LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL
ANALISIS KETERSEDIAAN LAHAN UNTUK BANGUNAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK LAHAN DI KOTA PALU Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
DR. A M A R, ST., MT. NIDN. 0014076808
UNIVERSITAS TADULAKO September 2013
2
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Peneliti / Pelaksana Nama lengkap NIDN Jabatan Fungsional Program Studi Nomor HP Surel (e-mail) Anggota Peneliti (1) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Institusi Mitra (jika ada) Nama Institusi Mitra Alamat Penanggung Jawab Tahun Pelaksanaan Biaya Tahun Berjalan Biaya Keseluruhan
: Analisis Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahan di Kota Palu
: Dr. Amar, ST., MT. : 0014076808 : Lektor Kepala : S1 Teknik Arsitektur : 081341085786 :
[email protected] : Burhanuddin, ST., M.Sc. : 0013017004 : Universitas Tadulako : : : : Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun : Rp. 37.000.000,00 : Rp. 74.000.000,00
Palu, 23 September 2013
Ketua Peneliti,
(Dr. Amar, ST., MT.) NIP. 196807141994031006
3
RINGKASAN
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa luas ketersediaan lahan untuk bangunan berdasarkan karakteristik fisik lahan kota dan hubungannya dengan waktu pada masa yang akan datang, sampai kapan ketersediaan lahan mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan secara horisontal , dan cara menangani penggunaan lahan untuk bangunan agar lahan di Kota Palu sebagai kota teluk mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lebih lama dan berkelanjutan. Metode penelitian dilaksanakan dengan pendekatan metode survei. Data penelitian berupa data primer dan data sekunder yang dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu data spasial dan data aspasial. Data penelitian diperoleh melalui teknik survei, pencatatan dan perekaman dokumen, pemetaan dan digitasi foto citra satelit. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif, teknik analisis data spasial meliputi metode tumpang susun (overlay) dan pemrosesan citra (image processing) melalui bantuan program dan software GIS, serta teknik analisis kuantitatif untuk mendukung teknik analisis data spasial tersebut. Rencana penelitian terbagi atas dua tahap kegiatan, yaitu rencana kegiatan penelitian tahun pertama dan tahun kedua dengan uraian sebagai berikut : Rencana Kegiatan Penelitian Tahun Pertama; melakukan kajian terhadap gambaran karakteristik fisik dan geografis Kota Palu dan kajian terhadap analisis ketersediaan lahan untuk bangunan yang bertujuan untuk melihat seberapa besar luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia di kawasan budidaya melalui pendekatan analisis data spasial dan kuatitatif. Rencana Kegiatan Penelitian Tahun Kedua; melakukan kajian tentang batas waktu lahan yang masih tersedia mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan yaitu ketika luas penggunaan lahan untuk bangunan mencapai luas sama dengan luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia di Kota Palu dan mengemukakan upayaupaya yang perlu dilakukan dalam menangani penggunaan lahan di Kota Palu agar mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama dan lestari.
4
PRAKATA Puji syukur senantiasa dikhaturkan keharibaan Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulisan laporan penelitian yang berjudul : Analisis Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahan di Kota Palu ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik. Secara akademik penelitian ini merupakan tanggung jawab penuh tim peneliti. Namun tim peneliti menyadari bahwa penulisan laporan ini dapat tersusun berkat dukungan dan keterlibatan banyak pihak. Mereka memberikan bantuan, baik berupa moril maupun bantuan materiil yang tidak bisa terhitung nilainya. Oleh karena itu, tim peneliti menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan sumbangsih pemikiran.Semoga partisipasi dan sumbangsih semua pihak ini menjadi amal baik yang mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Selain itu, tim peneliti menyadari pula bahwasanya penelitian ini tidak luput dari kekhilafan dan masih jauh dari kesempurnaan, olehnya tim peneliti mengaharapkan masukan dan saran-saran yang konstruktif demi penyempurnaan penelitian ini.
Palu, 23 September 2013
Tim Peneliti
5
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 7 9 12
BAB I.
12 12 14 15
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Urgensi Penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Tata guna Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2. Ketersediaan Lahan 2.3. Wilayah, Kota dan Perkotaan 2.4. Model Pengolahan Data Spatial 2.5. Pemetaan (roadmap) Hasil Studi Terdahulu
16 16 20 22 23 31
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian 3.2. Manfaat Penelitian
33 33 33
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Desain Penelitian 4.2. Lingkup dan Lokasi Penelitian 4.3. Populasi dan Sampel 4.4. Jenis dan Sumber Data 4.5. Teknik Pengumpulan Data 4.6. Rancangan Penelitian 4.7. Teknik Analisis Data 4.8. Bagan Alir Penelitian
35 35 35 35 36 37 37 37 41
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Ekologis Wilayah Kota Palu 5.2. Pola Pertumbuhan Penggunaan lahan dari Waktu ke Waktu 5.3. Ketersediaan Lahan untuk Bangunan di Kota Palu
43 43 83 92
6
BAB VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran dan Rekomendasi
110 110 110
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
113 117
7
DAFTAR TABEL
Nomor 2.1.
Halaman Penilaian Kriteria Pemanfaatan Lahan
Kelayakan
Fisik
Wilayah
Untuk 25
4.1.
Jenis dan Sumber Data Penelitian Disertasi
36
5.1.
Luas dan Pembagian Wilayah Administratif Kota Palu
44
5.2.
Kelas topografi di Kota Palu
47
5.3.
Kelas lereng di Kota Palu
47
5.4.
Luas penggunaan lahan Kota Palu tahun 2010
68
5.5.
Jumlah dan distribusi penduduk Kota Palu menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2010
70
Jumlah penduduk, kelurahan, rumah tangga dan rata-rata penduduk per kelurahan dan per rumah tangga di Kota Palu menurut kecamatan tahun 2010
70
Jumlah penduduk Kota Palu dan pertumbuhannya menurut kecamatan tahun 1990 – 2010
71
Klasifikasi tingkat pertumbuhan penduduk (rate of growth classification)
72
Kepadatan penduduk Kota Palu per kecamatan tahun 2010 dengan luasan kota dan kecamatan menurut UU No. 4 tahun 1994 dan Revisi RTRWK Palu tahun 2010 - 2030
73
Kepadatan penduduk Kota Palu per kecamatan tahun 2010 dengan luasan kota dan kecamatan menurut hasil digitasi foto citra Ikonos tahun 2005-2009
74
Jumlah, Luas dan Pertumbuhan Bangunan dan Penggunaan Lahan untuk Bangunan Berdasarkan Tahun Pendirian Bangunan di Kota Palu 50 Tahun Terakhir (1970 – 2010)
88
Luas jenis penggunaan lahan kawasan lindung, kawasan budidaya terbangun, kawasan prasarana kota dan kawasan strategi kota di Kota Palu
107
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
5.10.
5.11.
5.12.
8
5.13.
Luas dan distribusi lahan untuk bangunan yang masih tersedia menurut kecamatan di Kota Palu
108
9
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Ilustrasi Teknik Analisis Paduserasi (Overlay)
26
2.2.
Bagan Alir Pemrosesan Citra Satelit (Image Processing Flowchart)
30
Flow Chart Analisis Penentuan Luas Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan
40
4.2.
Bagan Alir Kegiatan Penelitian Tahun Pertama dan Kedua
42
5.1.
Peta Administarsi & Luas Wilayah Kota Palu Tahun 2010
45
5.2.
Peta topografi dan kelerengan Kota Palu
48
5.3.
Peta hidrologi Kota Palu
50
5.4.
Peta geologi Kota Palu
52
5.5.
Citra satelit bagian tengah Pulau Sulawesi yang memperlihatkan kelurusan struktur berupa patahan aktif Palu-Koro (garis hitam tebal), yang melewati bagian tengah Kota Palu
53
Jalur patahan pertemuan lempeng Pasifik, Indo-Australia dan lempeng Eurasia
54
5.7.
Peta rawan gempa di Kota Palu
55
5.8.
Peta pola penggunaan lahan Kota Palu tahun 2010
69
5.9.
Piramida penduduk Kota Palu menurut umur dan jenis kelamin tahun 2000 – 2010
71
5.10.
Konsep dan filosofi SOURAJA
77
5.11.
Penjabaran konsep dan filofosi SOURAJA dalam struktur ruang Kota Palu
77
5.12.
Diagram Sejarah Kota Palu
86
5.13.
Peta Admistrasi Kota Palu Tahun 1978
87
4.1.
5.6.
10
5.14.
Peta Admistrasi Kota Palu Tahun 1994 - 2010
87
5.15.
Peta Sebaran Bangunan s.d. Tahun 1970
90
5.16.
Peta Sebaran Bangunan Tahun 1970 – 1980
90
5.17.
Peta Sebaran Bangunan Tahun 1980 - 1990
91
5.18.
Peta Sebaran Bangunan Tahun 1990 - 2000
91
5.19.
Peta Sebaran Bangunan Tahun 2000 - 2010
92
5.20.
Tampilan peta penggunaan lahan beserta legendanya
93
5.21.
Tampilan database tata guna lahan (fild Ttgl)
94
5.22.
Tampilan peta topografi beserta legenda topografinya (pada peta topografi/ketinggian tempat telah dipilih hingga ketinggian 200 m/dpl)
94
5.23.
Tampilan database topografi (fild Ketinggian)
95
5.24.
Tampilan geoprossing intersect peta penggunaan lahan dan peta topografi
95
Geoprosessing yaitu menentukan tema peta apa yang akan dilakukan proses intersect (dalam hal ini peta penggunaan lahan dan peta topografi)
96
Tampilan saat proses intersect peta penggunaan lahan dan peta topografi
96
Tampilan hasil geoprosessing kedua tema peta serta legenda yang menghasilkan peta penentuan kawasan terbangun yang ditunjukan pada fild Ketinggian dan fild Ttgl
97
Tampilkan database peta kawasan terbangun dari hasil intersect
97
Pemilihan polygon-polygon penggunaan laha yang memungkinkan untuk pengembangan pemukiman dan kawasan terbangun lainnya
98
Tampilan peta hasil pemilihan polygon yang disimpan berupa file baru dengan tema ketersediaan lahan beserta legenda penggunaan lahannya
98
5.25.
5.26.
5.27.
5.28.
5.29.
5.30.
11
5.31.
5.32.
5.33.
5.34.
5.35.
Tampilan geoprossing intersect/superimpose ketersediaan lahan dan peta administrasi wilayah
peta 99
Pemilihan tema peta yang akan di intersect dan disimpan sebagai file baru
99
Tampilan saat proses intersect peta ketersediaan lahan dan peta administrasi wilayah
100
Tampilan hasil intersect peta administrasi wilayah dan peta ketersediaan lahan dan dapat dilihat perubahannya bahwa pada database peta tesebut telah bertambah satu fild yaitu Wil_admin yang menunjukan bahwa masing-masing polygons telah memiliki keterangan wilayah administrasi
100
Peta Sebaran dan Ketersediaan Lahan di Kota Palu tahun 2010
101
12
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman Instrumen Penelitian dan Foto Citra Ikonos Kota Palu tahun 2005-2009 & Foto Citra Word View Kota Palu awal tahun 2011
118
2.
Personalia Tenaga Peneliti
119
3.
Publikasi Ilmiah Jurnal Nasional Terakreditasi “TATALOKA” Vol. 15, No. 3, Hal. 160-234, Edisi Agustus 2013, ISSN : 0852-7458, Penerbit Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
127
13
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan semakin meningkat, baik
untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan pembangunan lainnya, memerlukan pemikiran seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas, dan sementara itu juga melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang. Kecenderungan seperti ini telah mendorong pemikiran para ahli akan perlunya suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar lahan dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 1995). Permasalahan dalam penggunaan lahan bersifat umum di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara sedang berkembang, terutama akan menjadi menonjol bersamaan dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi. Pemikiran secara intuitif dalam penggunaan lahan sebenarnya telah dilakukan sejak lama, akan tetapi pemikiran untuk menggunakan lahan secara lebih efisien atau dengan cara yang berencana baru memperoleh wujud yang lebih jelas sesudah Perang Dunia I (Sandy, dalam Sitorus, 1995 ). Kota-kota di negara yang sedang berkembang pun tumbuh dengan sangat pesat sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi lokal maupun akibat dari globalisasi. Berbagai macam permasalahan muncul sebagai akibat pertumbuhan kota-kota tersebut, seperti yang ditunjukkan sebagai berikut (Bishop, dalam Akbar, 2004) : a.
Perkembangan penduduk yang sangat cepat yang tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan lahan untuk permukiman, pelayanan, dan infrastruktur untuk menjamin suatu taraf hidup yang memadai;
b.
Perkembangan kota-kota lebih diatur oleh kekuatan pasar daripada perencanaan strategis. Perkembangan kota sering tidak terkoordinasi dan spekulasi lahan berkembang subur. Daerah pinggiran dan pedesaan “dikuasai” pertumbuhan berdasarkan tekanan pasar;
14
c.
Hukum dan peraturan untuk registrasi lahan, perencanaan dan manajemen sering kali terjadi tumbang tindih dan kadang saling tidak terkoordinir;
d.
Perkembangan kota di negara yang sedang berkembang masih didasarkan pada “prespective urban land use planning” yang berbentuk penggunaan lahan pada jangka panjang dan master plan yang yang tidak sensitif terhadap pasar sehingga kadang sering tidak diikuti. Sementara negara maju sudah bergeser dari prespective urban land use planning menuju “market oriented spot-zoning” yang berdasarkan keserasian dengan lingkungan. Perkembangan paradigma perencanaan tata ruang dengan demikian juga harus
berubah seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perencanaan tata ruang tidak lagi sekedar menghasilkan sebuah dokumen rencana dengan penekanan pada design perkotaan semata tetapi lebih mengarah pada aspek manajemen perkotaannya, dimana termasuk didalamnya aspek implementasi rencana dan evaluasinya (Akbar, 2004). Banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan tata ruang suatu kawasan perkotaan, dimana penggunaan lahan untuk bangunan merupakan elemen kunci dari pengembangan tersebut. Pada kenyataannya penggunaan lahan untuk bangunan merupakan bagian terbesar dari semua penggunaan lahan pada kawasan perkotaan, dan penyebaran (distribusi) kawasan terbangunan telah memberikan dampak ekonomi perkotaan secara menyeluruh (Hoffman, 1992). Seluruh aktivitas manusia dalam mencukupi kebutuhan hidup selalu membutuhkan ruang, sehingga ketersediaan lahan sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas manusia. Demikian juga, besarnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah (ruang) akan sangat menentukan kemampuan wilayah tersebut untuk mendukung penduduknya, sehingga memperoleh suatu standar hidup yang layak (Bratakusumah dan Riyadi, 2005). Indonesia sebagai
salah satu
negara berkembang masih
menghadapi
permasalahan besar dalam perkembangan kota-kotanya. Perkembangan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan diikuti dengan permintaan akan kebutuhan ruang/lahan terutama untuk bangunan sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas perkotaan seperti perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa. Faktor pertumbuhan jumlah penduduk menjadi salah satu kontribusi terbesar
15
bagi terbentuknya aktivitas perkotaan. Untuk menampung aktivitas penduduk membutuhkan lahan yang tidak sedikit, hingga pada akhirnya terjadi persaingan lahan kota yang luasannya terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan penggunaan lahan untuk mengakomodasi dan mengantisipasi berbagai kebutuhan lahan kota. Palu sebagai salah satu kota di Indonesia juga mengalami permasalahan terkait dengan pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan peningkatan penggunaan lahan kota, terutama penggunaan lahan untuk bangunan. Kota Palu memiliki luas wilayah 395,06 Km2 (BPS Kota Palu, 2010) dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Periode tahun 2000 – 2010 rata-rata sebesar 2,26% per tahun, dimana jumlah pada akhir tahun 2010 adalah 336.532 jiwa (Hasil SP2010 dan BPS Kota Palu 2011. Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Kota Palu, maka permintaan/kebutuhan akan lahan pun meningkat, khususnya penggunaan lahan untuk bangunan. Berdasarkan data yang diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah bangunan dan tingkat penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Periode tahun 2000–2010 jumlah bangunan mengalami peningkatan rata-rata 1,89% per tahun yaitu dari 65.668 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 2.502,99 Ha (6,61%) pada tahun 2000 menjadi ± 79.205 unit bangunan pada akhir tahun 2010 dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 4.723,62 Ha (12,48%) termasuk sarana dan prasarana perkotaannya. Selain masalah peningkatan jumlah penduduk dan bangunan, secara alamiah Kota Palu sebagai kota teluk, juga dihadapkan pada permasalahan keterbatasan lingkungan fisik alam (ecological boundaries) berupa ketersediaan lahan yang merupakan faktor pembatas bagi perkembangan ruang kota teluk, karena keadaan sumberdaya lahan bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan). Oleh karena itu, ketersediaan lahan ini akan menentukkan sebaran dan besaran luas daya dukung dan daya tampung ruang untuk pemanfaatan lahan pada kota teluk tersebut. Penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan yang terus meningkat terutama di Kota Palu sebagai kota teluk yang memiliki keterbatasan fisik alam akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Hal ini dikarenakan luas lahan yang terbatas sifatnya, sementara kebutuhan lahan untuk bangunan dan pekarangannya senantiasa
16
bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas perkotaan, dimana pada saat tertentu lahan di Kota Palu secara horisontal akan penuh dengan bangunan (Amar, et. all., 2011). Kondisi seperti ini tentu perlu mendapat perhatian dan diantisipasi sejak dini, agar dapat terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan lahan untuk bangunan (supply and demand), khususnya di wilayah Kota Palu sebagai kota teluk (bay city), baik saat ini maupun untuk masa yang akan datang, serta dapat menjadi masukan bagi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu untuk lebih mengarahkan pola penggunaan lahan untuk bangunan berdasarkan ketersediaan lahan yang dimiliki dengan didukung oleh sumber data dan infromasi yang lebih akurat dan terkini, baik berupa data spasial maupun data non-spasial.. 1.2.
Perumusan Masalah Perkembangan suatu kota adalah hal yang tak bisa dihindari serta sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan penduduk, menyebabkan meningkatnya aktivitas perkotaan. Dalam mengakomodasi aktivitas kota tersebut, dibutuhkan lahan sebagai salah satu modal dasar untuk berjalannya suatu aktivitas. Sebagai modal dasar, penggunaan lahan perlu mendapat perhatian khusus. Persediaan lahan yang terbatas menyebabkan terjadinya kompetisi antar aktivitas untuk memperoleh lahan, dan pada suatu saat akan terjadi perubahan penggunaan lahan dari suatu aktivitas menjadi aktivitas lain yang lebih produktif. Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi perkotaan menuntut peningkatan kebutuhan lahan. Oleh karena itu, peningkatan dan perubahan penggunaan lahan tidak dapat dihindari. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan lahan budidaya di perkotaan cenderung meningkat dengan pesat, terutama terkait dengan penggunaan lahan untuk bangunan. Peningkatan penggunaan lahan untuk bangunan ini, dalam beberapa kasus, khususnya di Kota Palu sebagai kota teluk, belum diikuti dengan kebijakan pemerintah yang mengatur penggunaan lahan tersebut, sebagai langkah antisipatif terhadap keterbatasan ketersediaan lahan yang merupakan faktor pembatas bagi perkembangan ruang kota teluk. Penggunaan lahan untuk bangunan di daerah Kota Palu diatur dalam bentuk Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu serta ketentuan tata bangunan dan lingkungan sebagai penjabaran dari RTRW Kota Palu, baik berupa
17
persyaratan administratif maupun persyaratan teknis, yang mengatur antara lain : izin mendirikan bangunan (IMB), koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), ketinggian bangunan maksimum, garis sempadan, dan ruang terbuka hijau (RTH). Namun, dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya dapat diterapkan dikarenakan substansi peraturan tersebut cenderung masih bersifat parsial serta data dan informasinya belum cukup valid dan akurat. Bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan, maka studi ini diarakan untuk menjawab dan mengungkapkan beberapa pertanyaan penelitian yang menjadi panduan (guideline) dan dasar kajian dalam penelitian ini, yaitu : a.
Bagaimana gambaran karakteristik wilayah Kota Palu berdasarkan kondisi ekologis fisik alamnya ?
b.
Bagaimana menganalisis dan menghitung luas ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu berdasarkan karakteristik fisik alam dan pola penggunaan lahan yang telah ada saat ini ?
c.
Bagaimana menganalisis dan menghitung batas waktu ketersediaan lahan mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan untuk bangunan ?
d.
Upaya-upaya apa yang perlu dilakukan agar lahan di Kota Palu mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama dan berkelanjutan/lestari ?
1.3.
Urgensi Penelitian Setelah memahami permasalahan penelitian di atas, kiranya menjadi sangat
penting untuk menganalisis ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu berdasarkan karakteristik fisik alam dan hubungannya dengan waktu pada masa yang akan datang, karena dengan diketahuinya ketersediaan lahan untuk bangunan diharapkan perencanaan dan pengembangan tata ruang Kota Palu ke depan akan semakin jelas dan terarah, serta kualitas dan daya dukung lingkungannya juga dapat terpelihara dengan baik dan berkelanjutan. Selain itu, dapat juga diupayakan langkahlangkah progresif agar lahan di Kota Palu sebagai kota teluk mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Lahan, Tata Guna Lahan dan Penggunaan Lahan
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan terluar dari bumi beserta segenap karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia. Secara lebih rinci, FAO (1976) mendefenisikan lahan atau land sebagai suatu wilayah permukaan bumi mencakup semua komponen biosfir yang dianggap tetap atau bersifak siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfir, tanah, batuan induk, relief hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia dimasa yang lalu dan sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Pengertian lahan berbeda dengan tanah, dimana tanah merupakan salah satu aspek dari lahan dimana aspek lainnya adalah iklim, relief, hidrologi dan vegetasi. Sedangkan lahan adalah konsep yang dinamis dimana di dalamnya terkandung unsur ekosistem. Lahan dapat diartikan dalam beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut : a.
Menurut Kurdinanto, dkk. (2003), lahan mempunyai hubungan erat dengan rumah, bangunan atau tanaman yang berdiri di atasnya, sehingga pada hakekatnya benda - benda yang berdiri di atasnya merupakan kesatuan dari lahan tersebut .
b.
Menurut Simpson (1976), lahan tidak bergerak sehingga secara fisik tidak dapat diserahkan/dipindah atau dibawa. Selain itu, lahan juga bersifat abadi. Lahan tidak dapat dirubah dalam tingkatnya sebagai bagian dari bumi itu sendiri, juga tidak dapat ditambah/dikurangi atau dirusakkan sebagaimana halnya dengan bentukbentuk kekayaan yang lainnya.
c.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi lahan adalah permukaan bumi atau lapisan bumi atas sekali; keadaan bumi di suatu tempat; permukaan bumi yang diberi batas; bahan - bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya).
19
d.
Dalam hukum disebutkan juga kata lahan, lahan dalam arti yuridis adalah sebagai suatu pengertian yang telah diberikan batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), dengan demikian pengertian lahan dalam arti yuridis adalah ”permukaan bumi.” Menurut Soerianegara (1977) lahan merupakan sumber daya alam yang
mempunyai peranan dalam berbagai segi kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat dan ruang untuk hidup dan berusaha, untuk mendukung vegetasi alam yang manfaatnya sangat diperlukan oleh manusia dan sebagai wadah bahan mineral, logam, bahan bakar fosil dan sebagainya untuk keperluan manusia. Sandy (1999) memberikan gambaran pengertian lahan/tanah dalam tiga makna, yaitu: a.
Lahan yang nilainya ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan produksi tanaman;
b.
Lahan yang nilainya ditentukan dengan ukuran berat;
c.
Lahan yang nilainya ditentukan dengan ukuran luas yang sekaligus berarti ruang. Sementara menurut UUPR No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa lahan
(tanah/daratan) merupakan salah satu elemen ruang yang mempunyai keterkaitan erat dengan tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Kegiatan atau usaha manusia memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual atau keduanya secara tetap dan berkala disebut penggunaan lahan atan Land-use. Perencanaan persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan lahan disebut tata guna lahan (Rachman, 2000). Dalam tata guna tanah/ lahan dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan bumi di daratan, tetapi juga mengenai penggunaan lahan bumi di lautan (Jayadinata, 1999). Tata guna lahan adalah campur tangan manusia yang permanen atau berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan manusia baik materil maupun spiritual dari sumberdaya alam dan buatan yang secara bersama-sama disebut lahan (Vink, 1975). Tata guna lahan (land use) merupakan pengaturan pemanfaatan lahan/aktifitas pada suatu lingkup wilayah (baik tingkat nasional, regional, maupun kawasan) untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar, dan berekreasi, semuanya dilakukan pada kapling-kapling tanah yang diwujudkan sebagai
20
kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar, pertokoan, perumahan, objek wisata, hotel, dan lain sebagainya. Aktivitas di kapling tanah (lahan) tersebut dinamakan tata guna lahan (Miro dalam Wismadi, dkk, 2008). Penggunaan lahan atau land use menggambarkan sifat biofisik dari lahan yang menggambarkan fungsi atau tujuan dari lahan tersebut digunakan oleh manusia dan dapat dijelaskan sebagai aktivitas manusia yang secara langsung berkaitan dengan lahan, penggunaan dari sumberdaya tersebut atau memberikan dampak terhadapnya (Briassoulis 2000). Penggunaan lahan disebut pula sebagai penggunaan tanah, yang menurut Sandy (1999) merupakan terminologi yang sama dengan penggunaan ruang. Demikian pula dengan tata guna tanah sama dengan tata ruang. Penggunaan lahan (land use) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan (Lillesand dan Kiefer, 1994). Pendapat lain dikemukakan oleh Vink (1975) bahwa penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumberdaya lahan, baik yang bersifat permanen (tetap) atau rotasi (cyclic) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Ditambahkan oleh Saefulhakim dan Nasoetion (1994) bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang komplek. Oleh karena itu upaya pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal memerlukan alokasi penggunaan lahan yang efisien. Istilah penggunaan lahan sering diikuti dengan istilah land cover atau tutupan lahan. Terdapat perbedaan yang prinsip dalam kedua peristilahan tersebut. Land cover atau tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Land cover menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan. Land cover adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1994). Sedangkan land use adalah tujuan manusia dalam
21
mengeksploitasi land cover (Lambin et al. 2003). Lahan adalah konsep yang dinamis, dimana penggunaan lahan (land use) terjadi sebagai akibat dari tekanan yang dialami lahan secara terus menerus. Tekanan lahan ini tercipta karena ketersediaan yang terbatas di satu pihak serta tuntutan pemenuhan segala keinginan dan kebutuhan manusia dilain pihak. Perubahan penggunaan lahan bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luas lahan tertentu dan meningkatnya penggunaan lahan yang lain, melainkan mempunyai kaitan yang erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. dari segi pendekatan ekonomi, akan menentukan sikap, tingkah laku dan pengambilan keputusan seseorang dalam penggunaan sumberdaya lahan. Pada kondisi ini persaingan dan pergeseran penggunaan lahan akan sesuai dengan kaidah sewa ekonomi (economics rent) yang dapat diberikan oleh tiap-tiap penggunaan lahan. Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola perkembangannya dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan pembangunan kota biasanya berkembang bebas tetapi diupayakan sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam pembentukan struktur penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang strategis. Selain motif bisnis terdapat pula motif bentuk fisik kota seperti topografi dan drainase. Meskipun struktur kota tampak tidak beraturan, namun kalau dilihat secara seksama memiliki keteraturan pola tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk zona-zona intern kota. Teori-teori struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentuk-bentuk penggunaan lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan tanah untuk perumahan, bisnis, industri pertanian dan jasa (Koestoer, 2001). Terdapat berbagai macam aktivitas yang menjadi ciri perkotaan, antara lain permukiman, industri, komersial, dan lain-lain. Dalam perkembangannya tiap aktivitas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi pemilihan ruang dan lokasi aktivitasnya. Berdasarkan teori Chapin, Perkembangan kota akan selalu dihubungkan dengan penggunaan lahan perkotaan, dimana terdapat tiga sistem kunci yang mempengaruhi, yaitu sistem aktifitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan (Chapin dan Kaiser, 1979). Sistem aktivitas kota adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan lembaga yang menjadi wadah bagi kegiatan manusia, dengan kata lain sistem
22
aktivitas merupakan perwujudan dari kegiatan penduduk kota yang kemudian akan membentuk suatu penggunaan lahan tertentu. Sistem lingkungan lebih mengarah pada aspek internal yang dimiliki suatu lahan, dan sistem pengembangan cenderung pada pembangunan sarana dan prasarana serta penetapan kebijakan untuk mengatur lahan tersebut.
