USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
AIRFINE: MASKER DENGAN MIKROFILTER BERBASIS BIOPOLIMER DARI LIMBAH AMPAS TAPIOKA (CASSAVA WASTE PULP) BIDANG KEGIATAN: PKM KARSA CIPTA
Diusulkan oleh: Ulya Alviredieta Malik Aswin Hindami Zaradini Mochamad Firmansyah Hafsah Muhammad Gidry Abdurrazak
10413034 11212041 11213013 11213015 11213016
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2015
2013 2012 2013 2013 2013
i
Daftar Isi Halaman Pengesahan ...................................................................................... i Daftar Isi........................................................................................................... ii Ringkasan ........................................................................................................ iii Bab 1 - Pendahuluan ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3 1.3 Manfaat ........................................................................................ 3 1.4 Luaran .......................................................................................... 3 Bab 2 - Tinjauan Pustaka .............................................................................. 4 2.1 Polusi Udara ................................................................................. 4 2.2 Masker.......................................................................................... 7 2.3 Mikrofilter .................................................................................... 9 2.4 Kertas Berbasis Biopolimer ......................................................... 11 2.5 Limbah Ampas Singkong (Cassava Waste Pulp) ........................ 13 Bab 3 - Metode Pelaksanaan ........................................................................ 15 3.1 Pembelian Alat dan Bahan ........................................................... 15 3.2 Pembuatan Kertas Saring dari Limbah Ampas Tapioka (Cassava Waste Pulp) ........................................................................ 15 3.3 Pembuatan Mikrofilter berbasis Biopolimer ................................ 15 3.4 Pengujian dan Evaluasi Produk ................................................... 16 Bab 4 - Biaya dan Jadwal Kegiatan ............................................................ 17 4.1 Anggaran Biaya ........................................................................... 17 4.2 Jadwal Kegiatan ........................................................................... 18 Daftar Pustaka ................................................................................................ 18 Lampiran-Lampiran ...................................................................................... 25 Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota ......................................................... 25 Lampiran 2. Justifikasi Biaya ........................................................................... 30 Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas......... 33 Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana .............................................. 34 Lampiran 5. Gambaran Produk yang Dibuat .................................................. 35
ii
RINGKASAN
Permasalahan polusi udara merupakan hal yang sangat penting di Indonesia. Kasus kabut asap yang terjadi sejak pertengahan 2015 lalu di Kepulauan Riau, Sumatera, dan Kalimantan menyebabkan kebutuhan masyarakat akan perlindungan dari bahaya polusi udara menjadi sesuatu yang mendesak. Upaya yang umum dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi diri dari kabut adalah dengan penggunaan masker, terutama masker bedah yang dijual luas di pasaran. Namun penggunaan masker ini masih mendatangkan berbagai masalah, seperti ketidakmampuan masker bedah dalam menyaring partikel berukuran dibawah 2,5 mikrometer (PM-2,5) dan limbah masker disposable yang sulit terdegradasi. Berangkat dari permasalahan ini, inovasi masker dengan tambahan mikrofilter berbasis biopolimer bernama Airfine diciptakan. Airfine merupakan masker dengan inovasi mikrofilter yang dibuat dari bahan dasar limbah ampas tapioka atau Cassava Waste Pulp (CWP). CWP dari proses produksi pabrik-pabrik tepung tapioka masih memiliki kandungan selulosa dan pati. Bahan tersebut dapat dibuat menjadi kertas penyaring yang kemudian diberi perlakuan dengan metode all-cellulose composite hingga memiliki ukuran pori sekitar 2,5 mikrometer. Kertas penyaring tersebut diintegrasikan ke dalam badan masker sebagai lapisan penyaring yang disposable dan dapat diganti dengan mudah. Mikrofilter berbasis biopolimer ini merupakan bahan yang biodegradable, sehingga limbahnya mudah terdegradasi. Airfine dapat menjadi produk alternatif self-protection dari polusi udara yang memiliki kualitas yang baik dan lebih ramah lingkungan dengan biaya yang terjangkau. Airfine diharapkan dapat menjadi solusi perlindungan diri masyarakat Indonesia dari polusi udara yang membahayakan kesehatan seperti kabut asap yang terjadi di berbagai wilayah di Kepulauan Riau, Sumatera, dan Kalimantan. Lebih jauh lagi, diharapkan teknologi mikrofilter berbasis biopolimer ini dapat menjadi terobosan baru bagi pengembangan produk masker sebagai alat selfprotection dari partikel-partikel berbahaya di udara.
iii
BAB 1 – PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang cukup penting di Indonesia. Sumber polusi udara seperti industri, kendaraan bermotor, dan asap rokok mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Kebakaran hutan yang menjadi pemicu kabut asap di beberapa kota di Kepulauan Riau, Sumatera, Kalimantan, bahkan sampai ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sejak pertengahan 2015 silam memperparah kondisi polusi udara yang terjadi di Indonesia. Kasus kabut asap ini bahkan sampai menyebabkan Indeks Standar Pencemaran Udara di Pekanbaru, Riau, mencapai angka 984 psi pada 14 September 2015: sangat jauh dari batas aman yakni dibawah 500 psi (Sutopo, 2015; Anonim, 2015). Masalah kabut asap dan berbagai jenis polusi udara lain yang tidak ditangani secara serius ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang berbahaya seperti peradangan, ISPA, bahkan kanker. Tindakan untuk mencegah polusi udara beserta dampak buruknya menjadi hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisasi dan mencegah masalah-masalah kesehatan tersebut. Tindakan yang umumnya dilakukan masyarakat untuk mencegah dampak buruk polusi udara di lingkungan sekitarnya adalah dengan menggunakan masker bedah atau surgical mask. Masker jenis ini banyak terdapat di toko dan supermarket dengan memiliki harga yang terjangkau. Namun, fungsi utama masker ini adalah untuk mencegah fluida dari mulut dan hidung penggunanya tersebar ke lingkungan sekitar supaya mikroorganisme patogen yang terkandung di dalamnya tidak menyebar dan menular ke orang lain. Masker ini tidak didesain untuk mencegah partikel dan mikroorganisme dari luar untuk masuk saluran pernafasan penggunanya, terutama yang berukuran dibawah 2,5 mikrometer (PM2,5). Padahal pencemaran udara seperti kabut asap mengandung banyak partikel berbahaya yang tergolong kategori PM-2,5. Respirator merupakan alat penyaring udara untuk saluran pernafasan dengan kemampuan filtrasi hingga ukuran partikel PM-2,5, namun memiliki harga yang lebih tinggi dari masker bedah dan tidak nyaman digunakan. Ketidaknyamanan ini disebabkan ketat dan sempitnya ruang
1
untuk mulut dan hidung di dalam masker untuk bernafas, sehingga terasa sesak dan gerah. Masker bedah dan respirator disposable pun memiliki permasalahan yang sama, yakni limbah. Masker dan respirator disposable memiliki umur penggunaan yang singkat, karena keduanya tidak boleh dipakai berulang kali. Keduanya juga, umumnya, terbuat dari bahan sintetik yang sulit terdegradasi di alam. Kebutuhan masyarakat akan masker yang meningkat, seperti dalam kasus kabut asap, akan menimbulkan masalah baru, yakni limbah masker bedah dan respirator disposable yang sulit ditangani. Hal-hal ini mendorong perlunya produk alternatif masker yang memiliki kemampuan baik dalam menyaring udara yang masuk ke saluran pernafasan, nyaman digunakan, serta memiliki harga yang terjangkau. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan limbah ampas tapioka atau cassava waste pulp (CWP) untuk membuat inovasi mikrofilter berbasis hayati pada masker. CWP merupakan limbah yang berasal dari pengolahan industri tepung tapioka. CWP memiliki kandungan selulosa dan pati yang berpotensi dalam pembuatan biopolimer komposit yang berfungsi sebagai mikrofilter. Mikrofilter berbasis hayati ini dapat meningkatkan kemampuan penyaringan agar mampu menyaring partikel-partikel yang masuk ke saluran pernafasan. Nilai jual CWP yang rendah dapat meningkatkan nilai ekonomis dari produk yang digunakan. CWP sendiri merupakan bahan alami yang mudah terdegradasi, sehingga lebih ramah lingkungan dari segi limbah. Potensi yang ada pada CWP ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu solusi pencegahan dampak buruk polusi udara di Indonesia. Kasus pencemaran udara seperti kabut asap di berbagai wilayah di Indonesia yang semakin memprihatinkan menjadikan inovasi ini penting untuk direalisasikan.
