UNIVERSITAS INDONESIA
METODE LINE PROFILE: PENDEKATAN TERHADAP EVALUASI KUANTITATIF CITRA COMPUTED RADIOGRAPHY TORAKS PADA PASIEN PEDIATRIK
SKRIPSI
HALIMAH HARFAH 1206239176
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 FISIKA DEPOK JUNI 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
METODE LINE PROFILE: PENDEKATAN TERHADAP EVALUASI KUANTITATIF CITRA COMPUTED RADIOGRAPHY TORAKS PADA PASIEN PEDIATRIK
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
HALIMAH HARFAH 1206239176
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 FISIKA DEPOK JUNI 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah atas segala rahmat, hidayah dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : Metode Line Profile: Pendekatan terhadap Evaluasi Kuantitatif Citra Computed Radiography Toraks pada Pasien Pediatrik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-bersarnya kepada : 1. Ibu Kristina Tri Wigati, M.Si. , selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar dalam membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung serta kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan nasihat untuk membimbing dan mengarahkan penulis, serta atas segala perhatian selama penelitian hingga skripsi ini dapat diselesaikan, semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Ibu. 2. Kakak Lukmanda Evan Lubis, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis, serta atas segala perhatian selama penelitian hingga skripsi ini dapat diselesaikan, semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Kakak. 3. Prof. Dr. Djarwani S. Soejoko, selaku pembimbing utama yang telah memberikan ide, arahan, inspirasi, semangat dan motivasi, serta nasihat dalam pembuatan skripsi ini. Semoga Allah memberi kesehatan dan kesejahteraan untuk ibu, dan semoga Allah mempertemukan kita di Syurga-Nya kelak. 4. Supriyanto Ardjo Pawiro, M.Si., Ph.D, selaku penguji I yang telah bersabar dan berbaik hati memberikan saran-saran untuk keberlanjutan skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Bapak. 5. dr. Fery Murtopo, Sp.Rad, selaku penguji II yang telah bersabar, berbaik hati menunggu, mengajarkan, menasihati, dan memberikan motivasi, serta memberikan saran-saran untuk keberlanjutan skripsi ini. Semoga iv
v Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Bapak dan semoga Allah mempertemukan kita di Syurga-Nya kelak. 6. Mama, Eva, Bang Samsul dan keluarga, yang selalu mendoakan serta memberikan semangat selama perkuliahan hingga pengerjaan skripsi, semoga Allah mengumpulkan keluarga kita di syurga-Nya kelak. 7. Yusuf Wicaksono yang selalu membantu segala hal dalam pembuatan skripsi hingga skripsi ini mencapai tahap akhir. Semoga Allah selalu melindungi dan mempertemukan kita di syurga-Nya kelak. 8. Ayu Puspita Sari, sahabat terbaik yang selalu mendukung, mendoakan, menjadi pengingat, dan penyemangat dalam segala hal, semoga Allah mempertemukan kita di syurga-Nya kelak. 9. Linda Isnaeniyah dan Asiati, sahabat-sahabat terbaik yang senantiasa menjadi inspirasi, mendoakan dan penyemangat diri ketika diri mulai lalai, semoga Allah mempertemukan kita di syurga-Nya kelak. 10. Tutta Aurum Nisauf, Rofikoh, Muthiara Maharani, Sari, Yuli, Risa, Ratih, Mutia, Stevy, Dede, Hamdi, Oka, teman-teman yang selalu mendukung dan teman seperjuangan penulis. Semoga Allah memberikan perlindungan dan kesehatan untuk kalian. 11. Jeffry Marselie dan Rizki Andiarto yang selalu berkumpul bersama, mengobrol, dan menghibur penulis. Semoga Allah memberikan perlindungan dan kesehatan untuk kalian. 12. Kak Septi yang telah sangat berbaik hati mendukung segala hal dalam pembuatan skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan Kakak. 13. teman-teman satu penelitian, Yuli Dewi Pratiwi dan Sari Yuliani yang merupakan teman seperjuangan yang senantiasa mendukung dan menemani penulis. Semoga Allah mempertemukan kita di syurga-Nya kelak. 14. Seluruh Bapak/Ibu dosen Departemen Fisika UI yang telah mengajarkan banyak ilmu pengetahuan, berbagi pengalaman, serta nasihat-nasihat di tengah-tengah pembelajaran yang sangat yang sangat bermanfaat dan tidak akan pernah terlupakan, semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada seluruhnya.
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Halimah Harfah Program Studi : Fisika Judul : Metode Line Profile: Pendekatan terhadap Evaluasi Kuantitatif Citra Computed Radiography Toraks pada Pasien Pediatrik Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan visibilitas metode line profile sebagai metode evaluasi kuantitatif citra computed radography toraks pasien pediatrik. Sampel berupa 36 citra toraks pediatrik yang terdiri dari 26 citra toraks normal dan 10 citra toraks abnormal, diperoleh dengan menggunakan sistem CR. Line profile dibuat dengan menggunakan perangkat lunak imageJ dan dikuantisasi menggunakan fortran 90. Setiap line profile diberi enam perlakuan (metode) yang berbeda, yakni tanpa modifikasi nilai piksel (metode I), modifikasi nilai piksel menjadi kontras region of interest (ROI) tulang (metode II), modifikasi nilai piksel menjadi kontras ROI toraks (metode III), normalisasi rentang nilai piksel (metode IV), normalisasi rentang nilai piksel dan modifikasi kontras ROI tulang (metode V), serta normalisasi rentang nilai piksel dan modifikasi kontras ROI toraks (metode VI). Verifikasi metode dilakukan dengan menggunakan coefficient of variation (CoV). Metode terbaik dipilih dan digunakan sebagai acuan line profile normal yang akan dibandingkan dengan line profile citra abnormal. Untuk membandingkan secara kuantitatif line profile normal dan abnormal, diskrepansi (δ) digunakan sebagai parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode line profile dengan menggunakan normalisasi rentang nilai piksel adalah metode yang memiliki fisibilitas untuk membedakan citra normal dan abnormal. Dari metode ini, kelainan dengan δ terkecil adalah bronchitis dan δ terbesar adalah effusion. Penelitian lanjutan diperlukan untuk meningkatkan fisibilitas metode ini untuk kasus abnormalitas lain.
Kata Kunci: Citra toraks, coefficient of variation, computed radiography, diskrepansi, kuantitatif, line profile, nilai piksel, pediatrik, ROI toraks, ROI tulang.
viii
ABSTRACT
Name : Halimah Harfah Program : Fisika Title : Line Profile Method : An Approach Towards Quantitative Evaluation of Thorax Computed Radiography Images in Paediatrics Patient This study was aimed to demonstrate the feasibility of line profile method in quantitatively evaluating paediatric chest images acquired using computed radiography (CR). A sample of 36 paediatric chest images, which is 26 normal chest images and 10 abnormal chest images, were obtained using a CR system and were evaluated quantitatively using line profile. The method involves the use of imageJ software for profile setting and fortran 90 for quantifying the results. Each line profiles were subjected using six different quantization methods. These methods are pixel value without any modification (method I), pixel value modification with contrast of bone region of interest (ROI) (method II), pixel value modification with contrast of thorax ROI (method III), filtering pixel value range (method IV), filtering pixel value range with modification using bone ROI contrast (method V), as well as filtering pixel value range with modification using thorax ROI contrast (method VI). Methods were compared by means of their coefficient of variation (CoV). The best method for normal images was selected and was used to serve as baseline in distinguishing abnormal images. To quantitatively compare normal and abnormal line profile, discrepancy (δ) with the baseline set was used as parameter. Result shows that line profile method with pixel value range filtering method (method IV) was able to distinguish abnormal images. From this set of method, the abnormalities with the smallest δ and the greatest δ was bronchitis and effusion. More thorough studies are required to confirm and improve the feasibility of this method. Keywords: Bone ROI, chest images, coefficient of variation, computed radiography, discrepancy, filtering, line profile, paediatric, pixel value, quantitatively, thorax ROI. ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH
vii
ABSTRAK
viii
Daftar Isi
x
Daftar Gambar
xii
Daftar Tabel 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . . . . 1.2 Batasan Masalah . . . 1.3 Tujuan . . . . . . . . . 1.4 Sistematika Penulisan
xviii
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
1 1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Prinsip Dasar Pembentukan Citra Radiografi . . . . . . . . . . . 5 2.2 Prinsip Dasar Computed Radiography (CR) . . . . . . . . . . . 7 2.3 Diagnosis dan Evaluasi Kualitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik 10 2.4 Diagnosis dan Evaluasi Kuantitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Koleksi Data Sekunder . . . . . . . . . 3.2 Kuantisasi dan Analisis Citra . . . . . 3.2.1 Definisi Line Profile . . . . . . 3.2.2 Metode Penentuan Line Profile 3.2.3 Preparasi Citra . . . . . . . . . x
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
15 15 15 15 18 19
xi
3.2.4
3.2.3.1 3.2.3.2 3.2.3.3 Analisis 3.2.4.1 3.2.4.2 3.2.4.3
Normalisasi Rentang Piksel . . . . . . . . . . Resize . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kontras . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Line Profile . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penentuan Metode Terbaik . . . . . . . . . . Penentuan Baseline . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan Line Profile Citra Normal dan Abnormal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Line Profile Proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.1 Line Profile Proyeksi AP untuk Pasien Normal . . . . 4.1.2 Line Profile Proyeksi AP untuk Pasien dengan Abnormalitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.3 Pemilihan Metode Line Profile Proyeksi AP (CoV) . . 4.1.4 Perbandingan Line Profile Proyeksi AP antara Pasien Normal dan Abnormal (δ) . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2 Line Profile Proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.1 Line Profile Proyeksi PA untuk Pasien Normal . . . . . 4.2.2 Line Profile Proyeksi PA untuk Pasien dengan Abnormalitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.3 Pemilihan Metode Line Profile Proyeksi PA (CoV) . . 4.2.4 Perbandingan Line Profile Proyeksi PA antara Pasien Normal dan Abnormal (δ) . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
19 20 21 21 21 22
. 23 24 . 26 . 26 . 31 . 37 . 38 . 43 . 43 . 47 . 51 . 52
5 KESIMPULAN DAN SARAN 55 5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55 5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55 Daftar Referensi
57
LAMPIRAN
1
Lampiran I
2
Lampiran II
14
Lampiran III
18
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
2.1 2.2
2.6 2.7
Susunan komponen Radiografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . Peristiwa ketika PSP diekspos dengan sinar-X. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22]) . . . . . . . . . . . . . . . Perangkat CR reader. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22]) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kelenjar timus yang berbentuk seperti sail pada bagian kanan toraks ditunjukkan oleh panah. (sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22]) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Anatomi toraks pada pediatrik. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22]) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Plot profile tool . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Representasi nilai piksel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8
Flow chart pengolahan data pada penelitian . . . Penempatan posisi 9 garis uji. . . . . . . . . . . . Straight line tool. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ROI Manager. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Langkah membuat line profile. . . . . . . . . . . . Plot profile tool. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Metode penentuan line profile . . . . . . . . . . . (a) ROI dari tulang dan (b) ROI anatomi toraks.
4.1
Grafik line profile metode I nilai piksel tanpa normalisasi dan tanpa kontras pada garis ke-7. . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode II nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7. . . . . . Grafik line profile metode III nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7. . . . . . Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan tanpa kontras pada garis ke-7. . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7. . . . . .
2.3 2.4
2.5
4.2 4.3 4.4 4.5
xii
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
.
6
.
9
. 10
. 12 . 13 . 14 . 14 . . . . . . . .
16 17 17 18 18 19 19 22
. 26 . 26 . 27 . 27 . 28
xiii 4.6 4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20
Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7. . . . . . Grafik line profile metode I nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode II nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode III nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumothorax garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-7 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumonia garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji ke-4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . . . . . .
. 28
. 31
. 31
. 32
. 32
. 33
. 33 . 39 . 39 . 40 . 40 . 41 . 41 . 42 . 43
Universitas Indonesia
xiv 4.21 Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal 4.22 Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal 4.23 Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . . . . . . . 4.24 Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . 4.25 Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . 4.26 Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . 4.27 Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . 4.28 Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia. . . . . . . . . . . 4.29 Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.30 Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . 4.31 Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . 4.32 Perbandingan line profile baseline dan line profile bronchitis garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.33 Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.34 Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
43 44 44 45
45
47
48
48
49
49
50 53 53 54
Universitas Indonesia
xv 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . .
.
2
.
3
.
4
.
5
.
6
.
7
.
8
.
9
. 10
. 11
Universitas Indonesia
xvi 11
12
13
14
15
16
17
18
19
Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 1 (pneumotorax) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 2 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 4 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 5 (pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 12
. 13
. 18
. 19
. 20
. 21
. 22
. 23
. 24
Universitas Indonesia
xvii 20
21
22
Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 3 (bronchitis) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25 Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 9 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . . 26 Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 10 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
2.1
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 1 2 3 4 5 6 7
Hubungan densitas material dengan koefisien atenuasi. (Sumber : telah diolah kembali dari [22]) . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Nilai dicrepancy δ dengan metode IV untuk proyeksi AP . . . Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Nilai dicrepancy δ dengan metode IV untuk proyeksi PA . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 1 (pneumothorax) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 2 (effusion) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 4 (Effusion) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 5 (pneumonia) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneumonia) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) pada proyeksi AP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xviii
7
. 29 . 34 . 37 . 38 . 46 . 50 . 51 . 52
. 14 . 14 . 15 . 15 . 15 . 16 . 16
xix 8 9 10
Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 3 (bronchitis ringan) pada proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 9 (interstitial pneumonia ringan) pada proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 10 (interstitial pneumonia ringan) pada proyeksi PA . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Penggunaan radiologi diagnostik terutama dalam mencitrakan radiografi telah memainkan peranan penting dalam diagnosis dan manajemen pasien lebih dari 110 tahun [1]. Radiografi sinar-X merupakan bagian dari radiologi diagnostik dengan peranan yang sangat besar dalam pencitraan medis. Hal ini dikarenakan, modalitas radiografi ini telah ditemukan terlebih dahulu sebelum adanya modalitas-modalitas lain, dan paling banyak digunakan dalam mencitrakan anatomi pasien di berbagai rumah sakit. Dalam penerapan pada pasien khususnya pasien pediatrik, radiografi sinarX merupakan modalitas utama yang didahulukan untuk mencitrakan anatomi pasien pediatrik. Pada dasarnya, pasien pediatrik lebih sensitif terhadap efek potensial dari radiasi ionisasi daripada pasien dewasa. Adanya pasien pediatrik memberikan tantangan bagi fisikawan medis. Oleh karena itu, radiologi diagnostik untuk pasien pediatrik memerlukan penanganan khusus dengan mempertimbangkan penggunaan modalitas yang memberikan citra dengan waktu yang cepat dan dosis yang rendah. Dalam hal ini, radiografi sinar-X merupakan modalitas yang sesuai untuk pencitraan anatomi pasien pediatrik. Berdasarkan perkembangan teknologi, radiografi sinar-X terdiri dari radiografi konvensional dan radiografi digital. Kedua Radiografi ini memiliki perbedaan pada reseptor dan pemrosesan citra. Digital Radiography (DR) terutama computed radiography (CR) pertama kali diperkenalkan hampir 30 tahun yang lalu dan sekarang telah dijadikan sebagai teknologi standar hampir di semua pusat radiologi [2]. Computed radiography (CR) saat ini merupakan modalitas pencitraan digital yang telah diterima bersama dengan sistem DR [3, 4]. Keunggulan sistem CR dan DR dibandingkan teknologi film-screen telah banyak diakui [3–6]. Di negara berkembang atau unit radiologi yang kecil, teknologi CR dapat menjadi pilihan pertama daripada teknologi radiografi digital lain karena harga dan biaya pengoperasian yang relatif lebih murah [7]. Dalam interpretasi hasil citra, fisikawan medis memiliki standar kualitas citra yang berupa SNR, line pair, MTF dan lain sebagainya. Sejauh ini, standar kualitas citra yang dimiliki oleh fisikawan medis tidak digunakan seba-
1
2 gai standar kualitas citra oleh dokter radiologi. Hal ini dikarenakan diagnosis dokter radiologi bergantung pada observasi langsung yang mengutamakan keahlian dokter dalam mendeteksi adanya kondisi kelainan (patologis) pada citra pasien. Namun, kelemahan dari diagnosis ini adalah terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis akibat luputnya abnormalitas dalam observasi citra, serta interpretasi yang subyektif. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu proses kuantisasi citra yang dapat menghubungkan standar kualitas citra dari fisikawan medis dan dokter radiologi. Proses kuantisasi citra ini merupakan langkah awal terciptanya alat penunjang diagnosis dokter radiologi yang berperan dalam meningkatkan akurasi dan konsistensi diagnosis citra. Alat penunjang ini disebut sebagai computeraided diagnosis (CAD). Belakangan ini, CAD telah menjadi salah satu subyek penelitian utama dalam pencitraan medis dan radiologi diagnostik [8–20]. Konsep dasar CAD adalah untuk menyediakan computer output sebagai second opinion untuk membantu dokter radiologi dalam interpretasi citra [8–14]. Berbagai macam tipe perencanaan CAD sedang dikembangkan untuk deteksi dan/atau karakterisasi berbagai abnormalitas dalam pencitraan medis, meliputi radiografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography (USG). Organ yang biasanya menjadi subyek penelitian CAD meliputi payudara, toraks, usus besar, otak, hati, ginjal, pembuluh, dan sistem kerangka [21]. Pada skripsi ini, digunakan citra CR toraks dari pasien pediatrik. Citra tersebut akan dikuantisasi menggunakan metode line profile. Metode line profile diharapkan mampu berperan sebagai pendekatan objektif dalam diagnosis citra.
1.2
Batasan Masalah
1. Melakukan peninjauan data sekunder citra computed radiography (CR) pasien pediatrik pada rentang 0-15 tahun berdasarkan jenis pemeriksaan untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang sering dilakukan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita 2. Melakukan koleksi data sekunder citra computed radiography (CR) toraks pasien pediatrik dan mengelompokan citra berdasarkan diagnosis dokter untuk membedakan citra normal dan abnormal 3. Melakukan pemilihan data sekunder dari 500 data citra computed radiography toraks menjadi 36 data yang terdiri dari 26 data citra normal dan Universitas Indonesia
3 10 data citra abnormal 4. Melakukan pengelompokan 36 data citra berdasarkan jenis proyeksi anterior-posterior (AP) dan posterior-anterior (PA) yang terdiri dari 10 citra proyeksi AP dan 16 citra proyeksi PA untuk normal dan 7 citra proyeksi AP dan 3 citra proyeksi PA untuk abnormal 5. Membandingkan hasil analisis metode line profile dengan hasil interpretasi dokter untuk menganalisa kecocokan antara hasil metode line profile dengan interpretasi/diagnosis dokter
1.3
Tujuan
Menunjukkan fisibilitas penggunaan metode line profile dalam evaluasi kuantitatif citra computed radiography (CR) toraks pasien pediatrik.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan adalah sebagai berikut: • Bab 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang dilakukan kuantisasi citra CR menggunakan metode line profile, tujuan dilakukannya kuantisasi citra, batasan masalah, dan sistematika penelitian. • Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori penunjang penelitian yang terdiri dari prinsip dasar pembentukan citra radiografi, prinsip dasar computed radiography, serta evaluasi kualitatif dan kuantitatif citra. • Bab 3 METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan lengkap mengenai proses koleksi data sekunder, pembuatan line profile untuk seluruh citra (normal dan abnormal, AP dan PA) beserta metode kuantisasi dan analisis citra. • Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini terdiri dari hasil penelitian yang telah diolah dan direpresentasikan dalam bentuk tabel dan grafik dari line profile citra normal dan abnormal untuk masing-masing proyeksi (AP dan PA), dan perbandingan antara citra abnormal dengan baseline serta analisa mengenai hasil yang telah diperoleh. Universitas Indonesia
4 • Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi penarikan kesimpulan berdasarkan tujuan dari penelitian dan saran yang akan berguna untuk pengembangan dan keberlanjutan penelitian.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Prinsip Dasar Pembentukan Citra Radiografi
Radiografi merupakan modalitas pencitraan pertama yang berhasil dibuat setelah ditemukannya sinar-X pada 8 November 1985 oleh Wilhelm Roentgen. Wilhelm Roentgen adalah fisikawan pertama yang berhasil membuat citra radiografi anatomi manusia. Radiografi merupakan bagian dari radiologi yang memiliki peranan penting pada diagnostik. Radiografi dapat disebut sebagai projection imaging modality, dimana setiap titik pada citra berkaitan dengan informasi sepanjang lintasan pada tubuh pasien yang dilalui sinarX [22]. Modalitas ini terdiri dari rangkaian sumber sinar-X, objek (pasien), dan detektor dengan konfigurasi seperti pada gambar 2.1. Secara umum, proses pembentukan citra radiografi diawali dengan sinar-X yang dipancarkan oleh sumber yang terdiri dari sejumlah foton sinar-X yang kemudian berinteraksi dengan objek (pasien) dan selanjutnya hanya sebagian foton yang mencapai detektor dimana citra radiografi terbentuk. Dasar pembentukan citra radiografi terdiri dari modalitas radiografi, interaksi antara keluaran foton dari modalitas radiografi dan medium yang dilalui (tubuh pasien), serta interaksi foton dengan detektor. Modalitas radiografi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X ray tube insert, X ray tube housing, kolimator, dan generator [22]. Komponen utama radiografi sinar-X memiliki peranan yang berbeda dalam memproduksi sinar-X. X ray tube insert berisi katoda yang merupakan sumber elektron dan anoda yang menjadi target elektron, dimana keduanya terletak didalam kaca vakum. X ray tube housing berguna sebagai pelindung tube insert. Fungsi lain X ray tube housing adalah sebagai shielding yang dapat mencegah terjadinya kebocoran sinar-X. Kolimator berguna dalam mengatur luasan medan sinar-X. Untuk dapat mempercepat elektron mencapai target, digunakan generator sinar-X untuk memberikan beda potensial yang dikonversi menjadi energi kinetik elektron. Elektron berenergi tinggi ini kemudian menumbuk target dan terjadi interaksi partikel bermuatan dengan materi yang menghasilkan sinar-X. Hasil interaksi elektron dengan target merupakan spektrum sinar-X yang
5
6
Gambar 2.1: Susunan komponen Radiografi
terdiri dari sinar-X bremmstrahlung dan sinar-X karakteristik. Sinar-X bremmstrahlung merupakan hasil dari interaksi coulomb elektron berenergi tinggi dengan elektron disekitar inti yang mengakibatkan pengereman elektron, sedangkan sinar-X karakteristik adalah sinar-X yang dihasilkan dari terlepasnya elektron yang menyebabkan kekosongan pada orbital elektron sehingga terjadi deeksitasi yang menghasilkan pemancaran foton. Sinar-X yang dihasilkan ini keluar dari kolimator dengan distribusi yang homogen saat menuju tubuh pasien . Ketika sinar-X mencapai tubuh pasien, terjadi interaksi antara foton sinarX yang terdistribusi homogen dengan atom pada tubuh pasien. Distribusi sinar-X yang homogen berubah karena hilangnya sejumlah foton. Peristiwa ini disebut dengan atenuasi. Terjadinya atenuasi disebabkan oleh adanya interaksi penyerapan dan penghamburan foton dalam jaringan tubuh pasien. Berdasarkan Hukum Beer-Lambert pada persamaan 2.1, It = I0 e−µx
(2.1)
dimana I0 dan It adalah intensitas sinar-X sebelum dan sesudah mengalami atenuasi, µ dan x berturut-turut adalah koefisien atenuasi dan ketebalan medium yang dilalui [23]. Persamaan 2.1 menunjukkan bahwa jumlah foton hasil interaksi dengan jaringan tubuh pasien bergantung pada koefisien atenuasi dan ketebalan medium yang dilalui. Tiap foton sinar-X yang melalui jaringan akan melewati komposisi tubuh (densitas jaringan dan ketebalan) yang berbeda. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan atenuasi pada setiap titik di tubuh pasien. Sifat atenuasi jaringan tubuh seperti tulang, udara dan jaringan lunak sangat berbeda dikarenakan perbedaan densitas jaringan, dimana koefisien atenuasi sebanding dengan densitas (tabel 2.1). Universitas Indonesia
7 Tabel 2.1: Hubungan densitas material dengan koefisien atenuasi. (Sumber : telah diolah kembali dari [22])
Material
Densitas (g/cm3 )
Densitas Elektron (e/cm3 )
µ @ 50 keV (cm−1 )
Hidrogen
0.000084
0.0005
0.000028
Uap air
0.000598
0.002
0.000128
Udara
0.00129
0.0038
0.00029
Lemak
0.91
3.04
0.193
Es
0.917
3.06
0.196
Air
1
3.34
0.214
Tulang padat
1.85
5.91
0.573
Perbedaan atenuasi menghasilkan distribusi sinar-X heterogen yang keluar dari tubuh pasien. Jumlah foton sinar-X yang ditransmisikan dari tubuh pasien berbeda-beda untuk tiap titik yang mencapai detektor sehingga terbentuk citra radiografi. Pada dasarnya, citra radiografi merupakan gambaran distribusi sinar-X yang heterogen. Detektor yang digunakan pada modalitas radiografi dapat berupa film fotografi (film-screen) atau sistem detektor elektronik (radiografi digital).
2.2
Prinsip Dasar Computed Radiography (CR)
Sistem pencitraan medis mengalami kemajuan teknologi yang pesat dalam transisi menuju sistem digital. Modalitas radiografi merupakan modalitas terakhir yang mengalami transisi dari sistem analog ke digital. Hal ini dikarenakan detektor modalitas ini (film-screen) memberikan citra dengan kualitas terbaik sehingga motivasi perubahan menuju dunia digital menjadi semakin lambat. Dengan dibutuhkannya memori yang cukup besar untuk menyimpan citra radiografi digital (dengan rentang 4 MB sampai 32 MB) dibandingkan dengan citra dari modalitas lain (citra CT 0.5 MB), juga mendukung terhambatnya transisi ke arah sistem digital [22]. Perubahan ke arah sistem digital diawali dengan dikenalkannya computed radiography (CR) pada tahun 1970 [22]. Detektor dari sistem ini adalah photostimulable phosphor (PSP). Screen PSP merupakan screen yang fleksibel yang diletakkan didalam kaset seperti detektor film-screen. PSP juga sering disebut sebagai storage phosphor atau imaging plate karena penggunaannya yang Universitas Indonesia
8 dapat menyimpan energi sinar-X. Imaging plate CR merupakan campuran dari BaFBr dan BaFI yang sering disebut bariumfluorohalide. Proses radiografi CR identik dengan proses radiografi film-screen. Perbedaan yang sangat signifikan terjadi pada saat pemrosesan citra, yaitu setelah diekspos, dilakukan pencucian film di ruang gelap (karakteristik sistem analog) untuk film-screen, sedangkan untuk radiografi CR dilakukan pemrosesan citra CR secara analog dan digital di CR reader unit. Pada dasarnya, screen PSP merupakan campuran 85% BaFBr dan 15% BaFI yang di-doping dengan atom Europium (Eu) [22]. Proses doping menyebabkan defect pada kristal BaFBr sehingga memudahkan penangkapan elektron secara efisien [22]. Ketika imaging plate diekspos dengan sinar-X, energi sinar-X yang diserap oleh phosphor BaFBr menyebabkan terjadinya eksitasi elektron yang berkaitan dengan atom Eu. Elektron ini mengalami eksitasi dari pita valensi menuju pita konduksi yang mengakibatkan atom Eu mengalami proses kimia (oksidasi) dari atom Eu divalen (Eu2+ ) menjadi atom Eu trivalen (Eu3+ ). Elektron yang mengalami eksitasi kemudian bergerak bebas di pita konduksi dan sebagian elektron berinteraksi dengan F-center. Elektron kemudian terperangkap di F-center dan berada pada keadaan metastabil dengan tingkatan energi yang lebih tinggi daripada energi pada keadaan di pita valensi. Banyaknya elektron yang terperangkap di F-center sebanding dengan banyaknya foton sinar-X yang datang mengekspos setiap titik di imaging plate. Elektron yang terperangkap ini mencapai jutaan elektron yang disimpan pada imaging plate selama sehari hingga seminggu dalam bentuk bayangan laten. Setelah diekspos dan timbul bayangan laten pada imaging plate, proses selanjutnya adalah pemrosesan imaging plate di CR reader unit. Tahap awal dilakukan dengan memasukkan kaset ke CR reader unit, dimana pada proses ini imaging plate dikeluarkan secara mekanik dan ditranslasikan bersamaan dengan dilakukannya scanning menggunakan berkas laser merah. Berkas laser merah merupakan berkas laser yang memiliki energi kurang dari energi berkas cahaya biru-hijau (energi gap antara pita valensi dan pita konduksi). Energi berkas laser merah ini cukup untuk membuat elektron pada F-center terbebas dan mencapai pita konduksi. Pada saat dilakukan scanning, berkas laser merah diserap oleh elektron yang terperangkap di F-center sehingga elektron ini mampu mencapai pita konduksi dan kembali bergerak bebas (gambar 2.2). Elektron yang bergerak bebas mengalami deeksitasi dan memancarkan cahaya dengan energi sebanding dengan energi gap (cahaya biru-hijau) dan kembali
Universitas Indonesia
9
Gambar 2.2: Peristiwa ketika PSP diekspos dengan sinar-X. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
ke pita valensi. Hal ini mengakibatkan tereduksinya atom Eu3+ menjadi Eu2+ (elektron kembali diserap oleh atom Eu). Scanning dilakukan dengan mentranslasikan imaging plate pada arah vertikal dan berkas laser merah menyapu pada arah horizontal, dimana kedua pergerakan ini menghasilkan scan dengan pola raster (pola persegi panjang dengan garis sejajar). Berkas laser melakukan scanning dengan menggunakan rotating multifaceted mirror yang menyebabkan scanning dilakukan secara berulang pada imaging plate (gambar 2.3). Hal ini dikarenakan satu kali scanning hanya dapat melepaskan sebagian elektron sehingga diperlukan dua atau tiga kali scanning. Proses scanning menghasilkan pelepasan energi yang bersesuaian dengan posisi (x,y) terjadinya penangkapan energi sinar-X. Cahaya biruhijau yang dipancarkan pada proses ini melintas melalui fibreoptic light guide dan melalui optical filter untuk memastikan hanya cahaya biru-hijau yang menuju photomultiplier tube (PMT) dan hasilnya dikonversi menjadi sinyal elektronik. Sinyal ini diubah ke dalam bentuk digital dan disimpan didalam memori. Oleh karena itu, nilai gray scale yang ditentukan akan bersesuaian dengan setiap titik (x,y) pada citra sehingga citra digital dapat dihasilkan. Proses scanning tidak secara sempurna melepaskan seluruh elektron pada F-center, maka untuk mengosongkan F-center, imaging plate diekspos dengan sumber cahaya putih yang terang. Hal ini menyebabkan hampir seluruh sisa elektron pada F-center kembali pada keadaan dasar dan imaging plate dapat digunakan kembali.
Universitas Indonesia
10
Gambar 2.3: Perangkat CR reader. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
2.3
Diagnosis dan Evaluasi Kualitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik
Analisis kualitatif citra dapat dilakukan dengan observasi secara langsung pada citra. Observasi ini dilakukan dengan membandingkan anatomi tubuh pada citra terdiagnosis abnormal dengan anatomi tubuh normal (tanpa kelainan). Pasien pediatrik merupakan pasien anak dengan rentang usia 0-15 tahun. Pada pasien pediatrik, terdapat beberapa pengaruh teknis pengambilan citra dan usia dalam interpretasi radiologi. Pengaruh teknis ini terdiri dari proyeksi, fase respirasi, posisi, artefak, usia dan kelenjar timus [24]. Salah satu karakteristik dari pasien pediatrik adalah kurang kooperatif. Hal ini mempengaruhi arah proyeksi atau posisi pengambilan citra. Posisi posterior-anterior (PA) merupakan posisi pengambilan citra yang tidak dimungkinkan bagi kategori pasien pediatrik yang masih belum kooperatif. Posisi yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan citra pediatrik adalah anterior-posterior (AP). Oleh karena itu, terdapat perbedaan posisi pengambilan citra bergantung dari sifat kooperatif pediatrik. Fase respirasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi interpretasi citra radiografi. Pengambilan citra toraks biasanya dilakukan pada saat inspirasi yang optimal. Dengan inspirasi optimal, bagian anatomi toraks pasien akan terlihat dengan jelas, terutama bagian tulang rusuk. Bagian tulang rusuk yang terlihat pada citra dengan inspirasi optimal adalah sebanyak 9-
Universitas Indonesia
11 10 rusuk untuk bagian posterior dan 6-7 rusuk untuk bagian anterior. Jika inspirasi tidak dilakukan dengan optimal, maka bagian tulang rusuk yang terlihat hanya sekitar 7-8 rusuk posterior, 5-6 rusuk anterior. Fase respirasi yang tidak benar juga menyebabkan bentuk dari anatomi bayangan jantung terdistorsi dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Pengaruh teknis selanjutnya adalah gerakan rotasi pada saat pengambilan citra. Posisi rotasi dapat terjadi dalam tiga orientasi yang berbeda, yaitu x,y,z. Terjadinya rotasi dapat menyebabkan hasil citra yang berbeda dikarenakan distorsi pada bagian antomi yang rotasi. Rotasi pada arah sumbu x (kiri-kanan) menyebabkan citra menjadi miring dan terdapat kemungkinan adanya bagian anatomi yang tidak terlihat jelas. Rotasi pada arah sumbu y (depan-belakang) dapat menyebabkan sinar-X datang tidak tegak lurus dengan jaringan. Jika pengambilan citra tegak lurus, maka bagian puncak paruparu akan terlihat diatas bagian anatomi tulang selangka (clavicula). Rotasi sumbu y dapat menyebabkan bagian puncak paru-paru menjadi terletak dibelakang tulang selangka (clavicula). Pada posisi yang benar, letak vertebrae spinous process adalah ditengah antara ujung tulang selangka. Adanya rotasi pada arah sumbu z (salah satu sisi kiri/kanan ke arah depan/belakang) dapat menyebabkan vertebrae spinous process terletak lebih mendekati tulang selangka sesuai arah rotasi. Artefak dapat terjadi karena berbagai hal, dimana pada pasien pediatrik, artefak sering terjadi pada citra yang diambil dari bayi yang berada pada inkubator. Pengaruh adanya inkubator memberikan bayangan tambahan berbentuk bulat pada citra yang dapat menyebabkan kesalahan interpretasi. Pada pasien pediatrik perempuan, artefak pada citra dari disebabkan oleh rambut dan objek eksternal lain. Pengaruh usia juga mempengaruhi citra pasien pediatrik. Proses pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi dengan cukup cepat. Pada bayi, bentuk toraks lebih mendekati segitiga dan memiliki diameter AP yang lebih lebar. Selain itu, pada bagian anterior pada citra bayi diafragma lebih terlihat tinggi dan costophrenic angle relatif dangkal. Faktor lain yang mempengaruhi interpretasi citra toraks pasien pediatrik adalah kelenjar timus. Pada pasien pediatrik bayi dan neonatal, kelenjar timus terlihat mencolok sebagai bayangan pada bagian anterior mediastinal dengan ukuran yang bervariasi yang berbentuk seperti layar kapal (gambar 2.4). Pada pediatrik dengan rentang usia 2-8 tahun, kelenjar timus tidak terlalu terlihat pada citra, bahkan tidak visible pada pasien pediatrik dengan usia diatas 8
Universitas Indonesia
12
Gambar 2.4: Kelenjar timus yang berbentuk seperti sail pada bagian kanan toraks ditunjukkan oleh panah. (sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
tahun [24]. Pengaruh adanya kelenjar timus ini harus dapat dibedakan dengan abnormalitas. Dalam meninjau kualitas citra radiografi pada pediatrik, kriteria citra menurut European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images in Pediatrics ialah dilakukan pada saat inspirasi optimal (kecuali untuk foreign body inspiration), reproduksi toraks tanpa rotasi dan miring, reproduksi toraks dari puncak paru-paru sampai toraks ke 12 (T12) atau lumbar ke 1 (L1), reproduksi trakea dan brokus, reproduksi yang jelas pada diafragma dan costo-phrenic angle, dan reproduksi tulang belakang dan struktur paraspinal, serta visualisasi retrocardiac lung dan mediastinum [25]. Struktur anatomi toraks dapat dilihat pada gambar 2.5. Pada pediatrik usia muda (bayi), trakea sedikit bergerak dan melengkung secara anterior ke arah kanan pada saat ekspirasi. Abnormalitas yang biasanya terjadi pada trakea untuk pasien pediatrik adalah penyempitan subglottic trakea akibat acute laryngo-tracheo-bronchitis, congenital trachea stenosis atau intraluminal tumour. Pelebaran trakea juga sering terjadi pada pediatrik yang mengidap batuk kronis (cystic fibrosis). Abnormalitas lain dapat berupa pelebaran bayangan hilar yang disebabkan lymphadenopathy yang berhubungan dengan pneumonia dan infeksi kronis [24]. Abnormalitas pada toraks juga dapat terlihat pada bagian mediastinum. Abnormalitas ini dapat berupa massa mediastinal didaerah anterior yang terindikasi dengan terdeviasinya trakea ke arah posterior pada pasien penderita penyakit lymphoma atau tumor terato-dermoid. Abnormalitas pada bagian jantung atau cardiac sillhoute dapat diketahui
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.5: Anatomi toraks pada pediatrik. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
dari perbandingan lebar bayangan jantung dengan lebar toraks. Perbandingan ini tidak boleh lebih dari 50% [24]. Namun, pada pasien pediatrik dalam kategori infant, kontur jantung akan besar dengan lebar hingga mencapai 60% dibandingkan lebar toraks, tetapi hal ini masih dalam kategori normal. Abnormalitas yang terjadi pada paru-paru dan rongga pleura ditunjukkan dengan adanya area yang terfokus atau tergeneralisasi yang mengalami kenaikan atau penurunan translucency paru-paru, ring shadow, dan pulmonary nodule.
2.4
Diagnosis dan Evaluasi Kuantitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik
Evaluasi citra toraks pasien pediatrik dilakukan dengan metode line profile, yaitu metode yang memanfaatkan plot profile pada analyze tool dari software imageJ. Dengan memanfaatkan plot profile ini, maka dapat diketahui distribusi gray value berdasarkan posisi dalam satuan milimeter yang bersesuaian dengan panjang line profile (gambar 2.6). Gray value pada sumbu y dari grafik line profile atau yang disebut juga nilai piksel merupakan nilai numerik yang menunjukkan tingkat keabu-abuan pada line profile dari garis uji yang diletakkan di posisi anatomi yang bersesuaian. Tingkat keabu-abuan ini berhubungan langsung dengan karakteristik atenuasi sinar-X (intensitas sinar-X yang mencapai detektor).
Universitas Indonesia
14
Gambar 2.6: Plot profile tool
Besarnya parameter eksposi (kVp dan mAs) dan ketebalan tubuh pasien merupakan faktor yang mempengaruhi banyaknya sinar-X yang mencapai detektor dan secara tidak langsung berdampak pada rentang nilai piksel pada citra. Nilai piksel minimum direpresentasikan sebagai tingkat keabu-abuan yang rendah, yaitu warna putih, sedangkan nilai piksel maksimum direpresentasikan sebagai tingkat keabu-abuan tinggi, yaitu warna hitam (gambar 2.7). Perbedaan nilai piksel di setiap titik pada citra dengan nilai piksel background menghasilkan citra yang kaya akan anatomic detail. Perbedaan nilai piksel ini disebut sebagai kontras. Persamaan 2.2 menunjukkan definisi kontras. A−B (2.2) B dimana C adalah Kontras, A adalah nilai piksel di titik tertentu pada citra, dan B adalah nilai piksel background. C=
Gambar 2.7: Representasi nilai piksel
Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Koleksi Data Sekunder
Koleksi data sekunder diperoleh dari instansi radiologi anak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita selama periode Mei 2015 hingga Januari 2016. Jenis citra yang digunakan adalah citra for presentation. Citra yang telah dikoleksi dikelompokan berdasarkan diagnosis dokter untuk membedakan citra terdiagnosis normal dan abnormal. Total jumlah data yang digunakan pada penelitian ini adalah 36 data yang terdiri dari 26 data citra terdiagnosis normal dan 10 data terdiagnosis abnormal. Pengelompokan citra selanjutnya dilakukan berdasarkan jenis proyeksi radiografi, yaitu anterior-posterior (AP) dan posterior-anterior (PA). Sebanyak 26 data citra terdiagnosis normal dikelompokan menjadi 10 data citra proyeksi AP dan 16 citra proyeksi PA. Untuk 10 data citra terdiagnosis abnormal, pengelompokannya terdiri dari 7 data citra proyeksi AP dan 3 data proyeksi PA. Abnormalitas yang terjadi terdiri dari 4 jenis patologis, yaitu pneumothorax, effusion, bronchitis, dan interstitial pneumonia. Alur pengolahan data penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
3.2 3.2.1
Kuantisasi dan Analisis Citra Definisi Line Profile
Hasil citra computed radiography diolah dengan menggunakan perangkat lunak imageJ. Proses kuantisasi diawali dengan pembuatan garis uji pada setiap citra. Jumlah garis uji yang dibuat untuk setiap citra terdiri dari 9 garis. Seluruh garis ditempatkan pada anatomi 9 rusuk yang terlihat jelas pada citra (gambar 3.2). Pembuatan garis uji dimulai dari garis antara rusuk 1 dan 2, serta diakhiri dengan garis antara rusuk 9 dan 10. Acuan anatomi untuk penempatan ujungujung garis uji adalah pada titik pertemuan antara bagian anterior rusuk atas dan posterior rusuk bawah. Panjang garis uji berbeda-beda bergantung karakteristik anatomi pasien. Tebal 9 garis uji yang dibuat adalah sebesar 1 piksel. 15
16 Mulai
Koleksi Citra CR Toraks di RSAB 500 Citra CR Toraks Pasien Pediatrik Diagnosis citra oleh dokter radiologi dan seleksi sampel
Apakah citra terdiagnosis normal?
iya 26 Citra Terdiagnosis Normal (10 citra AP dan 16 citra PA) Pembuatan Line Profile pada Citra Normal
9 Line profile pada seluruh citra
Modifikasi Line Profile (metode II-VI)
tidak
10 Citra Terdiagnosis memiliki Abnormalitas (7 citra AP dan 3 citra PA) Seleksi citra dengan patologis tertentu Citra pasien dengan patologis: effusion, pneumothorax interstitial pneumonia, dan bronchitis
Pembuatan Line Profile
9 Line profile pada seluruh citra abnormal
SD dan x untuk masing-masing metode
Pembuatan line profile menggunakan metode dengan CoV terkecil pada citra normal
Pembuatan baseline dengan menggunakan metode dengan CoV terkecil
Line profile abnormal dengan modifikasi
Baseline yang representatif untuk citra normal
Perbandingan baseline citra normal dengan line profile abnormal
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1: Flow chart pengolahan data pada penelitian
Universitas Indonesia
17
Gambar 3.2: Penempatan posisi 9 garis uji.
Gambar 3.3: Straight line tool.
Pembuatan garis uji dilakukan dengan menggunakan straight line tool (gambar 3.3). Selain itu, digunakan pula pilihan ROI manager pada gambar 3.4 yang berguna untuk mengatur garis uji secara bersamaan. Langkah selanjutnya adalah pembuatan line profile menggunakan pilihan plot profile yang terdapat pada analyze tool seperti terlihat pada gambar 3.5. Langkah tersebut diterapkan pada semua garis. Oleh karena itu, setiap citra akan terdiri dari 9 line profile. Setiap garis yang berkaitan langsung dengan line profile ini dibedakan dan ditandai dengan nama garis uji ke-n. Hasil plot profile dari garis uji dapat dilihat dari gambar 3.6. Sumbu-x dari plot profile merepresentasikan posisi disepanjang garis uji yang dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Sumbu-y merepresentasikan gray value yang merupakan nilai piksel (tingkat keabu-abuan) dari tiap titik pada garis uji yang melintasi citra. Hasil plot profile kemudian disimpan dalam format .dat agar dapat diolah dengan menggunakan programming bahasa Fortran 90. Setelah diolah, data dengan format .dat ini di-plot kembali menggunakan GNU plot dengan absis yang bernilai nol (x=0) adalah pada titik tengah dari garis uji. Namun, nilai
Universitas Indonesia
18
Gambar 3.4: ROI Manager.
Gambar 3.5: Langkah membuat line profile.
pada ordinat (sumbu-y) akan terdiri dari dua jenis nilai, yaitu nilai piksel dan nilai kontras. Nilai kontras diperoleh dari persamaan 3.3
3.2.2
Metode Penentuan Line Profile
Metode yang diaplikasikan pada tiap line profile dapat dilihat dari gambar 3.7. Berdasarkan gambar 3.7, metode yang diterapkan terdiri dari 6 jenis metode yang dibagi menjadi tiga jenis metode tanpa normalisasi rentang piksel dan tiga jenis dengan normalisasi rentang piksel dan masing-masing terdiri dari nilai piksel asli, nilai piksel dikuantisasi menjadi kontras terhadap nilai piksel rata-rata dari ROI tulang referensi, dan nilai kontras terhadap nilai piksel
Universitas Indonesia
19
Gambar 3.6: Plot profile tool. Metode penentuan line profile
Tanpa normalisasi rentang piksel
Dengan normalisasi rentang piksel
Nilai piksel sepanjang garis uji
Nilai kontras terhadap nilai piksel ratarata dari ROI tulang referensi
Nilai kontras terhadap nilai piksel maksimum ROI toraks
Nilai piksel sepanjang garis uji
Nilai kontras terhadap nilai piksel ratarata dari ROI tulang referensi
Nilai kontras terhadap nilai piksel maksimum ROI toraks
Metode I
Metode II
Metode III
Metode IV
Metode V
Metode VI
Gambar 3.7: Metode penentuan line profile
maksimum dari ROI toraks.
3.2.3
Preparasi Citra
3.2.3.1
Normalisasi Rentang Piksel
Metode normalisasi pada penelitian ini merupakan metode yang digunakan untuk menyamakan rentang piksel dari setiap citra. Penerapan metode ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari berbagai faktor, salah satunya adalah parameter eksposi. Nilai piksel minimum dan maksimum dari citra di normalisasi menjadi satu rentang piksel yang sama, yaitu 253 - 4078. Rentang ini diperoleh dengan menggunakan histogram tool pada perangkat lunak imageJ dengan melihat nilai piksel minimum dan maksimum dari citra. Nilai
Universitas Indonesia
20 piksel sebesar 253 merupakan nilai piksel minimum terbesar dari seluruh citra, sedangkan nilai piksel sebesar 4078 merupakan nilai piksel maksimum terkecil dari seluruh citra. Pemilihan rentang tersebut dilakukan agar nilai rentang piksel yang dipilih termasuk ke dalam nilai piksel yang dimiliki oleh seluruh citra. Normalisasi rentang piksel dilakukan dengan menggunakan persamaan 3.1, y = 253 +
y − ymin (4078 − 253) ymax − ymin
(3.1)
dimana y’ dan y adalah nilai piksel sesudah dan sebelum dilakukan penyamaan rentang piksel, ymin dan ymax adalah nilai piksel minimum dan maksimum dari line profile. 3.2.3.2
Resize
Untuk membuat sembilan line profile acuan dari seluruh citra terdiagnosis normal, tiap garis uji yang dikelompokan berdasarkan garis ke-n kemudian di-plot dalam satu grafik. Hasil plot dari satu line profile untuk setiap data pasien menunjukkan perbedaan yang mencolok. Perbedaan mendasar yang dapat dilihat adalah perbedaan nilai maksimum dari sumbu-x yang merupakan representasi dari panjang garis ke-n masing-masing citra. Telah diketahui sebelumnya bahwa perbedaan karakteristik anatomi pasien pediatrik menyebabkan perbedaan panjang garis dari tiap citra. Perbedaan panjang garis uji juga berdampak pada perbedaan jumlah titik pada sumbu-x. Perbedaan ini perlu ditiadakan agar dapat dilakukan proses pembandingan line profile dari masing-masing citra. Oleh karena itu, dilakukan resize atau adjustment dan interpolasi pada sumbu-x line profile. Proses resize ini dilakukan dengan menormalisasi nilai sumbu-x terhadap nilai maksimum. dengan menggunakan persamaan 3.2. x0 = x
xmax global xmax
(3.2)
dimana x’ dan x adalah nilai x yang setelah dilakukan resize dan sebelum dilakukan resize, dan xmax dan xmax global adalah nilai maksimum dari sumbux pada satu line profile dan nilai maksimum dari sumbu-x seluruh citra pada garis ke-n yang sama. Setelah dilakukan resize, interpolasi juga dilakukan untuk memperoleh titik yang bersesuaian. Hal ini dimaksudkan agar setiap titik pada garis uji dapat diperbandingkan dan diolah menjadi satu baseline. Jenis interpolasi yang diguUniversitas Indonesia
21 nakan adalah interpolasi lagrange orde-4, dimana interpolasi ini cukup relevan dikarenakan tidak terjadi perubahan pola trend dari line profile sebelum dan sesudah di interpolasi. Penerapan interpolasi dilakukan dengan menggunakan bahasa Fortran 90. 3.2.3.3
Kontras
Pada dasarnya, pembuatan baseline hanya dapat dilakukan apabila tiap line profile dari garis yang sama memiliki pola yang mirip dan berhimpit satu sama lain. Tidak berhimpitnya line profile dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu usia, anatomi, parameter eksposi, ketebalan tubuh dan lain sebagainya. Langkah awal untuk mengurangi dampak ini adalah dengan menggunakan metode yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu metode normalisasi rentang piksel. Metode tambahan yang digunakan adalah Metode Kontras. Metode kontras yang diterapkan terdiri dari dua jenis, yaitu kontras terhadap rata-rata nilai piksel dari ROI tulang dan kontras terhadap nilai piksel maksimum dari ROI toraks. Nilai kontras dikalkulasikan menggunakan persamaan 3.3, y−B (3.3) B dimana y dan y’ adalah nilai piksel (sumbu-y) sebelum dan sesudah dikurangi efek background, dan B adalah nilai piksel background dari citra yang terdiri dari nilai piksel jaringan tulang dan nilai piksel dari toraks. Penggunaan ROI tulang dan ROI toraks bertujuan untuk melihat perbedaan kontras dari anatomi tanpa abnormalitas dan dengan abnormalitas. Bagian ROI tulang dan toraks dibuat dengan perangkat lunak imageJ, dimana untuk bagian tulang yang di kontur adalah pertemuan tulang rusuk ke-4 dan k-5 yang ada dibagian kanan pasien (bagian kiri dari citra), sedangkan untuk bagian toraks yang di kontur adalah daerah batas rusuk yang melingkupi paru-paru. Bentuk dari kontur ROI ini dapat dilihat dari gambar 3.8. y0 =
3.2.4
Analisis Line Profile
3.2.4.1
Penentuan Metode Terbaik
Penerapan keenam metode dilakukan pada tiap titik data line profile bertujuan untuk menentukan metode terbaik yaitu metode yang berhasil meminimalkan variasi nilai piksel (menghimpitkan line profile) dari berbagai data
Universitas Indonesia
22
Gambar 3.8: (a) ROI dari tulang dan (b) ROI anatomi toraks.
secara efektif. Metode yang terbaik ini akan digunakan sebagai line profile acuan atau baseline. Pada dasarnya, metode terbaik dapat ditentukan secara subjektif (visualisasi dari data line profile). Namun, penentuan metode terbaik juga perlu diverifikasi secara objektif. Oleh karena itu, digunakan parameter untuk menverifikasi secara objektif variasi nilai piksel dari seluruh citra pada line profile dari garis uji yang sama. Parameter tersebut adalah coefficient of variation (CoV). Nilai CoV dikalkulasi menggunakan persamaan 3.4, CoV =
SD y
(3.4)
dimana SD adalah nilai standar deviasi dan y adalah nilai piksel rata-rata dari tiap titik piksel masing-masing citra pada garis uji yang sama [26]. Uji verifikasi metode terbaik dilakukan dengan membandingkan CoV rata-rata dari tiap metode. Nilai CoV terkecil menunjukkan kecilnya variasi nilai piksel masing-masing citra pada garis uji yang sama (berhimpitnya line profile). Oleh karena itu, metode terbaik ditentukan dari nilai CoV terkecil. 3.2.4.2
Penentuan Baseline
Setelah metode terbaik ditentukan, penentuan baseline dilakukan dengan menerapkan metode terbaik pada line profile. Baseline dibentuk dari hasil kuantisasi nilai piksel rata-rata dan standar deviasi pada tiap titik dari masingmasing citra. Nilai piksel rata-rata diperoleh dari merata-ratakan nilai piksel dari seluruh citra pada garis uji yang sama. Nilai standar deviasi juga diperoleh dengan merata-ratakan standar deviasi dari seluruh citra pada urutan garis uji yang sama. Hasil ini akan dibandingkan dengan hasil kuantifikasi citra terdiagnosis abnormal dengan menggunakan metode yang sama.
Universitas Indonesia
23 Line profile pada baseline akan terdiri dari line profile rata-rata yang terletak di antara line profile batas atas dan bawah yang merupakan batas toleransi untuk citra normal. Adanya abnormalitas ditunjukkan dari adanya line profile yang melewati batas atas dan bawah ini. Line profile batas atas merupakan nilai piksel rata-rata dari line profile dijumlahkan dengan nilai tiga kali standar deviasi, sedangkan line profile batas bawah merupakan nilai piksel rata-rata dari line profile dikurangi dengan nilai tiga kali standar deviasi. Pemilihan tiga kali standar deviasi ini dilakukan berdasarkan referensi [29,30] dimana secara statistik nilai outlier merupakan nilai yang berada diluar batas tiga kali standar deviasi dari nilai rata-rata. Outlier pada dasarnya adalah nilai error yang bukan berasal dari data. 3.2.4.3
Perbandingan Line Profile Citra Normal dan Abnormal
Parameter pembanding secara kuantitatif line profile normal dan abnormal yang digunakan pada penelitian ini adalah diskrepansi (δ). Nilai ini menyatakan tingkat perbedaan line profile dari citra dengan abnormalitas terhadap citra tanpa abnormalitas. Parameter tersebut dinyatakan dalam persamaan 3.5, δ
y − y = y
(3.5)
dimana y dan y berturut-turut adalah nilai piksel dari citra abnormal dan nilai piksel rata-rata dari citra normal (baseline).
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data citra yang diperoleh, dilakukan identifikasi informasi yang tertera pada citra. Hasil identifikasi ini ditinjau dan dikelompokkan dalam beberapa kriteria yang terdiri dari usia pasien, sikap tubuh, bentuk toraks, bentuk rusuk, proyeksi radiografi, ukuran piksel, dan rentang nilai piksel. Selain itu, dilakukan pula identifikasi pola (trend) dari line profile. Hasil identifikasi pola yang telah diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam dua jenis pola yang berbeda. Kedua pola ini berkaitan erat dengan salah satu kriteria, yaitu proyeksi radiografi. Kedua jenis pola menginterpretasikan jenis proyeksi pada saat pengambilan citra, yaitu Anterior-Posterior (AP) dan Posterior-Anterior (PA). Untuk usia pasien, tidak ditemukan adanya hubungan yang erat antara bentuk/pola line profile dengan kriteria tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan proyeksi radiografi sangat mempengaruhi bentuk anatomi yang dicitrakan sehingga pada pasien dengan kelompok usia yang sama akan memiliki bentuk pola trend line profile yang lebih bervariasi dibandingkan pada pasien dengan kelompok proyeksi radiografi yang sama. Selanjutnya dilakukan uji verifikasi metode. Berdasarkan grafik-grafik pada lampiran, dapat dilihat kecenderungan dari tiap metode dalam mereduksi perbedaan nilai (jarak antar line profile). Pada dasarnya, reduksi perbedaan antar line profile bertujuan untuk memperoleh baseline untuk dibandingkan dengan line profile yang terindikasi memiliki abnormalitas. Secara kualitatif, visualisasi dari grafik memberikan perbedaan yang jelas terlihat. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh tiga faktor utama yang mempengaruhi interpretasi citra, yaitu rotasi, fase respirasi dan optimalisasi penetrasi [24]. Pada dasarnya, artefak juga merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk line profile. Contoh pengaruh artefak adalah selang yang digunakan pada pasien pediatrik. Adanya selang memberikan kontribusi warna putih pada citra yang dapat memberikan kesalahan interpretasi pada citra. Namun, hal ini dapat diantisipasi dengan menandakan daerah yang merupakan gangguan citra saat dilakukan pengambilan citra. Berdasarkan keseluruhan grafik line profile (pada lampiran) untuk citra terdiagnosis normal, line profile yang sangat fluktuatif dan tidak memiliki pola adalah line profile dari garis uji ke-1. Hal ini dapat disebabkan oleh rotasi
24
25 pada saat pengambilan citra, perbedaan fase respirasi pada pasien pediatrik, dan perbedaan penetrasi (untuk memperjelas anatomi). Perbedaan pola line profile dan fluktuasi yang besar dari line profile pada garis uji ke-1 juga dapat disebabkan kurang jelasnya posisi acuan anatomi garis uji ke-1, yaitu daerah diatas puncak paru-paru (apex), dimana pada daerah ini tulang rusuk I dan II sangat mempengaruhi bentuk dari line profile garis uji ke-1. Tulang rusuk ke I dan II memiliki kecenderungan posisi dan bentuk yang berbeda pada tiap pasien, terlebih karena adanya perbedaan posisi tulang selangka (clavicula) dan perbedaan kondisi pasien (dalam hal ini pasien pediatrik kurang kooperatif) sehingga hal ini menyebabkan fluktuasi yang besar pada line profile garis uji ke-1. Selain itu, adanya anatomic variant pada tulang rusuk cervical yang berbeda-beda pada tiap pasien juga mempengaruhi bentuk pola line profile pada garis uji ke-1. Fluktuasi yang lebih kecil terjadi pada line profile setelah garis uji ke-1, meskipun pada dasarnya line profile garis uji ke-2 dan ke-3 masih sangat dipengaruhi oleh posisi tulang selangka. Fluktuasi line profile kembali besar pada line profile dari garis uji ke-8. Hal ini dikarenakan, fase respirasi sangat mempengaruhi besar volume paru, dimana line profile pada garis uji ke-8 terletak di daerah perbatasan dasar paru-paru dan puncak abdomen sehingga dampak respirasi (inspirasi penuh) sangat mempengaruhi daerah anatomi paru-paru atau abdomen yang dilewati oleh garis uji. Untuk line profile pada garis uji lainnya, bentuk line profile tidak terlalu fluktuatif dikarenakan posisi kelima garis uji ini cukup konsisten, yaitu berada di area paru-paru, kecuali untuk garis uji ke-9 (melewati daerah abdomen).
Universitas Indonesia
26
4.1 4.1.1
Line Profile Proyeksi AP Line Profile Proyeksi AP untuk Pasien Normal
Gambar 4.1: Grafik line profile metode I nilai piksel tanpa normalisasi dan tanpa kontras pada garis ke-7.
Gambar 4.2: Grafik line profile metode II nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7. Universitas Indonesia
27
Gambar 4.3: Grafik line profile metode III nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7.
Gambar 4.4: Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan tanpa kontras pada garis ke-7.
Universitas Indonesia
28
Gambar 4.5: Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7.
Gambar 4.6: Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7.
Universitas Indonesia
29 Tabel 4.1: Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi AP
Garis ke-n
Nilai Piksel
Kontras terhadap ROI
Kontras terhadap ROI
Tulang
Toraks
Metode I
Metode IV
Metode II
Metode V
Metode III
Metode VI
1
925 - 2056
253 - 4078
2,57 - 4,56
-0,82 - 16,56
-0,59 - 0,04
-0,93 - 2,15
2
927 - 3078
253 - 4078
2,52 - 7,76
-0,82 - 16,56
-0,69 - 0,50
-0,93 - 2,15
3
818 - 3353
253 - 4078
2,49 - 9,29
-0,82 - 16,56
-0,72 - 0,86
-0,93 - 2,15
4
718 - 3429
253 - 4078
2,22 - 10,96
-0,82 - 16,56
-0,75 - 0,56
-0,93 - 2,15
5
660 - 3459
253 - 4078
1,98 - 10,44
-0,82 - 16,56
-0,77 - 0,77
-0,93 - 2,15
6
603 - 3331
253 - 4078
1,67 - 11,29
-0,82 - 16,56
-0,79 - 1,10
-0,93 - 2,15
7
605 - 3385
253 - 4078
1,73 - 11,21
-0,82 - 16,56
-0,79 - 1,11
-0,93 - 2,15
8
667 - 3465
253 - 4078
2,01 - 11,64
-0,82 - 16,56
-0,76 - 1,18
-0,93 - 2,15
9
626 - 3330
253 - 4078
1,82 - 12,79
-0,82 - 16,56
-0,78 - 0,72
-0,93 - 2,15
Gambar 4.1 menunjukkan plot dari line profile pada garis uji ke-7 untuk seluruh citra dengan menggunakan metode I (nilai piksel tanpa normalisasi). Gambar 4.1 memperlihatkan variasi pola trend line profile yang secara kualitatif tidak terlalu besar, dimana hanya terdapat satu line profile yang terlihat jelas tidak berhimpit. Perbedaan yang terjadi pada line profile dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik teknis, maupun teoritis. Ketiga faktor yang telah dijelaskan sebelumnya (rotasi, respirasi, penetrasi) merupakan faktor yang tidak dapat direduksi secara kuantitatif. Berdasarkan teori, salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas citra adalah parameter eksposi. Parameter eksposi adalah hal yang mendasari perbedaan distribusi intensitas sinar-X yang diserap oleh tubuh pasien yang berdampak langsung pada perbedaan rentang piksel. Hal ini dikarenakan, untuk memperoleh penetrasi optimal bagi tubuh pasien, diperlukan penyesuaian parameter eksposi terhadap medium yang dilalui sinar-X (tebal tubuh pasien). Pengaturan parameter eksposi untuk mendapatkan penetrasi yang optimal ditetapkan berdasarkan ketebalan tubuh pasien oleh radiografer, dimana pengambilan keputusan ini lebih bersifat subjektif. Hal ini menyebabkan adanya pengaruh besar perbedaan parameter eksposi tiap pasien yang berdampak langsung pada rentang nilai piksel yang direpresentasikan dalam bentuk citra. Adanya perbedaan rentang nilai piksel akan memberikan kesulitan dalam pembuatan baseline atau line profile standar. Metode ke-II hingga ke-VI merupakan lima metode yang bertujuan untuk mereduksi efek dari berbagai faktor sehingga diharapkan hal ini dapat mempermudah pembuatan baseline karena
Universitas Indonesia
30 adanya pengurangan perbedaan bentuk line profile. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa metode II tidak dapat menghimpitkan antar line profile, dimana terdapat dua line profile yang mengalami kenaikan peak yang cukup mencolok sehingga terjadi perubahan trend. Kedua line profile yang berbeda trend ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan nilai kontras terhadap tulang yang didasari oleh perbedaan parameter eksposi dan ketebalan tubuh pasien. Secara kualitatif, hasil ini menunjukkan bahwa metode kedua merupakan metode yang kurang efektif. Gambar 4.3 juga menunjukkan adanya line profile yang mengalami perubahan peak yang cukup mencolok akibat perbedaan kontras dari masing-masing citra. Metode III pada dasarnya bertujuan untuk memperjelas perbedaan line profile normal dan abnormal karena nilai kontrasnya adalah terhadap nilai piksel maksimum dari toraks (nilai piksel jaringan normal). Namun, adanya perbedaan kontras citra sejak awal menunjukkan bahwa metode III masih belum feasible untuk pembuatan baseline. Gambar grafik 4.4 secara kualitatif menunjukkan efektifitas metode ke IV (normalisasi rentang piksel) dalam menghimpitkan antar line profile sehingga metode ini lebih feasible dan berpotensi untuk dibuat sebagai baseline. Adanya penyamaan rentang nilai piksel berperan dalam menarik line profile yang kurang berhimpit menjadi cukup berhimpit akibat adanya pengurangan efek dari parameter eksposi. Gambar 4.5 dan 4.6 (metode V dan VI) menunjukkan perubahan yang tidak mencolok dari metode sebelumnya, yaitu II dan III. Hal ini dikarenakan line profile dari citra yang telah dilakukan normalisasi rentang piksel akan memiliki nilai rentang piksel yang lebih besar dan perbandingan kontras yang sebanding sehingga terjadi perubahan rentang piksel tetapi tidak terjadi perubahan trend dari line profile. Tabel 4.1 menunjukkan rentang nilai piksel dan kontras untuk citra normal dengan proyeksi AP. Pada kolom perbandingan nilai piksel sebelum dan sesudah normalisasi (Metode I dan IV), terlihat perubahan rentang nilai piksel, dimana rentang nilai piksel setelah dinormalisasi menjadi lebih lebar daripada sebelum dinormalisasi. Rentang nilai piksel yang semakin lebar ini terjadi pada semua garis uji. Nilai rentang piksel kontras ROI tulang secara umum lebih kecil dari nilai rentang piksel kontras ROI toraks. Hal ini terjadi karena nilai piksel rata-rata tulang jauh lebih kecil daripada nilai piksel maksimum dari toraks, dimana berdasarkan persamaan 3.3, nilai kontras pada ROI tulang akan bernilai besar daripada kontras pada ROI toraks.
Universitas Indonesia
31
4.1.2
Line Profile Proyeksi AP untuk Pasien dengan Abnormalitas
Gambar 4.7: Grafik line profile metode I nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.8: Grafik line profile metode II nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
32
Gambar 4.9: Grafik line profile metode III nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.10: Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
33
Gambar 4.11: Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.12: Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
34 Tabel 4.2: Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi AP
Pasien
Garis ke-n
Nilai Piksel
Kontras terhadap ROI
Kontras terhadap ROI
Tulang
Toraks
Metode I
Metode IV
Metode II
Metode V
Metode III
Metode VI
1
3
950 - 1852
253 - 4078
-0,09 - 0,78
-0,76 - 2,91
-0,58 - -0,19
-0,89 - 0,79
2
6
393 - 2073
253 - 4078
-0,61 - 1,03
-0,75 - 3,00
-0,87 - -0,33
-0,92 - 0,31
4
7
737 - 3124
253 - 4078
-0,44 - 1,36
-0,81 - 2,08
-0,77 - -0,04
-0,92 - 0,26
5
3
495 - 2164
253 - 4078
-0,39 - 1,66
-0,69 - 4,01
-0,85 - -0,35
-0,92 - 0,23
6
5
753 - 3004
253 - 4078
-0,68 - 0,26
-0,89 - 0,71
-0,81 - -0,24
-0,94 - 0,03
7
5
849 - 2576
253 - 4078
-0,26 - 1,24
-0,78 - 2,54
-0,71 - -0,12
-0,91 - 0,39
8
3
1464 - 3710
253 - 4078
-0,26 - 0,87
-0,87 - 1,05
-0,61 - -0,02
-0,93 - 0,08
Gambar 4.7 menunjukkan perbandingan line profile citra normal dan abnormal pada garis uji ke-7 untuk metode I. Line profile ini memperlihatkan pola yang berbeda antara line profile dari citra normal dan abnormal, dimana peak pada line profile abnormal lebih rendah dari peak line profile normal yang menunjukkan bahwa daerah paru-paru pada line profile abnormal lebih putih. Walaupun metode I merupakan metode tanpa tambahan treatment pada nilai piksel, metode ini cukup memperlihatkan fisibilitas metode line profile. Gambar 4.27 menunjukkan perbandingan bentuk line profile dengan metode II, yaitu kontras terhadap nilai piksel rata-rata dari ROI tulang referensi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode ini tidak berpotensi sebagai baseline, tetapi untuk menunjukkan perbedaan antara line profile normal dan abnormal, cukup terlihat jelas bahwa line profile abnormal memiliki pola yang tidak fluktuatif dan nilai kontras yang secara umum lebih rendah dari kontras line profile normal. Hal ini memperlihatkan bahwa line profile yang terdapat abnormalitas memiliki nilai piksel yang tidak terlalu kontras dengan nilai piksel rata-rata dari ROI tulang, dimana telah diketahui bahwa pada citra abnormal terdapat banyak abnormalitas yang direpresentasikan dengan warna putih pada citra dengan nilai piksel yang rendah dan tidak berbeda jauh dengan nilai piksel tulang. Oleh karena itu, line profile dari citra dengan abnormalitas cenderung rendah, berbentuk datar dan monoton. Selain itu, dapat dikatakan bahwa perhitungan kontras pada metode II cukup efektif dalam memberikan perbedaan pada line profile normal dan abnormal, tetapi tidak berpotensi untuk digunakan sebagai baseline, serta kurang efektif untuk mengetahui posisi abnormalitas. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa penerapan metode III pada line profile
Universitas Indonesia
35 normal (tanpa abnormalitas) dan abnormal (dengan abnormalitas) cukup dapat memperlihatkan perbedaan yang mencolok. Walaupun line profile dengan metode III ini tidak berpotensi untuk dijadikan baseline, grafik pada gambar 4.9 menunjukkan bahwa kontras terhadap ROI toraks untuk line profile normal memiliki pola trend yang berbeda dengan line profile abnormal. Perhitungan kontras menggunakan metode III pada dasarnya bertujuan untuk menonjolkan abnormalitas dengan cara mengurangi nilai piksel pada tiap titik dengan nilai piksel maksimum dari toraks (nilai piksel jaringan normal), dimana hal ini cukup memberikan perbedaan pada pola line profile dikarenakan perbedaan antara nilai piksel yang kecil pada line profile abnormal (tingkat keabu-abuan rendah atau warna putih) dan nilai piksel maksimum toraks (tingkat keabuabuan tinggi atau warna hitam). Gambar 4.10 menunjukkan perbandingan line profile garis uji ke-7 untuk citra normal dan abnormal menggunakan metode IV. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, metode IV memiliki potensi untuk dijadikan baseline. Hal ini juga dapat dibuktikan dari perbandingan menggunakan metode IV pada gambar 4.10, dimana perbedaan antara line profile normal dan abnormal menjadi lebih mencolok daripada menggunakan metode I (tanpa normalisasi). Gambar selanjutnya adalah gambar 4.11 yang merupakan perbandingan line profile normal dan abnormal dengan menggunakan metode V. Gambar 4.11 menunjukkan perbandingan yang cukup mencolok antara line profile normal dan abnormal yang identik dengan gambar 4.8. Perbedaan gambar 4.11 dengan gambar 4.8 hanyalah pada rentang nilai kontras. Hal ini dikarenakan adanya normalisasi sebelum kalkulasi kontras hanya membuat rentang menjadi lebar, tetapi nilainya tetap sebanding. Gambar gambar 4.12 menunjukkan perbandingan line profile normal dan abnormal menggunakan metode VI. Perbandingan ini memberikan perbedaan yang sebanding dengan gambar 4.9. Adanya normalisasi pada metode VI jika dibandingkan dengan metode III hanya memberikan perbedaan rentang nilai, tetai tidak pada bentuk pola trend dari line profile. Tabel 4.2 menunjukkan rentang nilai piksel dan kontras dari citra proyeksi AP untuk pasien dengan abnormalitas. Rentang piksel untuk membandingkan antara citra normal dan abnormal pada proyeksi AP dapat dilihat dari nilai piksel minimum dan maksimum terkecil. Hal ini sesuai dengan abnormalitas, dimana nilai piksel minimum dan maksimum terkecil dapat mengindikasikan adanya abnormalitas. Nilai piksel terkecil menunjukkan nilai gray scale yang lebih putih. Citra dengan diagnosis abnormal pada beberapa penyakit tertentu
Universitas Indonesia
36 biasanya memiliki nilai piksel yang rendah sehingga akan terlihat perbedaan antara citra normal dan abnormal dengan jelas melalui nilai piksel minimum pada line profile tertentu. Rentang nilai piksel pada metode normalisasi merupakan rentang nilai tidak dapat dibedakan karena telah dilakukan penyamaan rentang piksel. Perbandingan rentang piksel antara citra normal dan abnormal pada proyeksi AP dapat dilihat dari tabel 4.1 dan 4.2. Rentang nilai piksel (metode I) dari line profile normal secara umum lebih lebar dari rentang nilai piksel dari line profile abnormal. Hal ini dapat dilihat dari rentang nilai piksel untuk garis uji ke-3 pada tabel 4.1, yaitu 818-3353, sedangkan untuk garis uji yang sama pada pasien 1 (tabel 4.2), rentang nilai pikselnya, yaitu 950-1852. Hal ini terjadi karena citra dengan abnormalitas cenderung memiliki nilai piksel yang rendah (tingkat keabu-abuan rendah atau warna putih). Perbedaan rentang nilai kontras juga terlihat jelas antara line profile normal dan abnormal. Secara umum, terjadi penurunan nilai rentang kontras ROI tulang pada line profile abnormal. Hal ini dapat dilihat dari garis uji ke-3, rentang kontras ROI tulang (metode II) untuk citra normal, yaitu 2,499,29, sedangkan rentang kontras citra abnormal, yaitu -0,09-0,78. Adanya penurunan nilai kontras pada citra abnormal disebabkan oleh adanya abnormalitas yang berkontribusi pada rendahnya nilai piksel yang berdampak pada kecilnya perbedaan dengan nilai piksel dari ROI tulang. Tabel 4.1 dan 4.2 juga memperlihatkan perbandingan rentang nilai kontras terhadap ROI toraks. Terdapat perbedaan rentang nilai kontras, dimana pada line profile dengan abnormalitas terjadi penurunan nilai rentang dan jangkauan (lebar rentang). Hal ini dapat dilihat dari garis uji ke-3, rentang kontras ROI tulang (metode II) untuk citra normal, yaitu -0,72 - 0,86 sedangkan rentang kontras citra abnormal, yaitu -0,58 - -0,19. Penurunan ini terjadi dikarenakan adanya representasi abnormalitas (warna putih) pada citra memberikan pengurangan perbedaan (kontras) jaringan normal dan abnormal.
Universitas Indonesia
37
4.1.3
Pemilihan Metode Line Profile Proyeksi AP (CoV)
Tabel 4.3: Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi AP
CoV pada metode ke-
Line Profile I
II
III
IV
V
VI
1
0.32
4.36
0.24
0.43
1.47
3.13
2
0.28
13.6
0.44
0.27
0.45
1.30
3
0.23
1.81
0.55
0.24
0.50
0.96
4
0.25
0.30
0.42
0.22
0.89
0.72
5
0.28
0.71
0.53
0.22
1.82
2.74
6
0.29
1.54
0.64
0.23
0.20
1.45
7
0.24
0.58
0.81
0.20
0.80
0.85
8
0.44
2.18
0.72
0.40
0.14
1.05
9
0.42
1.24
0.14
0.25
0.95
0.83
Rata-rata
0.31
2.92
0.50
0.27
0.80
1.45
Analisis kualitatif pada citra normal proyeksi AP menunjukkan bahwa metode IV merupakan metode yang cukup efektif dalam menghimpitkan antar line profile pada garis uji yang sama. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil kuantitatif yang ditunjukkan dari parameter cofficient of variation (CoV). Berdasarkan tabel 4.3, nilai CoV rata-rata terbesar adalah 2,92 (metode II). Nilai CoV terbesar ini menunjukkan bahwa metode II memiliki line profile yang paling fluktuatif. Dilain sisi, nilai CoV rata-rata terkecil adalah sebesar 0,27 (metode IV). Nilai CoV terkecil ini menunjukkan cukup berhimpitnya line profile yang menggunakan metode IV. Hal ini menunjukkan bahwa metode ke-IV merupakan metode terbaik yang dapat dipilih untuk membuat baseline.
Universitas Indonesia
38
4.1.4
Perbandingan Line Profile Proyeksi AP antara Pasien Normal dan Abnormal (δ) Tabel 4.4: Nilai dicrepancy δ dengan metode IV untuk proyeksi AP
Diskrepansi (δ) dengan metode IV pada pasien ke-
Line Profile 1
2
4
5
6
7
8
1
5.22
4.71
5.39
4.74
3.34
2.40
5.63
2
5.92
13.50
2.50
9.01
9.42
5.92
7.04
3
4.12
3.48
2.30
2.54
1.62
2.61
2.62
4
6.73
7.49
2.77
4.49
4.94
2.04
4.99
5
4.98
7.22
2.19
3.27
9.03
3.44
5.24
6
6.08
7.18
2.42
3.63
5.60
2.97
3.11
7
6.66
11.31
11.36
4.81
10.36
5.27
3.49
8
3.63
3.41
3.94
2.21
2.72
3.96
3.91
9
0.47
0.48
0.99
0.49
0.79
0.75
0.39
Rata-rata
4.87
6.53
3.76
3.91
5.31
3.26
4.05
Nilai parameter kuantitatif lain yang digunakan pada penelitian ini adalah diskrepansi (δ). Nilai ini menunjukkan besaran kuantitatif dari perbedaan line profile citra pasien normal dan abnormal. Diskrepansi (δ) yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dari data dengan penggunaan metode IV menunjukkan bahwa citra dengan tingkat abnormalitas yang tinggi dapat dinyatakan dengan parameter δ yang besar, yaitu pada patologis effusion atau citra abnormal ke-2 sebesar 6,53. Dilain sisi, citra dengan tingkat abnormalitas yang rendah ditunjukkan sebagai nilai parameter δ yang kecil, yaitu 3,26 untuk patologis interstitial pneumonia atau citra abnormal ke-7. Secara kualitatif, adanya abnormalitas cukup sebanding dengan besaran kuantitatif yang diperoleh, dimana citra dengan abnormalitas effusion merupakan citra dengan banyaknya warna putih pada daerah paru-paru pasien. Hal ini juga dapat dilihat dari gambar 4.14 dan 4.18, dimana abnormalitas dengan nilai δ terbesar (tingkat lanjut) untuk jenis patologi effusion dapat dilihat perbedaannya yang cukup besar dengan baseline pada gambar 4.14, sedangkan abnormalitas dengan nilai δ terkecil pada gambar 4.18 untuk jenis patologi interstitial pneumonia memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar dengan baseline (perlu pengembangan lebih lanjut). Gambar perbandingan baseline dan line profile abnormal lainnya cukup dapat menunjukkan fisibilitas dari metode ini.
Universitas Indonesia
39
Gambar 4.13: Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumothorax garis uji ke-3
Gambar 4.14: Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-3
Universitas Indonesia
40
Gambar 4.15: Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-7
Gambar 4.16: Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumonia garis uji ke-3
Universitas Indonesia
41
Gambar 4.17: Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji ke-4
Gambar 4.18: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-5
Universitas Indonesia
42
Gambar 4.19: Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji ke-3
Universitas Indonesia
43
4.2 4.2.1
Line Profile Proyeksi PA Line Profile Proyeksi PA untuk Pasien Normal
Gambar 4.20: Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.21: Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal Universitas Indonesia
44
Gambar 4.22: Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.23: Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Universitas Indonesia
45
Gambar 4.24: Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.25: Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
46 Tabel 4.5: Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi PA
Garis ke-n
Nilai Piksel
Kontras terhadap ROI
Kontras terhadap ROI
Tulang
Toraks
Metode I
Metode IV
Metode II
Metode V
Metode III
Metode VI
1
244 - 2561
253 - 4078
-0,67 - 6,87
-0,76 - 17,39
-0,92 - 0,19
-0,93 - 0,46
2
212 - 3574
253 - 4078
-0,74 - 11,08
-0,76 - 17,39
-0,93 - 0,13
-0,93 - 0,46
3
134 - 3724
253 - 4078
-0,69 - 11,79
-0,76 - 17,39
-0,96 - 0,17
-0,93 - 0,46
4
71 - 3668
253 - 4078
-0,76 - 12,01
-0,76 - 17,39
-0,98 - 0,13
-0,93 - 0,46
5
61 - 3507
253 - 4078
-0,82 - 10,63
-0,76 - 17,39
-0,98 - 0,10
-0,93 - 0,46
6
60 - 3488
253 - 4078
-0,88 - 10,19
-0,76 - 17,39
-0,98 - 0,09
-0,93 - 0,46
7
50 - 3584
253 - 4078
-0,88 - 10,89
-0,76 - 17,39
-0,98 - 0,10
-0,93 - 0,46
8
54 - 3665
253 - 4078
-0,86 - 11,67
-0,76 - 17,39
-0,98 - 0,15
-0,93 - 0,46
9
34 - 3694
253 - 4078
-0,90 - 11,90
-0,76 - 17,39
-0,99 - 0,12
-0,93 - 0,46
Gambar 4.20 menunjukkan line profile citra terdiagnosis normal yang merupakan hasil penerapan metode I, dimana bentuk trend-nya cukup fluktuatif dan terdapat tiga line profile yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan rentang nilai piksel yang cukup bervariasi. Penyebab lain dapat disebabkan oleh adanya perbedaan anatomi yang dilalui oleh garis uji. Hal ini merupakan limitasi dari metode ini karena hanya digunakan linewidth = 1. Gambar 4.21 semakin menunjukkan secara kualitatif perbedaan trend antar line profile. Hal ini didasari oleh adanya parameter eksposi yang berbeda. Analog dengan citra proyeksi AP, metode II merupakan metode yang tidak efektif untuk diterapkan pada line profile dalam pembuatan baseline. Gambar 4.22 juga menunjukkan adanya perubahan trend yang tidak terlalu mencolok. Hal ini disebabkan adanya kontras alami dari perbedaan parameter eksposi dan belum dilakukannya normalisasi rentang piksel. Oleh karena itu, metode ini juga tidak efektif untuk diterapkan pada line profile dalam pembuatan baseline. Gambar 4.23 memperlihatkan efektifitas metode normalisasi (metode IV) karena mampu menghimpitkan salah satu line profile yang cukup berbeda sebelum dilakukan normalisasi. Metode IV merupakan metode yang diterapkan untuk mengurangi efek dari perbedaan parameter eksposi. Hasil gambar 4.23 menunjukkan secara kualitatif bahwa metode ini berpotensi untuk diterapkan dalam pembuatan baseline. Gambar 4.24 dan 4.25 analog dengan gambar 4.21 dan 4.22 yang menunjukkan bahwa normalisasi tidak mengubah pola dari line profile. Pada
Universitas Indonesia
47 dasarnya, secara kualitatif metode VI cukup efektif dalam menghimpitkan, tetapi masih terdapat line profile yang tidak berhimpit. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan kontras yang cukup besar dari citra line profile ini. Tabel 4.5 menunjukkan perbedaan rentang nilai piksel sebelum dan sesudah dinormalisasi. Analog dengan citra proyeksi AP, rentang nilai piksel pada proyeksi PA juga mengalami kenaikan jangkauan (lebar) rentang nilai sesudah dinormalisasi. Hal ini dikarenakan penyamaan rentang piksel dilakukan pada nilai piksel minimum terbesar dan maksimum terkecil dari citra.
4.2.2
Line Profile Proyeksi PA untuk Pasien dengan Abnormalitas
Gambar 4.26: Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
48
Gambar 4.27: Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Gambar 4.28: Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia.
Universitas Indonesia
49
Gambar 4.29: Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Gambar 4.30: Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
50
Gambar 4.31: Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Tabel 4.6: Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi PA
Pasien
Garis ke-n
Nilai Piksel
Kontras terhadap ROI
Kontras terhadap ROI
Tulang
Toraks
Metode I
Metode IV
Metode II
Metode V
Metode III
Metode VI
3
6
123 - 2265
253 - 4078
-0,58 - 6,66
-0,14 - 12,79
-0,96 - -0,28
-0,92 - 0,30
9
6
279 - 2777
253 - 4078
-0,58 - 3,20
-0,62 - 5,17
-0,91 - -0,13
-0,92 - 0,28
10
6
110 - 1813
253 - 4078
-0,97 - -0,48
-0,93 - 0,18
-0,97 - -0,43
-0,92 - 0,28
Tabel 4.5 dan 4.6 merupakan tabel yang berisi rentang nilai piksel pada line profile citra normal dan abnormal. Secara umum, analog dengan citra proyeksi AP, rentang nilai piksel dan kontras pada citra normal dan abnormal pada proyeksi PA juga memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Pada nilai piksel garis uji ke-6 dari citra normal dan abnormal, terjadi penurunan nilai dan jangkauan (lebar rentang) dari nilai piksel pada citra abnormal. Hal ini dikarenakan adanya abnormalitas yang direpresentasikan dengan warna putih pada citra membuat distribusi nilai piksel menjadi menurun. Untuk rentang nilai kontras, hal yang terjadi pada citra proyeksi AP juga terjadi pada citra proyeksi PA, dimana terdapat adanya penurunan nilai dari rentang nilai kontras akibat kontribusi abnormalitas (tingkat keabu-abuan rendah pada citra). Universitas Indonesia
51
4.2.3
Pemilihan Metode Line Profile Proyeksi PA (CoV)
Tabel 4.7: Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi PA
CoV pada metode ke-
Line Profile I
II
III
IV
V
VI
1
0.39
1.21
0.15
0.38
0.93
0.90
2
0.39
1.13
0.30
0.31
1.04
3.85
3
0.36
0.78
0.45
0.22
0.53
0.37
4
0.33
0.95
0.41
0.20
0.46
2.00
5
0.37
0.45
0.34
0.22
1.95
6.22
6
0.39
0.64
0.32
0.23
0.56
0.23
7
0.40
0.44
0.35
0.24
0.47
6.98
8
0.58
0.75
0.50
0.42
0.49
1.04
9
0.70
9.56
0.23
0.33
1.02
0.45
Rata-rata
0.43
1.77
0.34
0.28
0.72
2.45
Berdasarkan tabel CoV pada citra proyeksi AP, terlihat bahwa metode terbaik yang direpresentasikan dengan nilai CoV terkecil adalah pada metode IV. Hasil ini juga dapat dilihat dari tabel 4.7, dimana nilai CoV terkecil adalah pada metode ke-IV, yaitu sebesar 0.28. Hasil kuantitatif ini juga menunjukkan kesesuaian dengan hasil kualitatif sehingga dapat dinyatakan bahwa metode yang efektif untuk membedakan citra normal dan abnormal adalah metode ke-IV, yaitu normalisasi rentang piksel.
Universitas Indonesia
52
4.2.4
Perbandingan Line Profile Proyeksi PA antara Pasien Normal dan Abnormal (δ) Tabel 4.8: Nilai dicrepancy δ dengan metode IV untuk proyeksi PA
Line Profile
Diskrepansi (δ) dengan metode IV 3
9
10
1
0.25
0.23
0.31
2
0.26
0.29
0.32
3
0.14
0.20
0.28
4
0.15
0.19
0.20
5
0.18
0.20
0.17
6
0.20
0.24
0.15
7
0.21
0.26
0.29
8
0.38
0.31
0.38
9
0.23
0.20
0.22
Rata-rata
0.22
0.24
0.26
Nilai parameter kuantitatif (diskrepansi (δ)) yang diperoleh berdasarkan hasil kuantisasi data dengan metode IV menunjukkan bahwa citra dengan tingkat abnormalitas yang tinggi dapat dinyatakan dengan parameter δ yang besar (interstitial pneumonia atau citra pasien abnormal ke-10). Dilain sisi, citra dengan abnormalitas yang rendah (bronchitis atau citra pasien abnormal ke-3) juga dapat dilihat sebagai nilai parameter δ yang kecil. Secara kualitatif, citra dengan abnormal bronchitis memang terlihat lebih normal (tidak terlalu banyak bercak putih pada citra), dimana hasil ini sejalan dengan hasil kuantitatif. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.32, 4.33, 4.34, dimana abnormalitas dengan nilai δ terbesar (abnormalitas tingkat lanjut) untuk jenis patologis interstitial pneumonia dapat dilihat perbedaannya dengan baseline pada gambar 4.34, sedangkan abnormalitas dengan nilai δ terkecil pada gambar 4.32 untuk jenis patologis bronchitis memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar dengan baseline (perlu pengembangan lebih lanjut). Gambar perbandingan baseline dan line profile abnormal lainnya cukup dapat menunjukkan fisibilitas dari metode ini.
Universitas Indonesia
53
Gambar 4.32: Perbandingan line profile baseline dan line profile bronchitis garis uji ke-6
Gambar 4.33: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-6
Universitas Indonesia
54
Gambar 4.34: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia garis uji ke-6
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah • Kuantisasi line profile dengan resize dan normalisasi rentang piksel (metode IV) merupakan metode yang memiliki fisibilitas dalam membedakan citra dengan diagnosis normal dan diagnosis abnormal. – Pada citra dengan proyeksi AP, metode IV memiliki nilai CoV terkecil, yaitu 0,27, dimana dibandingkan dengan nilai CoV metode yang lain, yaitu 0,31 (metode I), 2,92 (metode II), 0,50 (metode III), 0,80 (metode V) dan 1,45 (metode VI). – Pada citra dengan proyeksi PA, metode IV juga memiliki nilai CoV terkecil, yaitu 0,28, dimana dibandingkan dengan nilai CoV metode yang lain, yaitu 0,43 (metode I), 1,77 (metode II), 0,34 (metode III), 0,72 (metode V) dan 2,45 (metode VI). • Metode ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya untuk membedakan citra terdiagnosis normal dan abnormal, dimana abnormalitas yang terjadi harus cukup signifikan (abnormalitas tingkat lanjut) – Pada citra dengan proyeksi AP, nilai diskrepansi (δ) terkecil adalah 3,26 untuk patologi interstitial pneumonia dan nilai diskrepansi (δ) terbesar adalah 6,53 untuk patologi effusion. – Pada citra dengan proyeksi PA, nilai diskrepansi (δ) terkecil adalah 0,22 untuk patologi bronchitis dan nilai diskrepansi (δ) terbesar adalah 0,26 untuk patologi interstitial pneumonia.
5.2
Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah • Perlunya penambahan citra terdiagnosis normal untuk mendapatkan baseline yang akurat dan relevan dengan citra normal pada umumnya. 55
56 • Perlu dilakukannya grouping berdasarkan usia, ketebalan tubuh, dan parameter eksposi agar dapat diperoleh baseline yang relevan dengan kondisi pasien. • Perlunya koreksi background pada imaging plate CR untuk menghindari kesalahan interpretasi citra akibat defect pada imaging plate • Perlu adanya penambahan database citra untuk tiap patologis agar dapat ditentukan baseline sesuai jenis patologis.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
[1] Seibert JA, Morin RL. The standardized exposure index for digital radiography: an opportunity for optimization ofradiation dose to the pediatric population. Pediatr Radiol. 41(5):573-581. 2011. [2] Schaefer-Prokop CM, De Boo DW, Uffmann M, Prokop M. DR and CR: Recent advances in technology.Eur J Radiol. 72:194-201. 2009. [3] American Association of Physicists in Medicine. Acceptance testing and quality control of photostimulable storage phosphor imaging systems, AAPM Report No. 93, Report of AAPM Task Group 10, AAPM. 2006. [4] Charnock P, Connolly PA, Hughes D, Moores BM. Evaluation and testing of computed radiography systems. Radiat Prot Dosim. 114:201-7. 2005. [5] Rowlands JA. The physics of computed radiography. Phys Med Biol. 47:R123-66. 2002. [6] Walsh C, Gorman D, Byrne P, Larkin A, Dowling A, Malone JF. Quality assurance of computed and digital radiography systems.Radiat Prot Dosim. 129:271-5. 2008. [7] Muhogora W, Padovani R, Bonutti F, Msaki P, Kazema R. Performance evaluation of three computed radiography systems using methods recommended in American Association of Physicists in Medicine Report 93. J Med Phys. 36:138-46. 2011. [8] Freer TW, Ulissey MJ. Screening mammography with computer-aided detection: prospective study of 12,860 patients in a community breast center. Radiology. 220:781-786. 2001. [9] Gur D, Sumkin JH, Rockette HE, Ganott M, Hakim C, Hardesty L, Poller WR, Shah R, Wallace L. Changes in breast cancer detection and mammography recall rate after the introduction of a computer-aided detection system. J Natl Cancer Inst. 96:185-190. 2004. [10] Birdwell RL, Bandodkar P, Ikeda DM. Computer-aided detection with screening mammography in a university hospital setting. Radiology. 236:451-457. 2005. 57
58 [11] Cupples TE, Cunningham JE, Reynolds JC. Impact of computer-aided detection in a regional screening mammography program. AJR. 185:944950. 2005. [12] Morton MJ, Whaley DH, Brandt KR, Amrami KK. Screening mammograms: interpretation with computer-aided detection-prospective evaluation. Radiology. 239:375-383. 2006. [13] Dean JC, Ilvento CC. Improved cancer detection using computer-aided detection with diagnostic and screening mammography: prospective study of 104 cancers. AJR. 187:20-28. 2006. [14] Destounis SV, DiNitto P, Logan-Young W, Bonaccio E, Zuley ML, Willison KM. Can computer-aided detection with double reading of screening mammograms help decrease the false-negative rate? Initial experience. Radiology. 232:578-584. 2004. [15] Butler SA, Gabbay RJ, Kass DA, Siedler DE, O’Shaughnessy KF, Castellino RA. Computer-aided detection in diagnostic mammography: detection of clinically unsuspected cancers. AJR. 183:1511-1515. 2004. [16] Nishikawa RM, Haldemann RC, Papaioannou J, Giger ML, Lu P, Schmidt RA, Wolverton DE, Bick U, Doi K. Initial experience with a prototype clinical ”intelligent” mammography workstation for computer-aided diagnosis. Proc SPIE. 2434:65-71. 1995. [17] Schmidt RA, Nishikawa RM, Osnis RB, Schreibman K, Giger ML, Doi K. Computerized detection of lesions missed by mammography. In: K Doi, Giger ML, Nishikawa RM, Schmidt RA., editors. Digital Mammography. Elsevier Science; Amsterdam. pp. 105-110. 1996. [18] Warren-Burhenne LJ, Wood SA, D’Orsi CJ, et al. Potential contribution of computer-aided detection to the sensitivity of screening mammography. Radiology. 215:554-562. 2000. [19] Giger ML, Huo Z, Kupinski MA, Vyborny CJ. Computer-aided diagnosis in mammography. In: Fitzpatrick JM, Sonka M, editors. The Handbook of Medical Imaging, volume 2 Medical Imaging Processing and Analysis. SPIE. pp. 915-1004. 2000. [20] Giger ML. Computerized analysis of images in the detection and diagnosis of breast cancer. Seminars in Ultrasound CT and MRI. 25:411-418. 2004. Universitas Indonesia
59 [21] Doi K. Current status and future potential of computer-aided diagnosis in medical imaging. Br J Radiol 78 Spec No 1:S3-S19. 2005. [22] Bushberg JT, Seibert JA, Leidholt EMJ, Boone JM. The Essential Physics for Medical Imaging, 2nd ed. Lippincott, William and Walkins. Baltimore. MD. 2002. [23] Attix, Frank H. Introduction to Radiological Physics and Radiation Dosimetry. John Wiley and Sons, Inc. 1986. [24] Arthur, R. Interpretation of the paediatric chest X-ray. Paediatr Respir Rev 1:41-50. 2000. [25] Commission of the European Communities: European guidelines on quality criteria for diagnostic radiographic images in pediatrics. (Office for Official Publications of the European Communities, Luxembourg), Report EUR 16261. CEC. 1996. [26] Reed GF, Lynn F, Meade BD. Use of Coefficient of Variation in Assessing Variability of Quantitative Assays. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. 2002;9(6):1235-1239. doi:10.1128/CDLI.9.6.1235-1239.2002. [27] Bramson RT, Griscom NT, Cleveland RH. Interpretation of chest radiographs in infants with cough and fever. Radiology. 236:22-29. 2005. [28] Sanchez JacobR, Vano-Galvan E, Vano E, et al. Optimising the use of computed radiography in pediatric chest imaging. J Digit Imaging;22:10413. 2009. [29] Ruan, Da; Chen, Guoqing; Kerre, Etienne. Wets, G., ed. Intelligent Data Mining: Techniques and Applications. Studies in Computational Intelligence Vol. 5. Springer. p. 318. Berlin. 2005. [30] Cheung YY, Jung B, Sohn JH, Ogrinc G. Quality initiatives: statistical control charts-simplifying the analysis of data for quality improvement. RadioGraphics;32(7):2113-2126. 2012.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
GRAFIK LINE PROFILE KESELURUHAN DATA UNTUK SELURUH METODE
Line Profile Proyeksi AP
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 1: Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
2
3
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 2: Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
4
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 3: Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
5
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 4: Line profile dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
6
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 5: Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
7
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 6: Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
8
Line Profile Proyeksi PA
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 7: Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
9
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 8: Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
10
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 9: Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
11
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 10: Line profile dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
12
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 11: Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
13
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 12: Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksimum piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
TABEL RENTANG NILAI PIKSEL SELURUH ABNORMAL
Tabel Rentang Nilai Piksel Abnormal untuk Proyeksi AP Tabel 1: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 1 (pneumothorax) pada proyeksi AP
Tabel 2: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 2 (effusion) pada proyeksi AP
14
15 Tabel 3: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 4 (Effusion) pada proyeksi AP
Tabel 4: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 5 (pneumonia) pada proyeksi AP
Tabel 5: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneumonia) pada proyeksi AP
Universitas Indonesia
16 Tabel 6: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) pada proyeksi AP
Tabel 7: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) pada proyeksi AP
Tabel Rentang Nilai Piksel Abnormal untuk Proyeksi PA Tabel 8: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 3 (bronchitis ringan) pada proyeksi PA
Universitas Indonesia
17 Tabel 9: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 9 (interstitial pneumonia ringan) pada proyeksi PA
Tabel 10: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 10 (interstitial pneumonia ringan) pada proyeksi PA
Universitas Indonesia
GRAFIK BASELINE DENGAN MENGGUNAKAN METODE IV BESERTA ABNORMAL
Baseline-Abnormalitas Proyeksi AP
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 13: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 1 (pneumotorax) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
18
19
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 14: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 2 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
20
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 15: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 4 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
21
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 16: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 5 (pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
22
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 17: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
23
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 18: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
24
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 19: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
25
Baseline-Abnormalitas Proyeksi PA
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 20: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 3 (bronchitis) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
26
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 21: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 9 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
27
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 22: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang nilai piksel) dan abnormalitas 10 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia