i
UNIVERSITAS INDONESIA
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA
TESIS
SAIFUL ANAM 1006829214
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM JAKARTA JANUARI 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
SAIFUL ANAM 1006829214
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MGISTER ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM DAN KEHIDUPAN KENEGARAAN JAKARTA JANUARI 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah Saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Saiful Anam
NPM
: 1006829214
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Januari 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: Saiful Anam : 1006829214 : Ilmu Hukum : Kedudukan Wakil Menteri Dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Andhika Danesjvara, SH. M.Si.
Penguji
: Dr. Tri Hayati, SH., MH.
Penguji
: Dr. Dian Puji N. Simatupang, SH., MH. (……………………….)
Ditetapkan di Tanggal
: Jakarta : 21 Januari 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan tesis ini sampai dengan selesai. Penulisan Tesis ini dilakukan dalam rangka mencapai gelar Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia. Saya sadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan selesainya tesis ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc, selaku Pejabat Sementara Rektor Universitas Indonesia, juga kepada Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri Rektor Universitas Indonesia 2007 – 2012. 2. Dr. Siti Hajati Hoesin S.H., M.H., C.N. Pj. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga kepada (Alm) Prof. Safri Nugraha, SH., L.LM., P.hD mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saya ingat betul Bapak memberikan semangat kepada kami baik pada saat pertemuan di Kampus Depok maupun Kampus Salemba pada saat awal Penerimaan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia. 3. Dr. Andhika Danesjvara, SH. M.Si. selaku Pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran kepada Penulis, sangat membantu dan mempermudah Penulis dalam proses melalui penulisan tesis ini. Terima kasih sekali lagi Pak Andhika. 4. Dr. Tri Hayati, SH., MH. dan Dian Puji N. Simatupang, SH., MH. selaku Penguji yang telah memberikan pertanyaan-pertanyaan dan masukan yang konstruktif kepada Penulis, Bu Tri baik sekali, memberikan kemudahan-kemudahan kepada Penulis, tak lupa juga Pak Dian yang telah memberikan inspirasi serta melakukan koreksi terhadap proposal tesis saya pada saat kuliah Metode Penelitian Hukum, terima kasih Pak Dian. 5. Tak lupa Saya ucapkan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh Staf Pengajar Program Pascasarjana Magister Hukum Univeristas Indonesia yang pernah mengajar dikelas diantaranya Prof. Dr. Hasun Alrasyid, SH. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Prof. Dr. Benyamin Hoessein, SH. Prof. Dr. Arifin P. Soeriaatmadja S.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati S.H., M.H. Prof. Dr. Satya Arinanto, SH., MH. (Alm) Prof. Dr. Ramli Hutabarat, SH., MH. Prof. Abdul Bari Azed S.H., M.Hum. Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Suwarno M.A. Dr. Supandi S.H., M.Hum. Dr. Andhika Danesjvara S.H., M.Si. Dr. Jufrina Rizal S.H., M.A. Dr. Tri Hayati S.H., M.H. Dr. Fatmawati S.H., M.H. Dian Puji Simatupang S.H., M.H. Dr. Harsanto Nursadi S.H., M.Si. Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana S.H., LL.M., Ph.D. Dr. R. Bambang Prabowo Soedarso S.H., MES. Mustafa Fakhri S.H., M.H., LL.M. Heru Susetyo S.H., LL.M., M.Si. Fitriani Ahlan Sjarif S.H., M.H. Terima kasih atas segala niat baik para ahli dibidangnya masingmasing, Saya doakan semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. 6. Kepada seluruh staf sekretariat Magister Hukum Universitas Indonesia, Watijan, Hari, Tono dan yang lain-lain, terima kasih atas informasiinformasi kuliah dan tugas yang diberikan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
vi
7. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan Hukum Kenegaraan seperti Birham, Samudra, Amir, Irawan, Mardani, Rusdi, Amet, Armyn, Minan, Tony, Zenwen, Wiwit, Rasti, Bertha, Hany, Lina, Indah serta angkatan kakak kelas dan adik kelas semuanya, semoga sukses kalian semua. 8. Serta semua orang yang telah mensupport dan membantu dalam proses perkuliahan baik langsung maupun tidak langsung, seperti Dr. Ir. Farid Alfauzi, Agus Alfianto, Wuryan Hidayat, Zulfikar Reza, Rahmad Fauziy, Syafi’, SH., MH dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih bantuannya, akhirnya dapat menyelesaikan MHUI. 9. Terakhir terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik serta seluruh keluarga di Madura yang telah mendoakan siang dan malam, akhirnya saya dapat menyelesaikan MHUI. Juga kepada calon istriku tersayang Resti, cepet selesai kuliahnya dan sehat selalu, serta terima kasih juga kepada calon mertua, terima kasih supportnya. Akhir kata kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu terlesainya tesis ini. Semoga tesis ini berguna bagi pengembangan ilmu Pengetahuan Hukum di Indonesia.
Jakarta, 21 Januari 2012
Penulis
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Saiful Anam : 1006829214 : Ilmu Hukum : Hukum dan Kehidupan Kenegaraan : Hukum : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah yang berjudul : KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, megalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 21 Februari 2013
Yang Menyatakan
(SAIFUL ANAM)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
viii
ABSTRAK
Nama : Saiful Anam Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara Tesis ini membahas tentang makna pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus dalam Kementerian tertentu, selain itu juga membahas Kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara serta perbandingannya dengan Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan. Tesis ini menggunakan metode penulisan hukum normatif, dengan terdiri dari 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil tesis ini menyarankan adanya restrukturisasi kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara, sehingga kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara secara tegas posisi dan kedudukannya berada dimana. Kata kunci : Kedudukan Wakil Menteri, Susunan Organisasi, Kementerian Negara
Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
ix
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Saiful Anam : Legal Studies : Deputy Minister position within the organizational structure Ministry of State
This thesis discusses the meaning of the appointment of the Deputy Minister by the President in the event of a workload that requires special handling in a particular ministry, but it also discusses the status Deputy Minister in the Ministry of the organizational structure and its comparison with the United States, Russia, Malaysia, Canada and South Korea . This thesis uses the method of normative legal writing, to consist of three (3) approaches the approach to legislation (statute approach), conceptual approaches (conceptual approach), and the comparative approach (comparative approach). The results of this thesis suggest a restructuring of the position of Deputy Minister in the Ministry of organizational structure, so that the position of Deputy Minister in the Ministry of organizational structures and firmly position where the position is located. Keywords: Position of Deputy Minister, Organization, Ministry of State
Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
x
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL …………………………………………………..………. i HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………. iii HALAMAN PENGESAHAN …………………………..………………………. iv KATA PENGANTAR …………………………………...……………………… v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………..….. vii ABSTRAK (Bahasa Indonesia) ……………………………………………….. viii ABSTRACT (Bahasa Inggris) …………………………………….……………. ix DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. x DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan.…..………….…………..……………….. 1 1.2 Perumusan Masalah.……………..………...………………………………… 8 1.3 Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan....………………………….………………………………... 9 1.3.2 Manfaat....……………………………………………..…………… 9 1.4 Kerangka Teoritis 1.4.1 Teori Kekuasaan dan Kewenangan...................................................10 1.4.2 Teori Tentang Lembaga Ekskutif......………………….………….. 14 1.5 Metode Penelitian.………………...………………...………………………. 18 1.6 Sistematika Penelitian..…………………………………….....……………...21
BAB 2 PENGANGKATAN WAKIL MENTERI 2.1 Dasar Hukum Pengangkatan Wakil Menteri.………………………..….……24 2.1.1 Pengangkatan Wakil Menteri Hak Perogratif Presiden..…….…….57 2.1.2 Pengangkatan Wakil Menteri dalam Kondisi Tertentu.………....…60 2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Tidak Semua Kementerian.…..…….68 2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Beraspek Politik dan Hukum.………72 2.2 Masa Jabatan Wakil Menteri.…………………..……………………….……82 2.2.1 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi……….…………...……...85 2.2.1 Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi…….………………...…….88 Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xi
2.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri…………………………………...…….91 2.3.1 Sifat Pertanggungjawaban Wakil Menteri…………………………94 2.3.2 Pertanggungjawaban Wakil Menteri di bidang Politik…….……....95 2.3.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Hukum…………….96 2.3.4 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Moral…………...…97 2.4 Pemberhentian Wakil Menteri.………………..……………………………..91 2.4.1 Masa Jabatan Berakhir….………………..……………………….100 2.4.1 Sebelum Masa Jabatan Berakhir….……………………..………..101
BAB 3 KEDUDUKAN WAKIL MENTERI 3.1 Tugas dan Wewenang Wakil Menteri………..………...…………..….……106 3.1.1 Jenis Kewenangan Wakil Menteri……….………………..……...111 3.1.2 Sumber Kewenangan Wakil Menteri…………..………..………..118 3.1.3 Bentuk Kewenangan Wakil Menteri………….……………...…...122 3.1.2 Problematika Kewenangan Wakil Menteri……………...………..127 3.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara….………………..……………...131 3.2.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara menurut Peraturan Perundang-Undangan……….………...………………..135 3.2.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara berdasarkan di Lapangan………….………………………...…….140 3.2.3 Problematika Posisi Wakil Menteri dalam Struktur Organisasi Kementerian Negara………………….148 3.3 Jenjang Kepangkatan dan Golongan Wakil Menteri…….……..…………..153 3.3.1 Jabatan Wakil Menteri adalah Karir dan Non Karir…….…..……157 3.3.2 Pangkat dan Golongan Wakil Menteri…….………………...……160 3.3.3 Wakil Menteri membentuk Kepangkatan dan Golongan baru……163 3.3.4 Hak Keuangan dan Fasilitas Wakil Menteri…….……………..…166 3.4 Kedudukan Wakil Menteri…….……...…………………………………….170 3.4.1 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden…….….……..……173 3.4.2 Hubungan Wakil Menteri dengan Presiden….…….…………..…174 3.4.3 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri……..………..…….176 3.4.4 Hubungan Wakil Menteri dengan Menteri…….…………..……..177 Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xii
3.4.5 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian…..……………...……179 3.4.6 Hubungan Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal/Kementerian….……………...……...181
BAB
4
PERBANDINGAN
KEDUDUKAN
WAKIL
MENTERI
DI
BERBAGAI NEGARA 4.1 Amerika Serikat (Undersecretary)……………………………………...…..191 4.2 Rusia (Deputy Minister)……….……………………………………...…….204 4.3 Malaysia (Deputy Minister/TimbalanMenteri)………...…………..……….213 4.4 Kanada (Deputy Minister)……….…………………………………...……..220 4.5 Korea Selatan (Vice Minister)………….…………………………...………227
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan……………….………………………………………..………….237 5.2 Saran …………………………………………………………...…………...238
DAFTAR PUSTAKA A. Buku………………………….…………………………..……………..240 B. Makalah dan Jurnal….……………………………………..…………...253 C. Media Cetak………………………….……………………..…………..254 D. Internet.……………………………………………………..…………..255 E. Peraturan Perundang-Undangan……….……………………..…….…...259
LAMPIRAN A. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara B. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara C. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xiii
D. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara E. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara F. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Peraturan Presiden G. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara H. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. I. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara J. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah K. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural L. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri M. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri N. Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009 O. Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011 P. Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012 Q. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya Bagi Wakil Menteri
Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum……………….……….. 73 Tabel 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara Berdasar Pada UU 39 Tahun 200…. 139 Tabel 3.2 Struktur Organisasi Model Pertama…………..……………………………….. 141 Tabel 3.3 Struktur Organisasi Model Kedua…………………...………………………… 142 Tabel 3.4 Struktur Organisasi Model Ketiga……………………..……………………… 143 Tabel 3.5 Struktur Organisasi Model Keempat…………………………...……………… 143 Tabel 3.6 Struktur Organisasi Model Kelima……………………………………..……... 144 Tabel 3.7 Struktur Organisasi Model Keenam………………………………...…………. 145 Tabel 3.8 Struktur Organisasi Model Ketujuh……………………….………..…………. 146 Tabel 3.9 Struktur Organisasi Model Kedelapan…………….………………………...….146 Tabel 3.10 Struktur Organisasi Model Kesembilan……………………..………………… 147 Tabel 3.11 Jenjang, Pangkatdan Golongan PNS……….…………………...……………... 154 Tabel 4.1 Struktur Organisasi Wakil Menteri US…………………..……………………. 199 Tabel 4.2 Struktur Organisasi Wakil Menteri Rusia……………………..………………. 213
Tabel 4.3 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (dua)…………...………………. 219 Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xv
Tabel 4.4 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (satu)…………..………………. 219 Tabel 4.5 Struktur Organisasi Wakil Menteri Kanada………………………………...…..227 Tabel 4.6 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 2 (dua)……………..……... 234 Tabel 4.7 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 1 (satu)………..………….. 235 Tabel 4.8 Perbandingan Kedudukan Wakil Menteri Indonesia, Amerika, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan…………….……………………...…... 236
Universitas Indonesia Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kedudukan Wakil Menteri1 di Indonesia menimbulkan ketidak jelasan, hal ini apabila ditinjau dari kewenangan2 antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal3 sebagai pembantu Menteri4 yang memiliki
1
Pengangkatan jabatan Wakil Menteri adalah hal yang baru dalam era pemerintahan pasca reformasi, pengaturan mengenai jabatan Wakil Menteri diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara juncto Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara 2 Setiap Pejabat Administrasi Negara dalam bertindak (menjalankan tugas-tugasnya) harus dilandasi wewenang yang sah, yang diberikan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan oleh Hukum (wet matigheid van bestuur = asas legalitas = leprinciple de la l’egalite de’l administration). Oleh karena itu, setiap Pejabat administrasi Negara sebelum menjalankan tugasnya harus terlebih dahulu dilekatkan dengan suatu kewenanganyang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menghindari adanya abuse of power. Baca Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), (Depok : Center For Law and Good Governance Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), Hal. 29. Bandingkan Prajudi Admosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 76 3
Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal sebenarnya hanya istilah dalam struktur organisasi Kementerian Negara, yang pada dasarnya sama, hanya saja berbeda pada urusan pemerintahan yang menjadi beban dan tanggung jawab tugas dan kedudukannya. Apabila urusan Pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya dinyatakan tegas dalam Undang-Udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka disebut Sekretariat Jenderal, ruang lingkup kerjanya adalah meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan. Apabila urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka juga disebut Sekretariat Jenderal, ruang lingkup kerjanya adalah urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan. Sedangkan apabila urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah maka disebut Sekretariat Kementerian, yang ruang lingkup kerjanya adalah meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal. 4 Mengenai penegasan bahwa Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian sebagai pembantu Menteri dapat dibaca dalam Bab Ketiga Susunan Organisasi Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Sedangkan mengenai tugas Wakil Menteri sebagai pembantu Menteri dapat dilihat dalam Pasal
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
2 tugasmembantu
Kementerian
Negara
dalam
melaksanakan
koordinasi
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, kegiatan, administrasi, dan sumber daya di lingkungan kementeriannya5. Tidak hanya itu, kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden6 dan Menteri7 masih perlu dipertanyakan.Presiden yang melakukan pengangkatan Wakil Menteri, pola pertanggung jawabannya tidak diatur dengan jelas, begitu pula pertanggung jawaban Wakil Menteri terhadap Menteri. Kondisi demikian terjadi dikarenakan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas, fungsi dan kewenangan Wakil Menteri di Indonesia secara rinci8. Hal itu berarti kedudukan, tugas dan kewenangan Wakil Menteri masih dipertanyakan9. Dengan demikian kedudukan, tugas dan kewenangan Wakil Menteri kurang begitu signifikan dalam upaya ikut andil dalam pelaksanaan tugas Kementerian Negara. Jabatan Wakil Menteri lahir atas perintah Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, (UU Nomor 10 Tahun 2008), yang menyatakan:10 69A Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara. 5
Tugas Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian dapat dibaca dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 6
Presiden merupakan lembaga yang melakukan pengangkatan Wakil Menteri, sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara 7
Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri 8
Mengenai tugas secara rinci tugas Wakil Menteri dapat dilihat salam Pasal 69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang sebenarnya kalau dikaji secara seksama, tugas-tugas itu sebenarnya juga menjadi tugas dari Sekretariat Kabinet atau Sekretariat Jenderal sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 9
Yang dimaksud kedudukan disini adalah kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri dan terhadap Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian tentunya berhubungan dengan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya apakah sejajar dengan Menteri atau Sekretariat Jenderal, mengingat Wakil Menteri diangkat dan diberhentkan oleh Presiden, meskipun Wakil Menteri dan Sekretarian Jenderal atau secretariat Kementerian sama-sama sebagai pembantu Presiden. 10
Apabila kita kaji secara umum, maka pengertian Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dapat didefinisikan dalam hal-hal tertentu, hal ini berlaku alasan objektif dan subjektif Presiden dalam menentukan apakah memang dibutuhkan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
3
Pasal 10 Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu.
Secara yuridis Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 terdapat konflik norma (conflic of norm)11 dan inkonsesti dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, dimana jabatan Wakil Menteri dan Sekretariat Jenderal sama-sama sebagai pembantu Menteri. Mengenai susunan organisasi kementerian di pertegas dengan Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :12 Pasal 9 (1). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat. Wakil Menteri atau tidak. Mengenai alasan objektif dan subjektif Presiden ini dapat dibaca dalam Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, (Bandung, Alumni 1999), hal. 13. 11
Konflik norma (conflic of norm) adalah dimana terjadi ketidak sesuaian baik antara norma yang lebih rendah dengan norma yang lebih tinggi, yang sejajar dan norma-norma yang sejenis. Istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh Hans Kelsen yang kemudian melahirkan konsep Yudicial Review terhadap norma-norma yang saling terjadi konflik dengan norma-norma yang lainnya.Baca Hans Kelsen, General Theory Law and States, (New Russel, Cambridge, Australia, 1983), hal. 54. 12 Melalui Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara jelas bahwa pembantu pimpinan (dalam hal ini Pimpinan adalah Menteri) adalah Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal adalah pembantu Menteri.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
4 (3). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. (4). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi; dan d. pengawas, yaitu inspektorat.
Sedangkan tugas Wakil menteri dipertegas dalam Pasal 68 dan pasal 69 Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 menyatakan :13
Pasal 68 Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu. Pasal 69 Wakil Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin tugas pelaksanaan Kementerian
Kemudian ruang lingkup tugas Wakil Menteri dipertegas lagi melalui Pasal 69APeraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :14
Pasal 69A Ruang lingkup tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 69, yaitu: a. membantu Menteri dalam dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan 13
Berhubungan dengan penjelasan sebelumnya, bahwa apabila dilihat dengan seksama, maka Wakil Menteri hampir memiliki ruang lingkup tugas yang sama dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk itu menimbulkan tafsir ganda, apakah tugas, fungsi dan kewenangan Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian sama atau tidak, hal ini berhubungan dengan kedudukan dan perannya dalam mengambil keputusan. 14
Pasal 69A Peraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara mengandung makna yang hampir sama dengan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun apabila dicermati, maka posisi atau kedudukan Wakil Menteri ini lebih tinggi dari kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat kementerian.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
5 b. membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eslon I dilingkungan Kementerian Berdasarkan analisis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang susunan organisasi Kementerian dan tugas Wakil menteri, maka jelas bahwa kedudukan Wakil Menteri dan Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal sama-sama sebagai pembantu menteri dalam menjalan tugas pelaksanaan kementerian. Untuk itu kemudian timbul adanya tumpang tindihnya kewenangan antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal dalam menjalan tugas pelaksanaan kementerian. Konstitusionalitas15 pengangkatan Wakil Menteri dapat dipersoalkan, dikarenakan Pasal 17 ayat Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur tentang jabatan Wakil Menteri. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 17 ayat Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan :16
Pasal 17 (1). Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (2). Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (3). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (4). Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara diatur dalam undang-undang
Berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 diatas, maka tidak disebutkan pembentukan Wakil Menteri, Konstitusi hanya memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk membuat Undang-Undang yang mengatur tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara, bukan tentang pengorganisasian kementerian Negara, apalagi membentuk
15
Mengenai yang berhak menyatakan konstitusional atau inkonstitusional dari suatu Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, itu dilakukan oleh suatu lembaga yang disebut Mahkamah Konstitusi.Baca Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Pasca Perubahan UUD 1945, (UII Press, Yogyakarta, 2004), hal. 57. 16 Melalui Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 ini, dapat dikaji bahwa tidak terdapat atau mencantumkan jabatan Wakil Menteri, untuk itu oleh sebagian masyarakat diragukan tentang konstitusionalitas Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
6 Wakil menteri yang secara formil17 tidak sejalan dan bertentangan dengan Undang-Undang dasar 1945. Jabatan Wakil Menteri tidak dikenal dalam konstitusi, satu-satunya wakil yang tercantum adalah wakil presiden. Karena itu, norma pada Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak memenuhi syarat formil penyusunan peraturan perundangan karena menambah sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh konstitusi. Meskipun pada akhirnya melalui hasil Judicial Review18 di Mahkamah Konstitusi, Mahkamah menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 166, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4916) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 19 Selain itu jabatan Wakil Menteri dapat dipersoalkan dari segi pertanggung jawabannya. Berdasarkan Pasal 70 Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :20
Pasal 70 (1). Wakil menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri (2). Wakil menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet 17
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, harus dipenuhi syarat-syarat formil dan syarat materiil. Secara formil adalah berdasarkan kelembagaan untuk mengatur dan menetapkan tentang ayat, pasal yang demikian, sehingga apa yang diatur dan ditetapkan dapat dikatakan sah secara hukum. Lihat Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, 2008, Hal. 23 18
Untuk mengatahui lebih mendalam mengenai istilah Judicial Review dapat dibaca dalam buku Leord W. Levy, Judicial Review and Supreme Court, (Harper Torchbooks The Academy Library, Harper & Row, Publishers New York, Evanston, and London, 1967), Hal. 1-3. 19
Putusan ini diambil melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 pada tanggal 19 April 2012 20
Apabila melihat Pasal 70 Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Menteri, mengingat dengan jelas dikatakan dalam pasal tersebut bahwa Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Namun apabila juga dikaji secara seksama terhadap Pasal 70 ayat (2), maka jabatan Wakil menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota cabinet, hal ini berarti sama seperti halnya Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Sehingga dapat dibenarkan apabila dikatakan bahwa pengangkatan Wakil Menteri merusak jenjang karir birokrasi.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
7 Disisi yang lain Pasal 70A dan 70B Peraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :21
Pasal 70A Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Pasal 70B Penetapan kelas jabatan (grading) bagi wakil menteri adalah satu tingkat diatas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a
Dengan demikian jabatan wakil menteri dapat dipersoalkan dari segi jabatannya, apakah sebagai jabatan karir atau jabatan politik, mengingat jabatan Wakil menteri itu jabatan struktural atau fungsional juga tidak jelas.Kalau termasuk jabatan struktural maka sistemnya seharusnya berjenjang.Selain itu persoalan pertanggungjawaban wakil menteri menjadi rancu, hal itu dikarenakan yang melakukan pengangkatan adalah Presiden, akan tetapi Wakil menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri, bagaimana apabila wakil menteri tidak tunduk atau berbeda pandangan terkait program yang akan diselenggarakan? Apakah menteri memiliki kewenangan memecat atau memberhentikan Wakil menteri? Dari sisi keuangan Negara dengan adanya jabatan wakil menteri justeru inefisiensi anggaran Negara22. Jabatan yang seharusnya dapat dilakukan oleh Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal, akan tetapi dilakukan oleh lembaga wakil menteri. Dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Wakil menteri telah menghabiskan anggaran sebesar 1,2 triliyun. Dengan demikian 21
Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, bermakna bahwa Wakil Menteri sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden seperti halnya Menteri. Hal itu yang menimbulkan pertanyaan mengapa kemudian Wakil Menteri harus bertanggung jawab kepada Menteri. Sedangkan Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara menimbulkan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan satu tingkat diatas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a, bukankah jabatan eselon I.a adalah jabatan tertinggi dalam struktur kepegawaian. 22
Hal ini pernah dikemukakan Jimly Asshiddiqie bahwa kedepan dalam agenda reformasi perlu dikaji ulang tentang kedudukan dan posisi lembaga-lembaga adhoc, komisi-komisi, lembagalembaga yang dilahirkan atas dasar kebutuhan sesaat.Hal itu berkaitan dengan pengeluaran anggaran Negara menuju efisiensi anggaran.Baca Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia, (Jakarta, Konpress, 2006), hal. 112.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
8 tujuan efesiensi dan efektifitas dalam pembentukan kementerian tidak dapat tercapai, sebagaimana dari Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :23
Pasal 13 (2). Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan: a. efisiensi dan efektivitas; b. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; c. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau d. perkembangan lingkungan global.
Berdasarkan dari uraian aspek hukum diatas, maka dalam penelitian ini akan difokuskan24 pada kedudukan lembaga Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara ditinjau dari kedudukannya, yang secara yuridis baik dari kewenangan, tugas, fungsi, pertanggungjawaban dan pembebanan keuangan Negara masih menjadi perdebatan. Sehingga pada akhirnya dapat memberikan pandangan dan pendapat hukum tentang urgenitas pembentukan lembaga Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara ini.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan dirumuskan berkaitan dengan Kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara diantaranya :
23
Hal itu berarti terjadi inkonsistensi terhadap tujuan awal pembentukan organisasi Kementerian Negara yang salah satu point utamanya adalah efisiensi dan efektivitas.Dengan kedudukan Wakil Menteri yang sekarang dapat dikatakan kurang efisien, dikaitkan dengan anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk kebutuhan jabatan Wakil Menteri. Sedangkan dikatakan tidak efektif dikarenakan kedudukan jabatan Wakil Menteri akan menimbulkan tumpang tindih terhadap kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. 24
Melalui latar belakang masalah, maka kemudian diambil beberapa fokus penelitian yang akan dijadikan bahasan dalam bab-bab berikutnya. Untuk mendalami mengenai masalah ini dapat di baca Sudarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (CV. Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 2011), Hal.36. Bandingkan Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, (Gajahmada University Press, Yogyakarta, Cetakan ke-3, 2006) Hal.116
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
9 a. Apa
makna
“Presiden dapat
mengangkat Wakil Menteri pada
Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus”, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ? b. Bagaimana
kedudukan Wakil Menteri dalam
struktur organisasi
Kementerian Negara ? c. Bagaimana perbandingan kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dengan beberapa Negara yang ada di dunia ?
1.3 Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah dari Penelitian Kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara akan dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya : a. Menjelaskan makna Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. b. Mengetahui Kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara. c. Menguraikan perbandingan kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dengan beberapa Negara yang ada di dunia.
1.3.2 Manfaat Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan tesis ini, diantaranya adalah : a. Secara teoritis dapat menambah dan memperdalam keilmuan dalam bidang Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara yang berkaitan dengan Lembaga Negara terutama tentang Wakil menteri b. Manafat praktis adalah untuk membangun kesadaran dan pemahaman kepada publik akan Kedudukan jabatan Wakil menteri dalam struktur ketatanegaraan Indonesia
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
10 1.4 Kerangka Teoritis 1.4.1 Teori Kekuasaan dan Kewenangan Diskusi permasalahan hukum tentunya akan berkaitan erat dengan masalah kekuasaan dan wewenang. Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat di rumuskan dengan slogan ”hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.25 Dalam artian bahwa dalam penerapan hukum, maka di perlukan kekuasaan sebagai pendukung, salah satu sebabnya adalah di karenakan hukum bersifat memaksa, karena tanpa adanya paksaan, maka pelaksanaan hukum akan mengalami hambatan. Namun semakin tertib masyarakatnya, maka semakin berkurang kekuasaan sebagai pendukungnya. Karena begitu eratnya kaitan antara hukum dan kekuasaan, maka seakan tidak dapat memisahkan antara keduanya. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa hukum sendiri sebenarnya adalah kekuasaan. 26 Hukum merupakan salah satu sumber dari kekuasaan, namun juga merupakan pembatas bagi kekuasaan. Oleh karena itu tidak dapat dibenarkan apabila kekuasaan di gunakan sebagai alat untuk bertindak sewenang-wenang. Karena dalam tataran praktis dilapangan orang akan cenderung ingin memiliki kekuasaan yang melebihi dari apa yang telah di gariskan. Padahal hukum memang membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum. 27 Miriam Budiardjo memberikan arti kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. 28 Kekuasaan ini yang kemudian oleh sebagian besar di cari atau bahkan menjadi rebutan dalam setiap kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini. Hal itu 25
Adegium hukum ini yang selalu dijadikan argumentasi dalam setiap kita mempelajari ilmu hukum, untuk itu istilah ini menjadi populer di kalangan mahasiswa, dosen dan setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung mempelajari ilmu hukum. Baca Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 75 26
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1976), hal. 68.
27
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000), hal. 146.
28
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002), hal.35.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
11 di pengaruhi oleh adanya hasrat dan keinginan manusia yang bermacam-macam sehingga dirasa perlu untuk memaksakan kemauan dirinya atas orang lain. Hal yang sama juga di katakan Mac Iver yang merumuskan kekuasaan sebagai berikut : The capacity to control the behavior of other either directly by fiat or indirectly
by the manipulation of available means, yang artinya
kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. 29
Lebih
lanjut
Miriam
Budiardjo
bahwa
kekuasaan
dalam
masyarakat selalu berbentuk piramida yang bersumber pada kekerasan fisik, kedudukan dan kepercayaan. 30 Agar kekuasaan dapat di jalankan maka di butuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu di konsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan subjek-kewajiban.31 Dengan demikian, lahirlah teori yang menyatakan bahwa negara merupakan subjek hukum buatan atau tidak asli atau yang di sebut teori organ atau organis. 32 Asal atau sumber kekuasaan dalam suatu negara secara umum dapat di golongkan menjadi 2 (dua) bagian. Pertama, erat kaitannya dengan teori teokrasi, yang mana menyatakan bahwa asal mula kekuasaan berasal dari Tuhan. Teori ini berkembang pada zaman abad pertengahan yakni abad ke V sampai abad ke XV. 33 Sedang Kedua berhubungan dengan teori hukum alam yang secara umum memberikan pemahaman bahwa kekuasaan berasal dari rakyat. Kekuasaan dari
29
Mac Iver, The Web of Government, dalam Moh.Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000), hal 116. 30
Op Cit, hal. 36
31
Rudasi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Makalah Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta), hal. 37-38. 32
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Dwiwantara, Bandung), 1964, hal. 127-129
33
Soetomo, Ilmu Negara, (Usaha Nasional, Surabaya, 1993), hal. 51-69
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
12 rakyat tersebut yang kemudian di serahkan kepada seseorang (raja) untuk menyelenggarakan kebutuhan masyarakat. Bila di hadapkan pada persoalan kekuasaan, maka orang berpendapat bahwa kekuasaan itu sering diartikan hanya dalam bidang politik saja.34 Padahal kekuasaan dapat beraspek dua keilmuan, yakni berkaitan dengan hukum dan politik. Dalam hukum tata negara, wewenang (bevoegdheid) di deskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht), dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 35 Kekuasaan mempunyai makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh legislatif, ekskutif dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan dapat berasal dari dua bagian, pertama berasal dari peraturan perundang-undangan dan yang kedua berasal dari bukan peraturan perundangundangan atau karena jabatan yang dimilikinya. Sedangkan kewenangan hanya berasal dari peraturan perundang-undangan yang sah dan diakui oleh suatu negara. Berdasarkan uraian diatas, maka kekuasaan memiliki dua aspek, yakni aspek politik dan aspek hukum. Sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum saja. Dapat diartikan bahwa kekuasaan bersumber pada peraturan perundangundangan dan di luar peraturan perundang-undangan, sedangkan kewenangan harus harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang sah, yang bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuasaan belum tentu kewenangan, akan tetapi kewenangan sudah tentu merupakan kekuasaan. Kewenangan dan wewenang tentunya memiliki perbedaan yang mendasar. Dalam bahasa Belanda wewenang di sebut juga ”bevoegheid”. Menurut Philipus M. Hadjon, ada perbedaan antara kewenangan dengan wewenang, perbedaannya terletak pada karakter hukumnya. Istilah ”bevoegheid” digunakan baik dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum hukum privat. Dalam hukum 34
Moh. Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000),
35
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, (Makalah Univ. Airlangga, Tanpa Tahun),
hal. 116.
hal. 1
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
13 kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya di gunakan dalam konsep hukum publik.36 Dalam konsep hukum tata negara, “bevoegheid” (wewenang) di deskripsikan sebagai “rechtmacht” (kekuasaan hukum). Jadi dalam hukum publik wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 37 Sedangkan dalam konsep hukum administrasi Belanda, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal dari hukum administrasi karena objek hukum administrasi adalah “bestuursbevoegdheid” (wewenang pemerintahan).38 Jadi perbedaan antara kewenangan dan wewenang adalah pertama kali harus membedakan antara (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid). Gezag adalah ciptaan orang-orang yang sebenarnya paling berkuasa.39 Kewenangan yang disebut juga “kekuasaan formal” yang berasal kekuasaan yang di berikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan ekskutif atau administratif yang bersifat utuh atau bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheben).40 Wewenang juga merupakan dalam ruang lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintahan (besluit), akan tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas serta distribusi wewenang utamanya di tetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sedangkan kewenangan dapat diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi maupun mandat.41 Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan, sedang delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang
36
Ibid, hal. 1
37
Ibid, hal. 1
38
Ibid, hal. 1
39
Kranenburg dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, (PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986), Hal. 20 40
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006), hal. 211. 41
Mustamin DG. Matutu.dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di Indonesia, (UII Press, Yogyakarta, 2004), hal. 109-159.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
14 ada.42 Secara sederhana dapat diartikan atribusi merupakan kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (Undang-Undang Dasar), sedang kewenangan delegasi pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain dan mandat pemberian wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat. Ada perbedaan khusus antara delegasi dan mandat. Delegasi merupakan pemberian, pelimpahan atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lainuntuk menganmbil keputusan atas tanggung jawab sendiri, sedangkan mandat bertanggung jawab atas nama atau tanggung jawabnya sendiri mengmbil kepuusan. 43 Akan tetapi sebenarnya dalam teori pendelegasian, apabila suatu kewenangan sudah di delegasikan, maka tidak dapat lagi di tarik kembali oleh lembaga pemberi delegasi.
1.4.2 Teori Tentang Lembaga Ekskutif Gagasan tentang lembaga ekskutif muncul berdasarkan teori pemisahan kekuasaan (saparation of power) yang sempat dipopulerkan John Lock pada tahun 1690 yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu pada pertengahan abad XVIII.Latar belakang munculnya teori ini dikarenakan kekuasaan penguasa yang tidak terbatas dan cendrung bersifat sewenang-wenang, untuk itu perlu diadakan pemisahan kekuasaan (saparation of power) ke dalam berbagai organ agar tidak terpusat pada satu tangan atau sering disebut seorang monarkhi (raja absolut).Teori mengenai pemisahan kekuasaan Negara menjadi sangat penting artinya untuk melihat bagaimana posisi atau keberadaan kekuasaan dalam struktur kekuasaan Negara.44 John Lock dalam karyanya yang berjudul ”Two Treaties of Government” mengusulkan agar kekuasaan dalam suatu Negara di bagi-bagi kepada organ yang berbeda. Salah satu tujuannya agar kekuasaan tidak menumpuk pada seorang raja
42 Philipus M. Hadjon. dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Gajah Mada University Press, 2002), hal. 130. 43
Jimly Ashiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta, Konstitusi Press, 2006), hal. 378.
44
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (UII Press, Yogyakarta, 2005), hal. 17
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
15 sehingga akan terjadi kekuasaan yang absolute pada raja. Dalam hal itu John Lock mengusulkan agar kekuasaan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, diantaranya :45 a. Legislatif (membuat Undang-Undang) b. Ekskutif (melaksanakan Undang-Undang) c. Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan Negara-negara lain) Berbeda dengan pendapat yang pernah dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya “L’esprit des Lois” yang mengatakan bahwa untuk tegaknya Negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan kedalam 3 (tiga) poros kekuasaan, diantaranya :46 a. Legislatif (pembuat Undang-Undang) b. Ekskutif (pelaksana Undang-Undang) c. Yudikatif (peradilan/kehakiman, untuk menegakkan perundang-undangan) Menurut Montesquieu ketiga poros tersebut masing-masing harus terpisah satu sama lain, baik mengenai pemegang kekuasaannya maupun fungsi yang menjadi tugas dan kewajibannya. Ajaran pemisahan kekuasaan kedalam tiga pusat kekuasaan dari Montesquieu kemudian oleh Immanuel Kant diberi nama Trias Politica (Tri = tiga, AS = poros/pusat, dan Politica = kekuasaan)47 Perbandingan antara kedua pendapat di atas menurut Locke adalah kekuasaan ekskutif merupakan kekuasaan yang mencakup yudikatif, karena mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang dan kekuasaan federatif (hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri. Sedangkan menurut Montesquieu, kekuasaan ekskutif mencakup kekuasaan federatif karena melakukan hubungan luar negeri termasuk kekuasaan ekskutif dan kekuasaan yudikatif harus berdiri sendiri. Dalam kedua teori yang pernah dikemukakan 2 (dua) ilmuan diatas, kekuasaan ekskutif pada dasarnya merupakan kekuasaan melaksanakan UndangUndang. Sedangkan kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat UndangUndang. Jadi inti dari teori diatas adalah kekuasaan membentuk Undang-Undang 45 Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu), (UMM Press, Malang, 2003), Hal. 9 46
Op Cit, hal. 152
47
Moh.Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan), (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003), hal. 82-83.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
16 harus diserahkan pada lembaga tersendiri yakni lembaga legislatif, begitu juga dengan pelaksanaan Undang-Undang harus diserahkan pada lembaga tersendiri yakni ekskutif, diperlengkap lagi dengan lembaga peradilan/kehakiman atau untuk menegakkan perundang-undangan yakni diserahkan kepada lembaga yudikatif. Selain itu sarjana Belanda, C. van Vollenhoven sedikit berbeda dengan pandangan kedua sarjana diatas. Fungsi-fungsi kekuasaan Negara menurutnya terdiri dari 4 (empat) cabang, yakni:48 a. b. c. d.
Fungsi regeling (pengaturan) Fungsi bestuur (penyelenggaraan pemerintahan) Fungsi rechtsspraak (peradilan) Fungsi politie (ketertiban dan keamanan) Sedangkan Goodnow mengembangkan ajaran yang biasa diistilahkan
dengan praja, yaitu :49 a. Policy making function (fungsi pembuatan kebijaksanaan) b. Policy executing function (fungsi pelaksanaan kebijaksanaan) Namun pandangan yang paling banyak berpengaruh yang ada di dunia, dan banyak dijadikan rujukan adalah teori yang yang dikembangkan Montesquieu, yakni 3 (tiga) cabang kekuasaan adalah legislatif, ekskutif dan yudisial. Namun dalam pembahasan ini akan dibahas tentang lembaga ekskutif. Lembaga ekskutif merupakan bagian dari Trias Politika.Lembaga ekskutif atau lembaga pemerintah (dalam arti sempit) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan Undang-Undang.Istilah ekskutif seringkali digunakan secara sedikit lebih luas.50Terkadang istilah ini hanya digunakan untuk menyebut kepala menteri (misalnya Presiden Amerika Serikat), terkadang mencakup seluruh lembaga pejabat Negara,
pemerintahan dan militer.
Penggunaan kata ekskutif berarti kepala pemerintahan berikut menterimenterinya, atau dengan kata lain badan Negara yang diberi wewenang oleh
48 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Konpress, Jakarta, 2006), hal.34 49
Op Cit, Hal.223
50
C.F. Strong, Modern Political Constitutions : An Introduction to the Comparative Study and Existing Form, (Terjemahan SPA Teamwork, Nusamedia, Bandung, 2004), hal. 12
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
17 konstitusi untuk melaksanakan undang-undangyang telah disetujui lembaga legislatif.51 Dalam pengertian ekskutif dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam artian yang lebih sempit adalah Presiden dan para menterinya. Sedangkan dalam arti luas meliputi ekskutif dalam artian sempit dan seluruh lembaga yang berada dibawah presiden dan menteri termasuk ekskutif disetiap daerah-daerah otonom dalam hal ini Gubernur, Walikota, Bupati beserta satuan organisasi yang ada di bawahnya. Menurut Harold J. Laski lembaga ekskutif adalah adalah lembaga yang melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh badan pembuat Undang-Undang dan bekerja di bawah pengawasan badan pembuat UndangUndang. 52 Apabila diteliti, maka pendapat Harold J. Laski lebih tertuju pada Negara yang menganut sistem parlementer, yakni segala kegiatan ekskutif harus diawasi dan harus bertanggungjawab pada legislatif. Berbeda dengan pendapat Hans Kelsen53 bahwa fungi ekskutif dan yudikatif saling berkaitan erat, yakni sama-sama sebagai pelaksana dari normanorma umum, konstitusi dan hukum-hukum yang dibuat oleh legislatif. Dalam hal ini fungsi keduanya adalah sama, yakni melaksanakan norma-norma hukum yang bersifat umum. Bedanya hanyalah bahwa fungsi yang satu dilaksanakan di pengadilan sedangkan yang lain dilaksanakan di tataran ekskutif atau administaratif. Slanjutnya Hans Kelsen membedakan fungsi ekskutif menjadi 2 (dua) bagian, yakni fungsi politik dan fungsi administratif.54 Fungsi politik biasanya menunjuk kepada tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan memberi arahan bagi pelaksanaan dengan demikian bermakna politik. Tindakan itu dilaksanakan oleh organ administratif tertinggi. Tindakan ini melekat karena diatasdasarkan pada kedudukan dan jabatannya sebagai organ Negara tertinggi. 51
Ibid, Hal. 12
52 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Fokusmedia, Bandung, 2007), hal. 215. 53 Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Terjemahan Somardi, (Bee Media Indonesia, Jakarta, 2007), hal. 312-313 54
Ibid, hal. 313
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
18 Dalam Negara modern kekuasaan dan wewenang kekuasaan ekskutif dapat mencakup beberapa bidang kekuasaan yakni ekskutif, legislatif dan yudikatif, diantaranya :55 a. Diplomatik adalah menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan Negara-negara lain; b. Administratif adalah melaksanakan undang-undang serta peraturanperaturan lain yang menyelenggarakan administrasi Negara; c. Militer adalah mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan keamanan Negara; d. Yudikatif adalah memberi grasi, amnesti dan sebaginya; e. Legislatif
adalah
merencanakan
rancangan
undang-undang
dan
membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undangundang.
Dari berbagai pemaparan diatas, maka sebenarnya kekuasaan ekskutif adalah sebagai pelaksana undang-undang yang telah diproduksi oleh legislatif, kekuasaan yang bersifat legislatif dan yudikatif sebenarnya tidak perlu mendominasi, sehingga tidak ada penumpukan kekuasaan di tangan seseorang, untuk itu harus terdapat pengaturan yang jelas tentang kekuasaan ekskutif yang masuk dalam ruang lingkup kekuasaan legislatif dan ekskutif.
1.5 Metode Penelitian Fokus penelitian56 pada tesis ini adalah akan mengkaji mengenai Kedudukan, peran, fungsi Wakil Menteri di Indonesia. Sedangkan Metode yang
55
C.F. Strong, Op Cit, Hal.233-234 bandingkan Miriam Budiardjo, Op Cit, Hal. 209
56
Fokus penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya penulisan karya tulis ilmiah, mengingat fokus penelitian erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai dari suatu karya tulis. Untuk memahami mengenai ini, baca John W. Creswell, Reserch Design, Qualitative & Quantitative Approaches, (SAGE Publications, International Educational and Professional Peblisher, Thousand Oaks, London New Delhi, 1994) Hal. 2. Bandingkan S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah) usulan Tesis, Desain Penelitian, Hipotesis, Validitas, Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-4, 2011), Hal. 16
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
19 digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penulisan hukum normatif57, yaitu cara penulisan yang didasarkan pada analisis terhadap beberapa asas hukum dan teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan dengan permasalahan dalam tesis ini. Penelitian hukum normatif ini adalah suatu prosedur dan cara penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari segi normatifnya.58 Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah terdiri dari 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual59 (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach).60 Pendekatan perundangundangan (statute approach) di gunakan untuk meneliti dan mengkritisi61 peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan dalam kedudukan wakil menteri di Indonesia. Pendekatan konseptual (conceptual approach) dipakai untuk memahami konsep-konsep dan teori62 yang 57
Penelitian hukum normatif ini merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum, bahkan penelitian hukum yang bersifat normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana Hukum, sebagai seorang yang sengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin Hukum. Sebagaimana pendapat C.F.G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-2, 2006) 139 58
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bayu Media Publishing, Malang, 2006), Hal.57 59
Unsur pertama dari bahasa keilmuan merupakan konsep. Kegiatan membangun sebuah teori atau model, mirip dengan membangun rumah atau tembok, sebelum membangun seorang pengembang (developer) tentu harus mengetahui struktur tanah, luas lahan, dan alokasi penggunaannya arah dan kekuatan tiupan angin dan lain sebagainya. Untuk itu konsep dapat diartikan sebagai symbol yang digunakan untuk memaknai fenomenon. Baca John J.O.I Ihalalauw, Bangunan Teori, (Salatiga : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Edisi Millenium, 2000), hal20-22 60
Untuk lebih lebih jelasnya tentang macam-macam pendekatan dalam penelitian hukum normatif bandingkan Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Rajawali Pers, Jakarta, 2001), hal. 14. dengan Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Prenada media, Jakarta, 2006), hal. 93-137 dan Johnny Ibrahim, Op Cit, Hal. 299-321 61
Dalam studi ini berupaya memberikan masukan kritik dan saran terhadap peraturan prundang-undangan yang kurang tepat dan baik baik dari segi penormaan maupun dalam realitas penyelenggaraannya, untuk itu kemudian dinamakan sebagai teori hukum kritis. Untuk mengetahui hal teori ini silakan baca Roberto M Unger, Law and Modern Society : Toward a Criticism of Social Theory, (The Free Press), hal235. Bandingkan Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, cetakan ke-1, 2005), hal.103 62
Teori hukum berbeda dengan hukum posotif, teori hukum menjadi landasan dalam pembentukan dan cara pandang terhadap hukum positif. Untuk itu kemudian terdapat hubungan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
20 berkaitan dengan kedudukan wakil menteri di Indonesia, serta pendekatan perbandingan (comparative approach) di pakai untuk meneliti perbandingan kedudukan wakil menteri yang pernah ada di Indoenesi dengan kedudukan Wakil Menteri di beberapa negara di dunia. Bahan hukum merupakan bahan dasar yang akan dijadikan acuan atau pijakan dalam penulisan tesis ini. Adapun yang menjadi bahan hukum dalam penulisan tesis ini terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni bahan hukum primer, skunder dan tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.63 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.64 Adapun bahan hukum skunder yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai materi yang terdapat dalam bahan hukum primer berasal dari beberapa literatur, buku tesk, jurnal hukum, karangan ilmiah dan buku-buku lain yang berkaitan langsung dengan tema penulisan tesis ini.Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder.65 Bahan hukum ini sebagai alat bantu dalam penulisan tesis ini. Adapun bahan hukum tersier ini dapat berupa kamus-kamus hukum yang berkaitan langsung dengan tesis ini. Dalam tesis ini di gunakan metode analisis induktif kualitatitif,66 yaitu metode analisa dengan melakukan analisis terhadap peraturan perundang-
antara kegiatan berfikir, bahasa hukum dan teori hukum. Baca J.J.H. Bruggink, Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori, (England : Kawuler, 1995) hal. 1-2. Bandingkan H.R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : Penerbit Refika Aditama, cetakan ke-2, 2005), hal. 45 63
Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, Hal. 141
64
Op Cit, Hal.13
65
Op Cit, Hal. 52
66
Metode induktif adalah metode yang merupakan kesimpulan-kesimpulan umum yang diperoleh berdasarkan proses pemikiran setelah mempelajari peristiwa-peristiwa khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkret. Untuk lebih jelasnya baca : Sjachran Basah, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung), Hal. 60. Bandingkan Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan ke 1, 2011), Hal. 174
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
21 undangan yang berkaitan dengan permasalahan (rumusan masalah) yang terdapat dalam tesis ini untuk kemudian di korelasikan dengan beberapa asas dan teori yang menjadi landasan atau pisau analisa dalam penulisan tesis ini sebagai langkah untuk menemukan konklusi, jalan keluar maupun konsepsi ideal tentang hal-hal yang menjadi pembahasan. 1.6 Sistematika Penelitian Dalam tesis ini di susun dengan sistematika yang terbagi dalam 4 (empat) Bab. Masing-masing Bab terdiri dari atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing Bab serta pokok bahasannya adalah sebagai berikut : BAB 1
: PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian latar belakang permasalahan munculnya Wakil menteri di indonesia, dari proses pengangkatannya, peran, jenis, fungsi, wewenang dan kedudukannya dalam susunan
organisasi
Kementerian
Negara.Selanjutnya
di
tetapkan rumusan masalahyang menentukan arah penelitian dan ruang lingkup pembahasan, sehingga akan secara komprehensif memberikan gambaran pembahasan yang menjadi titik tekan pembahasan. Dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan yang memberikan gambaran mengenai tujuan dan manfaat dari penulisan sesuai tema yang diambil, dan yang terakhir di jelaskan tentang metode penelitian, dalam metode penelitian diuraikan tipe penelitian bagaimana sebuah pendekatan masalah dilakukan
sekaligus
sumber
bahan
hukum,
prosedur
pengumpulan bahan hukum dan dasar analisis yang dipakai guna mendukung pembahasan. Dalam bab ini diakhiri dengan pertanggung jawaban sistematika, yakni gambaran dari masingmasing bab atau pembahasan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
22 BAB 2: PENGANGKATAN WAKIL MENTERI Pada Bab II ini akan di uraikan tentang dasar hukum pengangkatan
Wakil
Menteri,
beserta
pertimbangan-
pertimbangan yang dugunakan dalam melakukan pengangkatan Wakil Menteri di Kementerian tertentu oleh Presiden. Disitu akan disebutkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengangkatan Wakil Wakil Menteri, mulai hak Presiden dan sifat khususnya Pengangkatan Wakil Menteri sampai kepada dimensi Politik dan Hukum Pengangkatan Wakil Menteri. Pada sub bab berikutnya akan disinggung mengenai masa jabatan Wakil Menteri, disitu akan dikaji mengenai bagaimana Wakil Menteri melaksanakan kewajiban jabatannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Sub bab berikutnya mengenai pertanggung jawaban Wakil Menteri juga akan menjadi bahasan pada sub bab 2 ini. Sedangkan sub bab yang terakhir mengenai produr dan tata cara pemberhentian Wakil Menteri yang merupakan persoalan yang multi tafsir sesuai dengan pengangkatan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri. BAB 3: KEDUDUKAN WAKIL MENTERI Dalam bab 3 ini akan diurai menjadi 4 subbab yang saling keterkaitan antar yang satu dengan yang lainnya. Subbab pertama adalah tentangtugas dan wewenang Wakil Menteri, mulai dari tugas yang bersifat pokok maupun tugas-tugas yang bersifat pelimpahan dari menteri. Sedangkan subbab selanjutnya juga akan dijelaskan mengenai struktur organisasi pada Kementerian negara yang mengalami pergeseran organisasi pasca diangkatnya beberapa Wakil Menteri pada Kementerian tertentu. Subbab berikutnya adalah tentang jenjang Kepangkatan Wakil Menteri yang menuai perdebatan antar pakar hukum dan pemerintahan, disini akan dianalisis secara tuntas mengenai kepangkatan Wakil Menteri. Sedangkan yang terakhir adalah kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden, Menteri dan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
23 Sekretariat Jenderal, disini akan dibahas secara mendalam mengenai kedudukan dan hubungan antara lembaga yang bersangkutan. BAB IV : PERBANDINGAN WAKIL MENTERI DI BEBERAPA NEGARA Dalam Bab ini pembahasan akan di fokuskan pada jawaban atas perumusan masalah mengenai perbandingan Wakil Menteri di Indonesia dengan beberapa negara yang ada di beberapa negara. Pada
bab
ini
akan
dijelaskan
mengenai
mekanisme
pengangkatan, tugas, fungsi, wewenang, pertanggung jawaban dan pemberhentian Wakil Menteri yang ada di dunia. Pada bab ini akan dipilih beberapa negara yang memiliki karakter pengangkatantugas, fungsi, wewenang, pertanggung jawaban dan
pemberhentian
Wakil
Menteri
untuk
kemudian
diperbandingkan dengan Indonesia, sehingga dapat mengetahui pola dan type yang dipakai oleh negara-negara yang ada di dunia, pada akhirnya adalah konteks ke Indonesiaan negara manakah yang lebih baik dan sesuai dengan karakter Pemerintahan yang ada di Indonesia. BAB V : PENUTUP Pada Bab ini akan di bagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan pada rumusan masalah pada Bab I, jawaban akan di tulis berdasarkan rangkuman analisa pada Bab III dan Bab IV dalam tesis ini. Sedangkan yang kedua, saran yang berisi gagasan dan ide-ide konstruktif yang dapat di jadikan masukan tentunya untuk mengatasi permaslahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
24 BAB 2 PENGANGKATAN WAKIL MENTERI
2.1 Dasar Hukum Pengangkatan Wakil Menteri Lembaga-lembaga Negara di Indonesia tidak hanya dibentuk oleh Undang-Undang Dasar 1945, melainkan banyak lembaga-lembaga Negara yang pembentukannya berdasarkan pada Undang-Undang atau peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.67Meskipun demikian lembaga Negara yang diatur oleh peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi tidak secara otomatis kedudukannya lebih tinggi daripada lembaga Negara yang diatur dengan peraturan perundangundangan yang lebih rendah.Tidak terkecuali pengangkatan Wakil Menteri yang merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Lembaga negara bisa disebut dengan lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau
lembaga negara. Ada yang dibentuk
berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, dan ada juga yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Kedududkan
lembaga tersebut
tergantung pada pengaturan yang diberikan menurut peraturan UU yang berlaku. jika lembaga negara itu tercantum dalam naskah UUD 1945 yang didalamnya ada lembaga – lembaga yang secara eksplisit namanya dan ada yang secara eksplisit disebutkan funsinya. Ada pula lembaga disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Pengangkatan Wakil Menteri merupakan amanat Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Kondisi demikian dapat diartikan bahwa Wakil Menteri dapat diangkat dalam kondisi tertentu dan 67
Mengenai persoalan ini dapat dibahas secara komprehensif lembaga-lembaga Negara yang pembentukan tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, akan tetapi keberadaannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta : Konstitusi Press, cetakan ke-2, 2006), hal. 255
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
25 merupakan hak Presiden untuk menentukan urgenitas pengangkatan Wakil Menteri untuk kementerian tertentu. Dalam hal ini membutuhkan interpretasi68 terhadap Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tersebut, apakah diartikan secara sempit atau diartikan secara luas.69 Dalam arti sempit Wakil Menteri pengangkatannya hanya berdasarkan hak perogratif Presiden, akan tetapi dalam pengertian yang luas Presiden harus mengadakan inventarisasi dan komunikasi dengan Kementerian Negara, Kementerian manakah yang membutuhkan penanganan secara khusus sehingga membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri dalam menunjang tugas-tugas kementerian Negara tertentu. Pengangkatan Wakil Menteri melalui beberapa Keputusan Presiden, beberapa Keputusan Presiden tersebut diantaranya : a. Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009 b. Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010 c. Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 d. Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 e. Keputusan Presiden Nomor 65/M tahun 2012 Dari beberapa Keputusan Presiden yang dikeluarkan tidak dicantumkan mengenai dasar, alasan dan urgenitas Presiden melakukan Pengangkatan Wakil Menteri, sehingga sampai hari ini terdapat 18 (delapan belas) Wakil Menteri yang menduduki jabatan di Kementerian tertentu. Sedangkan dasar hukum yang dijadikan rujukan baik yang pernah dan sedang digunakan dalam pengangkatan Wakil Menteri diantaranya adalah : a. Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara
68
Interpretasi merupakan cara menemukan makna terhadap pengertian dari pasal-pasal peraturan perundang-undangan, yang mana pasal-pasal dalam perundang-undangan yang bersangkutan dapat ditafsirkan dalam kaca mata dan makna yang berbeda. Dalam melakukan interpretasi terdapat berbagai macam cara, yakni penafsiran gramatikal, penafsiran historis, penafsiran sistematik, penafsiran sosiologis, penafsiran otentik, penafsiran interdisipliner dan penafsiran interdisipliner. Untuk mengetahui mengenai metode-metode dan macam interpretasi silakan baca Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Kontruksi Hukum, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2000), hal. 9-12 69 Pembedaan aspek ini dapat membedakan cara berfikir untuk menemukan makna yang sebenarnya dan menghindari sesat dalam berfikir atau kegagalan dalam memberikan argumen. Untuk lebih lanjut dapat dibaca E. Sumaryono, Dasar-Dasar Logika, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius, cetakan ke-11, 2010), Hal. 9
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
26 b. Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara c. Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara d. Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara e. Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri Dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wakil Menteri diatas, tidak diatur secara jelas mengenai kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara, untuk itu kemudian lembaga Wakil Menteri menimbulkan kerancuan dan dilakukan gugatan oleh sekelompok organisasi yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia untuk melakukan gugatan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi terkait konstitusionalitas Wakil Menteri. Uji materiil yang dilakukan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia70 paling tidak ringkasan pokok permohonannya adalah sebagai berikut :71 a. Bahwa menurut Pemohon Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 17 UndangUndang Dasar 1945, yang tidak menyebut posisi Wakil Menteri b. Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara beserta penjelasannya yang mengatur tentang pengangkatan Wakil Menteri
70
Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) pada waktu itu diwakili oleh Adi Warman, S.H., M.H., M.BA (Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat) dan H. TB. Imamudin, S.Pd., M.M (Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat) Berdasarkan Surat kuasa khusus tertanggal 24 Oktober 2011 memberikan kuasa kepada: 1). M. Arifsyah Matondang, S,H; 2). Syariful Alam, S.H; 3). Rizky Nugraha, S.H; 4). Nur Aliem Halvaima, S.H, kesemuanya advokat dan advokat magang pada kantor Law Office “ADI WARMAN, S.H., M.H., MBA & Partners yang beralamat Gedung Istana Pasar Baru (Office Building) lantai 2-01A Jalan Pintu Air Raya Nomor 58-64, Jakarta, bertindak atas nama pemberi kuasa. Diambil dari petikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 pada tanggal 19 April 2012 71
Diambil dari petikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 pada tanggal 19 April 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
27 yang dibatasi hanya diisi oleh pejabat karier tertentu dan harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), dianggap telah
menutup hak-hak
konstitusional dari anggota/kader Pemohon untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan negara, khususnya untuk menjadi Wakil Menteri. Pemohon mendalilkan hal tersebut bertentangan dengan ketentua n Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. c. Bahwa menurut Pemohon dengan adanya posisi Wakil Menteri, maka akan berpotensi terhadap terjadinya pemborosan keuangan negara, karena Wakil Menteri pasti akan mendapatkan fasilitas khusus dari negara yang dananya bersumber dari APBN. d. Bahwa pengangkatan Wakil Menteri akan menimbulkan konflik kepentingan, karena antara Menteri dan Wakil Menteri sama-sama diangkat oleh Presiden. e. Jabatan Wakil Menteri dapat diindikasikaan sebagai Politisasi Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Selain
itu,
Gerakan
Nasional
Pemberantasan
Korupsi
Republik
Indonesiaselaku Pemohon mengajukan 2 (dua) orang ahli yang telah didengar keterangannya pada persidangan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Januari 2012 dan 24 Januari 2012 yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Yusril Izha Mahendra72 -
Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Presiden dibantu oleh menteri¬menteri negara, tidak ada norma yang menyebutkan keberadaan wakil menteri bahkan pada saat rancangan Undang-Undang yang diserahkan kepada Presiden pada tahun 2007 keberadaan jabatan wakil menteri tidak ada dalam draf.
