UNIVERSITAS INDONESIA KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN TEORI KOMUNIKASI JÜRGEN HABERMAS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
HERY DWI PRASETYO NPM 0706292366
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT DEPOK JUNI 2011
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta, 23 Juni 2011
Hery Dwi Prasetyo
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama
: Hery Dwi Prasetyo
NPM
: 0706292366
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 23 Juni 2011
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi yang diajukan oleh : Nama
: Hery Dwi Prasetyo
NPM
: 0706292366
Program Studi : Ilmu Filsafat Judul `
: KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Nasional Dan Relevansinya Dengan Teori Komunikasi Jurgen Habermas
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Drs. Mohamad Fuad S.S., M.Hum
(
)
Penguji
: Dr. Naupal S.S., M.Hum
(
)
Penguji
: Dr. Embun Kenyowati Ekosiwi
(
)
Ditetapkan di : Tanggal
:
oleh Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta NIP. 196510231990031002
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
KATA PENGANTAR Kata pengantar selalu dicantumkan di halaman awal, dituliskan untuk mengawali sebuah karya tulis sebelum melihat isi lebih lanjut. Kebanyakan dari kata pengantar dibuat oleh penulis untuk mengakhir sebuah karya. Sebagai sebuah dedikasi dan loyalitas tertinggi kepada mereka yang telah berjasa selama proses penulisan karya tulis. Skripsi ini merupakan klimaks dari proses belajar saya di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Humaniora. Oleh sebab itu melalui kata pengantar ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Allah, atas segala cinta dan karunia yang dicurahkan kepada saya. Terima kasih telah menjadikan saya manusia yang paling beruntung di dunia.
2.
Mama dan Papa, atas dukungan dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk memilih Filsafat. Betapa beruntungnya saya mempunyai orang tua seperti kalian yang selalu percaya dan mendukung terhadap apa yang saya pilih. Membahagiakan orang tua adalah cita-cita setiap anak, begitu juga saya. Semoga saya dapat membayar segala kasih sayang kalian yang telah diberikan, walaupun saya yakin hal itu tidak akan pernah mampu. Kakak Saya, Titik Suryani. Atas masukan semangat yang diberikan.
3.
Seluruh Dosen pengajar di Departemen Filsafat UI. Bu Margi, dosen pembimbing akademik atas perhatiannya menyetujui IRS saya. Pak Fuad, dosen pembimbing skripsi yang selama penulisan skripsi ini telah bersedia mengarahkan saya. Bu Embun dan Pak Naupal yang telah bersedia menguji skripsi ini. Dosen filsafat yang telah menginspirasi saya: Pak Rocky, Pak Budi, Pak Donny, Pak Akhyar, Pak Tommy, alm Pak Boas dan alm Pak Wayan. Juga kepada Mbak Dwi yang memudahkan pengurusan administrasi skripsi saya.
4.
Keluarga saya Filsafat 2007. Richard, Angga, Kari dan Leo, empat orang hebat yang membuat masa kuliah penuh canda dan tawa. Akan jadi apa filsafat 2007 tanpa kehadiran empat orang hebat ini. Hare, Reni, April dan Tika yang mengajarkan bahwa cinta terkadang harus mengenal icip-icip, tikung-menelikung bahkan jika perlu harus merampas. Semoga kalian
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
menemukan kebahagiaan cinta suatu saat nanti. Era, Fitri, Iqit, Isky, Cacan, Tea, Gaby dan Coni, atas perbincangan yang kita bangun selama kuliah. Menyenangkan sekali membicarakan segala sesuatu yang membuat kita lupa bahwa setiap pembicaraan harus memiliki akhir. Sungguh saya tidak ingin semua ini cepat berakhir. Weber dan Nia atas segala inspirasi tentang kehidupan yang saya dapatkan dari kalian berdua. Adit, atas bahan referensi untuk skripsi saya. Sabrina dan Alfa, atas kerelaan meminjamkan catatan kuliah. Serta kepada Bang Jo, Dipa, Fahri, Taufik, Panji, Winni, Tia, Nila, Wira, Austin, Kitin, Shane, Sandra. 5.
Keluarga besar Filsafat UI. Terutama Angkatan 2005, angkatan 2006, angkatan 2008 dan angkatan 2009. Terima kasih juga kepada Mba Upi, Sandi, dan Frist atas bimbingan dan arahannya di kelas seminar.
6.
Keluarga DPM FIB 2010. Owi, Rere, Anggi, Bela, Hadi, Pay, Hare, Aryo, Indah, Nufus, Baim, Ridho, Galuh, Chisa, Sodik, Rezky, Nana, Santi, Aje dan semuanya. Terima kasih atas satu tahun kepengurusan bersama kalian. Saya sungguh rindu saat-saat bersama kalian. Menikmati hujan di ruang DPM, suasana Bandung, main Capsa, main Uno dan semua hal bersama kalian.
7.
Keluarga BEM FIB 2008 khususnya Departemen pengabdian masyarakat, BEM UI 2009 khususnya Departemen Pendidikan dan Keilmuan, BEM FIB 2010. Kepanitiaan Baksos FIB UI 2008, Kepanitiaan PSA-MABIM FIB 2009, Kepanitiaan PSA-MABIM FIB 2010, dan Pemira FIB 2010.
8.
Si Kokom, yang sudah setia
menemani saya mengetik skripsi.
Menghabiskan waktu malam berdua hingga larut untuk mengejar deadline. Walaupun prosessor telah usang, pernah terserang virus, berkali-kali di install ulang, namun kesetiaanmu tetap tak diragukan lagi. 9.
Syifa Fauziah, atas kesederhanaan cinta yang telah diberikan. Hanya dia yang
mampu
menenangkan
hati
saya
yang
gundah
sekaligus
menggundahkan hati saya yang tenang. Terima kasih atas segala kasih yang diberikan kepada saya. 10.
Mereka yang selalu mencintai senja dan mencintai malam. Mereka yang pernah saya kenal dan pernah mengenal saya, tidak akan mampu kata-kata
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ini dirangkaikan untuk mengatakan indahnya menghabiskan hari bersama kalian.
Hidup ini membosankan kawan: dilahirkan, dewasa, menjadi tua lalu menjadi tiada. Terima kasih karena kalian telah memberikan warna…
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Hery Dwi Prasetyo : 0706292366 : Ilmu Filsafat : Ilmu Filsafat : Ilmu Pengetahuan Budaya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Nasional dan Relevansinya Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, 23 Juni 2011 Yang Menyatakan
(Hery Dwi Prasetyo)
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ABSTRAK Nama
: Hery Dwi Prasetyo
Program Studi
: Ilmu Filsafat
Judul
: KTSP
Sebagai
Kurikulum
Pendidikan
Nasional
dan
Relevansinya Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas Skripsi ini membahas mengenai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP merupakan sistem kurikulum nasional yang diselenggarakan di setiap sekolah formal tingkat dasar dan menengah. Skripsi ini menelaah relevansi antara KTSP dengan Teori Komunikasi Jurgen Habermas. Serta kaitannya dengan permasalahan ideologi di dalam aspek pendidikan. Kata Kunci: Habermas, KTSP, Teori Komunikasi, Kurikulum, Ideologi, Diskursus.
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ABSTRACT Name
: Hery Dwi Prasetyo
Major
: Ilmu Filsafat
Tittle
: KTSP as a Curriculum of National Education and the Relevance
with
Jürgen
Habermas’s
theories
of
Communication. This graduation project is about to explain KTSP. KTSP is a national curriculum that organized in level basic and elementary formal school. This graduation project is about to analyze relevance between KTSP and Habermas’s theories of communication. And it’s connection with problem of ideologies in aspect of education.
Keywords: Habermas, KTSP, Theory of Communication, Curriculum, Ideology, Discourse.
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME….………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………... LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………. KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………. ABSTRAK………………………………………………………………………… ABSTRACT……………………………………………………………………….. DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
i ii iii iv v viii ix x xi
1. PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1.2 Perumusan Masalah …………………………………………………………… 1.3 Thesis Statement ………………………………………………………………. 1.4 Kerangka Teori …………………………………………………………...…… 1.5 Metode ………………………………………………………………………… 1.6 Tujuan …………………………………………………………………......….. 1.7 Kegunaan……………………………………………………………………….. 1.8 Sistematika Penulisan………………………………………………………...…
1 1 6 6 6 8 8 9 9
2. UU SISDIKNAS DAN KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN…. 2.1 Pendidikan, Filsafat Pendidikan dan Ideologi pendidikan……………….…….. 2.1.1 Pendidikan ………………………………………………………..……… 2.1.2 Filsafat Pendidikan..…………………………………………………….... 2.1.3 Ideologi Pendidikan………………………………………………………. 2.2 Tujuan Pendidikan…………………………………………………………….. 2.3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional …………..……………………. 2.4 KTSP dan Pengembangannya ………………………………………………... 2.4.1 Latar Belakang dan Hakikat KTSP …………………………..… 2.4.2 Tujuan KTSP……………………………………………………………... 2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP……………………………………. 2.4.4 Standar Isi KTSP ………………………………………………………… 2.4.5 Kelebihan KTSP dari Kurikulum 1994…………………………………...
11 11 11 14 16 18 22 25 25 27 28 31 33
3. TEORI KOMUNIKASI SEBAGAI BASIS DASAR RELASI MANUSIA MENURUT PEMIKIRAN JÜRGEN HABERMAS…………........ 3.1 Riwayat Hidup Habermas……………………………….……...……………… 3.2 Latar Belakang Pemikiran…………………………….………...……………… 3.2.1 Muncul Serta Berkembangnya Modernitas………………..………..…… 3.2.2 Kemunculan Positivisme………………………..……………….………. 3.2.3 Pencerahan…………………………...………………………….……….. 3.2.4 Kritik Atas Modernitas, Positivisme dan Pencerahan…………………… 3.3 Awal Perkembangan Pemikiran Habermas……………………………………. 3.4 Teori Komunikasi Habermas………………………….………….……………. 3.4.1 Tindakan Komunikatif…………...………………………………………. 3.4.2 Ranah Publik………………..…………………………………...……….
36 36 38 38 39 41 41 44 45 45 50
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.4.3 Diskursus Etik………………………………………..………..………… 3.4.4 Demokrasi……………………………...………………………………… 3.5 Kesimpulan Sementara………………………...……………………………….
53 55 57
4. TEORI KOMUNIKASI HABERMAS DAN RELEVANSINYA DENGAN KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL........................................................ 4.1 Pendidikan Berbasis Demokrasi……………………………………………….. 4.2 Tindakan Komunikatif Menuju Pendidikan Dialogis………..……………....… 4.3 Teori Kritis Pendidikan Menuju Transformasi Sosial…………………………. 4.4 Relevansi KTSP Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas....………….….. 4.4.1 KTSP Mengangkat Pendidikan Yang Humanis……………………….…. 4.4.2 KTSP Mengangkat Pembelajaran Interaktif……………………….…….. 4.4.3 KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Berbasis Masyarakat……………..
58 59 62 64 66 66 68 71
5. PENUTUP……………………............................................................................ 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………. 5.2 Kritik dan Saran……………………………………...…………………………
74 74 76
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
79
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian tersebut tercantum di dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengertian pendidikan secara luas adalah melingkupi seluruh kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal dan rasio memiliki kemampuan intelektual yang mampu melakukan pembelajaran terhadap segala sesuatu yang ada di luar dirinya, seperti menangkap objek dengan alat indera, menganalisa objek yang telah ditangkap dengan akal. Melakukan refleksi atas objek merupakan kemampuan yang tidak ditemukan pada makhluk hidup selain manusia. Oleh sebab itu peran pendidikan sangatlah penting bagi manusia untuk mengaktualisasi dirinya agar dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupannya. Jalur pendidikan berdasarkan bentuknya terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan formal merupakan pendidikan bersistem dimana terdapat kerangkakerangka
acuan
yang
dibentuk
dan
diterapkan
pada
penerapan
sistem
pembelajarannya. Kerangka tersebut merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai penyelenggaraan
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kerangkakerangka acuan tersebut disebut kurikulum. Kurikulum kemudian digunakan dan diterapkan di dalam pendidikan yang banyak dikenal sebagai pendidikan persekolahan.
Sekolah
sebagai
institusi
tempat
kegiatan
belajar-mengajar
diselenggarakan. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal dapat berbentuk kursus serta pelatihan yang meliputi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan siswa seperti pedidikan keterampilan, pendidikan pelatihan kerja, dsb. Sedangkan pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar yang mandiri. . Pendidikan informal adalah pendidikan dalam segala bentuk proses kehidupan manusia. Pendidikan ini terjalin dalam hubungan relasi antar manusia tanpa membutuhkan sistem baku yang mengikat. Negara sebagai penyelenggara pendidikan telah diamanatkan oleh UUD 1945, bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. UUD 1945 juga mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Tuhan YME serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang undang. Oleh sebab itu pemerintah harus membuat sistem pendidikan nasional yang harus menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan global.
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Agar pendidikan dapat berkembang secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, dibentuk dan diselenggarkanlah pendidikan formal dengan sekolah sebagai institusi pendidikan. Penerapan kerangka-kerangka acuan sebagai kurikulum wajib diselenggarakan dengan skala nasional. Pendidikan nasional yang dilakukan dan diselenggarakan oleh pemerintah harus berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi serta nilainilai kebangsaan. Pendidikan selain upaya untuk melakukan pemberdayaan sumber daya manusia juga sebagai instrumen pemersatu bangsa. Menegakkan nilai-nilai dasar pendidikan sebagai fondasi utama merupakan sebuah wujud kesatuan kebangsaan dalam jalinan-jalinan kebhinekaan kultural yang dimiliki oleh Indonesia. Kewenangan
besar
yang
diemban
oleh
pemerintah
ini
kemudian
memungkinkan pemerintah jatuh ke dalam penyalahgunaan kekuasaan. Fenomena inilah yang sempat dilihat dan diangkat oleh Habermas tokoh pemikir jerman. Implikasi pemikiran Habermas terhadap pendidikan memberikan penyadaran bahwa sekolah
sebagai
institusi
pendidikan
dapat
menjadi
instrument
untuk
mempertahankan kekuasaan. Sekolah dijadikan sumber pembenaran kebijakankebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sekolah dimatikan proses kritis dalam partisipasi politik dan sekolah dijadikan sumber legitimasi pemerintah. Upaya penyalahgunaan tersebut dapat jelas terlihat melalui kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkenaan langsung dengan pendidikan, salah satu contohnya adalah kebijakan langsung kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah. Catatan sejarah pernah membuktikan bahwa kurikulum pendidikan pernah dijadikan alat untuk melanggengkan pemerintahan. Kurikulum yang awalnya merupakan kerangka acuan untuk mengarahkan proses kreatif belajar mengajar diubah menjadi alat dogmatisasi. Kurikulum yang bersifat dogmatis pernah terjadi pada penerapan sistem pendidikan nasional. Ketika era Orde Baru, pendidikan digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Pada masa itu, siswa sekolah diajarkan di bangku sekolah ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa yang
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
mutlak, kaku dan tanpa ruang dialog yang terbuka. Nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dianggap sebagai upaya melawan negara, mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Inilah yang kemudian dijadikan pembenaran oleh kaum penguasa ketika itu melakukan pembredelan berbagai hal yang bersuara kritis terhadap negara. Tentu saja dengan menjadikan Ideologi Pancasila sebagai tameng politis untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru selama hampir 32 tahun. Kurikulum yang dogmatis juga mendominasi pendidikan. Dominasi tersebut dapat terjadi ketika nilai-nilai pendidikan dijadikan sebagai landasan kepentingan pihak mayoritas semata. Dengan adanya hal tersebut, justru semakin menciptakan jarak diskriminasi atas pembagian kaum mayoritas dan minoritas (the others). Pendidikan yang didedikasikan untuk pengetahuan umat manusia justru dicederai dengan upaya pendiskriminasian yang sistematik dalam sistem pendidikan itu sendiri. Puncaknya adalah transisi politik tahun 1998 ketika era Orde Baru runtuh digantikan oleh era Reformasi. Cita-cita demokrasi muncul menjadi angin segar perubahan struktural maupun kultural. Menjunjung asas perbedaan, kemanusiaan dan hak-hak minoritas, demokrasi hadir dan mendorong perubahan disegala bidang kehidupan bangsa, salah satunya adalah bidang pendidikan. Proses pendidikan bukan lagi menjadi proses doktrinisasi melainkan rasionalisasi dan internalisasi pengetahuan dan nilai-nilai moral. Oleh sebab itu, pendidikan harus membuka ranah komunikasi di setiap tahapan proses pendidikan yaitu menyentuh tahapan perencanaan pendidikan, tahapan pengajaran pendidikan, dan tahap evaluasi pendidikan. Serta pengembangan potensi individu, potensi kedaerahan, dan merangsang partisipasi masyaraka juga kaum minoritas untuk berbicara dan berpendapat. Atas dasar itulah, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dibentuk sebagai upaya pengembangan kurikulum. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi, dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan siswa. Mengajak setiap unsur-unsur pendidikan untuk berperan aktif merancang serta melaksanakan pendidikan berdasarkan otonomi-
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
otonomi yang diberikan pemerintah pusat kepada masing-masing satuan pendidikan tingkat sekolah. KTSP hadir sebagai sebuah upaya pengembangan kurikulum agar dekat dengan pembelajaran yaitu sekolah dan satuan pendidikan. Sekolah dan satuan pendidikan diberikan kewenangan dan otonomi yang lebih besar untuk mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikan pendidikan sesuai prioritas kebutuhan masyarakat dan kebutuhan globalisasi. KTSP sendiri hadir sebagai wujud komitmen pemerintah memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kualitas, efisiensi serta pemerataan pendidikan. KTSP merupakan wujud reformasi dalam bidang pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan serta kebutuhan masing-masing sekolah dalam tiap daerah yang berbeda. Dalam hal pengembangan kurikulum pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan
berbagai
potensi
sekolah
dan
lingkungan
sekitar,
serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah. (Mulyasa, 2008, p. 20) KTSP mengakomodasi keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum, menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. Mengajak mereka untuk ikut andil serta aktif dalam menentukan pendidikan secara efektif dan efisien serta melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dapat mencegah penyalahgunaan penerapan kurikulum untuk tujuan dan kepentingan golongan tertentu yang sifatnya dogmatis. KTSP juga menciptakan suasana pembelajaran guru dengan siswa dengan dasar student oriented. Kebutuhan mengenai pengetahuan dalam proses pembelajaran
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
diselenggarakan berdasarkan kebutuhan siswa, kondisi serta potensi yang dimiliki secara individu. Suasana kelas diselenggarakan dengan pembelajaran yang interaktif agar hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa menjadi hubungan yang setara. Oleh sebab itulah, KTSP hadir sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional untuk mengajak semua unsur pendidikan untuk menjalin dialog yang terbuka untuk membangun fondasi kurikulum pendidikan. Komunikasi aktif yang menjunjung pengetahuan akan memberikan sebuah langkah nyata dalam upaya pemberdayaan manusia. Hadirnya KTSP secara teoritis didukung oleh teori komunikasi yang diusung oleh Habermas. Kesamaan latar belakang dan kondisi menciptakan kondisi yang dapat dipertemukan relevansi-relevansi antara KTSP dengan teori komunikasi Habermas. Penekanan atas asas komunikasi menjadi benang merah yang mampu mengaitkan kesamaan-kesamaan teoritis yang ada diantara keduanya.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan makalah dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana KTSP dapat menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional yang bersifat dialogis? 2. Bagaimana relevansi KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional dalam kerangka teori komunikasi Jürgen Habermas?
