UNSUR SUFISME DALAM JAMA’AH TABLIGH (Studi Kasus Jama’ah Tabligh di Kota Metro)
Mukhtar Hadi Dosen tetap Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro E-mail:
[email protected]
Abstract Submission of the people to God is limited by legal formal jurisprudence which is a set of procedures for worship. Though closeness to God can only be built with the submission, obedience and spiritual dialogue with God are needed. That is commonly practiced by Sufis and also perhaps by the Jama’ah Tabligh (JT). One of the teachings in the JT concept is to develop a simple lifestyle, full of modesty, moderation, also do not like to waste. Ushulul Dakwah has clearly illustrated that view by reducing four things namely: the time to eat and drink, sleep and rest period, a mosque and a time out to speak or perform activities in vain. Keywords: Sufisme, Jama’ah Tabligh
A. PENDAHULUAN Gejala-gejala kontemporer kehidupan keagamaan di tanah air seringkali dianggap sebagai gejala ”kebangkitan agama” yang ditandai dengan munculnya bentuk-bentuk baru ekspresi keberagamaan. Secara sederhana M. Mukhsin Jamil mengelompokkan bentuk-bentuk kebangkitan agama itu menjadi tiga jenis: Pertama, revitalisasi tradisionalisme (traditionalism revitalization) sebagaimana tercermin dari fenomena sufisme kota, maupun fundamentalisme dan radikalisme Islam. Kedua, gerakan spiritualitas pencarian (seeking spirituality) sebagaimana tercermin dari fenomena Salamullah pimpinan Lia Eden, Brahman Kumar dan Anand Ashram, al-Qiyadah al-Islamiyah, Ketiga, revitalisasi agama lokal (local religious revitalization) sebagaimana tampak dalam fenomena Sunda Wiwitan, Budho Tengger, Samin, dan SUBUD. Secara umum bahwa gejala kehidupan
174 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 agama di Indonesia menunjukkan adanya trend kontradiktif (contradictory trend) yaitu munculnya revitalisasi tradisi lama yang beriringan dengan munculnya gejala gerakan agama baru.1 Fenomena sosial keagamaan ini layak untuk dicermati, setidaknya dari beberapa perspektif. Yang pertama seiring dengan semangat demokratisasi dewasa ini banyak sekali organisasi atau kelompok keagamaan yang di masa orde baru terkesan tertutup atau tidak berani terbuka secara terangterangan atau bergerak di bawah permukaan, kini dimasa reformasi seperti sekarang ini berani tampil terbuka dan terang-terangan. Kedua, seiring dengan meningkatnya kesejahteraan dan pencapaian kemapanan di bidang ekonomi, serta desakan arus modernisasi dan globalisasi, berkembang pula trend organisasi keagamaan atau kelompok yang menawarkan semangat pendekatan diri kepada Allah, perbaikan moral dan akhlak, pensucian hati/diri atau apa yang disebut dengan trend tasawuf kota atau sufisme baru. Dan yang ketiga adalah munculnya gejala radikalisme atau fundamentalisme yang mengusung simbol-simbol agama, misalnya dalam fenomena FPI, bom syahid, formalisasi syari’at dan lain-lain. Dari sekian banyak organisasi dan kelompok keagamaan Islam sebagaimana disebutkan di atas, maka fenomena Jama’ah Tabligh atau yang disebut dengan Jaulah menarik untuk diteliti dan dikaji. Kelompok ini mampu menarik banyak orang dari berbagai lapisan dan strata sosial untuk bergabung di dalamnya. Gerakannya yang mengalir dan tidak mengambil sikap konfrontatif dengan kelompok Islam lainnya telah menarik minat banyak umat Islam untuk bergabung. Jama’ah Tabligh telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari kota besar dan kecil hingga ke perdesaan. Bahkan setiap tahun selalu mengadakan pertemuan akbar di Jakarta yang dipusatkan di daerah kebun Jeruk. Tersebar pula di beberapa Negara Asia, seperti di Malaysia, Singapura, India, Bangladesh, dan Pakistan. Tersebar pula di beberapa Negara Eropa serta Australia. Namun secara global pusatnya di Pakistan dan Bangladesh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang historis perkembangan Jama’ah Tabligh di Kota Metro. Selanjutnya untuk mengetahui karateristik, konsep ajaran dan pandangan keagamaan M. Mukhsin Jamil, Agama-Agama Baru di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
1
h. xiii
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 175 Jama’ah Tabligh. Dan yang terakhir untuk mengetahui unsur sufistik dalam pemikiran dan pandangan keagamaan Jama’ah Tabligh. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan informan kunci tokoh-tokoh dan pengikut Jama’ah Tabligh di Kota Metro. Data penelitian dikumpulkan dengan observasi, indept interviu dengan pola snow ball dan dokumentasi. Proses analisis data penelitian dilakukan dengan tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
B. KAJIAN TEORI 1. Sejarah Singkat Jama’ah Tabligh Secara bahasa Jama’ah Tabligh (JT) berarti ”kelompok penyampai”. Ini adalah sebuah kelompok gerakan transnasional dakwah Islam yang didirikan tahun 1926 oleh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawi di India, tepatnya di daerah Mewat, sebuah provinsi di India.2 Kelompok ini bergerak dari mulai kalangan bawah, kemudian juga merangkul seluruh masyarakat muslim tanpa memandang tingkatan sosial dan ekonominya dalam mendekatkan diri kepada ajaran sebagaimana yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW. Nama JT hanyalah merupakan sebutan bagi mereka yang sering menyampaikan dakwah di kalangan umat Islam. Usaha ini sebenarnya tidak mempunyai nama, tetapi cukup disebut Islam saja, tidak ada yang lain. Pendiri JT, Muhammad Ilyas bahkan mengatakan seandainya aku harus memberi nama pada usaha ini maka akan aku beri nama ”gerakan iman”. Ilham untuk mengabdikan hidupnya secara total hanya untuk Islam terjadi ketika Muhammad Ilyas melangsungkan ibadah haji keduanya di Hijaz tahun 1926. Muhammad Ilyas menyerukan slogannya: ”Aye Musalmano ! Musalman Bano” (dalam bahasa Urdu) yang artinya Wahai umat Islam ! Jadilah Muslim yang kaffah. JT sebenarnya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tetapi gerakan muslim yang berusaha untuk menjadi muslim yang menjalankan agamanya, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal-usul mazhab atau aliran pengikutnya.
2
Departemen Agama RI, Faham-Faham Keagamaan Aktual Dalam Komunitas Masyarakat Islam, Kristen dan Hindu di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat, 2008) .
