BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya manusia mempunyai naluri untuk tetap mempertahankan generasi atau keturunanya.Dalam hal ini tentunya hal yang tepat untuk mewujudkannya adalah dengan melangsungkan perkawinan. Perkawinan merupakan satu-satunya cara guna membentuk keluarga, karena perkawinan ini mutlak diperlukan, juga menjadi syarat terbentuknya sebuah keluarga. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan baik, kekal dan abadi yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai pula dengan tujuan perkawinan itu sendri berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974: “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 1 Keluarga yang baik, bahagia lahir bathin adalah dambaan setiap insan.Namun demikian tidaklah mudah untuk mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, langgeng, aman dan tentram sepanjang hayat.Perkawinan yang sedemikian itu tidaklah mungkin terwujud apabila diantara para pihak yang mendukung pelaksanaan perkawinan tidak saling menjaga dan berusaha bersama-bersama dalam pembinaan rumah tangga yang kekal dan abadi. Disamping itu perkawinan juga ditujukan untuk waktu yang lama, dimana pada prinsipnya perkawinan itu akan dilaksanakan satu kali dalam satu kehidupan seseorang. Setiap pasangan suami istri senantiasa mendambakan terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Salah satu faktor penunjang terwujudnya rumah tangga yang sesuai dengan konsep Islam ini adalah harta 1
M.Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Cet. 1, (Medan: C.V. Zahur Trading Co, 1975), hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
kekayaan yang merupakan zinatu al-hayat, baik harta yang bergerak maupun yang tidak, bahkan termasuk didalamnya surat-surat berharga dan hak intelektual. Tatkala kondisi rumah tangga dalam keadaan rukun, umumnya harta kekayaan bersama itu berperan sebagai pelengkap kebahagiaan.Namun, apabila rumah tangga mengalami kondisi disharmonis, maka kemungkinan timbulnya perselisihan dan pertengkaran cukup besar.Acap kali bila perselisihan dimaksud tidak dapat diatasi (out of control), peluang kondisi rumah tangga mencapai puncak perselisihan yang mengarah pada kondisi bubarnya perkawinan (broken marriage) semakin besar pula. Apabila perceraian terjadi sudah dapat dipastikan akan menimbulkan akibat-akibat terhadap orang-orang yang berkaitan dalam satu rumah tangga, dalam hal ini akibat hukumnya yang akan dititik beratkan. Akibat hukum dari perceraian ini tentunya menyangkut pula terhadap anak dan harta kekayaan selama dalam perkawinan. Pada tataran terakhir, harta bersama akan menjadi ajang persengketaan. Dan tidak dapat dipungkiri lembaga peradilan pun akan cukup berperan dalam proses penyelesaian persengketaan dimaksud. Lembaga peradilan akan menjadi media bagi suami istri yang bersengketa untuk menuangkan segala argumen mereka, khususnya dalam rangka mewujudkan keinginan masing-masing pihak untuk menguasai harta tersebut. Deskripsi sederhana diatas tentunya melahirkna pertanyaan mengenai aturan hukum yang akan ditetapkan oleh lembaga peradilan bila para pihak datang dan ingin menyelesaikan persengketaan tersebut. Untuk itu, penulis mencoba mengeksposisikan aturan hukum dimaksud sejalan dengan perjalanan sejarah aturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk lebih mempersempit ruang lingkup eksposisi, penulisan membatasi aturan dimaksud, dimulai dari aturan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hingga aturan yang berlaku saat ini. Undang-Undang No.1 Tahun 1874 telah memuat beberapa pasal tentang harta bersama, tepatnya dalam Bab VII pasal 35-37. Berikut diuangkapkan : Pasal 35 :
Universitas Sumatera Utara
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 : 1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak 2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Pasal 37 : Bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. 2 Aturan-aturan Pasal tersebut pada dasarnya telah memberikan gambaran yang cukup jelas. Namun secara implisit apabila dianalisis lebih lanjut ternyata ungkapan pada Pasal 37 terungkap bahwa yang di maksud dengan “hukumnya masing-masing” ialah hukum asgama, hukum adat, dan hukum lainnya. 3 Memperhatikan Pasal 37 dan penjelasannya, ternyata Undang-Undang ini tidak memberikan keseragaman hukum positif tentang bagaimana penyelesaian harta bersama apabila terjadi perceraian. Berhubung Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak dengan tegas mengatur pembagian harta bersama, akibatnya timbul kesulitan bagi pihak penyelenggara hukum untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan harta bersama. Dari sisi psikologis, hal ini berimplikasi negative, baik bagi pihak-pihak pencari keadilan maupun bagi masyarakat sekitarnya, khususnya bila para pihak yang berperkara atau masyarakat dimaksud adalah muslim. Suasana ketidakpastian hukum tentang penyelesaian persengketaan pembagian harta bersama ini menempuh perjalanan panjang sejak berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975
