USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGARUH EKSTRAK REBUNG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN ANGGREK HITAM (Coelogyne pandurata Lindl.) DALAM KULTUR IN VITRO
BIDANG KEGIATAN PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh: Rara Puspita D. L. W
A24070031 (2007)
Ricki Susilo
A24070032 (2007)
Utamy Prawati
A24070091 (2007)
Siti Maesaroh
A24080031 (2008)
Dewi Citra Sari
A24090004 (2009)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Keagiatan
2. Bidang Kegiatan :
3. Bidang Ilmu
: Pengaruh Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) dan NAA terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dalam Kultur In Vitro. ( √) PKMP ( ) PKMT : ( ( ( (
( ) PKMK ( ) PKMM
) Kesehatan ) MIPA ) Sosial Ekonomi ) Pendidikan
4. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Institut e. Alamat Rumah dan No. HP f. Alamat email 5. Anggota Pelaksana Kegiatan 6. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. Golongan pangkat dan NIP c. No Telp./HP 7. Biaya Kegiatan Total a. Dikti b. Sumber lain 8. Jangka Waktu Pelaksanaan
: : : : : : :
(√) Pertanian ( ) Teknologi dan Rekayasa ( ) Humaniora
Rara Puspita Dewi Lima wati A24070031 Agronomi dan Hortikultura INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Bateng , Bogor./085716024311
[email protected] 5 orang
: Dr. Sintho Wahyunine Ardie, SP, MSi : IIIa/ 19820706 200501 2 001 : +62-251-8629353/ 0858 80 176 176 : : Rp 7 401 500 :: 4 bulan Bogor, 19 Oktober 2010
Menyetujui Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr.Ir. Agus Purwito MSc, Agr NIP. 19611101 198703 1 003 Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan,
Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 19581228 198503 1 003
Ketua Pelaksana Kegiatan
Rara Puspita D. L.W NIM.A24070031 Dosen Pendamping
Dr. Sintho Wahyuning Adie, SP, MSi NIP. 19820706 200501 2 001
i
A. JUDUL PROGRAM “PENGARUH EKSTRAK REBUNG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus Asper Backer Ex Heyne) DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN ANGGREK HITAM (Coelogyne Pandurata Lindl.) DALAM KULTUR IN VITRO” B. LATAR BELAKANG MASALAH Anggrek merupakan tanaman golongan Monocotyledoneae yang termasuk dalam famili Orchidaceae (Kencana, 2007). Bunganya memiliki warna yang indah dan disukai oleh berbagai kalangan di Indonesia. Salah satu bunga anggrek yang menjadi primadona Indonesia adalah bunga anggrek hitam Kalimantan yang memiliki nama ilmiah Coelogyne pandurata. Anggrek ini mulai punah di habitatnya akibat adanya kebakaran hutan di Kalimantan, sehingga penyelamatan anggrek hitam merupakan hal yang sangat mendesak. Kegiatan penyelamatan dapat berupa eksplorasi, karakterisasi dan koleksi, serta konservasi secara ex situ sebagai bahan untuk perbaikan sifat tanaman anggrek untuk menghasilkan varietas anggrek hitam baru (Sutrisno, 2007). Banyak peneliti yang berupaya melestarikan anggrek hitam ini dengan menggunakan perbanyakan in vitro. Berbagai media kultur diupayakan agar memperoleh tanaman yang baik dan berkualitas tinggi, dari penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT), hingga penambahan media organik seperti air kelapa, kentang, ubi jalar, maupun pisang. Harapannya dengan berbagai penelitian tersebut pelestarian plasma nutfah dan perbanyakan tanaman dapat berlangsung lebih baik. Rebung merupakan batang bambu yang baru tumbuh. Limbah air rebung yang telah direbus memungkinkan untuk dijadikan sebgai zat pengatur tumbuh. Hal ini mengacu pada penelitian Maretza (2009) yang memaparkan bahwa penggunaan ekstrak rebung bambu betung pada semai sengon akan efektif untuk memacu pertumbuhan bibit sengon di lapang. Kandungan kimia yang dimiliki rebung bambu betung memiliki potensi untuk digunakan sebagai ZPT pada media kultur jaringan. Nephtaleine acetic acid (NAA) merupakan auksin sintetis yang bersifat lebih stabil dari jenis auksin lainnya. NAA merupakan senyawa tanpa ciri indol tetapi memiliki ciri aktivitas biologi seperti IAA. IAA merupakan auksin endogen yang 1
diproduksi sendiri oleh tanaman. Pada konsentrasi tertentu NAA memiliki kemampuan meningkatkan rasio pertumbuhan akar tanaman dalam kultur in vitro (Wattimena, 1988).
