eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) 389-400 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
UPAYA KOMUNITAS INTERNASIONAL DALAM MENGATASI ANCAMAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS) Winaryoko Zulkarnain1 Nim. 1102045107 Abstract ISIS itself appeared on April 2013 for the first time. But, the pioneer of that radical group had existed since 2003. The old ISIS was named ISI (Islamic State of Iraq) and was formed as the consequent of internal fluctuation in Iraq. ISIS has a goal to form a state which powered by religious leader that can implement the political practice based on Islamic laws and Sharia norms. Even though the existance of this radical group is terminate only in Iraq and Syria at the moment but, ISIS has a desire to expand their territory. Various threats, behaviours, and violence which had done by ISIS in creating their objective which is forming an Islamic State, had inflicted so many victims and large number of damages for international escpecially for the civilians of Iraq and Syria. Various kind of protests and options to do military campaign to overcome the ISIS’ threats had launched by some countries such as United State of America, Saudi Arabia, Uni Arab Emirates, and other international organizations which is not supporting ISIS. Those countries feel threatened of the existence of that radical group which wants to do expansion to some Islamic countries, not Iraq and Syria only, but also to the regions. Therefore, the international coalition troops agree to taking collective actions to encounter ISIS by providing military action as well as financial aid to the victims. Keywords :ISIS, Effort, Threat, International Community, Military. Pendahuluan Islamic State of Iraq and Syria atau yang lebih dikenal dengan ISIS merupakan produk yang dihasilkan oleh al-Qaeda yang memiliki visi, misi, serta tujuan untuk melakukan ekspansi global dalam rangka perjuangan politik. ISIS merupakan kelompok radikal berbasis Sunni Wahabi yang berada di kawasan Timur Tengah khususnya Irak dan Suriah. Kelompok radikal tersebut telah memproklamirkan status mereka sebagai negara Islam yang berkuasa atas seluruh umat Islam di dunia. ISIS berawal dan dibentuk oleh seseorang bernama Ahmad Fadhil Nazzal al-Khalaylah atau Abu Mushab al-Zarqawi yang lahir di Yordania pada tanggal 20 Desember 1966. Latar belakang kemunculan ISIS sendiri bermula pasca setahun Amerika Serikat melakukan tindakan invasi di Irak, dimana pada saat itu al-Zarqawi yang merupakan seorang mujahidin (pejuang) menyatakan dukungannya kepada Osama Bin Laden dan 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Nim: 1102045107. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
kemudian secara bersama mereka membentuk kelompok militan garis keras yang bernama al-Qaeda di Irak atau yang dikenal dengan AQI (Al-Qaeda Iraq) untuk melawan kekuatan militer Amerika Serikat. Selanjutnya, pada tahun 2006 AQI mencoba mendirikan organisasi Negara Islam di Irak atau ISI (Islamic State of Iraq) akan tetapi, organisasi tersebut melemah setelah adanya peningkatan pasukan yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta adanya pendirian Dewan Kebangkitan yang dibentuk oleh masyarakat Arab Sunni dimana kelompok masyarakat tersebut menolak segala bentuk aksi kejahatan, penindasan, dan kebrutalan di seluruh wilayah Irak. Lebih lanjut, setelah Abu Bakar al-Baghdadi menjadi pemimpin ISI, dirinya kemudian membangun kembali organisasi tersebut pada tahun 2010. Dimana pada saat Suriah sedang mengalami pemberontakan yang dipicu akibat Arab Spring kemudian membuat Abu Bakar al-Baghdadi berinisiatif untuk melakukan ekspansi ke Suriah pada tahun 2013. Selanjutnya, ISI kemudian berubah nama menjadi ISIS dimana secara bersama melakukan pemberontakan menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan berafiliasi bersama Front Jabhat al-Nusra. (www.internasional.kompas.com, diakses pada tanggal 2 Februari 2015) ISIS merupakan kelompok ekstremis radikal yang mengikuti ideologi garis kerasalQaeda dan mengatasnamakan jihad dalam melakukan berbagai aksi mereka. Selain itu, ISIS dikenal memiliki interpretasi yang keras terhadap Islam dan melakukan kekerasan yang brutalseperti aksi bom bunuh diri, penjarahan, serta perampokan. Dimana target serangan ISIS berfokus kepada muslim Syiah dan Kristen serta kelompok-kelompok yang tidak pro dengan kelompok radikal tersebut. ISIS melakukan serangan pertama di kota Mosul dan Tikrit. Kota Tikrit sendiri merupakan asal dari mantan Presiden Irak Saddam Hussein. Kota tersebut juga menjadi tempat pertama pasukan ISIS melakukan pembunuhan pertama terhadap seseorang bernama Abdul Rauf, yaitu seorang hakim yang memutuskan hukuman gantung kepada Saddam Hussein. Sasaran utama ISIS di Irak ialah kaum Yazidi atau Yezidi yaitu kelompok keagamaan Kurdi yang terkait dengan Zoroastrianisme (www.bbc.co.uk, diakses pada tanggal 7 September 2014). ISIS memiliki tujuan untuk mendirikan sebuah negara yang dikuasai oleh satu pemimpin keagamaan dan menjalankan politik berdasarkan pada hukum Islam atau syariah. Walaupun saat ini eksistensi kelompok radikal tersebut terbatas hanya di wilayah Irak dan Suriah. Akan tetapi, ISIS telah memiliki keinginan untuk memperluas cakupan wilayah mereka. ISIS menyatakan secara resmi bahwa mereka telah mendapatkan dukungan warga Islam di berbagai belahan dunia yang menyatakan kesetiaan kepada pemimpin kelompok radikal tersebut yaitu Ibrahim Ali al-Badri al-Samarrai atau Abu Bakar al-Baghdadi. Berbagai protes keras dan opsi untuk melakukan operasi militer dalam mengatasi ancaman ISIS telah dilancarkan oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, serta kelompok-kelompok yang tidak pro ISIS. Negaranegara tersebut merasa sangat terancam dengan adanya keberadaan ISIS yang ingin melakukan ekspansi wilayah negara Islam tidak hanya di Irak dan Suriah melainkan di seluruh kawasan Timur Tengah, Afrika bagian Utara, Eropa (Roma), Asia Selatan, serta Asia Tenggara.
