MR
USEp
R A N AW I D J A J A
S WA PRADJ A Sekarang dan a
dihari kemudim
1
• * * U I Vp
ENERB-CT
d j a m b a
T
a n
(j* [ l-fl) b
S W A P R A D JA
Rp 22,50
MR
S
W
USEP
A
P
RANAWIDJAJA
R
A
D
J
Sekarang dan dihari kemudian
PENERBIT
DJAMBATAN
A
Copyright by D jam batan D jakarta 1955
PA K .SA S'^'A '"M ai..- 1 L -
9 ,'S .i .............
SENO N.v
]
IS I BAB
I.
PENDAHULUAN
..........................................................
§
1.
§
2.
Secljarah swapradja .................................................... M asa V.O .C. - m asa acte van investituur - masa Djepang berkuasa - zaman R .I. 1945 - zaman R.I.S. - masa U ndang-undang Dasar Sementara. Pangkal haluan kita ...........................................•••• Dem okrasi - penglaksanaan azas demokrasi sw apradja dan demokrasi.
BAB
II. KEADAAN SEKARANG ......................................................
§
1. Peraturan-peraturan jang berlaku bagi swapradja A rti U.D.S. 132 - peraturan-peraturan jang dim aksud oleh U.D.S. 133 - p e n d a p a t Logemann jang berhubungan dengan I.S. 21 ajat 2 - etentuan-ketentuan sesudah 17 Agustus 19 dasar hukum P.P. 33, 34 - 1952 dan P. .
§
22
1953. 2. Keadaan dan kedudukan swapradja pada umum -
^
nja ............................................................. . D jum lah sw apradja jang ada pada waktu m i kedudukan hukum dari swapradja diberbag daerah - sekali lagi mengenai I.S. 21 aja perbedaan antara kaula negara dan kau a swa pradja - keterangan Logem ann - hubungan swa pradja dengan daerah otonom lainnja - ke uasa an residen jang berhubungan dengan swapra ja kehendak rakjat mengenai swapradja - swapra dja dalam kedudukan, sifat dan bentuk sekarang tidak dapat dipertahankan. vn A
§
3.
Susiman pemerintahan swapradja ..................... Tiga pola susunan pemerintahan swapradja pradja - susunan pemerintahan swapradja Bima Makasar - alam fikiran masjarakat daerah swa pradja - arti pendemokrasian pemerintahan swa pradja - susunan pemerintahan swapradja B im a/ (pola Bugis/Makasar) - dasar hukum bagi pen demokrasian pemerintahan swapradja.
BAB m.
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN DIHARI KEMUDIAN
93
Kemungkinan pertam a.................................................. Mempertahankan swapradja dengan kedudukan jang sekarang tetapi dengan perubahan bentuk dan susunan pemerintahannja - pendapat kita. 2 . Kemungkinan kedita ............................................ Menetapkan swapradja sebagai daerah istimewa menurut undang-undang pokok pemerintahan daerah - tafsiran U.D.S. 132 - hanja ada dua pilihan: menghapuskan swapradja atau membentuknja mendjadi daerah istimewa - akibatakibat penetapan swapradja mendjadi daerah istimewa. 3. Kemungkinan ketiga ........................................... Menghapuskan swapradja - dua tjara menurut U.D.S. 132 ajat 2 - arti „kehendak daerah swa pradja” - arti „kepentingan umum” - tjara penghapusan atass dasar kepentingan umum - penutup.
93
§1.
§
§
95
111
LAMPIRAN
1. 2. vm
Zelfbestuursregelen 1938 (keputusan G.G. 14 September 1938): S. 1938-529............................ Ordonansi 13 Pebruari 1946 (S. 1946-17)..........
115 138
14 P e b ru a li
1946
1
143 S ep“ .. * Xpril 1946 3 U n d a n g -M d a n g N e g a ra In d o n e s ia ’ T im u r ig " 19
7. 8.
daftar
146
1949 « W » g pem ben.ukan 8 K „ . la t-k o n n sa ria t N e g a ra (S .I.T . 1 9 5 0 -5 ) 149 J 'e r a tu r a n P re sid e n In d o n esia T im u r t g ' 13 D e s e m b e r 1949 N o 1 2 / P rv / 4 9 (S .I.T . 1 9 5 0 -6 ). 153 P u tu saii H o g e V erteg en w o o rd ig er van de o n tg. 5 M ei 1949 N o 21 (S 1 9 4 9 -1 1 5 ) 156 • K e p u tu s a n P re sid e n In d o n e sia T im u r tg. 1 p e l r u a r i 1 9 5 0 N o 2 8 / P r B / 5 0 (S .I.T . 1 950-22). 159 s in g k a t a n
162 bahan
b a t ja a n
163
IX
diselidiki a P r Cf i agai f aSal3h hukum Jang belu™ pem ah h u k u m sebaaian r f S h M n oI®h . pa.ra sardi ^ a . K eruw etan tatadalam w a k t.f 1 n ! T babkan oleh tjepatnja pertum buhan hukum oleh tindakan ? teraCh' r dan sebaSian lagi disebabkan tid a k m en ^ r f penguasa diluar batas haknja dengan k a re n a D" nPerdullkan keha™ san ad anja kepastian hukum , atau h a k n t s e n T a^ ,tU b en ar' benar tidak ™ n g etah u i batas-batas dalam m e n ^ H tUl’S3n ini dapat m enolong m ereka p a u t , m enghadaPI berbagai m asalah hukum jang bersan g k u t p a u t dengan sw apradja. 0 k e t l ^ n r , ini nlen iu at Penjelidikan hukum dalam satu segi dari T ' ? “ ? eh karCna itU Untuk seba 8 ian fulisan jan g h e r “ ? f kCpada P3ra S3rdjana d an ^ sardjana la n d iu t ten ? ni k dlketahui atau untuk dipcriksa lebih (politicnl -an5 k f n a ra n n ja - K epada sardjana kenegaraan ani h , L KC } tUhSan iDi m em berikan m asalah kenegaraan L n a!™ ! ngan dengan tjita-tjita dem okrasi dan jan* m eminta u p a san se rta penjelidikan lebih landjut. DerlnbHfa i, ^ m piran dim uat beberapa peratu ran terpenting jang DenPert Pe cJ3u sf n d in oleh Para Pem batja untuk m em udahkan m n H -i Sebagian b esar dari p eraturan-peraturan ini tidak h S m endaPatkannja, sehingga oleh karena itu ada oaiknja d jik a dilam pirkan disini. D em ikian, m udah-m udahan tulisan ini berm anfaat bagi goongan-golongan terseb u t diatas chususnja d a n bagi m asjarakat In d o n esia p a d a um um nja. Penulis
VI
k a t a p e n d a h u l u a n
Dengan tulisan ini sain
>
jang berhubungan dengan sJatoradTa? ndonesia dewasa ini setjara mudah da
^
311 S£gala s« u a tu m nCgara RePublik
~ ~ ‘^ a h l T ™ db wik“" Kenjataan adania sw 3taS dasar fahamnf™ Ja untul:: direkita * * P i s e £
sana dan tienat « U" « u
S
?
: t a ardja
“■
"
s mendanat
4 *
sedJarah ians
'ito -fc S
Saian ians bidjafcf
ini ““‘" t k e p S S r kem" ^ " ° X « m e ® 8 b e rl“” P ^ S
*&
Pertu m b u h a n n ja
m aa
f j f 1? “ * • »
W g r a a h t s e b Sampai
UntukkeperJuan
& * * » * >
'*k^ Z f ka Pam^ -T em u edi^ h
,Ped° man atau t X
^
buku janfi d
]3ng
B A B I P E N D A H U L U A N § 1. SEDJARAH SWAPRADJA
D alam bab pertam a ini perlu dibitjarakan selajang pandang sedjarah pertum buhan swapradja sebagai kesatuan kenegaraan jang kita kenal sedjak didirikannja organisasi pendjadjahan oleh bangsa Belanda di Indonesia. Hal ini kita pandang pejlu untuk dapat memberi gam baran jang terang tentang arti dan kedudukan swapradja dalam negara R.I. sekarang. L atar belakang sedjarah sw apradja perlu kita ketahui untuk dapat mengerti sebab-sebabnja terdapat institut swapradja dalam ketatanegaraan Hindia Belanda, sampai dim ana dapat dipertahankannja bangunan ltu dalam negara kita sekarang dan dihari kemudian, serta alasanalasan apakah jang akan dipakai djika kita hendak memper tahankannja dalam organisasi negara R .I. Sedjarah itu kita perluk a n untuk mengetahui duduknja perkara jang sebenarnja. Disamping itu perlu djuga dibitjarakan pangkal haluan kita dalam menindjau m asalah sw apradja agar supaja tidak terdapat sal ah faham diantara para pem batja jang mungkin mempergunakan ukuran-ukuran serta pokok-pokok fikiran lain dalam menghadapi masalah swapradja dinegara kita. Segala sesuatu untuk m enjingkat waktu akan diuraikan setjara singkat dan sederhana. Ketika V.O.C. m endjalankan perdagangan di Indonesia, aibuatlah beberapa perdjandjian dengan radja-radja jang lsmja diantaranja supaja para radja. m em beri perlindungan pada perkum pulan dagang itu. Perdjandjian sematjam ini dapat ki a nam akan perdjandjian intem asional antara sesuatu negara (jang diwakili oleh radja) dengan satu perserikatan dagang. ,Disim m asih terlihat bahw a V.O.C. m erupakan fihak jang le i dari pada keradjaan jang m endjadi fihak lain dalam per jan jia . Kem udian tim bul satu masa dim ana perdjandjian * a u ^ a d asar persam aan fihak. Dengan m akin kuatnja kedu u an
1
v n nr ° T i a m3ka keadaan mendjadi berbalik, ialah bahwa V.O.C. dalam tiap perdjandjian merupakan fihak jang lebih sebagai leenman dan diberi kekuasaan turun temurun untuk mengatur dan mendjalankan pemerintahan dalam keradiaannia
pemerintahan setjara intensif sehin<™a m em nnctini tangan sedjauh-djauhnja dari P e m ^ i n c h T ^ ^ J:™ PUI' keradjaan-keradjaan itu D in * Belanda terhadap itu didjamin dengan satu perdjandiia^D oT frH 'Sedjauh‘diauhnja ^ gaM
J nan ( o
p
S
t r
iH
'
Belanda. Dismi para radia menimVnn ri; 1 . m enntah Hm dia dapat dipaksa oleh fihak Belanda Jan® sewaktu-waktu kekuasaan tertentu pada B d S S * kekua*aandapat melihat persesuaian faham ’a n t™ ,tU kita tidak Hindia Belanda sebagai djian kedua belah fihak hamc , perdjanperdjandjian itu. Dalam pcrdiarKliiim"'"] kedudukaM ia oleh mempunjai hak untuk merobah rn L h j SaU' flhak tidalc fihak Iain untuk mengadu a « u ° n L h T ” hafc Pad“ jang; terdapat dalam perdjandjian t e w M D T , “a" ' keteWUan tidak terdapat suatu paksaan dari x , PerdJandjian untuk menerima sesuatu ketentuan. Berh. H , f ada fi.h ak lain Vn menamakannja sebagai acte un8 dengan ini m aka satu akte dimana radja denean • lnvestituur”, jaitu dalam djabatannja sebagai kepate ™ ^ i ertentu ditetapkan didjadikan alat negara Angaanan J m enntahan swapradja dan dalam sedjarah dari politik°jang S T o T e ^ T ™ 118 tem jata swapradja, walaupun para penulis c 3nda terhadap rnann dan lain-lain L m p C j a ! L° ^ kontrak politik itu sebagai a tu ra n -a tu ln Kita mel*hat Pemerintah Hindia Belanda supaja d ite r i^ a n ^ h ^ 11 ° leb tidak lebih dan itu. Kita tidak m em perbedat Pam swaPradK pandjang dan kontrak pendel, sebab kedua d u a V ” ' " ! k° ntralt n,a sama, jaiu, sebagai sah, ke.etapan dar[ S r i S h
Hindia'
Belanda jang harus diterima oleh swapradja jang bersangkutan. Dalam ketetapan dari Pem erintah Hindia Belanda jang umumnja disebut kontrak itu, swapradja diberi hak untuk mengurus rum ah tangganja sendiri (otonomi) disamping tugas untuk kepentingan Pem erintah H india Belanda. Oleh karena dalam kon trak politik itu tidak diatur segala ketentuan ketatanegaraan dari swapradja, m aka hukum adat ketatanegaraan berlaku terus disem ua swapradja. Berhubung dengan itu m aka statut tiap-tiap swapradja m elip u ti: . a. apa jang dinam akan kontrak politik dengan Pemerinta H india Belanda beserta ketentuan-ketentuan lainnja jang ditetapkan oleh Pem erintah B e la n d a ; b. hukum adat ketatanegaraan dari swapradja itu sendiri dan hukum te rtu lisn ja ; c. ketentuan-ketentuan umum jang terdapat dalam hukum antara negara (volkenrecht) seperti larangan untuk melakukan pem badjakan dilaut bebas, dll. Dengan masuknja men djadi bagian dari H india Belanda — dan dengan itu men djadi bagian pula dari K eradjaan Belanda — maka swapradja dengan sendirinja m asuk dalam m asjarakat hukum interna sional jang sudah lam a ada dan sebagian besar terdiri atas negara-negara Barat. B erhubung dengan itu m aka dengan sendirinja segala keharusan-keharusan umum jang terdapat dalam hukum antara negara m endjadi berlaku pula bagi swapradja. Jang tidak berlaku dengan langsung dan dengan sendirinja ialah ketentuan-ketentuan jang tim bul dari berbagai perdjandjian intem asional, sebab ini berlakunja melalui , perundang-undangan negeri Belanda atau H india Belanda. Lihat djuga tentang hal ini bukunja L o g em a n n : H et Staatsrecht van Nederlands Indie, halam an 118 angka 15. M engenai pem bagian kekuasaan (tugas) antara Pemerint H india Belanda dan sw apradja kita harus m em perbedakan antara pem bagian tugas m enurut m atjam nja (zakelijk) dan pembagian m enurut tingkatan (hierarchiek). Pem bagian tugas m enurut matjam nja ditentukan oleh G ubernur D jenderal (G.G.) sebagai b e rik u t:
3
1. m engenai kaula negara (Iandsonderhorigen) : ditentukan setja ra satu-persatu (limitatif) tugas pem erintahan dari sw a p ra d ja terh ad ap kaula negara. K etentuan ini terd ap at dalam Z .R . 7 ajat 3, dan M .C. 7 ajat 3, tetapi penetapan sernatjam itu belum pernah ada ; 2 . m engenai kaula sw apradja (landschapsonderhorigen) : d i tentukan satu-persatu (limitatif) tugas-tugas pem erintahan apa jang dilakukan oleh alat-alat Pem erintah H india B e la n d a terhadap kaula sw apradja. L i h a t : Z .R . 7 ajat 4, dan 9 ajat 3, M .C . 7 ajat 4, dan 9 ajat 2 dan 3. Pem bagian tugas se m atjam ini dapat djuga dim asukkan dalam k o ntrak politik pandjang. Pem bagian tugas m enurut tingkatan ialah berhubung dengan kedudukan sw apradja sebagai bagian dari H india B elanda. Ja n g dapat m engadakan perdjandjian-perdjandjian intem asional ialah hanja H india Belanda, sw apradja tidak ada jang diperbolehkan m engadakan hubungan intem asional. B erhubung dengan itu segala sesuatu jang tim bul dari perhubungan intem asional (h u kum intem asional) m endjadi urusan Pem erintah H india B elanda ketjuali djika penglaksanaannja diserahkan kepada sw apradja. H al ini dapat pengaturan dalam Z.R . 9 ajat 1 dan M .C . 9 ajat 1 , dan dapat djuga dilihat ketentuan I.S. 91. A pakah jang m endjadi alasan bagi B elanda u n tu k tetap m em pertahankan adanja swapradja, sedang sesudah k u ituurstelsel dikandung m aksud untuk m endjalankan pem erintahan setjara m tensif ? Beberapa sebab dapat kita kem ukakan, jaitu : f*elanda tidak tjukup m em punjai alat-alat untuk m endjalan kan pem erintahan langsung diseluruh Indonesia, baik alatalat berupa tenaga m anusia m aupun berupa uang. • Belanda tidak m em punjai m aksud untuk m enim bulkan kem akm uran bagi rakjat Indonesia w alaupun m enurut beberapa Penulis dengan ditinggalkannja kultuurstelsel, B elanda m eiangkah dari politik negara fiskal kepolitik negara kem akm uran. K em akm uran jang hendak ditjapai sem ata-m ata untuk kepentingan B elanda sadja. 3. Belanda beranggapan seperti Inggeris, Perantjis dan lain-lain
4
[<
pendjadjah bahw a rak ja t lebih m udah dikendalikan, diperin ta h dan didjadjah oleh kepala-kepalanja sendiri, jaitu d alam hal ini oleh p a ra radja. R ad ja-rad ja dengan pem erin tah an n ja adalah alat jang utam a u n tu k dapat m enguasai rak ja t Indonesia. 4 - R a d ja -rad ja dipandang oleh B elanda sebagai pribadi politik jang perlu d ipertahankan untuk m em beri kepuasan pada ra k ja t supaja m erasa tidak didjadjah oleh B elanda, R adjara d ja dianggap m em punjai b an jak pengaruh sehingga djika diam bil kekuasaan seluruhnja m ereka akan m em im pin perlaw anan rak ja t terh ad ap kekuasaan B elanda. H a n ja alasan-alasan inilah jang ad a p a d a B elanda untuk m em P e rta h a n k an sw apradja. D jika kita p a d a w aktu ini m asih hendak ^ e m p e rta h a n k a n sw apradja, m aka tid ak ada satupun dari alasanalasan diatas d ap at dipergunakan. D an hal ini baik kita bitjarak a n nanti. . . A p ak ah p a d a zam an B elanda p a ra sw apradja itu m em punjai arti, kedudukan dan tingkatan kem adjuan jang sam a. Setjara ^ u d a h k ita m endjaw abnja dengan perk ataan tidak. M elihat keP a d a sifatnja serta tja ra terb en tu k n ja d ap at k ita m em perbedakan a n ta ra b eberapa m atjam jaitu seperti m enurut W . V erbeek U sebagai b e r ik u t: «• sw apradja jang sedjak dahulu m erupakan keradjaan jang b erd au lat berdiri sendiri ketika didjum pai oleh B elanda ; b. sw apradja jang terdjadinja karen a m elepaskan diri dari ke kuasaan sesuatu k eradjaan dan m enjatakan dirinja sebagai keradjaan jang b e r d a u la t; c. suku bangsa jang tid ak m em punjai ra d ja atau kepala sendiri tetapi oleh B elanda didjadikan satu sw apradja dengan alatalat pem erintahan sendiri. Sebagai tjontoh dikem ukakan kead aan di T im or, dim ana jang m endjadi kepala sw apradja tad in ja berasal dari w akil p a ra pem ilik tanah. D juga dapat dikem ukakan sebagai tjontoh sw apradja-sw apradja didaerahdaerah G ajo, K aro dan T o rad ja jang didirikan oleh Pem e rintah H in d ia B elanda dengan djalan m enggabungkan b e b erap a persekutuan rak ja t m endjadi satu u n tu k ditetapkan
5
,ei c, itu adalah jang paling bawah d erad jain il K e p i t " T f " swapradja matjam itu merasa dirinh i^P kepa!a d an keinsjafan itu kurang terdapat m L sebaSai radja, atau menganggap dirinja hanja seba J i nP„ mei;eka- M ereka sering Belanda. Demikian pula daoat S t ? Pem erintah H india sebagai swapradja jang d e ra d fa tn ia V " J ntang matJam b, jaitu ■etapi Iebih ting'i L i Pa ? a * Z £ ™ % *■ »"■ » ™ tja m a. harus kita perhatikan djuga dalam m -' P ,bedaan m atjam ini waktu ini, tentu dengan mengingat perkemhan Penjelesaian Pada duma ke-II. Melihat pada k e d u E n gan sesudah Perang - k a kita harus - n u r u t hukum?
Swapradja dengan kontJak nand ? ° rte f a r i n g ) . tmggi kedudukannja dari pada dianggap Iebih pendek. Swapradja dengan k o t a k n^ 3 ^ dukan menurut penetapan te r s e n d i/ H ^ memPuni ai kedupradja dimana ditentukan djuga b a L ? masin 2 -masing swaPemermtah Hindia Belanda dan pp S kekuasaan antara Dalam kontrak pandjang itu ditetankan™6^ 311 SwaPradJ‘a itu. kekuasaan apa jang ada pada p emPr ° Sf persatu kekuasaanhubung dengan swapradja itu s e d ^ n ^ ° dia BeIanda bsrhanja terdapat satu pem jataan dari s w L tf rf ”1 Perniataan Pendek kekuasaan Belanda diatas kekuasaan ’ ahwa ia mengakui mengadakan hubungan d e n S ^ , ? ? ^ dan tidak akan menaati segala peraturan jang kem udian^?! S6rta berdJandji akan Dalam anggapan Belanda m L a n c c dltetaPkan oleh Belanda pendek itu adalah swapradia ian WaPradJa dengan pernjataan lagi dan oleh karena itu tidak n , ? ^ tidak S a watou dapat diperlat„l a „ “ l>ingga se w a t, i .
D iuca perbedaan m enurut kedudukan hukum ini perlu kita perhatikan untuk didjadikan bahan dalam penjelesaian soal swapradja itu, dengan tidak m elupakan perkembangan-perkembaS k i a n CseIjara singkat gam baran tentang keadaan ™ p r a d ja sebelum perang dunia ke-II. K etika Djepang menguasa, an Indonesia pada um um nja keadaan itu tidak dirobah, malah sesuatu usul untuk penghapusan swapradja ditolak. P ^ k etju alu terdapat tfidaerah-daerah A tjeh dan Sum atera Tengall\ sek ,n ^ Pada w aktu tentara Djepang m enduduki daerah A je Sumatera Tengah ham pir sem ua radja didjadikan guntyo a au sontyo, atau kutyo, demikian pula para pegawai swapra ja mendjadi pegawai negeri. Djuga leas swapradja T 1 s hincga dengan demikian dalam kenjataannja sudah tidaK aa lag f swapradja. B erhubung dengan adanja usul d^n f ebera^ pem uka swapradja, D jepang berm aksud mengembalikan iu •. swapradja jang ada di Atjeh itu, tetapi sebelum maksud mi | terlaksana wakil-wakil rakjat dengan keras menolak. O l e h Karena itu sw apradja tidak djadi dikembalikan. Swapradja didaeran Sum atera Tim ur sem ua berdjalan seperti biasa. U ntuk m endapat gam baran sedikit tentang keadaan pa a zam an Djepang baik kita selidiki ketatanegaraan Djawa/Madura tahun 1942-1945 jang lebih kita ketahui dari pada dipulau-puiau lain dan pada pokoknja tidak berbeda. P ada tanggal 7 M aret 1942 balatentara D jepang mengeluarkan Undang-undang N o 1 jang berisi bahw a segala ketentuan ketatanegaraan jang tidak bertentangan dengan pemerinta mi liter tetap berlaku. Berhubung dengan undang-undang ini ma keam pat swapradja di Djawa tetap berdiri dan m en j a n 'a n pem erintahan seperti biasa. 97 P ada bulan Agustus 1942 dikeluarkan U ndang-undang o m engenai perobahan tatapem erintahan daerah jang D jaw a/M adura atas syu, ken, gun, dan son, dan mulai er a u pada tanggal 8 Agustus 1942. Undang-undang ini mengetjua an daerah-daerah swapradja, sebab daerah-daerah ini harus men dapat pengaturan tersendiri dan m em punjai kedudukan istiraewa.
7
U m uk keperluan ,tti „ f a kepala swapradja dinobatkan sebagai koo dengan maksud memntuskan perhubungannja dengan K e radjaan Belanda dan supaja bersumpah setia pada Djepang Ini d,susu dengan pengangkatan pembesar urusan umum (Pepatm Dalam) dan pengeluaran Osamu Seirei N o 15 tentanc pen-aw asan daerah istimewa. Kedudukan koo pada waktu itu adrtah s e b S anggauta keluarga dari Radja Djepang. sebagai Djad! terang bahwa pada umumnja mendjadi politik Dienane untuk mempertahankan kedudukan swapradia den „ „ J P g jang sama seperti Belanda. Keadaan ian« mlja..dengan m aksud adalah berhubung dengan a d a ^ a g l r Z n k a Z " ! * * * * sedjak dahulu menentang swapradia denotn ulam a jang nja. Penghapusan status swanradia ulebaIang-ulebalangulebalang sebagai pegawai negeri d ia n S n ” ceb^ 3^ 311 **** untuk menimbulkan kompromi antara S L S3tU usaha Pusa. W alaupun golongan Pusa tid a l 8 lo" gan swaPradja dan kannja para ulebalang sebagai k e p a la ^ p ^ dipertahan' beranggapan bahwa oleh karena p ara Jf™ e” ntahan» Djepang punjai pengalaman dalam lapanean SUdah m em " djuga mempunjai pengaruh terhadan m^nntahan dan masih mereka masih dapat dipergunakan S r f ®3" rakjat’ m aka di Atjeh berupa penghapusan swapradia d penm bangan Djepang ulebalang sebagai guntyo atau sontvo d ? Pe" gangkatan p ara njumpahan Teungku M uhamad Daud ’R d arabah dengan peH usin al M udjahid n.asing-masL seb t ! i lT Cll dan TeunSku Pemuda Pusa, bahwa mereka tid°ak at™ • S“ d “” ketua politik dan pemerintahan lagi mentjam puri soal-soal N egara Republik a - Pe« l t t a n pasal 2 m em uat ketemu “ “ V 3" 8 dalam negara dan peraturan jang ada macih i sega,a badan belum diadakan jang bam l£mgsung berlaku selama Ketentuan ini disusul dengan P P N n 9 * u bunjinja dengan ditambah kata-kata asal Sja ° 8 sama tangan dengan Undang-undang D a a r ’S r f ^ t,dak berteaad a p asa l 18 dari U n d a n g -u n d M o D a ^ ^ a n ^ DiS3mping * u b UaSar Jang m enentukan bahwa
r-
pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan ketjil, de ngan bentuk susunan pem erintahannja ditetapkan dengan undang-undang, dengan m em andang dan mengingat dasar permusjavvaratan dalam sistim pem erintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa. Berhubung dengan ini semua, m aka pada zaman R .I. segala peraturan tentang swapradja tetap berlaku. Dengan dikeluarkannja Undqng-undang No 22 tahun 1948 tentang pem erintahan daerah timbul kemungkinan untuk mcndjadikan sesuatu swapradja sebagai daerah istimewa. Jang di djadikan daerah istimewa atas dasar Undang-undang No 22 tahun 1948 baru ada 4 buah jaitu D aerah Istimewa Jogjakarta jang dibentuk dengan Undang-undang R.I. (sebagai negara bagian) N o 3 tahun 1950, dan D aerah-daerah Istimewa Kutai, erau, Bulongan jang dibentuk dengan Undang-undang D arurat No o tahun 1953. Jang tidak didjadikan daerah istimewa tetap mem punjai kedudukan sebagai swapradja. M endjadi pertanjaan ismi apakah pem bentukan D aerah Istimewa Jogjakarta itu sah berhubung dengan adanja Konstitusi R.I.S. pasal 65 jang menentukan bahwa pengaturan kedudukan swapradja dilakukan engan kontrak antara daerah bagian dan swapradja jane; bersangkutan. M enurut kita U ndang-undang Pem bentukan D aerah ogjakarta harus diartikan sebagai landjutan dari satu persesuaian kehendak antara R .I. dan swapradja-sw apradja Jogjakarta dan akualam an sehingga m empunjai arti jang sam a dengan kontrak. ten karena itu U ndang-undang Pem bentukan D aerah Istimewa °AH tidak bcrtentangan dengan Konstitusi R.I.S. a oranS iang beranggapan bahwa dengan diberikannja s a us daerah istimewa kepada sesuatu daerah, m aka daerah itu asdi m em punjai status swapadja. A lasannja ialah oleh karena S' a a uruSan' u rusan jang tidak diatur oleh Undang-undang m bentukan. Pendapat sematjam ini tidak benar. A dalah m aknpntri I-” U ndanS-undang N o 22 tahun 1948 untuk memberi D ie? h f ^ an Pada U ndanS"undang D asar 18, jaitu membagi hak-h v n atas daerah-daerah dengan mengingat pula a asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa.
9
D aerah jang bersifat istimewa dan mempunjai hak asal-usul adalah daerah-daerah jang mempunjai sistim pem erintahan dan otonomi jang asli, artinja tidak diberikan oleh Belanda Term asuk daerah-daerah sematjam ini adalah swapradja dan persekutuan adat (desa, huta, raarga, ori, dan lain-lain). D aerahdaerah ini dapat didjadikan (ditetapkan) sebagai daerah istimewa. Kalau sudah didjadikan daerah istimewa m enurut pasal 1 ajat 2 ° 2,2 s r 1948 maka uurusan r u s a Vjang i M tidak a t T kd.atur Tt J, & AdapUn menSenai urusandalam Undang-undang Pem bentukannja jang memberikan kekuasaan setjara limitaW memerlukan pengaturan lebih landjut, atau dapat rlHrtii^ s e n d i n g djatuh ke,a„ga„ P J r t a a T p u t f ^
daPi r d a l a m e UndMgSu S g U Nao 2*2 aSf ' usul” seperti ter' pendapat kita hanja mengenai daerah < m e™™t dalam Undang-undang Dasar p a s a l 1 8Vapradja’ tldak sePert! persekutuan adat. Hal ini terniatn d i J,ang JUga meI,Putl N o 22 tahun 1948 ian« mL. . ^ pasal 18 U ndang-undang istimewa diangkat oleh p resid e /H ^ bahwa !cePala daerah berkuasa. Kekuasaan turunari dala* urunan keIuarSa ianS terdapat didaerah-daerah swapradi-, sebenarnJa hanJa sekutuan adat. swaPradja, tidak terdapat didalam perSebagian orang beran^anan didjadikan daerah istimewa densran ]3ng tidak benar. Pasal 1 ajat 2 U ndanf *endlnnJa hapus. Ini tidak mempergunakan perkataan d a o a P A ™ 8 N ° 22 tahun 1948 tidak dapat ditetapkan sebagai d aen h ] ? 1& ^ SWapradia jang tidak dapat didjadikan daerah istimewa SvvaPrad3a JanS memenuhi sjarat jang diminta n i T ikarena misalnja tidak status swapradja selama belum arfn^ 3 tetaP m em punjai Ini terbukti dari kenjataan dalam *.eb'k landjut. oleh Undang-undang No 22 tahun 1Q4 S ]ang dikuasai dimana dengan Undang-undang D arurat K Kaliraantan’ dibentuk daerah istimewa teta p f tahun 1953 tidak didjadikan daerah istimewa t e t a v Z l ^ SWaPradJa janS tetap mempunjai kedudukan
sebagai swapradja. Berhubung dengan itu m aka sedjak 17 Agustus 1945 sampai saat Republik Indonesia mendjadi negara bagian pada tanggal 27 Desember 1949 tidak ada sesuatu swapradja jang terhapus karena sesuatu peraturan dari Repu blik Indonesia. Didaerah-daerah jang pada m asa 1945-1949 dikuasai oleh Belanda, swapradja tetap dipertahankan. Peraturan Hindia Be landa pada waktu itu jang ada hubungannja dengan swapradja adalah peraturan jang term uat dalam S. 1946 No 17, 18, 27, 105, 143, S. 1948 No 41 dan S. 1949 N o 115, S. 1946 No 17 m emuat ordonansi mengenai pem erintahan di Kalimantan dan Indonesia Tim ur. Dalam pasal 3 ajat 1 dari ordonansi tersebut ditentukan, bahwa tugas kekuasaan jang m enurut peraturan-peraturan dilakukan oleh pegawai pangreh pradja H india Belanda dapat diserahkan kepada Pem erintah Swapradja. Penjerahan tugas kepada sw apradja disini harus diartikan sebagai penjerahan tugas bantuan (medebewind), bukan berarti perluasan urusan rum ah tangganja, sebab perluasan urusan rum ah tangga diatur kemungkinanrija dengan keputusan Lt. G.G. tanggal 14 Pebruari 1946 N o 1 (S. 1946-18). S. 1946-18 mengenai swapradja di Kalim antan dan Indonesia Tim ur, dan berisi ketentuan : 1 . bahwa hak, tugas serta tjam pur tangan negara seperti diatur dalam Z .R . 1938 dan kontrak pandjang dapat di serahkan pada sw apradja ; 2 . bahwa pengesahan peraturan swapradja (jang biasa di lakukan oleh residen seperti m enurut Z.R . 11) dapat ditiadakan atau diganti dengan kewadjiban swapradja untuk m em inta pertim bangan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan sesuatu peraturan ; • bahwa perim bangan keuangan antara negara dan swapradja dapat dirobah untuk kepentingan swapradja. Djadi m aksud S. 1946-18 ini ialah memberi kemungkinan untuk m einperbesar kekuasaan swapradja. H al ini sudah dia sanakan, jaitu um pam anja dengan djalan menghapuskan exterritorialiteit sehingga apa jang disebut kaula negara (lands-
11
onderhorigen) djuga dibawahkan pada kekuasaan swapradia (S. 1946 No 99 dan 122). v J S. 1946-27 djuga mengenai swapradja di Kalimantan dan \ Indonesia Timur. Im memberi kemungkinan pada swapradja untuk membentuk dewan legislatif, baik untuk swapradja masingmasing maupun untuk gabungan swapradja. Disamping ifu kepada swapradja diben kemungkinan untuk bergabung satu sama lam mendjadi suatu federasi, dan swapradja dapat membentuk satu kota mendjadi kotapradja. Peraturan D asar tentang ppengesalian e n S l ’le fih tdahulu “ a,rkaH « « Pem * £ Iebih d an^ Cornea (kemudian dari N .I.T .: lihat Pens m a n Presiden Indonesia Timur tan -eal 23 T T o S Y A 9 N° 1 2 /P rv /4 9 2 ajat 2 sub c) S. 1946-143 memuat Peraturan Pembentukan N T T tvh i pasal 10 dari peraturan tersebut diniataH n u ? ' menunggu ketentuan tentang kedudukan swapradja Iebih i n T ? segala peraturan tetap berlaku denm r n Pn n f j , landjut, Belanda dengan segera dapat menjerahkan segah k e k ^ H m d !3 terhadap swapradja kepada N .I.T Selandintni ,kekuasaannja ternjata bahwa swapradja jang ada I S N I T " **** i * bagian-bagian dari N I T p ^ n nierupakan tergabung dalam beberapa f e d e r a l Z ’S a s t t T ' ’ N '! 'T ' pe«eku.nan oronomi sebagai bagian l a n g s ^ ^ N ^ r m atera Timur” j a n g ' S m “ =
I
f
e
n
S
a
n
' S" '
5
didjalankan oleh negara Sumatera Timur S a l a‘era Tim ur nja negara kesatuan R.I. pada tane°a1 17 T saat terbentukterus berdjalan, dan tidak p e r n a h L l SUStUS praktek ini kedudukan swapradja. Ketentuan se m a tia iT —Unm men£enai revolusi sosial jang tidak men*hendaki -m ah akibat seperti terdapat djuga dilain-iain banian d a r i T gi SWaPradia Perlu djuga ditjatat tentang kemunrirmn ... m ateradinam akan neo-swapradja, Jaitu daerfh ’m S mPJr menjerupai swapradja d a n l e r t S j l ' t r i ^
pula Z.R . 1938. Kem ungkinan ini diatur dalam S. 1946-17. Harus diperingatkan bahwa neo-swapradja itu bukanlah swapradja sehingga tidak akan m asuk persoalan kita. U.D.S. 132 hanja mengenai sw apradja dalam arti daerah jang mempunjai hak asalusul dan m em punjai sifat istimewa seperti telah kita terangkan diatas. Neo-swapradja oleh karena bukan swapradja jang dimaksudkan oleh Konstitusi R .I.S., pasal 65 dan U.D.S. 132, dapat dihapuskan sewaktu-waktu oleh Pemerintah. Ketika R.I.S. berdiri, dalam konstitusinja pasal 65 terdapat ketentuan bahwa kedudukan daerah swapradja harus diatur dengan kontrak antara daerah bagian dengan swapradja jang bcrsangkutan. Dalam praktek kenegaraan selama R.I.S. berdiri tidak ada suatu daerah bagian jang mengadakan kontrak dalam arti perdjandjian tertulis dengan sesuatu swapradja. Dinegara bagian R .I. kita m endjum pai pem bentukan D aerah Istimewa Jogjakarta atas dasar Undang-undang N o 22 tahun 1948. Dalam pem bentukan ini sudah dengan sendirinja terdapat persesuaian kehendak antara R .I. dan Kesultanan Jogjakarta serta swapradja Pakualam an. D an persesuaian kehendak ini adalah memenuhi djiwa pasal 65 dari Konstitusi R.I.S. Begitu pula didaiam U ndang-undang N .I.T. (S.I.T. 1950-44) tentang pemenntah daerah terdapat ketentuan-ketentuan jang mempunjai sifat fuengatur kedudukan swapradja, jaitu seperti pasal 17 ajat 5 (tentang pengangkatan kepala swapradja) dan pasal 34 (jang f^n g h a p u sk a n dewan radja-radja dan lain-lain). Pengaturan ini arus diartikan dengan persetudjuan dari para swapradja oleh arena tidak ada penolakan sama sekali dari fihak mereka, se‘n gga tidak m enjalahi pasal 65 Konstitusi R.I.S. djuga. Selanjutnja dalam m asa R.I.S. tidak ada peraturan jang mengatur kedudukan swapradja. Dengan terbentuknja negara kesatuan R .I., pem buat UndangUn ang D asar Sem entara m em punjai pendapat lain tentang P®ngaturan kedudukan swapradja. P ada waktu ini pembuat ^ ndang-undang D asar sudah lebih djauh dari pengaruh Belanda, an dapat dengan bebas m enentukan isi Undang-undang Dasar ersebut. Pcndirian dari pem buat Undang-undang Dasar ialah
13
bahw a tidak selajaknja untuk mengatur kedudukan swapradia dengan suatu kontrak. Daerah swapradja adalah sama d e ra d fin,a dengan daerah-daerah lain. Keistimewaaunja h a l k a r e n a mempunja. hak asal-„s„, j a n g p e r I u Ini tidak bcrarti, bahwa DGmhnnt T7«,-i Sementara hendak mempertahankan s w a p r a ^ 1**! h °g -DaSar bangunan jang tidak boleh diganggu guL S * ga\ satu terus menerus mendapat pemeliharaan M a]ahaUn Jan/ ba f 08 dalam pasal 132 ajat 2 ditentukan aianan sebaliknja dapat dihapuskan atau diperketjil asal sadia • SWapradja atau walaupun tidak menjetudjui dapat di J r l T " ^ ^ ^ 3’ dasar kepentingan umum. Dengan ini terana L i T / ^ " atas bukan djaminan bagi kedudukan U D :S' 132 boleh diganggu gugat, melainkan satu ketentuan n l r ^ ^ tidak menghadapi adanja kenjataan swanradio perallhan dalam 152 menjerahkan kepada pembuat b“ ' V ™ ' untuk selandjutnja kedudukan swapradia f gaitnana status daerah istimewa, apakah mendjadi' bag£ , tu daerah otonom, atau dihapuskan dan 1ag .n . d an ses«aada undang-undang seperti dimaksud’ oleh U D f 1 i , f bel" in ketentuan tentang swapradja tetap berlatu r t. segala 133. Berhubung dengan it„ i a k a apa ja“ dL L f at U D S' POM* tetap beriaku sebagai W
berlakunja apa jang dinamakan L o n itv ^ > T “ ak ada perhubungan p ^ S H L ^ dengan swapradja. Djuga antara N .I d a h u t / swapradja fd a k ada perdjandjian, jang ada h penetapan suatu keradjaan mendiadi Q,Iran a ngan dikepalai oleh o r itg j ^ g S l uT suatu pernjataan dari kepala swapradi- L I y term asuk wilajah N X dan bahwa ia * ! 2 ll j H al ini telah kita bitj araka„ diata, ^
ih * * * Ti« . R L PMa satu akte dan dlsertai l ^ P ra d ja
bilang, bahwa kontrak politik masih berlaku ialah dalam arti bah wa akte pesetapan Pern. B elanda dahulu terhadap para swapra
dja berlaku terus selam a beluni ada perobahannja. M enurut U.D.S. 132 kedudukan daerah swapradja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannja) harus diingat pula ketentuan dalam pasal 131, dasar-dasar perm usjaw aratan dan perwakilan dalam sistim pem erintahan negara. Prof. M r Dr R . Supomo memberi tafsiran, bahwa pem bentuk undang-undang terikat oleh seluruh Jsi U.D.S. 131, jaitu disamping dasar perm usjawaratan dan per wakilan seperti ditegaskan dalam U.D.S. 132 harus diperhatikan djuga dasar otonomi dan medebewind. Kalau kita batja redaksi U.D.S. 132, m aka m endjadi kesimpulan kita bahwa jang diharuskan oleh U.D.S. ialah supaja pem bentuk undang-undang memperhatikan 2 anasir penting dari U.D.S. 131, ialah dasar per m usjawaratan dan dasar perw akilan. Djika U.D.S. mengharuskan pem bentuk undang-undang supaja m em perhatikan semua anasir dari U.D.S. 131, m aka tjukup dipergunakan kata-kata „harus diingat pula pasal 131”. D justru karena pem buat U.D.S. mengfndaki supaja diperhatikan 2 anasir itu dari U.D.S. 131 maka isebutnja dengan tegas satu-persatu. Anasir otonomi dan medefw ind terserah p ad a pem bentuk undang-undang, apakah akan diperhatikan atau tidak. H al ini ternjata lagi dari kata-kata jang ipakainja ia la h : ,,harus diingat pula ketentuan dalam pasal > »bukan harus diingat pula pasal 131” . Perkataan „ketentuan” m enundjukkan kepada bagian-bagian dari pasal itu, ukan m eliputi pasal seluruhnja jang kebetulan terdiri atas eberapa ketentuan. Djuga harus diperhatikan kata-kata dalam •D.S. 132 ajat 1 : „bahw a dalam bentuk dan susunan pemefm tahannja harus diingat p u l a .............” • Disini ditegaskan bahwa J ^ g harus diingat itu ialah ketentuan U.D.S. 131 mengenai eQtuk susunan pem erintahannja, jaitu dasar-dasar permusja^ aratan dan perw akilan dalam sistim pemerintahan negara, ukan otonom i dan medebewind, sebab otonomi dan mede fwind bukanlah bentuk dan susunan pemerintahan. Tafsiran *lta ini perlu diberikan disini untuk dipergunakan seperlunja 15
p l t r Dbsn'1U3 2 U,'d“ 8‘l,ntIa”S dalam
pe"2laksanaa„
Djuga perlu m endapat perhatian keteran«an Prof Sunn,™ bahwa menurut Pendjelasan Rentjana U D S r i l u tukan undang-undang itu akan didengar pufa m T ' u*' sangkutan. Ini adalah satu diandii ia n t ti? f , JMg r‘ terserah pada pemerintah. ° a PenSlaicsanaannja 2.