2
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana aplikasi teknologi tepat guna dalam mengurangi dampak polusi udara? 1.2.2 Bagaimana cara membuat biopolimer komposit yang dapat berfungsi sebagai mikrofilter dengan bahan baku limbah ampas tapioka (cassava waste pulp)? 1.2.3 Bagaimana metode pembuatan masker non-disposable yang dapat menyaring PM-2,5 dari udara?
1.3 Manfaat 1.3.1 Menjadi solusi aplikatif yang mampu mengurangi dampak buruk polusi udara bagi kesehatan. 1.3.2 Memberikan nilai tambah produk pada limbah ampas tapioka 1.3.3 Mengurangi limbah masker non-degradeable dengan penggunaan mikrofilter disposable dari biopolimer yang mudah terdegradasi
1.4 Luaran Luaran akhir PKM - Karsa Cipta ini adalah Airfine, yakni sebuah masker yang memiliki lapisan tambahan berupa mikrofilter di antara lapisan luar dan dalamnya. Mikrofilter ini dibuat dari bahan dasar limbah ampas tapioka atau cassava waste pulp (CWP) yang dibuat menjadi kertas komposit dengan metode all-cellulose composite. Bahan masker yang digunakan sendiri adalah kain yang non-disposable, sedangkan mikrofilter bersifat disposable dan dapat dilepas tanpa merusak masker untuk diganti dengan mikrofilter baru. Masker dengan lapisan mikrofilter ini didesain agar dapat menyaring partikel-partikel polusi udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer (PM-2,5) yang berbahaya bagi kesehatan.
3
BAB 2 – TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Udara Pada dasarnya, udara mengandung banyak gas, cairan, atau partikel padat yang terdispersi hingga batas ambang tertentu. Polusi udara terjadi ketika udara mengandung gas, cairan, atau partikel padat dalam jumlah yang merugikan. Polusi udara dapat terjadi secara alami, misalnya, ketika sejumlah debu gurun terbawa oleh angin ke udara sehingga menurunkan kualitas pandangan, jarak pandang, dan memperburuk kualitas udara. Polusi udara dapat pula terjadi dengan campur tangan manusia, melalui peningkatan aktivitas industri dan manufaktur di suatu wilayah yang melepaskan gas, cairan, maupun partikel padat dalam jumlah besar ke udara (Pargal dan Wheeler, 1995). Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia tengah berkembang pesat melalui pembangunan sektor ekonomi dan pembangunan industri (Tri-Tugaswati, 1993). Dalam operasionalnya, industri-industri ini sangat bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Sebagian besar aktivitas masyarakat Indonesia, misalnya transportasi, juga bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Gas hasil pembakaran bahan bakar fosil ini dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu agar menghasilkan emisi yang lebih rendah sehingga menimbulkan pencemaran udara dan memperburuk kualitas udara hirup (Santosa et al., 2008). Selain itu, kebakaran hutan yang terjadi setiap dan sepanjang tahun sangat berkontribusi melepaskan polutan ke udara (Kunii et al., 2002). Setiap tahunnya, kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan menjadi penyebab terselimutinya Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, bahkan Filipina oleh kabut asap yang menyebabkan penurunan ekonomi dan timbulnya berbagai penyakit (ABC, 2015). Tahun 2015 ini, seperti yang dilansir oleh laman BBC dan ABC, kebakaran hutan diprediksi akan menjadi kebakaran paling hebat sepanjang sejarah ditinjau dari luas area terbakar, jumlah asap yang dilepaskan ke udara, serta ukuran populasi terimbas. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang berakibat pada rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara ekosistem dan meminimalisasi polusi, tidak tegasnya kebijakan manajemen sumber daya alam
4
pemerintah sehingga memberi rongga untuk terus melakukan pencemaran udara pada perusahaan dan individu tidak bertanggung jawab, faktor politik, sosial, dan institusi, serta faktor demografik berupa kebutuhan akan ruang untuk tempat tinggal menghasilkan kombinasi kompleks sehingga polusi udara masih menjadi masalah besar (Sastry, 2000; Pargal dan Wheeler, 1995). Hingga hari ini, polusi udara masih menjadi isu lingkungan terbesar Indonesia yang belum terselesaikan dan diprediksi akan menjadi semakin parah seiring dengan berjalannya waktu (Santosa et al., 2008). Polutan udara Indonesia meliputi karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, nitorgen dioksida, ozon, materi partikulat dengan diameter kurang dari hingga 10µnm, ion inorganik, dan hidrokarbon aromatik polisiklik (Santosa et al., 2008; Kunii et al., 2002). Santosa et al. pada tahun 2008 menyatakan bahwa kadar NOx, O3, dan jumlah partikulat terdispersi udara Indonesia telah melebihi ambang batas yang ditetapkan. Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Riau, kualitas udara sangat amat buruk hingga dapat menyebabkan kematian (AQICN, 2015). Hal ini disebabkan oleh kebakaran hutan yang terjadi sepanjang tahun (BBC, 2015; ABC, 2015) dengan komposisi polutan udara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Konsentrasi Polutan Kebakaran Hutan 1997 Teremisi ke Udara (Balasubramanian, tanpa tahun) Efek polusi udara dapat dibagi menjadi efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Efek jangka pendek umumnya berupa kondisi akut seperti infeksi saluran pernapasan dan mortalitas (kematian) akibat penyakit pernapasan (Sastry, 2000). Keberadaan partikel polutan di udara, apabila berada pada jumlah besar seperti di
5