176 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Karena itu dalam JT tidak ada struktur hirarkhis organisasi atau struktur kepemimpinan sebagaimana yang ada dalam kelompok atau gerakan Islam lainnya. JT adalah sebuah jama’ah yang dakwahnya berpijak kepada penyampaian tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada tiap orang yang dapat dijangkau. Jama’ah ini menekankan kepada tiap pengikutnya agar meluangkan sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Termasuk di dalamnya juga tidak boleh mempermasalahkan persoalan khilafiyah atau perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan umat Islam. Jamaah ini mengklaim mereka tidak menerima donasi dana dari manapun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya. Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau Zumindaar. Banyak pengikut JT dari kalangan orang-orang penting dan ternama. Di kalangan politisi ada mantan presiden Pakistan Rafiq Tarar, Menteri kepala Sindh Dr. Arbab Ghulam Rahim, mantan Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, dan mantan Jenderal Pakistan Javed Nasir. Di kalangan olahragawan, ada Shahid Afridi, Saqlain Mushtaq, Mushtaq Ahmed, Mohammad Yousuf, Inzamam ul-Haq dan Seed Anwar. Penyanyi terkenal seperti Junaid Jamshed dan Abrar ul-Haq juga aktif dalam gerakan ini. Politisi Ijaz –Ul-Haq (anak dari Jenderal Zia ul-Haq) juga terlihat beberapa kali bersama JT.3 2. Organisasi an Keanggotaan Kebanyakan anggota JT merasa keberatan dan menolak jika merela disebut sebagai organisasi. Alasannya, menurut mereka aktivitas yang dilakukan itu merupakan usaha dakwah dan tabligh sebagaimana yang dijalankan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Target utama mereka adalah memakmurkan masjid di seluruh dunia dan mengajak setiap orang muslim menyadari kewajiban agama mereka. M. Imadudun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2005) 3
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 177 Selain itu, jaringan antar kelompok dalam Jama’ah Tabligh bercorak longgar, dalam arti tidak memiliki struktur yang ketat dan tidak memiliki hirarki vertikal dengan pertanggungjawaban organisasi yang jelas. Tidak ada pemilihan pimpinan untuk memenuhi struktur dalam periode tertentu. Karena itu mereka tidak memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi, tidak memiliki sistem kesekretariatan atau kebendaharaan yang baku, serta tidak memiliki sistem pengawasan organisasi yang standar. Oleh karena itu pula, Jama’ah Tabligh tidak terdaftar secara resmi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, sebagaimana lazimnya organisasi sosial keagamaan yang lain. Mereka juga tidak memerlukan izin penyelenggaraan setiap kali mengadakan kegiatan, karena menurut mereka kegiatan yang diselenggarakan itu bersifat informal bahkan bersifat personal. Meskipun demikian tidak berarti kelompok ini tidak memiliki hirarki kepemimpinan sama sekali. Penyelenggaraan dakwah yang melibatkan sejumlah orang secara bersama-sama dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tentu memerlukan pengaturan. Selain itu secara alamiah akan ada proses yang membedakan antara mereka yang telah lama terlibat dalam jama’ah dengan mereka yang masih baru bergabung. Maka, kendatipun sangat longgar, hierarki berdasarkan keilmuan (agama), senioritas dalam jam terbang dakwah atau khuruj atau jaulah, dapat ditemukan dalam JT. Struktur vertikal juga dikenal, meskipun sama longgarnya dengan hierarki kepemimpinan yang lebih bercorak keagamaan. Struktur itu bukan hanya terkait dengan keberadaan mereka di Indonesia, melainkan juga dengan jaringan internasional. Sifat organisasi yang longgar memungkinkan pengelolaan kegiatan yang lentur dan tidak permanen. Meskipun terdapat sejumlah istilah yang secara umum digunakan oleh jama’ah ini, seperti Markas (pusat), Zone (wilayah), Halaqah (tempat kumpul atau Mahallah (tempat berhenti), penggunaan istilah tersebut juga bersifat lentur, tanpa keharusan dan digunakan hanya untuk memudahkan penandaan koordinasi sejumlah aktifitas. Demikian pula dalam hal struktur kepengurusan, terdapat istilah yang umum digunakan di kalangan mereka. Misalnya ada yang disebut dengan Istiqbal yang berfungsi mengurus tamu-tamu luar daerah (atau luar negeri) yang sedang melakukan khuruj, ataupun masyarakat biasa yang berminat
178 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 mengikuti kegiatan yang diadakan di tingkat Markas. Jadi, bagian istiqbal ini dapat dikatakan sejenis protokoler. Ada juga bagian Tasykil, yang tugas utamanya adalah memantau perkembangan kelompok-kelompok dakwah di zone-zone dan mahallah-mahallah, mendaftar anggota baru, mengurus pembagian wilayah sasaran perjalanan dakwah, dan seterusnya. Selanjutnya ada bagian khidmat, yang terutama berfungsi untuk penyediaan dan penyiapan logistik, baik di Markas (pengaturan makan) maupun logistik untuk khuruj. Penunjukan seorang amir dilakukan secara musyawarah pada waktuwaktu yang telah disepakati bersama, misalnya pada setiap 40 hari sekali ketika satu kelompok akan melakukan khuruj selama 40 hari, atau tiga hari sekali ketika mereka melakukan khuruj tiga harian. Masing-masing berhak menunjuk menjadi amir berdasarkan hasil musywarah. Jamaah Tabligh mengenal cara-cara untuk merekrut anggota atau jamaah pemula. Pada awalnya mereka mendatangi masjid-masjid tertentu untuk ikut shalat berjamaah. Setelah itu mereka menetapkan salah satu diantara masjid tersebut yang akan dijadikan pusat kegiatan dakwah. Dari masjid inilah, mereka kemudian melakukan jaulah, yakni berkeliling ke rumah-rumah masyarakat yang ada di sekitar masjid untuk mengajak penghuninya memakmurkan masjid setempat. Waktu yang digunakan dalam jaulah kurang lebih selama dua setengah jam dan biasanya mereka lakukan setelah shalat ashar. Apabila diketahui ada anggota jamaah yang sakit, maka mereka akan segera menengok jamaah yang sakit itu, bila perlu ikut menanggung biaya pengobatannya. Apabila dalam proses jaulah itu mereka bertemu dengan seseorang, mereka juga akan mengajak orang tersebut (tanpa mempedulikan apakah penduduk setempat atau bukan) untuk memakmurkan masjid, mengikuti pengajianpengajian yang mereka lakukan serta bersama-sama mendiskusikan berbagai masalah agama dan kehidupan sehari-hari. Setelah proses awal dilewati, mereka menerapkan cara-cara selanjutnya agar jamaah pemula yang telah bergabung dalam kegiatan mereka, bersedia untuk mendukung kegiatan dakwah sebagai mubaligh. Setidaknya ada tiga tingkatan cara untuk mendorong seseorang untuk menjadi mubaligh, yaitu berdakwah keluar kampungnya sendiri (yang disebut dengan khuruj). Tingkat pertama disebut Tarhid, yakni promosi mengenai manfaat melakukan dakwah, baik untuk diri sendiri maupun
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 179 untuk masyarakat. Pada tingkat ini jamaah pemula belum dapat diajak menjadi partisipan dakwah di kampong lain. Tingkat kedua, Tasykil, yaitu ajakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah yang dilakukan bukan hanya di masjidnya sendiri, melainkan juga mengikuti pengajian yang dilakukan di tempat lain. Pada tingkatan ini telah muncul keinginan berdakwah keluar (khuruj) pada jamaah pemula tersebut, ia tidak akan begitu saja diluluskan keinginannya. Tingkatan ketiga disebut Tahayya, yaitu tawaran untuk mengikuti khuruj, mulai dari satu hari, tiga hari, empat puluh hari, dan seterusnya. Berbagai pertimbangan akan dilakukan dan didengar oleh para anggota senior, sebelum yang bersangkutan dinyatakan layak menerima dorongan tingkat ketiga ini dan mengikuti khuruj. Untuk mendapatkan anggota jamaah, maka beberapa ketentuan digariskan atau diperlukan beberapa ketentuan: kesatuan hati antara amir dengan makmur, makmur dengan makmur, jamaah gerak dengan karkun setempat, jamaah gerak dengan jamaah masjid, dan jamaah dengan masyarakat; hidupkan dengan amalan ijtimai : a) shalat berjamaah, b) musyawarah, c) ta’lim, d) jaulah, e) bayan, f) makan berjamaah, g) tidur, h) perjalanan; hidupkan lima amalan infiradi, diantaranya a) takbiratul ula dalam shalat berjamaah, b) shalat nawafil (sunat/tambahan), c) dzikir dan tilawah al-Qur’an minimal satu juz setiap hari, d) doa memohon hidayah, dan ;taat pada keputusan musywarah; hidupkan lima jaulah, yaitu : jaulah umumi, khususi, ta’limi, tasykili, dan usuli; akhirkan waktu untuk makan dan istirahat; semua amalan siang hari hanya 10%, tetapi amalan pada malam hari 90%; sambung rasa, kemudian ditentukan harinya untuk khuruj; ikram, membantu menyelesaikan masalahnya. Dengan pola rekruitmen seperti itu, maka secara garis besar, orangorang yang ikut dalam dakwah JT dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni maqami dan intiqali.Yang dimaksud dengan maqami (arti harfiahnya: tempat) adalah para anggota jamaah yang cukup meluangkan waktu saja untuk mengadakan musyawarah agama (sering disebut dengan istilah ta’lim) sekurang-kurangnya 2,5 jam setiap hari. Musyawarah tersebut dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga atau di masjid bersama masyarakat sekitar. Adapun yang dimaksud intiqali (arti harfiahnya : berpindah) adalah meluangkan waktu keluar berdakwah di jalan Allah (khuruj fi sabilillah) sekurang-kurangnya tiga hari dalam satu
180 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 bulan; atau sekurang-kurangnya 40 hari dalam satu tahun, atau sekurangkurangnya 4 bulan dalam seumur hidup. 3. Pemikiran dan pandangan keagamaan JT a. Khuruj dan Tabligh Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta’lim (membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur di masjid. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah illallah, taklim wata’lum, zikir dan ibadah, dan berkhidmad (melayani sesama muslim). Ada 4 hal lagi yang dikurangi: waktu tidur dan makan, keluar masjid dan boros. Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka juga mengadakan malam Ijtima’ (berkumpul), dimana dalam Ijtima’ akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj disana, dan juga ta’lim wa ta’alum. Khuruj sebagai kegiatan keluar untuk berdakwah dalam JT memiliki formula waktu bervariasi mulai dari 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari sampai 4 bulan. Khuruj dilakukan secara berkelompok, antara 10 hingga 15 orang. Mengunjungi daerah-daerah sesuai sasaran dakwah yang telah ditentukan. Begitu sampai di tempat sasaran dakwah mereka menyebar, keluar masuk kampung, pasar, dan warung-warung mengajak untuk shalat jama’ah ke masjid atau musholla, sambil tetap berdzikir kepada Allah. Biaya untuk mengongkosi aktivitas khuruj ditanggung secara mandiri oleh anggota JT. Uang yang digunakan untuk keperluan khuruj memang disisihkan dari penghasilan atau usaha untuk kepentingan dakwah. Sebelum khuruj keluarga di rumah terlebih dahulu dicukupi nafkahnya. Dengan demikian urusan keluarga tetap menjadi perhatian sebelum berangkat. Setiap orang yang khuruj terlebih dahulu harus memastikan diri apakah nafkah keluarganya selama ditinggalkan tercukupi dengan baik. Selain itu, pimpinan markas menugaskan seseorang untuk memonitor perkembangan keluarga mereka yang melakukan khuruj.
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 181 Setahun sekali, digelar ijtima’ umum di markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi mereka yang mampu diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India – Pakistan – Bangladesh /IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat untuk mempertebal iman mereka. Muktamar umat Islam dunia atau lebih dikenal dikalangan Jamaah tabligh dengan istilah “Ijtima’ Dunia” dalam bahasa Bangladesh disebut “Bishwa Ijtima”, merupakan acara tahunan rutin dari rangkaian program kegiatan dakwah Jamaah Tabligh. Program Ijtima berakhir ditandai dengan acara “Akheri Munajat” atau doa terakhir yang dipimpin oleh seorang Ulama Jamaah Tabligh. Pada dasarnya khuruj adalah realisasi dari kewajiban dakwah, yang memberikan penekanan pada pentingnya bertabligh (menyampaikan ajaran). Tabligh disini diartikan sebagai keluar di jalan Allah dan hukumnya wajib bagi setiap anggota. Beberapa pertimbangan rasional maupun tekstual dari Al-qur’an dan Hadits digunakan JT untuk mendasari kewajiban khuruj ini. Pertimbangan rasional yang mereka gunakan sehingga setiap muslim harus bertabligh, antara lain misalnya satu pemikiran bahwa pada umumnya orang-orang Islam menyerahkan tugas dak wah kepada para alim ulama saja. Padahal setiap muslim dan muslimat diperintahkan oleh Allah supaya mencegah manusia berbuat maksiat. Oleh karena itu, JT menyeru kepada setiap kaum muslimin supaya meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk bertabligh. Pertimbangan tekstualnya adalah merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut: 1) Al-Qur’an surat Fushillat ayat 33: “siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada agama Allah, dan mengajarkan amal yang shaleh dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”; 2) Al-Qur’an surat At-taubah ayat 1-2 : “ Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan berjuanglah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Andaikata yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, sehingga mereka akan bersumpah dengan
182 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 (nama) Allah : jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama denganmu..”; 3) Al-Qur’an surat Adzariyaat ayat 55: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu memberi manfaat bagi orang-orang yang beriman “; 4) Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 41: “Keluarlah (di jalan Allah) dalam keadaan ringan atau berat dan berjuanglah kamu dengan harta kamu dan diri kamu di jalan Allah, itu adalah lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui “; 5) Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107: “Dan tidaklah Kami mengutus Engkau (hai Muhammad) melainkan untuk membawa rahmat bagi manusia seluruh alam “; 6) Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda: “Sambunglah orang yang memutuskan hubungan denganmu, santunilah orang yang tidak menyantuni kamu, ampunilah orang yang berbuat dzalim kepadamu”. b. Asas Enam Sifat Dalam ajaran JT ada enam hal yang merupakan ajaran pokok atau utama yang disebut dengan 6 sifat, yaitu: Yakin terhadap kalimat Laa ilaaha ilallah Muhammadur Rasulullah, yang artinya adalah tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Laa illaha ilallah, maksudnya adalah mengeluarkan keyakinan pada makhluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah. Cara mendapatkannya adalah dengan mendakwahkan pentingnya iman, latihan dengan membentuk halakah iman dan berdoa kepada Allah agar diberi hakikat iman. Muhammadur Rasulullah, maksudnya adalah mengakui bahwa satusatunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup rasulullah SAW; Shalat Khusyu’ dan Khudu’. Artinya adalah shalat dengan konsentrasi batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan rasulullah. Maksudnya: membawa sifatsifat ketaatan kepada Allah dalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari; Ilmu Ma’adz Dzikir. Ilmu artinya semua petunjuk yang dating dari Allah melalui baginda Rasulullah. Dzikir artinya mengingat Allah sebagaimana agungnya Allah. Ilmu ma’adzikir sendiri maksudnya adalah melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan keAgungan Allah mengikuti cara Rasulullah; Ikramul Muslimin. Artinya
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 183 adalah memuliakan sesama muslim. Maksudnya menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa menuntut hak kita ditunaikannya; Tashihun Niyah. Artinya membersihkan niat. Maksudnya adalah membersihkan niat dalam beramal, semata-mata karena Allah. Cara mendapatkannya: dakwahkan pentingnya tashihun niyah, latihan dengan mengoreksi niat sebelum, saat dan setelah beramal, berdoa kepada Allah agar diberi hakikat tashihun niyah; Dakwah wat Tabligh. Dakwah artinya mengajak. Tabligh artinya menyampaikan. Maksudnya memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, dan waktu seperti yang diperintahkan Allah, menghidupkan agama pada diri sendiri dan manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka. Ajaran tentang enam sifat sebagaimana tersebut di atas adalah nilainilai penting yang menjadi esensi dari JT. Namun pencapaian enam sifat itu hanya akan dirasakan dan didapatkan jika seseorang mengikuti aktivitas utama JT, yaitu berkelana menebar rahmat atau apa yang disebut dengan khuruj fi sabilillah, dimana tujuan utama aktivitas ini adalah berdakwah mengajak ke jalan Allah. Di Indonesia, pusat dari aktivitas khuruj itu adalah di masjid tua Kebon Jeruk, Jakarta Selatan. Pada setiap tahun bahkan Kebon Jeruk dijadikan sebagai markas pertemuan nasional atau Ijtima’ nasional, dimana berkumpul seluruh anggota JT dari seluruh Indonesia. Masjid tua Kebon Jeruk itu seperti tidak pernah mati dari berbagai aktivitas. Ia selalu hidup dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Apalagi pada hari Kamis, sekitar 2000 laki-laki berkumpul di masjid yang didirikan tahun 1718 oleh seorang ulama dari negeri Cina ini. Mereka dengan khusyu mengikuti ceramah yang disampaikan seorang ustadz. Ada yang berpakaian koko warnawarni dan berkopiah haji putih. Kebanyakan memanjangkan jenggot dan mencukup kumis. Senuah ajaran yang diyakini sebagai sunnah Rasulullah. Mereka penuh dengan senyum dan menyapa akrab pada setiap orang. Mereka yang berkumpul di masjid tua itu berasal tidak hanya dari Jakarta, melainkan juga dari Jawa barat, Jawa Timur, Lampung dan daerah lainnya di Indonesia. Bahkan ada pula yang dari India, Pakistan, Malaysia dan Thailand. Umumnya mereka membawa tas-tas besar berisi pakaian dan perbekalan lainnya Aktivitas mereka selama dimasjid itu dapat digambarkan sebagai berikut:
