, LAPORAN PENELITIAN HlBAH BERSAING
PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN PEREMPUAN KADER PARTAI OLEH PARTAI POLlTlK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KETERWAKILAN REREMPUAN D l LEMBAGA LEGlSLATlF DAERAH
Oleh :
--LZ..
.'-=
1 .
--llf-*-,
= .-,
~ r aAl . Rafni, MmSi NlDN 0012026808
Drs. suryanef, M-Si NlDN 0006066407
DlBlAYAl OLEH DlPA UNlVERSlTAS NEGERI PADANG SESUAI DENGAN SURAT PENUGASAN PELAKSANAAN PENELlTlAN DESENTRALISASI HlBAH BERSAING TA 2012 NOMOR : 087/UN35.2/PG/2012 TANGGAL 2 9 FEBRUARI 2012
UNlVERSlTAS NEGERI PADANG DESEMBER 2 0 12
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antara daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. DPRD mempunyai beberapa hak berikut : (1) interpelasi ; (2) angket ; dan (3) menyatakan pendapat. Sementara itu anggota DPRD mempunyai hak sebagai berikut ;
(I) mengajukan rancangan Peraturan Daerah ; (2) mengajukan pertanyaan ; (3) menyampaikan usul dan pendapat ; (4) memilih dan dipilih ; (5) membela diri ; (6) imunitas ; (7) protokoler ; dan (8) keuangan dan administratif (UU No.32 Tahun 2004 Pasal43 ayat 1 dan Pasal44). Sementara itu kewajiban anggota DPRD diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal45 yaitu : a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Tahun. 1945, dan mentaati segala peraturan perundang-undangan. b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan NKRI. d. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan daerah. e. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
f. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
g. Memberikan pertanggung jawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya. h. Mentaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpahljanji anggota DPRD, menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Untuk itu anggota DPRD harus memahami etika politik dan etika pemerintahan sebagai refleksi dan sistem norma. Bila dilihat lebih lanjut DPRD terdiri dari alat kelengkapan dan fraksi-fraksi. Alat kelengkapan DPRD terdiri dari : Pimpinan Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk dalam rapat paripurna. Pimpinan DPRD Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan kursi terbanyak berikutnya (Sitti Izzati Azis, 201 1). Pimpinan DPRD mempunyai tugas :
1) Memimpin siding dan menyimpulkannya untuk mengambil keputusan. 2) Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua.
3) Menjadi juru bicara DPRD. 4) Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD. 5) Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan instansi pemerintah lainnya sesuai dengan keputusan DPRD. 6) Mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan.
7) Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan saksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna DPRD. (Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009). Badan musyawarah terdiri dari unsur-unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD yang tugas'utamanya menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD. Pada Badan Musyawarah ini anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat yang perempuannya ada 5 (lima) orang. Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD yang terdiri dari unsur-unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyakbanyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD. Setiap anggota Badan Musyawarah mempunyai kewajiban : 1) Mengadakan konsultasi dengan fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat. 2) Menyampaikan pokok-pokok hasil rapat badan musyawarah kepada fraksi.
Badan Musyawarah mempunyai tugas untuk : 1) Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau tidak diminta. 2) Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD.
3) Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat bila timbul perbedaan pendapat.
4) Memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan.
5) Merekomendasikan pembentukan panitia khusus. (Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009). Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah saru komisi. Masa penempatan anggota dalam komisi dan perpindahan ke komisi lain, diputuskan dalam rapat paripurna DPRD atas usul fiaksi pada awal tahun anggaran. DPRD Propinsi Sumbar memiliki 4 (empat) komisi, yaitu : Komisi I membidangi pemerintahan. Pada komisi ini ada terdapat 2 perempuan. Komisi I1 yang membidangi ekonomi dan keuangan. Komisi 111 membidangi pembangunan. Dalam komisi ini terdapat 1 orang Perempuan. Komisi IV yang membidangi kesejahteraan rakyat. Disini terdapat 4 orang Perempuan (Sitti Izzati Azis, 201 1). Komisi mempunyai tugas untuk : 1) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan NKRI
dan daerah.
2) Melakukan pembahasan terhadap rancangan Perda dan rancangan Keputusan DPRD.
3) Melaksanakan pengawasan terhadap pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing-masing.
4) Membantu pimpinan DPRD dalam mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD.
5) Menerima, manampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat. 6) Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
7) Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD.
8) Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat. 9) Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi. 10)Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil melaksanakan tugas komisi. (Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009). Badan Legislasi (Baleg) Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD dalam rapat paripurna DPRD, susunan keanggotaannya dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang dalam rapat paripurna. Pimpinan Baleg dipilih dari dan oleh anggota. Fenomena menarik bahwa pimpinan Baleg adalah Perempuan yaitu Hasranita dari Partai Demokrat. Salah satu tugas Baleg adalah menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat d a h r urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD. Dalam Baleg ini terdapat 2 (satu) anggota DPRD yang perempuan. Badan Anggaran (Banggar) terdiri dari utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dengan mempertimbangkan ketenvakilan komisi, salah satu tugasnya adalah memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Gubernur dan mempersiapkan rancangan APBD selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD. Dalam Banggar ini terdapat 2 (dua) anggota DPRD yang perempuan. Badan Anggaran mempunyai tugas :
1) Memberikan saran dan pendapat pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam menyusun Kebijakan Umum APBD (KU-APBD) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). 2) Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan APBD, perubahan APBD, dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripuma DPRD. 3) Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberi saran terhadap penyusunan anggaran secretariat DPRD. (Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009). Selanjutnya Badan Kehormatan (BK) anggotanya 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD berdasarkan dari usulan fraksi-fraksi dalam rapat paripurna. Pada badan kehormatan tidak ada anggotanya yang perempuan, semua laki-laki. Salah satu tugas utama dari BK ini adalah mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD. Alat kelengkapan lainnya yang diperlukan adalah Panitia Khusus (Pansus) atau bentuk lainnya dengan keputusan DPRD atas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah (Bamus) dengan persetujuan rapat paripurna. Alat ini diusulkan oleh alat kelengkapan dewan berdasarkan kebutuhan, bersifat tidak tetap dan keanggotaannya terdiri atas komisi terkait yang mewakili semua unsur fraksi. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk Fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD, yang anggotanya paling sedikit sama dengan jumlah Komisi di DPRD Propinsi Sumatera Barat (4 orang). Dalam ha1 partai politik yang jumlah
anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan, anggotanya dapat bergabung dengan Fraksi yang ada atau membentuk Fraksi gabungan. Adapun fraksi-fraksi yang terdapat dalam DPRD Propinsi Sumatera Barat sejumlah 8 Fraksi, terdiri dari : (1) Fraksi Partai Demokrat ; (2) Fraksi Partai Golkar ; (3) Fraksi PKS ; (4) Fraksi PAN ; (5) Fraksi Partai Hanura ; (6) Fraksi Partai Gerindra ; (7) Fraksi PPP ; dan (8) Fraksi Partai Perjuangan Reformasi. B. Temuan Khusus Penelitian. 1. Model Pembinaan Perempuan Kader Partai oleh Partai Politik dari Strategi, Materi, dan Metode Pembinaan.
a. Strategi Pembinaan.
Strategi pembinaan terhadap perempuan kader partai pada hakekatnya adalah usaha-usaha yang dilakukan partai untuk meningkatkan kemampuan kader, baik berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan (skill). Upaya- upaya tersebut dilakukan partai untuk membentuk dan mempersiapkan tenaga-tenaga potensial, militan, penuh dedikasi, dan mampu menjadi kelestarian visi dan misi partai. Partai Amanat Nasional (PAN) memiliki badan pengkaderan tersendiri. Badan pengkaderan DPW PAN Sumatera Barat diharapkan menjadi "dapur" yang mengolah sekaligus meng-upgrade pemahaman dan kualitas kader. Hal ini terungkap melalui pernyataan salah seorang pengurus DPW PAN Sumatera Barat (wa~vancaratanggal 16 Juli 2012) berikut ini :
"Kerja organisasi badan pengkaderan tentu berorientasi pada penetapan arah dan proyeksi potret Pgur partai ideal, tidak hanya perempuan tetapijuga laki-laki. Untuk itu kegiatan dan strategi yang dilakukan badan pengkaderan hendaknya mampu mendorong lahirnya kader partai yang memahami ideologis serta platform partai sehingga segala sikap dan perilaku kader dalam berhubungan dengan sesama kader dan masyarakat pada umumnya betul-betul dapat mencerminkan watak seorang kader PAN yang jujur dan berjiwa reformis. "
Adapun strategi pembinaan kader partai dilakukan melalui dua cara yaitu : (I) secara reguler ; dan (2) secara insidental. Secara reguler dilakukan dengan beberapa tingkat pelatihan yaitu : pertama, Latihan Kader Amanat Dasar (LKAD). Apabila kader partai telah memiliki sertifikat LKAD sebagai tanda bukti kelulusan, maka akan dilanjutkan ke latihan kedua yaitu Pelatihan Kader Amanat Madya (LKAM) untuk tingkat propinsi dan jenjang strategi pembinaan ketiga yaitu Pelatihan Kader Amanat Utama (LKAU) untuk tingkat nasional. Sementara itu strategi kedua, pembinaan secara insidental seperti Coaching Instruktur Nasional (CIN), Training of Instructure (TOO, dan Coaching Instruktur Daerah Khusus (CID), dan pelatihan calon anggota anggota legislatif PAN seSumatera Barat. Strategi pembinaan baik yang bersifat reguler maupun insidental dilaksanakan oleh semua kader partai tanpa membedakan perempuan atau laki-laki. Bila dicermati program kerja Badan Pemberdayaan Perempuan DPW PAN Propinsi Sumatera Barat terdapat strategi pembinaan yang khusus yaitu kader propinsi seperti kerjasama antar organisasi dalam bentuk kegiatan raker pemberdayaan perempuan PAN, mulai dari DPW, DPD, DPC, dan DPRt se-Sumatera Barat, pembentukan pengajian amanah, dan menjalin hubungan baik Mitra PAN dengan ibu-ibu Aisyah, dan melakukan TOT untuk perempuan PAN. Selain badan pemberdayaan perempuan DPW PAN Sumatera Barat juga terdapat organisasi sayap yang disebut PUAN (Perempuan Amanat Nasional). Hal ini dipaparkan oleh seorang anggota dewan perempuan dari PAN (wawancara tanggal 16 April 2012) seperti berikut ini :
"Sebenarnya di PUAN terdapat juga program-program pembinaan rutin dun pembinaan insidental untuk menciptakan kader partai yang amanah, seperti strategi pembinaan mental dan religius yang dilakukan dengan pembentukan pengajian amanah secara reguler. Sementara untuk yang insidental juga dilakukan kerja sama dengan berbagai organisasi perempuan lainnya. " Sementara dari Partai Demokrat strategi pembinaan juga dilakukan secara reguler dan secara insidental. Secara reguler bisa dilakukan di tingkat pusat, propinsi, dan tingkat kabupatenlkota. Sementara secara insidental, bisa juga berasal dari partai dan kerja sama dengan berbagai pihak seperti Badan Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pengkajian Politik atau Lembaga Strategi Promosi dan Investasi Daerah (LESPIDA), serta Lembaga Studi Politik dan Anggaran Daerah (LESPANGDA), dan berbagai pihak lainnya. Sebagaimana PAN, Partai Demokrat juga mempunyai organisasi sayap, yaitu Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI) yang juga bergerak untuk pemingkatan kapasitas dan menyiapkan kader-kader yang militan. Hal ini diungkapkan oleh seorang anggota dewan dari Partai Demokrat (wawancara tanggal 19 April 2012). "Sfrategiyang ditempuh oleh Partai Demokrat untuk membina perempuan kader partai adalah memberikan pembekalan yang sifatnya rutin dari struktur partai sebagaimana visi misi partai Pendidikan politik dilakukan secara umum, khusus untuk perempuan, partai memfokuskan untuk merekrut perempuan-perempuan yang berbakat dan potensial, misalnya untuk DPRD propinsi dengan jumlah keseluruhan anggota 55 orang maka kami hams merekrut 25 orang kader agar bisa disiapkan untuk dibina menjadi anggota dewan. Forum silaturrahmi nasional perempuan demokrat (Silatnas) juga menjadi agenda rutin. Sementara, pernbekalan yang berasal dari luar struktur partai umumnya bersifat insidental, sesuai dengan keperluan. Misalnya pembahasan rancangan undnng undnng atau sosialisasi suatu peraturan. Peningkatan capacity building yang dilakukan dengan kerjasama LSM, Pemda, dan Badan Pemberdayaan Perempuan juga kerap dilakukan. " Tak
berbeda dengan PAN dan Partai Demokrat, Partai Gerindra juga
melakukan strategi pembinaan kader partainya melalui struktur partai dan di luar
struktur
partai.
Melalui
struktur
partai
dilakukan
konsolidasi
organisasi,
pelatihanlorientasi umum kader partai, baik yang dilakukan oleh partai maupun yang di tingkat pusat, maupun pelatihan-pelatihan yang sifatnya insidental. Sedangkan di luar partai sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dikemukakan oleh seorang perempuan anggota dari partai ini (wawancara tanggal 19 Mei 20 12). "Kalau ditanya bagaimana sistem pembinaan kader partai perempuan oleh Partai Gerindra sebagai contoh saya. pada mulanya saya tidak tertarik dengan politik karena selama ini saya bergerak di wiraswasta. Ajakan dun motivasi dari seorang teman membuat saya tertarik. Jadi, pada awal Februari 2008, saya aktif di partai sebagai bendahara umum DPD Propinsi. Waktu itu saya ingat betul diajak Bapak ZulkiJli Zaihani, Bapak Abel Tasman, dun yang lainnya. Setelah aktf di partai saya mulai mendapat pembinaan orientasi umum program partai dun berbagai pem binaan lainnya seperti yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas atau instansi terkait seperti dari badan pemberdayaan perempuan, Kaukus Perempuan Politik Indonesia (XPPI) dan LSM-LSM lainnya. " Dari pernyataan di atas terlihat telah terdapat program-program pembinaan yang dilakukan
walaupun terlihat
belum
sistematis dengan rencana yang
komprehensif. Menarik untuk mencermati lebih lanjut bagaimana Partai Golkar sebagai partai yang telah lama berkuasa dalam melaksanakan pembinaan kadernya, khususnya kader perempuan yang memiliki strategi tersendiri. Partai Golkar dalam pembinaan perempuan kader partainya dilaksanakan oleh struktur partai dalam dua hal. Pertama, secara umum dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan kader, mulai dari kader dasar, sampai pada tingkatan kader paripurna. Disamping itu, Partai Golkar juga melaksanakan Karakterdes (Kader Penggerak Teritorial Desa). Diharapkan setiap desa ada satu orang kader Golkar. Kedua, Diklat yang dilakukan oleh Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG). Melalui KPPG dilakukan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan untuk pembinaan dan peningkatan perempuan kader partai. Dalam KPPG ini dilakukan strategi one gate policy, dimana
kebijakan satu pintu untuk menempatkan kader perempuan sesuai dengan kompetensinya. Hal ini diungkapkan oleh seorang anggota dewantkader perempuan Partai Golkar yang juga Ketua KPPG Propinsi seperti berikut ini : "Sistem pembinaan diarahkan kepada pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara umum dan secara khusus yang dilakukan KPPG. Secara umum diklat pengkaderan dilakukan berjenjang sesuai dengan wilayah kedudukan kader partai Diklat pengkaderan umum dilakukan oleh lenzbaga pengkaderan, biasanya program bersifat rutin dan insidental. Sementara khusus diklat KPPG dilaksanakan untuk pemberdayaan kader perempuan dun biasanya dilaksanakan dengan melibatkan lembaga mitra seperti Pemda dalam ha1 ini Badan Pemberdayaan Politik Perempuan, Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) atau LSM lainnya. " Strategi pembinaan perempuan kader partai oleh Partai Golkar lebih diarahkan kepada konsolidasi internal perempuan kader partai, peningkatan capacity building dalarn rangka sukses kaderisasi dan melakukan sosialisasi kemasyarakatan guna memahami hakikat Partai Golkar dan sekaligus menjaring perempuan-perempuan potensial untuk terjun ke Golkar.
b. Materi Pembinaan. Dalam gambaran strategi pembinaan perempuan kader partai yang dilakukan oleh partai politik, baik PAN , Demokrat, Gerindra, maupun Golkar terlihat belum tersistematisnya pola pembinaan strategi partai secara internal. Hal ini disebabkan oleh karena yang banyak muncul ke permukaan adalah pelatihan-pelatihan yang bersifat incidental. Misalnya, ketika ada rancangan peraturan baru atau ketika ada isuisu krusial yang hams ditanggapi, Persoalan berikutnya adalah bagaimana dengan materi pembinaan? Berikut ini akan dipaparkan materi pembinaan yang telah diterima oleh para anggota dewan perempuan di DPRD Propinsi Sumbar melalui partainya masing-masing.
