eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4) 1175-1184 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
UPAYA UNICEF DAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGURANGI ANGKA KEMATIAN BALITA DI INDONESIA 2012-2015 Nurul Pratiwi1 Nim. 0902045035 Abstract Papua is the highest infant mortality rate province in Indonesia. It encourages the government and UNICEF to take measures to reduce infant mortality rate in Papua by doing prevention efforts such as establishing mobile immunization teams that move from one village to another in the form of mobile clinic program to improve the health, and preparing Rp. 3,5 billion to charter a plane to transport patients, an educative effort is made by creating Bare Feet Task Force to do counseling from one village to another. Those efforts are not really successful, because some major obstacles that still be the problem of geographical factors of Papua, lack of facilities and health workers, as well as the lack of public awareness of the importance of health and healthy lifestyle. Keywords: UNICEF, Infant Mortality Rate. Pendahuluan Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di tahun 2000, PBB meluncurkan program Millenium Development Goals (MDGs) yaitu sebuah kesepakatan arah pembangunan global yang dirumuskan dalam delapan tujuan dengan target yang spesifik dan terukur.(Stalker: 2008: 4) Target utama dari MDGs adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat dunia pada tahun 2015. (“Peran UNICEF dalam MDGs di Vietnam”, http://ideantara.com/pdf/?id=62). Pembangunan yang ditargetkan MDGs adalah demi kepentingan masa depan masyarakat global ke arah yang lebih baik khususnya bagi anak-anak, hal ini dapat dilihat dari beberapa program yang merujuk langsung kepada kesejahteraan anak seperti menurunkan angka kematian balita, meningkatkan kesehatan ibu, dan mewujudkan pendidikan dasar bagi anak-anak. UNICEF (United Nations Children’s Fund) adalah salah satu organisasi internasional dibawah naungan PBB yang dispesialisasikan untuk memperjuangkan hak-hak anak di seluruh dunia. (Rudy: 2005: 135.) Sehingga UNICEF secara langsung memiliki tanggung jawab dalam membantu upaya pencapaian program MDGs di tahun 2015. Dalam upaya merealisasikan program MDGs banyak pihak yang saling terkait dan 1
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Soasial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1175-1184
bekerjasama dalam memperjuangkan hak-hak dasar anak. Peran pemerintah masingmasing negara memiliki andil terpenting dalam pencapaian target MDGs. UNICEF bekerjasama dengan organisasi nasional, pemerintah, NGO (NonGovernmental Organizations) maupun organisasi internasional di bawah PBB lain seperti WHO (World Health Organization) bersama-sama melakukan berbagai upaya yang bertujuan mengurangi angka kematian balita (Bawah Lima Tahun) di negaranegara berkembang dan negara-negara miskin. (“Peran UNICEF dalam MDGs di Vietnam”, http://ideantara.com/pdf/?id=62) Kematian Balita tertinggi berada di kawasan yang sebagian besar negaranya berada dalam status negara miskin dan berkembang. Negara-negara yang berada di kawasan Afrika dan Asia Tenggara memiliki angka kematian balita yang tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di Asia Tenggara dengan GDP sebesar $ 3.700 yang dikategorikan menengah dan PPP (Purchase Power Parity) atau daya beli yang tinggi, (“World Bank Menyatakan Bahwa Indonesia Masuk ke Dalam Jajaran 10 Negara Dengan Ekonomi Terbesar di Dunia”, http://startupbisnis.com/ekonomi-indonesia-worldbank-menyatakan-bahwa-indonesia-masuk-ke-dalam-jajaran-10-negara-denganekonomi-terbesar-di-dunia/) sehingga kesejahteraan masyarakat Indonesia tergolong baik, akan tetapi angka kematian balita di Indonesia masih tinggi bahkan berada diatas Filipina yang memiliki GDP jauh di bawah Indonesia yaitu hanya sebesar $2.913. Ternyata ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu kepadatan penduduk Indonesia yaitu sekitar 250 juta jiwa menimbulkan banyak