UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR DI KOTA SAMARINDA Marlon Ivanhoe Aipassa1 dan Sariyanto Karno2 1
2
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda. Kementerian PU Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Kaltim, Samarinda
ABSTRACT. Hydrological Functions Improvement on Batu Besaung Catchment Area to Anticipate Flood in Samarinda City. The aims of the study were to calculate the design peak flood discharge for 50-years time period to determine the capacity of the river in order to accommodate the flood discharge and its development plans and planning for flood prevention efforts of the Batu Besaung Catchment area as well. Several small-tributaries contribute water flow to the Batu Besaung river. The distribution network of the rivers and its tributaries show a pattern of river network with a dendritic pattern and also form of the water catchment area is somewhat rounded elongated like pear fruit that has the characteristics of the river water runoff is relatively faster than the upstream toward the downstream. Results of the study were as follows: the length of the Batu Besaung river was 4.6 km, covers an area of 588 hectares of catchment, hydraulic gradian was 2.826%, normal hydrolic capacity was 6.99 m3/second and the maximum flood discharge was 275 m3/second (for over 50 years) with a rating curve between water level to the magnitude of the flood discharge (peak flood) occurred after 3 hours of rain and then flood discharge becomes normal gradually. Based on the results of this studies, it is absolutely necessary to do normalization of rivers and prepare a retention ponds, if the land clearing (for mining, housing, other landuse activities) is intensively continued on this area. Moreover, it is needed to store for a while the water during flood while very large in quantity, in order not to inundate local people housing and estates around the banks of Batu Besaung river and the surrounding community as well. Location of retention ponds require further planning by considering topography, availability of land and other factors. Land clearing in Batu Besaung Catchment area can only be done if the retention pond is properly built with sufficient capacity. Kata kunci: kapasitas hidrolika, debit banjir puncak, daerah aliran sungai
Dinamika perubahan penggunaan dan pembukaan lahan di wilayah Kota Samarinda sangatlah tinggi sejalan dengan meningkatnya perkembangan yang pesat di segala sektor. Kawasan-kawasan yang berpotensi untuk difungsikan sebagai kawasan lindung banyak mengalami perubahan di beberapa tempat, baik di daerah perbukitan maupun di daerah resapan air sebagai penampung air alami. Kegiatan lain yang juga berpengaruh tehadap fungsi hidrologis adalah pertambangan batubara. Tidak mustahil bahwa masalah banjir menjadi topik hangat yang sering dibicarakan seiring juga dengan tingginya curah hujan yang diakibatkan adanya berbagai bentuk perubahan tata guna lahan yang berimplikasi pada bermunculan beberapa genangan baru dan banjir pada kawasan perkotaan bahkan jalan raya yang pada akhirnya perlu disiapkan solusi terbaik. 25
26
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Fenomena terjadinya banjir yang merupakan suatu bencana yang sering terjadi pada beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kota Samarinda dipengaruhi oleh adanya kontribusi aliran permukaan (surface run-off) yang relatif besar dan laju tanah yang tererosi sebagai sumber pendangkalan alur sungai (Aipassa dan Tandirogang, 2010). Hal ini juga diperburuk oleh pembukaan lahan bervegetasi rapat, kegiatan pertambangan batu bara yang tidak berwawasan lingkungan, pembukaan lahan untuk pemukiman dan sebagainya. Banjir terjadi pada saat turun hujan deras dengan intensitas relatif tinggi bersamaan dengan terjadinya arus balik (back water) dari pasang surut air laut. Selain itu secara simultan juga terjadi karena pengaruh kondisi fisiografi atau topografi yang relatif berbukit-bukit dan adanya perluasan lahan terbuka pada Sub DAS Batu Besaung. Sementara kapasitas tampung saluran-saluran sungai dan anak sungai serta kawasankawasan tampungan air yang terdapat pada Sub DAS ini sudah tidak mampu lagi menerima dan menampung limpasan air hujan tersebut. Program pengendalian banjir Kota Samarinda sejauh ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun dari Pemerintah Pusat. Sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah cukup jelas untuk mengendalian banjir kota Samarinda dengan tujuan untuk mengamankan hasil-hasil pembangunan dari bahaya banjir. Kawasan Sub DAS Batu Besaung merupakan kawasan pembangunan, sehingga dampak aktivitas tersebut tentu perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kemungkinan kejadian bencana banjir dan laju erosi tanah, sehingga hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan kajian terhadap kondisi hidrologi pada Sub DAS Batu Besaung karena merupakan satuan unit bentang lahan (landscape) yang di dalamnya terdapat suatu ekosistem yang cukup komplek (Aipassa dan Tandirogang, 2010). Dalam perencanaan pengendalian banjir suatu kota, hal yang perlu mendapat perhatian secara khusus adalah upaya pengendalian banjir, baik sebagai akibat dari perubahan tataguna lahan, masalah drainase, pembebasan lahan untuk menanggulangi banjir, meluasnya wilayah permukiman dikawasan daerah Aliran Sungai (DAS) dan daerah terbuka hijau serta akibat menurunnya kapasitas pengaliran sungai-sungai yang berfungsi sebagai saluran, agar terwujud suatu lingkungan yang bebas dari banjir (Aipassa dan Tandirogang, 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Berapa debit rancangan puncak banjir untuk kala ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di Sub DAS Batu Besaung? 2. Bagaimana bentuk rating curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit yang diakibatkan oleh penambahan debit banjir dari limpasan air hujan? 3. Berapa besar kapasitas sungai dalam rangka menampung debit banjir rencana dan perkembangannya? 4. Bagaimana penggunaan lahan di kawasan Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air ? 5. Kawasan mana yang berpotensi rawan banjir di daerah Sub DAS Batu Besaung?
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
27
Tujuan penelitian ini adalah menghitung debit rancangan puncak banjir untuk kala ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di Sub DAS Batu Besaung; mengetahui bentuk rating curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit yang diakibatkan oleh penambahan debit banjir dari limpasan air hujan; mengetahui besar kapasitas sungai dalam rangka menampung debit banjir rencana dan perkembangannya; mengidentifikasi sistem penggunaan lahan pada Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air; mengetahui kawasan mana saja yang berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung. METODE PENELITIAN Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini adalah Sub DAS Batu Besaung Kelurahan Sempaja Utara, Kota Samarinda (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai April 2011. Data hidrologi dalam hal ini berupa data curah hujan, di mana dalam studi ini dipakai data curah hujan dari stasiun pencatat curah hujan Bandara Temindung (BMKG). Distribusi hujan harian rata-rata di Stasiun Pencatat Hujan Temindung yang tercatat mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2011 (20 tahun). Pendekatan yang digunakan adalah dengan cara analisis data hidrologi sebagai salah satu metode yang dipakai dalam menganalisis curah hujan rancangan antara lain Distribusi Gumbel dan Log Person Type III. Dalam perencanaan pengendalian banjir analisis hidrologi merupakan salah satu tahapan yang mendasari analisis-analisis yang lain (Hadisusanto, 2010). Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh dengan pengambilan data secara langsung di lapangan. Data ini berupa fotofoto dokumentasi lokasi penelitian dan pengukuran dimensi sungai serta saluran ekisting atau secara langsung di lapangan. Data sekunder yaitu data yang telah ada, yang diambil dari instansi-instansi terkait. Teknik pengumpulan data primer terdiri dari: melakukan observasi dan survei identifikasi penyebab banjir, kondisi daerah genangan dan penyebabnya; melakukan pengukuran langsung kondisi dimensi Sub DAS Batu Besaung; melakukan survei dan inventarisasi bagaimana kondisi daerah resapan di daerah Sub DAS Batu Besaung dan melakukan survei identifikasi kondisi daerah studi/lahan, pemanfaatan dan potensinya dan sebagainya. Data sekunder terdiri dari: data curah hujan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992 sampai 2011, dari Stasiun Bandara Temindung ( Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Samarinda); Peta topografi/rupa bumi dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Bogor di Bappeda Kota Samarinda; Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang berupa peta tata guna lahan Kota Samarinda dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur; Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berupa peta acuan dalam pemanfaatan ruang sehingga perkembangan sosial ekonomi dapat berjalan secara efisien dan efektif dengan mempertahankan kualitas lingkungan dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur dan data kependudukan (monografi) di daerah Sub DAS Batu Besaung (Kelurahan Sempaja Utara) tahun 2011.
