J. Akad. Kim. 3(1): 21-29, February 2014 ISSN 2302-6030
KARAKTERISASI FTIR POLIBLEND ADSORBEN SERBUK BIJI BUAH KELOR (Moringa oleifera) DAN CANGKANG AYAM RAS UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT DI DAERAH PALU BARAT The Characterization of Polyblends Between Fruit Powder Absorbent of Moringa Seeds (Moringa oleifera) and Egg Shell for Turf Water Treatment in The West Palu *M. Yusi Prilina Bertus, Suherman dan Sri Mulyani Sabang Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu - Indonesia 94118 Recieved 10 January 2014, Revised 18 February 2014, Accepted 20 February 2014
Abstract The seed of moringa (Moringa oleifera) is used as natural water purification materials and are coagulant. Biocoagulant materials combined in this study were egg shells. Egg shell is known to contain high calcium. This study aims to determine the character of polyblends in physical – chemical test, the degree of swelling an polyblends functional groups, and to determine the optimum ability of the polyblends power absorption. The research method used was sampel preparation, polyblends characterization, swelling degree and to analyze FTIR functional group and water quality test with parameters. The research results showed that the physical character polyblends lasting effectiveness was polyblends SBK : SCT with a ratio of 5:5, while the chemistry test of polyblends character with FTIR analysis showed the functional groups OH, C=C, CH, CH2, CO which each have their own unique characteristics. The water quality with parameters of turbidity, good polyblends adsorption was polyblends SBK:SCT with ratio of 7.5:2.5 with a decreased of 91.43%, ferrous metal content, polyblends SBK:SCT with a ratio of 7.5:2.5 declined 90.90%. The value test of BOD and COD, the best polyblend adsorption was polyblends 5:5 with 93.26% dcreased. Polyblends that produced the best pH of water quality was polyblend with a ratio of 7.5:2.5 with the pH value of 4.68 turned to 7.82. Keywords: Biji Buah kelor, cangkang telur, Air gambut, FTIR. Pendahuluan Air merupakan zat yang keberadaannya sangat penting dalam mendukung kehidupan dan aktivitas manusia. Masyarakat Sulawesi Tengah tinggal di daerah pasang surut yang mempunyai jenis air gambut. Mereka mengkonsumsi air gambut/air sungai dengan kualitas yang tidak baik sehingga masyarakat sering mengalami berbagai masalah penyakit kulit seperti kudis, kurap, kutu air, serta penyakit diare. Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang bersifat sulit dirombak oleh mikroorganisme atau *Korespondensi: M. Y. P. Bertus Program Studi Pendidikan kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako email:
[email protected]
© 2014 - Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako
bersifat nonbiodegradable (Zouboulis, dkk, 2004). Salah satu alternatif dari permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan biji kelor (Moringa oleifera) untuk menjernihkannya. Bahan ini bersifat koagulan, mengadsorpsi ion logam, mengendapkan zat organik serta ramah lingkungan. Penjernihan air dengan biji kelor dapat dikatakan penjernihan air secara kimia, karena tumbukan halus biji kelor dapat menyebabkan terjadinya flok (flokulasi) yang kemudian membentuk gumpalan yang lebih besar hingga akhirnya membentuk sedimen (Ryadi, 2010). Selain itu biji buah kelor lebih ekononomis dibandingkan dengan cara alternatif lainnya misalnya tawas yang sudah umum digunakan dalam pengolahan air gambut. Biji kelor telah terbukti dalam menurunkan kadar ion besi dan mangan dalam air (Srawaili, 2007). Biji kelor telah terbukti dapat digunakan 21
M. Yusi Prilina Bertus
Karakterisasi FTIR Poliblend Adsorben Serbuk Biji Buah Kelor ................