permasalahan yang kompleks, terutama masalah ekonomi, kesenjangan ekonomi yang terlalu jauh, pembangunan yang tidak merata sehingga banyak dari masyarakat yang berada di daerah terpencil minim akan akses dan fasilitas. Demi menunjang kelangsungan hidup balita, maka aksesakses dan fasilitas kesehatan yang memadai sangat diperlukan. Dari data UNICEF diperoleh bahwa setiap tiga menit, satu balita meninggal di Indonesia, jika diakumulasikan setara dengan 150.000 balita meninggal setiap tahunnya. (“Angka Kematian Balita di Indonesia Turun”, http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/angkakematian-balita-di-indonesia-turun) Papua merupakan provinsi dengan angka kematian balita tertinggi di Indonesia dengan jumlah kematian sebesar 115 per 1000 kelahiran hidup. (“Angka kematian Ibu Melahirkan di Papua tertinggi Ketiga Nasional”, tabloidjubi.com/2014/04/08/angkakematian-ibu-di-papua-teritinggi-ketiga-nasional/) Kematian balita di Papua disebabkan oleh berbagai masalah kesehatan seperti infeksi penyakit yang berhubungan dengan pola hidup yang tidak bersih dan sehat, fasilitas kesehatan yang kurang memadai karena kondisi geografis Papua yang sulit untuk di tempuh menjadikan banyak daerah terisolasi dari berbagai akses, minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan pemenuhan gizi bagi Ibu hamil dan balita, serta infeksi parasit seperti cacing membuat banyak balita di Papua menderita malnutrisi atau gizi buruk. (“Mati Sia-sia: Kegagalan Sistem Kesehatan Papua”, http://www.academia.edu/12132635/Mati_SiaSia_Kegagalan_System_Kesehatan_di_Papua.)
1176
Peran UNICEF dan Indonesia Mengurangi Angka Kematian Balita (Nurul Pratiwi)
Kerangka Dasar Teori dan Konsep Teori Organisasi Internasional Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr organisasi internasional secara sederhana didefinisikan sebagai: (Rudy: 2005: 2-3) Any cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous functions inplemented trough periodic meetings and staff activities. (Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diimplementasikan melalui pertemuanpertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala). Definisi organisasi internasional menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr mencakup adanya tiga unsur yaitu: (Suherman: 2003: 50.) a. Keterlibatan negara dalam suatu pola kerjasama. b. Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala. c. Adanya staff yang bekerja sebagai pegawai sipil internasional (international civil servant). Setiap organisasi dibentuk untuk melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya. Peran organisasi internasional adalah sebagai berikut: (Rudy: 2005: 29) a. Wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah atau mengurangi intensitas konflik (sesama anggota). b. Sebagai sarana perundingan dan mengahasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan. c. Sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan (antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, pemugaran monumen bersejarah, peace keeping operation dan lain-lain). Menurut Clive Archer peran organisasi internasional adalah sebagai berikut: (Rudy: 2005: 27-28) a. Instrumen (alat/wadah), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik (jika ada) dan menyelaraskan tindakan. b. Arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian internasional (convention, treaty, protocol, agreement dan lain sebagainya). c. Pelaku (aktor), bahwa organisasi internasional juga merupakan aktor yang autonomous dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan anggotaanggotanya. Sedangkan fungsi organisasi internasional adalah: (Parthiana: 2002: 22) a. Tempat berhimpun bagi negara-negara anggota bila organisasi internasional itu IGO (International Govermental Organization) (antar-negara atau pemerintah), dan bagi kelompok masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat apabila organisasi internasional itu masuk kategori INGO (International Non-Govermental Organization) (non-pemerintah).
