UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN ALAM SITUS DUNGUSCIGEDE DI DESA LANGKAPLANCAR KECAMATAN LANGKAPLANCAR KABUPATEN PANGANDARAN ¹H. Nedi Sunaedi Drs., M.Si (
[email protected]) ²Pian Sopian Saleh (
[email protected])
Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi ABSTRACK PIAN SOPIAN SALEH. 2014. “The effort of Natural Environment Conservation of Dunguscigede site in Langkaplancar Village, Sub-district of Langkaplancar, District of Pangandaran”. Geography Educational Program, Faculty of Teaching and Education, Universitas Siliwangi. The background of the research was the presence of natural destruction in Dunguscigede site of Langkaplancar Village as the result of the society behavior irresponsibility, the condition is miserable, because Dunguscigede forest was benefited area for life, especially the water resources as the fulfillment of the society needs in Langkaplancar village, sub-district of Langkaplancar, district of Pangandaran. The problems studied in the research are how the condition in Dunguscigede site of Langkaplancar village, sub-district of Langkaplancar, district of Pangandaran is and the efforts to preserve Dunguscigede site of Langkaplancar village, subdistrict of Langkaplancar, district of Pangandaran. The purpose of the study is to find out the condition of Dunguscigede site and the efforts to preserve Dunguscigede site of Langkaplancar village, sub-district of Langkaplancar, district of Pangandaran. The study uses qualitative method and the data is collected through field observations, interviews, review of literature, and documentation. The informants are the elders of Langkaplancar village who know the history of the conditions of Dunguscigede site, the head of Langkaplancar village as the highest leader who owns the area, and people who concern about the natural environment preservation of Dunguscigede site. The results of the study shows that Dunguscigede site is in a poor condition, such as the condition of the land which is no longer covered by large trees and the lack of the water in the springs. The damages are miserable as Dunguscigede forest was an area with abundant springs that utilized by the society. There are efforts that have been done to preserve the natural environment of Dunguscigede site, such as government efforts in reforestation program on vacant lands and critical lands, and taking care and maintaining the area based on mutual interest and society participation in running the programs that planned by the government of Langkaplancar village, sub-district of Langkaplancar, district of Pangandaran. Keyword: Environment Conservation of Dunguscigede ¹Dosen Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP Univ. Siliwangi Tasikmalaya ²Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP Univ. Siliwangi Tasikmalaya
1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Fenomena dan isu global yang sedang menguat saat ini adalah rusaknya lingkungan hidup, sebagai akibat dari gagalnya manusia sebagai khalifah Tuhan YME di muka bumi ini. Ancaman kekeringan, banjir, longsor, dan bencana alam yang lainnya yang bisa merusak bentuk muka bumi sekarang ini merajalela di setiap wilayah. Kejadian tersebut sebagai dampak dari ulah manusia yang tidak memperhatikan lagi nilai atau norma dan etika sehingga mengeksploitatif terhadap kekayaan alam dan hayati dianggap perbuatan biasa. Beberapa upaya sudah dilaksanakan baik secara struktural seperti adanya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan dan pengelolaannya maupun gerakan masyarakat. Daerah Dunguscigede merupakan kawasan hutan yang berada di Desa Langkaplancar yang mempunyai luas ± 5 Ha, menurut cerita rakyat Langkaplancar yang penulis wawancarai mengenai silsilah tentang adanya hutan larangan Dunguscigede adalah, bahwa dahulu sekitar tujuh generasi ke belakang
dari penulis masyarakat Langkaplancar mempunyai keyakinan