Riau, membentuk suatu lapisan yang tidak dapat ditebus ultra violet B (UVB). Blokade sinar UVB yang berperan menekan pertumbuhan mikroorganisme di udara menyebabkan meningkatnya pertumbuhan bakteri dan virus di udara sehingga resiko terjadinya wabah penyakit meningkat (Sastry, 2000). Efek jangka panjang meliputi meningkatnya potensi kanker akibat inhalasi zat-at karsinogenik seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (Sastry, 2000), penurunan kualitas udara jangka panjang, peningkatan angka kelahiran bayi prematur dan cacat, defisiensi pendapatan wilayah yang terimbas, serta penuruan pertumbuhan ekonomi. Karbon monoksida (CO), gas yang terkandung dalam asap hasil kombusi senyawa karbon, adalah gas tak berbau dan berwarna yang dihasilkan dari pembakaran tak sempurna senyawa karbon (Fierro et al., 2001). Zat ini bersifat toksik karena memiliki afinitas terhadap hemoglobin yang lebih besar daripada oksigen (Fierro et al., 2001). Ikatan antara CO-Hb sangat kuat dan bertahan relatif lama dibanding ikatan O2-Hb (Fierro et al., 2001). Kontak terlalu lama dengan CO dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam tubuh sehingga proses metabolisme tubuh terhambat. Sel, jaringan, dan organ yang membutuhkan konsentrasi oksigen tinggi untuk beraktivitas menjadi bagian tubuh pertama yang mengalami gangguan fungsi. Lama kelamaan, seluruh sel, jaringan, dan organ pada tubuh juga mengalami gangguan fungsi. Jika dibiarkan, tubuh akan berhenti berfungsi dan mati. Gejala klinis dari keracunan CO kadar rendah (<10ppm) meliputi gangguan kardiovaskular, pernapasan, dan neurobehavioral. Pada kadar tinggi (>50ppm), tubuh akan kehilangan kesadaran dan mati (Fierro et al., 2001). Karbon dioksida (CO2) adalah gas tak berbau, tak berwarna, dan tak mudah terbakar yang merupakan produk metabolisme sel dan pembakaran bahan bakar fosil (Rice, 2003). Kontak dengan CO2 dapat mengakibatkan asidosis, yaitu kondisi ketika darah menjadi asam akibat pembentukan asam karbonat (H2CO3) yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Penurunan pH darah akibat melimpahnya asam karbonat juga menyebabkan menurunnya klorida, kalium, kalsium, dan meningkatnya natrium pada darah (BLM, tanpa tahun). Ginjal akan berusaha menyeimbangkan pH darah dengan membentuk garam bikarbonat dan menyekresikan ion H+. Akibatnya, beban dan kerja organ meningkat (BLM, tanpa tahun). Kondisi ini diperparah dengan keberadaan aerosol
6
asam pada udara tercemar yang apabila terhirup turut berkontribusi menurunkan pH darah (Balasubramanian, tanpa tahun). Kombinasi karbon dioksida dan aerosol asam terbukti meningkatkan pasien penderita asthma dan gangguan pernapasan di rumah sakit di seluruh Singapura selama kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan berlangsung (Balasubramanian, tanpa tahun). Keberadaan zat partikulat seperti sulfat dan nitrat pada atmosfer, meski belum didukung oleh data yang lengkap, memiliki efek yang tidak signifikan terhadap kesehatan manusia secara langsung. Diduga, zat partikulat yang masuk ke dalam tubuh dapat berinteraksi dengan komponen reaksi metabolisme dan atau logam-logam dalam tubuh membentuk zat organik sekunder (Reiss, et al., 2007). Namun, zat partikulat dapat menyebabkan hujan asam yang bersifat korosif pada kulit manusia (EPA, 2012). Zat lain yang terkandung dalam udara tercemar adalah ozon. Terbukti, ozon menyebabkan resiko gangguan kesehatan dan kematian melalui inflamasi paruparu, asthma, dan episema (EPA, 2012).
2.2 Masker Masker adalah alat yang digunakan di dekat hidung dan mulut sebagai ujung terluar saluran pernafasan untuk menyaring partikel – partikel tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring Edisi III, masker merupakan kain penutup mulut dan hidung seperti yang dipakai oleh dokter, perawat di rumah sakit. Definisi ini mengacu pada surgical mask atau masker bedah, yakni masker yang digunakan oleh tenaga medis untuk melakukan aktivitas medis tertentu seperti bedah dan persalinan (Rebmann, 2008). Masker ini digunakan oleh tenaga medis untuk menyaring tetesan air dan aerosol yang mengandung bakteri-bakteri patogen dari mulut dan hidung penggunanya agar tidak menyebar ke udara. Masker bedah ini sendiri umumnya diproduksi dari bahan polipropilena yang non-woven (tidak ditenun) dan terdiri atas satu lembar bahan penyaring yang memiliki beberapa lapisan atau layer (Bayer, 1998). Umumnya lapisan-lapisan ini mencakup lapisan antiair di bagian dalam dan lapisan thermobond di bagian terluar. Lapisan terdalam berfungsi untuk menahan cairan tubuh seperti keringat dan air liur agar tidak keluar dari dalam masker, sedangkan bagian luar masker
7
berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap cairan kontaminan dari luar masker seperti darah. Adapun diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan seperti kertas yang berfungsi sebagai filter untuk menangkal bakteri dan partikel-partikel lain yang berasal dari luar maupun dalam masker.
Gambar 2. Struktur Lapisan Penyaring Masker Bedah
Surgical mask berbeda dengan respirator, terutama dari sisi fungsi utama. Namun di Indonesia, kata “masker” juga diasosiasikan dengan respirator. Respirator sendiri merupakan alat yang bertujuan untuk melindungi penggunanya dari partikel-partikel berbahaya udara luar yang dihirupnya. Respirator sendiri memiliki berbagai jenis dan ukuran, tergantung pada tujuan dan tingkat bahaya udara lingkungan yang dituju penggunanya (U.S. Department of Health and Human Services, 1999). Respirator juga memiliki berbagai mekanisme beragam untuk memberikan udara bersih bagi penggunanya sesuai dengan jenisnya, baik secara mekanik maupun kimiawi. Respirator harus pas dipakai dan tidak meninggalkan celah pada wajah (face seal), sehingga kemampuan filtrasinya tinggi. Respirator yang umumnya dikenal masyarakat luas adalah respirator N95. Respirator N95 merupakan jenis respirator yang ringan, sederhana, half-face, dan disposable atau sekali pakai. Respirator ini umumnya dipakai di dunia medis dan sudah bebas diperjualbelikan di masyarakat. Respirator ini mampu menyaring partikel udara yang diameternya sekitar 0,1 – 0,3 mikron dengan efisiensi filtrasi 95% (Qian et al., 1998). Respirator N95 memiliki kemampuan filtrasi yang jauh
8
lebih baik dibandingkan dengan surgical mask atau masker bedah. Menurut Lee et al. (2005), respirator N95 dapat memberikan proteksi 8-12 kali lipat lebih baik daripada masker bedah (Gambar 3. dan Gambar 4.).