-
Keberadaan wakil menteri baru muncul pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal ini sama keadaannya dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang normanya
72 Merupakan Pakar Hukum Hutum Tata Negara, Advokat, mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia pada periode 20 Oktober 2004-8 Mei 2007, Yusril telah tiga kali menempati jabatan sebagai seorang menteri dalam kabinet pemerintahan Indonesia, yaitu Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (26 Agustus 2000-7 Februari 2001), Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Kabinet Gotong Royong (Agustus 2001-2004) dan terakhir Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober 2004-2007). Di bidang politik menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro PBB dan akan mencalonkan menjadi presiden di pemilu 2014 mendatang.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
28 menyebutkan, “Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Norma ini tidak menyebutkan adanya jabatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota, namun pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan keberadaan para wakil kepala daerah tersebut. -
Pertanyaannya kemudian apakah hal ini dibenarkan jika norma dalam UUD 1945 tidak menyebutkan adanya wakil kepala daerah sementara dalam Undang-Undang kemudian menambahkannya dengan keberadaan wakil menteri, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota.
-
Latar belakang munculnya norma Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 adalah situasional, yakni dengan terjadinya pembubaran, pengubahan, serta pembentukan Kementerian negara yang begitu sering dilakukan pada masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Untuk mencegah hal itu terulang lagi maka lahirlah norma Pasal 17 ayat (4) agar Presiden tidak dapat seenaknya membentuk, mengubah, dan membubarkan Kementerian Negara yang ada.
-
Bahwa Pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara oleh Dewan Perwakilan Rakyat tidak sesuai dengan perintah Pasal 17 ayat (4) UUD 1945.
-
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak memenuhi pula syarat formil. Karena menambahkan sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma UndangUndang Dasar. Hal yang sama juga berlaku pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menambahkan norma yang tidak diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar yakni munculnya keberadaan para wakil kepala daerah.
-
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang tidak memenuhi syarat formil adalah penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bukan lagi sebagai tafsiran resmi dari sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan tersebut telah membentuk norma tersendiri hal ini tidak sesuai dengan Undang-
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
29 Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang tegas mengatakan bahwa penjelasan itu tidak boleh demikian. Apalagi dikaitkan dengan angka 177 lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu yang tegas mengatakan penjelasan tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. -
Bahwa penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara berisi norma, bukan lagi berisi penjelasan. Sementara
Peraturan
Presiden
Nomor 47
Tahun
2009
tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 justru menjadikan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara itu sebagai landasan bagi pengaturan jabatan wakil menteri, hal ini tidak boleh dilakukan dan Mahkamah jika menguji secara formil adalah mengujinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu sesuai dengan perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi; -
Bahwa norma Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara materiil dan formil tidak sejalan dengan Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 yang hanya menyebutkan adanya menteri-menteri negara dan bukan wakil menteri.
-
Bahwa norma Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan norma Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945;
-
Bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”;
-
Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ahli menilai bahwa wakil menteri tidak mempunyai tugas yang jelas sehingga ahli berpendapat bahwa adanya jabatan wakil menteri adalah tindakan yang mubazir dan berlebihan dari Pemerintah.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
30 b. Margarito Kamis73 -
Bahwa secara substansial, jabatan-jabatan yang diciptakan oleh Bung Karno dengan jawaban wakil menteri pada saat ini memiliki kemiripan dalam substansial yang dipersoalkan kontitusionalitasnya tidak diatur dalam UUD 1945;
-
Bahwa Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie anggota tim ahli bidang hukum, orang yang pertama kali mengusulkan ayat ini dengan dasar dan harapan yang jelas yaitu mencegah siapapun yang menjadi Presiden nantinya tidak akan membentuk, menggabungkan, dan membubarkan kementerian seenaknya.
-
Untuk menghindari kesan setiap kali membentuk kementerian, setiap kali pula itu diperlukan undang-undang, maka Affandi dari TNI Polri secara tegas menyarankan perubahan frasa ditetapkan dengan undang-undang, diganti dengan frasa diatur dalam Undang-Undang. Nalarnya, nilai instriksinya dan makna normatif Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 adalah perintah kepada DPR dan Presiden membentuk undang-undang yang mengatur syarat-syarat pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian.
Bukan
mengatur
organisasi
kementerian,
apalagi
menciptakan jabatan menteri bahkan wakil menteri. -
Rumusan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara kabur dan tidak berkepastian karena sekalipun beban kerja satu kementerian berat. Tetapi bila tidak dipandang perlu oleh Presiden, maka tentu tidak perlu diangkat wakil menteri. Dalam arti, perlu atau tidak mengangkat wakil menteri pada kementerian tergantung kehendak atau terserah Presiden padahal hal inilah yang dicegah MPR dengan merumuskan ketentuan pasal ini.
-
Bahwa ruang presiden semakin kokoh tidak adanya ketentuan pasal yang mengatur mengenai syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil menteri, tidak ada kualifikasi jabatan apakah wakil menteri merupakan jabatan struktural atau jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur mengenai cara pemberhentian wakil menteri.
73
Doktor Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, selain itu sebagai staf pengajar pada Universitas Khadirun Ternate
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
31 -
Bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945. Kemudian untuk membantah semua yang menjadi permohonan Pemohon,
Pemerintah pada persidangan tanggal 4 Januari 2012, 24 Januari2012, dan 29 Februari 2012 telah didengar keterangan lisan Pemerintah dan Pemerintah juga mengajukan keterangan tertulis tanggal 31 Januari 2012 melalui Kepaniteraan Mahkamah yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Pemerintah memberikan satu kesimpulan bahwa Pemohon tidak dapat b. menjelaskan secara rinci, jelas dan tegas apakah telah timbul kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji; c. Pengaturan mengenai wakil menteri adalah merupakan hak yang melekat kepada Presiden dalam hal ini/atau dalam hal Presiden merasa terdapat beban kerja yang memang membutuhkan penanganan secara khusus dalam satu kementerian tertentu, maka Presiden dapat mengangkat wakil menteri; d. Kedudukan dan pertanggungjawabannya, Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, sedangkan wakil menteri berada dan bertanggung jawab kepada menteri yang membidangi bidang tertentu; e. Keanggotaan kabinet menteri merupakan anggota kabinet sedangkan wakil menteri bukan merupakan anggota kabinet; f. Hak keuangan dan fasilitas menteri adalah sebagai pejabat negara, sedangkan wakil menteri fasilitasnya adalah setingkat dengan jabatan struktural eselon 1A; g. Wakil menteri adalah membantu menteri sedangkan dirjen tetap bertanggung jawab melaporkan seluruh kegiatannya kepada menteri; h. Pemohon tidak konsisten dalam membangun argumentasi bertentangan dengan UUD 1945. Disatu sisi, Pemohon menyatakan bahwa jabatan wakil menteri bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak diatur dalam Pasal 17 UUD 1945. Tetapi di sisi lain menyatakan bahwa jabatan wakil menteri yang diperuntukkan hanya kepada pejabat karir dengan status PNS telah menghilangkan hak konstitusional kader atau anggota Pemohon untuk dijadikan sebagai wakil menteri dan dengan demikian menurut
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
32 Pemohon hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam hukum dan pemnerintahan sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945; i. Timbul pertanyaan dari Pemerintah, apakah yang menjadi kehendak sesungguhnya Pemohon? Apakah menghapuskan jabatan wakil menteri, apakah menginginkan jabatan tertsebut terbuka bagi siapa saja, termasuk mereka yang bukan PNS. Bila yang terakhir maksud dari Pemohon, yang harus dilakukan adalah memohonkan agar penjelasan Pasal 10 UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dihapuskan, sehingga semua warga negara memiliki kesempatan menjadi wakil menteri, tidak ekslusif bagi pejabat karier yang berstatus PNS; j. Pemerintah berpendapat bahwa pembatasan jabatan wakil menteri hanya dari pejabat karier, sesungguhnya telah membatasi kewenangan Presiden untuk menunjuk wakil menteri yang diinginkan; k. Pemerintah sama sekali tidak berkeberatan bila norma yang tercantum dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dibatalkan, terlebih norma tersebut tidak jelas, tidak dalam; l. Dalil jabatan wakil menteri memboroskan keuangan negara hanyalah asumsi semata dan bukan argumen konstitusional. Terhadap anggapan Pemohon bahwa pengangkatan menteri akan menyebabkan pemborosan keuangan negara, menurut Pemerintah anggapan tersebut tidak tepat dan hanya berdasarkan asumsi semata karena presiden sebagai kepala negara dan
kepala
pemerintahan
yang
paling
memahami
kementerian-
kementerian mana saja yang membutuhkan penanganan khusus, dan membutuhkan wakil menteri untuk membantu kementerian tertentu; m. Keberadaan Wakil Menteri Hukum dan HAM amat sangat memberikan dukungan yang sangat besar di dalam upaya meningkatkan kinerja daripada yang bersangkutan pimpin; n. Kedudukan wakil menteri berada di bawah dan bertangggung jawab kepada menteri, sedangkan ruang lingkup tugas Wakil Menteri Hukum dan HAM yang terasa sangat dibutuhkan berkaitan dengan luasnya rentang
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
33 kendali tugas Kementerian Hukum dan HAM. Ada 5 hal yang sangat dibutuhkan Menteri Hukum dan HAM adalah dalam membantu Menteri Hukum dan HAM dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian Hukum dan HAM terkait beberapa hal sebagai berikut: -
Monitoring dan pengendalian pelaksanaan program reformasi birokrasi, yang kebetulan telah mendapatkan ranking yang cukup bagus dari Kementerian PAN di mana terjadi peningkatan dari C menjadi B;
-
Koordinasi pelaksanaan, pengadaan barang dan jasa. Ini juga adalah hal yang penting dan juga mengenai pembenahan sistim pemasyarakatan;
-
Melakukan penilaian dan penetapan pengisian jabatan di lingkungan kementerian;
-
Mewakili Menteri Hukum dan HAM dalam acara tertentu
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut: 1. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan; 2. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing); 3. Menolak permohonan Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); 4. Menyatakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, Pemerintah mengajukan 10 (sepuluh) orang ahli pada persidangan tanggal 7 Februari 2012, 16 Februari 2012, dan 29 Februari 2012 yang pada pokoknya sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
34 a. Maruarar Siahaan74 -
Pasal 17 UUD 1945 cantelannya merupakan wewenang presiden dengan suatu diskresi yang luas. Kita mau keberatan terhadap diskresinya karena presiden sebagai seorang pemimpin yang diberi mandat untuk mengangkat menteri, presiden menafsirkan lebih lanjut;
-
Pasal 17 UUD 1945 harus dilihat sebagai bagian daripada pembagian dan pemisahan kekuasaan UUD 1945, bidang kekuasaan pemerintahan negara eksekutif yang tentu tidak dapat dilepaskan dari Pasal 4 UUD 1945.
-
Di Penjelasan dikatakan bahwa konstitusi bukan hanya yang tertulis. Konvensi dari sejarah negara Indonesia ada nomenklaturnya menteri muda, menteri koordinator yang sampai sekarang diterima;
-
Bahwa keberatan Pemohon yang menyebutkan pemborosan dengan adanya wakil menteri, tidak harmonis dalam koordinasi menteri dan wakil, kebutuhan birokrasi dan kabinet yang kurus, atau tidak rapihnya peraturan presiden dalam mengatur kementerian dan pengangkatan wakil menteri, yang dapat dilihat dari banyak peraturan perundangundangan lain. Ini semuanya menurut ahli di luar masalah konstitusionalitas norma;
-
Bahwa Pasal 10 UU Kementerian adalah konstitusional.
b. Miftah Thoha75 -
Jabatan wakil menteri yang sekarang mulai dipakai lagi oleh Undang¬Undang Nomor 39 Tahun 2008 bukanlah merupakan hal baru bagi susunan kabinet di bawah UUD 1945. Keberadaan jabatan wakil menteri dalam
kabinet berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
presiden perlu adanya jabatan wakil menteri. Pengisian atau penunjukkan jabatan wakil menteri sangat tergantung presidennnya, 74
Merupakan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi perwakilan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia 75
Guru Besar di Fisipol UGM dan di Pasca Sarjana UGM.Sejak tahun 1989 hingga sekarang menjadi dosen S2 (pascasarjana) di program Studi Administrasi Negara dan Magister Administrasi Publik UGM.Sejak tahun 1998 hingga sekarang menjadi dosen S3 pada program doktor Administrasi Negara UGM. Pada program S2 Magister Administrasi Publik UGM mengampu dua mata kuliah yakni Teori Organisasi dan Manajemen Publik
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
35 apakah mau diisi oleh orang politik atau dari PNS, pengusaha, dan mantan Jenderal tentara. Semua itu karena diskresi dan kewenangan presiden dan kabinet presidensil.; -
Jika kewenangan dan diskresi ini dipergunakan oleh presiden dalam membuat kebijakan dalam pandangan ilmu administrasi negara sudah sepantasnya dilakukannya. Maka presiden tidak dapat disalahkan atau dibenturkan dengan konstitusi karena hakekatnya presiden juga menjalankan
perintah
Undang-Undang.
Dengan
demikian
mempersoalkan kewenangan dan diskresi presiden dalam menyusun dan
menunjuk
anggota
kabinet
presindensil,
dalam
rangka
menjalankan pemerintah yang sesuai dengan Undang-Undang; -
Bahwa wakil menteri adalah political appointees yang dapat berasal dari kekuatan politik, sosial, atau kekuatan lainnya. Dengan demikian political appointees, presiden mempunyai diskresi untuk memilihnya secara demokratis memberikan kesempatan apakah pegawai negeri sipil maupun kekuatan politik lainnya, termasuk calon pengusaha.
c. Philipus M. Hardjon76 -
Bahwa perlu mencermati secara cermat apakah isu ini adalah isu konstitusionalitas ataukah isu legalitas;
-
Menurut ahli apabila isu konstitusionalitas rangkaian konsep di dalam Pasal 10 tidak ada satupun konsep yang inkonstitusional. Sehingga ahli katakan pasal ini konstitusional. Kalau mempermasalahkan legalitas maka permasalahan legalitas bukan wewenang Mahkamah Konstitusi.
d. HM. Laica Marzuki77 -
Pasal 10 UU 39/2008 selain memuat hal kewenangan (de bevoegheden) guna mengangkat dan menempatkan wakil menteri, juga terutama memberikan kekuasaan diskresi (discretionnary power, pouvoir discretionnaire), baginya, kapan dan dalam hal apa wakil menteri diangkat dan ditempatkan pada suatu kementerian tertentu;
76
Adalah Pakar Hukum Administrasi Negara, selain itu merupakan Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga 77
Merupakan Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makasar
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
36 -
Frasa “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus...” pada Pasal 10 UU 39/2008, menunjukkan pemberian kekuasaan diskresi kepada presiden guna dapat mengangkat dan menempatkan wakil menteri pada suatu kementerian tertentu. Hanya dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden secara diskresi mengangkat dan menempatkan wakil menteri pada suatu kementerian tertentu.
-
Pasal 10 UU 39/2008 berpaut dengan hal diskresi presiden berarti menyangkut doelmatigheid, bukan constitutionele rechmatigheid, maka tidak tepat kiranya manakala pasal a quo dimohonkan pengujian konstitusionalitas, walaupun jabatan wakil mentei itu sendiri tidak inkonstitusional. Jabatan wakil menteri tetap konstitusional walaupun tidak disebut secara expressis verbis dalam UUD 1945. Tidak semua jabatan publik disebut dalam konstitusi;
-
Wakil Menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet. Kekuasaannya ditentukan dan dibatasi oleh kewenangan (de bevoegheden) yang melekat pada jabatan (het ambt) wakil menteri, wakil menteri bertanggung jawab langsung kepada menteri. Hak keuangan dan fasilitas wakil menteri setara dengan jabatan struktural eselon 1A.
e. Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S78 -
Dalam menjalankan roda pemerintahan presiden mempunyai tanggung jawab yang amat besar. Hal ini nampak pada banyaknya kewenangan yang melekat pada jabatan presiden yang diberikan oleh konstitusi meskipun setelah amandemen kewenangan itu telah dikurangi agar tidak terjadi konsentrasi kekuasaan di tangan presiden. Tetapi dalam kenyataan rakyat selalu membebankan kegagalan atau keberhasilan pemerintahan itu terutama ada pada presiden, tridak pada lembagalembaga negara lainnya;
-
Dalam menafsirkan dan menjabarkan Pasal 17 UUD 1945 tidaklah hanya semata-mata melihatnya secara eksplisit, tetapi perlu juga
78
Merupakan Pakar Hukum dan Guru Besar Tata Negara Universitas Diponegoro
Semarang
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
37 melalui perspektif yang lain yaitu lebih luas dari itu. Dalam hal tidak diatur secara eksplisit tentunya presiden dalam rangka upaya untuk menjalankan roda pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna harus pula diberi keleluasaan untuk membentuk jabatan-jabatan lain (jabatan wakil menteri) asal tidak bertentangan dengan Pasal 17 itu sendiri; -
Pada waktu membaca teks (norma) yang terkandung di dalam Pasal 17 UUD 1945, tidak dapat hanya membaca bunyi kata-kata pasal tersebut, melainkan membacanya secara filosofis, atau yang disebut oleh Ronald Dworkin sebagai moral reading. Konstitusi lebih dari hanya sekedar hukum tertulis, UUD adalah perjanjian luhur dari bangsa ini, sehingga UUD lebih metrupakan dokumen moral luhur suatu bangsa. UUD tidak bersifat semata¬mata kuantitatif tetapi kualitatif, tidak begitu konkrit dan riil tetapi lebih bersifat umum (general-pokok-pokok saja) dan pengaturan lebih lanjut diserahkan produk hukum di bawahnya yang harus mendapat persetujuan rakyat;
f. Prijono Tjitoherijanto79 -
Berdasarkan UU 43/1999, kebijakan manajemen PNS berada pada presiden selaku kepala pemerintahan. Kebijakan manajemen PNS mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji tunjangan,
kesejahteraan
pemberhentian,
hak,
kewajiban
dan
kedudukan hukum, baik PNS Pusat maupun PNS Daerah; -
Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS, presiden yang berwenang dalam hal itu dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembinaan kepegawaian pusat, dan dapat menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
-
“Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan sepanjang
79
Merupakan pakar ekonomi demografi dan kependudukan serta merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
38 memenuhi persyaratan yanmg ditetapkan untuk masing-masing jabatan tertsebut; g. Eko Sutrisno80 -
Pasal 10 dan Penjelasan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara disebutkan bahwa dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet;
-
Jabatan karir dalam Pasal 1angka 6 UU 43/1999 tentang Perubahan Atas UU 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian bahwa jabatan karir adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan;
-
Jabatan struktural menurut PP 100/2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan stuktural juncto PP 13/2002 adealah sebagai berikut: a. pengertian jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu organisasi negara; b. eselon atau tingkat jabatan struktural eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah adalah eselon 1A sampai dengan VA; c. persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, seorang PNS d. harus memenuhi syarat sebagai berikut: berstatus PNS serendah¬rendahnya menduduki pangkat satu tingkat di bawah jenjang yang pangkatnya ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua unsur penilai prestasi kerja sekurang-kurangnyabernilai baik dalam 2 tahun terakhir, dan memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, dan sehat jasmani dan rohani.
80
Merupakan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
39 h. Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh81 -
Sebuah teks peraturan perundang-undangan harus diinterprestasi tidak hanya secara yuridis, sosiologis, bahkan antropologis. Karena sebuah teks dalam peraturan perundang-undangan sangat terkait dengan konteks yang dinamis dan multiinterpretic;
-
Sejalan dengan pendekatan hermeneutic phenomenology tersebut, membaca UUD tidak dapat hanya dilakukan dengan membaca katakata atau teks UUD saja, tetapi harus disertai dengan pendalaman maknanya dan membacanya secara filosofis atau meminjam istilah Ronald Dworekin dengan sebutan the moral reading of constitution.
-
Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan beratnya tanggung jawab, kewajiban, maupun untuk melaksanakan hak-haknya di dalam penyelenggaraan pemerintahan, presiden berhak membentuk organorgan pemerintahan lain yang berada dalam tubuh birokrasi;
-
Adanya wakil presiden yang tidak disebut dalam UUD 1945 yang dimaksudkan untuk membantu dan memperkuat menteri dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabannya, sesungguhnya analog dengan organ-organ lain di dalam birokrasi yang tidak disebutkan dalam konstitusi, misalnya posisi sekretaris jenderal pada lembaga-lembaga negara seperti KPU, dan Komisi Yudisial, maupun Mahkamah Konstitusi. Yang mana hal ini membantu pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab Presiden yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945. Meskipun lembaga¬lembaga negara tadi bersifat independent,
namun
presiden
berhak
membantunya
dengan
menyediakan sekjen karena sekjen merupakan perangkat eksekutif yang diberikan kepada Presiden untuk membantu melaksanakan tugastugas pemerintahan agar dapat terlaksana dengan efektif; -
Apabila dipersoalkan norma tentang wakil menteri adalah pejabat karier, menurut ahli dimaknai dari pendekatan hermeneutic dan phenomenologysecara bersama-sama. Maka pemaknaannya harus dilakukan sebagaibagian dari operasional dan pilihan kebijakan dari
81
Merupakan Pakar hukum administrasi dan desentralisasi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
40 presiden untuk melaksanakan norma primer yang ada dalam Pasal 10 UU 39/2008; -
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan kewenangan yang dimiliki untuk mengoperasionalkan pelaksanaan kewajiban, tanggung jawab, dan hak-hak yang dijamin dalam konstitusi memberikan makna, dalam hal ini memberikan makna pejabat karier adalah orang yang menduduki jabatan karier. Dalam ketentuan umum, UU 8/1974 sebagaimana diubah dengan UU 43/1999, “Jabatan karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan;
i. Anhar Gonggong82 -
Bahwa membaca UUD 1945 tidak membaca persoalan norma, tetapi ahli membaca Undang-Undang berdasarkan bunyi teks dengan ketentuan¬ketentuan apa yang diharuskan;
-
Sebagai seorang yang belajar sejarah, tidak ada sesuatu yang perlu dipertentangkan diantara semua Undang-Undang yang ahli baca. Undang-Undang Dasar menentukan istilah menteri dan kemudian Undang-Undang di bawahnya memberikan ketentuan wakil menteri;
-
Kata menteri selalu mempunyai konotasi yang bagaimanapun ada nilai politisnya dan hak presiden adalah mengangkat menteri itu dengan kenyataan politis tertentu dan dengan kewenangan yang dimiliki. Ahli tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa ada UndangUndang yang dipertentangkan;
j. Adnan Buyung Nasution83 -
Ahli tidak melihat kerugian konstitusional Pemohon.
-
Adanya kontradiksi pada Pasal 10 UU 39/2008 karena menurut Pemohon disatu sisi Pemohon dilanggar hak konstitusionalnya karena tidak dapat ikut serta di dalam pemerintahan dan disisi lain Pemohon meminta Pasal 10 UU 39/2008 dihapuskan;
82
Merupakan sejarawan Fakultas Sastra Universitas Indonesia
83
Merupakan Advokat senior dan Pendiri sekaligus dewan penyantun YLBHI
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
41 -
Bahwa janganlah berpikir secara sempit seolah-olah di dalam Undang¬Undang Dasar tidak ada di sebut ada wakil menteri bahwa hal yang menjadi dipertentangkan atau suatu penyimpangan. Bahwa pelaksanaan
yang
justru
diperkokoh
dalam
Undang-Undang
Kementerian Negara. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengundang ahli dan saksi yang telah didengar keterangannya pada persidangan tanggal 19 Januari 2012, 24 Januari 2012, dan 7 Februari 2012 yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Agun Gunandjar Sudarsa84 -
Bahwa Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara adalah Rancangan Undang-Undang yang paling lengkap filling-nya mulai dari siapa pengusulnya, lengkap akademiknya,
sampai
dengan tanda tangannya,
dengan
sambutan
Pemerintah
naskah ketika
pengambilan keputusan di Paripurna. -
Pembentukan Undang-Undang Kementerian Negara telah melalui proses yang panjang, mengalami dua periode pembentukan dan telah melewati uji publik di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
-
Bahwa pada waktu ahli melihat kembali risalah rapat kerja saat pengambilan keputusan pada tingkat pertama bersama Menteri Sekretariat Negara yang pada waktu itu dijabat oleh Hatta Rajasa pada tanggal 16 Oktober 2008, pada waktu itu salah satu anggota pansus dengan nama Abdul Gafur mengajukan pertanyaan mengenai jabatan Wakil Menteri, Abdul Gafur menyatakan Menteri Luar Negeri telah mempunyai wakil menteri yang dilantik sendiri oleh Menteri Luar Negeri kemudian hal yang menjadi pertanyaan adalah status wakil menteri ini apakah sebagai cabinet minister atau bukan.
-
Pihak Pemerintah yang diwakili Hatta Rajasa menjelaskan bahwa wakil menteri bukanlah cabinet minister oleh kerena itu wakil menteri dilantik sendiri oleh Menteri yang bersangkutan dan dipilih dari jajaran pejabat Eselon I. Wakil Menteri dipilih oleh Menteri yang memang
84
Politisi Partai Golongan Karya, Mantan Ketua Pansus DPR-RI tentang RUU Kementrian Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
42 merasa memerlukan jabatan Wakil Menteri yang lebih bersifat ke dalam. -
Bahwa Pasal 10 Rancangan Undang-Undang Kementrian Negara salah satu anggota Pansus yaitu Drs. H. A. Husein Humaidi memberikan pernyataan bahwa ia sependapat dengan Abdul Gafur yang menanyakan perihal status wakil menteri untuk itu agar tidak menimbulkan kerancuan maka pernyataan dari Hatta Rajasa yang pada intinya menyatakan bahwaWakil Menteri bukan anggota kabinet harus dimasukan dalam penjelasan Pasal 10 Rancangan Undang-Undang Kementrian Negara.
-
Peserta rapat menyetujui bahwa pernyataan yang menyatakan wakil menteri bukan anggota kabinet dimasukan ke dalam penjelasan Pasal 10 Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara dengan demikian berarti jabatan wakil menteri adalah jabatan karier. Hal ini diperkuat juga pada saat lobi karena dalam draf, naskah akademik, dan Rancangan Undang-Undang tidak ada jabatan wakil menteri.
-
Jabatan wakil menteri ada diawali dari draf yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai staf khusus Menteri yang berjumlah lima orang, usulan staf khusus ini mendapatkan protes keras dari Pemerintah karena membuka peluang bagi orang-orang yang bukan Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi staf khusus.
-
Pada tanggal 17 Juli 2008 diadakan lobi antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pada saat itu disepakati bahwa substansi mengenai susunan organisasi secara umum diatur dalam Undang-Undang ini, sedangkan ketentuan lebih lanjut diatur oleh Presiden. Terdapat usulan mengenai wakil menteri, membutuhkan pembahasan yang mendalam terhadap kedudukan atau posisinya dalam pelaksanaan urusan Pemerintahan. Apakah wakil menteri merupakan jabatan politik atau jabatan karir dari birokrasi, Apakah wakil menteri termasuk anggota kabinet, apakah kedudukannya dapat mewakili Menteri dalam membahas Rancangan Undang-Undang dalam rapat kerja di Dewan Perwakilan Rakyat.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
43 -
Adanya usulan wakil menteri akan memunculkan kembali usulan staf khusus yang pernah diusulkan oleh DPR, atau alternatif lain apabila wakil menteri akan dirumuskan dalam Undang-Undang ini dapat saja diberikan hanya untuk tiga menteri yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
-
Pada pembahasan berikutnya Taufik Effendi yang merupakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara pada saat itu mengusulkan mengenai persyaratan kriteria Wakil Menteri. Taufik Effendi menyampaikan jabatan wakil menteri harus ditegaskan untuk diberikan kepada jabatan karier di lingkungan birokrat (Pegawai Negeri Sipil) hal ini penting dilakukan karenaberkaca kepada jabatan Duta Besar yang pada awalnya diberikan kepada jabatan karier tetapi akhirnya duduki oleh orang-orang dari kalangan politisi.
-
Akhirnya pada saat rapat kerja Pansus tanggal 16 Oktober 2008 seperti yang telah disampaikan di awal Abdul Gafur menanyakan perihal status jabatan wakil menteri apakah sebagai anggota kabinet atau bukan yang kemudian dijawab Pemerintah yang diwakili Hatta Rajasa selaku Menteri Sekretariat Negara bahwa wakil menteri bukan termasuk anggota kabinet melainkan adalah jabatan karier yang diduduki oleh Pejabat Eselon I.
-
Bahwa perdebatan Pasal 10 dirancang bangun atas tujuan penguatan sistem pemerintahan presidensial, di mana jumlah kementerian dibatasi, jumlahnya maksimal 34;
-
Yang dimaksud dengan wakil menteri adalah pejabat karier, dan bukan merupakan anggota kabinet. Jadi, pejabat karier bukan jabatan karier artinya wakil menteri adalah unsur pimpinan, namun sumber rekrutmennya adalah dari pejabat karier;
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
44 b. Ahli Sofian Effendi85 -
Sistem kepegawaian yang disusun di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa interfensi-interfensi politik dalam bidang kepegawaian akan semakin besar oleh karena itulah di dalam UndangUndang tersebut diciptakan di bawah jabatan pimpinan departemen atau di dalam sistem kepegawaian ada 2 jabatan yaitu jabatan karir dan jabatan negara;
-
Jabatan karier adalah jabatan untuk pegawai-pegawai yang menduduki jabatan adminitrasi, jabatan struktural, dan jabatan-jabatan fungsional. Jabatan negara adalah jabatan yang penetapannya berdasarkan pemilihan dan jabatan-jabatan negara atas penunjukkan dari presiden sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara;
-
Ahli pada waktu Kepala BKN mengangkat saudara Setianto sebagai Sesjen Departemen Infokom. Bapak Setianto langsung diangkat non PNS atas usul BKN, diangkat pegawai dengan golongan;
-
Apabila wakil menteri mau ditetapkan sebagai jabatan karier maka dalam rangka memenuhi persyaratan-persyaratan jabatan karier, seseorang yang belum memenuhi persyaratan untuk jabatan karaier yang setingkat dengan eselon 1 atau eselon 1 plus, dapat diangkat diberikan jabatan pangkat yangsetingkat atau lebih tinggi dari sesjen, dirjen
ataupun
diberi
pangkat
lokal.
Tetapi
apabila
mau
mengembangkan suatu sistem administrasi pemerintahan yang benar, dan yang ditempatkan di dalam kotak menteri sebagai pemimpin kementerian itu adalah menteri dan wakil menteri yang sebagai pemimpin dari kementerian, lebih baik sebenarnya kalau jabatan wakil menteri mengikuti kebiasaan di negara-negara lain yang ditetapkan sebagai jabatan negara sebagai political appointees. Di dalam (political 85
Diangkat menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) UGM pada tahun 1996.Menjabat sebagai Rektor UGM pada tahun 2002 hingga tahun 2007.Sejak tahun 1998 hingga sekarang menjadi asisten Wakil Presiden Republik Indonesia.Sejak tahun 2008 hingga sekarang menjadi senior consultant di UNDP Jakarta. Sejak tahun 1981 hingga sekarang menjadi dosen pada program S3 Jurusan Administrasi Negara, Pasca Sarjana Administrasi Negara dan Magister Administrasi Publik (MAP) UGM. Sejak tahun 2007 hingga sekarang menjadi Ketua Badan Pelaksana Harian Program Pascasarjana Administrasi dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada. Pada program S2 Magister Administrasi Publik mengampu mata kuliah Analisis Kebijakan Publik.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
45 appointees) tidak ada keharusan mengenai persyaratan-persyaratan yang diberlakukan untuk pejabat karier. -
Untuk jabatan-jabatan eselon 1 dan di dalam UU ASN, ahli sedang menciptakan satu lagi level di atas dari pejabat eselon 1 yaitu yang namanya jabatan eksekutif senior. Jabatan eksekutif senior adalah mereka-mereka yang sekarang menduduki eselon 2, eselon 1, dan eselon di atas eselon 1, yang bekerja di seluruh Indonesia.
c. Saksi Anggito Abimanyu86 -
Saksi diusulkan Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) menjadi wakil menteri kepada Presiden.
-
Pada tanggal 2 Januari, Bapak Sudi Silalahi mengatakan bahwa beliau telah diajukan menjadi Wakil Menteri Keuangan;
-
Saksi disuruh menghadap Presiden dan Presiden menyampaikan nasihat-nasihatnya dan di dalam proses tersebut saksi diminta tanda tangani pakta integritas. Bapak Sudi mengatakan bahwa pelantikan akan dilakukan 2 hari lagi. Tetapi saksi ditelepon kembali oleh Bapak Sudi Silalahi bahwa saksi tidak jadi dilantik karena belum memenuhi eselon 1A sedangkan saksi eselon 1B;
-
Saksi setelah menjadi eselon 1A selalu diupdate oleh Sekab ataupun Sekneg belum dapat dilantik karena akan menunggu waktu, dan itu berlangsung terus hingga akhirnya dilantik menteri baru dan wakil menteri baru, tanpa ada pemberitahuan.
-
Saksi sudah memenuhi eselon 1A dan telah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 47 tetapi tidak ada pemberitahuan tentang kapan saksi untuk diangkat sehingga saksi menyatakan mundur;
Dewan Perwakilan Rakyat telah memberikanketerangan lisan pada persidangan tanggal 24 Januari 2012 dan telah mengajukan keterangan tertulisnya
86 Saat ini merupakan Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia, Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Ia pernah dinyatakan sebagai Wakil Menteri Keuangan, namun kemudian batal dilantik
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
46 tanggal 31 Januari 2012 melalui Kepaniteraan Mahkamah yang pada pokoknya sebagai berikut: -
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian diatur dalam Undang-Undang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UUD 1945. Pasal 17 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan Presiden tidak tak terbatas karena hanya dikehendaki setiap pembentukan perubahan dan pembubaran kementerian negara harus berdasarkan Undang-Undang;
-
Pengaturan
pengangkatan
wakil
menteri
dalam
Undang-Undang
Kementerian Negara adalah dalam rangka untuk membantu tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara dalam menjalankan urusan pemeritahan yang salah satunya adalah urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah; -
DPR tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan bahwa penjelasan Pasal 10 a quo telah menutup hak konstitusional setiap warga negara, termasuk Pemohon. Terhadap dalil Pemohon DPR berpandangan bahwa pengaturan persyaratan untuk jabatan tertentu adalah merupakan hal yang sangat diperlukan, afgar pemegang jabatan tersebut benar-benar memenuhi spekulasi; Berdasarkan pandangan tersebut di atas, DPR memohon kepada
Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Terhadap UUD 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; 2. Menyatakan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ditolak;
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
47 3. Menyatakan Pasal 10 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak bertentangan dengan Pasal 17, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945; 4. Menyatakan Pasal 10 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Kemudian berdasarkan fakta, keterangan ahli serta pendapat dan keyakinan hakim Konstitusi, maka terdapat beberapa pendapat Mahkamah Konstitusi yang menarik untuk dipelajari, diantaranya : a. Menimbang, bahwa karena ketentuan Pasal 17 UUD 1945 hanya menyebutkan menteri-menteri negara, tanpa menyebutkan wakil menteri, maka menurut Mahkamah kalau menteri dapat diangkat oleh Presiden, logikanya bahwa Presiden pun tentu dapat mengangkat wakil menteri. b. Menimbang, bahwa menurut Mahkamah, UUD 1945 hanya mengatur hal-hal yang pokok sehingga untuk pelaksanaan lebih lanjut diatur dengan Undang-Undang. Berdasarkan ketentuan konstitusi pengangkatan wakil menteri itu adalah bagian dari kewenangan Presiden untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Tidak adanya perintah maupun larangan di dalam UUD 1945 memberi arti berlakunya asas umum di dalam hukum bahwa “sesuatu yang tidak diperintahkan dan tidak dilarang itu boleh dilakukan” dan dimasukkan di dalam Undang-Undang sepanjang tidak berpotensi melanggar hak-hak konstitusional atau ketentuanketentuan lain di dalam UUD 1945. Menurut Mahkamah, baik diatur maupun tidak diatur di dalam Undang-Undang, pengangkatan wakil menteri sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan Presiden sehingga, dari sudut substansi, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam konteks ini. Hal tersebut berarti bahwa bisa saja sesuatu yang tidak disebut secara tegas di dalam UUD 1945kemudian diatur dalam Undang-Undang, sepanjang hal yang diatur dalam Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945; c. UUD 1945 juga tidak menentukan adanya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang lebih dikenal dengan sebutan Komisi
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
48 Pemberantasan Korupsi (KPK), namun dengan TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) dibentuklah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi tertentu. Padahal di dalam tata pemerintahan kita sudah ada kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum perkara pidana; d. Dalam rangka melaksanakan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, melaksanakan
mencerdaskan kehidupan bangsa,
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
dan ikut
kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, meskipun suatu lembaga negara tidak secara tegas dicantumkan dalam UUD 1945, hal tersebut dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Adapun mengenai biaya yang dikeluarkan untuk suatu jabatan atau suatu lembaga yang oleh Pemohon dianggap sebagai pemborosan keuangan negara, tidak boleh dinilai sebagai kerugian semata, sebab selain kerugian finansial ada juga keuntungan dan manfaatnya untuk bangsa dan negara. Sebagai salah satu
contoh,
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pegawai
lembaga
pemasyarakatan atau rumah tahanan negara, biaya pembuatan gedung, biaya untuk para narapidana atau tahanan, semua itu tidak boleh dinilai dari pengeluaran yang dianggap kerugian negara sebab hal tersebut dilakukan dalam rangka penegakan salah satu aspek negara hukum, dalam hal ini penjatuhan pidana terhadap mereka yang melakukan tindak pidana. Apalagi bukan tidak mungkin adanya wakil menteri itu bisa turut mengawasi penggunaan anggaran agar tidak terjadi pemborosan dan berbagai korupsi;
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
49 e. Menimbang, oleh karena pengangkatan wakil menteri itu boleh dilakukanoleh Presiden, terlepas dari soal diatur atau tidak diatur dalam Undang-Undang, maka mengenai orang yang dapat diangkat sebagai wakil menteri menurut Mahkamah, dapat berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia, bahkan warga negara biasa, sebab Presiden yang mengangkat wakil menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar [vide Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945]; f. Bahwa Pasal 10 UU 39/2008 yang menyatakan, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu”, merupakan ketentuan khusus dari Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo yang tidak mencantumkan wakil menteri dalam susunan organisasi Kementerian. Oleh karena Undang-Undang tidak menjelaskan mengenai apa yang dimaksud “beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus” maka menurut Mahkamah hal tersebut menjadi wewenang Presiden untuk menentukannya sebelum mengangkat wakil menteri. Presiden-lah yang menilai seberapa berat beban kerja sehingga memerlukan pengangkatan wakil menteri. Begitu pula jika beban kerja dianggap sudah tidak memerlukan wakil menteri, Presiden berwenang juga memberhentikan wakil menteri tersebut. Berkembangnya masyarakat baik dari sudut pertambahan penduduk, ekonomi, pendidikan, kesehatan di satu pihak dan kemampuan Negara untuk memenuhi harapan masyarakat terutama di bidang ekonomi serta keamanan di lain pihak akan menimbulkan ledakan harapan masyarakat dan kebutuhan masyarakat sendiri. Misalnya di bidang ekonomi semakin meningkatnya daya beli rakyat untuk membeli mobil semakin diperlukan infrastruktur jalan yang memadai untuk berkendaraan secara nyaman. Jika harapan tersebut tidak terpenuhi maka hal ini akan menimbulkan frustrasi masyarakat dan akan menjadi beban negara yang akan membahayakan posisi politis pemerintah. Padahal kecepatan memenuhi harapan masyarakat oleh negara seringkali tidak sebanding
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
50 dengan pertumbuhan harapan masyarakat untuk dipenuhi kebutuhannya. Keadaaan ekonomi dunia menunjukkan bahwa negara-negara maju (seperti Eropa dan Amerika Serikat) saat ini menghadapi resesi ekonomi yang sangat mungkin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Krisis minyak yang dialamiIndonesia dapat menambah beban hutang negara untuk menutup defisit anggaran belanja negara. Oleh sebab itu, kewenangan Presiden mengangkat wakil menteri dalam rangka menangani beban kerja yang semakin berat tidak bertentangan dengan konstitusi jika dipandang dari sudut pengutamaan tujuan yang hendak dicapai (doelmatigheid) atau nilai kemanfaatan dalam rangka memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dengan demikian, Pasal 10 UU 39/2008 tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas; g. Menimba ng bahwa meskipun Pasal 10 UU 3 9/2008 d ari sudutkewenangan Presiden mengangkat wakil menteri tidak merupakan persoalan konstitusionalitas, akan tetapi pengaturan yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo dalam praktiknya telah menimbulkan persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum karena tidak sesuainya implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian atau peraturan perundangundangan di bidang pemerintahan dan birokrasi. Terlebih lagi Penjelasan Pasal 10 ternyata berisi norma baru padahal menurut Putusan Mahkamah Nomor 011/PUUIII/2005, tanggal 19 Oktober 2005 yang kemudian dimuat pula di dalam Lampiran II angka 177 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) dinyatakan, “Penjelasan ... tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma”. Hal ini memang menjadi masalah di dalam ketatanegaraan kita karena meskipun Presiden mempunyai hak prerogatif dalam hal-hal tertentu tetapi Presiden juga mempunyai kewajiban hukum untuk mentaati peraturan perundangundangan sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil Presiden yang menyatakan, “...memegang teguh Undang-Undang Dasar
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
51 dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya ...” [vide Pasal 9 ayat (1) UUD 1945] sehingga tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan legalitas yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut Mahkamah persoalan legalitas yang muncul dalam pengangkatan wakil menteri, antara lain, adalah: Pertama, terjadi eksesifitas dalam pengangkatan wakil menteri sehingga tampak tidak sejalan dengan dengan latar belakang dan filosofi
pembentukan
UndangUndang
tentang
Kementerian
Negara.Dalam bahasa teknis judicial revieweksesifitas yang seperti itu sering disebut tidak sejalan dengan
maksud semula
pembentukan Undang-Undang dimaksud (original intent). Salah satu latar belakang terpenting dari keharusan konstitusional untuk membentuk Undang-Undang Kementerian Negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 dimaksudkan untuk membatasi agar dalam membentuk kementerian negara guna melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, Presiden melakukannya secara efektif dan efisien. Jabatan menteri dan kementerian tidak boleh diobral sebagai hadiah politik terhadap seseorang atau satu golongan, sekaligus tidak dapat sembarangan dibubarkan tanpa analisis yang mendalam bagi kepentingan negara dan bangsa seperti yang pernah terjadi di masa lalu.Dengan pembentukan wakil menteri yang terjadi berdasar fakta hukum sekarang, yakni pembentukan yang tanpa job analysis dan job specification yang jelas telah memberi kesan kuat bahwa jabatan wakil menteri hanya dibentuk sebagai kamuflase politik dan membagi-bagi hadiah politik. Hal ini nyata-nyata tidak sesuai dengan filosofi dan latar belakang pembentukan UU 39/2008 yang dalam implementasinya menimbulkan persoalan legalitas sebagaimana akan diuraikan pula pada uraian selanjutnya. Kedua, saat mengangkat wakil menteri Presiden tidak menentukan beban kerja secara spesifik bagi setiap wakil menteri sehingga tak
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
52 terhindarkan memberi kesan kuat sebagai langkah yang lebih politis daripada mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) secara profesional dalam jabatan negeri. Apalagi seleksi jabatan wakil menteri dilakukan secara sama dengan pengangkatan menteri yakni didahului dengan fit and proper test di tempat dan dengan cara yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri. Hal tersebut menjadi sangat politis dan tidak sesuai dengan hukum kepegawaian yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo. Ketiga, menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo jabatan wakil menteri adalah jabatan karier dari PNS tetapi dalam pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan struktural ataukah jabatan fungsional. Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN di persidangan tanggal 7 Februari 2012 jabatan karier bagi PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Persoalannya, jika dianggap sebagai jabatan struktural maka yang bersangkutan haruslah menduduki jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian, pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal.Akan
tetapi
jika
jabatan
wakil
menteri
tersebut
diperlakukan sebagai jabatan fungsional masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbedabeda yang kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional.Adalah tidak masuk akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional.Lagipula jabatan fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundang-undangan dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke dalam jenis tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan tinggi misalnya, semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik.Pertanyaannya, kalau jabatan wakil menteri dianggap
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
53 sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan perundang-undangan? Keempat, masih terkait dengan jabatan karier, jika seorang wakil menteri akan diangkat dalam jabatan karier dengan jabatan struktural (Eselon IA) maka pengangkatannya haruslah melalui seleksi, dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Wakil Presiden atas usulan masing-masing instansi yang bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian mengusulkan pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai dengan
penempatan
yang
bersangkutan.Menurut
fakta
di
persidangan, para wakil menteri diangkat tanpa melalui prosedur tersebut dan pelantikannya dilakukan oleh Presiden sendiri di istana negara sehingga prosedurnya menggunakan prosedur yang berlaku bagi menteri, bukan prosedur yang berlaku bagi PNS yang menduduki jabatan karier. Kelima, nuansa politisasi dalam pengangkatan jabatan wakil menteri tampak juga dari terjadinya perubahan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sampai dua kali menjelang (Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011, tanggal 13 Oktober 2011) dan sesudah (Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011, tanggal 18 Oktober 2011) pengangkatan wakil menteri bulan Oktober 2011 yang oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai upaya menjustifikasi orang yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi wakil menteri supaya memenuhi syarat tersebut. Perubahanperubahan Perpres tersebut tampak dibuat secara kurang cermat
sehingga
mengacaukan
sistem
pembinaan
pegawai
sebagaimana telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang ada lebih dulu.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
54 Keenam, komplikasi legalitas dalam pengangkatan wakil menteri seperti yang berlaku sekarang ini, muncul juga terkait dengan berakhirnya masa jabatan.Jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat politik yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir
bersama
dengan
periode
jabatan
Presiden
yang
mengangkatnya.Akan tetapi, jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak serta merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang mengangkatnya.Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wakil menteri berdasarkan fakta hukum yang ada sekarang ini?Apakah bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden yang mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu?Di sinilah letak komplikasi legalitas tersebut. h. Menimbang pula bahwa Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39Tahun 2008 yang menentukan bahwa wakil menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet adalah tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, sebab menurut pasal tersebut susunan organisasi kementerian terdiri dari atas unsur: pemimpin yaitu Menteri; pembantu pemimpin yaitu sekretariat jenderal; pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; pengawas yaitu inspektorat jenderal; pendukung, yaitu badan atau pusat; dan pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila wakil menteri ditetapkan sebagai pejabat karir, sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi kementerian, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil, yang berarti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; i. Menimbang bahwa timbulnya kekacauan implementasi atau masalah legalitas di dalam hukum kepegawaian dan birokrasi pemerintahan itu
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
55 terjadi karena bersumber dari ketentuan Penjelasan Pasal 10 UndangUndang a quo maka menurut Mahkamah keberadaan Penjelasan tersebut justru menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dalam pelaksanaan hukum dan telah membatasi atau membelenggu kewenangan eksklusif Presiden dalam hal mengangkat dan memberhentikan menteri/wakil menteri berdasarkan UUD 1945 sehingga Penjelasan tersebut harus dinyatakan inkonstitusional. Oleh karena keberadaan wakil menteri yang ada sekarang ini diangkat antara lain berdasar Pasal 10 dan Penjelasannya dalam Undang-Undang a quo, menurut Mahkamah posisi wakil menteri perlu segera disesuaikan kembali sebagai kewenangan eksklusif Presiden menurut putusan Mahkamah ini. Oleh sebab itu, semua Keppres pengangkatan masing-masing wakil menteri perlu diperbarui agar menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif Presiden dan agar tidak lagi mengandung ketidakpastian hukum; j. Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon beralasan untuk sebagian; Berdasarkan pada pertimbangan dan pendapat Mahkamah Konstitusi diatas, maka kemudian amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 5. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
56 Untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, sebagaimana telah diuji materi dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi denganPutusan Nomor 79/PUU-IX/2011 perlumenetapkan Peraturan Presiden tentang Wakil Menteri, untuk itu kemudian Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, disitu berisi mengenai tanggung jawab, ruang lingkup tugas, pengangkatan dan pemberhentian, masa jabatan, keuangan dan fasilitas lainnya. Dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka ketentuan ketentuan mengenai Wakil Menteri yang lain87 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi denganPutusan Nomor 79/PUU-IX/2011, yang menegaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri adalah bagian kewenangan Presiden, maka Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden nomor 159/M tahun 2011. Dalam Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012 itu juga disebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yakni masa jabatannya paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 - 2014. Sedangkan mengenai Hak keuangan dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada Wakil Menteri, akan diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri. Tidak berhenti sampai disitu, atas dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia memohon uji materiil terhadap Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, karena dianggap bertentangan 87
Yang dimaksud ketentuan mengenai Wakil Menteri yang lain adalah Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
57 dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara kepada Mahkamah Agung. Sampai hari ini Mahkamah Agung belum memutus permohonan uji materiil Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri.
2.1.1 Pengangkatan Wakil Menteri Hak Perogratif Presiden Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa (dipilih sebagai yang paling dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yangpertama memberi suara), praerogare (diminta sebelum meminta yang lain). 88 Di masa “kegelapan Eropa (the dark ages)” dahulu, kekuasaan seorang raja begitu absolut, bahkan seorang raja bisa mengatakan “negara adalah saya”, inilah yang memunculkan istilah hak prerogatif. Sejarah mencatat, hak prerogatif menjadi hak istimewa
seorang
raja,
yang
pertama
kali
diterapkan dalam
konteks
ketatanegaraan di kerajaan Inggris. Hak ini memberikan keistimewaan bagi penguasa politik untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri, uniknya putusan itu bisa dilakukan tanpa alasan apapun, kecuali kehendak pribadi dari sang pemimpin itu sendiri. 89 Pada perjalanannya, hak ini diadopsi banyak negara. Namun sejak digunakan di Indonesia, hak eksekutif tersebut, tidak diatur secara memadai oleh Peraturan Perundang-Undangan. Akibatnya presiden memiliki kekuasaan yang luas dan bagai tak bertepi. Padahal, Lord Acton mengatakan, Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang bersifat absolut tentunya akan menimbulkan korupsi yang absolut pula).90 Oleh karena itu, jika hak prerogatif dibiarkan tanpa batasan, membuat pemerintah menjadi tidak sehat, dan cenderung bertindak korup.
88
Bagir Manan, UUD 1945 Tak Mengenal Hak Perogratif, Republika, Sabtu, 27 Mei 2000, Hal. 8 89
Dalam era Pemerintahan Orde Baru hal semacam itu pernah terjadi di Indonesia, dimana dijelaskan bahwa dalam menjalankan kebijaksanaan pemerintah, Presiden tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat diganggu gugat (The King can do no wrong). C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, Edisi Revisi, 2008), hal 70-71 90
Satya Arinanto, Hukum dan Demokrasi, (Jakarta : Penerbit Ind-Hill-Co, Cetakan-1, 1991) hal. 12
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
58 Dalam prakteknya kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah “hak prerogatif Presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembagalembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi
kepada
lembaga
eksekutif
dalam
ruang
lingkup
kekuasaan
pemerintahannya (terutama bagi sistem yang menganut pemisahan kekuasaan secara tegas, seperti Amerika Serikat), seperti membuat kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi. Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha menempatkan segala model kekuasaan dalam kerangka pertanggungjawaban publik. Dengan demikian, kekuasaan yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam prakteknya sulit mendapat tempat.Sehingga, dalam praktek ketatanegaraan negara-negara modern, hak prerogatif ini tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.91 Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang ketatanegaraan tidak pernah menyatakan istilah hak prerogatif Presiden. Namun dalam prakteknya, selama orde baru, hak ini dilakukan secara nyata, misalnya dalam hal pengangkatan menteri-menteri departemen.Hak ini juga dipadankan terutama dalam istilah Presiden sebagai kepala negara yang sering dinyatakan dalam pengangkatan pejabat negara. Dalam
91 Namun dalam menjalankan hak perogratif jangan sampai menimbulkan kesewenangwenangan yang bersumber dari absolutisme, yaitu penyatuan kekuasaan di satu tangan atau sekelompok kecil orang.Kesewenang-wenangan ini mematikan kebebasan, untuk itu kekuasaan tidak boleh menumpuk di satu tangan atau sejumlah kecil orang. Sebagaimana ditulis oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2007), hal. 209
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
59 hal ini Padmo Wahjono 92 menyatakan pendapatnyayang akhirnyamemberikan kesimpulan bahwa hak prerogatif yang selama ini disalahpahami adalah hak administratif Presiden yang merupakan pelaksanaan peraturan perundangundangan dan tidak berarti lepas dari kontrol lembaga negara lain.93 Bentuk kekuasaan Presiden di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Kekuasaan Kepala Negara. Kekuasaan
Presiden
sebagai
kepala
negara
hanyalah
kekuasaan
administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan Presiden sebagai kepala negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 10 sampai 15. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara di masa mendatang selayaknya diartikan sebagai kekuasaan yang tidak lepas dari kontrol lembaga lain.94 b. Kekuasaan Kepala Pemerintahan. Kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga legislatif.95 Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan 92 Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, cetakan ke-2, 1985), hal. 275 93
Hal itu menjadi konsekwensi dari perubahan Undang-Undang Dasar 1945, dimana yang menjadi alasan dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar adalah besarnya kekuasaan Presiden (executive heavy) hal itu dapat dilihat dari kekuasaan Presiden dalam menjalankan Pemerintahan (chief executive) dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak perogratif (memberikan grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif. Baca Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan ke-2, 2005), hal. 105 94
Hal itu merupakan conditio sine qua non bagi penataan ulang kehidupan ketatanegaraan Indonesia dalam rangka mendesain demokrasi atau kedaulatan rakyat yang beorientasi pada tegaknya Rule of Law, pengendalian kekuasaan, civil society dan check and balances. Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional, (Yogyakarta : Total Media, Cetakan ke-1. 2009), hal.227 95 Agar kekuasaan tidak disalahgunakan maka harus diatur batas-batasnya.Caranya dengan membagi kekuasaan tersebut ke dalam tiga cabang kekuasaan secara seimbang. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2006), hal. 196
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
60 perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi, keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar dan mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan.96 Dalam UUD 1945, fungsi pengawasan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR. Kaitannya dengan pengangkatan Wakil Menteri sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka terdapat hak perogratif Presiden untuk menentukan Kementerian mana yang membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri, meskipun kebijakan itu haruslah sesuai dengan kebutuhan dan tingkat urgenitas dari masing-masing Kementerian. Untuk itu diperlukan objektivitas Presiden dalam mempergunakan hak perogratifnya dalam upaya menanggulangi beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus. Bukan bersifat subjektif dalam menentukan kementerian mana yang membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri.
