Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
STUDI KONSERVASI DENGAN KONSEP PENDEKATAN VEGETATIF GUNA MENGATASI KEKRITISAN LAHAN PADA SUB DAS BRANTAS HULU DI WILAYAH KOTA BATU Endro Yuwono Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang
ABSTRAKSI Wilayah Kota Batu merupakan salah satu daerah tangkapan hujan dari Sub DAS Brantas Hulu dengan luas wilayah sekitar 17.192,84 ha. Meningkatnya kerusakan fisik terjadi akibat adanya perubahan tata guna lahan yang berdampak pada menurunnya fungsi hidrologis, sehingga apabila terjadi hujan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya erosi. Berdasarkan kondisi tersebut, studi ini menganalisis seberapa besar laju erosi, besaran erosi, dan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam menganalisis besarnya laju erosi adalah metode USLE. Pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) karena dapat memudahkan dalam analisis sebaran dan pengelompokan data. Dari hasil analisis akan didapatkan Peta Tingkat Bahaya Erosi. Studi ini juga menganalisis tingkat kekritisan lahan dengan pendekatan metode infiltrasi yang berpedoman pada ketentuan yang ada, khususnya pedoman dari Departemen Kehutanan tahun 1998. Dari hasil analisis tersebut akan didapatkan Peta Kekritisan Lahan yang terjadi di daerah studi. Setelah dilaksanakannya analisis laju erosi dan kekritisan lahan, selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk melaksanakan konservasi vegetatif pada daerah studi. Usaha pendekatan konservasi vegetatif dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) contoh tanaman yang ditinjau dari segi ekonomis, hidrologis, dan sosial budaya, yaitu: tanaman apel, durian, rambutan, dan mangga. Hasil analisis tersebut merupakan rekomendasi untuk konservasi vegetatif, sehingga diharapkan dapat mengatasi kekritisan lahan yang terjadi dan dapat mengurangi nilai laju erosi yang terlalu besar. Kata Kunci: Erosi, Kekritisan Lahan, Konservasi Vegetatif.
PENDAHULUAN Latar Belakang Sub DAS Brantas Hulu merupakan sebagian kecil daerah tangkapan hujan dari DAS Brantas yang terletak di wilayah Kota Batu dan sekitarnya dengan luas sekitar 17.192,84 Ha. Perkembangan dan pertumbuhan 1
Spectra
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
penduduk yang semakin meningkat berdampak pada menyusutnya areal hutan di Sub DAS Brantas Hulu. Perubahan sistem yang semula tertutup (hutan dengan penutupan kanopi yang tinggi) sebagai daerah tangkapan hujan menjadi sistem terbuka (pemukiman dan penggunaan lahan pertanian hortikultura) mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah yang berdampak pada menurunnya fungsi hidrologi dari sistem tersebut. Apabila terjadi hujan secara terus-menerus pada kondisi tersebut, maka akan timbul bencana alam baik banjir, tanah longsor, erosi, dan kekeringan di musim kemarau. Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka perlu dilakukan upaya konservasi/pemulihan lahan di wilayah Sub DAS Brantas Hulu untuk mencegah penurunan fungsi DAS secara drastis dengan cara vegetatif. Cara vegetatif didasarkan pada peranan tanaman, dimana tanamantanaman tersebut mempunyai peranan penting untuk mengurangi erosi. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari studi ini adalah menetapkan besar laju erosi yang terjadi dan menyusun konsep konservasi lahan guna mengurangi daerah lahan kritis yang terjadi di daerah studi. Batasan Masalah Dalam studi ini untuk mencapai kesempurnaan penyelesaian masalah perlu diadakan pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut: a. Menghitung tinggi curah hujan rata-rata daerah. b. Melakukan analisis perkiraan erosi lahan untuk penetapan indeks erosi. c. Menentukan arahan konservasi vegetasi di Sub DAS Brantas Hulu di wilayah Kota Batu. Rumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah yang ada tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah studi, yaitu: berapa besar laju erosi, variasi kekritisan lahan, dan arahan konservasi di wilayah studi?