Gambar 3. Hasil Pengujian Faktor Proteksi Empat Sampel Respirator N95 Terhadap Berbagai Ukuran Partikel (Lee et al. 2005)
Gambar 4. Hasil Pengujian Faktor Proteksi Tiga Sampel Masker Bedah Terhadap Berbagai Ukuran Partikel (Lee et al., 2005)
2.3 Filtrasi Filtrasi merupakan metode fisika mekanik yang digunakan untuk memisahkan suatu partikel dari fluida (gas atau cairan) dengan cara melewatkan
9
suatu fluida melalui media berpori dimana hanya fluida yang dapat melewati poripori media. Jika ukuran partikel lebih besar daripada ukuran pori-pori media maka partikel akan tertahan di permukaan media. Dalam teknologi filtrasi, terdapat beberapa media yang digunakan antara lain a. Kertas saring
Analisis kualitatif dan kuantitatif
Prosedur laboratorium umum
Aplikasi teknis
Aplikasi special
b. Mikrofiber kaca dan kuarsa
Partikel yang sangat kecil
Substansi agresif
Temperatur lebih dari 1000oC
Penentuan biokimia
Pengawasan udara
Sebagai membran pra-filter
c. Extraction thimbles ( microfiber campuran selulosa, kaca dan kuarsa)
Ekstraksi padatan atau cairan dengan Soxhlet
Pemisahan partikel bubuk dan aerosol pada gas
Teknologi membran merupakan teknologi dalam proses pemisahan atau separasi dengan memanfaatkan prinsip difusi dan osmosis suatu zat melalui suatu lapisan tipis dengan ukuran celah yang telah difabrikasi. Membran dapat membantu memisahkan suatu komponen yang diinginkan dari suatu campuran zat. Penggunaan
teknologi
membrane
memiliki
beberapa
keunggulan
dibandingkan dengan proses pemisahan secara konvensional, yaitu : 1. Pemisahan filtrate dapat dilakukan dengan aliran kontinu 2. Penggunaan energi yang relatif kecil 3. Penggunaan teknologi membran dapat dikombinasikan dengan teknik pemisahan lain 4. Kondisi operasi pemisahan dengan membran dapat dikontrol
10
5. Teknologi membran dapat mengurangi penggunaan bahan kimia Teknologi membran telah banyak diaplikasikan untuk pemurnian beberapa polimer seperti protein, polisakarida, oligosakarida, dan nukelotida (Yeh dan Dong, 2003; DeFrees, 2003). Beberapa factor yang mempengaruhi penggunaan membran adalah ukuran molekul, bentuk molekul, bahan penyusun membran, karakteristik larutan, dan parameter kondisi operasi. Proses pemisahan dengan membran dibagi menjadi empat tipe yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis ( Susanto dkk, 2009).
2.4 Kertas Berbasis Biopolimer Kertas digunakan untuk proses pengemasan produk dan bersifat biodegradable sehingga ramah lingkungan. Kertas terdiri dari struktur selulosa berpori yang terbentuk dari mikrofibril, yaitu gabungan molekul selulosa rantai panjang pada fase kristal dengan daerah amorphous. Selulosa bersifat hidrofilik karena adanya gugus hidroksi (-OH) pada rantai utamanya dan porositas jaringan serat selulosa menyebabkan adanya mekanisme penghalang uap air. Kemasan kertas sangat mudah menyerap air dari lingkungan sehingga menurunkan kekuatan fisik kertas. Transpor uap air dapat terjadi pada kertas akibat adanya difusi uap air melalui ruang hampa antar serat selulosa (Bandyopadthay dkk., 2002). Polimer alam dapat digunakan sebagai lapisan penghalang terhadap suatu partikel. Biopolimer memiliki potensi untuk menggantikan pembukus kertas sintetik seperti polyethylene, polyvinyl alcohol, rubber latex, and fluorocarbon (Chan dan Krochta., 2001a, 2001b). Alternatif penggunaan biopolymer dapat menjadi kesempatan yang besar untuk meningkatkan sector pertanian dan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan baku berbasis minyak bumi. Material biopolimer berasal dari sumber daya alam yang terbarukan seperti polisakarida, protein dan lemak atau kombinasi komponen tersebut yang lebih aman bagi lingkungan dibandingkan polimer sintetik dari minyak bumi. Lapisan biopolimer merupakan bahan yang sangat efektif dan efisien untuk mengabungkan
11
bahan antimikroba, antioksidan, dan nutrien (Baldwin, 1994; Petersen dkk., 1999; Ozdemir dan Floros, 2001; Han dan Gennadios, 2005). Penyusunan biopolimer menjadi kertas menyediakan beberapa keuntungan fungsional serta membentuk produk yang terbuat dari material yang bersifat environment-friendly. Biopolimer yang terbarukan seperti caseinates (Khwaldia dkk., 2005; Gastaldi dkk., 2007; Khwaldia, 2009), whey protein isolate (WPI) (Han dan Krochta, 1999, 2001; Lin dan Krochta, 2003, Gällstedt dkk., 2005), isolated soy protein (Park dkk., 2000; Rhim dkk., 2006), wheat gluten (Gällstedt dkk., 2005), corn zein (Trezza dan Vergano, 1994; Parris dkk., 1998;Trezza dkk., 1998), chitosan (Despond dkk., 2005; Ham-Pichavant dkk., 2005; Kjellgren dkk., 2006), carrageenan (Rhim dkk., 1998); alginate (Rhim dkk., 2006), dan pati (Matsui dkk., 2004) telah diteliti dan berpotensi sebagai bahan baku pembuat kertas pembungkus. Biopolimer yang sering digunakan adalah polisakarida karena bersifat non-toxic. Polisakarida dapat membentuk lapisan yang kuat, tetapi bukan penghalang uap air yang baik sebab memiliki sifat hidrofilik (Kester dan Fennema 1986; Guilbert 1986). Polisakarida yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku kertas adalah pati karena harga yang murah dan proses pembuatan yang mudah. Lapisan pati memiliki sifat fisik yang lemah tetapi dapat ditingkatkan dengan mencampurkannya dengan turunan selulosa dan protein (Arvanitoyannis dkk.,1996, 1998; Psomiadou dkk., 1996; Peressini dkk., 2004). Dispersi granula pati merupakan material yang sering digunakan untuk membentuk lapisan seperti kertas dengan tujuan utamanya membentuk lapisan yang halus tanpa merupakan sifat penghalangnya (Matsui dkk., 2004). Modifikasi struktur pati dengan perlakuan ukuran permukaan pati dapat meningkat beberapa sifat kertas antara lain kekuatan fisik, hambatan terhadap partikel dan sifat optic material. Reaksi asetilasi adalah salah satu cara yang paling menarik untuk mengurangi higroskopisitas pati. Reaksi kimia ini memungkinkan pencapaian bahan termoplastik dan higroskopis (Graaf dkk., 1995; Fringant dkk., 1996). Larotonda (2005) dan Fringant (1998) menggunakan kertas yang telah diberi perlakuan dengan pati asetat untuk mengurangi kertas higroskopisitas. Larotonda dkk (2005) menunjukkan bahwa pengurangan yang signifikan dalam penyerapan
12
air dan WVP dari kertas akan dicapai melalui peresapan pati asetat, terutama dalam kondisi kelembaban yang relatif rendah. Pati asetat yang diresap oleh struktur kertas dapat mengurangi permeabilitas kertas. Oleh karena pati asetat tidak lebih bersifat higroskopis daripada kertas, makan adsorptivitasnya dapat berkurang secara signifikan dengan impregnasi. Peresapan kertas dengan bahan nonhygroscopik dan biodegradable adalah perlakuan yang menarik digunakan untuk mengurangi hygroskopisitas dan WVP kertas. Perlakuan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kemampuan kertas untuk menghalang air, tetapi juga sifat penghalang terhadap partikel dan bau senyawa tertentu sehingga menurunkan angka paparan (Dury-Brun dkk., 2008). Akan tetapi, peresapan uap air diharapkan tidak menganggu sifat mekanik dari struktur kertas (Matsui dkk., 2004). Sifat-sifat kertas diresapi tergantung pada waktu perendaman, konsentrasi bahan yang digunakan untuk peresapan, dan prosedur impregnasi (dengan atau tanpa aplikasi vakum).