184 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Pada setiap habis shalat ashar berjamaah diadakan pengajian yang disebut dengan takrir, yang berisi soal-soal agama yang muncul selama khuruj (dakwah keluar berkeliling/jaulah). Dilakukan pula evaluasi selama di lapangan, kemudian mendiskusikan bersama-sama. Usai shlat Maghrib seorang ustadz berdiri di mimbar, dan berkhutbah tentang pentingnya iman dan amal shaleh bagi setiap muslim. Bila sang ustadz mengutip hadits atau ayat Al-Qur’an berupa ancaman, serempak jama’ah berucap istighfar “astaghfirullahal’adzim”. Jika yang dikutip berupa kebesaran Allah serempak jamaah menyebut dengan tasbih “subhanallah”. Usai khutbah ada tasykil, yaitu tawaran khuruj secara berombongan. Lamanya dakwah yang ditawarkan bervariasi, mulai 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari sampai 4 bulan. “Ayo saudara-sudara kita dakwah, masya Allah, masya Allah. Allah yang akan menjaga anak, istri, keluarga dan harta kita,” katanya. Banyak jama’ah antusias menerima ajakan itu. Mereka lalu didaftar dan diseleksi oleh Ahli Syura. Hanya yang memenuhi syarat yang bisa khuruj. Rangkaian ibadah itu ditutup dengan shalat Isya’ berjamaah. Setelah itu jamaah mengisi waktu istirahat dengan berbagai cara. Ada yang berdiskusi dengan kelompoknya tentang persiapan keluar di hari esok atau bertukar pengalaman dengan peserta kelompok lain. Ada juga yang tidur-tiduran atau makan malam. Makannya memakai tempayan. Satu tempayan dikepung 4 – 5 orang. Cara makan berjamaah inipun ada tata caranya. Duduknya dengan cara melipat kaki kiri lalu diduduki dengan pantat, sementara kaki kanan ditekuk dengan posisi berdiri. Lalu makan bersama dengan jari tidak dengan menggunakan sendok, mengambil makanan dari sisi pinggir, baru kemudian ke tengah. Makanan tidak boleh ada yang tersisa, harus habis dan bersih, bahkan sisa makanan yang ada dijaripun harus dibersihkan dengan cara menjilatinya. Semua tata cara makan tersebut diakui berasal dari sunnah Nabi SAW. Pada tengah malam mereka bangun melaksanakan shalat tahajud. Setelah shalat subuh diadakan cermah kembali hingga matahari terbit. Setelah usai barulah mereka siap-siap untuk khuruj sesuai tujuan masingmasing kelompok. Begitu sampai di sasaran dakwah mereka menyebar, keluar masuk kampung, pasar, dan warung-warung, sambil tetap berdzikir kepada Allah.
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 185 Ada dua hal penting yang tidak boleh diperbincangkan selama tabligh, yaitu soal politik dan khilafiyah (perbedaan pendapat). Alasannya karena tujuan dakwah menyatukan umat. Sementara politik dan khilafiyah cenderung memecah belah umat. Meskipun begitu, dalam kehidupan sehari-hari pada anggota JT dibebaskan untuk mengikuti kegiatan politik yang menjadi pilihannya. Sementara organisasi Islam lainnya, mereka anggap sebagai kawan seperjuangan. c. Ushulul Dakwah Selain enam sifat sebagai tersebut, JT juga mengajarkan dua puluh Ushulul Dakwah (dasar-dasar dakwah) yang harus ditaati seorang juru dakwah ketika melaksanakan khuruj. Keduapuluh ushulul dakwah tersebut dapat dikatagorikan menjadi lima (5) kelompok sebagai berikut : (1) empat hal yang harus diperbanyak, meliputi: dakwah ilallah, ta’lum wa ta’lim (belajar dan mengajar agama), dzikir wal-ibadah, serta khidmah, (2) empat hal yang harus dijaga, meliputi : taat kepada pimpinan selama pimpinan taat kepada Allah dan Rasul, mendahulukan amal ijtima’i (kolektif) daripada amal infiradi (individual), menjunjung tinggi kehormatan masjid, memiliki perasaan sabar dan tahan uji, (3) empat hal yang harus dikurangi, meliputi : masa makan dan minum, masa tidur dan istirahat, masa keluar masjid, masa berbicara yang sia-sia, (4) empat hal yang harus ditinggalkan, meliputi : mengharapkan sesuatu selain dari Allah, meminta sesuatu selain kepada Allah, memakai barang orang lain tanpa seijin pemiliknya, serta mubadzir dan boros, (5) empat hal yang tidak boleh dilakukan, meliputi: tidak boleh membicarakan politik baik dalam maupun luar negeri, tidak boleh membicarakan masalah khilafiyah atau perbedaan pendapat dalam masalah agama, tidak boleh membicarakan masalah status sosial (derajat, pangkat, kedudukan) tetapi yang ada hanya tawakkal, tidak boleh memintaminta dana dan membicarakan aib masyarakat. d. Musyawarah dan Pola Hidup Islam sangat menekankan prinsip syura atau musyawarah. Karena itu bagi JT musyawarah dipandang sebagai suatu asas yang amat penting untuk ditegakkan dalam kehidupan manusia, terutama yang menyangkut kepentingan umat. Dengan musyawarah segala urusan dan persoalan yang berkaitan dengan hajat dan kepentingan umat dapat dipecahkan dengan
186 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 seksama dan bersama-sama. Musyawarah merupakan kegiatan yang mulia untuk menghasilkan kesepakatan dalam membahas suatu persoalan. Musyawarah yang dilakukan oleh kalangan JT adakalanya bersifat harian dan mingguan. Musyawarah harian dilakukan oleh khalaqahkhalaqah atau muhalah-muhalah di berbagai daerah. Khalaqah yang dimaksud adalah bagian dari wilayah Kotamadya yang terdiri dari beberapa muhalah. Sedangkan Muhalah merupakan bagian dari khalaqah sebagai tempat kegiatan usaha dakwah. Adapun musyawarah yang bersifat mingguan biasanya dilakukan oleh penanggungjawab (ahli syuro) tingkat Kotamadya dengan perwakilan khalaqah-khalaqah di masjid. Topik yang dibicarakan dalam kegiatan musyawarah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: Yang Pertama berkaitan dengan kesiapan jamaah yang akan bergerak. Dalam hal ini peserta musyawarah melaporkan siapa saja yang sudah siap untuk berangkat dan daerah mana saja yang akan menjadi tempat tujuan. Selain itu juga dilaporkan juga tentang nisab (batas waktu) yang disanggupi oleh calon jamaah, seperti 3 hari, 40 hari atau 4 bulan. Daerah sasaran usaha dakwah itu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu daerah negeri jauh, daerah negeri dekat, daerah negeri sedang, dan daerah dalam negeri. Termasuk juga dibicarakan dalam musyawarah adalah mengenai kesiapan dalam pembiayaan jamaah yang mau berdakwah. Kedua, yang dibicarakan dalam musyawarah adalah monitoring terhadap jamaah yang sedang keluar di jalan Allah. Segala aktivitas jamaah yang sedang khuruj dilaporkan dalam musyawarah. Laporan tersebut meliputi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh jamaah, seperti kekurangan biaya, jamaah yang sakit, atau kesulitan uang yang dihadapi keluarga jamaah yang sedang khuruj. Bila terjadi kesulitan yang berarti, maka penanggungjawab segera mengirim seseorang utusan untuk membantu kesulitan-kesulitan tersebut, hal seperti ini dinamakan nusroh, yakni membantu jamaah yang sedang bergerak keluar di jalan Allah yang akan melaksanakan usaha dakwah di daerah setempat. Ketiga, yang dibicarakan adalah masalahmasalah actual atau yang sedang terjadi. Adakalanya berkenaan dengan takaza ( jamaah yang bersiap diri akan bergerak untuk dakwah), jamaah yang baru bergerak, masalah program dakwah, masalah khidmah, dan masalah amal maqani, laporan jamaah yang sudah pulang ke markas; seperti kendala di lapangan, tanggapan masyarakat, simpatisan warga masyarakat. Dan yang Keempat, musyawarah membicarakan tentang siapa