KEADAAN DAERAH STUDI Secara geografis Sub DAS Brantas Hulu terletak di 115o17’0’’ 118 19’0’’ BT dan 7o55’30’’ - 7o57’30’’LS, dengan luas 17.343,77 ha dan mempunyai luasan DAS (Catchment Area) seluas 17.192,84 ha. Secara administratif di Kota Batu terdapat 3 wilayah kecamatan dan 24 desa/kelurahan dengan batas-batas administratif sebagai berikut: • Sebelah Utara : Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan o
2
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
• Sebelah Timur
: Kecamatan Karangploso dan Singosari Kabupaten Malang • Sebelah Selatan : Kecamatan Dau dan Wagir Kabupaten Malang • Sebelah Barat : Kecamatan Pujon Kabupaten Malang
METODOLOGI STUDI Analisis Hidrologi Analisa curah hujan rerata daerah menggunakan metode Poligon Thiessen, yaitu:
Dimana: R = Curah hujan daerah (mm) R 1 ,R 2 ,…R n = Curah hujan ditiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik pengamatan (mm) 2 A 1 ,A 2 ,…A n = Bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan (km )
Analisis Erosi Erosivitas Hujan (R) Indeks erosivitas hujan dihitung dengan persamaan berikut: E . I 30 = E . I 30 . 10-2 E = 14,347 . R1,075 I 30
=
Dimana: E.I 30 = E = R = I 30 =
Indeks erosivitas hujan (ton cm/ha jam) Energi kinetic curah hujan (ton m/ha cm) Curah hujan bulanan (mm/bln) Intensitas hujan maksimum selama 30 menit 2/3 (R max /24)*(24/Durasi Hujan)
Faktor Kemiringan Lereng (LS) Dari penelitian-penelitian yang ada, diketahui bahwa proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 2%. Faktor LS dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Dalam satuan metrik LS = Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20%: 0,6
LS = (L/22,10) Dimana: L S
1/4
. (S/9)
= Panjang lereng (m) = Kemiringan lereng (%)
3
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra
Tabel 1 Nilai Faktor Kemiringan Lereng (LS) Klas Lereng
Kemiringan (%)
Rata-rata nilai S
I II III IV V VI
0–3 3–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 40 – 65
0,1 0,5 1,4 3,1 6,1 11,9
Faktor Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman (CP) 1. Faktor Indeks Konservasi Tanah (Faktor P) Nilai indeks konservasi tanah dapat diperoleh dengan membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi perlakuan pengawetan terhadap tanah tanpa pengawetan. 2. Faktor Indeks Pengelolaan Tanaman (Faktor C) Merupakan angka perbandingan antara erosi dari lahan yang ditanami sesuatu jenis tanaman dan pengelolaan tertentu dengan lahan serupa dalam kondisi dibajak tetapi tidak ditanami. Tingkat Erosi Tanah Metode pendugaan tingkat erosi tanah mengacu pada perhitungan dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Rumus utama perhitungan laju erosi adalah : A = R x K x LS x CP Dimana : -1 -1 A = Jumlah tanah yang hilang (ton ha tahun ) R = erosivitas hujan bulanan K = Faktor erodibilitas tanah (Nomograph) LS = Faktor lereng CP = Faktor tanaman dan pengelolaan lahan
Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tabel 2 Kriteria Erosi Kriteria Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
4
Erosi (ton/ha/tahun) < 15 15 ≤ 60 60 ≤ 180 180 ≤ 480 ≥ 480
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
Tabel 3 Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia
Metode Identifikasi Lahan Kritis Metode identifikasi lahan kritis telah dikembangkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan rencana rehabilitasi lahan yang akan dilakukan, antara lain meliputi: perhitungan tingkat bahaya erosi, penilaian lahan kritis, penilaian kemampuan penggunaan lahan, dan penilaian aspek ekonomi. Topografi Dari peta topografi diubah menjadi peta kemiringan lereng dan dapat ditransformasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap tingkat infiltrasi dengan pedoman sebagai berikut: Tabel 4. Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Tingkat Infiltrasi Klas
Kemiringan lerengan
I II III IV V
<8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40
Transformasi Nilai Faktor Deskripsi Datar Landai Bergelombang Curam Sangat Curam
