UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
SKRIPSI
HIMAWAN SIDHARTA 0405037081
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2009
UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik
HIMAWAN SIDHARTA 0405037081
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Tanda Tangan :
Tanggal : Depok, 15 Juni 2009
ii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Departemen
: Teknik Elektro
Judul Skripsi
: RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM
AUTO
TRACKING
SATELLITE
ANTENNA MOBILE
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Ir. Djamhari Sirat, M.Sc, Ph.D
(………………………)
Penguji
: Dr. Ir. Feri Yusivar M.Eng
(………………………)
Penguji
: Dr. Ir. Agus Santoso Tamsir, MT (………………………)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 9 Juli 2009
iii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ir. Djamhari Sirat, MSc., PhD, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tugas skripsi ini; (2) Dr.Ir. Arman Djohan. M.Eng, selaku dosen yang memberikan bimbingan dalam melengkapi penyusunan laporan seminar ini; (3) Pihak PT. PSN, terutama untuk bapak Sigit dan bapak M. Fadol Kuntadi, yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data dan peralatan yang saya perlukan; (4) Saudara Yudhistira Prayoga yang telah memberikan ide awal skripsi untuk tema komunikasi satelit (5) Orang tua saya, Ibunda Sandra N. M, serata ayahanda, Suranto S, yang telah banyak membantu dalam memberikan dukungan baik secara moral maupun material; (6) Teman-teman elektro 2005, terutama untuk Aditya Y.P, David W.S, serta Eman S, yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini, baik saat kuliah maupun ketika berada di PSN
iv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 15 Juni 2009 Penulis
v Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademis Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Program Studi : Teknik Elektro Departemen
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknik
Jenis karya
: SKRIPSI
Demi pengembangan ilmu penetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFreeRight) atas karya ilmiah saya yang berjudul: RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 15 Juni 2009 Yang menyatakan
(HIMAWAN SIDHARTA)
vi Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
ABSTRAK
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
Program Studi : TEKNIK ELEKTRO : RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO
Judul
TRACKING
SATELLITE ANTENNA MOBILE
Tugas akhir ini ialah perancangan dan pembuatan perangkat lunak untuk sistem auto-tracking (arti: sistem pengontrol pergerakkan antena untuk menjejak satelit) satelit pada antena mobil. Sistem ini menggunakan microcontroller sebagai pengontrolnya, dengan GPS sebagai input lokasi dari antena, digital compass sebagai input arah pointing awal antenna, rotari enkoder sebagai sensor pergerakkan azimuth dan elevasi, serta modem untuk melihat besar Eb/No sinyal. Inputan ini menggunakan komunikasi serial untuk berhubungan
dengan
mikrokontroller. Sehingga pemrograman harus difokuskan dalam komunikasi serial UART dan software UART, yang digunakan untuk pengadaan komunikasi serial pada port I/O. Kontroller ini menggunakan 2 tahapan dalam proses tracking satelit. Tahapan awal ialah metode Elevasi-Azimuth, dimana pada tahapan ini dengan menggunakan inputan dari GPS, digital compass, serta posisi satelit (baik koordinat, maupun ketinggiannya) yang tersimpan dalam mikrokontroller. Kontroller akan menghitung besar sudut azimuth dan elevasi antena terhadap satelit, kemudian mengerakkan antena sesuai dengan sudut azimuth dan elevasinya. Tahapan selanjutnya ialah koreksi modem, dimana pada tahapan ini hanya inputan modem yang digunakkan (keempat inputan lain diabaikan), dan pergerakkan antena diatur hingga didapat nilai Eb/No sinyal yang terbesar. Kata kunci: Soft UART, kontroller, Mikrokontroler, GPS, Digital Compass, Rotari Enkoder, Modem, Elevasi, Azimuth,
vii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
ABSTRACT
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
Program Studi : TEKNIK ELEKTRO Judul
: SOFTWARE DESIGN for AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
This final task is the design and creation software for auto-tracking system satellite antenna on the car. This system uses a microcontroller as the controller, with the GPS as the indicator location of the antenna, digital compass as the beginning of antenna pointing direction, rotary encoder as sensor azimuth and elevation, and modem to see Eb/No signal. The microcontroller use serial communication to read the input. Thus the programming should be focused on in the UART and serial communication software UART. This controller use 2 phase in the process of tracking satellites. Early stages is the method Elevation-Azimuth, where at this stage with input from GPS, Digital Compass, and the position of satellites (both coordinates, and height) that are stored in microcontroller. Controller will calculate the elevation and azimuth angle, then move the antenna according to the antenna azimuth and elevation angle. Next stages is correction modem, where in this stage controller only use modem as the input, and antenna movement is set up to obtain the largest value of Eb / No signal.
Keywords: Soft UART, controller, Mikrokontroler, GPS, Digital Compass, Rotary Encoder, Modem, Elevasi, Azimuth,
viii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL ....................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............. v ABSTRAK (INDONESIA) ............................................................................................. vi ABSTRAK (INGGRIS) .................................................................................................. vii DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 1 1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2 1.4 Batasan Masalah ............................................................................................ 2 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................... 2 BAB 2 LANDASAN TEORI .......................................................................................... 4 2.1 Orbit Geostasioner ......................................................................................... 5 2.2 Pointing Angles ............................................................................................. 5 2.2.1 Azimuth dan Elevation.......................................................................... 5 2.2.2 Hour Angle dan Declination ................................................................. 5 ix Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
2.3 Satellite Antenna Mount ................................................................................ 6 2.4 Tracking ........................................................................................................ 8 2.5 System Tracking ............................................................................................ 9 2.3.1 Mikrokontroller ................................................................................. 10 2.3.2 Digital Compass ............................................................................... 11 2.3.3 Rotary Encoder ................................................................................ 13 2.3.4 GPS ................................................................................................. 14 2.6 USART ........................................................................................................ 16 2.7 Perhitungan Sudut Elevasi dan Azimuth ....................................................... 19
BAB 3 RANCANG BANGUN ....................................................................................... 21 3.1 Prinsip Kerja .................................................................................................. 21 3.2 Slave 1........................................................................................................... 24 3.2.1 Digital Compass ................................................................................... 25 3.2.2 GPS ...................................................................................................... 29 3.2.3 Encoder ................................................................................................ 36 3.2.4 Modem ................................................................................................. 38 3.3 Slave 4 ........................................................................................................... 42 3.4 Slave 2 dan Slave 3......................................................................................... 47
x Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
3.5 Master ........................................................................................................... 51 3.5.1 UART ................................................................................................... 53 3.5.2 Software UART .................................................................................... 53 BAB 4 UJI COBA ALAT DAN ANALISA DATA ........................................................ 56 4.1 Simulasi Program .......................................................................................... 57 4.2 Simulasi Real ................................................................................................ 66 4.3 Analisa Hasil Data .......................................................................................... 68 4.4 Pemecahan Masalah ....................................................................................... 72 4.3 Analisa Koreksi Data ...................................................................................... 77 BAB 5 PENUTUP .......................................................................................................... 78 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 79
xi Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Sateli pada orbit geostasioner ............................................... 4 Gambar 2.2 Perbandingan antara Satelit di Equator dengan yang tidak ................. 5 Gambar 2.3 Satelit antenna pada el/az mount ....................................................... 7 Gambar 2.4 Antenna dengan dual axis polar mount .............................................. 8 Gambar 2.5 Diagram alir pada kontroller ............................................................. 10 Gambar 2.6 Pin-pin digital compass .................................................................... 11 Gambar 2.7 Pengiriman data pada protokol I2C.................................................... 12 Gambar 2.8 Absolute Encoder ............................................................................ 14 Gambar 2.10 Register UDR ................................................................................. 16 Gambar 2.11 Register UCSRA ............................................................................ 16 Gambar 2.12 Register UCSRB ............................................................................ 17 Gambar 2.13 Register UCSRC ............................................................................ 17 Gambar 2.14 Register UBRRL-H ......................................................................... 18 Gambar 2.15 Posisi Geometris antena stasiun bumi dengan satelit ........................ 19 Gambar 3.1 Flowchart Slave1 .............................................................................. 22 Gambar 3.2 Rangkaian skematik slave1................................................................ 23 Gambar 3.3 Tampilan Hyper terminal pembacaan digital compass lewat I2C ...... 27 Gambar 3.4 Tampilan hyper terminal ketika void main() ...................................... 27
xii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Gambar 3.5 Digital compass berikut pin-pinnya .................................................. 28 Gambar 3.6 Tampilan GPS di dalam ruangan pada hyperterminal ....................... 29 Gambar 3.7 Tampilan GPS di luar ruangan pada hyperterminal ............................ 29 Gambar 3.8 Flowchart algoritma pembaaan GPS ................................................ 31 Gambar 3.9 Tampilan hyperterminal ketika GPS belum terpasang ...................... 32 Gambar 3.10 Tampilan hyperterminal untuk keluaran slave 1 .............................. 34 Gambar 3.11 Flowchart pembacaan encoder ........................................................ 35 Gambar 3.12 Flowchart pembacaan modem ........................................................ 37 Gambar 3.13 Keluaran modem pada hyper terminal ............................................. 40 Gambar 3.14 Flowchart slave 4 ............................................................................ 41 Gambar 3.15 Flowchart slave 2 dan 3 ................................................................... 46 Gambar 3.16 Rangkaian skematik slave 2 dan 3 ................................................. 47 Gambar 3.17 Ilustrasi PWM ................................................................................ 47 Gambar 3.18 Flowchart master ............................................................................ 50 Gambar 3.19 Rangkaian converter serial ............................................................. 52 Gambar 4.1 Flowchart controller .......................................................................... 54 Gambar 4.2 Rangkaian simulasi ........................................................................... 55 Gambar 4.3 Tampilan awal hyper terminal ........................................................... 56 Gambar 4.4 Tampilan hyperterminal slave 4 ....................................................... 57 Gambar 4.5 Tampilan hyperterminal slave 4 untuk perhitungan azimuth ............. 57
xiii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Gambar 4.6 Tampilan hyperterminal ketika status On ......................................... 58 Gambar 4.7 Rangkaian hyperterminal pada proses kalibrasi ................................ 59 Gambar 4.7 Rangkaian hyperterminal pada proses inisialisasi ............................. 59 Gambar 4.8 Tampilan hyperterminal ketika antenna beam mendekati sudut 90 ..... 60 Gambar 4.10 pengaturan kecepatan elevasi........................................................... 62 Gambar 4.11 Pengaturan kecepatan azimuth ......................................................... 63 Gambar 4.12 Antenna mobile kondisi awal .......................................................... 64 Gambar 4.13 Tahap inisialisasi awal .................................................................... 65 Gambar 4.14 Tahapan akhir algoritma azimuth elevasi ........................................ 65 Gambar 4.15 Data satelit PALAPA ...................................................................... 67 Gambar 4.16 Flowchart koreksi modem bag 1 ...................................................... 69 Gambar 4.17 Flowchart koreksi modem bag 2 ..................................................... 70 Gambar 4.18 Koreksi modem tahap elevasi .......................................................... 71 Gambar 4.19 Hasil akhir program koreksi modem ............................................... 71
xiv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter Orbit Geostasioner............................................................... 4 Tabel 2.2 Register Compass ............................................................................... 13 Tabel 2.3 Keterangan format data GPS ................................................................. 15
xv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
SKRIPSI
HIMAWAN SIDHARTA 0405037081
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2009
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik
HIMAWAN SIDHARTA 0405037081
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2009
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Tanda Tangan :
Tanggal : Depok, 15 Juni 2009
ii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Departemen
: Teknik Elektro
Judul Skripsi
: RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM
AUTO
TRACKING
SATELLITE
ANTENNA MOBILE
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Ir. Djamhari Sirat, M.Sc, Ph.D
(………………………)
Penguji
: Dr. Ir. Feri Yusivar M.Eng
(………………………)
Penguji
: Dr. Ir. Agus Santoso Tamsir, MT (………………………)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 9 Juli 2009
iii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ir. Djamhari Sirat, MSc., PhD, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tugas skripsi ini; (2) Dr.Ir. Arman Djohan. M.Eng, selaku dosen yang memberikan bimbingan dalam melengkapi penyusunan laporan seminar ini; (3) Pihak PT. PSN, terutama untuk bapak Sigit dan bapak M. Fadol Kuntadi, yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data dan peralatan yang saya perlukan; (4) Saudara Yudhistira Prayoga yang telah memberikan ide awal skripsi untuk tema komunikasi satelit (5) Orang tua saya, Ibunda Sandra N. M, serata ayahanda, Suranto S, yang telah banyak membantu dalam memberikan dukungan baik secara moral maupun material; (6) Teman-teman elektro 2005, terutama untuk Aditya Y.P, David W.S, serta Eman S, yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini, baik saat kuliah maupun ketika berada di PSN
iv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 15 Juni 2009 Penulis
v Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademis Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
NPM
: 0405037081
Program Studi : Teknik Elektro Departemen
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknik
Jenis karya
: SKRIPSI
Demi pengembangan ilmu penetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFreeRight) atas karya ilmiah saya yang berjudul: RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 15 Juni 2009 Yang menyatakan
(HIMAWAN SIDHARTA)
vi Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
ABSTRAK
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
Program Studi : TEKNIK ELEKTRO : RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK SISTEM AUTO
Judul
TRACKING
SATELLITE ANTENNA MOBILE
Tugas akhir ini ialah perancangan dan pembuatan perangkat lunak untuk sistem auto-tracking (arti: sistem pengontrol pergerakkan antena untuk menjejak satelit) satelit pada antena mobil. Sistem ini menggunakan microcontroller sebagai pengontrolnya, dengan GPS sebagai input lokasi dari antena, digital compass sebagai input arah pointing awal antenna, rotari enkoder sebagai sensor pergerakkan azimuth dan elevasi, serta modem untuk melihat besar Eb/No sinyal. Inputan ini menggunakan komunikasi serial untuk berhubungan
dengan
mikrokontroller. Sehingga pemrograman harus difokuskan dalam komunikasi serial UART dan software UART, yang digunakan untuk pengadaan komunikasi serial pada port I/O. Kontroller ini menggunakan 2 tahapan dalam proses tracking satelit. Tahapan awal ialah metode Elevasi-Azimuth, dimana pada tahapan ini dengan menggunakan inputan dari GPS, digital compass, serta posisi satelit (baik koordinat, maupun ketinggiannya) yang tersimpan dalam mikrokontroller. Kontroller akan menghitung besar sudut azimuth dan elevasi antena terhadap satelit, kemudian mengerakkan antena sesuai dengan sudut azimuth dan elevasinya. Tahapan selanjutnya ialah koreksi modem, dimana pada tahapan ini hanya inputan modem yang digunakkan (keempat inputan lain diabaikan), dan pergerakkan antena diatur hingga didapat nilai Eb/No sinyal yang terbesar. Kata kunci: Soft UART, kontroller, Mikrokontroler, GPS, Digital Compass, Rotari Enkoder, Modem, Elevasi, Azimuth,
vii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
ABSTRACT
Nama
: HIMAWAN SIDHARTA
Program Studi : TEKNIK ELEKTRO Judul
: SOFTWARE DESIGN for AUTO TRACKING SATELLITE ANTENNA MOBILE
This final task is the design and creation software for auto-tracking system satellite antenna on the car. This system uses a microcontroller as the controller, with the GPS as the indicator location of the antenna, digital compass as the beginning of antenna pointing direction, rotary encoder as sensor azimuth and elevation, and modem to see Eb/No signal. The microcontroller use serial communication to read the input. Thus the programming should be focused on in the UART and serial communication software UART. This controller use 2 phase in the process of tracking satellites. Early stages is the method Elevation-Azimuth, where at this stage with input from GPS, Digital Compass, and the position of satellites (both coordinates, and height) that are stored in microcontroller. Controller will calculate the elevation and azimuth angle, then move the antenna according to the antenna azimuth and elevation angle. Next stages is correction modem, where in this stage controller only use modem as the input, and antenna movement is set up to obtain the largest value of Eb / No signal.
Keywords: Soft UART, controller, Mikrokontroler, GPS, Digital Compass, Rotary Encoder, Modem, Elevasi, Azimuth,
viii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL ....................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............. v ABSTRAK (INDONESIA) ............................................................................................. vi ABSTRAK (INGGRIS) .................................................................................................. vii DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 1 1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2 1.4 Batasan Masalah ............................................................................................ 2 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................... 2 BAB 2 LANDASAN TEORI .......................................................................................... 4 2.1 Orbit Geostasioner ......................................................................................... 5 2.2 Pointing Angles ............................................................................................. 5 2.2.1 Azimuth dan Elevation.......................................................................... 5 2.2.2 Hour Angle dan Declination ................................................................. 5 ix Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
2.3 Satellite Antenna Mount ................................................................................ 6 2.4 Tracking ........................................................................................................ 8 2.5 System Tracking ............................................................................................ 9 2.3.1 Mikrokontroller ................................................................................. 10 2.3.2 Digital Compass ............................................................................... 11 2.3.3 Rotary Encoder ................................................................................ 13 2.3.4 GPS ................................................................................................. 14 2.6 USART ........................................................................................................ 16 2.7 Perhitungan Sudut Elevasi dan Azimuth ....................................................... 19
BAB 3 RANCANG BANGUN ....................................................................................... 21 3.1 Prinsip Kerja .................................................................................................. 21 3.2 Slave 1........................................................................................................... 24 3.2.1 Digital Compass ................................................................................... 25 3.2.2 GPS ...................................................................................................... 29 3.2.3 Encoder ................................................................................................ 36 3.2.4 Modem ................................................................................................. 38 3.3 Slave 4 ........................................................................................................... 42 3.4 Slave 2 dan Slave 3......................................................................................... 47
x Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
3.5 Master ........................................................................................................... 51 3.5.1 UART ................................................................................................... 53 3.5.2 Software UART .................................................................................... 53 BAB 4 UJI COBA ALAT DAN ANALISA DATA ........................................................ 56 4.1 Simulasi Program .......................................................................................... 57 4.2 Simulasi Real ................................................................................................ 66 4.3 Analisa Hasil Data .......................................................................................... 68 4.4 Pemecahan Masalah ....................................................................................... 72 4.3 Analisa Koreksi Data ...................................................................................... 77 BAB 5 PENUTUP .......................................................................................................... 78 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 79
xi Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Sateli pada orbit geostasioner ............................................... 4 Gambar 2.2 Perbandingan antara Satelit di Equator dengan yang tidak ................. 5 Gambar 2.3 Satelit antenna pada el/az mount ....................................................... 7 Gambar 2.4 Antenna dengan dual axis polar mount .............................................. 8 Gambar 2.5 Diagram alir pada kontroller ............................................................. 10 Gambar 2.6 Pin-pin digital compass .................................................................... 11 Gambar 2.7 Pengiriman data pada protokol I2C.................................................... 12 Gambar 2.8 Absolute Encoder ............................................................................ 14 Gambar 2.10 Register UDR ................................................................................. 16 Gambar 2.11 Register UCSRA ............................................................................ 16 Gambar 2.12 Register UCSRB ............................................................................ 17 Gambar 2.13 Register UCSRC ............................................................................ 17 Gambar 2.14 Register UBRRL-H ......................................................................... 18 Gambar 2.15 Posisi Geometris antena stasiun bumi dengan satelit ........................ 19 Gambar 3.1 Flowchart Slave1 .............................................................................. 22 Gambar 3.2 Rangkaian skematik slave1................................................................ 23 Gambar 3.3 Tampilan Hyper terminal pembacaan digital compass lewat I2C ...... 27 Gambar 3.4 Tampilan hyper terminal ketika void main() ...................................... 27
xii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Gambar 3.5 Digital compass berikut pin-pinnya .................................................. 28 Gambar 3.6 Tampilan GPS di dalam ruangan pada hyperterminal ....................... 29 Gambar 3.7 Tampilan GPS di luar ruangan pada hyperterminal ............................ 29 Gambar 3.8 Flowchart algoritma pembaaan GPS ................................................ 31 Gambar 3.9 Tampilan hyperterminal ketika GPS belum terpasang ...................... 32 Gambar 3.10 Tampilan hyperterminal untuk keluaran slave 1 .............................. 34 Gambar 3.11 Flowchart pembacaan encoder ........................................................ 35 Gambar 3.12 Flowchart pembacaan modem ........................................................ 37 Gambar 3.13 Keluaran modem pada hyper terminal ............................................. 40 Gambar 3.14 Flowchart slave 4 ............................................................................ 41 Gambar 3.15 Flowchart slave 2 dan 3 ................................................................... 46 Gambar 3.16 Rangkaian skematik slave 2 dan 3 ................................................. 47 Gambar 3.17 Ilustrasi PWM ................................................................................ 47 Gambar 3.18 Flowchart master ............................................................................ 50 Gambar 3.19 Rangkaian converter serial ............................................................. 52 Gambar 4.1 Flowchart controller .......................................................................... 54 Gambar 4.2 Rangkaian simulasi ........................................................................... 55 Gambar 4.3 Tampilan awal hyper terminal ........................................................... 56 Gambar 4.4 Tampilan hyperterminal slave 4 ....................................................... 57 Gambar 4.5 Tampilan hyperterminal slave 4 untuk perhitungan azimuth ............. 57
xiii Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Gambar 4.6 Tampilan hyperterminal ketika status On ......................................... 58 Gambar 4.7 Rangkaian hyperterminal pada proses kalibrasi ................................ 59 Gambar 4.7 Rangkaian hyperterminal pada proses inisialisasi ............................. 59 Gambar 4.8 Tampilan hyperterminal ketika antenna beam mendekati sudut 90 ..... 60 Gambar 4.10 pengaturan kecepatan elevasi........................................................... 62 Gambar 4.11 Pengaturan kecepatan azimuth ......................................................... 63 Gambar 4.12 Antenna mobile kondisi awal .......................................................... 64 Gambar 4.13 Tahap inisialisasi awal .................................................................... 65 Gambar 4.14 Tahapan akhir algoritma azimuth elevasi ........................................ 65 Gambar 4.15 Data satelit PALAPA ...................................................................... 67 Gambar 4.16 Flowchart koreksi modem bag 1 ...................................................... 69 Gambar 4.17 Flowchart koreksi modem bag 2 ..................................................... 70 Gambar 4.18 Koreksi modem tahap elevasi .......................................................... 71 Gambar 4.19 Hasil akhir program koreksi modem ............................................... 71
xiv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter Orbit Geostasioner............................................................... 4 Tabel 2.2 Register Compass ............................................................................... 13 Tabel 2.3 Keterangan format data GPS ................................................................. 15
xv Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan teknologi yang sangat pesat, telah banyak membawa perubahan di bidang telekomunikasi. Salah satu contohnya ialah komunikasi satelit, dimana teknologi ini telah menjadi salah satu kunci dalam mewujudkan ubiquitous broadband services, yaitu penyatuan jaringan dimana user dapat mengakses semua jaringan tanpa perlu mempedulikan jarak dan waktu. Dengan
teknologi
komunikasi
satelit,
sekarang
ini
kita
dapat
berkomunikasi dengan siapa saja bahkan dengan seseorang yang tinggal di daerah terpencil sekalipun. Karena daya jangkau yang luas itulah, komunikasi setelit banyak digunakan dalam jaringan bergerak (mobile satelit services (MSS)), yang biasanya menggunakan L-band (1.5[GHz]). Namun, alokasi bandwith pada L-band hanya mampu menangani data suara dan narrow band data (max 144 [kbps]). Bagaimana jika kita ingin mengirim data dalam ukuran besar (seperti broadcast TV, dll)? Untuk mengatasi masalah ini digunakan satelit yang bekerja pada band yang lebih besar, seperti Cband atau Ku-band yang dialokasikan untuk fixed satelit services (FSS). Antena yang digunakan pada FSS umumnya berdiameter besar, karena itulah pointing antena harus menyamai keakuratan dari fixed earth stations. Dimana ketepatannya, sesuai dengan aturan ITU-R , haruslah berkisar 0.2 derajat dari titik pointing puncaknya. Untuk mencapai ketepatan pointing ini tentunya dibutuhkan perangkat sistem tracking antena, yang akurat. Karena itulah di sini penulis membuat pengendali untuk penjejak-otomatis antena.
1.2.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana merancang perangkat sistem Auto-tracking satelit PALAPA C2 yang memenuhi
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
2
standar pointing dari ITU-R.
Rumusan masalah dapat diperinci menjadi dua
pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana merancang sistem ini agar mampu membaca perpindahan atau pergerakan antena, yang ikut mempengaruhi perubahan pada sudut pointing antena terhadap satelit ? 2. Bagaimana merancang sistem ini agar Eb/No sinyal yang diterima antena selalu yang terbesar nilainya?
1.3.
TUJUAN
Tujuan tugas akhir ini adalah merancang dan membuat sistem autotracking (arti: pengendali antena agar antena dapat menjejak satelit) antena terhadap
satelit
PSN,
dengan
menggunakan
mikrokontroler
sebagai
pengontrolnya, dan GPS, digital compass, rotari enkoder, serta modem sebagai inputan. Dimana sistem auto-tracking ini menggunakan 2 tahapan dalam proses pointing antena ke satelit, yaitu tahapan azimuth-elevasi, dan tahapan koreksi modem.
1.4.
BATASAN MASALAH
Masalah yang dikaji dalam skripsi ini hanyalah pada perancangan sistem perangkat lunak serta perangkat elektronika dari kontroler, dimana untuk bagian mekanikal antena, seperti perbandingan gear, lebar diameter antena, serta motor, tidak dibahas mengingat sistem mekanikal antena telah disediakan oleh pihak PSN.
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam suatu laporan perlu adanya sistematika penulisan demi terwujudnya suatu penulisan yang baik serta gambaran masalah yang hendak dibicarakan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
3
BAB 1
Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan.
BAB 2
Landasan Teori
Bagian pertama menjelaskan tentang orbit geostationer dan sistem tracking satelit secara umum. Bagian kedua menjelaskan mengenai perangkat yang berhubungan dengan kontroler sebagai inputan, yaitu: GPS, rotari enkoder, digital compass. Bagian ketiga menjelaskan teori mengenai komunikasi serial yang diterapkan pada kontroler ini, dan bagian terakhir menjelaskan persamaan dari sudut azimuth dan elevasi yang digunakan untuk pointing antena.
BAB 3
Rancang Bangun
Pada bab ini hanya terdapat dua bagian dimana, bagian pertama menjelaskan prinsip
kerja sistem secara keseluruhan. Sedang bagian kedua
menjelaskan perancangan
perangkat perangkat lunak, baik itu algoritma
pemrogramannya serta pembahasan program yang penulis cuplik.
BAB 4 Berisikan
Pengujian dan Analisis Sistem pengujian
sistem
dan
analisis
pengujian
dengan
memperbandinkan hasil pengujian dan hasil yang seharusnya didapat berdasar teori.
BAB 5
Kesimpulan
Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian dan analisis..
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
4
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Orbit Geostasioner
Umumnya pada fixed satelit service, jenis satelit yang digunakan ialah satelit geostasioner, dimana pada orbit ini posisi satelit hanya dibedakan berdasarkan bujur meridian-nya saja. Tiga kriteria utama dari orbit ini ialah: a. Orbit harus geosynchronous. b. Orbit harus berbentuk lingkaran. c. Orbit harus berada di atas garis ekuator. Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan orbit geostationer,
Gambar 2.1 Contoh satelit pada orbit geostasioner
Berikut merupakan parameter dari orbit geostasioner:
Tabel 2.1 Parameter Orbit Geostasioner
Parameter-parameter diatas merupakan acuan penting yang harus dipenuhi untuk satelit yang memiliki orbit geostasioner, semisal pada parameter kecepatan, jika satelit bergerak lebih cepat atau lebih lambat dari parameter diatas maka
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
5
kecepatan satelit tidak akan sama dengan rotasi bumi, yang menyebabkan posisi satelit menjadi tidak tetap dan cenderung berubah-ubah. Sedang jika orbit satelit tidak lingkaran dan bukan di atas equator, maka satelit tidak akan bergerak dengan kecepatan konstan(Hukum kedua Kepler). Melainkan ia akan tampak seperti berosilasi barat-timur. Gambar 2.2 menunjukan perbandingan antara satelit yang berada pada garis equator dengan yang tidak.
Gambar 2.2 perbandingan antara satelit yang berada pada garis equator dengan yang tidak
2.2 SUDUT POINTING
Posisi dari satelit geostasioner ditetapkan dalam bentuk sudut yang disebut sudut pointing. Ada dua cara untuk menentukan sudut pointing ini : a. Sistem EL/AZ, dimana sistem ini menggunakan sudut pointing yang disebut azimuth dan elevasi. b. Polar, dimana Sistem ini menggunakan sudut pointing yang dikenal sebagai hour angle dan declination.
2.2.1 SUDUT AZIMUTH dan ELEVASI
Azimuth ialah sudut, dalam derajat yang diukur sepanjang garis horizon, diantara utara yang sesungguhnya dan titik posisi satelit yang ditranslasikan ke garis horizon. Azimuth selalu direpresentasikan searah jarum jam dari utara sebenarnya, dan selalu menunjukan nilai positif. Elevasi ialah sudut, diukur sepanjang garis vertikal, antara horizon dengan satelit. Secara teori, elevasi dapat bernilai positif dan negatif, namun pada
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
6
prakteknya nilai negatif tidak mungkin ditemui, karena hal itu berarti satelit berada di bawah garis horizon (di bawah permukaan bumi). 2.2.2 HOUR ANGLE dan DECLINATION
Hour angle ialah sudut, dalam derajat, yang diukur sepanjang Celestial Equator, diantara dua titik: titik pada Celestial Equator yang terdekat dengan satelit, dan titik puncak pada Celestial Equator. Sudut ke kanan ialah positif sedang sudt ke kiri ialah negatif. Declination ialah sudut, dalam deajat, diantara Celestial Equator dan satelit, yang diukur sepanjang garis yang tegak lurus dengan Celestial Equator. Declination selalu: -
NEGATIF untuk antena yang terletak di lintang utara
-
POSITIF untuk antena yang terletak di lintang selatan
-
NOL untuk antnna yang terletak di Equator. 2.3 SATELIT ANTENA MOUNTS Antena mount ialah nama yang diberikan untuk mekanisme yang mendukung
antena ground-based satellit. Idealnya, mount harus membuat antena diatur secara tepat sudut pointingnya, dan harus membuat antena tetap dalam posisi tersebut. Setiap antena mount dikonstruksi agar antena dapat berotasi dua atau lebih sudut. Setiap sudut diatur menuju satu titik sudut pointing. Ada dua tipe antena mounts yang digunakan dalam komunikasi satelit. -
EL/AZ mount. Tipe mount ini digunakan untuk mengatur sudut azimuth dan elevasi dari antena.
-
Polar mount. Tipe mount ini digunakan untuk mengatur sudut hour angle dan declination axes.
Namun karena pada perangkat ini digunakan EL/AZ mount, maka pembahasan akan dibatasi dalam bagian ini saja. Geometri dari EL/AZ mount dapat dilihat pada ilustrasi berikut:
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
7
Gambar 2.3 satelit antena pada EL/AZ mount
Perlu diperhatikan: •
Azimuth diatur dengan merotasi antena pada sudut azimuth. Sudut
azimuth harus selalu horizontal; rotasi antena pada bidang ini memindahkan antena beam sepanjang garis yang parallel dengan horizon. •
Elevasi diatur dengan merotasi antena pada sudut elevasi. Sudut ini
selalu dengan bidang vertikal, dimana rotasi antena pada sudut ini menggerakan antena beam sepanjang garis vertikal.
EL/AZ-mounted antena cukup sulit untuk diatur jika ingin melakukan pergantian dari satu satelit ke satelit geostationer yang lain, karena sudut azimuth dan elevasi harus diatur kembali keduanya, sesuai dengan posisi satelit yang ingin digunakan. 2.3.1 KLASIFIKASI BERDASARKAN METODE KONTROL
Antena mounts dapat diklasifikasikan berdasarkan metode control, yaitu fixed atau steerable: -
Fixed mount dapat diatur hanya berdasarkan mekanik saja. Seperti dengan menggerakan reflekror antena kearah yang diinginkan secara manual, dll.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
8
-
Steerable mount dimana antena dilengkapi dengan mekanisme tertentu sehingga dapat bergerak secara otomatis. Umumnya digunakan kontroler yang tersambung ke motor elektrik
2.4 TRACKING
Inclined-orbit satelit terkadang menimbulkan masalah pada the end-user, dimana antena harus menjejak satelit. Oleh karena inilah, antena harus dilengkapi dengan dual-axis steerable mount dan tracking kontroler. Dual-axis steerable mount ialah motorized mount yang dapat digerakan secara bebas pada dua sudutnya: timur-barat, atas bawah. Tipe yang dapat digunakan ialah: -
EL/AZ mount. Tipe mount ini digunakan untuk mengatur sudut azimuth dan elevasi dari antena. contoh:
-
Polar mount. Tipe mount ini digunakan untuk mengatur sudut hour angle dan declination axes:
Gambar 2.4 Antena dengan Dual-Axis Polar Mount
-
Hybrid mount, dimana tipe mount ini tidak menggunakan EL/AZ ataupun polar. Namun menggabungkan keduanya, yaitu pergerakan atas-bawah elevasi; sedang timur barat menggunakan azimuth dan hour angle.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
9
Tracking-controler menggerakan antena secara otomatis untuk melacak satelit. Ada dua tipe kontroler yang beredar bebas:
-
AGC-controlled. Tipe kontroler ini memonitor level dari sinyal yang diterima (umunya dengan mengukur AGC voltage yang diterima), dan menggerakkan antena secara periodic untuk mencapai puncak sinyal. Umumnya AGC-controlled kontrolers dilengkapi dengan history atau map, sehingga kontroler dapat mengetahui arah pergerakan antena yang paling tepat untuk mencapai peak signal.
-
Program-controlled.
Tipe
kontroler
ini
sepenuhnya
mengunakan
perhitungan matematis untuk menentukan sudut pointingnya. Kalkulasi ini berdasarkan data yang dimasukan ke kontroler nya. 2.5 Sistem Tracking
Gambar 2.5 diagram alur pada kontroler
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
10
Inti dari sistem tracking ini sebenarnya mudah saja dimana otak dari sistem ini ialah 5 mikrokontroler yang mengatur seluruh perangkat yang tersambung ke antena, baik dari inputannya yang berupa digital compass, rotari enkoder yag berfungsi sebagai sensor elevasi dan azimuth, GPS untuk mengetahui posisi antena serta modem, serta outputnya yang terhubung ke motor untuk mengerakan antena. Tujuan dari sistem tracking ini ialah agar antena dapat melakukan pointing secara otomatis ke satelit sehingga didapatkan nilai BER yang optimum. Berikut ialah bagian-bagian dari sistem ini 2.5.1 MIKROKONTROLER Mikrokontroler AVR merupakan pengontrol utama standar industry dan riset hal ini dikarenakan berbagai kelebihan yang dimilikinya dibandingkan mikroprosesor, yaitu murah, dukungan software dan dokumentasi yang memadai serta memerlukan komponen pendukung yang sangat sedikit. Ada beberapa tipe mikrokontroler, dimana tipe-tipe itu memiliki kelebihan masing-masing, yang disesuaikan untuk kegunaannya. Beberapa produsen mikrokontroler yang terkenal ialah ATMEL, Microchip, MAXIM, Renesas, dan Philips. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) standar memiliki arsitektur 8 bit, dimana semua instruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangakan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set computing). AVR dapat dikelompokan menjadi empat kelas yaitu keluarga ATTINY, keluarga ATSOSxx, keluarga ATMEGA, dan AT86RFxx. Pada dasarnya yanhg membedakan masingmasing kelas ialah memori, peripheral dan fungsinya. Pada perangkat ini penulis menggunakan 3 jenis mikrokontroler yang berfungsi sebagai pengatur
sistem secara keseluruhan yaitu ATMEGA 32,
ATMEGA8535, dan ATTINY 2313. Sedang sebagai input, kontroler ini memiliki empat jenis inputan untuk memantau posisi maupun pergerakkan antena, berikut keempat inputan tersebut :
2.5.2 DIGITAL COMPASS
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
11
Modul compass ini digunakan untuk membantu dalam navigasi, antena, karena antena dibawa oleh mobil maka antena tidak selalu mengahadap ke satelit oleh karena itu diperlukan adanya acuan untuk menandakan arah awal pointing antena. Digital compass yang digunakan ialah Philips KMZ51 magnetic field sensor, yang cukup sensitiF dalam mendeteksi medan magnet bumi. Sensor ini bekerja dengan menggunakan prinsip magnetoresistive, dimana resistansi bahan akan berubah tergantung dari medan magnet eksternal (dalam hal ini medan magnet bumi).
Gambar 2.6 (a) prinsip kerja digital compass
Ilustrasi perinsip kerja digital compass dapat dilihat pada gambar 2.6 (a). digital compass direpresentasikan sebagai
dimana
bahan ferromagnetic
permaalloy ((20% Fe, 80% Ni)), diasumsikan ketika tidak ada pengaruh medan magnet dari luar (H) maka magnetisasi dari permaalloy akan sejajar dengan arus, sehingga resistansinya akan tergantung sepenuhnya dengan besar arus, namun ketika ada pengaruh medan magnet dari luar magnetisasi dari perma alloy akan berubah, membentuk sudut a. sehingga besar resistansinya akan ikut berubah menjadi:
Dimana, Ro dan ∆Ro ialah material parameter dari permaalloy, yang diatur saat pembuatan bahan, untuk mencapai karakteristik optimum dari sensor.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
12
Gambar 2.6 (b) digital compass berikut pin-pin nya
Ada sembilan pin pada digital compass, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang berbeda-beda, diantaranya: -
Pin 1, +5v. Dimana compass memerlukan 5v power supply dengan
nominal 25mA. Ada dua cara untuk mendapatkan keluaran arah dari modul ini. Sinyal PWM yang tersedia pada PIN 4 atau interface I2C yang tersedia pada pin 2,3. -
Pins 2,3 ialah interface untuk I2C dan dapat digunakan untuk
mendapatkan hasil baca langsung. Jika interface I2C tidak digunakan maka pin ini arus diinput tinggi / pull up ( +5v) denganmenggunakan resistors. -
Pin 4. Ialah sinyal PWM, sinyal PWM ialah sinyal berbentuk pulsa,
dimana lebar pulsanya merepresentasikan sudut. Lebar Pulsa ini bervariasi dari 1mS (0°) ke 36.99mS (359.9°) dengan kata lain 100 uS/° dengan +1mS offset. -
Pin 5 digunakan sebagai indicator bahwa kalibrasi tengah dijalankan
(active low). -
Pin 6 Ialah salah satu cara untuk melakukan kalibrasi dimana cara lain
dilakukan dengan menuliskan 255 (0xFF) ke command register. Penjelasan kalibrasi akan dijelaskan lebih lanjut di bab 3. -
Pin 9 ialah ground.
2.5.2.1 I2C interface
Untuk komunikasi dengan digital kompas, penulis menggunakan protocol komunikasi khusus yaitu, I2C. berikut ialah ilustrasi pengiriman data melalui protokol I2C.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
13
Gambar 2.7 pengiriman bit data pada protocol I2C
Berikut penjelasan dari ilustrasi di atas :
Pembacaan kompas pertama kali diawali dengan Pengiriman bit awal, dengan alamat modul (0XC0) dengan bit read/write rendah, lalu nomor register yang ingin dibaca. Hal ini diikuti dengan start ulang dan alamat modul lagi dengan bit tinggi (0XC1), setelah ini pemilihan pembacaan data. Pada kompas terdapat dua jenis data yang masing-masingnya memiliki ukuran yang berbeda, satu dan dua byte, tergantung dari register yang diakses.
Berikut merupaka
register yang terdapat pada sigital kompas beserta fungsinya;
Tabel 2.2 register kompas
Register 0 ialah Software revision number (14 pada saat writing). Register 1 ialah arah (besar derajat) yang dikonversi menjadi nilai 0-255. Hal ini mungkin lebih mudah untuk beberapa aplikasi ketimbang menggunakan nilai 0-360 yang memerlukan dua byte. Untuk yang memerlukan resolusi yang lebih baik registers 2 dan 3 (high byte first) ialah 16 bit unsigned integer dengan range antara 0-3599. Yang merepresentasikan 0-359.9°. Registers 4 ke 11 ialah internal test registers. Registers 8,9 dan 10,11 mengandung sensor data. Ini ialah sinyal yang berasal langsung dari sensor, dan merupakan titik awal dari kalkuasi yang manghasilakan
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
14
arah kompas. Registers 12,13 dan 14 digunakan untuk mengunlock kode untuk perubahan alamat I2C. Register 15 ialah command Register.
2.5.3 ROTARI ENKODER
Rotary enkoder di sini digunakan untuk mendeteksi perpindahan/ pergerakan putaran roda atau putaran dari motor DC. Setiap pulsa yang dihasilkan oleh rotary enkoder dimasukkan ke pin counter dari mikrokontroler yang berfungsi mencacah tiap pulsa tersebut menjadi data hexadesimal, yang selanjutnya data tersebut dapat diolah oleh mikrokontroler dalam proses kontrol. Pada rotari enkoder setiap pergantian sumbu direpresentasikan dalam perubahan 1 bit (gray code). Dikarenakan pada kontroler ini digunakan enkoder 10 bit, maka ketepatannya ialah 0.35 derajat setiap perubahan 1 bit. Gambar 2.8 ini merupakan ilustrasi dari rangkaian pengganti enkoder (untuk setiap 1 bit), dimana putaran sumbu diawakili oleh perubahan besar resisansi R1 dan R2.
Gambar 2.8 absolute rotari enkoder
Gambar 2.9 Rangkaian ganti rotari enkoder
2.5.4 GPS
GPS adalah sistem navigasi satelit dan penentuan posisi menggunakan satelit. Istilah GPS juga bisa disebut dengan NAVigation Sistem with Timing And Ranging Global Positioning System (NAVSTAR-GPS). Dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) dan bisa diakses, baik oleh sipil maupun militer. Oleh karena itu, ada dua jenis akses, yaitu The Civil Signal Standard Positioning Service
(SPS) dan military signal Precise Positioning
Service (PPS). SPS dapat digunakan secara bebas oleh masyarakat tanpa dipungut
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
15
biaya dan PPS hanya bisa digunakan oleh pihak militer Amerika Serikat dan pihak-pihak yang diijinkan.
Sebagai jenis GPS yang bisa diakses oleh sipil,
tingkat ketelitian SPS adalah ±100 m pada saat kebijakan Selective Availability (SA) masih berlaku dan ±20 m setelah kebijakannya dihapus (1 Mei 2000, 00:00 EDT).
2.5.4.1 Format Data GPS
Untuk menampilkan variabel GPS, seperti waktu dan kecepatan ke perangkat, GPS menggunakan perangkat antarmuka konverter RS232C atau TTL. Akan tetapi, yang paling penting pada saat GPS menerima informasi adalah variabel tersebut ditampilkan dalam format data khusus. Format data GPS ini ditentukan oleh National Marine Electronics Association (NMEA). Saat ini data yang ditampilkan GPS sesuai dengan format NMEA-0183.
NMEA memiliki
format data untuk beberapa jenis aplikasi seperti Global Navigation Satelite System (GNSS), GPS, Loran, Omega, dan Transit. Pada GPS sendiri terdapat tujuh macam data yang dapat ditampilkan. 1. GGA adalah data tetap GPS. 2. GLL adalah posisi geografis, yaitu latitude/longitude. 3. GSA adalah GNSS DOP dan satelit yang aktif, yaitu penurunan akurasi dan jumlah satelit yang aktif pada GNSS DOP. 4. GSV adalah satelit GNSS dalam jangkauan. 5. RMC adalah spesifikasi data minimal GNSS yang direkomendasikan. 6. VTG adalah jalur dan kecepatan. 7. ZDA adalah waktu dan penanggalan.
Format data GPS berdasarkan standar NMEA-0183 adalah :
$GPDTS,Inf_1,Inf_2,Inf_3,Inf_4,Inf_5,Inf_6,Inf_n*CS
Keterangan simbol-simbol dalam format data GPS tersebit dapat dilihat dalam tabel 2.3 di bawah ini.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
16
tabel 2.3 keterangan format data GPS
2.6 USART
USART (Universal Synchronous Asynchronous serial Receiver and Transmitter) merupakan protokol komunikasi serial yang terdapat pada mikrokontroler AVR. Dengan memanfaatkan fitur ini kita dapat berhubungan dengan “dunia luar”. Dengan USART kita bisa menghubungkan mikrokontroler dengan PC, handphone, GPS atau bahkan modem, dan banyak lagi peralatan yang dapat dihubungkan dengan mikrokontroler dengan menggunakan fasilitas USART. Komunikasi dengan menggunakan USART dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mode sinkron dimana pengirim data mengeluarkan pulsa/clock untuk sinkronisasi data, dan yang kedua dengan mode asinkron, dimana pengirim data tidak mengeluarkan pulsa/clock, tetapi untuk proses sinkronisasi memerlukan inisialisasi, agar data yang diterima sama dengan data yang dikirimkan. Pada proses inisialisasi ini setiap perangkat yang terhubung harus memiliki baud rate (laju data) yang sama. Pada mikrokontroler AVR untuk mengaktifkan dan mengeset komunikasi USART dilakukan dengan cara mengaktifkan registerregister yang digunakan untuk komunikasi USART. Register-register yang dipakai antara lain:
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
17
Gambar 2.10 Register UDR
UDR : merupakan register 8 bit yang terdiri dari 2 buah dengan alamat yang sama, yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan data yang akan dikirimkan (TXB) atau tempat data diterima (RXB) sebelum data tersebut dibaca.
Gambar 2.11 Register UCSRA
UCSRA: merupakan register 8 bit yang digunakan untuk mengendalikan mode komunikasi USART dan untuk membaca status yang sedang terjadi pada USART. Berikut penjelasan setiap bit dalam register UCSRA :
-
Bit RXC [status]
: akan “1″ bila ada data di UDR (RXB) yang belum
terbaca. Dapat digunakan untuk sumber interupsi, dengan mengeset RXCIE -
Bit TXC [status]
: akan “1″ bila ada data di UDR (TXB) yang sudah
dikirimkan. Dapat digunakan untuk sumber interupsi, dengan mengeset TXCIE -
Bit UDRE [status]
: akan “1″ bila UDR siap untuk menerima data baru.
-
Bit U2X [kendali]
: diisi “1″ bila kecepatan transmisi data ingin
dinaikkan 2 kali. -
Bit MPCM [kendali] : digunakan bila ingin menggunakan komunikasi multiprosesor.
Gambar 2.12 Register UCSRB
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
18
UCSRB: merupakan register 8 bit yang digunakan untuk mengendalikan mode komunikasi USART dan untuk membaca status yang sedang terjadi pada USART. Berikut penjelasan setiap bit dalam register UCSRB:
-
Bit RXCIE [kendali]
digunakan untuk mengaktifkan interupsi yang
bersumber dari RXC. -
Bit TXCIE [kendali]
digunakan untuk mengaktifkan interupsi yang
bersumber dari TXC. -
Bit UDRIE [kendali]
digunakan untuk mengaktifkan interupsi yang
bersumber dari UDRE. -
Bit RXEN [kendali]
digunakan untuk mengaktifkan receiver.
-
Bit TXEN [kendali]
digunakan untuk mengaktifkan transmitter.
-
Bit UCSZ2 [kendali]
digunakan untuk menentukan panjang data yang
dikirim. Digunakan bersama-sama dengan UCSZ1,UCSZ0 pada UCSRC. -
Bit RXB8 [status]
digunakan sebagai penampung data ke 9 pada
penerimaan data dengan 9 bit -
Bit TXB8 [status]
digunakan sebagai penampung data ke 9 pada
transmisi data dengan 9 bit
Gambar 2.13 Register UCSC
UCSC: merupakan register 8 bit yang digunakan untuk mengendalikan mode komunikasi USART dan untuk membaca status yang sedang terjadi pada USART. Berikut penjelasan setiap bit dalam register UCSC:
-
Bit URSEL[kendali]
digunakan untuk memilih register pada
UCSRC dan UBRRH. Dua register ini memiliki alamat yang sama, sehingga untuk proses penulisan memerlukan bantuan URSEL. Bila URSEL=1, maka register yang diisi adalah UCSRC, sedangkan bila
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
19
URSEL=0,
register
yang
diisi
adalah
UBRRH.
Tidak
semua
mikrokontroler AVR memiliki URSEL, karena ada yang memiliki register UBRRH dan UCSRC yang beda alamat -
Bit UMSEL[kendali]
bila “1″, maka mode yang dipilih adalah
asinkron, “0″=sinkron -
Bit USBS[kendali]
bila “1″, maka stop bit berjumlah 2 bit
-
Bit UCSZ1,UCSZ0[kendali]
bersama2 UCSZ2 digunakan untuk
menentukan jumlah bit yang akan dikirimkan dalam sekali pengiriman data.
Gambar 2.14 Register UBRRL,H
UBRRL,H: merupakan register 16 bit yang digunakan untuk mengatur laju data (baud rate) pada saat mode komunikasi asinkron.
2.7 Perhitungan AZIMUTH dan ELEVASI ANGLE
Dengan melihat geometry dari satelit pada bidang orbitalnya, kita dapat menghitung sudut azimuth dan elevasi nya, yang dapat disebut juga look angles. Look angles ialah koordinat agar antena dimana antena di pointed kan agar dapat berkomunikasi dengan satelit. S
= posisi satelit.
G
= position antena.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
20
Gambar 2.15 posisi geometris antena stasiun bumi dengan antena satelit
θ
= sudut elevasi antena ke satelit.
LET
= derajat lintang antena nilainya positif untuk lintang utara dan negatif
untuk lintang selatan M
= posisi satelit yang ditranslasikan ke permukaan bumi
LSAT = sudut lintang satelit ∆
= selisih derajat bujur antara antena dengan satelit.
R
= radius dari orbit satelit(jari-jari bumi+ketinggian satelit dari permukaan
bumi)
Berdasarkan sudut geometri nya dapat dicari sudut tengahnya dengan menggunakan persamaan :
………………………….…2.1
Menggunakan hukum cosinus, dapat ditemukan besarnya jarak pandang (slant range, Rs) :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
21
…………………………………………..2.2
Sehingga dari persamaan 2.2 tersebut didapati peramaan sudut elevasi sebesar :
……………….……2.3
Perhitungan
diatas
ialah
sudut
elevasi
yang
berdasarkan
nilai
geometrisnya, namun jika besarnya refraksi oleh atmosfer juga diperhitungkan maka persamaan ini akan ikut berubah, berikut ialah persamaan dengan memperhitungkan besar refraksi rata-rata pada atmosfer bumi.
………………………………….2.4
Sedang untuk sudut azimuthnya
……………………………….2.5
Dimana jika jika antena berada di lintang selatan maka nilai 180 tidak dianggap.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
22
BAB 3 RANCANG BANGUN 3.1 Prinsip Kerja
Gambar 3.1 Kontroller Antena mobil
Gambar 3.1 merupakan ilustrasi dari kontroler antena mobil, dapat dilihat bahwa kontroler ini menggunakan 5 inputan yaitu modem, 2 rotari enkoder, GPS, Digital Compass. Keluaran dari kontroler ini ialah daya (power) PWM dari driver untuk menggerakkan 2 motor yang terhubung ke Gearbox, dimana motor inilah yang berfungsi untuk mengerakkan antena secara spherical, baik azimuth (kanankiri) maupun elevasi (atas-bawah). Posisi awal antena dalam sistem ini dalam keadaan menutup. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan kendaraan yang membawa antena. Karena hal inilah maka dapat dipastikan bahwa posisi awal antena
sebelum
terbuka
selalu
searah
dengan
muka
mobil.
Untuk
merepresentasikan arah awal inilah digunakan digital compass.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
23
Gambar 3.2 cara kerja kontroler dalam pergerakkan azimuth
Gambar 3.2 menunjukkan prinsip kerja dari kontroler ini untuk pergerakkan sudut azimuth, dimana : A = Posisi satelit yang direpresentasikan pada permukaan bumi B = Pointing awal antena C = Sudut Azimuth antara antena dengan satelit D = Nilai dari digital compass E = Sudut pergeseran antena agar sesuai dengan nilai sudut azimuth
Kontroler ini memiliki 2 tahapan, tahapan awal (gambar 3.3) ialah pergerakkan azimuth-elevasi. Dimana pada tahapan ini kontroller akan melihat masukkan dari keempat inputan yaitu GPS, yang menandakan posisi antena berdasarkan koordinat lintang dan bujur, digital compass, yang menunjukan arah awal antena beam, dengan utara sebagai acuannya, Rotari enkoder, sebagai sensor azimuth dan elevasi untuk melihat pergerakan rotasi antena, baik secara vertikal (elevasi) ataupun secara horizontal (azimuth). Keseluruhan input ini diterima oleh mikrokontroler ATMEGA 8535 (Slave 1) untuk diproses agar didapat inputan yang dibutuhkan saja. Setelah inputan diproses, hasilnya akan dikirim ke Mikrokontroler ATMEGA 32 yang berfungsi sebagai master. Mikrokontroler inilah yang bertugas menyebarkan informasi dari inputan antena. Informasi yang dikirim oleh master akan diolah oleh slave 4 (ATMEGA 32), menjadi besar sudut azimuth dan elevasi antara antena dengan satelit. Setelah didapar besar sudut elevasi dan azimuth, kontroler akan mengerakkan antena sesuai dengan besar sudut yang ditentukan, dimana pergerakkan ini dipantau oleh rotari enkoder, sebagai sensor untuk melihat pergerakkan antena. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
24
Untuk pergerakkan elevasi antena, nilai pergerakkan akan sesuai dengan perhitungan sudut elevasi, namun seperti dikatakan sebelumnya bahwa sebelum antena diaktifkan, antena dalam keadaan tertutup. Karena itulah besar sudut elevasi ditambah 90 derajat. Untuk sudut azimuth, nilai digital compass perlu diperhatikan pula karena posisi awal antena, dalam hal ini arah antena mobil tidak selalu menghadap ke utara. Sehingga pergerakkan sudut azimuth ialah selisih antara keluaran sudut kompas dengan perhitungan sudut azimuthnya, untuk ilustrasi dari pergerakkan azimuth dapat dilihat pada gambar 3.2.
SLAVE 1
SLAVE 4
SLAVE 2 & 3 Gambar 3.3 diagram blok kontroller tahap azimuth-elevasi
Namun karena pointing pada tahapan awal belum terlalu akurat maka digunakanlah tahapan kedua (gambar 3.4), yaitu metode koreksi modem. Dimana pada metode ini digunakan inputan modem semata, sebagai pengatur pergerakkan motor. Tahapan ini lebih bertujuan untuk optimasi sistem, karena dengan adanya modem dapat diketahui besarnya nilai Eb/No sinyal. Sehingga pada tahapan ini
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
25
motor akan dibuat bergerak ke segala arah (kanan, kiri, atas, bawah) dengan kecepatan terendah, untuk mencari nilai Eb/No sinyal terbesar.
Gambar 3.4 diagram blok kontroller tahap koreksi modem
3.2 Slave 1
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa inputan dari mikrokontroler ini ialah GPS, Digital compass, Rotari enkoder, dan Modem. Berikut penulis akan menjelaskan algoritma pemrogramannya :
Gambar 3.5 Flowchart Slave 1
Berdasarkan diagram flowchart di atas dapat dilihat bahwa sesungguhnya Slave 1 terdiri atas dua mikrokontroler yaitu ATTINY 2313, yang memiliki tugas
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
26
khusus mengatur digital compass, dan ATMEGA 8535 yang menerima inputan lainnya termasuk data compass yang telah diproses oleh ATTINY 2313. Untuk lebih jelasnya akan berikut penulis paparkan masing-masing inputan yang diterima oleh kontroler berikut algoritma pemrosesannya.
3.2.1 Digital compass (ATTINY 2313)
Gambar 3.6 Rangkaian skematik slave 1
Gambar di atas merupakan rangkaian skematik dari slave 1 dan master, dimana dapat dilihat pada ATTINY 2113 PIND.2 dan PIND.3 terhubung ke pada pin SCL dan SDA compass. Kedua pin inilah yang digunakan untuk komunikasi I2C antara kompas dengan mikrokontroler. Berikut pemrograman ATTINY 2313 dengan menggunakan codevision AVR.
#include #asm .equ __i2c_port=0x12 ;PORTD .equ __sda_bit=3 .equ __scl_bit=2 #endasm #include
Blok 3.1a Program ATTINY 2313 dengan codevision
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
27
void output2() { i2c_start(); i2c_write(0xC0); // alamat CMPS untuk operasi tulis i2c_write(1); // register 1 yang ingin diakses untuk bearing byte i2c_start(); i2c_write(0xC1); // alamat CMPS untuk operasi baca a= i2c_read(0); // baca tanpa sinyal ACK i2c_stop(); b=(a*72/51)%10; c=(a*72/510)%10; d=(a*72/51)/100; putchar(d+ 0x30); putchar(c+ 0x30); putchar(b+ 0x30); } void output() { i2c_start(); i2c_write(0xC0); // alamat CMPS untuk operasi tulis i2c_write(2); // register 2 yang ingin diakses untuk bearing byte i2c_start(); i2c_write(0xC1); // alamat CMPS untuk operasi baca a= i2c_read(0); // baca dengan sinyal ACK i2c_stop(); i2c_start(); i2c_write(0xC0); // alamat CMPS untuk operasi tulis i2c_write(3); // register 3 yang ingin diakses untuk bearing byte i2c_start(); i2c_write(0xC1); // alamat CMPS untuk operasi baca f= i2c_read(0); // baca tanpa sinyal ACK i2c_stop(); b=((a*256)+f)%10; //satuan c=(((a*256)+f)/10)%10; //puluhan d=(((a*256)+f)/100)%10; //ratusan e=(((a*256)+f))/1000; }
Blok 3.1b Program ATTINY 2313 dengan codevision
Pada blok program 3.1 b, sekilas terlihat, ada dua prosedur program yang sama void output() dan void output2(), namun jika diperhatikan dengan seksama terdapat perbedaan dalam akses register pada I2C_write. Berikut penjelasan dari program di atas. Baris paling atas adalah header yang berisi alamat memori register-register dari AT90s2313. Baris selanjutnya adalah pendefinisian I2C, bisa dilihat penulis
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
28
menggunakan PORTD.3 untuk SDA dan PORTD.2 untuk SCL. Blok fungsi berikutnya ialah prosedur yang memerintahkan mikrokontroler untuk membaca compass kemudian mengirimkan nilai yang didapat melalui komunikasi UART, lewat pin tx. Berikut penjelasannya: Fungsi i2c_start() akan mensinyalkan START ke jalur I2C. Setelah memberikan sinyal start, AT90s2313 menuliskan alamat compass yang dituju (dengan pemanggilan fungsi i2c_write(0xC0), karena LSB nya 0, jadi merupakan operasi tulis). Setelah mendapatkan alamat compass yang diinginkan, AT90s2313 perlu memberitahukan alamat / register internal slave yang diakses (dengan i2c_write(0x01) dimana alamat 0×01 merupakan bearing byte). Selanjutnya AT90s2313 perlu memulai sinyal START lagi untuk operasi pembacaan dari alamat internal compass 0×01. Karena selanjutnya adalah operasi pembacaan maka menjadi i2c_write(0x0C1). Untuk pembacaan, digunakan fungsi i2c_read(0), dimana paramater 0 akan menyebabkan tidak perlunya pemberian sinyal ACK setelah pembacaan. Perlu diperhatikan kalau pada prosedur void output2() karena register yang diakses ialah register 1 maka Pembacaan data kompas (compass bearing) oleh mikrokontroler dalam 1 byte. Sehingga Nilainya memiliki range 0-255 untuk 360 derajat. Sedang untuk prosedur void output(), register yang diakses ialah register 2 dan 3 sehingga Pembacaan data kompas dalam 1 word. Rangenya 0-3599 untuk 360 derajat. Register 2 untuk data 8 bit teratas. Dan register 3 untuk 8 bit terendah hingga LSB. Yang perlu diingat ialah pada program ini kita menggunakan baud rate sebesar 2400, karena digital compass menggunakan baudrate dengan nilai tersebut. void main(void) { i2c_init(); UCSRA=0x00; UCSRB=0xD8; UCSRC=0x06; UBRRH=0x00; UBRRL=0x67; // baud rate 2400
Blok 3.2a main program ATTINY 2313
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
29
while (1) { output(); output3(); output1(); if ((b==h)&&(b==i)&&(g==c)) { putchar(bro); putchar(e+ 0x30); putchar(d+ 0x30); putchar(c+ 0x30); putchar(bre); putchar(b+ 0x30); putchar(kre); putchar(be); } }; }
// char bro='#'; //+ 0x30 -> to show ASCII CODE
//char bre =','; //char kre ='\n'; //char be ='\r';
Blok 3.2b main program ATTINY 2313
Program diatas ialah main program dari ATTINY 2313 dimana bagian inilah yang dijalankan oeh mikrokontroler. Bisa dilihat digunakan 3 prosedur output hal ini dikarenakan digital compass sangatlah peka akan adanya medan magnet sehingga di sini penulis menggunakan 3 prosedur output yang memiliki program serupa dengan yang telah penulis jelaskan di atas kemudian penulis menngunakan perbandingan antara puluhan pada output dan output1 serta satuan antara output output1 dan output3. Sehingga keluaran cenderung tetap selama compass tersebut tidak bergerak. Berikut tampilan program untuk pembacaan normal I2C sebelum dilakukan proses filtering:
Gambar 3.7 tampilan hyper terminal pembacaan digital kompas lewat protocol I2C
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
30
Sedang tampilan hyper terminal untuk void main() (keluaran kompas setelah fiterisasi):
Gambar 3.8 tampilan hyper terminal ketika void main() dijalankan
3.2.2 Masking GPS (Slave 1)
Untuk pemrograman pada slave 1 digunakan bahasa assembly. Kenapa dipilih bahasa assembly? Hal ini dikarenakan pada mikrokontroler ini komunikasi dengan divais lainnya (sebagai input) menggunakan komunikasi serial, sedang secara hardware komunikasi serial UART untuk mikrokontroler jenis ini hanya disediakan sepasang (Rx dan Tx), karena itulah perlu dibuat komunikasi serial melalui port lain dengan program (yang biasa disebut dengan soft UART). Karena komunikasi serial bermain dengan bit dalam register, maka bahasa yang paling cocok ialag assembly. Berikutnya penulis akan menjelaskan algoritma pembacaan GPS, namun sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu informasi-informasi yang diberikan GPS.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
31
Gambar 3.9 tampilan GPS dilihat dengan hyper terminal pada saat di dalam ruangan
Gambar berikut ialah data GPS yang dilihat pada saat diluar ruangan
Gambar 3.10 tampilan GPS dilihat dengan hyper terminal pada saat di dalam ruangan
Bisa dilihat perbedaannya dimana ketika di dalam ruangan data dalam keadaan void, yang artinya tidak mendapat sinyal dari satelit, karena itu data yang ditampilkan tidak lengkap. Sedang ketika berada di luar ruangan dapat dilihat terdapat banyak data yang ditampilkan oleh GPS, oleh karena itulah diperlukan proses masking dimana data yang diambil hanya data yang dibutuhkan saja. Di sini penulis mengambil data GPRMC sebagai acuan dari posisi antena, dimana format GPRMC ialah:
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
32
$GPRMC,hhmmss,s,llll.lll,a,yyyyy.yyy,b,c,d,ddmmyy,e*f
Keterangan:
RMC
: Recommended Minimum Specific GPS/TRANSIT Data
hhmmss
: UTC of position fix dalam format jam/menit/detik
s
: Data Status (A untuk aktif dan V untuk void)
llll.lll
: Posisi latitude
a
: N atau S (Utara atau Selatan)
yyyyy.yyy
: Posisi longitude
b
: E atau W (Timur atau Barat)
c
: Kecepatan bergerak (knots)
d
: Sudut track dalam derajat
ddmmyy
: Tanggal UTC dalam hari/bulan/tahun
e*
: Magnetic variation E or W (Timur atau Barat)
f
: Checksum
Misalnya GPS mengirimkan data sebagai berikut:
$GPRMC,114427,A,3859.7663,N,09459.6988,W,021.2,083.5,220302,003.1,W*6A
Data tesebut dapat dibaca sebagai berikut:
RMC
: recommended minimum sentence C
114427
: diambil pada 11:44:27 UTC
A
: status A = active atau V = void
3859.7663,N
: latitude 38 deg 59.7663’ N
09459.6988,W
: longitude 94 deg 59.6988’ W
021.2
: kecepatan dalam knots
083.5
: track angle in degrees true
220302
: date -22rd of March 2002
003.1,W
: magnetic variation
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
33
*6A
: the checksum data, selalu diawali dengan *
Berikut ialah algoritma pemrograman untuk pembacaan GPS
Gambar 3.11 flowchart algoritma pembacaan GPS
Dapat dilihat melalui flow chart di atas bahwa pertama kali mikrokontroler akan mengecek apakah GPS terpasang ketika GPS tidak terpasang mikrokontroler akan menampilkan pesan “Please Check GPS”, seperti pada gambar 3.11
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
34
Gambar 3.12 tampilan hyper terminal ketika GPS belum terpasang
Selanjutnya mikrokontroler akan me-masking data dari GPS yang mewakili posisi antena menurut lintang dan bujur, yaitu data GPRMC. Perlu diketahui GPS dapat melalui proses masking dikarenakan, keluaran GPS melalui komunikasi serial, berupa karakter. Berikut pemrograman slave1 untuk pembacaan GPS, dalam bahasa assembly
gps_rule00:
ldi mov
temp,26 r4,temp
gps_r01:
ldi rcall ldi rcall ldi rcall ldi rcall
txb,'G' tx txb,'P' tx txb,'S' tx txb,'=' tx
Blok 3.3a pemrograman untuk proses masking data GPS
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
35
gps_r02:
gps_r04:
rcall cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall mov rcall rcall dec brne ret
mak0 rxb,'R' gps_r02 mak0 rxb,'M' gps_r02 mak0 rxb,'C' gps_r02 mak0 mak0 mak0 mak0 mak0 mak0 mak0 mak0 mak0 txb,rxb tx mak0 r4 gps_r04
Blok 3.3b pemrograman untuk proses masking data GPS
Dapat dilihat pada bagian prosedur gps_s01 bertujuan untuk mengeluarkan tulisan “GPS=”, sedang untuk bagian selanjutnya-lah yang digunakan untuk mengambil data. Disini penulis membuat prosedur mak0, sebagai prosedur yang berfungsi mengambil 1 bit data. Sehingga bisa dilihat, sebelum mikrokontroler menerima karakter RMC (bagian dari kata GPRMC) karakter lainnya akan dilewatkan saja. Sedang ketika menemui karakter RMC, pertama kali 9 karakter akan dilewatkan terlebih dahulu, karena karakter-karakter tersebut tidak berhubungan dengan informasi yang kita cari (karakter tersebut hanya menunjukan waktu pengambilan), barulah setelah itu 26 karakter (yang mewakili status GPS, serta letak lintang dan bujur) akan diambil. Berikut tampilan untuk GPS, keluaran slave1 :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
36
Gambar 3.13 tampilan hyper terminal untuk keluaran slave1
3.2.3 ENKODER (SENSOR AZIMUTH dan ELEVASI)
Sebagaimana tampak pada gambar 3.13 dapat dilihat bahwa pertama kali mikrokontroler akan membaca PIN I/O yang merupakan pin yang tersambung ke rotari enkoder. Ada 10 buah pin I/O yang digunakan sebagai inputan enkoder, sehinga nantinya mikrokontroler akan membaca enkoder dalam bentuk 10 bit bilangan biner ( 0 dan 1 ). Namun perlu diperhatikan bahwa keluaran enkoder bukanlah bilangan biner murni melainkan gray code. Karena hal itulah terlebih dulu bilangan gray code ini diubah menjadi bilangan biner. Berikut perbandingan antara gray code dengan kode biner. Dec Binary Gray 0 000 1 001 2 011 3 010 4 110 5 111 6 101 7 100
000 001 010 011 100 101 110 111
Algoritma untuk proses pengkonversian gray code menjadi kode biner, sebenarnya cukup mudah namun karena inputan gray code –nya ada 10 bit maka
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
37
program nya tidak penulis munculkan (namun dilampirkan) karena terlalu panjang.
Gambar 3.14 flowchart pembacaan enkoder pada slave1
Untuk algoritma peng-konversian, yang pertama kali harus dilihat ialah MSB nya, Dimana nilai MSB gray code dengan kode biner selalu sama. Contohnya jika MSB gray code 1, maka MSB kode binernya juga 1. Setelah itu bandingkan MSB kedua dari gray code dengan kode biner yang sebelumnya didapat, dimana jika sama maka kode biner menjadi 0 sedang jika beda maka kode binernya 1. Begitu seterusnya hingga akhirnya membandingkan LSB gray code dengan bit kedua dari kode biner. Contohnya untuk gray code 101, MSB dari kode biner akan sama dengan gray code yaitu 1. Lalu bandingkan MSB kedua dari
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
38
gray code dengan kode biner yang didapat sebelumnya, karena berbeda maka kode biner untuk MSB ke dua ialah 1. Berikutnya bandingkan kembali LSB dari gray code dengan kde biner yang didapat sebelumnya karena sama maka LSB untuk kode biner bernilai 0. Hasil ini sesuai dengan contoh di atas dimana kode biner untuk gray code 101 ialah 110. Setelah proses konversi gray code menjadi kode biner, selanjutnya ialah proses konversi bilangan biner menjadi bentuk desimalnya. Karena kode biner nya 10 bit maka rentang nilai desimalnya antara 0 hingga 1023. Kode inilah yang diubah menjadi bentuk sudut dimana setiap perubahan bit dari enkoder mengandung perubahan 0.35 derajat (nilai ini didapat dari 360 / 1023).
3.2.4 MODEM
Gambar3.15 Flowchart pembacaan modem
Berdasarkan flowchart di atas dapat dilihat bahwa terlebih dahulu mikrokontroler akan mengecek apakah modem terpasang, jika belum terpasang
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
39
maka mikrokontroler akan mengeluarkan pesan please check modem, namun bila telah terpasang mikrokontroler akan melanjutkan proses berikutnya yaitu pengaktifan modem. Untuk mengaktifkan modem, pertama kali terlebih dahulu kita harus mengetikkan rsp demod get telemetry.
modem:
ldizl,low(2*get_data) ldi zh,high(2*get_data) rcall wt2
RSP DEMOD GET TELEMETRY
modem00: sbis rjmp ldi ldi rcall ret
pind,rxd1 modem01 zl,low(2*mdme) zh,high(2*mdme) wt
PLEASE CHECK MODEM
Blok 3.4 program pengecekan modem terpasang atau tidak
Blok 3.4 di atas merupakan program untuk mengambil data dimana prosedur modem: berfungsi untuk menampilkan tulisan RSP DEMOD GET TELEMETRY, agar modem aktif dan menampilkan data-data keluarannya (seperti tampak pada gambar 3.13). Prosedur modem00 merupakan prosedur untuk mengecek apakah modem telah terpasang atau tidak, jika belum terpasang mikrokontroler akan mengeluarkan tulisan “PLEASE CHECK MODEM” (mdme yang mewakili kalimat ini).
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
40
modem01: rcall cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne
mak2 rxb,'r' modem00 mak2 rxb,'s' modem00 mak2 rxb,'l' modem00 mak2 rxb,'o' modem00 mak2 rxb,'c' modem00 mak2 rxb,'k' modem00
rcall rcall cpi brne ldi ldi rcall
mak2 mak2 rxb,0x30 modem03 zl,low(2*mdm_unlock) zh,high(2*mdm_unlock) wt
Proses masking
Proses komparasi
Blok 3.5 program untuk mengunlock modem
Pada program ini mikrokontroler akan membaca modem hingga modem mengeluarkan kalimat rslock, barulah dilakukan perbandingan (komparasi) dapat dilihat pada baris program cpi rxb 0x30, perlu diketahui bahwa hexa 0x30 berarti angka 0 dalam kode ASCII. Baris ini bermaksud untuk membandingkan angka keluaran setelah RSLOCK. Pada modem, umumnya angka 0 setelah RSLOCK (yang berarti tulisannya menjadi RSLOCK 0) berarti antena belum mengarah ke satelit sehingga belum ada komunikasi yang terjadi antar antena pada stasiun bumi dengan satelit karena itulah ditampilkan tulisan unlock modem. Setelah proses komparasi jika angka setelah RSLOCK ialah angka 0, maka mikrokontroler
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
41
all modem04:
rcmak2 cpi brne rcall cpi brne rcall cpi brne rcall rcall rcall sts rcall sts rcall sts rcall sts
rxb,'p' modem00 mak2 rxb,'w' modem00 mak2 rxb,'r' modem00 mak2 mak2 mak2 pwr01,rxb mak2 pwr02,rxb mak2 pwr03,rxb mak2 pwr04,rxb
Proses masking
Blok 3.6 program pembacaan pwr pada modem
Prosedur ini bertujuan memasking data keluaran modem dimana data yang diambil ialah data input level, yang diwakili oleh p w r. Prosedur mak2 merupakan prosedur rx memakai softuart (yang akan dijelaskan nanti), sehingga ketika slave 1 menerima karakter p w r barulah data disimpan ke dalam variabel pwr01, pwr02, pwr03, dan pwr04, yang akan dipanggil lagi nanti. Hal serupa juga dilakukan untuk pengambilan nilai SNR. Namun karena komunikasi satelit menggunakan sistem digital, maka yang digunakan ialah Eb/No. Dimana nilai Eb/No didapat dengan menggunakan persamaan:
Eb/No = SNR / b ……………………………………………………….3.1 Eb/N0 (dB) = 10 log (SNR) – 10 log b ………………………………...3.2
Dimana b ialah spectral efficiency (bit/s/Hz) yang nilainya berdasarkan data yang penulis peroleh dari pihak PSN untuk spesifikasi percobaan ini sebesar 1.4 dB
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
42
Gambar 3.16 tampilan keluaran modem pada hyper terminal
3.3 SLAVE 4
Gambar 3.17 flowchart slave 4
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
43
Dari flow chart diatas cukup jelas bahwa slave empat pertama kali mengambil data GPS, Compass, serta sensor azimuth dan elevasi yang diberikan oleh master, data-data ini kemudian dimasukan ke dalam variable yang akan digunakan untuk melakukan perhitungan. Setelah itu menggunakan rumus yang telah dijabarkan pada bab 2, mikrokontroler akan menentukan besarnya sudut azimuth dan elevasi antara antena dengan satelit. Setelah mendapatkan hasil perhitungan slave empat memerintahkan slave 2 untuk melakukan inisialisasi posisi antena dimana antena membuka menjadi bersudut 90 derajat dengan bidang horizontal. Setelah inisialisasi slave 4 memberi perintah pergerakan ke slave 2 melalui master, agar antena bergerak vertikal sehingga memenuhi sudut elevasi yang diinginkan.
Setelah memenuhi sudut elevasi maka mikrokontroler
menghitung nilai pergerakan horizontal yang dibutuhkan antena sehingga menghadap satelit. Nilai tersebut didapat dengan mengurangi sudut kompas dengan sensor azimuth. Setelah memenuhi semua sudut baru slave 4 memerintahkan berhenti. Berikut pemrograman untuk mengambil data dari master melalui komunikasi UART, menggunakan bahasa C codevision z = 0; while (z<Max_length) { nilai[z++]=getchar();
// cek inputan
if ((z>17)&&(nilai[z-18]=='G')) { b=z-12; sta=z-2; a=z; } else if ((z>0)&&(nilai[z-1]=='O')) { h=z; } else if ((z>3)&&(nilai[z-4]=='C')) { e=z; } else if ((z>1)&&(nilai[z-2]=='Z')) {g=z; f=z+9;} else if ((z>5)&&(nilai[z-6]=='/')) {eb=z;} else if ((z>13)&&(nilai[z-14]=='I')) { in=z+14;}
// ambil gps data lintang & bujur //data posisi lintang //lintang utara / selatan ? //data posisi bujur
//ambil data compass // ambil data enkoder azimuth & elevasi
//ambil data Eb/No //ambil data Input level
} Blok 3.7 program pembacaan master oleh slave 4
Program ini dapat diumpamakan seperti suatu register yang sangat panjang, dimana data UART dari master dimasukan ke dalam register ini
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
Proses masking
44
seluruhnya, dan ketika diterima karakter khusus yang mewakili data yang diinginkan posisi nya akan disimpan dalam variable tertentu utuk nanti dipanggil kembali jika diinginkan nilainya. Berikut program untuk menyimpan data dalam string.
for(d=0;d<10;d++) { if(d<3) { ut1[d]=nilai[b]; bar1[d]=nilai[a]; azim[d]=nilai[g]; elev[d]=nilai[f]; b=b+1; a=a+1; g=g+1; f=f+1; comp[d]=nilai[e]; e=e+1; }
// input gps lintang //input GPS bujur
else if (d>2 && d<7) { ut2[d-2]=nilai[b]; bar2[d-3]=nilai[a]; azim[d]=nilai[g]; elev[d]=nilai[f]; b=b+1; a=a+1; g=g+1; f=f+1; comp[d]=nilai[e]; e=e+1; } else if (d>6 && d<10) { ut2[d-2]=nilai[b]; bar2[d-3]=nilai[a]; b=b+1; a=a+1; } } ut2[0]=ut1[2]; ut1[2]='\0'; ut2[7]='\0'; Q[0]=nilai[sta]; Blok 3.8 penyimpanan data input dalam variabel
Bisa dilihat program di atas terbagi atas 3 bagian dimana jika jumlah karakter
kurang dari 3 maka akan diproses pad bagian awal, jika karakter Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
45
dibawah 7 maka akan diproses pada bagian 1 dan 2 sedang jika karakter lebih dari 6 dan dibawah 10 maka akan diproses ada bagian1 dan 2 dan3. Jika diperhatikan terlihat ada sesuatu yang cukup unik pada program ini dimana input lintang danbujur dibagi menjadi dua bagian ut1 dan ut2 serta bar1 dan bar2. Hal ini dikarenakan format data GPS dimana pada posisi lintang dan bujur angka di belakang koma bukanlah dalam bentuk derajat melainkan bentuk menit, sehingga untuk mendapatkan bentuk derajatnya perlu dikonversikan terlebih dahulu. Berikut merupakan pemrograman untuk penghitungan sudut elevasi dan azimuth.
void outsearch () { Re = 6378.39; r=6378.39+35784; Let2 = atof(ut1); Let3 = atof(ut2); if (Q[0]=='N') { Let1 = Let2 + Let3/60; } else if (Q[0] =='S') { Let1 = -1 * (Let2 + Let3/60); } long_es2=atof(bar1); long_es3= atof(bar2); long_es1= long_es2+ long_es3/60; long_sat1=113; Let=Let1 /180*3.141592654; long_es= long_es1 /180*3.141592654; long_sat=long_sat1 /180*3.141592654; tandel = tan((long_es1-long_sat1)/180*3.141592654); cosdel=cos((long_es1-long_sat1)/180*3.141592654); coslet=cos(Let); valsqrt= sqrt(1-cosdel*cosdel*coslet*coslet); elevasi=atan((cosdel*coslet-(Re/r))/valsqrt)*180/3.141592654; elevasi2=90+(0.5*(((atan((cosdel*coslet(Re/r))/valsqrt))*180/3.141592654)+sqrt(pow(((atan((cosdel*cosletRe/r))/valsqrt))*180/3.141592654),2)+4.132))); azimuth= 180+(atan(tandel/sin(Let))*180/3.141592654); selisih=atof(comp)-azimuth; ftoa(elevasi2,2,hasil); ftoa(azimuth,2,hasil2); } Blok 3.9 program komputasi sudut elevasi dan azimuth
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
46
Perlu diperhatikan dalam bahasa C pemakaian sinus, cosines dan tangent dalam bentuk radian oleh karena itu didini penulis mengubah semua sudut menjadi bentuk radiannya.
void motor_left() { delay_ms(50); if (((selisih-atof(azim))>20) && left < 1) { printf("L8"); left = left + 1; } else if ((((selisih-atof(azim)) < 20) && ((selisih-atof(azim)) > 15))&& left <2) { printf("L7"); left = left + 1; } else if ((((selisih-atof(azim)) < 15) && ((selisih-atof(azim)) > 8))&& left <3) { printf("L6"); left = left + 1; } else if ((((selisih-atof(azim)) < 8) && ((selisih-atof(azim)) > 1))&& left <4) { printf("L4"); left = left + 1; } else if ((((selisih-atof(azim)) < 1) && ((atof(azim)- selisih) < 1))&& left <5) { printf("L0"); left = left + 1; level = level + 1; } else if (((atof(azim)- selisih) >1) && left<6) { printf("R4"); left = left - 1; } Blok 3.10 program pengaturan kecepatan putar kiri oleh slave 4
Program ini bertujuan untuk pengaturan kecepatan putaran motor, dimana ketika antena masih membutuhkan sudut lebih dari 20 derajat maka digunakan
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
47
kecepatan yang tertinggi, setelah itu barulah kecepatan motor akan diturunkan secara perlahan-lahan, berdasarkan perubahan sudutnya.
3.4 SLAVE 2 dan SLAVE 3
Gambar 3.18 flowchart slave 2 dan slave 3
Sebagaimana tampak pada diagram alur di atas, slave 2 dan 3 hanya akan bekerja jika ada perintah dari PC atau SLAVE 4 (melalui master sebagai jembatan perantara). Perintah dari slave 4 atau PC ini berupa empat jenis karakter dimana keempat jenis karakter ini mewakili pergerakan antena: U (UP), D (DOWN), L
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
48
(LEFT), R (RIGHT). Keempat karakter ini juga didampingi oleh angka dimana angka ini yang merepresentasikan kecepatan dari motor (ada 8 kecepatan yang dipakai). Contoh perintah dari slave 4 atau PC: U4
: perintahkan slave 2 untuk menggerakan antena ke atas (secara vertikal)
dengan kecepatan 4 L6
: perintahkan slave 3 untuk menggerakkan antena ke kiri (secara
horizontal) dengan kecepatan 6
Gambar 3.19 rangkaian skematik slave 2 dan 3
Sebagaimana dijelaskan sebelumna motor antena ini bergerak dengan 8 kecepatan, dimana pengaturan kecepatan ini dilakukan dengan menggunakan PWM. Pulse Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar dari pulsa dalam perioda yang konstan untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
49
Gambar 3.20 ilustrasi PWM
Pada gambar diatas menunjukkan tiga sinyal PWM yang berbeda. Sinyal yang paling atas menunjukkan sinyal PWM dengan duty cycle 10%. Artinya sinyal on selama 10% dari perioda sinyal dan off selama 90 % sisanya. Gambar yang lainnya menunjukkan sinyal dengan duty cycle 50% dan 90%. Ketiga sinyal PWM tersebut akan menghasilkan sinyal analog yang berbeda. Sebagai contoh jika supply tegangan sebesar 9V dan duty cycle 20%, maka menghasilkan 1,8V.
check1: l rx
rcal cpi breq cpi breq cpi breq cpi breq cpi breq cpi breq cpi breq cpi breq cbi cbi rjmp
rxb,0x31 speed1 rxb,0x32 speed2 rxb,0x33 speed3 rxb,0x34 speed4 rxb,0x35 speed5 rxb,0x36 speed6 rxb,0x37 speed7 rxb,0x38 speed8 porta,0 porta,1 check1
Blok 3.11 program pembacaan kecepatan
Program diatas merupakan program untuk mengecek kecepatan yang diinginkan dimana kecepatan ini direpresentasikan dalam bentuk hex. Dimana :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
50
-
hex 0x31 merepresentasikan angka 1 dalam kode ASCII,
-
hex 0x32 merepresentasikan angka 2 dalam kode ASCII,
-
hex 0x33 merepresentasikan angka 3 dalam kode ASCII,
-
hex 0x34 merepresentasikan angka 4 dalam kode ASCII,
-
hex 0x35 merepresentasikan angka 5 dalam kode ASCII,
-
hex 0x36 merepresentasikan angka 6 dalam kode ASCII,
-
hex 0x37 merepresentasikan angka 7 dalam kode ASCII,
-
hex 0x38 merepresentasikan angka 8 dalam kode ASCII
speed01: sbi rcall rcall cbi rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rjmp
porta,0 timer1_16 timer1_16 porta,0 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 speed01
Blok 3.12 program PWM
Program diatas merupakan program PWM dalam bahasa assembly dimana porta.0 diset 1, sedang porta.1 tetap bernilai 0, yang menandakan motor diset forward, dapat dilihat pemakaian timer1_16 sebagai duty cycle untuk PWM, dimana untuk kecepatan 1 maka duty cycle nya hanya 1/8 nya saja dimana ketima melewati timer1_16 yang kedua ada perintah cbi porta,0 yang berarti porta.0 dibuat 0 hal ini terus berulang hingga slave 2 atau 3 mendapatkan perintah baru, sehingga karena terus berulang tampak motor bergerak dengan kecepatan 1/8 dari putaran maksimumnya.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
51
e03: speed_revers sbi rcall rcall rcall rcall rcall rcall cbi rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rcall rjmp
porta,1 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 porta,1 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 timer1_16 speed_reverse03
Blok 3.13a program PWM untuk gerak reverse dan program delay PWM
timer1_16: ser mov ldi mov
temp tmp1,temp temp,2 tmp2,temp
sbis rjmp dec brne dec brne ret
pind,0 check tmp1 timer00 tmp2 timer00
timer00:
Blok 3.13b program PWM untuk gerak reverse dan program delay PWM
Sedang untuk perintah agar motor bergerak reserve hanya perlu dibalik keluaran portnya dimana poera.1 diset 1 sedang untuk porta.0 diset 0
3.5 MASTER
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
52
Gambar 3.21 flowchart master
Dilihat dari flowchart diatas, dapat disimpulkan bahwa tugas master yang sesungguhnya ialah sebagai media perantara antara “real kontroler” (yang merupakan slave 4 atau user, karena “mereka”-lah yang memproses input dan member perintah untuk control motor) dengan inputan (slave1) dan output (slave 4).
3.5.1 UART
Pada master untuk berhubungan dengan PC, dimana kendali dilakukan secara manual. Digunakan komunikasi serial UART. Seperti dijelaskan sebelumnya, komunikasi serial ini menggunakan pin RX dan TX yang terdapat
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
53
pada mikrokontroler. Berikut ialah program komunikasi UART dalam bahasa assembly
init_Ser:
tx:
rx:
ldi out ldi out ldi out ldi out ret sbis rjmp out ret
temp,high(value) ubrrh,temp temp,low(value) ubrrl,temp temp,(1<
sbis rjmp in ret
ucsra,rxc rx rxb,udr
ucsra,udre tx udr,txb
Blok 3.14 Program UART
Dimana
init_Ser_Int
merupakan
merupakan inisialisasi UART,
sebagaimana dijelaskan pada bab 2 UCSRA merupakan register 8 bit yang digunakan untuk mengendalikan mode komunikasi USART dan untuk membaca status yang sedang terjadi pada USART. Dengan mengeset register UCSRA dengan 10000000 artinya bit RXC akan bernilai 1, yang menandakan bahwa ada data pada RXB di UDR yang belum terbaca.
3.5.2 SOFTWARE UART
Software UART atau biasa juga disebut dengan teknik Bit-banging, ialah teknik pengaturan untuk menggunakan komunikasi serial dengan software dan bukan dengan hardware seperti UART atau shift register. Program pengaturan ini memanfaatkan pengaturan waktu (time interval) untuk UART transmit pada pin lain selain UART. Sebelum pembahasan lebih lanjut, ada baiknya penulis jelaskan dulu mengenai serial RS-232. Konverter RS232 merupakan standar Electronic Industries Association (EIA) untuk komunikasi data binari serial. Sistem Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
54
konverter RS232 pada umumnya digolongkan menjadi dua macam perangkat, yaitu Data Communication Equipment (DCE) dan Data Terminal Equipment (DTE). DCE berfungsi sebagai perangkat yang menyediakan kanal komunikasi antara dua jenis DTE seperti modem, printer, mouse, dan plotter. Sementara itu, DTE berfungsi sebagai sumber komunikasi, seperti komputer dan terminal. DTE terdiri dari plug (male) dan socket (female). Versi yang paling banyak digunakan adalah konverter RS232C (kadang dikenal dengan EIA232) dan yang terbaru adalah versi konverter RS232E. Karakteristik transmisi data serial konverter versi RS232C pada level logika 1 (Mark) dinyatakan dengan tegangan antara -3 sampai -15 Volt dengan beban (-25 Volt tanpa beban), dan level logika 0 (Space) dinyatakan dengan tegangan antara +3 sampai +15 Volt dengan beban (+25 Volt tanpa beban). Untuk daerah +3 sampai -3 Volt tidak didefinisikan. Melihat karakteristik transmisi ini, tentu saja agar serial RS-232 dapat berkomunikasi dengan pin selain UART terlebih dahulu masukan harus diubah agar inputan di atas 3 Volt menjadi 5 volt (tegangan Vcc) dan tegnagn di bawah 3 Volt menjadi ground. Berikut rangkaian konverternya:
Gambar 3.22 rangkaian converter serial pada modem
Berikut ini ialah program untuk software UART, dimana prosedur mak merupakan prosedur rx, dimana pina.1 (rxa1 = 1) sebagai pin rx nya. Sedang prosedur pak merupakan prosedur tx, dimana pina.2 (txa1= 2) sebagai pin tx nya. Algoritma yang digunakan ialah pergeseran bit dimana bit yang masuk ke pin rx atau keluar melalui pin tx, akan langsung disimpan atau dikirimkan.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
55
mak1: mak11:
mak12:
mak13:
ldi bit,9 sbic jmp call call call clc sbic sec dec breq ror jmp ret
pina,rxa1 mak11 mak mak mak pina,rxa1 bit mak13 rxb mak12
Blok 3.15a program software UART Rx (receive)
pak1:
pak10:
pak11: pak12:
ldi bit,9+sb com txb sec brcc pak11 cbi porta,txa1 jmp pak12 sbi porta,txa1 nop call mak call mak lsr txb dec bit brne pak10 ret
Blok 3.15b program software UART Tx (transmit)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
56
BAB 4 UJI COBA ALAT DAN ANALISA DATA
START
AMBIL DATA GPS LINTANG ? BUJUR ? POSISI LINTANG
OFF
DATA COMPASS
UPDATE DATA
DATA SENSOR ELEVASI DAN AZIMUTH
TURN ON
INTERUPT OLEH PC
ON
HITUNG SUDUT AZIMUTH DAN ELEVASI ANTARA ANTENA DAN SATELIT
KALIBRASI
PERINTAHKAN SLAVE 2 BERGERAK VERTIKAL 90 DEAJAT
PERINTAHKAN SLAVE 2 MENGGERAKAN ANTENA SEHINGGA SESUAI DENGAN SUDUT ELEVASI (MENGGUNAKAN SENSOR ELEVASI)
PERGERAKAN AZIMUTH =(COMPASS – SUDUT AZIMUTH YANG DICARI)
PERINTAHKAN SLAVE 3 MENGGERAKKAN ANTENA SECARA HORIZONTAL, SEHINGGA SESUAI DENGAN PERHITUNGAN AZIMUTH
STOP
Gambar 4.1 flowchart kontroler
Sebagaimana flowchart di atas dapat dilihat bahwa pertama kali kontroler akan mengambil data masukan dari antena baik itu posisi lintang dan bujur, data
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
57
compass, serta data sensor rotasi antena. Barulah setelah itu kontroler akan mengecek apakah status dari kontroler sudah ON atau OFF. Jika sudah dalam status ON maka kontroler akan melakukan kalibrasi, dimana kalibrasi ini bertujuan untuk menginisialisasikan nilai dari sensor rotasi (nilai dari sensor azimuth dan elevasi dibuat 0), barulah setelah itu perhitungan sudut azimuth dan elevasi dimulai, perlu diketahui bahwa pada saat ini inputan dari PC akan dicek terus menerus untuk melihat ada interrupt atau tidak. Ketika telah didapat hasil perhitungannya maka kontroler memerintahkan melakukan inisialisasi posisi antena (membuat antena berotasi secara vertikal sebesar 90 derajat) hal ini dilakukan karena untuk nilai sudut elevasi, sebagaimana pada gambar 2.4 perhitungan sudut elevasi dimulai ketika antena beam pada posisi sejajar dengan garis horizontal (90 derajat). Barulah setelah ini kontroler membuat antena berotasi secara vertikal hingga sudut elevasinya sesuai dengan sudut elevasi hasil perhitungan. Ketika sudut elevasi terpenuhi barulah kontroler memerintahkan antena berotasi sacara horizontal hingga sudut azimuth antenanya sesuai dengan sudut azimuth hasil komputasi. Perlu diingat bahwa rotasi antena tidak boleh langsung sebesar sudut azimuth komputasinya, melainkan harus melihat nilai kompas terlebih dahulu. Kenapa demikian ? Hal ini dikarenakan antena berada di atas mobil, sehingga antena tidak selalu menghadap satelit, kompas inilah yang menjadi acuan dari arah awal antena. Sehingga sudut yang diperlukan oleh antena untuk memenuhi sudut azimuth nya ialah selisih antara kompas dengan sudut azimuth hasil komputasi.
4.1 SIMULASI PROGRAM
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
58
Gambar 4.2 rangkaian simulasi
Berikut ialah simulasi program dimana data awal ialah : Compass
: 343.3
Posisi antena
: 38.9961° Lintang Utara dan 94.995° Bujur Timur
Nilai Sensor Azimuth Awal : 31.01° Nilai Sensor Elevasi Awal
: 24.21°
Status
: Off
Posisi Koordinat Satelit
: 113° Bujur Timur
Perlu diingat bahwa simulasi dilakukan di dalam ruangan karena itu data GPS merupakan data akhir yang disimpan
Gambar 4.3 tampilan awal pada hyper terminal
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
59
Menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4 didapatkan besarnya sudut elevasi ialah :
= tan
cos −18 cos 38.9961 − 6378.39/42162.39 1 − (cos −18 cos 38.9961)
= 41.11459837
= 0.5 41.1146 + 41.1146 + 4.132
= 41.1397
Hal ini sesuai dengan yang didapat melalui perhitungan komputasi pada slave 4 yang menandakan tahapan ini berhasil. Berikut tampilan keluaran slave 4, melalui modul uji coba untuk melihat nilai sudut elevasi sebenarnya dan sudut elevasi akibat refraksi oleh atmosfer.
Gambar 4.4 Tampilan hyperterminal slave 4
Menggunakan persamaan 2.5 didapat besar sudut azimuth :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
60
= 180 + tan
tan −18 sin 38.9961
= 152.69
Berikut merupakan tampilan dari hasil perhitungan sudut azimuth, melalui modul uji coba pada slave 4.
Gambar 4.5 tampilan hyperterminal slave 4 untuk perhitungan azimuth
Bedasarkan flow chart berikutnya kontroler akan mengecek inputan status dari saklar yang terhubung ke master, dimana ketika status On barulah proses control motor dijalankan.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
61
Gambar 4.6 tampilan hyperterminal ketika status On
Sesuai dengan flowchart ketika status On maka hal pertama yang dilakukan kontroler ialah melakukan kalibrasi dimana kalibrasi ini bertujuan menginisialisasikan nilai dari sensor azimuth dan elevasi, sehingga sensor berada dalam posisi 0 dan proses control menjadi lebih akurat. Selain itu kalibrasi ini juga bertujuan pengaturan nilai putaran (dengan mengisi nilai rotation sensor) dimana ketika bernilai 1 maka putaran enkoder dianggap positif jika searah jarum jam sebaliknya jika bernilai 0 maka putaran berlawanan jarum jam lah yang dianggap positif. Berikut tampilan hyper terminal pada proses kalibrasi.
Gambar 4.7 tampilan hyperterminal ketika proses kalibrasi
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
62
Barulah setelah proses kalibrasi dilakukan proses inisialisasi posisi antena beam, dimana antena beam dibuat agar sejajar dengan bidang horizontal (antena berotasi vertikal 90 derajat). Kenapa diperlukan proses inisialisasi, hal ini dikarenakan ketika dibawa oleh mobil antena dalam keadaan menutup dimana pointing antena kea rah permukaan bumi, oleh karena itu diperlukan adanya inisialisasi posisi.
Gambar 4.8 Tampilan hyperterminal pada proses inisialisasi posisi
Tampak pada gambar 4.8 bahwa antena bergerak dengan kecepatan 6 hal ini bertujuan agar motot tidak langsung terbebani (bandingkan jika dari awal menggunakan kecepatan maksimum), dan juga kecepatan ini akan turun ketika sensor elevasi (EL) mendekati 90 derajat.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
63
Gambar 4.9 Tampilan hyperterminal ketika antena beam sudah mendekati sudut 90 derajat
Ketika inisialisasi telah selesai, kontroler akan langsung menghitung sudut yang diperlukan agar mencapai sudut elevasi. Karena berasarkan perhitungan sebelumnya didapat nilai sudut elevasi 41.1397 derajat, maka kontroler akan menggerakkan antena dengan rotasi vertikal hingga nilai sensor elevasi 131.1397 (perlu diingat bahwa sudut elevasi, ialah sudut antara bidang horizontal dengan antena beam ke satelit, sehingga terlebih dahulu harus ditambah 90 derajat). Gambar dibawah menunjukan pengaturan perubahan kecepatan oleh kontroler, ketika sudut semakin mendekati sudut yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
64
Gambar 4.10a Pengaturan kecepatan elevasi oleh kontroler (Track Up8)
Gambar 4.10b Pengaturan kecepatan elevasi oleh kontroler (Track Up6)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
65
Gambar 4.10c Pengaturan kecepatan elevasi oleh kontroler ((Track Up-stop)
Berdasarkan data awal dapat dilihat, jika posisi satelit diproyeksikan ke permukaan bumi maka satelit berada di sisi kiri antena. Hal ini dapat dilihat dari selisih antara perhitungan sudut azimuth dengan data compass (lihat gambar 4.5), dimana nilai kompas lebih besar ketimbang nilai sudut azimuth oleh karena itu antena harus berotasi ke kiri sebesar 190.613 derajat). Berikut tampilan hyper terminalnya.
Gambar 4.11a Pengaturan kecepatan azimuth oleh kontroler (Track Left8)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
66
Gambar 4.11b Pengaturan kecepatan azimuth oleh kontroler (Track Right4)
Gambar 4.11c Pengaturan kecepatan azimuth oleh kontroler
Dapat dilihat dari gambar 4.11, bahwa pada proses azimuth ketika pergerakkan motor melebihi sudut azimuth hasil perhitungan, maka motor akan berbalik arah, hingga sesuai dengan azimuth hasil perhitungan. Sedang untuk hasil akhir, yang didapat pada simulasi mendekati hasil perhitungan.
4.2 SIMULASI REAL
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
67
Gambar 4.12 Antena mobile dalam kondisi awal
Berikut ialah data awal pada uji real : Compass
: 173.3
Posisi antena
: 6.21° Lintang Selatan dan 107.23° Bujur Timur
Nilai Sensor Azimuth Awal : 00.71° Nilai Sensor Elevasi Awal
: 03.23°
Status
: Off
Satelit yang digunakan
: PALAPA C
Posisi Koordinat Satelit
: 113° Bujur Timur
Range Frekuensi
: 3.7 – 4.2 GHz (C Band) 3.4 – 3.68 GHz (Lower Range C Band)
Transponder Bandwidth
: 72 MHz
Menggunakan persamaan 2.4 dan 2.5 didapat nilai sudut elevasi dan sudut azimuth sebesar: θt = 80.028 deg = 43.04
Pada tahap awal, proses kontroler sama dengan simulasi sebelumnya, dimana tahapan yang dilakukan ialah inisialisasi awal, pengaturan sudut elevasi, barulah pengaturan sudut azimuth. Sebagaimana tampak pada gambar 4.13 di bawah.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
68
Gambar 4.13 Tahap inisialisasi awal
Hasil percobaan menunjukan hasil yang hampir serupa dengan hasil perhitungan, dimana perubahan ini dikarenakan adanya nilai toleransi pada program yang bertujuan agar motor dapat berhenti. Karena jika nilai toleransi ini tidak diberikan, motor (dalam hal ini antena) akan sulit berhenti karena nilai sudut hasil perhitungan dengan sudut dari sensor tidak selalu sama (dimana seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa akurasi rotari enkoder hanya 0.35 derajat untuk setiap bit).
4.3 ANALISA HASIL DATA
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
69
Gambar 4.14 Tahapan akhir algoritma azimuth elevasi
Dapat dilihat pada gambar 4.14, bahwa modem masih dalam keadaan unlock, dimana input level yang didapat bernilai -81.7 dB. Hal ini menunjukan bahwa antena belum terhubung dengan satelit. Ada beberapa hal yang penulis perkirakan sebagai penyebab hal ini:
4.3.1
Data input yang tidak valid
Dimana data yang penulis maksud di sini ialah data satelit. Pada program penulis mennggunakan data satelit PALAPA C2 yang bersumber dari web http://www.palapasat.com/ , dimana orbit PALAPA C2 berdasarkan web tersebut ialah 113° E dengan inklinasi 0. Namun penulis melupakan factor satelit drift dimana satelit mengalami pergeseran dari orbitnya. Hal ini penulis buktikan melalui data yang penulis dapatkan pada http://www.n2yo.com/?s=23864, (situs untuk mengetahui posisi satelit secara realtime) di hari yang sama dengan percobaan, dimana satelit PALAPA C2 mengalami pergeseran orbit, sehingga orbitnya menjadi: Latitude
: 0.01° U
Longitude
: 112.9° E
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
70
Dan data ini tidak selalu sama tiap harinya terbukti pada hari Senin tanggal 8 Juni 2009, ketika penulis mengecek kembali situs ini data Longitude dari satelit PALAPA C2 ialah 112.8°E. Sepintas pergeseran sudut sebesar 0.01° mungkin terlihat kecil, namun perlu diperhatikan jarak satelit dari permukaan bumi mencapai 36.000 Km (untuk orbit Geostationer). Sehingga jika dihitung berdasarkan
sudut
geometrisnya,
kesalahan
0.01°
dapat
menyebabkan
penyimpangan sejauh 6 Km, hal tersebut baru dihitung dari kesalahan longitude nya, belum dari kesalahan latitude, yang tentu saja membuat penyimpangan menjadi semakin besar. Selain dari posisi orbit satelit, inputan ketinggian (altitude) dari satelit juga cukup bermasalah, dimana karena adanya pergeseran orbit, tentunya ketinggian (altitude) dari satelit juga berubah. Hal ini penulis buktikan berdasarkan data yang penulis ambil dari situs http://sat-index.co.uk/geo/23864.html, berikut data yang ditampilkan pada situs ini:
Tabel 4.1 data satelit PALAPA C2
Berdasarkan data di atas terlihat perubahan ketinggian setelit dari permukaan bumi, sedang penulis mengambil nilai konstan untuk ketinggian satelit, yaitu 35,784 Km. Tentu saja perbedaan ini menimbulkan penyimpangan sudut pada elevasi antena, sebagaimana ditunjukan pada persamaan 2.3 dan 2.4.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
71
4.3.2
Uncounting Losses (Rugi-rugi yang tidak diperhitungkan)
Selain kesalahan pointing akibat input data yang tidak valid, rugi-rugi yang tidak diikut sertakan dalam program, pastilah ikut mempengaruhi keluaran modem. Berikut merupakan rugi-rugi yang penulis perkirakan memiliki pengaruh besar terhadap keluaran modem:
a. Redaman ruang bebas (free space loss) Redaman ruang bebas merupakan redaman sinyal yang terjadi akibat dari media udara yang dilalui oleh gelombang radio antara pemancar dan penerima Perambatan gelombang radio di ruang bebas akan menghalangi penyebaran energi di sepanjang lintasannya sehingga terjadi kehilangan energi.
b. Redaman oleh gas (atmosfer) Pada prinsipnya gas-gas di atmosfer akan menyerap sebagian dari energi gelombang radio, dimana pengaruhnya tergantung pada frekuensi gelombang, tekanan udara dan temperatur udara. Pengaruh redaman paling besar berasal dari penyerapan energi oleh O2 dan H2O, sedangkan pengaruh penyerapan gelombang radio oleh gas-gas seperti CO, NO, N2O, NO2, SO3, O3 dan gas lainnya dapat diabaikan. Untuk sistem transmisi yang beroperasi pada frekuensi kerja di bawah 10 GHz, redaman gas atmosfer dapat diabaikan karena kecil pengaruhnya, akan tetapi untuk frekuensi di atas 10 GHz, redaman gas atmosfer perlu diperhitungkan.
4.3.3
Hardware problem
Selain akibat dari kesalahan-kesalahan diatas, penyimpangan pada hasil output modem juga tidak luput akan keterbatasan dari perangkat kerasnya (hardware). Berikut salah satu keterbatasan hardware yang menurut penulis paling berpengaruh, yaitu rotary enoder. Sebagaimana yang penulis jelaskan sebelumnya bahwa rotari enkoder yang digunakan, hanya memiliki ketepatan sebesar 0.35 derajat. Sedangkan sebelumnya telah dijelaskan bahwa penyimpangan 0.01
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
72
derajat saja dapat memberikan penyimpangan pointing hingga 6 km, apalagi dengan penyimpangan sudut sebesar ini.
4.4
PEMECAHAN MASALAH
Untuk memecahkan permasalahan di atas, tidak mungkin jika penulis memasukkan seluruh variable di atas dalam pemrograman kontroler. Hal ini dikarenakan variable tersebut terus berubah (tidak bernilai konstan), dan diperlukan inputan yang lebih kompleks serta akurat untuk mengukurnya. Karena hal inilah penulis berinisiatif untuk menggunakan inputan modem sebagai pengoreksinya. Berikut algoritma pemrogramannya:
a. Pertama kali kontroler (Slave 4), akan melihat status modem. Sebagaimana dijelaskan pada bab 3, penulis membuat 3 jenis status modem, pertama ialah modem reset, yang artinya modem dalam keadaan idle, dimana modem dalam yahap inisialisasi (karena baru dinyalahkan), atau karena modem tidak menerima perintah dalam waktu yang cukup lama, sehingga modem mereset dirinya sendiri. Status ke dua ialah modem unlock, dimana saat ini RSLOCK (read Solomon indicator) bernilai 0, yang artinya antena belum terhubung dengan satelit. Pada saat ini nilai Eb/No pada modem menjadi tidak menentu kadang bernilai kecil kadang besar sekali, karena data ini tidak valid maka pada program penulis tampilkan nilai Eb/No = 0. Saat status modem unlock, variable yang dapat dibandingkan ialah input level, dimana besar input level sebanding dengan ketepatan pointing. Jadi semakin tepat antena mengarah ke satelit maka input levelnya semakin besar. Status modem yang ketiga ialah modem lock, saat ini RSLOCK pada modem tidak lagi bernilai 0, namun berubah seiring makin tepatnya pointing antena semenjak terhubung. Untuk status ini, nilai Eb/No telah muncul, dimana sama seperti Input level dan RSLOCK, nilai Eb/No juga akan semakin membesar seiring bertambahnya ketepatan pointing antena.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
73
Gambar 4.15 flowchart koreksi modem bag 1
b. Setelah kontroler melihat status modem (yang dilihat hanya 2 status yaitu lock atau unlock), dimana ketika modem unlock maka kontroler hanya akan melihat input level. Pertama kali kontroler akan membuat antena berotasi ke kiri dengan kecepatan terendah agar perubahan dapat dipantau (disini digunakan kecepatan 3, karena kecepatan 1 dan 2 tidak dapat memutar antena karena beban antena dan gear box yang agak berkarat). Setelah itu kontroler akan membandingkan nilai input level dengan variable power. Jika nilai input level lebih besar ketimbang power, maka variable power akan berubah sesuai dengan input level untuk kemudian dibandingkan kembali dengan nilai input level yang baru, dan saat ini antena tetap dalam keadaan berputar ke kiri. Namun jika di awal, nilai
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
74
input level lebih kecil dibandingkan variable power, maka motor akan berputar ke kanan, lalu melakukan pengecekan nilai input level.
c. Tahap ke tiga ialah perubahan rotasi dari azimuth menjadi elevasi. Ketika motor melakukan putaran baik itu ke kanan atau ke kiri untuk mencari Input level yang terbaik, pada saat nilai input level berubah menjadi kecil maka motor akan berputar kembali ke arah sebaliknya hingga input level nya membesar kembali. Barulah setelah itu pergantian rotasi dilakukan dari azimuth ke elevasi. Dimana yang pertama kali setelah itu, ialah perputaran motor ke atas.
d. Hampir sama seperti tahap ke dua dan ketiga dimana rotasi dilakukan dengan membandingkan nilai input level yang lama dengan yang baru, kemudian nilai variable yang lama diubah menjadi input level yang baru untuk dibandingkan kembali. Yang membedakanya dengan tahap ke dua dan ketiga hanyalah arah putaran saja yaitu ke atas dan ke bawah.
Gambar 4.16 flowchart koreksi modem bag 2
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
75
e. Tahap ke lima ialah tahap peralihan dari status modem yang sebelumnya unlock menjadi lock ( atau karena pointing berdasarkan sudut azimuth dan elevasi telah tepat maka status langsung modem lock), tahapannya sama seperti tahap 2,3 dan 4, yang membedakannya, di sini penulis menggunakan variable OR. Dimana penulis membandingkan nilai Input level dan juga nilai Eb/No secara bersamaan. Sehingga keakuratannya menjadi lebih baik, dimana ketika salah satu saja nilai variabel ini bertambah maka putaran terus dilanjutkan kearah tersebut, hingga nilai keduanya tidak berkurang baru berganti arah.
Gambar4.17 koreksi modem tahap elevasi
4.5
ANALISA KOREKSI DATA
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
76
Gambar 4.18 hasil akhir program koreksi modem
Melihat gambar 4.19, terbukti bahwa ketika program ini dijalankan terjadi koreksi data: untuk sudut elevasi pergeseran sudutnya sebesar 1.4 derajat ke atas, sedang pergeseran untuk sudut azimuth ialah 0.4 derajat ke kanan. Berikut perubahan pada data modem:
a. Status modem berubah dari sebelumnya modem unlock menjadi modem lock b. Nilai input level berubah menjadi -30.2 dB dari sebelumnya -81.7 dB c. Nilai Eb/No berubah menjadi 5.7 dB
Hal ini menunjukkan bahwa program koreksi data dengan menggunakan inputan modem berhasil. Sebagai perbandingan, berdasarkan informasi dari pihak PSN, nilai Eb/No 4 atau 5 dB (untuk antena dengan kisaran diameter 2 meter) sudah cukup baik untuk pengiriman data dengan kecepatan 144 – 256 kbps.
Namun data ini masih belum benar-benar valid karena penulis, hanya menampilkan 1 data pengujian lapangan. Hal ini disebabkan:
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
77
a. Beban antena yang sangat berat sehingga sulit untuk memindahkan posisinya (perlu diketahui bahwa antena belum terpasang di mobil, sehingga pengujian dilakukan di lapangan terbuka). b. Adanya aturan-aturan tertentu dalam pengujian antena terutama dalam pengujian modem. Karena seseorang tidak dapat langsung melakukan komunikasi satelit dengan hanya mengarahkan antena ke satelit. Namun diperlukan ijin penggunaan satelit, dimana ijin ini didapat dengan bekerja sama dengan divisi lain di PSN, yang nantinya divisi ini akan memberikan site frekuensi tertentu untuk berhubungan dengan satelit. Barulah modem dapat mengirimkan data lewat satelit. c. Keterbatasan hardware, dimana hardware untuk (khususnya kabel peripheral dari modem ke antena) jumlahnya terbatas, dan biasanya seluruhnya dipakai untuk ujicoba alat di lapangan atau dipakai sebagai cadangan pengganti alat yang rusak.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
78
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis sistem pada Bab 4, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Sesuai dengan tujuan dari tugas akhir, penulis berhasil merancang dan
membuat sistem tracking untuk antena mobil menggunakan perangkat mikrokontroler sebagai penerima dan pengolah data inputan, baik itu GPS, digital compass, rotari enkoder, dan juga modem, untuk menggerakkan motor antena. 2. Kontroller ini terdiri dari 5 Mikrokontroler, yaitu 1 master dan 4 slave. 3. Slave 1, yaitu mikrokontroller ATMEGA 8535, berfungsi sebagai pengolah inputan. Dimana mikrokontroller ini melakukan proses masking untuk inputan GPS dan MODEM, proses filtering untuk inputan digital compass, dan proses transformasi untuk inputan rotari enkoder. 4. Slave 2 dan 3 (Mikrokontroller ATTINY 2313), berfungsi untuk mendrive motor pergerakkan azimuth dan elevasi antena. Dimana keluaran mikrokontroller ini ke motor berupa PWM, 8 kecepatan. 5. Slave 4 (Mikrokontroller ATMEGA 32) merupakan kontroller utama dimana pada mikrokontroller ini terdapat inputan data satelit PALAPA C2 (koordinat dan ketinggian satelit dari permukaan bumi). Proses kontrol pada miktokontroller ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahapan azimuth-elevasi dan tahapan koreksi modem. 6. Pada tahapan azimuth-elevasi kontroller hanya menggunakan 4 inputan yaitu GPS, digital compass, dan 2 rotari enkoder. Dimana dengan menggunakan inputan koordinat dari GPS dan compass didapat sudut azimuth dan elevasi antena terhadap satelit. 7. Pada tahapan koreksi modem, hanya digunakan inputan modem. Dimana pergerakkan antena dibuat agar input power dan Eb/No sinyal yang dibaca modem bernilai maksimum. 8. Master (Mikrokontroller ATMEGA 32) berfungsi sebagai pengatur traffic antara setiap slave, dimana master juga berfungsi sebagai penghubung antara user dan kontroller
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Elbert B.R., “Introduction to satellite communications”, Artech House, London, 1987. 2. Elbert B.R., “The satellite communication applications handbook”, Artech House, London, 1997. 3. El-Rabani A., “Introduction to GPS”, Artech House, BostonLondon, 2002. 4. Evans B.G., “Satellite communication systems”, IEE, London, 1991. 5. Feher K., “Digital communications, Satellite Earth Station Engineering”, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, 1983. 6. Kolawole,Michael O.(2002).Satelit Communication Engineering. Melbourne, Australia: Marcel Dekker, Inc. 7. biblioteca.universia.net/html_bura/ficha/params/id/41510957.html 8. hendawan.files.wordpress.com/2009/01/digital-compassapplication3.pdf 9. Ayala, Kenneth J, The 8051 Microkontroler Architecture, Programming, and Application 2nd
Edition (New York: West
Publishing Company, 1997)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Himawan Sidharta, FT UI, 2009