UNIVERSITAS INDONESIA
KEUNGGULAN MEREK VERSUS COUNTRY OF ORIGIN TERKAIT PERILAKU KONSUMEN GENERASI Y (Studi Kasus Produk Uniqlo di Indonesia)
MAKALAH NON SEMINAR
WORO DARMASTUTI 1106082741
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI S1 REGULER ILMU KOMUNIKASI DEPOK DESEMBER 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KEUNGGULAN MEREK VERSUS COUNTRY OF ORIGIN TERKAIT PERILAKU KONSUMEN GENERASI Y (Studi Kasus Produk Uniqlo di Indonesia)
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
WORO DARMASTUTI 1106082741
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI S1 REGULER ILMU KOMUNIKASI KEKHUSUSAN PERIKLANAN DEPOK DESEMBER 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
1
Keunggulan Merek Versus Country of Origin Terkait Perilaku Konsumen Generasi Y (Studi Kasus Produk Uniqlo di Indonesia) Woro Darmastuti, Askariani Kartono Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail :
[email protected]
E-mail :
[email protected]
Abstrak Meningkatnya jumlah populasi generasi Y di Indonesia kian menarik sejumlah fashion retailer global khususnya Jepang untuk memasuki pasar Indonesia. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji sejauh mana merek memiliki keunggulan dibandingkan dengan country of origin pada perilaku konsumen generasi Y dengan mengambil studi pada produk Uniqlo di Indonesia. Untuk mengetahui hal tersebut, penulis melakukan wawancara mendalam pada tiga orang informan. Kesimpulannya menunjukkan bahwa informan menganggap merek merupakan prioritas disamping faktor country of origin. Karena merek Uniqlo sendiri merepresentasikan desain fashion, kualitas produk serta harganya yang terjangkau sehingga menarik para konsumen generasi Y di Indonesia. Kata Kunci : merek, country of origin, perilaku konsumen, generasi Y Brand Exellence Versus Country of Origin Related to Consumer’s Behavior Y Generation (Case Study : Uniqlo Products in Indonesia) Abstrac The increasing number of Y generation population in Indonesia makes a number of global fashion retailers especially Japan interested to enter the Indonesian market. The purpose of this study is to assess the extent that brands which have some excellence compared with country of origin on Y generation behavior as consumers by conducting a study of Uniqlo products in Indonesia. To find out a result of the study, I conducted in-depth interviews with three informants. The conclusion of the study shows that informants thought that brands become a priority after the country of origin factor. It is because Uniqlo itself represents the fashion design, the quality of the product and the affordable price which are attracted Y generation consumers in Indonesia. Keywords : brand, country of origin, consumer behavior, generation Y Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
2
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dengan jumlah penduduk yang kian meningkat. Indonesia diperkirakan akan mencapai hampir 40 persen dari pertumbuhan penduduk ASEAN pada tahun 2030 menurut McKinsey Consumer Insight tahun 2013. Lebih lanjut, McKinsey Consumer Insight menyebutkan bahwa faktor pendorong pertumbuhan termasuk populasi muda hampir 60 persen di bawah usia 30 tahun-dan populasi yang berkembang pada tingkat 2,9 juta per tahun. Negara ini mengalami urbanisasi yang tinggi, memicu kenaikan pendapatan dan kemampuan bagi konsumen untuk semakin menghabiskan uang untuk keperluan sekunder (McKinsey Consumer Insight, 2013). Berdasarkan Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi yang diterbitkan pada Februari 2014 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, piramida penduduk Indonesia tahun 2010 termasuk tipe expansive, dimana sebagian besar penduduk berada pada kelompok usia muda. Penduduk Indonesia usia muda berkembang pesat dan melakukan urbanisasi, membuatnya menjadi salah satu pasar konsumen yang tumbuh paling cepat di dunia. Penelitian dari McKinsey Consumer Insight lebih lanjut menemukan kelompok konsumen baik dari penduduk perkotaan dan pedesaan yang optimis tentang masa depan mereka dan menjadi semakin pintar dalam berbelanja dan memilih produk. Selain itu, berdasarkan riset Jones Lang LaSalle, penduduk Indonesia yang mayoritas merupakan populasi usia muda atau kini disebut sebagai generasi Y (Gen Y) menghabiskan sekitar Rp7,3 triliun untuk berbelanja makanan dan minuman. Sementara, konsumsi untuk pakaian dan apparel lainnya sekitar Rp20 triliun. Generasi Y (Gen Y), juga disebut sebagai Echo Boomers, Millenials, Generasi Internet, atau Nexters, yang lahir antara tahun 1977 hingga 1994 (Daniels, 2007). Sehingga pada tahun 2014 ini berusia antara 20 hingga 37 tahun. Sebagai penduduk dengan populasi terbanyak saat ini, generasi Y menawarkan peluang sekaligus tantangan bagi fashion retailer. Generasi Y telah menjadi generasi yang sadar akan merek dunia. Konsumen generasi Y mewakili kelompok yang signifikan untuk pembelian fashion. (Daniels, 2007). Hal itulah yang menyebabkan generasi Y sering menjadi target penelitian pada konteks ini (Park et al, 2006; O'Cass dan Choy 2008 dalam Colucci & Scarpi, 2013).
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
3
Beberapa penjelasan di atas, membuat fashion retailer asing kian gencar membidik pasar Indonesia pada umumnya dan anak muda muda pada khususnya, salah satunya Uniqlo yang berasal dari Jepang. Alasan dipilihnya Indonesia sebagai pasar baru Uniqlo menurut Yasuhiro selaku COO PT Fast Retailing Indonesia dalam liputan yang dilakukan marketing.co.id tahun 2013 adalah potensi pasar apparel di Indonesia yang begitu besar. Yasuhiro menjelaskan bahwa Indonesia merupakan pasar yang menarik dengan jumlah penduduk yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut Yasuhiro, keputusan memasuki pasar Indonesia juga didasarkan pada upaya Uniqlo yang menargetkan dirinya menjadi nomor satu di dunia selain di Jepang. Diferensiasi Uniqlo yang paling unik dibanding pesaingnya yaitu H&M yang berasal dari Swedia dan Zara yang berasal dari Spanyol dimana juga telah masuk ke pasar Indonesia adalah tidak seperti ritel pakaian lainnya yang menciptakan tren atau menjual produk sesuai tren (fast-cathing fashion trend), Uniqlo tidak mendikte tren pakaian pelanggan, Uniqlo relies on long-term trend. Produk Uniqlo juga menggunakan teknologi Airsm dan Heat-tech, yang dapat membuat tubuh selalu nyaman dalam kondisi berkeringat sekalipun. Sementara soal harga produk bisa lebih terjangkau karena Uniqlo mengambil bahan baku langsung dari produsennya yang kini berjumlah 70 mitra. Berikut ini merupakan analisis SWOT produk Uniqlo secara global berdasarkan Uniqlo Marketing Research Report yang dilakukan oleh Assad dkk pada tahun 2013 : Strength
Weakness
1. Terkemuka dalam jaringan ritel pakaian Jepang 2. Penawaran berbagai pakaian unisex yang menargetkan berbagai kelompok usia