Infiltrasi
Notasi
> 0,80 0,70 – 0,80 0,50 – 0,70 0,20 – 0,50 < 0,20
a b c d e
Sumber : Dep.Kehutanan (1998)
Tanah Dari pengujian tanah dan geohidrologi selanjutnya dilakukan transformasi berdasarkan hubungannya dengan infiltrasi dan diklasifikasikan pada tabel 5. Tabel 5 Nilai Permeabilitas dan Infiltrasi Klas
Deskripsi
I II III IV V
Cepat Agak Cepat Sedang Agak Lambat Lambat
Permebilitas (cm/jam) > 12,7 6,3 – 12,7 2,0 – 6,3 0,5 - 2,0 < 0,5
Transformasi Nilai Faktor Infiltrasi Notasi > 0,45 a 0,20 – 0,45 b 0,10 – 0,20 c 0,04 – 0,10 d < 0,04 e
Sumber : Dep.Kehutanan (1998)
5
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra
Jika informasi jenis tanah pada suatu daerah tertentu sulit didapat, maka dapat dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisa tekstur tanahnya. Tabel 6 Nilai Kapasitas Infiltrasi Klas Tekstur Tanah Pasir (Sand) Pasir berlempung (Loamy sand) Lempung berpasir (Sandy loam) Lempung (Loam) Lempung berdebu (Silt loam) Lempung liat berpasir (Sandy clay loam) Lempung berliat (Clay loam) Lempung liat berdebu (Silty clay loam) Liat berpasir (Sandy clay) Liat berdebu (Silty clay) Liat (Clay)
Laju Infiltrasi (mm/jam) (mm/hari) 21.01 505 6.12 147 2.59 62 1.32 32 0.69 16 0.43 10 0.23 5 0.15 4 0.13 3 0.10 2 0.05 1
Sumber: (Rawls et al, 1982, dalam Kustamar, 2010)
Curah Hujan Nilai RD (hujan infiltrasi) dalam kaitannya dengan potensi infiltrasi dapat diklasifikasikan pada tabel berikut. Tabel 7 Klasifikasi Nilai RD dari Hujan Klas
Deskripsi
I II III IV V
Rendah Sedang Agak Besar Besar Sangat Besar
“Nilai hujan infiltrasi” RD (Hujan Tahunan x Jumlah hari Hujan/100) < 2500 2500 – 3500 3500 – 4500 4500 – 5500 > 5500
Notasi a b c d e
Sumber : Dep.Kehutanan (1998)
Tipe Penggunaan Lahan Tabel 8 Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Tingkat Infiltrasi Aktual Parameter
Infiltrasi
Klas I II III IV V
Klasifikasi Deskripsi Besar Agak besar Sedang Agak Kecil Kecil
Notasi A B C D E
Tipe Penggunaan Lahan Hutan Lebat Hutan Produksi, Perkebunan Semak, Padang Rumput Hortikultura (landai) Pemukiman, Sawah
Klasifikasi Kondisi Daerah Resapan Kriteria yang dipakai untuk mengklasifikasi kondisi daerah resapan adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan, 1998): • Kondisi Baik, jika: nilai “infiltrasi aktual” lebih besar dari nilai “infiltrasi potensial”.
6
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
• Kondisi Normal Alami, jika: nilai “infiltrasi aktual” sama dengan nilai “infiltrasi potensial”-nya. • Kondisi Mulai Kritis, jika: nilai “infiltrasi aktual” turun setingkat dari nilai “infiltrasi potensial”-nya. • Kondisi Agak Kritis, jika: nilai “infiltrasi aktual” turun dua tingkat dari nilai “infiltrasi potensial”-nya. • Kondisi Kritis, jika: nilai “infiltrasi aktual” turun tiga tingkat dari nilai “infiltrasi potensial”-nya. • Kondisi Sangat Kritis, jika: nilai “infiltrasi” berubah dari sangat besar menjadi sangat kecil. Secara grafis, Model Identifikasi Lahan Kritis versi RLKT tersebut diilustrasikan pada Gambar 1.
Sumber: Departemen Kehutanan (1998).
Gambar 1 Skema Identifikasi Lahan Kritis Model RLKT
Konservasi Lahan Metode Vegetatif Dalam konservasi metode vegetatif, terdapat 2 (dua) mekanisme yang dimanfaatkan yaitu melalui proses intersepsi dan proses infiltrasi. 1. Metode Kesesuaian Lahan Penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatan kelas, yaitu: S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai). 2. Padanan Kesesuaian Lahan Padanan kesesuaian lahan digunakan jika tidak tersedia data/ karakteristik lahan.karena kriteria kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman, dihubungkan dengan data kualitas/karakterristik lahan dari suatu wilayah yang bersangkutan.
7
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra
3. Persyaratan Tumbuh Tanaman Persyaratan tumbuh tanaman lainnya adalah yang tergolong sebagai kualitas lahan media perakaran. Media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah serta kedalaman efektif .