C. PERUMUSAN MASALAH Komposisi kimia rebung mampu memberikan pengaruh pertumbuhan pada tanaman sengon di lapang. Zat yang terkandung di dalamnya memiliki potensi untuk mendukung pertumbuhan anggrek pada media kultur jaringan. Adapun hipotesis yang terdapat pada penelitian ini adalah : 1. Ekstrak rebung dapat digunakan sebagai sumber bahan organik dalam media kultur jaringan untuk mendukung pertumbuhan anggrek Coelogyne pandurata. 2. Terdapat satu kombinasi ektrak rebung dan NAA terbaik dalam mendukung pertumbuhan anggrek Coelogyne pandurata. D. TUJUAN PROGRAM Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak rebung bambu betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) dan NAA terhadap pertumbuhan anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dalam kultur in vitro. E. LUARAN YANG DIHARAPKAN Program PKM penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan keberhasilan kultur jaringan anggrek Coelogyne pandurata. Program ini juga diharapkan memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pertanian yang memanfaatkan penggunaan rebung sebagai zat pengatur tumbuh pada penerapan teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit anggrek. F. KEGUNAAN Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat dalam bidang pertanian, sehingga dapat memajukan ilmu pengetahuan bagi
2
masyarakat luas. Hasil penelitian ini tentunya akan memberikan inovasi dalam penggunaan media kultur jaringan anggrek Coelogyne pandurata Lindl. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk melatih mahasiswa dalam melakukan penelitian di bidang bioteknologi pertanian, sekaligus mengasah keterampilan mahasiswa dalam melakukan kultur jaringan tanaman, khususnya anggrek. Selain itu penelitian ini dapat menjadi sarana pengembangan ilmu dan teknologi yang dipelajari sehingga merangsang mahasiswa untuk berpikir kreatif, inovatif, dan dinamis. G. TINJAUAN PUSTAKA Botani Anggrek Anggrek merupakan salah satu anggota family Orchidaceae yang beranggota sangat banyak. Di dalam famili itu terdapat lebih dari 30 000 spesies dan kurang lebih 800 genera yang berbeda. Anggota famili itu dapat dijumpai hampir disetiap negara di dunia, terutama daerah tropis mulai dari dataran rendah hingga tinggi. Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) Anggrek ini dikembangkan oleh Lawrence (1959) dan Dressler & Dodson (1960). Tanaman Anggrek diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledone
Ordo
: Microspermae
Family
: Orchidceae
Subfamily
: - Apotasioideae
Spesies
-
Cypripediodeae
-
Neottoideae
-
Orchidoideae
-
Epidendrodeae
: Coelogyne pandurata.
Anggrek dikenal sebagai tanaman hias berbunga indah. Beragam variasi bunga merupakan salah satu keunggulan tanaman anggrek yamg memungkinkan
3
untuk membuat silangan-silangan baru. Anggrek termasuk tanaman yang mempunyai kecepatan tumbuh lambat dan berbeda-beda. Pada umumnya anggrek -anggrek yang dibudidayakan memerlukan temperatur 28 + 2° C dengan temperatur minimum 15° C. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan panas dari pada anggrek pot. Tetapi temperatur yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. (Gunawan, 1985). Anggrek hitam atau Coelogyne Pandurata adalah jenis anggrek alam dari hutan Kalimantan. Disebut anggrek hitam, karena karena anggrek ini memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Sepal dan petal berwarna hijau muda. Bunganya cukup harum semerbak dan biasa mekar pada bulan Maret hingga Juni. Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb membengkak pada bagian bawah dan daun terjulur di atasnya. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Daunnya sendiri sekilas mirip seperti daun pada tunas kelapa muda. Alam perawatannya, anggrek hitam cukup diletakkan dipot dan diberi tempat peneduh, anggrek hitam ini pun tumbuh sumbur dengan tunas-tunas aktif bermunculan. Idealnya flora endemik ini tumbuh di pohon tua, di dekat pantai atau daerah rawa dataran rendah yang cukup panas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, tumbuhan ini dilindungi (Ardasa, 2007).
