UPAYA MEMACU PERTUMBUHAN LEAN DOMBA PEDAGING DENGAN MODULASI TESTOSTERON ENDOGEN MENGGUNAKAN EKSTRAK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia JACK)
ZUBIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Upaya Memacu Pertumbuhan Lean Domba Pedaging dengan Modulasi Testosteron Endogen Menggunakan Ekstrak Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
ABSTRACT ZUBIR. Lean Growth Promotion of Sheep by Endogenous Testosterone Modulation with Eurycoma Longifolia Jack Extract. Under direction of RUDY PRIYANTO, EDDIE GURNADI, and WASMEN MANALU. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack/ELJ) is frequently claimed to increase the expression of masculinity, including induced the lean growth. Bioactive components that play a role in this case was identified as a peptide compounds. The ELJ peptides potentially become a natural ingredients to improve carcass production and quality. The experiment was aim to obtain and characterization peptide extract from root of ELJ, to assess the ability of some protection methods of the peptide in the rumen and to observe the influence of ELJ peptide supplementation on growth, carcass and meat characteristic of rams. The experiment was conducted in three phases. The first phase was extraction and characterization of peptides from ELJ root. Extraction was based on the solubility properties of peptides in the acid-base solution. Characterization of the extract included proximate analysis, electrophoresis and GC-MS. The second phase studied ELJ peptide protection in the in vitro rumen with three methods. These methods were polymeric encapsulation with a primary coat are 2-vinylpyridine+ styrene, hydrophobic encapsulation with stearic acid+beeswax and binding peptide by tannic acid. The third phase was applied to sheep meat. Sixteen rams were divided into 4 treatment groups in the form of ELJ extract suplemented 0, 1.5, 3 mg/kg BW for P0, P1, P2 respectively and LJ100™ 1 mg/kg BW for P3. Observations were made on growth, feed efficiency, body composition, carcass and meat traits. The yield of the extraction from the ELJ root was 0.53% in dry matter with a peptide content of 34.57% and peptide recovery was as much as 8.30%. The resulting peptides have a wide range of bands, but all have a molecular weight below 45 kD. Hydrophobic encapsulation gave the most protective peptide based on organic matter digestibility and NH3 production. There were no significantly differences between treatments on ram growth performance, carcass yields and plasma testosterone level. However, the treatment affected significantly (P<0.05) on Hb, RBC and carcasses composition. The fat weight of dissected carcass of P2 and P3 were significantly lower than P0 (P<0.05) and P1 (P<0.01). Fat reduction occurred in all wholesale cuts and more apparent in the fore saddle. The rams with P2 and P3 treatment had significantly heavier lean weight compared to those with P0 and P1 (P<0.05). ELJ treatment did not have any significant effect on weight of bones, wholesale cuts, noncarcass components and meat properties. Keywords : Ram, lean growth, testosterone, Eurycoma longifolia Jack
RINGKASAN ZUBIR. Upaya Memacu Pertumbuhan Lean Domba Pedaging dengan Modulasi Testosteron Endogen Menggunakan Ekstrak Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack). Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO, EDDIE GURNADI, dan WASMEN MANALU. Pertumbuhan jaringan otot dalam upaya meningkatkan produksi lean telah banyak diupayakan melalui mekanisme hormonal terutama menggunakan androgen. Penggunaan hormon sintetis atau derivatnya sebagai pemacu pertumbuhan ternak hingga saat ini masih kontroversial karena efek karsinogenik dari residunya. Perolehan manfaat anabolik dari testosteron dapat diupayakan melalui peningkatan produksi testosteron endogen. Testosteron endogen suatu individu dinyatakan dapat meningkat setelah mengkonsumsi preparat alami Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack/ELJ). Komponen bioaktif yang berperan dalam hal ini telah diidentifikasi merupakan senyawa peptida. Kemungkinan penggunaan peptida ELJ sebagai pemacu pertumbuhan otot ruminansia pedaging akan sangat relevan dan layak untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak peptida akar ELJ dan mengungkap karakteristiknya, mengkaji upaya proteksi peptida ELJ di rumen dengan enkapsulasi dan menguji kemampuan peptida ELJ terenkapsulasi dalam meningkatkan pertumbuhan lean dan efisiensi pakan domba jantan. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap I adalah ekstraksi dan karakterisasi peptida/protein akar ELJ. Ekstraksi didasarkan pada sifat kelarutan senyawa protein pada suasana asam-basa. Guna memperoleh ekstrak yang optimal, pengaruh ukuran partikel, pH dan lama maserasi diamati. Karakterisasi ekstrak meliputi komposisi kimia ekstrak berdasarkan analisis proksimat dan GCMS, serta bobot molekul peptida/protein dengan elektroforesis. Tahap II, kajian proteksi peptida ELJ di rumen dengan enkapsulasi. Tiga metode proteksi diujikan dalam suasana rumen secara in vitro. Ketiga metode tersebut adalah enkapsulasi polimerik dengan penyalut utama 2-vinylpyridine+styrene, enkapsulasi hidrofobik dengan penyalut utama asam stearat+malam dan pereaksian peptida dengan asam tanat. Pengamatan dilakukan terhadap kecernaan bahan organik dan produksi gas amoniak. Tahap III, uji kemampuan peptida ELJ terenkapsulasi dalam meningkatkan performa pertumbuhan dan karakteristik karkas. Enam belas ekor domba jantan priangan umur ± 1 tahun dengan bobot awal 30.43 ± 1.41 kg dipelihara dalam kandang individual selama 108 hari. Pakan diberikan berupa rumput gajah dan konsentrat. Sebelum pemberian konsentrat setiap pagi, terlebih dahulu diberikan suplemen yang dibedakan atas empat macam, masing-masing untuk empat ekor domba. Keempat macam perlakuan suplemen tersebut adalah P0, P1, P2, dan P3, masing-masing dengan kandungan peptide ELJ 0, 1.5, 3 dan 1 mg/kg bobot badan. Peptida ELJ pada perlakuan P1 dan P2 merupakan hasil ekstraksi sendiri, sedangkan pada P3 merupakan produk komersial mengandung eurypeptide®. Pengamatan dilakukan terhadap kadar testosteron plasma, profil darah, neraca N, pertumbuhan, konversi pakan, komposisi tubuh, kualitas karkas dan sifat fisik daging. Data dianalisis kovariansi dengan bobot tubuh kosong sebagai kovariat bobot karkas dan bobot setengah karkas sebagai kovariat komponen karkas dan potongan komersial.
Kegiatan ini mendapatkan recovery ekstrak peptida/protein akar pasak bumi sebanyak 8.30% dan ekstrak kering sebanyak 0.53% dengan kandungan protein kasar 34.57%. Peptida LJ 100 menghasilkan band tunggal pada jarak 5.1 cm dengan bobot molekul 17.66 kD, sedangkan peptida hasil ekstraksi sendiri memiliki sebaran band yang luas dengan 2 band utama. Peptida dengan bobot molekul yang sama dengan eurypeptide® juga sudah termasuk, meski bukan merupakan fraksi yang dominan. Metode enkapsulasi hidrofobik dengan bahan utama asam stearat memiliki kemampuan proteksi lebih tinggi dibanding enkapsulasi dengan bahan lain berdasarkan kecernaan bahan organik dan produksi gas NH3 rumen. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) rerata seluruh ternak adalah 77.7 ± 10.9 g/hari (CV 14.0%). Perbedaan pertumbuhan tersebut di antara perlakuan berbeda tidak nyata, mengindikasikan bahwa sulplementasi peptida pasak bumi tidak berpengaruh pada pertumbuhan ternak. Kecernaan bahan kering pakan juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Peningkatan neraca N cenderung lebih tinggi pada kelompok ternak yang diberi perlakuan peptida ELJ terutama P2 dan P3. P3 memperlihatkan peningkatan yang konstan pada semua variabel, sedangkan P2 berfluktuasi. Kecernaan BK pakan P2 paling banyak penurunannya di antara semua perlakuan, namun jumlah N yang diretensinya juga paling tinggi, terindikasi bahwa tidak ada hubungan retensi N dengan tingkat kecernaan BK. Hal ini kemungkinan karena faktor-faktor yang pengaruhnya dominan, bervariasi dalam rank yang sempit, sehingga dalam hal ini pengaruh tersebut tidak terlihat. Pengamatan terhadap kadar testosteron plasma memperlihatkan bahwa kadar testosteron P2 dan P3 terlihat lebih tinggi, namun tidak nyata secara statistik. Pengamatan terhadap profil darah memperlihatkan bahwa kadar haemoglobin (Hb) dan butir darah merah (BDM) lebih tinggi pada perlakuan P2 dan P3 dibanding P1, namun berbeda tidak nyata dengan P0. Konsentrasi haemoglobin ditentukan dan terkait dengan perubahan konsentrasi testosteron serum. Bobot potong rerata keseluruhan domba pada penelitian ini adalah 37.869 ± 968 g (CV = 2.56%) sehingga keseragamannya cukup tinggi. Keseragaman tersebut berkurang pada bobot tubuh kosong, dimana rerata totalnya 29.657 ± 1.185 g (CV = 4.0%). Hal ini disebabkan keragaman yang tinggi dari isi saluran pencernaan. Produksi karkas sangat dipengaruhi oleh bobot potong ternak dan perlakuan berpengaruh tidak nyata pada produksi karkas. Rerata keseluruhan bobot karkas adalah 16.973 dengan koefisien variasi 6%, sedangkan rerata persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong adalah 57.2% dengan koefisien variasi 2.71%. Lemak tubuh P2 dan P3 nyata lebih rendah dibanding P0 dan P1. P1 meski mendapatkan perlakuan ELJ namun masih memiliki kadar lemak yang tinggi karena memiliki bobot karkas yang juga tinggi. Persentase lemak tubuh meningkat seiring peningkatan bobot karkas dan bobot potong. Kebalikan dari bobot lemak, bobot otot P2 dan P3 nyata lebih tinggi (P<0.05) dibanding P0 dan P1. Bobot tulang dan bobot potongan komersial berbeda tidak nyata di antara perlakuan. Suplementasi ekstrak ELJ 1.5 mg/kg bobot badan (P1) tidak berpengaruh pada komposisi karkas.
Sebaran lemak diseksi memperlihatkan bahwa perbedaan dengan signifikansi yang lebih tinggi terlihat pada bagian perempat depan, dimana P0 dan P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa meski penurunan bobot lemak tubuh akibat perlakuan terjadi pada semua bagian tubuh, namun lebih nyata terlihat pada bagian perempat depan. Perbedaan bobot otot total antarperlakuan juga diikuti oleh perbedaan bobot otot masing-masing potongan komersialnya dengan pola yang sama. Bobot otot perempat belakang berbeda tidak nyata antarperlakuan, sama seperti komponennya yaitu potongan leg, loin dan flank, namun pola antar perlakuannya tidak sama. Sebaliknya, bobot otot perempat depan berbeda nyata dengan pola yang sama dengan bobot otot karkas. Ada indikasi bahwa peningkatan bobot otot karkas akibat perlakuan lebih mengarah pada perototan di bagian perempat depan. Bobot tulang antar-perlakuan pada semua potongan berbeda tidak nyata. Perbedaan yang nyata juga tidak ditemukan pada bobot komponen nonkarkas, sifat fisik daging dan komposisi kimia daging. Perbedaan yang nyata pada bobot lemak subkutan dan intermuskuler tidak diikuti oleh perbedaan lemak intramuskuler. Lemak intramuskuler berperan penting dalam menentukan nilai sensori daging, dan perlakuan suplementasi ELJ tidak mengurangi nilai tersebut. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa suplementasi ekstrak peptida pasak bumi dan Eurypeptide® masing-masing sebanyak 3 dan 1 mg/kg bobot badan dapat menurunkan bobot lemak dan meningkatkan bobot otot karkas domba jantan priangan. Penurunan bobot lemak dan peningkatan bobot otot tersebut lebih mengarah pada bagian perempat depan. Perlakuan suplementasi Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) berpengaruh tidak nyata pada bobot tulang dan bobot potongan komersial karkas dan karakteristtik daging. Meski perlakuan terlihat dapat “membelokkan” pembentukan lemak menjadi otot namun pengaruh-nya terhadap pertumbuhan dan produksi karkas domba tidak nyata.
Kata Kunci : Domba, pertumbuhan lean, testosteron, pasak bumi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
UPAYA MEMACU PERTUMBUHAN LEAN DOMBA PEDAGING DENGAN MODULASI TESTOSTERON ENDOGEN MENGGUNAKAN EKSTRAK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia JACK)
ZUBIR
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr.Ir. Komang G. Wiryawan (Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Prof. Dr. Rahmat Herman, MVSc. (Staf Pengajar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Elizabeth Wina, M.Sc. (Peneliti Madya pada Balai Penelitian Ternak) 2. Prof. Dr. Ir. Ismet Inounu MS. (Ahli Peneliti Utama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan)
Judul Disertasi
:
Nama NRP Program Studi
: : :
Upaya Memacu Pertumbuhan Lean Domba Pedaging dengan Modulasi Testosteron Endogen Menggunakan Ekstrak Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) Zubir D 061060071 Ilmu Ternak
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Rudy Priyanto Ketua
Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu Anggota
Prof. Dr. drh. H.R. Eddie Gurnadi, MSc. Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari, DEA.
Tanggal Ujian : 12 Januari 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur atas segala rahmat dan karunia yang telah penulis terima dari Allah SWT, sehingga dapat melangsungkan penelitian hingga menulis disertasi ini. Penelitian dan karya tulis ini dapat terlaksana tidak terlepas dari arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Dr. Ir. Rudy Priyanto, Prof. Dr. drh. Eddie Gurnadi, MSc. dan Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu. atas semua bimbingan, saran, koreksi, motivasi dan kebijaksanaan yang telah diberikan kepada penulis. Penelitian yang bertemakan pemacuan pertumbuhan ternak pedaging dengan bahan alami ini dilaksanakan pada tahun 2009 dan 2010, didanai oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui program KKP3T. Terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan biaya (baik pendidikan maupun penelitian) hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-3. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah turut membantu selama pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap agar Disertasi ini tidak hanya bermanfaat sebagai pemenuhan syarat program Doktor, tetapi lebih jauh dari itu juga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang peternakan.
Bogor, Januari 2012
Zubir
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Payakumbuh tanggal 22 Agustus 1969 dari pasangan Bapak H. Gazali dan Ibu Hj. Murnas dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, lulus pada tahun 1994. Melalui beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi Ilmu Ternak Program Pasacasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1999 hingga 2001. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa program doktor di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa yang sama. Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi sejak tahun 1998. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah sistem usaha tani ternak.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... Pertumbuhan Jaringan Otot .......................................................................... Peran Testosteron dalam Pertumbuhan Otot ............................................... Metabolisme Testosteron ............................................................................ Sistem Pengendalian Hipotalamus-Hipofisis-Testis ................................... Teknik Pendeteksian Hormon ..................................................................... Potensi Pasak Bumi ...................................................................................... Peptida Bioaktif, Metode Ekstraksi dan Karakterisasinya ............................. Proteksi Komponen Bioaktif Pakan Ruminansia ......................................... Komposisi Tubuh Domba ...........................................................................
5 5 6 10 13 14 15 16 17 19
BAHAN DAN METODE ...................................................................................... Ekstraksi dan Karakterisasi Peptida Pasak Bumi ........................................ Upaya Proteksi Peptida dari Degradasi Rumen........................................... Uji Penggunaan Peptida ELJ Terproteksi pada Domba Pedaging ..............
23 23 28 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. Preparasi Ekstrak Peptida Pasak Bumi ........................................................ Karakteristik Ekstrak Peptida Akar Pasak Bumi ......................................... Proteksi Peptida Pasak Bumi dari Degradari Rumen In vitro...................... Pertumbuhan dan Konsumsi Ternak ........................................................... Utilisasi Nitrogen Pakan .............................................................................. Kadar Testosteron Plasma Darah ................................................................ Profil Darah ................................................................................................. Performa Produksi Karkas............................................................................ Komposisi Fisik Karkas .............................................................................. Komposisi Nonkarkas................................................................................... Karakteristik Daging .................................................................................... Pembahasan Umum ......................................................................................
37 37 42 47 49 50 52 53 54 55 61 62 63
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71 LAMPIRAN ........................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Komposisi bahan kapsulasi hidrofobik penyalut peptida ..............................
29
2. Komposisi nutrisi bahan kering pakan rumput dan konsentrat selama pemeliharaan (% dari bahan kering)...............................................................
32
3. Hasil analisis proksimat komposisi nutrisi serbuk ELJ……….……….….…
38
4. Hasil pengerjaan ekstrak peptida akar ELJ………………..............................
39
5. Rerata perolehan ekstrak peptida dengan ukuran partikel, pH, serta lama perendaman yang berbeda ...............................................................................
40
6. Komposisi ekstrak peptida hasil analisis proksimat ..........................................
42
7. Jarak dan bobot molekul protein pada dua band dominan hasil SDS-PAGE ekstrak protein .................................................................................................
45
8. Kinerja pertumbuhan dan konsumsi pakan domba percobaan........................
50
9. Utilisasi nitrogen (N) pakan oleh domba menjelang dan akhir perlakuan.....
51
10. Kadar testosteron domba jantan pada hari ke-94 perlakuan suplementasi peptida pasak bumi……………………..…………………………………...
52
11. Profil darah domba jantan yang disuplementasi peptida pasak bumi .............
53
12. Produksi karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi ...........................................................................................
54
13. Komponen diseksi karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi...............................................................................
56
14. Potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi ............................................................................... 57 15. Sebaran lemak diseksi pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi…….……………
58
16. Sebaran otot pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi………………………………...
59
17. Sebaran tulang pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi……..….……………...….
61
18. Komponen nonkarkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi………………………………………………………….
62
19. Sifat fisik daging domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi…………………………………………………….…….
63
20. Hasil analisis proksimat otot domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi…………………..………..…………………….
63
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Skema biosintesis hormon testosteron.............................................
11
2. Mekanisme aksi hormon steroid dalam inti sel ..............................
12
3. Bagan tahapan pelaksanaan analisis SDS-PAGE...........................
25
4. Pengaruh ukuran partikel, tingkat basa, dan asam terhadap perolehan ekstrak peptida ..................................................................
41
5. Analisis gel SDS-PAGE peptida pasak bumi ..................................
44
6. Kromatogram endapan dari larutan asam proses ekstraksi peptida pasak bumi ........................................................................
46
7. Kromatogram supernatan dari larutan asam proses ekstraksi peptida pasak bumi ........................................................................
47
8. Grafik kecernaan (%) bahan organik sampel di dalam rumen secara in vitro......................................................................................
48
9. Grafik pembentukan gas NH3 (mM) dari sampel di dalam rumen secara in vitro .....................................................................................
49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Tampilan pengolahan data hasil elektroforesis .................................... 81 2. Tampilan pengolahan data analisis statistik dengan program SAS ..... 83
PENDAHULUAN Latar Belakang Program peningkatan produksi daging selain dapat dicapai melalui pendekatan kuantitatif juga dapat melalui pendekatan kualitatif berupa peningkatan kinerja produksi per individu ternak. Peningkatan produksi daging per individu terutama pada fase finishing dapat memberikan sumbangan sebesar 38% terhadap peningkatan produksi daging ruminansia (Parakkasi 1998). Pemeliharaan ternak fase akhir atau usaha penggemukan bertujuan untuk mendapatkan laju peningkatan bobot badan yang tinggi dengan pemberian pakan berkualitas dalam waktu singkat. Energi pakan mencapai kulminasi efisiensi pada titik tertentu dari laju pertumbuhan, meski bobot badan masih meningkat, namun komponen tubuh yang banyak berkembang hanya lemak. Saat penyiapan karkas, lemak nonedible ditrimming untuk dibuang atau dijual dengan harga yang rendah. Kondisi ternak dengan perlemakan tinggi memiliki harga per kg bobot hidup lebih rendah. Fenomena tersebut juga terjadi pada ternak domba, di mana domba ekor gemuk memiliki harga per kg bobot hidup lebih rendah dibanding domba ekor tipis. Memaksimalkan produksi daging per individu ternak dengan potensi individu yang ada dapat dilakukan melalui perbaikan manajemen pemeliharaan, perbaikan kualitas pakan, pemberian zat aditif, dan pemacu pertumbuhan. Zat pemacu pertumbuhan yang umum digunakan adalah hormon atau bahan sintetis sejenisnya, yang telah cukup lama dikenal dalam praktik dunia peternakan. Hormon Pemacu Pertumbuhan (HPP) telah dirasakan manfaatnya bagi perkembangan usaha ternak pedaging di negara-negara yang tidak dilarang penggunaannya. HPP dapat memperbaiki konversi pakan, meningkatkan hasil dan kualitas karkas, menurunkan kandungan lemak, dan mengurangi polusi dari limbah karena berkurangnya eskresi nitrogen. Penggunaan HPP hingga saat ini masih mengalami kontroversi, karena dapat menimbulkan efek karsinogenik bagi konsumen. Pelarangan penggunaan HPP diberlakukan di banyak negara termasuk Indonesia yang menerapkan Precaution Principles yang lebih baik dibanding Risk
2 Management. Bahan pengganti HPP dengan manfaat yang sama serta risiko minimal perlu diupayakan karena akan menjadi solusi terbaik. Tanaman pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack /ELJ) telah lama dikenal masyarakat
Indonesia
sebagai
tanaman
obat-obatan
yang
berkhasiat
menyembuhkan berbagai penyakit. Lebih jauh ekstrak ELJ telah dilaporkan memiliki sifat afrodisiak, aktivitas cytotoxic, antimalari, anxiolytic, dan antiulcer, serta hepatoprotektor. Studi fitokimia yang dilaksanakan pada ELJ menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki serangkaian senyawa kuasinoid (seperti eurycomalacton, eurycomanon, dan eurycomanol) yang terutama bertanggung jawab atas rasa pahit, triscullanestype triterpenes, turunan squalene, biphenylneo-lignans, canthin-6-one dan β-carboline alkaloids (Bedir et al. 2003). Meski memiliki banyak khasiat, tanaman ELJ lebih populer dengan fungsi afrodisiak untuk meningkatkan vitalitas pria. Kemampuan afrodisiak yang dimiliki ELJ terutama karena tanaman ini dapat meningkatkan kadar testosteron plasma darah. Testosteron adalah hormon steroid yang terutama diproduksi testis, bekerja memacu pertumbuhan genital lelaki, menentukan karakter seksual sekunder lelaki dan bersifat anabolik. Aksi hormon ini dalam anabolisme protein, meningkatkan otot skeletal, retensi nitrogen, dan mengurangi amonia dalam darah (Schmitt 1976). Testosteron meningkatkan massa otot melalui peningkatan sintesis protein otot sekitar 27% (Griggs et al. 1989). Hasil studi Hamzah dan Yusof (2003) menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak ELJ 100 mg/hari selama 5 minggu dapat meningkatkan massa tubuh tanpa lemak, kekuatan dan ukuran otot serta mengurangi lemak tubuh dibanding kontrol. Sejauh ini belum ditemukan hasil penelitian yang memanfaatkan ekstrak tanaman ELJ sebagai pemacu pertumbuhan ternak pedaging, khususnya ruminansia. Aplikasi manfaat ELJ umumnya ditujukan pada manusia dan hewan coba, pemberiannya selalu dilakukan per oral. Mengingat ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan yang khas, maka diperlukan teknik khusus dalam penyajiannya. Penelitian ini mengkaji kemungkinan pemanfaatan ekstrak tanaman
3 tersebut sebagai agen pemacu pertumbuhan lean ruminansia pedaging dengan menggunakan ternak domba sebagai model. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan ekstrak peptida akar tanaman pasak bumi dan mengungkap karakteristiknya. 2. Mengevaluasi teknik proteksi sediaan peptida dari degradasi rumen 3. Mengamati pengaruh pemberian peptida pasak bumi pada performa pertumbuhan, karkas, dan daging domba jantan. Manfaat Penelitian 1. Memperkaya khasanah pengetahuan tentang cara pemberian ekstrak atau komponen bioaktif tanaman pada ternak ruminansia untuk meningkatkan bioavailabilitasnya. 2. Mengungkap potensi alternatif fungsi tanaman obat Indonesia dan meningkatkan peluang pemasarannya. 3. Memberikan teknologi alternatif dalam usaha meningkatkan kualitas karkas ternak pedaging.
4
5 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Jaringan Otot Pertumbuhan merupakan proses terjadinya perubahan ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa, sedangkan perkembangan adalah produk hasil perbedaan pertumbuhan dari masing-masing bagian tubuh suatu organisme (Butterfield 1988). Perubahan ukuran meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ dalam serta komponen kimia terutama air, lemak, protein, dan abu (Soeparno 2005). Tumbuh kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan, dan manajemen (Judge et al. 1989). Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al. 1998). Saat kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, kemiringan kurva, hampir tidak berubah, dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat (Judge et al. 1989). Pertumbuhan jaringan otot merupakan tujuan akhir dari berternak hewan pedaging, hal ini dicapai melalui dua bioproses pokok, yaitu asupan protein dan perkembangbiakan sel otot. Asupan protein adalah fungsi dari sintesis dan degradasi protein. Perkembangbiakan sel miogenik dan asupan protein otot dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormonal atau agen neurotropik, latihan, luka dan penyakit (Allen et al. 1979). Perkembangbiakan sel otot dapat dibedakan atas tahapan sebelum lahir dan sesudah lahir. Pertumbuhan otot sebelum lahir ditandai sebagai periode hiperplasia serabut otot, sebaliknya pertumbuhan setelah lahir terutama akibat hipertropi. Peningkatan jumlah serabut otot setelah kelahiran meski sangat kecil, tetapi beberapa studi telah menunjukkan bahwa proliferasi sel miogenik tidak berhenti pada saat lahir. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan total DNA otot yang luar biasa setelah lahir (Allen et al. 1979).