Temuan penelitian menunjukan bahwa pada umumnya materi pembinaan dari struktur partai berkaitan dengan hakikat partai , visi dan misi partai serta upaya partai dalam menyiapkan kadernya untuk terjun ke dunia politik praktis. Sementara dari luar struktur partai terdapat beberapa ha1 sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang perempuan kader partai yang membidangi bidang pemberdayaan perempuan di Partai Amanat Nasional (wawancara tanggal 14 Juni 2012) : "Materi pembinaan dari struktur partai terhadap kader paratai secara keseluruhan menyangkut landasan $loso$ partai, visi misi parta,i materimateri yang menyangkut nasionalisme seperti Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan hal-ha1 lain yang menurut partai penting dalam menyiapkan kader partainya dalam berpolitik. Sepe rti dalam pelatihan reguler biasanya terdapat pengetahuan-pengetahuan praktis tentang kampanye, kiat memperoleh suara dengan simpati, pelatihan tentang pengelolaan keuangan pemerintahan daerah dan pelatihan-pelatihan lainnya sesuai dengan kebz~tuhanpartai. Sedangkan capacity building yang dari eksternal partai lebih bersfat pendalaman materi seperti sosialisasi UU baru, pembahasan rancangan UU baru dari pemerintah pusat , persoalan teknis pemilu, pedoman pelaksanaan kampanye, komunikasi politik dalam pemilu, petunjuk teknis, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah sampai kepada kedudukan keuangan dun protokoler pimpinan dan anggota DPRD. " Materi-materi yang disajikan dalam pembinaan kader pada umumnya tidak dikhususkan untuk perempuan. Dari materi-materi tersebut tergambar kurang tersusunnya materi-materi yang diperlukan oleh kader dalam meningkatkan kualitasnya sebagai anggota dewan baik sebagai kader perempuan maupun kader lakilaki. Disamping itu persoalan krusial terkait dengan ini adalah substansial dari materi yang diberikan dalam mendukung tugas-tugas legislatif para kader sebagai anggota dewan, khususnya Perempuan. Temuan penelitian juga mengungkapkan bahwa materi materi yang responsif gender umumnya difasilitasi oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang politik
dan
perempuan.
Kondisi
ini
dikemukakan
oleh
Ketua
Bidang
Pengarusutamaan Gender (PUG) pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (wawancara tanggal 18 September 20 12) berikut ini : "Program capacity building untuk perenzpuan kader partai yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Propinsi Sumatera Barat telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan diantaranya bekerjasama dengan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) untuk mengadakan forum silaturrahmi bagi anggota legislatif se Sumatera Barat. Tujuan dilaksanakannyaforum silaturrahmi ini adalah untuk menjalin silaturrahmi sesama perempuan politi,k baik yang duduk di legislatif maupun yang belum mendapat kesempatan serta menjalin sinergitas yang dengan KPPI. Secara khusus lebih intens bagi anggota legislatifper~~mpuan forum silaturrahmi bertujuan untuk meningkatkan peran dan kedudukan perempuan di ranah politik, meningkatkan rasa percaya diri dan pencitraan kaum perempuan, meningkatkan proses perurnusan kebijakan partai, pengambilan keputusan dalanz partai dan menggalang kekuatan serta sinergitas dalam menghadapi pemilu 201 4 nanti. Kegiatan lain dalam bentuk kegiatan Iokakarya dan monev perempuan di bidang politik serta dalam bentuk pertemuan perempuan politik propinsi dan kabupaten atau kota se Sumatera Barat. " Berbagai program tersebut di atas memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi perempuan untuk berkiprah di bidang politik. Adapun materimateri tersebut : 1) Program dan Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di
bidang politik.
2) Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No 12 tahun 2012. 3) Eksistensi KPPI sebagai wadah aktifitas lintas partai dalam pemenangan pemilu 20 14. 4) Resolusi gerakan politik perempuan (strategi cerdas investasi politik
menuju pemilu 2014).
5) Strategi peningkatan capability perempuan dalam meraih simpati publik.
6) Kiat membangun komunikasi politik antar perempuan politik,
7) Strategi mempersiapkan kader politik perempuan menuju lembaga legislatif pada pemilu 2014. 8) Motivasi diri bagi perempuan politik untuk meningkatkan kapasitas diri. 9) Strategi kerjasama perempuan lintas partai. 10) Strategi cerdas komunikasi politik menuju pemilu legislatif 2014. Disamping materi-materi di atas, capacity building untuk perempuan kader partai juga dilakukan di luar struktur seperti : LSM, KPU, pusat-pusat studi yang ada .di Universitas, Pemerintah Daerah maupun pusat dan LSM yang ada di luar negeri. Kenyataan ini diungkapkan oleh salah seorang kader PAN (wawancara tanggal 27 September 2012) seperti berikut ini : "Terdapat banyak instansi yang turut memberikan penguatan kepada anggota dewan seperti Lembaga Strategi Promosi dun Investasi Daerah (LESPIDA), Lembaga Studi Politik dan Anggaran Daerah (LESPANGDA), KPU Pusat, Pusat Studi dan Pengembangan Kapasitas Legislatif dun sebagainya. Lembaga-lembaga ini bekerjasama dalam rangka penguatan kapasitas anggota dewan. " Adapun materi-rnateri yang diberikan letnbaga-lembaga tersebut meliputi : 1) Pedoman penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD Propinsi dan KabupatenIKota dalam pemilu 2009.
2) Review singkat terhadap materi pokok RUU susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
3) Pedoman pelaksanaan kampanye 2009. 4) Pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. 5 ) UU No. 15 tahun 20 1 1 tentang penyelenggaraan pemilu.
6) Kebijakan dan arah pen~bahanUU Politik dan sistem pemilu tahun 2009. 7) Petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
8) Dana alokasi umum propinsi dan kabupatenkota. 9) Pertanggungjawaban APBD.
10) Kedudukan keuangan dan protokoler pimpinan dan anggota DPRD.
1 1) Pelatihan Bedah Anggaran. 12) Keterampilan politik dan Public Speaking. 13) Civic Education. 14) Voter Education. c. Metode Pembinaan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa metode pembinaan perempuan kader partai, baik yang dilakukan oleh struktur partai maupun oleh institusi di luar struktur partai dilaksanakan dengan beberapa metode sebagaimana disampaikan oleh perempuan anggota dewan dari kader Partai Gerindra (wawancara 8 Juni 2012) berikut ini : "Peningkatan capacity umumnya dilakukan terhadap kader partai dengan melakukan sosialisasi terhadap visi dun misi partai dun kebijakan-kebijakan internal partai yang hams diketahui oleh seluruh kader partai. Pembekalan melalui metode sosialisasi,juga pelatihan-pelatihan yang dilakukan di tingkat pusat dengan metode pendidikan politik ataupun workshop mengenai kebijakan-kebijakan tertentu. " Berbeda dengan Partai Gerindra yang lebih banyak menggunakan metode sosialisasi, maka pada Partai Golkar dilakukan dengan beberapa metode, sebagaimana dipaparkan oleh salah seorang kader Golkar (wawancara 26 September 2012) berikut ini : "Di Golkar terdapat beberapa metode pembinaan kader. Secara umum mungkin sama dengan partai-partai lainnya. Pembinaan dilakukan berjenjang
seperti kader penggerak partai, kader penggalang, kader fungsional dun karakterdes. Tiap-tiap jenis memiliki metode tersebdiri. Seperti misalnya untuk pengkaderan fungsional dilakukan diklat dun orientasi, sementara untuk karakterdes dilakukan sosialisasi sesuai dengan daerah/territorial kader. Yang menarik untuk Perempuan ditambah dengan diklat yang dilakukan oleh KPPG (Kesatuan Perempuan Partai Golkar). " Disamping itu temuan penelitian juga menunjukkan bahwa keempat partai sama-sama menggunakan metode-metode pelatihan yang masih konvensional seperti ceramah, sosialisasi, lokakarya, workshop, dan sejenisnya. Dengan demikian belum menggunakan model-model pelatihan kontemporer sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang kader partai yang diteliti (wawancara 26 September 2012) : "Bila dilihat nzetode pelatihan nampak yang itu-itu saja, ya ceramah, sosialisasi, dun workshop atau sejenisnya. Kadang-kadang menimbulkan kejenuhan bagi kader. Ini dibuktikari ada diantara kita yang curi waktu keluar hanya sekadar menghilangkan kejenuhan. " 2. Relevansi Model Pembinaan Terhadap Pelaksanaan Tugas-tugas Legislatif.
Jika ditinjau dari strategi pembinaan, keempat partai yang diteliti memiliki strategi umum dan strategi khusus dalam program pembinaan. Secara umum strategi partai dalam melakukan pembinaan tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADIART). Sebagai contoh Partai Golkar di dalam ADIART pasal 5 disebutkan bahwa kader partai adalah anggota yang telah mengikuti pendidikan dan latihan kader dan disaring atas dasar kriteria : (1) ideologi ; (2) penghayatan terhadap visi-misi dan platform partai ; ( 3 ) prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT) ; (4) kepemimpinan ;dan (5) militansi dan mandiri. Disamping ADIART, pada program umum Partai Golkar juga memuat strategi pengembangan sistem kaderisasi dan regenerasi sebagaimana berikut ini :
a. Menciptakan pola rekrutmen kader yang dilakukan secara terbuka dari berbagai sumber dan lapisan masyarakat yang mencerminkan Partai Golkar sebagai partai modem dan terbuka yang memiliki ciri pluralisme. b. Menciptakan sistem perkaderan yang terprogram, terukur dan sistematis terhadap basis-basis Partai Golkar terutama terhadap massa baru dalam masyarakat. c. Membangun institusi perkaderan yang mandiri guna menjamin berjalannya proses sirkulasi dan regenerasi politik secara sehat dan demokratis. d. Membangkitkan kembali semangat, militansi dan kecintaan kader terhadap Partai Golkar melalui sistem Karakterdes (Kader Penggerak Teritorial Desa) dan Karsinal (Kader Fungsional) dengan mendayagunakan secara optimal organisasi-organisasi yang mendirikan, yang didirikan dan organisasi sayap Partai Golkar. e. Merekrut dan mengembangkan kader-kader hngsional di segala bidang (petani, nelayan, guru, dan profesi-profesi lainnya) untuk dapat melaksanakan program-program partai secara profesional di tengah-tengah masyarakat, sebagai penjabaran dari konsep karya kekaryaan Partai Golkar.
f. Mendayagunakan kader-kader Partai Golkar secara efektif dalam berbagai bidang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya sehingga mampu memberikan kontribusi positif di bidangnya masing-masing. g. Mewujudkan proses regenerasi kepemimpinan partai dalam semua tingkatan termasuk distribusi kader untuk mengisi posisi (jabatan publik) yang dapat menjamin peran partai di tengah-tengah masyarakat.
h. Merekrut kader-kader potensial secara merit sistem khususnya di kalangan usia muda yang telah teruji, memiliki kompetensi dan dengan memperhatikan kesetaraan gender untuk memperkuat struktur kepengurusan Partai Golkar. Dari strategi di atas secara umum setiap partai memiliki kondisi ideal tentang model pembinaan kader partainya, yang nantinya bermuara pada penciptaan kader yang berkualitas. Namun secara khusus di tingkat operasionalisasi ternyata temuan penelitian
mengungkapkan
bahwa
strategi
pembinaan
kader
partai
belum
dilaksanakan secara optimal. Temuan penelitian juga mengungkapkan dari dua strategi pembinaan kader yaitu : Pertama, melalui cara reguler dari dalam partai (melalui pelatihan-pelatihan sesuai kebutuhan dan tingkatan kader partai). Sementara itu yang kedua, melalui cara incidental dapat saja berasal dari partai dan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Badan Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pengkajian Politik atau Lembaga Strategi Promosi dan Investasi Daerah (LESPIDA), serta Lembaga Studi Politik dan Anggaran Daerah (LESPANGDA) dan LSMXSM lainnya. Dari kedua cara yang dipaparkan sebelumnya bila dicermati relevansinya dengan pelaksanaan tugas-tugas legislatif, terlihat sudah cukup relevan, namun belum optimal. Hal ini sejalan dengan pengungkapan seorang kader partai (wawancara 28 September 2012) berikut ini :
"Strategipembinaan kader dalam tataranfilosofis idealis hendaknya terwujud dalam tataran implementasi. Hams ada pengkajian yang mendalam tentang kebijakan-kebijakan pembinaan kader, baik kader partai atau kader yang dibina untuk caleg. Strategi pembinaan hams terstruktur dengan sistematis/teknis yang jelas, sehingga dimanapun seorang kader berada dia pasti mendapat fasilitas pembinaarz yang sama sehingga ada ukuran-ukuran kualitas kade r. "
Model pembinaan yang komprehensif, sistematis dan terukur pada akhirnya akan turut mempengaruhi kualitas kader. Belum optimalnya strategi pembinaan perempuan kader partai terlihat dengan belum sistematisnya pola pembinaan partai secara internal. Hal ini disebabkan oleh karena yang banyak muncul ke permukaan
. adalah pelatihan-pelatihan bersifat incidental seperti ketika ada rancangan peraturan baru atau ketika ada isu-isu krusial yang harus ditanggapi. Menyangkut strategi pembinaan partai, temuan penelitian menunjukkan belum adanya strategi khusus partai untuk kader perempuannya. Semua kader, baik laki-laki maupun perempuan diperlakukan sama oleh keempat partai yang diteliti. Walaupun keempat partai yang diteliti memiliki Badan Pemberdayaan Perempuan pada partainya. Namun strategi yang dilakukan belum khusus mengarah pada persiapan perempuan untuk menjalankan tugas-tugas legislatif. Dengan kata lain partai tidak menciptakan strategi khusus untuk kader perempuannya. Kemudian
bila
dilihat
dari
materi
pembinaan,
temuan
penelitian
mengungkapkan materi pembinaan yang dilakukan partai lebih besar muatannya pada materi-materi yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman dan militansi sebagai anggota partai sekaligus keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk meraup suara dalam suatu pemilihan. Hal ini sebagaimana terlihat dalam salah satu agenda Orientasi Fungsionaris Partai Golkar yang diadakan di Cluster Bukittinggi pada tanggal 20-2 1 Oktober 20 12.
Materi Orientasi Fungsionaris Partai Golkar Bukittinggi, 20-2 1 Oktober 2012. Harimanggal
Sabtul 20 Oktober 2012
Minggul 21 Oktober 20 12
Waktu 14.00 - 15.30
Materi Kebijakan Umum Partai Golkar
15.30 - 16.00
Ishorna.
16.00 - 17.30
Kebijakan DPP Partai Golkar di Bidang Organisasi.
17.30 - 19.30
Ishoma.
19.30 - 21.30
Program Karya Kekaryaan Partai Golkar dan Strategi Pemenangan Pemilu Partai Golkar.
21.30 - 23.30
Peran Fungsionaris dalam Upaya Pemenangan Partai Golkar, Isu-isu Aktual dan Peran Fraksi Partai Golkar.
08.30 - 10.00
UU Politik, Tahapan Pemilu dan Antisipasi Partai Golkar.
10.00 - 12.00
Peran Kaum Perempuan dalam Pemenangan Partai Golkar, Strategi dan Penggalangan Pemilih Pemula dan Pemuda.
Berdasarkan materi-materi
yang disampaikan di atas, terlihat materi
pembinaan masih menitikberatkan kepada upaya partai dalam menyiapkan kadernya untuk terjun ke dunia politik praktis. Sementara materi-materi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas legislatif, lebih banyak berasal dari luar struktur partai seperti yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Dalam Negeri, Lembaga Pengkajian Politik atau Lembaga Strategi Promosi dan Investasi Daerah (LESPANGDA), serta LSM-LSM lainnya. Berikut ini akan dipaparkan materi-materi yang diberikan dalam pembinaan kader partai di luar struktur partai. Sebagai contoh materi-materi yang diberikan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Bidang Pengarusutamaan Gender (PUG) bekerjasama dengan Kaukus Politik Perempuan sebagai berikut : a. Program dan Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di bidang politik.
b. Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No 12 tahun 20 12. c. Eksistensi KPPI sebagai wadah aktifitas lintas partai dalam pemenangan pemilu 2014. d. Resolusi gerakan politik perempuan (strategi cerdas investasi politik menuju pemilu 2014). e. Strategi peningkatan capability perempuan dalam meraih simpati publik. f. Kiat membangun komunikasi politik antar perempuan politik, g. Strategi mempersiapkan kader politik perempuan menuju lembaga legislatif pada pemilu 20 14. h. Motivasi diri bagi perempuan politik untuk meningkatkan kapasitas diri. i.
Strategi kerjasama perempuan lintas partai.
j.