PANGKAL HALUAN KITA
Setelah kita melihat serfinmii «. i , terbentuknja U.D.S., maka se k arL I™ swaPradJa sampai haluan kita-dalam menghadapi penieleS * 11 dltetapkan Pangkal M aksud penjelesaian disini ialah m? h 30 masa*a^ swapradja. U.D.S. 132. Penglaksanaan in f
Pa*>
undang-undang untuk meneatur Vpr?' i erupa' Pem bentukan bemukan ^d an g -u n d an g "ang m e n a ,a S fca\ swaP™dia, pemumum untuk menghapuskan beberam * ' ° anja kepentingan m enntah untuk menghapuskan J ! , Pn3dja’ tindakan Peundang jang disebut terachir, tindak 4 ' bf rdasarkan ^ d ^ g peiketjil swapradja jang tidak bertent-in PUSan atau mem_ Untuk mi semua kita memerlukan ^ t g3n kehendaknja. seterusnja didjadikan pegan-an. pangkal haluan untuk Kerakjatan (demokrasi) adalah i u soko guru dari „egara Wta ^ s“lah. sila> saIah satu kenegaraan ialah bahwa ra k ja H a ' T ^ dala"> ' aPangan M gg. dalam suatu „ p S ^ T " ’* tek u asaa" »Ta ru k a n : B a t a a n rakjat disini harus kila l- sebagai kesatuan dari 2 S i !31301 DeSeri mauPun ja n g ^ d r d T u r 6^ 8’ baik jang ada 2 . sebagai orang-orang j a n t J ? ■ negeri J
warga negara. Tiap Warga n e fia ra n T keduduka* sebagai d uhing dan pemilik k e L a sa a n pribadi P™~ pnbadi manusia warga new m • ggl dalam R I Tiao ’ t a nasib sua.u 4 £ » “ b e r h a k m 'J ^ 3. sebagai sekumpulan wara-. a^ga negara jang terifcat o t t ^
hubungan tem pat tinggal, perhubungan keturunan atau perhubungan kebudajaan. Segolongan warga negara ini merupakan satu bagian dari rakjat sebagai kesatuan, dan sering dinam akan „m inority” . Ketiga arti dari rakjat seperti tersebut diatas harus terus menerus diperhatikan untuk dapat memberi penglaksanaan pada asas demokrasi jang dim aksud oleh U.D.S. Sebab demokrasi me nurut U.D.S. menghendaki adanja keseimbangan antara kepentmgan m asjarakat seluru’n nja dan kepentingan orang-seorang, an tara kepentingan m asjarakat scluruhnja dan kepentingan sebagian dari m asjarakat itu. Ini ternjata dari ketentuan-ketentuan U.D.S. 7-35 dan U.D.S. 39, 40 dan 43. Dengan tidak adanja keseim bangan itu, m aka sudah tidak ada lagi kerakjatan dalam arti U.D.S. Djadi supaja Iebih terang lagi, penglaksanaan demokrasi itu tidak hanja mengingat kepentingan bersam a sadja, tetapi djuga arus diingat kepentingan golongan dan kepentingan orang se° ranS- Baru djika ada bentrokan (pertentangan) antara 2 atau 3 matjam kepentingan itu, m aka kepentingan golongan jang Iebih jJ s a r harus dimenangkan. Dem okrasi bukan berarti bahwa goongan terbesar boleh m enentukan segala sesuatu dengan 13 a batasnja. Golongan terbesar hanja boleh menentukan sesuatu sepandjang tidak bertentangan dengan asas-asas demorasi. Golongan terbesar um pam anja tidak boleh menghapuskan pasal-pasal dari U.D.S. jang mendjamin hak-hak dan kebebasan asar m anusia, sebab djika ini boleh, m aka ia dapat djuga mengapuskan asas demokrasi. U ntuk dapat menghapuskan asas '“m okrasi diperlukan persetudjuan dari semua orang jang ada alam negara itu, artinja dalam negara jang mempunjai asas emokrasi itu seperti negara kita ini. Kita harus ingat bahw a tjara mengambil putusan dengan suara er anjak sesungguhnja hanja m erupakan tjara jang dianggap ^ewadjarnja dalam satu keadaan dim ana para anggauta mempuJai sifat-sifat jang sam a, jaitu sama pengetahuannja, sama e aikannja, sam a faktor-faktor jang mempengaruhinja. alam keadaan sebaliknja tjara demikian itu tidak patut
17
dipergunakan, malahan harus ditjela oleh karena sering meru«ikan kepentingan bersama atau sering tidak adil dan tidak benar Sebagaimana kita ketahui dalam sesuatu m asjarakat itu anggautasifat-sifat jang sama. M aka tjara jang sebaik-baiknja adalah sistim suara bulat, jaitu bahwa suatu putusan hanja boleh diambil dengan suara bulat Tetapi tiam ini isenan r han, s baik ; dalam ; drhngkungan r akan keluarga, untuk perkum pulan ataupun orgamsasi negara. Oleh karena itu sekarang sudah lazim dipergunakan sistim suara terbanjak. Selain dari p a la t o d t e T nakannja sistim suara terbanjak itu adalah J i h f t I t adanja persamaan kedudukan, persamaan U h pengakuan kemampuan, sehingga setiap orang (anggautaV rf persam aa" mempergunakannja sebaik-baiknja dan tfdak d L a^ Sf K f f pendiriannja. Ini adalah sifat idealistis Rerh h merobah Iagl semua, maka kepintjangan sistim suara te rb a ^ a k h f 8&? M imbangan dalam otonomi orang seorane dnn V pat ketjil, baik jang terikat karena perhubungan1 w ™ g° longan gal) maupun kebudajaan. Inilah iang V .'tA daerah (tem pat tingpenglaksanaan asas kerakjatan. arUS perhatikan dalam Dengan pengertian demikian tent an p • bentuk undang-undang harus berhati-hati riJ?881’ m aka Pem" sesuatu, ia harus memperhatikan k e p e n t i n l h , ™enentukan orang-orang, atau golongan-golongan o l h v hendak dari negara demokrasi terdapat siftim £ s e n t ? S a, T " dUiap supaja rakjat dari masing-masing daerah m PnH m aksud untuk mengunis rumah tangganja sendiri I p a T a L m asuk rumah tangga daerah diurus oleh P . g k ter" Timbul pertanjaan apa sesuneguhnja i a n / ^ T ? P u sa t rumah tangga daerah. Pertanjaan ini tidak m u ^ S '3]ad* uruS£m nja, sebab sering ada urusan jang menuriU sffS mendJawal> urusan rum ah tangga daerah, tetapi oleh u n d a n l°]a term asuk peraturan lain dimasukkan mendjadi urusan Pem e™ !ia” g atau D jadi djawabnja biasanja tergantung pada h u k u i T S l USat sesuatu negara. Tetapi d j J a b a n s ^ l n T t i ^ S “ m uaskan d,.ka pertanjaan itu diadjukan b e r i n g
18
r
penjelidikan tentang penglaksanaan demokrasi. Sebab nanti akan timbul lagi pertanjaan apakah sesuai dengan demokrasi untuk tidak m enjerahkan sesuatu urusan pada daerah. Sekarang kita m engadjukan pertanjaan jang konkrit. Apakah m enentukan sistim pem erintahan daerah term asuk urusan Peme rintah (dalam arti luas) Pusat R .I. Kalau kita bilang ja, ialah oleh karena Pem erintah Pusat wadjib menimbulkan pemerintahan daerah jang sistim nja sesuai dengan asas kerakjatan sebagaimana dikehendaki oleh U.D.S. Pem erintahan daerah jang demokrasi adalah salah satu pokok ketatanegaraan R .I., jang sebaiknja uniform diseluruh Indonesia, dan oleh karena itu modelnja ditetapkan oleh Pem. Pusat. Disini alasannja hanja oleh karena dikehendaki keadaan jang uniform, bukan karena menurut sifatnja haTus m endjadi urusan Pusat. M enurut sifatnja dapat djuga diserahkan pada daerah untuk m enentukan sendiri sistim peme rintahannja asal sesuai dengan asas demokrasi. Pembitjaraan kita ini semua terlepas dari hukum positif jang memberi kekuasaan pada Pem. untuk m enetapkan sistim pem erintahan daerah. Kita sengadja m elepaskan diri dari hukum positif dengan maksud memberi pem andangan tentang penglaksanaan demokrasi pada umumnja. Djadi m enurut sifatnja penetapan sistim pem erintahan daerah itu dapat djuga diserahkan pada rakjat daerah masing-masing. D an ini dilihat dari sudut demokrasi barangkali adalah tjara jang tebih baik, oleh karena rakjat dari daerah itu m endapat kesemPatan untuk m enentukan organisasi rum ah tangganja sendiri asal sadja tidak bertentangan dengan asas demokrasi. Kalau demikian kesim pulan kita dan pendirian kita dalam melaksanakan asas kerakjatan, m aka dalam m em beri penglaksanaan pada U.D. 132 kita sedapat m ungkin harus m enjerahkannja pada rakjat jang berada didaerah-daerah swapradja itu, atau sedikit-dikitnja ^ita harus m em perhatikan kehendak mereka. _D jika kita hendak m enjerahkan penjelesaian masalah swapra^ dja kepada rakjat didaerah-daerah itu sendiri, m aka djalan jang dapat ditem puh antara lain b e ru p a : . plebisit untuk m enentukan penghapusan atau pelan ju
19
-
sesuatu swapradja. Sebelum plebisit ini dilakukan harus adaundang-undang jang dimaksud oleh U.D.S. 132 Iebih dahulu jang m enjatakan bahwa plebisit ini boleh dipergunakan untuk menghapuskan sesuatu swapradja. Sebab ada kem ungkinan bahwa swapradja tidak mau dihapuskan dan m entjari pegangan dalam U.D.S. 132 ; 2 . pemberian kekuasaan negara terhadap swapradja s e b a n j a k mungkin kepada daerah-daerah otonomi jang meliputi d aerah swapradja sehingga daerah otonomi itu untuk selandjutnja dapat mengendalikan tiap swapradja jang ada didalam nja. Dengan djalan ini rakjat didaerah-daerah setjara lam bat-laun dengan memperhitungkan untung ruginja m endapat kesem _ patan untuk menentukan status swapradja. Djalan ini d ap at ditempuh dengan segera. Sesudah berdjalan beberapa w ak tu dan kita mendapat bahan-bahan baru akan menjusul su atu undang-undang jang mengatur kedudukan swapradja Iebih landjut. Dengan ini sudah terang bahwa jang mendjadi pangkal haluan kita dalam penjelesaian swapradja ialah menjerahkannja p a d a rakjat dari daerah-daerah itu sendiri sebagai penglaksanaan dari asas kerakjatan. Satu pertanjaan lagi dalam pendahuluan ini harus d id jaw ab ialah apakah adanja swapradja ini sesuai dengan asas kerakjatan. Sesungguhnja adanja swapradja ini sebagai peninggalan sedjarah. Seandainja pada waktu ini tidak ada swapradja, rupanja tidak. ada seorang demokrat di Indonesia jang hendak m endirikan swapradja, sebab swapradja dalam bentuk dan tjorak jang asli terang tidak berasaskan kerakjatan, barangkali dapat dikatekan bertentangan dengan demokrasi. Tetapi ini tidak berarti bahw a swapradja itu tidak dapat disesuaikan dengan asas kerakjatan atau didirikan atas asas demokrasi. Kalau kita lihat keradjaan Inggeris, atau keradjaan Belanda, kita dapat m engatakan bahw a kedua negara ini berdiri atas asas demokrasi. Berhubung dengan ini, m aka bagi kita tidak ada halangannja untuk m enjesuaikan swapradja itu dengan asas kerakjatan. W alaupun kalau k ita berfikir terus, adanja swapradja itu tidak sesuai dengan dem o-
20
krasi, p ad a w aktu ini kita h aru s m em perhatikan alam fikiran Rakjat jang sering m entjari pegangan dalam p ribadi seseorang K arena tu ru n an n ja atau k a re n a sifat-sifat tertentu. O leh k a re n a baiklah segala sesuatu diserahkan p a d a ra k ja t sam bil kita niendidiknja agar berfikir Iebih rasionil. D engan ini k ita tu tu p u raia n p en d ah u lu an k ita u n tu k m eningkat P a d a p em bitjaraan ten tan g kead aan sekarang.
21
BA B II KEADAAN §
1.
SEKARANG
PER A TU R A N -PER A TU R A N JA N G B ERLA K U BAGI SW A PR A D J A
Setelah kita menindjau sedjarah pertum buhan swapradja sepintas lalu, sekarang kita perlu membitjarakan keadaan sw apradja pada masa ini. Ada berapa swapradja sekarang di In d on esia, peraturan-peraturan apakah jang berlaku bagi swapradja, bagaim ana kedudukan hukum mereka pada umumnja dan bagaim ana kedudukan mereka masing-masing, apa jang mendjadi kehendak rakjat didaerah-daerah jang bersangkutan, bagaimana hubungan swapradja dengan daerah otonomi lainnja, sampai m ana dapat dipertanggung djawabkannja kalau swapradja dipertahankan dalam hukum tatanegara kita melihat kenjataan-kenjataan se karang. Dalam mendjawab pertanjaan-pertanjaan ini terlebih dahulu kita akan membitjarakan peraturan-peraturan jang ber laku bagi swapradja. M enurut pasal 133 U.D.S. sambil menunggu ketentuan-keten tuan seperti dimaksud oleh pasal 132 U.D.S., segala peraturan jang sudah ada tetap berlaku. Ketentuan-ketentuan jang dimaksud oleh pasal 132 U.D.S. dapat b e ru p a : a. undang-undang jang mengatur kedudukan daerah-daerah sw apradja; b. undang-undang jang menjatakan bahwa kepentingan um um m enuntut penghapusan (pengetjilan) sesuatu atau beberapa swapradja memberi kuasa kepada' Pemerintah untuk m endjalankan penghapusan atau pengetjilan i t u ; c. penetapan dari Pemerintah (Menxeri Dalam Negeri) bahw a suatu swapradja dihapuskan atau diperketjil sesuai dengan kehendaknja. Tjontoh : penghapusan swapradja Sekadau p ad a tahun 1952.
22
K eten tu an -k eten tu an serupa dialas jang dim ungkinkan oleh U-D.S. 132 itu sam pai sekarang belum ada, ketjuali penetapan R e n te d D alam N egeri tentang hapusnja sw apradja Sekadau dan P em bentukan beb erap a sw apradja m endjadi daerah istimewa di K alim antan. B erhubung dengan itu m aka segala ketentuan M engenai sw ap rad ja jan g berlaku sebelum terbentuknja U.D.S. fanipai sekarang m asih tetap berlaku. D an ketentuan-ketentuan ttu b eru p a : 1- Z elfbestuursregelen 1938 (S. 1938-529 m ulai berlaku 1 D jan u ari 1939). Ini adalah p e ra tu ra n d asar bagi sem ua sw apradja dengan p e rn ja ta a n pendek ketjuali M angkun eg aran dan Pakualam an. 2. Z elfbestuursregelen M angkunegaran (S. 1940-543). K o n trak p o litik jang bersangkutan bagi m asing-m asing swa p ra d ja dengan k o n tra k pandjang. 4. O rdonansi H in d a B elanda tanggal 13 P ebruari 1946 (S. 1946-17), pasal 3. D isini diberi kem ungkinan adanja p en jerah an beb erap a kekuasaan Pem erintah H india B elanda kep ad a P em erintah Sw apradja dalam m edebew ind. 5. K eputusan L t G .G . tanggal 14 Pebruari 1946 N o 1 (S. 1946-18). D isini diberi kem ungkinan ad anja perluasan u ru sa n ru m a h tangga (otonom i) sw apradja dengan djalan p en jerah an beb erap a kekuasaan Pem erintah H in d ia Belanda k ep ad a P em erin tah Sw apradja. D juga diberi kem ungkinan p enghapusan kew adjiban sw apradja u n tu k m em inta persetudjuan d a ri H in d ia B elanda bagi b eberapa p e ratu ran dan tin d a k a n sw apradja. 6 . K eputusan L t G .G . tanggal 9 A pril 1946 N o 3 (S. 1946-27 jo 69). D ia n ta ra beb erap a kem ungkinan jang diberikan di sini, jang penting ialah m engenai pem bentukan dew an pernu at p e ra tu ra n (dew an legislatif) dan m engenai kerdja sam a dalam b en tu k federasi an tara sw apradja-sw apradja. ° r d ° nansi H in d ia B elanda tanggal 24 D esem ber 1946 (>. 1946-143). In i m em uat p e ra tu ra n d asar bagi N .I.T . D alam p asal 10 dari P e ratu ran D asar N .I.T . itu ditentukan a iw a kek u asaan Pem erintah H in d ia B elanda terhadap
23
swapradja dapat diserahkan pada N .I.T., dan dalam pasal 14 terdapat ketentuan bahwa N .I.T. terdiri dari 13 daerah otonomi jang sebagian besar meliputi djuga daerah-daerah swapradja sehingga dengan demikian masing-masing swa pradja m erupakan bagian dari daerah otonomi itu. Statut dari masing-masing „daerah” dibekas wilajah N .I.T. (propmsi-propinsi Sulawesi, M aluku, Nusa Tenggara) Ini m erupakan peraturan dasar bagi federasi diantara swapradja /a ta u neo-swapradja. Dengan adanja statut ini masingmasing „daerah m endapat beberapa kekuasaan dari para swaprad]a dan neo-swapradja. 9. Undang-undang R .I. tahun 1948 No 22 tentang pemerinn tA T t istUnewa! istimewa.
10.
11.
aSa‘ ‘ ajat 2 dari “"dang-undang M meSWaPra,iia dapat ditetilP>™ sebagai daerah
Undang-undang N .I.T. tanggal 19 Deseraber 1949 ( S I T 1950-5) tentang pembentukan kom kariat t-v- • terdapat ketentuan-ketentuan mengenai k e k u a ^ T " terhadap swapradia. Diantara 1^ 1, , n residen jang diserahkan pada komisaris negarTdTn a d a ta n kan pada Pem erintah „daerah” J 8
en'
r reSide" N L T - tanggal 23 Desember 1949 ^(S I T ‘ 1950-6) sebagai peraturan Iebih lanri;,,* ™ reSide" teSeb,“ dal3m “ * * “ W
12
S &
S
,
T r ^ s r T f 95po : : r s r ° nesia dang itu menentukan bahwa kepala daerafc ang~uri' a n g la t oleh presiden atas pentjalonan D .P R P a T a u f a t 1 m enetapkan bahwa „dewan radja-radia” dihnn v T tjuali djika dipertahankan oleh D.P.R. daerah S e kutan. Pasal 34 ajat 9 m engatakan bahwa selama b e T 2" ada undang-undang jang menentukan luasnia rum^h ♦
diserahkan oleh swapradja te p a d a gabungannja” masfng-ma24
sing jang mempunjai status „daerah” untuk sementara tidak dapat diminta kembali. 13. Ordonansi H india Belanda tanggal 16 Pebruari 1948 (S. 1948-41) jang bernam a „Bevoegdheidsregeling Sumatera Tim ur ’. Pasal 5 dari ordonansi ini diantaranja menentukan bahwa sambil menunggu peraturan lebih landjut segala tugas dari swapradja jang berada dalam daerah Sumatera Timur didjalankan oleh negara Sumatera Timur. 14. Keputusan L t G.G . H india Belanda tanggal 30 September 1946 N o 3 (S. 1946-99) jang memberikan kekuasaan pem erintahan terhadap golongan kaula negara kepada Dewan Kalim antan B arat dengan sjarat agar kepada golong an ini diberi hak ikut serta dalam soal-soal urusan peme rintahan daerah sesuai dengan arti dan kepentingan dari go longan itu. K eputusan ini harus diartikan sebagai salah satu penglaksanaan djandji jang diutjapkan dalam pasal 1 ajat 2 dari keputusan L t G.G. tanggal 14 Pebruari 1946 N o 1 seperti term uat dalam S. 1946-18. 5- Keputusan „Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesie” tanggal 5 M ei 1949 No 21 (S. 1949-115) jang memberi kem ungkinan dihapuskannja perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja didaerah N .I.T. Penglaksanaannja diserahkan kepada N .I.T. Keputusan Presiden Indonesia Tim ur tanggal 1 Pebruari 1950 N o 2 8 /P rB /5 0 jang m enjatakan keputusan H.V.K. tersebut dalam angka 15 sebagai berlaku bagi 7 federasi sw apradja jang mem punjai kedudukan sebagai ,,daerah” . Keputusan ini terdapat dalam S.I.T. 1950-22. B eberapa keputusan M enteri Dalam Negeri N .I.T. jang m em uat penjerahan kekuasaan kepala onderafdeling (Hoofd van Plaatselijk Bestuur) dan kepala afdeling kepada Pemerintah Swapradja atau gabungan swapradja. Tjontoh dari keputusan ini ialah keputusan M enteri Dalam Negeri N .I.T. tanggal 1 Djuli 1949 No B.Z. 1 /1 5 /4 6 jang menjerahkan kekuasaan H.P.B. itu kepada Pemerintah Swa pradja Luw u, dan keputusannja tanggal 18 Desember 1948
25
N ° ,B -Z - 1 /1 5 /1 6 ianS menjerahkan kekuasaan kepala afdeling kepada Dewan Radja-radja Sumbawa (Pemerintah Pederasi Sumbawa). 18' S rd.°onoainSi ^ india Belanda tanggaI 27 September 1921 'a U • u -j -anf bernania »Regeling betreffende de onderhorigheid in de gewesten Soerakarta en D jokjakarta” . isim ditentukan siapa jang termasuk golongan kaula swapradja di Surakarta dan Jogjakarta. n J n UlaIJ kreTte^ c Uani t f entUan terPenting mengenai swapradja jang
S ' r j r . r r /a ,a m ialah Bb 6801 (mengenai pokok-pokok perundane un ^ pradja) Bb 13345 (pernjataan berlakunja Z e g e lv e ro rln in T l'o T i dalam beberapa hal didaerah swapradja) Bb 5 S0 ? ( keharusan adanja izin lebih dahulu dari Pemerintah P t " ® ? 3/ pergi ke Djakarta berodiensi pada G .G ) Bb l o S w U psnjerahan tanah oleh swapradja untuk kenont (mengenai dan Bb 14099 (pendjelasan dari Z .R 1938) ketentuan-ketentuan ini tidak mempuniai ort; : pi didjadikan bahan pembitjaraan dalam t u h s a i r f i r "*'02 UntUk singkat ini. tUJSan k,ta Jang serba M enurut Prof. D r J.H .A . Lo°ema»t, , Staatsrecht van Indonesia” tjetakan pertam a fnp ^ " Ja ”H et 1954) halam an 193, djuga pasal 2 1 afat 2 Z regelmg” masih tetap berlaku. I a mennlic ” , he Staats~ „M oest onder Nederlands Indisch bestel v a n ^ e f lf 1 ' regeliag uitdrakkelijk bepaald ziin of zii „„i- ” , w m c ,'ike steer gold, onder Set huidige bestel (grondwet zal dat steeds het geval zijn” Sebagaitnana Mia fcetah” I S 2 , ajat 2 mi ditafsirkan oleh Pemerintah H india Belanda h i peraturan-peraturan N .I. hanja berlaku didaerah sw an m d V i S
/
S
undang-undang dan
26
k
S jang
2 deng^ ta f s ir a n n la
1945 dan oleh R.I. sekarang tidak berlaku bagi daerah-daerah swapradja, oleh karena tidak pernah ada pernjataan jang diniaksud itu. Barangkali Iebih djauh lagi dapat dikatakan bahwa ke tentuan-ketentuan dalam U.D.S. pun seperti pasal-pasal jang mendjamin hak-hak dasar dll tidak berlaku diswapradja. Ini adalah suatu kesimpulan jang aneh bagi negara kita. Pernjataan Logemann ini tidak disertai dengan alasan-alasannja don hanja bersifat sepintas lalu dengan m enundjuk pada pasal 152 ajat 1 dari U.D.S.. penundjukan m ana tidak dapat dimengerti oleh kita. M enurut pendapat kita I.S. 21 ajat 2 itu sudah tidak berlaku lagi bagi R .I. sedjak berdirinja pada tahun 1945, bagi R.I.S. sedjak 27 Desember 1949. Adanja I.S. 21 ajat 2 dengan tafsirannja itu dalam tatahukum H india Belanda dapat difahamkan. H india Belanda adalah satu organi sasi pendjadjahan. Jang berkuasa dalam organisasi pendjadjahan itu adalah fihak pendjadjah, jaitu di Hindia Belanda bangsa Belanda. Organisasi Hindia Belanda dimaksudkan sebagai satu organisasi untuk menguasai seluruh kehidupan bangsa Indonesia m enurut kehendak Belanda sendiri. Dalam pada itu Belanda m em perbolehkan bangsa Indonesia untuk hidup m enurut hukumnja sendiri sepandjang' tidak bertentangan dengan kepentingan Belanda. D ibeberapa daerah bangsa Indonesia diperbolehkan juga melangsungkan organisasi kenegaraannja jang asli dalam entuk swapradja. Dengan demikian dapat kita melihat dua suasana hukum , jaitu suasana hukum Belanda (Hindia Belanda) an suasana hukum swapradja. Dengan adanja 2 suasana hukum mi dapat dimengerti djika Belanda m enentukan bahwa segala Peraturan Belanda (Hindia Belanda) tidak berlaku didaerahdaerah swapradja kalau tidak ada pernjataan dari fihak Belanda supaja peraturannja itu dianggap berlaku. Dalam negara kita jang merdeka tidak terdapat 2 suasana hukum serupa diatas itu, meamkan hanja ada satu suasana hukum, jaitu suasana hukum R.I. o en^ai} demikian ketentuan sematjam I.S. 21 ajat 2 dalam ne&ara kita sama sekali tidak m em punjai dasar. Republik Indonesia adalah kepunjaan seluruh rakjat Indonesia, jang berdiam didaerah biasa m aupun jang bertem pat tinggal
27
S dT ahv T T f dja^ edaUlatan rakjat Indonesia Jang mendjadi sum ber kedaulatan R.I. dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan D.P R. (lihat U.D.S. 1 ajat 2 ). Djika Pem erintah bersama-sama dengan D.P.R. membentuk undang-undans ini berarti bahwa pemegang kedaulatan rakjat Indonesia m eniatakan ke.ng.nann,a Pernjataan keingiuan ini dengan sendirinja beriak” diseiuruh w,la,ah Indonesia selama tidak Sinjatakan” ebaliknia D an termasuk wilajah Indonesia itu dju^a sekaliin Hip ni pradja. Djadi dengan demikian segala S n ut n S T pimpinan R.I. dengan sendirinja berlaku rih? ? f 1 swapradja. I.S. 21 ajat 2 dengan tafsirannja t o t i d a k 1 ngan suasana hukum R.I., dan karena in. i, * pat dalam rangka tatahukum R I Tetapi b a ^ ' memPunjai tem ' aturan-peraturan jang dikeluarkan oleh PenferTntah w T f dah^ apakah sekarang den«an s e n d i n g 6" didaerah swapradja. Tidak, peraturan-Denn,, u riaku dJuga jang dikeluarkan sampai 27 Desember 1 9 4 9 ^ ^ ngan sendirinja berlaku didaerah swapradia p S t S C~ Hindia Belanda itu dibuatnja ketika I S 21 aiat 5 a" ? ? atUran Oleh karena itu kekuatan berlakunja peraturan n " T berIaku’ Belanda seluruhnja dibatasi oleh I S 21 aiaf T n ™ Hindia berlakunja ini sekarang masih tetap seperti ketikt h i kekuatan Pai 27 Desember 1949, ketjuali k a la u a d l ^ Sebab jang dimaksud dengan perkataan ,,L a p beriak knja’ aturan-peraturan undang-undang dan ketenti.™ , t ,nja per' Konstitusi R.I.S. pasal 192 serta U.D S pasal 14? w T ” ° Ieh suk djuga kekuatan berlakunja p e r a tu r a n - n e n f J term a' Dalam 3 tahun terachir in/ terdapat laksanaan U.D.S. 132 iaitu iana hpn.r^ F tindakan pengSekadau berdasarkan kehendaknja pada ^ a S " 1952° d7 Pradja benan status daerah istimewa kepada 4 swan™ ?’ f P6m" m antan (Kutai, Bulungan, Sambaliung dan rT,nJa ‘ Kali" mendjadi 3 daerah istimewa) pada tahun 195^! n 8 • bur terdapat beberapa peraturan iansi ada h u DlsamPmg itu swapradja, jaitu 3 g &da hubun£™nja dengan ' 1. Undang-undang D arnrat No 36 tahun 1950 jang t erm uat da_
28
W'
lam Lem baran N egara 1950-78. Undang-undang D arurat ini memuat pernjataan berlakunja beberapa peraturan padjak bagi seluruh Indonesia, diantaranja djuga bagi daerah-daerah swapradja. M emang bagi peraturan-peraturan Hindia Belan da untuk mempunjai kekuatan berlaku didaerah-daerah swa pradja harus dinjatakan lebih dahulu oleh pembuatnja atau oleh penguasa jang berhak m erobahnja. Kekuatan berlakunja peraturan-peraturan Hindia Belanda seperti telah kita terangkan diatas dibatas oleh I.S. 21 ajat 2, dan dengan melalui U.D.S. 142 peraturan-peraturan ini mendjadi peraturan-per aturan R.I. dengan kekuatannja untuk berlaku seperti dahulu. Berhubung dengan ini m aka perlu adanja pernjataan berlaku nja peraturan-peraturan tersebut bagi daerah-daerah swapra dja. Jang dinjatakan berlaku dengan Undang-undang Darurat N o 36 tahun 1950 itu ialah : a. Successie-ordonnantie 1901 (S. 1901-471 jo S. 1949-48). b. Ordonansi Padjak R um ah Tangga 1908 (S. 1908-13 jo S. 1949-376). c- Ordonansi Padjak Kekajaan 1932 (S. 1932-405 jo S. 1947-24). d. Zegelverordening 1921 (S. 1921-498 jo S. 1949-251). «■ Ordonansi Bea Balik Nam a (S. 1924-291 jo S. 1949-48). f- O rdonansi Padjak Potong 1936 (S. 1936-671 jo S. 1949317). 8• O rdonansi Padjak K endaraan Berm otor 1934 (S. 1934718 jo S. 1949-376). h. Ordonansi Padjak U pah 1934 (S. 1934-611 jo S. 1949342). *• O rdonansi Padjak Peralihan 1944 (S. 1944-17 jo S. 19492 6 i). /• U ndang-undang Padjak Pem bangunan I (Undang-undang R .I. N o 14 th 1947 jo Undang-undang R .I. N o 20 th 1948). k- U ndang-undang Padjak R adio (Undang-undang R.I. No 12 th 1947 jo Undang-undang R .I. N o 21 th 1948). U ndang-undang R .I. perlu dinjatakan berlaku oleh karena
29
' jf i
\
wilajah R .I. pada waktu m endjadi negara bagian dari R -I;Shan ja meliputi sebagian ketjil dari sw apradja-sw apra jaD engan U ndang-undang D arurat N o 36 th 1950 itu, a sem ua peraturan swapradja mengenai masalah jang d iatur oleh peraturan-peraturan jang dinjatakan berlaku tadi m en djadi tidak mempunjai kekuatan lagi. H al ini dinjatakan djuga dengan tegas dalam pasal 2 dari Undang-undang D a rurat tersebut. Dalam Undang-undang D arurat ini ditjantum kan djuga Undang-undang D arurat tentang Padjak P eredaran dari R.I.S. (L.N. 1950-19). Ini sesungguhnja tidak perlu di njatakan lagi sebagai berlaku, sebab bagi sw apradja sudah berlaku sedjak dikeluarkannja. 2. Keputusan M enteri Dalam Negeri tanggal 10 D januari 1952 jang m entjabut semua keputusan M enteri Dalam N egeri N .I.T. mengenai penjerahan kekuasaan H.P.B. kepada swapradja-sw apradja jang berada dipropinsi Sulawesi. D engan keputusan ini kekuasaan H.P.B. dahulu diambil dari sem ua swapradja jang ada dipropinsi Sulawesi dan ditugaskan kepada wedana pam ong-pradja didaerah jang bersangkutan. Tugas H.P.B. itu berupa 3 matjam, jaitu : a. m elakukan pengawasan terhadap swapradja ; b. m em bantu Pem erintah Swapradja ; c. m endjalankan tugas dari Pem erintah Pusat. Penjerahan tugas H.P.B. kepada swapradja b e ra rti: a. menghilangkan alat pengawas Pemerintah Pusat terhadap swapradja didaerah jang bersangkutan ; b. menghilangkan alat Pem erintah Pusat jang ditugaskan m em bantu swapradja mengenai soal-soal pem erintahan ; c. m enjerahkan tugas Pem erintah Pusat kepada Pem erintah Swapradja dalam arti memperluas urusan rum ah tangga swapradja berdasarkan pasal 1 ajat 2 dari keputusan L t G .G . jang term uat dalam S. 1946-18 atau m enjerahkan tugas itu dalam arti medebewind kepada sw apradja ber dasarkan pasal 3 dari ordonansi jang term uat dalam S. 1946-17. R upanja M enteri Dalam Negeri berpendapat bahwa penjerah-
30
3-
4.
5.
6.
7.
a n tugas H .P .B . k e p a d a sw ap rad ja jan g m em punjai arti seperti diatas itu tid ak d a p a t dipertanggung d jaw a b k an selam a p em e rin ta h a n sw ap rad ja belum m e n d a p a t pendem okrasian. M em ang sikap itu d a p a t k ita m engerti. T e tap i a p a seb ab n ja tin d a k a n itu tid a k diam bil dju g a terh a d ap sw apradja-sw aprad ja di N u sa T enggara jan g belum m en d a p a t p en dem okrasian belum d a p a t kita m engerti. P e ra tu ra n P em erin tah N o 33 th 1952 jan g m em bubarkan ,,d aerah Sulaw esi T e n g a h ” d a n m em b en tu k n ja m endjadi 2 d aerah . D isini d ia tu r djuga p erh u b u n g a n a n ta ra daerah d engan sw apradja. P e ra tu ra n P em erin tah N o 34 th 1952 jan g m em b u b ark an „ d a e ra h Sulaw esi S elatan” d a n m em b en tu k n ja m endjadi 7 daerah . M a k su d n ja sam a dengan P .P . N o 33 th 1952. P e ra tu ra n P em erin tah N o 11 th 1953 jan g m em b u b ark an „ d a e ra h Sulaw esi U ta ra ” m en u ru t s ta tu tn ja tanggal 19 N op em b er 1948 d an m en d jad ik an n ja sebagai sa tu d aerah otonom b a ru jan g tid a k m em punjai sifat g abungan b eberapa sw a p rad ja d a n neo-sw apradja. W a la u p u n b u k an lagi gabung an dari b e b e ra p a sw apradja, n a m u n k e k u a sa a n n ja terh ad ap sw ap rad ja d ite ta p k a n seperti jan g sudah-sudah. P e ra tu ra n P em erin tah N o 23 th 1954 jan g m ero b ah P.P. 1953-11 dengan m elep ask an w ilajah g abungan B olaang M ongondow d a ri d a e ra h Sulawesi U ta ra . G ab u n g an B olaang M ongondow p a d a w ak tu itu a d a la h satu gabungan (federasi) sw a p rad ja jan g m eru p a k an bagian dari d a e ra h Sulawesi U tara. P e ra tu ra n P em erin tah N o 2 4 th 1954 jan g m en d jad ik an gabungan B olaang M ongondow sebagai „ d a e ra h B olaang M o ngondow ” , sehingga gabungan B olaang M ongondo w m em p u n jai k ed u d u k a n jan g sam a dengan „ d a e ra h -d a e ra h ” lainnja.
B a ik k ita disini b itja ra k a n djuga d a sar hu k u m dari P .P .-P .P . ja n g m en g ad ak an p e ro b a h a n terh a d ap d ae ra h -d ae rah m enurut U n d a n g -u n d a n g N .I.T . itu (S.I.T . 1950-44). M u la-m ula „ d a e ra h ” itu d itetap k an d engan o rdonansi H in d ia B elan d a tanggal 24 D esem b er 1946 (S. 1946-143). P asal 14 d ari ord o n an si ini m ene-
31
^
‘ ‘
1 J
■tapkan bahwa N .I.T. terdiri dari 12 daerah otonomi. K em udian ditahun-tahun berikutnja dibentuk gabungan diantara sw apradja swapradja d a n /a tau neo-swapradja jang letaknja dalam wilaj satu daerah. Dengan demikian tiap daerah m erupakan suatu ga bungan dari beberapa daerah otonomi bawahan. G abungan jm mempunjai anggaran dasar, dan anggaran dasarnja itu dinam akan „Statut D aerah” . Dalam Statut Daerah itu ditentukan k e k u a s a a n kekuasaan apa jang diberikan kepada gabungan. G abungan ini tidak berdiri sendiri disamping daerah, melainkan gabungan dan daerah itu adalah satu daerah otonomi jang sama. Berhubung dengan itu m aka kekuasaan jang diberikan anggautanja kepada gabungan mendjadi pula kekuasaan dari daerah. M emang pem bentukan gabungan ini adalah satu akal dari penguasa atasan untuk dapat memberikan kekuasaan pada daerah-daerah jang wilajahnja meliputi beberapa swapradja. Pada tanggal 15 Djuni 1950 oleh N.I.T. dikeluarkan satu undang-undang jang bem am a „Undang-undang Pem erintahan Daerah-daerah Indonesia Timur” (S.I.T. 1950-44). Pasal 1 ajat 1 dari undang-undang ini menentukan bahwa N.I.T. untuk sem entara disusun dalam 2 atau 3 tingkatan, ialah „daerah” dan „daerah bahagian” atau „daerah anak bahagian” . M enurut pasal 1 ajat 2 jang dimaksud dengan „daerah” itu adalah sama seperti jang ditetapkan dalam Ordonansi Pembentukan N.I.T. (S. 1946143). Djadi dengan demikian maka daerah jang ada pada tanggal 15 Djuni 1950 mendjadi daerah seperti dimaksud oleh Undangundang N .I.T. tersebut tadi. M enurut kebiasaan dalam ketatanegaraan kita sedjak tanggal 17 Agustus 1950, suatu undang-undang dari bekas negara bagian dalam R.I. mempunjai deradjat sebagai undang-undang djuga. Dengan demikian maka suatu undang-undang dari bekas negara bagian hanja dapat dirobah dengan undang-undang djuga. P.P. N o 33, 34, 35 th 1952, P.P. No 11 th 1953 jo P.P. No 23 th 1954, dan P.P. No 24 th 1954 merobah daerah-daerah dibekas wilajah N.I.T. dan ini berarti merobah Undang-undang N .I.T . tersebut diatas. Ini adalah satu tindakan perundang-undangan jang menjalahi kebiasaan.
32
T etap i terh a d ap p e rb u a ta n P em erin tah jan g dem ikian itu sam a se ali tid a k a d a reak si d ari D .P .R . jan g b eru p a rr.osi, interpelasi a ta u lainnja. A p a k a h ini h a ru s d ia rtik a n sebagai p ersetudjuan ]ang dib erik an d en g an d iam -diam oleh D .P .R . terh a d ap p er b u a ta n P em erintah itu, sehingga d engan dem ikian P .P .-P .P . itu m em punjai k e k u a ta n u n tu k m ero b ah U n d a n g -u n d an g N .I.T . ? K alau lp.P .R . itu s a d a r a k a n a d an ja tin d a k a n jan g m enjalahi 'eb ia sa a n itu k ita sam a sekali tid ak b e rk eb eratan . M em ang ad a lah su atu h a k d a ri D .P .R . sendiri u n tu k m enegor a ta u tidak m en eg o r P em erintah. T etap i k a la u D .P .R . tid a k sa d ar bahw a Pem . m elak u k an tin d a k a n jan g salah, m aka P .P .-P .P . jan g tersebut itu tetap tid a k m em p u n jai d a s a r hu k u m d a n sew aktu-w aktu d ap at d im inta p e m b a tala n n ja oleh D .P .R . A k a n tetapi h ak D .P .R . dalam h al ini h a ru s dibatasi, sebab p e rm in ta a n dem ikian itu tidak d a p a t d ipertanggung d jaw a b k an b ilam an a telah terlalu lam a w ak tu lalu sehingga su d ah b a n ja k ak ib a t-a k ib at jan g disebabkan oleh tin d a k a n jan g salah itu. H a ru s dianggap sebagai satu kelala ia n d ari D .P .R . u n tu k tid ak lekas b e rtin d ak terh a d ap kesalahan P em erin tah . B erh u b u n g dengan itu d jalan jan g sebaiknja d ite m p u h oleh D .P .R . m engenai p e rso a lan k ita ini ialah m enjetu d ju i a d a n ja P .P .-P .P . jan g sudah dik elu ark an d an bersifat m e ro b a h und an g -u n d an g bekas neg ara bagian itu. D a n dengan m en jetu d ju i a d a n ja P .P .-P .P . ini terd jad ila h satu k eb iasaan (conven tion) b a ru jang m em p erb o leh k an d iro b ah n ja u n d an g -u n d an g be kas n e g a ra bagian dengan P .P . ° § 2.
KEADAAN DAN K ED U D U K A N
SW A P R A D JA
PA D A
U M U M N JA
S ek aran g k ita m en in d jau p e rta n ja a n -p e rta n ja a n lain n ja jang a k a n d ila k u k a n sekaligus d alam p a sal ini. D a n terleb ih dahulu k ita b itja ra k a n p e rta n ja a n ten ta n g d ju m lah sw a p rad ja jang ada p a d a w a k tu ini d alam n e g a ra kita. Sebagai p e n d a h u lu a n dalam m endjaw ab p e rta n ja a n tentang d ju m lah sw a p rad ja jan g a d a p a d a w ak tu ini, k ita h aru s m enjatak a n b a h w a d iselu ru h S u m atera de fac to su d a h tid a k a d a lagi sw a p rad ja . D ia n ta ra n ja ad a jan g de ju re m asih a d a m en u ru t
33
l
\
hukum tatanegara kita pada waktu ini jaitu sw apradja l an& berada dibekas daerah negara Sumatera Timur. K eterangannla adalah seperti dibawah i n i : Pada masa pendudukan Djepang swapradja jang tetap berdjalan sebagaimana biasa hanja jang ada didaerah Sumatera. Tim ur (sekarang termasuk Sumatera Utara dan sebagian te r m a s u ' Sum atera Tengah). Swapradja didaerah-daerah lainnja di Sumatera sudah didjadikan daerah langsung oleh Pem. M is te r Djepang seperti telah kita terangkan dalam pendahuluan diatas. Djadi A turan Peralihan pasal 2 U.D. 1945 dan P.P. No 2 th 1945 djuga mengenai aturan-aturan (kebiasaan-kebiasaan) ketatancgaraan didaerah-daerah di Sumatera dimana swapradja sudah ditiadakan oleh Djepang. Sedjak waktu itu tidak ada p e n g e m b a lizn swapradja, sehingga dengan mudah kita menarik k e s im p u la n bahwa pada waktu ini didaerah-daerah tersebut tidak ada sw apradja. Didaerah Sumatera Timur (residentie Sumatra’s O o stk u st) .f dengan proklamasi kemerdekaan kita pada tanggal 17 A gustus // 1945 swapradja-swapradja itu tetap dipertahankan, tidak ada satupun jang dihapuskan dengan sesuatu peraturan. K etika m engindjak tahun 1946 timbullah satu pergolakan jang lazim dinam akan revolusi sosial. Dalam pergolakan ini terdjadi pentjulikan dan pembunuhan beberapa kepala swapradja sebagai suatu pernjataan, bahwa rakjat sudah tidak menghendaki lagi regim swapradja. Rakjat insjaf akan haknja untuk m engatur rum ah tangga negara sendiri, mereka hendak membuang djauhdjauh segala sifat keistimewaan dari orang-orang tertentu seperti keluarga jang berkuasa selama itu didaerah-daerah swapradja. Tindakan-tindakan rakjat demikian ini tidak disusul dengan undang-undang seperti dimaksud oleh U.D. pasal 18 un tuk memberi ketentuan mengenai kedudukan swapradja itu. T eta pi jang njata ialah tindakan-tindakan Pemerintah setem pat untuk mengisi lowongan jang disebabkan pergolakan tadi sehingga dalam kenjataan daerah-daerah swapradja itu mendjadi daerah biasa. K eadaan ini berlangsung terus sampai terbentuknja negara. Sumatera Timur pada tahun 1948. Dalam pasal 5 dari „Bevoegdheidsregeling Sumatera Tim ur” (S. 1948-41) ditetapkan
34
b a h w a sam bil m enunggu p e ra tu ra n jan g m en g a tu r ked u d u k an sw ap rad ja, k e k u a sa a n n ja d id ja la n k a n oleh N .S .T . D alam ajat diten tu k an b ahw a k e d u d u k a n sw a p rad ja ak a n d ia tu r denuan p e rm u fak a tan m ah k o ta d a n se su d a h a d a p e rm u sja w ara ta n a n ta ra 'vakil-w akil ra k ja t jan g dipilih dari d a e ra h sw ap rad ja jan g b e rsa n g k u ta n . A ja t 3 m en g atak an b a h w a u n s u r jan g m en en tu k an a d a la h k eh e n d ak n ja d ari ra k ja t jan g b ersan g k u tan . D engan onstitusi R .I.S . p asal 6 6 d a n 192, k e te n tu an ta d i m en d jad i k e te n tu a n dari R .I.S . sendiri, d a n d en g an te rb e n tu k n ja n eg ara k e s a tu a n R .I. m a k a k e te n tu a n itu m en d jad i k e te n tu a n d a ri R .I. b e rd a sa rk a n p asal-p asal 133 d a n 142 U .D .S. S am pai sekarang b e lu m a d a k ep u tu sa n m engenai k e d u d u k a n sw a p rad ja did aerah b e k a s N .S .T . itu sehingga h a ru s d ia rlik a n b a h w a sw ap rad ja d ib ek as d a e ra h N .S .T . de ju re m asih a d a d an m em erlu k an penga tu ra n Iebih lan d ju t. Ja n g dalam h u b u n g a n ini p erlu dip erso alk an ia la h K onstitusi R .I.S . p a sal 64 jan g m em p erg u n ak an p e rk a ta a n P e rk a ta a n „ d a e ra h -d a e ra h sw a p rad ja jang sudah ada, d ia’.ul” , a ta u dalam n a sk ah B e la n d an ja ,,de b e sta a n d e zelfbesturende lan d sc h a p p en w o rd en e rk e n d ” . P e rk a ta a n J a n g sudah a d a ” d ap at k ita a rtik a n „ ja n g de fac to a d a ” sehingga d a p a t d ita rik kesim p u la n b a h w a p a d a w ak tu te rb e n tu k n ja R .I.S . di N .S .T . tid a k ad a sw ap rad ja. T e ta p i p a d a u m u m n ja d jik a tid a k ad a k e te ran a a n e b ih la n d ju t p e rk a ta a n ,,a d a ” itu m eliputi 2 pen g ertian jaitu d e facto d a n de jure. In i b e ra rti b ahw a d jik a d e fac to a d a sedang d e ju re tid a k a d a (p en g ertian hu k u m in te m a sio n al) itu term asuk d a la m p e n g e rtia n ada, d a n sebaliknja k a la u de ju re ada, tetap i facto tid a k a d a > djuga term asu k ada. B e rh u b u n g d e n sa n itu m a k a p e rk a ta a n „ ja n g su d ah a d a ” dalam K o n stitu si R.I.st pasal 6 4 itu oleh k a re n a tid a k a d a k e teran g an Iebih la n d ju t h a ru s d iar. an b a ik de ju re sadja, m au p u n d e fac to sadja. S elain d a ri p a d a itu k ita h a ru s m elih at p a d a riw ajat terd jad in ja p a sal 64 itu ialah sebagai p e n d je lm a a n k e h e n d a k p ih a k B .F .O . d alam K .M .B . jang m em b e la k e p en tin g an sw apradja, te ru ta m a delegasi d ari Sum ate r a T im u r d a n In d o n esia T im ur. S w apradja Siak Sri In d ra p u ra ja n g p a d a zam an B elanda te r m a s u k d a e ra h a d m in istrasi k e re sid en a n S u m atera T im ur, dan
35
p ada zam an pendudukan Djepang masih terus m endja pem erintahannja/telah m engeluarkan satu proklam asi p a d a 1946 jang berisi satu pernjataan m engem balikan sw apradja sebut kepada rakjat. Ini berarti bahw a sedjak w a k tu 1 swapradja Siak Sri Indrapura sudah tidak ada lagi dan m en d ja daerah biasa dari R.I. ., Berdasarkan uraian diatas m aka swapradja jang de ju re masii ada di Sumatera berdjumlah 25 buah jaitu : 1. Swapradja Deli dengan kontrak pandjang 17 S e p t e m b e r 1938. 2. Swapradja Serdang dengan kontrak pandjang 17 S ep tem b er 1938. 3. Swapradja Langkat dengan kontrak pandjang 17 S e p tem b er 1938. 4. Swapradja Asfihan dengan kontrak pandjang 17 S e p tem b er 1938. 5. Swapradja -Kuala dan Ledong dengan kontrak p an djang 17 ^.ptem ber 1938. 6 . Swkj.r3^ ja Kotapinang dengan pernjataan p endek 25 Agustus 1907. 7. Swapradja Panai dengan pernjataan pendek 9 O ktober 1907. 8 . Swapradja Bila dengan pernjataan pendek 8 Djuni 1916. 9. Swapradja Indrapura dengan pernjataan pendek 25 Djuli 1924. 10. Swapradja Sukudua dengan pernjataan pendek 25 D juli 1924. 11. Swapradja Tanahdatar dengan pernjataan p endek 15 Pebruari 1908. 12. Swapradja Pasisir dengan pernjataan pendek 15 P ebruari 1908. 13. Swapradja Limapuluh dengan pernjataan p endek 15 Pebruari 1908. 14. Swapradja Tanahdjawa dengan pernjataan pendek 3 D januari 1922. .15. Swapradja Siantar dengan pernjataan pendek 11 O ktober 1916.
36
1 6 - S w ap ra d ja P a n a i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem ber 1907. 1 7 - S w ap ra d ja R a ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem ber 1907. 18. S w ap ra d ja D o lo k (Silau) d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D e se m b e r 1907. S w ap ra d ja P u rb a d e n g a n p e rn ja ta a n n e n d e k 2 0 D esem b er 1907. 2 0 . S w ap ra d ja Si L im a K u ta d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D e se m b e r 1907. 2 1 . S w ap ra d ja L in g g a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 13 M a re t 1936. ^ 2 . S w ap ra d ja B a ru sd ja h e d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 11 O k to b e r 1916. 2 3 . S w a p ra d ja S u k a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem b er 1907. 2 4 . S w ap ra d ja S a rin e m b ah d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 21 M ei 1926. 2 5 . S w ap ra d ja K u ta b u lu h d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem b e r 1907. D ju g a di D ja w a m asih a d a sw a p ra d ja de ju re sem atjam di S u m a te ra , ja itu : ^
1 9 3 9 ra d ^a S u ra k a rta d e n San k o n tra k p a n d ja n g 2 7 D juni
2.
S w ap ra d ja M a n g k u n e g a ra n d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k : acte v a n v e rb a n d tan g g al 15 P e b ru a ri 1916 d ita n d a ta n g a n i oleh M a n g k u n e g o ro V I I d a n d e n g a n k e p u tu sa n G .G . tan g g al 2 7 N o p e m b e r 1 9 4 0 d ite ta p k a n „ P e ra tu ra n S w a p ra d ja M a n g k u n e g a ra n ” . D e n g a n U n d a n g -u n d a n g N o 1 tan g g a l 7 M a re t 1942 jan g d ik e lu a rk a n o leh D je p a n g segala k e te n tu a n k e ta ta n e g a ra a n ja n g tid a k b e rte n ta n g a n d e n g a n P e m e rin ta h M ilite r te ta p b erlak u , d ja d i d ju g a segala k e te n tu a n ja n g te rd a p a t d a la m b e rb a g a i ak te p e n e ta p a n sw a p ra d ja sep erti lazim d in a m a k a n o ra n g k o n tra k p o litik . A k te p e n e ta p a n sw a p ra d ja (k o n tra k p o litik ) itu b e rla k u n j a tid a k te rg a n tu n g p a d a h id u p n ja r a d ja (o r a n g -o r a n g ) jan g ik u t s e rta m e n a n d a ta n g a n in ja , m e la in k a n teru s b e rla k u s e p a n -
37
djang tidak m endapat perobahan. Seperti telah kita teran g an diatas sesungguhnja apa jang dinam akan orang k o n tra k p ° 1 itu sam a sekali tidak mempunjai sifat perdjandjian, m elam an hanja m erupakan keputusan Pem erintah H india B elanda untu ^ mengakui sesuatu keradjaan atau persekutuan lainnja sebagai sw apradja (landschap) dalam rangka tatahukum H india B elan a. K eputusan ini kita nam akan akte penetapan oleh karena m erupakan satu bukti tertulis (akte) mengenai penetapan suatu persekutuan hukum atau keradjaan mendjadi sw apradja (land schap). Akte penetapan ini mungkin didahului oleh djandji setia kepada Pem. Hindia Belanda dan pernjataan bahwa sw apradja itu m erupakan bagian dari H india Belanda. Peraturan-peraturan m engenai swapradja itu ditetapkan dalam peraturan um um jang bernam a Zelfbestuursregelen. Swapradja-swapradja sem atjam ini dinam akan swapradja dengan pernjataan pendek (korte verklaring landschappen). Pernjataan dan djandji itu berlaku terus w alaupun orang jang melakukannja sudah mati. Akte penetapan itu m ung kin djuga didahului oleh tindakan penguasa setem pat (pangreh pradja sebagai wakil G.G.) dan Pemerintah Swapradja (perseku tuan jang akan mendjadi swapradja) untuk m erantjang' peraturan mengenai organisasi dan kekuasaan swapradja itu. A k te pene tapan djenis ini m enetapkan persekutuan tadi sebagai sw apradja m enurut ketentuan-ketentuan jang terdapat dalam p eratu ran itu. Dengan akte penetapan ini ketentuan-ketentuan tersebut m en djadi ketentuan ketatanegaraan jang setingkat dengan peratu ran G.G. (regeringsverordening). Berlakunja ketentuan-ketentuan itu tidak tergantung pada hidupnja seseorang radja sebagai kepala swapradja. & Dengan akte penetapan itu sesuatu keradjaan, atau persekutu an, mendjadi suatu landschap (swapradja). Lihat L ogem ann : Staatsrecht van N .I. penerbitan tahun 1947, angka 13, halam an 118. D an sesuatu swapradja jang m endapat akte penetapan baru, m endjadi satu swapradja m enurut akte penetapan b a ru itu. Dengan pelantikan Pakubuwono X II (1944) dan M angkunegoro V III (1943) masig-masing sebagai Solo-Koo dan MangkunegaranK oo status kedua swapradja itu tidak m endapat perobahan dan
P e ra tu ra n -p e ra tu ra n n ja te ta p b e rla k u teru s. D ju g a d en g an pem n a n p iag am k e d u d u k a n k e p a d a m e re k a oleh P re sid e n R .I. ‘ n g p 1 19 A g u stu s 1945 k e a d a a n tid a k b e ro b a h . U .D . tah u n ^ 4 5 , p a sa l 18 m en g ak u i a d a n ja k e sa tu a n k e n e g a ra a n jan g m em P u n ja i h a k asal-u su l d a n b e rsifa t istim ew a, d a n m en g h en d ak i a d a n ja u n d a n g -u n d a n g jan g m e n g a tu r k e d u d u k a n n ja s e rta sistim p e m e rm ta h a n n ja . S elam a u n d a n g -u n d a n g in i b e lu m a d a , m ak a e rd a s a rk a n A tu ra n P e ra lih a n p a sa l 2 d a ri U .D . ta h u n 1945 serta an h c I" p p - N o 2 ta h u n 1945 segala k e te n tu a n k e ta ta n e c a ra n di S u ra k a rta d a n M a n g k u n e g a ra te ta p b erlak u . Sebelum u n d a n g - u n d a n g j a n g , d .m a k su d k a n itu te rb e n tu k , p a d a tan g eal d ik e lu a rk a n s a tu P e n e ta p a n P e m erin ta h N o ]T g muen t n tu k a n b a h w a sebelum b e n tu k su su n an pfimed e n S i n«nH K e su n a n a n d a n M a n g k u n e g a ra a n d ite ta p k a n d e n g a n u n d a n g -u n d a n g d a e ra h te rse b u t u n tu k se m e n ta ra w ak tu d ip a n d a n g m e ru p a k a n s a tu k e re sid en a n . D en g an p e n e ta p a n ini k e d u a sw a p ra d ja itu tid a k h a p u s, m ela in k a n u n tu k se m e n tara Tint
l a n d f f ^ h ag^ k e re sid e n a n sa m b il m en unggu p e n g a tu ra n lebih la n d ju t oleh u n d a n g -u n d a n g . U n d a n g -u n d a n g ja n g d im ak su d oleh Mo t ? f b ? ! k P a d a tan g g al 1 0 D J‘uli 1948, (U n d a n e -u n d a n g ian«r ? v u d a n d alam p3Sal 1 a ja t 2 te rd a P a t k e te n tu an d a n bahv™ da e r a h i an S m em p u n jai h a k asal-usul b e rs ifa t T ™em p u n J'a i p e m e rin ta h a n sendiri jang dd eenng^ann IU nn dTa n6Wa g -u n df a n g P e m b eanptukka ann Sebagai te rm a k s udda de ra a lahm isti™ a ja t 3w a d ;ir i ! gn ? m a 5S U d d e n g a n d a e ra h ia n g m em P u n jai h a k asal-usul , te rm a s u k dJuSa sw a p rad ja -sw ap ra d ja S u rak ar t a d a n M a n g k u n e g a ra n . D a la m p a s a l in i d e n g a n djelas dipergua k a n p e rk a ta a n „ d a p a t’V a rtin ja ia la h b a h w a tid a k sem ua d a e ra h ia n g m e m p u n ja i h a k a sal-u su l itu d a p a t d id ja d ik a n d a e ra h isti m ew a, d ja d i te rg a n tu n g p a d a k e h e n d a k p e m b e n tu k undangu n d a n g d a n u n tu k itu d ip e rlu k a n s ja ra t-s ja ra t terten tu . D ia n ta ra s ja ra t-s ja ra t itu d ise b u t oleh p a sa l 18 a ja t 5 u n d a n g -u n d a n g tadi, ja itu b a h w a k e p a la d a e ra h istim ew a d ian g k a t oleh p resid en dari K eluarga ja n g b e rk u a s a d id a e ra h itu d iza m an sebelum R .I. dan ja n g m asih m en g u asai d a e ra h n ja d e n g a n s ja ra t-sja ra t ketjak ap an ,
39
kedjudjuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat-is ia didaerah itu. Sjarat jang tersebut dalam pasal ini untuk sw apra ja Surakarta dan M angkunegaran tidak ada sehingga m ereka ti a dapat didjadikan daerah istimewa. Ini tidak berarti, bahw a ke ua sw apradja itu mendjadi hapus karena tidak didjadikan daera istimewa. Selama tidak ada peraturan penghapusannja setiap swapradja jang tidak memenuhi sjarat untuk didjadikan daerah istimewa m enurut Undang-undang N o 22 tahun 1948 tetap berkedudukan sebagai swapradja dengan segala peratu ran nja. P ada tahun 1950 ketika R .I. mendjadi negara bagian dari R.I.S. dikeluarkan Undang-undang N o 10 tahun 1950, N o 13 tahun 1950, dan N o 16 tahun 1950 masing-masing m e n g e n a i pembentukan propinsi Djawa Tengah, kabupaten-kabupaten dalam daerah Surakarta dan kota besar Surakarta. Djuga undang-undang ini tidak memberi ketentuan tentang kedudukan kedua swapradja itu, sebab untuk keperluan itu Konstitusi R .IS mengharuskan adanja kontrak antara negara bagian dengan swa pradja jang bersangkutan. Dan kontrak antara Pem. R .I. dengan swapradja Surakarta dan M angkunegaran tidak dapat disim pulkan dari kenjataan tidak adanja pernjataan keberatan dari fihak swapradja masing-masing terhadap undang-undang tersebut tadi, sebab disini Pem. swapradja Surakarta dan M angkunegaran de facto sudah tidak ada. Djadi berlainan keadaannja dengan pene tapan swapradja-swapradja Jogjakarta dan Pakualam an m endjadi D aerah Istimewa Jogjakarta seperti telah kita terangkan diatas. Kesimpulan kita dari ini semua ialah bahwa sw apradja-sw a pradja Surakarta dan M angkunegaran de jure sampai sekarang masih ada, sama halnja dengan swapradja-swapradja dibekas daerah Negara Sumatera Timur. Sebagaimana telah kita terangkan diatas, swapradja jan« dibentuk dengan undang-undang mendjadi daerah istimewa dengan sendirinja kehilangan statusnja sebagai swapradja. D em ikian djuga halnja dengan swapradja-swapradja Jogjakarta dan Pakualam an jang dibentuk mendjadi daerah istimewa p a d a tahun 1950 berdasarkan persetudjuannja sendiri sehingga seperti telah
40
k rta te ra n g k a n d ia ta s, tid a k lagi b e rte n ta n g a n d en g an K onstitusi p a sa l 65. K a lim a n ta n p a d a w a k tu ini te rd a p a t sedjum lah 12 sw a p r a d ja seperti dib aw ah ini : S w ap ra d ja K o taw arin g in M a re t 1914. 2
dengan
p e rn ja ta a n
pendek
j ^ f ra d ja S am bas d e ° g a n p e rn ja ta a n p e n d e k
3 - S w ap ra d ja M a m p a w a h d e n g a n D ja n u a n d an 9 M ei 1912.
k o n tra k
25
30 A p ril
p a n d ja n *
15
4
b<*a i 9 3 8 a P ° n tia n a k d e n San k o n tra k p a n d ja n g 22 N o p em -
5
i 9 | J rad3a K u b u d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k
6
b e T l s S ^ L a n d a k d e n San p e rn ja ta a n p e n d e k 4 N o p em -
7
1921^ ^ ^
8
? 9 3 f ra d ja T a ja n d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k 11 A gustus
9
1 9 2 2 ra d ^
10
S anggau d e n San p e rn ja ta a n p e n d e k
M a ta n
d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k
11 D juli
23 M a re t
n u a rT T sH l S u k a d a n a d e n 2an p e rn ja ta a n p e n d e k 15 D ja-
11- S w ap ra d ja S im p an g d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k n u a ri 1912. 12
7 P e b ru ari
15
D ja1
1 9 ? 3 ^ a d ia S intaD g d e n g a n P e r n ja ta a n p e n d e k 2 6 A gustus
t n ^ i o ^ n terbr f nCgara k e sa tu a n R L P a d a tanggal 17 A g u s. w a 9 5 ,° maSJ a d a 17 b u a h sw a p rad ja . T e ta p i p a d a ta h u n 1952 w a p ra d ja S e k a d a u a ta s k e h e n d a k n ja sen d iri d ih a p u sk a n b e ra s a rk a n U .D .S 132 a ja t 2 , d a n p a d a ta h u n 1953 d en g an U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t N o 3 sw a p rad ja -sw ap ra d ja K u ta i d a n B u lu n g a n m asin g -m asin g d id ja d ik a n D a e ra h Istim ew a K u tai a n d a e ra h B u lu n g an , b e g itu p u la sw a p rad ja -sw ap ra d ja G u n u n g T a b u r d a n S a m b ah u n g d id ja d ik a n sa tu d a e ra h istim ew a jaitu
41
D aerah Istimewa Berau. Djuga swapradja Sanggau s e s u n g ^ n ^ a sudah m inta dihapuskan, dan sekarang tinggal m enungg tu s a n Pemerint3.il. w/'ilctu D id aerah propinsi Sulawesi sw apradja jang ad a p a a , ini ialah sedjum lah 56 buah. P a d a tah u n 1942 h an ja a d a ’ tetap i p a d a tah u n 1946 sw apradja L uw u dipetjah m e n d ja d i cm , ja itu m endjadi sw apradja L uw u d an sw apradja T a n a h °
(S. 1946-105). . . . D an nama-nam a swapradja jang ada didaerah propinsi
,
w esi adalah sebagai b e r ik u t:
1. Swapradja Goa dengan pernjataan pendek 31 Desemoer 1936. 2. Sw apradja B one dengan p ern jataan pendek 17 M a r e t I ' m 3. Sw apradja W adjo dengan p ern jataan pendek 11 D ju n i 1931. 4. Swapradja Soppeng dengan pernjataan pendek 19 D juh 1906. 5. Swapradja Sidenreng dengan pernjataan pendek 2 M ei 1906. 6 . Swapradja Rappang dengan pernjataan pendek 10 N opem ber 1911. 7. Swapradja Malusetasi dengan pernjataan pendek 2 Agustus 1918. 8 . Swapradja Suppa dengan pernjataan pendek 10 P ebruari 1929. 9. Swapradja Sawito dengan pernjataan pendek 16 O ktober 192310. Swapradja Batulapa dengan pernjataan pendek 19 Djuli 1906. 11. Swapradja Kasa dengan pernjataan pendek 19 D juli 1906. 12. Swapradja Maiwa dengan pernjataan pendek 28 Agustus 1924. 13. Swapradja Enrekang dengan pernjataan pendek 4 Djuli 1918. 14. Swapradja Maluwa dengan pernjataan pendek 14 O ktober 1919. 15. Swapradja Buntu Batu dengan pernjataan pendek 9 D januari 1924.
42
16. S w ap rad ja A lla d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 16 O k to b e r 1915. ■ S w ap rad ja B a ru d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 27 D esem ber 1911. 18. S w ap rad ja S o p p en g riad ja d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28 D ja n u a ri 1923. 19. S w ap rad ja T a n e tte d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 4 D esem ber 1913. 2 0 . S w ap rad ja M a d je n e d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 6 M ei 1908. 1. S w ap rad ja P e m b u a n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28 A pril 1922. 2 2 . S w ap rad ja T je n ra n a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 8 M ei 1919. 2 3. S w ap rad ja P alan g n ip a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 D esem b e r 1910. 2 4 . S w ap ra d ja B in u a n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 24 DHili 1919. 2 5 . S w ap ra d ja M a m u d ju d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 14 D iuli 1910. 2 6 . S w ap ra d ja T a p a la n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 31 D esem b e r 1908. 2 7 . S w ap rad ja L u w u d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 19 D juli 1906 jo S. 1 9 4 6 -1 0 5 . 2 8 . S w ap rad ja T a n a h T o ra d ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 19 D juli 1906 jo S. 1 9 4 6 -1 0 5 . 2 9 . S w ap rad ja B u to n d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 26 A gustus 1922. 3 0 . S w ap ra d ja L a iw u i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 A<mstus 1918. 3 1 . S w ap ra d ja B a n a w a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 30 D ia n u a ri 1 917. 3 2 . S w ap ra d ja T a w a e li d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 4 M ei 1912. 3 3 . S w ap ra d ja P a lu d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 29 O k to b e r 1921. 3 4 . S w ap ra d ja Sigidolo d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 15 N o p e m b e r 1916. 3 5 . S w ap ra d ja K ulaw i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 17 S eptem b e r 1921.
43
36. Swapradja Parigi dengan pernjataan pendek 22 Agustus 37'
j “ aPradia MoutonS * " S a» Pernjataan pendek 22 Agustus
38. Swapradja Tolitoli dengan pernjataan pendek 10 Djuli 4 0 Swapradia 3 w ° , d' ”8“ pern' ataa" P » d e k 15 Djuli 1916. 41 Swapradia ‘,end' * 2« 1921. 41. Swapradja Lorea dengan pernjataan pendek 22 Agustus 42. Swapradja Una:ma dengan peraja,a a„ pendelc 22 Agus(us 43.
Swapradja Bungku dengan perujataan pendek 31 Djanuari
Swapradja M ori dengan n p m i.t,, 45. Swapradja Bansgai dengan n S P ek 6 Djuni ,9 0 9 ' 46. Swapradja Buol d e n „ a n p e S , ltaan Pe" « 1 Djuli 1908. 47. Swapradja Bintauna dengan^ernfata ^ 61^ 6^ ^ 7 Diuli 1 9‘ 6 ' 44.
1913.
48.
Pernjataan pendek 12 Pebruari
Swapradja Bolaang Mongondow 12 Pebruari 1913 . uengan pernjataan pendek
49. Swapradja Bolaanguki Pebruari 1913. 50. 51.
S5 4.
Pem jataan
Swapradja Kandahe-tahuna densan 8
•
Swapradja Manganitu dengan pernjataan
Swapradja T r t S aS!S nuari 1923. 1923.
44
12
Pernjataan pendek 24 2Mei
, ,
pernjataan pendek 17 Djuni
Swapradja Talaud dengan neminf>«, 1922.
^
a^ jaI^ ,d,* 28 A priI ,9 2 Z P njataan Pendek 15 D ja-
55. Swapradja Tagulandang dengan perniata.n „ 56.
pendek
Swapradja Kaidipan Besar denean „ • Djuli 1913. 8 n Pem jataan pendek 31 Maret 1917.
52.
denpan
°
Pernjataan pendek 28
DjuU
Berdasarkan S. 1946-27 para swapradja jang berada dalam sesuatu lingkungan daerah telah mengadakan gabungan satu sama lain jang m erupakan badan lebih tinggi dalam menentukan kepsntingan bersam a seperti ditjantum kan dalam statutnja (peraturan dasarnja). Gabungan-gabungan itu ada jang hanja terbentuk diantara swapradja sadja, dan ada djuga jang terdiri dari e erapa swapradja dan beberapa neo-swapradja seperti gabung an Sulawesi Selatan dan gabungan Sulawesi Utara. Sebelum ga ungan-gabungan ini terbentuk, daerah gabungan itu sudah leta p k an sebagai daerah otonomi dalam Peraturan Pembenu an Negara Indonesia Tim ur (S. 1946-143) sehingga dapat *ar i .an bahwa pem bentukan gabungan itu dimaksudlcan sebaai satu tjara untuk memberi kekuasaan kepada daerah-daerah onomi jang tersebut dalam S. 1946-143. tatut dari gabungan jang tidak dirobah statusnja sampai scrang tetap berlaku berdasarkan pasal 34 „Undang-undang 44 ? ? v m tahan D aerah-daerah Indonesia Tim ur” (S.I.T. 1950Eah gan P P - 33 dan 34 tahun 1952 dan P.P. 11 tahun 1953 ^ ^ un"an~gabungan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulabg S1 ^ tara d ibubarkan, dan didirikan daerah-daerah otonomi nesT ~?rc*asarkan U ndang-undang Pem erintahan Daerah Indo• la ^lmur jang pada um um nja m endapat kekuasaan-kekuasaan ^ g sama seperti daerah-daerah jang bersifat gabungan dulu. k ^ ngan P .P .-P .p. itu dibatalkan pula statut dari gabungan-gap p gan Jang bersangkutan. Mengenai kekuatan hukum dari ketiga at ‘ ln* sudah kita terangkan diatas ketika membitjarakan perran-peraturan jang berlaku bagi swapradja. j *Pr°pinsi M aluku terdapat 3 buah swapradja, ja itu : 1 9 l0 radi a ®a^ an dengan pernjataan pendek 6 Desember 3
Swapradja T ernate dengan pernjataan pendek 10 Mei 1916. ^ aPradja Tidore dengan pernjataan pendek 16 September
g Swapradja T idore meliputi daerah-daerah swapradja di Irian B ef3* ^ang Pada waktu ini de facto berada dibawah kekuasaan e anda berdasarkan pasal 2 Piagam Pengakuan Kedaulatan.
45
K etiga swapradja dipropinsi M aluku ini m erupakan satu ga bungan dan mempunjai status „daerah” seperti dim aksud o e i Undang-undang N.I.T. tersebut diatas. Dipropinsi Nusa Tenggara swapradja jang ada pada w a k tu mi ialah : . . 1. Sw apradja Buleleng dengan pernjataan pen d ek 3 0 D juni 1938. 2. Swapradja Djembrana dengan pernjataan pendek 3 0 Djuni 1938. 3. Swapradja Badung dengan pernjataan pendek 30. Djuni 1938. 4. Swapradja Tabanan dengan pernjataan pendek 30 Djuni 1938. 5. Swapradja Gianjar dengan pernjataan pendek 30 Djuni 1938. 6 . Swapradja Klungkung dengan pernjataan pendek 30 D juni 1938. 7. Swapradja Bangli dengan pernjataan pendek 30 D juni 1938. 8 . Swapradja Karang-Asam dengan pernjataan p en dek 30 D ju n i1938. 9. Swapradja Bima dengan kontrak pandjang 4 A pril 1939. 10. Swapradja Dompu dengan kontrak pandiane 28 A e u stu s 1906. 11. Swapradja Sumbawa dengan kontrak pandians 4 A pril 1939. 12. Swapradja Kanatang dengan pernjataan pendek 12 M ei 1916. 13. Swapradja Lewa dengan pernjataan pendek 3 M ei 1918. 14. Swapradja Tabundung dengan pernjataan pendek 1 P ebruari 1919. 15. Swapradja Melolo dengan pernjataan pendek 23 D esem ber 1913. 16. Swapradja Larendi (Rendeh-Mangili) dengan pernjataan pendek 31 Mei 1919. 17. Swapradja Waidjelu dengan pernjataan pendek 23 D esem ber 1913.
* 8 . S w apradja M a su k a re ra d e n g a n p e rn ja ta a n p endek 23 D e sem ber 1913. S w ap rad ja L a u ra d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem ber 1913. 20- S w ap rad ja W adjiw a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem b er 1913. 2 1 . S w ap rad ja K odi dengan p e rn ja ta a n p e n d e k 3 M ei 1913. • S w ap rad ja L a u li d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 25 A p ril 1923. S w apradja M e m b o ro d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28 Septem b e r 1916. 2 4 . S w ap rad ja U m b u R a tu N g ay d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 28 S eptem ber 1916. 2 5 . S w apradja A n a k a la d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem b e r 1913. 2 6 . S w ap rad ja W a n o k a k a d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 12 M ei 1916. 2 7 . S w ap rad ja L a m b o ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem ber 1 913. 2 8 . S w ap rad ja M a n g g ara i d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23 A pril 1930. y 2 9 . S w ap rad ja N g a d a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 8 M ei 1921. 3 0 . S w ap rad ja R iu n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 13 D esem b er 1918. 3 1 . S w ap rad ja N o g eh d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 21 O k to b e r 1927. 3 2 . S w ap rad ja E n d e h d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 10 O k to b e r 1917. 3 3 . S w ap rad ja L io d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 21 O k to b e r 1927. 3 4 . S w ap ra d ja S ikka d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 1 M ei 1923. 3 5 . S w ap ra d ja L a ra n tu k a d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 25 D iuni 1912. J 3 6 . S w ap rad ja A d o n a ra d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 27 D iuli 1932. J 3 7 . S w ap ra d ja A m a ra si d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 4 A pril 1917. 3 8 . S w ap ra d ja K u p a n g d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 7 A p ril 1919_
39. Swapradja 192.3. 40. Swapradja 41. Swapradja swapradja 42. Swapradja
Fatuleo dengan pernjataan pendek
16 Djuli
Ampoan dengan pernjataan pendek 20 M ei 1 Roti dengan pernjataan pendek dari beberapa jang mendjadi satu swapradja Roti. Sawu dengan pernjataan pendek 21 N opern er
1918‘ 43. Swapradja Amanuban dengan pernjataan pendek 24 Pebruari 1923. 44. Swapradja Amanatun dengan pernjataan pendek 24 Pebruari 1923. 45. Swapradja Molo dengan pernjataan pendek 10 M ei 1916. 46. Swapradja Miamaffo dengan pernjataan pendek 26 O ktober 1922. 47. Swapradja Bebuki dengan pernjataan pendek 23 Oktober 1917. 48. Swapradja Isama dengan pernjataan pendek 23 O ktober 1917. 49. Swapradja Belu dengan pernjataan pendek 25 M aret 1927. 50. Swapradja Alor dengan pernjataan pendek 14 O ktober 1919. 51. Swapradja Barmusa dengan pernjataan pendek 14 Pebruari 1919. 52. Swapradja Pantar M atahari Naik dengan pernjataan pendek 7 April 1919. 53. Swapradja Kui dengan pernjataan pendek 13 M aret 1923. 54. Swapradja Kolana dengan pernjataan pendek 27 Agustus 1915. 55. Swapradja Batulolong dengan pernjataan pendek 27 Agustus 19,15. 56. Swapradja Pureman dengan pernjataan pendek 14 O ktober 1919. Djuga swapradja-swapradja dipropinsi Nusa Tenggara m en djadi beberapa gabungan jang m endapat status „daerah” seperti telah kita terangkan diatas mengenai propinsi Sulawesi. D ari
'48
*>a ungan-gabungan itu tid a k ad a sa tu p u n jang d ib u b ark an atau rn en d a p a t status lain sehingga sta tu t d ari m asing-m asing gaungan m eru p a k an s ta tu tn ja d a e ra h -d ae rah seperti dim aksud oleh U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n D a e rah Indonesia T im ur. H a l ini d id asa rk an atas p asal 34 d a ri U n d an g -u n d an g N .I.T te rse b u t. M e n u ru t tja ta ta n k ita d iatas d ju m lah sw ap rad ja seluruhnja P a d a w ak tu ini di In d o n esia a d alah seb an jak 154 b u ah , sedang P a d a tah u n 1942 a d a 278 buah. Tanggal jan g k ita tja n tu m k a n bagi tiap ak te p e n e ta p a n (apa ja n g d in am a k an k o n tra k politik) a d a la h tanggal dari keputusan v j .G . , sebab tiap k o n tra k p a n d ja n g atau p e rn ja ta a n p endek b aru n ie n d a p a t k e k u a ta n h ukum setelah ada k e p u tu sa n pengesahan d a ri G .G . B aiklah kita se k ara n g b itja ra k a n k e d u d u k a n sw ap rad ja dalam n e g a ra R .I. S eb ag aim an a telah k ita m aklum sem ua daerah sw a p r a d ja p a d a z a m a n B elan d a lazim n ja d iseb u t d a e ra h tid a k lang s u n g (indirect gebied), a rtin ja satu d a e ra h k ek u asaan N .I. jang tid a k langsung d ip erin ta h oleh P em . N .I., m elain k an d iperintah d e n g a n p e ra n ta ra a n P e m erin ta h -p e m e rin ta h S w apradja jang sudah a a se d ja k d ah u lu d a n k e m u d ia n d id ja d ik a n p e m e rin ta h an jang sa h atas d a e ra h itu m e n u ru t h u k u m tata n eg a ra H in d ia B elanda engan su a tu a k te p e n e ta p a n d ari G .G . D a e rah -d a era h lainnja d a ri N .I. d isebut d a e ra h langsung (direct gebied), artin ja d aerah ja n g langsung b e ra d a d ibaw ah k e k u a sa a n P em . H in d ia B elanda. T im b u l p e rta n ja a n a p a k a h p a d a w ak tu ini m asih d a p a t diad ak an p e rb e d a a n a n ta ra d a e ra h langsung d a n d a e ra h tid a k langsung. M e n u ru t p e n d a p a t k ita p e rb e d a a n itu tid a k p a tu t lagi u n tu k dip e rg u n a k a n d alam k e ta ta n e g a ra a n k ita . D a la m ran g k a tata n eg a ra N .I. p e rb e d a a n itu d a p a t d ifa h a m k a n oleh k a re n a d isana ter d a p a t k e k u a sa a n asing jan g m en d ja la n k a n p e m e rin ta h an atas w ilajah In d o n esia, k e k u a sa a n asing m an a m engakui p em erin tah an a sli atas b e b e ra p a d a e ra h sebagai p e m e rin ta h an tak lu k a n jang d ip e rk e n a n k a n m ela n d ju tk a n tugasnja dalam lingkungan h ukum p e n d ja d ja h a n . M asin g-m asing d a e ra h ta k lu k a n jan g d ip erk en an k a n m e la n d ju tk a n p e m e rin ta h a n aslinja itu d ib eri p e n e ta p a n jang
49
membatasi kekuasaannja dalam mengurus rumali lannsania sendm. Djadi disini adanja sebutan daerah tidak langsung dan daerah ta ^ m le r t k d,ah d L „,!h“r an
2 ma'iam sumb“ k<*“asaa". jaJ3t aSli dM Sumber ^ u a s a a n pend a-
kum asH d n l „ karenimJa !'mb“> 2 ^ a sa n a hukum jailu l,ukum ash dan hukum pendjadjah. Diatas daerab i.in" bersum-
oleh p e „ X T a h h e T f diUca ,idak O te « u k a n lain d aT raM an filn o, ^ h“k“m “ “ ">ula- set'a"8ka" dirinja b u k u n ^ ^ n d ja d ^ a ^ tlih a f J*^^a2 jaaj^(e ^ d e n g a n sensung kuasai (diperintah) oleh pendjadjah !a" S lanSSUng 6 '' Dalam suasana kenegaraan s e k in m i , , saan jang satu sama lain berhadaoan ’ > 3? 8‘ 2 keku3' djah. Kekuasaan jang ada s e k a r w h ]at da" pendja' jang sedang mengatur ne«aranh \ g ,hanja satu’ iaitu rakJat bedaan antara daerah lang'sung dan ^ id ak ^ itU V&1' dipergunakan lagi. Oleh karena j- ]angsung tidak dapat kita membuat U - d a ^ ^ M * tahon 1945 ketika nja mem perbedakan antara daerah n l J l ? pertam a> kita haasal-usul serta bersifat istimewa dan T u ^ S memPunJai hak demikian. Seperti telah kita teranckan H ? ? mnj'a Jang tidak punjai hak asal-usul dan bersifat is tim J ah jang mem_ ti, jaitu daerah swapradja dan d aen h memPunJai 2 a r se gemeente) seperti desa, huta ori d rSekutuan adat (Inlandjang diadakan antara daerah ian’e • . ' lain' Perbedaan lainnja hanja untuk waktu sementara iVt 1St!mewa dan daerah dapi kenjataan demikian. Kemudian kita L n i T k ita m e n f a" rah negara kita atas daerah besar dan kPt S membagl dae' kenegaraan kita sendiri sehingga keirm noJ me!lurut tjita-tjita lagi daerah jang bersifat istimewa gkman t,dak akan ada Berhubung dengan soal diatas perlu riitinrfmengenai masih berlaku tidaknja I S 21 ^ J o PertanJaan tafsirkan Belanda dahulu dan mengenai p l r b e d a a n ^ ? ' ^ ^ la negara dan kaula swapradja. antara kau-
50
Diatas telah kita terangkan bahwa R.I. itu adalah negara kepunjaan rakjat Indonesia seluruhnja, bukanlah seperti N.I. dahulu jang m erupakan satu organisasi alat pendjadjah Belan da terhadap rakjat Indonesia. R.I. adalah organisasi dari rakjat Indonesia untuk m engatur penghidupannja dalam segala lapangan, jaitu dalam lapangan ekonomi, politik, dan kebudajaan. Untuk m engatur penghidupan rakjat itu negara sebagai organi sasi m engeluarkan peraturan-peraturan. Dengan sendirinja peraturan ihi berlaku diseluruh wilajah negara R .I., ketjuali djika ditentukan lain. Djadi berhubung de ngan itu m aka dengan sendirinja segala peraturan R.I. berlaku juga didaerah swapradja. Oleh karena itu I.S. 21 ajat 2 sudah ak berlaku, dan harus dianggap sebagai bertentangan dengan tatahukum R .I. M engenai hal ini dapat dilihat djuga keterangan 't a diatas ketika m em bitjarakan peraturan-peraturan jang beru bagi swapradja. Sagaim ana sekarang mengenai pembedaan antara kaula neSara dan kaula sw apradja ? D iadakannja perbedaan antara kaula ^ egara dan kaula sw apradja dalam hukum tatanegara Hindia e a°d a perm ulaannja ialah dengan rnaksud mengadakan pejnisahan kekuasaan antara N .I. dan swapradja, jaitu bahwa daain wilajah sw apradja alat-alat pemerintahan N.I. hanja ber^ uasa atas kaula negara dan alat pem erintahan swapradja hanja i Cr, uasa a*as kaula swapradja. Kemudian berhubung dengan j^ a SUcl untuk m engadakan tjam pur tangan jang lebih djauh da ri ^ ? rusan Pem erintahan swapradja, m aka kekuasaan alat pemete° a an N .I. diperluas sehingga mengenai urusan-urusan terlik^ ’1 m ereka berkuasa djuga atas kaula swapradja. Dan sebabeK^a kePat^a Pem erintah Swapradja dapat diberikan djuga 3 ) rapa ^ k u a s a a n terhadap kaula negara (lihat Z.R. 7 ajat 1 ’ tetaPi ini sam pai tahun 1942 belum pernah mendapat peng^ vSanaan. K epada Pem erintah Swapradja tidak diberikan kek asaan jang berhubungan dengan urusan kedaerahan terhadap u a negara oleh karena Belanda beranggapan bahwa keadadalfS'Vaprac^ a *tu n135^1 sedemikian terbelakangnja sehingga ti dapat diserahi segala urusan mengenai kaula negara itu.
51
B elanda merasa bertanggung djawab atas nasib sem ua o ra” g jang dinamakan kaula negara itu sehingga tidak mau m en jera kannja kepada kekuasaan swapradja. Jang dipandanc sebagai kaula negara didaerah Surakarta dan Jogjakarta m e n u ru t S. 1921-566 adalah: orang Eropa, orang Timur Asing, pegawai negeri, dan orang bumiputra jang berada didaerah itu untuk sem entara waktli. D idaerah swapradja lainnja dengan pernjataan pendek janS mendjadi kaula negara ditentukan oleh Z.R . 7 ajat 3, jaltu orang Eropa, orang Timur Asing ketjuali keturunan orangorang jang berkuasa diswapradja (seperti di Kalim antan B arat), pegawai negeri dan buruh kontrak (contractarbeiders). M enu rut Z.R . 7 ajat 3 tugas pemerintahan jang didjalankan oleh swa pradja terhadap kaula negara ditentukan oleh G.G. dan penentuan sematjam ini sampai tahun 1942 belum pem ah dilakukan. S. 1946-18 memberi kemungkinan perluasan kekuasaan swa pradja, iang diantaranja berarti bahwa kepada swapradja dapat diserahkan segala kekuasaan pemerintahan kedaerahan ter hadap golongan kaula negara. Ini terbukti dari S. 1946-99 jang memberikan kepada Dewan Borneo Barat (West Borneo raad) segala kekuasaan terhadap kaula negara, dengan sjarat supaja kepada golongan kaula negara diberi hak ikut serta m enentukan (medezeggenschap) sepadan dengan arti dari golongan tersebut dan dengan kepentingannja didaerah itu. Keputusan G.G. sem a tjam ini kemudian diambil djuga bagi neo-swapradja lainnja, seperti terdapat pada S. 1948-112 dan S. 1949-115. Disini perlu kita m entjatat keterangan Logemann dalam bukunja jang bernama „Het Staatsrecht van Indonesie” tjetakan pertam a, halam an 193 jang menjatakan bahwa kekuasaan swapradja di Bali, Sumbawa, Flores, Timor, Sangihe, Talaud, Sulawesi dan M alu ku U tara sudah meliputi kekuasaan pemerintahan terhadap kaula negara. Pernjataan Logemann ini tidak m engandung kebenaran sama sekali. Siapa jang membatja sendiri keputusan Presiden N .I.T. tanggal 1 Pebruari 1950 No 2 8 / P r B /5 0 (S. I T . 1950-22) jang didasarkan atas keputusan H.V.K. tanggal 5 M ei 1949 No 21 (S. 1949-115) akan mengetahui betul dari
7
52
a a -k a ta jan g d ip erg u n a k an , b a h w a pem b erian k ek u asaan pee rm ta h a n te rh a d a p k a u la n eg ara h a n ja b erlak u bagi gabungana ungan sw a p rad ja ja n g m em p u n jai k e d u d u k a n sebagai d aerah Bngan n a m a -n a m a sep erti terse b u t diatas. D jad i k e k u a sa a n m a,n g-m asing sw a p rad ja ja n g b e ra d a d id a e ra h -d a e ra h itu tetap. ter r a s k e p a d a golongan k au la sw a p rad ja (lihat lam p ira n 7 d a n 8 ). . er*t’ ia Pu san p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra d a n k a u la sw apradja V f c la m p ra k te k n ja h a n ja te rd a p a t p a d a federasi sw ap rad ja dan a a n e o -sw ap ra d ja ja n g m em p u n ja i d ew an d en g an m an a m ung•n i ' u t se rta n ja golongan k a u la negara" itu d alam pem erin tah an . ja d i B e la n d a b a ru m em b e rik a n k e k u a sa a n te rh a d a p k a u la n e g a ra itu k e p a d a sw a p rad ja djika te rd a p a t d jam in an b ah w a golong a n ini tid a k a k a n diru g ik an . S elan d ju tn ja k ita h a ru s m e n u n ju p a d a S. 1 9 4 6 -2 7 jan g m em b eri k em u n g k in an d ib en tu k n ja o ta p ra d ja d id a e ra h sw a p rad ja d e n g a n d ib eri segala k e k u a sa a n P e m e rin ta h a n te rh a d a p k a u la n e g a ra sehingga 'd id a la m k o taP ra d ja itu tid a k a d a lagi p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra dan K aula sw a p rad ja . S ebagai u m p a m a iala h k o ta P o n tia n a k jan g d ib e n tu k o leh P e m erin ta h S w ap ra d ja P o n tia n a k p a d a tanggal 4 A g u stu s 1 9 4 6 d e n g a n p u tu sa n n ja N o 2 4 / 1 / 1 9 4 6 / P .K . jo k e p u tu s a n A lg. R egeringscom m issaris N o A .R .C . 4 / 1 / 2 0 . D ari u r a ia n diatas te rn ja ta b a h w a k e p a d a sw a p rad ja sendiri-sendiri a ta u p a d a u m u m n ja tid a k p e m a h d ib e rik a n k e k u a sa a n p e m e rin ta h a n te rh a d a p k a u la n e g a ra , sehingga sam p ai s a a t te ra c h ir k e k u a s a a n sw a p ra d ja teta p te rb a ta s p a d a k a u la sw ap rad ja. D juga s e s u d a h p e n g a k u a n k e d a u la ta n p a d a tan g g al 27 D esem b er 1949 tid a k p e rn a h d ik e lu a rk a n p e ra tu ra n ja n g b e rsifa t m en g h ap u sk an p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra d a n k a u la sw a p rad ja . K e a d a a n d e m ik ia n d a la m k e ta ta n e g a ra a n k ita p a d a w a k tu ini sung
53
an jang berhubungan dengan urusan rum ah tangganja sen dengan tidak mengadakan perbedaan antara orang-orang berasal dari daerah itu sendiri dan orang lain. Sekarang meI\ J pertanjaan bagi kita apakah hilangnja perbedaan itu tidak apa disirapulkan dari ketentuan-ketentuan jang ada dalam U. • • atau peraturan lainnja. M enurut pendapat kita pada w a k tu mi tidak ada ketentuan dalam hukum tatanegara kita jang m em eri dasar dengan langsung dan kuat pada kita untuk m engauggap perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja itu hapus. U.D.S. 133 mengatakan bahwa sambil menunggu undang-undan§ jang m engatur kedudukan swapradja, m aka p e ra tu ra n -p e ra tu ra n jang sudah ada tetap berlaku, jaitu diantaranja m en g en ai per bedaan antara kaula negara dan kaula swapradja. Berhubung dengan itu sebaiknja sekarang djuga sambil menunggu undangundang term aksud dalam U.D.S. 132 kita m engeluarkan satu P.P. jang menghapuskan perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja itu. Walaupun didaerah-daerah sw apradja dalam prakteknja sering tidak diadakan perbedaan, P.P. ini perlu di keluarkan untuk menghilangkan segala keragu-raguan. D engan uraian diatas mengenai I.S. 21 ajat 2 dan perbedaan an tara kaula negara dan kaula swapradja kita telah m embitjarakan p u la ke dudukan swapradja dalam negara kita. Selandjutnja harus kita tegaskan disini bahwa swapradja itu tidak lain dari p a d a satu kesatuan kenegaraan kedaerahan, atau dengan perkataan lain daerah bagian Republik Indonesia jang berhak mengurus rum ah tangganja sendiri. Dalam rangka desentralisasi kekuasaan negara, swapradja-swapradja itu pada waktu ini tidak m em punjai ke dudukan jang sama. Swapradja jang berada dibekas wilajah N .I.T. umpamanja berlainan kedudukannja dengan jang ada di propinsi Kalimantan. Dibekas wilajah N.I.T. jaitu dipropinsipropinsi Sulawesi, M aluku dan Nusa Tenggara semua sw apradja sudah berada dalam beberapa federasi, federasi m ana masingmasing mempunjai kedudukan sebagai „daerah” m e n u ru t Undang-undang Pemerintahan D aerah N.I.T. (S.I.T. 1950-44). Oleh karena federasi-federasi ini mempunjai kedudukan sebagai daerah jang berhak mengurus rum ah tangganja sendiri, m aka de-
54
^ g a n sen d irin ja m asing-m asing sw a p rad ja jan g a d a dalam suatu a e ra h (d ae ra h oto n o m i m e n u ru t U n d a n g -u n d a n g N .I.T . tadi) e ru p a k a n b ag ian d a ri d a e ra h itu. D a n oleh k a re n a propinsir o p in s j dibekas w ilajah N .I.T . m asih h a n ja m e ru p a k a n propinsi rninistrasi sad ja, m a k a dalam ran g k a d esentralisasi k ita d ap at e n g a ta k a n b a h w a sw a p rad ja -sw ap ra d ja jan g a d a ditiea propinsi u m e ru p a k a n d a e ra h o to n o m i tin g k at I I d a ri R epubH k In d o n es p V ]f etap i P ad a w a k tu ini sw a p ra d ja -sw a p ra d ja itu tid a k sam a a h m e ru p a k a n b a g ia n d alam arti jan g se b en a rn ja d a ri daerah , e b a b m asih a d a b e b e ra p a k e k u a sa a n residen d ah u lu jan g belum ise ra h k a n k e p a d a d a e ra h seperti k e k u a sa a n u n tu k m engesaha n P e ra tu ra n -p e ra tu ra n sw a p rad ja , k e k u a sa a n p e n g esah an ang g a ra n b e la n d ja sw a p rad ja , d a n lain-lain. D jik a h e n d a k dib erik an ^ e d u d u k a n sebagai d a e ra h o to n o m i tin g k a t II, m a k a h e n d a k la h k e k u a s a a n itu d ib e rik a n dju g a p a d a d a e ra h , d a n d alam ran g k a P e n jele saia n m asa lah sw a p ra d ja tin d a k a n itu a d a la h sep atu tn ja. u a l a m h u b u n g a n in i b a ik la h k ita b itja ra k a n d ju g a k e k u a sa a n K ek u asaan re sid e n d a h u lu te rh a d a p sw ap rad ja. j f e k u a sa a n resid e n te rh a d a p sw a p ra d ja itu se lu ru h n ja d im aks u d k a n u n tu k m engaw asi g e ra k -g e rik P e m e rin ta h S w apradja. e sid e n d itu g a sk a n u n tu k m en d ja g a a g a r P e m erin ta h S w apradja d ik e n d a h k a n sesu ai d e n g a n p o litik ja n g su d a h d ite n tu k a n oleh e m e n n ta h H in d ia B elan d a. D e n g a n d e m ik ia n m a k a istilah h a k u n tu k m em e rin ta h se n d iri” (re c h t v a n zelfb estu u r) sep erti digun a k a n d a la m I.S. 21 a ja t 2 m em p u n ja i a rti kosong. D alam ken ja ta a n n ja P e m e rin ta h S w ap ra d ja d ik e n d a lik a n oleh residen. S e b a g a i m isal k ita am bil k e te n tu a n jan g te rd a p a t d alam p a sal 10 d a r i Z .R . 19 3 8 . A ja t 1 d a ri p a s a l in i b e rb u n ji sbb : ,,D e o v e rh e id sta a k v a n h e t Z e lfb e stu u r w o rd t o n d e r h e t alge„ m e e n to e z ic h t v a n d e n G o u v e rn e u r v e rric h t in overleg m et „ d e n R e s id e n t e n d e a a n h e m o n d erg esch ik te b e stu re n d e, of „ a n d e re d a a rto e d o o r h em a a n te w ijzen a m b te n a re n ” . T e rn ja ta d a ri a ja t 1 ini b a h w a tugas p e m e rin ta h a n jan g dilak u k a n o leh P e m e rin ta h S w ap ra d ja h a ru s d e n g a n m u sja w a ra t d e n g a n re sid e n d a n b a w a h a n n ja . I n i b e ra rti b a h w a P e m erin ta h S w a p ra d ja tid a k d a p a t b e rb u a t a p a -a p a d a la m lap a n g a n pem e-
55
rintahan, bilamana tidak ada Der*;pti.H;,iQ„ ^ , persetudjuan d an djutnja ajat 2 dan pasal itu berbunji sbb :
o
residen.Selan-
i
”“ b“ l T ka" ’ " a sell0'"Jcn gedachtenwisseling met ’ amblenare" en den Resident, zijne " to . S L Z V ™ ,andschap en zii " ' i"S « eten en bij " k o L ^ bK den ° ° uvenKur da" » = '. door diens tusschenV° 0rstaan- In de sevallen, w aarin van „die bevoegdheid gebruik gemaakt wordt t.a.v. den G G dient Z elftsstuur schnftclijke stukken in door tusschen’k omst " Z
o X
”de wat het
T
' ,k bes‘r ?^
^
nde amb‘« - « ; de r R e “ ambtenaren deelt het tevens me-
dahulu dengan Pemerintah setemnat d L ngan,sendirinja m erupakan kekanran h dja Lebih djanh 1* ajat 3 da*
ir r
'
^ be™ndinS ,sblh m3na " SwaPra'
,id -
„richten van dergelijke h a n d e lin g e n m Z T ^ ^ ^ „gaan van overeenkomsten, van niet’ s tr* ^ ^ “T „aan of met wien ook, de toestemm inl persoonhJke aard’ „welke toestemming moet blijken dnn ^ R esident> van „dezen op de desbetreffende akten «* \ r 0f namens ..Resident bepaalt welke v e ™ f „ £ “ ' f ' ^ ^ u r i n g . „leend of welice dergelijke handelinge" k Z f W° r He” V ' lain dari pada residen. D apat dikatakan k ^ apradja ltu tldak m aharadja (kaisar) bagi swapradja, dan hak iTnt T ^ " sendiri bagi swapradja dengan demikian s, ? m em erm tah Pem erintah Swapradja ja n g \e r u pa radfa i l i t f * “ f ' sam a-sam a dengan orang-orang besarnja
56
dapat dengan m udah dikuasainja atau diperasnja. Adanja ke kuasaan residen jang begitu besar terhadap swapradja adalah satu bukti bahwa Pem. Hindia Belanda menganut faham investitur seperti telah kita terangkan diatas dalam bab pertama. Peme rintah Swapradja terdiri dari orang-orang jang diberi kehormat2n untuk mendjadi tuan besar didaerahnja sebagai wakil Pem. india Belanda dengan tidak mempunjai sesuatu kekuasaan jang berarti. Dan kehorm atan itu diberikan dengan suatu akte penetapan dari G .G ., akte penetapan mana oleh Belanda lazimnja dinam akan perdjandjian. Kekuasaan-kekuasaan residen terhadap swapradja oieh N.I.T. untuk wilajahnja dibagi-bagikan kepada beberapa instansi. Ini er jadi pada th 1949 ketika djabatan residen dihapuskan. Mulau. a kekuasaan residen ini dibagi-bagi dengan keputusan Menk&ri Dalam Negeri N .I.T. tanggal 20 Agustus 1949 jang mulai er aku 1 O ktober 1949. Kemudian pembagian kekuasaan itu kembali dengan Undang-undang N.I.T. tanggal 19 De ni er 1949 tentang pem bentukan Komisariat-komisariat Ne2 3 ^ ^ ^ ^ 1950 N o 5) dan Peraturan Presiden N.I.T. tanggal beb esember 1949 tentang pembagian kekuasaan residen pada lak Erapa instansi (S.I.T. 1950 N o " 6 ) jang masing-masing berund SUFUt Sampai tanggal 1 O ktober 1949. Pasal 5 dari Undangl„n ^ng N .I.T . tentang pem bentukan Komisariat Negara itu ^ a p n j a berbunji s b b : engan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang Jatas ini, m aka dengan verordening Presiden kekuasaanasaan, tugas dan tjam pur tangan jang menurut peraturan-peraturan, undang-undang dan tatausaha jang ada dilaksanakan oleh residen, buat sepandjang halnja tidak dibeban3n kepada seorang menteri, dipertanggungkan : sekadar jang sebagian besar bersifat mengawasi kepada Kornisaris-komisaris Negara. sekadar jang m em punjai sifat-sifat lainnja kepada badanbadan daerah jang b e rik u t: a- B uat jang mengenai daerah-daerah jang seluruhnja terdiri dari lands chap (zelfbestuur) kepada Badan Pe-
57
merintah Harian, atau djika badan ini tidak ada, 'e pada Dewan Radja-radja. b. Buat jang mengenai daerah-daerah jang seluru nja terdiri dari persekutuan-persekutuan jang dibentu m enurut pasal 1 dari ordonansi tanggal 13 pebruari 1946 (S. 1949-17) kepada Madjelis G e c o m m i t t e e r den. c. Buat jang mengenai daerah : 1. Maluku Utara, kepada Dewan R a d j a - r a d j a , 2. Sulawesi Utara, kepada Dewan K eperintahan, 3. Sulawesi Selatan, kepada Madjelis H arian. 2. Penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan-kekuasaan, tugastugas dan tjampur tangan jang dimaksudkan dalam ajat di atas sub II, dipertanggungkan kepada ketua dari madjelismadjelis ini. M enurut pasal ini. kekuasaan residen dahulu dapat diberikan pada Pemerintah (Menteri) N.I.T., Komisaris Negara atau Pem. D aerah. Pembagian kepada berbagai instansi itu dilakukan de ngan Peraturan Presiden. Terlebih dahulu presiden harus menentukan kekuasaan-kekuasaan mana jang akan diserahkan pa da Pemerintah (Menteri) N.I.T., dan sisanja dibagi-bagi antara Komisaris Negara dan Pem. Daerah. Dalam membagi kekuasaan itu antara Komisaris Negara dan Pem. Daerah, Presiden N .I.T . harus berpegangan pada ketentuan bahwa kekuasaan residen jang sebagian besar bersifat mengawasi akan diserahkan kepada Komisaris Negara. Prinsip ini perlu diperhatikan untuk dapat m enentukan kekuasaan-kekuasaan apakah dari residen itu ada pada Komisaris Negara dan kekuasaan-kekuasaan m ana ada pada Pem. Daerah, sebab Peraturan Presiden tanggal 23 Desem ber 1949 seperti termuat dalam S.I.T. No 6 tahun 1950 ten tang pembagian kekuasaan residen tidak memberikan pertelaan satu-persatu kekuasaan jang diberikan pada Pem. D aerah dan sans Ne&ara. ICekuas residen jang dengan tegas diberi kan pada Komisaris Negara oleh Peraturan Presiden tersebut h a nja jang berhubungan dengan gabungan swapradja, djadi bukan jang berhubungan dengan swapradja masing-masing. Sedangkan
58
p asal 3 d ari P e ra tu ra n P re sid e n itu dju g a tidak m enjebut satup e rsa tu k e k u a sa a n resid e n ja n g d ise ra h k an p a d a P em . D aerah , m elain k an h a n ja b e rb u n ji sb b : „ D e n g a n tid a k m en g u ran g i ap a jan g d ite n tu k a n dalam pasal 4 d a n 5 a ja t p e rta m a d a n 6 d ari u n d a n g -u n d a n g tg 19 D esem ber 1949 m ak a k e k u a sa a n -k e k u a sa a n , tugas-tugas d an tja m p u r ta ng an dari resid en -resid en ja n g terse b u t dalam k eten tu an -k eten tu a n , p e ra tu ra n -p e ra tu ra n d a n p e ra tu ra n ta ta u sa h a , lain d ari p a d a jan g te rse b u t d alam p asal 1 d an 2 , m asing-m asing u n tu k wi laja h d a e ra h sendiri-sendiri d ip ertan g g u n g k an k e p a d a B adanb a d a n D a e rah ja n g d im a k su d k a n d alam p asal 5 a ja t 1 sub II d a ri u n d a n g -u n d a n g in i” . B e rh u b u n g d e n g a n itu, m ak a k ita h a ru s m en tja ri sendiri keu a sa a n -k e k u a sa a n a p a ja n g m e n u ru t P e ra tu ra n P residen tadi p in d a h k e ta n g a n P e m e rin ta h D a e ra h d a n k e k u a sa a n -k ek u a sa an m a n a p in d a h k e ta n g a n K om isaris N eg ara. D a n u n tu k m engetahui ini k ita h a ru s selalu in g at p a d a p rin sip jan g m en g atak an , bahw a k e k u a sa a n resid en ja n g seb ag ian b e s a r b e rsifa t m engaw asi m en d jad i k e k u a sa a n K o m isaris N e g a ra selam a tid a k d ib erik an p a d a P e m erin ta h N .I.T . Seperti tela h k ita te ra n g k a n diatas m em ang sem u a k e k u a sa a n resid en te rh a d a p sw a p ra d ja itu m em p u n jai sifat m engaw asi. A k a n te ta p i d ia n ta ra n ja ad a k e k u a sa a n jan g lebih b e rsifa t lain d ari p a d a b e rsifa t m engaw asi. D en g an dem ikian k e k u a sa a n residen itu h a ru s d ib ag i a tas 2 golo n g an : 1 . K e k u a sa a n ja n g sa m a sekali ( 1 0 0 % ) m em p u n jai sifat m eng aw asi a ta u ja n g seb ag ian b e sa r b e rsifa t m engaw asi (lebih d a ri 5 0 % d alam p e rb a n d in g a n dengan sifat-sifat lain n ja jang te rd a p a t p a d a sesu atu k e k u a sa a n ). T jo n to h d ari k e k u a sa a n •residen jan g lebih b e rsifa t m engaw asi d a ri p a d a b ersifat lain ia la h k e k u a sa a n ja n g te rtja n tu m d alam Z .R . p asal 5 (peng a w a sa n te rh a d a p p e d ja b a t-p e d ja b a t p e m e rin ta h a n sw a p ra dja), p a sal 11 a ja t 1 (p en g aw asan te rh a d a p p e ra tu ra n -p e r a tu ra n jan g d ib u a t oleh sw ap rad ja), p a sa l 2 0 a ja t 4 , 5 d a n 9 (p en g aw asan te rh a d a p an g g aran b e la n d ja sw apradja). K e k u a sa a n ja n g te rtja n tu m dalam p a sa l 5 bersam a-sam a
59
dengan jang tertjantum dalam pasal 6 telah diserahkan pa da Pemerintah N.I.T. dengan Peraturan Presiden tersebut diatas. 2. Kekuasaan jang sama sekali atau sebagian besar m enipunJai sifat lain dari pada sifat mengawasi, seperti jang tertjantum dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3 (mengenai penetapan batas daerah swapradja), pasal 3 ajat 4 dan 5 (mengenai penundjukan ketua Dewan Penasehat dan usul tentang susunan pemerintahan swapradja), pasal 4 ajat 1 dan 3 (mengenai perwakilan swapradja), pasal 7 ajat 5 (mengenai penetapan siapa kaula negara dan siapa kaula swapradja djika ada kcragu-raguan), pasal 10 ajat 1 (mengenai penjelenggaraan pe merintahan), 2 (mengenai petisi), 3 dan 4 (mengenai pemberian izin dan mengadakan perdjandjian), pasal 2 2 ajat 2 , kalimat kedua (mengenai hubungan antara kekajaan bersama dari swapradja-swapradja jang melakukan kerdja sama dengan kekajaan masing-masing swapradja jang ikut serta). Z.R . 10 ajat 3 dan 4 tentang kekuasaan residen m engenai pemberian izin dan perdjandjian tidak kita tafsirkan sebagai kekuasaan jang sebagian besar bersifat mengawasi, m elainkan bersifat membantu swapradja agar tidak dirugikan oleh fihak ketiga, atau sebagai kekuasaan jang diambil atau dikurangkan dari otonomi swapradja untuk didjalankan bersama-sama oleh Pemerintah Swapradja dan Pem erintah H in dia Belanda (dengan perantaraan residen). Dengan pembagian atas 2 golongan itu, maka kita d ap at mengetahui bahwa jang mendjadi kekuasaan Komisaris N egara adalah kekuasaan residen jang tersebut dalam golongan pertam a sepandjang tidak diberikan pada Pemerintah N .I.T ." sedang ke kuasaan jang tersebut dalam golongan kedua, semuanja m en djadi kekuasaan Pemerintah Daerah. Dengan terbentuknja ne gara kesatuan R.I. pada tanggal 17 Agustus 1950, m aka segala kekuasaan Pemerintah N.I.T. (termasuk kekuasaan residen da hulu jang telah dipertanggungkan pada mereka) mendjadi kekua saan Pemerintah R.I. berdasarkan pasal 133 U.D.S. D an kekua saan ini berupa : *,
60
a • T e rh a d a p sw a p rad ja sendiri-sendiri (b u k an gabungan swa p ra d ja ) d a n te rh a d a p gabungan-gabungan sw apradja : kekua sa an residen d a h u lu jan g tertja n tu m dalam Z .R . pasal 5 ajat 1, 2, 5 d a n 6 Z .R . p a sal 6 dan dalam keputusan L t G .G . tg 9 A p ril 1 9 4 6 (S. 1946-27 jo 69) sub IV . (L ih at P eraturan P re sid e n In d o n esia T im u r jan g te rm u a t dalam S.I.T . 1950 N o 6 pasal 2 a ja t 2 h u ru f c d a n d.) b- C husus te rh a d a p gab u n g an -g ab u n g an sw apradja (c.q. daerah): k e k u a sa a n resid en d ah u lu jan g tertja n tu m dalam Z .R . pasal 11 a ja t 1, p a sa l 2 0 a ja t 4 , 5 d a n 9 dalam p asal-pasal serupa itu jan g a d a dalam k o n tra k p an d jan g , d an dalam b a b -b a b I I d a n V I d a ri k e p u tu sa n A lgem ene R egeringscom m issaris un tu k K a lim a n ta n d a n T im u r B e sa r tg 27 Septem ber 1946 N o A .R .C ./1 0 (p e ra tu ra n u m u m ten ta n g pem elih araan dan tang g u n g d jaw ab k e u a n g an d a n m ilik-m ilik sw ap rad ja di In d o n esia T im u r). M e n u ru t p a sal 133 U .D .S . p e d ja b a t-p e d ja b a t d aerah bagian d a h u lu jan g te rse b u t d alam p e ra tu ra n -p e ra tu ra n (jang m asih ber la k u k a re n a U .D .S . 133 itu ) diganti d en g an p e d jab at-p ed jab at ja n g dem ikian p a d a R .I. D ja b a ta n K om isaris N egara tid a k ter d a p a t d alam R .I. Siapa se k a ra n g jan g h a ru s m en d jalan k an ke k u a s a a n K o m isaris N e g a ra d a ri N .I.T . itu ? P a sa l 143 U .D .S. m en g a ta k a n , b a h w a se k a d a r belum te rn ja ta d ari U .D .S ., m ak a un d a n g -u n d a n g m e n e n tu k a n a la t-a la t p e rle n g k ap a n R .I. jan g m ana a k a n m e n d ja la n k a n tu g as d a n k e k u a sa a n a la t-a la t p erlengkapan se b elu m tg 17 A g u stu s 1950 m engingat pasal 142 U .D .S. sebagai k e te n tu a n p e ra lih a n . S am pai se k ara n g u n d a n g -u n d a n g jan g di m a k s u d oleh U .D .S . 143 itu b elu m ada. U n tu k k ep erlu an p ra k te k k ita h a ru s m em b eri p e m e tja h a n te rh a d a p p e rso a lan ini. D a n d ja w a b a n ja n g m u n g k in d ib erik an ialah d u a , ja itu k ekuasaan K o m isa ris N e g a ra te rm a k su d diatas m endjadi k e k u a sa a n P e m e r in ta h R .I., a ta u m en d ja d i k e k u a sa a n g u b e rn u r k epala d aerah d a ri m asin g -m asin g p ro p in si. K ita lebih tjo n d o n g p a d a djaw ab a n k e d u a , ja itu b a h w a k e k u a sa a n K om isaris N eg ara d ja tu h p a d a ta n g a n g u b e rn u r. A d a p u n ala sa n n ja iala h oleh k a re n a G u b ern u r itu m em p u n ja i p e rsa m a a n d alam k e d u d u k a n n ja dengan K om isa-
61
r
I
i
1
* ] . |, ' ! j
' s r x )
I
^
; |
ris N egara dalam N .I.T., jaitu sebagai wakil tertinggi d a r* ^ e' m erintah Pusat didaerah-daerah. Dan kekuasaan residen da hulu jang ada pada tangan Komisaris Negara dan sekarang nienurut kita harus djatuh ditangan Gubernur kepala daerah dari propinsi-propinsi Sulawesi, M aluku dan Nusa Tenggara ialah : a. Terhadap swapradja sendiri-sendiri : kekuasaan resi _ hulu jang tertjantum dalam Z.R. pasal 11 ajat 1, pasal 20 ajat 4, 5 dan 9, pasal 13, pasal 22 ajat 2 kalim at pertam a dan ketentuan serupa itu jang terdapat pada k ontrak pandjang, Djuga kekuasaan residen jang tersebut dalam bab II dan VI dari „peraturan umum tentang pengurusan dan pertanggungan djawab keuangan dan milik-milik sw apradja d.i Indonesia Timur” seperti ditetapkan dengan keputusan Algemene Regeringscommissaris untuk Kalimantan dan Timur Besar tg 27 September 1946 No A .R .C ./1 0 /1 /2 m endjadi kekuasaan Komisaris Negara berdasarkan pasal 5 ajat 1 sub I dari Undang-undang N.I.T. tentang pembentukan Komisariat Negara. Dan chusus mengenai swapradja-swapradja jang berada dalam lingkungan daerah Sumba djuga kekuasaan residen jang tertjantum dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3, pasal 3 ajat 4 dan 5, pasal 4 ajat 1 dan 3, pasal 7 ajat 5, pasal 10 ajat 1, 2, 3 dan 4, pasal 22 ajat 2 kalim at kedua. Adanja kekuasaan residen tersebut dalam Z.R. pasal 11 ajat 1, pasal 20 ajat 4, 5 dan 9, dan pasal 22 ajat 2 kalim at per tam a pada tangan Komisaris Negara didasarkan atas pasal 5 ajat 1 sub I dari Undang-undang N.I.T. tentang pem bentuk an Komisariat Negara jang menentukan, bahwa Kom isaris Negara mendapat kekuasaan jang sebagian besar bersifat mengawasi. Mengenai pasal 13 dari Z.R. dasarnja terdapat pada pasal 4 ajat 2 dari Undang-undang tersebut. B erhuungan dengan Z.R. 13 itu perlu diterangkan disini, bahwa pengadilan-pengadilan swapradja sebagian sudah dihapuskan berdasarkan Undang-undang Darurat No 1 tahun 1951. Bahwa swapradja-swapradja didaerah Sumba m endapat pengetjualian, dapat kita lihat ketentuan jang terdapat pada PasaI 6 Undang-undang N.I.T. tentang pembentukan Komi-
62
sa ria t N eg ara. R u p a n ja p a d a w ak tu itu P em erintah D aerah S um ba belum m en d a p a t k e p e rtja ja a n u n tu k m endjalankan tugas-tugas resid en seperti jan g d ib erik an k e p a d a daerah d a e ra h lainnja. T e rh a d a p gab u n g an sw ap rad ja (c.q. d aerah ) : kek u asaan re siden d ah u lu jan g te rd a p a t p a d a Z .R . p asal 10 a ja t V, 3 dan 4 dan p a d a k e te n tu a n s e ru p a itu d alam k o n tra k pandjang. L ih a t p a sal 1 P e ra tu ra n P resid en In d o n esia T im u r tg 23 D e se m b e r 1949 N o 1 2 /P r v / 4 9 (S .I.T . N o 6 th 1950). D engan d em ik ian se k ara n g sudah tera n g bagi kita k ekuasaan a P a jan g d ja tu h p a d a ta n g a n P e m erin ta h P u sa t R .I. d a n k e k u a s a a n m a n a m en d ja d i tu g asn ja g u b e rn u r k e p a la p ropinsi sedjak A g u stu s 1950. D alam p a sal 7 d a ri U n d an g -u n d an g N .I.T . te n ta n g p e m b e n tu k a n K o m isa ria t N eg a ra (S .I.T . N o 5 th 1950) ite ta p k a n b a h w a d alam m en d ja la n k a n k ek u asaan residen itu £ o m is a ris N e g a ra d ib aw a h k an k e p a d a sek alian m enteri, sedang “ e n ie rm ta h D a e ra h d ib aw a h k an k e p a d a K om isaris N egara. D ari P a sa l 7 u n d a n g -u n d a n g te rse b u t te rn ja ta , b ah w a p e n je rah a n k e k u a s a a n resid e n d a h u lu p a d a d a e ra h itu tid a k m em punjai sifat P e rlu a sa n u ru sa n ru m a h tan g g a (otonom i) d a e ra h , m elain k an a n ja b ersifa t p e m b e ria n k e k u a sa a n dalam m edebew ind, jaitu seb ag ai k e k u a sa a n ja n g d itu g a sk a n k e p a d a P e m erin ta h D aerah u n tu k d id ja la n k a n a ta s n a m a P e m erin ta h P u sa t. S edjak 17 A gus tu s 1950 P e m e rin ta h D a e ra h d alam m en d ja la n k a n k ek u asaan re s id e n itu d ib a w a h k a n p a d a g u b e rn u r d ari pro p in si jan g b e r sa n g k u ta n sesu ai d e n g a n tafsira n k ita d iatas m engenai pengganti d ja b a ta n K om isaris N e g a ra d a la m R .I. sek aran g . D a n k e k u a s a a n resid e n ja n g d itu g a sk a n k e p a d a P e m erin ta h D a e rah itu beru p a : a ~ T e rh a d a p sw a p ra d ja sendiri : k e k u a sa a n residen jan g te r tja n tu m d a la m Z .R . p a s a l 2 a ja t 2 d a n 3, p a sal 3 a ja t 4 d a n 5 , p a sa l 4 a ja t 1 d a n 3, p a sa l 7 a ja t 5, p a sal 10 a ja t 1, 2 , 3 d a n 4 , p a s a l 2 2 a ja t 2 k a lim a t k e d u a . D a sa rn ja k ita dap a tk a n d a la m p a s a l 3 d a ri P e ra tu ra n P re sid e n In d o n esia T i m u r tg 23 D e se m b e r 1949 N o 1 2 /P r v / 4 9 (S .I.T . N o 6 th
63
,b. Terhadap gabungan sw apradja: kekuasaan residen j an= sebut dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3, pasal 3 ajat 4 dan pasal 4 ajat 1 dan 3, pasal 7 ajat 5, pasal 10 ajat 2, P asal 11 ajat 2 kalimat kedua. Dasarnja kita ketemukan dalam pasa 3 jo pasal 1 dari Peraturan Presiden N .I.T. diatas. P asa^ dari Peraturan Presiden N .I.T. itu menentukan bahw a 'e kuasaan residen jang tersebut dalam Z.R. 10 ajat 1, 3 dan terhadap gabungan-gabungan swapradja (daerah) m endja l kekuasaan Komisaris Negara. Perlu kita peringatkan lagi bahwa daerah Sumba tid ak diberi tugas untuk mendjalankan kekuasaan residen tersebut diatas, dan kekuasaan itu chusus mengenai swapradja-sw apradja di daerah Sumba ditugaskan kepada Komisaris Negara. L ih at ten tang ini pasal 6 dari Undang-undang Pembentukan K om isanat Negara. Disini perlu djuga kita membitjarakan pasal 5 ajat 1 sub II dari undang-undang tersebut jang menjebut dengan satupersatu instansi mana dari masing-masing daerah harus m endja lankan kekuasaan residen itu. Disini ditentukan bahwa djika da erah itu seluruhnja terdiri dari swapradja-swapradja, m ak a ke kuasaan itu ditugaskan kepada Badan Pemerintah H arian, atau djika badan ini tidak ada, kepada Dewan Radja-radja. Chusus bagi daerah Maluku Utara kekuasaan itu ditugaskan kepada De wan Radja-radja, dan bagi daerah Sulawesi Utara kepada De wan Keperintahan, sedangkan bagi daerah Sulawesi Selatan ke pada Madjelis Harian. Selandjutnja dalam ajat 2 dari pasal 5 itu ditentukan, bahwa penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan itu dilakukan oleh ketua dari madjelis-madjelis itu. P ad a bulan Djuni th 1950 dikeluarkan undang-undang jang m engatur pe merintahan daerah. Undang-undang ini terkenal dengan nama Undang-undang N.I.T. No 44 th 1950. Sesungguhnja undang-undang ini tidak mempunjai nom or, se bab tidak mendjadi kebiasaan di N.I.T. untuk memberi nom or pada undang-undangnja. Undang-undang N.I.T. m engenai pe merintahan daerah disebut orang sebagai (terkenal dengan nama) Undang-undang N.I.T. No 44-1950, ialah sebagai kekeliruan sadja mengingat pada Undang-undang R.I. tentang pem erintah-
64
a n d a e ra h jan g m em p u n jai n o m o r 2 2 -1 9 4 8 . Ja n g b ernom or 44 sesu n g g u h n ja b u k a n u n d a n g -u n d an g n ja, m elainkan staatso lad n ja. P a sa l 2 d a ri u n d a n g -u n d a n g ini m en etap k an bahw a Pem erina i D a e ra h terd iri d ari D ew an P erw ak ilan R a k ja t d a n D ew an e m e rin ta h , se d an g k a n p asal 34 a ja t 1 m en en tu k an b ahw a D evvan R a d ja -ra d ja d ih ap u sk an d engan m ulai b erlak u n ja undangu n d a n g itu. P asal 34 a ja t 10 sela n d ju tn ja m en en tu k an bahw a 'e w a d jib a n ja n g tid a k term asu k u ru sa n ru m a h tangga d a e ra h dan Jang dah u lu d itu g ask an k e p a d a B a d a n P e m erin ta h a n D aerah, e m u d ia n m en d jad i tugas D ew an P em erin tah . D an berhubung e n g a n k e te n tu a n ini, m ak a se k ara n g k e k u a sa a n residen term aks u d d iatas m en d ja d i tugas k e w a d jib a n D ew an P em erintah dari rnasing-m asing d a e ra h . D a n p e n g la k sa n aa n n ja sehari-hari tidak agi d ila k u k a n oleh k e tu a D ew an P em erin tah m elain k an oleh ew an P e m erin ta h D a e ra h sendiri, seb ab k e te n tu an sem atjam P a sa l 5 a ja t 2 d a ri U n d a n g -u n d a n g P e m b en tu k a n K om isariat j-i a k te rd a p a t d alam U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n D a e rah dari N .I .T . itu. D en g an a d a n ja b e b e ra p a k e k u a sa a n residen itu p a d a tangan P e m e rin ta h D a e ra h , m a k a P e m e rin ta h D a e ra h m em punjai k e k u a s a a n u n tu k m en g en d alik an sw a p rad ja , sehingga d a p a t dikata k a n b a h w a seb ag ian d a ri n asib sw a p rad ja d ite n tu k a n oleh d a e ra h . D a n b e rh u b u n g d en g an itu diatas k ita p e rn a h m enjatakan b a h w a sw a p ra d ja -sw a p ra d ja dibekas w ilajah N .I.T . (sekarang p ro p in si-p ro p in si Sulaw esi, M a lu k u d a n N u sa T enggara) m em p u n ja i k e d u d u k a n sebagai d a e ra h o to n o m i tin g k a t II dalam ran g k a desen tralisasi p a d a w ak tu ini. K ita m en g a tak a n „ d a era h o to n o m i tin g k a t I I b u k a n tin g k a t I I I oleh k a re n a propinsi-propinsi Sulaw esi, M a lu k u d a n N u sa T e n g g a ra belum m eru p a k an p ro p in si o to n o m i, m ela in k a n m asih m e ru p a k a n p ro p in si adm inistrasi. U n tu k k e p e n tin g an p en jelesaian sw a p rad ja seb aik n ja k ek u asaan k e k u a s a a n resid e n d a h u lu jan g se k ara n g ad a p a d a ta n s a n G u b e r n u r d a n P e m e rin ta h P u sa t d itu g ask an k e p a d a d a e ra h sam a se k ali a g a r d e n g a n d em ik ian te rd ja d i p e rk e m b an g a n jan g sesuai d e n g a n k e h e n d a k ra k ja t d a ri d a e ra h ja n g b ersangkutan. D an se-
65
baiknja djuga kepada kabupaten-kabupaten di Kalirna ,• t berikan semua kekuasaan residen jang kita m aksudkan itu. Dengan kedjadian ini, m aka djalan jang kita harus ei dalam memberi penglaksanaan pada U.D.S. 132 akan le 1 • Pada tahun 1952 dikeluarkan Peraturan Pem erintah N o 33 dan No 34, dan pada tahun 1953 djuga keluar P.P. serupa itu jang bernomor 11. Ketiga P.P. ini seperti telah kita t e r“ °® 3 diatas mempunjai sifat merobah Undang-undang N .I.T . anS pemerintahan daerah (S.I.T. No 44-1950). P.P. 33-1952 mero bah daerah Sulawesi Tengah mendjadi beberapa daerah, dan P.P. 34-1952 merobah daerah Sulawesi Selatan m endjadi bsberapa daerah, sedangkan P.P. 11-1953 membubarkan d aerah Su lawesi U tara dan membentuknja kembali mendjadi daerah Sula wesi U tara baru. Ketiga P.P. itu memberikan lagi pada daerahdaerah jang dibentuknja beberapa kekuasaan residen terhadap swapradja untuk didjalankan atas nama Pemerintah P usat. P.P. 33 dan 34 th 1952 menjebut keputusan Menteri Dalam Negeri N .I.T. tg 20 Agustus 1949 dalam pasal 5 sub II m engenai pe njerahan kekuasaan-kekuasaan residen itu. H al ini sesungguhnja tidak benar, sebab keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut sudah tidak mempunjai kekuatan lagi dengan keluarnja Undangundang N.I.T. tentang pembentukan Komisariat Negara (S.I.T. N o 5-1950) jang mempergunakan prinsip, bahwa kekuasaan re siden jang sebagian besar bersifat mengawasi diserahkan kepada Komisaris Negara sepandjang tidak diberikan pada Pem erintah Pusat. Alasan lain jang menjebabkan keputusan menteri tersebut dengan sendirinja tidak mempunjai kekuatan lagi ialah karena masalah jang diatur oleh keputusan menteri itu kem udian di atur dengan peraturan jang Iebih tinggi, jaitu undang-undang dan Peraturan Presiden jang isinja djuga berlainan dengan ke putusan menteri tadi. Dan rupanja karena sadar akan k esa la h an ini, pem buat P.P. 11-1953 tidak lagi menjebut-njebut keputus an M enteri Dalam Negeri N.I.T. itu. P.P. 33 dan 34 th 1952 dalam memberikan kekuasaan resi den menjebut ketentuan-ketentuan s b b :
66
Z .R . p a s a l >5 yr ?5
5J
»
>>
„
2 a ja t 3 „ 4 10 ,,
1d a n 3 4 „ 5 1 3 1,2 , 3 d a n 4
22
2
„
„
, ,
D isin i tid a k d ia d a k a n p e rb e d a a n a n ta ra k e k u a sa a n d a e ra h tera d a p sw a p ra d ja se n d iri-se n d iri d a n te rh a d a p g a b u n g an sw apraJa. S e p erti tela h k ita te ra n g k a n d ia ta s k e k u a sa a n d a e ra h terh a a P sw a p ra d ja m asin g -m a sin g a d a la h b e rb e d a d engan k ek u asaa n n ja te rh a d a p g a b u n g a n sw a p rad ja , ja itu b a h w a te rh a d a p gau n g a n s w a p ra d ja d a e ra h tid a k m e n d a p a t k e k u a sa a n residen Ja n g te rs e b u t d a la m Z .R . 10 a ja t 1, 3 d a n 4. S elan d ju tn ja jang P e rlu m e n d a p a t p e rh a tia n ia la h b ah w a k e d u a P .P . itu m enjebut f - R - 2 a ja t 1. D a la m p a s a l 2 a ja t 1 d a ri Z .R . th 1938 itu tid a k e r d a p a t k e k u a s a a n re s id e n sa m a sekali, m ela in k a n h a n ja m en J a ia k a n b a h w a P e m e rin ta h S w ap ra d ja b e rh a k u n tu k m engatur P e m u n g u ta n h a sil-h asil d a ri la u t d jik a tid a k d ia d a k a n p e ra tu ra n m e n g e n a i h a l itu o leh P e m e rin ta h P u sa t. W a la u p u n k e d u a P .P . Jtu tid a k m en e g a sk a n , b a h w a d en g an m e n je b u t p a sal-p asa l d ari •R. th 1938 ia b e rk e h e n d a k m e n je ra h k a n k e k u a sa a n residen d a h u lu , n a m u n m a k s u d d e m ik ia n te rn ja ta d a ri b a g ia n k alim at Ja n g b e rb u n ji „ s e p e rti te la h d ise ra h k a n d a h u lu d e n g a n k e p u tu s a n M e n te ri D a la m N e g e ri N .I.T . tg 2 0 A g u stu s 1949 N o B .Z . 1 / 6 7 / 2 9 ” . S e p e rti te la h k ita sin ggung d iata s m em a n g jan g d i s e r a h k a n k e p a d a d a e ra h d e n g a n k e p u tu sa n m e n te ri ini h a n ja k e k u a s a a n -k e k u a s a a n resid e n , d a n b e rh u b u n g d e n g a n itu k e p u tu s a n m e n te ri ta d i s a m a sek ali tid a k m e n je b u t Z .R . 2 a ja t 1, s e b a b d a la m k e te n tu a n in i tid a k te rd a p a t k e k u a sa a n residen. M a k a d a ri itu te rtja n tu m n ja Z .R . 2 a ja t 1 d a la m k e d u a P .P . tadi h a r u s d ia n g g a p se b ag a i k e k e liru a n . In i te rn ja ta d a ri P .P . 11-1953 ja n g tid a k lag i m e m u a t k e te n tu a n itu d a n d ig a n tin ja d en g an Z .R . 2 a ja t 2 ja n g m e m a n g m e m u a t k e k u a sa a n resid en . B e rh u b u n g d e n g a n itu m a k a Z .R . 2 a ja t 1 d a la m P .P . 33 d a n 34 th 1952, h a r u s d ib a tja s e b a g a i Z .R . 2 a ja t 2. S e la n d ju tn ja p e rlu m e n d a p a t p e rh a tia n b a h w a P .P . 33 d a n 34 t h 1 9 5 2 itu tid a k m e n je b u t Z .R . 7 a ja t 5, se d an g k a n m en u ru t
67
r
daftar kita diatas kekuasaan residen jang terdapat dalam pasal itu telah mendjadi kekuasaan daerah berdasarkan pasal 3 dari P eraturan Presiden N .I.T. tg 23 Desember 1949 No P rv/49. B erhubung dengan itu m aka daerah-daerah jang dibentuk de ngan kedua P.P. diatas tidak lagi mempunjai kekuasaan residen jang tersebut dalam Z.R. 7 ajat 5. Dim ana sekarang adanja ke. kuasaan residen ex Z.R . 7 ajat 5 itu. M enurut kita, kekuasaan itu bagi daerah-daerah jang dikuasai oleh P P 33 dan 34 th 1952 ada pada Pemerintah Pusat. Sebab d e n p n tidak menjerahkannja kekuasaan tadi kepada daerah jang dibentuknja, berarti bahwa Pem erintah Pusat tidak. menghendaki dilakukaonja kekuasaan tersebut oleh Pemerintah Daerah. Dan oleh karena i ’v v i! menjebut siaPa i anS sekarang berhak mendjalankan kekuasaan itu, m aka harus diartikan pula bahwa Pemerm tah Pusat jang berhak mendjalankannja sebagai penguasa tertinggi dalam m elaksanakan undang-undang dan p e ra tu ra l Berlainan dengan P.P. 33 dan 34 th 1952 P P 11-1053 diantaranja berbunji sbb : ,,Urusan pem erintahan umum meliputi pelaksanaan tugastugas dan kekuasaan residen termaksud dalam • Z.R . th 1938 pasal 2 ajat 2 dan 3 ” ” 3 » 4 „ 5 4 „ 1 „ 3
”
5 »
1
„ 2
”
1,
2, 3 dan 4
”
»
10 » H „
”
»
22 „
1
2
P .P . 11-1953 ini m empergunakan kata-kata „tugas dan kek u asaan residen jang term aksud dalam .... » tL k Iasi m enjebut-njebut keputusan menteri jang se'sun'ggLhnja tidak berf ' “ ° eri1 t h k,ta terangkan diatas. Pasal 2 ajat 1 dari Z .R . dism. d tg a n , dengan Z.R . 2 ajat 2. Pasal 7 ajat 5 djuga dtsuu tidak dttjantum kan, dan keterangan kita diatas te n ta n g hal
oleh P.P. 11-1953.
68
djuga ^
jan J gb dikuasai
Dalam P.P. ini disebut djuga Z.R. 5 ajat 1 dan 2 dan Z.R. 11 ajat 1 . Berhubung dengan itu maka daerah Sulawesi Utara sedjak berlakunja P.P. itu mempunjai kekuasaan lebih banjak ari pada daerah-daerah lainnja. Jang dalam hal ini sama kekuasaannja dengan daerah Sulawesi Utara adalah daerah Bolaang Mongondow jang dibentuk dengan P.P. No 24 tahun 1954. Seperti telah kita terangkan diatas ketiga P.P. itu tidak memP^rbedakan antara kekuasaan terhadap masing-masing swapraja dan kekuasaan terhadap gabungan swapradja. Berhubung engan itu, maka kekuasaan dari daerah-daerah bentukan baru , J ! Iput* dJuSa kekuasaan terhadap gabungan swapradja, sebab ^ uasaan residen jang tersebut dalam pasal-pasal tadi berlaku Juga bagi gabungan swapradja. d t ^n®an ura^an kita diatas telah tjukup digambarkan keduu 'an swapradja aibekas wilajah N .I.T. sebagai daerah otonomi TSJ negara R .I., jang m erupakan bagian dari „daerah”. ^ ® api ada baiknja djika dibitjarakan djuga akibat Undang-unc Pem erintahan D aerah dari N .I.T. seperti termuat dalam S J T. 1950-44. -perti telah kita terangkan diatas, daerah jang wilajahnja ian 1PUt* daera^ swapradja m erupakan gabungan dari swapradja S ada didalamnja. Ini sudah m endapat penetapan bagi bebepa daerah dalam S. 1946-143. Ditetapkannja daerah sebagai ungan swapradja ialah dengan maksud agar supaja swapradjaer *v>rat^ a m enjerahkan beberapa kekuasaannja kepada dad ? Seba^ai organisasi gabungannja dan agar supaja dengan ^ ^ i k i a n sw apradja-sw apradja itu dengan sendirinja mendjadi jcej f an ^ ari daerah. Dengan tindakan ini maka daerah mendapat jj- Uasaan dari para swapradja, dan berhubung dengan itu luasku Urusan runiah tangga daerah tergantung pada banjaknja ke( jjf 5.330 jang diserahkan oleh paxa swapradja jang tergabung arnnja. D an oleh karena daerah itu m erupakan gabungan °ton Para .swaPr adja, m aka daerah itu m erupakan pula daerah jjje 0ln* tingkat atasan bagi swapradja, walaupun seperti kita huh beberapa kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda dajang didjalankan oleh residen tidak diserahkan kepada da-
69
r
erah, atau sebagian hanja ditugaskan sadja pada daerah- J1 kekuasaan-kekuasaan itu diserahkan pada daerah sebagai ^ rus rum ah tangganja, maka akan lebih sempurna kedudukan apra itu sebagai daerah otonomi tingkat atasan bagi swapradja* jai u sebagai daerah otonomi tingkat atasan karena luasnja u ru san ru m ah tangga, dan bukan seperti sekarang karena m em p u n jai 'e dudukan dan sifat sebagai gabungan dari swapradja. W alaupun pada waktu ini swapradja itu m erupakan bagian dari daerah dalam arti bahwa swapradja itu m e r u p a k a n daerah otonomi bawahan dari daerah, nam un tidak dapat dikatakan bahwa swapradja itu mempunjai kedudukan sebagai daera bahagian seperti dimaksud oleh Undang-undang Pem erintahan Daerah-daerah Indonesia Tim ur (S.I.T. 1950-44). Sebabnja ialah oleh karena m e n u r u t pasal 1 ajat 3 dari u n d a n g - u n d a n g i t u daerah-bahagian akan ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Undang-undang N.I.T. itu mengenai 3 tingkatan daerah otono mi, jaitu daerah, daerah-bahagian dan d a e r a h - a n a k - b a h a g i a n . Dalam pasal 1 ajat 2 ditetapkan, bahwa daerah-daerah jang ada m enurut pasal 14 dari Peraturan Pembentukan N .I.T. (S. 1946143) mendjadi daerah seperti dimaksud oleh U ndang-undang Pem erintahan Daerah tersebut diatas. Tetapi Peraturan Presiden jang m enetapkan daerah-bahagian atau daerah-anak-bahagian belum pernah ada. Berhubung dengan itu, maka anggapan bahwa swapradja dibekas wilajah N .I.T. itu m erupakan d a e r a h - b a h a gian sama sekali tidak benar. Kalau kita melihat pada pasal 17 dari undang-undang tadi jang mengatur perihal p e n g a n g k a t a n kepala-kepala daerah otonomi dari ketiga tingkatan itu , m aka kita harus menarik kesimpulan, bahwa pembentuk U n d a n g - u n dang N .I.T. masih mengenai swapradja disamping ketiga ting katan daerah otonomi m enurut undang-undang itu. Sebabnja ialah oleh karena disamping ajat 1 sampai ajat 4 jang chusus m engatur perihal kepala dari ketiga tingkatan daerah otonom i, terdapat ajat 5 dan 6 jang chusus mengatur perihal k epala da erah swapradja. Rupanja daerah swapradja itu dim aksudkan se bagai daerah istimewa disamping ketiga tingkatan daerah oto nom i lainnja sebagai daerah otonomi biasa. Dan m em ang pem-
70
b e n tiik U n d a n g -u n d a n g N .I.T . itu ru p a n ja sa d a r djuga a k a n b a a s ik e k u a s a a n n ja , ja itu b a h w a ia tid a k b e rh a k u n tu k m engatur ^ e d u d u k a n s w a p ra d ja d e n g a n u n d a n g -u n d a n g , seb ab m en u ru t P a s a l 65 K o n stitu si R .I.S . h a l itu h a ru s d ila k u k a n d en g an perja n d jia n (k o n tra k ) ja n g d ia d a k a n a n ta ra N .I.T . d a n sw ap rad ja 3 g b e rs a n g k u ta n . B e rh u b u n g d e n g a n p a s a l 17 ini p u la m ak a ° ra n S Jang m en §a n S8 aP> b a h w a sw a p rad ja a d a la h dac r a n -b a h a g ia n haxus d isa n g k a l k e b e n a ra n n ja . e n g a n d ite ta p k a n n ja d a e ra h d a h u lu (m e n u ru t S. 1946-143 a n s ta tu t d a e ra h m asin g -m asin g ) m en d ja d i d a e ra h m en u ru t U n ' d n ^ gIUu' u ng P e m e rin ta h a n D a e ra h (S .I.T . 1 9 5 0 -4 4 ), m ak a terDa?ni o f e ra p f P e ro b a h a n - D ia n ta ra n ja ialah, b a h w a m en u ru t dil-.* t • D e w an R a d ja -ra d ja seb ag ai P e m erin ta h D a e rah d i i l c f UJ ■ U ketJl!ah d jik a m asih d ip e rta h a n k a n oleh rak ja t, d an P ernK hPC ?a n ^ n m a k a ia h a n ja b e rtu Sas m em b eri nasehat. o le b a h a n sf la n d Ju tn i a ia la b b a h w a p e ra tu ra n ja n g dik elu ark an lu L t f aIV a n g m e m p u n Jai sifet g a b u n g a n sw a p rad ja tid a k p e ran i i ^ a p e n S fs a b a n Iebih d a h u lu u n tu k m em p u n ja i kek u atP e r a t,r a k u s e p “ ti d ik e h e n d a k i o leh p a s a l 2 a ja t 2 sub a d ari P W 4 9 nJ t t 1 tan g g a l 2 3 D e se m b ^ 1949 N o 1 2 / U nH I 1 9 5 0 "6 )’ se b a b m e n u ru t p a s a l 2 4 a ja t 6 dari er a h dfn’UnHan g P e " ie rin ta h a n D a e ra h N .I .T . itu p e ra tu ra n daP aln w 8 m ^ a i b e d a k u S6SUdah d ita n d a ta n g a n i oleh ken ia la h « ♦ J a n g . h a ru s m e n d a p a t p e n g e sa h a n Iebih dah u lu h ab e rln lr P ! r a u r a n Jang m e m u a t a n tja m a n p id a n a . S edjak w aktu e a h u n 1111^ Un ta d ^» d a e ra h ja n g m asih m eru p a k an g a b u n g a n s w a p ra d ja tid a k b o leh lagi terleb ih d a h u lu d ip an d an g S f ' g a b u n g a n s w a p ra d ja seh in g g a te rh a d a p n ja b erla k u te rt i t i t h p r ^ h sega la k e te n tu a n m en g e n a i sw a p rad ja , m elainkan titik b e r a t h a ru s d ile ta k k a n k e p a d a k e d u d u k a n n ja sebagai d aD a ? r S, w n ° m ivtm f k^ t 1 m e n u ru t U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n D a e r a h te rm a k s u d d ia ta s. B e rh u b u n g d e n g a n ini m a k a te rh a d a p a e ra h ja n g m e r u p a k a n g a b u n g a n sw a p ra d ja terleb ih d ah u lu b e ra k u k e te n tu a n - k e te n tu a n ja n g te rd a p a t d a la m U n d a n g -u n d a n g P e m e r in ta h a n D a e ra h , d a n se su d a h itu b a ru b e rla k u k e te n tu an K e te n tu a n b a g i s w a p ra d ja . I n i b e ra rti b a h w a k ete n tu an -k e te n -
71
tuan mengenai swapradja baru berlaku bagi daerah tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan m en g en a i sebagai daerah otonomi tingkat I. Djadi disini te rd a p 3 , djilan, sebab sebagai daerah otonomi tingkat I m enurut undang Pemerintahan Daerah, daerah itu m erupakan d a e ra nomi biasa, sedangkan sebagai gabungan sw apradja *a m ? • njai kedudukan djuga sebagai swapradja sehingga te rh a d p J berlaku pula Z.R ., dll. Dilihat dari sudut ini m aka sesu n g g u n n ja Undang-undang Pemerintahan D aerah dari N .I.T. bertentangan dengan pasal 65 Konstitusi R.I.S. jang m engharuskan ad an ja kon trak untuk mengatur kedudukan swapradja, sebab p e n e ta p a n ga bungan swapradja mendjadi daerah m enurut undang-undang a ru itu dan penetapan luasnja rumah tangga daerah m enurut p eratur an jang berlaku (jang berarti bahwa kekuasaan m a sin g -m a sing swapradja jang telah diserahkan pada gabungannja tidak boleh ditarik kembali), mempunjai sifat m enentukan (m engatur) kedu dukan swapradja. Tetapi oleh karena dari fihak sw apradja jang pada waktu itu de facto masih ada diseluruh wilajah N .I.T . tidak ada diadjukan keberatan terhadap undang-undang tadi, m aka kita harus mengartikannja sebagai telah ada persetudjuan dari swapradja-swapradja terhadap undang-undang itu sehingga setjara diam-diam terdjadi satu kontrak seperti dikehendaki oleh pasal 65 Konstitusi R.I.S. tadi. Djadi sekali lagi harus k ita tegaskan disini bahwa daerah itu mempunjai dua kedudukan, jaitu sebagai daerah otonomi tingkat I jang dikuasai oleh ketentuanketentuan dari Undang-undang Pem erintahan D aerah N .I.T . ta hun 1950 dan sebagai gabungan swapradja. Dalam m enghadapi dua kedudukan ini kita selalu harus memberi titik b e ra t kepada arti daerah sebagai daerah otonomi tingkat I seperti dim aksud oleh Undang-undang Pemerintahan D aerah dari N .I.T . itu. Seperti telah kita bitjarakan diatas, kekuasaan residen dahulu terhadap gabungan swapradja cq daerah jang tersebut dalam Z.R . 10 ajat 1, 3 dan 4 diberikan kepada Komisaris N eg ara de ngan Peraturan Presiden No 1 2 /P rv /4 9 (pasal 1). D engan keIuam ja Undang-undang Pemerintahan D aerah (S.I.T. 1950-44), Komisaris Negara tidak mempunjai lagi kekuasaan ex Z .R . 10
72
^ ^ 3n ^ *tU te rlia d a p d a e ra h -d a e ra h jan g m asih m eruP a k a n g a b u n g a n sw a p ra d ja . S eb ab n ja ialah oleh k a re n a m enurut P a sal 18, ru m a h tan g g a d a e ra h d iu ru s d an d ia tu r oleh D .P .R . a e ra h se n d iri d e n g a n tid a k m em ak ai b a n tu a n dari instansi lain, e m b e ria n izin d an m e la k u k a n p e rd ja n d jia n seperti dim aksud e Z .R . 10 a ja t 3 d a n 4 d an d e m ik ia n d ju aa u ru sa n pem erin t a h a n se p e rti d im a k su d d a la m Z .R . 10 a ja t^ l adalah term asuk m s a n ru m a h tan g g a d a e ra h , d a n oleh k a re n a itu D .P .R . d aerah e n d in ja n g m e n d ja la n k a n n ja d e n g a n tid a k u sah m em akai pere tu d ju a n d a ri K o m isa ris N e g a ra. K e k u a sa an K om isaris N egara * aJa t 3, d a n 4 itu tinggal h a n ja berlaku terh ad ap a u n g a n -g a b u n g a n sw a p ra d ja ja n g tid a k m em p u n jai k edudukan s e b a g a i d a e ra h . D i K a lim a n ta n B a r a t d ju g a p e rn a h d ib en tu k sa tu gabungan n t a r a s w a p ra d ja -s w a p ra d ja se rta n e o -sw a p ra d ja jan g ada dia e ra h itu . G a b u n g a n ini d ib e n tu k tan g g al 2 2 O k to b e r 1946 a a n se p e rti b ia s a d id a s a rk a n a tas S. 1 9 4 6 -2 7 . G ab u n g an sw a p r a d j a K a lim a n ta n B a r a t k e m u d ia n d ise b u t D a e ra h Istim ew a ^ a h m a n t a n B a r a t d a n m e n d a p a t p e n g a k u a n d a ri C om m issie G e? W e s t. B o rn e ° -S ta tu u t (S. 1 9 4 8 -5 8 ) tanggal 12 M ei , d im a n a d in ja ta k a n d ju g a b a h w a sam bil m enungfju tero e n tu k n ja N e g a ra K a lim a n ta n , D a e ra h Istim ew a K a lim a n ta n B a r a m e m p u n ja i h a k -h a k se b ag a i n eg ara. K e tik a p a d a zam an r a k ja t m e n u n tu t p e n g h a p u sa n D a e ra h Istim ew a K alim ana n B a r a t m a k a d a e ra h in i m e n je ra h k a n k e k u a sa a n n ja k epada e m e n n ta h P u s a t R .I.S ., d a n d en g an k e p u tu s a n M en teri D alam g e n R .I.S . k e k u a s a a n P e m e rin ta h D a e ra h Istim ew a K alim ana n B a r a t d itu g a s k a n u n tu k s e m e n ta ra k e p a d a resid e n K alim ana n B a r a t. D e n g a n k e d ja d ia n in i m a k a d e n g a n sen d irin ja tid ak a d a lag i g a b u n g a n s w a p ra d ja d i K a lim a n ta n B a ra t itu , sedan«a “ k e k u a s a a n m asin g -m a sin g sw a p ra d ja te ta p seperti p ad a w a k tu m e re k a m e n d ja d i a n g g a u ta fe d e ra si, ja itu oleh k aren a t i d a k m e n d a p a t p e n g e m b a lia n k e k u a sa a n ja n g d a h u lu te la h d i s e r a h k a n k e p a d a g a b u n g a n n ja . O le h k a re n a g a b u n g a n sw apradja K a lim a n ta n B a r a t s u d a h tid a k a d a , m a k a k e d u d u k a n m ereka m a s in g -m a s in g a d a la h s a m a se p erti sw a p ra d ja ja n g a d a dibagian
73
a . toaU
lainnja dari Kalim antan jang tidak pernah m em asuki s federasi sw apradja (seperti sw apradja Kotawaringin). bentuk D juga dibagian Tim ur dari K alim antan telah pernah an satu gabungan antara swapradja-swapradja Kutai, u Sambaliung, Gunung Tabur dan neo-sw apradja Pasir. da ketika terdjadi pemulihan daerah Kalim antan Tim ur Republik Indonesia tanggal 10 A pril 1950, gabungan taai njatakan bubar dan masing-masing swapradja kem bali m en F njai kedudukan semula. Perbedaan antara sw apradja di ^ m antan B arat dan swapradja dibagian lainnja dari K alin 1311 ialah terletak dalam besarnja kekuasaan, jaitu bahwa k e k u a s a sw apradja di Kalimantan B arat sebagian sudah m endjadi keku saan residen, sedang kekuasaan swapradja lainnja m asih utun. D engan Undang-undang D a r u r a t No 2 tahun 1953 d lb t " propinsi Kalimantan, dan dengan Undang-undang D a r u r a t N o i tahun 1953 dibentuk daerah-daerah otonomi tingkat I I b e r u p a kabupaten, kota-besar dan daerah istimewa setingkat k a b u p a t e n . Semua ini atas dasar Undang-undang N o 22 tahun 1948. D ari undang-undang pembentukan daerah-daerah otonomi di K ali m antan ini tidak ternjata bagaimana hubungannja antara daerah otonomi jang baru dibentuk itu dengan s w a p r a d j a - s w a p r a d j a jang ada didalamnja. Oleh karena hubungan ini tidak diatur, m aka dengan sendirinja daerah-daerah otonomi itu tid ak rnempunjai kekuasaan apa-apa terhadap swapradja jang daerahnja sesungguhnja m erupakan bagian dari daerah otonomi itu. B er hubung dengan itu m aka swapradja di Kalimantan tid ak dapat dipandang sebagai satu daerah otonomi tingkat II atau tingkat III, melainkan harus dipandang sebagai daerah otonom i tingkat I jang langsung ada dibawah Pem erintah Pusat berdasarkan Z.R1938 atau berdasarkan sesuatu akte penetapan. Djadi d jik a swa pradja dibekas wilajah N .I.T. pada umumnja m em punjai kedu dukan sebagai daerah otonomi tingkat II, atau dengan k a ta lain kedudukannja dapat dipersamakan dengan kedudukan daerah otonom i tingkat II dalam rangka Undang-undang N .I.T . (S.I.T. 1950-44), m aka swapradja di Kalimantan seluruhnja m em punjai kedudukan sebagai daerah otonomi tingkat I.
74
U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t N o 2 th 1953 tentang pem bentuk a n d a e ra h o to n o m i p ro p in si K a lim a n ta n dengan djelas dalam P a sa l 1 a ja t 2 m e n g a ta k a n , b ah w a jan g m endjadi daerah oton o m i b a w a h a n d a ri p ro p in si itu ialah kab u p aten , daerah isti m e w a tin g k a t k a b u p a te n dan k o ta-b e sar jang dibentuk berda s a rk a n U n d a n g -u n d a n g N o 22 th 1948. D jadi terang tidak term a s u k sw a p ra d ja . K e a d a a n seperti ini di K alim antan adalah s a tu k e g a n d jila n , se b a b d a e ra h otonom i tingkat II (kabupaten) b a n ja k ja n g w ilaja h n ja sa m a sekali terd iri d ari w ilajah swapradja. S e b a g a i tjo n to h iala h k a b u p a te n K etap an g jang w ilajahnja terdiri d a ri w ilajah 3 sw a p ra d ja , jaitu sw apradja-sw apradja M atan, Suk a d a n a d a n S im pang. T jo n to h lain ialah k a b u p a te n Sambas jang ■wilajahnja sa m a d e n g a n w ilajah sw ap rad ja Sam bas. U ndangu n d a n g D a ru ra t N o 3 th 1953 ten ta n g p em bentukan daerah oto n o m i tin g k a t I I d i K a lim a n ta n sam a sekali tidak m engatur pem b a g ia n tu g as a n ta ra d a e ra h o tonom i jan g b a ru dibentuk dengan s w a p ra d ja ja n g a d a d id ala m n ja . U n d an g -u n d an g D aru rat itu ha n ja m e n je b u t s a tu -p e rs a tu a p a jan g m endjadi tugas dari daerah o to n o m i d e n g a n tid a k m en e ran g k a n b atas-batasnja. U m pam anja P a sa l 17 d a ri U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t itu m engatakan bahwa d a e ra h o to n o m i m em b ik in , m em perbaiki, m em elihara dan men g u a s a i d ja la n -d ja la n u m u m b e serta b angunan turutannia, dan se g a la se su a tu ja n g p e rlu u n tu k keselam atan lalu-lintas diatas d ja la n -d ja la n te rse b u t. A p a k a h ini b e ra rti bahw a sw apradja Sam b a s u m p a m a n ja h a ru s m en je ra h k a n segala tugasnja dalam urusan d ja la n in i k e p a d a k a b u p a te n Sam bas, d a n djika dem ikian djuga m e n g e n a i k e k u a sa a n -k e k u a s a a n lain n ja a p a k ah ini tidak berarti m e n g h ila n g k a n k e k u a sa a n p e m e rin ta h an dari sw apradja. M ungk in itu p u la ja n g m e n d ja d i m ak su d d ari p e m b u a t U ndang-undang D a r u r a t ini. T e ta p i d a la m p ra k te k p e m e rin ta h an tidak pernah a d a p e n je ra h a n k e k u a sa a n -k e k u a sa a n jan g tersebut dalam U n d a n g -u n d a n g D a r u ra t itu d a ri sw ap rad ja kep ad a daerah-daerah o to n o m i ja n g b a ru d ib e n tu k itu. D a n seandainja m em ang m aksud p e m b u a t U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t tad i dem ikian, m aka seharusn j a d ia tu r p u la tja r a d a n w ak tu p e n je ra h a n itu. O leh karena tjara d a n w a k tu p e n je ra h a n ini tid a k d iatu r, d a n U ndang-undang D a-
75
ru ra t itu sama sekali tidak menjinggung peraturan-per a fu^ an jang ada mengenai swapradja, maka kita harus m e n a f s i r an Undang-undang D arurat ini sebagai peraturan chusus m engenai daerah-daerah otonomi jang dibentuk dengan tidak m engurangi kekuasaan swapradja-swapradja jang ada didalamnja. R upanja pem bentuk undang-undang bermaksud m enjerahkan kepada praktek mungkin tidaknja diambil beberapa kekuasaan d ari swa pradja oleh daerah otonomi baru berdasarkan p e r s e s u a i a n kehendak antara daerah otonomi itu dengan sw apradja m asingmasing, oleh karena pembentuk Undang-undang D a ru ra t itu belum berani menentukan kedudukan swapradja sebagaim ana diminta oleh U.D.S. 132. Sikap jang demikian seperti djuga mengenai hal-hal lain, sangat membingungkan penglaksana per aturan dan sering mengakibatkan kekatjauan dalam tatahukum seperti sekarang sudah ternjata ini. Djadi sekali lagi h aru s dinjatakan disini bahwa oleh karena sampai sekarang tid a k ada peraturan-peraturan jang mempunjai sifat m engatur a t a u me robah kedudukan swapradja di Kalimantan, m aka kedudukannja adalah sama seperti dahulu (zaman Hindia Belanda) sebagai da erah otonomi -asli langsung dibawahkan pada Pem erintah Pusat sehingga dapat dipandang sebagai daerah otonomi tingkat I. Sekarang kita beralih kepada pertanjaan bagaimana kehendak rakjat pada waktu ini mengenai swapradja. Untuk sem entara w aktu kita belum dapat memberi djawaban jang m em uaskan terhadap pertanjaan ini. Untuk keperluan ini kita m em butuhkan penjelidikan jang seksama. Sementara itu dapat dikatakan bah wa golongan rakjat jang mempunjai perhatian mengenai kene garaan pada umumnja sudah tidak menginginkan lagi dikem balikannja swapradja jang de facto sudah tidak ada seperti di Sum atera, atau mempertahankan swapradja jang de facto m asih ada dalam bentuk dan sifat jang lama. Paling sedikit dikehen daki pem baharuan struktur pemerintahan swapradja sesuai de ngan asas demokrasi. Tjara berpikir sematjam ini rupanja dapat diikuti oleh sebagian besar dari rakjat, dan tidak ad a bahaja sam a sekali bagi Pemerintah untuk segera mengambil langkah kearah itu.
76
B a h w a p a d a w a k tu ini k ita belum m engetahui sebenarnja apa^ a h ra k ja t d id a e ra h -d a e ra h ja n g b ersan g k u tan h en d ak m em perta h a n k a n p e m e rin ta h a n sw a p ra d ja a ta u sam a sekali m enghapusK annja, te rn ja ta d a ri p erk e m b an g a n -p e rk e m b an g a n achir-achir d ip ro p in si S ulaw esi d a n N u sa T enggara. A d a golongan jang ften d a k m e n g e m b a lik a n p e m e rin ta h a n sw ap rad ja sepenuhnja di^ a e r a h -d a e r a h d im a n a sw a p ra d ja ta d in ja su d ah diro m b ak de n g a n k e k e ra s a n o leh golo n g an lain dan d idirikan pem erintahan ja n g leb ih m e n d e k a ti d em o k rasi. T id a k a d a n ja persesuaian pend a p a t a n ta ra g o lo n g an -g o lo n g an d id a e ra h -d a e ra h itu m enim bul* a n k e ra g u -ra g u a n p a d a k ita 'm engenai k e h e n d ak rak ja t jang s e b e n a rn ja . B e rh u b u n g d e n g a n itu m ak a m asih dip erlu k an pen je lid ik a n ja n g se k sa m a d im asing-m asing d a e ra h . B ilam ana pen Je lid ik a n itu m asih belu m d a p a t m em b eri kep astian , m ak a terP a k s a h a ru s d iam b il d ja la n lain, ja itu u m p am a n ja m enjerahkan k e p a d a D .P .R . ja n g s u d a h dipilih dim asing-m asing sw apradja, a ta u m e n g a d a k a n p e m u n g u ta n s u a ra langsung d ari rak ja t (plib isit). T e rle p a s d a ri p e rta n ja a n a p a jan g m en d jad i keh en d ak dari r a k ja t d id a e ra h -d a e ra h , k ita b e rp e n d a p a t b ah w a sw apradja da la m k e d u d u k a n , sifa t d a n b e n tu k se k ara n g tid a k d a p a t dipertah a n k a n lag i d a la m h u k u m ta ta n e g a ra R .I. K ita h a ru s ntenjesala n tja r a b e rp ik ir p e m b u a t U .D .S . jan g terlalu m engistim ew akan s w a p ra d ja se h in g g a b a b IV U .D .S . d ib eri n a m a „ P e m e rin ta h D a e r a h d a n d a e ra h -d a e ra h sw a p ra d ja ” . B a b IV ini m au m engatur p e rih a l p e m e rin ta h a n d a e ra h , d a n sesungguhnja p em erintahan s w a p ra d ja te rm a s u k d a la m p e n g e rtia n p e m e rin ta h a n d aerah dju g a . B e rh u b u n g d e n g a n itu m a k a b a b IV tju k u p dengan diberi tite l : „ P e m e rin ta h a n D a e ra h ” . D a ri titel b a b IV sekarang k ita m e m p e ro le h k e s a n s e o la h -o la h sw a p rad ja h a ru s te ta p m em punjai k e d u d u k a n istim e w a d a la m n e g a ra k ita d a n oleh k a re n a n ja d ju g a m e m p u n ja i h u b u n g a n istim ew a d e n g a n P em erin tah P usat. S e la in d a rip a d a itu d id a p a t k e sa n dju g a seolah-olah jang d a p a t d ia tu r o leh u n d a n g -u n d a n g sep erti m en u ru t U .D .S. 132 h a n ja k e d u d u k a n sw a p ra d ja , d a n n a m a n ja tid a k boleh bergant i m e n d ja d i „ d a e r a h istim e w a ” a ta u lain n ja, sehingga selam a
77
•1 ada U.D.S. maka istilah „swapradja” masih harus dipergunakan. Dalam hukum tatanegara R.I. sepatutnja tidak ada perbedaan kedudukan antara daerah biasa dengan daerah swapradja. Per bedaan kedudukan jang ada sampai sekarang hanja merupakan peninggalan zaman lampau jang harus dengan segera mendapat pengaturan. § 3.
SUSUNAN PEM ERINTAHAN SW APRADJA
Swapradja adalah suatu organisasi kenegaraan Indonesia asli jang oleh Belanda diakui dan ditetapkan sebagai bagian dari organisasi kenegaraan Nederlandsch-Indie. Sebagai organisasi kenegaraan swapradja itu mempunjai kekuasaan atas wilajah tertentu dan mempunjai kekajaan sendiri. Untuk mendjalankan kekuasaannja dan untuk memelihara kekajaannja diperlukan satu tjara bekerdja jang teratui* untuk djangka waktu tertentu. Tjara bekerdja jang teratur ini menimbulkan suatu pembagian pekerdjaan, pembagian tugas dalam garis besarnja sampai da lam garis ketjil. Satu lingkungan pekerdjaan jang timbul karena adanja pembagian pekerdjaan itu merupakan suatu djabatan. Suatu djabatan dapat dipangku oleh seseorang atau oleh bebe rapa orang bersama-sama. Djabatan presiden dalam Republik Indonesia umpamanja adalah suatu djabatan jang dipangku oleh seseorang, sedang kabinet atau D.P.R. misalnja merupa kan djabatan jang dipangku oleh beberapa orang. Demikian djuga djabatan sultan (radja) dalam suatu swapradja adalah djabatan jang dipangku oleh seseorang, sedang dewan penasehat swapradja merupakan djabatan jang dipangku oleh bebe rapa orang. Oleh karena adanja djabatan itu sebagai akibat pembagian pekerdjaan jang teratur, maka kita mengenai djabatan tinggi dan djabatan rendah, djabatan atasan dan djabatan bawahan, djabatan tertinggi dan djabatan paling rendah. Susunan tingkatan demikian itu adalah satu keharusan dalam organisasi untuk dapat m enjatakan adanja kesatuan. Kalau kita bitjara tentang susunan pemerintahan swapradja,
78
maka jang dimaksudkan dengan istilah itu tidak lain daripada susunan rangkaian djabatan jang ada pada swapradja. Susunan dari rangkaian djabatan jang ada pada sesuatu kesatuan (orga nisasi) kenegaraan ditentukan oleh sendi-sendi masjarakat atau sendi kenegaraan jang dipakai oleh kesatuan itu. M enurut pa sal 3 ajat 1 dari Z.R. 1938 dan pasal 3 M.C. susunan pemerin tahan swapradja ditentukan oleh hukum dari masing-masing swapradja. M enurut pasal 3 M.C. itu radja atau Pemerintah Swapradja dapat menjimpang dari hukumnja itu dengan persetudjuan dari wakil N .I., sedang menurut Z.R . pasal 3 ajat 1 tadi hukum swapradja mengenai pemerintahan itu berlaku sepandjang Z.R . ini sendiri tidak memberi ketentuan jang menjim pang atau tidak diadakan penjimpangan berdasarkan Z.R. Memang Z.R . 1938 itu memberi kemungkinan untuk penjimpangan, seperti ternjata dari pasal 3 ajat 5 jang memberi kekuasaan pada residen untuk mengusulkan suatu susunan pemerintahan jang dianggapnja akan menguntungkan swapradja. Djika usul ini ditolak oleh Pem erintah Swapradja (radja) m aka menurut pasal 3 ajat 6 gubernur harus memberi keputusan. Sebagian besar dari swapradja jang ada sekarang adalah meru pakan peninggalan dari organisasi kenegaraan suku bangsa In donesia dahulu jang lazim dinamakan keradjaan. Keradjaankeradjaan ini melihat susunan pemerintahannja terbagi atas be berapa pola (type), jaitu pola Melaju, pola M akassar/Bugis dan pola D jaw a/B ali. Terlebih dahulu kita akan membitjarakan su sunan pem erintahan m enurut pola Djawa/Bali. Kekuasaan negara dalam suatu keradjaan m enurut pola ini dipegang oleh radja sendiri. Djabatan radja adalah suatu dja batan tertinggi dim ana segala kekuasaan negara berpusat. Bukan sadja kekuasaan lahir berpusat pada djabatan radja, melainkan djuga kekuasaan batin sehingga dengan demikian radja itu bu kan sadja kepala negara tetapi djuga kepala agama, kepala kebatinan. R adja pada satu pihak m erupakan kepala m asjarakat, pada lain pihak ia adalah penghubung dengan dewa-dewa, atau dalam alam kepertjajaan monisme ia m endjalankan perintah dari Tuhan untuk membawa um atnja kedjalan jang baik. Dengan
79
pengertian bahwa djabatan radja itu merupakan pusat segala kekuasaan, maka dalam keradjaan sematjam ini tidak dikenal pemisahan kekuasaan negara seperti trias-politica dll. sebagainja. Segala djabatan lainnja dalam keradjaan itu dibawahkan kepada djabatan radja. Keadaan demikian ini oleh Belanda dibiarkan berlangsung terus ketika masing-masing keradjaan mendapat pe netapan sebagai swapradja (landschap) dan sampai sekarang belum ada peraturan jang mengharuskan adanja perobahan susunan pemerintahan swapradja ketjuali pasal 132 U.D.S. jang mewadjibkan adanja pendemokrasian pemerintahan swapradja djika dikeluarkan undang-undang jang mengatur kedudukan swa pradja. Selama undang-undang jang mengatur kedudukan swa pradja seperti dimaksud oleh U.D.S. 132 belum terbentuk, tidak ada keharusan pendemokrasian pemerintahan swapradja. Jang dapat mengharuskan pendemokrasian itu hanjalah keadaan-keadaan dimasing-masing daerah, dan pendemokrasian ini sudah dimungkinkan sedjak dahulu berdasarkan Z.R. 3 ajat 5 dan 6 atau berdasarkan Z.R. 3 ajat 1 jo U.D.S. 1, 35 dan 132. Djuga Belanda sudah memberi kemungkinan itu dengan S. 1946-27. Dalam usaha pendemokrasian dari pemerintahan swapradja harus diingat alam pikiran dan pandangan hidup masjarakat daerah swapradja itu. Seperti telah diterangkan diatas djabatan radja itu menurut hukum adat jang sampai sekarang masih ber laku merupakan titik pemusatan kekuasaan lahir dan bersamasama dengan benda kesaktian keradjaan djabatan radja itu me rupakan djuga titik pemusatan kekuatan gaib. Kalau kita mempertahankan swapradja, maka ini didasarkan atas pertimbangan bahwa masjarakat didaerah itu mempunjai pandangan hidup serba kosmis jang menghendaki tetap dipertahankannja djabatan radja sebagai pusat kesaktian jang dapat membawa rakjat kearah kebahagiaan serta dapat melindungi rakjat dari segala antjaman bentjana. Djabatan radja sebagai pusat kekuasaan peme rintahan dapat dengan. mudah dan dengan segera disesuaikan dengan asas demokrasi. Dan memang untuk sementara waktu pendemokrasian itu ditudjukan pada tugas lahir dari djabatan radja. Dan karena itu seandainja djabatan radja hanja meliputi
tugas lahir sadja, artinja bahwa rakjat memandang radja sematam ata sebagai orang jang mendjalankan dan mengatur pemerin tahan, m aka pendemokrasian akan berakibat tidak adanja dja batan radja dan dengan itu djuga hapusnja kedudukan swapra dja. Tergantung pada kejakinan hukum dan pandangan hidup dari rakjat didaerah masing-masing pada waktu ini apakah suatu djabatan radja itu hanja meliputi tugas lahir sadja atau djuga meliputi tugas batin. Keadaan pada waktu ini diberbagai daerah tidak seragam. Didaerah-daerah jang sudah banjak dipengaruhi pendidikan dan alam pikiran barat serta pandangan hidup baru mungkin bagi sebagian besar dari m asjarakat djabatan radja itu sudah tidak lagi meliputi tugas batin. Dalam keadaan demikian pendemokrasian swapradja berarti penghapusan djabatan radja jang berarti pula penghapusan swapradja itu. Tetapi sebaliknja didaerah-daerah jang m asjarakatnja tidak begitu banjak mengalami pengaruh tjara berpikir barat, atau walaupun mendapat pengaruh barat toh masih m em pertahankan pandangan hidupnja jang serba kosmis, m aka pendemokrasian berarti menimbulkan djabatan lain jang memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dengan tidak m enghapuskan djabatan radja. Dengan perobahan susunan rangkaian djabatan dalam swapradja serupa itu, maka djabatan radja sebagian besar akan hanja terdiri dari tugas batin seperti kita maksud diatas. Dan karena djabatan radja ini tidak dihapuskan m aka swapradja itu tetap ada, walaupun mungkin diberi nam a dan kedudukan lain dalam negara kita. Djadi sesungguhnja dengan ini mendjadi terang, bahwa istilah swapradja pada waktu ini berhubungan rapat dengan djabatan radja. Soal dapat tidaknja suatu swapradja dihapuskan adalah soal dapat tidaknja djabatan radja didaerah itu dihapuskan. Djika djabatan radja itu dapat dihapuskan, m aka swapradja jang bersangkutan dapat dihapuskan pula. Adalah kebidjaksanaan politik untuk m enentukan apakah disuatu daerah otonomi djabatan radja itu dapat dihapuskan atau tidak. Kalau kebidjaksanaan politik ini dilakukan atas dasar kerakjatan maka penetapan dapat tidaknja djabatan radja dihapuskan disesuatu daerah akan tergantung dari kehendak sebenarnja dari rakjat jang bersangkutan. Tanda-tanda
diberbagai daerah sampai sekarang menundjukkan, bahwa se: ahagian dari rakjat masih ingin mem pertahankan djabatan ra ja. Sampai dimana dapat dipenuhinja keinginan ini akan t e r g a n t u n g pada hasil penjelidikan lebih landjut dan pada sikap pem bentuk undang-undang. Pemegang djabatan radja biasanja m endapat tachta dengan sendirinja karena turunan m enurut hukum adat jang berlaku didaerahnja. Kebiasaan demikian memang umum bagi keradjaankeradjaan jang kita kenal dalam sedjarah dunia. Tetapi di Indo nesia kita mengenai suatu kebiasaan pula dimana' rakjat sendiri jang menentukan siapa jang akan memegang djabatan radja. Kebiasaan ini umpamanja terdapat diswapradja dari Sulawesi dan dahulu djuga di Sumatera. Ini adalah-salah satu alasan dari kita untuk tidak menjetudjui rumusan dan redaksi pasal 18 ajat 5 dari undang-undang No 22-1948 serta pasal 23 ajat 2 dari rantjangan Undang-undang Pokok Pemerintahan D aerah tahun 1954 jang akan kita bitjarakan lebih landjut dalam bab III- Lebih mendekati kehendak kita susunan kalimat jang dipergunakan oleh Undang-undang Pemerintahan Daerah N .I.T. (S.I.T. 195044) pasal 17 ajat 5 jang mengatakan, bahwa kepala daerah swa pradja diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga sw apradja didaerah itu atas pentjalonan dari D.P.R. swapradja. M enurut pendapat kita tjara pengangkatan kepala swapradja tidak boleh terlalu dibatasi, melainkan harus dibuka kemungkinan sebanjakbanjaknja untuk tjara jang sesuai dengan kejakinan hukum masjarakat didaerah jang bersangkutan. Tentang hal ini d ap at dilihat lebih djauh bab III. Seorang radja sebagai penguasa tunggal dalam keradjaan-keradjaan dari pola Djaw a/Bali mendjalankan pekerdjaannja sehari-hari dengan dibantu oleh pepatih sebagai orang kedua da lam keradjaan dan menteri-menteri sebagai pem bantunja. M emang pola ini sudah kita kenal dalam sedjarah dari negaranegara jang pemerintahannja berbentuk keradjaan sehingga tidak perlu diuraikan lebih landjut. Pendemokrasian bagi sw apradja jang mempunjai bentuk pemerintahan serupa ini m erupakan perobahan besar jang mungkin akan meminta banjak pengor-
82
b an an d ari orang jang tadinja raem egang kekuasaan. Tidak dettukian halnja bagi sw apradja-sw apradja jang susunan pemerin tah an n ja sedjak dahulu sudah sedikit banjak m engandung sendisendi kerak jatan seperti halnja dengan swapradja-sw apradja di Sulawesi S elatan /T en g ah dan sebagian dari N usa Tenggara jang nar»ti akan kita bitjarakan. M e n u ru t pola M elaju seperti halnja dengan swapradja jang te rd a p a t di Sum atera dan K alim antan B arat djabatan radja itu djuga m erupakan djabatan tertinggi dan titik pem usatan kekua saan lah ir dan kekuatan batin. Bedanja dengan pola keradjaan D ja w a /B a li ialah bahw a disam ping djabatan radja itu terdapat d ja b a ta n penasehat jang biasanja terdiri atas beberapa orang. P enasehat-penasehat ini biasanja diangkat oleh radja sendiri, d a n m erek a (penasehat-penasehat) itu bersam a-sam a m erupa k an dew an. K em ungkinan para penasehat ini diambil dari lingk un g an keluarganja sendiri, tetapi m ungkin djuga dari golongan lain jan g oleh rad ja dianggap m em punjai banjak pengaruh dan t'nggi pengetahuannja. Ja n g Iebih m enarik perhatian kita ialah susunan pemerintahan M enurut pola B ugis/M akassar jang m engandung banjak sendisendi kerakjatan. D jabatan tertinggi disini bukanlah djabatan r a dja, m elainkan suatu djabatan jang berbentuk dewan. Dewan ini biasanja terdiri dari 4 atau 5 anggauta dan diketuai oleh radja sendiri. D ew an ini biasa dinam akan „hadat” atau „pemerintah k e ra d ja a n ” . B iasanja dewan itu anggautanja dipilih oleh kepalak ep ala kam pung, dan orang-orang terkem uka (orang tua). Bukan sadja anggauta dari hadat itu jang dipilih, tetapi sering djuga k e tu a n ja (jaitu radja) dipilih oleh rakjat untuk bertachta sebagai rad ja w alaupun pem ilihan terbatas pada keturunan keluarga ra dja. D iberbagai daerah asas kerakjatan itu demikian tebalnja sehingga sew aktu-w aktu radja dapat dipetjat oleh hadat jang m ew akili rak ja t itu. Baik untuk keperluan ini kita gambarkan susunan pem erintahan jang terdapat diswapradja Bima (pulau Sum baw a, propinsi N usa Tenggara) dimana pada pokoknja dju ga b e rla k u sistim Bugis itu. Gam baran jang kita lukiskan ini d ari achir abad 19.
83
Jang mendjadi kepala swapradja Bima dahulu adalah Sultan Bima. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh sebuah dewan kera djaan jang bernama hadat. H adat ini terdiri atas seorang ketua dan 24 anggauta. Jang mendjadi ketua hadat itu ialah „Radja Bitjara” atau „Ruma Bitjara” sedang anggauta-anggautanja ter diri dari 6 orang „Toreli”, 6 orang „Djeneli” dan 12 orang „Bumi” . Radja Bitjara adalah pegawai tertinggi dalam keradja an dan merupakan hakim tertinggi. Toreli adalah pembesar k&radjaan dan mempunjai kedudukan sebagai menteri pertama, sedang Djeneli berkedudukan sebagai menteri kedua. Toreli dan Djeneli ini dipilih oleh kepala kampung dan dengan demikian mereka merupakan djuga wakil-wakil rakjat. Bumi mempunjai kedudukan sebagai menteri biasa dan biasanja merupakan hakim biasa. Segala urusan penting dari swapradja Bima dipertimbangkan dan diputus oleh hadat. Hadat itu sewaktu-waktu dapal memetjat sultan dari djabatannja dan mengangkat sultan baru. Djuga pernjataan perang harus diputuskan oleh hadat itu. Dan dalam masa pendjadjahan Belanda hadat Bima djuga bertanggung djawab atas hubungan baik dengan Pemerintah N.I. Disamping 12 Bumi jang mendjadi anggauta hadat tadi ter dapat seorang Bumi jang diserahi memegang kekuasaan kepolisian, jaitu Bumi renda. Disamping mendjadi kepala kepolisian ia djuga berkedudukan sebagai djaksa tertinggi, sedang dalam eadaan perang ia mendjadi panglima jang mengatur siasat peperangan seluruhnja. Perlu djuga kita sebut beberapa Bumi lainnja jang tidak menja i anggauta hadat, ialah Bumi prisi ’mbodjo, Bumi prisi bolo dan Bumi prisi kae. M ereka mempunjai tugas untuk mengada kan hubungan dengan dunia luar atas narna keradjaan. Penguasa-penguasa bawahan jang mendjalankan pemerintahan daerah adalah galarang kepala dan galarang. Galarang kepala lpilih oleh galarang (kepala kampung) sedang galarang langsung dipilih oleh penduduk daerah masing-masing. Sultan hanja mem ber! pengesahan terhadap hasil pemilihan itu. Baik djuga disini dilukiskan tjara seorang sultan menaik tachta m enurut hukum adat Bima untuk m enundjukkan bagaim ana ben-
84
tuknja penglaksanaan asas karakjatan didaerah itu sedjak dahulu kala. D jabatan Sultan Bima dipangku oleh orang laki keturunan dari keluarga radja. Ia dipilih oleh hadat dengan persetudjuan go longan bangsawan, dan sebelum ia naik tachta ia harus dinobatkan dahulu didepan rakjat banjak, jaitu dipasar didepan kraton. Pada hari penobatan segenap penduduk Bima harus datang menjaksikan upatjara. M ula-m ula sultan itu disuruh duduk diatas bangku ditengah-tengah rakjat jang berkumpul, dan kemudian datang tiga orang galarang kepala kedepan untuk mentjatji maki sultan habis-habisan dengan kata-kata jang kotor. Sesudah itu tam pil kem uka R adja Bitjara dan anggauta lainnja dari hadat jang djuga masing-masing melemparkan tjatjian dengan tiada batasnja. Setelah kedjadian ini selesai, maka sultan angkat bitjara dan berdjandji akan mendjadi radja jang baik, djudjur serta membela kepentingan negara dan rakjat. Kemudian dengan selesainja pidato ini orang-orang jang telah mengeluarkan tjatjian tadi bersudjud meminta m aaf atas kekurang-adjarannja jang telah dilakukan. Sultan m em aafkan semua kesalahan orang-orang itu, sedangkan orang-orang tadi bersum pah setia kepadanja. Dengan ini penobatan selesai dan sultan dibawa masuk kekraton dengan dipajongi oleh seorang bangsawan jang kemudian akan mendjadi pepatihnja. U ntuk m enghindarkan hal-hal jang tidak diinginkan dalam pem erintahan, sultan itu tidak boleh kawin dengan anaknja pepatih atau sanak-saudaranja. Dengan gam baran diatas mengenai susunan pem erintahan swa pradja Bim a kita telah mengem ukakan tjontoh ketatanegaraan Indonesia asli ja n g , didasarkan atas sendi-sendi demokrasi. Sesungguhnja m em ang pada um umnja bangsa Indonesia sedjak dahulu berpegangan pada asas kerakjatan dengan djalan musjaw arat dalam pem erintahan. Otokrasi dalam pemerintahan negara adalah satu sistim jang tidak asli, diimpor dari India atau dengan sengadja ditanam kan oleh Belanda. Djadi djika kita sekarang berbitjara tentang pendem okrasian pemerintahan swapradja, itu ber arti pada um um nja kembali kepada sendi-sendi jang asli. A dapun mengenai tjara penglaksanaan sendi-sendi itu mungkin berbeda dengan dahulu. T etapi ini memang m erupakan keharusan me-
85
nurut sedjarah, kita selalu mentjari tjara-tjara jang lebih baik sesuai dengan kebutuhan jang dirasakan. Walaupun pada waktu ini belum dikeluarkan undang-undang jang mengatur kedudukan swapradja seperti dimaksud oleh U.D.S. 132 jang mengharuskan adanja pendemokrasian peme rintahan swapradja, tindakan kearah pendemokrasian itu sudah banjak dilakukan diberbagai daerah. Tindakan-tindakan ini ada jang datang dari Pemerintah Swapradja sendiri, dan ada djuga jang datang dari fihak gubernur atau Pemerintah „Daerah”. Tindakan pendemokrasian dari fihak Pemerintah Swapradja sen diri adalah tindakan merobah hukum adat ketatanegaraan swa pradja itu sendiri jang tidak bertentangan dengan U.D.S. dan malahan sesuai dengan kehendak U.D.S. pasal 1, 35 dan 132. Pasal 3 ajat 1 dari Z.R. 1938 dan M.C. 3 mengatakan bahwa susunan pemerintahan swapradja diatur menurut hukum jang ber laku diswapradja itu sendiri. Dan hukum dari masing-masing swa pradja dapat berobah-robah berhubung dengan perobahan kejakinan hukum. Maka selama perobahan ini tidak bertentangan dengan U.D.S., perobahan itu mendjadi hukum swapradja jang berlaku. Belanda sendiri pada tahun 1946 sudah memberi kemungkinan untuk pendemokrasian itu, jaitu dengan keputusan Lt G.G. seperti termuat dalam S. 1946-27. Dalam zaman pendjadjahan dapat dimengerti bahwa pende mokrasian pemerintahan swapradja harus dengan seizin Peme rintah Djadjahan sebab negara djadjahan tidak berdiri atas asas demokrasi. Tetapi dalam negara kita jang berdasarkan sistim demokrasi, tindakan itu tidak perlu dengan izin lagi. Jang perlu sekarang hanjalah pengesahan peraturan-peraturan mengenai pendemokrasian itu seperti dikehendaki oleh Z.R. 11 atau M.C. 11 . Pendemokrasian pemerintahan swapradja termasuk otonomi swapradja itu sendiri. Oleh karena itu pada waktu ini tidak perlu dipergunakan lagi sebagai dasar S. 1946-27 oleh para swapradja jang mengadakan tindakan pendemokrasian pemerintahannja. D jika S. 1946-27 toh hendak dipakai sebagai dasar tentu tidak ada halangannja. Bagaim ana djika pendemokrasian itu dilakukan dari atas de-
ngan tidak m em inta persetudjuan Iebih dahulu dari swapradja jang bersangkutan. H al ini bagi swapradja-swapradja dengan per njataan pendek sudah dimungkinkan berdasarkan pasal 3 ajat 5 dan 6 dari Z .R . 1938. M enurut pasal ini residen dapat mengusulkan suatu susunan pem erintahan jang dianggapnja perlu untuk kepentingan swapradja jang bersangkutan. Djikalau Pemerintah Swapradja m enolak usul ini m aka gubernur memberi keputusan. Berhubung dengan itu m aka bagi sw apradja dengan pernjataan pendek, para gubernur dapat sewaktu-waktu m elakukan pende m okrasian atas dasar kepentingan swapradja sendiri. Kekuasaan residen jang tersebut dalam Z.R . 3 ajat 5 itu didaerah-daerah bekas wilajah N .I.T . berada pada tangan Pem erintah „D aerah” (ketjuali D aerah Sumba) berdasarkan pasal 3 Peraturan Presiden N .I.T. tanggal 23 Desem ber 1949 N o 1 2 /P rv /4 9 jo Undangundang N .I.T . tanggal 19 Desem ber 1949 tentang pem bentukan kom isariat negara. Bagaim ana dengan sw apradja-sw apradja jang mem punjai kon- 11 trak pandjang. Berhubung dengan tidak adanja ketentuan sema- ' tjam Z.R . 3 ajat 5 dan 6 dalam kontrak pandjang itu m aka pen dem okrasian susunan pem erintahan untuk sementara tidak dapat didjalankan oleh gubernur, m elainkan harus paling sedikit de ngan keputusan presiden. K arena itu dalam waktu peralihan ini djika gubernur menganggap perlu adanja pendem okrasian peme rintahan sw apradja, ia harus dapat mejakinkan fihak swapradja bagaim ana kebaikannja sistim m usjawarat dan perwakilan dalam pem erintahannja. D alam praktek setiap swapradja akan mene- ^ rim a saran pendem okrasian pem erintahannja sebab m ereka insjaf, bahw a tindakan kearah itu mem punjai sifat memenuhi kemginan rak ja t dan oleh karenanja akan m enjebabkan lantjarnja roda pem erintahan. T erutam a bagi swapradja-swapradja jang memang dari dahulu kala sudah mem punjai sistim demokrasi dalam pem erintahannja seperti jang kita terangkan mengenai Bima, tin dakan itu hanja m erupakan perobahan tjara penglaksanaan asas demokrasi jang Iebih sesuai dengan kehendak zaman dan jang Iebih m em enuhi efficiency. Pendem okrasian pem erintahan swapradja jang sampai seka-
87
rang telah dilakukan diberbagai daerah datang dari fihak swa pradja sendiri atau sedikit-dikitnja dengan persetudjuan Peme rintah Swapradja jang bersangkutan djika tindakan itu dilakukan dari atas. Susunan pemerintahan swapradja sekarang masih menundjuk kan berbagai tjorak. Diswapradja-swapradja jang terdapat dipulau-pulau Bali (8 swapradja) dan Sumbawa (3 swapradja) misalnja sudah terdapat D.P.R. dan D.P.D., sedang diswapradja dari pulau-pulau Sumba (16 swapradja), Flores (9 swapradja), Timor (20 swapradja) hanja terdapat Madjelis Pemerintah Ha rian. Jang dimaksud dengan Madjelis Pemerintah Harian seperti ternjata dari namanja adalah satu badan pemerintahan jang berbentuk dewan. Dewan ini terdiri dari 3 atau 4 orang anggauta dengan diketuai oleh kepala swapradja, dan badan ini merupakan satu djabatan tertinggi dalam swapradja. Pembentukan Madjelis Pemerintah Harian ini dimaksudkan sebagai langkah pertam a kearah pendemokrasian pemerintahan jang sempurna. Orang-orang jang mendjadi anggauta badan ini dipilih diantara berbagai go longan rakjat, dan hasil pemilihan itu disahkan oleh Gubernur Nusa Tenggara. Sebagai umpama ialah pemilihan anggauta M a djelis Pemerintah Harian dari swapradja A donara didaerah Flores tanggal 11 Agustus 1953 dengan mendapat pengesahan Gubernur Nusa Tenggara tanggal 14 Desember 1953. A da djuga Madjelis Pemerintah Harian jang anggauta-anggautanja ditetapkan oieh ketua D.P.D. „Daerah” (kepala daerah) seperti terdjadi diswa pradja-swapradja di Bali pada tahun 1950 dengan disahkan oleh gubernur. Madjelis Pemerintah H arian ini biasanja djuga dina makan Dewan Pemerintah Daerah Sementara dari swapradja. Kepala swapradja dengan sendirinja mendjadi ketua merangkap anggauta Madjelis Pemerintah Harian. Pembentukan D.P.R. dan D.P.D. diswapradja-swapradja di Bali dan Sumbawa adalah tindakan pendemokrasian jang lebih djauh. D .P.R. dimaksudkan sebagai badan perwakilan rakjat dan D.P.D. sebagai badan penjelenggara pemerintahan jang anggauta-anggautanja dipilih dari dan oleh D.P.R. jang bersangkutan. Kepala swapradja dengan sendirinja mendjadi ketua merangkap anggauta D.P.D.
88
B anjak orang jang m enjangsikan akan sahnja D .P .R ./D .P .D . dan M adjelis Pem erintah H arian disw apradja-swapradja ter sebut diatas. B erdasarkan uraian diatas, m enurut pendapat kita semua badan itu adalah sah karena m endapat dasar atau dalam Z .R . 3 ajat 1 jo U.D .S. 1, 35 dan 132 atau dalam Z.R . 3 ajat 5 dan 6 . Susunan pem erintahan sw apradja dipropinsi Sulawesi sampai perm ulaan tahun 1950 pada um um nja tidak mengalami perobah an, jaitu biasanja terdiri dari kepala sw apradja dan beberapa orang besar (landsgroten) jang bersam a-sam a m erupakan dewan pem erintahan. K epala sw apradja m em punjai gelar „aru ” , „datu” , „adattuang” , „som ba” , „m aradia” , „sultan” dll. m enurut daerahnja dan m em punjai kedudukan sebagai ketua dewan pem erin tahan. Sebagai m isal ialah kepala sw apradja Goa bergelar „Somba G oa , sedang kepala sw apradja Bone, M allusetasi, Batulapa m asing-masing bergelar „A rung-B one”, „Arung-M allusetasi” , „A rung-B atulapa” dan kepala sw apradja Buton bergelar „Sultan Buton . Djuga p ara orang besar m em punjai gelarnja sendirisendiri m enurut tugas dan kedudukannja masing-masing dalam pem erintahan. H am pir sem ua orang besar dipilih oleh kepalakepala kam pung dan orang-orang tua didaerahnja masing-ma sing, atau kalau tidak dem ikian ditundjuk oleh kepala swapradja atas nasehat dari orang-orang tertentu seperti di G oa (nasehat R ate Salapang). P ada perm ulaan tahun 1950 ketika kedudukan N .I.T . m endjadi gontjang berhubung dengan adanja hasrat dari rakjat untuk m em bangunkan negara kesatuan, terdjadi pergolakan m asjarakat jang m engakibatkan beberapa kepala swapradja dan orang-orang besarnja terbunuh atau m engundurkan diri dari pem erintahan. U ntuk mengisi lowongan dalam pem erintahan, m aka dibeberapa sw apradja dibentuk Komite Nasional Indonesia (K.N.I.) dengan badan eksekutipnja (dewan pemerintahan). Ke m udian K .N .I. lam bat laun dibubarkan, tetapi dewan pem erin tahannja tetap m eneruskan pekerdjaannja sampai sekarang de ngan aiketuai oleh kepala swapradja jang masih ada atau jang kem udian diangkat. D engan adanja dewan-dewan pem erintahan ini sesungguhnja susunan pem erintahan swapradja di Sulawesi
89
tetap mempunjai sifat asli, sebab sebagian besar dari swapradjaswapradja ini dari dahulu mempunjai pemerintahan dewan. Diswapradja Buol (Sulawesi Utara) K.N.I. jang anggautanja ter diri dari 17 orang kemudian didjadikan D.P.R. sementara de ngan anggauta 9 orang dan dengan D.P.D.-nja jang diketuai oleh kepala swapradja serta beranggauta 3 orang. Bersamaan keadaannja dengan Buol ini ialah swapradja-swapradja Bolaang-Mongondow, Bolaang-Uki, Bintauna dan Kaidipan Besar, hanja dengan tidak mempunjai kepala swapradja sebagaimana mestinja. Jang tidak pernah mengalami perobahan susunan pemerintahannja dalam masa pergolakan itu adalah swapradja-swapradja Goa (di Sulawesi Selatan), Todjo, Poso, Lorea, Una-una, Bungku, Mori, Banggai, Banawa, Tawaeli, Palu, dll. (di Sulawesi Tengah) sehingga keadaannja sekarang tetap seperti dahulu. Ketjuali be berapa swapradja, (seperti Banggai, Toli-Toli) pada umumnja swapradja-swapradja di Sulawesi Tengah tidak mempunjai peme rintahan berdewan, melainkan pemerintahnja hanja terdiri dari kepala swapradja. Tetapi kepala-kepala swapradja ini menurut kebiasaan dipilih dari kalangan bangsawan oleh para kepala distrik, kepala kampung dan orang-orang tua dari golongan bang sawan. Di Kalimantan pada waktu ini terdapat 7 swapradja jang pemerintahannja dipegang oleh kepala (radja, panembahan, sultan) seorang diri, jaitu swapradja-swapradja Sukadana, Simpang, Mempawah, Pontianak, Kubu, Sanggau dan Tajan. Diswapradja Smtang terdapat beberapa orang penasehat disamping kepala, sedang diswapradja-swapradja M atan dan Landak terdapat panitya pemerintahan (bestuurscommissie) jang mengendalikan seluruh pemerintahan. Panitya pemerintahan seperti terdapat di M a tan dan Landak itu adalah disebabkan. karena belum dapat diangkatnja kepala jang baru dan oleh karenanja dimaksudkan sebagai pemegang kekuasaan sementara. Diswapradja-swapradja Kotawaringin dan Sambas berhubung dengan tidak adanja ke pala swapradja dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan, pe m erintahan masing-masing dipegang oleh wedana. Tindakan ini diambil oleh Gubernur Kalimantan sebagai tindakan darurat
sambil menunggu ketentuan Iebih landjut. Sesungguhnja pene tapan ini harus dilakukan oleh presiden (Z.R. 5). Bukan m aksud kita untuk m engutarakan susunan pemerin tahan sw apradja sam pai dalam garis ketjilnja, sebab itu akan terlalu banjak m em akan tem pat dan kurang faedahnja. Dencan uraian diatas hanja dim aksudkan memberi gam baran bagaimana bentuknja pem erintahan swapradja dahulu dan sekarang dalam garis besarnja untuk didjadikan bahan dalam m elaksanakan asas demokrasi dinegara kita. D an selain daripada itu dengan uraian tadi kita hendak m entjarikan dasar hukum bagi perobahan jang sudah atau akan dilakukan dan jang sering disangsikan oleh ba njak orang.' A da baiknja djika kita disini menjim pulkan beberapa pokok jang terdapat dalam uraian diatas untuk m em udahkan para pembatja. Pokok-pokok jang perlu m endapat perhatian adalah sbb : 1. Sampai sekarang belum ada peraturan jang m engharuskan adanja perobahan susunan pem erintahan swapradja. Kita mengenai pasal 132 dari U ndang-undang D asar Sementara jang m ewadjibkan adanja pendem okrasian pem erintahan swa pradja djika dikeluarkan undang-undang jang m engatur ke dudukan swapradja. Sampai sekarang undang-undang jang dimaksud itu belum ada. M enurut pendapat kita sebaiknja pengaturan kedudukan swapradja itu dilakukan bersama-sama dengan pengaturan daerah-daerah lainnja dalam satu undangundang pokok pem erintahan daerah berikut undang-undang pem bentukannja. 2 . Pendem okrasian pem erintahan swapradja pada waktu ini su dah dapat dilakukan walaupun undang-undang jang dimaksud oleh U ndang-undang D asar Sementara pasal 132 belum ada. Pendem okrasian ini dimungkinkan atas dasar Zelfbestuurs regelen pasal 3 ajat 5 dan 6 atau atas dasar pasal 3 jo U n dang-undang D asar Sementara pasal 1, 35 dan 132. 3. U ntuk sem entara w aktu usaha pendemokrasian itu ditudjukan pada tugas lahir dari radja. Dan oleh karena itu seandainja djabatan radja hanja meliputi tugas lahir sadja, ialah bahwa rakjat m em andang radja semata-mata sebagai orang
91
jang mendjalankan dan mengatur pemerintahan, maka pen demokrasian akan berakibat tidak adanja djabatan radja dan dengan itu djuga hapusnja swapradja. 4. Istilah „swapradja” pada waktu ini berhubungan rapat de ngan djabatan radja. Soal dapat tidaknja swapradja dihapus kan adalah soal dapat tidaknja djabatan radja didaerah itu dihapuskan. Ini tergantung dari kehendak sebenarnja dari rakjat jang bersangkutan. 5. Asas kerakjatan (demokrasi) adalah sendi asli dari masjara kat Indonesia, sedangkan otokrasi adalah sistim tidak asli sebagai barang impor. Salah satu kebiasaan sebagai penglaksanaan asas kerakjatan ialah jang berupa pemilihan radja oleh rakjat sendiri. Oleh karena itu sesungguhnja pendemo krasian pada umumnja berarti kembali kepada sendi-sendi jang asli. 6 . Pendemokrasian pemerintahan swapradja termasuk urusan rumah tangga (otonomi) dari swapradja sendiri, dan ini se suai dengan pasal 1, 35 dan 132 Undang-undang Dasar Se mentara. Oleh karena itu tidak perlu dipergunakan lagi se bagai dasar S. 1946-27 oleh para swapradja jang mengada kan tindakan pendemokrasian pemerintahannja. Berhubung dengan ini semua, maka badan-badan seperti D .P .R .D ./ D.P.D. dan lain-lain sebagainja diswapradja adalah sah se bagai hasil pendemokrasian pemerintahan swapradja.