1.3
Thesis Statement KTSP merupakan kurikulum pendidikan yang bertujuan membuka ruang
komunikasi yang dialogis diantara unsur-unsur pendidikan berdasarkan pemikiran Jürgen Habermas.
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.4
Kerangka Teori Pendidikan sebagai sebuah transfer pengetahuan merupakan cara agar manusia
memberdayakan pengetahuan. Pendidikan formal merupakan salah satu pendidikan dimana sistem kurikulum diterapkan dalam sistem pembelajarannya. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan-tujuan pendidikan dalam penerapan kurikulum pendidikan sangat mungkin diselewengkan menjadi kepentingan-kepentingan golongan tertentu. Untuk itu perencanaan serta penentuan arah tujuan pendidikan harus berlandaskan kepada kesepakatan dialog yang setara, terbuka serta mencapai sebuah kesepakatan konsensus. Agar tujuan kurikulum pendidikan menampung segala harapan serta kepentingan bersama. Oleh sebab itu, sangat ditekankan upaya komunikasi aktif sebagai sebuah hubungan komunikasi dalam relasi diantara unsur-unsur pendidikan. “Komunikasi merupakan sebuah transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.” (Gorden William, 1987, p. 28) Komunikasi melibatkan hubungan antara individu dengan individu yang lain. Di dalam pendidikan, komunikasi berperan sebagai instrument dalam mentransferkan pengetahuan serta ajaran-ajaran moral. Diharapkan kondisi yang terjadi adalah komunikasi aktif antara subjek dengan objek di dalam pendidikan. Agar tercipta alur komunikasi dua arah yang setara serta saling mengisi dan membutuhkan peran masing-masing. Jürgen Habermas dilahirkan di Dusseldorf tahun 1929. Gagasan-gagasannya bertolak dari ide-ide tentang “modernitas” dan berbagai kontradiksi kaum modernitas itu sendiri. Habermas menyatakan bahwa komunikasi merupakan tindakan manusia yang paling dasar. Karena dalam sebuah interaksi di dalam komunikasi akan tercapai saling pengertian. Bila pengertian dapat tercapai maka akan muncul rasionalitas
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
komunikasi. Dengan menggunakan asas: 1) understandbility, kejelasan tentang hal yang dikatakan. 2) truth Mengungkapkan sesuatu dengan benar. 3) truthfulness, Mengungkapkan diri apa adanya dan 4) rightness, Menyatakan sesuatu sesuai dengan norma komunikasi yang telah disepakat. Hal tersebut sebagai prakondisi agar komunikasi dapat dimengerti. Dialog dimaksudkan untuk mengambil kesepakatan diantara pihak-pihak yang berkedudukan setara dan bukan pengarahan pada pembentukan wacana represifhegemonik dari kesepakatan tersebut. Dengan begitu, melalui diskursus yang terbuka tersebut “the others” dapat diangkat dan menghilangkan asas dominasi hegemonik, khususnya yang dilakukan oleh pihak dominan. Penerapan dialog dengan penerapan komunikasi di dalam kurikulum merupakan sebuah landasan penerapan KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional.
1.5
Metode Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi kepustakaan
dengan paparan deskripsi analisis. Deskripsi analitis merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap, seta pandangan-pandangan. “Metode deskriptif analisis bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena atau pemikiran tokoh yang diselidiki.” (Nazir, 2003, p. 54) Melakukan kajian terhadap karya-karya Jürgen Habermas diantaranya berjudul The Theory of Communicative Action, The Structural Transformation of the Public Sphere, serta karya-karya lain dari Habermas yang terkait dengan tema dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai objek kajian.
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.6
Tujuan Tujuan dari skripsi ini adalah:
a. Untuk dasar, tujuan serta landasan pendidikan di dalam UU SISDIKNAS serta penerapannya di dalam kurikulum pendidikan nasional. b. Untuk mengetahui teori komunikasi Jürgen Habermas dan relevansinya dengan penerapan KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional. c. Bagaimana implementasinya di lapangan bila mana teori komunikasi Jürgen Habermas diterapkan sistem dalam kurikulum pendidikan nasional.
1.7
Kegunaan Kegunaan dari skripsi ini adalah :
1. Kegunaan praktis, yakni sebagai: a. Kegunaan untuk penulis adalah menambah wawasan terhadap kajian teori kontemporer mengenai pendidikan dan sistem kurikulum yang ada. Dengan pola pikir yang rasional, kritis serta aplikatif terhadap kondisi sistem kurikulum yang ada. b. Menemukan relevansi pemikiran Jürgen Habermas di dalam penerapan sistem kurikulum pendidikan nasional. 2. Kegunaan teoritis, yakni sebagai: a. Menemukan korelasi sistem kurikulum yang telah ada dengan menggunakan teori komunikasi Jürgen Habermas. Menganalisa sistem kurikulum yang sudah ada pada KTSP sebagai kurikulum pendidikan nasional. b. Sumbangan terhadap teori yang sudah ada.
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.8
Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini akan memuat empat bab yang akan terdiri sebagai berikut: 1. Bab 1 Pendahuluan akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, luaran serta penulisan skripsi ini dari segi teori dan praktis. 2. Bab 2 akan memaparkan kondisi dan sistem kurikulum pendidikan nasional berdasarkan UU SISDIKNAS. Akan berkonsentrasi pada penerapan KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional. 3. Bab 3 akan memaparkan pemikiran Jürgen Habermas, khususnya peranan teori komunikasi dalam menciptakan dialog yang setara dan terbuka untuk mencapai kesepakatan umum menuju konsensus. 4. Bab 4 akan bersifat menganalisis KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional berdasarkan pemikiran Jürgen Habermas. Melakukan penjabaran terkait kondisi sistem kurikulum pendidikan nasional yang ada. 5. Bab 5 akan kesimpulan dan saran terhadap analisa yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya.
Universitas Indonesia KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB II UU SISDIKNAS DAN KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2.1
Pendidikan, Filsafat Pendidikan dan Ideologi Pendidikan
2.1.1 Pendidikan Pendidikan merupakan proses menjadi manusia karena manusia adalah makhluk yang becoming. Selama kehidupan manusia dari dilahirkan hingga meninggal dunia tidak lepas dari proses pendidikan. Proses becoming tersebut merupakan proses yang terjadi secara dialog antara manusia kepada diri sendiri, manusia kepada sesama manusia seta manusia terhadap alam semesta. Pendidikan melingkupi banyak aspek dalam proses kehidupan manusia. Sebagai proses yang berkesinambungan, pendidikan menumbuhkan eksistensi manusia sebagai korelasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Aktivitas di dalam masyarakat tersebut merupakan proses budaya yang ada sebagai aktivitas berpikir di dalam konteks ruang dan waktu. Ontologi pendidikan selalu bergulat terhadap pertanyaan apa itu manusia? Yang merupakan makhluk yang mempunyai dimensi materi dan dimensi spiritualitas sekaligus. Nyatanya kombinasi dimensi materi dan dimensi spiritualitas merupakan relasi yang tidak dapat dinafikan terhadap ontologi keberadaan manusia. Pendidikan dari sudut pandang epistemologi merupakan upaya untuk melakukan pengujian terhadap kebenaran terhadap suatu pengetahuan. Hal tersebut berkaitan dengan hakikat kebenaran, kriteria kebenaran serta problem apakah suatu kebenaran dapat dijadikan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan terdiri atas: idealisme, realisme, empirisme, positivisme, wahyu serta intuisi. Dari sumber pengetahuan tersebutlah, akan timbul kemudian problem di dalam pendidikan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Sedangkan pendidikan dari sudut pandang aksiologi memposisikan diri sebagai instrument agar pengetahuan dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia. Manusia yang mempunyai aspek indivudu sekaligus manusia yang mempunyai aspek sosial dalam hubungannya dengan masyarakat. Kenyataannya, berpangkal dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi kemudian muncullah berbagai pendekatan-pendekatan mengenai hakikat pendidikan. Unsur pendidikan bukanlah sekedar suatu kata-benda (noun) melainkan suatu proses kata-kerja (verb) yang berkesinambungan. Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan holistik integratif. Pendekatan reduksionisme banyak diperbincangkan di dalam khazanah ilmu pendidikan. Berbagai pendekatan reduksionisme adalah sebagai berikut: (Tilaar, 1999, p. 19-32). 1. Pendekatan pedagogis Pendekatan ini bertitik tolak dari teori bahwa anak yang dibesarkan menjadi manusia dewasa telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan dan tinggal dikembangkan saja. Berkaca dari pendapat John Locke seorang empirisme yang mengatakan bahwa bayi yang lahir ke dunia bagaikan kertas putih yang kosong. Kertas putih tersebut lah yang kemudian diisi oleh berbagai pengetahuan melalui pendidikan. Pendekatan pedagogis ini kemudian melahirkan pendidikan yang berbasis pada kebutuhan dan kepentingan anak. 2. Pendekatan Filosofis Pendekatan ini merujuk pada hakikat manusia dan hakikat anak. Pandangan filosofis ini melahirkan pendidikan yang berusaha untuk mengangkat potensi anak dalam proses pembelajaran. Tugas dari pendidikan melalui pendekatan ini adalah pendidikan membantu anak menuju kedewasan sehingga mampu mengambil keputusannya sendiri dengan menekankan tanggung jawab individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3. Pendekatan Religius Pendekatan ini menjunjung tinggi relasi manusia dengan Tuhan. Hakikat pendidikan pendekatan ini adalah mempersiapkan anak untuk menjadi makhluk religius yang taat terhadap nilai-nilai dan norma-norma sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tujuannya ialah menjadikan pendidikan tidak hanya berfungsi untuk kehidupan dunia, melainkan juga berfungsi untuk kehidupan akhirat. 4. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini berusaha mereduksi proses teknis dari kegiatan belajar mengajar. pendidikan
Pendekatan dengan
psikologis
menekankan
melakukan aspek
pendekatan-pendekatan
kuantitatif.
Pendekatan
ini
didominasi oleh teori-teori belajar, teori-teori perkembangan anak, teoriteori kurikulum dan sebagainya. 5. Pendekatan Negativis Pendekatan negativisme merupakan uraian Bertrand Russell dalam bukunya yang berjudul Education and Sosial Order. Pendekatan ini melingkupi tiga sifat. Pertama, tugas pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Pada proses pertumbuhan anak, perlu disingkirkan hal-hal yang dapat merusak atau sifat negative terhadap proses pertumbuhan anak. Kedua, pendekatan ini melihat pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian siswa dengan membudayakan individu. Ketiga, proses pendidikan melatih siswa menjadi warga Negara yang berguna. 6. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini bertitik tolak pada prioritas akan kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan individu. Karena berpendapat bahwa siswa adalah anggota masyarakat, oleh karena itu tugas pendidikan adalah mempersiapkan siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Adapun pendekatan Holistik Integratif merupakan cara pandang pendekatan yang berusaha melihat pendidikan sebagai aspek yang menyeluru. Berusaha mengembangakan manusia seutuhnya berbeda dengan pendekatan-pendekatan reduksionisme yang hanya melihat manusia itu dari suatu segi tertentu yang tidak menggambarkan keseluruhan hakikat manusia sebagai pribadi yang utuh. Pengembangan potensi-potensi individu dalam pendekatan Holistik Integratif haruslah dikembangkan sejalan dengan tata hidup serta aturan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.
2.1.2 Filsafat Pendidikan Filsafat pendidikan hadir sebagai sebuah determinasi tujuan serta metode terhadap pendekatan pendidikan. Filsafat sebagai mother of sains membuka ruang yang terbuka untuk melakukan penyelidikan dan usaha untuk melakukan sintesis terhadap pengetahuan. Aspek penting dalam pendidikan adalah menghubungkan serta merelasikan ide yang satu dengan ide yang lain. Filsafat pendidikan juga berupaya untuk melakukan determinasi terhadap tujuan serta cara terhadap system pendidikan. Berikut merupakan tujuan dari filsafat pendidikan dalam tiga landasan (Max Winggo: 1875) 1. Subjek matter utama filsafat pendidikan adalah pendidikan itu sendiri. Filsafat sebagai bentuk upaya penyelidikan selalu berkutat terhadap sekolah, pengajar, kurikulum serta siswa pada konteks tujuan sosial. 2. Pendidikan selalu mengambil tempat pada kondisi konstelasi cultural oleh sebab itu pendidikan tidak dapat berbicara tentang hal universal yang berdiri sendiri terhadap fenomena yang ada. Pendidikan selalu berelasi terhadap hal-hal di luar aspek pendidikan, politik, institusi sosial yang tidak dapat dinafikan keberadaannya. 3. Tujuan dasar filsafat pendidikan adalah implementasi terhadap tujuan serta cara pengajaran pendidikan dan hubungan interrelasinya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Penggolongan filsafat pendidikan sendiri menurut Theodore Brameld ada empat
filsafat
pendidikan
mendasar
yaitu:
perenialisme,
esensialisme,
progresifisme, dan rekonstruksionisme. (William F Oniel, 1981, p. 22). Perenialisme berakar pada tradisi filsafat Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Cara pandang yang berusaha mengajukan keberadaan pola-pola yang tetap, tidak berubah, dan bersifat universal, yang melatari dan menentukan seluruh objek serta peristiwa aktual yang terjadi. Cara pandang tersebut bersifat regresif, menentang sifat demokrasi yang aktual. Esensialisme berpegang pada pernyataan utama bahwa alam semesta beserta segala isinya diatur oleh hukum yang mencakup semua tatanan yang sifatnya mapan. Tugas manusia adalah berusaha memahami hukum dan tatanan ini hingga ia bisa menghargai dan menyesuaikan diri dengannya. Progresifisme merupakan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan praktis, agar siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai problema yang disajikan dalam konteks pengalaman. Sedangkan rekonstruksionisme berpandangan bahwa institusi pendidikan semestinya diabdikan kepada pencapaian tatanan demokratis. Karena pendidikan sendiri tidak terpisahkan dari latar belakang sosial yang ada. Penggolongan-pengolongan
konsep
perenialisme,
esensialisme,
progresifisme dan rekonstruksionisme merupakan konsep yang dirumuskan secara terpisah. Penggolongan tersebut sebagai upaya untuk melakukan pencarian makna dan tujuan mendasar dalam pendidikan. Istilah ideologi tidak dapat dipisahkan dalam konsep-konsep tersebut. Upaya yang dilakukan bukanlah mengenai pencarian pengetahuan yang mendalam melainkan suatu pola yang berfungsi untuk mengarahkan tindakan sosial.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
2.1.3 Ideologi Pendidikan Makna ideologi sendiri sejauh ini merupakan hal yang problematis. Kebanyakan orang setuju bahwa ideologi mengacu kepada system ide, kepercayaan, fundamental komitmen, atau nilai mengenai realitas sosial. Ideologi sendiri menurut McClure dan Fischer mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu: 1) Fungsi legitimasi, 2) Power, dan 3) Argumentasi. ( A. Michael W, 2004, p. 20) Dalam ranah pendidikan formal sendiri, terdapat kaitan antara ideologi dengan penerapannya dalam sistem pendidikan diantaranya adalah, 1) dasar regulasi terhadap sekolah yang berkaitan dengan konversi pengajaran ideologis kepada peserta didik. 2) komitmen ideologi yang ditanamkan pada system kurikulum, dan 3) faktor-faktor ideologis, nilai serta norma yang mempengaruhi atau bahkan menekan proses seseorang dalam berpikir dan bertindak. ( Ibid.) Sistem pendidikan memiliki karakteristik, arah serta output yang dihasilkan. Untuk menjamin agar output pendidikan sejalan dengan keinginan maka pemerintah menerapkan mekanisme kontrol yang ketat yang tertuang dalam implementasi
kebijakan-kebijakan
pada
penyelenggaraan
pendidikan.