Sistem
lingkungan
dan
sistem
pengembangan
ini
mengakibatkan
berkembangnya fungsi suatu lahan, dan akan memicu perubahan guna lahan jika bertemu dengan sisi sistem aktivitas yang sesuai dengan kriteria kawasan tersebut (Chapin dan Kaiser, 1979). Ketiga sistem di atas akan saling mempengaruhi dalam membentuk struktur dan pola penggunaan lahan kota. Pada dasarnya apabila ketiga sistem tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan satu dengan yang lain akan membentuk suatu pola penggunaan lahan kota. Struktur guna lahan yang terbentuk adalah berupa susunan pusat-pusat aktivitas dan sistem prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Perubahan kondisi sosial-ekonomi dapat mempengaruhi bentuk atau pola penggunaan lahan kota, sedangkan di sisi lain, guna lahan yang menggambarkan lokasi dan kegiatan kota berpengaruh juga terhadap perkembangan sosial kota di masa depan. Aktivitas perkotaan akan semakin berkembang jika jumlah penduduknya semakin banyak. Karena lahan bersifat permanen, suatu lahan akan diperebutkan oleh aktivitas yang memiliki kriteria berlokasi sesuai dengan lahan tersebut. Akumulasi dari persaingan dalam penggunaan lahan tersebut menyebabkan lahan–lahan yang semula telah dialokasikan untuk suatu kegiatan tertentu dalam rencana kota, pada saat diimplementasikan sering telah digunakan oleh jenis kegiatan lainnya (Parengkuan, 1991). 2.2.
Ketersediaan Lahan Kota Pemanfaatan ruang merupakan rangkaian program kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang menggunakan lahan menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang (UUPR No.26/2007). Sistem pemanfaatan ruang pada dasarnya mengandung dua komponen utama yaitu komponen penyedia ruang/lahan (supply), dan komponen pengguna ruang/lahan (demand). Komponen penyedia lahan meliputi potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan fisik binaan, sedangkan komponen pengguna lahan
23
meliputi penduduk dengan aktivitasnya, baik aktivitas produksi maupun konsumsi. Bentuk tata ruang yang terjadi adalah bentuk yang terjadi dari hasil interaksi komponen supply dan komponen demand, berupa tipe-tipe dan perbedaan struktur, sebaran, dan bentuk fisik ruang yang terjadi (Wijaya dalam Setiawan, 2004). Lahan merupakan unsur ruang yang strategis dan pemanfaannya tidak dapat dilepaskan dengan penataan ruang kota/wilayah. Demikian pula dengan penataan ruang yang ada pada hakikatnya antara lain merupakan pengaturan persediaan, penggunaan dan peruntukan tanah/ lahan/bumi, air dan ruang angkasa (Hasni, 2010). Penyediaan lahan adalah aspek strategis dalam penyelenggaraan pembangunan secara berkelajutan. Pembangunan akan berlanjut bila penyediaan lahan terselanggara secara berkelanjutan pula. Sedangkan lahan yang dapat dan boleh digunakan untuk pembangunan luasnya sangat terbatas (Talkuputra, 1996). Kebutuhan lahan untuk pembangunan kota memang sebagian besar dibutuhkan oleh masyarakat, terutama untuk kebutuhan perumahan yang menjadi elemen utama kegiatan kota. Seiring dengan itu, kebutuhan lahan bagi kegiatan lain yang akan menjadi penunjangnya juga akan turut berkembang, walaupun luasnya tidak sama dengan perkembangan
kebutuhan
untuk
perumahan
dan
permukiman.
Berdasarkan
pertimbangan itulah, masalah ketersediaan lahan terhadap berbagai kepentingan untuk pelaksanaan pembangunan kota perlu diarahkan, sehingga tujuan usaha penataan ruang dapat tercapai. Ketersediaan lahan adalah hasil penilaian terhadap suatu areal/bidang lahan mengenai kemungkinan peruntukan pada penggunaannya dalam memenuhi kebutuhan pembangunan. Hasil penilaian terhadap suatu areal atau bidang lahan tersebut akan dapat dipergunakan untuk menetapkan intensitas penggunaan lahan, agar lahan tidak rusak dan bisa mendukung lingkungan dan kehidupannya secara berkelanjutan (lestari). Bangunan merupakan salah satu jenis penutupan lahan perkotaan (urban landcover) yang sangat penting dalam klasifikasi penggunaan lahan. Distribusi dan pengembangan penggunaan lahan untuk bangunan dalam sebuah kota merupakan informasi yang sangat penting bagi perencanaan dan kajian lingkungan perkotaan. Walaupun demikian, pengumpulan data dan informasi terhadap pengunaan lahan untuk bangunan bukanlah suatu hal yang mudah (Zhang, 1999). Pertimbangan secara komprehensif tentang perencanaan suatu kota diperlukan
24
untuk mengetahui data dan informasi tentang potensi dan kapasitas lahan yang mampu menjadi sumber daya pembangunan secara berkelanjutan, terutama yang terkait dengan ketersediaan lahan untuk bangunan dan kebutuhan prasarananya (Hudson, 1997). 2.3.
Wilayah, Kota dan Perkotaan Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif/aspek fungsional, dimana bagian dari wilayah yang digunakan untuk suatu fungsi tertentu disebut kawasan (Jayadinata, 1999). Menurut Wibberly wilayah dibedakan atas wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Kriteria yang umum digunakan dalam menetapkan apakah sesuatu konsentrasi permukiman sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum adalah jumlah dan kepadatan penduduk, banyaknya fasilitas/fungsi perkotaan. Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah sebuah kota (Tarigan, 2005). Kota secara umum dapat diartikan sebagai tempat bagi kehidupan perkotaan, yaitu kehidupan dimana lingkungan alam didominasi oleh lingkungan buatan manusia. Fisik kota merupakan hasil aksi dinamika dan kekuatan yang lahir akibat kebutuhan dan tuntutan sesaat kehidupan perkotaan. Totalitas fisik kota adalah bentuk kolektif yang merupakan akumulasi komponen selama periode tertentu, yang terdiri : jalan, bangunan, sistem komunikasi, utilitas, tempat kerja, rekreasi dan berbagai kegiatan lainnya (Spreiregen, 1965). Kota secara fisik merupakan sistem yang terdiri dari daerah kegiatan, ruang, massa dan sistem komunikasi yang dari waktu ke waktu cenderung selalu berubah. Menurut Dickinson kota adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian (Jayadinata, 1999). Sementara menurut Kostof (1991) kota adalah leburan dari bangunan dan penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Kota merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh penduduk yang biasanya memiliki ciri modern. Penduduk yang menempati kawasan perkotaan umumnya memiliki pencaharian di bidang nonagraris yang beraneka ragam. Pemanfaatan lahan di kota lebih kompleks dari pedesaan karena struktur dan kondisi masyarakatnya pun lebih beragam. Lahan perumahan di perkotaan biasanya sangat rapat, karena jumlah
25
penduduknya banyak. Selain perumahan, lahan digunakan pula untuk membangun sarana perkantoran yang biasanya memiliki lebih dari satu lantai dan sarana perekonomian lainnya. Russwurm dalam Koestoer (1979) menyatakan bahwa wilayah perkotaan memiliki konotasi luas, yang secara keruangan dalam batas jarak dan fisik, wilayah ini mencakup radius sekitar 50 kilometer pada suatu kota. Cakupan wilayah ini pun dibedakan dalam beberapa tahapan. Pertama wilayah bagian dalam atau inner fringe yang mencakup radius dibawah 15 km kilometer, dimana masih banyak batas-batas perluasan fisik suatu kota. Kedua wilayah bagian luar atau outer fringe yang mencakup daerah perluasan antara 25 sampai 50 kilometer, yang berakhir pada suatu wilayah bayangan kota dimana pengaruh kota sudah relative berkurang. Ketiga daerah urban fringe yang terletak antara 15 hingga 25 kilometer pada suatu kota. 2.4.
Model Pengolahan Data Spasial
2.4.1. Teknik Analisis Paduserasi (Overlay) Teknik analisis paduserasi atau dikenal juga dengan analisis tumpang tindih (superimpose) dibuat untuk mengidentifikasikan kenampakan spasial untuk suatu tujuan khusus, misalnya overlay data tanah pada kemiringan lereng untuk menganalisis lahan yang mempunyai kemiringan yang sesuai untuk peruntukan lahan wilayah pemukiman. Hasilnya kemudian di-overlay lagi dengan data peta dasar atau peta tematik untuk melihat jenis dan sifat batuan, soil, hidrologi dan sebagainya sesuai dengan persyaratan kriteria indeks lokasi suatu wilayah pemukiman berdasarkan penentuan dan penjumlahan skoring yang telah ditetapkan sebelumnya. Teknik analisis paduserasi memanfaatkan berbagai peta dasar atau peta tematik yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG) berupa Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang ditumpangtindihkan dengan bantuan perangkat hardware dan program software komputer yang berbasis sistem informasi geografis (GIS) untuk mendapatkan jenis peruntukan lahan tertentu. Sistem Informasi Geografis (Geographics Information System) yaitu sebuah sistem yang saling berkaitan dan terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menanmpilkan semua bentuk informasi yang berreferensi geografi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
26
perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Jadi, komponen utama dalam SIG adalah sistem komputer, data geospatial dan penggunanya (Murai, 2008). Penentuan skoring dalam teknik analisis overlay lebih ditujukan untuk menetapkan berbagai jenis peruntukan dan kesesuaian lahan dari berbagai peta dasar atau tematik. Salah satu bentuk analisis pertuntukan lahan dapat dilakukan dengan mendasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/KPTS/UM/11.1980 tentang Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan sebagaimana diperlihatkan Tabel 2.1. Tabel 2.1. Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan No.
1.
2.
3.
Kriteria
Lereng/Kemiringan
Jenis Tanah
Curah Hujan
Klasifikasi 0-8 % 8-15 % 15-25 % 25-45 % >45 % Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf, Kelabu, Lateria air tanah Latosol Brown Forest Soil, New Calcie Andosol, Lateritic, Grumosol, Renzina Regosol, Litosol, Oranosol, Renzina 0,0-13,6 mm/hh 13,6-20,7 mm/hh 20,7-27,7 mm/hh 27,7-34,8 mm/hh >34,8 mm/hh
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Skor 20 40 60 80 100
Tidak peka
15
Agak peka Kurang Peka
30 45
Peka
60
Sangat Peka
75
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
10 20 30 40 50
Sumber : SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980 hh = hari hujan
Dalam metode analisis ini ditentukan tiga faktor, yaitu: 1) kemiringan lereng, 2) jenis tanah dan 3) curah hujan.
Ketiga faktor tersebut masing-masing ditetapkan
skornya kemudian hasilnya dijumlah dan menghasilkan indeks lokasi sebagai berikut : a.
Indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <8% direkomendasikan sebagai kawasan permukiman dan tanaman semusim;
b.
Indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <15% direkomendasikan sebagai kawasan permukiman dan budidaya tanaman tahunan;
c.
Indeks lokasi 125-175 dan kemiringan lereng 25 – 40% diperuntukkan sebagai
27
Kawasan Fungsi Penyangga; d.
Indeks lokasi >175 dan kemiringan lereng > 40% diperuntukkan sebagai Kawasan Lindung. Secara ilustratif teknik analisis paduserasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
berikut ini. Rendah = 10
Kurang = 20
Peruntukan Lahan Curah Hujan/Hidrologi Jenis Tanah
Sedang = 30 - 50 Kemiringan Lereng Cukup = 60 - 70
Baik sekali = 80 - 100
Gambar 2.1. Ilustrasi Teknik Analisis Paduserasi (Overlay) 2.
Teknik Analisis Pemrosesan Citra (Image Processing Analysis) Teknik analisis pemrosesan citra (image processing analysis) yakni sistem
analisis yang memanfaatkan data geospatial berupa peta, foto udara, citra satelit, data statistik, dan lain sebagainya, sebagai unit dan proses analisisnya. Data geospatial ini kemudian di-input melalui proses digitasi untuk dijadikan sebagai bahan dalam proses analisis tersebut. Pada dasarnya teknik analisis pemetaan ini dikembangkan dengan menggunakan teknologi sistem informasi berbasis geografis (GIS). Basis analisis SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh memalui data satelit atau data lain terdigitasi. Selain itu, Teknik penyajian data dalam SIG tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar-gambar dengan memanfaatkan perangkat lunak seperti : Arc View, AutoCad Map, dan ER Mapper (Budiyanto, 2002). Pemrosesan citra satelit untuk mendapatkan data atau informasi mengenai penggunaan lahan yang terbaru dan informasi yang lain seperti bangunan, jaringan jalan, sarana permukiman, sarana perhotelan, garis pantai serta lokasi-lokasi khusus atau kawasan-kawasan strategis yang dihasilkan dari citra satelit dilaksanakan dalam beberapa tahap kegiatan yang meliputi :
28
a.
Tahap Pra-Pemrosesan Citra (Image Pre-Processing) Pada tahap pra-pemrosesan citra satelit ini dilakukan beberapa tahap kegiatan
yaitu (Pohl, 1996; Jansen, 1996 dan Lillsand and Kiefer, 2000 dalam Subaryono, dkk., 2003) : 1)
Koreksi Radiometri Koreksi radiometri dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas visual
citra sekaligus untuk memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya, sebagai akibat dari gangguan atmosfer yang berupa hamburan dan serapan yang menyebabkan perbedaan nilai kecerahan setiap piksel data satelit pada beberapa saluran. Koreksi radiometri dilakukan dengan cara mengurangkan nilai bias suatu saluran terhadap keseluruhan nilai spektral saluran yang bersangkutan. 2)
Koreksi Geometri Koreksi geometri dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan citra yang lebih
teliti dalam aspek planimetrik. Pada koreksi ini, sistem koordinat atau proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan, sehingga dihasilkan citra yang mempunyai sistem koordinat dan skala yang seragam. Koreksi geometri dilakukan dengan cara menyesuaikan posisi citra satelit dengan posisi sesungguhnya di bumi dengan rujukan peta dasar yang berupa kenampakan jalan dan sungai (kenampakan-kenampakan fisik alam yang relatif tidak berubah) sebagai referensi. Kenampakan-kenampakan fisik alam dan buatan manusia yang mudah dikenali dan relatif tidak berubah antara lain percabangan-percabangan sungai dan jalan. Koreksi geomerti dapat dilakukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning System) yaitu hardware atau alat untuk melakukan pengamatan atau pengukuran titik kontrol tanah (ground control points = GCP) secara radial (Subaryono, dkk., 2003). 3)
Klasifikasi Klasifikasi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan
lahan adalah klasifikasi multispektral yang menggunakan satu kriteria yaitu nilai spektral (nilai kecerahan) pada beberapa saluran sekaligus dengan didukung oleh data lapangan sehingga dapat menghasilkan peta tematik yang siap pakai. Dengan asumsi bahwa setiap obyek dimuka bumi ini dapat dibedakan dengan obyek yang lain berdasarkan nilai spektralnya, sehingga setiap obyek cenderung memberikan pola
29
respon spektral yang spesifik. Pengenalan pola spektral merupakan salah satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Konsep peta penggunaan lahan dapat disiapkan setelah proses klasifikasi ini berdasarkan klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan yang telah dilakukan. Pendekatan dalam memproses data citra, khususnya untuk mengekstraksi kenampakan permukaan bumi adalah melalui head up digitasi dan klasifikasi yang tidak terbimbing. Pada klasifikasi yang tidak disupervisi membutuhkan in-put yang minimal dari analis karena citra diproses dengan operasi numerical dengan mengelompokkan pixel yang mempunyai nilai spectral sama yang dipantulkan oleh kenampakan di bumi melalui multispektral. Analis dengan menggunakan perangkat keras komputer dan perangkat lunak pengolahan citra memungkinkan untuk mengidentifikasi klas penutup lahan dengan nilai tengah dan co-variance matrix. Apabila data citra sudah di klasifikasi, analis akan mengekstrapolasi nilai klas yang terpilih secara natural kedalam klas penutup lahan yang diinginkan. Foto Citra Satelit Ikonos, Quickbird dan Wordview dapat diproses untuk mengektraksi data/informasi. 4)
Penentuan Klas Penggunaan Lahan Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan
tertentu. Informasi tentang kegiatan manusia pada lahan tidak selalu dapat ditafsirkan secara langsung dari penutup lahannya. Oleh karena itu informasi tambahan untuk melengkapi data penutup lahan yang diperoleh dari kerja lapangan (field check) sangat diperlukan. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan mengacu pada klasifikasi kehutanan atau yang dikembangkan oleh Sutanto, dkk. (1981) dalam Subaryono, dkk. (2003) dengan modifikasi antara lain : 1)
Kawasan Hutan;
2)
Semak belukar;
3)
Alang-alang kering dan basah;
4)
Perkebunan dan Pertanian;
5)
Lahan gundul/Lahan Kosong;
6)
Tubuh Air;
7)
Permukiman;
30
8)
Industri, Perdagangan dan Jasa Perkantoran;
9)
Kawasan Sarana Transportasi;
10)
Sarana Peribadatan;
11)
Rekreasi dan Wisata; dan lain sebagainya.
b.
Tahap Pemrosesan Citra (Image Processing) Pemrosesan citra yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
penggunaan lahan khususnya lahan hutan dan lahan non hutan adalah mengikuti kaidah standar pengolahan citra satelit. yang menggunakan satu kriterium yaitu nilai spektral (nilai kecerahan) dengan didukung oleh data lapangan sehingga dapat menghasilkan peta thematik yang siap pakai. Dengan asumsi bahwa setiap obyek di muka bumi ini dapat dibedakan dengan obyek yang lain berdasarkan nilai spektral-nya, sehingga setiap obyek cenderung memberikan pola respon spektral yang spesifik. Pengenalan pola spektral merupakan salah-satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Konsep peta penggunaan lahan dapat disiapkan setelah proses klasifikasi ini berdasarkan klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan yang telah dilakukan. c.
Tahap Digitasi Citra Digitasi citra adalah proses meng-input data yang bersumber dari peta citra atau
foto udara melalui metode digitasi yang dapat dilakukan secara manual dengan alat digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Perangkat lunak yang dapat digunakan untuk digitasi ini, misalnya Auto CAD, R2V, dan lain-lain. Jenis data digital yang diinput berformat vektor dan raster. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk rangkai koordinat (x,y), sedangkan raster menyatakan data grafis dalam bentuk rangkaian bujursangkar yang disimpan sebagai pasangan angka yang menyatakan baris dan kolom dalam suatu matriks (Budiyanto, 2002). d.
Tahap Cek Lapangan (Field Check) Cek lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa obyek-obyek yang
meragukan (dari citra satelit) dan untuk membetulkan hasil interpretasi citra satelit serta untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan. Cek lapangan ini dilakukan secara global yang mencakup sampel-sampel yang diambil untuk semua wilayah (pilot project) yang terliput pada citra satelit.
31
e.
Tahap Reklasifikasi Setelah dilakukan cek lapangan terhadap obyek-obyek sampel (baik untuk obyek
yang meragukan dilihat dari citra satelit maupun untuk obyek-obyek yang telah mengalami perubahan penggunaan lahan) kemudian dilakukan pemetaan penggunaan lahan yang baru. Peta penggunaan lahan yang dihasilkan mencerminkan penggunaan lahan eksisting (yang ada sekarang). Setelah selesai dilakukan interpretasi penggunaan lahan citra digital Ikonos, Quickbird dan Wordview, kemudian dilakukan tahap reinterpretasi, maka tahap selanjutnya adalah menyiapkan peta penggunaan lahan. Secara skematik bagan alir pemrosesan citra satelit (image prosessing flowchart) dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini. Sumber Data : Foto Citra Satelit (Ikonos, Quickbird & Worldview)
Capturing/Image Cropping
Restorasi Citra Satelit
Koreksi Geometri
Koreksi Radiometri
Peta Dasar Wilayah Studi (Peta Digital RBI dari Bakosurtanal)
Citra Satelit Terkoreksi
Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan : 1) Kawasan Hutan; 2) Semak belukar; 3) Alang-alang kering dan basah; 4) Perkebunan dan Pertanian; 5) Lahan gundul/Lahan Kosong; 6) Tubuh Air; 7) Permukiman; 8) Industri, Perdagangan dan Jasa Perkantoran; 9) Kawasan Sarana Transportasi; 10) Sarana Peribadatan; 11) Rekreasi dan Wisata; 12) dan lain sebagainya.
Klasifikasi Penggunaan Lahan
Digitasi on screen
Cek Lapangan (Ground Check)
Re-klasifikasi Penggunaan Lahan Yes Peta Penggunaan Lahan
Gambar 2.2. Bagan Alir Pemrosesan Citra Satelit (Image Processing Flow-chart)
No
Kenampakan lain yang bisa diperoleh selain penggunaan lahan, seperti : 1) Jaringan Jalan 2) Sungai 3) Garis Pantai
32
2.5.
Pemetaan (roadmap) Hasil Studi Terdahulu Pemetaan hasil studi penelitian terdahulu atas beberapa sumber kepustakaan
yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyampaikan apa yang terkandung dalam karya-karya tersebut dan apa yang bisa diambil demi kepentingan kajian/penelitian ini. Selain itu, pemetaan terhadap kajian hasil studi tersebut dimaksudkan untuk melacak esensi-esensi penelitian ketersediaan lahan untuk bangunan mana yang telah dilakukakan oleh para peneliti lain untuk kepentingan akademis dan kepentingan kebijakan pembangunan. Penelitian tentang ketersediaan lahan kota yang terkait dengan penggunaan lahan untuk bangunan relatif telah banyak dilakukan oleh para peneliti perkotaan. Penelitian penggunaan lahan untuk bangunan lebih intensif dilakukan pada periode tahun 1990-an, yaitu setelah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pengindraan jarak jauh yang memanfaatkan foto citra satelit sebagai sumber data (data source) sehingga lebih memudahkan melakukan analisis data yang berbasis spasial untuk digunakan dalam penelitian, perencanaan dan pengembangan kota dan wilayah. Steinnocher, K (1996) adalah salah seorang yang memperkenalkan penelitian ini melalui studinya tentang. Integration of Spectral and Spatial Classification Methods for Building A Land-Use Model of Austria yang mengemukakan dan menyimpulkan bahwa penggunaan lahan untuk bangunan dapat dilakukan dengan metoda integrasi klasifikasi spectral dan spasial. Hasil penelitian yang di lakukan di Austria ini pada dasarnya hanya dapat memperlihatkan antara penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) untuk bangunan secara visual pada skala tertentu. Hal ini dikarenakan, tingkat resolusi foto citra yang digunakan masih relatif rendah dengan hanya mengandalkan analisis klasifikasi spectral semata. Penelitian tentang penggunaan lahan untuk bangunan juga dilakukan oleh Zhang, Yun (1999) melalui studinya yang berjudul Optimisation of Building Detection in Satellite Images by Combining Multispectral Classification and Texture Filtering. Zhang mengemukakan pendapatnya bahwa untuk mengoptimasikan pendeteksian penggunaan lahan, khususnya bangunan gedung, diperlukan foto citra satelit dengan mengkombinasikan klasifikasi multispectral dan keserasian tekstur. Pada metode penelitian ini Zhang menggunakan TM dan citra SPOT untuk mendapatkan data untuk semua penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Shanghai, Cina. Hasil penelitiannya
33
menyimpulkan bahwa hanya 26% bangunan yang dapat terdeteksi secara akurasi berdasarkan keserasian tekstur. Hasil penelitian Enemark, Stig (2004) yang berjudul Building Land Information Policies lebih menggambarkan tentang perlunya kebijakan informasi lahan untuk bangunan yang valid dan akurat. Masih banyak kota-kota yang belum memperhatikan mengenai pentingnya kebijakan informasi lahan untuk bangunan, sehingga kebijakan informasinya relatif masih menggunakan data dan informasi yang sudah kadaluwarsa. Hasil Penelitiannya menyimpulkan bahwa ada 4 kunci tantangan yang perlu diperhatikan untuk merubah kebijakan terhadap informasi lahan untuk bangunan, yaitu: tantangan educational, professional, capacity building, dan institutional. Selanjutnya, Sudipta, I Gusti Ketut, dkk (2008) melakuakan penelitian sejenis tentang model penggunan lahan dengan topik Model Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Di Wilayah Perkotaan Provinsi Bali. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di wilayah Perekotaan Provinsi Bali pada masa yang akan datang mengalami pertumbuhan bangunan 2,25% per tahun, kawasan permukiman hanya mampu mendukung penggunaan lahannya sampai tahun 2013 dan kawasan budidaya akan penuh dengan bangunan pada tahun 2072. Upaya yang perlu dilakukan agar lahan di wilayah perkotaan Provinsi Bali mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama adalah memperkecil pertumbuhan penduduk/luas penggunaan lahan untuk bangunan per 1 pengguna.