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 187 saja yang bertugas untuk melaksanakan berbagai kewajiban. Biasanya dilakukan dalam ijtima’i mingguan. Petugas yang dimaksud merupakan tim yang terdiri atas petugas taqrir, petugas bayan maghrib, petugas ta’lim akhir, petugas bayan subuh. Selain itu selalu dimusyawarahkan pula tentang petugas tasykil, petugas bayan wabsi. Semua petugas tersebut bisa dipilih kembali dalam setiap ijtima mingguan. Hal ini tergantung kepada kesepakatan para peserta musyawarah. Selain musyawarah, mereka juga diharuskan mengikuti pola hidup sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat nabi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, cara berpakaian yang merupakan penjelmaan dari pakaian seorang muslim adalah memakai baju gamis atau baju kurung, dengan celana yang agak dinaikkan di atas mata kaki. Pakaian seperti ini diyakini sebagai pakaian yang sesuai dengan sunah Nabi SAW. Sedangkan dalam cara makan dan minum, mereka menerapkan apa yang mereka pandang sebagai cara makan dan minum menurut Islam. Dalam hal cara makan dan minum ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: cuci tangan di air yang mengalir, duduk di atas topang, makanan ditaruh di dalam satu nampan untuk sejumlah orang, mengambil makanan dari bagian pinggir nampan dan dimulai terlebih dahulu dengan tiga jari. Dalam hal cara tidur, anggota JT mempunyai bentuk tersendiri, yaitu membujur ke utara, dengan tangan dilipat sebagai bantal, dengan posisi miring dan kaki satu disilangkan atau dilipatkan ke kaki satu lainnya. Sebelum tidur diharuskan mengambil air wudlu, shalat 2 rekaat, membaca doa tidur, terus dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, An-Nas, ditiup-tiup di tangan dan diusapkan dikepala, muka dan badan, kecuali telapak kaki dan kemaluan. Memelihara jenggot merupakan gaya dan pola hidup lainnya yang dipahami sebagai sunnah Nabi SAW. Jenggot merupakan contoh yang diambil dari Nabi Musa, sedangkan kumis harus dipotong karena konon merupakan gaya hidup Fir’aun. Memakai jenggot merupakan anjuran Rasulullah SAW. Bagai JT memelihara jenggot adalah sunnah Nabi SAW yang dasar syari’atnya sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits Nabi, bahwa pada suatu hari ada seseorang yang menghadap Nabi, dan begitu ketemu dengannya Nabi tersenyum, Lalu keesokan harinya Nabi bertemu dengan orang ini kembali, maka Nabi kelihatan mukanya masam. Lalu sahabat itu bertanya apa gerangan penyebabnya,
188 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 maka Rasulullah menjelaskan bahwa Beliau kemarin tersenyum karena melihat banyak malaikat bergelantungan di jenggot sahabat itu, sementara sekarang jenggot itu sudah dicukur sehingga tidak ada lagi malaikat yang bergelantungan,maka Nabi kemudian menjadi masam mukanya. Dalam cara bergaul dan bertatakrama, anggota JT tidak mempersoalkan sama sekali mengenai status sosial, baik karena factor ekonomi, jabatan, atau kekuasaan. Mereka merasa sebagai satu saudara sesama muslim yang diikat oleh satu kesamaan yaitu sama-sama Islam dan yang membedakan hanya iman dan amal shalehnya. Karena semangat egalitarianisme seperti ini, maka anggota jamaah tabligh berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang. Ada yang berasal dari kalangan lapisan bawah, menengah dan ada yang berasal dari lapisan atas. Mereka menganjurkan pola hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan dan berpendapat bahwa harta benda yang dimililiki akan lebih baik jika seperempat bagiannya dipergunakan untuk berdakwah sebagai bekal di akhirat kelak. e. Fungsionalisasi Masjid Salah satu yang menjadi keprihatinan JT adalah sepinya masjid dari berbagai aktivitas shalat jamaah dan aktivitas dakwah. Mereka selalu menyampaikan bahwa kaum muslimin mampu membangun masjid-masjid besar dengan gaya dan arsitektur yang indah, namun di berbagai tempat masjid-masjid itu kelihatan sepi, aktivitas shalat jamaah terkadang ala kadarnya, bahkan ada yang tidak punya aktivitas shalat jamaah sama sekali, apalagi aktivitas dakwah dan keilmuan. Padahal, begitu pemikiran mereka, masjid-masjid di zaman Nabi dan sahabat selalu ramai dengan segala aktivitas tersebut. Bagi JT, masjid adalah pusat cahaya dan penerangan sumber ilmu pengetahuan. Setiap orang yang masuk masjid seharusnya dapat menimba ilmu-ilmu keislaman dan menjadi alim, karena disanalah seharusnya berbagai ilmu dipelajari. Di masjid pula ruh manusia disucikan melalui ibadah-ibadah berupa shalat, dzikrullah, doa dan membaca AlQur’an. Di dalamnya terdapat pendidikan akhlak bagi setiap jamaah. Banyak masjid yang sekarang ini dipandang tidak berfungsi seperti itu. Maka fungsionalisasi masjid sebagai pusat ibadah, ilmu pengetahuan dan pembentukan akhlak harus dibangkitkan kembali. Fungsi seperti itulah yang ingin diciptakan oleh JT di masjid-masjid yang dimakmurkannya, yaitu masjid-masjid atau mushalla yang pengurusnya bersedia menerima kegiatan JT. Agar setiap masjid yang dituju dakwah dapat makmur, maka