Memperketat birokrasi, mengatur mekanisme peraturan undang-undang, akreditas, mekanisme penyaluran biaya penyelenggaraan pendidikan merupakan upaya yang dilakukan Negara dalam mengontrol kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Oleh
Freire
yang
mengumandangkan
pendidikan
sebagai
proses
pembebasan. Ide yang dikumandangkan mempunyai pengaruh politis yang tidak dapat dilepaskan dalam kondisi politik yang ada. Aktivitas penyelenggaraan pendidikan tidaklah netral dikarenakan instrument pendidikan haruslah sejalan dengan ideologi Negara. Institusi pendidikan/ sekolah bukanlah merupakan proses pembebasan individu, melainkan upaya sistematis yang dibuat oleh Negara agar individu setuju dan sejalan dengan kepentingan-kepentingan Negara. Insitusi
pendidikan/
sekolah
merupakan
lembaga
Negara
sebagai
determinasi terbentuknya nilai-nilai yang ada di masyarakat. Institusi pendidikan/ sekolah merupakan agen kontrol sosial untuk menentukan perilaku individu agar
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
sesuai dengan kepentingan Negara atau penguasa. Pendidikan formal merupakan kontrol politis yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan penguasa yang disetujui secara sosial. Menurut Dale (1989: 39-43), kontrol Negara terhadap pendidikan umumnya dilakukan melalui empat cara. Pertama, sistem pendidikan diatur secara legal. Kedua, sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi, menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib pendidikan (compulsory education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung di sekolah berlangsung dalam konteks politik tertentu. Pendidikan Indonesia pernah mengalami represi Negara ketika masa orde baru. Ketika itu pendidikan tidak lain sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan penguasa. Pendidikan bukan lagi sebuah usaha untuk melakukan pembebasan intelektual melainkan alat untuk melakukan indoktrinasi pahampaham ideologi Negara. Beberapa contohnya adalah kewajiban institusi pendidikan/ sekolah untuk mengajarkan mata pelajaran pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri bangsa. Kewajiban mengajarkan nilai-nilai Pancasila tersebut tidak diikuti dengan membuka ruang dialog antar siswa, pengajar, dengan pemerintah di dalam lingkup sebuah Negara. Pelarangan dan pembredelan beredarnya ideologi-ideologi serta ajaran-ajaran yang bukan Pancasila atau bahkan tidak sesuai dengan Pancasila adalah hal biasa. Warga Negara tidak diajarkan untuk cerdas mengkritisi namun diajarkan cerdas untuk mengikuti apa yang telah digariskan oleh Negara. Tahun 1998 merupakan akhir runtuhnya jaman orde baru dengan didengungkannya semangat gerakan reformasi di Indonesia. Gerakan yang menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, keadilan, desentralisasi, hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan tersebut berimplikasi kepada seluruh bidang, termasuk bidang pendidikan yang berupaya mengembalikan semangat pendidikan kepada asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan mempunyai semangat untuk mencerdaskan manusia-manusia Indonesia dengan tanpa adanya represi-represi yang mengebiri institusi pendidikan/ sekolah. Dengan aspek
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ideologi yang selalu membuka ruang dialog akan menciptakan sebuah diskursus yang terjalin setara dan mengangkat semua pihak tanpa adanya penindasan dan diskriminasi terhadap siapapun.
2.2. Tujuan Pendidikan Berbicara tentang pendidikan, tidak lepas dari pertanyaan utama dan mendasar terkait pertanyaan apa tujuan dari pendidikan. Dalam pendidikan formal yang ada di sebuah institusi pendidikan bernama sekolah, tujuan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari substansi pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, sebuah sistem pendidikan dan pengajaran dibuat agar segala tujuan pendidikan yang telah dicanangkan dapat tercapai. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai, siswa harus diarahkan kepada taraf pemahaman. Pemahaman tersebut terkait segala bentuk materi dan bahan pengajaran yang telah diberikan harus menyadarkan siswa. Bahwa pendidikan merupakan jalan bagi mereka untuk menikmati petualangan intelektual agar mereka dapat menentukan arah terkait penerapan pengajaran ke dalam realita kehidupan mereka. Pemberlakukan sistem kurikulum sebagai kerangka ajar merupakan upaya agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Tujuan pendidikan selain berhubungan dengan ideologi juga berhubungan dengan metode pengajaran yang dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut agar lingkup pengajaran di sekolah terintegrasi dengan tujuan pendidikan yang sejalan dengan ideologi Negara. Berikut adalah ideologi yang memiliki berbagai tujuan pendidikan yang berbeda. Ideologi yang ada terbagi atas dua arus besar ideologi, yaitu ideologi Konservatif (fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan dan konservatisme pendidikan) dan ideologi Liberal (liberalism pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan) (William F Oniel, op. cit.104).
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1. Fundamentalisme Pendidikan Tujuan
pendidikan
dari
fundamentalisme
pendidikan
adalah
membangkitkan dan meneguhkan kembali perilaku tradisional dengan tolak ukur keyakinan. Tujuan sekolah adalah membangun masyarakat menuju tujuan-tujuan masa lalu dan memberikan informasi dan keterampilan untuk terjun ke dalam tatanan masyarakat. Kurikulum yang dibentuk adalah kurikulum yang menekankan karakter moral praktis sebagai dasar perilaku keseharian. 2. Intelektualisme Pendidikan Tujuan
utama
dari
intelektualisme
pendidikan
adalah
mengenali,
merumuskan, melestarkan dan menyalurkan kebenaran pengetahuan tentang makna dan nilai kehidupan yang mendasar. Sekolah dibangun untuk mengajarkan siswa tentang cara penalaran yang baik dan menyalurkan kebijaksanaan dari masa lalu. Kurikulum mengarahkan siswa menuju penalaran serta kebijaksanaan yang berdasarkan pada intelektual. 3. Konservatisme Pendidikan Konservatisme pendidikan bertujuan untuk melestarikan dan menyalurkan pola-pola perilaku sosial konvensional. Sekolah dibangun dengan dua alasan, yaitu untuk mendorong tentang pemahaman dan penghargaan terhadap tradisi-tradisi budaya yang sudah tertata dan menyalurkan dan menanamkan informasi agar siswa berhasil di dalam tatanan sosial yang ada. Kurikulum menekankan pembelajaran politis agar siswa menjadi warga Negara yang baik. Melakukan pengkondisian kepada siswa agar sesuai dengan pemenuhan nilai-nilai budaya konvensional. 4. Liberalisme Pendidikan Tujuan utama pendidikan ini adalah mempromosikan perilaku personal yang efektif. Sekolah bertujuan untuk menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan siswa untuk belajar secara efektif bagi dirinya sendiri. Serta mengajarkan siswa memecahkan masalah
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
yang ada dengan metode-metode ilmiah-rasional. Kurikulum mengarahkan siswa memiliki kecerdasan praktis dalam menyelesaikan problem-problem yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 5. Liberasionisme Pendidikan Tujuan utama pendidikan adalah mendorong pembaharuan-pembaharuan sosial yang perlu, dengan memaksimalkan kemerdekaan personal di sekolah, serta memanusiakan kondisi masyarkat secara umum. Sekolah diadakan untuk membantu siswa mengenali kebutuhan akan pembaharuan sosial, menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang berguna bagi siswa, serta mengajarkan siswa memecahkan masalah-masalah praktis secara individu atau kelompok dengan metode-metode ilmiah rasional. Kurikulum didasarkan atas metode penyelidikan eksperimental secara ilmiah-rasional. 6. Anarkisme Pendidikan Anarkisme pendidikan bertujuan untuk menghapuskan sistem persekolahan formal yang ada sepenuhnya dan digantikan dengan pola belajar sukarela yang bebas universal tanpa sistem pengajaran wajib. Penekanan pembelajarannya haruslah diletakkan relevan secara personal dengan menanggalkan pembedaan tradisional yang ada. Hal tersebut bertujuan agar anak memastikan apa yang mereka pelajari adalah pilihan mereka sendiri, demi tujuan apapun yang mereka ingin dapatkan. “Education is the acquisition of the art of the utilization of knowledge” (Whitehead, 1929, p.4). Dalam konteks ini bagi Whitehead, pendidikan persekolahan harus menjadi jalan pengetahuan agar dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Hal tersebut haruslah menjadi faktor penting yang dilakukan oleh pengajar agar dapat menghubungkan pengetahuan yang di dalam buku teks dengan kerangka kurikulum yang telah diterapkan disesuaikan dengan konteks perubahan yang ada. Jadi pendidikan bukan sekedar mementingkan subjek-matter melainkan bertujuan untuk memanifestasikan seluruh nilai-nilai dan bentuk kehidupan ke dalam pendidikan dan pengajarannya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Lebih lanjut, Dewey sendiri juga berpendapat bahwa pendidikan merupakan fungsi sosial dan proses pembelajaran yang dinamis. Pemikiran Dewey menitikberatkan pada masyarakat, komunikasi, penyelidikan yang intelegen, dan sikap yang rekonstruktif yang dapat menjadikan warga negara mengembangkan dunia. Bagi Dewey, masyarakat yang demokratis menjadi pilihan yang paling baik dengan didukung oleh institusi, perdagangan, industry, aliansi dan pemerintah yang demokratis. “The aim of education is to enable individuals to continue their education . . . the object and reward of learning is continued capacity for growth. Now this idea cannot be applied to all the members of a society except where intercourse of man with man is mutual, and except where there is adequate provision for the reconstruction of sosial habits and institutions by means of wide stimulation arising from equitably distributed interests. And this means a democratic society”. (Dewey, 1916, p. 100)
Tujuan pendidikan, terutama pendidikan persekolahan tidak dapat lepas dari lingkup semangat pendidikan humanis dan pragmatis. Berangkat dari ajaran marxisme, Habermas mengusung pendidikan yang mampu terlepas dari otoritarianisme serta bentuk-bentuk kekerasan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Berpijak pada aliran pemikiran Marxisme yang memposisikan manusia sebagai pusat kehidupan. Manusia dijunjung tinggi martabat dan kemanusiaannya. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, marxisme menyerukan revolusi sebagai upaya untuk merombak sistem sosial dari bentuk penindasan, ketidakadilan, alineasi, dan dehumanisasi yang dilakukan oleh golongan kapitalisme dan kaum borjuis. Dengan mengusung asas kepemilikan bersama dalam sektor ekonomi atas alat-alat produksi, keadilan dan kesejahteraan sosial dapat tercapai. Ajaran Marxisme juga berusaha menempatkan manusia pada posisi sentral di dalam realitas terkait tujuan dan praksis kehidupan manusia. Pengetahuan tidak dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan hal yang berhubungan dengan kegunaannya bagi manusia untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Aspek humanis dan pragmatis kemudian dihubungkan dengan teori komunikasi yang digagas oleh Habermas dan direlasikan pada ranah pendidikan. Dengan menjadikan bahasa sebagai penghubung akal budi manusia dengan tindakan-tindakan sosial yang ada. Agar tercipta ruang komunikasi dialogis agar menghindarkan sistem pendidikan dari penyimpangan kekuasaan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Ruang komunikasi dialogis juga dapat merangsang potensi kedirian siswa yang ada untuk mengembangkan dirinya serta untuk mengembangkan masyarakat. Melalui sebuah pendidikan yang mengacu kepada tindakan kekaryaan agar pendidikan mampu menyentuh ranah realitas kehidupan manusia.
2.3. Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) Di dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 memberikan pengertian bahwa
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilainilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap perubahan zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar Pancasila dan UUD 1945 maka implementasi penyelanggaraan pendidikan kemudian tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 sebagai kerangka
sistem
pendidikan
nasional.
Diantaranya
mengatur
tentang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
penyelenggaraan pendidikan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan, kurikulum, serta standar nasional pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan, pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan tanpa adanya diskriminasi serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penyelenggaraan pendidikan harus berdasarkan satu kesatuan yang sistemik, terbuka serta multimakna. Pemberdayaan manusia Indonesia seutuhnya merupakan tugas dan cita-cita besar pendidikan nasional dengan mengajak seluruh unsur dan komponen masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang diatur di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 merupakan pembagian jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Pada jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar meliputi: pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madarasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah meliputi: Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan untuk pendidikan tinggi meliputi: pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarkana oleh perguruan tinggi. Sistem kurikulum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dibentuk dan disusun mengacu pada standar nasinal pendidikan untuk mewujudkan
tujuan
pendidikan.
Kurikulum
yang
dikembangkan
harus
mempunyai prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa. Dalam kerangka penyusunan dan pengembangannya kurikulum pendidikan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; h) agama; i)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
dinamika perkembangan sosial dan j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Untuk mengintegritaskan sistem pendidikan agar mampu menjadi sebuah sistem dalam lingkup nasional maka diperlukan adanya standar nasional pendidikan yang dipergunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional pendidikan dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi untuk melakukan pemantauan dan pelaporan pencapaian pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut: 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara untuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai
pusat
pembudayaan
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan 5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Pembaharuan sistem pendidikan nasional perlu pula disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah di dalam Undang-Undang terkait Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang terkait alokasi perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
2.4
KTSP dan Pengembangannya
2.4.1 Latar Belakang KTSP Kurikulum menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan, khususnya pendidikan formal di lembaga pendidikan persekolahan. Oleh karena itu sebagai kerangka penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, kurikulum harus mempunyai orientasi tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. (Mulyasa, op.cit. 15). Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pengertian Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi menumbuhkan semangat untuk melakukan reformasi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut mutlak perlu dilakukan, agar pendidikan nasional sejalan dengan kondisi global yang ada. Dalam sistem kurikulum sendiri, beberapa kali kurikulum pendidikan nasional melakukan pergantian sistem demi pencapaian cita-cita pendidikan nasional yang lebih baik. Tercatat telah beberapa kali kurikulum pendidikan nasional berganti. Pada era reformasi sendiri telah dua kali kurikulum pendidikan nasional berganti, yaitu
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004 serta Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP
merupakan
sistem
operasional
pengembangan
kurikulum
pembelajaran yang terdesentralisasi sebagai upaya mendukung program otonomi daerah. KTSP sebagai strategi sistem kurikulum pendidikan nasional untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Siswa yang datang dari berbagai latar belakang suku, budaya, tingkat sosial, serta tingkat ekonomi menjadi faktor-faktor yang harus diperhatikan sekolah. Di sisi lain, sekolah harus meningkatkan efisiensi, partisipasi serta mutu pendidikan kepada masyarakat dan pemerintah. KTSP memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengelola dan mengoptimalkan kinerja, kegiatan pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme sumber daya manusia dan sistem penilaian. Pemberian otonomi kepada pihak sekolah dan satuan pendidikan diharapkan mampu mengajak partisipasi masyarakat dan orang tua untuk ikut peduli terhadap proses pembelajaran. Proses yang demokratis, professional dan transparansi akan mendongkrak kualitas pendidikan yang berorientasi kepada ciri serta kebutuhan daerahnya masing-masing sekolah atau satuan pendidikan. Landasan penerapan KTSP merujuk pada peraturan perundang-undangan diantaranya adalah: (Kasful, Hendra, 2001, p. 2) 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi. 4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tentang Standar Kelulusan 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasionl Nomor 24 tentang Aturan Pelaksanaan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
2.4.2 Tujuan KTSP Tujuan diterapkannya KTSP berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah mengembangkan kurikulum yang mengacu pada standar nasional dengan prinsip diversifikasi sesuai satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa. Hal tersebut akan memberikan kewenangan sekolah atau satuan pendidikan untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk: (Ibid, p. 22-23). 1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui program kemandirian sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan. 2. Meningkatkan
kepedulian
warga
sekolah
dan
masyarakat
dalam
mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. 3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Memahami tujuan diatas, KTSP dapat dimaknai sebagai sebuah sistem kurikulum yang berorientasi kepada otonomi daerah, oleh sebab itu KTSP perlu diterapkan oleh setiap sekolah atau satuan pendidikan dengan tujuh hal sebagai berikut. 1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya. 2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa. 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4. Keterlibatan
semua
unsur
warga
sekolah
dan
masyarakat
dalam
pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan arus demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat. 5. Sekolah atau satuan pendidikan dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua, siswa, dan masyarakat. Sehingga sekolah atau satuan pendidikan akan berupaya secara maksimal melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP. 6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua siswa, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat. 7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya di dalam KTSP.
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan oleh sekolah atau satuan pendidikan dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Kemendiknas, No. 22 Tahun 2006). Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut, pengembangan kompetensi siswa
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntunan lingkungan. 2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat. Serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secar terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat atarsubstansi. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan hidup. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan vakasional merupakan keniscayaan. 5. Menyeluruh dan Berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. 6. Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum
diarahkan
kepada
proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal dan informal, dengan memperhatikan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan kepentingan
dengan daerah
memperhatikan
untuk
kepentingan
membangun
kehidupan
nasional
dan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Dalam prinsip pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi siswa untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini siswa harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan. b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar yaitu; (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan siswa mendapatkan pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi siswa dengan tetap
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi siswa yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan siswa dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tuladan (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayaguna kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara formal. g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
2.4.3 Standar Isi KTSP Pendidikan formal diselenggarakan oleh Negara dan dijalankan oleh Pemerintah. Sudah menjadi amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar bahwa pendidikan persekolahan harus diselenggarakan dengan asas kesatuan dalam nilainilai kebangsaan sekaligus mengangkat potensi daerah sebagai asas kebhinekaan. Atas dasar itulah kemudian Pemerintah mencanangkan Standar Nasional Pendidikan dengan tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan inilah yang kemudian menjadi acuan standar pengajaran materi di setiap sekolah-sekolah di Indonesia. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 memberikan kerangka dasar standar pengajaran materi yang harus diajarkan kepada siswa di sekolah. Standar minimal tersebut mutlak harus diberikan kepada siswa, namun asas pengembangan materi lebih lanjut diserahkan kepada tiap-tiap sekolah sesuai
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kebutuhan serta potensi yang ada. Materi yang harus diberikan diantaranya adalah: 1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Kelompok mata pelajaran estetika; 5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Kelima standar pengajaran minimal materi di atas merupakan kerangka umum yang diterapkan oleh Pemerintah namun pengembangan materi kompetensinya diserahkan kepada tiap-tiap sekolah sebagai satuan pendidikan. Diantaranya adalah pengembangan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki pengembangan lanjutan yang berbeda sesuai kebutuhan, potensi geografis, sosial dan budaya. Diantaranya sebagai berikut: 1. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada teknologi aplikasi komputer web design dan jurnalistik. Pengembangan tersebut bertujuan agar siswa mampu memahami, mengolah serta memberdayakan potensi teknologi dan komunikasi sebagai pemberdayaan potensi individu. Hal tersebut berkaitan dengan arus globalisasi yang menuntut setiap invidu peka terhadap perkembangan teknologi dan informasi untuk pengembangan kehidupan manusia. 2. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengembangan potensi pariwisata. Pengembangan mata pelajaran berbasis pariwisata merupakan upaya untuk pengembangan potensi wisata yang terdapat di Indonesia. Potensi wisata dapat dikembangkan agar dapat mengolah pariwisata dan mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat. 3. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengolahan sumber daya alam. Indonesia sebagai bangsa yang kaya terhadap potensi sumber daya alam tidak dapat menafikan pentingnya kebutuhan pendidikan dalam
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam tersebut. Pengembangan tersebut selain upaya memberdayakan siswa juga sebagai langkah memberdayakan masyarakat. Agar sumber daya alam Indonesia mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. Seperti pengembangan teknologi pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kelautan, kehutanan, dsb. 4. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengembangan nilai budaya lokal. Pengembangan tersebut bertujuan agar siswa mampu menciptakan dan menyajikan nilai budaya lokal sebagai sebuah apresiasi pemberdayaan masyarakat. Selain dapat mempertahankan kreasi nilai budaya lokal, dapat juga menjadi instrumen kreatif pengembangan potensi siswa untuk berkarya. Seperti pengembangan kerajinan batik sebagai roda ekonomi masyarakat pedesaan.