390
Upaya Komunitas Internasional Mengatasi Ancaman ISIS (Winaryoko Zulkarnaen)
Kerangka Dasar Teori dan Konsep English School Perspektif English School menganggap hubungan internasional sebagai sebuah ‘masyarakat’ negara dimana aktor utamanya adalah negarawan seperti diplomat dan pemimpin negara. Inti dari perspektif English School adalah peningkatan dan pemeliharaan ketertiban internasional. English School memiliki obyek analisisnya sendiri yang mengabaikan kepada permasalahan sistem negara ataupun komunitas umat manusia, tetapi berfokus kepada hal-hal yang diabaikan oleh realisme dan liberalisme. English School tidak menerima maupun menolak sepenuhnya atas perspektif-perspektif yang diusung oleh realisme dan liberalisme, namun English School memberikan limitasi dari masing-masing teori tersebut, English School menolak sifat-sifat too pessimistic yang dimiliki oleh realisme, namun juga menolak sifat over optimistic dari liberalisme mengenai konsep keamanan dan kestabilan sistem internasional. Dalam perspektif ini, organisasi-organisasi internasional bukanlah aspek utama dalam hubungan internasional tetapi ia diperlukan. Organisasi internasional bukan sebagai sarana pengontrol, namun cenderung sebagai wadah norma dan nilai-nilai yang harus ditaati dan dipatuhi. English School mengusulkan sebuah pandangan baru pada hubungan internasional yang menggabungkan teori dan sejarah, moralitas dan power, agen dan struktur. Ini merupakan analisis konsep baru dalam melihat bagaimana politik dunia dimengerti dalam dinamika ketergantungan dari sistem, masyarakat, dan juga komunitas internasional. English School memandang bahwasanya kerangka umum dari Hubungan Internasional itu adalah sistem politik global yang berarti posisi dari negara, institusi, NGOs, TNCs, dan individu juga dikaji didalamnya. Jika realisme menekankan pada sistem internasional, dan liberalisme pada masyarakat dunia, English School mengambil fokus ditengahtengah kedua perspektif besar tersebut, yaitu masyarakat internasional. Hal tersebut didasarkan pada kapabilitas negara yang dapat membentuk masyarakat internasional itu sendiri. Dari satu hal mendasar ini, dapat mulai terlihat jelas bagaimana English School membedakan dirinya dari perspektif-perspektif sebelumnya (Suginami: 2011). English School menginginkan semua negara memiliki kedaulatan yang sama, sederajat tanpa adanya pemerintahan dunia diatas negara-negara berdaulat atau disebut anarki. Tetapi bagi English School, perdamaian dunia dapat dicapai bila tiaptiap negara memiliki kesadaran untuk mematuhi segala aturan yang diatur di negaranya masing-masing. Dengan demikian, English School juga tidak dapat menghiraukan hirarki. Inti pendekatan English School adalah negara-negara dianggap sebagai organisasi manusia. Perspektif ini berhasil mengkombinasikan hal-hal relevan dari perspektif sebelumnya untuk kemudian dikaji kembali dalam lingkup masyarakat internasional. Negara adalah aktor yang berperan penting dalam pandangan English School sebagai pemegang norma dan pembentuk masyarakat internasional demi terciptanya perdamaian internasional (Dunne : 2007:127-147). Teori Konflik KJ Holsti berpendapat bahwa konflik cenderung mengarah pada kekerasan yang terorganisir muncul sebagai akibat dari posisi yang saling bertentangan, sikap bermusuhan, dan tindakan militer atau diplomatik dari beberapa kelompok tertentu atas suatu masalah. Kelompok yang terlibat dalam konflik biasanya adalah antara individu, kelompok-kelompok atau organisasi, dan pemerintah negara bangsa. Dalam
391
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
hal ini kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik mempunyai tujuan tertentu seperti perluasan wilayah, keamanan, pasar, prestise, sekutu, revolusi dunia, meruntuhkan suatu pemerintahan atau bahkan mengubah suatu kebijakan (Holsti: 1983:170). Untuk mencapai serta mempertahankan tujuan tersebut maka kemudian tuntutan dan tindakan mereka akan sangat bertentangan dengan tujuan dan kepentingan kelompok lain. Holsti menyatakan agar dapat menguraikan konflik internasional maka perlu mengacu pada empat komponen dasar yaitu kelompok yang bertentangan, masalah yang dipertentangkan, sikap, dan tindakan yang dilakukan. Keempat komponen tersebut bisa menjadi dasar untuk menilai keefektifan sarana penyelesaian konflik. Kemudian dalam konflik internasional sendiri terdapat dampak yang ditimbulkan dari konflik itu sendiri. Menurut Holsti ada enam hasil yang mungkin timbul dari konflik internasional antara lain penghindaran diri, penaklukan, penundukan atau penangkalan, kompromi, imbalan, dan penyelesaian pasif. Menurut Hoslti konflik yang