eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4): 679- 692 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
UPAYA PENANGANAN TERORISME OLEH INDONESIAAUSTRALIA MELALUI TRANSNATIONAL CRIME COORDINATION CENTRE (TNCC) TAHUN 2002-2011 Benedict1
Abstrak This study aims to explain the counter-terrorism by Indonesia and Australia through TNCC. The result of the discussion explaining that the counter-terrorism carried out by Indonesia and Australia through TNCC done in several ways, namely the exchange of intelligence information in the context of law enforcement, information exchange is needed to further improve security and updates information on cross-border crime. This information exchange is also important to develop and enhance the intelligence capabilities of both countries. In addition to the exchange of information, cooperation has also been conducted in an institutional capacity through various meetings conferences, training of intelligence gathering as well as workshops, and cooperation with the Attorney General of Indonesia. Everything is done to strengthen the institutions involved in combating terrorism in Indonesia and Australia. Kata Kunci: Handling of Terrorism, TNCC, Indonesia, Australia. Pendahuluan Terorisme terus menjadi ancaman serius bukan hanya terhadap perdamaian dan keamanan internasional, namun juga berdampak kepada perkembangan sosial dan ekonomi negara-negara di berbagai kawasan. Selain itu, tindakan terorisme dipandang sebagai kejahatan kriminal luar biasa dan pelanggaran berat terhadap HAM dan kebebasan mendasar manusia, serta dapat menimpa siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, ras dan agama. Indonesia secara konsisten mengutuk keras segala bentuk tindakan terorisme dengan motivasi dan manifestasi apapun.(www.kemlu.go.id)
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Pengamat terorisme Al Chaidar menjelaskan momentum awal munculnya terorisme di Indonesia bermula dari didirikannya organisasi Komando Jihad,yaitu di wilayah Jawa Timur dan di Medan pada tahun 1976.Pimpinan Komando Jihad Jawa Timur Ismail Pranoto lantas merekrut Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir.Kedua tokoh di atas kemudian mengembangkan ajaran jihad ke wilayah yang lebih luas, termasuk ke Malaysia. Salah satunya karena sikap rezim Orde Baru yang represif terhadap kelompok-kelompok ini.(www.okezone.com) Di Indonesia tindakan terorisme yang pertama kali muncul adalah peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla jurusan Palembang-Medan pada tanggal 28 Maret 1981, tindakan ini menjadi "jihad" pertama bagi para pelaku terorisme di Indonesia Bentuk terorisme yang sering muncul di Indonesia adalah pengeboman, hal ini terjadi di Indonesia dimulai ketika terjadi pengeboman di Candi Borobudur pada 21 Januari 1985. Kejadian pengeboman yang paling merugikan terjadi pada 12 Oktober 2002, pengeboman terjadi di Bali yang menewaskan 202 orang dan melukai 209 orang. Dalam peristiwa ini warga negara Australia menjadi korban terbanyak.Ledakan bom terjadi di Paddy’s Cafe dan Sari Club di kawasan Legian, Kuta, Bali. 202 orang tewas, 164 orang di antaranya warga asing dari 24 negara, 38 orang lainnya warga Indonesia. Setelah melewati proses penyelidikan, POLRI berhasil menangkap Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra, dan Ali Gufron pelaku aksi pengeboman. Ali Imron divonis hukuman seumur hidup, sementara tiga tersangka lainnya divonis hukuman mati.