2.2.5. Kelebihan KTSP dari Kurikulum 1994 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mempunyai keunggulan atau kelebihan bila dibandingkan dengan kurikulum 1994. Kelebihan KTSP dibandingkan dengan kurikulum 1994 secara rinci adalah sebagai berikut: (Rusman, 2009, p. 498-499) No 1
2
KTSP
Kurikulum 1994
Guru sebagai pengajar, pembimbing,
Guru sebagai pengajar, pembimbing dan
pelatih dan pengembang kurikulum.
pelatih.
Kurikulum
sangat
humanis,
yaitu
Kurikulum berisi semua materi pelajaran
memberikan kesempatan kepada guru
yang harus diajarkan guru sehingga guru
untuk
tidak
mengembangkan
kurikulum
sesuai
dengan
isi/konten kondisi
sekolah, kemampuan siswa dan kondisi
diberi
menganalisis
kesempatan dan
untuk
mengembangkan
konten/isi kurikulum.
daerahnya masing-masing. 3
Menggunakan pendekatan kompetensi
Menggunakan pendekatan penguasaan
yang menekankan pada pemahaman,
ilmu pengetahuan, yang menekankan
kemampuan atau kompetensi tertentu di
pada isi atau materi berupa pengetahuan,
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
yang ada dalam masyarakat
evaluasi yang diambil dari bidangbidang ilmu pengetahuan.
4
Standar kompetensi yang memperhatikan
Standar akademis yang diterapkan secara
perbedaan individu, baik kemampuan,
beragam bagi setiap peserta didik.
kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya. 5
Berbasis kompetensi sehingga peserta
Berbasis konten/isi sehingga peserta
didik berada dalam proses perkembangan
didik dipandang sebagai kertas putih
yang berkelanjutan dari seluruh aspek
yang perlu ditulis dengan sejumlah ilmu
kepribadian, sebagai pemekaran terhadap
pengetahuan (transfer of knowledge)
potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan
belajar
yang
ada
dan
diberikan oleh lingkungan. 6
Penggambaran kurikulum dilaksanakan
Pengembangan
kurikulum
dilakukan
secara desentralisasi (pada tingkat satuan
secara sentralisasi sehingga Depdiknas
pendidikan) sehingga pemerintah dan
memonopoli pengembangan ide dan
masyarakat bersama-sama menentukan
konsep kurikulum.
standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum 7
Satuan pendidikan diberikan keleluasaan
Materi yang diberikan dan diajarkan di
untuk menyusun dan mengembangkan
sekolah sering kali tidak sesuai potensi
silabus mata pelajaran sehingga dapat
sekolah, kebutuhan dan kemampuan
mengakomodasi
peserta
potensi
sekolah,
kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta
kebutuhan
masyarakat
didik,
serta
kebutuhan
masyarakat sekitar sekolah
sekitar
sekolah (kontekstual) 8
Guru sebagai fasilitator yang bertugas
Guru sebagai penyampai kurikulum
mengkondisikan
yang menentukan segala sesuatu yang
lingkungan
untuk
memberikan kemudahan belajar siswa
terjadi
di
dalam
kelas
sehingga
cenderung mendominasi 9
Mengembalikan sikap
dan
pemahaman
ranah
keterampilan yang
akan
pengetahuan,
Pengetahuan, keterampilan dan sikap
berdasarkan
dikembangkan melalui laithan, seperti
membentuk
latihan mengerjakan soal-soal
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kompetensi individu 10
Pembelajaran yang dilakukan mendorong
Pembelajaran
terjalinnya kerja sama antara sekolah,
dilakukan di dalam kelas, atau dibatasi
masyarakat,
oleh dinding kelas
dan
dunia
kerja
yang
cenderung
hanya
membentuk kompetensi peserta didik 11
Evaluasi
berbasis
kelas
yang
Evaluasi nasional yang tidak dapat
menekankan pada proses dan hasil
menyentuh
aspek-aspek
belajar
siswa
12
Berpusat pada siswa (student center)
Berpusat pada guru (teacher center)
13
Menggunakan berbagai sumber belajar
Guru satu-satunya sumber belajar
14
Kegiatan pembelajaran lebih bervariasi,
Kegiatan
dinamis dan menyenangkan
monoton
pembelajaran dan
kepribadian
cenderung
membosankan
karena
kurangnya variasi dalam pembelajaran
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB III TEORI KOMUNIKASI SEBAGAI DASAR RELASI MANUSIA MENURUT PEMIKIRAN JÜRGEN HABERMAS 3.1
Riwayat Hidup Habermas Habermas adalah satu dari sekian banyak tokoh teori sosial setelah masa
perang dunia kedua. Teori Habermas telah banyak mempengaruhi berbagai hal dalam kajian humaniora dan teori sosial, serta diberbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, filsafat, politik, hukum, cultural studies. Alasan, mengapa teori Habermas banyak berpengaruh di berbagai kajian ilmu dikarenakan teori Habermas yang bersifat interdisipliner. Dia adalah tokoh intelektual yang memberikan inspirasi gerakan demokrasi kiri di Jerman. Habermas dikenal sebagai salah satu pemikir yang paling berpengaruh dengan menuliskan karya yang terkenal salah satunya adalah The Theory of Communicative Action, beberapa diskursus etika, dan Between Fact and Norms yang karya-karyanya tersebut membicarakan tentang problem sosial, moral dan teori politik yang kemudian dikembangkannya. Habermas diketahui sebagai generasi kedua sekolah Frankfurt dan diketahui sebagai hasil dari respon terhadap teori kritis generasi pertama sekolah Frankfurt. Habermas dilahirkan di Düsseldorf pada tahun 1929. Dia dibesarkan dalam kelas menengah di Jerman. Pandangan politiknya terbentuk ketika Habermas pada tahun 1945 ketika usianya menginjak usia 16 tahun. Dia sempat bergabung dengan Hitler Youth Movement hingga akhir perang dunia kedua. Sebelum akhirnya Habermas memilih keluar dari Hitler Youth Movement ketika menyaksikan kekejaman periode Nazi, salah satunya kekejaman Auschwitz. Habermas muda kemudian belajar filsafat di Göttingen, Zurich, and Bonn. Antara tahun 1949 dan 1953 Habermas berkenalan serta dekat dengan Martin Heidegger. Sebagai seorang murid Heidegger, Habermas sangat mengagumi pemikiran-pemikiran cemerlang dari Heidegger. Namun kemudian Habermas kecewa dengan Heidegger atas hubungannya dengan partai Nazi serta sikap diamnya terhadap kekejaman yang telah dilakukan Nazi ketika itu. (James Gordon, 2005) Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Tahun 1956 Habermas mulai berkenalan dengan lembaga penelitian sosial di Frankfurt dan menjadi asisten Theodor Wiesengrund Adorno. Habermas kemudian aktif bergelut dalam proyek riset mengenai sikap politik mahasiswamahasiswa Frankfurt. Sekitar tahun yang sama dia juga mempelajari kajian-kajian demokrasi yang memungkinkan diterapkan dalam masyarakat industri modern. (Bertens, 1981, p. 216) Pada tahun 60-an Habermas mulai popular dalam kalangan mahasiswa Jerman karena sejalan dengan ideologi mereka, terutama beberapa golongan SDS (Sozialistische Deutsche Studentenbund). Namun seiring dengan aksi-aksi mahasiswa yang mulai menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka, Habermas mulai mengkritik gerakan tersebut. Serta akhirnya ia mengalami konflik dengan mahasiswa. Tahun 1970 Habermas meninggalkan Frankfurt dengan menjabat sebagai direktur dari Max Planck Institut di Starnberg dari tahun 1971 hingga 1983. Kemudian tahun 1983 Habermas kembali mengajar di Frankfurt dimana dia mereputasikan diri sebagai seorang teori sosial dan dipandang sebagai tokoh yang menyuarakan suara demokrasi kiri di Jerman Barat. Awal tahun 1990, Habermas mulai tertarik dengan pemikiran politik filsuf Amerika John Rawls dengan konsep tentang liberalisme dan tradisi demokrasi konstitusional Amerika. Habermas memulai karir sebagai seorang marxis dengan menkritik kapitalisme dan diakhiri dengan menjadi seorang pemikir pembela demokrasi liberalisme. Sejak tahun 1994, Habermas menetap di Starnberg dan menjadi pengajar di Amerika. Sejak itu dia masih aktif menulis dan mencetak pemikiran-pemikirannya terkait kondisi politik dan sosial yang ada. Terakhir dia menulis tentang subjek bioetik, teknologi gen, irak, terorisme, dan kebijakan-kebijakan politik amerika pasca tradegi 11 september. (James Gordon, op.cit)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.1
Latar Belakang Pemikiran
3.1.1 Muncul Serta Berkembangnya Modernitas Istilah ‘modern’ berasal dari kata latin ‘moderna’ yang artinya ‘sekarang’, ‘baru’ atau ‘saat kini’. Jadi zaman ‘modern’ dapat dikatakan sebagai hal yang selalu identik dengan kekinian, sejauh kekinian menjadi kesadaran. Ahli sejarah menyepakati bahwa tahun 1500 adalah kelahiran zaman modern di Eropa, dikarenakan pada waktu itu banyak orang telah menyadari waktu akan kekinian. Oleh karena itu ‘modernitas’ bukan hanya merujuk pada periode waktu, melainkan juga suatu kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Istilah yang tergaungkan pada ‘modernitas’ adalah istilah perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan sebagai suatu bentuk kesadaran yang mendasar (F Budi Hardiman, 2005). Tumbuh dan berkembangnya sains, teknik dan ekonomi kapitalistis merupakan ciri dari masyarakat modern. Juga beberapa kesadaran mengenai moderenitas dicirikan ke dalam tiga hal yaitu, subjektivitas, kritik dan kemajuan. Subjektivitas mengandaikan bahwa manusia sebagai individu merupakan faktor penentu segala realitas. Kritik merupakan upaya keberanian individu untuk berpikir di luar otoritas dan tradisi yang ada. Sedangkan kemajuan adalah upaya akan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, sains dan teknologi untuk mendukung kehidupan dan kebutuhan manusia. Otoritas dan tradisi yang ada pada abad pertengahan, ketika masuk era modern berhasil didobrak. Pemikiran abad pertengahan yang identik dengan kesatuan, totalitas, sistematis dalam kajian ontologi yang dipengaruhi oleh teologi, ketika era modern berusaha dilawan secara intelektual. Transisi dari teosentrisme menuju antroposentrisme merupakan refleksi menjadikan manusia merupakan pusat segala sesuatu. Hal inilah yang kemudian membuat pemisahan yang tegas antara ilmu pengetahuan dan filsafat dengan teologi dalam gerakan sekularisme. Modernitas dimulai di Italia di zaman renaissance, manusia menyadari dirinya sebagai individu. Peningkatan kesadaran tersebut terjadi terutama dalam bidang
seni
di
Italia.
Kemudian
Descartes,
melanjutkannya
dengan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
mendeklarasikan cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Merupakan formulasi kesadaran individu atas rasionya sendiri. Selain gerakan individu, pada renaissance muncullah gerakan humanisme. Gerakan yang menghargai atas dunia-sini, penghargaan atas martabat manusia, dan pengakuan atas kemampuan rasio. Kaum humanism percaya bahwa rasio dapat melakukan segalanya dan lebih penting daripada iman. Mereka melihat kekuasaan absolute gereja makin keropos, dan sebagai gantinya muncul kecenderungan membentuk Negara-negara nasional. Dalam situasi ini kaum humanism mendorong sekularisasi, yaitu pemisahan antara kekuasaan politik dengan agama (F Budi Hardiman, op.cit. p. 9-10) Jika renaissance identik dengan gerakan humanismenya yang bersifat gerakan intelektual maka reformasi merupakan gerakan massa yang bersifat teologi dan politis. Hal tersebut dimulai oleh Martin Luther (1483-1546) yang mengkritik otoritas gereja yang menjual surat pengampunan dosa. Gerakan tersebut kemudian meluas menjadi gerakan demokratisasi.
3.1.2 Kemunculan Positivisme Istilah “positivisme” diperkenalkan oleh Auguste Comte. Istilah tersebut berasal dari kata “positif” yang bertujuan untuk penyusunan terhadap fakta-fakta hasil pengamatan. Fakta yang dimaksud oleh Comte merupakan objek yang factual. Satu-satunya bentuk pengetahuan yang sahih mengenai kenyataan hanyalah ilmu pengetahuan. Positivisme identik berkaitan dengan empirisme, bagi positivisme segala bentuk subjektif yang bersifat rohani ditolak karena tidak mempunyai standar ukur yang jelas dan valid. Pengetahuan yang sejati hanyalah pengalaman objektif yang lahiriah, bisa ditangkap dan diuji oleh alat indera. Dalam Cours de Philosophie Positive, Comte menjelaskan sejarah berkembangnya pengetahuan yang dia bagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap positif. Tahap teologis merupakan tahap bagi Comte mencari sebab-sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi pada alam semesta.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Sebab-sebab tersebut selalu menemukan kekuatan-kekuatan adikondrati sebagai alasan terjadinya berbagai peristiwa alam semesta. Tahap metafisis, merupakan perkembabngan lebih lanjut pengetahuan manusia. Kekuatan adikondrati yang ada pada tahap teologis diubah menjadi abstraksi-abstraksi metafisis mengenai konsep-konsep abstrak alam semesta. Kemudian pada tahap positif, merupakan tahapan dimana manusia menjelaskan segala peristiwa alam semesta melalu penjelasan-penjelaan akan fakta-fakta yang teramati. Fakta-fakta yang ada dan teramati selalu berkaitan dengan hukum-hukum factual yang ada dan bersifat universal. Misalnya hukum gravitasi. Positivisme kemudian berkembang tidak hanya filsafat sains melainkan menjadi agama humanis modern. Positivism menjadi agama dogmatis karena ia telah melembagakan pandangan dunianya menjadi doktrin bagi ilmu pengetahuan. Pandangan dunia yang dianut positivisme adalah pandangan dunia objektivistik. Karena positivisme menganggap realitas sebagaimana adanya. Seeing is believing. (Donny Gahral, 2001, p. 35). Berikut merupakan ciri-ciri dari postivisme diantaranya adalah: 1.
Objektif/ bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati-terukur pengetahuan
kita
tersusun
dan
menjadi
cermin
dari
realitas
(korespondensi). 2.
Fenomenalisme. Tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (anti metafisika)
3.
Nominalisme. Bagi positivism hanya konsep yang mewakili realitas particularlah yang nyata. Contoh: logam dipanaskan memuai. Konsep
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
logam dalam pernyataan tersebut mengatasi semua bentuk particular logam seperti besi, kuningan, timah, dll. 4.
Reduksionisme. Realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang teramati.
5.
Naturalisme. Tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang meniadakan penjelasan supra natural (adikodrati). Alam semesta memiliki struktur sendiri.
6.
Mekanisme. Tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsipprinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistemsistem mekanis). Alam semesta diibarakan sebagai a giant clock work.
3.1.3 Pencerahan Istilah pencerahan (enlightenment) mengacu kepada dua hal: pertama berkembangnya ilm-ilmu dan teknologi dan puncaknya adalah revolusi industry. Yang kedua adalah gerakan intelektualitas yang menolak dan mendobrak mitos, metafisika, tradisi, otoritas gereja dan dogmatism agama. Pencerahan berbagai bidang seperti sastra, filsafat, kesustastraan, seni dsb. Gerakan pencerahan juga bergerak dalam ranah politik dimana pemerintahan-pemerintahan monarki absolute ditumbangkan. Berbagai konstitusi modern dibentuk dan optimisme seiring dengan berkembangnya system demokrasi.