Strategi cerdas komunikasi politik menuju pemilu legislatif 2014. Sementara materi-materi yang diberikan oleh LSM-LSM dan yang lainnya
meliputi hal-ha1 berikut : a. Pedoman penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD
Propinsi dan KabupatenIKota dalam pemilu 2009. b. Review singkat terhadap materi pokok RUU susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. c. Pedoman pelaksanaan kampanye 2009. d. Pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. e. UU No.15 tahun 201 1 tentang penyelenggaraan pemilu. f. Kebijakan dan arah perubahan UU Politik dan sistem pemilu tahun 2009.
g. Petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
h. Dana alokasi umum propinsi dan kabupatenlkota. i. Pertanggungjawaban APBD. j.
Kedudukan keuangan dan protokoler pimpinan dan anggota DPRD.
k. Pelatihan Bedah Anggaran. 1. Keterampilan politik dan Public Speaking. m. Civic Education. n. Voter Education.
Dari dua pemaparan materi tersebut terlihat relevansinya dengan pelaksanaan tugas-tugas dewan yaitu dalam ha1 menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Bila dilihat lebih jauh relevansi materi-materi yang diberikan nampak pada tema-tema antara lain : a. Strategi mempersipakan kader politik Perempuan menuju lembaga legislatif pada pemilu 20 14. b. Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 tahun 20 12. c. Review singkat terhadap materi peraturan perundang-undangan. d. Petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. e. Dana alokasi umum propinsi dan kabupaten/kota.
f. Pertanggungjawaban APBD. g. Kedudukan keuangan dan protokoler pimpinan dan anggota DPRD.
h. Pelatihan Bedah Anggaran. i. Komunikasi politik dan public speaking. Sementara itu dari segi metode, temuan penelitian menunjukkan metode yang dominan dipakai adalah metode-metode diklat, ceramah, lokakarya, dan workshop.
Bila dilihat dari efektifitas metode dalam pembinaan terlihat tidak begitu efektif mengingat
yang
diperlukan
disini
adalah
bagaimana
metode
tersebut
"membelajarkan" kader agar berpengetahuan dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas legislatifnya kelak. 3. Pengembangan Model Pembinaan Perempuan Kader Partai Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Ketenvakilan Perempuan di Lembaga Legislatif. Dari pemaparan sebelumnya telah teridentifikasi model pembinaan Perempuan kader partai yang meliputi strategi, materi, dan metode pembinaan serta bagaimana relevansinya dengan pelaksanaan tugas-tugas
legislatif. Berdasarkan temuan
penelitian tersebut perlu dikembangkan model pembinaan Perempuan kader partai agar kelak setelah duduk di lembaga legislatif dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara baik dan bermanfaat banyak bagi masyarakat. Pengembangan model pembinaan yang dimaksudkan tentu bertujuan untuk meningkatkan pembinaan yang telah ada, baik dari segi strategi, materi dan metode.
a. Strategi Pembinaan. Pengembangan model pembinaan perempuan kader partai dari segi strategi pembinaan adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Partai hams menciptakan pola pembinaan kader yang terprogram, terukukr, sistematis, dan komprehensif serta berlaku di semua lini kader dan wilayah kader .
2) Adanya tata norma, aturan dan tata institusi dalam membentuk sistem pengkaderan, baik pengkaderan umum dan pengkaderan khusus.
3) Partai hams menerapkan model rekrutmen yang terbuka dan demokratis.
4) Membangun institusi pengkaderan yang mandiri di dalam partai dan institusi independen yang membina para caleg lintas partai.
5) Terdapatnya sistem evaluasi pembinaan kader yang berkesinambungan.
6) Membentuk jaringan kerja kader melalui interaksi antar kader demi meningkatkan kualitas kader agar lahir kader-kader yang loyal dan berdedikasi tinggi. 7) Perlu dilakukan affirmative action dalam merekrut dan melakukan pola
pembinaan perempuan kader partai guna mencapai critical mass (angka strategis). 8) Model pembinaan perempuan kader partai, baik dari segi strategi pembinaan, materi pembinaan maupun metode pembinaan hendaknya dikembangkan dan sesuai dengan kebutuhan perempuan.
b. Materi Pembinaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa materi pembinaan kader tidak dibedakan antara kader partai perempuan dan kader laki-laki. Dari struktur dalam partai materi pembinaan diarahkan kepada tiga ha1 utama yaitu : (1) materi-materi yang berhubungan dan bertujuan menanamkan pemahaman dan militansi sebagai anggota partai politik ; (2) materi-materi yang menyangkut pemahaman dan militansi sebagai warganegara Republik Indonesia ; dan (3) materi-materi yang berkaitan dengan upaya-upaya kader dan partai dalam memenangkan pemilu. Sementara itu dari luar struktur partai, temuan penelitian menunjukkan terdapatnya banyak materi-materi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kader perempuan dari partai politik. Adapun pengembangan materi pembinaan Perempuan kader partai dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Materi-materi yang berhubungan dengan penciptaan kader militansi partai. 2) Materi-materi
yang
berhubungan
dengan
masalah
kebangsaan
dan
nasionalisme.
3) Materi-materi yang berhubungan dengan komunikasi politik dan public hearing. 4) Materi-materi
yang berhubungan dengan persiapan kader Perempuan
memenangkan pemilu. 5) Materi-materi seputar teknis penyelenggaraan pemilu.
6) Materi-materi yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan anggaran responsif gender. 7) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi legislasi seperti
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (legal drafting), dan sebagainya. 8) Materi-materi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.
9) Materi-materi yang berhubungan dengan fungsi penvakilan. 10) Materi-materi yang berhubungan dengan etika politik dan etika pemerintahan. c. Metode Pembinaan.
Metode pembinaan yang digunakan partai dalam melakukan proses kaderisasi pada saat ini adalah metode ceramah, brainstorming (curah pendapat), diskusi dan tanya jawab. Metode ini perlu dikembangkan ke arah yang lebih dinamis. Berikut ini terdapat beberapa metode pembinaan yang dipandang cukup efektif untuk melakukan pembinaan terhadap perempuan kader partai. Metode tersebut adalah : (1) metode kesadaran kritis ;(2) metode advokasi ; (3) metode evaluasi ; (4) metode sosialisasi ; (5) metode fasilitasi ; (6) metode seminar ; (7) metode workshop ; (8) metode
pendidikan politik ; (9) metode dialog interaktif ;(10) metode forum koordinasi ;(1 1) metode brainstorming ; dan (12) metode jejaringkemitraan. Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat digambarkan rancang bangun pengembangan model pembinaan perempuan kader partai. Strategi Pembinaan :
1. Terprogram, terukur, sisternatis, clan kornprehensif. 2. Tata norma, aturan, dan tata institusi pengkaderan. 3. Model rekrutrnen terbuka dan demokratis. 4. lnstitusi pengkaderan independen. 5 . Evaluasi berkesinambungan. 6. Jaringan kerja. 7. Affirmative action. 8. Sesuai kebutuhan perernpuan.
Pembinaan perempuan
Materi Pembinaan : Materi-materi yang berhubungan dengan : 1. Militansi terhadap partai. 2. Nasionalisme dan rnasalah kebangsaan. 3. Komunikasi politik dan public speaking. 4. Persiapan rnernenangkan pemilu. 5 . Teknis penyelenggaraan pemilu. 6. Pengelolaan keuangan dan anggaran responsif gender. 7. Legal drafting. 8. Fungsi pengawasan. 9. Fungsi perwakilan. 10. Etika politik dan etika pemerintahan.
Metode Pembinaan :
1. Kesadaran kritis. 2. Advokasi. 3. Evaluasi. 4. Sosialisasi.
7.
Fasilitasi. Seminar. Workshop.
8.
Pendidikan politik.
5. 6.
9. Dialog interaktif. 10. Forum koordinasi. 11. Brainstorming. 12. Kernitraan.
C . Pembahasan.
Salah satu peran strategis partai politik dalam melakukan upaya pemberdayaan perempuan di bidang politik adalah menyiapkan perempuan kader partainya untuk menjadi kader yang berkualitas ketika menduduki jabatan-jabatan publik, terutama ketika perempuan kader partai politik tersebut berada di lembaga legislatif. Selama ini di belahan dunia manapun juga, perempuan selalu termarjinal di dalam kehidupan politik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peran strategis partai tersebut terkenal dengan proses kaderisasi. Kaderisasi mengandung makna suatu proses membentuk dan mempersiapkan tenaga-tenaga potensial, militan yang terlatih dan terdidik untuk mengerahkan dan menggerakkan berbagai kekuatan/sumberdaya, serta mampu memimpin dan melaksanakan tugastugas pencapaian misi organisasi secara optimal dimanapun berada (Bambang Yudhoyono, 2001). Untuk menjadi kader yang berkualitas, perempuan kader partai harus mendapatkan sistem pembinaan yang jelas, komprehensif, dengan strategi, materi, dan metode pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan perempuan itu sendiri. Temuan penelitian menunjukkan keempat partai politik yang diteliti yaitu PAN, Demokrat, Golkar, dan Gerindra tidak memiliki program kaderisasi khusus untuk perempuan. Yang ada hanya salah satu struktur partai yaitu badan partai yang mengurusi masalah pemberdayaan perempuan, namun tidak khusus untuk pernberdayaan di bidang politik. Kenyataan ini dapat dimaknai belum "seriusnya" partai membina dan membekali perempuan untuk menjadi kader yang berkualitas. Penting dilakukan tindakan afirmatif dari internal partai terhadap kader perempuannya demi "mendongkrak" keterbatasan yang dimiliki oleh rata-rata perempuan kader partai.
Keterbatasan yang dimaksud adalah keterbatasan pengetahuan, keterampilan, minat dan motivasi, serta kesempatan untuk berkiprah di bidang politik. Model pembinaan perempuan kader partai dapat dicermati melalui strategi pembinaan, materi pembinaan, dan metode pembinaan yang dilakukan terhadap kader perempuannya, khususnya kader-kader yang dipersiapkan untuk menjadi calon legislatif. Temuan penelitian menunjukkan belum terdapat model kebijakan strategis partai yang responsif gender dalam melakukan pembinaan terhadap perempuan kader partai. Di dalam program umum partai hanya dijabarkan grand design sukses kaderisasi yang diharapkan, baik untuk kader perempuan atau laki-laki. Dengan demikian sangat bersifat filosofis ideologis. Sementara dalam tataran implementatif, belum terdapat strategi pembinaan yang komprehensif, sistematis dan terukur. Strategi pembinaan hanya dilakukan secara reguler dan insidental. Secara reguler dilakukan di dalam struktur partai dan lebih menekankan penanaman militansi terhadap partai. Sementara secara insidental lebih mengacu kepada pemahaman yang terkait hal-ha1 khusus seperti ketika ada rancangan peraturan perundang-undangan yang baru atau ketika ada isu-isu krusial yang harus ditanggapi. Pembinaan secara insidental dilakukan bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Propinsi, dan lembaga LSM lainnya. Bila dilihat lebih lanjut, strategi pembinaan terhadap kader partai mengandung dua persoalan yaitu : Pertama, bagaimana usaha-usaha yang dilakukan partai untuk meningkatkan
kemampuan
kader,
baik
merupakan
pengetahuan
maupun
keterampilan (skill). Kedua, bagaimana upaya yang dilakukan oleh partai untuk
membentuk dan mempersiapkan tenaga-tenaga potensial, militan, penuh dedikasi, dan mampu menjaga kelestarian visi dan misi partai (Koirudin, 2004). Menyangkut pada persoalan pertama, temuan penelitian menunjukkan semua partai yang diteliti telah melakukan upaya peningkatan kemampuan kader walaupun belum secara komprehensif. Pengetahuan dan kemampuan kader yang ditingkatkan masih berorientasi bagaimana kader dapat meraih kursi dan kekuasaan seperti keterampilan dalam berkomunikasi dan kampanye simpatik, keterampilan dan strategi cerdas mempersiapkan kader politik perempuan menuju lembaga legislatif pada pemilu 20 14 dan sebagainya. Sedangkan menyangkut pada persoalan kedua, upaya yang dilakukan partai di lapangan adalah melakukan pelatihan kader secara berjenjang. Seperti pada PAN, pelatihan kader tingkat pertama adalah LKAD, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan LKAM, dan akhirnya pelatihan kader tingkat utama yang dikenal dengan
LKAU. Disamping itu juga dilaksanakan pelatihanlCoaching Instruktur Nasional (GIN), Training of Instructure (TOO, dan Coaching Instruktur Daerah (CID).
Berdasarkan kedua upaya tadi, terlihat struktur partai hanya menginginkan dua ha1 yaitu kader partai militan dan partai menang dalam pemilu. Strategi pembinaan yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan di partai dan bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak di tingkat propinsi, Kaukus Politik Perempuan Indonesia Sumatera Barat ataupun dengan LSMLSM lainnya, sudah cukup mengarah kepada kebutuhan l u s u s perempuan walaupun belum optimal. Adapun pengembangan strategi pembinaan dan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh partai adalah sebagai berikut :
Pertama, partai harus menciptakan pola pembinaan perempuan kader partai yang terprogram, terukur, sistematis, dan komprehensif serta berlaku di semua lini kader dan wilayah (teritorial) kader. Dengan kondisi ini mengharuskan adanya pengimplementasian yang terukur, sistematis dan komprehensif tentang pola dan manajemen pengkaderan. Satu manfaat pasti yang dapat dipetik adalah kader dalam jenjang pelatihan yang sama akan memiliki kualifikasi yang sama walaupun daerah teritorialnya berbeda.
Kedua, adanya tata norma, aturan dan tata institusi dalam membentuk sistem pengkaderan, baik pengkaderan umum maupun khusus. Aturan yang jelas diperlukan untuk mengimplementasikan program umum partai dalam rangka sukses kaderisasi.
Ketiga, partai menerapkan rekrutmen kader yang terbuka dan demokratis. Rekrutrnen politik harus dilakukan secara demokratis dengan memperhatikan azasazas kesetaraan, keadilan, transparansi, dan berlangsung dalam tatanan politik
@olitical order) yang jelas. Model rekrutmen legilslatif yang demokratis setidaknya menurut Sutoro Eko (2003) hams mengandung prinsip-prinsip dasar : (1) partai politik harus mempromosikan kandidat yang berkualitas, yakni yang memiliki kapasitas, integritas, legitimasi dan populer (dikenal) di mata masyarakat ; (2) proses rekrutmen hams berlangsung secara terbuka. Masyarakat hams memperoleh infromasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat parlemen dari partai politik, track
record masing-masing kandidat dan proses seleksi hingga penentuan daftar calon ; (3) proses rekrutmen harus bersandar pada'partisipasi elemen-elemen masyarakar sipil ;
(4) partai politik mau tidak mau hams mengembangkan basis atau jaringan dengan komunitas atau organisasi masyarakat sipil ; dan (5) penerapan rekrutmen politik
dengan model demokratis membutuhkan dukungan pendidikan politik yang memadai kepada rakyat. Selanjutnya khusus untuk ketenvakilan perempuan, Norris (2004) menjelaskan sangat tergantung dengan pilihan rasional dari lembaga partai politik (rational choice
institutionalism) dan nilai-nilai budaya dalam masyarakat dalam memilih atau tidak memilih perempuan. Kenyataan yang ada dideskripsikan oleh IDEA (2002) "partaipartai politik memainkan peran penting dalam mempengaruhi jumlah perempuan yang terpilih masuk ke parlemen. Saat ini partai-partai politik belum menunjukkan komitmen yang kuat mengenai kesempatan yang setara bagi perempuan agar direkrut sebagai fungsionaris partai dan anggota parlemen."
Keempat, membangun institusi pengkaderan yang mandiri di dalam partai dan institusi independen yang membina para caleg lintas partai. Institusi independen kelak sebagai lembaga yang mengevaluasi sekaligus memberikan sertifikasi terhadap kader.
Kelima, terdapat sistem evaluasi pembinaan kader yang berkesinambungan dalam arti kata ada kriteria yang jelas tentang keberhasilan proses pengkaderan.
Keenam, membangun jaringan kerjasama kader melalui interaksi antar kader demi meningkatkan kualitas kader agar lahir kader-kader yang loyal dan berdedikasi tinggi. Menarik untuk mencermati pengamatan seorang anggota legislatif yang ditulis dalam bukunya 27 Kunci Sukses Meningkatkan Kapasitas Sebagai Anggota DPR,
DPD, dan DPRD dalam Sistem Pemerintahan NKRI sebagai berikut : "Orientasi politikpara anggota Badan Legislatifberbeda dari masa ke masa. Pada masa Orde Baru (periode 1966-1998) para anggota Badan Legislatif berorientasi utama pengabdian dun pelayanan kepada masyarakut, sedangkan pada masa reformasi para anggota Badan Legislatif cenderung berorientasi utama bisnis. Karena anggota Badan Legislatif pada masa Orde Baru ditetapkan oleh Partai Politik dari para kader yang memenuhi syarat-syarat utama antara lain memiliki : (I) kualitas pendidikan yang cukup memadai ; (2) pengaruh politik di masyarakat ; (3) integritas pribadi yang baik ; (4)
loyalitas yang tinggi terhadap partai politiknya ;(5) dedikasi dun partisipasi aktif terhadap organisasi partai politiknya ; (6) para anggota Badan Lagislatg berasal dari PNS, TNI/POLRI, dun tokoh-tokoh masyarakat atau stakeholders yang berpengaruh. Pada masa orde reformasi (1999-sekarang), para anggota Badan Legislatfyang berasal dari masyarakat akar rumput dun ada yang berstatus konglomerat, kurang memenuhi syarat kualitas tersebut sehingga hasil kerja mereka kurang memuaskan. (Onesimus Kambuaya, 2012). Ketujuh, perlu dilakukan affirmative action dalam merekrut dan melakukan pola pembinaan perempuan kader partai guna mencapai critical mass (angka strategis). Affimative action yang berupa intervensi struktural dari pengurus partai untuk mengatasi segala keterbatasan yang ada pada sebagian besar perempuan kader partai.