2
M.Yahya Harahap, Op-Cit, hal. 259 M.Yahya Harahap, ibid, hal.125
3
Universitas Sumatera Utara
(vide Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UndangUndang No.1 Tahun 1974) hingga keluarnya Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (Impres No.1 tahun 1991). Meskipun kehadiran Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas dan memperjelas kewenangan absolut (absolute of vals rechte competensi). 4 Badan peradilan agama sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 47,
5
Implisit kewenangan terhadap penyelesaian sengketa harta
bersama dalam perkawinan, namun masih menjadi ganjalan tentang hukum terapan yang menjadi rujukan sebagai hukum positif tentang harta bersama. “Menghadapi fenomena ketiadaan law standart yang bersifat unifiet legal framework dan unified Legal opinion, maka kehadiran Kompilasi Hukum Islam memberikan aturan yang definitif pelembagaan harta bersama yang dimuat dalam buku I”. 6 Kompilasi Hukum Islam memberikan ketegasan wewenang penyelesaian sengketa harta bersama melalui peradilan agama sebagaimana pada Pasal 88 yang berbunyi: “Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama maka penyelesaian perselisihan itu diajukan pada peradilan agama”. 7Penjelasan isi Pasal tersebut menyatakan bahwa berlakunya ketentuan tersebut terhitung sejak berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Meskipun kehadiran Kompilasi Hukum Islam diberlakukan berdasarkan instrument hukum berupa intruksi presiden (inpres) RI No. 1 Tahun 1991 4
M.Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agam, cet. 1, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990), hal. 25. 5 Isi dari pasal 49 terdiri dari 3 ayat :pertama, peradilan agama bertugas dan berwenang memberikan memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang : perkawinan, kewarisan, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum dan wakaf serta shadaqoh. Kedua, bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 (a) ialah : hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku. Ketiga, bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (b) ialah menentukan siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris, menentukan mengenai harta peninggalan, penentu bagian masing-masing ahli waris, melaksanakan pembagian harga peninggalan tersebut. UU No. 7 Tahun 1989, Hubungan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Peradilan Tinggi Agama, Surabaya, 1989, hal. 318. 6 Muttaqin, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam, edisi 2, (Yogyakrta: UII Press, 1992), hal. 276. 7 Kompilasi Hukum Islam terdiri dari 3 (tiga) buku, yaitu buku I hukum perkawinan, buku II hukum kewarisan, dan buku 3 hukum perwakafan
Universitas Sumatera Utara
tanggal 10 Juni 1991, namun secara konstitusional merupakan hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Ahmad Rafiq, dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia yang menyatakan : “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan pengembangan dari hukum perkawinan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Karena itu, ia tidak dapat lepas dari misi yang diemban oleh Undang-Undang perkawinan tersebut kendatipun cakupannya hanya terbatas bagi kepentingan umat Islam. Antara lain, kompilasi mutlak harus mampu memberikan landasan hukum perkawinan yang dipegangi oleh umat Islam”. 8 Uraian diatas kiranya dapat memberikan gambaran betapa perjalanan hukum posistif di Indonesia berkenaan dengan harta bersama khususnya di lembaga
Peradilan
Agama,
mengalami
dinamika
yang
cukup
beragam.Selanjutnya, dinamika yang cukup beragam ini agar dikonvergensikan dengan ajaran Islam sendiri.Tujuannya, untuk menggambarkan permasalahan harta bersama dalam perkawinan secara komprehensif. Pembagian harta bersama ini jelas diatur dalam Undang-Undang, hanya saja sebagai manusia biasa tidak lepas dari keinginan untuk menguasai dan memiliki harta tersebut baik dari pihak suami atau istri.Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan perihal pelaksanaan pembagian terhadap harta bersama akibat perceraian di Pengadilan Agama Mandailing Natal yang belum pernah diteliti.
B. Permasalahan 1. Bagaimana dampak perceraian terhadap harta bersama pada masyarakat, Kabupaten Mandailing Natal? 2. Berapa jumlah perkara mengenai harta bersama di Pengadilan Agama Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2012-2017? 3. Apa dasar pertimbangan Putusan Pengadilaan Agama Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal mengenai harta bersama?
8
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia,. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 269.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan Pada dasarnya tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang benar tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, kemudian
untuk
menemukan
jawaban-jawaban
atas
permasalahan-
permasalahan tersebut. Dalam lingkup yang lebih khusus penulisan ini ditujukan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dalam pembagian harta bersama akibat perceraian di Pengadilan Agama Panyabungan 2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karna perceraian 3. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dilakukan para pihak terhadap putusan Pengadilan Agama mengenai harta bersama?
D.
Manfaat Penulisan Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan serta tercapainya tujuan penelitian diharapkan memberikan sejumlah manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Antara lain sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penulisan diharapkan dapat memberikan informasi data tentang hukum harta bersama dan penyelesaiannya di Pengadilan Agama agar dapat disebar luaskan dan dibaca, baik oleh kalangan akademisi maupun praktisi serta masyarakat pada umumnya karena penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Secara peraktis, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran antara lain: a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi para praktisi hukum dalam menyelesaikan kasus yang dihadapi. b. Untuk menambah wawasan pemikiran hukum Islam khusus tentang harta bersama karena penting untuk disosialisasikan. c. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dibidang Hukum Perdata BW
Universitas Sumatera Utara
E. Metode Penelitian Soejono Soekarno menjelaskan istilah “metodologi” berasal dari
kata
“metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut: a. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. b. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan c. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur Metode Penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat mengolah data sesuai dengan tujuan penelitian. 9Lexy J.Moleong menjelaskan bahwa penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.Sedangkan menurut Noeng Muhadjir, metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. 10 Adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang bersifat ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Penelitian merupakan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh data-data yang akurat sehingga diperlukan adanya metode penelitian yang ada relevansinya antara komponen yang satu dengan yang lain. Penelitian ini
merupakan
jenis
penelitian
kualitatif 11dengan
menggunakan
pendekatan kasus (case Apprach). 12Penedekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap.
9
Sugiono, Cara mudah menyusun: Skripsi, Tesis dan Disertasi (Bandung:ALFABETA,2013),hlm.18. 10 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm. 20. 11 Penelitian kualitatif yakni penelitian yang datanya yang datanya disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka. Baca Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, hal. 29.lebih jauh lagi, Hadawi dan Mimi Martin menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalamkeadaan sewajarnya, atau sebagaimana aslinya (natural setting), dengan tidak dirubah dalam bentuk symbol-simbol atau bilangan. Penelitian ini tidak bekerja menggunakan data dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak ditafsirkan atau diinterpreatasikan sesuai ketentuan statistic/matematik. Hadawin dan Mimi Martin, Penelitian Terapan, (Yogyakarta:Gaajahmada University Press, 1996),hlm.174 12 Peter Mahmud Marzyki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm, 119.