BAB
III
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN DIHARI KEMUDIAN § 1. KEMUNGKINAN PERTAMA
Setelah m em bitjarakan keadaan swapradja pada waktu ini, baik kita bitjarakan djuga kemungkinan perkem bangan swapradja da lam tatahukum R .I. Kemungkinan pertam a ialah m em pertahankan swapradja de ngan kedudukannja seperti sekarang, tetapi dengan perobahan bentuk dan susunan pem erintahannja sehingga sesuai dengan dasar demokrasi. K edudukan tiap swapradja tetap seperti seka rang berada langsung dibawah Pem erintah Pusat, dan diadakan peraturan umum jang m engatur susunan pem erintahan serta luasnja urusan rum ah tangga (otonomi) swapradja dengan tidak m engadakan perbedaan antara swapradja jang besar dan swa p radja jang ketjil, swapradja jang dahulu mem punjai kontrak pandjang dan mem punjai pernjataan pendek. Dengan demikian m aka kita akan tetap mempunjai dua matjam daerah, jaitu da erah desentralisasi biasa dan daerah swapradja. K alau kita melihat bab IV U.D.S. dengan titelnja „Pem erintah D aerah dan daerah-daerah swapradja” , m aka kita memperoleh kesan seolaholah itulah m aksud pem buat U.D.S. Dalam rangka fikiran ini pasal 131 U.D.S. dim aksudkan hanja mengenai pembagian da erah biasa atas daerah besar dan ketjil jang berhak mengurus rum ah tangganja sendiri, sedang daerah swapradja harus mem punjai kedudukan tersendiri disamping daerah-daerah otonomi biasa, sebagaimana ternjata dari adanja pasal 132. T jara berpikir demikian itu sesuai pula dengan djiwa Konstitusi R.I.S. Perbedaannja hanja dalam tjara mengatur kedudukan swapradja, jaitu bahwa Konstitusi R.I.S. m engharuskan adanja kontrak antara daerah bagian dengan swapradja jang bersangkutan, se dang U.D.S. m enghendaki undang-undang. A kan tetapi kita
93
berpendapat bahwa tjara berpikir demikian itu tidak d ap at dibenarkan dalam rangka hukum tatanegara R .I. dim ana rakjat jan g memegang kekuasaan tertinggi. Pasal 1 ajat 2 U .D .S. m engatakan bahwa kedaulatan R .I. berada ditangan rak jat dan dilakukan oleh Pemerintah bersam a-sam a dengan D .P -^- ^e~ bagaim ana kita ketahui adanja swapradja itu bukanlah karena kehendak rakjat, melainkan sebagai peninggalan zam an jang lam pau, jaitu zaman tatahukum Hindia Belanda dim ana sw apra dja diadakan dan /atau dipertahankan karena alasan-alasan politik seperti telah kita terangkan dalam pendahuluan. Dalam negara R .I. sekarang dimana rakjat jan g berdaulat, terserah kepada rakjatlah untuk menentukan kedudukan swa pradja, apakah sebagai daerah otonomi jang langsung dibaw ahkan kepada Pemerintah Pusat atau sebagai bagian dari daerah otonomi lainnja. Ini sesungguhnja djuga m aksud pem buat U .D .S., hal raana ternjata dari pasal 132 ajat 2 jang memberi kem ung kinan penghapusan swapradja djika pembuat undang-undang mem andang perlu. Kekatjauan berpikir dari pem buat U .D .S . dalam menjusun bab IV itu disebabkan untuk sebagian karena adanja kekuatan-kekuatan politik dalam m asjarakat kita p a d a waktu itu jang menghendaki tetap didjaminnja dan diistim ew akannja kedudukan swapradja. Kesimpulan kita dari ini sem ua, ialah bahwa mempertahankan sw apradja dengan kedudukan seperti sekarang disertai perobahan bentuk dan susunan p e m e r i n t a h a n nja bukanlah satu-satunja kemungkinan jan g diberikan oleh U .D .S., melainkan merupakan salah satu kemungkinan ja n g p a ling tidak tjotjok dengan kehendak kita dalam rangka perkem bangan swapradja. Daerah sw apradja adalah daerah otonom i jang sudah ada ketika kita memproklamirkan R .I., d an terus diakui sebagai daerah otonomi setelah R .I.S. terbentuk. H an ja ltulah perbedaannja dengan daerah otonomi bentukan b aru se perti dim aksud oleh Undang-undang N o 22-1948 atau U ndangundang Pemerintahan Daerah-daerah Indonesia T im ur (S.I.T1950-4). Sebagai daerah otonomi, daerah sw apradja itu sa m a kedudukannja dengan daerah otonomi bentukan baru dalam n egara R .I. T idak ada alasan untuk diketjualikan atau diistim ewakan.
94
2. KEMUNGKINAN KEDUA Sebagai kem ungkinan kedua jang dapat kita kem ukakan ialah: m endjadikan sw apradja sebagai daerah istimewa seperti dimak sud oleh U ndang-undang N o 22-1948. K edudukannja sebagai d a e ra h istim ew a ditentukan oleh U ndang-undang Pem bentukan, dan m engingat luasnja dan pentingnja m asing-masing swapradja d a p a t ditetapkan sebagai daerah istimewa setingkat propinsi, k a b u p a te n atau desa. L uasnja rum ah tangga dari daerah istimewa m en u ru t U ndang-undang N o 22-1948 ditentukan setjara limitatif oleh U ndang-undang Pem bentukannja. M elihat terdjadinja satu d aerah istim ewa, m aka sifatnja pem bentukan daerah isti m ew a itu bukan hanja m erupakan perobahan bentuk swapradja, m elainkan m erupakan penghapusan sw apradja disertai pemben tu k a n daerah otonom i baru, dengan kedudukan dan otonomi jang sangat berlainan dengan kepunjaan swapradja. Sifat dan ked u d u k an daerah istimewa adalah sam a dengan sifat dan ke dud u k an dari daerah otonom i lainnja jang setingkat. Keistimew aan dari suatu daerah istimewa bukan terletak dalam sifat dan kedudukannja sebagai daerah otonom i m elainkan dalam sifat kepalanja, jaitu bahw a kepala daerah istimewa dari tingkat apap u n diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga jang berku asa didaerah itu dizam an sebelum R .I. dan jang masih menguasai daerahnja. T im bul pertanjaan apakah penglaksanaan dari U.D.S. 132 boleh berupa pem bentukan swapradja mendjadi daerah istimewa. A p a k a h tidak m endjadi m aksud dari U.D.S. untuk memerintahk a n p a d a pem buat undang-undang agar supaja m engatur ke dud u k an sw apradja sebagai swapradja hal m ana ternjata pula dari susunan bab IV U.D.S. jang berlainan dengan susunan bab V I U .D . 1945. B ab V I dari U.D. 1945 berkepala „Pemerintah an D aerah ” , dan hanja terdiri dari satu pasal, jaitu pasal 18 jang berbunji : Pem bagian daerah Indonesia atas daerah besar dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannja ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat da sar 'perm usjaw aratan dalam sistim pemerintahan negara, dan hak
95
asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa. Pembuat U.D. 1945 dalam menghadapi kenjataan adanja swapradja ada lah tegas dan djemih pikirannja karena tidak ada pengaruhpengaruh a-nasional dan reaksioner. Pembuat U.D. 1945 terang memandang swapradja sebagai daerah bagian otonomi biasa dari R.I., sama sekali tidak memberi kedudukan istimewa padanja, dan menjerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk me nentukan kedudukan swapradja dalam rangka desentralisasi ke kuasaan negara. Memang kalau kita membanding susunan bab IV U.D.S. dengan bab VI U.D. 1945 pertanjaan itu dapat di mengerti. Dengan perbandingan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa U.D.S. 132 ajat 1 menghendaki supaja pembentuk un dang-undang mengatur kedudukan swapradja sebagai swapradja, bukan penghapusan swapradja dan diganti dengan daerah oto nomi baru. Akan tetapi kesimpulan ini tidak benar. Sebagaimana telah kita utarakan diatas U.D.S. 132 itu tidak mengharuskan tetap adanja swapradja, melainkan merupakan satu pasal peralihan dalam menghadapi kenjataan adanja swapradja. Terserah kemudian kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan kedudukan swapradja. Dan dalam pengertian menentukan ke dudukan itu termasuk pula tindakan untuk memberi status baru, jaitu mendjadikannja sebagai daerah istimewa. Menurut pendapat kita satu-satunja djalan jang dapat diterima kalau kita hendak mempertahankan swapradja ialah hanja dalam bentuk daerah istimewa sebagaimana dimaksud oleh Un dang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Mendjadi pertanjaan apakah ada alasan untuk mendjadikan swapradja mendjadi da erah istimewa, karena apa tidak dilakukan penghapusan sadja. Memang kemungkinan ketiga jang diberikan oleh U.D.S. ialah penghapusan swapradja. Tetapi penghapusan sesuatu swapradja hanja dapat dilakukan djika sesuai dengan kehendak daerah swa pradja itu sendiri atau djika kepentingan umum m enuntut peng-. hapusan itu. Djadi djika kepentingan umum itu tidak dapat ditundjuk dengan djelas dan daerah swapradja itu sendiri tidak m au dihapuskan, maka sesuatu swapradja harus tetap berdiri sebagai swapradja. Dan djalan satu-satunja jang dapat ditempuh
96
untuk m elaksanakan asas demokrasi dalam keadaan demikian itu adalah m endjadikan swapradja jang bersangkutan mendjadi daerah istimewa. Ini adalah alasan hukum berhubung dengan adanja pasal 132 U.D.S. Alasan politik untuk membentuk da erah istimewa terletak dalam alasan untuk mem pertahankan swapradja. Alam pikiran rakjat jang masih sederhana berbedabeda disatu daerah dengan daerah lainnja. A da kalanja rakjat m enaruh kepertjajaan begitu besar kepada satu turunan keluarga karena sedjarahnja jang telah lalu sehingga dilihat dari sudut fcepentingan keam anan dan kelantjaran pem erintahan sebaiknja kepala daerah itu diambil dari keturunan tadi. Kepala daerah sematjam itu bukan sem ata-m ata kepala pem erintahan dalam arti biasa, tetapi djuga m erupakan kepala adat dan kepala kerochanian dari m asjarakat didaerah itu. Seorang kepala swapra-r\ dja disamping m endjadi kepala pem erintahan m erupakan djugall penghubung dengan dewa-dewa, pelindung terhadap bentjanabentjana jang ditim bulkan oleh kekuasaan gaib, pembawa keselam atan dalam m enghadapi segala pantjaroba, dan pusat se gala kesaktian. Alam pikiran mistik jang masih dimiliki oleh se bagian besar dari rakjat Indonesia harus m endapat perhatian sepenuhnja dalam kita m entjari efficiency organisasi negara. Inilah alasan politik dari kita untuk m em pertahankan swapradja dalam bentuk daerah istimewa bilam ana dipandang perlu. Oleh j i karena itu sesuai dengan uraian kita dalam bab I (pendahuluan) mengenai dem okrasi, sebaiknja diserahkan pada rakjat daerah jang bersangkutan untuk m enentukan dipertahankannja swapra dja atau tidak. D jika swapradja dipertahankan, ini berarti swa pradja dalam bentuk baru, jaitu dalam bentuk daerah istimewa. Sebagaim ana kita terangkan diatas, kita m em pertahankan swa pradja itu bukan karena hendak mendjamin berlangsungnja ke tatanegaraan asli agar berkem bang lebih landjut atas dasar-dasar asli sehingga dapat dibanggakan sebagai buah kebudajaan asli seperti digam barkan dan disarankan oleh N otosuioto dalam tu- j j lisannja jang bernam a „P ro Swapradja” . Kita m em pertahankan {( sw apradja bukan karena tjinta kepada keasliannja, bukan pula karena hendak m endjam in penghidupan keluarga jang berkuasa
97
\ >' r*r>
sedjak dahulu didaerah itu. Hanja satti alasan, jang ada pada kita, jaitu berlakunja pandangan hidup tertentu didaerah jang bersangkutan seperti telah diterangkan diatas. Berhubung dengan uraian diatas baik sekarang ditindjau pula tjara pengangkatan kepala daerah istimewa. Menurut pasal 18 ajat 5 dari Undang-undang No 22-1948 kepala daerah istimewa diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga jang berkuasa didaerah itu dizaman sebelum R.I. dan jang masih menguasai daerahnja dengan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat istiadat didaerah itu. Demi kian djuga menurut rantjangan Undang-undang Pokok Peme rintahan Daerah tahun 1954. Djadi djika dalam suatu swapradja tidak ada keturunan dari keluarga jang pada masa sebelum R.I. berkuasa dan jang sekarang masih menguasai daerahnja, maka swapradja itu tidak dapat didjadikan satu daerah istimewa. Kita mempunjai keberatan terhadap ketentuan sematjam ini. Sebab pertam a dari keberatan kita terletak pada pangkal haluan kita jang hanja mengenai dua pilihan (alternatief) dalam menghadapi swapradja waktu ini, jaitu mempertahankan swapradja dalam bentuk daerah istimewa atau sama sekali menghapuskannja. Sebagaimana telah diterangkan diatas, mendjadikan suatu swa pradja sebagai daerah istimewa termasuk dalam pengertian mengatur kedudukan swapradja seperti dimaksud oleh U.D.S. 132 ajat 1 . Dan tjara mengatur kedudukan swapradja dengan djalan pembentukan daerah istimewa menurut pendapat kita adalah ' satu-satunja tjara jang dapat diterima. Oleh karena itu kita tidak menjetudjui pengaturan dengan tjara lain disamping tjara ter se ut tadi. Berhubung dengan ini m aka semua swapradja jang m enurut pendapat kita dapat dipertahankan harus segera didjai an daerah istimewa. Dan alasan untuk mempertahankan swapradja bagi kita bukan karena masih adanja keturunan dari ke luarga jang berkuasa sebelum R.I. dan sekarang masih berkuasa, melainkan karena pandangan hidup tertentu dari rakjat didaerah jang bersangkutan. Inilah sebab kedua dari keberatan kita. Selama masih ada ketentuan seperti pasal 18 ajat 5 dari U n dang-undang No 22-1948, m aka swapradja jang pada waktu ini
98
tidak mempunjai ketuxunan dari keluarga jang berkuasa sedjak seoelum R.I. sampai sekarang, tidak dapat didjadikan daerah istimewa. Demikian pula halnja dengan swapradja jang dibentuk sesudah tahun 1945 seperti T anah Toradja jang dipisahkan dari Luw u dan berdiri sendiri sebagai swapradja. A pa jang harus diperbuat dengan swapradja sematjam itu ? Dalam penglaksanaan prinsip kita diatas m aka swapradja se matjam tadi ham s dihapuskan. Tetapi penghapusan sesuatu swa pradja terikat pada U.D.S. 132 ajat 2, jaitu harus ada kehendak dari daerah swapradja itu sendiri atau harus ditundjuk kepentingan umum. Kepentingan urnum ini tidak dapat dengan begitu sadja dianggap ada, harus ada bukti-bukti jang terang. Oleh karena itu m aka djika kedua sjarat ini tidak ada, m aka swapradja tersebut diatas tidak dapat dihapuskan. Disini letaknja kesukaran. Berhubung dengan itu m aka pembatasan jang diberikan oleh pasal 18 Undang-undang No 2 2 1948 tidak tjotjok dengan prinsip jang kita anut dalam memberi penglaksanaan kepada U.D.S. 132. Oleh karena itu menurut pendapat kita sebaiknja bunji pasal 18 ajat 5 Undang-undang N o 22-1948 dan pasal 23 ajat 2 dari rantjangan Undang-undang Pokok Pem erintahan D aerah tahun 1954 dirobah m endjadi: Kepala daerah istimewa diangkat oleh presiden (Menteri Dalam N egeri/G ubernur) mengingat adat istiadat jang berlaku didaerah itu dengan m em perhatikan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran, kesetiaan, dsl. Perkataan „mengingat adat istiadat” jang kita pergunakan disini m em punjai arti luas, jaitu dapat menentukan bahwa kepala sw apradja biasanja diangkat dari keturunan ke luarga jang berkuasa, bahwa kepala swapradja biasanja dipilih dari golongan tertentu oleh golongan tertentu, bahwa kepala swapradja biasanja dipilih dari antara golongan tertentu atau tidak terbatas kepada sesuatu golongan oleh rakjat seluruhnja. A dat istiadat ini elastis dan plastis, dapat berobah-robah m enu ru t keadaan setiap w aktu sehingga selalu dapat mentjerminkan pandangan hidup dan kejakinan hukum dari rakjat didaerah ter tentu. D engan dem ikian kita akan m endapat kelantjaran dalam m em beri penglaksanaan pada U.D.S. 132. Bagi swapradja jang
99
hendak dipertahankan, undang-undang jang dimaksud oleh U.D.S. 132 ajat 1 hanja akan berupa undang-undang pemben tukan swapradja mendjadi daerah istimewa. Disamping itu tidak ada undang-undang lain jang mengatur kedudukan swapradja, jang ada hanja undang-undang jang mengatakan bahwa kepen tingan umum menuntut penghapusan sesuatu swapradja dan memberi kuasa pada Pemerintah untuk penghapusan itu seba gaimana diminta oleh U.D.S. 132 ajat 2. Berhubung dengan uraian kita diatas mengenai alasan hukum dan alasan politik untuk menetapkan suatu swapradja mendjadi daerah istimewa, baiklah kita kemukakan disini pendapatnja pembuat rantjangan Undang-undang Pokok Pemerintahan Da erah tahun 1954. Dalam pendjelasan mengenai pasal 2 dari ran tjangan undang-undang itu kita batja : „Sesuai dengan maksud pasal 132 ajat 2 U.D.S., maka tiap-tiap pembentukan daerah swapradja mendjadi daerah, istimewa harus sesuai dengan ke hendak swapradja jang bersangkutan. Hal ini disebabkan ka rena pembentukan daerah istimewa termaksud dalam ajat 2 (ajat 2 pasal 2 dari'rantjangan undang-undang tersebut diatas) membawa akibat dihapuskannja daerah swapradja itu” . Melihat kali m at ini, kita mendapat kesan bahwa maksud pembuat rantjangan undang-undang itu dengan pembentukan swapradja mendjadi da erah istimewa ialah memberi penglaksanaan pada U.D.S. 132 ajat 2 . Kalau demikian pembentukan daerah istimewa terbatas pada adanja kehendak swapradja jang bersangkutan. Djikalau swa pradja jang bersangkutan tidak mau didjadikan daerah istimewa maka swapradja itu tetap berdiri dengan statusnja semula atau dihapuskan berdasarkan kehendaknja atau kepentingan umum. Dengan demikian kita akan mengenai 3 matjam daerah otonomi dalam negara kita, ialah daerah otonomi biasa, daerah istimewa dan swapradja. Ini adalah satu kegandjilan jang tidak perlu ada. Berhubung dengan itu kita tidak dapat menjetudjui pendapat dari perantjang Undang-undang Pokok Pem erintah Daerah tahun 1954 itu, sebab m enurut kita pem bentukan swapradja m endjadi daerah istimewa itu term asuk dalam pengertian meng-
100
atur kedudukan sw apradja sebagaim ana dimaksud oleh U.D.S. 132 ajat 1, sehingga setiap swapradja jang hendak dipertahankan harus dibentuk m endjadi daerah istimewa dan jang lainnja harus dihapuskan. Dalam memilih diantara m enghapuskan dan membentuk sw apradja m endjadi daerah istimewa, kita harus mengingat kehendak rakjat didaerah jang bersangkutan sesuai dengan pem bitjaraan kita diatas. A pa arti perkataan „d apat” dalam pasal 1 ajat 2 Undangundang N o 22-1948 dan pasal 2 ajat 2 dari rantjangan Undangundang Pokok Pem erintahan D aerah tahun 1954. Dalam kedua pasal itu disebutkan bahwa daerah sw apradja „dapat” ditetap kan sebagai daerah istimewa. Perkataan „d apat” ini m enurut kita harus diartikan m em beri kem ungkinan mengingat sjarat-sjarat tertentu. D an sjarat ini bukan berupa kehendak sw apradja jang bersangkutan, m elainkan keadaan-keadaan lainnja jang oleh pem bentuk undang-undang didjadikan alasan untuk m enetapkan suatu sw apradja m endjadi daerah istimewa. U m pam anja sjarat itu dapat berupa : kehendak rak jat didaerah jang bersangkutan (ini tidak dapat dim asukkan dalam pengertian kehendak swapradja, sebab sw apradja diwakili oleh pem erintahnja, dan Pem erintah Sw apradja ini p ad a um um nja belum m erupakan pem erintahan rakjat), ada tidaknja setjara de facto swapradja itu, kemung kinan tertentu m enurut penglihatan pem bentuk undang-undang, dan lain-lain. Selandjutnja dalam pendjelasan dari pasal 3 rantjangan un dang-undang tersebut diatas terdapat kalim at jang berbunji sebagai b e rik u t: T jara pem bentukan daerah istimewa setingkat sadat ini dibedakan dari tjara pem bentukan daerah tingkat I II lainnja, disebabkan karena pem bentukan daerah swapradja m endjadi istimewa m em bawa akibat dihapuskannja daerah swa pradja jang bersangkutan dan m enurut pasal 132 ajat 2 U.D.S. penghapusan daerah swapradja dapat dilakukan atas dasar kepentingan um um , hal m ana terlebih dahulu harus ditetapkan oleh undang-undang” . Disini ternjata lagi pendapatnja bahw a pem bentukan daerah istimewa itu adalah penglaksanaan d ari U.D.S. 132 ajat 2. M enurut perantjang itu djika tidak ada ke-
hendak sendiri dari swapradja maka harus dinjatakan adanja lcepentingan umum jang menuntut penghapusan swapradja dan memberi kuasa kepada Pem. untuk penghapusan itu. Tetapi dalam pembentukan daerah istimewa pernjataan adanja kepentingan umum dan tindakan menghapuskan swapradja dilakukan bersama-sama dengan pembentukan daerah istimewa. Dalam hubungan ini kita bertanja apakah swapradja jang dengan kehendaknja sendiri ditetapkan sebagai daerah istimewa tingkat sadat perlu djuga dibentuk dengan undang-undang, sebab peng hapusan sesuatu swapradja berdasarkan kehendaknja sendiri menurut U.D.S. 132 ajat 2 tidak perlu dilakukan dengan undangundang. Disini ternjata salahnja tjara berpikir dari para perantjang itu. M enurut kita pembentukan swapradja mendjadi dae rah istimewa itu harus dilakukan dengan undang-undang oleh karena tindakan ini merupakan penglaksanaan dari U.D.S. 132 ajat 1 , jaitu termasuk dalam rangka mengatur kedudukan swa pradja. Sekarang perlu ditindjau kedudukan kepala daerah istimewa. Kalau kita melihat pada pasal 18 Undang-undang No 22-1948 m aka semua kepala daerah mempunjai kedudukan jang sama jaitu sebagai pegawai negara. Walaupun D.P.R.D. ikut serta menentukan (dengan mengusulkan tjalon paling sedikit 2 orang dan paling banjak 4 orang) siapa jang akan mendjadi kepala daerah biasa, dan meskipun kepala daerah itu merupakan djuga bagian dari peralatan (orgaan) daerah (sebagai ketua dan ang gauta D.P.D.) namun ia tetap mempunjai kedudukan sebagai pegawai negara jang diserahi tugas memimpin pemerintahan daerah dan mengawasi segala perbuatan Pemerintah Daerah. Ia adalah peralatan (orgaan) pusat (negara). M enurut pasal 18 Undang-undang No 22-1948 beserta pendjelasannja tidak ada perbedaan kedudukan antara kepala daerah biasa dan kepa la daerah istimewa. Perbedaan jang kita lihat dari pasal tersebut hanja mengenai pengangkatan dan pemberhentiannja, jaitu bahwa kepala daerah biasa diangkat atas usul D.P.R.D. dan dapat diperhentikan djuga atas usul D.P.R.D., sedangkan kepa la daerah istimewa diangkat hanja dari keturunan keluarga jang
102
berkuasa sedjak sebelum R .I. sam pai sekarang dengan mengingat adat istiadat didaerah itu. Djadi terang bahwa menurut Undang-undang N o 22-1948 baik kepala daerah biasa maupun kepala daerah istimewa m em punjai kedudukan sebagai pegawai negara. B erlainan keadaannja m enurut rentjana Undang-undang Pokok Pem erintahan D aerah jang baru (tahun 1954). Pasal 23 dari rentjana Undang-undang Pokok Pem erintahan D aerah ini berbunji sebagai b e rik u t: 1. Kepala daerah adalah pegawai negara jang d ise b u t: a. G ubernur bagi propinsi dan diangkat/diperhentikan oleh presiden. b. B upati bagi kabupaten dan diangkat/diperhentikan oleh M enteri D alam Negeri. c. W alikota bagi kotapradja dan diangkat/diperhentikan o le h : 1. Presiden bagi kotapradja tingkat I. 2. M enteri Dalam Negeri bagi kotapradja lainnja. d. W ali-sadat bagi sadat dan diangkat/diperhentikan oleh gubernur. 2. K epala daerah istimewa diangkat dari keturunan keluarga jang berkuasa didaerah itu dizam an sebelum R.I. dan jang m asih m enguasai daerahnja, dengan m em perhatikan sjaratsjarat ketjakapan, kedjudjuran, kesetiaan, serta adat-istiadat dalam daerah itu, dan diperhentikan oleh : a. Presiden bagi daerah istimewa jang setingkat dengan pro pinsi. b. M enteri D alam Negeri bagi daerah istimewa jang setingkat dengan kabupaten. c. G ubernur bagi daerah istimewa jang setingkat dengan sadat. 3. U ntuk daerah istimewa dapat diangkat seorang wakil kepala daerah istimewa jang diangkat dan diperhentikan oleh penguasa jang m engangkat/m em perhentikan kepala daerah istimewa dengan m em perhatikan sjarat-sjarat jang tersebut dalam ajat 2 . Selandjutnja pasal 24 berbunji sebagai b e rik u t:
103
1
1 . Wakil kepala daerah jang tersebut dalam pasal 6 ajat 3 ada
lah seorang pegawai negara jang ditundjuk oleh penguasa jang berhak mengangkat kepala daerah. 2 . Kepala daerah istimewa diwakili oleh wakil kepala daerah istimewa ; djika tidak ada wakil kepala daerah istimewa atau djika ia berhalangan maka kepala daerah isdmewa diwakili oleh pegawai negara jang ditundjuk oleh penguasa jang ber hak mengangkat kepala daerah istimewa. Dari bunji pasal 23 dan 24 ini kita terpaksa menarik kesimpulan, bahwa kedudukan kepala daerah biasa adalah berbeda dengan kedudukan kepala daerah istimewa, jaitu bahwa kepala daerah biasa adalah pegawai negara sedangkan kepala daerah istimewa bukan pegawai negara. Ajat 1 dari pasal 23 menerangkan bahwa kepala daerah biasa berupa gubernur, bupati, walikota dan wali-sadat adalah pegawai negara, sedang ajat 2 dari pasal itu tidak memuat pernjataan bahwa kepala daerah istimewa adalah pegawai negara. Ajat 1 dari pasal 24 menerangkan bahwa wakil kepala daerah biasa adalah pegawai ne gara, sedang ajat 2 dari pasal itu menjatakan bahwa djika tidak ada wakil kepala daerah istimewa maka kepala daerah istimewa diwakili oleh pegawai negara. Ini semua memaksa kita untuk mengartikan bahwa kepala daerah istimewa dan wakilnja bukan pegawai negara. Begitu pula djikalau kita melihat pendjelasan atas pasal 23 dan 24 itu kita tidak dapat menarik kesimpulan lain. Dalam pendjelasan dari pasal 23 terdapat kalimat sebagai b e rik u t: „ 01 eh karena itu dalam pasal ini ditetapkan bahwa kepala daerah itu adalah pegawai negara, jang diangkat/diperhentikan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat dengan tidak perlu menunggu usul-usul dari D.P.R.D. jang bersangkutan. Demikian pula kepala dan wakil kepala daerah istimewa diangkat dan diperhentikan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, sesuai dengan tingkat daerahnja masing-masing”. Disini djuga diterangkan bahwa kepala daerah biasa itu adalah pegawai negara, tetapi tidak ada pernjataan demikian mengenai kepala daerah istimewa. Perkataan „demikian pula” hanja mengenai tjara pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah istimewa, ialah bah-
104
wa kepala daerah istimewa djuga diangkat dan diperhentikan oleh instansi-instansi Pem erintah Pusat. Tetapi tjara pengangkatan dan pem berhentian ini tidak m enentukan status kepala daerah istimewa. Di zam an Hindia Belanda djuga kepala swa pradja diangkat oleh G .G ., tetapi ia bukan pegawai negara, ia hanja m erupakan penguasa swapradja dalam arti satu-satunja peralatan (orgaan) tertinggi dari swapradja jang m endapat pengakuan G.G . Baik kita perhatikan djuga Pendjelasan bagian umum ad 3 dari rantjangan undang-undang itu. Disini terdapat kalimat jang berbunji sebagai b e rik u t: ,,Dalam negara kesatuan adalah selaras dengan sifatnja, dan mengenai Indonesia selaras pula de ngan pertum buhan ketatanegaraannja, bilaniana kepala-kepala daerah itu diutam akan untuk mendjadi alat dari Pemerintah Pusat, sehingga kepala daerah itu mestilah ia berkedudukan se bagai pegawai negara. Penjim pangan dari sjarat ini hanja mung kin terhadap daerah-daerah istimewa jang tidak semata-mata dapat dipandang sebagai pegawai negara, akan tetapi disamping itu berkedudukan sebagai kepala adat tertinggi m enurut sistim adat dalam daerah istimewa tersebut, penjimpangan m ana disebabkan oleh keistim ewaan daerah dimaksud” . Dua kalimat ini gelap dan ruw et sehingga memberi kemungkinan timbulnja berbagai-bagai tafsiran jang satu sama lain bertentangan. Perkataan „penjim pangan dari sjarat ini” dapat diartikan sebagai pe njim pangan dari sjarat bahwa kepala daerah harus berkedudukan sebagai pegawai negara, sehingga akan berarti bahwa kepala daerah istimewa bukan pegawai negara. Tafsiran ini dikuatkan oleh kata-kata jang dipergunakan selandjutnja ialah „hanja m ungkin terhadap daerah istimewa, jang tidak semata-mata da p at dipandang sebagai pegawai negara”. Disini dipergunakan perkataan „d ap at dipandang” , tidak dipergunakan perkataan „berkedudukan” . A rti dari perkataan „berkedudukan” adalah lain daripada kata-kata „dapat dipandang sebagai” . Artinja „dapat dipandang sebagai” ialah „dipersam akan dalam memandangnja” atau „diperlakukan sama seperti” atau djuga „dianggap seolah-olah dem ikian”, djadi berm aksud memandang sama
105
sesuatu jang tidak sama. Tentu sadja perkataan „penjimpangandari sjarat ini” dapat djuga diartikan (ditafsirkan) lain, ialah sebagai penjimpangan dari sjarat bahwa kepala daerah harus hanja sebagai pegawai negara sadja, tidak merupakan djuga ke pala adat seperti halnja dengan kepala daerah istimewa. Tetapi tafsiran ini tidak benar sebab ternjata dari keterangan lebih landjut dibawahnja bahwa masjarakat hukum adat jang tunggal djika didjadikan satu sadat (daerah biasa) dan kepala adatnja diangkat mendjadi kepala daerah sadat itu djuga, ia dapat me rangkap tugas tadi. Djadi penjimpangan dalam arti demikian mungkin djuga terhadap suatu sadat jang terbentuk dari satu m asjarakat hukum adat (satu persekutuan hukum adat) dimana kepalanja diangkat mendjadi kepala sadat itu. Sedangkan dalam kalimat jang kita maksud diatas terdapat k ata-k ata: „Penjimpangan dari sjarat ini hanja mungkin terhadap daerah-daerah istimewa”. Oleh karena itu penjimpangan jang hanja mungkin terhadap daerah istimewa, adalah hanja penjimpangan dalam arti kita, ialah bahwa kepala daerah istimewa bukan pegawai negara. Seandainja dalam kalimat jang kita bitjarakan diatas dipergunakan kata-kata „jang tidak semata-mata berkedudukan sebagai pegawai negara, akan tetapi disamping itu mempunjai kedudukan sebagai kepala adat tertinggi”, maka maksudnja akan mendjadi terang, jaitu bahwa kepala daerah istimewa memang mempunjai kedudukan sebagai pegawai negara disamping ke dudukannja sebagai kepala adat. A da lagi kalimat dalam pendjelasan bagian umum ad 3 itu jang perlu dibitjarakan, ialah jang berbunji sebagai b e rik u t: „Meskipun demikian semua daerah istimewa itu adalah bahagian jang integrerend dari wilajah R.I., sehingga kepala daerahnja dari sudut itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara, terlepas dari tugasnja dan penghasilannja m enurut sistimnja jang istimewa itu, sehingga penjimpangan jang dimaksud hanja berarti penggabungan tugas, jang djuga akan kita dapati bilam ana satu kesatuan m asjarakat hukum adat jang tunggal kita djadikan daerah otonomi maka kepala adat jang diangkat mendjadi kepala daerah adalah pegawai negara dan djuga ke-
106
pala adat jang tertinggi dalam daerah itu” . Kalimat ini demi kian pandjangnja, ruw et dan gelap sehingga tidak mudah di m engerti dan m em beri kem ungkinan bermatjam-matjam penafsiran serta m enim bulkan pertanjaan pada pembatja, apakah tidak ada sesuatu jang hendak disembunjikan dengan kalimat itu ? D jika kita hendak m em pertahankan sifat negara hukum R .I. m aka hendaklah diusahakan selalu adanja kepastian hukum. Kepastian hukum ini diantaranja dapat ditjapai dengan rumusan peraturan-peraturan serta pendjelasannja dalam kalimat-kalimat jang terang, tegas dan m udah dimengerti, sehingga pada umum nja tidak perlu lagi dim intakan pendapatnja para achli penafsir jang satu sam a lain sering bertentangan. B aiklah kita m entjoba menjelidiki arti dari kalimat jang ter m aksud diatas. Kita mulai dengan bagian kalimat „M eskipun dem ikian sem ua daerah istimewa itu adalah bahagian jang integrerend dari wilajah R .I., sehingga kepala daerahnja dari sudut itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai n e g a ra ,........” . M engenai apa perkataan „m eskipun demikian” itu ? Apakah mengenai penjim pangan terhadap sjarat bahwa kepala daerah harus pegawai negara ? D jika demikian m aksudnja, maka ka lim at itu harus kita batja sebagai b e rik u t: „M eskipun kepalanja bukan pegawai negara, semua daerah istimewa itu adalah baha gian jang integrerend dari wilajah R .I. sehingga kepala daerah n ja dari sudut itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara, dsl............... Djadi terang bahwa kepala daerah istimewa hanja diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara oleh karena daerah istimewa itu m erupakan bahagian wilajah R .I., w alaupun ia bukan pegawai negara. Perkataan „diperlakukan dan diberi tugas” disini m enundjukkan bahwa sesungguhnja ke pala daerah istimewa mempunjai kedudukan lain, bukan sebagai pegawai negara sehingga untuk keperluan pemerintahan perlu ia diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara. Djadi djustru oleh karena ia bukan pegawai negara, m aka perlu ada keterangan bahw a ia harus diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara. Seorang pegawai negara sudah dengan sendiri nja diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara, djadi
tidak perlu diberi keterangan lagi. Akan tetapi tafsiran kita ini mendjumpai kesukaran berhubung dengan adanja kata-kata „ ................., sehingga penjimpangan jang dimaksud hanja berarti penggabungan tugas, jang djuga akan kita dapati bilamana suatu kesatuan masjarakat hukum adat jang tunggal kita djadikan daerah otonomi, ................ ”. Dengan bagian kalimat ini diterangkan bahwa penjimpangan itu hanja berarti penggabungan tugas, djadi bukan penjimpangan dari kedudukan kepala daerah sebagai pegawai negara. Dengan keterangan ini kita terpaksa menarik kesimpulan bahwa kepala daerah istimewa itu djuga berkedudukan sebagai pegawai negara. Apakah demikian pula maksud perantjang undang-undang itu ? Kalau demikian halnja, untuk apa perlunja maksud itu terus menerus disembunjikan dibelakang kata-kata dan kalimat jang pandjang dan ruwet, dan karena apa tidak ditjantumkan sadja dengan tegas dalam pasal 23 ? Adakah alasan politik untuk perbuatan sematjam itu ? Sam pai mana dapat dipertanggung-djawabkannja alasan politik itu kepada rakjat ? Kita akan membatasi pembitjaraan sampai sini, tidak akan mengupas lebih landjut tjara bekerdja dan tjara berpikir para perantjang Undang-undang Pokok Pemerintahan Da erah tahun 1954. Dalam lain kesempatan kita berdjuinpa lagi mengenai hal itu. Bagaimana seharusnja kedudukan kepala daerah istimewa ? Menurut pendapat kita ia harus mempunjai kedudukan jang sama seperti kepala daerah biasa. Djika kepala daerah biasa berkedudukan sebagai pegawai negara, maka kepala daerah istimewapun harus mempunjai kedudukan demikian. Tidak ada alasan untuk memperbedakannja, ketjuali dalam hal merangkap kedudukan sebagai kepala adat. Sekarang kita perlu membitjarakan lain soal mengenai daerah istimewa itu, ialah apakah akibatnja pembentukan suatu swa pradja mendjadi daerah istimewa. Bilamana suatu swapradja ditetapkan mendjadi daerah isti mewa m enurut Undang-undang No 22-1948, maka hak untuk mengurus rumah tangganja daerah itu tidak lagi m enurut Z.R. 1938 atau salah satu kontrak pandjang, melainkan m enurut
Undang-undang Pem bentukannja jang memberi kekuasaan setjara disebut satu persatu (terperintji). Rentjana Undang-undang P okok Pem erintahan D aerah jang baru (tahun 1954) menganut urusan rum ah tangga m enurut tingkatan (rangordebeginsel), jaitu satu pengertian bahwa suatu daerah berhak mengatur urusan rum ah tangganja sepandjang tidak term asuk dalam atau diurus oleh penguasa tingkat atasan. Djika rentjana ini sudah mendjadi undang-undang m aka swapradja jang dibentuk m enurut undangundang ini m endjadi daerah istimewa, luasnja urusan rumah tangga tidak lagi diperintji satu persatu, melainkan hanja dibatasi oleh ketentuan-ketentuan jang telah memberikan kekuasaan kepada penguasa Iebih atas. Disini jang menetapkan luasnja ru m ah tangga daerah istimewa bukan undang-undang pembentuk annja seperti m enurut Undang-undang N o 22-1948, melainkan ada tidaknja ketentuan jang m em berikan sesuatu urusan kepada penguasa tingkat atasan. D jadi rum ah tangga daerah istimewa meliputi segala urusan jang berhubungan dengan daerahnja ke tjuali djika m enurut undang-undang atau ketentuan lainnja men djadi urusan dari penguasa lain. H al ini dapat kita batja dalam pasal 25 rantjangan undang-undang itu jang berbunji sebagai b e r ik u t: „D ew an Perwakilan R akjat D aerah mengurus segala urusan rum ah tangga daerahnja, ketjuali urusan-urusan jang oleh undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain ataupun urusan-urusan jang oleh D .P.R .D ., dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, diserahkan ke p a d a penguasa dari daerah tingkat bawahannja” . Djuga pem bentukan daerah istimewa m enurut rantjangan undang-undang ini m engakibatkan tidak berlakunja lagi Z.R . 1938 dan kontrak pandjang jang bersangkutan mengenai luasnja urusan rumah tangga daerah istimewa itu, dan dengan sendirinja perbedaan a n tara kaula negara dan kaula swapradja mendjadi hilang. A kibat perobahan status swapradja mendjadi daerah istimewa harus m endapat pengaturan. Pengaturan ini dapat dilakukan da lam undang-undang pem bentukannja atau dalam undang-undang lainnja jang bersifat umum. Hal-hal jang perlu diatur jaitu diantaranja :
109
1. Kedudukan pegawai pemerintahan (bestuur) swapradja2. Kedudukan pegawai kepolisian, perguruan, peradilan, dan lain-lain dari swapradja. 3 . Kekuatan berlakunja berbagai peraturan berhubung dengan hilangnja perbedaan antara kaula negara dan kaulia swa pradja. M engenai kedudukan pegawai pemerintahan dapat ditetapkan dalam Undang-undang Pembentukan D aerah Istimewa, bahw a m ereka semua dengan sendirinja mendjadi pegawai pem erin tahan daerah istimewa. Tentang pegawai kepolisian m asih tergantung pada Undang-undang Kepolisian, apakah m em perkenankan adanja kepolisian daerah atau tidak ? Djika undangundang itu memperkenankan adanja kepolisian daerah, m aka dengan sendirinja pegawai kepolisian swapradja mendjadi pega wai kepolisian daerah istimewa, dan djika undang-undang itu tidak memperkenankannja maka anggauta-anggauta kepolisian swapradja dengan sjarat-sjarat tertentu dapat ditetapkan sebagai anggauta kepolisian negara atau dengan sendirinja berhenti sam a sekali jang djaminan sosialnja diserahkan pada daerah istim ew a itu sendiri. Demikian pula dengan pegawai-pegawai perguruan dan peradilan dapat diatur serupa itu m enurut keperluan. M enge nai peraturan-peraturan jang dahulu dikeluarkan dapat kita memberi keterangan sebagai berikut. Berhubung dengan adanja perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja m aka p e r aturan peraturan jang dikeluarkan oleh Pemerintah Sw apradja, hanja berlaku bagi kaula swapradja. Bagi kaula negara h a n ja er a u peraturan jang dikeluarkan oleh negara. Djadi m engenai soal jang sama biasanja ada dua peraturan, jaitu peraturan n e gara jang berlaku bagi kaula negara dan peraturan sw apradja 3U 8 s^.aP j3Pu^a kalanja bahwa satu soal d ia tu r oleh swapradja dan ini dengan sendirinja hanja berlaku bagi swapradja, sedang tidak pernah ada peraturan negara mengenai soal itu bagi kaula negara. A tau dapat djuga sebaliknja, ialah bahwa sesuatu soal diatur oleh negara bagi kaula n e gara tetapi tidak ada peraturan swapradja serupa itu. B erhu-
110
ung d engan ini sem ua, m aka U ndang-undang Pem bentukan D a e ra h Istim ew a h aru s m enetapkan : a - P e ra tu ra n m an a jang akt^n dianggap berlaku bagi semua go lo ngan, d jik a tad in ja terd a p at d u a m atjam peraturan me n g enai soal jan g sam a. b- B ah w a p e ra tu ra n sw apradja jang tadinja hanja diperuntukk a n bagi k au la sw apradja sekarang berlaku djuga bagi bekas golongan kaula negara sepandjang tidak bertentangan de n g a n k e te n tu an lain (ingat pada I.S. 163). c • A p a k a h p e ra tu ra n negara jang tadinja hanja diperuntukkan bagi k a u la negara sekarang berlaku djuga bagi bekas kaula sw a p rad ja (m isalnja m engenai peratu ran tentang pentjatatan sipil). D alam m en etap k an berlakunja dan tidak berlakunja sesuatu p e ra tu ra n term ak su d diatas tentu harus diingat pula tingkat da erah istim ew a jan g b a ru terbentuk itu. M isalnja U ndang-undang e m b e n tu k an D aerah Istim ew a tingkat sadat (daerah istimewa tin g k at III ) tid ak d a p a t m enentukan tetap berlakunja peraturan sw a p rad ja m engenai p erguruan rendah sebagai peraturan daerah istim ew a itu. D juga m engenai penetapan kedudukan bekas pe gaw ai sw ap rad ja h aru s diingat tingkat daerah istimewa jang ber sangkutan. § 3.