1. Meskipun terkenal, Uniqlo memiliki brand recall yang terbatas
3. Ekspansi internasional yang mencakup 15 negara
2. Bargaining Power yang tinggi pada konsumen dapat menyebabkan kurangnya loyalitas konsumen pada Uniqlo
4. Gerai yang berlokasi di kota-kota besar di seluruh dunia, dengan 2.200 gerai.
3. Pengembangan ritel online Uniqlo yang tertinggal pesaing.
5. Biaya produksi dan manajemen yang rendah 6. Pengembangan produk feedback konsumen.
berdasarkan
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
4
Opportunity 1. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat khususnya kaum muda. 2. Citra merek yang kuat dapat meningkatkan konsumen beralih ke produk Uniqlo. 3. Meningkatkan portofolio produk untuk menarik basis pelanggan yang lebih besar. 4. Perusahaan yang beroperasi di panggung global dapat memperluas jaringan.
Threat 1. Adanya persaingan pasar domestik dan multinasional. 2. Kemungkinan pajak impor dan regulasi di berbagai negara menghambat pertumbuhan yang agresif. 3. Lingkungan politik, hukum, dan ekonomi negara-negara di mana fasilitas produksi berlokasi dapat berdampak produksi.
5. Adanya tren yang terus berkembang. 6. Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan permintaan yang lebih tinggi di pasar konsumen untuk barang-barang ritel. 7. Dukungan selebriti dan kampanye di acara olahraga. 8. Menggunakan media sosial dan viral marketing untuk mempromosikan merek dan berkomunikasi dengan pelanggan. Sebelum menentukan produk apa yang akan dibeli, untuk sebagian konsumen akan melihat dari mana negara asal produk tersebut yang disebut dengan istilah Country of Origin (Permana, 2013).
Informasi mengenai Country of Origin membantu konsumen untuk
memprediksi kualitas dari produk tersebut (Cai, Cude, & Sadler, 2004; Much-balcher, Leihs, & Dahringer, 1999; Olins, 2003; Ha-Brookshire & Yoon, 2012 dalam Tjandra et al, 2013). Namun kini, fashion retailer internasional semakin banyak yang memproduksi produk mereka di negara yang menawarkan biaya produksi yang rendah (Gareffi & Memedovic, 2003; Khan, 2003 dalam Tjandra et al, 2013). Tren ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara brand dengan produk country of origin (Predergast, Tsang & Chan, 2010 dalam Tjandra et al, 2013). Salah satu tesis yang membahas mengenai hal tersebut adalah tesis yang berjudul The Effect of Country of Origin on Brand Image : The Case of Mavi Jeans - A Turkish Brand in the US oleh Oce Ozmen pada tahun 2004 yang menguji country of origin melatarbelakangi persepsi kualitas dan keputusan pembelian pada konsumen di Amerika melihat merek yang berasal dari Turki. Studi ini menyimpulkan bahwa masyararakat di Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
5
California tidak menganggap country of origin sebagai faktor yang penting dalam menentukan kualitas dari produk, yaitu jeans. Mayoritas responden dalam penelitiannya menyatakan tidak masalah jika darimana produk berasal atau darimana produk tersebut diproduksi. Karena mereka mengetahui bahwa banyak produk yang telah diproduksi bukan hanya di negeri asalnya tapi juga di negara lain. Adanya peningkatan efek outsourcing, COO effects sebagai evaluasi produk terlihat semakin bukan menjadi prioritas utama. Selain itu, berdasarkan jurnal berjudul Runway Logic : "Y" Generation Y prefer fashion brand over country-of-origin oleh Tjandra, et al pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa sejak semakin banyaknya merek fashion internasional yang memproduksi produknya di negara lain, merk adalah nilai utama di industri fashion. Hal ini mengindikasikan, efek dari country of origin pada evaluasi merek pada merek produk internasional semakin berkurang. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, meningkatnya
jumlah penduduk Indonesia yang khususnya didominasi oleh kaum muda generasi Y yang peduli akan fashion menarik minat berbagai fashion retailer asing ke Indonesia. Salah satunya adalah Uniqlo yang berasal dari Jepang. Berdasarkan penelitian sebelumnya, melihat bahwa country of origin dipertimbangkan anak muda untuk membeli dan memprediksi kualitas suatu produk. Namun penelitian terbaru mulai menunjukkan bahwa banyaknya merek global yang kini memproduksi produknya di negara lain membuat country of origin tidak begitu dipertimbangkan namun lebih kepada nilai dari merek itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis ingin mengkaji sejauh mana merek menjadi prioritas dibandingkan country of origin pada perilaku konsumen generasi Y dengan mengambil contoh studi pada merek Uniqlo di Indonesia. 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana merek menjadi prioritas dibandingkan country of origin pada perilaku konsumen generasi Y dengan mengambil contoh studi pada merek Uniqlo di Indonesia.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
6
1.4 Metode Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan yang sesuai dengan target informan yaitu generasi Y dengan teknik purposive untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan terkait.