Kultur In Vitro Kultur jaringan atau kultur in vitro secara luas dapat didefenisikan sebagai usaha mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak, dan meregenerasikan protoplas, sel utuh atau bagia tanama seperti meristem, tunas, daun muda, ujung akar, kepala sari, dan bakal buah dalam suatu lingkungan aseptik terkendali (Gunawan, 1992). Kultur in vitro ini berawal dari suatu konsep yang disebut konsep totipotensi sel yaitu tiap bagian dari tumbuhan tingkat tinngi dipisahkan dan dari setiap bagian-bagian yang dipisahkan itu dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap (Pierik, 1987). Kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan dengan metode perbanyakan tanaman lainnya, diantaranya adalah dapat
4
menghasilkan bibit yang seragam dalam waktu singkat dengan produksi tinggi, sifat tanaman yang sama seperti induknya, kecepatan tumbuh bibit yang lebih cepat dibandingkan bibit hasil perbanyakan konvensional, serta tanaman yang relatif lebih sehat (Hartmann dan Kester, 1983). Nasir (2002) menyatakan bahwa ada empat manfaat yang diperoleh dari teknologi kultur jaringan, yaitu untuk menyeleksi karakter-karakter yang ada dalam suatu tanaman, memelihara plasma nutfah tanaman tertentu, sebagai sarana propagasi tanaman secara masal dengan genotipe yang diinginkan, dan untuk merekayasa genetik molekuler. Armini et al. (1992) menyatakan bahwa keberhasilan perbanyakan tanaman kultur jaringan dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, karakteristik eksplan, komposis media, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan
kultur.
Kondisi
lingkungan
dalam
kultur
in
vitro
sangat
mempengaruhi keberhasilan kultur tanaman tertentu. Lima tahapan dalam kultur jaringan atau kultur in vitro yaitu penyiapan dan seleksi eksplan dalam kondisi morfologis dan fisiologi yang baik serta bebas penyakit, inisiasi untuk mendapatkan tanaman yang steril, poliferasi tunas aksilar dengan menambah sitokinin, pengakaran dengan pengaplikasian auksin yang bertujuannuntuk mempersiapkan agar tunas
siap pindah kelapang dan
aklimatisasi menuju lingkungan alaminya di lapang .
Komposisi Kimia Rebung Bambu Komposisi rebung mentah per 100 gram bagian yang dapat dimakan dapat dilihat Tabel 2. Sebagian besaar dari bagian yang dapat dimakan terdiri dari air yaitu 91 gram, selain itu juga rebung mengandung protein 2,6 gram, karbohidrat 5,20 gram, lemak 0,90 gram, serat kasar 1,00 gram, vitamin A 20 SI, kalium 533 mg, fosfor 53 mg, abu 0,90 mg serta unsur-unsur mineral lain seperti riboflavin, niasin thiamin, kalsium, dan besi dalam jumlah kecil (Watt dan Merill 1975 diacu dalam Salahudin, 2004) Komposisi
Jumlah
Protein (gram)
2,60
Kalori (cal)
27,00
Lemak(gram)
0,30
5
Karbohidrat (gram)
5,20
Serat (gram)
1,00
Air (gram)
91,00
Fosfor (mg)
59,00
Kalsium (mg)
13,00
Besi (mg)
0,50
Abu (gram)
0,90
Kalium (mg)
533,00
Vitamin A (SI)
20,00
Thiamin (mg)
0,15
Riboflavin (mg)
0,70
Niasin (mg)
0,60
Vitamin B1 (mg)
0,15
Vitamin C (mg)
4,00
Sumber: Watt dan merill (1975) Pada rebung kandungan serat berbeda pada setiap bagiannya. Bagian atas kandungan seratnya lebih kecil dibandingkan pada bagian bawah. Tetapi kandungan kimia seperti protein, lemak, dan mineral pada bagian atas lebih tinggi daripada bagian bawah. Tabel. Persentase komposisi rebung bagian atas, tengah, dan bawah.
Bagian
Air
Protein
Lemak
Serat
Karbohidrat
Abu
Atas
89,7
2,72
0,28
0,42
5,50
1,39
Tengah
91,26
1,71
0,22
0,89
4,78
1,12
Bawah
90,26
1,38
0,17
1,25
5,65
0,93
Sumber: Kurosaw, 1969
Menurut Winarno (1992) bagian tengah, atas dan bawah memiliki histologis yang berbeda. Bagian ujung atas mengandung lemak 800 mg/100 gram rebung segar. Asam lemak utama adalah palmitat, linolenat, dan linoleat. Asam organik dalam rebung bambu adalah asam oksalat yaitu 462 mg/100mg pada bagian dasarnya. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali.
6
Pembentukan organ-organ tanaman ditentukan oleh penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Bioma (2008) menambahkan bahwa pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Ada lima jenis hormon tanaman yaitu auksin, giberelin, asam absisat, etilen, dan yang sekarang banyak dipakai dalam propagasi tanaman secara in vitro. Dalam propagasi secara in vitro, hormon-hormon ini sering digunakan karena mempunyai kemampuan untuk merangsang pertumbuhan eksplan. Hormon auksin memiliki peran merangsang pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat pada pucuk tanaman, dan menyebabkan pertumbuhan pucuk-pucuk baru. Sitokinin merupakan perangsang pembelahan sel dalam jaringan yang dibuat eksplan, dan tidak merangsang pertumbuhan tunas daun (Weltherell, 2000).
H. METODE PELAKSANAAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 4 bulan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet Anggrek Coelogyne pandurata dari Balai Penelitian Anggrek Kebun Raya Bogor. Eksplan yang digunakan adalah eksplan anggrek yang sudah tumbuh beberapa minggu. Eksplan ini diperbanyak dalam media Vacin dan Went (VW) ditambah dengan NAA yang telah dimodifikasi dengan penambahan gula pasir, arang aktif, bahan organik dan agar sebanyak 7-8 g/l. Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu jumlah bahan organik dan konsentrasi NAA. Faktor pertama adalah jumlah bahan organik rebung bambu betung yang tediri dari dua taraf yaitu 150 g/l dan 200 g/l. Faktor
7
ini dikombinasikan dengan faktor kedua yaitu lima taraf konsentrasi NAA (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm). Bahan-bahan lain yang digunakan air destilata dan media MS sebelum perlakuan. Komposisi media VW dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3. Alat yang digunakan adalah autoklaf, kompor gas, botol kultur, timbangan analitik, Laminar Air Flow Cabinet (LAF), botol kultur, cawan petri, pinset, pisau scalpel, kertas tissue, lampu spiritus, lampu ukur, gelas ukur, erlenmayer, label. Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan dua perlakuan. Perlakuan pertama ialah jumlah bahan organik rebung bambu 150 g/l dan 200 g/l. Perlakuan kedua adalah penambahan media kultur dengan NAA. Rincian perlakuan sebagai berikut: P0 (+) : hanya terdiri dari media VW P0 (-) : Kentang 200 g/l + NAA 5 ppm P1
: Rebung 150 g/l + NAA 0 ppm
P2
: Rebung 150 g/l + NAA 5 ppm
P3
: Rebung 150 g/l + NAA 10 ppm
P4
: Rebung 150 g/l + NAA 15 ppm
P5
: Rebung 150 g/l + NAA 20 ppm
P6
: Rebung 200 g/l + NAA 0 ppm
P7
: Rebung 200 g/l + NAA 5 ppm
P8
: Rebung 200 g/l + NAA 10 ppm
P9
: Rebung 200 g/l + NAA 15 ppm
P10
: Rebung 200 g/l + NAA 20 ppm Masing-masing pelakuan tersebut terdiri atas 3 ulangan dan setiap ulangan
terdiri atas 3 botol kultur, sehingga terdapat 108 botol kultur pengamatan. Model aditif yang digunakan adalah : Yij = µ + Uk + Vi + τ j + εijk Yij
= Laju pertumbuhan terhadap komposisi media ke-i dan ulangan ke-k
µ
= Rataan umum laju pertumbuhan
Uk
= Pengaruh ulangan ke-k
Vi
= Pengaruh konsentrasi rebung ke-i 8
τj
= Pengaruh konsentrasi NAA ke-j
εijk
= Pengaruh galat dari jumlah rebung ke-i, komposisi NAA ke-j, dan ulangan ke-k. Analisis data pengamatan kuantitatif menggunakan uji F untuk melihat
perbedaan diantara percobaan perlakuan terhadap pengamatan kuantitatif yang diamati. Uji lanjutan dengan menggunakan uji perbandingan berganda Duncan (DMRT, Duncan Multiple Range Test) untuk menganalisis perlakuan mana yang menyatakan berbeda nyata (Gomez dan Gomez, 1995). Analisis data menggunakan software SAS. Pelaksanaan Penelitian Sterilisasi Alat dan Botol Tanam Peralatan yang digunakan, meliputi alat tanam, cawan petri dan botol kultur, perlu disterilkan untuk mencegah kontaminasi. Peralatan dicuci bersih terlebih dahulu, lalu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada temperatur 121°C bertekanan 17.5 psi selama 1 jam. Sterilisasi Lingkungan Kerja Sebelum
memulai
kerja,
permukaan
LAF
cabinet
dibersihkan