(www.museum.POLRI.go.id) Peristiwa ini menjadi aksi terorisme di Indonesia dengan korban terbanyak, dan menimbulkan gejolak politik dan ekonomi serta keamanan di Indonesia. Aksi terorisme ini telah membuat beberapa negara dimana warga negaranya menjadi korban memberlakukan travel warning terhadap Indonesia. Dampak dari kejadian terorisme ini telah dirasakan oleh Indonesia dan Australia. Untuk menanggulangi kejahatan terorisme ini Indonesia telah menggerahkan pasukan Densus 88 yang akhirnya dapat menangkap pelakupelaku dari pengeboman yang terjadi di Bali tersebut. Selain upaya dari dalam, Indonesia juga melakukan kerjasama dengan negara lain sebagai bentuk keinginan kuat untuk melawan kejahatan terorisme ini. Salah satunya yaitu bekerjasama dengan Australia.Kerjasama yang dilakukan Pemerintah kedua negara adalah kerjasama dalam bidang keamanan negara.Ini tercantum di dalam Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia on Combating International Terrorism. MoU ini berlaku sejak ditandatangani pada tanggal 7 Febuari 2002 di Jakarta, yang menandatangani perjanjian ini dari pihak Indonesia yaitu Direktur Jenderal Hubungan Sosial dan Budaya, dan Penerangan Luar Negeri, Abdurrachman Mattalitti, dan yang menandatangani dari pihak Australia yaitu Duta Besar Australia, Richard Smith. 680
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
Selain kerjasama antar kedua negara, POLRI dan AFP juga melakukan kerjasama untuk menanggulangi kejahatan lintas negara dan juga sebagai pengembangan dari kedua kepolisian.Kerjasama ini tertuang di dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth of Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kerjasama Kepolisian.Nota kesepahaman ini ditandatangani di Jakarta pada tanggal 18 November 2005 oleh Jenderal Polisi Drs. Sutanto dan Commissioner AFP M.J.Keelty APM. Nota kesepahaman ini sudah dimulai sejak tahun 2002 dan kemudian di perpanjang setiap 3 tahun yaitu pada tahun 2005 kemudian pada tahun 2008 dan terakhir di tanggal 2 November 2011 diubah menjadi Pengaturan antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Australia tentang Kerjasama dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara. Melalui kerjasama inilah kemudian Indonesia dan Australia sepakat untuk membentuk TNCC (Transnational Crime Coordination Centre) di Jakarta. TNCC merupakan bagian dari program pemerintah Australia untuk memperluas kapasitas anti teror Indonesia dan mendukung POLRI, pada bulan Oktober 2002 Perdana Menteri Australia mengumumkan komitmen sebanyak $4,7 juta dalam waktu empat tahun untuk mendirikan TNCC ini. Proyek ini dimulai pada bulan Juli 2003.Berdasarkan kesepakatan tersebut, TNCC dibangun sepenuhnya atas bantuan Australia dalam rangka pengembangan kemampuan TNCC POLRI. Sedangkan tujuan utama dari pembangunan TNCC adalah sebagai Pusat data dari kejahatan-kejahatan transnasional dengan tingkat akurasi tinggi yang akan mendukung dan lebih memudahkan kegiatan/ tindakan kepolisian di lapangan. Disamping itu TNCC juga sebagai Pusat Respon Peristiwa (IRC=Incident Respond Center) yang bertugas untuk melakukan koordinasi setiap kegiatan operasional POLRI, termasuk peristiwa khusus, kejadiankejadian dan koordinasi investigasi kejahatan transnasional yang sedang dilakukan baik secara nasional maupun internasional.TNCC didukung oleh aplikasi yang dibuat untuk membantu dalam menangani setiap kasus transnasional yaitu CMIS (Case Management and Intelligence System).(www.tncc.co.id) CMIS merupakan aplikasi komputer jaringan yang dirancang khusus mengelola informasi dan data intelijen yang fleksibel, aman dan akurat, namun mudah untuk digunakan dan dimengerti. CMIS dirancang khusus untuk mendukung kegiatan badan penegak hukum khususnya penyidik dalam menganalisa data-data yang didapat selama proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana transnasional berlangsung guna membuat terang jenis tindak pidana tersebut.
681
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Pada tanggal 2 Juli 2004 Pusat Koordinasi ini diresmikan oleh KAPOLRI, Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar dan Kepala AFP, Commissioner Mick Keelty. Acara peresmian bertempat di Lobby Gedung NCB-Interpol Indonesia yang dihadiri oleh para pejabat teras Mabes POLRI, pejabat kedutaan besar Australia, perwakilan dari Kedutaan Selandia Baru, Kedutaan Jepang, Kedutaan Kanada dan pejabat dari instansi terkait. Peresmian pusat koordinasi ini ditandai dengan penyematan pin dan pengalungan tanda pengenal anggota TNCC yang secara simbolik diserahkan kepada Kepala TNCC (sementara) Brigjen Pol. Drs. Indarto, yang saat ini menjabat sebagai Direktur III Bareskrim POLRI. Kerangka Dasar Teori Konsep Kerjasama Sikap kooperatif dalam menyelenggarakan politik luar negeri senantiasa dapat dikembalikan pada asumsi, bahwa persoalan tertentu tidak dapat diatasi, atau sasaran tertentu tidak dapat dicapai dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Sikap kooperatif juga dapat bangkit bila ada perkiraan bahwa kerjasama akan membawa dampak yang menguntungkan bila dibandingkan dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Tetapi pada umumnya juga disadari bahwa kerjasama internasional senantiasa diusahakan justru karena manfaat yang diperoleh secara proporsional adalah masih lebih besar dari pada konsekuensi yang harus ditanggung.(Budiono Kusumohamidjojo, 1987:81) Perbandingan yang nampak antara manfaat dan konsekuensi dari suatu kerjasama internasional, merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses atau gagalnya kerjasama tersebut. Faktor lain yang juga menentukan ialah sifat dari tujuan kerjasama yang hendak dicapai. Kerjasama paling mudah dimulai bila orang mudah mencapai kesepakatan, dan kesepakatan mudah dicapai dalam persoalan yang tidak mengandung banyak resiko. Kerjasama dapat dibagi lagi menjadi 2 menurut jumlah negara peserta yaitu kerjasama multilateral dan kerjasama bilateral.Kerjasama multilateral adalah kerjasama yang jumlah pesertanya lebih dari dua. Sedangkan kerjasama bilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua negara.(R.Soeprapto, 1997:181-186) Kerjasama ini biasanya dalam bentuk hubungan diplomatik, perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan. Konsep kerjasama digunakan untuk menganalisis dan menjawab variable dari penelitian yaitu kerjasama Indonesia-Australia, Kerjasama ini dilakukan oleh dua negara yaitu Indonesia dan Australia maka kerjasama ini adalah kerjasama bilateral.Dalam mengatasi permasalahan yang ada kedua negara melakukan kerjasama, yaitu berupa kerjasama keamanan, sehingga selain pembagian kerjasama di atas, ditambahkan konsep kerjasama keamanan.
682
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
Terdapat 5 konsep kerjasama keamanan, yaitu:(Rizky Anggraini, 2008:14-16) 1) Kerjasama Keamanan bersama (Collective Security) Dalam kerjasama keamanan bersama dituntut untuk saling terbuka diantara negara-negara anggota dan harus ditunjang kemampuan militer yang relative sama. 2) Kerjasama Keamanan Multilateral Didasari atas kerjasama dalam berbagai negara. Hal ini terutama karena di kawasan tersebut memiliki persepsi yang sama mengenai ancaman. 3) Kerjasama Keamanan Kooperatif Merupakan kerjasama yang mengutamakan dialog.Dalam kerjasama ini diusahakan disusun sebuah agenda keamanan bersama, dengan lebih menekankan pada pembentukan institusi-institusi baru secara bertahap.Kerjasama ini mengambil pendekatan yang lebih fleksibel terhadap kebutuhan keamanan kawasan. Inti dari kerjasama keamanan kooperatif ini adalah membentuk kebiasaan dialog diantara aktor-aktor yang berperan dalam masalah keamanan kawasan. 4) Kerjasama Keamanan Komprehensif Merupakan dasar penyusunan kebijaksanaan keamanan.Kerjasama ini tidak hanya memperhatikan kekuatan militer dalam penyusunan kebijaksanaan, tetapi juga memadukan segi-segi politk, ekonomi, dan diplomatik negara yang bersangkutan.Dalam keamanan komprehensif faktor-faktor dalam negara seperti stabilitas politik serta pertumbuhan ekonomi dan sosial merupakan faktor penting terciptanya keamanan kawasan. 5) Kerjasama Soft Regionalism Merupakan kerjasama yang tidak mengandung dimensi militer, melainkan didasarkan pada interaksi ekonomi antar negara anggota.Kerjasama ini dipelopori oleh sektor swasta, meskipun tetap harus didukung oleh pemerintah.Soft Regionalism bertujuan untuk membentuk suatu rezim yang stabil dimananegara-negara yang bersangkutan saling mendapat manfaat satu sama lain dari stabilitas dalam negeri negara lain. Dari 5 konsep keamanan ini, konsep kerjasama keamanan komprehensif dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai tujuan kerjasama kedua negara karena dalam konsep ini menjelaskan bahwakerjasama ini tidak hanya memperhatikan kekuatan militer dalam penyusunan kebijaksanaan, tetapi juga memadukan segi-segi politk, ekonomi, dan diplomatik negara yang bersangkutan demi terciptanya keamanan kawasan.
683
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Konsep Terorisme dan Counter Terrorism Terorisme di dalam Pasal 1 Perpu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (sekarang sudah disahkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/perpu_1_02.htm) Kata “teroris”(pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin’terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian.Akan tetapi, hingga kini tidak ada defenisi terorisme yang bisa diterima secara universal.Pada dasarnya, istilah “terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Untuk memahami makna terorisme lebih jauh dan mendalam, kiranya perlu dikaji terlebih dahulu terorisme yang dikemukakan baik oleh beberapa lembaga maupun beberapa pakar ahli, yaitu : 1. Terorisme Act 2000, UK., Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan, dengan ciri-ciri : a. Aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang , kerugian berat terhadap harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagi tertentu yang didesain secara serius untuk campur tangan atau menggangu system elektronik; b. Penggunaan atau ancaman didesain untuk mempengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik; c. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan politik, agama, atau ideologi; d. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi yang melibatkan senjata api dan bahan peledak. 2. Menurut Konvensi PBB, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertntu atau kelompok orang atau masyarakat luas. 3. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti dan menakutkan terutama untuk tujuan politik.(Abdul Wahid, 2004:29-30) Para ahli selain memberikan definisi tentang pengertian terorisme juga memberikan kategorisasi tindakan terorisme untuk mempermudah pemahaman 684
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
terhadap pengertian terorisme. Seorang ahli bernama Jack Gibbs menyatakan, suatu tindakan dapat didefinisikan sebagai terorisme apabila merupakan suatu kejahatan atau suatu ancaman secara langsung terhadap kemanusiaan atau terhadap objek tertentu.(Jack p. Gibbs, 1989:329-340) Namun, hal tersebut menurut Gibbs masih merupakan definisi yang umum, artinya cakupan dari definisi tersebut masih terlalu luas dan masih mencakup juga definisi dari kejahatan biasa. (Dengan pengertian tersebut, definisi itu mencakup kejahatan biasa seperti pembunuhan atau perusakan gedung, sehingga tidak terlihat perbedaan antara kejahatan biasa (ordinary crime) dengan terorisme.) Untuk mempermudah pemahaman terhadap definisi terorisme, Gibbs menambahkan beberapa ciri perbuatan yang merupakan terorisme dengan merujuk pada: a) Perbuatan yang dilaksanakan atau ditujukan dengan maksud untuk mengubah atau mempertahankan paling sedikit suatu norma dalam suatu wilayah atau suatu populasi; b) Memiliki kerahasiaan, tersembunyi tentang keberadaan para partisipan, identitas anggota, dan tempat persembunyian; c) Tidak bersifat menetap pada suatu area tertentu; d) Bukan merupakan tindakan peperangan biasa karena mereka menyembunyikan identitas mereka, lokasi penyerangan, berikut ancaman dan pergerakan mereka; serta e) Adanya partisipan yang memiliki pemikiran atau ideologi yang sejalan sejalan dengan konseptor teror, dan pemberian kontribusi untuk memperjuangkan norma yang dianggap benar oleh kelompok tersebut tanpa memperhitungkan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan ciri tersebut, suatu peristiwa dapat dirumuskan menjadi suatu deskripsi tentang terorisme yang paling mendekati nilai objektifitas.Disamping hal tersebut, untuk itu terorisme perlu pula dipandang dari dua pendekatan, yaitu pendekatan secara spesifik dan pendekatan secara umum. Pendekatan spesifik mengklasifikasikan kejahatan biasa yang telah ada sebagai terorisme, contohnya adalah mengklasifikasikan sebuah pembajakan pesawat atau penyanderaan yang semula sebagai kejahatan biasa menjadi terorisme.(Ben Golder and George Williams, 2003:Vol.27) Dengan kata lain, dalam definisi ini peristiwa umum dijadikan hal khusus, sehingga pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan induktif. Sementara itu, pendekatan secara umum berusaha memberikan penjelasan umum mengenai terorisme, berdasarkan suatu kriteria seperti intensi, motivasi dan tujuan. Pendekatan ini merupakan upaya penjabaran peristiwa khusus terorisme kedalam peristiwa umum (metode deduktif).Dalam prakteknya, pendekatan ini bisa digunakan kedua-duanya, atau dikombinasikan.(http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertian-teroris-dankarakteristik.html)