KEMUNGKINAN KETIGA
Sebagai kem ungkinan ketiga jang diberikan oleh U.D.S. 132 dalam ran g k a penjelesaian m asalah swapradja ialah penghapusa n sw a p rad ja dim ana m ungkin. P e n g h ap u san sesuatu sw apradja terbatas pada sjarat-sjarat jan g te rse b u t dalam U .D .S. 132 ajat 2. Pasal 132 ajat 2 dari U .D .S . b erbunji sebagai b e rik u t: „D aerah-daerah swapradja jan g a d a , tid a k d ap at dihapuskan atau diperketjil bertentangan d en g an k eh endaknja, ketjuali untuk kepentingan umum dan sesu d ah u n d ang-undang jang m enjatakan, bahwa kepentingan u m um m en u n tu t penghapusan atau pengetjilan itu, memberi k u a sa u n tu k itu kepada Pem erintah”. M enurut pasal ini ada
111
•dua kemungkinan mengenai penghapusan swapradja itu, * 1 . D aerah swapradja dapat dihapuskan dengan persetu Ju
.
sendiri. ndan<*2 . D aerah swapradja dapat dihapuskan sesudah ada u nu®_ undang jang menjatakan, bahwa kepentingan um um rne tut penghapusan dan memberi kuasa pada Pemerinta un penghapusan itu. ... Terlebih dahulu kita bitjar akan kemungkinan pertam a. a'J swapradja itu sendiri jang menghendakinja, m aka sewaktu-wa u Pem erintah dapat menghapuskannja. Dalam hal ini putusan Menteri Dalam Negeri sudah tjukup untuk m enjatakan hapusnja sesuatu swapradja. Jang perlu m endapat pendjelasan ialah ^iaP“j jang menentukan kehendak daerah swapradja. Jang dirna 'su dengan daerah swapradja adalah daerah otonomi sw apradja jang dahulu lazim dinamakan „landschap” . Daerah sw apradja adala satu badan hukum dan mempunjai kekajaan sendiri serta Peme rintah sendiri. Pemerintah Swapradja adalah satu alat (orgaan) jang mewakili daerah swapradja didalam dan diluar peradilanBerhubung dengan itu djika kita berbitjara tentang kehenda daerah swapradja, maka jang dimaksud ialah kehendak Peme rintah daerah swapradja jang bersangkutan. Pada w aktu ini su sunan pemerintahan swapradja tidak sama disemua d aerah, ada jang dipegang oleh kepala swapradja sendiri (autokratis), ada jang dikemudikan oleh kepala swapradja bersam a-sam a dengan xnadjelis harian terdiri dari orang-orang golongan tertentu (oligarchis), ada pula swapradja jang sudah mempunjai D .P .R - dan Dewan Pemerintahnja (demokratis). Dalam keadaan sw apradja sudah mempunjai D.P.R. dan Dewan Pemerintah, m ak a dapat dikatakan bahwa kehendak pemerintah swapradja itu adalah kehendak rakjat daerah swapradja djuga. L ain halnja dengan swapradja-swapradja jang susunan pemerintahannja m asih au tokratis dan oligarchis, disana mungkin kehendak Pem erintah Swapradja bertentangan dengan kehendak rakjatnja. D alam ke adaan kehendak Pemerintah Swapradja demikian bertentangan dengan kehendak rakjatnja, sesuai dengan sila kerakjatan d an R .I. kita harus memilih kehendak rakjat. Dalam hal ini djika
112
p en g h ap u san dikehendaki oleh rak jat dan ditentang oleh Pemen n ta h Sw apradja jan g bersangkutan, m aka penghapusan itu ha ru s d id asa rk an atas kepentingan um um . Jang m endjadi kepentin g an um um disini ialah kehendak rakjat dari daerah swapradja jan g b ersan g k u tan jang perlu segera dipenuhi sesuai dengan asas d em okrasi dari R .I. D engan p em b itjaraan tentang kehendak rakjat kita sudah m em beri tjontoh d ari kepentingan um um jang dapat dipakai d a s a r u n tu k penghapusan sesuatu sw apradja sebagai kemung k in an kedua. K epentingan um um lainnja jang dapat didjadikan d a s a r d ian ta ra n ja ialah tidak lantjarnja pem erintahan swapradja sehingga djika berlangsung terus akan m erugikan kepentingan r a k ja t setem p at dan negara, adanja sikap dan usaha jang beritiu su h an dari P em erintah Sw apradja terhadap Pem erintah Pu sat, a d a n ja kelalaian dari Pem erintah Sw apradja dalam usahanja niem elih ara ketertiban um um serta kesedjahteraan rakjat, tidak a d a n ja kem am puan dari Pem erintah Sw apradja untuk mengurus ru m a h tangganja sendiri atau untuk m endjalankan perintah dari P e m erin ta h P usat. K epentingan um um ini jang m enuntut peng h a p u sa n sw apradja harus disebut dengan tegas dalam undangu n d a n g jan g m em beri kuasa pada Pem erintah untuk penghapus a n itu. U ndang-undang jang m enjatakan adanja kepentingan um um itu m en u ru t U .D .S. 132 ajat 2 tidak m enjatakan sendiri h a p u sn ja sw apradja, m elainkan hanja memberi kuasa pada Pe m erin ta h u n tu k penghapusan itu. Ini adalah tafsiran setjara semp it d a ri U .D .S. 132 ajat 2. M enurut kita pem berian kuasa pada P e m erin ta h u n tu k penghapusan itu harus diartikan djuga sebagai p e m b e ria n kuasa p a d a Pem erintah untuk m elaksanakan peng h a p u s a n jan g telah dinjatakan oleh undang-undang itu. Dengan d em ik ian ad a dua kem ungkinan bagi pem buat undang-undang. K em u n g k in an p ertam a ialah bahwa pem bentuk undang-undang h a n ja m en jatak an adanja kepentingan umum jang m enuntut p e n g h a p u sa n sesuatu sw apradja dan memberi kuasa pada Pe m erin ta h u n tu k m enghapuskan swapradja itu pada waktu dan d e n g a n tja ra m en u ru t kebidjaksanaan Pem erintah sendiri. KeTnungkinan ini d a p a t dipergunakan bilam ana pem bentuk un-
113
dang-undang belum tahu tentang waktu dan tjaranja jang bagi penghapusan itu serta belum tahu pula bagaimana m en akibat-akibat dari penghapusan tadi. Kemungkinan ked u a 1 ^ bahwa pembentuk undang-undang disamping m e n ja ta k a n a nja kepentingan umum jang menuntut penghapusan suatu jw a pradja, djuga menjatakan hapusnja swapradja itu dan m enga ur akibat-akibat penghapusan, serta menjerahkan pada Pernerin a t bagaimana tjaranja melaksanakan penghapusan itu. Kemung nan kedua ini adalah tjara jang paling pendek, dan sedapat mung kin hendaklah tjara ini dipergunakan oleh pem bentuk undangundang. Dengan ini kita menutup pembitjaraan mengenai m asalah swapradja dengan harapan dapat dipergunakan s e p e r l u n j a oleh orang dan instansi jang berkepentingan.
114
Lampiran N o 1 Z E L F B E S T U U R S R E G E L E N
1938
(B esl. v.d. G .G . v. 14 Sept. 1938 N o 29) S. 1938-529 (iwg. 1-1-1939) (T oelichting in Bb. 14099)
H ierbij is go ed g ev o n d en en verstaan :
E e r s te lijk : B ehouden s h e t bepaalde bij art. 3 van dit besluit, b u ite n w erking te stellen de bij art. 2 van het besl. v. 10 M ei 1927 N o 2 x (S. N o 190) vastgestelde „Zelfbestuursregelen 1927” . T e n tw e e d e : V a st te stellen de volgende regelen aangaande de rec h te n , bevoegdheden en verplichtingen van h e t L a n d eenerzijds e n de zelfbesturende landschappen buiten Java, w elker verhouding to t de R egeering van Indonesie w ordt beheerscht door de z.g. K o rte V e rk larin g of een d er daarm ede in strekking en hoofdz a k en o v ereenkom ende bescheiden, anderzijds. ZELFBESTUURSREGELEN 1938
D efinitie van „het Z elfbestuur” A r t. 1. O n d e r „ h e t Z elfbestuur” w ordt in deze regelen ver s ta a n d e p erso o n of de gezam enlijke personen, die op wettige w ijze h e t b e stu u r over h e t landschap voeren. (V olgens B b. 14099 ad art. 1 is onder zelfbest. te verstaan n a a r gelang v. om standigheden, de bestuurder alleen of tez am en m et landsgrooten het bestuur over het landschap v o e re n d ; ook regent of andere persoon, of combinaties v a n perso n en , zooals bestuurscom m issies onder leiding of vo o rzittersch ap van een Europeeschen bestuursam btenaar, die op tijdelijken voet een landschap besturen).
115
GRONDGEBIED
2 . (1)
H et gebied der landschappen omvat geen zeegebied. E chter is het Zelfbestuur bevoegd tot het geven v an rege eit inzake het inzamelen van voortbrengselen der zee, lndien aan hetzelve rechten op genoerade voortbrengselen zlJn £e" laten en door het Land geen regelingen terzake zijn o m ochten worden getroffen. (2 ) Voorzoover daaraan behoefte bestaat, w o rd en de grenzen van elk landschap, het Zelfbestuur gehoord, door den Resident vastgelegd. (3) Grensgeschillen tusschen binnen een residentie gelegen landschappen worden, nadat de betrokken Z elfbesturen zijn gehoord, door den Resident beslist. Van de genom en beslissing staat beroep open op den Gouverneur, d ie, m ede in geschillen, welke de grenzen tusschen in verschillcnde residenties gelegen landschappen gelden, na raadpleging van de betrokken Zelfbesturen, in hoogste instantie beslist. BESTUURSINRICHTING
3. (1) De bestuursinrichting wordt beheerscht d oor de bestaande landschapsinstellingen, voorzoover d a a rv a n niet door of ten gevolge van de bepalingen van deze regelen wordt afgeweken. (2) De landsgrooten zijn overeenkomstig de landschaps instellingen onder de leiding van, dan wel tezam en m e t den bestuurder werkzaam. (3) W aar daaraan behoefte bestaat stelt het Z elfbestuur zich een adviseerenden raad terzijde, waarvan sam enstelling en bevoegdheid de goedkeuring van den G ouverneur behoeven. (4) Voorzitter van dien raad is de Zelfbestuurder of een door dezen, in overeenstemming met den R esident, aan te wijzen gemachtigde. (5) De Resident geeft het Zelfbestuur zoodanige voorzieningen inzake de inrichting van het bestuur over en in
116
h e t la n d sc h a p in overw eging als in h et belang van het la n d s c h a p w enschelijk zullen voorkom en. ( 6 ) In g ev a l de d o o r den R e sid en t voorgestelde voorzien in g e n n ie t d e instem m in g h eb b en v an h e t Z elfbestuur, zul le n zij bij d en G o u v e rn e u r ter beslissing w orden voorgeb ra c h t. (B b . 1 4 0 9 9 a d a rt. 3 : b estu u rsin rich tin g om vat zoowel b e s tu u r o v er la n d sc h a p als inw endige bestuursorganisatie dez e r g em een sch ap p en . D e k o rte re term „landschapsinstellin g e n ” ipv. landschapsinstellingen, -gew oonten en -gebruik e n is slechts gebezigd in navolging v an h et nieuw e lange p o litie k e c o n tra c t, z o n d er daarm ed e uit te sluiten, d a t deze in ste llin g e n in ongeschreven rec h t k u n n e n voorkom en). VERTEGENWOORDIGING
4.
VAN HET LANDSCHAP
( 1 ) D e b e stu u rd e r of een d o o r dezen in overstem m ing m et d e n R e s id e n t d a a rto e gem achtigde, vertegenw oordigt het la n d s c h a p in e n b u ite n rechten. (2 ) E v e n w e l w o rd t de b e stu u rd e r, voorzoover de land sc h ap sin stellin g en zulks vorderen, d o o r landsgrooten en p la a tse lijk e h o o fd en bijgestaan. (3 ) V o rd e rin g e n , dagvaardingen en alle andere exploiten te g e n h e t lan d sc h a p w orden gedaan a a n den persoon of te r w o o n p la a ts v a n den b e stu u rd e r d a n wel te r plaatse, w a a r hij k a n to o r h o u d t. Indien, bij ontstentenis van een b e s tu u rd e r, h e t lan d sch ap sb estu u r w ordt uitgeoefend d oor een xaad , g e ld t d it te n aanzien van h et d o o r d en R esident d a a r to e aangew ezen lid v a n dien raad. AANSTELL1NG EN ONTHEFFING BESTUURDER EN LANDSGROOTEN
5.
(1) B ij h e t o p envallen van den bestuurderszetel of bij ong esch ik th eid , d a n w el w angedrag van een bestuurder, doet d e R e sid e n t, d o o r tusschenkom st van den G ouverneur, aan d e n G o u v e rn e u r-G e n e ra a l de noodige voorstellen te r voorzien in g in h e t b e stu u r over h e t landschap, in voorkom ende
117
gevallen tevens tot ontheffing van den ongeschikten of zich misdragenden bestuurder. (2) In dringende gevallen kan een ongeschikte o f zich misdragende bestuurder door den Resident worden geschorst. (3) De Gouvemeur-Generaal voorziet - in voorkom ende gevallen na ontheffing van den ongeschikten of zich misdragenden bestuurder : - in het bestuur over het landschap. (4) Bij minderjarigheid van den in aanm erking kom ende persoon voorziet de Gouverneur-Generaal in h e t regentschap tot het tijdstip, waarop eerstbedoelde tot h e t voeren van het bestuur kan worden aangewezen. (5) Bij afwezigheid of ontstentenis van een bestuurder, regelt de Resident tijdelijk het bestuur over het landschap. ( 6 ) Landsgrooten worden, het Zelfbestuur gehoord, benoemd en ontslagen door den Resident. (7) Alleen Nederlandsche onderdanen kunnen bestuurder of landsgroote van een landschap zijn. ( 8 ) De waardigheid van bestuurder of landsgroote, zoomede elke aanspraak op erkenning en bevestiging, dan wel op benoeming of aanstelling als zoodanig, gaat verloren door het enkele feit van verlies van de hoedanigheid van Nederlandsch onderdaan. (9) De waardigheid van bestuurder of landsgroote is onvereenigbaar met eenige betrekking van landsdienaar. Door den Gouverneur wordt aangegeven, welke ten behoeve van het Land uitgeoefende functies niet worden aangem erkt als een betrekking van landsdienaar in den zin van dit voorschrift. (10) Een bestuurder of landsgroote, eene betrekking als in het vorig lid bedoeld aanvaardende, verliest d o o r het feit ran die aanvaarding de waardigheid van bestuurder of landsgroote. INKOMSTEN VAN HET ZELFBESTUUR
6 ■ (1) De bestuurder en de overige leden van h e t Zelfbe stuur genieten ten laste van de middelen van het landschap
118
e e n v a ste bezoldiging, w a a rv an h e t b ed rag , h e t Z elfbestuur g e h o o rd , d o o r d e n R e sid en t w o rd t vastgesteld overeenk o m stig de aanw ijzingen v a n d e n G o uv erneur. (2 ) T enzij bij w ijze v a n belo o n in g v o o r d e a a n de inning d a a rv a n v e rb o n d e n w erk zaam h ed en , w o rd t geen evenredig d eel v a n de o p b ren g st v a n een o f m e e r m iddelen van o ntv a n g st v an h e t lan d sc h a p a a n zelfbestuurdersfunctionarissen to eg ek en d . (3) O p d e n regel, in lid 2 v a n d it art. gesteld, k a n uitzond e rin g w o rd e n to eg e staa n m e t b e tre k k in g to t die m iddelen v a n o n tv an g st, w elke voo rtv lo eien u it verleende vergunn in g en to t op sp o rin g , ontginning o f inzam eling v an voortb ren g se len o f u it an d ere o n d ern em in g en b in n en de grenz e n v a n h e t lan d sc h a p of in d e w ateren , die zijne k u sten b e sp o ele n . (4) W a a r een e inkom stenregeling, als in d it art. bedoeld, n o g n ie t d a d e lijk is in te v o eren, blijft d e afw ijkende regelin g n ie t la n g e r v a n k ra c h t d a n u iterlijk to t aan h e t aftreden v a n d e n teg en w o o rd ig en am btsbekleeder. • (5) A a n d e w a ard ig h eid v a n b e stu u rd e r o f landsgroote kan, w a a r zu lk s o p d e lan d schapsinstellingen g egrond is, h e t g e n o t v a n b e p a a ld e stu k k e n g ro n d w o rd en v erbonden, in d e n v o rm e n m e t to ek en n in g v a n die rec h ten , die de la n d sch ap sin stellin g en m edebrengen. GEZAG VAN HET ZELFBESTUUR
7.
(1) H e t gezag v a n h e t Z e lfb e stu u r s tre k t zich, voorzoover bij o f k ra c h te n s deze regelen n ie t anders is b ep aald , n iet u it b u ite n d e g ren z e n v a n h e t landschap. (2) M e t in ac h tn em in g v a n h e t b ep aald e in h e t vorig lid e n o n v e rm in d e rd h e t b ep aald e in de art. nopens justitie e n p o litie , s tre k t h e t gezag v an h e t Z elfb estu u r over p e r so n e n zich slechts in zo o v er u it als de verzorging v an de o v e rh e id s ta a k te n aan zien v a n die p e rso n e n bij h e t Z elfb e s tu u r b e ru s t. (3 ) T e n a a n z ie n v a n :
119
a. Europeanen, . af. b. Vreemde Oosterlingen, met uitzondering stammelingen van het Zelfbestuur, _ c. Inlandsche landsdienaren, m et uitzondering de groepen, genoemd in bijlage 1 van eze gclcn, ( i n h e t S . bevat bijl. 1 geen u i t z o n d e r i n g e n ) d. werknemers, die gebonden zijn door een wer overeenkomst met poenale sanctie, _ . (cf. overg. bep. in ten derde, sub c, h ierach erj wordt de overheidstaak, welke het Z elfbestuur verzorgt, uitdrukkelijk omschreven in bijlage 2 van deze regelen. De in dit lid bedoelde personen w orden aange-^ duid als landsonderhoorigen. (4) Ten aanzien van de niet in het vorig lid genoemde personen is de overheidstaak, welke niet krachtens deze regelen bij het Land berust, ter verzorging aan h e t Zeltbestuur overgelaten. D e z e personen worden aangeduid als z e l f b e s t u u r s o n d e r hoorigen. (5) Bij twijfel of iemand landsonderhoorige dan w el zeltbestuursonderhoorige is, beslist de Resident. (Voor de beteekenis der uitdrukking „onderdaan” ( = onderhoorige) in de met Ini. zelfbesturen gesloten politieke overeenkomsten, zie Bb. 5717 en 7144. Bij de beoordeeling van den rechtstoestand van een landsonderhoorige of een zelfbestuursonderhoorige kan geen rekening w orden gehouden met de vraag of de betrokkene tevens onderdaan van een vreemden Staat is. De volkenrechtelijke s ta a t van een persoon, die zich op zelfbestuursgebied bevindt, wordt niet beheerscht door een overeenkomst tusschen zelfbest. en Gvt. Bb. 14099, ad art. 7. De volgende groepen behoorden vroeger tot landsonderh., doch voortaan tot zelfbestuursonderh. :
120
a. p e rs o n e n , gevestigd b in n e n de grenzen van d oor het la n d s c h a p a.h . lan d in b ru ik le e n afgestane of te r beschikk in g v .h . la n d gestelde stu k k e n g rond (hier blijft de g ro n d z e lfb estu u rsd o m e in ) ; b . In la n d e rs v a n b u ite n h et gew est (de residentie) afkom stig, d ie z ic h tijdelijk in h e t lan d sc h a p bevinden ; c. vxije a rb e id e rs als b ed o eld in art. 2 v an S. 11-540. (Z ie d e overg. b ep . in ten d e rd e sub c van S. 38-299 h ie r-a c h te r). ALGEMEENE PLICHTEN VAN HET ZELFBESTUUR
8.
( 1) H e t Z e lfb e stu u r zal m e t rech tv aard ig h eid besturen e n h e t w elzijn des volks b ev o rd eren . (2 ) H e t z o rg t d a t a a n nu ttig e bed rijv en geen noodelooze b e le m m e rin g e n in den w eg gelegd w o rd en o f blijven. (3 ) H e t Z e lfb e stu u r is, v o o rzo o v er zijn gezag strekt, voor d e n g o e d e n g a n g v a n z a k en in h e t lan d sc h a p verantw oord elijk .
9.
(1 ) H e t re c h t v a n z e lfb estu u r s tre k t zich n iet to t terrein v a n d e re c h te n en verplichtingen v o o r In d o n esie voortv lo e ie n d e u it m e t v reem d e m ogendheden gesloten overeenk o m ste n , zo o m ed e u it h e t v o lk en rech t in h e t algem een. (2 ) A a n h e t re c h t v an zelfbestuur is voorts o n ttro k k en d e o v e rh e id sta a k m et b etrek k in g to t de onderw erpen, om sc h re v e n in de als bijlage 3 a a n deze regelen gehechte o p g av e, m e t d ie n v e rsta n d e echter, d a t de G o u v ern eu rG e n e ra a l k a n b e p a le n , d a t en in h o ev erre ten aanzien v an d eze o n d e rw e rp e n de regeling en uitvoering bij h e t Z elf b e s tu u r b e ru st. T elk en s w anneer dit geschiedt, w ordt d a a rv a n a a n te e k e n in g gehouden in bijlage 4 van deze regelen. (3 ) K ra c h te n s de d o o r H a re M ajesteit de K oningin d er N e d e rla n d e n u itgeoefende opperheerschappij w o rd t de in lid ( 2 ) v a n d it art. b edoelde opgave gewijzigd of aangevuld, z o o dikw ijls h e t algem een belang v an N e d -In d ie zulks n a a r h e t o o rd ee l v a n d e n G o u v ern eu r-G en eraal vereischt.
TAAK EN BEVOEGDHEID VAN HET ZELFBESTUUR \
\
121
*
*
(4) V oor de uitvoering van van Landswege gegeven voorschriften, welke voor het landschap van verbindende kracht zijn, zal, indien die voorschriften zulks bepalen, door het Zelfbestuur mede worden zorggedragen. TOEZICHT EN MEDEWERKING VAN LANDSDIENAREN TEN AANZIEN VAN HET ZELFBESTUUR
20. (1) De overheidstaak van het Zelfbestuur wordt, onder het algemeen toezicht van den Gouverneur, verricht in over leg m et den Resident en de aan hem ondergeschikte besturende, of andere daartoe door hem aan te wijzen ambtenaren. (2) H et Zelfbestuur kan, na gehouden gedachtenwisseling met de plaatselijk besturende ambtenaren en den Resident, zijne belangen en die van het landschap en zijne ingezetenen bij den betrokken Gouverneur dan wel, door diens tusschenkomst, bij den Gouverneur-Generaal voorstaan. In de gevallen, waarin van die bevoegdheid gebruik gem aakt wordt ten aanzien van den Gouverneur-Generaal, dient het Zelfbestuur schriftelijke stukken in door tusschenkomst van de plaatselijk besturende ambtenaren, den Resident en den Gouverneur ; aan deze am btenaren deelt het tevens mede, wat het tegenover den Gouverneur-Gene raal eventueel mondeling mocht wenschen te berde te brengen. (3) Behoudens het bepaalde in het volgende lid, behoeft het Zelfbestuur voor het verleenen van vergunningen en het verrichten van dergelijke handelingen, zoomede voor het aangaan van overeenkomsten, van niet strikt persoonlijken aard, aan of met wien ook, de toestemming van den Resident, van welke toestemming m oet blijken door eene door of namens dezen op de betreffende akten gestelde goedkeuring. Overeenkomsten en handelingen in strijd daarmede, zijn van rechtswege nietig. (4) De Resident bepaalt welke vergunningen kunnen wor-
122
den verleend of welke dergelijke handelingen kunnen wor den verricht zonder vooraf verkregen toestemming. WETGEVING
(Cf. overg. bep. in ten 3e sub d hierachter) 11.
(1) Regelingen van wetgevenden aard, welke door het Zelfbestuur of op den voet van art. 22 van deze regelan door twee of m eer Zelfbesturen gezamenlijk worden vastgesteld, behoeven alvorens van kracht te zijn, de goedkeuring van den Resident. In bijzondere gevallen kunnen zoodanige regelingen in afwachting van die goedkeuring al dadelijk in werking worden gesteld. (2) Indien eenig onderwerp voor de landsonderhoorigen van Landswege en voor de zelfbestuursonderhoorigen van Zelfbestuurswege m oet worden geregeld, streven de beide wetgevers zooveel mogelijk naar gelijkheid. 1 JUSTITIE (Cf. overg. bep. in ten 3e sub b hierachter)
12. R echtsm acht der rechters van het Zelfbestuur ( 1) Zelfbestuursonderhoorigen zijn, voorzoover in deze regelen niet anders is bepaald, onderworpen aan de rechts m acht van het Zelfbestuur. Indien voor meer dan een zelfbesturend landschap gezamenlijk een rechtbank is ingesteld, zijn de onderhoorigen dier Zelfbesturen onderworpen aan de rechtsm acht van die rechtbank. ( 2 ) Landsonderhoorigen komen als beklaagden of gedaagden steeds voor den rechter van het Land, tenzij bij of krachtens deze regelen uitdrukkelijk anders is bepaald. De rechter van het Zelfbestuur neemt mede kennis van : le . strafvorderingen tegen niet-zelfbestuursonderhoorigen terzake van tot zijn bevoegdheid behoorende strafbare feiten, indien de dader tijdens het plegen zelfbestuursonderhoorige was ; 2 e. burgerlijke rechtsvorderingen tegen niet-zelfbestuursonderhoorigen :
123
a. indien gedaagde ten tijde van het aanhangig maken van de vordering zelfbestuursonderhoorige w a s; b. nopens met Inlandsche rechten bezeten binnen het territoir van het Zelfbestuur gelegen gronden, huizen en overjarige gewassen. Onttrekfcingen aan de rechtsmacht van het Zelfbestuur (3) De rechters van het Zelfbestuur zijn niet bevoegd kennis te nemen v a n : le. strafvorderingen tegen zelfbestuursonderhoorigen wege'is misdrijven en overtredingen : a. wanneer zij worden vervolgd tezamen met personen, die te dier zake aan de rechtsmacht van het Land onderworpen zijn ; b. ten aanzien van de eigendommen en inkomsten van het Land, zoomede tegen de staatsorde, met dien verstande, dat daaronder niet begrepen zijn misdrijven uitsluitend gericht tegen het gezag van het Zelfbestuur en zijn organen ; c. strafbaar gesteld bij regelingen nopens de landsverdediging; d. welke gepleegd zijn, terwijl de- dader nietzelfbestuursonderhoorige was ; 2 e. burgerlijke rechtvorderingen : a. tegen het:. landschap, zoomede die, waarbij een vermogen is betrokken, dat aan twee of meer landschappen gezamenlijk of aan gedeelten van een landschap toebehoort; b. tegen zelfbestuursonderhoorigen, waarin als medegedaagde is betrokken een landschap, dan wel een persoon, die te dier zake aan de rechtsmacht van het Land onderworpen is, zullende echter, indien een borg voor den rechter van het Land en de hoofdschuldenaar
124
i
voor den rechter van het Zelfbestuur zou moeten verschijnen, ieder terecht staan voor zijn eigen rechter ; c. welke gegrond zijn op de onder le genoemde misdrijven en overtredingen ; d. indien de gedaagde ten tijde van het aanhangig m aken van de vordering geen zelfbestuursonderhoorige was. (4) V oor de beslissing van jurisdictiegeschillen tusschen de rechters van het Zelfbestuur en andere Ned.-Indische rechters gelden de van Landswege getroffen regelingen. 13.
Uilvoeringsvoorschriften nopens organisatie, bevoegdheid en procesrecht (1) D e samenstelling, de volstrekte en de betrekkelijke bevoegdheid der rechtbanken en gerechten van het Zelf bestuur en het door die rechters toe te passen procesrecht w orden geregeld, hetzij door den Resident met medewer. king van de betrokken Zelfbesturen, hetzij door de Zelf besturen afzonderlijk of gezamenlijk m et medewerking van d en R e s id e n t: de verordeningen worden in de Javasche C ourant gepubliceerd. V oor m eer dan een zelfbesturend landschap kan een gemeenschappelijke rechtbank worden ingesteld. (2) De R esident bepaalt in overleg m et het Zelfbestuur, welke rechters van het Zelfbestuur door een door hem aan te wijzen landsdienaar als raadsm an worden bijgestaan. T oe te passen recht (3) D oor de rechters van het Zelfbestuur worden toegep a s t: a. het adatrecht en de zelfbestuursverordeningen, voorzoover niet in strijd m et de onder de volgende letters van deze alinea genoemde voorschriften en m et dien verstande, dat folterende en verminkende straffen niet zijn toegelaten ;
125
b. de algemeene verordeningen en de in art. 129 der Ind. Staatsregeling bedoelde reglementen en keuren van p.olitie, welke op de zelfbestuursonderhoo rigen van toepassing zijn ; c. de niet reeds onder b vallende art. van het Wetboek van Strafrecht, welke van toepassing zijn of zullen worden verklaard op de bevolking, onder worpen aan inheemsche rechtspraak in rechtstreeks bestuurd gebied ; d. het eerste boek van het Wetboek van Strafrecht, voorzoover verband houdend met de in dit lid ge noemde wettelijke strafbepalingen. Opsporing en vervolging door landsdienaren (4) Onverminderd de bevoegdheden van het Zelfbestuur zijn de Hoofden van plaatselijk bestuur bevoegd op den voet van het bepaalde in afdeeling X X I van titel 1, hoofdstuk III van het Rechtsreglement Buitengewesten onderzoek te doen naar strafbare feiten, begaan door aan de rechtsmacht van de rechters van het Zelfbestuur onder worpen personen. (5) Zij kunnen aan hun ondergeschikte ambtenaren van politie opdragen naar zoodanige feiten op den voet van het bepaalde in den eersten titel van bovengenoemd hoofdstuk een onderzoek in te stellen. ( 6 ) H et Zelfbestuur en het Hoofd van plaatselijk bestuur tijdens het vooronderzoek en de rechter van het Zelfbestuur bij de berechting, zijn bevoegd een verdachte of beklaagde in voorloopige hechtenis te stellen, indien' deze wordt verdacht van of vervolgd wegens eenig feit, terzake waarvan ingevolge art. 32 van de ord. in Staatsblad 1932 N o 80, zooals die sedertdien is gewijzigd en aangevuld, personen, onderworpen aan inheemsche rechtspraak in rechtstreeks bestuurd gebied, in voorloopige hechtenis kun nen worden gesteld.
126
T oezicht (7) Ingeval een vonnis van een rechtbank van het Zelf b estu u r veroordeeling inhoudt to t eene vrijheidstraf van een ja a r of langer of tot geldboete van f 100 ,— (een hond e rd gulden) of m eer, w ordt het voor de ten uitvoerlegging onderw orpen aan h et oordeel van den Resident. ( 8 ) In burgerlijke zaken w ordt, indien een der partijen, binnen veertien dagen n a van de uitspraak te hebben kennis genom en, den wensch daartoe m ondeling of schriftelijk aan den voorzitter der rechtbank te kennen geeft, een over een geschilw aarde van m eer dan f 100 ,— (een honderd gulden) loopend vonnis eener rechtbank van het Zelfbestuur niet ten uitvoer gelegd d a n n a te zijn onderw orpen aan het oordeel van den Resident. (9) D e aan zijn oordeel onderw orpen vonnissen kunnen door den R esident w orden bekrachtigd, gewijzigd of vernietigd, zoo noodig m et last tot herbehandeling door dezelfde zelfbestuursrechtbank dan wel door een m et andere of m eer leden dan die, welke het eerste vonnis heeft gewezen. (10) D e R esident heeft deze zelfde bevoegdheid ten aan zien van andere dan in de leden 7 en 8 bedoelde vonnissen van zelfbestuursrechters, zoolang het vonnis nog niet ten uitvoer is gelegd. (11) D e R esident heeft de hem in de voorafgaande vier leden toegekende bevoegdheid alleen ten opzichte van von nissen, w aartegen hoogere voorziening bij een gerecht of een rech tb an k van het Zelfbestuur niet of niet m eer openstaat. (12) D e R esident kan nadere regelen vaststellen inzake h et door hem u it te oefenen toezicht (Bb 13537). T e n uitvoerlegging van vonnissen buiten het landschap (13) D e door de rechters van het Zelfbestuur gewezen vonnissen w orden buiten het landschap, w aarin zij gewe zen zijn, ten uitvoer gelegd op dezelfde wijze als vonnissen,
127
gewezen door den dagelijkschen rechter van de inheemsche bevolking van de plaats, waar de ten uitvoerlegging moet geschieden. Strafplaatsaamvijzing (14) De voltrekking van de doodstraf geschiedt op de in het rechtsreeks bestuurd gebied gebruikelijke wijze. Bij veroordeeling tot een vrijheidstraf voor niet meer dan een jaar wordt de plaats, waar de straf zal worden ondergaan, aangevvezen door den Resident in overleg met het Zelfbestuur en bij langeren duur van straftijd volgens door of vanwege den Gouverneur-Generaal vastgestelde regelen. Gratie (15) Van alle door vonnissen van zelfbestuursrechters opgelegde straffen kan de Gouverneur-Generaal, na gehoord advies van het Hooggerechtshof gratie verleenen. (16) Te dezen aanzien zijn, behoudens het bepaalde in de volgende leden, van toepassing de van Landswege op het stuk van gratie vastgestelde voorschriften. (17) Ten aanzien van vonnissen van zelfbestuursrechters, houdende veroordeeling tot gevangenisstraf of hechtenis, geldt het bepaalde bij het tweede lid van art. 1 van de Gratieregeling (S. 1933 No 2), indien de vonnissen een veroordeeling inhouden wegens een strafbaar feit, ter zake waarvan een aan het Wetb. van Strafrecht ontleende hoofdstraf van gevangenisstraf of hechtenis van meer dan drie maanden kan worden opgelegd. (18) Het bepaalde bij het eerste lid van art. 3 dier regeling geldt, indien die vonnissen inhouden een veroor deeling wegens een strafbaar feit, ter zake waarvan een aan het Wetb. Van Strafrecht ontleende hoofdstraf van ge vangenisstraf of hechtenis van niet meer dan drie maanden kan worden opgelegd.
128
POLITIE
14.
(1) H et Zelfbestuur is aansprakelijk voor de handhaving van orde en rust onder zijne ondcrhoorigen. (2) De uitoefening van de politie in het landschap geschiedt van Zelfbestuurs- of van Landswege, al naar gelang het aangelegenheden betreft, die aan het gezag en de rechts m acht van het Zelfbestuur of van den Lande onderworpen zijn, een en ander onverm inderd het in art. 15 van deze regelen bepaalde inzake wederkeerige hulpverleening. WEDERKEERIGE HULPVERLEENING
15.
(1) In de uitvoering hunner overheidstaak zullen het Zelf bestuur eenerzijds en het Land en andere Ned.-Indische overheden anderzijds elkander desgevraagd naar vermogen behulpzaam zijn. (2) Zoolang het landschap nog niet beschikt over de personeele en m aterieele middelen, noodig voor de uitvoering van bepaalde deelen zijner taak, zal daarin worden voorzien van Landswege, tegen vergoeding van kosten. BESCHIKKING OVER GRONDEN
16.
(1) De bevoegdheid van het Land ten aanzien van de beschikking over landschapsgrond, beperkt zich, onvermin derd het in het volgend lid van dit art. bepaalde, tot het geven van regelen, in acht te nemen bij en ten opzichte van beschikking over gronden door het Zelfbestuur of zijne onderhoorigen ten behoeve van niet tot de inheemsche bevolking van Indonesie behoorende personen en regelingen m et betrekking tot het gebruiken en doen gebruiken van gronden of daarop staande overjarige beplantingen door niet tot de .inheemsche bevolking van Indonesie behoorende personen. (2) W anneer het van Regeeringswege gewenscht wordt geacht in eenig landschap, ten behoeve van de overheids taak over grond te beschikken, zullen de noodige gronden
129
kosteloos door het Zelfbestuur ter beschikking van h e t Land worden gesteld, behoudens billijke s c h a d e l o o s s t e l l i n g a a n rechthebbenden. (3) Indien de gronden benoodigd zijn voor van Landswege te drijven ondememingen van landbouw, boschbedrijf of dergelijke, zal door den Gouverneur-Generaal e e n regeling worden getroffen aangaande het bedrag der aan het landschap toekomende baten. (4) Zoodra de in het tweede lid van dit art. b e d o e l d e gron den van Landswege niet meer benoodigd zijn, w orden ze weder ter beschikking van het Zelfbestuur gesteld. BOSCHWEZEN
17. Behoudens het in lid 3 van het vorige art. bepaalde en be houdens mogelijke tusschen Land en Zelfbestuur terzake van boschexploitatie te maken overeenkomsten, bepaalt de bevoegdheid van het Land ten aanzien van de in het landschap gelegen bosschen zich tot het geven van regelen inzake beheer en beschikking over die bosschen d o o r het Zelfbestuur. w
MIJNBOUW
18' (1) Het recht van zelfbestuur strekt zich niet u it to t het opsporen en ontginnen van delfstoffen genoemd in art. 1 der Indische Mijnwet, het verleenen van het recht daartoe en het uitvaardigen van verordeningen, bepalingen en .v o o rschriften, welke op zoodanige opsporing en ontginning be trekking hebben. (2) Bij opsporingen en ontginningen, welke het L a n d doet P aats hebben, hetzij door deze zelf te ondernem en, hetzij oor daartoe een overeenkomst aan te gaan, dan w el in den vorm van een gemengd bedrijf, wordt in elk geval afzonderhjk door den Gouverneur-Generaal geregeld hoeveel v an de door het Land ontvangen baten aan het landschap zal wor den toegekend, waarbij rekening zal worden gehouden met de behoeften van het landschap.
(3 ) In d ie n o p sp o rin g e n en on tg in n in g en p laats hebben k r a c h te n s e e n d o o r h e t L a n d verleen d e vergunning of concessie, w o rd t d e h e lft v a n de d o o r h e t L a n d verkregen bate n a a n d e la n d sc h a p sk a s afg estaan , u itg ezo n d erd in de re s id e n tie A tje h e n O n d e rh o o rig h e d e n , w a a r h e t aandeel v a n h e t la n d s c h a p als v a n ouds 4 / 1 0 (vier tiende) deel blijft b e d ra g e n . BELASTINGEN
19-
(1 ) H e t re c h t to t h e t h effen v a n b elastin g en v an w elken a a r d o o k , d a a ro n d e r b e g re p e n h e t in v o eren van p achten e n m o n o p o lie n , b e ru s t bij h e t L a n d , v o o rzo o v er de G ouv e rn e u r-G e n e ra a l v a n o o rd ee l is, d a t zulks h e t geval dient te z ijn ; m e t to estem m in g v a n d e n G o u v ern eu r-G en eraal k u n n e n d o o r h e t Z e lfb e stu u r te n b a te v a n de landschapskas b e la s tin g e n w o rd e n geheven. (2 ) H e t Z e lfb e s tu u r z a l te n a an zien v an h e t doen opb re n g e n v a n geldelijke b elastin g en e n h e t d o en verrichten v a n p e rso o n lijk e d ien ste n b in n en de d ien aan g aan d e gestelde g re n z e n z o o v e el m ogelijk h a n d e le n in d ien zin, d a t zijne o n d e rh o o rig e n a a n dezelfde v efplichtingen w o rd en o n d er w o rp e n , als d e overige In lan d sch e bevolking in de b e tro k k e n resid e n tie.
20.
( 1 ) A lle lan d sc h a p sin k o m ste n , d a a ro n d e r b egrepen die u it v e rg u n n in g e n e n concession, de o p b ren g st d e r belastingen e n d o o r h e t L a n d verschuldigde schadeloosstellingen wegens v ro e g e r o v erg en o m en rech ten , w o rd en gestort in de la n d s c h a p s k a s , w elke w o rd t b e h e erd overeenkom stig de in o f k ra c h te n s deze regelen gegeven voorschriften. (2 ) J a a rlijk s w o rd t d o o r h e t Z elfb estu u r eene begrooting v a n m id d e le n e n uitg av en v an h e t lan d sch ap vastgesteld. (3 ) D e n o o d ig e v o o rsch riften v o o r de uitvoering van lid 2 v a n d it a rt., zo o m ed e v o o r de inrich tin g der begrooting, w o rd e n d o o r o f vanw ege d en G o u v ern eu r gegeven. (4 ) D e b e g ro o tin g tre e d t n ie t in w erking d a n n a d a t zij d o o r d e n R e s id e n t is goedgekeurd.
LANDSCHAPSKAS
131
(5) De in de leden 3 en 4 van dit art. opgenom en bepalingen zijn van overeenkomstige toepassing op wijziginoen van de begrooting, waartoe niet bij de begrooting ze ve machtiging is verleend. (6 ) Uitgaven buiten of boven de begrooting m ogen met plaats vinden dan in dringende gevallen, overeenkom stig door of vanwege den Gouverneur te stellen regelen. (7) Op het landschap rust de verplichting om de in het middelijk of onmiddelijk belang van het landschap door het Land gedane uitgaven te restitueeren. H et restitutiebedrag wordt met inachtneming van de algemeene aanwijzingen van den Directeur van Binnenlandsch B estu u r periodiek door den Gpuverneur vastgesteld. ( 8) Jaarlijks wordt door het Zelfbestuur een, de begroo ting zooveel mogelijk op den voet volgende, rek en in g van ontvangsten en uitgaven opgemaakt. (9) De Resident stelt het slot der rekening vast. (10) Het beheer der geldmiddelen van het landschap wordt overigens gevoerd en ingericht overeenkomstig door of vanwege den Gouverneur vast te stellen regelen. (Algemeene beheersregelen voor landschapskassen, Bb. 9909 jo 10633, toelichtingen in Bb. 9994 ; wenschelijkheid van toepassing dezer regelen in zelfbest. ge bied met lange overeenkomst, Bb. 9993 ; zie verder Bb. 10499, 10592, 10592a voor terugbetaling Gvtuitgaven, subsidies enz. door zelfbest. lan d sch ap p en : vorming kasfonds, reservefonds, belegging landschapsgelden, in Bb. 7841, 8763, 11041.) GEMEENSCHAPPELIJKE KAS
2 1 - (1) De Gouverneur kan, nadat met de betrokken Zelfbe sturen terzake overleg is gepleegd, bepalen, dat een groep van twee of meer binnen een residentie gelegen landschap pen een gemeenschappelijke kas heeft, met gemeenschappelijke middelen en uitgaven. (2) Het in het vorige art. ten aanzien van de landschaps-
132
k a sse n b e p a a ld e is v o o r een gem eenschappelijke kas van o v e re e n k o m stig e to ep assin g . (3 ) V o rd e rin g e n , d a g v a ard in g e n en alle an d ere exploiten t o t b e ta lin g v a n v o rd erin g en te n laste v a n een gem een sc h a p p e lijk e k a s, w o rd e n g e d a an a a n d e n p e rso o n of ter w o o n p la a ts v a n d e n E u ro p e e sc h e b e stu u rsa m b te n a a r, to t w iens g e b ie d al d e b e tro k k e n la n d sc h a p p e n b eh o o ren , of te r p la a ts e w a a r h ij k a n to o r h o u d t. SAMENWERKING VAN LANDSCHAPPEN
22.
( 1 ) In d ie n d e Z e lfb e stu re n v a n tw ee o f m ee r bin n en een re s id e n tie gelegen lan d sc h a p p e n o f lan d sc h a p sg ro e p e n zulks w e n sc h e n , k u n n e n zij te r v o lb ren g in g h u n n e r ta a k sam enw e rk e n . V o o rz o o v e r n o o d ig w o rd e n d o o r d e n G o u v e rn e u r te d ie r z a k e reg elen gegeven. (2 ) W o rd t o p d e n v o e t v an h e t vorige lid d o o r tw ee of m e e r la n d s c h a p p e n of la n d sc h a p sg ro e p e n een deel h u n n e r m id d e le n a fg e z o n d e rd te r b e h a rtig in g v a n g em een sch ap p e lijk e b e la n g e n , d a n zijn v o o r een ald u s o n tsta a n gezam enlijk v e rm o g e n d e v o o rsc h riften v a n d e art. 2 0 en 21 v a n o v e re e n k o m stig e toepassing. I n z u lk een geval reg elt de R e s id e n t h e t v e rb a n d v a n de afzo n d erlijk e verm ogens, laste n e n m id d e le n d e r lan d sc h a p p e n o f lan d sc h a p sg ro e p e n to t d e gezam enlijke.
133
Bijlage 1 bedoeld in art. 7, lid 3 ad c van d e „ZELFBESTUURSREGELEN 1938”
Bijlage 2 bedoeld in art. 7, lid 3 ad d van de „ZELFBESTUURSREGELEN 1938” Groepen van personen in art. 7, lid 3 a d d v a n de „ZeIfbestuursregelen 1938” aangeduid m e t : a Europeanen
b c Vr. Ooster- Ini. Landslingen, enz. dienaren, enz.
d
Contracta rb eid ers
Overheidsta a k
Bijlage 3 bedoeld in art. 9, lid 2 van de „ZELFBESTUURSREGELEN 1938” «■ b•
Landsverdediging en al wat daarmede rechtstreeks sam enhangt. Verleening van zeebrieven, scheepspassen en andere scheepspapieren. Verbodsbepalingen inzake slavemij en pandelingschap, Bestrijding van den zoogenaamden handel in vrouw en en kinderen. Beteugeling van de verspreiding van ontuchtige uitgaven. Auteursrecht. Bescherming van den industrieelen eigendom. Voortbrenging, verspreiding en verbruik van op iu m en andere verdoovende of aanverwante middelen. Luchtvaart.
134
fk.
H e t ze esch eep v a a rtreg iem . H a v e n p o litie e n h a v en b eh eer.