menimbulkan kekerasan yang terorganisir muncul dari suatu kombinasi khusus para pihak, pandangan yang berlawanan mengenai suatu isu, sikap bermusuhan, dan tipe tindakan diplomatik dan militer tertentu. Bentuk konflik biasanya teridentifikasi oleh suatu kondisi oleh sekelompok manusia yang didalamnya terdiri dari suku, etnis, budaya, agama, ekonomi, politik, sosial yang berbeda-beda. Sumber konflik sendiri terletak pada hubungan antara sistem-sistem negara-negara kebangsaan yang dilandasi oleh konsep egosentrisme yaitu aspirasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kedudukan negara dalam hubungannya dengan negara lain. Beberapa tipelogi konflik antara lain: 1) Interstate Conflict Interstate conflict ialah kekerasan yang umumnya terjadi diantara dua atau lebih negara (dimana negara-negara tersebut masuk dalam sistem internasional), yang menggunakan angkatan bersenjata mereka masing-masing dalam menghadapi konflik. 2) Intrastate Conflict Intrastate conflict yaitu kekerasan yang sudah menjadi istilah umum saat sekarang ini. Intrastate conflict digambarkan berfokus kepada kekerasan/konflik secara politik yang mengambil tempat diantara kelompok bersenjata yang mewakili negara, dan satu atau lebih kelompok yang bukan negara. Konflik/kekerasan jenis ini biasanya dibatasi dalam batas-batas suatu negara, namun umumnya memiliki dimensi internasional yang signifikan serta berpegang pada resiko yang lebih kedalam batas negara. 3) Arm Conflict Arm conflict atau konflik/kekerasan yang didasarkan pada tiga prinsip yaitu kebutuhan militer, penghindaran dari penderitaan yang tidak diinginkan, serta kesepadanan/proposionalitas. 4) Teritory Conflict Perselisihan teritori/wilayah terjadi yang disebabkan ketidaksepakatan antara kedua atau lebih pihak mengenai kepemilikan entitas wilayah. Ada kecenderungan pola konflik teritorial yang berkembang saat ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama faktor alamiah dimana konflik wilayah yang dikarenakan oleh kondisi wilayah yang memungkinkan proses migrasi antar negara berjalan dengan intensif. Kedua faktor artifiasial yaitu konflik teritori yang disebabkan oleh adanya perubahan wilayah sebelumnya setelah ada kebijakan baru.
392
Upaya Komunitas Internasional Mengatasi Ancaman ISIS (Winaryoko Zulkarnaen)
5)
Ideology Conflict Konflik ideologi merupakan konflik yaang terjadi sebagai akibat adanya perbedaan ideologi/paham yang diyakini seseorang/kelompok dengan yang lainnya. Selanjutnya, berdasarkan pada penjelasan kelima tipelogi konflik tersebut lalu dikaitkan dengan kasus yang peneliti lakukan mengenai ISIS maka tipelogi konflik Intrastate, Arm (bersenjata), Teritorry (wilayah), serta Ideologi dapat digolongkan dalam berbagai tindakan ISIS. Dimana ISIS berkonflik tidak secara internal didalam satu negara saja melainkan antar negara dan melibatkan beberapa negara lainnya. Disamping itu, ISIS juga memiliki anggota yang besar dalam melakukan aksi mereka serta memiliki persenjataan yang cukup canggih dalam melawan pasukan pemerintah Irak dan Suriah serta pasukan koalisi dalam mewujudkan tujuan mereka mendirikan negara Islam. Tidak hanya itu, dalam melakukan segala aksi mereka, ISIS juga menerapkan ideologi dimana semua keputusan harus didasarkan kepada interpretasi garis keras syariah atau hukum Islam.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif case study untuk mengetahui secara rinci dan menyeluruh terhadap suatu kasus. Menggunakan data sekunder, dimana beberapa sumber data sekunder yang peneliti ambil yaitu dari bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer terdiri dari literatur-literatur yang berkaitan dengan komunitas internasional seperti negara, organisasi internasional, lembaga internasional, serta yang berkaitan dengan kelompok militan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah library research serta studi dokumenter. Teknik analisis yang digunakan adalah pendekatan data Kualitatif Metode Ilustratif dimana pendekatan ini menerapkan teori dalam suatu kasus. Selain itu pendekatan kualitatif yang digunakan berwujud uraian terperinci, kutipan langsung, serta dokumentasi kasus berkaitan masalah upaya komunitas internasional dalam mengatasi ancaman ISIS. Hasil Penelitian ISIS berkembang sebagai kelompok radikal dengan mengatasnamakan agama dan memiliki tujuan untuk membangun satu kesatuan negara Islam di kawasan Timur Tengah khususnya di Irak dan Suriah. ISIS melakukan kekerasan untuk mencapai tujuannya tersebut. Lebih lanjut, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh ISIS menjadi ketakutan bagi negara-negara tidak hanya di sekitar kawasan Timur Tengah melainkan juga