Kedelapan, model pembinaan perempuan kader partai, baik dari segi strategi, materi, dan metode pembinaan hendaknya dikembangkan dan sesuai dengan kebutuhan perempuan. Kemudian mengenai materi pembinaan, temuan penelitian menunjukkan bahwa materi yang diberikan dalam pembinaan terlihat belum tersusun secara jelas, komprehensif dan terukur. Belum ada kurikulum yang sistematis. Sementara materi yang diberikan dari struktur partai diarahkan untuk pemahaman kepartaian, visi dan misi partai, serta bagaimana menciptakan militansi terhadap partai, disamping bagaimana memenangkan pemilu. Adapun materi pembinaan yang berasal dari luar struktur partai menunjukkan materi-materi yang sudah mengarah pada kebutuhan perempuan. Hanya saja materi tersebut belum optimal, bersifat pragmatis dan kontekstual. Dikatakan belum optimal karena belum mendalam serta belum memfokuskan kajian kepada tugas-tugas dewan yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dengan kata lain materi-materi yang diberikan cukup responsif gender dan cukup relevan dengan pelaksanaan tugas-tugas
dewan walaupun belum optimal. Untuk itu perlu materi pembinaan yang dapat meningkatkan kompetensi perempuan anggota dewan dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Lebih lanjut menurut Rothwell (2000) terdapat lima kompetensi yang dibutuhkan seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Kompetensi tersebut meliputi : (I) technical competence ; (2) managerial competence ; (3) social
competence ; (4) strategic competence ; dan (5) ethical competence. Technical competence yaitu kompetensi teknis dalam prakteknya adalah bersifat keterampilan dan kemampuan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
Managerial competence adalah kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan manajerial dalam ha1 perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan.
Social competence adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan pihak lain. Sementara itu strategic competence adalah kemampuan melihat jauh ke depan sehingga dapat merumuskan berbagai kebijakan yang sifatnya strategis. Sedangkan
ethical
competence
adalah
kemampuan
untuk
melaksanakan
tugas
dan
tanggungjawabnya dengan pertimbangan etika dan moral. Bila dikaitkan pada tanggungjawab pelaksanaan tugas anggota dewan dapat dipaparkan kualifikasi kemampuan yang hams dimiliki oleh seorang anggota dewan yaitu diantaranya : (1) pada pelaksanaan tugas legislasi harus menguasai pengetahuan
legal drafting, memahami dan memperjuangkan aspirasi rakyat, memahami azas-azas penyusunan rancangan peraturan daerah, khususnya yang berkaitan dengan filosofis, yuridis, ekonomis, dan sosiologis ; (2) pada pelaksanaan tugas anggaran, setidaknya harus menguasai prinsip-prinsip dasar akuntansi, memahami penggunaan anggaran, sistem dan mekanisme penyusunan anggaran, dan anggaran yang responsif gender ;
(3) tugas pengawasan, setidaknya harus menguasai dan memahami dasar-dasar pengawasan dan harus terampil melaksanakan fungsi kontrol melalui rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, dan arifhijak menerima pengaduan masyarakat, dan pengaduan dari media massa ; dan (4) disamping materi-materi yang berisi tugas dan tanggungjawab anggota dewan, maka seorang perempuan kader partai hams memahami materi-materi yang berhubungan dengan perjuangan perempuan di parlemen seperti materi tentang strategi mempersiapkan kader politik perempuan menuju lembaga legislatif pada pemilu 2014, materi tentang program kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan di bidang politik, materi tentang strategi peningkatan capacity perempuan dalam meraih simpati publik, materi tentang kiat membangun komunikasi politik antar perempuan kader partai, kerjasama lintas partai dalam meraih simpati publik, serta cara-cara berinvestasi politik bagi perempuan kader partai. Kompilasi dari materi-materi tersebut pada akhirnya akan membantu perempuan kader partai untuk mempersiapkan diri bersaing "melawan" kader partai lainnya. Dengan kata lain, setiap partai hams membuat blue-print kurikulum pembinaan kader bagi perempuan kader partai agar persiapan dapat dilakukan lebih awal. Tersedianya kurikulum pembinaan perempuan kader partai hendaknya diikuti dengan metode-metode pelatihan yang cocok dengan kebutuhan khusus perempuan dan tidak hanya bersifat konvensional. Terdapat banyak metode pembinaan kader partai sebagaimana yang dikemukakan oleh Darsono Sudibyo (2012) dalam makalahnya Strategi Membangun Kerjasama Perempuan Lintas Partai dalam Politik
dun Pengambilan Keputusan, yang disampaikan dalam Lokakarya Perempuan Politik
solusi dari permasalahan tersebut. Keterlibatan masyarakat jelas mempunyai arti penting bagi seorang kader partai, karena kelak para perempuan kader partai akan lebih sensitif, aspiratif, dan responsif dalam mengenali dan menampung aspirasi masyarakat. Kemudian metode diskusi panel menurut Sadu (2009) adalah metode diskusi melalui forum terbuka di suatu tempat yang menampilkan beberapa pembicara. Melalui metode ini pembinaan dilakukan dengan memberikan pengetahuan beragam dari berbagai ahli dengan berbeda sudut pandang. Manfaat metode ini bagi kader partai adalah lebih mengasah kecakapan intelektual dalam membahas secara mendalam suatu permasalahan yang terkait dengan isu-isu aktual. Sedangkan melalui metode dialog interaktif, para perempuan kader partai akan lebih dilatih untuk mengkomunikasikan semua pennasalahan yang menyangkut partai, pemenangan pemilu ataupun tugas-tugas dewan yang kelak mereka emban. Metode ini lebih menekankan kepiawaian melakukan dialog dengan referensi yang dapat dipertanggungiawabkan. Pengembangan model pembinaan perempuan kader partai oleh partai politik, baik dari segi strategi, materi, dan metode pembinaan yang dirancang secara komprehensif, sistematis, terstruktur, dan terukur pada akhirnya diyakini akan melahirkan kader partai yang memiliki kapasitas dan kemandirian politik yang tinggi. Dengan kapasitas dan kemandirian serta kemampuan yang tinggi diharapkan perempuan kader partai mendapat kepercayaan sebagai wakil rakyat. Hal ini sejalan dengan penerapan Equal Future Partnership (EFP) yang merupakan komitrnen global dan Indonesia juga turut menandatangai deklarasi partsipasi perempuan tersebut pada
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa ha1 sebagai berikut : 1. Terkait dengan pembinaan perempuan kader partai, baik dari segi strategi, materi dan metode pembinaan dapat disimpulkan bahwa : a. Model pembinaan perempuan kader partai dari segi strategi pembinaan dilakukan melalui struktur partai dan di luar struktur partai. Dari struktur partai, strategi pembinaan diarahkan untuk membentuk militansi
kader terhadap
partai
dan
bagaimana partai
dapat
memenangkan pemilu. Hal ini dilakukan secara reguler serta berjenjang. Sementara itu struktur partai juga melakukan strategi pembinaan secara insidental tergantung kebutuhan dan bekerjasama dengan berbagai lembaga. Di luar struktur partai, strategi pembinaan lebih diarahkan kepada peningkatan kapasitas perempuan kader partai di bidang politik serta kesadaran gender (gender awareness). Dari segi strategi yang dilakukan menunjukkan belum adanya strategi khusus partai yang "serius" dilakukan untuk membina dan membekali perempuan kader partai menjadi yang berkualitas. Penting dilakukan tindakan afirmatif dari
internal
partai
perempuannya demi "mendongkrak" perempuan kader partai.
terhadap kader partai
keterbatasan yang dimiliki
b. Model pembinaan perempuan kader partai bila ditinjau dari segi materi pembinaan, menunjukkan bahwa materi pembinaan belum tersusun secara jelas, komprehensif, dan terukur. Belum ada kurikulum yang sistematis dari struktur partai. Materi dari struktur partai diarahkan pada pemahaman kepartaian, visi dan misi partai serta bagaimana menciptakan militansi terhadap partai disamping juga bagaimana partai berusaha memenangkan pemilu. Sementara dari luar struktur partai materi yang diberikan sudah mengarah pada hal-ha1 khusus (kebutuhan perempuan), walaupun belum optimal, bersifat pargamatis dan kontekstual. c. Model pembinaan perempuan kader partai bila ditinjau dari metode pembinaan terlihat kesamaan dari keempat partai yang diteliti (PAN, Partai Demokrat, Golkar, dan Partai Gerindra) masih menggunakan metode
konvensional
seperti sosialisasi, penyuluhan,
ceramah,
workshop, jejaring kemitraan, dan advokasi. Partai politik kurang menggunakan metode pembinaanlpelatihan yang bersifat kontemporer seperti metode partisipatoris, metode diskusi interaktif, dan metode diskusi panel, serta metode pendidikan kesadaran kritis. Relevansi antara strategi pembinaan, materi dan metode pembinaan dengan pelaksanaan tugas-tugas dewan terlihat cukup relevan, walaupun belum optimal. Secara khusus dari segi strategi, masih belum terdapat model kebijakan strategis partai yang responsif gender dalam melakukan pembinaan. Dari segi materi belum mendalam memfokuskan kajian kepada tugas-tugas dewan yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sedangkan dari segi
metode, partai lebih banyak menggunakan metode yang kurang "menantang" kreatifitas berpikir kader.
3. Pengembangan model pembinaan perempuan kader partai diarahkan kepada strategi, materi dan metode yang berpihak kepada kepentingan perempuan guna meningkatkan kapasitas dan kemandirian politik perempuan kader partai.
B. Saran. Beberapa saran yang dapat dikemukakan terkait dengan upaya meningkatkan kapasitas perempuan kader partai dalam pelaksanaan tugas-tugas legislatifnya adalah sebagai berikut : 1. Partai politik hendaknya dapat menciptakan pola pembinaan perempuan kader partai yang terprogram dengan kurikulum yang jelas, terukur, sistematis, dan komprehensif, serta memperhatikan kebutuhan khusus perempuan. 2. Partai politik perlu membangun jaringan guna meningkatkan kapasitas perempuan kader partainya dan maju bersama gerakan perempuan dalam politik.
3. Pemerintah bersama akdemisi dan LSM pemerhati perempuan dan politik perlu memberikan supporting system dalam memberdayakan perempuan di bidang politik.
4. Perlu dibentuk lembaga independen semacam Lemhannas, misalnya untuk mensertifikasi kader partai agar kelak dapat menjadi kader yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA A1 Rafni dan Suryanef. (2006). Profil, Sikap dan Perilaku Politik Perempuan Anggota DPRD Pasca Kuota 30% Keterwakilan Perempuan di Sumatera Barat. Laporan Penelitian Universitas Negeri Padang. Ani Soetjipto. (2000). Hak Politik Wanita Indonesia dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Bandung : Alumni. Anik Retnoningtias. (1997). Keterlibatan Wanita Indonesia dalanz Pengambilan Keputusan Politik Menurut Pandangan Gender. Skripsi - FISIP Universitas Jember. Arbi Sanit. (1985). Penvakilan Politik di Indonesia. Jakarta : CV. Rajawali. Bambang Yudhoyono. (2001). Otonomi Daerah : Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Daerah dan Anggota DPRD. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Czudnowski, Moshe. (1975). "Political Recruitment" dalam Fred I. Greenstein & Nelson Polsby, Micro Political Theory :Handbook ofPolitica1 Science, Vo1.2. Darsono Sudibyo. (2012). Strategi Membangun Kerjasama Perempuan Lintas Partai dalam Politik dan Pengambilan Keputusan. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Perempuan Politik di Sumatera Barat Bagi Anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Propinsi Sumatera Barat. Fadillah Putra. (2003). Partai Politik dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Averroes dan Pustaka Pelajar. Forum Politisi. (2006). Konsolidasi Demokrasi. Kompilasi Hasil Workshop Pertemuan Kerja Rutin dan Pertemuan Forum Politisi, Jakarta Hetifah Syaifudin. "Perempuan dalam Konstelasi Parlemen RI". Makalah disampaikan dalam Seminar Penguatan Peran Perempuan dalam Politik dan Masyarakat, diselenggarakan oleh Konrad Adenaver Stiftung (KAS) bersama Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Sumatera Barat, 30 Juni - 1 Juli 201 1. di Padang. Ichlasul Amal. (1990). Dewan Penvakilan Rakyat Orde Baru. Laporan Penelitian - Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. International IDEA. (2002). Perempuan di Parlemen : Bukan Sekedar Jumlah. Jakarta : International IDEA. Koirudin. (2004). Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
i Djenaan. (2011). "Strategi Penguatan Responsibiltas Perempuan (Belajar Merajut Bersama)'. Makalah disampaikan Seminar Penguatan Peran Perempuan dalam Politik dan Masyarakat, diselenggarakan oleh Konrad Adenaver Stiftung (KAS) bersama Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Sumatera Barat, 30 Juni - 1 Juli 201 1, di Padang. Mariatus Sholikhah. (2008). Sistem Kaderisasi Partai Politik : Studi Kasus Pada DPC PDIPerjuangan Kota Malang. Skripsi Jurusan PKn FIP Universitas Negeri Malang. Muhammad Asfar. (1996). "Wanita dan Politik : Antara Karier Pribadi dan Jabatan Suami" dalam Prisma, 5 Mei 1996. Jakarta : LP3ES. Norris, Pipa. (2004). Electoral Engineering : Votiizg Rules and Political Behavior. New York : Cambridge University Press. Onesimus Kambuaya. (2012). 27 Kunci Sukses Meningkatkan Kapasitas Sebagai Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam Sistem Pemerintahan NKRI. Yogyakarta : CV. Aswaja Pressindo. Rahmadani Yusran dan Suryanef. (2007). Orientasi Politik dan Perilaku Politik Perempuan Anggota DPRD Kota Padang. Laporan Penelitian - Universitas Negeri Padang. Rothwell W.J. (2000). Models of Human Performance Improvement. Second Edition, Elsevier. Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso. (2009). Meningkatkan Kinerja DPRD. Bandung : Fokus Media. Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. (2009). Hasil Munas VIII Partai Golkar Tahun 2009 :Suara Golkar Szlara Rakyat. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian KuantitatiJ Kualitatifdan R&D. Bandung : Alfabeta. Sutoro Eko. (2003). Membuat Rekrutmen Legislatif Bermakna. Bahan Diskusi Untuk Forum Kerja Analisis Sosial Tentang Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilu 2004 di Propinsi DI Yogyakarta, 17 Desember 2003. Squires, Judith. (2000). Gender in Political Theory. Cambridge : Polity Press. Tari Siwi Utami. (2001). Perempuan Politik di Parlemen : Sebuah Sketsa Perjuangan dan Pemberdayaan Perempuan 1999 - 2001. Yogyakarta : Gama Media. Valina Singka Subekti. "Kepemimpinan Politik di Indonesia" dalam Jurnal Politika Vo1.4 No. I Tahun 2008. Jakarta : Akbar Tanjung Institute.
lnstrumen Penelitian A. Pertanyaan untuk lnforman Anggota DPRD Perempuan. 1. Bagaimanakah awal karir Ibu dalam politik, sebelum Ibu menjadi anggota DPRD? 2.
Mengapa Ibu tertarik untuk mencalonkan diri menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg)?
3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan partai dalam mempersiapkan perempuan
menjadi Caleg? 4. Setelah Ibu terpilih, apakah program-program capacity building yang telah Ibu jalani dan siapakah penyelenggaranya? 5. Apakah program-program tersebut dapat dijadikan bekal untuk Ibu berkiprah
sebagai anggota DPRD? Selanjutnya apakah tujuan dari program tersebut? 6.
Selama menjadi anggota DPRD, apakah Ibu merasa kesulitan dalam menjalankan peran tersebut?
7. Bagaimanakah upaya Ibu dalam mengatasi kesulitan tersebut?
8. Bagaimanakah pendapat Ibu tentang materi peningkatan kapasitasl pembinaan
yang telah Ibu terima sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? 9.