2.1.2 Pengangkatan Wakil Menteri dalam Kondisi Tertentu Pengangkatan Wakil Menteri harus mengacu pada Pasal 10 UndangUndang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Dengan demikian harus mampu memberikan penjelasan makna yang terkandung dalam “membutuhkan penanganan secara khusus”.97 Khusus disini harus diartikan tidak dalam keadaan biasa, akan tetapi terdapat sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan pekerjaan yang ekstra dan tidak dapat dikerjaan oleh seorang Menteri dan struktur organisasi di bawahnya. 96
Pengawasan tersebut bertujuan bukanlah saling menjatuhkan, akan tetapi harus adanya kooperasi dan koordinasi diantara lembaga-lembaga yang menghindari arogansi kewenangan sehingga tujuan akhirnya “doelgerichte” dari hubungan lembaga tersebut. Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Contempt of Court, (Jakarta : Penerbit Diadit Media, cetakan ke-1, 2007), hal. 22 97
Penjelasan tersebut akan menjadi penting guna memberikan pengertian mengenai urgenitas dan makna yang menjadi perhatian Presiden, sehingga masyarakat dalam paham yang dimaksud oleh Pemerintah dalam melakukan tindakannya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
61 Akan tetapi diperlukan batasan-batasan yang bersifat objektif guna menentukan sifat “penanganan khusus” sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil Menteri. Penting juga untuk diinventarisasi mengenai unsur-unsur Kementerian apa saja yang membutuhkan penanganan secara khusus, sehingga pemaknaan dan pengertian dari “penanganan khusus” tidak menjadi bias dan ditafsirkan dengan kurang tepat oleh Presiden sebagai pemegang kuasa untuk melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Sehingga pengangkatan Wakil Menteri benar-benar sesuai dengan amanta yang tertuang dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil Menteri, meskipun Presiden meiliki hak perogratif untuk menentukan Kementerian mana saja yang layak dan tepat guna diangkat Wakil Menteri untuk membantu Menteri dalam aktivitas kerjanya setiap hari. Sebagai contoh adalah keadaan bahaya dan darurat suatu Negara, sehingga kemudian Presiden dapat menentukan keadaan dan langkah-langkah untuk mengatasi yang demikian.Keadaan bahaya di suatu negara (state of emergency) diberlakukan karena adanya keadaan yang luar biasa (extraordinary) dan khusus yang mengancam keadaan bangsa dan negara, sehingga penanggulangannya pun tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan berdasarkan hukum yang normal atau biasa.98 Karena keadaan tidak biasa, maka diperlukan landasan hukum yang luar biasa tapi komprehensif. Meskipun komprehensif dan luar biasa tapi harus dapat dipertanggungjawabkan, seperti menghormati hak-hak asasi manusia (HAM). Untuk mengatasi keadaan bahaya tersebut, oleh hukum diserahkan kewenangan kepada pemerintahan negara, sebagai pihak yang dominan, untuk menormalkan keadaan agar kembali aman, tertib dan damai. Dengan pemahaman
98
Untuk mengetahui keadaan yang tidak biasa atau darurat, dapat diartikan sebagai (a).adanya bahaya Negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa. (b). upaya biasa, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk digunakan menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada. (c). kewenangan luar biasa yang diberikan dengan hukum kepada Pemerintah Negara untuk secepatnya mengakhiri bahaya darurat tersebut, kembali ke dalam kehidupan normal. (d). wewenang luar biasa itu dan HTN darurat itu adalah untuk sementara waktu saja, samapai keadaan darurat itu dipandang tidak membahayakan lagi. Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 1996), hal. 1
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
62 ini maka pihak yang terlibat bukan hanya Presiden. 99 Penggunaan istilah “pemerintahan negara” sebagai aktor dominan dalam menanggulangi keadaan bahaya memperluas peran serta lebih banyak pihak, dan dengan demikian demokratik,
sehingga
dapat
meningkatkan
efektifitas
dan
transparansi
penanggulangan keadaan bahaya. Landasan hukum state of emergency100 ini untuk menentukan ukuran dan tata-cara, serta menjadi legitimasi, bagi tindakan-tindakan yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan itu tidak semata-mata militeristik. Kewenangan tersebut hanya bersifat sementara, sampai keadaan kembali normal. Jadi, tujuan yang ingin dicapai melalui perangkat hukum, mekanisme dan upaya luar biasa itu adalah penanggulangan keadaan bahaya dan pemulihan keadaan sesegera mungkin. Konsideran RUU-KD tidak cukup menegaskan hal ini. Jadi bukan sekedar menanggulangi keadaan “yang tidak dapat diatasi oleh alat negara secara normal”. Pencantuman prinsip negara hukum sebagai dasar untuk menyelesaikan keadaan bahaya harus diartikan sebagai prinsip yang diberlakukan dalam keadaan luar biasa, yaitu emergency law, sehingga terdapat unsur-unsur extraordinary dalam hukum tersebut. Landasan hukum itu mengandung filosofi bernegara, yaitu: menjaga kedaulatan dan keselamatan rakyat (bangsa), melindungi kesejahteraan masyarakat, menjaga ketertiban umum, menjaga eksistensi negara dan fungsi pemerintahan secara luas, mempertahankan keutuhan wilayah.101 Dalam mengkategorikan keadaan bahaya tidak cukup memasukkan perkembangan pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan, sehingga tidak tampak peran bantuan militer dalam keadaan bahaya karena bencana alam atau
99 Untuk itu pembagian menurut corak, bentuk dan sumbernya maka HTN darurat dapat digolongkan menjadi 4 (empat) bagian : (1) HTN darurat objektif (objectieve staatsnoodrecht), (2) HTN darurat subjektif (subejctieve staatsnoodrecht), (3) HTN darurat tertulis (geschreven staatsnoodrecht), (4) HTN darurat tidak tertulis (ongeschreven staatsnoodrecht). Ibid, hal. 25 100
Istilah-istilah dalam keadaan bahaya dalam berbagai Negara berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah state emergency, state of civil emergency, state of siege, state of war, state of internal war, state of exception, estado de alerta, estado de excepcion dan lain sebagainya. Untuk mengetahui peristilahan yang dipakai dalam beberapa Negara, silakan baca Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal 7-8 101
Sama halnya dengan pengangkatan Wakil Menteri harus dijelaskan nilai urgensinya, sehingga terdapat ukuran yang jelas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
63 bahaya sipil. Begitu pun tentang bantuan kepolisian dalam kondisi bahaya militer dan perang. Berbagai undang-undang mengenai keadaan bahaya menunjukkan kesamaan pengertian keadaan bahaya. Dalam Undang-undang No. 6/1946: karena ada serangan, bahaya serangan, pemberontakan atau kerusuhan, dan bencana alam. Undang-undang No. 74/1957: terancam pemberontakan, kerusuhan atau akibat bencana alam, timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia. Undang-undang No. 23/1959: terancam oleh pemberontakan, kerusuhan, atau akibat bencana alam, timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan atas wilayah negara RI, hidup negara dalam keadaan bahaya atau dari keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala yang dapat membahayakan negara. Undang-undang PKB 1999: adanya kerusuhan yang disertai kekerasan, pemberontakan bersenjata atau keinginan memisahkan diri dengan kekerasan, ancaman perang atau terjadi perang. RUU-KD 2001: karena terjadinya kerusuhan dengan kekerasan, pemberontakan bersenjata, usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahakan diri dari RI, adanya ancaman perang, terjadi perang atau terjadi bencana alam. 102 Kenyataan tersebut mengharuskan perumusan yang jelas serta mendasar tentang keadaan bahaya. Hal ini diperlukan, sebab selama ini telah terjadi inkonsistensi penggunaan (dan pemahaman) istilah sejak perumusannya dalam UU No. 6/1946 hingga RUU-KD 2001. Pengertian keadaan bahaya dapat digali dari istilah emergency dan istilah-istilah senada seperti strife, siege, noodtoestand. Pengertian emergency dapat diartikan “bahaya” atau “darurat.”103 Penggunaan istilah ini sejalan dengan istilah yang terdapat dalam UUD 1945. Keadaan bahaya dapat dinyatakan oleh presiden dengan dasar hukum Pasal 12 UUD 1945. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditentukan dalam UU 102
Berbagai kasus dalam periode berlakunya keadaan darurat di Indonesia dapat diurai sebagai berikut, (1) Krisis politik 1956-1966, (2) Krisis politik 1997-1998, (3) Tsunami Aceh, (4) Kasus Luapan Panas Lapindo Sidoarjo. Baca Jimly Asshiddiqie, Ibid, Hal 27-29 103 Selain itu dapat diartikan (Pertama) unsur krisis (crisis), dianggap suatu keadaan krisis apabila terdapat suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak a grave and suddendisturbunse.(Kedua) unsur kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak perhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU), (Malang : UMM Press, cetakan ke-2, 2003) 9192
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
64 Keadaan Bahaya. Jika keadaan bahaya juga mencakup perang, maka berlaku ketentuan Pasal 11 (“Presiden menyatakan perang ….. dengan negara lain”). Jadi, ada kaitan antara Undang-undang Keadaan Bahaya dengan Undang-undang (hukum) Perang. Dalam hal ini harus diperhatikan ketentuan hukum perang internasional. Sedangkan kewenangan yang terdapat pada Pasal 22 UUD 1945 merupakan kewenangan dalam keadaan mendesak atau urgent (“hal-ihwal kegentingan yang memaksa”)104 untuk memproses legislasi dan menerbitkan produk hukum. Ketentuan ini harus diperhatikan dalam menentukan “bentuk hukum” pernyataan keadaan bahaya pada umumnya dan keadaan perang khususnya. Bentuk hukum lain juga dapat ditentukan dalam UU Keadaan Bahaya yang baru, misalnya untuk menyatakan keadaan bahaya karena bencana alam. Menggunakan istilah “keadaan darurat,” RUU-KD mendefinisikan keadaan bahaya sebagai“terjadinya kerusuhan dengan kekerasan, pemberontakan bersenjata, usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, adanya ancaman perang, terjadi perang, atau terjadi bencana alam, yang tidak dapat diatasi oleh alat dan kekuatan negara secara normal di sebagian atau seluruh wilayah negara Republik Indonesia” (Pasal 1 angka 2). Pengertian keadaan bahaya dalam RUU-KD ini tidak cukup menegaskan kesementaraan penanggulangan keadaan secara luar biasa. Pengertian itu juga terlalu umum, dilihat dari beberapa sudut. Pertama, karena bencana alam dimasukkan dalam kategori Darurat Sipil (Pasal 9). Dilanjutkan dengan kategori darurat yang berat ke watak militeristik (Darurat Militer dan Darurat Perang). Kategori Darurat Perang pun tidak merinci atau membedakan antara invasi negara lain dengan pernyataan perang oleh Indonesia kepada negara lain. State of emergency untuk Indonesia harus disesuaikan dengan keadaan geografis negara, yaitu sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah terisolir (misalnya kabupaten kepulauan). Perlu ditambahkan pula faktor eksternal (seperti
104
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara UII dan Gama Media, 1999), hal. 158. Konsep crisis dan emergency dapat pulu dilihat pada Black’s Law Dictionary
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
65 polusi lintas-negara, ancaman perang di negara tetangga, perang di negara tetangga) sebagai penentu keadaan bahaya. 105 Keadaan bahaya secara umum dapat dibedakan dalam keadaan bahaya yang disebabkan oleh bencana alam, atau yang tidak disengaja atau di luar kendali manusia (tidak disebabkan oleh tindakan manusia), dan keadaan bahaya karena hubungan dan tindakan sosial-politik manusia.106 Spektrum dari emergency itu dimulai dari keadaan yang disebabkan oleh bencana alam sampai ancaman perang dan kondisi perang, dari bencana tsunami hingga perang dengan negara lain. Di antara spektrum ini terletak kerusuhan-kerusuhan etnik dan religius, tuntutan pemisahan diri dari Indonesia tak bersenjata dan secara damai, sampai pada gerakan-gerakan bersenjata. Pengertian keadaan bahaya ini harus tercermin dan dibedakan dalam berbagai kategori keadaan bahaya. Diperlukan pula kejelasan mengenai definisi ancaman dan akibat ancaman yang akan ditanggulangi melalui cara-cara luar-biasa ini menurut UU Keadaan Bahaya dan diselaraskan (sinkron) dengan UU Pertahanan Nasional. Keadaan yang dapat dikategorikan sebagai keadaan bahaya dalam RUUKD menunjukkan kerancuan, sebab keadaan bahaya yang disebabkan oleh bencana alam juga dimasukkan dalam kategori Darurat Sipil. Dengan demikian sangatlah mudah untuk menempatkan setiap kategori keadaan bahaya dalam kendali kekuasaan militer, sejak melalui keterlibatan militer untuk mendukung (membantu) kepolisian dalam menanggulangi keadaan Darurat Sipil hingga keterlibatan langsung dalam Darurat Perang. Selain itu, memasukkan kerusuhan dengan kekerasan dalam kategori Darurat Sipil harus dikaitkan dengan penaggulangannya menurut KUHP (tanpa dikategorikan sebagai keadaan bahaya). Jika tidak maka holiganism (seperti kerusuhan penonton sepak bola) dan kerusuhan massa ketika kampanye politik, misalnya, dapat dikategorikan ke dalam keadaan bahaya.
105
Dalam praktik, disamping kondisi Negara dalam keadaan biasa (ordinary condition) atau normal (normal condition), kadang timbul atau terjadi keadaan yang tidak normal. Jimly Asshiddiqie, Opcit, hal. 1. 106
Dalam keadaan yang demikian dapat pula pemerintah mengeluar produk hukum berupa Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU).Sumali, Opcit, hal. 122
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
66 Adanya pernyataan untuk memisahkan diri dari RI tanpa kekerasan, atau secara damai, merupakan urusan keamanan, pertahanan, atau persoalan demokrasi (yaitu kebebasan berpendapat, yang diatur dalam UU No. 9/1998)? Ini harus dijelaskan. 107 Penanganan atas hal ini juga terkait dengan reposisi TNI dan POLRI. Cara-cara apa yang akan digunakan untuk mengatasi hal tersebut, oleh TNI atau POLRI? Karena itu perlu juga dirumuskan aturan yang jelas tentang grey areas bila TNI dilibatkan untuk membantu tugas kepolisian dalam mengatasi kerusuhan, yang berlangsung dalam keadaan Darurat Sipil. Hal ini harus dikaitkan dengan UU Pertahanan Nasional, UU TNI dan UU POLRI. Meskipun tidak eksplisit, Undang-undang No. 6/1946 menyatakan penyebab keadaan bahaya secara bertingkat. Perumusannya menampakkan pertingkatan (gradasi, hirarki) penyebab keadaan bahaya, dari perang sampai bencana alam (Pasal 1 angka 2 yo. Pasal 8). Undang-undang No. 74/1957 dan Undang-undang No. 23/1959 juga sangat jelas menunjukkan adanya pertingkatan keadaan dari rumusan pasalnya (Pasal 1 ayat 1). UU-PKB 1999 membedakan keadaan bahaya menjadi: Khusus (Terjadi keadaan yang tidak dapat diatasi dengan perangkat hukum biasa), Darurat (Terjadi upaya pemisahan diri dengan kekerasan) dan Perang (Perang dengan atau ancaman perang dari negara lain). Kategorisasi dalam UU PKB tanpa pertingkatan. Secara umum keadaan bahaya dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) kategori: keadaan bahaya bencana alam, keadaan bahaya sipil, keadaan bahaya militer, dan keadaan bahaya perang.108Yang dapat diurai sebagai berikut :109 a. Keadaan Bahaya karena bencana alam harus dibedakan dari keadaan bahaya lainnya. Sedangkan keadaan bahaya karena bencana alam dan keadaan bahaya sipil, di satu sisi, juga harus dibedakan dari keadaan bahaya militer dan keadaan bahaya perang. 107
Hal itu menjadi penting dikarenakan termasuk dalam kategori darurat apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, misal kekerasan, perang dan lain sebagainya. 108 Pengertian yang demikian juga mengingat adanya keadaan genting yang tafsirannya menjurus kepada keadaan bahaya. Baca Soehino, Hukum Tata Negara Teknik PerundangUndangan, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakaan keempat, 2005), hal.21 109
Dari sudut pandang formal isinya Herman Sihombing dan Jimly Asshiddiqie menjelaskan dengan gambling. Herman Sihombing, Opcit, hal. 25-26. Bandingkan Jimly Asshiddiqie, Opcit, hal. 68-70
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
67 b. Berhubung Keadaan Bahaya Perang mencakup ancaman perang (dari negara lain) dan terjadinya perang karena serangan negara lain maupun pernyataan
perang
oleh
Indonesia,
maka
dilakukan
gradasi
pengelompokannya dalam kategori keadaan bahaya milter hingga keadaan bahaya perang. Selain itu, kategori perang seharusnya juga dibedakan antara ancaman perang dari negara lain dan keadaan perang karena serangan negara lain, dengan keadaan perang karena Indonesia menyatakan perang kepada negara lain. Ketika Indonesia menyatakan perang kepada negara lain (Pasal 11 UUD 1945), juga dibedakan jika secara geo-politik tidak langsung mengakibatkan keadaan bahaya di dalam negeri. Pembedaan ini tetap memperhatikan watak sistem pertahanan nasional seperti dirumuskan dalam UU Pertahanan Nasional/Negara (nonprovocative and comprehensive defense). c. Bencana
alam
dimasukkan
keadaan
bahaya
jika
melumpuhkan
perekonomian masyarakat dan fungsi pemerintahan (darat: gunung meletus, banjir sungai, limbah beracun, gempa bumi; laut: badai, gelombang pasang, gempa bumi; udara: kebakaran hutan, hujan asam, limbah udara beracun). d. Kategori Darurat Sipil: kerusuhan dengan kekerasan yang mengancam keamanan dan ketertiban umum atau mengganggu fungsi pemerintahan. Harus dijelaskan tentang kerusuhan seperti holiganism. e. Kategori Darurat Militer: pemberontakan bersenjata dan/atau terjadi usaha-usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahkan diri dari RI. Bagaimana
dengan
“separatisme
damai”
(termasuk
freedom
of
expression)? Ancaman perang dari negara lain (Pasal 29) dapat termasuk kategori ini. Berdasarkan perumpamaan110 Negara dalam keadaan darurat diatas (state of emergency), maka diberlakukan keadaan yang luar biasa (extraordinary) dan khusus
yang
mengancam
keadaan
bangsa
dan
negara,
sehingga
penanggulangannya pun tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan berdasarkan 110
Perumpamaan ini dibuat dalam rangka memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang tidak normal atau tidak biasanya, dengan demikian membutuhkan penanganan yang tidak biasa pula, sehingga hal yang tidak normal dapat dipulihkan dengan segera.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
68 hukum yang normal atau biasa. Dengan demikian sama halnya dengan pengangkatan Wakil Menteri di Kementerian tertentu yang membutuhkan “penanganan khusus” harus memenuhi nilai filosofis111 menjaga kedaulatan dan keselamatan rakyat (bangsa), melindungi kesejahteraan masyarakat, menjaga ketertiban umum, menjaga eksistensi negara dan fungsi pemerintahan secara luas, mempertahankan keutuhan wilayah. Selain itu harus dipertegas mengenai unsur-unsur, alasan, penyebab dan kategori “penanganan khusus” yang dimaksud dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil Menteri baik dalam penjelasannya, maupun dalam peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga secara objketif dapat diterima oleh semua kalangan mengenai unsurunsur, alasan, penyebab dan kategori “penanganan khusus” sehingga diangkatlah Wakil Menteri. 2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri tidak semua Kementerian Apabila makna dari Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Yakni kata “penanganan khusus” yang dimaksud apabila telah dijelaskan baik melalui penjelasannya, maupun dalam peraturan perundang-undangan terkait, maka hemat penulis tidak semua Kementerian dapat dilakukan pengangkatan Wakil Menteri, mengingat batasanbatasan dan syarat-syaratnya harus jelas dan terpenuhi terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Dengan demikian akan timbul kepastian hukum terhadap pengangkatan Wakil Menteri. Dengan adanya pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden dalam hal “membutuhkan penanganan secara khusus”. Dengan demikian berarti Presiden harus dan wajib menjelaskan kepada publik112 penanganan secara khusus apa 111
Didalam nilai-nilai filosofis didalamnya harus terdapat kebenaran, keadilan, kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Baca Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, (Bandung : CV Mandar Maju, cetakan ke-1, 1998), hal. 43 112
Bahwa harus melihat asas yang terkandung dalam melaksanakan pelayanan kepada publik, yakni transparan, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban. W Riawan Tjandra dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Pembaharuan, edisi revisi, 2005), hal. 11
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
69 yang membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri, di samping hal tersebut di atas dalam Pasal 10 ini ada penekanan pada kata "secara khusus", yang artinya tidak umum dan atau selektif.113 Seperti mengutip pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 mengenai apa yang dimaksud “beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus” maka menurut Mahkamah Konstitusi hal tersebut menjadi wewenang Presiden untuk menentukannya sebelum mengangkat wakil menteri. Presiden-lah yang menilai seberapa berat beban kerja sehingga memerlukan pengangkatan wakil menteri. Begitu pula jika beban kerja dianggap sudah tidak memerlukan wakil menteri, Presiden berwenang juga memberhentikan wakil menteri tersebut. Berkembangnya masyarakat baik dari sudut pertambahan penduduk, ekonomi, pendidikan, kesehatan di satu pihak dan kemampuan Negara untuk memenuhi harapan masyarakat terutama di bidang ekonomi serta keamanan di lain pihak akan menimbulkan ledakan harapan masyarakat dan kebutuhan masyarakat sendiri. 114 Misalnya di bidang ekonomi semakin meningkatnya daya beli rakyat untuk membeli mobil semakin diperlukan infrastruktur jalan yang memadai untuk berkendaraan secara nyaman. Jika harapan tersebut tidak terpenuhi maka hal ini akan menimbulkan frustrasi masyarakat dan akan menjadi beban negara yang akan membahayakan posisi politis pemerintah. Padahal kecepatan memenuhi harapan masyarakat oleh negara seringkali tidak sebanding dengan pertumbuhan harapan masyarakat untuk dipenuhi kebutuhannya. 115 Keadaaan ekonomi dunia menunjukkan bahwa negara-negara maju (seperti Eropa dan Amerika Serikat) saat ini menghadapi resesi ekonomi yang sangat mungkin 113
Selektif memiliki makna terdapat analisis-analisis yang kuat dan menguatkan untuk melakukan dan mengeluarkan kebijakan. Untuk itu kemudian terdapat beberapa model dalam menentukan kebijakan, yang oleh William N. Dunn dibagi menjadi 6 bagian model kebijakan, diantaranya model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model procedural dan model sebagai pengganti dan perspektif. Baca William N. Dunn, Public Policy Analysis, An Introduction, (New Jersen, University of Pittsburgh, 1994), hal. 234 114 Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern ialah semakin tingginya kesadaran para warga masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing. Semakin meningkatnya kesadaran demikian biasanya dipandang sebagai salah satu akibat positif dari tingkat pendidikannya para warga masyarakat. Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan ke-18, 2010), hal. 13 115 Untuk itu sering dikatakan bahwa kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Penerbit Refika Cipta, 2009), hal. 1
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
70 mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Krisis minyak yang dialami Indonesia dapat menambah beban hutang negara untuk menutup defisit anggaran belanja negara. Oleh sebab itu, kewenangan Presiden mengangkat wakil menteri dalam rangka menangani beban kerja yang semakin berat tidak bertentangan dengan konstitusi jika dipandang dari sudut pengutamaan tujuan yang hendak dicapai (doelmatigheid) atau nilai kemanfaatan dalam rangka memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dengan demikian Presiden harus memberikan penjelasan kepada publik mengenai pengangkatan Wakil Menteri di sejumlah kementerian Negara116, nilai urgensi dan kekhususan pengangkatan Wakil Menteri tersebut. Apakah pengangkatan Wakil Menteri dalam hal “membutuhkan penanganan secara khusus” tersebut dapat diartikan hanya terdapat pada kementerian koordinator117 yang melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, sehingga dianggap memiliki tugas dan wewenang yang besar, sehingga dianggap “membutuhkan penanganan secara khusus” untuk itu dibutuhkan pengangkatan wakil Menteri. Atau dapat dijelaskan mengenai “membutuhkan penanganan secara khusus” tersebut diartikan sebagai Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur118 kementeriannya secara tegas dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.119Atau
yang
terakhir
adalah
yang
dimaksud
Kementerian
yang
116
Dalam Setiap Kementerian membidangi urusan tertentu dalam Pemerintahan terdiri atas (a.) urusan pemerintahan yang nomenklaturkementeriannya secara tegas dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan (b.) ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, (c.) Urusan Pemerintahan dalam Rangka Penajaman, Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah 117
Kementerian Koordinator menurut Pasal 4 Peraturan Presiden nomor 49 Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara adalah terdiri dari Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, kementerian koordinator bidang Perekonomian dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. 118
Nomenklatur atau Tata Nama adalah sebutan atau penamaan bagi suatu unit organisasi yang lazim digunakan instansi pemerintah.Nomenklatur mempunyai arti sangat penting dalam penataan atau penyempurnaan organisasi, karena nomenklatur dapat penggambarkan secara singkat dan tepat mengenai kedudukan, tugas pokok dan fungsi unit atau jabatan dalam suatu unit organisasi. 119 Sedangkan mengenai Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
71 “membutuhkan penanganan secara khusus” tersebut diartikan sebagai Kementerian yang Menangani Urusan Pemerintahan dalam Rangka Penajaman, Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah. 120 Selain itu Presiden dapat menjelaskan nilai urgensi Pengangkatan Wakil Menteri melalui Kementerian-Kementerian tertentu yang memiliki instansi vertikal121 di daerah, sehingga membutuhkan koordinasi dan kerja yang ekstra, dengan demikian dapat dikategorikan dan termasuk Kementerian yang “membutuhkan penanganan secara khusus”, diakarenakan instansi vertikal122 yang dimaksud tersebar dibeberapa daerah di seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia. Dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang wakil Menteri juga disebutkan bahwa Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan dan keamanan memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. Sehingga Wakil Menteri dapat memiliki tugas dan wewenang untuk membantu Menteri dalam hal koordinasi dan pemantauan kerja-kerja instansi vertikal yang ada didaerah.Dengan demikian optimalisasi peran dan fungsi Wakil Menteri dapat optimal dalam usaha memberikan sumbangsih kerja dan pemikiran guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Republik Indonesia tahun 1945 diatur dalam Pasal 23 Peraturan Presiden nomor 49 Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara adalah terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan kementerian Komunikasi dan Informatika. 120 Sedangkan Kementerian yang Menangani Urusan Pemerintahan dalam Rangka Penajaman, Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah adalah terdiri dari Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Riset dan Teknologi, kementerian koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan nasional, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pemuda dan Olahraga. 121
Instansi Vertikal adalah perangkat dari Kementerian Negara/Lembaga yang mempunyai lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan.Instansi vertikal merupakan pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga di daerah. 122
Instansi Vertikal juga diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 49 Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
72 Dengan adanya penjelasan, dasar pertimbangan dan alasan-alasan yang rasional dari Pemerintah dalam hal Presiden selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri dalam hal khusus “membutuhkan penanganan secara khusus”, maka akan terjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang selama ini menjadi isu baik di tingkatan masyarakat, para terpelajar, media komunikasi dan informasi serta organisasi social kemasyarakatan yang merasa kurang mengerti atau berfikir negative terhadap pengangkatan Wakil Menteri yang dilakukan oleh Presiden. Dalam hal ini Presiden dapat memberikan penjelasan, dasar pertimbangan dan alasan-alasan yang rasional tersebut dalam bentuk peraturan perundang-undangan, apakah dengan mengubah, menambah atau membentuk peraturan perundang-undangan yang sama sekali baru yang mengatur secara komprehensif mengenai fungsi, kedudukan dan tanggung jawab Wakil Menteri.
2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Beraspek Politik dan Hukum Intervensi aspek politik dalam hukum merupakan hal yang banyak di temukan dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia baik dalam era Proklamasi, Orde Lama, Orde Baru dan era Reformasi. 123 Tidak dapat dihelak lagi bahwa hukum merupakan produk politik, dimana politik merupakan mengemban tugas tujuan tertentu yang berupa kepentingan. 124 Kepentingan inilah yang kemudian disalah artikan oleh sebagian besar pemegang kekuasaan, baik untuk melancarkan kepentingan pribadi atau golongan tertentu yang dijewantahkan dalam bentuk hukum dan peraturan perundang-undangan.Untuk mengetahui
123
Dalam khazanah politik Indonesia, pengertian era reformasi merujuk pada masa pasca berhentinya Jenderal (Purn.)Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) pada tanggal 21 Mei 1998. Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Teks Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, 18 Maret 2006, hal. 6 124
Sebagai produk politik bias saja hukum itu membuat isi yang lebih sarat dengan kepentingan politik kelompok dan jangka pendek yang secara substansial bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi hierarkinya. Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta : Rajawali Pers, cetakan ke-2, 2011), hal. 37
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
73 hubungan antara politik dan hukum dapat diurai melalui 3 aspek dasar dibawah ini:125 a. Pertama (sebagai tujuan), politik dapat menentukan nilai-nilai dominan hukum tertentu atau lembaga sebagai tujuannya. Dalam hal ini pemahaman politik dari nilai-nilai atau lembaga menjadi hampir identik dengan pemahaman hukum otentik dari nilai yang sama atau lembaga. b. Kedua (sebagai sarana), politik dapat memahami hukum sekadar sebagai alat untuk pemenuhan kepentingan politik tertentu. Dalam hal ini politik netral dalam sikapnya terhadap hukum. c. Ketiga (sebagai kendala), politik dapat menafsirkan hukum sebagai hambatan dalam perjalanan menuju realisasi tujuan-tujuan politik tertentu. Dalam situasi ini, politik dapat saja menang atas hukum, atau sebaliknya. Dalam politik kasus pertama, mengorbankan aturan hukum adalah salah satu solusi. Sedangkan dalam kasus kedua otonomi hukum yang diawetkan melalui keputusan pengadilan tertinggi atau dengan tindakan lain yang diambil oleh negara (eksekutif, legislatif, yudisial), pengacara, intelektual, asosiasi, organisasi, dan masyarakat untuk menghentikan tindakan ilegal aktor politik. Hukum dan politik membuat gambar sendiri khusus dari realitas. Intervensi politik atas hukum ini akan menimbulkan 3 (tiga) karakter produk hukum yang dihasilkan, hal itu dapat diurai melalui gambar berikut :126 Variabel bebas
Variabel terpengaruh
Konfigurasi Politik
Karakter Produk Hukum
Demokratis
Responsif/ Populistik
Otoriter
Konservatif/ Ortodoks/ Elitis
Tabel 2.1 Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum 125
Ringkasan mengenai hubungan politik dengan hukum dapat dibaca pula dalam Bintan Regen Saragih, Politik Hukum, (Bandung : CV. Utomo, cetakan pertama, 2006), hal. 13-16 126
Mengenai gambaran konfigurasi politik terhadap produk hukum dapat dilihat pada hasil penelitian Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES, cetakan ketiga, 2006), hal. 15
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
74 Sesuai gambar bagan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Politik merupakan variable bebas dan berpengaruh, sedangkan hukum merupakan variable terpengaruh oleh politik. 127 Dengan demikian apabila konfigurasi politiknya demokratis maka akan menghasilkan karakter produk hukum yang responsive atau populis, sedangkan apabila variable politiknya otoriter, maka akan menghasilkan produk hukum yang konservatif, ortodoks dan elitis.128 Berdasarkan hasil penelitiannya, Mahfud MD berkesimpulan bahwa suatu proses dan konfigurasi politik rezim tertentu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap suatu produk hukum yang kemudian dilahirkan.129 Apabila dihubungkan dengan pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden maka dapat diurai nuansa politik pengangkatan Wakil Menteri sangat kental sekali karakter kepentingan politik yang muncul dalam mekanisme dan tata cara pengangkatan Wakil Menteri yang kemudian dibungkus rapi melalui Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Wakil Menteri. Aspek itulah yang oleh penulis simpulkan bahwa dalam pengangkatan Wakil Menteri terdapat 2 (dua) aspek sekaligus, yakni aspek politik dan hukum.130 Aspek hukum merupakan aspek yang memberikan legalitas terhadap pengaturan mengenai pengangkatan Wakil Menteri, sedangkan aspek politik merupakan kepentingankepentingan dan pesan-pesan tertentu yang tersirat dalam peraturan perundangundangan berkaitan dengan pengangkatanWakil Menteri. Aspek politisasi terhadap pengangkatan Wakil Menteri dapat diurai melalui berbagai fakta dan pengaturan mengenai pengangkatan Wakil Menteri 127
Mengenai konfigurasi politik dan karakter produk hukum juga dijelaskan dalam buku Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, cetakan pertama, 2010), hal. 31-32 128 Menurut ajaran hukum responsive hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, hukum yang yang baik harus berkompeten dan juga adil, serta mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya keadilan substantif. Philippe Nonet and Philip Selznick, Law and Society in Transition : Toward Responsive Law, (Happer & Row, 1978), hal. 84 129
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, cetakan pertama, 2004), hal. 5-6 130
Baik politik dan hukum terdapat hubungan yang erat, hukum dipandang sebagai cara yang paling fundamental dalam mana Negara berusaha mencapai tujuan-tujuannya, dengan demikian makan kaitan antara politik dan hukum sudah tidak dapat dibendung lagi. Lihat Shadia B. Drury, Law and Politics, Reading in Legal and Political Thought, (Alberta : Detselig Enterprises Ltd Calgary, 1980), hal. 1-3
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
75 oleh Presiden. Pertama, motif politiknya adalah sebagai salah satu bentuk politisasi pegawai negeri sipil, dengan modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden (kroni-kroni Presiden) hal ini adalah dapat dibuktikan dengan diterbitkannya revisi Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara pada tanggal 13 Oktober 2011 menjadi Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011, dengan tujuan agar orang dekat dengan Presiden yang tidak memenuhi persyaratan dapat diangkat menjadi wakil menteri. Nuansa politisasi dalam pengangkatan jabatan wakil menteri tampak dari terjadinya perubahan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sampai dua kali menjelang (Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011, tanggal 13 Oktober 2011) dan sesudah (Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011, tanggal 18 Oktober 2011) pengangkatan wakil menteri bulan Oktober 2011 yang oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai upaya menjustifikasi orang yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi wakil menteri supaya memenuhi syarat tersebut. Perubahan-perubahan Perpres tersebut tampak dibuat secara kurang cermat sehingga mengacaukan sistem pembinaan pegawai sebagaimana telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang ada lebih dulu.Selain itu saat mengangkat wakil menteri Presiden tidak menentukan beban kerja secara spesifik bagi setiap wakil menteri sehingga tak terhindarkan memberi kesan kuat sebagai langkah yang lebih politis daripada mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) secara profesional dalam jabatan negeri. Apalagi seleksi jabatan wakil menteri dilakukan secara sama dengan pengangkatan menteri yakni didahului dengan fit and proper test131 di tempat dan dengan cara yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri. Hal tersebut menjadi sangat politis dan spekulatif132 serta tidak sesuai dengan hukum 131
Memilih tenaga kerja bukanlah pekerjaan yang mudah, sekedar mengetahui keadaan pisik si pelamar masih merupakan pekerjaan yang mudah, tetapi untuk mengetahui kemampuan psikologisnya sangat sukar mengukurnya, untuk itu harus ada fit and proper test. Fit and proper test dilakukan untuk mengatahui sejauh mana tingkat SDM yang akan diseleksi dan direkrut sebagai karyawan, mengenai cara dan prosedurnya dapat dibaca dalam buku Heidjrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi 4, (Yogyakarta, BPFE-Yogyakarya, cetakan kesebelas, 2008), hal. 45 132
Spekulatif dapat dimaknakan coba-coba, tanpa didasari oleh keinginan yang kuat untuk memberikan mutu dan kualitas yang baik. Dalam hal ini dapat dibaca Fernita Darwis,
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
76 kepegawaian yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri. Kedua, PengangkatanWakil Menteri ini juga akanberpotensi melahirkan konflik kepentingan di struktur organisasi kementerian, yakni antara menteri dengan
wakil
menteri
dan
Wakil
Menteri
dengan
Sekretariat
Jenderal.Penyebabnya karena wakil menteri dengan menteri mempunyai kekuasaan yang sama dan juga sama-sama diangkat oleh Presiden. Apalagi yang merasa memiliki kedekatan khusus dengan Presiden, sehingga hal ini akan mengakibatkan pelayanan publik akan semakin lambat karena terjadinya konflik kepentingan antara wakil menteri dan menteri. Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang menyebutkan Wakil Menteri bertanggung jawab kepada Menteri juga menimbulkan polemik, bagaimana apabila Wakil Menteri tidak melakukan sebagaimana amanat Pasal Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut, konsekwensi hukumnya juga tidak jelas, mengingat dari segi pengangkatan Wakil Menteri prosesnya adalah sama seperti halnya Menteri. Tidak hanya itu, terhadap Sekretariat Jenderal juga berpotensi menimbulkan konflik kewenangan, 133 mengingat dalam struktur organisasi antara Sekretariat jenderal dengan wakil Menteri sama-sama sebagai pembantu Menteri. Ketiga, bahwa sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Bahwa sebelum itu keberlakuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara beserta Penjelasannya yaitu yang dapat diangkat menjadi wakil menteri adalah Pemilihan Spekulatif, Mengungkap Fakta Seputar Pemilu 2009, (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2011), hal. 271-273 133 Konflik kewenangan diakibatkan oleh adanya kewenangan yang sama yang diatur dalam suatu lembaga tertentu, sehingga satu tugas dapat dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda, sehingga pada akhirnya menimbulkan konflik kewenangan antar lembaga yang satu dengan lembaga yang lain, sehingga tidak lagi berdasarkan kepentingan umum, akan tetapi merupakan ego sektoral sesuai kepentingan dirinya sendiri. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan ke-1, 2007), 38
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
77 hanya pejabat karier, sehingga hal ini menutup hak-hak konstitusional dari anggota-anggota masyarakat swasta atau non pegawai negeri sipil untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan negara khususnya untuk menjadi Wakil Menteri, di mana hak Konstitusional mereka juga dijamin dalam Konstitusi yaitu dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Untuk itu orang yang dapat diangkat sebagai wakil menteri, dapat berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia, bahkan warga negara biasa,134 sebab Presiden yang mengangkat wakil menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945. Keempat, bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak memenuhi pula syarat formil. Karena menambahkan sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma UndangUndang Dasar. Hal yang sama juga berlaku pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menambahkan norma yang tidak diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar yakni munculnya keberadaan para wakil kepala daerah. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang tidak memenuhi syarat formil adalah penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bukan lagi sebagai tafsiran resmi dari sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan tersebut telah membentuk norma tersendiri135 hal ini tidak sesuai dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 yang tegas mengatakan bahwa penjelasan itu tidak boleh demikian. Apalagi dikaitkan dengan angka 177 lampiran Undang-Undang 134
Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yang termasuk warga negara Republik Indonesia, Pasal itu dengan tegas menyatakan yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalkan peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia. S. Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, cetakan ketiga, 2004), hal. 14 135
Guna penjelasan ialah menjelaskan segala sesuatu yang dianggap masih memerlukan penjelasan, sehingga ketentuan-ketentuan yang kiranya sudah jelas dengan demikian tidak perlu dijelaskan lagi. Jangan sampai terdapat pertentangan antara penjelasan dengan apa yang dijelaskan, walaupun pendapat umum mengatakan bahwa yang utama ialah apa yang tercantum dalam pasal-pasal yang dijelaskan itu. Pembuat peraturan hendaknya jangan sekali-kali menyandarkan diri pada penjelasan, akan tetapi harus berusaha agar teks peraturan yang dibuatnyasedemikian lengkap dan dengan keakhlian sehingga dapat menghindarkan keraguraguan. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, (Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan keempat, 1995), hal. 112-113
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
78 Nomor 12 Tahun 2011 itu yang tegas mengatakan penjelasan tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.136 Sementara Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 justru menjadikan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara itu sebagai landasan bagi pengaturan jabatan wakil menteri, hal ini tidak boleh dilakukan. Pengaturan yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil menteri dalam praktiknya telah menimbulkan persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum karena tidak sesuainya implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian atau peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan dan birokrasi. Terlebih lagi Penjelasan Pasal 10 ternyata berisi norma baru padahal menurut Putusan Mahkamah Nomor 011/PUU-III/2005, tanggal 19 Oktober 2005 yang kemudian dimuat pula di dalam Lampiran II angka 177 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) dinyatakan, “Penjelasan ... tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma”. Hal ini memang menjadi masalah di dalam ketatanegaraan kita karena meskipun Presiden mempunyai hak prerogatif dalam hal-hal tertentu tetapi Presiden juga mempunyai kewajiban hukum untuk mentaati peraturan perundang-undangan sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil Presiden yang menyatakan, “...memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya 137
1945.
dengan
selurus-lurusnya
...”
Pasal
9
ayat
(1)
UUD
Sehingga tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
tuntutan legalitas yang menimbulkan ketidakpastian hukum. 136
Penjelasan yang diberikan tidak boleh menyebabkan timbulnya ketidakjelasan atau malah kebingungan, selain itu penjelasan juga tidak boleh berisi norma hukum baru ataupun yang berisi ketentuan lebih lanjut dari apa yang sudah diatur dalam batang tubuh. Jimly Asshiddiqy, Perihal Undang-Undang, (Jakarta : Konstitusi Press, cetakan pertama, 2006), hal. 195-196 137
Kedudukan Undang-Undang Dasar bagi suatu Negara analog dengan kedudukan anggaran dasar bagi suatu partai politik atau organisasi lainnya, yaitu merupakan pegangan pokokbagi tindakan operasional dari organisasi yang bersangkutan. Harun Alrasid, Naskah UUD
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
79 Kelima, dengan tidak adanya ketentuan pasal yang mengatur mengenai syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil menteri, tidak ada kualifikasi jabatan138 apakah wakil menteri merupakan jabatan struktural atau jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur mengenai cara pemberhentian wakil menteri. Serta menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang jabatan wakil menteri adalah jabatan
karier
dari PNS
tetapi dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan struktural ataukah jabatan fungsional. Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN di persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Februari 2012 jabatan karier bagi PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Persoalannya, jika dianggap sebagai jabatan struktural maka yang bersangkutan haruslah menduduki jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian, pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal.Akan tetapi jika jabatan wakil menteri tersebut diperlakukan sebagai jabatan fungsional masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda yang kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional.Adalah tidak masuk akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional.Lagipula jabatan fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundang-undangan dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke dalam jenis tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan tinggi misalnya, semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik.139Pertanyaannya, kalau jabatan wakil menteri dianggap sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan perundang-undangan? 1945 Sesudah Empat Kali diubah oleh MPR, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press. 2007), hal. 150 138 Kualisifikasi jabatan juga menentukan hak dan kewajiban seorang pegawai negeri, untuk itu harus jelas dan tegas disebutkan kualisifikasi jabatannya.C.S.T Kancil dan Christine S.T Kansil, Lockcit, hal.163 139 Fungsional akademik merupakan keahlian yang dimiliki oleh seorang pengajar dalam suatu Perguruan Tinggi, sesuai dengan bidang dan keahlian yang menjadi konsen dari dosen yang bersangkutan, untuk itu untuk dosen peguruan tinggi juga terdapat tunjangan fungsional.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
80 Keenam, unsur politisasi terlihat dalam eksesifitas pengangkatan wakil menteri sehingga tampak tidak sejalan dengan dengan latar belakang dan filosofi140 pembentukan Undang-Undang tentang Kementerian Negara.Eksesifitas yang seperti itu sering disebut tidak sejalan dengan maksud semula pembentukan Undang-Undang dimaksud (original intent).141 Salah satu latar belakang terpenting dari keharusan konstitusional untuk membentuk Undang-Undang Kementerian Negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 dimaksudkan untuk membatasi agar dalam membentuk kementerian negara guna melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, Presiden melakukannya secara efektif dan efisien.142Jabatan menteri dan kementerian tidak boleh diobral sebagai hadiah politik terhadap seseorang atau satu golongan, sekaligus tidak dapat sembarangan dibubarkan tanpa analisis yang mendalam bagi kepentingan negara dan bangsa seperti yang pernah terjadi di masa lalu.Dengan pembentukan wakil menteri yang terjadi berdasar fakta hukum143 sekarang, yakni pembentukan yang tanpa job analysis dan job specification yang jelas telah memberi kesan kuat bahwa jabatan wakil menteri hanya dibentuk sebagai kamuflase politik dan membagi-bagi hadiah politik.Hal ini nyata-nyata tidak sesuai dengan filosofi dan latar belakang pembentukan UU 39/2008 yang dalam implementasinya menimbulkan persoalan legalitas.
140 Suatu rumusan peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis.Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat, yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid), cita-cita keadilan (idée der gerechtigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée der zedelijkheid). Budiman N.P.D Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, (Yogyakarta : UII Press, cetakan kedua, 2005), hal. 33 141 Original intent erat kaitannya dengan asas formal pembentukan peraturan perundangundangan, yakni asas tujuan yang jelas (beginsel van duelijke doelsteeling), dengan demikian tujuan pembentukannya harus jelas dijelaskan baik dalam preambul maupun dalam penjelasannya.Ibid, hal. 28 142
Perspektif efektif dan efisien dalam konteks hukum modern harus sejalan dengan perkembangan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat yang menjadi pendukung dari system yang dipakai, untuk berlaku postulat “Hukum berkembang sesuai tersedianya sumber-sumber dalam masyarakat”. Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Yogyakarta : Genta Publishing, cetakan kedua, 2010), hal. 49 143
Fakta hukum dapat dikatakan pula das sein, sedangkan apa yang seyogyanya merupakan das sollen. Untuk memperjelas masalah ini silakan baca Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakan kedua, 2005), hal. 16
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
81 Ketujuh, terkait dengan jabatan karier, jika seorang wakil menteri akan diangkat dalam jabatan karier dengan jabatan struktural (Eselon IA) maka pengangkatannya haruslah melalui seleksi, dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Wakil Presiden atas usulan masing-masing instansi yang bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian mengusulkan pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai dengan penempatan yang bersangkutan.Menurut fakta di persidangan, para wakil menteri diangkat tanpa melalui prosedur tersebut dan pelantikannya dilakukan oleh Presiden sendiri di istana negara sehingga prosedurnya menggunakan prosedur yang berlaku bagi menteri, bukan prosedur yang berlaku bagi PNS yang menduduki jabatan karier. Dengan demikian unsur politisasinya sangat kental sekali, apalagi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga Presiden membentuk Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 yang dalam
Pasal 6
disebutkan bahwa Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri. Dengan telah diangkatnya beberapa Wakil menteri yang sebagian besar berasal dari Pegawai negeri Sipil dapat dinyatakan betapa kuatnya unsur politis144 dalam pengangkatan wakil Menteri. Kedelapan, komplikasi legalitas dalam pengangkatan wakil menteri seperti yang berlaku sebelum pembentukan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012, muncul juga terkait dengan berakhirnya masa jabatan.Jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat politik yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir bersama dengan periode jabatan Presiden yang mengangkatnya.Akan tetapi, jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak 144
Hasil kebijakan politik kemudian dibentuklah kebijakan hukum dengan pembentukan hukum, penemuan hukum dan penerapan hukum untuk dirumuskan menjadi politik hukum, maka perlu memahami kebijakan umum (politik publik). Baca R. Abdussalam, Politik Hukum, (Jakarta : Penerbit PTIK, 2011), hal. 67
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
82 serta
merta
berakhir
bersama
dengan
jabatan
Presiden
yang
mengangkatnya.Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wakil menteri berdasarkan fakta hukum yang ada sekarang ini?Apakah bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden yang mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu?Di sinilah letak komplikasi legalitas tersebut.145 Kesembilan, dengan adanya penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang menentukan bahwa wakil menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet adalah tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, sebab menurut pasal tersebut susunan organisasi kementerian terdiri dari atas unsur: pemimpin yaitu Menteri; pembantu pemimpin yaitu sekretariat jenderal; pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; pengawas yaitu inspektorat jenderal; pendukung, yaitu badan atau pusat; dan pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila wakil menteri ditetapkan sebagai pejabat karir, sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi kementerian, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil, yang berarti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sebagai konsekwensi Negara hukum demokratis, dimana demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan hukum ditentukan melalui cara-cara yang seharusnya demokratis berdasarkan konstitusi.146
2.2 Masa Jabatan Wakil Menteri Salah satu ciri negara hukum, yang disebut the rule of law147 atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan 145
Legalitas sangat erat kaitannya dengan ilmu hukum dogmatic yang merupakan ilmu yang bersifat sui generis yakni tidak dapat dibandingkan (diukur dan dinilia) dengan bentuk ilmu lain yang manapun. L.J Van Apeldoorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, Terjemahan Arief Sidharta, (Bandung : Refika Aditama, cetakan ketiga, 2009), hal. 55 146 Moh. Mahfud MD, Mengembalikan Daulat Rakyat Demokrasi Kita, Pidato Kebudayaan 2012, Yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta, Sabtu 10 November 2012, bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta, hal. 16 147
Konsep ini dipelopori oleh Albert Venn Dicey yang berkembang di Negara-negara Anglo Saxon yang memiliki cirri supremasi hukum, persamaan di depan hukum, dan konstitusi
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
83 kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hukum modern148 juga disebut sebagai negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi. Dalam gagasan yang sama, gagasan negara demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan istilah constitutional democracy yang dihubungkan dengan pengertian negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan dilakukan dengan pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaan dan pemisahan kekuasaan negara kedalam fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yang dapat dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalam mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itu adalah Montesquieu dengan teori trias politica-nya. Yaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif atau administratif, dan cabang kekuasaan yudisial.149 Menurut Maurice Duvenger, ada tiga macam usaha untuk dapat melaksanakan pembatasan kekuasaan penguasa itu, yang masing-masing bergerak dalam lapangan yang tersendiri. Tiga macam usaha tersebut ialah :150 1. Usaha yang pertama ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secara langsung. Di dalam usaha ini ada tiga macam cara umum dipergunakan, yaitu : a. Pemilihan para penguasa (Pembatasan masa jabatan)
yang berdasarkan hak-hak perseorangan. Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspekaspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, cetakan pertama, 2005), hal. 8 148
Menurut keyakinan politik Mac Iver, jalan paling baik untuk mencapai kesempurnaan manusia ialah demokrasi yang merupakan The Modern State. Djokosoetono, Kuliah Ilmu Negara, (Jakarta : In-Hill-Co, Edisi Revisi, 2006), hal. 41 149
Dalam konsep Negara hukum Stahl salah satunya Negara harus didasarkan pada ajaran trias politika, selain itu juga pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan administrasi.Untuk itu kemudian gagasan Stahl ini dikatakan sebagai gagasan Negara hukum formil, karena menekankan pada pemerintahan berdasarkan Undang-Undang. Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hal. 7 150
Maurice Duverger, Teori dan Praktek Hukum Tata Negara Indonesia, (Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1993), hal. 53-55
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
84 b. Pembagian kekuasaan (ekskutif, legislatif dan yudisial) c. Kontrol yurisdikasionil (check and balance) 2. Usaha yang kedua untuk membatasi kekuasaan penguasa ialah : menambah atau memperkuat kekuasaan pihak yang di perintah. Jadi daya kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh dari penguasa itu ditambah atau diperkuat. Tentu saja pengaruh-pengaruh dari penguasa sini dalam arti pengaruh-pengaruh yang bersifat melemahkan rakyat. 3. Usaha yang ketiga di dalam melaksanakan pembatasan kekuasaan penguasa, dapat juga dipertimbangkan suatu usaha untuk mengendalikan, kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau Negara yang satu, terhadap masyarakat atau Negara yang lain, dengan mengusahakan adanya semacam intervensi ini harus di laksanakan secara timbal-balik. Jika tegasnya diadakan pengawasan secara timbal-balik. Usaha ini disebut : pengendalian atau pembatasan secara federalisme. Ini pada azasnya terjadi pada pembatasan penguasa, oleh penguasa-penguasa lain di dalam menjalankan kekuasaan atas bangsa yang dikuasainya. Usaha ini dapat dibedakan dalam dua cara. a. Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalism yang bersifat intern, atau dalam Negara b. Pembatasan kekuasaan penguasa yang diselenggarakan oleh pengawasan internasional. Seringkali mendengar pandangan bahwa masa jabatan yang terlalu lama akan cenderung melahirkan sikap otoriter, hegemonic, dan korup.151 Oleh karena itu, masa jabatan harus dibatasi. Siapapun tidak boleh menjabat terlalu lama, agar tidak merugikan bagi siapapun. Sesungguhnya apapun saja yang disebut keterlaluan menjadi tidak baik, termasuk juga terlalu lama dalam memegang jabatan tertentu. Jika jabatan itu dipegang terlalu lama, maka akibatnya, baik yang menjabat maupun yang menjadi bawahan akan mengalami kebosanan. Pandangan 151 Dengan terjadinya berbagai kasus penyalahgunaan wewenang dan korupsi di Indonesia kemudian Tubagus R. Nitibaskara menyatakan perilaku aparat penegak hukum yang sewenang-wenang, koruptif dan melanggar hukum (a wide range of crime and illegal activities) secara ekstrem mengatakan hukum sebagai alat kejahatan (as a tool of crime). Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 122
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
85 tersebut tentu ada benarnya. Artinya, memang ada orang-orang yang menjabat terlalu lama menjadikan otoriter, hegemonic dan korup. Tetapi, hal itu juga tidak selalu demikian. Banyak juga orang yang menjabat terlalu lama, tetapi juga tidak melahirkan sifat-sifat seperti itu. Sebaliknya, banyak orang yang baru saja menjabat, tetapi sudah mulai bersikap otoriter dan bahkan juga korup.152 Kaitannya dengan masa jabatan Wakil Menteri, maka disini perlu melihat beberapa pengaturan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat sebelum dan sesudah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, mengingat setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 maka secara langsung dan tidak langsung mengubah tatanan dan struktur Wakil Menteri, selain diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga diakibatkan oleh adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai konsekwensi dan pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Wakil Menteri. Untuk itu dalam pembahasan ini akan dibahas menjadi 2 (dua) bagian, yakni sebelum dan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, diantaranya :
2.2.1
Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dengan demikian masih
berlaku peraturan perundang-undangan mengenai Wakil Menteri diantaranya Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara beserta penjelasannya, Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara dan Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 152
Untuk mengatasi Korupsi ini pernah diutarakan oleh Denny Indrayana mengenai langkah-langkah memberantas Korupsi, yang terangkum dalam 10 langkah memberantas Korupsi. Denny Indrayana, Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 197-199. Untuk membahas secara komprehensif mengenai cara memberantas korupsi ini juga dapat dijadikan rujukan bukunya Jeremy Pope, Strategi Membasmi Korupsi, (Jakarta : Transparency International (TI) Indonesia, cetakan pertama, 2003)
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
86 Sedangkan Keputusan Pengangkatan Wakil Menteri terdapat dalamKeputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011. Dalam beberapa berlakunya peraturan perundang-undangan dan keputusan mengenai Wakil Menteri sebagaimana tersebut diatas, tidak terdapat satupun pasal dan pengaturan mengenai masa jabatan Wakil menteri, untuk itu menimbulkan pertanyaan dan komplikasi legalitas153 dalam pengangkatan wakil menteriterkait juga dengan berakhirnya masa jabatan. Jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat politik154 yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir bersama dengan periode jabatan Presiden yang mengangkatnya. Akan tetapi, jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier155 maka jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak serta merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang mengangkatnya. Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wakil menteri berdasarkan fakta hukum yang ada sekarang ini? Apakah bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan
menteri
yang
dibantunya
dan
dalam
periode
Presiden
yang
mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu?Di sinilah letak komplikasi legalitas tersebut. Dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara menyatakan bahwa Wakil Menteri merupakan Pejabat Karir 153
Komplikasi legalitas yang dimaksud tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai masa jabatan Wakil Menteri, sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan terhadap masa berakhirnya jabatan Wakil Menteri. 154
Untuk membedakan Pejabat politik atau bukan, dapat dibedakan dari cara rekrutment, pengangkatan dan pemberhentiannya. Pejabat politik biasanya rekrutmentnya melalui pemilihan atau penunjukan secara langsung, sedangkan pengangkatannya tidak melalui prosedur sebagaimana pegawai negeri sipil yang terdapat seleksi fit and proper test, dan dari segi masa jabatan pejabat politik terdapat batas-batasnya yang sangat singkat. 155 Jabatan karir adalah Jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.Sumber UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
87 dan bukan merupakan anggota kabinet. Dengan demikian jelas bahwa Wakil Menteri sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 merupakan Pejabat Karir, akan tetapi bukan merupakan anggota kabinet.156 Hal itu yang kemudian dinilai sebagai bentuk politisasi pegawai negeri sipil, dengan modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden (kroni-kroni Presiden) hal ini adalah dapat dibuktikan dengan diterbitkannya revisi Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara pada tanggal 13 Oktober 2011 menjadi Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011. Selain itu dengan tidak adanya ketentuan pasal yang mengatur mengenai syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil menteri, tidak ada kualifikasi jabatan apakah wakil menteri merupakan jabatan struktural atau jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur mengenai cara pemberhentian wakil menteri. Serta menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang jabatan wakil menteri adalah jabatan
karier
dari PNS
tetapi dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan struktural ataukah jabatan fungsional.157 Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN di persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Februari 2012 jabatan karier bagi PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Persoalannya, jika dianggap sebagai jabatan struktural158 maka yang bersangkutan haruslah menduduki jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian, pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal. Akan tetapi 156
Angota kabinet merupakan istilah yang digunakan untuk setiap pembantu Presiden yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi… Lock cit, Hal. 175 157
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah.Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.Jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi tertentu.Sedangkan jabatan fungsional ketrampilan adalah kedudukan yang mengunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan. 158
Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
88 jika jabatan wakil menteri tersebut diperlakukan sebagai jabatan fungsional masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda yang kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional. Adalah tidak masuk akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional. Lagipula jabatan fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundangundangan dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke dalam jenis tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan tinggi misalnya, semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik. Pertanyaannya, kalau jabatan wakil menteri dianggap sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan perundang-undangan? Dengan demikian berakhirnya jabatan Wakil Menteri sebelum adanya Putusan
Mahkamah
konstitusi
Nomor
79/PUU-IX/2011
menjadi
tidak
jelas,dikarenakan menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier, sehingga tidak serta merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang mengangkatnya. Akan tetapi penjelasan Pasal 10 UndangUndang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara kemudian dinyatakan tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011.
2.2.2
Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 terjadi
perubahan besar-besaran mengenai tatanan dan struktur Wakil Menteri, selain diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga diakibatkan oleh adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai konsekwensi dan pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Wakil Menteri. Mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wakil Menteri adalah
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
89 yakni tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukumnya penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal itu dikarenakan tidak memenuhi pula syarat formil. 159 Karena menambahkan sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma Dasar.160 Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juga merupakan bukan lagi sebagai tafsiran resmi dari sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan tersebut telah membentuk norma tersendiri hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang tegas mengatakan bahwa penjelasan itu tidak boleh demikian. Selain itu pengaturan yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dalam praktiknya telah menimbulkan persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum karena tidak sesuainya implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian atau peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan dan birokrasi. Dengan tidak diberlakukan dan tidak berkekuatan hukumnya161 penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka secara langsung merubah tatanan dan struktur Wakil menteri melalui dikeluarkannya Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang mengatur secara khusus mengenai hal-hal yang menjadi perhatian dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, termasuk didalamnya mengatur mengenai masa jabatan Wakil menteri. Selain itu Presiden juga memperbaiki Keputusan Presiden sebelumnya, yakni melalui Keputusan Presiden 159
Dalam arti formil adalah dari segi prosedural sebagaimana telah ditentukan syaratsyarat pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Baca Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi, suatu studi tentang Adjudikasi Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta : Pradnya Paramita, cetakan pertama, 2006), hal. 280 160
Terdapat 2 (dua) hal penting sebelum peraturan perundang-undangan diberlakukan, yang (pertama) adalah penyusunannya (costruction) dan penafsirannya (interpretation). Hal itu sangat tergantung pada bahasa tulisan didalamnya, penggunaan penafsiran medium bahasa menjadi sangat penting, bahkan sangat menentukan apakah suatu peraturan perundang-undangan akan mencapai maksud dan tujuannya atau tidak. Maria Farida Indrati, Ilmu PerundangUndangan, Proses dan Teknik Pembentukannya, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, cetakan ke-10, 2012), hal. 202 161
Pelaksanaan dan akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi terutama dalam pengujian Undang-Undang adalah bersifat declaratoir constitutief, artinya putusan MK tersebut menciptakan atau meniadakan suatu keadaan hukum baru atau membentuk hukum baru sebagai negatife legislatore. Maruar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta : Konstitusi Press, 2005), hal. 206
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
90 nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, KeputusanPresiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri. Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri disebutkan bahwa “masa jabatan Wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan”. Selain itu dipertegas dalam Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri adalah “masa jabatan paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 - 2014”. Dengan demikian jelas bahwa maja jabatan Wakil Menteri sama dengan masa jabatan Presiden dan Menteri. Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 yang kemudian dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan untuk mengakomodir isi putusan Mahkamah konstitusi tersebut. Terlebih lagi dalam Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri disebutkan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri”, dengan demikian maka dari segi jabatannya sangat jelas tegas sekali merupakan jabatan politik, yang hampir sama dengan jabatan Kementerian Negara. Namun dalam hal terdapat ketimpangan mengingat Wakil Menteri awalnya harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan pada saat ini Wakil Menteri diperbolehkan berasal dari bukan Pegawai Negeri Sipil.Apalagi orang-orang yang diangkat sebagai Wakil Menteri rata-rata berstatus sebagai pegawai negeri sipil.Dengan demikian telah terjadi politisasi terhadap pengangkatan Wakil Menteri.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
91 2.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri Dalam beberapa literature ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban162 begitu juga dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.163 Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Dalam kamus hukum ada dua istilah menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability (the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being responsible). Liability merupakan istilah hukum yang luas (a broad legal term) yang di dalamnya mengandung makna bahwa menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Sementara itu responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan
atas
suatu
kewajiban,
dan
termasuk
putusan,
keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban 162
Menurut Logemann bahwa Negara merupakan organisasi jabatan “de staat is ambtenorganisatie” dan dalam suatu Negara itu ada jabatan pemerintahan yakni lingkungan pekerjaan tetap yang dilekati dengan wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Seperti yang diutarakan oleh Julista Mustamu, Diskresi dan Tanggungjawab Pemerintahan, Dalam Jurnal SASI, Vol. 17, Bulan April-Juni 2011, hal.6 163 Untuk memahami secara luas mengenai konsep-konsep pertanggungjawaban yang salah satunya mengulas mengenai pertanggung jawaban secara politis, sialakan baca Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 335-337
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
92 bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apa pun yang telah ditimbulkannya. Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability).164 Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum.165 Sanksi dikenakan deliquet,
karena
perbuatannya
sendiri
yang
membuat
orang
tersebut
bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility).166 Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. 167 Tiada hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari perbuatannya. Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban, yaitu : a. Teori Risiko (Risk Theory) yang kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) atau tanggung jawab objektif (objective responsibility), yaitu bahwa suatu negara mutlak bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat membahayakan (harmful effects of untra-hazardous activities) walaupun kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah menurut hukum. 164
Tanggung jawab seorang administrator juga pernah dikemukakan oleh Yunus diantaranya (1) tanggung jawab disiplin, (2) tanggung jawab hukum, baik pidana maupun perdata, (3) tanggung jawab keuangan, dan (4) tanggung jawab politis. Benny M. Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Penerbit Alumni, 1980), hal.33 165
Namun suatu kebijakan tidak mungkin diajukan ke Pengadilan apalagi dikenakan hukum pidana karena dasar hukum kebijakan yang akan menjadi dasar hukum penuntutannya tidak ada. Hal ini disebabkan suatu kebijakan pada umumnya berjalan tidak seiring atau belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Arifin Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan Praktik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal. 198 166
Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006. Hlm 61 167
Namun pengecualian dari itu adalah kebijakan penguasa dalam kategori beleidsvrijheid, yaitu tugas-tugas militer, politonil, hubungan luar negeri, pekerjaan untuk kepentingan umum, keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu atau dalam mengambil tindakan darurat. Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, (Surabaya : Peradaban, Edisi Revisi, 2007), hal.119
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
93 b. Teori Kesalahan (Fault Theory) yang melahirkan prinsip tanggung jawab subjektif (subjective responsibility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu. Telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.Berdasarkan yurisprudensi Conseil d’Etat, pemerintah atau negara dibebani membayar ganti rugi kepada seseorang rakyat atau warga negara yang menjadi korban pelaksanaan tugas administratif.
Dalam
perspektif
hukum
publik,
tindakan
hukum
pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan dipergunakan beberapa instrumen hukum dan kebijakan seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan ketetapan.168 Bothlingk memberikan tiga contoh onbevoegd (pejabat tidak berwenang) yaitu:169 a. Ia menggunakan cara yang tidak sejalan dengan kewenangan yang diberikan kepadanya. b. Ia melakukan tindakan dengan cara kewenangan yang diberikan kepadanya, tetapi diluar pelaksanaan tugas. c. Ia melakukan tindakan dengan cara kewenangan yang diberikan kepadanya di dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi tidak sesuai dengan keadaan yang diwajibkan untuk pelaksanaan selanjutnya. Apabila dihubungkan dengan pertanggung jawaban wakil Menteri, maka baik sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUUIX/2011 tidaklah jauh berbeda, mengingat dalam peraturan perundang-undangan yang dipakai dalam waktu sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi 168
Namun yang harus diingat adalah harus dibedakan antara pertanggungjawaban atas nama jabatan dan pertanggung jawaban secara pribadi. Pertanggungjawaban atas nama jabatan adalah pertanggung jawaban atas nama fungsi dan wewenang secara hukum, sedangkan pertanggungjawaban pribadi berkaitan erat dengan Maladministrasi dalam penggunaan wewenang maupun Public Services.Julista Mustamu, Opcit, Hal. 6-8 169 Untuk mengatahui mengetai beberapa teori mengenai contoh onbevoegd (pejabat tidak berwenang), dapat dibaca di buku F.R. Bothlingk, Het Leerstuk der vertegenwoordigingen zijn Toepassing op ambtsdragers in Nederland en in Indonesia, (Juridishe Boekhaldel en Uitgeverrij A. Jongbloed & Zoon’s-Gravenhage, 1954), hal 32
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
94 nomor 79/PUU-IX/2011 sama-sama menyatakan “Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Dengan demikian tidak terlalu banyak perubahan yang cukup mendasar mengenai pertanggungjawaban Wakil Menteri tersebut. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pertanggungjawaban Wakil Menteri adalah diantaranya Pasal 70 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 jo Pasal 70 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 jo Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012. Namun yang harus digarisbawahi adalah bahwa baik Menteri maupun Wakil Menteri sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, untuk itu menimbulkan pertanyaan bagaimana apabila seorang Wakil Menteri tidak melakukan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan yang telah ada yakni tidak melakukan pertanggungjawaban kepada Menteri, karena dianggap bahwa antara Menteri dan Wakil Menteri dari segi proses dan tata cara pengangkatannya adalah hampir sama, sehingga dianggap Wakil Menteri tidak harus melakukan pertanggungjawaban kepada Menteri sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Maka akibat hukum170 apa yang dapat diterima oleh seorang Wakil Menteri yang melakukan hal yang demikian? Itulah letak persoalannya selama ini yang menjadi pertanyaan, mengingat Menteri dan Wakil Menteri sama-sama diangkat oleh Presiden, akan tetapi pertanggungjawaban Wakil Menteri kepada Menteri. Apa yang melatarbelakangi hal yang demikian? Peristiwa hukum171 itulah yang harus dijawab oleh pembentuk peraturan perundang-undangan.
2.3.1 Sifat Pertanggungjawaban Wakil Menteri Berdasarkan uraian mengenai pertanggungjawaban Wakil Menteri sebelumnya, maka pertanggungjawaban Wakil Menteri dapat dibedakan menjadi 170
Akibat hukum merupakan implikasi yang ditimbulkan dengan adanya perubahan, pembatalan, penggantian suatu peraturan perundang-undangan. Ikhsan Rosyana Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi, Memahami Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, cetakan pertama, 2006), hal. 31 171
Peristiwa hukum adalah merupakan peristiwa yang diatur oleh hukum, untuk itu dari segi isinya peristiwa hukum dibedakan menjadi keadaan tertentu, kejadian alam, kejadian fisik yang menyangkut kehidupan manusia. Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, cetakan ketiga, 2009), hal. 245-246
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
95 2 macam, yaitu pertanggungjawaban wajib dan pertanggungjawaban yang tidak bersifat
wajib.
Pertanggungjawaban
wajib
erat
kaitannya
dengan
pertanggungjawaban intern172 yang merupakan perintah peraturan perundangundangan, yakni Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri, sehingga Wakil Menteri wajib melakukan pertanggungjawaban kepada Menteri, begitu juga Menteri wajib meminta pertanggungjawaban dari seorang Wakil Menteri yang telah membantu Menteri dalam menjalankan tugas dan wewenang di Kementerian. Sedangkan pertanggungjawaban yang tidak wajib erat kaitannya dengan ekstern173,
pertanggungjawaban bertanggungjawab
kepada
yakni
Presiden
Wakil
selaku
Menteri
lembaga
tidak
yang
wajib
melakukan
pengangkatan Wakil Menteri dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan
secara
khusus.
Wakil
Menteri
cukup
memberikan
pertanggungjawabannya kepada Menteri, untuk kemudian Menteri yang menyampaikan mengenai tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan bersama-sama Wakil Menteri dalam rapat kabinet. Hal itu merupakan representasi dari Wakil Menteri merupakan pembantu Menteri. Akan tetapi meskipun Wakil Menteri tidak wajib melakukan pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, Wakil Menteri secara moral wajib mempertanggungjawabkan segala tugas dan tanggungjawabnya kepada Presiden, karena Presiden yang telah melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri, pertanggungjawaban moral tidak akan bersanksi hukum, akan tetapi pertanggungjawaban wajib, bersanksi politis. 174
2.3.2 Pertanggungjawaban Wakil Menteri di bidang Politik Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertanggungjawaban politik erat kaitannya dengan Responsibility, yang berarti hal yang dapat 172
Intern dalam artian internal atau didalam kementerian tertentu, misal di internal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 173
Ekstern merupakan lembaga diluar lembaga kementerian tertentu yang tidak memiliki hubungan kelembagaan 174
Teori-teori mengenai tanggung jawab Presiden dapat dibaca dan dipelajari dalam disertasi Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden RI, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, hal.153
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
96 dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan. Pada praktek ketatanegaraan di Indonesia menunjukkan bahwa pertanggungjawaban dibidang politik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu pertanggungjawaban wajib dan pertanggungjawaban sukarela. Pertanggungjawaban wajib yakni apabila Menteri menetukan jadwal dan kapan waktu Wakil Menteri dalam melaporkan segala kegiatan,
tugas
dan
tanggung
jawabnya
kepada
Menteri.
Sedangkan
pertanggungjawaban sukarela merupakan pertanggungjawaban dalam waktuwaktu tertentu yang tidak terjadwal dan Menteri membutuhkan informasi terkait dengan perkembangan tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan oleh Wakil Menteri. Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang politik juga mencakup terhadap pertanggungjawaban terhadap kebijaksanaan penggunaan keuangan Wakil Menteri. Penggunaan keuangan dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab Wakil Menteri juga merupakan tanggung jawab Wakil Menteri dalam bidang politik, karena yang dipertanggungjawabkan adalah pemanfaatan keuangan Negara. 175 Meskipun dalam tugas dan wewenang Wakil Menteri dalam beberapa peraturan perundang-undangan tidak disinggung mengenai hal ini, namun dalam praktek biasanya sangat tidak mungkin berkaitan dengan penggunaan anggaran Negara. Untuk itu yang demikian itu juga termasuk dalam kategori pertanggungjawaban secara politik Wakil Menteri.
2.3.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Hukum Pertanggungjawaban
dibidang
hukum
sangat
berkaitan
dengan
pembahasan sebelumnya yakni Liability, yang merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau 175
Pengertian keuangan Negara secara gramatikal berarti segala sesuatu yang dinilai dengan uang Negara atau tentang uang yang dimiliki Negara dalam menggunakan uangnya, sehingga dianggap sebagai hak dan kewajiban. Dian Puji N. Simatupang, Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, (Jakarta : Badan Penerbit FHUI, 2011), hal. 110
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
97 kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan peraturan perundangundangan. Untuk itu cakupannya sangat luas sekali, sehingga segala yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dapat dimasukkan dalam pertanggungjawan di bidang hukum ini. Pertanggungjawaban dibidang hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu, pertanggungjawaban pelaksanaan hukum dan pertanggungjawaban terhadap pelanggaran
hukum.
Pertanggungjawaban
terhadap
pelaksanaan
hukum
merupakan pertanggungjawaban Wakil Menteri sesuai dengan yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan, baik secara atribusi, delegasi maupun mandate. Untuk itu sifatnya merupakan representasi dari kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan pertanggungjawaban terhadap pelanggaran hukum merupakan tanggungjawab Wakil Menteri terhadap segala perbuatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya yang kemudian terjadi pelanggaran maupun akibat hukum baik perdata, pidana maupun administrasi, dalam hal ini Wakil Menteri wajib mempertanggungjawabkannya sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
2.3.4 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Moral Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang moral176 didasarkan atas 2 (dua) aspek pemikiran, yaitu :177 1. Setiap orang memiliki naluri untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk 2. Indonesia adalah Negara Demokratis yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Sebenarnya 2 (dua) aspek pemikiran diatas saling berkait erat, dalam artian nilainilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berfungsi sebagai criteria untuk membedakan sesuatu yang baik dan sesuatu yang tidak baik. Dengan demikian Wakil Menteri dalam melaksanakan tugas dan 176 Moralitas (dari kata Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya, segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. K. Bertens, Etika, (Jakarta, Gramedia, 2011), hal 7 177
Susilo Suharto, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cetakan pertama, 2006), hal. 67
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
98 tanggungjawabnya harus selalu berpegang teguh pada kedua aspek pemikiran diatas, sehingga segala bentuk perbuatannya mencerminkan tujuan dasar bernegara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Negara berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menuntut setiap keputusan harus mencerminkan nilai-nilai moral178 yang sesuai dengan moral yang terkandung dalam Pancasila. Wakil Menteri selaku aparat administrasi mempunyai tugas pokok melaksanakan hukum positif, dan tidak dibenarkan mengabaikan prinsip-prinsip moral.
2.4 Pemberhentian Wakil Menteri Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya bahwa untuk mengetahui masa jabatan Wakil Menteri, maka disini perlu melihat beberapa pengaturan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat sebelum dan sesudah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, mengingat setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 maka secara langsung dan tidak langsung mengubah tatanan dan struktur Wakil Menteri, selain diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga diakibatkan oleh adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai konsekwensi dan pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Wakil Menteri. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 atau dalam waktu berlakunya Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara beserta penjelasannya, jo Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, jo Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara jo Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi 178
Nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai tersendiri di samping kategorikategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya.Setiap nilai dapat diperoleh suatu bobot moral, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Walaupun nilai-nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Hal itu bisa menjadi lebih jelas jika kita mempelajari cirriciri khusus dari moral.Opcit, hal. 153
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
99 Kementerian Negarajo Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, jo Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, jo Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011tidak mengatur sedikitpun mengenai berakhirnya jabatan Wakil Menteri. Sehingga berlaku analogi dikarenakan Wakil Menteri pada saat itu diangkat dari pejabat karir atau pegawai negeri sipil, maka berakhirnya masa jabatannya tidak terhingga dan berlaku peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, maka dikeluarkanlah Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang mengatur secara khusus mengenai hal-hal yang menjadi perhatian dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, termasuk didalamnya mengatur mengenai masa jabatan Wakil menteri. Selain itu Presiden juga memperbaiki Keputusan Presiden sebelumnya, yakni melalui Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010,Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yakni “masa jabatan Wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan” sehingga dengan demikian masa jabatan paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 – 2014. Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 yang kemudian dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan untuk mengakomodir isi putusan Mahkamah konstitusi tersebut. Terlebih lagi dalam Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri disebutkan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri”, dengan demikian maka dari segi jabatannya sangat jelas tegas sekali merupakan jabatan politik, yang hampir sama dengan jabatan Kementerian Negara. Namun dalam hal terdapat ketimpangan mengingat Wakil Menteri awalnya harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan pada saat ini Wakil Menteri
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
100 diperbolehkan berasal dari bukan Pegawai Negeri Sipil.Apalagi orang-orang yang diangkat sebagai Wakil Menteri rata-rata berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
2.4.1 Masa Jabatan Berakhir Dalam kriteria yang pertama ini merupakan kriteria yang bersifat normatif, yakni sesuai masa jabatan yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai lembaga yang bersangkutan. Selain itu dapat ditentukan melalui Surat Keputusan Pengangkatan yang bersangkutan dalam menjabat jabatan tertentu dalam suatu lembaga Negara. Dalam hal ini sama saja sebagai pembatasan masa jabatan, pembatasan masa jabatan itu terdapat beberapa ragam dan macamnya, ada yang dibatasi melalui umur, ada yang berdasarkan periode jabatan, ada yang berdasarkan kompetensi, ada yang berdasarkan periode tertentu yang ditentukan dengan alasan-alasan tertentu pula, dan lain sebagainya. Terkait masa jabatan Wakil Menteri maka harus melihat kepada aturan normatif yakni Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang menyatakan “Masa jabatan Wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan”. Selain itu dipertegas melalui Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yakni “masa jabatan paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 – 2014. Dengan demikian berakhirnya jabatan Wakil Menteri sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Peraturan perundang-undangan yakni sama dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 sampai dengan 2014. Sehingga selesai pula hak dan tanggung jawab jabatan, fungsi, wewenang beserta tunjangan-tunjangan yang melekat pada Wakil Menteri sebelumnya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
101 2.4.1 Sebelum Masa Jabatan Berakhir Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pemberhentian Wakil Menteri dari sisi normatifnya, yakni dikarenakan masa jabatannya berakhir, maka dengan demikian selesai juga segala bentuk hak dan tanggung jawab jabatan, tugas,
wewenang
serta
tunjangan
yang
didapatnya.
Berbeda
dengan
pemberhentian jabatan Negara sebelum masa jabatannya berakhir, yakni dalam kebiasaan terdapat beberapa pola, pola pertama biasanya berakhirnya jabatan tertentu dalam suatu Negara diatur melalui peraturan perundang-undangan. Namun terdapat pula yang berlaku sesuai dengan kebiasaan yang terjadi dan terusmenerus dijadikan pijakan hukum dalam menjalankan kenegaraan dalam suatu Negara, sehingga berlaku seperti halnya norma yang mengikat yang dipatuhi oleh semua kalangan dalam suatu Negara. Dalam konteks Wakil Menteri memang secara normatif tidak diatur mengenai pemberhentian diluar masa jabatannya telah berakhir seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadi
pemberhentian Wakil Menteri sebelum masa jabatannya habis, meskipun secara normatif tidak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan mengenai Wakil Menteri. Hal itu tentu juga dimungkinkan akan menimbulkan persoalan yang serius, meskipun Presiden memiliki otoritas penuh (hak perogratif) untuk mengangkat dan memberhentikan Wakil Menteri. Tentunya untuk menghindari adanya tindakan yang sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan hukum dalam melakukan pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri oleh Presiden, maka perlu diatur dan dipertegas mengenai mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri. Dalam kebiasan yang terjadi baik secara normatif yang telah diatur maupun yang tidak diatur secara normatif dalam peraturan perundang-undangan, terdapat beberapa motif dan cara terhadap pemberhentian jabatan publik sebelum masa jabatannya berakhir, yakni sebagai berikut : a. Atas permintaan sendiri Pemberhentian masa jabatan sebelum masa jabatannya berakhir dalam
kategori
ini
merupakan
secara
sukarela
dan
tidak
dipaksanakan.Permintaan sendiri mengandung arti dan makna terdapat keadaan dimana Pejabat yang bersangkutan memiliki alasan-alasan yang
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
102 secara khusus dapat dipertanggungjawabkan, meskipun alasan tersebut kadang
bukan
merupakan
alasan
yang
sebenarnya
menjadi
alasan.Pengunduran diri seseorang atau yang dikenal dengan istilah resignations pemberhentian
pada
beberapa
yang
negara
dikarenakan
bukan adanya
merupakan suatu
alasan
pendakwaan
(pemakzulan/impeachment). Pengunduran diri hanyalah salah satu alasan terjadi lowongnya jabatan yang merupakan penggantian terhadap jabatan yang lowong tersenut.Pengertian berhenti mengandung konotasi atas kemauan sendiri bukan dipaksakan.Jika dilihat pendapat Jimly Asshidiqqie pengertian berhenti jika dikaitkan dengan berhentinya Presiden Soeharto dapat diartikan sebagai tindakan atau pernyataan mengundurkan diri sepihak karena alasan-alasan yang dapat dipertanggug jawabkan. 179 Pemberhentian suka rela sangat berbeda dengan pemberhentian melalui jalur pendakwaan (pemakzulan/impeachment). Secara suka rela berarti atas permintaan sendiri tanpa adanya tekanan apalagi dakwaan dari pihak manapun. Dengan demi fakta hukumnya berbeda sama sekali dengan pemberhentian atas permintaan sendiri.180 Mekanisme permintaan sendiri ini tentunya juga terdapat persoalan, bagaimana kemudian apabila permintaan tersebut tidak diindahkan,tidak mendapat persetujuan oleh Pejabat yang lebih tinggi atau pejabat yang melakukan pengangkatan atau oleh pejabat yang memilki otoritas untuk memberikan rekomendasi atau ijin terhadap permintaan yang dimintakan. Dengan demikian permintaan pengunduran diri tidak mutlak dapat dilakukan, hal itu sangat berhubungan dengan pejabat yang berwenang memberikan ijin untuk mengijinkan atau tidak. Karena
179
Jimly Asshiddiqie, “Pemberhentian dan Penggantian Presiden” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (Intregitas, Konsistensi Seorang Sarjana Hukum), Editor oleh A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurjahjo, (Jakarta: Pusat Studi HTN, 2000), hal. 130. 180
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), hal. 97. Pengertian berhenti dibedakan dengan pengertian diberhentikan. Sebagai dijelaskan Harun Alrasid Istilah berhenti sebagaimana digunakan oleh pembuat UUD Amerika Serikat ialah resignation. Sedangkan kata diberhentikan mengandung pengertian atas kemauan orang lain, yang oleh pembuat UUD Amerika Serikat disebut removal from office.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
103 tentunya akan terdapat konsekwensi hukum apabila tidak mengindahkan rekomendasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. b. Berhalangan tetap Yang dikatakan berhalangan tetap adalah tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban secara terus menerus, sehingga dapat mengganggu terhadap tugas pokok yang menjadi tugas dan tanggung jawab pejabat publik yang bersangkutan.Dalam beberapa literature menyebutkan bahwa berhalangan tetap
terdapat berbagai macam
motif
dan
praktek
dilapangannya. Berhalangan tetap ada yang berarti sakit yang akut, sehingga mengganggu kesehatan dari pejabat yang bersangkutan dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya. Ada kalanya berhalangan tetap dikarenakan gangguan kejiwaan atau tidak lagi dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehingga mengganggu proses pekerjaannya. Berhahalangan tetap juga berarti meninggal dunia, dengan demikian secara otomatis tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai pejabat publik. Adapun yang membedakan antara berhenti karena permintaan dengan pemberhentian karena berhalangan tetap adalah terletak pada tata cara pemberhentiannya. Kalau berhenti karena adanya permohonan maka seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pejabat tersebut dapat diperkenankan sesuai dengan atasan yang bersangkutan, dapat juga diperkenankan akan tetapi dengan syarat-syarat tertentu misalnya harus menyelesaikan seluruh tugas yang berkaitan dengan penanganan yang telah terlanjur ditangani sampai dengan selesai. Akan tetapi berbeda dengan dengan pemberhentian dikarenakan berhalangan tetap, pada pemberhentian ini secara otomatis berdasarkan pertimbangan yang tidak terlalu rumit pejabat yang berwenang dapat menentukan untuk segera untuk memberhentikan pejabat yang berhalangan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberhentian yang demikian secara tidak sukarela diinginkan oleh yang bersangkutan, akan tetapi dikarenakan sebab-sebab tertentu sehingga harus diberhentikan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
104 c. Sungguh-sungguh melanggar Hukum Pada model pemberhentian terakhir merupakan pemberhentian dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.181 Perundang Undangan yang dimaksud dapat berupa peraturan perundangundangan yang berlaku di internal maupun yang berlaku secara umum bagi seluruh lapisan masyarakat. Dapat pula dikarenakan melanggar sumpah dan janji jabatan yakni tidak lagi bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang wajib dipatuhi dalam instansi tertentu, sehingga pejabat yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya. Pada model yang terakhir ini merupakan pola pemberhentian dengan paksaan dengan mekanisme yang tidak diinginkan apalagi dimohonkan oleh pejabat yang sedang menjabat jabatan tertentu dalam suatu Negara. Adapun mengenai pola dan mekanisme pemberhentiannya berbeda-beda
sesuai dengan
yang diambil dalam
instansi
yang
bersangkutan, ada yang melalui beberapa peringatan terlebih dahulu, ada pula yang langsung dikenakan sanksi dengan memberhentikan pejabat yang bersangkutan. Melanggar hukum yang dimaksud adalah melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar dalam melakukan pemberhentian terhadap pejabat publik yang bersangkutan, tentunya dengan mekanisme dan tata cara yang berlaku dalam instansi yang bersangkutan. Apabila dibandingkan antara pemberhentian model permintaan, model berhalangan tetap dan model sungguh-sungguh melanggar hukum maka yang paling tidak diinginkan oleh pejabat adalah mekanisme atau tata cara yang ketiga ini, mengingat kategori ketiga ini terdapat unsur paksaan agar tidak lagi menjabat jabatan yang dijabat sebelumnya. Untuk itu yang demikian sangat dihindarkan oleh siapapun yang sedang menduduki jabatan tertentu dalam suatu Negara. Untuk itu kemudian terdapat beberapa orang yang menjabat melakukan berbagai macam cara 181
Pemberhentian model seperti ini yang merupakan model pendakwaan yang terdapat pelanggaran terhadap ketentuan hukum dan perundang-undangan serta norma-norma yang terkandung dalam suatu instansi atau lembaga yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
105 untuk mempertahankan jabatannya, baik cara-cara yang benar dan konstitusional maupun cara-cara yang tidak baik dan inkonstitusional.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
106 BAB 3 KEDUDUKAN WAKIL MENTERI
3.1 Tugas dan Wewenang Wakil Menteri Wewenang menurut kamus Besar bahasa Indonesia 182 didefinisikan sebagai kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain; fungsi yang boleh tidak dilaksanakan. Kewenangan dalam literature bahasa inggris disebut authority atau competence, sedang dalam bahasa Belanda disebut gezag atau bevoegdheid.183 Adapun istilah kewenangan sering disejajarkan begitu saja dengan istilah wewenang.Istilah wewenang digunakan dalam bentuk kata benda sering disejajarkan dengan istilah "bevoegheid" dalam istilah hukum Belanda. Menurut Philipus M. Hadjon, jika dicermati istilah kewenangan ada sedikit perbedaan dengan istilah "bevoegheid". Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah "bevoegheid" digunakan, dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum privat.Dalam hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik.184 Ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Penulis dapat membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid). "Kewenangan" adalah apa yang disebut "kekuasaan formal", kekuasaan yang berasal kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan "wewenang" hanya mengenai suatu "onderdeel" (bagian) tertentu saja dari 182
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, 1995.Hal. 523 183
Komponen kewenangan badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang membuat peraturan kebijakan (‘bleidsregel’) tidak memiliki kewenangan perundang-undangan (‘geen bevoegdheid tot wetgeving’), namun secara tidak langsung mengikat para warga, sebagaimana halnya dengan kaidah-kaidah juridische regels. Baca Laica Marzuki, Peraturan Kebijakan (‘Bleidregel’) : Hakikat serta fungsinya selaku sarana Hukum Pemerintahan, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi Negara dan Good Governance, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2012), hal 58 184
Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hal. 1
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
107 kewenangan. Kewenangan bidang kekuasaan kehakiman atau kekuasaan mengadili sebaiknya sebut kompetensi atau yurisdiksi walalupun dalam praktik perbedaannya tidak selalu dirasakan perlu.185 Di
dalam
kewenangan
terdapat
wewenang-wewenang
(rechtsbe
voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintahan (besluit), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan pembentukan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam undang-undang dasar. Menurut Harjono, membicarakan masalah wewenang, terlebih dahulu harus mengetahui apa beda antara fungsi dan tugas, baru kemudian membicarakan masalah apa yang dimaksud dengan wewenang serta kapan kata kewajiban lebih tepat untuk dipergunakan. 186 Penggunaan katakata tersebut tidaklah hanya didasarkan atas makna kata secara harfiah, tetapi juga perlu untuk dipertimbangkan kaitannya secara utuh antara yang satu dan yang lain. Berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wakil Menteri, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri, diantanya adalah sebelum dan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUUIX/2011. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUUIX/2011, tugas dan wewenang Wakil Menteri diatur secara umum melalui Pasal 69 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang menyatakan :
Pasal 69 “Wakil Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian”
185
Ibid, hal. 2
186 Untuk mengetahui mengenai hal itu dapat dibaca dalam Harjono, Beberapa Catatan tantang Undang-Undang, Disampaikan dalam seminar sehari, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Surabaya dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, 9 Juli 1993
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
108 Sedangkan secara khusus mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 diatur dalam Pasal 69A, Pasal 69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara diantaranya adalah :
Pasal 69A “Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 69, yaitu : a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian. Pasal 69B Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 69A meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan; d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian; f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian; g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri; h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri. Pasal 69C Bidang rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Pasal 69A dan Pasal 69B, diatur lebih lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan.”
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
109 Dengan demikian tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011mempunyai tugas membantu187 Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian, selain itu dalam hal tertentu Presiden atau melalui Menteri dapat memberikan tugas khusus kepada Wakil Menteri. Untuk itu dapat dikatakan Wakil Menteri tidak hanya membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian, akan tetapi juga membantu Presiden sebagai kepala Pemerintahan, 188 namun yang perlu dipertanyakan adalah hal tertentu yang bagaimana sehingga Presiden dapat memberikan tugas khusus kepada Wakil Menteri, hal itu yang harus dijelaskan oleh Presiden kepada publik, agar tidak terjadi kerancuan antara tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Menteri dan Wakil Menteri. Selain itu juga diatur mengenai bidang rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Pasal 69A, Pasal 69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dapat diatur lebih lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan. Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 tidak jauh berbeda dengan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011, yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri diantaranya : Pasal 2 “(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian” (2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
187
Membantu tersebut bukan merupakan pembagian tugas, akan tetapi lebih kepada pengertian pelimpahan tugas oleh pejabat atasannya, dalam hal ini yakni Menteri dalam Kementerian tertentu. Mengenai Kata Wakil ini pernah dibahas oleh Solly Lubis, Beberapa Catatan Mengenai Wakil Presiden, yang dihimpun Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), Hal. 216-217 188 Presiden seagai kepala Negara dan kepala Pemerintahan merupakan salah satu cirri system Pemerintahan Presidensial. Jimly Asshiddiqy memberikan cirri-ciri penting Pemerintaha Presidensial, diantaranya dapat dibaca lebih lanjut pada Jimly Asshiddiqy, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), Hal.204-206
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
110 a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian. Pasal 3 Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan; d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian; f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian; g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri; h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.” Apabila dikaji secara seksama, maka sebenarnya tidak terdapat perubahan yang signifikan antara tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011. Hanya saja dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara tersebut, dapat diatur lebih lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan. 189
189
Sebagaimana contoh dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menuangkan beberapa mengenai tugas pokok Wakil Menteri dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai tugas Wakil Menteri, didalamnya memuat mengenai tugas dan wewenang lebih
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
111 3.1.1 Jenis Kewenangan Wakil Menteri Menurut
Prajudi
Atmosudirdjo,
membedakan
antara
wewenang
(competence, bevoegdheid) dan kewenangan (author, gezag).Walaupun dalam prakteknya perbedaan tidak selalu perlu. Kewenangan apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undangundang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Untuk itu tipe kewenangan menurut Prajudi Atmosudirdjo berdasarkan jenisnya, yaitu :190 a. Kewenangan Prosedural, yaitu berasal dari Peraturan Perundangundangan b. Kewenangan Substansial, yaitu bersal dari tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental. Sedangkan jenis-jenis wewenangberdasarkan sumbernya wewenang dibedakan menjadi dua yaitu wewenang personal dan wewenang ofisial.191 a. Wewenang Personal Bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau normal, dan kesanggupan untuk memimpin. b. Wewenang Ofisial Merupakan wewenang resmi yang di terima dari wewenang yang berada di atasnya. Berdasarkan uraian diatas mengenai jenis-jenis kewenangan, apabila dihubungkan dengan beberapa kewenangan Wakil Menteri baik sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Pasal 69A, Pasal 69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, untuk sebelum adanya putusan Mahkamah
lanjut mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri yang belum diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Presiden. 190
Lebih lanjut Prajudi Atmosudirdjo menjelaskan dalam bukunya Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1966), Hal. 78 191
Benny M Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Alumni, 1980),
Hal. 35
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
112 Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011. Sedangkan
setelah adanya Putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 pengaturan mengenai wewenang Wakil Menteri diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Pada intinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaturan wewenang Wakil Menteri sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011. Hanya saja dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara tersebut, dapat diatur lebih lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan. Dengan demikian Menteri dapat secara leluasa memberikan tugas dan wewenang kepada Wakil Menteri untuk membantu tugas-tugas kementerian Negara. Apabila dihubungkan dengan jenis kewenangan Wakil Menteri baik dari segi jenisnya maupun dari sumbernya maka kriteria kewenangan Wakil Menteri sebagaimana telah diurai melalui subbab sebelumnya maka dari segi jenis kewenangan Wakil Menteri dapat diurai sebagai berikut : a. Kewenangan Prosedural Kewenangan ini merupakan kewenangan yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan, jadi dalam tindakan pejabat tata usaha Negara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa adanya dasar hukum yang berlaku tidak dapat dikatakan sebagai kewenangan ini. Dalam kewenangan ini berlaku asas-asas Hukum Administrasi Negara yakni Asas legalitas (wetmatingheid),192 yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar 192
Asas legalitas yang dimaksud hampir sama dengan asas legalitas pada Hukum Pidana sebagaimana diungkapkan (Principle of legality) yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Namun dalam hukum administrasi masih dikenal dengan adanya freis ermeissen, yakni kebebasan beritindak Pemerintah dalam rangka kepentingan yang lebih besar untuk kemakmurah rakyat yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan dab asas-asas umum Pemerintahan yang baik. Baca Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 23
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
113 hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya).Apalagi Indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah. Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara,193 yaitu kesadaran bahwa perbuatan/tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa dimana hak negara ada batasnya yang tentunya dibatasi oleh hak-hak asasi manusia. Kaitannya kewenangan Prosedural Wakil Menteri, sebenarnya secara umum semua kewenangan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri dapat dikatakan sebagai kewenangan Prosedural, akan tetapi secara khusus terdapat kewenangan yang mengharuskan melalui prosedur-prosedur yang berlaku dalam Kementerian tertentu, dalam kaitannya beberapa wewenang Wakil Menteri yang termasuk dalam kategori kewenangan Prosedural diantara : i.
Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
ii.
Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
iii.
Melaksanakan
pengendalian
dan
reformasi
birokrasi
dilingkungan Kementerian; b. Kewenangan Substansial Kewenangan yang satu ini adalah berdasarkan pada tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental. Kewenangan ini berlaku 193
Kesadaran etis merupakan syarat yang tidak boleh tidak ada (condition sine qua non), yakni adalah suasana dimana pejabat harus sadar, patuh dan taat pada perintah hukum, makala ada pejabat yang secara terang-terangan membangkang (tidak melaksanakan) perintah, maka sesungguhnya pejabat tersebut tidak layak lagi sebagai pengemban pejabat publik. Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara), (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2011), hal. 220-221
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
114 secara berkesinambungan antara tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental. Keempatnya adalah sebuah sistem yang tidak dapat dipisahkan antar yang satu dengan yang lainnya, sehingga menghasilkan suatu tugas dan tanggung jawab secara bersama-sama. Tradisi merupakan kebiasaan baik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dijadikan pedoman oleh semua kalangan dalam lingkungan tertentu, sehingga berlaku seperti hukum yang harus dipatuhi dalam lingkungan tertentu.194 Kekuatan sacral merupakan kekuatan yang memiliki kekuatan dan ciri-ciri tertentu serta dipatuhi oleh sebagian kalangan karena dianggap meiliki kekuatan untuk ditaati. Kualitas Pribadi adalah karakter yang dimiliki seseorang dalam melakukan tindakan dalam suatu organisasi atau kelompok.195 Sedangkan instrumental merupakan alat atau hal-hal yang biasa digunakan dalam menetukan setiap kebijakan yang akan diambil dalam sebuah organisasi atau kelompok. Apabila dihubungkan dengan wewenang yang dimiliki oleh Wakil Menteri sebagaimana diatur dalam dalamPasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka terdapat wewenang yang dapat digolongkan dalam kategori ini, mengingat dalam pelaksanaannya harus berdasarkan pada tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental secara bersama-sama, tidak dapat secara sepotong-potong antar keempatnya. Kewenangan yang dimaksud adalah “Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja;”. Dalam menjalankan fungsi ini secara langsung maupun tidak langsung Wakil Menteri harus menggunakan kewenangan Substansial, yang didalamnya terdiri dari tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental.
194
Yakni merupakan hukum kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup, baik di desa-desa maupun di kota-kota (customary law). Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asasasas Hukum Adat, (Jakarta : Toko Gunung Agung, cetakan keempat belas, 1995), hal. 14 195
Kualitas sangat berkaitan erat dengan bagaimana tata cara seseorang melakukan management suatu kelompok atau organisasi, dalam bahasa populernya sering dikatakan sebagai leadership. Untuk memperdalam leadership dalam kepemimpinan politik pemerintahan dapat dibaca dalam M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), Hal. 65-67
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
115 c. Kewenangan Personal Kewenangan ini tergantung pada kwalitas dari seorang yang memiliki jabatan atau yang memimpin dalam suatu organisasi atau kelompok, hal itu dikarenakan kewenangan inibersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau normal, dan kesanggupan untuk memimpin. Apabila dikaji secara seksama kewenangan yang berkaitan dengan kewenangan
ini
merupakan
pola
dan
cara
seorang
pemimpin
memanegement segala aktivitas dan perannya dalam suatu organisasi, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Dalam bahasa management sering dikatakan sebagai leadership196 seorang pemimpin. Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 197 Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen. Dalam aktivitas kepemimpinan dan hukum yang efektif juga dibutuhkan leadership yang populis yang dapat menyokong keberlangsungan pemerintahan dan orang yang dipimpinnya. Kewenangan Personal ini juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Wakil Menteri juga menjalankan Personal secara khusus tergantung pada pola dan tata cara yang dipakai oleh masing-masing yang digunakan oleh Wakil Menteri yang bersangkutan. Hasil yang diperoleh oleh Wakil Menteri dalam menjalankan kewenangan Personal ini tergantung dari gaya leadership yang digunakan.Leadership ini sangat sulit dimiliki oleh 196
Menguasai leadership merupakan proses seumur hidup, kita semua dapat belajar untuk memimpin lebih baik, tak ada diantara kita yang sungguh-sungguh menguasai kepemimpinan, kalau berkaitan dengan kepemimpinan kita adalah WIP-work in progress, begitulah sebagaimana dikutip dalam bukunya Mark Sanborn, Semua Orang Bisa jadi Pemimpin, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 121 197 Untuk memimpin juga diperlukan mengenai pengawasan yang baik. Dalam hal ini pengawasan ada yang bersifat langsung ada yang bersifat langsung. Untuk mengetahui mengenai bab-bab pengawasan dapat dibaca buku George D. Halsey, Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2010), Hal. 9
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
116 seseorang, ada yang menyatakan bahwa leadership didapat dari kebiasaan seseorang dalam suatu organisasi atau kelompok, sehingga tidak semua orang memiliki leadership yang baik, mengingat tidak semua orang aktif dalam organisasi atau kelompok tertentu. Selain itu terdapat sebagian yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki leadership sejak ia dilahirkan. Sedangkan pendapat yang ketiga bahwa leadership dapat diasah dan dipelajari oleh siapapun yang berniat untuk mendalami leadership dan gaya kepemimpinan menurut selera dan rujukan tokoh yang dipilihnya.Dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, terdapat 2 (dua) pasal yang termasuk kategori kewenangan personal, diantaranya : i.
Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian;
ii.
Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
d. Kewenangan Ofisial Kewenangan Ofisial ini adalah kewenangan pemberian oleh lembaga yang berada diatasnya, baik secara secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu kewenangan ini merupakan wewenang resmi yang di terima dari wewenang yang berada di atasnya. 198 Kewenangan ofisial ini didalamnya erat kaitannya dengan sumber kewenangan, hal itu dikarenakan dalam kewenangan ofisial ini dapat berbentuk atribusi, delegasi dan mandate. Dengan demikian kewenangan Ofisial ini juga merupakan bagian dari sumber kewenangan, yang akan dilakukan pada subbab berikutnya. Namun daripada itu terdapat perbedaan antara kewenangan Ofisial dengan Sumber kewenangan yang akan menjadi pembahasan pada subbab berikutnya, perbedaannya terletak pada Kewenangan Ofisial bersifat umum, tidak tertuju pada kewenangan 198 Dengan demikian kewenangan official ini dapat berupa atribusi, delegasi dan mandate, tergantung dari atasan memberikan kewenangan apa terhadap bawahannya. Untuk itu kewenangan ini merupakan cikal-bakal lahirnya sumber kewenangan yang akan menjadi pembahasan berikutnya. Dalam menentukan kelayakan dan tidaknya suatu kewenangan dapat dilakukan oleh bawahannya harus dilakukan analisis mendalam, tentunya agar tujuan dari yang ingin dicapai oleh organisasi Pemerintahan. Untuk memperdalam menganai kewenangan Oficial ini dapat membaca Benny M Yunus, Op cit, Hal 61
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
117 delegasi, atribusi dan mandat. Kewenangan Ofisial hanya terbatas membahas mengenai kewenangan yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya. Sedangkan sumber kewenangan berbicara pembagian kewenangan apakah atribusi, delegasi atau mandate.199 Dengan demikian tidak terdapat persamaan yang secara khusus mengenai pembahasan mengenai kewenangan Ofisial dengan sumber kewenangan sebagaimana akan dibahas pada subbab berikutnya. Kewenangan ofisial ini juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Yakni merupakan kewenangan yang diberikan oleh lembaga yang lebih tinggi kepada lembaga yang lebih rendah. Dalam hal ini adalah oleh Menteri dan atau Presiden memberikan kewenangannya kepada Wakil Menteri, sehingga Wakil Menteri wajib menjalankan tugas dan fungsi yang diberikan oleh Menteri dan atau Presiden dengan sebaikbaiknya. Pejabat yang dipercaya atau diberikan kewenangan oleh lembaga diatasnya harus dapat dipertanggung jawabkan secara baik kepada pejabat yang lebih tinggi, dan tentunya kepada masyarakat sebagai pengguna dan sasaran langsung berkaitan dengan pelayanan. Adapun kewenangan ofisial yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri diantaranya : i.
Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
ii.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
199
Dengan diperjelas mengenai kewenangan apa yang diberikan kepada Penguasa, maka akan meminimalisisr perbutan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Penguasan. Apabila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, apakah atribusi, delegasi atau mandate, maka kemungkinan sangat kecil pejabat yang berkuasa menjalankan kewenangannya tidak akan keluar dari rambu-rambu yang telah ditentukan sebelumnya. Namun apabila terdapat perbuatan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan perbuatan melawan hukum atau tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka dapat melakukan gugatan ke PTUN. Terdapat beberapa buku yang mengulas masalah ini, diantaranya Andriaan W. Bedner, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Seri Sosiolegal Indonesia, (Jakarta : HUMA, Van Vollenhoven Institute, KITLV-Jakarta, 2010), Hal. 26, bandingkan Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, edisi revisi 2007), hal. 21-23
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
118 iii.
Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
3.1.2 Sumber Kewenangan Wakil Menteri Sumber kewenanganseiring dengan pilar utama negara hukum,200 yaitu asas legalitas (legaliteitbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang dari pemerintah berdasarkan perundang-undangan. Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi, dan mandat. Berkenaan dengan atribusi, delegasi, dan mandat ini, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:201 a. Attributie: toekenning van een besturrsbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan); wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan). b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan Iainnya).
200
Beberapa pilar Negara Hukum dibahas secara berbeda oleh beberapa Pakar hukum Indonesia, baik dari segi sejarah hukum maupun dari berbagai unsur-unsur Negara hukum yang dijadikan acuan atau patokan dalam menentukan kadar dan batas Negara hukum yang dimaksud. Untuk mengetahui mengenai unsur-unsur Negara hukum yang dimaksud, dapat membaca Jimly Asshiddiqie, Op Cit, Hal. Hal. 151-161. Bandingkan Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 10. Bandingkan AV. Dicey, Introduction to the study of the law of the constitution, (London : Mc Millanand CO, 1952), hal. 31. Bandingkan Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, edisi revisi, 2010), Hal. 116. Bandingkan Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, (New York : Oxford University press, 1960), Hal. 70. bandingkan Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum suatu study tentang prinsip-prinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasi pada periode Negara Madinah, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.85-86. Bandingkan Azhary, Negara Hukum Indonesia, analisis yuridis normatif tentang unsur-unsurnya, (Jakarta : UI Press, 1995), hal. 153. Dan yang terakhir bandingkan Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), Hal.71. 201
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, Utrecht Uitgeverij Lemma BV,1995, hal.129 sebagaimna dikutip oleh Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 105
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
119 c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens Item uitoe fenen door een ander (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya) Apabila dihubungan dengan beberapa teori kewenangan sebagaimana telah diurai
diatas,
maka
kewenangan
Wakil
Menteri
berdasarkan
sumber
kewenangannya dapat diurai sebagai berikut : a. Kewenangan Attributie Kewenangan atribusi ini merupakan (wewenang) atau kewenangan yang
langsung
kewenangan
berdasarkan
secara
atributif,
perintah
undang-undang.Perolehan
menyebabkan
terjadinyapembentukan
kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada menjadiada. Kewenangan yang timbul karena pembentukan secara atributif bersifat asli dan menyebabkan adanya kewenangan yang baru. Dengan demikian kewenangan
attributie
perundang-undangan.
ini bersifat Dalam
mutlak
menjalankan
berdasarkan peraturan kewenangan
ini
dapat
menjalankan kewenangan diskresi202 asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Secara mandiri dan penuh kewenangan atributie ini dapat menjalankan kewenangannya. Tanggung jawab dalam menjalankan kewenangan ini merupakan tanggung jawab mutlak dari pejabat yang menjalankannya. Sedangkan apabila terdapat pembatalan terhadap kewenangan yang akan dilaksanakan maka dapat dilakukan melalui pembatalan langsung oleh pejabat yang membuat kebijakan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan sumber kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Menteri yang diatur Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
202
Asas diskresi (freis ermessen), yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi Negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut diatas. Jadi penggunaannya tidak terlepas sendiri dari asas-asas yang lainnya. Sehingga, pejabat administrasi Negara tidak dapat menolak untuk mengambil keputusan, bila seseorang warga masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat administrasi Negara. Brian Thompson, Constitutional and Administrative law, 3th ed., (London : Black Stone Press Limited, 1997), Hal. 355 dalam Safri Nughara dkk, Lock cit, Hal. 39. bandingkan Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010), hal. 55
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
120 Menteri, maka yang termasuk dalam kategori kewenangan atribusi adalah diantaranya : i.
Memberikan
rekomendasi dan
pertimbangan
kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan; ii.
Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
iii.
Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian;
b. Kewenangan Delegatie Kewenangan delegasi adalah wewenang atau kewenangan yang diperoleh atas dasar penyerahan dari badan/organ yang lain, dimana sifat delegasi yaitu penyerahan bersumber dari wewenang atribusi. Akibat hukum dari delegasi adalah kewenangan menjadi tanggung jawab penuh penerima delegasi (delegataris). Kewenangan delegasi ini eksistensinya sudah ada sebelumnya, hanya saja didelegasikan kepada orang lain yang dianggap mampu untuk menjalankan kewenangannya. Sedangkan sumber dari kewenangan ini berasal dari kewenangan atribusi. Kewenangan ini juga dapat melaksanakan kewenangan diskresi, namun tetap harus dikomunikasikan dengan yang memberi delagasi. Yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kewenangan ini adalah murni penerima delegasi. Sedangkan mengenai penarikan terhadap kebijakan yang diambil, adalah pejabat yang memberi delegasi.Namun yang harus diingat dalam wewenang ini adalah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tentunya asas-asas umum pemerintahan yang baik,203 sehingga kebijakan yang diambil tidak dapat merugikan semuanya, baik dirinya sendiri maupun masyarakat yang mendapat imbas dari kebijakan yang akan dilaksanakan. 203 Asas-asas umum pemerintahan yang baik atau layak lahir dari praktik penyelenggaraan Negara dan pemerintahan, sehingga bukan produk formal suatu lembaga Negara seperti Undang-Undang. Hotma P. Sibuea, Op cit, Hal. 151. Sedangkan mengenai asas dijelaskan oleh Supandi bahwa asas adalah dasar, alas, pondamen, sesuatu kebenaranyang menjadi pokok, dasar atau tumpuan dalam berfikir dan cita-cita yang menjadi dasar. Baca Supandi, Keberadaan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan Nasional Indonesia, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2011), Hal. 24-25
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
121 Berdasarkan uraian singkat diatas, maka dapat dihubungkan dengan kewenangan yang terdapat dalam Wakil Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka yang termasuk dalam kategori kewenangan delegasi adalah : i.
Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian;
ii.
Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja;
iii.
Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
iv.
Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
c. Kewenangan Mandat Kewenangan mandat ialah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara bawahan dengan atasan, kecuali dilarang secara tegas oleh peraturan perundang-undangan.Adapun tanggung jawab hukum dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat (mandataris).204 Intinya dalam kewenangan ini adalah apabila pemberi kewenangan administrasi yang berkompeten berhalangan, atau tidak dapat melaksanakan, dengan alasan yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam melaksanakan kewenangan ini berangkat dari adanya perintah dari atasan atas suatu tugas tertentu, sehingga tidak dapat melaksanakan kewenangan diskresi, dengan demikian segala apapun yang dilakukan harus segera dilaporkan kepada pejabat yang memberikan kewenangan, sehingga kemandirian juga terbatas kepada perintah yang diberikan. Berkaitan dengan tanggung jawab juga yang diberi kewenangan 204
Kata-kata mandataris sebenarnya sudah familiar sejak Indonesia merdeka melalui naskah proklamasi, pada naskah proklamasi disebutkan mengenai Soekarno dan Hatta sebagai mandataris rakyat Indonesia menandatangani naskah proklmasi. Hal ini disampaikan oleh Mustamin DG. Matutu dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan implementasinya di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, 1999), Hal. 109. Sedangkan untuk mengetahui mengenai posisi dan kedudukan naskah proklamasi dalam system ketatanegaraan Indonesia dapat dibaca Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia, Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam system ketatanegaraan RI, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), Hal. 165
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
122 tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban secara mutlak, karena sebenarnya wewenang masih berada pada pejabat yang memberi wewenang, sehingga tidak secara leluasa dalam menjalankan perintah mandat menurut keinginannya sendiri. Dalam hal terjadi kesalahan dalam menjalankan kewenangan, dan apabila ingin dilakukan penarikan terhadap kebijakan yang akan dilaksanakan, maka yang berhak melakukan penarikan terhadap kebijakan itu hanyalah pemberi mandat, untuk itu dapat dikatakan kewenangan ini hanya kewenangan yang bersifat pembantuan. 205 Tentunya
berdasarkan penjelasan diatas
terdapat
beberapa
kesimpulan yang dapat diambil apabila dikaitkan dengan kewenangan Wakil Menteri sebegaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, sehingga penulis simpulkan beberapa kewenangan Wakil Menteri yang termasuk dalam kategori kewenangan Mandat, diantaranya : i.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
ii.
Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri
3.1.3 Bentuk Kewenangan Wakil Menteri Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugastugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.206 Untuk itu Delegatie dan Mandaat 205
Mengenai wewenang yang diperbantukan sebenarnya terdapat kewenangan formal yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, yang kemudian diberikan kepada instansi atau bawahannya untuk melakukan tindakan hukum publik. Baca Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung : Alumni, 2004), Hal. 265 206
Maksudnya apabila memang dalam peraturan perundang undangan tidak ditentukan secara normatif bagaimana tatacara menjalankan dan pertanggungjawabannya. Sehingga atasan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
123 termasuk kategori pelimpahan wewenang.Pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :207 a. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n) Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah : i.
Pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
ii.
Materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
iii.
Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut;
iv.
Penggunaan
wewenang
hanya
sebatas
kewenangan
yang
dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan. v.
Tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang diatasnamakan.
b. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b) Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah dapat memberikan kewenangannya kepada bawahannya, begitu juga bawahan tanpa ragu dapat melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh atasannya. 207 Mengenai bentuk pelimpahan penandatanganan ini terdapat tiga macam, yakni menggunakan istilah atas nama (a.n), menggunakan istilah untuk beliau (u.b) dan atas perintah beliau (apb.) dan atasperintah (ap.). Kesemuanya dihimpun melalui buku dari CST. Kansil, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), Hal 132-35
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
124 atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2 (dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi: i.
materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
ii.
dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan sementara atau yang mewakili;
iii.
pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang
melampaui
batas
lingkup
jabatan
pejabat
yang
menandatangani surat; iv.
tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
c. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.) dan atasperintah (ap.) Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan. Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (Undang-Undang Dasar) atau peraturan perundang-undangan. Apabila dihubungkan dengan beberapa kewenangan Wakil Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka terdapat beberapa kewenangan yang dapat digolongkan berdasarkan bentuknya, seperti yang diuraikan dibawah ini diantaranya :
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
125 a. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n) Wewenang ini merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat.208 Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Pelimpahan wewenang dalam kewenangan ini harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa. Sedangkan materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut. Penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan. Sedangkan tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang diatasnamakan. Berdasarkan pemaparan diatas maka kewenangan Wakil Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, yang termasuk dalam kewenangan istilah atas nama (a.n) diantaranya : i.
Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian;
ii.
Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja;
iii.
Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
iv.
Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri
208 Dikatakan Mandat dikarenakan segala tanggung jawab masih tetap melekat pada pejabat yang memberikan Mandat, serta penerima kewenangan tidak secara leluasa menentukan kewenangannya sendiri, segala sesuatunya harus diminta persetujuan pejabat yang memberikan wewenangnya. Mustamin DG. Matutu dkk, Op cit, Hal 37
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
126 b. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b) Pada wewenang ini merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2 (dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional.209 Materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan dan dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan sementara atau yang mewakili. Dan pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi suratsurat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat. Sedangkan tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang. Dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri juga terdapat wewenang yang merupakan kategori ini, diantaranya : i.
Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
ii.
Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
iii.
Melaksanakan
pengendalian
dan
reformasi
birokrasi
dilingkungan Kementerian;
209
Organisasi fungsional adalah suatu organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mempunyai keahlian khusus. Contoh dalam berbagai praktek yang ada dilapangan adalah Guru, Dosen, Dokter dan lain sebagainya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
127 c. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.) dan atas perintah (ap.) Sedangkan yang ketiga merupakan pelimpahan wewenang secara mandat,210 dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.211 Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan samasama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (Undang-Undang Dasar) atau peraturan perundang-undangan. Adapun kewenangan ini dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, diantaranya : i.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
ii.
Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
3.1.2 Problematika Kewenangan Wakil Menteri Dalam menjalankan kewenangannya, Wakil Menteri tentunya terdapat beberapa problematika kewenangan yang akan dihadapi, baik menurut tataran normatif peraturan-perundang undangan yang mengatur mengenai kewenangan Wakil Menteri yang tidak secara khusus diberikan oleh peraturan perundangundangan, maupun secara teknis yang berlaku dilapangan berkenaan dengan pelaksanaan tugas Wakil Menteri sehari-hari. Dalam tataran normatif tentu terdapat beberapa kewenangan yang diberikan kepada Wakil Menteri juga 210
Wewenang ini tetap merupakan mandate, dikarenakan tanggung jawab tetap berada pada pejabat yang memberikan kewenangan. Mustamin DG. Matutu dkk, Op cit, Hal. 39 211
Kebijakan dari rumusan Van Kreveld sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Abdul Latif, bukan merupakan peraturan perundag-undangan. Abdul Latif, Lock cit, Hal. 87
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
128 menjadi kewenangan yang diberikan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, untuk itu menimbulkan konflik kewenangan212 yang dapat merusak sinergitas antar struktur kelembagaan yang ada di Kemneterian Negara. Selain itu dalam tataran implementatif juga dapat menimbulkan kecemburuan, mengingat tugas dan fungsi yang diberikan hampir bersinggungan, hanya saja cara pertanggung jawabannya terdapat perbedaan. Untuk dapat melihat beberapa kewenangan Wakil Menteri yang juga diberikan kepada Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, kiranya perlu melihat secara yuridis melihat beberapa kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, yakni yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, yaitu :
a. Kewenangan Sekretariat Jenderal “Pasal 30 Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian. Pasal 31 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi kegiatan Kementerian; b. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian; c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip dan dokumentasi Kementerian; d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan masyarakat; e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan danbantuan hukum; f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.”
212
Sengketa atau konflik kewenangan dapat terjadi antar lembaga atau aparatur Negara yang memiliki kewenangan yang hampir sama yang tidak terdapat batas-batas yang jelas mengenai kewenangan yang dimilikinya. Konflik kewenangan juga dapat terjadi apabila terdapat lembaga atau pejabat yang bersikeras mendapatkan kewenangan dari lembaga atau pejabat lainnya. Untuk mengenai sengketa kewenangan inidapat dibaca Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, 2011), Hal. 113-114
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
129 b. Kewenangan Sekretariat Kementerian “Pasal 54 Sekretariat Kementerian mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian. Pasal 55 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Sekretariat Kementerian menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi kegiatan Kementerian; b. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian; c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip dan dokumentasi Kementerian; d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan masyarakat; e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum; f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.” Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011, yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri diantaranya : Pasal 2 “(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian” (2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian. Pasal 3 Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
130 d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian; f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian; g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri; h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.” Apabila dikaji secara seksama, maka terdapat beberapa kewenangan yang terdapat pada Wakil Menteri yang juga menjadi kewenangan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, untuk itu kiranya dimungkinkan terjadinya konflik kewenangan antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Selain itu dalam tataran praktis menimbulkan kecembuaruan, mengingat Wakil Menteri merupakan lembaga yang bersifat baru yang dibentuk langsung oleh Presiden, akan tetapi memiliki kewenangan yang sama atau lebih besar dari Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk itu hal ini yang akan menimbulkan persoalan dikemudian hari, mengingat peran dan fungsi Wakil Menteri sebelumnya memang telah dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, akan tetapi dengan adanya lembaga baru yang dibentuk oleh Presiden kewenangan itu diberikan kepada Wakil Menteri.213 Dengan demikian apabila terjadi konflik kewenangan atau sengketa kewenangan antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, maka terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh untuk meminimalisir kemungkinan sengketa kewenangan antar Wakil Menteri dengan
213
Meskipun demikian sampai saat ini belum penulis temukan dalam tataran praktek mengenai wewenang Wakil Menteri untuk mengeluarkan produk hukum, akan tetapi apabila secretariat Jenderal/Kementerian banyak bertebaran produk-produk hukum yang bertebaran. Hal ini tentunya menimbulkan persoalan tersendiri mengenai kedudukan Wakil Menteri apabila dalam tugasnya mengeluarkan produk hukum. Kalau Menteri jelas kedudukannya adalah dapat mengatur, dan baik dalam UU nomor 10 tahun 2004 maupun UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan posisi Peraturan Menteri termasuk dalam hierarki norma hukum. Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, (Jakarta : Konpress, 2006), hal.119-121
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
131 Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk menyiasatinya adalah dengan mengadakan rapat dan koordinasi pembagian kewenangan antar Wakil Menteri dan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, dengan demikian terjadi kesinambungan kewenangan secara sinergis akan mampu mengatasi halhal yang tidak diinginkan sebagaimana diungkapkan sebelumnya. Sedangkan cara lain dapat ditempuh melalui meminta saran dan petunjuk dari Menteri mengenai pembagian ruang lingkup tugas, fungsi dan wewenang, sehingga tercipta harmonisasi214 kewenangan dalam struktur organisasi Kementerian Negara.
3.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara Struktur organisasi memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dalam organisasi maupun jabatan publik manapun. Untuk itu struktur organisasi harusnya dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kewenangan dan tingkat jabatan yang dimiliki oleh setiap organisasi jabatan struktural organisasi.215 Secara umum strukturorganisasi mendefinisikan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dandikoordinasikan secara formal. Dengan demikian maka cirri-ciri dalam organisasi adalah :216 a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal. b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan yang merupakan kesatuan kegiatan. c. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa pemikiran, tenaga, dan lain-lain. d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan. e. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
214
Harmonisasi adalah adanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian antar hukum yang satu dengan yang lainnya. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, (Bandung : Alumni, 1991), Hal. 30 215 Hendrawan dkk, Anvanced Strategic Management Back to Basic Approach, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), Hal. 69 216 Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pengorganisasian Sekolah. Materi Diklat Calon Kepala Sekolah/Kepala Sekolah. Jakarta Tahun 2008.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
132 Sebagai bentuk organisasi akan mempunyai unsur-unsur tertentu, yang antara lain sebagai berikut :217 a. Sebagai wadah atau tempat untuk bekerja sama. b. Proses kerja sama sedikitnya antara dua orang. c. Jelas tugas dan kedudukannya masing-masing. d. Ada tujuan tertentu. Struktur organisasi juga dapat di definisikansuatu keputusan yang diambil oleh organisasi itu sendiri berdasakansituasi, kondisi dan kebutuhan organisasi. Struktur suatu organisasimenggambarkan bagaimana organisasi itu mengatur dirinya sendiri, bagaimanamengatur hubungan antar orang dan antar kelompok. Struktur suatu organisasi adakaitannya dengan tujuan, sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasiitu mengatur dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Sedangkan secara khusus struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan. Ada enam elemen yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika akan mendesain struktur organisasi. Ke-enam elemen tersebut meliputi :218 a. Spesialisasi Pekerjaan adalah sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri. b. Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama c. Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke unit terbawah dan menjelaskan siapa yang bertanggung jawab kepada siapa. Wewenang sendiri merupakan hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk
217
Ibid
218
Penjelasan lebih lanjut dan cukup menarik mengenai elemen-elemen organisasi dalam buku Robbins dan Judge, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Salemba Empat, 2007), Hal 61
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
133 memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintahnya tersebut dipatuhi d. Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif e. Sentralisasi - Desentralisasi. Sentralisasi adalah sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi f. Formalisasi adalah sejauh mana pekerjaan pekerjaan di dalam organisasi dilakukan. Sementara Ivancevich mengungkapkan 4 komponen sebagai pembentuk struktur organisasi meliputi :219 a. Pembagian kerja, menyangkut kadar dari spesialisasi pekerjaan. Para
manager membagi seluruh tugas organisasi menjadi pekerjaan-pekerjaan khusus yang tersusun dari aktivitas-aktivitas khusus. Contoh : Seorang Account Representative pada Kantor Pajak yang memiliki pekerjaan khusus
seperti
pengawasan
kepatuhan
kewajiban
perpajakan,
melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada Wajib Pajak (WP).Pendelegasian Kewenangan. Proses pembagian kewenangan dari atas ke bawah dalam organisasi. b. Pendelegasian kewenangan (delegation of authority) mengacu secara
khusus pada kewenangan pengambilan keputusan, bukan melakukan pekerjaan. Pendelegasian kewenangan memiliki efek positif pada pengembangan manager professional, dan membawa iklim persaingan dalam organisasi. c. Pembagian Departemen.
Cara organisasi dibagi secara structural.
Pembagian departemen ini dapat dikelompokkan menjadi pembagian departemen berdasarkan fungsinya (functional departementalization), berdasarkan wilayah (geographic departementalization), berdasarkan produk (product departementalization), berdasarkan pelanggan (customer departementalization).
219
Sedikit berbeda dengan Robbin, lebih menekankan pada praktek yang terjadi secara sosiologis di lapangan. Baca Ivancevich, dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta : Erlangga, 2008), Hal 21
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
134 d. Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang melapor kepada atasan.
rentang ini merupakan satu faktor yang mempengaruhi bentuk dan tinggi suatu struktur organisasi. Dengan adanya organisasi diharapkan mampu memberikan mekanisme kerja yang efektif antar organisasi dalam suatu lembaga. Untuk itu pertimbangan untuk membuat struktur organisasi yang baik merupakan pilihan awal untuk membentuk organisasi yang akan bekerja secara maksimal guna mencapai tujuan organisasi.220 Terdapat berbagai macam ciri-ciri organisasi secara umum, diantanya:221 a.
Lembaga social yang terdiri atas kumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan.
b.
Dikembangkan untuk mencapai tujuan
c.
Secara sadar dikoordinasi dan dengan sengaja disusun
d.
Instrumen social yang mempunyai batasan yang secara relatif dapat diidentifikasi.
Apabila dikaitkan dengan struktur organisasi Kementerian Negara terdapat pergeseran struktur organisasi Kementerian Negara, terutama pasca disahkannya Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang diundangkan pada tanggal 6 November 2008. Pergeseran itu adalah dengan dibentuknya lembaga Wakil Menteri yang merupakan lembaga yang dibentuk oleh Presiden dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu. Tujuan dari pengangkatan Wakil Menteri adalah untuk membantu tugas Menteri dan tentunya reformasi birokrasi222 ditingkatan kementerian. Dengan 220 A. Qodri Azizy, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal. 113 221
Mengenai hal-hal lain mengenai macam-macam organisasi, unsur organisasi dan proses terjadinya organisasi secara mendetail diceritakan dalam buku Mangunhardjana, Pendampingan Kamum Muda, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Kanisius, 1986), Hal. 62-65 222 Reformasi birokrasi sangat erat kaitannya dengan debirokratisasi, dalam reformasi birokrasi diperlukan kepercayaan publik terhadap pemerintah, sehingga pemerintah harus mampu menjaankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jangkauan mengenai Debirokratisasi dalam proses reformasi administrasi menjangkau beberapa unsur yang dijelaskan oleh L. Misbah Hidayat, Reformasi Administrasi, Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden, Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal. 8-9
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
135 adanya pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden, maka secara langsung berpengaruh terhadap struktur dan tatanan organisasi pada Kementerian Negara, yang semula tidak terdapat jabatan Wakil Menteri, dengan Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara struktur organisasi pada Kemneterian Negara secara otomatis bertambah dengan hadirnya Wakil Menteri.
3.2.1
Struktur Organisasi Kementerian Negara
menurut Peraturan
Perundang-Undangan Latar belakang adanya struktur oragnisasi Kementerian Negara adalah melalui Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut
Undang-Undang
Dasar.223
Dalam menjalankan
kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri negara tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
yang
pembentukan,
pengubahan, dan pembubaran kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 17
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 17 ini menegaskan bahwa kekuasaan Presiden tidak tak terbatas karenanya dikehendaki setiap pembentukan, pengubahan,
dan
pembubaran
kementerian
negara haruslah berdasarkan
undang-undang. Sebagaimana Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun Dasar 1945, yang berbunyi : Pasal 17 (5). Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (6). Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (7). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (8). Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara diatur dalam undang-undang
223
Hal ini sesuai dengan konsep pemerintahan Presidensial yang dianut oleh Indonesia pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, menguatnya model legislasi Parlementer dalam system Presidential Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 31-32
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
136 Sedangkan untuk mengetahui susunan organisasi pada Kemneterian Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.Mengenai susunan organisasi kementerian di pertegas dengan Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :224 Pasal 9 (5). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: g. pemimpin, yaitu Menteri; h. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; i. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; j. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; k. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan l. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (6). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: f. pemimpin, yaitu Menteri; g. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; h. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; i. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan j. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat. (7). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. (8). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: e. pemimpin, yaitu Menteri; f. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; g. pelaksana, yaitu deputi; dan h. pengawas, yaitu inspektorat. Selain Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur mengenai susunan organisasi Kementerian Negara, terdapat pula Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yang juga mengatur dan mempertegas mengenai susunan organisasi pada Kementerian Negara secara rinci sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Adapun pasal-pasal 224 Melalui Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara jelas bahwa pembantu pimpinan (dalam hal ini Pimpinan adalah Menteri) adalah Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal adalah pembantu Menteri.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
137 yang mengatur mengenai struktur organisasi pada Kementerian Negara adalah Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, yang berbunyi : Pasal 8 Susunan organisasi Kementerian Koordinator yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri Koordinator; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian koordinator; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian koordinator; dan d. pengawas, yaitu inspektorat.
Pasal 27 (1). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat. (3). Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Keuangan, selain memiliki unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. Pasal 51 Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri;
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
138 b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian; dan d. pengawas, yaitu inspektorat kementerian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam struktur organisasi Kementerian Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, terdapat beberapa struktur yang mencerminkan fungsi dan kewenangan
dari
masing-masing
Kementerian,
untuk
itu
kemudian
dikelompokkan dalam struktur organisasi yang berupa Pemimpin, Pembantu Pemimpin, Pelaksana, Pengawas, dan bahkan juga terdapat Pendukung serta juga terdapat pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Struktur organisasi Kemneterian Negara juga selain terdapat beberapa organ seperti Pemimpin, Pembantu Pemimpin, Pelaksana, Pengawas, dan bahkan juga terdapat Pendukung serta juga terdapat pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana tersebut diatas. Menteri dalam menjalankan tugasnya juga dapat mengangkat staff ahli yang sesuai dengan bidang dan spesialisasi sesuai dengan masalah dan penanganan pada Kementerian tertentu, sehingga dapat membantu tugas dan fungsi Menteri dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Menteri.Staf ahli memiliki tugas dan fungsi memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan bidang yang ditangani. Staf ahli berada dan bertanggung jawab kepada Menteri dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk itu penulis dapat menggambarkan struktur organisasi pada Kementerian sesuai dengan bunyi dan penjelasan Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
139 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagai berikut :225
PEMIMPIN STAF AHLI PEMBANTU PEMIMPIN
PELAKSANA
PELAKSANA PENDUKUNG
PENGAWAS
PELAKSANA
PELAKSANA
PENDUKUNG
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara Berdasar Pada UU 39 Tahun 2008
Berdasarkan Pasal 22, Pasal 46 dan Pasal 65 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, jabatan staf ahli merupakan satu kesatuan dalam susunan organisasi kementerian Negara, dengan demikian staf ahli masuk kedalam struktur organisasi pada Kementerian Negara. selain itu juga Staf Ahli berada dan bertanggung jawab kepada Menteri, hal ini yang menyebabkan posisi staf ahli langsung berada dibawah jabatan Menteri, karena hubungan kerjanya hanya kepada Menteri. Staf ahli memiliki tugas memberikan telaahan kepada Menteri dalam lingkungan Kementerian yang bersangkutan mengenai hal tertentu sesuai dengan keahlian dan bidangnya, baik diminta maupun tidak diminta oleh Menteri.
225
Bagan ini diformulasikan dari berbagai macam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai struktu organisasi Kementerian Negara, utamanya dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
140 3.2.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara berdasarkan di Lapangan Pada subbab sebelumnya, sebagaimana telah diurai diatas yang mencoba memberikan gambaran mengenai struktur organisasi yang ada dalam kementerian Negara. Pada subbab ini penulis akan mencoba melihat beberapa Kementerian Negara tentang struktur organisasinya, apakah terdapat kesamaan dengan struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, atau justeru terdapat perbedaan dengan struktur yang telah penulis gambarkan pada subbab sebelumnya. Pada tataran praktek dilapangan terdapat berbagai macam model dan tipe mengenai struktur organisasi pada Kementerian Negara, untuk dapat mengulas lebih lanjut, kita dapat melihat model-model struktur organisasi yang ada pada Kementerian Negara, diantaranya :226 1. Model Pertama Pada model pertama ini, terdapat perbedaan yang sangat mencolok dengan bagan yang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dimana pada model dan bentuk struktur organisasi Kementerian yang pertama ini terdapat jabatan Wakil Menteri dibawah Menteri sebagai Pemimpin pada Kementerian tertentu. Setelah itu baru terdapat Pembantu Pemimpin yakni secretariat Kementerian yang membawahi beberapa biro, setelah itu baru Staf Ahli, berikutnya Pengawas dan dilanjutkan dengan adanya unsur Pelaksana. Pada model yang pertama ini dapat dilihat melalui gambar struktur organisasi berikut :227
226
Model-model yang dijadikan contoh dalam memberikan perbandingan mengenai struktur organisasi yang diperagakan, diambil dari berbagai macam sumber, ada yang melalui internet, secretariat Kementerian yang bersangktan, ada pula yang diambil melalui buku-buku yang berkaitan dengan struktur organisasai Kementerian. 227 Struktur organisasi diatas diambil dari website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, http://www.menpan.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
141
Tabel 3.2 Struktur Organisasi Model Pertama
2. Model Kedua Pada model yang kedua ini, hampir sama dengan model sebelumnya, yakni struktur teratas yakni Pemimpin yakni adalah Menteri, pada tingkatan berikutnya terdapat 2 (dua) Wakil Menteri228 sedangkan posisi berikutnya disejajarkan adalah unsur Pembantu Menteri oleh Sekretariat Jenderal, Pengawas oleh Inspektorat Jenderal dan Staf Khusus. Sedangkan unsur berikutnya adalah unsur pelaksana dan pendukung. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat struktur berikut :229
228 Sebagaimana berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 M/Tahun 2012 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 111/M Tahun 2009, Keputusan Presiden nomor 3/P Tahun 2010, Keputusan Presiden nomor 57/P tahun 2010, dan Keputusan Presiden nomor 159/M tahun 2011. 229
Struktur organisasi model kedua ini diambil dari website http://www.depkeu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
142
Tabel 3.3 Struktur Organisasi Model Kedua
3. Model Ketiga Pada model yang ketiga ini sebenarnya hampir sama dengan model pertama dan kedua, hanya saja pada model ini Menteri sebagai pemimpin, selanjutnya terdapat staf ahli langsung berhubungan kepada Menteri, sedangkan dibawah Menteri terdapat Wakil Menteri seperti pada model pertama dan kedua, berikutnya adalah unsur Pembantu Pemimpin
yakni
secretariat
Jenderal,
unsur
Pengawas
yakni
inspektorat dan yang terakhir adalah unsur Pelaksana dan pendukung teknis Kementerian, seperti gambar berikut :230
230
Model struktur organisasi model ketiga, diambil dari website dan melihat langsung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, http://www.budpar.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
143
Tabel 3.4 Struktur Organisasi Model Ketiga
4. Model Keempat Pada model ini hampir sama dengan model ketiga, perbedaannya hanya terletak di posisi Wakil Menteri yang tidak langsung berada dibawah Menteri. Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap model-model sebelumnya, yakni model 1, model 2 dan model 3. Tampak seperti gambar berikut :231
Tabel 3.5 Struktur Organisasi Model Keempat
231
Model keempat diambil dari website http://www.dephub.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
144 5. Model Kelima Sedangkan pada model ini sedikit berbeda dengan model-model sebelumnya, dimana dalam struktur organisasi ini terdapat secretariat Jenderal Dewan Energi Nasional, yang posisinya diatas Wakil Menteri. Seperti gambar berikut :232
Tabel 3.6 Struktur Organisasi Model Kelima
6. Model Keenam Pada model ini hampir sama dengan model 1, model 2 dan model 3, hanya saja dalam model ini unsur pengawas yakni inspektorat Jenderal terdapat sekretariatnya dan terdiri dari 4 (empat) inspektur, yakni inspektur wilayah I, wilayah II, wilayah III, wilayah IV dan inspektur khusus, serta terdapat secretariat yang terdapat biro-biro yang membidangi masalah tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam struktur pada gambar berikut ini :233
232
Model kelima diambil dari website dan laporan tahunan Kementerian esdm, http://www.esdm.go.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012 233
Pada model ketujuh ini, yakni Kementerian Pekerjaan Umum diakses melalui website http://www.pu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
145
Tabel 3.7 Struktur Organisasi Model Keenam
7. Model Ketujuh Sedangkan model ini juga tergolong unik, hal itu dikarenakan Wakil Menteri membawahi Lembaga Sensor Film dan Staf ahli dilingkungan Kementerian. Selain itu staf ahli pada Menteri juga merupakan bagian dari Menteri. Pada perbagai macam pelaksana, pembantu, pengawas, juga terdapat struktur yang tidak ada pada struktur organisasi sebelumsebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya cabang-cabang Kementerian ini dan juga banyaknya daerah jangkauan serta jenjang pendidikan yang menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Tidak hanya itu, kebudayaan juga menjadi urusan dan kewenangan yang diserahkan kepada Kementerian ini. Untuk itu uniknya disitu, yakni berbeda dengan model-model yang diuraikan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar pada struktur organisasi berikut ini :234
234
Pada model Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diakses melalui website http://www.kemdiknas.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
146
Tabel 3.8 Struktur Organisasi Model Ketujuh
8. Model Kedelapan Model berikutnya adalah model yang sangat-sangat jauh dari modelmodel sebelumnya, dimana struktur organisasi pada kementerian ini sangat terkomando oleh seorang Menteri, dan dalam struktur ini tidak mencantumkan kedudukan Wakil Menteri sebagaimana struktur organisasi sebelumnya.Uniknya dalam struktur organisasi Kementerian ini memasukkan Staf khusus Menteri dalam struktur organisasi. Seperti gambar berikut :235
Tabel 3.9 Struktur Organisasi Model Kedelapan
235
Model inimerupakan model Kementerian Agama, diakses melalui website http://www.kemenag.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
147 9. Model Kesembilan Model ini merupakan model yang terakhir, perbedaan model ini dengan model-model yang sebelumnya adalah tidak dicantumkan dan diikutkannya jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara. Namun sebelumnya sepengetahuan penulis dalam website kementerian yang bersangkutan pernah dicantumkan jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi, namun pada saat terakhir ini pada saat penulis akses sudah tidak lagi mencantumkan jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara. Untuk memahami lebih lanjut, dapat melihat struktur organisasi berikut:236
Tabel 3.10 Struktur Organisasi Model Kesembilan
Demikianlah model-model struktur organisasi pada Kementerian Negara seperti diuraikan diatas, tentunya terdapat perbedaan diantara struktur organisasi yang ada, namun yang menarik adalah posisi Wakil Menteri yang dalam struktur organisasi tidak diatur mengenai Kedudukan Wakil Menteri, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang 236
Struktur organisasi ini diambil dari website http://www.depkumham.go.id/pada tanggal 15 Desember 2012, dan melakukan survey langsung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 11 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
148 Pembentukan Organisasi Kementerian Negara tidak disebutkan mengenai posisi dan kedudukan Wakil Menteri, akan tetapi dalam tataran praktek dalam struktur organisasi Kementerian Negara juga dimasukkan dalam struktur organisasi Kementerian.
3.2.3 Problematika Posisi Wakil Menteri dalam Struktur Organisasi Kementerian Negara Apabila diperhatikan baik struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, dengan struktur organisasi yang digunakan dalam sebagian besar Kementerian Negara, maka dapat dilihat mengenai posisi dan kedudukan237 Wakil Menteri yang menimbulkan problem. Disatu sisi kedudukan dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara tidak diatur secara tegas, namun disisi yang lain dalam praktek yang digunakan dalam sebagian Kementerian Negara posisi Wakil Menteri juga dimasukkan dalam struktur organisasi pada kementerian Negara tertentu. Pengangkatan Wakil Menteri merupakan amanat Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara itulah Wakil Menteri dibentuk. Sedangkan pertanggung jawaban Wakil Menteri berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 “Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Apabila dilihat dari
237 Menurut Hasan Zaini untuk menentukan kedudukan suatu lembaga Negara harus mengetahui fungsinya sebagai apa, sedangkan fungsi diartikan sebagai suatu lingkungan kerja untuk mencapai tujuan tertentu. Baca Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung : Alumni, 1985), Hal. 261
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
149 pengangkatan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri, tidak terdapat pengaturan mengenai struktur organisasi Wakil Menteri. Untuk itu apabila posisi dan kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi kementerian dalam praktek dimasukkan dalam struktur organisasi Kementerian, hal itu yang menimbulkan persoalan tersendiri. Mengingat posisi dan kedudukan Wakil Menteri merupakan posisi yang dilematis, mengingat seleksi jabatan wakil menteri dilakukan secara sama dengan pengangkatan menteri yakni didahului dengan fit and proper test di tempat dan dengan cara yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri.238 Hal tersebut menjadi sangat politis dan tidak sesuai dengan hukum kepegawaian yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Apabila dilihat dari kewenangan Wakil Menteri yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri diantaranya : Pasal 2 “(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian” (2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian. Pasal 3 Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
238
Seperti yang kita ketahui dalam resufle Kabinet Indonesia Bersatu II yang dilakukan oleh Presiden Soesilo Bambang Yodoyono, selain melakukan reshuffle Kabinet (Menteri), juga melakukan pengangkatan terhadap Para Wakil Menteri pada Kementerian tertentu.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
150 d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian; e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian; f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian; g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri; h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.” Dalam beberapa Pasal diatas yang mengatur mengenai kewenangan Wakil Menteri tidak tampak menyebutkan mengenai posisi Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara. Dengan demikian menimbulkan pertanyaan tersendiri dimanakah sebenarnya posisi dan kedudukan Wakil Menteri dalam Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Wakil Menteri sehingga kedudukan Wakil Menteri dalam beberapa struktur organisasi Kementerian Negara dimasukkan dalam struktur organisasi kementerian Negara tertentu. Namun apabila dilihat dalam Pasal 2 ayat (2), maka posisi Wakil Menteri memang berada diatas Pembantu Menteri, unsur pelaksana dan pendukung lainnya. Hal ini mengingat sesuai dengan Proses recruitment239 Wakil Menteri yang sama dengan Menteri, selain itu pengangkatannya juga sama dengan Menteri, yakni melalui Presiden. Apabila dilihat dalam struktur organisasi Kementerian Negara yang diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan : Pasal 9 (1). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; 239 Recruitment diartikan oleh Sondang sebagai proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar yang kapabel untuk dipekerjakan oleh dalam dan oleh suatu organisasi. Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan kedelapan belas 2010), Hal. 102
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
151 d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat. (3). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. (4). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: i. pemimpin, yaitu Menteri; j. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; k. pelaksana, yaitu deputi; dan l. pengawas, yaitu inspektorat. Hal sama yang menegaskan mengenai struktur organisasi Kementerian Negara diatur dalam Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, yang berbunyi : Pasal 8 Susunan organisasi Kementerian Koordinator yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri Koordinator; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian koordinator; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian koordinator; dan d. pengawas, yaitu inspektorat. Pasal 27 (1). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
152 f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat. (3). Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Keuangan, selain memiliki unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. Pasal 51 Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian; dan d. pengawas, yaitu inspektorat kementerian. Dengan demikian tampak terlihat melalui susunan organisasi Kementerian Negara yang diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, tidak mengatur mengenai posisi dan kedudukan Wakil Menteri. Untuk melihat lebih jauh mengenai kedudukan Wakil Menteri dapat dikatakan diatas lembaga Pelaksana, Pengawas dan Pelaksana dalam Kementerian Negara, hal itu dikarenakan ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, yak berbunyi :
Pasal 5 (1) Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan dibawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan diatas jabatan structural eselon 1.a (2) Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan failitas lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatus lebih lanjut oleh Menteri Keuangan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
153 Apabila dilihat dari segi hak dan fasilitas keuangan memang Wakil Menteri lebih tinggi dari Pembantu Menteri, Pengawas dan Unsur pelaksana pada Kementerian tertentu. Wakil Menteri mendapat hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan dibawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan diatas jabatan structural eselon 1.a,240 dengan demikian lebih tinggi dari pejabat dibawah Menteri semuanya, meskipun dalam penerapannya cenderung menimbulkan persoalan tersendiri. Akan tetapi meskipun dalam hak keuangan dan fasilitas lainnya lebih tinggi dari jabatan lain dibawah Menteri, namun Wakil Menteri tidak dimasukkan dalam struktur organisasi Kementerian Negara, sehingga menimbulkan kerancuan dalam tataran penerapan struktur organisasi Wakil Menteri, apakah masuk dalam struktur organisasi ataukah tidak. Hal itu tentunya sangat berkaitan dengan koordinasi dan komunikasi antar pejabat structural pada kementerian tertentu. Untuk itu kedepan perlu harmonisasi pengaturan mengenai posisi dan kedudukan wakil Menteri dalam susunan organisasi kementerian Negara.
3.3 Jenjang Kepangkatan dan Golongan Wakil Menteri Pangkat adalah hal yang sangat diidam-idamkan oleh setiap orang. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara, serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat pada waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang
240
Mengenai hak keuangan dan fasilitas yang didapat oleh Wakil Menteri diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, sedangkan pembahasannya akan dilakukan melalui pembahasan tersendiri melalui subbab berikutnya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
154 Pegawai Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut :241
Tabel 3.11 Jenjang, Pangkat dan Golongan PNS
Seperti yang kita ketahui bersama dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang Eselon yang dapat dibagi menjadi: 242 1. Jabatan “Eselon I”, 2. Jabatan “Eselon II”, 3. Jabatan “Eselon III”, 241
Susunan dan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil ini diolah dan dibagankan melalui Peraturan Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural 242
Mengenai jenjang Eselon seperti dijelaskan diatas diakses melalui situs http://www.lptui.com, diakses tanggal 22 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
155 4. Jabatan “Eselon IV”, dan 5. Jabatan “Eselon V”. (Catatan: Jabatan Eselon V sudah tidak banyak lagi). Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon dikaitkan juga dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI tentang makna eselonisasi PNS(Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat Provinsi:243 1. Eselon I Eselon I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2 jenjang: Eselon IA dan Eselon IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/e. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya sudah berpangkat Pembina yang makna kepangkatannya adalah membina dan mengembangkan. 2. Eselon II Eselon II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2 jenjang: Eselon IIA dan Eselon IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga sudah berpangkat Pembina yang makna kepangkatannya adalah membina dan mengembangkan. 3. Eselon III Eselon III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2 jenjang: eselon IIIA dan eselon IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III adalah terendah Golongan III/d dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga berpangkat pembina atau penata yang sudah mumpuni (Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah membina dan mengembangkan. 4. Eselon IV Eselon IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari 2 jenjang: eselon IVA dan eselon IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV adalah terendah Golongan III/b dan tertinggi Golongan III/d. Ini berarti
243
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
156 secara kepangkatan, personelnya berpangkat penata yang sudah cukup berpengalaman.Makna kepangkatannya adalah menjamin mutu. Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:244 1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah. 2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor. Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. 245 Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi Pegawai Negeri Sipil, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang 244
Mengenai jabatan karier dalam lingkungan birokrasi, yakni structural dan fungsional, secara mendetail dan mendalam dijelaskan dalam situs Badan Kepegawaian Negara, yakni http://www.bkn.go.id/, diakses tangal 22 desember 2012 245 Apabila dilihat yang demikian, maka nilai filosofis yang diambil dalam pengangkatan pejabat structural adalah untuk mengetahui tingkat keahlian dan bidangnya, sehingga akan sesuai dengan tugas pokok yang akan dikerjakan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
157 Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.246 Sedangkan Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 dan Keputusan PresidenNomor 87 tahun 1999.
3.3.1 Jabatan Wakil Menteri adalah Karir dan Non Karir Pertanyaan yang cukup menarik adalah tentang Jabatan Wakil Menteri sebenarnya karir atau non karir.247 Untuk membahas tentang permasalahan ini tentunya harus melihat dasar hukum yang menjadi pijakan dalam pengangkatan Wakil menteri. Hal ini menjadi penting untuk dibahas, dikarenakan berhubungan dengan tata cara seleksi dan rekrutment Wakil Menteri. Apabila berasal dari pejabat karir, maka seharusnya sesuai dengan yang berlaku dalam hukum kepegawaian, yakni pengangkatannya haruslah melalui seleksi, dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Wakil Presiden atas usulan masingmasing instansi yang bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian mengusulkan pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai dengan penempatan yang bersangkutan. Apabila non karir tentunya harus melalui tata cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
246
Mandiri dalam artian, yang bersangkutan sendiri memiliki keahlian dibidang apa, baik secara keilmuan maupun penempatannya sebelumnya sering pada bidang pekerjaan apa, apakah teknis atau non teknis. 247
Jabatan non karir dalam artian jabatan yang dalam rekruitmentnya dibuka secara terbuka, dan siapapun dapat melakukan pendaftaran, pendaftar yang diterima yang bukan merupakan dari instansi atau pegawai negeri sipil, maka dikatakan sebagai jabatan non karir. Dalam perkembangannya jabatan non karir hanya banyak ditemukan pada recruitment Hakim Agung, padahal tidak demikian, banyak jabatan-jabatan publik juga yang menempatkan dari kalangan non karir.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
158 Pada periode sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstirusi Nomor 79/PUU-IX/2011, Jabatan Wakil Menteri merupakan Jabatan Karir. Hal itu dijelaskan pada penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet”. Dengan demikian jelas menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara merupakan pejabat karir sebagaimana tersebut diatas. Namun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Kemudian dalam Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dinyatakan sebagai berikut :
(1) Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri (2) Wakil Menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota Kabinet (3) Pejabat Karir sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan structural eselon 1.a Dengan demikian berdasarkan Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, wakil Menteri posisinya berasal dari pejabat karir yang telah menduduki jabatan structural eselon 1.a. Kemudian pasal 70 ayat (3) dihapus berdasarkan Pasal 70 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara menyatakan sebagai berikut :
(1) Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri (2) Wakil Menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota Kabinet
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
159 (3) Dihapus248
Berdasarkan Pasal 70 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, maka Wakil Menteri tetap merupakan pejabat karir, hanya saja pembatasan syarat untuk dapat menduduki posisi jabatan Wakil Menteri pegawai negeri harus telah menduduki jabatan structural eselon 1.a dihapus, dengan demikian sudah tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum tetap lagi. Baru dengan dikeluarkannya Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri dinyatakan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri”. Berdasarkan pada Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri ini, yang merupakan pelaksanaan dati Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, yang menyatakan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Untuk itu posisi Wakil Menteri sebagai pejabat karir dalam Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tidak dinyatakan lagi. Sehingga dengan adanya Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri maka jabatan Wakil Menteri dapat berasal dari karir dan non karir. Namun problematikanya adalah berdasarkan Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 para Wakil Menteri249 yang diangkat oleh Presiden sebagian besar adalah Wakil Menteri yang telah diangkat sebelumnya, yang mana sebagian besar berasal dari jalur karir. Dengan demikian jelas sudah setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri maka jabatan 248
Kursif oleh Penulis, untuk menunjukkan perbedaan dengan Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara 249
Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 dibentuk berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, selain itu dalam putusan Mahkamah Konstitusi dipertegas bahwa pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri merupakan kewenangan Presiden, selain itu untuk melaksanakan Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
160 Wakil Menteri dapat berasal dari karir dan non karir. Untuk itu kiranya dipertegas lagi mengenai tata cara recruitment dan seleksi Wakil Menteri, untuk menghindari ketidak jelasan mengenai pola dan tata cara rekruitmentnya sebagaimana menjadi pertanyaan masyarakat luas. Dengan ditetapkannya bahwa jabatan Wakil Menteri dapat berasal dari karir dan non karir, maka selesai sudah perdebatan mengenai apakah Jabatan Wakil Menteri structural atau fungsional, yang tentunya berbeda fungsi, tugas dan penempatannya. Untuk itu kdepan diperlukan pemikiran yang lebih matang lagi, dalam hal pengangkatan dan pengadaan lembaga baru, agar tidak menimbulkan kerancuan jabatan, seperti yang terjadi pada Wakil Menteri.
3.3.2 Pangkat dan Golongan Wakil Menteri Apabila kita teliti dan melihat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur secara umum mengenai jabatan Wakil Menteri, tampak tidak terdapat pengaturan mengenai jenjang kepangkatan Wakil Menteri. Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara hanya diatur mengenai pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden pada kementerian tertentu apabila terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus. Dengan demikian tampak terlihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum, untuk selanjutnya diatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya. Kemudian ketika melihat dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yakni Pasal 91 ayat (1) yang berbunyi “Wakil Menteri, Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan adalah jabatan structural eselon I.a.” Dengan demikian jelas bahwa jabatan Wakil Menteri menurut Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, jenjang kepangkatannya adalah sama dengan posisi Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
161 dan Kepala Badan yakni adalah jabatan struktural eselon I.a.250 Apabila diperhatikan nampak melalui Pasal 91 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara ini bahwa tidak jauh berbeda dari segi kepangkatannya, meskipun dari tata cara recruitment, proses seleksi dan pelantikannya berbeda. Selanjutnya apabila melihat dalam Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yang menyatakan “Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a.”. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan dengan Pasal 91 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yakni jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a. Untuk itu dalam hal ini Wakil Menteri untuk persoalan jenjang dan golongan kepangkatannya hampir sama dengan Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan yakni adalah jabatan struktural eselon I.a. Baru dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, menyatakan “Penetapan kelas jabatan (grading) bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a.” Dengan demikian terdapat perbedaan dengan Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yakni jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a. Namun menurut Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi 250
Dengan demikian berdasarkan pada Pasal 91 ayat (1)Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, wakil Menteri sama dengan jabatan-jabatan dalam tingkatan dibawah Menteri, yakni setingkat eselon 1.a
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
162 bagi pejabat eselon I.a. 251 Hal ini yang menimbulkan kebingungan, karena Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara merupakan sisipan terhadap Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Dalam hal ini terjadi inkonsistensi dan disharmonisasi antara Pasal 70A dengan Pasal Pasal 70B, yang mana bahwa dalam Pasal 70A menyatakan “Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a.” sedangkan dalam Pasal 70B menyatakan bahwa “Penetapan kelas jabatan (grading) bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a.”. Tentunya menjadi catatan tersendiri mengenai jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri melalui Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, yakni kelas jabatan (grading)252 bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a. Terakhir apabila melihat Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang merupakan pelaksanaan perubahan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUUIX/2011, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 (1). Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteridiberikan di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a.
251
Apabila dibandingkan antara Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dengan dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, maka terdapat conflik of norm (konflik norma) antar tingkatan peraturan perundang-undangan yang sama. 252
Grading adalah proses pengelmpokan tingkat mutu yang diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman tertentu. Dalam hukum kepegawaian dikenal sebagai JOB GRADING (Peringkat Jabatan)
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
163 (2). Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Dengan memperhatikan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka semakin jelas bahwa jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri di atas jabatan struktural eselon I.a. Untuk itu bahwa jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri tidak sejajar dengan Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badanyakni adalah jabatan struktural eselon I.a. sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yakni Pasal 91 ayat (1) juncto Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Melalui beberapa ulasan diatas, dapat dipahami bahwa jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri yang berpengaruh terhadap Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a. Untuk itu posisi Wakil Menteri dari segi kepangkatan, golongan, Hak keuangan dan fasilitas lainnya diatas lebih tinggi daripada Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan yakni hanya struktural eselon I.a. Sedangkan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lain Wakil Menteri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, yang akan dibahas pada subbab berikutnya.
3.3.3 Wakil Menteri membentuk Kepangkatan dan Golongan baru Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, bahwa dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak diatur menganai golongan dan kepangkatan Wakil Menteri. Selanjutnya dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
164 Negara yakni Pasal 91 ayat (1) juncto Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dinyatakan bahwa golongan dan Kepangkatan Wakil Menteri adalah setara dengan jabatan struktural eselon I.a. Baru kemudian berdasarkan Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, golongan dan kepangkatan Wakil Menteri adalah di atas jabatan struktural eselon I.a.253 Tentunya hal ini menimbulkan persoalan tersendiri, mengingat golongan dan kepangkatan diatas jabatan structural eselon 1.a sebagaimana diamanatkan Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, merupakan kepangkatan dan golongan yang sama sekali baru dan tidak ada dalam hukum kepegawaian. Seperti yang kita ketahui bersama dalam pembahasan sebelumnya bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan Struktural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 Tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan Struktural, menyatakan bahwa eselon tertinggi merupakan eselon 1.a dengan pangkat terendah Pembina Utama Madya Golongan IVD dan tertinggi pangkat Pembina Utama dengan golongan IVE. Dengan demikian apabila dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, golongan 253
Hal itu yang dimaksud membentuk Kepangkatan dan Golongan baru, karena seperti yang diketahui sebelumnya dalam Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural, tidak terdapat seperti golongan dan kepangkatan seperti yang diberikan kepada Wakil Menteri, yakni diatas eselon 1.a.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
165 dan kepangkatan Wakil Menteri adalah di atas jabatan struktural eselon I.a, maka menimbulkan kerancuan terhadap jenjang kepangkatan dan golongan dalam jabatan yang berlaku di Indonesia, mengingat jenjang kepangkatan dan golongan tertinggi dalam Pegawai Negeri Sipil adalah eselon 1.a dengan pangkat terendah Pembina Utama Madya Golongan IVD dan tertinggi pangkat Pembina Utama dengan golongan IVE. Dalam hal ini dapat dikatakan jabatan Wakil Menteri sangat unik dari segi kepangkatan dan golongannya, sehingga dapat dikatakan jabatan Wakil Menteri membentuk kepangkatan dan golongan baru dalam hukum kepegawaian di Indonesia. Tidak berhenti disitu, apabila ditinjau dari kepangkatan dan golongannya tentu sangat tidak rasional dan dapat dipersoalkan mengenai Wakil Menteri ini, mengingat dalam peraturan perundang-undangan, literature Hukum Kepegawaian, dan kebiasaan menganai Kepangkatan dan golongan yang terdapat dalam jabatan pegawai negeri sipil belum pernah menemukan jabatan diatas eselon 1.a. Karena ini hal yang baru maka kiranya menarik untuk dikaji dan dianalisa secara gamblang perbedaan-perbedaannya dari segi fasilitas dan hak-hak lainnya yang diterima oleh Wakil Menteri, tentunya hal ini akan menjadi kajian subbab berikutnya. Kejadian yang seperti ini tentunya jangan sampai tujuannya hanya ingin memberikan legitimasi bahwa kedudukan254 Wakil Menteri berada diatas Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas dan unsur pendukung lainnya dalam Kementerian. Semangat golongan dan kepangkatan Wakil Menteri yang seperti ini tentunya dapat diharapkan memberikan kinerja yang lebih baik, bukan karena rendah dan tingginya jabatan, pengangkatan dan pemberhentian, pertanggung jawaban dan lain sebagainya. Akan tetapi dapat dijadikan dasar untuk bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidang dan keahliannya, sehingga akhirnya tujuan dan fungsi Kementerian dapat tercapai secara baik dan tujuan Negara dapat dicapai secara maksimal, dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat di Indonesia.
254 Seperti yang pernah dibahas pada subbab sebelumnya, penetuan mengenai kedudukan jabatan publik, tidak hanya dapat diukur melalui hak dan fasilitas yang didapat, akan tetapi dari wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
166 3.3.4 Hak Keuangan dan Fasilitas Wakil Menteri Hak keuangan dan fasilitas dalam organisasi apapun menjadi sangat penting, hal itu dikarenakan berhubungan erat dengan pendapatan dan fasilitas kenyamanan dalam upaya menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang digariskan
dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
mengaturnya. 255
Sebenarnya hak keuangan dan fasilitas Wakil Menteri berangkat dari Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang merupakan pelaksanaan perubahan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 (1). Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteridiberikan di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a. (2). Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Apabila dilihat secara seksama Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri mengamanatkan besaran hak keuangan dan fasilitas yang diterima dan didapat oleh Wakil Menteri akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Untuk melaksanakan amanat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut, maka Menteri
Keuangan
menerbitkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diatur secara gamblang mengenai hak-hak, tunjangan dan fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri. Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri disebutkan bahwa Wakil Menteri diberikan Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya. Dengan demikian Wakil Menteri selain mendapat gaji juga mendapat fasilitas-fasilitas lain dan
255
Namun tentunya semakin besar tingkat wewenang yang diberikan terhadap jabatan dalam organisasi, maka juga akan berbanding lurus dengan pendapatan serta beban kerja yang dilakukan oleh pejabat yang berangkutan. A. Qodri Azizy, Lock cit, hal. 123
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
167 tunjangan yang akan dibahas dalam subbab ini juga. Kemudian Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri memberikan batasan terhadap hak keuangan Wakil Menteri yakni terhadap Wakil Menteri yang bertugas pada Kementerian yang belum mendapatkan Tunjangan Kinerja diberikan Hak Keuangan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari hak keuangan Menteri, sedangkan bagi Wakil Menteri yang bertugas pada Kementerian yang sudah mendapatkan Tunjangan Kinerja diberikan Hak Keuangan sebesar 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari tunjangan kinerja Pejabat Eselon I dengan peringkat jabatan tertinggi.256 Kemudian Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, mengatur tentang wakil Menteri yang berasal dari Pegawai negeri Sipil (PNS) bahwa Hak Keuangan bagi Wakil Menteri yang berasal dari Pegawai Negeri dibayarkan sebesar selisih penerimaan Hak Keuangan sebagai Wakil Menteri dengan penghasilan yang diterima sebagai Pegawai Negeri. Sedangkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, bahwa besaran Hak Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan besaran Hak Keuangan setelah dipotong pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Berikutnya Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, apabila Hak Keuangan yang diterima oleh Wakil Menteri seperti yang diatur dalam ayat (1) menyebabkan penurunan penghasilan terhadap Wakil Menteri yang bersangkutan, maka kepada Wakil Menteri diberikan tunjangan selisih penghasilan sebesar selisih dari Hak Keuangan yang selama ini diterima dengan Hak Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
256
Pembatasan-pembatasan seperti disebutkan diatas tentunya dilakukan terhadap Wakil Menteri dikarenakan dalam setiap Wakil Menteri terdapat perbedaan lama dan waktu pengangkatannya dalam Kementerian tertentu, mengingat dalam Keppres 65/M tahun 2012 terdapat beberapa Wakil Menteri yang baru diangkat, baik untuk menggantikan yang lama, maupun sama sekali baru diangkat.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
168 Mengenai fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri dapat dilihat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, yakni fasilitas yang didapat Wakil Menteri diantaranya :257 1. Kendaraan Dinas 2. Rumah Jabatan 3. Jaminan Kesehatan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, berupa Kendaraan Dinas diberikan
berdasarkan
standar
harga
perolehan
paling
tinggi
sebesar
Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah). Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, mengenai Rumah Jabatan adalah Rumah Negara Golongan I sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan standar di bawah Menteri dan di atas Pejabat Eselon I. 258 Namun berdasarkan
Pasal
5
ayat
(2)
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, apabila Kementerian bersangkutan belum dapat menyediakan Rumah Jabatan bagi Wakil Menteri, kepada Wakil Menteri dapat diberikan kompensasi berupa tunjangan perumahan sebesar Rp15.000.000 (lima belas juta rupiah) setiap bulan. Kemudian mengenai Jaminan Kesehatan Wakil Menteri diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan pemeliharaan kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud
adalah
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
36/PMK.02/2011 tentang Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri 257
Apabila dilihat mengenai fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri, sebenarnya hampir sama dengan Jabatan Menteri, meskipun dalam pasal-pasal berikutnya dibatasi dari segi harga dan spesifikasinya. 258 Pasal ini sebagai konsekwensi dari jabatan Wakil Menteri diatas eselon 1.a, sehingga dalam pasal ini menggunakan batasan diatas eselon 1.a dan dibawah Menteri, hal ini yang menimbulkan jenjang kepangkatan baru dalam hukum kepegawaian di Indonesia.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
169 dan Pejabat Tertentu. Berikutnya dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, bahwa Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Wakil Menteri diberikan sejak tanggal 7 Juni 2012. Terakhir Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pemenuhan Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Wakil Menteri dibebankan pada anggaran masingmasing Kementerian.259 Apabila melihat dengan seksama uraian mengenai hak keuangan dan fasilitas Wakil Menteri diatas, maka dapat disimpulkan betapa banyaknya pengeluaran Negara untuk membiayai lembaga baru yang bernama Wakil Menteri. Sejatinya pengangkatan Wakil Menteri apabila dilihat dari segi kewenangannya, urgensi dan signifikansinya, maka dapat dipersoalkan, hal itu dikarenakan tidak sesuai dengan semangat untuk mengurangi pengeluaran Keuangan Negara, seperti yang diupayakan dalam pengetatan dan pembatasan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil yang salah satu alasannya adalah mengurangi beban anggaran Negara (efisiensi)260 untuk membayar Pegawai. Tidak hanya itu, semangat efesiensi dan efektifitas dalam pembentukan kementerian tidak dapat tercapai, sebagaimana dari Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :
Pasal 13 (3). Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan: e. efisiensi dan efektivitas; 259 Pasal ini juga mengandung makna masih terdapat hak-hak keuangan lainnya yang didapat oleh Wakil Menteri dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya, yang dibebankan pada anggaran masing-masing Kementerian. Untuk itu pada kementerian hal ini harus dijelaskan mengenai anggaran-anggaran apa saja yang dibebankan kepada Kementerian dalam rangka mendukung tugas dan wewenang Wakil Menteri. 260
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Meskipun hal ini merupakan dalam bahasan yang berbeda dan tidak dilakukan oleh penulis, namun kiranya tidak ada salahnya apabila sedikit disinggung dalam subbab ini, karena apabila berbicara anggaran, maka erat kaitannya dengan efesiensi anggaran, untuk tidak dikatakan inefesiensi anggaran Negara, sehingga tidak terjadi defisit anggaran Negara. Mengenai defisit keuangan Negara dibahas secara komprehensif oleh Andrian, Baca Andrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal. 277
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
170 f. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; g. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau h. perkembangan lingkungan global. Hal itu berarti terjadi inkonsistensi terhadap tujuan awal pembentukan organisasi Kementerian Negara yang salah satu point utamanya adalah efisiensi dan efektivitas. Dengan kedudukan Wakil Menteri yang sekarang dapat dikatakan kurang efisien, dikaitkan dengan anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk kebutuhan jabatan Wakil Menteri. Sedangkan dikatakan tidak efektif dikarenakan kedudukan jabatan Wakil Menteri akan menimbulkan tumpang tindih terhadap kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Meskipun itu bukan wilayah kajian penulis, namun tidak salah sedikit penulis singgung untuk pengayaan materi dalam tulisan ini.
3.4 Kedudukan Wakil Menteri Undang-Undang Dasar 1945 amandemen menyatakan bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.261 Kemudian setiap
menteri
memimpin
kementerian negara
untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan disahkannya UndangUndang nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri, maka telah merubah struktur kelembagaan Kementerian Negara, meskipun posisi dan kedudukan Wakil Menteri tidak begitu dijelaskan dengan baik posisinya dalam struktur organisasi Kemeneterian Negara. Seperti yang telah diurai sebelumnya bahwa Wakil Menteri dibentuk berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri, yang menyatakan bahwa “Dalam hal terdapat 261
Mengenai organisasi Kemneterian Negara baik pengangkatan dan pemberhentiannya dibahas secara baik oleh Jimly, Jimly dalam bukunya memberikan gambaran mengenai cita dan harapan serta perdebatan terhadap bab mengenai Kementerian Negara dalam proses amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…., Lock Cit, Hal. 177-179
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
171 beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Pasal Pasal 10 UndangUndang nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri ini yang menjadi ruh dan semangat pembentukan Wakil Menteri, yakni untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat khusus dan tidak umum sehingga dibutuhkan penganagkatan Wakil Menteri. Dengan demikian dapat dikatakan Wakil Menteri juga berada dibawah Presiden sebagai lembaga yang melakukan pengangkatan. Dengan berdasarkan pada tugas dan fungsi Presiden menjalankan Pemerintahan sebagaimana Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen membutuhkan bantuan beberapa Menteri untuk menjalankan segala program yang telah ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat, untuk itu Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.262 Kemudian untuk menjalankan Pemerintahan para Menteri dibantu oleh Pembantu Menteri, Pengawas, Pelaksana, Pendukung dan unsur-unsur lainnya yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan Pemerintahan. Termasuk diantaranya Wakil Menteri yang menunjang tugas dan fungsi pada Kementerian tertentu. Apabila dilihat secara seksama dalam Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang mana menyatakan bahwa Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab Kepada Menteri. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri inilah kedudukan Wakil Menteri selain berdasarkan Pengangkatannya oleh Presiden sebagaimana telah disinggung pada paragraph sebelumnya, juga Wakil Menteri kedudukannya berada dibawah Menteri, meskipun dapat disanksikan diantara keduanya, mengingat pola recruitment dan proses seleksinya sama-sama dilakukan oleh Presiden dengan tata cara yang sama, hanya saja dengan kewenangan dan pola pertanggung jawaban yang tidak sama. Namun harus diakui dari segi penamaan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri tetap kedudukannya
262
Pergeseran mengenai kekuasaan Presiden dalam menjalankan Pemerintahan tidak hanya terjadi pada mekanisme pemilihan dan pemberhentian Presiden, yang dijelaskan oleh Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta : LP3ES, 2007), Hal. 133
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
172 berada di bawah Menteri. Meskipun pada akhirnya menimbulkan Persoalan dalam struktur organisasinya. Kemudian
kedudukan
Wakil
Menteri
dapat
dilihat
dari
segi
kewenangannya sebegaimana telah disinggung pada bab-bab sebelumnya yang mana Wakil Menteri memiliki tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian. Berdasarkan pernyataan yang demikian semakin jelas kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Menteri, yakni sifatnya membantu, kata-kata membantu merupakan hal yang sifatnya tidak primer, akan tetapi skunder,263 maksudnya ialah dapat dibutuhkan dapat juga tidak papabila diyakini oleh seorang Menteri dapat melaksanakan sendiri tugas dan wewenangnya yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan. Selain yang disebutkan sebelumnya Wakil Menteri juga melaksanakan koordinasi dengan Menteri guna menjalankan program-program yang telah digariskan sebelumnya. Selanjutnya mengenai kedudukan Wakil Menteri dengan unsur pelaksana atau Sekretariat Jenderal dan Sekretariat kementerian adalah dapat dilihat dari segi tugas dan fungsi Wakil Menteri yakni salah satunya adalah membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian Kementerian. Dengan demikian jelas sudah bahwa Wakil Menteri dapat melakukan penilain dan penetapan terhadap jabatan yang ada dilingkungan Kemnetrian, tidak terkecuali adalah Unsur Pembatu, Pengawas, Pelaksana dan unsur-unsur lainnya sebagai bagian dari pendukung dalam proses pelaksanaan beban dan tugas pada Kementerian. Berdasarkan itulah posisi wakil Menteri kedudukannya berada diatas unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta unsur pendukung lainnya dalam Kemneterian. Selanjutnya berdasarkan hak keuangan dan fasilitas lainnya yang diterima oleh Menteri jauh lebih besar dari unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta unsur pendukung lainnya dalam Kemneterian. Dengan demikian jelas kedudukan Wakil Menteri berada diatas unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta unsur pendukung lainnya dalam Kemneterian.
263
Kata-kata primer dan skunder ini digunakan untuk membedakan kewenangan yang sesungguhnya, dengan kewenangan yang merupakan hasil atribusi, mandat dan delegasi. Baca CST. Kansil, Lock Cit, Hal. 195
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
173 Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan dan hubungan Wakil Menteri terhadap Presiden, kedudukan dan hubungan Wakil Menteri terhadap menteri, kedudukan dan hubungan Wakil Menteri terhadap Unsur Pelaksana lainnya dalam struktur organisasi Kementerian, akan diurai secara mendetail melalui subbab berikutnya, yang akan diulas pada bahasan dibawah ini.264
3.4.1 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden Untuk melihat kedudukan diantara 2 (dua) institusi ini, kiranya wajib untuk menelaah beberapa Pasal yang saling berkaitan265 antara Presiden dan Wakil Menteri. Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 10 telah menyatakan bahwa “Dalam hal terdapat beban kerja yang
membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat
wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Dengan demikian secara tegas bahwa Presiden yang melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri dalam hal yang khusus, tentunya pengangkatan itu berdasakan analisis yang matang sehingga kemudian dilakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Untuk itu dapat dikatakan bahwa Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden adalah Wakil Menteri merupakan dibawah lembaga Kepresidenan, mengingat Presidenlah yang melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Apabila dilihat dari segi proses seleksi dan pengangkatannya, Presiden dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945,266 sedangkan Wakil Menteri diangkat oleh Presiden, dengan demikian kedudukan Wakil Menteri sangat berbeda dan sangat jauh berada dibawah Presiden. Selain itu apabila ditinjau dari kewenangannya, kewenangan Presiden sebagai kepala dan kepala pemerintahan sangatlah luas, dapat meliputi kewenangan yang bersifat 264
Pada subbab berikutnya akan dikaji mengenai kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian, selain itu juga dibahas mengenai hubungan Wakil Menteri dengan Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian. 265
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2006), Hal. 311 266
Beberapa pandangan dan perdebatan mengenai pemilihan Presiden secara langsung dapat ditelaah dalam buku Valina Singka Subekti Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), Hal. 265
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
174 ekskutif, legislative dan yudisial.Sedangkan Wakil Menteri hanya bersifat ekskutif dan membantu Menteri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab di Kementerian tertentu. Dengan demikian dari segi tanggung jawab kedudukan Wakil Menteri jauh sangat dibawah dari Presiden. Berikutnya mengenai pertanggung jawaban Presiden karna dipilih langsung oleh rakyat, maka pertanggung jawabannya kepada rakyat langsung, meskipun juga terdapat pertanggung jawaban secara politik dan hukum apabila terjadi pemakzulan Presiden sebelum masa jabatannya berakhir.267 Sedangkan Wakil Menteri bertanggung jawab kepada Menteri dan secara tidak langsung juga kepada lembaga yang mengangkatnya, yakni Presiden. Dengan demikian kedudukan wakil Menteri jauh dibawah Presiden. Apalagi apabila dilihat dari jabatan Wakil Menteri hanya setara diatas jabatan eselon 1.a, dengan demikian jabatan wakil menteri merupakan jabatan seperti Pegawai negeri Sipil, bukan merupakan Pejabat Negara268 yang tidak mengenal jabatan eselon. Dan kiranya masih banyak lagi kedudukan-kedudukan Presiden yang lain yang menentukan dan membuktikan bahwa Presiden kedudukannya diatas Wakil Menteri. Untuk itu Wakil Menteri sebgai lembaga yang diangkat oleh Presiden mampu memberikan kerja-kerja terbaiknya untuk menunjang program-program yang dijalankan oleh Pemerintah. Selain itu diharapkan Wakil Menteri juga menjaga nama baik instusi Kepresiden dan Kementerian tentunya.
3.4.2 Hubungan Wakil Menteri dengan Presiden Dalam mencoba memahami mengenai hubungan wakil menteri dengan Presiden, maka pertama-pertama yang harus dilihat mengenai pola dan tata cara pengangkatan wakil Menteri oleh Presiden. Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara telah menyatakan bahwa “Dalam hal 267
Untuk menganalisis mengenai pola pertanggung jawaban Presiden pada era reformasi amandemen UUD 1945, dapat dibaca Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hal. 124. 268
Pejabat Negara adalah lembaga pemerintahan “civilizated organization”. dimana lembaga tersebut dibuat oleh Negara, dari Negara, dan untuk Negara dimana bertujuan untuk membangun Negara itu sendiri. Trubus Rahardiansah, Sistem Pemerintahan Indonesia, teori dan praktek dalam perspektif politik dan hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2010), Hal. 311
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
175 terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Dengan demikian dapat disadari bahwa terdapat hubungan pengangkatan yang dilakukan oleh Presiden terhadap wakil Menteri, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa antara Wakil Menteri dengan Presiden merupakan hubungan kewenangan primer Wakil menteri terhadap kewenangan-kewenangan yang akan didapat oleh Wakil Menteri dari lembaga yang mengangkatnya. Tentunya berdasarkan hal-hal yang bersifat khusus atau tidak umum seperti yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam melakukan pengangkatan wakil Menteri, Presiden tentunya memiliki alasan-alasan
mengenai urgensinya,
karena
dengan
dilakukan
pengangkatan, maka akan menimbulkan kewenangan baru yang diberikan seorang Presiden kepada Menteri.269 Dalam beberapa Pasal dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan wakil Menteri disebutkan bahwa wakil Menteri dalam tugasnya membantu Menteri dalam menjalankan tugas-tugas Kementerian, serta melakukan koordinasi terhadap aparatur organisasi Kementerian Negara, meskipun dalam struktur organisasi Kementerian posisi wakil Menteri tidak disebutkan secara konkrit berada dimana.270 Namun hubungan antara lembaga yang mengangkat dan lembaga yang diangkat menimbulkan hubungan kewenangan serta hubungan pertanggung jawaban antara pejabat yang mengangkat dengan pejabat yang diangkat. Dalam hal ini meskipun wakil Menteri dinyatakan bahwa bertanggung jawab kepada Menteri, akan tetapi secara politik dan kebiasaan tidak menghilangkan pertanggung jawaban wakil Menteri terhadap lembaga yang mengangkatnya, dalam hal ini adalah Presiden. Selain hubungan sebagaimana telah disebutkan diatas, juga terdapat hubungan sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 huruf i Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri yang berbunyi “dalam hal tertentu, wakil 269
Kewenangan baru tersebut sebagai konsekwensi dari system Presidensial, meskipun pada tataran praktek dilapangan seringkali praktek tersebut tidak berlaku, sehingga seolah-olah Indonesia memakai system Parlementer. Irman Putra Sidin, Presidensial, Buruk Rupa Cermin dibelah, dalam Satya Arinanto (ed), Memahami Hukum dari Konstruksi sampai Implementasi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), Hal. 244-246 270
Sebagaimana telah disinggung pada subbab sebelumnya bahwa posisi dan kedudukan Wakil Menteri tidak terdapat dalam struktur organisasi, dalam tataran normatif, akan tetapi dalam tataran praktek justeru posisi Wakil Menteri diposisikan sebagai jabatan dibawah Menteri.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
176 menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri”. Dengan demikian semakin diperjelas mengenai hubungan antara
wakil menteri dengan Presiden,
yakni merupakan konsekwensi
pengangkatan yang dilakukan oleh Presiden terhadap wakil menteri, sehingga wakil Menteri dapat menerima tugas langsung dari Presiden atau melalui Menteri apabila dibutuhkan. Semakin tampak jelas bahwa hubungan pengangkatan juga berdampak terhadap hubungan kewenangan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal yang khusus yang dimaksud Pasal 3 huruf i Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri tersbut diatas menjadi tergantung dan hak Presiden memberikan kewenangan kepada wakil menteri. Selain itu hubungan juga terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri yang berbunyi “masa jabatan wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan”. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri ini maka antara wakil Menteri dan Presiden juga memiliki hubungan mengenai berakhirnya masa jabatan antara Wakil Menteri dengan Presiden. Masa jabatan Wakil Menteri paling lama dengan masa jabatan Preiden Republik Indonesia.271 Untuk itu batasan mengenai masa jabatan merupakan bagian dari hubungan antara Wakil Menteri dengan Presiden.
3.4.3 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri Untuk dapat melihat kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri, kiranya kita dapat melihat Pertanggung jawaban Wakil Menteri terhadap Menteri, yakni yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang menyatakan “Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Dengan demikian kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Menteri. Kedudukan yang lain adalah dapat dilihat dari segi Kewenangan yang dimiliki oleh Menteri dan wakil Menteri. Wakil Menteri hanya sebatas membantu Menteri dalam hal menjalankan tugas dan fungsi 271
Sebagaimana jabatan seorang Presiden adalah 5 (lima) tahun sejak dilakukan pengangkatan dan dapat dipilih kembali dalam 1 (satu) periode jabatan lagi. Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif Konstitusional, (Yogyakarta : Total Media, 2009), Hal. 122
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
177 Kementerian, sedangkan Menteri menjalankan penuh segala tugas dan tanggung jawab Kementerian, meskipun pada akhirnya pasti terdapat pelimpahan wewenang kepada yang berkompeten untuk menjalankannya. Selain itu kedudukan wakil Menteri terhadap Menteri dapat dilihat dari hak keuangan dan fasilitas yang didapat oleh Wakil Menteri, wakil Menteri mendapatkan fasilitas dan hak keuangan diatas jabatan eselon 1.a, sedangkan Menteri jauh daripada eselon 1.a, mengingat Menteri adalah pejabat Negara, jadi tidak mengenal eselon seperti yang terjadi pada wakil menteri. Untuk itu semakin jelas bahwa Jabatan Wakil Menteri keudukannya berada dibawah Menteri. Namun masih dapat disanksikan apabila ditinjau dari proses seleksi, rekruitmen dan penganagkatan Wakil Menteri, proses dan tata caranya sama sekali persis seperti seleksi, rekruitmen dan penganagkatan terhadap Menteri. Untuk itu hal ini yang menimbulkan kerancuan terhadap jabatan Wakil Menteri. Harusnya tidak dapat disamakan pola dan tata cara perekrutannya, dengan demikian seakan-akan bahwa antara Wakil Menteri dan Menteri adalah sejajar kedudukannya apabila ditinjau dari segi seleksi, rekruitmen dan penganagkatannya. Dengan demikian jelaslah sudah mengenai kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri ini, yakni dari segi pertangungjawabannya wakil Menteri bertanggung jawab kepada Menteri. Sedangkan dari segi kewenangannya Wakil Menteri wewenangnya membantu Menteri dalam menyelenggarakan tugas-tugas kementerian, dengan demikian jelas berada dibawah Menteri. Sedangkan ditinjau dari pengangkatannya adalah Wakil Menteri hampir sama dengan Menteri, untuk itu menimbulkan multi tafsir apabila dilihat dari segi seleksi, rekruitmen dan penganagkatan Wakil Menteri dan Menteri, bahkan terdapat yang menyamakan antara wakil Menteri dan Menteri apabila ditinjau dari tata cara seleksi, rekruitmen dan penganagkatannya.
3.4.4 Hubungan Wakil Menteri dengan Menteri Hubungan antara Wakil Menteri dengan Menteri dapat dilihat dalam Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang berbunyi “Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Dalam melihat Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
178 Menteri tersebut berarti dapat disimak bahwa terdapat hubungan pertanggung jawaban antara Wakil menteri terhadap Menteri. Pertanggung jawaban Wakil Menteri terhadap Menteri sebagaimana tersebut diatas merupakan hubungan yang didelegasikan oleh Presiden kepada Menteri untuk membantu Presiden menerima pertanggungjawaban dari wakil menteri, karena sebenarnya yang berhak menerima pertanggung jawaban dari wakil menteri adalah Presiden sebagai lembaga yang melakukan pengangkatan terhadap wakil menteri. Selain itu melaporkan segala bentuk transparansi kinerja272 yang telah dilakukan oleh Wakil Menteri. Selain hubungan pertanggungjawaban273 sebagaimana tersebut diatas, juga terdapat hubungan tugas antara wakil Menteri terhadap Menteri, sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Dimana dalam pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut disebutkan mengenai beban tugas dan tanggung jawab seorang wakil menteri, mulai dari pelaksanaan tugas kementerian,
perumusan
kebijakan,
pelaksanaan
dan
pengkoordinasian
pencapaian kebijakan strategis lintas eselon 1 di Kemneterian. Untuk itu dapat dikatakan beban tugas wakil menteri merupakan tergantung dari pemberian tugas dari menteri yang bersangkutan, sehingga banyak dan tidaknya peran dan fungsi Wakil menteri tergantung pada banyak dan sedikitnya peran yang diberikan Menteri kepada Wakil menteri. Mengenai hubungan dan rincian tugas serta kewenangan antara Wakil Menteri dengan Menteri terdapat beberapa hal yang menjadi kewenangan dari 272
Untuk itu salah satu point transparansi, yakni adanya peranserta masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas yang dilakukan oleh Pemerintah baik pusat maupun local yang akuntabel dan transparan untuk pembangunan sosial dan ekonomi yang berkeadilan dan berkesinambungan. Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah, Dari era orde baru ke era Reformasi, (Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011), Hal. 107 273
Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility). Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta, Konstitusi Press, 2006), Hlm 61
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
179 wakil Menteri, diantaranya membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan Kementerian, membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan kontrak kinerja, memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan, melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian, membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian, melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian, mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri, melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri dan dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
3.4.5 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian Apabila melihat mengenai kedudukan wakil Menteri terhadap secretariat Jenderal/Kementerian, maka yang harus dilihat adalah mengenai kewenangan yang diberikan kepada Wakil Menteri, kewenangan yang diberikan kepada Wakil menteri adalah membantu Menteri mengkoordinasikan pencapaian kebijakan strategis274 lintas unit organisasi eselon 1 dilingkungan Kementerian. Dalam hal ini dapat diambil dari makna pengkoordinasian lintas organisasi eselon 1 yang dimaksud merupakan kepangkatan dibawah Wakil Menteri yang diatas mereka, untuk itu dapat dikatakan kedudukan wakil menteri ditinjau dari sebagaimana disebutkan tadi berada diatas secretariat Jenderal/Kementerian. Sedangkan kewenangan yang lain adalah membantu menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian. Apabila dicermati melalui kewenangan ini Wakil Menteri dapat memberikan masukan dan rekomendasi mengenai secretariat Jenderal/Kementerian yang akan diangkat maupun yang diberhentikan atau diganti oleh Menteri, dengan demikian jelas bahwa Kedudukan Wakil Menteri berada diatas secretariat Jenderal/Kementerian. Meskipun baik Wakil Menteri maupun secretariat Jenderal/Kementerian merupakan sama-sama 274
Dalam berbagai literatur ilmu administrasi, kebijakan disebut sebagai bagian dari dimensi strategis admintstrasi publik. Kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan untuk menentukan tujuan dan cara atau alternatif terbaik dala mencapai tujuan tersebut. T. Keban Yerimias, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, Isu. (Yogyakarta: Gava Media, 2004), Hal. 10
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
180 sebagai Pembantu Menteri, hal itulah yang sama-sama menimbulkan pertanyaan besar, dikarenakan Wakil Menteri juga tidak terdapat dalam struktur organisasi Kementerian Negara. Selain itu Wakil Menteri dapat menerima tugas secara langsung dari Presiden apabila diperlukan oleh Presiden, dengan demikian kewenangan inilah yang juga menentukan kadar kedudukan Wakil Menteri berada diatas secretariat Jenderal/Kementerian, memiliki
kewenangan
dikarenakan sebagaimana
secretariat
Jenderal/Kementerian
kewenangan
wakil
Menteri,
tidak yakni
menjalankan tugas langsung dari Presiden. Kemudian apabila dilihat dari hak keuangan dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada Wakil menteri adalah diatas eselon 1.a, sedangkan secretariat Jenderal/Kementerian paling tinggi adalah eselon 1.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak keuangan dan fasilitas Wakil menteri lebih besar daripada secretariat Jenderal/Kementerian. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Wakil Menteri sebenarnya dari segi kewenangan secara khusus, berdasarkan kepangkatan serta berdasarkan hak keuangan dan fasilitas yang diberikan kepada wakil Menteri lebih tinggi daripada yang diberikan kepada secretariat Jenderal/Kementerian.275 Kedudukan yang demikian tentunya juga memunculkan beberapa problematika terhadap kedudukan wakil Menteri terhadap secretariat Jenderal/Kementerian, mengingat secara umum baik
kewenangan
Wakil
Menteri
dan
kewenangan
secretariat
Jenderal/Kementerian merupakan sama-sama Pembantu Presiden, dengan demikian kedepan agar dipertegas mengenai makna dari membantu Presiden, agar dalam tataran realitas tidak terjadi tumpang tindih kewenangan baik wakil Menteri dengan secretariat Jenderal/Kementerian. Sehingga tercipta pola harmonisasi dan sinergitas kelembagaan276 berkaitan dengan kewenangan yang akhirnya mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
275 Hal ini seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, mengenai kedudukan dan pengangkatan Wakil Menteri. 276 Mengenai sinergitas kelembagaan disini adalah salah satu bentuk koordinasi antar lembaga Negara, tidak berdiri sendiri diatas ego kewenangan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baca Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Conterm of Court, (Jakarta : Diadit Media, 2007), Hal. 19
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
181 3.4.6 Hubungan Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal/Kementerian Untukmelihat
hubungan
Wakil
menteri
dengan
sekretariat
jenderal/kementerian, maka dapat dilihat dari kewenangan wakil menteri yakni membantu menteri mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon 1 dilingkungan kementerian. Berdasarkan bunyi ayat inilah dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan kewenangan berupa koordinasi antara wakil menteri dengan pejabat eselon 1 dilingkungan kementerian, dengan demikian nampak terjadinya pola hubungan kerja antara wakil menteri dengan pejabat eselon 1 yang ada pada kementerian tertentu, yakni tugas wakil menteri melakukan koordinasi dalam hal tugas dan kewenangan yang diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian selain itu juga dapat dilihat dari pola hubungan Penilaian terhadap kinerja yang dilakukan pejabat di bawah Menteri, tidak hanya itu juga dalam rangka pengisian jabatan dilingkungan kementerian dibawah menteri.Untuk itu wakil menteri dalam hal ini dapat dikatakan berada dibawah pejabat yang posisinya dibawah Menteri, meskipun dalam struktur organisasi tidak dijelaskan dengan gambling mengenai kedudukan wakil menteri. Kemudian dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya dalam Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil menteri dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Wakil menteri secara administrative didukung oleh secretariat jenderal/secretariat kementerian.
Dengan
demikian
terdapat
pola
dukungan
secretariat
jenderal/secretariat kementerian secara administrative dalam menjalankan tugas dan wewenang wakil menteri yang diamanatkan oleh Peraturan PerundangUndangan. Kemudian selain itu dalam menjalankan tugasnya wakil menteri didukung oleh Direktorat Jenderal, Deputi, Inspektorat, badan dan pusat dilingkungan kementerian. Apabila dikaji secara holistic telah terjadi hubungan kerjasama dalam hal pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga dalam Kementerian Negara. Kemudian pola hubungan kerjasama tersebut diperkuat dengan beberapa pasal yang menyatakan bahwa wakil Menteri dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh staff tata usaha paling tinggi setingkat eselon III.a. Untuk itu memang wakil menteri sesuai dengan kewenangannya merupakan menjalanakan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
182 pola koordinasi terhadap pejabat dibawah Menteri, sampai kepada pejabat eselon III yang ada di Kementerian Negara. Tidak hanya itu wakil menteri juga dibantu oleh tenaga fungsional yang ditugaskan secara khusus sesuai kebutuhan. Tenaga fungsional sebagaimana dimaksud merupakan tenaga fungsional dibawah unit pelaksana atau unit pendukung Kemneterian. Selain
itu
pola
hubungan
dengan
secretariat
jenderal/secretariat
kementerian terlihat dalam Pasal 12 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang menyebutkan bahwa wakil menteri dalam menjalankan
tugasnya
menerapkan
prinsip
koordinasi,
integrasi
dan
sinkronisasi277 dengan para pejabat eselon 1 dilingkungan Kemneterian. Dengan demikian semakin jelas bahwa Wakil menteri memiliki hubungan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan secretariat jenderal/secretariat kementerian. Kemudian Hubungan tersebut terselenggara melalui forum-forum rapat yang diadakan secara bersama-sama antara secretariat jenderal/secretariat kementerian dengan wakil menteri. Dengan demikian Nampak jelas mengenai pola dan hubungan wakil menteri dengan secretariat jenderal/secretariat kementerian.
277
Koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatankegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Integrasi menurut Kamus Inggris Indonesia adalah pembauran atau penggabungan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat atau pembentukkan suatu identitas baru yang serasi, bisa vertikal dan horizontal. Integrasi berasal dari bahasa Inggris “Integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Sinkronisasi adalah proses pengaturan jalannya beberapa proses pada saat yang bersamaan. Tujuan utama sinkronisasi adalah menghindari terjadinya inkonsistensi data karena pengaksesan oleh beberapa proses yang berbeda (mutual exclusion) serta untuk mengatur urutan jalannya proses-proses sehingga dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari deadlock atau starvation. Baca Widodo, Kamus ilmiah populer dilengkapi ejaan yang disempurnakan dan pembentukan istilah, (Yogyakarta : Absolut, 2001)
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
183 BAB 4 PERBANDINGAN WAKIL MENTERI DI BEBERAPA NEGARA
Perbandingan hukum adalah lmu pengetahuan yang usianya masih relatif muda di Indonesia.278 Dari sejarah diketahui bahwa perbandingan hukum sejak dahulu sudah dipergunakan orang tetapi baru secara insidental. Perbandingan hukum baru berkembang secara nyata pada akhir abad ke-19 atau permulaan abad ke-20. lebih-lebih pada saat sekarang di mana negara-negara di dunia saling berinteraksi denganNegara yang lain dan saling membutuhkan hubungan yang erat. Perbandingan hukum mempunyai peranan penting di bidang hukum secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu semakin perlu diketahui atau dipelajari karena mempunyai berbagai manfaat antara lain, dapat membantu dalam rangka pembentukan hukum nasional disamping mempunyai peranan penting dalam rangka hubungan antar bangsa dan sebagainya. Pendeknya perbandingan hukum mempunyai peranan penting di segala bidang kajian hukum. Sejarah dan latar belakang terbentuknya Perbandingan Hukum dalam Ilmu Hukum yaitu sejak studi perbandingan hukum telah dimulai ketika Aristoteles (384-322 SM) melakukan penelitian terhadap 153 konstitusi Yunani279 dan beberapa kota lainnya yang dimuat dalam bukunya yang berjudul Politics.280 Solon juga melakukan melakukan penelitian atau studi perbandingan hukum ketika menyusun hukum Athena (650-558 SM). Studi perbandingan hukum berlanjut pada abad pertengahan dimana dilakukan studi perbandingan antara hukum Kanonik dan hukum Romawi, dan pada abad 16 di Inggris telah 278 Sebuah buku yang mengulas mengenai perkembangan perbandingan system hukum baik di luar negeri maupun didalam negeri. Baca Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, civil law, common law dan hukum Islam, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004), Hal. 1 279
Mengenai beberapa hal yang menjadi konsen dari penelitian 153 konstitusi yang ada pada saat itu, diungkap secara khusus oleh CF. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Kajian tentang Sejarah dan bentuk-bentuk KOnstitusi Dunia, (Bandung : Nuansa Media, Bandung, 2004), Hal. 23 280 Hal itu dijelaskan dengan rinci Wermer Menski mengenai perkembangan perbandingan terhadap 153 Konstitusi yang ada didunia. Baca Werner Menski, Perbandingan Hukum dalam Konsteks Global, Sistem Eropa, Asia dan Afrika, (Bandung : Nuansa Media, 2012), Hal. 180-183
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
184 memperdebatkan kegunaan hukum Kanonik dan hukum Kebiasaan. Studi perbandingan tentang hukum kebiasaan di Eropa pada waktu itu telah dijadikan dasar penyusunan asas-asas hukum perdata (ius civile) di Jerman.281 Montesquieu telah melakukan studi perbandingan untuk menyusun suatu asas-asas umum dari suatu pemerintahan yang baik. Perkembangan perbandingan hukum sebagai ilmu, relatif baru dimana istilah comparatif law atau droit compare baru dikenal dan diakui penggunaannya yang dimulai di daerah Eropa.282 Perkembangan pesat perbandingan hukum menjadi cabang khusus dalam studi ilmu hukum adalah bagian kedua pertengahan abad ke-18 yaitu yang dikenal sebagai era kodifikasi. Perkembangan pengakuan perbandingan hukum sebagai cabang ilmu hukum baru menghadapi kendala-kendala, antara lain disebabkan telah berabad lamanya, ilmu hukum yang sesuai dengan perintah Tuhan dan bersumber pada hukum alam (natural law) serta mencapai cita kelayakan, dan sangat kurang memperhatikan hukum dalam kenyataan atau penerapan hukum. Studi tentang hukum positif ketika itu diabaikan di perguruan tinggi, yang hanya mengajarkan hukum Romawi dan hukum Kanonik. Pada bagian terakhir dari abad ke-19 perbandingan hukum mulai disukai sebagai cara untuk membandingkan hukum-hukum di Eropa daratan, sejalan dengan memudarnya perhatian terhadap ius commune yang mengajarkan eksistensi hukum yang bersifat universal, serta lahirnya nasionalisme dalam bidang hukum yang ditandai oleh berperannya kodifikasi. 283 Kodifikasi hukum pertama setelah munculnya nation state, terjadi di Perancis, dikenal dengan Code de Napoleon. Nasionalisasi hukum tersebut dipengaruhi oleh Von Savigny, seorang tokoh aliran sejarah hukum. Sekalipun pengakuan terhadap perbandingan hukum sebagai disiplin hukum terjadi pada abad ke 19, akan tetapi
281
Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009), Hal. 33
282
Hal ini sebagaimana terjadi di Eropa pada saat itu dengan berkembangnya pengetahuan mengenai perbandingan dengan Negara lain , untuk mengetahui sejarah dan system yang dipakai oleh Negara-negara lain pada saat itu. John Gilissen dan Frits Gorle, Sejarah Hukum, suatu pengantar, (Bandung : Refika Adhitama, cetakan kelima - 2001), Hal. 104 283
Yang dimaksud dengan kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
185 perkembangan yang sangat pesat terjadi pada abd ke-20. Pertanyaan mendasar yang dikembangkan pada abad ke-19 adalah sebagai berikut:284 a. Tujuan dan sifat perbandingan hukum; b. Kedudukan perbandingan hukum dalam kerangka ilmu hukum; c. Karakteristik dan metode perbandingan hukum; d. Kemungkinan penerapannya dan kegunaan yang bersifat umum ; dan Banyak istilah asing yang menyatakan mengenai Perbandingan Hukum ini, diantaranya adalah Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law (istilah Inggris), Droit Compare (istilah Perancis), Rechtsvergelijking (istilah Belanda) dan Rechtsvergleichung atau Vergleichende Rechlehre (istilah Jerman).285 Di dalam Black’s Law Dictionary dikemukakan bahwa Comparative Jurisprudence adalah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum.286 Kontroversi tentang perbandingan hukum yang berdiri sendiri dan perbandingan hukum sebagai metode. Maka didalam konteks kerangka ilmu hukum, kedudukan perbandingan hukum sebagai disiplin hukum merupakan salah satu ilmu kenyataan hukum, disamping sejarah hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, dan psikologi hukum. Kita membutuhkan ilmu perbandingan hukum dikarenakan (menurut Van Apeldorn) beberapa tujuannya sebagai berikut:287 a. Tujuan yang bersifat teoritis yaitu untuk menjelaskan hukum sebagai gejala dunia (universal) dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami gejala dunia tersebut. Dan untuk itu harus dipahami hukum di masa lampau dan hukum di masa sekarang b. Tujuan yang bersifat praktis yaitu merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan hukum nasional serta memberikan 284
Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Inggris, Jerman, Perancis, Amerika, Cina, Sosialis dan Islam), (Bandung : Nuansa Media, 2010), Hal. 64 285 Definisi dan derivasi dijelaskan oleh Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Sosialis Law, (Bandung : Nuansa Media, 2010), Hal.4-5 286 Henry Champbel Black, Black’s Law Dictionary, Seven Edition, Bryan A. Garner (Editor, St. Paul. Minn, Wes Publishing, 1999), hal. 81 287
L.J Van Apeldoorn, Lock Cit, Hal. 442
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
186 pengetahuan berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang, juga hakim. c. Tujuan yang bersifat politis yaitu mempelajari perbandingan hukum untuk mempertahankan “status quo” dimana tidak ada maksud sama sekali mengadakan perubahan mendasar di Negara yang berkembang. d. Tujuan yang bersifat pedagogis yaitu untuk memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berpikir inter dan multi disiplin, serta mempertajam penalaran dalam mempelajari hukum asing. Menurut Soedarto bahwa kegunaan studi perbandingan hukum yaitu:288 a. Unifikasi hukum yaitu, adanya kesatuan hukum sebagiamana telah diwujudkan dalam konvensi hak cipta 1886 dan General Postal Convention, 1894 dan konvensi internasional lainnya. b. Harmonisasi hukum yaitu, hukum tetap dapat berdiri sendiri namun berjalan beriringan. c. Mencegah
chauvinisme
hukum
nasional
yaitu
kita
dapat
memperoleh gambaran yang jelas tentang hukum nasional yang berlaku sehingga kita mawas diri akan kelemahan-kelemahan yang terdapat pada hukum pidana positif sehingga kita tidak melebihlebihkan hukum nasional dan mengesampingkan hukum asing. d. Memahami hukum asing Misalnya : apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia hendak mengadakan perjanjian internasional dengan Negara lain, lalu timbul kemudian masalah, maka untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut pihak NKRI mau tidak mau harus paham akan system hukum Negara yang menjadi lawannya (dalam sengketa). Perdebatan antara kedudukan hukum sebagai metode dan ilmu masih berlangsung sampai sekarang. Beberapa pendapat pakar yang menyebutkan hukum sebagai metode ialah sebagai berikut :289
288 Dalam Barda Nawawi Arif, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali Press, 2002), Hal. 17 289
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
187 a. Winerton, mengemukakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode yang membandingkan system-sistem hukum dan perbandingan tersebut menghasilkan data system hukum yang dibandingkan; b. Rudolf B. Schlesinger, mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang hukum tertentu; c. Gutterdige, menyatakan bahwa perbandingan hukum tidak lain merupakan suatu metode perbandingan yang dapat digunakan dalam semua cabang ilmu hukum; Beberapa pendapat pakar yang menyebutkan perbandingan hukum sebagai ilmu ialah sebagai berikut :290 a. Soedarto, berpendapat bahwa perbandingan hukum merupkan cabang dari ilmu hukum dan karena itu lebih tepat menggunakan istilah perbandingan hukum dari istilah hukum perbandingan. b. Lemaire, mengemukakan perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan mempunyai lingkup kaidah-kaidah hukum, persamaan dan
perbedaannya,
sebab-sebabnya
dan
dasar-dasar
kemasyarakatannya; c. Ole Lando, mengemukakan antara lain bahwa perbandingan hukum mencakup analysis dan comparison of laws; d. Hessel Yutema, mengemukakan definisi perbandingan hukum hanya suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari ilmu sosial atau seperti cabang ilmu lainnya yang bersifat universal; Kesimpulannya, kedudukan perbandingan hukum tersebut muncul sebagai metode dan ilmu berdasarkan masanya sehingga ada juga kebenaran dari para pendapat tersebut. Namun perbandingan hukum sebagai ilmu lebih tepat dikarenakan lebih relevan dengan perkembangan masyarakat masa kini karena perbandingan hukum tidak hanya semata-mata sebagai alat untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dua system hukum yang berbeda satu sama lain, melainkan sudah merupakan studi tersendiri yang mempergunakan metode dan 290
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
188 pendekatan khas yaitu metode perbandingan, sejarah dan sosiologis serta objek pembahasan tersendiri yaitu system hukum asing tertentu. Apakah
yang
(rechtsvegelijking,
dimaksudkan
Rechtsvergeleichung)?
dengan Dari
perbandingan istilah
hukum
“perbandingan
hukum”(bukan “hukum perbandingan”) itu sendiri telah jelas kiranya bahwa perbandingan hukum bukanlah hukum seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum
tata
negara
dan
sebagainya,
melainkan
merupakan
kegiatan
memperbaindingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain.291 Yang dimaksudkan dengan memperbandingkan di sini ialah mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan dengan memberi penjelasannya dan meneliti bagaimana berfungsinya hukum dan bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam praktek serta faktor-faktor non-hukum yang mana saja yang mempengaruhinya. Penjelasannya hanya dapat diketahui dalam sejarah hukumnya, sehingga perbandingan hukum yang ilmiah memerlukan perbandingan sejarah hukum.292 Jadi memperbandingkan hukum bukanlah sekedar mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan mencari perbedaan serta persamaannya saja. Peranan dan fungsi dari mempelajari perbandingan hukum antara negara satu dengan negara lainnya sangatlah banyak, salah satunya menurut Munir Fuady293 diantaranya : a. faedah bidang kultural, b. faedah bidang professional, c. faedah bidang keilmuan, d. faedah bidang internasional, dan e. faedah bidang transnasional.
291
Sudikno Mertokusumo, Perbandingan hukum, Makalah pada kuliah perdana Program Doktor Ilmu Hukum UGM, tanggal 13 September 2001 292
L.J Van Apeldoorn, Op Cit, Hal. 330
293
Munir Fuady memberikan makna terhadap tujuan-tujuan perbandingan hukum tidak hanya ditingkatan local, akan tetapi juga berkaitan dengan tujuan internasional dan transnasional. MunirFuady, Perbandingan Ilmu Hukum, (Bandung : Rineka Cipta, 2007), h. 19
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
189 Selain faedah atau fungsi dari mempelajari perbandingan hukum diatas, menurut Soerjono Soekanto294 terdapat berbagai macam fungsi diantaranya adalah: a. memberikan pemahaman tentang persamaan dan perbedaan diantara pengertian dasar dari berbagai bidang hukum b. mempermudah untuk mengadakan unifikasi, kepastian hukum dan kesederhanaan hukum c. memberikan pegangan atau pedoman tentang keanekawarnaan hukum yang harus diterapkan d. memberikan bahan-bahan tentang faktor-faktor hukum apakah yang perlu dikembangkan atau dihapuskan serangsur-angsur demi integrasi masyarakat e. memberikan bahan tentang hal-hal apa yang diperlukan untuk mengembangkan hukum antar tata hukum pada bidang-bidang dimana kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan f. untuk memecahkan masalah-masalah hukum secara adil dan tepat, jadi bukan
hanya
sekedar
menemukan
persamaan
atau
dan/atau
perbedaannya saja g. memberikan kemungkinan untuk mengadakan pendekatan funfsional, yakni pendekatan dari sudut masalah hukum yang dihadapi terlebih dahulu menemukan hakikatnya h. mendapatkan bahan untuk dianalisis tentang motif-motif politis, ekonomis, sosial dan psikologis yang menjadi latar belakangsuatu aturan i. berguna bagi pembaharuan hukum j. untuk menpertajam dan mengarahkan proses penelitian hukum, dan k. Memperluas kemampuan untuk memahami sistem hukum yang ada serta penegakan hukum yang adil dan tepat.295 294
Sedangkan Soerjono lebih bersifat kepada tujuan aplikatif dilapangan, yang mengedepankan aspek realitas tujuan-tujuan dari perbandingan hukum. Baca SoerjonoSoekanto, Perbandingan Hukum, (Bandung : Alumni, 1979), h. 61 295 Untuk memperkaya pengetahuan mengenai perbandingan dapat membandingkan dengan Ade Maman Suherman, Op cit, Hal. 19. Baca juga Barda Nawawi Arief, Op cit, Hal. 17. Baca juga Sri Soemantri M, Perngantar Perbandingan Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 1998), Hal. 27
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
190 Mengenai yang akan diperbandingkan dalam tesis ini adalah mengenai kedudukan Wakil Menteri yang berada dalam beberapa Negara yang ada di dunia. Hanya saja penulis memilih beberapa Negara yang memiliki Wakil Menteri dalam struktur Kemnetriannya. Untuk itu sangat dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembentukan wakil Menteri di Indonesia, mengingat dalam beberapa Negara memang cukup banyak sekali yang dalam menjalan Pemerintahannya menggunakan bantuan Wakil Menteri dalam struktur organisasi kementerin, dengan demikian layak dan tidak salah apabila Indonesia melihat beberap acorak, pola dan model Wakil menteri dibeberapa Negara di dunia. Dalam beberapa Negara yang ada dunia, sejauh yang penulis teliti, terdapat beberapa Negara yang menggunakan system wakil menteri dalam menjalankan pemerintahan atau dalam membantu Menteri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Beberapa Negara yang menggunakan Wakil Menteri tentunya posisi dan kedudukannya juga bermacam-macam. Adapun mengenai beberapa Negara yang terdapat Wakil Menteri sejauh yang penulis amati yang didapat dari berbagai macam referensi diantanya :296 1. AmerikaSerikat (Undersecretary) 2. India (Undersecretary) 3. Scotland (Undersecretary) 4. Ireland (Undersecretary) 5. Italy (Undersecretary) 6. Hongkong(Undersecretary) 7. Spain (Undersecretary) 8. Afrika Selatan (Deputy Minister) 9. Republic of Maldives (Deputy Minister) 10. Kanada (Deputy Minister) 11. Malaysia (Deputy Minister) 12. Hellenic Republic (Vice Minister) 13. Korea (Vice Minister) 14. Republik Ghana (Vice Minister) 296
Dikumpulkan berdasarkan pencaharian dari berbagai macam situs yang memberikan informasi mengenai kedudukan dan system yang ada pada Kementerian Negara pada masingmasing Negara yang ada di dunia.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
191 15. Columbia (Deputy Minister) 16. Rusia(Deputy Minister) 17. Czech Republik(Deputy Minister) 18. Ukraine (Deputy Minister) 19. Turkey (Deputy Minister) Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentunya tidak akan mengkaji dari semua Wakil Menteri yang berada dalam semua Negara yang terdapat Wakil Menteri dalam Kemneterian yang ada di berbagai Negara di dunia, namun penulis akan mengambil dari beberapa contoh Wakil Menteri yang memiliki keunikan dan berlainan dengan yang ada di Indonesia. Selain itu juga diambil dari Negara-negara yang memiliki system Pemerintahan yang berbedabeda pula. Adapun yang menjadi tujuan dalam pengambilan contoh dari berbagai Negara ini tentunya untuk memperkaya pengetahuan dibidang Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, untuk itu kiranya menjadi semakin menarik apabila dilihat menurut studi perbandingan hukum mengenai Wakil Menteri yang berlaku di berbagai Negara.
4.1 AmerikaSerikat(Undersecretary) Amerika serikat (disingkat A.S.) atau United States of America (U.S.A.) dalam bahasa Inggris, adalah sebuah republik federal yang terdiri dari 50 negara bagian yang sebagian besar terletak di Amerika Utara. 297 Amerika Serikat berbatasan dengan Meksiko di sebelah selatan, dan dengan Kanada di sebelah utara dan barat laut (eksklave Alaska). Di sebelah barat negara ini berbatasan dengan Samudra Pasifik dan di sebelah timur dengan Samudra Atlantik. Selain itu masih ada banyak daerah dan koloni di banyak belahan dunia, seperti Hawaii, yang merupakan sebuah negara bagian, dan daerah-daerah lainnyaseperti Puerto Riko, Guam dan lain sebagainya yang termasuk dalam persemakmuran. Amerika terbentuk dari 13 bekas koloni Britania Raya yang memerdekakan diri pada tanggal 4 Juli 1776.298 Setelah itu Amerika berekspansi secara besar-besaran,
297 Jonathan R Dull, A Companion to the American Revolution, ed. (Jack P. Greene and J. R. Pole. Maiden, Mass.: Blackwell, 1999), Hal. 352–361 298
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
192 membeli daerah Louisiana dari Perancis serta Alaska dari Rusia serta menganeksasi daerah-daerah milik Meksiko yaitu New Mexico, Texas, dan California seusai Perang Meksiko-Amerika.299 Amerika ditilik dari wilayahnya adalah negara terbesar keempat di dunia, setelah Rusia, Kanada, dan Tiongkok.Dari jumlah penduduk, menempati urutan ketiga setelah Tiongkok dan India. Tetapi dilihat dari segi ekonomi, Amerika adalah nomor satu di dunia yang meliputi kira-kira seperempat hingga sepertiga total keluaran ekonomi dunia. Dewan Perwakilan bersama Senat Amerika Serikat, merupakan bagian lembaga konstitusional pada Kongres Amerika Serikat.Sistem politik Amerika menganut Sistem Bikameral (dua Kamar), yaitu DPR dan Senat. DPR mewakili suatu wilayah yang ditetapkan (distrik). Sistim distrik kalau sistim Pemilu Indonesia saat ini Daeral Pemilihan (Dapil). Sementara Senat (kalau di Indonesia DPD), berasal dari tiap negara bagian masing-masing diwakili 2 orang, kalau jumlah negara bagian USA ada 50 maka jumlah Senatnya 100. DPR Amerika jumlah lebih banyak dari Senat. 300 Senat setara kedudukannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Tugas Senat beri rekomendasi kepada pemerintah terkait suatu hal, persetujuan pengangkatan pejabat eksekutif/yudikatif tingkat tinggi oleh presiden serta mengesahkan perjanjian.Sementara DPR mengajukan persetujuan RUU Keungan (termasuk bail-out). Kedudukan Kongres (di Indonesia MPR), di dalam Konstitusi Amerika Serikat (UUD 1945 mereka) memberikan kekuasaan legislatif dari pemerintah federal (negara bagian), namun tetap terbatas. Kekuasaan Kongres misalnya otoritas mengatur perdagangan luar negeri dan antar negara bagian, memungut pajak, mendirikan pengadilan federal di bawah Mahkamah Agung, mengatur angkatan bersenjata, menyatakan perang termasuk kekuasaan untuk "membuat seluruh hukum yang diperlukan dan layak dijalankan dalam kekuasaan sekarang. Diluar itu diberikan kepada negara bagian dan masyarakat.Dalam kaitannya Bail-Out, Pemerintah mengajukan rancangan ke Senat dan dilanjutkan ke DPR.Sepakat berlanjut ke Kongres lalu Ketok Palu.Setuju deh pembenahan. 299
Elmer Plischke, U.S. Department of State: A Reference History.(Westport, Conn.: Greenwood Press, 1999), Hal. 45. 300
Robert Tinkler, James Hamilton of South Carolina. Baton Rouge, (La: Louisiana State University Press, 2004), Hal. 52.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
193 Amerika Serikat adalah sebuah yang termasuk disegani oleh negara-negara yang lain di muka bumi ini. Negara ini terbentuk dari 13 bekas koloni Inggris setelah Revolusi Amerika yang pada 4 Juli 1776 mengadakan deklarasi kemerdekaan.
Untuk
sistem
pemerintahannya,
Amerika
Serikat
sangat
dipengaruhi oleh teori Trias Politica dari Montesquieu. Trias Politica atau yang juga terkenal dengan teori pemisahan kekuasaan ini menciptakan sistem pemisahaan
kekuasaan
legeslatif,
kekuasaan
eksekutif,
dan
kekuasaan
yudikatif.Sistem pemerintahan presidensiil AS yang selama ini dijalankan di negara tersebut adalah Presiden memegang masa jabatan selama 4 tahun dengan masa jabatan maksimal hanya 2 kali periode jabatan. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat AS yang tinggalnya tersebar di seluruh negara bagian AS.Dalam sistem ketatanegaraan AS, Presiden As tidak bisa menjatuhkan konggres sebagai pemegang kekuasaan legislatif.Dimana konggres dengan sistem bikameral yang anggotanya terdiri dari parlemen dan senat sebagai wakil dari negara-negara bagian.301 Bila Presiden tidak bisa menjatuhkan konggres, begitu juga sebaliknya, konggres juga tidak bisa menjatuhkan presiden walaupun secara konstitusi yang berlaku di AS konggres dapat memanggil presiden bila presiden dianggap melanggar konstitusi dan konggres bia melakukan impeachment. Dalam sistem pemerintahaan presidensiil As juga terdapat sistem checks and balances, yaitu sistem saling melakukan pengawasan. Adapun maksud dari sistem checks and balances ini adalah agar supaya ketiga sistem kekuasaan di AS yang terdiri dari Presiden, Konggres, dan MA selalu dalam keadaan seimbang, terutama dalam keadaan tertentu yang bersifat kasuistik serta tidak terus menerus. Amerika Serikat mendapatkan kemerdekaannya melalui revolusi tahun 1776, dan setelah melalui proses yang cukup panjang maka tahun 1787, Sidang Majelis Konstituante sampai pada satu titik yaitu menerima dasar demokrasi Amerika, yang tetap tegak sampai sekarang yakni Konstitusi (UUD) Amerika Serikat. Sistem pemerintahan Amerika Serikat berdasarkan yang konstitusi ini bermaksud menegakkan demokrasi dan kebebasan warga negara. 301
Lee H Burke and Patterson, Richard Sharpe.Homes of the Department of State, 17741976: The Buildings Occupied by the Department of State and Its Predecessors. (Washington, D.C.: US. Government Printing Office, 1977), Hal. 27.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
194 Ciri-ciri penting pemerintahan Amerika Serikat antara lain:302 1. Amerika Serikat adalah suatu negara Republik Federasi yang demokratis 2. sebagai
negara
Federasi
maka
terdapat
pembagian
kekuasaan
konstitusional antara Pemerintah Federal (Serikat) dan Pemerintah Negaranegara Bagian atau State 3. pemerintahan oleh rakyat (Government by the people) mengakui bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang terlihat dalam proses pemilihan umum 4. terdapat pemisahan kekuasaan yang tegas antara Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif baik mengenai organ pelaksana maupun fungsi kekuasaankekuasaan badan-badan tersebut yang saling membatasi satu sama lain dengan asas checks and balances 5. negara-negara Bagian mempunyai hak yang sama 6. keadilan ditegakkan melalui Badan Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (Supreme Court) yang bebas dari pengaruh kedua badan lainnya (Legislatif dan Eksekutif) dan menjamin hak-hak kebebasan dan kemerdekaan individu serta menjamin tegaknya hukum (rule of law) 7. suprastruktur politik ditopang oleh infrastruktur politik yang menganut sistem bipartisan. Sistem pemerintahan Amerika Serikat didasarkan atas konstitusi (UUD) tahun 1787.303 Namun, konstitusi tersebut telah mengalami beberapa kali amandemen. Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi yang kuat dan berakar dalam kehidupan masyarakat sehingga dianggap sebagai benteng demokrasi dan kebebasan. Sistem pemerintahan Amerika Serikat yang telah berjalan sampai sekarang diusahakan tetap menjadi sistem pemerintahan demokratis. Sistem pemerintahan yang dianut ialah demokrasi dengan sistem presidensial. Sistem presidensial inilah yang selanjutnya dijadikan contoh bagi sistem pemerintahan negara-negara lain, meskipun telah mengalami pembaharuan sesuai dengan latar
302
Mengenai hal itu merupakan ringkasan dari buku Richard C. Schoreder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2000). 303
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
195 belakang negara yang bersangkutan. Pokok-pokok sistem pemerintahan Amerika Serikat adalah:304 1. Amerika Serikat adalah negara republik dengan bentuk federasi (federal) yang terdiri atas 50 negara bagian. Pusat pemerintahan (federal) berada di Washington dan pemerintah negara bagian (state). Adanya pembagian kekuasaan untuk pemerintah federal yang memiliki kekuasaan yang didelegasikan konstitusi. Pemerintah negara bagian memiliki semua kekuasaan yang tidak didelegasikan kepada pemerintah federal. 2. Adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Antara ketiga badan tersebut terjadi cheks and balances sehingga tak ada yang terlalu menonjol dan diusahakan seimbang. 3. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu paket (ticket) oleh rakyat secara langsung. Dengan demikian, presiden tak bertanggung jawab kepada kongres (parlemennya Amerika Serikat) tetapi pada rakyat. Presiden membentuk kabinet dan mengepalai badan eksekutif yang mencakup departemen ataupun lembaga non departemen. 4. Kekuasaan legislatif berada pada parlemen yang disebut kongres. Kongres terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Senat dan Badan Perwakilan (The House of Representative). Anggota Senat adalah perwakilan dari tiap negara bagian yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat di negara bagian yang bersangkutan. Tiap negara bagian punya 2 orang wakil. Jadi terdapat 100 senator yang terhimpun dalam The Senate of United State. Masa jabatan Senat adalah enam tahun. Akan tetapi dua pertiga anggotanya diperbaharui tiap 2 tahun. Badan perwakilan merupakan perwakilan dari rakyat Amerika Serikat yang dipih langsung untuk masa jabatan 2 tahun. 5. Kekuasaan yudikatif berada pada Mahkamah Agung (Supreme Court) yang bebas dari pengaruh dua badan lainnya. Mahkamah Agung menjamin tegaknya kebebasan dan kemerdekaan individu, serta tegaknya hukum. 304
Merupakan saduran dari buku ke-2 (edisi revisi) Richard C. Schoreder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2008).
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
196 6. Sistem kepartaian menganut sistem dwipartai (bipartai). Ada dua partai yang menentukan sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam setiap pemilu, kedua partai ini saling memperebutkan jabatan-jabatan politik. 7. Sistem pemilu menganut sistem distrik. Pemilu sering dilakukan di Amerika Serikat. Pemilu di tingkat federal, misalnya pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, pemilu untuk pemilihan anggota senat, pemilu untuk pemilihan anggota badan perwakilan. Di tingkat negara bagian terdapat pemilu untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, serta pemilu untuk anggota senat dan badan perwakilan negara bagian. Di samping itu, terdapat pemilu untuk memilih walikota/dewan kota, serta jabatan publik lainnya. 8. Sistem pemerintahan negara bagian menganut prinsip yang sama dengan pemerintahan federal. Tiap negara bagian dipimpin oleh gunernur dan wakil gubernur sebagai eksekutif. Ada parlemen yang terdiri atas 2 badan, yaitu Senat mewakili daerah yang lebih rendah setingkat kabupaten dan badan perwakilan sebagai perwakilan rakyat negara bagian Kabinet Amerika Serikat sepenuhnya tergantung kepada Presiden AS terpilih.Sepanjang sejarah AS bisa dikatakan, pembentukan kabinet AS sepenuhnya tergantung kepada presiden.305 Dalam arti, seorang Presiden AS terpilih memiliki kebebasan penuh dalam menentukan, memilih, dan membentuk kabinetnya. Dalam pandangan AS, pembentukan kabinet ibarat presiden membangun satu "keluarga baru" yang seluruhnya terdiri atas pegawai dan pembantu presiden. Walau begitu, biasanya, seorang presiden tetap memberi kriteria pada calon anggota keluarga yang akan dibentuk. Misalnya, si calon anggota
kabinet
harus
memiliki
kompetensi
di
bidang
administrasi,
berpengalaman cukup, loyal, dan yang terpenting adalah cocok. Seiring berlalunya waktu, belakangan, banyak presiden yang memasukkan masalah kedaerahan (regional), etnis, jender, dan geografis ke dalam persyaratan penyusunan kabinet.Karena itu, sudah menjadi hal yang biasa di AS belakangan ini jika satu kabinet setidaknya mencakup satu Afro-Amerika, satu hispanik, satu 305
Diakses melalui bbc internasional pada tanggal 16 desember 2012, yang memuat profil dari pemerintahan amerika. http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/country_profiles/1217752.stm
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
197 barat, satu dari selatan, dan beberapa wanita. Presiden Richard Nixon, misalnya, dalam salah satu tulisan mengatakan, pembentukan kabinet yang multikultural itu lebih untuk menarik perhatian dari kalangan mayoritas maupun minoritas. Secara teori, seorang presiden bisa memilih siapa saja untuk bergabung di dalam kabinetnya.Namun, kenyataannya, hal itu tidak sepenuhnya bisa dipraktikkan. 306 Seorang calon anggota kabinet harus mendapat dukungan mayoritas dari senat. Bahkan, belakangan ini, penyusunan kabinet semakin sulit karena setiap anggota kabinet harus melalui semacam uji kelayakan yang cukup ketat oleh senat, media massa, dan kelompok lain yang berwenang. Dengan pendekatan seperti itu, tidak terlalu salah jika mengatakan, pada akhirnya wajah satu kabinet sangat ditentukan oleh karakter seorang presiden. Karena itu, bisa jadi, satu kabinet lebih mencerminkan popularitas daripada orientasi tujuan maupun orientasi presiden. Kondisi ini membuat kabinet AS pun tidak lepas dari anggapan dibentuk berdasarkan semacam lotre demi kepentingan bisnis, sejauh tetap logis dan rasional. Setidaknya hal itu dilansir oleh salah satu analis dalam buku "The President’s Cabinet" (1959).307 Dan tak terlalu salah jika mengatakan, pendekatan itu
membuat kabinet AS pun tak jauh
dari politik "dagang sapi".