Universitas Sumatera Utara
Kajian
pokok
didalam
13
decidenci. Pendekatan ini dapat
pendekatan
kasus
adalah
ratio
diketemukan dengan memperhatikan
fakta materiil, fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materiil tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Inilah yang menunjukkan bahwa pendekatan kasus bukanlah merujuk kepada
putusan
pengadilan,
melainkan
merujuk
kepada
ratio
decidendi.Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian terhadap adanya perbedaan kontribusi. Penelitian ini juga termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research), 14yakni penulis melakukan analisis terhadap teks-teks yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.Metode pendekatan kualitatif ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan langsung antara peneliti dengan informan sehingga lebih peka serta lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama dan terhadap polapola yang dihadapi. Analisis yang dipergunakan metode ini adalah analisis data secara induktif 15 yang dapat membuat hubungan peneliti responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntable,selain ituanalisis ini dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.Peneliti dengan pendekatan kualitatif memberi batasan dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.Penetapan fokus sebagai masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian, sehingga peneliti dapat menemukan lokasi penelitian. 13
Ratio decidenci adalah alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya, atau pertimbangan pengadilan untuk samapi kepada suatu putusan. Ibid, hlm.94. 14 Penelitian kepustakaan (library Research) adalah penelitian yang dilakukan diperpustakaan dimana obyek penelitian biasanya digali lewat beragam informasi keputakaan (buku, ensiklopedia, jurnal, koran, majalah dan dokumen-dokumen) 15 Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkandata kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, lihat Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya, 2013),hlm.280.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. 2. Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 16 yang mencakup bahan hukum primer 17 (bahan-bahanhukum yang mengikat), bahan hukum sekunder (bahanyang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer),dan bahan hukum tersier (bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dansekunder) Usaha untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini disesuaikan dengan metode pendekatan dan jenisdata yang digunakan. Maka sumber data yang digunakan adalah: a. Sumber data primer Data primer merupakan bahan hukum yang bersifatautoritatif, artinya mempunyai otoritas.Bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi ataurisalah-risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 18 b. Sumber data sekunder Data sekunder atau bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. 19Penulis menggunakan wawancara sebagai data sekunder karena wawancara dapat menunjang danmendukung data primer.
16
Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber yang lain yang tidak diperoleh dari sumber primer, yakni data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pelajar Offse, 1998), hlm. 91. 17 Sumber data primer adalah sumber-sumber yang memberikan data secara langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber asli. Baca Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet.1, hlm. 150. 18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 141. 19 Ibid., hlm. 165.
Universitas Sumatera Utara
Data sekunder ini seringkali dianggap sebagai metode yang paling efektif dalampengumpulan
data
primer. 20Dianggap
efektif
karena
dapatmenemukan fakta-fakta atau pendapat bahkan saran-saranyang berkaitan langsung dengan harta bersama maupunmengenai pembagian harta bersama berdasarkan keadilandistributif. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berfokus pada dokumentasi 21 yang akan digunakan sebagai sumber didalam penelitian ini. Pengumpulan
data-data
tersebut
diharapkan
dapat
memperjelas
pokok
permasalahan danbahasan dalam penelitian ini, yaitu : a) Dokumentasi Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenaihal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, paper dan sebagainya. Metode dokumentasi digunakan dalam penelitian karena ada beberapaalasan antara lain: 1. Dokumen merupakan sumber yang stabil, kaya danmendorong. 2. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. 3. Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karenasifatnya yang alamiah. 4. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuklebih memperluas ilmu pengetahuan terhadap apa yangakan diteliti. Pada penelitian ini dokumentasi tersebut adalah catatancatatanpenting atau dokumen-dokumen putusan PengadilanAgama Panyabungan Kab.Mandailing Natal.Selain itu jugadilakukan studi pustaka dengan pengumpulan bahan hukumseperti perundang-undangan, jurnal ilmiah, artikel-artikel dariinternet maupun literatur-literatur dari internet, maupun bacaanlain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahasberdasarkan bahan hukum sekunder. b) Wawancara
20
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 57. 21 Metode dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,notulen rapat dan sebagainya. Selengkapnya lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 274.