Dari berbagai materi pembinaan yang telah Ibu dapatkan, manakah yang dirasakan paling penting apabila dihubungkan dengan pelaksanaan tugas-tugas anggota DPRD? Berkaitan dengan penjelasan Ibu, apakah alasannya?
10. Dalam penyampaian materi pembinaan yang telah Ibu dapatkan, metode apakah
menurut Ibu yang sebaiknya digunakan agar lebih efektif serta memiliki kernanfaatan dalam menunjang karir politisi perempuan sebagai anggota DPRD?
6. Pertanyaan untuk informan dari Partai Politik. 1. Bagaimanakah strategi partai politik dalam mempersiapkan kader perempuan untuk menjadi Caleg? 2.
Bagaimanakah proses pembinaan yang dilakukan oleh partai politik terhadap perempuan Caleg ataupun setelah mereka menjadi Caleg?
3. Menurut Bapak/lbu program-program pembinaan apa yang telah dilakukan khususnya terhadap kader perempuan partai, dan mengapa program-program tersebut dijadikan pilihan (apakah terkait dengan gender)?
4. Apakah program-program tersebut dapat dikategorikan sebagai program jangka
pendek, rnenengah, dan jangka panjang? 5.
Bagairnanakah rnetode pernbinaan yang rnenjadi unggulan partai untuk rnernbina perernpuan kader partai?
6.
Materi-rnateri apa saja yang diberikan terhadap kader partai dan bagairnana tingkat relevansinya dengan pelaksanaan tugas-tugas anggota DPRD?
7. Apakah pendapat Bapakllbu pengurus partai relevansi rnateri pernbinaan yang diberikan dalarn peningkatan kapasitas dengan pelaksanaan tugas-tugas perernpuan anggota DPRD? 8.
Sejauh pengamatan Bapakllbu, apakah anggota DPRD perernpuan dari partai ini telah rnenunjukkan kualitas yang optimal dalarn rnelaksanakan tugas-tugasnya? Kalau telah apakah alasannya, dan apabila belurn, apa pula alasannya?
9.
Bagairnanakah upaya-upaya yang dilakukan partai untuk menernukan perernpuanperempuan yang berkualitas dan punya rnotivasi untuk rnernperjuangkan nasib rakyat?
10. Belajar dari pengelarnan selarna ini, bagaimanakah sebaiknya partai politik
rnelakukan pernbinaan ke depan bagi Caleg perernpuan partai?
Pedoman Wawancara untuk Kalangan Pemerintah (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana). 1. Sebagai badan yang berrnitra dengan perernpuan anggota DPRD, baik provinsi
rnaupun kabupatenlkota,
bagairnanakah pendapat Ibu tentang peningkatan
kapasitas perernpuan anggota legislatif? 2.
Apakah program-program peningkatan kapasitas untuk anggota DPRD yang telah dilakukan badan ini?
3.
Bagairnanakah tanggapan perernpuan anggota DPRD dengzn program-program pernberdayaan yang telah dilakukan badan ini dan apakah terdapat kendala dalarn pelaksanaannya?
4. Pada saat badan pernberdayaan rnelakukan kerjasarna dengan beberapa lernbaga lainnya dalarn rnelakukan penguatan peran perernpuan dalarn politik, apakah yang dijadikan bahan utarna dalarn pernberdayaan tersebut? 5. Apakah rnateri-rnateri pernberdayaan tersebut rnerniliki relevansi yang signifikan
terhadap penguatan peran politik perernpuan?
D. Pedoman Wawancara untuk LSM Pemerhati Pemberdayaan Perempuan. 1. Bagaimanakah pendapat Ibu dengan sistem pembinaan perempuan kader partai
selama ini? Apakah dipandang telah berhasil? Lalu bagaimanakah relevansinya dengan kinerja mereka dalam melakukan tugas-tugas politiknya?
2.
Menurut Ibu kualifikasi apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang perempuan caleg?
3.
Bagaimanakah seharusnya peran partai setelah perempuan kader partai duduk di legislatif apabila dihubungkan dengan program pembinaan selama ini?
4.
Bagaimanakah Ibu menyikapi peran LSM pemerhati pemberdayaan perempuan dalam upaya peningkatan kapasitas politisi perempuan?
5.
Program-program apakah yang telah dilakukan selama ini, apakah terdapat kendala dalam pelaksanaannya?
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT
BADAN KESBANGPOL DAN LINMAS Jln. Kuini No. 79.A Telp. 0751 - 31554 Padang
REKOMENDASI No.B.0701~771vVAS-BKPU2012 TENTANG lZlN MELAKSANAKAN PENELlTlAN Karni Pernerintah Propinsi Sumatra Barat Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Linrnas, setelah rnernpelajari Surat Ketua Lernbaga Penelitian Universitas Negeri Padang Nornor: 203lUN35.2/PGl2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal izin penelitian, dengan ini kami menyatakan tidak keberatan atas rnaksud melaksanakan kegiatan tersebut di Sumatera Barat yang dilakukan oleh : Nama : Dra. ALRAFNI,M.Si Ternpatrrgl Lahir : Padang 12 Februari 1968. Pekerjaan : Dosen UNP Alarnat : Kornplek Pondok Pinang Blok e 16 Lubuk Buaya Padang. No.Kartu ldentitas : 1371115202680004. Judul Penelitian : Model Pernbinaan Perernpuan Kader Partai Oleh Partai Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Keterwakilan Perernpuan di Lembaga Legislatif Daerah. Lokasirrernpat Penelitian : DPRD Provinsi, DPD, Parpol, Badan ~ernberda~aan Perernpuan dan Anak Provinsi Surnatera Barat, LSM Pernerhati Perernpuan Waktu Penelitian dan Politik Provinsi Sumatera Barat. : Mei Oktober 2012.
-
Dengan Ketentuan sebagai berikut : 1.Tidak boleh rnenyirnpang dari kerangka serta tujuan penelitian. 2. Memberitahukan kedatangan serta rnaksud survai awal yang akan dilaksanakan dengan rnenun jukan surat-surat keterangan yang berhubungan dengan itu, baik kepada PEMDA setempat rnaupun kepada lnstitusi yang dituju serta rnelaporkan diri sebelurn rnininggalkan daerahllokasi penelitian. 3. Mernatuhi sernua peraturan yang berlaku dan rnenghorrnati adat istiadat serta kebijaksanaan rnasyarakat seternpat. 4. Mengirirnkan laporan hasil penelitianya sebanyakl(satu) Eks kepada Gubernur Sumatera Barat Cq. Kepala Badan Kesbangpol dan Linrnas. 5. Bila terjadi penyirnpanganlpelanggaranterhadap ketentuan tersebut diatas, rnaka surat rekornen dasi ini akan dicabut kembali. Dernikianlah rekornendasi izin penelitian ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk dapat dipergunakan oleh yang berkepentingan dimana perlu. POL DAN LINMAS
NIP. 1957 0502 198503 1 004 Ternbusan K DYth. ~ 1.Bapak. Mendagri Cq. Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik di Jakarta. 2.Bapak. Gubernur Provinsi Sumatera Barat di Padang (sbg laporan). 3.Bapak. Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat di Padang. 4. Sdr. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Barat di Padang. 5. Sdr. Ketua DPD, Parpol,LSM Provinsi Sumatera Barat di Padang. 6.Yang Bersangkutan.
---- .
.-.
SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Jln. Khatib Sulairnan No. 87 Tolp 7057591 - 7057592 - 7057593 Fax. (0751) 7059328 Padang 25133 http://www.dprd-sumbarprov.go.id
Padang, 5 Juni 2012 Kepada Nomor Lampiran Perihal
: 0701 w 6 .Nm-2012 : : Survey/Penelitian
Yth. Sdr. Ketua Lembaga Penelitian Fakultas Universitas Negeri Padang (UNP) di Padang
Dengan hormat, Sehubungan dengan Surat Saudara Nomor : 203/UN35.2/PG/20 12 tanggal 3 Mei 2012 dan Rekomendasi Badan Kesbang Politik dan Linmas Nomor : B.O70/777/WAS-BKPLl2012 tanggal 22 Mei 2012 perihal yang sama pada pokok surat di atas, dapat kami sampaikan kepada Saudara bahwa pada prinsipnya kami setuju Mahasiswa Saudara untuk melaksanakan Survey 1 Penelitian pada Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Barat atas nama : Nama No. Kartu Identitas Pekerj aan Alamat
: : : :
Dra. ALRAFNI, M. Si 137II15202680004 Mahasiswa Komplek Pondok Pinang Blok E 16 Lubuk Buaya Padang
Untuk melaksanakan Survey/Penelitian di Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Barat, selama 5 (lima) bulan guna mendapatkan bahaddata dalam rangka Penulisan Skripsi dengan Judul "Model Pembinaan Perempuan Kader Partai oleh Partai
sebagai Upaya Peningkatan Kualifas Keterwakilan Perempuan dan Politik Provinsi Sumatera Barat". Demikian disampaikan kepada Saudara, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
, ~ ~ J t - . ~ ~ T A DPRD R I PROVINSI S BARAT ,/.;.;, <. .\ <, ., ,>..-, ,, !/2!:?*' (,.-.. --------\,< 1.'2?*-.%'I=., 4;
:i'$;j',i~-~~~~~~
+,
,.
VLI, S. Sos MM Tembusan : disampaikan Kepada : 1. Yth. Bapak Pimpinan DPRD Prov. Surnbar 2. Yth. Para Kabag Set. DPRD Prov. Surnbar 2. Yth. Para Kasubag Set. DPRD Proir. Sumbar 3. Yang bersimgkutan ---------------*---------------------------------------------
CURRICULUM VITAE KETUA PENELITI A. Identitas Diri. 1
Nama Lengkap
Dra. Al Rafni, M.Si.
2
Jabatan Fungsional
Lektor Kepala.
3
NIP
19680212 1993032001.
4
NIDN
00 12026808.
5
Tempat dan Tanggal Lahir
Padang, 12 Februari 1968.
6
Alamat Rumah
Perumahan Pondok Pinang C-16 Lubuk Buaya, Padang 25 173
7
Nomor Telepon/Faks/HP
0751-4827311 08126628171
8
Alamat Kantor
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, JI.Prof.Dr.Hamka Air Tawar Padang
9
Nomor teleponfFaks
0751-705567 110751-7055671
10
Alamat e-mail
rafnifania@,yahoo.co.id
11
Lulusan yang telah dihasilkan
Sl
12
Mata Kuliah yang diampu
=
105 orang
1. Ilmu Politik. 2. Sistem Politik Indonesia. 3. Perspektif Gender. 4. Demokrasi di Indonesia.
B. Riwayat Pendidikan
Tahun Lulus
1992
1999
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Pelayanan Perpajakan dalam Pengajuan Keberatan dan Pengurangan Pajak Bumi Bangunan di Kota Padang.
Pergeseran Kekuasaan dan Kepemimpinan Lokal Pasca UU No.9119979 di Desadesa Sumatera Barat.
Nama PembimbingPromotor
Sawir Karim, SM. Dra. Yulincu Noer.
Dr. Budi Winamo. Dr. Afan Gaffar.
C. Pengalaman Penelitian
etaan Orient'lhi I'olitiL dnn Perila1.u ember~anSuara Perempuan dalam Pemilu islatif 2009 di Kota Padang. (Ketua
(Tahun 111), (Anggota Peneliti). Basis Penataan Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat. (Tahun 11), (Anggota Peneliti).
5.
2009
Evaluasi Nagari Binaan Pilot Proyek Dalam Rangka Peningkatan Pelaksanaan Pemerintahan dan Pembangunan di Sumatera Barat. (Ketua Peneliti).
BAPPEDA Provinsi Sumatera Barat.
67,5
6.
2008
Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagai Basis Penataan Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Surnatera Barat. (Tahun I), (Anggota Peneliti).
Hibah Bersaing
48,s
7.
2008
Otoritas Guru dalam Konteks Pendidikan Kritis (Analisis Wacana Kritis Interaksi Belajar Mengajar di SMUN Kota Padang). (Anggota Peneliti).
8.
2008
Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di Sumatera Barat. (Anggota Peneliti).
Balitbangda Provinsi Sumatera Barat.
373
9.
2007
Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pendidikan di Nagari-nagari Sumatera Barat. (Anggota Peneliti).
Balitbang Depdiknas, Jakarta.
25
10.
2007.
Perilaku Pemberian Suara, Akses dan Kontrol Perempuan Etnis Cina (Tionghoa) dalam Pemilu Legislatif 2004 di Kota Padang. (Ketua Peneliti).
DIPA Universitas Negeri Padang.
7,s
Fundamental
30
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat
Keterampilan Perernpuan Etnis Cina (Tionghoa) di Kota Padang dalarn Melakukan Aktifitas Politik. (Anggota Pelaksana).
Guru-guru PKn SMA Negeri se-Kota Padang Tentang Dinamika Sistem Politik Indonesia. (Anggota Pelaksana).
Padang Tentang Hak Asasi Manusia dan
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal.
trol I'olitik Mnsyar.
-
Kota Padang. (Mandiri).
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuanlseminar Ilmiah nar
G. Pengalaman Penulisan Buku
I
I
H. Pengalaman Perolehan HIU
I
I
I
I.
Pengalaman Merumuskan Kebijakan PuhlikIRekayasa Sosial Lainnya
J.
Penghargaan Yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir (Dari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi Lainnya)
Padang, Desember 20 12 Yang bersangkutan,
Dra. A1 Rafni, M.Si
CURRICULUM VITAE ANGGOTA PENELITI A. Identitas Diri. 1
Nama Lengkap
Drs. Suryanef, M S .
2
Jabatan Fungsional
Lektor Kepala.
3
NIP
19640606 1991 03 1 006.
4
NlDN
0006066407.
5
Tempat dan Tanggal Lahir
Payakumbuh, 06 Juni 1964.
6
Alamat Rumah
Perumahan Pondok Pinang C-16 Lubuk Buaya, Padang25173
7
Nomor TeleponIFaksMP
075 1-482731/ 08126769926.
8
Alamat Kantor
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, JI.Prof.Dr.Hamka Air Tawar Padang
9
Nomor telepon/Faks
075 1-705567110751-7055671
10
Alamat e-mail
[email protected]
11
Lulusan yang telah dihasilkan
S l = 125 orang
12
Mata Kuliah yang diampu
B. Riwayat Pendidikan
1. Ilmu Politik. 2. Sistern Politik Indonesia. 3. Dernokrasi di Indonesia. 4. Metode Penelitian Sosial.
C. Pengalaman Penelitian Ian ' .
Sum ber
--
dumlal (Juta Rj
t a b ~I'olit~Ldarl Peril: ku
Sumatera Barat. Sumatera Barat. (Anggota Peneliti). 6.
2008
Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagai Basis Penataan Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat. (Tahun I), (Anggota Peneliti).
Hibah Bersaing
48,5
7.
2008
Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di Sumatera Barat. (Anggota Peneliti).
Balitbangda Provinsi Surnatera Barat.
37,5
8.
2007
Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pendidikan di Nagari-nagari Sumatera Barat. (Ketua Peneliti).
Balitbang Depdiknas. Jakarta.
25
9.
2007.
Perilaku Pemberian Suara, Akses dan Kontrol Perempuan Etnis Cina (Tionghoa) dalam Pemilu Legislatif 2004 di Kota Pedang. (Anggota Peneliti).
DIPA Universitas Negeri Padang.
7,s
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat
(Juts
K
--
gkiitan Pengeta'luan. Kepeduli~nserta
ng Hak Asasi Manusia. 5.
2008
Pendalaman Materi Pembelajaran PKn Bagi Guru-guru PKn SMA Negeri se-Kota Padang Tentang Dinamika Sistem Politik Indonesia. (Ketua Pelaksana).
MGMP Kota Padang.
3
6.
2007
Pendalaman Materi Pernbelajaran PKn Bagi Guru-guru PKn SMK Negeri se-Kota Padang Tentang Hak Asasi Manusia dan Sistem Politik (Ketua Pelaksana).
MGMP Kota Padang.
3
7.
2007
Pendalaman Materi Pembelajaran PKn Bagi Guru-guru PKn SMP Negeri se-Kabupaten Tanah Datar Tentang Budaya Politik. (Ketua Pelaksana).
MGMP Kabupaten Tanah Datar.
3
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal
Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada PertemuanISeminar Ilmiah
F.
Pembelajaran PKn".
Depkum dan HAM Provinsi Sumbar.
5.
Seminar Nasional Hasil Penelitian Hibah Bersaing.
Pemberdayaan Masyarakat Adat di Nagari-nagari Sumatera Barat.
7-8 April, 2008, Hotel Millenium, Jakarta.
6.
Seminar Nasional "Menuju Pemilu Demokratis",
Kampanye dalam Pemilu yang Demokratis.
Fakultas Hukum Universitas Andalas, 4 Februari 2007.
G. Pengalaman Penulisan Buku
H. Pengalaman Perolehan HKI
H. Pengalaman Merumuskan Kebijakan PubliWRekayasa Sosial Lainnya
I.