menggunakan alkohol 70%. Lampu ultraviolet pada LAF cabinet dinyalakan selama 30-60 menit, untuk mengilangkan kontaminan pada laminar. Pembuatan Media Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi masing-masing media, media yang digunakan adalah Vacin dan Went (VW). Larutan stok zat pengatur tumbuh NAA dibuat dengan konsentrasi (0, 5, 10, 15, 20) ppm. Selanjutnya ditambahkan aquades sesuai volume yang diinginkan. Larutan stok disimpan dalam lemari es. Bahan organik di timbang 150 g/l dan 200 g/l, direbus dan disaring. Air saringan diambil dan ditambahkan ke media tanam. Media dibuat dari larutan stok dan ekstrak rebung sesuai dengan perlakuan, ditambah arang aktif 0.5 g/l, gula 30 g/l, kemudian ditambah aquades hingga volume mencapai 1 liter. Kemasaman media diatur dengan mengguanakan NaOH atau HCl hingga berkisar antara 5.5-5.8. Larutan media kemudian ditambah agar 8 g/l, dipanaskan sambil diaduk, lalu
9
dituangkan ke botol kultur. Botol kemudian ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang. Botol-botol yang berisi media perlakuan disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 17.5 psi selama 30 menit. Penanaman Penanaman dilakukan di LAF cabinet. Bagian tanaman yang akan digunakan berupa individu anggrek disebut dengan eksplan. Eksplan tersebut di subkultur ke dalam media MS terlebih dahulu selama kurang lebih 3 MST. Setiap botol terdapat satu planlet dengan jumlah 3 botol setiap ulangan. Selesai penanaman, botol media ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang. Botol kemudian disimpan diruang penyimpanan. Pengamatan Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pertambahan tinggi planlet Tinggi planlet anggrek pada awal dan akhir penanaman. 2. Jumlah daun Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka lebih dari setengah, kegiatan ini dilakukan pada setiap minggu. 3. Jumlah tunas Jumlah tunas yang tumbuh pada eksplan dihitung setiap minggunya. 4. Warna daun Warna daun anggrek pada awal dan akhir penanaman 5. Jumlah akar Jumlah akar dihitung pada setiap eksplan setiap minggunya.
10
I. JADWAL KEGIATAN Kegiatan
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
Bulan 4
persiapan bahan sterilisasi botol dan alat pembuatan media sterilisasi media penanaman ke media perlakuan Pengamatan pengolahan data J. RANCANGAN BIAYA Alat dan Bahan
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Planlet Coelogyne p. Spritus alkohol 96% Aquades bahan media VW untuk 1 L bahan media MS untuk 1 L Rebung NAA 1 gram
Bahan Habis Pakai 10 botol 2 liter 5 liter 15 liter 1 paket 1 paket 10 kg 1 gram
peralatan Gelas piala pipet gelas 10 ml mata pisau Sewa Lab lampu bunsen cawan petri alat tanam Sprayer karet gelang Plastik kertas tissue Botol kultur Label
1 3 1 1 2 5 3 2 1 3 5 180 1
buah buah set buah buah buah set buah kg kg gulung botol pak
Jumlah Biaya (Rp)
180 000 20 000 40 000 5 000 500 000 500 000 15 000 200 000 sub total
1 800 000 40 000 200 000 75 000 500 000 500 000 150 000 200 000 3 465 000
100 000 35 000 100 000 500 000 20 000 15 000 75 000 15 000 20 000 50 000 2 500 5 000 4 000 subtotal
100 000 105 000 100 000 500 000 40 000 75 000 225 000 30 000 20 000 150 000 12 500 900 000 4 000 2 261 500
11
perjalanan Transportasi
5
paket
200 000 sub total
1 000 000 1 000 000
kesekertariatan pembuatan proposal pembuatan laporan akhir
1 1
paket paket
100 000 200 000 sub total
100 000 200 000 300 000
dokumentasi sewa kamera beli batery
1 1
buah pak
50 000 25 000 sub total
50 000 25 000 75 000
lain-lain pemeliharaan laboratorium
1
paket
300 000 sub total Jumlah Total
300 000 300 000 7 401 500
12
K. DAFTAR PUSTAKA Armini, N.M., G. A., Wattimena, dan L. W. Gunawan. 1992. Perbanyakan Tanaman. Dalam : Wattimena. G.A. (Ed.). Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bioma. 2008. Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan. http://mybioma.wordpress.com/. [15 Oktober 2010]. Benyamin, H.E. 2009. Anggrek Hitam Kalimantan. wordpress.com. [14 Oktober 2010].
http://borneojarjua2008.