6 Hipertropi otot rangka dimulai dengan kejadian mikrotrauma pada jaringan otot terlatih. Sel yang membangun jaringan (serabut otot), memperoleh inti tambahan dari sel satelit yang aktif yang melebur kepada sel otot dewasa. Sel satelit dan sinyal yang mengaktifkannya dipercaya sebagai rahasia di balik hipertropi otot (Hawke & Garry 2001). Suatu usaha untuk mencegah trauma selanjutnya, nukleus yang jumlahnya telah meningkat karena pensinyalan yang dibuat oleh latihan dan integrasi dari sel satelit, meningkatkan sintesis protein sarkomer, seperti aktin dan miosin, meningkatkan ukuran dari miofibril yang membangun isi sel tersebut. Peningkatan protein kontraktil meningkatkan kekuatan otot, berkontribusi kepada peningkatan ukuran sarkomer dan membuat penampang otot seperti sebuah silinder yang menjadi lebih besar. Sel otot tersebut tidak terbagi, peningkatan ukuran terjadi hanya pada taraf sarkomer (Russell et al. 2000). Peran Testosteron dalam Pertumbuhan Otot Pertumbuhan ternak diatur oleh hormon baik secara langsung maupun tidak langsung (Soeparno 2005). Faktor endokrin mempengaruhi pertumbuhan otot dan perkembangannya sepanjang hidup, berlebih atau berkurangnya hormon mempengaruhi struktur dan fungsi otot secara berlawanan (Veldhuis et al. 2005), terutama androgen yang berhubungan dengan ukuran otot dan kekuatan, dengan suatu hubungan yang kompleks antara taraf androgen dengan kinerja mekanis. Androgen dan latihan telah memperlihatkan dampaknya pada ukuran serta kekuatan otot baik secara tunggal maupun kombinasi (Bhasin et al. 1996). Serabut otot sebagai anatomi lanjut otot rangka, responsif terhadap latihan dan faktorfaktor endokrin. Secara sederhana sehubungan dengan penggunaan energi, serabut otot dikelompokkan atas serabut "kejang lambat" (tipe I) dan "kejang cepat" (tipe II) yang lebih lanjut dibagi lagi atas tipe IIa dan tipe IIb. Testosteron merangsang hipertropi kedua serabut otot tipe I dan II (Kadi et al. 1999). Terapi testosteron pada lelaki tua yang memiliki kadar testosteron serum rendah dapat meningkatkan kinerja dan kekuatan fisiknya lebih dari 36 bulan, pemberian kombinasi dengan Finasteride dan tingginya taraf dihidrotestosteron
7 serum tidaklah penting (Page et al. 2005). Testosteron menginduksi peningkatan massa otot melalui hipertropi serabut otot (Sinha-Hikim 2002; Bhasin et al. 2003). Mekanisme aksi anabolik testosteron terhadap otot masih kurang dipahami. Secara umum dijelaskan bahwa testosteron meningkatkan saldo protein otot melalui stimulasi sintesis protein otot, menurunkan degradasi protein otot, dan meningkatkan penggunaan kembali asam amino (Arny et al. 1998). Peningkatan sintesis protein otot yang distimulasi testosteron adalah sekitar 27%, sebaliknya oksidasi leusin berkurang tipis sekitar 17%, namun sintesis protein tubuh total tidak berubah nyata. Morfometri otot menunjukkan peningkatan tidak nyata dalam diameter serabut otot (Griggs et al. 1989). Proporsi efek anabolik dari androgen dapat juga menjadi suatu anti-katabolik melalui suatu aksi anti-glukokortikoid (Danhaive & Rousseau 1988; Zhao et al. 2004). Hossner (2005) menyatakan bahwa androgen alami dan sintetik memiliki mekanisme aksi yang berbeda. Testosteron dan DHT meningkatkan sintesis maupun degradasi protein, meskipun pengaruh sintesisnya lebih dominan. Sebaliknya androgen sintetik TBA mengurangi sintesis maupun degradasi protein, meski pengaruhnya pada pengurangan degradasi protein lebih besar. Vektor selular kunci bagi androgen sehubungan dengan hipertropi otot adalah sel satelit (Chen et al. 2005). Sel satelit berlokasi di bawah basal lamina serabut sel dan merupakan suatu subtipe sel otot yang responsif terhadap adaptasi postnatal, tumbuh dan terbarui (Mauro 1961). Mereka memiliki bermacammacam potensi, termasuk proliferasi, peleburan atau transdiferensiasi (Zammit et al. 2004). Perlakuan androgen juga meningkatkan jumlah sel satelit pada orang muda (Sinha-Hikim et al. 2003). Faktor-faktor transkripsi yang merupakan myogenic regulatory factors (MRFs) bekerja pada sel satelit, terdiri atas miogenin; MRF4; MyoD dan Myf5, yang berekspresi secara anatomis dan bergantung pada waktu (Buckingham et al. 2003). Menurut Bhasin et al. (2003) testosteron meningkatkan tanggung jawab sel-sel punca pluripotent ke dalam garis turunan regenerasi otot dan menghambat diferensiasi mereka terhadap garis turunan regenerasi adiposa. Hipotesis bahwa target utama dari aksi androgen
8 adalah sel punca pluripotent menyatukan penjelasan atas pengaruh yang berlawanan dari testosteron terhadap otot dan lemak. Dua gen yang mungkin menengahi pengaruh testosteron adalah IGF-I (suatu regulator pertumbuhan pada jalur autokrin dan parakrin) dan androgen reseptor (AR), di sisi lain gen spesifik otot yang berperan negatif dalam pertumbuhan massa otot adalah miostatin (Mateescu & Thonney 2002). Veldhuis et al. (2005) menambahkan bahwa testosteron dan estradiol mengatur IGF-I bebas, IGFBP-1 dan konsentrasi IGF-I/IGFBP-1 dimerik. Peningkatan taraf IGF-I otot menstimulasi peningkatan proliferasi sel satelit, menghasilkan peningkatan pertumbuhan otot (White et al. 2003) dan memelihara tingginya jumlah proliferasi sel satelit pada suatu titik di dalam kurva pertumbuhan di mana jumlah dan aktivitas sel satelit normalnya menurun sehingga memperpanjang periode cepat pertumbuhan otot (Pampusch et al. 2003). Bukti-bukti bahwa aksi androgen pada otot berinteraksi dengan IGF-I semakin banyak, pada otot diafragma tikus terjadi peningkatan ekpresi mRNA IGF-I yang bergantung pada dosis ekspos androgen (Lewis et al. 2002). Peningkatan yang sama juga terjadi pada sel satelit sapi jantan yang diambil kemudian diperlakukan dengan berbagai konsentrasi androgen (menggunakan trenbolone) (Kamanga-Sollo et al. 2004). Sebaliknya Gibney et al. (2005) menyatakan bahwa efek anabolik testosteron tidak bergantung pada IGF-I. Hal ini disimpulkan dari percobaannya mengenai pengaruh growth hormone (GH) dan testosteron secara tunggal dan kombinasi terhadap metabolisme protein tubuh. Ditemukannya bahwa rangsangan GH meningkatkan sirkulasi IGF-I dan diperbesar oleh testosteron, IGF-I tidak meningkat dengan ketiadaan GH. Penggunaan testosteron dan GH bebas dan tambahan, mempengaruhi metabolisme protein, oksidasi lemak dan penggunaan energi istirahat. Suatu studi terhadap sepuluh lelaki tua yang diekspos secara berurutan dengan testosteron; GH atau keduanya, ekspresi gen IGF-I otot meningkat 1.9 kali dalam kelompok GH dan 2.3 kali pada kelompok testosteron+GH (Brill et al. 2002). Percobaan terakhir yang lebih besar (n=80) perlakuan acak terkontrol dari GH banding testosteron atau kedua-duanya, suatu pengaruh nyata secara statistik terhadap ukuran otot dan
9 komposisi tubuh hanya yang ditemukan di dalam kelompok kombinasi (Giannoulis et al. 2006). Uji in vitro menunjukkan bahwa tidak satupun dari hormon protein hipofisa anterior (GH, prolactin, LH, thyrotrophan) yang memiliki kemampuan secara langsung mempengaruhi proliferasi sel satelit, namun tidak demikian dengan faktor pertumbuhan fibroblast (Allen et al. 1986). Glukokortikoid sebaliknya merangsang atropi otot skeletal sehubungan dengan meningkatnya pengaturan oleh ekspresi gen miostatin (Ma et al. 2003). Kehilangan massa otot rangka dan kemunculan glukokortikoid bebas, secara parsial dapat ditolong dengan suatu penghambat proteasome yang kuat. Hal ini berhubungan dengan ekspresi mRNA dari
berbagai
faktor
yang
berperan
dalam
degradasi
tergantung
ubiquitinproteasome dan mungkin untuk mengendalikan perubahan model otot rangka tak bergerak selama atropi (Krawiec et al. 2005). Testosteron beraksi secara berbeda pada otot rangka dari bagian tubuh yang berbeda dimana ekpresi mRNA IGF-I dan AR berbeda nyata antara otot splenius dan semitendinosus, tetapi ekspresi miostatin berbeda tidak nyata (Mateescu & Thonney 2002). Perbedaan aksi steroid juga terlihat antarorgan, White et al. (2003) menemukan bahwa taraf mRNA IGFBP-3 dari hati lebih tinggi 24% pada steer yang diimplantasi Revalor-S®, sedangkan pada otot tidak berbeda. Taraf mRNA, IGFBP-5, HGF dan miostatin pada kedua organ tidak dipengaruhi perlakuan. Ekspresi reseptor androgen (AR) pada sel-sel CD34C, fibroblas, otot halus dan sel satelit telah diperlihatkan melalui pengujian immunohistokimia (Sinha-Hikim et al. 2004). Penggunaan β-adrenergic clenbuterol pada domba betina dapat menurunkan konsentrasi kolagen karena protein miofibril le bih dipilih untuk diproduksi, tetapi kelarutan kolagen tidak terpengaruh (Young et al. 1995). Testosteron merangsang peningkatan Ca intraseluler dengan mekanisme nongenomik dalam kultur miosit jantung tikus (Vicencio et al. 2006). Testosteron meningkatkan transportasi laktat, monokarboksilat pada otot skeletal tikus. Studi ini memperlihatkan bahwa testosteron merangsang peningkatan protein monocarboxylate transporter (MCT)1 dan MCT4 berikut kandungan
10 plasmalemanya pada otot skeletal. Bagaimanapun rangsangan testosteron bersifat spesifik jaringan dan ekspresi protein MCT1 tidak berubah pada jantung. Peningkatan transportasi laktat pada jantung oleh rangsangan testosteron tidak dapat diterangkan dengan perubahan kandungan MCT1 plasmalema, tapi pada otot skeletal peningkatan laju transportasi laktat berhubungan dengan peningkatan MCT1 dan MCT4 plasmalema (Enoki et al. 2006). Metabolisme Testosteron Testosteron adalah steroid dengan inti siklopentan-perihidro-phenantren dengan gugus keton pada posisi 3 dan gugus alkohol sekunder pada posisi 17. Senyawa ini berupa kristal putih yang tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut lemak. Testosteron disintesis di dalam sel-sel Leydig (sel interstisial) yang tersebar dalam jaringan ikat antara tubulus seminiferus yang bergelung akibat rangsangan Luteinizing Hormone (LH) atau Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) (Murray et al. 1999). Biosintesis testosteron berasal dari kholesterol. Struktur kerangka C-27 pada kolesterol berasal dari Acetyl-CoA yang telah mengalami serangkaian peristiwa sebagai berikut : diawali pembentukan asetat menjadi mevalonat yang membutuhkan enzim HMG-CoA-reduktase kemudian diubah menjadi skualen dilanjutkan dengan lanosterol. Selanjutnya lanosterol akan diubah menjadi kolesterol sebagai produk intermediate dengan mengambil 3 gugus karbon. Selain sebagai prekursor hormon steroid, kolesterol yang banyak terdapat di membran sel juga merupakan salah satu komponen penting bagi kelangsungan hidup sel (Steimer 2003). Biosintesis hormon steroid termasuk testosteron dimulai dari pengubahan kolesterol menjadi pregnenolon. Pengaturannya diperantarai oleh peningkatan cAMP intraseluler ataupun oleh Ca2+ melalui jalur inositol trifosfat. Rangsangan terhadap cAMP dapat bersifat akut maupun kronis (dalam beberapa jam sampai hari). Rangsangan akut dimulai sejak pengiriman kolesterol ke dalam bagian dalam mitokondria dengan perantaraan Steroidogenic acute regulatory (StAR), sedangkan rangsangan kronis terjadi saat pengubahan kolesterol menjadi
11 p pregnenolon n. Proses konnversi berlanngsung di daalam mitokoondria pada stadium s ini d dengan mem mbutuhkan enzim e side chain c cleavaage (scc), N NADPH, oksigen serta s sitokrom P4 450 secara teerbatas sesuuai dengan kebutuhan k (G Gambar 1 daan 2). Ca2+ d dalam hal ini i berfungssi untuk meeningkatkan aktivitas ennzim scc (L Litwack & S Schmidt 20002b).
Gambar 1. Skema bio osintesis horrmon testosteeron (King & Marchesinni 2004) Keceppatan sekressi testosteron rata-rata sebesar 4-99 mg/d (13 3.9 – 31.2 n nmol/d) dallam kondisii normal paada jantan dewasa. Seebanyak 97% % hormon t testosteron di d dalam plaasma terikat oleh proteinn; 40% terikaat oleh β-gloobulin atau d disebut gonaadal steroid d binding gloobulin (GBG G), 40% albbumin dan 17% 1 terdiri a atas protein yang lain (William ( 19983). Senadaa dengan ituu Murray et al. (1999) m menyatakan bahwa teestosteron terikat dallam β-globbulin plasm ma dengan
12 Protein ini sering spesifiisitas, afinitaas yang relaatif tinggi, daan kapasitass terbatas. P dinam makan sex hoormone bindding globulinn (SHBG) dan d diprodukksi di dalam hati. SHBG G dan albumiin mengikat 97-99% horrmon testosteron yang beeredar dan hanya h sebagiian kecil darri testosteronn yang beradda dalam benntuk bebas ((biologis akttif) di dalam sirkulasi darah. Testossteron yang telah disek kresikan akan bersirkulaasi di ma kurang leb bih 30 samppai 60 menit (Guyton & H Hall 1996) dalam darah selam
Gamb bar 2. Mekannisme aksi hhormon sterooid dalam intti sel B Berbeda darri reseptor hormon h prootein, reseptoor steroid teerletak di dalam d sitoplaasma sel (Poollard 1999) atau inti seel (West et al. a 1990) (G Gambar 2). MulaM mula hormon maasuk ke dalaam sel denggan cara diffusi dipermuudah, dan seegera mengiikat reseptorr protein speesifik di dalaam sitoplasm ma. Reseptorr hormon steroid secaraa inaktif dipelihara dalaam suatu heaat shock protein 90 (H HSP 90). Appabila terjadii ikatan antaara hormon dan reseptorr, maka HSP P 90 menjaddi aktif dan akan melepaskan diri. Kemudian K ikatan hormoon dan resepptor akan seegera menujju ke nukleu us. Ikatan koompleks horrmon-reseptoor di dalam nukleus n akaan mempengaruhi koaktiivator dan faktor fa transkkripsi secara menyeluruhh untuk mennghasilkan suatu s
13 kompleks transkripsional aktif yang nantinya akan mempertinggi ekspresi target gen dan menimbulkan efek hormon steroid (West et al. 1990). Testosteron dapat bebas masuk ke dalam sitoplasma di dalam organ target. Gabungan hormon selanjutnya akan terikat ke dalam jaringan dan akan segera diubah menjadi dihidrotestosteron, suatu bentuk androgen yang paling aktif. Pengubahan bentuk testosteron menjadi dihidrotestosteron membutuhkan enzim intraseluler dari retikulum endoplasmik yakni 5α-reduktase. Proses tersebut terutama terjadi di dalam organ-organ target khusus seperti kelenjar prostat serta genetalia eksterna (Guyton & Hall 1996). Pengubahan menjadi bentuk aktif ini mengakibatkan aktivitas biologik seperti perkembangan organ asesori, distribusi rambut tubuh. Testosteron dan dihidrotestosteron juga beraksi secara lansung ke dalam muskulus. Testosteron dapat meningkatkan sintesis protein di dalam sel otot, sehingga membuat sel otot menjadi lebih kenyal (Brook & Marshall 1996). Testosteron yang terikat di dalam jaringan hati, akan diubah menjadi androsteron dan dehidroepiandrosteron (Guyton & Hall 1996), etiocholanolon, epiandrosteron (Felig et al. 1981). Metabolit tersebut kemudian secara serempak dikonjugasikan sebagai glukoronida atau sulfat (terutama glukoronida) agar dapat larut di dalam air (Steimer 2003). Konjugat kemudian akan dieksresikan ke dalam feses melalui usus dan empedu atau ke dalam urin melalui ginjal. Berdasarkan waktunya, metabolit yang terkonjugasi dengan glukoronat hanya membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam tubuh dibandingkan dengan konjugat sulfat (Steimer 2003). Fraksi bebas testosteron masuk dalam sel cible, ikatan rangkapnya disaturasi oleh 5α-reduktase, dan diperoleh androstanolon aktif. Senyawa yang terakhir ini terikat pada protein sitoplasmik spesifik yang mengantar sampai pada intinya. Akibatnya mendorong sintesis RNA, aktivitasnya langsung pada otot, saluran Wolff, cartilage larynx dan sistem saraf pusat. Sistem Pengendalian Hipotalamus-Hipofisa-Testis Hormon protein yang mengatur fungsi gonad pada hewan jantan secara langsung terdiri atas tiga jenis yakni : Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing hormone (LH) serta Prolactin (Jhonson & Everrit 1995). FSH dan LH
14 merupakan glikoprotein yang mempunyai 2 subunit polipeptida, sedangkan prolactin hanya terdiri atas polipeptida rangkai tunggal. FSH dan LH bekerja berdasarkan suatu kontrol dari faktor hipotalamik yang disebut dengan gonadotrophine-releasing hormone (GnRH). Pemberian GnRH dapat merangsang sekresi FSH dan LH dengan mekanisme kerja sebagai berikut : diawali dengan adanya sinyal yang merangsang sel penghasil GnRH yang ditransmisikan dari akson ke akhiran saraf untuk memasuki hipofisis secara fenestrasi. GnRH di dalam membran sel hipofisis, akan berikatan dengan reseptor melalui perantara protein-G. Ikatan hormon dan reseptor tersebut akan mengaktifkan enzim fosfolipase C. Enzim fosfolipase C menghidrolisis PIP2 membentuk diacylglycerol (DAG) dan IP3 (Inositol triPhosphat). Diasilgliserol mengaktifkan protein kinase C yang kemudian dapat melakukan fosforilase protein spesifik untuk mengangkut FSH dan LH keluar sel. IP3 yang berikatan dengan reseptor juga merangsang pelepasan ion Ca2+ sampai terjadi stimulasi enzim protein kinase C yang ikut berpartisipasi dalam pengangkutan FSH dan LH keluar sel (Litwack & Schmidt 2002a), namun infus GnRH dalam waktu yang lama justru akan menurunkan kadar LH dan testosteron (Jhonson & Everitt 1995). GnRH dalam aplikasinya tidak disekresikan secara terus menerus oleh hipotalamus, namun secara pulsatil selama beberapa menit dan terjadi secara periodik 1 sampai 3 jam sekali. Konsekuensinya, sekresi LH juga bersifat pulsatil. Pemberian GnRH secara terus menerus justru menghilangkan pengaruh GnRH yakni tidak disekresikannya baik LH maupun FSH (Guyton & Hall 1996). Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH secara pulsatif terjadi di bagian mediobasal hipotalamus, khususnya di nukleus arkuatus. Daerah tersebut mengendalikan aktivitas seksual baik pada jantan maupun betina (Jhonson & Everrit 1995) Teknik Pendeteksian Hormon Hormon setelah disekresikan oleh organ endokrin akan beredar ke seluruh tubuh dengan cara berikatan secara lemah dengan protein tertentu. Hormon tidak mempunyai saluran tersendiri, sehingga disekresikan melalui pembuluh darah.
15 Hormon dalam waktu tertentu akan dipecah menjadi senyawa yang tidak aktif yang selanjutnya akan disekresikan dari tubuh dalam bentuk feses maupun urin. Hormon yang tidak terikat di dalam jaringan akan diubah oleh hati sebelum diekskresikan lewat usus, atau ke dalam urin melalui ginjal (Guyton & Hall 1996). Berdasarkan hal tersebut deteksi suatu hormon dapat dilakukan melalui plasma/serum, feses, urin maupun saliva (Brook & Marshall 1996). Denhard (2004) melaporkan bahwa deteksi hormon dengan menggunakan saliva mempunyai pola yang sangat mirip dengan plasma, namun konsentrasi pada saliva jauh lebih rendah dibanding plasma. Berdasarkan manipulasi terhadap hewan, pengambilan sampel dikelompokkan menjadi invasif (plasma/serum, saliva) maupun non-invasif (feses dan urin) (Brook & Marshall 1996). Potensi Pasak Bumi Tanaman pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack /ELJ) telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Lebih jauh ekstrak ELJ telah dilaporkan memiliki sifat afrodisiak, aktivitas cytotoxic, antimalarial, anxiolytic, dan antiulcer. Studi fitokimia menunjukkan bahwa tanaman ELJ memiliki serangkaian senyawa kuasinoid (seperti eurycomalacton, eurycomanon, and eurycomanol) yang terutama bertanggung jawab atas rasa pahit, triscullanetype triterpenes, turunan squalene, biphenyl-neo-lignans, canthin-6-one dan β-carboline alkaloids (Bedir et al. 2003). Meski memiliki banyak khasiat, tanaman ELJ lebih populer dengan fungsi afrodisiak untuk meningkatkan vitalitas pria. Eurycoma longifolia umumnya distandardisasi pada eurycomanone, 13alpha(21)-epoxyeurycomanone, eurycomalactone, dan 14,15beta-dihydroxyklaineanone sebagai marker acuan untuk ekstrak organik, sedangkan quassinoid dan glikoprotein yang lebih polar digunakan sebagai standar untuk ekstrak dengan air (Sambandan et al. 2006) . Hasil pengamatan Hamzah dan Yusof (2003) memperlihatkan bahwa larutan ekstrak Eurycoma longifolia Jack meningkatkan massa bebas lemak, mengurangi lemak tubuh, serta meningkatkan kekuatan dan ukuran otot, dan demikian mungkin memiliki suatu efek ergogenik. Suplementasi 100 mg/hari eurycoma
16 longifolia pada pria dapat meningkatkan massa lean tubuh 2.13 kg dan menurunkan lemak 2.86%. Chan (2000) menyatakan bahwa ekstrak ELJ dapat meningkatkan kadar testosteron sehingga disebutnya sebagai testosterone booster, namun kenaikan kadar hormon testosteron tersebut tidak akan lebih dari 400%. Tikus yang diberi ekstrak ELJ 28 mg/kg BB, kadar testosteronnya nyata lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol negatif tragacanth 1%, tetapi berbeda tidak nyata dengan kontrol positif mesterolone 0.42 mg/kg BB (Nainggolan & Simanjuntak 2005). Lebih rinci dijelaskan Taufiqqurrachman (1999) bahwa pemberian ekstrak ELJ dosis 25 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar LH 17.8% dan testosteron 99.5% pada tikus, namun jika dosisnya ditingkatkan 2 kali (50 mg) hasilnya tidak menjadi lebih baik, dengan peningkatan LH hanya 17.3% dan testosteron 93.2% dibanding kontrol. Sambandan et al. (2006) menemukan suatu komposisi dari fraksi ekstrak air ELJ yang mengandung glikopeptida dengan bobot molekul 4300 dalton dan disusun oleh sekitar 36 asam amino, adalah kelompok yang memiliki aktivitas meningkatkan sintesis testosteron. Peptida Bioaktif, Metode Ekstraksi dan Karakterisasi Peptida bioaktif adalah fragmen protein spesifik yang berdampak positif pada fungsi atau kondisi tubuh dan akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan (Kitts & Weiler
2003).
Mereka
mempengaruhi
banyak
proses
biologi
termasuk
membangkitkan perilaku, saraf, hormonal, respons nutrisi dan gastrointestinal (Clare & Swaisgood 2000). Peptida bioaktif biasanya mengandung 3 -20 residu asam amino dan aktivitas mereka berdasarkan komposisi dan sekuen asam amino (Pihlanto-Leppa¨la¨ 2000) Metode ekstraksi untuk total peptida/protein maupun untuk fraksinasi selektif semuanya didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa tersebut dalam larutan akueus. Perubahan keadaan ionik dan pH umumnya digunakan untuk memperoleh interaksi elektrostatik minimal (Lillford 1998). Menurut Zayas (1997), kelarutan protein bergantung pada komposisi dan sekuen asam amino, bobot molekul, konformasi dan jumlah grup polar dan nonpolar pada asam amino. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan protein adalah 1) pH, bila kelarutan
17 protein diplotkan sebagai fungsi dari pH akan terbentuk kurva V dengan kelarutan terendah pada titik isoelektriknya. Kelarutan akan meningkat pada kondisi asam dan basa dan dapat dipertinggi dengan meningkatkan muatan protein; 2) kekuatan ion, garam dengan konsentrasi rendah (0.5-1.0 M) dapat meningkatkan kelarutan protein, tetapi di atas 0.15 M dapat menurunkan kelarutan protein tersebut; 3) pemanasan, kelarutan kebanyakan peptida akan menurun dengan perlakuan panas, tetapi pada suhu 40-50 oC kelarutannya meningkat; 4) skondisi proses, seperti pH ekstraksi dan presipitasi serta kecepatan pengadukan atau pencampuran mempengaruhi kelarutan peptida. Proteksi Komponen Bioaktif Pakan Ruminansia Proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Sistem pencernaan ruminasia memiliki suatu proses yang disebut memamah biak (ruminasi) dan tidak terlepas dari bantuan sejumlah mikroba. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski 1986). Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibrio fibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica), (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Protein pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi asam amino dan oligopeptida. Asam-asam amino selanjutnya mengalami katabolisme menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Amonia menjadi sumber nitrogen utama untuk sintesis de novo asam-asam amino bagi mikroba rumen. Amonia tersebut berkontribusi besar terhadap pulamonia rumen. Diperlukan kisaran konsentrasi amonia tertentu untuk memaksimumkan laju sintesis protein mikroba (Arora 1989).
18 Aksi mikroba ini juga diikuti kerugian tertentu, misalnya protein terlarut yang bernilai nutrisi tinggi dapat tercerna dan teraminasi di dalam rumen dan sebagian disintesis kembali ke dalam protein mikroba yang bernilai nutrisi lebih rendah. Asam amino yang merupakan unit penyusun molekul protein, juga secara kimia diubah oleh mikroorganisme rumen menjadi karbon dioksida, asam lemak terbang dan amonia. Suplementasi asam amino untuk ruminansia perlu disiapkan dalam suatu bentuk yang dapat mencegahnya dari degradasi kimia di dalam rumen dan memudahkan penyerapannya menjadi wujud yang tersedia secara biologis. Bermacam pendekatan telah digunakan untuk keberhasilan penyampaian asam amino atau analognya secara kimia bioequivalent pada lokasi penyerapan. Usaha ini telah difokuskan terutama pada metionin dan sedikit pada lisin, karena asam amino ini telah dikenal sebagai sesuatu yang dapat membatasi pertumbuhan dan produksi susu atau protein susu pada ruminansia di bawah beberapa kondisi pakan. Wujud asam amino yang terproteksi dari degradasi rumen dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori umum. Pertama termasuk analog, derivat, atau senyawa polimer dari asam amino. Kategori yang kedua adalah asam amino terkapsulasi. Metode alternatif untuk mengurangi degradasi ruminal pada asam amino termasuk yang didasarkan pada perlakuan kimia atau fisika dari protein pakan atau suatu penghambatan degradasi mikroba pada asam amino dengan antibiotik dan senyawa kimia lainnya. Analog asam amino utama atau derivat yang telah dievaluasi kemampuannya untuk ketahanan degradasi mikroba adalah analog hidroksi metionina (MHA), N-(hydroxymethyl)-DL-methionine calsium dan mono-pIus di-N-(hydroxymethyl)-L-lysine kalsium. Banyak analog lainnya, derivat, dan bentuk polimer metionin dan lisin yang telah dievaluasi untuk stabilitas di dalam rumen secara in vitro dan in vivo (Papas et al. 1984). Beberapa macam ekstrak tumbuhan yang disalurkan melewati rumen telah dipelajari karakteristiknya oleh Cardozo et al. (2005). Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak tumbuhan dalam fermentasi rumen pada pakan sapi pedaging dapat bergantung pada pH rumen. Ketika pH 5.5, bawang putih,
19 capsicum, yucca, dan kayu manis mengubah fermentasi mikroba rumen mengarah ke propionat, yang lebih efisien secara energi.
Komposisi Tubuh Domba Berg dan Butterfield (1976) mengemukakan bahwa bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala, kulit, dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. Dinyatakan bahwa dijumpai sedikit modifikasi, kadang-kadang dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar ambing, diaphragma dan ekor. Perbedaan sangat besar adalah lemak ginjal atau lemak pelvis termasuk ke dalam karkas atau tidak. Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot karkas dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali 100 % (Judge et al. 1989; Berg & Butterfield 1976; Tulloh 1978). Menurut Berg dan Butterfield (1976) persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian nonkarkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan. Herman (1993) menyatakan bahwa persentase karkas domba priangan adalah sebesar 55.1% dan domba Ekor Gemuk adalah sebesar 55.3% pada bobot potong 40 kg. Persentase karkas bervariasi karena umur dan perlemakan dari domba tersebut, sedangkan persentase tulang, otot dan lemak dalam karkas dipengaruhi oleh umur, bangsa dan perlemakan pada domba. Hasil penelitian Sugiyono (1997) mendapatkan bahwa bobot karkas domba lokal yang diberi pakan konsentrat biasa adalah sebesar 7.5 kg dari bobot hidup 19.3 kg dan persentase karkasnya 39.1%. Johnston (1983) menyatakan bahwa persentase karkas pada domba yang kurus dan kondisinya buruk
kurang dari 40%,
sedangkan pada kondisi gemuk persentase karkas dapat melebihi 60 %. Pendapat lain dikemukakan Tulloh (1978) bahwa apabila ternak tidak diberi makan atau minum untuk suatu periode tertentu (dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya jumlah urin dan feses selama periode tertentu. Komposisi pakan juga berpengaruh pada besarnya persentase karkas.
20 Ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta di dalam saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijiannya yang tinggi. Ternak yang dipuasakan keragaman persentase karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh 1978). Menurut Soeparno (2005) perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot pada saat dewasa. Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak (Berg et al. 1978). Kualitas karkas sangat ditentukan oleh imbangan ketiga komponen tersebut. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak (Soeparno 2005). Proporsi komponen karkas dan potongan karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal (Natasasmita 1978). Komponen karkas yang dapat memberikan nilai ekonomis adalah lemak, karena lemak berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan keempukan pada daging (Berg & Butterfield 1976). Kirton et al. (1974) menyatakan bahwa kandungan lemak pada domba memperlihatkan perbedaan yang nyata karena perbedaan bangsa dan jenis kelamin. Hasil penelitian Sugiyono (1997) mendapatkan bahwa domba lokal yang diberi pakan konsentrat biasa, persentase daging tanpa lemak (lean), lemak dan tulangnya berturut-turut adalah sebesar 62.63%, 5.42% dan 24% dari bobot setengah karkas. Herman (1993) dan Rachmadi (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi. Herman (1993) menyatakan bahwa pada bobot potong 17.5 kg, bobot karkas, otot, tulang dan lemak pada domba priangan berturut-turut adalah sebesar 8 290, 2 554, 720 dan 598 gram sedangkan untuk domba Ekor Gemuk berturut-turut 8 530, 2 521, 724 dan 794 gram. Rachmadi (2003) menyatakan bahwa domba yang diberi pakan konsentrat yang mengandung bungkil inti sawit sebanyak 45% mempunyai bobot tubuh kosong, bobot karkas
21 dan persentase karkasnya berturut-turut adalah sebesar 14.30 kg, 6.24 kg dan 43.57% dengan masa penggemukan enam bulan. Murray dan Slezacek (1979) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak tubuhnya. Domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak, namun lemak intramuskuler lebih rendah.
22
23
BAHAN DAN METODE Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga tahapan kegiatan, sebagai berikut : I.
Ekstraksi dan Karakterisasi Peptida ELJ a. Persiapan bahan baku Potongan akar kayu pasak bumi dijemur hingga cukup kering, kemudian
diserut hingga berbentuk serpihan halus. Serutan akar tersebut kemudian digiling menggunakan mesin tipe diskmill. Serbuk hasil gilingan kemudian diayak dengan lobang ayakan berdiameter 1 mm. Bagian yang tidak lolos mengalami proses ulang untuk dijemur, digiling, dan diayak kembali. b. Ekstrak peptida Lemak pada serbuk simplisia diekstrak menggunakan heksana. Sampel bebas lemak di tambah air (1:10) bersuhu 45 oC dan diaduk dengan magnetic stirer. pH diatur menjadi 10 - 10.5 menggunakan NaOH 2N. Maserasi selama 30 menit pada suhu 45 oC. Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan diatur pH-nya menjadi 4.5 dengan HCl 2N. Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang. Endapan ditambahkan air 200 ml (pencucian). Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, endapan dikeringkan dan dianalisis komposisinya. c. Analisis proksimat ekstrak peptida (AOAC, 1990) Kadar air ditentukan dengan menempatkan 1 gram sampel dengan cawan yang sudah diketahui bobotnya ke dalam oven udara panas pada suhu 105 oC. Sampel dianggap kering jika bobotnya sudah konstan, paling tidak selama 2 jam. Kadar air %
W –W W –W
Keterangan : W1 = bobot cawan dan sampel sebelum dipanaskan W2 = bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan W = bobot cawan kosong
24 Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran dengan tanur 5-10 gram sampel pada suhu 600 oC selama 2 jam x 100%
kadar abu %
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.25 gram sampel dimasukkan kedalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan selenium 0.25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya didestruksi (dipanaskan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan jernih. Setelah larutan dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Destilasi dihentikan setelah volume hasil tampungan menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan. Destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Perolehan kadar nitrogen total dihitung dengan rumus : Kadar N %
ml HCl – ml blanko x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel
Kandungan protein kasar = %N x faktor koreksi (6.25) Kadar lemak ditentukan setelah kandungan lemak sampel diekstrak dengan pelarut heksan menggunakan labu soxhlet. Labu lemak dikeringkan di dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sebanyak 70 sampai 100 ml heksan dimasukkan ke dalam labu lemak. Rangkaian alat soxhlet dipasang dan sampel diekstrak. Pelarut dikeluarkan dari dalam labu lemak, labu dikeringkan dan ditimbang (y gram). Kadar lemak
X 100%
Kadar karbohidrat ditentukan by difference. Kadar karbohidrat = 100% - (air + abu + protein + lemak) d. Pengukuran % Recovery Peptida Ekstrak % recovery = B/A (100%)
25 A = jumlah protein kasar serbuk bebas lemak B = jumlah protein kasar ekstrak yang diperoleh e. Elektroforesis gel poliakrilamid sodium dodesil sulfat (SDS-PAGE) metode Bollag dan Edelstein (1991) Penetapan bobot molekul fraksi-fraksi menggunakan metode SDS-PAGE (Laemli 1970 yang telah disistematis oleh Bollag dan Edelstein 1991) dilakukan dengan piranti elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) “Biometra”, bentuk plat gel vertical dengan ukuran gel 88 mm x 148 mm x 1 mm. Tahapan pekerjaan elektroforesis SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 3. Pembuatan gel separasi
Pembuatan stacking gel
Persiapan sampel
Running gel
Pewarnaan gel
Destaining gel
Penentuan bobot molekul protein-protein yang terpisahkkan Gambar 3. Bagan tahapan pelaksanaan analisis SDS-PAGE Elektroforesis SDS-PAGE pada penelitian ini menggunakan sistem gel diskontinu. Konsentrasi gel separasi yang digunakan adalah 12% dan kosentrasi stacking gel adalah 4%. •
Pembuatan gel separasi
26 Persentase akhir akrilamit yang digunakan adalah 12%. Campuran larutan (8 ml, untuk 1 plate) yang digunakan sebagai berikut : 40% akrilamid/1.1 bisakrilamid
2.40 ml
4X Tris-Cl/SDS, pH 8.8
2.00 ml
Aqudes
3.49 ml
10% APS
0.10 ml
TEMED
0.01 ml
Cara pembuatan : Plat elektroforesis disusun mengikuti petunjuk pembuatannya. Larutan akrilamid, buffer 4X Tris-CL/SDS pH8,8 dan akuades dicampur dalam Erlenmeyer menggunakan stirrer. Ammonium persulfat dan TEMED kemudian ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran/larutan di atas dituangkan dengan pipet ke dalam susunan kaca elektroforesis melalui kaca pemisah untuk mengurangi kemungkinan timbulnya gelembung udara. Dilakukan dengan cepat dan hati-hati, 0,5-1 cm bagian yang tidak diisi •
Pembuatan stacking gel Persentase akhir akrilamit yang digunakan adalah 4%. Campuran larutan
yang digunakan (8 ml untuk satu plat) sebagai berikut : 40% akrilamit/1,1 bisakrilamit
0.300 ml
4X Tris-Cl/SDS pH 6,8
0,750 ml
Akuades
1,895 ml
APS
0,050 ml
TEMED
0,005 ml
Cara pembuatan : Akuades di atas separating gel dihilangkan dengan tisu. Larutan akrilamid dan buffer 4X Tris-Cl/SDS pH 6.8 dicampurkan dalam erlenmeyer dan stirer. Ammonium persulfat dan TEMED kemudian ditambahkan pada campuran di atas. Larutan gel tersebut dituangkan menggunakan pipet di atas separating gel sampai memenuhi bagian atas kaca elektroforesis. Sisir dimasukkan dengan hati-hati, dipastikan tidak terbentuk gelembung udara yang terperangkap pada ujung gigi.
27 Setelah terjadi polimerisasi membentuk gel (± 30 menit), gel ditempatkan dalam chamber elektroforesis. •
Persiapan sampel Delapan µl sampel protein (dari 10 mg/ml larutan sampel protein)
dicampurkan dengan 6 µl sampel dalam tabung eppendorf. Campuran sampel dan buffer dimasukkan ke dalam sumur menggunakan pipet •
Running gel Running dilakukan selama ± 1.5 jam atau sampai migrasi sampel
mencapai 1 cm dari bawah gel, tegangan listrik yang digunakan 125 V •
Pewarnaan gel Gel ditempatkan dalam wadah yang berisikan larutan Coomassie Brilliant
Blue selama ± 30 menit. •
Destaining gel Larutan staining dihilangkan dengan campuran metanol, asam asetat
glasial dan akuades dengan perbandingan 2:1:7 selama ± 24 jam •
Penentuan bobot molekul protein-protein yang terpisahkan Bobot molekul protein-protein yang terpisahkan ditentukan berdasarkan
protein standar (Low Moleculer Weight -LMW, Amersham Pharmacia Biotech, Uppsala, Sweden) yang dirunning secara bersamaan dengan sampel dan diketahui bobot molekulnya. f. Analisis Kromatografi Gas Spektro Massa (GC-MS). Analisis kromatografi dilakukan terhadap endapan dan supernatan pada larutan asam dari proses ekstraksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui zat-zat lain yang terdapat pada endapan selain peptida dan juga zat-zat yang terpisahkan karena tidak ikut mengendap bersama peptida. Analisis ini menggunakan alat Agilent Technologies 6890. Modus ionisasi electron impact dengan energi elektron 70 eV. Kolom HP Ultra 2, berukuran 30 m x 0.25 mm, ketebalan film I.D x 0.25 (µm). Temperatur oven awal 60 oC selama 1 menit, meningkat 10 oC/menit hingga 250 oC dan bertahan selama 1 menit, kemudian mengalami peningkatan
28 akhir 20 oC hingga 300 oC dan bertahan selama 22 menit. Temperatur injeksi port 250 oC, sumber ion 230 oC, antarmuka 280 oC dan quadrupole 140 oC. Gas pembawa helium. Aliran kolom tetap 0.6 µl/menit. Volume injeksi 1 µl, split 50 : 1. Metode arsip : Bahalam. II. Upaya Proteksi Peptida dari Degradasi Rumen Senyawa peptida di dalam rumen akan didegradasi oleh mikroba ruminal, oleh karenanya perlu dilakukan upaya proteksi. Percobaan ini akan menguji tiga metode proteksi peptida ELJ yaitu dengan enkapsulasi polimerik menggunakan 2vinylpyridine/styrene, enkapsulasi hidrofobik menggunakan stearat dan pengikatan senyawa peptida dengan asam tanat. a. Metode proteksi peptida Mikroenkapsulasi pertama merupakan penyalutan dengan substansi polimerik pembentuk film. Sekitar 1.008 g peptida ELJ ditetesi 0.126 ml HCl diaduk dan ditambahkan akuades secukupnya agar merata, kemudian dicampur rata dengan 0.126 g microcrystalline cellulose, lalu diaduk dengan 0.277 g air. Kelembaban adonan diperkirakan sekitar 18%. Adonan tersebut kemudian diekstruder dengan mesin pellet berdiameter 2 inchi yang dilengkapi suatu mata pisau cincang yang berputar di bagian muka. Lobang saringan berdiameter 1.6 mm dan pisau cencang diatur sedemikian hingga memotong pellet dengan ukuran panjang 1 hingga 1.5 kali diameternya. Pellet basah kemudian dibulatkan atau disemir sehingga pinggirnya lebih tumpul, lalu dikeringkan hingga mencapai kadar air maksimal 1%. Pellet yang sudah kering dilapisi dengan suatu pembalut, dengan bobot pembalut sekitar 15% dari total massa butiran tersebut. Komposisi pembalut tersebut adalah 60% 2-vinylpyridine/styrene (80/20) dan 40% kaolin (Wu & Miller 1988). Mikroenkapsulasi kedua, merupakan mikroenkapsulasi hidrofobik yang dimodifikasi dari metode Klose dan Nyack (1993) menggunakan komposisi bahan seperti pada Tabel 1. Komponen penyalut dicampur dan dipanaskan hingga mencair. Setelah cair dan tercampur merata, sumber panas dimatikan. Ekstrak peptida segera dicampurkan dan diaduk merata pada penyalut yang masih cair.
29 Kaolin ditambahkan pada proses akhir pencampuran dimana komponen penyalut mulai membeku. Bongkahan produk enkapsulasi dilewatkan pada suatu kasa mesh 6 untuk memecahkan gumpalan. Produk yang dihasilkan memiliki suatu gravitas spesifik sekitar 1.4. Enkapsulat selanjutnya disemprot dengan propilen glikol dengan rasio sekitar 15 g propilen glikol untuk 500 g enkapsulat. Tabel 1. Komposisi bahan enkapsulat hidrofobik penyalut peptida ELJ Komposisi enkapsul Peptida ELJ Penyalut hidrofobik 90% asam stearat 10% malam Pengatur bobot jenis Kaolin Wetting agent Propylene glycol (% dari total enkapsulat)
% bobot 47.2 37.8 15.0
3.0
Metode proteksi ketiga merupakan pengikatan senyawa peptida dengan asam tanat membentuk peptide-tanic complex. Sampel peptida ditambahkan asam tanat dengan perbandingan 75 : 25, ditambahkan air secukupnya kemudian diaduk merata. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC. b. Pengujian in vitro rumen Uji in vitro dilakukan untuk mengamati efektivitas perlakuan enkapsulasi dalam melindungi peptida ELJ di dalam rumen dan melepaskannya di dalam abomasum. Metode pengujian in vitro rumen dilakukan menurut Tilley dan Terry (1963) dalam Close dan Menke (1986). Preparasi sampel dilakukan dengan mengeringkannya pada temperatur di bawah 60 oC. Sampel kering selanjutnya digiling hingga berukuran ± 1 mm. Sebanyak 0.5 gram dimasukkan ke dalam tabung fermentor (erlenmeyer) berkapasitas + 100 ml. Preparasi medium dilakukan dengan memasukkan ke dalam erlenmeyer kapasitas 1 liter bahan-bahan sebagai berikut : 2 g trypticase, 400 ml akuades dan 0.1 ml
larutan mineral mikro, lalu diaduk sampai seluruh bahan larut.
Selanjutnya tambahkan 200 ml larutan penyangga rumen, 200 ml larutan mineral makro, 1.0 ml larutan rezasurin dan 40 ml larutan pereduksi. Medium lalu
30 ditempatkan ke dalam waterbath pada suhu 39 oC sambil diberikan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer. Kondisi reduksi medium diamati, dengan indikator perubahan warna dari biru ke merah muda lalu menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan komplit). Inkubasi dilakukan dalam cairan rumen domba yang dikoleksi dari minimal dua ekor ternak berbeda. Cairan rumen disaring menggunakan 2 lapis kain kasa dan dimasukkan ke dalam termos pada suhu 39oC. Selanjutnya dicampur 1 bagian cairan rumen dan 4 bagian medium, lalu ditempatkan dalam penangas air pada suhu 39oC sambil terus diberikan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer. Sebanyak 50 ml medium yang telah bercampur cairan rumen dimasukkan ke dalam masing-masing tabung fermentor yang telah berisi sampel dan 2 tabung fermentor yang tidak berisi sampel (blanko). Tabung fermentor ditutup dengan tutup karet yang berventilasi, kemudian ditempatkan di shaker waterbath, inkubasi pada suhu 39oC selama 48 jam atau disesuaikan dengan peubah yang diukur. Setelah inkubasi tahap pertama berakhir, tutup karet tabung fermentor dilepaskan dan ditambahkan 2 ml HCl 6 N agar pH mencapai 2. Selanjutnya ditambahkan 0.5 g pepsin, diaduk sampai tercampur rata dan ditambahkan 1 ml toluen. Tabung fermentor kembali ditempatkan pada shaker waterbath, dan inkubasi selama 48 jam pada suhu 39oC. Kertas saring whatman no. 41 digunakan untuk mendapatkan sisa fermentasi (residu dan blanko), lalu ditentukan bahan kering sampel, residu, dan blankonya. Pengujian secara in vitro dilakukan terhadap 4 macam bahan, yaitu : 1) Peptida terenkapsulasi polimerik (EP), 2) Peptida terenkapsulasi hidrofobik (EH), 3) Peptida terikat tanin (ET), 4) Peptida nonenkapsulasi (NE). Peubah yang diamati meliputi kecernaan bahan organik (BO) dan produksi gas NH3. % Kecernaan BO
O
–
O
– O
O
Kadar NH3 dihitung dengan metode Mikrodifusi Conway N NH c. Analisis data
mM
H SO
N H SO K
x 100%
31 Data dianalisis variansi dalam rancangan acak kelompok dengan keempat macam bahan terproteksi sebagai faktor perlakuan dan ulangan sebagai kelompok. Hasil yang berbeda nyata, akan dilanjutkan dengan uji Beda Nilai Terkecil. Perlakuan yang menghasilkan efektivitas enkapsulasi tertinggi, digunakan pada percobaan tahap selanjutnya. Rumus persamaan yang digunakan dalam rancangan tersebut (Steel dan Torrie 1995) adalah : Yij = μ + τi + δj + E(ij) Keterangan : -
Yij
=
pengamatan ke-i dan ulangan ke-j
-
μ
=
nilai rerata total
-
τi
=
pengaruh faktor perlakuan ke-i
-
δj
=
pengaruh kelompok ke-j
-
E(i)j
=
pengaruh galat percobaan
III. Uji Penggunaan Peptida ELJ Terproteksi pada Domba Pedaging a. Ternak dan Perlakuannya Pemeliharaan ternak dilaksanakan di kandang percobaan ruminansia kecil Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ternak yang digunakan merupakan domba jantan ekor tipis jenis priangan berjumlah 16 ekor. Ternak dipilih berdasarkan keseragamannya dan diseleksi dari sebuah usaha peternakan rakyat yang memiliki populasi lebih dari 1000 ekor di Desa Cimande, Caringin, Bogor. Umur ternak berkisar 12 bulan yang ditandai dengan sedang atau baru bergantinya insisivus. Pemeliharaan dilakukan pada kandang individu dengan ukuran ruang 85 x 96 cm. Setiap kandang dilengkapi kran minum otomatis, sedangkan tempat pakan berupa kotak kayu ditaruh di sisi depan luar kandang. Pemberian obat cacing, obat mata, antibiotik dan vitamin dilakukan di awal pemeliharaan. Masa adaptasi dilaksanakan selama satu bulan. Selama masa adaptasi dilakukan juga pengamatan dan pengukuran beberapa peubah. Sebelum memasuki masa perlakuan ternak ditimbang dan ditetapkan sebagai bobot awal, yaitu 30.43 ± 1.41 kg (CV = 4.64%).
32 Pakan berupa rumput gajah dan konsentrat komersial GT-03 produksi Indofeed. Jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan perkembangan bobot badan dengan perbandingan bahan kering antara rumput dan konsentrat 25 : 75. Pemberian pertama adalah suplemen ELJ, setelah habis dilanjutkan dengan pemberian konsentrat. Pakan rumput diberikan setelah konsentrat habis dimakan. Hasil analisis proksimat komposisi nutrisi dari rumput dan konsentrat ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nutrisi bahan kering pakan rumput dan konsentrat selama pemeliharaan (% dari bahan kering) Serat kasar
TDN
17.89
6.15
89,69
2.00
8.45
31.21
51,75
6,01
15,53
12,41
80,20
Jenis Pakan
Air
Abu
Lemak Protein
Konsentrat
11.52
8.26
7.35
Rumput gajah
86.03
8.45
Total Pakan
30,15
8,31
Pemberian suplemen ELJ dibedakan atas 4 macam perlakuan masingmasing pada 4 ekor domba. Keempat perlakuan tersebut adalah : ‐
P0 : enkapsulat tanpa ELJ (placebo)
‐
P1 : enkapsulat ekstrak peptida ELJ 1.5 mg/kg bobot badan
‐
P2 : enkapsulat ekstrak peptida ELJ 3 mg/kg bobot badan
‐
P3 : enkapsulat LJ100™ 1 mg/kg bobot badan LJ100™ merupakan suplemen komersial dari ekstrak ELJ mengandung
bahan aktif eurypeptide® yang diproduksi oleh Physician Formulas, Irvine, California, USA. Perlakuan dilaksanakan selama 108 hari. b. Pengamatan peubah Kadar testosteron darah, diukur dengan teknik Radioimmunoassay (RIA). Sampel darah diambil dengan menggunakan syringe steril kapasitas 3 cc pada vena jugularis sebanyak 1 cc. Sampel darah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 3 ml yang telah berisi EDTA. Selama dalam perjalanan ke laboratorium tabung berisi sampel darah ditempatkan bersamaan dengan pecahan es. Tabung beserta isinya kemudian disentrifus 10.000 rpm, suhu 10 oC selama 5 menit,
33 sehingga dapat digunakan untuk mengukur hormon testosteron. Plasma diukur kandungan hormon testosteronnya dengan menggunakan kit Testo CT2 produksi Cisbio-Bioassays USA. Pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan menggunakan radioaktif 125I (Jaffe & Behrman 1974). Pengamatan profil darah meliputi kadar hemoglobin (Hb) packet cell volume (PCV), butir darah merah (BDM), butir darah putih (BDP), limfosit, netrofil, monosit, dan eosinofil dengan metode yang mengacu pada Sastradipradja et al (1989) Jumlah rerata konsumsi bahan kering (BK) ransum/ekor/hari diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah BK diberikan (jumlah ransum yang diberikan x % BK ransum)/ekor/hari dan jumlah BK sisa (jumlah ransum sisa x % BK ransum sisa)/ekor/hari. Konsumsi zat-zat makanannya dihitung dengan mengalikan jumlah konsumsi BK dengan % zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya. Pertambahan bobot badan harian (PBBH), ditentukan dengan menghitung selisih bobot badan akhir dengan bobot badan awal/ekor/lama periode penelitian (hari). Penimbangan bobot badan dilakukan setiap bulan dan dilakukan pada pukul 07.00 sebelum pemberian pakan. Konversi pakan tiap ekor domba ditentukan dengan menghitung nisbah antara rataan jumlah konsumsi bahan kering /ekor/hari dengan rataan pertambahan bobot badan/ekor/hari. Penentuan jumlah nitrogen (N) teretensi dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah N terkonsumsi dalam ransum dan jumlah N yang dikeluarkan bersama feses ditambah urine yang dinyatakan sebagai neraca nitrogen (Bondi & Drori 1987), sebagai berikut : B = I – (U+F) Keterangan : B = Neraca N (jumlah N teretensi) I = Jumlah N terkonsumsi dari ransum U = Jumlah N yang dikeluarkan dalam urin F = Jumlah N yang dikeluarkan dalam feses
34 Penentuan neraca N dilakukan dua kali, yaitu pada masa sebelum perlakuan dan di akhir masa perlakuan. Koleksi urin dan feses dilakukan selama 7 hari dan setiap hari diambil sampel sebanyak kira-kira 5% dari jumlah urin yang keluar dalam waktu 24 jam. Sebelum digunakan, penampung urin (botol plastik) diisi dengan H2SO4 3M sebanyak 5 ml, untuk menghindari penguapan N urin menjadi amonia. Sampel urin segera ditaruh di dalam freezer untuk kemudian dianalisis kandungan N-nya. Sampel feses diambil sebanyak 10% dari bobot sampel yang diekskresikan setiap harinya. Sampel feses tersebut langsung dikeringkan dengan oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Analisis kadar N dilakukan dengan metode kjeldahl. Pemotongan domba dilakukan secara halal dengan memotong leher tepat di samping tulang rahang bawah hingga vena jugularis, oesophagus dan trachea terputus. Kepala dipisah dari leher pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dipisahkan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarsometatarsal dan ekor dipisahkan dari tubuhnya. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu hati, limpa, jantung, paruparu, trakea, alat pencernaan, empedu, pancreas, dan ginjal. Bobot tubuh kosong merupakan hasil pengurangan bobot potong dengan bobot isi saluran pencernaan dan kantung kemih. Karkas segar yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot karkas segar (bobot karkas panas). Karkas segar dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). Karkas sebelah kanan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat untuk dibawa ke ruang chiller. Suhu ruang chilly berkisar 5 0C, dan di dalamnya karkas digantung selama ± 24 jam. Belahan karkas yang telah dikeluarkan dari ruang pendingin ditimbang bobotnya (bobot karkas kanan dingin). Karkas selanjutnya dipotong menjadi delapan potongan komersial mengikuti petunjuk Romans dan Ziegler (1994) yaitu : paha belakang (leg), pinggang (loin), punggung (rack), bahu (shoulder), leher (neck), paha depan (shank), dada (breast), dan perut (flank) kemudian masing-
35 masingnya ditimbang. Potongan komersial karkas selanjutnya diurai menjadi lemak subkutan, lemak intermuskuler, otot dan tulang, yang kemudian ditimbang. Kualitas karkas. Beberapa hal diamati sehubungan dengan kualitas karkas adalah persentase karkas, komposisi potongan komersial karkas, dan komposisi komponen karkas. Persentase karkas (%), didapat dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot tubuh kosong dikali 100. Bobot karkas (gram), didapat dari bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor. Bobot tubuh kosong (gram), diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot isi saluran pencernaan. Sifat fisik daging yang diamati terdiri atas pH, daya mengikat air, keempukan dan susut masak. pH Daging diukur dengan cara menusukkan dioda pH meter digital terkalibrasi ke dalam sampel daging beberapa kali sehingga didapatkan nilai rata-rata yang mewakili. Daya Mengikat Air (DMA) ditentukan dengan metode Hamm. Sampel sebanyak 0.3 g diletakkan pada kertas saring Whatman 41 dan ditutup dengan kertas yang sama, lalu ditekan dengan Carper Press dengan tekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Penekanan menghasilkan dua lingkaran yaitu lingkar dalam (LD) yang merupakan luas area daging dan lingkar luar (LL) yang merupakan areal air daging. Batas kedua lingkaran ditandai dan luasnya diukur menggunakan Planimeter dengan satuan inch. Berdasarkan ukuran luas area tersebut dapat ditentukan jumlah air yang dibebaskan. Semakin banyak air yang dibebaskan semakin rendah daya mengikat air dari sampel daging tersebut. Luas area basah
luas LL – luas LD 100
Jumlah air pada area basah dihitung dengan rumus sebagai berikut : mgH O
luas area basah x 6.45 konversi inch ke cm 0.0948
Persentase jumlah air yang dibebaskan adalah sebagai berikut : % air bebas
mgH O X 100 % 300
8
36 Keempukan daging ditentukan dengan mengambil sampel daging seberat ± 100 g ditusuk dengan termometer bimetal lalu dicelupkan pada air mendidih. Sampel diangkat setelah suhu bagian dalamnya yang ditunjukkan termometer mencapai 81 oC, kemudian didinginkan. Daging dipotong searah serat dengan menggunakan corer dan diletakkan alat warner blatzer shear force. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong sampel daging tersebut. Semakin besar tenaga yang diperlukan, daging semakin alot. Susut masak daging ditentukan dengan persiapan dan perebusan sampel seperti penentuan keempukan, lalu sampel ditimbang sampai bobotnya konstan. Persentase susut masak dihitung dengan rumus berikut : Susut Masak %
bobot awal bobot akhir x 100% bobot awal
Komposisi kimia daging yang diamati terdiri dari kadar air, protein kasar, lemak dan abu menggunakan analisis proksimat dengan metode AOAC (1990). c. Rancangan percobaan dan analisis data Percobaan ini dilaksanakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, terdiri atas empat macam perlakuan dan empat kali ulangan. Keempat perlakuan merupakan perbedaan dalam pemberian suplemen peptida ELJ seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Data secara umum dianalisis ragam berdasarkan persamaan berikut (Steel & Torrie 1995) : Yij = μ + τi + E(i)j Data komposisi tubuh dianalisis peragam dengan bobot setengah karkas sebagai peragam, berdasarkan persamaan berikut : Keterangan : Yij μ τi Xij E(i)j
Yij = μ + τi + Xij + E(i)j = = = = =
pengamatan ke-i dan ulangan ke-j nilai rerata total pengaruh faktor perlakuan kovariat pengaruh galat percobaan
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Ekstrak Peptida Pasak Bumi Akar kayu pasak bumi didatangkan dari Kalimantan Timur, berbentuk potongan-potongan kayu dengan panjang ± 50 cm dan diameter 1.5 sampai 5 cm. Potongan akar kayu tersebut sebelum dikirim telah dijemur, namun kurang kering dan juga karena kelembaban udara, sehingga jika disimpan akan ditumbuhi jamur. Penjemuran ulang perlu dilakukan dan bahan baku akan mengalami penyusutan bobot 10 hingga 15%. Potongan kayu ELJ kering diserut dengan mesin dan diserpih secara manual untuk potongan kecil yang tersisa. Hasil serutan dan serpihan tersebut kemudian digiling menggunakan mesin giling tipe Diskmill hingga berukuran cukup halus. Partikel hasil penggilingan seukuran tepung tidak bisa didapatkan karena pada saringan dengan diameter lubang 3 mm material tersendat. Bahan berupa kayu dengan serat kasar yang sangat tinggi tersebut memiliki tekstur yang liat dan tidak mudah pecah/putus sehingga sulit untuk dibuat halus.
Saringan mesin yang
digunakan akhirnya adalah yang berdiameter lubang 5 mm. Serbuk yang dihasilkan diayak dengan diameter lubang ayakan 1 mm. Bagian yang tidak lolos ayakan digiling kembali. Kehalusan ukuran partikel bahan yang diekstrak berpengaruh pada mudah atau tidaknya bahan baku diambil ekstraknya. Bahan baku dalam bentuk serbuk lebih mudah diekstrak dibandingkan bentuk simplisia. Keberadaan lemak di dalam bahan yang akan diekstrak peptidanya dapat mengganggu proses ekstraksi, karena lemak dapat berikatan dengan peptida membentuk lipopeptida. Lemak perlu diekstrak terlebih dahulu dengan pelarut yang umum digunakan, yaitu heksana. Besarnya volume bahan yang akan diekstrak lemaknya, menyebabkan ekstraksi hanya dapat dilakukan dengan cara maserasi panas berulang. Cara ini cukup efektif di mana sebagian besar (95.53%) kandungan lemak pada bahan dapat terekstrak. Kandungan lemak bahan yang rendah yaitu 0.99% atau 4.95 g dalam 500 g bahan, belum akan mencapai titik jenuh dengan volume heksana 5000 ml. Bahan baku yang akan diekstrak dianalisis komposisi kimianya terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan peptida/protein yang akan
38 diekstrak serta kadar kandungan lain yang mempengaruhinya. Hasil analisis komposisi kimia bahan baku ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis proksimat komposisi nutrisi serbuk ELJ No.
Komponen
Kadar (%)
1.
Abu
2.46
2.
Lemak
0.99
3.
Protein
2.54
4.
Serat kasar
60.18
5.
BETN
33.83
Tabel 3 memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar serbuk ELJ sangat rendah (2.54%). Hal ini wajar karena bahan tersebut bukanlah merupakan sumber protein, meski demikian menurut Sambandan et al. (2006) bagian yang kecil tersebut merupakan komponen bioaktif yang diinginkan. Sebagaimana layaknya bahan berupa kayu, komponen terbesarnya adalah serat kasar (60%). Mengingat bagian tanaman yang diekstrak adalah akar, kemungkinan besar peptida yang terdapat di bagian tersebut merupakan metabolit sekunder. Heldt dan Piechulla (2011) menjelaskan bahwa hormon yang berupa peptida juga terdapat pada tanaman. Saat ini makin banyak bukti bahwa tanaman mengandung peptida sekresi dan nonsekresi yang terlibat dalam pengaturan berbagai aspek pertumbuhan tanaman (misalnya, pertumbuhan kalus dan akar, pengaturan
meristem,
pembentukan
nodul,
reaksi
ketidakcocokan,
dan
pertahanan) Suatu pekerjaan isolasi, menemukan peptida sistemin dari 49 asam amino (yang berasal dari prekursor 115 asam amino) yang diidentifikasi sebagai penyebab alkalisasi cepat dari suspensi media kultur sel tembakau. Peptida ini disebut RALF (Rapid Alkalization Factor). Penerapan Ralf dalam konsentrasi nanomolar menghasilkan aktivasi cepat MAPK, penghentian pertumbuhan akar dan pembesaran sel meristematik. Homolog dari RALF ditemukan dalam banyak jenis tanaman.
39 Tabel 4. Hasil pengerjaan ekstrak peptida akar ELJ No.
Uraian
Jumlah
1.
Bobot bahan (g)
500
2.
Bobot basah ekstrak (g)
3.18
3.
Kadar air ekstrak (%)
4.
Bobot kering ekstrak (g)
2.64
5.
Persentase Hasil (%)
0.53
16.98
Hasil yang diperoleh masih rendah (0.53%), namun cukup wajar bila mengacu pada hasil total ekstrak etanol kental ELJ menurut BPOM (2004) yang hanya 3.3%. Senyawa aktif dari ekstrak ELJ telah teridentifikasi sekitar 90 macam, dan kelompok peptida adalah bagian kecil di antaranya. Ekstrak ELJ pada perdagangan internasional umumnya dibedakan atas perbandingan bahan baku dengan ekstrak sebagai berikut 30:1, 50:1, 100:1 dan 200:1. Semakin tinggi perbandingan bahan baku dengan ekstrak, semakin tinggi pula kandungan bahan aktifnya. Mengacu pada hal tersebut perolehan ekstrak pada penelitian ini berada pada kelompok perbandingan 200:1. Perolehan ekstrak peptida dari suatu bahan fase padat dengan pelarut fase cair dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berinteraksi maupun tidak. Kombinasi dari level faktor-faktor tersebut perlu dicermati untuk mendapatkan pengaturan yang optimal guna mendapatkan ekstrak maksimal. Bagian ini mengamati pengaruh ukuran partikel, pH basa dan asam, serta lama perendaman dalam larutan basa untuk mendapatkan jumlah ekstrak maksimal. Tabel 5 memperlihatkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata pada perolehan ekstrak, dan partikel halus menghasilkan ekstrak yang lebih tinggi. Peningkatan hasil dengan ukuran partikel yang lebih halus tersebut sebanyak 110%. Sesuai dengan penjelasan dalam Asep et al. (2008) bahwa semakin kecil ukuran matriks yang diekstrak semakin besar kontak area cair-padat sehingga waktu yang diperlukan untuk inisiasi maserasi matriks semakin berkurang. Efisiensi ekstraksi bergantung pada transfer massa dari matriks asalnya ke cairan pelarut dan penggelontoran massa dari sel matriks oleh pelarut. Ukuran matriks yang lebih kecil menyebabkan lebih pendeknya jalan
40 difusi internal dari zat terlarut untuk mencapai fase fluida dan menurunnya resistensi difusional pada fase padat tersebut. Tabel 5. Rerata perolehan ekstrak peptida dengan ukuran partikel, pH, serta lama perendaman yang berbeda Partikel* Halus Halus Halus Halus Halus Halus Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar
Peubah pH Basa* Durasins 10.5 10.5 10.5 8.5 8.5 8.5 10.5 10.5 10.5 8.5 8.5 8.5
30 menit 30 menit 150 menit 30 menit 30 menit 150 menit 30 menit 30 menit 150 menit 30 menit 30 menit 150 menit
pH Asamns
Hasil
3.5 4.5 4.5 3.5 4.5 4.5 3.5 4.5 4.5 3.5 4.5 4.5
0.520 0.412 0.538 0.278 0.108 0.112 0.310 0.156 0.092 0.266 0.064 0.050
Keterangan : * Berpengaruh nyata (P<0.05) pada hasil ekstrak Partikel halus adalah serbuk akar ELJ yang lolos pada lobang ayakan berdiameter 1 mm sedangkan partikel kasar tidak lolos Durasi adalah lama perendaman simplisia dalam suasana basa.
Kelarutan peptida dari serbuk ELJ terlihat lebih tinggi pada pH 10.5 dibanding pH 8.5, peningkatan tersebut sebesar 130%. Pemilihan suasana basa sebagai pH selama ekstraksi berdasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif pada pH di atas titik isoelektriknya. Muatan yang sejenis memiliki gaya tolak menolak, sehingga menyebabkan interaksi antara residu asam amino minimum dan kelarutan peptida akan meningkat (Cheftel et al. 1985). Lehninger (1982) menyatakan pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino penyusun protein. Daya tarik menarik yang paling kuat antarprotein yang sama terjadi pada pH isoelektrik, sedangkan pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik protein akan mengalami perubahan muatan yang menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antarmolekul protein, dan molekul lebih mudah terurai. Semakin jauh perbedaan pH dari titik isoelektrik maka kelarutan protein akan semakin meningkat.
41
Kasar
Halus 12 10
Halus
8 Kasar
Halus
6 4
Basa
2 Kasar
Halus
0
Asam Hasil
Kasar
Halus
Kasar
Halus Kasar
Keterangan : Guna memperjelas tampilan, nilai hasil ekstrak dikali 5
Gambar 4. Pengaruh ukuran partikel, tingkat basa, dan asam pada perolehan ekstrak peptida Menurut Harborne (1987) protein tumbuhan umumnya mempunyai lebih banyak asam amino asam dibanding asam amino basa sehingga jumlah muatannya akan negatif dan akan begerak ke anoda. Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Molekul protein akan membentuk ion positif dalam suasana asam, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama pada titik isoelektriknya, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isoelektrik ini. Protein bermuatan negatif.pada pH di atas titik isoelektriknya, sedangkan di bawah titik isoelektriknya protein bermuatan positif. Titik isoelektrik albumin adalah pada pH 4.55-4.90. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis
42 protein terhadap asam dan basa tidak sama, bergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Gugus amino bereaksi dengan H+ dalam larutan asam (pH rendah), sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan pada pH isoelektrik, sehingga molekul bermuatan nol (Winarno 2002). Penambahan asam klorida (HCl) yang bersifat asam kuat mengakibatkan terdapatnya ion H+ yang berlebih, yang menunjukkan adanya kekeruhan dan endapannya lebih banyak pada proses pemanasan. Keelektronegatifan asam kuat lebih besar sehingga menarik ikatan elektron lebih kuat daripada atom hidrogen, dan lebih mudah dalam pembentukan ion H+. Kekuatan asam meningkat dengan naiknya keelektronegatifan atom X pada ikatan H−X. Karakteristik Ekstrak Peptida Pasak Bumi Analisis proksimat dilakukan terhadap ekstrak peptida yang dikomposit dari beberapa ulangan ekstraksi. Tabel 6. Komposisi ekstrak peptida hasil analisis proksimat No.
Komponen
Kadar (%)
1.
Abu
8.53
2.
Lemak
6.13
3.
Protein
34.57
4.
Serat kasar
3.50
5
BETN
47.26
Hasil analisis proksimat ekstrak tersebut menunjukkan bahwa kandungan protein/peptide masih sangat rendah untuk dapat disebut sebagai isolat. Menurut Natarjan (1980) isolat protein dari kacang-kacangan biasanya kandungan proteinnya 90-95% sedangkan konsentrat protein kandungannya 65-70%. Rendahnya kandungan peptida/protein ekstrak disebabkan karena bahan baku yang digunakan bukanlah bahan yang berprotein tinggi seperti kacang-kacangan. Selain itu kemungkinan protein/peptida terekstrak banyak yang merupakan protein kompleks
43 dengan senyawa karbohidrat atau glikopeptida sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya. Penghitungan persentase recovery ekstrak peptida sebagai berikut : Jumlah peptida serbuk bebas lemak
:
11.00 g
Jumlah peptida ekstrak yang diperoleh :
0.91 g
Persentase recovery isolat
:
8.30 %
Kadar peptida/protein pada serbuk merupakan kadar protein kasar yang ditentukan dengan metode Kjeldahl. Metode ini mengukur kadar protein berdasarkan jumlah N total di dalam sampel. Kenyataannya, senyawa fitokimia yang mengandung N bukan hanya merupakan peptida, antara lain ada senyawa alkaloid yang porsinya cukup dominan dari keseluruhan metabolit sekunder tanaman. Alkaloid tidak larut dalam air, sehingga tidak banyak terikut di dalam ekstrak. Sebaliknya jumlah N yang terukur pada ekstrak diperkirakan sebagian besar merupakan N dari senyawa peptida. Perbedaan tersebut menyebabkan nilai persentase recovery isolat menjadi rendah. Analisis elektroforesis menggunakan marker LMW Amersham dengan rentang 14.4 – 97.0 kD (SDS-PAGE I) dan marker Spectra MLRPL dengan rentang 42 - 1.7 kD (SDS-PAGE II). Pelaksanaan SDS-PAGE I melakukan running dua gel secara bersamaan, masing-masingnya berseberangan pada sisi aparatus. Pewarnaan kedua gel dilakukan berbeda, masing-masing dengan komasie blue dan silver. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh perbandingan guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Pewarnaan silver pada pekerjaan ini menghasilkan nilai R2 hubungan Rf dan BM yang lebih tinggi serta memperlihatkan band yang lebih jelas, sehingga gel ini digunakan untuk pembahasan selanjutnya. Jumlah band yang muncul pada SDS-PAGE I masing-masing pita cukup banyak berkisar antara 14 hingga 20 band, tetapi hanya terdapat 2 band yang dominan. Jarak kedua band dominan tersebut dari dasar sumur ditampilkan pada Tabel 7. Kedua band yang dominan muncul pada separuh bagian bawah dari pita. Hal ini menunjukkan mereka memiliki bobot molekul yang relatif rendah. Band I
44 terindiikasi sebagaai kelompok protein ovaalbumin dann band II meerupakan prrotein α-lakttalbumin.
Mr (kkD)Marker
A
B
C
D
E
F
97.0 66.0 45.0
30.0
20.1 14.4
H Hasil SDS PAGE I pewarnaan kom masie Mr(kD) Markerr
A
Hasil SDS PAGE I pew warnaan silver B
C
D
E
F
42 26 17 10 4.6
Hasil SDS PAG GE II dengan marrker berat moleku ul lebih rendah Keteraangan : e sendiri daari lima ulangan A-E = peptiide/protein hasil ekstrak ™ F = peptiida/protein dari LJ100 L
Gam mbar 5. Analisis gel SDS--PAGE peptida pasak buumi Band tungggal yang teerlihat pada eurypeptide® memiliki bobot mo olekul sekitarr 17.7 kD juuga terdapatt pada beberrapa protein hasil ekstraak sendiri, meski m bukan merupakann band yanng dominan.. Hal ini leebih jelas tterlihat padaa gel pewarrnaan komassie blue. Pennumpukan ppeptida yangg cukup kenntal terlihat pada batas bawah b gel, baik b pada geel pewarnaann silver mauupun gel pew warnaan kom masie blue menunjukka m an bahwa mayoritas m peeptida yang terekstrak memiliki bobot b molekkul di bawah h 14.4 kD. Peptida denngan bobot molekul lebbih rendah lebih disukaai karena sifaat fungsionalnya (Kjell et e al. 2001)
45 Tabel 7. Jarak dan bobot molekul protein pada dua band dominan hasil SDS-PAGE I ekstrak protein Sampel
Band
Jarak (cm)
A
I II I II I II I II I II I II
4.5 3.0 4.5 4.5 2.9 4.0 2.9 5.1
B C D E F
BM (Da) 22 405.78 40 635.91 22 405.78 22 405.78 42 281.46 27 324.36 42 281.46 17 658.35
Keterangan : sampel A- E merupakan hasil ekstrak sendiri dan F eurypeptide®
Eurypeptide® menghasilkan band tunggal pada jarak 5.1 cm dengan bobot molekul 17.66 kD, sedangkan peptida/protein hasil ekstraksi sendiri memiliki band yang luas dengan 2 band utama. Hal ini disebabkan karena peptida eurypeptide® merupakan hasil fraksinasi dan pemurnian sedangkan hasil ekstraksi sendiri merupakan peptida/protein total. Meski band utama peptida ekstraksi tidak sama dengan peptida eurypeptide®, namun hasil ekstraksi juga mencakup peptida dengan bobot molekul yang sama dengan eurypeptide®. Demikian juga halnya dengan peptida yang memiliki bobot molekul ≤ 14.4 kD, tampak bahwa besarnya band yang terbentuk antara ekstraksi sendiri dengan eurypeptide® sama. Bagaimanapun hasil yang ditunjukkan pada gel ini belum merupakan bagian yang utama. Mengacu pada Sambandan et al. (2006) bahwa peptida bioaktif dari ELJ yang bertanggungjawab atas peningkatan kadar testosteron adalah glikopeptida dengan bobot molekul 4.3 kD. Hasil SDS-PAGE II memperlihatkan hanya ada sebuah band yang jelas terdeteksi pada sebagian besar ulangan ekstrak. Band tunggal tersebut memiliki berat molekul ± 8.2 kD. Running eurypeptide® pada gel ini tidak menghasilkan satu pun band. Peptida dengan berat molekul < 4.6 kD tidak terdeteksi pada gel ini. Analisis SDS-PAGE untuk peptida dengan berat molekul yang sangat rendah membutuhkan kecermatan yang tinggi dalam pengerjaannya.
46 A Analisis GC C-MS padataan (ekstrak peptida) meenunjukkan bahwa senyyawasenyaw wa volatil sudah tidakk banyak ditemukan. d Beberapa ssenyawa deengan persenntase area beesar teridenttifikasi sebaagai asam organik o alifaatik dengan atom rantai C19. Meski demikian, d peerkiraan jeniis senyawa yang y ditunjuukkan berganntung pada rujukan r keppustakaan yang digunakkan dalam indentifikasi, dalam haal ini databaase yang digu unakan adalah Wiley2755.L.
Gambar 6. Kromatograam endapan dari larutan asam prosess ekstraksi peptida paasak bumi H Hasil analisiis GC-MS menunjukkan m n bahwa end dapan akhir (ekstrak pep ptida) membbawa beberaapa senyaw wa lain yanng di antaaranya adalaah stigmastterol. Stigmaasterol yangg ditemukann berikatan dengan seny yawa lain seperti stigm masta5.22-ddien-3-ol, (3 3.beta); stigmast-5-en-3-ol, (3.beta); (24R)-4-sstigmasten-33-one stigmaa; stigmast-4-en-3-one (CAS) 4-stti dan stigm mast-22-en-33-one, 4-meethyl. Rahmaalia et al. (2011) meenyatakan bahwa b stigm masterol addalah salah satu terpennoid utama yang y ditemuukan pada taanaman ELJJ. Terpenoidd lain yang juga esta-5,22-dien-3; cukup banyak adaalah 24-ethyll-3.alpha,5alpha-cyclo; 23-ethylchol 2 dan senyawa quiinoline. Sen nyawa kelom mpok flavonnoid yang dominan ad dalah
47 b benzopyrone e dan naftaleen. Ditemukan juga senyyawa fitosterrol ergosten,, cholestan, d metil kolesterol yaang secara vvariatif terikat dengan senyawa lain dan n. Alkaloid y yang ditemuukan dalam endapan e antaara lain senyyawa quinoliine; quinoxaaline dan 4p propylamino o-7-nitrobenzo-2-oxa-1, namun porssi senyawa aalkaloid ini ditemukan d dalam jumlaah kecil.
Gambaar 7. Kromattogram supeernatan dari larutan l asam m proses eksttraksi peptida pasak buumi Senyaw wa-senyawaa yang diteemukan pad da supernataan berbeda dari yang d ditemukan p pada endapaan. Jika padaa endapan lebih banyakk didominasi golongan t terpenoid, p pada supernnatan lebih banyak dido ominasi gollongan alkaaloid. Jenis s senyawa yaang ditemukkan dari keedua golong gan tersebutt juga berbeda antara p padatan dan supernatan. Hal ini tenttunya berkaiitan dengan ssifat senyaw wa-senyawa t tersebut dallam pelarutt polar. Goolongan alkaaloid yang dominan antara a lain s senyawa ben nzeneethamiine, N-[pentaafluoro]; dan n 3-(4-N,N-ddimethylamiinophenyl). P Proteksi Peptida Pasak k Bumi darii Degradari Rumen In Vitro b tas sampel tterenkapsulasi melewati rumen secaara in vitro Uji bioavailabilit d dengan tiga metode m enkaapsulasi dipeerlihatkan pad da Gambar 88. Hasil analiisis statistik m menunjukkan n bahwa maacam perlakkuan berpeng garuh sangatt nyata (P< 0.01) pada k kecernaan b bahan organ nik, perbedaaan hanya teerdapat antaara EH denggan semua
48 D baahan organikk nyata paling rendah ppada enkapssulasi perlakuuan lain. Degradasi hidrofo fobik. Hal in ni mengindik kasikan bahw wa enkapsullasi hidrofobbik paling effektif dalam memprotekssi bahan pakkan dari degrradasi ruminal dengan peersentase pro oteksi %. Enkapsuulasi polimerik dan tannin masing-masing hannya mempro oteksi 56.16% 11.86% % dan 14.63% %. 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 EP
EH Ulanggan 1
ET Ulan ngan 2
NE
Ulan ngan 3
Keterangan : K E poliimerik dengan bbahan utama vyynilpyridine/stiirene EP = Enkapsulasi EH = Enkapsulasi E hidrrofobik dengann bahan dasar assam stearat ET = Enkapsulasi E denngan asam tanatt NE = Tanpa T enkapsulaasi
Gambar 8.
Grafik keecernaan (%)) bahan orgaanik sampel di dalam ruumen secara in vitro v
Tingkat degradasi d prrotein/peptidda di dalam m rumen anntara lain dapat d diketahui melalui pengamatan n terhadap volume gas NH N 3 yang terrbentuk. Analisis n (P<0.0 01) di statistiik menunjukkkan bahwa produksi gaas NH3 berbeeda sangat nyata antara perlakuan. Produksi gas NH3 paling rendaah pada EH H kemudian ET, masing g-masing beerbeda nyata dari yang laain, sedangkan EP dan N NE tidak berbbeda. Kemampuaan bahan hiidrofobik teerutama asam m stearat daalam melinddungi peptidda dari degradasi rumen n nyata lebiih tinggi dib banding keddua metode lain. Kebannyakan asam m stearat di d dalam rumen r secaara alami m merupakan hasil biohid drogenase daari asam lem mak tak jenuuh terutama linoleat dann linolenat. Asam A lemakk bebas tidakk jenuh meru upakan kom mponen lipid terbesar yanng meninggaalkan
49 rumen, terdiri atas sepertiganya palmitat dan dua pertiganya stearat (Lock et al. 2006). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa asam stearat yang terdapat di dalam bahan pakan merupakan produk by pass di rumen 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 EP
EH Ulangan 1
Keterangan : EP = EH = ET = NE =
Ulangan 2
ET
NE
Ulangan 3
Enkapsulasi polimerik dengan bahan utama vynilpyridine/stirene Enkapsulasi hidrofobik dengan bahan dasar asam stearat Enkapsulasi dengan asam tanat Tanpa enkapsulasi
Gambar 9. Grafik pembentukan gas NH3 (mM) dari sampel di dalam rumen secara in vitro Pertumbuhan dan Konsumsi Ternak Rerata bobot awal domba penelitian adalah 30.43 ±1.41 kg dengan koefisien variasi 4.63%, terlihat bahwa keseragaman cukup tinggi. Keseragaman yang tinggi juga terdapat pada bobot akhir keseluruhan, yaitu 38.83 ± 0.89 kg dengan koefisien variasi 2.29%. Sejalan dengan hal tersebut, pertambahan bobot badan (PBB) berbeda tidak nyata di antara perlakuan, yang berarti bahwa suplementasi peptida ELJ tidak berpengaruh pada pertumbuhan. Tabel 8 juga memperlihatkan bahwa perbedaan yang tidak nyata terdapat pada nilai konsumsi dan konversi pakan. Saat dimulai perlakuan domba berumur ± 1 tahun sehingga telah dewasa kelamin dan memproduksi hormon testosteron. Menurut Ensminger (2002), pubertas domba jantan dimulai pada umur 4-6 bulan. Sasaran dari pemberian ELJ adalah pertumbuhan lean (otot), sedangkan otot menempati porsi sekitar 60% dari
50 bobot karkas atau hanya sekitar 34% dari bobot tubuh. Perbedaan yang kecil dalam pertumbuhan otot tidak akan mudah terdeteksi melalui perubahan bobot hidup yang merupakan akumulasi dari seluruh perubahan bobot komponen tubuh. Menurut Hoosner (2005), pertumbuhan hewan merupakan faktor kuantitatif yang diukur secara objektif melalui perubahan panjang dan bobot tubuh. Pengukuran pertumbuhan dengan penimbangan bobot tubuh adalah cara yang paling mudah dan umum. Selain itu, perubahan kualitatif terjadi pada proporsi tubuh dan fungsi yang menyertai pematangan dan peningkatan ukuran tubuh. Kualitas pertumbuhan otot juga penting untuk produksi daging konsumsi, dan rasio lemak intramuskular terhadap otot merupakan ukuran penting dari kualitas daging. Tabel 8. Kinerja pertumbuhan dan konsumsi pakan domba percobaan Perlakuan
Peubah Bobot Awal (kg) Bobot Akhir (kg) PBBH/ekor (g) Konsumsi/hari (g) Nisbah Pakan/PBB
P0
P1
P2
30.500 ± 987 38.650 ± 412 75.5 ± 10.9 844 ± 11 11.29 ± 1.93
30.250± 719 39.150± 823 82.4± 10.7 847± 7 10.32± 1.25
30.550 ± 1684 38.600 ± 712 74.5 ± 11.8 850 ± 14 11.51 ± 1.79
P3 30.425 ± 2364 38.900 ± 1545 78.5 ± 13.0 847 ± 14 10.94 ± 2.11
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB P3 = pemberian LJ100™ terenkapsulasi 1 mg/kg BB
Rerata PBB keseluruhan ternak adalah 8.39 ± 1.18 kg dan PBBH adalah 78 ± 11 g. PBBH tersebut lebih rendah dibanding yang didapatkan oleh Herman (1993) pada jenis domba yang sama. Selain karena perbedaan kualitas pakan, lebih rendahnya PBBH yang didapat juga disebabkan pengukuran yang didasarkan pada kondisi fisiologis ternak yang berbeda. Nilai PBBH yang didapatkan sebanding dengan yang diperoleh Hasnudi (2004) pada domba lokal sumatera dan sei putih dan lebih tinggi dibanding Rianto et al. (2006) pada jenis domba yang sama. Utilisasi Nitrogen Pakan Sebelum memasuki masa perlakuan rerata kecernaan bahan kering total unit percobaan adalah 72.1 ± 5.6 %. Nilai kecernaan bahan kering tersebut hampir
51 setara dengan yang didapatkan Saka (1997), namun jauh lebih tinggi dibanding yang diperoleh Mahesti (2009). Kualitas pakan kemungkinan besar menjadi penyebab perbedaan tersebut. Kadar serat kasar yang rendah yang mengakibatkan TDN pakan menjadi tinggi berkontribusi besar terhadap tingginya kecernaan BK pakan. Nilai kecernaan bahan kering pakan secara paralel akan diikuti oleh kecernaan protein, karena perhitungannya didasarkan pada variabel pengamatan yang sama. Hal ini berbeda dari nilai retensi N, dimana variabel ini dipengaruhi banyak faktor lain. Semua variabel pada kondisi sebelum perlakuan tidak signifikan berbeda di antara perlakuan dan keseragamannya tinggi, meski neraca N terlihat cenderung lebih tinggi pada P2 dan P3. Tabel 9. Utilisasi nitrogen (N) pakan oleh domba menjelang dan akhir perlakuan Tingkat Efisiensi N (%)
Perlakuan P0
P1
Pra perlakuan Kecernaan BK (%) Kecernaan Protein Retensi N (g) Retensi N (%Ko) Retensi N (% Trc) Neraca N (mg/Kg0,75) Akhir perlakuan Kecernaan BK (% Kecernaan Protein Retensi N (g) Retensi N (%Ko) Retensi N (% Trc) Neraca N (mg/Kg0,75)
69.8 ± 7.21 72.26 ± 6.64 59.85 ± 4.58 53.44 ± 4.37 74.15 ± 5.74 714.36 ± 71.26
72.4 ± 5.25 75.39 ± 4.69 51.00 ± 7.48 45.17 ± 6.46 59.78 ± 6.14 602.73 ± 81.23
69.89 ± 8.84 71.80 ± 7.82 87.28 ± 5.43 51.27 ± 7.04 71.56 ± 8.31 959.61 ± 69.09
71.21 ± 6.34 72.13 ± 6.61 80.33 ± 7.78 45.12 ± 5.52 62.47 ± 3.09 868.79 ± 86.82
%Peningkatan Neraca N
34.91 ± 11.55
44.98 ± 12.06
P2 76.0 ± 4.87 77.37 ± 4.33 65.70 ± 6.43 59.08 ± 5.86 76.24 ± 3.92 765.61 ± 77.63
P3 72.1 ± 6.30 76.39 ± 3.28 58.85 ± 11.18 51.52 ± 9.27 67.23 ± 9.93 699.29 ± 159.28
73.67 ± 4.69 73.19 ± 2.55 75.74 ± 4.66 74.51 ± 3.47 103.77 ± 20.26 96.22 ± 13.35 57.23 ± 9.07 52.39 ± 5.70 75.34 ± 8.46 70.21 ± 5.59 1124.91 ± 205.48 1047.97 ± 142.76 46.78 ± 20.83
53.30 ± 27.55
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB P3 = pemberian LJ100™ terenkapsulasi 1 mg/kg BB Retensi N (%Ko) = Persentase N teretensi terhadap konsumsi Retensi N (% Trc) = persentase N teretensi terhadap kecernaan
P3 memperlihatkan peningkatan yang konstan pada semua variabel, sedangkan P2 berfluktuasi. Kecernaan BK pakan P2 paling banyak penurunannya di antara semua perlakuan, namun jumlah N yang diretensinya juga paling tinggi, terindikasi bahwa tidak ada hubungan retensi N dengan tingkat kecernaan BK. Hal ini kemungkinan karena faktor-faktor yang pengaruhnya dominan bervariasi dalam rank yang sempit, sehingga pengaruh tersebut tidak terlihat.
52 Tingkat konsumsi dapat mempengaruhi proses metabolisme protein, yaitu semakin tinggi konsumsi akan dapat menurunkan waktu degradasi protein pakan oleh mikroba dalam rumen, karena laju alir pakan yang semakin cepat. Menurut (Widyobroto et al. 1999) laju partikel pakan keluar dari rumen berhubungan dengan lama tinggal pakan di dalam rumen. Lebih lanjut dijelaskan semakin lama waktu tinggal pakan di dalam rumen akan menyebabkan degradasi pakannya meningkat. Sintesis protein mikroba berhubungan positif dengan waktu tinggal pakan dalam rumen (Soeparno 2005). Kadar Testosteron Plasma Darah Tabel 10. Kadar testosteron domba jantan pada hari ke-94 perlakuan suplementasi peptida pasak bumi Kadar Testosteron (nmol/L) Rerata Standar Deviasi Keterangan : PO P1 P2 P3
= = = =
Perlakuan P0
P1
P2
P3
21.91 7.3
16.28 6.1
26.00 11.6
27.63 7.5
tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB
Hasil analisis kadar testosteron plasma tersebut masih dalam rank yang sama dengan hasil pengamatan Kishk (2008) dan Wheaton dan Godfrey (2003). Meski kadar testosteron P2 dan P3 terlihat lebih tinggi, namun tidak nyata secara statistik. Banyak faktor nuisance dalam akurasi pengamatan kadar testosteron plasma sesaat. Hasil pengamatan pola diurnal testosterone domba oleh Sanford et al. (1974) menemukan bahwa level testosteron serum domba berfluktuasi dalam 24 jam mulai dari 0.69 hingga 19.66 ng/ml. Jumlah puncak tertinggi dalam waktu 24 jam juga bervariasi antarindividu mulai dari 3 hingga 6 puncak. Meski ada kecenderungan bahwa salah satu puncak terjadi di sekitar jam delapan pagi, namun diantara domba yang diamati tidak ada yang memperlihatkan pencapaian puncak dalam waktu yang persis sama.
53 Profil Darah Darah merupakan media yang penting dan dapat diandalkan untuk menilai status
kesehatan
individu
hewan.
Pengamatan
terhadap
profil
darah
memperlihatkan bahwa kadar haemoglobin (HB) dan butir darah merah (BDM) lebih tinggi pada perlakuan P2 dan P3 dibanding P1, namun berbeda tidak nyata dengan P0. Konsentrasi haemoglobin ditentukan dan terkait dengan perubahan konsentrasi testosteron serum. Peningkatan tajam konsentrasi testosteron menghasilkan rangsangan akut eritropoietin yang mengarah pada peningkatan produksi eritrosit (Thomsen et al. 1986). Tabel 11. Profil darah domba jantan yang disuplementasi peptida pasak bumi Pengamatan
Perlakuan P0 ab
Hemoglobin (gr%) 11.84 ± 0.60 Packet volume cell (%) 29.13 ± 1.27 Butir darah merah (juta/mm3) 9.99 ab ± 1.26 Butir darah putih (ribu/mm3) 11.96 ± 3.53 Limfosit (%) 27.50 ± 5.97 Netrofil (%) 54.25 ± 14.77 Monosit (%) 1.25 ± 0.50 Eosinofil (%) 17.00 ± 9.83
P1
P2
9.54 ± 2.63 24.19 ± 8.98 7.79 a ± 2.77 9.45 ± 5.83 37.50 ± 26.41 53.50 ± 25.41 1.00 ± 0.82 8.00 ± 6.48
B
A
13.04 ± 1.35 33.90 ± 3.05 11.10 b ± 0.91 8.36 ± 1.44 23.20 ± 4.76 56.80 ± 9.73 1.60 ± 0.55 18.40 ± 8.79
P3 B
13.12 ± 1.48 32.75 ± 5.37 11.83B ± 1.91 8.03 ± 2.41 25.60 ± 9.45 57.00 ± 9.27 2.00 ± 1.22 15.40 ± 11.78
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB P3 = pemberian LJ100™ terenkapsulasi 1 mg/kg BB Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01). huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
Hasil yang hampir sama dinyatakan oleh Andrea et al (2008) bahwa hemoglobin dan hematokrit meningkat secara signifikan sesuai dosis perlakuan LH dan testosteron enanthat pada lelaki muda maupun tua. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit secara signifikan lebih besar pada lelaki tua dibanding lelaki muda, namun perubahan dalam tingkat eritropoietin atau sTfR tidak signifikan berkorelasi dengan perubahan kadar testosteron total maupun testosteron bebas. Bachman et al. (2010) menyatakan tingginya kadar testosteron serum nyata menekan hepcidin dalam waktu 1 minggu. Tekanan atas hepcidin ini lebih jelas pada lelaki lebih tua dan berkaitan dengan lebih besarnya peningkatan
54 dalam hemoglobin. Tingkat serum hepcidin pada 4 dan 8 minggu dapat memprediksi perubahan hematokrit dari tingkat awal sampai tingkat puncak. Performa Produksi Karkas Bobot potong rerata keseluruhan domba pada penelitian ini adalah 37.869 ± 968 g (CV = 2.56%) sehingga keseragamannya cukup tinggi. Keseragaman tersebut berkurang pada bobot tubuh kosong, dimana rerata totalnya 29.657 ± 1.185 g (CV = 4.00%). Hal ini disebabkan keragaman yang tinggi dari isi saluran pencernaan. Rerata isi saluran pencernaan P3 lebih tinggi dibanding P1, sehingga meski bobot potongnya lebih tinggi bobot tubuh kosongnya lebih rendah, namun persentase karkas terhadap tubuh kosongnya lebih tinggi. Bagaimanapun, semua besaran antarperlakuan pada Tabel 12 berbeda tidak nyata. Secara umum jika diurut besaran nilai antarperlakuan, maka akan didapatkan urutan yang hampir sama antarsemua peubah di Tabel 12. Hal ini berarti bahwa produksi karkas sangat dipengaruhi oleh bobot potong ternak dan perlakuan berpengaruh tidak nyata pada produksi karkas. Tabel 12. Produksi karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah
P0
Bobot potong (g) Tubuh kosong (g) Karkas segar *(g) Karkas segar/Bobot potong (%) Karkas segar/Tubuh kosong (%) Karkas kanan dingin* (g) Penyusutan dingin karkas (%)
37 650 ±957 29 143 ±1 264 16 308 ±1 258 43.27 ±2.3 55.90 ±2.2 7 631 ±646 4.87 ±2.5
Perlakuan ELJ P1 P2 37 900 ± 1 065 37 575 ±866 30 215 ± 708 29 463 ±943 17 463 ± 332 16 788 ±697 46.09 ± 1.0 44.66 ±0.8 57.80 ± 0.6 56.97 ±0.8 8 257 ±378 7 871 ±420 3.68 ± 2.0 5.39 ±1.4
P3 38 350 ±1 182 29 808 ±1 784 17 333 ±1 370 45.18 ±3.0 58.10 ±1.6 8 295 ±759 5.14 ±0.8
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB *Dikoreksi terhadap bobot tubuh kosong pada rataan : 29.657 ± 1185 g
Rerata keseluruhan bobot karkas adalah 16.973 dengan koefisien variasi 6%, sedangkan rerata persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong adalah 57.2% dengan koefisien variasi 2.71%. Aplikasi persamaan Huxley pada domba priangan yang diperoleh Herman (1993) menyatakan bahwa domba priangan
55 dengan bobot tubuh kosong 29.66 ± 1.19 kg tersebut memiliki persentase karkas 56.1%, dengan komposisi fisik lemak 24.7%, otot 60.2% dan tulang 15.1%. Persentase karkas tersebut hampir sama dengan persentase karkas yang diperoleh dari perlakuan kontrol pada penelitian ini, sedangkan persentase karkas perlakuan ELJ tampak lebih tinggi. Saka (1997) juga memperoleh rerata persentase karkas yang hampir sama pada domba ekor tipis local, yaitu 56.48 %, namun diperoleh dari rerata bobot potong yang lebih rendah, yaitu 29.45 kg. Rianto et al. (2006) memperoleh persentase karkas panas domba ekor tipis yang lebih rendah, yaitu 39.06%, karena bobot potongnya juga lebih rendah, yaitu 25.45 kg, sedangkan persentase lemak, daging dan tulang karkas berturut-turut 9.71; 69.03 dan 21.27%. Domba Kheri yang memiliki fenotipik yang hampir sama dengan domba priangan jika dipelihara secara intensif pada bobot tubuh kosong 25 kg, juga menghasilkan persentase karkas yang hampir sama, yaitu 57% (Karim et al. 2007). Menurut Berg dan Butterfild (1976) dalam Soeparno (2005), persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, bobot potong, proporsi bagian-bagian nonkarkas. Otot menempati porsi sekitar 60% dari bobot karkas, sehingga pertumbuhan otot memiliki pengaruh yang dominan pada persentase karkas. Komposisi Fisik Karkas Tabel 13 memperlihatkan bahwa lemak tubuh paling tinggi pada P1 berbeda sangat nyata dari P2 dan P3, namun berbeda tidak nyata dari P0. Sebaliknya lemak tubuh paling rendah terdapat pada perlakuan P2 dan berbeda tidak nyata dari P3. P1 meski mendapatkan perlakuan ELJ namun masih memiliki kadar lemak yang tinggi karena memiliki bobot karkas yang juga tinggi. Depot lemak tubuh meningkat seiring peningkatan bobot karkas dan bobot potong. Hal ini sesuai dengan pernyataan Safdarian et al (2008) bahwa domba yang lebih berat umumnya lebih berlemak daripada domba yang ringan. Barton dan Kirton (1958) dalam Stanford et al. (1998) menemukan bahwa bobot karkas dapat menjadi prediktor utama kandungan lemak karkas domba, tidak menghasilkan banyak kesalahan dalam pengukurannya seperti gravitas spesifik dan tidak dipengaruhi oleh ragam isi perut seperti persentase karkas.
56 Persentase lemak tubuh umumnya berbanding lurus dengan bobot karkas, sedangkan persentase otot dan tulang berbanding terbalik. Berbalikan dengan bobot lemak, bobot otot nyata lebih tinggi (P<0.05) pada P2 dan P3 dibanding P0 dan P1. Tampak adanya peningkatan massa otot dengan pemberian ekstrak peptida ELJ 3 mg/kg dan LJ100™ 1 mg/kg bobot badan. sedangkan dengan pemberian ekstrak peptida ELJ 1.5 mg/kg bobot badan peningkatan tersebut tidak nyata. Tabel 13. Komponen diseksi karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g) Karkas kanan Lemak* Otot* Tulang*
P0 7.631 ±646 1.337 a ±73 4.785b ±79 1.849 ±96
Perlakuan ELJ P1 P2 8.257 ±378 1.509A ±70 4.818b ±76 1.698 ±92
7.871 ±420 1.080B ±69 5.071a ±74 1.825 ±91
P3 8.295 ±759 1.094B ±71 5.105a ±76 1.760 ±93
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB *Dikoreksi terhadap bobot setengah karkas kanan pada rataan : 8.014 ± 586 g Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
Persentase lemak, otot, dan tulang semua karkas perlakuan berturut-turut adalah sebagai berikut 15.7%, 61.7%, dan 22.4%. Herman (2004) mendapatkan komposisi yang relatif berbeda pada bangsa domba yang sama, yaitu : 26.83%, 57.65%, 13.89%, dan 1.63% masing-masing untuk persentase lemak, otot, tulang, dan jaringan ikat. Perbedaan utama terlihat pada persentase lemak dan tulang, pada penelitian ini didapatkan persentase lemak lebih rendah sehingga persentase tulang menjadi lebih tinggi. Kematangan fisiologis ternak selama proses penggemukan kemungkinan menjadi penyebab perbedaan ini. Herman (2004) melakukan penyembelihan terhadap domba penggemukan yang bobot hidupnya dipastikan mencapai kestabilan, dimana pada kondisi tersebut pertumbuhan lemaknya maksimal. Penggemukan pada penelitian ini lebih menekankan pada durasi pemeliharaan.
57 Rerata bobot tulang pada karkas domba perlakuan ELJ terlihat lebih tinggi secara tidak nyata dibanding kontrol. Reseptor androgen terdapat pada osteoblas dan mampu menstimulasi proliferasi osteoblas dengan bantuan vitamin D. Androgen juga mempengaruhi ekspresi molekul adhesif seperti fibronektin yang memfasilitasi ikatan sel-sel tulang dengan matriks estraseluler yang merupakan syarat penting fungsi osteoblastik (Nieschlag & Behre 2004), dengan demikian androgen dapat meningkatkan massa tulang. Perbandingan perolehan komponenkomponen karkas antara dua unit karkas sudah semestinya dilakukan pada bangsa, jenis kelamin, perlakuan ternak, serta bobot karkas yang sama. Tabel 14. Potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g) Bagian perempat belakang Leg Loin Flank Bagian perempat depan Rack Shoulder Neck Shank Breast
P0
Perlakuan ELJ P1
P2
P3
3.341 ±71 2.509 ±58 546 ±36 285 ±33
3.330 ±68 2.452 ±56 555 ±35 323 ±32
3.376 ±67 2.487 ±55 602 ±34 288 ±31
3.277 ±69 2.510 ±56 497 ±35 271 ±32
4.638 ±75 760 ±61 1.741 ±128 828 ±68 529 ±77 780b ±35
4.667 ±72 724 ±58 1.662 ±123 732 ±65 652 ±74 897a ±33
4.628 ±70 711 ±57 1.687 ±120 800 ±64 638 ±72 792b ±33
4.713 ±72 725 ±59 1.760 ±124 912 ±66 563 ±74 754b ±34
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB Dikoreksi terhadap bobot setengah karkas kanan pada rataan : 8.014 ± 586 g Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
Tabel 14 memperlihatkan bahwa bobot potongan belakang karkas domba penelitian berbeda tidak nyata antarperlakuan. Keseragaman bobot potongan belakang tersebut cukup tinggi dimana nilai rerata dari keseluruhan unit percobaan adalah 3.324 kg dengan koefisien variasi 7.4%. Hal ini berbeda dari bobot potongan depan yang rerata totalnya 4.637 g memiliki koefisien variasi lebih tinggi yaitu 8.4%. Ada kecenderungan bahwa domba yang diberi perlakuan ELJ memiliki bobot potongan depan lebih tinggi. Perbedaan yang signifikan untuk hal ini terlihat jika data di-adjust pada bobot otot yang sama. Efek
58 maskulinitas dari testosteron menghasilkan perototan yang lebih menonjol pada karkas bagian depan. Diaz et al. (2006) menyatakan bahwa domba jantan menunjukkan potongan depan (neck, anterior rib dan shoulder) yang lebih besar, sedangkan betina memiliki loin-rib yang lebih besar dan jantan lebih berotot pada shoulder dan neck dibanding betina. Penelitian ini mendapatkan porsi bagian perempat belakang dan perempat depan masing-masing sebanyak 41.7 dan 58.3%, porsi tersebut sesuai dengan yang didapatkan Barone et al. (2007). Kirton (1997) dalam Kvame dan Vangen (2006) menyatakan bahwa bobot potongan perempat depan lebih tinggi dibanding belakang. Porsi potongan leg sebagaimana umumnya karkas domba menempati kira-kira sepertiga dari bobot belahan karkas. Penelitian ini mendapatkan porsi leg sebesar 31%, sedikit lebih rendah dibanding yang didapatkan Karim et al. (2007) serta Barone et al. (2007) masing-masing sebesar 33%. Porsi potongan shoulder yang didapatkan pada penelitian ini berada diantara temuan kedua peneliti tersebut yaitu, sebesar 21% sedangkan Karim et al. (2007) serta Barone et al. (2007) masing-masing mendapatkan 25 dan 20%. Tabel 15. Sebaran lemak diseksi pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g) Perempat belakang Leg Loin Flank Perempat depan Rack Shoulder Neck Shank Breast
P0 500ab ±38 316ab ±23 92 ±11 83 ±26 845a ±45 162 ±17 194ab ±28 175 ±16 68 ±24 246a ±23
Perlakuan ELJ P1 P2 556a ±36 400b ±36 331a ±22 241b ±22 106 ±10 80 ±10 119 ±25 78 ±24 954A ±43 681B ±42 185 ±17 129 ±16 269a ±27 161b ±27 117 ±16 146 ±15 95 ±23 72 ±23 288a ±22 173b ±23
P3 420b ± 37 255b ± 22 79 ± 11 86 ± 25 674B ± 43 166 ± 17 174b ± 27 112 ± 16 52 ± 23 171b ± 22
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB Dikoreksi terhadap bobot setengah karkas kanan pada rataan : 8.014 ± 586 g Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
59 Perbedaan bobot lemak tubuh antarperlakuan yang terlihat pada Tabel 15 membentuk pola yang sama di antara semua bagian potongan. Perlakuan P1 berbeda nyata dari P2 dan P3, sedangkan P0 berbeda tidak nyata dari semua perlakuan lain. Perbedaan dengan signifikansi yang lebih tinggi terlihat pada bagian perempat depan, dimana P0 dan P1 berbeda nyata dari P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan bobot lemak tubuh akibat perlakuan terjadi pada semua bagian tubuh dan lebih nyata terlihat pada bagian perempat depan. Sesuai menurut Nieschlag dan Behre (2004) bahwa kehilangan massa lemak pada perlakuan testosteron dosis yang lebih tinggi adalah merata di seluruh tubuh dan lapisannya serta pada bagian luar maupun dalam. Keseragaman yang tinggi dari ternak percobaan kemungkinan menjadi penyebab tidak terlihatnya perbedaan dalam pola penurunan lemak antarpotongan. Perbedaan yang ekstrim dalam eksistensi androgen seperti pada jantan dan betina akan dapat menjelaskan perbedaan porsi lemak pada potongan tertentu dari karkas. Diaz et al. (2006) menyatakan bahwa interaksi bobot potong dengan jenis kelamin signifikan pada proporsi lemak total di leg, loin-rib, anterior rib, dan flank. Proporsi ini meningkat seiring peningkatan bobot potong pada domba jantan sedangkan pada domba Tabel 16. Sebaran otot pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g) Perempat belakang Leg Loin Flank Perempat depan Rack Shoulder Neck Shank Breast
P0 2.127 ±57 1.626 ±42 319 ±24 182 ±15 2.644ab ±104 384 ±33 1.139 ±104 444 ±49 297 ±29 379c ±15
Perlakuan ELJ P1 P2 2.136 ±54 2.246 ±53 1.617 ±40 1.689 ±40 317 ±23 351 ±23 202 ±14 206 ±14 2.605b ±100 2.819ab ±98 355 ±32 390 ±31 1.044 ±100 1.107 ±98 446 ±47 493 ±46 316 ±28 394 ±28 443a ±14 436ab ±14
P3 2.203 ±55 1.698 ±41 323 ±23 184 ±15 2.913a ±101 369 ±32 1.205 ±101 570 ±47 371 ±29 397bc ±15
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB Dikoreksi terhadap bobot setengah karkas kanan pada rataan : 8.014 ± 586 g Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
60 betina terlihat konstan. Soeparno (2011) menyatakan domba yang mendapat pakan berenergi tinggi, menimbun lemak intermuskuler di bagian paha yang lebih tinggi daripada di bagian rusuk 9 dan 11. Data pada Tabel 16 juga memperlihatkan bahwa bobot lemak pada potongan komersial antarindividu memiliki koefisien variasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Safdarian et al. (2008) bahwa lemak merupakan jaringan paling beragam pada karkas. Seperti halnya pada lemak, secara umum perbedaan bobot otot total antarperlakuan
diikuti
oleh
perbedaan
bobot
otot
masing-masing
potongan
komersialnya dengan pola yang sama. Bobot otot perempat belakang berbeda tidak nyata antarperlakuan, sama seperti komponennya yaitu potongan leg, loin dan flank, namun pola antarperlakuannya tidak sama. Senada dengan temuan Fahmy (1997) bahwa dua bangsa domba (Romanov dan Booroola-DLS) dengan konsentrasi testosteron plasma berbeda memiliki banyak perbedaan pada komposisi karkas kecuali porsi potongan leg. Hal ini menunjukan bahwa potongan leg tidak nyata dipengaruhi oleh level testosteron. Sebaliknya, bobot otot perempat depan berbeda nyata dari pola yang sama dengan bobot otot karkas. Ada indikasi bahwa peningkatan bobot otot karkas akibat perlakuan lebih mengarah ke perototan di bagian perempat depan. Pengecualian pada potongan breast, dimana perbedaan nyata antarperlakuan terlihat dengan pola yang berbeda, kemungkinan disebabkan adanya interaksi faktor lain. Tabel 17. memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata bobot tulang antarperlakuan pada semua potongan, sama seperti bobot tulang total pada tabel terdahulu. Perlakuan pada ternak yang telah mendekati dewasa tubuh serta durasi yang relatif singkat merupakan penyebab utama tidak terlihatnya pengaruh perlakuan ini. Nieschlag dan Behre (2004) menyatakan variasi densitas tulang pada jantan eugonadal berhubungan dengan aktivitas androgenik. Densitas tulang ditentukan oleh dua hal, yaitu pencapaian massa tulang maksimal dan kuantitas pemeliharaan dan penyerapan dari jaringan tulang. Androgen mempengaruhi kedua proses tersebut dan karenanya menjadi suatu penentu penting massa tulang pada jantan. Tidak terlihatnya pengaruh perlakuan pada tulang pada penelitian ini
61 menunjukkan bahwa margin peningkatan testosteron oleh pengaruh ELJ tidak berdampak nyata pada peningkatan massa tulang. Tabel 17. Sebaran tulang pada potongan komersial karkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g) Perempat belakang Leg Loin Perempat depan Rack Shoulder Neck Shank Breast
P0 694 ±29 563 ±22 131 ±19 1.156 ±77 210 ±26 397 ±37 213 ±31 164 ±59 170 ±14
Perlakuan ELJ P1 P2 632 ±28 721 ±27 500 ±21 553 ±20 131 ±18 168 ±18 1.067 ±74 1.104 ±72 166 ±25 184 ±24 340 ±335 411 ±35 161 ±30 162 ±29 241 ±57 169 ±56 158 ±13 178 ±13
P3 663 ±28 568 ±21 94 ±19 1.097 ±74 202 ±25 375 ±36 208 ±30 138 ±57 174 ±13
Keterangan : PO = tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) P1 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB P2 = pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ P3 = pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB Dikoreksi terhadap bobot setengah karkas kanan pada rataan : 8.014 ± 586 g Superskrip berbeda pada baris yang sama huruf kapital berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0.05)
Menurut Soeparno (2011) hormon-hormon tertentu mempunyai pengaruh sekunder pada pertumbuhan kerangka, misalnya tiroksin, insulin, hormon pertumbuhan dan hormon-hormon gonadal cenderung bersifat anabolik. Estrogen menghambat resorpsi tulang. Adrenal kortikoid menstimulasi resorpsi tulang dan menghambat pembentukan tulang baru. Komposisi Nonkarkas Bobot komponen tubuh nonkarkas berbeda tidak nyata di antara perlakuan. Tabel 18 memperlihatkan bahwa komponen nonkarkas yang terbesar adalah kulit, diikuti kepala dan perut. Perolehan bobot kulit dan kepala tersebut setara dengan yang didapatkan Herman (1993), namun bobot perut kosong diperoleh lebih tinggi. Perbedaan sifat fisik pakan dapat menjadi penyebab perbedaan perkembangan saluran pencernaan. Herman (1993) menggunakan formulasi pakan dengan konsentrat tinggi dan seluruh pakan berbentuk pellet, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan hijauan segar di samping konsentrat.
62
Tabel 18. Komponen nonkarkas domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi Peubah (g)
P0
Kepala Kaki Ekor Kulit Perut Kosong Usus Kosong Paru Jantung Hati Limpa Ginjal Keterangan : PO P1 P2 P3
= = = =
2.738± 152 835± 27 156± 20 3.133± 266 1.003± 50 823± 76 340± 24 116± 16 589± 231 54± 10 77± 6
Perlakuan ELJ P1 2.703± 117 761± 50 206± 62 3.080± 188 1.013± 25 780± 48 325± 19 123± 22 439± 39 52± 4 82± 3
P2
2.660± 305 830± 37 120± 14 3.180± 322 993± 43 865± 79 371± 34 117± 17 449± 34 57± 7 83± 5
P3 2.897± 168 850± 92 147± 17 3.238± 287 1020± 95 798± 104 356± 32 116± 10 412± 27 51± 4 85± 3
tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1,5 mg/kg BB pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB
Karakteristik Daging Sifat fisik daging tidak dipengaruhi oleh suplementasi peptida ELJ seperti yang diperlihatkan oleh Tabel 19. Peningkatan ekspresi maskulinitas yang diakibatkan suplementasi tersebut tidak cukup besar untuk berpengaruh pada sifat fisik daging. Sifat fisik daging dari ternak yang maskulinitasnya berbeda secara ekstrim seperti jenis kelamin dan kastrasi telah dinyatakan berbeda oleh Zhang et al. (2010). Dijelaskan bahwa, jantan nonkastrasi menghasilkan daging lebih tinggi pada nilai shearforce, pH, drip, susut masak, dan kandungan abu dibanding jantan kastrasi dan betina. Salah satu penyebab keempukan daging jantan nonkastrasi lebih rendah adalah karena kadar hidroksiprolinnya yang lebih tinggi. Kadar kolagen juga berhubungan dengan susut masak daging, semakin tinggi kadar kolagen susut masak juga semakin tinggi (Okeudo & Moss 2005).
63 Tabel 19.
Sifat fisik daging domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi
Peubah pH Keempukan (kg/cm3) Susut masak (%) Daya mengikat air (%) Keterangan : PO P1 P2 P3
= = = =
Perlakuan ELJ P1 P2
P0 5.12 ± 0.08 3.32 ± 0.65 43.19 ± 2.26 31.18 ± 2.28
5.16 ± 0.09 3.09 ± 0.85 42.03 ± 2.13 31.58 ± 7.33
P3
5.22 ± 0.08 2.50 ± 0.55 42.13 ± 2.43 34.36 ± 7.14
5.18 ± 0.03 2.63 ± 0.49 44.04 ± 3.10 35.55 ± 9.55
tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB
Hasil analisis proksimat otot menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua variabel di antara perlakuan. Perbedaan yang nyata pada depot lemak karkas seperti yang disajikan sebelumnya tidak diikuti oleh perbedaan lemak intramuskuler. Lemak intramuskuler atau marbling merupakan lokasi deposit lemak yang paling akhir diisi, kemungkinan juga merupakan yang terakhir dimobilisasi disebabkan kebutuhan energi maupun tuntutan fisiologis. Soeparno (2011) menjelaskan bahwa deposit lemak pada hewan muda biasanya muncul di area viseral, dengan kecukupan nutrien selanjutnya berkembang ke daerah subkutan, intermuskuler, dan intramuskuler. Tabel 20.
Hasil analisis proksimat otot domba jantan priangan yang disuplementasi ekstrak peptida pasak bumi
Peubah (%) Abu Lemak Protein Keterangan : PO P1 P2 P3
= = = =
P0 3.52 ± 0.17 2.33 ± 0.99 75.97 ± 3.39
Perlakuan ELJ P1 P2 4.00 ± 0.55 3.02 ± 1.45 77.51 ± 0.46
4.03 ± 0.49 2.18 ± 2.14 78.32 ± 4.50
P3 3.60 ± 0.34 2.41 ± 1.36 74.98 ± 6.45
tanpa pemberian peptida/LJ100 (kontrol) pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB pemberian peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB ™ pemberian LJ100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB
Pembahasan Umum Pasak bumi merupakan tanaman semak, memiliki tinggi yang umumnya kurang dari 10 meter yang banyak ditemukan di hutan sekunder dan primer di beberapa daratan di Asia Tenggara. Tanaman ini di Indonesia ditemukan di Pulau
64 Sumatera dan Kalimantan. Populasi tanaman tersebut di beberapa kawasan hutan di Sumatera cukup tinggi. Ginting (2010) yang mengamati ekologi ELJ di sekitar hutan Bukit Lawang Sumatera Utara menemukan bahwa indeks nilai penting (INP) ELJ di kawasan tersebut untuk keanekaragaman tingkat pertumbuhan pohon (dari 72 jenis tanaman), tingkat pertumbuhan tiang (dari 44 jenis), tingkat pertumbuhan pancang (dari 70 jenis) dan tingkat pertumbuhan semai (dari 69 jenis) masing-masing adalah 2.16%, 22.9%, 24%, 24.6%. Tanaman ELJ di kawasan hutan ini dapat dikategorikan berperan karena menurut Sutisna (1981) bahwa suatu jenis dapat dikatakan berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10%, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon sebesar 15%. Heriyanto et
al. (2006) menemukan bahwa ELJ lebih menyukai tempat tumbuh yang miring, aerasi baik, dan tidak pernah tergenang air. Kelimpahan tanaman tingkat semai pada kondisi tersebut ditemukan antara 60 hingga 280 individu per ha. Disimpulkan juga bahwa ancaman terhadap kelangkaan ELJ di Bengkulu tidak terlalu merisaukan karena masyarakat setempat jarang yang memanfaatkan tumbuhan ini untuk ramuan obat tradisional. Noorhidayah dan Sidiyasa (2007) yang
mengamati ekologi tanaman obat di hutan Sungai Wain Kalimantan Timur menyatakan bahwa ELJ lebih banyak ditemukan pada tutupan hutan agak terbuka pada hutan primer, maupun hutan primer terganggu. Data penelitian tersebut mengindikasikan bahwa meski populasinya tidak dominan tanaman ELJ masih dalam kondisi tersedia. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa ELJ secara alami masih cukup tersedia, namun tentunya untuk pemenuhan kebutuhan yang besar di masa datang perlu dilakukan budi daya. Laporan hasil budi daya tanaman ELJ di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan. Informasi tentang adanya pihak-pihak yang melakukan budi daya tanaman ELJ juga tidak jelas. Bisa diasumsikan bahwa semua produk ELJ yang diperdagangkan merupakan hasil eksploitasi dari hutan. Ada kemungkinan beberapa alasan yang menyebabkan masyarakat ataupun investor kurang tertarik untuk melakukan budi daya. Alasan pertama adalah populasi tanaman ini di alam masih cukup banyak, sehingga biaya untuk mencari dan mengeksploitasi tanaman yang sudah ada masih lebih murah dibanding melakukan budi daya. Meski ada
65 informasi perusahaan eksportir yang melakukan budi daya, tetapi hasilnya hanya sebagai cadangan pendukung kontinuitas produk mereka yang yang berasal dari hutan atau juga sebagai showwindow. Alasan kedua adalah biaya untuk budi daya ELJ relatif tinggi terutama jika analisis investasi dikaitkan dengan waktu dan opportunity cost penggunaan lahan. ELJ merupakan tanaman tahunan sehingga butuh waktu yang lama untuk satu siklus panen. Alasan ketiga karena permintaan pasar yang belum stabil, sehingga produk yang telah dipersiapkan dalam jumlah banyak
sering
menjadi
kadaluarsa
di
tempat
penyimpanan.
Beberapa
permasalahan tersebut menjadi hambatan dalam usaha budi daya ELJ secara konvensional, namun teknologi budi daya juga terus berkembang. Ada informasi bahwa budi daya ELJ melalui kultur jaringan telah dilakukan secara komersial dan ekstraksi komponen bioaktifnya dilakukan pada fase dini perkembangan tanaman. Hal ini sejalan dengan temuan Mahmood et al. (2011) bahwa konsentrasi salah satu komponen aktif ELJ yaitu 9-methoxycanthin-6-one ditemukan lebih tinggi pada jaringan kalus dibanding pada tanaman utuh ELJ. Produk ELJ yang beredar di pasaran umumnya dipromosikan sebagaimana fungsinya yang dikenal awam, yaitu sebagai afrodisiak, sementara sebagian juga dipromosikan sebagai agen testosterone booster dan bodybuilding. Harga yang ditawarkan meski relatif tinggi namun cukup wajar mengingat manfaatnya bagi konsumen (terutama lelaki). Sejauh ini belum ditemukan adanya informasi atau hasil penelitian yang khusus mengamati pengaruh ELJ terhadap pertumbuhan otot dan perubahan komposisi tubuh, terutama pada ternak. Penggunaan ELJ sebagai pemacu pertumbuhan lean bagi ternak pedaging sebagaimana yang dilaksanakan pada penelitian ini dapat menjadi informasi awal yang terukur mengenai hal tersebut. Hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak akar ELJ mampu meningkatkan pertumbuhan otot dan menurunkan lemak karkas. Ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa komponen bioaktif ELJ yang berperan dalam peningkatan testosterone adalah kelompok peptida, sehingga digunakan metode ekstraksi peptida/protein yang umum yaitu berdasarkan sifat kelarutannya pada suasana asam dan basa. Nilai recovery protein yang diperoleh masih rendah terutama jika dibandingkan dengan nilai recovery
66 dari isolasi protein beberapa kacang-kacangan. Proses ekstraksi menyisakan 10,09 gram protein dalam 500 gram bahan baku, suatu jumlah yang masih optimis untuk dikurangi. Selain karena kandungan protein kasar bahan baku yang juga rendah, sisa lemak yang masih tertinggal turut menghalangi kesempurnaan ekstraksi lemak. Adanya sisa lemak terlihat pada kromatogram yang menunjukkan bahwa asam lemak cukup dominan dari senyawa yang terdeteksi. Kelompok peptida ELJ dengan berat molekul < 8 kD seperti yang dikemukakan Sambandan et al. (2006) tidak terdeteksi dengan elektroforesis pada penelitian ini. Analisis SDS PAGE untuk peptida dengan berat molekul yang sangat rendah membutuhkan kecermatan yang tinggi dalam pengerjaannya. Peptida bioaktif ELJ yang dimaksud kemungkinan juga bukan atau bukan hanya dalam keadaan bebas pada bahan asal, tetapi merupakan potongan dari rantai polipeptida atau protein dengan molekul lebih besar, seperti halnya pada susu. Peptida bioaktif dari susu terbentuk setelah protein utama mengalami hindrolisis oleh enzim percernaan sebagaimana yang diamati Hernandez-Ledesma et al. (2007) Penelitian ini menyingkirkan anggapan bahwa senyawa yang berfungsi sebagai testosterone booster adalah kelompok quassinoid seperti eurycomanone, eurycomanol, dan eurycomalacton, karena hasil analisis GC-MS tidak mengindikasikan adanya senyawa tersebut. Anggapan lain bahwa peningkatan testosteron adalah akibat adanya fitosterol pada ELJ, juga sulit diterima. Stigmasterol sebagai fitosterol yang ditemukan cukup dominan pada ekstrak, banyak juga ditemukan pada tanaman lain namun tidak memberikan efek yang sama seperti ELJ. Fitosterol lain seperti ergosten, cholestan, dan metil kolesterol ditemukan dalam kadar yang sangat sedikit (persentase areanya pada kromatogram < 0,5%). Hasil karakterisasi ekstrak menguatkan dugaan bahwa komponen ekstrak ELJ yang berkontribusi dalam memperlihatkan pengaruh perlakuan pada penelitian ini adalah kelompok senyawa peptida. Proteksi komponen bioaktif ekstrak dari degradasi rumen yang dilakukan pada penelitian ini terbukti dapat menghantarkan senyawa tersebut mencapai organ target sehingga memperlihatkan fungsi yang dinginkan. Meski demikian
67 efisiensinya
masih
perlu
ditingkatkan.
Hasil
analisis
in
vitro
rumen
memperlihatkan bahwa nilai proteksi EH sesungguhnya baru 34% berdasarkan KCBO dan 75.5% berdasarkan produksi gas NH3. Menekan jumlah substrat ekstrak yang terdegradasi di rumen akan meningkatkan efisiensi dan menghemat penggunaannya. Peningkatan kadar testosteron pada penelitian ini meski terlihat tidak nyata, namun berdasarkan pengamatan terhadap kadar haemoglobin dan butir darah merah serta komposisi tubuh diyakini testosteron meningkat pada P2 dan P3. Komposisi fisik karkas nyata dipengaruhi perlakuan P2 dan P3 terutama bobot lemak dan otot, namun tidak pada tulang, sedangkan sifat fisik dan komposisi kimia daging tidak terpengaruh nyata. Mekanisme pengaruh testosteron pada pertumbuhan otot secara rinci telah dijelaskan pada Tinjauan Pustaka, sedangkan mekanismenya dalam menurunkan lemak tubuh, testosteron mempengaruhi sinyal transduksi katekolamin di dalam sel lemak (Arner 2005). Mekanisme aksi testosteron dan katekolamin dalam menurunkan lemak tubuh berbeda diantara spesies. Sebagaimana umumnya penelitian yang dilaksanakan dalam skala laboratorium, akan sulit mencapai nilai ekonomis bila dilakukan analisis finansial. Pertumbuhan otot yang diakibatkan oleh pengaruh suplementasi ELJ pada penelitian ini baru mencapai 6% atau 958 gram dari 16.028 gram bobot karkas. Pertambahan bobot otot tersebut jika diuangkan dengan harga daging Rp 60.000,/kg adalah Rp. 57.480,-. Nilai tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan biaya total preparasi suplemen yang digunakan yang mencapai ratusan ribu rupiah. Tambahan penerimaan diperkirakan akan lebih tinggi jika produk yang dipasarkan berupa karkas, karena penampilannya yang lebih lean lebih disukai konsumen. Williams dan Droulez (2010) melaporkan bahwa di Australia ada kecenderungan meningkat (38%) penjualan daging merah dengan cara memisahkan lemaknya. Pemisahan atau penghilangan lemak belakangan juga meningkat (89%) dilakukan oleh konsumen setelah membeli daging. Penelitian lebih lanjut diperlukan guna menjadikan ekstrak ELJ sebagai sebuah produk yang layak untuk diaplikasikan di lapangan. Penelitian lanjutan
68 tersebut akan menyangkut optimalisasi recovery ekstrak peptida, maksimalisasi proteksi bahan aktif di rumen dan pembebasannya di usus halus, serta dosis dan waktu pemberian yang tepat pada ternak. Peningkatan recovery ekstrak pada praktiknya akan tercapai dengan memaksimalkan kelarutan dan pengendapatan peptida dalam larutan asam basa. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan lebih memperkecil ukuran matriks, memaksimalkan pemisahan lemak, penambahan garam, penggunaan titik isoelektrik yang lebih selektif, dan sebagainya. Penelitian lebih mendalam mengenai beberapa metode lain yang dapat melindungi ekstrak peptida dari degradasi rumen dan membebaskannya pascarumen perlu dilakukan untuk mendapatkan metode proteksi yang paling efektif. Setiap tahapan perlu dicermati dan keutuhan senyawa aktif saat mencapai usus terdeteksi dan terukur. Percobaan suplementasi peptida pasak bumi pada beberapa level yang lebih tinggi perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis pemberian optimal. Frekuensi dan lama pemberian juga perlu diamati agar suplementasi lebih efisien. Umumnya respon fisiologis tidak optimal dengan pemberian perlakuan yang terus-menerus.
69 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi ekstrak peptida pasak bumi dan produk mengandung eurypeptide® masing-masing sebanyak 3 dan 1 mg/kg bobot badan dapat menurunkan bobot lemak dan meningkatkan bobot otot karkas domba jantan priangan.
Ekstrak pasak bumi yang digunakan mengandung peptida kasar 34.57% dan disalut dengan bahan hidrofobik dengan komponen utama asam stearat
Penurunan bobot lemak terjadi pada semua bagian karkas dan lebih nyata pada bagian perempat depan. Peningkatan bobot otot juga lebih mengarah ke otot di bagian perempat depan.
Perlakuan
suplementasi
pasak
bumi
(Eurycoma
longifolia
Jack)
berpengaruh tidak nyata pada bobot tulang dan bobot potongan komersial karkas.
Meski perlakuan terlihat dapat “membelokkan” pembentukan lemak menjadi otot namun pengaruhnya pada efisiensi pakan, pertumbuhan dan produksi karkas domba tidak nyata.
Saran
Aplikasi ekstrak pasak bumi lebih lanjut ditentukan oleh nilai ekonomisnya, dalam hal ini efisiensi proses ekstraksi berperan penting. Pengamatan komprehensif pada setiap level faktor yang berpengaruh pada hasil, perlu dicermati untuk menghasilkan produk dengan efisiensi optimal.
Pengamatan lebih mendalam dan terukur perlu dilakukan pada efektivitas metode proteksi ruminal sehingga kehilangan substrat saat mencapai usus dapat ditekan.
Suplementasi peptida pasak bumi dengan beberapa dosis yang lebih tinggi serta pengaturan frekuensi pemberiannya perlu dikaji untuk mendapatkan dosis optimal dan penggunaan yang efisien.
70
71
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1990. Official Methods of Analysis. 15th Ed. Arlington, Virginia Allen RE, Merkel RA, Young RB. 1979. Cellular aspects of muscle growth : myogenic cell proliferation. J Anim Sci 49:115-127 Allen RE, Dodson MV, Boxhorn LK, Davis SL, Hossner KL. 1986. Satellite cell proliferation in response to pituitary hormones. J Anim Sci 62:1596-1601 Andrea DC et al. 2008. Effects of graded doses of testosterone on erythropoiesis in healthy young and older men. J Clin Endocrinol Metab 93(3):914–919 Arner P. 2005. Effects of testosterone on fat cell lipolysis. Species differences and possible role in polycystic ovarian syndrome. Biochimie 87:39–43 Arny AF et al. 1998. Testosterone injection stimulates net protein synthesis but not tissue amino acid transport. Am J Physiol Endocrinol Metab 275:864–871. Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press. Asep EK et al. 2008. The effects of particle size, fermentation and roasting of cocoa nibs on supercritical fluid extraction of cocoa butter. J Food Eng 85:450–458. Bachman E et al. 2010. Testosterone suppresses hepcidin in men: a potential mechanism for testosterone-induced erythrocytosis. J Clin Endocrinol Metab 95(10):4743-7 Barone CMA, Colatruglio P, Girolami A, Matassino D, Zullo A. 2007. Genetic type, sex, age at slaughter and feeding system effects on carcass and cut composition in lambs. Livest Sci 112:133-142. Bedir E, Abou-Gazar H, Ngwendson JN, Khan IA. 2003. Eurycomaoside: a new quassinoid-type glycoside from the roots of Eurycoma longifolia. Chem Pharm Bull 51(11):1301-1303. Berg RT, Butterfield RM. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney: University Press. Berg RT, Anderson BB, Liboriussen T. 1978. Growth of bovine tissue III. Genetic influences on pattern of fat growth and distribution in young bulls. J Anim Prod. 28:62-70. Bhasin S et al. 1996. The effects of supraphysiologic doses of testosterone on muscle size and strength in normal men. NEJM 335:1-7.
72 Bhasin S et al. 2003. The mechanisms of androgen effects on body composition: mesenchymal pluripotent cell as the target of androgen action. Review article. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 58(12):1103-1110 Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Method. New York : John Willey & Sons Inc. Bondi AA, Drori D. 1987. Animal Nutrition. Chichester: John Wiley & Sons Ltd. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Vol 1. Jakarta: BPOM-RI Brill KT et al. 2002. Single and combined effects of growth hormone and testosterone administration on measures of body composition, physical performance, mood, sexual function, bone turnover, and muscle gene expression in healthy older men. J Clin Endocrinol Metab 87:5649-5657 Brook CGD, Marshall NJ. 1996. Essential Endocrinology. Ed ke-3. Blackwell Scientific Buckingham et al. 2003. The formation of skeletal muscle: from somite to limb. J Anat 202:59-68. Butterfield RM. 1988. New Concepts of Sheep Growth. Sidney: University of Sidney Press. Cardozo PW, Calsamiglia S, Ferret A, Kamel C. 2005. Screening for the effects of natural plant extracts at different pH on in vitro rumen microbial fermentation of a high-concentrate diet for beef cattle1. J Anim Sci 83:2572-2579. Chan. 2000. Learn a Tree a Month, Eurycoma longifolia. Penang Branch: Malaysian Nature Society. Cheftel JC, Cuq JL, Lorient D. 1985. Amino acids, peptides and proteins. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker. hlm 245-370 Chen Y, Zajac JD, Maclean HE. 2005. Androgen regulation of satellite cell function. J Endocrinol 186:21-31. Clare DA, Swaisgood HE. 2000. Bioactive milk peptides: A prospectus. J Dairy Sci 83:1187-1195. Close WH, Menke KH. 1986. Selected topics in animal nutrition. Ed ke-2. Stuttgart: University of Hohenhelm. Czerkawski JW. 1986. Effect of unseed oil fatty acids and unseed oil on rumen fermentation of sheep. J Agric Sci Camb 81: 517.
73 Danhaive PA, Rousseau GG. 1988. Evidence for sex-dependent anabolic response to androgenic steroids mediated by muscle glucocorticoid receptors in the rat. J Steroid Biochem 29:575-581. Denhard M. 2004. Sample Collection, Handling, Storage and Preparation. Berlin, Germany: Institute for Zoo and Wildlife Research. Diaz MT et al. 2006. Body composition in relation to slaughter weight and gender in suckling lambs. Small Rum Res 64:126-132. Enoki TY, Yoshida L, Lally J, Hatta H, Bonen A. 2006. Testosterone increases lactate transport, monocarboxylate transporter (MCT)1 and MCT4 in rat skeletal muscle. J Physiol 577:433-443. Ensminger ME. 2002. Sheep & Goat Science, Animal Agriculture Series. Ed ke-6. Illinois: Interstate Publisher Inc. Fahmy MH. 1997. Carcass composition in Romanov and crossbred male lambs from 10 to 34 weeks of age and its association with testosterone concentration. Small Rum Res 26:267-276 Felig P, Baxter JD, Broadus AE, Frohman LA. 1981. Endocrinology and Metabolism. McGraw-Hill Book Company. Giannoulis MG et al. 2006. The effects of growth hormone and/or testosterone in healthy elderly men : a randomized controlled trial. J Clin Endocrinol Metab 91:477-484. Gibney J, Wolthers T, Johannsson G, Umpleby AM, Ho KKY. 2005. Growth hormone and testosterone interact positively to enhance protein and energy metabolism in hypopituitary men. Am J Physiol Endocrinol Metab 289:266271. Ginting ABR. 2010. Kajian ekologi pasak bumi (Eurycoma Longifolia Jack) dan pemanfaatan oleh masyarakat di sekitar hutan Bukit Lawang [tesis]. Medan: Program Studi Magister Ilmu Biologi FMIPA-USU. Griggs RC et al. 1989. Effect of testosterone on muscle mass and muscle protein synthesis. J Appl Physiol 66(1):498-503. Guyton AC, Hall JE. 1996. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-9. Philadelphia, Pennsylvania: WB Saunders Company. Hamzah S, Yusof A. 2003. The ergogenic effects of eurycoma longifolia jack: A pilot study. Br J Sports Med 37:464-470 Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Ed ke-2. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Hasnudi. 2004. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba sungei putih dan lokal sumatera yang menggunakan pakan
74 limbah kelapa sawit [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hawke TJ, Garry DJ. 2001. Myogenic satellite cells: physiology to molecular biology. J Appl Physiol 91(2):534-51. Heldt WH, Piechulla B. 2011. Plant Biochemistry. Ed ke-4. Academic Press. Terjemahan dari : Pflanzenbiochemie Heriyanto NM, Sawitri R, Subiandono E. 2006. Kajian ekologi dan potensi pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) di kelompok hutan Sungai Manna-Sungai Nasal, Bengkulu. Bul Plasma Nutfah 12(2):69-75. Herman R. 1993. Perbandingan pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas antara domba priangan dan ekor gemuk [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Herman R. 2004. Komposisi dan distribusi otot karkas domba priangan jantan dewasa. JITAA 29(2):57-64. Hernandez-Ledesma B, Quiros A, Amigo L, Recio I. 2007. Identification of bioactive peptides after digestion of human milk and infant formula with pepsin and pancreatin. Int Dairy J 17:2–49. Hossner KL. 2005. Hormonal Regulation Massachusetts: CABI Publishing.
of
Farm
Animal
Growth.
Hungate RE. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press. Jaffe BM, Behrman NR. 1974. Methods of Hormone Radioimmunoassay. New York: Academic Press. Jhonson MH, Everrit BJ. 1995. Essential Reproduction. Ed ke-4. Blackwell Science. Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. London: Granada Publishing Ltd. Judge MD, Aberle ED, Forrest JC, Hedrick HB, Merkel RA. 1989. Principles of Meat Science. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Co. Kadi F, Eriksson A, Holmner S, Thornell LE. 1999. Effects of anabolic steroids on the muscle cells of strength-trained athletes. Med Sci Sports Exerc 31: 1528-1534. Kamanga-Sollo E et al. 2004. IGF-I mRNA levels in bovine satellite cell cultures: effects of fusion and anabolic steroid treatment. J Cell Physiol 201:181-189. Karim SA, Porwal K, Kumar S, Singh VK. 2007. Carcass traits of Kheri lambs maintained on different system of feeding management. Meat Sci 76:395-401.
75 King MW, Marchesini S. 2004. Steroid Hormon and Receptors. http://www.med. unibs.it/-marchesi/sterhorm.html Kirton AH, Dalton DC, Ackerley LR. 1974. Performance of sheep on new Zealand. J Agric Res 17:283-293. Kishk WH. 2008. Interrelationship between ram plasma testosterone level and some semen characteristics. Slovak J Anim Sci 41(2):67-71. Kitts DD, Weiler K. 2003. Bioactive proteins and peptides from food sources. Applications of bioprocesses used in isolation and recovery. Curr Pharmaceut Design 9:1309-1323. Kjell B, Ann J. Helena L, penemu; Astra Aktiebolag. 19 Nopember 2001. Formulasi serbuk yang mengandung melezitosa sebagai pengencer. ID 0 007 014. Klose RE, Nyack W, penemu; Balchem Corporation. 2 Maret 1993. Encapsulated bioactive substances. US Patent 5 190 775. Krawiec BJ, Robert AF, Thomas CV, Leonard SJ, Charles HL. 2005. Hindlimb casting decreases muscle mass in part by proteasome-dependent proteolysis but independent of protein synthesis. Am J Physiol Endocrinol Metab. 289: 969-980. Kvame TE, Vangen O. 2006. In vivo composition of carcass regions in lamb of two genetic lines, and selection of CT positions for estimation of each region. Small Rum Res 66:201-208. Laemli CK. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the methodes. Nature 227:680-685. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga Lewis MI, Horvitz GD, Clemmons DR, Fournier M. 2002. Role of IGF-I and IGF-binding proteins within diaphragm muscle in modulating the effects of nandrolone. Am J Physiol Endocrinol Metab 282:483-490. Lillford PJ. 1998. Large-scale methodes for protein separation and isolation. Di dalam : Franks F, editor. Characterization of Proteins. New Jersey: Humana Press. hlm 427-448 Litwack G, Schmidt TJ. 2002a. Biochemistry of hormones I : Polypeptide hormones. Di dalam: Textbook of Biochemistry and Clinical Correlation. Ed ke-5. John Wiley and Sons. hlm 959-988. Litwack G, Schmidt TJ. 2002b. Biochemistry of Hormones I : Steroid Hormones. Di dalam: Textbook of Biochemistry and Clinical Correlation. Ed ke-5. John Wiley and Sons. hlm 999-1033.
76 Lock et al. 2006. Dynamics of ruminant fat digestion: Part 1. Feedstuffs 78(16) Reprinted Ma K et al. 2003. Glucocorticoid-induced skeletal muscle atrophy is associated with upregulation of miostatin gene expression. Am J Physiol Endocrinol Metab 285: 363-371. Mahmood M, Normi R, Subramaniam S. 2011. Distribution of 9-methoxycanthin6-one from the intact plant parts and callus cultures of Eurycoma longifolia (Tongkat Ali). AJCS 5(12):1565-1569. Mahesti G. 2009. Pemanfaatan protein pada domba lokal jantan dengan bobot badan dan aras pemberian pakan yang berbeda [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Mateescu RG, Thonney ML. 2002. Gene expression in sexually dimorphic muscles in sheep. J Anim Sci 80:1879-1887. Mauro A. 1961. Satellite cell of skeletal muscle fibers. J Biophys Biochem Cytol 9: 493. Murray DM, Slezacek O. 1979. Growth rate effects on the chemical composition of carcass and musscle tissue of sheep. Austr J Exp Agric Anim Husb 19:161169. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 1999. Biokimia Harper. Ed ke-24. Jakarta: Penerbit CV. EGC. Russell B, Motlagh D, Ashley WW. 2000. Form follows function: how muscle shape is regulated by work. J Appl Physiol 88(3):1127-32. Nainggolan O, Simanjuntak JW. 2005. Pengaruh ekstrak etanol akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap perilaku seksual mencit putih. Cermin Dunia Kedokteran 146:55-57. Natarjan KR. 1980. Peanut protein ingridients, preparation, properties and food uses. Adv Food Res 26:215-273. Natasasmita A. 1978. Body composition of swamp buffalo (Bubalus bubalis), A study of development growth and of sex differences [disertasi]. Melbourne: University of Melbourne. Nieschlag E, Behre HM. 2004. Testosterone Action, Deficiency, Subtitution. Ed ke-3. Cambridge Univ Press. Noorhidayah, Sidiyasa K. 2007. Aspek ekologi tumbuhan obat hutan asli Kalimantan di hutan lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. Info Hutan 4 (6):523-531. Okeudo NJ, Moss BW. 2005. Interrelationships amongst carcass and meat quality characteristic of sheep. Meat Sci 69:1-8
77 Page ST et al. 2005. Exogenous testosterone alone or with finasteride increases physical performance, grip strength, and lean body mass in older men with low serum testosterone. J Clin Endocrinol Metab 90(3):1502-1510. Pampusch MS et al. 2003. Time course of changes in growth factor mRNA levels in muscle of steroid-implanted and nonimplanted steers. J Anim Sci 81:27332740 Papas AM, Sniffen CJ, Muscato TV. 1984. Effectiveness of Rumen-Protected Methionine for Delivering Methionine Postruminally in Dairy Cows. J Dairy Sci 67:545-552 Parakkasi A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI-Press. Pihlanto-Lepa¨la¨ A, Koskinen P, Pilola K, Tupasela T, Korhonen H. 2000. Angiotensin I-converting enzyme inhibitory properties of whey protein digests: Concentration and characterization of active peptides. J Dairy Res 67: 53-64. Pollard JW. 1999. Modifiers of Estrogen Action. Sci Med July/August: 38-47. Rachmadi D. 2003. Dampak pemberian bungkil inti sawit dan konsentrat yang dilindungi formaldehida pada domba terhadap kinerja dan kandungan asam lemak poli tak jenuh [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahmalia A, Rizkita R, Esyanti, Iriawati. 2011. A qualitative and quantitative evaluation of terpenoid and alkaloid in root and stem of pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack). J Mat Sains 16(1):49-52 Rianto E, Lindasari E, Purbowati E. 2006. Pertumbuhan dan komponen fisik karkas domba ekor tipis jantan yang mendapat dedak padi dengan aras berbeda. Anim Product 8(1):28-33. Romans RJ, Ziegler PT. 1994. The Meat We Eat. Ed ke-7. The Interstate Printers and Publisher Inc Safdarian M, Zamiri MJ, Hashemi M, Noorolahi H. 2008. Relationships of fattail dimensions with fat-tail weight and carcass characteristics at different slaughter weights of Torki-Ghashghaii sheep. Meat Sci 80:686-689. Saka IK. 1997. Metabolisme zat-zat makanan, karakteristik karkas dan sifat fisik daging domba ekor tipis jantan yang diberi clenbuterol [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana IPB. Sambandan TG, Rha CK, Kadir AA, Aminudim N, Saad JM, penemu; Government of Malaysia, Massachusetts Institute of Technology. 7 Nov 2006. Bioactive fraction of Eurycoma longifolia. US Patent 7 132 117 B2. Sanford LM, Winter JSD, Palmer WM, Howland BE. 1974. The profile of LH and testosterone secretion in ram. Endocrinology 95:627-631
78 Sastradipradja D et al. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Bogor: PAU Ilmu Hayat IPB. Sinha-Hikim I et al. 2002. Testosterone-induced increase in muscle size in healthy young men is associated with muscle fiber hypertrophy. Am J Physiol Endocrinol Metab 283: 154-164. Sinha-Hikim I, Roth SM, Lee MI, Bhasin S. 2003. Testosterone-induced muscle hypertrophy is associated with an increase in satellite cell number in healthy, young men. Am J Physiol Endocrinol Metab 285:197-205. Sinha-Hikim I, Taylor WE, Gonzalez-Cadavid NF, Zheng W, Bhasin S. 2004. Androgen receptor in human skeletal muscle and cultured muscle satellite cells : up-regulation by androgen treatment. J Clin Endocrinol Metab 89:5245-5255. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Stanford K, Jones SDM, Price MA. 1998. Methods of predicting lamb carcass composition: A review. Small Rum Res. 29:241-254. Steimer TH. 2003. Steroid Hormone Metabolism. http://www.gfmer.ch/books/ reproductive_health/steroid_hormone_metabolism Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Bambang Sumantri, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Prosedures of Statistics. Sugiyono, 1997. Komposisi fisik karkas, sifat fisik dan komposisi kimia daging potongan komersial karkas kambing Kacang dan domba lokal jantan [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sutisna U. 1981. Komposisi jenis hutan bekas tebangan di Batulicin, Kalimantan Selatan, Deskripsi dan Analisis. Laporan No. 328. Bogor: Balai Penelitian Hutan. Taufiqqurrachman. 1999. Pengaruh ekstrak Pimpinella alpina Molk. (purwoceng) dan akar Eurycoma longifolia Jack. (pasak bumi) terhadap peningkatan kadar testosteron, LH, dan FSH serta perbedaan peningkatannya pada tikus jantan Spragul Dawley [tesis]. Semarang: Pascasarjana Ilmu Biomedik, Universitas Diponegoro. Thomsen K, Riis B, Krabbe S, Christiansen C. 1986. Testosterone regulates the haemoglobin concentration in male puberty. Acta Paediatrica 75(5):793-796.
79 Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Ed ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tulloh NM. 1978. Growth, Development, Body Composition, Breeding and Management. Di dalam: A Course Manual In Beef Cattle Management and Economics. Boeker WAT, Dumsday RG, Frish JE, Swan RQ, Tulloh NM, editor. Australian Vice-Chancellors Committee. Veldhuis JD et al. 2005. Endocrine control of body compositionin infancy, childhood, and puberty. Endocr Rev 26:114–146. Vicencio JM et al. 2006. Testosterone induces an intracellular calcium increase by a nongenomic mechanism in cultured rat cardiac myocytes. Endocrinol 147(3):1386–1395 West NB, Chang C, Liao S, Brenner RM. 1990. Localization and regulation of estrogen, progestin and androgen receptors in the seminal vesicle of the rhesus monkey. J Steroid Biochem Mol Biol 37:11-21. Wheaton JE, Godfrey RW. 2003. Plasma LH, FSH, testosterone, and age at puberty in ram lambs actively immunized against an inhibin α-subunit peptide. Theriogenology 60:933-941. White ME, Johnson BJ, Hathaway MR, Dayton WR. 2003. Growth factor messenger RNA levels in muscle and liver of steroid-implanted and nonimplanted steers. J Anim Sci 81:965-972. Widyobroto BP, Reksohadiprojo S, Budi SPS, Agus A. 1999. Penggunaan protein pakan terproteksi (undegraded protein) untuk meningkatkan produktivitas sapi perah di Indonesia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
William FG. 1983. Review of Medical Physiology. California: Departement of Physiology, University of California San Fransisco, LANGE Medical Publications. Williams PG, Droulez V. 2010. Australian red meat consumption – predominantly lean in response to public health and consumer demand. Food Aust 62(3): 8794. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wu SHW, Miller JrEG, penemu; Eastman Kodak Company. 25 Oktober 1988. Rumen-stable pellets. United States Patent 4 780 315. Young OA, Watkins S, Oldham JM, Bass JJ. 1995. The role of insulin-like growth factor I in clenbuterol-stimulated growth in growing lambs J. Anim. Sci. 73:3069-3077
80 Zammit PS et al. 2004. Muscle satellite cells adopt divergent fates: a mechanism for selfrenewal. J Cell Bio 166:347-357. Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer-Verlag Zhang et al. 2010. Effect of sex on meat quality characteristics of Qinchuan cattle. African J Biotech 9(28):4504-4509. Zhao J, Bauman WA, Huang R, Caplan AJ, Cardozo C. 2004. Oxandrolone blocks glucocorticoid signaling in an androgen receptor-dependent manner. Steroids 69:357–366.
81
Lampiran 1. Tampilan pengolahan data hasil elektroforesis Jarak pita band elektroforesis 1 = Pewarnaan komasie blue 2 = Pewarnaan silver No Marker Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1,2 1,0 3,05 1,45 3,00 1,45 1,50 3,05 2,90 2 1,8 1,6 3,60 3,05 3,30 3,05 2,90 3,06 3,30 3 2,9 2,7 4,35 3,30 3,60 3,80 3,60 3,80 3,60 3,30 3,80 4 4,0 3,7 4,75 4,50 4,75 4,50 4,75 4,50 4,75 3,80 5 5,1 5,0 5,15 5,40 5,15 5,10 5,15 5,10 5,15 4,50 6 5,5 5,5 5,10 Keterangan : jarak dasar sumur sampai akhir pita gel 1 = 5,5 cm, gel 2 = 5,5 cm Nilai R2 dari gel 2 lebih tinggi sehingga gel 2 dipilih untuk penghitungan selanjutnya. Dua band/pita yang menonjol dari sampel A-E adalah berada pada kisaran marker no 3 dan no 5 maka : No Marker Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2,7 3 2,9 2,9 2 5,0 4,5 4,5 4,5 4,0 Marker 1 2 1,2 1,0 1,8 1,6 2,9 2,7 4,0 3,7 5,1 5,0 5,5 5,5
Rf 1 2 0,22 0,18 0,33 0,29 0,53 0,49 0,73 0,67 0,93 0,91 1,00 1,00
Standar
BM
log BM
Regresi (nilai y)log BM 1.y=-0.981x+5.175
Phosforilase b albumin ovalbumin carbonic anhidrase trypsin inhibitor a-laktalbumin
97000 66000 45000 30000 20100 14400
4,9868 4,8195 4,6532 4,4771 4,3032 4,1584
5,192300 4,018538 5,192300 5,192300 5,192300 5,192300
2. y=-0.948x+5.126
5,12600 4,35036 4,60891 4,35036 5,12600 4,35036 4,62615 4,43655 4,62615 5,12600 4,24695
BM kD 2 133659,552 22405,777 40635,911 22405,777 133659,552 22405,777 42281,462 27324,360 42281,462 133659,552 17658,345
Sampel LJ100 1 2 2,15 3,30 2,35 3,60 2,95 4,10 3,45 5,10 4,75
Sampel LJ100 1 2 5,1
82 rf = jarak suatu band standar/jarak total band regresi = marker sebagai x dan log BM sebagai y
Hubungan Rf dan BM gel 1 5,1000 5,0000 4,9000
y = -0,981x + 5,175 R² = 0,990
log BM
4,8000 4,7000 4,6000 4,5000 4,4000 4,3000 4,2000 4,1000 0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Rf
Hubungan Rf dan BM gel 2 5,1000 5,0000 4,9000
y = -0,948x + 5,126 R² = 0,991
log BM
4,8000 4,7000 4,6000 4,5000 4,4000 4,3000 4,2000 4,1000 0,00
0,20
0,40
0,60 Rf
0,80
1,00
1,20
83
Lampiran 2. Tampilan pengolahan data analisis statistik dengan program SAS Peubah : Lemak Karkas Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 510020.3950 170006.7983 9.16 0.0025 Karkas kanan 1 95924.0522 95924.0522 5.17 0.0440 Galat 11 204130.1978 18557.2907 Total terkoreksi 15 852994.4375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.760690 10.85297 136.2251 1255.188 Peubah : Otot Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 322907.616 107635.872 4.98 0.0201 Karkas kanan 1 1515247.265 1515247.265 70.13 <.0001 Galat 11 237678.235 21607.112 Total terkoreksi 15 2841505.000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.916355 2.972420 146.9936 4945.250 Peubah : Tulang Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 44892.6712 14964.2237 0.47 0.7124 Karkas kanan 1 260496.2181 260496.2181 8.10 0.0159 Galat 11 353812.5319 32164.7756 Total terkoreksi 15 630469.9375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.438811 10.05616 179.3454 1783.438 Peubah : Perempat Belakang Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 17997.6673 5999.2224 0.34 0.7949 Karkas kanan 1 577321.1837 577321.1837 33.00 0.0001 Galat 11 192415.0663 17492.2788 Total terkoreksi 15 891286.4375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.784115 3.970307 132.2584 3331.188 Peubah : Lemak Perempat Belakang Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 60769.49808 20256.49936 4.05 0.0365 Karkas kanan 1 4211.66446 4211.66446 0.84 0.3787 Galat 11 55078.8355 5007.1669 Total terkoreksi 15 123793.7500 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.555076 15.15638 70.76134 466.8750 Peubah : Otot Perempat Belakang Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 38239.1996 12746.3999 1.14 0.3748 Karkas kanan 1 274424.6936 274424.6936 24.59 0.0004 Galat 11 122736.3064 11157.8460 Total terkoreksi 15 535201.7500 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.770673 4.849060 105.6307 2178.375
84 Peubah : Tulang Perempat Belakang Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 15588.34916 5196.11639 1.79 0.2069 Karkas kanan 1 21856.69744 21856.69744 7.53 0.0191 Galat 11 31909.80256 2900.89114 Total terkoreksi 15 61924.00000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.484694 7.949804 53.85992 677.5000 Peubah : Perempat Depan Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 14839.697 4946.566 0.25 0.8568 Karkas kanan 1 1453110.607 1453110.607 74.67 <.0001 Galat 11 214061.393 19460.127 Total terkoreksi 15 2278926.000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.906069 2.992589 139.4996 4661.500 Peubah : Perempat Depan lmk Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 220461.8787 73487.2929 10.53 0.0015 Karkas kanan 1 59836.8824 59836.8824 8.57 0.0137 Galat 11 76765.6176 6978.6925 Total terkoreksi 15 377680.0000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.796744 10.59462 83.53857 788.5000 Peubah : Otot Perempat Depan Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 248678.9143 82892.9714 2.18 0.1476 Karkas kanan 1 398747.2710 398747.2710 10.50 0.0079 Galat 11 417731.229 37975.566 Total terkoreksi 15 1299083.750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.678442 7.098236 194.8732 2745.375 Peubah : Tulang Perempat Depan Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 13263.2532 4421.0844 0.22 0.8829 Karkas kanan 1 131604.7609 131604.7609 6.45 0.0275 Galat 11 224588.7391 20417.1581 Total terkoreksi 15 368497.7500 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.390529 12.91795 142.8886 1106.125 Peubah : Kepala Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 103403.8521 34467.9507 1.36 0.3064 Karkas kanan 1 195008.4019 195008.4019 7.68 0.0182 Galat 11 279216.5981 25383.3271 Total terkoreksi 15 603293.7500 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.537180 5.794825 159.3215 2749.375
85 Peubah : Kulit Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F Model 4 70071.5058 17517.8764 0.22 0.9195 Galat 11 861228.4942 78293.4995 Total terkoreksi 15 931300.0000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.075241 8.861750 279.8098 3157.500 Peubah : Kaki Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 20854.76823 6951.58941 2.06 0.1636 Karkas kanan 1 2095.37327 2095.37327 0.62 0.4472 Galat 11 37087.62673 3371.60243 Total terkoreksi 15 58223.75000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.363015 7.090887 58.06550 818.8750 Peubah : Perut Kosong Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 9635.75259 3211.91753 1.53 0.2606 Karkas kanan 1 18793.15717 18793.15717 8.98 0.0122 Model 4 20511.90717 5127.97679 2.45 0.1081 Total terkoreksi 15 43543.75000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.471064 4.544566 45.75810 1006.875 Peubah : Usus Kosong Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 9122.08032 3040.69344 0.62 0.6193 Karkas kanan 1 21085.67099 21085.67099 4.27 0.0633 Galat 11 54364.32901 4942.21173 Total terkoreksi 15 91775.00000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.407635 8.612663 70.30087 816.2500 Peubah : Paru Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 4585.980801 1528.660267 2.07 0.1631 Karkas kanan 1 973.041753 973.041753 1.31 0.2759 Galat 11 8140.70825 740.06439 Total terkoreksi 15 13872.93750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.413195 7.818681 27.20412 347.9375 Peubah : Jantung Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 135.2183395 45.0727798 0.18 0.9103 Karkas kanan 1 554.1900202 554.1900202 2.17 0.1691 Galat 11 2814.639980 255.876362 Total terkoreksi 15 3465.457500 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.187801 13.58627 15.99614 117.7375
86 Peubah : Lemak Jantung Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 871.6232486 290.5410829 0.92 0.4643 Karkas kanan 1 39.0667395 39.0667395 0.12 0.7321 Galat 11 3484.778260 316.798024 Total terkoreksi 15 4552.420000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.234522 28.00759 17.79882 63.55000 Peubah : Hati Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 67064.34930 22354.78310 1.45 0.2812 Karkas kanan 1 590.48530 590.48530 0.04 0.8484 Galat 11 169501.2647 15409.2059 Total terkoreksi 15 245732.4375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.310220 26.28910 124.1338 472.1875 Peubah : Ginjal Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 92.20240237 30.73413412 1.41 0.2916 Karkas kanan 1 0.75605769 0.75605769 0.03 0.8556 Galat 11 239.5289423 21.7753584 Total terkoreksi 15 355.6200000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.326447 5.697689 4.666407 81.90000 Peubah : Leg Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 8288.5503 2762.8501 0.23 0.8708 Karkas kanan 1 346988.6732 346988.6732 29.39 0.0002 Galat 11 129888.8268 11808.0752 Total terkoreksi 15 568348.0000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.771463 4.364931 108.6650 2489.500 Peubah : Lemak Leg Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 23745.05994 7915.01998 4.26 0.0318 Karkas kanan 1 6987.93675 6987.93675 3.76 0.0787 Galat 11 20458.89325 1859.89939 Total terkoreksi 15 52495.63750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.610274 15.08911 43.12655 285.8125 Peubah : Otot Leg Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 20400.1248 6800.0416 1.10 0.3901 Karkas kanan 1 166935.3059 166935.3059 27.01 0.0003 Galat 11 67997.9441 6181.6313 Total terkoreksi 15 322137.9375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.788917 4.743311 78.62335 1657.563
87 Peubah : Tulang Leg Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 11323.32959 3774.44320 2.30 0.1344 Karkas kanan 1 8094.29738 8094.29738 4.92 0.0485 Galat 11 18086.89762 1644.26342 Total terkoreksi 15 35989.25000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.497436 7.422913 40.54952 546.2750 Peubah : Loin Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 20962.94332 6987.64777 1.53 0.2606 Karkas kanan 1 25133.89606 25133.89606 5.52 0.0386 Galat 11 50110.43144 4555.49377 Total terkoreksi 15 92614.01437 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.458933 12.27241 67.49440 549.9688 Peubah : Lemak Loin Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 1783.983322 594.661107 1.43 0.2875 Karkas kanan 1 16.466586 16.466586 0.04 0.8461 Galat 11 4585.190914 416.835538 Total terkoreksi 15 6378.579375 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.281158 22.89974 20.41655 89.15625 Peubah : Otot Loin Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 3021.35075 1007.11692 0.50 0.6916 Karkas kanan 1 10659.47321 10659.47321 5.26 0.0425 Galat 11 22276.07179 2025.09744 Total terkoreksi 15 37653.75750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.408397 13.73817 45.00108 327.5625 Peubah : Tulang Loin Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 10119.22121 3373.07374 2.63 0.1027 Karkas kanan 1 3380.19094 3380.19094 2.63 0.1330 Galat 11 14124.72656 1284.06605 Total terkoreksi 15 25776.76438 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.452036 27.31630 35.83387 131.1813 Peubah : Rack Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 4951.23919 1650.41306 0.13 0.9416 Karkas kanan 1 22228.46872 22228.46872 1.72 0.2162 Galat 11 142012.4388 12910.2217 Total terkoreksi 15 169487.0894 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.162105 15.56708 113.6232 729.8938
88 Peubah : Lemak Rack Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 5967.345817 1989.115272 1.88 0.1915 Karkas kanan 1 385.207606 385.207606 0.36 0.5585 Galat 11 11640.68489 1058.24408 Total terkoreksi 15 19380.27437 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.399354 20.26438 32.53066 160.5313 Peubah : Otot Rack Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 2453.54835 817.84945 0.21 0.8843 Karkas kanan 1 10458.50609 10458.50609 2.74 0.1259 Galat 11 41934.58641 3812.23513 Total terkoreksi 15 53558.83438 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.217037 16.47669 61.74330 374.7313 Peubah : Tulang Rack Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 4380.718681 1460.239560 0.63 0.6119 Karkas kanan 1 115.675604 115.675604 0.05 0.8276 Galat 11 25577.35690 2325.21426 Total terkoreksi 15 29974.93937 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.146709 25.32006 48.22048 190.4438 Peubah : Shoulder Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 24760.9063 8253.6354 0.15 0.9304 Karkas kanan 1 374978.9792 374978.9792 6.61 0.0260 Galat 11 623642.566 56694.779 Total terkoreksi 15 1124807.490 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.445556 13.90384 238.1067 1712.525 Peubah : Lemak Shoulder Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 26849.73943 8949.91314 3.23 0.0647 Karkas kanan 1 1554.65273 1554.65273 0.56 0.4695 Galat 11 30479.40977 2770.85543 Total terkoreksi 15 63037.56938 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.516488 26.39783 52.63892 199.4063 Peubah : Otot Shoulder Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 53675.8923 17891.9641 0.47 0.7088 Karkas kanan 1 182732.7099 182732.7099 4.81 0.0507 Galat 11 418119.3951 38010.8541 Total terkoreksi 15 711712.0100 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.412516 17.34668 194.9637 1123.925
89 Peubah : Tulang Shoulder Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 9839.07764 3279.69255 0.69 0.5745 Karkas kanan 1 21030.43370 21030.43370 4.45 0.0586 Galat 11 51960.91380 4723.71944 Total terkoreksi 15 78017.05438 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.333980 18.03771 68.72932 381.0313 Peubah : Neck Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 66784.01372 22261.33791 1.40 0.2954 Karkas kanan 1 36342.45408 36342.45408 2.28 0.1592 Galat 11 175264.5459 15933.1405 Total terkoreksi 15 293058.0000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.401946 15.43112 126.2265 818.0000 Peubah : Lemak Neck Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 7856.863431 2618.954477 2.83 0.0874 Karkas kanan 1 3175.547919 3175.547919 3.43 0.0909 Galat 11 10171.53458 924.68496 Total terkoreksi 15 18270.63938 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.443285 22.12241 30.40863 137.4563 Peubah : Otot Neck Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 39098.99456 13032.99819 1.57 0.2523 Karkas kanan 1 7786.66941 7786.66941 0.94 0.3536 Galat 11 91323.5206 8302.1382 Total terkoreksi 15 153582.5975 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.405378 18.65842 91.11607 488.3375 Peubah : Tulang Neck Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 9411.941072 3137.313691 0.94 0.4526 Karkas kanan 1 5759.164183 5759.164183 1.73 0.2148 Galat 11 36562.18082 3323.83462 Total terkoreksi 15 51607.43750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.291533 30.94824 57.65271 186.2875 Peubah : Shank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 40172.49167 13390.83056 0.65 0.5983 Karkas kanan 1 7386.79713 7386.79713 0.36 0.5610 Galat 11 226060.9404 20550.9946 Total terkoreksi 15 285873.5544 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.209228 24.06390 143.3562 595.7313
90 Peubah : Lemak Shank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 3641.266678 1213.755559 0.60 0.6310 Karkas kanan 1 1870.205128 1870.205128 0.92 0.3587 Model 4 6384.18200 1596.04550 0.78 0.5594 Galat 11 22424.01737 2038.54703 Total terkoreksi 15 28808.19938 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.221610 63.00954 45.15027 71.65625 Peubah : Otot Shank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 24443.61919 8147.87306 2.70 0.0970 Karkas kanan 1 2428.16889 2428.16889 0.80 0.3891 Galat 11 33215.30611 3019.57328 Total terkoreksi 15 58964.75750 R‐Square Coeff Var Root MSE ShaOt Mean 0.436692 15.94448 54.95064 344.6375 Peubah : Tulang Shank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 23024.79892 7674.93297 0.63 0.6082 Karkas kanan 1 9714.26490 9714.26490 0.80 0.3894 Galat 11 133096.1201 12099.6473 Total terkoreksi 15 173480.7775 R‐Square Coeff Var Root MSE ShaTul Mean 0.232790 61.73183 109.9984 178.1875 Peubah : Breast Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 46242.45931 15414.15310 3.66 0.0474 Karkas kanan 1 27959.49451 27959.49451 6.65 0.0257 Galat 11 46274.5755 4206.7796 Total terkoreksi 15 143359.8975 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.677214 8.052478 64.85969 805.4625 Peubah : Lemak Breast Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 39995.28466 13331.76155 7.29 0.0058 Karkas kanan 1 7423.88573 7423.88573 4.06 0.0690 Galat 11 20115.38927 1828.67175 Total terkoreksi 15 69722.52000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.711494 19.48643 42.76297 219.4500 Peubah : Otot Breast Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 10814.47305 3604.82435 4.58 0.0258 Karkas kanan 1 3962.19076 3962.19076 5.04 0.0463 Galat 11 8652.38674 786.58061 Total terkoreksi 15 28326.15438 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.694544 6.778807 28.04604 413.7313
91 Peubah : Tulang Breast Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 836.875355 278.958452 0.42 0.7394 Karkas kanan 1 1045.938850 1045.938850 1.59 0.2332 Galat 11 7230.481150 657.316468 Total terkoreksi 15 9059.170000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.201861 15.07463 25.63818 170.0750 Peubah : Flank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 5958.878082 1986.292694 0.52 0.6798 Karkas kanan 1 152.388138 152.388138 0.04 0.8459 Galat 11 42347.67186 3849.78835 Total terkoreksi 15 48815.56000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.132496 21.25978 62.04666 291.8500 Peubah : Lemak Flank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 3832.280324 1277.426775 0.56 0.6517 Karkas kanan 1 214.924975 214.924975 0.09 0.7644 Galat 11 25044.89002 2276.80818 Total terkoreksi 15 28878.43750 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.132748 51.97104 47.71591 91.81250 Peubah : Otot Flank Derajat Jumlah Kuadrat Sumber variasi Bebas kuadrat Tengah Nilai F Pr > F ELJ 3 1801.999639 600.666546 0.76 0.5383 Karkas kanan 1 145.353647 145.353647 0.18 0.6758 Galat 11 8664.17635 787.65240 Total terkoreksi 15 10769.01000 Kuadrt‐R Koef Var Akar GKT Rerata 0.195453 14.52084 28.06515 193.2750 ========================================================================================== Kuadrat Tengah Terkecil (LSMEAN) ========================================================================================== Peubah : Lemak Karkas ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1336.65067 72.99100 <.0001 1 1 1509.27452 70.13071 <.0001 2 2 1080.55925 68.81575 <.0001 3 3 1094.26556 70.80673 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.1299 0.0238 0.0440 2 0.1299 0.0013 0.0012 3 0.0238 0.0013 0.8941 4 0.0440 0.0012 0.8941
92 ========================================================================================== Peubah : Otot ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 4785.32913 78.76085 <.0001 1 1 4818.56802 75.67445 <.0001 2 2 5071.16721 74.25555 <.0001 3 3 5105.93564 76.40391 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.7757 0.0203 0.0176 2 0.7757 0.0390 0.0184 3 0.0203 0.0390 0.7548 4 0.0176 0.0184 0.7548 ========================================================================================== Peubah : Tulang ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1849.29972 96.09533 <.0001 1 1 1698.41933 92.32965 <.0001 2 2 1825.51393 90.59846 <.0001 3 3 1760.51702 93.21966 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3004 0.8567 0.5398 2 0.3004 0.3547 0.6341 3 0.8567 0.3547 0.6334 4 0.5398 0.6341 0.6334 ========================================================================================== Peubah : Perempat Belakang ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 3340.58908 70.86556 <.0001 1 1 3330.83597 68.08855 <.0001 2 2 3375.98058 66.81189 <.0001 3 3 3277.34437 68.74489 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.9258 0.7162 0.5534 2 0.9258 0.6507 0.5790 3 0.7162 0.6507 0.3344 4 0.5534 0.5790 0.3344 ========================================================================================== Peubah : Lemak Perempat Belakang ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 491.999092 37.914738 <.0001 1 1 555.792688 36.428975 <.0001 2 2 399.674640 35.745929 <.0001 3 3 420.033581 36.780132 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.2689 0.0962 0.2202 2 0.2689 0.0119 0.0202 3 0.0962 0.0119 0.7044 4 0.2202 0.0202 0.7044 ========================================================================================== Peubah : Otot Perempat Belakang ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 2127.14349 56.59815 <.0001 1 1 2136.51805 54.38024 <.0001 2 2 2245.98400 53.36060 <.0001 3 3 2203.85445 54.90444 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.9108 0.1451 0.3732 2 0.9108 0.1853 0.3868 3 0.1451 0.1853 0.6001 4 0.3732 0.3868 0.6001
93 ========================================================================================== Peubah : Tulang Perempat Belakang ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 694.223696 28.858765 <.0001 1 1 631.622756 27.727878 <.0001 2 2 721.149116 27.207978 <.0001 3 3 663.004433 27.995161 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.1614 0.5003 0.4742 2 0.1614 0.0446 0.4276 3 0.5003 0.0446 0.1719 4 0.4742 0.4276 0.1719 ========================================================================================== Peubah : Perempat Depan ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 4638.16722 74.74547 <.0001 1 1 4666.69510 71.81642 <.0001 2 2 4627.83016 70.46986 <.0001 3 3 4713.30752 72.50869 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.7965 0.9196 0.5054 2 0.7965 0.7113 0.6459 3 0.9196 0.7113 0.4245 4 0.5054 0.6459 0.4245 ========================================================================================== Peubah : Lemak Perempat Depan ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 844.612489 44.760925 <.0001 1 1 954.006718 43.006882 <.0001 2 2 680.869994 42.200499 <.0001 3 3 674.510799 43.421446 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.1188 0.0195 0.0246 2 0.1188 0.0010 0.0006 3 0.0195 0.0010 0.9198 4 0.0246 0.0006 0.9198 ========================================================================================== Peubah : Otot Perempat Depan ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 2643.61872 104.41530 <.0001 1 1 2605.32372 100.32359 <.0001 2 2 2819.98520 98.44251 <.0001 3 3 2912.57235 101.29065 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.8043 0.2332 0.1054 2 0.8043 0.1613 0.0476 3 0.2332 0.1613 0.5333 4 0.1054 0.0476 0.5333 ========================================================================================== Peubah : Tulang Perempat Depan ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1155.61946 76.56137 <.0001 1 1 1067.26892 73.56116 <.0001 2 2 1104.13106 72.18188 <.0001 3 3 1097.48056 74.27025 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.4414 0.6253 0.6133 2 0.4414 0.7317 0.7706 3 0.6253 0.7317 0.9509 4 0.6133 0.7706 0.9509
94 ========================================================================================== Peubah : Leg ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 2508.95123 58.22394 <.0001 1 1 2452.52340 55.94232 <.0001 2 2 2486.93058 54.89340 <.0001 3 3 2509.59479 56.48158 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.5162 0.7828 0.9941 2 0.5162 0.6743 0.4734 3 0.7828 0.6743 0.7829 4 0.9941 0.4734 0.7829 ========================================================================================== Peubah : Lemak Leg ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 315.900006 23.107702 <.0001 1 1 331.350233 22.202181 <.0001 2 2 240.821376 21.785889 <.0001 3 3 255.178384 22.416199 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.6526 0.0336 0.0993 2 0.6526 0.0155 0.0297 3 0.0336 0.0155 0.6610 4 0.0993 0.0297 0.6610 ========================================================================================== Peubah : Otot Leg ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1626.44111 42.12729 <.0001 1 1 1617.40278 40.47646 <.0001 2 2 1688.68035 39.71752 <.0001 3 3 1697.72576 40.86663 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.8846 0.2933 0.2710 2 0.8846 0.2422 0.1765 3 0.2933 0.2422 0.8791 4 0.2710 0.1765 0.8791 ========================================================================================== Peubah : Tulang Leg ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 563.252709 21.726898 <.0001 1 1 500.218639 20.875487 <.0001 2 2 553.130535 20.484070 <.0001 3 3 568.498117 21.076716 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.0698 0.7344 0.8717 2 0.0698 0.1028 0.0365 3 0.7344 0.1028 0.6181 4 0.8717 0.0365 0.6181 ========================================================================================== Peubah : Loin ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 546.083843 36.164274 <.0001 1 1 554.761202 34.747107 <.0001 2 2 601.969608 34.095596 <.0001 3 3 497.060347 35.082051 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.8711 0.2728 0.3731 2 0.8711 0.3607 0.2522 3 0.2728 0.3607 0.0592 4 0.3731 0.2522 0.0592
95 ========================================================================================== Peubah : Lemak Loin ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 92.518456 10.939422 <.0001 1 1 104.972555 10.510740 <.0001 2 2 80.357704 10.313663 <.0001 3 3 78.776285 10.612058 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.4474 0.4240 0.4079 2 0.4474 0.1284 0.0970 3 0.4240 0.1284 0.9184 4 0.4079 0.0970 0.9184 ========================================================================================== Peubah : Otot Loin ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 318.934718 24.112097 <.0001 1 1 317.415767 23.167218 <.0001 2 2 351.336852 22.732831 <.0001 3 3 322.562662 23.390538 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.9660 0.3371 0.9198 2 0.9660 0.3261 0.8745 3 0.3371 0.3261 0.4053 4 0.9198 0.8745 0.4053 ========================================================================================== Peubah : Tulang Loin ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 130.947529 19.200198 <.0001 1 1 131.171303 18.447801 <.0001 2 2 168.162857 18.101903 <.0001 3 3 94.443310 18.625628 0.0004 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.9937 0.1756 0.2194 2 0.9937 0.1869 0.1753 3 0.1756 0.1869 0.0178 4 0.2194 0.1753 0.0178 ========================================================================================== Peubah : Rack ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 760.114836 60.880593 <.0001 1 1 723.794238 58.494869 <.0001 2 2 710.689302 57.398086 <.0001 3 3 724.976624 59.058729 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.6876 0.5565 0.7002 2 0.6876 0.8779 0.9885 3 0.5565 0.8779 0.8679 4 0.7002 0.9885 0.8679 ========================================================================================== Peubah : Lemak Rack ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 162.330063 17.430303 <.0001 1 1 184.618494 16.747263 <.0001 2 2 129.288737 16.433251 <.0001 3 3 165.887706 16.908698 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3951 0.1845 0.8913 2 0.3951 0.0406 0.4329 3 0.1845 0.0406 0.1560 4 0.8913 0.4329 0.1560
96 ========================================================================================== Peubah : Otot Rack ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 384.321379 33.082770 <.0001 1 1 355.410670 31.786357 <.0001 2 2 389.941414 31.190361 <.0001 3 3 369.251537 32.092761 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.5576 0.9013 0.7609 2 0.5576 0.4618 0.7573 3 0.9013 0.4618 0.6590 4 0.7609 0.7573 0.6590 ========================================================================================== Peubah : Tulang Rack ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 210.196440 25.837085 <.0001 1 1 166.006256 24.824609 <.0001 2 2 183.724715 24.359145 <.0001 3 3 201.847588 25.063905 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.2615 0.4602 0.8289 2 0.2615 0.6262 0.3159 3 0.4602 0.6262 0.6210 4 0.8289 0.3159 0.6210 ========================================================================================== Peubah : Shoulder ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1740.91334 127.58028 <.0001 1 1 1662.39177 122.58080 <.0001 2 2 1686.90875 120.28240 <.0001 3 3 1759.88614 123.76242 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.6783 0.7578 0.9207 2 0.6783 0.8909 0.5744 3 0.7578 0.8909 0.6862 4 0.9207 0.5744 0.6862 ========================================================================================== Peubah : Lemak Shoulder ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 193.668959 28.204536 <.0001 1 1 268.765448 27.099286 <.0001 2 2 161.415128 26.591173 <.0001 3 3 173.775464 27.360510 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.0925 0.4112 0.6385 2 0.0925 0.0179 0.0269 3 0.4112 0.0179 0.7566 4 0.6385 0.0269 0.7566 ========================================================================================== Peubah : Otot Shoulder ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 1138.75530 104.46380 <.0001 1 1 1044.51096 100.37019 <.0001 2 2 1107.19140 98.48824 <.0001 3 3 1205.24234 101.33770 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.5451 0.8256 0.6713 2 0.5451 0.6696 0.2685 3 0.8256 0.6696 0.5101 4 0.6713 0.2685 0.5101
97 ========================================================================================== Peubah : Tulang Shoulder ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 397.380305 36.825959 <.0001 1 1 340.418695 35.382863 <.0001 2 2 410.795888 34.719431 <.0001 3 3 375.530111 35.723935 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3073 0.7906 0.6922 2 0.3073 0.1902 0.4852 3 0.7906 0.1902 0.5018 4 0.6922 0.4852 0.5018 ========================================================================================== Peubah : Neck ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 827.966282 67.633633 <.0001 1 1 731.875268 64.983278 <.0001 2 2 799.981829 63.764836 <.0001 3 3 912.176621 65.609683 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3466 0.7630 0.4120 2 0.3466 0.4773 0.0685 3 0.7630 0.4773 0.2542 4 0.4120 0.0685 0.2542 ========================================================================================== Peubah : Lemak Neck ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 175.078277 16.293295 <.0001 1 1 117.265465 15.654811 <.0001 2 2 145.884108 15.361282 <.0001 3 3 111.597150 15.805715 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.0319 0.2078 0.0218 2 0.0319 0.2258 0.7970 3 0.2078 0.2258 0.1552 4 0.0218 0.7970 0.1552 ========================================================================================== Peubah : Otot Neck ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 444.145245 48.821037 <.0001 1 1 446.280296 46.907890 <.0001 2 2 492.806194 46.028364 <.0001 3 3 570.118265 47.360058 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.9764 0.4722 0.1049 2 0.9764 0.5007 0.0810 3 0.4722 0.5007 0.2751 4 0.1049 0.0810 0.2751 ========================================================================================== Peubah : Tulang Neck ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 213.091093 30.890983 <.0001 1 1 161.419939 29.680460 0.0002 2 2 162.416395 29.123949 0.0002 3 3 208.222573 29.966564 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.2715 0.2460 0.9160 2 0.2715 0.9816 0.2755 3 0.2460 0.9816 0.3052 4 0.9160 0.2755 0.3052
98 ========================================================================================== Peubah : Shank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 529.403112 76.811889 <.0001 1 1 652.111772 73.801866 <.0001 2 2 638.465837 72.418075 <.0001 3 3 562.944279 74.513278 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.2925 0.3116 0.7704 2 0.2925 0.8991 0.3980 3 0.3116 0.8991 0.4907 4 0.7704 0.3980 0.4907 ========================================================================================== Peubah : Lemak Shank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 67.9040638 24.1920344 0.0171 1 1 94.6724578 23.2440227 0.0018 2 2 71.5900562 22.8081954 0.0094 3 3 52.4584221 23.4680830 0.0471 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.4599 0.9114 0.6704 2 0.4599 0.5002 0.2131 3 0.9114 0.5002 0.5778 4 0.6704 0.2131 0.5778 ========================================================================================== Peubah : Otot Shank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 297.209458 29.443187 <.0001 1 1 316.166975 28.289398 <.0001 2 2 394.275553 27.758970 <.0001 3 3 370.898014 28.562093 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.6645 0.0315 0.1145 2 0.6645 0.0787 0.1868 3 0.0315 0.0787 0.5763 4 0.1145 0.1868 0.5763 ========================================================================================== Peubah : Tulang Shank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 163.982637 58.938405 0.0178 1 1 241.190060 56.628789 0.0013 2 2 169.349475 55.566995 0.0111 3 3 138.227828 57.174662 0.0341 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3840 0.9470 0.7703 2 0.3840 0.3923 0.2126 3 0.9470 0.3923 0.7090 4 0.7703 0.2126 0.7090 ========================================================================================== Peubah : Breast ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 779.579475 34.752568 <.0001 1 1 896.622625 33.390721 <.0001 2 2 792.069421 32.764643 <.0001 3 3 753.578479 33.712591 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.0398 0.7933 0.6185 2 0.0398 0.0503 0.0098 3 0.7933 0.0503 0.4388 4 0.6185 0.0098 0.4388
99 ========================================================================================== Peubah : Lemak Breast ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 245.794616 22.912892 <.0001 1 1 288.435349 22.015006 <.0001 2 2 172.781359 21.602223 <.0001 3 3 170.788676 22.227219 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.2242 0.0365 0.0465 2 0.2242 0.0036 0.0025 3 0.0365 0.0036 0.9508 4 0.0465 0.0025 0.9508 ========================================================================================== Peubah : Otot Breast ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 379.073256 15.027393 <.0001 1 1 443.081957 14.438515 <.0001 2 2 435.734078 14.167792 <.0001 3 3 397.035710 14.577695 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.0133 0.0168 0.4303 2 0.0133 0.7277 0.0405 3 0.0168 0.7277 0.0887 4 0.4303 0.0405 0.0887 ========================================================================================== Peubah : Tulang Breast ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 170.528805 13.737233 <.0001 1 1 158.134548 13.198913 <.0001 2 2 177.829563 12.951433 <.0001 3 3 173.807084 13.326144 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.5451 0.6990 0.8731 2 0.5451 0.3174 0.4059 3 0.6990 0.3174 0.8357 4 0.8731 0.4059 0.8357 ========================================================================================== Peubah : Flank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 285.527536 33.245315 <.0001 1 1 323.536386 31.942533 <.0001 2 2 287.589195 31.343608 <.0001 3 3 270.746883 32.250442 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.4455 0.9639 0.7664 2 0.4455 0.4463 0.2543 3 0.9639 0.4463 0.7203 4 0.7664 0.2543 0.7203 ========================================================================================== Peubah : Lemak Flank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 83.426453 25.566734 0.0076 1 1 119.322558 24.564852 0.0005 2 2 78.493998 24.104259 0.0076 3 3 86.006991 24.801644 0.0053 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3521 0.8880 0.9461 2 0.3521 0.2680 0.3448 3 0.8880 0.2680 0.8351 4 0.9461 0.3448 0.8351
100 ========================================================================================== Peubah : Otot Flank ELJ LSMEAN Galat baku Pr>|t| Perlakuan 0 181.747012 15.037628 <.0001 1 1 201.946734 14.448349 <.0001 2 2 205.693429 14.177441 <.0001 3 3 183.712824 14.587624 <.0001 4 Kuadrat Tengah Terkecil untuk Pengaruh ELJ Perlakuan 1 2 3 4 1 0.3725 0.2593 0.9303 2 0.3725 0.8589 0.3781 3 0.2593 0.8589 0.3118 4 0.9303 0.3781 0.3118