Gambar 2 Diagram Alir Studi Evaluasi Lahan
Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan Menurut FAO (1976;1983) dan PCAARD (1986) beberapa kualitas lahan yang berhubungan dan/atau berpengaruh terhadap hasil atau produksi tanaman, antara lain terdiri dari: • Kondisi untuk pertumbuhan (tanah, iklim). • Kondisi sifat fisik tanah untuk diolah. • Resistensi terhadap erosi. Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur dan diestimasi. Beberapa karateristik lahan, antara lain: kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah, dan temperatur. Dalam metodologi ini dijelaskan mengenai urutan-urutan pengerjaan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data, kemudian dihitung besarnya curah hujan rata-rata daerah untuk menghitung indeks erosivitas. Setelah didapatkan nilai indeks erosivitas, dilanjutkan perhitungan laju erosi dengan menggunakan metode USLE melalui proses overlay Peta Tata Guna Lahan, Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng, dan Peta Administratif pada program Arcview GIS. Keluaran data dari proses overlay metode USLE adalah Peta Tingkat Bahaya Erosi yang sudah dikelaskan berdasarkan nilai laju erosinya. Analisis kekritisan lahan dilakukan melalui proses overlay antara Peta Kemiringan Lereng, Peta Tata Guna Lahan, Peta Jenis Tanah, dan Data Curah Hujan yang sudah diberi notasi-notasi tertentu berdasarkan pedoman dan ketentuan yang ada. Keluaran data dari proses overlay dengan menggunakan metode infiltrasi adalah Peta Kekritisan Lahan. 8
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
Setelah diadakan perhitungan tyersebut di atas, selanjutnya adalah melakukan analisis kesesuaian lahan untuk melakukan usaha konservasi vegetatif pada daerah studi. Dalam proses overlay ini data yang digunakan antara lain Data Curah Hujan, Syarat Tumbuh Tanaman, Peta Jenis Tanah, Tata Guna Lahan, Kemiringan Lereng, dan Tingkat Bahaya Erosi. Setelah melalui proses overlay, akan didapatkan Peta Kesesuaian Lahan pada tanaman-tanaman tertentu, dimana dalam studi ini digunakan contoh tanaman apel, durian, rambutan, dan manga. Berdasarkan dari hasil analisis perhitungan tingkat bahaya erosi, kekritisan lahan, serta kesesuaian lahan akan didapatkan rekomendasi hasil untuk dapat melaksanakan konservasi vegetatif pada daerah studi, sehingga dengan harapan dapat mengatasi kekritisan lahan yang terjadi dan dapat mengurangi nilai laju erosi yang terlalu besar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah hujan Rerata Daerah Dalam studi ini digunakan data curah hujan dari 7 stasiun pengamatan hujan dengan rentang waktu 15 tahun, yaitu antara tahun 1993 – 2008. Besarnya curah hujan rerata daerah dihitung dengan menggunakan cara Poligon Thiessen. Tabel 9 Luas Catchment Area untuk Masing-masing Stasiun Hujan No 1 2 3 4 5 6 7
Areal A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
Nama Stasiun Sta. Pacet Sta. Trawas Sta. Batu Sta. Pujon Sta. Kedungrejo Sta. Wagir Sta. Kayutangan
Jumlah
Luas Catchment (km2) 3,49 0,64 7,40 4,24 1,34 0,02 0,06 17,19
α1 α2 α3 α4 α5 α6 α7
% 20,31% 3,72% 43,03% 24,64% 7,80% 0,13% 0,37% 100,00%
Tabel 10 Hasil Perhitungan Hujan Rerata Daerah Metode Thiessen Tahun
Stasiun Hujan Rata-rata Pacet Trawas Batu Pujon Kedungrejo Wagir Kayutangan (R mm) 3.49
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
87 117 96 173 104 107 105 78 98 90 142 98 105 97 128 92
0.64
120 100 95 154 79 135 114 97 255 96 165 102 147 144 109 90
7.40
4.24
48 64 198 83 153 166 91 75 116 69 57 85 71 148 62 66
56 84 79 146 158 87 72 111 66 67 81 68 141 13 63 65
1.34
0.02
58 77 104 84 150 100 95 94 119 83 111 157 99 129 102 124