terhadap animisme dan dinamisme, animisme adalah kepercayaan terhadap roh nenek moyang
yang sakti, sedangkan kepercayaan dinamisme adalah
kepercayaan terhadap benda-benda baik batu besar, pohon besar, atau tempat yang menyeramkan. Kepercayaan animisme dan dinamisme tersebut terpelihara dengan baik dari generasi ke generasi. Di tengah-tengah pemukiman rakyat di Desa Langkaplancar ada sebuah Dungus (Hutan kecil) yang dulu di tumbuhi dengan berbagai poho-pohon besar terutama pohon kiara (Sejenis pohon beringin). Di dalam hutan itu terdapat sebuah goa alam yang bernama “Goa Hahawuan”, disebut Hahawuan karena bentuknya menyerupai hawu (Tempat memasak di Langkaplancar) di dalam goa tersebut terdapat sebuah makam leluhur yang bernama Eyang Sukarsih. Karena kepercayaannya itu makam Eyang Sukarsih yang ada di dalam goa Hahawuan tersebut dikeramatkan, kemudian tempat itu terjaga, terawat dan terpelihara secara baik, di tempat tersebut muncul berbagai mitos yang 2 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
pada jamannya sangat dipercayai dan diyakini diantaranya ada kepercayaan bahwa di tempat itu terdapat benda-benda pusaka, terdapat harta karun yang apabila dilakukan semedi dengan baik benda tersebut akan menjadi miliknya, masyarakat juga percaya bahwa apabila berprilaku senonoh di tempat tersebut akan berakibat buruk, seperti kesurupan dan sakit yang tidak lazim. Seiring dengan berjalannya waktu terjadilah kontak sosial antara masyarakat pribumi dengan masyarakat luar, akibat dari interaksi tersebut maka terjadi proses sosialisasi dan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya di tengah masyarakat. Kemudian pada waktu itu juga paham animisme dan dinamisme berbaur dengan paham Islam di masyarakat sehingga terjadilah hal-hal yang kontradiktif antara paham animisme dan dinamisme dengan ajaran Islam, masuknya ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat membawa pengaruh besar terhadap lingkungan sosial karena dalam ajaran Islam sangat dilarang sekali untuk mendewakan roh nenek moyang dan memuja pohonpohon besar yang di keramatkan sehingga terjadilah pergeseran kepercayaan di masyarakat. Karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, pengaruh kepercayaan yang semakin memudar, dan himpitan ekonomi yang semakin berat sehingga perilaku masyarakatpun mulai berubah, mereka mulai berani menjarah dan mengeksploitasi sumber kekayaan yang ada di dalam hutan Dunguscigede tersebut seperti; kayu, batu, dan tanah secara bertahap. Akibat perilaku masyarakat yang tidak bertanggung jawab itu hutan Dunguscigede mulai rusak tidak terjaga dan tidak terpelihara lagi. 1.2 TUJUAN Adapun penulisan artikel ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran dan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam melestaikan lingkungan alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran.
3 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
2. METODE PENELITIAN Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pemilihan metode kualitatif ini didasarkan bahwa penulis mencoba memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana kondisi lingkungan di Situs Dunguscigede Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam melestarikan lingkungan alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. Teknik pengambilan responden (informan) dipilih berdasarkan informan-informan terpilih yang kaya dengan pengetahuan yang bersifat mendalam tentang upaya pelestarian lingkungan alam Situs Dunguscigede. Bahkan dalam penelitian kualitatif informan tersebut terus berkembang sepanjang pertanyaan dalam penelitian belum terjawab atau terungkap. Adapun informan-informan tersebut sebagai berikut: 1. Kasepuhan, yaitu tokoh masyarakat yang sangat dihormati dan tau tentang sejarah dan kondisi Situs Dunguscigede. 2. Kepala Desa Langkaplancar, yaitu aparatur negara yang paling berwenang secara administratif terhadap keadaan Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. 3. Masyarakat Desa Langkaplanacar, yaitu masyarakat yang secara administratif berada di wilayah Desa Langkaplancar yang mempunyai kepedulian terhadap kelestarian Situs Dunguscigede. 3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1 PEMBAHASAN Secara geografis wilayah Desa Langkaplancar berada di sebelah Utara dari Ibu kota Kabupaten pangandaran (Parigi). Jarak dari Ibukota Kecamatan 10 Km dan dari Ibukota Kabupaten Pangandaran (Parigi) 23 Km. Luas wilayah Desa Langkaplancar 1655,06 jiwa yang terdiri dari 5 Dusun yaitu Dusun Girikarya, Dusun Cijalu, Dusun Cipancur, Dusun Langkaplancar dan Dusun Galunggung. 4 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
Secara umum morfologi Desa Langkaplancar sebagian besar daerah perbukitan yang merupakan perkebunan. Tanah pedataran 1524,06 hektar, yang terdiri dari tanah pemukiman dan perkantoran, perkebunan, pekarangan, kuburan serta fasilitas lainnya. Daerah pesawahan 131 Ha, sehingga luas keseluruhan Desa Langkaplancar 1655,06 Ha. Ketinggian rata-rata daerah penelitian adalah 750 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 2030% . Iklim di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar tidak jauh berbeda dengan keadaan iklim di Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya pada umumnya. Sesuai dengan kondisi geografisnya Desa Langkaplacar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran termasuk kedalam iklim tropis dengan suhu antara 20 - 27 ºC. Di bawah ini akan di jelaskan tentang bagaimana kondisi lingkungan alam Situs Dunguscigede dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam melestarikan lingkungan alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. 3.2 Kondisi Lingkungan Alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan langkaplancar Kabupaten Pangandaran Lingkungan alam Situs Dunguscigede dulunya merupakan tempat yang sangat terjaga dan terpelihara oleh masyarakat di Desa Langkaplancar. Karena masyarakat Langkaplancar dulunya sangat mentaati sekali terhadap larangan-larangan yang dibuat oleh orang tua zaman dahulu, sehingga kondisi lingkungan alam Situs Dunguscigede pada waktu itu kondisinya benar-benar terjaga dan terpelihara oleh masyarakat. Seiring berjalannya waktu jumlah penduduk yang semakin bertambah, kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan kepedulian masyarkat tentang pentingnya menjaga lingkungan di masyarakat semakin rendah, sehingga lingkungan alam yang ada di dalam hutan Dunguscigede mengalami kerusakan. Kerusakan-kerusakan tersebut bisa dilihat di dalam kawasan hutan Dunguscigede seperti banyaknya sisa-sisa pohon besar yang ada di dalam hutan, hilangnya berbagai jenis hewan yang dulu pernah ada, dan berkurangnya debit air yang dikeluarkan dari dalam hutan Dunguscigede.
5 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
Hal itu sangat disayangkan mengingat hutan Dunguscigede dulunya merupakan hutan yang memiliki sumber mata air yang sangat melimpah dan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai sumber pemenuhan kehidupan seperti untuk air bersih, pengairan kolam ikan dan lahan pertanian. 3.3 Upaya-upaya yang dilakukan dalam melestarikn Situs Dunguscigede di Desa Langaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran a. Upaya pemerintah Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran Upaya adalah usaha atau ihktiar untuk mencapai suatu maksud dalam memecahkan persoalan dan mencari jalan keluar dalam melakukan sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Setelah Perdes No 02 Tahun 2007 resmi dijadikan payung hukum tentang pengelolaan Situs alam yang ada di Desa Langkaplancar, maka pemerintah Desa langsung sigap dengan memprogramkan tiga hal sebagai program pemerintah diantaranya: 1) Penanaman kembali lahan yang kosong dan lahan kritis di dalam hutan Dunguscigede dengan menyediakan bibit pohon baros (manglid) sebanyak 500 pohon pada tahu 2013. 