sebagai bahan akumulator untuk logam berat yaitu Pb, Fe, dan Ca (Sosidi, dkk, 2009). Biji kelor mengandung senyawa mirosin, emulsion, asam gliserid, asam polmirat, yang berfungsi kelat sehingga dapat menarik ion-ion logam dan partikel-partikel lainnya (Kusnaedi, 2002). Bahan bikoaguan yang lain adalah kulit telur. Cangkang atau kulit telur selain mengandung protein yang tinggi juga mengandung kalsium yang tinggi, karna itu kulit telur yang sudah menjadi limbah dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai penjernih air yang kandungan kalsiumnya tinggi (Schaaffma, dkk, 2002). Menurut Istiaty (2012) fabrikasi dan karakterisasi keramik kalsium silikat dari komposisi cangkang telur dan silika komersial dengan reaksi padatan menunjukkan analisis FTIR terbentuknya ikatan Ca-O dan Si-O-Si yang terdapat pada sampel kalsium silikat yang disintering pada suhu 13000C. Air kotor banyak bersumber dari air gambut yang berwarna coklat dan bersifat asam, untuk dapat menjadikan air gambut sebagai sumber air bersih (Syarfi, 2007), perlu dilakukan pengolahan. Adsorben yang dipakai dapat dimanfaatkan dari limbah industri atau rumah tangga seperti serbuk biji buah kelor (SBK) dan serbuk cangkang telur (SCT) . Metode Alat dan bahan yang digunakan antara lain: FTIR 4300w, Spektronic direct, cawan porselen, neraca digital, desikator, stopwatch, furnace, gelas ukur, kertas saring, corong, gelas kimia, batang pengaduk, pipet tetes, labu ukur, Erlenmeyer, corong pemisah, DO meter, turbidimeter TN-100, incubator, blender, ayakan 80 mesh, pH meter, tabung reaksi, aluminium foil, oven listrik, penangas air, botol aqua, statif dan klem, keran, gunting dan kertas label. Bahan yang digunakan antara lain : Biji kelor, cangkang telur, air gambut, aquades, reagen Fe, reagen COD, dan reagen BOD. Cara Kerja: Buah kelor yang sudah tua dan kering dipohon, diambil bijinya lalu dikeringkan selama 6 jam pada sinar matahari, kemudian dikeluarkan kulitnya. Selanjutnya dikeringkan kembali hingga kadar airnya 2%. Digerus menjadi bubuk dengan ukuran 80 mesh. Selanjutnya disimpan di desikator atau oven listrik untuk dibuat adsorben dan uji gugus fungsi. Cangkang telur dicuci menggunakan 22
detergen dan dibuang lapisan membrannya, dibilas beberapa kali dengan air dan aquades. Setelah itu cangkang dikeringkan pada suhu kamar. Lalu cangkang digerus dan diayak hingga ukuran 80 mesh. Cangkang disimpan di desikator untuk dibuat adsorben dan uji gugus fungsi. Pembuatan poliblend Masing-masing serbuk pada bagian A dan B dicampur secara merata untuk dipoliblend dengan perbandingan A: B yaitu: 0 : 5, 1 : 4, 2 : 3, 3 : 2, 4 : 1, 5 : 0. Berat kering setiap campuran yang dibuat adalah 10 gram. Selanjutnya campuran dibuat pasta dengan perekat air panas dan dibentuk dengan cetakan, dikeringkan hingga kadar air 2%. Adsorben yang diperoleh dikaraktersisasi derajat penggembungannya. Data yang diperoleh dianalisis karakternya untuk mencari poliblend yang berkualitas. Karakterisasi adsorben dengan derajat penggembungan, masing-masing poliblend ditimbang dengan neraca digital untuk mengetahui berat awal poliblend, kemudian adsorben dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL, kemudian diisi dengan air dengan jumlah yang sama. Didiamkan selama ±24 jam, setelah itu adsorben dikeringkan pada suhu ruangan kemudian dikeringkan lagi di dalam oven sampai beratnya konstan. Analisis gugus fungsi poliblend yaitu menganalisis dengan menggunakan alat FTIR. Poliblend yang dibuat diuji daya adsorpsinya terhadap pertikel-partikel koloid dalam air air gambut dengan tahapan sebagai berikut: (1) Parameter awal dari sampel air kotor diukur (Kekeruhan, pH, BOD dan COD, serta analisis logam besi (Fe); (2) Alat perjernih air sederhana disiapkan; (3) Adsorben dengan berbagai perbandingan dimasukkan ke dalam alat (wadah pendiaman dan didiamkan selama 1 jam; (4) Kran dari wadah pendiaman dibuka hingga sampel air mengalir menuju filter; (5) Air hasil penjernihan diukur parameterparameter yang diperlukan. Adapun parameter yang diukur adalah kekeruhan, pH, COD, BOD, dan analisis besi (Fe). Kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter, pH dengan alat pH meter, BOD dengan alat DO meter, sedangkan analisis Fe dengan alat spectrodirect. Hasil dan Pembahasan Derajat Penggembungan Derajat penggembungan poliblend pada perbandingan (SBK : SCT) terdapat pada Gambar 1.