3.1.4 Kritik Atas Modernitas, Positivisme dan Pencerahan Perkembangan modernitas dan pencerahan menumbuhkan beberapa keyakinan dan cirri terhadap era tersebut. (Glenn Ward, 2003) diantaranya: 1. Progres, yaitu meyakini bahwa modernitas dan penceahan sebagai idea of progress. Dimana hal yang tumbuh dan berkembang pada era modernitas dan pencerahan sebuah proses berkelanjutan. Seiring dengan semangan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pembaharuan yang ada pada ilmu pengetahuan, sains dan teknologi untuk keberlangsungan hidup manusia. 2. Optimisme, yaitu keyakinan yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi sebagai sebuah jawaban terhadap pemenuhan kebutuhan dan penunjang kehidupan manusia. 3. Rasionalitas, yaitu memusatkan rasio sentral kegiatan dan intelektualitas manusia. 4. Upaya untuk mencari absolute knowledge dalam sains, teknologi, masyarakat, dan politik. 5. Upaya untuk menjadikan dan mengembangkan pengetahuan sebagai true self yang akan menjadi pondasi bagi seluruh pengetahuan yang ada. Dalam modernitas dan pencerahan terdapat ide untuk menjadikan rasio sebagai pendekatan dengan menjadikannya sebagai prinsip segala pengetahuan yang ada. Modernitas dan pencerahan percaya bahwa hanya proses intelektual sebagai metode yang mampu membawa pemahaman dan kebahagiaan dalam masyarakat. Perkembangan modernitas dan pencerahan setidaknya juga menuai beberapa kritik atau penolakan oleh beberapa kalangan. Revolusi Perancis dan deklarasi tentang hak-hak kemanusiaan di Amerika memberikan tendensi dan arogansi generalitas mengenai moderitas dan pencerahan itu sendiri. Upaya untuk mengeneralisasikan proses modernitas dan pencerahan yang berkembang di Eropa dan Amerika dijadikan acuan bagi proses perkembangan dunia. Kebebasan individu dan pengakuan akan hak-hak kemanusiaan seakan paradox dengan kondisi realita yang ada ketika itu ketika kolonialiasi, eksploitasi dan perbudakan masih membelenggu diberbagai belahan dunia. Inilah yang kemudian menimbulkan reaksi negative terhadap abad modern dan pencerahan diantaranya adalah kepenatan, pesimisme, irasionalitas dan kekecewaan terhadap ide mengenai absolute knowledge. (Glenn Ward, op.cit.)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
atas beberapa kekecewaan yang ada, muncullah beberapa reaksi atas era modernitas dan pencerahan dari para pemikir setelahnya. Seperti halnya pemikiran Horkheimer dan Adorno, Foucault percaya bahwa rasionalitas modern terdapat dominasi koersif. Jika Horkheimer dan Adorno fokus kepada kolonialisasi natural yang mendominasi sosial dan fisik manusia, Foucault fokus kepada dominasi yang diterima oleh individu melalui institusi sosial, diskursus, dan praktis. Nyatanya era modern yang dipercaya sebagai proses yang terus berkelanjutan, justru berisikan penyebaran dominasi secara halus. Bagi Foucault Negara juga dapat menjadi institusi sosial yang mendominasi individu. Negara sebagai pusat, penentu esensi dan tujuan serta penentu subjek individu yang dikonstitusikan. Proses kesadaran individu yang dikonstitusikan oleh Negara. Lebih jauh Foucault juga mengkritik pengetahuan sebagai asas yang netral dan objektif (positivisme). Foucault justru menekankan bahwa pengetahuan justru diarahkan agar sejalan dengan kepentingan politis rezim yang berkuasa. (Best, Keller, 1991) Teori Posmodern dan teori kritis merupakan reaksi atas tumbuh dan berkembangnya modernitas dan pencerahan. Kedua teori tersebut memiliki persamaan sekaligus perbedaan yang mendasar. Persamaannya adalah kedua teori tersebut adalah sama-sama mengkritik modernitas dan bentuk struktur sosialnya karena penuh dengan dominasi dan rasionalisasi. Perbedaan keduanya adalah ada beberapa hal yang ditolak oleh postmodern teori justru dipertahankan oleh teori kritis. Diantaranya adalah konsep mengenai kategori-kategori teori sosial radikal seperti political economy, kelas, dialektika, emansipasi, dan sosialisme. Konsep tersebut justru ditolak oleh teori posmodern ketika teori kritis masih menggunakan konsep tersebut. Sementara teori kritis menolak pemisahan antara modernitas dengan postmodernitas yang justru beberapa postmodern teori menggunakan pemisahan tersebut. Pada point berikutnya akan dikonsentrasikan pembahasan mengenai perkembangan teori kritis yang diperkenalkan dan dipopulerkan oleh Mazhab Frankfurt di Jerman.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.2
Awal Perkembangan Pemikiran Habermas Pemikiran Habermas berakar dari teori kritis Mazhab Frankfurt sebagai
penerus tradisi pemikiran Karl Marx. Mazhab Frankfurt dikenal sebagai perkumpulan filsuf, sosiolog, sosial psikolog, dan cultural critics yang bekerja sebelum dan sesudah perang dunia kedua sebagai peneliti sosial independen yang berbasis di Frankfurt. Beberapa pemikiran Mazhab Frankfurt terpengaruh filsafat dialektika Hegel, Karl Marx, dan psikoanalisa Freud. Teori kritis sebagai kritik ideologi bertolak dari pemikiran Marx tentang ideologi. Pemikiran Marx bermaksud untuk menyingkap kebobrokan ideologi kapitalisme yang mengatasnamakan rasionalitas. Berangkat dari pemaknaan ideologi yang dibekukan, dimapankan oleh kekuasaan merupakan sasaran kritik para pemikir Mazhab Frankfurt. Teori kritis melihat ideologi dari kacamata dialektika dan psikoanalisa. Ideologi merupakan proses dialektika dimana proses kritis harus tetap berlangsung supaya ia tidak berubah menjadi alat pembenaran status quo saja. Teori kritis mengintegrasikan dirinya dengan psikoanalisa untuk menghadapi ketidaksadaran kolektif yang berkembang di masyarakat kolektif dan mengangkatnya ke kesadaran (Donny Gahral, op.cit. p. 35). Kritik teori kritis juga berlanjut dengan memandang positivisme sebagai aliran yang melanggengkan status quo. Hal tersebut dikarenakan positivisme hanya memaparkan fakta objektif. Ia hanya mengabdikan diri sebagai instrument bagi kapitalisme modern lewat teknologi, birokrasi dan manifestasi-manifestasi ilmu-ilmu positif (Ibid. p. 66). Sedangkan masyarakat modern dipandang oleh teori kritis masyarakat yang segala tindakan rasio instrumentalnya dipengaruhi oleh kepentingan dan kontrol penguasa. Hal tersebut justru menggambarkan segala tindak tanduk manusia yang mengatasnamakan tindakan rasional justru jatuh ke lembah irrasional. Lebih lanjut, Horkheimer dan Adorno mengklaim bahwa industrialisasi dan birokrasi dibentuk oleh proses rasionalisasi. Proses rasionalisasi yang didominasi pandangan matematis dan objektivis natural sains kemudian mendominasi reason manusia yang akhirnya mengekstradisi pandangan mistis dan religious. Bentuk
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
modern sosial (institusi bentuk dari rasionalitas) kemudian menjadi instrument konsep yang mengeneralisasikan scientific sebagai mindset. Hal tersebut berakibat instrumental rasionalitas menjadi ekslusif. Tidak hanya sains dan teknologi yang menjadi dominasi melainkan juga rasionalitas itu sendiri.
Ironisnya, proses pencerahan yang berjalan sejak abad ke-18, mendukung manusia yang bebas namun pada abad ke-19 industrialisme dan kapitalisme justru mengungkung dan memenjarakan manusia dari kebebasan. Pada intinya merujuk pada Dialectic of Enlightenment, Horkheimer dan Adorno berpendapat pencerahan itu diantara kebutuhan dan kemustahilan. In which case, as Adorno and Horkheimer acknowledge in the Preface to Dialectic of Enlightenment, enlightenment is both necessary and impossible: necessary because humanity would otherwise continue hurtling towards self-destruction and unfreedom, and impossible because enlightenment can only be attained through rational human activity, and yet rationality is itself the origin of the problem. (James Gordon, op.cit. P. 8)
3.3
Teori Komunikasi Habermas
3.4.1 Tindakan komunikatif Tindakan komukatif merupakan interaksi antara personal. Karya Habermas yang berjudul The Theory of Communicative Action (1984 dan 1987), merupakan usaha yang dilakukan Habermas untuk memadukan pemikiran Karl Marx, George Herbert Mead, Emile Durkheim, Max Weber, Georg Lukacs dan Talcott Parsons. The Theory of Communicative Action mengangkat pertanyaan mendasar mengenai teori sosial : apakah mungkin terbentuknya social order? Habermas menjawab dalam konteks masyarakat modern dengan berdasarkan kepada tindakan komunikatif yang dikoordinasikan oleh validity claims dan diskursus yang dibangun bersama dalam kesatuan integritas sosial (Ibid. p.47). Tindakan komunikatif dibangun oleh relasi sosial antara dua atau lebih individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Mengarahkan tindakan menemukan makna untuk mencapai pemahaman (understanding) dengan menggunakan bahasa. Tindakan komunikatif yang digagas dan diangkat Habermas adalah sebagai usaha untuk mengubah dasar pijakan dari filsafat subjek (consciousness) kepada pendekatan intersubjektivitas. Filsafat subjek berkaitan dengan problem-problem mengenai reason. Problem filsafat subjek merupakan secara inheren dihubungkan dengan relasi antara subjek dan objek. Dalam konteks relasi sosial, filsafat subjek memberikan pandangan bagaimana individu sebagai subjek memperlakukan individu lain sebagai objek dalam hubungan rasional. Melihat fenomena modernitas, Max Weber memandang modern reason sebagai proses rasionalisasi proses material, mengusung ide mengenai efisiensi dalam birokrasi. Namun nyatanya justru menimbulkan kekecewaan. Sebagaimana Horkheimer dan Adorno melihat rasionalisasi merupakan perbudakan jenis baru (Lasse, 2010, p. 60). Dengan teori tindakan komunikatif, Habermas menggabungkan filsafat subjek (consciousness) dengan bahasa. Berbeda dengan Weber, Horkheimer dan Adorno yang mengkonsepsikan tindakan dan reason sebagai satu jalan dimensional. Oleh sebab itu mereka tidak dapat melihat rasionalisasi dapat mengakomodir emansipatoris. Formal pragmatik merupakan langkah awal pengembangan teori tindakan komunikatif dan reason melalui pendekatan intersubjektivitas yang didasarkan pada bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Mengembangkan teori tindakan komunikatif dan reason, Habermas menggunakan metode rational reconstructive. Formal pragmatik merupakan contoh metode rational reconstructive. Metode tersebut memfokuskan pada kondisi general dan kebutuhan terhadap validitas ekspresi simbolik dan pencapaian (Habermas, 1990 ,p. 31). Metode ini fokus terhadap problem bagaimana kita mengeneralisasikan jawaban rasional terhadap pertanyaan praktikal di dalam model intersubjektivitas. Rational
reconstructive
mengkombinasikan
filsafat
dengan
sains
yang
mengabstraksikan dan mengkonsepkan teorisasi dengan teori-teori empirik masyarakat dan bahasa. Hal ini berguna untuk mendukung agar hasil pemahaman (understanding) tidak jatuh kepada kekeliruan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Kombinasi filsafat dengan sains akan menolak empirisisme yang akan menjerumuskan pada sikap tanpa kritik. Serta menolak kepercayaan (believe) transcendent yang akan mempengaruhi pemahaman (understanding). Dengan kombinasi filsafat dan sains empirik terhadap problem transcendental dan empirisisme, memungkinkan hasil pemahaman (understanding) menjadi hal yang universal. Habermas lebih lanjut juga tidak memungkiri bahwa kekeliruan dalam proses rekonstruksi rasional. Habermas menulis All rational reconstructions, like other types of knowledge, have only hypothetical status. There is always the possibility that they rest on a false choice of examples, that they are obscuring and distorting correct intuitions, or, more frequently, that they are overgeneralizing individual cases. (Ibid. p. 32)
Rekonstruksi rasional mungkin menghasilkan pemahaman (understanding) yang keliru, oleh sebab itu perlu adanya pengujian terhadap hipotesis universal yang telah dihasilkan. Habermas berpendapat proses rekonstruksi rasional inilah merupakan formal prakmatik dalam term sains dan pengetahuan. Proses tersebut membuka reason dan emansipasi terhadap fakta di dalam bahasa dan tindakan sosial. Inilah yang kemudian menjadikan formal pragmatik dikenal sebagai universal pragmatik, sebagai aturan universal yang harus diikuti oleh setiap peserta komunikasi di dalam berbahasa. Habermas tertarik dalam pengucapan di dalam berbahasa. Habermas menganggap bahasa lebih dari sekedar transfer informasi mengenai fakta dan opini tentang dunia. Bahasa juga dapat digunakan untuk membangun relasi sosial dan dunia di luar diri manusia. Bagi Habermas pemaknaan berkaitan dengan kegiatan serta tindakan praktis. Ia memfokuskan bahwa bahasa bukan pada apa yang dikatakan tapi apa yang dilakukan. The theory of language use, definisi yang dibuat oleh Karl Buhler (1879-1963), seorang teoritis bahasa, bahwa bahasa merupakan instrumen penghubung antara satu individu dengan individu lain. Fungsi bahasa merupakan fungsi kognitif, fungsi representasi hubungan relasi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
serta fungsi ekspresi untuk mengungkapkan pengalamannya. (James Gordon, op.cit. p. 33) Berdasarkan rujukan pemikiran Karl Buhler, Habermas kemudian memfokuskan bahasa yang memiliki fungsi tidak hanya sekedar menghubungkan person namun juga mengkoordinasikan tindakan yang ada di dalam lingkup sosial. Pragmatic function of speech memberikan landasan untuk berbagi pemahaman (understanding) dan untuk membangun intersubjektifitas dalam konsensus. Kemudian Habermas mengembangkan speech act theory sebagai pendekatan bahasa menuju ranah sosial. Habermas sendiri terispirasi oleh J. L. Austin (1975) dan John Searle (1969) dalam mengembangkan speech act theory yang merupakan tradisi Anglo-Saxon filsafat analitik. Speech act theory fokus terhadap pembahasan pragmatik bahasa daripada logika bahasa. Austin dan Searle menggagas bahwa bagaimana bahasa mampu menjadi bagian dari realitas dan tindakan sosial yang ada. Bagaimana kita mampu digunakan oleh agen-agen realitas sosial. Bahasa bukan sebagai referensi untuk menunjuk suatu objek benda yang ada di dunia melainkan mampu diimplimentasi dalam tindakan-tindakan sosial. Berdasarkan pembedaan istilah yang dilakukan Austin, Habermas (Habermas, 1998, p. 66–88; 1984, p. 288–95) membedakan aspek linguistik dalam perkataan atau kalimat dalam beberapa istilah, yaitu: locutionary, illocutionary dan perlocutionary. Aspek locutionary merupakan perkataan atau kalimat yang merujuk pada sesuatu terhadap dunia serta merepresentasikan kedekatan, sebagai contoh kalimat atau perkataan: ‘saya seorang pelajar’. Aspek illocutionary merupakan perkataan atau kalimat yang merujuk kepada apa yang kita lakukan setelah kita mengatakan sesuatu, sebagai contoh kalimat atau perkataan: ‘saya berjanji akan datang tepat waktu minggu depan’. Lalu saya mengatakan bahwa saya telah berjanji maka saya akan melakukan apa yang telah saya katakan. Sedangkan aspek perlocutionary merupakan perkataan atau kalimat yang merujuk pada apa yang kita lakukan kemudian dengan melakukan sesuatu terhadap apa yang telah dikatakan, sebagai contoh kalimat atau perkataan: ‘jika anda tidak datang tepat waktu, saya tidak akan menunggu mu’. Hal tersebut
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
membawa konsekuensi bila kita menjalankan atau tidak menjalankan apa yang telah diucapkan hal tersebut akan mendatangkan konsekuensi-konsekuensi. Habermas kemudian menghubungkan aspek perlocutionary bahasa kepada tindakan yang bertujuan dan tindakan yang mempunyai strategi rasional. Sejauh aspek perlocutionary dijalankan, speech act harus transparan karena hal tersebut hanya akan bekerja jika individu lain paham (understanding) maksud kita. Bila pemahaman (understanding) tidak dapat tercapai maka komunikasi tidak akan berjalan. Lebih lanjut, Habermas kemudian menghubungkan antara aspek illocutionary dengan tindakan komunikatif, dimana tindakan komunikatif berorientasi kepada pemahaman (understanding). Bagi Habermas, penggunaan bahasa dalam aspek illocutionary merupakan penggunaan bahasa yang utama dikarenakan mampu mengkomunikasikan maksud dan tujuan kepada individu lain untuk mencapai konsensus. (Habermas, 1984). Dengan jalan ini Habermas yakin dapat memberikan reason dan emansipasi dalam bahasa terutama dalam aspek illocutionary dalam penggunaan bahasa. Habermas kemudian mengacukan syarat-syarat dalam speech act agar mampu mencapai taraf pemahaman sebelum akhirnya tercapainya konsensus. Menurut Habermas hanya norma-norma yang disetujui oleh anggota masyarakat dalam sebuah diskursus praktislah yang dianggap valid. Karena dalam sebuah interaksi/ komunikasi akan tercapai saling pengertian. Bila interaksi/ komunikasi saling mengerti dapat tercapai maka akan muncul rasionalitas komunikasi. Dengan menggunakan asas klaim validitas : 1) understandbility, kejelasan tentang hal yang dikatakan. 2) truth Mengungkapkan sesuatu dengan benar. 3) truthfulness, Mengungkapkan diri apa adanya dan 4) rightness, Menyatakan sesuatu sesuai dengan norma komunikasi yang telah disepakat. Hal tersebut sebagai prakondisi agar komunikasi dapat dimengerti (Habermas, 1984) . Tindakan komunikatif, adalah dimana tindakan dan bahasa secara instrinsik terhubung. Untuk mencapai pemahaman (understanding) seseorang pembicara harus memberikan alasan sebuah argumentasi yang ia katakan dapat diterima dan pendengar harus menginterpretasikan argumentasi tersebut dengan reasons salah satunya dengan syarat norma komunikasi yang telah disepakati. Habermas menulis
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
We understand a speech act when we know what makes it acceptable. From the standpoint of the speaker, the conditions of acceptability are identical to the conditions for his illocutionary success. Acceptability is not defined here in an objectivistic sense, from the perspective of an observer, but in the performative attitude of a participant in communication. (Ibid. p. 297).
Bagi Habermas berlangsungnya proses pemahaman (understanding) merujuk kepada performative mode, dimana individu dalam berbicara dan menyampaikan gagasan mampu memberikan dan mempertahankan reasons sebagai bagian dari norma komunikasi dalam proses mencapai pemahaman (understanding). Argumen baik adalah argumen yang diterima dan dianggap masuk akal oleh pendengar. Dari tindakan komunikatif menuju diskursus dan rasional diskursus. Dari rasional konsensus akan menjadi rasional diskursus (Habermas, 1996, p. 107) Habermas yakin bahwa tindakan komunikatif merupakan penjelasan bagaimana masyarakat dapat terintegrasi. Tindakan komukatif dapat menghindari manipulasi dan kekerasan yang mungkin dapat terjadi, karena setiap individu yang ada diberikan posisi yang sama dan setara untuk berbicara dan beragumentasi.
3.4.2 Ranah Publik Habermas melalui karyanya yang berjudul The Structural Transformation of the Sphere menuangkan pemikirannya mengenai ranah publik. Karya tersebut diterbitkan pada tahun 1962 di Jerman. Dalam karya tersebut membicarakan mengenai kemunculan kaum borjuis di ranah publik yang dibarengi dengan kemunculan struktur ideologi mereka. Dan hal tersebut pada akhirnya akan berujung pada debat rasional di ranah publik. Dalam karyanya tersebut Habermas berusaha memperkenalkan serta mengkritik kemunculan kaum borjuis dalam bentuk kontemporer. Poin Habermas adalah mengekspose ranah publik yang bersifat ekslusif akibat kemunculan kaum borjuis. Lalu meletakkan reason dan emansipasi pada praktek particular dan institusi di masyarakat.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Seiring dengan maju dan berkembangnya industrialisasi mulai abad 17 di eropa, membawa perubahan struktural pada ranah sosial. Kemunculan kaum borjuis pada abad tersebut seiring dengan tumbuh dan berkembangnya kapitalisme. Habermas kemudian membandingkan fenomena tersebut dengan era Yunani kuno. Era Yunani kuno membedakan antara ranah privat dengan ranah publik. Ranah privat berkaitan dengan rumah, kebutuhan makanan, reproduksi dan sebagainya. Sementara sebagai warga (bukan budak dan wanita), akan bersamasama mengisi ruang publik dimana kedudukan mereka setara, berhak berbicara dan mengeluarkan pendapat untuk memutuskan sesuatu atau untuk membuat aturan. Habermas kemudian mendefinisikan ranah publik borjuis sebagai berikut : The bourgeois public sphere may be conceived above all as the sphere of private people come together as a public; they soon claimed the public sphere regulated from above against the public authorities themselves, to engage them in a debate over the general rules governing relations in the basically privatized but publicly relevant sphere of commodity exchange and social labour. The medium of this political confrontation was peculiar and without historical precedent: people’s use of their reason. (Habermas, 1989, p. 23)
Ranah publik kemudian menjalankan fungsi untuk mengawasi pemerintah, menjadi dasar umum untuk mencapai keinginan umum untuk melawan keinginan sepihak di dalam proses pembuatan aturan atau undang-undang. Kemudian ranah publik menjadi landasan pemerintah untuk mendapatkan gagasan terkait hukum serta aturan yang berdasarkan atas ‘rational will’. Yang hadir melalui debat rasional di ranah publik. Termasuk juga memberikan legitimasi kepada setiap produk regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Habermas kemudian memberikan gagasan terkait re-feudalization di dalam ranah publik yang berkembang di abad ke-20, yaitu kondisi dimana warga
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
menjadi konsumen pasif terhadap aturan serta keputusan yang dibuat oleh elit. Lalu kemudian, menjadi sumber legitimasi elit untuk melakukan kebijakankebijakan tertentu dengan mengatasnamakan reason, sedangkan ranah publik yang seharusnya adalah ketika warga didukung untuk aktif berbicara dan mengeluarkan pikiran dan gagasan, karena merekalah yang kemudian akan menjadi sumber legitimasi bagi pemerintah. Setiap orang yang ada dalam ranah publik didukung untuk mempunyai rasa yang mampu untuk menilai keputusan berdasarkan dari apa yang mereka baca. Inilah yang kemudian dimunculkan sebagai sebuah ide kritik, kritik yang besifat rasional yang bersifat kritis tanpa adanya intimidasi. Habermas mengacu kepada fenomena tiga tempat yang terjadi di coffeehouses (Britain), salons (Perancis) dan table societies (Jerman) (Ibid, p. 36). Tempat tersebut merupakan tempat yang biasa digunakan kaum borjuis untuk bertemu dan berinteraksi, yang disebut Habermas sebagai ranah publik borjuis, walaupun ketiga tempat tersebut memiliki perbedaan komposisi, perbedaan kondisi dimana mereka berdebat dan perbedaan orientasi topik. Untuk mencapai kondisi tersebut, Habermas mengajukan tiga syarat yaitu (Ibid. p. 36) : 1) Menjaga hubungan sosial sebagai hubungan yang setara, menghiraukan status sosial yang ada. 2) Pembicaraan yang ada berkaitan dengan topik umum yang menjadi otoritas Negara atau pengambil kebijakan. 3) menerapkan prisip-prinsip inklusivitas. Peranan bahasa dan komunikasi sangat penting untuk menunjang keberlangsungan ranah publik. Hal tersebut juga berkaitan dengan tindakan komunikatif yang mendorong terciptanya komunikasi yang dialogis. Lebih lanjut Habermas mengangkat hal tentang lifeworld dan system yang ada pada ranah publik. Lifeworld merupakan tempat atau ruang dimana kita membangun interaksi sosial dengan yang lain. Lifeworld berkaitan dengan domain informal manusia kehidupan sosial seperti keluarga, kebudayaan, kehidupan politik diluar partai, media masa, dsb. Sedangkan system
identik dengan system birokrasi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pemerintahan serta hubungan ekonomi. Perbedaan substansial keduanya adalah, system mengarahkan individu kepada tujuan yang tidak behubungan dengan pemahaman (understanding) atau konsensus. Berdasarkan pemikiran Habermas, ranah publik menekankan pada penggunaan critical reason, sebagai aktivitas reasoning. Dengan peran yang dijalankan oleh ranah publik fungsi pengawasan terhadap Negara dapat dijalankan, serta menjadi dasar untuk terbentuknya pemerintahan yang baik dan teratur.
3.4.3 Diskursus Etik Diskursus etik merupakan proyek yang dikembangkan Habermas berangkat dari teori-teori sebelumnya. Diskursus etik merupakan proses pengembangan karakteristik publisitas, inklusivitas, persamaan, solidaritas, dan program sosial teori. Diskursus etik yang dikembangkan oleh Habermas berfokus pada positif etik, yaitu diskursus yang menekankan ranah prosedural daripada ranah substansial. Memberikan jalan prosedur umum bagi jawaban rasional atas pertanyaan-pertanyaan practical. Diskursus etik merupakan perpanjangan lebih lanjut dari teori tindakan komunikatif terutama dalam ranah moralitas. Tujuan Habermas adalah bagaimana teori moral dapat memberikan jawaban atas pertanyaan mengenai teori sosial. Teori moral Habermas dapat dimengerti sebagai analisis terhadap ucapan, bagaimana menentukan validitas yang baik menuju norma yang telah disepakati (rightness). Konsep Habermas mengenai moralitas bersifat pragmatik karena hal tersebut menafsirkan diskursus moral sebagai mekanisme sosial pemecahan konflik.
Teori
Habermas
menjadikan
bahasa
sebagai
alat
untuk
mengkoordinasikan tindakan dan permintaan institusi sosial. Setidaknya Habermas berkutat pada problem mengenai prinsip apa yang mendasari moralitas dan bagaimana kita membangun norma moral yang valid. Bagi Habermas sendiri norma merupakan peraturan-peraturan yang sudah menjadi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kebiasaan dalam kehidupan manusia. Biasanya peraturan-peraturan tersebut terdiri atas susunan gramatikal imperative seperti ungkapan “Jangan mencuri”. Normanorma yang valid berperan untuk mengkoordinasikan tindakan kita dalam kehidupan sosial dan memantapkan harapan kita terhadap perilaku orang lain. Serta memastikan tindakan tindakan orang lain bebas konflik. Pemikiran Habermas mengenai diskursus etik dimaksudkan untuk memberikan sebuah jalan prosedural agar seseorang dalam diskursus tidak menggunakan latar belakang partikular yang dapat menjadikan diskursus mengalami jalan buntu yang berujung pada konflik. Hal tersebut terjadi dikarenakan pemahaman partikular yang secara implisit mempengaruhi perkataan maupun tindakan, biasanya dipengaruhi oleh agama, norma, tradisi, kepercayaan partikular yang berbeda dengan orang lain. Tujuan Habermas adalah membangun sebuah diskursus dengan landasan argumentasi moral agar setiap perkataan dan tindakan dapat dipahami dan diterima dalam proses diskursus. Sehingga menghasilkan sebuah consensus yang bersifat universal. Ada dua prinsip yang dijelaskan Habermas dalam diskursus etik yaitu prinsip
diskursus
(discourse
principle)
(D)
dan
prinsip
universalisasi
(universalization principle) (U). Bagi Habermas, prinsip universalisasi (U) merupakan prinsip yang harus dibangun dengan argumentasi-argumentasi yang menggunakan prinsip diskursus (D) sebagai premisnya. Poin esensialnya adalah bagaimana menciptakan sebuah proses dialogis agar diskursus dapat memenuhi fungsi sosial dan fungsi pragmatic. Agar setiap orang yang berada dalam diskursus mencapai pemaknaan bersama. Karena proses justifikasi sebuah norma harus melibatkan lebih dari satu orang. Proses dimana norma yang ada dapat diterima oleh yang lain. The discourse principle (D) states that: Only those action norms are valid to which all possibly affected persons could agree as participants in rational discourse. (Habermas, op.cit. p.107)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Prinsip diskursus (D) memberikan kita bagaimana validitas norma dapat diterima, melalui diskursus praktis. Sedangkan prinsip universalisasi (U) memberikan kita cara bagaimana menguji norma moral. Norma moral ditekankan harus bersifat universal namun mampu diterima kepada setiap orang secara individual. Norma moral dikatakan valid jika dan hanya jika norma tersebut dapat memberikan kepuasan sebagai ketertarikan umum kepada setiap orang. Contoh yang paling menggambarkan adalah hak-hak universal manusia menunjukan norma moral yang valid dan kemudian diterima secara universal.
3.4.3 Demokrasi Teori Habermas mengenai demokrasi merupakan kelanjutan dari teori-teori Habermas sebelumnya. Teori demokrasi Habermas dimulai dengan penjabaran konsep politik Habermas. Ia membedakan dua dasar ranah publik yaitu informal politikal dan formal politikal. Informal political terdiri atas hubungan yang spontan yang bersumber dari komunikasi dan diskursus. Dikenal dengan sebutan civil society. Civil society diidentifikasi bukan sesuatu yang dibentuk dan diinstitusikan
dalam
mengambil
keputusan.
Sedangkan
formal
political
merupakan arena yang dalam pengambilan keputusan bersifat institusional dan dibentuk dalam setiap komunikasi dan diskursus untuk mengambil keputusan. Negara sendiri bukan merupakan formal politikal karena Negara bukan hanya sekedar institusional dalam mengambil kebijakan dan mengambil keputusan. Negara juga merupakan sebuah system administrative birokrasi yang diarahkan yang kemudian ditermkan oleh Habermas sebagai “medium of power”. Dua konsep informal dan formal yang kemudian menjadi kerangka kerja dalam konsep teori politik Habermas. Dalam civil society, setiap anggota di dalam komunitas politik berperan dan berpartisipasi dalam diskursus, meraih pemahaman. Dalam formal politikal, merupakan bentuk representatif anggota dalam
komunitas
politik
untuk
mengambil
keputusan,
membuat
dan
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan. Habermas menggambarkan, sebuah sistem politik dapat bekerja baik institusi pengambil kebijakan membuka ruang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
input yang berasal dari opini civil society yang dapat mempengaruhi output dalam menghasilkan keputusan dalam setiap hokum dan kebijakan. Dalam prakteknya, sistem demokrasilah yang terbaik yang mampu memproduksi hukum dan kebijakan dalam bentuk opini publik yang diskursif dan rasional serta dapat dijustifikasikan. Setiap hukum dan kebijakan yang dipatuhi oleh setiap warga Negara haruslah dapat diterima secara rasional oleh masyarakat yang rasional. Posisi Habermas dalam perdebatan dua konsep politik antara liberaldemokratik dan civil- republican mengambil posisi alternatif. Liberal-demokratik yang memberikan hak-hak istimewa kepada individu dan ruang privat sedangkan civic-republican memberikan hak-hak istimewa kepada kolektif dan public. Dalam pandangan liberal-demokratik setiap individu mempunyai hak untuk melindungi kebebasannya dalam meraih tujuannya. Kebebasan disini diartikan sebagai kesempatan. Negara mengambil peran minimal state dimana Negara meninggalkan setiap subjek individu bebas dalam menentukan hidupnya. Intervensi hanya mungkin bila kebebasan seseorang terganggu oleh kebebasan yang lain. Partisipasi dalam komunitas politik bukan dipandang sebagai sesuatu yang bernilai, melainkan hanya alat instrumental untuk melindungi hak dan kesempatan. Negara pun harus bersikap netral dengan menghormati setiap nilai dan tujuan yang dipunyai setiap individu. Sedangkan civic-republikan mempunyai konsep bahwa otonomi publik bukan terdapat pada konsep kesempatannya namun konsep aplikasinya. Nilai yang benar merupakan kebebasan berekspresi, misalnya bohong bukanlah sebuah kesempatan pada individu tapi masuk kedalam ranah aktualisasi kolektif. Setiap individu bebas berekspresi selama hal tersebut bermanfaat untuk seluruh individu yang ada. Keanggotaan dalam komunitas politik merupakan hal yang bernilai. Negara dapat melakukan kebijakan apa saja asalkan netral. Negara akan berperan aktif untuk merekomendasikan nilai dan ide kepada para warga Negara. Akhirnya, dengan pandangan ini banyak hak individual yang ditemukan dan bergantung kepada nilai dan ide dari komunitas politik. Habermas kemudian menggabungkan konsep politik antara liberaldemokratik dengan civil- republikan. Memodifikasi kedua konsep tersebut ke
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
dalam realitas masyarakat modern. Habermas mengandaikan konsep bahwa sebuah konsep dapat memberikan otonomi privat dan public secara bersamaan. Politik berdasarkan pemikiran Habermas merupakan ekspresi terhadap kebebasan yang secara simultan bergerak dari subjektivitas individual dan kedaulatan rakyat (Ibid. p. 468). Habermas juga mempertahanan ide tentang hak-hak asasi manusia dan setuju dengan pandangan liberal yang berpendapat bahwa Negara harus toleran terhadap perbedaan budaya dan pandangan terhadap dunia. Secara menyeluruh teori Habermas mengenai demokrasi merupakan kelanjutan dari teori kritis sosial. Ada dua dimensi kekuatan politik yaitu kekuatan komunikatif dan administratif. Kekuatan komunikatif berkedudukan pada civil society dan diskursus yang dibangun dalam mengambil sebuah keputusan. Sedangkan kekuatan administratif berkedudukan pada Negara dan birokrasi pemerintah. Tesis utama Habermas adalah kondisi politik yang baik (demokrasi) adalah ketika institusi politik dapat dan mampu menerjemahkan kekuatan komunikatif kedalam kekuatan administratif yang dipegang oleh Negara dan pemerintah.
3.4.3 Kesimpulan Sementara Teori komunikasi Habermas merupakan teori yang berkelanjutan. Teori komunikasi yang diajukan oleh Habermas bukan sekedar komunikasi antara dua subjek, melainkan juga menyentuh ranah sosial dan politik. Dimulai dari sebuah proses diskursus rasional kemudian dicapailah sebuah konsensus yang mampu mengintegrasikan masyarakat. Teori politik Habermas mengenai demokrasi juga merupakan usaha Habermas untuk membuat ruang komunikasi yang terbuka antara individu, komunitas politik dan hubungannya dengan peran negara pemerintah. Pada pembahasan selanjutnya akan terdapat pembahasan mengenai kurikulum (KTSP) dan relevansinya dengan teori komunikasi Habermas.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB IV TEORI KOMUNIKASI HABERMAS DAN RELEVANSINYA DENGAN KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL Bicara tentang komunikasi adalah bicara tentang aktivitas manusia secara keseluruhan. Komunikasi adalah proses simbolik meliputi internal dan eksternal manusia. Bahasa sebagai sebuah instrumen yang mendukung proses komunikasi merupakan media pendukung agar komunikasi berperan untuk mengaktualisasi diri, mengekspresikan perasaan dan penghubung antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam relasi sosial. Dalam dunia pendidikan peran komunikasi sangatlah penting dalam upaya proses transfer nilai dan pengetahuan. Hubungan antara guru dengan pesertadidik, antara pemerintah dengan masyarakat dan antara institusi pendidikan dengan lingkungan dihubungkan melalui proses komunikasi. Fungsi komunikasi yang bersifat prosedural, dinamis dan transaksional menopang langsung kegiatan pendidikan dalam aktivitas penyelenggaraan pendidikan. Habermas salah satu tokoh pemikir Jerman yang memberikan sebuah solusi terhadap problem relasi ideologis dengan mengangkat aspek komunikasi. Berpijak pada akar pemikiran Marxisme, Habermas berusaha meneropong fenomena kaum borjuis dalam kapitalisme kontemporer. Ia mencoba mengungkap penindasan gaya baru, bukan lagi merujuk pada hubungan ekonomi instrumental antara majikan dengan buruh, melainkan hubungan tindakan instrumental antara Negara/ kaum borjuis dengan civil society. Tindakan
instrumental
inilah
yang
berkembang
seiring
dengan
industrialisasi dan kapitalisme ekonomi pada abad ke-18 di Eropa. Kesadaran rasional yang kritis berusahaditindas dan dimatikan dengan menghadirkan kesadaran “palsu”, kesadaran yang mengorientasikan tindakan kepada tujuan bukan kepada reason. Kesadaran palsu kemudian mengarahkan civil society pada tindakan instrumental yang pada akhirnya mendukung posisi Negara/ kaum borjuis untuk mempertahankan kekuasaannya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Habermas sendiri bukanlah tokoh yang pemikirannya konsen pada problemproblem pendidikan. Namun pemikirannya mempunyai implikasi lebih lanjut ke banyak bidang, termasuk bidang pendidikan. Dengan membawa semangat emansipatoris, untuk menciptakan civil society yang bebas dari penindasan, hegemoni dan dominasi yang dilakukan oleh Negara dan kaum borjuis. Bila
dipetakan
dalam
pembagian
cabang
filsafat
yaitu
ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Pemikiran habermas yang berimplikasi pada pendidikan masuk kepada cabang epistemologi dan aksiologi. Pemikiran komunikasi Habermas berusaha untuk memberikan jalan instrumental agar pengetahuan yang didapat dan diinternalisasi dalam proses kegiatan belajar mengajar bebas dari upaya hegemoni dan dominasi. Melalui mekanisme komunikasi interaktif, posisi guru dengan dengan peserta didik menjadi setara. Serta terhindar dari relasi mengobjekkan yang biasa dilakukan guru kepada siswa. Sedangkan dalam aksiologi, Habermas mengusung transformasi sosial sebagai sebuah jargon pendidikan. Proses belajar mengajar harus menjanjikan output pendidikan berupa perbaikan kehidupan manusia berupa tindakan-tindakan sosial yang nyata dan bermanfaat untuk keberlangsungan hidup namusia. Tindakan sosial yang menekankan pemahaman rasional manusia akan mengeleminasi tindakan instrumental yang menekankan kepada tujuan semata. Dikarenakan adanya implikasi-implikasi teoritis antara teori komunikasi Habermas dengan pendidikan. Maka tulisan selanjutnya akan membicarakan beberapa implikasi pemikiran Habermas di dalam dunia pendidikan termasuk relevansi teori komunikasi habermas dengan KTSP sebagai kurikulum pendidikan nasional.
4.1
Pendidikan Berbasis Demokrasi Pengusahaan dan penyelenggaraan pendidikan, terutama pendidikan formal
merupakan tugas yang harus dilakukan dan dijalankan oleh pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin pemerataan kesempatan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan demi tuntutan kehidupan. Kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pendidikan merupakan hal yang bersifat public interest. Oleh sebab itu, pemerintah berwenang membuat regulasi terkait otoritas pemerintah berada dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun wewenang yang dilakukan oleh pemerintah sangat potensial untuk disalahgunakan. Secara umum digambarkan dalam beberapa poin berikut (Patricia, 1983, p. 55) 1. Individu mendapatkan hak konstitusional untuk dapat mengakses pendidikan sebagai tanggung jawab seorang warga Negara. Kemudian akan menjadi sebuah problem politis ketika segala kebutuhan akan pengetahuan yang didapatkan di dalam pendidikan harus sejalan dengan tujuan pemerintah yang telah disusun didalam kurikulum forum nasional. Hal tersebut otomatis menghilangkan kesempatan mengangkat potensi dan kondisi lokal yang ada. 2. Sebagaimana kebijakan pemerintah terkait pendidikan dan kurikulum, sangat rentan terhadap kepentingan politik. Dalam bentuk negatifnya peraturan yang bersifat dominasi dan beberapa jenis otoritas struktur hirarkis. Penuh dengan kerahasiaan serta tipu muslihat dalam proses transfer pengetahuan. 3. Peraturan pemerintah yang berlaku di dalam kurikulum berskala nasional akan mereduksi potensi aktivitas dan pembelajaran yang bersifat lokal.
Habermas dalam teori komunikasi menekankan bahwa aspek bahwa manusia mempunyai hubungan yang setara dalam komunikasi. Dalam hal ini Habermas meniadakan situasi subjek-objek. Serta adanya ruang kebebasan dalam proses komunikasi tanpa adanya paksaan dan tekanan. Hubungan komunikasi yang interaktif dapat menciptakan keterbukaan relasi yang dapat mengajak partisipasi aktif di dalam proses komunikasi. Lebih jauh terkait kebijakan pemerintah yang diimplementasikan ke dalam kurikulum pendidikan, Habermas menekankan pentingnya aspek komunikasi dalam tindakan komunikatif sangat
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ditekankan adanya partisipasi warga negara yang demokratis. Hal tersebut ditandai dengan ajakan partisipasi aktif warga negara untuk ikut serta dalam penentuan kurikulum pendidikan nasional. Setidaknya ada dua peran warga Negara terhadap pendidikan, yaitu: 1. Partisipasi
warga
negara
dalam
pengembangan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass-roots memberikan ruang terbuka kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengembangan kurikulum. Desentralisasi pengembangan kurikulum memungkinkan adanya kompetisi dalam peningkatan mutu dan sistem pendidikan yang dapat melahirkan output pendidikan berupa manusia yang mandiri dan kreatif. 2. Partisipasi warga negara dalam pengawasan dan pengevaluasian kurikulum. Proses kurikulum yang berlangsung secara terpadu dan berkesinambungan untuk pencapaian tujuan dalam pendidikan yang telah digariskan di dalam kurikulum. Evaluasi kurikulum meliputi: komponenkomponen analisis kebutuhan dan studi kelayakan, perencanaan dan pengembangan, proses pembelajaran, revisi kurikulum dan research kurikulum, (Rusman, op.cit, p. 498). Peran warga negara bukan hanya sekedar ikut serta aktif dalam diskursus, namun juga lebih luas lagi. Warga Negara berhak pula dalam pengembangan, pelaksanaan serta pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pendidikan. Demokrasi berperan mereposisi porsi pemerintah, agar posisi mereka setara dengan unsur-unsur masyarakat yang ada. Dengan demikian hegemoni, dominasi serta kepentingan politik penguasa yang mengintervensi ke dalam pendidikan dapat dihindarkan. Demokrasi juga berperan agar proses tersebut dapat berjalan berkelanjutan sebagaimana mestinya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4.2
Tindakan Komunikatif Menuju Pendidikan dialogis Habermas sendiri bukanlah tokoh yang menggeluti kurikulum praktis,
namun implikasi teori tindakan komunikatif adalah menjadikan tindakan komunikatif sebagai instruksi praktis yang didasarkan kepada kurikulum dengan basis kognitif berdasarkan atas argumentasi. Non-reflexive learning takes place in action contexts in which implicitly raised theoretical and practical validity claims are naively taken for granted and accepted or rejected without discursive consideration.
Reflexive learning takes place through discourses in which we thematize practical validity claims that have become problematic or have been rendered problematic through institutionalized doubt, and redeem or dismiss them on that basis of arguments. (Habermas, 1975, p. 15)
Berangkat dari pembelajaran reflexive learning, pembelajaran berbasis diskursus dan argumentatif merangsang proses kognitif dan moral reasoning. Mencapai otonomi manusia melalui proses pembelajaran interaktif dalam pendidikan. Habermas focus terhadap pengembangan teori tindakan komunikatif dan reason melalui pendekatan intersubjektivitas yang didasarkan pada bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa dalam komunikasi sehari-hari inilah yang kemudian menghubungkan antara reason dengan kondisi realitas sosial masyarakat. Proses komunikasi berfungsi mendekatkan proses reasoning pembelajaran dengan kondisi sosial masyarakat. Mendekatkan pengetahuan yang bersifat teori dengan teknik aplikasinya di lapangan. Eksplorasi Habermas kemudian direlasikan terhadap proses pembelajaran yang memasukkan pembelajaran ‘highest forms’ yaitu diskursus self-reflexive dalam pembelajaran kolektif (Raymon, Carlos, 2002, p. 120). Diskursus tersebut berusaha mengangkat pembelajaran sebagai basis dasar kompetensi sosial, berangkat dari hal yang berkaitan dengan individu menuju hal yang berkaitan dengan masyarakat.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah formal, implementasi pengajaran berbasis dialogis dapat terimplementasi dalam beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Perencanaan, yaitu tahap analisis mengenai kebutuhan-kebutuhan sumber belajar sekolah yang menjadi karakteristik dalam setiap kurikulum tingkat satuan pendidikan yang ada. Dengan melakukan penetapan sumber belajar yang akan digunakan baik terkait konsep serta output yang dihasilkan. Kemudian pengembangan yang kemudian menjadi rujukan untuk mengakomodasi kegiatan belajar mengajar. Tentunya dengan mengajak peran partisipai aktif unsur-unsur pendidikan seperti, kepala sekolah, guru, siswa, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan sebagainya. 2. Tahap pelaksanaan, yaitu proses pembelajaran, dimana kegiatan belajar mengajar antara guru dengan siswa berdasarkan relasi setara subjek dengan subjek. Kegiatan belajar mengajar disajikan dengan pembelajaran interaktif, berusaha menciptakan ruang dialog dalam proses reasoning. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan refleksif terkait materi pelajaran yang ada. 3. Tahap evaluasi, yaitu proses dimana perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ditinjau. Sejauh mana proses pembelajaran telah menghasilkan output yang sesuai dengan harapan seluruh pihak. Baik dalam hal input maupun output pendidikan berupa prakteknya ke masyarakat. Proses dialogis yang tercipta mampu memberikan ruang terbuka, memposisikan setiap unsur-unsur pendidikan untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan. Memberikan ruang eksplorasi proses belajar mengajar untuk mengajak siswa berpartisipasi aktif. Dengan proses dialogis mampu memberikan proses kognitif dan reasoning yang mengarahkan pendidikan ke arah yang lebih baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4.3
Teori kritis pendidikan menuju transformasi sosial Pendidikan kritis dilatarbelakangi oleh sistem kapitalisme dan kesenjangan
struktural yang berakibat pada adanya hegemoni. Kapitalisme melestarikan hegemoni dengan mencegah krisis motivasi, legitimasi, identitas, politik dan ekonomi. Ideologi yang melingkupi dan diimplementasikan ke dalam pendidikan dimaknai Habermas sebagai “penindasan terhadap kepentingan umum”. Kritik ideologi yang digaungkan oleh Habermas merupakan kritik terhadap cara kerja kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat kapitalis. Kritik ideologi dirancang untuk membongkar kerja ideologi dalam berbagai lingkup kehidupan manusia yang yang berorientasi kepada kepentingan pribadi dengan menatasnamakan kepentingan kepentingan bersama. Teori kritis mengusulkan agenda pendidikan untuk memliliki metodenya sendiri terutama kritik ideologi dan riset aksi. Riset aksi memberikan kekuasaan kepada mereka untuk bergiat dalam konteks pendidikan karena merupakan motor riset dan praktis. Dengan demikian, riset aksi diklaim dapat memberdayakan dan bersifat emansipatoris . Habermas berpendapat bahwa pengetahuan memiki beragam kepentingan karena pengetahuan beroperasi di dalam masyarakat. Kepentingan sendiri memiliki fungsi ideologis dimana dapat digunakan untuk mempertahankan kekuasaan penguasa dan dapat memelihara status quo. Pengetahuan merupakan proses yang ditentukan oleh kekuasaan sosial yang kemudian didukung oleh komunitas akademis/ institusi pendidikan. Teori kepentingan pembentuk pengetahuan (knowledge-constitutive interest) berusaha untuk menyingkap kepentingan dalam situasi tertentu dan menyelidiki kepentingan tersebut dengan mengidentifikasi sampai dimana kepentingan itu menciptakan keadilan dan demokrasi. Tujuan teorinya bersifat transformatif yakni mengubah masyarakat dan individu menuju tatanan sosial demokratis (Palmer, 2003, p. 385).
Dengan melahirkan masyarakat egalitarian yang adil dengan
mengangkat aspek kebebasan individu dan kolektif.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Dalam konteks teori tindakan komunikatif, Habermas berusaha untuk memikirkan ulang pencerahan (enlightenment) reason dan implikasinya terhadap pembelajaran kolektif (collective learning) (Ibid.
p. 137-138). Awal pijakan
Habermas adalah memberikan status dukungan kepada diskusus dengan ciri dialog argumentasi rasional. Habermas kemudian menuliskan. “Only when certain domains of discourse are institutionalized to such an extent that under specifiable conditions a general expectation exists, that discursive conversations will be initiated, can they become systematically relevant mechanism of learning for a given society.” (Habermas, 1973, p. 25)
Dalam perspektif di atas, institusi pendidikan merupakan bagian dari unsur diskursus yang berkontribusi sepenuhnya dalam pembelajaran kolektif. Dalam diskursus, penekanan “validity claims” sebagai pengujian sistematis terhadap argumentasi rasional yang baik dapat menjadi proses rasional untuk mewujudkan transformasi sosial.
Berangkat dari filsafat analitik speech act theory yang menekankan bahwa bahasa telah menjadi bagian dari realitas sosial. Bahasa bukan hanya merujuk pada objek semata melainkan merujuk kepada tindakan-tindakan sosial. Speech act theory kemudian dikembangkan oleh Habermas melalui aspek illocutionary dengan tindakan komunikatif, dimana tindakan komunikatif berorientasi kepada pemahaman (understanding). Merujuk pada pendekatan tindakan komunikatif, bahwa di dalam pendidikan proses pembelajaran teori dalam proses belajar mengajar harus merujuk kepada tindakan-tindakan sosial. Tindakan komunikatif dalam proses belajar menuju titik pemahaman (understanding) harus menyentuh praktis. Habermas menekankan bahwa pendidikan merupakan instrumen untuk melakukan transformasi sosial. Ruang komunikasi yang terbuka, menciptakan diskursus dengan argumentasi rasional merupakan proses rasionalisasi terhadap kesadaran manusia (scientization). Transformasi sosial hasil tindakan yang oleh
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Habermas berasal dari proses komunikasi terbuka yang hadir dari ruang diskursus yang interaktif, emansipasif, dan setara. Setiap pemahaman (understanding) dijadikan argumentasi rasional menuju diskursus. Lalu berkembang menjadi tindakan komunikatif ketika apa yang dikatakan menjadi tindakan konkrit di dalam ranah sosial dan masyarakat.
4.4
Relevansi KTSP Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas
4.4.1 KTSP Mengangkat Pendidikan yang Humanis Sudah menjadi tradisi lingkaran Mazhab Frankfrut bahwa mereka memandang apatis terhadap perkembangan rasionalitas dan pencerahan. Munculnya kapitalisme dan industrialisme telah mengilusi kesadaran manusia. Pengetahuan dan teknologi menjadi penindasan gaya baru pada masyarakat modern. Kritik tajam dilontarkan oleh Mazhab Frankfrut, khususnya oleh Habermas yaitu tentang paradigma rasio instrumental yang berkembang seiring kapitalisme. Setiap kesadaran dan tindakan manusia diarahkan untuk mencapai produksi atau tujuan secara efisien. Potensi yang muncul kemudian menjadi manipulatif terhadap realitas. Kesadaran dan tindakan manusia diarahkan kepada persoalan “how” sehingga problem yang muncul bukan problem pengetahuan melainkan problem teknis tanpa adanya nilai-nilai. Kapitalisme tingkat lanjut kemudian memanifestasikan rasio instrumental sebagai instrumen penyeragaman dan pembendaan kesadaran manusia dengan menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu. Kapitalisme tingkat lanjut kemudian melumpuhkan kesadaran kritis yang kemudian semakin menjaga status quo kaum kapitalis. Masyarakat modern mungkin melihat bahwa mereka bebas namun nyatanya mereka terbelenggu (Donny Gahral, op.cit. p. 73). Melihat problem tersebut Habermas memunculkan teori komunikasi sebagai jawaban atas problem tersebut. Mengganti rasio instrumental dengan rasio komunikatif yang mampu menjadi kesadaran kritis untuk membebaskan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
masyarakat modern dari ilusi rasionalitas dan pencerahan. Dengan merangsang kesadaran kritis atas rasio, manusia modern dapat terbebas dari dominasi dan hegemoni kaum kapitalis. Menjadikan tiap individu otonom, kreatif, independen, menuju eksplorasi diri sesuai apa yang mereka inginkan. Dengan berpijak pada kesadaran kritis, diusunglah pendidikan humanis berupaya
memberikan
penyadaran
kepada
peserta
didik
agar
mampu
mengeksplorasi potensi individu semaksimal mungkin. Tanpa adanya pemaksaan, dominasi dan hegemoni yang mengarah kepada penyamarataan di dalam pendidikan. Pendidikan humanistik membantu peserta didik menemukan diri mereka sendiri dengan member penghargaan atas inovasi dan kreatifitas yang ada. Kurikulum yang
bersifat
humanistik
menolak
upaya-upaya
pemaksaan,
penekanan, dominasi dan hegemoni yang ada pada pendidikan dengan mengarahkan pendidikan sebagai proses reasoning. Melalui komunikasi yang terbuka, kurikulum yang bersifat humanis merupakan jalan pembebasan dalam mengembangkan partisipasi aktif, keterlibatan, hak suara peserta didik, dan perwujudan kebebasan eksistensial individu serta kolektif. Pendidikan yang humanistik memposisikan guru sebagai fasilitator untuk membangkitkan kesadaran kritis dan refleksif peserta didik. Karena setiap individu diyakini memiliki kemampuan dan potensi yang alamiah. Peran komunikasi dalam hal ini dibangun antara guru dengan peserta didik adalah komunikasi yang terbuka dan saling percaya. Kurikulum dalam pendidikan humanistik mengintegrasikan domain afektif (emosi, kepribadian dan nilai) dengan domain kognitif (intelektual dan kemampuan siswa) dengan ciri sebagai berikut (Rusman, op.cit. p. 36). 1. Partisipasi. Adanya persetujuan, pembagian, negosiasi, dan tanggung jawab bersama. 2. Integrasi. Adanya interaksi keterbukaan, kesamaan pikiran, perasaan dan tindakan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3. Relevansi. Kebutuhan pembelajaran berhubungan dengan kebutuhan dasar dan manfaat emosional serta intelektual peserta didik. 4. Self. Diri adalah objek pembelajaran yang diakui. 5. Goal. Tujuan sosial adalah untuk mengembangkan kesetiaan sosial.
Habermas mengandaikan adanya keluaran/ output dari pendidikan berupa individu-individu
yang
otonom,
mampu
menyadari
adanya
penindasan,
ketidakadilan, hegemoni dan dominasi yang dilakukan oleh penguasa. Kesadaran yang dilakukan oleh individu menjadi sebuah langkah emansipatoris, yaitu penyadaran kritis atas penindasan menuju pada kesadaran rasional. Proses pembebasan tersebut kemudian diimplementasikan pada ranah praktis di masyarakat.
Implementasinya
berupa
tindakan-tindakan
sosial
untuk
menghilangkan segala bentuk penindasan yang ada dan membelenggu masyarakat. Tindakan tersebutlah yang kemudian menjadi jalan pembebasan untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Hal tersebutlah yang kemudian diakomodasi oleh KTSP. Pendidikan dijadikan langkah awal emansipatoris dengan pengembangan siswa sebagai individu yang unik didukung oleh terciptanya ruang komunikasi yang terbuka. Pengetahuan yang didapatkan kemudian dapat diterapkan melalui tindakan praktis di masyarakat. Keterbukaan ruang komunikasi inilah yang kemudian mampu menghilangkan bentuk penindasan, hegemoni dan dominasi. Harapan manusia yang diinginkan oleh Habermas dan oleh KTSP adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi dirinya, baik eksistensi kedirian dalam individu maupun dalam sosial masyarakat.
4.4.2 KTSP Mengangkat Pembelajaran Interaktif Komunikasi memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran dalam pendidikan. Adanya distingsi antara aspek pendidikan teori dengan pendidikan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
praktis serta distingsi antara guru dengan peserta didik dapat dihubungkan dengan komunikasi. Prinsip pembelajaran Dialogis menjadi salah satu prinsip yang melandasi KTSP, baik dalam metode pembelajaran guru dengan peserta didik maupun penyusunan tujuan-tujuan pengajaran di dalam kurikulum pendidikan. Dengan pembelajaran dialogis akan tercipta suasana belajar mengajar yang interaktif antara guru dengan siswa. KTSP merupakan jenis kurikulum yang berusaha untuk menciptakan ruang demokrasi
dengan
relasi
komunikasi.
Hal
tersebut
untuk
menjamin
penyelenggaraan pendidikan yang tidak diskriminatif, menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Merujuk kepada UU no 20 Tahun 2003 yaitu Pasal 4 ayat 1 Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan. Pasal
tersebut
juga
memberikan
landasan
demokratis
terhadap
penyelenggaraan kondisi belajar mengajar antara guru dengan siswa di dalam kelas. Relasi yang dibangun antara guru dengan siswa harus bersifat dialogis. Komunikasi kepada siswa menjadi strategi menciptakan proses belajar yang edukatif, komunikatif agar menciptakan hubungan yang harmonis. Guru memegang peranan penting sebagai fasilitator untuk membangunkan potensipotensi siswa. Komunikasi menciptakan situasi belajar mengajar berorientasi kepada siswa. Berikut merupakan perbandingan kelebihan KTSP dengan Kurikulum sebelumnya (Kurikulum 1994) (Ibid. p. 498). KTSP
No 1
Guru
menjadi
pembimbing,
pelatih
Kurikulum 1994 pengajar, Guru
sebagai
pengajar,
dan pembimbing, dan pelatih
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pengembang kurikulum 2
Pembelajaran berbasis kompetensi Pembelajaran berbasis konten (isi) sehingga
siswa
dalam
proses sehingga peserta siswa dipandang yang sebagai kertas putih yang perlu
perkembangannya
berkelanjutan dari seluruh aspek ditulis kepribadian,
sebagai
dengan
pemekaran pengetahuan
sejumlah (transfer
ilmu of
terhadap potensi-potensi bawaan knowledge) sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan dikembangkan oleh lingkungan 3
Guru
sebagai
fasilitator
bertugas lingkungan
yang Guru
sebagai
penyampai
yang
menentukan
mengondisikan kurikulum untuk
memberikan segala sesuatu yang terjadi di
kemudahan belajar siswa
dalam kelas sehingga cenderung mendominasi
4
Berpusat
pada
siswa
(student Berpusat
center)
pada
guru
(teacher
center)
Hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip metode pengajaran materi yang diusung oleh Habermas dalam prinsip pendidikan, pembentukan pengetahuan, terutama transfer pengetahuan dari guru kepada murid di dalam kelas (Palmer, 2003, p. 389) yaitu: 1. Perlunya kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif. 2. Kegiatan belajar mengajar berdasarkan diskusi (discussion-based work). 3. Perlunya belajar mandiri melalui pengalaman dan flesibel. 4. Perlunya belajar melalui diskusi.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
5. Perlunya pembelajaran atas pemahaman dan penyelidikan terhadap lingkungan. 6. Perlunya aktivitas pemecahan masalah. 7. Perlunya mengangkat hak siswa untuk berbicara. 8. Perlunya guru untuk bertindak sebagai intelektual transformatif.
4.4.3 KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Berbasis Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab Negara yang diregulasikan oleh pemerintah. Begitu juga dalam mengimplementasikan nilainilai atau norma terkait identitas kebangsaan harus diimplementasikan oleh pemerintah dalam sebuah regulasi kebijakan publik. Salah satu produk kebijakan publik adalah KTSP sebagai pedoman kerangka pendidikan dalam proses mengajar. Bagi habemas, kebijakan public tersebut harus mengakomodir civil society. Sebuah kebijakan publik bagi Habermas tidak akan lepas dari system politik dalam membuat dan merancang sebuah regulasi. System politik yang baik bagi Habermas adalah keterbukaan intitusi terhadap input yang berasal dari opini civil society atau masyarakat luas. Mengajak masyarakat luas ikut serta dalam merancang kebijakan akan memberikan legitimasi rasional terhadap setiap regulasi dan kebijakan yang telah hasilkan. Dengan begitu setiap regulasi dan kebijakan yang menjadi output dalam mekanisme system politik dapat diterima secara rasional oleh masyarakat yang rasional pula. Dengan menjunjung tinggi asas demokrasi, persamaan, kebebasan perpendapat, keadilan sosial dan persaudaraan dapan merangsang terbentuknya emansipasi aktif individu dan kolektif di dalam merancang pendidikan. Pendidikan sebagai sebuah sistem terbuka memberikan kesempatan kepada unsur masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 yang menjadi dasar penyelenggaraan KTSP.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Pasal 4 ayat 2 Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna. Pada pasal di atas dapat memberikan pengertian bahwa pendidikan dengan system yang terbuka menjadikan perubahan pendidikan bersifat dinamis. System yang terbuka dapat menyesuaikan perubahan dan dinamika sosial yang ada dan terjadi di masyarakat. Pasal 8 Masyarakat
berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Pasal 54 Ayat 1 Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga,
organisasi
profesi,
pengusaha,
dan
organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Kedua pasal tersebut mengajak peran aktif masyarakat untuk ikut serta aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena pendidikan merupakan system terbuka yang multi makna sejalan dengan salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Lebih lanjut peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat diatur kemudian dalam pasal 55 Ayat 1
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat Ayat 2 Penyelenggara
pendidikan
berbasis
masyarakat
mengembangkan
dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dalam proses penyusunan KTSP, terdiri dari beberapa unsur-unsur pendidikan yaitu guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, narasumber, serta pihak masyarakat yang terkait. Supervisi dengan melibatkan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan (Rusman, op.cit. p. 497). Dalam proses penyusunan, melalui diskursus yang mensejajarkan posisi unsur-unsur terkait. Pemerintah hanya berperan sebagai pihak penyelenggara dan pengarah, sementara unsur-unsur terkait, termasuk masyarakat diberikan porsi yang sama untuk berbicara dan mengeluarkan usul serta gagasan terkait dengan penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi (pada tiap satuan pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standa pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum. Setiap institusi pendidikan diberikan hak untuk mengeksplorasi pengembangan kurikulum sesuai kondisi geografis, sosial, serta cultural sesuai kebutuhan yang ada. Dengan mekanisme penyusunan tersebut, dapat membuka ruang emansipasi serta menghilangkan potensi hegemoni dan dominasi yang mungkin dapat terjadi. Dengan demikian arah pendidikan mampu terintegrasi dalam pemahaman (understanding) menuju konsensus. Diskursus sendiri harus melandaskan pada argumentasi rasional yang dapat diuji validitasnya. Menghilangkan segala hal pengaruh kepercayaan dan keyakinan yang sifatnya transendental.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Sebagai sebuah proses,
pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian individu dalam konteks aktualisasi diri, konteks bermasyarakat serta dalam konteks bernegara. Manusia sebagai makhluk berakal budi mempunyai kebutuhan akan nilai,
norma,
serta
pengetahuan.
Penyelenggaraan
pendidikan,
terutama
pendidikan formal harus mampu menjamin transfer nilai, norma serta pengetahuan berjalan berdasarkan kebutuhan aktualisasi diri individu. Aktualisasi diri sebagai sebuah subjek-nature manusia. Pendidikan merupakan proses pembentukan karakter serta potensi manusia sebagai individu
yang unik. Pendidikan
merupakan
momentum untuk
memperoleh pencapaian kehidupan manusia. Membantu mengarahkan dan memfasilitasi manusia dalam kehidupan personal maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, serta berbangsa dan bernegara. Pendidikan persekolahan atau pendidikan formal termasuk salah satu jenis pendidikan berdasarkan bentuknya. Pendidikan persekolahan atau pendidikan formal adalah salah satu bentuk pendidikan yang dibuat dan diselenggarakan oleh negara. Pendidikan persekolahan atau pendidikan formal merupakan pendidikan bersistem, dimana terdapat kerangka-kerangka acuan yang dibentuk dan diterapkan pada penerapan sistem pembelajarannya. Dalam proses pendidikan ini dapat disimpulkan berdasarkan tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap masukan dimana pada tahap ini menyentuh perencanaan pendidikan sebagai sebuah regulasi (termasuk dalam perencanaan kurikulum) yang dibuat dan dicanangkan oleh Negara. Pada tahap ini perlunya sebuah diskursus rasional yang mengajak seluruh unsur-unsur pendidikan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan tersebut. Penekanan terhadap ruang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
komunikasi yang terbuka akan menciptakan kesetaraan dalam diskursus sehingga meniadakan dominasi dan hegemoni serta membuka ruang emansipasi. Tahap kedua adalah tahap penerapan/ implementasi dimana regulasi yang telah direncanakan dalam sebuah rancangan pendidikan dijalankan dalam ruangruang kelas. Implementasi akan menyentuh domain afektif dan kognitif. Menciptakan posisi relasi antara guru dan peserta siswa. Peran teori komunikasi Habermas adalah menciptakan ruang komunikasi dialogis antara guru dan siswa. Komunikasi yang terbuka, setara, dan disertai dengan kepercayaan akan menciptakan relasi komunikasi interaktif untuk merangsang kesadaran rasional yang humanistik demi perkembangan kemampuan siswa. Tahap ketiga adalah tahap keluaran dan evaluasi dimana setiap proses pendidikan mengharapkan eksistensi manusia yang berlanjut ke dalam masyarakat. Menjadikan pengetahuan bukan serta merta teori yang didapatkan dibangku sekolah, melainkan pengetahuan yang mampu menciptakan transformasi sosial. Pengetahuan dapat diaplikasikan dalam teknologi yang mampu mempermudah kehidupan manusia. Bila dalam tahap ini perencanaan dan penerapan pendidikan belum berjalan maksimal maka evaluasi mutlak diperlukan agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara berkelanjutan. Pemikiran Habermas memberikan dukungan teori dalam pendidikan terutama relevansi teori komunikasi Habermas dengan KTSP. Habermas dan KTSP dalam beberapa hal yaitu: 1. Menjadikan pendidikan sebagai pembelajaran kritis sebagai langkah menciptakan kesadaran emansipatoris terhadap realitas sosial. Habermas dan KTSP sama-sama mengusulkan terciptanya ruang komunikas yang terbuka agar diskursus dalam tahap perencanaan, pengajaran pendidikan, dan evaluasi yang tercipta lepas dari motif penguasa, yaitu menjadikan pendidikan sebagai pembenaran kebijakan penguasa. 2. Menciptakan pengajaran yang berbasis dan berorientasi terhadap kebutuhan siswa. Disinilah Habermas dan KTSP sama-sama setuju
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
bahwa aspek komunikasi antara guru dengan siswa harus setara (hubungan subjek dengan subjek). Pengajaran materi memerlukan guru sebagai fasilitator dengan melihat siswa sebagai individu yang memiliki potensi unik di dalam dirinya. Dengan terciptanya kondisi pengajaran interaktif kesadaran kritis siswa dapat terbentuk sebagai sebuah kesadaran rasional. Memberikan tempat agar siswa mampu mengembangkan potensi yang dimiliki seluas-luasnya. 3. Habermas dan KTSP sama-sama menginginkan agar pendidikan menghasilkan keluaran/ output berupa individu yang peka terhadap kondisi realitas di dalam masyarakat. Keduanya sama-sama menekankan bahwa pendidikan bukan hanya apa yang diajarkan di ruang kelas, melainkan tindak lanjutnya berupa tindakan konkrit yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Mampu membebaskan masyakat
dari
ketertindasan
yang
ada.
Dengan
demikian
pengetahuan dapat dirasakan melalui tindakan-tindakan praktis.
Cita-cita awal KTSP yang sejalan dengan semangat gerakan reformasi Indonesia diperkuat secara teoritis oleh teori komunikasi Habermas. Kesamaankesamaan yang ada pada teori komunikasi Habermas secara tidak langsung berimplikasi bahwa cita-cita KTSP sejalan dengan cita-cita teori komunikasi Habermas. Teori komunikasi Habermas sebagai kritik terhadap modernisme sejalan serta memperkuat KTSP sebagai sebuah kurikulum pendidikan.
5.2
Kritik dan Saran Dalam teori komunikasi yang digagas oleh Habermas, seolah coba
menawarkan sebuah jalan keluar dari problem pendidikan, dominasi serta hegemoni yang diterapkan oleh pemerintah dalam dunia pendidikan. Namun nyatanya Habermas memiliki beberapa kekurangan yaitu:
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1. Habermas menggunakan kacamata yang terlalu politis dalam melihat kaitan antara pemerintah dengan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pendidikan Habermas terlalu naif melihat problem pendidikan sebagai problem ideologi antara kaum borjuis/ penguasa dengan masyarakat sehingga tidak mampu melihat keberagaman aspek yang mungkin dapat ditemukan selain aspek politis. Seperti aspek budaya. 2. Habermas seakan menawarkan jalan komunikasi sebagai satusatunya jalan penyelesaian melalui prosedural diskursus kemudian tercapailah sebuah konsensus dalam kerangka demokrasi. Habermas tidak melihat bahwa aspek disensus juga merupakan unsur penting dalam
menciptakan
iklim
demokrasi.
Kerangka
demokrasi
seharusnya diletakkan dalam kerangka fondasi yang labil guna menghindarkan pada asas fondasional yang justru mengarah kepada terbentuknya hegemoni dan dominasi baru. 3. Habermas
seakan
berupaya
untuk
menegasikan
kebijakan
pemerintah. Terlalu curiga atas kebijakan pemerintah yang seolah diandaikan oleh Habermas, pemerintah berusaha untuk mengarahkan peserta didik untuk membenarkan kebijakan. Hal tersebut keliru, karena Habermas tidak dapat memungkiri bahwa peran pemerintah sangat besar dalam penyelenggaraan pendidikan terutama dalam hal pembiayaan fasilitas pendidikan. Lebih jauh penulis berusaha untuk merefleksikan kembali kondisi dunia pendidikan nasional di era orde baru. Pemerintah pada saat itu menjadikan pancasila sebagai alat pelanggeng kekuasaan. Upaya pelanggengan tersebut terjadi di ruang kelas, di sekolah, di dalam kurikulum yang seharusnya memberikan rangsangan pembelajaran kritis namun yang ada adalah pembelajaran pasif. Tidak ada proses kegiatan belajar mengajar dengan dialog aktif, kritis, dan rasional. Berusaha menyamaratakan pengajaran tanpa memandang potensi yang dimiliki setiap individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Setelah reformasi 1998, dunia pendidikan seakan “alergi” terhadap pengajaran pancasila yang pernah dilakukan sebelumnya. Traumatik terhadap nilai-nilai pancasila yang dinilai akan kembali menjadi alat dominasi dan hegemoni kaum penguasa. kondisi yang ada sekarang warga Negara telah kehilangan identitas kebangsaan dan persatuan dengan berlandaskan terhadap kebhinekaan. Hal ini kemudian rentan disusupi oleh ajaran-ajaran terorisme. Saya setuju dengan pidato mantan presiden BJ Habibi ketika peringatan hari kesaktian pancasila tahun 2011 yang menyatakan bahwa pancasila bukanlah milik segelintir penguasa, bukanlah milik segelintir era pemerintah, melainkan milik bangsa Indonesia seutuhnya. Ideologi pancasila harus diselenggarakan sebagai identitas kebangsaan, merujuk teori komunikasi Habermas bahwa ruang komunikasi harus terbuka dalam pengajaran pancasila. Keterbukaan interpretasi, keterbukaan pemaknaan, keterbukaan proses belajar mengajar dalam pengajaran pancasila. Dengan demikian akan menjaga ideologi pancasila bersih dari upaya politisasi yang dilakukan untuk kepentingan penguasa dan golongan. Reaktualisasi dan revitalisasi pengajaran Pancasila di sekolah bukan sekedar mengajarkan Pancasila kembali, melainkan menghidupkan pengajaran nilai-nilai kebangsaan sebagai sebuah bentuk pemaknaan nilai-nilai kehidupan. Pemahaman mengenai nilai-nilai kebangsaan dan persatuan bukan sekedar pelajaran yang harus dihafalkan melainkan upaya untuk menghayati kembali nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa yang terbuka pemaknaannya. Penguatan kembali nilai-nilai Pancasila harus didukung oleh semua pihak yaitu unsur-unsur pendidikan yang terkait. Pancasila sebagai sebuah ideologi kebangsaan juga dituntut untuk mampu menjawab tantangan-tantangan global tanpa adanya tendensi kepemilikan Pancasila kepada golongan-golongan tertentu ataupun penguasa. Reaktualisasi dan revitalisasi Pancasila harus didukung oleh kurikulum pendidikan yang mumpuni dan berkelanjutan agar penanaman nilainilai kebangsaan berjalan dinamis, terbuka dan berkelanjutan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Utama Anwar, Kasful dan Hendra Harmi. (2011). Perencanaan Sistem Pembelajaran KTSP. Bandung: Alfabeta. Habermas, J. (1973). Theory and Practice (J. Viertel, Trans.). Boston: Beacon. 1973 ----------------. (1975). Legitimation Crisis (T. McCarthy, Trans.). Boston: Beacon. ----------------. (1984). The Theory of Communicative Action, Vol. 1: Reason and the Rationalization of Society (T. McCarthy, Trans.). Boston: Beacon. ----------------. (1989). The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society (T. B. a. F. Lawrence, Trans.). Cambridge, MA and London: MIT Press. (Original work published in 1962.). ----------------. (1990). Moral Consciousness and Communicative Action (C. a. N. Lenhardt & Shierry Weber, Trans.). Cambridge, MA and London: MIT Press. ----------------. (1998). On the Pragmatics of Communication (M. Cook, Ed.). Cambridge, MA, and London: MIT press. ----------------. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy (W. Rehg, Trans.). Cambridge, MA and London: MIT Press. Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Buku-Buku Penunjang Apple, Michael W. (2004). Ideologi and Curriculum. New York: RoutledgeFalmer.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Bertens. (1981). Filsafat Barat Dalam Abad XX. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Best, Steven dan Kellner, Douglas. (1991). Postmodern Theory. New York: Guilford Press. Dale, Roger. (1989). The State and Education Policy. Milton Keynes. UK: Open University Press. Dewey, J. (1916). Democracy and Education. New York: Free Press/Macmillan. 1916 Gahral Adian, Donny. (2001). Arus Pemikiran Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra. Gordon, James. (2005). Habermas: A Very Short Introduction. New York: Oxford University Press. Hardiman, F. Budi. (2007). Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Morrow, Raymond Allen dan Carlos Alberto Torres. (2002). Reading Freire and Habermas: critical pedagogy and transformative sosial change. New York: Teachers College. Nazir, Muhammad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. O’Neill, William F. (2001). Ideologi-Ideologi Pendidikan, Trans and edit. Omi Intan Naomi. California: Goodyear Publishing Company. Palmer, Joy A. (2003). 50 Pemikir Pendidikan: Dari Piaget Sampai Masa Sekarang. Trans and edit. Farid dan Hari. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Patricia White. (1983). Beyond Domination. New York: Routledge. Rusman. (2009) Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Thomassen, Lasse. (2010). Habermas: A Guide For The Perplexed. New York: Continuum International. Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ward, Glen. (2003). Teach yourself postmodenisme, Mc. Graw Hill. Whitehead, Alfred North. (1967). The Aims of Education. New York: The Free Press. William, Gorden. (1987). Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, CA: Alfred. Wingo, G Max. (1974). Philosophies of Education: An Introduction. New Delhi: Sterling Publishers.
Undang-Undang Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. ----------------. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. ----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. ----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. ----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011