Universitas Sumatera Utara
Penulis melakukan wawancara dengan beberapapihak yang berkompeten dalam penelitian ini. Wawancaramerupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangansecara lisan guna mencapai tujuan tertentu. 22 Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalahwawancara tidak terstruktur 23 atau wawancara bebas, yaituwawancara yang pertanyaannya tidak dipersiapkan terlebihdahulu. Sifat yang tidak baku memberi peluang kepada penulisuntuk menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Penulis berinteraksi langsung dengan informan sehinggapenulis dapat menangkap dengan cermat apa yang diucapkanoleh informan. Dimana para informan yang dimintai keteranganadalah pihak Pengadilan Agama Panyabugan peradilan
Kab.Mandailing Agama
Kab.Mandailing
dan
Natal
Natal
hakim sebagai
terkaitpembagian
harta
dilakukandengan
tujuan
sebagai
pelaksanaadministrasi
Pengadilan pihak
yang
bersama.Dalam memperoleh
AgamaPanyabungan
hal
memutus ini
perkara
wawancara
katerangan-keterangan
yang
jelastentang hal-hal yang berkaitan dengan implementasi pembagianharta bersama berdasarkan
perceraian
oleh
Hakim
Pengadilan
Agama
Panyabungan Kab.Mandailing Natal dalam memutus perkara pelaksanaan harta bersama akibat perceraian.
F. Keaslian Penulisan Berdasarkan penulusuran kepustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU belum pernah dilakukan penulisan mengenai “Pelaksanaan Pembagian Terhadap Harta Bersama Akibat Perceraian” (Studi Kasus Pada Masyarakat
Panyabungan
Kota,
Kabupaten
Mandailing
Natal)
sebelumnya.Oleh sebab itu keaslian penulisan ini dapat dipertanggung jawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektivitas dan kejujuran.
22
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.lihat Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya, 2013), hlm.186. 23 Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal.Bersifatluwes, susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapatdiubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.lihat Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 181.
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman mengenai substansi dan esensi dari skripsi ini serta agar menyajikan secara sistematis,berikut secara rinci sistematika penulisan skripsi dalam lima bab, yaitu : Bab pertama:Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang,Permasalahan, Tujuan
Penulisan,Manfaat
Penulisan,
Metode
Penelitian,
Keaslian
Penulisan,Sistematika Penulisan. Bab kedua: Landasan teori, menjelaskan secara teoritispendapat para ahli yang berkaitan dengan perceraian menurut hukum Islam, perceraian menurut sistem
hukum adat, perceraian menurut system hukum nasional,
Teori-
teoritersebut meliputi Pengertian dan fakto-faktor penyebab perceraian, akibat perceraian, dan alasan-alasan terjadinya perceraian. Bab ketiga: Membahas mengenaitinjauan umum harta bersama yang mana bab ini terdiri dari tiga point. Point pertama: meliputi tentang pengertian harta bersama yang bersumber dari hukum Islam, hukum adat, dan undang-undang No 1 tahun 1974 mengenai perkawinan, point kedua: mengenai pembagian harta bersama, dan point yang ketiga: sumber-sumber harta bersama. Bab keempat :membahas pembagian harta bersama akibat perceraian (studi pada masyarakat kecamatan panyabungan kota, kabupaten mandailing natal) yang mana pada bab ini juga terdiri dari tiga point: yang pertama yaitu : Dampak perceraian terhadap harta bersama pada masyarakat, Kabupaten Mandailing Natal. Point yang kedua: Pelaksanaan pembagian harta bersama akibat perceraian di Pengadilan Agama Panyabungan, dan poin yang ke tiga: Jumlah
perkara
dan
dasar
pertimbangan
Putusan
Pengadilaan
Agama
Panyabungan mengenai harta bersama. Bab kelima : Bab ini merupakan bab penutup yang meliputikesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian dan saran-sarankepada pihak-pihak terkait sebagai masukan yang membangun tatanan hukum yang ada di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara