UNIVERSITAS INDONESIA
PERFORMA REAKTOR DOWN-FLOW HANGING SPONGE (DHS) DALAM MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK DI JAKARTA
SKRIPSI
INTAN ROSA KATRINA PURBA 0806459463
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2012
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
71/FT.TL.01/SKRIP/7/2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERFORMA REAKTOR DOWN-FLOW HANGING SPONGE (DHS) DALAM MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK DI JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperleh gelar Sarjana
INTAN ROSA KATRINA PURBA 0806459463
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2012 ii Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
71/FT.TL.01/SKRIP/7/2012
UNIVERSITAS INDONESIA
DOWN-FLOW HANGING SPONGE (DHS) REACTOR PERFORMANCE IN JAKARTA DOMESTIC WASTEWATER PROCESSING
FINAL REPORT
Proposed as one of the requirement to obtain a Bachelor’s degree
INTAN ROSA KATRINA PURBA 0806459463
FACULTY OF ENGINEERING ENVIRONMENTAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2012 iii
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
--l
IIALAMAN PENGESAIIAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
, fo,* Rosa Katrina Purba :0806459463 : Teknik Lingkungan : Performa ReaktorDown-flow Hangrng Sponge (DHS) dalam Mengolah Air Limbah Domestik di
Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Tekni\ Universitas fndonesia.
DEWAI\ PENGUJI Perrbimbing
I
Dr. k. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA.
Pembimbing
II
k. Gabriel S. B. Andari, M.Eng., PhD.
Penguji
I
Ir. Firdaus Ali, M.Sc., PhD.
Penguji
II
Evy Novita, ST., M.Si.
Ditetapkan
di
Tanggal
: Depok
: 18 Juni 2012
vl Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
r. . -f ,-'cql
STATEMENT OF I.,EGITIMATION
This final report submitted by Name Student ID Study Program Thesis Title
:
Intan Rosa Katrina Purba 0806459463 Environmental Engineering Down-flow Hanging Sponge (DHS) Reactor in I akarta Domestic Wastewater Processing
Has been successfully defended before the Council Examiners and was accepted as part of the requirements necessary to obtain a Bachelor of Engineering degree in Environmental Engineering hogram, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia.
BOARD OF'EXAMIIIERS
Advisor
I
Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA.
Advisor
II
Ir. Gabriel S. B. Andari, M.Eng., PhD.
Examiner I Examiner
Defined
Date
Ir. Firdaus Ali, M.Sc., PhD.
II
in
+-..)
EvyNovita, ST., M.Si.
: Depok : June
18,2012
vll Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas bimbingan-Nya selama pembuatan skripsi ini dari awal hingga selesai. Penulis hendak menghaturkan banyak terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Skripsi ini dapat selesai melalui bantuan dari berbagai pihak. Karenanya saya mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Logam Purba dan Ibu Serafina Simanjuntak atas doa, kasih sayang dan dukungan baik moral maupun materiil selama ini. Terima kasih juga kepada Marisa yang dengan sabar telah membantu membuat reaktor ini dan abang, adik serta keluarga besar saya yang turut mendukung saya selama ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA.dan Ibu Ir. Gabriel S. B. Andari, M.Eng., PhD. selaku pembimbing yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada saya selama penyusunan skripsi ini, serta kepada Bapak Ir. Firdaus Ali, M.Sc., PhD. dan Ibu Evy Novita, ST., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan rekomendasi yang membangun dalam skripsi saya.
3.
Para dosen pada Program Studi Teknik Lingkungan khususnya dan dosen Departemen Teknik Sipil umumnya atas pengajaran dan bimbingan yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
4.
Ibu Tuti yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di laboratorium BPLHD Jakarta serta seluruh pegawai yang telah membantu dan meringankan saya dalam penelitian. viii
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
5.
Bapak Nurhadi yang dengan tulus hati membimbing dan membantu saya dalam mencari segala informasi dan data mengenai reaktor DHS.
6.
Bapak Suyitno dan Bapak Agus yang telah memberikan izin dan membantu dalam pengambilan sampel dan data di asrama Universitas Indonesia.
7.
Bapak Hendri dari PD PAL Jaya yang telah membuka jalan untuk saya dalam mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian ini dan dengan baik hati mengajak saya dalam acara persekutuan di PD PAL Jaya.
8.
Sahabat-sahabat dan teman-teman yang telah membantu, baik selama masa penelitian, asistensi dan penyusunan laporan, terima kasih atas bantuan, masukan, dukungan dan juga hiburannya kepada saya. Juga untuk temanteman dari Departemen Teknik Sipil 2008 yang sudah menghabiskan waktu empat tahun kuliah selama ini.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang teknik lingkungan.
Depok, Juni 2012
Penulis ix
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Intan Rosa Katrina Purba
Program Studi : Teknik Lingkungan Judul
: Performa Reaktor Down-flow Hanging Sponge (DHS) dalam Mengolah Air Limbah Domestik Jakarta
Reaktor down-flow hanging sponge (DHS) merupakan salah satu sistem pengolahan biologis attached growth reactor yang dapat digunakan dalam mengolah air limbah domestik. Prinsip kerja reaktor menggunakan media yang terbuat dari spons sebagai media filtrasi dan tempat melekatnya lapisan biofilm. Penelitian dilakukan dengan menggunakan reaktor DHS skala laboratorium dengan sampel air limbah domestik yang berasal dari asrama Universitas Indonesia. Nilai HRT optimum diperoleh melalui efisiensi penyisihan COD tertinggi yaitu selama 4 jam. Dengan penggunaan HRT 4 jam effluent yang dihasilkan adalah sebagai berikut BOD 38,08 mg/L, COD 109,16 mg/L, zat padat tersuspensi 4 mg/L dan ammonia 45,15 mg/L dengan efisiensi penyisihan BOD 73,1%, COD 65%, zat padat tersuspensi 90,7% dan ammonia 75,69%. Penggunaan HRT yang lebih lama diharapkan dapat memperbesar efisiensi penyisihan sehingga nilai baku mutu dapat tercapai.
Kata kunci: air limbah domestik, down-flow hanging sponge (DHS), hydraulic retention time (HRT)
xii Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Intan Rosa Katrina Purba
Studi Program : Environmental Engineering Title
: Down-flow Hanging Sponge (DHS) Reactor Performance in Jakarta Domestic Wastewater Processing
Down-flow hanging sponge (DHS) reactor is one of biological treatments using attached growth reactor which can be used in processing domestic waste water. The principal of this reactor is using sponges as the filtrate media and the biofilm layer attachment space instead. This research is done by using laboratory scale DHS in processing domestic waste water derived from the dormitory of University of Indonesia. The optimum HRT obtained by the highest COD removal efficiency that was in 4 hours. The 4 hours HRT that was used effluent results in BOD 38,08 mg/L, COD 109,16 mg/L, TSS 4 mg/L, and ammonia 45,15 mg/L with the removal efficiency of BOD 73,1%, COD 65%, TSS 90,7% and ammonia 75,69%. The use of longer HRT may increase the removal efficiency to meet the effluent standard of domestic wastewater.
Keywords: domestic wastewater, down-flow hanging sponge (DHS), hydraulic retention time (HRT)
xiii Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................. x ABSTRAK .............................................................................................................. xii ABSTRACT ............................................................................................................ xiii DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3 1.5 Batasan Penelitian ............................................................................................ 4 1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6 2.1 Pengetian Air Limbah Domestik ...................................................................... 6 2.2 Karakteristik Air Limbah Domestik ................................................................. 6 2.2.1 Karakteristik Fisik ................................................................................... 8 2.2.2 Karakteristik Kimia ................................................................................. 9 2.2.3 Karakteristik Biologi ............................................................................... 12 2.3 Standar Baku Mutu ........................................................................................... 16 2.4 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik........................................................ 16 2.4.1 Pengolahan Secara Fisik ......................................................................... 16 2.4.2 Pengolahan Secara Kimia ....................................................................... 17 2.4.3 Pengolahan Secara Biologis .................................................................... 17 2.4.3.1 Proses Pengolahan Biologis Kondisi Anaerob ........................... 25 2.4.3.1 Proses Pengolahan Biologis Kondisi Aerob ............................... 28 2.5 Down-flow Hanging Sponge Reactor ............................................................... 31 2.5.1 Prinsip Kerja ............................................................................................ 32 2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ...................................................... 34 2.5.3 Kelebihan Reaktor DHS .......................................................................... 35 2.5.4 Perkembangan Reaktor DHS................................................................... 36 BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................................ 38 3.1 Metode Penelitian ............................................................................................. 38 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 38 3.3 Variabel Penelitian ........................................................................................... 38 3.4 Metode Pengukuran .......................................................................................... 39 xiv Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
3.5 3.6 3.7 3.8
Diagram Alir Penelitian.................................................................................... 40 Reaktor Down-flow Hanging Sponge (DHS) .................................................. 41 Proses Pengembangbiakan Mikroorganisme (Seeding) ................................... 42 Teknik Pengolahan Data .................................................................................. 43
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 44 4.1 Gambaran Umum Objek Studi ......................................................................... 48 4.2 Kinerja Reaktor I, II dan III.............................................................................. 59 4.3 Pengaruh Variasi HRT terhadap COD dalam Reaktor I, II dan III .................. 57 4.4 Efektivitas Reaktor Down-flow Hanging Sponge ............................................ 63 4.4.1 Penurunan Konsentrasi BOD .................................................................. 65 4.4.2 Penurunan Konsentrasi COD .................................................................. 68 4.4.3 Penurunan Konsentrasi TSS ................................................................... 68 4.4.4 Penurunan Konsentrasi Ammonia .......................................................... 70 4.5 Penggunaan Reaktor DHS dalam Unit Pengolahan Air Limbah Domestik ..... 72 BAB 5 Penutup ........................................................................................................ 75 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 75 5.1 Saran ................................................................................................................. 76 Daftar Pustaka ......................................................................................................... 77 Lampiran.................................................................................................................. 81
xv Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komposisi Air Limbah Domestik ...............................................................6 Gambar 2.2 pH dan Konversi Ammonia dan Ion Ammonium dalam Air Limbah ........12 Gambar 2.3 Skema Biofilm ............................................................................................25 Gambar 2.4 Mekanisme Penguraian Substrat .................................................................28 Gambar 2.5 Skema Reaktor UASB dan DHS.................................................................37 Gambar 2.6 Skema DHS dalam Unit Pengolahan Air Limbah di India .........................37 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ..............................................................................40 Gambar 3.2 Reaktor DHS ...............................................................................................41 Gambar 4.1 Peta Lokasi Gedung Asrama Universitas Indonesia ...................................44 Gambar 4.2 Denah Asrama Universitas Indonesia .........................................................45 Gambar 4.3 Denah Gedung Blok E1 dan E2 ..................................................................47 Gambar 4.4 Reaktor DHS dengan Tiga Variasi HRT ....................................................51 Gambar 4.5 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I ................52 Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I ......................52 Gambar 4.7 Pengaruh nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I ................53 Gambar 4.8 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor I ................53 Gambar 4.9 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II ...............55 Gambar 4.10 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II ...................55 Gambar 4.11 Pengaruh nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II .............55 Gambar 4.12 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor II .............56 Gambar 4.13 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III ............57 Gambar 4.14 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III .................57 Gambar 4.15 Pengaruh nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III ............57 Gambar 4.16 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor III ...........58 Gambar 4.17 Lapisan Biofilm yang Terbentuk pada Waktu 2 Minggu .........................59 Gambar 4.18 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Ketiga Variasi HRT .................60 Gambar 4.19 Penurunan Konsestrasi COD Rata-rata Ketiga Variasi HRT ...................62 Gambar 4.20 Grafik Efektivitas Reaktor DHS ...............................................................64 Gambar 4.21 Kurva BOD ...............................................................................................66 Gambar 4.22 Sampel Air Limbah pada Inlet (Kiri) dan Outlet (Kanan) ........................70 Gambar 4.23 Diagram Alir Pengolahan Air Limbah ......................................................72
xvi Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Air Limbah Domestik ...............................................................7 Tabel 2.2 Karakteristik Air Limbah Domestik di Jakarta ...............................................7 Tabel 2.3 Standar Baku Mutu Limbah Cair Domestik berdasarkan Kepmen LH No.112/2003 ...................................................................................................................15 Tabel 2.4 Standar Baku Mutu Limbah Cair Domestik berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 122/2005 .....................................................................................................15 Tabel 2.5 Klasifikasi Trickling Filter .............................................................................20 Tabel 2.6 Kriteria Desain Trickling Filter ......................................................................20 Tabel 2.7 Trickling Filter Dosing Rate ...........................................................................21 Tabel 2.8 Kriteria Desain RBC .......................................................................................22 Tabel 2.9 Klasifikasi Temperatur dari Proses Biologi ....................................................29 Tabel 2.10 Efisiensi Proses Pengolahan Secara Biologis ...............................................30 Tabel 3.1 Metode Pengukuran ........................................................................................39 Tabel 3.2 Waktu Retensi Hidrolis dan Debit Penelitian .................................................42 Tabel 3.3 Karakteristik Air Limbah Domestik di Jakarta ...............................................42 Tabel 4.1 Jumlah Kamar Asrama UI Depok Januari 2012 .............................................45 Tabel 4.2 Jumlah Kamar Blok E .....................................................................................46 Tabel 4.3 Kualitas Air Limbah Domestik Asrama Universitas Indonesia .....................47 Tabel 4.4 Hasil Pengamatan dari Ketiga Reaktor DHS ..................................................50 Tabel 4.5 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Reaktor I ........................................52 Tabel 4.6 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Reaktor II ......................................54 Tabel 4.7 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Reaktor III .....................................56 Tabel 4.8 Konsentrasi Air Limbah Inlet dan Outlet .......................................................63 Tabel 4.8 Kriteria Desain DHS .......................................................................................74
xvii Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dengan semakin pesatnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi
di DKI Jakarta, telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk serta banyaknya air limbah domestik maupun industri yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses pengolahan telah menyebabkan pencemaran sungai dan air tanah dangkal di sebagian besar wilayah DKI Jakarta. Akibatnya kualitas air di perairan Teluk Jakarta pun sudah menjadi semakin buruk (Said, 2008). Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2005), di kota Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar dua belas juta jiwa, dengan asumsi bahwa setiap orang membutuhkan air bersih untuk cuci, mandi, toilet dan dapur sebesar 140 liter per orang per harinya, maka setiap hari kota Jakarta akan dihasilkan limbah domestik sebesar 1.680.000 m3/hari. Jutaan meter kubik limbah cair yang mengandung berbagai bahan pencemar ini akan mencemari air dan tanah di DKI Jakarta. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin sempitnya lahan tempat tinggal manusia, maka diperlukan pengelolaan limbah dengan sistem pengelolaan terpusat. Dengan menggunakan sistem ini, maka diperlukan suatu instalasi untuk mengelola limbah cair yang dihasilkan sebelum kemudian dibuang ke badan air agar kualitas air yang dibuang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Dalam upaya menjaga kualitas badan air, maka dibuat baku mutu kualitas badan air yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sedangkan dalam mengontrol kualitas baku mutu air limbah domestik di daerah DKI Jakarta sendiri terdapat peraturan khusus yang berlaku yaitu Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 mengenai Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta. Kedua peraturan tersebut dimaksudkan untuk menjaga dan menjamin kualitas air agar sesuai dengan peruntukan dan baku mutu air yang ditetapkan.
1 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
2
Sejak awal pemerintah Indonesia menyadari pentingnya pengelolaan air limbah domestik. Kesadaran tersebut dimulai sejak tahun 1972 sampai 1977, khususnya di kota Jakarta, yang menyusun Rencana Induk (Master Plan) Pengelolaan Air Limbah dengan dukungan UNDP dan WHO. Rencana induk tersebut terimplementasi dalam studi Jakarta Sewerage and Sanitation Project (JSSP). Baru pada tahun 1982-1996 master plan tersebut dilanjutkan dengan menyusun Detail Engineering Design (DED) dan pembangunan Pilot Project IPAL Waduk Setiabudi. Pembangunan pilot project serta jaringan perpipaannya diprakarsai oleh Departemen PU bekerja sama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) (PD PAL Jaya, 2006). PD PAL Jaya adalah perusahaan daerah yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola air limbah domestik di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Diperlukan teknologi yang baik dalam rangka meningkatakan efektivitas sistem pengolahan di IPAL agar kualitas air buangan menjadi lebih baik. Untuk mempopulerkan pengolahan air limbah di negara berkembang, pada umumnya digunakan sistem dengan biaya yang rendah dan mudah dalam pengoperasiannya. Salah satu teknologi yang dapat digunakan yang memenuhi kriteria tersebut adalah dengan menggunakan reaktor Down-flow Hanging Sponge (DHS) (Tandukar et al., 2005). Untuk di Indonesia sendiri, telah dilakukan sebuah penelitian pada tahun 2010 menggunakan reaktor DHS tunggal dengan skala laboratorium. Penelitian tersebut dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Puslitbang Sumber Daya Air (PUSAIR). Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel air limbah dari IPAL Waduk Setiabudi. IPAL Waduk Setiabudi awalnya adalah waduk yang berfungsi untuk mengendalikan banjir, yang selanjutnya digunakan sebagai instalasi pengolahan air limbah dengan sistem terpusat untuk wilayah pemukiman. Dengan fungsi ganda dari IPAL Waduk Setiabudi, maka penerapan sampel influent dari penelitian yang telah dilakukan tersebut belum menggambarkan keadaan air limbah domestik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat efisiensi reaktor DHS tunggal pada pengolahan air limbah domestik, akan dilakukan penelitian lanjutan. Pada
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
3
penelitian ini dilakukan percobaan dengan menggunakan reaktor DHS skala laboratorium serta air limbah gedung asrama Universitas Indonesia sebagai sampel air limbah domestik. Sampel yang digunakan berasal dari air limbah asrama Universitas Indonesia dikarenakan berbagai aktivitas di dalamnya dapat merepresentasikan aktivitas masyarakat perkotaan. Dengan demikian air limbah yang timbul memiliki kesamaan karakteristik dengan air limbah domestik yang terdiri dari grey water dan black water.