685
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Di Indonesia tindakan kontra-terorisme ini telah dilakukan dan diwujudkan melalui beberapa operasi penangkapan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai teroris. Melalui pasukan Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Indonesia diharapkan mampu menghadapi dan mengurangi serta melawan tindakan terorisme yang akan atau yang terjadi di Indonesia. Beberapa definisi mengenai kontra-terorisme (counter-terrorism) yang dikemukakan beberapa penulis/pakar atau ahli : 1) Counter terrorism is defined in the U.S Army Field Manual as “Operations that include the offensive measures taken to prevent, deter, preempt, and respond to terrorism.”Counter Terrorism didefinisikan sebagai operasi yang mencakup langkah-langkah ofensif yang diambil untuk mencegah, menghalangi, mendahului, dan menanggapi terorisme.(http://www.terrorismanalysts.com) 2) Counterterrorism includes laws, policies, tactics and techniques used to fight terrorism at the national and international level.Kontraterorisme mencakup undang-undang, kebijakan, taktik dan teknik yang digunakan untuk melawan terorisme di tingkat nasional dan internasional.(Andrea Bianch and Alexis Keller, 2008) Dari setiap konsep yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa Counter Terrorism adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional untuk melawan teroris dengan menciptakan kebijakan, undang-undang, taktik maupun teknik, serta pengembangan intelijen dan kerjasama intelijen, dan juga meningkatkan antisipasi terhadap kelompokkelompok yang dicurigai akan mampu mengganggu keamanan negara. Tindakan kontra terorisme ini diwujudkan oleh pemerintah dengan beberapa pendekatan preventif seperti penyantunan dan pendidikan sosial, pendidikan formal, melalui pendidikan agama, dan peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, juga kegiatan patroli yang melibatkan aparat gabungan dari negara-negara sekutu dan bentuk pengawasan lainnya. Kontra terorisme tidak bisa dipisahkan oleh negara yang menjadi aktor yang melawan tindakan terorisme.Negara melalui undang-undang dan kebijakan berusaha untuk menekan seminimal mungkin tindakan yang berujung pada tindak terorisme.Oleh karena itu pemerintah Indonesia dan Australia melalui kepolisiannya, melakukan kerjasama untuk melawan terorisme.Kedua negara telah sepakat untuk mendirikan TNCC (Transnasional Crime Coordination Centre) melalui TNCC ini kedua negara berharap dapat terus melawan kejahatan transnasional termasuk diantaranya terorisme.
686
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakantipe penelitian deskriptif, yaitu berupaya untuk menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan IndonesiaAustralia dalam penanganan terorisme melalui TNCC. Dalam penulisan ini teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisa kualitatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada survey yang mendalam mengenai kasus tertentu dengan menggunakan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pembahasan Paska terjadinya peristiwa 9/11 tersebut merupakan awal terciptanya kerjasama antara Indonesia-Australia untuk memerangi terorisme global, yaitu dengan disepakatinya Memorandum of Understanding (MoU) on Combating International Terrorism yang ditandatangani Direktur Jenderal Hubungan Sosial, Budaya, dan Penerangan, Departemen Luar Negeri (Deplu) Abdurrachman Mattalitti mewakili RI dan Duta Besar Australia untuk Indonesia Richard Smith, di Deplu, Jakarta, Kamis 7 Februari 2002, MoU ini merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh kedua negara sebagai tindak lanjut atas kebijakan luar negeri AS yang menyatakan perang melawan terorisme. Dalam kesepakatan tersebut menyatakan bahwa kedua negara bisa saling bertukar informasi intelijen dalam upaya mencegah, memberantas, dan memerangi terorisme internasional. Tidak hanya kerjasama untuk saling bertukar informasi intelijen saja tetapi juga bekerjasama dalam membangun kekuatan dan kapabilitas kedua negara melalui beberapa cara yaitu program pendidikan dan latihan intelijen bersama dengan melibatkan pihak militer, polisi dan badan hukum yang terkait, saling melakukan kunjungan resmi, serta melakukan konferensi bersama yang akan menghasilkan kesepakatankesepakatan tertentu yang bertujuan untuk kepentingan kedua negara. Selain disepakatinya MoU tersebut, ternyata antara Indonesia-Australia masih terdapat beberapa kerjasama lainnya untuk memerangi terorisme baik di tingkat bilateral, regional maupun multilateral.Akan tetapi kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara mengalami beberapa perbedaan baik itu yang berhubungan dengan pola kerjasamanya maupun dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia. Kerjasama yang disepakati oleh kedua negara akhirnya diwujudkan dengan membangun TNCC. Indonesian Transnational Crime Centre (TNCC) pada umumnya berfokus pada mengumpulkan, menganalisa dan berbagi informasi untuk seluruh jenis kejahatan lintas negara yang termasuk, namun tidak hanya terbatas pada, Terorisme, Narkoba, Pencucian Uang, Penyelundupan Manusia dan Perdangangan Manusia, Wisata Sex Anak, Kejahatan Terhadap Lingkungan seperti Penangkapan Ikan Ilegal, Pembalakan Liar dan Penambangan Liar, Kejahatan Menggunakan Teknologi, Bajak Laut, Penyelundupan Senjata, Pelanggaran Hak Cipta, dan Kejahatan Identitas. 687
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Transnational Crime Coordination Center atau disingkat TNCC didirikan berdasarkan Hasil Kesepakatan (MoU) POLRI dan AFP pada Pertemuan Tahunan MoU Working Group POLRI-AFP ke-5 di Perth, Australia pada tanggal 14 Juni 2002. Selanjutnya pada pertemuan tahunan ke-6 di Jakarta pada tanggal 2-5Desember 2003 telah dihasilkan 10 Resolusi yang mendorong agar pembangunan TNCC segera direalisasikan. Pada tanggal 2 Juli 2004 Pusat Koordinasi ini diresmikan oleh KAPOLRI, Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar dan Kepala AFP, Commissioner Mick Keelty. Acara peresmian bertempat di Lobby Gedung NCB-Interpol Indonesia yang dihadiri oleh para pejabat teras Mabes POLRI, pejabat kedutaan besar Australia, perwakilan dari Kedutaan Selandia Baru, Kedutaan Jepang, Kedutaan Kanada dan pejabat dari instansi terkait. Peresmian pusat koordinasi ini ditandai dengan penyematan pin dan pengalungan tanda pengenal anggota TNCC yang secara simbolik diserahkan kepada Kepala TNCC (sementara) Brigjen Pol. Drs. Indarto, yang saat ini menjabat sebagai Direktur III Bareskrim POLRI. Berdasarkan peran TNCC sebagai pusat koordinasi dalam pertukaran informasi intelijen kriminal, maka moto TNCC adalah “collecting, analyzing and sharing information”, dengan pengertian bahwa fungsi TNCC adalah sebagai pusat pengumpulan data, analisa data dan pertukaran informasi dalam penanggulangan kejahatan transnasional. Dengan moto tersebut diharapkan pertukaran data/ informasi dalam penanganan kasus-kasus kejahatan transnasional antara pusat, kewilayahan dan instansi terkait dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan aman.(www.tncc.co.id) Indonesia dan Australia sejak ditandatanganinya MoU mengenai pemberantasan terorisme telah sering melakukan pertukaran informasi intelijen, hal ini dilakukan oleh keduanya demi meningkatkan keamanan dan juga update terhadap setiap informasi yang berhubungan dengan kejahatan lintas batas. Pertukaran informasi ini sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan intelijen masing-masing negara. Dengan peningkatan kemampuan para intelijen maka akan berdampak terhadap kemampuan negara dalam melaksanakan setiap tindakan operasi dalam rangka melawan terorisme dan juga kejahatan lintas batas lainnya.Didalam Divisi Hubungan Internasional yang bertugas mengatur mengenai pertukaran intelijen ini adalah Bagian Pengembangan Kapasitas, dimana bagian ini bertugas untuk memfasilitasi kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan kemampuan para anggota POLRI dan intelijen. Dari beberapa upaya yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia untuk menangani terorisme melalui TNCC, terlihat jelas bahwa beberapa upaya yang dilakukan dapat mengatasi hambatan dalam pengimplementasian kerjasama tersebut, dan tentunya upaya yang dilakukan akan sangat berguna bagi perkembangan para anggota yang terlibat dalam TNCC dan juga hal ini menguntungkan bagi POLRI dan secara umum keamanan Indonesia. 688
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
Beberapa perkembangan ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh POLRI dan AFP untuk mengadakan sebuah pelatihan bagi para anggota POLRI melalui peningkatan kemampuan bahasa Inggris bagi para staf TNCC melalui pemberian pelatihan di Sebasa POLRI atau IALF (Indonesia Australia Language Foundation).Dengan pelatihan yang diberikan ini para staf TNCC tidak lagi memiliki kendala dalam penggunaan bahasa Inggris.Tentunya hal ini dapat mengefektifkan kerja mereka lebih baik.Dalam penggunaan sumber daya manusia juga mengalami peningkatan, dimana AFP dan POLRI sepakat untuk melatih orang-orang yang akan bekerja di TNCC baik itu intelijen atau juga para staf yang bekerja di kantor. Pelatihan Case Management and Intelligence System (CMIS) di JCLEC oleh instruktur dari AFP dan POLRI. Pelatihan ini telah sangat membantu dalam pengembangan sumber daya manusia tentunya bagi para anggota POLRI yang terlibat. Pelatihan gabungan AFP/POLRI ini diberikan kepada anggota POLRI dari Polda dan Mabes POLRI Jakarta untuk dapat membantu secara optimal dalam penyelidikan mereka. Untuk mendukung TNCC menjadi pusat pengumpulan data mengenai kejahatan lintas batas, TNCC memerlukan teknologi tinggi yang dapat mendukung kinerjanya. Oleh karena itu Australia memberikan bantuan dana untuk mengembangkan kemampuan pusat pengumpulan data ini. Dengan dana dan juga teknologi yang diberikan maka hal ini dapat melancarkan kegiatan pengumpulan data, saling tukar informasi dengan negara lain dan juga sebagai tempat untuk mencari bukti kejahatan transnasional untuk mendukung kinerja hukum. Penyadapan yang dilakukan oleh Australia sempat menghentikan kegiatan serta kerjasama antara Indonesia dan Australia. Akibat dari penyadapan tersebut, Pemerintah langsung memberikan perintah untuk menghentikan setiap kegiatan dan juga pertukaran informasi yang dilakukan dengan Australia, menurut Kepala Badan Intelijen Negara, BIN, Marciano Norman, Australia telah melakukan penyadapan percakapan telepon sejumlah pemimpin Indonesia dalam kurun waktu 2007-2009.(www.bbc.co.uk) Namun setelah melalui berbagai tahapan Indonesia dan Australia akhirnya menandatangani perjanjian keamanan baru untuk memperbaiki hubungan yang sempat merenggang akibat dugaan penyadapan oleh intelijen Australia. PerjanjianJoint Understanding of a Code of Conduct (JUCC) itu ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Bali hari Kamis (28/08) dan disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (www.bbc.co.uk) Setiap hambatan dan kendala yang dihadapi dalam kerjasama oleh Indonesia dan Australia dapat diselesaikan, dengan kembalinya hubungan kerjasama keduanya maka diharapkan keduanya dapat terus meningkatkan kerjasama intelijen maupun operasi bersama hal ini untuk terus memerangi kejahatan lintas batas di kedua negara dan juga demi keamanan dari segala tindakan terorisme. 689
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
Untuk mengatasi permasalahan mengenai bentuk terorisme di Indonesia yang berbeda tersebut, pemerintah melakukan pendekatan secara preemptive. Pendekatan ini dilakukan dengan cara pencerahan ajaran agama oleh tokohtokoh kharismatik dan kredibilitas tinggi di bidang keagamaan untuk mengeliminir ekstrimisme dan radikalisisasi pemahaman ajaran agama oleh kelompok-kelompok fundamentalis garis keras. Kesimpulan Dalam upaya penanganan terorisme oleh Indonesia dan Australiamelalui TNCC, ada beberapa hal yang dilakukan oleh keduanya yaitu:Melalui pertukaran informasi intelijen oleh POLRI dan juga AFP. Hal ini dilakukan untuk saling mendukung kedua negara dalam memperoleh informasi-informasi penting mengenai kejahatan lintas batas yang terjadi di antara kedua negara.Dengan begitu setiap intelijen yang ada di masing-masing negara mampu menanggulangi setiap tindakan yang mungkin mengarah kepada tindakan teror dan juga setiap kejahatan lintas batas lainnya. Untuk meningkatkan kemampuan kedua negara dalam menanggulangi kejahatan lintas batas, pelatihan Case Management and Intelligence System (CMIS) tahun 2011 dilaksanakan pada tanggal 1 - 3 Maret di JCLEC oleh instruktur dari AFP dan POLRI. Pelatihan gabungan AFP/POLRI ini diberikan kepada anggota POLRI dari Polda dan Mabes POLRI Jakarta. Anggota POLRI, yang kebanyakan berasal dari Satgas Penyelundupan Manusia dan Pusiknas POLRI belajar cara menggunakan CMIS untuk dapat membantu secara optimal dalam penyelidikan mereka. Beberapa hal yang menjadi upaya dari TNCC ini telah memberi dampak yang baik bagi keamanan di Indonesia. Dalam setiap pertemuan-pertemuan internasional yang dilakukan selain meningkatkan hubungan lembaga yang terlibat, hal itu juga sangat berpengaruh dalam peningkatan kerja dari pusat data tersebut. Bantuan dana yang diberikan, serta pelatihan terhadap setiap anggota POLRI dan pertukaran interlijen telah mengembangkan kemampuan masing-masing individu, yang berdampak pada kemampuan dari POLRI dan intelijen untuk menanggulangi kejahatan lintas batas dan terutama terorisme yang akan selalu mengancam keamanan negara. Upaya yang dilakukan untuk terus mengembangkan kemampuan individu dan teknologi dalam TNCC menjadi salah satu bukti keseriusan Indonesia dan Australia untuk melawan tindakan terorisme dan kejahatan lintas batas lainnya.
Daftar Pustaka Buku Abdul Wahid, dkk, 2004. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum. Bandung: PT. Rafika Aditama
690
Penanganan Terorisme oleh Indonesia-Australia melalui TNCC (Benedict)
Anggraini, Rizky, 2008. Kerjasama Keamanan antara Jepang dan AS pada masa Pemerintah Shinzo Abe.Samarinda: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. dikutip dari Bandoro, Bantarto,1996. Agenda & Penataan Keamanan di Pasifik. Centre for Strategic & Internastional Studies (CSIS). Jakarta Bianchi, Andrea, Keller,Alexis, 2008. Introduction to Counterterrorism Democracy’s Challenge.Oxford and Portland,Oregon : Hart Publishing Ben Golder and George Williams, 2003.“What is ‘Terrorism’? Problems of Legal Definition”. UNSW Law Journal Vol. 27(2). Sydney Jack P. Gibbs, 1989. Conceptualization of Terrorism. Washington DC: American Sociological Association Kusumohamidjojo, Budiono, 1987. Hubungan Internasional-Kerangka Studi Analitis, Jakarta : Binacipta R.Soeprapto,1997. .Hubungan Internasional :Sistem Interaksi dan Prilaku, Jakarta :PT.Raja Grafindo Persada Media massa cetak dan elektronik / internet “BIN: Australia menyadap Indonesia sejak 2007” diakses dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/11/131120_bin_s adap_australia pada tanggal 10 Oktober 2014 ”Bom
Bali I dan II” diakses http://www.museum.POLRI.go.id/lantai2_gakkum_bom-bali.html tanggal 7 november 2013
dari pada
“CMIS” diakses darihttp://tncc.co.id/id/page/4/cmis.html pada tanggal 25 Juli 2014 “Indonesia, Australia tandatangani perjanjian keamanan” diakses dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140828_ri_aus _sadap_mou pada tanggal 10 Oktober 2014 “Peraturan Pemerintah Pengganti UU Republik IndonesiaNomor 1 Tahun 2002tentangPemberantasan Tindak Pidana Terorisme” diakses darihttp://hukum.unsrat.ac.id/uu/perpu_1_02.html, pada tanggal 20 Oktober 2013
691
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 679 - 692
“Pengertian Terorisme Menurut Para Ahli dan Karakteristik Organisasi Terorisme”diakses dari http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertianteroris-dan-karakteristik.html pada tanggal 22 Juli 2014 ”Penanggulangan Terorisme” diakses dari http://www.kemlu.go.id pada tanggal 7 November 2013 “TNCC” diakses dari http://tncc.co.id/id/ pada tanggal 24 Juli 2014 “Woyla terorisme pertama di Indonesia”diakses darihttp://news.okezone.com/read/2009/10/15/343/265886/woylaterorisme-pertama-di-indonesiapada tanggal 25 Maret 2015
692