Penghargaan Yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir @ari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi Lainnya)
Padang, Desember 20 12 Yang bersangkutan,
Drs. Suryanef, M.Si.
Peran Partai Politik dalam Pembinaan Kader Perempuan: Upaya Menuju Penguatan Kapasitas Legislatif Daerah Oleh: Al Rafni dan Suryanef Dosen Jurusan Ilmu Sosial Politik (ISP) Fakultas Ilmu-ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang. Abstract Political parties have a strategic role in increasing women's representation in the legislatztre. The patterns and system development of gender responsive femalc cadres can be entry points for strengthening the capacity of regional legislatures. The articles taken from some of the results of the studies recommend the need for coaching afflmative treatment of women cadres from both the structure of the party or outside the parry structure. Similarly, in terms of internal party strategy or policy, materials, and methods of coaching. Keywords : political parties, development of female cadres, strengthening the capacity of local legislative.
I. PENDAHULUAN. Partai
politik
memiliki
peranan
strategis dalam
melakukan
upaya
pemberdayaan perempuan di bidang politik. Posisi strategis partai dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan internal. Kebijakan tersebut berkaitan dengan strategi pembinaan yang dilakukan terhadap kader perempuan anggota partai politik, proses rekrutmen yang lebih adil ataupun kebijakan-kebijakan lain yang perlu diambil. Hal ini penting guna meningkatkan peran serta perempuan dalam politik, terutama dalam meningkatkan ketenvakilan perempuan di lembaga legislatif baik secara kuantitas maupun kualitas. Fakta menunjukkan selama ini ketenvakilan perempuan di lembaga legislatif baik secara nasional ataupun lokal (kabupatenlkota) sangat rendah. Selama pemilu masa Orde Baru secara nasional perempuan hanya tenvakili tidak lebih dari 12%. Sementara itu di era reformasi hasil pemilu 1999 mencatat ketenvakilan perempuan di lembaga legislatif merosot menjadi 9%, pemilu 2004 hanya tenvakili sekitar 11% dan untuk pemilu 2009 malah kembali ke titik 9%. Sementara di Sumatera Barat pada pemilu 2009 di setiap kabupatenkota berkisar antara 1 sampai 6 orang, malah di
beberapa kabupatenlkota tidak terdapat sama sekali anggota legislatif perempuan (KPUD, 2009). Fakta tersebut diikuti pula oleh beberapa hasil penelitian yang menggambarkan masih belum optimalnya kualitas wakil rakyat perempuan (M. Asfar, 1996 ;Anik Retnoningtias, 1997 ; A1 Rafni dan Suryanef, 2006 ;Yusran dan Suryanef 2007). Sebagai salah satu institusi demokrasi partai politik melaksanakan berbagai fungsi untuk memberdayakan perempuan kader partainya. Fungsi tersebut antara lain adalah fungsi pembinaan (kaderisasi) dan fungsi rekrutmen politik. Kaderisasi merupakan proses penyiapan sumberdaya manusia agar kelak mereka menjadi para pemimpin untuk mampu membangun peran dan fungsi organisasi secara lebih bagus (Koirudin, 2004). Sedangkan rekrutmen politik merupakan pelaksanaan fungsi partai politik dimana partai menyeleksi individu-individu untuk dapat masuk ke dalam peranan politik aktif sebagaimana yang dikemukakan oleh Czudnowski (1975) "... the processes through which individuals are inducted into active political roles. " Untuk menjadi kader yang berkualitas dan terseleksi dalam mengisi jabatanjabatan publik, perempuan kader partai harus mendapatkan sistem pembinaan yang jelas, komprehensif dengan strategi pembinaan, materi dan metode pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan perempuan itu sendiri. Disamping itu perlu dilakukan tindakan afirmatif di internal partai sehingga membuka akses dan kesempatan bagi perempuan untuk tidak saja menjadi anggota partai, tetapi juga menjadi pengurus partai dengan menduduki posisi yang strategis, serta membuat mereka mampu untuk terlibat dalam posisi pengambil keputusan. Pentingnya melakukan tindakan afirmatif (tindakan khusus sementara) dari internal partai terhadap kader partai perempuan sebenarnya merupakan bagian panjang dari sejarah keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Affirmative action pernah dilakukan oleh pemerintah melalui mekanisme kuota 30% ketenvakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif di parlemen dan pada saat pendirian partai politik. Afjrmative action sering didefinisikan sebagai "langkah strategis" untuk mengupayakan kemajuan dalam ha1 kesetaraan dan kesempatan yang lebih bersifat substantif dan bukannya formalitas bagi kelompok-kelompok tertentu seperti kaum perempuan atau minoritas kesukuan yang saat ini kurang tenvakili. Afjrmative action
adalah intervensi struktural yang hams dilakukan sebagai tindakan darurat untuk memperbaiki ketimpangan yang ada dalam waktu yang cepat. Bila tidak, harus menunggu perubahan secara alami, secara bersungguh-sungguh dan memerlukan waktu bertahun-tahun serta beberapa generasi. Oleh karenanya diperlukan intervensi politik dan hukum yang memaksa orang berperilaku sesuai yang diinginkan. Walaupun affirmative action pada akhirnya "tereliminasi" dengan dikeluarkannya keputusan Mahakamah Konstitusi No.24PUU-412000 yaitu penghapusan nomor urut dan menggunakan suara terbanyak untuk penentuan anggota legislatif. Adanya tindakan khusus dari internal partai dalam membina kader partai perempuan
merupakan
satu langkah strategis dalam meningkatkan kualitas
ketenvakilan perempuan di lembaga legislatif. Ketenvakilan perempuan dalam legislatif sangat penting mengingat perempuan memiliki kebutuhan khusus yang hanya dipahami dengan baik oleh perempuan sendiri. Pembinaan dari partai terhadap kader masih menemui banyak kendala sebagaimana diungkapkan Mary (dalam Fadilah Putra, 2003), bahwa "selama ini partai lebih banyak mengkonsentrasikan perhatiannya pada rekrutrnen massa dan kadernya, dibanding meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM)." Pembinaan kader partai perempuan perlu dilakukan dengan strategi, materi dan metode yang cocok untuk kebutuhan seorang perempuan anggota legislatif. Mulai dari legal drafting, menyusun anggaran yang responsif gender dan kebijakankebijakan publik yang berpihak pada perempuan. Hal ini sebagaimana disampaikan salah seorang anggota DPR Hetifah Sjaifudian (2011) dalam seminar yang diselenggarakan oleh Konrad Adenaver Stiflung (KAS) bekerjasama dengan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sumbar di Padang tanggal 30 Juni - 1 Juli 201 1 tentang Penguatan Perempuan dalam Politik dan Masyarakat, bahwa : "Perempuan adalah agen perubahan menuju kehidupan yang lebih berkualitas. Oleh sebab itu sangat penting bagi perempuan untuk duduk dalam posisiposisi penting di wilayah kebijakan publik. Dalam jumlah yang sedikit, suara perempuan tidak akan memiliki kesempatan untuk membawa perubahan yang berarti dalam proses pengambilan keputusan politik. Untuk itu dengan adanya sedikit perempuan di legislatif harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mendorong adanya pembaharuan dan perbaikan situasi."
Oleh karena itu permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah bagairnanakah peran partai politik dalam pembinaan kader perempuan yang meliputi strategi, materi maupun metode pembinaan agar dapat meningkatakan kapasitas perempuan kader partai dan sekaligus sebagai upaya penguatan kapasitas legislatif daerah?
11. PEMBAHASAN. 1. Perempuan dan Partai Politik.
Upaya peningkatanlpenguatan peran perempuan di lembaga legislatif merupakan upaya menuju kesetaraan gender di bidang politik. Kesetaraan gender telah menjadi pembahasan yang serius mulai dari Jakarta Plan of Action for the Advancement of Women in Asia and the Pacfzc, Juni 1994 di Jakarta dan Konferensi PBB IV tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. Terakhir menjadi salah satu target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, dimana tujuannya adalah menigkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di segala bidang termasuk bidang politik. Kemudian di ranah nasional telah tersedia seperangkat regulasi yang menjamin kesetaraan gender dalam representasi yaitu : (1)
UUD 1945 pasal 28 h ayat 2 tentang perlakuan khusus terhadap kelompok marjinal ; (2) UU No.68 tahun 1958 menyatakan akan jaminan persamaan hak politik antara perempuan dan laki-laki ; (3) UU No.7 tahun 1984 yang meratifikasi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan ; (4) UU No.39 tahun 1999 tentang HAM yang mengatur hak perempuan ; (5) Tap MPR RI No.VI12002 yang merekomendasikan pada Presiden untuk kuota 30% bagi perempuan di lembaga pengambilan keputusan ; (6) rekomendasi Dewan Sosial dan Ekonomi PBB agar negara-negara anggota PBB dapat memenuhi target 30% perempuan untuk duduk dalam lembaga pengambilan keputusan hingga tahun 2000. Bahkan sekarang telah diperbaharui menjadi sebesar 50%, lima tahun setelah Konferensi Beijing ; (7) UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu pasal 65 ayat 1 ; (8) UU No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik, yang pada pasal 20 menegaskan keharusan menyertakan 30% kepengurusan perempuan dalam pendirian partai politik ; dan (9) W No.10 tahun 2008 tentang Pemilu 2009, dimana pada pasal 53 mengakomodir kuota 30% dalam pencalonan anggota legislatif perempuan. Tetapi berbagai peraturan ini akan menjadi
barang yang mati kalau tidak ditunjang oleh aksi kongkrit menuju pemberdayaan perempuan di bidang politik. Partai politik sebagai salah satu institusi demokrasi memiliki peran strategis dalam melakukan pemberdayaan perempuan di bidang politik. Salah satu peran krusial partai adalah melakukan pembinaan terhadap perempuan kader partai untuk disiapkan menjadi kader perempuan yang berkualitas dan sekaligus mendongkrak ketenvakilan perempuan di politik khususnya di lembaga legislatif. Mengapa diperlukan ketenvakilan politik perempuan? Menurut Valina Singka Subekti (2008) ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan. Pertama, terkait dengan hak-hak politik perempuan yang merupakan bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari hak asasi manusia. Kedua, dalam sistem demokrasi pandangan dari kelompok-kelompok yang berbeda harus dipertimbangkan dalam formulasi kebijakan strategis. Ketiga, terkait dengan masalah kuantitas bahwa perempuan adalah bagian terbesar
dari
penduduk Indonesia (lebih dari 50%). Keempat, terkait dengan persoalan kompleks yang dihadapi Indonesia di era transisi ini termasuk masalah ekonomi, lapangan kerja, kemiskinan dan integrasi bangsa. Dalam konteks ini perempuan adalah bagian terbesar dari mereka yang kurang beruntung, sehingga mereka tetap berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Oleh karena itu peningkatan ketenvakilan perempuan di lembaga legislatif baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan untuk samasama berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi pandangan dari kelompok-kelompok harus dipertimbangkan dalam ,
formulasi kebijakan strategis (International IDEA, 2002). Pembinaan yang dilakukan oleh partai politik pada perempuan kader partai dilaksanalan melalui proses kaderisasi. Kaderisasi merupakan proses penyiapan sumberdaya manusia agar kelak menjadi pemimpin yang mampu membangun peran dan fingsi organisasi secara lebih baik. Menurut Koirudin (2004) strategi pembinaan terhadap kader partai mengandung dua persoalan yaitu : Pertama, bagaimana usahausaha yang dilakukan partai untuk meningkatkan kemampuan kader baik berupa pengetahuan maupun keterampilan (skill). Kedua, bagaimana upaya yang dilakukan
oleh partai untuk membentuk dan mempersiapkan tenaga-tenaga potensial, militan, penuh dedikasi dan mampu menjaga kelestarian visi dan misi partai. Sehubungan dengan ha1 tersebut terdapat beragam sistem pembinaan yang dilakukan oleh partai politik. Mariati~sSholikhah (2008) mengungkapkan sistem kaderisasi yang digunakan PDI-Perjuangan adalah stelsel aktif yaitu suatu sistem yang menerapkan bahwa setiap orang yang ingin menjadi kader partai harus aktif. Implementasi sistem kaderisasi melalui 4 fase yaitu : (1) rekrutmen ; (2) proses seleksi ; (3) pendidikan politik ; dan (4) pengembangan. Adapun metode pembinaan adalah melalui metode diskusi. Sementara sistem pembinaan kader PKS melalui gerakan tarbiyah seperti halaqah atau mentoring, rilah amal jamai (kerja kolektif) dan mukhayyam (berkemah). Dijelaskan lebih lanjut bahwa akar kekuatan kader PKS bertumpu pada kekuatan anggotanya di dalam lingkaran-lingkaran pengajian yang dibina secara berkesinambungan yang disebut dengan liqo. Di dalam liqo mereka memiliki tingkatan-tingkatan dan untuk masuk tiap-tiap tingkatan itu juga melalui suatu ujian atau pelatihan. Kata liqo berasal dari Bahasa Arab yang artinya pertemuan.
Liqo bertujuan untuk membentuk wawasan dan kepribadian yang islami sesuai dengan misi PKS. Beberapa penelitian tentang strategi pembinaan kader oleh partai politik mengungkapkan bahwa hampir semua partai politik di Indonesia tidak memiliki pola pembinaan kader yang jelas. Forum politisi (2006) memetakan salah satu masalah dalam pengembangan internal partai politik adalah belum mampunya partai melaksanakan kaderisasi dengan baik. Belum mampunya partai politik dalam melakukan pembinaan kader pada akhimya akan berpengaruh pada penampilan politik wakil rakyat tersebut. Penelitian Al Rafni dan Suryanef (2006) serta Rahmadani Yusran dan Suryanef (2007) membuktikan bahwa dari segi penggunaan hak-haknya sebagai anggota legislatif perempuan ternyata masih rendah. Hal yang senada juga diungkapkan hasil penelitian Litbang Republika bekerjasama dengan The Asia Foundation bahwa keberadaan perempuan diparlemen lebih didasarkan pada
charity daripada political will (kehendak politik yang diperjuangkan). Kehadiran perempuan di parlemen lebih terkait dengan profesi dan karir suami, rekrutmen dalam partai lebih karena keinginan untuk mendukung profesi dan kedudukan suami mereka (Ani Soetjipto, 2000). Dalam mengatasi persoalan-persoalan m
dalam kehidupan politik, maka partai politik dapat memainkan perannya sebagai institusi politik dan sekaligus memiliki posisi strategis memperkuat partisipasi perempuan dalam bidang politik, baik secara kualitas maupun kuantitas (Tari Siwi Utami, 2001). Secara umum ada empat argumen pentingnya perluasan partisipasi perempuan di lembaga legislatif yaitu : Pertama, tugas atau peran yang berkaitan dengan perempuan. Hal ini berdasarkan pemikiran pentingnya keberadaan perempuan tenvakili dalam lembaga pengambil keputusan dan menumbuhkan kepercayaan bagi masyarakat umum terutama kaum perempuan bahwa mereka juga dapat ikut serta dalam proses pengambilan .keputusan tersebut. Kedua, berkaitan dengan keadilan. Secara kuantitas, ketenvakilan perempuan dan laki-laki dalam lembaga legislatif hams seimbang. Ketiga, kepentingan perempuan. Perempuan perlu ikut berperan dalam lingkungan politik formal untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan perempuan. Keempat, revitalisasi demokrasi. Hal ini menggambarkan bahwa perempuan seharusnya beraprtisipasi aktif dalam posisi-posisi kekuasaan guna memberikan dinamikan dalam perbedaan politik yang ada dan dalam lingkungan publik (Squires, 2000). Lebih lanjut menurut Ani Soetjipto (2005) ada enam cara
yang dapat
dilakukan oleh partai politik untuk memajukan peran perempuan yaitu : (1) gender sensitivity training (pelatihan kepekaan gender) yang didasarkan pada pendidikan politik. Hal ini digunakan untuk mengubah opini dan pandangan masyarakat tentang politik dan juga merupakan proses pemberdayaan bagi perempuan untuk mengetahui hak-hak yang dimilikinya dan bagaimana cara penggunaan hak tersebut ; (2) strategi untuk membawa suara perempuan masuk ke dalam sebuah organisasi atau partai politik ; (3) lobbying (kegiatan lobi), kampanye dan advokasi serta kerjasama dengan
LSM dan pemerintah ; (4) aktivitas partai politik untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan ; (5) identifikasi dan dukungan bagi perempuan ; dan (6) perlunya kuota agar terjadinya keseimbangan dan untuk mencapai critical mass (angka strategis). Model pembinaan partai politik baik dari segi strategi pembinaan, materi pembinaan, maupun metode pembinaan hendaknya dikembangkan dan sesuai dengan kebutuhan perempuan. Squires 2000) dalam bukunya Gender in Political Theory menyebutkan
diperlukannya
perlakuan
khusus
bagi
perempuan.