1.2
Perumusan Masalah Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya belum menggambarkan
penggunaan sampel air limbah domestik yang sesungguhnya karena fungsi ganda IPAL Waduk Setiabudi yang sebagai pengolahan air limbah dan juga sebagai pengendali banjir. Oleh karena itu sampel yang digunakan menjadi lebih cair dan memiliki beban organik yang lebih kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu belum diketahuinya kinerja reaktor DHS dalam mengolah air limbah domestik di Jakarta.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja reaktor DHS dalam mengolah air limbah domestik. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, dapat dirumuskan tujuan khusus, antara lain: 1.
Mengetahui
karakteristik
air
limbah
domestik
yang
akan
diolah
menggunakan reaktor DHS. 2.
Mengetahui parameter kunci yang mempengaruhi proses dan kinerja pengolahan air limbah domestik menggunakan reaktor DHS.
3.
1.4
Mengukur efektivitas kinerja DHS dalam mengolah air limbah domestik.
Manfaat Penelitian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kinerja reaktor DHS dalam pengolahan air limbah domestik. Dengan
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
4
diketahuinya parameter dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja reaktor DHS, maka dapat dilakukan desain reaktor DHS dalam pilot scale sebagai alternatif unit pengolahan air limbah domestik dalam rangka penyusunan program pengolahan air limbah, khususnya di wilayah DKI Jakarta, guna mencegah permasalahan
lingkungan
akibat
pencemaran
air.
Selain
itu,
dengan
didapatkannya kualitas effluent yang baik, maka dimungkinkan pemakaian air olahan ini sebagai sumber air bersih dalam upaya melestarikan air dan lingkungan. Dalam aplikasinya di bidang ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan data dan informasi tambahan dalam hal pengolahan air limbah.
1.5
Batasan Penelitian Berikut ini adalah batasan penelitian yang akan dilakukan: -
Penelitian dilakukan menggunakan reaktor DHS skala laboratorium.
-
Penelitian diujicobakan dengan mengamati parameter kunci yang mempengaruhi proses biologis dalam penguraian air limbah. Parameter pencemar yang diukur dalam penelitian ini adalah BOD, COD, total padatan tersuspensi, dan ammonia.
-
Air limbah domestik yang akan digunakan berasal dari gedung asrama Universitas Indonesia.
1.6
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memberikan gambaran umum tentang penuruan kualitas lingkungan akibat limbah cair domestik di Jakarta. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini membahas tentang karakteristik air limbah domestik, standar baku mutu yang berlaku, serta prose pengolahan air limbah domsetik, baik secara fisik,
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
5
kimia maupun biologis yang kemudian dibahas secara khusus mengenai sistem pengolahan biologis dengan menggunakan reaktor DHS.
BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini membahas mengenai metode dan prosedur yang akan dilakukan pada saat penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini menjelaskan gambaran umum objek studi, karakteristik air limbah yang diproses dan pembahasan dari hasil penelitian yang didapatkan.
BAB V PENUTUP Setelah dilakukan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya maka di dalam bab ini akan dibahas kesimpulan yang didapat dan saran bagi penelitian selanjutnya yang akan diberikan oleh penulis.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetian Air Limbah Domestik Air limbah adalah air yang berasal dari suatu kegiatan proses produksi, baik
industri maupun domestik, yang tidak dimanfaatkan kembali. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran air limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah yang dihasilkan sebelum akhirnya dibuang. Air limbah domestik adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau pemukiman, termasuk di dalamnya air buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci dan tempat memasak (Sugiharto, 1987). Sedangkan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta, air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari rumah tangga, perumahan, rumah susun, apartemen, perkantoran, rumah dan kantor rumah dan toko, rumah sakit, mall, pasar swalayan, balai pertemuan, hotel, industri, sekolah, baik berupa grey water (air bekas) ataupun black water (air kotor/tinja).
2.2
Karakteristik Air Limbah Domestik Komposisi air limbah domestik sangat bervariasi tergantung pada tempat,
sumber dan waktu. Namun secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Komposisi Air Limbah Domestik Sumber: Tebbut, 1998 dalam Mara, 2004
6 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
7
Karakteristik air limbah domestik dapat dibagi menjadi karakteristik fisik, kimia dan biologi. Berikut merupakan karakteristik serta konsentrasi dari air limbah domestik.
Tabel 2.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Konsentrasi (mg/l) Kisaran Rata-rata
Parameter Padatan: Terlarut Tersuspensi BOD COD TOC Nitrogen: Organik NH3 Phospor: Organik Anorganik Chlorida Minyak dan Lemak Alkalinitas
250-850 100-350 110-400 250-1000 80-290
500 220 220 500 160
8-35 12-50
15 25
1-5 3-10 30-100 50-150 50-200
3 5 50 100 100
Sumber: Metcalf & Eddy, 2003
Tabel 2.2 Karakteristik Air Limbah Domestik di Jakarta No. Parameter 1 BOD 2 COD Angka Permanganat 3 (KMnO4) 4 Amoniak (NH3) 5 Nitrit (NO2-) 6 Nitrat (NO3-) 7 Khlorida (Cl-) 8 Sulfat (SO4-) 9 pH 10 Zat padat tersuspensi 11 Deterjen (MBAS)
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Minimum Maksimum Rata-rata 31,52 675,33 353,43 46,62 1183,4 615,01 69,84 10,79 0,013 2,25 29,74 81,3 4,92 27,5 1,66
739,56 158,73 0,274 8,91 103,73 120,6 8,99 211 9,79
404,7 84,76 0,1435 5,58 66,735 100,96 6,96 119,25 5,725
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
8
Lanjutan Tabel 2.2 12 13 14 15 16 17 18
Minyak/lemak Cadmium (Cd) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Warna Phenol
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Skala Pt-Co mg/l
1 Ttd 0,002 Ttd 0,19 31 0,04
125 0,016 0,04 0,49 70 150 0,63
63 0,008 0,021 0,245 35,1 76 0,335
Sumber: Nusa Idaman Said, BPPT, 2002
2.2.1 Karakteristik Fisik a.
Temperatur Temperatur adalah ukuran panas atau dinginnya air limbah. Temperatur merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari-hari. Terjadinya reaksi kimia yang sejalan dengan meningkatnya temperatur, ditambah dengan terjadinya penurunan kuantitas oksigen pada air permukaan, dapat menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dalam air limbah (Metcalf & Eddy, 2003).
b.
Padatan Total padatan (total solid) adalah semua bahan yang terdapat dalam contoh air setelah dipanaskan pada suhu 103o-105oC selama kurang lebih 1 jam. Total padatan ini terdiri dari total padatan terlarut (total dissolved solid) dan total padatan tersuspensi (total suspended solid). Total suspended solid dapat berupa komponen biotik seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri dan fungi, maupun komponen abiotik seperti detritus dan partikel anorganik lainnya. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Sedangkan total dissolved solid merupakan bagian dari total solid yang berupa padatan terlarut. Pada umumnya analisis total dissolved solid menggunakan suhu 180oC agar air yang tersumbat dapat dihilangkan secara mekanis.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
9
c.
Warna Warna dibedakan menjadi true color dan apparent color. True color atau warna sejati adalah warna yang diakibatkan oleh material koloid dan berasal dari penguraian zat organik, seperti zat humus, lignin dan asam organik lainnya. Sedangkan apparent color atau warna semu adalah warna yang diakibatkan oleh materi tersuspensi, seperti red clay soil, pemakaian zat warna oleh industri, pewarna makanan, cat, dan lainnya (Sawyer, 2003). Secara kualitatif, kualitas air limbah dapat diketahui dari warnanya. Air buangan yang baru dibuang pada umumnya berwarna kebau-abuan. Jika senyawa organik yang ada mulai pecah oleh aktivitas bakteri dan adanya oksigen terlarut tereduksi, maka warna air limbah biasanya berubah menjadi semakin gelap.
d.
Turbiditas atau Kekeruhan Kekeruhan merupakan suatu kondisi dimana air mengandung materi tersuspensi yang dapat menghalangi masuknya cahaya, sehingga jarak pandang terganggu. Materi tersuspensi ini dapat berupa zat organik yang merupakan nutrisi bagi bakteri dan zat anorganik yang berupa nitrogen dan fosfor yang dapat meningkatkan pertumbuhan alga. Pertumbuhan bakteri dan alga akan meningkatkan tingkat kekeruhan perairan yang akan berpengaruh pada berkurangnya kadar oksigen yang terlarut (Sawyer, 2003).
2.2.2 Karakteristik Kimia a. pH pH merupakan derajat keasaman suatu perairan. Nilai pH akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan. Nilai pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
10
b. Alkalinitas Alkalinitas menggambarkan kemampuan air untuk menetralkan asam. Alkaliniat adalah suatu parameter kimia yang menunjukkan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam alkali tanah pada perairan. Menurut Effendi (2003), perairan dengan alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh mikroorganisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar natrium yang tinggi pula.
c. Oksigen Terlarut/Dissolved Oxygen (DO) Dissolved oxygen merupakan kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperatur dan salinitas. Untuk menambahkan oksigen dalam limbah cair dapat dilakukan dengan dua cara yaitu memasukan udara dalam air limbah, misalnya dengan penggunaan aerator, dan memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen (Sugiharto, 1997). Air dengan konsentrasi DO yang tinggi memiliki kemampuan mengoksidasi yang baik, sedangkan air memiliki konsentrasi DO yang rendah apabila terdapat kandungan pencemar (bahan organik) yang tinggi. Kandungan oksigen merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan, sehingga penentuan kadar DO dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas dari suatu air limbah. Oleh karena itu, analisis DO merupakan knci yang dapat menentukan tingkat pencemaran suatu perairan.
d. Bau Bau yang ditimbulkan oleh air limbah adalah tanda dari adanya pelepasan gas berbau, seperti H2S. Gas ini ada karena penguraian zat organik sulfat atau belerang pada kondisi minim oksigen (Metcalf and Eddy, 2003).
e. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk
menstabilkan
materi
organik
yang
dapat
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
11
terdekomposisi di bawah kondisi aerobik (Sawyer, 2003). Parameter yang paling banyak digunakan adalah BOD5 dengan anggapan dalam jangka waktu 5 hari presentasi reaksi yang terjadi cukup besar dari total BOD. Kadar BOD dalam air limbah dibutuhkan untuk menentukan ukuran instalasi pengolahan air limbah yang diperlukan, mengukur efisiensi proses pengolahan dalam suatu instalasi dan untuk menyesuaikan kualitas air limbah effluent yag dibuang ke badan air penerima dengan standar baku mutu yang ditetapkan (Metcalf & Eddy, 2003).
f. COD (Chemical Oxygen Demand) COD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. Hasil analisis COD menunjukkan kandungan senyawa organik yang terdapat dalam air limbah. Keuntungan dari pengukuran COD adalah waktu yang dibutuhkan relatif singkat karena dapat dilakukan selama kurang lebih 3 jam. Hal ini jauh lebih cepat daripada pengukuran BOD yang membutuhkan waktu 5 hari. Terdapat beberapa alasan dilakukannya analisis COD pada air limbah, antara lain (Metcalf & Eddy, 2003; Sawyer, 2003): -
Ada beberapa materi yang tidak dapat dioksidasisecara biologi, seperti glukosa dan lignin, akan teroksidasi secara kimiawi
-
Materi anorganik yang teroksidasi oleh dikromat akan meningkatkan analisis terhadap kandungan organik dalam sampel uji
-
Beberapa materi organik tertentu akan bersifat toksik terhadap mikroorganisme pada tes BOD
-
Nilai COD yang tinggi akan disebabkan oleh tingginya kadar materi anorganik yang dioksidasi oleh dikromat.
g. Nitrogen Bentuk nitrogen dalam air limbah antara lain organik nitrogen, ammonia (NH3), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-) dan gas nitrogen (N2) (Hammer dan Hammer Jr., 2008). Nitrogen merupakan senyawa penting dalam dalam sintesis protein. Pada proses pengolahan air limbah secara biologis biasaya
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
12
dilakukan pengukuran terhadap kadar nitrogen dan fosfor yang merupakan unsur oenting bagi pertumbuhan alga dan organisme biologi lainnya.
Gambar 2.2 pH dan Konversi Ammonia dan Ion Ammonium dalam Air Limbah Sumber: Nitrification and Denitrification in the Activated Sludge Process (Gerardi, 2002)
h. Minyak dan Lemak Minyak adalah lemak yang bersifat cair. Keduanya mempunyai komponen utama karbon dan hidrogen yang mempunyai sifat tidak larut dalam air. Sifat dari minyak dan lemak relatif stabil dan tidak mudah terdekomposisi oleh bakteri. Dalam pengolahan air limbah, kandungan minyak dan lemak harus disisihkan agar tidak mengganggu kehidupan biologi atau ekosistem air pada badan air penerima.
2.2.3 Karakteristik Biologi Sifat biologi air limbah domestik perlu diketahui untuk mengetahui kualitas dan mengukur tingkat pencemaran air sebelum dibuang ke badan air. Karakteristik biologi dapat dijadikan parameter dalam mengetahui ada tidaknya pencemaran air dan sumber penyakit yang diakibatkan oleh organisme patogen dalam air. Organisme patogen yang ditemukan dalam air limbah domestik dapat berupa bakteri, protozoa dan virus.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
13
Bakteri anaerob dapat mengoksidasi materi organik menggunakan ion penerima elektron selain dari oksigen, sedangkan bakteri aerob menggunakan oksigen
sebagai
penerima
elektron.
Dalam
melangsungkan
reaksi
metabolismenya, bakteri anaerob akan menghasilkan CO2, H2O, H2S, CH4, NH3, N2 dab bakteri organik tereduksi. Hasil akhir dari reaksi metabolisme bakteri aerob yaitu CO2, H2O, SO42-, NO3-, NH3 dan sejumlah bakteri tambahan. Dalam unit pengolahan air limbah, mikroorganisme aerob ditemukan pada activated sludge dan trikling filter, tetapi mikroorganisme anaerob predominate ditemukan pada unit sludge digestion. Sedangkan untuk bakteri fakultatif dapat aktif baik pada pengolahan secara aerob maupun anaerob (Hammer dan Hammer Jr., 2008). Salah satu bakteri yang ditemukan dalam air limbah berasal dari genus Salmonella. Protozoa dapat bersifat aerob, anaerob maupun fakultatif. Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum merupakan protozoa yang bersifat parasit dan dapat menginfeksi hewan mamalia dan juga manusia (Hammer dan Hammer Jr., 2008). Sumber makanan protozoa adalah bakteri, oleh karena itu dengan mengurangi jumlah
bakteri
dalam
air
limbah,
protozoa
akan
mengubah
rasio
makanan/massanya sehingga menstimulasi perkembangan bakteri dan stabilisasi air limbah. Virus merupakan salah satu mikroorganisme sumber penyakit yang terdapat dalam air limbah. Reovirus dan Adenovirus yang telah terisolasi dalam air limbah dapat menyebabkan penyakit pernapasan, gastroenteritis dan infeksi pada mata (Metcalf & Eddy, 2003). Jumlah organisme patogen dalam air sulit untuk diisolasi dan diidentifikasi. Menurut Willey et al., (2009), pada umumnya untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu organisme patogen dalam air, digunakan suatu indikator yang biasa disebut dengan “organism indicator”. Istilah “organism indicator” mengacu pada sejenis organisme yang kehadirannya di dalam air merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh tinja dari manusia atau hewan berdarah panas. Dengan kata lain terdapat peluang bagi berbagai macam organisme patogen, untuk masuk ke dalam air tersebut.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
14
2.3
Standar Baku Mutu Untuk mencegah dan mengatasi permasalahan pencemaran air di badan air,
maka dibuat standar baku mutu air buangan. Standar baku mutu air buangan adalah batas kadar atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah sebelum dibuang ke badan air. Salah satu upaya dalam menjaga kualitas air di badan air, maka dibuat standar baku mutu kualitas badan air (stream standard) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Stream standard menggambarkan kualitas badan air pada kondisi saat dimasukkannya air buangan ke dalam badan air. Dalam peraturan ini, klasifikasi mutu air dibagi menjadi 4 (empat) kelas: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Dalam melaksanakaan ketentuan PP No. 82 Tahun 2001 yang bertujuan untuk menjaga kualitas badan air, maka ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Di dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib untuk melakukan pengolahan air
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
15
limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan. Berikut merupakan standar baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.