65.6 216 108 216 134 86 137 116 100 113 102 101 208 119 87 139
0.06
145 185 216 106 211 131 84 134 114 98 111 100 99 204 116 85
61.66 82.60 136.71 119.70 141.49 127.85 90.43 87.20 105.54 75.07 88.47 89.69 100.57 102.77 80.68 76.58
Sumber: Hasil Perhitungan
9
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra Kondisi Lahan Data Tata Guna Lahan
Tabel 11 Tata Guna Lahan Wilayah Sub DAS Brantas Hulu Wilayah Kota Batu No Tata Guna Lahan Area (ha) Nilai C Nilai P Nilai CP 1 Hutan 4027.45 0.250 0.300 0.075 2 Kebun 1515.38 0.350 0.150 0.053 3 Padang Rumput/Tanah kosong 320.18 0.400 0.350 0.140 4 Pemukiman 2108.49 0.700 0.150 0.105 5 Sawah Irigasi 2484.31 0.300 0.100 0.030 6 Sawah Tadah Hujan 177.28 0.300 0.100 0.030 7 Semak Belukar 1948.87 0.300 0.300 0.090 8 Tanah Ladang 5675.65 0.500 0.350 0.175
Gambar 4. Tata Guna Lahan di Daerah Studi
Gambar 3 Tata Guna Lahan di Daerah Studi
Data Jenis Tanah Tabel 12 Jenis Tanah Sub DAS Brantas Hulu di Wilayah Kota Batu Kode 1 2 4 5 7 8 10 11 12
Legenda Tanah Jenis Andic dystrudepts (AD) Aquic humic dystrudepts (AHD) Aquic Hapludolls (AH) Aquic dystrudepts (AD2) Typic hapludands (TH) Typic hydrudands (TH1) Ruptic alfic dystrudepts (RAD) Humic psammentic dystrudepts (HPD) Andic hapludolls (AH2)
Luas (ha) Inceptisol Inceptisol mollisol Inceptisol Andisol Andisol Inceptisol Inceptisol mollisol
Sumber: IPKP Wilayah Sungai Kali Brantas
10
Tekstur Tanah
1804.87 Lempung berliat 2629.34 Lempung berpasir 4294.54 debu kasar berlempung 1709.04 lempung berliat 2493.64 lempung liat berpasir 3084.48 pasir berlempung 97.29 Lempung berliat 493.67 Lempung berliat 579.98 debu halus berliat
K 0.170 0.290 0.060 0.170 0.165 0.165 0.175 0.175 0.060
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
Gambar 4 Data Jenis Tanah pada Sub Das Brantas Hulu Wilayah Kota Batu
Kemiringan Lereng Dari hasil analisa pada wilayah studi Sub Das Brantas Hulu di Wilayah Kota Batu didapatkan 3 kelas untuk kemiringan lereng, yaitu: >8 – 15%, >15 – 40%, >40 – 80%. Gambar 6 menunjukkan kemiringan lereng yang terjadi pada wilayah studi.
Gambar 5 Kemiringan lereng pada wilayah studi
Analisis Laju Erosi Analisa Indeks Erosivitas (R) Hasil perhitungan Indeks Erosivitas (R), terdapat pada tabel di bawah ini:
11
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra
Tabel 13 Indeks Erosivitas Hujan Wilayah Sub DAS Brantas Hulu di wilayah Kota Batu BULAN Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rerata Total Tahunan
R
Rmax
R1.075
Durasi Hujan
E
I30
EI30
(mm)
(mm)
(mm)
(jam)
ton. M/ha.Cm
(mm/jam)
ton. M/ha.Jam
405.07 809.07 635.47 338.07 483.45 523.21 283.42 605.01 432.88 202.85 394.46 302.14 68.28 194.46 93.73 41.81 159.29 55.32 19.81 116.65 24.78 14.79 50.14 18.10 14.77 102.04 18.07 64.15 193.40 87.65 184.48 395.53 272.83 278.57 603.97 424.92 159.67 342.29 240.76 1916.07 4107.48 2889.10
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.50 6.00
9134.26 445.25 7520.61 266.05 6222.26 332.95 4342.93 217.08 1347.25 107.02 795.14 87.66 356.19 64.20 260.21 27.59 259.72 56.15 1259.94 106.43 3921.68 217.67 6107.79 332.38 3460.66 188.37 41527.96 2260.43
73.90 36.36 37.65 17.13 2.62 1.27 0.42 0.13 0.27 2.44 15.51 36.89 18.71 224.57
Sumber: Hasil perhitungan
Perhitungan Laju Erosi Dengan menggunakan metode USLE, didapatkan hasil perhitungan pada tabel di bawah ini: Tabel 14 Contoh Perhitungan Metode USLE ID 1 1 1 1 1 1 4 6 6 6 6 7 7 7 8 9 10 10 10 10 11 11 13 13 13 13 13 13 13
LERENG >(15-40) >(40-60) >(40-60) >(40-60) >(40-60) >(40-60) >(15-40) >(15-40) >(15-40) >(8-15)% >(8-15)% >(15-40) >(15-40) >(40-60) >(40-60) >(8-15)% >(15-40) >(15-40) >(40-60) >(8-15)% >(15-40) >(8-15)% >(15-40) >(15-40) >(15-40) >(15-40) >(15-40) >(40-60) >(40-60)