2.5 Limbah Ampas Singkong (Cassava Waste Pulp) Singkong merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia merupakan produksi kedua terbesar setelah padi. Kadar karbohidrat yang tinggi pada singkong dan produksinya yang banyak membuat singkong memiliki potensi untuk menjadi sumber makanan utama di Indonesia. Pada umumnya, singkong diolah menjadi tapung tapioka. Pada pengolahannya singkong yang menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah berupa CWP (Cassava Waste Pulp). Kadar CWP dalam singkong cukup tinggi, yaitu 11,4% (Ubala, 2007). Jumlah onggok singkong yang dihasilkan dari industri kecil dengan bahan baku 5 kg/hari adalah 3,75 kg. Sedangkan industri menengah dengan bahan baku 20 kg/hari menghasilkan 15 kg onggok singkong dan industri skala besar dengan bahan baku 600 kg/hari menghasilkan 450 kg onggok singkong (Putra, 2014). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa onggok singkong yang dihasilkan sangat banyak dan sangat disayangkan bila onggok singkong tersebut tidak dimanfaatkan menjadi produk yang dapat menambah nilai jual onggok singkong itu sendiri. Berikut adalah kandungan CWP:
13
Tabel 1. Komponen penyusun CWP (Hermiati et al., 2011 dalam Putra, 2014; Rattanachomsri et al., 2009 dalam
Djuma’ali et al., 2011) Compounds (%)
Cassava Pulp
Starch
60,6
Amylose
21.36
Crude Fiber
4.84
Cellulose
15,6
Relative neutral sugar composition Glucose
94.04
Galactose
2.86
Xylose
2.07
Rhamnose
0.72
Arabinose
0.49
Mannaose
0.05
Menurut Rattanachomsri et al. (dalam Djuma’ali et al., 2011), CWP juga mengandung selulosa sebanyak 15,6 gram per 100 gram berat kering CWP. Selulosa ini dapat dimanfaatkan untuk menjadi kertas. Kandungan pati dalam CWP sendiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk membuat kertas komposit yang dapat berfungsi sebagai mikrofilter.
14
BAB 3 – METODE PELAKSANAAN
3.1 Pembelian Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat filter ini secara umum didapatkan dari 4 tempat, yaitu Balubur Town square di Kota Bandung, Sakura Medical Shop di Kota Bandung, Griya Toserba di Kota Bandung, dan PT. Cilaks Jaya di Kabupaten Subang. Bahan-bahan untuk membuat badan masker seperti kain, benang, jarum, dan tali masker didapatkan di Balubur Town Square. Limbah ampas tapioka atau CWP yang menjadi bahan dasar pembuatan mikrofilter didapatkan dari PT. Cilaks Jaya, yakni sebuah perusahaan produsen tepung tapioka. Alat-alat dan bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam proses pembuatan dibeli dari Sakura Medical Shop. Peralatan-peralatan penunjang lain seperti baki dibeli di Griya Toserba Bandung.
3.2 Pembuatan Kertas Saring dari Limbah Ampas Tapioka (Cassava Waste Pulp) Pembuatan kertas diawali dengan pembersihan limbah ampas tapioka atau CWP dari kotoran-kotoran. Setelah bersih, CWP dimasukkan ke dalam baki berisi air hangat untuk direndam. Kemudian dicampur dengan serat nabati agar memiliki tekstur yang kuat dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya campuran tersebut disaring dan dicetak menggunakan cetakan kertas. Kemudian, cetakan berisi campuran bubur dari CWP dijemur hingga kering dan berbentuk selembar kertas yang menyerupai kertas saring.
3.3 Pembuatan Mikrofilter berbasis Biopolimer Pembutan
mikrofilter
untuk
masker
dilakukan
dengan
metode
pembentukan all-cellulose composite yang mengacu pada penelitian Nishino dan Arimoto (2007). Diawali dengan proses pretreatment, yaitu perendaman kertas saring berbahan CWP yang telah dibuat dalam larutan campuran aquades, aseton, dan N,N’-dimetilasetamida (DMAc) selama 24 jam pada suhu 25 ºC. Kemudian kertas hasil pretreatment dicelupkan ke dalam larutan LiCl (8% w/v) dan DMAc dengan perbandingan 3:97 pada suhu 30 ºC. Setelah itu dipindahkan ke dalam
15
larutan methanol untuk menghilagkan LiCl dan DMAc. Selanjutnya kertas hasil perlakuan tersebut dikeringkan. Dengan mengikuti cara tersebut diperoleh kartas dengan ukuran pori yang berkisar antara 1-10 mm.
3.4 Pengujian dan Evaluasi Produk Bagian pengujian melibatkan tiga parameter utama, yaitu ukuran pori, ketebalan mikrofilter, dan kemampuan penyaringan masker. Pegujian ukuran pori dilakukan dengan mengukur diameter pori menggunakan bantuan mikroskop. Ketebalan mikrofilter diukur menggunakan micrometer sekrup agar diperoleh ketebalan yang cocok. Kemudian, kemampuan penyaringan masker diuji dengan melalukan partikulat debu yang dihembuskan menggunakan kipas angin, sehingga dapat diketahui seberapa baik masker dapat menyaring partikulat yang terdapat di udara. Selain itu dapat diketahui tingkat penetrasi, atau kemempuan suatu partikel menembus membran. Data hasil pengujian dibandingkan dengan standar masker yang ada agar dapat digunakan sebagai penyaring udara siap pakai. Jika hasil pengujian menunjukkan data di bawah standar akan dilakukan perbaikan dalam proses pembuatan. Proses pengujian dan evaluasi akan berjalan terus menerus agar Airfine dapat menjadi lebih baik dalam penerapannya.
.
16
BAB 4 – BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya Ringkasan anggaran biaya disusun sesuai dengan format pada Tabel 2.