Tabel 2.3 Standar Baku Mutu Limbah Cair Domestik berdasarkan Kepmen LH No.112/2003 Parameter pH BOD TSS Minyak dan lemak
Satuan mg/l mg/l mg/l
Kadar Maksimum 6-9 100 100 10
Sumber: BPLHD DKI Jakarta
Baku mutu air limbah domestik tersebut berlaku bagi: a. semua kawasan permukiman (real estate), perkantoran, perniagaan dan apartemen b. rumah makan (restaurant) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi c. asrama yang berpenghuni 100 orang atau lebih.
Untuk di wilayah DKI Jakarta sendiri, terdapat peraturan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang dirumuskan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005.
Tabel 2.4 Standar Baku Mutu Limbah Cair Domestik berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 122/2005 Parameter pH KMnO4 TSS Amoniak Minyak dan Lemak Senyawa Biru Metilen COD BOD
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Individual/Rumah Tangga 6-9 85 50 10 10 2 100 75
Komunal 6-9 85 50 10 10 2 80 50
Sumber: BPLHD DKI Jakarta
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
16
2.4
Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Proses pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kontaminan. Kontaminan tersebut dapat berupa sifat fisik, kimia atau biologis yang kemudian diolah agar kualitas air buangan yang dihasilkan tidak mencemari badan air dengan cara pengolahan fisik, kimia dan biologis. Dalam proses pengolahannya, terdapat dua macam unit pengolahan, yaitu unit operasi dan unit proses. Unit operasi digunakan dalam pengolahan air limbah dengan memanfaatkan gaya-gaya atau proses secara fisik. Sedangkan unit proses digunakan dalam pengolahan air limbah melalui pemanfaatan reaksi-reaksi kimia yang dapat terjadi.
2.4.1 Pengolahan Secara Fisik Pengolahan secara fisik merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran, khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair dengan memanfaatkan gaya-gaya fisika (Metcalf & Eddy, 2003). Contoh dari pengolahan secara fisik dalam unit pengolahan air limbah domestik antara lain screening, filtrasi dan sedimentasi (pengendapan). Untuk partikel atau bahan tersuspensi yang mudah mengendap, dilakukan dengan proses sedimentasi. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. a. Screening Pengolahan screening yang digunakan dalam pengolahan air limbah dibedakan berdasarkan ukuran materi yang akan disaring, yaitu coarse screen dan fine screen. Unit screening ini digunakan untuk melindungi pompa, pipa dan alat-alat unit pengolahan lainnya agar tidak terjadi penyumbatan oleh material-material padatan. b. Sedimentasi Unit sedimantasi digunakan dalam pengolahan air limbah dengan menerapkan sistem pengendapan. Unit pengolahan ini digunakan untuk melangsungkan pemisahan antara zat padan dengan liquid melalui gaya
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
17
gravitasi dengan tujuan untuk menyisihkan kandungan padatan yang tersuspensi dalam air limbah.
2.4.2 Pengolahan Secara Kimia Pengolahan secara kimia merupakan metode pengolahan dimana penyisihan atau perubahan karakteristik kontaminan terjadi akibat penambahan bahan kimia dan melewati reaksi kimia seperti presipitasi dan desinfeksi. Pengolahan cara ini biasa dilakukan untuk partikel-partikel yang tidak mudah mengendap, logam berat, senyawa fosfor dan zat organik beracun, dengan cara memberi bahan kimia yang diperlukan (Sulaeman, 2009). Pada dasarnya dengan pengolahan secara kimia akan didapatkan efisiensi pengurangan yang lebih baik, akan tetapi konsentrasi total padatan menjadi meningkat akibat adanya penambahan bahan kimia tersebut. Selain itu, penambahan bahan kimia akan berpengaruh terhadap besarnya energi yang digunakan yang kemudian akan menyebabkan biaya pengolahan menjadi lebih mahal (Metcalf & Eddy, 2003). Contoh pengolahan kimia yang dilakukan di unit pengolahan air limbah adalah khlorinasi dan desinfeksi.
2.4.3 Pengolahan Secara Biologis Hampir semua jenis limbah cair dapat diolah secara biologis bila dilakukan melalui analisis dan kontrol lingkungan yang benar. Proses pengolahan biologis merupakan proses pengolahan air limbah dengan memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menggunakan bakteri organik pencemar yang ada sebagai bahan makanan dalam kondisi lingkungan tertentu dan mendegradasi atau menstabilisasinya menjadi bentuk yang lebih sederhana (Metcalf & Eddy, 2003). Pencemar atau kontaminan yang terkandung disisihkan melalui aktivitas biologi yang ditujukan untuk menghilangkan substansi organik biodegradable dalam air limbah. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Rittman dan McCarty, 2001). Keberadaan mikroorganisme adalah untuk melangsungkan proses oksidasi dan dapat menghilangkan kandungan nitrogen dan fosfor dalam air proses pengolahan air
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
18
limbah. Bakteri dari spesius tertentu mampu mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat, dan ada pula jenis bakteri yang mampu mereduksi nitrogen yang telah teroksidasi menjadi gas nitrogen. Proses pengolahan secara biologis sangat peka terhadap faktor suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO).
Tujuan dari pengolahan secara biologis antara lain (Metcalf & Eddy, 2003): -
Mentransformasi konstituen terlarut dan partikel
biodegdradable menjadi
produk akhir yang sesuai dengan kriteria yang digunakan -
Menyatukan padatan koloid tersuspensi dan yang bersifat nonsettleable menjadi flok atau biofilm
-
Mentransformasi atau menyisihkan kandungan nutrien
-
Menyisihkan konstituen organik spesifik dengan kandungan yang kecil dalam air limbah.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik, atau pun kombinasi aerobik dan anaerobik. Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi atau di atas 4.000 mg/l. Secara garis besar, reaktor pengolahan biologis dibedakan atas dua jenis reaktor, yaitu: 1.
Suspended growth reactor atau reaktor pertumbuhan tersuspensi Dalam suspended growth reactor, proses biologis terjadi dengan biakan tersuspensi
dimana
sistem
pengolahan
ini
menggunakan
aktifitas
mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganisme yang digunakan dibiakkan secara tersuspensi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh dari proses pengolahan dengan sistem ini antara lain: activated sludge, step aeration, contact stabilization, extended aeration, dan oxidation ditch. Proses suspended growth yang paling umum dan banyak digunakan adalah activated sludge. Pada proses ini berlangsung produksi sejumlah mikroorganisme yang diaktifkan dan mampu menstabilkan air limbah dalam
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
19
kondisi aerobik. Pada tangki aerasi yang digunakan pada proses ini dibutuhkan waktu kontak yang cukup untuk mencampur dan mendegradasi air limbah dengan suspensi mikroa yang biasa disebut mixed liquor suspended solid (MLSS). 2.
Attached growth reactor atau reaktor pertumbuhan melekat Pada proses attached growth, mikroorganisme yang berperan mengkonversi materi organik atau hidup dan berkembang menyatu pada material inert tertentu. Materi organik tersebut disisihkan saat air limbah mengalir melewati material inert tersebut. Materi yang digunakan sebagai tempat hidup dan pertumbuhan mikroorganisme antara lain dapat berupa batu, gravel, pasir, kayu, plastik dan materi sintetik. Proses attached growth dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob dan material inert yang digunakan
sebagai
tempat
hidup
mikroorganisme
dapat
terendam
sepenuhnya dalam air limbah ataupun tidak terendam (Metcalf & Eddy, 2003). Pengolahan air limbah dengan biakan melekat pada media, sehingga mikroorganisme melekat pada permukannya. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm, termasuk diantaranya trickling filter dan rotating biological contactor (RBC). a.
Trickling Filter Trickling filter merupakan sistem pengolahan aerobik yang menggunakan mikroorganisme terlekat pada suatu media untuk keperluan removal bahan organik dalam air limbah. Proses pengolahan ini dengan cara mengalirkann air limbah dari atas tangki ke dalam suatu tumpukan atau media yang digunakan. Dengan cara tersebut, maka pada permukaan medium akan tumbuh lapisan biologis (biofilm) yang kemudian akan melakukan kontak dengan air limbah dan akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
20
Tabel 2.5 Klasifikasi Trickling Filter Design characteristics Type of packing Hydraulic loading (m3/m2.d) Organic loading (kg BOD/m3.d) Recirculation ratio Filter flies Sloughing Depth (m) BOD removal efficiency (%) Power (kW/103m3)
Low or standard rate Rock
Intermediate rate Rock
1-4
High rate
High rate
Roughing
Rock
Plastic
Rock/plastic
4-10
10-40
10-75
40-200
0,07-0,22
0,24-0,48
0,4-2,4
0,6-3,2
>1,5
0
0-1
1-2
1-2
0-2
Many Intermittent 1,8-2,4
Varies Intermittent 1,8-2,4
80-90
50-80
50-90
60-90
40-70
2-4
2-8
6-10
6-10
10-20
Few Few Continuous Continuous 1,8-2,4 3,0-12,2
Few Continuous 0,9-6
Sumber: Metcalf & Eddy, 2003
Tabel 2.6 Kriteria Desain Trickling Filter Parameter Beban Hidrolik (m3/m2-hari) Beban BOD (kg BOD/m3-hari) Jumlah Mikroorganisme (kg/m3-media) Stabilitas Proses BOD air olahan Nitrat dalam Air Olahan Efisiensi Pengolahan
Trickling Filter (Standar Rate)
Trickling Filter (High Rate)
0,5-4
8-40
0,08-0,4
0,4-4,7
4,75-7,1
3,3-6,5
Stabil ≤ 20 Tinggi 90-95
Kurang Stabil Fluktuasi Rendah ± 80
Sumber: Japan Sewage Work Assosiation, 1984
Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk (influent) dibagi dengan volume reaktor.
Dimana : Q = Debit So = konsentrasi BOD influent V = volume reaktor
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
21
Tabel 2.7 Trickling Filter Dosing Rate BOD loading kg/m3.d 0.25 0.50 1.00 2.00 3.00 4.00
Operating dose mm/pass 10-30 15-45 30-90 40-120 60-180 80-240
Flushing dose mm/pass ≥200 ≥200 ≥300 ≥400 ≥600 ≥800
Sumber: Metcalf & Eddy, 2003
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain trickling filter antara lain: - Tipe karakteristik filter media yang digunakan. Ukuran media yang lebih kecil akan membuat luas permukaan media yang lebih besar, akan tetapi void (rongga udara) menjadi lebih kecil dan dapat menghambat keluarnya biomassa yang terkelupas. - Dosing rate - Tipe dan karakteristik sistem distribusi - Konfigurasi sistem underdrain - Ketersediaan ventilasi yang cukup yang akan mempengaruhi kinerja trickling filter dan mencegah timbulnya bau. - Desain bak pengendap yang diperlukan.
b.
Rotating Biological Contactor (RBC) RBC merupakan reaktor biologis putar yang menggunakan sistem biakan melekat. Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yaitu dengan mengkontakkan air limbah yang mengandung polutan organik dengan laposan mikroorganisme yang melekat pada permukaan media RBC. Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan dari bahan polimer atau plastik ringan yang disusun secara sejajar dan diputar pada suatu poros dan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu di dalam reaktor tersebut.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
22
Mikroorganisme akan tumbuh dan melekat pada permukaan media yang berputar dan membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikroorganisme yang disebut biofilm (lapisan biologis). Pada saat biofilm tercelup ke dalam air limbah, mikroorganisme menyerap senyawa organik yang ada di dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat biofilm berada di atas permukaan air, mikroorganisme menyerap oksigen dari udara (Mackenzie, 2010).
Tabel 2.8 Kriteria Desain RBC Level Pengolahan Sekunder Gabungan Nitrifikasi Nitrifikasi Terpisah
Parameter
Unit
Hidrolik Loading Organik Loading: SBOD5 TBOD5 Max. Loading: SBOD5 TBOD5 NH3 Loading HRT Effluen BOD5 Effluen NH3
m3/m2hari
0,08-0,16
0,03-0,08
0,04-0,10
g/m2-hari g/m2-hari
4-10 8-20
2,5-8 5-16
0,5-1,0 1-2
g/m2-hari g/m2-hari kg/m2-hari jam mg/l mg/l
12-15 24-30
12-15 24-30 0,00075-0,0015 1,5-4 7-15 <2
1,2-3 7-15 <2
0,7-1,5 15-30
Sumber: Metcalf & Eddy (2003)
Proses pertumbuhan melekat berdasarkan letak biofilm dalam bioreaktor terdiri dari tiga macam, yaitu (Metcalf & Eddy, 2003): 1.
Non-submerged attached growth processes Proses pertumbuhan melekat dengan biakan tidak terendam (nonsubmerged) merupakan proses pengolahan limbah secara biologis dimana media biakan tidak terendam dalam bulk cairan. Unit proses yang termasuk dalam proses pengolahan ini adalah trickling filter.
2.
Attached growth process dengan fixed film packing Proses pertumnuhan melekat dengan packing film tetap merupakan proses pengolahan dengan menggunakan jenis bahan packing yang Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
23
tercelup ke dalam tangki dan menyebabkan mikroorganisme yang terlibat akan melekat pada bahan packing tersebut. Unit proses yang termasuk dalam proses pengolahan ini antara lain rotating biological contactor (RBC). 3.
Submerged attached growth processes Proses pertumbuhan melekat dengan biakan terendam (submerged) merupakan proses pengolahan limbah dimana media biakan terendam sepenuhnya ke dalam bulk cairan. Kelbihan dari proses ini antara lain yaitu tidak memerlukan area yang luas, lumpur yang dihasilkan sangat sedikit, dan nilai estetika yang baik. Selain itu dalam beberapa proses dapat terjadi filtrasi padatan yang cukup tinggi sehingga effluen yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Konsentrsai DO yang lebih tinggi, dalam kisaran 3-5 mg/l, dapat lebih efisien dalam proses nitrifikasi. Pada umumnya nilai BOD dan zat padat tersuspensi yang dihasilkan di effluent <10 mg/l dan pada proses nitrifikasi, konsentrasi effluen NH4-N berkisar antara 1-4 mg/l. Unit proses yang termasuk dalam jenis ini diantaranya adalah fluidized-bed bioreactors (FBBR), reaktor biologis unggun-tetap aliran ke atas (upflow) dan aliran ke bawah (downflow), dan Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) (Metcalf & Eddy, 2003).
Kelebihan sistem dengan proses pertumbuhan melekat: -
Membutuhkan energi yang lebih sedikit
-
Pengoperasiannya lebih sederhana
-
Tidak perlu kontrol mixed liquor dan pembuagan lumpur
-
Tidak ada masalah bulking sludge pada second clarifier
-
Kebutuhan pemeliharaan peralatan lebih sedikit
-
Lebih cepat pulih dari kondisi shock loading.
Proses Pembentukan Biofilm Biofilm merupakan sekumpulan aggregat mikroorganisme atau produk polimer ekstraseluler yang melekat pada permukaan padatan atau bahan inert
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
24
dalam lingkungan berair (Marshall, 1992; Rittman dan McCarty, 2001). Biofilm terdiri dari beberapa lapisan dengan ketebalan yang berbeda-beda dimana perubahan ketebalan tersebut dipengaruhi oleh lokasi dan lama waktu. Material seperti substrat dan oksigen diubah menjadi biofilm melalui proses difusi dan konveksi, produk dari proses tersebut diubah menjadi biofilm. Dalam lapisan biofilm tersebut, oksigen lebih banyak terdapat pada bagian atau lapisan terluar, sehingga pada lapisan tersebut ditumbuhi mikroorganisme aerobik seperti bakteri nitrifikasi dan protozoa. Beberapa faktor yang berperan dalam proses pelekatan sel pada permukaan suatu media adalah transportasi sel, adsorpsi reversible, adhesi irreversible dan penggandaan sel (Schmindt dan Ahring, 1996). Pembentukan biofilm dimulai pada saat sel melekat pada permukaan sel lainnya atau pada media/bahan inert yang digunakan dengan pembentukan butiran aggregat bakteri yang kecil yang cenderung tercuci (washout) dari reaktor dan kemudian akan tumbuh menjadi butiran-butiran mikroorganisme dan membentuk lapisan biofilm. Pada awalnya bakteri akan tertarik pada permukaan, tidak langsung melekat erat dan bakteri akan melakukan gerak acak serta lepas kembali. Kemudian setelah menyesuaikan diri dengan permukaan media, bakteri akan melekat erat pada permukaan. Kecepatan pelekatan bakteri akan berbeda-beda tergantung pada struktur dan daya rekatnya. Beberapa bakteri seperti substansi polimer ekstra seluler dan fimbriae memiliki struktur dan daya rekat yang kuat, sehingga dengan cepat akan melekat erat pada permukaan media. Tetapi ada juga bakteri yang membutuhkan waktu kontak yang lama agar dapat melekat erat pada permuaan media (Marshall, 1991). Mekanisme penyisihan substrat pada proses biofilm sangat kompleks. Reaksi terjadi ketika biofilm melakukan kontak dengan substrat yang terkandung dalam air limbah dan terdapatnya oksigen, seperti penjelasan berikut (WPC, 1988): -
Transport substrat dan oksigen dari air limbah ke permukaan lapisan biofilm
-
Transport internal substrat dan oksigen sepanjang lapisan biofilm dengan secara proses difusi
-
Oksidasi substrat sepanjang biofilm.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
25
Gambar 2.3 Skema Biofilm Sumber: Lessard, Paul & Bihan, Yann Le (2003)
Pada proses biofilm, dapat terjadi gabungan antara proses aerob dan anaerob. Proses ini digunakan untuk menghilangkan kandungan nitrogen dalam air limbah. Pada kondisi aerob terjadi proses nitrifikasi, yaitu nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4 NO3) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi, yaitu nitrat yang terbentuk akan diubah menjadi gas nitrogen (NO3 N2).
2.4.3.1 Proses Pengolahan Biologis Kondisi Anaerob Air limbah yang mengandung kadar COD dan BOD yang tinggi lebih efektif bila dilakukan pengolahan secara anaerob. Pengolahan limbah secara anaerob merupakan sebuah metode biologis untuk penguraian bahan organik atau anorganik tanpa membutuhkan kehadiran oksigen. Sistem pengolahan limbah secara anaerob dijaga kestabilannya agar proses berjalan efisien dengan cara mempertahankan keseimbangan antara bakteri pembentuk asam dan metan. Reaktor harus bebas dari oksigen dan logam berat pada konsentrasi pH tertentu. Andrews et al (1962) dalam Husin (2008) mempelajari kinetika dan karakteristik degradasi limbah cair organik dengan menggunakan reaktor batch dalam keadaan anaerob. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa:
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
26
1.
Pada awal proses degradasi anaerob, pH cairan mengalami penurunan karena di dalam sistem terjadi pembentukan asam-asam organik. Setelah tahap ini berakhir, terjadi fermentasi metana, dimana asam-asam organik dipecah dan mengakibatkan ph campuran mengalami kenaikan. Proses ini mulai terjadi setelah operasi berlangsung kurang lebih selama 2 hari.
2.
Setelah periode penahanan yang lama, hampir seluruh asam-asam organik volatile dikonversi menjadi gas metan dan karbon dioksida.
Dhamayantie (2000) mencoba meneliti pengolahan limbah cair industri tekstil dengan proses anaerob-aerob menggunakan reaktor aliran kontinyu. Hasil penelitian dilaporkan bahwa dalam tahap anaerob dengan temperatur ruang dan waktu tinggal 12 – 24 jam dihasilkan penurunan COD sebesar 21,76% – 29,56% dan BOD 14,80 – 41,91%. Tahapan dalam proses pengolahan anaerob adalah sebagai berikut. 1.
Tahap Hidrolisis Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi monomer. Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri anaerob. Zat-zat organik seperti, polisakarida, lemak dan protein dihidrolisa menjadi gula dan asam amino.
2.
Tahap pengasaman (acidogenesis dan acetogenesis) Pada tahap pengasaman, komponen monomer yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Proses pembentukan asam terdiri dari dua tahap, yaitu tahap acidogenesis dan tahap acetogenesis. Pada tahap acidogenesis, bakteri acidogenic akan memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak yang mudah menguap dan berantai pendek seperti asam propionat, asam butirat, etanol, dan lainlain. Nilai pH dan temperatur memegang peranan peranan penting dalam mengontrol proporsi berbagai bentuk bakteri acidogenic. Pada tahap acetogenesis, asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
27
terbentuk pada tahap acidogenesis akan dikonversi oleh bakteri acetogenic menjadi asam asetat. Selain itu pada tahap ini juga terbentuk hidrogen dan karbon dioksida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
3.
CH3CH2OH + CO2 Etanol
CH3COOH + 2H2 Asam Asetat
CH3CH2COOH + 2H2O Asam Propionat
CH3COOH + CO2 + 3H2 Asam Asetat
CH3CH2CH2COOH + 2H2O Asam Butirat
2CH3COOH + 2H2
Asam Asetat
Tahap Metanogenesis Pada tahap metanogenesis terjadi pembentukan gas metana. Ada dua kelompok bakteri yang berperan pada tahap ini, yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri metanogen hidrogenotropik (pengkonsumsi hidrogen). Bakteri metanogen asetoklastik mengubah asam asetat menjadi metan dan karbon dioksida. Bakteri ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi dengan cara mengkonsumsi asam asetat dan membentuk karbon dioksida. Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat dari pada bakteri pembentuk asam. CH3COOH CH4 + CO2 Asam Asetat Metan
Bakteri metanogen hidrogopenik mengubah hidrogen bersama-sama dengan karbon dioksida menjadi metana dan air. Sisa hidrogen yang tertinggal mengatur laju produksi asam total dan campuran asam yang diproduksi oleh bakteri pembentuk asam. Hidrogen juga mengendalikan laju konversi asam propionat dan asam butirat menjadi asam asetat (Sani, 2006). CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O Metan
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
28
Tahap metanogenesis merupakan tahap penting dalam proses pengolahan limbah cair secara anaerob karena pada tahap ini terjadi reduksi nilai COD dan BOD yang cukup tinggi.
Proses pertumbuhan biakan melekat mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: 1. Proses degradasi substrat secara anaerob dalam limbah terjadi melalui 3 tahapan reaksi biokimia, yaitu hidrolisis, pengasaman dan metanogenesis. Ketiga proses tersebut dipengaruhi oleh solid retention time (SRT) dan hydraulic retention time (HRT). 2. Adanya air buangan yang melalui media tumbuh biofilm lama-kelamaan mengakibatkan tumbuhnya lapisan lendir yang menyelimuti packing atau yang disebut dengan biofilm. Selain berfungsi dalam menghilangkan atau menyisihkan kandungan organik dalam air limbah, proses ini dapat mengurangi konsentrasi total padatan.
2.4.3.2 Proses Pengolahan Biologis Kondisi Aerob Bakteri yang bekerja dalam kondisi aerob disebut juga bakteri aerobik. Bakteri ini memerlukan oksigen bebas terlarut untuk memecahkan senyawa organik guna mendapatkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Tjokrokusumo, 1999): Zat organik + O2 CO2 + N2 + Energi
Gambar 2.4 Mekanisme Penguraian Substrat
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
29
Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme proses pengolahan biologis: -
Temperatur Temperatur
akan
mempengaruhi
metabolisme
dari
populasi
mikroorganisme dan juga mempengaruhi beberapa faktor dalam pengolahan, seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur.
Tabel 2.9 Klasifikasi Temperatur dari Proses Biologi Type
Temperatur Range (oC)
Optimum Range (oC)
Psychrophilic
10-30
12-18
Mesophilic
20-50
25-40
Thermophilic
35-75
55-65
Sumber: Metcalf & Eddy (2003)
-
pH dan alkalinitas Nilai
pH
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme. Secara umum pH optimum bagi pertumbuhan bakteri adalah sekitar 6,5-8,5. Untuk limbah cair yang memiliki kandungan protein dan assam amino yang tinggi, alkalinitas yang cukup dapat diperoleh dari penguraian senyawa-senyawa tersebut menghasikan NH3 dan bersama-sama dengan gas CO2 dan H2O membentuk alkalinitas sebagai NH4(CO3) (Metcalf & Eddy, 2003). Sedangkan untuk aplikasi limbah cair yang komponen substratnya hanya mengandung karbohidrat, diperlukan penambahan alkalinitas agar diperoleh pH yang mendekati netral.
-
Oksigen terlarut (DO) Oksidasi dan penguraian zat-zat organik, nitrifikasi ammoniak dengan menggunakan mikroorganisme membutuhkan oksigen (DO > 1 mg/l), sehingga apabila menginginkan efisiensi yang lebih tinggi perlu ditambahkan aerasi atau suplai udara (Pelczar dan Chan, 2008).
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
30
-
Waktu Tinggal Hidrolisis Waktu tinggal hidrolisis merupakan waktu perjalanan air limbah di dalam reaktor atau dapat juga didefinisikan sebagai lamanya proses pengolahan air limbah. Semakin lama waktu tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Kriteria desain waktu tinggal pada reaktor aerob sangat bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari.
-
Nutrien Disamping
kebutuhan
karbon
dan
energi,
mikroorganisme
juga
membutuhkan nutrien untuk mensintesa sel dan pertumbuhannya.
-
Penghambat Kehadiran dari beberapa pencemar seperti logam berat, minyak, zat organik berbahaya, tanah dan pasir halus yang tersuspensi akan memungkinkan menutup lapisan biofilm dan menghambat aktivitas biologis, sehingga efisiensi pengolahan berkurang.
-
Frekuensi kontak Frekuensi kontak dapat diartikan sebagai kapasitas pengolahan per unit luas permukaan biofilm. Frekuensi kontak antara air yang akan diolah dengan biofilm semakin tinggi maka efisiensi penyisihan akan semakin meningkat (Pelczar dan Chan, 2008).
Tabel 2.10 Efisiensi Proses Pengolahan Secara Biologis Efisiensi Penghilangan BOD (%)
Keterangan
Lumpur Aktif Standar
85-95
-
Step Aeration
85-95
Modified Aeration
60-75
Contact Stabilization
80-90
Jenis Proses
Proses Biomoasa Tersuspensi
Digunakan untuk beban pengolahan yang besar Untuk pengolahan dengan kualitas air olahan sedang Digunakan untuk pengolahan paket dan dapat mereduksi ekses lumpur Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
31
Lanjutan Tabel 2.10 Jenis Proses
Efisiensi Penghilangan BOD (%)
High Rate Aeration
75-90
Pure Oxygen Process
85-95
Oxidation Ditch
75-95
Trickling Filter
80-95
RBC
80-95
Contact Aeration Process
80-95
Biofilter Unaerobic
65-85
Kolam Stabilisasi
60-80
Proses Biomassa Melekat
Lagoon
Keterangan Untuk pengolahan paket dengan memerlukan area yang kecil, bak aerasi dan bak pengendap akhir merupakan satu paket Untuk pengolahan air limbah yang sulit diuraikan secara biologis dan luas area yang dibutuhkan kecil Konstruksinya mudah tetapi memerlukan area yang luas Proses operasinya mudah, tetapi sering timbul lalat dan bau Konsumsi energi rendah dengan produksi lumpur yang kecil Memungkinkan untuk penghilangan nitrogen dan phospor Memerlukan waktu tinggal yang lama, tetapi lumpur yang dihasilkan sedikit Memerlukan waktu tinggal yang cukup lama dan area yang dibutuhkan sangat luas
Sumber: BPPT (2002)
2.5
Down-flow Hanging Sponge Reactor Down-flow Hanging Sponge (DHS) reactor merupakan salah satu sistem
dalam mengolah air limbah domestik. Penggunaan sistem reaktor DHS dikembangkan oleh Prof. Harada di Universitas Teknologi Nagaoka, Jepang. Sistem ini didesain untuk diaplikasikan sebagai unit pengolahan air limbah di negara berkembang, yang pada umumnya dibutuhkan sistem dengan biaya yang rendah dan pengoperasian serta pemeliharaannya dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu, sistem ini didesain untuk mengurangi produksi lumpur dari suatu sistem instalasi pengolahan air limbah. Sistem ini pertama kali dipublikasikan Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
32
secara internasional pada tahun 1997 (Agrawal et al., 1997; Machdar et al., 1997 dalam Tandukar et al, 2006) dengan prinsip penggunaan spons poliuretan sebagai media untuk menahan biomassa. Konsep dari penggunaan sistem ini mirip dengan trickling filter, tetapi menggunakan materi yang terbuat dari spons. Spons poliuretan menjadi media pendukung untuk berbagai mikroorganisme dengan menyediakan sel hunian lebih lama, meningkatkan difusi udara ke dalam air limbah, serta mengurangi kebutuhan aerasi eksternal, karenanya DHS tidak seperti kebanyakan sistem aerobik yang ada (Nurhadi, 2010). Kelebihan endapan DHS dapat diabaikan selama SRT (Solid Retention Time) memberikan waktu yang cukup untuk autolisis lumpur di dalam sistem itu sendiri. Kelebihan lain sistem DHS walaupun minim pemeliharaan, tetapi menghasilkan kualitas effluent yang baik, terutama yang berhubungan dengan senyawa organik dan penghilangan nitrogen. Kelebihan utama sistem DHS adalah laju kolonisasi yang cepat dan padat, area permukaan materi spesifik mencapai 2.400 m2/m3 dan porositas 97%, proses yang stabil dan tidak membutuhkan aerasi tambahan, produksi lumpur yang rendah, laju tahanan biomassa cukup untuk penerapan tahanan yang tinggi.
2.5.1 Prinsip Kerja Prinsip kerja sistem DHS hampir sama dengan sistem trickling filter. Media filter yang digunakan adalah dengan menggunakan rangkaian spons yang terbuat dari bahan poliuretan yang disusun secara seri sebagai media untuk menahan mikroba biomassa. Sesuai dengan namanya, sistem ini bekerja dengan prinsip down-flow, dimana air limbah dialirkan dari bagian atas reaktor, kemudian terolah oleh mikroorganisme yang terdapat atau tumbuh di permukaan media spons pada saat air limbah tersebut mengalir melewati reaktor. Karena spons dalam reaktor DHS menggantung secara bebas di udara, oksigen dapat terlarut secara alami ke dalam air limbah ketika air mengalir ke bawah melewati reaktor, sehingga sistem ini tidak membutuhkan aerasi atau input energi lainnya. Selain itu, reaktor DHS dapat menjadi penyokong tempat kehidupan biomassa, baik di dalam spons maupun di bagian permukaan. Hal ini tentu akan mengurangi jumlah lumpur yang
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
33
dihasilkan pada akhir pengolahan (Machdar et al., 2000; Tandukar et al., 2005; Uemura et al., 2002). Sistem DHS bekerja dengan menggunakan filter yang terbuat dari poliuretan (CF sponge) dengan dimensi 2×2×2 cm yang diuntai dengan tali nilon dengan arah diagonal. Hal ini dilakukan karena berdasarkan penelitian, arah tersebut merupakan sebaran air terbaik. Tabung reaktor digunakan hanya untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi dengan debu atau partikulat lainnya. Salah satu keuntungan ekonomis dari sistem ini yaitu tidak diperlukannya aerasi tambahan, sehinga pembiayaan energi dapat ditekan. Media spons yang digunakan berfungsi sebagai penghalang yang selektif karena media spons hanya dapat melewatkan komponen tertentu, sementara yang lain akan tertahan di dalam media. Pemisahan material yang terjadi dalam media spons didasarkan pada perbedaan ukuran dan bentuk molekul padatan yang terkandung di dalam air limbah maupun yang terjadi akibat proses penguraian di dalam sistem. Molekul padatan yang lebih besar dari pada pori-pori spons akan tertahan, sedangkan komponen dengan ukuran yang lebih kecil akan mengalir melewati media spons. Dalam sistem ini, tekanan yang diberikan dari aliran air limbah akan menggerakan air ke seluruh bagian pori-pori spons. Air limbah yang dialirkan melewati media spons berbentuk kubus dengan ukuran 2 x 2 cm dan digantung secara vertikal merupakan aliran yang relatif baik karena terjadinya aliran silang. Tipe aliran umpan yang terjadi selama proses filtrasi dapat berupa aliran melintas (dead-end) maupun aliran silang (cross-flow) (Michaels, 1989). Menurut Rahmayetty dkk., tipe aliran umpan yang baik dalam bioreaktor yaitu tipe aliran silang. Dalam pengoperasian aliran silang, air dialirkan tegak lurus arah perpindahan massa pada media. Tekanan menggerakan hanya sebagian dari air limbah melalui media spons, sisa aliran air mengalir secara tangensial ke permukaan media dan secara kontinyu menyapu partikel yang terdapat pada permukaan media. Dengan aliran silang ini, maka partikel yang terakumulasi pada permukaan media dapat terlepas dari permukaan media tersebut karena adanya kecepatan dan tekanan aliran yang terjadi.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
34
Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan, dengan menggunakan oksigen terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm akan yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar, maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm. Selain itu, pada zona aerobik nitrogen-ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Karena di dalam sistem ini terjadi kondisi aerobik dan anaerobik secara bersamaan, maka proses penghilangan senyawa nitrogen akan menjadi lebih mudah (Bitton, 1994).
2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kehidupan mikroorganisme di dalam media spons merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya efisinesi dari reaktor. Untuk itu perlu diperhatikan waktu metabolisme yang cukup bagi kehidupan mikroorganisme. Dua tipe interval waktu yang mempengaruhi proses pengolahan adalah waktu retensi hidrolik/hydraulic retention time (HRT) dan waktu retensi lumpur (SRT). Kedua interval ini harus cukup untuk menjamin proses yang optimum. HRT yang cukup dibutuhkan mikroorganisme untuk melakukan metabolisme dan lamanya sangat tergantung dengan substrat yang diolah dan kemampuan biomassa dalam mendegradasi. Sedangkan SRT menentukan apakah mikroorganisme dapat berkembang biak dan bertahan dalam reaktor, sehingga SRT yang cukup harus dipertahankan untuk memberi kesempatan pada biomassa untuk berkembang biak dan tumbuh semakin banyak, serta tidak terjadi pembilasan. Kinerja unit pengolahan air limbah dapat dilihat dari kemampuannya dalam menerima beban kejutan yang masuk. Salah satu poin terpenting akibat fluktuasi
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
35
aliran pencemar limbah domestik adalah stabilitas reaktor dari kelebihan beban yang terjadi. Tandukar et al. (2006) menemukan bahwa kinerja sistem DHS hampir tidak terpengaruh dengan kejutan gangguan beban hidraulik. Kejutan beban hidraulik akan merubah proses nitrifikasi, penyisihan nitrogen ammonium akan berkurang dari 73% menjadi 38,3%. Hanya membutuhkan waktu selama 2 jam untuk menghilangkan kejutan beban hidraulik dan proses nitrifikasi akan kembali berjalan normal. Hal ini dapat dikatakan bahwa bakteri nitrifikasi tidak hanyut dari sistem, tetapi berkompetisi dengan bakteri heterotrof dalam penggunaan oksigen.
2.5.3 Kelebihan Reaktor DHS Penggunaan reaktor DHS dalam unit pengolahan air limbah mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1. Reaktor DHS merupakan unit biofilter dimana dalam satu unit terjadi dua pengolahan sekaligus yang terjadi, yaitu secara fisik dan biologis. 2. Tidak dibutuhkan proses aerasi tambahan, sehingga energi yang dibutuhkan akan menjadi lebih sedikit. 3. Lumpur yang dihasilkan sedikit. Bila dibandingkan dengan proses lumpur aktif, penggunaan reaktor ini akan menghasilkan lumpur yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh adanya proses biofilm rantai makanan yang lebih panjang dan melibatkan aktifitas mikroorganisme. 4. Tidak berpengaruh signifikan akibat adanya beban kejut, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi. 5. Spons yang digunakan dalam reaktor berfungsi sebagai media filter dan juga tempat hidup mikroorganisme. 6. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi terjadi secara bersamaan. 7. Pengoperasiannya mudah dan biaya yang diperlukan tidak terlalu besar, sehingga penggunaan reaktor ini dapat dan baik digunakan oleh negara berkembang.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
36
Menurut Mara (2003), dasar pertimbangan penggunaan teknologi meliputi low cost (baik biaya pengoperasian dan perawatannya), simplicity (keringkasan dan kesederhanaan pengoperasian dan perawatannya), low energy (penggunaan energi sekecil mungkin untuk biaya operasional yang rendah), low of chemicals (penggunaan bahan kimia seminim mungkin), high performance (kemampuan untuk menghasilkan air olahan yang baik) dan low sludge production (hanya menghasilkan lumpur yang sedikit). Penggunaan sistem reaktor DHS dapat memenuhi berbagai pertimbangan teknologi yang ada. Menurut Nurhadi (2010), penggunaan sistem tunggal DHS mampu meningkatkan kualitas air olahan hingga dapat masuk sebagai bahan baku air minum. DHS mengolah air limbah secara proses biologis dengan biakan melekat, dimana mikroorganisme dibiakkan pada media spons dan membantu menyisihkan berbagai pencemar.
2.5.4 Perkembangan Reaktor DHS Penerapan reaktor DHS dalam pengolahan air limbah domestik telah dilakukan pertama kali di Jepang. Reaktor DHS digunakan sebagai post-treatment yang dikombinasikan dengan reaktor UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket) sebagai pre-treatment. Hal ini dikarenakan nilai konsentrasi beban organik yang ada cukup besar. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Tandukar et. al. (2005), persentase penurunan untuk BOD, COD dan zat padat tersuspensi dari keseluruhan sistem adalah sebesar 96%, 91% dan 93%. Konsentrasi rata-rata BOD, COD dan zat padat tersuspensi dari air limbah yang digunakan yaitu 240 mg/l, 532 mg/l dan 262 mg/l. Nilai penurunan dari sistem UASB adalah sebesar 67% untuk BOD, 63% untuk COD dan 75% untuk zat padat tersuspensi, sehingga hasilnya berturut-turut adalah 79,2 mg/l, 196,84 mgL dan 65,5 mg/l. Kemudian dialirkan kedalam sistem DHS sehingga konsentrasi BOD, COD dan zat padat tersuspensi effluen menjadi 9,6 mg/l, 47,88 mg/l dan 18,34 mg/l. Dalam perkembangannya, penggunaan sistem DHS sebagai unit dalam instalasi pengolahan air limbah domestik telah dilakukan di India.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
37
Gambar 2.5 Skema Reaktor UASB dan DHS Sumber: Machdar, 2007
Gambar 2.6 Skema DHS dalam Unit Pengolahan Air Limbah di India Sumber: Nurhadi, 2010
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental.
Metode eksperimental adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel lain. Metode ini dilaksanakan dengan memberikan variabel bebas secara sengaja kepada objek penelitian untuk diketahui akibatnya dalam variabel terikat. Dalam penelitian ini metode eksperimental dilakukan dengan penggunaan reaktor DHS (Down-flow Hanging Sponge) skala laboratorium untuk mengetahui kinerja reaktor tersebut dalam mengolah air limbah domestik.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel air limbah
domestik dari asrama Universitas Indonesia dan dilakukan pemeriksaan setiap parameter yang akan diuji di Laboratorium Lingkungan Hidup BPLHD Jakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2012.
3.3
Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2007), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini digunakan tiga buah variabel penelitian, yaitu: a.
Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Pada penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah debit influen dan HRT.
38 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
39
b.
Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Pada penelitian ini, variabel terikat yang digunakan adalah BOD, COD, total zat padat tersuspensi, dan ammonia.
c.
Variabel Kontrol Selain itu dilakukan juga pengukuran nilai pH, temperatur dan oksigen terlarut (DO) sebagai variabel kontrol selama penelitian berlangsung.
3.4
Metode Pengukuran Metode pengukuran yang digunakan untuk setiap parameter yang diuji
mengacu pada standar yang berlaku di Indonesia.
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Parameter pH Zat padat tersuspensi BOD COD Ammonia
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l
Metode SNI 06-6989.11-2004 Spektrophotometer SNI 6989.72 : 2009 SNI 6989.73 : 2009 SNI 06-6989.30.2005
Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
40
3.5
Diagram Alir Penelitian
Reaktor DHS
Seeding - Aklimatisasi
Pengukuran parameter (BOD, COD, zat padat tersuspensi, ammonia)
Variasi HRT
0,5 jam Q = 384 ml/jam
4 jam Q = 48 ml/jam
2 jam Q = 96 ml/jam
Pengukuran parameter Variabel Kontrol: pH Temperatur DO
(COD)
% COD R optimal
Pengukuran parameter (BOD, COD, zat padat tersuspensi dan ammonia)
Analisa Data
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
41
3.6
Reaktor Down-flow Hanging Sponge (DHS) Penelitian dilakukan dengan sistem biofilter menggunakan reaktor DHS
dengan skala laboratorium. Dimensi dan karakteristik reaktor sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Indonesia.
Gambar 3.2 Reaktor DHS Sumber: Nurhadi, Universitas Indonesia, 2010
Reaktor DHS Bahan reaktor
: acrylic
Tinggi reaktor
: 1,05 m
Diameter dalam
: 7 cm
Isi (volume)
: 1,13 liter
Jumlah spons
: 24 spons
Ukuran spons
: 2×2 cm
Volume spons
: 192 ml
Bahan spons
: Poliuretan
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
42
Berdasarkan data penelitian dan pengoperasian reaktor DHS di lapangan (M. Mahmoud et. al., 2011), maka waktu retensi hidraulik dan debit yang akan dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2 Waktu Retensi Hidrolis dan Debit Penelitian Volume DHS (cm3)
HRT (jam)
Q (cm3/jam)
0,5
384
2
96
4
48
192
Sampel air limbah domestik yang digunakan berasal dari air buangan asrama Universitas Indonesia. Kinerja reaktor DHS akan dilihat dari efisiensi penurunan konsentrasi BOD, COD, zat padat tersuspensi dan ammonia. Dengan mengambil karakteristik air limbah domestik perkotaan di Jakarta berdasarkan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (2002), maka karakteristik air limbah domestik adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3 Karakteristik Air Limbah Domestik di Jakarta No. 1 2 3 4 5 6
Parameter BOD COD KMnO4 Ammonia (NH3) Zat padat tersuspensi Minyak/lemak
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Minimum 31,52 46,62 69,84 10,79 27,5 1
Maksimum 675,33 1183,4 739,56 158,73 211 125
Rata-rata 353,43 615,01 404,7 84,76 119,25 63
Sumber: BPPT, 2002
3.7
Proses Pengembangbiakan Mikroorganisme (Seeding) Pengembangbiakan mikroorganisme di dalam media atau disebut juga
seeding dilakukan untuk menumbuhkan mikroorganisme. Dalam penelitian ini, seeding dilakukan secara alami dengan cara mengalirkan air limbah domestik secara kontinyu ke dalam media reaktor DHS. Penggunaan air limbah domestik dikarenakan air buangan ini kaya akan mikroorganisme dan telah mempunyai sumber karbon yang cukup sehingga pertumbuhan mikroorganisme pada media
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
43
akan menjadi cepat (Said, 2005). Menurut Tandukar et. al., (2005), penggunaan reaktor DHS tidak memerlukan inokulan khusus sebagai starter atau dengan menggunakan unit spons yang bersih. Seeding dilakukan selama 2 minggu.
3.8
Teknik Pengolahan Data 1.
Perhitungan beban limbah
Keterangan: W = Beban limbah yang dipikul badan air (kg/hari) Q = Debit air limbah (m3/hari) c = Konsentrasi (mg/l)
2.
Perhitungan efisiensi Nilai parameter BOD, COD, zat padat tersuspensi, dan ammonia yang
sudah diketahui kemudian dihitung efisiensi penurunannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan: Yc
: efisiensi penurunan parameter C (dalam %)
A
: nilai parameter C jam ke- 0
B
: nilai parameter C jam ke- i
C
: parameter BOD, COD, zat padat tersuspensi, ammonia
i
: jam ke- 0,5; 2; 4
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran setiap parameter akan dibandingkan dengan baku mutu kualitas air limbah domestik di Jakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Objek Studi Universitas Indonesia memiliki luas lahan secara keseluruhan sebesar 312
hektar, dimana seluas 75 hektar terletak di wilayah DKI Jakarta dan 237 hektar berada di wilayah Depok. Salah satu fasilitas yang terdapat di kampus ini yaitu gedung asrama yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal bagi mahasiswa baru selama jangka waktu satu tahun. Gedung Asrama Universitas Indonesia berdiri pada tahun 1995 dengan memiliki luas tanah secara keseluruhan sebesar 4,158 hektar. Secara administratif gedung ini masuk ke dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 4.1 Peta Lokasi Gedung Asrama Universitas Indonesia
Gedung Asrama UI terdiri atas tujuh blok (A-G) dan beberapa fasilitas, seperti gedung serba guna, lapangan sepak bola, basket dan voli, kantin, mini market, ATM center dan tempat parkir. Blok A, B, C, E, dan F diperuntukkan untuk kamar putri, sedangkan Blok D dan G diperuntukkan untuk kamar putra.
44 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
45
Selain itu terdapat beberapa ruang atau kamar khusus yang dilengkapi dengan air conditioner (AC).
Gambar 4.2 Denah Asrama Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Jumlah Kamar Asrama UI Depok Januari 2012 Blok Blok A Blok B Blok C Blok D Blok E Blok F Blok G Ruang VIP Bungur Melati AC E1 Lantai 1 Total
Jumlah Kamar 107 86 154 234 265 268 116 1 9 8 7 1255
Daya Tampung 107 86 154 234 265 268 264 1 9 8 7 1403
Jumlah Lantai 3 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Lantai (Twin Blok) 4 Lantai (Twin Blok) 4 Lantai (Twin Blok) 4 Lantai (Twin Blok) 1 Lantai 1 Lantai 1 Lantai 1 Lantai
Sumber: Pengelola Asrama Universitas Indonesia
Dalam sistem pembuangan air limbah domestik, gedung asrama UI tidak memiliki sitem pengelolaan yang terpadu. Air limbah yang dihasilkan oleh para penghuni asrama langsung dibuang ke dalam tangki septik tanpa pengolahan
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
46
terlebih dahulu. Air limbah tangki septik berpotensi untuk mencemari air tanah karena kandungan bahan pencemarnya, seperti bahan organik (COD), nitrit, nitrat, posphat, dan kandungan mikroorganisme patogen di dalamnya (Canter, 1991). Untuk masing-masing blok dalam gedung asrama UI memiliki tangki septik sendiri, begitu juga dengan jenis gedung “twin blok” dimana masing-masing blok diperlengkapi dengan tangki septik. Air limbah dari seluruh lantai dialirkan menuju tangki septik yang kemudian dialirkan ke sistem resapan atau pun dibuang ke badan air. Dalam penelitian ini mengambil sampel gedung asrama di blok E1. Menurut Bapak Agus (pengelola asrama UI), dalam 5 tahun terakhir ini tangki septik blok E, baik E1 maupun E2, belum dilakukan pengurasan (Wawancara langsung, 7 Mei 2012). Tangki septik yang digunakan oleh blok E1 terletak tidak jauh dari kamar penghuni lantai dasar, begitu pun dengan letak sumber air bersih yang digunakan oleh para penghuni gedung asrama yang berasal dari air tanah. Jarak tangki septik ke sumber air bersih yang digunakan berjarak ±8 m. Fasilitas yang terdapat untuk blok E di tiap lantainya adalah mushola, 8 buah kamar mandi, 4 buah wastafel dan 2 buah tempat cuci piring. Terdapat dua jenis kamar yang terdapat dalam blok E, yaitu kamar standar yang tidak diperlengkapi dengan AC dan kamar AC. Kedua jenis kamar tersebut memiliki ukuran yang sama, yaitu sebesar 2,5 m × 2,5 m.
Tabel 4.2 Jumlah Kamar Blok E Gedung/Blok E1 Lantai 1 E1 Lantai 2 E1 Lantai 3 E1 Lantai 4 Sub Total E2 Lantai 1 E2 Lantai 2 E2 Lantai 3 E2 Lantai 4 Sub Total AC E1 Lantai 1 Total
Jumlah Kamar 19 34 34 34 121 30 38 38 38 144 7 272
Ket. Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar Standar Kamar AC
Sumber: Pengelola Asrama Universitas Indonesia
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
47
Gambar 4.3 Denah Gedung Blok E1 dan E2
Pada umumnya para penghuni asrama berada di dalam asrama sekitar pukul 17.00-08.00. Pemakaian air rata-rata per orang untuk gedung asrama adalah 120 liter/hari dengan jangka waktu pemakaian air rata-rata sehari selama 8 jam dan perbandingan luas total lantai efektif/total adalah 45-48% ( Noerbambang dan Morimura, 2005). Jumlah air limbah domestik yang dihasilkan oleh manusia berkisar antara 50-80% dari total pemakaian air bersih (Metcalf & Eddy, 2003). Dengan mengasumsikan air limbah yang dihasilkan adalah sebesar 80% dari total kebutuhan air perharinya, maka tiap penghuni asrama akan menghasilkan air limbah sebanyak 96 liter/hari. Jumlah penghuni asrama di blok E1 berjumlah 121 orang, maka debit air limbah yang masuk ke tangki septik adalah ±11,616 m3/hari. Berikut merupakan kualitas dari air limbah domestik dari blok E gedung asrama UI.
Tabel 4.3 Kualitas Air Limbah Domestik Asrama Universitas Indonesia No. 1 2 3 4 5
Parameter pH BOD (20oC, 5 hari) COD (Dichromat) Zat padat tersuspensi Ammonia
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l
Hasil Uji 7 136.76 311,89 283.0 88.54
Sumber: Hasil Penelitian
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
48
Air limbah yang dihasilkan oleh asrama UI berasal dari aktivitas sehari-hari para penghuni asrama, seperti mandi, mencuci dan aktivitas lain yang menghasilkan air buangan. Tangki septik asrama UI menerima air limbah black water berasal dari air seni (urin) yang pada umumnya memiliki kandungan nitrogen dan fosfor, serta tinja (feses) yang mengandung mikroba patogen. Limbah tersebut dialirkan bersamaan dengan air toilet menuju tangki septik. Dengan menggunakan rumus beban limbah adalah perkalian antara debit dan konsentrasi, maka perkiraan beban limbah organik (W) yang masuk ke dalam tangki septik blok E1 setiap harinya adalah sebesar 1,6 kg BOD/hari. Sebagian besar kandungan air limbah asrama UI merupakan zat organik yang berasal dari penguraian tinja dan dan urin. Zat organik tersebut terdiri atas karbon, hidrogen dan oksigen dalam bentuk karbohidrat dan lemak, dan juga unsur N, P, dan S dalam bentuk protein. Biasanya zat organik yang terdapat dalam air limbah terdiri atas protein 40-60%, karbohidrat 25-5-% dan lemak 10%. Kebanyakan dari zat organik tersebut dapat terurai secara biologis, namun ada juga sebagian yang sulit terurai, seperti lignin dan selulosa (Metcalf & Eddy, 2003). Kualitas air limbah yang menurun ditandai dengan peningkatan konsentrasi COD, BOD, zat padat tersuspensi dan timbulnya bau. Apabila dibandingkan dengan karakteristik air limbah domestik Jakarta yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, kualitas air limbah domestik asrama UI masih berada dalam kualitas rata-rata, tidak mencapai titik maksimum pencemar. Walaupun demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan agar air buangan yang dihasilkan dapat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan pada Peraturan Gubernur No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta.
4.2
Kinerja Reaktor I, II dan III Sampel air limbah yang dilakukan pada percobaan ini berasal dari asrama
UI yang diambil setiap harinya pada pukul 8 pagi. Selama sebelum sampel diolah ke dalam reaktor DHS, terlebih dahulu dilakukan pre-treatment dengan cara penyaringan pada saat sampel air limbah dimasukkan ke dalam wadah berupa
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
49
jirigen. Proses penyaringan dilakukan secara manual dengan menggunakan saringan berukuran 0,5-1 mm untuk mencegah atau memperlambat terjadinya clogging pada media spons yang digunakan. Percobaan pengolahan air limbah domestik asrama Universitas Indonesia dengan menggunakan reaktor down-flow hanging sponge (DHS) dilakukan secara kontinyu. Percobaan dilakukan dengan melakukan proses seeding dan aklimatisasi secara bersamaan selama dua minggu yang merupakan proses pembibitan dan adaptasi bakteri. Seeding dilakukan untuk mendapatkan suatu populasi mikroorganisme agar dapat membentuk suatu lapisan biofilm pada media spons yang digunakan, sehingga dapat menguraikan kandungan beban pencemar di dalam air limbah. Sedangkan aklimatisasi bertujuan agar mikroorganisme tersebut dapat beradaptasi dengan air limbah yang akan diolah. Kedua tahapan ini dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam masing-masing reaktor selama dua minggu dengan harapan mikroorganisme yang terbentuk siap digunakan untuk mendegradasi bahan-bahan organik dari air limbah. Setelah dilakukan proses aklimatisasi selama dua minggu diharapkan lapisan biofilm sudah terbentuk dan bakteri sudah dalam keadaan stabil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kinerja sistem tunggal reaktor DHS dalam mengolah air limbah domestik dengan parameter pencemar yang diukur yaitu BOD, COD, total zat padat tersuspensi dan ammonia. Sebelum dilakukan pengukuran terhadap parameter pencemar tersebut, terlebih dahulu dilakukan percobaan untuk menentukan waktu retensi hidrolis/hydraulic retention time (HRT) yang paling baik dari variasi desain yang ditentukan sehingga didapat efisiensi pengolahan yang paling besar dari ketiga reaktor downflow hanging sponge (DHS) yang digunakan. Variasi HRT yang digunakan dalam percobaan ini yaitu reaktor I selama 4 jam, reaktor II selama 2 jam dan reaktor III selama 0,5 jam. Penentuan variasi HRT yang paling baik dari ketiga desain dilakukan dengan pengukuran konsentrasi COD. Hal ini dilakukan karena hampir semua senyawa organik dapat diukur dengan uji COD. Air yang mengandung bahan organik resisten terhadap degradasi biologis biasanya lebih cocok dilakukan dengan pengukuran nilai COD dibandingkan BOD, bahkan glukosa dan lignin
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
50
dapat dioksidasi dengan sempurna. Oksidator kuat yang digunakan mampu mengoksidasi hampir semua bahan organik menjadi karbon dioksida dan air dalam suasana asam (Sawyer, 2003). Kelebihan lain yaitu pengukuran COD dapat dilangsungkan selama 3 jam. Oleh karena itu dalam menentukan variasi HRT pada penelitian ini, dilakukan dengan uji COD. Hasil percobaan yang dinyatakan dalam hasil pengukuran konsentrasi COD sebelum dan sesudah melalui reaktor dari ketiga variasi HRT dapat dilihat dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan dari Ketiga Reaktor DHS Konsentrasi COD (mg/l) Pengamatan Outlet
Outlet
Outlet
Reaktor I
Reaktor II
Reaktor III
143,43
100,4
116,33
109,96
2
154,94
98,02
104,35
134,39
3
145,02
98,8
97,21
108,37
4
148,45
94,47
113,96
134,96
5
128
71,8
79,61
73,37
6
145,67
86,47
83,35
145,67
Rata-rata
144,25
91,66
99,135
117,79
Maksimum
154,94
100,4
116,33
145,67
Minimum
128
71,8
79,61
73,37
ke-
Inlet
1
Sumber: Hasil Penelitian, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
51
Gambar 4.4 Reaktor DHS dengan Tiga Variasi HRT Sumber: Hasil Dokumentasi, 2012
Nilai HRT yang paling baik dilihat dari besarnya efisiensi persentase penurunan pada masing-masing reaktor.
Dimana: Ci = konsentrasi COD inlet (mg/l) Co = konsentrasi COD outlet (mg/l)
Selain dilakukan pengukuran terhadap nilai konsentrasi COD, dilakukan juga pengukuran variabel kontrol pada tiap percobaan, yaitu pH, suhu, dan oksigen terlarut (DO). Berikut merupakan hasil data yang diperoleh di tiap reaktor pada masing-masing variasi HRT.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
52
Reaktor I dengan HRT 4 jam Tabel 4.5 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Reaktor I COD (mg/l)
Pengamatan
Penurunan (%)
ke-
Inlet
Outlet
1
143,43
100,4
30,00
2
154,94
98,02
36,74
3
145,02
98,8
31,87
4
148,45
94,47
36,36
5
128
71,8
43,91
6
145,67
86,47
40,64
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
8,6 8,4 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 0
1
2
3
4
5
6
COD Inlet
pH
COD (mg/L)
Sumber: Pengolahan Data, 2012
COD Outlet Ph Inlet pH outlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.5 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I Sumber: Pengolahan Data, 2012
200
30 29,5
150
29
100
28,5
50 0
Suhu
COD (mg/L)
1.
COD Inlet COD Outlet
28
Suhu Inlet
27,5
Suhu Outlet
27 0
1
2 3 4 5 Pengamatan hari ke-
6
7
Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
6 5 4 3
DO
COD (mg/L)
53
2
DO Outlet
0 1
2
3
4
5
6
COD Outlet DO Inlet
1 0
COD Inlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.7 Pengaruh Nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor I Sumber: Pengolahan Data, 2012
Penurunan COD (%)
100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.8 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor I Sumber: Pengolahan Data, 2012
Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa pH influent berada pada kisaran 7,2-7.5 yang merupakan rentang pH optimum bagi pertumbuhan bakteri, sedangkan pH effluent berada pada kisaran 8-8,5. Grafik pH pada outlet reaktor I selalu berada di atas grafik pH inlet. Terjadi kenaikan nilai pH pada saat air limbah berada di dalam sistem. Untuk pengukuran konsentrasi DO dan pH influent akan selalu naik pada saat di effluent. Sedangkan besarnya suhu pada effluent selalu lebih rendah daripada influent dengan perbedsaan yang tidak terlalu jauh. Nilai pH, suhu dan DO di atas masih berada dalam syarat suatu proses pengolahan secara biologis, sehingga variabel kontrol tersebut tidak mengganggu proses pengolahan ini.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
54
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kelima terdapat penurunan konsentrasi COD di inlet diikuti dengan penurunan konsentrasi COD pada outlet. Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa persentase penurunan konsentrasi COD terbesar didapat pada pengamatan kelima. Hal ini dapat dikaitkan bahwa semakin kecil konsentrasi COD awal sebelum dilakukan pengolahan akan menimbulkan kecenderungan penurunan konsentrasi COD pada effluent, sehingga persentase penurunan COD akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan konsentrasi COD awal yang kecil akan memiliki kandungan bahan organik dalam air limbah pun semakin sedikit, oleh sebab itu apabila air limbah dialirkan melewati sistem akan lebih banyak yang terurai sehingga konsentrasi COD pada effluent menurun.
2.
Reaktor II dengan HRT 2 jam Tabel 4.6 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Reaktor II Pengamatan ke-
COD (mg/l) Inlet
Outlet
Penurunan (%)
1
143,43 116,33
18,89
2
154,94 104,35
32,65
3
145,02
97,21
32,97
4
148,45 113,96
23,23
5
128
79,61
37,80
6
145,67
83,35
42,78
Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
8,6 8,4 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 0
1
2
3
4
5
6
pH
COD (mg/L)
55
COD Inlet COD Outlet pH Inlet pH Outlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.9 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
30 29,5 29 28,5
Suhu
COD (mg/L)
Sumber: Pengolahan Data, 2012
28
Suhu Outlet
27 1
2
3
4
5
6
COD Outlet Suhu Inlet
27,5 0
COD Inlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.10 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
6 5 4 3
DO
COD (mg/L)
Sumber: Pengolahan Data, 2012
2 1
COD Inlet COD Outlet DO Inlet DO Outlet
0 0
1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.11 Pengaruh Nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor II Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
56
Penurunan COD (%)
100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.12 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor II
Pada Gambar 4.9 grafik pH influent selalu berada di atas effluent. Nilai pH influent selalu sama untuk ketiga reaktor, sedangkan pH effluent pada reaktor II berada pada kisaran 8-8,4. Setelah melewati sistem, air limbah menjadi bersifat lebih basa tetapi masih memenuhi standar baku mutu kualitas air buangan. Seperti pada sistem reaktor I, nilai konsentrasi DO dan pH akan selalu naik pada saat di berada di outlet dan ketiga variabel kontrol berada dalam syarat proses pengolahan secara biologis, sehingga variabel kontrol tersebut tidak mengganggu proses pengolahan.
3.
Reaktor III dengan HRT 0,5 jam Tabel 4.7 Persentase penurunan konsentrasi COD reaktor IIII Pengamatan
COD (mg/l)
Penurunan (%)
ke-
Inlet
Outlet
1
143,43
109,96
23,34
2
154,94
134,39
13,26
3
145,02
108,37
25,27
4
148,45
134,96
9,09
5
128
73,37
42,68
6
145,67
145,67
0
Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
8,6 8,4 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 7 0
1
2
3
4
5
6
pH
COD (mg/L)
57
COD Inlet COD Outlet pH Inlet pH Outlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.13 Pengaruh Nilai pH Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
30 29,5 29 28,5
Suhu
COD (mg/L)
Sumber: Pengolahan Data, 2012
28
Suhu Outlet
27 1
2
3
4
5
6
COD Outlet Suhu Inlet
27,5 0
COD Inlet
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.14 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
2
4
6
DO
COD (mg/L)
Sumber: Pengolahan Data, 2012
COD Inlet COD Outlet DO Inlet DO Outlet
8
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.15 Pengaruh Nilai DO Terhadap Konsentrasi COD pada Reaktor III Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
58
Penurunan COD (%)
100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.16 Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor III Sumber: Pengolahan Data, 2012
Sama seperti pada reaktor I dan II, pada reaktor III nilai pH dan DO pun selalu meningkat pada saat berada di outlet. Besarnya konsentrasi DO pada outlet di reaktor III cenderung lebih kecil daripada reaktor I dan II. Hal ini dapat dikarenakan nilai HRT yang digunakan terlalu singkat dan belum dapat menyisihkan beban pencemar dengan baik. Besarnya suhu pada inlet dan outlet cenderung tidak beraturan dengan perbedaan yang sangat kecil. Nilai pH di inlet untuk ketiga reaktor dengan masing-masing variasi HRT adalah sama. Nilai pH pada pengamatan pertama hingga keenam berada dalam kisaran 7,2-7,5 dimana hal ini merupakan rentang nilai pH optimum bagi pertumbuhan bakteri, sehingga tidak diperlukan pengolahan awal agar pH mencapai kondisi optimum. Begitu pula dengan konsentrasi DO yang berada pada kisaran 2-3,06 mg/l, sehingga tidak perlu ditambahkan proses aerasi di awal sebelum dilakukan pengolahan karena mikroorganisme dapat mengoksidasi dan menguraikan zat-zat organik pada kandungan oksigen tersebut. Sedangkan suhu berada pada kisaran 27-30oC yang merupakan rentang optimum bagi mikroorganisme pada kondisi mesophilic. Temperatur air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan di dalam air. Perubahan suhu dapat diindikasikan adanya aktivitas kimiawi biologis di dalam air. Ketiga nilai variabel kontrol tersebut masih dalam kisaran yang diperbolehkan pada pengolahan air limbah domestik secara biologis.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
59
Konsentrasi oksigen terlarut (DO) influent dalam penelitian ini berfluktuasi setiap harinya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti pada saat pengambilan sampel air limbah, pergerakan (turbulensi) air limbah pada saat dimasukan ke dalam jirigen, aktivitas mikroorganisme dan kualitas air limbah buangan yang masuk ke dalam tangki septik itu sendiri. Konsentrasi DO berfluktuasi mengikuti proses fisik (hidrodinamika), kimia (pH dan suhu), serta biologis (dekomposisi organik) (Chapra, 1997). Oksigen terlarut (DO) tersebut digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dengan mengoksidasi oksida karbon organik terdegradasi secara aerobik.
4.3
Pengaruh Variasi HRT terhadap COD dalam Reaktor I, II dan III Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari pengamatan
konsentrasi COD pada effluent di reaktor I (HRT 4 jam), reaktor II HRT (2 jam) dan reaktor III (HRT 0,5 jam) didapatkan penurunan konsentrasi COD yang masih sangat fluktuatif. Hal ini dapat dimungkinkan karena kurangnya masa aklimatisasi sehingga mikroorganisme masih dalam kondisi belum terlalu stabil yang kemudian mempengaruhi persentase penurunan konsesntrasi COD.
Gambar 4.17 Lapisan Biofilm yang Terbentuk pada Waktu 2 Minggu Sumber: Hasil Dokumentasi, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
60
Apabila dilihat secara keseluruhan, penurunan konsentrasi COD pada reaktor I lebih besar daripada reaktor II dan begitu juga penurunan konsentrasi COD pada reaktor II lebih besar daripada reaktor III. Berikut merupakan gabungan persentase penurunan nilai konsentrasi COD dalam ketiga variasi HRT
Penurunan COD (%)
yang diamati.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0,5 jam 2 jam 4 jam
0
1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan hari ke-
Gambar 4.18 Persentase Penurunan Konsentrasi COD Ketiga Variasi HRT Sumber: Pengolahan Data, 2012
Dari percobaan yang dilakukan dengan melakukan variasi nilai HRT tersebut diperoleh hasil pada HRT 0,5 dan 2 jam persentase penurunan COD lebih kecil dibandingkan dengan HRT 4 jam. Hal ini dapat diduga bahwa pada HRT 0,5 dan 2 jam, mikroorganisme yang ada belum memiliki waktu yang cukup untuk memecah senyawa-senyawa organik kompleks dalam air limbah tersebut. Grafik persentase penurunan COD pada nilai HRT 4 jam dan 2 jam masih bersifat fluktuatif tetapi cenderung meningkat. Lain halnya dengan variasi nilai HRT 0,5 jam dimana terdapat persentase penurunan yang sangat kecil yang dapat dikarenakan sedikitnya proses pemecahan senyawa organik yang terjadi dan debit yang cukup besar sehingga kurangnya frekuensi kontak air limbah dengan media. Pada pengamatan pertama dimana nilai konsentrasi COD awal 143,43 mg/l dengan HRT sebesar 0,5 jam, persentase penurunan konsentrasi COD di dalam sistem adalah 23,34%. Peningkatan nilai HRT menjadi 4 jam menghasilkan
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
61
peningkatan persentase penurunan konsentrasi COD menjadi 30%. Begitu juga pada pengamatan kedua hingga keenam secara keseluruhan dimana rata-rata persentase penurunan konsentrasi COD akan meningkat bersamaan dengan bertambahnya nilai HRT di dalam sistem. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu retensi hidrolis air limbah dalam sistem akan memberikan banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Pada beberapa percobaan ditemukan hasil yang sedikit berbeda, yaitu pada pengamatan ketiga dan keenam. Pada pengamatan ketiga, persentase penurunan COD pada HRT 4 jam sebesar 31,87% sedangkan pada HRT 2 jam sebesar 32,97% dan pada pengamatan keenam, persentase penurunan COD pada HRT 4 dan 2 jam secara berturut-turut adalah sebesar 40,64 dan 42,78%. Dari kedua pengamatan ini, nilai HRT selama 2 jam mempunyai persentase yang lebih besar daripada HRT 4 jam. Hal ini dapat dimungkinkan karena ketidakstabilan air limbah yang masuk dalam tiap reaktor. Sampel air limbah yang berasal dari asrama UI dimasukan ke dalam 3 buah jirigen dengan masing-masing memiliki volume 10 liter. Pada saat melakukan pengukuran, air limbah yang digunakan berasal dari jirigen pertama yang kemudian dibagikan ke dalam ketiga reaktor. Sedangkan 2 jirigen lainnya digunakan untuk mengalirkan air limbah secara kontinyu sampai keesokan harinya dengan tidak dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi air limbah tersebut. Pengaliran secara kontinyu ini dimaksudkan agar media spons yang digunakan tidak menjadi kering dan mikroorganisme yang ada tidak mati. Pada saat pembagian air limbah dari jirigen pertama dapat dimungkinkan konsentrasi awal reaktor menjadi tidak sama untuk ketiganya, hal ini kemudian akan mempengaruhi persentase penurunan COD yang dihasilkan pada outlet. Rata-rata persentase penurunan konsentrasi COD berdasarkan hasil pengamatan untuk ketiga HRT 0,5; 2 dan 4 jam secara berturut-turut adalah 18,9; 31,4 dan 36,6%. Semakin lama nilai HRT yang digunakan maka persentase penurunan konsentrasi COD akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin besarnya frekuensi waktu kontak antara air yang akan diolah dengan biofilm maka efisiensi penyisihan akan semakin meningkat.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
62
100 90 80 Removal (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
HRT (jam)
Gambar 4.19 Penurunan Konsentrasi COD Rata-rata Ketiga Variasi HRT Sumber: Pengolahan Data, 2012
Dari gambar di atas terlihat bahwa peningkatan nilai HRT akan berpengaruh terhadap peningkatan persentase penurunan konsentrasi COD. Dengan demikian apabila nilai HRT yang digunakan semakin besar, maka akan didapat persentase penurunan COD yang lebih besar yang diikuti dengan semakin baiknya kualitas effluent yang dihasilkan. Berdasarkan literatur yang telah disebutkan di dalam dasar teori, waktu tinggal hidrolisis merupakan waktu perjalanan air limbah di dalam reaktor atau dapat juga didefinisikan sebagai lamanya proses pengolahan air limbah. Semakin lama waktu tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Begitu juga dengan hasil percobaan yang didapat dalam penelitian ini. Secara umum efisiensi penurunan konsentrasi COD semakin meningkat seiring dengan bertambahnya nilai HRT yang merupakan waktu rata-rata penahanan air limbah dalam sistem. Semakin lama waktu retensi hidrolisis yang diberikan, mengakibatkan waktu kontak antara biomassa dengan substrat di dalam reaktor juga semakin lama. Hal ini dapat dikatakan bahwa proses degradasi biologis di dalam sistem berlangsung dengan semakin baik, sehingga persentase penurunan COD juga semakin meningkat. Pada saat air limbah mengalir melewati media spons dalam reaktor I dengan HRT 4 jam, lebih banyak padatan tersuspensi yang tertahan pada permukaan Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
63
media. Dengan demikian di dalam reaktor I akan tersedia lebih banyak substrat organik dibandingkan di dalam reaktor II dan III. Hal ini dapat terlihat secara visual pada media spons dari ketiga reaktor dalam percobaan. Terdapat perbedaan banyaknya lapisan biofilm secara keseluruhan berdasarkan variasi HRT yang ditentukan. Media spons dalam reaktor III dengan HRT yang semakin cepat yaitu selama 0,5 jam mengandung semakin sedikit lapisan biofilm. Hal ini terjadi karena waktu kontak yang terjadi semakin kecil dan semakin besarnya debit akan mengurangi padatan tersuspensi yang tertahan pada permukaan media. Dengan demikian laju pertumbuhan mikroorganisme yang paling baik diantara ketiga reaktor adalah reaktor I dengan waktu retensi hidrolisis selama 4 jam.
4.4
Efektivitas Reaktor Down-flow Hanging Sponge Setelah diketahui variasi HRT yang paling baik dari ketiga reaktor yaitu
pada reaktor I dengan nilai HRT selama 4 jam, dilakukan perhitungan efektivitas sistem DHS dalam mengolah air limbah domestik. Parameter yang diuji adalah konsentrasi BOD, COD, total zat padat tersuspensi dan ammonia. Berikut ini merupakan hasil percobaan yang dilakukan.
Tabel 4.8 Konsentrasi Air Limbah di Inlet dan Outlet Parameter pH COD BOD Zat padat tersuspensi Ammonia
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l
Inlet Outlet 7,4 7,5 311,89 109,16 141,58 38,08 43 4 185,8 45,15
Sumber: Hasil Penelitian, 2012
Selain data yang diperoleh di atas, dilakukan juga pengukuran terhadap besarnya konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan suhu pada air limbah dengan menggunakan DO meter. Hasil nilai konsentrasi DO dan suhu yang didapatkan yaitu pada inlet sebesar 1,97 mg/l dan 27,4OC dan pada outlet sebesar 4,26 mg/l dan 27,2OC. Dalam proses pengolahan biologis, keberadaan mikroorganisme sangat dibutuhkan
karena
proses
tidak
akan
berlangsung
tanpa
kehadiran
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
64
mikroorganisme pengurai. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, faktorfaktor yang mempengaruhi dalam sistem pengolahan biologis antara lain pH, suhu dan oksigen terlarut (DO). Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri yaitu 4-9. Berdasarkan pengukuran, nilai pH di inlet sebesar 7,4 dan berada dalam kisaran pH optimum bagi bakteri, yaitu 6,5-7,5, sehingga tidak mengganggu proses pengolahan. Berdasarkan suhu untuk
tumbuh
dan
berkembang
biak,
dalam
proses
pengolahan
ini,
mikroorganisme yang ada termasuk ke dalam mikroorganisme mesophilic karena pada saat percobaan, suhu air limbah berada pada kisaran suhu optimum bagi proses biologis yaitu sebesar 26-40OC. Konsentrasi COD pada influent yang tergolong rendah (<400 mg/l) memungkinkan digunakannya sistem tunggal DHS dalam menyisihkan pencemar dalam air limbah asrama UI. Penggunaan sistem tunggal disini berarti unit pengolahan biologis yang digunakan hanya sistem DHS saja, tidak diperlukan pre-treatment pengolahan biologis sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Tandukar et. all. mengkombinasikan sistem UASB (Upflow Anaerobic Sludge
Penurunan (%)
Blanket) dengan DHS dikarenakan konsentrasi COD awal sebesar 532 mg/l.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90,7 73,1
75,7
65 COD BOD TSS Ammonia
Parameter Pencemar
Gambar 4.20 Grafik Efektivitas Reaktor DHS Sumber: Pengolahan Data, 2012
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
65
Dari grafik di atas terlihat bahwa persentase terbesar pada sistem pengolahan dengan sistem tunggal DHS ini adalah proses penyisihan fisik, yaitu dalam menyisihkan konsentrasi total zat padat tersuspensi dengan penurunan konsentrasi sebesar 90,7%. Hal ini dikarenakan reaktor DHS merupakan sistem biofilter yang menerapkan prinsip filtrasi dalam pengolahannya. Efisiensi pengolahan dalam penyisihan kandungan BOD (73,1%), COD (65%), zat padat tersuspensi (90,7%) dan ammonia (75,69%) sudah cukup baik. Namun, walaupun
nilai efisiensi dari penyisihan parameter-parameter tersebut sudah baik, untuk nilai kualitas air limbah olahannya, belum semua parameter uji yang sudah masuk ke dalam baku mutu air limbah domestik Provinsi DKI Jakarta. Pengembangan sistem ini lebih lanjut perlu dikembangkan lagi agar kualitas limbah yang dihasilkan dapat sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam sistem pengolahan dengan menggunakan biofilm, senyawa polutan yang terkandung dalam air limbah akan terdifusi ke dalam lapisan biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biologis atau biofilm dan energi yang dihasilkan kemudian diubah menjadi biomassa. Keuntungan dari pengolahan dengan menggunakan sistem ini adalah tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi beban organik yang terkandung. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang melekat pada permukaan media spons, akibatnya konsentrasi biomassa mikroorganisme per satuan volume relatif lebih besar sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi beban hidrolik.
4.4.1 Penurunan Konsentrasi BOD BOD dan COD merupakan parameter dalam menentukan kualitas air limbah yang akan dibuang ke badan air. Rasio BOD/COD 0,17-0,32 dibutuhkan pengolahan kimia (Blonskaja et. al., 2004), rasio BOD/COD 0,05-0,11 dibutuhkan pengolahan fitotreatment (Mangkoediharjo, 2006), dan rasio BOD/COD 0,25-0,40 dilakukan pengolahan secara fisik (Mangkoediharjo, 2006). Sedangkan menurut
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
66
Said (2005) limbah cair tergolong biodegradable bila nilai BOD/COD sekitar 0,65, tergolong sedikit biodegradable bila nilai BOD/COD sekitar 0,32 dan tergolong kurang biodegradable bila nilai BOD/COD sekitar 0,16. Berdasarkan Tabel 4.8, rasio BOD/COD pada air limbah domestik Asrama UI yang diuji sebesar 0,45. Oleh karena itu air limbah ini dapat diolah secara biologis karena apabila rasio BOD/COD air limbah lebih besar dari 0,65 maka dapat digolongkan bahwa limbah tersebut bersifat biodegradable yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Tingkat biodegradibilitas yang tinggi ini mengindikasikan bahwa pengolahan dapat dilakukan secara biologis dan memberikan keuntungan dibandingkan dengan cara pengolahan secara kimia. Reaksi oksidasi biologis zat organik sesungguhnya akan berjalan sempurna selama 20 hari, sedangkan pada hari kelima hanya merepresentasikan 70-80% dari konsentrasi total BOD (Sawyer, 2003).
Gambar 4.21 Kurva BOD Sumber: Biological Oxygen Demand, Septic Tank and Forest Fires, Whitman College, 2001
Pada gambar di atas dapat dilihat grafik BOD selama 20 hari. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
67
Q = 48 ml/jam So = 141,58 mg/l V = 192 ml Dengan memasukan data yang ada, maka nilai BOD loading rate sebesar:
Sistem reaktor DHS memiliki prinsip kinerja yang hampir sama dengan trickling filter dimana penyisihan bahan organik dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme melekat pada suatu media. Air limbah dialirkan melewati media sehingga pada permukaan media akan tumbuh lapisan biofilm yang kemudian akan melakukan kontak dengan air limbah dan akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dengan membandingkan kriteria desain trikling filter pada Tabel 2.5, nilai BOD loading rate yang didapat dalam pengolahan ini termasuk ke dalam trikcling filter dengan high rate dimana jumlah mikroorganisme 3,3-6,3 kg/m3.media, BOD air olahan bersifat fluktuasi, nitrat dalam air olahan rendah dan efisiensi pengolahan mencapai ± 80%. Sedangkan dalam percobaan, efisiensi pengolahan sebesar 73,1%. Mass balance yang digunakan dalam reaktor biofilm (Letting dan Hulshoff-Pol, 1992; Brito dan Melo, 1997):
VR adalah volume reaktor, Q adalah debit, S1 dan S2 adalah konsentrasi substrat inlet dan outlet dan BV adalah massa dari substrat yang dikonsumsi per unit waktu dan unit volume dari reaktor (eliminated load). Dengan memasukan data yang dihasilkan, maka diperoleh massa dari substrat yang dikonsumsi per unit waktu dan unit volume reaktor (eliminated load) sebesar 8,61 mg. Seperti tampak pada Tabel 4.8, konsentrasi BOD pada inlet sebesar 141,58 mg/l dan setelah dilakukan pengolahan dalam sistem, konsentrasi BOD pada outlet menjadi sebesar 38,08 mg/l dengan persentase penyisihan yang terjadi
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
68
sebesar 73,10%. Konsentrasi BOD pada air buangan pada outlet tersebut sudah masuk ke dalam baku mutu mutu air limbah domestik Provinsi DKI Jakarta. Kekuatan air limbah dari komunitas diatur melalui kualitas mutu air dan berdasarkan dari besar konsumsinya. Penggunaan air di Amerika Serikat yang tinggi (350-400 liter/orang/hari) air limbahnya rendah ketika BOD5 (300-700 mg/l) sedangkan di negara berkembang disebut kuat dengan BOD5 (300-700 mg/l) dan konsumsi air bersihnya sebesar 40-100 liter/orang /hari (Mara, 2003).
4.4.2 Penurunan Konsentrasi COD Konsentrasi nilai COD pada inlet dan outlet berturut-turut adalah 311,9 dan 109,2 mg/l dengan persentase penurunan konsentrasi sebesar 65%. Hasil air olahan dari sistem tersebut masih di atas baku mutu air limbah domestik Provinsi DKI Jakarta. Suatu sistem pengolahan air limbah dengan biakan melekat (biofilter), proses degradasi substrat organik secara biologis sebagian besar berlangsung pada antar muka biofilm dengan air limbah dan sebagian kecil lagi di dalam badan biofilm tersebut (Rittman dan McCarty, 2001). Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa dalam sistem biofilter ini jumlah mikroorganisme pengurai yang aktif juga terbatas karena yang berperan dalam degradasi substrat organik hanya lapisan atas saja, dengan demikian kemampuan mendegradasi substrat pun juga terbatas. Agar konsentrasi effluent COD dapat memenuhi baku mutu air limbah yang ditentukan dapat dilakukan dengan memodifikasi bentuk atau luasan permukaan media yang digunakan dengan demikian mikroorganisme pengurai aktif yang berperan dalam mendegradasi substrat organik juga semakin banyak.
4.4.3 Penurunan Konsentrasi Zat Padat Tersuspensi Konsentrasi zat padat tersuspensi pada influent sebesar 43 mg/l dan setelah air limbah dialirkan secara down-flow ke dalam sistem dengan melewati media spons poliuretan, konsentrasi zat padat tersuspensi pada effluent menjadi sebesar 4 mg/l. Terjadi penurunan konsentrasi zat padat tersuspensi yang cukup besar yaitu sekitar 90,7%.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
69
Konsentrasi zat padat tersuspensi yang cukup tinggi membutuhkan waktu yang relatif lama dalam reaktor agar dapat terlarut (terhidrolisis) dan terurai oleh mikroorganisme anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Dengan hasil persentase penurunan konsentrasi zat padat tersuspensi yang didapat, HRT 4 jam sudah cukup memadai untuk berlangsungnya proses hidrolisis dan degradasi biologis kandungan padatan tersuspensi pada air limbah tersebut. Dengan persentase penurunan zat padat tersuspensi yang cukup besar yaitu 90,7%, media spons yang digunakan berfungsi sebagai penghalang yang selektif. Media spons hanya dapat melewatkan komponen tertentu, sementara yang lain akan tertahan di dalam media. Pemisahan material yang terjadi dalam media spons didasarkan pada perbedaan ukuran dan bentuk molekul padatan yang terkandung di dalam air limbah maupun yang terjadi akibat proses penguraian di dalam sistem. Molekul padatan yang lebih besar dari pada pori-pori spons akan tertahan, sedangkan komponen dengan ukuran yang lebih kecil akan mengalir melewati media spons. Dalam sistem ini, tekanan yang diberikan dari aliran air limbah akan menggerakan air ke seluruh bagian pori-pori spons. Air limbah yang dialirkan melewati media spons berjumlah 24 buah yang masing-masing berbentuk kubus dengan ukuran 2 x 2 cm dan digantung secara vertikal merupakan aliran yang relatif baik karena terjadinya aliran silang. Dalam pengoperasian aliran silang, air dialirkan tegak lurus arah perpindahan massa pada media. Tekanan menggerakan hanya sebagian dari air limbah melalui media spons, sisa aliran air mengalir secara tangensial ke permukaan media dan secara kontinyu menyapu partikel yang terdapat pada permukaan media. Dengan aliran silang ini, maka partikel yang terakumulasi pada permukaan media dapat terlepas dari permukaan media tersebut karena adanya kecepatan dan tekanan aliran yang terjadi.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
70
Gambar 4.22 Sampel Air Limbah pada Inlet (Kiri) dan Outlet (Kanan) Sumber: Hasil Dokumentasi, 2012
4.4.4 Penurunan Konsentrasi Ammonia Selain ketiga parameter tersebut di atas, reaktor DHS dapat mengurangi konsentrasi ammonia yang terkandung dalam air limbah. Terdapatnya konsentrasi ammonia yang tinggi merupakan ciri dari air limbah domestik. Hal ini disebabkan karena senyawa ammonia merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen seperti pada urin dan feses yang masuk ke dalam tangki septik. Pada percobaan ini hanya dihitung nilai konsentrasi ammonia (NH3) di inlet dan outlet, tanpa menghitung konsentrasi kandungan nitrogen lainnya. Konsentrasi ammonia di inlet dan outlet secara berturut-turut adalah 185,8 dan 45,15 mg/l dengan persentase penurunan sebesar 75,69%. Ammonia (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas ammonia meningkat jika terjadi penurunan DO, pH dan suhu. Proses penyisihan senyawa ammonia pada outlet dapat terjadi secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi menjadi nitrit dan nitrat dengan penambahan oksigen dan dapat juga karena ammonia digunakan untuk sintesis sel mikroorganisme. Reaktor DHS dapat mengurangi konsentrasi ammonia dalam air limbah dengan lebih mudah dikarenakan di dalam sistem biofilm terjadi kondisi aerobik dan anaerobik secara bersamaan. Mekanisme yang terjadi yaitu pada kondisi aerobik nitrogen ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan pada
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
71
kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi dimana nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen Beberapa hal yang diduga berpengaruh terhadap konsentrasi ammonia pada effluent dari reaktor ini antara lain: 1. Oksigen yang tersedia hanya cukup untuk pembentukan ammonia sehingga proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat (proses nitrifikasi) tidak berjalan dengan sempurna. 2. Kurangnya kepadatan mikroba pengguna ammonia. 3. Adanya senyawa penghambat proses nitrifikasi sebagaimana disebutkan dalam Joye and Hallibaugh (1995) bahwa kehadiran ion hidrogen sulfide dengan konsentrasi tertentu dapat menghambat proses nitrifikasi. Bahkan menurut Perfettini dan Bianchi (1990) terganggunya proses nitrifikasi bukan hanya karena adanya senyawa penghambat tetapi juga karena tidak cukupnya jumlah mikroba yang diperlukan.
Apabila dibandingkan dengan sistem pengolahan biologis lainnya, seperti pada trickling filter dan RBC, rata-rata peyisihan kandungan organik pada saat percobaan ini dapat dikatakan rendah. Hal ini dapat disebabkan karena pertukaran udara yang terjadi di dalam reaktor yang dianggap sebagai aerasi alami tidak cukup mampu meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk memecah bahan organik dan masa waktu aklimatisasi yang relatif singkat sehingga memungkinkan belum tercapainya kondisi efektivitas yang optimum. Selain itu HRT yang digunakan juga cukup singkat karena keterbatasan pada saat melakukan penelitian, sehingga penyisihan kandungan pencemar pada air limbah belum mencapai kondisi optimum. Dari keempat parameter yang diukur, yaitu BOD, COD, zat padat tersuspensi dan ammonia, setelah diolah melewati reaktor DHS, belum semua parameter telah memasuki standar baku seperti yang ditetapkan dalam Pergub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005. Untuk meningkatkan efektivitas reaktor dalam menyisihkan konsentrasi pencemar tersebut, dapat dilakukan dengan peningkatan nilai HRT dan memperbesar luasan area kontak.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
72
4.5 Penggunaan Reaktor DHS dalam Unit Pengolahan Air Limbah Domestik Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap persentase penurunan bakteri fecal coliform. Kemampuan sistem tunggal DHS dengan HRT 6 jam mampu menyisihkan bakteri fecal coliform sebesar 74% dengan mekanismenya yaitu penyisihan bakteri coliform pada DHS melalui penjeratan atau adsorpsi, predasi, kematian alami dan teracuni oksigen seperti yang terjadi pada RBC (Tawfik et al., 2006). Dalam penerapannya di lapangan, penggunaan reaktor DHS dapat lebih sederhana dibandingkan dengan unit pengolahan lainnya. Hal ini merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain suatu sistem pengolahan air limbah domestik pada negara berkembang.
Orifice Influent
Grit Chamber + Pump Station
Sedimentation Tank
Effluent Reaktor DHS
Gambar 4.23 Diagram Alir Pengolahan Air Limbah
Air limbah yang dihasilkan dialirkan ke dalam bak pengumpul lalu dialirkan ke unit grit chamber untuk memisahkan partikel-partikel anorganik inert yang berukuran relatif besar. Unit ini penting untuk melindungi alat-alat pengolahan mekanis dan menjaga pompa dari kerusakan serta mencegah terjadinya penyumbatan pada pipa. Setelah melewati unit grit chamber, air limbah kemudian dipompa menuju tangki sedimentasi. Tangki sedimentasi merupakan bagian dari unit pengolahan air limbah yang digunakan untuk melangsungkan pemisahan kandungan zat padat dengan liquid dengan menggunakan gaya gravitasi dengan tujuan menyisihkan kandungan zat padat tersuspensi dalam air limbah. Setelah melewati tahap sedimentasi, air limbah kemudian dialirkan ke dalam reaktor DHS dengan menggunakan pipa orifice yang didesain berputar agar seluruh media spons yang digunakan terkena aliran air limbah dan tidak ada media yang kering. Effluent yang keluar dari unit pengolahan ini diharapkan sudah dapat memenuhi baku mutu air buangan yang ditentukan.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
73
Dengan debit pengolahan yang akan lebih besar, agar konsentrasi effluent air dapat memenuhi baku mutu air limbah yang ditentukan, dapat dilakukan modifikasi bentuk atau luasan permukaan media yang digunakan. Dengan demikian mikroorganisme pengurai aktif yang berperan dalam mendegradasi substrat organik juga semakin banyak dan konsentrasi effluent semakin berkurang. Desain reaktor DHS sebagai unit pengolahan air limbah di Asrama UI dengan total penghuni asrama sebanyak 1403 (Tabel 4.1): Debit air limbah yang dihasilkan:
Konsentrasi BOD influent (So) = 141,58 g/m3 BOD loading = 0,85 kg/m3.hari Asumsi kedalaman (H) = 3 m
Dengan menggunakan persamaan di atas, maka didapat volume reaktor yang dibutuhkan adalah 22,5 m3.
Media spons yang digunakan selain berfungsi sebagai tempat melekatnya lapisan biofilm, juga sebagai media filter dengan hydraulic loading rate (q) sebesar
Dosing rate adalah tinggi cairan yang dialirkan pada permukaan media. Dengan dosing rate yang tinggi, maka semakin besar volume air yang digunakan setiap
putarannya
sehingga
meningkatkan
efisiensi
pembasahan
tetapi
menurunkan efisiensi pengolahan karena waktu kontak cairan dalam media
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
74
menjadi berkurang. Nilai flushing dose dan operating dose dapat dilihat pada Tabel 2.7 -
Flushing dose =
-
Operating dose = 75 mm/pass
Bila dibandingkan dengan Tabel 2.5, maka dengan hydraulic loading 18 m3/m2.hari dan organic loading 0,85 kg/m3.hari maka termasuk klasifikasi trcikling filter dengan karakteristik desain high rate dan tipe media plastik.
Tabel 4.9 Kriteria Desain DHS Parameter Debit (Q) BOD (So) BOD loading Kedalaman (H) Volume (V) Luas media Hydraulic loading rate (q) Flushing dose Operating dose
Satuan m3/hari g/m3 kg/m3/hari m m3 m2 m3/m2.hari mm/pass mm/pass
Nilai 135 141,58 0,85 3 22,5 7,5 18 ≥ 300 75
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil pengujian dan analisis, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Karakteristik air limbah domestik yang berasal dari asrama UI memiliki konsentrasi pencemar yaitu dengan nilai pH 7, BOD 136,76 mg/l, COD 311,89 mg/l, zat padat tersuspensi 283 mg/l dan ammonia 88,54 mg/l. 2. Nilai pH, suhu dan oksigen terlarut (DO) mempengaruhi besarnya persentase penurunan konsentrasi COD. Rata-rata persentase penurunan konsentrasi COD pada HRT 0,5 jam sebesar 18,9%, HRT 2 jam sebesar 31,4% dan HRT 4 jam 36,6%. Semakin lama nilai HRT yang digunakan maka persentase penurunan konsentrasi COD akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin besarnya frekuensi waktu kontak antara air yang akan diolah dengan biofilm maka efisiensi penyisihan akan semakin meningkat. 3. Media spons yang digunakan dalam reaktor DHS berfungsi sebagai tempat pertumbuhan melekat mikroorganisme sehingga membentuk biofilm dan sebagai media biofilter. Reaktor DHS sangat efektif dalam menyisihkan karakteristik fisik dalam air limbah. Pengolahan reaktor DHS yang dilakukan dengan skala laboratorium dengan HRT 4 jam dalam penelitian ini menghasilkan efisiensi pengolahan BOD 73,1%, COD 65%, zat padat tersuspensi 90,7% dan ammonia 75,69%.
5.2 Saran Beberapa pengembangan dapat dilakukan agar penelitian kemudian menjadi lebih baik dan konsesntrasi effluent dapat memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan diantaranya adalah: 1. Penambahan nilai waktu retensi hidrolis (HRT) agar mikroorganisme memiliki waktu kontak yang cukup untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah.
75 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
76
2. Agar konsentrasi effluent COD dapat memenuhi baku mutu air limbah yang ditentukan dapat dilakukan dengan memodifikasi bentuk atau luasan permukaan media yang digunakan dengan demikian mikroorganisme pengurai aktif yang berperan dalam mendegradasi substrat organik juga semakin banyak.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Anders, Elliot. (2001). A Chemical Study of Mill Creek: Biological Oxygen Demand, Septic Tanks, and Forest Fires. Whitman College. Bitton, Gabriel. (1999). Wastewater Microbiology (2nd edition). Wiley Series in Ecological and Applied Microbiology. Wiley-Liss Inc. Blonskaja, V., I. Kamenev dan S. Zub. (2006). Possibilities of Using Ozone for Treatment of Wastewater from the Yeast Industry. Chemical Scince. Canter, L. W. & Malina, J. F. (1978). Sewage Treatment in Developing Countries (In Appropriate Method of Treating Water and Wastewater in Developing Countries). Oklahoma: The University of Oklahoma. Canter, Larry W., Robert, C. Knox. (1991). Septic Tank System Effects on Ground Water Quality (4th edition). Michigan: Lewis Publisher Inc. Chapra, S. C. (1997). Surface Water Quality Modeling. New York: McGraw Hill Gerardi. (2002). Nitrification and Denitrification in the Activated Sludge Process. Hammer, Mark J. dan Mark J. Hammer, Jr. (2008). Water and Wastewater Technology (6th edition). New Jersey: Perason Prentice Hall. Husin, Amir. (2008). Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob dalam Reaktor Fixed-Bed. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Joye, S. B. Dan J. T. Hollibaugh. (1995). Sulfide Inhibition of Nitrification Influences Nitrogen Regeneration in Sediments. Science 270: 623-625. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
77 Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
78
Lessard, Paul & Yann Le Bihan. (2003). Fixed Film Processes in Wastewater Treatment. Canada: Department de Genie Civil, Universitie Laval, Quebec GIK 7P4. Tandukar, M., Uemura, S., Machdar, I., Ohashi, A., dan Harada, H. (2005). A Low-cost Municipal Sewage Treatment System with a Combination of UASB and the “fourth- generation” Downflow Hanging Sponge Reactors. (Vol 52 No. 12 p 323-329). Jurnal Water Science and Technology. IWA Publishing. Machdar, Izarul. (2007). Ammonia Removal Behaviour in the Downflow Hanging Sponge Bioreactor. Jurnal Purifikasi (Vol. 8 No. 2 p:175-180). Mackenzie L. Davis. (2010). Water and Wastewater Engineering, Design Principles and Practice. New York: McGraw Hill. Mangkoedihardjo, S. (2006). Biodegradability Improvement of Industrial Wastewater Using Hyacinth. Journal of Applied Sciences Vol. 6. Mara, Duncan & Nigel Horan. (2003). The Hand Book of Water and Wastewater Microbiology. Metcalf & Eddy. (2003). Wastewater Engineering, Treatment and Reuse (4th edition). New York: McGraw-Hill. Michaels, S. L. (1989). Crossflow Microfilter: The Ins and Outs. Chemical Engineering. January. p 84-91. Nurhadi. 2010. Evaluasi Kinerja Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dan Downflow Hanging Sponge (DHS) Dalam Mengolah Air Limbah Domestik: Kajian Terhadap Kualitas Air Waduk Setiabudi Jakarta Selatan. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta Pelczar, M. J. Jr. dan E. C. S. Chan (2008). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
79
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 tentang Baku Mutu Limbah Cair Domestik. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Perfettini, J. dan Micheline Bianchi. (1990). The Comparison of Two Simple Protocols Designed to Initiate and Stimulate Ammonia Oxidation in Closed Aquaculture Systems. Vol. 88 Issue 2. Rahmayetty dkk. (2011). Pengaruh Cell Residence Time (CRT) Terhadap Kualitas Effluent Pada Pengolahan Limbah Cair Sintetik Tapioka. Seminar Nasional Teknik Kimia. ISSN 1693-4393 Said, Nusa Idaman. (2005). Aplikasi Bio-Ball Untuk Media Biofilter Studi Kasus pengolahan
Air
Limbah
Pencucian
Jean.
Kelompok
Teknologi
Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT). Jakarta. Said, Nusa Idaman. (2008). Pengolahan Air Limbah Domestik di DKI Jakarta: Tinjauan Permasalahan, Strategi dan Teknologi Pengolahan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT). Jakarta. Sani, Elly Yuniarti. (2006). Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob Bersekat dan Aerob. Universitas Diponegoro. Semarang. Sawyer, Clair N. (2003). Chemistry for Environmental Engineering and Engineering Science (5th edition). New York: McGraw-Hill Book. Sulaeman, Dede. (2009). Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri. Jakarta: Departemen Pertanian. Tawfik, A., El-Gohary, F., Ohashi, A. Dan Harada, H. (2008). Optimization of the Performance of an Integrated Anaerobic-aerobic System for Domestic Wastewater Treatment. Journal Water Science and Technology, IWA Publishing.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
80
Tjokrokusumo. (2001). Pengantar Engineering Lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta. WPC. (1998). O & M of Trickling Filters, RBCs, and Related Processes. Water Pollution Control Federation, Virginia.
Universitas Indonesia Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
81
LAMPIRAN 1 HASIL PENGAMATAN
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
82
Tabel 1. Hasil Pengamatan dari Ketiga Reaktor Pengamatan ke
Parameter Satuan
COD mg/L pH 1 DO mg/L o Suhu C COD mg/L pH 2 DO mg/L o Suhu C COD mg/L pH 3 DO mg/L o Suhu C COD mg/L pH 4 DO mg/L o Suhu C COD mg/L pH 5 DO mg/L o Suhu C COD mg/L pH 6 DO mg/L o Suhu C Sumber: Hasil Penelitian (2012)
Reaktor I (4 jam) Inlet Outlet 143,43 100,4 7,4 8,3 2,1 4,66 28,5 27,8 154,94 98,02 7,5 8 2,78 4,9 27,6 27,2 145,02 98,8 7,5 8,3 3 5,12 28,5 27,8 148,45 94,47 7,4 8,4 3,06 5,26 27,4 27,2 128 71,8 7,5 8 2 5,51 29,1 28,3 145,67 86,47 7,2 8,5 2,92 5,44 29,3 29,6
Reaktor II (2 jam) Inlet Outlet 143,43 116,33 7,4 8,4 2,1 3,23 28,5 27,8 154,94 104,35 7,5 8 2,78 4,87 27,6 27,2 145,02 97,21 7,5 8,4 3 4,26 28,5 27,8 148,45 113,96 7,4 8,4 3,06 3,52 28,5 28,7 128 79,61 7,5 8 2 5,2 29,1 28,7 145,67 83,35 7,2 8,4 2,92 5,05 29,3 29,5
Reaktor III (0,5 jam) Inlet Outlet 143,43 109,96 7,4 8,4 2,1 2,4 28,5 27,9 154,94 134,39 7,5 8 2,78 3,51 27,6 27,3 145,02 108,37 7,5 8,1 3 4 28,5 28 148,45 134,96 7,4 8,4 3,06 3,79 28,5 28,9 128 73,37 7,5 8 2 3,98 29,1 28,9 145,67 145,67 7,2 8,4 2,92 3,02 29,3 29,6
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
83
LAMPIRAN 2 DENAH ASRAMA UI
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
85
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
86
(a) Reaktor DHS
(b) Lapisan Biofilm
`
(c) Buret
(d) Sampel Outlet dan Inlet
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012
87
(e) Tabung dan Lubang Udara
(f) Outlet
Universitas Indonesia
Performa reaktor..., Intan Rosa Katrina Purba, FMIPA UI, 2012