28
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Sub DAS Batu Besaung
Gambar 1. Lokasi Sub DAS Batu Besaung
LEGENDA :
1
BATAS DAS
ANAK SUNGAI
JALAN SETAPAK
KETINGGIAN KONTUR
JALAN KOLEKTOR
ARAH ALIRAN SUNGAI
SUNGAI
JALAN PENGHUBUNG
GARIS KONTUR
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
29
Data dianalisis dengan cara: mengindentifikasi kondisi biogefisik, meliputi penutupan lahan atau pola penggunaan lahan, topografi, geologi, jenis tanah dan hidrologi pola jaringan sungai serta kondisi iklim dari Sub DAS Batu Besaung; mengkaji konfigurasi lapangan pada Sub DAS Batu Besaung untuk menentukan kawasan-kawasan yang relatif rendah atau paling rendah, sehingga pada kawasankawasan yang relatif rendah ini dapat digunakan untuk menopang keperluan analisis kawasan-kawasan yang rawan banjir; memprediksi dan menganalisis parameterparameter laju erosi tanah dan untuk menunjukkan nilai degradasi lahan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir pada Sub DAS Batu Besaung, selanjutnya parameterparameter debit limpasan air maksimum dan debit banjir rancangan untuk menentukan nilai degradasi keseimbangan tata air yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan banjir pada Sub DAS Batu Besaung; menghitung tingkat koefisien limpasan permukaan, debit limpasan air sungai maksimum dan debit banjir rancangan; menentukan kawasan berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung (Soewarno,1991; Anonim, 1991; Hadisusanto, 2010). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Batas Sub DAS Batu Besaung Sub DAS Batu Besaung secara administratif pemerintahan termasuk wilayah Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara dengan batas-batas wilayah Sub-sub DAS sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Lempake, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kelurahan Air Putih, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sempaja Selatan. Kondisi Topografi Secara umum kondisi tofografi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung didominasi oleh daerah perbukitan bergelombang dan dataran. Daerah perbukitan bergelombang umumnya berupa rangkaian beberapa kelompok perbukitan sedang hingga tinggi, yang mana posisi masing-masing rangkaian perbukitan tersebut relatif hampir sejajar dengan arah timur laut–barat daya. Ditinjau dari kenampakan bentang alamnya, secara umum wilayah Sub Das Batu Besaung merupakan kawasan perbukitan bergelombang lemah hingga sedang dengan ketinggian 25–100 m dpl. Kondisi Geologi Kondisi geologi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung terdiri dari singkapan batuan lapuk muda dan batuan lapuk tua, batuan lapuk muda tersusun oleh litologi batu pasir dengan perselingan batu lempung, sedangkan batuan lapuk tua berupa tanah merah yang merupakan hasil pelapukan batuan lapuk muda. Batuan-batuan tersebut merupakan hasil dari pelapukan batuan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang. (Anonim, 2009).
30
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Kondisi Hidrologi Lokasi studi adalah Desa Batu Besaung dan Desa Bayur yang merupakan wilayah terdekat dari rencana lokasi penambangan batu bara PT Insani Bara Perkasa tepatnya pada pit blok Bayur dan terletak di Sub DAS Batu Besaung. Sungai Batu Besaung adalah penyumbang utama aliran dan bermuara di Sungai Karang Mumus. Dalam peta hidrologi Desa Batu Besaung dan Desa Bayur termasuk dalam Sub DAS Batu Besaung. Sub DAS Batu Besaung memiliki luas 588 ha (5,88 km2), panjangnya kurang lebih 4,60 km berada di Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda Utara yang luasnya 4.533 ha (453,3 km2). Beberapa anak sungai berukuran kecil menyumbang air ke dalam Sungai Batu Besaung. Bila melihat kondisi dengan jaringan sungai-sungai pada Sub DAS Batu Besaung dapat diperoleh gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya menunjukkan pola jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern). Karakteristik pola ini adalah gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau muara sungai. Kondisi hidrologi di wilayah studi ini selain bercirikan percabangan pohon (dendritic pattern), juga bentuk daerah tangkapan airnya (DTA) agak bulat memanjang seperti buah pear yang memiliki karakteristik limpasan air sungai yang relatif cepat. Kondisi Penutupan Vegetasi Jenis penutupan vegetasi sebagian besar lahan Sub DAS Batu Besaung ini sebagian besar adalah hutan. Penutupan lahan di sekitar Desa Batu Besaung umumnya didominasi oleh hutan dengan pohon dan semak belukar, juga terdapat perkebunan dan persawahan penduduk setempat yang berukuran sedang. Jenis penutupan vegetasi sebagian besar didominasi oleh hutan sekunder, tanaman perkebunan, ladang dan kebun buah-buahan milik masyarakat setempat. Selain juga dijumpai hamparan semak belukar dan alang-alang. Kondisi ekisting Sub DAS Batu Besaung bagian hulu seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kondisi Lahan Ekisting Sub DAS Batu Besaung Bagian Hulu
