahwa total penggunaan lahan untuk perumahan pada saat ini merupakan fungsi dari populasi yang dikalikan dengan total penggunaan lahan pada saat ini. Total penggunaan lahan merupakan penjumlahan dari berbagai tipe perumahan dikalikan dengan kebutuhan lahan per tipe perumahan, adapun formulasi seperti dibawah ini; LR rg = fPt x Fr ...............(4) Fr = Σ (Kk x Ur) ..............(5)
68
Keterangan; fPt = fraksi populasi dalam kawasan region Fr = penggunaan laha n perumahan disekitar kawasan (ha) Kk = jumlah keluarga berdasarkan tipe perumahan (unit) Ur = luasan per residental area (ha/unit) 3. Penggunaan lahan untuk fasilitas wisata Penggunaan lahan untuk fasilitas wisata diestimasi berdasarkan kebutuhan akan lahan penginapan, restorant dan kebutuhan lain wisata.
Di asumsikan
kebutuhan untuk lahan tersebut meningkat sebagai akibat dari pengembangan ekowisata sebesar 0,00015. Hal ini didasarkan atas fraksi kebutuhan lahan wisata khusus di Sulawesi Selatan dengan kapasitas wisatawan dibawah 1 juta/tahun (Rahman et.al, 1997) adapun formulasinya adalah sebagai berikut; LW rg = ( LH + Lrs + Lw ) x ( 1 + Ft).........(6) Keterangan; LH = kebutuhan lahan untuk penginapan Lrs = kebutuhan lahan untuk restorant Lw = kebutuhan lahan untuk kebutuhan wisata lainnya Ft = fraksi lahan untuk wisata. Untuk kebutuhan penginapan dapat diformulasikan sebagai berikut; LH reg = Σ(room x Fk) …………(7) Keterangan; Room = adalah jumlah kamar penginapan (unit) Fk = penggunaan lahan perkamar tergantung dari tipe penginapan ( Ha/unit) Berdasarkan penelitian sebelumnya, yang dipergunakan untuk penginapan pada kawasan wisata di kabupaten Tana Toraja dan Makassar maka didapatkan kebutuhan lahan per kamar penginapan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Kamar untuk Setiap Ruangan Berdasarkan Spesifikasi Tipe penginapan / kamar Melati I Melati II Lokal guest house
Sumber : data olahan 2004
<27 0,011 0,012 0,008
50 0,014 0,015 0,009
69
4. Kebutuhan lahan unt uk restorant LR Kur
= Kur x Fkursi…….(8) = T x Fkh................(9)
Keterangan; Kur = kebutuhan jumlah tempat duduk (kursi) Fkursi = fraksi kebutuhan per kursi (ha/kursi) T = jumlah wisatawan (orang) Fkh = lahan untuk kebutuhan khusus (ha/ orang) 5. Penggunaan lahan untuk komersial Penggunaan lahan untuk komersial diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk yang melakukan kegiatan komersial diluar daerah suaka margasatwa. Penggunaan lahan ini juga memperhitungkan jumlah wisatawan yang diasumsikan mempengaruhi jumlah lahan. Lahan komersial diasumsikan sebagai lahan yang dipergunakan sebagai obyek wisata, pengrajin, kesenian dan pertunjukan lainnya dalam kawasan wisata. Dalam perhitungan ini dipergunakan asumsi kebutuhan lahan dalam kawasan ini sebesar 0,0005 ha/ orang sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan oleh Wiranatha (2002) untuk kawasan komersil di Bali. Adapun formulasi untuk penggunaan lahan untuk komersial dan industri adalah sebagai berikut: LK
= (P + (T x ADT)) x Fks.........(10)
Keterangan; P = jumlah populasi (orang) T = jumlah wisatawan ( orang) ADT = rata rata wisatawan per hari yang berkunjung ke kawasan (orang/hari) Fks = fraksi kebutuhan lahan untuk komersil dan industri = 0.0005 6. Pertumbuhan penggunaan lahan untuk pemukiman Pertumbuhan
penggunaan
lahan
untuk
pemukiman
merupakan
penjumlahan dari penggunaan lahan pemukiman dan jumlah lahan baru untuk pemukiman. LS
= LS rg + ?LS rg..........(11)
Keterangan; LS = jumlah total lahan pemukiman ( ha) LS = kebutuhan penggunaan lahan pemukiman dalam kawasan /region (ha) ?LS = pertumbuhan penggunaan lahan sebelumnya (ha)
70
7. Lahan untuk wisata pada kawasan suaka margasatwa Lahan yang diperuntukkan untuk kawasan konservasi merupakan fokus utama dalam model lahan ini karena lahan tersebut berfungsi untuk dapat memproteksi lingkungan dari degradasi, dan merupakan habitat dari biodiversity serta merupakan daya tarik utama dalam pengembangan konsep ekowisata. Selain berfungsi sebagai daya tarik utama, kawasan konservasi juga mempunyai fungsi lainnya diantaranya: a. Sebagai daerah penampungan air (water catchment) b. Menjaga kualitas dan ketersediaan air c. Menjaga dan melindungi flora dan fauna dan lain lain Dengan adanya upaya pengembangan kawasan wisata maka diharapkan nilai intristik lahan seperti: menghasilkan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal disamping menjaga kelestarian budaya dan lingkungan.