II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Merek Merek merupakan suatu hal yang penting dalam kesuksesan sebuah produk. Ketika suatu produk/jasa hanya mengandalkan pada manfaat dan fitur yang dihasilkan tanpa disertai dengan pemberian merek, maka produk/jasa tersebut hanya dapat dikenali oleh konsumen dari jenis kategori produk/jasanya saja (Lestari, 2008). David A. Aaker, dalam bukunya Managing Brand Equity mengatakan : "A brand is a distinguishing name and/or symbol (such as logo, trademark, or package design) intended to identify the goods or services of either one seller or a group of sellers, and to differentiate those goods or services from those of competitors. A brand thus signals to the customer the source of the product, and protects both the customer and the producer from competitors who would attempt to provide products that appear to be identical." David A. Aaker bukan hanya melihat brand sebagai suatu produk namun lebih jauh lagi melihat brand sebagai keseluruhan produk yaitu perusahaannya. Definisi ini semakin membuat jelas bahwa brand merupakan logo, nama atau simbol yang membedakan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Merek sebenarnya juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli (Setianto, 2008). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai merek yang terus menjaga mutunya. Sedangkan merek menurut pendapat Kotler (1991:442) : "A brand is a name, term, sign, symbol, design, or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those competitors" Dalam hal ini, Kotler melihat bahwa merek setidaknya memiliki kharakteristik yaitu berupa nama, tanda, simbol, desain ataupun kombinasi dari beberapa hal tersebut. Kehadiran
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
7
merek pada suatu produk dapat menjadi identitas dan pendiversifikasi atas penjual (Lestari, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa merek digunakan oleh konsumen untuk menentukan kualitas produk (Holt, Quelch, & Taylor, 2004a, 2004b dalam Tjandra et al, 2013). Konsumen mau untuk membayar lebih pada merek yang dianggap positif dan mereka memiliki ikatan dengan merk tersebut (Kapefer, 2004 dalam Tjandra et al, 2013). Hal tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk konsumen melakukan pembelian ulang kepada suatu merek bahkan menjadi pelanggan yang loyal.
2.2 Country of Origin Selama kurang lebih tiga dekade, efek dari country of origin terhadap persepsi dan evalusi dari pembeli menjadi fenomena yang banyak diteliti pada literatur bisnis internasional, pemasaran serta perilaku konsumen (Ozmen, 2004). Country of origin didefinikasikan dengan label "Made in" atau "Manufacactured in" (Bilkey & Nes, 1982). Dapat dipahami jika image yang melekat di pikiran konsumen pada suatu negara mempengaruhi pemikiran mereka terhadap produk yang dihasilkan oleh negara tersebut (Chapa, Minor, & Maldonado 2006; Morello, 1993; Samiee, 1994; Lampert & Jaffe, 1996; Dalam Tjandra et al, 2013). Sedangkan menurut sumber lainnya, Country of Origin merupakan seluruh bentuk persepsi konsumen atas produk dari sebuah negara tertentu berdasarkan persepsi konsumen sebelumnya akan kelebihan dan kekurangan produksi dan pemasaran negara tersebut (Roth and Romeo, 1992). Beberapa penelitian mengatakan bahwa country of origin berkaitan erat dengan ekuitas merk. Lebih lanjut, Keller (1993:3) berpendapat bahwa country of origin dapat mempengaruhi ekuitas sebuah merek melalui penciptaan asosiasi terhadap merek tersebut. Papadopoulos dan Heslop (1993) berpendapat bahwa istilah "made in" dapat menyesatkan di era globalisasi, karena produk tidak selalu dibuat di negara tersebut. Mereka dibuat di tempat, asal-usul geografis, yang bisa saja dari kota, negara bagian atau provinsi, negara, daerah, benua di dunia, dalam kasus produk global. Selanjutnya, 'made-in' dapat berarti tempat diproduksi tetapi juga dirakit atau diciptakan dan sebagainya (Papadopoulos dan Heslop 1993, hal.4 dalam Ozmen, 2004). Country of origin secara potensial memiliki arti yang lebih kompleks pada globalisasi dan perdagangan internasional karena faktanya hanya terdapat sedikit produk yang benar-benar didesain, diproduksi, dirakit, diberikan nama merek,
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
8
dan dimiliki oleh satu negara tertentu (Baker dan Ballington, 2002 dalam Setyaningrum, 2013). Adanya bisnis global saat ini juga telah memberikan kesulitan bagi konsumen dalam mengidentifikasikan secara tepat asal suatu produk (Setianto, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasin, Noor, & Mohamad (2007), pengukuran terhadap Country of Origin menggunakan indikator-indikator yang yang meliputi tujuh pertanyaan di dalamnya, yaitu : (1) Inovasi negara dalam berproduksi; (2) Tingkat kemajuan teknologi negara asal merek; (3) Desain Produksi; (4) Kreativitas Produksi; (5) Kualitas Produksi; (6) Prestise atau gengsi yang dimiliki negara asal merek; (7) Citra negara asal merek sebagai negara maju
2.3 Generasi Y dan Fashion Retailer Generasi Y individu lahir pada era ketika negara bisa dengan mudah berkomunikasi dengan satu sama lain, terutama dengan munculnya sarana komunikasi langsung, yang ditandai dengan konvergensi kuat terhadap materialisme (Cant, Brink & Brijball, 2006 dalam Mandhlazi, L., Dhurup, M. and Mafini, C., 2013). Hal ini membuat generasi Y mudah untuk dapat mendapatkan informasi dan mengkonsumsi merek-merek global. Solomon (2004; 501) menyatakan konsumen dalam kelompok usia ini memiliki sejumlah kebutuhan, mulai dengan bereksperimen, menginginkan kebebasan, tanggung jawab serta ingin diterima oleh kelompok lain. Sebagai konsumen, generasi Y independen, modern, sadar akan fashion dan merek, namun belum tentu setia kepada merek (McLean, 2004). Konsumen ini juga memiliki jaringan sosial yang luas sehingga mempengaruhi keputusan pembelian mereka, jaringan ini mengubah cara jaringan ini mengubah cara di mana mereka berbelanja (Daniels, 2007). Adanya kesadaran mengenai fashion membuat konsumen generasi Y biasanya menghabiskan dua pertiga dari pendapatannya untuk berbelanja produk fashion (Bakewell & Mitchell, 2003; Kim & Park, 2005 dalam Mandhlazi, L., Dhurup, M. and Mafini, C., 2013). Banyak konsumen, termasuk generasi Y, mengunakan merk fashion sebagai cara untuk menunjukkan identitas (Jugessur & Cohen, 2009). Generasi Y selalu mencari tren terbaru dan cepat merasa bosan (Yarrow & O’Donnell, 2009). Hal itulah yang juga menyebabkan fashion retailer dengan harga terjangkau popular di antara para generasi Y (Tjandra et al, 2013).