34
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapatlah dikemukakan tujuan
penelitian sebagai berikut : a.
Mengungkapkan gambaran karakteristik wilayah Kota Palu berdasarkan kondisi ekologis fisik alamnya.
b.
Menganalisis dan menghitung luas ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu berdasarkan karakteristik fisik alam dan pola penggunaan lahan saat ini.
c.
Menganalisis dan menghitung batas waktu ketersediaan lahan mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan untuk bangunan.
d.
Mengemukakan upaya-upaya yang perlu dilakukan agar lahan di Kota Palu mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama dan berkelanjutan/lestari.
3.2.
Manfaat Penelitian Seiring dengan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaatan yang diharapkan dari
penelitian ini mencakup dalam dua aspek yaitu : 3.2.1. Aspek Akademis Hasil penelitian yang dicapai merupakan upaya akademik berdasarkan standar dan kaidah-kaidah ilmiah. Oleh karena itu, secara akademis, penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan (referensi) atau landasan teoritis, khususnya yang terkait dengan bidang perencanaan dan pengembangan wilayah perkotaan dengan pendekatan penggunaan lahan untuk bangunan, serta merupakan sebuah upaya penulisan yang terkait dengan Panduan Rancang Kota (urban design guide line) dan Peraturan Zonasi (zoning regulation), sehingga dapat lebih memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidangnya. 3.2.2. Aspek Praktis Implikasi dari analisis ketersediaan lahan untuk bangunan diharapkan akan dapat
35
memprediksi sekaligus mengantisipasi dinamika penggunaan lahan di Kota Palu ke depan dan juga akan membantu menemukan pola pemanfaatan dan pengembangan kawasan perkotaan sesuai dengan karakteristik fisik lahan kota yang dimilikinya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah Daerah Kota Palu sebagai pembuat dan pengambil keputusan yang terkait dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (strategic environmental study) terhadap aspek daya tampung dan daya dukung kota dalam arahan produk RTRW dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penggunaan lahan, serta dapat memberikan kontribusi dan nilai tambah (added value) dalam upaya menganalisis pola ketersediaan lahan untuk bangunan berdasarkan daya dukung lahan kota dengan karakteristik wilayah yang berbeda.
36
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis dan Desain Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitiannya, maka jenis studi ini lebih
menekankan pada penelitian “lapangan” (explorative research) yang dilaksanakan dengan pendekatan metode survei, yakni melakukan pengamatan faktual terhadap kondisi karakteristik fisik dan penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu. Pendekatan ini akan menguraikan secara jelas fenomena yang ditemukan di lapangan melalui penggunaan teknik-teknik analisis terapan yang sesuai dengan ketersediaan data, lingkup dan fokus penelitian, untuk dijadikan sebagai dasar penilaian dan analisis dalam menganalisis ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu. 4.2.
Lingkup dan Lokasi Penelitian Lingkup materi yang dilakukan dalam studi ini dibatasi pada kajian tentang
aspek fisik spasial terhadap ketersediaan lahan untuk bangunan yang didasari atas beberapa pendekatan yang merupakan indikator atau variabel tersebut, antara lain : kondisi fisik dan geografis, seperti kondisi topografi dan kelerengan, kondisi hidrologi, kondisi geologi dan kegempaan, serta kondisi penggunaan lahan kawasan yang terkait dengan pola pemanfaatan lahan meliputi penggunaan lahan untuk kawasan lindung, kawasan budidaya terbangun, kawasan prasarana kota, dan kawasan strategis kota yang bermuara pada luasan lahan terhadap masing-masing pemanfaatan lahan tersebut. Sesuai dengan desain penelitian, maka yang dijadikan kasus wilayah studi adalah Kota Palu sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah studi 37.860,83 Ha yang terdiri atas 4 kecamatan yaitu: Kecamatan Palu Utara, Palu Selatan, Palu Barat dan Palu Timur. . 4.3.
Populasi dan Sampel Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung
ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992). Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
37
oleh populasi (Sugiyono, 2004). Penelitian ini adalah penelitian populasi tanpa menggunakan sampel. Penelitian dilakukan pada seluruh kecamatan dan kelurahan di wilayah Kota Palu, yakni 4 kecamatan dan 43 kelurahan, terhadap luas wilayah, luas pekarangan/bangunan dan halaman (house compound), jumlah dan pertumbuhan penduduk dan pengguna lahan lainnya, serta usia, jumlah dan jenis penggunaan lahan untuk bangunan. 4.4.
Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian disertasi ini dapat dilihat
pada uraian tabel 1 sebagai berikut: Tabel 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian Disertasi No.
Jenis Data
1.
Dokumen RTRW dan RDTRK Kota Palu
2.
Peta-Peta
3.
Peraturan Daerah (Perda)
Uraian Data a) b) c) d) e) f) g) h) a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) a) b) c) d)
4.
Statistik
a) b) c)
5.
Hasil Penelitian & Standarisasi
a) b)
Sumber : Peneliti, 2013.
Kebijakan Penataan Ruang Gambaran Wilayah Penelitian Arahan Penggunaan Lahan Kondisi Fisik Wilayah Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Kondisi Prasarana dan Sarana Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Foto Citra Satelit Resolusi Tinggi Kawasan Lindung dan Budidaya Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Ruang Terbuka NonHijau (RTNH) Peta Wilayah Aliran Sungai Peta Jaringan Jalan Jumlah dan Kepadatan Bangunan Pertumbuhan Bangunan Usia Bangunan Luas Bangunan dan Pekarangan Peraturan Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Perda RTRW Kota Palu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Lainnya. Time Series Data Kependudukan Time Series Data Perhotelan Time Series Data Kursi Restoran/Rumah Makan Asumsi Kebutuhan Luas Bangunan Standar-Standar Kebutuhan Bangunan dan Prasana/Sarana
Sumber Data Dinas Tata Ruang (DTR) dan Bappeda Pemkot
Dinas Tata Ruang, Bappeda, BPS, PLN dan Survey/ Observasi
Dinas Pekerjaan Umum (PU), DTR Pemkot
Kantor BPS dan Instansi Terkait lainnya Dinas Pekerjaan Umum (PU), DTR Pemkot
38
4.5.
Teknik Pengumpulan Data Data penelitian diperoleh dengan cara langsung dikumpulkan dari sumber
pertama atau pengukuran langsung di lapangan (data primer) melalui teknik survey atau observasi, pemetaan dan digitasi foto citra satelit dengan bantuan software GIS, serta secara tidak langsung (data sekunder) dari literatur dan instansi terkait berupa dokumendokumen dan peraturan-peraturan melalui perekaman atau pencatatan dokumen. Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu : data ruang (spasial) dan data non ruang (aspasial) yang menggambarkan karakteristik fisik lahan di Kota Palu sebagai kota teluk.
Data
spasialnya antara lain: data peta topografi, peta geologi, peta hidrologi dan peta luas pengguna lahan kawasan lindung, kawasan budidaya serta luas penggunaan lahan untuk bangunan yang diperoleh dari hasil digitasi foto citra satelit dan peta revisi RTRW Kota Palu Tahun 2010, sedangkan data aspasialnya meliputi data kondisi fisik lahan, data luas penggunaan lahan untuk bangunan, jumlah dan pertumbuhan penduduk dan pengguna lahan lainnya, serta data jumlah dan usia bangunan berupa data time series. 4.6.
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian terbagi atas empat tahap yaitu (1) kajian terhadap
gambaran karakteristik fisik dan geografis Kota Palu; (2) kajian ketersediaan lahan untuk bangunan yang bertujuan untuk melihat seberapa besar luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia di kawasan budidaya melalui pendekatan analisis data spasial dan kuatitatif; (3) kajian batas waktu lahan yang masih tersedia mampu mendukung pertumbuhan luas penggunaan lahan yaitu ketika luas penggunaan lahan untuk bangunan mencapai luas sama dengan luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia di Kota Palu; serta (4) mengupayakan cara menangani penggunaan lahan di Kota Palu agar mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama dan lestari. 4.7.
Teknik Analisis Data Dalam uraian analisis data ini akan dikemukakan langkah-langkah dan beberapa
teknik analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang telah dirumuskan. Secara lebih rinci langkah-langkah dan teknik analisis yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut :
39
a.
Karakteristik Ekologis Wilayah Gambaran karakteristik ekologis wilayah adalah mendeskripsikan kondisi fisik dan geografis wilayah melalui pengungkapan data-data sekunder ataupun petapeta dasar dan tematik terhadap berbagai kondisi geofisik wilayah dan pola penggunaan lahan sesuai lansekap bentang alam maupun kondisi-kondisi geografis spesifik lainnya. Selain gambaran ekologis fisik alam, kondisi kependudukan/demografi Kota Palu juga dideskripsikan melalui pengungkapan data-data sekunder terhadap karakteristik penduduk, meliputi jumlah dan distribusi penduduk, komposisi umur, laju pertumbuhan, serta kepadatan penduduk. Gambaran kondisi kependudukan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menakar kebutuhan dan pertumbuhan lahan Kota Palu ke depan sesuai batasan karakteristik ekologis fisik alam wilayahnya. Gambaran karakteristik ekologis wilayah ini akan memberikan informasi dan orientasi bagi perencanaan dan pengembangan kota ke depan, sehingga bagi pemangku wilayah selaku pengambil keputusan dapat lebih cermat dan tepat untuk mengarahkan strategi dan kebijakan pembangunan Kota Palu sesuai kearifan lokal yang dimilikinya. Selain itu, dengan diketahuinya gambaran karakteristik ekologis wilayah ini, dapat mengantisipasi terjadinya penurunan atau degradasi kualitas lingkungan yang disebabkan terlampauinya ambang batas daya dukung lahan kota.
b.
Penentuan Luas Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan Penentuan luas ketersediaan lahan untuk bangunan adalah menghitung dan menganalisis luas lahan yang masih tersedia untuk pendirian bangunan gedung di Kota Palu berdasarkan pendekatan metode pengolahan data spasial dengan teknik analisis paduserasi (overlay) dan analisis pemrosesan citra satelit (image processing analysis) resolusi tinggi melalui bantuan program GIS terhadap beberapa data hasil digitasi foto citra satelit, serta disinkronisasikan dengan petapeta RTRW Kota Palu, meliputi peta luas wilayah administrasi, peta tematik seperti peta topografi, peta penggunaan lahan, dan peta-peta dasar seperti peta prasarana kota, untuk mendapatkan luasan masing-masing kawasan yang dikelompokkan menjadi kawasan lindung, kawasan budidaya terbangun,
40
kawasan prasarana kota dan kawasan strategis kota. Adapun langkah-langkah analisis pemetaan terhadap luas ketersediaan lahan untuk bangunan dapat diuraikan sebagai berikut : 1)
Langkah 1; membuat grid peta batas deliniasi wilayah administrasi kawasan pengamatan;
2)
Langkah 2, membuat grid peta tematik kawasan pengamatan berupa peta topografi dan kelerengan;
3)
Langkah 3; membuat grid peta dasar kawasan berupa peta jaringan jalan, sungai dan garis pantai;
4)
Langkah 4; membuat peta deliniasi kawasan lindung dan kawasan budidaya dari peta peta topografi dan kelerengan;
5)
Langkah 5; melakukan pengecekan lapangan dengan peta dasar dan foto citra satelit (atau yang sejenis);
6)
Langkah 6; membuat grid peta digital penggunaan lahan tahun pengamatan (Peta 1);
7)
Langkah 7; membuat grid peta penggunaan lahan untuk bangunan kawasan pengamatan melalui analisis pemrosesan citra satelit (image processing analysis) resolusi tinggi (Peta 2);
8)
Langkah 8; Melakukan overlay (tumpang tindih) atau paduserasi antara Peta 1 dengan Peta 2;
9)
Langkah 9; periksa dan hitung luas penggunaan lahan, termasuk penggunaan lahan untuk bangunan;
10)
Langkah 10; buat tabel dan peta ketersediaan lahan untuk bangunan;
11)
Langkah 11; lakukan pengecekan ulang ke lapangan;
12)
Langkah 12; kesimpulan dari hasil pemetaan luas dan sebaran ketersediaan lahan untuk bangunan di kawasan studi.
Secara skematik Flow Chart Analisis Penentuan Luas Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan dapat dilihat pada gambar 4.1. sebagi berikut.
41
Membuat grid peta batas deliniasi wilayah administrasi (Peta 1)
Membuat grid peta tematik berupa peta topografi & kelerengan (Peta 2)
Membuat grid peta dasar berupa jar. Jalan, sungai & grs pantai (Peta 4)
Membuat peta deliniasi kawasan lindung & kawasan budidaya (Peta 3)
Pengecekan lapangan dgn peta dasar & citra Membuat grid peta (digital) penggunaan lahan th 2010 (Peta 5) No
Membuat grid peta (digital) penggunaan lahan utk bangunan (Peta 6) Yes
Yes Overlay Peta 1 & 2, dengan Peta 5 & 6
Buat tabel dan peta sebaran ketersediaan lahan untuk bangunan
Periksa dan hitung luas penggunaan lahan untuk bangunan
Pengecekan Ulang Ke Lapangan dgn Peta Citra
Kesimpulan Hasil Pemetaan Luas & Sebaran Ketersediaan Lahan untuk Bangunan
Gambar 4.1.
Flow Chart Analisis Penentuan Luas Ketersediaan Lahan Untuk Bangunan
Setelah luas lahan pada masing-masing kawasan diperoleh melalui teknik analisis pengolahan data spasial, maka nilai luasan lahan tersebut secara empiris dapat dimodelkan secara matematis melalui kuantifikasi nilai-nilai variabel ketersediaan lahan dengan persamaan sebagai berikut : (1) Dimana : LEF
= Luas Lahan untuk Bangunan yang masih Tersedia (Ha)
LW
= Luas Administrasi Wilayah Studi (Ha)
∑ KL = Total Luas Kawasan Lindung (Ha)
42
∑ KBT = Total Luas Kawasan Budidaya Terbangun Eksisting (Ha) ∑ KPK = Total Luas Rencana Kawasan Prasarana Kota Eksisting (Ha) ∑ KSK = Total Luas Rencana Kawasan Strategis Kota (Ha). c.
Batas Waktu Ketersediaan Lahan Mampu Mendukung Pertumbuhan Luas Penggunaan Lahan untuk Bangunan Batas waktu ketersediaan lahan di Kota Palu mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan dilakukan terhadap kawasan budidaya belum terbangun. Batas waktunya adalah ketika penggunaan lahan untuk bangunan mencapai luas sama dengan luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia sebagai hasil analisis tahapan sebelumnya yang merupakan kawasan budidaya belum terbangun. Penghitungan batas waktu ini sangat terkait dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk dan pengguna lahan lainnya yang didasari oleh standar-standar dan asumsi luas penggunaan lahan untuk bangunan sesuai kebutuhan pengguna lahan.
d.
Upaya-upaya untuk Menangani Penggunaan Lahan untuk Bangunan Lebih Lama Mengemukakan upaya-upaya penanganan lahan agar mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama sebagai langkah antisipatif dan progresif yang perlu diambil untuk merencanakan dan menata pengembangan ruang Kota Palu ke depan. Kajian ini akan didekati dengan analisis deskriptif yaitu menguraikan langkah-langkah yang dapat dipakai sesuai kondisi karakteristik ekologis dan demografinya.
4.8.
Bagan Alir Penelitian Secara lebih jelasnya bagan alir penelitian dan pentahapannya berdasarkan
kegiatan penelitian tahun pertama dan kedua dapat digambarkan secara skematik sebagaimana terlihat pada gambar 2 berikut ini.
43
KEGIATAN PENELITIAN TAHUN I (PERTAMA)
KEGIATAN PENELITIAN TAHUN II (KEDUA)
Adiministrasi Wilayah
Karakteristik Fisik Ekologis/Lahan Kota Palu
Kondisi Hidrologi
Kondisi Geologi
Kondisi Topografi
RTRW Kota Palu 2010-2030
Perencanaan Penggunaan Lahan di Kota Palu
Kota Palu Mempunyai Keterbatasan Fisik Alam Sebagai Kota Teluk yang Berbentuk Lembah Upaya-Upaya Memperpanjang Waktu Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Kebutuhan Lahan Untuk Bangunan Sebagai Wadah Aktivitas Terus Meningkat, sementara Luas Lahan Kota Terbatas
Perlunya Menganalisis Seberapa Luas Cadangan Ketersediaan Lahan untuk Bangunan
Pendekatan Teknik Analisis Spasial
Pendekatan Teknik Analisis Kuantitatif
Pertumbuhan Penggunaan Lahan Untuk Bangunan
Analisis Batas Waktu Ketersediaan Lahan Mampun Mendukung Penggunaan Lahan Untuk Bangunan
Pendekatan Analisis Kebutuhan dan Pertumbuhan Luas Penggunaan Lahan Untuk Bangunan
Penggunaan Lahan Aktual Untuk Bangunan
Lahan untuk Bangunan yang masih tersedia pada kawasan budidaya Ketersediaan Lahan Efektif Untuk Bangunan
Gambar 4.2.
Bagan Alir Kegiatan Penelitian Tahun Pertama dan Kedua
44
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Karakteristik Ekologis Wilayah Kota Palu
5.1.1. Kondisi Fisik Geografis Kota Palu a.
Letak, Luas dan Bentuk Geografis Kota Kota Palu secara geografis berada di tengah wilayah Kabupaten Donggala,
tepatnya sepanjang bibir pantai Teluk Palu atau memanjang dari timur ke barat, terletak di sebelah selatan Garis Khatulistiwa pada koordinat 00,36” – 00,57” Lintang Selatan (LS) dan 1190,45” – 1200,01” Bujur Timur (BT). Secara administratif letak dan kedudukan Kota Palu dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Palu dan Kabupaten Donggala (Kecamatan Nupabomba dan Kecamatan Labuan); 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sigi (Kecamatan Sigi Biromaru, Kecamatan Dolo dan Kecamatan Marawola); 3) Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Palu dan Kabupaten Donggala (Kecamatan Banawa); 4) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi. Luas wilayah daratan Kota Palu secara administratif menurut arahan Revisi RTRW Kota Palu Tahun 2010 – 2030 adalah ± 395,06 km2 atau ± 39.506 Ha yang terdiri atas dataran rendah (pantai), dataran bergelombang dan dataran tinggi. Namun sebagaimana yang telah dikemukakan pada ruang lingkup wilayah penelitian sebelumnya, bahwa luas Kota Palu yang menjadi acuan penelitian adalah sekitar ± 378,61 Km2 atau ± 37.860,83 Ha dengan daerah administratif pemerintahan terdiri atas empat kecamatan dan 43 kelurahan, sebagaimana yang terurai pada Tabel 5.1. dan Gambar 5.1. Peta Administrasi Kota Palu sesuai hasil digitasi foto citra satelit dan sinkronisasi dengan batas-batas wilayah sekitarnya.
45
Tabel 5.1. Luas dan Pembagian Wilayah Administratif Kota Palu No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. D. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Nama Kecamatan/Kelurahan Kecamatan Palu Utara : Baiya Kayumalue Pajeko Kayumaluengapa Lambara Mamboro Mpanau Pantoloan Taipa Kecamatan Palu Timur : Besusu Barat Besusu Tengah Besusu Timur Lasoani Layana Indah Poboya Talise Tondo Kecamatan Palu Selatan Birobuli Selatan Birobuli Utara Kawatuna Lolu Selatan Lolu Utara Palupi Pengawu Petobo Tanamodindi Tatura Selatan Tatura Utara Tawanjuka Kecamatan Palu Barat Balaroa Baru Bayaoge Buluri Donggala Kodi Duyu Kabonena Kamonji Lere Nunu Silae Siranindi Tipo Ujuna Watusampu Luas Total Kota Palu
Luas (Ha)
Prosentase
9.214,53 1.868,73 188,93 735,66 776,23 1.863,94 160,57 3.194,06 426,41 16.522,58 78,39 115,93 105,53 4.118,36 1.812,59 5.493,61 1.128,32 3.669,85 5.708,76 330,88 614,41 2.568,06 158,03 133,08 158,93 272,10 606,59 293,50 128,86 270,66 173,66 6.414,96 173,28 58,17 101,94 1.576,42 259,81 613,61 176,71 47,01 290,92 135,49 235,63 74,19 1.601,01 86,43 984,34
24,34 4,94 0,50 1,94 2,05 4,92 0,42 8,44 1,13 43,64 0,21 0,31 0,28 10,88 4,79 14,51 2,98 9,69 15,08 0,87 1,62 6,78 0,42 0,35 0,42 0,72 1,60 0,78 0,34 0,71 0,46 16,94 0,46 0,15 0,27 4,16 0,69 1,62 0,47 0,12 0,77 0,36 0,62 0,20 4,23 0,23 2,60
37.860,83
100,000
Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Satelit Ikonos Tahun 2009 dan Penyelarasan/Sinkronisasi Batas Dengan Wilayah Sekitarnya.
46
Gambar 5.1.
Peta Administarsi & Luas Wilayah Kota Palu Tahun 2010 Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Satelit Ikonos Tahun 2009 dan Penyelarasan/Sinkronisasi Batas Dengan Wilayah Sekitarnya.
Sesuai bentuk geografisnya, Kota Palu memiliki karakter fisik yang spesifik dengan bentang alam berupa topografi pegunungan dan garis pantai Teluk Palu (Palu Bay) yang berada di sekitar Kota Palu, serta aliran Sungai Palu yang membelah Kota Palu menjadi dua bagian besar yaitu kawasan barat kota dan kawasan timur kota. Kondisi fisik ini turut berperan dalam proses pembentukan Kota Palu dan lingkungannya lebih berorientasi pada bentukan kota teluk (bay city) yang dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah (graben) dimana pusat kota terletak di bagian tengah dari lembah tersebut. b.
Klimatologi Kota Palu Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kota Palu memiliki dua
musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober – Maret. Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu tahun 2010 bahwa rata-rata suhu udara adalah 27,700C. Suhu udara terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 26,700C, sedangkan bulan-bulan lainnya suhu udara berkisar antara 26,70– 28,800C.
47
Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Agustus yang mencapai 82,00%, sedangkan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 70,00%. Curah hujan tertinggi yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Mutiara Palu tahun 2010 terjadi pada bulan Juni yaitu 123,00 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Maret yaitu 11,70 mm. Sementara itu kecepatan angin pada tahun 2010 rata-rata 3,70 knots. Arah angin pada tahun 2010 masih berada pada posisi yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu datang dari posisi utara. Radiasi matahari atau penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Pebruari yaitu sebesar 72,00% kemudian pada bulan September dan Juni masing-masing 71,00% dan 70,00% dan radiasi matahari terendah untuk Kota Palu terjadi pada bulan Desember yaitu sebanyak 48,00%. Rata-rata penyinaran matahari atau radiasi matahari untuk Kota Palu pada tahun 2010 adalah 63.50%. Tekanan udara tertinggi terjadi di Kota Palu pada tahun 2010 yaitu sebesar 1.011,6 mb terjadi pada bulan Pebruari dan tekanan udara terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 1.008,0 mb. c.
Topografi dan Kelerengan Kota Palu Berdasarkan keadaan topografinya, daerah Kota Palu dapat dibagi menjadi tiga
zona ketinggian, yaitu: 1)
Sebagian daerah bagian barat sisi timur memanjang dari utara ke selatan, bagian timur arah utara dan bagian utara sisi barat yang memanjang dari utara keselatan merupakan dataran rendah/pantai dengan ketinggian antara 0 – 100 meter dari permukaan laut (dpl).
2)
Searah bagian barat sisi barat dan selatan, daerah bagian timur ke arah selatan dan bagian utara kearah timur dengan ketinggian antara 101 – 700 meter dari permukaan laut (dpl).
3)
Daerah pegunungan dengan ketinggian antara 701 – 1.800 meter dari permukaan laut (dpl). Topografi Kota Palu ini adalah dataran sampai berombak-ombak dengan
beberapa daerah yang berlembah. Secara lebih jelasnya kondisi topografi Kota Palu dapat dilihat pada uraian Tabel 5.2. berikut ini.
48
Tabel 5.2. Kelas topografi di Kota Palu No.
Ketinggian (m. dpl)
Luas (Ha)
Prosentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 – 100 101 – 300 301 – 500 501 – 700 701 – 900 901 – 1.100 1.101 – 1.300 1.301 – 1.500 1.501 – 1.800
12.137,42 8.615,97 4.281,26 4.050,65 5.226,43 2.545,23 785,86 160,64 57,37
32,06 22,76 11,31 10,70 13,80 6,72 2,08 0,42 0,15
Total
37.860,83
100,00
Sumber : Hasil Analisis Peta Kontur Rupa Bumi, 1992
Sejalan dengan kondisi topografi di atas, Kota Palu juga memiliki kelerengan kawasan yang bervariasi mulai dari datar hingga sangat curam, dengan rincian kemiringan lereng sebagai berikut : 0 – < 8% (datar) seluas ± 21.631,48 Ha (57,13%), 8 – < 15% (landai) pada daerah perbukitan seluas ± 6.694,82 Ha (17,68%), 15 – < 25% (agak curam) juga pada daerah perbukitan seluas ± 5.157,40 Ha (13,62%) dan 25 – < 40% (curam) pada daerah pegunungan seluas ± 3.734,66 Ha (9,86%), serta kemiringan lereng ≥ 40% (sangat curam) pada daerah pegunungan seluas ± 642,47 Ha (1,70%). Secara lebih jelasnya kondisi topografi dan kemiringan lereng di Kota Palu dapat dilihat pada uraian Tabel 5.3. serta Peta Topografi dan Kemiringan Lereng. Tabel 5.3. Kelas lereng di Kota Palu No.