Ia juga
mengungkapkan bahwa
perempuan menempati posisi yang berbeda dalam
masyarakat, pengalaman yang berbeda untuk memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan spesifik (khusus) perempuan, maka akan lebih baik diwakili oleh perempuan. Strategi yang jelas dari partai serta komitmen partai memberikan afirmatif terhadap kader perempuan tentu akan menjadi ha1 yang krusial dalam meningkatkan kualitas ketenvakilan perempuan. Disamping itu materi pembinaan untuk kader perempuan hendaknya relevan dengan tugas-tugasnya di dalam keanggotaan badan legislatif.
2. Peran dan Fungsi Badan Legislatif Daerah. Mengenai fungsi lembaga legislatif daerah menurut BN. Marbun (1993) adalah fungsi memilih dan menyeleksi, fungsi membuat peraturan daerah, fungsi debat dan representasi. Sementara Arbi Sanit (1985) membaginya menjadi fungsi penvakilan politik, fungsi peraturan dan fungsi pengawasan. Walau pun terdapat beberapa pembagian fungsi akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi legislatif atau fungsi pembuatan peraturan daerah adalah yang paling utama. Selanjutnya dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan (pasal 41). Adapun tugas dan wewenang DPRD dijelaskan dalam pasal 42 UU tersebut sebagai berikut : (1) membentuk perda bersama kepala daerah ; (2) membahas dan menyetujui APBD ; (3) melaksanakan pengawasan ; (4) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala dearahlwakil kepala daerah ; (5) memilih wakil kepala daerah dalam ha1 terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah ; (6) memberikan pendapat dan pertimbangan terhadap rencana perjanjian internasional di daerah ; (7) memberikan persetujuan terhadap rencana ker-ja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah ; (8) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah ; (9) membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah ; (10) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah ;dan (I 1) melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan fungsi dan tugas serta kewenangan yang dimiliki oleh anggota DPRD pada akhirnya akan menentukan kualitas anggota dewan itu sendiri serta hubungannya dengan para konstituen.
Selanjutnya Bambang Yudhoyono (2001) menjelaskan kualifikasi kemampuan ideal yang hams dimiliki seseorang untuk menjadi kader partai termasuk perempuan sebagaimana terlihat pada matrik berikut ini. No. 1.
2.
Area Bidang Politik Lembaga legislatif.
Partai Politik.
Jenis Jabatan a. Ketua DPRD b. Waka DPRD c. Ketua Fraksi d. Waka Fraksi e. Ketua Komisi f. Waka Komisi
Kualifikasi kemampuan ideal P Politiklideologi. 9 Manajemen kelegislatifan. 9 Lobbying. b Teknik persidangan. b Retorika dan public opinion. 9 Kebudayaan (terutama lokal). 9 Manajemen pemerintahan. 9 Legal draping. b Sesuai bidang yang dipimpinnya (khusus bagi Ketua Komisi). 9 Etika politikl pemerintahan dan moralitas.
g.
Anggota DPRD
b b b
a.
Pengurus DPDIW. Pengurus DPCIW.
9 9 b 9
Pengurus PAC/ Ranting.
9 Politiklideologi. b Propagandalretorika. 9 Rekrutmen massa. 9 Mobilitas massa.
b.
c.
Politiklideologi. Lobbying. Komunikasi/retorika dan public opinion. b Kebudayaan (terutama lokal). 9 Legal draping. 9 Bidang tertentu (bebas). Leadership. Politiklideologi. Administrasi/organisasi. Komunikasi/propaganda dan retorika. 9 Kemasyarakatan. > Rekrutmen politik. b Kebudayaan (terutama lokal). P Provokasi. b Lobbying, dan lain-lain.
Dengan demikian terungkap materi-materi yang harus dikuasai oleh seorang kader partai mulai dari kapasitasnya sebagai Ketua DPRD, Ketua Komisi, anggota DPRD sampai Pengurus PAC/Ranting dari suatu partai politik. Materi-materi tersebut hendaknya disampaikan dalam satu metode yang memudahkan perempuan belajar serta sesuai dengan kebutuhannya.
3. Kedudukan dan Peranan Perempuan Anggota Dewan di DPRD Propinsi Sumatera Barat. Kedudukan dan peranan perempuan anggota dewan memang tidak berbeda dengan anggota dewan laki-laki. Pada tulisan ini ingin dipaparkan bagaimana keberadaan perempuan dalam konstelasi parlemen daerah dalam ha1 ini DPRD Propinsi Sumatera Barat. Anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat periode 2009-2014 diambil sumpahnya (dilantik) tanggal 28 Agustus 2009, bertjumlah 55 orang yang terdiri dari 48 orang laki-laki dan 7 orang perempuan (12%). Kondisi ini memberi arti tidak tercapainya kuota 30%. Walaupun demikian apabila dibandingkan dengan anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat periode 2004-2009 dimana perempuannya hanya 5 orang (9%), terjadi peningkatan. Para anggota dewan telah dipilih atas pergulatan dalam sistem, baik di tingkat partai maupun dalam pemilu. Sistem demokrasi telah menempatkan para anggota dewan menjadi bagian dan representasi kedaulatan rakyat melalui model penvakilan. Prinsip ketenvakilan rakyat menjadi pondasi utama negara demokrasi sebagai upaya menghilangkan penguasa otoriter oleh sekelompok orang atas lainnya. Dalam sistem pemerintahan menurut UU No.32/2004 DPRD adalah unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. Sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah, kedudukan DPRD adalah sejajar, dan merupakan mitra kepala daerah. Sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah, DPRD mempunyai peran untuk membuat kebijakan berupa pengaturan dalam bentuk peraturan daerah (fungsi legislasi atau lebih tepat disebut sebagai fungsi pengaturan), fungsi anggaran dan fungsi pengawasan politik. Sebagai wakil rakyat, DPRD mempunyai fungsi ,mewakili kepentingan masyarakat apabila berhadapan dengan pihak eksekutif maupun pihak supradaerah (daerah yang lebih tinggi tingkatnya atau pemerintah pusat), serta fungsi advokasi yakni melakukan agregasi aspirasi masyarakat (Sadu Wasistiono dan Yonantan Wiyoso, 2009). DPRD'mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 Pasal42 yaitu: a. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
b. Menetapkan APBD bersama dengan kepala daerah. c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah, peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional daerah. d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhantian Kepala DaerahrWakil Kepala Daerah kepada Presiden atau Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur dan melalui Gubernur bagi BupatiIWalikota. e. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah.
f. Meminta laporan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. g. Memilih Wakil Kepala Daerah dalam ha1 terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah. h. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan Kepala Daerah. j.
Melakukan
pengawasan
dan
meminta
laporan
KPUD
dalam
penyelenggaran pemilihan Kepala Daerah. k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antara daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani rnasyarakat dan daerah. DPRD mempunyai beberapa hak berikut : (1) interpelasi ; (2) angket ; dan (3) menyatakan pendapat. Sementara itu anggota DPRD mempunyai hak sebagai berikut ; (I) mengajukan rancangan Peraturan Daerah ; (2) mengajukan pertanyaan ; (3) menyampaikan usul dan pendapat ; (4) memilih dan dipilih ; (5) membela diri ; (6) imunitas ; (7) protokoler ; dan (8) keuangan dan administratif (UU No.32 Tahun 2004 Pasal43 ayat 1 dan Pasal44). Kewajiban anggota DPRD diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 45 yaitu:
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Tahun. 1945, dan mentaati segala peraturan perundang-undangan. b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan NKRI. d. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan daerah. e. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. f. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. g. Memberikan pertanggung jawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya. h. Mentaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpahljanji anggota DPRD, menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Untuk itu anggota DPRD hams memahami etika politik dan etika pemerintahan sebagai refleksi dan sistem norma. Bila dilihat lebih lanjut DPRD terdiri dari alat kelengkapan dan fraksi-fraksi. Alat kelengkapan DPRD terdiri dari : Pimpinan Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk dalam rapat paripurna. Pimpinan DPRD Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan kursi terbanyak berikutnya. Badan musyawarah terdiri dari unsur-unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD yang tugas utamanya menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD.
Pada Badan Musyawarah ini anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat yang perempuannya ada 5 (lima) orang. Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah saru komisi. Masa penempatan anggota dalam komisi dan perpindahan ke komisi lain, diputuskan dalam rapat paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran. DPRD Propinsi Sumbar memiliki 4 (empat) komisi, yaitu : Komisi I membidangi pemerintahan. Pada komisi ini ada terdapat 2 perempuan. Komisi I1 yang membidangi ekonomi dan keuangan. Komisi I11 membidangi pembangunan. Dalam komisi ini terdapat 1 orang Perempuan. Komisi IV yang membidangi kesejahteraan rakyat. Disini terdapat 4 orang Perempuan (Sitti Izzati Azis, 201 1). Badan Legislasi (Baleg) Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD dalam rapat paripurna DPRD, susunan keanggotaannya dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang dalam rapat paripurna. Pimpinan Baleg dipilih dari dan oleh anggota. Fenomena menarik bahwa pimpinan Baleg adalah Perempuan yaitu Hasranita dari Partai Demokrat. Salah satu tugas Baleg adalah menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan. daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD. Dalam Baleg ini terdapat 2 (satu) anggota DPRD yang perempuan. Badan Anggaran (Banggar) terdiri dari utusan fiaksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dengan mempertimbangkan ketenvakilan komisi, salah satu tugasnya adalah memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Gubernur dan mempersiapkan rancangan APBD selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD. Dalam Banggar ini terdapat 2 (dua) anggota DPRD yang perempuan. Selanjutnya Badan Kehormatan (BK) anggotanya 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD berdasarkan dari usulan fraksi-fraksi dalam rapat paripurna. Pada badan kehormatan tidak ada anggotanya yang perempuan, semua laki-laki. Salah satu tugas utama dari BK ini adalah mengamati, mengevaluasi
disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD. Alat kelengkapan lainnya yang diperlukan adalah Panitia Khusus (Pansus) atau bentuk lainnya dengan keputusan DPRD atas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah (Bamus) dengan persetujuan rapat paripurna. Alat ini diusulkan oleh aiat kelengkapan dewan berdasarkan kebutuhan, bersifat tidak tetap dan keanggotaannya terdiri atas komisi terkait yang mewakili semua unsur fraksi. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk Fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD, yang anggotanya paling sedikit sama dengan jumlah Komisi di DPRD Propinsi Sumatera Barat (4 orang). Dalam ha1 partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan, anggotanya dapat bergabung dengan Fraksi yang ada atau membentuk Fraksi gabungan. Adapun fraksi-fraksi yang terdapat dalam DPRD Propinsi Sumatera Barat sejumlah 8 Fraksi, terdiri dari : (1) Fraksi Partai Demokrat ; (2) Fraksi Partai Golkar ; (3) Fraksi PKS ; (4) Fraksi PAN ; (5) Fraksi Partai Hanura ; (6) Fraksi Partai Gerindra ; (7) Fraksi PPP ; dan (8) Fraksi Partai Perjuangan Reformasi. 3. Peran Partai Politik dalam Pembinaan Kader Perempuan dari Segi Strategi, Materi, dan Metode Pembinaan.
a. Strategi Pembinaan. Strategi pembinaan terhadap perempuan kader partai pada hakekatnya adalah usaha-usaha yang dilakukan partai untuk meningkatkan kemampuan kader, baik berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan (vkill). Upaya- upaya tersebut dilakukan partai untuk membentuk dan mempersiapkan tenaga-tenaga potensial, militan, penuh dedikasi, dan mampu menjadi kelestarian visi dan misi partai. Penelitian terkait dengan strategi pembinaan kader ini dilakukan terhadap PAN, Golkar, Gerindra, dan Demokrat. Partai Amanat Nasional (PAN) memiliki badan pengkaderan tersendiri. Badan pengkaderan DPW PAN Sumatera Barat diharapkan menjadi "dapur" yang mengolah sekaligus meng-upgrade pemahaman dan kualitas kader. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang pengurusDPW PAN Sumatera Barat (wawancara tanggal 16 Juli 20 12) :
"Kerja organisasi badan pengkaderan tentu berorientasi pada penetapan arah dun proyeksi p o t r e t m r partai ideal, tidak hanya perempuan tetapijuga laki-laki. Untuk itu kegiatan dun strategi yang dilakukan badan pengkaderan hendaknya mampu mendorong lahirnya kader partai yang memahami ideologis serta platform partai sehingga segala sikap dun perilaku kader dalam berhubungan dengan sesama kader dun masyarakat pada umumnya betul-betul dapat mencerminkan rvatak seorang kader PAN yang jujur dun berjiwa reformis. " Adapun strategi pembinaan kader partai dilakukan secara reguler dan insidental. Secara reguler dilakukan dengan beberapa tingkat pelatihan yaitu : pertama, Latihan Kader Amanat Dasar (LKAD). Apabila kader partai telah memiliki sertifikat LKAD sebagai tanda bukti kelulusan, maka akan dilanjutkan ke strategi kedua yaitu Pelatihan Kader Amanat Madya (LKAM) untuk tingkat propinsi dan jenjang strategi pembinaan ketiga yaitu Pelatihan Kader Amanat Utama (LKAU) untuk tingkat nasional. Disamping itu juga terdapat strategi pembinaan secara insidental seperti Coaching Instruktur Nasional (CIN), Training of Instructure (TOI), dan Coaching Instruktur Daerah Khusus (CID), dan pelatihan calon anggota legislatif PAN se-Sumatera Barat. Strategi pembinaan baik yang bersifat reguler maupun insidental dilaksanakan oleh semua kader partai tanpa membedakan perempuan atau laki-laki. Bila dicermati program kerja Badan Pemberdayaan Perempuan DPW PAN Propinsi Sumatera Barat terdapat strategi pembinaan yang khusus yaitu kader propinsi seperti kerjasama antar organisasi dalam bentuk kegiatan raker pemberdayaan perempuan PAN, mulai dari DPW, DPD, DPC, dan DPRt se-Sumatera Barat, pembentukan pengajian amanah dan menjalin hubungan baik Mitra PAN dengan ibu-ibu Aisyah, dan melakukan TOT untuk perempuan PAN. Selain badan pemberdayaan Perempuan, DPW PAN Sumatera Barat juga terdapat organisasi sayap yang disebut PUAN (Perempuan Amanat Nasional). Sebagaimana yang dipaparkan oleh seorang anggota dewan perempuan dari partai PAN (wawancara tanggal 16 April 20 12) berikut ini : "Sebenarnya di PUAN terdapat juga program-program pembinaan rutin dun pembinaan insidental untuk menciptakan kader partai yang amanah, seperti strategi pembinaan mental dun religius dilakukan dengan pembentukan pengajian amanah secara reguler. Sementara untuk yang insidental juga dilakukan k r j a sama dengan berbagai organisasi perempuan lainnya. "
Strategi pembinaan dalam Partai Demokrat juga dilakukan secara reguler dan insidental. Secara reguler bisa dilakukan di tingkat pusat, propinsi, dan tingkat kabupatenkota.
Pembinaan kader dalam Partai Demokrat dimulai dari struktur
organisasi yang terendah yaitu Pekarting (Pembinaan Kader Ranting), Pekarancab (Pembinaan Kader Anak Cabang), Pekercab (Pembinaan Kader Cabang) Perkada (Pembinaan Kader Daerah) dan Pekarpus (Pembinaan Kader Pusat). Sementara secara insidental, bisa juga berasal dari partai dan dari kerjasama dengan berbagai pihak seperti program dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pengkajian Politik atau Lembaga Strategi Promosi dan Investasi Daerah (LESPIDA), serta Lembaga Studi Politik dan Anggaran Daerah (LESPANGDA) dan lain-lainnya. Sebagaimana halnya PAN, Partai Demokrat juga mempunyai organisasi sayap, yaitu Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI) yang juga bergerak untuk pemingkatan kapasitas dan menyiapkan kader-kader yang militan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh seorang anggota dewan dari Partai Demokrat (wawancara tanggal 19 April 20 12) : "Strategi yang ditempuh oleh Partai Demokrat untuk membina perempuan kader partai adalah memberikan pembekalan yang sifatnya rutin dari struktur partai sebagaimana visi misi partai. Pendidikan politik dilakukan secara umum, khusus untuk perempuan, partai memfokuskan untuk merekrut Perempuan-perempuan yang berbakat dan potensial, misalnya untuk DPRD propinsi dengan jumlah keseluruhan anggota 55 orang maka kami hams merekrut 25 orang kader agar bisa disiapkan untuk dibina menjadi anggota dewan. Forum silaturrahmi nasional Demokrat (Silatnas) juga menjadi agenda rutin. Sementara, pembekalan yang berasal dari luar struktur partai umumnya bersifat insidental, sesuai dengan keperluan misalnya pembahasan rancangan undang undang atau sosialisasi suatu peraturan. Peningkatan capacity building yang dilakukan dengan kerjasama LSM, Pemda, dan Badan Pemberdayaan Perempuan juga kerap dilakukan. " Tak
berbeda dengan PAN dan Partai Demokrat, Partai Gerindra juga
melakukan strategi pembinaan kader partainya melalui struktur partai dan di luar struktur
partai.