Walau begitu, seorang presiden harus tetap memilih calon tertentu untuk pos-pos khusus.Misalnya, pos Menteri Pertahanan. Biasanya, seorang Presiden AS akan menunjuk calon yang sudah berpengalaman di bidang pertahanan. Juga Menteri Keuangan. Biasanya dipilih calon yang memiliki latar belakang bidang moneter.308 Namun, lebih dari itu, untuk jabatan ini, seorang presiden biasanya mencari calon yang mampu menjadi menteri sekaligus juru bicara dalam masalah ekonomi. Calon anggota dengan latar belakang umum yang biasa disebut generalis, biasanya
dipercaya untuk jabatan domestik, seperti Menteri
Perdagangan dan Transportasi.Adapun kalangan politisi biasanya diarahkan ke 306
United States Department of State, Bureau of Diplomatic Security (July 2011). "Diplomatic and Consular Immunity: Guidance for Law Enforcement and Judicial Authorities".United States Department of State.p. 15.Retrieved 11 May 2012. 307
Michael, William Henry. History of the Department of State of the United States: Its Formation and Duties, Together With Biographies of Its Present Officers and Secretaries From the Beginning.(Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1901), Hal. 12. 308
Burke and Patterson, Lock Cit, Hal. 37.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
198 masalah pertanian atau dalam negeri. Presiden Bush, misalnya, "memberi hadiah" kepada mantan anggota kongres untuk menangani masalah pertanian, dalam negeri, dan veteran. Sedangkan Presiden Clinton menunjuk mantan gubernur untuk menangani masalah dalam negeri dan pendidikan. Kabinet di amerika serikat terdiri dari 16 Menteri, diantaranya :309 1. Menteri Dalam Negeri 2. Menteri Luar Negeri 3. Menteri Pertahanan 4. Menteria Kehakiman/Jaksa Agung 5. Menteri Keuangan 6. Menteri Transportasi 7. Menteri Pertanian 8. Menteri Perdagangan 9. Menteri Energi 10. Menteri Pendidikan 11. Menteri Kesehatan 12. Menteri Tenaga Kerja 13. Menteri Perumahan 14. Menteri Veteran Sejarah Wakil Menteri Amerika Serikat dimulai sejak tahun1919-1972, adalah merupakan pejabat peringkat keduadiAmerika Serikatsetelah Menteri (langsung di bawah Sekretaris Negara Amerika Serikat), menjabat sebagai wakil Sekretaris, asisten kepala, dan bertindak dalam acara ketidak hadiran Sekretaris. Sebelumnya peringkat kedua posisi tersebut diisi oleh Panitera Kepala, para Asisten Menteri Luar Negeri, dan Pembantu. Sebelum tahun 1944, sejumlah kantordi Departemen terdapat Wakil Menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri. Kemudian padaJuli 1972, posisi Wakil Sekretaris digantikan dengan Wakil Menteri.310 Di zaman modern, Wakil Menteri berada pada peringkat diatas 309
Diakses pada website http://www.glin.gov/ (Global Legal Information Network), diakses pada tanggal 15 Desember 2012 310
Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, http://rs6.loc.gov/cgibin/ampage?collId=llsl&fileName=001/llsl001.db&recNum=151, A Century of Lawmaking for a New Nation: U.S. Congressional Documents and Debates, 1774 – 1875
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
199 Sekretaris AsistenNegara dan di bawah Sekretaris Deputi Negara. Dan Menjadi Penasihat dari Menteri, serta memberi saran kepada Sekretaris Negara, serta kepangkatannya setara dibawah jabatan Sekretaris. Berikut inia dalah daftar Wakil Menteri di Amerika Serikat, diantaranya :311 1. Wakil Menteri Luar Negeri untuk UrusanPolitik 2. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen 3. Wakil Menteri Urusan Sekretaris Negara untuk Ekonomi, Bisnis, dan Pertanian 4. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik 5. Wakil Menteri Luar Negeriuntuk Pengawasan Senjata dan Keamanan Internasional 6. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Demokrasi dan Urusan Global Sedangkan untuk menggambarkan mengenai struktur organisasi Wakil Menteri Amerika Serikat, dapat digambarkan seperti gambar berikut :312
Tabel 4.1 Struktur Organisasi Wakil Menteri US
311
Bureau of Public Affairs."1784-1800: New Republic". United States Department of State.Retrieved 11 May 2012. 312
Diakses pada situs resmi pemerintahan Amerika Serikat http://www.state.gov/, pada tanggal 16 desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
200 Sedangkan tugas dan wewenang masing-masing Wakil Menteri Amerika Serikat, akan urai melaui pembahasan dibawah ini.313 Wakil Menteri Luar Negeri untuk Urusan Politik, ketiga peringkat pejabat Departemen Luar Negeri. Menjadi Sekretaris Bertindak tanpa adanya Sekretaris Negara dan Deputi Menteri Luar Negeri. Posisi ini bertanggung jawab untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten, mengkoordinasikan diplomasi Amerika di seluruh dunia:314 1. Biro Urusan Afrika 2. Biro Asia Timur dan Pasifik 3. Biro Urusan Eropa dan Eurasia 4. Biro Hubungan Internasional Organisasi 5. Biro Urusan Timur Dekat 6. Biro Selatan dan Asia Tengah Urusan 7. Biro Urusan Belahan Bumi Barat Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen sebagai penasihat utama kepada Sekretaris dan Wakil Sekretaris pada hal-hal yang berkaitan dengan alokasi dan penggunaan anggaran Departemen, properti fisik, dan personil. Posisi ini bertanggung jawab untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten, perencanaan administrasi sehari-hari Departemen dan mengusulkan reformasi kelembagaan dan modernisasi: 1. Biro Administrasi -
Kantor Tunjangan
-
Kantor Otentikasi
-
Layanan Bahasa
-
Kantor Manajemen Logistik
-
Kantor Sekolah Luar Negeri
-
Kantor Pemanfaatan Usaha Kecil dan Tertinggal
-
Kantor Multi-Media Services
-
Kantor Direktif Manajemen
-
Kantor Komisaris dan Rekreasi Urusan
313 Diakses pada situs resmi Amerika Serikat, pada tanggal 16 Agustus 2012 http://www.state.gov/documents/organization/150505.pdf 314
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
201 -
Kantor Eksekutif Pengadaan
2. Biro Urusan Konsuler -
Kantor Masalah Anak
3. Biro Keamanan Diplomatik (DS) -
AS Layanan Keamanan Diplomatik (DSS)
-
Kantor Misi Asing
4. Biro Sumber Daya Manusia 5. Biro Informasi Manajemen Sumber Daya 6. Biro Operasi Bangunan Luar Negeri 7. Direktur Reception Rooms 8. Diplomatik Asing Layanan Institute 9. Kantor Kebijakan Manajemen, rightsizing, dan Inovasi 10. Kantor Pelayanan Medis 11. Kantor Gedung Putih Liaison Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan dia adalah penasihat ekonomi senior untuk Sekretaris dan Wakil Sekretaris pada kebijakan ekonomi internasional. Posisi ini bertanggung jawab untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten, yang berhubungan dengan perdagangan, pertanian, penerbangan, dan hubungan perdagangan bilateral dengan mitra ekonomi Amerika: 1. Biro Ekonomi dan Bisnis Urusan 2. Biro Energi Sumber Daya 3. Biro Urusan Kelautan dan Lingkungan dan Ilmiah Internasional 4. Kantor Penasihat Sains dan Teknologi 5. Kantor Kepala Ekonom Wakil Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik: Wakil ini menyebabkan fungsi yang sebelumnya ditugaskan kepada Badan Informasi Amerika Serikat, tetapi diintegrasikan ke dalam Departemen Luar Negeri oleh reorganisasi 1999. Posisi ini mengelola unit yang menangani komunikasi publik departemen dan berusaha untuk memoles citra Amerika Serikat di seluruh dunia: 1. Biro Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
202 -
Akses Internet dan Program Pelatihan
2. Biro Umum -
Kantor Sejarah
3. Biro Program Informasi Internasional 4. Kantor Kebijakan, Perencanaan, dan Sumber untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pengawasan Senjata dan Keamanan Internasional Urusan: Wakil koordinat ini peran Departemen dalam bantuan militer AS. Sejak reorganisasi 1996, Wakil ini juga mengawasi fungsi Arms Control sebelumnya independen dan Badan Perlucutan. 1. Biro Keamanan Internasional dan Nonproliferasi 2. Biro Politik-Militer Urusan 3. Biro Verifikasi, Kepatuhan Implementasi, dan Wakil Menteri Luar Negeri untuk Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia: 1. Biro Operasi Konflik dan Stabilisasi -
Kantor Koordinator untuk Rekonstruksi dan Stabilisasi
2. Biro Terorisme 3. Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan 4. Biro Narkotika Internasional dan Urusan Penegakan Hukum 5. Biro Kependudukan, Pengungsi, dan Migrasi 6. Kantor Criminal Justice global 7. Kantor Isu Global Youth 8. Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia Ada Wakil Menteri Pertahanan315 untuk Akuisisi, Teknologi, dan Logistik, diangkatdari kehidupan sipil oleh Presiden, oleh dan dengan nasihat dan persetujuan dari Senat. Para Wakil Menteri diangkat dari antara orang-orang yang memiliki latar belakang manajemen yang luas. Tunduk, arah kontrol otoritas, dan Menteri Pertahanan, Sekretaris bawah Pertahanan untuk Akuisisi, Teknologi, dan Logistik akan melakukan tugas tersebut dan menggunakan kekuasaan tersebut 315
Diakses pada website http://www.law.cornell.edu/uscode/text/10/133, Information Institute (LII), open acces to law since 1992, Cornell University Law School
Legal
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
203 berkaitan dengan akuisisi sebagaiMenteri Pertahanan dapat meresepkan, termasuk:316 1. mengawasi Departemen Pertahanan akuisisi; 2. menetapkan kebijakan untuk akuisisi (termasuk pengadaan barang dan jasa, penelitian dan pengembangan, pengujian perkembangan, dan administrasi kontrak) untuk semua elemen dari Departemen Pertahanan; 3. menetapkan kebijakan
untuk
logistik,
perawatan,
dan dukungan
sustainment untuk semua elemen dari Departemen Pertahanan; 4. menetapkan kebijakan Departemen Pertahanan untuk pemeliharaan basis industri pertahanan dari Amerika Serikat, dan 5. wewenang untuk mengarahkan Sekretaris departemen militer dan kepala dari semua elemen lain dari Departemen Pertahanan berkaitan dengan halhal yang Under Secretary memiliki tanggung jawab. Selain itu Wakil Menterimerupakan:317 1. adalah eksekutif pengadaan senior untuk Departemen Pertahanan untuk keperluan 2. adalah Akuisisi Pertahanan Eksekutif untuk tujuan peraturan dan prosedur dari Departemen menyediakan untuk Eksekutif Akuisisi Pertahanan, dan 3. sejauh diarahkan oleh Sekretaris, latihan pengawasan secara keseluruhan dari semua personil (sipil dan militer) di Kantor Menteri Pertahanan berkaitan dengan hal-hal yang Under Secretary memiliki tanggung jawab, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang Wakil Menteri harus menentukan kebijakan untuk memastikan bahwa audit dan pengawasan kegiatan kontraktor dikoordinasikan dan dilaksanakan dengan cara untuk mencegah duplikasi oleh unsur-unsur yang berbeda dari Departemen. Kebijakan tersebut harus menyediakan koordinasi rencana tahunan yang dikembangkan oleh masing-masing elemen tersebut untuk melakukan audit dan fungsi pengawasan dalam setiap kegiatan kontraktor.Dalam melaksanakan 316 Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, hal ini yang merupakan informasipenting mengenai posisi Wakil Menteri di Amerika Serikat. Berikut linknya : http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2009/02/weodata/weorept.aspx?sy=2006&ey=2009&scs m=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&c=111&s=NGDPD%2CNGDPDPC%2CPPPGDP%2 CPPPPC%2CLP&grp=0&a=&pr.x=64&pr.y=8 317
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
204 ayat ini, Wakil Menteri harus berkonsultasi dengan Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan. Tidak ada dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi kewenangan Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan untuk menetapkan kebijakan audit untuk Departemen Pertahanan di bawah Inspektur Jenderal Act of 1978 dan sebaliknya untuk melaksanakan fungsi Inspektur Jenderal bawah Undang-Undang yang dapat diurai sebagai berikut :318 1. Sehubungan dengan semua hal yang ia memiliki tanggung jawab oleh hukum atau oleh arah Menteri Pertahanan, Sekretaris bawah Pertahanan untuk Akuisisi, Teknologi, dan Logistik diutamakan di Departemen Pertahanan setelah Menteri Pertahanan dan Wakil Menteri Pertahanan. 2. Sehubungan dengan semua hal-hal lain selain hal-hal yang ia memiliki tanggung jawab oleh hukum atau oleh arah Sekretaris Pertahanan, Wakil Menteri
diutamakan
di
Departemen
Pertahanan
setelah
Menteri
Pertahanan, Sekretaris Deputi Pertahanan, dan Sekretaris departemen militer. Dengan demikian Wakil Menteri di Amerika hanya ada pada kementerian Luar Negeri, dan jumlahnya 6 (enam) orang yang terdiri dari Wakil Menteri Luar Negeriuntuk Urusan Politik, Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen, Wakil Menteri Urusan Sekretaris Negara untuk Ekonomi, Bisnis, danPertanian, Wakil Menteri Luar Negeriuntuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik, Wakil Menteri Luar Negeriuntuk Pengawasan SenjatadanKeamanan Internasional dan Wakil Menteri Luar Negeri untuk Demokrasi danUrusan Global. Mereka diangkat oleh Presiden dari pegawai-pegawai senior yang berpengalaman, namun kedudukan dan pertanggung jawabannya kepada Sekretaris Negara. Sedangkan ruang lingkup pekerjaannya adalah membantu Menteri luar negeri dan tidak menutup kemungkinan membantu sekretaris pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
4.2 Rusia (Deputy Minister) Rusia adalah sebuah negara yang membentang dengan luas di sebelah timur Eropa dan utara Asia. Dahulu Rusia pernah menjadi negara terbesar di Uni 318
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
205 Soviet. Pada mulanya pemerintahan negara Rusia berbentuk kerajaan/kekaisaran dengan seorang Tsar atau kaisar sebagai kepala negara.319 Sebagian besar kaisar memerintah dengan bersifat otoriter dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Hal ini menyebabkan industrialisasinya berkembang pesat. Kemajuan industri menyebabkan berkembangnya gerakan sosialisme di Rusia. Akibatnya Tsar Nicholas II menjadi korban dari gerakan sosialisme. Pada tahun 1917, Tsar Nicholas II diturunkan dari tahta kerajaannya dan dibuang ke Serbia. Pada saat Revolusi Rusia tahun 1905 memunculkan beberapa akibat yaitu adanya perubahan agraria dari Menteri Stolypin dan dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat (Duma).320 Rusia merupakan negara federal yang memiliki berbagai macam etnis, setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia mengalami masalah separatisme. Ada beberapa kelompok etnis yang ingin memisahkan diri dan mengakibatkan krisis berlarut-larut. Sistem pemerintahan Rusia dipegang oleh presiden yang berpusat di Kremlin serta perdana menteri yang bertanggung jawab terhadap parlemen namun dengan peranan yang terbatas dibandingkan dengan Presiden. Presiden yang pernah memimpin Rusia adalah Boris Yeltsin (1991-2000), Vladimir Putin (20002008) dan Dmitry Medvedev (2008-sekarang).321 Saat ini masalah dan tantangan terberat utama pemerintah adalah serangan terorisme. Kawasan Kaukasus dikenal sebagai markas pemberontak Chechen yang sering melakukan serangan teror. Kabar yang menyebutkan beredarnya video pemimpin pemberontak yang bersumpah akan menjadikan Rusia penuh air mata dan darah pada membuat rakyat merasa tidak nyaman. Pemerintah Rusia menanggapi ancaman ini dengan serius menyusul ledakan di bandara Domodedovo, 24 Januari 2011, yang menewaskan 36 orang. Sampai tahun 1917 Rusia merupakan kerajaan/kekaisaran dengan seorang tsar sebagai kepala negara. Selama masih kerupakan kekaisaran, terutama pada masa Dinasti Romanov, Rusia mengalami persinggungan politik dengan negara319 Nikita Chakirov ed, Illustrated History of the Russian Empire: The Coronation Book. (Astoria, NY: The Russian Orthodox Youth Committee. 1971).Hal. 488 320
Ibid
321
Boris N Mironov, The Standard of Living and Revolutions in Imperial Russia, 17001917 (2012)
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
206 negara Eropa, di antaranya konflik dengan pemerintahan Perancis pimpinan Napoleon Bonaparte, Krisis Balkan karena menginginkan pelabuhan yang bebas dari es di Eropa yang dinamakan Politik Air Hangat, Penyatuan Pan Slavia serta sering mengalami pertempuran dengan Turki Usmani (Ottoman) Turki dalam memperebutkan wilayah Kaukasus dan Austria-Hungaria dalam Perang Dunia I.322 Akibat politik ini pula terjadi pertempuran dengan Jepang dan intervensi terhadap Tiongkok. Masa selanjutnya, politik Rusia dilebur dengan kepentingan Uni Soviet yang mengambil sikap independen bahkan menentang ketika terjadi penggulingan kekuasaan Mikhail Gorbachev oleh Gennady Yanayev menjelang keruntuhan Uni Soviet yang diprakarsai Presiden Boris Yeltsin. Pemerintahan dipegang oleh presiden yang berpusat di Kremlin serta perdana menteri yang bertanggung jawab terhaadap parlemen namun dengan peranan yang terbatas dibandingkan dengan Presiden. Sejak pembangkangan Wakil Presiden Aleksander Ruskoi dan ketua parlemen asal Chechnya, Ruslan Khasbulatov, lembaga wakil presiden dihapus. Parlemen memiliki dua kamar, yakni Majelis Federal (Federalnoye Sobraniye) yang merupakan majelis tinggi dan majelis rendah yang dikenal dengan Duma. Karena Rusia merupakan negara federal yang memiliki berbagai macam etnis, setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia mengalami masalah separatisme. Ada beberapa kelompok etnis yang ingin memisahkan diri dan mengakibatkan krisis berlarut-larut, seperti di Chechnya dan Ingushetia.Rusia juga terancam atas perluasan NATO ke wilayah Eropa Timur. Kekhawatiran atas pemilihan di Ukraina, kerjasamanya dengan Belarus, ditambah degan tradisi di Rusia yang dianggap cocok dengan budaya sentralisasi, demokratisasi malah membuat harga diri Rusia merosot di mata dunia dan menimbulkan berbagai macam gejolak dan krisis berkepanjangan. Pemerintahan Rusia dapat dibagi menjadi:323 1. Masa Tsar atau Kekaisaran 2. Masa Uni Soviet
322
Nikita Chakirov ed, Lock Cit, Hal. 48
323
George Freeze, Russia: A History (2nd ed.), (Oxford: Oxford University Press, 2002),
Hal. 556.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
207 3. Masa Kepresidenan Rusia Revolusi yang terjadi diakhir dekade abad ke 20 telah membawa kehancuran Uni Soviet yang telah di bangun selama lebih kurang tujuh dasawarsa. Masa transisi yang di hadapi pasca Uni Soviet hingga saat ini merupakan proses menuju kelahiran kembali Rusia sebagai kejayaan masa Imperium Rusia. 324 Dalam masa transisi ini banyak hambatan yang di lalui oleh bangsa Rusia dalam tujuannya merealisasikan demokrasi di negarannya. Hambatan tersebut terlihat dari segi historis, geografis, politik, hingga hambatan krisis dan partisipatif dari dalam intern Rusia terutama dalam benturan antara budaya dengan nilai-nilai tradisi Rusia. Transisi demokrasi di Rusia yang lambat juga di kaitkan karena ketidaksiapan masyarakatnnya dalam merealisasikan demokrasi di Rusia secara utuh. Pembaharuan dan perubahan yang pada mulannya di maksudkan untuk memajukan Uni Soviet justru menyebabkan runtuhnya Uni soviet. Perubahan dari Uni Soviet menjasi Federasi Rusia tidaklah semudah yang di bayangkan banyak orang. Terdapat banyak perombakan yang di lakukan, di mulai dari system pemerintahan dan perundang-undangannya, konflik antara masyarakat Rusia dikarenakan terdapat sebagian masyarakat yang masih belum siap dengan perubahan system. Pemerintahan Rusia secara total yang dulunya Komunis menjadi Republik. Keruntuhan Uni Soviet membawa dampak yang besar bagi bangsa Rusia. Setelah memproklamirkan diri sebagai Federasi Rusia, bangsa Rusia mengalami banyak transisi dalam masyarakat maupun kenegaraannya. Perbedaan ideologi yang di gunakan pada masa Uni Soviet yang tertutup dan dalam masa transisinya menuju Negara demokrasi memaksa Rusia dalam hubungan Internasional untuk beradaptasi pada dunia yang lebih modern dan terbuka. Awal mula bangsa Rusia yang memiliki ciri pemerintahan yang otoritarian sejak zaman Tsar pada masa Imperium Rusia masih berlanjut hingga masa Uni Soviet. Pada zaman Imperium Rusia, Tsar di anggap sebagai pelindung Gereja maka pada masa Uni Soviet partai yang menjadi penentu yang memerintah rakyatnya dan dalam hal ini di pegang oleh sekjen partai itu sendiri. Perwujudan 324
A. Fahrurodji, Rusia Baru menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah Dan Latar Belakang Budayanya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), Hal. 25
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
208 dari otoritarian yang berlangsung secara berabad-abad di Rusia memiliki dampak yaitu membiasakan budaya mereka pada ketidakterbukaan dan kebijakankebijakan represif. Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet dapat di simpulkan merupakan kegagalan dalam pemerintahan otoritarian tersebut.325 Dilatarbelakangi oleh faktor historis, politis, dan geografis seperti wilayah Rusia yang luas dan berada pada posisi marginal Eropa, adanya keberagaman sosial budaya, keterbelakangan masyarakatnya, serta peran tanggung jawab politisnya, telah menjadi alasan bagi pemerintah Rusia untuk menggunakan system pemerintahan yang otoritarian, sistim pemerintahan Tsar Rusia juga dipengaruhi oleh gagasan budaya Rusia, yaitu yang pertama Norad bogonesti yakni individu mempunyai dari para bangsawan, elite agama, dan kaum borjuis di dewan perwakilan, kedua Sabornost yakni kebersamaan setiap anggota masyarakat untuk membantu Negara, dan yang ketiga Zemsky Sabor yakni adanya hak khusus keempat Zemstvos yakni model atau bentuk pemerintahan lokal. Model pemerintahan Rusia itu kemudian diambil alih oleh pemerintahan Komunis Uni soviet dengan struktur birokratisnya. 326 Model pemerintahan Rusia itu kemudian diambil alih oleh pemerintahan Komunis Uni soviet dengan struktur birokratisnya. Transisi demokrasi Rusia menjadi krusial sebab munculnya keberagaman antara elite. Pada masa itu bermunculan
kelompok
elite
politis,
seperti
garis
keras-konservatif,
ultranasionalis, reformis, radikal, dan golongan moderat. Idealnya golongan moderat dapat berperan mengatur dan menjadi kelompok negosiator bagi kelompok garis keras untuk dapat memasuki dan memahami kedudukan mereka pada masa transisi. Dengan tidak adanya tanda-tanda kompromi dari tiap-tiap kelompok, menyebabkan transisi demokrasi menjadi terhambat. Dalam sejarah Rusia abad ke-20, Gerakan pro demokrasi sudah muncul pada awal tahun 1970-an tetapi di larang pada tahun 1980-an. Pada akhir 1980-an, gerakan tersebut kembali muncul pada masa pemerintahan Gorbachev bersamaan dengan program Perestroika (restruturisasi), Glasnost (keterbukaan) dan
325
Ibid
326
George Freeze, Op Cit
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
209 Demokratiya yang sedang di sosialisasikan.327 Dalam hal ini keterbukaan fokus utamanya dibidang politik, dan restrukturisasi di bidang ekonomi.Selain Perestroika (restruturisasi), Glasnost (keterbukaan) terdapat pula kebijakan mengenai demokratisasi politik dan “new thinking” (pemikiran baru) terhadap kebijakan luar negeri.Gorbachev menolak ide dasar Leninisme, sehingga muncul ide dasar Reformasi adalah perfection of socialism atau penyempurnaan kembali sosialisme melalui interpretasi baru sesuai dengan keadaan. Reformasi yang di lakukan oleh Gorbachev membawa reaksi yang berbeda-beda yaitu Gorbachev dianggap menjadi pahlawan bahkan penyelamat dunia bagi Amerika Serikat dan sekutunya, sedangkan secara domestik reformasi tersebut mendapat reaksi yang betlawanan. Di satu sisi Gorbachev mendapat dukungan dari kalangan intelegentsia dan kekuatan rakyat, kaum intelegentsia menyambut upaya membebaskan penjara sensor dan liberalism pemikiran. Sementara bagi rakyat, mereka mendapatkan harapan baru setelah represi panjang rezim komunisme yang berakhir dengan stagnasi ekonomi. Proklamasi Rusia ini adalah suatu kejutan yang tidak terduga, Rusia menjadi sebuah Negara yang luasnya sepertiga Uni Soviet, setengah jumlah penduduknya menguasai Uni Soviet yang beribukota di Moskow. Pada tahun 1990 hampir semua Negara bagian Uni Soviet menyatakan kemerdekaannya bahkan banyak pemerintah lokal dan republik di 15 negara bagian itu yang menyetujui hukum privatisasi yang lebih liberal daripada yang berlaku secara nasional (Uni Soviet).328 Lebih jauh dapat di lihat adanya kerenggangan hubungan antara Moskow dan beberapa republik yang berkaitan dengan perusahaanperusahan milik Negara. Peristiwa disintegasi Uni Soviet menjadi tonggak runtuhnya ideology Komunisme. Proses ke arah disintegrasi ini melibatkan banyak faktor diantarannya stagnasi ekonomi yang di coba di atasi dengan perestroika, dan juga stagnasi politik yang di atasi dengan glasnost. Dan hasilnya Perestroika gagal dan glasnost berhasil.Sehingga dampaknnya adalah terjadi kebebasan dan keterbukaan yang luas, sementara kondisi ekonomi tetap 327
Jeffry Alkatiri, Transisi Demokrasi di Negara Rusia : Analisis Perlindungan HAM 1991-2000, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), Hal 52 328
J. N. Westwood, Endurance and Endeavour: Russian History 1812–2001 (5th ed.), (Oxford: Oxford University Press, 2002), Hal. 656.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
210 memburuk.Situasi ini membangkitkan faktor etnonasionalisme yang tidak diperhitungkan
oleh
Gorbachev
di
masa
awal
reformasinnya
hingga
kemundurannya pada tahun1991. Faktor ini semakin mencuat ke permukaan seiring dengan gelombang kebebasan dan lemahnya control pusat yang selama rezim komunis selalu sentralistik. Pada 12 Desember 1993 masyarakat Rusia membentuk konstitusi baru yang memperlihatkan adanya perbedaaan dengan konstitusi model Uni Soviet (otoritarian-totalitarian).329 Perbedaan konstitusi baru ini terlihat dari adanya konsepsi yang bersifat demokratis yaitu yang sebagian isinya mengangkat nilai hak-hak individu dalam masyarakat ketingkat yang lebih proporsional di bandingkan dengan konstitusi yang lama. Hal ini terlihat dari konstitusi Uni Soviet tahun 1977 yang hanya menjelaskan tiga pasal mengenai hak individu, sedangkan dalam konstitusi Federasi Rusia yang menjelaskan sebanyak 30 pasal. Banyak perubahan yang terjadi pada masa transisi dari masa pasca Uni Soviet menuju Federasi Rusia dalam aspek kehidupan sosial. Beberapa isu yang di ajukan dalam konsepsi baru dalam tatanan masyarakat Rusia seperti Liberalisme, HAM, Demokrasi, Kapitalisme, Pasar Bebas, Masyarakat Terbuka, Pluralisme, dan Negara Hukum. Dalam hal politik dan pemerintahan, pihak-pihak yang pernah berkuasa seperti anggota Politbiro dan para aparatchik-birokrat dari partai komunis masih dapat memiliki kekuasaan yaitu dengan menyesuaikan status quo dengan situasi transisi yang sedang berjalan. Pada masa transisi tersebut Negara masih mengontrol aktivitas media massa, organisasi politik dan lembaga keagamaan. Di Rusia Menteri terdapat 17 (tujuh belas) Kementerian, yang terdiri dari:330 1. Menteri Pertanian 2. Menteri Komunikasi dan Mass Media 3. Menteri kebudayaan 4. Menteri Pertahanan
329
Ibid
330
Diakses pada situs pemerintahan Rusia pada tanggal 15 Desember 2012, http://government.ru/
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
211 5. Menteri Pembangunan Ekonomi 6. Menteri Pendidikan dan Sains 7. Menteri Energi 8. Menteri Keuangan 9. Menteri Kesehatan 10. Kementerian Luar negeri 11. Kementerian Dalam Negeri 12. Menteri Kehakiman 13. Menteri Tenaga Kerja dan Sosial 14. Menteri Perindustrian dan Perdaganga 15. Menteri Olahraga 16. Menteri Pembangunan Daerah 17. Menteri Transportasi Namun apabila dilihat dari beberapa yang terdapat wakil Menteri dalam Kementerian di Rusia, hanya terdapat 2 (dua) Kementerian, yakni Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pendidikan. Dalam hal ini kita akan mengambil contoh Kementerian Pertahanan, kementerian Pertahanan dikelola oleh collegium diketuai oleh Menteri Pertahanan dan Menteri Pertahanan termasuk wakil, kepala Departemen Pertahanan Utama dan Direktorat Staf Umum, dan komandan Komando Strategis Bersama / Distrik Militer, tiga Jasa, dan tiga cabang , yang bersama-sama membentuk staf utama dan dewan penasehat Menteri Pertahanan. Badan eksekutif Departemen Pertahanan adalah Staf Umum Angkatan Bersenjata Federasi Rusia. Hal ini diperintahkan oleh Kepala Staf Umum. AS pakar William Odom mengatakan pada tahun 1998 bahwa "Staf Umum Soviet tanpa MoD dibayangkan, tetapi MoD tanpa Staf Umum tidak.331 Rusia Staf petugas latihan otoritas komando Jenderal di kanan mereka sendiri. Pada tahun 1996 Staf Umum termasuk lima belas direktorat utama dan jumlah yang belum ditentukan lembaga operasi. Staf ini diselenggarakan oleh fungsi, dengan masing-masing direktorat dan perwakilan untuk operasi mengawasi area fungsional, umumnya ditunjukkan oleh judul organisasi.
331
William Eldridge Odom, 'The Collapse of the Soviet Military,' (Yale University Press, 1998), Hal.27
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
212 Struktur organisasi pada Kementerian Pertahanan Rusia meliputi:332 1. Menteri Pertahanan 2. Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara 3. Wakil Menteri Pertahanan 4. Wakil Menteri Pertahanan 5. Wakil Menteri Pertahanan 6. Wakil Menteri Pertahanan Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri, begitu juga tugas dan wewenangnya ditentukan oleh Menteri. 333 Dengan demikian segala yang berhubungan dengan tugas dan kewenangannya menjadi tanggung jawab kepada Menteri. Wakil Menteri disini strukturnya berada dibawah Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara, dengan demikian maka wakil Menteri yang berada pada Rusia segala macam yang berkaitan dengan administrative kelembagaan menjadi tanggung jawab Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara, untuk juga terdapat hubungan kerja antara Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara dengan wakil Menteri di Rusia. Mengenai wakil Menteri di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Sains tidak jauh berbeda dengan Wakil Menteri yang berada pada Kementerian Pertahanan Rusia. Untuk mengetahui struktur organisasi dan kelembagaan dalam Kementerian Pertahanan di Rusia, dapat digambarkan seperti struktur berikut :334
332
Diambil dari website RF MOD website www.mil.ru accessed, pada tanggal 9 Aug
333
F. Scott & William F. Scott, Russian Military Directory 2004, Hal.61-82, 97-116
2012
334
Kementerian Pertahanan Rusia http://eng.mil.ru/en/management/deputy.htm, dapat dilihat juga pada kementerian Pendidikan Rusia http://eng.mon.gov.ru/ruk/zam/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
213
Tabel 4.2 Struktur Organisasi Wakil Menteri Rusia
4.3 Malaysia (Deputy Minister/Timbalan Menteri) Malaysia merupakan Negara yang berbentuk federasi.335 Dimana Malaysia terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan yaitu persekutuan Kuala Lumpur, Labuan Island dan Putrajaya sebagai wilayah administratif federal. Setiap Negara bagian memiliki majelis, dan pemerintah negara bagian dipimpin oleh kepala menteri (chief minister) dimana kepala 335
Federation of International Trade Associations. Diakses pada tanggal 18 desember 2012, http://www.fita.org/countries/malaysia.html?ma_rubrique=cadre.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
214 menteri di tiap negara bagian diangkat oleh majelis negara bagian. Dalam Negara federal seperti Malaysia maka ada kekuasaan federal dan ada kekuasaan Negara bagian.336 Soal yang menyangkut negara dalam keseluruhannya diserahkan kepada kekuasaan federal. Dalam hal tertentu misalnya mengadakan perjanjian internasional atau mencetak uang, pemerintah federal bebas dari Negara bagian dan dalam bidang itu pemerintah federal mempunyai kekusaan yang tertinggi. Tetapi, untuk soal yang menyangkut Negara bagian belaka dan tidak termasuk kepentingan nasional, diserahkan kepada kekuasaan Negara-negara bagian. Jadi, dalam soal-soal semacam itu pemerintah Negara bagian bebas dari pemerintah federal misalnya, soal kebudayaan, kesehatan pendidikan . Bentuk pemerintahan Malaysia adalah monarki konstitusional,337 yaitu berupa Negara kerajaan yang diatur oleh konstitusional. Dimana kepala negaranya merupakan seorang raja yang disebut dengan Yang di-Pertuan Agong (Raja Malaysia). Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan NegeriNegeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan. Sistem pemerintahan yang dianut oleh Malaysia adalah system parlementer. Sistem parlementer yang dipakai oleh Malaysia bermodelkan sistem parlementer Westminster, yang merupakan warisan Penguasa Kolonial Britania. Tetapi apabila melihat prakteknya , kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif, dan judikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah selama zaman Mahathir, kekuasaan judikatif itu dibagikan antara pemerintah persekutuan dan pemerintah negara bagian. Dalam system pemerintahan Malaysia yang menjadi kepala pemerintahan adalah seorang perdana menteri. Sistem politik Malaysia dapat dikatakan demokrasi, hal ini dapat dilihat dari adanya pembagian kekuasaan dan adanya pelaksanaan pemilu meskipun kalau dilihat lebih dalam tidak begitu demokratis karena tidak jurdil. Di Malaysia, seperti kebanyakan Negara lainnya kekuasaan Negara terdiri dari badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri, konstitusi Malaysia menetapkan bahwa perdana 336
Pasal 44. Konstitusi Malaysia.
337
Pasal 32. Konstitusi Malaysia.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
215 menteri haruslah anggota dewan rendah (Dewan Rakyat),338 yang direstui Yang diPertuan Agong dan mendapat dukungan majoritas di dalam parlemen. Kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara dan bertanggung jawab kepada badan itu. Sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara.Dalam kekuasaan legislative Malaysia memiliki sistem bikameral yang terdiri dari Senat (Dewan Negara) dan House of Representatives (Dewan Rakyat). Senat menguasai 70 kursi di parlemen sementara HoR menguasai 219 kursi. 44 anggota Senat ditunjuk oleh pemimpin tertinggi sementara 26 lainnya ditunjuk oleh badan pembuat UU di negara bagian. Anggota HoR dipilih melalui popular vote untuk masa jabatan selama 5 tahun. Dalam hal kekuasaan Yudikatif, sistem hukum di Malaysia berdasar pada hukum Inggris dan kebanyakan Undang-Undang serta konstitusi diadaptasi dari hukum India. Di Malaysia terdapat Federal Court, Court of Appeals, High Courts, Session's Courts, Magistrate's courts dan Juvenile Courts.339 Hakim Pengadilan Federal ditunjuk oleh pemimpin tertinggi dengan nasehat PM. Pemerintah federal memiliki kekuasaan atas hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan dalam negeri, keadilan, kewarganegaraan federal, urusan keuangan, urusan perdagangan, industri, komunikasi serta transportasi dan beberapa urusan lain. Pemilihan umum parlemen Malaysia dilakukan paling sedikit lima tahun sekali. Pemilih terdaftar berusia 21 tahun ke atas dapat memberikan suaranya kepada calon anggota Dewan Rakyat dan calon anggota dewan legislatif negara bagian juga, di beberapa negara bagian.Voting tidak diwajibkan.Malaysia menganut sistem multipartai. Seperti Indonesia, banyak sekali partai politik di Malaysia, sekitar 33 parpol. Namun, berbeda dengan Indonesia, pemilu hanya diikuti dua kontestan, yaitu parpol yang tergabung dalam Barisan Nasional (BN) dan parpol yang tergabung dalam Barisan
Alternatif
(BA).
BN
adalah
koalisi
partai
penguasa
yang
ditulangpunggungi UMNO (United Malays National Organization), MCA (Malaysian Chinese Association), dan MIC (Malaysian India Congress), serta 338
Diakses pada website http://www.ipu.org/parline/reports/2197.htm (Dewan Rakyat) House of Representative Malaysia, pada tanggal 15 Desember 2012 339
Diakses pada website pada tangal 15 desember 2012, http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2777.htm U.S. Relations With Malaysia, Bureau Of East Asian and Pacific Affair
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
216 sebelas partai pendukung lainnya. Ada pun BA adalah kumpulan partai oposisi yang dipimpin PAS (Partai Islam se-Malaysia), PKR (Partai Keadilan Rakyat), DAP (Democratic Action Party), dan 16 partai pendukung lainnya. 340 Di Malaysia, yang menganut sistem parlementer, pelaksanaan pemilu bisa disederhanakan sedemikian rupa
sehingga
memudahkan pemilih
dalam
menentukan pilihan. Partai-partai dengan latar belakang ras dan ideologi yang beragam itu bertarung dalam dua bendera koalisi, yang dijalin sebelum dan sesudah pemilu, serta dilakukan secara permanen.Kerangka konstitusional sistem politik Malaysia memang bersifat demokratis. Namun, kerangka demokratis itu disertai kontrol otoritarian yang luas untuk menyumbat oposisi yang efektif. Karena itu, sulit dibayangkan partai pemerintah bisa kalah. Sejak awal, sistem politik Malaysia merupakan campuran dari karakteristik responsif dan represif. Sistem pemilu Malaysia juga tidak jurdil. Sistem dirancang untuk cenderung menguntungkan partai pemerintah sehingga hampir mustahil ia dapat dikalahkan. Dalam setiap pemilu, BN selalu memenangkan sekitar 3/5 suara dan menguasai mayoritas kursi di parlemen. Bahkan, dalam Pemilu 1990 dan 1999, ketika UMNO dilanda perpecahan serius dan BN dalam tekanan politis yang kuat oleh gerakan reformasi, oposisi tetap kalah. 341 Dengan demikian, pemilu pada praktiknya tidak bisa mengganti pemerintahan, tetapi hanya memaksa pemerintah untuk lebih responsif. Pemilu Malaysia hanyalah casting suara dari ritual rutin empat atau lima tahun sekali untuk memperbarui sampul legitimasi pemerintahan otoritarian. Cara-cara UMNO memenangkan pemilu masih sama dengan cara hegemonik Golkar pada era Orde Baru di Indonesia. Sistem kekuasaan legislatif di Malaysia dibagi antara legislatur persekutuan dan legislatur negeri.Parlemen Bikameral sendiri terdiri dari Dewan Rendah, Dewan rakyat-DPR dalam sistem di Indonesia, Dewan Tinggi, Senat dan Dewan Negara. Sebanyak 222 anggota Dean Rakyat dipilih oleh rakyat dari daerah pemilihan beranggota tunggal yang akan menjabat selama 5 tahun. 340
General Report of the Population and Housing Census 2000, (Putrajaya: Department of Statistics), Malaysia, 28 Desember 2005. Hal. 60–64 341
Divisi Penelitian Federal, Perpustakaan Kongres. Seri Buku Pegangan Wilayah/Pengkajian Negara. Departemen Angkatan Darat Amerika Serikat. Diakses pada 9 Desember 2012.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
217 Sementara 70 senator akan memegang masa jabatan selama 3 tahun, dimana 26 orang diantaranya dipilih oleh 13 majelis negara bagian. 342 Sementara kekuasaan eksekutifnya dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam Konstitusi Malaysia ditetapkan bahwa perdana menteri Malaysia haruslah anggora Dewan rakyat yang kepemimpinannya diresti oleh Yang diPertuan Agung dan mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. 343 Sedangkan kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara yang kemudian bertanggungjawab kepada badan tersebut. Sedangkan Pemerintahan negara bagian dipimpin oleh menteri besar di negeri-negeri Malaya, atau Ketua Menteri di negara bagian yang tidak memiliki monarki lokal. Kemudian di tiaptiap negara bagian yang memiliki monarki lokal maka menteri besar haruslah seorang Suku Melayu Muslim. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan peranan yang amat penting dalam melakukan perubahan. Di Malaysia juga terdapat beberapa Kementerian Negara, Kementerian Negara di Malaysia terdiri dari :344 1. Kementerian Belia dan Sukan 2. Kementerian Penerangan Komunikasi Dan Kebudayaan 3. Kementerian Kemajuan Luar Bandar dan Wilayah 4. Kementerian Kerja Raya 5. Kementerian Dalam Negeri 6. Kementerian Kesihatan 7. Kementerian Kewangan 8. Kementerian Luar 9. Kementerian Pelajaran 10. Kementerian Pelancongan 11. Kementerian Pembangunan Wanita, Keluarga dan Masyarakat 12. Kementerian Pengajian Tinggi 342
Ibid
343
Ibid
344
Diakses pada situs http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797, pada tanggal 16 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
218 13. Kementerian Pengangkutan 14. Kementerian Perdagangan Antarabangsa dan Industri 15. Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Hal Ehwal Pengguna 16. Kementerian Pertahanan 17. Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani 18. Kementerian Perumahan dan Kerajaan Tempatan 19. Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi 20. Kementerian Sains, Teknologi dan Inovasi 21. Kementerian Sumber Asli dan Alam Sekitar 22. Kementerian Sumber Manusia 23. Kementerian Wilayah Persekutuan Dalam semua struktur organisasi Kementerian di Malaysia terdapat Wakil Menteri, jadi dalam 23 (dua puluh tiga) Kementerian di Malaysia terdapat wakil Menteri pada tiap-tiap kementerian. Namun ada yang terdapat 1 orang wakil menteri, ada yang terdapat 2 orang Wakil Menteri. Wakil menteri di Malaysia diangkat oleh menteri, atas sepengetahuan Perdana menteri, begitu juga pertanggung jawabannya juga kepada Menteri. Sedangkan beberapa tugas dan wewenang Wakil menteri diantaranya :345 1. Membantu tugas menteri pada Negara bagian dan persekutuan 2. Memberikan nasihat kepada Menteri 3. Membawahi setiausaha dan pejabat dibawahnya 4. Membantu tugas lain menteri apabila diperintahkan Dengan demikian wakil Menteri di Malaysia diangkat berdasarkan perogratif Menteri yang bersangkutan, namun selain itu atas persetujuan Perdana menteri. Yang menarik dalam wakil menteri di Malaysia, terdapat pada seluruh Kementerian, hal ini sebagai konsekwensi sistem federasi yang dipakai oleh Malaysia, mengenai tugas dan wewenang dari Wakil Menteri adalah mensupport tugas dan wewenang Menteri pada Kementerian tertentu. Beberapa contoh Struktur Organisasi Kementerian di Malaysia, diambil dari struktur organisasi beberapa Kementerian di Malaysia, diantaranya :
345
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
219 Sistem 2 (dua) Timbalan Menteri346
Tabel 4.3 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (dua)
Sistem 1 (satu) Timbalan Menteri347
Tabel 4.4 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (satu)
346
Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 347
Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
220 4.4 Kanada (Deputy Minister) Secara historis kanada dikenal sebagai Dominion of Canada, yang mana negara ini terletak dibagian paling utara benua Amerika.Kanada juga merupakan negara terluas di bagian Amerika Utara.348 Selain itu negara ini juga tergolong negara yang maju.Yang mana perekonomian Kanada sekarang mendekati Amerika Serikat dengan sistem ekonomi pasar, pola produksi, dan standar hidup yang tinggi. Negara ini juga merupakan bekas jajahan Perancis dan Britania Raya. Ibu kota Kanada adalah Ottawa, tempat parlemen nasional dan juga tempat tinggal Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri. Merupakan bekas jajahan Perancis dan Britania Raya, Kanada adalah anggota La Francophonie349 dan Negara Persemakmuran.Kanada merupakan negara terluas di Amerika Utara. Luas Negara Kanada 9.970.610 km persegi Kanada digolongkan negara maju dan ekonominya tergantung terutama pada ketersediaan hasil alam yang melimpah. Penggunaan daun mapel sebagai simbol Kanada dapat diurut balik pada abad ke-18, dan digambarkan pada bendera terkini dan sebelumnya, sen dolar, dan pada lambang. Kanada dikenal karena hutan luas dan jajaran pegunungannya (termasuk Pegunungan Rocky di Alberta dan British Columbia) dan hewan liar yang bertempat tinggal dengannya, seperti rusa besar, karibou, berang-berang, beruang kutub, dan beruang grizzly. 350 Kanada banyak dikenal untuk angkatan Royal Canadian Mounted Police, dan produk yang dibuat dari SDA negeri, seperti sirup mapel.Tentang hoki, olahraga musim dingin resmi Kanada, juga sering digunakan sebagai simbol nasional persatuan dan kebanggaan.Bersalju, musim dingin, dan iklim utara negeri itu juga telah menciptakan pandangan orang-orang Kanada.
348
Diakses pada Government of Canada, Indonesia.gc.ca, pada tanggal 17 Desember 2012 http://www.canadainternational.gc.ca/indonesia-indonesie/about-a_propos/governmentgouvernement.aspx?lang=ind&view=d 349
Diakses pada situs pemerintahan Kanada pada tanggal 17 Desember 2012, http://www.canada.gc.ca/ 350
Accountbale Government, A Guid for minister and Ministers of States, Canada Desember 2011, Hal. 41
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
221 Sistem pemerintahan Kanada yakni demokrasi parlementer, federasi, dan monarki konstitusional.351 Sistem legal yang dipakai adalah hukum inggris, hukum sipil dari hukum Perancis, dan menerima keputusan yurisdiksi dari ICJ (international court of justice). Kepala negara adalah Queen Elizabeth II (since 6 februari 1952). Sedangkan yag memegang kepala pemerintahan adalah perdana menteri, yakni, David Johnston. Selain itu terdapat hak istimewa sebagai kepala negara oleh gubernur jenderal yang diangkat oleh ratu atau nasihat dari perdana menteri Kanada. Partai di Kanada ada banyak, terdiri dari 3 partai besar dan beberapa partai kecil lainnya. Partai besar itu antara lain, Partai Demokrat Baru, Partai Liberal Kanada, Partai Konservatif Kanada. Sedangkan metode pemilihan umum disini adalah memakai sistem monarki untuk kepala negaranya. Gubernur jenderal ditetapkan dengan nasihat dari perdana menteri secara monarki. Sedangkan perdana menterinya diangkat oleh gubernur jenderal yang biasanya pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak dalam majelis perwakilan rendah. Cabang pemerintahan legislative yaitu parlemen yang memiliki dua kursi yaitu, Majelis Perwakilan Rendah dan Senat. 352 Beberapa kelompok penekan dan pemimpinnya dalam perpolitikan Kanada antara lain berasal dari sektor pertanian, industry automobile, grup bisnis, industry kimia, bank komersial, sektor komunikasi, industry energy, kelompok lingkungan, kelompok administrasi publik, industri baja, dan persatuan perdagangan. Peradilan Kanada memainkan peran penting dalam mewujudkan hukum dan peraturan federal, provinsi, dan kota. Selanjutnya juga memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan hukum yang melanggar konstitusi. Seluruh hakim pada tingkat superior, berwenang dalam hal naik banding dan mahkamah agung Kanada dipilih dan ditunjuk oleh pemerintah federal, setelah konsultasi dengan badan resmi nonpemerintah. Kedudukan pengadilan pada tingkat rendah dengan yurisdiksi terbatas pada suatu provinsi atau teritori, bertempat dimasing-masing pemerintahan
351
Diakses pada situs http://www.gc.ca/home.html, pada tanggal 17 Desember 2012
352
Mengenai system pemerintahan Kanada dijelaskan secara rinci melalui website : http://englishland.or.id/TOEFL/10-sistem_pemerintahan_canada.htm, Pada tanggal 17 desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
222 provinsi atau teritori. Mahkamah Agung Kanada merupakan pemutus hukum yang terakhir.353 Sistem parlementer dan monarki yang dianut oleh negara Kanada ini adalah merupakan pengaruh dari colonial Perancis yang menjajah bangsa ini dulu nya. Sistem pemerintahan negara-negara parlementer yang biasanya mempunyai kepala negara seorang raja atau ratu merupakan hasil kebudayaan dari negara Eropa terutama negara Inggris, yang kemudian diambil oleh beberapa negara didunia untuk dipakai dalam sistem pemerintahan mereka. Hak istimewa sebagai kepala negara Kanada dipegang oleh seorang Gubernur Jenderal, yang umumnya merupakan politikus senior atau orang Kanada lainnya yang menonjol, yang diangkat oleh Ratu atas nasihat Perdana Menteri Kanada.354 Gubernur Jenderal merupakan tokoh non-partisan yang memenuhi berbagai peran seremonial, antara lain menyediakan Persetujuan Kerajaan atas RUU yang disahkan oleh Majelis Perwakilan Rendah dan Senat, membacakan Pidato dari Tahta, menandatangani dokumen negara, membuka dan mengakhiri sidang parlemen secara resmi, dan membubarkan parlemen selama masa pemilihan. Ratu dan khususnya Gubernur Jenderal, memimpin hanya atas nama saja serta sedikit sekali memiliki kekuasaan yang sesungguhnya, karena mereka hampir selalu bertindak sesuai nasihat dari Kepala Pemerintahan Kanada, yaitu Perdana Menteri. Mereka menjabat secara simbolis sebagai pemerintahan yang berkelanjutan, yaitu ketika sedang terjadi perubahan pemerintahan. Konstitusi Kanada mengatur kerangka resmi negara, namun perwujudannya wajib dipandang pula dari sudut banyaknya tradisi dan konvensi yang tidak tertulis (lihat Sistem Westminster). Patriasi konstitusi, dengan prosedur untuk amandemennya, talah disetujui pada suatu malam di bulan November tahun 1981. Kaum nasionalis Quebec menamakan malam itu sebagai ‘Malam Pisau Panjang’ Gubernur Jenderal mengangkat Perdana Menteri Kanada (PM), yang biasanya merupakan pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak dalam
Majelis
Perwakilan
Rendah.
PM
dalam
penunjukan
Kabinet
353
Mengenai kabibet di Kanada diakses dalam situs pada tanggal 18 Desember 2012 http://www.thecanadianencyclopedia.com/articles/cabinet 354
Deputy Minister of Public Works and Government Services Canada, http://www.tpsgcpwgsc.gc.ca/apropos-about/ssmnstr-dptmnstr-eng.html, pada tanggal 18 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
223 mempertimbangkan usulan dari konvensi anggota partai PM dalam Majelis Perwakilan Rendah dan Senat. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh PM dan kabinet, yang seluruh anggotanya disumpah dalam Dewan Kaukus Umum Kanada. Cabang pemerintahan legislatif, yaitu Parlemen, memiliki 2 kursi: Majelis Perwakilan Rendah yang diangkat dan Senat yang diangkat. Pemilihan untuk Majelis Perwakilan Rendah dilakukan oleh Gubernur Jenderal berdasarkan rekomendasi PM, dan harus terjadi tak kurang dari 5 tahun setelah pemilihan sebelumnya. Kanada memiliki tiga partai nasional utama: Partai Demokrat Baru (NDP), yang merupakan partai lanjutan yang condong ke arah “kiri”, Partai Liberal Kanada, dan Partai Konservatif Kanada, yang merupakan partai yang condong ke arah “kanan”. Klasifikasi kiri-kanan tersebut bagaimanapun bisa menyesatkan, karena adanya sejumlah anggota dalam ketiga partai utama tersebut yang merupakan “golongan kiri” pada persoalan sosial, dan “golongan kanan” pada persoalan ekonomi. Akibatnya, ketiga partai itu dapat memiliki jumlah kursi yang kompleks dalam spektrum keputusan politik kanan-kiri.Partai berbasis kedaerahan, Bloc Québécois, memperoleh banyak kursi di Provinsi Quebec dan mempromosikan kemerdekaan Quebec dari Kanada.Juga terdapat banyak partai yang lebih kecil dan ada pula yang tidak memiliki perwakilan di Parlemen pada pemilihan federal 2004.355 Kandidat independen jarang terpilih (Chuck Cadman merupakan perkecualian dalam pemilihan 2004). Partai Liberal telah membentuk pemerintahan Kanada selama 32 tahun. Para pemimpinnya yang pernah menjadi Perdana Menteri Kanada antara lain ialah Paul Martin dan Jean Chrétien.356 Pada Desember 2003, terbentuklah Partai Konservatif Kanada. Partai ini merupakan gabungan dari Aliansi Kanada dan Partai Konservatif Progresif Kanada. Partai Konservatif kemudian memenangkan pemilu parlemen 23 Januari 2006, dan Partai Liberal pun menjadi oposisi dalam parlemen.Stephen Harper yang memimpin Partai Konservatif, saat ini adalah Perdana Menteri Kanada.
355
T.A. Hockin, Government in Canada (1976), Not Published
356
Guidance for Deputy Ministers, National Library of Canada cataloguing in publication data, http://www.pco.gc.ca/, Pada tanggal 18 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
224 Gubernur-Jeneral adalah perwakilan pribadi ratu di Canada dan kepala parlemen Canada yang resmi, meskipun dengan kekuasaan-kekuasaan yang sangat terbatas.357 Parlemen federal di Canada terdiri dari House of Commons dan Senat. Kepala pemerintahan yang sebenarnya adalah perdana menteri, yang bertanggung jawab memilih sebuah kabinet.Sistem ini disebut sebagai pemerintahan yang bertanggung jawab yang artinya anggota-anggota kabinet duduk di pemerintahan dan bertanggung jawab secara langsung padanya, memegang kekuasaan hanya selama mayoritas House of Commons menunjukkan kepercayaan dengan memilih mereka. Senat Kanada memiliki 102 anggota, yang ditunjuk oleh Gubernur-Jeneral berdasarkan nasihat perdana mentri.Fungsi aktual mereka adalah penasehat, meskipun boleh membuat perubahan-perubahan kecil pada rancangan undangundang.Kekuasaan yang sebenarnya ada di tangan House of Commons, yang anggota-anggotanya dipilih secara langsung oleh para pemilih. Pemilihan umum harus diselenggarakan setiap periode lima tahunan selesai tetapi bisa diselenggarakan jika ada isu-isu yang meminta hal itu, dan kebanyakan anggota parlemen bubar sebelum masa lima tahun berakhir. Ketika sebuah pemerintah kalah dukungan mayoritasnya pada sebuah pemilihan umum, pergantian pemerintahan terjadi.358 Kanada mempunyai tiga tingkat pemerintahan federal, propinsi dan teritori, dan kotamadya (lokal atau regional).359 Dalam struktur federal, para pejabat yang terpilih - Kabinet para menteri di bawah kepemimpinan Perdana Menteri - merupakan badan pengambil keputusan utama. Pemerintah federal memimpin sistem pemerintahan demokratis negara melalui berkonsultasi dengan para pejabat terpilih lain, para wakil propinsi dan kotamadya, dan masyarakat Kanada. Peran utama pemerintah Kanada adalah memastikan dan mendukung kinerja perekonomian negara.Tanggung-jawab lainnya termasuk pertahanan 357
Diakses pada website http://www.canada.gc.ca/, pada tanggal 18 desember 2012, dijelaskan menganai pemilu dan system keterwakilan di Kanada. 358
Ibid
359
Diakses pada tanggal 18 desember 2012, yang menjelaskan pemerintahan local http://www.parl.gc.ca/MembersOfParliament/MainCabinetCompleteList.aspx?TimePeriod=Curre nt
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
225 nasional, perdagangan dan niaga antar propinsi dan antar negara, imigrasi, sistem perbankan dan moneter, hukum pidana dan perikanan. Pemerintah federal juga mengawasi industri-industri seperti kedirgantaraan, perkapalan, perkereta-apian, telekomunikasi dan tenaga atom.360 Pemerintah propinsi dan teritori mempunyai struktur yang sama seperti struktur federal dan bertanggung jawab atas masalah-masalah seperti pendidikan, hak-hak sipil dan kepemilikan, peradilan, sistem rumah sakit, sumber daya alam di dalam batas propinsi dan teritori mereka, jaminan sosial, kesehatan dan lembaga-lembaga kotamadya. Baru-baru ini pemerintah federal telah mulai menyerahkan tanggung-jawab yang lebih besar atas sejumlah program dan pelayanan kepada pemerintah propinsi. Contohnya adalah pelatihan pasar tenaga kerja, dan pengembangan pertambangan dan kehutanan. Pemerintah lokal dan regional memainkan peran penting dalam beberapa bidang termasuk penyediaan pendidikan, pengembangan tanah, peraturan-peraturan usaha setempat, dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan budaya. Struktur pemerintah lokal dan regional tidak selalu sama di seluruh negara. Di Kanada, wakil menteri adalah pegawai negeri sipil senior di sebuah departemen pemerintah.361 Dia mengambil arah politik dari menteri terpilih. Tanggung jawab untuk sehari-hari departemen operasi, anggaran dan program pembangunan Pemerintah dengan wakil menteri. Wakil menteri adalah kepala fungsional dari departemen yang bersangkutan, sementara Menteri adalah pimpinan politik departemen.362 Wakil menteri melayani di kewenangan pemerintah, dan kadang-kadang bisa kehilangan posisi mereka sebagai akibat dari perubahan dalam partai yang berkuasa, terutama jika mereka dipandang sebagai terlalu dekat diidentifikasi dengan kebijakan pemerintah sebelumnya. Hal itu
360
Diakses pada tanggal 18 desember 2012 http://www.gc.ca/depts/major/depind-
eng.html 361
Peter Aucoin, The Staffing and Evaluation of Canadian of Deputy Ministers in Comparative Westmindster Perspective : a Proposal for reform, Volume 1 : Parliament, Minister and Deputy Minister, Hal. 299 362
Jackquest Bourgault, The Deputy Minister’s Role in the Government of Canada : His Responsibility and His Accountability, Volume 1, Hal. 155
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
226 merupakan perbedaan dengan posisi Wakil Perdana Menteri Kanada yang bukan wakil menteri sama sekali tetapi seorang politisi dan anggota senior kabinet363 Posisi wakil menteri Kanada setara dengan posisi British sekretaris permanen (dibuat terkenal di televisi satir Yes Minister) dan posisi Australia sekretaris departemen.364 Wakil menteri asosiasi adalah wakil menteri dalam menunggu, sering ditugaskan untuk suatu proyek tertentu atau inisiatif menunggu janji untuk memimpin departemen. Asisten wakil menteri adalah posisi operasional, biasanya membawa tanggung jawab untuk fungsi-fungsi tertentu atau anggaran dengan Departemen A. Wakil menteri paling senior di pemerintah federal adalah Panitera Ratu Privy Council untuk Kanada yang juga wakil menteri kepada Perdana Menteri Kanada. Di provinsi-provinsi dan teritori posisi memenuhi fungsi yang sama sebagai pelayan publik yang paling senior dan disebut sekretaris kabinet atau petugas dari Dewan Eksekutif.365 Setara Australia adalah sekretaris Departemen Perdana Menteri dan Kabinet, dan setara Inggris adalah Sekretaris Kabinet. Orang ini, bersama dengan staf mereka, biasanya mengembangkan agenda untuk pertemuan Kabinet reguler, menyatukan perbedaan
antar
departemen,
panduan
inisiatif
kebijakan
utama
dan
mengkoordinasikan pengangkatan kepala departemen. Posisi melapor langsung kepada Perdana Menteri atau Premier dan biasanya di antara profil yang paling berpengalaman, berpengaruh, dan rendah dari pegawai negeri. Ada beberapa individu yang memiliki peringkat wakil menteri dan dikenal oleh judul lain seperti presiden lembaga atau mahkota korporasi, sekretaris atau komisaris. Pemerintah provinsi juga memiliki wakil menteri yang melayani fungsi yang sama seperti rekan-rekan federal yang mereka. Dengan demikian dapat dipertegas, bahwa dalam sistem Pemerintahan di Kanada Wakil menteri sifatnya adalah permanen, karena berasal dari pejabat structural yang ada dalam pegawai negrri sipil, dengan demikian pengangkatannya berdasarkan seleksi berdasarkan 363
Jackson, Robert J. and Doreen Jackson. Politics in Canada: Culture, Institutions, Behavior and Public Policy. 6th ed. (Toronto: Prentice Hall, 2006). Hal. 355. 364
James Ross Hurley, Responsibility, Accountability, and the Role of deputy Minister in the Government of Canada, Volume 3 : Linkages : Responsibility and Accountability, Hal. 117 365
Diakses pada Library and Archive Canada, pada tanggal 15 desember 2012, http://www.collectionscanada.gc.ca/index-e.html
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
227 hukum kepegawaian yang ada di Kanada. Wakil menteri di Kanada juga terdiri dari 2 (dua) bagian dalam setiap kementerian, yakni terdapat pada nasional level dan province level,366 dengan demikian dalam setiap kementerian terdapat 2 Wakil Menteri yang bertugas dipusat dan di daerah.
Tabel 4.5 Struktur Organisasi Wakil Menteri Kanada
4.5 Korea Selatan (Vice Minister) Pemerintah Korea Selatan dibagi menjadi tiga cabang: eksekutif, yudikatif, dan legislatif.367 Cabang eksekutif dan yudisial beroperasi terutama di tingkat nasional, meskipun berbagai kementerian dalam cabang eksekutif juga melakukan 366
Jackquest Bourgault, Opcit, 253
367
Sung Chul Yang, The North and South Korean political systems: A comparative analysis (rev. ed.). (Seoul: Hollym, 1999), Hal. 12
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
228 fungsi lokal. Pemerintah daerah adalah semi-otonom, dan mengandung badan eksekutif dan legislatif mereka sendiri. Cabang yudisial beroperasi baik pada distrik nasional dan lokal.368The South Korean government's structure is determined by the Constitution of the Republic of Korea.369 Struktur Pemerintah Korea Selatan ditentukan oleh Konstitusi Republik Korea.370 Dokumen ini telah direvisi beberapa kali sejak ditetapkan pertama tahun 1948. Namun, tetap memiliki karakteristik yang luas banyak, dengan pengecualian dari singkat Republik Kedua Korea Selatan, negara selalu memiliki sistem presidensial dengan seorang kepala eksekutif relatif independen. Konstitusi dari Republik Korea (Korea Selatan) adalah hukum dasarnya. Hal inidiundangkan pada tanggal 17 Juli 1948, dan terakhir direvisi pada tahun 1987.371Struktur konstitusi Terdiri dari pembukaan, 130 artikel, dan ketentuan tambahan, Konstitusi melengkapi cabang eksekutif yang dipimpin oleh seorang presiden dan menunjuk perdana menteri, yang satukamar legislatif disebut Majelis Nasional, dan peradilan yang terdiri dari MahkamahKonstitusi, Mahkamah Agung dan bawah pengadilan. Presiden dipilih melalui pemilu langsung, dan terbatas untuk masa jabatan lima tahuntunggal. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden dengan persetujuan Majelis Nasional. Meskipun tidak dibutuhkan oleh konstitusi, Presiden juga menunjuk anggota kabinet. Presiden Kim Dae-jung berubah menjadi sistem kabinet. Majelis Nasional terdiri dari sekurang-kurangnya 200 (sekarang 299) anggota yang dipilihuntuk masa jabatan empat tahun. Ketua Peradilan Mahkamah Agung diangkat oleh presidendan sampai 13 hakim lain yang ditunjuk oleh presiden atas rekomendasi dari kepala keadilandengan persetujuan Majelis Nasional.
Setiap
peradilan melayani jangka
enam
tahun.Konstitusi menyatakan Korea Selatan sebuah republik demokratis, yang wilayah terdiri dari "Semenanjung Korea dan pulau-pulau yang berdekatan, "dan bahwa" Republik Korea harusmencari unifikasi dan harus merumuskan dan 368
Ibid
369
The Constitution of the Republic of Korea, article 1
370
Susunan sebagaimana dimaksud diatas diatur dalam the Constitution of the Republic of Korea, article 3,4 dan 5 371
Diakses pada website sejarah pemerintahan korea, pada tanggal 15 desember 2012. http://www.koreanhistoryproject.org/Jta/Kr/KrGOV0.htm
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
229 melaksanakan kebijakan unifikasi damai berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi. Ada perselisihan atas apa "kebebasandan demokrasi" berarti di Korea, tetapi terjemahan langsung dari kata Korea yang digunakan dalam konstitusi berartidemokrasi liberal. Cabang eksekutif dipimpin oleh presiden. Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, danmerupakan terpilih satunya anggota eksekutif nasional. Presiden menjabat selama satu periode lima tahun, syarat tambahan tidak diizinkan. Presiden adalah kepala pemerintahan, kepala negara, dan komandan kepala dari angkatan bersenjata Korea Selatan. 372 Presiden dipegangi dengan kekuatan untuk menyatakan perang, dan juga dapat mengusulkan undang-undang kepada Majelis Nasional. Dia juga bisa menyatakan keadaan hukumdarurat atau militer, dengan persetujuan Majelis berikutnya. Namun, presiden tidak memiliki kekuatan untuk membubarkan Majelis Nasional. Perlindungan ini mencerminkan pengalaman pemerintah totaliter di bawah Republik Pertama, Ketiga , dan Keempat.373 Saat mereka didakwa atas kesalahan serius, presiden dan pejabat-tingkat kabinet dikenakan tuduhan oleh Majelis Nasional. Kasus-kasus seperti itu diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Kepala negara adalah presiden, yang dipilih melalui pemilu langsung untuk masa jabatanlima tahun tunggal. Presiden adalah Panglima Tertinggi dari angkatan bersenjata Korea Selatan dan cukup menikmati kekuasaan eksekutif. Presiden menunjuk perdana menteridengan persetujuan dari Majelis Nasional, serta menunjuk dan memimpin Dewan Negaramenteri utama sebagai kepala pemerintahan. Pada tanggal 12 Maret 2004 kekuasaan eksekutif maka presiden Roh Moo-hyun dihentikan saat Majelis memilih untuk mendakwa dia dan Perdana Menteri Goh Kun menjadi Presiden Bertindak. Pada tanggal 14 Mei 2004,Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan impeachment yang dibuat oleh Majelis danRoh diangkat kembali. 374 Presiden dibantu dalam tugasnya oleh 372
Diakses pada perpustakaan CIA yang menjelaskan mengenai beberapa pemerintahan Korea selatan, pada tanggal 18 desember 2012 https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/fields/2077.html?countryName=Korea,%20South&countryCode=ks®ionCode=eas& #ks 373
Ibid
374
Mengenai system pemerintahan yang dipakai oleh Korea Selatan dijelaskan dengan rinci dalam website : http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, diakses pada tanggal 19 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
230 Perdana Menteri Korea Selatan. Perdana Menteriditunjuk oleh presiden dan disetujui oleh Majelis Nasional. Saat presiden tidak dapatmemenuhi tugasnya, Perdana Menteri mengambil kontrol negara. Tidak ada batasan yang bisa mengisi posisi
tersebut.
Perdana
Menteri
mempunyai
hak
merekomendasikan penunjukan atau pemberhentian menteri kabinet.
untuk
375
Dewan Negara terdiri dari presiden, Perdana Menteri, dan menteri kabinet tingkat. Menteri ini mewakili 15 kementerian pemerintah Korea Selatan. Dewan dibebankan dengan berunding pada keputusan kebijakan utama, rapat dipimpin oleh presiden dan diresmikan oleh Perdana Menteri. Meskipun Dewan tidak memiliki kekuatan untuk membuat keputusan akhir, Konstitusi mensyaratkan bahwa hal-hal tertentu dibawa untuk itu sebelum keputusan akhir dibuat. Ini termasuk anugerah dari pejabat negara, rancangan amandemen konstitusi, deklarasi perang, proposal anggaran, restrukturisasi pemerintah. Departemen Kepala masing-masing kementerian ditunjuk oleh presiden. Para menteri melaporkan kepada Perdana Menteri. Adapun Kementerian di Korea Selatan, diantaranya :376 1. Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata 2. Departemen Pendidikan, Sains dan Teknologi 3. Kementerian Lingkungan Hidup 4. Kementerian Pangan, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan 6. Departemen Kesetaraan Gender 7. Departemen Perundang-undangan Pemerintah 8. Kementerian Kesehatan, Kesejahteraan dan Urusan Keluarga 9. Departemen Kehakiman 10. Kementerian Ekonomi Pengetahuan 11. Departemen Tenaga Kerja 12. Departemen, Transportasi dan Kelautan Tanah 375
Diakses pada website http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, pada tanggal 18 desember 2012 376
According to Oral TraditionSavada, Andrea Matles. South Korea: A Country Study. Area handbook series. Federal Research Division, Library of Congress. Washington, D.C.:1992. Hal. 109
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
231 13. Departemen Pertahanan Nasional 14. Departemen Patriots dan Urusan Veteran 15. Departemen Administrasi Umum dan Keamanan 16. Departemen Strategi dan Keuangan 17. Menteri Unifikasi Sedangkan Lembaga Independen Banyak dari badan-badan ini dikelola oleh lembaga perantara yang lain melaporkan langsung kepada Perdana Menteri atau Presiden. Badan-badan berikut laporan langsung kepada Presiden:377 1. Dewan Keamanan Nasional 2. Dewan Penasehat dan Aman Unifikasi Demokrasi 3. Dewan Presiden di Sains dan Teknologi 4. Komisi Presiden dan Usaha Kecil Menengah 5. Komisi Kebenaran Kematian Mencurigakan 6. Dewan Audit dan Inspeksi Badan Intelijen Nasional Beberapa kantor melaporkan langsung kepada Perdana Menteri, Fair Trade Commissiondan Anti-Korupsi dan Komisi Hak-hak Sipil. Selain itu, lembaga berikut laporan bersama-sama ke Perdana Menteri dan kepala pelayanan mereka terkait:378 1. Pelayanan Pajak Nasional 2. Kantor Statistik Nasional 3. Jaksa Penuntut Umum Agung 4. Tenaga Kerja Administrasi Militer 5. Badan Kepolisian Nasional 6. Meteorologi Administrasi Korea 7. Administrasi Properti Budaya 8. Administrasi Pembangunan Pedesaan 9. Dinas Kehutanan Korea 10. Administrasi Usaha Kecil dan Menengah 11. Kantor Kekayaan Intelektual Korea 12. Administrasi Makanan dan Obat Korea 377
Ibid
378
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
232 13. Badan Polisi Maritim Nasional Di tingkat nasional, cabang legislatif terdiri dari Majelis Nasional Korea Selatan. Ini adalah legislatif satu kamar, tetapi terdiri dari sebuah perakitan tunggal yang besar. Sebagian besar dari 299 anggotanya dipilih dari konstituen anggota tunggal, namun, 56dipilih melalui perwakilan proporsional.379 Anggota Majelis Nasional menjabat selama empattahun, dalam hal anggota tidak dapat menyelesaikan atau dia masa jabatannya, suatu pemilihan-oleh diselenggarakan. Majelis Nasional dibebankan dengan menimbang dan pembuatan legislasi, audit prosedur anggaran dan administrasi, meratifikasi perjanjian, danmenyetujui janji negara. Selain itu, memiliki kekuatan untuk mendakwa atau merekomendasikan penghapusan
pejabat
tinggi.
Majelis
membentuk
17
komite
tetap
untuk membicarakan masalah kebijakan yang rinci. Untuk sebagian besar, ini bertepatan dengankementerian dari cabang eksekutif. Tagihan melalui komite ini sebelum merekamencapai lantai. Namun, sebelum merekamencapai komite, mereka sudah harus telahmendapatkan dukungan dari minimal 20 anggota, kecuali mereka telah diperkenalkan oleh presiden.380 Untuk mengamankan bagian akhir, tagihan harus menerima mayoritas yang hadir, sebuah suara dasi tidak cukup. Setelah bagian, tagihan dikirim ke presiden untuk mendapatkan persetujuan, mereka harusdisetujui dalam 15 hari. Setiap tahun, tagihan anggaran disampaikan kepada Majelis Nasional oleh eksekutif. Secara hukum, itu harus disampaikan sekurang-kurangnya 90 hari sebelum dimulainyatahun fiskal, dan versi terakhir harus disetujui sekurang-kurangnya 30 hari sebelum awaltahun fiskal. Majelis juga bertanggung jawab untuk rekening pengeluaran audit masa lalu,yang harus disampaikan sekurang-kurangnya 120 hari sebelum awal tahun fiskal. Sesi Majelis mungkin baik teratur (setahun sekali, tidak lebih dari 100 hari) atau luar biasa(atas permintaan presiden atau kaukus, tidak lebih dari 30 hari).381 Sesi ini adalah pintuterbuka secara default, tetapi dapat tertutup untuk umum dengan suara mayoritas atau oleh Keputusan Speaker. Agar undang379
Hawley, Samuel: The Imjin War. Japan's Sixteenth-Century Invasion of Korea and Attempt to Conquer China, (The Royal Asiatic Society, Korea Branch, Seoul 2005), Hal.195f. 380
Ibid
381
Ibid
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
233 undang yang akan dilalui dalam setiap sesi, sebuah kuorum setengah anggota harus hadir. Saat ini, lima partai politik Korea Selatan terwakili dalam Majelis Nasional. Pemerintah
daerah
Otonomi
daerah
didirikan
sebagai
prinsip
konstitusional Korea Selatan yang dimulai dengan Republik Pertama. Namun, untuk sebagian besar abad ke-20 prinsip ini tidak dihormati. Dari tahun 1965 sampai 1995, pemerintah daerah dijalankan langsung oleh pemerintah provinsi, yang dijalankan langsung oleh pemerintah nasional. 382 Namun, sejak pemilu tahun 1995, tingkat otonomi daerah telah dipulihkan. Hakim lokal dan majelis dipilih di masing-masing primer dan sekunder pembagian administratif Korea Selatan, yaitu, di setiap provinsi, atau khusus kota metropolitan, dan kabupaten. Pejabat di tingkat bawah, seperti cangkir dan dong, ditunjuk oleh pemerintah kota atau kabupaten. Seperti disebutkan di atas, otonomi daerah tidak meluas ke cabang yudisial. Ini juga belum meluas ke daerah lain, termasuk proteksi kebakaran dan pendidikan, yang dikelola oleh lembaga nasional yang independen. Pemerintah daerah juga memiliki sangatterbatas pembuatan kebijakan otoritas, umumnya, yang paling bahwa mereka dapat lakukan adalah memutuskan bagaimana kebijakan nasional akan diimplementasikan. Namun, ada beberapa tekanan politik untuk lingkup otonomi daerah akan diperpanjang. Meskipun kepala eksekutif masing-masing kabupaten dipilih secara lokal, eksekutif wakil masih diangkat oleh pemerintah pusat. Ini adalah para pejabat ini wakil yang mempunyai otoritas atas yang paling rinci urusan administrasi. Dalam Kementerian di Korea Selatan terdapat pula Wakil Menteri (Vice Ministry) dalam setiap Kementerian, mengenai jumlahnya diserahkan sepenuhnya Kepada Menteri, namun dibatasi paling banyak terdapat 2 Wakil Menteri (Vice Ministry).383 Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri. Kedudukan Wakil Menteri (Vice Ministry) adalah sebagai pembantu Menteri yang diangkat oleh Menteri setelah Menteri diangkat oleh Presiden, untuk itu otoritas Wakil Menteri (Vice Ministry) di Korea 382
Andrew C Nahm, Korea: A history of the Korean people (2nd ed.), (Seoul: Hollym, 1996), Hal. 41 383
Sung ChulYang, Op Cit. Hal 42
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
234 Selatan menjadi sepenuhnya oleh Menteri. 384 Namun dalam praktek dilapangan Wakil Menteri (Vice Ministry) posisinya berada pada sekretarian Jenderal dan inspektorat selaku pengawas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Wakil Menteri (Vice Ministry) di Korea Selatan hanya sebatas staf ahli Menteri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. 385 Mengenai tugas dan wewenangnya tidak dijelaskan dengan rinci, hanya saja membantu Menteri apabila dibutuhkan. 386 Untuk mengetahui mengenai struktur organisasi Wakil Menteri (Vice Ministry) di Korea Selatan dapat melihat struktur organisasi berikut : Sitem 2 (dua) Wakil Menteri (Vice Ministry)387
Tabel 4.6 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 2 (dua)
384
Ibid
385
Diakses pada website yang menjelaskan mengenai kedudukan Wakil Menteri http://a330.g.akamai.net/7/330/25828/20081021185552/graphics.eiu.com/PDF/Democracy%20In dex%202008.pdf, pada tanggal 19 Desember 2012 386
Ibid
387
Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 http://www.mopas.go.kr/gpms/view/english/about/about06.jsp
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
235 Sitem 1 (satu) Wakil Menteri (Vice Ministry)388
Tabel 4.7 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 1 (satu)
Berdasarkan pada penjelasan rinci beberapa negara yang memiliki Wakil Menteri, sebagaimana telah dikaji dalam pembahasan sebelumnya, yakni mengenai Wakil Menteri yang ada di Indonesia dan beberapa negara yang ada dunia, antara lain yang ada di Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan sebagaimana telah dibahas dan diulas satu persatu diatas, maka kemudian dapat disimpulkan melalui bagan perbandingan kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dengan kelima negara yang menjadi pembahasan diatas,
388
Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 https://www.moj.go.kr/HP/ENG/eng_02/eng_2020.jsp
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
236 diantaranya adalah negara Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan, sebagai berikut : No
NEGARA
PENGANG
MASA
PEMBERHEN
KATAN
JABATAN
TIAN
Sama dengan 1.
INDONESIA
Oleh
masa jabatan
Presiden
Presiden 2009 -
Membantu Menteri Oleh Presiden
2014
2.
AMERIKA
Oleh Presiden
dan tugas langsung dari Presiden apabila dibutuhkan
KEDUDUKAN
PERTANGUNGJ AWABAN
Dibawah Menteri,
WAKIL MENTERI 20 (dua puluh)
diatas Pembantu Menteri, Pengawas,
JUMLAH
orang, dari 34 Kepada Menteri
(tiga puluh
Pelaksana dan Unsur
empat)
Pendukung lainnya.
Kementerian 6 (enam)
Sama dengan masa jabatan
KEWENANGAN
Oleh Presiden
Menteri
Membantu Menteri,
Dibawah Menteri dan
Kepada Sekretaris
orang pada
Sekretaris Negara
Sekretaris Negara
Negara
Kementerian Luar Negeri Masingmasing 4
3.
RUSIA
Oleh
Sama dengan
Menteri
Jabatan Menteri
Membantu Menteri Oleh Menteri
dan Sekretariat Jenderal
(empat) Dibawah Menteri dan Sekretariat Jenderal
Kepada Menteri
orang, pada Kementerian Pertahanan dan Pendidikan Seluruh Kementerian,
Oleh Menteri 4.
MALAYSIA
sepengetahu an Perdana
Oleh Menteri Sama dengan
sepengetahuan
Menteri
Perdana
Membantu Menteri
Menteri
Menteri
diserahkan
Dibawah menteri dan membawahi setiausaha
sepenuhnya Kepada Menteri
kepada Menteri
(sekretariat Jenderal)
(namun dibatasai 2 orang) Terdapat 2 pada Seluruh Kementerian, 1 (satu) orang
5.
KANADA
Oleh
Tetap (diangkat
Perdana
dari Pegawai
Menteri
Senior)
Tergantung pada kekuasaan Perdana Menteri
Mengambil arah politik Menteri terpilih
Dibawah Menteri dan
membantu
sebagai Kepala
Kepada Perdana
menteri
fungsional
Menteri
ditingkatan
departemen
Nasional, sedangkan 1 (satu) orang membantu menteri di Provinsi Seluruh
Dibawah Menteri,
Kementerian,
namun dalam praktek 6.
KOREA
Oleh
Sama dengan
SELATAN
Menteri
Menteri
Oleh Menteri
Membantu Menteri
struktur Kementerian posisinya dibawah
namun Kepada Menteri
sekjen dan inspektorat
dibatasai paling banyak 2 (dua) orang
Tabel 4.8 Perbandingan Kedudukan Wakil Menteri Indonesia, Amerika, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
237 BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan 5.1.1
Makna “Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus”, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara adalah Pengangkatan Wakil Menteri merupakan hak perogratif Presiden untuk menentukan secara objektif berdasarkan analisa dan alasan yang jelas. Selain itu yang dimaksud dengan penanganan secara khusus (dalam kondisi tidak umum) disini harus diartikan tidak dalam keadaan biasa, yakni terdapat sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan pekerjaan yang ekstra dan tidak dapat dikerjaan oleh seorang Menteri dan struktur organisasi yang berada di bawah Menteri. Untuk itulah kebutuhan untuk pengangkatan Wakil Menteri tidak pada semua Kementerian yang ada, selain itu Presiden wajib memberikan penjelasan kepada publik mengenai urgensi pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian tertentu, agar anasir-anasir politis dan persepsi publik mengenai pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian tertentu tidak ditafsirkan secara negatif.
5.1.2 Kedudukan Wakil Menteri dapat dilihat dari perpsektif kewenangannya, pengangkatannya, struktur organisasinya, jenjang kepangkatannya, dan hubungan Wakil Menteri dengan lembaga lainnya dalam Kementerian. Apabila dilihat dari kewenangannya, kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Presiden, selain itu juga dibawah Menteri, karena Wakil Menteri selain bertanggung jawab kepada Menteri, juga sebagai pembantu Menteri, sedangkan
Wakil
Menteri
dan
Sekretariat
Jenderal/Kementerian
kedudukannya dapat dikatakan sama, hal itu dikarenakan keduanya adalah sama-sama sebagai pembantu Menteri. Dalam perspektif pengangkatannya kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Presiden, sedangkan Menteri dan Wakil Menteri kedudukannya adalah sama, yakni sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden melalui tata cara dan prosedur yang sama
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
238 pula, sedangkan terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian kedudukan Wakil Menteri diatas Sekretariat Jenderal/Kementerian. Perspektif struktur organisasi Wakil Menteri tidak dijelaskan secara normatif dalam peraturan perundang-undangan mengenai Wakil Menteri, meskipun dalam praktek diposisikan berada dibawah Menteri dan dibawah atau diatas Sekretariat Jenderal/Kementerian. Perspektif jenjang kepangkatan Wakil Menteri berada dibawah Presiden dan Menteri, dan berada diatas Sekretariat Jenderal/Kementerian. Sedangkan dalam hubungan Wakil Menteri dengan Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian, Wakil Menteri berada dibawah dibawah Presiden dan Menteri serta berada diatas Sekretariat Jenderal/Kementerian. 5.1.3 Perbandingan Wakil Menteri di Indonesia dengan Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Canada dan Korea Selatan menunjukkan terdapat perbedaan baik pada tingkatan pengangkatan, masa jabatan, pemberhentian, kewenangan, pertanggung jawaban bahkan jumlah dan kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara di Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Canada dan Korea Selatan.
5.2 Saran 5.2.1 Diharapkan Presiden dalam menjalankan hak perogratifnya yakni melakukan pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, dapat memberikan alasan dan penjelasan yang objektif kepada publik mengenai urgensinya pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian tertentu. Selain itu dalam pengangkatan Wakil menteri harus berdasarkan analisa job description yang jelas, sehingga tidak menimbulkan persepsi negative publik terhadap recruitment wakil Menteri. Penegasan menganai tugas dan tanggung jawab, pengaturan mengenai tata cara penyeleksian dan mekanisme pertanggung jawaban Wakil Menteri menjadi mutlak diatur secara rigid, agar tercipta suatu institusi yang benar-benar dapat diharapkan mampu bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
239 5.2.2 Berkaitan dengan Kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara, sebaiknya ditegaskan mengenai struktur organisasi, tugas, fungsi dan kedudukan Wakil Menteri berada dimana, hal ini sangat penting mengingat kedudukan suatu lembaga sangat berkaitan erat dengan wewenang yang diberikan dan pelaksanaan kewenangan yang akan dilaksanakan
oleh
Wakil
menteri
tersebut.
Kesamaan
mengenai
kewenangan akan berpotensi terhadap timbulnya konflik kewenangan, untuk itu perlu pembidangan dan pemfokusan ruang lingkup kewenangan baik oleh wakil Menteri maupun secretariat jenderal atau Kementerian. Selain itu juga harus ditegaskan mengenai kepangkatan Wakil Menteri, ditegaskan bukan berarti membentuk kepangkatan yang baru seperti yang sekarang ini, hal itu diakibatkan oleh Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri tidak mengatur secara tepat dan tegas mengenai
kedudukan
Wakil
Menteri
dalam
struktur
organisasi
Kementerian Negara, sehingga kendala mengenai kepangkatannya hingga saat ini dapat dipersoalkan. 5.2.3 Melalui studi perbandingan dengan 5 (lima) Negara yang juga menggunakan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian negaranya, yakni Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Canada dan Korea Selatan, diharapkan dapat memberikan sumbangsih sekaligus sebagai bahan kajian untuk dijadikan reverensi guna perbaikan struktur organisasi Kementerian Negara yang hingga saat saat menuai kritik dan persoalan dalam tingkatan normatif sampai pelaksanaannya.
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
240
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Abdussalam, R., Politik Hukum, Jakarta : Penerbit PTIK, 2011 Adji, Oemar Seno dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Contempt of Court, Jakarta : Penerbit Diadit Media, cetakan ke-1, 2007 Alfian, M. Alfan, Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009 Atmadja, Soeria, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan Praktik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008 Admosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988 __________, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1966 Alkatiri, Jeffry, Transisi Demokrasi di Negara Rusia : Analisis Perlindungan HAM 1991-2000, Jakarta : Rineka Cipta, 2007 Apeldoorn, Van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976 __________,Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, Terjemahan Arief Sidharta, Bandung : Refika Aditama, cetakan ketiga, 2009 Ali, Abdul Latif dan Hasbi, Politik Hukum, (Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, cetakan pertama, 2010 Alrasid, Harun, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali diubah oleh MPR, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press. 2007 __________, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, Penafsiran dan Kontruksi Hukum, Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2000 Arinanto, Satya, Hukum dan Demokrasi, Jakarta : Penerbit Ind-Hill-Co, Cetakan-1, 1991
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
241 __________, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008. __________, Politik Hukum 1, 2 dan 3, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, Edisi Pertama __________, Constitutional Law and Democratization in Indonesia, Publishing House Faculty of Law University of Indonesia, 2000 __________, Kumpulan Materi Presentasi Politik Hukum (dikumpulkan dari berbagai referensi), Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, 2010 Arinanto, Satya (ed), Memahami Hukum dari Implementasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009
Konstruksi
sampai
Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Yogyakarta : UII Press, 2004 __________, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta : Konpress, 2008 __________,Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia, Jakarta, Konpress, 2006 __________, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta : Konstitusi Press, cetakan ke-2, 2006 __________, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta : Rajawali Pers, 2008 __________, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Jakarta : Konpress, 2006 __________, “Pemberhentian dan Penggantian Presiden” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (Intregitas, Konsistensi Seorang Sarjana Hukum), Editor oleh A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurjahjo, Jakarta: Pusat Studi HTN, 2000 __________, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Raformasi, Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer, cetakan kedua 2008. __________, Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Jakarta : Konstitusi Press, 2006 Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
242 Asshiddiqie, Jimly, Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, Jakarta : Konstitusi Press, 2006. Azhary, Negara Hukum Indonesia, analisis yuridis normatif tentang unsurunsurnya, Jakarta : UI Press, 1995 Azhary, Muhammad Tahir, Negara Hukum suatu study tentang prinsipprinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasi pada periode Negara Madinah, Jakarta : Kencana, 2004 Azizy, A. Qodri, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007 Basah,
Sjachran, Ilmu Negara, Pengantar, Metode Perkembangan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
dan
Sejarah
Bertens, K., Etika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2011 Bogdan, Michael, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Inggris, Jerman, Perancis, Amerika, Cina, Sosialis dan Islam), Bandung : Nuansa Media, 2010 Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002 Buyung Nasution, Adnan, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, study Sosio Legal atas Konstituante 1956-1959, Jakarta : Grafitti, 2009 __________, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, edisi revisi, 2010 Bruggink, J.J.H., Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori, England : Kawuler, 1952. Burke, Lee H and Patterson, Richard Sharpe, Homes of the Department of State, 1774-1976: The Buildings Occupied by the Department of State and Its Predecessors. Washington, D.C.: US. Government Printing Office, 1977 Chakirov, Nikita (ed), Illustrated History of the Russian Empire: The Coronation Book. (Astoria, NY: The Russian Orthodox Youth Committee. 1971), Hal. 488 Champbel Black, Henry, Black’s Law Dictionary, Seven Edition, Bryan A. Garner Editor, St. Paul. Minn, Wes Publishing, 1999
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
243 Creswell, John W., Reserch Design, Qualitative & Quantitative Approaches, SAGE Publications, International Educational and Professional Peblisher, Thousand Oaks, London New Delhi, 1994 Chul Yang, Sung, The North and South Korean political systems: A comparative analysis (rev. ed.). Seoul: Hollym, 1999 Darwis, Fernita, Pemilihan Spekulatif, Mengungkap Fakta Seputar Pemilu 2009, Bandung : Penerbit Alfabeta, 2011 Daulay, Ikhsan Rosyana Parluhutan, Mahkamah Konstitusi, Memahami Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, cetakan pertama, 2006 de Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Sosialis Law, Bandung : Nuansa Media, 2010 Dicey AV., Introduction to the study of the law of the constitution, London : Mc Millanand CO, 1952 Dimyati, Khudzaifah, Teorisasi Hukum Studi tentang Perkembangan Hukum di Indonesia 1945-1990, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010 Djokosoetono, Kuliah Ilmu Negara, (Dihimpun oleh Harun Alrasyid) Jakarta : In-Hill-Co, Edisi Revisi, 2006 Drury, Shadia B., Law and Politics, Reading in Legal and Political Thought, Alberta : Detselig Enterprises Ltd Calgary, 1980 Dunn, William N., Public Policy Analysis, An Introduction, New Jersen, University of Pittsburgh, 1994 Duverger, Maurice, Teori dan Praktek Hukum Tata Negara Indonesia, Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1993 Fahrurodji, A., Rusia Baru menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah Dan Latar Belakang Budayanya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005 Fuady, Munir, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, cetakan ke-1, 2005 __________, Sejarah Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009 __________, Perbandingan Ilmu Hukum, Bandung : Rineka Cipta, 2007 Freeze, George, Russia: A History (2nd ed.), Oxford: Oxford University Press, 2002
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
244 Friedman, Lawrence, The Legal System: A Sosial Science Perspektive, New York : Russel Sage Foundation, 1975 Gilissen, John dan Frits Gorle, Sejarah Hukum, suatu pengantar, Bandung : Refika Adhitama, cetakan kelima – 2001 Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, Surabaya : Peradaban, Edisi Revisi, 2007 Hadjon, Philipus M. dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Gajah Mada University Press, 2002 Hakim, Abdul Aziz, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011 Halsey, George D., Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2010 Hamidi, Jazim, Revolusi Hukum Indonesia, Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam system ketatanegaraan RI, Jakarta : Konstitusi Press, 2006 Harahap, Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Rajawali Pers, 2007 Hartono, C.F.G Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-2, 2006 __________, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Bandung : Alumni, 1991 Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan ke 1, 2011 Hawley, Samuel: The Imjin War. Japan's Sixteenth-Century Invasion of Korea and Attempt to Conquer China, The Royal Asiatic Society, Korea Branch, Seoul 2005 Heidjrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi 4, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarya, cetakan kesebelas, 2008 Hendrawan dkk, Anvanced Strategic Management Back to Basic Approach, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005 Henry, Michael, William. History of the Department of State of the United States: Its Formation and Duties, Together With Biographies of Its Present Officers and Secretaries From the Beginning.Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1901
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
245
Hidayat, L. Misbah, Reformasi Administrasi, Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden, Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007 Hoessein, Bhenyamin, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah, Dari era orde baru ke era Reformasi, Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011 Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2006 H.R., Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006 Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2006 Ihalalauw, John J.O.I, Bangunan Teori, Salatiga : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Edisi Millenium, 2000 Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Teknik Pembentukannya, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, cetakan ke-10, 2012 Indrayana, Denny, Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008 Isjwara, F., Pengantar Ilmu Politik, Dwiwantara, Bandung, 1964 Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi, menguatnya model legislasi Parlementer dalam system Presidential Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2010 Ivancevich, dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta : Erlangga, 2008 Iver, Mac, The Web of Government, dalam Moh.Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000 Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan kelima, 2001 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung : Alumni, 2004
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
246 Kansil, CST., Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983 Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, Edisi Revisi, 2008 Kelsen, Hans, General Theory Law and States, Australia : New Russel, Cambridge, 1983 __________, General Theory Of Law And State, Terjemahan Somardi, Bee Media Indonesia, Jakarta, 2007 __________,Pure Theory of Law, Berkely : University California Press, 1978 Kranenburg dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986 Kusnardi, Moh. dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000 Kusuma, AB, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009 __________,Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” versus Sistem Presidensiel “orde reformasi”, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011 Kusumaatmadja, Mochtar, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Alumni, 1994 Levy, Leord W., Judicial Review and Supreme Court, Harper Torchbooks The Academy Library, Harper & Row, Publishers New York, Evanston, and London, 1967 Lubis, Solly, Kebijakan Publik, Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan ke-1, 2007 __________, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan keempat, 1995 __________, Beberapa Catatan Mengenai Wakil Presiden, yang dihimpun Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
247 Mahfud MD, Moh., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan), PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003 __________, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta : Rajawali Pers, cetakan ke-2, 2011 __________, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : Pustaka LP3ES, cetakan ketiga, 2006 __________, Perdebatan Hukum Tata Negara pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta : LP3ES, 2007 Paulus E. Lotulung, Sistem Hukum Indonesia, Mahkamah Agung dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005 Manan, Bagir dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2007 __________,Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara UII dan Gama Media, 1999 Mangunhardjana, Pendampingan Kamum Muda, Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Kanisius, 1986 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada media, Jakarta, 2006 __________, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Prenada Media Group, cetakan ketiga, 2009 Marzuki, Laica, Peraturan Kebijakan (‘Bleidregel’) : Hakikat serta fungsinya selaku sarana Hukum Pemerintahan, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi Negara dan Good Governance, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2012 Mas’oed, Mochtar dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, 2008 Matutu, Mustamin DG..dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004 Mayo, Henry B., An Introduction to Democratic Theory, New York : Oxford University press, 1960 Menski, Werner, Perbandingan Hukum dalam Konsteks Global, Sistem Eropa, Asia dan Afrika, Bandung : Nuansa Media, 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
248 Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakan kedua, 2005 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2000 Montesquieu, The Spirit of Law, Dasar-dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politik, Bandung : Nusamedia, 2007 Nahm, Andrew C, Korea: A history of the Korean people (2nd ed.), Seoul: Hollym, 1996 Nasution, S., Metode Research (Penelitian Ilmiah) usulan Tesis, Desain Penelitian, Hipotesis, Validitas, Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-4, 2011 Nawawi Arif, Barda, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta : Rajawali Press, 2002 Nonet, Philippe and Philip Selznick, Law and Society in Transition : Toward Responsive Law, Happer & Row, 1978 Notoatmodjo, Soekidjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta : Penerbit Refika Cipta, 2009 N.P.D
Sinaga, Budiman, Ilmu Pengetahuan Yogyakarta : UII Press, cetakan kedua, 2005
Perundang-Undangan,
Nugraha, Safri, dkk, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), Depok : Center For Law and Good Governance Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007 Nugraha, Safri,Birokrasi & Good Governance (Reading Material), Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2006 Nurtjahjo, Hendra (editor),Politik Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004 Odom, William Eldridge, 'The Collapse of the Soviet Military,' Yale University Press, 1998 Plischke, Elmer, U.S. Department of State: A Reference History.Westport, Conn.: Greenwood Press, 1999 Pope, Jeremy, Strategi Membasmi Korupsi, Jakarta : Transparency International (TI) Indonesia, cetakan pertama, 2003
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
249
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, 1995 Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan ke-2, 2005 Rahardiansah, Trubus, Sistem Pemerintahan Indonesia, teori dan praktek dalam perspektif politik dan hukum, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2010 Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Yogyakarta : Genta Publishing, cetakan kedua, 2010 __________,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000 Ranadireksa, Hendarmin, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokusmedia, Bandung, 2007 Ranggawidjaja, Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Bandung : CV Mandar Maju, cetakan ke-1, 1998 Rizal, Jufrina dan Agus Brotosusilo, Bahan Bacaan Filsafat Hukum ke-1, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Agustus 2001 Robbins dan Judge, Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat, 2007 Robert J, Jackson,. and Doreen Jackson. Politics in Canada: Culture, Institutions, Behavior and Public Policy. 6th ed. Toronto: Prentice Hall, 2006 R Dull, Jonathan, A Companion to the American Revolution, ed. Jack P. Greene and J. R. Pole. Maiden, Mass.: Blackwell, 1999 Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, (ogyakarta : Penerbit Liberty, cetakaan keempat, 2005 Salman, H.R. Otje dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung : Penerbit Refika Aditama, cetakan ke-2, 2005 Schoreder, Richard C., Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, (edisi revisi) 2008
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
250 Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001 Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta : Toko Gunung Agung, cetakan keempat belas, 1995 Safa’at, Muchamad Ali, Pembubaran Partai Politik, Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik, Jakarta : Rajawali Pers, 2011 Sanborn, Mark, Semua Orang Bisa jadi Pemimpin, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007 Saragih, Bintan Regen, Politik Hukum, (Bandung : CV. Utomo, cetakan pertama, 2006 Soemantri M, Sri, Perngantar Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta : Rajawali Pers, 1998 Soetomo, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya, 1993 Soekanto, Soerjono, Perbandingan Hukum, Bandung : Alumni, 1979 Siagian, Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan ke-18, 2010 Siahaan, Maruar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta : Konstitusi Press, 2005 Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010 Sihombing, Herman, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Bandung : Alumni 1999 Simanjuntak, Marsilam, Pandangan Negara Integralistik, Sumber, Unsur dan Riwayatnya dalam Persiapan UUD 1945, Jakarta :Grafitti, 1994 Simatupang, Dian Puji N., Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, Jakarta : Badan Penerbit FHUI, 2011 Subekti, Valina Singka, Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, Jakarta : Rajawali Pers, 2008 Sudarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 2011
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
251
Suharto, Susilo, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, Yogyakarta : Graha Ilmu, cetakan pertama, 2006 Suherman, Ade Maman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, civil law, common law dan hukum Islam, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Gajahmada University Press, Yogyakarta, Cetakan ke-3, 2006 Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti UndangUndang (Perpu), (UMM Press, Malang, 2003 Sumarsono, S. dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, cetakan ketiga, 2004 Sumaryono, E., Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, cetakan ke-11, 2010 Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara), Medan : Pustaka Bangsa Press, 2011 __________, Keberadaan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan Nasional Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2011 Sutedi, Andrian, Hukum Keuangan Negara, Jakarta : Sinar Grafika, 2010 Sutiyoso, Bambang dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005 Strong, C.F., Modern Political Constitutions : An Introduction to the Comparative Study and Existing Form, Terjemahan SPA Teamwork, Nusamedia, Bandung, 2004 __________, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Kajian tentang Sejarah dan bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Bandung : Nuansa Media, Bandung, 2009 Syahuri, Taufiqurrahman, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, Jakarta : Prenada Media Group, 2011 Syahrizal, Ahmad, Peradilan Konstitusi, suatu studi tentang Adjudikasi Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : Pradnya Paramita, cetakan pertama, 2006
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
252 Syamsuddin, Amir, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008 Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, cetakan pertama, 2004 Thaib,
Dahlan, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Yogyakarta : Total Media, Cetakan ke-1. 2009
Konstitusional,
Thalib, Abdul Rasyid, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 Thompson, Brian, Constitutional and Administrative law, 3th ed., London : Black Stone Press Limited, 1997 Tinkler, Robert, James Hamilton of South Carolina. Baton Rouge, La: Louisiana State University Press, 2004 Tjandra, W Riawan dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta : Pembaharuan, edisi revisi, 2005 Unger, Roberto M, Law and Modern Society : Toward a Criticism of Social Theory, The Free Press Van Wijk H.D. /Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, Utrecht Uitgeverij Lemma BV,1995 Wahjono, Padmo, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, cetakan ke-2, 1985 Westwood, J. N., Endurance and Endeavour: Russian History 1812–2001 (5th ed.), Oxford: Oxford University Press, 2002 Widodo, Kamus ilmiah populer dilengkapi ejaan yang disempurnakan dan pembentukan istilah, Yogyakarta : Absolut, 2001 Wigjosoebroto, Soetandyo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, dinamika sosial-politik perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 1994 W. Bedner, Andriaan, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Seri Sosiolegal Indonesia, Jakarta : HUMA, Van Vollenhoven Institute, KITLV-Jakarta, 2010 Yerimias, T. Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, Isu. Yogyakarta: Gava Media, 2004
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
253 Yunus, Benny M., Intisari Hukum Administrasi Negara, Bandung : Penerbit Alumni, 1980 Zaini, Hasan, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung : Alumni, 1985 Zoelva, Hamdan, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2011
B. Makalah dan Jurnal According to Oral TraditionSavada, Andrea Matles. South Korea: A Country Study. Area handbook series. Federal Research Division, Library of Congress. Washington, D.C.:1992 Accountbale Government, A Guid for minister and Ministers of States, Canada Desember 2011 Arinanto, Satya, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Teks Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, 18 Maret 2006 Aucoin, Peter, The Staffing and Evaluation of Canadian of Deputy Ministers in Comparative Westmindster Perspective : a Proposal for reform, Volume 1 : Parliament, Minister and Deputy Minister Bothlingk, F.R., Het Leerstuk der vertegenwoordigingen zijn Toepassing op ambtsdragers in Nederland en in Indonesia, Juridishe Boekhaldel en Uitgeverrij A. Jongbloed & Zoon’s-Gravenhage, 1954 Bourgault, Jackquest, The Deputy Minister’s Role in the Government of Canada : His Responsibility and His Accountability, Volume 1 Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pengorganisasian Sekolah. Materi Diklat Calon Kepala Sekolah/Kepala Sekolah. Jakarta Tahun 2008. Divisi Penelitian Federal, Perpustakaan Kongres. Seri Buku Pegangan Wilayah/Pengkajian Negara. Departemen Angkatan Darat Amerika Serikat. Diakses pada 9 Desember 2012. General Report of the Population and Housing Census 2000, (Putrajaya: Department of Statistics), Malaysia, 28 Desember 2005 Hadjon, Philipus M., Tentang Wewenang, Makalah Univ. Airlangga, Tanpa Tahun
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
254 Harjono, Beberapa Catatan tantang Undang-Undang, Disampaikan dalam seminar sehari, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Surabaya dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, 9 Juli 1993 Hockin, T.A., Government in Canada (1976), Not Published Hurley, James Ross, Responsibility, Accountability, and the Role of deputy Minister in the Government of Canada, Volume 3 : Linkages : Responsibility and Accountability Jurnal Knstitusi, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Volume 8, Nomor 5, Oktober 2011 Kantaprawira, Rudasi, Hukum dan Kekuasaan, Makalah Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Mahfud MD, Moh., Mengembalikan Daulat Rakyat Demokrasi Kita, Pidato Kebudayaan 2012, Yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta, Sabtu 10 November 2012, bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta Mamudji, Sri dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Bahan Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Manan, Bagir, UUD 1945 Tak Mengenal Hak Perogratif, Jurnal Republika, Sabtu, 27 Mei 2000 Mertokusumo, Sudikno, Perbandingan hukum, Makalah pada kuliah perdana Program Doktor Ilmu Hukum UGM, tanggal 13 September 2001 Mironov, Boris N, The Standard of Living and Revolutions in Imperial Russia, 1700-1917 (2012) Mustamu, Julista, Diskresi dan Tanggungjawab Pemerintahan, Dalam Jurnal SASI, Vol. 17, Bulan April-Juni 2011 Schoreder, Richard C., Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2000 Scott, F. & William F. Scott, Russian Military Directory 2004 Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden RI, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1990
C. Media Cetak
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
255 DilemaJabatan Wakil Menteri,Majalah Konstitusi (Wakil Menteri (In)konstitusional), Majalah Konstitusi No. 62 – Maret 2012 Wakil Menteri (In)konstitusional ? Majalah Konstitusi (Wakil Menteri (In)konstitusional), Majalah Konstitusi No. 62 – Maret 2012 Pemohon : Jabatan Wakil Menteri Tidak Dikenal, Majalah Konstitusi (Berkas Pencalonan Harus diterima KPU), Majalah Konstitusi No. 59 – Desember 2012 Wah, 20 Wakil Menteri Kabinet SBY Inkonstitusional?, Kompas Kamis, 19 Januari 2012 Yusril Mengakui Keberadaan Wakil Menteri Sah, Pos Kota, Kamis, 14 Juni 2012 Denny: Putusan MK Memperjelas Kedudukan Wamen, Tribunnews, Selasa, 5 Juni 2012 Memperjelas Fungsi Wakil Menteri, Suara merdeka, 21 Januari 2012 Kedudukan wakil menteri jelas dan tak membingungkan, Antara, Selasa, 12 Juni 2012 MK: Jabatan Wakil Menteri Konstitusional, Kompas, Selasa, 5 Juni 2012 Jabatan Wakil Menteri Tetap Konstitusional, Tempo, Selasa, 05 Juni 2012
D. Internet Struktur organisasi diatas diambil dari website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, http://www.menpan.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Struktur organisasi model kedua ini diambil dari http://www.depkeu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
website
Model struktur organisasi model ketiga, diambil dari website dan melihat langsung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, http://www.budpar.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Model keempat diambil dari website http://www.dephub.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012 Model kelima diambil dari website dan laporan tahunan Kementerian esdm, http://www.esdm.go.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
256 Pada model ketujuh ini, yakni Kementerian Pekerjaan Umum diakses melalui website http://www.pu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Pada model Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diakses melalui website http://www.kemdiknas.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Model ini merupakan model Kementerian Agama, diakses melalui website http://www.kemenag.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012 Struktur organisasi ini diambil dari website http://www.depkumham.go.id/pada tanggal 15 Desember 2012, dan melakukan survey langsung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 11 Desember 2012 Mengenai jenjang Eselon seperti dijelaskan diatas diakses melalui situs http://www.lptui.com, diakses tanggal 22 Desember 2012 Mengenai jabatan karier dalam lingkungan birokrasi, yakni structural dan fungsional, secara mendetail dan mendalam dijelaskan dalam situs Badan Kepegawaian Negara, yakni http://www.bkn.go.id/, diakses tangal 22 desember 2012 Diakses melalui bbc internasional pada tanggal 16 desember 2012, yang memuat profil dari pemerintahan amerika. http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/country_profiles/1217752.stm United States Department of State, Bureau of Diplomatic Security (July 2011). "Diplomatic and Consular Immunity: Guidance for Law Enforcement and Judicial Authorities".United States Department of State.p. 15.Retrieved 11 May 2012. Diakses pada website http://www.glin.gov/ (Global Legal Information Network), diakses pada tanggal 15 Desember 2012 Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, http://rs6.loc.gov/cgibin/ampage?collId=llsl&fileName=001/llsl001.db&recNum=151, A Century of Law making for a New Nation: U.S. Congressional Documents and Debates, 1774 – 1875 Bureau of Public Affairs."1784-1800: New Republic". United States Department of State.Retrieved 11 May 2012. Diakses pada situs resmi pemerintahan Amerika http://www.state.gov/, pada tanggal 16 desember 2012
Serikat
Diakses pada situs resmi Amerika Serikat, pada tanggal 16 Agustus 2012 http://www.state.gov/documents/organization/150505.pdf
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
257 Diakses pada website http://www.law.cornell.edu/uscode/text/10/133, Legal Information Institute (LII), open acces to law since 1992, Cornell University Law School Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, hal ini yang merupakan informasipenting mengenai posisi Wakil Menteri di Amerika Serikat. Berikut linknya : http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2009/02/weodata/weorept.as px?sy=2006&ey=2009&scsm=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1 &c=111&s=NGDPD%2CNGDPDPC%2CPPPGDP%2CPPPPC%2 CLP&grp=0&a=&pr.x=64&pr.y=8 Diakses pada situs pemerintahan Rusia pada tanggal 15 Desember 2012, http://government.ru/ Diambil dari website RF MOD website www.mil.ru accessed, pada tanggal 9 Aug 2012 Kementerian Pertahanan Rusia http://eng.mil.ru/en/management/deputy.htm, dapat dilihat juga pada kementerian Pendidikan Rusia http://eng.mon.gov.ru/ruk/zam/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012 Federation of International Trade Associations. Diakses pada tanggal 18 desember 2012,http://www.fita.org/countries/malaysia.html?ma_rubrique=cadr e. Diakses pada website http://www.ipu.org/parline/reports/2197.htm (Dewan Rakyat) House of Representative Malaysia, pada tanggal 15 Desember 2012 Diakses pada website pada tangal 15 desember 2012, http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2777.htm U.S. Relations With Malaysia, Bureau Of East Asian and Pacific Affair Diakses pada situs http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797, pada tanggal 16 Desember 2012 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 Diakses pada Government of Canada, Indonesia.gc.ca, pada tanggal 17 Desember 2012http://www.canadainternational.gc.ca/indonesia-
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
258 indonesie/about-a_propos/governmentgouvernement.aspx?lang=ind&view=d Diakses pada situs pemerintahan Kanada pada tanggal 17 Desember 2012, http://www.canada.gc.ca/ Diakses pada situs http://www.gc.ca/home.html, pada tanggal 17 Desember 2012 Mengenai system pemerintahan Kanada dijelaskan secara rinci melalui website : http://englishland.or.id/TOEFL/10sistem_pemerintahan_canada.htm, Pada tanggal 17 desember 2012 Mengenai kabibet di Kanada diakses dalam situs pada tanggal 18 Desember 2012 http://www.thecanadianencyclopedia.com/articles/cabinet Deputy Minister of Public Works and Government Services Canada, http://www.tpsgc-pwgsc.gc.ca/apropos-about/ssmnstr-dptmnstreng.html, pada tanggal 18 Desember 2012 Guidance for Deputy Ministers, National Library of Canada cataloguing in publication data, http://www.pco.gc.ca/, Pada tanggal 18 Desember 2012 Diakses pada website http://www.canada.gc.ca/, pada tanggal 18 desember 2012, dijelaskan menganai pemilu dan system keterwakilan di Kanada. Diakses pada tanggal 18 desember 2012, yang menjelaskan pemerintahan local http://www.parl.gc.ca/MembersOfParliament/MainCabinetCompleteL ist.aspx?TimePeriod=Current Diakses pada tanggal 18 desember http://www.gc.ca/depts/major/depind-eng.html
2012
Diakses pada Library and Archive Canada, pada tanggal 15 desember 2012, http://www.collectionscanada.gc.ca/index-e.html Diakses pada website sejarah pemerintahan korea, pada tanggal 15 desember 2012. http://www.koreanhistoryproject.org/Jta/Kr/KrGOV0.htm Diakses pada perpustakaan CIA yang menjelaskan mengenai beberapa pemerintahan Korea selatan, pada tanggal 18 desember 2012 https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/fields/2077.html?countryName=Korea,%20South&countryC ode=ks®ionCode=easks
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
259 Mengenai system pemerintahan yang dipakai oleh Korea Selatan dijelaskan dengan rinci dalam website : http://countrystudies.us/southkorea/10.htm, diakses pada tanggal 19 Desember 2012 Diakses pada website http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, pada tanggal 18 desember 2012 Diakses pada website yang menjelaskan mengenai kedudukan Wakil Menteri http://a330.g.akamai.net/7/330/25828/20081021185552/graphics.eiu. com/PDF/Democracy%20Index%202008.pdf, pada tanggal 19 Desember 2012 Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 http://www.mopas.go.kr/gpms/view/english/about/about06.jsp Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 https://www.moj.go.kr/HP/ENG/eng_02/eng_2020.jsp
E. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Kementerian Negara. UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008. Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 166. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4916 Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009. Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011.Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 100A Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 101A Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
260 Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Wakil Menteri. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012. Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 129 Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentangKedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010. Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010. Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009 Republik Indonesia.Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011. Republik Indonesia.Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012 Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya Bagi Wakil Menteri
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
261 Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 /PUU-IX/2011 tanggal 5 Juni 2012 Konstitusi Amerika Serikat Konstitusi Rusia Konstitusi Malaysia Konstitusi Kanada Konstitusi Korea Selatan
Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013