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sub DAS Batu Besaung mencakup hampir satu kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Utara. Jumlah penduduk yang mendiami Sub DAS ini berjumlah 12.636
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
31
jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayahnya, kepadatan penduduk di wilayah ini tergolong sangat padat, karena lebih dari 500 jiwa/km2, bahkan sepuluh kali lipat lebih. Luas DAS dan Debit Banjir Berdasarkan hasil perhitungan luas Sub DAS Batu Besaung dengan menggunakan metode analisis sistem sumbu koordinat X dan Y atau perhitungan statistik diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut: 1. Luas DAS 588 ha atau 5,88 km2. 2. Sungai terpanjang dari bagian hulu sampai bagian hilir adalah 4.600 m atau 4,60 km. 3. Kemiringan dasar sungai (gradian hidrolik) 2,826% dengan waktu inlet 0,142 jam, waktu konsentrasi (tc) 0,99 jam. 4. Intensitas curah hujan 39,504 mm/jam. 5. Debit buangan air hujan berdasarkan peta pemanfaatan lahan 6,780 m3/detik. 6. Debit air buangan penduduk 10,829 m3/detik. 7. Debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122 m3/detik dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa. Bila melihat kondisi dengan jaringan Sub DAS Batu Besaung dapat diperoleh gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya menunjukkan pola jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern). Karakteristik pola ini gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau muara sungai dan berdasarkan perhitungan DAS normal hanya dapat menampung 6,559 m3/detik, sedangkan debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122 m3/detik; dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa, maka kondisi Sub DAS tidak mampu menampung dan pasti akan terjadi limpasan dan banjir. Maka berkaitan dengan hal tersebut perlu pengkajian potensi alamiah Sub DAS dalam mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non struktural.
Gambar 3. Grafik HSS Nakayasu Periode Kala Ulang 50 Tahun Sub DAS Batu Besaung
32
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Perhitungan debit banjir rancangan pada Sub DAS Batu Besaung dilakukan dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu seperti pada Gambar 3. Kondisi pada Sub DAS Batu Besaung ini hampir sama dengan DAS Karang Asam Besar untuk rancangan debit banjir kala ulang 50 tahun sebesar 250,014 m3/detik (Tabel 1), perlu segera dilakukan upaya normalisasi sungai untuk memperlancar aliran sungai yang terjadi penyempitan dan pengkajian kondisi topografi pembuang alur sungai baru (pembuatan kanal) jaringan pengendali banjir yang memotong sungai ke daerah hilir yang kondisi topografinya rendah untuk memindahkan debit banjir ke sungai-sungai yang mampu menampung debit banjir atau pembuatan embung dan bendungan dalam penanganan banjir jangka panjang. Tabel 1. Hasil Rancangan Debit Banjir Per Kala Ulang Sub DAS Batu Besaung No 1 2 3 4 5
Kala ulang (tahun) 2 5 25 50 100
Debit banjir 3 rancangan (m /detik) 108,069 193,656 234,781 250,014 265,880
Debit kondisi sungai normal 3 (m /detik) 6,999 6,999 6,999 6,999 6,999
Kajian Banjir pada Sub DAS Batu Besaung Kajian banjir dilakukan dengan menggunakan kala ulang 50 tahun, dengan alasan pengambilan kala ulang 50 tahun adalah sesuai umur rencana bangunan dan mencegah terjadinya pemborosan dalam mendimensikan perencanaan normalisasi sungai dan konstruksi lainnya, karena dikhawatirkan normalisasi dan biaya terlalu besar jika memakai kala ulang lebih dari 50 tahun dan akan terlalu kecil jika menggunakan kala ulang di bawah 50 tahun. Kajian banjir dilakukan dengan meninjau kondisi lahan sebelum dibuka dan sesudah dibuka untuk tambang batu bara, pemukiman, perumahan, industri dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk melihat seberapa besar dampak peningkatan volume banjir akibat pembukaan lahan dan untuk keperluan penannggulangan banjir. Pada lokasi RT 28 Batu Besaung Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda Utara, sebelum lahan dibuka, debit puncak kala ulang 50 tahun mencapai 63,75 m3/detik. Jika keseluruhan lahan dibuka maka debit puncak mencapai 94,43 m3/detik. Terjadi peningkatan debit banjir sebesar 0,03 m3/detik setiap terjadi pembukaan lahan seluas 1 ha. Puncak banjir akan terjadi 3 jam setelah hujan turun. Kapasitas hidrolis sungai yang hanya sebesar 6,999 m3/detik (Tabel 1) tidak akan mampu mengalirkan keseluruhan debit banjir. Total volume air yang akan melimpas keluar dari sungai dan menggenangi daerah sekitar adalah 418.110 m3. Enam jam setelah hujan turun, debit banjir berada di bawah kapasitas hidrolis sungai sehingga genangan banjir perlahan mulai masuk ke dalam sungai.