Lereng (%)
Kelas
1 2 3 4 5 6
0 - <8 8 - <15 15 - <25 25 - <40 ≥40
0 1 2 3 4 5
Luas (Ha)
Total
Prosentase (%)
21.631,48 6.694,82 5.157,40 3.734,66 642,47
57,13 17,68 13,62 9,86 1,70
37.860,83
100,00
Keterangan Perairan Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Sumber : Hasil Analisis Deliniasi Peta Topografi
Berdasarkan analisis topografi dan kelerengan memperlihatkan bahwa wilayah Kota Palu sebagai kota teluk yang berbentuk lembah lebih didominasi oleh kemiringan lereng yang relatif datar antara 0 - <8% (57,13%) sehingga pola penggunaan lahannya lebih berorientasi untuk kawasan budidaya, selanjutnya dikuti oleh kemiringan lereng yang landai antara 8 - <15% (17,68%) dengan penggunaan lahan lebih berorientasi
49
untuk kawasan konsolidasi, sementara sisanya sekitar 25,18% dengan kelerengan agak curam sampai sangat curam (15 - ≥40%) lebih berorientasi pada penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan konservasi. Secara lebih jelasnya analisis kondisi topografi dan kelerengan di Kota Palu dapat dilihat pada peta Gambar 5.2. berikut ini.
Gambar 5.2.
Peta topografi dan kelerengan Kota Palu Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) 1992 dan Foto Citra Satelit Ikonos Tahun 2009 dan Peta Administasi Kota Palu.
Fenomena ini memperlihatkan bahwasanya di Kota Palu dengan kondisi topografi dan lereng tersebut hanya memiliki lahan sekitar 51% dari luas wilayahnya untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai lahan pembangunan berbagai aktivitas budidaya, seperti permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan, serta kegiatan-kegitan lainnya yang membutuhkan bangunan dan pekarangan sebagai wadahnya. Senada dengan hasil analisis kelerengan di atas, maka berdasarkan hasil analisis tumpang tindih (overlay) terhadap pola penggunaan lahan memperlihatkan bahwa penggunaan lahan untuk kawasan budidaya di Kota Palu hanya mencapai luas ± 19.331,45 Ha (51,06%), sedangkan penggunaan lahan untuk kawasan lindung yakni ± 18.529,38 Ha (48,94%).
50
d.
Hidrologi dan Sumberdaya Air Kota Palu Sumberdaya air terdiri dari air tanah, air permukaan, dan mata air dalam
bebrbagai lokasi yang tersebar di Kota Palu, sumberdaya air merupakan sumberdaya yang memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan baik manusia, hewan maupun binatang. 1)
Air Tanah Secara hidrologis di Kota Palu terdapat air tanah bebas pada lapisan akifer, yang
tersusun dari kerakal, kerikil, pasir kasar, sampai pasir halus. Air tanah bebas ini terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam. Secara keseluruhan ketersediaan air tanah di Kota Palu tidak merata karena sangat tergantung pada faktor iklim, geologi, morfologi, vegetasi dan tata guna lahan. 2)
Air Permukaan Air permukaan adalah air sungai-sungai. Potensi aliran rata-rata per detik
sungai-sungai di Kota Palu mempunyai kapasitas relatif cukup besar yaitu 296.038 m3. Potensi air permukaan untuk sepanjang tahun hanya ada pada Sungai Palu, sementara sungai lainya relatif kering. Selain Sungai Palu, di daerah Kota Palu terdapat juga beberapa sungai dan anak sungai, di antaranya adalah Sungai Watutela, Sungai Tawaeli, Sungai Sobe Lewara, Sungai Poboya, Sungai Watusampu, Sungai Taipa, Sungai Labuan, Sungai Lambako, dan Sungai Kayu Malue serta anak-anak sungai yang menjadi sumber air permukaan. 3)
Mata Air Terdapat beberapa sumber mata air yang cukup penting di Kota Palu antara lain:
a)
Mata Air Pria dan Wanita, terdapat di Kelurahan Duyu pada ketinggian sekitar 40 meter dari permukaan laut (dpl), dengan kapasitas aliran masing-masing 1,5 liter/detik dan saat ini sudah dimanfaatkan oleh PDAM.
b)
Mata Air Yoega, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar 98 meter dari permukaan laut (dpl), dengan kapasitas 1 liter/detik dan sudah pernah dikelola oleh PDAM.
c)
Mata Air Koeloe, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar 32 meter dari permukaan laut (dpl), dengan kapasitas 1 liter/detik dan sudah pernah di kelola oleh PDAM.
51
d)
Mata Air Owo, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi dengan kapasitas 5 liter/detik dan sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan Pelabuhan Pantoloan.
e)
Mata Air Watutela, terdapat di Kelurahan Tondo pada ketinggian 350 meter dari permukaan laut (dpl), dengan kapasitas 5 liter/detik dan sudah pernah dikelola oleh PDAM.
Gambar 5.3.
Peta hidrologi Kota Palu Sumber : Dokemen Revisi RTRW Kota Palu 2010 - 2030.
e.
Geologi dan Tektonika Kota Palu Keadaan Geologi Kota Palu secara umum sama untuk semua Kecamatan yaitu
jenis tanah Alluvial yang terdapat di Lembah Palu. Secara umum formasi geologi tanah di Kota Palu ini yang di laporkan SPRS menunjukan bahwa formasi geologinya terdiri dari batuan gunung berapi dan batuan terobosan yang tidak membeku (Inncous Intrusiverocks). Disamping pula batuan-batuan metamorfosis dan sedimen. Dataran Lembah Palu diperkirakan cocok untuk pertanian intensif. Geologi tanah dataran Lembah Palu ini terdiri dari bahan-bahan alluvial dan colluvial yang berasal dari metamorfosis yang telah membeku. Disamping itu tanahnya kemungkinan bertekstur sedang.
52
Secara geografis dataran Kota Palu terbentuk karena adanya proses pengangkatan (graben). Proses graben ada yang membuat beberapa permukaan tanah terangkat cukup tinggi (membentuk bukit sampai pegunungan) seperti yang terlihat di sepanjang pantai Teluk Palu bagian barat. Wilayah Kota Palu dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah (graben) dimana pusat Kota terletak di bagian tengah dari lembah tersebut. Orientasi lembah ini mengikuti arah utama jalur pegunungan di kedua sisinya, yaitu berarah relatif Utara – Selatan. Secara geologis, orientasi fisiografi ini berhubungan dengan proses struktur yang terjadi serta jenis batuan yang menyusun Kota Palu, dimana sisi kiri dan kanan Kota Palu merupakan jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro serta wilayahnya disusun oleh batuan yang lebih keras dibanding material penyusun bagian lembah. Berdasarkan hubungan geologi tersebut, geomorfologi Kota Palu dapat dibagi kedalam tiga satuan geomogfologi, yaitu : 1)
Satuan Geomorfologi Dataran, dengan kenampakan morfologi berupa topografi tidak teratur, lemah, merupakan wilayah dengan banjir musiman, dasar sungai umumnya meninggi akibat sedimentasi fluvial. Morfologi ini disusun oleh material utama berupa aluvial sungai dan pantai. Wilayah tengah Kota Palu didominasi oleh satuan geomorfologi ini.
2)
Satuan Geomorfologi Denudasi dan Perbukitan dengan kenampakan berupa morfologi bergelombang lemah sampai
bergelombang kuat. Wilayah kipas
aluvial (aluvial fan) termasuk dalam satuan morfologi ini. Di wilayah Palu morfologi ini meluas di wilayah Palu Timur, Palu Utara, membatasi antara wilayah morfologi dataran dengan morfologi pegunungan. 3)
Satuan Geomorfologi Pegunungan Tebing Patahan, merupakan wilayah dengan elevasi yang lebih tinggi. Kenampakan umum berupa tebing-tebing terjal dan pelurusan morfologi akibat proses patahan. Arah pegunungan ini hampir utaraselatan,
baik
di
timur
maupun
dibarat
dan
menunjukkan
pengaruh
struktur/tektonik terhadap bentuk kini morfologi Kota berupa lembah. Umumnya wilayah ini bukan merupakan wilayah hunian. Geologi Kota Palu (lihat Gambar 5.4.) terdiri dari formasi Tinombo Ahlburg, berupa formasi batuan vulkanik hasil gunung api terdiri dari batu pasir, konglomerat, batu gamping, termasuk fisit dan kwarsit dekat intrusi-intrusi yang tersebar cukup luas
53
di bagian barat dan sebagian bagian utara kota. Kompleks batuan metamorfosis, berupa sekis unika, sekis ambibolit, genis dan pralan, yang tersebar di bagian timur kota. Formasi granit dan granidrit yang tersebar kecil dan sempit pada kawasan kota.
Gambar 5.4.
Peta Geologi Kota Palu Sumber : Dokemen Revisi RTRW Kota Palu 2010 - 2030.
Untuk lebih jelas dan sistematisnya fisiografis Kota Palu seperti di jelaskan oleh Van Bemmelen (1949), terbagi dalam 5 formasi, yaitu : 1)
Alluvium dan Endapan Pasir, terdapat disebelah utara Kota Palu dan memanjang sepanjang pantai.
2)
Molasa Celebes dan Sarasin, terdiri atas konglomerat, batu pasir, batu lumpur, batu gamping, koral, dan napal tersebar memenjang dari arah utara samapai ke selatan Kota Palu.
3)
Tinombo Ahlburg, berupa batuan mekanik hasil gunung api terdiri dari batu pasir, konglomerat, batu gamping termasuk fisit, sebelah dan kwarsit, dekat intrusiintrusi penyebarannya cukup luas di bagian barat serta sebagian di bagian utara Kota Palu.
4)
Kompleks terdiri dari sekismika, sekismibibolit, genis dan pualam. Tersebar di bagian timur Kota Palu.
5)
Granit dan Granidorit, tersebar sempit di beberapa kawasan Kota Palu.
54
Gambar 5.5. Citra satelit bagian tengah Pulau Sulawesi yang memperlihatkan kelurusan struktur berupa patahan aktif Palu-Koro (garis hitam tebal), yang melewati bagian tengah Kota Palu (Sumber: Dokumen Revisi RTRW Kota Palu 2010-2030)
Kota Palu, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Donggala secara geologis juga termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Jalur patahan utama yang terbentuk dan masih aktif berlangsung adalah Sesar/Patahan Palu – Koro (Palu-Koro Fault) sebagaimana diperlihatkan gambar 7 di atas. Disamping struktur-struktur regional, juga terbentuk struktur geologi lokal berupa lipatan-lipatan kecil serta kekar-kekar yang terbentuk secara sporadis pada hampir seluruh jenis satuan batuan yang menyusun wilayah. Struktur-struktur geologi meskipun bersifat lokal namun menunjukan adanya hubungan dengan struktur regional di bagian tengah Pulau Sulawesi, dimana wilayah ini dilalui oleh jalur patahan berupa patahan Palu-Koro. Struktur patahan merupakan gejala alam normal yang dapat terjadi dimana saja yang erat kaitannya dengan kegiatan tektonik.
55
Dari aspek kegempaan, sistem patahan di bagian tengah Sulawesi dimana Kota Palu terdapat terdiri dari kompleks zona patahan yang yang berletak dalam pertemuan lempeng Pasifik, Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Dari perhitungan terhadap pergerakan patahan Palu-Koro ini (Bellier, O. et.al, 2001), diperoleh data kisaran pergerakan lempeng, yaitu 35 ± 8 mm per tahun. Sejarah gempabumi di bagian tengah Sulawesi telah tercatat sejak abad ke-19, dimana beberapa diantaranya mempunyai magnitude yang besar, diantaranya tahun 1968 (6,7 SR), 1993 (5,8 SR) dan 2005 (6,2 SR). Kegempaan di Sulawesi ini juga ditandai dengan frekuensi tsunami yang tinggi di bagian Selat Makassar, sebagaimana yang terjadi pada tahun 1927 di Teluk Palu dengan ketinggian gelombang mencapai 15 m, tahun 1968 di Mapaga (10 m) dan tahun 1996 di Simuntu-Pangalaseang (1 – 3,4 m). Pada Gambar 5.6. memperlihatkan bahwa jalur patahan yang melalui bagian tengah Pulau Sulawesi, tepat berada di bagian tengah yang membelah Kota Palu bagian timur dan barat (Bellier, O. et.al, 2001).
Gambar 5.6. Jalur patahan pertemuan lempeng Pasifik, Indo-Australia dan lempeng Eurasia PKF : Palu Koro Fault (patahan Palu-Koro) MF : Matano Fault (Patahan Matano) (Sumber : Bellier, O. et.al, 2001)
56
Gambar 5.7. Peta Rawan Gempa di bawah ini memperlihatkan wilayah bagian timur Kota Palu yang dilalui oleh dua jalur patahan yang saling sejajar berarah Utara Barat Laut – Tenggara.
Patahan ini merupakan patahan geser yang disertai oleh
penurunan salah satu blok sehingga membentuk struktur graben (tangga).
Gambar 5.7.
Peta rawan gempa di Kota Palu Sumber : Dokemen Revisi RTRW Kota Palu 2010 - 2030.
f.
Penggunaan Lahan Kota Palu Sebagai kota teluk yang dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah yang
orientasinya mengikuti arah utama jalur pegunungan di kedua sisinya (berarah relatif Utara – Selatan) serta kondisi struktur geologi yang berhubungan dengan jalur patahan berupa patahan Palu-Koro (Palu-Koro Fault) menjadikan jenis penggunaan lahan di Kota Palu cukup bervariasi dan spesifik, terutama terkait dengan penyediaan lahan bagi kegiatan pembangunan secara fisik spasial. Jenis dan luas penggunaan lahan yang diuraikan pada bagian ini adalah kondisi penggunaan lahan eksisting Tahun 2010 di Kota Palu berdasarkan arahan RTRW Kota Palu yang dipaduserasikan dengan hasil digitasi foto citra satelit ikonos tahun 2009 dan word view terkini (awal tahun 2011) agar diperoleh hasil yang lebih valid dan akurat. Adapun jenis dan luas penggunaan lahan tersebut dapat diuraikan berikut ini.
57
1)
Kawasan Perumahan dan Permukiman Penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman yang ada di Kota Palu
berpola linier yaitu mengikuti jaringan jalan yang ada. Luas lahan untuk perumahan dan permukiman mencapai ± 3.336,16 Ha. Apabila diperinci per kecamatan diketahui luas lahan untuk perumahan dan permukiman terluas di Kecamatan Palu Selatan yakni ± 1.252,28 Ha, diikuti oleh Kecamatan Palu Barat seluas ± 860,74 Ha, Kecamatan Palu Timur seluas ± 778,92 Ha dan terakhir Kecamatan Palu Utara dengan luas ± 444,22 Ha. Selanjutnya apabila diperinci per kelurahan pada masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut: a)
Kecamatan Palu Barat; lahan permukiman terluas di Kelurahan Lere yakni ± 97,01 Ha, sedangkan yang paling sempit di Kelurahan Kabonena seluas ± 19,09 Ha.
b)
Kecamatan Palu Selatan; lahan permukiman terluas di Kelurahan Birobuli Utara yaitu ± 162,78 Ha, diikuti Kelurahan Tatura Utara seluas ± 137,40 Ha dan Kelurahan Birobuli Selatan seluas ± 105,48 Ha, serta terendah di Kelurahan Tawanjuka seluas ± 29,04 Ha.
c)
Kecamatan Palu Timur; lahan permukiman terluas di Kelurahan Talise yaitu ± 159,80 Ha, diikuti Kelurahan Lasoani seluas ± 102,81 Ha dan Kelurahan Tondo seluas ± 95,32 Ha, serta terendah di Kelurahan Poboya dengan luas ± 4,30 Ha.
d)
Kecamatan Palu Utara; permukiman terluas di Kelurahan Taipa yaitu ± 304,00 Ha dan terendah di Kelurahan Kayumalue Ngapa seluas ± 4,83 Ha.
2)
Kawasan Perdagangan dan Jasa Penggunaan lahan untuk Kawasan perdagangan yang ada di Kota Palu luasnya ±
71,63 Ha. Pola penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa terluas pada beberapa kelurahan yang merupakan pusat kegiatan perdagangan skala kota seperti di Kelurahan, Lolu Utara, Lolu Selatan, Besusu, Tatura Utara, Ujuna, Baru, dan Kelurahan Siranindi. Apabila dilihat per kecamatan dapat diketahui bahwa luas lahan untuk perdagangan dan jasa terluas terdapat di wilayah Kecamatan Palu Selatan yakni mencapai ± 40,81 Ha. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Palu Barat seluas ± 26,06 Ha dan Kecamatan Palu Timur seluas ± 3,90 Ha, serta kecamatan terkecil yang memiliki lahan perdagangan dan jasa adalah Kecamatan Palu Utara seluas ± 0,86 Ha.
58
Penggunaan lahan untuk perdagangan di Kecamatan Palu Selatan terdapat di Kelurahan Tatura Utara seluas ± 12,15 Ha, Kelurahan Lolu Utara seluas ± 5,77 Ha dan Kelurahan Lolu Selatan seluas ± 5,20 Ha. Di Kecamatan Palu Timur, penggunaan
lahan perdagangan terdapat di
Kelurahan Besusu Barat seluas ± 2,95 Ha, Kelurahan Besusu Tengah seluas ± 2,72 Ha, dan Kelurahan Talise seluas ± 2,58 Ha. Di Kecamatan Palu Utara, penggunaan lahan untuk perdagangan relatif sempit yakni di Kelurahan Kayumalue Pajeko seluas kawasan ± 0,30 Ha, Kelurahan Mamboro seluas ± 0,22 Ha dan Kelurahan Taipa seluas ± 0,34 Ha. 3)
Kawasan Wisata dan Akomodasi Wisata Penggunaan lahan untuk pariwisata terdiri dari penggunaan lahan untuk
kegiatan/obyek wisata dan pengunaan untuk sarana akomodasi wisata yang juga merupakan bagian dari pengembangan kawasan strategis sosial budaya sesuai arahan RTRW Kota Palu. Total luas penggunaan lahan untuk obyak dan kegiatan wisata di Kota Palu seluas ± 59,54 Ha, sedangkan luas penggunaan akomodasi wisata ± 22,37 Ha. Pola penggunaan lahan untuk kegiatan dan obyek wisata dominan tersebar di sepanjang pesisir Teluk Palu (palu bay) yang memanfaatkan obyek pantai Teluk Palu dengan fokus utama di bagian selatan Teluk. Sebagai icon pariwisata Kota Palu, Teluk Palu memiliki potensi yang besar untuk pengembangan pariwisata. Obyek wisata pantai yang ada berupa pemandangan bebas ke arah perairan teluk dengan latar belakang pegunungan dan perbukitan serta berenang diperairan yang dangkal. Pusat-pusat pengembangan kegiatan wisata pantai saat ini sebagaimana yang dikemukakan di atas terdapat di sepanjang pesisir selatan teluk seperti di Kelurahan Talise, Besusu, Lere dan Silae. Penggunaan lahan untuk pariwisata di Kecamatan Palu Barat terdapat di Kelurahan Kamonji, Kelurahan Lere, Kelurahan Silae dan Kelurahan Siranindi. Kawasan wisata budaya terdapat di Kelurahan Kamonji, Silae dan Siranindi, sedangkan di Kelurahan Lere merupakan wisata bahari dan wisata budaya. Sedangkan akomodasi wisata di Kecamatan Palu Barat terdapat di Kelurahan Boyaoge, Kelurahan Silae dan Kelurahan Siranindi. Di Kecamatan Palu Timur terdapat dua kelurahan yang memiliki kawasan wisata yakni Kelurahan Besusu Barat dan Kelurahan Talise. Kelurahan Besusu Barat terdiri
59
dari wisata budaya dan wisata bahari, sedangkan di Kelurahan Talise merupakan wisata bahari atau wisata pantai. Akomodasi wisata terdapat di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Besusu Timur, Kelurahan Poboya dan Kelurahan Tondo. Kawasan wisata di Kecamatan Palu Selatan terdapat di Kelurahan Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan. Semuanya merupakan kawasan wisata budaya. Akomodasi wisata di Kelurahan Palu Selatan terdapat di Kelurahan Birobuli Utara, Kelurahan Kawatuna, Kelurahan Lolu Utara, Kelurahan Lolu Selatan, Kelurahan Petobo, Kelurahan Tanamodindi, dan Kelurahan Tatura Selatan. Selain itu, di Kecamatan Palu Utara juga terdapat kawasan wisata maupun akomodasi wisata di Kelurahan Mamboro yang merupakan wisata bahari. 4)
Kawasan Industri Lahan untuk kegiatan industri di Kota Palu saat ini luasnya ± 1.524,19 Ha,
terluas terdapat di Kecamatan Palu Utara yakni ± 1.456,80 Ha sudah termasuk dengan pengembangan Kawasan Industri Palu (KIP) yang merupakan bagian dari kawasan strategis kota dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota sesuai arahan RTRW Kota Palu. Total kawasan industri di wilayah Kecamatan Palu Barat seluas ± 5,41 Ha yang tersebar di Kelurahan Balaroa seluas ± 0,05 Ha, Kelurahan Baru seluas ± 0,08 Ha, Kelurahan Boyaoge seluas ± 0,13 Ha, Kelurahan Kamonji seluas ± 0,33 Ha, Kelurahan Nunu seluas ± 0,24 Ha, Kelurahan Silae seluas ± 0,98 Ha, Kelurahan Siranindi seluas ± 0,05 Ha, Kelurahan Ujuna seluas ± 0,24 Ha dan Kelurahan Watusampu seluas ± 3,31 Ha. Kawasan industri yang terdapat di Kecamatan Palu Timur total luasnya adalah ± 59,91 Ha yang terdapat di Kelurahan Besusu Tengah, Lasoani, Layana Indah, Talise dan Kelurahan Tondo. Sebaran kawasan industri di Kecamatan Palu Selatan masing-masing terdapat di Kelurahan Birobuli Utara, Lolu Selatan, Pengawu, Petobo, Tatura Utara, Tatura Selatan dan Kelurahan Tawanjuka yang luas keseluruhannya adalah ± 2,91 Ha. Di beberapa kelurahan yang ada di tiap kecamatan juga terdapat industri tetapi industri yang dimaksud disini adalah industri rumah tangga (home industry) yang tidak memerlukan kawasan khusus. Yang dimaksud dengan industri rumah tangga disini adalah penggilingan/pemarut kelapa, pembuat anyaman, pembuat makanan kecil seperti kue, krupuk, dan makanan tradisional lainnya.
60
5)
Kawasan Perkantoran Kawasan perkantoran yang ada di Kota Palu terdiri dari perkantoran pemerintah
seluas ± 99,87 Ha, perkantoran militer/polisi dengan luas ± 37,03 Ha dan perkantoran niaga luasnya ± 56,73 Ha yang tersebar di tiap kecamatan. Sebaran perkantoran pemerintah di Kecamatan Palu Barat terdapat di semua kelurahan dengan luas keseluruhannya ± 5,61 Ha. Perkantoran militer/polisi hanya terdapat di Kelurahan Baru dan Kelurahan Donggala Kodi dengan luas masing-masing ± 0,69 Ha dan ± 0,85 Ha. Sedangkan perkantoran niaga terdapat hampir di semua kelurahan kecuali Kelurahan Balaroa, Kelurahan Buluri, Kelurahan Duyu, Kelurahan Kabonena, Kelurahan Tipo dan Kelurahan Watusampu. Total luas kawasan perkantoran niaga adalah ± 1,61 Ha. Perkantoran pemerintah terdapat di semua kelurahan di Kecamatan Palu Timur dengan total luasnya ± 30,20 Ha. Perkantoran militer/polisi terdapat di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Besusu Timur, Kelurahan Lasoani dan Kelurahan Tondo yang luasnya ± 15,10 Ha. Perkantoran niaga juga terdapat hampir di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Layana Indah, Poboya dan Kelurahan Tondo. Luas kawasan perkantoran niaga adalah ± 21,12 Ha. Sebaran kawasan perkantoran di Kecamatan Palu Utara terdapat hampir di semua kelurahan kecuali Kelurahan Pantoloan yang luasnya ± 5,05 Ha. Perkantoran militer/polisi hanya terdapat di Kelurahan Lambara, Mamboro dan Taipa dengan total luas ± 5,32 ha. Perkantoran niaga terdapat di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Baiya, Pantoloan dan Kelurahan Taipa. Luas kawasan perkantoran niaga di Kecamatan Palu Utara yaitu ± 24,29 Ha. 6)
Kawasan Olahraga Kawasan olahraga atau lapangan olahraga merupakan bagian dari kawasan
ruang terbuka hijau (RTH) publik yang dimanfaatkan sebagai sarana olahraga bagi masyarakat Kota Palu. Lapangan olahraga yang ada luasnya mencapai ± 69,81 Ha dan tersebar di seluruh kecamatan yang berada di Kota Palu. Sebaran lapangan olahraga di Kecamatan Palu Barat terdapat antara lain di Kelurahan Duyu seluas ± 3,76 Ha, Kelurahan Lere seluas ± 1,53 Ha, Kelurahan Nunu seluas ± 0,67 Ha, Kelurahan Ujuna seluas ± 0,29 Ha, Kelurahan Watusampu seluas ± 0,59 Ha dan Kelurahan Kamonji seluas ± 2,43 Ha.
61
Kawasan olahraga yang terdapat di Kecamatan Palu Selatan berupa lapangan olahraga dengan luas ± 0,86 Ha yang tersebar di Kelurahan Birobuli Selatan seluas ± 0,02 Ha, Kelurahan Birobuli Utara seluas ± 0,11 Ha, Kelurahan Lolu Utara seluas ± 0,04 Ha, Kelurahan Palupi seluas ± 0,02 Ha, Kelurahan Tanamodindi seluas ± 0,65 Ha dan Kelurahan Tatura Utara seluas ± 0,02 Ha. Kawasan olahraga yang terdapat di Kecamatan Palu Timur berupa lapangan olahraga dengan luas ± 53,91 Ha yang tersebar di Kelurahan Besusu Barat seluas ± 0,11 Ha, Kelurahan Besusu Tengah seluas ± 0,43 Ha, Kelurahan Talise seluas ± 51,50 Ha termasuk lapangan golf dan arena motocross, serta Kelurahan Tondo seluas ± 1,87 Ha. Kawasan olahraga yang terdapat di Kecamatan Palu Utara berupa lapangan olahraga dengan luas ± 5,32 Ha yang tersebar di Kelurahan Kayumalue Ngapa seluas ± 1,69 Ha, Kelurahan Lambara seluas ± 0,43 Ha, Kelurahan Mamboro seluas ± 1,38 Ha, Kelurahan Panau seluas ± 0,83 Ha dan Kelurahan Taipa seluas ± 0,99 Ha. 7)
Kawasan Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di Kota Palu tersebar hampir di semua wilayah kecamatan.