Data yang paling berperan dalam sub model ini adalah
luasan hutan pesisir dan hutan mangrove yang belum terjamah dan dilindungi secara adat oleh masyarakat yang merupakan blok rimba dari kawasan suaka margasatwa Mampie lampoko. Hal yang sangat penting diperhatikan dari pengembangan model ini adalah lahan yang dipergunakan oleh wisatawan pada blok rimba khususnya untuk kawasan hutan mangrove yang merupakan kawasan hutan yang berada pada daerah pasang surut akan tetap diperhitungkan kedalam model dengan asumsi bahwa daerah open water dianggap konstant. Untuk dapat menghitung lahan untuk konservasi maka dibagi atas bagian hutan yang berada pada daratan dan bagian hutan mangrove yang berada pada daerah perairan. Akan tetapi dengan adanya penetrasi dari pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat setempat untuk wisata menyebabkan kawasan hutan merupakan areal konservasi tahun sebelumnya dikurangkan dengan area yang telah dimanfaatankan untuk wisata. Untuk itu diformulasikan seperti dibawah ini ; CA
= IC - LW (1+ Fca) ........(12)
Keterangan; CA = total luasan kawasan konservasi pada pesisir sekarang (ha) IC = luas kawasan konservasi pada pesisir sekarang (ha) LW = luas kawasan pemanfatan wisata (ha) FCa = fraksi kawasan konservasi
71
8. Peruntukan lainnya / termasuk lahan marginal Peruntukan lain dari lahan pada kawasan termasuk didalamnya lahan kritis dan lahan untuk peruntukan lain untuk sarana dan prasarana pariwisata. Jumlah lahan yang dikonversi menjadi lahan pemukiman adalah merupakan perkalian dari konversi lahan peruntukan lain dikalikan dengan fraksi konversi lahan. sehingga untuk dapat memformulasikan secara matematis dibawah ini: OL
= IOL – OLS ...............(13)
IOL
= TA –( Σ ICA +Σ ILUS).........(14)
OLS
= PNSO x LUNS ...........(15)
FOL
= OL / TA ..............(16)
Keterangan; OL = lahan peruntukan lain diluar kawasan suaka margasatwa(ha). IOL = eksiting lahan peruntukan lain (ha). OLS = lahan peruntukan lain yang dikonversi menjadi lahan pemukiman (ha). ICA = initial lahan konservasi dalam tahun tersebut (ha). ILUS = initial lahan pemukiman dalam tahun tersebut (ha). PNSO = proporsi lahan pemukiman hasil konversi lahan konservasi. LUNS = lahan pemukiman dalam kawasan tersebut (ha). FOL = fraksi lahan peruntukan lain. 5.4.2 Sub model dampak negatif minimum (polusi) Adanya proses pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sementara dalam konsep ekowisata di upayakan meminimalisir dampak lingkungan dari pemanfaatan kawasan. Sehingga fokus dalam model ini memasukkan juga komponen polusi sebagai salah satu komponen yang menunjang model MESM. Dalam model tersebut diidentifikasi beberapa variabel indeks polusi yang merupakan potensi polusi yang mungkin terjadi seperti; polusi udara yang akan diwakili oleh emisi kendaraan, limbah padat yang didapatkan dari sampah nusantara dengan memperhitungkan laju pertambahan penduduk dan sampah komersil dengan memperhitungkan jumlah buangan limbah padat yang dilakukan dari kegiatan wisata dan penunjang wisata. Sedangkan air limbah merupakan merupakan buangan dari total populasi yang ada dengan memperhitungkan terhadap total kebutuhan air yang dipergunakan oleh populasi. Untuk dapat melihat konsepsional dari polusi maka dapat dilihat dalam diagram dibawah ini;
72
Gambar 12. Sub model dampak negatif minimum Dari diagram konsep indeks polusi diatas akan menjabarkan dampak polusi tersebut dalam pengembangan kawasan wisata. Asumsi yang dipergunakan adalah indeks polusi merupakan gabungan dari indeks air limbah ditambah dengan indeks polusi udara dan indeks limbah padat. Berdasarkan survey lapangan diketahui bawah yang paling berpengaruh terhadap kawasan suaka margasatwa adalah air limbah dan limbah padat sedangkan polusi udara berpengaruh kurang signifikant karena berada pada kawasan alam sehingga dalam pengembangan nantinya yang secara matematis dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut: IPOL = 0,4 IPW +0,2 IPV + 0,4 IPS ............(17) IPW
= VUW/IVU....................(18)
IPV
=APV/IAPV..................(19)
IPS
= SWG/ISWG...............(20)
73
Keterangan; IPOL = indek polusi IPW = indek polusi dari air limbah IPV = indeks polusi dari udara IPS = indeks polusi dari sampah VUW = IVUW + WW = volume air limbah IVUW = volume air limbah intial (m3/tahun) WW = tambahan volume air limbah (m3/tahun) APV = IAPV + PV = volume polusi udara IAPV = volume polusi udara initial (mm.udara) PV = tambahan polusi udara (mm.udara) SWG = ISWG + WG = jumlah limbah padat (m3 /tahun) ISWG = initial jumlah limbah padat (m3/tahun) WG = jumlah tambahan limbah padat (m3/tahun 1. Polusi air Pembuangan air limbah dapat diperhitungkan dari jumlah volume air yang tidak diolah. Volume air limbah diperhitungkan berdasarkan proporsi kebutuhan air dari setiap aktifitas wisata, disamping kebutuhan utama dari populasi. Formulasi dari Indeks polusi dari air limbah diperhitungkan berdasarkan jumlah air limbah yang tidak diolah, dikurangi dengan jumlah air limbah yang diolah dapat dilihat pada rumusan dibawah ini ; UWW = WW –TWW........(21) WW = Σ WW reg.............(22) TWW = Σ TWW reg........(23) TWW = FWWT reg x WW reg ...............(24) Wwreg = 0,9*WDDreg+0,85*(WFHreg-WFRreg)+0,9*(WDFPreg)......(25) Keterangan; UWW WW TWW FWWT WWreg TWWreg WDD reg WFH reg WFR reg WDFP reg
= total air limbah yang tidak diolah (m3 /tahun) = total air limbah (m3 /tahun) = total air limbah yang diolah (m3 /tahun) = fraksi total air limbah yang diolah (m3 /tahun) = total air limbah dalam satu satuan daerah (m3 /tahun) = total air limbah yang diolah dalam satu satuan daerah (m3 /tahun) = air limbah domestik dalam satu satuan daerah (m3 /tahun) = air limbah penginapan dalam satu satuan daerah (m3 /tahun) = air limbah restorant dalam satu satuan daerah (m3 /tahun) = air limbah dari pertambakan dalam satu satuan daerah (m3 /tahun)
74
2. Polusi udara Indeks polusi udara didapatkan dari emisi kendaraan bermotor di mana diperhitungkan berdasarkan jumlah populasi dan tipe kendaraan bermotor yang melayani wisatawan dalam kawasan. Hal ini juga did asarkan atas faktor emisi dari masing masing kendaraan dimana dalam model ini disumsikan bahwa fraksi emisi dari masing masing tipe kendaraan didasarkan atas kebutuhan bahan bakar per kilometer adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Tipe Kendaraan dan Penggunaan Konsumsi Bahan Bakar Jenis kendaraan
Konsumsi Bahan Bakar (1 liter)
Truk
4-5 km
Bus
5-6 km
Kendaraan ringan
8-12 km
Motor
30-50 km
Sumber : Data olahan lapangan 1997.
Formulasi matematis dari polusi udara adalah: PV
= Σ (0,4* truk + 0,35* bus+0,2* krin+ 0,05*motor) ......(26)
APV
= IAPV + PV...........(27)
Keterangan; APV = polusi udara per kendaraan ( unit/ tahun) Truk = jumlah truk tahun t (unit) Bus = jumlah bus tahun t (unit) Krin = jumlah kendaraan ringan tahun t (unit) Motor = jumlah motor tahun t (unit) 3. Sampah Untuk dapat menghitung sampah digunakan metode yang sama dengan limbah cair dimana volume limbah diperhitungkan berdasarkan jumlah limbah yang dihasilkan ole h rumah tangga, sarana komersial, industri, dan aktifitas non komersial. Hanya saja dalam model ini hanya akan me mperhitungkan limbah rumah tangga dan komersial yang dihasilkan berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya;
75
Tabel 19. Tipe rumah tangga dan jumlah sampah Tipe rumah tangga
Rata rata jumlah sampah
Low income level
150 kg/orang /tahun
Middle income level
250 kg /orang/ tahun
High Income level
900 kg/orang /tahun
Sumber : Rahman et al. 1997
Untuk kawasan komersial berdasarkan data yang dikumpulkan tahun 1997-1998 dala m RIPP Sulsel diketahui bahwa asumsi jumlah sampah per kamar dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Tipe penginapan dan jumlah sampah Kategori penginapan dan resturant Non Bintang ; Melati I danMelati II Restorant
Jumlah sampah per kamar per hari 1,5 kg/kamar/hari 1 kg /kursi /hari
Sumber : Rahman et al. 1997.