1177
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1175-1184
b. Untuk menyusun atau merumuskan agenda bersama (yang menyangkut kepentingan semua anggota) dan memprakarsai berlangsungnya perundingan untuk menghasikan perjanjian-perjanjian internasional. c. Untuk menyusun dan menghasilkan kesepakatan mengenai aturan/norma atau rejim-rejim internasional. d. Penyediaan saluran untuk berkomunikasi diantara sesama anggota dan adakalanya merintis akses komunikasi bersama dengan non anggota (bisa dengan negara lain yang bukan anggota dan bisa dengan organisasi internasional lainnya). e. Penyebarluasan informasi yang bisa dimanfaatkan sesama anggota. Tujuan organisasi internasional menurut Coulumbis dan Wolfe adalah untuk: (Rudy: 2005: 31) a. Regulasi hubungan antar negara terutama melalui cara-cara penyelesaian sengketa secara damai. b. Mencegah perang, meminimalkan dan mengendalikan konflik internasional (conflict management). c. Memajukan dan meningkatkan kegiatan kerjasama ekonomi dan social untuk pembangunan dan kesejahteraan penduduknya. d. Collective Security atau Collective Defense (aliansi) kelompok negara untuk menghadapi ancaman eksternal bersama. Konsep Angka Kematian Balita Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan nilai normatif angka kematian balita, yaitu : (Supriyantoro: 2013: 61) 1. Dikategorikan sangat tinggi jika nilai angka kematian balita lebih besar dari 140 per 1000 kelahiran hidup. 2. Dikategorikan tinggi dengan nilai 71-140 per 1000 kelahiran hidup. 3. Dikategorikan sedang dengan nilai 20-70 per 1000 kelahiran hidup, 4. Dikategorikan rendah dengan nilai kurang dari 20 per 1000 kelahiran hidup. Indikatornya terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Balita (AKBA) kerap dipakai untuk meidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. (“Angka Kematian Balita”, https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=78) Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian balita, diantaranya adalah: (UNICEF: 2012: 4-5) a. Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang penanggulangan atau pengobatan penyakit-penyakit umum balita. b. Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberian ASI (Air Susu Ibu). c. Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan buruk sangat umum. d. Banyaknya balita yang tidak mendapatkan imunisasi.
1178
Peran UNICEF dan Indonesia Mengurangi Angka Kematian Balita (Nurul Pratiwi)
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah: (“Angka Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi”, http://dokumen.tips/documents/angka-kematian-ibu-dan-bayi-masihtinggi.html) a. Kegiatan imunisasi pada balita harus ditingkatkan cangkupannya sehingga mencapai Universal Child Immunization (UCI). b. Peningkatan pelaksanaan ASI eksklusif, status gizi, deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang anak. c. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi terutama infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA), diare, dan malaria terutama di daerah endemik. d. Pemeriksaan kesehatan pada ibu hamil dan kehadiran serta pertolongan tenaga kesehatan yang terampil pada masa persalinan sangatlah penting. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitik. Jenis data yang digunakan adalah data Sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tinjauan pustaka (library research). Teknik analisis data menggunakan metode kualitatif. Hasil Penelitian Papua merupakan provinsi dengan angka kematian balita tertinggi di Indonesia. Tingginya Kematian balita di Papua disebabkan oleh berbagai masalah kesehatan seperti infeksi penyakit yang berhubungan dengan pola hidup yang tidak bersih dan sehat (Infeksi pernafasan akut/pneomonia, pertusis/ batuk rejan, TBC, diare, malaria, dan HIV/AIDS), kondisi geografis Papua yang sulit untuk di tempuh menjadikan banyak daerah terisolasi dari berbagai akses, serta minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan pemenuhan gizi bagi Ibu hamil dan balita membuat banyak balita di Papua menderita malnutrisi atau gizi buruk. Dengan buruknya kondisi balita di Papua ini, maka pemerintah harus melakukan tindakan nyata sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyatnya. Oleh karena itu berbagai upaya dalam mengurangi angka kematian balita di Papua dilakukan oleh pemerintah, salah satu upaya untuk memaksimalkan pengurangan angka kematian balita ini adalah bekerjasama dengan UNICEF. Dalam upaya pengurangan angka kematian balita oleh pemerintah Indonesia dan UNICEF tidak terlepas dari perannya masing-masing. Peran Pemerintah Daerah Papua dalam masalah ini adalah: a) Melakukan upaya-upaya promosi, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular endemis. b) melakukan surveillance terhadap suatu penyakit menular tertentu yang dilakukan minimal sekali dalam setahun. c) mengumumkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) suatu penyakit dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. d) menanggulangi terjadinya kejadian luar biasa suatu penyakit dengan menggerakan semua institusi terkait dalam upaya penanggulangan secara komprehensif. e) melakukan system kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berpotensi mewabah.