Sarana pendidikan yang ada terdiri atas sarana pendidikan dasar, menengah dan atas, serta perguruan tinggi dengan total luas ± 278,85 Ha. Sebaran sarana pendidikan di Kecamatan Palu Barat terdapat di semua kelurahan dengan total luasnya ± 27,86 Ha. Sarana pendidikan terluas terdapat di Kelurahan Lere dengan luas ± 11,56 Ha. Sebaran sarana pendidikan di Kecamatan Palu Timur tidak terdapat di Kelurahan Besusu Timur dan Poboya. Luas lahan sarana pendidikan di Kecamatan Palu Timur adalah ± 202,20 Ha dengan sarana pendidikan terluas terdapat di Kelurahan Tondo dengan luas ± 176,89 Ha. Seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Selatan masing-masing memiliki sarana pendidikan dengan total luas ± 37,03 Ha. Sarana pendidikan terluas terdapat di Kelurahan Birobuli Selatan dengan luas ± 3,94 Ha. Luas lahan sarana pendidikan di Kecamatan Palu Utara yaitu ± 11,76 Ha, dengan sarana pendidikan terluas berada di Kelurahan Mamboro seluas ± 5,69 Ha. Sarana pendidikan tersebar di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Pantoloan.
62
8)
Kawasan Sarana Kesehatan Sarana kesehatan di Kota Palu total luasnya adalah ± 28,93 Ha, yang tersebar di
masing-masing kecamatan. Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Palu Barat luas seluas ± 3,88 Ha. Sarana kesehatan di Kecamatan Palu Timur terdapat di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Poboya dengan total luas ± 4,76 Ha. Semua kelurahan di Kecamatan Palu Selatan terdapat sarana kesehatan dengan total luas ± 6,17 Ha kecuali di Kelurahan Palupi. Sedangkan luas sarana kesehatan di Kecamatan Palu Utara totalnya ± 14,12 Ha yang tersebar di masing-masing kelurahan kecuali Kelurahan Panau dan Kelurahan Taipa. 9)
Kawasan Sarana Peribadatan Sarana peribadatan di Kota Palu mempunyai total luas ± 17,10 Ha, yang
merupakan sarana peribadatan lima agama yang ada di Kota Palu. Sarana peribadatan di Kecamatan Palu Barat total luasnya ± 8,24 Ha yang terdapat di semua kelurahan. Luas sarana peribadatan di Kecamatan Palu Timur adalah ± 2,07 Ha yang terdapat di tiap kelurahan, kecuali Kelurahan Poboya. Sarana peribadatan di Kecamatan Palu Selatan terdapat di masing-masing kelurahan dengan total luas ± 5,60 Ha. Luas sarana peribadatan di Kecamatan Palu Utara adalah ± 1,19 Ha yang terdapat di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Baiya dan Pantoloan. 10)
Kawasan Pemakaman Kawasan pemakaman merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) kota
yang perlu mendapat perlindungan dan perlakuan khusus dalam penggunaan lahannya. Terdapat beberapa Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan satu Taman Makam Pahlawan (TMP) yang total luasnya ± 21,92 Ha. Kawasan pemakaman di Kecamatan Palu Barat luasnya ± 4,66 Ha yang terdapat di beberapa kelurahan antara lain Kelurahan Balaroa, Baru, Boyaoge, Donggala Kodi, Lere, Nunu, dan Silae. Luas kawasan pemakaman di Kecamatan Palu Timur adalah ± 12,77 Ha yang terdapat di Kelurahan Besusu Barat, Besusu Tengah, Talise dan Tondo. Kawasan pemakaman di Kecamatan Palu Selatan terdapat di Kelurahan Birobuli Utara, Lolu Selatan, Petobo, Tatura Utara dan Tatura Selatan yang luasnya ± 4,38 Ha. Kawasan pemakaman di Kecamatan Palu Utara hanya terdapat di Kelurahan Kayumalue Pajeko dan Kelurahan Mpanau yang luasnya ± 0,11 Ha.
63
11)
Kawasan Hutan Penggunaan lahan untuk kawasan hutan terbagi atas lima kelompok penggunaan
lahan yaitu : kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan lindung, kawasan hutan suaka alam/taman hutan raya (TAHURA), kawasan hutan areal penggunaan lain (APL) dan kawasan penyangga (buffer zone). Dalam arahan RTRW Kota Palu dikemukakan bahwa keberadaan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan suaka alam/TAHURA juga dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan kawasan strategis lingkungan hidup, bersamaan dengan daerah aliran sungai dan kawasan pesisir Teluk Palu. Secara lebih jelasnya uraian luas penggunaan lahan untuk kawasan hutan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : a)
Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang ada di Kota Palu luasnya ± 1.592,82 Ha. Hutan produksi terbatas hanya terdapat di Kecamatan Palu Timur yang tersebar di Kelurahan Lasoani, Kelurahan Layana Indah, Kelurahan Poboya, dan Kelurahan Tondo. Kelurahan yang memiliki kawasan HPT yang terluas adalah Kelurahan Poboya dengan luas mencapai ± 1.036,28 Ha.
b)
Kawasan Hutan Lindung Total luas hutan lindung di Kota Palu adalah ± 9.044,59 Ha yang tersebar di Kecamatan Palu Barat seluas ± 2.730,44 Ha, Kecamatan Palu Selatan seluas ± 529,32 Ha, Kecamartan Palu Timur seluas ± 3.828,29 Ha dan Kecamatan Palu Utara dengan luas ± 1.956,54 Ha. Dari persebaran hutan lindung tersebut, diketahui bahwa hutan lindung terluas terdapat di Kecamatan Palu Timur yang tersebar di Kelurahan Poboya, Kelurahan Lasoani, Kelurahan Layana Indah dan Kelurahan Tondo. Selanjutnya, diikuti oleh Kecamatan Palu Utara yang tersebar di Kelurahan Baiya, Kayumalue Ngapa, Lambara dan Kelurahan Pantoloan, serta Kecamatan Palu Barat dengan hutan lindungnya tersebar di Kelurahan Tipo, Kelurahan Buluri dan Kelurahan Watusampu, sedangkan kawasan hutan lindung terkecil terdapat di Kecamatan Palu Selatan yang hanya terdapat di Kelurahan Kawatuna.
c)
Kawasan Hutan Suaka Alam/TAHURA Kawasan suaka alam yang dimaksud disini adalah Taman Hutan Raya (TAHURA) yang terletak di Kota Palu seluas ± 5.076,75 Ha yang terdapat di
64
Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Selatan. Luas TAHURA di Kecamatan Palu Timur adalah ± 4.035,33 Ha yang tersebar di Kelurahan Lasoani, Layana Indah, Poboya dan Tondo. Sedangkan luas TAHURA di Kecamatan Palu Selatan yaitu ± 1.041,42 Ha terletak di Kelurahan Kawatuna. d)
Kawasan Arboretum Kawasan arboretum adalah kawasan tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Kawasan arboretum hanya dialokasikan di wilayah Kecamatan Palu Timur tepatnya di Kelurahan Talise dengan luas ± 68,29 Ha.
e)
Kawasan Hutan Arean Penggunaan Lain (APL) Kawasan hutan APL yang diamksud adalah kawasan hutan yang tidak berfungsi sebagai kawasan lindung dan dikategorikan sebagai kawasan budidaya atau kawasan areal penggunaan lain (APL). Luas kawasan hutan APL adalah ± 1.741,53 Ha yang tersebar di wilayah Kecamatan Palu Timur seluas ± 806,77 Ha dan Kecamatan Palu Utara dengan luas ± 934,76 Ha.
f)
Kawasan Penyangga (buffer zone) Kawasan penyangga adalah kawasan transisi yang berfungsi untuk membentengi kawasan hutan lindung atau kawasan-kawasan rawan bencana alam dari kegiatan budidaya. Jadi kawasan penyangga dapat dikategorikan sebagai kawasan lindung yang juga dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) kota. Luas kawasan penyangga di Kota Palu adalah ± 2.256,31 Ha dengan berbagai fungsi penyangga. Kawasan penyangga terluas berada di Kecamatan Palu Timur yaitu ± 1.316,10 Ha sebagai penyangga hutan suaka alam dan hutan lindung, selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Palu Barat seluas ± 498,58 Ha sebagai penyangga hutan lindung dan kawasan rawan bencana longsor, Kecamatan Palu Utara seluas ± 321,47 Ha sebagai penyangga kawasan hutan lindung, serta Kecamatan Palu Selatan seluas ± 120,16 Ha sebagai penyangga kawasan rawan bencana.
12)
Kawasan Taman Kota Keberadaan taman kota sebagai bagian dari ruang terbuka hijau/jalur hijau
(RTH) di Kota Palu masih sangat minim luas penggunaan lahannya. Data hasil survei lapangan dengan bantuan foto citra ikonos menunjukkan bahwa luas penggunaan lahan
65
untuk taman kota hanya ± 9,79 Ha yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Palu Barat seluas ± 0,72 Ha, Kecamatan Palu Selatan seluas ± 3,24 Ha dan Kecamatan Palu Timur dengan luas ± 5,83 Ha. 13)
Kawasan Pertanian Penggunaan lahan untuk kawasan pertanian meliputi beberapa bentuk
penggunaan lahan diantaranya: kawasan ternak kandang, kawasan lahan basah/sawah, kawasan lahan kering/kebun, kawasan lahan kering/tegalan, dan tambak. Adapun luas dari masing-masing jenis penggunaan lahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a)
Kawasan Peternakan; Kawasan peternakan yang terdapat di Kota Palu masih berada di kawasan permukiman. Kawasan peternakan ini meliputi kawasan penggembalaan ternak dan kawasan ternak kandang. Kawasan penggembalaan ternak pada umumnya masih memanfaatkan padang rumput atau lapangan yang berada di kawasan permukiman. Hal tersebut menyebabkan banyaknya hewan ternak yang berkeliaran di jalan maupun di sekitar permukiman penduduk. Kawasan peternakan atau ternak kandang yang berada di kawasan permukiman di Kota Palu mempunyai luas total ± 11,79 Ha yang tersebar di Kecamatan Palu Barat seluas ± 0,53 Ha, Kecamatan Palu Selatan seluas ± 5,63 Ha dan Kecamatan Palu Timur dengan luas ± 5,63 Ha.
b)
Kawasan Lahan Basah/Sawah; Luas kawasan lahan basah/sawah yang terdapat di Kota Palu saat ini hasil identifikasi dan delineasi dari foto citra ikonos serta dikoreksi di lapangan adalah ± 268,38 Ha, dengan perincian per kecamatan adalah Kecamatan Palu Selatan seluas ± 57,96 Ha; Kecamatan Palu Utara seluas ± 159,64 Ha; dan Kecamatan Palu Barat seluas ± 50,78 Ha.
c)
Kawasan Lahan Kering/Kebun; Luas kawasan lahan kering/kebun yang terdapat di Kota Palu saat ini hasil identifikasi dan delineasi dari foto citra ikonos serta dikoreksi di lapangan adalah ± 3.902,43 Ha. Kecamatan Palu Utara memiliki luas kawasan lahan kering/kebun terbesar yaitu ± 2.093,10 Ha, kemudian diikuti oleh Kecamatan Palu Timur seluas ± 935,27 Ha; Kecamatan Palu Barat seluas ± 653,72 Ha; dan Kecamatan Palu Selatan seluas ± 220,34 Ha.
d)
Kawasan Lahan Kering/Tegalan; Luas lahan untuk tegalan yang terdapat di Kota Palu saat ini hasil identifikasi dan delineasi dari foto citra ikonos serta dikoreksi di lapangan adalah ± 1.622,67 Ha, dengan perincian per kecamatan
66
adalah Kecamatan Palu Utara seluas ± 748,74 Ha; Kecamatan Palu Barat seluas ± 462,12 Ha; Kecamatan Palu Selatan seluas ± 393,54 Ha dan Kecamatan Palu Timur seluas ± 18,27 Ha. e)
Tambak; Luas lahan untuk tambak yang terdapat di Kota Palu saat ini hasil identifikasi dan delineasi dari foto citra ikonos serta dikoreksi di lapangan adalah ± 25,38 Ha, yang hanya tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Palu Selatan seluas ± 1,29 Ha; Kecamatan Palu Barat seluas ± 4,75 Ha dan Kecamatan Palu Timur seluas ± 19,34 Ha yang merupakan areal penggaraman.
14)
Kawasan Prasarana Kota Penggunaan lahan untuk kawasan prasarana kota meliputi: beberapa kategori
pemanfaatan lahan, diantaranya : jaringan jalan, Kawasan Bandara Udara Mutiara, Kawasan Pelabuhan Laut Pantoloan, Kawasan Pelabuhan Penyeberangan Laut Taipa, Kawasan Terminal Angkutan Darat Mamboro, Kawasan Terminal Angkutan Darat Tipo, Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) Silae, Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau, Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Luas penggunaan lahan untuk masing-masing kawasan prasarana kota berdasarkan hasil digitasi dan deliniasi yang dilakukan dengan bantuan foto citra satelit Ikonos tahun 2009 dan word view awal tahun 2011 dapat diuraikan sebagai berikut : a)
Kawasan Bandara Udara Mutiara di Kecamatan Palu Selatan seluas ± 125,43 Ha;
b)
Kawasan Pelabuhan Laut Pantoloan di Kecamatan Palu Utara seluas ± 21,06 Ha;
c)
Kawasan Pelabuhan Penyeberangan Laut Taipa di Kecamatan Palu Utara seluas ± 1,41 Ha;
d)
Kawasan Terminal Angkutan Darat Mamboro di Kecamatan Palu Utara seluas ± 2,67 Ha;
e)
Kawasan terminal angkutan darat Tipo di Kecamatan Palu Barat seluas ± 3,40 Ha;
f)
Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) Silae di Kecamatan Palu Barat seluas ± 4,02 Ha;
g)
Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau di Kecamatan Palu Utara seluas ± 16,12 Ha;
h)
Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Palu terdapat di Kelurahan Kawatuna Kecamatan Palu Selatan dengan luas ± 9,43 Ha, sedangkan Instalasi
67
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) terdapat di Kelurahan Talise Kecamatan Palu Timur dengan luas ± 1,92 Ha; i)
Jaringan Jalan; luas jaringan jalan di Kota Palu berdasarkan hasil identifikasi dan digitasi melalui bantuan foto citra satelit Ikonos adalah ± 354,98 Ha. Kecamatan Palu Selatan memiliki jaringan jalan terluas yaitu ± 116,78 Ha, disusul Kecamatan Palu Timur seluas ± 104,89 Ha, Kecamatan Palu Barat seluas ± 75,92 Ha, dan Kecamatan Palu Utara seluas ± 57,39 Ha.
15)
Kawasan Penggunaan Lainnya Penggunaan lahan untuk kawasan penggunaan lainnya meliputi: beberapa
kategori pemanfaatan lahan, diantaranya : semak belukar/ padang rumput, lahan kosong, badan air permukaan seperti sungai, tanggul sungai dan saluran irigasi sebagai Ruang Terbuka Biru (RTB) Luas penggunaan lahan untuk masing-masing kawasan penggunaan lainnya tersebut berdasarkan hasil digitasi dan deliniasi yang dilakukan dengan bantuan foto citra satelit Ikonos tahun 2009 dan word view awal tahun 2011 dapat diuraikan sebagai berikut : a)
Semak Belukar/Padang Rumput, merupakan jenis penggunaan lahan terluas diantara semua jenis penggunaan lahan yang ada di kawasan budidaya yaitu ± 4.126,50 Ha (10,90%) dari total luas wilayah Kota Palu. Semak belukar terluas terletak di Kecamatan Palu Timur seluas± 1.810,12 Ha, selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Palu Selatan seluas ± 1.054,09 Ha, Kecamatan Palu Utara seluas ± 633,06 Ha dan yang terkecil semak belukarnya adalah Kecamatan Palu Barat dengan luas ± 629,23 Ha.
b)
Lahan Terbuka Kosong, dikategorikan sebagai lahan-lahan terbuka yang belum jelas pemanfaatannya dari serangkaian jenis penggunaan lahan yang ada. Luas penggunaan lahan kosong di Kota Palu cukup signifikan keberadaannya yakni mencapai ± 1.098,39 Ha yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Kecamatan Palu Selatan merupakan kecamatan yang terbesar memiliki lahan kosong yaitu ± 500,62 Ha, disusul kemudian oleh Kecamatan Palu Barat seluas ± 264,98 Ha, Kecamatan Palu Timur seluas ± 236,07 Ha, dan yang terkecil ketersediaan lahan kosongnya adalah Kecamatan Palu Selatan dengan luas ± 96,72 Ha.
68
c)
Badan Air Permukaan atau Ruang Terbuka Biru (RTB); berupa sungai-sungai yang terdapat di Kota Palu sebagai bagian kawasan yang perlu mendapat perlindungan agar tidak terganggu pemanfaatannya. Luas lahan untuk penggunaan aliran sungai di Kota Palu berdasarkan hasil identifikasi dan digitasi foto citra satelit adalah ± 383,07 Ha yang tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan Palu Utara memiliki luas sungai terbesar yaitu ± 175,83 Ha, selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Palu Timur seluas ± 82,18 Ha, Kecamatan Palu Selatan seluas ± 72,66 Ha dan Kecamatan Palu Barat seluas ± 52,40 Ha yang merupakan kecamatan terkecil penggunaan lahan sungainya. Selain luasan di atas, di wilayah Kecamatan Palu Barat terdapat pula Tanggul Sungai dengan luas ± 2,02 Ha dan di wilayah Kecamatan Palu Selatan terdapat Saluran Irigasi seluas ± 4,01 Ha sebagai bagian dari RTB Kota Palu. Secara lebih jelasnya jenis dan luas penggunaan lahan di Kota Palu dapat dilihat
pada uraian tabel 5.4. berikut ini. Berdasarkan uraian tabel 5.4. maka luas penggunaan lahan di Kota Palu dapat dikategorikan menjadi dua kelompok kawasan utama yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kelompok kawasan lindung dengan luas ± 18.529,38 Ha (48,94%) yang terdiri atas : kawasan hutan lindung (HL), kawasan Suaka Alam/Taman Hutan Raya (TAHURA), kawasan penyangga (buffer zone), kawasan Hutan Produsi Terbatas (HPT), Arboretum, kawasan olahraga, kawasan pemakaman dan taman kota sebagai ruang terbuka hijau (RTH), serta sungai, tanggul sungai dan saluran irigasi sebagai ruang terbuka biru (RTB). Sedangkan kelompok kawasan budidaya mempunyai luas ± 19.331,45 Ha (51,06%) meliputi kawasan hutan/areal penggunaan lain (APL), semak belukar/padang rumput, lahan kering/kebun dan tegalan, lahan basah/sawah, peternakan/ kandang, tambak/penggaraman, kawasan perumahan dan permukiman, kawasan prasarana dan sarana kota, kawasan penghijauan, kawasan wisata dan akomodasi wisata, kawasan industri, tanah terbuka kosong serta penggunaan lahan lainnya.
69
Tabel 5.4. Luas penggunaan lahan Kota Palu tahun 2010 No.
Luas Lahan Per Kecamatan (Ha)
Jenis Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kws. Hutan Lindung Kws. Suaka Alam Kws. Hutan Produksi Terbatas Kws. Penyangga Kws. Arboretum Kws. Hutan APL Kws. Penghijauan Kws. Industri Kws.Pemakaman Kws. Olahraga
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Taman Kota Kws. Wisata Kws. Akomodasi Wisata Kws.Perumahan & Permukiman Kws. Perdagangan dan Jasa Kws.Perkantoran Militer/Polisi Kws.Perkantoran Pemerintah Kws. Perkantoran Niaga Kws. Sarana Kesehatan Kws.Sarana Pendidikan Kws. Sarana Peribadatan
22 23 24 25 26 27
Kws. Bandara Udara Kws. Pelabuhan Laut Pantoloan Kws. Pelabuhan Penyeberangan Taipa Kws.Terminal Angk. Darat Pasar Inpres Kws.Terminal Angk. Darat Tipo Kws. Terminal Angk. Darat Petobo
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Kws.Terminal Angk. Darat Mamboro Kws. PLTD Silae Kws. PLTU Mpanau Kws. TPA Kawatuna Kws. IPLT Talise Lahan Basah/Sawah Lahan Kering/Kebun Lahan Kering/Tegalan Kws. Peternakan/Kandang Tambak Semak Belukar/Padang Rumput Tanah Terbuka Kosong Saluran Irigasi Tanggul Sungai Sungai Jalan Total Luas (Ha)
Jumlah (Ha)
%
Palu Barat 2.730,44 498,58 5,41 4,66 9,72
Palu Selatan 529,32 1.041,42 120,16 2,91 4,38 0,86
Palu Timur 3.828,29 4.035,33 1.592,82 1.316,10 68,29 806,77 454,34 59,07 12,77 53,91
Palu Utara 1.956,54 321,47 865,61 1.525,95 0,11 5,32
9.044,59 5.076,75 1.592,82 2.256,31 68,29 1.672,38 454,34 1.593,34 21,92 69,81
23,89 13,41 4,21 5,96 0,18 4,42 1,20 4,21 0,06 0,18
0,72 22,34 3,15 860,74 26,06 1,54 5,61 1,61 3,88 27,86 8,24
3,24 1,43 15,26 1.252,28 40,81 15,09 59,01 9,71 6,17 37,03 5,60
5,83 9,51 3,24 778,92 8,25 15,10 30,20 21,12 4,76 202,20 2,07
26,26 0,72 444,22 0,86 5,32 5,05 24,29 14,12 11,76 1,19
9,79 59,54 22,37 3.336,16 75,98 37,05 99,87 56,73 28,93 278,85 17,10
0,03 0,16 0,06 8,81 0,20 0,10 0,26 0,15 0,08 0,74 0,05
0,53 3,40 -
125,43 2,30
-
21,06 1,41 -
125,43 21,06 1,41 0,53 3,40 2,30
0,33 0,06 0,00 0,00 0,01 0,01
4,02 50,78 653,72 462,12 0,53 4,75 629,23 264,98 2,02 52,40 75,92
9,43 57,96 220,34 393,54 5,63 1,29 1.054,09 500,62 4,01 72,66 116,78
1,92 935,27 18,27 5,63 19,34 1.810,12 236,07 82,18 104,89
2,67 16,12 159,64 2.093,10 748,74 633,06 96,72 175,83 57,39
2,67 4,02 16,12 9,43 1,92 268,38 3.902,43 1.622,67 11,79 25,38 4.126,50 1.098,39 4,01 2,02 383,07 354,98
0,01 0,01 0,04 0,02 0,01 0,71 10,31 4,29 0,03 0,07 10,90 2,90 0,01 0,01 1,01 0,94
6.414,96
5.708,76
16.522,58
9.214,53
37.860,83
100,00
Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Satelit Ikonos Tahun 2009 dan Word View Awal 2011
Gambaran pola penggunaan lahan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas mengindikasikan bahwa di Kota Palu memiliki cadangan lahan yang relatif terbatas untuk digunakan dan dikembangkan pemanfaatannya dalam memenuhi kebutuhan akan lahan bagi pelaksanaan pembangunan, terutama terkait dengan penggunaan lahan untuk bangunan sebagai wadah aktivitas penduduk kota. Oleh karena itu, kiranya menjadi sangat penting untuk merencanakan, menata dan memprediksi penggunaan cadangan lahan yang tersedia maupun yang telah termanfaatkan, khususnya penggunaan lahan untuk bangunan, terhadap perkembangan jumlah dan kepadatan penduduk, agar nantinya terdapat keseimbangan dan keharmonisan antara ketersediaan dan daya tampung lahan dengan perkembangan fisik Kota Palu pada masa yang akan datang.
70
Secara lebih jelasnya pola penggunaan lahan di Kota Palu Tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 5.8. berikut ini.
Gambar 5.8.
Peta pola penggunaan lahan Kota Palu tahun 2010 Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Satelit Ikonos Tahun 200, Word View Awal 2011 dan Dokumen RTRW Kota Palu 2010-2030
5.1.2. Kondisi Kependudukan Kota Palu a.
Jumlah dan Distribusi Penduduk Kota Palu Berdasarkan hasil pencacahan SP2010 jumlah penduduk Kota Palu adalah
336.532 orang yang terdiri atas 169.878 laki-laki dan 166.654 perempuan dengan angka sex ratio sebesar 102 menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Angka sex ratio 102 tersebut dapat diartikan bahwa setiap 1.000 orang penduduk perempuan ada 1.020 orang penduduk laki-laki. Dengan jumlah penduduk tersebut, Kota Palu menurut Hoekved, seorang geograf Belanda, dapat dikatagorikan sebagai Kota Besar (100.000 – 1.000.000 jiwa). Dari hasil SP2010 tersebut terlihat bahwa penyebaran atau distribusi penduduk Kota Palu masih bertumpu di Kecamatan Palu Selatan yakni sebesar 36,18%, kemudian diikuti oleh Kecamatan Palu Barat sebesar 29,34%, Kecamatan Palu Timur sebesar 22,57% dan Kecamatan Palu Utara sebesar 11,61%. Secara lebih jelasnya jumlah dan distribusi penduduk Kota Palu dapat dilihat pada uraian Tabel 5.5.
71
Tabel 5.5. Jumlah dan distribusi penduduk Kota Palu menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2010 Kecamatan
Laki-Laki
Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total
Perempuan
49.791 61.870 38.626 19.691 169.878
Jumlah
48.948 60.882 37.441 19.383 166.654
98.739 121.752 75.967 39.074 336.532
% 29,34 36,18 22,57 11,61 100,00
Sex Ratio 102 102 103 102 102
Sumber : Hasil SP2010 dan BPS Kota Palu Dalam Angka, 2011
Selanjutnya dapat pula dikemukakan gambaran tentang banyaknya rumah tangga (RT), rata-rata penduduk per kelurahan dan per rumah tangga berdasarkan jumlah penduduk Kota Palu pada tahun 2010 sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Jumlah penduduk, kelurahan, rumah tangga (RT) dan rata-rata penduduk per kelurahan dan per RT di Kota Palu menurut kecamatan tahun 2010 Kecamatan Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total
Jumlah Penduduk Kelurahan 98.739 15 121.752 12 75.967 8 39.074 8 336.532
43
Jumlah RT 22.080 29.164 19.711 8.286
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan Per RT 6.583 10.229 9.496 4.884
79.241
7.826
4 4 4 5 4
Sumber : Hasil SP2010 dan BPS Kota Palu Dalam Angka Tahun 2011.
Uraian tabel 5.6. di atas mendeskripsikan bahwa menurut data tahun 2010 di Kota Palu terdapat 79.241 Rumah Tangga dengan rata-rata penduduk per Rumah Tangga (RT) sebanyak 4 jiwa dan rata-rata penduduk per kelurahan sebesar 7.826 jiwa. Banyaknya jumlah Rumah Tangga (RT) menggambarkan tentang banyaknya tempat tinggal yang didiami oleh seorang atau sekolompok orang, baik yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Jadi dalam satu rumah tangga bisa saja terdapat satu atau lebih dari satu kepala keluarga ataupun bersifat perorangan yang tinggal dan makan bersama di dalamnya. b.
Komposisi Umur Penduduk Komposisi atau struktur umur penduduk Kota Palu sebagaimana yang
diperlihatkan oleh piramida penduduk tahun 2010 menunjukkan hampir 69,67% penduduk berada pada kelompok umur 0-34 tahun dan 41,69%-nya adalah penduduk usia sekolah (5-24) tahun, hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Kota Palu berada pada kelompok penduduk usia muda (Ekspansif) dan produktif.
72
Dengan melihat perbandingan jumlah penduduk yang berusia non produktif dengan penduduk usia produktif dapat diketahui besarnya angka ketergantungan pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,69 artinya bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sebanyak kurang lebih 69 orang penduduk usia tidak produktif (0-14) tahun dan 65 tahun ke atas. 65+ 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 20000
10000
65+ 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
Perempuan Laki-laki
0
10000
20000
20000
10000
Perempuan Laki-laki
0
10000
20000
Piramida penduduk 2010
Piramida penduduk 2000
Gambar 5.9. Piramida penduduk Kota Palu menurut umur dan jenis kelamin tahun 2000 – 2010 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu Tahun 2011
c.
Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Laju pertumbuhan penduduk Kota Palu per tahun selama sepuluh tahun terakhir
(2000 – 2010) sebesar 2,26%. Laju pertumbuhan penduduk per tahun Kecamatan Palu Selatan adalah yang tertinggi dibandingkan kecamatan lain di Kota Palu yakni 2,72%, sedangkan yang terendah di Kecamatan Palu Barat yakni sebesar 1,87%. Kecamatan Palu Utara walaupun menempati urutan terakhir dari jumlah penduduk di Kota Palu, namun dari sisi laju pertumbuhan penduduknya cukup tinggi yakni sebesar 2,30%. Tabel 5.7. Jumlah penduduk Kota Palu dan pertumbuhannya menurut kecamatan tahun 1990 – 2010 Kecamatan Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total
Jumlah Penduduk SP 1990 SP 2000 64.901 82.010 62.232 93.081 48.310 62.863 24.002 31.129 199.445
269.083
Sumber : Hasil SP2010 dan BPS Kota Palu Dalam Angka, 2011
SP 2010 98.739 121.752 75.967 39.074
Pertumbuhan Penduduk SP 2000 – SP 2010 (%) 1,87 2,72 1,91 2,30
336.532
2,26
73
Selanjutnya dengan menggunakan klasifikasi tingkat pertumbuhan penduduk seperti pada Tabel 5.8. (Salladien, 1987), maka tingkat pertumbuhan penduduk Kota Palu sebesar 2,26% tergolong sebagai peledakan penduduk (Population Explosion). Tabel 5.8. Klasifikasi Tingkat Pertumbuhan Penduduk (Rate of Growth Classification) Tingkat Pertumbuhan (Rate of Growth) 0,0 % 0,0 % – 0,5 % 0,5 % – 1,0 % 1,0 % – 2,0 % 1,5 % – 2,0 % > 2,0 %
Klasifikasi Penduduk dalam keadaan tetap (Stationary Population) Pertumbuhan yang lambat (Slow Growth) Pertumbuhan yang moderat (Moderate Growth) Pertumbuhan yang cepat (Rapid Growth) Pertumbuhan amat cepat (Very Rapid Growth) Peledakan Penduduk (Population Explotion)
Sumber : Salladien, 1987.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Palu lebih dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk secara total atau dikenal juga dengan pertumbuhan penduduk normal yaitu pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh faktor pertumbuhan penduduk alami (natural increase) dan pertumbuhan penduduk migrasi (net migration). Pertumbuhan penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih kelahiran (natalitas/fertilitas) dan kematian (mortalitas), sedangkan pertumbuhan penduduk migrasi adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih migrasi masuk dan migrasi keluar di Kota Palu. Jumlah kelahiran penduduk Kota Palu lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian, jumlah kelahiran penduduk pada tahun 2010 yaitu sebanyak 4.128 jiwa yang terdiri dari 1.992 jiwa kelahiran laki-laki dan 2.136 jiwa kelahiran perempuan, dan jumlah kematian penduduk pada tahun 2010 yaitu sebanyak 854 jiwa yang terdiri dari 462 jiwa kematian laki-laki dan 392 jiwa kematian perempuan. Sementara untuk data migrasi penduduk belum tersedia secara lengkap, terutama terkait dengan data penduduk pendatang secara regional maupun nasional, yang bermaksud untuk menetap dan berdomisili di Kota Palu. Walaupun demikian, dapatlah diinterpretasikan bahwa laju pertumbuhan penduduk alami memberikan sumbangsih lebih kecil ketimbang laju pertumbuhan penduduk migrasi terhadap laju pertumbuhan penduduk di Kota Palu. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius sejak dini oleh Pemerintah Kota selaku pengambil keputusan, terutama dalam kebijakan pengendalian laju pertumbuhan penduduk migrasi yang akan masuk ke Kota Palu untuk tinggal dan menetap, agar
74
nantinya tidak terjadi kelebihan ratio daya tampung (over capacity ratio) antara jumlah penduduk dengan ketersediaan lahan yang dimiliki, terutama ketersediaan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai wadah aktivitas penduduk yang berdomisili di wilayah tersebut, sebagaimana fenomena-fenomena yang dialami oleh beberapa kota besar di Indonesia, terutama Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, yang ditengarai sudah sangat sulit untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduknya, sehingga beban atau daya tampung kotanya semakin berat dan jenuh serta sarat dengan ketidakteraturan dalam penataan
pembangunan
dan
keberlanjutan
pengembangannya
(sustainable
development). d.
Kepadatan Penduduk Kota Palu Dengan luas wilayah Kota Palu sekitar 39.506 Ha (395,06 Km2) yang didiami
oleh 336.532 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota palu adalah 8 Orang/Ha (852 Orang/Km2) sebagaimana diperlihatkan Tabel 5.9. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Palu Selatan yakni sebanyak 20 Orang/Ha (1.985 Orang/Km2), sedangkan kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Palu Timur yakni sebanyak 4 Orang/Ha (407 Orang/Km2). Tabel 5.9. Kepadatan penduduk Kota Palu per kecamatan tahun 2010 dengan luasan kota dan kecamatan menurut UU No. 4 tahun 1994 dan Revisi RTRWK Palu tahun 2010 - 2030 Kecamatan Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total
Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan
5.747 6.135 18.655 8.969
98.739 121.752 75.967 39.074
17 20 4 4
39.506
336.532
8
Sumber : RTRW Kota Palu Tahun 2010 – 2030 dan BPS Kota Palu Dalam Angka, 2011
Kepadatan penduduk ini bisa relatif lebih padat lagi apabila luas wilayah Kota Palu yang digunakan adalah luasan teknis sebagaimana yang menjadi acuan dalam penelitian ini yakni 37.860,83 Ha (378,61 Km2), dimana rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Palu adalah 9 Orang/Ha (889 Orang/Km2) sebagaimana yang terlihat pada tabel 5.10. Kedua angka tingkat kepadatan penduduk Kota Palu tersebut masih merupakan tingkat kepadatan penduduk kotor (bruto) karena luas wilayah yang dipakai sebagai
75
angka pembagi terhadap jumlah penduduk adalah total luas wilayah secara administratif maupun secara geografis, sementara yang harus dipahami bahwa luas administrasi suatu wilayah dalam sistem tata ruang nasional dibagi menjadi dua kawasan utama yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya, jadi tidak seluruh luas wilayah administratif yang ada dapat digunakan sebagai ruang atau lahan untuk aktivitas budidaya bagi penduduk. Oleh karena itu, untuk mendapatkan angka tingkat kepadatan yang nyata dan lebih akurat, sudah selayaknya untuk tidak memasukkan luas keseluruhan wilayah, seperti halnya luas kawasan lindung dan perairan, sebagai angka pembagi terhadap jumlah penduduk. Tabel 5.10. Kepadatan penduduk Kota Palu per kecamatan tahun 2010 dengan luasan kota dan kecamatan menurut hasil digitasi foto citra Ikonos thn 2005-2009 Kecamatan Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total
Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan
6.414,96 5.708,76 16.522,58 9.214,53
98.739 121.752 75.967 39.074
15 21 5 4
37.860,83
336.532
9
Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Ikonos 2005 – 2009 dan BPS Kota Palu Dalam Angka, 2011
5.1.3. Isu-Isu Strategis Karakteristik Wilayah Kota Palu Pembahasan isu-isu strategis karakteristik wilayah Kota Palu hanya dibatasi terhadap karakteristik fisik dan kependudukan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, dikarenakan mempunyai relevansi dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan gambaran karakteristik wilayah di atas, maka dapatlah dirumuskan isu-isu strategis yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penataan dan pengembangan Kota Palu ke depan, diantaranya : a.
Sebagai kota teluk yang berbentuk lembah (graben), Kota Palu memiliki keterbatasan fisik alam (ecological boundaries), yaitu bagian Timur yang memanjang dari arah Utara ke Selatan dibatasi oleh topografi pegunungan yang ekstrim, sedangkan bagian Barat yang memanjang dari Utara ke Selatan dibatasi oleh garis pantai Teluk Palu yang sangat eksotik. Kondisi ini tentunya memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap ketersediaan lahan di Kota Palu. Karenanya perlu pertimbangan dan perencanaan yang matang dalam pengembangan ruang kotanya, terutama terkait dengan penyediaan dan daya dukung lahan.
76
b.
Sebagai kota teluk yang berbentuk lembah dan dilingkupi oleh kawasan pegunungan, menjadikan Kota Palu relatif banyak dilewati sungai-sungai dan anak-anak sungai yang bermuara ke Teluk Palu, sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber air permukaan yang cukup potensial bagi kebutuhan mahkluk hidup dan aktivitas perkotaan lainnya.
c.
Sebagai salah satu kota yang dilalui garis patahan (Palu-Koro Fault), maka Kota Palu mempunyai potensi kegempaan dan tsunami yang relatif besar kemungkinannya. Kondisi ini kiranya menjadi perhatian yang serius dalam menata penggunaan lahan dan kelayakan teknis bangunan agar sesuai dengan persyaratan mintakat/penzoningan dan konstruksinya.
d.
Sebagai salah satu kota yang berada di Garis Khatulistiwa, Kota Palu merupakan kota yang mempunyai kategori curah hujan terendah bila dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Menghadapi perubahan iklim global (global climate change) kondisi ini perlu diwaspadai bila terjadi kondisi sebaliknya, terutama dalam mengantisipasi terjadinya bahaya banjir, melalui penyediaan lahan bagi ruang-ruang terbuka hijau sebagai upaya penanggulangan mitigasi/bencana dan pengrusakan lingkungan.
e.
Sebagai kota yang memiliki tiga matra alam yakni pegunungan, sungai dan pantai teluk, menjadikan Kota Palu sebagai salah satu kota wisata alam eksotik yang sangat potensial dan prospektif untuk dikembangkan sebagai salah satu kota tujuan wisata, melalui perencanaan kawasan wisata serta penyediaan infrastruktur dan akomodasi wisata dengan senantiasa mempertimbangan daya dukung dan kualitas lingkungan.
f.
Sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dan kota yang baru berkembang, Kota Palu akan menjadi salah satu alternatif kota yang didatangi dan didiami, terkait dengan pelayanan umum dan pemerintahan serta masih besarnya peluang usaha dan berkreasi. Kondisi ini turut memicu peningkatan jumlah penduduk yang sangat besar selang 30 tahun terakhir dengan tingkat pertumbuhan di atas 2,0% sehingga dapat diklasifikasikan sebagai peledakan penduduk (population explotion), dan sekaligus akan berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan. Oleh karena, perlu regulasi yang tepat dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk,
baik
terhadap
warga
kota
maupun
warga
pendatang
77
(migrasi/urbanisasi), agar daya dukung dan daya tampung lahan di Kota Palu dapat diantisipasi dan terjaga keberlanjutannya. 5.1.4. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota Palu Rencana Tata Ruang adalah ketetapan sruktur ruang dan pola ruang yang merupakan hasil proses perencanaan tata ruang (Undang-Undang R.I. Nomor 26 Tahun 2007). Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan Lindung adalah salah satu pembentuk struktur tata ruang dan memiliki pengertian sebagai suatu kawasan yang memiliki fungsi lindung. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Seluruh kawasan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan lindung secara prinsip dapat diperuntukan sebagai kawasan budidaya. Penataan ruang wilayah Kota Palu bertujuan untuk mewujudkan ruang Kota Palu sebagai kota teluk berwawasan lingkungan yang berbasis pada jasa, perdagangan, dan industri sesuai kearifan dan keunggulan lokal bagi pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan tujuan penataan ruang wilayah Kota Palu di atas, maka perlulah kiranya diuraikan beberapa kebijakan dan strategi penataan ruang dalam mendukung terlaksananya tujuan penataan ruang wilayah Kota Palu tersebut. Pembahasan tentang kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Palu menurut RTRW Kota Palu 2010 – 2030 lebih menitiberatkan kepada kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang; kebijakan dan strategi pola ruang; dan kebijakan dan strategi kawasan strategis kota, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut. a.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
1)
Kebijakan pengembangan struktur ruang, meliputi :
a)
Pembentukan pusat pelayanan kota yang berhirarki mengikuti bentuk dasar Kota Palu sebagai kota teluk dengan konsep arsitektur souraja. Secara spasial jabaran souraja ini dicirikan dengan 3 (tiga) ruang utama yaitu (lihat Gambar 5.10 dan 5.11) : (1) Ruang gandaria atau beranda kota dengan ciri waterfront city, yang merupakan wajah Kota Palu terdepan yang terletak pada kawasan pesisir Teluk Palu.
78
(2) Ruang tatangana atau ruang tengah atau ruang tamu kota yang merupakan ruang utama aktifitas perkotaan mencakup lapisan melengkung setelah ruang gandaria. Pada lapisan ini terakumulasi aktifitas berciri perkotaan. (3) Ruang poavua atau ruang belakang yang merupakan ruang kegiatan dominan budidaya non-perkotaan dan kawasan lindung.
sPPK
PPK sPPK
PPK sPPK
sPPK
Gambar 5.10. Konsep dan filosofi SOURAJA Sumber : Dokumen RTRW Kota Palu 2010 – 2030
sPPK
PPK sPPK
sPPK
Gambar 5.11. Penjabaran konsep dan filofosi SOURAJA dalam struktur ruang Kota Palu Sumber : Dokumen RTRW Kota Palu 2010 - 2030
79
b)
Pembangunan sistem jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu guna mendukung wujud Kota Palu sebagai kota teluk; dan
c)
Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana guna mendukung wujud Kota Palu sebagai kota teluk berwawasan lingkungan.
2)
Strategi pembentukan pusat pelayanan kota yang berhierarki mengikuti bentuk dasar Kota Palu sebagai kota teluk meliputi :
a)
Membangun pusat-pusat pelayanan yang mempererat keterkaitan antar kawasan dalam kota serta antara Kota Palu dengan kabupaten lainnya di Provinsi Sulawesi Tengah;
b)
Mengembangkan sub pusat pelayanan pada kawasan yang belum terlayani; dan
c)
Mendorong pusat lingkungan sebagai pusat pertumbuhan dalam kota.
3)
Strategi pembangunan sistem jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu guna mendukung wujud Kota Palu sebagai kota teluk meliputi :
a)
Meningkatkan prasarana Pelabuhan Pantoloan sebagai Pelabuhan Internasional;
b)
Meningkatkan prasarana Bandara Mutiara Palu sebagai Bandara udara pusat penyebaran sekunder;
c)
Mengembangkan
pembangunan
pelabuhan
khusus
guna
mendorong
pemanfaatan perairan Teluk Palu sebagai obyek pariwisata dan kegiatan lainnya; d)
Mempercepat pembangunan jalan lingkar Kota Palu yaitu : (1) Jalan lingkar luar kota guna memperkuat struktur kota dan antisipasi terusan jaringan jalan regional lintas barat Pulau Sulawesi; dan (2) Jalan lingkar dalam kota sebagai akses dan orientasi utama kegiatan Teluk Palu.
e)
Meningkatkan kualitas dan sistem jaringan jalan dan prasarana pendukungnya guna mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
f)
Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi guna mendukung sistem telekomunikasi kota;
g)
Mendorong peningkatan kapasitas pembangkit listrik yang ada dalam kota dan mempercepat perwujudan interkoneksi jaringan listrik berkapasitas besar dari sistem jaringan listrik regional;
80
h)
Mengendalikan pemanfaatan air tanah dalam mendorong pelestarian sumber air permukaan serta mewujudkan kerja sama pemanfaatan sumber daya air dengan wilayah kabupaten yang berbatasan.
4)
Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana pengelolaan lingkungan wilayah kota meliputi :
a)
Mengembangkan sistem jaringan drainase kota secara berjenjang dan menerus serta terintegrasi dengan sistem drainase ilmiah kota;
b)
Meningkatkan sistem pengelolaan sampah kota, mencegah buangan sampah kota ke tubuh air sungai dan Teluk Palu;
c)
Membangun sistem jaringan air minum yang terintegrasi guna menjangkau seluruh wilayah kota; dan
d)
Meningkatkan pengelolaan limbah kota (water treatment) secara komunal pada pusat-pusat pelayanan serta mencegah pencemaran tubuh air sungai dan Teluk Palu.
b.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang
1)
Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung
a)
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi: (1) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan (2) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
b)
Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup meliputi : (1) Menetapkan kembali dan mengembangkan kawasan lindung dalam kota; dan (2) Menata kembali dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
akibat
pengembangan
kegiatan
budidaya,
dalam
rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah. c)
Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi: (1) Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;
81
(2) Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; (3) Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; (4) Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan
perubahan
sifat
fisik
lingkungan
yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; (5) Mengendalikan
pemanfaatan
sumber
daya
alam
untuk
menjamin
untuk
menjamin
kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; (6) Mengelola
sumber
daya
alam
tak
terbarukan
pemanfaatannya dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya
dengan
tetap
memelihara
dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; (7) Menetapkan kawasan budidaya yang mempunyai fungsi sebagai kawasan evakuasi bencana alam. 2)
Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya
a)
Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi : (1) Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; dan (2) Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
b)
Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya meliputi : (1) Menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis
untuk
pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang kota; (2) Menetapkan dan mengembangkan kegiatan budidaya unggulan beserta prasarana
secara
sinergis
dan
berkelanjutan
untuk
pengembangan perekonomian kota dan wilayah sekitarnya;
mendorong
82
(3) Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) Menetapkan kembali dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (5) Mengembangkan kegiatan pemanfaatan Teluk Palu dalam bentuk zonasi peruntukan guna mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya, serta untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya. c)
Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi : (1) Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana; (2) Menyediakan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan.
c.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis
1)
Kebijakan pengembangan kawasan strategis kota meliputi:
a)
Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman
hayati,
mempertahankan
dan
meningkatkan
fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya lokal; b)
Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian lokal
yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian nasional dan internasional; c)
Pelestarian kawasan sosial budaya untuk mengembangkan kearifan lokal.
2)
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam dan melestarikan warisan budaya lokal meliputi:
83
a)
Menetapkan kawasan strategis kota yang berfungsi lindung;
b)
Mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis kota yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
c)
Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis kota yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
d)
Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis kota yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;
e)
Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis kota yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun; dan
f)
Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis kota.
3)
Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian lokal yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional dan internasional meliputi :
a)
Mengembangkan pusat pertumbuhan secara terpadu sebagai penggerak utama pengembangan perekonomian kota;
b)
Menciptakan iklim investasi yang kondusif;
c)
Mengembangkan perizinan investasi satu atap;
d)
Mengelola pemanfaatan sumber daya lahan agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;
e)
Mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
f)
Mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
g)
meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.
4)
Strategi untuk pelestarian kawasan sosial budaya untuk mengembangkan kearifan lokal meliputi :
a)
Meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang mencerminkan jatidiri masyarakat Kota Palu melalui penyediaan sarana/ruang publik;
b)
Mengembangkan penerapan nilai budaya lokal dalam kehidupan masyarakat kota melalui penerapan arsitektur lokal pada bangunan perkantoran pemerintah
84
dan bangunan umum lainnya; dan c)
Melestarikan situs warisan budaya dalam Kota Palu.
5.2.
Pola Penggunaan Lahan dari Waktu ke Waktu
5.2.1. Sejarah Singkat Terbentuknya Kota Palu Kota Palu yang pada awalnya merupakan kerajaan Tanah Kaili dengan ibu negerinya Palu, memberlakukan sistem pemerintahan adat raja-raja. Pemerintahan tanah Kaili dipimpin seorang raja yang dikenal dengan sebutan To Manuru. Raja-raja keturunan To Manuru disebut Madika. Kerajaan Tanah Kaili meliputi empat kerajaan yaitu : Kerajaan Palu, Kerajaan Tawaili, Kerjaaan Sigi dan Kerajaan Banawa. Palu adalah "Kota Baru" yang letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat baru dihuni orang (De Aste Toradja's van Midden Celebes). Awal mula pembentukan Kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini. Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo sekarang bernama Siranindi dan Kamonji, Panggovia sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan Baru yang membentuk suatu kerajaan yaitu Kerajaan Palu sebagai salah satu Kerajaan Tanah Kaili. Kesatuan empat kampung tersebut membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota, yang salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda. Masuknya pengaruh Belanda akhir abad 19 mengakibatkan takluknya kerajaankerajaan di lembah Palu setelah di dahului oleh perang. Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada
85
lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian jangka panjang (Lange Kontruct) yang kemudian dilanjtkan dengan perjanjian jangka pendek (Karte Vorklaring). Hingga akhirnya Keputusan Gubernur Indonesia Nomor 21 Tanggal 25 Pebruari 1940 menetapkan adanya daerah administratif Kota Palu yang termasuk dalam Afdeling Donggala. Afdeling (wilayah kekuasaan/pemerintahan) Donggala dibagi lagi atas beberapa onder afdeling yang salah satunya onder Afdeling yang beribukota Palu dengan tiga wilayah Pemerintahan yaitu : Swapraja Palu, Swapraja Dolo dan Swapraja Kulawi atau dikenal juga dengan tiga landschap yakni : a.
Landschap Palu terdiri dari : Distrik Palu Timur, Distrik Palu Tengah, dan Distrik Palu Barat;
b.
Landschap Sigi Dolo;
c.
Landschap Kulawi. Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan
penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Pada masa kemerdekaan sejalan dengan Keputusan pemerintah Pusat sesuai Undang-Undang Nomor 44 tahun 1950 menetapkan Wilayah Daerah Sulawesi Tengah dengan Ibukota Poso sedang Palu hanya tempat kedudukan Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat Wedana. Kemudian pada tahun 1952 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 1952 terbentuk Daerah Swatantra Tingkat II Donggala. Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan Republik Indonesia (RI) diperbaiki oleh pemerintah pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecehan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang status Kota Palu menjadi Ibukota Keresidenan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, serta Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang pembentukan Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah, maka ditetapkanlah Kota Palu sebagai Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Selaras perkembangan Kota Palu, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18
86
tahun 1978 melahirkan Kota Administratif Palu tepatnya tanggal 01 Juli 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang PokokPokok Pemerintahan Daerah. Dimana Kota Palu berfungsi sebagai Ibukota Provinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus Ibukota Kabupaten Dati II Donggala dan juga sebagai Ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota administratif. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1978 tersebut wilayah Kota Administratif Palu dibagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Palu Barat sebanyak 17 kampung dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kampung Lere dan Kecamatan Palu Timur sebanyak 11 kampung dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kampung Birobuli. Setelah Palu ditetapkan sebagai Kota Administratif pada Tahun 1978, maka pada periode ini dilakukanlah revisi rencana tata ruang kota palu untuk pertama kalinya dengan nama Revisi Rencana Induk Kota (RIK) Kota Palu Tahun 1978 – 2000 yang sebelumnya telah disusun pada tahun 1975 oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala. Dalam revisi RIK tersebut diuraikan bahwa Kota Palu mempunyai luas ± 13.947,26 Ha yang dibagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur. Pada perkembangan berikutnya, berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1994 tanggal 22 Juli 1994, status Kota Palu sebagai Kota Administratif ditingkatkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Palu. Pada tanggal 12 Oktober 1994 Kota Madya Daerah Tingkat II Palu diresmikan oleh Mendagri Yogi S. Memet, sekaligus melantik Rully A. Lamadjido, SH sebagai pejabat Walikota Madya. Seiring dengan ditingkatkannya status Kota Palu menjadi Kotamadya, maka luas Kota Palu dalam undang-undang tersebut dimekarkan wilayahnya menjadi empat kecamatan yang meliputi Wilayah Kota Administratif Palu dan sebagian Wilayah Kecamatan Tavaili dengan perubahan nama kecamatan menjadi Kecamatan Palu Utara sebanyak 8 desa, Kecamatan Palu Timur sebanyak 5 kelurahan, Kecamatan Palu Selatan sebanyak 9 kelurahan dan Kecamatan Palu Barat sebanyak 14 kelurahan. Sejak tahun 1994 pemekaran kelurahan terus dilakukan, hingga saat ini telah terdapat 43 kelurahan yang tersebar di 4 kecamatan dengan rincian sebagai berikut : a.
Kecamatan Palu Barat sebanyak 15 kelurahan dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kelurahan Lere;
87
b.
Kecamatan Palu Selatan sebanyak 12 kelurahan dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kelurahan Birobuli;
c.
Kecamatan Palu Timur dengan 8 kelurahan dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kelurahan Besusu Barat; dan
d.