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
33
Tinjauan banjir dilanjutkan dengan menganalisis kondisi banjir setelah terjadi pembukaan lahan. Jika seluruh lahan dibuka maka debit puncak menjadi 94,43 m3/detik dan total volume air yang tidak mampu dialirkan oleh sungai Batu Besaung meningkat menjadi 1.569.178 m3. Terjadi peningkatan volume genangan banjir sebesar 1.569.178 – 1.160.000 = 409,18 m3. Hasil Penentuan Kerawanan Banjir Sub DAS Batu Besaung Kondisi kerawanan banjir di daerah penelitian berdasarkan tujuan penelitian diklasifikasikan menjadi lima kelas kerawanan banjir, yaitu sangat rawan, rawan, cukup rawan dan tidak rawan. Kelas rawan merupakan kelas yang terluas, yaitu dengan luas sebesar 4,10 km2 atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan, kemudian disusul berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2 atau sekitar 28,92%, sangat rawan dengan luas 0,08 km2 atau sekitar 1,36%, sedangkan kelas tidak rawan tidak terdapat di daerah penelitian. Kondisi ekisiting Sub DAS Batu Besaung pada saat banjir ditampilkan pada Gambar 4 dan rincian kerawanan banjir ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kerawanan Banjir di Sub DAS Batu Besaung No. 1 1 2 3 4
Tingkat kerawanan Luas (%) banjir (km2) Sangat rawan 0,08 1,36 Rawan 4,10 69,72 Cukup rawan 1,70 28,92 Agak rawan 0,00 0,00 Tidak rawan 0,00 0,00 Jumlah 5,88 100,00
Gambar 4. Kondisi Pemukiman pada Sub DAS Batu Besaung Saat Banjir
Upaya Penanganan Sebagai upaya untuk menangani masalah air banjir tersebut, maka saran-saran dan masukan yang dapat diajukan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan sebagai upaya penanganan banjir pada Sub DAS Batu Besaung yang harus segera ditindaklanjuti agar bencana banjir di daerah tersebut tidak meluas adalah: 1. Segera melakukan upaya pembenahan alur Sub DAS Batu Besaung untuk memperlancar aliran air di daerah ini. Pembenahan dapat dilakukan dengan normalisasi alur dan penguatan tebing sungai dengan penurapan (parapet). Alternatif parapet ini memang cukup mahal namun untuk lokasi yang padat penduduk dan sempitnya lahan konstruksi seperti pada Sub DAS tersebut akan lebih efektif.
34
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
2. Segera melakukan upaya kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub DAS Batu Besaung. 3. Diupayakan peningkatan saluran drainase yaitu menambah kapasitas saluran dan pembenahan dinding saluran, pemeliharan saluran yang telah dipenuhi sedimen juga harus dilaksanakan untuk mengembalikan tingkat fungsional saluran drainase. 4. Lokasi rawan terutama di daerah tengah Sub DAS Batu Besaung sangat berperan dalam mereduksi banjir yang turun ke daerah hilir. Rawa kedua tempat ini cukup luas, sehingga akan sangat efektif sebagai lokasi retarding basin Sungai Batu Besaung. Saat ini lokasi ini sebagian telah diperuntukan bagi permukiman penduduk, sangat disayangkan bila perumahan di sini dalam konstruksinya dilakukan penimbunan dengan menimbun tanah, karena timbunan tanah ini akan mengurangi volume dari rawa yang berdampak pada mengecilnya daya reduksi banjir oleh rawa kawasan ini. 5. Diperlukan penegakan hukum sesuai peraturan tentang sempadan sungai guna mengelola Sub DAS Batu Besaung yang sudah terlanjur kumuh. 6. Pengelolaan daerah penguasaan sungai harus dilakukan secara sinergi oleh seluruh instansi terkait dengan melibatkan masyarakat. 7. Sosialisasi peraturan pada masyarakat agar masyarakat paham akan fungsi sungai termasuk bantarannya. 8. Pemerintah Kota Samarinda dan Instansi Teknis di antaranya Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda, Dinas Pengembangan Pemukiman Kota Samarinda, Badan Lingkungan Hidup, Dinas DKP dan Instansi Teknis lainnya yang sangat berperan penting dalam hal penanganan banjir di Kota Samarinda hendaknya perlu melakukan penyuluhan, mengajak peran serta masyarakat untuk tidak membuang sampah pada saluran dan sungai serta agar tidak menutup saluran-saluran tersier (yang lebih kecil). Sebaliknya diperlukan kesadaran masyarakat untuk berperan serta menjaga dan memperbaiki sungai, agar saluran sungai dapat berfungsi dengan benar. 9. Perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan bagi pengembang pemukiman agar mematuhi tata guna lahan atau rencana tata ruang kota yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Samarinda, terutama dalam rangka melindungi daerah resapan tampungan air. 10. Koordinasi antar instansi sangat penting dalam menunjang keberhasilan penanganan masalah banjir ini. Oleh karena itu semua instansi pemerintah maupun swasta yang mempunyai andil besar dalam penetapan konsep sistem drainase dan alirannya sehubungan dengan perencanaan pengembangan kawasan pemukiman dan perkotaan yang telah didesain sebagaimana dapat dilihat dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Samarinda 2011-2020 perlu dilibatkan dalam semua kegiatan perencanaan alur drainase ini, kalau perlu duduk satu meja untuk merevisi kembali RTRW dan RDTRK yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda. 11. Ketiga aspek dalam Propeda Kota Samarinda yaitu aspek teknik, ekonomi dan sosial dapat dituangkan dalam suatu tindakan nyata yakni land-banking (bank tanah) yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah Daerah dan Urban
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
12.
13.
14.
15.
35
Renewal (peremajaan pemukiman rumah). Data yang ada dalam land banking dapat digunakan untuk pelaksanaan land consolidation, sedang Urban Renewal dalam pelaksanaanya memerlukan land consolidation. Dalam menetapkan kawasan konsolidasi tanah, Walikota Samarinda harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Kota dan Properda/Repeta yang sudah disahkan oleh DPRD Kota Samarinda, baik secara langsung maupun melalui land consolidation harus dapat menjadi dasar dalam pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan banjir secara terpadu dimulai dari perencanaan dari daerah hulu sampai hilir. Di samping dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lainnya seperti permukiman kumuh, sampah, distribusi lahan yang tidak merata, tidak teraturnya tata ruang dan sebagainya. Membentuk satuan pengamanan dan pengawasan pembangunan untuk mengamankan, mengawasi dan menerbitkan pembangunan banguan termasuk pembangunan di kawasan-kawasan khusus seperti pengamanan sempadan sungai dan alur air lainya (drainase) dan kawasan-kawasan jalur hijau. Dalam mengajukan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pemohon juga sebaiknya diwajibkan melengkapi gambarnya dengan desain saluran drainase di areal tanah yang akan dibangun dan orientasi arah buangan ke saluran kota dan dilengkapi juga dengan rencana pengembangan selanjutnya. Perijinan lainnya yang berhubungan dengan pembukaan lahan, seperti pembukaan lahan untuk penyiapan areal perumahan dan galian C harus dilengkapi dengan dokumen lingkungan dan rencana detail existing dan rencana termasuk