Untuk jenis komersial lainnya seperti pasar, pertokoan sangat tergantung dari besarnya populasi dan wisatawan yang berkunjung, sehingga asumsi yang paling memungkinkan diambil adalah sebesar 15 % dari jumlah limbah padat rumah tangga. Asumsi lainnya untuk jenis non komersial seperti; fasilitas pendidikan, sarana kesehatan, dan kantor diasumsikan sebesar 5 % dari limbah padat rumah tangga. Asumsi asumsi diatas diharapkan akan memberikan dampak yang minimal terhadap lingkungan dan keseluruhan sistem model. Adapun formulasi matematis adalah sebagai berikut: SWG DSW CSW SWGH SWGR SWGO NCSW
= DSW+CSW+NCSW+INSW.........(28) = ΣPop * SWGP.........(29) = SWGH + SWGR+SWGO…………(30) = ΣROOM *SWGHR………….(31) = TKURSI *SWGR…………..(32) = 0,15 DSW…………….(33) =0,05*DSW…………..(34)
Keterangan; SWG = jumlah tambahan limbah padat setiap tahunnya (m3/tahun) DSW = limbah padat domestik (m3/tahun) CSW = limbah padat komersial (m3/tahun)
76
NCSW = limbah padat non komersial (m3/tahun) INSW = jumlah limbah padat yang telah ada (m3/tahun) SWGP = jumlah tambahan limbah padat dari setiap rumah tangga (m3/tahun) SWGH = jumlah tambahan limbah padat dari setiap penginapan (m3/tahun) SWGR = jumlah tambahan limbah padat dari setiap restorant (m3/tahun) SWGO= jumlah tambahan limbah padat dari setiap komersial lainnya (m3/tahun) SWGRH= limbah padat dari setiap tipe penginapan (m3/tahun) Room = tingkat hunian penginapan per kamar Kursi = tingkat kebutuhan kursi per restorant Pt = Populasi (orang) 5.4.3 Sub model pendapatan lokal dan wisatawan Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah untuk dapat menggunakan kawasan suaka alam sebagai daerah tujuan wisata, maka sejumlah usaha telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung ke daerahnya, walaupun dibatasi dalam jumlah wisatawan maupun areal yang dipergunakan untuk kegiatan wisata. Beberapa kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan aksesibilitas ke kawasan, meningkatkan sarana dan prasarana penunjang keselamatan bagi masyarakat dan wisatawan, promosi, meningkatkan infrastruktur telekomunikasi. Pada kawasan suaka margasatwa, kapasitas untuk pengembangan wisata ke depan sangatlah dibatasi oleh berbagai faktor diantaranya keterbatasan sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat dipergunakan sehingga dalam sub model ini sangatlah diperhatikan seberapa besar jumlah visitasi wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan tersebut. Dampak dari pertumbuhan wisatawan, length of stay, visitasi, pengeluaran wisatawan (tourist expenditure) akan berpengaruh terhadap ekonomi, sosia l budaya dan ekologis. Sehingga sub sistem ini akan menggambarkan faktor yang berhubungan dengan jumlah wisatawan dimana komponen yang mempengaruhi faktor tersebut dapat dibagi atas; komponen obyek dan daya tarik wisata (ODTW), akomodasi dan restorant, sistem telekomunikasi dan promosi, transportasi dan infrastrutur penunjang wisata lainnya seperti sarana kesehatan dan sanitasi. Untuk dapat memproyeksikan seberapa besar kebutuhan untuk fasilitas yang dibutuhkan untuk berwisata dan dampak yang mungkin terjadi dari pertumbuhan wisatawan, maka jumlah wisatawan sangat berpengaruh terhadap
77
potensi pengembangan kawasan wisata dan kawasan lainnya yang terdapat dalam satu kesatuan DTW dimasa depan.
Gambar 13. Sub model pendapatan lokal dan wisatawan
78
1. Net propensi (tourist night) Dalam model MESM, jumlah visitasi dan tourist night merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat diperhitungkan. Dalam beberapa penelitian sebelumnya pada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Sulawesi Selatan, visitasi dari wisatawan untuk menghitung seberapa besar investasi untuk pengembangan kawasan baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat lokal. Untuk dapat mengestimasi annual tourist night merupakan jumlah tourist night nusantara yang dikalikan dengan rata rata length of stay dijumlahkan denga n tourist night mancanegara dikalikan dengan rata rata length of stay wisatawan mancanegara. Untuk dapat menghitung tourist night maka diperhitungkan jumlah wisatawan baik itu mancanegara maupun nusantara dan diperhitungkan juga terhadap pertumbuhan yang terjadi tiap tahunnya. Hanya saja untuk wisatawan nusantara sangat sulit untuk memprediksinya, karena seringkali perjalanan wisatawan nusantara tersebut dapat saja terkait dengan perjalanan dinas dan bisnis. Sehingga dalam model ini dipergunakan estimasi untuk wisatawan nusantara dan mancanegara berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi Selatan tahun 2004. dengan formula matematis sebagai berikut; TTOUR = Tour n + Tour m ………(39) Tour n = ITour n……..(40) ITour n = ( 1 + G tn)* DTour nt-1……(41) Tour m = 1,5* F Tour……….(42) F Tour = ( 1 + G tour m)* DTourm t-1……..(43) Keterangan; TTOUR = total wisatawan dalam setahun (orang) Tour n = total wisatawan nusantara (orang) Tour m = total wisatawan mancanegara (orang) ITour n = total wisatawan nusantara pada tahun t (orang) Gtour n = persentase pertumbuhan wisatawan per tahun (%) Dtour nt-1= total wisatawan nusantara pada tahun sebelumnya (orang) Ftour m = total wisatawan mancanegara pada tahun t (orang) Gtour m= persentase pertumbuhan wisatawan mancanegara per tahun (%) Dtour m t-1= total wisatawan mancanegara pada tahun sebelumnya (orang) Touris night diperhitungkan dengan mengalikan antara jumlah wisatawan pada tahun ke t dengan length of stay seperti dalam rumusan dibawah ini ;
79
TONI ADT TTON ITN
= Ttour * LOS ….........(44) =TTON/365 .............(45) = ΣTONI...............(46) = TTON/ ITTON……(47)
Keterangan; TONI = tourist nights Ttour = total wisatawan dalam setahun (orang) LOS = length of stay (hari) ADT = jumlah wisatawan harian (visitasi/ hari) TTON = jumlah tourist night ITTON= initial jumlah tourist night tahun sebelumnya 2. Obyek dan daya tarik wisata (ODTW) Salah satu bagian yang penting untuk dapat menarik wisatawan dalam pengembangan konsep ekowisata adalah obyek dan daya tarik wisata. Telah menjadi sebuah aksioma bahwa wisatawan tertentu akan menyukai sebuah atraksi dari obyek tertentu yang menyebabkan mereka kembali untuk melakukan sebuah perjalanan wisata (Plogh 1997). Aspek aspek yang cukup menentukan adalah keindahan dan keunikan lansekap alam, kenyamanan dalam melakukan perjalanan wisata, flora fauna yang atraktif dan memikat, budaya masyarakat sangat asing, atraksi wisata yang memikat seperti games, boating dan beragai aktifitas lainnya yang menjadikan mereka betah untuk berwisata. Inskeep (1991) membagi atraksi wisata; a. Natural attaractions termasuk diantaranya; flora dan fauna, keindahan alam, dan kawasan konservasi b. Cultural attractions termasuk didalamnya budaya, agama, kebiasaan masyarakat, norma, cenayang dan sebagainya c. Spesifik attractions termasuk didalamnya museum, amusment park, shopping center, arts dan handicraft. Sehingga untuk dapat menghitung daya tarik wisata dapat dilakukan dengan menghitung permintaan yang dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini; ODTW = NC + CA + SA.........(48) INodtw= ODTW / TTOUR........(49) NC = INC * ( 1+ PNC).................(50) CA = ICA* (1 + PCA)....................(51) SA = ISA* (1+ PSA) ....................(52)
80
Keterangan NC = permintaan natural attractions CA = permintaan cultural attractions SA = permintaan specific attractions INodtw= indeks obyek dan daya tarik wisata INC = initial permintaan natural attractions ICA = initial permintaan cultural attractions ISA = initial permintaan specific attractions PNC = pertumbuhan permintaan natural attractions PCA = pertumbuhan permintaan cultural attractions PSA = pertumbuhan permintaan specific attractions 3. Akomodasi Keberadaan akomodasi (penginapan dan resort) dala m jumlah yang cukup merupakan parameter yang penting dalam memberikan kenyamanan bagi wisatawan, selain itu jumlah penginapan bertaraf internasional yang bernuansa lokal merupakan parameter yang penting dalam pengembangan ekowisata. Kebutuhan akan akomodasi yang dekat dengan kawasan wisata akan mempermudah aksesibilitas wisatawan untuk dapat menjangkau ODTW dengan cepat, aman dan nyaman . Akan tetapi dilain pihak dengan keberadaan sarana akomodasi ini akan memberikan dampak pada lingkungan sehingga untuk dapat memproyeksikan keberadaan penginapan dan resort yang sesuai dengan daya dukung lingkungan adalah sangat penting. Untuk dapat menghitung jumlah kamar penginapan yang dibutuhkan
maka
yang
perlu
diperhatikan
adalah tourist
night
yang
mempergunakan penginapan, karena tidak dapat disangkal bahwa beberapa wisatawan sering sekali menginap di rumah sahabat dan keluarga mereka (Inskeep 1991, DIPARDA SULSEL 2003) sehingga dapat dinyatakan bahwa tipe wisatawan akan mempengaruhi pemilihan tempat akomodasi (Mill and Morison 1985, Wall 1993) . Dalam pengembangan model ini akan diperhatikan tipe akomodasi yang berada dalam jangkauan kawasan wisata dan yang berada dalam satu satuan wilayah. Perhitungan untuk tingkat occupancy penginapan dihitung berdasarkan proporsi wisatawan yang menginap dipenginapan dan jumlah tourist night. Sedangkan kebutuhan akan kamar pada setiap penginapan diperhitungkan berdasarkan rata rata wisatawan per penginapan per kamar. Jika rata rata
81
wisatawan per penginapan per kamar lebih besar dari kondisi yang ada maka dibutuhkan untuk membangun penginapan baru untuk dapat memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Rata rata wisatawan per penginapan per kamar disebut dengan indeks loadfaktor. Untuk dapat menghitung tingkat kebutuhan kamar penginapan dapat diformulasikan sebagai berikut; = Σ (PTSH*TONI*HS)………..(53)
TONIH Keterangan; TONIH PTSH TONI HS
= tourist night pada setiap tipe penginapan setiap tahunnya (orang penginapan/tahun) = proposi wisatawan yang menginap = tourist night = persentase share masing masing penginapan terhadap wisatawan
Asumsi yang dipergunakan untuk menghitung jumlah proporsi wisatawan yang menginap di penginapan adalah 97 % untuk wisatawan mancanegara dan 75% untuk wisatawan nusantara (RIPP-SS 1997). Selain itu untuk dapat memudahkan
perhitungan
maka
share
penginapan
yang
dipergunakan