Kecamatan Palu Utara dengan 8 kelurahan dengan pusat pemerintahan kecamatan di Kelurahan Lambara. Sejak digulirkan Otonomi Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Kota Palu berdiri sebagai suatu daerah otonom dalam suatu Pemerintahan Daerah yang disebut dengan Pemerintah Kota Palu. Secara sistematis sejarah terbentuknya Kota Palu dapat dilihat pada Gambar 5.12. tentang diagram sejarah Kota Palu.
Gambar 5.12. Diagram Sejarah Kota Palu (Sumber : http://kppnpalu.net, diakses April 2011)
Selanjutnya, untuk melihat perkembangan fisik batas wilayah Kota Palu berdasarkan PP Nomor 18 tahun 1978 yang tertuang dalam dokumen Revisi RIK Tahun 1978 – 2000 dan menurut UU Nomor 4 Tahun 1994 yang tertuang dalam dokumen Revisi RTRWK Palu 2010 – 2030 dapat ditunjukkan pada peta Gambar 5.13 dan 5.14.
88
Gambar 5.13. Peta Admistrasi Kota Palu Tahun 1978 Sumber : diolah dari Revisi RIK Kota Administratif Palu Tahun 1978 – 2000
Gambar 5.14. Peta Admistrasi Kota Palu Tahun 1994 - 2010 Sumber : Revisi RTRW Kota Palu Tahun 2010 - 2030
89
5.2.2. Pola Pertumbuhan Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Laju pertumbuhan penduduk di Kota Palu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan, walaupun angka prosentase pertumbuhannya cenderung menurun bila dibandingkan periode-periode tahun sebelumnya. Periode tahun 1980 – 1990 angka prosentase pertumbuhan penduduk ratarata sebesar 5,41% per tahun dengan jumlah penduduk 199.455 jiwa pada akhir tahun 1990, periode tahun 1990 – 2000 rata-rata sebesar 3,15% per tahun dengan jumlah penduduk 269.083 jiwa pada akhir tahun 2000 dan periode tahun 2000 – 2010 rata-rata sebesar 2,26% per tahun, dimana jumlah pada akhir tahun 2010 adalah 336.532 jiwa (Hasil SP2010 dan BPS Kota Palu 2011). Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Kota Palu, maka permintaan/kebutuhan akan lahan pun meningkat, khususnya penggunaan lahan untuk bangunan. Berdasarkan hasil survei lapangan dengan bantuan Foto Citra Satelit Resoluli Tinggi Quickbird tahun 2005 dan 2009, serta didukung oleh Foto Citra Satelit Resolusi Tinggi Terbaru World View Tahun 2011 terhadap data jumlah dan luas penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu sesuai klasifikasi usia bangunan berdasarkan tahun pendiriannya memperlihatkan bahwa jumlah dan luas penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu selang 50 tahun terakhir (periode tahun 1970 s.d. tahun 2010) mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sebagaimana yang diuraian Tabel 5.11. berikut ini. Tabel 5.11. Jumlah, Luas dan Pertumbuhan Bangunan dan Penggunaan Lahan untuk Bangunan Berdasarkan Tahun Pendirian Bangunan di Kota Palu 50 Tahun Terakhir (1970 – 2010) Tahun Pendirian Bangunan s.d. Tahun 1970 1970 - 1980 1980 - 1990 1990 - 2000 2000 - 2010
Jumlah Bangunan (Unit) 14.032 21.936 42.071 65.668 79.205
Tingkat Pertumbuhan Jumlah Bangunan (%) 4,57 6,73 4,55 1,89
Luas (Ha)
Tingkat Pertumbuhan Luas Penggunaan Lahan untuk Bangunan (%)
516,98 835,81 1.602,99 2.502,99 4.723,52
4,92 6,73 4,56 6,56
Sumber : Hasil Digitasi Foto Citra Ikonos 2005 – 2009 dan BPS Kota Palu Dalam Angka, 2011
Periode tahun 1970–1980 jumlah bangunan di Kota Palu mengalami peningkatan rata-rata 4,57% atau selang waktu 10 tahun mengalami peningkatan jumlah bangunan dari 14.032 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 516,98 Ha (1,37%) pada tahun 1970 menjadi 21.936 unit bangunan
90
dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 835,81 Ha (2,21%) pada tahun 1980. Periode tahun 1980–1990 jumlah bangunan di Kota Palu mengalami peningkatan rata-rata 6,73% per tahun atau selang waktu 10 tahun mengalami peningkatan jumlah bangunan dari 21.936 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 835,81 Ha (2,21%) pada tahun 1980 menjadi 42.071 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 1.602,99 Ha (4,24%) pada tahun 1990. Selanjutnya untuk periode tahun 1990–2000 jumlah bangunan mengalami peningkatan rata-rata 4,55% per tahun atau selang waktu 10 tahun yakni dari 42.071 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 1.602,99 Ha (4,24%) pada tahun 1990 menjadi 65.668 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 2.502,99 Ha (6,61%) pada tahun 2000 (SP2000 Kota Palu). Sementara untuk periode tahun 2000–2010 jumlah bangunan mengalami peningkatan rata-rata 1,89% per tahun atau selang waktu 10 tahun terakhir yaitu dari 65.668 unit bangunan dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 2.502,99 Ha (6,61%) pada tahun 2000 menjadi ± 79.205 unit bangunan pada akhir tahun 2010 dengan luas penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan ± 4.723,62 Ha (12,48%) termasuk sarana dan prasarana perkotaannya. Gambaran pola pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan secara spasial selang 50 tahun terakhir diawali dengan melakukan inventarisasi dan digitasi hasil survei lapangan terhadap jumlah dan luas penggunaan lahan untuk bangunan berdasarkan kelompok klasifikasi tahun pendirian bangunan (usia bangunan) di Kota Palu yang dikelompokkan menjadi lima klasifikasi sebagaimana yang diuraikan pada Tabel 5.15. di atas. Kemudian data hasil inventarisasi dan digitasi tersebut dipetakan secara spasial melalui teknik analisis pemrosesan citra (Image Processing Analysis) sesuai urutan atau interval waktu 10 tahunan, sebagaimana yang terlihat pada gambar peta rangkaian pola penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu berikut ini.
91
Gambar 5.15. Peta Sebaran Bangunan s.d. Tahun 1970 Sumber : Hasil Survei dan Analisis Peneliti, 2010
Gambar 5.16. Peta Sebaran Bangunan Tahun 1970 - 1980 Sumber : Hasil Survei dan Analisis Peneliti, 2010
92
Gambar 5.17. Peta Sebaran Bangunan Tahun 1980 - 1990 Sumber : Hasil Survei dan Analisis Peneliti, 2010
Gambar 5.18. Peta Sebaran Bangunan Tahun 1990 - 2000 Sumber : Hasil Survei dan Analisis Peneliti, 2010
93
Gambar 5.19. Peta Sebaran Bangunan Tahun 2000 - 2010 Sumber : Hasil Survei dan Analisis Peneliti, 2010
5.3. Ketersediaan Lahan untuk Bangunan di Kota Palu Berkaitan dengan aspek konsumsi dan kebutuhan lahan bagi pendirian bangunan gedung, kelangsungan aktivitas perkotaan dengan pelaku utama penduduk perkotaan, memerlukan ketersedian lahan yang layak secara aspek teknis lahan dan aspek hukum dalam luasan yang memadai dan berkelanjutan. Lahan selain sebagai faktor kunci dalam mewadahi aktivitas perkotaan, juga memiliki sifat yang unik karena fungsinya yang tidak dapat tergantikan oleh faktor lain apapun. Oleh karenanya ketersedian lahan untuk bangunan yang memadai dan berkelanjutan merupakan hal yang sangat mendasar dalam menciptakan tatanan ruang kota yang aman, nyaman, lestari dan produktif. Penyediaan lahan untuk bangunan dalam mewadahi aktivitas perkotaan di beberapa kota besar Indonesia, dewasa ini menghadapi masalah dan tantangan yang cukup berat akibat ”ledakan” jumlah penduduk yang sulit dikendalikan. Implikasinya akan terjadi persaingan penggunaan lahan yang jumlahnya sangat terbatas dan meningkatnya laju degredasi kualitas lingkungan lahan perkotaan sebagai akibat dari tekanan manusia kepada sumber daya lahan yag melebihi daya dukung dan daya tampungnya.
94
Kota Palu sebagai salah satu kota di Indonesia yang baru akan berkembang sudah saatnya untuk memperhatikan permasalahan ketersediaan lahan, terutama yang terkait dengan penyediaan dan pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan gedung dalam mewadahi aktivitas perkotaannya ke depan, sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk kota yang relatif tinggi, sehingga nantinya diharapkan dapat lebih awal menata penggunaan lahan kotanya yang serasi, seimbang dan lestari, serta dapat mengantisipasi terjadinya degredasi kualitas daya dukung lahan kota yang sifatnya sangat terbatas. Analisis ketersediaan lahan merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan, terutama terkait dengan ketersediaan luas lahan tersisa yang dapat dimanfaatkan untuk pendirian bangunan gedung, baik secara aspek teknis lahan mapun aspek hukumnya. Secara spasial, ketersediaan penggunaan lahan untuk bangunan terhadap luas wilayah Kota Palu dapat dilakukan melalui pendekatan teknik analisis paduserasi (overlay) terhadap peta-peta dasar dan peta tematik, baik yang diperoleh dari Bakosurtanal dan dokumen RTRW Kota Palu maupun dari hasil digitasi dan klasifikasi penggunaan lahan dalam proses analisis citra (image processing analysis), dengan bantuan software Arc View/GIS sebagai berikut : a.
Membuat beberapa peta secara digital dan database melalui proses analisis citra (image processing analysis), diantaranya peta penggunaan lahan dan peta topografi beserta database-nya;
Gambar 5.20. Tampilan peta penggunaan lahan beserta legendanya
95
Gambar 5.21. Tampilan database tata guna lahan (fild Ttgl)
Gambar 5.22. Tampilan peta topografi beserta legenda topografinya (pada peta topografi/ketinggian tempat telah dipilih hingga ketinggian 200 m/dpl)
96
Gambar 5.23. Tampilan database topografi (fild Ketinggian) b.
Melakukan beberapa langkah intersect (overlay) antara peta penggunaan lahan dengan topografi untuk mendapatkan deliniasi dan luas kawasan sesuai peruntukan yang dipersyaratkan;
Gambar 5.24. Tampilan geoprossing intersect peta penggunaan lahan dan peta topografi
97
Gambar 5.25. Geoprosessing yaitu menentukan tema peta apa yang akan dilakukan proses intersect (dalam hal ini peta penggunaan lahan dan peta topografi)
Gambar 5.26. Tampilan saat proses intersect peta penggunaan lahan dan peta topografi c.
Menentukan satu tema peta baru yaitu peta penentuan kawasan terbangun yang diperoleh dari hasil intersect beserta tampilan databasenya.
98
Gambar 5.27. Tampilan hasil geoprosessing kedua tema peta serta legenda yang menghasilkan peta penentuan kawasan terbangun yang ditunjukan pada fild Ketinggian dan fild Tata Guna Lahan
Gambar 5.28. Tampilkan database peta kawasan terbangun dari hasil intersect d.
Menentukan peta hasil pemilihan polygon yang disimpan berupa file baru dengan tema Ketersediaan Lahan beserta legenda penggunaan lahannya.
99
Gambar 5.29. Pemilihan polygon-polygon penggunaan lahan yang memungkinkan untuk pengembangan pemukiman dan kawasan terbangun lainnya
Gambar 5.30. Tampilan peta hasil pemilihan polygon yang disimpan berupa file baru dengan tema ketersediaan lahan beserta legenda penggunaan lahannya e.
Selanjutnya, untuk mendapatkan peta ketersediaan lahan per wilayah administrasi maka dilakukan lagi superimpose
peta yaitu peta ketersediaan
lahan dan peta administrasi wilayah dengan proses sebagai berikut :
100
Gambar 5.31. Tampilan geoprossing intersect/superimpose peta ketersediaan lahan dan peta administrasi wilayah
Gambar 5.32. Pemilihan tema peta yang akan di intersect dan disimpan sebagai file baru
101
Gambar 5.33. Tampilan saat proses intersect peta ketersediaan lahan dan peta administrasi wilayah
Gambar 5.34. Tampilan hasil intersect peta administrasi wilayah dan peta ketersediaan lahan dan dapat dilihat perubahannya bahwa pada database peta tesebut telah bertambah satu fild yaitu Wil_admin yang menunjukan bahwa masing-masing polygons telah memiliki keterangan wilayah administrasi Berdasarkan pengolahan data spasial tersebut, maka diperoleh peta sebaran dan ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu sebagaimana yang terlihat pada peta gambar 5.35.
102
Gambar 5.35. Peta Sebaran dan Ketersediaan Lahan di Kota Palu Sumber : Hasil analisis overlay & digitasi foto citra sateliti, 2011
Selanjutnya secara kuantitatif, peta penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil pengolahan data spasial dapat pula ditabulasi dan dikelompokkan sesuai jenis dan luas masing-masing penggunaan lahan kawasan, meliputi : kawasan lindung, kawasan budidaya terbangun, kawasan prasarana kota dan kawasan strategis kota, sebagaimana yang diuraikan pada tabel 5.12, agar dapat dihitung luas ketersediaan lahan untuk bangunan sesuai kebutuhan model matematis yang digunakan sesuai persamaan (1). Secara lebih rinci, luasan administrasi wilayah dan luasan masing-masing penggunaan lahan kawasan yang menjadi dasar pertimbangan penentu luas ketersediaan lahan untuk bangunan di Kota Palu dapat diuraikan berikut ini. 5.3.1. Luas Administrasi Wilayah Studi Luas suatu wilayah pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni wilayah daratan dan wilayah lautan, terutama wilayah-wilayah yang mempunyai laut sebagai batas perairannya. Luas wilayah studi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih difokuskan pada luasan wilayah daratan Kota Palu. Luas daratan Kota Palu yang digunakan selaku wilayah studi dalam penelitian ini adalah ± 37.860,83 Ha (378,61 Km2) sebagaimana yang telah dikemukakan pada
103
ruang lingkup wilayah sebelumnya. Luasan ini merupakan luas daratan secara teknis menurut hasil digitasi melalui bantuan foto citra satelit Ikonos tahun 2009 terhadap batas-batas administrasi Kota Palu yang diselaraskan dan disinkronisasikan dengan batas-batas administrasi wilayah sekitarnya, sebagaimana yang terlihat pada gambar 17 tentang Peta Administrasi dan Luas Wilayah Kota Palu Tahun 2010 sebelumnya. 5.3.2. Luas Kawasan Lindung Luas Kawasan Lindung adalah luas kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Jenis penggunaan lahan untuk kawasan lindung menurut arahan RTRW Kota Palu serta hasil identifikasi dan analisis digitasi spasial meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan HPT, kawasan RTH seperti taman kota, kawasan pemakaman, kawasan olahraga, kawasan
arboretum, termasuk kawasan
penyangga didalamnya, sungai dan tanggul sungai sebagai bagian dari kawasan perlindungan setempat. Luasan kawasan lindung merupakan salah satu faktor pengurang ketersediaan lahan efektif untuk bangunan. Perhitungan luas kawasan lindung Kota Palu adalah akumulasi dari berbagai jenis luas penggunaan lahan untuk kawasan lindung sesuai arahan pola ruang RTRW Kota Palu 2010 – 2030 dan hasil analisis spasial peneliti terhadap luas penggunaan lahan kawasan lindung yang belum termuat atau terukur secara kuantitatif dalam produk RTRW Kota Palu tersebut. Adapun luasan dari masingmasing jenis penggunaan lahan untuk kawasan lindung Kota Palu dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Kawasan Hutan Lindung; luas kawasan hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan lindung adalah ± 9.044,59 Ha.
b.
Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT); adalah kawasan hutan yang diarahkan sebagai kawasan HPT seluas ± 1.592,82 Ha. Walaupun kawasan HPT dalam RTRW Kota Palu dikategorikan sebagai kawasan budidaya, namun secara fisik kawasan HPT ini tidak layak digunakan sebagai kawasan terbangun dan hanya dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan hasil hutan yang tetap dijaga dan dilindungi kelestariannya.
c.
Kawasan Suaka Alam; luas kawasan suaka alam yang dipertahankan adalah Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) seluas ± 5.076,75 Ha.
104
d.
Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota; luas kawasan RTH yang tersedia adalah seluas ± 2.416,12 Ha atau sekitar 6,41% dari luas wilayah Kota Palu, yang terdiri atas : Taman Kota seluas ± 9,79 Ha, Kawasan Olahraga seluas ± 69,81 Ha, Kawasan Pemakaman seluas ± 21,92 Ha, Arboretum seluas ± 68,29 Ha, serta Kawasan Penyangga (buffer zone) seluas ± 2.256,31 Ha.
e.
Sungai dan Tanggul Sungai sebagai bagian dari kawasan perlindungan setempat seluas ± 385,09 Ha, yang terdiri atas sungai seluas ± 383,07 Ha dan tanggul sungai seluas ± 2,02 Ha.
5.3.3. Luas Kawasan Budidaya Terbangun Luas Kawasan Budidaya Terbangun adalah luasan kawasan budidaya yang telah terbangun secara fisik buatan, baik dalam bentuk wadah bangunan maupun kawasan, yang berada di Kota Palu menurut kondisi eksisting tahun 2010 sebagai tahun dasar pelaksanaan penelitian. Kawasan Budidaya Terbangun Kota Palu yang dimaksud meliputi: kawasan perumahan/permukiman; kawasan perdagangan dan jasa; kawasan perkantoran termasuk kawasan perkantoran militer/polisi sebagai kawasan pertahanan dan keamanan; kawasan industri; kawasan pariwisata; kawasan akomodasi wisata, serta kawasan pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, dan peribadatan). Penghitungan terhadap luas kawasan budidaya terbangunan diperlukan untuk mengetahui sudah berapa besar luas kawasan budidaya yang digunakan untuk bangunan saat ini sebagai salah satu faktor pengurang terhadap ketersediaan lahan efektif. Adapun luas penggunaan lahan dari masing-masing kawasan budidaya terbangun di Kota Palu menurut kondisi eksisting tahun 2010 dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Kawasan Perumahan dan Permukiman; luas penggunaan lahan kawasan perumahan dan permukiman beserta pekarangannya adalah ± 3.336,16 Ha.
b.
Kawasan Perdagangan dan Jasa; luas penggunaan lahan kawasan perdagangan dan jasa adalah ± 75,98 Ha.
c.
Kawasan Perkantoran; luas penggunaan lahan kawasan perkantoran adalah ± 193,65 Ha yang terdiri atas : kawasan perkantoran pemerintah seluas ± 99,87 Ha, kawasan perkantoran militer/polisi, termasuk kawasan pertahanan dan keamanan (KOREM 711) seluas ± 37,05 Ha serta kawasan perkantoran niaga seluas ± 56,73 Ha yang tersebar di tiap kecamatan.
d.
Kawasan Industri; luas penggunaan lahan kawasan untuk kegiatan industri
105
adalah ± 136,54 Ha. Luasan kegiatan Industri rumah tangga (home industry) tidak masuk dalam hitungan luasan kawasan industri ini, demikian pula dengan Kawasan Industri Palu (KIP) luasannya dimasukkan dalam kawasan strategis Kota Palu. e.
Kawasan Pariwisata; luas lahan kawasan pariwisata adalah ± 101,25 Ha yang terdiri atas : kawasan obyek dan kegiatan wisata seluas ± 59,54 Ha dan lahan untuk penggunaan akomodasi wisata seluas ± 22,367Ha, serta kawasan tambak penggaraman seluas ± 19,34 Ha yang diarahkan sebagai salah satu obyek atraksi wisata.
f.
Kawasan Pelayanan Umum; luas penggunaan lahan kawasan pelayanan umum adalah ± 324,88 Ha, yang terdiri atas : kawasan pendidikan seluas ± 278,86 Ha, kawasan kesehatan seluas ± 28,93 Ha dan kawasan peribadatan seluas ± 17,10 Ha.
g.
Kawasan Peternakan/Kandang; luas penggunaan lahan kawasan peternakan adalah ± 11,79 Ha yang tersebar di tiap kecamatan. Penggunaan lahan kawasan peternakan ini sebagian besar masih menyatu dengan kawasan permukiman warga.
5.3.4. Luas Kawasan Prasarana Kota Luas kawasan prasarana kota adalah luas kawasan yang penataan ruangnya diperuntukkan bagi keberadaan prasarana kota sebagai bagian dari struktur ruang Kota Palu, baik dalam bentuk wadah bangunan, kawasan maupun dalam bentuk jaringan, berdasarkan kondisi eksisting tahun 2010 sebagai tahun dasar pelaksanaan penelitian meliputi: a.
Kawasan Prasarana Transportasi Darat; luas penggunaan lahan untuk kawasan prasarana transportasi darat adalah ± 363,88 Ha yang terdiri atas : jaringan jalan seluas ± 354,98 Ha, kawasan terminal angkutan darat Pasar Inpres seluas ± 0,53 Ha, kawasan terminal angkutan darat Tipo seluas ± 3,40 Ha, kawasan terminal angkutan darat Petobo seluas ± 2,30 Ha dan kawasan terminal angkutan darat Mamboro seluas ± 2,67 Ha.
b.
Kawasan Prasarana Transportasi Laut; luas penggunaan lahan untuk kawasan prasarana transportasi laut adalah ± 22,47 Ha, yang terdiri atas : kawasan Pelabuhan Laut Pantoloan seluas ± 21,06 Ha dan kawasan Pelabuhan
106
Penyeberangan Taipa seluas ± 1,41 Ha. c.
Kawasan Prasarana Transportasi Udara; luas penggunaan lahan untuk kawasan prasarana transportasi udara adalah ± 125,43 Ha yang merupakan luas kawasan Bandara Udara Mutiara beserta kelengkapan prasarana dan sarananya.
d.
Kawasan Prasarana Kelistrikan; luas penggunaan lahan untuk kawasan prasarana kelistrikan adalah ± 20,14 Ha, yang terdiri atas: kawasan PLTD Silae seluas ± 4,02 Ha dan kawasan PLTU Mpanau seluas ± 16,12 Ha.
e.
Kawasan Prasarana Persampahan; luas penggunaan lahan untuk kawasan prasarana persampahan adalah ± 11,35 Ha, yang terdiri atas : kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kawatuna seluas ± 9,43 Ha dan kawasan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Talise seluas ± 1,92 Ha.
f.
Kawasan Evakuasi Bencana; luas penggunaan lahan untuk jalur dan kawasan evakuasi bencana pada prinsipnya memanfaatkan jaringan-jaringan jalan dan kawasan-kawasan yang telah ada, seperti: Kawasan RTH publik berupa lapangan atau stadion olahraga dan Kawasan Industri Palu (KIP) selaku kawasan strategis pertumbuhan ekonomi.
5.3.5. Luas Kawasan Strategis Kota Penggunaan lahan untuk kawasan strategis kota yang dimaksud adalah kawasan yang penataan lahan atau ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi (Ranperda RTRW Kota Palu 20102030). Penggunaan lahan untuk kawasan startegis Kota Palu meliputi beberapa tipe kawasan penggunaan lahan, yaitu : kawasan strategi pertumbuhan ekonomi (kawasan industri palu, kawasan pusat pelayanan terpadu kegiatan perdagangan dan jasa, serta kawasan wisata pantai Teluk Palu); kawasan strategi sosial budaya (kawasan wisata religi dan kawasan cagar budaya); dan kawasan strategi lingkungan hidup (kawasan hutan lindung, daerah aliran sungai, kawasan pesisir Teluk Palu, dan kawasan Taman Hutan Raya). Luas kawasan strategi ini beberapa diantaranya telah termuat secara tersirat maupun tersurat pada jenis penggunaan lahan sebelumnya, termasuk untuk rencana pengembangan Kawasan Industri Palu (palu industrial estate) seluas ± 1.456,80 Ha
107
yang merupakan bagian dari kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yang terletak di Kecamatan Palu Utara belum termuat, baik secara tersirat maupun tersurat. Dalam pengalokasian penggunaan lahan, kawasan strategis kota merupakan bagian dari kawasan lindung dan budidaya yang lebih diprioritaskan pengembangan dan pemberdayaannya. Oleh karena itu, keberadaan dan arahan luas penggunaan lahan untuk kawasan strategis ini menjadi salah satu faktor pengurang yang perlu dipertimbangkan terhadap ketersediaan lahan efektif untuk bangunan sebagaimana halnya kawasan-kawasan sebelumnya. Perhitungan luas kawasan strategis Kota Palu lebih difokuskan pada kawasankawasan baru yang sudah siap dikembangkan dan belum termuat pada penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya terbangun di atas. Selain itu, sebagian besar arahan kawasan strategis yang ada dalam produk RTRW Kota Palu penggunaan lahannya sudah menjadi bagian dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Adapun luasan kawasan strategis Kota Palu dapat diuraikan berikut ini. a.
Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi; luas penggunaan lahan untuk kawasan strategis pertumbuhan ekonomi lebih difokuskan pada Kawasan Industri Palu (KIP) sebesar ± 1.456,80 Ha di Kecamatan Palu Utara sesuai hasil digitasi foto citra satelit terhadap kondisi lahan yang tersedia.
b.
Kawasan Strategis Sosial Budaya; luas penggunaan lahan untuk kawasan strategis sosial budaya sudah termuat pada penghitungan luas kawasan lindung (kawasan suaka alam dan cagar budaya).
c.
Kawasan Strategis Lingkungan Hidup; sepertihalnya kawasan strategis sosial budaya, luas penggunaan lahan kawasan strategis lingkungan hidup juga sudah termuat pada penghitungan luas kawasan lindung yakni kawasan suaka alam dan cagar budaya. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis jenis dan luas penggunaan lahan
masing-masing kawasan tersebut, maka dapatlah dimasukkan dalam persamaan model matematika (1) sebagai berikut :
LEF LEF LEF LEF
= LW – ( ∑KL + ∑KBT + ∑KPK + ∑KSK ) = 37.860,83 – (18.529,38 + 4.180,25 + 543,27 + 1.456,80) = 37.860,83 – 24.709,70 = 13.151,13 Ha.
108
Tabel 5.12. Luas jenis penggunaan lahan kawasan lindung, kawasan budidaya terbangun, kawasan prasarana kota dan kawasan strategi kota di Kota Palu No. A.