PJG_M 75.189 142.083 87.967 60.212 25.580 28.068 68.319 87.857 43.752 62.342 76.196 28.602 55.185 108.626 29.817 92.759 31.434 72.986 44.718 80.373 92.759 59.264 111.083 68.582 60.058 63.553 75.033 80.762 250.393
S 25.345 57.326 57.326 57.326 57.326 57.326 17.745 25.935 25.935 11.485 11.485 18.783 18.783 45.273 41.775 8.236 25.836 25.836 47.486 12.548 33.674 12.367 20.985 20.985 20.985 20.985 20.985 41.477 41.477
LS 9.386 18.544 18.544 18.544 18.544 18.544 6.528 8.495 8.495 5.475 5.475 6.953 6.953 12.050 9.906 4.866 8.567 8.567 12.314 6.050 9.037 7.061 10.561 10.561 10.561 10.561 10.561 13.297 13.297
LAND FAKTOR_C FAKTOR_P FAKTOR_CP K R AREA_HA A EROSI JNIS Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 79.306 5.071 402.161 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.165 18.710 56.886 4.294 244.268 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.170 18.710 85.509 4.424 378.292 berat Semak Belukar 0.300 0.300 0.090 0.165 18.710 41.366 5.152 213.118 berat Semak Belukar 0.300 0.300 0.090 0.290 18.710 22.474 9.056 203.525 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 21.404 10.018 214.425 berat Pemukiman 0.700 0.150 0.105 0.290 18.710 63.600 3.719 236.528 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.170 18.710 54.014 4.729 255.432 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 70.866 4.589 325.204 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.170 18.710 67.803 3.048 206.664 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 105.662 2.958 312.548 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.290 18.710 27.684 6.602 182.770 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.170 18.710 59.119 3.870 228.791 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.060 18.710 329.567 1.015 334.511 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.290 18.710 24.642 9.406 231.783 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 79.420 2.629 208.795 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.290 18.710 41.053 8.135 333.966 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 83.767 4.628 387.674 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.165 18.710 76.595 2.851 218.372 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 73.152 3.269 239.134 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.170 18.710 83.890 5.030 421.967 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 98.883 3.815 377.239 berat Semak Belukar 0.300 0.300 0.090 0.170 18.710 106.687 3.023 322.515 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.170 18.710 65.580 5.878 385.479 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.165 18.710 82.829 5.706 472.622 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.060 18.710 102.245 2.075 212.158 berat Tanah Ladang 0.500 0.350 0.175 0.290 18.710 42.237 10.028 423.553 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.170 18.710 107.029 3.172 339.496 berat Hutan 0.250 0.300 0.075 0.060 18.710 408.513 1.120 457.535 berat
Sumber : Hasil Perhitungan
12
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
Tabel 15 Rekapitulasi Perhitungan Laju Erosi di Daerah Studi ID
NAMA_DESA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tulungrejo Torongrejo Beji Kel.Sisir Sidomulyo Bumiaji Bulukerto Punten Kel.Temas Giripurno Pandanrejo Mojorejo Tlekung Sumberejo Sumbergondo Kel.Songgokerto PERHUTANI Pesanggrahan Pendem Oro-oro Ombo Kel.Ngaglik Junrejo Gunungsari Dadaprejo
Luas Lahan (Ha) 5739.2 339.437 240.881 262.142 250.6 835.895 993.792 244.794 461.293 964.604 631.038 191.663 93.944 318.265 1385.935 624.149 521.337 815.239 82.078 371.001 297.023 242.053 742.885 75.156