berdasarkan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Tabel 21. Share penginapan dan tipe wisatawan Tipe wisatawan
Share penginapan
Nusantara
0.63
Mancanegara
0.26
Sumber : Rahman et al. 1997
Dalam menghitung kebutuhan kamar setiap penginapannya maka asumsi yang dipergunakan adalah; rata rata wisatawan per kamar (GPR) adalah sebesar 2 orang per kamar (Rahman et al. 1997) akan tetapi diperhitungkan kondisi peak season karena hal ini juga akan berpengaruh pada ketersediaan kamar dan jumlah tempat tidur dalam kamar. Sehingga untuk dapat menghitung Indeks Load faktor (ILOF) dipergunakan rumusan dibawah ini; room° = {TONIH / (GPR*365)*(100/ILOF)………….(54) Troom = Σroom°………..(55) Keterangan; Room = jumlah kamar per penginapan (kamar)
82
GPR = jumlah tamu per kamar (orang/kamar) ILOF = indeks load faktor Troom = jumlah kamar yang tesedia (kamar) Dikarenakan adanya keterbatasan lahan dalam kawasan penyangga pada suaka margasatwa Mampie lampoko maka diperhitungkan juga kemampuan kawasan lain untuk dapat menampung jumlah wisatawan yang dengan tetap memperhitungkan aksesibilitas dan kedekatan dengan ODTW. room reg p
= Room penginapan * POH reg…………(56)
room reg
= Σroom reg penginapan ………….(57)
Keterangan; Room reg Room p POH reg Room reg
= jumlah kamar per region (kamar ) = jumlah kamar per penginapan (kamar) = proporsi penerimaan wisatawan per kawasan = jumlah total kamar per kawasan (kamar)
4. Restorant Kebutuhan wisatawan lainnya yang tidak kalah pentingnya selain akomodasi adalah konsumsi dimana sebahagian besar pengeluaran wisatawan dipergunakan
untuk
konsumsi
dan
akomodasi,
sehingga
untuk
dapat
meningkatkan jumlah pengeluaran wisatawan pada sebuah kawasan maka faktor ini merupakan faktor krusial yang harus digarap dengan baik. Dengan mengambil asumsi bahwa pengunjung yang berkunjung ke restorant bukan hanya wisatawan akan tetapi masyarakat lokal sebagi akibat berubahnya trend masyarakat yang sering makan diluar. Hanya saja terdapat keterbatasan data yang dipergunakan untuk jumlah masyarakat yang makan di restorant. Jumlah kursi di restorant diperhitungkan dengan melihat kebutuhan kursi per restorant untuk wisatawan dan masyarakat lokal. Untuk wisatawan diperhitungkan terpisah antara wisatawan yang menginap di penginapan dan yang menginap pada keluarga/teman karena diperhitungkan bahwa yang menginap di keluarga/teman biasanya keluarga menyediakan konsumsi untuk tamu mereka. Dalam model ini diperkirakan sebesar 1 % dari populasi yang makan di restorant setiap tahunnya, sedangkan jumlah pekerja yang dapat melayani wisatawan diperhitungkan 2
wisatawan per kursi dan 5 masyarakat lokal per
kursi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada formula dibawah ini ;
83
Tkur = RSFT + RSFL.........(58) RSFT = tour/ (TSPS*365)........(59) RSFL = (0,000001 * Pop) /LSPS......(60) Keterangan; Tkur = total restorant kursi (kursi) RSFT = kursi untuk wisatawan (kursi) RSFL = kursi untuk masyarakat lokal (kursi) TSPS = wisatawan yang dilayani perrestorant (orang/kursi) LSPS = masyarakat lokal yang dilayani perrestorant (orang/kursi) 5. Travel agent Salah satu faktor yang menghubungkan antara supply (destinasi dan ODTW) dan permintaan (negara sumber wisatawan) dalam sistem wisata adalah travel agent . Travel agent mempunyai fungsi yang sangat penting karena ia mengatur berbagai kegiatan wisata. Travel agent akan mengatur seluruh operasional dan paket wisata termasuk mempromosikan serta menjualnya melalui travel agent di luar negeri. Jumlah travel agent sangat mempengaruhi jumlah wisatawan untuk datang ke kawasan wisata. Asumsi dasar yang dipergunakan adalah dengan kemampuan travel agent untuk mempromosikan kawasan wisata tersebut ke negara sumber wisatawan melalui media cetak dan media elektronik memungkinkan untuk meningkatkan jumlah wisatawan untuk berkujung ke DTW. Untuk itu dapat diformulasikan. NOTA = 0,00019 *T.........(61) Keterangan; NOTA = jumlah travel agent T = jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung 6. Sarana transportasi Transportasi merupakan bagian penting untuk menghubungkan antar wisatawan ke ODTW dalam konteks ini sistem transportasi yang perhitungkan adalah dengan transportasi darat, karena untuk memperhitungkan sistem transportasi dari negara wisatawan hingga ke ODTW sangat bervariasi pada setiap negara disamping ketersediaan data yang dapat diberikan oleh travel agent sangat terbatas sehingga transportasi wisatawan hanya mungkin diukur dengan melakukan perhitungan mulai dari bandara hingga ke DTW (hal ini dimungkinkan oleh data yang cukup akurat yang disediakan oleh masing masing travel agent
84
atau jasa pengangkutan disamping adanya peraturan pemerintah daerah yang mengatur tarif penumpang setiap kilometernya) . Penggunaan jenis kendaraan sangat mempengaruhi kemampuan angkut wisatawan, untuk daerah Sulawesi Selatan kebanyakan kendaran yang dipergunakan adalah minibus dan bus serta kendaraan ringan. Kendaraan tersebut dipersiapkan oleh travel agent bagi wisatawan mancanegara sedangkan untuk wisatawan nusantara kebanyakan mempergunakan kendaraan pribadi. hal ini berbeda jauh dengan kondisi di Eropa yang menggunakan recreational car seperti caravan yang juga dapat berfungsi sebagai tempat akomodasi dan transportasi. Dalam perhitungan transportasi, fokus utamanya adalah jumlah kebutuhan alat transportasi untuk wisatawan. Hal ini juga berhubungan dengan sarana jalan raya yang menghubungkan antara satu kota dengan kota lain. Sehingga semakin baik sarana jalan raya akan semakin tinggi kemampuan aksesibilitas dan akan meningkatkan kenyamanan wisatawan. Adapun formulasi dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: TTRan
= TONIT /{ Σ(PTRAN * APL )*365}.........(62)
PTRAN
= Ptran minibus + PTRAN bus +Ptran fc .......(63)
TONIT
= Σ TONI * FTUT..........(64)
Ptran minibus = PTB Lookup (time)........(65) PTRAN bus
= 0,44 % * ( 1 + Ptrantminibus).......(66)
Ptran Fc
= 0,56% * ( 1+Ptranminibus)..............(67)
Keterangan; TTRan TONIT
= total transport wisatawan (unit) = tourist night mempergunakan transpor per tahunnya (orang*night/tahun) PTRAN = proporsi wisatawan per kendaraan APL = rata rata penumpang per kendaraan (orang per unit) Ptran minibus = proporsi wisatawan per kendaraan minibus Ptran bus = proporsi wisatawan per kendaraan bus Ptranfc = proporsi wisatawan per kendaraan famili car TONI = tourist night per tipe wisatawan FTUT = fraksi wisatawan mempergunakan kendaraan per tipe wisatawan PTBLookup (time)= nilai Ptran tergantung terhadap waktu Adapun rata rata wisatawan per kendaraan dapat dilihat dalam Tabel 22.
85
Tabel 22. Kapasitas kendaraan Tipe kendaraan Kapasitas kendaraan/ penumpang Bus 18-20 Mini bus 8-12 Famili car 4-6 Sumber: Rahman et al. 1997
7. Pendapatan lokal Jumlah pendapatan yang dihasilkan dari pemanfaatan kawasan merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan yang dihasilkan dari setiap fungsi wisatawan sehingga dapat diformulasikan: Plok
=
S (ttran*pttran+NOTA*pnota+trest*prest+Troom*promm+
ODTW*podtw)……(68) Keterangan Plok = pendapatan lokal Pttran = biaya dari transportasi lokal Pnota = biaya dari travel agent lokal Prest = biaya dari restoran lokal Proom = biaya dari akomodasi lokal P odtw = biaya dari obyek dan daya tarik wisata. 5.4.4 Sub-model partisipasi masyarakat Anggapan yang paling umum adalah bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang memerlukan tenaga kerja intensif sehingga dapat dijadikan penggerak untuk dapat mengurangi tingkat pengangguran. Untuk dapat menjelaskan sub sistem partisipasi maka tenaga kerja untuk sektor pariwisata dapat dibagi atas; tenaga kerja langsung sektor pariwisata seperti pemandu wisata, pekerja pada travel agent, pekerja di penginapan dan restorant, polisi hutan (rangger) sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah pekerja dibidang konstruksi infrastruktur, pekerja di bidang pertanian dan lain sebagainya. Untuk itu dapat dilihat pada Gambar 14.
86
Gambar 14. Sub model partisipasi masyarakat
Dengan berkembangnya pariwisata pada sebuah kawasan, maka akan memberikan konstribusi tidak langsung terhadap peningkatan bisnis dan jumlah tenaga kerja. Dalam model ini akan lebih banyak memperhitungkan jumlah tenaga kerja langsung, karena keakuratan data dapat diperhitungan. Jumlah total tenaga kerja diperhitungkan berdasarkan jumlah pemandu wisata, tenaga kerja di penginapan dan restorant, supir, pekerja travel agent dan polhut (karena sistem ini
87
dilakukan pada kawasan suaka alam). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam perhitungan matematis dibawah ini; JOBT = 2* ( JOG +JOTR+JOH+JOR+JOC+JOD)........(69) ERT
= JOBT / LF ...........(70)
IERT
= ERT/INERT ...........(71)
Keterangan; JOBT = jumlah pekerja pada sektor wisata (orang) JOG = jumlah pemandu wisata (orang) JOTR = jumlah pekerja untuk travel agent (orang) JOH = jumlah pekerja penginapan (orang) JOR = jumlah pekerja restorant (orang) JOC = jumlah pekerja untuk kawasan konservasi (orang) JOD = jumlah supir (orang) LF = tenaga kerja (orang) ERT = tenaga kerja untuk sektor pariwisata (orang) IERT = Indeks tenaga kerja wisatawan INERT= Jumlah initial tenaga kerja sektor pariwisata 1. Pemandu wisata Untuk dapat menghitung jumlah pemandu wisata yang dibutuhkan dilakukan dengan menghitung jumlah tourist night dengan fraksi jumlah pemandu wisata yang dibutuhkan per kelompok wisatawan
dan rata rata hari yang
dibutuhkan oleh wisatawan untuk ditemani oleh pemandu wisata. Dalam model ini diasumsikan bahwa 80 % dari wisatawan mancanegara membut uhkan pemandu wisata dengan kebutuhan sekitar 4 hari untuk setiap perjalanan wisata sedangkan untuk wisatawan nusantara diasumsikan 40% membutuhkan pemandu wisata dengan kebutuhan sekitar 3 hari (RIPP-SS, 1997). Diasumsikan bahwa setiap 6 orang wisatawan mancanegara, dan 15 orang wisatawan nusantara membutuhkan 1 orang pemandu wisata. Formula matematis yang dipergunakan adalah; JOG
= (FTAG*Tour*ALTG*RGTT)/ 365 ...............(72)
Keterangan; FTAG = fraksi wisataan dengan pemandu wisata T = jumlah wisatawan yang mendatangi kawasan ALTG = rata rata waktu kebutuhan akan pemandu wisata (hari) RGTT = rasio pemandu wisata terhadap wisatawan.