Ellyzarti. 1986. Pengaruh sukrose dan air kelapa pada kultur jaringan anggrek (Dendrobium Pompadour dan Dendrobium Jacquelynconsert). Balai Penelitian Universitas Lampung, Bandar Lampung. 21 hal. Gunawan. L. W. 1992. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 252 hal. Hatmann, H. T. and D. E. Kester. 1983. Plant propagation principles and practice, 4th edition. Prentice Hall, inc. New Jersey. 727 p. Hendaryanto D.P.S. & A. Wijayani. 1994. Teknik kultur jaringan, pengenalan dan petunjuk perbanyakan tanaman secara vegetatif-modern. Kanisius. Yogyakarta. Kencana, I. P. 2007. Cara cepat membungakan anggrek. Gramedia. Jakarta. 64 hal. Maretza, D. T. 2009. Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 74 hal. Nasir, M. 2002. Bioteknologi: potensi dan kebrhasilannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 286 hal. Pierik, R. L. M. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoff Publ. Netherlands. 344p. Prawiroatmodjo, S. 1997. Penetapan Phalaenopisis amabilis sebagai puspa pesona. Buletin Anggrek Perhimpunan Anggrek Indonesia_No. 10 Th. V 1997. Prihatmanti, Dyah dan Mattjik Nurhayati Ansori. 2003. Penggunaan zat pengatur tumbuh NAA (Naphtalaine Acetic acid) dan BAP (6-Benzil Amino Purin) serta air kelapa untuk menginduksi organogenesis tanaman anthurium (Anthurium andraeanum Linden Ex Andre). Bul. Agron. Vol 32(1) : 2025.
13
Sari D.Y.I, Halimi E.S dan Hayati R. 2005. Pembentukan kalus dan katekin tanaman gambir (Uncari gambir Roxb.) secara in vitro dari eksplan daun melaui pemberian 2,4-D dan kinetin. Tanaman tropika vol 8(1): 22-29. Sutrisno. 2007. Plasma nutfah Indonesia. Warta no 19 th 2007. Wattimena, G. A. 1988. Zat pengatur tumbuh tanaman. PAU-IPB. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 144 hal. Wetherell D.F. 2000. Pengantar propagasi tanaman secara in vitro (diterjemahkan dari : Introduktion to in vitro propagation, penerjemah: Koensoemardiyah S). IKIP Semarang Press. Semarang. 110 hal. Vacin, E. and F. Went. 1949. Some pH change in nutrient solution. Bot. Gaz. 110: 605-613.
14
L. LAMPIRAN
15
Lampiran 2. Biodata Dosen Pendamping NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi
Golongan Pangkat dan NIP
: IIIa/ 19820706 2005 012001
Jabatan Fungsional
: Asisten Ahli
Jabatan Struktural
:-
Fakultas/Program Studi
: Pertanian/ Agronomi dan Hortikultura
Perguruan Tinggi
: Institut Pertanian Bogor
Bidang Keahlian
: Bioteknologi Tanaman
Waktu untuk kegiatan PKM
: 10 jam/minggu
Lampiran 3. Komposisi Media Vacin dan Went
Komponen Tricalcium phosphate Ca3(PO4)2
Jumlah per liter 200 mg
Stock 20
g/l
Volume yang dipipet 10 ml
Potassium nitrate KNO3
525
mg
52,5 g/l
10 ml
Potassium phosphate KH2PO4
250
mg
25
g/l
10 ml
Ammonium sulphate (NH4)2SO4
500
mg
50
g/l
10 ml
28
mg
2,8 g/l
10 ml
7,5 mg
750 g/l
10 ml
25 g/l
10 ml
Ferric Tartrate Fe2 (C4H4O6)3 Manganese Sulfate MnSO4.4H2O Magnesium Sulphate MgSO4.7H2O Sukrosa Agar
250
mg
20
g
8
g
Sumber : Vacin dan Went (1949)
16