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
9
2.4 Perilaku Konsumen Dalam persaingan global ini, para marketer seharusnya mempelajari mengenai perilaku konsumen. Keputusan membeli ada pada diri konsumen dimana konsumen menggunakan berbagai kriteria dalam membeli produk dan merek tertentu. (Sumarwan, hal 23). Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : “The term consumer behavior refers to behavior that consumer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy their needs.” Hal di atas memiliki pengertian bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan juga menghabiskan produk serta jasa yang diharapkannya untuk dapat memuaskan kebutuhan. Hawkins, Best dan Roger (2001) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut: “The field of consumer behavior is the study of individuals, groups, or organizations and the processes they use to select, secure, use and dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs and the impacts that these processes have on the consumer and society Perilaku konsumen pada hakikatnya adalah untuk memahami “why do consumers do what they do”(Sumarwan, hal 26). Dari berbagai defisini yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan jika perilaku konsumen adalah semua kegiatan, rindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau mengevaluasi (Sumarwan, hal 26).
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1
Analisis Penulis melakukan wawancara mendalam dengan tiga orang informan. Ketiga
informan merupakan generasi Y (lahir antara tahun 1977-1944), memiliki kesibukan diantaranya sebagai mahasiswa dan first jobber yang sekaligus merepresentasikan dari target Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
10
primer Uniqlo yang berusia 20-24 tahun. Wawancara dilakukan oleh penulis dengan menggunakan kategorisasi sebagai berikut : a. Latar belakang informan b. Alasan menggunakan produk Uniqlo c. Pengetahuan mengenai produk Uniqlo d. Kelebihan dan kelemahan produk Uniqlo
Berikut ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan kepada masing-masing informan : 1. Informan 1 a. Latar Belakang Informan Informan 1 yang berinisial NA merupakan seorang perempuan berumur 23 tahun, first jobber yang bekerja di di sebuah perusahaan swasta dengan rata-rata pengeluaran Rp 4.500.000/bulan. NA merupakan pribadi yang aktif dan peduli akan penampilannya. NA telah memakai produk Uniqlo selama 1.5 tahun. Pertama kali mengetahui merek Uniqlo saat membuka gerai pertamanya di Indonesia. NA memiliki berbagai koleksi produk Uniqlo, terutama kemeja dan T-Shirt. b. Alasan Menggunakan Produk Uniqlo Pada awalnya NA menceritakan terlebih dahulu saat pertama kali dia mengetahui produk Uniqlo dan mulai menggunakan produk Uniqlo. “Aku mulai pakainya pas semester akhir kuliah dulu gitu di belinya di Gading kan kebetulan deket sama rumah aku yang dulu, dari temen sih yang mulai ajakin duluan buat kesana.” NA mulai mengetahui Uniqlo saat dirinya masih kuliah yang berarti kurang lebih 1.5 tahun yang lalu. Pada awalnya NA mengenal Uniqlo dari rekomendasi teman-temannya yang menunjukkan bahwa lingkungan pertemanan berpotensi untuk melatarbelakangi perilaku konsumen NA. Lokasi yang dekat dengan rumah NA menjadi pertimbangan NA juga untuk membeli produk Uniqlo. Selanjutnya penulis bertanya mengenai intensitas NA membeli produk Uniqlo, jenis produk yang dia miliki beserta alasannya menggunakan Uniqlo, NA menjawab :
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
11
“Sering dong, apalagi pas yang dulu masih dekat dengan rumah lama. Aku jadi kalo ke gading belanja nya di Uniqlo gitu. Aku punya beberapa produk dia tuh misal suka yang kemeja ma sweater itu sih buat maen ya sama kaosnya yang polos, itu enak banget buat aku fitnes di kantor. Aku pakai karena aku suka muterin semua brand di mall gitu kan, gaya dia pas buat aku gaya nya anak muda,casual dan ga ada di pasaran, harganya juga ga gitu mahal.” Lokasi gerai Uniqlo yang dekat dengan rumahnya turut melatarbelakangi intensitas NA membeli produk Uniqlo. NA menggunakan produk Uniqlo untuk berjalan-jalan dan fitnes karena desainnya yang cocok mempresentasikan gaya penampilannya. Hal ini didukung juga dengan harga produk Uniqlo yang terjangkau. Selanjutnya penulis bertanya mengenai pilihan favorit NA pada fashion retailer global yang ada di Indonesia, NA menjawab : “Aku lebih suka Uniqlo, soalnya simpel dan casual, cocok buat gaya aku dengan harga terjangkau.Zara kan mahal dan terlalu formal, H & M juga casual tapi mahalan.” NA menjadikan Uniqlo sebagai fashion retailer favorit karena menurutnya Uniqlo memiliki desain yang simpel dan sesuai dengan gaya NA. Hal ini dapat menjadi kelebihan Uniqlo dibanding kompetitornya. Ditambah lagi Uniqlo didukung dengan harga yang terjangkau. c. Pengetahuan mengenai produk Uniqlo NA menceritakan tentang pengetahuannya mengenai produk Uniqlo, berikut merupakan penuturan NA : “Aku nggak tahu dia berasal dari negara mana, “China bukan sih? Atau Thailand? Hahaha aku nggak tahu. Uniqlo tuh kan baru ya di Indonesia, desainnya casual gitu temen-temen aku juga banyak yang pakai. NA tidak mengetahui negara asal produk Uniqlo. NA hanya mengetahui Uniqlo sebagai produk dengan desain yang casual serta banyak teman-temannya yang turut menggunakan Uniqlo. Lingkungan pertemanan NA sangat melatarbelakangi keputusannya dalam memilih dan membeli produk Uniqlo. Selanjutnya penulis menjelaskan bahwa Uniqlo berasal dari Jepang, penulis bertanya kembali mengenai apakah NA memakai produk Uniqlo berdasarkan negara asalnya, jika iya maka faktor apa yang dilihat mengenai negara asalnya. Jika tidak, maka faktor apa yang membuat NA mempertimbangkan memakai Uniqlo, berikut merupakan jawaban NA :
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
12
“Jepang tuh identik sama penemuannya di bidang teknologi yang canggih gitu, mungkin kalo kamu tanya tentang AC atau kulkas yang jelas-jelas Jepang bagus aku pertimbangin, tapi kalau untuk beli Uniqlo sih nggak. Aku tuh suka Uniqlo karena affordable dan kualitasnya, kualitas merek Uniqlo nya, Terus sama harganya itu sering diskon kan, dengan kualitas sebanding mah aku lebih milih dan lebih kuat buat belanja Uniqlo dibanding sama H&M atau Zara, kualitasnya beda ma harganya beda sih ya, kalo Zara ga kuat, mahal.” NA tidak memakai Uniqlo dikarenakan melihat negara asal Uniqlo yaitu Jepang. NA menggunakan Uniqlo murni karena melihat merek Uniqlo yang memiliki kualitas dan harganya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan Zara dan H & M. NA baru akan mempertimbangkan membeli produk yang berasal dari Jepang untuk pembelian produk high involvement. d. Kelebihan dan kelemahan produk Uniqlo NA menceritakan pendapatnya tentang kelebihan Uniqlo, berikut penuturannya : “Aku tuh suka sama Uniqlo karena bahannya yang enak kayak karet gitu terus apalagi yang kaos polos itu ikutin bentuk badan aku. Kalau kemeja itu modelnya lucu dan nggak dicopi sama orang aja. Ohya sama itu yang penting harganya murah, sering diskon gitu. Kayak kalo lagi jalan gitu, coba-coba mampir Uniqlo, eh ada pas ada diskon kan, kalau diskon yauda aku beli” NA menyukai Uniqlo dikarenakan bahannya yang nyaman, modelnya yang menarik dan didukung dengan harga yang terjangkau. Adanya diskon di Uniqlo menjadi hal yang turut dipertimbangkan oleh NA. Hal ini mendorong NA untuk membeli ulang produk Uniqlo bahkan terkadang dengan pembelian yang tidak direncanakan. Selanjutnya NA menceritakan pendapatnya mengenai kelemahan Uniqlo, berikut jawabannya : “Kalau nggak sukanya itu kadang desainnya ada yang bikin badan keliatan gendut, atau kalo buat orang kurus, yang ukurannya kurus banget. Harusnya sih lebih banyak disediain yang buat ukuran badan menengah, gak kurus dan gak gendut juga. Kadang S di aku nya pas, kadang L malah ngga cukup. Tergantung bajunya yah, jadinya mesti dicobain satu-satu. Trus jadinya kalo disana aku lama banget karena nyobain satu-satu, hahahaha. Tapi kayaknya mereka juga biar lebih lama di toko dan makin tergoda untuk belanja.” Hal yang tidak disukai NA dari Uniqlo adalah seringkali ada ukuran yang berbedabeda untuk tubuh NA, hal ini membuatnya harus terlebih dahulu mencoba produk yang ingin dibelinya satu-persatu. NA merasa bahwa hal ini memang sengaja dilakukan oleh Uniqlo agar konsumennya semakin lama berada di gerai dan tergoda untuk mencoba bahkan membeli berbagai produk yang ada di gerai.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
13
2. Informan 2 a. Latar Belakang Informan Informan 2 yang berinisial DW merupakan seorang perempuan yang berumur 22 tahun, saat ini sedang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa sekaligus intern di sebuah perusahaan public relation dengan rata-rata pengeluaran Rp 2.500.000/bulan. DW merupakan pribadi dengan mobilitas yang tinggi dan sangat memperhatikan penampilan terutama dalam berpakaian. DW telah memakai produk Uniqlo selama 1 tahun, pertama kali mengetahui merek Uniqlo saat dirinya sedang exchange di Korea. Memiliki berbagai koleksi produk Uniqlo terutama jins, heat-tech dan kemeja. b. Alasan Menggunakan Produk Uniqlo Pada awalnya DW menceritakan terlebih dahulu pertama kali dia mengetahui produk Uniqlo dan mulai menggunakan produk Uniqlo. “Gue mulai pakai setahun lalu pas gue di Korea diajakin sama temen-temen sana, tahunya awalnya denger-denger dari temen terus gue juga kalau ga salah pernah lihat di internet.” DW mulai menggunakan Uniqlo ketika DW exchange di Korea. DW awalnya mengetahui Uniqlo dari temannya saat di Korea dan mendapat informasi melalui internet. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pertemanan dan internet menjadi sumber informasi utama terkait suatu merek. Selanjutnya penulis bertanya mengenai intensitas DW membeli produk Uniqlo, jenis produk yang dia miliki beserta alasannya menggunakan Uniqlo, DW menjawab : “Gue pas sampe di Indonesia baru dikit beli Uniqlo lagi, tapi pas disana juga ga sering sih. Gue ada heat-tech sepasang, jins 2 terus sama kemeja gue lupa berapa. Gue pake nya buat jalan aja sih, soalnya enak bisa di mix and match.” DW tidak cukup sering berbelanja di Uniqlo.
DW senang mengkombinasikan
produk Uniqlo yang dimilikinya untuk beraktivitas santai seperti berjalan-jalan. Selanjutnya penulis bertanya mengenai pilihan favorit DW pada fashion retailer global yang ada di Indonesia, DW menjawab : “Aku lebih pilih H&M, modelnya nya macem-macem dan kualitasnya lebih bagus dari Uniqlo.Kadang harganya hampir sama, tapi ya memang mahalan H & M.”