Tabel 2. Ringkasan Anggaran Biaya PKM-KC No
Jenis Pengeluaran
Biaya (Rp)
1
Peralatan penunjang
1.500.000
2
Bahan habis pakai
2.000.000
3
Perjalanan
membeli
alat,
bahan
baku,
dan
menuju 750.000
laboratorium 4
Lain-lain (administrasi, publikasi, perizinan)
750.000
Jumlah
5.000.000
4.2 Jadwal Kegiatan Tabel 3. Jadwal Kegiatan PKM-KC Tahap
Minggu Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Studi literature Pengumpulan data Pembuatan desain produk Pembelian bahan-bahan Pembuatan mikrofilter Pembuatan badan masker Pengintegrasian mikrofilter dengan masker Pengujian dan evaluasi Penerapan hasil evaluasi Pembuatan laporan
17
DAFTAR PUSTAKA
ABC. 2015. Indonesian Fires Sending Haze Across South-East Asia could Become Worst on Record, NASA Warns. [Online] http://www.abc.net.au/news/2015-10-02/indonesia-forest-fires-could-becomeworst-on-record-nasa-warns/6824460, diakses tanggal 4 Oktober 2015. ABC. 2015. South-East Asia Haze: What is Behind The Annual Break. [Online] http://www.abc.net.au/news/2015-09-17/southeast-asia-haze-what-is-behindthe-annual-outbreak/6783688, diakses tanggal 4 Oktober 2015. AQICN. 2015. Air Pollution in Indonesia: Real-time Air Quality Index Visual Map. [Online] http://aqicn.org/map/indonesia/#@g/0.0691/107.9079/5z, diakses tanggal 4 Oktober 2015. Arvanitoyannis I, Biliaderis CG, Ogawa H, Kawasaki N. 1998. Biodegradable films made from low-density polyethylene (LDPE), rice starch and potato starch for food packaging applications: part 1. Carbohydr Polym 36:89–104. Arvanitoyannis I, Psomiadou E, Nakayama, A. 1996. Edible films made from sodium caseinate, starches, sugars or glycerol. Part 1.Carbohydr Polym 31:179–92. Avena-Bustillos RJ, Krochta JM. 1993. Water vapor permeability of caseinatebased edible films as affected by pH, calcium crosslinking and lipid content. J Food Sci 58:904–7. Baldwin EA. 1994. Edible coatings for fresh fruits and vegetables: past, present, and future. In: KrochtaJM, BaldwinEA, Nisperos-CarriedoMO, editors. Edible coatings and films to improve food quality. Lancaster , Pa. : Technomic Publishing Co. Inc. p 25–64. Bandyopadthay A, Romarao BV, Ramaswamy S. 2002. Transient moisture diffusion through paperboard materials. Colloid Surf A 206:455–67. Bayer, Robert T. 1998. Disposable Face Mask. [Online] http://www.freepatentsonline.com/5735270.pdf, diakses tanggal 3 Oktober 2015. BBC Indonesia. 2015. Berbahaya: kualitas udara Pekanbaru dan Palembang [online] http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150914_indonesia_ asap_pekanbaru, diakses tanggal 4 Oktober 2015 BLM. Tanpa tahun. Health Risk Evaluation for Carbon Dioxide. [Online] http://www.blm.gov/style/medialib/blm/wy/information/NEPA/cfodocs/howe ll.Par.2800.File.dat/25apxC.pdf, diakses tanggal 29 September 2015.
18
Brault D, D'Aprano G, Lacroix M. 1997. Formation of freestanding sterilized edible films from irradiated caseinates. J Agric Food Chem45:2964–9. Chan MA, Krochta JM. 2001a. Grease and oxygen barrier properties of wheyprotein-isolate coated paperboard. Tappi J 84:57. Chan MA, Krochta JM. 2001b. Color and gloss of whey-protein coated paperboard. Tappi J 84:58. Chan MA. 2000. Oil- and oxygen-barrier properties of whey-protein-coated paper. [MSc thesis]. Davis , Calif. : Univ. of California. DeFrees.2003.Carbohydrate Purification using Ultrafiltration, Reverse osmosis, dan Nano-filtration. United States Pantent. No. 6. 454- 496 Despond S, Espuche E, Domard A. 2001. Water sorption and permeation in chitosan films: relation between gas permeability and relative humidity. J Polym Sci Part B Polym Phys 39:3114–27. Despond S, Espuche N, Cartier N, Domard A. 2005. Barrier properties of paperchitosan and paper-chitosan-carnauba wax films. J Appl Polym Sci 98:704– 10. EPA. 1999. EPA Haze Pamphlet. [Online] https://dec.alaska.gov/air/anpms/rh/rhdoc/EPA's_haze_pamphlet.pdf, diakses tanggal 28 September 2015. Fierro , M.A., O’Rouke M.K., dan Burgess, J.L. 2001. Adverse Health Effects of Exposure to Ambient Carbon Monoxide. [Online] http://www.airinfonow.org/pdf/carbon%20monoxid2.pdf, diakses tanggal 29 September 2015. Fringant C, Desbrières J, Rinaudo M. 1996. Physical properties of acetylated starch-based materials: relation with their molecular characteristics. Polym J 37:2663–73. Fringant C, Rinaudo M, Gontard N, Guilbert S, Derradji H. 1998. A biodegradable starch-based coating to waterproof hydrophilic materials. J Starch/Stärke 50:292–6. Gällstedt M, Brottman A, Hedenqvist MS. 2005. Packaging-related properties of protein- and chitosan-coated paper. Packag Technol Sci 18:161–70. Gällstedt M, Hedenqvist MS. 2006. Packaging-related mechanical and barrier properties of pulp–fiber–chitosan sheets. Carbohydr Polym 63:46–53. Gällstedt M. 2001. Packaging-related properties of uncoated, coated and laminated whey protein and chitosan films. [DPhil thesis]. Stockholm , Sweden : Packforsk-KTH.
19
Gastaldi E, Chalier P, Guillemin A, Gontard N. 2007. Microstructure of proteincoated paper as affected by physico-chemical properties of coating solutions. Colloid Surf A 301:301–10. Gennadios A, Brandenburg AH, Weller CL, Testin RF. 1993. Effect of pH on properties of wheat gluten and soy protein isolate films. J Agric Food Chem 41:1835–9. Gennadios A, McHugh T, Weller CL, Krochta JM. 1994. Edible coatings and films based on proteins. In: KrotchaJM, BaldwinEA,Nisperos-CarriedoMO, editors. Edible coatings and films to improve food quality. Lancaster , Pa. : Technomic Publishing Co. Inc. Gennadios A, Weller CL. 1994. Moisture adsorption by grain protein films. Trans ASAE 37: 535–9. Graaf RA, Broekroelofs GA, Janssen LPBM, Beenackers AACM. 1995. The kinetics of the acetylation of gelatinised potato starch.Carbohydr Polym 28:137–44. Guilbert S, Cuq B, Gontard N. 1997. Recent innovations in edible and/or biodegradable packaging materials. Food Additives Contam14:741–51. Guilbert S, Gontard N, Gorris LGM. 1996. Prolongation of the shelf life of perishable food products using biodegradable films and coatings. Lebensm Wiss Technol 29:10–7. Guilbert S. 1986. Technology and application of edible protective films. In: MathlouthiM, editor. Food packaging and preservation. London : Elsevier Applied Science. p 371–94. Ham-Pichavant F, Sèbe G, Pardon P, Coma V. 2005. Fat resistance properties of chitosan-based paper packaging for food applications. Carbohydr Polym 61:259–65. Han JH, Gennadios A. 2005. Edible films and coatings: a review. In: HanJH, Editor. Innovations in food packaging. London : Elsevier Academic Press. p 239–62. Han JH, Krochta JM. 1999. Wetting properties and sodium water vapor permeability of whey-protein-coated paper. Trans ASAE42:1375–82. Han JH, Krochta JM. 2001. Physical properties and oil absorption of wheyprotein-coated paper. J Food Sci 66: 294–9. Kester JJ, Fennema OR. 1986. Edible films and coatings: a review. Food Technol 40(12):47–59.