di dalamnya rencana sistem drainase baik untuk air hujan maupun sedimentasi yang semuanya diorientasikan untuk ramah lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kajian hidrologi didapat panjang Sub DAS Batu Besaung 4,6 km, luas 588 ha, gradian hidrolik 2,826%, debit Sub DAS normal 6,999 m3/dtk (kapasitas hidrolis) dan debit banjir maksimum 275 m3/dtk (kala ulang berdasarkan umur rencana bangunan 50 tahun) dengan rating curve antara tinggi muka air dengan besarnya debit banjir (puncak banjir) terjadi pada jam ketiga atau terjadi puncak banjir setelah 3 jam turun hujan kemudian berangsur-angsur normal debit banjirnya. Kelas kerawanan banjir rawan merupakan kelas yang terluas sebesar 4,106 km2 atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan, kemudian disusul berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2 (28,92%), sangat rawan 0,08 km2 (1,36%), sedangkan kelas tidak rawan tidak terdapat di daerah penelitian. Kelas sangat rawan secara keseluruhan, terdapat di tengah wilayah tersebut dan berada di daerah sekitar kanan-kiri Sub DAS Batu Besaung. Kondisi kerawanan banjir sangat rawan tersebut memiliki karakteristik satuan lahan berupa relief yang datar, drainase permukaan dan infiltrasi tanah jelek dan sebagian sedang serta penggunaan lahan berupa permukiman, sawah dan kebun campuran dengan curah hujan 2.500–3.000 mm/th hingga curah hujan >3.000 mm/th. Lokasi sangat rawan ini sebagian besar di
36
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Kelurahan Sempaja Utara khususnya berada pada ruas jalan Padat Karya, Kawasan RT 28 di sekitar permukiman warga, di kawasan SDN 039 Jl Solong Durian, kawasan Lokalisasi WTS, Bayur dan Kawasan Betapus. Berdasarkan hasil kajian tersebut jika pembukaan lahan terus dilakukan, maka sangat mutlak harus dilakukan normalisasi sungai dan diperlukan kolam retensi guna menampung sementara volume genangan banjir yang sangat besar agar tidak menggenangi rumah dan perkebunan penduduk di sekitar bantaran Sub DAS Batu Besaung serta masyarakat sekitarnya. Letak kolam retensi memerlukan perencanaan lebih lanjut dengan mempertimbangkan topografi, ketersediaan lahan dan jenis tanah dasar. Pembukaan lahan di Sub DAS Batu Besaung hanya bisa dilakukan jika kolam retensi dibangun dengan kapasitas yang memadai. Sub DAS Batu Besaung adalah bagian dari DAS Karang Mumus, maka pembukaan lahan di lokasi ini sangatlah berisiko mengingat Sungai Karang Mumus yang sudah tidak mampu menampung debit banjir kala ulang 1 tahun sekalipun dan sesegera mungkin melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi akibat kegiatan pertambangan, baik dengan menggunakan metode vegetatif (penanaman legum cover crop, fast growing spesies dan long life spesies) maupun mekanis/teknik sipil (manipulasi bidang kemiringan/terasering, pembangunan saluran air/drainase, pembangunan drop structure). Saran Upaya pengendalian banjir pada studi ini adalah berupa kajian hidologi, merupakan salah satu acuan untuk menentukan kajian teknis untuk mengetahui kondisi DAS perlu kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub DAS Batu Besaung. Masih banyak alternatif-alternatif lain yang bisa diterapkan seperti pembuatan long storage atau retarding basin yang dikombinasi dengan rumah pompa pada bagian outletnya. Bisa juga dengan pembuatan saluran pengendali banjir (flood way), hutan rawa buatan, pembuatan sumur resapan dan masih banyak alternatif-alternatif lain yang perlu dikaji sendiri. Sosialisasi peraturan tentang pengelolaan sungai kepada instansi terkait dan masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang sama, menumbuhkan rasa kepedulian masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan sungai, antara lain dengan membentuk kelompok masyarakat peduli sungai, ketegasan pemerintah dalam menegakan peraturan perundangan. Dalam rangka mewujudkan suatu pengendalian banjir secara menyeluruh, perlu dukungan semua pihak agar perencanaan pengendalian banjir dapat berfungsi secara efektif dan efisien serta penyediaan anggaran yang memadai untuk pengelolaan sungai. DAFTAR PUSTAKA Aipassa, I.M. dan T. Tandirogang. 2010. Kajian Hidrologi dan Hidrolika Sub DAS Batu Besaung, PT Insani Baraperkasa, Samarinda. Anonim. 1991. SNI Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka. Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMP, Bandung
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis
37
Anonim. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan Peningkatan Produksi Batu Bara PT Insani Bara Perkasa, Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Hadisusanto, N. 2010. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama. Soewarno.1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Penerbit Nova. Bandung.