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
14
DW lebih memilih H & M daripada Zara dan Uniqlo karena model nya yang lebih banyak dari Uniqlo, kualitas yang lebih bagus serta harganya bersaing. c. Pengetahuan mengenai produk Uniqlo DW menceritakan tentang pengetahuannya mengenai produk Uniqlo, berikut merupakan penuturan DW : “Gue tahunya itu uniqlo tuh basic sama affordable. Kalau asal negaranya Jepang kan ya.” DW mengetahui Uniqlo sebagai produk yang basic dan juga affordable. DW mengetahui bahwa Uniqlo berasal dari Jepang. Penulis bertanya kembali mengenai apakah DW memakai produk Uniqlo berdasarkan negara asalnya. Jika iya maka faktor apa yang dilihat mengenai negara asalnya , jika tidak maka faktor apa yang membuat informan mempertimbangkan memakai Uniqlo, berikut merupakan jawaban informan : “Gue ga liat Uniqlo dari negara nya mana, karena nurut gue model nya oke, kualitasnya oke dan pastinya harga yaa.... Orang gue juga tau kalo Uniqlo sendiri sekarang kan “made in” nya bukan dari Jepang tapi dari beberapa negara Asean juga gitu.” DW tidak memakai Uniqlo dikarenakan melihat negara asal Uniqlo yaitu Jepang. DW bahkan mengetahui bahwa Uniqlo memproduksi barangnya di beberapa negara berkembang. DW lebih melihat Uniqlo lebih kepada pada desain, kualitas dan harganya. d. Kelebihan dan Kelemahan produk Uniqlo DW menceritakan pendapatnya tentang kelebihan Uniqlo, berikut penuturannya : “Kelebihan Uniqlo karena satu, kualitasnya bagus. Terus dua, karena affordable.” DW menyukai Uniqlo karena kelebihannya dengan kualitas yang bagus serta harganya yang terjangkau. Selanjutnya DW menceritakan pendapatnya mengenai kelemahan Uniqlo, berikut jawabannya : “Apa ya? Mungkin ada produk tertentu yang kualitasnya agak kurang... tapi semakin mahal bajunya, semakin bagus juga sih bahannya hahaha wajar lah.. ada harga ada barang hahaha.” Hal yang tidak disukai DW dari Uniqlo adalah ada produk tertentu yang kualitasnya agak kurang. Namun, DW mengganggap hal tersebut wajar karena kualitas berbanding lurus dengan harga.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
15
3. Informan 3 a. Latar Belakang Informan Informan 3 yang berinisial AF merupakan seorang laki-laki yang berumur 21 tahun, mahasiswa dengan pengeluaran rata-rata Rp 2.000.000/bulan. AF berpenampilan menarik dan juga trendi. AF telah memakai produk Uniqlo selama 1.5 tahun dimana pertama kali mengetahui merek Uniqlo saat launching gerai pertama Uniqlo di Indonesia, tepatnya di Lotte Shopping Evenue. AF memiliki berbagai koleksi produk Uniqlo terutama celana panjang dan T-Shirt. b. Alasan Menggunakan Produk Uniqlo Pada awalnya AF menceritakan terlebih dahulu pertama kali dia mengetahui produk Uniqlo dan mulai menggunakan produk Uniqlo, berikut jawabannya : “Gue mulai pakai pas lagi ngehits di Jakarta, baru buka kan dulu di Lotte, terus kata temen gue bagus..” AF sangat tanggap dalam menghadapi merek global yang hadir di Indonesia dengan mulai menggunakan Uniqlo ketika Uniqlo launching gerai pertama di Indonesia. Rekomendasi dan informasi dari teman melatarbelakangi keputusan AF untuk memakai produk Uniqlo. Selanjutnya penulis bertanya mengenai intensitas AF membeli produk Uniqlo, jenis produk yang dia miliki beserta alasannya menggunakan Uniqlo, AF menjawab : “Nggak gitu sering sih, cuma kalau kepengen dan ada duitnya . Gue ada celana sama punya T-Shirt item polos uniqlo lumayan banyak, karena enak sih dipakenya... gue bahkan ada lima belasan uniqlo item polos itu. Gue pake ngampus, jalan, ama kalau di rumah.” AF berbelanja di Uniqlo hanya saat dia memiliki keinginanan membeli produk Uniqlo dan tersedia dana untuk membelinya. AF menggunakan produk Uniqlo untuk beraktivitas sehari-hari karena bahannya yang enak untuk dipakai. AF memiliki produk Uniqlo berupa celana dan bahkan T-shirt hitam polos yang mencapai sekitar 15 buah. Selanjutnya penulis bertanya mengenai pilihannya favorit AF pada fashion retailer yang ada di Indonesia, AF menjawab :
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
16
“Uniqlo, orang gue ampe beli kaos polos lima belasan biji gitu hahaha enak dipakai dan lumayan harganya.” AF lebih memilih Uniqlo daripada Zara dan H&M karena menurutnya Uniqlo paling nyaman dipakai dan terjangkau. c. Pengetahuan mengenai produk Uniqlo AF menceritakan tentang pengetahuannya mengenai produk Uniqlo, berikut merupakan penuturan AF : “Gue tahunya kan awalnya dari temen gue tuh, katanya Uniqlo simple gitu kan, keren menurut gue terus juga enak dipakai dan harganya lumayan. Kalau asal negaranya sih Jepang.” Rekomendasi dari teman membuat AF melakukan pembelian pada produk Uniqlo yang menurutnya memiliki desain yang simpel, bahan yang nyaman serta harganya yang terjangkau. AF mengetahui bahwa Uniqlo berasal dari negara Jepang. Penulis bertanya kembali mengenai apakah AF memakai produk Uniqlo berdasarkan negara asalny. Jika iya maka faktor apa yang dilihat mengenai negara asalnya , jika tidak maka faktor apa yang membuat informan mempertimbangkan memakai Uniqlo, berikut merupakan jawaban AF : “Yang gue tahu Jepang identik sama kecanggihan teknologinya , kamera sama laptop gitu ya. Gue pas milih beli Uniqlo nggak mikirin gituannya, Uniqlo nya nyaman gue pakenya dan ga situ mahal, itu aja sih. Ohya tapi kan juga sih ini paling juga bukan bikinnya di Jepang tapi dari negara-negara deket sini, cuma yang gue tahu Uniqlo bagus aja kualitasnya. Tapi kalo gue nemu ni kualitasnya jelek dari “made in” negara dimana dia bikin, gue nggak nyalahin negara yang bikin sih tapi nama Uniqlo nya. Sejauh ini Uniqlo belom pernah kecewain gue, jadinya gue beli mulu.Terus juga kalau desainnya kan terlalu standar tuh, gue ga liat emang desain Jepang standarstandar sih tapi lebih ke Uniqlo nya. AF tidak memakai Uniqlo karena melihat negara asal Uniqlo yaitu Jepang. AF bahkan mengetahui bahwa Uniqlo memproduksi barangnya di beberapa negara berkembang. Meskipun begitu, jika nanti dia dikecewakan oleh produk Uniqlo, dia tidak akan menyalahkan negara yang memproduksi namun merek Uniqlo sendiri yang dia pertimbangkan. d.Kelebihan dan Kelemahan Produk Uniqlo AF menceritakan mengenai pendapatnya tentang kelebihan Uniqlo, berikut penuturannya : “Suka sama Uniqlo karena nyaman dipakai terus terjangkau sih.” Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
17
AF menyukai Uniqlo dikarenakan kelebihan kualitasnya yang bagus serta harganya yang terjangkau. Selanjutnya AF menceritakan pendapatnya mengenai kelemahan Uniqlo, berikut jawabannya : “Desainnya itu standar-standar aja, ga bagus-bagus banget gitu kalau dibandingin sama brand di kelasnya.” Hal yang tidak disukai AF dari Uniqlo adalah desainnya yang terlihat standar dibandingkan dengan kompetitornya.