negara-negara lain yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Lebih dari itu, ISIS juga menjadi perhatian penting bagi negara-negara barat karena pengaruhnya dikhawatirkan dapat menyebabkan ketertarikan terhadap masyarakat untuk ikut bergabung dengan kelompok radikal tersebut. Berbagai negara yang khawatir tersebut menggangap ISIS sebagai ancaman yang sangat serius bagi keamanan internasional sehingga diperlukan upaya untuk mencegah serta mengatasi berbagai ancamannya tersebut (www.washingtonpost.com, diakses pada tanggal 15 November 2015). Konflik yang terjadi antara pemerintah Irak dan Suriah melawan kelompok radikal ISIS dapat dikategorikan sebagai konflik kekerasan (violence). Dimana pada konflik yang menimbulkan kekerasan tersebut muncul sebagai akibat adanya pandangan yang
393
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
berlawanan mengenai suatu hal dengan disertai sikap yang saling bermusuhan. Hal ini terlihat dalam kasus yang terjadi antara Pemerintah Irak dan Suriah terhadap ISIS. Pihak-pihak yang berkonflik tersebut memiliki pandangan serta tujuan yang berbeda sehingga akhirnya menimbulkan konflik yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk menghentikan tindakan kelompok radikal tersebut. Sebagaimana yang tercantum dalam Responsibility to Protect (R2P). R2P sendiri merupakan suatu norma keamanan internasional yang dibentuk oleh anggota-anggota PBB pada tahun 2005 dengan tujuan untuk mencegah serta menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan, aksi genosida, kejahatan perang, dan pemusnahan terhadap suatu etnis tertentu. Adapun isi yang tercantum di dalam R2P sendiri adalah bahwa setiap negara wajib untuk melindungi rakyatnya dari tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, genosida, dan pemusnahan etnis. Dimana komunitas internasional bersepakat untuk mengambil tindakan secara kolektif atau bersama apabila terdapat suatu negara yang dianggap gagal dalam melindungi rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut. Akan tetapi, R2P tersebut tidak kemudian memberikan hak bagi negara-negara lain untuk melakukan intervensi terhadap negara yang mengalami masalah kemanusiaan, melainkan lebih kepada penegasan sebagai dasar kesepakatan tanggung jawab negara dalam hal melindungi warganya dari terjadinya kejahatan kemanusiaan dan juga tanggung jawab bagi komunitas internasional untuk membantu negara tersebut mewujudkan hal tersebut. Apabila negara yang bersangkutan dianggap gagal maka komunitas internasional berhak untuk masuk dan turut serta menyelesaikan masalah yang ada. Secara spesifik upaya yang dilakukan komunitas internasional dalam menangani ancaman, perilaku, serta tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ISIS yang ada di Irak dan Suriah melibatkan lebih dari 60 negara dari berbagai kawasan seperti Asia, Eropa, Amerika dan lan sebagainya. Dimana negara-negara tersebut memberikan dukungan baik secara militer maupun bantuan finansial terhadap para korban ISIS. Di sisi lain terdapat juga lembaga serta organisasi regional dan internasional seperti Uni Eropa yang ikut serta dalam usaha menghentikan tindakan kekerasan serta kekejaman kelompok radikal tersebut. Adapun beberapa upaya yang dilakukan oleh komunitas internasional dalam melawan dan menghancurkan ISIS yaitu: Melakukan Operasi Militer Gabungan Terhadap ISIS di Irak dan Suriah (Military Campaign) Sejak bulan Agustus tahun 2014 Amerika Serikat mulai merencanakan serangkaian operasi militer terhadap kelompok radikal ISIS di Irak dan Suriah. Pada pertemuan NATO di Wales tanggal 4-5 September tahun 2014, Amerika Serikat mendorong negara-negara anggota untuk membentuk formasi koalisi untuk ikut bergabung dalam rencana serangan terhadap ISIS. Terdapat sembilan aliansi NATO yang terdiri dari Australia, Denmark, Italia, Inggris, Jerman, Perancis, Kanada, Turki, serta Polandia yang akhirnya bergabung dalam rencana operasi militer yang di prakarsai oleh Amerika Serikat tersebut. Selanjutnya, pada bulan September tahun 2014, presiden Amerika Serikat, Barrack Obama secara tegas menyatakan keseriusan untuk melakukan upaya operasi militer guna menghentikan berbagai aksi ancaman, perilaku, serta tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pasukan kelompok radikal ISIS. Lebih lanjut, Amerika Serikat secara aktif memimpin pasukan koalisi
394
Upaya Komunitas Internasional Mengatasi Ancaman ISIS (Winaryoko Zulkarnaen)