20
Khwaldia K, Banon S, Desobry S, Hardy J. 2004b. Mechanical and barrier properties of sodium caseinate-anhydrous milkfat edible films. Int J Food Sci Technol 39:403–11. Khwaldia K, Linder M, Banon S, Desobry S. 2005. Combined effects of mica, carnauba wax, glycerol and sodium caseinate concentrations on water vapor barrier and mechanical properties of coated paper. J Food Sci 70:E192–7. Khwaldia K, Perez C, Banon S, Desobry S, Hardy J. 2004a. Milk proteins for edible films and coatings. Crit Rev Food Sci Nutr44:239–51. Khwaldia K. 2004. Mise au point, caractérisation et application d'un emballage biodégradable complexe à base de fibres cellulosiques (papier) et de protéines animales (caséinate de sodium). [DPhil thesis]. Nancy , France : INPL. 143 p. Khwaldia K. 2009. Water vapor barrier and mechanical properties of papersodium caseinate and paper-sodium caseinate-paraffin wax films. J Food Biochem. Forthcoming. Kjellgren H, Gällstedt M, Engström G, Järnström L. 2006. Barrier and surface properties of chitosan-coated greaseproof paper.Carbohydr Polym 65:453–60. Krasavtsev V, Maslova G, Degtyareva E, Bykova V, Noudga L. 2002. Study and selection of chitosan characteristics for packaging materials and preservation of fish products. In: SuchivaK, ChandrkrachangS, MethacanonP, PeterMG, editors. Advances in chitin science. Bangkok , Thailand : Fifth Proceedings of International Conference, MTEC. p 543–6. Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO. 1994. Edible coatings and films to improve food quality. Lancaster , Pa. : Technomic Publishing Co. Inc. Krochta JM, De Mulder-Johnston CD. 1997. Edible and biodegradable polymer films: challenges and opportunities. Food Technol51(2):61–74. Kunii, O., Kanagawa, S., Yajima, I., Hisamatsu, Y., Yamamura, S., Amagai, T., dan Ismail, I.T.S. 2002. The 1997 Haze Disaster in Indonesia: Its Air Quality and Health Effects. Archieves on Environmental Health: An International Journal, 57(1), pp. 16-22. Larotonda FDS, Matsui KN, Sobral PJA, Laurindo JB. 2005. Hygroscopicity and water vapor permeability of Kraft paper impregnated with starch acetate. J Food Eng 71:394–402. Lee CH, An DS, Lee SC, Park HJ, Lee DS. 2004. A coating for use as an antimicrobial and antioxidative packaging material incorporating nisin and αtocopherol. J Food Eng 62:323–9.
21
Lee CH, An DS, Park HJ, Lee DS. 2003. Wide-spectrum antimicrobial packaging materials incorporating nisin and chitosan in the coating. Packag Technol Sci 16:99–106. Lee, S. A., Grinshpun, S. A., & Reponen, T. (2005, May). Efficiency of N95 filtering facepiece respirators and surgical masks against airborne particles of viral size range: tests with human subjects. In Presentation at the American Industrial Hygiene Conference and Expo. Matsui KN, Larotonda FDS, Paes SS, Luiz DB, Pires ATN, Laurindo JB. 2004. Cassava bagasse-Kraft paper composites: analysis of influence of impregnation with starch acetate on tensile strength and water absorption properties. Carbohydr Polym 55:237–43. National Institute for Occupational Safety and Health. 1999. TB Respiratory Protection Program In Health Care Facilities: Administrator's Guide. [Online] http://www.freepatentsonline.com/5735270.pdf, diakses tanggal 4 Oktober 2015. Ozdemir M, Floros JD. 2001. Analysis and modeling of potassium sorbate diffusion through edible whey protein films. J Food Eng47:149–55. Pargal, S., dan Wheeler, D. 1995. Informal Regulation of Industrial Pollution in Developing Countries: Evidence in Indonesia. Washington D.C: World Bank Publications, halaman 1-2. Park HJ, Kim SH, Lim ST, Shin DH, Choi SY, Hwang KT. 2000. Grease resistance and mechanical properties of isolated soy protein-coated paper. J Am Chem Soc 77:269–73. Parris N, Vergano PJ, Dickey LC, Cooke PH, Craig JC. 1998. Enzymatic hydrolysis of zein-wax-coated paper. J Agric Food Chem46:4056–9. Peressini D, Bravin B, Sensidoni A. 2004. Tensile properties, water vapor permeabilities and solubilities of starch–methylcellulose- based edible films. Ital J Food Sci 16:5–16. Petersen K, Nielsen PV, Bertelsen G, Lawther M, Olsen MB, Nilsson NH, Mortensen G. 1999. Potential of biobased materials for food packaging. Trends Food Sci Technol 10:52–68. Psomiadou E, Arvanitoyannis I, Yamamoto N. 1996. Edible films made from natural resources; microcrystalline cellulose (MCC), methylcellulose (MC) and corn starch and polyols. Part 2. Carbohydr Polym 31:193–204. Putra, O.P., Hirza N., Mochammad, Melviana, Agustine C. 2014. Cassava Pulp Menstrual Pad pada lomba EMINEX 2014.