2) Merawat dan menjaga hutan Dunguscigede dengan pengelolaan yang berdasarkan kepentingan bersama, yaitu pengelolaan yang dilakukan dengan beberapa elemen masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan alam di Desa Langkaplancar. 3) Menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat dan generasi muda akan pentingnya menjaga lingkungan alam di Desa Langkaplancar b. Partisipasi Masyarakat Pembangunan yang disusun pemerintah tidak akan berjalan lancar jika tidak ada partisipasi dari masyarakat. Pembangunan yang partisipatif mencermikan adanya keterlibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan proyek pembangunan, sehingga menjamin persepsi, sikap, dan pola berpikir serta nilai-nilai pada masyarakat
6 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
dipertimbangkan. Selain itu, mencerminkan adanya umpan balik (feed back) antara pembangunan dan masyarakat. Program yang dilakukan pemerintah yang pertama langsung di sambut baik oleh masyarakat dengan langsung melaksanakan program penanaman pohon baros (manglid) sebanyak 500 pohon dan sudah terealisai pada tahun 2013 yaitu berkaitan dengan mereboisasi lahan-lahan yang kosong dan lahanlahan yang kritis di dalam hutan Dunguscigede untuk dikembalikan lagi kelestariannya, sehingga sumber mata air yang ada di dalam hutan Dunguscigede menjadi seperti semula dan dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan yang lainnya sesuai dengan produktifitas hutan tersebut yaitu sebagi sumber pemenuhan kebutuhan
air
bagi
masyarakat.
Winarto
(2003),
memberikan
definisi/pengertian reboisasi sebagai berikut: a) Upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak berupa
lahan
kosong,
alang-alang
atau
semak
belukar
yang untuk
mengembalikan fungsi hutan (PP 35/2002). b) Kegiatan penanaman atau peremajaan pohon-pohon dan/atau jenis tanaman lain dan berbagai kegiatan penunjang di dalam kawasan hutan (hutan negara) dan areal lain yang berdasarkan rencana tataruang atau tataguna hutan diperuntukkan sebagai hutan (hutan tetap) (Kepmenhut 797/KptsII/1998). c) Upaya untuk memulihkan kembali dan meningkatkan produktivitas kawasan hutan yang kondisinya rusak, kosong dan kritis serta tidak produktif dengan cara menanam pohon-pohon agar dapat berfungsi secara optimal sebagai unsur pengatur tataair serta sebagai perlindungan alam lingkungan (Kepmenhutbun 778/Menhutbun-V/1998). d) Permudaan hutan di dalam kawasan hutan yang dilakukan menurut berbagai sistem silvikultur yang berlaku (Kepdirjen RRL 16/Kpts/V/1997). Program pemerintah yang kedua yaitu mengenai merawat dan menjaga hutan Dunguscigede dengan pengelolaan yang berdasarkan kepentingan bersama, yaitu pengelolaan yang dilakukan dengan beberapa elemen 7 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan alam khususnya lingkungan alam Situs Dunguscigede. Dalam program ini banyak melibatkan elemen masyarakat di dalamnya, karena pengelolaan tidak akan berjalan tanpa ada dukungan dari beberapa elemen lainnya, mengingat aturan-aturan yang ada di Desa Langkaplancar tentang perlindungan hutan Dunguscigede belum secara tertulis, kemudian pengelolaanya juga masih dalam proses berjalan dan bertahap dengan bantuan beberapa elemen masyarakat seperti kasepuhan, karang taruna dan masyarakat yang peduli terhadap kelestarian hutan Dunguscigede. Hal itu juga mengingat bahwa upaya reboisasi merupakan hal yang sudah umum dilaksanakan tapi kalau tidak ada kelanjutannya dikhawatirkan akan terjadi kerusakan lagi. Menurut hasil wawancara kepada kasepuhan dan tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap kelestarian Situs Dunguscigede, mereka dalam memberikan larangan dan menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan Situs Dunguscigede yaitu dari mulut ke mulut, kemudian dari pengajian-pengajian yang dilakukan oleh kasepuhan yang ada di Desa Langkaplnacar, dan ketika musyawarah di berbagai acara seperti musyawarah di Desa atau perkumpula pemuda karang taruna. Kemudian program yang terakhir yaitu menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, yaitu melalui karang taruna Desa Langkaplancar yang secara aktif para pemuda ikut bersama masyarakat dalam kegiatan merawat dan menjaga kawasan hutan Dunguscigede. hal tersebut dilakukan supaya pemuda dan masyarakat aktif dan mempunyai jiwa kepeduian terhadap lingkungan alam yang ada di Desa Langkaplancar. Kemudian partisipasi pemuda karang taruna yang baru-baru dilakukan yaitu pembuatan plang di Situs Dunguscigede sebagai identitas daerah tersebut supaya lebih terjaga lagi oleh masyarakat di Desa Langkaplancar. Hal ini sejalan dengan pendapat Syahyuti (2006), mendefinisikan Partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap keterhubungan diantara stakeholder yang berbeda dalam masyarakat, yaitu kelompok sosial 8 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga jasa lainnya. Partisipasi merupakan proses dimana masyarakat ikut terlibat dalam merumuskan proyek pemerintah yang dilakukan yang terkait dengan masyarakat setempat. Tujuan partisipasi adalah meningkatkan keteguhan hati (self-determination) serta terbangunnya kontrol dan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya. 4. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Maju mundurnya suatu kebudayaan akan membawa perubahan terhadap lingkungan hidup di masyarakat, apakah itu perubahan yang membawa dampak positif atau perubahan yang membawa dampak negatif. Seperti halnya kebudayaan di Desa Langkaplancar, masyarakat Langkaplancar pada waktu itu sangat patuh sekali terhadap larangan-larangan yang dibuat oleh orang tua jaman dahulu. Kepatuhan-kepatuhan masyarakat tersebut akhirnya membawa dampak positif terhadap lingkungan alam di Desa Langkaplancar khususnya lingkungan alam di Situs Dunguscigede. Kondisi lingkungan alam Situs Dunguscigede pada waktu itu benar-benar lestari, terjaga dan terpelihara oleh masyarakat di Desa Langkaplancar. Seiring berjalannya waktu larangan-larangan tersebut semakin pudar di masyarakat akibat terjadinya interaksi dengan masyarakat luar, kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan alam di masyarakat semakin hilang. Kondisi seperti itu membawa dampak negatif terhadap lingkungan hutan Dunguscigede yang mana masyarakat pada waktu itu mulai berani menjarah di dalam hutan Dunguscigede meskipun hutan tersebut sebagai hutan larangan yang tidak boleh di ganggu. Setelah kondisi hutan Dunguscigede rusak, banyak masyarakat yang mengeluhkan
terhadap
kerusakan
tersebut,
karena
mengingat
hutan
Dunguscigede merupakan tempat yang sangat menarik dan terdapat sumber mata air yang banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat di Desa Langkaplancar. Kemudian di dalam hutan Dunguscigede selain terdapat sumber mata air yang melimpah juga terdapat goa alam yang sangat menarik 9 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
dan perlu untuk dilestariakan keberadaanya (Goa Hahawuan). Karena selain memiliki sejarah panjang di Desa Langkaplancar di dalam goa tersebut juga terdapat stalaktit yang mana apabila dirawat dan ditata dengan baik goa tersebut bisa dijadikan media penelitian bagi para pelajar dan ini merupakan aset daerah yang perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan kedepannya. Upaya-upaya yang dilakukan dalam melestarikan Situs Dunguscigede yaitu upaya pemerintah Desa Langkaplancar dengan memprogramkan tiga hal sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan alam Situs Dunguscigede (1) Penanaman kembali lahan yang kosong dan lahan kritis di dalam hutan Dunguscigede dengan menyediakan bibit pohon baros (manglid) sebanyak 500 pohon pada Tahun 20013 (2) Merawat dan menjaga hutan Dunguscigede dengan pengelolaan yang berdasarkan kepentingan bersama yaitu pengelolaan yang dilakukan dengan beberapa elemen masyarakat (3) Menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat dan pemuda akan pentingnya menjaga lingkungan alam di Desa Langkaplancar. Kemudian partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan alam Situs Dunguscigede yaitu dengan melaksanakan program-program yang direncanakan oleh pemerintah Desa Langkaplancar yaitu dengan mereboisasi lahan-lahan yang kosong dan lahan-lahan yang kritis di dalam hutan Dunguscigede untuk dikembalikan ke fungsinya semula yaitu sebagai hutan lindung. Program yang kedua yaitu menjaga dan memelihara hutan Dunguscigede dengan pengelolaan yang berdasarkan atas kepentingan bersama, karena mengingat aturan-aturan yang melarang tidak boleh merusak hutan di masyarakat belum ada secara tertulis dan bentuk pelestariannya juga masih dalam tahap proses, untuk itu dalam hal pengelolaan hutan Dunguscigede harus melibatkan elemen masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat seperti larangan-larangan yang dibuat tokoh masyarkat dari mulut ke mulut, ketika penyuluhan-penyuluhan, dan dalam pengajian-pengajian yang dilakukan di masyarakat. Kemudian menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat dan generasi muda akan pentingnya menjaga lingkungan dengan cara melaksanakan 10 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
sosialisasi kepada masyarakat dan mengajak kepada generasi muda dalam organisasi karang taruna supaya generasi muda lebih aktif dan memiliki jiwa kepedulian terhadap lingkungan alam khususnya menjaga lingkungan alam yang ada di Situs Dunguscigede. Bentuk-bentuk partisipasi pemuda karang taruna
yang baru-baru dilakukan yaitu pembuatan plang di Situs
Dunguscigede sebagai identitas daerah tersebut supaya lebih terjaga dan terpelihara lagi oleh masyarakat di Desa Langkaplancar. B. Saran-Saran Saran yang peneliti sampaikan dalam upaya pelestarian lingkungan alam Situs Dunguscigede di Desa Langkaplancar Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran adalah sebagai berikut ; (1) Upaya pelestarian Lingkungan hutan Dunguscigede adalah hal yang sangat baik. Hal ini harus terus dipelihara agar lebih ditingkatkan mengingat peranan dan fungsi sumberdaya hutan sangat penting bagi kehidupan masyarakat sekitar hutan, ekosistem, dan perikehidupan yang berada pada suatu kawasan dearah aliran sungai karena salah satu fungsi dari hutan adalah sebagai fungsi hidrologis. (2) Perlu adanya kerjasama antar berbagai pihak, pemerintah, masyarakat, akademisi, dan LSM untuk ikut serta dalam mengembalikan dan melestarikan hutan yang dianggap sebagai hutan lindung. (3) Kepada generasi sekarang maupun yang akan datang supaya lebih menghargai peninggalan-peninggalan yang diberikan oleh alam serta ikut dalam menjaga dan melestarikan kawasan lingkungan alam. (4) Bagi peneliti lanjutan, pada hal-hal yang belum dikaji dalam penelitian ini hendaknya diteliti lebih mendalam lagi agar kajian yang dihasilkan dapat lebih bermanfaat dalam hal menjaga pelestarian lingkungan alam.
11 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, Muhammad. (2005). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung : PT Citra Aditya Bakti Erwin, Muhamad. (2011). Hukum Lingkungan. Bandung : PT Refika Aditama Manik, K. E. S. (2009). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Masruri M.S., et al. (2002). Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: UPT MKU Universitas Negeri Yogyakarta. Setia zain, Alam. (2000). Hukum Lingkungan Konservasi Hutan Dan Segi-Segi Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta Soekanto, Soerjono. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soemarwoto, Otto. (2004). Ekologi Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Suparmoko. (2013). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. BPFEYogyakarta : Anggota IKAPI.
12 | H. Nedi Sunaedi dan Pian Sopian Saleh Pelestarian Lingkungan Alam Situs Dunguscigede