Melalui
struktur
partai
dilakukan
konsolidasi
organisasi,
pelatihadorientasi umum kader partai baik yang dilakukan oleh partai maupun yang
di tingkat pusat, maupun pelatihan-pelatihan yang sifatnya insidental. Sedangkan di luar partai sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dikemukakan oleh seorang perempuan anggota Dewan dari partai ini (wawancara tanggal 19 Mei 2012) berikut ini :
"Kalau ditanya bagaimana sistem pembinaan kader partai perempuan oleh Gerindra sebagai contoh saya, pada mulanya saya tidak tertarik dengan politik karena selama ini saya bergerak di wiraswasta. Ajakan dun motivasi dari seorang teman membuat saya tertarik. Jadi, pada awal Februari 2008, saya aktif di partai sebagai bendahara umum DPD Propinsi. Waktu itu saya ingat betul diajak Bapak Zulkzj7i Zaihani, Bapak Abel Tasman, dan yang lainnya. Setelah aktif di partai saya mulai mendapat pembinaan orientasi umum program partai dan berbagai pembinaan lainnya seperti yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas atau instansi terkait seperti dari badan pemberdayaan perempuan, Kaukus Perempuan Politik Indonesia @?PI) dan LSM-LSM lainnya. " Dari pernyataan di atas terlihat telah terdapat program-program pembinaan yang dilakukan walaupun terlihat belum tersistematis dengan rencana yang komprehensif. Menarik untuk mencermati lebih lanjut bagaimana Partai Golkar sebagai partai yang telah lama berkuasa dan tentunya memiliki strategi tersendiri tentang pembinaan perempuan kader partainya. Partai Golkar dalam melaksanakan strategi pembinaan perempuan kader partainya dilaksanakan oleh struktur partai dalam dua hal. Pertama, secara umum dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan kader, mulai dari kader dasar, sampai pada tingkatan kader paripurna. Disamping itu, Partai Golkar juga melaksanakan Karakterdes (Kader Penggerak Teritorial Desa). Diharapkan setiap desa ada satu orang kader Golkar. Kedua, pendidikan dan latihan (Diklat) yang dilakukan oleh Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG). Melalui KPPG dilakukan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan untuk pembinaan dan peningkatan kapasitas perempuan kader partai. Dalam KPPG ini dilakukan strategi "one gate policy" dimana kebijakan satu pintu untuk menempatkan kader perempuan sesuai dengan kompetensinya, baik di legislatif daerah maupun di eksekutif. Hal ini diungkapkan oleh seorang anggota dewankader perempuan Partai Golkar yang juga Ketua KPPG Propinsi Sumatera Barat seperti berikut ini :
"Sistem pembinaan diarahkan kepada pelatihan dun pendidikan kader yang dilakukan secara umum dun secara khusus yang dilakukan KPPG. Secara umum diklat pengkaderan dilalnikan berjenjang sesuai dengan wilayah kedudukan kader partai. Diklat pengkaderan umum dilakukan oleh lembaga pengkaderan, biasanya program bersifat rutin dun insidental. Sementara khusus diklat KPPG dilaksanakan untuk pemberdayaan kader perempuan dun biasanya dilaksanakan dengan melibatkan lembaga mitra seperti Pemda dalam ha1 ini Badan Pemberdayaan Politik Perempuan, Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) atau LSM lainnya. "
Strategi pembinaan perempuan kader partai oleh Partai Golkar lebih diarahkan kepada konsolidasi internal perempuan kader partai, peningkatan capacily building dalam rangka sukses kaderisasi dan melakukan sosialisasi kemasyarakatan guna memahami hakikat Partai Golkar dan sekaligus menjaring perempuan-perempuan potensial untuk terjun ke Golkar. Strategi pembinaan perempuan kader Partai Golkar sejak terjadinya reformasi dalam tubuh Golkar dapat dilihat melalui salah satu dari Catur Sukses yang deprogram Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional VIII Tahun 2009 yaitu sukses kaderisasi dan regenerasi yaitu : 1) Menciptakan pola rekrutmen kader yang dilakukan secara terbuka dari
berbagai sumber dan lapisan masyarakat yang mencerminkan Partai Golkar sebagai partai modern dan terbuka yang memiliki ciri pluralisme.
2) Menciptakan sistem perkaderan yang terprogram, terukur dan sistematis terhadap basis-basis Partai Golkar terutama terhadap massa baru dalam masyarakat. 3) Membangun institusi perkaderan yang mandiri guna menjamin berjalannya proses sirkulasi dan regenerasi politik secara sehat dan demokratis.
4) Membangkitkan kembali semangat, militansi dan kecintaan kader terhadap Partai Golkar melalui sistem Karakterdes (Kader Penggerak Teritorial Desa) dan Karsinal (Kader Fungsional) dengan mendayagunakan secara optimal organisasi-organisasi yang mendirikan, yang didirikan dan organisasi sayap Partai Golkar.
5) Merekrut dan mengembangkan kader-kader fingsional di segala bidang (petani, nelayan, guru, dan profesi-profesi lainnya) untuk dapat melaksanakan program-program partai secara profesional di tengah-tengah masyarakat, sebagai penjabaran dari konsep karya kekaryaan Partai Golkar.
6) Mendayagunakan kader-kader Partai Golkar secara efektif dalam berbagai bidang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya sehingga mampu memberikan kontribusi positif di bidangnya masing-masing.
7) Mewujudkan proses regenerasi kepemimpinan partai dalam semua tingkatan termasuk distribusi kader untuk mengisi posisi (jabatan publik) yang dapat menjamin peran partai di tengah-tengah masyarakat.
8) Merekrut kader-kader potensial secara merit sistem khususnya di kalangan usia muda yang telah teruji, memiliki kompetensi dan dengan memperhatikan kesetaraan gender untuk memperkuat struktur kepengurusan Partai Golkar. b. Materi dan Metode Pembinaan. Dalam gambaran strategi pembinaan perempuan kader partai yang dilakukan oleh partai politik, baik PAN, Demokrat, Gerindra dan Golkar terlihat belum tersistematisnya pola pembinaan strategi partai secara internal karena yang justru banyak muncul ke permukaan adalah pelatihan-pelatihan yang bersifat insidental seperti ketika ada rancangan peraturan baru atau ketika ada isu-isu krusial yang hams ditanggapi. Namun demikian berikut ini akan dipaparkan materi pembinaan yang telah diterima oleh para anggota dewan Perempuan di DPRD Propinsi Sumbar. Temuan penelitian menunjukan bahwa pada umumnya materi pembinaan dari struktur partai berkaitan dengafi hakikat partai , visi dan misi partai serta upaya partai dalam menyiapkan kadernya untuk terjun ke dunia politik praktis. Sementara dari luar struktur partai terdapat beberapa ha1 sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang perempuan kader partai yang membidangi bidang pemberdayaan perempuan di Partai Amanat Nasional (wawancara tanggal 14 Juni 20 12) :
"Materi pembinaan dari struktur partai terhadap kader partai secara keseluruhan menyangkut landasan filosofi partai, visi misi partai materimateri yang menyangkut nasionalisme seperti Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRl dun hal-ha1 lain yang menurut partai penting dalam menyiapkan kader partainya dalam berpolitik. Seperti dalam pelatihan reguler biaanya terdapat pengetahuan-pengetahuan praldis tentang kampanye, kiat memperoleh suara dengan simpati, pelatihan tentang pengelolaan keuangan pemerintahan daerah dan pelatihan-pelatihan lainnya sesuai dengan kebutuhan partai Sedangkan capacity building yang dari eksternal partai lebih bersifat pendalaman materi seperti sosialisasi UU baru, pembahasan rmcangan UU baru dari pemerintah pusat , persoalan teknis pemilu, pedoman pelaksanaan kampanye, komunikasi politik dalam pemilu, petunjuk teknis, pelaksanaan pengelolaan keuangan dun protokoler pimpinan dun anggota DPRD ". Materi-materi yang disajikan dalam pembinaan kader pada umumnya tidak dikhususkan untuk perempuan. Dari materi-materi tersebut tergambar kurang tersusunnya materi-materi yang diperlukan oleh kader dalam meningkatkan kualitasnya sebagai anggota dewan baik sebagai kader perempuan maupun kader lakilaki.
Temuan penelitian juga mengungkapkan bahwa materi materi yang responsif gender umumnya difasilitasi oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang politik dan perempuan. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Pengarusutamaan Gender (PUG) pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (wawancara tanggal 18 September 2012) seperti berikut : "Program capacity building untukperempuan kader partai yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dun Keluarga Berencana Propinsi Sumatera Barat telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan diantaranya bekerja sama dengan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) untuk mengadakan forum silaturrahmi bagi anggota legislatif se Sumatera Barat. Tujuan dilaksanakannyaforum silaturrahmi ini adalah untuk menjalin silaturrahmi sesama perempuan politik, baik yang duduk di legislatif maupun yang belum mendapat kesempatan serta menjalin sinergitas yang lebih intens bagi anggota legislatifperempuan dengan KPPI. Secara khusus forum silaturrahmi bertujuan untzlk meningkatkan peran dun kedudukan perempuan di ranah politik, rneningkatkan rasa percaya diri dun pencitraan h u m perempuan, meningkathn proses perumusan kebijakan partai dalam pengambilan keputusan dun menggalang kekuatan serta sinergitas dalam menghadapi pemilu 2014 nanti. Kegiatan lain dalam bentuk lokakarya dun monev perempuan di bidang politik sertcr dalam bentuk pertemuan perempuan politikpropinsi dun kabupaten atau kota se-Sumatera Barat. "
Berbagai program tersebut di atas memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi perempuan politik untuk berkiprah. Adapun materi-materi tersebut adalah : 1) Program dan Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di bidang politik. 2) Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 201 2.
3) Eksistensi KPPI sebagai wadah aktifitas lintas partai dalam pemenangan Pemilu 2014.
4) Resolusi gerakan politik perempuan (strategi cerdas investasi politik menuju Pemilu 2014). 5) Strategi peningkatan capability perempuan dalam meraih simpati publik.
6) Kiat membangun komunikasi politik antar perempuan politik. 7) Strategi mempersiapkan kader politik perempuan menuju lembaga legislatif pada Pemilu 2014.
8) Motivasi diri bagi perempuan politik untuk meningkatkan kapasitas diri.
9) Strategi kerjasama perempuan lintas partai. 10) Strategi cerdas komunikasi politik menuju Pemilu Legislatif 2014. Disamping materi-materi di atas, capacity building untuk perempuan kader partai yang dilakukan di luar struktur seperti : LSM, KPU, Pusat-pusat Studi yang ada di Universitas, Pemerintah Daerah maupun pusat dan LSM yang ada di luar negeri, adalah sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang kader PAN (wawancara tanggal 27 September 20 12) : "Terdapat banyak instansi yang turut n~emberikanpenguatan kepada anggota dewan seperti Lem baga Strategi Promosi dan Investasi Daerah (LESPIDA), Lembaga Studi Politik dan Anggaran Daerah (LESPANGDA), KPU Pusat, Pusat Studi dan Pengembangan Kapasitas Legislatif dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini bekeijasama dalam rangka penguatan kapasitas anggota dewan. " Adapun materi-materi yang diberikan lembaga lembaga tersebut meliputi : 1) Pedoman penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD Propinsi dan KabupatenKota dalam Pemilu 2009. 2) Review singkat terhadap materi pokok Rancangan Undang-undang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 3) Pedoman pelaksanaan kampanpe 2009.
4) Pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. 5) UU No. 15 tahun 20 11 tentang penyelenggaraan pemilu.
6 ) Kebijakan dan arah perubahan UU Politik dan sistem pemilu tahun 2009. 7) Petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
8) Dana alokasi umum propinsi dan kabupaten atau kota. 9) Pertanggungjawaban APBD. 10) Kedudukan keuangan dan protokoler pimpinan dan anggota DPRD. 1 1) Pelatihan Bedah Anggaran. 12) Keterampilan politik dan Public Speaking. 13) Civic Education. 14) Voter Education. Adapun metode pembinaan yang dilakukan oleh keempat partai tersebut umumnya terdapat kesamaan yaitu metode sosialisasi atau penyuluhan, seminar, workshop, jejaring kemitraan, dan advokasi. Lebih lanjut Lili Djenaan (2011)
menjelaskan salah satu metode yang direkomendasikan untuk peningkatan kapasitas perempuan yaitu melalui metode pendidikan kesadaran kritis. Metode yang dilakukan dengan peningkatan kesadaran kritis hendaknya tidak terlepas dari rambu-rambu strategi yang telah ditetapkan sebeiumnya yaitu : (1) punya tujuan yang jelas tentang apa yang ingin dicapai ; (2) punya cara yang tepat untuk mencapai tujuan ; (3) pemantauan terhadap hasil yang diperoleh ; (4) dukungan data yang cukup valid : (5) memanfaatkan media semaksimal mungkin ; (6) kesadaran bahwa apa yang dilakukan merupakan sebuah kerjasama (semua pihak memiliki peran yang sangat tinggi) ; (7) adanya kesinambungan antara program yang satu dengan yang lain ; (8) pendidikan kritis tetap jalan kapan dan dimanapun, dan dalam bentuk apapun ; dan (9) membangun solidaritas gerakan.
DAFTAR PUSTAKA A1 Rafni dan Suryanef. (2006). Pro$l, Sikap dan Perilaku Politik Perempuan Anggota DPRD Pasca Kuota 30% Keterwakilan Perempuan di Sumatera Barat. Laporan Penelitian - Universitas Negeri Padang. Ani Soetjipto. (2000). Hak Politik Wanita Indonesia dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Bandung : Alumni. Anik Retnoningtias. (1997). Keterlibatan Wanita Indonesia dalam Pengambilan Keputusan Politik Menurut Pandangan Gender. Skripsi - FISIP Universitas Jem ber. Arbi Sanit. (1985). Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta : CV. Rajawali. Bambang Yudhoyono. (200 1). Otonomi Daerah :Desentralisasi dan Pengembangan SDMAparatur Daerah dan Anggota DPRD. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Czudnowski, Moshe. (1975). "Political Recruitment" dalam Fred I. Greenstein & Nelson Polsby, Micro Political Theory :Handbook of Political Science, V01.2. Fadillah Putra. (2003). Partai Politik dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Averroes dan Pustaka Pelajar. Forum Politisi. (2006). Konsolidasi Demokrasi. Kompilasi Hasil Workshop Pertemuan Kerja Rutin dan Pertemuan Forum Politisi, Jakarta Hetifah Syaifudin. "Perempuan dalam Konstelasi Parlemen RI". Makalah disampaikan dalam Seminar Penguatan Peran Perempuan dalam Politik dan Masyarakat, diselenggarakan oleh Konrad Adenaver Stiftung (KAS) bersama Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Sumatera Barat, 30 Juni - 1 Juli 201 1, di Padang. Ichlasul Amal. (1990). Dewan Perwakilan Rakyat Orde Baru. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. International IDEA. (2002). Perempuan di Parlemen :Bukan Sekedar Jumlah. Jakarta : International IDEA. Koirudin. (2004). Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Lily Djenaan. (201 1). "Strategi Penguatan Responsibiltas Perempuan (Elelajar Merajut Bersama)'. Makalah disampaikan Seminar Penguatan Peran Perempuan dalam Politik dan Masyarakat, diselenggarakan oleh Konrad Adenaver Stiftung (KAS) bersama Kaukus Perempuan Politik Indonesia Cabang Sumatera Barat, 30 Juni - 1 Juli 201 1, di Padang.
Mariatus Sholikhah. (2008). Sistern Kaderisasi Partai Politik : Studi Kasus Pada DPC PDI-Perjuangan Kota Malang. Skripsi Jurusan PKn FIP Universitas Negeri Malang. Muhammad Asfar. (1996). "Wanita dan Politik : Antara Karier Pribadi dan Jabatan Suami" dalam Prisma, 5 Mei 1996. Jakarta : LP3ES. Rahmadani Yusran dan Suryanef. (2007). Orientasi Politik dan Perilaku Politik Perempuan Anggota DPRD Kota Padang. Laporan Penelitian - Universitas Negeri Padang. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitats Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Squires, Judith. (2000). Gender in Political Theory. Cambridge : Polity Press. Tari Siwi Utami. (2001). Perempuan Politik di Parlernen :Sebuah Sketsa Perjuangan dan Pernberdayaan Perempuan 1999 - 2001. Yogyakarta : Gama Media. Valina Singka Subekti. "Kepemimpinan Politik di Indonesia" dalam Jurnal Politika Vo1.4 No. I Tahun 2008. Jakarta : Akbar Tanjung Institute.