22
Qian, Y., Willeke, K., Grinshpun, S. A., Donnelly, J., & Coffey, C. C. (1998). Performance of N95 respirators: filtration efficiency for airborne microbial and inert particles. American Industrial Hygiene Association, 59(2), 128-132. Rebmann, T. 2008. Infection Prevention: Dress Up for Safety With PPE. LPN 2008, 4 (2), pp. 6-13. Rhim JW, Hwang KT, Park HJ, Kang SK, Jung ST. 1998. Lipid penetration characteristics of carrageenan-based edible films. Korean J Food Sci Technol 30:379–84. Rhim JW, Lee JH, Hong SI. 2006. Water resistance and mechanical properties of biopolymer (alginate and soy protein) coated paperboards. Lebensm Wiss Technol 39:806–13. Rhim JW, Wu Y, Weller CL, Schnepf M. 1999. Physical characteristics of a composite film of soy protein isolate and propylene glycol alginate. J Food Sci 64:149–52. Rice, S.A. 2003. Health Effects of Acute and Prolonged CO2 Exposure in Normal and Sensitive Populations. [Online] http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.464.2827&rep=rep 1&type=pdf, diakses tanggal 29 September 2015. Rodriguez A, Batlle R, Nerin C. 2007. The use of natural essential oils as antimicrobial solutions in paper packaging. Part II. Prog Org Coat 60:33–8. Santosa, S.J., Okuda, T., dan Tanaka, S. 2008. Review: Air Pollution and Urban Air Quality Management in Indonesia. Clean, 36(5-6), pp. 466-475. Sastry, N. 2000. Forest Fires, Air Pollution, and Mortality in Southeast Asia. [Online] http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/drafts/2008/DRU2406.pdf, diakses tanggal 1 Oktober 2015. Susanto, Heru dan Ulbricht, Mathias. 2009. Characteristic, Performance and Stability of Polyethersulfone Ultrafiltratio Membranes Prepared by Phase Separation Method Using Different Macromolecular Additives. E-journal Universitas Diponegoro. 109-114 Trezza TA, Vergano PJ. 1994. Grease resistance of corn zein-coated paper. J Food Sci 59: 912–5. Trezza TA, Wiles JL, Vergano PJ. 1998. Water vapor and oxygen barrier properties of corn zein-coated paper. Tappi J 81:171–6. Tri-Tugaswati, A. 1993. Review of Air Pollution and Its Health Impact in Indonesia. Environmental Researches, 63, pp. 95-100.
23
Ubalua, A. O. 2007. Cassava wastes: treatment options and value addition alternatives. African Journal of Biotechnology Vol. 6. hal 2065-2073.
24
Biodata Ketua dan Anggota
Biodata Ketua A. 1 2 3 4 5 6 7
Identitas Diri Nama Lengkap (dengan gelar) Jenis Kelamin Program Studi NIM Tempat dan Tanggal Lahir E-mail Nomor Telepon / HP
Ulya Alviredieta Malik P Mikrobiologi 10413012 Bandung, 4 Mei 1996
[email protected] 085795717260
B. Riwayat Pendidikan Nama Institusi Jurusan Tahun Masuk - Lulus
SD SDN Purabaya III
SMP SMPN 1 Cimahi
2001-2007
2007-2010
SMA SMAN 2 Cimahi IPA 2010-2013
C. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) D. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun 1 Juara 2 Olimpiade Sains Dinas Pendidikan Kota Cimahi 2010 Nasional Tingkat Kota Cimahi cabang Biologi 2 Juara 1 Olimpiade Sains Dinas Pendidikan Kota Cimahi 2011 Nasional Tingkat Kota Cimahi cabang Biologi Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM Karsa Cipta
Bandung, 23 September 2015 Pengusul,
( Ulya Alviredieta Malik)
25
Biodata Anggota 1
26
Biodata Anggota 2
27
Biodata Anggota 3
28
Biodata Anggota 4
29
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
1. Peralatan penunjang Material
Justifikasi Pemakaian
Kuantitas
Harga Satuan (Rp)
Baki plastik
Penampung larutan
3
50.000
Baki stainless
Penampung larutan
1
200.000
steal
korosif
Pencetak Kertas
Pembuatan bentuk
3
50.000
3
100.000
1
75.000
3
25.000
10
2.000
2
25.000
1
30.000
3
90.000
3
45.000
Keterangan
kertas Gelas ukur 100
Pengukuran larutan
mL
100 mL
Gelas ukur 25 mL Pengukuran larutan pyrex
25 mL
Gelas ukur 10 mL Pengukuran larutan 10 mL Pipet tetes
Memindahkan larutan
Pipet ukur 5 mL
Memindahkan larutan yang volumenya kecil agar presisi
Pipet ukur 10 mL
Memindahkan larutan yang volumenya kecil agar presisi
Gelas kimia 1000
Wadah
mL
menyampurkan zat
Gelas kimia 500
Wadah
mL
menyampurkan zat
Batang pengaduk
Mengaduk larutan
3
10.000
Termometer
Pengukur suhu
1
15.000
30
larutan SUB TOTAL (Rp) 1.500.000
2. Bahan Habis Pakai Material Limbah ampas
Justifikasi
Kuantitas
Pemakaian
Harga Satuan (Rp)
Bahan utama
10 kg
1.000
Cairan perendam
10 L
1.000
1L
70.000
1L
180.000
100 g
750.000
1L
940.000
Bahan pembuat
1 meter
35.000
masker
pesergi
Bahan pembuat
1 meter
Keterangan
tapioka (CWP) Aquades
kertas Aseton
Larutan perendam kertas
Metanol
Larutan perendam kertas
LiCl 8%
Larutan perendam kertas
N,N’dimetilasetamida (DMAc) Kain katun
Tali kain
Larutan perendam kertas
5.000
masker SUB TOTAL (Rp) 2.000.000
3. Perjalanan Material
Justifikasi Perjalanan
Perjalanan ke PT.
Membeli/
Cilaks Jaya
mengambil
Kuantitas 2
Harga Satuan (Rp) 175.000
Keterangan 2 orang Pulang-Pergi
Kabupaten Subang bahan baku Perjalanan ke
Membeli
toko-toko yang
peralatan
4
100.000
2 orang Pulang-Pergi
31
ada di Bandung
penunjang dan bahan kimia habis pakai SUB TOTAL (Rp) 750.000
4. Lain-lain Material Logbook
Justifikasi Pemakaian Dokumentasi
Kuantitas
Harga Satuan (Rp)
2
50.000
1
50.000
1 pack
50.000
ATK
1 pack
200.00
penunjang
warna
Penjahitan
1 orang
100.000
1 paket
200.000
5
10.000
Keterangan
pembuatan Kertas 1 rim
Pembutan laporan
Ballpoint
ATK penunjang
Tinta Printer
Pekerja
masker ATK (spidol,
ATK
stepler, isi stepler,
Penunjang
dll) Map Plastik
ATK Penunjang
SUB TOTAL (Rp) 750.000 Total Keseluruhan (Rp)
32
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas
No
Nama / NIM
1
Ulya Alviredieta/
Program
Alokasi
Studi
Waktu
Mikrobiologi 12 jam/
10413012 2
produk dan mengujinya
Mochamad
Rekayasa
12 jam/
Menyediakan bahan baku,
Firmansyah /
Hayati
minggu
membantu membuat produk, mengolah data
Muhamad Gidry
Rekayasa
10 jam/
Menyediakan bahan baku,
Abdurrazak/
Hayati
minggu
membantu membuat produk dan
11213016 4
Memimpin tim, Membuat
minggu
11213013 3
Uraian Tugas
Hafsah/ 11213015
mengujinya Rekayasa
12 jam/
Menyediakan peralatan
Hayati
minggu
penunjang, mendokumentasi proses, dan menyusun laporan
5
Aswin Hindami
Rekayasa
10 jam/
Menyediakan peralatan
Zaradini/
Hayati
minggu
penunjang, mendesain produk,
11212041
menyusun laporan
33
34
Lampiran 5. Gambaran Teknologi yang Hendak Diterapkembangkan
MaskerTampak Depan
Masker Tampak Belakang
Filter Biopolimer
Masker dengan Filter Biopolmer
35