Volume 3, No. 1, 2014: 21-29
Gambar 1. Derajat penggembungan Poliblend SBK : SCT
Jurnal Akademika Kimia tidak mudah tertutupi, karena itu kemapuan adsorpsinya dengan partikel-partikel koloid dalam air gambut lebih tahan dan lebih baik dari poliblend lainnya. Namum daya adsorpsinya terhadap senyawa organik maupun ion logam dalam air limbah masing masing perbandingan SBK : SCT memiliki kekhasan. Hal ini dimungkingkan karena perbedaan kandungan senyawa antara SBK dan SCT. Berdasarkan hasil analisis FTIR cangkang telur seperti yang terlihat pada Gambar 3
Gambar 3. Spektrum IR Cangkang telur Informasi yang dapat diperoleh dari Gambar 3 memberikan informasi tentang Gambar 1 adalah poliblend SBK : SCT 5 : 5 kandungan senyawa organik dari cangkang memberikan derajat penggembungan yang telur menurut spektrum IR yaitu terjadi paling kecil. Artinya pada perbandingan tersebut perubahan bentuk dan stretching vibrasi poliblend yang diperoleh lebih tahan terhadap (Hidayat, dkk, 2006). Puncak 3311,78; kelarutannya dalam air, sehingga sisi aktifnya -1 3296,35 cm terjadi strtching vibrasi OH terhadap penyerapan partikel koloid air gambut -1 dan pada puncak 2924,09 ; 2852,72cm lebih baik dari poliblend yang lain. Poliblend vibrasi CH. Puncak 1745,58; yang memiliki derajat penggembungan yang terjadi strtching -1 1544,98 cm terjadi stretching vibrasi CO dan rendah sebagai adsorben untuk pengolahan C=C. Puncak 1454,33; 1234,44 cm-1 terjadi air gambut karna waktu kontaknya dengan air adalah cepat dan tidak mudah jenuh yang perubahan bentuk vibrasi CH. Spektrum ini menyebabkan keretakan pada adsorben itu menunjukkan suatu isyarat bahwa cangkang sendiri. Karakter fisik adsorben perbandingan telur memiliki kemampuan adsorpsi terhadap logam berat (Soejoko & Wahyuni, 2002) . SBK:SCT diperlihatkan pada Gambar 2. Informasi yang diberikan pada Gambar 4 Keterangan Gb. tentang kandungan senyawa organik dari biji SBK : SCT kelor, pada data spektrum IR yaitu terjadi strecthing, rangkah, perubahan bentuk, 0 : 10 perubahan bentuk asimetris vibrasi, dan 2,5 : 7,5 ikatan blendind dengan air. Puncak 3406,29 5 : 5 ; 2924,09 ; 1797,66 cm-1 terjadi stretching 7,5 : 2,5 vibrasi OH,CH, dan C=C. Puncak 1429,25 10 : 0 cm-1 terjadi asimetris perubahan bentuk vibrasi CH, puncak 1149,57 dan 711,73 cm-1 terjadi Gambar 2. Perbandingan SBK : SCT perubahan bentuk bivrasi CH dan CH2, puncak 601,79 cm-1 terjadi kerangkah vibrasi CH=CH. Perbandingan SBK : SCT 5 : 5 memiliki derajat penggembungan yang paling kecil Puncak-puncak spektrum ini memberikan yaitu 1,81% poliblend tersebut tidak mudah informasi bahwa biji buah kelor mengandung mengembung dengan air sehingga pori-porinya senyawa organik dengan gugus fungsi yang aktif 23
M. Yusi Prilina Bertus
Karakterisasi FTIR Poliblend Adsorben Serbuk Biji Buah Kelor ................
Gambar 4. Spektrum IR serbuk biji kelor mengikat zat organik dan ion anorganik dalam serbuk cangkang telur. Puncak-puncak tersebut air limbah atau air gambut. Dengan demikian akan menjadi lebih efektif mengadsorpsi biji buah kelor memiliki daya absorpsi terhadap partikel koloid dalam air limbah. Ketiga spektrum IR tersebut semuanya partikel koloid dalam air limbah. Poliblend SBK dengan SCT dimaksudkan memiliki sisi gugus fungsional yang aktif untuk memperluas sisi aktifnya sehingga lebih sebagai pengadsorbsi partikel koloid dalam efektif interaksi yang terjadi antara koloid air limbah. Partikel-partikel koloid dalam air dalam air limbah dengan koagulan dari hasil gambut bervariasi ukurannya yaitu mulai 10-9m blending SBK dengan SCT. Hal ini dapat – 10-7m. Gugus fungsional dari biji kelor dan terlihat adanya perubahan spektrum dari hasil cangkang telur seperti gugus fungsional OH, C=C, CH, CH2, CO mampu mengikat dan blending tersebut (Gambar 5). Spektrum IR hasil blending SBK dengan kengkoagulasi partikel koloid dalam air, karna
Gambar 5. Spektrum IR dari hasil blending serbuk biji kelor dengan cangkang telur SCT mengalami pergeseran puncak vibrasi baik pada stretching maupun perubahan bentuk. Dengan demikian sisi aktifnya lebih kuat mengabsorpsi partikel-partikel koloid dalam air limbah.Puncak 3406, 29; 2515,18 ; 2374,37 cm-1; terjadi stretching vibrasi OH. Puncak 2924,09;2854,65 cm-1 terjadi stretching CH, puncak 1427,32 cm-1 terjadi asimetris perubahan bentuk vibrasi, puncak 1141,86;711,73 cm-1 terjadi perubahan bentuk vibrasi CH dan CH2, puncak 1799,59;1747,51 cm-1terjadi stretching C=C dan CO. Artinya puncak-puncak yang muncul adalah gabungan dari puncak spektrum serbuk biji buah kelor dan 24
partikel koloid tersebut sulit untuk berdifusi sehingga dengan salah satu dari gugus fungsi, koagulan SBK dan SCT mudah membentuk flok dari koloid dalam air gambut. Akibatnya koloid tersedimentasi pada permukaan dan memisahkan diri dari partikel air. Partikelpartikel koloid terdispersi pada sisi aktif gugus fungsi SBK dan SCT. Kekeruhan Kualitas air terhadap nilai parameter kekeruhan air gambut yang telah diolah dengan poliblend SBK dan SCT pada Gambar 6.
Volume 3, No. 1, 2014: 21-29
Gambar 6. Tingkat kekeruhan air gambut sebelum dan setelah pengolahan Gambar 6 di atas memberikan informasi bahwa poliblend SBK : SCT dengan perbandingan 7,5 : 2,5 dan 2,5 : 7,5 memiliki daya penurunan paling besar terhadap nilai kekeruhan dalam air. Kekeruhan dalam air dapat disebabkan oleh adanya zat tersuspensi seperti lumpur,zat anorganik dan organik alam seperti asam humat (Suherman, 2005; Cheng & Chi, 2009). Kandungan zat-zat tersebut dalam air gambut dapat dikoagulasi atau diadsorpsi oleh koagulan sehingga partikel koloidnya mengendap dipermukaan dan diperoleh air yang jernih (Gambar 7).
Jurnal Akademika Kimia asam amino sehingga dapat mengkoagulasi dan flokulasi kekeruhan air (Narasiah, dkk, 2002). Hasil kualitas air dengan poliblend SBK:SCT dengan perbandingan 7,5 : 2,5 mendapatkan nilai kekeruhan 4,67 dan sudah memenuhi syarat kualitas air bersih dan syarat kualitas air minum yaitu dengan nilai standar kekeruhan 5 NTU (Peraturan Menkes RI Nomor 492/ MENKES/PER/IV2010). Logam berat besi (Fe) Kualitas air hasil pengolahan terhadap parameter analisis kadar logam besi air gambut yang telah diolah dengan koagulan SBK dan SCT. Hasilnya bervariasi tergantung pada perbandingan koagulan SBK : SCT pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil Analisis kadar logam besi (Fe) air gambut sebelum dan setelah pengolahan
Gambar 7. Perbandingan Kekeruhan air gambut dengan air hasil pengolahan Adsorben yang paling tinggi menurunkan kekeruhan pada air gambut pada penelitian ini adalah poliblend dari SBK : SCT dengan perbandingan 2,5 : 7,5 dan 7,5 : 2,5. Hal ini dapat terjadi karna sisi aktif kedua adsorben tidak saling menjenuhkan. Artinya terdapat sisi yang semakin efektif menangkap partikel koloid dalam air limbah. Cangkang telur memiliki lapisan palisade yang berpori (Novita, 2008) sehingga senyawa humus dapat teradsorpsi pada pori tersebut, hasil analisis dengan FTIR menunjukan cangkang telur memiliki senyawa organic dengan gugus fungsi gugus hidroksil (O-H), gugus amida (N-H) dan gugus aromatik, gugus fungsi ini berikatan kimia dengan senyawa humus pada air gambut sehingga terjadi mekanisme adsorpsi atau penyerapan sehingga air menjadi lebih jernih (kekeruhan berkurang). Selain itu biji kelor diketahui mengandung polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia berbasis polipeptida yang mempunyai berat molekul 6.000-16000 Dalton, mengandung 6
Gambar 8 di atas memberikan informasi bahwa poliblend dengan perbandingan SBK : SCT 7,5 : 2,5 memiliki penurunan kadar logam besi paling baik. Secara umum kadar logam yang paling dominan pada air gambut adalah logam besi (Fe), logam inilah yang menyebabkan air gambut berwarna coklat kemerahan. Besi juga berfungsi dalam fungsi tubuh bila dalam konsentrasi yang rendah, fungsinya yaitu sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan menghilangkan racun di dalam tubuh, tetapi jika konsentrasi besi dalam tubuh tinggi maka akan bersifat toksit (racun) yang mengakibatkan pembengkakkan hati sehingga mencegah penyerapan obat (Zul, 2004). Adsorben yang paling baik menurunkan kadar besi pada air gambut pada penelitian ini adalah poliblend dari SBK : SCT dengan perbandingan 7,5 : 2,5 dengan komposisi biji buah kelor yang lebih banyak. Kadar logam Fe yang dihasilkan dengan poliblend tersebut adalah 0,02 dengan penurunan 90,90%. Hal ini membuktikan bahwa biji kelor sangat efektif dalam menurunkan kadar logam dalam air gambut dan air hasil olahan tersebut sudah mendapatkan nilai kadar logam besi 0,02 mg/l dan sudah memenuhi syarat kualitas air bersih dan syarat kualitas air minum yaitu dengan nilai standar besi 0,3 mg/l (Peraturan Menkes 25
M. Yusi Prilina Bertus
Karakterisasi FTIR Poliblend Adsorben Serbuk Biji Buah Kelor ................
RI Nomor 492/MENKES/PER/IV2010). Sedangkan cangkang telur yang dipadukan memiliki kemampuan untuk menyerap ion logam dalam air (Park, dkk, 2007). Kemampuan poliblend SBK : SCT dalam mengadsorpsi ion besi dalam air gambut disebabkan karena terjadi penyerapan secara kimia dengan terbentuknya ikatan antara pusat aktif yang terdapat pada permukaan adsorben. Selanjutnya jika pusat aktif sudah jenuh maka peningkatan konsentrasi ion logam tidak terjadi peningkatan pada proses adsorpsinya (Muyubi & Evison, 1995). Biji buah kelor (Moringa oleifera) memiliki kemampuan dalam mengadsorpsi logam besi karena memiliki gugus fungsional (situs aktif ) yang berpotensi mengikat ion logam. Analisis dengan FTIR menunjukkan 5 gugus fungsional utama yaitu gugus karbonil (C=O), gugus hidroksil (O-H), gugus amida (N-H), gugus alkena (C=C), dan gugus Nitro (NO2) yang dapat bermuatan dan mampu menyerap logam. Gugus fungsional ini diduga banyak terkandung dalam protein yang tersusun atas asam amino, utamanya terdapat pada gugus samping (-R) dari protein, sehingga dapat membuat permukaan protein tersebut bermuatan, dan dapat mengganggu kestabilan koloid dalam air gambut (Chaidir, dkk, 1999). Asam amino yang terkandung dalam protein saling berikatan melalui ikatan peptide antara gugus karboksilatnya dengan gugus amin. Dalam larutannya, asam amino dapat melepaskan ion H+ dari gugus karboksilatnya ketika berada di dalam air, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, sehingga kedua gugus tersebut akan bermuatan. Apabila asam amino berada dalam air yang bersifat basa, maka asam amino akan terdapat dalam struktur (I) (Gambar 9), karena konsentrasi OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus –NH3+. Sebaliknya apabila berada pada daerah asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan ion –COO, sehingga terbentuk gugus –COOH, seperti pada struktur (II) (Gambar 9) (Poedjiadi, 1994). Muatan-muatan ini akan menyelimuti permukaan protein dan dapat mengganggu kestabilan koloid, hingga akhirnya koloid tersebut terkoagulasi. Sementara logam-logam dalam air, konsentrasinya dapat dikurangi melalui proses adsorbsi oleh asam amino itu 26
sendiri ataupun cangkang telur. H R
H R
C
C H N
H O C 2
COO-
NH2
dalam basa struktur (I)
H R
C
COOH
NH3+
dalam asam struktur (II)
Gambar 9. Struktur asam amino Komposisi atau penyusun cangkang telur adalah kalsit, yaitu kristalin dari kalsium karbonat (CaCO3) sebesar 90,9 % (Butcher, 1990). Bagian yang paling luar dari lapisan cangkang telur adalah kutikula, dan kandungan terbesar dalam kutikula adalah pigmen cangkang telur (Bain, 2005), bagian dalam kutikula tersusun atas lapisan film tipis Kristal hidroksiapatit di Kristal ini terdapat lapisan palisade yang memiliki pori-pori yang berfungsi sebagai adsorben dalam penyerapan kadar logam dalam air gambut (Watanabe, dkk, 2004), Maka dari itu cangkang telur diblending dengan biji buah kelor agar menjadi poliblend dengan situs yang lebih aktif. Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) Kualitas air terhadap nilai BOD dan COD yang telah diolah dengan koagulan SBK dan SCT. Hasilnya bervariasi tergantung pada perbandingan koagulan SBK : SCT Gambar 10.
Gambar 10. Nilai BOD dan COD air gambut sebelum dan setelah pengolahan Gambar 10 memberikan informasi bahwa cangkang telur memiliki daya penurunan nilai BOD dan COD yang sama dengan biji buah kelor. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik buangan dalam air.
Volume 3, No. 1, 2014: 21-29 Semakin kecil sisa oksigen terlarut, maka hal itu berarti bahan-bahan organik buangan yang ada membutuhkan oksigen tinggi. Nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi, setelah mengoksidasi air pada suhu 20 oC selama 5 hari. Pengukuran BOD selama 5 hari pada suhu tersebut hanya menghitung bahan organik yang teroksidasi. Bakteri-bakteri nitrogen dalam waktu 5 hari, hampir secara sempurna telah menggunakan oksigen yang ada. Dalam uji BOD, terhitung oksigen yang dikonsumsi untuk bahan organik atau bahan tereduksi lainnya yang disebut sebagai kebutuhan oksigen antara (Pandia, 1996) sedangkan COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air (Sari, 2005). Adsorben yang paling tinggi menurunkan nilai BOD pada air gambut dalam penelitian ini adalah poliblend dari SBK : SCT dengan perbandingan 5:5, yaitu poliblend dengan komposisi yang sama antara biji kelor dan cangkang telur. Nilai BOD sebelum dilakukan pengolahan sebesar 44,1 mg/l setelah pengolahan dengan poliblend dari SBK : SCT 5 : 5 memperoleh nilai BOD 2,97 mg/l besar penurunan sebesar 93,26%. Nilai BOD yang dihitung dengan alat DO meter pada hari pertama (BOD1) menghasilkan nilai 4,26 dengan faktor pengenceran yang digunakan 0,004 mg/l. Pengenceran dilakukan agar oksigen masih tersisa pada hari kelima setelah proses inkubasi. Dengan penurunan nilai BOD ini membuktikan bahwa pengolahan air gambut dengan poliblend SBK:SCT dapat menghasilkan air yang layak dikonsumsi, selain itu sudah memenuhi syarat kualitas air bersih dan syarat kualitas air minum yaitu dengan nilai standar BOD 3 mg/l (Peraturan Menkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV2010). Adsorben yang paling tinggi adsortivitasnya terhadap penurunan nilai COD pada air gambut pada penelitian ini adalah poliblend dari SBK:SCT dengan perbandingan 5:5 yaitu komposisi yang sama antara jumlah SBK : SCT. Hal ini menandakan bahwa kemampuan biji kelor dan cangkang telur sama yaitu saling berinteraksi dan mampu menurunkan nilai COD pada air saat proses pengolahan. Nilai COD sebelum pengolahan yaitu 98 mg/l, setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan poliblend SBK : SCT 5 : 5, nilai COD air gambut menjadi 12,4
Jurnal Akademika Kimia dengan penurunan sebesar 87,35%. Dengan penurunan nilai COD ini berarti jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan – bahan organik lebih sedikit digunakan dan air hasil olahan dengan poliblend SBK : SCT telah layak untuk dikonsumsi sudah memenuhi syarat kualitas air bersih dan syarat kualitas air minum yaitu dengan nilai standar BOD 25 mg/l (Peraturan Menkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV2010). pH Kualitas air terhadap parameter nilai pH air gambut yang telah diolah dengan koagulan SBK dan SCT. Hasilnya bervariasi tergantung pada perbandingan koagulan SBK : SCT Gambar 11.
Gambar 11. Nilai pH air gambut sebelum dan setelah pengolahan Gambar 11 di atas memberikan informasi bahwa poliblend SBK:SCT dengan perbandingan 7,5:2,5 memberikan hasil nilai pH yang paling baik. pH dari air murni adalah ±7. Secara umum, air dengan nilai pH kurang dari 7 dianggap asam dan nilai pH lebih dari 7 dianggap basa. Nilai pH normal untuk air permukaan antara adalah 6,5 - 8 dan air tanah dari 6 - 8. Secara umum, air dengan nilai pH rendah bersifat korosif, karena mengandung ion logam seperti besi, mangan, tembaga, timbal, dan seng. Ini dapat menyebabkan kerusakan dini pada pipa logam, dan memiliki masalah yang berhubungan dengan rasa yang asam atau rasa logam, noda pada baju, dan noda pada tempat cucian di dapur dan pembuangan. Sedangkan air dengan pH > 8,5 menunjukkan bahwa air tersebut memiliki kesadahan yang tinggi. Terdapat dua mekanisme yang tejadi pada air gambut. Pertama, adalah melalui reaksi kimia antara senyawa-senyawa yang terkandung dalam cangkang telur ayam dengan senyawa humus. Kedua, adalah melalui poses adsorpsi senyawa humus pada material cangkang telur (Novita, 2008). (Butcher, 1990) menyatakan bahwa CaCO3 adalah senyawa anorganik komponen utama penyusun kulit ayam. Reaksi CaCO3 adalah sebagai berikut : 27
M. Yusi Prilina Bertus CaCO3(aq) CO32-(aq) + H2O
Karakterisasi FTIR Poliblend Adsorben Serbuk Biji Buah Kelor ................ Ca2+(aq) + CO32-(aq) HCO3- + OH-
Basa dalam larutan akan bereaksi dengan senyawa humus yang bersifat asam. Sehingga salah satu reaksi kimia yang diperkirakan terjadi pada penaikkan pH air gambut adalah reaksi asam-basa. Reaksi ini mengakibatkan peningkatan pH air gambut setelah perlakuan dari pH awal 4,8 menjadi sekitar 6 -8. Pada hasil penelitian terjadi peningkatan pH setiap penambahan massa (gram) serbuk cangkang telur (SCT), peningkatan pH paling tinggi terjadi pada poliblend SBK:SCT 0:10 dengan nilai pH 8,31. Cangkang telur merupakan material keramik yang memiliki pori-pori sehingga senyawa humus yang menjadi penyebab air gambut bersifat asam teradsorpsi pada pori-pori material cangkang (Novita, 2008). Poliblend dengan perbandingan 7,5 : 2,5 terjadi penaikkan pH air gambut menjadi 7,82 (bersifat basa) dan mempunyai nilai pH yang layak dikomsumsi, sedangkan poliblend dari SBK:SCT dengan perbandingan 10 : 0, menghasilkan nilai pH 6,4 (bersifat asam) dan belum memenuhi persyaratan kualitas air yang diperbolehkan untuk dikonsumsi, dimana pH air yang layak dikonsumsi adalah pH dengan rentang (6,5-8,5) (Peraturan Menkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010). Kesimpulan Analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa karakter poliblend yang baik adalah poliblend SBK:SCT 5:5 yaitu tidak mudah mengembung, sehingga kemampuan adsorpsinya dengan partikel koloid dalam air gambut lebih tahan daripada poliblend lainnya. Karakter poliblend dengan gugus fungsi poliblend SBK dengan SCT menunjukkan adanya gugus fungsi OH, C=C, CH, CH2, CO sehingga dengan memblending biji kelor dan cangkang telur dapat memperluas sisi aktif dari poliblend tersebut sehingga lebih efektif interaksi yang terjadi antara koloid dan air gambut. dan Poliblend 7,5: 2,5 mampu menurunkan tingkat kekeruhan sebesar 91,43 %, logam besi (Fe) sebesar 95,45% dan menaikkan pH air sebesar 7,82. Poliblend dengan perbandingan 5:5 mampu menurunkan nilai BOD dan COD dengan penurunan 92,36% dan 87,35%. Pada akhirnya metode penjernihan air dengan adsorben SBK : SCT dapat menjadi alternatif yang lebih praktis dengan hasil yang memuaskan. 28
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tasrik, Mega silvia, Sri yundiati, Cresna, Novia CH. Patunde, Siti Rahmi, Faldy yang membantu secara intensif selama penelitian. Referensi Bain, M. M. (2005). Recent advances in the assessment of eggshell quality and their future application. World’s Poult. Sci. J, (61), 268-277. Butcher, G. (1990). Concepts of eggshell quality. Journal of IFAS Extension Florida, (69), 13. Chaidir, Z., Alif, A., & Tetra, N. (1999). Aktivitas koagulan dari fraksi-fraksi protein biji kelor terhadap penjernihan air rawa gambut. Jurnal Kimia Andalas, 5(2), 99103. Cheng, P. W., & Chi, H. F. (2009). A study of coagulation mechanism of polyferrric sulfate reacting with humic acid using a fluorescence-quenching method, J. Wat. Res, 46(28). Hidayat, Y., Maddu, A., & Soejoko, D. S. (2006). Spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) senyawa kalsium fosfat pengaruh ion F- dan Mg2+ hasil presipitasi. Jurnal Biofisika, 1: 21-27. Istyati. (2012). Fabrikasi dan karakterisasi keramik kalsium silikat dari komposisi cangkang telur dan silica komersial untuk reaksi padatan. Jurnal Teori, 1(1), 37-42. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2010. Tanggal 29 Juli 2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Kusnaedi. (2002). Mengolah air dan air kotor untuk air minum. Jakarta: Penebar Swadaya. Muyubi, S. A., & Evison, L. M. (1995). Coagulantion of turbid water and softening of hardwater with moringa oleifera seeds. Journal Enviroment Studies, (9), 247-258. Novita, E. (2008). Penurunan intensitas warna air gambut menggunakan cangkang telur.
Volume 3, No. 1, 2014: 21-29 (Thesis). Digital Library ITB, Bandung. Narasiah, K. S., Vogel A., & Kramadhati, N. N. (2002). Coagulation of turbid water using moringa oleifera seeds from two distinct source. J. Water Supply, 2(5), 83-88. Pandia. (1996). Kimia lingkungan. Jakarta: Lembaga pembinaan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Poedjiadi, A. (1994). Dasar–dasar biokimia. Jakarta: UI–Press. Park, H. J., Jeong, S. W., Yang, J. K., Kim, B. G., & Lee, S. M. (2007). Removal of heavy metals using waste eggshell, Journal of Enviromental Science, 19(12), 1436-144. Ryadi, I. (2010). Analisis kualitas air dengan komposit biji kelor (Moringa oleifera) – arang sekam padi. (Skripsi tidak dipublikasikan). FKIP, Universitas Tadulako, Palu. Sari, W. (2005). Kualitas air bersih untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga di desa pesarean kecamatan adiwerna kabupaten tegal. (Skripsi Tidak dipublikasikan. Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Semarang. Schaafsma, Z., Doormal, F. A., Muskiet, G. J., Hofstede, I., Pakan & Veer, V. D. D. (2002). Positive effects of a chicken eggshell powderused vitamin-mineral supplement on femoral neck bone mineral density in healthy late post menopausal dutch women. Journal of Nutritien, (87), 267- 275. Soejoko, D. S., & Wahyuni, S. (2002). Spektroskopi infared senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi. Makara Seri Sains, (6), 117120.
Jurnal Akademika Kimia Sosidi, H. (2009). Pengembangan dan aplikasi pemanfaatan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bahan biokoagulan pada pengolahan air gambut. Penelitian Strategis Nasional. Srawailli, N. (2007). A caladium seed (Moringa oleifera) biocoagulan efectivity to decrease ferum (Fe) and manganese (Mn) concentration from aqueous solution. Environ, Sci. Technol, (57), 3549-3556. Suherman. (2005). Pengolahan air kali Tengah (berasal dari limbah cair industri) secara kombinasi kitosan-alum dan tumbuhan air, Disertasi, terdaftar pada perpustakaan Pascasarjana. Universitas Airlangga, Surabaya. Syarfi, S. H. (2007). Rejeksi zat organik air gambut dengan membran ultra filtrasi. Jurnal Sains dan Teknologi, (12), 9-14. Watanabe, Y., Moriyoshi, Y., Suetsugu, Y., Ikoma, T., Kasama, T., Hashimoto, T., Yamada, H., & Tanaka, J. (2004). Hydrothermal formation of hydroxyapatite layers on the surface of type-a zeolite. Journal of American Ceramic Society, 87(7), 1395-1397. Zouboulis, A. I., Chai, X. L., & Katsoyiannis, I. A. (2004). The application of bioflocculant for the removal of humic acids from stabilized landfill leachates. Environmental Management Journal, (70), 35-41. Zul, A. (2004). Analisis kadar logam besi (Fe) dari minyak nilam (patchouly oil) yang diperoleh dari penyulingan dengan menggunakan wadah Kaca, stainless steel dan drum bekas secara spektrofotometer serapan atom. Jurnal Sains Kimia, 8(1), 1410 – 5152.
29