1179
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1175-1184
Adapun Peran UNICEF dalam menurunkan angka kematian balita adalah: a) UNICEF berperan sebagai lembaga yang memberikan bantuan teknis dalam penanganan kasus kematian balita di Indonesia, yaitu dengan cara memberikan alokasi dana untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan bantuanbantuan secara teknis berupa alat-alat kesehatan, tenaga ahli, penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung upaya penurunan kematian balita di Papua. b) UNICEF adalah sebagai wadah dari semua lapisan masyarakat untuk berkonsultasi, memperoleh perawatan, mendapatkan informasi terkait faktor penyebab kematian balita dan cara menanganinya. UNICEF merupakan wadah berkumpulnya masyarakat dan turut melibatkan mereka dalam upaya penurunan angka kematian balita. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan penyuluhan dengan memberikan informasi mengenai faktor- faktor yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung terhadap kematian balita, dan cara menanganinya. Dengan kata lain UNICEF berperan sebagai fasilitator dalam berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah papua. Upaya Pemerintah Daerah Papua dalam Mengurangi Angka Kematian Balita di Papua Dalam mengurangi angka kematian balita di Papua, pemerintah daerah Papua telah melakukan berbagai upaya agar pengurangan jumlah angka kematian pada balita di Papua dapat terwujud. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah Papua dalam mengurangi angka kematian balita di Papua dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: a) Upaya Pencegahan: Imunisasi dapat mencegah balita terinfeksi berbagai macam penyakit berbahaya seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dan lain-lain yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan bahkan dapat berujung pada kematian. Kementerian kesehatan membentuk tim imunisasi bergerak. Tim ini berpindah dari satu kampung ke kampung lainnya dalam upaya pemberian imunisasi, tim ini terdiri dari tenaga medis yang direkrut dari Papua.
b) Upaya Penanganan: 1. Program TMC (Team Mobile Clinic) atau puskesmas keliling merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Papua. 2. Pemerintah Provinsi Papua menyiapkan dana sebesar Rp 3,5 miliar untuk menyewa pesawat dari empat maskapai guna mengangkut pasien dari pedalaman ke fasilitas kesehatan rujukan. c) Upaya Edukatif: Dinas Kesehatan Papua membentuk “Satgas Kaki Telanjang” yang terdiri dari para petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan dari kampung ke kampung. Sebanyak 96 orang tergabung dalam satgas kaki telanjang yang terdiri dari dokter, bidan, ahli gizi, kesehatan lingkungan, dan apoteker yang bertugas melayani masyarakat Papua langsung dari rumah ke rumah.