3.2
Pembahasan Analisis di atas hampir memiliki kesamaan dengan hasil temuan yang ada pada jurnal
yang berjudul "Y" Generation Y prefer fashion brand over country-of-origin oleh Tjandra, et al pada tahun 2013. Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan, Informan tidak menilai dan memilih Uniqlo berdasarkan darimana merek Uniqlo berasal yaitu negara Jepang. Bahkan ada informan yang tidak mengetahui darimana asal negara merek Uniqlo. Informan juga mengetahui bahwa saat ini banyak brand internasional yang tidak dibuat langsung di negara asalnya, namun di negara berkembang untuk mengurangi biaya produksi. Meskipun informan mengetahui bahwa terdapat produk Uniqlo yang diproduksi oleh negara-negara berkembang, namun mereka melihat Uniqlo sebagai sebuah merek. Informan tidak akan menyesalkan negara dimana produk Uniqlo yang dia beli diproduksi, namun dia akan menyesalkan merek Uniqlo itu sendiri jika kualitasnya tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Ditambah lagi, ketiga informan memilih merek Uniqlo dikarenakan model,
kualitas serta harganya yang terjangkau. Kualitas bahan dari merek Uniqlo yang membuat para informan nyaman saat memakainya, menjadikan mereka melakukan pembelian ulang. Hal ini sesuai dengan merek digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk. (Holt et al, 2004 dalam Tjandra et al, 2013). Secara umum, mereka tidak melihat country of origin namun lebih melihat ke merek Uniqlo sendiri. Konsumen mengurangi resiko dengan membeli produk dari merek yang telah memiliki reputasi kualitas yang baik (Thorelli, Lim dan Ye, 1989, dalam Chéron dan Propeck, 1997). Merek menjadi prioritas karena negara manapun kini dapat menghasilkan produk yang bagus. Bisa saja dulu faktor-faktor seperti inovasi negara dalam berproduksi, tingkat kemajuan teknologi negara asal merek, desain produksi negara asal merek, kreativitas produksi negara asal merek, kualitas produksi negara asal merek, prestise Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
18
atau gengsi yang dimiliki negara asal merek, citra negara asal merek sebagai negara maju menjadi indikator pengukuran untuk melihat bahwa country of origin merupakan sesuatu yang penting untuk memprediksi kualitas dan mengevaluasi suatu produk. Namun, dengan adanya persaingan global, membuat berbagai negara berkembang mulai meningkatkan kualitas produksinya dengan kecanggihan teknologi dan desain produksi yang menarik. Sehingga beberapa kriteria tadi sudah tidak menjadi suatu ukuran lagi. Hal ini juga membuktikan bahwa adanya bisnis global saat ini juga telah memberikan kesulitan bagi konsumen dalam mengidentifikasikan secara tepat asal suatu produk (Setianto, 2008). Meskipun country of origin tidak begitu dipertimbangkan dalam membeli produk fashion retailer asal negara Jepang yaitu Uniqlo sebagai contohnya, informan lebih mempertimbangkan country of origin Jepang sebagai keputusannya untuk untuk menilai kualitas dan membeli produk yang high involvement seperti mobil dan juga kamera. Informan juga sangat tanggap untuk berbelanja ketika Uniqlo membuka gerai pertamanya di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa generasi Y sadar dan aktif dalam menanggapi merek global karena adanya kemudahan akses informasi. Informasi mengenai merek Uniqlo juga didapatkan informan melalui lingkungan pertemanannya. Hal ini sesuai bahwa konsumen generasi Y ini juga memiliki jaringan sosial yang luas sehingga mempengaruhi keputusan pembelian mereka, jaringan ini mengubah cara di mana mereka berbelanja (Daniels, 2007). Sebagai bagian dari generasi Y, informan sangat mempertimbangkan model serta harga dari merek Uniqlo dan kompetitornya. Tren fast fashion akan mengubah preferensi konsumen dari kualitas tinggi dan ketahanan produk menjadi model terbaru serta harga yang terjangkau (Hines & Bruce 2007; Barnes & Lea Greenwood, 2006; Bhardwaj & Fairhurst, 2010 dalam Tjandra et al, 2013). Informan juga sangat sensitif dengan adanya potongan harga yang ada di gerai Uniqlo, hal ini turut mengarahkan mereka kepada impulse buying. Namun di sisi lain, hal ini juga menimbulkan ancaman konsumen akan berpindah dari merek Uniqlo jika Uniqlo tidak bisa menjaga kualitas dan model dengan harganya yang terjangkau.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
19
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal di bawah ini : 1. Merek lebih diprioritaskan dibanding country of origin pada perilaku konsumen generasi Y. Generasi Y lebih mementingkan Merek dibandingkan dengan country Of Origin produk Uniqlo yang ada di Indonesia dikarenakan adanya desain fashion, kualitas produk serta harga yang terjangkau yang telah melekat pada merek Uniqlo. Hal inilah yang juga memicu konsumen generasi Y untuk melakukan pembelian ulang dan juga mengarahkannya menjadi konsumen yang loyal. Hal ini dapat dipergunakan oleh Uniqlo Indonesia untuk memperkuat strength nya dibandingkan dengan kompetitor. Generasi Y juga menyadari bahwa kini banyak merek global yang diproduksi di bukan negara asalnya namun outsourcing di negara berkembang, hal tersebut yang membuat merek lebih prioritas dibandingkan dengan country of origin. 2. Country of origin menjadi prioritas saat Gen Y melakukan pembelian barang high involvement. Generasi Y mempertimbangkan country of origin
sebagai
keputusannya untuk untuk menilai kualitas dan membeli produk yang high involvement seperti mobil dan juga kamera. 3. Generasi Y merupakan konsumen yang potensial untuk fashion retailer. Generasi Y tanggap dan menyambut positif pada merek global yang mereka yakini teruji kualitasnya. Generasi Y cukup konsumtif untuk melakukan pengeluaran di bidang fashion guna memenuhi kepuasan mereka dalam berpenampilan. Generasi Y mudah terpengaruh oleh rekomendasi lingkungan pertemanannya. Agar strategi fashion retailer global dapat berhasil di suatu negara, maka perusahaan sangat perlu untuk dapat mengidentifikasi dengan baik kharakteristik generasi Y.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