I-
K u stv e rlic h tin g , b eb a k en in g , loodsw ezen, zoom ede al w at ver'der sa m e n h a n g t m e t beveiliging e n regeling van de s c h e e p v a a rt. w . N e d e rla n d s c h o n d e rd a a n sc h a p . n- In ste llin g v a n rid d e ro rd e n en a a n n em in g v a n vreem de ord e te e k e n in g e n , titels, ra n g e n o f w aardigheden. o. O n tz e g g in g v a n h e t verb lijf in In d o n esie o f een deel d a a rv a n en aan w ijzin g v a n e e n verb lijfp laats in Indonesie in h e t b e la n g d e r o p e n b a re ru s t e n orde. p. R e g e lin g e n in z a k e h e t reizen. q . R e g e lin g e n in z a k e h e t re c h t v a n vereeniging e n vergaderin g e n d e b e p e rk in g d a a rv a n . r. T o e z ic h t op d e d ru k p ers. s. V e rv a a rd ig in g , v e rv o e r (w a a ro n d e r b egrepen in - en uitv o e r) en b e z it v a n v u u rw ap en s, m u n itie, v u u rw erk en (and e re ) o n tp lo fb a re sto ffen alsm ede h a n d e l in die art. t. V o o rk o m in g e n b estrijd in g v a n z ie k ten v a n m enschen, dier e n e n p la n te n , v o o r z o o v e r v a n b esm ettelijken of epidem isc h e n (epizootischen) a ard . u. W e ttig e b e taalm id d elen . v. A rb eid sw etg ev in g , w a a rin b eg rep en h e t veiligheidstoezicht. w . V e n d u w ez e n . x . H e t o n ttre k k e n v a n w a te r a a n d en bo d em op een grootere d ie p te d a n 15 m e te r 1. y . S p o o r- e n tra m w e ze n 1. z. T ra n s p o rtk a b e ls x. aa. A a n le g en g e b ru ik v a n leidingen v o o r h e t overbrengen van e le c trisc h e k ra c h t 1. b b . O p s p o rin g en ontg in n in g v a n w a te rk ra ch te n voorzoover h et g e b ru ik v a n e e n b ru to -v erm o g en v an m ee r d a n 1 0 0 theore tisc h e p a a rd e n k ra c h te n betreffende, zoom ede bij een ge1
V e r g u n n in g e n e n c o n c e s s ie s w o rd en n ie t v er le en d , v o o r d a t h e t Z e lf b e s tu u r t e r z a k e is g eh o o rd .
135
ringer vermogen voorzoover de kracht niet uitsluitend ten eigen behoeve wordt benut 2. cc. Telegrafie (radiografie) en telefonie (radiofonie), behoudens verbindingen in het belang van de bestuursvoering in het landschap, voorzoover de aanleg en exploitatie daarvan onder toezicht van het Land a.h. Zelfbest. worden overgelaten ] . dd. Bedrijfsreglementeering, regelingen op het gebied van in- en uitvoer en productie van handelsartikelen en voorts alle soortgelijke maatregelen waarbij de belangen van Indone sie als geheel betrokken zijn. ee. Filmcensuur. De volgende 2 rubrieken zijn bij S. 39-671 toegevoegd: Onderwerpen verband houdende met een toestand van oorlog, oorlogsgevaar of andere buitengewone omstandigheden, ter beoordeeling v.d. Gouverneur-Generaal. Luchtbescherming. Bijlage 4 bedoeld in art. 9, lid 2 van de „ZELFBESTUURSREGELEN 1938” Ten derde : Te bepalen : a. dat de bij art. 2 van dit besluit vastgestelde regelen kunnen worden aangehaald als „Zelfbestuusregelen 1938” ; b. dat tot een door den Gouv.-Gen. voor elk gewest (c.q. elke residence) afzonderlijk te bepalen tijdstip, het in art. 17 der ,..Zelfbestuursregelen 1927” (S. No 190) bepaalde van kracht blijft en de'voorschriften in de art. 12 en 13 der bij art. 2 van dit besluit vastgestelde „Zelfbestuursregelen 1938” buiten werking blijven ;
1 2
Vergunningen en concessies worden niet verleend, voordat het Zelfbestuur terzake is gehoord. Bij ontginning van Landswege kan aan het landschap een uitkeering worden g e d a a n ; bij ontginning door derden ontvangt h et landschap de helft van de overheidsbaten.
136
iwg. voor Z .O . afd. v. Borneo 1 Jan. ’39, S. 38-685 ; M olukken 1 M ei ’39, S. 39-143 ; W esterafd. v. Borneo 1 Juli ’39, S. .39-295 ; Celebes en onderh. 1 Febr. ’40, S. 39-727 ; M enado 1 Juli ’40, S. 40-238 ; Oostk. v. Sum atra, en Bali en Lom bok, 1 M ei ’41, Timor en on derh. 1 Juli ’41, S. 41-126. c. d at in de residentie O ostkust v. Sum atra, A tjeh en onderh. en Z. en O. A fd v. Borneo de vverklieden, bedoeld bij art. 2 van de ord. in S. 1911 N o 540, zooals sedertdien gewijzigd en aangevuld, tot een door den Gouv.-Gen. te bepalen tijd— stip landsonderhoorigen blijven ; d. d at de op den voet van art. 16, lid 1 der ,,Zelfbest. regelen 1927 uitgevaardigde, op zelfbestuursonderhoorigen toepasselijke keuren en reglementen van politie voor de zelfbe stuursonderhoorigen van kracht blijven, totdat de daarin geregelde m aterie voor hen door den betrokken Zelfbesturen zal zijn geregeld. T e n v ie r d e : Enz. T e n vijfde : Enz. T en zesde : Te bepalen, dat de art. 1 tot en m et 3 van dit besluit in werking treden m et ingang van 1 Jan. 1939.
/
137
Lampiran No 2 STA A TSBLA D VAN N EDERLA N D SCH -IN D IE
1946 No 17 BORNEO. GROOTE OOST
Voorloopige v o o r z i e n i n g e n niet betrekking tot de bestuursvoering in de gewesten B o r n e o en de Groote Oost.
IN
N A AM
DER
K O N I N G I N ■'
DE LUITENANT-GOUVERNEUR-GENERAAL VAN NEDERLANDSCH-INDIE ;
Allen, die deze zullen zien of hooren lezen, s a lu t! Doet te weten : Dat Hij eenige voorloopige voorzieningen willende tre ffe n met betrekking tot de bestuursvoering in de gewesten B o rn eo en de Groote Oost, zulks in afvvachting van nadere regelingen in hst kader van de nieuwe staatkundige verhoudingen.; In overeenstemming m et Raad van D ep a rtem en tsh oofd en ; Heeft goed gevonden en verstaan: ARTIKEL 1
(1) Voor daartoe door den Gouverneur-Generaal aan te wijzen gebieden, niet behoorende tot het territoir van zelfbesturende landschappen, kan, in afwachting van nadere voorzieningen, aan
d a a rto e a a n te w ijzen o v e rh e id so rg a n e n de geheele of gedeeltelijk e o v erh e id sb ev o e g d h e id w o rd e n to eg ek en d , w elke in lan d sc h a p p e n , w a a ro p d e Z e lfb e stu u rsre g e le n v a n 1938 v an toepas sin g z ijn , bij h e t z e lfb e stu u r b e ru st, zu llen d e in d a t geval het b e tro k k e n g eb ied een re c h tsp e rso o n zijn v a n denzelfden aard als e e n z e lfb e stu re n d lan d sc h a p . (2 ) D e o v e rh e id so rg a n e n , a a n w elke op g ro n d v a n h e t vorige lid d e d a a r b e d o e ld e bev o eg d h eid w o rd t toegekend, w orden verd e r in d it a rtik e l als z e lfb estu ren aan g ed u id , terw ijl de rechtsp e rs o n e n , w elk e o p g ro n d v a n h e t vorige lid w o rd en gevorm d, v e rd e r in d it a rtik e l als z e lfb estu ren d e lan d sc h a p p en w orden a a n g e d u id . (3 ) D e G o u v e rn e u r-G e n e ra a l zal, te n aan zien v a n die zelfbe s tu re n w elk e d a a rm e d e in stem m en : a. d a a rv o o r in a a n m e rk in g k o m en d e bevoegdheden, tak e n en b e m o e iin g e n , w a a rv a n de uitoefening, k rac h ten s de bestaan d e ta a k a fb a k e n in g , a a n h e t L a n d of zijne am b te n are n is v o o rb e h o u d e n , o v e rd ra g e n a a n de zelfb estu ren ; b . b e s ta a n d e v o o rsc h riften , w elke in h o u d en d a t op regelingen e n d a d e n v an z elfb estu ren bew illiging v a n L andsw ege m oet w o rd e n v e rk reg en , b u ite n w erking k u n n e n stellen, d a n wel in d ie r voege k u n n e n w ijzigen, d a t de v erplichting to t het v ra g e n v a n bew illiging w o rd t vervangen d o o r een verplich tin g to t h e t v o o raf raa d p leg e n v a n de b e tro k k e n lan d so rg an en . (4) D e reg elin g v a n de financieele v erh o u d in g tu ssch en de C e n tra le o v e rh e id en de eigenlijk gezegde zelfbesturende la n d s c h a p p e n , zal v o o rlo o p ig to t ric h tsn o e r stre k k e n , behoudens d a t in gevallen, w a a rin zulks raa d z a am is te ach ten , de G o u v ern eu rG e n e ra a l die v e rh o u d in g aanstonds op tijdelijken v o e t ten gunste v a n de z e lfb estu re n d e lan d sch ap p en in d en zin v an h et tw e e d e lid zal w ijzigen. (5 ) D e D ire c te u r v a n B innenlandsch B e stu u r w o rd t gem achtig d o m , n a m e n s d e n G o u v e rn e u r-G e n e ra a l, beschikkingen te
139
nemen, strekkende tot uitvoering van het bepaalde in de e en (3) en (4), met dien verstande dat de zelfbesturen zich esSe wenscht in deze steeds tot den Gouverneur-Generaal k u n ^ eri wenden, ook om herziening of aanvulling van beschikkm gen van genoemd Departementshoofd voor te stellen. ARTIKEL 2 (1 ) Voor daartoe door den Gouverneur-Generaal aan te w i j zen g e b i e d e n , kan, in afwachting van andere r e g e l i n g e n , aan bij die aanwijzing mede aangeduide functionarissen o f colleges van functionarissen, die bestuurs- en r e g e l i n g s b e v o e g d h e i d w o r den toegekend, w e l k e krachtens de bestaande wetgeving berust bij de besturen van groepsgemeenschappen, dan wel stadsgemeentep of gebiedsdeelen met eigen geldmiddelen.
(2) H et betrokken gebiedsdeel is alsdan, ook indien h et tevoren nog geen zelfstandige gemeenschap was, een rechtspersoon van denzelfden aard als een groepsgemeenschap, stadsgem eente of locaal ressort. (3) Bij het bestuur over de in de leden (1) en (2) van d it artikel bedoelde gebieden, wordt de bestaande wetgeving inzake groepsgemeenschappen, stadsgemeenten of locale ressorten, voor zoover mogelijk als richtsnoer genomen, met dien verstande, dat afwijkingen, welke door de omstandigheden noodig o f raadzaam zijn, het onderwerp zullen uitmaken van geregeld overleg tusschen het bestuur der betrokken gemeenschap en den resident en dat indien omtrent eenig punt verschil van m eening m ocht rijzen, hetwelk niet door overleg is op te lossen, terzake d e beslissing van den Gouverneur-Generaal zal worden ingeroepen. ARTIKEL 3
(1) Bevoegdheden, taken en bemoeiingen, welke krachtens de bestaande wetgeving moeten worden uitgeoefend door am bte naren, behoorende. tot bestuurskorpsen van het Land, kunnen,
140
v o o r z o o v e r zij n ie t d o o r to ep a ssin g v a n h e t voorgaande overg a a n o p d a a rb ij ree d s aan g ed u id gezag, d o o r d en D irecteur van B in n e n la n d sc h B e s tu u r w o rd e n o v erg ed rag en op and ere function a ris s e n of a n d e re oirganen v a n h e t L a n d d a n w el van zelfbestu re n d e la n d s c h a p p e n o f au to n o m e g em een sch ap p en w aaronder b e g re p e n d e op d e n v o e t v an artik ele n 1 en 2 ingestelde au to n o m e g eb ied sd eelen . (2 ) A lv o re n s o v e rd ra c h te n , als in lid (1) bedoeld, te bew erkste llig e n , p lee g t de D ire c te u r v a n B in n en lan d sch B estu u r over leg m e t d e d a a rb ij b e tro k k e n d e p a rtem e n tsh o o fd e n , zelfbesturen e n b e stu re n v a n a u to n o m e gem eenschappen. (3 ) I n v e rb a n d m et h e t b e p a ald e bij h e t eerste lid v an d it artikel is d e D ire c te u r v a n B in n e n la n d sc h B e stu u r bevoegd om am bten bij d e n b e s tu u rs d ie n s t op te heffen en in te stellen, alsm ede om w ijziging te b ren g e n in a d m in istratiev e b estu u rsresso rten , voor z o o v e r die w ijzigingsbevoegdheid n ie t ree d s b e ru st bij residenten e n d e w ijzigingen n ie t leid en to t v e ra n d e rin g v an h e t territo ir v a n e e n rech tsg em een sch ap . a r t ik e l
4
W a n n e e r d e to ep assin g v a n h e t in deze regeling b ep aalde, zulks r a a d z a a m m a a k t k u n n e n a a n de o rganen, w elke tak e n geheel o f g e d e elte lijk o v ern em en , steu n en v o orlichting w o rd en verschaft d o o r le d e n v a n d e am btelijke b e stu u rsk o rp se n a a n te stellen to t b e stu u rsa d v ise u r. ARTIKEL 5
D e z e o rd o n n a n tie is voorloopig alleen v a n to epassing op de gew e s te n B o rn e o e n de G ro o te O ost, d o ch k a n d o o r d en G o u v er n e u r-G e n e ra a l v a n toepassing w o rd en v e rk la a rd op an d ere geb ie d e n , en tre e d t in w erking op d o o r d e n G o u v ern eu r-G en eraal v o o r alle resid e n ties, d a n w el v o o r o n d erd eelen v a n residenties, te b e p a le n tijd stip p en .
141
E n opdat niemand hiervan onwetendheid voorwende, zal deze in het Staatsblad van Nederlandsch-Indie worden geplaatst. Gedaan te Batavia, den 13den Februari 1946 H. J. van M ook DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer
Uitgegeven den 13den Februari 1946 DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer •y
(Besluit van den Luitenant-Gouverneur-Generaal van 13 Fe bruari 1946 No 3)
/
142
Lampiran No 3 STAATSBLAD V A N N E D E R L A N D S C H - 1N D I E 1946 No 18
,
ZELFBESTUREN. BORNEO. GROOTE OOST. .
■
Voorloopige voorziening met betrekking tot de bestuursvoering in de zelfbesturende land schappen in de gewesten Bor neo en de Groote. Oost. Besluit-van den Luitenant-Gouvem eur-Generaal van 14 Februari 1946 No 1. 4 G e le ze n : enz. Overwegende, dat het gewenscht is eenige voorloopige voorzieningen te treffen met betrekking tot de bestuursvoering in de zelfbesturende landschappen in de gewesten Borneo en de Groote Oost, zulks in afwachting van nadere regelingen in het kader van de nieuwe staatkundige verhoudingen ; G elet op de m et de Zelfbesturen in de gewesten Borneo en de G roote O ost gesloten politieke contracten en de Zelfbestuurs regelen 1938 ; D en R aad van Departementshoofden gehoord (Vergadering van 8 F ebruari 1946) ; Is goedgevonden en verstaan : ARTIKEL 1
(1) In zelfbesturende landschappen wordt, in afwachting van een nadere regeling van de verhouding van deze landschappen
143
tot de centrale overheid, het bestuur gevoerd met inachtneming van de politieke contracten en de Zelfbestuursregelen 1938, be houdens het bepaalde in de volgende leden van dit artikel. (2) De Gouverneur-Generaal zal, ten aanzien van die zelfbe sturen welke daarmede instemm en: a. daarvoor in aanmerking komende bevoegdheden, taken en bemoeiingen, waarvan de uitoefening krachtens de bestaande taakafbakening, aan het Land of zijne ambtenaren is voorbehouden, overdragen aan de zelfbesturen ; b. bestaande voorschriften, welke inhouden dat op regelingen en daden van zelfbesturen bewilliging van Landswege moet worden verkregen, buiten werking kunnen stellen, dan wel in dier voege kunnen wijzigen, dat de verplichting tot het vragen van bewilliging wordt vervangen door een verplich ting tot het vooraf raadplegen van de betrokken landsorganen. (3) . De regeling van de financieele verhouding tusschen de cen trale overheid en de zelfbesturende landschappen blijft voorloopig richtsnoer, behoudens dat in gevallen, waarin zulks raadzaam is te achten, de Gouverneur-Generaal die verhouding aanstonds op tijdelijken voet ten gunste van de landschappen zal wijzigen. (4) De Directeur van Binnenlandsch Bestuur wordt gemachtigd, om namens den Gouverneur-Generaal beschikkingen te nemen, strekkende tot uitvoering van het bepaalde in de leden (2) en (3), met dien verstande, dat de zelfbesturen zich desgewenscht in deze steeds tot den Gouverneur-Generaal kunnen wenden, ook om herziening of aanvulling van beschikking van genoemd Departemenshoofd voor te stellen. (5) De Directeur van Binnenlandsch Bestuur is bevoegd om daar, waar de omstandigheden daartoe leiden, aan zelfbesturen de landschappen steun en voorlichting te verschaffen door de aanstelling van bestuursadviseurs.
144
ARTIKEL
2
D it besluit is voorloopig alleen van toepassing op de gewesten B orneo en de G roote Oost. U ittreksel : enz. i T er ordonnantie van den Luitenant-GouverneurGeneraal van Nederlandsch-Indie DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer
Uitgegeven den 15den Februari 1946 DE \VD le GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E . O. van Boetzelaer
145
Lampiran No 4
VAN
STAATSBLAD NEDERLANDSCH-INDIE 1946 No 27 ZELFBESTUREN. BORNEO. GROOTE OOST.
Regelingen ten behoeve v an de zelfbesturende landschappen |n Borneo en de G roote O o st in het kader van de nieuvve staatkundige verhoudingen. Besluit van den Luitenant-Gouverneur-Generaal landsch-Indie van 9 April 1946 No 3.
van
N eder-
Gelezen : enz. G e le t: enz. Is goedgevonden en verstaan : Ten behoeve van de zelfbesturende landschappen in B o rn e o en de Groote Oost, wier besturen van onderstaande regeling gebruik wenschten te maken, het volgende te bepalen : !•
a. Behalve adviseerende raden, als bedoeld in artikel 3 (3) van de „Zelfbestuursregelen 1938” kunnen door d e zelf besturen ook wetgevende en medewetgevende ra d e n w or den ingesteld, hetzij door een zelfbestuur apart v o o r het betrokken landschap, hetzij door eenige zelfbesturen tezamen voor de alsdan ten deze samenwerkende landschappen. b. Aan de op den voet van I a gevormde raden kunnen door het betrokken zelfbestuur of de betrokken zelfbesturen bevoegdheden worden overgedragen o.m. de bevoegdheid om het budgetrecht, zoomede de geheele of gedeeltelijke
146
w e tg e v en d e bev o eg d h eid , hetzij zelf uit te oefenen, hetzij te z a n ie n m e t h e t zelfb estu u r, de zelfbesturen, dan wel een v o o r d it d o e l a a n te w ijzen gem achtigde v a n de betrokken z e lfb e stu re n . M e d e k a n a a n d e ra d e n h e t re c h t w orden toeg e k e n d d e b e la n g e n v a n h e t lan d sch ap of de landschappen e n d e in g ez e te n e n bij d e n C hief C o n ica d an w el bij den G o u v e rn e u r-G e n e ra a l v o o r te staan. c. S a m en w e rk in g v an zelfb estu ren als h ier bedoeld, kan d o c h b e h o e ft n ie t g e p a ard te g aan m et sam ensm elting der b e g ro o tin g e n ; d a a rn e v e n s is de sam envoeging der verm og en s ev en een s facultatief. cl. B ij e lk b e slu it to t sam enw erking w o rd t de financieele v e rh o u d in g tu ssc h e n d e o n d erscheidene landschappen duid e lijk geregeld. II.
a. V o o r h e t geb ied v a n een b in n en een zelfbesturend land s c h a p gelegen s ta d k a n d o o r h e t b e tro k k e n zelfbestuur een sta d sg e m e e n te w o rd e n ingesteld. b . H e t b e s tu u r e n de regeling d er huishouding w orden alsd a n o p g e d ra g e n a a n een stadsgem eenteraad, welks overh e id sb e v o e g d h e id zich n iet zal u itstrek k en to t zaken, ligg e n d e b u ite n d e co m p eten tie v an stadsgem eenteraden in re c h ts tre e k s b e s tu u rd gebied, doch a a n welke, binnen bed o e ld e g ren zen , volledige overheidsrechten kunnen w orden to e g e k e n d , ■o o k te n aanzien v a n de personen, w elke in de re g e lin g e n v a n de verh o u d in g tusschen h et L a n d en de z e lfb e s tu re n d e lan d sc h a p p en zijn aangeduid als „landso n d e rh o o rig e n ” . c. B ij d e b e slu ite n to t instelling v an stadsgem eenten, bij d e b e p a lin g h a re r com petentie, alsm ede bij de uit te vaard ig e n k iesregelingen w o rd t er v o o r zorg gedragen : 1 . d a t a a n perso n en , b eh oorende to t de groep der „la n d so n d e rh o o rig e n ” een m ate v an m edezeggensc h a p w o rd t toegekend, w elke in overeenstem m ing is m e t d e beteekenis dier groep en hu n n e belangen in h e t b e tro k k e n gebied ;
147
2 . d at het toezicht op de stadsgemeente afd o en d e vvor^ geregeld, zullende voor dit toezicht d e s g e w e n s gebruik kunnen worden gemaakt van o rg an c n van het Land. III. Alle overige regelingen, benoodigd voor v e r w van de sub I en II geopende mogelijkheden w zelfbestuurswege getroffen.
e z e n lijk in g
o rd e n
van
IV . a. Organieke regelingen, gebaseerd op het bepaalde su b I, II en III, behoeven om te werken de goedkeuring v a n den betrokken CONIC A. b. Regelingen als hierboven sub a bedoeld, k u n n en w or den geschorst of vernietigd door den Directeur v a n B in nenlandsch Bestuur, met dien verstande, dat vernietiging alleen kan geschieden wegens strijd met het algem een belang of indien de regeling het gelaten recht van zelfbestuur overschrijdt en dat schorsing alleen plaats heeft, in d ie n het vermoeden bestaat dat vernietiging noodig zal zijn. U ittreksel: enz. Ter ordonnantie van den Directeur van Ju stitie , bij afwezigheid van den Luitenant-G ouverneur-G eneraal, belast met het dagelijksch beleid der z a k e n DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer f Uitgegeven den 11 den April 1946 de
WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer
148
Lam piran N o 5 S T A A T S B L A D
I N D O N E S I A 1950 N o 5
T I M U R
U n d a n g - u n d a n g ta n g g a l 19 D e s e m b e r 1 9 4 9 , te n ta n g p e m b e n tu k a n K o m is a ria t-k o m is a ria t N e g a ra P R E S I D E N
I N D O N E S I A
T I M U R ,
M e n im b a n g , b a h w a p e m b e n tu k a n K o m isa ria t-k o m is a ria t N eg a ra d a n h a l m e m p e rta n g g u n g k a n k e k u a s a a n -k e k u a s a a n R e sid e n p a d a p e m e r in ta h - p e m e r in ta h D a e r a h d a n K o m isa ris-k o m isa ris N e g a r a p e rlu d ia tu r d e n g a n u n d a n g -u n d a n g . D e n g a n p e rse tu d ju a n B a d a n P e rw a k ila n S e m e n ta ra : T e la h b e rk e n a n m e n e ta p k a n u n d a n g -u n d a n g ja n g b e r i k u t : pa sa l
1
P e m b a g ia n N e g a ra In d o n e s ia T im u r a ta s K e re sid e n a n -k e re sid e n a n d ih a p u s k a n . pa sa l
2
D a e r a h N e g a r a In d o n e s ia T im u r d ib ag i m e n d ja d i tig a K o m isa ria t- K o m is a r ia t N e g a ra , ja itu : I. K o m is a r ia t N e g a r a U ta ra , ja n g m elin g k u n g i D a e ra h -d a e ra h : M in a h a s a , S a n g ih e d a n T a la u d , S elebes U ta r a , Selebes T e n g a h d a n M a lu k u U ta ra . II. K o m is a r ia t N e g a r a T e n g a h , ja n g m e lin g k u n g i K e re sid e n a n S e leb e s S e la ta n ja n g te la h d ih a p u s k a n d a n D a e ra h M a lu k u S e la ta n . I I I . K o m is a ria t N e g a r a S e lata n , ja n g m elin g k u n g i D a e ra h -d a e r a h : B a li, L o m b o k , S u m b a w a , S u m b a , F lo re s d a n „ T im o r d a n P u la u -p u la u n ja ” .
149
PASAL
1.
3
D alam tiap-tiap Komisariat Presiden mengangkat seorang Kom isaris Negara. Presiden menundjuk Daerah-daerah, dimana Komisaris N egara itu melaksanakan tugasnja dengan bantuan se orang utusan. Presiden mengangkat utusan-utusan Komisaris. Presiden menetapkan instruksi-instruksi untuk K om isariskomisaris Negara dan utusan-utusannja.
2.
3. 4.
PASAL 4 1.
Dengan verordening Presiden dapat ditetapkan, bahwa un tuk seluruh daerah Negara, ataupun untuk bagian-bagiannja, pengawasan atas pengadilan bumiputera atau pengadilan Zelfbestuur dipertanggungkan kepada badan-badan peng adilan Negara. Selama verordening Presiden, jang sedemikian itu belum diselenggarakan, maka pengawasan ini dipertanggungkan pada Komisaris-komisaris Negara dengan mengetjualikan pengawasan atas pengadilan Zelfbestuur dalam D aerah Bali, jang buat sementara dibebankan pada suatu badan jang ditundjuk oleh Dewan Radja-radja.
2.
PASAL 5
1-
Dengan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang diatas ini maka dengan verordening Presiden, kekuasaankekuasaan, tugas dan tjampur tangan, jang m enurut per aturan-peraturan undang-undang dan tata usaha jang ada dilaksanakan oleh Residen, buat sepandjang halnja tidak dibebankan kepada seorang menteri, dipertanggungkan : I. sekadar jang sebagian besar bersifat mengawasi ke pada Komisaris-komisaris Negara ; II. sekadar jang mempunjai sifat-sifat lainnja kepada ba dan-badan Daerah jang b erik u t:
150
a.
2.
B uat jang mengenai Daerah-daerah, jang seluruhnja terdiri dari landschap-landschap (Zelfbestuur), kepada B adan Pem erintah H arian, atau djika Badan ini tidak ada, kepada Dewan Radja-radja. b. B uat jang m engenai D aerah-daerah, jang seluruhnja terdiri dari persekutuan-persekutuan jang di bentuk m enurut pasal 1 dari ordonansi tanggal. 1.3 F ebruari 1946 (Staatsblad H india Belanda No 17) kepada M adjelis Gecommitteerden. c. B uat jang m engenai D aerah : 1. M aluku U tara, kepada Dewan Radja-radja, 2. Selebes U tara, kepada Dev/an Keperintahan, 3. Selebes Selatan, kepada Madjelis Harian. Penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan-kekuasaan tugas-tugas dan tjam pur tangan jang dimaksudkan dalam ajat diatas sub II, dipertanggungkan kepada Ketua dari M adjelis-m adjelis ini. pasal
6
.
M enjim pang dari jang ditetapkan pada pasal 5, maka kekua saan-kekuasaan tugas-tugas dan tjam pur tangan jang dimaksud kan dalam ajat pertam a sub II dari pasal tersebut untuk Daerah Sum ba dan daerah-daerah jang belum term asuk dalam hubungan D aerah, dibebankan kepada Komisaris-komisaris Negara. pasal
1.
2. 3.
7
T erhadap kewadjiban-kewadjiban Negara jang dipertang gungkan itu, m aka badan-badan D aerah jang bersangkutan itu, dibaw ahkan oleh Komisaris Negara. K om isaris N egara itu dibawahkan oleh sekalian Menteri. Ia diw adjibkan m enurut petundjuk-petundjuk dari Menterim enteri, pun djika petundjuk-petundjuk ini mengenai ke kuasaan-kekuasaan undang-undang.
151
PASAL 8
ini berlaku mulai pada hari p e n g u n i u n i a n n ^ dan mendapat kekuatan kembali terhitung mulai tanggal tober 1949. U n d a n g -u n d a n g
M enitahkan, agar undang-undang ini dimuat dalam S ta a ts b la d Indonesia Timur. Termaktub di Makassar, tanggal 19
D esem b er
PRESIDEN INDONESIA TIMUR
Tjokorde Gde Rake Sukawati PERDANA MENTERI a.i.
Mr Dr Ch. R. S. Soumokil MENTEkI DALAM NEGERI a.i.
M r S. Binol Diumumkan di Makassar, tanggal 20 Djanuari 1950 MENTERI DJUSTISI
Mr Dr Ch. R. S. Soumokil
152
1949
Lampiran No 6 S T A A T S B L A D
P E R A T U R A N
I N D O N E S I A 1950 N o 6 P R E S I D E N T I M UR
T I M U R :
I N D O N E S I A
tanggal 23 D esem ber 1949 N o 1 2 /P rv../49, m em uat rnempertanggungkan kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampurtan g an jang m enurut undang-undang telah ada dilaksanakan oleh R esiden-residen kepada M enteri-m enteri. Pem erintahpem erin tah D aerah dan K om isaris-kom isaris Negara. P R E S I D E N
I N D O N E S I A
T I M U R ,
M enim bang, bahw a berhubung dengan penghapusan Keresidenan-keresidenan dan pem bentukan K om isariat-kom isariat Nega ra, m a k a kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan jan g m en u ru t undang-undang jang telah ada dilaksanakan oleh R esiden-residen sekadar tidak dibebankan kepada M enteri• m enteri atau Pem erintah N egara Indonesia Tim ur harus diper tanggungkan kepada Pem erintah-pem erintah D aerah, sedang kek u asaan -k ek u asaan jang sebagian besar bersifat mengawasi, haru s dipertanggungkan kepada Kom isaris-komisaris Negara. M em perhatikan pasal 5 dari U ndang-undang tangeal 19 Desem ber 1949. T elah berkenan m enetapkan P eraturan Presiden jang berikut : pasal
1
K ekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjam pur-tangan R e siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Komisariskom isaris Negara : a. kekuasaan-kekuasaan jang tersebut dalam pasal 10 ajat
153
1, 3 dan 4 dari „Peraturan Swapradja 1938”, djuga jang tersebut dalam pasal 10 ajat 1, ^ J a ^ dari „kontrak-kontrak pandjang” jang dibuat J n ’0^ latiskap-lanskap Sumbawa dan Bima (Stbl- 1° 613), sebagai djuga ketentuan-ketentuan jang sesucil dengan itu dari kontrak jang dibuat dengan tans tap „Dompu”. b. kekuasaan-kekuasaan untuk mengawasi dari R esuen jang tersebut dalam peraturan-peraturan, undang-un dang dan tata-usaha jang lainnja. a. dan b. buat jang mengenai federasi-federasi Swapra Ja" swapradja (Daerah) dengan pengertian bahwa dalam Swa pradja-swapradja termasuk djuga Swapradja-swapradja bentukan baru. pasal
1.
2.
2
Kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan Re siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Menteri D justisi: kekuasaan-kekuasaan jang tersebut dalam pasal 5 ajat 1 dan 2, 13 ajat 2, 19, 22, 72 dan 76 dari ordonansi atas pengadilan Bumi-Putera (Stbl. 1932 No 80) seperti diubah dan ditambah kemudian. Kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan Re siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Pem erintah
Indonesia T im u r: a. kekuasaan-kekuasaan, tersebut dalam pasal-pasal 11 ajat 1, 20 ajat-ajat 4, 5 dan 9 dari ,,Peraturan Swapra dja 1938” (Stbl. 1938 No 529) dan ketenluan-ketentuan jang sesuai dengan itu dari „kontrak-kontrak pan djang” jang dibuat dengan lanskap-lanskap Sumbawa, Dompu dan Bima ; b. kekuasaan-kekuasaan Residen tersebut dalam bab-bab II dan VI dari ,.Peraturan Umum tentang pengurusan dan pertanggung-djawab keuangan dan milik-milik Swapra dja di Indonesia Timur”, jang ditetapkan dengan beslit
154
A lgem eene Regeeringscom m issaris untuk Borneo dan T im ur B esar tertanggal 27 Septem ber 1946 No ARCA
10 / 1/2
;
c.
kekuasaan-kekuasaan Residen tersebut sub IV dari beslit G ubernem en tertanggal 9 A pril 1946 (Staatsblad Indo nesia N o 27 jo 69) ; d. kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam pasal-pasal 5 dan 6 ajat 1 dari ,,Peraturan Swapradia 1938” ; a. d a n b. sekadar berkenaan dengan federasi-federasi dari lanskap-lanskap cq daerah-daerahT c. dan d. sekadar berkenaan dengan masing-masing lanskap dan federasi-federasi dari lanskap cq daerah-daerah, dengan pengertian, bahw a dalam lanskap-lanskap djuga termasuk lanskap-lanskap bentukan baru. pasal 3 D engan tidak m engurangi apa jang ditentukan dalam pasal-pasal 4, 5 ajat pertam a dan 6 dari U ndang-undang tanggal 19 Desem ber 1949 m aka kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampurtan g an dari Residen-residen, jang tersebut dalam ketentuank etentuan, peraturan-peraturan dan peraturan-peraturan tatausaha, lain dari pada jang tersebut dalam pasal 1 dan 2 , masincniasing u n tu k wilajah D aerah sendiri-sendiri dipertang£nuickan kep ad a B adan-badan D aerah jang dim aksudkan dalam pasal 5 ajat 1 sub I I dari undang-undang ini. pasal
4
P eratu ran ini berlaku mulai hari pengum um annja dan mendapat kek u atan kem bali terhitung mulai 1 O ktober 1949. M enitahkan, supaja peraturan ini dim uat dalam Staatsblad Indo nesia Tim ur. T erm aktub di M akassar, 23 Desember J 949 PRESIDEN NEGARA INDONESIA TIMUR
Tjokorde Gde R ake Sukawati
Lampiran No 7 STAATSBLAD VAN INDONESIA 1949 No 115 ZELFBESTUREN.
OOST-lN0 0 ^ '
Opheffing van de exterrito rialiteit in de zelfbesturen ge ^ gen binnen het gebied van e Negara Oost-Indonesie. s ie .
Besluit van de Hogc Vertegenwoordiger van dc Kroon in Indo nesie van 5 Mei 1949 No 21. Gelezen, enz. ;
Gelet op de met de zelfbesturen van Bima en Soembawa gesloten overeenkomsten (Staatsblad 1939 No 613) en op de Zelfbestuurs regelen 1938 (Staatsblad No 529) ; Is goedgevonden en verstaan : Eerstelijk : Te bepalen dat, behoudens het bepaalde in artikel 2 en 3 van dit besluit, het gezag van de zelfbesturen gelegen binnen het gebied van de Staat Oost-Indonesie zich mede uitstrekt over de personen, die in de bescheiden, regelende de ver houding tussen het Land en de Zelfbesturen, als Landsonderhorigen worden aangeduid, onder voorwaarde, dat aan de evenbedoelde groep van personen een mate van medezeggenschap in het overheidsbeleid wordt toegekend, welke in overeenstemming is met de betekenis van deze groep en hun belangen in hot betrokken gebied. Ten Tweede : Te bepalen : I. Ten aanzien van de rechtspraak, waaronder mede begre-
156
pen de taak en bevoegdheden van het O penbaar Ministerie, strekt het overheidsgezag van het zelfbestuur zich voor wat betreft dc in artikel 1 van dit besluit genoemdc groep van personen, niet verder uit dan ten aanzien van evengenoem de groep van perso nen is bepaald in de artikelen 12 en 13 van de Zelfbestuursregelen 1938 en de daarm ede overeenkomstige bepalingen in de politieke overeenkom sten. II. M et betrekking tot het privaat- en strafrecht voor evenbedoelde groep van personen blijft het geldend recht van kracht en blijft de bevoegdheid tot het geven van regelen berusten btj het L an d en de Staat, met dien verstande, dat het Zelfbestuur bevoegd is regelingen te treffen op punten w aarom trent niet is voorzien in regelingen van Land of Staat. III. H et bepaalde in het voorgaande lid laat onverkort het ingevolge het bepaalde in artikel 1 aan de Zelfbesturen toegekendc gezag over L andsonderhorigen voor zover betrekking hebbende op aangelegenheden, welke behoren tot de bevoegdheid van auto nom e gem eenschappen als bedoeld in de zesde Hoofdstuk van de Indische Staatsregeling. T en cterde : Te bepalen, dat door de Regering van Oost-lndonesie nader zal w orden bepaald : le. in welke zelfbesturen c.q. federation van zelfbesturen de bepalingen van dit besluit van toepassing zullen zijn ; 2 e. welke voorw aarden o.m. inzake de medezeggenschap van Landsonderhorigen in het overheidsbeleid van de betrokken zelfbesturen c.q. federation van zelfbesturen aan de toe passing van dit besluit zullen worden verbonden ; 3e. het tijdstip c.q. de tijdstippen, waarop de bepalingen van dit besluit in de zelfbesturen c.q. federation van zclfbesturen van toepassing zullen zijn, onder bepaling, dat aan bedoelde bepalingen terugwerkende krach t kan worden verleend tot 1 Januari 1949.
157
/ ( Uittreksel, enz. T er
ordonnantie van d e H o g e V e r t e g e n w van de Kroon in Indonesie DE
W D
ALGEM ENE
S E C R E T A R IS
E. O. van Boetzelaer Uitgegeven de lOde Mei 1949 DE
W D
ALGEM ENE
S E C R E T A R IS
E. O. van Boetzelaer
158
o o r d ig er
l-ampiran No 8 S T A A T S B L A D
IN D O N ESIA 1950 N o 22
TIMUR
beslit Presiden Indonesia T i m ur tanggal 1 Pebruari 1950 N o 2 8 /P rB /5 0 , jang memuat m enjatakan peraturan-peraturan dari Beslit W akil Agung M ahkota di Indonesia tanggal 5 Mei 1949 N o 21 (Staatsblad Indonesia No 115). P R E S I D E N
I N D O N E S I A
T I M U R ,
M enim bang, bahw a Beslit W akil Agung M ahkota di Indonesia tanggal 5 M ei 1949 N o 21 (Staatsblad Indonesia N o 115) perlu u n tu k dilaksanakan ; T E L A H
M E N J E T U D J U I
DAN
BERKENAN:
Pertam cir M enjatakan peraturan-peraturan dari Beslit Wakil A gung M ah k o ta di Indonesia tanggal 5 Mei 1949 No 21 (Staats b lad Indonesia N o 115) itu berlaku bagi federasi-federasi Zelfbestuur-zelfbestuur (D aerah-daerah) jang disebut dibawah i n i : 1. Sangihe dan T alaud ; 2. Sulaw esi-Selatan ; 3. B ali ; 4. Sum baw a ; 5. F lores ; 1 6 . T im u r ; 7. M aluku-U tara. Keclua : M enetapkan, bahw a : a. p a d a penjusunan dewan-dewan daerah dan lanskap harus
159
i• • „«<7 dahulu diperhatikan, agar kepada golongan rakjat negeri janfc, ojQnc_ diberikan sedjumlah kursi, sesuai dengan kedudukan g an ini dan kepentingannja dalam daerah jang bersang jaitu menurut timbangan Menteri Urusan Dalam ^ e®e*Lper_ I), pemerintah-pemerintah daerah dan lanskap harus me ^ hatikan, agar rakjat negeri jang dahulu itu tidak dikenai ban-beban jang Iebih berat dari pada beban-beban ra lan sk ap ; . . c. dalam perundingan bersama antara Negara Indonesia dengan daerah atau lanskap jang bersangkutan, akan 1 tapkan Iebih landjut, atau dan dalam hal sedemikian, a a gian jang manakah dari padjak peralihan atau padjak penghasilan itu, karena alasan-alasan jang praktis akan dikenakan oleh Negara, dengan keterangan selandjutnja, bahwa peraturan-peraturan jang sedemikian itu akan harus dilaKukan untuk segala lanskap jang asli dan lanskap bentukan baru dan daerah-daerah jang tersusun dari padanja. Ketiga : Menetapkan, bahwa : a.
s e la m a d a la m
h a l in i b e lu m
d ia d a k a n p e rs ia p a n -p e rs ia p a n :
1. orang-orang jang diwadjibkan membajar padjak,
jang menurut peraturan-peraturan jang telah berlaku diharuskan membuat surat aangifte, tetap mendapat kewadjiban sedemikian ; 2 . urusan surat aangifte itu, aanslag dari orang-orang jang diwadjibkan membajar padjak jang tersebut pada angka 1 itu, demikian djuga urusan tentang keberatan-keberatan jang dimadjukan oleh orang-orang tersebut, tetap akan diselenggarakan oleh badan-badan Negara, jang dahulu dibebani tugas ini. b. peraturan-peraturan undang-undang dan peraturan-peraturan administrasi jang berlaku bagi rakjat negeri jang dahulu. adalah tetap berlaku selama peraturan-peraturan itu tidak diubah, ditambah atau dibatalkan oleh daerah atau lanskap jang bersangkutan.
160
K eem p a t : M enetapkan, bahw a Beslit Wakil Agung M ahkota tcrtanggal 5 M ei 1949 N o 21, buat jang mengenai federasi-fede rasi Z elfbestuur-zelfbestuur jang disebut pada bahagian pertama itu, diberi kekuatan kem bali terhitung mulai 1 Januari 1949. t M enitahkan, agar beslit ini dim uat dalam Staatsblad Indonesia Timur.
T erm aktub di M akassar, pada 1 Pebruari 1950 P R E S ID E N IN D O N ESIA T IM U R
Tjokorde G de R ake Sukawati PERD A N A M E N T E R I NEGARA IN D O N E SIA T IM U R
/ . E. Tatengkeng M E N T E R I URU SA N DALAM
NEGERI
NEGARA IN D O N E SIA T IM U R
Sultan Iskandar M oh. Djabir Sjah
D ium um kan di M akassar, tanggal 25 Pebruari 1950 M E N T E R I D J U S T IS I
M r D r Ch. R . S. Soum okil
161
DAFTAR Bb. B.F.O. D.P.D. D.P.R. D.P.R.D G.G. H.V.K. H.P.B. I.S. K.M.B. L.M. Lt G.G. M.C.
N.I. N.I.T. N.S.T. Pem. P.P. R.I. R.I. 1945 R.I.S. S. S.I.T. U.D. U.D.S. V.O.C. Z.R.
162
SINGKATAN
Bijblad Bijeenkomst voor Federaal Overleg Dewan Pemerintah Daerah Dewan Perwakilan Rakjat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gouverneur Generaal Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon Hoofd van Plaatselijk Bestuur Indische Staatsregeling Konperensi Medja Bundar Lembaran Negara Luitenant Gouverneur Generaal. Model Contract 1938 (kontrak pandjang)- Ter' dapat dalam Bijlagen Tweede Kam er 19381939 Nederlandsch Indie Negara Indonesia Timur Negara Sumatera Timur Pemerintah Peraturan Pemerintah R.epublik Indonesia Republik Indonesia dengan undang-undang dasar tanggal 18 Agustus 1945 Republik Indonesia Serikat Staatsblad van Nederlandsch Indie Staatsblad Indonesia Timur (Negara Indonesia Timur) Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang Dasar Sementara 1950 Vereenigde Oost-Indische Compagnie Zelfbestuursregelen 1938
BAHAN
BATIAAN
M r F . H . B aro n van A sbeck, O nderzoek naar de juridische w ereldbouw , (dissertatie 1916). Prof. M r V an V ollenhoven, Ontvoogding, (Indische Genootschap 1916). W. V erbeek, D e zelfbesturende landschappen buiten Java, (K oloniale Studien 1919, halam an 455 - 481). M r W . J. B. V ersfelt, D e status der zelfbesturende landschappen, (Indische G ids 1933 - 2 , halam an 8 6 8 ). R a p p o rt der H erzieningscom m issie 1920. N o ta G ouverneur Celebes en Onderhorigheden 1886, (Tijdschrift Indische T aal-, L an d - en V olkenkunde X X X IV ). M r H . J. Spit, D e Indische zelfbesturende landschappen (1911). M r D r H . W estra, Dualistisch Staatsrecht. • F- H . V ism an, H erstel van zelfbestuur, (Koloniale Studien A ugustus 1928). D r J. H . L ogem ann, Direct gebied m et zelfbestuur, (Indisch T ijdschrift 1932). M r J. J. Schrieke, D e Indische Politiek, (1929). M r F . H . B aron van A sbeck, De incorporate der zelfregerende landschappen in Engels Indie, (Indische Genootschap, 5 April 1935, h alam an 90 dst). J. M . Som er, D e zelfbestuurspolitiek in de buitengewesten enz. (K oloniaal T ijdschrift 1936 - I, halam an 257). R u p e rt E m erson, M alaysia, A study in Direct and Indirect Rule. (N ew Y o rk 1937). D r J. C. C. H a a r, D e zelfbestuurspolitiek ten opzichte van de korteverklaring landschappen in N .I., (1939). Prof. D r J. H . A . Logem ann, Staatsrecht van N .I., (1947). Prof. D r J. H . A. Logem ann, H et Staatsrecht van Indonesie (1954). M r Ph. K leintjes, Staatsinstellingen van N .I., (1933).
163
Dr Th. H. M. Loze, De Indische zelfbestitrende landschaPPen 111 het nieuwe staatsbestel, (1929). Dr C. Vlak, De bevoegdheid van de Gouverneur Gen aanzien van de wetgeving in N.I., (1933). Mr Dr H. Westra, De Nederlandsch Indische St#a a ’ (1927).
164
S U S U N A N N E G A R A KITA karangan Prof. M r R . Soenarko m em u at lengkap sedjarah pertum buhan perundang-undangan dan tatanegara Indonesia.
Isi djilid I
: T afsiran tentang isi U ndang-undang D a sar RTS dan filsafat Pantjasila. U ku ran 13% x tjetak an ke-4
19’ ~ cm - 111 halam an,
Isi djilid II : P ertentangan antara Federalism e dan u sah a m enghendaki kesatuan di Indo nesia serta akibatnja bagi perkem bangan tatan eg ara R epublik Indonesia U kuran 13% X tjetak an ke-4
19’^ cm, 165 lialaman,
Isi djilid I I I : Sedjarah dan pertum buhan Pem erin tah a n D aerah di Indonesia 1903/1954. U kuran 13% X
191'- crn>
halaman
Isi djilid IV : A zas -azas dan dasar-dasar Pem erintah an D aerah O tonom di Indonesia (land ju ta n djilid III). U kuran 13% x
p e n e r b i t
I
19% cm >
d ja m b a t a n
halaman
P em irg a m
No o Aet.
ip _ H l_______\ y ±
para
Ta.nsga.l
_ 0.5 .007 1981 2 5 GCT
> L
s
?
. w
;
1 2 JAN rago y iu u K T *V n < to
I n n
vx ■
1L
■-4,
-------- P e m in ja m r '>■■■■
t1
N o. A ft
^ ***1r'r-r^ 1
<7 ^ oHj L A| 0 5
^K/\)
U/
c ^ j
:
0 8 JUN
;fe w
< JAH ». v T" a
9 9 2 --0 J -
Perpustakaan Ul
01-10-07034479
!