internasional untuk melancarkan aksi serangan militer dengan mengakomodir segala peralatan serta persenjataan kepada pasukan militer yang berada di Irak dan Suriah. Pasukan koalisi internasional lebih banyak menggunakan serangan ke pasukan ISIS melalui udara, kendaraan tempur tanpa awak, serta meluncurkan rudal penjelajah untuk melakukan lebih dari 2.000 serangan terhadap pasukan kelompok radikal tersebut di Irak dan Suriah. Fokus utama pasukan koalisi internasional tersebut ialah untuk menghentikan serta melumpuhkan kekuatan pasukan ISIS serta mengurangi ancaman kelompok tersebut. Secara umum, berdasarkan data Pusat Komando Amerika Serikat (US Central Command), pasukan militer Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Yordania, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat melakukan serangan terhadap ISIS di wilayah Irak, sedangkan pasukan militer Bahrain, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab melakukan serangan terhadap pasukan ISIS di Suriah. Selain berkontribusi dalam melakukan serangan kepada kelompok ISIS, pasukan koalisi internasional juga melakukan program pelatihan kepada pasukan Irak. Dimana sebelumnya pasukan koalisi internasional telah membentuk kesepakatan kerjasama dengan pemerintah Irak dalam hal melakukan pelatihan dan kesiapan militer dengan mengirim sebanyak 1.500 personil pembina serta pelatih guna memperkuat para personil Pasukan Keamanan Irak atau Iraqi Security Forces (ISF). Pasukan koalisi internasional melaksanakan rencana Joint Iraqi Coalition yang bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada 12 brigade pasukan Irak dengan total jumlah keseluruhan mencapai 25.000 personil. Selanjutnya, pada bulan Juni tahun 2015 sekitar 3.100 personil pasukan militer Amerika Serikat bekerjasama dengan Pasukan Keamanam Irak dikerahkan untuk menggempur pertahanan kelompok radikal ISIS. Lebih lanjut, selain melakukan pelatihan pasukan koalisi internasional juga menyediakan perlengkapan persenjataan dan amunisi kepada personil Pasukan Keamanan Irak. Sampai dengan bulan Februari 2015, Pemerintah Amerika Serikat telah mengeluarkan dana dengan total nilai 500 juta dollar untuk pengadaan 250 unit kendaraan lapis baja untuk pasukan militer yang bertugas di Irak dan Suriah. Ditambah lagi dengan dana senilai 3 juta dollar untuk persenjataan dan prasarana kendaraan tempur yang meliputi 5.000 rudal udara, tank, humvee, dan lain sebagainya. Di sisi lain, organisasi regional seperti Uni Eropa juga berkomitmen untuk memberikan bantuan aliran pendanaan kepada kelompok pasukan militer dalam menghadapi kelompok radikal ISIS. Hal tersebut merupakan kontribusi yang dilakukan oleh Uni Eropa melalui sektor finansial. Berdasarkan laporan kedutaan besar Amerika Serikat yang berada di Irak menyatakan bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2015 lebih dari 6.000 anggota ISIS tewas di Suriah dan Irak serta lebih dari 1.000 kendaraan tempur kelompok radikal tersebut hancur di Irak akibat serangan pasukan militer koalisi internasional. Menghancurkan Sumber Pendanaan ISIS (Disrupting ISIS Revenue Streams) Seluruh kelompok atau organisasi radikal akan selalu membutuhkan pendanaan dalam melakukan berbagai aksi-aksi ancaman, perilaku, serta tindakan mereka. Begitu juga dengan kelompok radikal ISIS. Dimana berdasarkan pada laporan dari lembaga Financial Action Task Force (FATF) menyatakan bahwa pendanaan yang digunakan oleh kelompok radikal tersebut didapatkan melalui pencaplokan atau okupasi terhadap suatu wilayah (www.fath-gafi.org, diakses pada tanggal 17 November 2015). Dimana kemudian di dalam wilayah yang dicaplok tersebut
395
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
kelompok ISIS melakukan aksi penjarahan serta pemerasan terhadap pihak perbankan, menguasai ladang serta kilang minyak, merampok aset-aset ekonomi berharga, memungut pajak secara paksa terhadap masyarakat sipil, melakukan penculikan yang disertai tebusan, dan aksi-aksi kekerasan lainnya. Oleh karena itu, dengan cara membongkar, mencegah, serta menghancurkan jaringan pendanaan ISIS merupakan suatu cara yang sangat tepat untuk mengatasi ancaman serta mengalahkan kelompok radikal tersebut. Dimana tanpa adanya sumber-sumber pendanaan tersebut tentu akan membuat kemampuan serta aktivitas kelompok-kelompok radikal seperti ISIS dapat di minimalisir. Di sisi lain, dengan menghentikan aliran dana yang masuk kepada ISIS juga akan membatasi kelompok radikal tersebut dalam melancarkan serangan, sebab hal tersebut akan meningkatkan biaya operasional. Selanjutnya, langkah lain yang dilakukan oleh pasukan koalisi internasional adalah berupaya untuk memutus dan menutup segala akses aliran dana yang masuk kepada kelompok radikal ISIS baik secara regional dan internasional. Pasukan koalisi internasional berusaha untuk mengidentifikasi pihak-pihak atau jaringan tersembunyi yang