1180
Peran UNICEF dan Indonesia Mengurangi Angka Kematian Balita (Nurul Pratiwi)
Upaya Kerjasama Pemerintah Daerah Papua dengan UNICEF dalam Mengurangi Angka Kematian Balita di Papua Demi memaksimalkan upaya pengurangan angka kematian balita, maka pemerintah juga melakukan kerjasama dengan berbagai pihak lain, salah satunya adalah dengan UNICEF. Beberapa bentuk upaya kerjasama antara Pemerintah Daerah Papua dengan UNICEF dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: a) Upaya Pencegahan: Kebersihan yang terjaga dapat mencegah balita dari infeksi berbagai penyakit yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan seperti diare dan penyakit lainnya. Masalah seperti sulitnya memperoleh air bersih dan buruknya sanitasi di Papua menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian balita. Pemerintah daerah papua didukung oleh UNICEF menanamkan kesadaran pentingnya sanitasi melalui program Sanitasi Total Berbasis masyarakat (STBM), program ini merupakan program pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. Strategi STBM adalah untuk mencapai kodisi ideal, kondisi ini berdasar pada lima pilar yaitu: a. Stop buang air besar sembaranagn (Stop BABS). b. Cuci tangan pakai sabun (CTPS). c. Mengelola air minum dan makanan yang aman. d. Mengelola sampah dengan benar e. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan benar. b) Upaya Penanganan: 1. Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan UNICEF menerapkan program Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) di Jayawijaya, Papua. Program ini adalah sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan dasar di wilayah sulit, karena kendala keterbatasan tenaga kesehatan, kendala budaya, kendala geografis, transportasi demi menekan angka kematian balita. Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis Masyarakat (MTBS-M) merupakan model pendekatan untuk memberdayakan masyarakat dalam tatalaksana anak balita sakit. Intervensi utama yang masuk dalam paket MTBS-M ini adalah: a. Pemberian Kotrimoksazol untuk pneumonia. b. Pemberian oralit dan zinc untuk diare. c. Pemberian Kotrimoksazol untuk disentri. d. Perawatan tali pusat bayi baru lahir. e. Inisiasi menyusu dini. f. Perawatan metode kangguru untuk bayi berat lahir rendah (2000-2500 gram). 2. UNICEF mengalokasikan dana sebesar Rp 6,5 miliar untuk membangun fasilitas penampung air hujan dan sanitasi lingkungan di empat kabupaten, Provinsi Papua. c) Upaya Edukatif: Direktorat Bina Gizi bersama UNICEF telah melaksanakan pelatihan fasilitator untuk Paket Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) sebanyak dua angkatan dengan peserta yang berasal dari Kementerian Kesehatan RI (Direktorat Bina Gizi, Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Direktorat Bina Kesehatan Anak),
1181
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1175-1184
Dinas Kesehatan Provinsi, Bidan Desa, TPG, sukarelawan ASI, serta LSM daerah, nasional, maupun internasional di wilayah Papua. Hambatan yang Dihadapi dalam Upaya Mengurangi Angka Kematian Balita di Papua. Upaya pengurangan angka kematian balita di Papua yang dilakukan oleh pemerintah dan UNICEF tidaklah mudah, seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa provinsi Papua merupakan daerah dengan angka kematian balita tertinggi di Indonesia, maka permasalahan yang di hadapai pastilah cukup kompleks. Beberapa faktor yang menjadi penghambatan utama dalam proses upaya pengurangan angka kematian balita ini adalah: a) Faktor geografis wilayah Papua yang luas dengan sebaran penduduk dan pelayanan kesehatan yang tidak merata, jarak rata-rata antara pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang satu dengan yang lain terbilang cukup jauh (ratarata 1.200 km2), hal ini diperburuk dengan belum adanya fasilitas transportasi umum yang memadai yang mempersulit mobilisasi baik bagi masyarakat ataupun bagi tenaga kesehatan yang akhirnya membuat masyarakat Papua yang berada di daerah terpencil di pedalaman menjadi terisolasi dan kesulitan mengakses fasilitas kesehatan yang ada. b) Faktor minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang berada di kawasan pedalaman Papua. Terdapat lebih dari 4000 desa di Papua, namun hanya 1100 desa yang memiliki sarana dan tenaga kesehatan. c) Faktor rendahnya kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya kesehatan dan pola hidup sehat. Banyak masyarakat Papua acuh terhadap kesehatan balitanya, mereka baru akan membawa balita mereka untuk berobat jika dianggap penyakitnya cukup berat, padahal kematian balita karena infeksi penyakit dalam beberapa kasus dapat disembuhkan jika terdeteksi sejak awal dan dilakukan pengobatan perawatan yang intensif. Jika dilihat dari berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi angka kematian balita di Papua, pemerintah dan UNICEF telah berusaha secara optimal dalam membentuk berbagai program yang inovatif dalam mengatasi segala faktor penyebab kematian balita di bidang kesehatan, akan tetapi tingkat kesulitan utama pemenuhan akses kesehatan di Papua adalah karena masalah georgrafis, seharusnya pemerintah juga terfokus pada pemenuhan program yang dapat membangun infrastruktur di daerah terpenpencil Papua seperti akses penghubung berupa jalan, jembatan, dan transportasi umum yang memadai. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pemerintah dan UNICEF telah berkontribusi dalam upaya pengurangan angka kematian balita di Papua. Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu dengan melakukan upaya pencegahan berupa pembentukan tim imunisasi bergerak yang berpindah dari satu kampung ke kampung lainnya dalam upaya pemberian imunisasi, upaya dalam bentuk penanganan berupa program puskesmas keliling demi meningkatkan pelayaan kesehatan dan menyiapkan dana sebesar Rp 3,5 miliar untuk menyewa pesawat guna mengangkut pasien dari pedalaman ke fasilitas kesehatan
1182
Peran UNICEF dan Indonesia Mengurangi Angka Kematian Balita (Nurul Pratiwi)
rujukan, upaya yang bersifat edukatif diwujudkan dengan pembentukkan Satgas Kaki Telanjang guna melakukan penyuluhan dari kampung ke kampung. Demi memaksimalkan upaya pengurangan angka kematian balita, maka pemerintah juga melakukan kerjasama dengan berbagai pihak lain, salah satunya adalah dengan UNICEF. Bentuk upaya pencegahan yang dilakukan adalah melalui program Sanitasi Total Berbasis masyarakat (STBM), program ini merupakan program pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, upaya penanganan dalam bentuk program Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) sebagai model pendekatan untuk memberdayakan masyarakat dalam tatalaksana anak balita sakit, adapun upaya dalam bentuk edukatif berupa pelatihan fasilitator untuk Paket Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA). Upaya yang telah dilakukan pemerintah secara independen ataupun melalui jalur kerjasama dengan UNICEF dirasa belum berhasil mengatasi masalah kematian balita di Papua mengingat segala upaya tersebut masih terbentur dengan beberapa hambatan seperti fasilitas penghubung yang belum memadai sehingga masalah geografis masih menjadi hambatan terbesar, kemudian minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang tersedia, serta rendahnya kesadaran masyarakat Papua itu sendiri akan pentingnya kesehatan dan pola hidup sehat. Daftar Pustaka Buku Parthiana, I Wayan. 2002. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1. Bandung: Mandar Maju. Rudy, T. May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama. Stalker, Peter. 2008. Millennium Development Goals. UN. Suherman, Ade Maman. 2003. Organisasi Internasional dan Intergrasi Ekonomi Regional Dalam Prespektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Supriyantoro. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. UNICEF. 2012 . Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Media elektronik Angka Kematian Balita di Indonesia Turun, terdapat http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/angka-kematian-balita-diindonesia-turun ,diakses pada 06 April 2016.
di
1183
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1175-1184
Angka
Kematian Balita, terdapat https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=78 , diakses April 2016.
di 05
Angka
Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi, terdapat http://dokumen.tips/documents/angka-kematian-ibu-dan-bayi-masihtinggi.html, diakses tanggal 01 Juli 2016.
di
Angka kematian Ibu Melahirkan di Papua tertinggi Ketiga Nasional, terdapat di tabloidjubi.com/2014/04/08/angka-kematian-ibu-di-papua-teritinggi- ketiganasional/, diakses pada 02 Agustus 2016. Mati
Sia-sia: Kegagalan Sistem Kesehatan Papua, terdapat di http://www.academia.edu/12132635/Mati_SiaSia_Kegagalan_System_Kesehatan_di_Papua, diakses 02 Agustus 2016.
Peran United Nations Children’s Fund (UNICEF) dalam Millennium Development Goals (MDGs) di Vietnam, terdapat http://ideantara.com/pdf/?id=62, diakses tanggal 01 Juli 2016.
di
World Bank Menyatakan Bahwa Indonesia Masuk ke Dalam Jajaran 10 Negara Dengan Ekonomi Terbesar di Dunia, terdapat di http://startupbisnis.com/ekonomi-indonesia-world-bank-menyatakan bahwaindonesia-masuk-ke-dalam-jajaran-10-negara-dengan-ekonomiterbesar-di-dunia/, diakses tanggal 01 Juli 2016.
1184