Tingkat Bahaya Erosi (ha) R S B
SR 765.41 119.99 114.09 37.67 156.47 67.61 132.15 97.02 95.71 123.68 74.71 47.28 16.17 122.73 256.93 77.48 1.16 194.18 32.98 79.18 28.15 75.83 99.26 36.64
283.46 67.44 126.80 65.64 18.42 235.86 120.26 52.28 40.89 144.20 101.00 144.38 15.14 57.84 133.36 144.83 112.66 91.76 49.10 160.97 72.64 109.09 130.57 38.51
1,014.63 152.01 95.24 75.72 234.08 153.91 15.34 240.81 422.16 222.00 22.05 104.36 261.73 137.84 41.21 238.09 130.85 19.31 57.14 174.86 -
1,580.80 63.60 298.35 416.37 24.64 83.89 274.57 98.88 40.59 33.33 156.07 264.01 273.03 217.38 176.93 59.66 -
SB 2,094.89 171.10 55.52 134.45 577.83 93.29 73.84 278.54 -
Ket : SR : Sangat Ringan. R : Ringan, S : Sedang, B : Berat, SB : Sangat Berat
Tabel 16 Prosentase Tingkat Bahaya Erosi di wilayah Kota Batu Tingkat Luas Lahan Prosentase Bahaya Erosi (ha) (%) Sangat Berat 3,479.47 20.80% Berat 4,062.08 24.29% Sedang 3,813.31 22.80% Ringan 2,517.09 15.05% Sangat Ringan 2,852.45 17.06% Jumlah 16,724.40 100.00%
Tulungrejo Sumbergondo Bulukerto Bumiaji
Punten Gunungsari
Giripurno Sidomulyo Pandanrejo Sumberejo Kel.Songgokerto Kel.Sisir Kel. Temas Pesanggrahan Kel.Ngaglik Torongrejo Beji PERHUTANI Mojorejo Oro-oro Ombo Junrejo Dadaprejo Tlekung PETA TINGKAT BAHAYA EROSI STUDI KONSERVASI DENGAN KONSEP PENDEKATAN VEGETATIF GUNA MENGATASI KEKRITISAN LAHAN PADA SUB DAS BRANTAS HULU DI WILAYAH KOTA BATU
Batas Administrasi
N
berat ringan sangat berat sangat ringan sedang
Gambar 6 Peta Kelas Erosi pada Wilayah Studi
Analisa Kekritisan Lahan Berdasarkan hasil analisa kekritisan lahan, beberapa kondisi lahan yang mulai mengalami kerusakan dimana kondisi tersebut sangat mungkin untuk dilakukan usaha konservasi. 13
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Spectra
Tabel 17 Besaran Lahan Kritis pada Daerah Studi ID
NAMA_DESA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tulungrejo Torongrejo Beji Kel.Sisir Sidomulyo Bumiaji Bulukerto Punten Kel.Temas Giripurno Pandanrejo Mojorejo Tlekung Sumberejo Sumbergondo Kel.Songgokerto PERHUTANI Pesanggrahan Pendem Oro-oro Ombo Kel.Ngaglik Junrejo Gunungsari Dadaprejo
Luas Lahan (Ha) 5739.2 339.437 240.881 262.142 250.6 835.895 993.792 244.794 461.293 964.604 631.038 191.663 93.944 318.265 1385.935 624.149 521.337 815.239 82.078 371.001 297.023 242.053 742.885 75.156
Lahan Kritis (ha) B MK
AK 131.34 20.51 172.13 86.66 3.44 23.14 26.51 28.67 46.69 19.85 86.67 101.67 17.79 56.66 3.87 15.09 150.34 63.20 97.70 54.09 61.93 99.33 -
3,395.56 45.50 16.49 1.07 397.34 636.19 74.14 34.19 325.27 118.21 0.09 67.71 1,071.86 156.50 366.90 323.55 2.91 92.58 84.56 36.18 97.76 0.53
846.26 155.90 46.12 86.01 6.74 176.53 100.02 134.39 263.29 339.86 258.92 74.40 72.14 83.95 66.27 170.78 66.78 7.49 103.14 32.64 83.63 375.94 39.42
NA 1,366.04 117.52 22.63 72.98 239.35 238.89 231.07 7.60 117.12 279.62 167.24 15.51 4.02 109.94 243.95 281.79 154.44 274.57 8.49 77.46 125.73 60.32 169.85 34.47
Ket : AK : Agak Kritis, B : Baik, MK : Mulai Kritis, NA : Normal Alami
Tabel 18 Prosentase Luas Lahan Kritis Lahan Kritis Agak Kritis Baik Mulai Kritis Normal Alami Jumlah
Luas Lahan Prosentase (ha) (%) 1,368.13 8.18% 7,345.07 43.92% 3,590.62 21.47% 4,420.58 26.43% 16,724.40
100.00%
N W
E S
Agak Kritis Mulai Kritis
Baik Normal Alami
SKALA 1:2000
Gambar 7 Peta Kekritisan Lahan di wilayah Kota Batu
14
Studi Konservasi Vegetatif Endro Yuwono