berkontribusi dalam hal memberikan dukungan serta bantuan penyaluran dana terhadap kelompok radikal tersebut. Lebih lanjut, mengutip dari Dewan Sekretaris PBB Ban Ki Moon pada bulan September tahun 2014 lalu telah mengeluarkan resolusi 2178 dan 2199 dimana di dalam resolusi tersebut berisi mengenai seruan untuk melakukan perlawanan terhadap kelompok-kelompok radikal khususnya pasukan kelompok radikal ISIS. Akan tetapi, sebelum resolusi tersebut dikeluarkan oleh PBB sudah sejak bulan Agustus tahun 2014, pasukan militer Amerika Serikat telah melakukan serangan terhadap ISIS. Dimana serangan yang dilakukan tersebut menargetkan fasilitas-fasilitas minyak yang dikuasai oleh kelompok radikal tersebut. Kemudian sampai dengan bulan Januari tahun 2015 berdasarkan data dari Sekretaris Negara Amerika Serikat, John Kerry menyatakan bahwa pasukan militer Amerika Serikat dan koalisi telah menghancurkan setidaknya 200 fasilitas minyak dan gas yang digunakan oleh kelompok radikal ISIS. Dimana hal tersebut tentu mengakibatkan kerugian terhadap ISIS karena fasilitas migas yang dihancurkan tersebut merupakan salah satu sumber dana yang mereka miliki. Selanjutnya, mengenai upaya lanjutan yang dilakukan oleh pasukan koalisi internasional yaitu melakukan kerjasama serta berkoordinasi bersama dengan otoritas pemerintah Irak guna membatasi serta menutup segala ruang akses kelompok radikal ISIS menuju sistem finansial. Selain itu, pasukan koalisi internasional dan pemerintah Irak mencoba untuk mengamati pergerakan kelompok tersebut. Selain itu juga, pasukan koalisi internasional bersama dengan kantor pusat perbankan yang berada di kota-kota di Irak beserta komunitas keuangan internasional berusaha mencegah serta menghentikan tindakan ISIS yang menggunakan bank-bank lokal yang berada di bawah kontrol mereka sebagai sumber dana. Di sisi lain, Pemerintah Amerika Serikat menyatakan secara tegas mengenai penjatuhkan atau pemberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak dari luar yang berusaha mendukung keberadaan, perilaku, serta tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal ISIS. Resolusi Dewan Sekretaris PBB 2199 yang dikeluarkan pada bulan Februari tahun 2015 berisi mengenai kecaman terhadap segala bentuk keterlibatan perdagangan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, khususnya dalam hal minyak dan gas dengan kelompok radikal ISIS. Resolusi tersebut juga menjadi penegasan serta penguatan terhadap resolusi-resolusi yang sudah ada sebelumnya.
396
Upaya Komunitas Internasional Mengatasi Ancaman ISIS (Winaryoko Zulkarnaen)
Mencegah Rekrutmen Anggota ISIS Dari Luar Negeri (Disrupting The Flow of Foreign Fighters) Diperkirakan pada tahun 2014 terdapat jumlah sekitar 7.000 sampai dengan 10.000 pejuang asing yang berasal dari 80 negara yang ikut bergabung dengan kelompok radikal ISIS di Irak dan Suriah. Sampai dengan tahun 2015 sekarang ISIS berkembang menjadi salah satu kelompok radikal berasas Islam yang populer dan menarik perhatian bagi para pejuang asing tersebut. Organisasi seperti Uni Eropa memperkirakan ada sekitar 2.000 lebih masyarakat sipil Eropa yang bergabung ke dalam kelompok-kelompok ekstrimis radikal, terutama ISIS. Hal tersebut yang kemudian menjadi perhatian secara khusus bagi pihak pasukan koalisi internasional dikarenakan dengan semakin banyaknya pejuang asing yang terus bergabung ke dalam kelompok-kelompok radikal seperti ISIS tentu akan menjadi ancaman besar dan sangat serius bagi masyarakat tidak hanya di kawasan Timur Tengah, melainkan dunia internasional. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk mengatasi hal tersebut. Lebih lanjut, Departemen Kenegaraan Amerika Serikat melakukan upaya secara diplomatik serta intelejen dengan memperkuat hubungan kerjasama dengan berbagai negara agar dapat fokus berkodinasi satu dengan lainnya untuk melakukan pendataan warga negara mereka masing-masing saat melakukan perjalanan ke luar negeri, terutama ke kawasan Timur Tengah. Negara-negara tersebut di harapkan dapat mengetahui warga negara mereka darimana berasal, dimana akan transit, serta dimana akan kembali. Hal tersebut penting untuk dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan guna menekan arus masuk para pejuang asing datang ke Irak dan Suriah dengan tujuan bergabung dengan kelompok radikal ISIS. Berkaitan dengan masalah pejuang asing tersebut Dewan Sekretaris PBB mengeluarkan resolusi yang berisi mengenai pengenaan sanksi internasional terhadap pihak-pihak yang tidak melakukan pencegahan masuknya pejuang asing ke Irak dan Suriah untuk bergabung ke ISIS, serta mengenakan sanksi terhadap pihak-pihak yang melakukan pembiayaan