Jenis Penggunaan Lahan
Palu Barat
Luas Menurut Kecamatan (Ha) Palu Selatan Palu Timur Palu Utara
Jumlah (Ha)
%
KAWASAN LINDUNG (KL)
1
Hutan Lindung
2.730,44
529,32
3.828,29
1.956,54
9.044,59
36,60
2
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
-
-
1.592,82
-
1.592,82
6,45
3
Suaka Alam/TAHURA
-
1.041,42
4.035,33
-
5.076,75
20,55
513,68
128,64
1.456,90
326,90
2.426,12
9,82
54,42
72,66
82,18
179,84
389,10
1,57
3.298,54
1.772,04
10.995,52
2.463,28
18.529,38
74,99
4 5
Penyangga/ArboretumR TH (Makam, Taman, Lap. Olahraga) Lindung Setempat (Sungai/Irigasi) Jumlah Sub A
B.
KAWASAN BUDIDAYA TERBANGUN EKSISTING (KBT)
1
Perumahan Permukiman
2
Perdagangan & Jasa
3 4 5
dan
860,74
1.252,28
778,92
444,22
3.336,16
13,50
26,06
40,81
8,25
0,86
75,98
0,31
Perkantoran
8,76
83,81
66,42
34,66
193,65
0,78
Industri
5,41
2,91
59,07
69,15
136,54
0,55
Pariwisata/Akomodasi
25,49
16,69
32,08
26,98
101,25
0,41
6
Pelayanan Umum
39,98
48,80
209,03
27,07
324,88
1,31
7
Peternakan/Kandang
0,53
5,63
5,63
-
11,79
0,05
966,97
1.450,93
1.159,41
602,94
4.180,25
16,92
79,85
119,08
104,89
60,06
363,88
1,47
-
-
-
22,47
22,47
0,09
-
125,43
-
-
125,43
0,51
4,02 -
9,43
1,92
16,12 -
20,14 11,35
0,08 0,05
83,87
253,94
106,81
98,65
543,27
2,20
-
-
-
1.456,80
1.456,80
5,90
-
-
-
1.456,80
1.456,80
5,90
4.349,38
3.476,91
12.261,74
4.621,67
24.709,70
100,00
Jumlah Sub B C. 1. 2. 3. 4. 5.
KAWASAN PRASARANA KOTA (KPK) Prasarana Transportasi Darat Prasarana Transportasi Laut Prasarana Transportasi Udara Prasarana Kelistrikan Prasarana Persampahan Jumlah Sub C
D.
KAWASAN STRATEGIS KOTA (KSK)
1.
Strategi Ekonomi
Pertumbuhan Jumlah Sub D
Total (Ha)
Sumber : Hasil Arahan RTRW Kota Palu 2010-2030 serta Digitasi dan Analisis Spasial, 2013
Hasil analisis menunjukkan bahwa masih tersedia ± 13.151,13 Ha lahan yang dikategorikan sebagai lahan untuk kegiatan budidaya, termasuk pendirian bangunan gedung, yaitu lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi dan kelerengan sesuai atau cocok untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai lahan pembangunan dari berbagai aktivitas budidaya. Kesesuaian yang dimaksud untuk mewadahi aktivitas budidaya ialah lahan tersebut secara aspek legal dan aspek teknis mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan secara optimal, serta apabila lahan tersebut digunakan dengan baik tidak akan menganggu kelestarian sumberdaya dan
109
lingkungan. Ketersediaan
lahan
untuk
bangunan
seluas
±
13.151,13
Ha
telah
mempertimbangkan penetapan kawasan lindung maupun kawasan budidaya terbangun lainnya, termasuk keberadaan prasarana dan infrastruktur kota, namun secara aspek hukum dan sosial seperti status kepemilikan dan nilai lahan, serta daya dukung sumber daya air belum dipertimbangkan dalam penelitian ini. Luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia dapat berada pada kawasan budidaya pertanian yang meliputi tipologi lahan basah maupun lahan kering serta kawasan penghijauan dan kawasan hutan sebagai areal penggunaan lain (APL). Selanjutnya, luas lahan untuk bangunan yang masih tersedia dapat dialokasikan berdasarkan zona-zona pemanfaatan per kecamatan dengan distribusi sebagai berikut : Kecamatan Palu Barat seluas ± 2.065,58 Ha (15,71%), Kecamatan Palu Selatan seluas ± 2.227,84 Ha (16,94%), Kecamatan Palu Timur seluas ± 4.260,84 Ha (32,40%), dan Kecamatan Palu Utara seluas ± 4.596,87 Ha (34,95%). Secara lebih jelasnya luas dan distribusi lahan untuk bangunan di Kota Palu menurut kecamatan dapat dilihat pada gambar 5.35 dan uraian tabel 5.13 berikut ini. Tabel 5.13. Luas dan distribusi lahan untuk bangunan yang masih tersedia menurut kecamatan di Kota Palu No. 1. 2. 3. 4.
Kecamatan Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Total (Ha)
Luas Lahan Untuk Bangunan (Ha) 2.065,58 2.227,84 4.260,84 4.596,87
Prosentase (%) 15,71 16,94 32,40 34,95
13.151,13
100,00
Sumber : Hasil Analisis dan Pengolahan Data, 2013
Sampai pada akhir tahun 2010 jumlah lahan yang sudah digunakan menjadi lahan untuk bangunan permukiman, sarana dan prasarananya, baik bangunan lama dan bangunan baru, adalah seluas ± 4.723,52 Ha atau 24,43.% dari luas lahan kawasan budidaya yang tersedia, diluar penggunaan lahan untuk kawasan strategis kota sebagai bagian kawasan budidaya terbangun. Dengan demikian Kota Palu masih memiliki potensi dan peluang yang relatif sangat besar untuk melakukan pembangunan fisik berupa bangunan permukiman dan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya seluas ± 14.607,93 Ha atau 75,57% termasuk didalamnya luas Kawasan
110
Industri Palu (KIP) yang telah dialokasikan penggunaan lahannya seluas ± 1.456,80 Ha, dengan asumsi bahwa Kota Palu pada masa mendatang akan berperan sebagai kota metropolitan yang berbasis non-agraris, sehingga potensi lahan pertanian yang tersedia diasumsikan akan dialih fungsikan menjadi lahan-lahan terbangun untuk mendukung perkembangan fisik Kota Palu ke depan.
111
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian sampai pada tahap laporan
kemajuan ini dapatlah dirumuskan beberapa simpulan sesuai tujuan penelitian yang diharapkan sebagai berikut : a.
Kota Palu sebagai kota teluk yang berbentuk lembah dan dilingkupi kawasan pegunungan memiliki karakteristik ekologis wilayah yang cukup spesifik berupa topografi yang cukup ekstrim, relatif banyak dilewati sungai-sungai, garis pantai teluk, serta dilalui pula oleh sesar Palu-Koro, sebagai faktor pembatas fisik alam (ecological boundaries) terhadap penggunaan lahan untuk bangunan.
b.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Palu per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000 – 2010 sebesar 2,26% dapat digolongkan sebagai peledakan penduduk (Population Explosion). Laju pertumbuhan penduduk ini lebih banyak disebabkan oleh adanya faktor migrasi ketimbang pertumbuhan penduduk alami (fertalitas dan mortalitas).
c.
Pola pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan di Kota Palu selang 50 tahun terakhir (1970–2010) memperlihatkan peningkatan jumlah dan luas penggunaan lahan untuk bangunan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, diperlukan
perencanaan,
pemanfaatan
dan
pengendalian
pemanfaatan
ruang/lahan yang antisipatif agar terjaga kualitas lingkungan ruang kota yang serasi, aman, produktif dan berkelanjutan. d.
Masih tersedia lahan untuk bangunan seluas ± 13.151,13 Ha (34,74%) dari total luas Kota Palu dengan distribusi pola penggunaan lahan yang telah termanfaatkan sebagai berikut : kawasan lindung ± 18.529,38 Ha (48,94%), kawasan budidaya terbangun 4.180,25 Ha (11,04%), kawasan prasarana kota 543,27 Ha (1,43%), serta kawasan strategis kota 1.456,80 Ha (3,85%).
6.2.
Saran dan Rekomendasi Berdasarkan segenap uraian yang telah dikemukakan berkenaan dengan tujuan
dan hasil penelitian ini maka ada beberapa saran yang kiranya penting dikemukakan
112
dalam upaya menangani ketersediaan lahan untuk bangunan agar Kota Palu mampu mendukung pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan lebih lama dan jenis penggunaan lahan lainnya tetap terjaga, antara lain : 1.
Perlunya melakukan sinkronisasi dan studi secara terpadu terhadap batas deliniasi wilayah Kota Palu melalui pemanfaatan teknologi citra resolusi tinggi terkini agar diperoleh batasan dan luasan wilayah yang lebih valid dan akurat untuk dijadikan acuan dalam RTRW Kota Palu.
2.
Peraturan dan materi teknis RTRW Kota Palu perlu memberikan arahan bagi kawasan-kawasan khusus untuk bangunan bertingkat tinggi atau berlantai banyak dengan persyaratan teknis yang spesifik sesuai kondisi geologi, gempa dan mitigasi.
3.
Pemerintah Daerah Kota Palu perlu mengendalikan jumlah, pertumbuhan dan persebaran penduduk agar tercapai keseimbangan dan keserasian jumlah penduduk dengan ketersediaan lahan untuk bangunan, serta melakukan pengendalian pemanfaatan ruang secara ketat di wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
4.
Pemerintah Daerah Kota Palu perlu meningkatkan peran serta dan tanggung jawab segenap stakeholders dalam menjalankan rencana-rencana dan peraturanperaturan penggunaan lahan atau tata ruang yang telah ditetapkan secara konsisten dan bermartabat.
113
DAFTAR PUSTAKA Akbar, Roos. 2004. Strategi Pengembangan Basis Data Perencanaan Tata Ruang, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 15, No. 3: 1-15, Bandung. Amar, Selintung Mary., Barkey, Roland A., dan Thaha, M. Arsyad,. (2011) Land Use Spatial Model for Building Based on Availability and Capacity of Land in Territory of Coastal City (Case Study : Palu City). Proceedings of the Sixth International Conference on Asian and Pacific Coasts (APAC 2011) December 14 – 16, 2011, Hong Kong, China. p. 517 – 524. ISBN : 978-981-4366-47-2. Bratakusumah, Deddy Supriady., dan Riyadi. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Briassoulis, H. 2000. Analysis of land Use Change, Theoretical and Modeling Approaches. Regional Research Institute, West Virginia University. http://www.rri.wvu.edu/WebBook/Briassoulis/content.htm. [27 September 2002]. Budiyanto, Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARC VIEW GIS. Penerbit Andi, Yogyakarta. Chapin dan Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. University of Illionis Press. Enemark, Stig. 2004. UN, FIG, PC Idea Inter-Regional Special Forum on The Building of Land Information Policies in The Americas Aguscalientes, Mexico, 26-27 October 2004 Hasni. 2010. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH. Rajawali Pers. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Hoffman L., Michael. 1992. “ Unregistered Land, Informal Housing, and The Saptial Development of Jakarta, in Kim, John, T., Knaap, Gerrit, and Azis, Iwan., Spatial Development in Indonesia; Review and Prospects, Published by Avebury Ashgate Publishing Company, Brookfield, USA. Hudson, W. Ronald. 1997. Infrastructure Management: Design, Construction, Maintenance, Rehabilitation, Renovation. McGraw-Hill. Jayadinata, J.T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan Perkotaan & Wilayah. ITB, Bandung. Koestoer, Raldi H, dkk. 2001. Dimensi Keruangan Kota – Teori dan Kasus. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Koestoer, Raldi H. 1979. Prespektif Lingkungan Desa Kota – Teori dan Kasus. Penerbit Universitas Indonsia, Jakarta.
114
Kostof, Spiro. 1991. The City Shaped : The Story of City Forms. Thames and Hudson, London. Kurdinanto, Sarah., Kurniawan I., Andy Nahil Gultom. 2003. Mapping Indonesia Cadastral System Toward Other ASEAN Countries to Support Land and Property Market Development. Lambin, E.F., H.J. Geist, and E. Lepers. 2003. Dynamics of land use and land cover change in tropical regions. Annu. Rev. Environ. Resour. 28:205-41. Lillesand T.M. and R.W. Kiefer. 2000. Remote Sensing and Image Interpretation. 4th Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Murai, Shunji. 2008. Pengantar GIS, University of Tokyo. diterjemahkan oleh Tri Agus Prayitno http://www.geografiana.com/makalah/teknologi/bab-i-gis-workbookvol-i-pengantar-gis, diakses Pebruari 2008. Parengkuan,E.P. 1991. Studi Permasalahan Pajak Lahan Kota dalam Kaitannya dengan Penggunaan Lahan dan aspek Pengendalian Guna Lahan di Kotamadya Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, no.2 Triwulan 1. Rachman, Saeful. 2000. Model Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Konversi Alam Terbadu : Studi Kasus Pulau Siberut – Provinsi Sumatera Barat. Disertasi Program Pascasarjana IPB, Bogor. Saefulhakim, R. Sunsun, and Lutfi I. Nasoetion. 1994. Rural Land Use Management for Economic Development. Paper presented at the Seminar on Agricultural Land Use Management, Organized by Asian Productivity Organisation (APO), Tokyo 8th-18th November 1994. Sandy, I. M. 1999. Penataan Ruang dalam Pembangunan. Geografi dan Penerapannya dalam Pembangunan Wilayah. Jurusan Geografi. FMIPA. UI. Depok. Sandy, I.M. 1980. “Masalah Tata Guna Tanah – Tata Lingkungan Di Indonesia”, dalam Sitorus, S.R.P., Evaluasi Sumberdaya Lahan, Penerbit Tarsito, Bandung. Setiawan, H.M. 2004. Kajian Daya Tampung Ruang Untuk Pemanfaatan Lahan Kota Tarakan. Tugas Akhir, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Faskultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Simpson S., Rowton. 1976. Land Law and Registration. C.U.P., Cambridge. Singarimbun M., dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai, Penerbit LP3ES, Jakarta. Sitorus, S.R.P. 1995. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Penerbit Tarsito, Bandung.
115
Sudipta, I Gusti Ketut, dkk. 2008. Model Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Di Wilayah Perkotaan Provinsi Bali. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 12, No. 2, Juli 2008, p. 153 – 164. Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bagian I. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Soemarwoto, Otto. 1988. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Jakarta. Spreiregen, Paul D, AIA. 1965. Urban Design : The Architecture of Towns and Cities. Mc. Graw Hill Book Company, New York. Steinnocher, K. 1996. Integration of Spectral and Spatial Classification Methods for Building A Land-Use Model of Austria. International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing, Vol. 31, B4, Comm. IV, pp. 841-846, Vienna. Departemen for Environmental Planning Austrian Research Centre Seibersdorf, 2444 Seibersdorf, Austria. Subaryono, Harintaka, dan Bilal Ma’ruf. 2003. Pemanfaatan Citra Satelit Resolusi Tinggi, DGPS dan SIG untuk mendeteksi Kondisi Penggunaan Lahan di Kota Yogyakarta. Publikasi Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta. Talkuptra, H.M. Nad Darga. 1996. Mekanisme Pengadaan Lahan Perkotaan Melalui Kemitraan. Prosiding Konvensi Nasional Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang dan Pembangunan Nasional. CIDES-IAP, Jakarta. Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Vink. A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Berlin, Springer-Verlag, New York. Wismadi, A. Fajriyanto, Budi Utomo. R. Gunawan, H.E., Saumatmaji, F., Yanu, K.M. 2008. Studi Tipologi Land Use Sebagai Pendekatan Input Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Pada Pemodelan Transportasi: Studi Kasus di Yogyakarta. Disampaikan pada Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008. Zhang, Yun. 1999. Optimisation of Building Detection in Satellite Images by Combining Multispectral Classification and Texture Filtering. ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing 54 (1999) 50-60, Institute of Planetary Exploration, German Aeroscape Centre (DLR), Rudower Chaussee 5, 12489 Berlin, Germany.
116
Dokumen-Dokumen : Badan Pusat Statistik. 2000. Kota Palu Dalam Angka Tahun 2000. Badan Pusat Statistik. 2005. Kota Palu Dalam Angka Tahun 2005. Badan Pusat Statistik. 2010. Kota Palu Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Palu Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik. 1981. Hasil Sensus Penduduk 1980 (SP1980). Badan Pusat Statistik. 1991. Hasil Sensus Penduduk 1990 (SP1990). Badan Pusat Statistik. 2001. Hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000). Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 14 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palu Tahun 2010 - 2030. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/PERMEN/M/ 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978 tentang Pembentukan Kota Administratif Palu. Undang-Undang R.I. Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang R.I. Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang R.I. Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-Undang R.I. Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Palu. Undang-Undang R.I. Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/KPTS/UM/11.1980 tentang Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan.
117
Lampiran-Lampiran :
1. 2. 3.
Instrumen Penelitian Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasinya Publikasi Ilmiah
118
Lampiran 1 : Instrumen Penelitian No.
Jenis Instrumen Penelitian
1.
Ruang Studio/ Laboratorium Komputer Foto Citra Resolusi Tinggi Peralatan Komputer + Printer A4 dan A3 Software Pendukung Analisis GIS Plotter Ukuran A1 dan A0 Infocus/LCD Projector Scanner Akses Internet
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ketersediaan pada PT Pengusul
Volume
Kondisi
Tersedia
1 Unit
Baik
Order/Beli
1 Unit
Arsip
Tersedia
2 Unit
Baik
Tersedia
1 Unit
Baik
Tersedia Tersedia Tersedia Tersedia
1 Unit 2 Unit 2 Unit WiFi
Baik Baik Baik Baik
FOTO CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI KOTA PALU
119
Lampiran : 2, Personalia Tenaga Peneliti BIODATA KETUA TIM PENELITI A. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8
9
10 11 12
13
Nama Lengkap Jabatan Fungsional Jabatan Struktural NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah Nomor Telepon/Faks/HP
Dr. Amar, ST., MT. Lektor Kepala 19680714 199403 1 006 0014076808 Ujung Pandang, 14 Juli 1968 Jl. Sungai Surumana No. 33 Palu – 94223 0451 – 422414/458398/081341085786 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako Alamat Kantor Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Palu – Sulawesi Tengah 94111 Nomor Telepon/Faks (0451) 422611 – 422355/Faks: (0451) 422844 Alamat e-mail
[email protected] S-1 = .....Orang; S-2 = ....Orang; S-3 = Lulusan yang Telah Dihasilkan .....Orang 1. Ilmu Lingkungan 2. Sistem Lingkungan Bangunan 1 dan 2 Mata Kuliah yang Diampu 3. Permukiman 1 dan 2 4. Perancangan Tapak Dst.
B. Riwayat Pendidikan
Nama Perguruan Tinggi
S-1 Universitas Sam Ratulangi Manado
Bidang Ilmu
Arsitektur
Tahun Masuk - Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
1990 - 1993 Perancangan Pondok Pesantren
S-2
S-3 Universitas Institut Teknologi Hasanuddin Bandung Makassar Teknik Sipil Perencanaan (Perencanaan Wilayah dan Kota Lingkungan Perkotaan) 1998 - 2000 2004 - 2012 Studi Peningkatan Model Fungsi Pelabuhan Penggunaan
120
Alkhairaat Palu
Nama Pembimbing
Donggala Dalam Mendukung Pengambangan Wilayah di Kabupaten Donggala
Prof. Ir. Tommy Firman, M.Sc. Ph.D
Ir. Djoko Mintarso
Lahan Untuk Bangunan Berdasarkan Daya Dukung Lahan Kota (Studi Kasus : Kota Palu) Prof. Dr. Ir. Mary Selintung, M.Sc., Dr. Ir. Roland A. Barkey, dan Dr. Ir. M. Arsyad Thaha, MT.
C. Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp)
1 2 3 4 Dst. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp)
1 2 3 4 Dst. E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir No. 1 2 3
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor/Tahun
Pemantauan PemanfaatanRuang Vol. 1 No. 2/2008 Kawasan Taman Buru Landusa Identitas Kota, Fenomena dan Vol. 1/No. 1/2009 Permasalahannya Kota dan Pemaknaan Identitasnya Vol. 7/No. 4/2009
Nama Jurnal Media Litbang Sulawesi Tengah RUANG Metropilar
121
4
International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan / Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No. 1
2
3
4
Land Availability Analysis for Building Based On Land Characteristic of Palu City
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Seminar Nasional Pemberdayaan Potensi Daerah Melalui Pengembangan Pendidikan, Sains dan Teknologi International Seminar Geospatial and Human Dimension of Sustainable Natural Resource Management. International Seminar The 3rd International Graduate Student Conference on Indonesia. Thema “Indonesian Urban Cultures and Societies”. The Sixth International Conference on Asian and Pacific Coasts (APAC 2011)
Vol. 12/No. 01/2012
Judul Artikel Ilmiah Analisis Ketersediaan Lahan untuk Bangunan Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahan Kota (Studi Kasus : Kota Palu) Study of Land Capability to the Need of Land Use for Building Growth in Palu City
Land Availability and Capacity Analysis for Building in Territory of Urban (Case Study : Palu City) Land Use Spatial Model for Building Based on Availability and Capacity of Land in Territory of Coastal City (Case Study : Palu City)
Waktu dan Tempat 23 Juli 2011 di Swiss Bell Convention Palu
IPB International Convention Centre. Bogor Indonesia 12 – 13 September 2011 The Graduate School Gajah Mada University. Yogyakarta, November 8th and 9th, 2011 December 14 – 16, 2011, Hong Kong, China.
G. Pengalaman Penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul Buku
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
1 2 3 4 Dst. H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
122
1 2 3 4 Dst. I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yanf Telah Diterapkan
Tahun
Tempat Penerapan
Respons Masyarakat
1 2 3 4 Dst. J.
Penghargaan yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir
No. 1
Jenis Penghargaan Satyalancana Karya Satya X Tahun
Institusi Pemberi Penghargaan Presiden Republik Indonesia
Tahun 2005
2 3 4 Dst. Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Fundamental.
Palu, 23 September 2013 Ketua Peneliti,
(Dr. Amar, ST., MT.) NIP. 19680714 199403 1 006
123
BIODATA ANGGOTA TIM PENELITI A. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8
9
10 11 12
13
Nama Lengkap Jabatan Fungsional Jabatan Struktural NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir
Burhanuddin, ST., M.Sc. Lektor 19700113 200501 1 001 0013017004 Palu, 13 Januari 1970 Perumahan Dosen Untad Tondo Blok D3/10 Alamat Rumah Palu Nomor Telepon/Faks/HP Hp. 081227373598 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako Alamat Kantor Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Palu – Sulawesi Tengah 94111 Nomor Telepon/Faks (0451) 422611 – 422355/Faks: (0451) 422844 Alamat e-mail
[email protected] Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 8 Orang; S-2 = ....Orang; S-3 = .....Orang 1. Studio Perancangan Arsitektur 1 – 3 2. Studio Bentuk Mata Kuliah yang Diampu 3. Arsitektur dan Prilaku 4. Struktur Konstruksi Bangunan 1 – 4 5. Menggambar Teknik
B. Riwayat Pendidikan
Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu Tahun Masuk - Lulus
Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
S-1 Universitas Tadulako Palu Arsitektur 2001 - 2004 Rumah Susun Sebagai Alternatif Pada Perumahan Padat di Bantaran Sungai Kelurahan Ujuna
S-2 Universitas Gajah Mada Yogyakarta Arsitektur 2006 - 2009 Karakteristik Teritorialitas Pemnfaatan Ruang Pada Permukiman Padat di Yogyakarta
S-3
124
Nama Pembimbing
Ir. M. Ramlan Salam dan Ir. Pudji Astutiek
Diananta Puspitasari, ST., M.Eng., Ph.D dan Ir. Slamet Sudibyo, MT.
C. Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir No. 1
2
Tahun 2006
2009
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp)
Judul Penelitian Rumah Susun Sebagai Alternatif Penataan Kawasan Bantaran Sungai Di Kelurahan Ujuna Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Permukiman Padat di Perkotaan di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
Mandiri
-
Pasca Sarjana
3.000.000,00
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
1
2007
2 3
2010 2010
4 5
2010 2010
6
2011
7
2011
Tim Pemantau Independen (TPI) Ujian Nasional Melaksanakan pengawasan Ujian SNMPTN Tim KPPS Pemilihan Umum kepala Daerah Tingkat II Kota Palu Penyuluhan Bangunan Tahan Gempa Perencanaan Ruang kelas Pondok Pesantren Ishaka Batu Merah Ahuru, Ambon Tim Pemantau Independen (TPI) Ujian Nasional Pembuatan Proposal Perencanaan Pembangunan Masjid Al Ikhlas MAN II Palu
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp) -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor/Tahun
Nama Jurnal
1
Karakteristik Teritorialitas Ruang pada Permukiman Padat di Perkotaan Pengaruh Kapitalisme dan Liberalisme Kehidupan Perkotaan sebagai Teori Aplikasi Metode Wujud Berarsitektur Remment Koolhaas Konsep Teritori dan Privasi Sebagai Landasan Perancangan dalam Islam
Vol. 2/No. 1/Maret 2010
RUANG
No. 2 Tahun XII Mei 2010
MEKTEK
Vol. 2/No. 2/ September 2010
RUANG
2
3
125
4
Microclimate envelope
5
“Gang” sebagai sarana Sirkulasi Multi Fungsi Pada Permukiman Padat di Perkotaan (Studi Kasus Kampung Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta)
No. 2 Tahun XII Januari 2011
MEKTEK
Vol. 4 No. 1/ Maret 2012
RUANG
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan / Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar
Waktu dan Tempat
Judul Artikel Ilmiah
1 2 3 4 Dst. G. Pengalaman Penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul Buku
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
1 2 3 4 Dst. H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1 2 3 4 Dst. I.
Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir
No. 1 2 Dst.
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yanf Telah Diterapkan
Tahun
Tempat Penerapan
Respons Masyarakat
126
J.
Penghargaan yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir
No.
Jenis Penghargaan
1
Piagam (meraih prestasi Cumlaude pada pendidikan pascasarjan universitas Gadjah mada Fakultas teknik jurusan Teknik Arsitektur Piagam (sebagai panitia pelaksana kontes robot Indonesia dan Kontes robot cerdas Indonesia
2
Institusi Pemberi Penghargaan
Tahun
Pascasarjana UGM
2009
DIKTI
2011
Dst. Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Fundamental.
Palu, 23 September 2013 Anggota Peneliti,
(Burhanuddin, ST., M.Sc.) NIP. 19700113 200501 1 001