KESIMPULAN DAN SARAN Rekomendasi Hasil Studi Untuk Usaha Konservasi Vegetatif Dari hasil analisis kesesuaian lahan, upaya untuk mengatasi kekritisan lahan yang terjadi, dilakukan dengan pendekatan konservasi vegetatif, yaitu menggunakan 4 jenis contoh tanaman yang didasarkan pada syarat-syarat tumbuh tanaman yang cocok. Tanaman yang dipakai dalam studi ini adalah tanaman apel, durian, rambutan, dan mangga. Pada gambar 9, 10, 11, dan 12 disajikan peta kesesuaian lahan untuk 4 (empat) tanaman tersebut. Hasil studi kesesuaian lahan ini merupakan rekomendasi untuk bisa mengatasi kekritisan lahan yang terjadi pada lokasi studi dan dapat mengurangi laju erosi yang terlalu besar, dimana laju erosi sangat berat terjadi di Desa Tulungrejo dengan variasi kekritisan AK. N W
N
E
W
S
E S
S1 (Sangat Sesuai) S2 (Cukup Sesuai)
S3 (Sesuai Marginal) N (Tidak Sesuai)
PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN APEL
SKALA 1:2000
Gambar 8 Kesesuaian Lahan Tanaman Apel
S1 (Sangat Sesuai) S2 (Cukup Sesuai)
S3 (Sesuai Marginal) N (Tidak Sesuai)
Tulungrejo Sumbergondo Bulukerto
Bulukerto Punten Gunungsari
Bumiaji
Kel.SonggokertoKel.Sisir
Kel.SonggokertoKel.Sisir Kel. Temas Pesanggrahan Kel.Ngaglik Torongrejo Beji PERHUTANI Mojorejo Oro-oro Ombo Junrejo Dadaprejo Tlekung
STUDI KONSERVASI DENGAN KONSEP PENDEKATAN VEGETATIF GUNA MENGATASI KEKRITISAN LAHAN PADA SUB DAS BRANTAS HULU DI WILAYAH KOTA BATU
Batas Administratif Tidak Sesuai Sangat Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Marginal
Bumiaji
Giripurno Sidomulyo Pandanrejo Sumberejo
Giripurno Sidomulyo Pandanrejo Sumberejo
PETA KESESUAIAN LAHAN RAMBUTAN
SKALA 1:2000
Gambar 9 Kesesuaian Lahan Tanaman Durian
Tulungrejo Sumbergondo
Punten Gunungsari
PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN DURIAN
Kel. Temas Pesanggrahan Kel.Ngaglik Torongrejo Beji PERHUTANI Mojorejo Oro-oro Ombo Junrejo Dadaprejo Tlekung N
Gambar 10 Kesesuaian Lahan Tanaman Rambutan
PETA KESESUAIAN LAHAN MANGGA STUDI KONSERVASI DENGAN KONSEP PENDEKATAN VEGETATIF GUNA MENGATASI KEKRITISAN LAHAN PADA SUB DAS BRANTAS HULU DI WILAYAH KOTA BATU
Batas Administratif Tidak Sesuai Sangat Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Marginal
N
Gambar 11 Kesesuaian Lahan Tanaman Mangga
15
Spectra
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 1-16
Saran Apabila masyarakat setempat mempunyai masukan untuk mengganti tanaman yang sesuai atau cocok dari hasil analisis kesesuaian lahan pada daerah studi, hendaknya tetap mengacu pada syarat-syarat tumbuh tanaman serta dapat memenuhi unsur-unsur konservasinya. Beberapa rekomendasi untuk tanaman pengganti yang dapat ditanam antara lain: Duku, Kakao, Anggur, Belimbing, Cempedak, Jambu Biji, Kesemek, Klengkeng, Salak, Sawo, Sirsak, dan Sukun. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan RI. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta. Departemen Pertanian, BBSDLP Litbang. (tanpa tahun). Daftar Nama Komoditas. Entry from: http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/tamp_komoditas.php. 12 Pebruari 2011. Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: CV. Akademika. Kustamar. 2010. Konservasi Sumber Daya Air di Kota Batu. Jogjakarta: Jejak Kata Kita. Lordi. 2008. Pembuatan Kelas Lereng (Arcview). Entry from: http://www.banata.net/2011/03/10/pembuatan-kelas-lereng-arcview. 12 April 2011 Nitiharjo, Ismu Galih. 2009. Kajian Daerah Rawan Erosi pada Sub Daerah Aliran Sungai Lesti. Skripsi. Malang: Tidak Diterbitkan Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung: CV.Informatika. Syarief, Roestam. 2002. Konservasi Lahan. Bandung: Tidak diterbitkan. Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga. Sosrodarsono, S. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Utomo, WH. 1994. Erosi dan Konservasi Lahan. Malang: IKIP Malang.
16