kepada kelompok radikal tersebut. Resolusi PBB 2170 yang dikeluarkan pada bulan Agustus tahun 2014 berisi menyerukan kepada negara-negara anggota untuk mengambil langkah nasional guna menekan aliran masuk para pejuang asing serta memberikan sanksi dan hukuman kepada mereka yang terlibat sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Lebih lanjut, resolusi PBB 2178 yang dikeluarkan pada bulan September tahun 2014 mewajibkan negara-negara untuk konsisten serta mematuhi hukum internasional, untuk melakukan pencegahan rekrutmen masuk ke kelompok radikal seperti ISIS terhadap warga negaranya. Memberikan Bantuan dan Dukungan Kemanusiaan Korban ISIS (Humanitarian Support) Krisis kemanusiaan (Humanitarian Crisis) yang terjadi di Irak dan Suriah terus meningkat. Dengan adanya konflik yang terjadi antara pasukan pemerintah Irak dan Suriah beserta pasukan koalisi internasional dalam aksi melawan, menggempur, serta menghancurkan keberadaan kelompok radikal ISIS ternyata di sisi lain juga telah menyebabkan jutaan masyarakat sipil di kedua negara tersebut mengalami berbagai permasalahan. Banyak penduduk sipil yang harus kehilangan tempat tinggal mereka. Selain itu, banyak juga anak-anak di Irak dan Suriah yang terkena dampak secara langsung akibat adanya konflik serta kekerasan yang terjadi. Dimana anak-anak tersebut kehilangan hak-hak dasar mereka seperti pendidikan serta perlindungan,
397
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
ditambah dengan harus berjuang untuk mengatasi rasa ketakutan yang ditimbulkan akibat terjadinya konflik dan kekerasan tersebut. Masyarakat sipil di kedua negara tersebut mengalami ancaman keamanan yang meliputi kesejahteraan sosial, kehilangan perlindungan HAM, serta masalah-masalah dalam bidang politik, sosial, serta ekonomi. Oleh karena itu, hal tersebut layak mendapatkan perhatian yang sangat serius oleh masyarakat internasional. Sebagaimana yang tercantum dalam prinsip-prinsip pemikiran English School yang pluralis dan solidaris yang memberikan pandangan lain tentang isu kemanusian. Pemikiran pluralis memang menganggap negara adalah aktor penting dalam mengurusi urusan politik dan hukum, akan tetapi karena didalam prinsip English School terdapat prinsip solidaris maka hal tersebut dapat menyatukan aktor negara dan non-negara yang mengarah kepada hak-hak individual dan aktivitas kemanusiaan. Dimana solidaris mengaburkan batas negara dan komunitas non-negara terkait isu kemanusiaan. Oleh karena itu apabila terjadi konflik di suatu negara, maka masyarakat yang menjadi korbannya berhak untuk mendapatkan perlindungan keamanan baik dari pemerintah negara yang mengalami konflik itu sendiri atau dari pihak-pihak lain seperti lembaga maupun organisasi internasional. Perlindungan yang diberikan dapat berupa bahan pangan, peralatan kesehatan agar terhindar dari berbagai macam penyakit, perlindungan dari tindakan ancaman serta kekerasan dan seterusnya. Berdasarkan pada beberapa upaya yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa posisi atau peran komunitas internasional (International Society) dalam konflik yang terjadi antara ISIS dengan pemerintah Irak dan Suriah menjadi begitu penting. Hal itu mengindikasikan bahwa komunitas internasional dinilai dapat menciptakan keamanan dan penyelesian terhadap masalah konflik di kedua negara tersebut dengan cara melakukan usaha-usaha untuk menghentikan ancaman, perilaku, serta tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasukan kelompok radikal ISIS. Sebagaimana yang tercantum dalam hukum internasional (International Law) yang berisi bahwa setiap negara berhak terhadap kedaulatan yang sama, sederajat tanpa adanya pemerintahan lain atas negara-negara yang bedaulat tersebut (tindakan anarki). Dimana komunitas internasional secara tegas menekankan bahwa kedaulatan negara merupakan hal yang utama dan penting. Oleh karena itu, dengan adanya konflik yang terjadi antara ISIS dengan pemerintah Irak dan Suriah, komunitas internasional berusaha untuk mencegah, mengempur, serta mengentikan aksi-aksi ISIS guna menegakkan nilai-nilai hak asasi manusia demi terciptanya suatu perdamaian, ketertiban, dan keadilan tidak hanya di kedua negara tersebut melainkan juga untuk dunia internasional. Secara jelas intervensi yang dilakukan oleh komunitas internasional terhadap permasalahan konflik di Irak dan Suriah dalam melawan ISIS bukan merupakan suatu bentuk kekeliruan akan tetapi lebih kepada tanggung jawab dan rasa solidarisme. Karena apabila intervensi tersebut tidak dilakukan maka akan terjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar bagi pemerintah dan masyarakat Irak dan Suriah sendiri.