88
2. Travel agent Jumlah tenaga kerja untuk travel agent diperhitungkan jumlah travel agent dan jumlah pekerja pada setiap travel agent. Dalam model ini diperkirakan bahwa setiap travel agent mempekerjakan 7 orang pekerja yang mengkhususkan untuk melayani para wisatawan. JOG
= NOTA * AEPT ................(73)
Keterangan; NOTA = jumlah travel agent ( unit) AEPT = pekerja yang bekerja pada travel agent 3. Supir Dengan melakukan perhitungan yang sama dengan jumlah travel agent maka jumlah supir tergantung dari jumlah kendaraan yang dibutuhkan oleh travel agent untuk melakukan wisata. Asumsi dalam model diperkirakan bawah setiap 3 kendaraan membutuhkan sekitar 4 orang supir JOD
= TTRAN * RDTV..............(74)
Keterangan; TTRAN = jumlah kendaraan (unit) RDTV = rasio supir dan kendaraan 4. Penginapan Dengan melakukan perhitungan yang sama dan tergantung dari jumlah kamar pada sebuah penginapan yang dikalikan dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja penginapan. Asumsi yang diperhitungkan adalah sebagai berikut; JAH
= Σ(room *RETR) .........(75)
Keterangan; Room = jumlah kamar (unit) RETR = tenaga kerja per tipe penginapan (orang per kamar) untuk non star =0,5. 5. Restorant Dengan melakukan perhitungan yang sama dengan jumlah travel agent maka jumlah pekerja restorant tergantung dari jumlah kursi yang dibutuhkan oleh restorant keterangan dalam model diperkirakan bawah setiap kursi membutuhkan sekitar 6 pekerja. JAR
= TKURSI * RETS .........(76)
89
Keterangan; TKURSI = jumlah kursi per restorant (unit) RETS = Rasio pekerja per kursi (orang per kursi). 6. Kawasan konservasi Kebutuhan polisi hutan untuk kawasan tergantung pada luasan kawasan dan jumlah tenaga kerja per ha akan tetapi dengan keterbatasan pemerintah untuk dapat menggaji pegawai negeri maka jumlah polisi hutan-PPNS yang berada dikawasan adalah sebesar 4 orang pegawai.
5.5 Verifikasi Model pengembangan ekowisata Verifikasi model akan dilakukan dengan 2 tahapan yaitu dengan melakukan struktur verifikasi test dan perilaku model. Struktur validitas model merupakan faktor yang paling penting dalam model sistem dinamik karena dalam setiap langkah model harus mengetahui bagaimana struktur model tersebut dibentuk. sehingga didapatkan perilaku model yang mirip dengan kenyataan yang ada. Hal ini dapat dicapai jika model tersebut mempunyai struktur dan komponen pendukungnya sesuai dengan kondisi sebenarnya. Model matematis ditinjau kembali untuk melihat relasi yang sebenarnya, apakah komponen komponen dalam model tersebut telah digambarkan nyata dalam kondisi sebenarnya , sehingga model benar benar dapat di pergunakan dan memudahkan oleh pengambil keputusan. Untuk itu maka verifikasi struktur Model Pengembangan Ekowisata didasarkan atas logika keterangan setiap kenaikan jumlah wisatawan akan meningkatkan pendapatan, disamping akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Relasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
90
Simulasi Model 25000
45000000000 40000000000 35000000000 30000000000
15000
25000000000 20000000000
10000
rupiah
wisatawan
20000
15000000000 10000000000
5000
5000000000 0
20 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 49
0
tahun wisatawan
pendapatan
Gambar 15. Hubungan antara jumlah wisatawan mancanegara dan pendapatan
20 24
20 22
20 20
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 20 00
jumlah orang
simulasi model
tahun wisatawan
tenaga kerja
Gambar 16. Hubungan antara jumlah wisatawan dan tenaga kerja
Berdasarkan grafik diatas memperlihatkan kesesuaian antara peningkatan jumlah wisatawan dengan peningkatan faktor pendapatan dan penggunaan tenaga kerja karenanya dapat dikatakan bahwa model mewakili meknisme kerja sistem.