20
DAFTAR REFERENSI Buku Aaker, D. (1991). Managing brand equity. New York: Free Press. Hawkins, Del. I., Best, Roger J., Coney, Kenneth A.Coney. (2008). Consumer Behavior : building marketing strategy-8th Edition. New York : McGraw-Hill Companies Schiffman, Leon G., Kanuk, Leslie Lazar. (2000). Consumer Behavior, 5th Edition. New Jersey : Prentice Hal Sumarwan, Ujang. (2003). Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapan Dalam Pemasaran. Jakarta : Ghalia Supranto, J., Limakrisna, Nanda. (2007). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta : Mitra Wacana Media Jurnal Al‐Sulaiti, K. and Baker, M. (1998). Country of origin effects: a literature review. Mrkting Intelligence & Plan, 16(3), pp.150-199. Apil, Ali Rýza. (2006). Foreign product perceptions and country of origin analysis across Black Sea: Studies on Azerbaijan, Bulgaria, Georgia, Russia and Turkey. Scientific Journal (IBSUSJ), Vol. 1, Iss. 1, pp. 22-38 Ayyildiz, Hasan., Cengiz, Ekrem. (2007). Country Image Effect On Customer Loyalty Model. Innovative Marketing, Volume 3, Issue 2 Bayraktar, Ahmet. (2012). When is The Country-Of-Origin of a Brand a Weakness in Global Markets?. International Journal of Management Research and Reviews. 3 (8). Bilkey, Warren J.and Erik Nes. (1982). “Country-of-Origin Effects on Product Evaluations.” Journal o f International Business Studies 13 (Spring - Summer 1982): 89-99. Colucci, Mariachiara., Scarpi, Daniele. (2013) .Generation Y: Evidences from the FastFashion Market and Implications for Targeting. Journal of Business Theory and Practice Vol. 1, No. 1 Coskun, Merve., Burnaz, Sebnem. (2013). The Impact of Country of Origin on Consumers' Purchasing Intentions. Journal of American Business Review, Cambridge 2.1 page 238-245. Daniels, Simone. (2007). Gen Y Considerations for the Retail Industry. The Australian Centre for Retail Studies. Monash University, Australia. Koubaa, Yamen. Country of origin, brand image perception, and brand image structure. University of Marketing and Distribution Sciences, Kobe, Japan. Krupka, Zoran., Ozretic-Dozen, Durdana., Presivic Jozo. (2014) . Impact of Perceived Brand Name Origin on Fashion Brand’s Perceived Luxury. Mandhlazi, L., Dhurup, M. and Mafini, C. (2013). Generation Y Consumer Shopping Styles: Evidence from South Africa. Mediterranean Journal of Social Sciences. Peterson, Robert and Alain P. Jolibert. (1995). “A Meta-Analysis of Country-Of-Origin Effects.” Journal o f International Business Studies 26 : 883-900.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
21
Ulgado et al. (2011). Country Image and Brand Equity Effects of Chinese Firms and Their Products on Developed-Market Consumer Perceptions. Asian Journal of Business Research. Vol 1 Number 2 Mohd Yasin, N., Nasser Noor, M. and Mohamad, O. (2007). Does image of country‐of‐origin matter to brand equity?. Jnl of Product & Brand Mgt, 16(1), pp.38-48. Setiyaningrum, Ari. (2013). Peran Dimensi-dimensi Country Of Origin, Consumer Ethnocentrism, dan Keterlibatan Produk Pada Niat Beli Konsumen Terhadap Merek Global. Tjandra et al. (2013). Runway Logic : “Y” Generation Prefer Fashion Brand Over Countryof-origin. Transnational Marketing Journal Volume: 1, No: 1, pp. 22 - 40
Skripsi & Tesis Lestari, Rika Yuni. (2008). Pengaruh kredibilitas merek dan country-of-origin image terhadap kepekaan harga konsumen (studi perbandingan konsumen produk notebook di Universitas Indonesia Depok). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Ratna, Ermawaty. (2009). Pengaruh Country of Origin terhadap Persepsi Konsumen Pada Kualitas Produk Mobil Buatan Jerman, Amerika, Jepang. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ozmen, Ece. (2004). The Effect of country of origin on brand image : The case of Mavi Jeans-A Turkish Brand in the US. California State University, Fullerton. Saptebani, Simona-Diana Saptebani. (2012) The Impact of Multiple Countries of Origin Image on Consumer Perception Concerning Hybrid Products. International Marketing, Aalborg University. Setianto, Dedy. (2008). Pengaruh negara asal (country of origin) suatu merek terhadap repurchase intention (studi pada produk Lea Jeans). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Permana, Magyar Slamet. 2013. Pengaruh Country of Origin, Brand Image dan Persepsi Kualitas Terhadap Intensi Pembelian Pada Merek. FEB, UKSW. Veranita, Grasia. (2009). Pengaruh country of origin image terhadap perceived quality konsumen : studi perbandingan konsumen produk notebook MacBook Apple, Toshiba, Acer dan Zyrex di Universitas Indonesia Depok. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Laporan Penelitian Razdan, Rohit., Das, Mohit., Sohoni, Ajay. (2013). The Evolving Indonesia Consumer. Asia Consumer Insight Center. McKinsey & Company. Badan Pusat Statistik. (2014). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 45 : Februari 2014.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014
22
Website Uniqlo
Indonesia Tolak Ukur Kesuksesan Asia Tenggara. http://www.themarketeers.com/archives/uniqlo-indonesia-tolak-ukur-kesuksesan-asia-tenggara.html diakses pada tanggal 25 Juli 2014 pukul 09.32 WIB
Upaya Uniqlo Menggaet Fashionista Tanah Air. http://www.marketing.co.id/upaya-uniqlomenggaet-fashionista-tanah-air/ diakses pada tanggal 3 Agustus 2014 pukul 14.27 WIB Awas Peritel Asing Menggurita Kuasai Indonesia. http://lipsus.kompas.com/gebrakanjokowibasuki/read/xml/2013/04/17/12161291/Awas.Peritel.Asing.Menggurita.Kuasai.Indo nesia. diakses pada tanggal 24 Juli 2014 pukul 19.39 WIB. http://www.uniqlo.com/id/corp/corp_business.html diakses pada tanggal 25 Juli 2014 pukul 11.12 WIB.
Universitas Indonesia Partisipasi Fandom..., Okky Novianto, FISIP UI, 2014