398
Upaya Komunitas Internasional Mengatasi Ancaman ISIS (Winaryoko Zulkarnaen)
Kesimpulan Kemunculan kelompok radikal ISIS yang mengatasnamakan agama dalam tujuannya mendirikan negara Islam telah menyebabkan ancaman serius bagi masyarakat internasional. Berbagai ancaman, perilaku dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal tersebut telah mengakibatkan penderitaan serta kerugian yang besar. Krisis kemanusiaan terjadi terhadap jutaan masyarakat sipil yang menjadi korban di Irak dan Suriah dimana mereka harus meninggalkan kedua negara untuk mengungsi atau mencari suaka ke negara lain yang lebih aman. Oleh karena permasalahan tersebut, dibutuhkan upaya serius dalam mengatasi ancaman kelompok radikal ISIS. Segala bentuk upaya baik serangan, pemblokiran dana, pencegahan rekrutmen terhadap pejuang asing ke dalam kelompok ISIS, serta dukungan dan bantuan kepada para korban ISIS telah dilakukan oleh komunitas internasional yang terdiri dari banyak negara dan didukung oleh lembaga-lembaga internasional. Berbagai upaya tersebut menunjukkan hasil yang positif dalam mengurangi serta menekan aksi-aksi serta pengaruh kelompok radikal tersebut tidak hanya di Irak dan Suriah tetapi juga internasional. Walau masih terdapat pihak-pihak yang mendukung keberadaan ISIS tidak membuat pasukan koalisi internasional koalisi berhenti menggempur serta menghancurkan berbagai hal yang berkaitan denga kelompok radikal itu. Mulai dari basis-basis pertahanan, peralatan militer, tempat pelatihan, dan lain sebagainya. Daftar Pustaka Buku Bajpai, K. 2000. Human Security: Concept and Measurement, Kroc Institute Occasional paper. New Delhi: School for International Studies Jawaharlal Nehru Universities. 3 Dunne, Tim. 2007. The English School dalamInternational Theories.London: Oxford University Press. 127-147
Relations
Suginami, Hidemi. 2011. The English School of International Relations, A Contemporary Reassessment. London: Cambridge University Press. Linklater, Andrew. 2005. Theory of International Relations: Critical Theory, 3rd edition. New York: Palgrave Camillan Syafa’at, Muchamad Ali. 2003. Tindak Pidana Teror Belenggu Baru bagi Kebebasan dalam terrorism, definisi, aksi dan regulasi. Jakarta: Imparsial Scholte, Jan Aart. 2001. The Globalization of World Politics in Baylis John&Smith Steve (eds.) The Globalization of World Politics 2nd edition. London: Oxford University Press. 13-54 Suginami, Hidemi. 2011. The English School of International Relations, A Contemporary Reassessment. London: Cambridge University Press. Wardhani, B. 2014. Teori Hubungan Internasional SOH201: English School of Thoughts. Surabaya: Universitas Airlangga
399
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 389-400
Internet BBC. “Pesawat Koalisi Gempur Kilang Minyak ISIS” tersedia http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/09/140928_isis_koalisibom. diakses pada 29 September 2014 BBC.
di
“Daula Islamiyah Bantai Warga Yazidi” tersedia di www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/08/140816_pembantaian_yazidi.shtml diakses pada tanggal 7 September 2014
Republika. “ISIS bukan ancaman barat tapi Islam dan Timur Tengah” tersedia di http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/30/nb3jr8isis-bukan-ancaman-barat-tapi-islam-dan-timur-tengah diakses pada tanggal 1 Oktober 2014 Merdeka. “Ancaman ISIS bagi kawasan Timur Tengah” tersedia di http://www.merdeka.com/khas/ancaman-bagi-kawasan-isis-kian-mengancam1.html diakses pada tanggal 1 Oktober 2014 SITE Institute. “ISIS Spokesman Declares Caliphate, Rebrands Group as Islamic State” tersedia dihttps://news.siteintelgroup.com/Jihadist-News/isisspokesman-declares-caliphate-rebrands-group-as-islamic-state.html diakses pada tanggal 29 September 2014 Situs R2P. “International Coalition for The Responsibility to Protect” tersedia di http://www.responsibilitytoprotect.org/. diakses pada tanggal 15 Oktober 2014 Washington Post. “What the 60 plus members of the anti-Islamic State Coalition are doing” tersedia di www.washingtonpost.com/news/checkpoint/wp/2014/09/25/what-the-60members-of-the-anti-islamic-state-coalition-are-doing/ diakses pada tanggal 15 November 2015 The FATF Recommendations are recognised as the global anti-money laundering (AML) and counter-terrorist financing (CFT) standard. Website: www.fathgafi.org diakses pada tanggal 17 November 2015
400