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 189 di masjid itu para juru dakwah diharapkan dapat menyelenggarakan lima program: pertama, pikir harian, yaitu musyawarah harian para anggota jamaah tentang berbagai hal dalam kehidupan mereka, termasuk soal pendidikan anak; kedua, Jaulah kesatu, yakni melaksanakan silaturrahmi dengan para penghuni rumah-rumah disekitar masjid, sekurangkurangnya dua setengah jam sehari; ketiga, Ta’lim, yakni pengajaran harian menyangkut fadha’il a’mal; keempat, Jaulah kedua, yaitu kunjungan silaturrahmi mingguan ke masjid-masjid terdekat untuk memakmurkan masjid tersebut; dan yang kelima, khuruj, yaitu berdakwah keluar, setidaknya tiga hari setiap bulan. 4. Jamaah Tabligh Di Kota Metro Tidak diketahui secara pasti sejak kapan Jamaah Tabligh diperkenalkan pertama kali di Kota Metro. Namun berdasarkan beberapa nara sumber, jamaah ini sudah ada di Kota Metro kira-kira sejak tahun 1978. Pertama kali diperkenalkan oleh seorang warga keturunan Pakistan, yaitu Imam Mustofa, dan pertama kali dikembangkan dengan mengambil markas di masjid Nurul Iman, Ganjar Agung. Masjid ini terletak kurang lebih 100 meter sebelum Lampu Merah Taman Makam Pahlawan, atau 100 meter setelah Rumah Sakit Mardiwaluyo Metro, jika dilihat dari pusat Kota Metro. Masjid Nurul Iman itu sampai sekarang masih dijadikan sebagai pusat aktivitas bagi Jamaah Tabligh. Awalnya hanya beberapa pengikut yang berpartisipasi dalam kegiatankegiatan JT di Nurul Iman tersebut. Ijtima’ mingguan pada Rabu malam Kamis adalah jadwal rutin yang dipilih untuk menggelar pertemuan. Dalam pertemuan itulah, Imam Mustofa yang kebetulan juga sebagai pedagang tembakau di pasar Kopindo Kota Metro memberikan bayan dan ta’lim memperkenalkan JT. Dia sendiri pula yang menyediakan hidangan berupa makanan yang akan disantap bersama oleh jamaah yang diwadahkan dalam nampan-nampan. Kegiatan makan berjamah ini merupakan salah satu ajaran yang menjadi pola hidup dari JT. Beberapa partisipan kemudian menjadi pengikut tetap, dan dari para pengikut tetap yang terekrut ini maka mereka menyampaikan dan mengajak kepada yang lainnya untuk hadir dalam pertemuan mingguan di masjid Nurul Iman. Disana mereka diperkenalkan beberapa kegiatan JT, seperti ta’lim, musyawarah dan ajakan untuk melakukan dakwah dengan cara
190 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 khuruj fi sabilillah. Lama kelamaan kemudian jumlah pengikut JT semakin banyak dan merata pada hampir mushollah dan masjid-masjid yang ada di Kota Metro, bahkan sampai di wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Pekalongan, Punggur, Batanghari, Way Jepara dan lain sebagainya. Jamaah Tabligh berhasil menarik anggota dari berbagai kalangan umat Islam di Kota Metro, dari Pegawai Negeri Sipil, Dokter, petani, buruh dan swasta. Gerakan JT yang mementingkan pada perbaikan diri dengan iman, ibadah dan amal shaleh, tidak menyentuh wilayah politik, dan tidak mempersoalkan khilafiyah rupanya menarik minat banyak kaum muslimin untuk masuk di dalamnya dengan menjadi bagian dari JT. Dengan demikian dilihat dari latar belakangnya, mereka yang menjadi anggota JT berasal dari berbagai organisasi Islam lain yang sudah ada. Mereka tadinya ada yang berlatar belakang Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah (ini memang agak jarang), atau kebanyakan tidak memiliki keterikatan yang kuat dengan beberapa organisasi Islam yang ada, kecuali kelihatan dalam hal amalan fiqihnya saja. Di JT orang merasa mendapatkan kenyamanan dan kenikmatan spiritual, karena disana tidak ada sekat-sekat duniawi, tidak ada perdebatan tentang mana amalan ibadah yang benar dan tidak benar, yang ada adalah kekeluargaan sebagai sesama muslim, peningkatan amal ibadah dan memperbaiki akhlak. Kondisi itulah barangkali yang membuat banyak orang merasa betah dan tertarik dengan Jamaah Tabligh. Sekarang ini JT di Kota Metro dinggap sebagai markas regional yang merupakan markas penting JT di berbagai tempat yang ada disekitar Kota Metro. Secara rutin mereka dikunjungi dan menerima tamu-tamu jaulah yang berasal dari berbagai tempat di tanah air, bahkan sangat sering berasal dari Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Singapura dan Thailand. Akibat dari perkembangan ini, sekarang mulai terbentuk markas-markas baru di masjid-masjid yang jamaahnya kebanyakan pengikut JT. Ciri khasnya terlihat pada kegiatan shalat jamaah selama lima waktu sehari, kegiatan ta’lim sehabis shalat maghrib atau subuh, juga hadirnya para tamu dari berbagai tempat yang sedang khuruj di markas-markas baru tersebut. Meskipun demikian markas utama masih menggunakan masjid Nurul Iman yang ada di Ganjar Agung. Dari Masjid inilah, kegiatan dakwah khuruj fisabilillah di gerakkan, baik yang bertujuan menyebar ke wilayah sekitar, ke beberapa propinsi bahkan yang akan berdakwah ke luar negeri, seperti ke Malaysia, Pakistan dan Bangladesh.
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 191
C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN 1. Tasawauf Dalam Islam Islam sebagai sebuah agama bila kita pilah-pilah terdiri dari beberapa aspek. Aspek pertama disebut dengan aspek akidah atau yang disebut dengan aspek theologi. Aspek pertama ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan persoalan keimanan, yaitu menyangkut kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT, kepercayaan akan Rasul-rasul utusan Allah – yang lebih spesifik lagi keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan utusan Allah. Termasuk dalam aspek ini adalah kepercayaan akan Al-qur’an sebagai firman Allah, Takdir, hari kiamat, surga, neraka, siksa kubur, hisab dan mizan, dan sebagainya. Aspek kedua disebut dengan aspek ibadah atau ritual, yakni hal-hal yang berkaitan dengan tatacara penyembahan atau pengabdian kepada Allah SWT. Di dalamnya diatur mengenai bagaimana tatacara shalat, puasa, haji, dzikir, membaca Qur’an. Ini adalah amalan-amalan praktis sebagai bentuk pengabdian kepada Allah yang diatur dengan pola-pola dan cara-cara tertentu yang telah digariskan dalam syari’at. Aspek ketiga adalah aspek akhlak atau ajaran-ajaran tentang moral dan etika. Aspek ini berkaitan dengan ajaran-ajaran baik dan buruk dalam berprilaku, sopan santun, cara berbicara yang baik, moralitas, dan lain sebagainya. Dalam konsep akhlak aspek ini berkaitan dengan akhlakul mahmudah dan akhlakul mazmumah, perilaku yang terpuji dan perilaku yang tercela. Ajaran tentang akhlak ini tidak hanya berkaitan dengan perilaku kesopanan yang tampak di luar, tetapi juga berkaitan dengan akhlak yang bersifat batiniah, seperti rendah hati, tulus ikhlas, tawakkal, jujur, suka berprasangka baik (husnudzhan), dan sebagainya. Aspek yang terakhir atau yang keempat adalah aspek mistik, yakni hal-hal yang berhubungan dengan tatacara manusia membangun hubungan dan berkomunikasi dengan Tuhannya, Allah SWT. Yang terakhir ini berkaitan dengan cara-cara pendekatan diri kepada Allah (taqarub ilallah) sehingga hati menjadi khusyu dan tentram, memperoleh kebahagiaan yang hakiki dan mendapat pengalaman spiritual yang mendalam. Aspek ini yang kemudian dalam perkembangan sejarah dan khazanah Islam disebut dengan Tasawuf. Aspek yang disebut dengan mistik ini sebenarnya mengalir dalam semua agama. Di dalam tradisi Islam mistisisme ini kemudian diistilahkan dengan tasawuf, atau ada yang menyebut dengan istilah mistisisme Islam.
192 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Orang barat menyebut sufisme. Tasawuf dalam Islam pernah berkembang secara pesat dengan ditandai munculnya kelompok sufi yang disebut dengan Thariqat. Di Indonesia, sampai hari ini kita masih menyaksikan adanya Thariqat Qadariyah dan Naqsyabandiah. Hal ini menunjukkan bahwa tasawuf sebenarnya bagian inhern dalam Islam yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keberagamaan. Di masa Rasulullah SAW, istilah yang disebut dengan tasawuf itu memang tidak ada, namun praktek atau cara hidup beragama sebagaimana dilakukan oleh para sufi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Karena itu para sufi selalu menganggap bahwa cara hidup yang mereka kembangkan adalah cara hidup Rasulullah dan juga cara hidup para sahabat Rasul. Mereka mencontoh dan menjadikan Nabi sebagai teladan dalam hal cara beribadahnya, pola dan gaya hidupnya, cara bertingkahlakunya dan usaha pendekatannya kepada Allah SWT. Dalam hal ibadah, misalnya, Rasulullah dikenal sebagai seorang yang ahli ibadah melebihi dari siapapun. Para istrinya menggambarkan, Beliau apabila malam hari menghabiskan waktunya untuk shalat, membaca Al-Qur’an dan berdzikir. Sampai-sampai lutut dan kaki beliau mengalami bengkak-bengkak karena terlalu banyak bersujud. Rasulullah orang yang paling sering lapar, karena jika beliau tidak menemukan makanan di meja makan, maka meneruskannya dengan berpuasa. Cara hidup Rasulullah dikenal sangat bersahaja, sampai-sampai Abu Bakar pernah terenyuh dan menangis karena melihat kamar tidur Rasulullah yang sangat sederhana, ia menyaksikan di kamar itu alas tempat tidur yang dilapisi pelepah daun kurma, satu helai baju yang menggantung. Lalu Abu Bakar menawarkan fasilitas yang lebih baik dari itu, namun Nabi menolak karena ia ingin menjadi orang yang paling banyak bersyukur. Rasulullah juga dikenal sebagai orang yang baik akhlaknya, baik dalam hal sifat-sifat atau kepribadiannya maupun akhlak yang ditunjukkannya ketika bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Dia orang yang gampang terenyuh melihat penderitaan orang lain, tutur katanya lembut, banyak tersenyum, sejak muda dikenal sebagai orang yang paling jujur (Al-Amin), beliau juga orang yang pertama kali menjenguk seseorang yang sakit, padahal orang yang sakit ini adalah orang yang dahulu paling memusuhinya. Banyak orang yang tertarik untuk masuk Islam karena keagungan dan kebaikan perilaku yang ditunjukkan dan dicontohkan Rasulullah SAW.
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 193 Pola dan gaya hidup yang ditunjukkan Rasulullah SAW tersebut kemudian juga diikuti oleh para sahabat terdekatnya. Para sahabatsahabat besar seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Salman Al-Farisi, Zaid bin Harits, dan lain sebagainya mengembangkan cara hidup yang tidak jauh berbeda dengan Rasulullah, yaitu dikenal sebagai ahli ibadah, banyak mendekatkan diri kepada Allah, berakhlakul karimah, dan bersahaja dalam hidup. Bahkan di masjid Nabawi ada satu komunitas yang banyak menghabiskan waktunya di masjid untuk beribadah, mengajarkan ilmu pengetahuan kepada jamaah, dan mengembangkan gaya hidup sederhana. Komunitas itu yang disebut dengan Ahlus Shuffah. Diantara mereka ada Abu Hurairah, Abu Dzar AlGhiffari, Ka’ab bin Malik al-Anshari, Salman Al-Farisi, Sa’id bin Amir bin Hadhi Al-Jumahi, dan lain-lain. Gambaran keberagamaan yang dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya itulah yang menjadi sumber inspirasi bagi praktek kehidupan sufi di kalangan umat Islam. Para sufi selalu menyandarkan bahwa praktek kehidupan beragamanya adalah praktek kehidupan Rasulullah dan juga para sahabat. Di samping itu, banyak ayat-ayat Al-qur’an dan Hadits Nabi yang menerangkan tentang pentingnya mendekatkan diri kepada Allah sehingga mencapai ma’rifatullah, pentingnya berperilaku sederhana, tidak berlebih-lebihan, sabar, jujur, ikhlas, tawakkal, qana’ah, memperbanyak ibadah dan berdzikir dan berakhlakul karimah. Semua itu adalah aspek ajaran Islam yang jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akan menampilkan wajah sosok seorang muslim yang bersahaja, ahli ibadah, dan mulia akhlaknya. Dalam tradisi klasik Islam, tasawuf telah melahirkan beberapa pemikir dan sufi besar sepanjang sejarah Islam. Mereka adalah Ibnu Arabi, Abu Hamid Al-Ghazali, Abu Yazid Al-Bustamy, Rabi’ah Al-Adawiyah, Ibnu Mansyur AL-Hallaj, Jalaludin Rumi, Syech Abdul Qadir Jaelany, dan lain sebagainya. Meskipun corak tasawuf yang dikembangkan oleh masing-masing mereka berbeda-beda, tetapi semangat mereka umumnya sama yaitu melakukan menjalin komunikasi yang mesra dengan Allah SWT melalui pendekatan diri kepada Allah, memperbanyak ibadah, dan menghiasi diri dengan akhlakul Karimah. Walaupun tasawuf sesungguhnya sudah cukup lama menjadi tradisi Islam bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam praktek
194 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 keagamaan Islam, namun kenyataannya banyak kalangan umat Islam yang menilai tasawuf adalah bagian Islam yang tidak terlalu penting, bahkan cenderung ”dimusuhi” atau dijauhi. Beberapa alasan sering dikemukkan diantaranya tasawuf dianggap tradisi yang tidak memiliki tempat dalam syari’at Islam, karena teks-teks Al-qur’an dan Hadits tidak satupun yang menyebutkan istilah tasawuf, apalagi Rasulullah di masanya juga tidak pernah menyebut dirinya sebagai seorang sufi. Alasan lainnya adalah praktek keagamaan para sufi seringkali dianggap menyimpang dari ajaran murni syari’at Islam. Dalam batas-batas tertentu sering dianggap bid’ah, syirik, bahkan zindik.4 Untuk tuduhan dua yang terakhir ini biasanya dikaitkan dengan praktek tasawuf falsafi semisal faham Ittihad (persatuan manusia dengan Tuhan), Hulul (reinkarnasi Tuhan dan tubuh manusia), wahdatul wujud, dan sebagainya. Beberapa alasan itulah yang menyebabkan umat Islam cenderung menghindari tasawuf, terkadang malah memusuhinya. Lebih lanjut hal itu menyebabkan banyak umat Islam yang tidak mengenal atau tidak akrab dengan tradisi tasawuf. Karena itu ketika ada organisasi keagamaan, gerakan keagamaan atau praktek kegamaan yang dekat dengan tradisi dan praktek tasawuf banyak yang kemudian tidak memahaminya atau mencurigainya sebagai paham dan aliran baru yang menyimpang. Dalam konteks ini JT salah satunya yang seringkali dianggap miring, dicurigai atau bahkan diusir ketika mereka melakukan usaha yang mereka sebut dengan usaha dakwah di beberapa tempat. 2. Tangis dan Air Mata Ketawadlu’an Dalam konsep sufi ada salah satu media atau jalan agar seseorang bisa dekat kepada Allah. Jalan yang dilakukan itu adalah dengan membangun dialog rohani atau komunikasi batiniyah antara manusia dengan Allah SWT. Dialog rohani itu dilakukan dalam satu jalan yang disebut dengan Munajat. Yang dimaksud dengan munajat adalah melaporkan segala aktivitas hidup yang kita alami dan rasakan kepada Allah SWT. Munajat itu biasanya dilakukan di tengah malam ketika semua orang sedang terlelap tidur, sehingga di tengah keheningan malam itu rohani manusia berdialog dengan Allah SWT. Khusyu’ dan rendah diri serta hati tunduk dengan penuh pengharapan adalah kunci penting ketika munajat itu dilakukan. Martin Van Bruinessen, 1998, Rakyat Kecil, Islam dan Politik, Bentang, Yogyakarta
4
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 195 Rasa rendah di hadapan Sang Pencipta, perasaan penuh dengan segala keterbatasan, penuh dengan kesalahan dan dosa, merasa kotor dihadapan Allah SWT, penyesalan yang mendalam dengan derai dan untaian air mata adalah pengiring ketika bermunajat kepada Allah SWT. Di kalangan sufi tangis dan air mata memiliki makna dan nilai penting sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Tangis dan air mata juga memancarkan simbol betapa manusia dihadapan Allah SWT tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebesaran dan kekuasan-Nya. Air mata juga sebagai simbol ketundukan, kepasarahan, penyesalan terhadap segala perbuatan salah yang pernah dilakukan, tidak hanya itu saja air mata juga simbol pengharapan akan kasih sayang dan kasih Allah SWT. Karena itu ia memiliki arti penting dalam praktek dan kehidupan para sufi. Suatu saat peneliti ikut hadir dan mengikuti secara seksama proses ijtima’ di markas regional. Salah seorang senior JT tampil kedepan dan hendak menyampaikan ta’lim. Sebagaimana biasanya dalam ta’lim, semua jamaah beringsut merapat mendekat ke penyampai ta’lim. Mendengar ta’lim sambil merapatkan duduk sampai bersentuhan pundak dengan pundak, kaki dengan kaki , adalah salah satu kosnep ajaran yang dilakukan di kalangan JT, sehingga karena rapatnya duduk mereka mengibaratkan andai saja ada daun yang jatuh, daun itu tidak akan sampai menyentuh tanah, tetapi akan jatuh di pundak atau paha jamaah. Seperti kebiasaan pula kitab yang dibaca dalam ta’lim itu adalah kitab Fadhilah yang pada saat itu adalah kitab Fadhilatus Shalat dan Kitab Hadits Riyadhus Shalihin. Semua jama’ah khusyu’ mendengar kalimat-kalimat yang dibaca dan meresapi pesan-pesan yang disampaikan oleh penta’lim. Jika yang membaca menyampaikan pesan kebesaran Allah, semua jamaah akan bertasbih (shubhanallah) dengan sedikit sambil menggumam, sedang jika yang disampaikan mengenai ancaman dan siksaan, para jamaah akan beristighfar (Astaghfirullahal ”adhim). Kalimat tasbih dan istighfar itu senantiasa keluar sepanjang ta’lim seiring dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh penta’lim. Namun juga tidak sedikit yang kemudian menangis terisak-isak dan tersedu-sedu begitu mendengar atau dibacakan kebesaran Allah, atau disampaikan pahala yang dijanjikan jika mengabdi kepada-Nya, atau pula mengenai ancaman dan siksa bagi siapa saja yang mengabaikan perintah dan larangan-Nya.
196 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Pada kesempatan itulah, ada satu dua orang yang terguncang-guncang dadanya karena menangis tersedu-sedu. Suasana ini kemudian membuat keadaan menjadi hening dan haru, penuh dengan ketawadhu’an dam ketundukan, lalu kemudian kawan-kawan sebelahnya menenangkan dengan memijit-mijit pundaknya sambil bertasbih. Kebiasaan memijit pundak kawan sebelah ketika ta’lim ini juga terjadi ketika ada yang tertidur ketika kecapaian mendengarkan ta’lim. Dengan penuh kasih sayang anggota yang satu memijit anggota lain yang sedang tertidur, suasana yang terbangun kemudian suasana kekeluargaan atau ukhuwah yang barangkali agak sukar kita temukan di tempat lain. Ketika usai ta’lim peneliti mencoba menanyakan mengapa tadi menangis, dengan tersenyum jamaah itu menyatakan bahwa ia adalah orang yang kecil di hadapan Allah SWT, penuh dengan keterbatasan, penuh salah dan dosa, serta amalan baiknya sangat sedikit sekali, sementara tidak ada satupun yang bisa menjamin masuk surga. Saya hanya berharap dengan penuh kesungguhan dan ketawadlu’an semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya sehingga dosa-dosa saya bisa terampuni dan amal ibadah saya yang sedikit ini bisa menolong untuk terbebas dari siksa api neraka. 3. Kesahajaan Dalam Hidup Salah satu konsep ajaran dalam JT adalah mengembangkan pola hidup sederhana, penuh dengan kesahajaan, tidak berlebih-lebihan, dan juga tidak suka pemborosan. Dalam Ushulul Dakwah pandangan itu jelas tergambar, yaitu ada empat hal yang harus dikurangi: mengurangi masa makan dan minum, masa tidur dan istirahat, masa keluar masjid dan masa berbicara atau melakukan kegiatan yang sia-sia. Mereka menganjurkan agar setiap orang yang memiliki kelebihan harta menyumbangkan seperempat hartanya untuk kepentingan dakwa Islam. Dalam tradisi tasawuf ada pula kecenderungan yang menganggap dunia adalah racun yang dapat menghambat pendekatan seorang hamba kepada Allah SWT. Gaya hidup sederhana adalah pakaian para sufi yang menjadi nadi dan nafas dalam usaha mencapai ma’rifatullah. Bahkan pada titik yang sangat ektrim banyak yang kemudian menyingkirkan kenikmatan duniawi sama sekali. Kondisi ini misalnya tergambar dalam konsep yang disebut dengan Faqir. Dalam pandangan sufi konsep faqir bukan hanya menahan untuk tidak tamak dengan duniawi tetapi sudah sampai pada
Unsur Sufisme dalam Jama’ah Tabligh..... 197 tingkat tidak membutuhkan duniawi. Pola hidup sederhana dalam hal berpakaian, makan, lemah lembut dalam berbicara, disamping itu juga masih juga memperbanyak ibadah fardlu dan sunnah, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya adalah kebiasaan hidup yang menjadi ajaran JT. Dalam kenyataan JT tidak pernah mengecam kehidupan duniawi, tidak pernah menganjurkan untuk meninggalkan duniawi sama sekali. Yang dianjurkan adalah meluangkan waktu sedikit untuk bertabligh dan memperbaiki diri. Selama bertabligh itulah kehidupan duniawi ditinggalkan, namun setelah itu mereka beraktivitas kembali dalam merengkuh dunia seperti sediakala. Dengan demikian JT bisa dikatakan sebagai penganut tawasuf yang dalam batas-batas yang longgar termasuk tasawuf yang berdamai dengan kehidupan modern. JT adalah tasawuf dalam arti neo-sufisme, yaitu sangat menganjurkan pola hidup sederhana, tidak rakus dengan duniawi, berusaha untuk tetap dekat kepada Allah tetapi juga aktif menekuni kehidupan duniawi.
D. SIMPULAN Kebanyakan orang awam melakukan ibadah hanya dianggap sebagai kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Orang merasa sudah melakukan tugas kewajibannya sebagai orang beragama karena sudah melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, dzikir, atau membaca AlQur’an. Namun agak jarang yang kemudian meresapi semua ibadah itu hingga masuk ke tulang sungsumnya atau ke dalam hati sanubarinya. Ketundukannya kepada Allah dibatasi oleh formalitas hukum fikih yang memang sekedar mengatur tata cara beribadah. Padahal Kedekatan kepada Allah hanya dapat dibangun dengan ketundukan, ketawadlu’an dan membangun dialog kerohanian dengan Allah SWT. Itulah kebiasaan yang dilakukan oleh para sufi dan juga barangkali oleh kalangan JT. Salah satu konsep ajaran dalam JT adalah mengembangkan pola hidup sederhana, penuh dengan kesahajaan, tidak berlebih-lebihan, juga tidak suka pemborosan. Dalam Uhusulul Dakwah pandangan itu jelas tergambar, yaitu ada empat hal yang harus dikurangi: mengurangi masa makan dan minum, masa tidur dan istirahat, masa keluar masjid dan masa berbicara atau melakukan kegiatan yang sia-sia. Pandangan tersebut jelasjelas memiliki kesamaan dengan pratek tasawuf dalam Islam.
198 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA Creswell, John.W, Research Design- Qualitative & Quantitative Approaches, KIK Press, Jakarta, 2002. Departemen Agama RI, Faham-Faham Keagamaan Aktual Dalam Komunitas Masyarakat Islam, Kristen dan Hindu di Indonesia, Badan Litbang dan Diklat, Jakarta, 2008 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1992. Hamka, Tasawuf Modern, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1994. Imdadun Rahmat,M, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2005. Martin Van Bruinessen, Rakyat Kecil, Islam dan Politik, Bentang, Yogyakarta, 1998. M. Mukhsin Jamil, Agama-Agama Baru di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Miles, Mathew B dan Huberman,A.Michael, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992. Metro Selayang Pandang, dalam www.metro.go.id. Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 1996. Wahid Bakhs Rabbani, Capt, Sufisme Islam, Sahara Publisher, Jakarta, 2004. Yunasril Ali, Membersihkan Tasawuf dari Syirik, Bid’ah dan Khurafat, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992.